Naga Pembunuh Jilid 19 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

NAGA PEMBUNUH
JILID 19
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
“KALIAN ibu dan anak boleh keroyok aku. Hayo, maju semua!"

"Hm," Giam Liong berkelebat dan menahan lengan ibunya. "Kau tak usah ikut campur, ibu. Pergilah dan biarkan urusan ini kuselesaikan sendiri."

"Tidak!" sang ibu memberontak, marah melepaskan diri. "Bocah ini tak tahu aturan dan kurang ajar, Liong-ji, berani menyebut-nyebut ayahmu begitu saja. Aku ingin menghajarnya dan kaulah yang mundur!"

Namun Giam Liong menyambar lengan ibunya lagi. Dia cepat mengerahkan sinkangnya mencengkeram erat, ibunya sampai menjerit. Tapi ketika pemuda ini sadar dan mengendorkan tenaganya maka dengan sungguh-sungguh dan mata keras pemuda Ini berkata, "Ibu harap mundur, ini perintah. Gadis ini urusanku atau aku akan pergi!" lalu ketika ibunya melotot namun tak dapat menolak, tak mau puteranya pergi meninggalkan tempat itu maka Giam Liong maju dan berdiri dengan muka gelap, pedang dikembalikan dan Yu Yin menerimanya dengan wajah masih juga terbakar.

"Yu Yin, sikapmu aneh. Kata-katamu juga tidak bersahabat. Apa yang menyebabkan semuanya ini? Bagaimana kau bisa menganggap aku sebagai musuh besarmu?"

"Keparat!" gadis itu melengking. "Kau putera Si Golok Maut, Giam Liong. Dan ayahmu membunuh pamanku. Bagaimana aku tak jadi musuhmu kalau pihakmu berhutang sebuah jiwa!"

"Hm," Giam Liong tersenyum kecut, tahu bahwa ayahnya banyak membunuhi orang-orang di masa hidupnya, orang-orang yang bershe Coa atau Ci. "Kau bicara tidak blak-blakan, Yu Yin. Siapa pamanmu dan kenapa kau masih juga memusuhi ayahku yang sudah meninggal."

"Kau ingin tahu?"

"Tentu saja..."

"Aku Coa Yu Yin, pamanku adalah Coa-ongya!"

"Ah, kau..."

"Benar!" gadis itu membentak, tiba-tiba tertawa aneh. "Aku puteri Coa-ongya. Giam Liong. Nah, mari bertanding dari layani aku!" dan pedang yang bergerak disusul bayangan gadis itu tiba-tiba membuat semua orang yang ada di situ berseru kaget, terkejut dan Giam Liong sendiri bagai dipukul palu godam.

Yu Yin, gadis yang menjadi sahabatnya ini ternyata puteri Coa-ongya, musuh besarnya! Dan ketika pemuda itu tertegun dan pucat mukanya, bergetar, mendadak pedang sudah menusuk dadanya dan Wi Hong berteriak keras melihat puteranya tidak mengelak.

"Awas...!”

Giam Liong sadar. Ibunya berkelebat dan melengking dan seketika nyonya itu mencabut pedangnya. Sinar merah bergerak dan bertemu sinar hitam. Dan ketika benturan nyaring terdengar di situ dan Giam Liong ditendang ibunya, mencelat, maka Giam Liong sadar dan ibunya sudah bertanding hebat dengan puteri Coa-ongya itu. Marah besar!

"Keparat jahanam, kau kiranya bedebah terkutuk itu. Mampuslah, aku yang akan membawa kepalamu kepada ayahmu, bocah. Dan mari tak usah sungkan sungkan kepadaku....cring-crangg!" pedang bertemu pedang, nyaring dan memekakkan telinga dan Wi Hong sudah menerjang hebat. Ibu ini melihat puteranya yang bengong dan seperti tersihir, maklum bahwa tentu ada apa-apa antara dua orang muda itu karena iapun pernah muda. Dan benci serta marah mendengar gadis ini puteri Coa-ongya, musuh besar yang amat dibenci mendiang suaminya maka membentak dan menyerang bertubi-tubi ia sudah mainkan Ang-in Kiam-sut dan pedang di tangan nyonya ini sudah bergulung naik turun bagai awan merah.

Yu Yin terkejut tapi iapun marah besar, sama-sama marah dan barangkali tak kalah marahnya dengan nyonya itu. Maklumlah, Giam Liong yang dikenalnya sebagai Han Han itu ternyata keturunan Si Golok Maut, dan ia pernah runtang-runtung bersama pemuda itu. Maka memekik dan menyambut serangan si nyonya, marah dibalas marah maka gadis inipun mainkan pedang hitamnya dan pedang bertemu pedang ketika masing-masing saling sambar di udara.

"Cranggg!"

Dua orang itu terpental. Wi Hong, yang marah dan mengerahkan tenaganya ternyata bertemu dengan tenaga yang tak kalah besarnya. Gadis itu menangkis dan pedang di tangannya terpental, sama seperti pedang hitam di tangan gadis itu pula. Dan ketika ia memekik dan menerjang lagi, Yu Yin juga membentak dan menyambut pekikannya maka dua wanita itu sudah beradu cepat dan berkelebatan bagai walet menyambar-nyambar. Wi Hong terkejut karena lawannya yang masih muda ini mampu mengimbangi kecepatannya. Pedang merahnya yang bergulung naik turun bertemu dengan pedang hitam yang bergulung naik turun pula. Keduanya sambar-menyambar bagai elang atau rajawali haus darah. Sekali kena tentu mencium darah! Dan ketika Wi Hong mempercepat gerakannya namun lawan juga membentak dan berkelebatan melayani dirinya maka dua wanita ini tiba-tiba sudah menjadi dua gulungan merah dan hitam yang saling belit dan terkam.

"Crang-cranggg!"

Orang-orang kagum. Gadis itu, puteri Coa-ongya itu, ternyata mampu mengimbangi Sin-hujin dengan amat baiknya. Giam Liong sendiri tak merasa heran karena ia pernah melihat kepandaian bekas sahabatnya ini. Yu Yin memang hebat dan dulu mampu menghadapi keroyokan para bajak sungai meskipun akhirnya terdesak, karena lawan waktu itu memang amatlah banyaknya. Tapi melihat gadis itu kini bertempur dengan ibunya, gadis itu adalah puteri Coa-ongya yang dibenci ayahnya tiba-tiba sebuah rasa perih yang amat dalam menggores relung hatinya. Ada semacam perasaan luka dan pedih di situ. Ada semacam perasaan ditusuk-tusuk! Dan ketika Giam Liong masih nanar oleh jawaban tadi, bahwa gadis ini adalah puteri Coa-ongya maka di sana jenderal Chu dan kawan-kawannya saling berbisik merasa mendapat kesempatan.

"Gadis itu musuh kita. Kita harus membantu Sin-hujin dan membunuhnya!"

"Sst, ada Sin-siauwhiap disini, goan-swe, lagi pula Sin-hujin sedang bertempur dengan gadis itu. Kita tak boleh gegabah!"

"Tapi gatal tanganku untuk membekuk dan menangkapnya. Coa-ongya harus diberi pelajaran!"

"Benar, tapi gadis itu lihai, goanswe. Lihat betapa hebatnya ia melayani Sin-hujin!"

"Hm, aku tahu," dan ketika bisik-bisik itu terhenti sejenak oleh dentang senjata yang amat nyaring, suaranya memekakkan telinga maka di sana Sin-hujin membentak mengeluarkan pukulan-pukulan Ang-in-kangnya (Pukulan Awan Merah).

"Bocah, kali ini kau mampus!"

Yu Yin terbelalak. Dia sama-sama terpental ketika beradu senjata tadi, kini melihat lawan menerjang lagi dan tangan kiri dilepas menyambarkan uap merah. Ada angin dingin yang berkesiur dari tangan itu dan Yu Yin tentu saja mengelak ketika pukulan itu menyambar. Tapi ketika lawan mengejar dan pedang membacok harus ditangkis, tangan kiri itu kembali menyambar dan mau tak mau ia harus menyambut maka gadis inipun melengking dan menggerakkan tangan kirinya pula.

"Dess!"

Uap merah hancur bertemu sinar kuning. Yu Yin mengeluarkan pukulan barunya pula dan terpekiklah sang nyonya melihat pukulan itu. Dan ketika Giam Liong juga tertegun karena itulah Kim-kang-ciang (Pukulan Tangan Emas) maka Wi Hong membentak dan berkelebat lagi melepas Ang-in-kangnya.

"Dess!"

Yu Yin lagi-lagi mengeluarkan ilmu andalannya itu. Ang-in-kang bertemu Kim-kang-ciang dan mereka sama-sama mencelat. Tapi ketika Wi Hong memekik dan menerjang lagi, marah, tiba-tiba Giam Liong bergerak dan menyuruh ibunya berhenti.

"Berhenti!"

Wi Hong gusar. Dia sedang marah-marahnya menyerang lawannya itu. Pertandingan yang sudah berjalan sekian lama membuat nyonya itu naik pitam karena tak dapat merobohkan anak gadis ini, bocah yang tadinya dianggap tak begitu hebat dan mungkin hanya pandai mencopet saja. Maka begitu puteranya berkelebat dan menyuruhnya berhenti, padahal saat itu dia sedang menerjang dan menggerakkan pedangnya maka Wi Hong memekik agar puteranya justeru yang mundur.

"Awas!" namun Giam Liong telah siap. Dia tahu kemarahan ibunya ini dan tahu pula bagaimana caranya menangkis. Maka begitu pedang menyambar sementara Yu Yin juga berkelebat menerjang, tak mau menunggu maka dua-duanya sudah menggencet Giam Liong yang ada di tengah pertandingan. Giam Liong tak takut karena memang ingin menghentikan pertandingan itu. Dia hendak melerai dan tentu saja tahu caranya. Maka ketika dua pedang saling menggunting dan Chu-goanswe serta kawan-kawan terkejut karena sepintas pemuda itu mencari bahaya, mereka berseru keras tapi Giam Liong sudah menggerakkan kekanan kiri tiba-tiba dua batang pedang itu telah ditangkap dan dicengkeram telapak tangannya. "Cep-cep!" Dua wanita itu terkejut. Wi Hong tentu saja mengurangi tenaganya namun Yu Y in yang marah dan gemas justeru menambah tenaganya. Dia benci pemuda ini sete lah mengetahui bahwa Giam Liong adalah Han Han, Han Han adalah juga Giam Liong itu, yang telah membakar gedung ayahnya. Tapi begitu pedangnya bertemu telapak Giam Liong dan semacam tenaga lembut menghisap tenaganya sendiri tiba-tiba gadis itu terpekik karena tubuhnya tertarik ke depan dan tahu-tahu jatuh di tubuh pemuda ini.

"Aihhh...!"

Giam Liong menyentak dan merampas pedang. Dia sendiri dengan mudah melakukan itu. Maklumlah, Giam Liong sekarang adalah Giam Liong yang amat lihai, yang dua kali lebih lihai daripada sewaktu menjadi putera ketua Hek-yan-pang. Dan begitu dua pedang wanita itu dirampas dan kedua-duanya tertarik ke depan, Giam Liong mengetuk dan menendang lutut mereka maka ibunya maupun Yu Yin sama-sama roboh.

"Keparat!" Wi Hong melengking dan memaki-maki. "Apa maksudmu, Giam Liong. Kurang ajar benar kau merobohkan ibumu!"

"Maaf," Giam Liong meraih dan menyambar ibunya, melemparkannya kepada Chu-goanswe dan kawan-kawan. "Aku tak ingin kau bertanding lagi, ibu. Serahkan gadis ini dan biar aku yang menyelesaikan!" lalu ketika ibunya diterima dan dibawa Chu-goanswe, tentu saja memaki-maki maka Giam Liong sudah menyambar dan membebaskan Yu Yin, yang juga menyemprotnya merah padam.

"Giam Liong, kau penipu dan jahanam terkutuk. Kau merusak dan membakar gedung ayahku. Bunuhlah aku dan jangan kira aku takut!"

"Hm, aku tak merusak atau membakar gedung ayahmu. Orang lainlah yang melakukannya, Yu Yin. Tapi tak usah kita bicara tentang itu. Aku masih sakit oleh kejadian ini. Kau berdirilah dan terima kembali pedangmu."

"Kau mau apa?"

"Tak mau apa-apa..." tapi baru Giam Liong menyelesaikan kata-katanya mendadak Chu-goanswe dan para pengikutnya berlompatan maju.

"Siauw-hiap, gadis ini harus kita bunuh!"

"Atau kita sandera dia untuk menjatuhkan ayahnya!"

"Hm, tidak," jawaban ini mengejutkan orang-orang itu. "Aku tak ingin menangkap apalagi membunuh gadis ini, goanswe. Dia tak tahu apa-apa tentang permusuhan kita dengan ayahnya. Aku hendak membebaskannya!"

"Apa, membebaskan? Siauw-hiap gila?"

Mata itu tiba-tiba mencorong. Giam Liong tiba-tiba membalik dan menghadapi Chu-goanswe begitu jenderal ini mengatakannya gila. Chu-goanswe tertegun dan mundur dengan kaget ketika tiba-tiba dari sepasang mata pemuda itu meluncur hawa dingin yang amat menyeramkan. Wajah pemuda itu tiba-tiba beku dan Chu-goanswe bergidik. Mata itu seperti setan! Dan ketika jenderai ini terkejut dan sadar, orang-orangnya tiba-tiba bergerak dan melindungi dirinya maka Chu-goanswe berseru perlahan melepas rasa gentarnya.

"Maaf, aku tidak bermaksud memakimu, siauw-hiap. Namun kata-katamu sungguh membuat kami bingung. Kami ingin bertanya bagaimana pendapat ibumu dengan masalah gadis ini. Kalau ibumu menghendaki seperti itu biarlah kami tunduk!" dan cepat menguasai bergidiknya lagi menghadapi Wi Hong, maklum bahwa tak mungkin nyonya itu seperti puteranya buru-buru jenderal ini berseru, cerdik memanfaatkan keadaan, "Hujin, puteramu akan membebaskan gadis ini. Tolong tanya bagaimana pendapatmu apakah kau setuju dengan perbuatannya!"

"Siapa setuju?" Wi Hong tentu saja melengking-lengking. "Aku hendak membunuhnya, goanswe. Bawa aku kepadanya dan biar kubeset siluman betina itu!"

"Nah," jenderalini menghadapi pemuda itu lagi. "Kau dengar kata-kata ibumu, siauw-hiap. Kami dan dia sependapat. Kau tak boleh melepaskan gadis ini, atau kau akan berhadapan dengan ibumu!"

"Benar, dia akan berhadapan dengan aku kalau berani melepaskan gadis itu. Biar aku dibunuhnya agar dia menjadi anak durhaka!"

Giam Liong tertegun. Ibunya menangis dan memaki-maki dirinya kalang-kabut, minta dibebaskan tapi dia ragu membebaskan ibunya itu. Maklumlah, ibunya tentu menerjang dan akan bertempur lagi dengan Yu Yin. Dan ketika ia marah karena Chu-goanswe membawa-bawa ibunya, padahal urusan itu hendak diselesaikannya sendiri mendadak Yu Yin juga memakinya dan membentaknya agar cepat membunuh.

"Giam Liong, anjing-anjing disini semuanya menggonggong ingin membunuhku. Nah, kau yang gagah dan telah merobohkan aku silahkan berikan aku kepada mereka itu. Cepat, mereka sudah kelaparan dan alangkah gagahnya teman-temanmu itu menangkap seorang gadis yang telah tidak berdaya, lewat tangan orang lain!”

"Hm," Giam Liong bergerak maju, melihat Chu-goanswe dan orang-orangnya merah padam. "Bagaimana, goanswe? Apakah kalian benar-benar ingin membunuhnya?"

"Aku bahkan ingin mengerat lidahnya itu," jenderal ini membentak. "Mulut anak ini tajam dan berbisa, siauw-hiap. Aku sungguh ingin melumat tubuhnya!"

"Benar," yang lain-lain juga berseru. "Anak ini tajam dan lihai sekali mulutnya, siauw-hiap. Dia suka memaki-maki dan kami ingin mengerat lidahnya!"

