Naga Pembunuh Jilid 22 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

NAGA PEMBUNUH
JILID 22
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
"HA-HA, aku adalah aku. Aku adalah calon nomor satu yang akan menumpas pemberontak Chu Kiang. Aku calon pelindung kaisar nomor wahid. Siapa kau dan bagaimana ilmu pedangmu demikian bagus!"

"Keparat!" Yu Yin melengking-lengking. "Kau tua bangka tak tahu malu, orang tua. Orang nomor satu di tempat ini adalah guruku si Kedok Hitam. Kau bukan apa-apa!"

"Wah, kau murid si Kedok Hitam? Mana gurumu itu? Ha-ha, kebetulan,bocah. Aku memang mencarinya karena ingin, mengadu kepandaian. Hayo suruh dia keluar dan nanti kutundukkan dia!"

Yu Yin menjerit marah. Ia disampok miring dan hampir saja pedangnya terlepas dari tangan. Bunyi "Cring" dari kuku jari kakek itu amatlah kuatnya, pedangnya tergetar dan terpental. Tapi karena disitu banyak pengawal dan mereka ini juga sudah menyerbu membantu, seratus orang kang-ouw itu merintih dan mengerang-erang di sana maka kakek ini tertawa bergelak ketika dikeroyok dan dihujani serangan. Ia mengelak dan berkelebat sana sini dan pengawal didorong atau dipukul mundur. Mereka itu tak ada yang mampu mendekati kecuali gadis cantik ini, murid si Kedok Hitam. Dan ketika ia mulai gembira karena orang yang dicari-cari tentu segera akan bertemu, murid Kedok Hitam ada di situ maka kakek ini melecutkan rambut gimbalnya dan robohlah delapan pengawal yang berteriak mengaduh.

"Hayo, minggir semua!" Delapan orang itu terlempar. Mereka memang bukan tandingan kakek ini dan bergeraklah kakek itu ke arah pengawal-pengawal yang lain.

Yu Yin masih terhuyung dan membetulkan letak posisinya, ia hampir saja mencelat. Dan ketika gadis itu membelalakkan mata dan kaget serta marah, para pengawal didorong atau dijungkir balik kakek ini maka ia menerjang lagi dan terkekehlah kakek itu menyambut serangan pedangnya.

"Bagus... bagus, ulet dan tak kenal menyerah. Tapi sekarang aku akan merobohkanmu... plak!" dan pedang yang diterima dan digubat rambut tiba-tiba terhenti dan tersentak di tangan Yu Yin.

Gadis ini melancarkan bacokan dari samping tapi si kakek menyambut dan menerimanya dengan enak, rambutnya itu meledak dan kini sudah menggubat pedangnya. Dan ketika pedang ditarik namun gagal, Yu Yin pucat dan kaget maka jari kakek itu nyelonong dan tahu-tahu tepat sekali mengenai ketiaknya.

"Bluk!"

Yu Yin roboh dan terbanting. Gadis itu tepat sekali tertotok dan si kakek terbahak-bahak, mengira gadis itu tak dapat bergerak lagi dan totokannya telak mengenai jitu. Tapi ketika Yu Yin mengeluh dan mampu bergulingan menjauh, meloncat dan bangun di sana maka kakek itu tertegun dan membelalakkan matanya, lebar-lebar.

"Eh, kau bocah aneh. Masa totokanku tak persis mengenai jalan darah!"

Yu Yin memekik dan menerjang si kakek. Ia telah mempergunakan ilmunya yang disebut Pi-ki-hu-hiat (Tutup Hawa Lindungi Jalan Darah), cepat dan sudah waspada ketika kakek itu tadi menotoknya. Maka begitu ia tertotok namun selamat, ia telah menutup jalan darahnya tadi maka kakek itu tertegun dan mendecak, diserang tapi mengelak dan secepat itu pula kakek ini berkelebat dan kembali menotok. Tapi ketika totokannya gagal dan Yu Yin hanya kesakitan saja, terbanting dan menjerit tergulingan lagi maka sadarlah kakek itu bahwa gadis ini memiliki Pi-ki-hu-hiat.

"Ha-ha, kiranya ilmu menutup jalan darah. Wah, hebat dan luar biasa kau ini, bocah. Dan aku mulai percaya bahwa gurumu itu pasti hebat sekali!"

"Tak usah banyak cakap!" gadis itu melengking. "Tak dapat merobohkan muridnya berarti tak dapat pula mengalahkan gurunya, kakek siluman. Hayo maju dan totok aku lagi!"

"Wehh!" kakek itu terbahak-bahak. "Kau hebat dan mengagumkan. Tapi aku tentu dapat merobohkanmu. Tak dapat kutotok tentu dapat kupukul. Baik, apa boleh buat aku harus memberimu pelajaran keras... slap!" dan si kakek yang lenyap mempergunakan ilmu silumannya tiba-tiba menghilang den entah berada di mana.

Yu Yin sedang bergulingan meloncat bangun dan tertegun tak melihat kakek itu, dia terkesiap. Tapi ketika ia sedang celingukan dan terbelalak ke sana ke mari, pucat maka kakek itu tahu-tahu muncul dan berada di belakangnya.

"Heh-heh, aku di sini, anak manis. Maaf aku terpaksa memukulmu pingsan!"

Yu Yin kaget. Ia tahu-tahu melihat kakek gimbal-gimbal itu sudah berada di belakangnya, dekat dan amat dekat karena tahu-tahu menepuk tengkuknya. Tak mungkin lagi ia mengelak! Tapi ketika gadis itu menjerit dan tangan si kakek sudah menyentuh rambutnya, siap merobohkan gadis ini tiba-tiba seberkas cahaya putih menyambar dan menghajar kakek itu.

"Lam-ciat (Hantu Selatan), jangan main-main di sini!"

Kakek itu terkejut. Ia sedang melancarkan serangan ketika tiba-tiba sinar putih yang amat dingin itu menyambar punggungnya. Hawanya terasa dingin dan begitu menyeramkan! Dan karena hawa ini jauh lebih berbahaya dibanding serangannya kepada gadis itu maka kakek ini membentak dan tahu-tahu meledakkan kedua tangannya dan menghilang.

"Crat!"

Hawa dingin itu menghajar pohon di depan. Pohon itu tumbang dan keluarlah suara hiruk-pikuk dari robohnya yang ramai ini. Dan ketika Yu Yin tertegun karena tahu-tahu sudah disambar seseorang, berdiri dan selamat dari timpaan pohon maka di situ sudah tegak dengan muka merah gurunya yang luar biasa. Kedok Hitam!

"Suhu...!"

Sang guru tak menjawab. Kedok Hitam telah menyelamatkan muridnya dan kini tokoh itu berdiri melindungi muridnya. Yu Yin disambar di belakang punggungnya dan terkejut tapi giranglah para pengawal melihat laki-laki ini. Tokoh itu telah muncul! Dan ketika Yu Yin juga girang karena selamat dari pukulan lawan, ia tertegun mendengar bentakan gurunya tadi maka menyambarlah sinar kuning emas ke arah gurunya ini, bayangan si kakek yang penasaran dan kini membalas. Sinar putih dari golok yang menyambar telah lenyap di punggung laki-laki berkedok hitam ini.

"Kedok Hitam, kiranya kau. Ha-ha...!"

Kedok Hitam mengelak. Sinar kuning itu menyambarnya namun ia tak menangkis, dikejar dan kali ini menggerakkan tangannya ke kiri. Dan ketika sinar kuning itu meledak tapi Kedok Hitam sendiri juga terhuyung, Yu Yin di belakangnya terpental maka kakek itu terbahak-bahak dan tampaklah ia kini tergetar didepan.

"Dess!"

Para pengawal mencelat. Kakek itu telah muncul lagi dan melepas pukulan, menyerang atau membokong lawannya itu namun Kedok Hitam mengetahui, membalik dan menangkis. Dan ketika mereka sama-sama mundur dan Kedok Hitam terbelalak maka Lam-ciat, kakek gimbal-gimbal itu mendapat teguran.

"Hantu Selatan, tak perlu main-main di sini. Kalau kau ingin membuat onar maka kau akan mampus. Nah, apa maumu dan kenapa kau membunuh komandan itu!"

"Ha-ha, sekali muncul telah tahu siapa aku. Uwah, hebat kau, Kedok Hitam, dan hebat seranganmu tadi. Luar biasa dan amat mengagumkan. Tapi kau curang, tak memberi tahu!"

"Hm, kedatanganmupun tak memberi tahu, dan kau hendak merobohkan muridku pula. Aku minta jawaban kenapa kau membunuh komandan istana itu, dan apa maumu!"

"Ha-ha, komandan busuk itu? Ia patut mampus. Ia menipuku, Kedok Hitam, menyatakan hendak menemukan aku dengan kaisar tapi nyatanya malah dibawa ke tempat ini. Huh, kalau ia punya nyawa rangkap, aku justeru ingin membunuhnya lagi!" Gemas memandang komandan yang tadi membawanya itu, komandan yang menipu kakek ini lalu menghadapi lagi si Kedok Hitam, matanya bersinar-sinar, bercahaya. "Aku ingin mengisi lowongan kerja. Kabarnya kau kewalahan menghadapi pemberontak Chu Kiang dan kini aku ingin maju membantu. Apa yang akan diberikan istana dan berapa bayaranku!”

"Hm, kau datang untuk maksud ini! Dan membunuh seorang pengawal?"

"Ia menipuku, Kedok Hitam, dan itu patut untuknya. Kalau kau tak terima aku siap menerima kemarahanmu. Ayo, kita bertanding dan boleh tentukan siapa yang lebih lihai!”

"Kakek kurang ajar!" Yu Yin tiba-tiba membentak. "Tangkap dan bunuh kakek ini, suhu. Dan gunduli kepalanya yang gimbal-gimbal itu. Rambutnya bau!"

"Ha-ha, ini muridmu yang luar biasa”, si kakek tak perduli, kagum. "Hebat benar kau mempunyai murid seperti ini, Kedok Hitam. Tapi kalau boleh biarkan ia bersamaku, akan kugembleng lebih hebat!"

"Cih, menjadi muridmu? Melawan guruku saja kau sudah tunggang-langgang, kakek siluman. Jangan bicara macam-macam yang membuat perutku mau muntah. Kau kakek jijik yang apek dan bau!"

"Ha-ha, nanti bersamamu tentu tak apek atau bau lagi. Kau dapat menggosok tubuhku supaya bersih. Ha-ha, kau gadis cantik yang suka bercecowetan seperti monyet!"

"Kurang ajar!" namun ketika Yu Yin hendak menerjang dan dicekal gurunya, Kedok Hitam mendengus dan menahan muridnya itu maka laki-laki ini menghadapi lawannya.

"Lam-ciat, tak usah bicara dengan anak kecil. Kau telah mampu merobohkan semua peserta orang-orang kang-ouw, tanda bahwa kepandaianmu lumayan. Kalau kau benar-benar ingin mengabdi dan membantu istana tentu saja dapat diterima. Tapi imbalan atau kedudukannya tentu harus sesuai dirimu!"

"Maksudmu?"

"Kau harus diuji..."

"Uwah, sudah kudengar itu!”

"Tidak, nanti dulu, Lam-ciat. Ujian untukmu bukan di sini, melainkan di lain tempat. Kalau kau berani dan lulus maka kau diterima."

"Uwah, ha-ha... apa-apaan ini! Apa maumu dan mana sri baginda kaisar. Aku ingin menghadap!"

"Tanpa aku tak mungkin kau bisa menghadap. Maksud dan kedatanganmu diterima istana, Lam-ciat. Namun berhasil atau tidak kau masih harus diuji. Mari ke tempatku dan kita bicara disana!"

Kakek gimbal-gimbal ini tertegun. Kedok Hitam sudah mengenalnya dan itu berarti bahwa tokoh istana ini memang hebat. Tadipun ia sudah merasakan kelihaiannya dan golok yang berkelebat dan lenyap lagi di punggung lawannya itu benar-benar digerakkan oleh sebuah tangan yang lihai. Kalau ia tidak berhati-hati barangkali ia sudah roboh, meskipun roboh karena sebuah serangan curang! Namun karena ia sendiri juga bukan manusia baik-baik dan semua yang ada di situ terkejut mendengar namanya, inilah Hantu Selatan yang kesohor di wilayahnya sana maka pengawal maupun orang-orang kangouw yang ada di situ tergetar.

Dulu, tokoh ini tak pernah mencampuri urusan negara, la malang-melintang seorang diri untuk kepentingannya seorang diri. pula. Tapi karena sudah belasan tahun tokoh ini tak pernah muncul lagi, ia menghilang begitu saja maka orang dibuat heran dan kaget ketika tiba-tiba saja malam itu ia muncul. Apa yang menjadi sebab?

Mungkin karena keinginannya untuk mendapat kedudukan, hidup mewah dan senang di istana. Lam-ciat sudah belasan tahun menghilang dan kini tiba-tiba ia membuat semua orang tertarik perhatiannya. Ia adalah kakek iblis yang memiliki Hoan-engsut (Sihir Menukar Bayangan). Dan karena ia adalah Lam-ciat maka tak heran kalau tadi ia telah merobah dirinya menjadi seribu orang yang membuat lawan-lawannya jatuh bangun. Lam-ciat memang hebat dan karena itu terdengarlah bisik-bisik kagum setelah semua orang mengetahui siapa dirinya. Tapi ketika ia diajak Kedok Hitam dan tokoh istana itu mempersilahkannya ke gedungnya, kakek ini tampak ragu maka Kedok Hitam mengeluarkan suara dari hidung dan mengejek kakek itu.

"Lam-ciat, kau takut ketempat tinggalku? Kau masih ragu dan bimbang menerima tawaranku? Hm, kalau begitu batalkan saja niatmu bekerja di sini, kakek siluman, dan pulang atau kembali saja ke selatan!"

"Ha-ha, siapa takut. Seribu Kedok Hitampun tak perlu membuat aku takut! Mari, aku hanya waspada akan undanganmu ini, Kedok Hitam. Kau telah terkenal licik dan culas terhadap lawan. Aku hanya berhati-hati!"

"Kau bukan lawan, kau calon kawan," Kedok Hitam tertawa mengejek. "Kalau kau lawan tentu aku akan menyerangmu di sini, Lam-ciat. Sudahlah, kau mau bicara di tempatku atau tidak. Aku tak ingin diketahui banyak orang!"

"Suhu mau bicara apa," Yu Yin tiba-tiba melompat dan tak puas. “Kakek ini telah menghina dan merendahkan aku, suhu. Hajar dan pukul dia dulu baru kemudian bicara!"

"Ha-ha, gurumu tak akan sesembrono itu," si kakek tertawa "bergelak. "Dia tahu siapa aku, bocah, dan diakui atau tidak aku adalah calon kawan yang dapat diandalkan. Eh, kau diam saja dan jangan cecowetan!"

"Keparat!" gadis itu melengking. "Aku bukan monyet, kakek iblis. Dan kaulah yang monyet karena rupamu gimbal-gimbal!"

"Ha-ha, tapi aku suka padamu. Kau dapat menjadi monyet cilik kalau suka.... wut!" dan si kakek yang bergerak dan menyambar gadis ini, cepat sekali tiba-tiba membuat Yu Yin terpekik dan kaget. Untuk kedua kalinya lagi gadis itu akan ditangkap, sekali kena tentu ia tak berkutik. Tapi ketika Kedok Hitam bergerak dan membentak kakek itu, menangkis dan melindungi muridnya maka untuk kedua kalinya pula lengan dua tokoh ini beradu.

"Dukk!"

Lam-ciat terhuyung dan lawanpun terdorong setindak. Kedok Hitam memandang marah dan Hantu Selatan itupun terbelalak. Tapi ketika Kedok Hitam berseru agar kakek itu tidak merusak suasana, tuan rumah sudah menyambut baik-baik maka kakek itu terbahak dan memuji lawannya.

"Hebat, kau benar-benar tidak bernama kosong, Kedok Hitam. Baiklah, aku mengikuti dirimu!"

"Mari, dan kuharap kau tak main-main lagi. Muridku bukan tandinganmu!" dan berkelebat membawa lawannya ke barat istana, pengawal dan orang-orang lain disuruh mundur maka kakek gimbal-gimbal itu telah berada di suatu ruangan indah dan dipersilahkan duduk. Kedok Hitam mengusir muridnya.

"Aku hendak bicara berdua dengan kakek ini. Harap kau pergi."

Yu Yin melotot tak puas. Ia hendak memprotes tapi sorot mata gurunya memancarkan kewibawaan besar. Gurunya itu benar-benar ingin berdua dan tak mau diganggu. Dan ketika gadis itu pergi dan si kakek tersenyum, menyeringai, maka Lam-ciat bertanya apa yang hendak dibiracarakan lawannya itu, ujian apa yang hendak diterima.

"Kau aneh-aneh saja, kenapa mengusir semua orang termasuk muridmu itu. Apakah kau tidak khawatir kalah menghadapi aku!"

"Hm, kau tak perlu sombong. Kepandaianmu telah kuketahui, Lam-ciat. Dan Hoan-eng-sut mu itu tak perlu kutakuti. Aku dapat menandingimu..."

"Ha-ha, kalau begitu mari bertanding, tanganku juga sudah gatal-gatal!"

"Tidak, aku perlu menghemat tenaga, Lam-ciat, dan kaupun juga begitu. Aku hendak memberitahumu bahwa seseorang yang amat lihai akan kita hadapi. Kita tak perlu membuang-buang tenaga secara percuma!"

