Golok Maut Jilid 13 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

GOLOK MAUT
JILID 13
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
"MINGGIR, atau kau mampus... sing-plak!" Golok Maut membalik, terpaksa menangkis serangan dua orang itu dan cambuk maupun nenggala putus terbabat, semakin pendek saja namun si Kaki Besi dapat meloncat bangun di sana.

Laki-laki gundul ini mengeluarkan keringat dingin dan memaki-maki Golok Maut, gading di tangannya gemetar menggigil namun pembantu Coa-ongya ini tak berani cuap-cuap lagi. Dia sudah ditolong dan diselamatkan dua kakek India itu, melihat mereka berjungkir balik dan berteriak panjang ketika senjata di tangan bertemu Golok Maut, tentu saja terpapas namun mereka sudah melayang turun mengumpat caci, Mindra bahkan menggeram-geram. Dan ketika mereka menyerang lagi dan si Kaki Besi diminta maju membantu maka dengan agak gentar si gundul ini maju mendampingi dua kakek India itu.

"Awas, jangan dekat-dekat. Serang saja dari belakang biar kami berdua di depan!"

Si Kaki Besi girang. Mindra berseru padanya agar menyerang di belakang, jadi enak dan lebih selamat. Si gundul ini mengangguk dan sudah melakukan perintah itu, Mindra dan saudaranya di depan. Tapi ketika Golok Maut menggeram dan menyatakan ingin membunuh si gundul itu maka Tiat-kak meremang.

"Boleh, di belakangpun aku tak takut, Kaki Besi. Coa-ongya dan para pembantunya memang sudah biasa berbuat curang. Hati-hati, betapapun kau adalah orang pertama yang pasti kubunuh!"

"Hargh, jangan dengarkan itu! Kami berdua di sini, Kaki Besi. Asal kau baik-baik bekerja sama tentu tak mungkin ancaman itu terlaksana. Serang saja, jangan takut!"

Sudra kali ini menggereng, membentak Golok Maut namun kini Golok Maut mulai membiarkan serangan-serangan dua kakek itu mengenai tubuhnya. Mindra maupun Sudra terkejut ketika nenggala atau cambuk mereka terpental mengenai tubuh lawannya itu, tertolak oleh sin-kang yang dahsyat dan mereka tertegun. Dan sementara mereka terbelalak dan menjublak oleh kekebalan Golok Maut yang ditunjukkan maka laki-laki bercaping itu sering membalik dan menyambar si Kaki Besi, senjata di tangannya berkeredep berkali-kali dan tak terhitung banyaknya seruan kaget si gundul itu karena golok yang menyilaukan itu tahu-tahu hampir saja mengenai tubuhnya.

Kalau tidak membabat leher ya menusuk dada, semuanya serba cepat dan serba kilat. Dan ketika si gundul itu mengeluarkan keringat dingin dan pucat serta gentar maka satu kilatan panjang membuat laki-laki ini berteriak ketika Golok Maut membiarkan cambuk dan nenggala menyambar tubuhnya.

"Cret-des-plakk!"

Golok Maut terhuyung dua langkah. Sinar golok di tangannya membeset pundak si Kaki Besi dan laki-laki gundul itu berteriak ngeri. Dia melempar tubuh bergulingan namun sinar golok masih menyerempetnya juga, hanya beberapa senti dari leher! Dan ketika Golok Maut terkena ledakan cambuk maupun tusukan nenggala di mana dua serangan itu membuat serangannya terhadap si gundul jadi kurang tepat maka si gundul itu memaki-maki dua kawannya yang dianggap tak becus melindungi dirinya.

"Keparat, kalian bodoh, Mindra. Tolol. Aih, kalau tak bisa melindungi kawan bilang saja!"

Dua kakek itu merah mukanya. Sebenarnya kalau Golok Maut tidak mengerahkan sinkangnya dan kebal menerima serangan-serangan senjata mereka tentu Golok Maut itu sudah roboh. Mereka penasaran dan marah oleh makian ini. Maka ketika kembali mereka menyerang dan si Kaki Besi mundur-mundur menjauh maka Golok Maut tertawa mengejek si gundul itu.

"Hm, kau antek Coa-ongya. Kau pasti kubunuh dulu, Kaki Besi. Lihat saja!"

Si Kaki Besi semakin pucat. Di sana Mao-siao Mo-li dan Bhok-kongcu masih serang-menyerang dengan ketua Hek-yan-pang itu. Mereka memaki-maki sementara ketua Hek-yan-pang membentak atau melengking. Dan ketika di sini Golok Maut mengeluarkan ancamannya hingga si Kaki Besi pucat maka permainan laki-laki ini menjadi kacau dan Tiat-kaknya atau Kaki Besi tak dapat digunakan, mati kutu menghadapi ketajaman golok di tangan laki-laki bercaping itu dan sesumbar si gundul ini menjadi tong kosong yang nyaring bunyinya, ketika dengan sombong dan pongah dia dulu berkata pada Coa-ongya untuk menangkap dan membunuh Si Golok Maut, yang ternyata demikian lihai dan luar biasa. Dan ketika si gundul ini mulai mundur-mundur dan setiap kelebatan golok selalu dijauhi dengan amat takutnya maka Mindra dan Sudra membentak-bentak dan marah kepada temannya ini.

"Heh, kalau niat bertempur jangan mundur-mundur seperti itu, gundul. Kalau kau tak tahan lebih baik lari saja. pergi!"

"Ya, berlindung di balik pakaian ibumu, gundul. Jangan perlihatkan kepengecutanmu itu di sini!" Sudra juga geram, memaki si gundul ini dan Tiat-kak marah.

Kalau saja Golok Maut tidak demikian lihai mungkin dia akan meninggalkan lawannya sejenak untuk menyerang dua kakek India itu, akhirnya membalas dan memaki-maki pula dua orang temannya itu, yang juga tak dapat merobohkan Golok Maut dan senjata mereka dikatakan tumpul, selalu terpental dan membuat dua kakek itu melotot. Dan ketika percekcokan mulai terjadi di antara tiga orang ini sementara di sana ketua Walet Hitam masih menyambar-nyambar menghadapi Bhok-kongcu dan Mao-siao Mo-li tiba-tiba terdengar jerit kesakitan ketika tubuh Bhok-kongcu terlempar, terkena tusukan pedang.

"Aduh...!" Si Hidung Belang itu bergulingan. Ketua Hek-yan-pang kiranya telah melakukan gerak tipu istimewa, menusuk namun tiba-tiba ujung pedang mencuat ke atas, menuju tenggorokan Si Hidung Belang itu. Dan karena gerak tipu ini di luar dugaan dan Hi-ngok Bhok-kongcu tak mampu mengelak maka pedang wanita cantik itu mengenai tenggorokannya dan Bhok-kongcu menggelepar, mengejutkan temannya dan Mao-siao Mo-li pucat. Siluman Kucing ini membentak dan payung di tangannya bergerak tiga kali. Namun sebelum dia melakukan gerak tipu berbahaya sekonyong-konyong lawan mendahului dan pukulan Ang-in-kang atau Awan Merah menyambar dari tangan kiri ketua Hek-yan-pang itu.

"Dess!"

Mao-siao Mo-li menjerit. Wanita ini terlempar dan si cantik itu mengejar, pedang di tangannya berkelebat dan memekiklah Siluman Kucing itu ketika lehernya disambar, mengelak namun pangkal lengannya kena, sobek dan muncratlah darah dari luka di tubuh wanita cabul ini. Dan ketika Mao-siao Mo-li bergulingan namun lawan mengejar tiba-tiba dengan marah dia menggerakkan payungnya.

"Cring-brett!" Payung itu patah. Kainnya sobek dan Mao-siao Mo-li pucat melihat pedang bergerak terus melalui celah-celah ruji payungnya, menyambar dan terlukalah tenggorokan wanita itu. Jadi dua luka menghiasi tubuh wanita ini. Dan ketika sebuah tendangan membuat Siluman Kucing itu mencelat dan wanita ini mengeluh maka Bhok-kongcu di sana sudah bangun terhuyung dan melarikan diri.

"Lari..! Lain kali kita bertemu lagi, Siluman Kucing. Biar kita tebus kekalahan ini di lain kesempatan!"

Mao-siao Mo-li menangis. Dia kesakitan oleh dua luka di tubuhnya, payungnya sudah dibuang dan wanita itupun buru-buru mengikuti temannya, bergulingan melompat bangun dan terhuyung mengejar Bhok-kongcu. Temannya terseok dan cepat dia menyusul, memaki si Hidung Belang dan juga ketua Hek-yan-pang itu, yang mau mengejar tapi tiba-tiba diteriaki Golok Maut agar membiarkan dua orang itu pergi, tak usah dibunuh. Dan ketika ketua Hek-yan-pang ini tertegun dan tidak mengejar maka di sana Golok Maut juga hampir menyelesaikan pertandingan.

Sudra dan Mindra akhirnya menggeram berkali-kali setelah senjata mereka tak mampu lagi melukai Golok Maut, yang melindungi dirinya dengan sinkang yang amat luar biasa, kebal dan tak satu kali pun cambuk atau nenggala di tangan mereka berhasil merobohkan lawan yang amat hebat ini. Dan ketika berkali-kali cambuk ataupun nenggala mental bertemu Golok Maut maka Golok Maut sendiri sudah mendesak si Kaki Besi dan laki-laki gundul ini pucat, mau melarikan diri namun golok di tangan Golok Maut mengelilingi dirinya.

Golok itu sudah menyambar-nyambar dan mengurung laki-laki ini hingga si Kaki Besi ngeri, tak dapat keluar lagi dan nekatlah si gundul itu ketika Golok Maut tak memberinya jalan keluar. Dan ketika cambuk maupun nenggala kembali mental menghantam tubuh tokoh bercaping ini maka satu bentakan tinggi mengiringi sebuah gerakan kilat dari sinar golok yang menuju dada si gundul.

"Tiat-kak, kau mampus!"

Si gundul berteriak. Dia menggerakkan sisa gadingnya namun senjata itu putus, begitu cepat dan sinar putih yang menyilaukan mata itu terus menyambar. Dan ketika si gundul menjerit dan dadanya berlubang tahu-tahu sinar menyilaukan itu menyontek ke atas dan... putuslah kepala si gundul.

"Crat!" Kejadian ini mengerikan sekali. Tiat-kak roboh terbanting tanpa kepala lagi, kepalanya menggelinding dan berlumuran darah, tubuhnya ambruk dan tertawalah Golok Maut dengan suaranya yang aneh. Golok yang berlumuran darah mengering dengan cepat, dihisap oleh senjata yang mengerikan ini. Dan ketika Sudra dan Mindra terkejut di sana tiba-tiba dua orang itu mengeluh dan... memutar tubuh melarikan diri, gentar.

"Golok Maut, kau kejam. Biarlah lain kali kita bertemu lagi... wut-wut!" keduanya berjungkir balik, melayang turun di atas keledainya yang ditambat di sebuah pohon dan terbanglah mereka meninggalkan Golok Maut, lari setelah melihat terpenggalnya kepala si gundul. Dan ketika dua orang itu sipat-kuping dan Golok Maut menyimpan goloknya, yang lenyap di belakang punggung maka Hek-yan-pangcu yang terbelalak melihat kebencian yang kini menghilang lagi di balik wajah di bawah caping itu.

"Golok Maut, kau benar-benar telengas. Kau keji!"

"Hm, aku memang akan bersikap seperti ini terhadap pembantu-pembantu Coa-ongya. Maaf, kau sudah tidak akan memusuhi aku lagi bukan, nona? Kita dapat bersahabat dan kau tidak mengejar-ngejarku seperti seminggu ini?"

"Srat!" mata yang berbinar itu tiba-tiba menyala lagi. "Justeru ini yang kutunggu, Golok Maut. Aku tak ingin menyerangmu bersama orang-orang busuk itu. Aku ingin menghadapimu sendirian, kau atau aku yang mati!"

"Tapi aku tak ingin bermusuhan, aku lelah..."

"Sama saja. Kita juga baru menghadapi musuh-musuh kita, Golok Maut. Sekarang jangan banyak cakap dan terimalah seranganku... singg!" dan pedang yang menyambar bergerak lagi tahu-tahu menusuk dan menikam tenggorokan Golok Maut, tak mau sudah Golok Maut mengeluh. Menghadapi ketua Hek-yan-pang ini dia merasa lemah, entah kenapa hatinya tak dapat mengeras dan ada kecenderungan untuk selalu bersikap lunak. Maka begitu dia mengelak namun pedang mengejar lagi tiba-tiba tangan kiri si cantik itu bergerak dari samplng melepas pukulan Awan Merah.

"Dess!" Golok Maut terbanting. Dia mengeluh menggigit bibir, bergulingan menjauh namun lawan mengejar lagi, melakukan tusukan dan tikaman bertubi-tubi. Dan ketika dia mengelak namun pedang sudah mengurung di sekeliling dirinya maka Golok Maut terkena sebuah tusukan dan pangkal lengannya luka.

"Brett... ih!"

Seruan lirih itu terdengar dari mulut ketua Hek-yan-pang ini. Pedangnya berhasil menusuk dan melukai dan Golok Maut meringis, padahal dihajar cambuk maupun nenggala jelas Golok Maut itu tak apa-apa, kebal dilindungi sinkangnya. Maka begitu Golok Maut terluka dan ini menunjukkan Golok Maut mengalah, hal yang membuat ketua Hek-yan-pang itu merah mukanya, maka wanita baju merah ini melengking malu menyuruh Golok Maut mencabut goloknya.

"Golok Maut, cabut senjatamu. Jangan mengalah kepadaku!"

"Aku tak dapat..." Golok Maut bergulingan mengeluh. "Aku tak dapat menghadapimu, pangcu. Lebih baik kau bunuh aku atau biarkan aku pergi!"

"Tak mungkin!" dan sang ketua Hek-yan-pang yang marah tapi juga gemas akhirnya melengking dan tak perduli lagi, menyerang bertubi-tubi dan Golok Maut dikejar. Laki-laki ini bergulingan dan mengelak sana-sini, mendapat dua tiga tusukan lagi dan terluka serta tergoreslah tubuhnya. Dan ketika darah mulai mengucur sementara golok maut tetap tak dicabutnya dari punggung akhirnya Golok Maut berseru agar si nona mengalah dulu.

"Aku rela menyerahkan nyawaku, tapi jangan sekarang. Biarkan aku membunuh musuh-musuhku dulu!"

"Keparat, akupun adalah musuhmu, Golok Maut. Kalau kau ingin membunuh musuhmu maka aku adalah musuhmu!"

"Ah, tidak. Musuhku adalah orang-orang she Coa dan Ci, nona. Dan yang amat kubenci adalah Coa-ongya dan Ci-ongya. Beri kesempatan padaku untuk membunuh dua musuh besarku itu dulu... sing-bret!" Golok Maut terkena lagi, berhasil meloncat bangun namun pundak kirinya tergores. Laki-laki itu terhuyung dan mengeluh. Dan ketika lawan tampak tak perduli dan menyerangnya lagi tiba-tiba laki-laki ini membuka dadanya dan berseru menggigil,

"Baik, kalau begitu tusuklah dadaku, pangcu. Tapi dendamku terhadap orang-orang she Coa dan Ci tolong kau balaskan...!"

Wanita baju merah ini terkejut. Saat itu memang dia sedang menusuk Golok Maut, pedang meluncur cepat menuju dada. Tapi begitu Golok Maut tak mengelak dan membiarkan dadanya terbuka tiba-tiba wanita ini menjerit keras dan pangcu dari Hek-yan-pang itu sebisa-bisanya merobah tusukan pedang ke arah kiri.

"Cret!" Golok Maut roboh. Dadanya terluka, tergores, untung tidak tertusuk namun dagu yang kena gerakan pedang tergurat panjang, mengucurkan darah dan mengeluhlah laki-laki bercaping ini. Dan ketika dia terjatuh sementara ketua Walet Hitam itu tertegun dan menjublak di sana, menggigil, maka Golok Maut bertanya kenapa gadis atau wanita itu tidak membunuhnya.

"Aku siap mati, dan kaupun menghendaki nyawaku. Kenapa arah pedangmu kau robah, nona? Bukankah kau tak sabar dan ingin segera membunuhku? Nah, angkat pedangmu itu kembali, tusuk dan tikam sekali lagi!"

Ketua Hek-yan-pang itu tiba-tiba menangis. "Kau... kau laki-laki jahanam, Golok Maut. Aku tak mau membunuh orang yang tidak melawan!"

"Hm, aku memang tak dapat melawanmu..." Golok Maut tertawa getir. "Aku tak dapat mengangkat senjata terhadapmu, nona. Kau bunuhlah aku dan tusukkan pedangmu itu!"

"Tidak, kau... kau harus melawan. Atau... atau..."