"Dan kalian orang-orang jantan yang sungguh gagah sekali. Menangkap dan membunuh seorang gadis tidak atas hasil usaha sendiri. Cih, malu aku melihat mukamu, Chu-goanswe. Para pengikut Chu Wen ternyata manusia-manusia pengecut yang beraninya hanya berlindung di belakang orang lain!"

"Keparat!" jenderal itu membentak. "Aku tidak takut kepadamu, gadis siluman. Lepaskan dia dan mari bertanding seribu jurus!"

"Benar," yang lain-lain juga berseru, ditujukan kepada Giam Liong. "Kami tidak takut kepadamu, gadis siluman. Ayo maju dan lihat bahwa pengikut Chu-goanswe bukan manusia-manusia pengecut!"

Giam Liong bersinar. Tiba-tiba Yu Yin terkekeh dan berseru padanya agar membebaskan totokan dan menghadapi orang-orang itu. Gadis ini menyambut gembira dan dibakarnya Chu-goanswe dan orang-orangnya itu dengan kata-kata tajam, bahwa mereka penakut-penakut yang beraninya hanya berlindung di punggung Giam Liong. Bahwa untuk menangkap seorang gadis saja mereka meminta bantuan orang lain. Dan ketika nama junjungan merekajuga disebut-sebut, orang-orang itu dicap sebagai manusia-manusia pengecut yang tak pantas menjadi pengikut Chu Wen maka Chu-goanswe sendiri sudah bergerak dan menggetarkan gendewanya dengan amat marah.

"Siauw-hiap, lepaskan gadis ini. Aku tak tahan mendengar kata-katanya yang amat merendahkan!"

"Tapi biar aku yang maju dulu!" si Papan Besi, laki-laki pendek kekar melompat mendahului junjungannya. "Kau tak usah mengotori tanganmu, goanswe. Mundur dan biar serahkan kepadaku. Lihat bahwa para pengikut Chu Wen bukan laki-laki sebangsa keroco!"

Giam Liong tersenyum. Dia melirik bekas temannya dan kagumlah dia melihat kecerdikan Yu Yin. Dengan akal bulusnya gadis ini coba menyelamatkan diri dengan jalan membakar orang-orang itu. Yu Yin tahu bahwa dia sendiri tak mungkin akan menawan apalagi membunuhnya, biarpun gadis itu kini diketahui sebagai puteri Coa-ongya, karena musuh besar yang dicari bukanlah Coa-ongya melainkan si Kedok Hitam, orang yang telah membunuh ayahnya. Maka begitu orang-orang itu berteriak dan mereka marah terbakar omongan Yu Yin sungguh pedas dan menusuk hati maka Giam Liong bergerak dan telah membebaskan gadis itu.

"Baiklah, begini baru adil, goanswe. Aku juga tak senang melihat kalian dikata pengecut. Tangkap dan robohkan gadis ini, tapi betapapun jangan dibunuh. Dan kau...!" Giam Liong memandang gadis itu. "Jangan menurunkan tangan kejam, Yu Yin. Aku tak mengijinkan membunuh atau menumpahkan darah sahabat-sahabatku ini. Kau boleh meloloskan diri kalau bisa. Kalau tidak, yach... apa boleh buat. Kau harus menjadi tawanan Chu-goanswe!"

"Aku tak takut!" Yu Yin bergerak dan berjungkir balik, girang bahwa dirinya dibebaskan. "Orang-orang ini boleh membunuh aku, Giam Liong, kalau bisa. Tapi kalau ada pertumpahan darah aku tak berani jamin. Hayo, kalian maju semua, jangan satu per satu!" dan melayang turun menerima pedangnya gadis ini berseru pada orang-orang itu.

Si pendek kekar yang berdiri di depannya ternyata tak dipandang sebelah mata, Yu Yin berteriak pada yang lain agar maju berbareng, tentu saja si pendek kekar menjadi marah. Dan ketika gadis itu melintangkan pedang dan menantang-nantang, congkak, tiba-tiba aki-laki itu membentak dan menerjang maju.

"Bocah, kau tak perlu sombong. Coba sambut seranganku ini dan mari kita mulai!" dan Yu Yin yang mulai diserang dan menerima deru angin keras tiba-tiba sudah dikemplang atau disambar hantaman papan segi empat, suaranya dahsyat dan tiupan anginnya pun kencang sekali. Tapi ketika gadis itu mengelak dan kaki melayang dari bawah tiba-tiba ia sudah membalas namun dengan cepat lawannya menurunkan senjatanya yang aneh dan kaki gadis itu diterimanya dengan papan yang sekeras besi ini.

"Dukk!"

Si pendek kekar terhuyung. Dia ternyata kalah tenaga dan tentu saja kaget bukan main, terbelalak namun tiba-tiba sudah menerjang lagi dengan permainan papan besinya. Dan ketika Yu Yin mengelak dan membabatkan pedangnya maka pedang di tangan gadis itu berdentang nyaring bertemu senjata lawan yang ternyata kuat sekali. Selanjutnya mereka sudah bergebrak dan Wan Mo, laki-laki ini, terkejut karena lawan yang dihadapi ternyata benar-benar lihai. Setingkat dengan Sin-hujin dan dua tingkat diatas kepandaiannya sendiri gadis itu mampu menerima atau menyambut papan besinya. Setiap bertemu tentu dia terpental. Dan ketika laki-laki itu membentak dan menerjang marah, lawan terkekeh-kekeh maka pedang mulai naik turun membungkus si pendek kekar.

"Hi-hik, awas, pendek. Meskipun senjatamu kuat tapi kulit tubuhmu tentu tak sekuat senjatamu. Awas kulit tubuhmu pecah.... bret!" baju si pendek tiba-tiba tersambar, robek dan pemiliknya melempar tubuh bergulingan karena sinar pedang menyambar bagai elang, tak memberi kesempatan ia menangkis dan tiba-tiba saja sudah mengejar padahal ia masih bergulingan, belum sempat bangun. Dan ketika laki-laki itu menggerakkan papan besinya dan senjata itu tang-ting-tang-ting bertemu pedang maka Wan Mo keteter hebat dan belum apa-apa sudah sebagai pihak yang di bawah angin!

"Chu-goanswe, pembantumu terlalu lemah. Suruh yang lain membantu atau dia nanti mampus!"

"Keparat!" si kekar berteriak. "Kau tak usah sombong, nona. Aku belum mampus dan masih dapat bertahan!"

"Tapi kau tinggal menunggu waktu. Lihat, pedangku tak bermata dan awas lubang hidungmu.... cret!"

Pipi tiba-tiba tergores, sebuah luka mulai diterima dan pucatlah si pendek itu melihat kehebatan lawannya. Tadi gadis ini dengan mudah dikalahkan Giam Liong tapi dia lupa bahwa Giam Liong bukanlah dirinya. Pemuda itu jauh di atasnya dan robohnya si nona dianggap seperti robohnya ayam kampung saja. Wan Mo tak mengira bahwa pertandingan yang seru antara gadis itu dengan Sin-hujin ternyata juga tak seberapa banyak menguras tenaga, terbukti gadis ini masih lihai dan karena itulah dia menawarkan diri untuk maju. Dan begitu papan besinya tak banyak berguna karena kalah oleh bayangan sinar hitam, pedang di tangan si gadis maka laki-laki ini benar-benar kaget karena begitu bergebrak begitu pula ia terpental.

Gadis ini ternyata bukan hanya memiliki kecepatan gerak melainkan juga kekuatan sinkang, tenaga yang membuat lengannya pegal dan ngilu dan kalau tak kuat ia memegang senjata tentu papan besinya itu mencelat! Laki-laki ini segera pucat karena begitu bergebrak begitu pula ia tahu kelihaian lawan. Pantas mampu menandingi Sin-hujin yang tinggi kepandaiannya itu. Dan ketika ia terdesak dan sebentar kemudian tang-ting-tang-ting papan besinya terdorong mundur, laki-laki ini berkeringat dan mengeluh gemetar, ia belum juga mampu melompat bangun maka Chu-goanswe memandang Giam Liong dan melihat pemuda itu mengangguk.

"Silahkan," Giam Liong memberi tanda. "Gadis itu sendiri menantang, goan-swe. Majulah dan bawa orang-orangmu. Tak usah sungkan!"

"Tapi kami tak mau keroyokan!"

"Ah, ini permintaannya sendiri, goan-swe. Gadis itu sombong dan patut diberi pelajaran. Majulah atau suruh orang-orangmu maju. Atau nanti terlambat!"

"Benar," Yu Yin tiba-tiba melengking. "Maju dan kerahkan semua orangmu, goan-swe. Atau nanti pembantumu ini kubunuh dan kalian terlambat!"

"Keparat!" seorang tiba-tiba melompat dan menerjang, mencabut golok lebarnya yang berkeredep menyilaukan mata. "Kau pongah dan tinggi hati, gadis siluman. Kalau kau menghendaki keroyokan tentu kami mengeroyok trangg!"

Namun golok yang terpental dan disusul pekik kaget laki-taki itu segera membuat Chu-goanswe dan lain-lain terkejut, si Papan Besi sudah melompat bangun namun pedang hitam kembali bergerak dan menyerang. Laki-laki kedua terpelanting dan kini meloncat bangun pula, terhuyung, kaget dan pucat namun dia sudah menerjang kembali dengan nekat. Dan ketika Yu Yin melayani namun sebentar kemudian pedang hitam bergulung naik turun membungkus dua orang itu maka ternyatalah bahwa gadis ini masih terlalu tangguh.

"Hayo, mana lagi yang lain. Maju dan tak usah sungkan-sungkan saja!"

Beberapa orang berlompatan. Chu-goanswe merah padam sementara pembantu-pembantunya yang lain juga marah dan gusar. Mereka terhina dan diejek terus-terusan, tentu saja tak mampu mengendalikan diri. Dan karena Sin-kongcu membiarkan itu dan mereka sendiri sudah terang terangan ditantang, gadis itu sungguh sombong maka begitu bergerak tiba-tiba delapan orang sudah maju mengeroyok.

"Bagus," Yu Yin malah terkekeh-kekeh, "maju semua kalian, tikus-tikus busuk. Dan juga Chu-goanswe itu. Hayo, suruh dia maju!"

"Hm!" Chu-goanswe bergetar. "Jangan terlalu sombong, bocah pongah. Aku pasti maju kalau anak buahku masih tak sanggup meringkusmu!"

"Ah, kau tunggu mereka roboh? Bagus lihat ini dan aku akan merobohkan mereka. crat!" dan sepotong pundak yang terbabat sobek tiba-tiba diiring pekik pemiliknya dan pedang hitam bergerak melingkar sepanjang gulungan pelangi. Yu Yin tertawa dan tiba-tiba berseru nyaring, berkelebatan bagai walet menyambar-nyambar dan terkejutlah orang-orang itu karena mereka kehilangan lawan. Yu Yin bergerak luar biasa cepatnya hingga lenyap tak dapat diikuti mata lagi. Dan ketika pedang hitam bergerak bagai kilat menyengat, tangan kiri juga bergerak menampar tahu-tahu delapan orang itu roboh tunggang-langgang dan kaki atau tangan mereka tergores berdarah.

"Augh..!"

"Aduh!"

Delapan orang berteriak susul-menyusul. Mereka terpelanting hampir bersamaan dan si Papan Besi Wan Mo menjerit tertabas pangkal lengannya. Kalau dia tidak melempar tubuh dengan cepat tentu lengannya buntung! Bukan main pucat dan kagetnya laki-laki pendek ini. Dan ketika mereka terhuyung meloncat bangun dan Yu Yin muncul lagi maka gadis itu sudah berdiri tegak dan tertawa mengejek mereka.

"Nah, apa kataku. Semua sebaiknya maju dan Chu-goanswe itu boleh sekalian dengan gendewanya!"

Jenderal Chu merah padam. Sekarang dia bagai dibakar dan darahnya benar-benar mendidih. Gadis itu, puteri Coa-ongya itu, telah menamparnya habis-habisan. Delapan pembantunya diselesaikan mudah dan kini tersenyum-senyum menantangnya. Bukan main memanaskan hati! Dan ketika jenderal itu membentak dan gendewa bergerak tahu-tahu sebatang panah menjepret dan iangsung menyambar gadis itu.

"Singg!" Desing atau menyambarnya anak panah ini membuat Yu Yin terkejut. Dia sengaja mengejek laki-laki itu agar dirobohkannya sekalian. Matanya mulai berkilat dan bercahaya memancarkan pembunuhan. Jenderal ini sumber malapetaka. Dialah yang menjadi biang keladi hingga gedung ayahnya terbakar dan Giam Liong ada di situ! Tapi mengelak dan miringkan kepalanya tiba-tiba panah itu lewat dan menancap di batang pohon dibelakangnya.

"Hm, curang dan licik," gadis itu mengejek. "Pantas anak buahmu juga curang dan licik, goanswe. Tak tahunya pemimpinnya juga begini!"

"Kau membuat darahku mendidih." jenderal itu tiba-tiba membentak, berkelebat dengan gendewa kini menyambar, derunya sungguh dahsyat. "Mari perlihatkan kepandaianmu kepadaku, bocah. Dan kau boleh robohkan aku kalau bisa... wher-wherr!"

Yu Yin mengelak dan berumpatan, sang jenderal sudah menyerangnya dengan marah dan bergeraklah gendewa itu menyambar-nyambar. Jenderal ini sekali saja melepaskan panahnya karena itu cukup. Dia telah gagal dan kegagalannya ini membuatnya marah. Maka begitu menerjang sementara Papan Besi dan tujuh temannya di sana merintih terhuyung bangun, yang lain tertegun dan membelalakkan mata maka Yu Yin sudah melayani jenderal ini dengan gembira dan mata bersinar-sinar.

Chu-goanswe bergerak dan mainkan batang gendewanya dengan penuh kekuatan. Deru dari angin pukulannya nu membuat baju lawannya berkibar dan daun-daun rontok berjatuhan, apalagi kalau menghantam atau menghajar pohon, langsung tumbang dan hiruk-pikuk roboh. Dan ketika gadis itu berseri-seri karena lawan benar-benar hebat, Chu-goanswe ini bertenaga besar sesuai bentuk tubuhnya yang tinggi gagah maka gadis itu berloncatan dan mengelak atau menangkis serangan gendewa. Dan ia tergetar!

Yu Yin terkejut tapi tentu saja tak menjadi takut, ia coba menangkis lagi dan lawan yang kini mundur tergetar. Dan ketika jenderal itu terbelalak karena lawan tak kalah tenaganya, Yu Yin tertawa dan mengejeknya agar maju lagi maka gendewa menderu dahsyat dan jenderal itupun berkelebat dan menyerang lagi.

"Bagus, kau hebat, bocah she Coa. Dan ayahmu kiranya menyiapkan dirimu sebagai ahli silat yang baik!"

"Hi-hik, tentu saja baik. Guruku juga orang pandai, goanswe. Dan aku pikir kau dapat kurobohkan sebelum duapuluh jurus!"

"Apa? Kau begitu congkak? Kurang ajar, coba terima ini dan apakah kau dapat mengalahkan aku sebelum duapuluh jurus... Bummm!" dan sebatang pohon yang menjadi sasaran kemarahan jenderal ini tiba-tiba roboh begitu Yu Yin melesat dan lenyap ke kiri.

Gadis itu menghilang dan jadilah gendewa itu menghantam pohon di belakangnya, berdebum dan orang-orang terpekik mundur tertimpa dahan atau rantingnya. Yu Yin sendiri harus menjauh dan melesat lagi ke kanan. Dan ketika pohon itu tumbang namun sang jenderal mengejar, Yu Yin tak takut dan mulai membalas dengan tusukan atau tikaman pedangnya maka gadis ini mengengek menghitung jurus-jurusnya.

"Bagus, lihat dan buktikan ini. Jurus ke satu, goanswe, awas...!" dan pedang yang bergerak menahan pukulan-pukulan gendewa tiba-tiba melejit dan menyambar sana-sini, menggelincir dan melakukan serangan-serangan miring di mana Chu-goanswe tiba-tiba merasa adanya angin dingin yang tajam dari gerakan pedang itu, ditangkis tapi gendewanya tergetar dan tertawalah gadis itu melakukan jurus-jurus berikut. Dan ketika semuanya itu dibarengi dengan lompatan-lompatan cepat di mana gadis ini bergerak bagai bayangan siluman maka tiba-tiba Yu Yin sudah lenyap bersama dengan gulungan sinar pedang...

