Naga Pembunuh Jilid 14 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

NAGA PEMBUNUH
JILID 14
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
HAN HAN terkejut. Belum dia menjawab atau apa mendadak saja ketua Hek-i Kai-pang itu menyerangnya. Tongkat bergerak dan langsung menusuk ulu hati, suaranya tak terdengar tapi ketika dekat mendadak menderu. Itulah bukti tenaga sinkang yang hebat yang dimiliki ketua Hek-i Kai- pang ini. Namun karena Han Han melihat gerakan itu masih lambat, tentu saja dengan mudah dia berkelit maka sang ketua membentak dan menerjang lagi. Gerakan Han Han ketika mengelit tadi seakan begitu mudah dan mengentengkan serangannya.

"Haittt. des-dess!"

Han Han meloncat dan tongkatnya akhirnya menghajar tanah. Hebat dan kuat tenaga Hek-i Kai-pangcu itu karena tiba-tiba tanah berlubang, batu hancur dan kerikil atau pasir-pasir kecil berhamburan. Namun karena dua kali serangan itu luput dan Hek-i Kai-pangcu marah bukan main, para muridnya melihat dan menonton pertandingan itu maka pengemis ini tiba-tiba berkelebat dan menyerang Han Han dengan ilmu silat Hek-tung-sin-hoat (Silat Sakti Tongkat Hitam), bergerak dan menderu dan tongkatnya itu naik turun mengejar Han Han. Kemana pun pemuda itu pergi selalu tongkat membayangi dan siap menyentuh.

Han Han mengerutkan kening dan berseru agar ketua Hek-i Kai-pang itu sabar dulu, tak digubris dan si pengemis malah membentak dan mempercepat gerakannya. Ketua Hek-i Kai-pang ini marah karena Han Han dapat mengelak semua serangannya sambil bicara, padahal dia sudah memperhebat serangannya itu. Dan ketika kakek ini kalap dan tongkat dihentak dengan pengendalian tenaga sakti tiba-tiba tongkat terlepas dan terbang menyambar Han Han dengan pengerahan sinkang istimewa.

"Ah!" Han Han berseru keras. "Kau nekat dan keras kepala, pangcu. Baiklah, aku terpaksa menangkap tongkatmu dan maaf!" lalu ketika Han Han mengeluarkan Hui-thian-sin-tiauwnya, Rajawali Terbang Ke Langit tiba-tiba tubuh pemuda itu lenyap ke atas. Tongkat kehilangan sasaran dan Hek-i Ka i-pangcu terkejut, tentu saja tertegun dan berhenti. Tapi begitu tongkat berhenti dan tidak bergerak di udara, sang pengemis terbelalak karena tak menemukan lawannya itu tahu-tahu Han Han muncul lagi dan menyambar dari atas kebawah.

"Krekk!" Tongkat tiba-tiba terpotong dua. Han Han telah menangkap dan menjepit senjata ketua Hek-i Kai-pang itu dengan dua jarinya, patah dan tentu saja lawannya berteriak kaget. Dan ketika Han Han membuang patahan tongkat itu dan sudah turun lagi ke tanah maka pemuda itu menjura dan menyatakan penyesalannya. Gebrakan diakhiri begitu singkat!

"Maaf, sudah kukatakan tadi, pangcu. Aku tak ingin bertanding dan dengarkan kata-kataku dulu. Aku bukan membela temanku, melainkan membela siapa yang benar dan melawan siapa yang salah. Katanya anak buahmu memulai keributan ini dulu, Hwa-cici diganggunya di rumah makan. Dan tentang kekasih..."

"Bedebah jahanam!" pengemis itu tiba-tiba membentak, tak menunggu Han Han menyelesaikan kata-katanya. "Kau sudah berani mematahkan tongkatku, anak muda. Dan ini tantangan dan sebatang tongkat lain yang sudah menyambar dan dicabut kakek ini tiba-tiba menderu dan menghantam pemuda itu dengan hebat. Hek-i Kai-pangcu malu dan gusar bukan main melihat tongkatnya dipatahkan Han Han, padahal di situ banyak anak-anak murid yang menonton.

Maka begitu dia mencabut tongkat cadangan dan dengan senjata ini dia menerjang pemuda itu, menusuk dan membabat maka Han Han tak dapat meneruskan kata-katanya lagi karena kakek itu sudah menyerangnya kalap. Dia sebenarnya melihat bahwa kakek ini cukup lihai, sayang terlalu angkuh dan tinggi hati, mungkin karena kedudukannya sebagai ketua itu. Dan ketika Han Han harus mengelak dan menghindari lagi serangan tongkat terbang, karena Hek-i Kai-pangcu penasaran melanjutkan serangannya tadi maka apa boleh buat Han Han pun mengeluarkan Hui-thian-sin-tiauwnya lagi. Hanya dengan ini dia dapat menundukkan kakek itu, karena begitu dia bergerak tiba-tiba saja dia lenyap dan hilang dari pandangan mata. Dan ketika si pengemis terkejut karena lagi-lagi dia kehilangan sasaran, Han Han tahu-tahu muncul lagi dan menyambar tongkatnya maka untuk kedua kali tongkat itu dikeletak patah.

"Pangcu, kau tak dapat mengalahkan aku. Dengar kata-kataku dan berhenti menyerang!"

Namun kakek itu memekik. Begitu tongkat patah lagi tiba-tiba kakek ini menyambar golok, bukan satu melainkan dua. Dan ketika dia menerjang dan menyerang kalap, membabi-buta, maka anak-anak murid yang pucat melihat kepandaian pemuda itu tiba-tiba mendengar bentakan Ji-lokai yang memberi aba-aba menyerang.

"Bunuh pemuda itu, bantu ketua!" Dan ketika Ji-lokai sendiri menerjang dan menyambar tongkat baru, karena tongkatnya tadi juga dihancurkan Han Han maka pemuda itu dikeroyok dan anak-anak murid Hek-i Kai-pang berkelebatan menyerang.

"Heii..!"Han Han terkejut. "Berhenti, Ji-lokai. Berhenti, jangan mengeroyok atau terpaksa aku menghajar kalian!"

"Hajarlah!" wakil ketua Hek-i Kai-pang itu menantang. "Kami bergerak membela ketua kami, anak muda. Kalau kau membunuh kami itupun tak akan kami elakkan!" dan ketika pengemis itu mengemplang dan menggerakkan tongkatnya, menerjang dan melancarkan pukulan tangan kirinya pula maka Hek-tung Sin-ciang menyambar disusul pukulan-pukulan tongkat anak-anak murid yang lain, gaduh dan riuh karena Han Han lalu mempergunakan Hui-thian-sin-tiauwnya untuk menghilang, senjata atau tongkat-tongkat lawan berbenturan sendiri. Dan ketika Han Han marah karena orang-orang Hek-i Kai-pang itu mengeroyok maka Eng Hwa berkelebat dan terkekeh.

"Bagus, kubantu kau, Han Han. Jangan khawatir des-des-prak!" dan payung yang menghantam atau mengenai kepala anak-anak murid itu lalu disusul teriakan atau pekik ngeri.

Dua tubuh terpelanting karena dengan kejam wanita cantik itu telah membunuh lawannya. Eng Hwa merasa mendapat kesempatan membalas dendam setelah tadi dia dikeroyok, hampir saja celaka. Maka begitu Han Han dikerubut tapi pemuda itu mampu beterbangan mendahului lawan, sama seperti tadi ketika pemuda itu menghadapi serangannya maka untuk berikut anak-anak murid Hek-i Kai-pang menjadi korban. Darah mengalir dan tepi hutan itupun menjadi tempat mengerikan. Eng Hwa mempergunakan kebingungan anak-anak murid yang kehilangan Han Han untuk melampiaskan keganasannya, wanita ini ternyata telengas. Tapi ketika Han Han mengeluarkan bentakan keras dan hutan serasa digetarkan pekikan gajah, anak-anak murid terpelanting dan Eng Hwa sendiri terkejut terhuyung mundur maka berturut-turut senjata di tangan wanita itu dan ketua atau wakil ketua Hek-i Kai-pang juga terlepas.

"Berhenti!"

Bentakan atau suara Han Han ini dahsyat sekali. Han Han mempergunakan Sai-cu Ho-kang (Pekikan Singa) untuk menghentikan pertempuran, anak-anak murid sudah roboh terpelanting sementara ketua mereka terhuyung-huyung, nyaris juga roboh. Dan ketika semua senjata terlepas dan Han Han sudah berdiri di situ, di tengah-tengah maka semua terbelalak pucat memandang pemuda ini.

"Semua tak boleh serang-menyerang lagi. Ini bukan tempat pembantaian. Dan kau..." Han Han marah sekali memandang Eng Hwa. "Kau keji dan telengas, cici. Kalau sekali lagi aku melihat kau membunuh orang jangan harap aku mau bersahabat lagi denganmu. Cukup, kita pergi dan jangan ada di sini lagi!" dan membetot wanita itu berkelebat ke hutan, Han Han menendang payung dan menyambar dengan tangannya yang lain maka Hek-i Sin-lokai dan anak-anak muridnya tertegun, sadar.

"Heii...!" kakek itu berseru. "Temanmu berhutang banyak jiwa, anak muda. Tunggu dan bunuh sekalian kami semua!"

"Tidak," Han Han lenyap dan berseru dari jauh. "Kau juga harus tahu diri, Lo-kai. Karena pihakmu yang memulai maka jangan menuntut kepada kami. Kalian pulang dan kita tak usah bertemu lagi!"

"Keparat, jahanam. Kami tak takut mati!" namun si kakek yang sia-sia mengejar dan kehilangan Han Han akhirnya menangis dan membanting-banting kaki di situ.

Enam muridnya roboh binasa dan tiga belas jiwa melayang dengan cepat. Bukan main keji dan ganasnya si cantik itu, karena si pemuda tak pernah menurunkan tangan maut kepada dia maupun anak-anak muridnya. Tapi karena Han Han melindungi temannya itu dan kakek ini tentu saja marah, gusar, maka Hek-i Kai-pangcu mendendam dan mengingat-ingat Han Han dengan baik. Dia telah memerintahkan anak-anak muridnya kembali dan persoalan itu diselesaikan di situ, meskipun kelak akan disusul dan dilanjutkan lagi.

Dan ketika Han Han lenyap sementara kakek ini dan para pembantunya kembali maka Han Han tiba di seberang hutan yang sana dan berhenti melepaskan tangan Eng Hwa.

"Kau kejam, kau tak berperasaan," Han Han langsung saja menyemprot kawannya ini. "Sekarang kita berpisah, cici. Aku tak mau lagi berdekatan denganmu. Maaf dan terima kasih!"

"He!" Eng Hwa mencengkeram, langsung meloncat tak membiarkan Han Han pergi. "Tunggu dulu, Han Han. Kau boleh meninggalkan aku tapi lihat pukulan ini. Aku terluka!" dan ketika wanita itu merintih dan Han Han terkejut melihat pundak temannya yang dikuak, halus dan putih maka Eng Hwa berkata bahwa itulah bekas pukulan Ji-lokai, menggigit bibir dan menangis. "Aku kejam karena mereka juga kejam. Lihat, tongkat jahanam itu dipoles racun, Han Han. Pundakku hangus dan aku butuh pertolonganmu.... bret!"

Han Han memerah mukanya, melihat Eng Hwa tak malu-malu merobek baju pundaknya lebih lebar lagi hingga bukit dadanya tersembul! Kalau bukan Han Han tentu pemandangan itu sudah membangkitkan berahi, Han Han tergetar namun pemuda ini dapat menekan perasaannya. Dia sudah diperlihatkan bekas pukulan itu dan Eng Hwa merintih bahwa pundaknya panas, diraba dan benar saja bahwa pundak wanita itu panas. Dan ketika Han Han tertegun karena Eng Hwa tiba-tiba terhuyung, roboh, maka wanita itu tiba-tiba menangis dan mengerang-erang.

"Aduh, sakit, Han Han.... panas sekali Tolong aku atau nanti aku mati!"

Han Han bergerak cepat. Melihat Eng Hwa mengeluh dan terhuyung roboh tiba-tiba dia menahan dan menangkap lengannya itu. Han Han heran tapi keheranannya dikalahkan rasa terkejut, Eng Hwa sudah pingsan. Dan ketika Han Han mengeluarkan obat dan menyalurkan sinkang di pundak temannya itu maka tak lama kemudian Eng Hwa sadar namun merintih menunjuk pundaknya yang lain.

"Aku merasa sakit dan pedih di situ. Ouh, tolong, Han Han. Bukakan bajuku itu dan lihat apakah ada bekas pukulan pula disitu!"

"Apa? Di sini?" Han Han terbelalak, melihat pundak Eng Hwa sebelah kiri.

"Ya, di situ, Han Han. Aku merasa sakit. Tadi belum kurasa, karena pukulan di pundak kanan ini lebih berat. Tolong robek bajuku itu dan lihatlah!"

Han Han tergetar. Selama hidup dia belum pernah berdekatan dengan wanita. Eng Hwa ini adalah wanita pertama dan selama hidup pula dia belum pernah meraba atau membuka-buka baju wanita. Kini EngHwa tiba-tiba menyuruhnya, tentu saja Han Han gugup, bingung. Tapi ketika Eng Hwa merintih dan menangis menahan sakit maka sambil menggigit bibir Han Han merobek dan menguak baju pundak wanita itu.

"Bret!"

Han Han benar-benar mengalami cobaan berat. Pundak yang mulus putih kembali terlihat jelas dan dia harus menekan guncangan jantungnya melihat itu. Tapi ketika tak ada apa-apa di situ dan Eng Hwa berkata bahwa dia merobek kurang lebar, rasa sakit itu di bawahnya lagi maka si cantik minta agar Han Han membukanya lebih lebar.

"Kurang.... kurang ke bawah. Aduh, sedikit lagi kebawah, Han Han. Aku merasa dadaku nyeri. Di situ!"

Han Han terkejut. "Masih ke bawah? Kurang ke bawah?"

"Ya, cepat, Han Han. Atau aku mati! dan Eng Hwa yang menggeliat dan menahan sakit hebat tiba-tiba membuat Han Han tak pikir panjang lagi dan apa boleh buat merobek baju itu lebih ke bawah lagi. Sebenarnya dia mau memprotes karena melakukan ini berarti membuka dada Eng Hwa, si cantik menjerit dan merintih-rintih, Han Han merasa hawa panas di situ. Dan ketika muka Han Han juga terasa panas karena bukit yang indah terpampang di mukanya, Han Han gemetar dan menggigil maka tampaklah di situ sebuah titik merah dari sebatang jarum yang menancap di tempat yang seharusnya tak boleh dilihat mata laki-laki.

"Ini... ini jarummu sendiri!" Han Han terkejut. "Kau terkena jarummu sendiri, Hwa-cici. Bagaimana bisa begini!"

"Aku ditangkis tongkat si Ji-lokai itu, jarum terpental dan masuk. Aduh, tolong Han Han. Aku tak kuat menahan sakit. Juga... juga di pahaku. Sedot dan tarik keluar!"

Han Han menggigil seperti orang kecemplung di laut es. Kalau saja Eng Hwa tak berkata bahwa jarumnya terpental oleh tongkat Ji-lokai tentu dia akan segera curiga karena tadipun dia sudah curiga. Tapi begitu Eng Hwa berkata dan menerangkan asal-usulnya, Han Han lenyap kecurigaannya maka begitu Eng Hwa merintih dan menjerit tiba-tiba dia memejamkan mata dan membenamkan kepala di bukit yang mengaduk-aduk isi perasaannya itu. Han Han sungguh diuji hebat namun luar biasa sekali murid Im Yang Cin-jin ini.

Bukit lembut yang menyentuh pipinya itu sama sekali tak membobolkan benteng imannya. Han Han telah menarik napas dan kuat-kuat mengkonsentrasikan diri kepada jarum beracun, bukan kepada bola yang lunak hangat itu, bola yang sanggup meruntuhkan iman laki-laki! Dan ketika jarum tersedot dan Han Han tak mau berlama-lama, daerah itu memang "berbahaya" maka dengan muka penuh keringat Han Han menarik keluar jarum beracun itu, menyedot dengan khikangnya.

"Selesai!" pemuda ini menarik tubuh dan kepalanya. "Sekarang mana obat penawarmu, Hwa-cici. Kau tentu memiliki obatnya!"

Eng Hwa tertegun. Han Han tak tahu betapa wanita itu terbelalak dan kagum serta berdetak. Tadi ketika Han Han membenamkan kepalanya di bukit dadanya itu maka justeru Eng Hwa yang "kepanasan" dan hebat menahan nafsu. Han Han tak tahu dengan siapa dia berhadapan, tak tahu bahwa inilah Siluman Kucing Mao-siao Mo-li, seorang wanita cabul yang amat berbahaya karena kalau tak dapat mempergunakan kepandaiannya maka wanita itu akan mempergunakan tubuh dan kecantikannya, kalau ingin merobohkan seorang laki-laki. Maka ketika Han Han mampu bertahan sementara dengan cepat pemuda itu berhasil menarik jarum, Eng Hwa nyaris menjerit dan memukul kagum, Han Han tak tergerak oleh bukit dadanya yang montok, maka wanita ini terbelalak lebar-lebar dan napas tiba-tiba memburu, sekali lagi masih ingin menguji.