"Atau apalagi? Hatiku lemah menghadapimu, nona. Percuma kau memaksa dan cepat bunuh saja aku!"

"Tidak... kau, ah!" dan sang ketua Hek-yan-pang yang tiba-tiba mengangkat pedangnya tapi dimasukkan lagi ke dalam sarung mendadak menangis pergi dan memaki-maki Golok Maut, aneh bahwa tidak menyerang lagi padahal selama tujuh hari ini dia selalu mengejar-ngejar laki-laki itu. Golok Maut mau dibunuh tapi begitu menyerah tiba-tiba tak dapat dilakukannya, menangis dan sudah lenyap di sana. Dan ketika Golok Maut tertegun dan bengong sendirian maka diapun berseru memanggil dan terhuyung meloncat bangun, mengejar tapi tiba-tiba roboh.

Entah kenapa Golok Maut sendiri merasa kehabisan tenaga, memanggil lagi namun bayangan sang bidadari dari Hek-yan-pang itu lenyap. Dan ketika Golok Maut termangu dan bengong di tempat maka laki-laki inipun mengeluh dan menggigit bibirnya, membiarkan dagunya berdarah tapi tiba-tiba dia menyambar kepala si Kaki Besi, memasukkannya dalam buntalan dan sinar yang anehpun tampak di matanya. Dan ketika dia menggerakkan kakinya dan gontai menyebut-nyebut nama ketua Walet Hitam itu maka Golok Maut menuju ke kota raja.

* * * * * * *

"Nah, kita terpaksa berhenti di sini, Keng Han. Kita kehilangan jejak mereka!"

Su Tong, murid Pek-lui-kong yang membuntuti dua enci adik Bhi Li dan Bhi Pui kehilangan jejak, memasuki hutan namun mereka hanya berputaran saja. Hutan itu tidak sebegitu besar namun banyak pohon-pohon gelap menaunginya, rimbun dan di beberapa tempat berkesan menyeramkan, dingin. Dan ketika Keng Han, temannya, juga putus asa dan terpaksa berhenti maka dua pemuda yang pernah ditolong Golok Maut ini mendesah, khawatir.

"Ke mana mereka? Ada di mana?"

"Ah, siapa tahu? Akupun sama seperti dirimu, Su Tong. Kita sama-sama kehilangan jejak setelah memasuki hutan ini, padahal mereka baru saja kita kuntit dari kedai arak itu!"

"Benar, dan aku cemas. Hmm... aku gelisah memikirkan Bhi Li, Keng Han. Dan kau tentu cemas memikirkan kakaknya. Setan, ke mana mereka itu? Apakah terbang dan mampu menghilang seperti siluman?"

"Ah, tak mungkin. Kepandaian mereka dan kita setingkat, tak berselisih jauh. Kalau mereka menghilang tentu ada apa-apa yang tidak kita ketahui."

"Dan itu dimulai dari mulut hutan ini. Eh, tidakkah sesuatu kau rasakan, Keng Han? Aku merasa tengkukku dingin, seperti ditiup seseorang!"

"Ah!" Keng Han merinding. "Kau membuat bulu tengkukku meremang, Su Tong. Aku juga merasa seperti yang kau rasakan!"

"Kau juga merasa ditiup seseorang?"

"Ya, dan... heii, ikat kepalaku terbang!" Su Tong tiba-tiba berteriak, menjerit dan melonjak dan ikat kepala atau ikat rambutnya terbang, lepas dari kepalanya dan Keng Han terkejut melihat itu. Cepat dan seperti diambil setan saja tahu-tahu ikat rambut temannya itu menghilang, masuk ke dalam hutan, lenyap di balik sebatang pohon di depan mereka. Dan, ketika Su Tong berkelebat dan mengejar ikat rambutnya ini mendadak Keng Han ganti berseru kaget karena ikat-pinggangnya lepas dan celananya melorot ke bawah!

"Heii..! Ikat-pinggangku, Su Tong. Celanaku terbuka!"

Su Tong menoleh. Kaget dan terkejut tiba-tiba Su Tong tertawa bergelak, geli karena temannya tiba-tiba hampir telanjang, celananya melorot dan tinggal celana dalamnya saja. Namun ketika Keng Han membentak dan marah kepada temannya maka pemuda itu menghentikan tawanya.

"Maaf, aku merasa geli, Keng Han. Kau tampak lucu."

"Lucu hidungmu!" Keng Han marah. "Tempat ini tak wajar, Su Tong. Aku merasa ada seseorang yang mempermainkan kita!"

"Hm, benar. Atau siluman barangkali!" Su Tong mulai sadar, celingukan ke sana ke mari dan Keng Han mengajaknya keluar hutan. Pemuda itu mulai merasa bahwa ada sesuatu yang menyeramkan di hutan ini. Tapi ketika Su Tong menolak dan justeru ingin menyelidiki semuanya itu tiba-tiba terdengar tawa aneh bergema di seputar mereka, tak tahu dari mana asalnya.

"Ha-ha, kalian anak-anak pemberani, bocah. Mengagumkan. Hei, mendekatlah ke mari, aku berada di pohon besar ini!"

Keng Han dan temannya terkejut. Mereka mendengar ledakan dan dari balik pohon besar itu muncul semacam asap berwarna-warni, biru hijau dan ungu serta kuning jingga. Dua pemuda itu membentak dan meloncat ke pohon ini, Keng Han di kiri sedang Su Tong di kanan. Tapi ketika tak ada siapa-siapa di situ dan tentu saja dua pemuda ini meremang maka suara itu terdengar kembali, dekat di atas kepala mereka.

"Heh, aku di sini!" lalu, ketika dua pemuda itu terlonjak dan kaget bukan main tahu-tahu berkesiur angin dingin dan... Keng Han serta temannya sudah terangkat naik ke atas pohon, tanpa dapat dicegah lagi.

"Bluk-bluk!"

Dua anak muda itu sudah terjatuh ke sebuah tempat semacam guha di atas pohon. Keng Han dan temannya berteriak, merasa ditarik hantu atau apa. Maklumlah, mereka tak tahu bagaimana semuanya itu terjadi dan tahu-tahu tubuh mereka sudah berada di atas pohon, yang amat besar dan tinggi dan mereka sudah berada di semacam terowongan lebar, dingin menyeramkan dan gelap. Layaknya seperti terowongan yang dipakai seekor naga bertapa! Dan ketika dua anak muda itu berseru kaget dan tentu saja berdiri bulu romanya maka di dalam terowongan atau guha di atas pohon besar itu muncul sepercik sinar api.

"Byar!"

Semuanya dapat terlihat. Tiba-tiba Su Tong dan Keng Han melihat dua tubuh meringkuk tak berdaya, ah-uh-ah-uh dan Keng Han serta temannya tersentak, mengenai itulah Bhi Li dan kakaknya, Bhi Pui! Dan ketika mereka terbelalak dan berseru keras tahu-tahu berkelebat sesosok bayangan dan.., duduklah di situ seorang kakek gimbal-gimbal yang rambutnya riap-ria pan, tertawa seperti ringkik kuda.

"Heh, ini kekasih kalian, anak-anak? Mereka yang kalian cari?"

Su Tong dan Keng Han tiba-tiba melotot marah. Mereka melihat Bhi Li dan kakaknya terikat, mulut ditutup sapu-tangan hitam dan mereka itu ah-uh-ah-uh. Bukan main marahnya dua pemuda ini. Maka begitu Keng Han membentak keras dan Su Tong juga berseru marah tiba-tiba dua pemuda itu sudah melakukan lompatan panjang dan menyerang kakek ini.

"Plak-dess!"

Keng Han dan Su Tong terlempar. Mereka bagai menghantam segumpal kapas, amblas dan "kapas" itu tiba-tiba melembung, menolak balik pukulan mereka dan terpentallah dua pemuda itu sambil berteriak keras. Dan ketika mereka terguling-guling namun dapat meloncat bangun lagi maka Keng Han mencabut senjatanya dan menyerang kakek itu lagi.

"Su Tong, awas. Kakek ini lihai!"

"Ya, hati-hati, Keng Han. Rupanya ini kakek siluman!" Su Tong juga bergulingan meloncat bangun, marah memaki kakek itu dan bersama Keng Han dia menyerang lagi. Namun ketika kakek itu mengebut dan mereka roboh terpelanting maka kakek gimbal-gimbal itu terbahak dan membentak mereka,

"Heh, berhenti, anak-anak. Jangan menyerang atau kalian kuhajar!"

"Keparat!" Keng Han berteriak gusar. "Kau siap kuhajar, kakek siluman. Bebaskan dua temanku itu atau kau terus kami serang!"

"Hm, anak-anak yang keras kepala!" dan si kakek yang tertawa menggerakkan dua jarinya tiba-tiba menyambut bacokan pedang Keng Han, dijepit dan ditangkap dan Keng Han kaget sekali karena pedangnya tak dapat lepas. Dibetot atau di-tarik sama saja, dua jari kakek itu menjepit bagaikan tanggem. Dan ketika Keng Han pucat dan si kakek tertawa maka saat itu Su Tong datang dengan pukulan Lui-kong-ciang, pukulan Petir. "Des-dess!"

Keng Han berteriak pucat. Si kakek menerima pukulan Su Tong tapi dengan amat luar biasa tiba-tiba memberikannya kepadanya, lewat badan pedang. Jadi begitu diterima tiba-tiba kakek ini langsung mengoper lewat getaran sinkang, ke badan pedang yang dijepit dua jarinya. Dan karena saat itu Keng Han sedang berkutat dan operan pukulan ini tentu saja tidak disangka maka sama saja dia yang menerima pukulan temannya dan Keng Han terlempar.

"Bress!"

Keng Han mengeluh terguling-guling. Pedangnya sudah dirampas si kakek dan Su Tong ternyata juga mengeluarkan seruan keras, pukulannya tadi amblas di tubuh si kakek dan tiba-tiba si kakek mendorong. Dan karena kakek ini ternyata luar biasa dan Su Tong mencelos kaget maka si kakek mendorong dan terpentallah pemuda itu mengikuti temannya.

"Bress!"

Su Tong dan Keng Han sama-sama mengeluh. Mereka berdua merasa sesak napasnya namun sudah melompat bangun lagi, nekat, berani dan melotot memandang kakek itu. Bhi Li dan kakaknya di sana ah-uh-ah-uh, Keng Han teringat dan sadar. Maka ketika Su Tong menerjang lagi sementara si kakek berkeredep matanya tiba-tiba Keng Han meloncat ke tempat dua enci adik ini dan merenggut sapu tangan hitam yang menyumbat mulut mereka, membebaskannya.

"Nona, bangun dan bantu kami. Kakek ini amat lihai!"

"Benar, dan, ah... terima kasih saudara Keng Han. Kakek ini memang keparat dan mau mengganggu kami!" Bhi Pui membentak, langsung meloncat bangun dan adiknya juga berteriak. Mereka sekarang sudah bebas dan Bhi Li mencabut pedangnya, mengikuti sang enci. Dan ketika di sana Su Tong menjerit dan terlempar lagi maka Keng Han menerjang maju dan Bhi Li serta kakaknya menubruk pula.

"Sing-plak-dess!"

Si kakek terbahak menyeramkan. Dia menyambut semua serangan itu, tidak mengelak atau menangkis, menerimanya dengan tubuhnya. Tapi ketika pedang melengkung bengkok dan pukulan Keng Han lagi-lagi bertemu tenaga lembut yang menghisap pukulannya maka tiga muda-mudi ini terjengkang dan Keng Han roboh terjerembab.

"Bres-bress!"

Semua kaget dan pucat. Bhi Li dan kakaknya berseru tertahan melihat pedang yang bengkok, tidak perduli dan sudah menyerang lagi. Dan ketika Keng Han juga meloncat bangun dan terhuyung memaki kakek itu maka Su Tong juga bergerak dan sudah menyuruh teman-temannya mengeroyok, ngeri namun tidak takut dan kakek itu tertawa bergelak. Kegagahan dan keberanian muda-mudi ini membuatnya kagum, mau tak mau memuji juga. Dan ketika empat orang itu menerjang kembali dan Bhi Li maupun Bhi Pui mempergunakan pedang bengkok mereka maka kakek ini berseru dan tiba-tiba lenyap.

"Heh, kalian tak dapat mengalahkan aku!"

Keng Han dan tiga temannya terkejut. Seperti siluman saja kakek itu tiba-tiba menghilang, semua serangan otomatis gagal dan pedang di tangan Bhi Pui berdenting bertemu dengan pedang di tangan adiknya, dua-dua sama berseru keras. Dan ketika Keng Han maupun Su Tong juga terkejut berhantam sendiri tiba-tiba serangkum pukulan dingin menyambar mereka.

"Robohlah!"

Keng Han dan Su Tong terpekik. Tiba-tiba mereka terpelanting, kepala rasanya ditarik dan satu sama lain mendorong. Tapi ketika sebuah tendangan mengenai kaki mereka dan, otomatis keduanya terpelanting maka disana Bhi Li dan kakaknya juga menjerit dan pedang merekapun terlepas.

"Ting-tang!"

Semuanya tiba-tiba roboh. Keng Han tahu-tahu sudah tertotok, tengkuknya kaku dan tak dapat menoleh, lucu! Dan ketika yang lain juga tertotok dan ada yang roboh dengan satu kaki terlipat di belakang, yakni yang dialami Su Tong maka muncullah kakek itu lagi dan dia terbahak-bahak memandang empat muda-mudi ini.

"Ha-ha, lucu, anak-anak. Hebat. Sekarang aku dapat memiliki dua pejantan dan dua betina yang dapat menyempurnakan ilmuku!"

Kakek itu berkelebat, mengangkat Su Tong yang menungging dan dengan mata bersinar-sinar kakek ini meraba paha. Su Tong diurut dan pemuda itu berteriak, lututnya tiba-tiba berbunyi dan yang lain meremang. Mereka seakan merasakan patahnya sebuah tulang, pucat dan Su Tong memaki-maki. Namun ketika kakek itu tersenyum dan menepuk pantat si pemuda tiba-tiba Su Tong berjengit dan tulang kakinya yang terkilir sudah diperbaiki kembali, seakan berada di bengkel reparasi.

"Ha-ha, tulangmu kuat, anak muda. Mampu bertahan di wajan berminyak!"

"Keparat!" Su Tong memaki, tak mengerti. "Mau kau apakan kami ini, kakek siluman? Siapa kau?"

"Hm, ha-ha... aku adalah Lam-ciat (Hantu Selatan). Kalian akan menjadi penyempurna ilmuku dan kebetulan datang dua pasang. Ha-ha, nanti malam bulan purnama, anak-anak. Kalian harus melakukan tarian bersama untuk menghisap kekuatan Dewi Bulan. Setelah itu, ha-ha... kalian minum anggur pengantin dan menjadi murid-muridku!"

Su Tong dan Keng Han ngeri. Mereka terbelalak mendengar nama ini, Lam-ciat, si Hantu Selatan. Tapi mendengar bahwa mereka akan disuruh menari dan menikmati anggur pengantin segala mereka menjadi tak mengerti dan Su Tong memaki, bertanya,

"Heh, apa itu hubungannya tarian dengan bulan purnama, kakek busuk? Dan apakah kau Lam-ciat yang dulu menghilang sejak dikejar-kejar pasukan Li Ko Yung?"

"Eih, kau tahu? Ha-ha, benar, bocah. Pengetahuanmu rupanya luas. Ah, kau pintar, cerdas. Waktu itu aku terpaksa melarikan diri karena diuber-uber seribu pasukan. Tapi kini aku akan membalas mereka, lihat, aku memiliki Hoan-eng-sut (Menukar Bayangan)..!" dan si kakek yang terbahak mengebutkan lengan tiba-tiba lenyap dan tidak lagi berada di depan Su Tong, beralih dan tahu-tahu sudah di dekat Keng Han. Lalu ketika kakek itu berseru lagi dan lenyap berpindah ke Bhi Li maka berturut-turut kakek ini lenyap dan muncul di lain tempat, begitu berkali-kali tanpa menggerakkan kakinya. Keng Han dan lain-lain hanya melihat baju kakek itu berkibar, seolah meniup. Dan ketika bayangan si kakek lenyap karena berganti tempat maka Keng Han terkejut dan membelalakkan matanya.

"Seperti sihir, berbau ilmu hitam..!"

"Ha-ha, benar. Cocok! Memang cocok, anak muda. Ilmuku ini memang berbau sihir dan karena itu kusebut Hoan-eng-sut, Sihir Penukar Bayangan. Orang melihat tubuhku di sana tapi sebenarnya tetap di sini!"

"Apa?"

