Naga Pembunuh Jilid 07

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut episode Naga Pembunuh Jilid 07 Karya Batara
NAGA PEMBUNUH
JILID 07
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
PEMUDA ITU, yang malam itu juga pergi meninggalkan ayah ibunya sudah berkelebat menuju ke utara. Han Han tak tahu hendak ke mana dan dia hanya menurutkan saja kakinya melangkah. Baginya saat itu adalah kebebasan terbesar sejak dia dikurung di Hek-yan-pang. Sebenarnya ini adalah petualangan pertama kalinya di mana dia berjalan seorang diri. Baru kali itulah Han Han minggat dan pemuda itu diam-diam menggigit bibir. Kenapa ayahnya demikian kejam hendak membuangnya sebagai anak hanya karena gara-gara sebuah caping? Dan kenapa ibunya juga demikian benci kepadanya akhir-akhir ini?

Dan membayangkan bahwa semua itu hanya karena benda-benda milik Si Golok Maut, tokoh yang kini menarik dan menggetarkan hatinya diam-diam Han Han tidak setuju kenapa ayah ibunya itu harus demikiankeras. Han Han memang tak tahu akan riwayat mendiang Si Golok Maut itu. Tak ada murid-murid Hek-yan-pang yang berani banyak terlalu bercerita. Kalau dia bertanya, kepada murid-murid yang tua, yang senior, maka mereka lalu menjawab biarlah dia bertanya kepada ayah ibunya, menyatakan tidak tahu, padahal ayah ibunya tentu saja tak mau bercerita!

Hm, semua itu malah menarik perhatian Han Han dan karena kini dia te lah melatih sinkang dari kitab peninggalan orang sakti itu dan capingnyajuga sudah dipergunakan di atas kepalanya maka Han Han tak menyadari bahwa kini dia benar-benar mirip Si Golok Maut itu. Dan ini diketahuinya ketika keesokan harinya, setelah terang tanah dan dia ingin mengisi perut di sebuah kedai arak Han Han duduk di sudut dan minta semangkok bubur panas. Mula-mula tak ada keanehan. Han Han duduk di sudut menyendiri, capingnya dibenamkan di atas kepalanya agar semata dia tak mudah dikenal. Itu saja.

Tapi ketika beberapa orang mulai berdatangan dan mereka sama-sama ingin minum arak atau bubur panas, karena pagi masih cukup dingin maka kesendirian Han Han di sudut kedai itu menarik perhatian orang-orang ini. Han Han mendengar bisik-bisik di antara mereka, mengangkat sedikit kepalanya dan melirik ke kanan. Orang-orang itu tiba-tiba diam. Han Han berkesan angker dan dingin, apalagi sinar matanya juga beku dan acuh, tak ada senyum. Dan ketika beberapa orang lagi masuk ke kedai itu tapi tempat mulai penuh maka tiga laki-laki tinggi besar yang merupakan pendatang baru m inta agar pemilik kedai menyiapkan bangku untuk mereka.

"Sudah habis, kecuali di tempat tuan muda itu. Kalau sam-wi (kalian bertiga) ingin duduk silahkan di sana dulu, atau menunggu..."

"Heh, kami ingin bangku dan satu meja sendiri, Ah-lopek. Tak mau dicampur dengan segala macam tikus busuk yang bau. Kalau kau ingin kami di sana usir dulu dia dan berikan itu kepada kami!"

"Ma... maaf...!" pemilik warung gugup, ketakutan. "Ini... ini tak dapat kulakukan, Sam-toaya (tuan besar Sam). Semua tamuku adalah orang-orang yang membawa rejeki bagiku. Dia belum habis, masih menikmati buburnya. Silahkan kalian tunggu atau duduk disini saja, ditempatku!"

"Hm, kau mau menyuruh kami berasap dapur? Kau minta kubanting mampus? Kalau pemuda itu tidak dapat kau usir biarlah kami yang melakukannya. Ini pemuda asing, harus menghormat pada yang lebih dulu menjadi langganan!" seorang di antaranya tiba-tiba mendatangi Han Han, sikapnya bengis dan beberapa tamu membelalakkan mata.

Mereka melihat si tinggi besar itu sudah dekat, menepuk dan mencengkeram pundak Han Han seraya berseru agar pemuda itu meninggalkan mejanya. Tapi ketika laki-laki itu membentak dan mencengkeram pundak Han Han tiba-tiba dia menjerit dan berteriak mengaduh. Apa yang terjadi? Kiranya tangan orang itu bengkak dan keseleo! Han Han mengerahkan sinkangnya ketika pundaknya dicengkeram, diam-diam marah dan ingin menghajar orang ini. Maka begitu lawan menepuk dan mencengkeram pundaknya, hendak diangkat dan disingkirkan ke tempat lain Han Han sudah memberi adat laki-laki ini dengan sinkangnya yang luar biasa, membuat pundaknya sekeras besi dan tepukan atau cengkeraman laki-laki itu tentu saja bertemu hawa saktinya yang tak diduga lawan.

Laki-laki itu menjerit karena begitu menepuk dan mencengkeram tiba-tiba terdengar bunyi seperti dentingan besi, kelima jarinya selip dan seketika itu juga tergelincir, bengkak dan keselio. Dan ketika laki-laki itu menarik tangannya dan mengaduh-aduh, berjingkrak-jingkrak maka beberapa tamu tertawa tapi dua laki-laki tinggi besar yang lain tiba-tiba membentak dan mencabut golok.

"Siapa mentertawakan saudaraku. Siapa minta kubunuh!"

Yang tertawa tiba-tiba diam. Mereka berkerut tubuh dan dua laki-laki itu menggeram. Mereka melotot sekeliling dan tiba-tiba melompat ke arah Han Han. Pemuda itu masih tenang-tenang saja menikmati buburnya seolah tidak tahu kejadian sekeliling, begitu tenang dan acuh, kesannya tak perduli. Atau barangkali itu merupakan ejekan bagi tiga laki-laki kasar itu! Dan ketika mereka sudah dekat dan mengangkat golok maka tanpa banyak bicara lagi tiba-tiba dua lelaki itu menikam punggung Han Han.

"Kau sombong dan menghina adikku. Terimalah kematianmu!"

Orang-orang melotot lebar. Pemilik kedai sendiri sampai berteriak tertahan karena ketika golok sudah menusuk tetap saja Han Han bersikap tenang, seolah tak tahu, atau mungkin sudah tak sempat berkelit dan kini siap menerima kematian. Tapi ketika terdengar suara ting-tang dua kali dan sekelebatan tampak sinar kuning membentur golok maka dua laki-laki itu berteriak keras dan terbanting!

Apa yang terjadi? Tak banyak orang tahu. Han Han telah bergerak dengan amat luar biasa cepatnya dengan sumpit di tangan. Benda itulah yang menangkis dan membentur dua golok, yakni sinar kuning yang dilihat para penonton dengan bengong. Dan karena Han Han mengisi sumpitnya dengan sinkang yang istimewa, sumpit itu berobah seperti benda pusaka saja layaknya maka dua batang golok di tangan dua laki-laki tinggi besar itu terlepas dan patah menjadi dua potong. Pemiliknya sendiri terpelanting dan bergulingan dengan kaget, mereka merasa betapa telapak tangan mereka bengkak dan pedas, itulah sebabnya mereka menjerit dan seketika pucatlah dua orang laki-laki itu. Dan ketika mereka melompat bangun dan melotot memandang Han Han, yang masih menghirup bubur panasnya di mangkok yang mulai dimiringkan maka dua laki-laki itu memutar tubuh dan melarikan diri.

"Iblis! Pemuda itu siluman...!"

Para tamu gempar. Sekarang mereka melihat bahwa tanpa bergerak dari tempat duduknya Han Han telah mengalahkan dua lawannya itu. Begitu mudah, begitu gampang. Namun ketika dua laki-laki itu lintang-pukang dan berteriak-teriak, lupa kepada saudaranya yang masih merintih-rintih di situ mendadak mangkok di tangan Han Han disentilkan ke kiri dan dua orang itu tiba-tiba roboh dengan kepala benjut sebesar telur angsa.

"Aduh. bluk-bluk!"

Han Han bangkit berdiri. Sekarang pemuda ini melangkah lebar menghampiri pemilik warung, meletakkan sekeping uang perak aan kemudian pergi keluar. Sikapnya tenang dan dingin, caping itu sudah semakin membenam lagi dan ketika lewat di dekat dua laki-laki ini, yang berteriak dan mengaduh-aduh di depan pintu tiba-tiba Han Han menggerakkan kakinya. Dan ketika dua tubuh itu ditendang dan mencelat keluar, roboh dan berdebuk di sana akhirnya Han Han meneruskan perjalanannya dan beberapa gumam atau seruan terkejut terdengar di mulut para tamu dikedai.