Maaf, halaman 32-33 hilang...

...aku atau kau yang mampus!" dan gadis itu yang membentak dan berkeiebat maju tiba-tiba menyerang dan menghantam lawannya. Kedua tangannya mengeluarkan uap hitam dan Giam Liong mengerutkan kening melihat itu. Dia juga mencium bau amis namun tentu saja dia cepat mengerahkan sinkangnya, menahan dan kepalapun tak pening seperti apa yang dialami Chu-goanswe itu. Dan begitu pukulan menyambar dan Giam Liong menangkis, dia terkejut serta heran bahwa gadis ini memiliki ilmu pukulan dari kaum sesat maka gadis itu terbanting serta menjerit dan terlempar bergulingan.

"Dess!"

Yu Yin berteriak tertahan. Giam Liong berkelebat dan kini melihat pembantu-pembantu Chu-goanswe itu bergerak mengejar dengan senjata di tangan. Mereka membentak dan girang bahwa gadis itu kebetulan terlempar ke arah mereka, mau membunuh. Tapi ketika Giam Liong berseru keras dan mengibaskan lengannya ke kiri kanan maka orang-orang itu terlempar dan Yu Yin sendiri sudah dicengkeram roboh.

"Yu Yin, kau sekarang tak perlu lagi menuruti marahmu di sini. Pergilah, kau telah memenangkan pertandingan dan jangan ganggu Chu-goanswe serta teman-temannya itu!"

Gadis ini mengeluh. Tiba-tiba ia menangis dan memaki-maki Giam Liong. Dua kali ia ditundukkan dan dua kali pula ia mendapat malu. Namun karena Giam Liong telah menyelamatkannya dan mau tak mau ia harus berterima kasih, maka gadis itu berjungkir batik dan langsung keluar hutan begitu Giam Liong mengusirnya.

"Giam Liong, kau pemuda keparat. Awas, aku tak mau sudah kalau kita bertemu kembali!"

"Heii..!" orang-orangnya Chu-goanswe mengejar. "Jangan lari, siluman betina. Aku masih ingin mencincangmu!"

Namun Giam Liong membentak menyuruh orang-orang itu kembali. Mereka ada yang nekat namun Yu Yin melepaskan Hek-tok-kangnya dan orang-orang itu menjerit. Dan ketika mereka berdebuk dan pingsan dengan kulit kehitaman, Giam Liong terkejut dan berkelebat mengusap orang-orang itu maka racun Hek-tok-kang lenyap dan bangkitlah orang-orang itu dengan muka pucat, sadar setelah diperingatkan Giam Liong.

"Jangan mengejar atau mengganggu gadis itu lagi. Atau aku tak mau menolong kalian dan tanggung sendiri kalau ia melepas Hek-tok-kangnya lagi!"

Orang-orang itu gentar. Setelah mendapat kenyataan dan menelan pil pahit barulah mereka menuruti nasihat pemuda ini. Giam Liong sungguh andalan mereka tapi beberapa di antara mereka tentusaja kecewa kenapa pemuda itu membiarkan gadis itu pergi, padahal dia adalah puteri Coa-ongya. Dan ketika Chu-goanswe sendiri menyatakan kekecewaannya itu dan Giam Liong membalik maka pemuda ini berkata dengan sikap dingin.

"Aku dan dia pernah bersahabat, dan aku masih memandang bekas persahabatan itu. Kalau kalian juga tidak berniat untuk membunuh atau mencelakainya tentu aku setuju menawan gadis itu, goan-swe. Tapi sekarang aku melepasnya dan mudah bagiku kalau kelak ingin menangkapnya lagi”

"Atau mungkin kau jatuh cinta kepadanya!” sebuah suara tiba-tiba melengking nyaring, mengejutkan Giam Liong dan orang-orang di situ. "Lepaskan aku atau bunuh saja ibumu, Liong-ji. Kau anak kurang ajar yang menyiksa ibu sendiri sampai seperti ini!"

"Ah," Giam Liong terkejut, sadar. "Aku menotokmu karena tak ingin kau mengacau ibu. Maafkan aku dan sekarang boleh kau bebas!" pemuda itu bergerak totokan ibunya dibuka dan seketika melompatlah ibu itu dengan marah. Dan ketika ia berdiri dan berhadapan dengan puteranya maka tiga tamparan dilepaskan nyonya itu sebagai peiampias rasa jengkel.

"Kau membuat malu ibu, keparat.. plak-plak-plak!”

Giam Liong terhuyung, ia membiarkan saja tamparan ibunya itu dan sang ibupun tiba-tiba tertegun. Giam Liong, yang memandangnya dengan sedih itu mengingatkannya akan wajah suaminya. Seperti itulah dulu mendiang suaminya itu memandangnya, kalau sedih. Dan begitu nyonya ini tertegun dan terbelalak melihat cap jari di pipi puteranya mendadak, nyonya ini terisak dan menubruk puteranya, mencengkeram dan mengguncang-guncang kepala puteranya itu.

"Ah, kenapa kau tak mengelak, Liong-ji? Kenapa membiarkan dirimu kutampar?"

"Aku tak ingin mengelak, ibu. Aku tahu akan kesalahanku dan kemarahan dirimu. Aku memang salah. Kau boleh tampar lagi kalau suka."

"Ah, tidak, tidak... kau anakku, Liong-ji. Kau darah daging ayahmu. Aku tak ingin menamparmu lagi karena kaupun sudah cukup lama menderita. Hanya kenapa kau melepaskan gadis itu. Dia puteri Coa-ongya!"

"Hm, aku teringat persahabatanku dengannya, ibu. Dan aku masih ingat bahwa Yu Yin sebetulnya juga membenci ayahnya. Aku sekarang tahu kenapa dia meninggalkan ayahnya!"

"Kenapa?"

"Karena ia tahu bahwa ayahnya memang jahat!"

"Tapi ia datang membela ayahnya pula. Gadis itu hendak membunuh Chu-goanswe!"

"Hm, itu wajar, ibu. Betapapun seorang anak tak dapat melupakan ikatan batinnya dengan ayah atau ibunya. Kau tahu ini. Sudahlah, kita tak usah bicara itu lagi karena membuat hatiku perih. Sekarang bagaimana dengan Chu-goanswe dan aku minta maaf untuk kejadian ini!"

"Hm, tak apa," Chu-goanswe mengangguk dan menarik napas dalam-dalam. "Aku berterima kasih bahwa kau telah menyelamatkan aku, siauw-hiap. Kalau tidak ada kau sungguh dua kali nyawaku bakal melayang. Hanya aku tak ingin kalau kau melepaskan gadis itu lagi kelak, kalau ia datang mengacau. Apakah siauw-hiap dapat menjanjikannya?"

"Aku tak berharap gadis itu datang lagi. Tapi kalau ia datang dan mengacau lagi apa boleh buat aku akan menawannya. Tapi goanswe tak boleh membunuhnya!"

"Apakah kau jatuh hati kepadanya?" sang ibu jengkel. “Dibunuh atau tidak sama saja, Giam Liong. Coa-ongya atau puterinya sama-sama musuh kita. Dan ayahmu amat membenci Coa-ongya itu!"

"Hm, musuh utama kita adalah si Kedok Hitam, ibu. Coa-ongya bagiku nomor dua..."

"Tapi dia yang memerintahkan penyerbuan ke Lembah ibiis. Orang itu juga sama-sama busuk!"

"Tapi bukan dia yang membunuh ayah," Giam Liong menangkis."Aku lebih menitikberatkan kepada pembunuh ayahku, ibu. Sebab meskipun Coa-ongya mengirim ribuan pasukan kalau tak ada si Kedok Hitam itu tak mungkin ayah terbunuh. Ayah amat hebat dan tinggi kepandaiannya."

"Benar," Chu-goanswe menimbrung. "Ayahmu memang hebat dan mengagumkan, siauw-hiap. Ribuan orangpun bukan apa-apa baginya, asal tak ada si Kedok Hitam itu. Orang ini memang licik tapi kepandaiannya juga hebat. Dia musuh utama yang memang harus didahulukan”

"Tapi Coa-ongya pengatur rencana yang licik dan cerdik," si Papan Besi tiba-tiba memperingatkan, membela Sin-hujin. "Dia inipun tak boleh diabaikan, goan-swe. Aku lebih condong bahwa dua-duanya ini harus sama-sama diutamakan?"

"Hm, benar," Chu-goanswe mengangguk. "Coa-ongya maupun Kedok Hitam sama-sama berbahayanya, Wan Mo. Dan kita memang harus sama-sama memperhatikannya. Sudahlah, tempat kita sudah diketahui gadis itu dan sebaiknya kita menyingkir. Kita kumpulkan teman-teman kita yang lain dan kita gempur lagi kotaraja!"

"Hm, nanti dulu,” Sin-hujin tiba-tiba terkekeh. "Kau belum bicara bagaimana nasib puteraku, goanswe. Bukankah kalian amat mengandalkannya dan tak mungkin bekerja sendirian!"

"Maksud hujin?"

"Aku tak mau nasib puteraku disia-siakan. Aku ingin kita bicara di muka bagaimana kelak kalau perjuangan kalian berhasil!"

"Ah, itukah?" Chu-goanswe tertegun. "Ah, tak perlu khawatir, hujin. Aku tentu...

Ah, halaman 42-43 hilang lagi...!

....Giam Liong tertegun, teringat sepak terjang ayahnya yang sendirian. Tapi ketika ia mengerutkan kening dan mau membantah maka ibunya berkata lagi, tak mau didahului,

"Ibumu sudah sepakat dengan Chu-goan swe bahwa kita bantu-membantu, Liong-ji. Tapi ketika ibu hendak bertanya tentang hadiah apa yang hendak diberikan Chu-goanswe bila perjuangannya ini berhasil maka siluman betina puteri Coa-ongya itu muncul. Nah, sekarang ibu bertanya dan sudah dijawab. Kau calon Kok-su dan ini pantas untukmu. Negara yang kuat harus memiliki seorang Kok-su yang hebat dan tinggi kepandaiannya. Ibu sudah setuju. Bagaimana dengan yang lain-lain?"

"Setuju!" semua orang tiba-tiba serempak berseru. "Sin-kongcu memang pantas menduduki jabatan itu, hujin. Kok-su adalah kedudukan yang sesuai untuk puteramu. Negara akan terlindung dengan adanya seorang gagah macam Sin-kongcu ini!"

"Nah," Wi Hong berseri-seri, tak menghiraukan kernyit puteranya yang semakin dalam. "Ini bukan jual beli, Liong-ji, melainkan balas jasa dari calon kaisar yang pantas untukmu. Aku akan menjadi ibu Kok-su dan bahagia melihat puteraku menjadi orang!"

"Hm!" Giam Liong tersenyum pahit, tak tertarik akan janji kedudukan itu. "Aku tetap tak berpamrih menuntut jasa, ibu. Kalau perjuangan berhasil maka itu adalah keberuntungan Chu-goanswe. Aku sendiri hanya menghendaki kematian Kedok Hitam."

"Tapi dia bersembunyi di istana. Dan tanpa pasukan Chu-goanswe tak mungkin kau menggempur istana sendirian!"

"Sudahlah," Chu-goanswe menyela dan kagum memandang keturunan Si Golok Maut ini. "Sin-siauwhiap sungguh perwira dan bersih sekali, hujin. Aku menjadi kagum dan semakin menghormati saja. Perjuangan masih jauh, dan aku sendiri belum tentu menjadi kaisar kalau cita-cita ini gagal. Daripada kau bertengkar dengan puteramu masalah ini sebaiknya kita lakukan hal-hal yang nyata saja. Aku ingin menyerahkan pimpinanku kepadanya. Aku ingin mengangkatnya sebagai siauw-goanswe (jenderal muda). Apakah hujin setuju?"

"Ah, siauw-goanswe? Bagus sekali, aku setuju, goanswe. Tapi masa seorang jenderal hanya memimpin orang-orang yang berjumlah sedikit begini!"

"Aku masih menyimpan empat ribu pasukan rahasia. Mereka itu bersembunyi tak jauh dari sini dan dapat kutemui sewaktu-waktu. Karena ini yang nyata dan konkret biarlah puteramu memimpin pasukanku itu dan menjadi Jenderal Muda Sin!"

"Hi-hik, bagus. Aku setuju!" Wi Hong bertepuk tangan, girang bahwa puteranya tiba-tiba diangkat sebagai jenderal muda, biarpun jenderal yang oleh kaisar sekarang dianggap pemberontak! "Aku tak menolak, goanswe. Dan kapan puteraku secara resmi memimpin pasukanmu itu!"

"Nanti dulu," Giam Liong tiba-tiba berseru dan kembali mencegah. "Aku tak bisa memimpin pasukan, ibu. Aku tak berbakat seperti itu. Aku bukan digariskan menjadi militer!"

"Ah, aku dapat membimbingmu, siauw-hiap. Dan ada Wan Mo pula di sini. Dia juga akan banyak membantumu dalam memimpin pasukan!"

"Benar," Papan Besi, si lelaki pendek kekar itu buru-buru maju. "Aku dan Chu-goanswe dapat menuntunmu, kongcu. Dan ilmu-ilmu perang akan dapat kau peroleh banyak dari kami berdua!"

"Nah, apalagi?" sang ibu berseru. "Kau akan lebih hebat dari ayahmu, Liong ji. Selain ilmu silat kau juga tahu ilmu perang. Kau tak salah menjadi jenderal muda!"

"Tapi aku kikuk sekali, canggung."

"Hm, kecanggungan itu akan lenyap begitu kau belajar memimpin, siauw-hiap. Kau punya bakat untuk itu. Lihat saja bahwa secara tidak sadarpun kau telah menguasai kami!"

"Ah, ini lain. Aku semata mengandalkan ilmu silat."

"Sama saja!" Chu-goanswe tertawa. "Yang penting kau telah menunjukkan kepada kami bahwa kau selalu di depan, siauw-hiap. Dan ini cukup untuk ancang-ancang memimpin pasukan!"

"Dan kau tentu tak menolak ibumu yang ingin melihat puteranya menjadi seorang yang ternama dan terkenal," Wi Hong menunjang lagi, mata tajam menyorotkan permohonan. "Atau kesempatan emas ini kau sia-siakan, Liong-ji. Dan kau membuat ibumu kecewa seumur hidup!"

Giam Liong menarik napas dalam-dalam. Kalau ibunya sudah bicara seperti itu dan dia setengah dipaksa, ibunya ini begitu berambisi melihat dia menerima kedudukan maka Giam Liong mengangguk dan apa boleh buat menerima semuanya itu. Dia pribadi sebenarnya tak ingin diimingi kedudukan karena bukan maksudnya untuk tinggal sebagai seorang jenderal atau Kok-su, jabatan yang benar-benar tinggi dan banyak diidamkan orang. Maka begitu tertawa getir dan tidak membantah lagi akhirnya Giam Liong berkata kepada Chu-goanswe,

"Baiklah, aku ingin menyenangkan ibuku, goanswe. Aku tak ingin membuatnya kecewa setelah belasan tahun ibuku hidup menderita. Bawa aku ke pasukanmu dan mari kita pergi. Gadis itu bisa saja kemba!i dan membuat ulah. Mari, kita berangkat!"

Chu-goanswe girang. Dia tertawa dan memberi tanda kepada pembantu-pembantunya, membawa yang baru saja sembuh dan untuk sejenak melupakan kekecewaannya tentang Yu Yin. Puteri Coa-ongya itu telah pergi dan tawanan yang sebenarnya cukup berharga terpaksa mereka lepaskan. Biarlah, itu urusan anak muda ini. Dan ketika dia bergerak dan meninggalkan hutan, Wan Mo dan lain-lain mengikuti maka Giam Liong siap menjadi pimpinan sebuah pasukan besar yang jumlahnya ribuan orang.

Agak aneh dan janggal mula-mula bahwa pemuda yang biasa hidup di Hek-yan-pang itu kini tiba-tiba berubah nasibnya menjadi seorang jenderal muda, orang kepercayaan dan yang amat diandalkan oleh keturunan dinasti Chu itu untuk merebut kekuasaan. Dan ketika semua bergerak dan terjadi saling lirik aneh di antara Chu-goanswe ini dengan pembantunya, si Papan Besi maka Giam Liong bersama ibunya meninggalkan hutan itu pula untuk menemui pasukan rahasia ini di tempat yang rahasia pula. Siap melancarkan perang dan serbuan ke kotaraja!