"Benar, lihat!" dan si kakek yang mendemonstrasikan Hoan-eng-sutnya lalu tiba-tiba kembali menghilang dan tampak di tempat Bhi Li, tertawa di sana dan siapa pun melihat bahwa kakek itu memang di tempat Bhi Li. Tapi ketika Keng Han berteriak karena rambut kepalanya dicabut maka tampaklah dua bayangan kakek ini yang berada di tempat Keng Han pula.

"Ha-ha, lihat, anak-anak. Kalian tak tahu di mana sebenarnya aku!"

Bhi Li dan lain-lain kaget. Sekarang mereka melihat dua bayangan si kakek iblis, satu di tempat Bhi Li sedang yang lain di tempat Keng Han. Dan ketika kakek itu bertepuk tangan dan tertawa bergelak maka tampaklah pula bayangannya yang lain di tempat Su Tong dan Bhi Pui!

"Ilmu iblis!" Keng Han berseru. "Kau ada di mana-mana, kakek siluman. Ilmu-mu benar-benar ilmu iblis dan kami tak tahu di mana sebenarnya dirimu yang asli!"

"Ha-ha, inilah! Ini hebatnya Hoan-eng-sut yang kumiliki, bocah. Dan sekali aku mempergunakannya maka musuh pun tak tahu di mana sebenarnya aku!"

Keng Han dan lain-lain tertegun. Memang setelah kakek ini mendemonstrasikan kepandaiannya menukar bayangan itu maka sukar bagi siapapun untuk mendeteksi kakek ini, tampaknya di situ tapi di sini ternyata juga ada. Tampaknya di sini tapi di situ juga ada. Dan ketika mereka bingung di manakah sejatinya kakek itu maka Hantu Selatan ini meledakkan kedua tangannya dan hilanglah Hoan-eng-sut itu.

"Plak!"

Keng Han dan lain-lain terbelalak. Sekarang kakek ini ada di tengah, berdiri dengan tawanya yang menyeramkan dan Keng Han maupun lain-lainnya merinding. Mereka merasa seram dan juga ngeri. Kakek ini benar-benar iblis, tak lumrah manusia biasa! Dan ketika semua tertegun dan pucat memandang kakek itu maka Lam-ciat atau Hantu Selatan ini berkata,

"Nah, kalian lihat. Untuk sebegini saja kalian sudah kagum, padahal aku belum sempurna memiliki ilmu itu. Kalau aku sempurna maka aku dapat melakukan yang jauh lebih hebat lagi, anak-anak. Misalnya merobah wajahku menjadi apa saja, beralih rupa. Dan sekali aku dapat melakukan ini maka wajah kaisar pun dapat kutiru, ha-ha!"

Keng Han ngeri. Kalau kakek ini benar-benar sudah mahir dan dapat menukar serta merobah bentuk wajahnya maka Hoan-eng-sut benar-benar merupakan ilmu yang mengerikan. Dengan itu kakek ini dapat menipu siapa saja, menyelamatkan diri di mana saja dan tak akan ada yang dapat menandinginya. Golok Maut sendiri barangkali tak akan menang! Dan ketika empat muda-mudi itu terbelalak dan tak dapat bicara maka Hantu Selatan ini berkata lagi,

"Nah, hebat, bukan? Kalian sudah melihatnya, anak-anak. Dan untuk menyempurnakan ilmuku ini aku memerlukan bantuan kalian."

"Apa yang mau kau lakukan?"

"Menyuruh kalian menari, dan minum anggur pengantin!"

"Keparat, apa itu anggur pengantin, kakek busuk? Apa arti kata-katamu ini?"

"Ha-ha, artinya kalian melakukan hubungan suami isteri di depan mataku, anak-anak, di bawah sinar keemasan Dewi Bulan. Siapa yang melakukan itu di bawah naungan Dewi Bulan akan mendapat kekuatan Kim-kang (Tenaga Emas) di tubuhnya, berkah dari Dewi Bulan. Dan kekuatan inilah yang kubutuhkan!"

"Tidak!" Bhi Li dan kakaknya tiba-tiba menjerit hampir berbareng. "Terkutuk kau, kakek busuk. Terkutuk dan keparat jahanam kau!"

"Ha-ha, kau galak dan keras," Hantu Selatan tiba-tiba menowel dagu Bhi Pui. "Kau pasti paling galak bermain cinta, anak manis. Dan tenaga Kim-kang yang akan kau sedot dari Dewi Bulan tentu paling besar. Ha-ha, kalian perawan dan jejaka-jejaka tulen, sungguh aku beruntung!"

Bhi Pui dan adiknya pucat bukan main. Tiba-tiba sekarang mereka mengerti kenapa selama ini mereka masih didiamkan saja, tidak diapa-apakan. Kiranya kakek ini menunggu pemuda lain yang akan dipasangkan pada mereka, disuruh menari dan menarik kekuatan Tenaga Emas dari sinar bulan purnama, sebuah kepercayaan sesat yang tentu saja tidak aneh kalau dipunyai orang-orang macam Hantu Selatan ini, yang memang tergolong kakek iblis.

Dan ketika kakek itu berkata bahwa mereka tidak sekedar menari melainkan disuruh melakukan perbuatan terkutuk bersama Keng Han dan Su Tong, di bawah Dewi Bulan di depan mata kakek itu maka Bhi Pui dan adiknya mengutuk dan memaki-maki tak keruan, menangis. Tentu saja malu dan marah sementara Keng Han dan Su Tong tertegun di sana. Mereka bengong dan menjublak, muka tentu saja ikut merah, bahkan Keng Han sudah seperti kepiting direbus dan pemuda itu malu. Tapi ketika kakek itu tertawa-tawa dan Bhi Pui serta adiknya menangis di sana tiba-tiba Keng Han membentak dan menghibur dua enci adik itu,

"Lam-ciat, kau bedebah keparat. Kami tak akan sudi melakukan apa yang kauinginkan. Bunuhlah kami!" lalu berkata pada enci adik itu Keng Han berseru, "Bhi Pui, jangan takut. Kita dapat menolak dan menentang keinginannya. Tabahlah, aku juga tak sudi melaksanakan niat kakek ini!"

"Benar," Su Tong berseru, menggigil. "Jangan menangis, Bhi Li. Kita dapat bertahan dan menolak keinginan kakek ini. Kalau dia memaksa biarlah kita dibunuhnya!"

"Ha-ha," kakek itu tertawa. "Kalian tak tahu siapa aku, anak-anak. Sekali aku memutuskan maka dewa pun tak dapat menolak. Kalian lihat saja nanti!"

Dan ketika kakek itu berkelebat dan hilang dari situ maka Keng Han masih melihat dua enci adik itu menangis, tersedu-sedu dan Bhi Pui maupun adiknya tampak ngeri sekali. Mereka tak berani melirik dua pemuda itu sementara Keng Han dan Su Tong saling pandang, masing-masing mempunyai isyarat dan malampun akhirnya tiba. Dan ketika kakek itu muncul dan berkelebat kembali maka di tangan kakek ini terdapat sebotol anggur pengantin yang dimaksudkan.

"Ha-ha..!" Keng Han dan lainnya pucat. "Kalian lihat, anak-anak. Dewi Bulan sudah akan memberikan kekuatannya dan kalian harus bersiap!"

"Jahanam!" Su Tong kali ini berteriak. "Kau bunuhlah kami, Lam-ciat. Kami tak sudi melakukan apa yang kau perintahkan!"

"Hm, kau menjadi pengantin pertama!" kakek itu terkekeh, tak memperdulikan kemarahan Su Tong. "Aku telah membawa pakaian khusus untukmu, bocah. Pakai dan kenakan ini!" seperangkat pakaian emas diberikan pada Su Tong, diludahi dan tentu saja pemuda itu tak mau mengenakannya. Diapun tak dapat mengenakan karena dalam keadaan tertotok. Dan ketika kakek itu sadar namun tertawa bergelak tiba-tiba dia sudah melempar pakaian putih ke arah Bhi Pui dan Bhi Li sementara Keng Han diberi pakaian pengantin merah.

"Ha-ha, agaknya kalian harus dipaksa!" kakek itu berseru, melihat semua membuang muka dan Bhi Li maupun kakaknya menangis semakin deras. Mereka seakan menghadapi orang gila menuruti kakek ini, mengutuk dan memaki-maki. Namun ketika si kakek menggerakkan tangan dan terdengar suara memberebet maka Bhi Pui sudah ditelanjangi lebih dulu dan gadis itu menjerit, melihat kakek ini mengenakan pakaian pengantin kepadanya, dengan paksa!

"Oh, tidak... tidak...!"

Namun semuanya itu sia-sia. Lam-ciat telah menelanjangi dan mengenakan pakaian itu pada Bhi Pui. Di sana Su Tong membuang muka sementara Keng Han mendelik, memaki dan menyumpah-nyumpah dan terdengar gerengan yang membuat pemuda ini marah bukan main. Bhi Pui adalah gadis yang dicintanya, kini gadis itu ditelanjangi orang dan dengan seenaknya Hantu Selatan ini mengganti pakaian gadis itu dengan pakaian pengantin.

Hampir pecah biji mata Keng Han oleh kejadian ini, bukan oleh keindahan atau kehebatan tubuh Bhi Pui melainkan oleh kemarahan yang membuat isi dadanya menggelegak. Kalau saja dia tak ditotok dan bebas tentu sudah diterjangnya kakek itu, kalau perlu ditumbuk dan biar kepalanya pecah! Namun ketika si kakek terkekeh tak perduli dan Bhi Pui nyaris pingsan maka Bhi Li mendapat gilirannya dan gadis baju biru ini berteriak.

"Tidak... jangan..!"

Namun itupun sia-sia. Teriakan atau pun jeritan Bhi Li tak digubris, si kakek menelanjangi gadis itu dan dikenakanlah pakaian pengantin ke tubuh Bhi Li, yang telanjang dan dibuat bugil oleh si Hantu Selatan. Dan ketika di sana Keng Han ganti melengos sementara Su Tong yang melihat dan terbelalak lebar maka pemuda itu memaki-maki dan menggeram bagai seekor singa haus darah.

"Lam-ciat, kubunuh kau. Terkutuk!"

"Ha-ha, tak perlu marah. Kaupun mendapat giliran!" dan ketika benar saja kakek ini berkelebat dan menelanjangi Su Tong maka Bhi Pui dan adiknya membuang muka di sana, tersedu-sedu, mengguguk tak mau melihat Su Tong yang ditelanjangi dan Keng Han menahan napas.

Sekarang tiga temannya sudah ditelanjangi dan Su Tong hampir tercekik napasnya, dibuat bugil di depan dua gadis cantik yang sudah lebih dulu mendapat perlakuan itu, kekurang-ajaran Lam-ciat. Dan ketika Su Tong selesai dan Keng Han mendapat gilirannya maka Keng Han hanya mengeluh ketika dibelejeti.

"Lam-ciat, kau kakek gila yang tidak waras. Ah, jahanam kau, terkutuk!"

Lam-ciat tertawa-tawa. Kakek ini tidak canggung atau malu melihat korban-korbannya yang ditelanjangi, mengenakan pakaian mereka dan jadilah dua pasang muda-mudi itu sebagai pengantin. Keng Han dengan pakaian merah sedang Su Tong kuning keemasan, gagah dan tampan-tampan namun tentu saja dua orang muda itu muak. Di depan Bhi Li dan kakaknya tubuh mereka ditelanjangi. Ah, tak tahu harus ditaruh di mana muka ini kelak. Namun karena dua gadis itu juga ditelanjangi di depan mata mereka dan keadaan mereka sama akhirnya si Hantu Selatan yang terkutuk ini membawa mereka keluar.

Keng Han terbelalak. Di luar ternyata sudah tersedia semacam panggung kecil, terbuat dari papan-papan kasar namun kuat. Kakek itu terkekeh dan sudah meloncat ke sini. Dan ketika empat muda-mudi itu diseret dan dilempar ke sini maka Lam-ciat membebaskan totokan Keng Han dan lain-lain namun memencet sebuah jalan darah di punggung.

"Nah, kalian berdiri. Hayo, pilih pasangan masing-masing!"

Su Tong membentak. Pemuda ini paling marah dan gusar, menerjang dan tiba-tiba menghantam. Tapi begitu dia mengerahkan tenaga dan menyerang tiba-tiba dia roboh dan menjerit sendiri, lunglai. "Aduh..!"

Kiranya Keng Han dan lain-lain juga sudah seperti itu. Tadi begitu mereka dibebaskan tiba-tiba mereka mau menyerang, tak tahunya tenaga serasa dilolosi dan ada sesuatu yang hilang di belakang punggung. Bagian itu adalah bagian yang dipencet Lam-ciat, Hantu Selatan melakukan totokan lihai dan kiranya mereka kehilangan sinkang! Dan ketika semua terhuyung dan roboh bagai kain basah maka Lam-ciat terbahak-bahak menyambar anggur di sebelah kirinya.

"Ha-ha, kalian harus menghemat tenaga. Eh, jangan marah-marah, anak-anak. Siapkan tenaga kalian untuk pertunjukan nanti. Dewi Bulan mulai melihat kalian di Sana, lihat!" kakek itu menuding. "Bukankah cahayanya yang keemasan memberi kekuatan pada kalian? Nah, minum ini untuk penenang pikiran, anak-anak. Dan setelah itu kalian tunduk kepadaku!"

Lam-ciat menyambar Su Tong, memaksa pemuda itu membuka mulutnya dan anggur pengantin pun sudah dicekokkan ke dalam perut pemuda ini. Su Tong mau meronta namun tak berdaya, anggur lenyap memasuki mulutnya dan akhirnya Keng Han serta yang lain-lain mendapat giliran. Dan ketika mereka juga tak dapat menolak karena kakek itu sudah menguasai mereka maka anggur pun memasuki mulut tanpa dapat dicegah, diiring tangis dan makian Bhi Li enci adik.

"Lam-ciat, kubunuh kau. Jahanam terkutuk, kubunuh kau..!"

Lam-ciat tertawa-tawa. Kakek ini tak menghiraukan segala maki dan kutuk, anak-anak muda itu sudah dibuatnya tak berdaya. Dan ketika dia mulai mengambil alat-alat tetabuhan dan sinar keemasan dari bulan purnama mulai jatuh ke bumi maka kakek itu mengajak empat muda-mudi itu menari.

"Hayo, Dewi Bulan mulai menjenguk kita. Bangkitlah, kita menari..!"

Bhi Pui dan adiknya menangis tak keruan. Bhi Pui hampir pingsan dan berkali-kali mengeluh. Tapi ketika anggur memasuki perutnya dan hawa yang aneh naik ke kepala tiba-tiba gadis ini merasa pusing, muntah tapi tidak ada muntahan. Di sana Keng Han dan Su Tong juga begitu, mereka merasa pusing dan tiba-tiba mengantuk. Dan ketika genderang atau alat tetabuhan dibunyikan Lam-ciat dan suara bising ini mengganggu kantuk tiba-tiba Bhi Pui mulai bangkit berdiri dan terhuyung mendekati Lam-ciat, disusul adiknya.

"Ha-ha, bagus, anak-anak manis. Ke sinilah..!"

Keng Han dan Su Tong terbelalak. Mereka mulai terbawa ke suatu tempat yang aneh, lamat-lamat sinar bulan menjadi kian keemasan, bukan main indahnya. Dan ketika hawa yang hangat naik ke atas kepala dan perlahan tetapi pasti kesadaran dua pemuda ini terampas anggur pengantin maka Keng Han tersenyum melihat Bhi Li kakak beradik mulai menari!

"Ha-ha, bagus sekali, Su Tong. Tarian mereka indah!"

"Benar," Su Tong tertawa, tiba-tiba mendengus. "Dan mereka kian cantik, Keng Han. Ah, aku ingin menari bersama Bhi Li!"

"Dan aku Bhi Pui..!"

Dan begitu dua pemuda ini tertawa terhuyung-huyung tiba-tiba mereka sudah menghampiri Bhi Li dan Bhi Pui, Keng Han langsung menuju gadis baju merah ini sedang Su Tong ke Bhi Li yang berbaju biru, tersembul di balik pakaian pengantin putih dan masing-masing sudah tertawa-tawa. Muka keduanya merah seperti terbakar sementara Bhi Li dan kakaknya mengeluh dan memejamkan mata, mengikuti irama tetabuhan dan menarilah empat orang muda itu. Dan ketika Lam-ciat tertawa bergelak dan memukul tambur dengan irama cepat dan panas maka kakek itu berseru agar mereka menari lebih cepat.

"Hayo, goyang pinggul kalian. Goyang...."

Empat muda-mudi itu meliak-liuk. Mereka menggoyang-goyang pinggul sementara Bhi Li dan kakaknya juga menggerak-gerakkan dada. Tarian erotis mulai mereka lakukan, kian lama kian cepat dan juga panas. Dan ketika Lam-ciat terbahak-bahak dan mengulang-ulang seruannya maka Keng Han maupun Su Tong sudah memasuki dunia yang baru, meremas dan akhirnya memeluk dua enci adik itu, tak sadar akan apa yang dilakukan karena semuanya terpengaruh anggur pengantin.