"Hebat, lihai sekali. Tapi sayang wajah setampan itu tak pernah senyum!"

"Ya, dingin sekali. Seperti mendiang Si Golok Maut!"

Tapi begitu Han Han berhenti dan menoleh, terkejut oleh seruan terakhir itu maka orang yang mengeluarkan suara ini tiba-tiba menyelinap dan gentar menyaksikan sepasang mata Han Han yang mencorong dan keluar dari balik caping itu. Orang yang mengeluarkan seruan ini sudah menyembunyikan diri di antara kawan-kawannya, pemilik warung menggigil dan ngeri melihat tampang pemuda itu. Dingin dan beku. Tapi ketika Han Han tersenyum dan tampak sekilas deretan giginya yang putih bersih, kuat dan rapi maka orang bengong melihat betapa tampan dan manisnya pemuda itu, sama sekali berbeda dengan sikap dinginnya yang seolah es di gunung Mahameru.

"Siapa mengenal mendiang Golok Maut?" seruan itu diucapkan Han Han. "Siapa di antara kalian yang tahu?"

Namun orang-orang itu menggeleng. Akhirnya Han Han sendiri tak tahu siapa sebenarnya orang yang bicara tadi. Dia ingin mencari orang itu tapi rupanya orang itu ketakutan. Senyum yang tadi mengembang tiba-tiba lenyap kembali. Han Han sudah seperti gunung es yang beku. Dan ketika tak ada jawaban dan Han Han menarik napas lalu pemuda itu membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi. Han Han kecewa karena orang-orang yang sudah menyebut nama Si Golok Maut tadi mendadak bungkam, mungkin takut oleh sikapnya. Dan karena dia menjadi jengkel dan gemas ditahan maka Han Han mempercepat langkahnya dan pemuda itupun sudah meluncur dan lenyap di luar dusun.

"Iblis, sungguh mengejutkan. Dia seolah terbang saja!"

"Dan menanyakan mendiang Si Golok Maut! Ah, ada apa dia mencari tokoh itu? Apakah mau mengobrak-abrik makamnya!"

"Tak tahulah, tapi Hek-kwi Sam-houu (Tiga Harimau dari Gunung Setan) sudah dipecundanginya begitu mudah. Dia pemuda luar biasa!"

Dan ketika semua orang ribut-ribut dan membicarakan Han Han, yang pergi dan datang dengan caranya yang aneh maka kedai arak itu menjadi bahan perbincangan yang ramai antar sesama tamu. Mereka mulai menduga-duga siapa kiranya pemuda bercaping bambu itu. Mereka teringat tokoh Si Golok Maut yang juga bercaping dan berkepandaian luar biasa. Tapi karena mereka tak mengenal Han Han dan jelas pemuda itu bukanlah Si Golok Maut, karena Golok Maut telah binasa maka Han Han tak tahu betapa dirinya menjadi bahan perbincangan yang meluncur dari mulut ke mulut.

Han Han tak tahu bahwa di kedai itu akhirnya muncul tamu-tamu lain yang beraneka ragam, ada yang seperti petani namun ada juga yang seperti pedagang. Dan ketika mereka terbelalak dan mendengarkan cerita itu, bertanya ke mana pemuda itu lenyap maka ketika tiba di kota An-tiong, tiga puluh li dari kedai itu Han Han melihat tiga orang penunggang kuda membalap dari belakang.

"Tar-tar!" Han Han menyingkir.

"Minggir, anak muda. Minggir!"

Han Han minggir. Memang dia sengaja memberi jalan meskipun diam-diam mendongkol. Tiga penunggang kuda di belakang itu layaknya orang terburu-buru yang tidak menghormat pejalan kaki. Mereka menerjang saja dan cepat lewat di sisinya bagaikan terbang. Saat itu Han Han sudah mulai memasuki batas kota dan tiga penunggang kuda ini rupanya juga ingin ke An-tiong, karena mereka begitu buru-buru dan menyuruh siapapun minggir. Namun ketika mereka melewati Han Han dan ketiganya melirik tajam mendadak kuda yang sudah dicongklang pesat itu dihentikan tiba-tiba hingga kuda meringkik panjang dengan kedua kaki depan terangkat tinggi-tinggi.

"Heiitt... tar! Berhenti!"

Tiga penunggang kuda itu berhenti. Mereka tiba-tiba menyeringai dan Han Han yang terkejut mengerutkan kening mendadak surut selangkah ketika tiga ekor kuda itu tiba-tiba dikeprak maju. Mereka ternyata orang-orang berpakaian perlente yang memiliki sorot mata buas. Han Han tak tahu siapa mereka. Tapi begitu mereka datang dan memutar kudanya, maju mendekat maka orang di depan yang dahinya codet bertanya, suaranya serak parau, kasar,

"Anak muda, apakah kau yang baru saja dari kedai Ah-lopek? Apakah kau yang merobohkan Hek-kwi Sam-houw?"

"Hm," Han Han tak mengenal Hek-kwi Sam-houw, julukan itu baru sekarang diketahuinya. "Siapakah itu Hek-kwi Sam-houw dan siapakah itu Ah-lopek? Aku tak mengenal orang-orang ini. Tapi kalau kau maksudkan kedai arak di belakang sana maka memang betul akulah orangnya. Ada apa kau bertanya?"

"Srat!" laki-laki itu tiba-tiba mencabut pedang. "Aku dan dua orang temanku ini adalah sahabat-sahabat Hek-kwi Sam-houw, bocah. Kalau benar kau yang telah merobohkan mereka maka kami teman temannya datang untuk membunuhmu. Menyerahlah, atau kepalamu kupenggal!"

Han Han terkejut. Sekarang dia mulai berhadapan dengan orang-orang kang-ouw yang kasar. Selama ini, dia baru mengenal orang-orang kang-ouw di pesta Tek-wangwe itu, selebihnya dia belum banyak tahu. Tapi begitu orang bersikap garang dan sudah mengancamnya segala, kekasaran dunia kang-ouw tampak di sini tiba-tiba saja Han Han mendengus dan watak dinginnya timbul.

"Hm, kalian tikus-tikus busuk mau apa? Aku tak mengganggu orang-orang yang tak mulai menggangguku. Kalau Hek-kwi Sam-houw yang kalian maksud adalah tikus-tikus besar di kedai arak itu maka aku jadi ingin melempar kalian dari atas kuda. Turunlah, dan rasakan tamparanku nanti!"

"Keparat, kau berani bicara begitu sombong? Eh, tuanmu tak suka sikap seperti ini, bocah. Dan sayang kau harus mampus lebih cepat meskipun minta ampun.... singg!" dan pedang yang menyambar dari atas kuda menghantam kepala Han Han tiba-tiba disusul oleh dua bentakan dan dua serangan dari dua laki-laki di atas kuda yang lain.

Mereka itu juga marah dan mendelik mendengar kata-kata Han Han tadi. Mereka adalah teman-teman Hek-kwi Sam-houw yang ingin menuntut balas. Tapi begitu pedang mereka bergerak dan Han Han menyambut dengan dua jarinya, menjepit dan menekuk maka berturut-turut tiga batang pedang itu patah dan pemiliknya tertarik dari atas kuda untuk akhirnya jatuh terpelanting.

"Plak-plak-plak!"

Han Han menambahi dengan tiga tamparannya ke arah tiga laki-laki itu. Mereka berteriak dan tiga laki-laki itu bergulingan mengaduh-aduh, pipi mereka bengkak! Tapi ketika mereka melompat bangun dan merasa marah, bukannya gentar tiba-tiba mereka naik ke atas punggung kuda lagi dan menyambar tombak untuk kemudian menerjang dengan dahsyat.

"Hm, tak tahu diri!" Han Han mendengus. "Kalian minta kupatahkan tulangnya baru kapok? Baiklah, rasakan ini dan lihat bagaimana kalian menyerang lagi!" Han Han berkelebat, jauh mendahului tombak-tombak itu dan tiba-tiba dia mengebutkan ujung lengan bajunya. Ujung lengan baju itu tiba-tiba berobah sekeras baja dan tiga tombak yang menyambar ditangkis perlahan, tampaknya perlahan tapi nyatanya tiga batang tombak itu patah menjadi tiga dan masing-masing membalik menyambar tuannya sendiri. Yang pertama dan kedua membentur lengan pemiliknya hingga dua laki-laki itu berteriak, tulang mereka berkeratak dan merekapun jatuh dengan lengan patah. Dan ketika yang ketiga menjerit karena kutungan tombaknya menyambar paha, berdetak dan terguling maka laki-laki itupun berteriak karena pahanya terkulai alias tulangnya putus menjadi dua.