* * * * * * * *

Kita tinggalkan dulu Giam Liong dan orang-orangnya Chu-goanswe itu. Mari kita ikuti dua bayangan yang malam itu bergerak di wuwungan rumah-rumah di kota raja. Sebab sehari setelah kota raja dibuat guncang maka bayangan ini, seorang laki-laki dan wanita setengah baya berkeiebatan dan meluncur menuju istana. Siapakah mereka? Bukan lain adalah Pek-jit-kiam Ju Beng Tan beserta isteri!

Hari itu, terlambat sehari dari peristiwa menggegerkan itu Beng Tan tiba di luar kota raja mendengarkan berita heboh ini. Dia mendengar bahwa istana diobrak-abrik. Gedung Coa-ongya dibakar dan ratusan orang luka-luka oleh sepak terjang seorang pemuda luar biasa, yang katanya adalah pembantu pemberontak dari pengikut-pengikut Chu Wen. Dan ketika jago pedang ini mengerutkan alis bertanya-tanya maka pemilik kedai yang pagi itu mereka masuki menyatakan dengan muka gentar bahwa pemuda itu katanya jelmaan iblis.

"Bayangkan, dua pembantu Coa-ongya dikalahkannya dengan mudah. Dan katanya ratusan lagi dilempar pemuda ini dengan kibasan ujung bajunya, luka-luka dan patah tulang. Apakah pemuda macam itu tak mengerikan? Tapi ada yang lebih mengerikan lagi, taihiap. Pemuda itu memiliki rambut yang kemerah-merahan seperti dicat darah. Dia tidak mirip manusia melainkan siluman, iblis haus darah!"

"Hm, itu tentu Giam Liong.Tapi bagaimana dia bisa bersama pengikut-pengikut Chu Wen? Apa yang terjadi?" Beng Tan berbisik kepada isterinya.

"Entahlah, kita tanya saja lopek ini, suamiku. Dan malam nanti kita datang menyelidiki!"

"Hm, aku enggan ke istana. Tapi apa boleh buat, rupanya urusan sudah berubah!"

"Maksudmu?"

"Giam Liong sudah menjadi antek pemberontak, dan aku tak suka ini!"

Swi Cu, sang isteri, bersinar-sinar. Bicara menyebut Giam Liong tiba-tiba saja kebenciannya terangkat. Anak yang dulu disangka keturunan mereka itu ternyata keturunan Si Golok Maut. Dan ibunya telah menculik atau menukarkan anak-anak mereka itu. Ah, bukan main panas dan marahnyahati ini. Kalau saja Giam Liong tak selihai sekarang dan suaminya sampai kalah barangkali dia akan mencekik dan membunuh pemuda itu. Sudah lama ia memang curiga bagaimana wajah anak itu lama-lama mirip Sin Hauw dan bukannya mirip wajah suaminya sendiri. Tak tahunya memang bukan anaknya. Dan ketika ia mendengus dan bertanya kenapa tak sekarang juga memasuki kota raja maka suaminya menjawab,

"Kita sudah dikenal orang-orang istana, padahal bukan maksudku untuk berhadapan dengan mereka secara langsung. Sebaiknya malam nanti saja kita ke sana, niocu. Dan kita periksa apakah cerita ini betul."

"Kukira pasti betul, tak mungkin omong kosong!" sang isteri meradang. "Kau ini selalu ingin membuktikan sendiri, suamiku. Orang sudah bercerita banyak masih juga kau kurang percaya!"

"Hm, berita orang suka ditambah-tambahi. Aku bukannya tidak percaya lugas, niocu, melainkan ingin melihat sendiri untuk meyakinkan hatiku."

"Maksudmu?"

"Aku heran bagaimana istana bisa kebobolan. Dan siapa dua orang yang dimaksud sebagai pembantu-pembantu Coa-ongya itu."

"Mereka kakek-kakek India yang dulu pernah ke sana," pemilik kedai tiba-tiba berseru, Beng Tan berbicara memang agak keras. "Katanya mereka itu bekas pembantu-pembantu lama Coa-ongya, tai-hiap. Dan kabarnya istana sekarang mencari dan mengumpulkan orang-orang pandai untuk menjaga keselamatan ongya!"

"Kakek-kakek India?"

"Ya, ji-wi (anda berdua) tentu memenuhi undangan istana, bukan? Ah, orang-orang seperti ji-wi tentu amat diharapkan sekali tenaganya. Tadi belasan orang juga ke sana dan melamar pekerjaan dengan upah besar. Konon katanya diberi gaji seribu tail emas untuk orang yang betul-betul pilihan. Dan ji-wi tampaknya seperti itu."

"Hm, kami tidak mengisi lowongan," Swi Cu mendongkol. "Kami perantau yang tidak menggubris urusan istana, lopek. Kami datang untuk urusan lain!"

"Ah, ji-wi tidak mempergunakan kesempatan emas ini? Seribu tail bukan main-main, hujin. Ditambah dengan gedung indah dan makan enak!"

"Aku tidak butuh itu!" Swi Cu meremas hancur pinggiran meja. "Aku ingin arak dan bawa lagi sepiring roti kering untuk kami. Nih, kami sendiri sudah cukup punya uang!" wanita ini melemparkan sekeping uang emas, menancap dan amblas setengahnya lebih di meja makan dan orang-orang di situ melotot.

Pemilik kedai terkejut dan yang lain-lain membelalakkan mata melihat demonstrasi ini. Tapi karena Swi Cu rupanya cukup galak sementara Beng Tan yang ada di situ juga duduk penuh wibawa, diam dan menyambar isterinya agar tidak marah-marah maka pendekar itu berbisik agar isterinya tidak usah menarik perhatian.

"Tak perlu ribut-ribut, mereka itu bukanlah Giam Liong atau orang-orang yang tidak kau senangi. Duduklah, itu arak dan roti kering pesananmu."

Swi Cu sadar. Memang dia naik darah begitu pemilik kedai agak cerewet bicara macam-macam. Semuanya itu pasti kembali pada masalah Giam Liong yang membuat geger di istana, karena pemuda itu memang menjadi topik pembicaraan selain Chu-goanswe dan para pengikutnya itu. Tapi ketika arak dan roti kering diantarkan ke mejanya, pemilik kedai takut-takut mendadak mencongklang tiga ekor kuda besar yang langsung berhenti dan meringkik di depan warung.

"Ha-ha, ada arak dan wanita cantik? Ah, hausku datang, Huai-twako. Berhenti sejenak dan kita mengaso di sini!" seorang laki-laki tinggi besar mendadak turun dan meloncat dari punggung kudanya, masuk dan tahu-tahu sudah menyambar arak dan roti kering di atas nampan.

Pemilik kedai menyediakan itu untuk suami isteri ini dan tentu saja dia terkejut melihat perbuatan si tinggi besar ini. Tapi ketika dia mengejar dan berteriak, hendak merampas miiiknya kembali tahu-tahu laki-laki itu memutar tubuhnya dan sebuah tendangan membuat pemiiik kedai itu mencelat.

"Ha-ha, kau mengecewakan aku, orang tua. Kukira tamu wanitamu itu masih muda tak tanunya sudah setengah baya. Ah, kau menyebalkan dan biar aku melanjutkan perjalananku lagi... dess!" pemilik warung menjerit, roboh menabrak mejanya dan hiruk-pikuklah isi meja itu tertimpa tubuhnya. Dan ketika laki-laki itu menenggak araknya dan dua temannya yang lain tiba dan berhenti di muka kedai, tertawa bergelak, maka botol arak dilempar dan hancur mengenai meja di dekat Swi Cu.

"Sial, cantik tapi sudah tua. Ha-ha, mari kita lanjutkan perjalanan lagi dan mataku terkecoh oleh tubuh dan rambut si nyonya itu!"

Swi Cu terbakar. Mula-mula dia terkejut melihat tiga kuda seperti membalap kesetanan, pemiliknya seperti buru-buru tapi tak tahunya berhenti di situ, datang dan ingin mengganggunya karena disangkanya wanita cantik yang masih muda usia. Dan karena Swi Cu memang merawat tubuhnya hingga nyonya ini masih tampak menggairahkan meskipun sudah empat puluhan tahun, hal yang membuat orang memang mudah terkecoh maka si tinggi besar yang melihat bahwa wanita ini sudahlah senja tiba-tiba kecewa dan menyambar arak serta melempar hancur botolnya.

Perbuatannya itu berlangsung cepat dan ketika masuk ataupun keluar dari warung makan itu tindak-tanduknya memang gesitdan lincah, hanya sekejap saja dia sudah berkelebat dan menendang si pemilik kedai. Tapi begitu ia tertawa bergelak dan melayang ke atas kudanya tiba-tiba ia menabrak sebuah lengan yang menahan dadanya.

"Tikus busuk, jangan lari dulu!"

Laki-laki ini terkejut. Entah kapan tahu-tahu wanita cantik itu telah berada di depannya, menghadang antara pintu keluar dengan kuda tunggangannya. Dan karena ia tak menduga dan sedang melayang ke atas maka begitu lengan itu berkelebat dan tahu-tahu mendorong dadanya mendadak laki-laki ini berteriak kaget dan menangkis. Tapi sebelum ia mampu menolak atau menangkis lengan halus itu tahu-tahu dadanya sudah tertampar dan terbantinglah laki-laki ini dengan sebuah jeritan keras.

"Plak-augh!"

Swi Cu sudah berdiri di situ. Nyonya ini bergerak dari tempat duduknya dan mempergunakan ilmu meringankan tubuh hingga tahu-tahu melewati si tinggi besar itu, menghadang dan membentak serta mengulurkan lengannya menahan laki-laki itu agar tidak pergi dulu. Dan karena laki-laki itu menangkis atau mau menolak tangannya maka dengan gerakan Le-hi-tateng atau Ikan Lele Melejit iapun sudah menyelinapkan lengannya dan semula tangan yang hanya ingin mendorong itu tahu-tahu berobah menjadi sebuah tamparan keras yang membuat lawan terbanting, tentu saja kesakitan! Dan ketika laki-laki itu berteriak dan bergulingan meloncat bangun maka nyonya ini sudah tersenyum dingin dengan tangan bertolak pinggang, tegak tak menyerang, gagah namun membuat laki-laki itu pucat dan gentar, kaget.

"Kau siapa?"

"Hm, bukan aku yang ditanya, melainkan kau. Siapa kau dan kenapa demikian kurang ajar melempar dan menyambar makanan orang lain. Gerombolan rampok dari mana ini yang berani coba-coba berkurang ajar di depan nyonya besarmu!"

Laki-laki itu marah. Dia terkejut dan kaget tapi begitu dua temannya yang lain bergerak dan turun dari atas kudanya mendadak ia mendapat keberaniannya lagi. Dorongan atau tamparan yang tadi tak dilihatnya itu dianggapnya sebagai kelengahannya sendiri saja. Dia tak menduga datangnya wanita ini karena tadi sedang duduk di dalam, bersama seorang laki-laki gagah yang mungkin suaminya. Maka membentak dan mencabut ruyung, marah dan memutar-mutar senjata itu tiba-tiba laki-laki ini menggertak dan memaki nyonya itu.

"Heh, kau sombong dan congkak, wanita siluman, juga tidak tahu malu. Baik-baik aku pergi tiba-tiba kau mengejar aku. Kau kira aku akan menarikmu sebagai isteri? Bah, kau sudah tua, sudah empat puluhan. Aku tak suka wanita tua biarpunvcantik. Pergi atau ruyungku akan menghancurkan kepalamu!"

"Hm!" kilat berbahaya memancar dari wanita Hek-yan-pang ini. "Kau yang sombong dan tak tahu malu, tikus busuk. Sangkamu aku datang untuk merayu dirimu? Cih, pongah dan tak melihat keadaan diri sendiri. Aku mencegahmu pergi karena ingin menghajarmu. Nah, terima ini dan awas pelajaran pertama!" Swi Cu berkelebat, merah mukanya karena disangka mengejar-ngejar lelaki, padahal maksudnya ingin menghajar orang ini. Maka begitu bergerak dan lenyap dengan ilmunya meringankan tubuh yang luar biasa tiba-tiba lawan terkejut karena hanya tampak bayangan menyambar dan tahu-tahu dua pipinya kena gaplokan enam kali pulang balik.

"Plak-plak-plak!"

Laki-laki itu terpelanting, la menjerit dan berteriak karena sepasang pipi yang ditampar pulang balik itu tahu-tahu matang biru, bibirnya bahkan pecah! Dan ketika si nyonya tertawa mengejek dan ia melompat bangun, nyonya itu kembali berdiri dan tegak menanti maka laki-laki ini memekik dan menerjang dengan ruyungnya. Senjata itu menderu naik turun namun Swi Cu mengelak lincah, kian cepat diserang kian cepat pula ia mengelak. Dan ketika lawan terbelalak karena si nyonya berkelebatan dan menyambar-nyambar maka Swi Cu kembali menghadiahi dua tamparan yang membuat gigi laki-laki itu patah.

"Plak-plak!"

Laki-laki ini mengaduh. Dia menyerang namun gagal, kembali terbanting dan dua kali merasakan kepalanya seakan pecah. Maklumlah, tamparan jari-jari yang halus itu seakan batangan besi baja! Dan ketika ia merintih dan meloncat bangun, roboh dan tak kuat maka dua temannya terkejut dan tiba-tiba orang nomor dua mencabut ruyung sementara orang ketiga mencabut golok lebar.

"Wu Hauw, Wu Hwi, wanita ini bukan wanita sembarangan. Awas dan kita keroyok dia!"

Swi Cu menjengek. Dia telah membuat lawan di sana itu menerima pelajaran, giginya rontok dan bibirnyapun pecah-pecah berdarah. Dan ketika dua orang itu tiba-tiba menerjang dan menolong temannya maka nyonya yang sudah mengukur sampai di mana kiranya kepandaian orang-orang ini lalu bergerak dan berkelebatan menghindari serangan ruyung atau golok. Dia sengaja bertangan kosong saja karena ingin mempermainkan orang-orang ini, laki-laki kasar yang kiranya sebangsa perampok saja.

Dan begitu nyonya itu bergerak dan lawan terkejut karena tubuhnya tiba-tiba lenyap membentuk bayangan yang naik turun mengelilingi mereka maka golok ataupun ruyung luput menyambar, hanya mengenai angin kosong belaka dan tujuh kali serangan golok atau tujuh kali serangan ruyung luput semua. Dan ketika duablaki-laki itu terkejut karena lawan tak dapat disentuh, seperti asap atau bayangan saja maka Swi Cu sudah mendaratkan tendangan atau tamparannya golok dan ruyungbmencelat.

"Pergi kalian dan belajarlah bersikap sopan kepada wanita!"

Dua orang itu terlempar. Mereka menjerit dan berteriak karena tiba-tiba wajah dan leher mereka pecah berdarah, terguling-guling dan dua orang ini tentu saja kaget dan pucat bukan main. Dan ketika mereka meloncat bangun dan gentar memandang nyonya itu, terbelalak, maka teman mereka yang roboh dan jerih duluan sudah melarikan diri dengan kabur di atas kudanya.

"Heii..!" dua orang itu gagap. "Tunggu aku, Wun Hwi. Jangan tinggalkan kami!"

"Benar," yang bergolok juga bergerak dan cepat-cepat naik ke atas kudanya jatuh namun bangun lagi. "Kau membuat ulah, Wun Hwi. Keparat dan jangan tinggalkan kami!"

Dua orang itu menyusul. Mereka sudah sama-sama meloncat di atas kudanya dan lupa kepada senjata yang tergeletak di tanah. Swi Cu berdiri mengejek dan tidak mengejar. Namun begitu tiga orang itu meninggalkan dirinya, lari tergesa-gesa mendadak kaki nyonya ini bergerak dan ruyung atau golok tiba-tiba terbang dari tanah menyambar orang-orang itu.

"Laki-laki kasar, senjata-senjata kalian tertinggal. Terimalah dan jangan biarkan ini...!"