Anggur itu adalah anggur perangsang di mana dengan keji kakek itu memberikannya pada dua pasangan muda-mudi ini untuk melaksanakan pestanya, memuja Dewi Bulan dan kakek itupun akhirnya menari, melepas genderang maupun tamburnya tapi Keng Han dan Su Tong seolah masih mendengar bunyi musik yang panas itu. Dan ketika Bhi Li melenggang-lenggok cepat sementara Su Tong sudah mendekap dan memeluk ketat gadis ini tiba-tiba Su Tong mendengus menciumi wajah gadis itu.

"Bhi Li, kau cantik. Aku mencintaimu..."

"Hm, kaupun cantik, Bhi Pui. Akupun mencintaimu!" Keng Han di sana juga sudah memeluk Bhi Pui, mendekap dan menciumi gadis itu dan Bhi Pui mengeluh panjang pendek. Gadis ini membawa jari-jari tangan Keng Han ke sekujur tubuhnya, mendesah dan mendengus-dengus seolah orang kepanasan. Dan ketika Keng Han menuruti semuanya itu dan Lam-ciat di sana berkemak-kemik sambil tersenyum-senyum tiba-tiba terdengar perintah agar dua muda-mudi itu membuka pakaian mereka.

"Dewi Bulan sudah di atas kepala kita. Semua membuka pakaiannya dan tengadah!"

Keng Han dan lain-lain bersicepat mengikuti perintah ini. Mereka memang seakan kepanasan dan tak mampu lagi menahan diri, pakaian yang menutup seolah mengganggu dan empat muda-mudi itu sudah melaksanakan perintah Lam-ciat, kakek ini menengadahkan tangannya menerima cahaya bulan.

Saat itu dengan amat mentakjubkan sekali Dewi Bulan seolah-olah muncul, turun dari langit dan terbentuklah bayangan dewi jelita yang hinggap di telapak kakek ini. Dan ketika kakek ini menjatuhkan diri berlutut sementara Keng Han dan lain-lain juga diperintahkan berlutut maka tak kuat menahan nafsu lagi dua muda-mudi itu roboh terguling, mendengar seruan dan teriakan Lam-ciat,

"Dewi, puncak acara akan kami mulai. Lihatlah..!" dan ketika kakek itu membuang kembang dan menaburkan bubuk warna-warni maka Keng Han di sana sudah bergulingan bersama Bhi Pui, bergumul dan rupanya yang dimaksud sebagai "puncak acara" oleh kakek iblis ini adalah hubungan cinta dua pasangan itu.

Su Tong sudah menubruk Bhi Li dan pemuda inipun memeluk dan mendengus-dengus, Bhi Li menerima dan semua tak tahu apa yang terjadi. Keempatnya tak sadar akan pengaruh anggur, sungguh keji kakek itu. Dan ketika Lam-ciat tertawa-tawa dan berjingkrak sambil menonton pertunjukan itu, yang hanya patut dilakukan oleh orang tidak waras dan kakek iblis macam Hantu Selatan ini maka dua pasangan itu tenggelam dalam nafsu berahi mereka, dua jam penuh dan Lam-ciat selalu memberi anggur baru bila salah satu dilihat kecapaian, loyo dan bangkit lagi begitu diberi anggur baru. Kakek ini menunggu sampai bulan condong ke barat. Dan ketika tengah malam mulai lewat empat muda-mudi itu kelelahan dan terengah-engah akhirnya kakek ini meloncat dan memberi obat tidur.

"Bagus, tugas kalian selesai, anak-anak. Sekarang tidurlah dan besok kita memasuki acara baru!"

Keng Han dan lain-lain bagai kerbau dicocok. Mereka menurut saja dan menerima pil itu, obat tidur. Dan ketika mereka mengeluh dan roboh dengan kantuk yang berat tiba-tiba semuanya kembali terguling dan... tidur dengan pulas.

Keng Han dan Su Tong tak tahu apa yang terjadi. Mereka tiba-tiba terkejut ketika terdengar bentakan dan lengking penuh kemarahan. Bhi Pui, yang pagi itu sadar lebih dulu tiba-tiba membuka matanya. Gadis baju merah ini mula-mula terbelalak, melihat langit yang hijau di atas dan tubuh tiba-tiba terasa kedinginan, kaget dan lapat-lapat dia seakan baru melewati mimpi buruk. Semalam seolah dia bermimpi melakukan sesuatu dengan Keng Han, perbuatan yang membuat mukanya merah dan mata pun membeliak.

Mimpi yang buruk itu membuat gadis ini ngeri. Dan ketika tubuhnya terasa kian dingin dan alangkah kagetnya ketika ia sadar bahwa ia sama sekali tidak berpakaian, pakaiannya menumpuk di sana, tiba-tiba gadis ini terpekik melihat tubuh Keng Han yang juga sama sekali tidak berpakaian di sampingnya. "Aihhh..!"

Teriakan atau jerit itu menggugah Bhi Li. Sang adik terkejut dan otomatis membuka mata, Bhi Li juga merasa tubuhnya dingin dan alangkah kagetnya ia ketika melihat bahwa ia tertidur di atas panggung, tidak berpakaian, telanjang bulat dan Su Tong juga ada di dekatnya dengan keadaan yang sama, telanjang bulat! Dan ketika encinya berteriak dan sang encipun dilihatnya bugil seperti dirinya tiba-tiba encinya itu melengking menyambar pakaian, mengumpat dan mengutuk Keng Han dan bangunlah pemuda itu.

Keng Han terkejut karena lamat-lamat ia pun seakan baru melewati mimpi buruk, melakukan sesuatu dengan Bhi Pui. Dan ketika gadis itu menjerit dan membentak penuh kemarahan tiba-tiba gadis baju merah ini menghantam Keng Han lupa pada Lam-ciat, karena ia baru sadar.

"Keng Han, kau jahanam terkutuk. Aih, kau menodai aku... des-plak!" dan Keng Han yang mencelat dan terbanting terguling-guling tiba-tiba sudah dikejar dan diserang lagi, dipukul dan ditendang dan pemuda ini terperanjat.

Keng Han belum sadar sepenuhnya dan baru mengucek mata, tidak tahunya Bhi Pui menyerang dan mengantam lagi, bukan sedang bermimpi. Dan ketika ia mencelat dan terguling-guling lagi maka di sana Su Tong juga mendapat bentakan dan serangan Bhi Li, si gadis baju biru!

"Su Tong, kaupun jahanam keparat. Aih, kubunuh kau... des-dess!" dan Su Tong yang juga terlempar dan berteriak kaget tiba-tiba dikejar dan diserang lagi, mengelak namun terlambat dan mengamuklah dua enci adik itu.

Mereka tak menyadari perbuatan Hantu Selatan karena saat itu yang ada ialah dua pemuda ini, dan merekalah yang langsung terlibat, menodai mereka. Maka begitu Bhi Li dan Bhi Pui mengamuk dengan serangan-serangan mereka mengeluhlah dua pemuda murid Pek-lui-kong ini, jatuh bangun dihajar dan Su Tong tak dapat membalas. Dia sudah menyambar pakaiannya dan Keng Han di sana juga baru menyadari kalau tubuhnya telanjang bulat, sibuk mencari pakaian dan sambil lari sana comot sini dia mengenakan pakaiannya itu, serba tergesa-gesa, seadanya. Tak tahu betapa bajunya terbalik dan celananya pun baru masuk sebelah, jadi kaki yang lain di luar, lucu, tapi juga menyedihkan! Dan ketika Keng Han berteriak sana-sini sementara temannya juga berkaok-kaok dengan bingung tiba-tiba Bhi Li dan kakaknya mencabut pedang.

"Keng Han, kau akan kubunuh. Ah, kau pasti kubunuh!"

"Benar," Bhi Li juga melotot, membentak dan melengking-lengking. "Kaupun akan kubunuh, Su Tong. Tubuhmu akan ku-cincang menjadi bakso... sing-bret!" dua pedang itu mengenai sasaran, jatuh membacok di pundak Keng Han sementara Su Tong sudah melempar tubuh bergulingan, terlambat juga dan bajunya sobek. Dan ketika pemuda itu jatuh di bawah sementara Keng Han diteriaki agar melempar tubuh ke bawah maka Keng Han pun membanting diri bergulingan berdebuk di bawah panggung.

"Bhi Pui, tahan. Nanti dulu, aku tidak bersalah..!"

"Benar," Su Tong juga berteriak. "Aku juga tidak bersalah, Bhi Li. Aku melakukan itu dengan tidak sadar!"

"Tidak sadar hidungmu! Kalian berdua menodai kami dengan sengaja, Su Tong. Kau dan Keng Han sama-sama jahanam terkutuk. Mampuslah, tak usah banyak bicara... sing-bret!" dan pedang yang lagi-lagi mengenai dua pemuda itu membuat Keng Han dan temannya menjadi kelabakan sudah terpaksa melempar tubuh bergulingan lagi untuk menjauh, berteriak-teriak namun tidak dihiraukan.

Keng Han bingung dan Su Tong juga pucat. Pagi yang sudah diawali dengan ribut-ribut hebai itu membuat otak keduanya kacau, tak dapat berpikir jernih. Namun ketika sesosok bayangan berkelebat dan Lam-ciat muncul di situ maka kakek iblis ini berseru,

"Heh, apa yang kalian lakukan? Pengantin baru tak boleh serang-menyerang, anak-anak. Tahan dan robohlah... plak!" dan pedang Bhi Li maupun kakaknya yang ditampar lepas tiba-tiba mencelat dari tangan kedua gadis itu, mereka terpelanting dan roboh mengaduh.

Tangan Bhi Li tiba-tiba bengkak! Dan ketika dua gadis itu terkejut dan membelalakkan matanya tiba-tiba mereka sadar dan teringat kakek iblis ini. "Ah, dia... dia yang melakukan semuanya ini, enci? Kita... kita salah?"

Bhi Pui pucat. Setelah kakek ini muncul dan segala ingatan kembali dengan baik maka Bhi Pui pun ingat akan kejadian semula. Bahwa mereka dicekoki anggur pengantin dan anggur itulah yang telah membuat tubuhnya panas dingin, diamuk nafsu berahi dan Keng Han maupun Su Tong juga begitu. Kakek ini memang hendak "menikahkan" mereka, dengan cara yang amat kasar dan biadab. Dan teringat betapa segalanya itu telah dilakukan di depan kakek ini, jadi kakek ini menonton dan mereka dijadikan pertunjukan menarik tiba-tiba Bhi Pui menjerit dan menyambar pedangnya lagi, menusuk.

"Lam-ciat, kau siluman jahanam..!"

Kakek itu menyeringai. Melihat serangan ini tentu saja dia tertawa, tadi pedang si gadis sudah dipukul mencelat. Maka begitu menyerang lagi dan menusuk dadanya tiba-tiba kakek ini membentak dan pedang pun ditangkis patah.

"Bocah, jangan kurang ajar. Mundurlah ... pletak!" pedang menjadi tiga potong, patah ditangkis si kakek dan terlepaslah pedang itu dari tangan Bhi Pui, yang terpelanting dan terguling-guling. Dan ketika kakek itu berkelebat dan dua jarinya bergerak maka Bhi Pui mengeluh ketika ia roboh tertotok.

"Bluk!"

Terbantinglah gadis itu di sudut. Bhi Pui akhirnya menangis dan tidak berdaya lagi, Lam-ciat tertawa-tawa namun Keng Han dan Su Tong tiba-tiba bergerak. Mereka marah dan sadar setelah melihat kakek ini pula, membentak menyerang kakek itu dan Bhi Li juga berteriak. Gadis ini marah melihat robohnya kakaknya, perbuatan Lam-ciat dan bersama Keng Han dan Su Tong tiba-tiba gadis itu menerjang si kakek, menyambar pedangnya. Dan ketika tiga muda-mudi itu bergerak dan Bhi Li menangis meminta maaf pada Su Tong maka Su Tong terharu namun sudah menghantam si kakek iblis.

"Tak apa, kita semua menjadi korban kakek ini, Bhi Li. Mari kita bunuh dan serang dia... des-dess!" tiga serangan anak muda itu mendarat di tubuh Lam-ciat, diterima namun mereka semua terpental.

Hantu Selatan ini tertawa bergelak dan tentu saja ia tidak takut dikeroyok, sudah menerima serangan-serangan lagi dan pedang di tangan Bhi Li berkelebatan menyambar-nyambar untuk menusuk atau membacok kakek itu. Tapi karena Lam-ciat adalah kakek yang amat lihai dan betapapun juga kakek ini bukanlah tandingan mereka maka tak sampai sepuluh jurus kemudian pedang di tangan Bhi Li terlepas, diketuk kakek itu dan robohlah Bhi Li ketika lawan menotoknya. Dan ketika gadis itu terbanting dan mengeluh di sana maka berturut-turut pukulan Su Tong dan Keng Han juga dimentahkan kakek ini, keduanya tertarik ke depan dan si kakek pun menggerakkan kakinya, menendang dua pemuda itu, yang terlempar dan terbanting roboh. Dan ketika ketiganya tak dapat bangkit lagi karena mengaduh-aduh di sana maka Lam-ciat terbahak-bahak mengejek mereka.

"Ha-ha, kalian bukan tandinganku, anak-anak. Kalau saja kalian bukan pemuda-pemuda yang menyenangkan tentu kalian kubunuh! Heh, kalian berempat telah mendapat berkah dari Dewi Bulan. Tubuh kalian telah bersinar-sinar memiliki Kim-kang. Sekarang kalian berempat masuki tong itu dan berikan Tenaga Emas itu kepadaku, ha-ha...!"

Lam-ciat menggerakkan tangan, tubuh empat muda-mudi itu terangkat naik dan tahu-tahu mereka sudah tercebur di sebuah tong besar. Tong ini terbuat dari kayu dengan bagian bawahnya terbuat dari plat baja yang tebal, terisi air setengah penuh dan kontan mereka mandi bersama, jebar-jebur dan basah kuyup semua, memaki-maki, tak tahu apa yang akan dilakukan kakek itu namun kini mereka berkumpul menjadi satu. Keng Han berhadapan dengan Bhi Pui, hampir beradu muka. Dan ketika di sebelah kirinya Su Tong juga berhadapan dengan Bhi Li dan dua orang itu juga nyaris beradu hidung maka Bhi Pui menangis pucat gemetar meminta maaf.

"Aku... aku... maafkan aku, Keng Han. Aku telah bersalah memukulmu...!"

"Sudahlah," Keng Han merah mukanya, mencoba melengos namun malah bertemu dengan Bhi Li. "Kita semua menjadi permainan kakek ini, Bhi Pui. Lam-ciat ternyata seorang kakek gila!"

"Dan kau maafkan aku, Su Tong. Aku.. aku juga telah memukulmu!" Bhi Li menunduk, ganti bicara.

"Sudahlah," Su Tong juga merah mukanya. "Keng Han benar, Bhi Li. Kita semua menjadi korban dan aku tak tahu apa yang hendak dilakukan kakek itu sekarang!"

"Hm, benar," Keng Han pucat. "Lam-ciat rupanya hendak merebus kita, Bhi Li. Dia membuat api!"

Semua terbelalak. Bhi Li dan kakaknya melihat betapa Lam-ciat tertawa-tawa, menggoyang-goyang tong itu hingga mereka di dalam terguncang, menambah air lagi dan terendamlah mereka sebatas leher. Sedikit lagi mereka bisa kelelap! Dan ketika si kakek tertawa dan meloncat melempar-lempar kayu kering maka Keng Han berteriak menanya kakek itu, marah dan kaget juga ngeri!

"Kakek iblis, apa yang hendak kaulakukan kepada kami? Kalau hendak membunuh kenapa tidak segera membunuh? Hei, kami tidak takut mati, kakek siluman. Bunuhlah dan jangan lakukan kami seperti ini!"

"Heh-heh, kalian tidak kubunuh, justeru menikmati mandi surga. Siapa akan membunuh kalian, anak-anak? Aku hendak merebus kalian dengan reramuan mujijat. Aku ingin mengeluarkan Kim-kang yang kalian sedot dari Dewi Bulan untuk kuminum!"

"Kau gila! Kami tidak memiliki Tenaga Emas itu!"

"Ha-ha, kalian berempat sudah bersinar-sinar, bocah. Tubuh kalian sudah mengandung Kim-kang. Diamlah, jangan banyak mulut lagi. Kalian tak akan kepanasan biarpun di air yang mendidih!" kakek ini mengeluarkan sebakul rempah-rempah, menuangkannya pada tong besar itu dan mulailah api di bawah menyala.