"Aduh. bluk-bluk-bluk!"

Ketiganya menangis tak keruan bagai babi disembelih. Han Han telah menghajar mereka lebih keras dan kini ketiga lawannya itu mengaduh-aduh dengan kesakitan. Sekaranglah mereka menjadi gentar namun Han Han sudah tak mau mengampuni. Mereka terlalu congkak dan tak tahu diri. Dan ketika mereka pucat dan jerih memandang pemuda itu maka Han Han mengibas dari jauh dan tiga laki-laki itu terlempar bagai dihembus angin topan.

"Tobaatt!"

Ketiganya terbanting dan pingsan di sana. Mereka sudah tak dapat menahan sakit lagi ketika lengan atau kaki yang patah beradu begitu keras dengan tanah. Mereka menjerit dan tak sadarkan diri lagi. Dan ketika semuanya tengkurap dan Han Han memutar tubuhnya maka dengan dingin dan tenang pemuda itu meninggalkan lawan-lawannya untuk memasuki kota An-tiong.

Han Han tak memperdulikan beberapa tatapan kaget dari beberapa orang yang lewat di jalan itu. Beberapa orang memang kebetulan lewat dan menyaksikan akhir dari pertandingan itu, melihat dan mendengar ribut-ribut disusul robohnya tiga laki-laki itu. Dan ketika Han Han meneruskan langkah dan memasuki kota, mengebutkan ujung bajunya yang kotor maka pemuda ini sudah mulai berjalan-jalan tenang sambil berpikir apa yang akan dilakukan.

Dan hatinya tiba-tiba tertarik oleh sebuah toko kain yang menjual beberapa pakaian bagus. Han Han teringat bahwa bekalnya harus ditambah, pakaiannya hanya beberapa potong saja. Dan ketika dia melangkah menghampiri toko ini, bermaksud untuk membeli sepotong dua pakaian baru tiba-tiba dia tertegun melihat seorang dara cantik juga sedang berada di toko itu, melihat-lihat dan memilih beberapa gaun sutera mahal. Dan si gadis pun kebetulan menoleh.

"Ah!" Han Han membuang muka. Entah kenapa tiba-tiba dia terkesiap oleh bola mata yang bening dan lebar dari si gadis cantik. Mata itu begitu terang dan jernih, menyambar bagai gunting yang tajam dan Han Han yang biasanya acuh terhadap wanita mendadak tergetar hebat. Dia cepat melengos dan memasuki pintu toko sebelah kiri, ke pakaian laki-laki. Tapi ketika dia tersandung dan terantuk kaca depan yang menipu pandangan maka buntalan Han Han jatuh dan pemuda itu sendiri geragapan dengan amat kagetnya.

"Ih, kongcu harap hati-hati. Awas kaca!"

Han Han merah padam. Gara-gara tergetar oleh bola mata si gadis tiba-tiba dia menumbuk dinding kaca. Seharusnya dia tahu tapi kekacauan hati telah membuatnya hilang sadar. Dan ketika Han Han menengok dan mendengar suara lembut nyaring itu maka tahu-tahu si cantik yang bermata bintang itu telah berada di dekatnya, mengambilkan buntalannya.

"Ah, terima kasih. Aku, eh... aku tak melihat kaca ini!"

Terdengar kekeh ditahan. Han Han merah padam karena si dara mengembalikan buntalannya sambil tertawa. Suara tawanya begitu merdu dan enak didengar. Han Han berdegup kencang dan untuk kesekian kalinya lagi gugup. Tapi ketika dia menerima buntalannya dan mengucap terimakasih, mundur dan cepat-cepat memilih pakaian yang hendak dibeli maka si cantik sudah kembali ke tempatnya tadi memilih gaun-gaun yang juga hendak dibeli.

Namun di sini Han Han tertegun. Dua stel pakaian yang sudah dipilih dan diminta dari pemilik toko tiba-tiba tak dapat dibayarnya. Pakaian itu sudah dibungkus dan siap diberikan ketika mendadak saja Han Han tak dapat mengeluarkan uangnya. Dan ketika dia menjublak dan bengong dengan muka pucat, malu, maka pemilik toko curiga dan berseru,

"Kongcu, ini pakaian pilihanmu. Delapan tail perak. saja!"

"Aku... aku...!" Han Han bingung. "Uangku tak ada!"

"Heh, tak membawa uang berani membeli? Eh, jangan main-main, anak muda. Kalau memang tak punya uang sebaiknya tak usah memasuki toko. Kau penipu, rupanya berpura-pura saja..."

"Wut!" tangan Han Han tiba-tiba bergerak dan sudah menyambar leher baju pemilik toko itu, cepat dan kuat. "Kau bilang aku penipu? Kau kira aku pura-pura? Eh, jaga mulutmu, orang tua. Atau kuhancurkan mulutmu nanti. Aku kehilangan uangku, bukan bohong!"

"Celaka!" si pemilik meronta dan berteriak-teriak. "Tolong, Pui-ek. Aku malah dicekik dan hendak diancam. Tolong.... tolong. !"

Han Han jadi marah. Sebenarnya dia hendak memberi tahu pemilik toko itu agar tidak menghinanya. Dia bukan penipu atau orang yang berpura-pura membeli saja. Han Han sedang bingung dan kaget karena uangnya mendadak lenyap. Buntalannya sudah dibuka tapi uang bekalnya tak ada di situ. Seluruh isi kantungnya sudah dikuras tapi uangnya itu juga sudah tak ada. Entah lenyap ke mana. Aneh! Dan ketika Han Han marah dan menyambar leher baju pemilik toko, minta agar tidak menghinanya tiba-tiba dua orang pelayan muda memburu dan menangkap lengannya itu.

"Heii, jangan main gila. Lepaskan tuanku!"

"Hm!" Han Han mendengus. Tentu saja dia bertambah marah karena dua pelayan itu menarik-narik dan bahkan menggigit lengannya. Dia membentak dan tiba-tiba kakinya bergerak menendang. Dan ketika dua pelayan itu mencelat dan terlempar, menjerit-jerit maka isi toko menjadi gaduh dan tiba-tiba si cantik datang dengan suaranya yang nyaring merdu,

"Heii, kalian jangan menghina kongcu ini. Dia jelas bukan perampok atau pencuri. Kalau uangnya tak ada biarlah aku yang bayar.... cringg!"

Pemilik toko melotot, sekeping uang emas ada di situ dan tiba-tiba saja Han Han melepaskan cekikannya. Si cantik datang dan membayar pakaiannya. Tapi bukan itu yang membuatnya terkejut, melainkan kepingan uang emas itu yang menancap di meja kasir. Uang itu seperti benda tajam saja yang menancap dan amblas hampir setengahnya, si pemilik me lotot! Tapi ketika pemilik toko tertawa dan mencabut uang itu, yang ternyata tak dapat dicabut maka Han Han tertegun sementara pemilik toko kebingungan, mencari ke sana-sini dan akhirnya ditemukannya sebuah tang kecil. Dengan tang inilah dia mencabut dan mengambil uang itu. Dan ketika dia menyeringai dan tertawa gembira maka buntalan pakaian Han Han diserahkannya.

"Terima kasih, ha-ha... sungguh baik benar nona budiman ini. Ah, bawalah, anak muda. Dan jangan mengganggu aku lagi!"

Namun Han Han tak beranjak dari tempatnya. Dia masih tertegun dan terkesima memandang si cantik itu, kepandaiannya yang menancapkan uang emas di atas meja. Jadi, si cantik ini kiranya bukan gadis sembarangan! Tapi ketika HannHan tertegun dan bengong tiba-tiba gadis itu sudah memutar tubuhnya dan menyambar pembeliannya sendiri, berkelebat dan lenyap.

"Heii...!" Han Han terkejut dan sadar. "Tunggu, nona. Aku tak mau menerima kebaikanmu ini!"

Si gadis menoleh sejenak. Han Han melihat senyum manis itu namun yang dipanggil tak mau berhenti. Gadis itu terus bergerak dan kini memasuki kompleks pertokoan yang lain, atau pasar. Dan ketika dia mengejar dan si gadis bergerak kian cepat maka Han Han kehilangan lawannya yang masuk dan menyelinap di balik kerumunan orang banyak. Han Han mendelong dan berhenti, celingukan ke sana-sini. Tapi ketika dia menoleh untuk mencari-cari sekonyong-konyong seikat pakaian jatuh di pundaknya, tepat ketika dia melihat gadis itu berkelebat di sudut kiri jalan.

"Copet, pencuri!"