"Hm, siapa gerangan? Kau tampaknya serius, bersungguh-sungguh!"

"Aku memang bersungguh-sungguh, dengarlah!" dan tuan rumah yang bersinar dan tajam memandang lawannya lalu mulai memberi tahu, "Kau sudah diterima sebagai calon pembantu yang penting disini, dan untuk itu kau tentu saja harus menunjukkan jasa. Kebetulan aku menghadapi masalah berat, Lam-ciat. Bocah andalan Chu-goanswe menantangku bertanding dalam waktu singkat ini. Dan kau barangkali sudah mendengar atau tahu siapa bocah itu!"

"Hm, aku hanya mendengar berita selentingan saja. Tapi, kalau tidak salah, dialah keturunan Si Golok Maut! Apakah benar?"

"Benar, dan kepandaiannya luar biasa. Kau barangkali tak dapat menang!"

"Ha-ha, kaulah yang lari terbirit-birit!" kakek itu tertawa bergelak. "Kudengar kabar bahwa orang yang amat kau takuti adakah keturunan Sin Hauw itu, Kedok Hitam, dan ia telah mengobrak-abrik istana. Kiranya kau hendak mengadu aku dengan bocah itu!"

"Hm, kau cerdas, tapi tak perlu mengejek," Kedok Hitam merah mukanya. "Aku bukan terbirit-birit, Lam-ciat, melainkan mencari akal waktu itu. Sayang, ketika aku keluar lagi bocah itu bersama pemberontak Chu sudah lari meninggalkan istana!"

"Ha-ha, karena harus menyelamatkan kawan-kawannya, dikeroyok!"

"Hm, kau tak usah meledek. Kalau kau sanggup mengalahkan bocah itu aku mau menyerahkan kedudukanku kepadamu. Jangan sombong!"

"Wah, betul?" si kakek berjingkrak. “Aku memang ingin menjadi orang nomor satu di istana, Kedok Hitam. Kalau aku dapat mengalahkan bocah itu maka kau memang dibawahku. Ha-ha, aku dapat merobohkan keturunan Si Golok Maut itu. Hoan-eng-sut ku mampu membunuhnya!"

"Kau boleh coba," tuan rumah tertawa mengejek. "Kalau kau dapat membunuh pemuda itu maka inilah jasa besar bagi istana, Lam-ciat. Dan aku akan melapor pada sri baginda untuk memberikan kedudukan dan kekuasaan sebagai pengawal nomor satu. Tapi kau belum membuktikan omonganmu, dan kau tak boleh besar kepala dulu!"

"Ha-ha, mana bocah itu? Aku jadi tak sabar menemuinya. Hayo, mana keturunan Si Golok Maut Sin Hauw itu dan kutelan batok kepalanya!"

"Kau akan menemuinya lagi tiga hari kemudian," Kedok Hitam tersenyum, bersinar-sinar. "Dan karena baru saja aku menerima tantangannya maka sungguh kebetulan kalau kau datang ke sini, Lamciat. Hadapi dan bunuh pemuda itu di hutan sebelah selatan. Ia akan datang dan kau boleh mewakili aku kalau begitu. Tapi awas, ada orang ketiga yang akan melihat pertandingan ini!"

"Uwah, siapa itu. Apakah pemberontak she Chu!"

"Bukan... bukan orang she Chu itu, melainkan ketua Hek-yan-pang."

"Heh, murid dari Hek-yan Tai-bo itu? Ha-ha, kecil bagiku, Kedok Hitam. Sekali pencet tentu mampus!"

"Kau rupanya sudah terlalu lama tidak keluar ke dunia kang-ouw," Kedok Hitam mengerutkan keningnya, menutup tawa orang. "Yang kau hadapi bukanlah murid mendiang Hek-yan Tai-bo, Lam-ciat, melainkan pendekar gagah perkasa si Pedang Matahari Ju Beng Tan!"

"Ha, Pek-jit-kiam Ju Beng Tan? Bukankah ia murid kakek dewa Bu-beng Sian Su?"

"Hm, kau sudah terlalu lama menyembunyikan diri, Lam-ciat. Kau tak tahu bahwa dua orang murid Hek-yan Taibo itu masing-masing telah mendapat jodoh. Yang pertama dengan mendiang Si Golok Maut itu, sedang yang kedua dengan si Pedang Matahari ini. Hek-yan-pang sekarang diketuai pendekar itu!"

"Hm, hebat kalau begitu, dan aku benar-benar tak tahu perobahan dunia kangouw. Tapi aku tak takut, asal kakek jahanam Bu-beng Sian-su tidak maju sendiri tentu aku dapat mengalahkan pendekar itu!"

"Kau bukan bermusuhan dengan si Pedang Matahari Ju Beng Tan. Kau berhadapan dengan keturunan Si Golok Maut Sin Hauw!"

"Ya-ya, aku tahu. Tapi siapapun lawanku aku tak gentar, Kedok Hitam. Dan akan kubabat mereka!"

"Hm, bagus. Kalau begitu kita membagi tugas. Tiga hari lagi aku akan bertemu pemuda itu dan wakililah aku menghadapinya. Aku dibelakang!"

"Dan kau, kenapa di belakang? Apa yang kau lakukan?"

"Aku akan menyiapkan diri kalau kau kalah..."

"Ha-ha!" si kakek gimbal-gimbal tertakwa bergelak, memutus omongan orang. "Kau jangan merendahkan aku, Kedok Hitam. Kau telah kalah tapi aku belum. Aku akan menunjukkan kepadamu bahwa pemuda itu dapat kuatasi. Kau tak perlu khawatir!"

"Hm, takabur sebelum ada bukti adalah congkak, Lam-ciat. Kau boleh bersombong kalau kau benar-benar dapat mengalahkan pemuda itu. Tapi kalau kau tidak kalah maka si Pedang Matahari Ju Beng Tan harus kita waspadai. Ia cenderung membela pemuda ini daripada kita!"

"Hm, aku tak takut. Akan kuhadapi pula lawanmu itu!"

"Kau memang akan menghadapi siapa saja yang bersekutu dengan pemberontak. Aku belum membuktikan pendekar itu memusuhi kerajaan tapi kau harus hati-hati, Ada isterinya pula di sana!"

"Hm, siapa lagi. Dan apakah pemberontak she Chu juga ada disana!"

"Aku kira tidak. Pemuda ini telah menantangku secara pribadi, dua orang tanpa ikut campurnya orang lain. Tapi aku tak mau kali ini gagal, Lam-ciat. Dan aku ingin membunuh pemuda itu karena dia adalah orang yang amat berbahaya. Chu Kiang menungganginya!"

"Ya-ya, aku tahu. Tapi bagaimana rencanamu sekarang. Apakah benar tiga hari lagi pemuda itu baru muncul. Bagaimana kalau dipercepat!"

"Maksudmu?"

"Aku tak sabar menunggu waktu itu, Kedok Hitam. Bagaimana kalau sekarang saja aku berangkat dan kita tantang dia!"

"Hm," Kedok Hitam tiba-tiba berkilat girang, pandang matanya memancarkan sesuatu yang licik, baru. "Aku menemukan akal bagus, Lam-ciat. Bagaimana kalau besok saja kau cari dan temui pemuda itu. Tantang dan robohkan dia sebelum hari pertandingan tiba!"

"Wah, kau setuju?"

"Kenapa tidak? Kalau kau ingin cepat-cepat menemui lawanmu itu maka akupun juga ingin cepat-cepat melihat pemuda itu dilenyapkan, Lam-ciat. Besok kau pergi dan boleh cari dia!"

"Ha-ha, kalau begitu bagaimana dengan upahku. Sekarang aku ingin tahu apa yang akan kudapat bila aku berhasil melenyapkan pemuda itu!"

"Aku menyerahkan kedudukanku kepadamu. Kau boleh menjadi orang nomor satu di sini dan seabrek hadiah lagi dari kaisar!"

"Ha-ha, dan kau orang nomor dua?"

"Kalau kau berhasil. Tapi kalau gagal jangan-jangan nyawamu melayang!"

"Ha-ha, nyawaku kusimpan baik-baik, Kedok Hitam. Aku memiliki Hoan-eng-sut untuk menyelamatkan diri. Aku tak mungkin gagal!"

"Kalau begitu bagus, beristirahatlah dan kulaporkan hal ini kepada ongya!"'

"Eh, kau mau ke mana?" si Hantu Selatan terkejut, Kedok Hitam sudah berdiri dan siap meninggalkannya.

Tapi ketika laki-laki itu tertawa berkata bahwa dia akan menghadap junjungannya, Coa-ongya maka kakek itu ditinggal di situ menempati gedung si Kedok Hitam ini. "Kau telah berjanji, dan kita adalah sahabat. Pakai dan tinggal saja di gedungku ini karena aku akan menghadap ongya."

"Aku ikut!"

"Hm, kau bukan anak kecil yang harus selalu ikut kemana-mana, Lam-ciat. Ongya tentu masih takut berhadapan denganmu sebelum aku memberi laporan. Kau tinggal saja di sini dan aku pergi dulu!"

"Tapi aku ingin bertemu sri baginda!"

"Besok juga dapat. Tinggallah di situ dan lihat pelayan datang melayanimu!" dan ketika benar saja dua dayang cantik datang dan merunduk ke situ, Kedok Hitam telah memanggil maka kakek ini tertegun dan tuan rumahpun berkelebat keluar. Kedok Hitam tertawa dan menyeringailah kakek itu melihat dua dayang ini. Dan ketika mereka datang mendekat dan meletakkan minuman, si kakek bersinar-sinar maka dia menepuk pantat dua wanita itu dan terkekeh minta dipanggil pula dua pelayan laki-laki.

"Heh-heh, aku telah mendapat kehormatan. Bagus, bagus... Kedok Hitam tahu kesukaanku. Eh, temani aku minum-minum di sini, anak manis. Tapi panggil dua temanmu laki-laki dan kita bersenang-senang!"

"Locianpwe minta ditemani?" dua dayang itu terkejut. "Bukankah sudah ada kami berdua?"

"Ha-ha, kurang yang laki-laki, anak manis. Aku tak biasa berpasangan sendiri. Panggil dua temanmu laki-laki dan temani aku minum-minum!"

"Ah, tapi Kedok Hitam..."

"Tak perlu takut padanya. Aku telah diberi hak dan kebebasan tinggal di sini. Hayo, panggil dua temanmu laki-laki atau nanti aku marah!"

Dua pelayan cantik itu terbelalak. Mereka tadi datang setelah mendapat isyarat dari si Kedok Hitam, tersenyum-senyum dan tahu apa yang harus dilakukan, meskipun diam-diam jijik melihat kakek gimbal-gimbal itu. Tugas mereka adalah melayani. Kakek ini telah membuat gempar di luar! Maka terkejut tapi juga girang, permintaan kakek itu sungguh tak disangka maka tiba-tiba dua pelayan ini berhamburan dan masing-masing bersicepat mencari dua pelayan laki-laki, masuk dan tak lama kemudian sudah membawa apa yang dimaksud.

Lam-ciat tertawa-tawa melihat dua pelayan muda terbelalak di situ, dia sedang minum arak dari apa yang baru saja disuguhkan dua pelayan wanita tadi. Dan ketika ia menarik kursi dan menggapai, minta agar keempatnya duduk menemani maka dua pelayan laki-laki tertegun tapi yang wanita sudah terkekeh dan duduk lebih dulu, tahu akan kebiasaan orang-orang kang-ouw yang aneh-aneh.

"Sie-twako, locianpwe ini mengundang kita untuk menemani minum-minum. Mari, duduk dan mendekatlah!"

"Benar, dan Kedok Hitam menyuruh kita melayani baik-baik locianpwe ini, Ah twako. Ayo, duduk dan kita ngobrol-ngobrol!"

"Ha-ha, benar. Kalian maju dan mendekatlah, jangan takut-takut. Aku ingin kalian menghibur aku!" Lam-ciat, yang terbahak dan girang melihat keberanian dayang perempuan sudah meraih dan menyambar seorang diantaranya.

Itu adalah yang paling genit dan berani, tadi sewaktu masukpun matanya sudah meliar-liar dan merangsangnya untuk menggoda. Dan ketika sekali sambar ia telah meraih dan mendudukkan pelayan wanita ini, di pangkuannya, maka kakek itu mencium dan terdengar bunyi cipokan keras ketika bibir dan mulutnya bertemu pipi si dayang.

"Ha-ha, kau benar, anak manis. Mari mari dan beri ucapan selamat datang kepada Lam-ciat. Aku calon orang nomor satu di sini...ngok!"

Pelayan itu menggelinjang, la mula-mula terkejut dan takut ketika tahu-tahu disambar, dudukdan sudah di pangkuan kakek itu. Tapi ketika si kakek tertawa bergelak dan ia hanya dicium saja, kini didorong dan didudukkan di sebelah kakek itu maka Lam-ciat sudah menyambar yang lain dan berturut-turut ia mencium atau mencipok pipi keempat pelayan itu, termasuk yang laki-laki!

"Uwah, tegap dan bersih-bersih. Haha, ayo duduk dan minum arak!"

Pelayan laki-laki gemetar. Mereka tadi dipanggil dan mula-mula merasa seram dan ngeri berhadapan dengan kakek ini. Maklumlah, Lam-ciat memang menyeramkan dan ia yang telah membunuh seorang pengawal membuat dua pelayan itu mengkirik. Mereka mula-mula menolak tapi teman mereka yang wanita memaksa. Kakek itu tidak garang meskipun tampaknya menyeramkan. Dan ketika mereka masuk namun masih merasa ragu-ragu, kakek itu menenggak arak maka mereka heran dan kaget ketika disuruh duduk, disambar dan tahu-tahu ini diciumi pula. Kakek itu mencium mereka, laki-laki dengan laki-laki! Tapi ketika mereka terkejut dan akan meronta, si kakek tak berbuat lebih jauh dan sudah melepaskan mereka maka meja besar di mana kakek itu menghadapi minumannya sudah dipenuhi oleh mereka berlima.

"Hayo, aku ingin senang-senang. Aku ingin dihibur. Siapa di antara kalian pandai menari!"

"Menari?" dua pelayan wanita melengak, yang paling berani sudah timbul keberaniannya lagi. "Ah, kami tak ada yang pandai menari, locianpwe. Kerjaan kami sehari-hari adalah pelayan, bukan penari!"

"Ha-ha, kalau begitu minum dulu. Hangatkan tubuh dengan arak ini dan setelah itu kau pasti akan pandai menari. Hayo, minum dan minum dulu!" si kakek sudah menyambar empat cawan arak, mengisinya dengan cepat dan tanpa diketahui empat orang itu, bergeraklah kuku jarinya menyentil bubukan putih. Lam-ciat telah memasukkan sesuatu ke dalam cawan arak itu. Dan ketika ia melempar-lemparkan empat cawan ke kiri kanan, pelayan menjerit namun arak tak ada yang tumpah, itulah demonstrasi kepandaian kakek ini maka si Hantu Selatan sudah menyuruh semua minum.

"Ayo, iringi aku minum!"

Empat pelayan itu kagum. Mereka tiba-tiba menjadi gembira karena baru pertama kali ini ada tamu yang bahkan melayani mereka, menyuruh duduk bersama dan menikmati pula arak harum! Dan ketika mereka tertawa dan sudah menyambar arak masing-masing, mengiringi kakek itu minum maka disedotlah bau memabokkan yang membuat mereka semakin gembira.

"Hi hik, terima kasih, Iocianpwe. Kau sungguh baik!"

“Ha-ha, aku selamanya memang baik. Ayo, minum dan minum lagi. Tambah kalau kurang!"

"Ah, tapi itu milik locianpwe."

"Sekarang milik kalian berempat. Ayo minum dan setelah itu menari!" Lam-ciat sudah mengisi cawan arak itu lagi, melihat tempat pelayan itu tertegun tapi sudah merasa gembira melihat kebaikannya.

Mereka tak tahu bahwa sesuatu sedang dikerjakan kakek ini, kakek yang amat aneh dan luar biasa, ganjil. Dan ketika arak dipenuhi lagi namun dua pelayan wanita sudah tak kuat minum, tiga cawan sudah membuatnya pusing maka kakek itu terbahak-bahak melihat dua pelayan laki-laki juga tampak bingung dan merah mukanya. Sesuatu tampak mulai mempengaruhi mereka, berahi!

"Ayo, ayo minum lagi, anak-anak. Minum dan puaskan kalian!"

Dua pelayan wanita mengeluh. Mereka bangkit dan terhuyung memandang pelayan pria, yang pria pun sudah terbelalak dan memandang lawan jenisnya pula. Dan ketika pelayan wanita itu tersandung dan jatuh ditangkap pelayan pria, Lam-ciat terbahak-bahak maka yang pria tiba-tiba menerkam dan memeluk dayang Wanita itu, melumat bibirnya.

"Ugh... ugh...!"

Dua pasangan itu tiba-tiba sudah saling dekap. Mereka menuju ke masing-masing pasangannya dan kakek itu terbahak-bahak. Empat orang ini memang sudah terbakar berahi dan wajah pelayan pria tampak merah padam memancar beringas. Namun ketika mereka bergulingan dan si pria merobek pakaian si wanita, Lamciat tertawa panjang mendadak kakek itu bergerak dan dua pelayan wanita disambar dan ditarik naik.