"Han Han, aku... aduh, terima kasih. Namun masih ada sebatang jarum yang menancap di pahaku, di pangkal paha. Cepat, tarik dan sedot keluar itu!"

Han Han merah padam, baru saja menutup lagi baju pundak wanita itu, tak berani lama-lama memandang bagian tubuh yang betapapun merangsang birahi-nya. Tapi ketika Eng Hwa mengeluh dan roboh terguling, pakaian di paha tersingkap maka wanita itu sendiri yang tak sabar menguakkannya, merintih, bukan oleh sakit melainkan oleh nafsu.

Han Han hampir tak mampu bernapas. Eng Hwa menyingkap semua pakaiannya itu hingga seluruh pahanya tampak. Han Han memang melihat setitik jarum merah menancap di situ, Eng Hwa tidak bohong. Tapi karena seumur hidup baru kali itu pula dia melihat paha seorang wanita, gempal dan mulus, apalagi Eng Hwa menggeliat memperbesar berahi maka Han Han yang semula mampu menenangkan guncangan batin mendadak dibuat guncang lagi oleh perbuatan wanita ini. Eng Hwa tak malu-malu dan lengkaplah sudah Han Han menikmati bagian tubuh wanita ini. Mulus dan menggairahkan!

Tapi karena Han Han lagi-lagi adalah murid Im Yang Cinjin yang sakti dan kekuatan batin pemuda ini cukup besar, Han Han memejamkan mata dan menarik napas kuat-kuat maka tiba-tiba Han Han mampu menindas semua hawa berahi ke lubuk yang paling dalam. Han Han memang masih terlalu hijau untuk menghadapi tipu daya wanita cabul sepintar Mao-siao Mo-li, yang kali ini mengerahkan segala daya tariknya untuk merobohkan pemuda itu. Tapi ketika Han Han tak roboh oleh tipu dayanya pertama, mengambil jarum di buah dadanya tadi maka wanita ini langsung mengeluarkan tipu dayanya terakhir, mempertontonkan paha dan bentuk kakinya yang mulus itu.

Biasanya, betapapun kuatnya laki-laki, kalau sudah melihat bagian yang "paling berbahaya" dari wanita ini pasti akan roboh. Han Han juga tampak menggigil dan gemetaran melihat bagian tubuh itu. Di sinilah puncak kekuatan wanita! Tapi ketika Han Han panas dingin diguncang perasaan yang hebat, berahinya menggelegak namun pemuda ini mengerahkan segenap kekuatan batin untuk melawan rangsangan yang hampir merobohkannya, Han Han tiba-tiba mencipta bayangan gurunya agar mendapat kekuatan batin, Eng Hwa merintih dan mengerang kepanasan, bukan oleh jarum itu melainkan oleh berahinya sendiri karena tiba-tiba wanita itupun terbakar oleh gejolak perasaannya, Han Han membungkuk dan siap mencabut jarum dengan mata terpejam tiba-tiba terdengar bentakan dan dua sosok bayangan menyambar Han Han.

"Anak muda, jangan lakukan itu!"

Han Han terkejut. Dibentak dan ditarik seseorang, Han Han tersentak dan kaget tahu-tahu muncul sepasang pria dan wanita yang menyambar punggungnya. Pria gagah itulah yang mengeluarkan bentakan sementara wanita disebelahnya, cantik tapi sudah berumur empat puluhan tiba-tiba memaki dan menghantam Eng Hwa. Han Han terkejut dan tentu saja pecah konsentrasinya. Dia mau mencabut jarum dan berhasil menenangkan guncangan berahinya setelah mencipta wajah gurunya tadi. Wajah gurunya inilah yang benar-benar menambah kekuatan luar biasa untuk menekan getaran batin. Han Han memang sedang diuji hebat. Tapi begitu dia disambar dan laki-laki itu menariknya berdiri, Han Han tentu saja terhuyung maka Eng Hwa yang diserang dan dihantam wanita ini terlempar dan menjerit.

"Aduh..!"

Han Han tertegun. Pria gagah itu mencekal lengannya agar dia tidak bergerak, Eng Hwa terguling-guling dan seketika buyarlah nafsu berahi wanita itu sendiri. Eng Hwa atau Mao-siao Mo-li melengking. Dan ketika wanita cabul itu meloncat bangun dan menyambar payungnya, Han Han juga mau bergerak tapi laki-laki gagah itu berkata bahwa dia ditipu dayai, dia berhadapan dengan seorang wanita cabul Siluman Kucing maka di sana wanita cantik yang bersama laki-laki ini sudah menerjang dan mengejar.

"Mao-siao Mo-li, dari dulu sampai sekarang masih saja kau tetap sama. Dulu mengganggu dan merayu pemuda-pemuda tampan sekarangpun juga begitu. Mampuslah, kau tak tahu malu.... dess!" dan pukulan yang luput menghantam lawan akhirnya membuat Eng Hwa melihat siapa wanita yang datang ini, juga laki-laki gagah di sana.

Dia meloncat tinggi berjungkir balik ketika pukulan itu menyambar, selamat tapi segera berseru tertahan melihat siapa sepasang laki-laki gagah dan wanita empat puluhan itu, rupanya suami isteri dan wanita itu sudah mengejarnya lagi dengan pukulan-pukulan cepat. Eng Hwa atau Mao-siao Mo-li akhirnya terdesak, mengelak sana-sini karena dia gugup dan bingung oleh kejadian yang tiba-tiba ini. Tapi ketika dia sadar dan marah memaki-maki lawannya itu, menangkis dan tidak mengelak lagi maka dia membentak.

"Bagus, kiranya kau.... trangg!" dan payung yang bertemu pedang dan gemerincing di udara akhirnya membuat Eng Hwa atau Mao-siao Mo-li ini membalas, membentak dan berkelebatan mengelilingi lawan dan akhirnya tampak bahwa wanita ini mampu menghadapi lawannya. Bahkan, setelah ketenangan dan kegugupannya hilang tiba-tiba Eng Hwa mampu mendesak lawannya itu. Wanita yang baru datang dan berbaju merah itu keteter, pedang di tangannya sering terpental oleh payung. Nyata, dia kalah setingkat. Dan ketika Eng Hwa berhasil menekan dan mendesak lawan hingga lawan terpekik oleh satu tusukan payungnya, wanita itu terhuyung maka Mao-siao Mo-li terkekeh-kekeh.

"Hi-hik, kiranya kau, Bhi Pui. Ah, kuingat sekarang siapa dirimu. Kiranya kau dan suamimu, Keng Han murid si tua bangka Pek-lui-kong. Ada apa kalian datang ke mari? Minta gebuk? Bagus, aku akan menghajarmu. Terimalah. cring-crangg!" dan payung yang kembali menyambar dan mengenai lengan wanita itu akhirnya membuat wanita baju merah ini menjerit kesakitan, menangkis tapi payung menyelinap dengan lihai, menusuk pangkal lengannya. Dan ketika berkali-kali akhirnya pedangnya terpental bertemu payung, ujung payung menusuk dan menggigit-gigit maka laki-laki gagah di samping Han Han itu berkelebat dan membantu isterinya.

"Mao-siao Mo-li, kau cabul dan hina. Setelah dulu kau mengganggu dan mempermainkan diriku masih juga kau mencari dan menjebak pemuda-pemuda tampan. Mampuslah, tak boleh kau mengganggu pemuda baik-baik!" dan sebuah pukulan yang dahsyat menghantam, pukulan bersinar putih tiba-tiba menyambar dan mengenai punggung wanita itu.

"Dess!" Mao-siao Mo-li terlempar. Wanita ini berteriak karena ia betul-betul tak sempat menghindar lagi. Waktu itu ia sedang mengurung dan mendesak wanita baju merah, tahu-tahu dihantam dan dipukul dari belakang. Tapi karena wanita ini cukup lihai dan sinkangnya mampu menahan, pria gagah itu kagum namun menyerang lagi, membentak dan maju menerjang maka dua pukulan bersinar putih silih berganti dengan pedang di tangan wanita baju merah itu. Sekarang Mao-siao Mo-li dikeroyok dan Siluman Kucing ini melengking-lengking. Dia marah dan kaget karena Pek-lui-ciang atau Tangan Halilintar menyerangnya bertubi-tubi.

Pria gagah itu ternyata setingkat lebih tinggi dibanding isterinya, jadi, tanpa mengeroyokpun dia sudah setingkat dengan lawannya. Eng Hwa atau Siluman Kucing berteriak-teriak. Dan ketika rangsekan serta pukulan tak pernah berhenti, payung di tangan Mao-siao Mo-li tertahan oleh pukulan di tangan pria gagah itu akhirnya Mao-siao Mo-li pucat memanggil Han Han, tak disangkanya bahwa Keng Han, laki-laki yang dulu dapat dikalahkannya ternyata sekarang bertambah lihai dan setingkat darinya. (baca: Golok Maut).

"Han Han, jangan diam saja. Bantu aku!"

Namun Han Han tak bergerak. Sesungguhnya dia terguncang mendengar dan melihat kejadian ini. Laki-laki gagah itu telah memberitahunya siapa teman wanitanya itu, Mao-siao Mo-li alias Siluman Kucing. Dan karena julukan siluman ini jelas menunjukkan dari golongan mana wanita itu berasal, tak mungkin golongan baik-baik menerima gelar atau julukan seperti itu maka tiba-tiba kemarahan besar melanda pemuda ini.

Han Han mula-mula teringat kepada kekejaman Eng Hwa ketika membunuh tujuh pengemis di luar rumah makan. Lalu kekejamannya pula ketika melepas jarum-jarum beracun, membunuh-bunuhi lagi beberapa pengemis Hek-i Kai-pang padahal ada dia di situ, yang dapat mengatasi pengemis-pengemis itu. Dan ketika semuanya ini ditambah oleh ketidaktahu-maluan wanita itu berbuka-buka busana, mula-mula dada kemudian paha, jebakan yang kiranya untuk memerangkap dirinya maka tahulah Han Han bahwa jarum-jarum yang katanya terpental itu adalah pasti buatan wanita itu sendiri.

Sekarang dia sadar setelah tidak diguncang debaran-debaran berahi bahwa jarum yang menancap di dada dan paha adalah bikinan wanita itu sendiri, sebab kalau tidak, mestinya Eng Hwa dapat mencabut dan mengobati dirinya sendiri. Sebagai orang yang memiliki jarum beracun pasti pula memiliki penangkalnya. Han Han "mendusin" bahwa dia terkecoh, wanita itu benar-benar licik dan iblis. Dan teringat betapa dia dipameri dada dan paha mulus, kalau dia tidak memiliki kekuatan batin pasti roboh. Tiba-tiba Han Han menjadi marah dan dingin terhadap bekas temannya ini.

"Mao-siao Mo-li, kiranya kau wanita cabul dan tak tahu malu. Ah, terkutuk kau. Hadapi lawanmu sendiri dan jangan panggil aku lagi sebagai sahabatmu!"

"Aiihhhh...!" wanita itu terkejut dan mengelak sebuah pukulan Halilintar, yang meledak dan merobohkan pohon di belakangnya. "Kau ditipu orang-orang ini, Han Han. Mereka musuh-musuhku yang memang tidak menyukai aku. Yang laki-laki ini bekas kekasihku, si wanita cemburu. Tanya dan buktikan itu kepadanya!"

"Bohong!" si pria gagah membentak, Han Han lebih percaya kepadanya. "Kalaupun kekasih maka itu paksaan, anak muda. Dia melolohi arak atau obat perangsang kepadaku. Kaupun pasti akan dicekokinya kalau pameran paha atau dada tadi gagal. Aku akan membunuhnya karena dia wanita berbahaya!"

"Benar," wanita di sebelah laki-laki gagah itu juga menyambung, melengking. "Tanya siapa saja bagaimana sepak terjang si cabul ini, anak muda. Dia pernah melolohi dan mempermainkan suamiku ini dan juga pemuda-pemuda lain. Aku akan membunuhnya karena dia berhutang sakit, hati kepadaku!"

Han Han merah mukanya. Tanpa diterangkan lagi seperti itupun dia sudah dapat menilai watak si Eng Hwa ini. Pantas begitu kejam dan tak tahu malu. Maka ketika Eng Hwa melengking-lengking dan marah kepada suami isteri itu, gagal membujuknya tiba-tiba wanita itu menangkis pedang di tangan si wanita baju merah. Lalu ketika lawan terhuyung dan Eng Hwa merogoh bajunya tiba-tiba belasan sinar merah berhamburan.

"Awas...!"

Si wanita baju merah memekik. Teriakan atau seruan suaminya tadi sudah dimengerti, dia melempar tubuh untuk meng hindarkan diri dari belasan jarum-jarum merah itu. Dan ketika suaminyapun bergerak melepas pukulan, menghantam Eng Hwa dari belakang maka Eng Hwa mengelak dan jarum-jarum itupun tersapu runtuh. EngHwa membentak dan melepas lagi jarum-jarum merahnya, dipukul atau disampok runtuh. Dan ketika berkali-kali wanita itu gagal dan wanita baju merah yang diincarnyapun selalu dilindungi sang suami, Eng Hwa marah dan putus asa tiba-tiba wanita itu berkelebat ke arah Han Han.

"Biar aku menyerahkan diri saja kepadamu!" Mao-siao Mo-li berkata seraya terisak, tiba-tiba menangis. Dan ketika Han Han terkejut karena wanita itu menubruk padanya, tidak disangka, mendadak ketika Han Han mengelak dan menjauhkan diri sekonyong-konyong sebuah saputangan mengebut di mukanya. Han Han tak dapat mengelak ini dan tiba-tiba ia-pun pusing, roboh. Dan ketika Han Han terkejut dan kesadarannya gelap, Han Han benar-benar masih hijau dan mentah oleh pengalaman maka Mao-siao Mo-li terkekeh dan menyambar tubuhnya.

"Hi-hik, lain kali kita bertemu, Keng Han. Selamat tinggal dan sampai jumpa!"

"Heii!" Keng Han terkejut, tak menyangka. "Tinggalkan pemuda itu, Mao-siao Mo-li. Atau kau mampus.... dess!" dan pukulan Halilintar yang kembali menyambar namun dikelit lawan akhirnya membuat Mao-siao Mo-li tertawa dan melarikan diri.

Han Han sudah dipanggul dan dibawa wanita ini. Han Han pingsan karena menghirup bubuk pelumpuh sukma, hal yang memang tidak disangka dan memang merupakan kelengahan pemuda ini, karena murid Im Yang Cinjin itu belum banyak berpengalaman di dunia kang-ouw, lika-liku atau kelicikan orang-orang jahat. Dan ketika pemuda itu dibawa lari dan Siluman Kucing ini tentu saja menyalinap keluar masuk hutan, Keng Han mengejar namun harus menunggu isterinya yang tertinggal di belakang maka wanita itupun kabur dan Han Han tak ingat apa-apa lagi.

"Hi-hik!" pagi itu Mao-siao Mo-li telah melepaskan diri dari suami isteri gagah itu, menotok Han Han. "Tak boleh kau lepas begitu saja, anak manis. Kalau kau mampu bertahan dan tak roboh oleh keindahan tubuhku maka hari ini kau harus roboh oleh arak Surgaku. Hi-hik, kau akan kubuat panas dari dalam!"

Han Han tak sadarkan diri. Dibawa dan dipanggul semalam suntuk sebenarnya pemuda itu mau siuman juga. Tapi begitu Mao-siao Mo-li mengebutkan dan menyebarkan bubuk pelemah sukmanya, Han Han tak berdaya melawan ini maka pemuda itu pingsan lagi hingga pagi itu Mao-siao Mo-li membawanya ke sebuah guha.

Pagi itu wanita ini berseri-seri. Bagi pembaca yang telah membaca kisah Si Golok Maut tentu telah mengenal wanita ini. Dialah wanita cabul yang amat jahat, keji. Wanita ini tak segan-segan mempergunakan segala tipu daya untuk merobohkan lawannya. Dan karena dia amat doyan wajah-wajah tampan, anak-anak muda yang kuat dan masih gagah-gagah-nya maka Siluman Kucing atau Mao-siao Mo-li itu mempermainkan korbannya dan sering mengisap sari pati tenaga muda untuk mengawetkan dirinya. Dan itu terlihat dari wajahnya. Wanita ini sebenarnya sudah berusia empatpuluh lima tahun lebih. Tapi karena dia sering menghisap sari pati tenaga muda, hawa yang biasanya diambil dari ubun-ubun maka wanita ini masih tampak muda dan kelihatannya seperti berumur duapuluh limaan saja. Itulah sebabnya Han Han memanggilnya cici karena disangkanya wanita itu sedikit di atas usianya, padahal sebenarnya wanita itu sudah sebaya dengan ibunya!

Dan ketika pagi itu Han Han dirobohkan dan dibawa wanita ini, Mao-siao Mo-li sudah berseri-seri karena dia akan mampu menghisap sari pati tenaga pemuda ini, pemuda yang hebat dan luar biasa hingga dia tak mampu mengalahkannya maka begitu meletakkan Han Han di dalam guha segera wanita ini mengambil arak dan mencekok-kannya ke mulut Han Han. Dan karena Han Han masih pingsan sementara wanita itu bernafsu sekali membayangkan apa yang akan diperoleh, arah sudah masuk dan membuat wajah Han Han merah maka dengan berani wanita ini akhirnya menyadarkan dan membebaskan totokan Han Han.