Han Han terkejut. Tiba-tiba empat orang menyerbunya sambil berteriak marah. Han Han tak mengingat atau memperdulikan pakaian yang jatuh di pundaknya itu, mengejar si gadis karena dara cantik itu menampakkan diri di ujung jalan. Maka ketika empat laki-laki berteriak padanya dan Han Han mendorong mereka maka keempatnya terpelanting sementara Han Han mengejar dan kini melempar setumpuk pakaian itu.

Namun pakaian-pakaian yang lain berjatuhan menimpanya. Setiap Han Han melewati jalan atau lorong di mana gadis itu berkelebat maka penjual pakaian di kiri kanan jalan berteriak-teriak. Han Han mula-mula heran tapi akhirnya dia menjadi gemas ketika dilihatnya gadis itu menimpukkan sesuatu dan pakaian yang bergelantungan di atas toko-tokopun berjatuhan, putus talinya oleh tindakan dara nakal itu. Dan ketika pasar menjadi ribut sementara Han Han berkelebat mengejar si gadis maka gadis itu ternyata berputar-putar dan berlari dari satu tempat ke tempat yang itu-itu juga.

Tak ayal, suasana menjadi kacau dan penjual buah atau sayur-sayuran pun berteriak-teriak. Mereka didorong gerobaknya hingga jungkir balik. Si gadis melakukan itu untuk menghalangi pengejaran Han Han. Tapi karena Han Han dapat melewati semuanya itu dengan baik dan dua kali sudah gadis itu berputaran mengelilingi pasar maka Han Han menjadi gemas dan akhirnya mencegat atau memotong jalan.

Tapi celaka. Sebuah tenda tiba-tiba roboh. Han Han tertelangkup dan terjebak di sini, mendengar teriakan orang-orang di sekitar yang sudah dibuat marah oleh ulah mereka berdua. Buah-buahan dan sayur-sayuran tumpah ruah di jalanan kecil itu, lorong-lorong pasar atau pusat perbelanjaan bagi penduduk An-tiong. Dan ketika Han Han terkejut karena pikulan kayu atau apa saja menghantam dirinya, yang tertelangkup dan terjebak di tenda itu maka didengarnya si gadis terkekeh dan tertawa terbatuk-batuk.

"Hi-hik, awas hati-hati, kongcu. Tangkap dan kejar lagi aku kalau bisa!"

Han Han gusar. Akhirnya dia menggerakkan tangannya ke kiri kanan dan tenda itu terlempar ke belakang. Batu dan pikulan atau apa saja yang menimpanya sekarang berbalik menghantam pemiliknya sendiri. Orang-orang itu memekik, jidat atau hidung mereka terkena sial. Dan ketika Han Han keluar dan melompat mengejar maka sepasukan pengawal kota muncul dan membentak mereka, yang membuat gaduh.

"Berhenti, kalian kami tangkap!"

Namun Han Han mendengus. Entah dari mana tiba-tiba saja belasan pengawal itu muncul. Mereka mencabut pedang atau golok dan beberapa pentunganpun tak ketinggalan. Han Han mengejar si gadis karena dara yang nakal itu tiba-tiba terbang ke selatan, lidahnya dileletkan begitu melihat pengawal keamanan kota. Dan ketika Han Han membentak namun dirintangi belasan pengawal ini, yang tak keburu menghadang si nona dan mencegat Han Han maka pemuda ini berjungkir balik dan sudah melewati kepala semua orang dengan gemas.

"Minggir, aku tak berurusan dengan kalian!"

Para pengawal terbelalak. Komandannya, yang berkumis tebal sekepal sebelah tiba-tiba berteriak. Dia menyambar seekor kuda dan mengejar. Han Han sendiri sudah berkelebat dan mengejar gadis yang nakal itu. Dan ketika ketiganya berkejar-kejaran dan Han Han terkejut karena gadis di depannya itu juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat baik maka An-tiong menjadi ribut oleh keonaran di pagi itu. Para pedagang berteriak-teriak bahwa selain kacau barang dagangannya juga peti-peti uang mereka lenyap. Han Han hanya melihat gadis di depannya itu menggendong sebuah buntalan besar, entah apa itu. Dan ketika dia gemas dan menambah kekuatannya tiba-tiba kuda si komandan tertinggal jauh dan komandan itu terbeliak melihat Han Han tak menginjak permukaan tanah lagi, melayang atau terbang seperti siluman.

"Hantu! Iblis...!" sang komandan tersentak membelalakkan mata. "Bukan manusiakah pemuda itu? Silumankah dia?"

Namun bukan hanya komandan ini saja yang terkejut membelalakkan mata. Gadis cantik itu, yang semula tertawa dan mengejek menggoda Han Han sekonyong-konyong tersirap dan mengeluarkan seruan kaget. Han Han yang jaraknya tadi masih jauh tiba-tiba saja sudah tinggal beberapa meter lagi di belakangnya. Han Han menyuruh gadis itu berhenti namun si nona tak mau mengikuti perintahnya. Dan ketika jarak tinggal dua meter lagi dan Han Han mengulurkan lengan, siap menyambar pundak si nona tiba-tiba gadis itu menggerakkan tangan ke belakang dan belasan sinar emas menyambar Han Han, dari muka sampai ke kaki.

"Cring-cring-cringg!"

Han Han menampar runtuh. Kiranya itu adalah uang-uang emas dan Han Han terkejut membelalakkan mata. Lawannya ini tak sayang-sayang membuang sekian uang emas yang dijadikan senjata rahasia. Betapa royalnya! Dan ketika di belakang terdengar derap kuda dan komandan itu sudah mengejar bersama puluhan pasukannya maka si gadis yang terkejut melihat Han Han mampu meruntuhkan semua uang emasnya sudah membentak dan menyambarkan sepasang anak panah hitam yang bersiut ke mata pemuda ini.

"Coba terima, kalau kau gagah!"

Han Han belum banyak pengalaman. Dia menjadi marah ketika kembali gadis itu menyerangnya, meskipun diam-diam dia kagum karena gadis yang di depannya ini ternyata gadis luar biasa. Di samping cantik ternyata lihai. Dan ketika dia mendengus dan menampar panah-panah itu, yang terpukul runtuh oleh telapak tangannya tiba-tiba gadis itu tertawa dan Han Han merasakan rasa gatal yang tidak wajar di telapak tangannya itu.

"Hi-hik, bagus, bocah. Kau telah terkena racun panahku. Tak mungkin kau dapat mengejarku lagi!"

Han Han tertegun. Sekejap, tak sampai semenit, mendadak rasa gatal menjalar sampai ke atas. Rasa ini lalu disusul rasa nyeri dan panas. Han Han terkejut ketika tiba-tiba tenaganyapun serasa dilolosi, hilang. Tapi ketika Han Han membentak dan mengerahkan sinkang untuk menahan semua rasa yang tidak enak itu, racun yang kiranya menempel di panah hitam maka dia dapat mengejar lagi dan membuat si gadis terbeliak.

"Eh, kau tak apa-apa? Dapat mengejar aku lagi? Hebat, tapi rasakan lagi tujuh panahku ini. Coba kau masih sanggup mengalahkan nonamu ini atau tidak.... wut-wut-wutt!" tujuh panah hitam kembali menyambar, kali ini menuju ke tujuh jalan darah di depan Han Han dan semuanya bercuitan tanda dilepas oleh tenaga yang cukup hebat.

Han Han kagum sekaligus marah. Dan karena dia tidak takut akan panah-panah itu dan mendengus serta menampar maka enam panah itu runtuh sementara yang satu diterima oleh giginya dan digigit.

"Crep!" Han Han tertawa mengejek, berkelebat dan mengejar lagi. "Boleh kau habiskan semua anak-anak panahmu, nona Tapi kukira kaupun harus menerima panahmu ini!" Han Han meniup, panah di mulut tiba-tiba menyambar dan mendesing di belakang gadis cantik itu.

Si gadis berteriak karena panah menyambar seperti dilepas dari busur. Bukan main! Dan ketika dia melompat tinggi dan berjungkir balik menghindari panahnya itu, yang melayang dan lewat di bawah maka Han Han berseru kagum karena gadis itu akhirnya menukik dan menyambar serta merampas anak panahnya kembali.

"Bagus!" Han Han memuji. "Kau hebat, nona. Tapi betapapun kau harus berhenti. Cukup kau mempermainkan aku!"

Si gadis melengking marah. Han Han mengejar lagi karena gadis itupun sudah berlari cepat memasuki hutan. Kalau Han Han tak dapat menangkap maka gadis itu pasti lolos. Han Han menggeram dan tiba-tiba menyambar sebutir kerikil hitam. Dan tepat gadis itu di mulut hutan tiba-tiba dia menjentikkan kerikil ini yang tepat mengenai pundak lawannya.

"Aduh..!" Gadis itu terguling.