"Nanti dulu, jangan tergesa-gesa!"

Dua pelayan laki-laki terkejut. Mereka itu berteriak marah tapi Lam-ciat mengibas keduanya. Dan ketika dua orang itu terlempar dan menabrak dinding, mengeluh maka kakek itu berseru pada dua pelayan wanita agar menari dan satu demi satu melepas pakaian, perlahan-lahan.

"Tidak boleh terburu-buru, kalian menikmati kesenangan atas jasa baikku. Ayo, menari dan lepaskan pakaian kalian secara perlahan-lahan!"

"Kami tak dapat menari..."

"Kau akan pandai menari, dayang. Lihat dan mulailah!" si kakek menotok ketiak dayang itu, terkejut dan menggelinjang dan tahu-tahu kakek itu juga menotok tempat-tempat yang lain, membuat si dayang menjerit kecil dan bergeraklah dayang itu mengikuti rasa gelitik yang ditimbulkan si kakek.

Dan ketika tanpa sadar keduanya sudah menggeliat dan maju mundur, Lam-ciat telah menyentuh bagian-bagian tubuh mereka untuk bergerak mengikuti kehendaknya maka dua pelayan ini tiba-tiba menari tanpa sadar, lembut namun merangsang!

"Ha-ha, kalian pandai menari, anak-anak. Hayo, bergeraklah gemulai dan lepas pakaian kalian satu persatu!"

Dua orang dayang itu merah padam. Mereka mendengus dan mengikuti totokan si kakek yang membuat mereka menggeliat-geliat, maju mundur dan mereka merintih seperti kucing kepanasan. Dan ketika dua pelayan pria terbelalak dan mendengus-dengus di sana, dayang wanita itu sudah melepaskan pakaian seperti orang kepanasan maka tak lama kemudian mereka ini sudah telanjang bulat.

"Oohh... augh."

Dua pelayan laki-laki bangkit berdiri. Tadi mereka nanar dan kaget oleh kibasan si kakek. Tapi karena Lam-ciat telah membakar mereka dengan birahi yang hebat dan rasa birahi itu mengalahkan rasa takut, dua pelayan wanita sudah melenggang-lenggok dengan keluhan-keluhan panas maka dua orang inipun tak tahan dan mereka berteriak menubruk dua dayang itu, yang memang kekasih mereka.

"Nanti dulu!" namun si kakek berseru dan mengibas lagi. "Kalianpun harus menari, anak-anak. Ayo ikuti gerakan mereka dan tanggalkan pakaiank alian!"

Dua pelayan laki-laki itu mendengus-dengus. Mereka dilempar tapi tidak sakit dan tentu saja keduanya sudah bangkit berdiri lagi, terhuyung dan menubruk namun si kakek membentak agar mereka menari dulu. Mereka tak boleh main seruduk atau nanti hadiahnya diambil. Dan ketika dua pelayan itu tertegun tapi menurut, si kakek juga menotok mereka maka kasar dan kaku mengikuti telunjuk si kakek dua orang laki-laki inipun menggeliat dan menari-nari.

Tarian mereka tak keruan tapi itu sudah membuat si kakek terkekeh-kekeh. Lam-ciat terbahak dan meledak kegembiraannya. Dan ketika tak lama kemudian dua pasangan itu sudah mandi keringat, mereka mendengus dan bergerak-gerak seperti kuda binal maka akhirnya yang laki-laki tak kuat dan menubruk yang perempuan. Dayang wanita juga tak tahan dan merintihlah mereka di pelukan kekasihnya.

Dan ketika mereka bergulingan dan Lam-ciat tergelak menonton, kakek itu menenggak arak sambil terkekeh-kekeh maka adegan menjijikkan terjadi di kamar itu, adegan yang tak pantas disaksikan orang baik-baik namun Lam-ciat memang bukan orang baik-baik. Kakek ini adalah tokoh sesat selatan yang kesukaannya memang begitu, menonton atau mempermainkan pasangan untuk bermain cinta di depan matanya. Dan ketika malam itu kakek ini mendapatkan kesenangannya, empat pelayan laki-laki dan perempuan itu juga mendapat kepuasannya maka di luar berkelebat bayangan seseorang yang hampir muntah-muntah!

"Jahanam, tak tahu malu. Keparat tua bangka. Ah, suhu terlalu menerima orang seperti ini!"

Bayangan itu terisak dan menangis. Ia menyaksikan semua kejadian di kamar itu tapi lalu pergi setelah kejadian paling puncak tak kuat disaksikannya. Ia hendak mendobrak dan menerjang kakek itu namun gurunya melarang keras mengganggu si kakek, apapun yang dilakukannya. Dan ketika bayangan itu muak dan menangis mengepalkan tinju maka di ruangan itu Lam-ciat menenggak araknya sampai mabok.

* * * * * * * *

Keesokannya, di hutan sebelah selatan, di saat matahari pagi baru saja muncul memperlihatkan sinarnya maka Lam-ciat telah berada di tempat di mana Chu-goanswe dan anak buahnya berada. Kakek itu telah mendapat ancer-ancer dari Kedok Hitam akan daerah atau wilayah di mana pemberontak bersembunyi, menyeberangi sungai di antara dua hutan bersebelahan dan kakek ini telah berkelebat memasuki wilayah lawan. Dan ketika ia memasuki hutan namun bayangannya sudah diketahui anak buah Chu-goanswe, yang memang banyak dipasang di situ maka kakek ini tertegun juga ketika tahu-tahu berlompatan bayangan-bayangan hitam di mana tiba-tiba ia sudah dihadang.

"Berhenti, mau ke mana dan siapa kau!"

Kakek ini.terkejut, tapi tiba-tiba tertawa lebar. "Kalian siapa dan mau apa?" diabbalas bertanya, tidak menjawab. "Mana Chu-goanswe atau bocah bernama Giam Liong itu? Aku datang untuk menangkapnya, suruh keluar atau nanti kubunuh!"

"Kurang ajar!" orang-orang itu menjadi marah dan membentak. "Kau kiranya antek istana, kakek siluman. Kalau begitu mampuslah dan lihat kami mencincangmu...wut-wutt!"

Dan belasan orang yang bergerak dan menubruk si kakek, marah dan memaki lalu menyerang dan menusuk tanpa bertanya-tanya lagi siapa kakek itu. Mereka sudah tak mau tahu begitu si kakek bersikap kurang ajar. Mereka maklum bahwa ini tentu mata-mata istana, antek Coa-ongya atau kaisar yang mereka benci. Tapi ketika kakek itu tertawa bergelak dan menghilang, cepat sekali maka semua senjata beradu di tengah udara dan kakek itu lenyap setelah menjejakkan kakinya entah ke mana.

"Cring-cranggg!"

Semua orang tertegun. Mereka tak tahu bagaimana kakek itu tiba-tiba menghilang, setelah tertawa dengan suaranya yang menggetarkan tadi. Tapi begitu mereka saling berseru tertahan karena terpental oleh dorongan senjata masing-masing, terbelalak dan terhuyung tahu-tahu kakek itu muncul lagi di tengah-tengah mereka, tadi Lam-ciat mumbul begitu tinggi keatas.

"Ha-ha-ha, sekarang kalian mampus. des-des-dess!"

Belasan orang itu menjerit. Mereka tiba-tiba menerima tendangan tumit yang amat hebatnya, telak menghantam dada dan terlemparlah mereka bagai disapu angin badai. Dan ketika tujuh belas orang telah menjadi mayat, dada mereka hancur oleh tendangan si kakek maka Lamciat berkelebatan dan rambut atau tangannya bergerak-gerak, meledak atau melecut dan tentu saja orang-orang itu terkejut. Mereka melihat si kakek bergerak demikian cepatnya hingga sebentar di sini dan sebentar kemudian di sana. Mereka ada limapuluh orang tapi kakek itupun juga sudah menjadi limapuluh orang. Dan ketika semua berteriak karena Lam-ciat tak mau mengampuni, tangan mautnya menyambar-nyambar maka anak buah Chugoanswe tiba-tiba roboh bergelimpangan dan satu demi satu tewas!

"Ha-ha, mana orang she Chu itu atau si bocah Giam Liong!"

Pengikut Chu-goanswe geger. Mereka berteriak dan yang selamat tiba-tiba melarikan diri, dikejar dan roboh lagi namun yang lain masih juga ada yang pergi, lari dan menyelinap memasuki hutan dan tak lama kemudian berkelebatanlah bayangan-bayangan hitam dari pengikut Chu-goanswe yang berdatangan. Mereka yang selamat memberi tahu kepada kawan-kawannya akan masuknya kakek gimbal-gimbal ini, si iblis yang amat lihai. Dan ketika ratusan orang tahu-tahu muncul dan membentak di situ, Lam-ciat telah merobohkan puluhan kawan mereka yang hancur atau remuk tulang dadanya maka kakek itu tertawa bergelak ketika dikeroyok. Panah dari hujan tombak berhamburan.

"Ha-ha, ayo mana Chu-goanswe itu. Mana keturunan Si Golok Maut dan maju kalian semua kubabat!"

Pengikut Chu-goanswe marah. Mereka. Meluruk dan menerjang namun Lam-ciat bukanlah lawan mereka. Kakek itu mengeluarkan Hoan-eng-sutnya dan lenyaplah dia menjadi ratusan bayangan yang berpindah-pindah. Dan ketika satu demi satu pengikut Chu Kiang roboh dan binasa, darah mulai menggenangi tempat itu maka berkelebatlah bayangan seorang wanita yang membentak nyaring.

"Jahanam dari mana yang berani membuat onar di sini. Mampuslah... sing-crat!"

Dan sebatang pedang yang menusuk dan langsung menuju ke inti Hoan-eng-sut, mengejutkan si Hantu Selatan yang cepat berkelit tiba-tiba sudah membacok dan merobohkan sebatang pohon yang berdebum hiruk-pikuk, disusul oleh bayangan merah yang masih berkelebatan menyambar-nyambar, selalu mendahului atau memimpin barisan pengeroyok yang serangannya diarahkan ke kakek ini. Dan ketika Lam-ciat terkejut karena lawan yang baru datang ini amatlah hebatnya, pedang menusuk dan membacok menyambar-nyambar maka Lam-ciat tertegun karena seorang wanita cantik yang berusia sekitar empatpuluhan telah menyerang dengan amat ganasnya.

"Siapa kau, bagaimana ada di sekumpulan kambing-kambing jantan ini. Apakah kau satu-satunya betina disini!"

"Keparat!" Wi Hong, bayangan ini, melengking-lengking. "Aku ibu dari anak yang kau cari-cari, kakek busuk. Aku Wi Hong yang tak perlu menyembunyikan nama. Siapa kau dan dari mana datang. Kenapa membunuh-bunuhi pejuang-pejuang gagah yang bukan tandinganmu ini!"

"Ah, ha-ha..!" si kakek tertawa bergelak, tiba-tiba bersinar matanya. "Kau Wi Hong dari Hek-yan-pang? Kau murid mendiang Hek-yan Tai-bo?"

"Tak usah menyebut-nyebut Hek-yan-pang. Itu bukan partaiku lagi, kakek busuk. Sebutkan siapa kau atau nanti mati sebelum meninggalkan nama.... crat!"

Lengan baju kakek itu terbabat, Wi Hong melakukan jurus yang paling berbahaya dan berteriaklah kakek ini karena nyaris kalah cepat. Dia dikejar dan mendapatkan serangan bertubi-tubi, tadi ia memang agak memandang rendah. Tapi begitu ia mengibaskan tangannya dan Wi Hong terpental mundur, memekik, maka nyonya itu sudah mendapat ejekan lawan, Lamciat yang kini menjadi girang.

"Ah, ha-ha. Kalau begitu kau adalah janda si Golok Maut. Bagus, bagus... mana anakmu dan suruh ia maju. Atau nanti kau kutangkap dan kutelanjangi di sini. Bukankah kau tentunya sudah gatal-gatal mendekati pria setelah belasan tahun ditinggal mati suamimu!"

"Kakek jahanam busuk!" Wi Hong melengking-lengking. "Selain sombong dan congkak sikapmu ternyata mulutmu juga kotor seperti comberan, tua bangka. Siapa kau dan sebutkan namamu kalau jantan!"

"Ha-ha, aku akan menyebutkan namaku kalau puteramu datang. Mana dia dan kenapa tidak kelihatan. Apakah takut!" si kakek mengelak dan mengibas lagi sebuah serangan, mementalkan pedang Wi Hong dan marahlah wanita itu oleh sikap lawan yang memandang rendah. Tapi ketika dia menyerang lagi dan tertangkis serta terdorong, Lam-ciat mengeluarkan Kim-kangnya maka wanita itu terkejut dan terbelalak, pedangnya ikut menjadi kuning keemas-emasan seperti disepuh.

"Kau... kau memiliki Tenaga Emas. Kau... kau Hantu Selatan!"

"Ha-ha, tajam dan awas pandangan!" si kakek kagum dan tertawa bergelak. "Kalau begitu tak perlu aku menyembunyikan diri lagi, Sin-hujin. Aku memang Lamciat."

"Aih, mampuslah kau!" dan pedang yang kembali berdesing dan menusuk kakek itu lalu membuat Wi Hong melakukan jurus yang disebut Bianglala Menari Sebelas Kali, berputar dan meliuk dan cepat memecah pedang ketika disampok terpental. Ia kaget dan sudah menduga akan tangkisan lawan, Kim-kang atau Tenaga Emas yang dipunyai kakek itu memang hebat sekali. Dan ketika lawan menangkis dan pedangpun terpental, Wi Hong menggetarkannya menjadi sebelas maka pedang wanita inipun bergerak menusuk sebelas tempat yang paling berbahaya, sebelas jalan darah atau titik kematian.

"Aih, ganas dan berbahaya!" si kakek terkejut berseru keras. Apa yang dilakukan lawan ini memang benar-benar luar biasa dan tentu saja tak mungkin ia menangkis sembarangan. Hujan tombak dan panah masih menyambar-nyambar dari segala penjuru dan cepat kakek itu meledakkan tangannya. Dan ketika seberkas cahaya kuning meluncur dari telapaknya, mencuat dan menyambar ke segala penjuru maka sebelas tusukan itu terpukul dan Wi Hong sendiri terdorong mundur.

"Crang-crang-crangg!"

Wi Hong terkejut dan berseru tertahan. Ia terpukul balik oleh cahaya kuning emas yangl dilancarkan si kakek, bukan hanya sekedar tertolak melainkan juga dipukul balik. Pedangnya mental dan ganti menyambar mukanya. Dan ketika nyonya itu melempar tubuh bergulingan dan lawan tertawa bergelak, Lam-ciat telah memukul mundur nyonya itu maka kakek ini berkelebat dengan Hoan-eng-sutnya dan tahu-tahu ia menepuk pundak.

"Nah, ini perkenalan dariku.... plak!"

Wi Hong mengeluh dan terlempar setombak. Ia baru saja meloncat bangun ketika tahu-tahu bayangan kakek itu sudah berada dekat dengannya, mengelak dan menangkis namun lawan lebih cepat. Dan ketika ia mengeluh karena tepukan itu mengandung tenaga Kim-kang, panas dan seperti dibakar maka Wi Hong terlempar dan terguling-guling serta sejenak tak mampu bangkit berdiri, disangka tewas.

"Hujin binasa. Keparat, kakek ini telah membunuhnya!"

"Ha-ha!" Lam-ciat tertawa dan berkelebatan ke pasukan panah, barisan ini amat mengganggu. "Kalianpun robohlah, tikus-tikus busuk. Dan susul arwah hujin kalian ke neraka....plak-plak-plak!"si kakek mengibas dan melempar-lempar barisan panah itu, mencelat dan berteriak-teriak seperti jengkerik diterbangkan angin. Namun ketika kakek itu berkelebat ke barisan tombak dan hendak merobohkan mereka pula mendadak Wi Hong sudah bangkit lagi dan menerjangnya.

"Lam-ciat, jangan kira aku begitu mudah kau bunuh!"

Si kakek tertawa. "Weh, masih hidup? Bagus, sekarang akan betul-betul kubunuh Atau, ah... nanti dulu. Biar kupertemukan kau dengan Chu-goanswe dan kutontonkan kepada banyak orang bagaimana kau janda Si Golok Maut bermain cinta secara telanjang... ha-ha,plak-plak-plak!"

Dan Wi Hong yang ditangkis serta dipentalkan pedangnya tiba-tiba tak jadi menerima serangan maut si kakek yang menuju kepalanya. Lam-ciat menjatuhkan pukulannya kembali ke pundak. Dan ketika nyonya itu terpelanting dan Lam-ciat berseri-seri membayangkan permainan yang amat luar biasa, mempermainkan janda si Golok Maut ini dengan pemberontak Chu Kiang maka kakek itu berkelebat dan tiga kali melepas totokan. Wi Hong menangkis dan memaki-maki namun hanya dua totokan saja yang berhasil ditolak. Totokan ketiga, yang menuju ketiak atau samping buah dadanya tak sempat dihindar. Dan ketika ia mengaduh dan berteriak malu, kakek itu menyentuh sebagian buah dadanya maka Lam-ciat bermaksud merobohkan nyonya ini dengan satu totokan lagi, dengan rambut gimbal-gimbalnya.

"Kau tentu menggiurkan. Ayo, roboh dan mana calon pasanganmu Chu-goanswe itu!"