Naga Pembunuh Jilid 19

NAGA PEMBUNUH
JILID 19
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
“KALIAN ibu dan anak boleh keroyok aku. Hayo, maju semua!"

"Hm," Giam Liong berkelebat dan menahan lengan ibunya. "Kau tak usah ikut campur, ibu. Pergilah dan biarkan urusan ini kuselesaikan sendiri."

"Tidak!" sang ibu memberontak, marah melepaskan diri. "Bocah ini tak tahu aturan dan kurang ajar, Liong-ji, berani menyebut-nyebut ayahmu begitu saja. Aku ingin menghajarnya dan kaulah yang mundur!"

Namun Giam Liong menyambar lengan ibunya lagi. Dia cepat mengerahkan sinkangnya mencengkeram erat, ibunya sampai menjerit. Tapi ketika pemuda ini sadar dan mengendorkan tenaganya maka dengan sungguh-sungguh dan mata keras pemuda Ini berkata, "Ibu harap mundur, ini perintah. Gadis ini urusanku atau aku akan pergi!" lalu ketika ibunya melotot namun tak dapat menolak, tak mau puteranya pergi meninggalkan tempat itu maka Giam Liong maju dan berdiri dengan muka gelap, pedang dikembalikan dan Yu Yin menerimanya dengan wajah masih juga terbakar.

"Yu Yin, sikapmu aneh. Kata-katamu juga tidak bersahabat. Apa yang menyebabkan semuanya ini? Bagaimana kau bisa menganggap aku sebagai musuh besarmu?"

"Keparat!" gadis itu melengking. "Kau putera Si Golok Maut, Giam Liong. Dan ayahmu membunuh pamanku. Bagaimana aku tak jadi musuhmu kalau pihakmu berhutang sebuah jiwa!"

"Hm," Giam Liong tersenyum kecut, tahu bahwa ayahnya banyak membunuhi orang-orang di masa hidupnya, orang-orang yang bershe Coa atau Ci. "Kau bicara tidak blak-blakan, Yu Yin. Siapa pamanmu dan kenapa kau masih juga memusuhi ayahku yang sudah meninggal."

"Kau ingin tahu?"

"Tentu saja..."

"Aku Coa Yu Yin, pamanku adalah Coa-ongya!"

"Ah, kau..."

"Benar!" gadis itu membentak, tiba-tiba tertawa aneh. "Aku puteri Coa-ongya. Giam Liong. Nah, mari bertanding dari layani aku!" dan pedang yang bergerak disusul bayangan gadis itu tiba-tiba membuat semua orang yang ada di situ berseru kaget, terkejut dan Giam Liong sendiri bagai dipukul palu godam.

Yu Yin, gadis yang menjadi sahabatnya ini ternyata puteri Coa-ongya, musuh besarnya! Dan ketika pemuda itu tertegun dan pucat mukanya, bergetar, mendadak pedang sudah menusuk dadanya dan Wi Hong berteriak keras melihat puteranya tidak mengelak.

"Awas...!”

Giam Liong sadar. Ibunya berkelebat dan melengking dan seketika nyonya itu mencabut pedangnya. Sinar merah bergerak dan bertemu sinar hitam. Dan ketika benturan nyaring terdengar di situ dan Giam Liong ditendang ibunya, mencelat, maka Giam Liong sadar dan ibunya sudah bertanding hebat dengan puteri Coa-ongya itu. Marah besar!

"Keparat jahanam, kau kiranya bedebah terkutuk itu. Mampuslah, aku yang akan membawa kepalamu kepada ayahmu, bocah. Dan mari tak usah sungkan sungkan kepadaku....cring-crangg!" pedang bertemu pedang, nyaring dan memekakkan telinga dan Wi Hong sudah menerjang hebat. Ibu ini melihat puteranya yang bengong dan seperti tersihir, maklum bahwa tentu ada apa-apa antara dua orang muda itu karena iapun pernah muda. Dan benci serta marah mendengar gadis ini puteri Coa-ongya, musuh besar yang amat dibenci mendiang suaminya maka membentak dan menyerang bertubi-tubi ia sudah mainkan Ang-in Kiam-sut dan pedang di tangan nyonya ini sudah bergulung naik turun bagai awan merah.

Yu Yin terkejut tapi iapun marah besar, sama-sama marah dan barangkali tak kalah marahnya dengan nyonya itu. Maklumlah, Giam Liong yang dikenalnya sebagai Han Han itu ternyata keturunan Si Golok Maut, dan ia pernah runtang-runtung bersama pemuda itu. Maka memekik dan menyambut serangan si nyonya, marah dibalas marah maka gadis inipun mainkan pedang hitamnya dan pedang bertemu pedang ketika masing-masing saling sambar di udara.

"Cranggg!"

Dua orang itu terpental. Wi Hong, yang marah dan mengerahkan tenaganya ternyata bertemu dengan tenaga yang tak kalah besarnya. Gadis itu menangkis dan pedang di tangannya terpental, sama seperti pedang hitam di tangan gadis itu pula. Dan ketika ia memekik dan menerjang lagi, Yu Yin juga membentak dan menyambut pekikannya maka dua wanita itu sudah beradu cepat dan berkelebatan bagai walet menyambar-nyambar. Wi Hong terkejut karena lawannya yang masih muda ini mampu mengimbangi kecepatannya. Pedang merahnya yang bergulung naik turun bertemu dengan pedang hitam yang bergulung naik turun pula. Keduanya sambar-menyambar bagai elang atau rajawali haus darah. Sekali kena tentu mencium darah! Dan ketika Wi Hong mempercepat gerakannya namun lawan juga membentak dan berkelebatan melayani dirinya maka dua wanita ini tiba-tiba sudah menjadi dua gulungan merah dan hitam yang saling belit dan terkam.

"Crang-cranggg!"

Orang-orang kagum. Gadis itu, puteri Coa-ongya itu, ternyata mampu mengimbangi Sin-hujin dengan amat baiknya. Giam Liong sendiri tak merasa heran karena ia pernah melihat kepandaian bekas sahabatnya ini. Yu Yin memang hebat dan dulu mampu menghadapi keroyokan para bajak sungai meskipun akhirnya terdesak, karena lawan waktu itu memang amatlah banyaknya. Tapi melihat gadis itu kini bertempur dengan ibunya, gadis itu adalah puteri Coa-ongya yang dibenci ayahnya tiba-tiba sebuah rasa perih yang amat dalam menggores relung hatinya. Ada semacam perasaan luka dan pedih di situ. Ada semacam perasaan ditusuk-tusuk! Dan ketika Giam Liong masih nanar oleh jawaban tadi, bahwa gadis ini adalah puteri Coa-ongya maka di sana jenderal Chu dan kawan-kawannya saling berbisik merasa mendapat kesempatan.

"Gadis itu musuh kita. Kita harus membantu Sin-hujin dan membunuhnya!"

"Sst, ada Sin-siauwhiap disini, goan-swe, lagi pula Sin-hujin sedang bertempur dengan gadis itu. Kita tak boleh gegabah!"

"Tapi gatal tanganku untuk membekuk dan menangkapnya. Coa-ongya harus diberi pelajaran!"

"Benar, tapi gadis itu lihai, goanswe. Lihat betapa hebatnya ia melayani Sin-hujin!"

"Hm, aku tahu," dan ketika bisik-bisik itu terhenti sejenak oleh dentang senjata yang amat nyaring, suaranya memekakkan telinga maka di sana Sin-hujin membentak mengeluarkan pukulan-pukulan Ang-in-kangnya (Pukulan Awan Merah).

"Bocah, kali ini kau mampus!"

Yu Yin terbelalak. Dia sama-sama terpental ketika beradu senjata tadi, kini melihat lawan menerjang lagi dan tangan kiri dilepas menyambarkan uap merah. Ada angin dingin yang berkesiur dari tangan itu dan Yu Yin tentu saja mengelak ketika pukulan itu menyambar. Tapi ketika lawan mengejar dan pedang membacok harus ditangkis, tangan kiri itu kembali menyambar dan mau tak mau ia harus menyambut maka gadis inipun melengking dan menggerakkan tangan kirinya pula.

"Dess!"

Uap merah hancur bertemu sinar kuning. Yu Yin mengeluarkan pukulan barunya pula dan terpekiklah sang nyonya melihat pukulan itu. Dan ketika Giam Liong juga tertegun karena itulah Kim-kang-ciang (Pukulan Tangan Emas) maka Wi Hong membentak dan berkelebat lagi melepas Ang-in-kangnya.

"Dess!"

Yu Yin lagi-lagi mengeluarkan ilmu andalannya itu. Ang-in-kang bertemu Kim-kang-ciang dan mereka sama-sama mencelat. Tapi ketika Wi Hong memekik dan menerjang lagi, marah, tiba-tiba Giam Liong bergerak dan menyuruh ibunya berhenti.

"Berhenti!"

Wi Hong gusar. Dia sedang marah-marahnya menyerang lawannya itu. Pertandingan yang sudah berjalan sekian lama membuat nyonya itu naik pitam karena tak dapat merobohkan anak gadis ini, bocah yang tadinya dianggap tak begitu hebat dan mungkin hanya pandai mencopet saja. Maka begitu puteranya berkelebat dan menyuruhnya berhenti, padahal saat itu dia sedang menerjang dan menggerakkan pedangnya maka Wi Hong memekik agar puteranya justeru yang mundur.

"Awas!" namun Giam Liong telah siap. Dia tahu kemarahan ibunya ini dan tahu pula bagaimana caranya menangkis. Maka begitu pedang menyambar sementara Yu Yin juga berkelebat menerjang, tak mau menunggu maka dua-duanya sudah menggencet Giam Liong yang ada di tengah pertandingan. Giam Liong tak takut karena memang ingin menghentikan pertandingan itu. Dia hendak melerai dan tentu saja tahu caranya. Maka ketika dua pedang saling menggunting dan Chu-goanswe serta kawan-kawan terkejut karena sepintas pemuda itu mencari bahaya, mereka berseru keras tapi Giam Liong sudah menggerakkan kekanan kiri tiba-tiba dua batang pedang itu telah ditangkap dan dicengkeram telapak tangannya. "Cep-cep!" Dua wanita itu terkejut. Wi Hong tentu saja mengurangi tenaganya namun Yu Y in yang marah dan gemas justeru menambah tenaganya. Dia benci pemuda ini sete lah mengetahui bahwa Giam Liong adalah Han Han, Han Han adalah juga Giam Liong itu, yang telah membakar gedung ayahnya. Tapi begitu pedangnya bertemu telapak Giam Liong dan semacam tenaga lembut menghisap tenaganya sendiri tiba-tiba gadis itu terpekik karena tubuhnya tertarik ke depan dan tahu-tahu jatuh di tubuh pemuda ini.

"Aihhh...!"

Giam Liong menyentak dan merampas pedang. Dia sendiri dengan mudah melakukan itu. Maklumlah, Giam Liong sekarang adalah Giam Liong yang amat lihai, yang dua kali lebih lihai daripada sewaktu menjadi putera ketua Hek-yan-pang. Dan begitu dua pedang wanita itu dirampas dan kedua-duanya tertarik ke depan, Giam Liong mengetuk dan menendang lutut mereka maka ibunya maupun Yu Yin sama-sama roboh.

"Keparat!" Wi Hong melengking dan memaki-maki. "Apa maksudmu, Giam Liong. Kurang ajar benar kau merobohkan ibumu!"

"Maaf," Giam Liong meraih dan menyambar ibunya, melemparkannya kepada Chu-goanswe dan kawan-kawan. "Aku tak ingin kau bertanding lagi, ibu. Serahkan gadis ini dan biar aku yang menyelesaikan!" lalu ketika ibunya diterima dan dibawa Chu-goanswe, tentu saja memaki-maki maka Giam Liong sudah menyambar dan membebaskan Yu Yin, yang juga menyemprotnya merah padam.

"Giam Liong, kau penipu dan jahanam terkutuk. Kau merusak dan membakar gedung ayahku. Bunuhlah aku dan jangan kira aku takut!"

"Hm, aku tak merusak atau membakar gedung ayahmu. Orang lainlah yang melakukannya, Yu Yin. Tapi tak usah kita bicara tentang itu. Aku masih sakit oleh kejadian ini. Kau berdirilah dan terima kembali pedangmu."

"Kau mau apa?"

"Tak mau apa-apa..." tapi baru Giam Liong menyelesaikan kata-katanya mendadak Chu-goanswe dan para pengikutnya berlompatan maju.

"Siauw-hiap, gadis ini harus kita bunuh!"

"Atau kita sandera dia untuk menjatuhkan ayahnya!"

"Hm, tidak," jawaban ini mengejutkan orang-orang itu. "Aku tak ingin menangkap apalagi membunuh gadis ini, goanswe. Dia tak tahu apa-apa tentang permusuhan kita dengan ayahnya. Aku hendak membebaskannya!"

"Apa, membebaskan? Siauw-hiap gila?"

Mata itu tiba-tiba mencorong. Giam Liong tiba-tiba membalik dan menghadapi Chu-goanswe begitu jenderal ini mengatakannya gila. Chu-goanswe tertegun dan mundur dengan kaget ketika tiba-tiba dari sepasang mata pemuda itu meluncur hawa dingin yang amat menyeramkan. Wajah pemuda itu tiba-tiba beku dan Chu-goanswe bergidik. Mata itu seperti setan! Dan ketika jenderai ini terkejut dan sadar, orang-orangnya tiba-tiba bergerak dan melindungi dirinya maka Chu-goanswe berseru perlahan melepas rasa gentarnya.

"Maaf, aku tidak bermaksud memakimu, siauw-hiap. Namun kata-katamu sungguh membuat kami bingung. Kami ingin bertanya bagaimana pendapat ibumu dengan masalah gadis ini. Kalau ibumu menghendaki seperti itu biarlah kami tunduk!" dan cepat menguasai bergidiknya lagi menghadapi Wi Hong, maklum bahwa tak mungkin nyonya itu seperti puteranya buru-buru jenderal ini berseru, cerdik memanfaatkan keadaan, "Hujin, puteramu akan membebaskan gadis ini. Tolong tanya bagaimana pendapatmu apakah kau setuju dengan perbuatannya!"

"Siapa setuju?" Wi Hong tentu saja melengking-lengking. "Aku hendak membunuhnya, goanswe. Bawa aku kepadanya dan biar kubeset siluman betina itu!"

"Nah," jenderalini menghadapi pemuda itu lagi. "Kau dengar kata-kata ibumu, siauw-hiap. Kami dan dia sependapat. Kau tak boleh melepaskan gadis ini, atau kau akan berhadapan dengan ibumu!"

"Benar, dia akan berhadapan dengan aku kalau berani melepaskan gadis itu. Biar aku dibunuhnya agar dia menjadi anak durhaka!"

Giam Liong tertegun. Ibunya menangis dan memaki-maki dirinya kalang-kabut, minta dibebaskan tapi dia ragu membebaskan ibunya itu. Maklumlah, ibunya tentu menerjang dan akan bertempur lagi dengan Yu Yin. Dan ketika ia marah karena Chu-goanswe membawa-bawa ibunya, padahal urusan itu hendak diselesaikannya sendiri mendadak Yu Yin juga memakinya dan membentaknya agar cepat membunuh.

"Giam Liong, anjing-anjing disini semuanya menggonggong ingin membunuhku. Nah, kau yang gagah dan telah merobohkan aku silahkan berikan aku kepada mereka itu. Cepat, mereka sudah kelaparan dan alangkah gagahnya teman-temanmu itu menangkap seorang gadis yang telah tidak berdaya, lewat tangan orang lain!”

"Hm," Giam Liong bergerak maju, melihat Chu-goanswe dan orang-orangnya merah padam. "Bagaimana, goanswe? Apakah kalian benar-benar ingin membunuhnya?"

"Aku bahkan ingin mengerat lidahnya itu," jenderal ini membentak. "Mulut anak ini tajam dan berbisa, siauw-hiap. Aku sungguh ingin melumat tubuhnya!"

"Benar," yang lain-lain juga berseru. "Anak ini tajam dan lihai sekali mulutnya, siauw-hiap. Dia suka memaki-maki dan kami ingin mengerat lidahnya!"