Han Han tertawa dan siap menotok lagi ketika tiba-tiba dari bawah berhamburan kerikil-kerikil lain. Gadis itu berteriak dan balik menyerang pemuda ini dengan puluhan kerikil yang diraup.Han Han terkejut dan kagum karena lagi-lagi gadis itu tak apa-apa, padahal seharusnya sambaran kerikilnya tadi merobohkan gadis ini. Dan ketika dia harus mengelak dan mengebut puluhan kerikil itu maka si gadis sudah melompat bangun dan meneruskan larinya lagi.

"Pemuda keparat, kau tak tahu budi. Awas nanti kalau para pengawal itu sudah tidak mengejar kita lagi!"

Han Han terkejut. Lagi-lagi dia melihat lawannya itu berkelebat dan menunjukkan ilmunya meringankan tubuh yang hebat, meluncur dan sudah memasuki hutan. Kini dia bisa ketinggalan sementara komandan di belakang berteriak mengejar-ngejar mereka. Han Han gemas. Dan karena dia tak mau kehilangan lawannya itu, yang aneh dan menarik hatinya maka Han Han bergerak dan tiba-tiba menyambar seperti elang di atas kepala gadis itu, yang terpekik dan menjerit kaget.

"Heii... dukk!"

Han Han menggerakkan lengan ke bawah. Si gadis akan dicengkeram ketika tiba-tiba dengan marah lawannya itu menangkis. Si gadis membentak dan cengkeraman Han Han bertemu tenaga yang kuat dan menggetarkan. Han Han tertahan tapi gadis itu terlempar ber jungkir balik. Nyata si gadis kaget sekali karena Han Han memiliki sinkang yang begitu hebat. Baik ginkang maupun sinkang pemuda ini masih di atas dirinya, karena Han Han mampu mengejar dan tadi menyambar dirinya dari atas. Tapi karena gadis itu penasaran dan Han Han mengejar lagi, juga kagum dan tergetar bertemu lengan yang halus namun kuat itu maka gadis ini berseru agar mereka masuk ke tengah hutan yang lebat.

"Aku tak takut padamu, mari kita bertempur seribu jurus. Tapi jangan pasukan di belakang itu turut campur!"

"Hm, akupun tak mau orang lain turut campur urusan kita, nona. Asal kau mau berhenti dan mengatakan mengapa kau mempermainkan dan mengejek aku maka aku tak akan memburu-burumu lagi. Berhentilah, dan katakan kepadaku!"

"Aku tak mau berkata di sini. Komandan itu dan pasukannya mengejar. Hayo ke tengah dan kita bertempur di dalam."

Han Han mengangguk. Akhirnya dia mengikuti gadis itu yang minta agar dia masuk ke hutan. Cepat dan luar biasa gadis itu sudah berkelebat dan menyelinap lagi. Kalau Han Han tak mengerahkan semua kepandaiannya barangkali dia akan kehilangan jejak. Hebat! Dan ketika pasukan dibelakang tertinggal jauh dan mereka akhirnya berada di tengah hutan, gelap dan pekat maka gadis itu melayang tinggi dan tiba-tiba sudah berdiri di atas pucuk daun yang rantingnya hampir sama sekali tak bergoyang, tegak di atas pohon seperti burung camar yang siap menanti lawannya!

"Hayo, kita bertempur di sini Siapa jatuh dia kalah!"

Han Han membelalakkan matanya. Ia melihat gadis itu sudah berjungkir balik dan hinggap di pucuk daun yang paling tinggi, jarak dengan tanah barangkali ada duapuluh meter. Gagah dan tegak seperti burung rajawali yang siap menunggunya, jelas menunjukkan ilmunya meringankan tubuh yang luar biasa itu. Dan ketika Han Han bergerak dan naik ke atas pula, menjejakkan kedua kakinya lurus di tanah maka Han Han juga sudah berdiri di atas pucuk daun yang lain, bahkan berdiri dengan satu kaki!

"Hm!" Han Han bersinar-sinar. "Kau hebat, nona. Tapi rupanya suka mengganggu orang. Nah, aku sudah di sini. Apa yang kau maui dan bertanding berapa jurus yang kau kehendaki!"

Si gadis tertegun. Dia sudah berdiri tak bergoyang di puncak pohon yang paling tinggi. Tapi bahwa pemuda itu dapat menyusul dan bahkan berdiri hanya dengan sebelah kakinya saja, jelas tak mau kalah dengannya maka gadis itu merah padam dan kembali merasa kalah setingkat! "Kau sombong, tapi tak tahu budi. Nah, aku ingin bertempur seribu jurus dan siapa jatuh dari sini maka dia kalah!"

"Hm, nanti dulu. Kenapa kau melakukan semuanya ini? Aku menilai kaulah yang sombong, ingin memamerkan kepandaian dan mengganggu orang. Apa maksudmu mempermainkan dan mengejek aku? Dan kenapa kau menantangku bertanding?"

"Cerewet, kau tak tahu dosa-dosamu? Eh, kaulah yang sombong, pemuda siluman. Kau menolak pemberianku secara baik-baik di toko kain tadi. Kenapa kau membuat aku malu dan marah? Kau kira begitu mudah kau menghina aku di depan orang banyak? Hm, kini kita sudah berhadapan. Cabut senjatamu dan jangan sombong dengan ilmu meringankan tubuhmu itu!"

Han Han tertegun. Si nona mencabut senjata dan sebuah pedang pendek berwarna hitam berada di tangan yang gemetar itu, gadis ini menahan tangis! Dan ketika Han Han menarik napas dan tersenyum pahit, merasa aneh dengan sikap gadis ini maka dia tertarik melihat buntalan besar yang dipegang di tangan kiri lawan.

"Kau melempar-lemparkan uang emas. Entah dari mana kau dapatkan itu dan bagaimana pula aku tiba-tiba kehilangan uangku. Kalau boleh aku bertanya, sebelum kita bertanding, siapakah namamu dan dari mana kau berasal? Aku sendiri bernama Han Han, tak bertempat tinggal karena sedang berkelana..."

"Cerewet!" gadis itu membentak. "Siapa ingin dengar tentang nama dan dirimu? Kalau kau sudah merasa berkepandaian tinggi mari cepat bertanding, manusia sombong. Atau kau akan kuterjunkan dari sini dan kau mampus.... singg!" pedang sudah bergerak, menusuk dan menikam dan gadis itu sudah meloncat bagaikan terbang. Han Han mengelak namun pedang terus menyambar. Dan ketika apa boleh buat dia harus menangkis maka tangannya bergerak dan pergelangan tangan si gadis dipukul.

"Plak!" gadis itu berjungkir balik. Han Han merasa hawa dingin menyambar dari pedang hitam itu dan tahu bahwa sebatang pedang pusaka berada di tangan lawan. Dia tak berani menerima begitu saja dan karena itu menangkis dari samping. Lalu ketika lawan melengking dan berjungkir balik turun, berkelebatan dan menyambar-nyambarnya bagai elang menyergap mangsa maka Han Han sudah diserang dan berada pada posisi yang didesak.

"Cabut senjatamu, atau kau kulempar dari sini!"

Han Han kagum. Tiba-tiba dia sudah dikurung oleh sinar hitam yang kian lama kian lebar. Pedang di tangan gadis itu sudah bergulung-gulung dan Han Han sebagai putera seorang ahli pedang segera melihat bahwa permainan pedang di tangan lawannya itu hebat. Pedang itu mengeluarkan hawa dingin sementara serangan-serangannya juga ganas dan tajam. Tapi ketika pedang itu mulai membacok atau membelah seperti gaya permainan sebuah golok, hal yang aneh maka selanjutnyaHan Han berkelebatan menghindari lawan yang mulai mainkan silat antara ilmu pedang dan ilmu golok!

"Wah, hebat, tapi aneh sekali. Ilmu silat apa ini, nona? Ilmu pedang atau ilmu golok? Kau mencampur adukkannya sedemikian rupa, ini sudah bukan ilmu pedang asli!"

Si gadis terbelalak. Han Han beterbangan mengikuti sambaran pedang hitamnya. Kemanapun pedang itu menyambar maka ke situ pula pemuda itu mendahului. Geraknya seperti kapas yang ringan tertiup angin, terdorong sebelum disentuh. Dan ketika Han Han memuji namun tak dapat dibacok, terdorong dan selalu terdorong maka gadis itu marah dan membentak sengit.

"Tak usah banyak mulut, kau keluarkan senjatamu atau aku akan merobohkanmu ke bawah.... sing-crat!"