Namun tiba-tiba terdengar dengus dan bentakan dingin. Lam-ciat yang menggerakkan rambut gimbalnya menotok si nyonya tiba-tiba terkesiap kaget karena saat itu juga dari belakang tubuhnya menyambar sinar putih yang berhawa dingin. Seseorang muncul di belakangnya dan terdengar kesiur angin mengerikan yang menyambar kepalanya itu. Dan ketika kakek ini tersentak karena sambaran angin dingin itu membuat seluruh tubuhnya meremang, seperti disambar setan maka kakek ini berteriak keras ketika kepalanya itu dibabat sinar putih yang menyilaukan mata.

"Aeehhhhh. crat-tess!"

Rambut gimbal-gimbal kakek itu terbabat habis. Lam-ciat berteriak bergulingan karena ia merasa kalah cepat, sambaran atau hawa dingtn itu demikian luar biasa dan tak sempat ia menangkis. Dan ketika kakek itu me loncat bangun dan orang-orang di sekitar bersorak-sorai, kakek itu terbelalak maka dilihatnya seorang pemuda berdiri tenang dengan caping di kepala, tenang namun dingin dan menyeramkan!

"Golok Maut!" Kakek itu tertegun. Lam-ciat tentu saja tahu ciri-ciri Si Golok Maut Sin Hauw, persis pemuda ini namun segera kakek itu sadar bahwa Sin Hauw sudah tiada. Yang berdiri di depannya bukanlah Sin Hauw melainkan keturunannya itu. Dan ketika kakek ini terkejut dan orang-orang di situ bersorak menyebut nama Giam Liong, pemuda ini, maka Wi Hong yang mengeluh dan hampir saja roboh tertotok sudah ditolong dan memeluk puteranya itu, merah padam.

"Giam Liong, kakek itu jahanam keparat. Ia hampir mempermalukan ibumu. Bunuh dan cincang dia!"

"Ibu mundurlah," pemuda itu berkata pendek, sikap dan kata-katanya dingin tak berperasaan. "Kakek ini memang telah mengganggumu, ibu. Tapi aku akan membunuhnya dan kucincang seperti perkedel!"

Lam-ciat mengkirik. Dia sudah beradu pandang dengan pemuda itu, pemuda yang gagah dan tampan namun sinar matanya sama sekali dingin dan tajam menusuk. Bocah itu melangkah menghampirinya dan kini berhadapanlah dirinya dengan pemuda itu, lebih jelas. Dan ketika kakek ini mundur karena sinar atau pandang mata pemuda itu seakan naga yang akan mencaploknya, berkilat dan mencorong menakutkan maka kakek ini tergetar karena sekali berhadapan maklumlah dia bahwa pemuda di depannya ini adalah seorang pemuda yang memiliki sinkang luar biasa, tenaga sakti yang hebat!

"Terkutuk!" kakek itu tak terasa mengeluarkan umpatan. "Kau inikah kiranya bocah keturunan Si Golok Maut, anak muda. Bagus dan kebetulan sekali. Heh-heh, aku memang mencarimu!"

"Aku tahu," pemuda itu menjawab pendek. "Dan aku juga mencarimu, Lam-ciat Aku ingin membunuhmu karena kau telah mengganggu ibuku. Bersiaplah, kau akan mati!"

Kakek ini tertawa bergelak. Akhirnya dia menjadi marah dan mengerahkan sinkangnya pula melawan pengaruh pandang mata yang dingin dan menyeramkan itu. Kakek ini sampai kaget karena tiba-tiba bulu kuduknya meremang, seram dan terpengaruh oleh sikap dan pandang mata pemuda itu. Dan ketika ia tertawa dan mengerahkan kekuatannya untuk mengusir pengaruh itu, tawa yang sudah dialiri tenaga khikang maka pengikut Chu Kiang tiba-tiba roboh menjerit dan menggelepar berteriak-teriak, tak kuat oleh suara tawa si kakek yang menggetarkan pepohonan, daun-daun rontok berhamburan.

"Ha-ha, hebat dan luar biasa kau, bocah. Boleh dan hebat juga seranganmu tadi. Tapi kau tak dapat membunuhku, akulah yang akan merobohkan dan membunuhmu serta orang-orangnya Chu Kiang itu. Lihat!" si kakek membentak dan tertawa lebih keras, pohon berderak dan tiba-tiba roboh dan berpelantinganlah para pengikut Chu Kiang oleh tawa hebat yang dilakukan kakek ini.

Lam-ciat mengguncang-guncang tempat itu dengan tenaga saktinya yang keluar dari perut, begitu hebat hingga tiba-tiba semua orang, berteriak dengan telinga berdarah, roboh dan menggelepar-gelepar dengan lebih hebat lagi dan tiba-tiba mereka itu pingsan. Beberapa di antaranya pecah kendangannya. Tapi ketika terdengar suara pekikan keras dan Giam Liong membuka mulutnya, pemuda itu menindih suara tawa si kakek tiba-tiba Lam-ciat berteriak karena ialah yang terpental dan terlempar oleh pekikan dahsyat si pemuda.

"Aiihhhh!" Tawa si kakek seketika terhenti. Lamciat seakan dipukul palu godam dan kakek itu terkejut karena pekikan si pemuda menyerang dadanya. Dia merasa berat dan tertindih, coba bertahan namun tiba-tiba ialah yang terlempar, mencelat dari tempat itu. Dan ketika suara tawa tak terdengar lagi sementara pekikan bagai rajawali sakti itu juga lenyap, sekali balas tiba-tiba Giam Liong telah membuat lawannya terlempar di sana maka Lam-ciat mengeluh dan pucat bergulingan bangun, wajah dan lengannya penuh debu.

"Keparat!" kakek itu melengking. "Kau hebat, bocah. Tapi sekarang aku menyerangmu dan lihat bagaimana aku merobohkanmu...wut!" dan si kakek yang bergerak dan menghilang, di balik Hoan-eng-sutnya, lenyap dan marah tiba-tiba menghantam Giam Liong dari belakang. Kakek ini murka dan ia pun penasaran bukan main. Dua kali ia merasa terpukul. Tadi oleh pandang mata pemuda itu dan sekarang oleh pekikannya yang menghancurkan tawanya. Dan ketika kakek itu berkelebat dan sinar kuning emas meloncat di belakang Giam Liong, menghantam dan menyambar tengkuk pemuda ini maka dengan cepat tetapi tenang Giam Liong membalik dan hanya mendengar kesiur angin serangan itu saja ia menangkis.

"Dukk!"

Lam-ciat terpental. Kakek ini meraung dan marahlah ia menyerang lagi. Hoan-eng-sut dikerahkan dan tenaga Kim-kang pun dikeluarkan. Tapi ketika empat kali ia terlempar dan berjungkir balik oleh tangkisan si pemuda, tenaga yang amat kuat menolaknya balik maka kakek itu menjerit dan menjadi histeris.

"Keparat, kubunuh kau…duk-duk-duk!”

Si kakek menerjang dan melepas pukulan bertubi-tubi, berteriak dan memekik-mekik dan tiba-tiba saja bayangan kuning emas menyambar-nyambar. Kakek ini melepas serangan sementara Giam Liong hanya menangkis saja. Pemuda itu membalik dan berputaran tapi semua serangan si kakek dipentalkan. Lam-ciat melengking dan kian naik darah saja, kalap. Dan ketika kakek itu beterbangan dan tubuhnya berpindah-pindah dengan cepat, bayangannya sudah menjadi puluhan bahkan ratusan maka Giam Liong sudah dikeroyok oleh seribu Lam-ciat yang berseliweran naik turun.

Namun, Giam Liong tetap dengan posisinya. Pemuda ini mendengus dan iapun tetap memutar-mutar tubuhnya ke muka dan belakang, mengibas atau menampar dan setiap itu pula bayangan kuning emas terlempar atau terpental ke atas. Dan ketika kakek itu melengking-lengking karena tak satupun pukulannya membawa hasil, Kim-kang atau Tenaga Emas yang dimilikinya selalu tertolak maka kakek ini menyemburkan mulutnya dan muncratlah benda-benda cair yang berhamburan menyambar Giam Liong, benda yang kekuning-kuningan dan berbau busuk!

"Hm!" Giam Liong marah dan mencabut capingnya. Ia menggerakkan caping bambunya itu dan tiba-tiba berkesiur angin dahsyat menyambar benda-benda cair itu, ludah kental si Hantu Selatan. Dan ketika terdengar bunyi tak-tik-tak-tik dari ludah yang bertemu caping, tertolak dan terpental maka ludah-ludah itu membalik dan sebagian menghantam wajah kakek ini sendiri.

“Crat-crat!"

Lam-ciat mencak-mencak. Ia gusar dan marah bukan kepalang karena serangan air ludahnya itupun gagal. Kakek ini kaget dan bingung, lawan demikian kuat pertahanannya. Tapi ketika ia melengking dan merubah gaya serangannya, membentak dan meledakkan kedua tangannya maka menyambarlah sinar kuning emas seperti naga tanpa kepala.

"Bocah she Sin, kau tak dapat mengalahkan aku!"

Giam Liong mengerutkan kening. Serangan si kakek sudah tidak seperti tadi karena Lam-ciat menggerak-gerakkan tangannya saja, menjauhkan diri. Tapi begitu cahaya kuning emas itu menyambar dan ujudnya memang seperti naga tanpa kepala, mendesis dan ditangkis maka naga ini muncrat namun sudah menjadi puluhan banyaknya yang menyambar dari mana-mana.

"Ha-ha, kau akan tahu rasa, bocah. Lihat dan saksikan nagaku memburumu.... ssh-sshhh!" naga itu menyerang dan mendesis lagi.

Giam Liong mengebutkan caping bambunya namun sekarang naga itu mampu menyelinap masuk. Giam Liong seperti menghadapi serangan cahaya yang tembus pandang, tentu saja terkejut karena tahu-tahu pundak kirinya sudah terpagut. Dan ketika pemuda ini mendesis karena patukan itu membuat pundaknya terbakar, panas dan hitam maka pemuda ini berkelebat dan tiba-tiba bergerak menuju lawannya, sinar putih berkeredep melesat dari punggungnya.

"Lam-ciat, kaupun tak dapat dapat mengalahkan aku!"

Si kakek terkejut. Giam Liong telah berkelebat kearahnya dan semua serangan naga tiba-tiba bertemu, dengan cahaya putih yang menyilaukan mata itu, sinarnya dingin dan tahu-tahu semua naganya berantakan, pecah dan hancur dibabat cahaya putih ini. Dan ketika cahaya itu masih terus meluncur dan si kakek terpekik, Giam Liong sudah berada di dekatnya maka tanpa ampun cahaya itu terus menyambar dan memancung kepala kakek ini.

"Brett!"

Lam-ciat mengeluarkan teriakan panjang. Kakek itu lenyap mengeluarkan Hoan eng-sutnya namun cahaya putih mengejar dan mengikutinya juga. Giam Liong tahu ke mana lawannya itu lari, meskipun si kakek merubah-rubah posisi. Dan ketika dua kali kembali sinar putih menyambar pundak lawan, itulah Giam-to atau Golok Penghisap Darah maka Lam-ciat terpekik karena pundak dan pangkal lengannya terluka.

"Cret-crat!"

Kakek itu melempar tubuh bergulingan. Ia menjerit karena tahu-tahu daging tubuhnya terkuak, darah mengucur namun tiba-tiba kering terhisap golok di tangan pemuda itu. Sekarang si Hantu Selatan melihat bahwa inilah golok yang amat luar biasa tajam di tangan si pemuda, golok berhawa dingin yang tadi juga menyambar dan membabat rambut gimbal-gimbalnya. Dan ketika kakek itu bergulingan namun Giam Liong mengejar dan mengikuti gerakan tubuhnya, Lam-ciat terpekik ngeri maka kakek itu meledakkan tangannya dan lenyaplah ia mempergunakan Hoan-eng-sut.

Namun bayangan si kakek dapat ditangkap Giam Liong. Pemuda ini sudah menjadi marah dan sekarang membalas. Tiada ampun bagi lawannya dan golok di tanganpun bergerak menyambar-nyambar. Dan ketika Wi Hong bersorak gembira karena ke manapun si kakek pergi tentu dikejar dan dibayangi golok maut, puteranya telah menghajar si Hantu Selatan itu maka Lam-ciat pucat karena baru untuk pertama kali ini ia tunggang-langgang!

"Sin Giam Liong, kau curang dan pengecut mengandalkan senjata bapakmu. Kau tak tahu malu menyerang orang yang bertangan kosong!"

"Hm, apa maumu," Giam Liong mengejek. "Apakah kau minta aku menyimpan senjataku ini, Lam-ciat. Dan menghajarmu dengan tangan kosong pula."

"Boleh!" si kakek sudah merasa ngeri, gentar. "Kalau kau jantan maka simpan senjatamu, bocah. Dan hadapi aku dengan tangan kosong pula. Kau tak akan memperoleh kemenangan secara ksatria!"

"Si mulut busuk!" Wi Hong membentak dan memaki-maki. "Tak perlu kau hiraukan kata-kata lawanmu itu, Liong-ji. Hajar dan bunuh dia. Cincang dengan Golok Penghisap Darah itu!"

"Aku tak mau curang," Giam Liong menggeleng dan menolak seruan ibunya. "Kalau musuhku ini ingin mati dengan tanganku maka akupun dapat melakukannya ibu. Lihatlah dan biar kusimpan golokku...“dess!" dan sinar putih yang lenyap diganti sebuah pukulan sinkang tiba-tiba membuat Lam-ciat terjengkang dan mengeluh terguling-guling, tadi lega karena golok itu, telah kembali ke balik punggung lawannya namun tiba-tiba ia lengah oleh sebuah pukulan jarak jauh.

Pemuda itu menggerakkan tangan kirinya dan terlemparlah kakek ini oleh pukulan kilat.Dan ketika ia berteriak dan bergulingan meloncat bangun, lawan yang dihadapi itu benar-benar luar biasa maka Giam Liong sudah melepas serangan-serangan lain yang kesemuanya menyambarkan angin kuat, mengibas dan mendorong dan kakek itu benar-benar kewalahan. Ia menangkis tapi selalu terlempar. Dan ketika satu pukulan kilat kembali menghantam dan ia membentak menggerakkan lengannya, mengerahkan Kim-kang maka pukulan emasnya itu bertemu cahaya putih yang meledak bagai petir.

"Dar!"

Kakek ini terpelanting. Ia terbelalak dan memaki-maki dan tertawalah Wi Hong terkekeh-kekeh di sana. Giam Liong mempergunakan Pek-lui-ciangnya dan si kakek berjingkrak-jingkrak. Dan ketika satu demi satu pukulan lawan membuatnya kewalahan, kakek ini terdesak dan tertekan kian hebat maka percayalah dia bahwa keturunan Si Golok Maut ini memang benar-benar luar biasa. Pantas kalau Kedok Hitam tak mampu menandingi dan pucatlah kakek itu membayangkan nasibnya.

Agaknya, dia harus melarikan diri dengan Hoan-eng-sut. Meskipun ia akan dikejar dan diburu lawan namun ia tak akan sepayah ini, mengelak dan menangkis tapi selalu diri sendiri terlempar. Ia terbelalak melihat pukulan kilat lawannya itu, Pek-lui-ciang. Namun ketika si kakek mulai berpikiran untuk pergi, ia harus cepat-cepat menyelamatkan diri maka terdengarlah tawa yang sayup-sayup sampai ditelinganya.

"Ha-ha, bagaimana, Lam-ciat? Kau masih dapat bersombong untuk mengalahkan pemuda itu?. Dia memang hebat, dan akupun tak sanggup menandinginya. Kau harus mencari akal kalau ingin menang!"

"Kedok Hitam!" kakek itu berseru girang, lupa, kepada gencetan lawan yang terus memburu dan menekannya. "Kesini kau, manusia busuk. Bantu dan hajar pemuda ini!"

Giam Liong terkejut. Ia tak melihat siapa-siapa dan desakannya kepada si kakek otomatis berkurang. Di sebutnya nama itu membuat darahnya mendidih dan mata yang sudah berkilat itu tiba-tiba mencorong lebih menakutkan. Giam Liong tak tahu bahwa Lam-ciat sedang mendengarkan tawa temannya yang mempergunakan Coan-im-jip-bit, ilmu mengirim suara dari jauh. Dan ketika pemuda itu waspada namun kembali menyerang lawannya, Lam-ciat terpelanting ketika menangkis maka tawa dan suara si Kedok Hitam itu kembali terdengar, menyusup di telinga kakek ini.

"Lam-ciat, jangan sombong kalau ingin selamat. Baiklah, kau tak akan menang menghadapi tekanan lawanmu. Aku, akan datang dan mengganggu ibunya tapi hadapi dan pertahankan dulu pemuda itu. Jangan sampai ia ke sini!"

Dan ketika kakek itu girang karena bayangan hitam tiba-tiba berkelebat dan menyambar Wi Hong, yang sedang terkekeh dan bertepuk tangan maka Giam Liong terkejut mendengar jeritan ibunya.

"Aiihhhh...!" Konsentrasi pemuda itu buyar. Kedok Hitam tiba-tiba muncul di situ dan menotok serta menyambar ibunya. Kejadian demikian cepat hingga tahu-tahu ibunya roboh. Dan ketika Lam-ciat tertawa bergelak dan Kedok Hitam mengayun lengannya maka puluhan hui-to berhamburan ke arah Giam Liong dan laki-laki itupun melarikan diri...