"Dan kalian orang-orang jantan yang sungguh gagah sekali. Menangkap dan membunuh seorang gadis tidak atas hasil usaha sendiri. Cih, malu aku melihat mukamu, Chu-goanswe. Para pengikut Chu Wen ternyata manusia-manusia pengecut yang beraninya hanya berlindung di belakang orang lain!"

"Keparat!" jenderal itu membentak. "Aku tidak takut kepadamu, gadis siluman. Lepaskan dia dan mari bertanding seribu jurus!"

"Benar," yang lain-lain juga berseru, ditujukan kepada Giam Liong. "Kami tidak takut kepadamu, gadis siluman. Ayo maju dan lihat bahwa pengikut Chu-goanswe bukan manusia-manusia pengecut!"

Giam Liong bersinar. Tiba-tiba Yu Yin terkekeh dan berseru padanya agar membebaskan totokan dan menghadapi orang-orang itu. Gadis ini menyambut gembira dan dibakarnya Chu-goanswe dan orang-orangnya itu dengan kata-kata tajam, bahwa mereka penakut-penakut yang beraninya hanya berlindung di punggung Giam Liong. Bahwa untuk menangkap seorang gadis saja mereka meminta bantuan orang lain. Dan ketika nama junjungan merekajuga disebut-sebut, orang-orang itu dicap sebagai manusia-manusia pengecut yang tak pantas menjadi pengikut Chu Wen maka Chu-goanswe sendiri sudah bergerak dan menggetarkan gendewanya dengan amat marah.

"Siauw-hiap, lepaskan gadis ini. Aku tak tahan mendengar kata-katanya yang amat merendahkan!"

"Tapi biar aku yang maju dulu!" si Papan Besi, laki-laki pendek kekar melompat mendahului junjungannya. "Kau tak usah mengotori tanganmu, goanswe. Mundur dan biar serahkan kepadaku. Lihat bahwa para pengikut Chu Wen bukan laki-laki sebangsa keroco!"

Giam Liong tersenyum. Dia melirik bekas temannya dan kagumlah dia melihat kecerdikan Yu Yin. Dengan akal bulusnya gadis ini coba menyelamatkan diri dengan jalan membakar orang-orang itu. Yu Yin tahu bahwa dia sendiri tak mungkin akan menawan apalagi membunuhnya, biarpun gadis itu kini diketahui sebagai puteri Coa-ongya, karena musuh besar yang dicari bukanlah Coa-ongya melainkan si Kedok Hitam, orang yang telah membunuh ayahnya. Maka begitu orang-orang itu berteriak dan mereka marah terbakar omongan Yu Yin sungguh pedas dan menusuk hati maka Giam Liong bergerak dan telah membebaskan gadis itu.

"Baiklah, begini baru adil, goanswe. Aku juga tak senang melihat kalian dikata pengecut. Tangkap dan robohkan gadis ini, tapi betapapun jangan dibunuh. Dan kau...!" Giam Liong memandang gadis itu. "Jangan menurunkan tangan kejam, Yu Yin. Aku tak mengijinkan membunuh atau menumpahkan darah sahabat-sahabatku ini. Kau boleh meloloskan diri kalau bisa. Kalau tidak, yach... apa boleh buat. Kau harus menjadi tawanan Chu-goanswe!"

"Aku tak takut!" Yu Yin bergerak dan berjungkir balik, girang bahwa dirinya dibebaskan. "Orang-orang ini boleh membunuh aku, Giam Liong, kalau bisa. Tapi kalau ada pertumpahan darah aku tak berani jamin. Hayo, kalian maju semua, jangan satu per satu!" dan melayang turun menerima pedangnya gadis ini berseru pada orang-orang itu.

Si pendek kekar yang berdiri di depannya ternyata tak dipandang sebelah mata, Yu Yin berteriak pada yang lain agar maju berbareng, tentu saja si pendek kekar menjadi marah. Dan ketika gadis itu melintangkan pedang dan menantang-nantang, congkak, tiba-tiba aki-laki itu membentak dan menerjang maju.

"Bocah, kau tak perlu sombong. Coba sambut seranganku ini dan mari kita mulai!" dan Yu Yin yang mulai diserang dan menerima deru angin keras tiba-tiba sudah dikemplang atau disambar hantaman papan segi empat, suaranya dahsyat dan tiupan anginnya pun kencang sekali. Tapi ketika gadis itu mengelak dan kaki melayang dari bawah tiba-tiba ia sudah membalas namun dengan cepat lawannya menurunkan senjatanya yang aneh dan kaki gadis itu diterimanya dengan papan yang sekeras besi ini.

"Dukk!"

Si pendek kekar terhuyung. Dia ternyata kalah tenaga dan tentu saja kaget bukan main, terbelalak namun tiba-tiba sudah menerjang lagi dengan permainan papan besinya. Dan ketika Yu Yin mengelak dan membabatkan pedangnya maka pedang di tangan gadis itu berdentang nyaring bertemu senjata lawan yang ternyata kuat sekali. Selanjutnya mereka sudah bergebrak dan Wan Mo, laki-laki ini, terkejut karena lawan yang dihadapi ternyata benar-benar lihai. Setingkat dengan Sin-hujin dan dua tingkat diatas kepandaiannya sendiri gadis itu mampu menerima atau menyambut papan besinya. Setiap bertemu tentu dia terpental. Dan ketika laki-laki itu membentak dan menerjang marah, lawan terkekeh-kekeh maka pedang mulai naik turun membungkus si pendek kekar.

"Hi-hik, awas, pendek. Meskipun senjatamu kuat tapi kulit tubuhmu tentu tak sekuat senjatamu. Awas kulit tubuhmu pecah.... bret!" baju si pendek tiba-tiba tersambar, robek dan pemiliknya melempar tubuh bergulingan karena sinar pedang menyambar bagai elang, tak memberi kesempatan ia menangkis dan tiba-tiba saja sudah mengejar padahal ia masih bergulingan, belum sempat bangun. Dan ketika laki-laki itu menggerakkan papan besinya dan senjata itu tang-ting-tang-ting bertemu pedang maka Wan Mo keteter hebat dan belum apa-apa sudah sebagai pihak yang di bawah angin!

"Chu-goanswe, pembantumu terlalu lemah. Suruh yang lain membantu atau dia nanti mampus!"

"Keparat!" si kekar berteriak. "Kau tak usah sombong, nona. Aku belum mampus dan masih dapat bertahan!"

"Tapi kau tinggal menunggu waktu. Lihat, pedangku tak bermata dan awas lubang hidungmu.... cret!"

Pipi tiba-tiba tergores, sebuah luka mulai diterima dan pucatlah si pendek itu melihat kehebatan lawannya. Tadi gadis ini dengan mudah dikalahkan Giam Liong tapi dia lupa bahwa Giam Liong bukanlah dirinya. Pemuda itu jauh di atasnya dan robohnya si nona dianggap seperti robohnya ayam kampung saja. Wan Mo tak mengira bahwa pertandingan yang seru antara gadis itu dengan Sin-hujin ternyata juga tak seberapa banyak menguras tenaga, terbukti gadis ini masih lihai dan karena itulah dia menawarkan diri untuk maju. Dan begitu papan besinya tak banyak berguna karena kalah oleh bayangan sinar hitam, pedang di tangan si gadis maka laki-laki ini benar-benar kaget karena begitu bergebrak begitu pula ia terpental.

Gadis ini ternyata bukan hanya memiliki kecepatan gerak melainkan juga kekuatan sinkang, tenaga yang membuat lengannya pegal dan ngilu dan kalau tak kuat ia memegang senjata tentu papan besinya itu mencelat! Laki-laki ini segera pucat karena begitu bergebrak begitu pula ia tahu kelihaian lawan. Pantas mampu menandingi Sin-hujin yang tinggi kepandaiannya itu. Dan ketika ia terdesak dan sebentar kemudian tang-ting-tang-ting papan besinya terdorong mundur, laki-laki ini berkeringat dan mengeluh gemetar, ia belum juga mampu melompat bangun maka Chu-goanswe memandang Giam Liong dan melihat pemuda itu mengangguk.

"Silahkan," Giam Liong memberi tanda. "Gadis itu sendiri menantang, goan-swe. Majulah dan bawa orang-orangmu. Tak usah sungkan!"

"Tapi kami tak mau keroyokan!"

"Ah, ini permintaannya sendiri, goan-swe. Gadis itu sombong dan patut diberi pelajaran. Majulah atau suruh orang-orangmu maju. Atau nanti terlambat!"

"Benar," Yu Yin tiba-tiba melengking. "Maju dan kerahkan semua orangmu, goan-swe. Atau nanti pembantumu ini kubunuh dan kalian terlambat!"

"Keparat!" seorang tiba-tiba melompat dan menerjang, mencabut golok lebarnya yang berkeredep menyilaukan mata. "Kau pongah dan tinggi hati, gadis siluman. Kalau kau menghendaki keroyokan tentu kami mengeroyok trangg!"

Namun golok yang terpental dan disusul pekik kaget laki-taki itu segera membuat Chu-goanswe dan lain-lain terkejut, si Papan Besi sudah melompat bangun namun pedang hitam kembali bergerak dan menyerang. Laki-laki kedua terpelanting dan kini meloncat bangun pula, terhuyung, kaget dan pucat namun dia sudah menerjang kembali dengan nekat. Dan ketika Yu Yin melayani namun sebentar kemudian pedang hitam bergulung naik turun membungkus dua orang itu maka ternyatalah bahwa gadis ini masih terlalu tangguh.

"Hayo, mana lagi yang lain. Maju dan tak usah sungkan-sungkan saja!"

Beberapa orang berlompatan. Chu-goanswe merah padam sementara pembantu-pembantunya yang lain juga marah dan gusar. Mereka terhina dan diejek terus-terusan, tentu saja tak mampu mengendalikan diri. Dan karena Sin-kongcu membiarkan itu dan mereka sendiri sudah terang terangan ditantang, gadis itu sungguh sombong maka begitu bergerak tiba-tiba delapan orang sudah maju mengeroyok.

"Bagus," Yu Yin malah terkekeh-kekeh, "maju semua kalian, tikus-tikus busuk. Dan juga Chu-goanswe itu. Hayo, suruh dia maju!"

"Hm!" Chu-goanswe bergetar. "Jangan terlalu sombong, bocah pongah. Aku pasti maju kalau anak buahku masih tak sanggup meringkusmu!"

"Ah, kau tunggu mereka roboh? Bagus lihat ini dan aku akan merobohkan mereka. crat!" dan sepotong pundak yang terbabat sobek tiba-tiba diiring pekik pemiliknya dan pedang hitam bergerak melingkar sepanjang gulungan pelangi. Yu Yin tertawa dan tiba-tiba berseru nyaring, berkelebatan bagai walet menyambar-nyambar dan terkejutlah orang-orang itu karena mereka kehilangan lawan. Yu Yin bergerak luar biasa cepatnya hingga lenyap tak dapat diikuti mata lagi. Dan ketika pedang hitam bergerak bagai kilat menyengat, tangan kiri juga bergerak menampar tahu-tahu delapan orang itu roboh tunggang-langgang dan kaki atau tangan mereka tergores berdarah.

"Augh..!"

"Aduh!"

Delapan orang berteriak susul-menyusul. Mereka terpelanting hampir bersamaan dan si Papan Besi Wan Mo menjerit tertabas pangkal lengannya. Kalau dia tidak melempar tubuh dengan cepat tentu lengannya buntung! Bukan main pucat dan kagetnya laki-laki pendek ini. Dan ketika mereka terhuyung meloncat bangun dan Yu Yin muncul lagi maka gadis itu sudah berdiri tegak dan tertawa mengejek mereka.

"Nah, apa kataku. Semua sebaiknya maju dan Chu-goanswe itu boleh sekalian dengan gendewanya!"

Jenderal Chu merah padam. Sekarang dia bagai dibakar dan darahnya benar-benar mendidih. Gadis itu, puteri Coa-ongya itu, telah menamparnya habis-habisan. Delapan pembantunya diselesaikan mudah dan kini tersenyum-senyum menantangnya. Bukan main memanaskan hati! Dan ketika jenderal itu membentak dan gendewa bergerak tahu-tahu sebatang panah menjepret dan iangsung menyambar gadis itu.

"Singg!" Desing atau menyambarnya anak panah ini membuat Yu Yin terkejut. Dia sengaja mengejek laki-laki itu agar dirobohkannya sekalian. Matanya mulai berkilat dan bercahaya memancarkan pembunuhan. Jenderal ini sumber malapetaka. Dialah yang menjadi biang keladi hingga gedung ayahnya terbakar dan Giam Liong ada di situ! Tapi mengelak dan miringkan kepalanya tiba-tiba panah itu lewat dan menancap di batang pohon dibelakangnya.

"Hm, curang dan licik," gadis itu mengejek. "Pantas anak buahmu juga curang dan licik, goanswe. Tak tahunya pemimpinnya juga begini!"

"Kau membuat darahku mendidih." jenderal itu tiba-tiba membentak, berkelebat dengan gendewa kini menyambar, derunya sungguh dahsyat. "Mari perlihatkan kepandaianmu kepadaku, bocah. Dan kau boleh robohkan aku kalau bisa... wher-wherr!"

Yu Yin mengelak dan berumpatan, sang jenderal sudah menyerangnya dengan marah dan bergeraklah gendewa itu menyambar-nyambar. Jenderal ini sekali saja melepaskan panahnya karena itu cukup. Dia telah gagal dan kegagalannya ini membuatnya marah. Maka begitu menerjang sementara Papan Besi dan tujuh temannya di sana merintih terhuyung bangun, yang lain tertegun dan membelalakkan mata maka Yu Yin sudah melayani jenderal ini dengan gembira dan mata bersinar-sinar.

Chu-goanswe bergerak dan mainkan batang gendewanya dengan penuh kekuatan. Deru dari angin pukulannya nu membuat baju lawannya berkibar dan daun-daun rontok berjatuhan, apalagi kalau menghantam atau menghajar pohon, langsung tumbang dan hiruk-pikuk roboh. Dan ketika gadis itu berseri-seri karena lawan benar-benar hebat, Chu-goanswe ini bertenaga besar sesuai bentuk tubuhnya yang tinggi gagah maka gadis itu berloncatan dan mengelak atau menangkis serangan gendewa. Dan ia tergetar!

Yu Yin terkejut tapi tentu saja tak menjadi takut, ia coba menangkis lagi dan lawan yang kini mundur tergetar. Dan ketika jenderal itu terbelalak karena lawan tak kalah tenaganya, Yu Yin tertawa dan mengejeknya agar maju lagi maka gendewa menderu dahsyat dan jenderal itupun berkelebat dan menyerang lagi.

"Bagus, kau hebat, bocah she Coa. Dan ayahmu kiranya menyiapkan dirimu sebagai ahli silat yang baik!"

"Hi-hik, tentu saja baik. Guruku juga orang pandai, goanswe. Dan aku pikir kau dapat kurobohkan sebelum duapuluh jurus!"

"Apa? Kau begitu congkak? Kurang ajar, coba terima ini dan apakah kau dapat mengalahkan aku sebelum duapuluh jurus... Bummm!" dan sebatang pohon yang menjadi sasaran kemarahan jenderal ini tiba-tiba roboh begitu Yu Yin melesat dan lenyap ke kiri.

Gadis itu menghilang dan jadilah gendewa itu menghantam pohon di belakangnya, berdebum dan orang-orang terpekik mundur tertimpa dahan atau rantingnya. Yu Yin sendiri harus menjauh dan melesat lagi ke kanan. Dan ketika pohon itu tumbang namun sang jenderal mengejar, Yu Yin tak takut dan mulai membalas dengan tusukan atau tikaman pedangnya maka gadis ini mengengek menghitung jurus-jurusnya.

"Bagus, lihat dan buktikan ini. Jurus ke satu, goanswe, awas...!" dan pedang yang bergerak menahan pukulan-pukulan gendewa tiba-tiba melejit dan menyambar sana-sini, menggelincir dan melakukan serangan-serangan miring di mana Chu-goanswe tiba-tiba merasa adanya angin dingin yang tajam dari gerakan pedang itu, ditangkis tapi gendewanya tergetar dan tertawalah gadis itu melakukan jurus-jurus berikut. Dan ketika semuanya itu dibarengi dengan lompatan-lompatan cepat di mana gadis ini bergerak bagai bayangan siluman maka tiba-tiba Yu Yin sudah lenyap bersama dengan gulungan sinar pedang...