Han Han terkejut, merunduk dan pedang membabat dedaunan di belakang punggungnya, bergerak ke kiri tapi terus dikejar dan tiba-tiba kaki gadis itu bergerak dari bawah ke atas. Untuk ini Han Han tak waspada. Maka ketika dia kena tendangan dan terpelanting ke bawah, karena mereka bertempur di atas puncak pohon yang tinggi maka gadis itu bersorak karena menganggap Han Han akan terus terbanting ke bawah.

Namun Han Han bukanlah putera Pek-jit Kiam-hiap kalau begitu saja jatuh ke tanah. Pemuda ini terkejut sejenak tapi sudah berseru keras menjejakkan kakinya di kaki yang lain. Kaki kiri itu sudah menotol kaki kanan dan begitu dia terpelanting ke bawah tiba-tiba Han Han sudah berjumpalitan dan naik lagi ke atas. Dan ketika gadis itu terbelalak karena Han Han sudah berada di tempatnya tadi, dengan tawa mengejek maka gadis itu menerjang lagi dan pedangnya bergerak kian ganas.

"Bagus, kau pamer kepandaian. Tapi aku tak akan memberimu ampun lagi dan coba hindarkan serangan-serangan ini!"

Han Han sibuk. Benar saja si gadis mengeluarkan jurus-jurus simpanannya dan kini kaki atau tangan kiri gadis itu juga bergerak-gerak memukul. Setiap pukulan mengeluarkan angin dingin dan Han Han kagum. Dan ketika apa boleh buat dia harus menangkis karena menghindar dan mengelak saja akan membuat tubuhnya terpelanting lagi maka Han Han sudah mengerahkan tenaga Pek-lui-kang nya menahan serangan-serangan si nona.

"Plak-dukk!"

Si nona tergetar. Han Han segera tahu bahwa lawan kalah tenaganya. Gadis itu terhuyung namun hebatnya dapat menginjak daun-daun atau ranting lain di belakang tubuhnya, tanpa menoleh. Kakinya begitu ringan dan enteng layaknya burung yang hinggap di pucuk dedaunan saja. Dan ketika dia diserang lagi namun Han Han mulai menangkis, bergerak dan mengandalkan sinkangnya maka gadis itu mendelik karena setiap adu tenaga dia selalu kalah, terdorong. Akibatnya pedang itu naik turun di balik pukulan-pukulan tangannya dan Han Han tak berani menangkis.

Han Han maklum bahwa pedang di tangan lawan bukanlah pedang biasa, pedang itu pedang hitam yang ampuh, anginnya saja sudah cukup menebas rontok daun-daun di belakang tubuhnya. Dan ketika Han Han mengelak atau menghindar sambaran pedang itu yang bergulung-gulung naik turun maka gadis itu mandi keringat sementara Han Han bersinar-sinar matanya karena sesungguhnya ilmu pedang setengah golok di tangan lawannya itu hebat sekali.

Han Han kagum. Kalau saja bukan dia barangkali sudah roboh sejak tadi. Mereka sekarang turun agak ke bawah karena ranting atau daun-daun di atas pohon sudah gundul terbabat pedang gadis itu. Pedang itu memang hebat dan dua kali ujung bajunya sobek terkena sambaran angin pedang, baru sambaran angin pedangnya saja! Dan ketika Han Han melihat bahwa sudah cukup dia mengelak dan menangkis maka Han Han berpikir dia sekarang harus mulai membalas. Dan Han Han pun sudah mulai melakukan itu.

Pemuda ini bergerak dan jari tangan yang berkerotok tiba-tiba meluncur ke nadi pergelangan tangan gadis itu. Han Han bergerak mendahului dan dia bermaksud untuk melepaskan pedang di tangan lawannya. Gadis itu terkejut ketika tiba-tiba Han Han bergerak amat cepat dan tahu-tahu jarinya sudah menyelinap di sepanjang badan pedang, naik ke atas dan menotok pergelangan tangannya. Tapi ketika Han Han merasa totokannya bertemu benda yang kenyal, seperti karet, maka pemuda itu berseru tertahan karena totokannya mental.

"Hi-hik. boleh totok lagi, manusia sombong. Hayo balas dan serang aku lagi. Bukan hanya kau yang memiliki keunggulan!"

Han Han terkejut. Dia menotok dan ini mengulangi kegagalannya, berkelebat dan mendahului sinar pedang yang menyambar lehernya. Tapi ketika totokan itupun mental dan jarinya bertemu pundak yang kenyal maka Han Han terkejut karena gadis itu rupanya menguasai ilmu meindahkan jalan darah.

"Ah, Pi-ki-hu-hiat (Tutup Hawa Lindungi Jalan Darah)!"

"Hi-hik, kau tahu. Bagus, betul manusia sombong. Aku memiliki Pi-ki-hu-hiat” dan Han Han yang bengong tertegun diam tiba-tiba sudah diserang dan menyambar ulu hatinya.

"Bret!" Han Han lambat berkelit. Dia melempar tubuh ke bawah ketika bajunya robek ditikam pedang, berjungkir balik dan sudah menyambar sebatang dahan untuk pengait dirinya. Dan ketika Han Han bergelantungan dan mau melemparkan tubuh ke atas tapi si gadis menerjang dan turun ke bawah mengikutinya, maka apa boleh buat Han Han memindah-mindahkan tangannya dari satu dahan ke dahan lain, dikejar dan dikejar tapi pemuda ini terus bergelantungan berpindah-pindah. Sikapnya mirip monyet diserang rajawali, lucu tapi gadis itu tak tertawa karena Han Han selalu dapat menghindari diri.

Dan ketika dia melengking dan marah sekali, membacok dahan di mana Han Han bergelantungan maka dahan itu putus dan Han Han terjatuh ke bawah, bergerak dan menyambar dahan yang lain tapi gadis itu menyusul dengan gerakan pedangnya lagi, membacok dahan itu hingga tujuh kali tubuh Han Han harus turun dan turun saja. Tak terasa, pohon itu menjadi pendek dan hampir gundul!

Mereka sama-sama tinggal beberapa meter lagi dari tanah dan gadis itu gemas sekali. Tujuh bacokannya tak membuat Han Han terpelanting ke tanah karena setiap kali terpelanting tentu pemuda itu sudah menyambar dahan yang di bawahnya lagi, begitu berturut-turut. Dan ketika gadis itu mata gelap karena kini tinggal sebatang dahan lagi yang sama-sama mereka pakai, Han Han bergelantungan di bawah sementara gadis itu di atasnya untuk menusuk-nusuk atau menyerang Han Han maka pedang itu kembali berkelebat dan.... dahan itupun putus dibabat.

"Mampuslah, dan kau akan menginjak tanah!"

Namun Han Han sungguh luar biasa. Begitu dia tak mendapat tempat bergelantungan lagi, padahal dia tak mau jatuh ke tanah tiba-tiba pemuda ini mengayun tubuh empat kali tinggi-tinggi ke atas. Gadis itu sendiri juga terjatuh karena dahan yang sama-sama mereka tumpangi dibacok putus. Tapi ketika gadis-itu berjungkir balik ke bawah, geram dan memaki Han Han maka Han Han sendiri sudah berjungkir balik ke atas dan.... hinggap di pohon yang lain tak jauh dari pohon yang sudah dibabat dan dihancurkan gadis itu.

"Keparat!" gadis itu mendelik, hinggap dan melayang turun di tanah, tak menyangka Han Han melakukan itu. "Kau cerdik dan lihai sekali, manusia sombong. Tapi kau juga tak dapat mengalahkan aku!"

"Hm!" Han Han tertawa, mengejek dan kagum. "Siapa bilang begitu, nona? Kau sendiri menentukan bahwa siapa yang terjatuh ke tanah dialah pecundang. Dan kau menginjak tanah. Kau kalah!"

"Tidak, aku masih memegang pedang, kumaksud ialah siapa yang tak dapat menyerang lawannya lagi, maka dia kalah aku masih dapat menyerangmu. Lihat, kau licik!" dan si gadis yang bergerak dan menjejakkan kakinya lurus terbang ke atas tiba-tiba menyerang dan menusuk Han Han di pohon sebelah. Dia geram dan marah karena persyaratannya harus "diralat", ditambahi.

Dan ketika Han Han mengelak dan pedang mengenai injakan kaki Han Han maka dahan itu putus lagi dan Han Han bergerak ketempat yang lebih tinggi. Han Han tahu bahwa dia pasti dikejar dan benar saja gadis itu berteriak penasaran, mengejar dan berjumpalitan lagi ke atas ke tempat Han Han berada. Dan ketika dahan itu dibacok putus dan Han Han melompat-lompat ke tempat yang lebih tinggi lagi. Akhirnya semua dahan di bawah habis diserang gadis itu.

"Nah." gadis itu melotot. "Kau boleh terbang lagi ke pohon yang lain, pemuda siluman. Dan aku akan membabat habis isi hutan ini!"