Segala macam rumput dan dedaunan berhamburan di air setengah penuh yang merendam empat muda-mudi itu, Keng Han menyumpah-nyumpah sementara Su Tong juga memaki-maki. Mereka tersedak dan batuk-batuk. Bhi Li menjerit karena dari tuangan rempah-rempah ini ternyata bercampur pula segala macam binatang menjijikkan seperti kecoa dan tikus, juga kelabang atau beberapa jenis binatang lain yang sudah kering, memang sudah mati dan agaknya diawetkan kakek itu tapi tentu saja membuat gadis seperti Bhi Li menjerit. Bhi Pui juga berteriak dan mengambanglah segala macam binatang kering itu di sekeliling tubuh mereka, mengerikan tapri juga menjijikkan. Dan ketika Bhi Li hampir pingsan sementara encinya juga tersedu-sedu maka Lam-ciat di luar sudah tertawa-tawa membesarkan api.

"Heh, jangan menangis, anak-anak manis. Semua binatang itu sudah mati dan tak akan menggigit. Kalian tenanglah, aku akan mulai merebus kalian!"

Keng Han terbelalak. Api yang mulai membesar membuat tong itu menjadi hangat, kian hangat dan akhirnya panas. Dan ketika kakek itu menambah kayu bakar dan api menjilat-jilat di pantat tong besar ini maka Bhi Li dan kakaknya akhirnya pingsan.

"Keng Han, kita tidak kepanasan!"

Keng Han mengangguk. Dia merasa heran ketika api semakin membesar namun mereka tidak kepanasan. Air di dalam tong mulai mendidih dan tiba-tiba keluarlah semacam air kekuningan dari tubuh mereka, berkelutuk dan tidak bersenyawa dengan air yang direbus. Su Tong melihat itu dan tertegun. Dan ketika Lam-ciat berseru girang dan terbahak-bahak melihat air emas ini, Kim-kang yang dikeluarkan dari tubuh empat anak muda itu maka si kakek berjingkrak dan menari-nari.

"Ha-ha, lihat, anak-anak. Kim-kang yang kalian terima dari Dewi Bulan sekarang sudah keluar. Lihatlah, semakin banyak akan semakin kental!"

Keng Han menjublak. Memang benar, air keemasan ini mulai banyak mengalir. Tapi semakin banyak keluar dari tubuh mereka tiba-tiba mereka juga merasa kehilangan sesuatu, sumber tenaga yang membuat Keng Han terkejut dan melebarkan matanya. Dan ketika Su Tong mengeluh karena tenaganya serasa disedot keluar dan menjadi air keemasan itu maka pemuda ini menggigil dan berseru,

"Keng Han, kita akan mati. Air mendidih ini memang tidak akan membunuh kita, tapi cairan keemasan yang keluar dari tubuh kita akan menyedot semua tenaga yang kita punyai!"

Golok Maut Jilid 13

GOLOK MAUT
JILID 13
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
"MINGGIR, atau kau mampus... sing-plak!" Golok Maut membalik, terpaksa menangkis serangan dua orang itu dan cambuk maupun nenggala putus terbabat, semakin pendek saja namun si Kaki Besi dapat meloncat bangun di sana.

Laki-laki gundul ini mengeluarkan keringat dingin dan memaki-maki Golok Maut, gading di tangannya gemetar menggigil namun pembantu Coa-ongya ini tak berani cuap-cuap lagi. Dia sudah ditolong dan diselamatkan dua kakek India itu, melihat mereka berjungkir balik dan berteriak panjang ketika senjata di tangan bertemu Golok Maut, tentu saja terpapas namun mereka sudah melayang turun mengumpat caci, Mindra bahkan menggeram-geram. Dan ketika mereka menyerang lagi dan si Kaki Besi diminta maju membantu maka dengan agak gentar si gundul ini maju mendampingi dua kakek India itu.

"Awas, jangan dekat-dekat. Serang saja dari belakang biar kami berdua di depan!"

Si Kaki Besi girang. Mindra berseru padanya agar menyerang di belakang, jadi enak dan lebih selamat. Si gundul ini mengangguk dan sudah melakukan perintah itu, Mindra dan saudaranya di depan. Tapi ketika Golok Maut menggeram dan menyatakan ingin membunuh si gundul itu maka Tiat-kak meremang.

"Boleh, di belakangpun aku tak takut, Kaki Besi. Coa-ongya dan para pembantunya memang sudah biasa berbuat curang. Hati-hati, betapapun kau adalah orang pertama yang pasti kubunuh!"

"Hargh, jangan dengarkan itu! Kami berdua di sini, Kaki Besi. Asal kau baik-baik bekerja sama tentu tak mungkin ancaman itu terlaksana. Serang saja, jangan takut!"

Sudra kali ini menggereng, membentak Golok Maut namun kini Golok Maut mulai membiarkan serangan-serangan dua kakek itu mengenai tubuhnya. Mindra maupun Sudra terkejut ketika nenggala atau cambuk mereka terpental mengenai tubuh lawannya itu, tertolak oleh sin-kang yang dahsyat dan mereka tertegun. Dan sementara mereka terbelalak dan menjublak oleh kekebalan Golok Maut yang ditunjukkan maka laki-laki bercaping itu sering membalik dan menyambar si Kaki Besi, senjata di tangannya berkeredep berkali-kali dan tak terhitung banyaknya seruan kaget si gundul itu karena golok yang menyilaukan itu tahu-tahu hampir saja mengenai tubuhnya.

Kalau tidak membabat leher ya menusuk dada, semuanya serba cepat dan serba kilat. Dan ketika si gundul itu mengeluarkan keringat dingin dan pucat serta gentar maka satu kilatan panjang membuat laki-laki ini berteriak ketika Golok Maut membiarkan cambuk dan nenggala menyambar tubuhnya.

"Cret-des-plakk!"

Golok Maut terhuyung dua langkah. Sinar golok di tangannya membeset pundak si Kaki Besi dan laki-laki gundul itu berteriak ngeri. Dia melempar tubuh bergulingan namun sinar golok masih menyerempetnya juga, hanya beberapa senti dari leher! Dan ketika Golok Maut terkena ledakan cambuk maupun tusukan nenggala di mana dua serangan itu membuat serangannya terhadap si gundul jadi kurang tepat maka si gundul itu memaki-maki dua kawannya yang dianggap tak becus melindungi dirinya.

"Keparat, kalian bodoh, Mindra. Tolol. Aih, kalau tak bisa melindungi kawan bilang saja!"

Dua kakek itu merah mukanya. Sebenarnya kalau Golok Maut tidak mengerahkan sinkangnya dan kebal menerima serangan-serangan senjata mereka tentu Golok Maut itu sudah roboh. Mereka penasaran dan marah oleh makian ini. Maka ketika kembali mereka menyerang dan si Kaki Besi mundur-mundur menjauh maka Golok Maut tertawa mengejek si gundul itu.

"Hm, kau antek Coa-ongya. Kau pasti kubunuh dulu, Kaki Besi. Lihat saja!"

Si Kaki Besi semakin pucat. Di sana Mao-siao Mo-li dan Bhok-kongcu masih serang-menyerang dengan ketua Hek-yan-pang itu. Mereka memaki-maki sementara ketua Hek-yan-pang membentak atau melengking. Dan ketika di sini Golok Maut mengeluarkan ancamannya hingga si Kaki Besi pucat maka permainan laki-laki ini menjadi kacau dan Tiat-kaknya atau Kaki Besi tak dapat digunakan, mati kutu menghadapi ketajaman golok di tangan laki-laki bercaping itu dan sesumbar si gundul ini menjadi tong kosong yang nyaring bunyinya, ketika dengan sombong dan pongah dia dulu berkata pada Coa-ongya untuk menangkap dan membunuh Si Golok Maut, yang ternyata demikian lihai dan luar biasa. Dan ketika si gundul ini mulai mundur-mundur dan setiap kelebatan golok selalu dijauhi dengan amat takutnya maka Mindra dan Sudra membentak-bentak dan marah kepada temannya ini.

"Heh, kalau niat bertempur jangan mundur-mundur seperti itu, gundul. Kalau kau tak tahan lebih baik lari saja. pergi!"

"Ya, berlindung di balik pakaian ibumu, gundul. Jangan perlihatkan kepengecutanmu itu di sini!" Sudra juga geram, memaki si gundul ini dan Tiat-kak marah.

Kalau saja Golok Maut tidak demikian lihai mungkin dia akan meninggalkan lawannya sejenak untuk menyerang dua kakek India itu, akhirnya membalas dan memaki-maki pula dua orang temannya itu, yang juga tak dapat merobohkan Golok Maut dan senjata mereka dikatakan tumpul, selalu terpental dan membuat dua kakek itu melotot. Dan ketika percekcokan mulai terjadi di antara tiga orang ini sementara di sana ketua Walet Hitam masih menyambar-nyambar menghadapi Bhok-kongcu dan Mao-siao Mo-li tiba-tiba terdengar jerit kesakitan ketika tubuh Bhok-kongcu terlempar, terkena tusukan pedang.

"Aduh...!" Si Hidung Belang itu bergulingan. Ketua Hek-yan-pang kiranya telah melakukan gerak tipu istimewa, menusuk namun tiba-tiba ujung pedang mencuat ke atas, menuju tenggorokan Si Hidung Belang itu. Dan karena gerak tipu ini di luar dugaan dan Hi-ngok Bhok-kongcu tak mampu mengelak maka pedang wanita cantik itu mengenai tenggorokannya dan Bhok-kongcu menggelepar, mengejutkan temannya dan Mao-siao Mo-li pucat. Siluman Kucing ini membentak dan payung di tangannya bergerak tiga kali. Namun sebelum dia melakukan gerak tipu berbahaya sekonyong-konyong lawan mendahului dan pukulan Ang-in-kang atau Awan Merah menyambar dari tangan kiri ketua Hek-yan-pang itu.

"Dess!"

Mao-siao Mo-li menjerit. Wanita ini terlempar dan si cantik itu mengejar, pedang di tangannya berkelebat dan memekiklah Siluman Kucing itu ketika lehernya disambar, mengelak namun pangkal lengannya kena, sobek dan muncratlah darah dari luka di tubuh wanita cabul ini. Dan ketika Mao-siao Mo-li bergulingan namun lawan mengejar tiba-tiba dengan marah dia menggerakkan payungnya.

"Cring-brett!" Payung itu patah. Kainnya sobek dan Mao-siao Mo-li pucat melihat pedang bergerak terus melalui celah-celah ruji payungnya, menyambar dan terlukalah tenggorokan wanita itu. Jadi dua luka menghiasi tubuh wanita ini. Dan ketika sebuah tendangan membuat Siluman Kucing itu mencelat dan wanita ini mengeluh maka Bhok-kongcu di sana sudah bangun terhuyung dan melarikan diri.

"Lari..! Lain kali kita bertemu lagi, Siluman Kucing. Biar kita tebus kekalahan ini di lain kesempatan!"

Mao-siao Mo-li menangis. Dia kesakitan oleh dua luka di tubuhnya, payungnya sudah dibuang dan wanita itupun buru-buru mengikuti temannya, bergulingan melompat bangun dan terhuyung mengejar Bhok-kongcu. Temannya terseok dan cepat dia menyusul, memaki si Hidung Belang dan juga ketua Hek-yan-pang itu, yang mau mengejar tapi tiba-tiba diteriaki Golok Maut agar membiarkan dua orang itu pergi, tak usah dibunuh. Dan ketika ketua Hek-yan-pang ini tertegun dan tidak mengejar maka di sana Golok Maut juga hampir menyelesaikan pertandingan.

Sudra dan Mindra akhirnya menggeram berkali-kali setelah senjata mereka tak mampu lagi melukai Golok Maut, yang melindungi dirinya dengan sinkang yang amat luar biasa, kebal dan tak satu kali pun cambuk atau nenggala di tangan mereka berhasil merobohkan lawan yang amat hebat ini. Dan ketika berkali-kali cambuk ataupun nenggala mental bertemu Golok Maut maka Golok Maut sendiri sudah mendesak si Kaki Besi dan laki-laki gundul ini pucat, mau melarikan diri namun golok di tangan Golok Maut mengelilingi dirinya.

Golok itu sudah menyambar-nyambar dan mengurung laki-laki ini hingga si Kaki Besi ngeri, tak dapat keluar lagi dan nekatlah si gundul itu ketika Golok Maut tak memberinya jalan keluar. Dan ketika cambuk maupun nenggala kembali mental menghantam tubuh tokoh bercaping ini maka satu bentakan tinggi mengiringi sebuah gerakan kilat dari sinar golok yang menuju dada si gundul.

"Tiat-kak, kau mampus!"

Si gundul berteriak. Dia menggerakkan sisa gadingnya namun senjata itu putus, begitu cepat dan sinar putih yang menyilaukan mata itu terus menyambar. Dan ketika si gundul menjerit dan dadanya berlubang tahu-tahu sinar menyilaukan itu menyontek ke atas dan... putuslah kepala si gundul.

"Crat!" Kejadian ini mengerikan sekali. Tiat-kak roboh terbanting tanpa kepala lagi, kepalanya menggelinding dan berlumuran darah, tubuhnya ambruk dan tertawalah Golok Maut dengan suaranya yang aneh. Golok yang berlumuran darah mengering dengan cepat, dihisap oleh senjata yang mengerikan ini. Dan ketika Sudra dan Mindra terkejut di sana tiba-tiba dua orang itu mengeluh dan... memutar tubuh melarikan diri, gentar.

"Golok Maut, kau kejam. Biarlah lain kali kita bertemu lagi... wut-wut!" keduanya berjungkir balik, melayang turun di atas keledainya yang ditambat di sebuah pohon dan terbanglah mereka meninggalkan Golok Maut, lari setelah melihat terpenggalnya kepala si gundul. Dan ketika dua orang itu sipat-kuping dan Golok Maut menyimpan goloknya, yang lenyap di belakang punggung maka Hek-yan-pangcu yang terbelalak melihat kebencian yang kini menghilang lagi di balik wajah di bawah caping itu.

"Golok Maut, kau benar-benar telengas. Kau keji!"

"Hm, aku memang akan bersikap seperti ini terhadap pembantu-pembantu Coa-ongya. Maaf, kau sudah tidak akan memusuhi aku lagi bukan, nona? Kita dapat bersahabat dan kau tidak mengejar-ngejarku seperti seminggu ini?"

"Srat!" mata yang berbinar itu tiba-tiba menyala lagi. "Justeru ini yang kutunggu, Golok Maut. Aku tak ingin menyerangmu bersama orang-orang busuk itu. Aku ingin menghadapimu sendirian, kau atau aku yang mati!"

"Tapi aku tak ingin bermusuhan, aku lelah..."

"Sama saja. Kita juga baru menghadapi musuh-musuh kita, Golok Maut. Sekarang jangan banyak cakap dan terimalah seranganku... singg!" dan pedang yang menyambar bergerak lagi tahu-tahu menusuk dan menikam tenggorokan Golok Maut, tak mau sudah Golok Maut mengeluh. Menghadapi ketua Hek-yan-pang ini dia merasa lemah, entah kenapa hatinya tak dapat mengeras dan ada kecenderungan untuk selalu bersikap lunak. Maka begitu dia mengelak namun pedang mengejar lagi tiba-tiba tangan kiri si cantik itu bergerak dari samplng melepas pukulan Awan Merah.

"Dess!" Golok Maut terbanting. Dia mengeluh menggigit bibir, bergulingan menjauh namun lawan mengejar lagi, melakukan tusukan dan tikaman bertubi-tubi. Dan ketika dia mengelak namun pedang sudah mengurung di sekeliling dirinya maka Golok Maut terkena sebuah tusukan dan pangkal lengannya luka.

"Brett... ih!"

Seruan lirih itu terdengar dari mulut ketua Hek-yan-pang ini. Pedangnya berhasil menusuk dan melukai dan Golok Maut meringis, padahal dihajar cambuk maupun nenggala jelas Golok Maut itu tak apa-apa, kebal dilindungi sinkangnya. Maka begitu Golok Maut terluka dan ini menunjukkan Golok Maut mengalah, hal yang membuat ketua Hek-yan-pang itu merah mukanya, maka wanita baju merah ini melengking malu menyuruh Golok Maut mencabut goloknya.

"Golok Maut, cabut senjatamu. Jangan mengalah kepadaku!"

"Aku tak dapat..." Golok Maut bergulingan mengeluh. "Aku tak dapat menghadapimu, pangcu. Lebih baik kau bunuh aku atau biarkan aku pergi!"

"Tak mungkin!" dan sang ketua Hek-yan-pang yang marah tapi juga gemas akhirnya melengking dan tak perduli lagi, menyerang bertubi-tubi dan Golok Maut dikejar. Laki-laki ini bergulingan dan mengelak sana-sini, mendapat dua tiga tusukan lagi dan terluka serta tergoreslah tubuhnya. Dan ketika darah mulai mengucur sementara golok maut tetap tak dicabutnya dari punggung akhirnya Golok Maut berseru agar si nona mengalah dulu.