Biasanya, seberapa lihai dan hebat pun pemuda yang dihadapinya tapi kalau begitu dicekoki arak pasti akan segera limbung. Han Han pun juga begitu. Pemuda ini segera membuka mata ketika disadarkan, totokan sudah dibebaskan. Dan ketika dia bangkit berdiri dan limbung menahan dinding, Mao-siao Mo-li terkekeh dan memanggil Han Han maka pemuda itu menoleh dan melihat wanita itu sudah hampir tak mengenakan pakaian apa-apa!

"Hi-hik, lihatlah ke sini, Han Han. Siapa aku dan kenalkah kau kepadaku?"

Han Han terbakar. Melihat wanita itu hampir tak berpakaian sama sekali tiba-tiba saja pemuda itu mendengus. Han Han baru sadar dan karena itu pikirannya masih belum pulih benar. Dia merasa tubuhnya panas dan muka serta telinga rasanya seperti dijalari api. Dia tak tahu bahwa pengaruh arak sudah bekerja, arak bukan sembarang arak melainkan arak berahi, arak kotor! Dan ketika Han Han terkejut karena Eng Hwa ada di situ, tentu saja dia kenal tapi kenapa tiba-tiba tak mengenakan pakaian lengkap, bagian-bagian tubuh yang merangsang sengaja ditonjolkan sedemikian rupa maka Han Han menggigil dan gemetaran hebat.

"Eng Hwa, kau. kau kenapa seperti ini?"

"Ah, hi-hik?" Siluman Kucing terbakar dan mabok oleh nafsunya sendiri. "Aku begini karena ingin bersenang-senang denganmu, Han Han. Aku mencintaimu. Kau tentu tak menolak kalau kita bercinta... cup!" dan Eng Hwa yang sudah memeluk dan mencium pemuda itu, terkekeh, tiba-tiba sudah menggeliatdan menggeleser-geleserkan tubuhnya seperti ular.

Han Han terkejut tapi gemblengan batin yang sudah diterimanya bertahun-tahun masih cukup tangguh, terbukti karena pemuda itu tiba-tiba mengguncang dan mendorong tubuh itu kuat-kuat. Dan ketika Eng Hwa terlempar dan Han Han sendiri terjatuh, pusing, maka Mao-siao Mo-li terbelalak dan terkejut.

"Han Han, kau..."

"Keparat!" Han Han memaki, bangkit terhuyung. "Kau... kau siluman cabul, Eng Hwa. Kau Mao-siao Mo-li seperti kata laki-laki gagah itu. Kau apakan aku..wut!" dan Han Han yang menubruk dan menyerang wanita itu, tentu saja membuat Mao-siao Mo-li terkejut dan kaget tiba-tiba mengelak dan menendang Han Han.

"Dess!" Han Han terlempar dan terbanting. Eng Hwa membentak dan berkelebat ke arahnya, mencaci maki. Dan ketika Han Han bangkit berdiri dan terhuyung, kepala rasanya pening sementara nafsu berkobar-kobar tiba-tiba wanita itu menampar dan menotoknya.

"Robohlah, kau tak tahu diri!" dan marah karena Han Han rupanya masih dapat bertahan, sesloki arak rupanya kurang maka Eng Hwa menyambar dan mencekoki lagi arak ke mulut Han Han.

"Apa... apa yang kau lakukan itu. Apa yang kau maui!"

"Hm, arak ini arak penghangat cinta, Han Han. Kalau kau masih ingin menyerangku lagi maka kau harus meminumnya seteguk. Kau di bawah kekuasaanku, di bawah pengaruhku. Jangan macam-macam atau nanti kau kubunuh!"

Han Han menolak. Di bawah gelombang berahi dan nafsu yang berkobar-kobar ternyata pemuda ini masih memiliki kekuatan batin yang kuat. Dia menutup mulut rapat-rapat ketika cawan arak itu dipaksa memasuki mulutnya, hal yang membuat Mao-siao Mo-li terbelalak. Tapi ketika wanita itu terkekeh dan menotok rahang pemuda ini, Han Han kesakitan dan berteriak tertahan maka saat itulah arak meluncur dan lenyap ke dalam perutnya.

"Hi-hik, tak perlu sombong, Han Han. Jangan coba-coba bertahan. Belum pernah selama ini seorang laki-laki mampu melawan pengaruh arak. Kau akan kubawa menikmati sorga yang indah, jangan bodoh dan ikuti saja. Atau aku nanti akan memaksamu menghabiskan sebotol!"

Han Han mendelik. Baru turun gunung tahu-tahu berhadapan dengan seorang wanita cabul, ditawan dan dicekoki arak tiba-tiba membuat pemuda itu menyesal kenapa dia demikian bodoh. Suhunya tak pernah menceritakan tentang ini, tentang adanya wanita cabul dan arak pemabok. Sebagai pertapa memang lm Yang Cinjin enggan menceritakan tentang wanita, termasuk tokoh-tokoh cabul seperti Mao-sio Mo-Ii itu. Dan karena Han Han tak pernah mendengarkan kisah-kisah tentang ini, Im Yang Cinjin hanya menasihati dan berpesan agar hati-hati, di dunia kang-ouw banyak orang jahat maka Han Han yang masih hijau dan mentah pengalaman kini tertangkap oleh Siluman Kucing itu.

Han Han memang tak menduga akan adanya bubuk perampas ingatan, bius yang dikebutkan lewat saputangan wanita cabul itu. Dan karena Han Han selalu dilumpuhkan setiap sadar, kecuali sekarang ini setelah dicekoki arak Sorga, arak dahsyat yang akan membakar birahi laki-laki maka Han Han yang sadar dan kecewa akan kebodohannya menyesali dirinya sendiri. Waktu itu dua cawan atau dua sloki arak telah memasuki mulutnya. Mao-siao Mo-li sendiri jarang mempergunakan dua cawan, karena biasanya hanya dengan secawan atau beberapa tetes saja korban sudah dapat dikerjai.

Tapi karena Han Han adalah pemuda luar biasa dan terbukti masih mampu mengendalikan dirinya, menyerang dan marah kepadanya tadi maka Mao-siao Mo-li diam-diam kagum dan menambah jumlah arak agar Han Han kehilangan kesadaran. Kalau sudah begitu tentu pemuda ini nanti akan dikuasai nafsu berahi sepenuhnya, yang ada ialah keinginan untuk bersenang-senang dan Mao-siao Mo-li bangga betapa dia nanti akan memperoleh inti tenaga seorang pemuda sehebat ini, ilmu awet mudanya akan menjadi semakin luar biasa dan barangkali dia tak perlu tambah dengan seratus pemuda lain. Cukup satu ini saja dan dia akan awet muda selama duapuluhan tahun lagi!

Tapi ketika wanita itu berseri-seri dan menggeliat-geliatkan tubuhnya seperti ular, mendengus dan menciumi Han Han agar supaya pengaruh arak semakin hebat lagi, Han Han akan roboh dan cepat dikuasai tiba-tiba wanita ini terkejut karena tubuh Han Han menjadi dingin seperti es!

"Eh!" wanita itu tersentak, kaget sekali. Han Han yang dipeluk tiba-tiba seolah arca beku. "Kau masih hidup, Han Han? Kau seperti gedebok pisang atau manusia salju?"

Tak ada jawaban. Mao-siao Mo-li terpekik dan tentu saja ia meloncat bangun. Ia meraba-raba tubuh Han Han namun benar saja tubuh pemuda itu seperti es, kian lama kian dingin hingga begitu disentuh jarinyapun menjadi beku! Mao-siao Mo-li kaget karena detak jantung Han Han pun berhenti. Dia tak tahu bahwa saat itu Han Han mempergunakan hawa sakti lm-yang-sin-kangnya untuk "membekukan" pengaruh arak. Sebagai murid Im Yang Cinjin yang luar biasa dan mampu membekukan benda-benda cair menjadi es atau sebaliknya mencairkan benda-benda dingin menjadi lumer maka Mao-siao Mo-li terkejut melihat keadaan Han Han.

Wanita ini terlalu memandang rendah murid lm Yang Cinjin yang sakti ini. Dia terlampau sombong kalau menganggap Han Han sudah dikuasainya, meskipun betul pemuda itu sudah dicekoki arak dan menjadi tawanan, karena Mao-siao Mo-li amat curang dan Han Han baru saja turun gunung, mentah pengalaman. Dan ketika wanita itu terkejut karena menyangka Han Han tewas, arak rupanya terlalu banyak dimasukkan ke tubuh maka terdengarlah bentakan dan sesosok bayangan ramping menyerang wanita itu.

"Mao-siao Mo-li, kau keji dan tak tahu malu. Kau ternyata membunuh pemuda itu pula!"

Siluman Kucing terkejut. Dia sendiri terkejut dan terheran-heran oleh keadaan Han Han, tak merasa membunuh pemuda itu tetapi kenapa si pemuda mati. Maka ketika seseorang tiba-tiba menyambarnya dan sebatang pedang membabat kepalanya, Eng Hwa tercekat dan tentu saja menghindar ke kiri maka pedang tiba-tiba membalik dan menyabet pinggang.

"Haiyaahhh!" Mao-siao Mo-li melempar tubuh dan kaget bukan main. Dua kali serangan yang cepat dan luar biasa ini membuat Siluman Kucing terpekik dan harus membanting tubuh kalau tak mau celaka, berteriak dan cepat menyambar payungnya untuk kemudian bergulingan meloncat bangun. Dan ketika ia berdiri dan melihat siapa lawannya, seorang gadis berpakaian putih dengan pedang ditangan, cantik dan bersinar-sinar memandangnya maka Eng Hwa atau Siluman Kucing itu tertegun, tak mengenal.

"Siapa kau!" bentaknya. "Dan kenapa mencampuri urusan orang!"

"Hm!" gadis itu mendengus, tak menjawab. "Sudah tadi kuamati gerak-gerikmu, siluman cabul. Dan ternyata pemuda ini adalah pemuda baik-baik. Sekarang kau membunuhnya, padahal ia tak berdosa kepadamu. Kekejian apa yang tak kau miliki? Aku ingin membunuhmu agar tak ada jatuh korban lagi, mampuslah dan terbanglah ke akherat.... singg!" dan pedang yang kembali menyambar dan menusuk tenggorokan, si gadis sudah berkelebatdan menyerang Mao-siao Mo-li akhirnya membuat wanita itu marah dan menangkis dengan payungnya.

Mao-siao Mo-li mendelik karena ia diancam, juga karena kesenangannya tiba-tiba terganggu. Tapi ketika pedang ditangkis dan ia terpental, payung di tangannya bertemu sebuah tenaga yang kuat maka wanita ini terkejut dan berseru marah, meloncat dan sudah mengelak lagi dari tusukan-tusukan atau tikaman berbahaya. Gadis cantik itu menyerangnya dengan cepat dan bertubi-tubi. Dan ketika Mao-siao Mo-li membentak dan berkelebatan menghindari lawannya itu, payung membalas dan menyambar-nyambar pula maka bertandinglah dua orang itu dengan cepat dan seru.

Mao-siao Mo-li melihat bahwa lawannya ini benar-benar lihai dan bertenaga kuat, sering payungnya terpental ketika bertemu pedang. Dan ketika ia marah karena dalam hal ginkangpun lawannya itu tak kalah cepat, ilmu meringankan tubuh gadis cantik itu juga enteng dan bak walet menyambar-nyambar maka Siluman Kucing terkejut dan penasaran, tak tahu siapa sebenarnya gadis ini.

"Kau siapa, sebutkan namamu sebelum payungku meremukkan kepala. Atau kuanggap kau pengecut dan tak berani perkenalkan diri."

"Hm, aku tak takut kau mencariku untuk membalas dendam, Mao-siao Mo-li. Aku Tang Siu, dari Kun-lun. Tapi karena hari ini aku terpaksa membunuhmu, maaf saja maka tak usah kau mengingat-ingat namaku!"

"Sombong, siapa takut? Dari Kun-lun atau dari Hengsan aku tak gentar, bocah. Dan lihat siapa yang akan terbunuh....crangg!" dan payung yang kembali bertemu dengan pedang dan terpental, seperti biasa, tiba-tiba kali ini disusul oleh gerakan tangan kiri Eng Hwa yang menebarkan jarum-jarum beracun. Tujuh sinar merah menyambar gadis itu dan Tang Siu terkejut. Tapi ketika ia miringkan tubuh dan pedang bergerak ke kanan, tujuh sinar merah itu crang-cring-crang- cring bertemu pedangnya maka semua jarum-jarum beracun itu runtuh.

"Hm, benar-benar curang dan tak tahu malu. Pantas, kau sungguh pantas menjadi anggauta penjahat!"

Mao-siao Mo-li marah. Melihat tujuh jarumnya tak mendapat sasaran ia sudah membentak dan menyerang lagi, payungnya bergerak dan kali ini tiba-tiba mengembang. Dan ketika si nona terkejut karena terhalang pandangannya, itulah kelicikan Siluman Kucing maka berhamburan belasan jarum-jarum merah yang menyambar dari balik payung hitam. Mao-siao Mo-li merasa tak dapat mengalahkan lawannya ini kalau tidak dibantu jarum beracun, hal itu sudah cepat dilaksanakannya dan menyambarlah jarum-jarum merah itu ke segenap penjuru mengejutkan lawan.

Dan ketika gadis itu memang terkejut dan berseru keras, pandangan ke depan terhalang oleh payung yang dibuka maka membentaklah dia menjejakkan kaki kuat-kuat untuk meloncat lurus ke atas. Gerakannya ini tepat dan cepat hingga Siluman Kucing tertegun, semua jarum-jarumnya rontok bertemu gulungan sinar putih dari putaran pedang yang bagai kitiran. Dan ketika gadis itu melayang turun kembali, marah dan melengking menusukkan pedangnya maka tenggorokan Siluman Kucing disambar pedang.

"Brett!" Wanita itu menjerit berteriak tertahan. Dia kalah cepat karena bengong memandang lawan, leher bajunya tertusuk berlubang dan kagetlah Mao-siao Mo-li melempar tubuh dengan pucat. Dan ketika dia bergulingan namun dikejar lagi, si gadis membentak karena dua kali berturut-turut dia melakukan kecurangan, melepas jarum-jarum merahnya tadi maka sibuklah wanita ini mengelak atau menangkis sana-sini, ngeri dan gentar karena gerakan pedang amatlah cepatnya, la kalah kuat dan satu tangkisan payungnya malah membuat payungnya itu patah, habislah harapan wanita ini. Dan ketika Siluman Kucing terpaksa merogoh jarum-jarum beracunnya tadi, dia terdesak dan dalam bahaya maka sekantung penuh jarum-jarum merah tiba-tiba berhamburan menyambar gadis baju putih itu.

"Kita boleh sama-sama mampus!"

Gadis ini terkejut. Serangan adu jiwa yang jelas tak menguntungkan itu membuat dia membentak dan memutar pedangnya menahan diri. Nafsu untuk menyerang terpaksa dikurangi dan apa boleh buat dia harus menangkis dulu semua jarum-jarum berbahaya itu. Lawan menghamburkannya sekantung penuh, bukan main! Dan ketika gadis itu berhasil meruntuhkan semua jarum, kecuali sebatang yang menancap di pangkal lengannya maka Mao siao Mo-li yang meloncat bangun dan tidak mengetahui ini tiba-tiba melarikan diri dan merintih seperti kucing diguyur air panas.

"Lain kali kita bertemu lagi. Kutitipkan dulu nyawamu!"

Si gadis membentak. Ia mau mengejar ketika tiba-tiba lengan kirinya itu kesemutan, kejang. Dan ketika ia terkejut karena menyadari jarum beracun, lawan sudah menghilang dan lenyap di luar guha maka tiba-tiba ia terhuyung dan jatuh terduduk, menahan sakit.

"Keparat!" gadis itu bicara sendiri. "Kau licik dan curang, Mao-siao Mo-li. Sudah tak tahu malu masih juga memiliki jarum-jarum beracun. Terkutuk!" dan duduk menahan sakit, muka pucat dan marah gadis ini lalu merobek bajunya untuk melihat luka itu. Sebatang jarum menancap di situ dan dengan hati gregeten gar dis ini mencabut jarum dengan tangan yang lain. Tapi karena dia tergesa-gesa dan jarum itu juga halus, lembut sekali maka begitu dikasari sedikit tiba-tiba jarum patah dan tertinggal ujungnya di dalam daging.

"Keparat!" gadis itu marah. "Kenapa harus patah dan tak mau diambil? Oh, terkutuk kau, Mao-siao Mo-li. Kubunuh nanti kalau jarummu tak mau keluar!" dan berkutat mencabut sisa jarum, yang lembut dan halus sekali tiba-tiba gadis ini gagal dan gemetar menahan racun yang mulai panas membakar.

Setiap dia menekankan jari ujung jarum itu malah membenam, pucatlah gadis ini karena sebelah lengannya itu tiba-tiba terasa lumpuh. Ia tak dapat menggerakkan tangan kirinya lagi ketika racun menuju pundak. Dan ketika ia mulai menangis karena rasa sakit dan marah bercampur satu, jarum akhirnya membenam kejaringan otot halus maka gadis itu menggigil dan pucat pasi. Kalau jarum tak dapat dicabut maka satu-satunya jalan ialah menabas lengannya itu, atau racun akan menjalar kejantung dan tewaslah ia.