Maaf, halaman 32-33 hilang...

...aku atau kau yang mampus!" dan gadis itu yang membentak dan berkeiebat maju tiba-tiba menyerang dan menghantam lawannya. Kedua tangannya mengeluarkan uap hitam dan Giam Liong mengerutkan kening melihat itu. Dia juga mencium bau amis namun tentu saja dia cepat mengerahkan sinkangnya, menahan dan kepalapun tak pening seperti apa yang dialami Chu-goanswe itu. Dan begitu pukulan menyambar dan Giam Liong menangkis, dia terkejut serta heran bahwa gadis ini memiliki ilmu pukulan dari kaum sesat maka gadis itu terbanting serta menjerit dan terlempar bergulingan.

"Dess!"

Yu Yin berteriak tertahan. Giam Liong berkelebat dan kini melihat pembantu-pembantu Chu-goanswe itu bergerak mengejar dengan senjata di tangan. Mereka membentak dan girang bahwa gadis itu kebetulan terlempar ke arah mereka, mau membunuh. Tapi ketika Giam Liong berseru keras dan mengibaskan lengannya ke kiri kanan maka orang-orang itu terlempar dan Yu Yin sendiri sudah dicengkeram roboh.

"Yu Yin, kau sekarang tak perlu lagi menuruti marahmu di sini. Pergilah, kau telah memenangkan pertandingan dan jangan ganggu Chu-goanswe serta teman-temannya itu!"

Gadis ini mengeluh. Tiba-tiba ia menangis dan memaki-maki Giam Liong. Dua kali ia ditundukkan dan dua kali pula ia mendapat malu. Namun karena Giam Liong telah menyelamatkannya dan mau tak mau ia harus berterima kasih, maka gadis itu berjungkir batik dan langsung keluar hutan begitu Giam Liong mengusirnya.

"Giam Liong, kau pemuda keparat. Awas, aku tak mau sudah kalau kita bertemu kembali!"

"Heii..!" orang-orangnya Chu-goanswe mengejar. "Jangan lari, siluman betina. Aku masih ingin mencincangmu!"

Namun Giam Liong membentak menyuruh orang-orang itu kembali. Mereka ada yang nekat namun Yu Yin melepaskan Hek-tok-kangnya dan orang-orang itu menjerit. Dan ketika mereka berdebuk dan pingsan dengan kulit kehitaman, Giam Liong terkejut dan berkelebat mengusap orang-orang itu maka racun Hek-tok-kang lenyap dan bangkitlah orang-orang itu dengan muka pucat, sadar setelah diperingatkan Giam Liong.

"Jangan mengejar atau mengganggu gadis itu lagi. Atau aku tak mau menolong kalian dan tanggung sendiri kalau ia melepas Hek-tok-kangnya lagi!"

Orang-orang itu gentar. Setelah mendapat kenyataan dan menelan pil pahit barulah mereka menuruti nasihat pemuda ini. Giam Liong sungguh andalan mereka tapi beberapa di antara mereka tentusaja kecewa kenapa pemuda itu membiarkan gadis itu pergi, padahal dia adalah puteri Coa-ongya. Dan ketika Chu-goanswe sendiri menyatakan kekecewaannya itu dan Giam Liong membalik maka pemuda ini berkata dengan sikap dingin.

"Aku dan dia pernah bersahabat, dan aku masih memandang bekas persahabatan itu. Kalau kalian juga tidak berniat untuk membunuh atau mencelakainya tentu aku setuju menawan gadis itu, goan-swe. Tapi sekarang aku melepasnya dan mudah bagiku kalau kelak ingin menangkapnya lagi”

"Atau mungkin kau jatuh cinta kepadanya!” sebuah suara tiba-tiba melengking nyaring, mengejutkan Giam Liong dan orang-orang di situ. "Lepaskan aku atau bunuh saja ibumu, Liong-ji. Kau anak kurang ajar yang menyiksa ibu sendiri sampai seperti ini!"

"Ah," Giam Liong terkejut, sadar. "Aku menotokmu karena tak ingin kau mengacau ibu. Maafkan aku dan sekarang boleh kau bebas!" pemuda itu bergerak totokan ibunya dibuka dan seketika melompatlah ibu itu dengan marah. Dan ketika ia berdiri dan berhadapan dengan puteranya maka tiga tamparan dilepaskan nyonya itu sebagai peiampias rasa jengkel.

"Kau membuat malu ibu, keparat.. plak-plak-plak!”

Giam Liong terhuyung, ia membiarkan saja tamparan ibunya itu dan sang ibupun tiba-tiba tertegun. Giam Liong, yang memandangnya dengan sedih itu mengingatkannya akan wajah suaminya. Seperti itulah dulu mendiang suaminya itu memandangnya, kalau sedih. Dan begitu nyonya ini tertegun dan terbelalak melihat cap jari di pipi puteranya mendadak, nyonya ini terisak dan menubruk puteranya, mencengkeram dan mengguncang-guncang kepala puteranya itu.

"Ah, kenapa kau tak mengelak, Liong-ji? Kenapa membiarkan dirimu kutampar?"

"Aku tak ingin mengelak, ibu. Aku tahu akan kesalahanku dan kemarahan dirimu. Aku memang salah. Kau boleh tampar lagi kalau suka."

"Ah, tidak, tidak... kau anakku, Liong-ji. Kau darah daging ayahmu. Aku tak ingin menamparmu lagi karena kaupun sudah cukup lama menderita. Hanya kenapa kau melepaskan gadis itu. Dia puteri Coa-ongya!"

"Hm, aku teringat persahabatanku dengannya, ibu. Dan aku masih ingat bahwa Yu Yin sebetulnya juga membenci ayahnya. Aku sekarang tahu kenapa dia meninggalkan ayahnya!"

"Kenapa?"

"Karena ia tahu bahwa ayahnya memang jahat!"

"Tapi ia datang membela ayahnya pula. Gadis itu hendak membunuh Chu-goanswe!"

"Hm, itu wajar, ibu. Betapapun seorang anak tak dapat melupakan ikatan batinnya dengan ayah atau ibunya. Kau tahu ini. Sudahlah, kita tak usah bicara itu lagi karena membuat hatiku perih. Sekarang bagaimana dengan Chu-goanswe dan aku minta maaf untuk kejadian ini!"

"Hm, tak apa," Chu-goanswe mengangguk dan menarik napas dalam-dalam. "Aku berterima kasih bahwa kau telah menyelamatkan aku, siauw-hiap. Kalau tidak ada kau sungguh dua kali nyawaku bakal melayang. Hanya aku tak ingin kalau kau melepaskan gadis itu lagi kelak, kalau ia datang mengacau. Apakah siauw-hiap dapat menjanjikannya?"

"Aku tak berharap gadis itu datang lagi. Tapi kalau ia datang dan mengacau lagi apa boleh buat aku akan menawannya. Tapi goanswe tak boleh membunuhnya!"

"Apakah kau jatuh hati kepadanya?" sang ibu jengkel. “Dibunuh atau tidak sama saja, Giam Liong. Coa-ongya atau puterinya sama-sama musuh kita. Dan ayahmu amat membenci Coa-ongya itu!"

"Hm, musuh utama kita adalah si Kedok Hitam, ibu. Coa-ongya bagiku nomor dua..."

"Tapi dia yang memerintahkan penyerbuan ke Lembah ibiis. Orang itu juga sama-sama busuk!"

"Tapi bukan dia yang membunuh ayah," Giam Liong menangkis."Aku lebih menitikberatkan kepada pembunuh ayahku, ibu. Sebab meskipun Coa-ongya mengirim ribuan pasukan kalau tak ada si Kedok Hitam itu tak mungkin ayah terbunuh. Ayah amat hebat dan tinggi kepandaiannya."

"Benar," Chu-goanswe menimbrung. "Ayahmu memang hebat dan mengagumkan, siauw-hiap. Ribuan orangpun bukan apa-apa baginya, asal tak ada si Kedok Hitam itu. Orang ini memang licik tapi kepandaiannya juga hebat. Dia musuh utama yang memang harus didahulukan”

"Tapi Coa-ongya pengatur rencana yang licik dan cerdik," si Papan Besi tiba-tiba memperingatkan, membela Sin-hujin. "Dia inipun tak boleh diabaikan, goan-swe. Aku lebih condong bahwa dua-duanya ini harus sama-sama diutamakan?"

"Hm, benar," Chu-goanswe mengangguk. "Coa-ongya maupun Kedok Hitam sama-sama berbahayanya, Wan Mo. Dan kita memang harus sama-sama memperhatikannya. Sudahlah, tempat kita sudah diketahui gadis itu dan sebaiknya kita menyingkir. Kita kumpulkan teman-teman kita yang lain dan kita gempur lagi kotaraja!"

"Hm, nanti dulu,” Sin-hujin tiba-tiba terkekeh. "Kau belum bicara bagaimana nasib puteraku, goanswe. Bukankah kalian amat mengandalkannya dan tak mungkin bekerja sendirian!"

"Maksud hujin?"

"Aku tak mau nasib puteraku disia-siakan. Aku ingin kita bicara di muka bagaimana kelak kalau perjuangan kalian berhasil!"

"Ah, itukah?" Chu-goanswe tertegun. "Ah, tak perlu khawatir, hujin. Aku tentu...

Ah, halaman 42-43 hilang lagi...!

....Giam Liong tertegun, teringat sepak terjang ayahnya yang sendirian. Tapi ketika ia mengerutkan kening dan mau membantah maka ibunya berkata lagi, tak mau didahului,

"Ibumu sudah sepakat dengan Chu-goan swe bahwa kita bantu-membantu, Liong-ji. Tapi ketika ibu hendak bertanya tentang hadiah apa yang hendak diberikan Chu-goanswe bila perjuangannya ini berhasil maka siluman betina puteri Coa-ongya itu muncul. Nah, sekarang ibu bertanya dan sudah dijawab. Kau calon Kok-su dan ini pantas untukmu. Negara yang kuat harus memiliki seorang Kok-su yang hebat dan tinggi kepandaiannya. Ibu sudah setuju. Bagaimana dengan yang lain-lain?"

"Setuju!" semua orang tiba-tiba serempak berseru. "Sin-kongcu memang pantas menduduki jabatan itu, hujin. Kok-su adalah kedudukan yang sesuai untuk puteramu. Negara akan terlindung dengan adanya seorang gagah macam Sin-kongcu ini!"

"Nah," Wi Hong berseri-seri, tak menghiraukan kernyit puteranya yang semakin dalam. "Ini bukan jual beli, Liong-ji, melainkan balas jasa dari calon kaisar yang pantas untukmu. Aku akan menjadi ibu Kok-su dan bahagia melihat puteraku menjadi orang!"

"Hm!" Giam Liong tersenyum pahit, tak tertarik akan janji kedudukan itu. "Aku tetap tak berpamrih menuntut jasa, ibu. Kalau perjuangan berhasil maka itu adalah keberuntungan Chu-goanswe. Aku sendiri hanya menghendaki kematian Kedok Hitam."

"Tapi dia bersembunyi di istana. Dan tanpa pasukan Chu-goanswe tak mungkin kau menggempur istana sendirian!"

"Sudahlah," Chu-goanswe menyela dan kagum memandang keturunan Si Golok Maut ini. "Sin-siauwhiap sungguh perwira dan bersih sekali, hujin. Aku menjadi kagum dan semakin menghormati saja. Perjuangan masih jauh, dan aku sendiri belum tentu menjadi kaisar kalau cita-cita ini gagal. Daripada kau bertengkar dengan puteramu masalah ini sebaiknya kita lakukan hal-hal yang nyata saja. Aku ingin menyerahkan pimpinanku kepadanya. Aku ingin mengangkatnya sebagai siauw-goanswe (jenderal muda). Apakah hujin setuju?"

"Ah, siauw-goanswe? Bagus sekali, aku setuju, goanswe. Tapi masa seorang jenderal hanya memimpin orang-orang yang berjumlah sedikit begini!"

"Aku masih menyimpan empat ribu pasukan rahasia. Mereka itu bersembunyi tak jauh dari sini dan dapat kutemui sewaktu-waktu. Karena ini yang nyata dan konkret biarlah puteramu memimpin pasukanku itu dan menjadi Jenderal Muda Sin!"

"Hi-hik, bagus. Aku setuju!" Wi Hong bertepuk tangan, girang bahwa puteranya tiba-tiba diangkat sebagai jenderal muda, biarpun jenderal yang oleh kaisar sekarang dianggap pemberontak! "Aku tak menolak, goanswe. Dan kapan puteraku secara resmi memimpin pasukanmu itu!"

"Nanti dulu," Giam Liong tiba-tiba berseru dan kembali mencegah. "Aku tak bisa memimpin pasukan, ibu. Aku tak berbakat seperti itu. Aku bukan digariskan menjadi militer!"

"Ah, aku dapat membimbingmu, siauw-hiap. Dan ada Wan Mo pula di sini. Dia juga akan banyak membantumu dalam memimpin pasukan!"

"Benar," Papan Besi, si lelaki pendek kekar itu buru-buru maju. "Aku dan Chu-goanswe dapat menuntunmu, kongcu. Dan ilmu-ilmu perang akan dapat kau peroleh banyak dari kami berdua!"

"Nah, apalagi?" sang ibu berseru. "Kau akan lebih hebat dari ayahmu, Liong ji. Selain ilmu silat kau juga tahu ilmu perang. Kau tak salah menjadi jenderal muda!"

"Tapi aku kikuk sekali, canggung."

"Hm, kecanggungan itu akan lenyap begitu kau belajar memimpin, siauw-hiap. Kau punya bakat untuk itu. Lihat saja bahwa secara tidak sadarpun kau telah menguasai kami!"

"Ah, ini lain. Aku semata mengandalkan ilmu silat."

"Sama saja!" Chu-goanswe tertawa. "Yang penting kau telah menunjukkan kepada kami bahwa kau selalu di depan, siauw-hiap. Dan ini cukup untuk ancang-ancang memimpin pasukan!"

"Dan kau tentu tak menolak ibumu yang ingin melihat puteranya menjadi seorang yang ternama dan terkenal," Wi Hong menunjang lagi, mata tajam menyorotkan permohonan. "Atau kesempatan emas ini kau sia-siakan, Liong-ji. Dan kau membuat ibumu kecewa seumur hidup!"

Giam Liong menarik napas dalam-dalam. Kalau ibunya sudah bicara seperti itu dan dia setengah dipaksa, ibunya ini begitu berambisi melihat dia menerima kedudukan maka Giam Liong mengangguk dan apa boleh buat menerima semuanya itu. Dia pribadi sebenarnya tak ingin diimingi kedudukan karena bukan maksudnya untuk tinggal sebagai seorang jenderal atau Kok-su, jabatan yang benar-benar tinggi dan banyak diidamkan orang. Maka begitu tertawa getir dan tidak membantah lagi akhirnya Giam Liong berkata kepada Chu-goanswe,

"Baiklah, aku ingin menyenangkan ibuku, goanswe. Aku tak ingin membuatnya kecewa setelah belasan tahun ibuku hidup menderita. Bawa aku ke pasukanmu dan mari kita pergi. Gadis itu bisa saja kemba!i dan membuat ulah. Mari, kita berangkat!"

Chu-goanswe girang. Dia tertawa dan memberi tanda kepada pembantu-pembantunya, membawa yang baru saja sembuh dan untuk sejenak melupakan kekecewaannya tentang Yu Yin. Puteri Coa-ongya itu telah pergi dan tawanan yang sebenarnya cukup berharga terpaksa mereka lepaskan. Biarlah, itu urusan anak muda ini. Dan ketika dia bergerak dan meninggalkan hutan, Wan Mo dan lain-lain mengikuti maka Giam Liong siap menjadi pimpinan sebuah pasukan besar yang jumlahnya ribuan orang.

Agak aneh dan janggal mula-mula bahwa pemuda yang biasa hidup di Hek-yan-pang itu kini tiba-tiba berubah nasibnya menjadi seorang jenderal muda, orang kepercayaan dan yang amat diandalkan oleh keturunan dinasti Chu itu untuk merebut kekuasaan. Dan ketika semua bergerak dan terjadi saling lirik aneh di antara Chu-goanswe ini dengan pembantunya, si Papan Besi maka Giam Liong bersama ibunya meninggalkan hutan itu pula untuk menemui pasukan rahasia ini di tempat yang rahasia pula. Siap melancarkan perang dan serbuan ke kotaraja!