Han-han terkejut. Dia tak terasa lagi sudah di puncak yang paling tinggi. Dahan-dahan di bawahnya habis semua dan kini tinggal dahan di puncak yang paling atas itu. Sekarang keadaannya berbalik dengan tadi, karena kalau tadi dia bergerak dan melompat-lompat ke bawah adalah sekarang dia bergerak dan melompat-lompat ke atas. Gadis lawannya itu agaknya penasaran karena sudah sekian lama belum juga mampu merobohkannya. Gadis itu menghendaki dia jatuh ke tanah sementara Han Han tentu saja tak mau, tetap bertahan.

Dan ketika sekarang mereka sudah di puncak yang paling tinggi dan ranting serta dahan-dahan di bawah dibabat habis, pohon itu hampir gundul dengan sebatang dahan kecil di puncaknya yang paling tinggi maka Han Han tak ada tempat berpijak lagi kalau menghindar. Pohon disebelah terlalu jauh dan Han Han harus berpikir cepat, turun atau bersama-sama turun dengan gadis itu! Dan ketika Han Han terbelalak karena gadis itu sudah berjumpalitan ke atas, siap dengan pedangnya yang menggigil di tangan, penuh kemarahan, maka Han Han bermaksud untuk menangkis pedang dengan tangan telanjang, coba-coba.

"Plak!"

Han Han terkejut. Pedang yang sudah diduganya sebagai pedang yang ampuh itu ternyata menggores siku lengannya sampai ke bawah, padahal dia sudah memasang kekebalannya. Dan ketika Han Han terkejut karena lengannya luka, pedang terus bergerak menuju leher maka Han Han tiba-tiba membentak dan secepat kilat tangan kirinya bergerak memukul pergelangan tangan gadis itu.

"Plak-aduh!" Si gadis terlepas pedangnya.

Dalam saat-saat yang berbahaya itu Han Han dipaksa jatuh ke bawah. Sebenarnya dia tadi hendak melepaskan pedang lawan dengan tangkisannya, tak tahunya pedang itu betul-betul hebat hingga dia yang sudah mengerahkan sinkang masih saja terluka. Dan karena pedang terus menyambar dan lehernya akan menerima bahaya maka begitu dia menunduk dan miringkan kepala secepat kilat tangan kirinya itu menghantam pergelangan tangan si gadis. Dan begitu si gadis terpelanting dan jatuh ke bawah, pedangnya terlepas mencelat maka Han Han sendiri yang harus mengelak dan miringkan kepala tadi juga terjatuh ke bawah dan berjungkir balik melayang turun.

"Jahanam!"

Han Han mendengar suara di sebelahnya. Mereka sama-sama jatuh dan Han Han sempat melirik gadis yang terlempar itu. Gadis itu terpelanting tapi berjungkir balik melengking marah dia sudah berhasil merobah kepalanya yang di bawah menjadi di atas, meluncur dan terus jatuh tanpa dapat menahan diri lagi. Dan ketika dia anjlok dan jatuh dengan kaki bersuara agak keras, terhuyung, maka Han Han baru beberapa detik kemudian karena di tengah udara tadi Han Han membuat tubuhnya seringan kapas hingga nyaris kehilangan bobot.

"Wut!" Han Han benar-benar seperti seekor burung yang hinggap dengan ringan. Pemuda ini jatuh dan berdiri dengan kedua kaki tegak, tidak terhuyung apalagi bersuara keras seperti ketika lawannya tadi. Dan ketika si gadis terbelalak dan marah memandangnya maka Han Han berseru bahwa gadis itu kalah lagi, tiba lebih dulu dan jatuh ditanah.

"Aku tidak berkata begitu. Yang kumaksud adalah siapa yang tak dapat menyerang lagi. Keparat!" dan gadis itu yang berkelebat dan memekik gusar tiba-tiba menyerang Han Han dengan tamparan tangannya, bergerak dan menerjang sengit dan Han Han mengerutkan kening.

Kalau begini, dia dipaksa untuk merobohkan lawannya itu. Dan karena dia akan terus diserang dan diserang karena gadis itu rupanya nekat dan keras kepala, tak mengenal sudah maka Han Han mengeluarkan Pek-lui-kangnya dan dengan ilmu silat Tangan Petir ini dia melayani lawan.

"Baiklah, kau yang meminta sendiri, nona. Aku akan merobohkanmu dan kau tak akan dapat menyerang lagi...plak-plak!" dan Han Han yang menangkis serta mengeluarkan tenaga Petirnya tiba-tiba membuat lawan menjeritdan terpental kaget, maju lagi tapi ditangkis lagi dan gadis itupun berteriak. Han Han membuat pukulannya mengeluarkan hawa panas dan tamparan dingin yang dilancarkan gadis itu kalah. Dan ketika empat kali dia menangkis dan empat kali itu pula lawan berteriak mengaduh, gosong-gosong lengannya akhirnya Han Han menjadi kasihan dan mengurangi tenaganya melihat gadis itu menangis!

"Keparat! Jahanam terkutuk. Kau bunuhlah aku, pemuda siluman. Kau robohkan aku dan jangan setengah-setengah! Hayo, aku sekarang tahu bahwa itu adalah Pek-lui-kang. Kiranya kau adalah murid Pek-jit-kiam Ju Beng Tan!"

Han Han terkejut. Lawan tiba-tiba kalap dan tidak memperdulikan lengannya yang gosong-gosong. Nama ayahnya disebut-sebut dan Han Han seketika berubah karena kalau begitu jelas gadis ini mengenal ayahnya. Dan ketika dia terus menangkis karena gadis itu juga terus menyerang, nekat, maka Han Han mulai bertanya siapa sebenarnya gadis itu.

"Aku musuhmu, tak perlu cerewet. Hayo pukul aku sampai mampus dan jangan kira aku takut!"

Han Han tergetar. Kalau sudah begini maka dia tak tahan melihat air mata bercucuran itu. Han Han biasanya akan menjadi ganas dan dingin kalau lawan sudah nekat, tak tahu diri. Tapi menghadapi gadis ini yang entah mengapa membuat perasaannya tak keruan maka Han Han justeru mundur-mundur dan terus mengurangi tenaganya. Lawan tentu saja heran tapi gadis itu terus mendesak. Dan ketika Han Han tinggal bertahan dan lengan gadis itu bengkak-bengkak, tak dapat dipergunakan lagi maka Han Han disapu sebuah tendangan dari bawah hingga mencelat terlempar.

"Terkutuk kau, bedebah!"

Han Han terkejut. Dia tak menyangka tapi dapat bangun dengan bergulingan menjauh. Lawan menangis lagi dan mengejar dengan sebuah tendangan melingkar, kena pantatnya tapi gadis itu sendiri yang malah terjungkal! Dan ketika Han Han menjadi kasihan sekaligus kagum karena gadis ini benar-benar keras hati dan nekat maka dia berkelebat ketika gadis itu hendak menyambar pedangnya.

"Tahan.... plak!" dan Han Han yang memukul runtuh pedang itu akhirnya melihat si gadis terguling dan tersedu-sedu.

Gadis itu tak menyerang lagi dan kini meringkuk menyedihkan. Han Han terkejut sekaligus memelas. Perasaannya terbetot-betot mendengar tangis yang mengguguk-guguk itu. Dan ketika dia melangkah maju dan menggigil mendekati, bermaksud menolong lawan yang lengannya bengkak-bengkak ini mendadak sebuah tendangan masih juga diluncurkan ketika dia membungkuk.

"Pergi!"

Han Han menarik kepala ke belakang. Pemuda ini mengelak namun caping bambunya yang menjadi sasaran. Mukanya memang tidak terkena tendangan tapi caping bambunya itu yang menjadi korban, karena caping itu lebih lebar dari kepalanya. Dan ketika Han Han terkejut karena capingnya mencelat, talinya putus maka gadis itu melompat bangun dan tertegun oleh wajah Han Han yang tampak seluruhnya, gagah dan ganteng!

"Kau...!"

Han Han terkesima. Gadis itu memandangnya terbelalak dan dia yang tadinya hendak marah mendadak bengong dan terlongong-longong. Gadis itu menuding sementara cuping hidungnya berkembang kempis, mata terbelalak lebar-lebar dan tiba-tiba pucat. Seolah, gadis itu sudah mengenalnya. Tapi ketika gadis itu terkejut dan membuang muka, melengos, maka gadis itu merah padam dan meloncat mundur.