Tapi karena membuntungi lengan berarti cacad, dan itu rasanya jauh lebih hebat daripada mati maka gadis ini tiba-tiba sesenggukan dan menangis tersedu-sedu. Dua pilihan yang sama-sama berat terasa tak dapat sama-sama dipilih. Kalau dipaksa memilih, barangkali ia pilih mati! Tapi ketika gadis itu mengguguk dan memaki-maki lawannya, si terkutuk Siluman Kucing tiba-tiba sebuah suara lembut terdengar didepannya.

"Jangan khawatir, aku dapat menolongmu, nona. Kalau kau mengijinkan biarlah jarum itu kusedot!"

Sang gadis terkejut. Duduk dan menangis tersedu-sedu seperti itu membuat ia tak tahu bahwa seorang pemuda telah berdiri di depannya. Itulah Han Han, yang telah berhasil membebaskan diri dan membekukan arak di dalam tubuh. Sejak tadi dia sudah menguasai keadaan tapi tertarik kepada gadis baju putih ini, yang membela dan melindunginya dari tangan jahat Mao-siao Mo-li membuat Han Han tak segera beranjak dari tempatnya. Ia tertegun dan kagum kepada gadis ini, bukan hanya kepandaiannya melainkan juga kecantikannya. Aneh, Han Han tergetar!

Dan ketika pemuda itu menyaksikan jalannya pertandingan dan lega bahwa gadis ini dapat menguasai lawannya, ilmu pedang gadis baju putih itu setingkat di atas ilmu silat Mao-siao Mo-li maka Han Han bersinar-sinar dan tak jadi bangkit berdiri untuk menghajar Siluman Kucing itu. Han Han malah terpesona dan tertegun oleh kehadiran gadis baju putih ini, apalagi kedatangannya karena hendak menolongnya, meskipun tanpa ditolong ia akan dapat menyelamatkan diri karena sekejap saja akhirnya pengaruh arak itu hilang. Han Han telah membekukannya di dalam tubuh dan dengan Im-yang-sin-kang-nya akhirnya dia mengumpulkan arak itu di pusar, dihisap dan akhirnya dimuntahkan keluar.

Tapi karena jalannya pertandingan itu jauh lebih menarik daripada arak perangsang ini, yang dapat dikendalikan dan dikuasai Han Han maka Han Han tak begitu menghiraukan dirinya kecuali pertandingan di depan matanya itu. Han Han hampir tak berkedip menyaksikan ilmu pedang gadis ini, cukup lihai dan cepat. Dan ketika Mao-siao Mo-li akhirnya terdesak dan wanita itu memaki-maki, mengeluarkan jarum-jarum merahnya tapi si gadis dapat menangkis, semua jarum-jarum runtuh ke tanah maka Han Han berseri tapi di akhir pertandingan terkejut melihat sebatang jarum menancap di pangkal lengan gadis itu.

Mao-siao Mo-li sendiri sedang bergulingan dan tak melihat itu. Kalau tidak, barangkali tak akan melarikan diri dan tertawa girang menyerang gadis itu lagi, yang lumpuh sebelah lengannya. Dan ketika gadis itu jatuh terduduk sementara Han Han tertegun tak mengejar Siluman Kucing, hal yang seharusnya dilakukan maka dilihatnyalah gadis itu berkutat mencabut jarum. Han Han bengong saja menyaksikan perbuatan gadis baju putih ini, sampai kegagalannya dan tangisnya yang mengharukan hati itu. Dan ketika jarum patah dan Han Han tahu apa yang terjadi, gadis itu gelisah dan ngeri akan bayangan masa depan maka Han Han bergerak dan tahu-tahu telah berdiri di depan gadis itu, yang kaget dan bengong.

"Kau. kau masih hidup?"

"Ya, aku masih hidup," Han Han tersenyum, tenang. "Kau terkena jarum beracun, nona. Dan kalau tidak cepat-cepat diambil tentu akan membahayakan jiwamu. Bolehkah kucabut dan kau memberinya ijin?"

Gadis ini tiba-tiba sadar. Tentu saja dia girang bahwa ada orang lain di situ. Dia bertanya bagaimana Han Han mencabutnya dan dijawab bahwa jarum itu akan disedot. Tak ada jalan lain untuk itu. Tapi ketika gadis ini mengangguk dan Han Han berlutut, minta agar baju di lengannya itu dinaikkan lagi ke atas maka mendadak wajahnya merah padam tersipu jengah.

"Aku tak dapat menghisapnya kalau kau tidak menarik ke atas baju di pangkal lenganmu itu. Harap nona tarik lagi agar jarum itu kelihatan!"

Si gadis merah tak menjawab. Han Han tak tahu karena tak memperhatikan wajah si nona. Seluruh perhatian dan matanya tertuju ke pangkal lengan itu, bagian yang dilukai jarum. Tapi ketika baju itu tak bergerak juga dan si nona tampak menggigil tak keruan, Han Han mendongak dan melihat lawannya maka pemuda itu terkejut karena si gadis ternyata menahan tangis dengan mata terpejam, air mata bercucuran!

"Eh!" Han Han terkejut, jadi sadar juga. "Maafkan aku, nona. Tapi... tapi aku tak bermaksud memaksamu. Aku tak bermaksud menghina. Lukamu berbahaya, jarum itu harus lekas diambil. Atau kau nanti tewas dan seumur hidup tentu aku menyesal tak habis-habisnya!"

"Ken... kenapa kau harus menyesal? Bukankah kita bukan apa-apa?"

"Tidak, kau adalah penolongku, nona. Kau datang ke sini karena ingin menyelamatkan aku dari tangan Siluman Kucing itu. Tanpa itu tak mungkin kau terluka!"

"Baiklah, tapi.... tapi syaratnya maut. Aku tak biasa memperlihatkan bagian tubuhku kepada laki-laki. Apakah kau bersedia kubunuh setelah ini?"

Han Han tertegun. "Dibunuh?"

"Ya, aku terpaksa membunuhmu, sobat. Aku tak dapat menanggung malu dengan membiarkan diri disentuh laki-laki. Kau harus jawab dulu atau kau biarkan saja aku mati!"

Han Han tiba-tiba tersenyum. Tanpa pikir panjang dan entah kenapa mendadak saja dia mengiyakan permintaan itu. Baginya, gadis ini perlu diselamatkan. Gara-gara menolong dirinyalah maka gadis itu mengalami bahaya. Dan menganggap sudah pantas gadis itu bicara seperti itu, karena sebagai gadis baik-baik tentu tak mungkin membiarkan diri disentuh laki-laki maka Han Han membungkuk dan memejamkan mata. "Baiklah, aku tak mau berdebat soal ini, nona. Kalau aku harus mati muda tentu tak perlu disesali, barangkali sudah nasib. Angkatlah bajumu, dan aku akan menyedot jarum dengan mata terpejam!"

"Kenapa?" gadis itu tiba-tiba tertegun, heran juga kenapa Han Han harus memejamkan mata ketika menyedot jarum.

Tapi ketika Han Han berkata dengan tenang tetapi sopan, menjawab bahwa di dunia akhirat dia tak mau membuat gadis itu menanggung malu maka gadis ini merona wajahnya. "Alasanku sederhana saja. Kalau di dunia saja kau merasa malu tentu kelak di akherat kau lebih malu lagi. Nah, aku tak akan membuatmu malu kalau kelak disana kita bertemu. Biarlah sekarang juga kupejamkan mata agar dapat kujawab bahwa seumur hidup pun belum pernah kulihat pangkal lenganmu!"

Gadis itu bersemu dadu. Akhirnya dia nenarik baju pundaknya itu agar Han Han memulai pekerjaannya. Han Han salah pertama kali ketika menempelkan mulut, bukan pangkal lengan yang dihisap melainkan sikut. Dan ketika gadis itu geli dan terkekeh tak dapat menahan, aneh sekali, maka Han Han minta maaf dan minta ditunjukkan di mana jarum beracun itu.

"Tak akan kulihat biarpun salah. Maaf, beri tahu padaku, nona. Cepat dan jangan perhatikan tingkahku!"

Gadis itu akhirnya mengangguk. Pangkal lengan itu diangkat naik, ditempelkan ke mulut Han Han. Dan ketika pemuda itu mulai menyedot dan masing-masing merasakan detakan yang aneh, gadis itu berdetak karena mulut Han Han bertemu kulit lengannya maka Han Han sendiri juga dag-dig-dug karena baru pertama ini dia menyentuh lengan halus seorang wanita, bukan wanita macam Mao-siao Mo-li melainkan wanita baik-baik! Dan ketika Han Han tergetar namun dapat menekan perasaannya itu, Im-yang-sin-kang dikerahkan dan jarum tiba-tiba tertarik keluar, cepat sekali, maka gadis itu berseru kagum dan Han Han memuntahkan jarum itu ke tanah, bangkit dan membalikkan tubuh.

"Selesai, dan selamat. Silahkan sekarang kau membunuh aku!"

Gadis itu tertegun. Melihat Han Han menyelesaikan pekerjaannya begitu cepat, mata masih terpejam dan membalikkan tubuh maka gadis ini kagum bukan main. Apa yang diperlihatkan Han Han adalah sesuatu yang luar biasa. Ujung jarum tadi sudah memasuki urat halusnya namun pemuda itu mampu menyedot, tanda bahwa sinkang atau tenaga sakti pemuda ini hebat sekali, karena tak gampang untuk melakukan itu bagi orang lain. Maka ketika Han Han memurar tubuhnya dan minta agar dibunuh, gadis itu tertegun dan tentu saja tak menyerang Han Han maka pemuda itu membalik dan keheranan.

"Eh, kenapa diam? Kenapa tak membunuhku?"

"Tit... tidak!" gadis itu terkejut, sadar. "Aku... aku hanya main-main kepadamu, sobat. Kau telah menolong jiwaku, menyelamatkan aku. Tak mungkin aku membunuhmu!" dan gagap memandang Han Han yang tersenyum lebar, memang diam-diam Han Han juga tak mungkin membiarkan gadis itu membunuhnya, karena seluruh sinkangnya sudah siap melindungi maka Han Han yang juga hendak menguji gadis ini tiba-tiba tertawa melihat wajah orang yang merona, merah padam.

"Maaf," Han Han membungkuk. "Akulah yang seharusnya berterima kasih, nona. Kau telah menyelamatkan aku dari tangan Mao-siao Mo-li"

"Tidak, kau ternyata lihai!" gadis itu tiba-tiba berseru, rupanya teringat sesuatu. "Kau mampu menyedot dan mengambil jarum, sahabat. Dan kaupun tak mati dicekoki arak. Kau ternyata hebat, aku salah duga!"

"Ah," Han Han terkejut, cepat-cepat menggoyang lengan. "Betapapun tanpa kedatanganmu mungkin saja aku celaka, nona. Memang benar tadi bahwa aku coba membekukan arak di perutku, agar tidak menjalar. Tapi kalau kau tak datang dan mengganggu siluman betina itu barangkali usahaku bisa gagal dan sia-sia. Tidak, aku harus berterima kasih dan ilmu pedangmu hebat sekali!"

Gadis itu bersinar-sinar. Melihat Han Han bicara sungguh-sungguh dan tak tampak sedikitpun kesombongan di situ, pemuda ini bicara jujur dan penuh kerendahan hati maka gadis ini merasa kagum dan gembira. Semula, dia merasa malu dan tak senang, mengira dipermainkan tapi ternyata pemuda itu bicara yang masuk akal. Memang barangkali tanpa kehadirannya pemuda itu tak dapat membebaskan diri, jadi, kedatangannya memang berguna. Dan karena Han Han menjura dan mengucap terima kasihnya, rasa tersinggung dan malu tiba-tiba lenyap maka gadis itupun tersenyum dan tertawa lebar, menyambuti sikap Han Han.

"Ah, kau kiranya di samping lihai dan pandai juga pintar merendah. Baiklah, aku juga harus berterima kasih kepadamu, sobat. Karena tanpa pertolonganmu tentu jarum ini akan tetap mengeram dan membahayakan jiwaku. Siapa namamu dan bagaimana kau bisa tertawan Siluman Kucing yang cabul itu!"

"Hm, aku terpedaya..." Han Han semburat merah. "Semula dia kusangka orang baik-baik, nona. Tak tahunya cabul dan tak tahu malu. Pantas, dia begitu ganas dan keji membunuh-bunuhi orang. Kiranya Siluman Kucing!" dan Han Han yang lalu menceritakan asal mulanya pertemuannya, betapa dia dicurangi dengan bubuk beracun akhirnya membuat gadis baju putih itu berulang-ulang mengeluarkan suara dari hidung. Tapi ketika Han Han bercerita tentang dua suami isteri lihai bernama Keng Han dan Bhi Pui maka gadis itu mengerutkan kening.

"Apakah murid Pek-lui-kong dari utara?"

"Aku tak tahu, aku baru turun gunung."

"Hm, pantas, sobat. Kau begitu mudah dipedayai wanita cabul itu. Eh, omong omong bolehkah kutahu siapa gurumu? Aku sendiri dari Kun-lun, guruku adalah Kim-sim Tojin (Pendeta Berhati Emas)!"

"Ah, kiranya murid Kim-sim Tojin lo-cianpwe?" Han Han berseru terbelalak, mendengar nama ini dari gurunya. "Pantas kau dapat mengalahkan Siluman Kucing itu, nona. Kiranya kau ahli waris Kun-lun Kiam-sut dalam ilmu pedangnya Im-hong-sau-hun-kiam (Pedang Penyambar Sukma)!"

"Eh, kau tahu ilmu pedangku?"

"Bukan aku, melainkan guruku. Guruku banyak bercerita tentang tokoh-tokoh Kun-lun dan satu di antaranya ialah gurumu itu, yang terkenal dengan jurus-jurusnya yang lihai dalam silat pedang Im hong-sau-hun-kiam!"

"Ah, suhuku memang lihai, tapi aku sendiri tak dapat mainkan ilmu silat itu seperempatnya. Lihat saja tadi berapa jurus harus kugunakan untuk mengusir siluman betina itu, itupun sebatang jarum masih mengenai diriku!"

"Hm, benar, tapi itu bukan salahmu, nona. Itu adalah kelicikan siluman betina ini. Kepadakupun dia juga curang. Tapi sudahlah, betapapun kau hebat dan mampu mengusirnya!" dan bersinar teringat gadis ini mainkan pedangnya, mendesak dan menteter Siluman Kucing itu tiba- tiba Han Han tertawa.

"Ada apa kau tertawa?"

"Maaf, nona Tang."

"Eh, kau mengenal namaku?"

Han Han terkejut. "Aku, eh... maaf," Han Han merasa kelepasan bicara, gadis itu memang belum memperkenalkan namanya. "Aku tahu ketika tadi secara tak kusengaja kau memberitahukannya kepada Siluman Kucing itu, nona. Aku ah, barangkali lancang!"

"Tidak, aku yang salah," gadis ini sadar, akhirnya tersipu juga. "Kau sudah memperkenalkan namamu, Han-siauwhiap (pendekar muda Han), tapi belum gurumu. Bolehkah aku tahu?"

Han Han mengerutkan kening. "Aku, hmmm. guruku orang biasa saja. Aku tak dapat memberitahukannya, nona, bukan karena apa melainkan semata pesan guruku saja. Maaf jangan dianggap aku sombong. Aku hanya murid seorang biasa-biasa saja, tidak seperti gurumu yang terhormat Kim-sim Tojin yang sakti!"

Gadis ini heran. Lagi-lagi ada perasaan tak puas atau tak suka ketika Han Han tak memperkenalkan gurunya. Tapi karena pemuda itu menghormat gurunya dan memuji dengan suara tulus, ini membanggakan gadis itu maka gadis ini akhirnya tak marah juga, dapat mengerti perasaan orang. "Baiklah, aku tahu watak orang-orang kang-ouw, Han-siauwhiap.Dan semakin kupercaya bahwa guru itu pasti bukan orang biasa, meskipun kau mengatakannya biasa. Aku hendak melanjutkan perjalanan, kukira cukup pertemuan kita. Kau hendak ke mana dan apakah ada sesuatu yang mungkin dapat kutolong?"

Han Han kikuk. "Pertama jangan sebut aku siauwhiap."

"Kalau begitu kaupun jangan nona-nonaan. Namaku Tang Siu!"

"Hm, baiklah, terima kasih, adik Tang Siu. Dan kau boleh sebut aku Han Han. Panggil saja aku Han Han. Aku juga hendak melanjutkan perjalanan dan kalau kau bertanya apakah ada sesuatu yang mungkin dapat kau tolong maka kebetulan ada sebuah pertanyaan. Yakni apakah kau pernah bertemu dengan seorang wanita gila yang rambutnya riap-riapan tetapi lihai!"

"Wanita gila?" gadis itu terkejut, benar-benar tak menyangka. "Wah, kau ini aneh sekali, Han Han. Yang ditanya kok malah itu! Apakah dia temanmu?" gadis ini tertawa, mengira Han Han main-main. Tapi ketika dengan serius Han Han menggeleng dan berkata 'mungkin', satu pernyataan yang membuat gadis itu tercengang maka Han Han bicara serius,tidak tertawa, meskipun tadinya gadis itu tertawa...