Naga Pembunuh Jilid 22

NAGA PEMBUNUH
JILID 22
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
"HA-HA, aku adalah aku. Aku adalah calon nomor satu yang akan menumpas pemberontak Chu Kiang. Aku calon pelindung kaisar nomor wahid. Siapa kau dan bagaimana ilmu pedangmu demikian bagus!"

"Keparat!" Yu Yin melengking-lengking. "Kau tua bangka tak tahu malu, orang tua. Orang nomor satu di tempat ini adalah guruku si Kedok Hitam. Kau bukan apa-apa!"

"Wah, kau murid si Kedok Hitam? Mana gurumu itu? Ha-ha, kebetulan,bocah. Aku memang mencarinya karena ingin, mengadu kepandaian. Hayo suruh dia keluar dan nanti kutundukkan dia!"

Yu Yin menjerit marah. Ia disampok miring dan hampir saja pedangnya terlepas dari tangan. Bunyi "Cring" dari kuku jari kakek itu amatlah kuatnya, pedangnya tergetar dan terpental. Tapi karena disitu banyak pengawal dan mereka ini juga sudah menyerbu membantu, seratus orang kang-ouw itu merintih dan mengerang-erang di sana maka kakek ini tertawa bergelak ketika dikeroyok dan dihujani serangan. Ia mengelak dan berkelebat sana sini dan pengawal didorong atau dipukul mundur. Mereka itu tak ada yang mampu mendekati kecuali gadis cantik ini, murid si Kedok Hitam. Dan ketika ia mulai gembira karena orang yang dicari-cari tentu segera akan bertemu, murid Kedok Hitam ada di situ maka kakek ini melecutkan rambut gimbalnya dan robohlah delapan pengawal yang berteriak mengaduh.

"Hayo, minggir semua!" Delapan orang itu terlempar. Mereka memang bukan tandingan kakek ini dan bergeraklah kakek itu ke arah pengawal-pengawal yang lain.

Yu Yin masih terhuyung dan membetulkan letak posisinya, ia hampir saja mencelat. Dan ketika gadis itu membelalakkan mata dan kaget serta marah, para pengawal didorong atau dijungkir balik kakek ini maka ia menerjang lagi dan terkekehlah kakek itu menyambut serangan pedangnya.

"Bagus... bagus, ulet dan tak kenal menyerah. Tapi sekarang aku akan merobohkanmu... plak!" dan pedang yang diterima dan digubat rambut tiba-tiba terhenti dan tersentak di tangan Yu Yin.

Gadis ini melancarkan bacokan dari samping tapi si kakek menyambut dan menerimanya dengan enak, rambutnya itu meledak dan kini sudah menggubat pedangnya. Dan ketika pedang ditarik namun gagal, Yu Yin pucat dan kaget maka jari kakek itu nyelonong dan tahu-tahu tepat sekali mengenai ketiaknya.

"Bluk!"

Yu Yin roboh dan terbanting. Gadis itu tepat sekali tertotok dan si kakek terbahak-bahak, mengira gadis itu tak dapat bergerak lagi dan totokannya telak mengenai jitu. Tapi ketika Yu Yin mengeluh dan mampu bergulingan menjauh, meloncat dan bangun di sana maka kakek itu tertegun dan membelalakkan matanya, lebar-lebar.

"Eh, kau bocah aneh. Masa totokanku tak persis mengenai jalan darah!"

Yu Yin memekik dan menerjang si kakek. Ia telah mempergunakan ilmunya yang disebut Pi-ki-hu-hiat (Tutup Hawa Lindungi Jalan Darah), cepat dan sudah waspada ketika kakek itu tadi menotoknya. Maka begitu ia tertotok namun selamat, ia telah menutup jalan darahnya tadi maka kakek itu tertegun dan mendecak, diserang tapi mengelak dan secepat itu pula kakek ini berkelebat dan kembali menotok. Tapi ketika totokannya gagal dan Yu Yin hanya kesakitan saja, terbanting dan menjerit tergulingan lagi maka sadarlah kakek itu bahwa gadis ini memiliki Pi-ki-hu-hiat.

"Ha-ha, kiranya ilmu menutup jalan darah. Wah, hebat dan luar biasa kau ini, bocah. Dan aku mulai percaya bahwa gurumu itu pasti hebat sekali!"

"Tak usah banyak cakap!" gadis itu melengking. "Tak dapat merobohkan muridnya berarti tak dapat pula mengalahkan gurunya, kakek siluman. Hayo maju dan totok aku lagi!"

"Wehh!" kakek itu terbahak-bahak. "Kau hebat dan mengagumkan. Tapi aku tentu dapat merobohkanmu. Tak dapat kutotok tentu dapat kupukul. Baik, apa boleh buat aku harus memberimu pelajaran keras... slap!" dan si kakek yang lenyap mempergunakan ilmu silumannya tiba-tiba menghilang den entah berada di mana.

Yu Yin sedang bergulingan meloncat bangun dan tertegun tak melihat kakek itu, dia terkesiap. Tapi ketika ia sedang celingukan dan terbelalak ke sana ke mari, pucat maka kakek itu tahu-tahu muncul dan berada di belakangnya.

"Heh-heh, aku di sini, anak manis. Maaf aku terpaksa memukulmu pingsan!"

Yu Yin kaget. Ia tahu-tahu melihat kakek gimbal-gimbal itu sudah berada di belakangnya, dekat dan amat dekat karena tahu-tahu menepuk tengkuknya. Tak mungkin lagi ia mengelak! Tapi ketika gadis itu menjerit dan tangan si kakek sudah menyentuh rambutnya, siap merobohkan gadis ini tiba-tiba seberkas cahaya putih menyambar dan menghajar kakek itu.

"Lam-ciat (Hantu Selatan), jangan main-main di sini!"

Kakek itu terkejut. Ia sedang melancarkan serangan ketika tiba-tiba sinar putih yang amat dingin itu menyambar punggungnya. Hawanya terasa dingin dan begitu menyeramkan! Dan karena hawa ini jauh lebih berbahaya dibanding serangannya kepada gadis itu maka kakek ini membentak dan tahu-tahu meledakkan kedua tangannya dan menghilang.

"Crat!"

Hawa dingin itu menghajar pohon di depan. Pohon itu tumbang dan keluarlah suara hiruk-pikuk dari robohnya yang ramai ini. Dan ketika Yu Yin tertegun karena tahu-tahu sudah disambar seseorang, berdiri dan selamat dari timpaan pohon maka di situ sudah tegak dengan muka merah gurunya yang luar biasa. Kedok Hitam!

"Suhu...!"

Sang guru tak menjawab. Kedok Hitam telah menyelamatkan muridnya dan kini tokoh itu berdiri melindungi muridnya. Yu Yin disambar di belakang punggungnya dan terkejut tapi giranglah para pengawal melihat laki-laki ini. Tokoh itu telah muncul! Dan ketika Yu Yin juga girang karena selamat dari pukulan lawan, ia tertegun mendengar bentakan gurunya tadi maka menyambarlah sinar kuning emas ke arah gurunya ini, bayangan si kakek yang penasaran dan kini membalas. Sinar putih dari golok yang menyambar telah lenyap di punggung laki-laki berkedok hitam ini.

"Kedok Hitam, kiranya kau. Ha-ha...!"

Kedok Hitam mengelak. Sinar kuning itu menyambarnya namun ia tak menangkis, dikejar dan kali ini menggerakkan tangannya ke kiri. Dan ketika sinar kuning itu meledak tapi Kedok Hitam sendiri juga terhuyung, Yu Yin di belakangnya terpental maka kakek itu terbahak-bahak dan tampaklah ia kini tergetar didepan.

"Dess!"

Para pengawal mencelat. Kakek itu telah muncul lagi dan melepas pukulan, menyerang atau membokong lawannya itu namun Kedok Hitam mengetahui, membalik dan menangkis. Dan ketika mereka sama-sama mundur dan Kedok Hitam terbelalak maka Lam-ciat, kakek gimbal-gimbal itu mendapat teguran.

"Hantu Selatan, tak perlu main-main di sini. Kalau kau ingin membuat onar maka kau akan mampus. Nah, apa maumu dan kenapa kau membunuh komandan itu!"

"Ha-ha, sekali muncul telah tahu siapa aku. Uwah, hebat kau, Kedok Hitam, dan hebat seranganmu tadi. Luar biasa dan amat mengagumkan. Tapi kau curang, tak memberi tahu!"

"Hm, kedatanganmupun tak memberi tahu, dan kau hendak merobohkan muridku pula. Aku minta jawaban kenapa kau membunuh komandan istana itu, dan apa maumu!"

"Ha-ha, komandan busuk itu? Ia patut mampus. Ia menipuku, Kedok Hitam, menyatakan hendak menemukan aku dengan kaisar tapi nyatanya malah dibawa ke tempat ini. Huh, kalau ia punya nyawa rangkap, aku justeru ingin membunuhnya lagi!" Gemas memandang komandan yang tadi membawanya itu, komandan yang menipu kakek ini lalu menghadapi lagi si Kedok Hitam, matanya bersinar-sinar, bercahaya. "Aku ingin mengisi lowongan kerja. Kabarnya kau kewalahan menghadapi pemberontak Chu Kiang dan kini aku ingin maju membantu. Apa yang akan diberikan istana dan berapa bayaranku!”

"Hm, kau datang untuk maksud ini! Dan membunuh seorang pengawal?"

"Ia menipuku, Kedok Hitam, dan itu patut untuknya. Kalau kau tak terima aku siap menerima kemarahanmu. Ayo, kita bertanding dan boleh tentukan siapa yang lebih lihai!”

"Kakek kurang ajar!" Yu Yin tiba-tiba membentak. "Tangkap dan bunuh kakek ini, suhu. Dan gunduli kepalanya yang gimbal-gimbal itu. Rambutnya bau!"

"Ha-ha, ini muridmu yang luar biasa”, si kakek tak perduli, kagum. "Hebat benar kau mempunyai murid seperti ini, Kedok Hitam. Tapi kalau boleh biarkan ia bersamaku, akan kugembleng lebih hebat!"

"Cih, menjadi muridmu? Melawan guruku saja kau sudah tunggang-langgang, kakek siluman. Jangan bicara macam-macam yang membuat perutku mau muntah. Kau kakek jijik yang apek dan bau!"

"Ha-ha, nanti bersamamu tentu tak apek atau bau lagi. Kau dapat menggosok tubuhku supaya bersih. Ha-ha, kau gadis cantik yang suka bercecowetan seperti monyet!"

"Kurang ajar!" namun ketika Yu Yin hendak menerjang dan dicekal gurunya, Kedok Hitam mendengus dan menahan muridnya itu maka laki-laki ini menghadapi lawannya.

"Lam-ciat, tak usah bicara dengan anak kecil. Kau telah mampu merobohkan semua peserta orang-orang kang-ouw, tanda bahwa kepandaianmu lumayan. Kalau kau benar-benar ingin mengabdi dan membantu istana tentu saja dapat diterima. Tapi imbalan atau kedudukannya tentu harus sesuai dirimu!"

"Maksudmu?"

"Kau harus diuji..."

"Uwah, sudah kudengar itu!”

"Tidak, nanti dulu, Lam-ciat. Ujian untukmu bukan di sini, melainkan di lain tempat. Kalau kau berani dan lulus maka kau diterima."

"Uwah, ha-ha... apa-apaan ini! Apa maumu dan mana sri baginda kaisar. Aku ingin menghadap!"

"Tanpa aku tak mungkin kau bisa menghadap. Maksud dan kedatanganmu diterima istana, Lam-ciat. Namun berhasil atau tidak kau masih harus diuji. Mari ke tempatku dan kita bicara disana!"

Kakek gimbal-gimbal ini tertegun. Kedok Hitam sudah mengenalnya dan itu berarti bahwa tokoh istana ini memang hebat. Tadipun ia sudah merasakan kelihaiannya dan golok yang berkelebat dan lenyap lagi di punggung lawannya itu benar-benar digerakkan oleh sebuah tangan yang lihai. Kalau ia tidak berhati-hati barangkali ia sudah roboh, meskipun roboh karena sebuah serangan curang! Namun karena ia sendiri juga bukan manusia baik-baik dan semua yang ada di situ terkejut mendengar namanya, inilah Hantu Selatan yang kesohor di wilayahnya sana maka pengawal maupun orang-orang kangouw yang ada di situ tergetar.

Dulu, tokoh ini tak pernah mencampuri urusan negara, la malang-melintang seorang diri untuk kepentingannya seorang diri. pula. Tapi karena sudah belasan tahun tokoh ini tak pernah muncul lagi, ia menghilang begitu saja maka orang dibuat heran dan kaget ketika tiba-tiba saja malam itu ia muncul. Apa yang menjadi sebab?

Mungkin karena keinginannya untuk mendapat kedudukan, hidup mewah dan senang di istana. Lam-ciat sudah belasan tahun menghilang dan kini tiba-tiba ia membuat semua orang tertarik perhatiannya. Ia adalah kakek iblis yang memiliki Hoan-engsut (Sihir Menukar Bayangan). Dan karena ia adalah Lam-ciat maka tak heran kalau tadi ia telah merobah dirinya menjadi seribu orang yang membuat lawan-lawannya jatuh bangun. Lam-ciat memang hebat dan karena itu terdengarlah bisik-bisik kagum setelah semua orang mengetahui siapa dirinya. Tapi ketika ia diajak Kedok Hitam dan tokoh istana itu mempersilahkannya ke gedungnya, kakek ini tampak ragu maka Kedok Hitam mengeluarkan suara dari hidung dan mengejek kakek itu.

"Lam-ciat, kau takut ketempat tinggalku? Kau masih ragu dan bimbang menerima tawaranku? Hm, kalau begitu batalkan saja niatmu bekerja di sini, kakek siluman, dan pulang atau kembali saja ke selatan!"

"Ha-ha, siapa takut. Seribu Kedok Hitampun tak perlu membuat aku takut! Mari, aku hanya waspada akan undanganmu ini, Kedok Hitam. Kau telah terkenal licik dan culas terhadap lawan. Aku hanya berhati-hati!"

"Kau bukan lawan, kau calon kawan," Kedok Hitam tertawa mengejek. "Kalau kau lawan tentu aku akan menyerangmu di sini, Lam-ciat. Sudahlah, kau mau bicara di tempatku atau tidak. Aku tak ingin diketahui banyak orang!"

"Suhu mau bicara apa," Yu Yin tiba-tiba melompat dan tak puas. “Kakek ini telah menghina dan merendahkan aku, suhu. Hajar dan pukul dia dulu baru kemudian bicara!"

"Ha-ha, gurumu tak akan sesembrono itu," si kakek tertawa "bergelak. "Dia tahu siapa aku, bocah, dan diakui atau tidak aku adalah calon kawan yang dapat diandalkan. Eh, kau diam saja dan jangan cecowetan!"

"Keparat!" gadis itu melengking. "Aku bukan monyet, kakek iblis. Dan kaulah yang monyet karena rupamu gimbal-gimbal!"

"Ha-ha, tapi aku suka padamu. Kau dapat menjadi monyet cilik kalau suka.... wut!" dan si kakek yang bergerak dan menyambar gadis ini, cepat sekali tiba-tiba membuat Yu Yin terpekik dan kaget. Untuk kedua kalinya lagi gadis itu akan ditangkap, sekali kena tentu ia tak berkutik. Tapi ketika Kedok Hitam bergerak dan membentak kakek itu, menangkis dan melindungi muridnya maka untuk kedua kalinya pula lengan dua tokoh ini beradu.

"Dukk!"

Lam-ciat terhuyung dan lawanpun terdorong setindak. Kedok Hitam memandang marah dan Hantu Selatan itupun terbelalak. Tapi ketika Kedok Hitam berseru agar kakek itu tidak merusak suasana, tuan rumah sudah menyambut baik-baik maka kakek itu terbahak dan memuji lawannya.

"Hebat, kau benar-benar tidak bernama kosong, Kedok Hitam. Baiklah, aku mengikuti dirimu!"

"Mari, dan kuharap kau tak main-main lagi. Muridku bukan tandinganmu!" dan berkelebat membawa lawannya ke barat istana, pengawal dan orang-orang lain disuruh mundur maka kakek gimbal-gimbal itu telah berada di suatu ruangan indah dan dipersilahkan duduk. Kedok Hitam mengusir muridnya.

"Aku hendak bicara berdua dengan kakek ini. Harap kau pergi."

Yu Yin melotot tak puas. Ia hendak memprotes tapi sorot mata gurunya memancarkan kewibawaan besar. Gurunya itu benar-benar ingin berdua dan tak mau diganggu. Dan ketika gadis itu pergi dan si kakek tersenyum, menyeringai, maka Lam-ciat bertanya apa yang hendak dibiracarakan lawannya itu, ujian apa yang hendak diterima.

"Kau aneh-aneh saja, kenapa mengusir semua orang termasuk muridmu itu. Apakah kau tidak khawatir kalah menghadapi aku!"

"Hm, kau tak perlu sombong. Kepandaianmu telah kuketahui, Lam-ciat. Dan Hoan-eng-sut mu itu tak perlu kutakuti. Aku dapat menandingimu..."

"Ha-ha, kalau begitu mari bertanding, tanganku juga sudah gatal-gatal!"

"Tidak, aku perlu menghemat tenaga, Lam-ciat, dan kaupun juga begitu. Aku hendak memberitahumu bahwa seseorang yang amat lihai akan kita hadapi. Kita tak perlu membuang-buang tenaga secara percuma!"