"Aku rela menyerahkan nyawaku, tapi jangan sekarang. Biarkan aku membunuh musuh-musuhku dulu!"

"Keparat, akupun adalah musuhmu, Golok Maut. Kalau kau ingin membunuh musuhmu maka aku adalah musuhmu!"

"Ah, tidak. Musuhku adalah orang-orang she Coa dan Ci, nona. Dan yang amat kubenci adalah Coa-ongya dan Ci-ongya. Beri kesempatan padaku untuk membunuh dua musuh besarku itu dulu... sing-bret!" Golok Maut terkena lagi, berhasil meloncat bangun namun pundak kirinya tergores. Laki-laki itu terhuyung dan mengeluh. Dan ketika lawan tampak tak perduli dan menyerangnya lagi tiba-tiba laki-laki ini membuka dadanya dan berseru menggigil,

"Baik, kalau begitu tusuklah dadaku, pangcu. Tapi dendamku terhadap orang-orang she Coa dan Ci tolong kau balaskan...!"

Wanita baju merah ini terkejut. Saat itu memang dia sedang menusuk Golok Maut, pedang meluncur cepat menuju dada. Tapi begitu Golok Maut tak mengelak dan membiarkan dadanya terbuka tiba-tiba wanita ini menjerit keras dan pangcu dari Hek-yan-pang itu sebisa-bisanya merobah tusukan pedang ke arah kiri.

"Cret!" Golok Maut roboh. Dadanya terluka, tergores, untung tidak tertusuk namun dagu yang kena gerakan pedang tergurat panjang, mengucurkan darah dan mengeluhlah laki-laki bercaping ini. Dan ketika dia terjatuh sementara ketua Walet Hitam itu tertegun dan menjublak di sana, menggigil, maka Golok Maut bertanya kenapa gadis atau wanita itu tidak membunuhnya.

"Aku siap mati, dan kaupun menghendaki nyawaku. Kenapa arah pedangmu kau robah, nona? Bukankah kau tak sabar dan ingin segera membunuhku? Nah, angkat pedangmu itu kembali, tusuk dan tikam sekali lagi!"

Ketua Hek-yan-pang itu tiba-tiba menangis. "Kau... kau laki-laki jahanam, Golok Maut. Aku tak mau membunuh orang yang tidak melawan!"

"Hm, aku memang tak dapat melawanmu..." Golok Maut tertawa getir. "Aku tak dapat mengangkat senjata terhadapmu, nona. Kau bunuhlah aku dan tusukkan pedangmu itu!"

"Tidak, kau... kau harus melawan. Atau... atau..."

"Atau apalagi? Hatiku lemah menghadapimu, nona. Percuma kau memaksa dan cepat bunuh saja aku!"

"Tidak... kau, ah!" dan sang ketua Hek-yan-pang yang tiba-tiba mengangkat pedangnya tapi dimasukkan lagi ke dalam sarung mendadak menangis pergi dan memaki-maki Golok Maut, aneh bahwa tidak menyerang lagi padahal selama tujuh hari ini dia selalu mengejar-ngejar laki-laki itu. Golok Maut mau dibunuh tapi begitu menyerah tiba-tiba tak dapat dilakukannya, menangis dan sudah lenyap di sana. Dan ketika Golok Maut tertegun dan bengong sendirian maka diapun berseru memanggil dan terhuyung meloncat bangun, mengejar tapi tiba-tiba roboh.

Entah kenapa Golok Maut sendiri merasa kehabisan tenaga, memanggil lagi namun bayangan sang bidadari dari Hek-yan-pang itu lenyap. Dan ketika Golok Maut termangu dan bengong di tempat maka laki-laki inipun mengeluh dan menggigit bibirnya, membiarkan dagunya berdarah tapi tiba-tiba dia menyambar kepala si Kaki Besi, memasukkannya dalam buntalan dan sinar yang anehpun tampak di matanya. Dan ketika dia menggerakkan kakinya dan gontai menyebut-nyebut nama ketua Walet Hitam itu maka Golok Maut menuju ke kota raja.

* * * * * * *

"Nah, kita terpaksa berhenti di sini, Keng Han. Kita kehilangan jejak mereka!"

Su Tong, murid Pek-lui-kong yang membuntuti dua enci adik Bhi Li dan Bhi Pui kehilangan jejak, memasuki hutan namun mereka hanya berputaran saja. Hutan itu tidak sebegitu besar namun banyak pohon-pohon gelap menaunginya, rimbun dan di beberapa tempat berkesan menyeramkan, dingin. Dan ketika Keng Han, temannya, juga putus asa dan terpaksa berhenti maka dua pemuda yang pernah ditolong Golok Maut ini mendesah, khawatir.

"Ke mana mereka? Ada di mana?"

"Ah, siapa tahu? Akupun sama seperti dirimu, Su Tong. Kita sama-sama kehilangan jejak setelah memasuki hutan ini, padahal mereka baru saja kita kuntit dari kedai arak itu!"

"Benar, dan aku cemas. Hmm... aku gelisah memikirkan Bhi Li, Keng Han. Dan kau tentu cemas memikirkan kakaknya. Setan, ke mana mereka itu? Apakah terbang dan mampu menghilang seperti siluman?"

"Ah, tak mungkin. Kepandaian mereka dan kita setingkat, tak berselisih jauh. Kalau mereka menghilang tentu ada apa-apa yang tidak kita ketahui."

"Dan itu dimulai dari mulut hutan ini. Eh, tidakkah sesuatu kau rasakan, Keng Han? Aku merasa tengkukku dingin, seperti ditiup seseorang!"

"Ah!" Keng Han merinding. "Kau membuat bulu tengkukku meremang, Su Tong. Aku juga merasa seperti yang kau rasakan!"

"Kau juga merasa ditiup seseorang?"

"Ya, dan... heii, ikat kepalaku terbang!" Su Tong tiba-tiba berteriak, menjerit dan melonjak dan ikat kepala atau ikat rambutnya terbang, lepas dari kepalanya dan Keng Han terkejut melihat itu. Cepat dan seperti diambil setan saja tahu-tahu ikat rambut temannya itu menghilang, masuk ke dalam hutan, lenyap di balik sebatang pohon di depan mereka. Dan, ketika Su Tong berkelebat dan mengejar ikat rambutnya ini mendadak Keng Han ganti berseru kaget karena ikat-pinggangnya lepas dan celananya melorot ke bawah!

"Heii..! Ikat-pinggangku, Su Tong. Celanaku terbuka!"

Su Tong menoleh. Kaget dan terkejut tiba-tiba Su Tong tertawa bergelak, geli karena temannya tiba-tiba hampir telanjang, celananya melorot dan tinggal celana dalamnya saja. Namun ketika Keng Han membentak dan marah kepada temannya maka pemuda itu menghentikan tawanya.

"Maaf, aku merasa geli, Keng Han. Kau tampak lucu."

"Lucu hidungmu!" Keng Han marah. "Tempat ini tak wajar, Su Tong. Aku merasa ada seseorang yang mempermainkan kita!"

"Hm, benar. Atau siluman barangkali!" Su Tong mulai sadar, celingukan ke sana ke mari dan Keng Han mengajaknya keluar hutan. Pemuda itu mulai merasa bahwa ada sesuatu yang menyeramkan di hutan ini. Tapi ketika Su Tong menolak dan justeru ingin menyelidiki semuanya itu tiba-tiba terdengar tawa aneh bergema di seputar mereka, tak tahu dari mana asalnya.

"Ha-ha, kalian anak-anak pemberani, bocah. Mengagumkan. Hei, mendekatlah ke mari, aku berada di pohon besar ini!"

Keng Han dan temannya terkejut. Mereka mendengar ledakan dan dari balik pohon besar itu muncul semacam asap berwarna-warni, biru hijau dan ungu serta kuning jingga. Dua pemuda itu membentak dan meloncat ke pohon ini, Keng Han di kiri sedang Su Tong di kanan. Tapi ketika tak ada siapa-siapa di situ dan tentu saja dua pemuda ini meremang maka suara itu terdengar kembali, dekat di atas kepala mereka.

"Heh, aku di sini!" lalu, ketika dua pemuda itu terlonjak dan kaget bukan main tahu-tahu berkesiur angin dingin dan... Keng Han serta temannya sudah terangkat naik ke atas pohon, tanpa dapat dicegah lagi.

"Bluk-bluk!"

Dua anak muda itu sudah terjatuh ke sebuah tempat semacam guha di atas pohon. Keng Han dan temannya berteriak, merasa ditarik hantu atau apa. Maklumlah, mereka tak tahu bagaimana semuanya itu terjadi dan tahu-tahu tubuh mereka sudah berada di atas pohon, yang amat besar dan tinggi dan mereka sudah berada di semacam terowongan lebar, dingin menyeramkan dan gelap. Layaknya seperti terowongan yang dipakai seekor naga bertapa! Dan ketika dua anak muda itu berseru kaget dan tentu saja berdiri bulu romanya maka di dalam terowongan atau guha di atas pohon besar itu muncul sepercik sinar api.

"Byar!"

Semuanya dapat terlihat. Tiba-tiba Su Tong dan Keng Han melihat dua tubuh meringkuk tak berdaya, ah-uh-ah-uh dan Keng Han serta temannya tersentak, mengenai itulah Bhi Li dan kakaknya, Bhi Pui! Dan ketika mereka terbelalak dan berseru keras tahu-tahu berkelebat sesosok bayangan dan.., duduklah di situ seorang kakek gimbal-gimbal yang rambutnya riap-ria pan, tertawa seperti ringkik kuda.

"Heh, ini kekasih kalian, anak-anak? Mereka yang kalian cari?"

Su Tong dan Keng Han tiba-tiba melotot marah. Mereka melihat Bhi Li dan kakaknya terikat, mulut ditutup sapu-tangan hitam dan mereka itu ah-uh-ah-uh. Bukan main marahnya dua pemuda ini. Maka begitu Keng Han membentak keras dan Su Tong juga berseru marah tiba-tiba dua pemuda itu sudah melakukan lompatan panjang dan menyerang kakek ini.

"Plak-dess!"

Keng Han dan Su Tong terlempar. Mereka bagai menghantam segumpal kapas, amblas dan "kapas" itu tiba-tiba melembung, menolak balik pukulan mereka dan terpentallah dua pemuda itu sambil berteriak keras. Dan ketika mereka terguling-guling namun dapat meloncat bangun lagi maka Keng Han mencabut senjatanya dan menyerang kakek itu lagi.

"Su Tong, awas. Kakek ini lihai!"

"Ya, hati-hati, Keng Han. Rupanya ini kakek siluman!" Su Tong juga bergulingan meloncat bangun, marah memaki kakek itu dan bersama Keng Han dia menyerang lagi. Namun ketika kakek itu mengebut dan mereka roboh terpelanting maka kakek gimbal-gimbal itu terbahak dan membentak mereka,

"Heh, berhenti, anak-anak. Jangan menyerang atau kalian kuhajar!"

"Keparat!" Keng Han berteriak gusar. "Kau siap kuhajar, kakek siluman. Bebaskan dua temanku itu atau kau terus kami serang!"

"Hm, anak-anak yang keras kepala!" dan si kakek yang tertawa menggerakkan dua jarinya tiba-tiba menyambut bacokan pedang Keng Han, dijepit dan ditangkap dan Keng Han kaget sekali karena pedangnya tak dapat lepas. Dibetot atau di-tarik sama saja, dua jari kakek itu menjepit bagaikan tanggem. Dan ketika Keng Han pucat dan si kakek tertawa maka saat itu Su Tong datang dengan pukulan Lui-kong-ciang, pukulan Petir. "Des-dess!"

Keng Han berteriak pucat. Si kakek menerima pukulan Su Tong tapi dengan amat luar biasa tiba-tiba memberikannya kepadanya, lewat badan pedang. Jadi begitu diterima tiba-tiba kakek ini langsung mengoper lewat getaran sinkang, ke badan pedang yang dijepit dua jarinya. Dan karena saat itu Keng Han sedang berkutat dan operan pukulan ini tentu saja tidak disangka maka sama saja dia yang menerima pukulan temannya dan Keng Han terlempar.

"Bress!"

Keng Han mengeluh terguling-guling. Pedangnya sudah dirampas si kakek dan Su Tong ternyata juga mengeluarkan seruan keras, pukulannya tadi amblas di tubuh si kakek dan tiba-tiba si kakek mendorong. Dan karena kakek ini ternyata luar biasa dan Su Tong mencelos kaget maka si kakek mendorong dan terpentallah pemuda itu mengikuti temannya.

"Bress!"

Su Tong dan Keng Han sama-sama mengeluh. Mereka berdua merasa sesak napasnya namun sudah melompat bangun lagi, nekat, berani dan melotot memandang kakek itu. Bhi Li dan kakaknya di sana ah-uh-ah-uh, Keng Han teringat dan sadar. Maka ketika Su Tong menerjang lagi sementara si kakek berkeredep matanya tiba-tiba Keng Han meloncat ke tempat dua enci adik ini dan merenggut sapu tangan hitam yang menyumbat mulut mereka, membebaskannya.

"Nona, bangun dan bantu kami. Kakek ini amat lihai!"

"Benar, dan, ah... terima kasih saudara Keng Han. Kakek ini memang keparat dan mau mengganggu kami!" Bhi Pui membentak, langsung meloncat bangun dan adiknya juga berteriak. Mereka sekarang sudah bebas dan Bhi Li mencabut pedangnya, mengikuti sang enci. Dan ketika di sana Su Tong menjerit dan terlempar lagi maka Keng Han menerjang maju dan Bhi Li serta kakaknya menubruk pula.

"Sing-plak-dess!"

Si kakek terbahak menyeramkan. Dia menyambut semua serangan itu, tidak mengelak atau menangkis, menerimanya dengan tubuhnya. Tapi ketika pedang melengkung bengkok dan pukulan Keng Han lagi-lagi bertemu tenaga lembut yang menghisap pukulannya maka tiga muda-mudi ini terjengkang dan Keng Han roboh terjerembab.

"Bres-bress!"

Semua kaget dan pucat. Bhi Li dan kakaknya berseru tertahan melihat pedang yang bengkok, tidak perduli dan sudah menyerang lagi. Dan ketika Keng Han juga meloncat bangun dan terhuyung memaki kakek itu maka Su Tong juga bergerak dan sudah menyuruh teman-temannya mengeroyok, ngeri namun tidak takut dan kakek itu tertawa bergelak. Kegagahan dan keberanian muda-mudi ini membuatnya kagum, mau tak mau memuji juga. Dan ketika empat orang itu menerjang kembali dan Bhi Li maupun Bhi Pui mempergunakan pedang bengkok mereka maka kakek ini berseru dan tiba-tiba lenyap.

"Heh, kalian tak dapat mengalahkan aku!"

Keng Han dan tiga temannya terkejut. Seperti siluman saja kakek itu tiba-tiba menghilang, semua serangan otomatis gagal dan pedang di tangan Bhi Pui berdenting bertemu dengan pedang di tangan adiknya, dua-dua sama berseru keras. Dan ketika Keng Han maupun Su Tong juga terkejut berhantam sendiri tiba-tiba serangkum pukulan dingin menyambar mereka.

"Robohlah!"

Keng Han dan Su Tong terpekik. Tiba-tiba mereka terpelanting, kepala rasanya ditarik dan satu sama lain mendorong. Tapi ketika sebuah tendangan mengenai kaki mereka dan, otomatis keduanya terpelanting maka disana Bhi Li dan kakaknya juga menjerit dan pedang merekapun terlepas.

"Ting-tang!"

Semuanya tiba-tiba roboh. Keng Han tahu-tahu sudah tertotok, tengkuknya kaku dan tak dapat menoleh, lucu! Dan ketika yang lain juga tertotok dan ada yang roboh dengan satu kaki terlipat di belakang, yakni yang dialami Su Tong maka muncullah kakek itu lagi dan dia terbahak-bahak memandang empat muda-mudi ini.

"Ha-ha, lucu, anak-anak. Hebat. Sekarang aku dapat memiliki dua pejantan dan dua betina yang dapat menyempurnakan ilmuku!"

Kakek itu berkelebat, mengangkat Su Tong yang menungging dan dengan mata bersinar-sinar kakek ini meraba paha. Su Tong diurut dan pemuda itu berteriak, lututnya tiba-tiba berbunyi dan yang lain meremang. Mereka seakan merasakan patahnya sebuah tulang, pucat dan Su Tong memaki-maki. Namun ketika kakek itu tersenyum dan menepuk pantat si pemuda tiba-tiba Su Tong berjengit dan tulang kakinya yang terkilir sudah diperbaiki kembali, seakan berada di bengkel reparasi.