Naga Pembunuh Jilid 14

NAGA PEMBUNUH
JILID 14
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
HAN HAN terkejut. Belum dia menjawab atau apa mendadak saja ketua Hek-i Kai-pang itu menyerangnya. Tongkat bergerak dan langsung menusuk ulu hati, suaranya tak terdengar tapi ketika dekat mendadak menderu. Itulah bukti tenaga sinkang yang hebat yang dimiliki ketua Hek-i Kai- pang ini. Namun karena Han Han melihat gerakan itu masih lambat, tentu saja dengan mudah dia berkelit maka sang ketua membentak dan menerjang lagi. Gerakan Han Han ketika mengelit tadi seakan begitu mudah dan mengentengkan serangannya.

"Haittt. des-dess!"

Han Han meloncat dan tongkatnya akhirnya menghajar tanah. Hebat dan kuat tenaga Hek-i Kai-pangcu itu karena tiba-tiba tanah berlubang, batu hancur dan kerikil atau pasir-pasir kecil berhamburan. Namun karena dua kali serangan itu luput dan Hek-i Kai-pangcu marah bukan main, para muridnya melihat dan menonton pertandingan itu maka pengemis ini tiba-tiba berkelebat dan menyerang Han Han dengan ilmu silat Hek-tung-sin-hoat (Silat Sakti Tongkat Hitam), bergerak dan menderu dan tongkatnya itu naik turun mengejar Han Han. Kemana pun pemuda itu pergi selalu tongkat membayangi dan siap menyentuh.

Han Han mengerutkan kening dan berseru agar ketua Hek-i Kai-pang itu sabar dulu, tak digubris dan si pengemis malah membentak dan mempercepat gerakannya. Ketua Hek-i Kai-pang ini marah karena Han Han dapat mengelak semua serangannya sambil bicara, padahal dia sudah memperhebat serangannya itu. Dan ketika kakek ini kalap dan tongkat dihentak dengan pengendalian tenaga sakti tiba-tiba tongkat terlepas dan terbang menyambar Han Han dengan pengerahan sinkang istimewa.

"Ah!" Han Han berseru keras. "Kau nekat dan keras kepala, pangcu. Baiklah, aku terpaksa menangkap tongkatmu dan maaf!" lalu ketika Han Han mengeluarkan Hui-thian-sin-tiauwnya, Rajawali Terbang Ke Langit tiba-tiba tubuh pemuda itu lenyap ke atas. Tongkat kehilangan sasaran dan Hek-i Ka i-pangcu terkejut, tentu saja tertegun dan berhenti. Tapi begitu tongkat berhenti dan tidak bergerak di udara, sang pengemis terbelalak karena tak menemukan lawannya itu tahu-tahu Han Han muncul lagi dan menyambar dari atas kebawah.

"Krekk!" Tongkat tiba-tiba terpotong dua. Han Han telah menangkap dan menjepit senjata ketua Hek-i Kai-pang itu dengan dua jarinya, patah dan tentu saja lawannya berteriak kaget. Dan ketika Han Han membuang patahan tongkat itu dan sudah turun lagi ke tanah maka pemuda itu menjura dan menyatakan penyesalannya. Gebrakan diakhiri begitu singkat!

"Maaf, sudah kukatakan tadi, pangcu. Aku tak ingin bertanding dan dengarkan kata-kataku dulu. Aku bukan membela temanku, melainkan membela siapa yang benar dan melawan siapa yang salah. Katanya anak buahmu memulai keributan ini dulu, Hwa-cici diganggunya di rumah makan. Dan tentang kekasih..."

"Bedebah jahanam!" pengemis itu tiba-tiba membentak, tak menunggu Han Han menyelesaikan kata-katanya. "Kau sudah berani mematahkan tongkatku, anak muda. Dan ini tantangan dan sebatang tongkat lain yang sudah menyambar dan dicabut kakek ini tiba-tiba menderu dan menghantam pemuda itu dengan hebat. Hek-i Kai-pangcu malu dan gusar bukan main melihat tongkatnya dipatahkan Han Han, padahal di situ banyak anak-anak murid yang menonton.

Maka begitu dia mencabut tongkat cadangan dan dengan senjata ini dia menerjang pemuda itu, menusuk dan membabat maka Han Han tak dapat meneruskan kata-katanya lagi karena kakek itu sudah menyerangnya kalap. Dia sebenarnya melihat bahwa kakek ini cukup lihai, sayang terlalu angkuh dan tinggi hati, mungkin karena kedudukannya sebagai ketua itu. Dan ketika Han Han harus mengelak dan menghindari lagi serangan tongkat terbang, karena Hek-i Kai-pangcu penasaran melanjutkan serangannya tadi maka apa boleh buat Han Han pun mengeluarkan Hui-thian-sin-tiauwnya lagi. Hanya dengan ini dia dapat menundukkan kakek itu, karena begitu dia bergerak tiba-tiba saja dia lenyap dan hilang dari pandangan mata. Dan ketika si pengemis terkejut karena lagi-lagi dia kehilangan sasaran, Han Han tahu-tahu muncul lagi dan menyambar tongkatnya maka untuk kedua kali tongkat itu dikeletak patah.

"Pangcu, kau tak dapat mengalahkan aku. Dengar kata-kataku dan berhenti menyerang!"

Namun kakek itu memekik. Begitu tongkat patah lagi tiba-tiba kakek ini menyambar golok, bukan satu melainkan dua. Dan ketika dia menerjang dan menyerang kalap, membabi-buta, maka anak-anak murid yang pucat melihat kepandaian pemuda itu tiba-tiba mendengar bentakan Ji-lokai yang memberi aba-aba menyerang.

"Bunuh pemuda itu, bantu ketua!" Dan ketika Ji-lokai sendiri menerjang dan menyambar tongkat baru, karena tongkatnya tadi juga dihancurkan Han Han maka pemuda itu dikeroyok dan anak-anak murid Hek-i Kai-pang berkelebatan menyerang.

"Heii..!"Han Han terkejut. "Berhenti, Ji-lokai. Berhenti, jangan mengeroyok atau terpaksa aku menghajar kalian!"

"Hajarlah!" wakil ketua Hek-i Kai-pang itu menantang. "Kami bergerak membela ketua kami, anak muda. Kalau kau membunuh kami itupun tak akan kami elakkan!" dan ketika pengemis itu mengemplang dan menggerakkan tongkatnya, menerjang dan melancarkan pukulan tangan kirinya pula maka Hek-tung Sin-ciang menyambar disusul pukulan-pukulan tongkat anak-anak murid yang lain, gaduh dan riuh karena Han Han lalu mempergunakan Hui-thian-sin-tiauwnya untuk menghilang, senjata atau tongkat-tongkat lawan berbenturan sendiri. Dan ketika Han Han marah karena orang-orang Hek-i Kai-pang itu mengeroyok maka Eng Hwa berkelebat dan terkekeh.

"Bagus, kubantu kau, Han Han. Jangan khawatir des-des-prak!" dan payung yang menghantam atau mengenai kepala anak-anak murid itu lalu disusul teriakan atau pekik ngeri.

Dua tubuh terpelanting karena dengan kejam wanita cantik itu telah membunuh lawannya. Eng Hwa merasa mendapat kesempatan membalas dendam setelah tadi dia dikeroyok, hampir saja celaka. Maka begitu Han Han dikerubut tapi pemuda itu mampu beterbangan mendahului lawan, sama seperti tadi ketika pemuda itu menghadapi serangannya maka untuk berikut anak-anak murid Hek-i Kai-pang menjadi korban. Darah mengalir dan tepi hutan itupun menjadi tempat mengerikan. Eng Hwa mempergunakan kebingungan anak-anak murid yang kehilangan Han Han untuk melampiaskan keganasannya, wanita ini ternyata telengas. Tapi ketika Han Han mengeluarkan bentakan keras dan hutan serasa digetarkan pekikan gajah, anak-anak murid terpelanting dan Eng Hwa sendiri terkejut terhuyung mundur maka berturut-turut senjata di tangan wanita itu dan ketua atau wakil ketua Hek-i Kai-pang juga terlepas.

"Berhenti!"

Bentakan atau suara Han Han ini dahsyat sekali. Han Han mempergunakan Sai-cu Ho-kang (Pekikan Singa) untuk menghentikan pertempuran, anak-anak murid sudah roboh terpelanting sementara ketua mereka terhuyung-huyung, nyaris juga roboh. Dan ketika semua senjata terlepas dan Han Han sudah berdiri di situ, di tengah-tengah maka semua terbelalak pucat memandang pemuda ini.

"Semua tak boleh serang-menyerang lagi. Ini bukan tempat pembantaian. Dan kau..." Han Han marah sekali memandang Eng Hwa. "Kau keji dan telengas, cici. Kalau sekali lagi aku melihat kau membunuh orang jangan harap aku mau bersahabat lagi denganmu. Cukup, kita pergi dan jangan ada di sini lagi!" dan membetot wanita itu berkelebat ke hutan, Han Han menendang payung dan menyambar dengan tangannya yang lain maka Hek-i Sin-lokai dan anak-anak muridnya tertegun, sadar.

"Heii...!" kakek itu berseru. "Temanmu berhutang banyak jiwa, anak muda. Tunggu dan bunuh sekalian kami semua!"

"Tidak," Han Han lenyap dan berseru dari jauh. "Kau juga harus tahu diri, Lo-kai. Karena pihakmu yang memulai maka jangan menuntut kepada kami. Kalian pulang dan kita tak usah bertemu lagi!"

"Keparat, jahanam. Kami tak takut mati!" namun si kakek yang sia-sia mengejar dan kehilangan Han Han akhirnya menangis dan membanting-banting kaki di situ.

Enam muridnya roboh binasa dan tiga belas jiwa melayang dengan cepat. Bukan main keji dan ganasnya si cantik itu, karena si pemuda tak pernah menurunkan tangan maut kepada dia maupun anak-anak muridnya. Tapi karena Han Han melindungi temannya itu dan kakek ini tentu saja marah, gusar, maka Hek-i Kai-pangcu mendendam dan mengingat-ingat Han Han dengan baik. Dia telah memerintahkan anak-anak muridnya kembali dan persoalan itu diselesaikan di situ, meskipun kelak akan disusul dan dilanjutkan lagi.

Dan ketika Han Han lenyap sementara kakek ini dan para pembantunya kembali maka Han Han tiba di seberang hutan yang sana dan berhenti melepaskan tangan Eng Hwa.

"Kau kejam, kau tak berperasaan," Han Han langsung saja menyemprot kawannya ini. "Sekarang kita berpisah, cici. Aku tak mau lagi berdekatan denganmu. Maaf dan terima kasih!"

"He!" Eng Hwa mencengkeram, langsung meloncat tak membiarkan Han Han pergi. "Tunggu dulu, Han Han. Kau boleh meninggalkan aku tapi lihat pukulan ini. Aku terluka!" dan ketika wanita itu merintih dan Han Han terkejut melihat pundak temannya yang dikuak, halus dan putih maka Eng Hwa berkata bahwa itulah bekas pukulan Ji-lokai, menggigit bibir dan menangis. "Aku kejam karena mereka juga kejam. Lihat, tongkat jahanam itu dipoles racun, Han Han. Pundakku hangus dan aku butuh pertolonganmu.... bret!"

Han Han memerah mukanya, melihat Eng Hwa tak malu-malu merobek baju pundaknya lebih lebar lagi hingga bukit dadanya tersembul! Kalau bukan Han Han tentu pemandangan itu sudah membangkitkan berahi, Han Han tergetar namun pemuda ini dapat menekan perasaannya. Dia sudah diperlihatkan bekas pukulan itu dan Eng Hwa merintih bahwa pundaknya panas, diraba dan benar saja bahwa pundak wanita itu panas. Dan ketika Han Han tertegun karena Eng Hwa tiba-tiba terhuyung, roboh, maka wanita itu tiba-tiba menangis dan mengerang-erang.

"Aduh, sakit, Han Han.... panas sekali Tolong aku atau nanti aku mati!"

Han Han bergerak cepat. Melihat Eng Hwa mengeluh dan terhuyung roboh tiba-tiba dia menahan dan menangkap lengannya itu. Han Han heran tapi keheranannya dikalahkan rasa terkejut, Eng Hwa sudah pingsan. Dan ketika Han Han mengeluarkan obat dan menyalurkan sinkang di pundak temannya itu maka tak lama kemudian Eng Hwa sadar namun merintih menunjuk pundaknya yang lain.

"Aku merasa sakit dan pedih di situ. Ouh, tolong, Han Han. Bukakan bajuku itu dan lihat apakah ada bekas pukulan pula disitu!"

"Apa? Di sini?" Han Han terbelalak, melihat pundak Eng Hwa sebelah kiri.

"Ya, di situ, Han Han. Aku merasa sakit. Tadi belum kurasa, karena pukulan di pundak kanan ini lebih berat. Tolong robek bajuku itu dan lihatlah!"

Han Han tergetar. Selama hidup dia belum pernah berdekatan dengan wanita. Eng Hwa ini adalah wanita pertama dan selama hidup pula dia belum pernah meraba atau membuka-buka baju wanita. Kini EngHwa tiba-tiba menyuruhnya, tentu saja Han Han gugup, bingung. Tapi ketika Eng Hwa merintih dan menangis menahan sakit maka sambil menggigit bibir Han Han merobek dan menguak baju pundak wanita itu.

"Bret!"

Han Han benar-benar mengalami cobaan berat. Pundak yang mulus putih kembali terlihat jelas dan dia harus menekan guncangan jantungnya melihat itu. Tapi ketika tak ada apa-apa di situ dan Eng Hwa berkata bahwa dia merobek kurang lebar, rasa sakit itu di bawahnya lagi maka si cantik minta agar Han Han membukanya lebih lebar.

"Kurang.... kurang ke bawah. Aduh, sedikit lagi kebawah, Han Han. Aku merasa dadaku nyeri. Di situ!"

Han Han terkejut. "Masih ke bawah? Kurang ke bawah?"

"Ya, cepat, Han Han. Atau aku mati! dan Eng Hwa yang menggeliat dan menahan sakit hebat tiba-tiba membuat Han Han tak pikir panjang lagi dan apa boleh buat merobek baju itu lebih ke bawah lagi. Sebenarnya dia mau memprotes karena melakukan ini berarti membuka dada Eng Hwa, si cantik menjerit dan merintih-rintih, Han Han merasa hawa panas di situ. Dan ketika muka Han Han juga terasa panas karena bukit yang indah terpampang di mukanya, Han Han gemetar dan menggigil maka tampaklah di situ sebuah titik merah dari sebatang jarum yang menancap di tempat yang seharusnya tak boleh dilihat mata laki-laki.

"Ini... ini jarummu sendiri!" Han Han terkejut. "Kau terkena jarummu sendiri, Hwa-cici. Bagaimana bisa begini!"

"Aku ditangkis tongkat si Ji-lokai itu, jarum terpental dan masuk. Aduh, tolong Han Han. Aku tak kuat menahan sakit. Juga... juga di pahaku. Sedot dan tarik keluar!"

Han Han menggigil seperti orang kecemplung di laut es. Kalau saja Eng Hwa tak berkata bahwa jarumnya terpental oleh tongkat Ji-lokai tentu dia akan segera curiga karena tadipun dia sudah curiga. Tapi begitu Eng Hwa berkata dan menerangkan asal-usulnya, Han Han lenyap kecurigaannya maka begitu Eng Hwa merintih dan menjerit tiba-tiba dia memejamkan mata dan membenamkan kepala di bukit yang mengaduk-aduk isi perasaannya itu. Han Han sungguh diuji hebat namun luar biasa sekali murid Im Yang Cin-jin ini.

Bukit lembut yang menyentuh pipinya itu sama sekali tak membobolkan benteng imannya. Han Han telah menarik napas dan kuat-kuat mengkonsentrasikan diri kepada jarum beracun, bukan kepada bola yang lunak hangat itu, bola yang sanggup meruntuhkan iman laki-laki! Dan ketika jarum tersedot dan Han Han tak mau berlama-lama, daerah itu memang "berbahaya" maka dengan muka penuh keringat Han Han menarik keluar jarum beracun itu, menyedot dengan khikangnya.

"Selesai!" pemuda ini menarik tubuh dan kepalanya. "Sekarang mana obat penawarmu, Hwa-cici. Kau tentu memiliki obatnya!"

Eng Hwa tertegun. Han Han tak tahu betapa wanita itu terbelalak dan kagum serta berdetak. Tadi ketika Han Han membenamkan kepalanya di bukit dadanya itu maka justeru Eng Hwa yang "kepanasan" dan hebat menahan nafsu. Han Han tak tahu dengan siapa dia berhadapan, tak tahu bahwa inilah Siluman Kucing Mao-siao Mo-li, seorang wanita cabul yang amat berbahaya karena kalau tak dapat mempergunakan kepandaiannya maka wanita itu akan mempergunakan tubuh dan kecantikannya, kalau ingin merobohkan seorang laki-laki. Maka ketika Han Han mampu bertahan sementara dengan cepat pemuda itu berhasil menarik jarum, Eng Hwa nyaris menjerit dan memukul kagum, Han Han tak tergerak oleh bukit dadanya yang montok, maka wanita ini terbelalak lebar-lebar dan napas tiba-tiba memburu, sekali lagi masih ingin menguji.