"Kau sudah mengalahkan aku, baik. Tapi kemenanganmu ini jangan dibuat bangga dulu. Satu kekalahan akan kutebus dengan dua kemenangan... wut!" dan gadis itu yang berkelebat menjejakkan kaki tiba-tiba tak melihat adanya sebuah akar pohon yang melintang di depan. Dia terjerembab dan jatuh berteriak, kaget dan Han Han memburu untuk menolong gadis ini. Dan ketika gadis itu menangis dan mengipatkan lengannya, bangkit terhuyung ternyata dia jatuh terduduk lagi karena kakinya keselio, kena akar pohon tadi.

"Sial, jahanam terkutuk. Kau sungguh pembawa sial. Ah, kau bunuhlah aku, manusia sombong. Bunuhlah aku dan jangan tertawa!"

"Hm," Han Han menahan senyumnya, yang disangka tawa. "Aku tidak mentertawakanmu, nona, melainkan bermaksud menolongmu. Kaki dan tanganmu salah urat, kau harus digosok"

"Digosok apanya? Digosok hidungmu itu? Kau mau kurang ajar?" si gadis menyemprot, memotong kata-kata Han Han dan pemuda ini jadi salah tingkah.

Han Han memang hendak menolong gadis itu ketika tiba-tiba saja mukanya menjadi merah ditegur lawan. Tiba-tiba dia tertegun, mematung. Tapi ketika dia menarik napas dan teringat caping bambunya, yang dilempar dan ditendang gadis itu maka Han Han memutar tubuh dan mengambil topi bambunya itu. Tapi ketika dia hendak mengenakan di atas kepala tiba-tiba gadis itu berseru,

"Stop, jangan pakai dulu. Apakah kau Si Golok Maut Sin Hauw?"

Han Han terkejut. "Apa? Si Golok Maut? Bukankah dia sudah tiada?"

"Itulah, aku juga heran. Tapi kau mirip pinang dibelah dua!"

"Hm!" Han Han berdegup. Dia tak jadi memakai caping bambunya itu karena tiba-tiba si gadis melempar segulung kertas, berseru padanya agar dia melihat dan membuka kertas itu. Dan ketika Han Han mendekat dan mengambil kertas ini, membukanya, Han Han tertegun karena itu ternyata gambar seorang laki-laki gagah yang mirip dirinya, dingin meskipun ganteng. Seorang laki-laki bercaping bambu!

"Nah, lihat," gadis itu berseru. "Bukankah mirip?"

Han Han mundur, tergetar. "Dia ini Si Golok Maut? Atau kau diam-diam mencuri lukis diriku?"

"Cih. siapa mencuri lukis? Itu tampang Si Golok Maut, pemuda sombong. Dan aku jadi heran bagaimana kau mirip benar dengannya, padahal kau adalah murid Pek-jit-kiam Ju Beng Tan?"

"Hm, aku puteranya," Han Han tak perlu menyembunyikan diri lagi. "Aku Ju Beng Han, nona, panggilanku sehari-hari adalah Han Han. Aku heran bagaimana gambar Si Golok Maut ini bisa berada di tanganmu dan apakah kau tahu baik riwayatnya!"

"Tentu saja aku tahu baik riwayatnya. Nasibnya menyedihkan. Sedang gambar itu, hmm... kuambil dari ayah!" si gadis tiba-tiba terisak, sedih dan berduka dan Han Han terkejut ketika tiba-tiba gadis itu menangis. Dan ketika suaranya mengguguk dan Han Han tercekat maka dia mendekat dan gambar itu digulungnya lagi sementara caping bambunyapun dipakai.

"Ada apa?" Han Han berhati-hati. "Kenapa kau menangis begini sedih dan penuh perasaan? Siapa ayahmu itu dan kenapa kau mengganggu aku seperti ini?"

"Aku ingin mencari mati, Han Han. Aku tak ingin hidup lebih lama dan karena itu aku mengganggumu atau mengganggu setiap orang. Kau bunuhlah aku, aku ingin mencari mati!"

Han Han terkejut, terbelalak. "Kau gila? Kau tidak sinting, bukan?"

"Aku memang tidak gila, aku tidak sinting. Tapi aku ingin mencari mati dengan mengganggu dan mempermainkan orang. Tapi sayang, aku belum menemukan orang seperti itu karena mereka semua kukalahkan dan tak dapat menandingi, kecuali dirimu!"

"Hm!" Han Han menahan napas. "Aneh dan luar biasa sekali caramu ini, nona. Pasti ada sesuatu yang membuat kau begitu. Kenapa kau seperti ini dan kenapa kau minta mati"

"Aku membenci ayahku!"

"Hmm..."

"Dan aku melampiaskan kebencian dan kemarahan hatiku itu dengan mengganggu dan mempermainkan orang-orang lain! Lihat, bukankah ini dompetmu, Han Han? Bukankah kau tak tahu ketika aku mengambilnya dari kantung buntalanmu?"

Han Han terkejut.

"Dan itu juga uang milik orang-orang lain yang kuambil. Aku mencuri atau mencopetnya tanpa sedikitpun mereka tahu. Aku melakukan ini agar aku dibenci dan dimusuhi orang. Aku ingin agar mereka dapat membunuh dan mengalahkan aku!"

Han Han terkejut. Si gadis melempar sebuah dompet hitam dan mengobrak-abrik buntalan besarnya. Itulah buntalan yang tadi dibawa lari-lari dan kini dari buntalan itu menghambur uang-uang emas dan perak. Dugaan Han Han bahwa gadis itu menyimpan uang banyak ternyata benar. Dan ketika semua uang-uang itu berkerincing tapi dinyatakan sebagai uang copetan, dicuri atau dicopet maka Han Han tertegun sementara gadis itu terus menangis tersedu-sedu.

"Lihat.... lihat, Han Han. Inilah pekerjaanku selama ini. Aku mencuri dan mencopet, juga merampok! Aku memang mengganggu dan mempermainkan orang banyak agar mereka itu mengejar dan membunuhku. Tapi sayang, mereka kurcaci-kurcaci rendah yang tak dapat mengalahkan aku. Baru kau inilah orangnya. Nah, bunuhlah aku dan habisi riwayatku yang buruk!"

Han Han tertegun. Si gadis sudah meloncat bangun dan berdiri menantang untuk dibunuh. Bukan main. Baru kali ini Han Han menemui hal seaneh ini, orang yang tak mau hidup lagi dan minta dihabisi nyawanya. Tapi ketika dia tersenyum karena nona itu menahan sakit, kakinya masih keselio maka Han Han menggerakkan lengannya dan secara halus dia mengurut-urut kaki itu.

"Duduklah, tenanglah. Agaknya kau dapat menceritakan semua kepedihan hatimu ini kepadaku. Kita rupanya mempunyai persamaan, meskipun tidak mirip..."

"Persamaan apa?" si gadis tertegun, merah tapi tidak menolak ketika Han Han mengurut-urut kakinya. Dan ketika Han Han menotok dan urat yang keselio itu pulih maka Han Han menarik napas dan menjawab,

"Rasa tidak senangmu kepada orang tuamu itu. Akupun juga begitu."

"Apa? Kau membenci dan juga memusuhi ayahmu?"

"Tidak, aku tidak membenci, nona, melainkan sekedar rasa tidak senang. Aku sampai di sinipun karena itu..."

"Hm, menarik. Coba kau ceritakan kepadaku!"

Han Han tertawa. "Kenapa sebaliknya? Justeru kau yang harus terlebih dahulu menceritakannya, nona. Bukan aku!"

Gadis itu kagum. Setelah Han Han tertawa tiba-tiba saja wajah yang luar biasa tampan tampak di sini. Han Han memang biasanya beku dan dingin, senyumnya mahal. Maka begitu dia tertawa dan tawanya itu tampak tulus dan hangat tiba-tiba saja gadis itu kagum bukan main karena wajah yang gagah dan tampan itu semakin ganteng dan menarik saja. Tapi ketika dua mata mereka beradu dan gadis ini sadar mendadak dia tersipu dan menarik kakinya yang sudah dilepas Han Han, duduk bersimpuh.

"Aku enggan menceritakannya, tapi karena kau yang minta biarlah kukatakan..."

"Hm, nanti dulu. Kau sekarang sudah tahu siapa aku, siapa namaku. Bolehkah aku tahu siapa namamu?"

Gadis itu terkekeh, aneh sekali. "Apakah begitu perlu?" tanyanya. "Apa gunanya sebuah nama? Kau sebut saja aku Jing-ci-touw, Han Han. Karena itulah namaku akhir-akhir ini!"

"Jing-ci-touw (Copet Seribu Jari)?" Han Han berkerut kening. "Itu bukan nama, nona. Kau main-main. Aku ingin tahu namamu yang sebenarnya!"

"Nama itu pemberian ayah, aku tidak suka!"

"Hm, suka atau tidak kau pasti sudah mempunyai nama. Beritahukanlah kepada ku agar aku dapat memanggilmu dengar baik..."

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.