"Ha-ha, tulangmu kuat, anak muda. Mampu bertahan di wajan berminyak!"

"Keparat!" Su Tong memaki, tak mengerti. "Mau kau apakan kami ini, kakek siluman? Siapa kau?"

"Hm, ha-ha... aku adalah Lam-ciat (Hantu Selatan). Kalian akan menjadi penyempurna ilmuku dan kebetulan datang dua pasang. Ha-ha, nanti malam bulan purnama, anak-anak. Kalian harus melakukan tarian bersama untuk menghisap kekuatan Dewi Bulan. Setelah itu, ha-ha... kalian minum anggur pengantin dan menjadi murid-muridku!"

Su Tong dan Keng Han ngeri. Mereka terbelalak mendengar nama ini, Lam-ciat, si Hantu Selatan. Tapi mendengar bahwa mereka akan disuruh menari dan menikmati anggur pengantin segala mereka menjadi tak mengerti dan Su Tong memaki, bertanya,

"Heh, apa itu hubungannya tarian dengan bulan purnama, kakek busuk? Dan apakah kau Lam-ciat yang dulu menghilang sejak dikejar-kejar pasukan Li Ko Yung?"

"Eih, kau tahu? Ha-ha, benar, bocah. Pengetahuanmu rupanya luas. Ah, kau pintar, cerdas. Waktu itu aku terpaksa melarikan diri karena diuber-uber seribu pasukan. Tapi kini aku akan membalas mereka, lihat, aku memiliki Hoan-eng-sut (Menukar Bayangan)..!" dan si kakek yang terbahak mengebutkan lengan tiba-tiba lenyap dan tidak lagi berada di depan Su Tong, beralih dan tahu-tahu sudah di dekat Keng Han. Lalu ketika kakek itu berseru lagi dan lenyap berpindah ke Bhi Li maka berturut-turut kakek ini lenyap dan muncul di lain tempat, begitu berkali-kali tanpa menggerakkan kakinya. Keng Han dan lain-lain hanya melihat baju kakek itu berkibar, seolah meniup. Dan ketika bayangan si kakek lenyap karena berganti tempat maka Keng Han terkejut dan membelalakkan matanya.

"Seperti sihir, berbau ilmu hitam..!"

"Ha-ha, benar. Cocok! Memang cocok, anak muda. Ilmuku ini memang berbau sihir dan karena itu kusebut Hoan-eng-sut, Sihir Penukar Bayangan. Orang melihat tubuhku di sana tapi sebenarnya tetap di sini!"

"Apa?"

"Benar, lihat!" dan si kakek yang mendemonstrasikan Hoan-eng-sutnya lalu tiba-tiba kembali menghilang dan tampak di tempat Bhi Li, tertawa di sana dan siapa pun melihat bahwa kakek itu memang di tempat Bhi Li. Tapi ketika Keng Han berteriak karena rambut kepalanya dicabut maka tampaklah dua bayangan kakek ini yang berada di tempat Keng Han pula.

"Ha-ha, lihat, anak-anak. Kalian tak tahu di mana sebenarnya aku!"

Bhi Li dan lain-lain kaget. Sekarang mereka melihat dua bayangan si kakek iblis, satu di tempat Bhi Li sedang yang lain di tempat Keng Han. Dan ketika kakek itu bertepuk tangan dan tertawa bergelak maka tampaklah pula bayangannya yang lain di tempat Su Tong dan Bhi Pui!

"Ilmu iblis!" Keng Han berseru. "Kau ada di mana-mana, kakek siluman. Ilmu-mu benar-benar ilmu iblis dan kami tak tahu di mana sebenarnya dirimu yang asli!"

"Ha-ha, inilah! Ini hebatnya Hoan-eng-sut yang kumiliki, bocah. Dan sekali aku mempergunakannya maka musuh pun tak tahu di mana sebenarnya aku!"

Keng Han dan lain-lain tertegun. Memang setelah kakek ini mendemonstrasikan kepandaiannya menukar bayangan itu maka sukar bagi siapapun untuk mendeteksi kakek ini, tampaknya di situ tapi di sini ternyata juga ada. Tampaknya di sini tapi di situ juga ada. Dan ketika mereka bingung di manakah sejatinya kakek itu maka Hantu Selatan ini meledakkan kedua tangannya dan hilanglah Hoan-eng-sut itu.

"Plak!"

Keng Han dan lain-lain terbelalak. Sekarang kakek ini ada di tengah, berdiri dengan tawanya yang menyeramkan dan Keng Han maupun lain-lainnya merinding. Mereka merasa seram dan juga ngeri. Kakek ini benar-benar iblis, tak lumrah manusia biasa! Dan ketika semua tertegun dan pucat memandang kakek itu maka Lam-ciat atau Hantu Selatan ini berkata,

"Nah, kalian lihat. Untuk sebegini saja kalian sudah kagum, padahal aku belum sempurna memiliki ilmu itu. Kalau aku sempurna maka aku dapat melakukan yang jauh lebih hebat lagi, anak-anak. Misalnya merobah wajahku menjadi apa saja, beralih rupa. Dan sekali aku dapat melakukan ini maka wajah kaisar pun dapat kutiru, ha-ha!"

Keng Han ngeri. Kalau kakek ini benar-benar sudah mahir dan dapat menukar serta merobah bentuk wajahnya maka Hoan-eng-sut benar-benar merupakan ilmu yang mengerikan. Dengan itu kakek ini dapat menipu siapa saja, menyelamatkan diri di mana saja dan tak akan ada yang dapat menandinginya. Golok Maut sendiri barangkali tak akan menang! Dan ketika empat muda-mudi itu terbelalak dan tak dapat bicara maka Hantu Selatan ini berkata lagi,

"Nah, hebat, bukan? Kalian sudah melihatnya, anak-anak. Dan untuk menyempurnakan ilmuku ini aku memerlukan bantuan kalian."

"Apa yang mau kau lakukan?"

"Menyuruh kalian menari, dan minum anggur pengantin!"

"Keparat, apa itu anggur pengantin, kakek busuk? Apa arti kata-katamu ini?"

"Ha-ha, artinya kalian melakukan hubungan suami isteri di depan mataku, anak-anak, di bawah sinar keemasan Dewi Bulan. Siapa yang melakukan itu di bawah naungan Dewi Bulan akan mendapat kekuatan Kim-kang (Tenaga Emas) di tubuhnya, berkah dari Dewi Bulan. Dan kekuatan inilah yang kubutuhkan!"

"Tidak!" Bhi Li dan kakaknya tiba-tiba menjerit hampir berbareng. "Terkutuk kau, kakek busuk. Terkutuk dan keparat jahanam kau!"

"Ha-ha, kau galak dan keras," Hantu Selatan tiba-tiba menowel dagu Bhi Pui. "Kau pasti paling galak bermain cinta, anak manis. Dan tenaga Kim-kang yang akan kau sedot dari Dewi Bulan tentu paling besar. Ha-ha, kalian perawan dan jejaka-jejaka tulen, sungguh aku beruntung!"

Bhi Pui dan adiknya pucat bukan main. Tiba-tiba sekarang mereka mengerti kenapa selama ini mereka masih didiamkan saja, tidak diapa-apakan. Kiranya kakek ini menunggu pemuda lain yang akan dipasangkan pada mereka, disuruh menari dan menarik kekuatan Tenaga Emas dari sinar bulan purnama, sebuah kepercayaan sesat yang tentu saja tidak aneh kalau dipunyai orang-orang macam Hantu Selatan ini, yang memang tergolong kakek iblis.

Dan ketika kakek itu berkata bahwa mereka tidak sekedar menari melainkan disuruh melakukan perbuatan terkutuk bersama Keng Han dan Su Tong, di bawah Dewi Bulan di depan mata kakek itu maka Bhi Pui dan adiknya mengutuk dan memaki-maki tak keruan, menangis. Tentu saja malu dan marah sementara Keng Han dan Su Tong tertegun di sana. Mereka bengong dan menjublak, muka tentu saja ikut merah, bahkan Keng Han sudah seperti kepiting direbus dan pemuda itu malu. Tapi ketika kakek itu tertawa-tawa dan Bhi Pui serta adiknya menangis di sana tiba-tiba Keng Han membentak dan menghibur dua enci adik itu,

"Lam-ciat, kau bedebah keparat. Kami tak akan sudi melakukan apa yang kauinginkan. Bunuhlah kami!" lalu berkata pada enci adik itu Keng Han berseru, "Bhi Pui, jangan takut. Kita dapat menolak dan menentang keinginannya. Tabahlah, aku juga tak sudi melaksanakan niat kakek ini!"

"Benar," Su Tong berseru, menggigil. "Jangan menangis, Bhi Li. Kita dapat bertahan dan menolak keinginan kakek ini. Kalau dia memaksa biarlah kita dibunuhnya!"

"Ha-ha," kakek itu tertawa. "Kalian tak tahu siapa aku, anak-anak. Sekali aku memutuskan maka dewa pun tak dapat menolak. Kalian lihat saja nanti!"

Dan ketika kakek itu berkelebat dan hilang dari situ maka Keng Han masih melihat dua enci adik itu menangis, tersedu-sedu dan Bhi Pui maupun adiknya tampak ngeri sekali. Mereka tak berani melirik dua pemuda itu sementara Keng Han dan Su Tong saling pandang, masing-masing mempunyai isyarat dan malampun akhirnya tiba. Dan ketika kakek itu muncul dan berkelebat kembali maka di tangan kakek ini terdapat sebotol anggur pengantin yang dimaksudkan.

"Ha-ha..!" Keng Han dan lainnya pucat. "Kalian lihat, anak-anak. Dewi Bulan sudah akan memberikan kekuatannya dan kalian harus bersiap!"

"Jahanam!" Su Tong kali ini berteriak. "Kau bunuhlah kami, Lam-ciat. Kami tak sudi melakukan apa yang kau perintahkan!"

"Hm, kau menjadi pengantin pertama!" kakek itu terkekeh, tak memperdulikan kemarahan Su Tong. "Aku telah membawa pakaian khusus untukmu, bocah. Pakai dan kenakan ini!" seperangkat pakaian emas diberikan pada Su Tong, diludahi dan tentu saja pemuda itu tak mau mengenakannya. Diapun tak dapat mengenakan karena dalam keadaan tertotok. Dan ketika kakek itu sadar namun tertawa bergelak tiba-tiba dia sudah melempar pakaian putih ke arah Bhi Pui dan Bhi Li sementara Keng Han diberi pakaian pengantin merah.

"Ha-ha, agaknya kalian harus dipaksa!" kakek itu berseru, melihat semua membuang muka dan Bhi Li maupun kakaknya menangis semakin deras. Mereka seakan menghadapi orang gila menuruti kakek ini, mengutuk dan memaki-maki. Namun ketika si kakek menggerakkan tangan dan terdengar suara memberebet maka Bhi Pui sudah ditelanjangi lebih dulu dan gadis itu menjerit, melihat kakek ini mengenakan pakaian pengantin kepadanya, dengan paksa!

"Oh, tidak... tidak...!"

Namun semuanya itu sia-sia. Lam-ciat telah menelanjangi dan mengenakan pakaian itu pada Bhi Pui. Di sana Su Tong membuang muka sementara Keng Han mendelik, memaki dan menyumpah-nyumpah dan terdengar gerengan yang membuat pemuda ini marah bukan main. Bhi Pui adalah gadis yang dicintanya, kini gadis itu ditelanjangi orang dan dengan seenaknya Hantu Selatan ini mengganti pakaian gadis itu dengan pakaian pengantin.

Hampir pecah biji mata Keng Han oleh kejadian ini, bukan oleh keindahan atau kehebatan tubuh Bhi Pui melainkan oleh kemarahan yang membuat isi dadanya menggelegak. Kalau saja dia tak ditotok dan bebas tentu sudah diterjangnya kakek itu, kalau perlu ditumbuk dan biar kepalanya pecah! Namun ketika si kakek terkekeh tak perduli dan Bhi Pui nyaris pingsan maka Bhi Li mendapat gilirannya dan gadis baju biru ini berteriak.

"Tidak... jangan..!"

Namun itupun sia-sia. Teriakan atau pun jeritan Bhi Li tak digubris, si kakek menelanjangi gadis itu dan dikenakanlah pakaian pengantin ke tubuh Bhi Li, yang telanjang dan dibuat bugil oleh si Hantu Selatan. Dan ketika di sana Keng Han ganti melengos sementara Su Tong yang melihat dan terbelalak lebar maka pemuda itu memaki-maki dan menggeram bagai seekor singa haus darah.

"Lam-ciat, kubunuh kau. Terkutuk!"

"Ha-ha, tak perlu marah. Kaupun mendapat giliran!" dan ketika benar saja kakek ini berkelebat dan menelanjangi Su Tong maka Bhi Pui dan adiknya membuang muka di sana, tersedu-sedu, mengguguk tak mau melihat Su Tong yang ditelanjangi dan Keng Han menahan napas.

Sekarang tiga temannya sudah ditelanjangi dan Su Tong hampir tercekik napasnya, dibuat bugil di depan dua gadis cantik yang sudah lebih dulu mendapat perlakuan itu, kekurang-ajaran Lam-ciat. Dan ketika Su Tong selesai dan Keng Han mendapat gilirannya maka Keng Han hanya mengeluh ketika dibelejeti.

"Lam-ciat, kau kakek gila yang tidak waras. Ah, jahanam kau, terkutuk!"

Lam-ciat tertawa-tawa. Kakek ini tidak canggung atau malu melihat korban-korbannya yang ditelanjangi, mengenakan pakaian mereka dan jadilah dua pasang muda-mudi itu sebagai pengantin. Keng Han dengan pakaian merah sedang Su Tong kuning keemasan, gagah dan tampan-tampan namun tentu saja dua orang muda itu muak. Di depan Bhi Li dan kakaknya tubuh mereka ditelanjangi. Ah, tak tahu harus ditaruh di mana muka ini kelak. Namun karena dua gadis itu juga ditelanjangi di depan mata mereka dan keadaan mereka sama akhirnya si Hantu Selatan yang terkutuk ini membawa mereka keluar.

Keng Han terbelalak. Di luar ternyata sudah tersedia semacam panggung kecil, terbuat dari papan-papan kasar namun kuat. Kakek itu terkekeh dan sudah meloncat ke sini. Dan ketika empat muda-mudi itu diseret dan dilempar ke sini maka Lam-ciat membebaskan totokan Keng Han dan lain-lain namun memencet sebuah jalan darah di punggung.

"Nah, kalian berdiri. Hayo, pilih pasangan masing-masing!"

Su Tong membentak. Pemuda ini paling marah dan gusar, menerjang dan tiba-tiba menghantam. Tapi begitu dia mengerahkan tenaga dan menyerang tiba-tiba dia roboh dan menjerit sendiri, lunglai. "Aduh..!"

Kiranya Keng Han dan lain-lain juga sudah seperti itu. Tadi begitu mereka dibebaskan tiba-tiba mereka mau menyerang, tak tahunya tenaga serasa dilolosi dan ada sesuatu yang hilang di belakang punggung. Bagian itu adalah bagian yang dipencet Lam-ciat, Hantu Selatan melakukan totokan lihai dan kiranya mereka kehilangan sinkang! Dan ketika semua terhuyung dan roboh bagai kain basah maka Lam-ciat terbahak-bahak menyambar anggur di sebelah kirinya.

"Ha-ha, kalian harus menghemat tenaga. Eh, jangan marah-marah, anak-anak. Siapkan tenaga kalian untuk pertunjukan nanti. Dewi Bulan mulai melihat kalian di Sana, lihat!" kakek itu menuding. "Bukankah cahayanya yang keemasan memberi kekuatan pada kalian? Nah, minum ini untuk penenang pikiran, anak-anak. Dan setelah itu kalian tunduk kepadaku!"

Lam-ciat menyambar Su Tong, memaksa pemuda itu membuka mulutnya dan anggur pengantin pun sudah dicekokkan ke dalam perut pemuda ini. Su Tong mau meronta namun tak berdaya, anggur lenyap memasuki mulutnya dan akhirnya Keng Han serta yang lain-lain mendapat giliran. Dan ketika mereka juga tak dapat menolak karena kakek itu sudah menguasai mereka maka anggur pun memasuki mulut tanpa dapat dicegah, diiring tangis dan makian Bhi Li enci adik.

"Lam-ciat, kubunuh kau. Jahanam terkutuk, kubunuh kau..!"

Lam-ciat tertawa-tawa. Kakek ini tak menghiraukan segala maki dan kutuk, anak-anak muda itu sudah dibuatnya tak berdaya. Dan ketika dia mulai mengambil alat-alat tetabuhan dan sinar keemasan dari bulan purnama mulai jatuh ke bumi maka kakek itu mengajak empat muda-mudi itu menari.