"Han Han, aku... aduh, terima kasih. Namun masih ada sebatang jarum yang menancap di pahaku, di pangkal paha. Cepat, tarik dan sedot keluar itu!"

Han Han merah padam, baru saja menutup lagi baju pundak wanita itu, tak berani lama-lama memandang bagian tubuh yang betapapun merangsang birahi-nya. Tapi ketika Eng Hwa mengeluh dan roboh terguling, pakaian di paha tersingkap maka wanita itu sendiri yang tak sabar menguakkannya, merintih, bukan oleh sakit melainkan oleh nafsu.

Han Han hampir tak mampu bernapas. Eng Hwa menyingkap semua pakaiannya itu hingga seluruh pahanya tampak. Han Han memang melihat setitik jarum merah menancap di situ, Eng Hwa tidak bohong. Tapi karena seumur hidup baru kali itu pula dia melihat paha seorang wanita, gempal dan mulus, apalagi Eng Hwa menggeliat memperbesar berahi maka Han Han yang semula mampu menenangkan guncangan batin mendadak dibuat guncang lagi oleh perbuatan wanita ini. Eng Hwa tak malu-malu dan lengkaplah sudah Han Han menikmati bagian tubuh wanita ini. Mulus dan menggairahkan!

Tapi karena Han Han lagi-lagi adalah murid Im Yang Cinjin yang sakti dan kekuatan batin pemuda ini cukup besar, Han Han memejamkan mata dan menarik napas kuat-kuat maka tiba-tiba Han Han mampu menindas semua hawa berahi ke lubuk yang paling dalam. Han Han memang masih terlalu hijau untuk menghadapi tipu daya wanita cabul sepintar Mao-siao Mo-li, yang kali ini mengerahkan segala daya tariknya untuk merobohkan pemuda itu. Tapi ketika Han Han tak roboh oleh tipu dayanya pertama, mengambil jarum di buah dadanya tadi maka wanita ini langsung mengeluarkan tipu dayanya terakhir, mempertontonkan paha dan bentuk kakinya yang mulus itu.

Biasanya, betapapun kuatnya laki-laki, kalau sudah melihat bagian yang "paling berbahaya" dari wanita ini pasti akan roboh. Han Han juga tampak menggigil dan gemetaran melihat bagian tubuh itu. Di sinilah puncak kekuatan wanita! Tapi ketika Han Han panas dingin diguncang perasaan yang hebat, berahinya menggelegak namun pemuda ini mengerahkan segenap kekuatan batin untuk melawan rangsangan yang hampir merobohkannya, Han Han tiba-tiba mencipta bayangan gurunya agar mendapat kekuatan batin, Eng Hwa merintih dan mengerang kepanasan, bukan oleh jarum itu melainkan oleh berahinya sendiri karena tiba-tiba wanita itupun terbakar oleh gejolak perasaannya, Han Han membungkuk dan siap mencabut jarum dengan mata terpejam tiba-tiba terdengar bentakan dan dua sosok bayangan menyambar Han Han.

"Anak muda, jangan lakukan itu!"

Han Han terkejut. Dibentak dan ditarik seseorang, Han Han tersentak dan kaget tahu-tahu muncul sepasang pria dan wanita yang menyambar punggungnya. Pria gagah itulah yang mengeluarkan bentakan sementara wanita disebelahnya, cantik tapi sudah berumur empat puluhan tiba-tiba memaki dan menghantam Eng Hwa. Han Han terkejut dan tentu saja pecah konsentrasinya. Dia mau mencabut jarum dan berhasil menenangkan guncangan berahinya setelah mencipta wajah gurunya tadi. Wajah gurunya inilah yang benar-benar menambah kekuatan luar biasa untuk menekan getaran batin. Han Han memang sedang diuji hebat. Tapi begitu dia disambar dan laki-laki itu menariknya berdiri, Han Han tentu saja terhuyung maka Eng Hwa yang diserang dan dihantam wanita ini terlempar dan menjerit.

"Aduh..!"

Han Han tertegun. Pria gagah itu mencekal lengannya agar dia tidak bergerak, Eng Hwa terguling-guling dan seketika buyarlah nafsu berahi wanita itu sendiri. Eng Hwa atau Mao-siao Mo-li melengking. Dan ketika wanita cabul itu meloncat bangun dan menyambar payungnya, Han Han juga mau bergerak tapi laki-laki gagah itu berkata bahwa dia ditipu dayai, dia berhadapan dengan seorang wanita cabul Siluman Kucing maka di sana wanita cantik yang bersama laki-laki ini sudah menerjang dan mengejar.

"Mao-siao Mo-li, dari dulu sampai sekarang masih saja kau tetap sama. Dulu mengganggu dan merayu pemuda-pemuda tampan sekarangpun juga begitu. Mampuslah, kau tak tahu malu.... dess!" dan pukulan yang luput menghantam lawan akhirnya membuat Eng Hwa melihat siapa wanita yang datang ini, juga laki-laki gagah di sana.

Dia meloncat tinggi berjungkir balik ketika pukulan itu menyambar, selamat tapi segera berseru tertahan melihat siapa sepasang laki-laki gagah dan wanita empat puluhan itu, rupanya suami isteri dan wanita itu sudah mengejarnya lagi dengan pukulan-pukulan cepat. Eng Hwa atau Mao-siao Mo-li akhirnya terdesak, mengelak sana-sini karena dia gugup dan bingung oleh kejadian yang tiba-tiba ini. Tapi ketika dia sadar dan marah memaki-maki lawannya itu, menangkis dan tidak mengelak lagi maka dia membentak.

"Bagus, kiranya kau.... trangg!" dan payung yang bertemu pedang dan gemerincing di udara akhirnya membuat Eng Hwa atau Mao-siao Mo-li ini membalas, membentak dan berkelebatan mengelilingi lawan dan akhirnya tampak bahwa wanita ini mampu menghadapi lawannya. Bahkan, setelah ketenangan dan kegugupannya hilang tiba-tiba Eng Hwa mampu mendesak lawannya itu. Wanita yang baru datang dan berbaju merah itu keteter, pedang di tangannya sering terpental oleh payung. Nyata, dia kalah setingkat. Dan ketika Eng Hwa berhasil menekan dan mendesak lawan hingga lawan terpekik oleh satu tusukan payungnya, wanita itu terhuyung maka Mao-siao Mo-li terkekeh-kekeh.

"Hi-hik, kiranya kau, Bhi Pui. Ah, kuingat sekarang siapa dirimu. Kiranya kau dan suamimu, Keng Han murid si tua bangka Pek-lui-kong. Ada apa kalian datang ke mari? Minta gebuk? Bagus, aku akan menghajarmu. Terimalah. cring-crangg!" dan payung yang kembali menyambar dan mengenai lengan wanita itu akhirnya membuat wanita baju merah ini menjerit kesakitan, menangkis tapi payung menyelinap dengan lihai, menusuk pangkal lengannya. Dan ketika berkali-kali akhirnya pedangnya terpental bertemu payung, ujung payung menusuk dan menggigit-gigit maka laki-laki gagah di samping Han Han itu berkelebat dan membantu isterinya.

"Mao-siao Mo-li, kau cabul dan hina. Setelah dulu kau mengganggu dan mempermainkan diriku masih juga kau mencari dan menjebak pemuda-pemuda tampan. Mampuslah, tak boleh kau mengganggu pemuda baik-baik!" dan sebuah pukulan yang dahsyat menghantam, pukulan bersinar putih tiba-tiba menyambar dan mengenai punggung wanita itu.

"Dess!" Mao-siao Mo-li terlempar. Wanita ini berteriak karena ia betul-betul tak sempat menghindar lagi. Waktu itu ia sedang mengurung dan mendesak wanita baju merah, tahu-tahu dihantam dan dipukul dari belakang. Tapi karena wanita ini cukup lihai dan sinkangnya mampu menahan, pria gagah itu kagum namun menyerang lagi, membentak dan maju menerjang maka dua pukulan bersinar putih silih berganti dengan pedang di tangan wanita baju merah itu. Sekarang Mao-siao Mo-li dikeroyok dan Siluman Kucing ini melengking-lengking. Dia marah dan kaget karena Pek-lui-ciang atau Tangan Halilintar menyerangnya bertubi-tubi.

Pria gagah itu ternyata setingkat lebih tinggi dibanding isterinya, jadi, tanpa mengeroyokpun dia sudah setingkat dengan lawannya. Eng Hwa atau Siluman Kucing berteriak-teriak. Dan ketika rangsekan serta pukulan tak pernah berhenti, payung di tangan Mao-siao Mo-li tertahan oleh pukulan di tangan pria gagah itu akhirnya Mao-siao Mo-li pucat memanggil Han Han, tak disangkanya bahwa Keng Han, laki-laki yang dulu dapat dikalahkannya ternyata sekarang bertambah lihai dan setingkat darinya. (baca: Golok Maut).

"Han Han, jangan diam saja. Bantu aku!"

Namun Han Han tak bergerak. Sesungguhnya dia terguncang mendengar dan melihat kejadian ini. Laki-laki gagah itu telah memberitahunya siapa teman wanitanya itu, Mao-siao Mo-li alias Siluman Kucing. Dan karena julukan siluman ini jelas menunjukkan dari golongan mana wanita itu berasal, tak mungkin golongan baik-baik menerima gelar atau julukan seperti itu maka tiba-tiba kemarahan besar melanda pemuda ini.

Han Han mula-mula teringat kepada kekejaman Eng Hwa ketika membunuh tujuh pengemis di luar rumah makan. Lalu kekejamannya pula ketika melepas jarum-jarum beracun, membunuh-bunuhi lagi beberapa pengemis Hek-i Kai-pang padahal ada dia di situ, yang dapat mengatasi pengemis-pengemis itu. Dan ketika semuanya ini ditambah oleh ketidaktahu-maluan wanita itu berbuka-buka busana, mula-mula dada kemudian paha, jebakan yang kiranya untuk memerangkap dirinya maka tahulah Han Han bahwa jarum-jarum yang katanya terpental itu adalah pasti buatan wanita itu sendiri.

Sekarang dia sadar setelah tidak diguncang debaran-debaran berahi bahwa jarum yang menancap di dada dan paha adalah bikinan wanita itu sendiri, sebab kalau tidak, mestinya Eng Hwa dapat mencabut dan mengobati dirinya sendiri. Sebagai orang yang memiliki jarum beracun pasti pula memiliki penangkalnya. Han Han "mendusin" bahwa dia terkecoh, wanita itu benar-benar licik dan iblis. Dan teringat betapa dia dipameri dada dan paha mulus, kalau dia tidak memiliki kekuatan batin pasti roboh. Tiba-tiba Han Han menjadi marah dan dingin terhadap bekas temannya ini.

"Mao-siao Mo-li, kiranya kau wanita cabul dan tak tahu malu. Ah, terkutuk kau. Hadapi lawanmu sendiri dan jangan panggil aku lagi sebagai sahabatmu!"

"Aiihhhh...!" wanita itu terkejut dan mengelak sebuah pukulan Halilintar, yang meledak dan merobohkan pohon di belakangnya. "Kau ditipu orang-orang ini, Han Han. Mereka musuh-musuhku yang memang tidak menyukai aku. Yang laki-laki ini bekas kekasihku, si wanita cemburu. Tanya dan buktikan itu kepadanya!"

"Bohong!" si pria gagah membentak, Han Han lebih percaya kepadanya. "Kalaupun kekasih maka itu paksaan, anak muda. Dia melolohi arak atau obat perangsang kepadaku. Kaupun pasti akan dicekokinya kalau pameran paha atau dada tadi gagal. Aku akan membunuhnya karena dia wanita berbahaya!"

"Benar," wanita di sebelah laki-laki gagah itu juga menyambung, melengking. "Tanya siapa saja bagaimana sepak terjang si cabul ini, anak muda. Dia pernah melolohi dan mempermainkan suamiku ini dan juga pemuda-pemuda lain. Aku akan membunuhnya karena dia berhutang sakit, hati kepadaku!"

Han Han merah mukanya. Tanpa diterangkan lagi seperti itupun dia sudah dapat menilai watak si Eng Hwa ini. Pantas begitu kejam dan tak tahu malu. Maka ketika Eng Hwa melengking-lengking dan marah kepada suami isteri itu, gagal membujuknya tiba-tiba wanita itu menangkis pedang di tangan si wanita baju merah. Lalu ketika lawan terhuyung dan Eng Hwa merogoh bajunya tiba-tiba belasan sinar merah berhamburan.

"Awas...!"

Si wanita baju merah memekik. Teriakan atau seruan suaminya tadi sudah dimengerti, dia melempar tubuh untuk meng hindarkan diri dari belasan jarum-jarum merah itu. Dan ketika suaminyapun bergerak melepas pukulan, menghantam Eng Hwa dari belakang maka Eng Hwa mengelak dan jarum-jarum itupun tersapu runtuh. EngHwa membentak dan melepas lagi jarum-jarum merahnya, dipukul atau disampok runtuh. Dan ketika berkali-kali wanita itu gagal dan wanita baju merah yang diincarnyapun selalu dilindungi sang suami, Eng Hwa marah dan putus asa tiba-tiba wanita itu berkelebat ke arah Han Han.

"Biar aku menyerahkan diri saja kepadamu!" Mao-siao Mo-li berkata seraya terisak, tiba-tiba menangis. Dan ketika Han Han terkejut karena wanita itu menubruk padanya, tidak disangka, mendadak ketika Han Han mengelak dan menjauhkan diri sekonyong-konyong sebuah saputangan mengebut di mukanya. Han Han tak dapat mengelak ini dan tiba-tiba ia-pun pusing, roboh. Dan ketika Han Han terkejut dan kesadarannya gelap, Han Han benar-benar masih hijau dan mentah oleh pengalaman maka Mao-siao Mo-li terkekeh dan menyambar tubuhnya.

"Hi-hik, lain kali kita bertemu, Keng Han. Selamat tinggal dan sampai jumpa!"

"Heii!" Keng Han terkejut, tak menyangka. "Tinggalkan pemuda itu, Mao-siao Mo-li. Atau kau mampus.... dess!" dan pukulan Halilintar yang kembali menyambar namun dikelit lawan akhirnya membuat Mao-siao Mo-li tertawa dan melarikan diri.

Han Han sudah dipanggul dan dibawa wanita ini. Han Han pingsan karena menghirup bubuk pelumpuh sukma, hal yang memang tidak disangka dan memang merupakan kelengahan pemuda ini, karena murid Im Yang Cinjin itu belum banyak berpengalaman di dunia kang-ouw, lika-liku atau kelicikan orang-orang jahat. Dan ketika pemuda itu dibawa lari dan Siluman Kucing ini tentu saja menyalinap keluar masuk hutan, Keng Han mengejar namun harus menunggu isterinya yang tertinggal di belakang maka wanita itupun kabur dan Han Han tak ingat apa-apa lagi.

"Hi-hik!" pagi itu Mao-siao Mo-li telah melepaskan diri dari suami isteri gagah itu, menotok Han Han. "Tak boleh kau lepas begitu saja, anak manis. Kalau kau mampu bertahan dan tak roboh oleh keindahan tubuhku maka hari ini kau harus roboh oleh arak Surgaku. Hi-hik, kau akan kubuat panas dari dalam!"

Han Han tak sadarkan diri. Dibawa dan dipanggul semalam suntuk sebenarnya pemuda itu mau siuman juga. Tapi begitu Mao-siao Mo-li mengebutkan dan menyebarkan bubuk pelemah sukmanya, Han Han tak berdaya melawan ini maka pemuda itu pingsan lagi hingga pagi itu Mao-siao Mo-li membawanya ke sebuah guha.

Pagi itu wanita ini berseri-seri. Bagi pembaca yang telah membaca kisah Si Golok Maut tentu telah mengenal wanita ini. Dialah wanita cabul yang amat jahat, keji. Wanita ini tak segan-segan mempergunakan segala tipu daya untuk merobohkan lawannya. Dan karena dia amat doyan wajah-wajah tampan, anak-anak muda yang kuat dan masih gagah-gagah-nya maka Siluman Kucing atau Mao-siao Mo-li itu mempermainkan korbannya dan sering mengisap sari pati tenaga muda untuk mengawetkan dirinya. Dan itu terlihat dari wajahnya. Wanita ini sebenarnya sudah berusia empatpuluh lima tahun lebih. Tapi karena dia sering menghisap sari pati tenaga muda, hawa yang biasanya diambil dari ubun-ubun maka wanita ini masih tampak muda dan kelihatannya seperti berumur duapuluh limaan saja. Itulah sebabnya Han Han memanggilnya cici karena disangkanya wanita itu sedikit di atas usianya, padahal sebenarnya wanita itu sudah sebaya dengan ibunya!

Dan ketika pagi itu Han Han dirobohkan dan dibawa wanita ini, Mao-siao Mo-li sudah berseri-seri karena dia akan mampu menghisap sari pati tenaga pemuda ini, pemuda yang hebat dan luar biasa hingga dia tak mampu mengalahkannya maka begitu meletakkan Han Han di dalam guha segera wanita ini mengambil arak dan mencekok-kannya ke mulut Han Han. Dan karena Han Han masih pingsan sementara wanita itu bernafsu sekali membayangkan apa yang akan diperoleh, arah sudah masuk dan membuat wajah Han Han merah maka dengan berani wanita ini akhirnya menyadarkan dan membebaskan totokan Han Han.