"Hm, siapa gerangan? Kau tampaknya serius, bersungguh-sungguh!"

"Aku memang bersungguh-sungguh, dengarlah!" dan tuan rumah yang bersinar dan tajam memandang lawannya lalu mulai memberi tahu, "Kau sudah diterima sebagai calon pembantu yang penting disini, dan untuk itu kau tentu saja harus menunjukkan jasa. Kebetulan aku menghadapi masalah berat, Lam-ciat. Bocah andalan Chu-goanswe menantangku bertanding dalam waktu singkat ini. Dan kau barangkali sudah mendengar atau tahu siapa bocah itu!"

"Hm, aku hanya mendengar berita selentingan saja. Tapi, kalau tidak salah, dialah keturunan Si Golok Maut! Apakah benar?"

"Benar, dan kepandaiannya luar biasa. Kau barangkali tak dapat menang!"

"Ha-ha, kaulah yang lari terbirit-birit!" kakek itu tertawa bergelak. "Kudengar kabar bahwa orang yang amat kau takuti adakah keturunan Sin Hauw itu, Kedok Hitam, dan ia telah mengobrak-abrik istana. Kiranya kau hendak mengadu aku dengan bocah itu!"

"Hm, kau cerdas, tapi tak perlu mengejek," Kedok Hitam merah mukanya. "Aku bukan terbirit-birit, Lam-ciat, melainkan mencari akal waktu itu. Sayang, ketika aku keluar lagi bocah itu bersama pemberontak Chu sudah lari meninggalkan istana!"

"Ha-ha, karena harus menyelamatkan kawan-kawannya, dikeroyok!"

"Hm, kau tak usah meledek. Kalau kau sanggup mengalahkan bocah itu aku mau menyerahkan kedudukanku kepadamu. Jangan sombong!"

"Wah, betul?" si kakek berjingkrak. “Aku memang ingin menjadi orang nomor satu di istana, Kedok Hitam. Kalau aku dapat mengalahkan bocah itu maka kau memang dibawahku. Ha-ha, aku dapat merobohkan keturunan Si Golok Maut itu. Hoan-eng-sut ku mampu membunuhnya!"

"Kau boleh coba," tuan rumah tertawa mengejek. "Kalau kau dapat membunuh pemuda itu maka inilah jasa besar bagi istana, Lam-ciat. Dan aku akan melapor pada sri baginda untuk memberikan kedudukan dan kekuasaan sebagai pengawal nomor satu. Tapi kau belum membuktikan omonganmu, dan kau tak boleh besar kepala dulu!"

"Ha-ha, mana bocah itu? Aku jadi tak sabar menemuinya. Hayo, mana keturunan Si Golok Maut Sin Hauw itu dan kutelan batok kepalanya!"

"Kau akan menemuinya lagi tiga hari kemudian," Kedok Hitam tersenyum, bersinar-sinar. "Dan karena baru saja aku menerima tantangannya maka sungguh kebetulan kalau kau datang ke sini, Lamciat. Hadapi dan bunuh pemuda itu di hutan sebelah selatan. Ia akan datang dan kau boleh mewakili aku kalau begitu. Tapi awas, ada orang ketiga yang akan melihat pertandingan ini!"

"Uwah, siapa itu. Apakah pemberontak she Chu!"

"Bukan... bukan orang she Chu itu, melainkan ketua Hek-yan-pang."

"Heh, murid dari Hek-yan Tai-bo itu? Ha-ha, kecil bagiku, Kedok Hitam. Sekali pencet tentu mampus!"

"Kau rupanya sudah terlalu lama tidak keluar ke dunia kang-ouw," Kedok Hitam mengerutkan keningnya, menutup tawa orang. "Yang kau hadapi bukanlah murid mendiang Hek-yan Tai-bo, Lam-ciat, melainkan pendekar gagah perkasa si Pedang Matahari Ju Beng Tan!"

"Ha, Pek-jit-kiam Ju Beng Tan? Bukankah ia murid kakek dewa Bu-beng Sian Su?"

"Hm, kau sudah terlalu lama menyembunyikan diri, Lam-ciat. Kau tak tahu bahwa dua orang murid Hek-yan Taibo itu masing-masing telah mendapat jodoh. Yang pertama dengan mendiang Si Golok Maut itu, sedang yang kedua dengan si Pedang Matahari ini. Hek-yan-pang sekarang diketuai pendekar itu!"

"Hm, hebat kalau begitu, dan aku benar-benar tak tahu perobahan dunia kangouw. Tapi aku tak takut, asal kakek jahanam Bu-beng Sian-su tidak maju sendiri tentu aku dapat mengalahkan pendekar itu!"

"Kau bukan bermusuhan dengan si Pedang Matahari Ju Beng Tan. Kau berhadapan dengan keturunan Si Golok Maut Sin Hauw!"

"Ya-ya, aku tahu. Tapi siapapun lawanku aku tak gentar, Kedok Hitam. Dan akan kubabat mereka!"

"Hm, bagus. Kalau begitu kita membagi tugas. Tiga hari lagi aku akan bertemu pemuda itu dan wakililah aku menghadapinya. Aku dibelakang!"

"Dan kau, kenapa di belakang? Apa yang kau lakukan?"

"Aku akan menyiapkan diri kalau kau kalah..."

"Ha-ha!" si kakek gimbal-gimbal tertakwa bergelak, memutus omongan orang. "Kau jangan merendahkan aku, Kedok Hitam. Kau telah kalah tapi aku belum. Aku akan menunjukkan kepadamu bahwa pemuda itu dapat kuatasi. Kau tak perlu khawatir!"

"Hm, takabur sebelum ada bukti adalah congkak, Lam-ciat. Kau boleh bersombong kalau kau benar-benar dapat mengalahkan pemuda itu. Tapi kalau kau tidak kalah maka si Pedang Matahari Ju Beng Tan harus kita waspadai. Ia cenderung membela pemuda ini daripada kita!"

"Hm, aku tak takut. Akan kuhadapi pula lawanmu itu!"

"Kau memang akan menghadapi siapa saja yang bersekutu dengan pemberontak. Aku belum membuktikan pendekar itu memusuhi kerajaan tapi kau harus hati-hati, Ada isterinya pula di sana!"

"Hm, siapa lagi. Dan apakah pemberontak she Chu juga ada disana!"

"Aku kira tidak. Pemuda ini telah menantangku secara pribadi, dua orang tanpa ikut campurnya orang lain. Tapi aku tak mau kali ini gagal, Lam-ciat. Dan aku ingin membunuh pemuda itu karena dia adalah orang yang amat berbahaya. Chu Kiang menungganginya!"

"Ya-ya, aku tahu. Tapi bagaimana rencanamu sekarang. Apakah benar tiga hari lagi pemuda itu baru muncul. Bagaimana kalau dipercepat!"

"Maksudmu?"

"Aku tak sabar menunggu waktu itu, Kedok Hitam. Bagaimana kalau sekarang saja aku berangkat dan kita tantang dia!"

"Hm," Kedok Hitam tiba-tiba berkilat girang, pandang matanya memancarkan sesuatu yang licik, baru. "Aku menemukan akal bagus, Lam-ciat. Bagaimana kalau besok saja kau cari dan temui pemuda itu. Tantang dan robohkan dia sebelum hari pertandingan tiba!"

"Wah, kau setuju?"

"Kenapa tidak? Kalau kau ingin cepat-cepat menemui lawanmu itu maka akupun juga ingin cepat-cepat melihat pemuda itu dilenyapkan, Lam-ciat. Besok kau pergi dan boleh cari dia!"

"Ha-ha, kalau begitu bagaimana dengan upahku. Sekarang aku ingin tahu apa yang akan kudapat bila aku berhasil melenyapkan pemuda itu!"

"Aku menyerahkan kedudukanku kepadamu. Kau boleh menjadi orang nomor satu di sini dan seabrek hadiah lagi dari kaisar!"

"Ha-ha, dan kau orang nomor dua?"

"Kalau kau berhasil. Tapi kalau gagal jangan-jangan nyawamu melayang!"

"Ha-ha, nyawaku kusimpan baik-baik, Kedok Hitam. Aku memiliki Hoan-eng-sut untuk menyelamatkan diri. Aku tak mungkin gagal!"

"Kalau begitu bagus, beristirahatlah dan kulaporkan hal ini kepada ongya!"'

"Eh, kau mau ke mana?" si Hantu Selatan terkejut, Kedok Hitam sudah berdiri dan siap meninggalkannya.

Tapi ketika laki-laki itu tertawa berkata bahwa dia akan menghadap junjungannya, Coa-ongya maka kakek itu ditinggal di situ menempati gedung si Kedok Hitam ini. "Kau telah berjanji, dan kita adalah sahabat. Pakai dan tinggal saja di gedungku ini karena aku akan menghadap ongya."

"Aku ikut!"

"Hm, kau bukan anak kecil yang harus selalu ikut kemana-mana, Lam-ciat. Ongya tentu masih takut berhadapan denganmu sebelum aku memberi laporan. Kau tinggal saja di sini dan aku pergi dulu!"

"Tapi aku ingin bertemu sri baginda!"

"Besok juga dapat. Tinggallah di situ dan lihat pelayan datang melayanimu!" dan ketika benar saja dua dayang cantik datang dan merunduk ke situ, Kedok Hitam telah memanggil maka kakek ini tertegun dan tuan rumahpun berkelebat keluar. Kedok Hitam tertawa dan menyeringailah kakek itu melihat dua dayang ini. Dan ketika mereka datang mendekat dan meletakkan minuman, si kakek bersinar-sinar maka dia menepuk pantat dua wanita itu dan terkekeh minta dipanggil pula dua pelayan laki-laki.

"Heh-heh, aku telah mendapat kehormatan. Bagus, bagus... Kedok Hitam tahu kesukaanku. Eh, temani aku minum-minum di sini, anak manis. Tapi panggil dua temanmu laki-laki dan kita bersenang-senang!"

"Locianpwe minta ditemani?" dua dayang itu terkejut. "Bukankah sudah ada kami berdua?"

"Ha-ha, kurang yang laki-laki, anak manis. Aku tak biasa berpasangan sendiri. Panggil dua temanmu laki-laki dan temani aku minum-minum!"

"Ah, tapi Kedok Hitam..."

"Tak perlu takut padanya. Aku telah diberi hak dan kebebasan tinggal di sini. Hayo, panggil dua temanmu laki-laki atau nanti aku marah!"

Dua pelayan cantik itu terbelalak. Mereka tadi datang setelah mendapat isyarat dari si Kedok Hitam, tersenyum-senyum dan tahu apa yang harus dilakukan, meskipun diam-diam jijik melihat kakek gimbal-gimbal itu. Tugas mereka adalah melayani. Kakek ini telah membuat gempar di luar! Maka terkejut tapi juga girang, permintaan kakek itu sungguh tak disangka maka tiba-tiba dua pelayan ini berhamburan dan masing-masing bersicepat mencari dua pelayan laki-laki, masuk dan tak lama kemudian sudah membawa apa yang dimaksud.

Lam-ciat tertawa-tawa melihat dua pelayan muda terbelalak di situ, dia sedang minum arak dari apa yang baru saja disuguhkan dua pelayan wanita tadi. Dan ketika ia menarik kursi dan menggapai, minta agar keempatnya duduk menemani maka dua pelayan laki-laki tertegun tapi yang wanita sudah terkekeh dan duduk lebih dulu, tahu akan kebiasaan orang-orang kang-ouw yang aneh-aneh.

"Sie-twako, locianpwe ini mengundang kita untuk menemani minum-minum. Mari, duduk dan mendekatlah!"

"Benar, dan Kedok Hitam menyuruh kita melayani baik-baik locianpwe ini, Ah twako. Ayo, duduk dan kita ngobrol-ngobrol!"

"Ha-ha, benar. Kalian maju dan mendekatlah, jangan takut-takut. Aku ingin kalian menghibur aku!" Lam-ciat, yang terbahak dan girang melihat keberanian dayang perempuan sudah meraih dan menyambar seorang diantaranya.

Itu adalah yang paling genit dan berani, tadi sewaktu masukpun matanya sudah meliar-liar dan merangsangnya untuk menggoda. Dan ketika sekali sambar ia telah meraih dan mendudukkan pelayan wanita ini, di pangkuannya, maka kakek itu mencium dan terdengar bunyi cipokan keras ketika bibir dan mulutnya bertemu pipi si dayang.

"Ha-ha, kau benar, anak manis. Mari mari dan beri ucapan selamat datang kepada Lam-ciat. Aku calon orang nomor satu di sini...ngok!"

Pelayan itu menggelinjang, la mula-mula terkejut dan takut ketika tahu-tahu disambar, dudukdan sudah di pangkuan kakek itu. Tapi ketika si kakek tertawa bergelak dan ia hanya dicium saja, kini didorong dan didudukkan di sebelah kakek itu maka Lam-ciat sudah menyambar yang lain dan berturut-turut ia mencium atau mencipok pipi keempat pelayan itu, termasuk yang laki-laki!

"Uwah, tegap dan bersih-bersih. Haha, ayo duduk dan minum arak!"

Pelayan laki-laki gemetar. Mereka tadi dipanggil dan mula-mula merasa seram dan ngeri berhadapan dengan kakek ini. Maklumlah, Lam-ciat memang menyeramkan dan ia yang telah membunuh seorang pengawal membuat dua pelayan itu mengkirik. Mereka mula-mula menolak tapi teman mereka yang wanita memaksa. Kakek itu tidak garang meskipun tampaknya menyeramkan. Dan ketika mereka masuk namun masih merasa ragu-ragu, kakek itu menenggak arak maka mereka heran dan kaget ketika disuruh duduk, disambar dan tahu-tahu ini diciumi pula. Kakek itu mencium mereka, laki-laki dengan laki-laki! Tapi ketika mereka terkejut dan akan meronta, si kakek tak berbuat lebih jauh dan sudah melepaskan mereka maka meja besar di mana kakek itu menghadapi minumannya sudah dipenuhi oleh mereka berlima.

"Hayo, aku ingin senang-senang. Aku ingin dihibur. Siapa di antara kalian pandai menari!"

"Menari?" dua pelayan wanita melengak, yang paling berani sudah timbul keberaniannya lagi. "Ah, kami tak ada yang pandai menari, locianpwe. Kerjaan kami sehari-hari adalah pelayan, bukan penari!"

"Ha-ha, kalau begitu minum dulu. Hangatkan tubuh dengan arak ini dan setelah itu kau pasti akan pandai menari. Hayo, minum dan minum dulu!" si kakek sudah menyambar empat cawan arak, mengisinya dengan cepat dan tanpa diketahui empat orang itu, bergeraklah kuku jarinya menyentil bubukan putih. Lam-ciat telah memasukkan sesuatu ke dalam cawan arak itu. Dan ketika ia melempar-lemparkan empat cawan ke kiri kanan, pelayan menjerit namun arak tak ada yang tumpah, itulah demonstrasi kepandaian kakek ini maka si Hantu Selatan sudah menyuruh semua minum.

"Ayo, iringi aku minum!"

Empat pelayan itu kagum. Mereka tiba-tiba menjadi gembira karena baru pertama kali ini ada tamu yang bahkan melayani mereka, menyuruh duduk bersama dan menikmati pula arak harum! Dan ketika mereka tertawa dan sudah menyambar arak masing-masing, mengiringi kakek itu minum maka disedotlah bau memabokkan yang membuat mereka semakin gembira.

"Hi hik, terima kasih, Iocianpwe. Kau sungguh baik!"

“Ha-ha, aku selamanya memang baik. Ayo, minum dan minum lagi. Tambah kalau kurang!"

"Ah, tapi itu milik locianpwe."

"Sekarang milik kalian berempat. Ayo minum dan setelah itu menari!" Lam-ciat sudah mengisi cawan arak itu lagi, melihat tempat pelayan itu tertegun tapi sudah merasa gembira melihat kebaikannya.

Mereka tak tahu bahwa sesuatu sedang dikerjakan kakek ini, kakek yang amat aneh dan luar biasa, ganjil. Dan ketika arak dipenuhi lagi namun dua pelayan wanita sudah tak kuat minum, tiga cawan sudah membuatnya pusing maka kakek itu terbahak-bahak melihat dua pelayan laki-laki juga tampak bingung dan merah mukanya. Sesuatu tampak mulai mempengaruhi mereka, berahi!

"Ayo, ayo minum lagi, anak-anak. Minum dan puaskan kalian!"

Dua pelayan wanita mengeluh. Mereka bangkit dan terhuyung memandang pelayan pria, yang pria pun sudah terbelalak dan memandang lawan jenisnya pula. Dan ketika pelayan wanita itu tersandung dan jatuh ditangkap pelayan pria, Lam-ciat terbahak-bahak maka yang pria tiba-tiba menerkam dan memeluk dayang Wanita itu, melumat bibirnya.

"Ugh... ugh...!"

Dua pasangan itu tiba-tiba sudah saling dekap. Mereka menuju ke masing-masing pasangannya dan kakek itu terbahak-bahak. Empat orang ini memang sudah terbakar berahi dan wajah pelayan pria tampak merah padam memancar beringas. Namun ketika mereka bergulingan dan si pria merobek pakaian si wanita, Lamciat tertawa panjang mendadak kakek itu bergerak dan dua pelayan wanita disambar dan ditarik naik.