* * * * * * * *

Kita tinggalkan dulu Giam Liong dan orang-orangnya Chu-goanswe itu. Mari kita ikuti dua bayangan yang malam itu bergerak di wuwungan rumah-rumah di kota raja. Sebab sehari setelah kota raja dibuat guncang maka bayangan ini, seorang laki-laki dan wanita setengah baya berkeiebatan dan meluncur menuju istana. Siapakah mereka? Bukan lain adalah Pek-jit-kiam Ju Beng Tan beserta isteri!

Hari itu, terlambat sehari dari peristiwa menggegerkan itu Beng Tan tiba di luar kota raja mendengarkan berita heboh ini. Dia mendengar bahwa istana diobrak-abrik. Gedung Coa-ongya dibakar dan ratusan orang luka-luka oleh sepak terjang seorang pemuda luar biasa, yang katanya adalah pembantu pemberontak dari pengikut-pengikut Chu Wen. Dan ketika jago pedang ini mengerutkan alis bertanya-tanya maka pemilik kedai yang pagi itu mereka masuki menyatakan dengan muka gentar bahwa pemuda itu katanya jelmaan iblis.

"Bayangkan, dua pembantu Coa-ongya dikalahkannya dengan mudah. Dan katanya ratusan lagi dilempar pemuda ini dengan kibasan ujung bajunya, luka-luka dan patah tulang. Apakah pemuda macam itu tak mengerikan? Tapi ada yang lebih mengerikan lagi, taihiap. Pemuda itu memiliki rambut yang kemerah-merahan seperti dicat darah. Dia tidak mirip manusia melainkan siluman, iblis haus darah!"

"Hm, itu tentu Giam Liong.Tapi bagaimana dia bisa bersama pengikut-pengikut Chu Wen? Apa yang terjadi?" Beng Tan berbisik kepada isterinya.

"Entahlah, kita tanya saja lopek ini, suamiku. Dan malam nanti kita datang menyelidiki!"

"Hm, aku enggan ke istana. Tapi apa boleh buat, rupanya urusan sudah berubah!"

"Maksudmu?"

"Giam Liong sudah menjadi antek pemberontak, dan aku tak suka ini!"

Swi Cu, sang isteri, bersinar-sinar. Bicara menyebut Giam Liong tiba-tiba saja kebenciannya terangkat. Anak yang dulu disangka keturunan mereka itu ternyata keturunan Si Golok Maut. Dan ibunya telah menculik atau menukarkan anak-anak mereka itu. Ah, bukan main panas dan marahnyahati ini. Kalau saja Giam Liong tak selihai sekarang dan suaminya sampai kalah barangkali dia akan mencekik dan membunuh pemuda itu. Sudah lama ia memang curiga bagaimana wajah anak itu lama-lama mirip Sin Hauw dan bukannya mirip wajah suaminya sendiri. Tak tahunya memang bukan anaknya. Dan ketika ia mendengus dan bertanya kenapa tak sekarang juga memasuki kota raja maka suaminya menjawab,

"Kita sudah dikenal orang-orang istana, padahal bukan maksudku untuk berhadapan dengan mereka secara langsung. Sebaiknya malam nanti saja kita ke sana, niocu. Dan kita periksa apakah cerita ini betul."

"Kukira pasti betul, tak mungkin omong kosong!" sang isteri meradang. "Kau ini selalu ingin membuktikan sendiri, suamiku. Orang sudah bercerita banyak masih juga kau kurang percaya!"

"Hm, berita orang suka ditambah-tambahi. Aku bukannya tidak percaya lugas, niocu, melainkan ingin melihat sendiri untuk meyakinkan hatiku."

"Maksudmu?"

"Aku heran bagaimana istana bisa kebobolan. Dan siapa dua orang yang dimaksud sebagai pembantu-pembantu Coa-ongya itu."

"Mereka kakek-kakek India yang dulu pernah ke sana," pemilik kedai tiba-tiba berseru, Beng Tan berbicara memang agak keras. "Katanya mereka itu bekas pembantu-pembantu lama Coa-ongya, tai-hiap. Dan kabarnya istana sekarang mencari dan mengumpulkan orang-orang pandai untuk menjaga keselamatan ongya!"

"Kakek-kakek India?"

"Ya, ji-wi (anda berdua) tentu memenuhi undangan istana, bukan? Ah, orang-orang seperti ji-wi tentu amat diharapkan sekali tenaganya. Tadi belasan orang juga ke sana dan melamar pekerjaan dengan upah besar. Konon katanya diberi gaji seribu tail emas untuk orang yang betul-betul pilihan. Dan ji-wi tampaknya seperti itu."

"Hm, kami tidak mengisi lowongan," Swi Cu mendongkol. "Kami perantau yang tidak menggubris urusan istana, lopek. Kami datang untuk urusan lain!"

"Ah, ji-wi tidak mempergunakan kesempatan emas ini? Seribu tail bukan main-main, hujin. Ditambah dengan gedung indah dan makan enak!"

"Aku tidak butuh itu!" Swi Cu meremas hancur pinggiran meja. "Aku ingin arak dan bawa lagi sepiring roti kering untuk kami. Nih, kami sendiri sudah cukup punya uang!" wanita ini melemparkan sekeping uang emas, menancap dan amblas setengahnya lebih di meja makan dan orang-orang di situ melotot.

Pemilik kedai terkejut dan yang lain-lain membelalakkan mata melihat demonstrasi ini. Tapi karena Swi Cu rupanya cukup galak sementara Beng Tan yang ada di situ juga duduk penuh wibawa, diam dan menyambar isterinya agar tidak marah-marah maka pendekar itu berbisik agar isterinya tidak usah menarik perhatian.

"Tak perlu ribut-ribut, mereka itu bukanlah Giam Liong atau orang-orang yang tidak kau senangi. Duduklah, itu arak dan roti kering pesananmu."

Swi Cu sadar. Memang dia naik darah begitu pemilik kedai agak cerewet bicara macam-macam. Semuanya itu pasti kembali pada masalah Giam Liong yang membuat geger di istana, karena pemuda itu memang menjadi topik pembicaraan selain Chu-goanswe dan para pengikutnya itu. Tapi ketika arak dan roti kering diantarkan ke mejanya, pemilik kedai takut-takut mendadak mencongklang tiga ekor kuda besar yang langsung berhenti dan meringkik di depan warung.

"Ha-ha, ada arak dan wanita cantik? Ah, hausku datang, Huai-twako. Berhenti sejenak dan kita mengaso di sini!" seorang laki-laki tinggi besar mendadak turun dan meloncat dari punggung kudanya, masuk dan tahu-tahu sudah menyambar arak dan roti kering di atas nampan.

Pemilik kedai menyediakan itu untuk suami isteri ini dan tentu saja dia terkejut melihat perbuatan si tinggi besar ini. Tapi ketika dia mengejar dan berteriak, hendak merampas miiiknya kembali tahu-tahu laki-laki itu memutar tubuhnya dan sebuah tendangan membuat pemiiik kedai itu mencelat.

"Ha-ha, kau mengecewakan aku, orang tua. Kukira tamu wanitamu itu masih muda tak tanunya sudah setengah baya. Ah, kau menyebalkan dan biar aku melanjutkan perjalananku lagi... dess!" pemilik warung menjerit, roboh menabrak mejanya dan hiruk-pikuklah isi meja itu tertimpa tubuhnya. Dan ketika laki-laki itu menenggak araknya dan dua temannya yang lain tiba dan berhenti di muka kedai, tertawa bergelak, maka botol arak dilempar dan hancur mengenai meja di dekat Swi Cu.

"Sial, cantik tapi sudah tua. Ha-ha, mari kita lanjutkan perjalanan lagi dan mataku terkecoh oleh tubuh dan rambut si nyonya itu!"

Swi Cu terbakar. Mula-mula dia terkejut melihat tiga kuda seperti membalap kesetanan, pemiliknya seperti buru-buru tapi tak tahunya berhenti di situ, datang dan ingin mengganggunya karena disangkanya wanita cantik yang masih muda usia. Dan karena Swi Cu memang merawat tubuhnya hingga nyonya ini masih tampak menggairahkan meskipun sudah empat puluhan tahun, hal yang membuat orang memang mudah terkecoh maka si tinggi besar yang melihat bahwa wanita ini sudahlah senja tiba-tiba kecewa dan menyambar arak serta melempar hancur botolnya.

Perbuatannya itu berlangsung cepat dan ketika masuk ataupun keluar dari warung makan itu tindak-tanduknya memang gesitdan lincah, hanya sekejap saja dia sudah berkelebat dan menendang si pemilik kedai. Tapi begitu ia tertawa bergelak dan melayang ke atas kudanya tiba-tiba ia menabrak sebuah lengan yang menahan dadanya.

"Tikus busuk, jangan lari dulu!"

Laki-laki ini terkejut. Entah kapan tahu-tahu wanita cantik itu telah berada di depannya, menghadang antara pintu keluar dengan kuda tunggangannya. Dan karena ia tak menduga dan sedang melayang ke atas maka begitu lengan itu berkelebat dan tahu-tahu mendorong dadanya mendadak laki-laki ini berteriak kaget dan menangkis. Tapi sebelum ia mampu menolak atau menangkis lengan halus itu tahu-tahu dadanya sudah tertampar dan terbantinglah laki-laki ini dengan sebuah jeritan keras.

"Plak-augh!"

Swi Cu sudah berdiri di situ. Nyonya ini bergerak dari tempat duduknya dan mempergunakan ilmu meringankan tubuh hingga tahu-tahu melewati si tinggi besar itu, menghadang dan membentak serta mengulurkan lengannya menahan laki-laki itu agar tidak pergi dulu. Dan karena laki-laki itu menangkis atau mau menolak tangannya maka dengan gerakan Le-hi-tateng atau Ikan Lele Melejit iapun sudah menyelinapkan lengannya dan semula tangan yang hanya ingin mendorong itu tahu-tahu berobah menjadi sebuah tamparan keras yang membuat lawan terbanting, tentu saja kesakitan! Dan ketika laki-laki itu berteriak dan bergulingan meloncat bangun maka nyonya ini sudah tersenyum dingin dengan tangan bertolak pinggang, tegak tak menyerang, gagah namun membuat laki-laki itu pucat dan gentar, kaget.

"Kau siapa?"

"Hm, bukan aku yang ditanya, melainkan kau. Siapa kau dan kenapa demikian kurang ajar melempar dan menyambar makanan orang lain. Gerombolan rampok dari mana ini yang berani coba-coba berkurang ajar di depan nyonya besarmu!"

Laki-laki itu marah. Dia terkejut dan kaget tapi begitu dua temannya yang lain bergerak dan turun dari atas kudanya mendadak ia mendapat keberaniannya lagi. Dorongan atau tamparan yang tadi tak dilihatnya itu dianggapnya sebagai kelengahannya sendiri saja. Dia tak menduga datangnya wanita ini karena tadi sedang duduk di dalam, bersama seorang laki-laki gagah yang mungkin suaminya. Maka membentak dan mencabut ruyung, marah dan memutar-mutar senjata itu tiba-tiba laki-laki ini menggertak dan memaki nyonya itu.

"Heh, kau sombong dan congkak, wanita siluman, juga tidak tahu malu. Baik-baik aku pergi tiba-tiba kau mengejar aku. Kau kira aku akan menarikmu sebagai isteri? Bah, kau sudah tua, sudah empat puluhan. Aku tak suka wanita tua biarpunvcantik. Pergi atau ruyungku akan menghancurkan kepalamu!"

"Hm!" kilat berbahaya memancar dari wanita Hek-yan-pang ini. "Kau yang sombong dan tak tahu malu, tikus busuk. Sangkamu aku datang untuk merayu dirimu? Cih, pongah dan tak melihat keadaan diri sendiri. Aku mencegahmu pergi karena ingin menghajarmu. Nah, terima ini dan awas pelajaran pertama!" Swi Cu berkelebat, merah mukanya karena disangka mengejar-ngejar lelaki, padahal maksudnya ingin menghajar orang ini. Maka begitu bergerak dan lenyap dengan ilmunya meringankan tubuh yang luar biasa tiba-tiba lawan terkejut karena hanya tampak bayangan menyambar dan tahu-tahu dua pipinya kena gaplokan enam kali pulang balik.

"Plak-plak-plak!"

Laki-laki itu terpelanting, la menjerit dan berteriak karena sepasang pipi yang ditampar pulang balik itu tahu-tahu matang biru, bibirnya bahkan pecah! Dan ketika si nyonya tertawa mengejek dan ia melompat bangun, nyonya itu kembali berdiri dan tegak menanti maka laki-laki ini memekik dan menerjang dengan ruyungnya. Senjata itu menderu naik turun namun Swi Cu mengelak lincah, kian cepat diserang kian cepat pula ia mengelak. Dan ketika lawan terbelalak karena si nyonya berkelebatan dan menyambar-nyambar maka Swi Cu kembali menghadiahi dua tamparan yang membuat gigi laki-laki itu patah.

"Plak-plak!"

Laki-laki ini mengaduh. Dia menyerang namun gagal, kembali terbanting dan dua kali merasakan kepalanya seakan pecah. Maklumlah, tamparan jari-jari yang halus itu seakan batangan besi baja! Dan ketika ia merintih dan meloncat bangun, roboh dan tak kuat maka dua temannya terkejut dan tiba-tiba orang nomor dua mencabut ruyung sementara orang ketiga mencabut golok lebar.

"Wu Hauw, Wu Hwi, wanita ini bukan wanita sembarangan. Awas dan kita keroyok dia!"

Swi Cu menjengek. Dia telah membuat lawan di sana itu menerima pelajaran, giginya rontok dan bibirnyapun pecah-pecah berdarah. Dan ketika dua orang itu tiba-tiba menerjang dan menolong temannya maka nyonya yang sudah mengukur sampai di mana kiranya kepandaian orang-orang ini lalu bergerak dan berkelebatan menghindari serangan ruyung atau golok. Dia sengaja bertangan kosong saja karena ingin mempermainkan orang-orang ini, laki-laki kasar yang kiranya sebangsa perampok saja.

Dan begitu nyonya itu bergerak dan lawan terkejut karena tubuhnya tiba-tiba lenyap membentuk bayangan yang naik turun mengelilingi mereka maka golok ataupun ruyung luput menyambar, hanya mengenai angin kosong belaka dan tujuh kali serangan golok atau tujuh kali serangan ruyung luput semua. Dan ketika duablaki-laki itu terkejut karena lawan tak dapat disentuh, seperti asap atau bayangan saja maka Swi Cu sudah mendaratkan tendangan atau tamparannya golok dan ruyungbmencelat.

"Pergi kalian dan belajarlah bersikap sopan kepada wanita!"

Dua orang itu terlempar. Mereka menjerit dan berteriak karena tiba-tiba wajah dan leher mereka pecah berdarah, terguling-guling dan dua orang ini tentu saja kaget dan pucat bukan main. Dan ketika mereka meloncat bangun dan gentar memandang nyonya itu, terbelalak, maka teman mereka yang roboh dan jerih duluan sudah melarikan diri dengan kabur di atas kudanya.

"Heii..!" dua orang itu gagap. "Tunggu aku, Wun Hwi. Jangan tinggalkan kami!"

"Benar," yang bergolok juga bergerak dan cepat-cepat naik ke atas kudanya jatuh namun bangun lagi. "Kau membuat ulah, Wun Hwi. Keparat dan jangan tinggalkan kami!"

Dua orang itu menyusul. Mereka sudah sama-sama meloncat di atas kudanya dan lupa kepada senjata yang tergeletak di tanah. Swi Cu berdiri mengejek dan tidak mengejar. Namun begitu tiga orang itu meninggalkan dirinya, lari tergesa-gesa mendadak kaki nyonya ini bergerak dan ruyung atau golok tiba-tiba terbang dari tanah menyambar orang-orang itu.

"Laki-laki kasar, senjata-senjata kalian tertinggal. Terimalah dan jangan biarkan ini...!"