Biasanya, seberapa lihai dan hebat pun pemuda yang dihadapinya tapi kalau begitu dicekoki arak pasti akan segera limbung. Han Han pun juga begitu. Pemuda ini segera membuka mata ketika disadarkan, totokan sudah dibebaskan. Dan ketika dia bangkit berdiri dan limbung menahan dinding, Mao-siao Mo-li terkekeh dan memanggil Han Han maka pemuda itu menoleh dan melihat wanita itu sudah hampir tak mengenakan pakaian apa-apa!

"Hi-hik, lihatlah ke sini, Han Han. Siapa aku dan kenalkah kau kepadaku?"

Han Han terbakar. Melihat wanita itu hampir tak berpakaian sama sekali tiba-tiba saja pemuda itu mendengus. Han Han baru sadar dan karena itu pikirannya masih belum pulih benar. Dia merasa tubuhnya panas dan muka serta telinga rasanya seperti dijalari api. Dia tak tahu bahwa pengaruh arak sudah bekerja, arak bukan sembarang arak melainkan arak berahi, arak kotor! Dan ketika Han Han terkejut karena Eng Hwa ada di situ, tentu saja dia kenal tapi kenapa tiba-tiba tak mengenakan pakaian lengkap, bagian-bagian tubuh yang merangsang sengaja ditonjolkan sedemikian rupa maka Han Han menggigil dan gemetaran hebat.

"Eng Hwa, kau. kau kenapa seperti ini?"

"Ah, hi-hik?" Siluman Kucing terbakar dan mabok oleh nafsunya sendiri. "Aku begini karena ingin bersenang-senang denganmu, Han Han. Aku mencintaimu. Kau tentu tak menolak kalau kita bercinta... cup!" dan Eng Hwa yang sudah memeluk dan mencium pemuda itu, terkekeh, tiba-tiba sudah menggeliatdan menggeleser-geleserkan tubuhnya seperti ular.

Han Han terkejut tapi gemblengan batin yang sudah diterimanya bertahun-tahun masih cukup tangguh, terbukti karena pemuda itu tiba-tiba mengguncang dan mendorong tubuh itu kuat-kuat. Dan ketika Eng Hwa terlempar dan Han Han sendiri terjatuh, pusing, maka Mao-siao Mo-li terbelalak dan terkejut.

"Han Han, kau..."

"Keparat!" Han Han memaki, bangkit terhuyung. "Kau... kau siluman cabul, Eng Hwa. Kau Mao-siao Mo-li seperti kata laki-laki gagah itu. Kau apakan aku..wut!" dan Han Han yang menubruk dan menyerang wanita itu, tentu saja membuat Mao-siao Mo-li terkejut dan kaget tiba-tiba mengelak dan menendang Han Han.

"Dess!" Han Han terlempar dan terbanting. Eng Hwa membentak dan berkelebat ke arahnya, mencaci maki. Dan ketika Han Han bangkit berdiri dan terhuyung, kepala rasanya pening sementara nafsu berkobar-kobar tiba-tiba wanita itu menampar dan menotoknya.

"Robohlah, kau tak tahu diri!" dan marah karena Han Han rupanya masih dapat bertahan, sesloki arak rupanya kurang maka Eng Hwa menyambar dan mencekoki lagi arak ke mulut Han Han.

"Apa... apa yang kau lakukan itu. Apa yang kau maui!"

"Hm, arak ini arak penghangat cinta, Han Han. Kalau kau masih ingin menyerangku lagi maka kau harus meminumnya seteguk. Kau di bawah kekuasaanku, di bawah pengaruhku. Jangan macam-macam atau nanti kau kubunuh!"

Han Han menolak. Di bawah gelombang berahi dan nafsu yang berkobar-kobar ternyata pemuda ini masih memiliki kekuatan batin yang kuat. Dia menutup mulut rapat-rapat ketika cawan arak itu dipaksa memasuki mulutnya, hal yang membuat Mao-siao Mo-li terbelalak. Tapi ketika wanita itu terkekeh dan menotok rahang pemuda ini, Han Han kesakitan dan berteriak tertahan maka saat itulah arak meluncur dan lenyap ke dalam perutnya.

"Hi-hik, tak perlu sombong, Han Han. Jangan coba-coba bertahan. Belum pernah selama ini seorang laki-laki mampu melawan pengaruh arak. Kau akan kubawa menikmati sorga yang indah, jangan bodoh dan ikuti saja. Atau aku nanti akan memaksamu menghabiskan sebotol!"

Han Han mendelik. Baru turun gunung tahu-tahu berhadapan dengan seorang wanita cabul, ditawan dan dicekoki arak tiba-tiba membuat pemuda itu menyesal kenapa dia demikian bodoh. Suhunya tak pernah menceritakan tentang ini, tentang adanya wanita cabul dan arak pemabok. Sebagai pertapa memang lm Yang Cinjin enggan menceritakan tentang wanita, termasuk tokoh-tokoh cabul seperti Mao-sio Mo-Ii itu. Dan karena Han Han tak pernah mendengarkan kisah-kisah tentang ini, Im Yang Cinjin hanya menasihati dan berpesan agar hati-hati, di dunia kang-ouw banyak orang jahat maka Han Han yang masih hijau dan mentah pengalaman kini tertangkap oleh Siluman Kucing itu.

Han Han memang tak menduga akan adanya bubuk perampas ingatan, bius yang dikebutkan lewat saputangan wanita cabul itu. Dan karena Han Han selalu dilumpuhkan setiap sadar, kecuali sekarang ini setelah dicekoki arak Sorga, arak dahsyat yang akan membakar birahi laki-laki maka Han Han yang sadar dan kecewa akan kebodohannya menyesali dirinya sendiri. Waktu itu dua cawan atau dua sloki arak telah memasuki mulutnya. Mao-siao Mo-li sendiri jarang mempergunakan dua cawan, karena biasanya hanya dengan secawan atau beberapa tetes saja korban sudah dapat dikerjai.

Tapi karena Han Han adalah pemuda luar biasa dan terbukti masih mampu mengendalikan dirinya, menyerang dan marah kepadanya tadi maka Mao-siao Mo-li diam-diam kagum dan menambah jumlah arak agar Han Han kehilangan kesadaran. Kalau sudah begitu tentu pemuda ini nanti akan dikuasai nafsu berahi sepenuhnya, yang ada ialah keinginan untuk bersenang-senang dan Mao-siao Mo-li bangga betapa dia nanti akan memperoleh inti tenaga seorang pemuda sehebat ini, ilmu awet mudanya akan menjadi semakin luar biasa dan barangkali dia tak perlu tambah dengan seratus pemuda lain. Cukup satu ini saja dan dia akan awet muda selama duapuluhan tahun lagi!

Tapi ketika wanita itu berseri-seri dan menggeliat-geliatkan tubuhnya seperti ular, mendengus dan menciumi Han Han agar supaya pengaruh arak semakin hebat lagi, Han Han akan roboh dan cepat dikuasai tiba-tiba wanita ini terkejut karena tubuh Han Han menjadi dingin seperti es!

"Eh!" wanita itu tersentak, kaget sekali. Han Han yang dipeluk tiba-tiba seolah arca beku. "Kau masih hidup, Han Han? Kau seperti gedebok pisang atau manusia salju?"

Tak ada jawaban. Mao-siao Mo-li terpekik dan tentu saja ia meloncat bangun. Ia meraba-raba tubuh Han Han namun benar saja tubuh pemuda itu seperti es, kian lama kian dingin hingga begitu disentuh jarinyapun menjadi beku! Mao-siao Mo-li kaget karena detak jantung Han Han pun berhenti. Dia tak tahu bahwa saat itu Han Han mempergunakan hawa sakti lm-yang-sin-kangnya untuk "membekukan" pengaruh arak. Sebagai murid Im Yang Cinjin yang luar biasa dan mampu membekukan benda-benda cair menjadi es atau sebaliknya mencairkan benda-benda dingin menjadi lumer maka Mao-siao Mo-li terkejut melihat keadaan Han Han.

Wanita ini terlalu memandang rendah murid lm Yang Cinjin yang sakti ini. Dia terlampau sombong kalau menganggap Han Han sudah dikuasainya, meskipun betul pemuda itu sudah dicekoki arak dan menjadi tawanan, karena Mao-siao Mo-li amat curang dan Han Han baru saja turun gunung, mentah pengalaman. Dan ketika wanita itu terkejut karena menyangka Han Han tewas, arak rupanya terlalu banyak dimasukkan ke tubuh maka terdengarlah bentakan dan sesosok bayangan ramping menyerang wanita itu.

"Mao-siao Mo-li, kau keji dan tak tahu malu. Kau ternyata membunuh pemuda itu pula!"

Siluman Kucing terkejut. Dia sendiri terkejut dan terheran-heran oleh keadaan Han Han, tak merasa membunuh pemuda itu tetapi kenapa si pemuda mati. Maka ketika seseorang tiba-tiba menyambarnya dan sebatang pedang membabat kepalanya, Eng Hwa tercekat dan tentu saja menghindar ke kiri maka pedang tiba-tiba membalik dan menyabet pinggang.

"Haiyaahhh!" Mao-siao Mo-li melempar tubuh dan kaget bukan main. Dua kali serangan yang cepat dan luar biasa ini membuat Siluman Kucing terpekik dan harus membanting tubuh kalau tak mau celaka, berteriak dan cepat menyambar payungnya untuk kemudian bergulingan meloncat bangun. Dan ketika ia berdiri dan melihat siapa lawannya, seorang gadis berpakaian putih dengan pedang ditangan, cantik dan bersinar-sinar memandangnya maka Eng Hwa atau Siluman Kucing itu tertegun, tak mengenal.

"Siapa kau!" bentaknya. "Dan kenapa mencampuri urusan orang!"

"Hm!" gadis itu mendengus, tak menjawab. "Sudah tadi kuamati gerak-gerikmu, siluman cabul. Dan ternyata pemuda ini adalah pemuda baik-baik. Sekarang kau membunuhnya, padahal ia tak berdosa kepadamu. Kekejian apa yang tak kau miliki? Aku ingin membunuhmu agar tak ada jatuh korban lagi, mampuslah dan terbanglah ke akherat.... singg!" dan pedang yang kembali menyambar dan menusuk tenggorokan, si gadis sudah berkelebatdan menyerang Mao-siao Mo-li akhirnya membuat wanita itu marah dan menangkis dengan payungnya.

Mao-siao Mo-li mendelik karena ia diancam, juga karena kesenangannya tiba-tiba terganggu. Tapi ketika pedang ditangkis dan ia terpental, payung di tangannya bertemu sebuah tenaga yang kuat maka wanita ini terkejut dan berseru marah, meloncat dan sudah mengelak lagi dari tusukan-tusukan atau tikaman berbahaya. Gadis cantik itu menyerangnya dengan cepat dan bertubi-tubi. Dan ketika Mao-siao Mo-li membentak dan berkelebatan menghindari lawannya itu, payung membalas dan menyambar-nyambar pula maka bertandinglah dua orang itu dengan cepat dan seru.

Mao-siao Mo-li melihat bahwa lawannya ini benar-benar lihai dan bertenaga kuat, sering payungnya terpental ketika bertemu pedang. Dan ketika ia marah karena dalam hal ginkangpun lawannya itu tak kalah cepat, ilmu meringankan tubuh gadis cantik itu juga enteng dan bak walet menyambar-nyambar maka Siluman Kucing terkejut dan penasaran, tak tahu siapa sebenarnya gadis ini.

"Kau siapa, sebutkan namamu sebelum payungku meremukkan kepala. Atau kuanggap kau pengecut dan tak berani perkenalkan diri."

"Hm, aku tak takut kau mencariku untuk membalas dendam, Mao-siao Mo-li. Aku Tang Siu, dari Kun-lun. Tapi karena hari ini aku terpaksa membunuhmu, maaf saja maka tak usah kau mengingat-ingat namaku!"

"Sombong, siapa takut? Dari Kun-lun atau dari Hengsan aku tak gentar, bocah. Dan lihat siapa yang akan terbunuh....crangg!" dan payung yang kembali bertemu dengan pedang dan terpental, seperti biasa, tiba-tiba kali ini disusul oleh gerakan tangan kiri Eng Hwa yang menebarkan jarum-jarum beracun. Tujuh sinar merah menyambar gadis itu dan Tang Siu terkejut. Tapi ketika ia miringkan tubuh dan pedang bergerak ke kanan, tujuh sinar merah itu crang-cring-crang- cring bertemu pedangnya maka semua jarum-jarum beracun itu runtuh.

"Hm, benar-benar curang dan tak tahu malu. Pantas, kau sungguh pantas menjadi anggauta penjahat!"

Mao-siao Mo-li marah. Melihat tujuh jarumnya tak mendapat sasaran ia sudah membentak dan menyerang lagi, payungnya bergerak dan kali ini tiba-tiba mengembang. Dan ketika si nona terkejut karena terhalang pandangannya, itulah kelicikan Siluman Kucing maka berhamburan belasan jarum-jarum merah yang menyambar dari balik payung hitam. Mao-siao Mo-li merasa tak dapat mengalahkan lawannya ini kalau tidak dibantu jarum beracun, hal itu sudah cepat dilaksanakannya dan menyambarlah jarum-jarum merah itu ke segenap penjuru mengejutkan lawan.

Dan ketika gadis itu memang terkejut dan berseru keras, pandangan ke depan terhalang oleh payung yang dibuka maka membentaklah dia menjejakkan kaki kuat-kuat untuk meloncat lurus ke atas. Gerakannya ini tepat dan cepat hingga Siluman Kucing tertegun, semua jarum-jarumnya rontok bertemu gulungan sinar putih dari putaran pedang yang bagai kitiran. Dan ketika gadis itu melayang turun kembali, marah dan melengking menusukkan pedangnya maka tenggorokan Siluman Kucing disambar pedang.

"Brett!" Wanita itu menjerit berteriak tertahan. Dia kalah cepat karena bengong memandang lawan, leher bajunya tertusuk berlubang dan kagetlah Mao-siao Mo-li melempar tubuh dengan pucat. Dan ketika dia bergulingan namun dikejar lagi, si gadis membentak karena dua kali berturut-turut dia melakukan kecurangan, melepas jarum-jarum merahnya tadi maka sibuklah wanita ini mengelak atau menangkis sana-sini, ngeri dan gentar karena gerakan pedang amatlah cepatnya, la kalah kuat dan satu tangkisan payungnya malah membuat payungnya itu patah, habislah harapan wanita ini. Dan ketika Siluman Kucing terpaksa merogoh jarum-jarum beracunnya tadi, dia terdesak dan dalam bahaya maka sekantung penuh jarum-jarum merah tiba-tiba berhamburan menyambar gadis baju putih itu.

"Kita boleh sama-sama mampus!"

Gadis ini terkejut. Serangan adu jiwa yang jelas tak menguntungkan itu membuat dia membentak dan memutar pedangnya menahan diri. Nafsu untuk menyerang terpaksa dikurangi dan apa boleh buat dia harus menangkis dulu semua jarum-jarum berbahaya itu. Lawan menghamburkannya sekantung penuh, bukan main! Dan ketika gadis itu berhasil meruntuhkan semua jarum, kecuali sebatang yang menancap di pangkal lengannya maka Mao siao Mo-li yang meloncat bangun dan tidak mengetahui ini tiba-tiba melarikan diri dan merintih seperti kucing diguyur air panas.

"Lain kali kita bertemu lagi. Kutitipkan dulu nyawamu!"

Si gadis membentak. Ia mau mengejar ketika tiba-tiba lengan kirinya itu kesemutan, kejang. Dan ketika ia terkejut karena menyadari jarum beracun, lawan sudah menghilang dan lenyap di luar guha maka tiba-tiba ia terhuyung dan jatuh terduduk, menahan sakit.

"Keparat!" gadis itu bicara sendiri. "Kau licik dan curang, Mao-siao Mo-li. Sudah tak tahu malu masih juga memiliki jarum-jarum beracun. Terkutuk!" dan duduk menahan sakit, muka pucat dan marah gadis ini lalu merobek bajunya untuk melihat luka itu. Sebatang jarum menancap di situ dan dengan hati gregeten gar dis ini mencabut jarum dengan tangan yang lain. Tapi karena dia tergesa-gesa dan jarum itu juga halus, lembut sekali maka begitu dikasari sedikit tiba-tiba jarum patah dan tertinggal ujungnya di dalam daging.

"Keparat!" gadis itu marah. "Kenapa harus patah dan tak mau diambil? Oh, terkutuk kau, Mao-siao Mo-li. Kubunuh nanti kalau jarummu tak mau keluar!" dan berkutat mencabut sisa jarum, yang lembut dan halus sekali tiba-tiba gadis ini gagal dan gemetar menahan racun yang mulai panas membakar.

Setiap dia menekankan jari ujung jarum itu malah membenam, pucatlah gadis ini karena sebelah lengannya itu tiba-tiba terasa lumpuh. Ia tak dapat menggerakkan tangan kirinya lagi ketika racun menuju pundak. Dan ketika ia mulai menangis karena rasa sakit dan marah bercampur satu, jarum akhirnya membenam kejaringan otot halus maka gadis itu menggigil dan pucat pasi. Kalau jarum tak dapat dicabut maka satu-satunya jalan ialah menabas lengannya itu, atau racun akan menjalar kejantung dan tewaslah ia.