"Nanti dulu, jangan tergesa-gesa!"

Dua pelayan laki-laki terkejut. Mereka itu berteriak marah tapi Lam-ciat mengibas keduanya. Dan ketika dua orang itu terlempar dan menabrak dinding, mengeluh maka kakek itu berseru pada dua pelayan wanita agar menari dan satu demi satu melepas pakaian, perlahan-lahan.

"Tidak boleh terburu-buru, kalian menikmati kesenangan atas jasa baikku. Ayo, menari dan lepaskan pakaian kalian secara perlahan-lahan!"

"Kami tak dapat menari..."

"Kau akan pandai menari, dayang. Lihat dan mulailah!" si kakek menotok ketiak dayang itu, terkejut dan menggelinjang dan tahu-tahu kakek itu juga menotok tempat-tempat yang lain, membuat si dayang menjerit kecil dan bergeraklah dayang itu mengikuti rasa gelitik yang ditimbulkan si kakek.

Dan ketika tanpa sadar keduanya sudah menggeliat dan maju mundur, Lam-ciat telah menyentuh bagian-bagian tubuh mereka untuk bergerak mengikuti kehendaknya maka dua pelayan ini tiba-tiba menari tanpa sadar, lembut namun merangsang!

"Ha-ha, kalian pandai menari, anak-anak. Hayo, bergeraklah gemulai dan lepas pakaian kalian satu persatu!"

Dua orang dayang itu merah padam. Mereka mendengus dan mengikuti totokan si kakek yang membuat mereka menggeliat-geliat, maju mundur dan mereka merintih seperti kucing kepanasan. Dan ketika dua pelayan pria terbelalak dan mendengus-dengus di sana, dayang wanita itu sudah melepaskan pakaian seperti orang kepanasan maka tak lama kemudian mereka ini sudah telanjang bulat.

"Oohh... augh."

Dua pelayan laki-laki bangkit berdiri. Tadi mereka nanar dan kaget oleh kibasan si kakek. Tapi karena Lam-ciat telah membakar mereka dengan birahi yang hebat dan rasa birahi itu mengalahkan rasa takut, dua pelayan wanita sudah melenggang-lenggok dengan keluhan-keluhan panas maka dua orang inipun tak tahan dan mereka berteriak menubruk dua dayang itu, yang memang kekasih mereka.

"Nanti dulu!" namun si kakek berseru dan mengibas lagi. "Kalianpun harus menari, anak-anak. Ayo ikuti gerakan mereka dan tanggalkan pakaiank alian!"

Dua pelayan laki-laki itu mendengus-dengus. Mereka dilempar tapi tidak sakit dan tentu saja keduanya sudah bangkit berdiri lagi, terhuyung dan menubruk namun si kakek membentak agar mereka menari dulu. Mereka tak boleh main seruduk atau nanti hadiahnya diambil. Dan ketika dua pelayan itu tertegun tapi menurut, si kakek juga menotok mereka maka kasar dan kaku mengikuti telunjuk si kakek dua orang laki-laki inipun menggeliat dan menari-nari.

Tarian mereka tak keruan tapi itu sudah membuat si kakek terkekeh-kekeh. Lam-ciat terbahak dan meledak kegembiraannya. Dan ketika tak lama kemudian dua pasangan itu sudah mandi keringat, mereka mendengus dan bergerak-gerak seperti kuda binal maka akhirnya yang laki-laki tak kuat dan menubruk yang perempuan. Dayang wanita juga tak tahan dan merintihlah mereka di pelukan kekasihnya.

Dan ketika mereka bergulingan dan Lam-ciat tergelak menonton, kakek itu menenggak arak sambil terkekeh-kekeh maka adegan menjijikkan terjadi di kamar itu, adegan yang tak pantas disaksikan orang baik-baik namun Lam-ciat memang bukan orang baik-baik. Kakek ini adalah tokoh sesat selatan yang kesukaannya memang begitu, menonton atau mempermainkan pasangan untuk bermain cinta di depan matanya. Dan ketika malam itu kakek ini mendapatkan kesenangannya, empat pelayan laki-laki dan perempuan itu juga mendapat kepuasannya maka di luar berkelebat bayangan seseorang yang hampir muntah-muntah!

"Jahanam, tak tahu malu. Keparat tua bangka. Ah, suhu terlalu menerima orang seperti ini!"

Bayangan itu terisak dan menangis. Ia menyaksikan semua kejadian di kamar itu tapi lalu pergi setelah kejadian paling puncak tak kuat disaksikannya. Ia hendak mendobrak dan menerjang kakek itu namun gurunya melarang keras mengganggu si kakek, apapun yang dilakukannya. Dan ketika bayangan itu muak dan menangis mengepalkan tinju maka di ruangan itu Lam-ciat menenggak araknya sampai mabok.

* * * * * * * *

Keesokannya, di hutan sebelah selatan, di saat matahari pagi baru saja muncul memperlihatkan sinarnya maka Lam-ciat telah berada di tempat di mana Chu-goanswe dan anak buahnya berada. Kakek itu telah mendapat ancer-ancer dari Kedok Hitam akan daerah atau wilayah di mana pemberontak bersembunyi, menyeberangi sungai di antara dua hutan bersebelahan dan kakek ini telah berkelebat memasuki wilayah lawan. Dan ketika ia memasuki hutan namun bayangannya sudah diketahui anak buah Chu-goanswe, yang memang banyak dipasang di situ maka kakek ini tertegun juga ketika tahu-tahu berlompatan bayangan-bayangan hitam di mana tiba-tiba ia sudah dihadang.

"Berhenti, mau ke mana dan siapa kau!"

Kakek ini.terkejut, tapi tiba-tiba tertawa lebar. "Kalian siapa dan mau apa?" diabbalas bertanya, tidak menjawab. "Mana Chu-goanswe atau bocah bernama Giam Liong itu? Aku datang untuk menangkapnya, suruh keluar atau nanti kubunuh!"

"Kurang ajar!" orang-orang itu menjadi marah dan membentak. "Kau kiranya antek istana, kakek siluman. Kalau begitu mampuslah dan lihat kami mencincangmu...wut-wutt!"

Dan belasan orang yang bergerak dan menubruk si kakek, marah dan memaki lalu menyerang dan menusuk tanpa bertanya-tanya lagi siapa kakek itu. Mereka sudah tak mau tahu begitu si kakek bersikap kurang ajar. Mereka maklum bahwa ini tentu mata-mata istana, antek Coa-ongya atau kaisar yang mereka benci. Tapi ketika kakek itu tertawa bergelak dan menghilang, cepat sekali maka semua senjata beradu di tengah udara dan kakek itu lenyap setelah menjejakkan kakinya entah ke mana.

"Cring-cranggg!"

Semua orang tertegun. Mereka tak tahu bagaimana kakek itu tiba-tiba menghilang, setelah tertawa dengan suaranya yang menggetarkan tadi. Tapi begitu mereka saling berseru tertahan karena terpental oleh dorongan senjata masing-masing, terbelalak dan terhuyung tahu-tahu kakek itu muncul lagi di tengah-tengah mereka, tadi Lam-ciat mumbul begitu tinggi keatas.

"Ha-ha-ha, sekarang kalian mampus. des-des-dess!"

Belasan orang itu menjerit. Mereka tiba-tiba menerima tendangan tumit yang amat hebatnya, telak menghantam dada dan terlemparlah mereka bagai disapu angin badai. Dan ketika tujuh belas orang telah menjadi mayat, dada mereka hancur oleh tendangan si kakek maka Lamciat berkelebatan dan rambut atau tangannya bergerak-gerak, meledak atau melecut dan tentu saja orang-orang itu terkejut. Mereka melihat si kakek bergerak demikian cepatnya hingga sebentar di sini dan sebentar kemudian di sana. Mereka ada limapuluh orang tapi kakek itupun juga sudah menjadi limapuluh orang. Dan ketika semua berteriak karena Lam-ciat tak mau mengampuni, tangan mautnya menyambar-nyambar maka anak buah Chugoanswe tiba-tiba roboh bergelimpangan dan satu demi satu tewas!

"Ha-ha, mana orang she Chu itu atau si bocah Giam Liong!"

Pengikut Chu-goanswe geger. Mereka berteriak dan yang selamat tiba-tiba melarikan diri, dikejar dan roboh lagi namun yang lain masih juga ada yang pergi, lari dan menyelinap memasuki hutan dan tak lama kemudian berkelebatanlah bayangan-bayangan hitam dari pengikut Chu-goanswe yang berdatangan. Mereka yang selamat memberi tahu kepada kawan-kawannya akan masuknya kakek gimbal-gimbal ini, si iblis yang amat lihai. Dan ketika ratusan orang tahu-tahu muncul dan membentak di situ, Lam-ciat telah merobohkan puluhan kawan mereka yang hancur atau remuk tulang dadanya maka kakek itu tertawa bergelak ketika dikeroyok. Panah dari hujan tombak berhamburan.

"Ha-ha, ayo mana Chu-goanswe itu. Mana keturunan Si Golok Maut dan maju kalian semua kubabat!"

Pengikut Chu-goanswe marah. Mereka. Meluruk dan menerjang namun Lam-ciat bukanlah lawan mereka. Kakek itu mengeluarkan Hoan-eng-sutnya dan lenyaplah dia menjadi ratusan bayangan yang berpindah-pindah. Dan ketika satu demi satu pengikut Chu Kiang roboh dan binasa, darah mulai menggenangi tempat itu maka berkelebatlah bayangan seorang wanita yang membentak nyaring.

"Jahanam dari mana yang berani membuat onar di sini. Mampuslah... sing-crat!"

Dan sebatang pedang yang menusuk dan langsung menuju ke inti Hoan-eng-sut, mengejutkan si Hantu Selatan yang cepat berkelit tiba-tiba sudah membacok dan merobohkan sebatang pohon yang berdebum hiruk-pikuk, disusul oleh bayangan merah yang masih berkelebatan menyambar-nyambar, selalu mendahului atau memimpin barisan pengeroyok yang serangannya diarahkan ke kakek ini. Dan ketika Lam-ciat terkejut karena lawan yang baru datang ini amatlah hebatnya, pedang menusuk dan membacok menyambar-nyambar maka Lam-ciat tertegun karena seorang wanita cantik yang berusia sekitar empatpuluhan telah menyerang dengan amat ganasnya.

"Siapa kau, bagaimana ada di sekumpulan kambing-kambing jantan ini. Apakah kau satu-satunya betina disini!"

"Keparat!" Wi Hong, bayangan ini, melengking-lengking. "Aku ibu dari anak yang kau cari-cari, kakek busuk. Aku Wi Hong yang tak perlu menyembunyikan nama. Siapa kau dan dari mana datang. Kenapa membunuh-bunuhi pejuang-pejuang gagah yang bukan tandinganmu ini!"

"Ah, ha-ha..!" si kakek tertawa bergelak, tiba-tiba bersinar matanya. "Kau Wi Hong dari Hek-yan-pang? Kau murid mendiang Hek-yan Tai-bo?"

"Tak usah menyebut-nyebut Hek-yan-pang. Itu bukan partaiku lagi, kakek busuk. Sebutkan siapa kau atau nanti mati sebelum meninggalkan nama.... crat!"

Lengan baju kakek itu terbabat, Wi Hong melakukan jurus yang paling berbahaya dan berteriaklah kakek ini karena nyaris kalah cepat. Dia dikejar dan mendapatkan serangan bertubi-tubi, tadi ia memang agak memandang rendah. Tapi begitu ia mengibaskan tangannya dan Wi Hong terpental mundur, memekik, maka nyonya itu sudah mendapat ejekan lawan, Lamciat yang kini menjadi girang.

"Ah, ha-ha. Kalau begitu kau adalah janda si Golok Maut. Bagus, bagus... mana anakmu dan suruh ia maju. Atau nanti kau kutangkap dan kutelanjangi di sini. Bukankah kau tentunya sudah gatal-gatal mendekati pria setelah belasan tahun ditinggal mati suamimu!"

"Kakek jahanam busuk!" Wi Hong melengking-lengking. "Selain sombong dan congkak sikapmu ternyata mulutmu juga kotor seperti comberan, tua bangka. Siapa kau dan sebutkan namamu kalau jantan!"

"Ha-ha, aku akan menyebutkan namaku kalau puteramu datang. Mana dia dan kenapa tidak kelihatan. Apakah takut!" si kakek mengelak dan mengibas lagi sebuah serangan, mementalkan pedang Wi Hong dan marahlah wanita itu oleh sikap lawan yang memandang rendah. Tapi ketika dia menyerang lagi dan tertangkis serta terdorong, Lam-ciat mengeluarkan Kim-kangnya maka wanita itu terkejut dan terbelalak, pedangnya ikut menjadi kuning keemas-emasan seperti disepuh.

"Kau... kau memiliki Tenaga Emas. Kau... kau Hantu Selatan!"

"Ha-ha, tajam dan awas pandangan!" si kakek kagum dan tertawa bergelak. "Kalau begitu tak perlu aku menyembunyikan diri lagi, Sin-hujin. Aku memang Lamciat."

"Aih, mampuslah kau!" dan pedang yang kembali berdesing dan menusuk kakek itu lalu membuat Wi Hong melakukan jurus yang disebut Bianglala Menari Sebelas Kali, berputar dan meliuk dan cepat memecah pedang ketika disampok terpental. Ia kaget dan sudah menduga akan tangkisan lawan, Kim-kang atau Tenaga Emas yang dipunyai kakek itu memang hebat sekali. Dan ketika lawan menangkis dan pedangpun terpental, Wi Hong menggetarkannya menjadi sebelas maka pedang wanita inipun bergerak menusuk sebelas tempat yang paling berbahaya, sebelas jalan darah atau titik kematian.

"Aih, ganas dan berbahaya!" si kakek terkejut berseru keras. Apa yang dilakukan lawan ini memang benar-benar luar biasa dan tentu saja tak mungkin ia menangkis sembarangan. Hujan tombak dan panah masih menyambar-nyambar dari segala penjuru dan cepat kakek itu meledakkan tangannya. Dan ketika seberkas cahaya kuning meluncur dari telapaknya, mencuat dan menyambar ke segala penjuru maka sebelas tusukan itu terpukul dan Wi Hong sendiri terdorong mundur.

"Crang-crang-crangg!"

Wi Hong terkejut dan berseru tertahan. Ia terpukul balik oleh cahaya kuning emas yangl dilancarkan si kakek, bukan hanya sekedar tertolak melainkan juga dipukul balik. Pedangnya mental dan ganti menyambar mukanya. Dan ketika nyonya itu melempar tubuh bergulingan dan lawan tertawa bergelak, Lam-ciat telah memukul mundur nyonya itu maka kakek ini berkelebat dengan Hoan-eng-sutnya dan tahu-tahu ia menepuk pundak.

"Nah, ini perkenalan dariku.... plak!"

Wi Hong mengeluh dan terlempar setombak. Ia baru saja meloncat bangun ketika tahu-tahu bayangan kakek itu sudah berada dekat dengannya, mengelak dan menangkis namun lawan lebih cepat. Dan ketika ia mengeluh karena tepukan itu mengandung tenaga Kim-kang, panas dan seperti dibakar maka Wi Hong terlempar dan terguling-guling serta sejenak tak mampu bangkit berdiri, disangka tewas.

"Hujin binasa. Keparat, kakek ini telah membunuhnya!"

"Ha-ha!" Lam-ciat tertawa dan berkelebatan ke pasukan panah, barisan ini amat mengganggu. "Kalianpun robohlah, tikus-tikus busuk. Dan susul arwah hujin kalian ke neraka....plak-plak-plak!"si kakek mengibas dan melempar-lempar barisan panah itu, mencelat dan berteriak-teriak seperti jengkerik diterbangkan angin. Namun ketika kakek itu berkelebat ke barisan tombak dan hendak merobohkan mereka pula mendadak Wi Hong sudah bangkit lagi dan menerjangnya.

"Lam-ciat, jangan kira aku begitu mudah kau bunuh!"

Si kakek tertawa. "Weh, masih hidup? Bagus, sekarang akan betul-betul kubunuh Atau, ah... nanti dulu. Biar kupertemukan kau dengan Chu-goanswe dan kutontonkan kepada banyak orang bagaimana kau janda Si Golok Maut bermain cinta secara telanjang... ha-ha,plak-plak-plak!"

Dan Wi Hong yang ditangkis serta dipentalkan pedangnya tiba-tiba tak jadi menerima serangan maut si kakek yang menuju kepalanya. Lam-ciat menjatuhkan pukulannya kembali ke pundak. Dan ketika nyonya itu terpelanting dan Lam-ciat berseri-seri membayangkan permainan yang amat luar biasa, mempermainkan janda si Golok Maut ini dengan pemberontak Chu Kiang maka kakek itu berkelebat dan tiga kali melepas totokan. Wi Hong menangkis dan memaki-maki namun hanya dua totokan saja yang berhasil ditolak. Totokan ketiga, yang menuju ketiak atau samping buah dadanya tak sempat dihindar. Dan ketika ia mengaduh dan berteriak malu, kakek itu menyentuh sebagian buah dadanya maka Lam-ciat bermaksud merobohkan nyonya ini dengan satu totokan lagi, dengan rambut gimbal-gimbalnya.

"Kau tentu menggiurkan. Ayo, roboh dan mana calon pasanganmu Chu-goanswe itu!"