Tapi karena membuntungi lengan berarti cacad, dan itu rasanya jauh lebih hebat daripada mati maka gadis ini tiba-tiba sesenggukan dan menangis tersedu-sedu. Dua pilihan yang sama-sama berat terasa tak dapat sama-sama dipilih. Kalau dipaksa memilih, barangkali ia pilih mati! Tapi ketika gadis itu mengguguk dan memaki-maki lawannya, si terkutuk Siluman Kucing tiba-tiba sebuah suara lembut terdengar didepannya.

"Jangan khawatir, aku dapat menolongmu, nona. Kalau kau mengijinkan biarlah jarum itu kusedot!"

Sang gadis terkejut. Duduk dan menangis tersedu-sedu seperti itu membuat ia tak tahu bahwa seorang pemuda telah berdiri di depannya. Itulah Han Han, yang telah berhasil membebaskan diri dan membekukan arak di dalam tubuh. Sejak tadi dia sudah menguasai keadaan tapi tertarik kepada gadis baju putih ini, yang membela dan melindunginya dari tangan jahat Mao-siao Mo-li membuat Han Han tak segera beranjak dari tempatnya. Ia tertegun dan kagum kepada gadis ini, bukan hanya kepandaiannya melainkan juga kecantikannya. Aneh, Han Han tergetar!

Dan ketika pemuda itu menyaksikan jalannya pertandingan dan lega bahwa gadis ini dapat menguasai lawannya, ilmu pedang gadis baju putih itu setingkat di atas ilmu silat Mao-siao Mo-li maka Han Han bersinar-sinar dan tak jadi bangkit berdiri untuk menghajar Siluman Kucing itu. Han Han malah terpesona dan tertegun oleh kehadiran gadis baju putih ini, apalagi kedatangannya karena hendak menolongnya, meskipun tanpa ditolong ia akan dapat menyelamatkan diri karena sekejap saja akhirnya pengaruh arak itu hilang. Han Han telah membekukannya di dalam tubuh dan dengan Im-yang-sin-kang-nya akhirnya dia mengumpulkan arak itu di pusar, dihisap dan akhirnya dimuntahkan keluar.

Tapi karena jalannya pertandingan itu jauh lebih menarik daripada arak perangsang ini, yang dapat dikendalikan dan dikuasai Han Han maka Han Han tak begitu menghiraukan dirinya kecuali pertandingan di depan matanya itu. Han Han hampir tak berkedip menyaksikan ilmu pedang gadis ini, cukup lihai dan cepat. Dan ketika Mao-siao Mo-li akhirnya terdesak dan wanita itu memaki-maki, mengeluarkan jarum-jarum merahnya tapi si gadis dapat menangkis, semua jarum-jarum runtuh ke tanah maka Han Han berseri tapi di akhir pertandingan terkejut melihat sebatang jarum menancap di pangkal lengan gadis itu.

Mao-siao Mo-li sendiri sedang bergulingan dan tak melihat itu. Kalau tidak, barangkali tak akan melarikan diri dan tertawa girang menyerang gadis itu lagi, yang lumpuh sebelah lengannya. Dan ketika gadis itu jatuh terduduk sementara Han Han tertegun tak mengejar Siluman Kucing, hal yang seharusnya dilakukan maka dilihatnyalah gadis itu berkutat mencabut jarum. Han Han bengong saja menyaksikan perbuatan gadis baju putih ini, sampai kegagalannya dan tangisnya yang mengharukan hati itu. Dan ketika jarum patah dan Han Han tahu apa yang terjadi, gadis itu gelisah dan ngeri akan bayangan masa depan maka Han Han bergerak dan tahu-tahu telah berdiri di depan gadis itu, yang kaget dan bengong.

"Kau. kau masih hidup?"

"Ya, aku masih hidup," Han Han tersenyum, tenang. "Kau terkena jarum beracun, nona. Dan kalau tidak cepat-cepat diambil tentu akan membahayakan jiwamu. Bolehkah kucabut dan kau memberinya ijin?"

Gadis ini tiba-tiba sadar. Tentu saja dia girang bahwa ada orang lain di situ. Dia bertanya bagaimana Han Han mencabutnya dan dijawab bahwa jarum itu akan disedot. Tak ada jalan lain untuk itu. Tapi ketika gadis ini mengangguk dan Han Han berlutut, minta agar baju di lengannya itu dinaikkan lagi ke atas maka mendadak wajahnya merah padam tersipu jengah.

"Aku tak dapat menghisapnya kalau kau tidak menarik ke atas baju di pangkal lenganmu itu. Harap nona tarik lagi agar jarum itu kelihatan!"

Si gadis merah tak menjawab. Han Han tak tahu karena tak memperhatikan wajah si nona. Seluruh perhatian dan matanya tertuju ke pangkal lengan itu, bagian yang dilukai jarum. Tapi ketika baju itu tak bergerak juga dan si nona tampak menggigil tak keruan, Han Han mendongak dan melihat lawannya maka pemuda itu terkejut karena si gadis ternyata menahan tangis dengan mata terpejam, air mata bercucuran!

"Eh!" Han Han terkejut, jadi sadar juga. "Maafkan aku, nona. Tapi... tapi aku tak bermaksud memaksamu. Aku tak bermaksud menghina. Lukamu berbahaya, jarum itu harus lekas diambil. Atau kau nanti tewas dan seumur hidup tentu aku menyesal tak habis-habisnya!"

"Ken... kenapa kau harus menyesal? Bukankah kita bukan apa-apa?"

"Tidak, kau adalah penolongku, nona. Kau datang ke sini karena ingin menyelamatkan aku dari tangan Siluman Kucing itu. Tanpa itu tak mungkin kau terluka!"

"Baiklah, tapi.... tapi syaratnya maut. Aku tak biasa memperlihatkan bagian tubuhku kepada laki-laki. Apakah kau bersedia kubunuh setelah ini?"

Han Han tertegun. "Dibunuh?"

"Ya, aku terpaksa membunuhmu, sobat. Aku tak dapat menanggung malu dengan membiarkan diri disentuh laki-laki. Kau harus jawab dulu atau kau biarkan saja aku mati!"

Han Han tiba-tiba tersenyum. Tanpa pikir panjang dan entah kenapa mendadak saja dia mengiyakan permintaan itu. Baginya, gadis ini perlu diselamatkan. Gara-gara menolong dirinyalah maka gadis itu mengalami bahaya. Dan menganggap sudah pantas gadis itu bicara seperti itu, karena sebagai gadis baik-baik tentu tak mungkin membiarkan diri disentuh laki-laki maka Han Han membungkuk dan memejamkan mata. "Baiklah, aku tak mau berdebat soal ini, nona. Kalau aku harus mati muda tentu tak perlu disesali, barangkali sudah nasib. Angkatlah bajumu, dan aku akan menyedot jarum dengan mata terpejam!"

"Kenapa?" gadis itu tiba-tiba tertegun, heran juga kenapa Han Han harus memejamkan mata ketika menyedot jarum.

Tapi ketika Han Han berkata dengan tenang tetapi sopan, menjawab bahwa di dunia akhirat dia tak mau membuat gadis itu menanggung malu maka gadis ini merona wajahnya. "Alasanku sederhana saja. Kalau di dunia saja kau merasa malu tentu kelak di akherat kau lebih malu lagi. Nah, aku tak akan membuatmu malu kalau kelak disana kita bertemu. Biarlah sekarang juga kupejamkan mata agar dapat kujawab bahwa seumur hidup pun belum pernah kulihat pangkal lenganmu!"

Gadis itu bersemu dadu. Akhirnya dia nenarik baju pundaknya itu agar Han Han memulai pekerjaannya. Han Han salah pertama kali ketika menempelkan mulut, bukan pangkal lengan yang dihisap melainkan sikut. Dan ketika gadis itu geli dan terkekeh tak dapat menahan, aneh sekali, maka Han Han minta maaf dan minta ditunjukkan di mana jarum beracun itu.

"Tak akan kulihat biarpun salah. Maaf, beri tahu padaku, nona. Cepat dan jangan perhatikan tingkahku!"

Gadis itu akhirnya mengangguk. Pangkal lengan itu diangkat naik, ditempelkan ke mulut Han Han. Dan ketika pemuda itu mulai menyedot dan masing-masing merasakan detakan yang aneh, gadis itu berdetak karena mulut Han Han bertemu kulit lengannya maka Han Han sendiri juga dag-dig-dug karena baru pertama ini dia menyentuh lengan halus seorang wanita, bukan wanita macam Mao-siao Mo-li melainkan wanita baik-baik! Dan ketika Han Han tergetar namun dapat menekan perasaannya itu, Im-yang-sin-kang dikerahkan dan jarum tiba-tiba tertarik keluar, cepat sekali, maka gadis itu berseru kagum dan Han Han memuntahkan jarum itu ke tanah, bangkit dan membalikkan tubuh.

"Selesai, dan selamat. Silahkan sekarang kau membunuh aku!"

Gadis itu tertegun. Melihat Han Han menyelesaikan pekerjaannya begitu cepat, mata masih terpejam dan membalikkan tubuh maka gadis ini kagum bukan main. Apa yang diperlihatkan Han Han adalah sesuatu yang luar biasa. Ujung jarum tadi sudah memasuki urat halusnya namun pemuda itu mampu menyedot, tanda bahwa sinkang atau tenaga sakti pemuda ini hebat sekali, karena tak gampang untuk melakukan itu bagi orang lain. Maka ketika Han Han memurar tubuhnya dan minta agar dibunuh, gadis itu tertegun dan tentu saja tak menyerang Han Han maka pemuda itu membalik dan keheranan.

"Eh, kenapa diam? Kenapa tak membunuhku?"

"Tit... tidak!" gadis itu terkejut, sadar. "Aku... aku hanya main-main kepadamu, sobat. Kau telah menolong jiwaku, menyelamatkan aku. Tak mungkin aku membunuhmu!" dan gagap memandang Han Han yang tersenyum lebar, memang diam-diam Han Han juga tak mungkin membiarkan gadis itu membunuhnya, karena seluruh sinkangnya sudah siap melindungi maka Han Han yang juga hendak menguji gadis ini tiba-tiba tertawa melihat wajah orang yang merona, merah padam.

"Maaf," Han Han membungkuk. "Akulah yang seharusnya berterima kasih, nona. Kau telah menyelamatkan aku dari tangan Mao-siao Mo-li"

"Tidak, kau ternyata lihai!" gadis itu tiba-tiba berseru, rupanya teringat sesuatu. "Kau mampu menyedot dan mengambil jarum, sahabat. Dan kaupun tak mati dicekoki arak. Kau ternyata hebat, aku salah duga!"

"Ah," Han Han terkejut, cepat-cepat menggoyang lengan. "Betapapun tanpa kedatanganmu mungkin saja aku celaka, nona. Memang benar tadi bahwa aku coba membekukan arak di perutku, agar tidak menjalar. Tapi kalau kau tak datang dan mengganggu siluman betina itu barangkali usahaku bisa gagal dan sia-sia. Tidak, aku harus berterima kasih dan ilmu pedangmu hebat sekali!"

Gadis itu bersinar-sinar. Melihat Han Han bicara sungguh-sungguh dan tak tampak sedikitpun kesombongan di situ, pemuda ini bicara jujur dan penuh kerendahan hati maka gadis ini merasa kagum dan gembira. Semula, dia merasa malu dan tak senang, mengira dipermainkan tapi ternyata pemuda itu bicara yang masuk akal. Memang barangkali tanpa kehadirannya pemuda itu tak dapat membebaskan diri, jadi, kedatangannya memang berguna. Dan karena Han Han menjura dan mengucap terima kasihnya, rasa tersinggung dan malu tiba-tiba lenyap maka gadis itupun tersenyum dan tertawa lebar, menyambuti sikap Han Han.

"Ah, kau kiranya di samping lihai dan pandai juga pintar merendah. Baiklah, aku juga harus berterima kasih kepadamu, sobat. Karena tanpa pertolonganmu tentu jarum ini akan tetap mengeram dan membahayakan jiwaku. Siapa namamu dan bagaimana kau bisa tertawan Siluman Kucing yang cabul itu!"

"Hm, aku terpedaya..." Han Han semburat merah. "Semula dia kusangka orang baik-baik, nona. Tak tahunya cabul dan tak tahu malu. Pantas, dia begitu ganas dan keji membunuh-bunuhi orang. Kiranya Siluman Kucing!" dan Han Han yang lalu menceritakan asal mulanya pertemuannya, betapa dia dicurangi dengan bubuk beracun akhirnya membuat gadis baju putih itu berulang-ulang mengeluarkan suara dari hidung. Tapi ketika Han Han bercerita tentang dua suami isteri lihai bernama Keng Han dan Bhi Pui maka gadis itu mengerutkan kening.

"Apakah murid Pek-lui-kong dari utara?"

"Aku tak tahu, aku baru turun gunung."

"Hm, pantas, sobat. Kau begitu mudah dipedayai wanita cabul itu. Eh, omong omong bolehkah kutahu siapa gurumu? Aku sendiri dari Kun-lun, guruku adalah Kim-sim Tojin (Pendeta Berhati Emas)!"

"Ah, kiranya murid Kim-sim Tojin lo-cianpwe?" Han Han berseru terbelalak, mendengar nama ini dari gurunya. "Pantas kau dapat mengalahkan Siluman Kucing itu, nona. Kiranya kau ahli waris Kun-lun Kiam-sut dalam ilmu pedangnya Im-hong-sau-hun-kiam (Pedang Penyambar Sukma)!"

"Eh, kau tahu ilmu pedangku?"

"Bukan aku, melainkan guruku. Guruku banyak bercerita tentang tokoh-tokoh Kun-lun dan satu di antaranya ialah gurumu itu, yang terkenal dengan jurus-jurusnya yang lihai dalam silat pedang Im hong-sau-hun-kiam!"

"Ah, suhuku memang lihai, tapi aku sendiri tak dapat mainkan ilmu silat itu seperempatnya. Lihat saja tadi berapa jurus harus kugunakan untuk mengusir siluman betina itu, itupun sebatang jarum masih mengenai diriku!"

"Hm, benar, tapi itu bukan salahmu, nona. Itu adalah kelicikan siluman betina ini. Kepadakupun dia juga curang. Tapi sudahlah, betapapun kau hebat dan mampu mengusirnya!" dan bersinar teringat gadis ini mainkan pedangnya, mendesak dan menteter Siluman Kucing itu tiba- tiba Han Han tertawa.

"Ada apa kau tertawa?"

"Maaf, nona Tang."

"Eh, kau mengenal namaku?"

Han Han terkejut. "Aku, eh... maaf," Han Han merasa kelepasan bicara, gadis itu memang belum memperkenalkan namanya. "Aku tahu ketika tadi secara tak kusengaja kau memberitahukannya kepada Siluman Kucing itu, nona. Aku ah, barangkali lancang!"

"Tidak, aku yang salah," gadis ini sadar, akhirnya tersipu juga. "Kau sudah memperkenalkan namamu, Han-siauwhiap (pendekar muda Han), tapi belum gurumu. Bolehkah aku tahu?"

Han Han mengerutkan kening. "Aku, hmmm. guruku orang biasa saja. Aku tak dapat memberitahukannya, nona, bukan karena apa melainkan semata pesan guruku saja. Maaf jangan dianggap aku sombong. Aku hanya murid seorang biasa-biasa saja, tidak seperti gurumu yang terhormat Kim-sim Tojin yang sakti!"

Gadis ini heran. Lagi-lagi ada perasaan tak puas atau tak suka ketika Han Han tak memperkenalkan gurunya. Tapi karena pemuda itu menghormat gurunya dan memuji dengan suara tulus, ini membanggakan gadis itu maka gadis ini akhirnya tak marah juga, dapat mengerti perasaan orang. "Baiklah, aku tahu watak orang-orang kang-ouw, Han-siauwhiap.Dan semakin kupercaya bahwa guru itu pasti bukan orang biasa, meskipun kau mengatakannya biasa. Aku hendak melanjutkan perjalanan, kukira cukup pertemuan kita. Kau hendak ke mana dan apakah ada sesuatu yang mungkin dapat kutolong?"

Han Han kikuk. "Pertama jangan sebut aku siauwhiap."

"Kalau begitu kaupun jangan nona-nonaan. Namaku Tang Siu!"

"Hm, baiklah, terima kasih, adik Tang Siu. Dan kau boleh sebut aku Han Han. Panggil saja aku Han Han. Aku juga hendak melanjutkan perjalanan dan kalau kau bertanya apakah ada sesuatu yang mungkin dapat kau tolong maka kebetulan ada sebuah pertanyaan. Yakni apakah kau pernah bertemu dengan seorang wanita gila yang rambutnya riap-riapan tetapi lihai!"

"Wanita gila?" gadis itu terkejut, benar-benar tak menyangka. "Wah, kau ini aneh sekali, Han Han. Yang ditanya kok malah itu! Apakah dia temanmu?" gadis ini tertawa, mengira Han Han main-main. Tapi ketika dengan serius Han Han menggeleng dan berkata 'mungkin', satu pernyataan yang membuat gadis itu tercengang maka Han Han bicara serius,tidak tertawa, meskipun tadinya gadis itu tertawa...