Namun tiba-tiba terdengar dengus dan bentakan dingin. Lam-ciat yang menggerakkan rambut gimbalnya menotok si nyonya tiba-tiba terkesiap kaget karena saat itu juga dari belakang tubuhnya menyambar sinar putih yang berhawa dingin. Seseorang muncul di belakangnya dan terdengar kesiur angin mengerikan yang menyambar kepalanya itu. Dan ketika kakek ini tersentak karena sambaran angin dingin itu membuat seluruh tubuhnya meremang, seperti disambar setan maka kakek ini berteriak keras ketika kepalanya itu dibabat sinar putih yang menyilaukan mata.

"Aeehhhhh. crat-tess!"

Rambut gimbal-gimbal kakek itu terbabat habis. Lam-ciat berteriak bergulingan karena ia merasa kalah cepat, sambaran atau hawa dingtn itu demikian luar biasa dan tak sempat ia menangkis. Dan ketika kakek itu me loncat bangun dan orang-orang di sekitar bersorak-sorai, kakek itu terbelalak maka dilihatnya seorang pemuda berdiri tenang dengan caping di kepala, tenang namun dingin dan menyeramkan!

"Golok Maut!" Kakek itu tertegun. Lam-ciat tentu saja tahu ciri-ciri Si Golok Maut Sin Hauw, persis pemuda ini namun segera kakek itu sadar bahwa Sin Hauw sudah tiada. Yang berdiri di depannya bukanlah Sin Hauw melainkan keturunannya itu. Dan ketika kakek ini terkejut dan orang-orang di situ bersorak menyebut nama Giam Liong, pemuda ini, maka Wi Hong yang mengeluh dan hampir saja roboh tertotok sudah ditolong dan memeluk puteranya itu, merah padam.

"Giam Liong, kakek itu jahanam keparat. Ia hampir mempermalukan ibumu. Bunuh dan cincang dia!"

"Ibu mundurlah," pemuda itu berkata pendek, sikap dan kata-katanya dingin tak berperasaan. "Kakek ini memang telah mengganggumu, ibu. Tapi aku akan membunuhnya dan kucincang seperti perkedel!"

Lam-ciat mengkirik. Dia sudah beradu pandang dengan pemuda itu, pemuda yang gagah dan tampan namun sinar matanya sama sekali dingin dan tajam menusuk. Bocah itu melangkah menghampirinya dan kini berhadapanlah dirinya dengan pemuda itu, lebih jelas. Dan ketika kakek ini mundur karena sinar atau pandang mata pemuda itu seakan naga yang akan mencaploknya, berkilat dan mencorong menakutkan maka kakek ini tergetar karena sekali berhadapan maklumlah dia bahwa pemuda di depannya ini adalah seorang pemuda yang memiliki sinkang luar biasa, tenaga sakti yang hebat!

"Terkutuk!" kakek itu tak terasa mengeluarkan umpatan. "Kau inikah kiranya bocah keturunan Si Golok Maut, anak muda. Bagus dan kebetulan sekali. Heh-heh, aku memang mencarimu!"

"Aku tahu," pemuda itu menjawab pendek. "Dan aku juga mencarimu, Lam-ciat Aku ingin membunuhmu karena kau telah mengganggu ibuku. Bersiaplah, kau akan mati!"

Kakek ini tertawa bergelak. Akhirnya dia menjadi marah dan mengerahkan sinkangnya pula melawan pengaruh pandang mata yang dingin dan menyeramkan itu. Kakek ini sampai kaget karena tiba-tiba bulu kuduknya meremang, seram dan terpengaruh oleh sikap dan pandang mata pemuda itu. Dan ketika ia tertawa dan mengerahkan kekuatannya untuk mengusir pengaruh itu, tawa yang sudah dialiri tenaga khikang maka pengikut Chu Kiang tiba-tiba roboh menjerit dan menggelepar berteriak-teriak, tak kuat oleh suara tawa si kakek yang menggetarkan pepohonan, daun-daun rontok berhamburan.

"Ha-ha, hebat dan luar biasa kau, bocah. Boleh dan hebat juga seranganmu tadi. Tapi kau tak dapat membunuhku, akulah yang akan merobohkan dan membunuhmu serta orang-orangnya Chu Kiang itu. Lihat!" si kakek membentak dan tertawa lebih keras, pohon berderak dan tiba-tiba roboh dan berpelantinganlah para pengikut Chu Kiang oleh tawa hebat yang dilakukan kakek ini.

Lam-ciat mengguncang-guncang tempat itu dengan tenaga saktinya yang keluar dari perut, begitu hebat hingga tiba-tiba semua orang, berteriak dengan telinga berdarah, roboh dan menggelepar-gelepar dengan lebih hebat lagi dan tiba-tiba mereka itu pingsan. Beberapa di antaranya pecah kendangannya. Tapi ketika terdengar suara pekikan keras dan Giam Liong membuka mulutnya, pemuda itu menindih suara tawa si kakek tiba-tiba Lam-ciat berteriak karena ialah yang terpental dan terlempar oleh pekikan dahsyat si pemuda.

"Aiihhhh!" Tawa si kakek seketika terhenti. Lamciat seakan dipukul palu godam dan kakek itu terkejut karena pekikan si pemuda menyerang dadanya. Dia merasa berat dan tertindih, coba bertahan namun tiba-tiba ialah yang terlempar, mencelat dari tempat itu. Dan ketika suara tawa tak terdengar lagi sementara pekikan bagai rajawali sakti itu juga lenyap, sekali balas tiba-tiba Giam Liong telah membuat lawannya terlempar di sana maka Lam-ciat mengeluh dan pucat bergulingan bangun, wajah dan lengannya penuh debu.

"Keparat!" kakek itu melengking. "Kau hebat, bocah. Tapi sekarang aku menyerangmu dan lihat bagaimana aku merobohkanmu...wut!" dan si kakek yang bergerak dan menghilang, di balik Hoan-eng-sutnya, lenyap dan marah tiba-tiba menghantam Giam Liong dari belakang. Kakek ini murka dan ia pun penasaran bukan main. Dua kali ia merasa terpukul. Tadi oleh pandang mata pemuda itu dan sekarang oleh pekikannya yang menghancurkan tawanya. Dan ketika kakek itu berkelebat dan sinar kuning emas meloncat di belakang Giam Liong, menghantam dan menyambar tengkuk pemuda ini maka dengan cepat tetapi tenang Giam Liong membalik dan hanya mendengar kesiur angin serangan itu saja ia menangkis.

"Dukk!"

Lam-ciat terpental. Kakek ini meraung dan marahlah ia menyerang lagi. Hoan-eng-sut dikerahkan dan tenaga Kim-kang pun dikeluarkan. Tapi ketika empat kali ia terlempar dan berjungkir balik oleh tangkisan si pemuda, tenaga yang amat kuat menolaknya balik maka kakek itu menjerit dan menjadi histeris.

"Keparat, kubunuh kau…duk-duk-duk!”

Si kakek menerjang dan melepas pukulan bertubi-tubi, berteriak dan memekik-mekik dan tiba-tiba saja bayangan kuning emas menyambar-nyambar. Kakek ini melepas serangan sementara Giam Liong hanya menangkis saja. Pemuda itu membalik dan berputaran tapi semua serangan si kakek dipentalkan. Lam-ciat melengking dan kian naik darah saja, kalap. Dan ketika kakek itu beterbangan dan tubuhnya berpindah-pindah dengan cepat, bayangannya sudah menjadi puluhan bahkan ratusan maka Giam Liong sudah dikeroyok oleh seribu Lam-ciat yang berseliweran naik turun.

Namun, Giam Liong tetap dengan posisinya. Pemuda ini mendengus dan iapun tetap memutar-mutar tubuhnya ke muka dan belakang, mengibas atau menampar dan setiap itu pula bayangan kuning emas terlempar atau terpental ke atas. Dan ketika kakek itu melengking-lengking karena tak satupun pukulannya membawa hasil, Kim-kang atau Tenaga Emas yang dimilikinya selalu tertolak maka kakek ini menyemburkan mulutnya dan muncratlah benda-benda cair yang berhamburan menyambar Giam Liong, benda yang kekuning-kuningan dan berbau busuk!

"Hm!" Giam Liong marah dan mencabut capingnya. Ia menggerakkan caping bambunya itu dan tiba-tiba berkesiur angin dahsyat menyambar benda-benda cair itu, ludah kental si Hantu Selatan. Dan ketika terdengar bunyi tak-tik-tak-tik dari ludah yang bertemu caping, tertolak dan terpental maka ludah-ludah itu membalik dan sebagian menghantam wajah kakek ini sendiri.

“Crat-crat!"

Lam-ciat mencak-mencak. Ia gusar dan marah bukan kepalang karena serangan air ludahnya itupun gagal. Kakek ini kaget dan bingung, lawan demikian kuat pertahanannya. Tapi ketika ia melengking dan merubah gaya serangannya, membentak dan meledakkan kedua tangannya maka menyambarlah sinar kuning emas seperti naga tanpa kepala.

"Bocah she Sin, kau tak dapat mengalahkan aku!"

Giam Liong mengerutkan kening. Serangan si kakek sudah tidak seperti tadi karena Lam-ciat menggerak-gerakkan tangannya saja, menjauhkan diri. Tapi begitu cahaya kuning emas itu menyambar dan ujudnya memang seperti naga tanpa kepala, mendesis dan ditangkis maka naga ini muncrat namun sudah menjadi puluhan banyaknya yang menyambar dari mana-mana.

"Ha-ha, kau akan tahu rasa, bocah. Lihat dan saksikan nagaku memburumu.... ssh-sshhh!" naga itu menyerang dan mendesis lagi.

Giam Liong mengebutkan caping bambunya namun sekarang naga itu mampu menyelinap masuk. Giam Liong seperti menghadapi serangan cahaya yang tembus pandang, tentu saja terkejut karena tahu-tahu pundak kirinya sudah terpagut. Dan ketika pemuda ini mendesis karena patukan itu membuat pundaknya terbakar, panas dan hitam maka pemuda ini berkelebat dan tiba-tiba bergerak menuju lawannya, sinar putih berkeredep melesat dari punggungnya.

"Lam-ciat, kaupun tak dapat dapat mengalahkan aku!"

Si kakek terkejut. Giam Liong telah berkelebat kearahnya dan semua serangan naga tiba-tiba bertemu, dengan cahaya putih yang menyilaukan mata itu, sinarnya dingin dan tahu-tahu semua naganya berantakan, pecah dan hancur dibabat cahaya putih ini. Dan ketika cahaya itu masih terus meluncur dan si kakek terpekik, Giam Liong sudah berada di dekatnya maka tanpa ampun cahaya itu terus menyambar dan memancung kepala kakek ini.

"Brett!"

Lam-ciat mengeluarkan teriakan panjang. Kakek itu lenyap mengeluarkan Hoan eng-sutnya namun cahaya putih mengejar dan mengikutinya juga. Giam Liong tahu ke mana lawannya itu lari, meskipun si kakek merubah-rubah posisi. Dan ketika dua kali kembali sinar putih menyambar pundak lawan, itulah Giam-to atau Golok Penghisap Darah maka Lam-ciat terpekik karena pundak dan pangkal lengannya terluka.

"Cret-crat!"

Kakek itu melempar tubuh bergulingan. Ia menjerit karena tahu-tahu daging tubuhnya terkuak, darah mengucur namun tiba-tiba kering terhisap golok di tangan pemuda itu. Sekarang si Hantu Selatan melihat bahwa inilah golok yang amat luar biasa tajam di tangan si pemuda, golok berhawa dingin yang tadi juga menyambar dan membabat rambut gimbal-gimbalnya. Dan ketika kakek itu bergulingan namun Giam Liong mengejar dan mengikuti gerakan tubuhnya, Lam-ciat terpekik ngeri maka kakek itu meledakkan tangannya dan lenyaplah ia mempergunakan Hoan-eng-sut.

Namun bayangan si kakek dapat ditangkap Giam Liong. Pemuda ini sudah menjadi marah dan sekarang membalas. Tiada ampun bagi lawannya dan golok di tanganpun bergerak menyambar-nyambar. Dan ketika Wi Hong bersorak gembira karena ke manapun si kakek pergi tentu dikejar dan dibayangi golok maut, puteranya telah menghajar si Hantu Selatan itu maka Lam-ciat pucat karena baru untuk pertama kali ini ia tunggang-langgang!

"Sin Giam Liong, kau curang dan pengecut mengandalkan senjata bapakmu. Kau tak tahu malu menyerang orang yang bertangan kosong!"

"Hm, apa maumu," Giam Liong mengejek. "Apakah kau minta aku menyimpan senjataku ini, Lam-ciat. Dan menghajarmu dengan tangan kosong pula."

"Boleh!" si kakek sudah merasa ngeri, gentar. "Kalau kau jantan maka simpan senjatamu, bocah. Dan hadapi aku dengan tangan kosong pula. Kau tak akan memperoleh kemenangan secara ksatria!"

"Si mulut busuk!" Wi Hong membentak dan memaki-maki. "Tak perlu kau hiraukan kata-kata lawanmu itu, Liong-ji. Hajar dan bunuh dia. Cincang dengan Golok Penghisap Darah itu!"

"Aku tak mau curang," Giam Liong menggeleng dan menolak seruan ibunya. "Kalau musuhku ini ingin mati dengan tanganku maka akupun dapat melakukannya ibu. Lihatlah dan biar kusimpan golokku...“dess!" dan sinar putih yang lenyap diganti sebuah pukulan sinkang tiba-tiba membuat Lam-ciat terjengkang dan mengeluh terguling-guling, tadi lega karena golok itu, telah kembali ke balik punggung lawannya namun tiba-tiba ia lengah oleh sebuah pukulan jarak jauh.

Pemuda itu menggerakkan tangan kirinya dan terlemparlah kakek ini oleh pukulan kilat.Dan ketika ia berteriak dan bergulingan meloncat bangun, lawan yang dihadapi itu benar-benar luar biasa maka Giam Liong sudah melepas serangan-serangan lain yang kesemuanya menyambarkan angin kuat, mengibas dan mendorong dan kakek itu benar-benar kewalahan. Ia menangkis tapi selalu terlempar. Dan ketika satu pukulan kilat kembali menghantam dan ia membentak menggerakkan lengannya, mengerahkan Kim-kang maka pukulan emasnya itu bertemu cahaya putih yang meledak bagai petir.

"Dar!"

Kakek ini terpelanting. Ia terbelalak dan memaki-maki dan tertawalah Wi Hong terkekeh-kekeh di sana. Giam Liong mempergunakan Pek-lui-ciangnya dan si kakek berjingkrak-jingkrak. Dan ketika satu demi satu pukulan lawan membuatnya kewalahan, kakek ini terdesak dan tertekan kian hebat maka percayalah dia bahwa keturunan Si Golok Maut ini memang benar-benar luar biasa. Pantas kalau Kedok Hitam tak mampu menandingi dan pucatlah kakek itu membayangkan nasibnya.

Agaknya, dia harus melarikan diri dengan Hoan-eng-sut. Meskipun ia akan dikejar dan diburu lawan namun ia tak akan sepayah ini, mengelak dan menangkis tapi selalu diri sendiri terlempar. Ia terbelalak melihat pukulan kilat lawannya itu, Pek-lui-ciang. Namun ketika si kakek mulai berpikiran untuk pergi, ia harus cepat-cepat menyelamatkan diri maka terdengarlah tawa yang sayup-sayup sampai ditelinganya.

"Ha-ha, bagaimana, Lam-ciat? Kau masih dapat bersombong untuk mengalahkan pemuda itu?. Dia memang hebat, dan akupun tak sanggup menandinginya. Kau harus mencari akal kalau ingin menang!"

"Kedok Hitam!" kakek itu berseru girang, lupa, kepada gencetan lawan yang terus memburu dan menekannya. "Kesini kau, manusia busuk. Bantu dan hajar pemuda ini!"

Giam Liong terkejut. Ia tak melihat siapa-siapa dan desakannya kepada si kakek otomatis berkurang. Di sebutnya nama itu membuat darahnya mendidih dan mata yang sudah berkilat itu tiba-tiba mencorong lebih menakutkan. Giam Liong tak tahu bahwa Lam-ciat sedang mendengarkan tawa temannya yang mempergunakan Coan-im-jip-bit, ilmu mengirim suara dari jauh. Dan ketika pemuda itu waspada namun kembali menyerang lawannya, Lam-ciat terpelanting ketika menangkis maka tawa dan suara si Kedok Hitam itu kembali terdengar, menyusup di telinga kakek ini.

"Lam-ciat, jangan sombong kalau ingin selamat. Baiklah, kau tak akan menang menghadapi tekanan lawanmu. Aku, akan datang dan mengganggu ibunya tapi hadapi dan pertahankan dulu pemuda itu. Jangan sampai ia ke sini!"

Dan ketika kakek itu girang karena bayangan hitam tiba-tiba berkelebat dan menyambar Wi Hong, yang sedang terkekeh dan bertepuk tangan maka Giam Liong terkejut mendengar jeritan ibunya.

"Aiihhhh...!" Konsentrasi pemuda itu buyar. Kedok Hitam tiba-tiba muncul di situ dan menotok serta menyambar ibunya. Kejadian demikian cepat hingga tahu-tahu ibunya roboh. Dan ketika Lam-ciat tertawa bergelak dan Kedok Hitam mengayun lengannya maka puluhan hui-to berhamburan ke arah Giam Liong dan laki-laki itupun melarikan diri...