"Hayo, Dewi Bulan mulai menjenguk kita. Bangkitlah, kita menari..!"

Bhi Pui dan adiknya menangis tak keruan. Bhi Pui hampir pingsan dan berkali-kali mengeluh. Tapi ketika anggur memasuki perutnya dan hawa yang aneh naik ke kepala tiba-tiba gadis ini merasa pusing, muntah tapi tidak ada muntahan. Di sana Keng Han dan Su Tong juga begitu, mereka merasa pusing dan tiba-tiba mengantuk. Dan ketika genderang atau alat tetabuhan dibunyikan Lam-ciat dan suara bising ini mengganggu kantuk tiba-tiba Bhi Pui mulai bangkit berdiri dan terhuyung mendekati Lam-ciat, disusul adiknya.

"Ha-ha, bagus, anak-anak manis. Ke sinilah..!"

Keng Han dan Su Tong terbelalak. Mereka mulai terbawa ke suatu tempat yang aneh, lamat-lamat sinar bulan menjadi kian keemasan, bukan main indahnya. Dan ketika hawa yang hangat naik ke atas kepala dan perlahan tetapi pasti kesadaran dua pemuda ini terampas anggur pengantin maka Keng Han tersenyum melihat Bhi Li kakak beradik mulai menari!

"Ha-ha, bagus sekali, Su Tong. Tarian mereka indah!"

"Benar," Su Tong tertawa, tiba-tiba mendengus. "Dan mereka kian cantik, Keng Han. Ah, aku ingin menari bersama Bhi Li!"

"Dan aku Bhi Pui..!"

Dan begitu dua pemuda ini tertawa terhuyung-huyung tiba-tiba mereka sudah menghampiri Bhi Li dan Bhi Pui, Keng Han langsung menuju gadis baju merah ini sedang Su Tong ke Bhi Li yang berbaju biru, tersembul di balik pakaian pengantin putih dan masing-masing sudah tertawa-tawa. Muka keduanya merah seperti terbakar sementara Bhi Li dan kakaknya mengeluh dan memejamkan mata, mengikuti irama tetabuhan dan menarilah empat orang muda itu. Dan ketika Lam-ciat tertawa bergelak dan memukul tambur dengan irama cepat dan panas maka kakek itu berseru agar mereka menari lebih cepat.

"Hayo, goyang pinggul kalian. Goyang...."

Empat muda-mudi itu meliak-liuk. Mereka menggoyang-goyang pinggul sementara Bhi Li dan kakaknya juga menggerak-gerakkan dada. Tarian erotis mulai mereka lakukan, kian lama kian cepat dan juga panas. Dan ketika Lam-ciat terbahak-bahak dan mengulang-ulang seruannya maka Keng Han maupun Su Tong sudah memasuki dunia yang baru, meremas dan akhirnya memeluk dua enci adik itu, tak sadar akan apa yang dilakukan karena semuanya terpengaruh anggur pengantin.

Anggur itu adalah anggur perangsang di mana dengan keji kakek itu memberikannya pada dua pasangan muda-mudi ini untuk melaksanakan pestanya, memuja Dewi Bulan dan kakek itupun akhirnya menari, melepas genderang maupun tamburnya tapi Keng Han dan Su Tong seolah masih mendengar bunyi musik yang panas itu. Dan ketika Bhi Li melenggang-lenggok cepat sementara Su Tong sudah mendekap dan memeluk ketat gadis ini tiba-tiba Su Tong mendengus menciumi wajah gadis itu.

"Bhi Li, kau cantik. Aku mencintaimu..."

"Hm, kaupun cantik, Bhi Pui. Akupun mencintaimu!" Keng Han di sana juga sudah memeluk Bhi Pui, mendekap dan menciumi gadis itu dan Bhi Pui mengeluh panjang pendek. Gadis ini membawa jari-jari tangan Keng Han ke sekujur tubuhnya, mendesah dan mendengus-dengus seolah orang kepanasan. Dan ketika Keng Han menuruti semuanya itu dan Lam-ciat di sana berkemak-kemik sambil tersenyum-senyum tiba-tiba terdengar perintah agar dua muda-mudi itu membuka pakaian mereka.

"Dewi Bulan sudah di atas kepala kita. Semua membuka pakaiannya dan tengadah!"

Keng Han dan lain-lain bersicepat mengikuti perintah ini. Mereka memang seakan kepanasan dan tak mampu lagi menahan diri, pakaian yang menutup seolah mengganggu dan empat muda-mudi itu sudah melaksanakan perintah Lam-ciat, kakek ini menengadahkan tangannya menerima cahaya bulan.

Saat itu dengan amat mentakjubkan sekali Dewi Bulan seolah-olah muncul, turun dari langit dan terbentuklah bayangan dewi jelita yang hinggap di telapak kakek ini. Dan ketika kakek ini menjatuhkan diri berlutut sementara Keng Han dan lain-lain juga diperintahkan berlutut maka tak kuat menahan nafsu lagi dua muda-mudi itu roboh terguling, mendengar seruan dan teriakan Lam-ciat,

"Dewi, puncak acara akan kami mulai. Lihatlah..!" dan ketika kakek itu membuang kembang dan menaburkan bubuk warna-warni maka Keng Han di sana sudah bergulingan bersama Bhi Pui, bergumul dan rupanya yang dimaksud sebagai "puncak acara" oleh kakek iblis ini adalah hubungan cinta dua pasangan itu.

Su Tong sudah menubruk Bhi Li dan pemuda inipun memeluk dan mendengus-dengus, Bhi Li menerima dan semua tak tahu apa yang terjadi. Keempatnya tak sadar akan pengaruh anggur, sungguh keji kakek itu. Dan ketika Lam-ciat tertawa-tawa dan berjingkrak sambil menonton pertunjukan itu, yang hanya patut dilakukan oleh orang tidak waras dan kakek iblis macam Hantu Selatan ini maka dua pasangan itu tenggelam dalam nafsu berahi mereka, dua jam penuh dan Lam-ciat selalu memberi anggur baru bila salah satu dilihat kecapaian, loyo dan bangkit lagi begitu diberi anggur baru. Kakek ini menunggu sampai bulan condong ke barat. Dan ketika tengah malam mulai lewat empat muda-mudi itu kelelahan dan terengah-engah akhirnya kakek ini meloncat dan memberi obat tidur.

"Bagus, tugas kalian selesai, anak-anak. Sekarang tidurlah dan besok kita memasuki acara baru!"

Keng Han dan lain-lain bagai kerbau dicocok. Mereka menurut saja dan menerima pil itu, obat tidur. Dan ketika mereka mengeluh dan roboh dengan kantuk yang berat tiba-tiba semuanya kembali terguling dan... tidur dengan pulas.

Keng Han dan Su Tong tak tahu apa yang terjadi. Mereka tiba-tiba terkejut ketika terdengar bentakan dan lengking penuh kemarahan. Bhi Pui, yang pagi itu sadar lebih dulu tiba-tiba membuka matanya. Gadis baju merah ini mula-mula terbelalak, melihat langit yang hijau di atas dan tubuh tiba-tiba terasa kedinginan, kaget dan lapat-lapat dia seakan baru melewati mimpi buruk. Semalam seolah dia bermimpi melakukan sesuatu dengan Keng Han, perbuatan yang membuat mukanya merah dan mata pun membeliak.

Mimpi yang buruk itu membuat gadis ini ngeri. Dan ketika tubuhnya terasa kian dingin dan alangkah kagetnya ketika ia sadar bahwa ia sama sekali tidak berpakaian, pakaiannya menumpuk di sana, tiba-tiba gadis ini terpekik melihat tubuh Keng Han yang juga sama sekali tidak berpakaian di sampingnya. "Aihhh..!"

Teriakan atau jerit itu menggugah Bhi Li. Sang adik terkejut dan otomatis membuka mata, Bhi Li juga merasa tubuhnya dingin dan alangkah kagetnya ia ketika melihat bahwa ia tertidur di atas panggung, tidak berpakaian, telanjang bulat dan Su Tong juga ada di dekatnya dengan keadaan yang sama, telanjang bulat! Dan ketika encinya berteriak dan sang encipun dilihatnya bugil seperti dirinya tiba-tiba encinya itu melengking menyambar pakaian, mengumpat dan mengutuk Keng Han dan bangunlah pemuda itu.

Keng Han terkejut karena lamat-lamat ia pun seakan baru melewati mimpi buruk, melakukan sesuatu dengan Bhi Pui. Dan ketika gadis itu menjerit dan membentak penuh kemarahan tiba-tiba gadis baju merah ini menghantam Keng Han lupa pada Lam-ciat, karena ia baru sadar.

"Keng Han, kau jahanam terkutuk. Aih, kau menodai aku... des-plak!" dan Keng Han yang mencelat dan terbanting terguling-guling tiba-tiba sudah dikejar dan diserang lagi, dipukul dan ditendang dan pemuda ini terperanjat.

Keng Han belum sadar sepenuhnya dan baru mengucek mata, tidak tahunya Bhi Pui menyerang dan mengantam lagi, bukan sedang bermimpi. Dan ketika ia mencelat dan terguling-guling lagi maka di sana Su Tong juga mendapat bentakan dan serangan Bhi Li, si gadis baju biru!

"Su Tong, kaupun jahanam keparat. Aih, kubunuh kau... des-dess!" dan Su Tong yang juga terlempar dan berteriak kaget tiba-tiba dikejar dan diserang lagi, mengelak namun terlambat dan mengamuklah dua enci adik itu.

Mereka tak menyadari perbuatan Hantu Selatan karena saat itu yang ada ialah dua pemuda ini, dan merekalah yang langsung terlibat, menodai mereka. Maka begitu Bhi Li dan Bhi Pui mengamuk dengan serangan-serangan mereka mengeluhlah dua pemuda murid Pek-lui-kong ini, jatuh bangun dihajar dan Su Tong tak dapat membalas. Dia sudah menyambar pakaiannya dan Keng Han di sana juga baru menyadari kalau tubuhnya telanjang bulat, sibuk mencari pakaian dan sambil lari sana comot sini dia mengenakan pakaiannya itu, serba tergesa-gesa, seadanya. Tak tahu betapa bajunya terbalik dan celananya pun baru masuk sebelah, jadi kaki yang lain di luar, lucu, tapi juga menyedihkan! Dan ketika Keng Han berteriak sana-sini sementara temannya juga berkaok-kaok dengan bingung tiba-tiba Bhi Li dan kakaknya mencabut pedang.

"Keng Han, kau akan kubunuh. Ah, kau pasti kubunuh!"

"Benar," Bhi Li juga melotot, membentak dan melengking-lengking. "Kaupun akan kubunuh, Su Tong. Tubuhmu akan ku-cincang menjadi bakso... sing-bret!" dua pedang itu mengenai sasaran, jatuh membacok di pundak Keng Han sementara Su Tong sudah melempar tubuh bergulingan, terlambat juga dan bajunya sobek. Dan ketika pemuda itu jatuh di bawah sementara Keng Han diteriaki agar melempar tubuh ke bawah maka Keng Han pun membanting diri bergulingan berdebuk di bawah panggung.

"Bhi Pui, tahan. Nanti dulu, aku tidak bersalah..!"

"Benar," Su Tong juga berteriak. "Aku juga tidak bersalah, Bhi Li. Aku melakukan itu dengan tidak sadar!"

"Tidak sadar hidungmu! Kalian berdua menodai kami dengan sengaja, Su Tong. Kau dan Keng Han sama-sama jahanam terkutuk. Mampuslah, tak usah banyak bicara... sing-bret!" dan pedang yang lagi-lagi mengenai dua pemuda itu membuat Keng Han dan temannya menjadi kelabakan sudah terpaksa melempar tubuh bergulingan lagi untuk menjauh, berteriak-teriak namun tidak dihiraukan.

Keng Han bingung dan Su Tong juga pucat. Pagi yang sudah diawali dengan ribut-ribut hebai itu membuat otak keduanya kacau, tak dapat berpikir jernih. Namun ketika sesosok bayangan berkelebat dan Lam-ciat muncul di situ maka kakek iblis ini berseru,

"Heh, apa yang kalian lakukan? Pengantin baru tak boleh serang-menyerang, anak-anak. Tahan dan robohlah... plak!" dan pedang Bhi Li maupun kakaknya yang ditampar lepas tiba-tiba mencelat dari tangan kedua gadis itu, mereka terpelanting dan roboh mengaduh.

Tangan Bhi Li tiba-tiba bengkak! Dan ketika dua gadis itu terkejut dan membelalakkan matanya tiba-tiba mereka sadar dan teringat kakek iblis ini. "Ah, dia... dia yang melakukan semuanya ini, enci? Kita... kita salah?"

Bhi Pui pucat. Setelah kakek ini muncul dan segala ingatan kembali dengan baik maka Bhi Pui pun ingat akan kejadian semula. Bahwa mereka dicekoki anggur pengantin dan anggur itulah yang telah membuat tubuhnya panas dingin, diamuk nafsu berahi dan Keng Han maupun Su Tong juga begitu. Kakek ini memang hendak "menikahkan" mereka, dengan cara yang amat kasar dan biadab. Dan teringat betapa segalanya itu telah dilakukan di depan kakek ini, jadi kakek ini menonton dan mereka dijadikan pertunjukan menarik tiba-tiba Bhi Pui menjerit dan menyambar pedangnya lagi, menusuk.

"Lam-ciat, kau siluman jahanam..!"

Kakek itu menyeringai. Melihat serangan ini tentu saja dia tertawa, tadi pedang si gadis sudah dipukul mencelat. Maka begitu menyerang lagi dan menusuk dadanya tiba-tiba kakek ini membentak dan pedang pun ditangkis patah.

"Bocah, jangan kurang ajar. Mundurlah ... pletak!" pedang menjadi tiga potong, patah ditangkis si kakek dan terlepaslah pedang itu dari tangan Bhi Pui, yang terpelanting dan terguling-guling. Dan ketika kakek itu berkelebat dan dua jarinya bergerak maka Bhi Pui mengeluh ketika ia roboh tertotok.

"Bluk!"

Terbantinglah gadis itu di sudut. Bhi Pui akhirnya menangis dan tidak berdaya lagi, Lam-ciat tertawa-tawa namun Keng Han dan Su Tong tiba-tiba bergerak. Mereka marah dan sadar setelah melihat kakek ini pula, membentak menyerang kakek itu dan Bhi Li juga berteriak. Gadis ini marah melihat robohnya kakaknya, perbuatan Lam-ciat dan bersama Keng Han dan Su Tong tiba-tiba gadis itu menerjang si kakek, menyambar pedangnya. Dan ketika tiga muda-mudi itu bergerak dan Bhi Li menangis meminta maaf pada Su Tong maka Su Tong terharu namun sudah menghantam si kakek iblis.

"Tak apa, kita semua menjadi korban kakek ini, Bhi Li. Mari kita bunuh dan serang dia... des-dess!" tiga serangan anak muda itu mendarat di tubuh Lam-ciat, diterima namun mereka semua terpental.

Hantu Selatan ini tertawa bergelak dan tentu saja ia tidak takut dikeroyok, sudah menerima serangan-serangan lagi dan pedang di tangan Bhi Li berkelebatan menyambar-nyambar untuk menusuk atau membacok kakek itu. Tapi karena Lam-ciat adalah kakek yang amat lihai dan betapapun juga kakek ini bukanlah tandingan mereka maka tak sampai sepuluh jurus kemudian pedang di tangan Bhi Li terlepas, diketuk kakek itu dan robohlah Bhi Li ketika lawan menotoknya. Dan ketika gadis itu terbanting dan mengeluh di sana maka berturut-turut pukulan Su Tong dan Keng Han juga dimentahkan kakek ini, keduanya tertarik ke depan dan si kakek pun menggerakkan kakinya, menendang dua pemuda itu, yang terlempar dan terbanting roboh. Dan ketika ketiganya tak dapat bangkit lagi karena mengaduh-aduh di sana maka Lam-ciat terbahak-bahak mengejek mereka.

"Ha-ha, kalian bukan tandinganku, anak-anak. Kalau saja kalian bukan pemuda-pemuda yang menyenangkan tentu kalian kubunuh! Heh, kalian berempat telah mendapat berkah dari Dewi Bulan. Tubuh kalian telah bersinar-sinar memiliki Kim-kang. Sekarang kalian berempat masuki tong itu dan berikan Tenaga Emas itu kepadaku, ha-ha...!"

Lam-ciat menggerakkan tangan, tubuh empat muda-mudi itu terangkat naik dan tahu-tahu mereka sudah tercebur di sebuah tong besar. Tong ini terbuat dari kayu dengan bagian bawahnya terbuat dari plat baja yang tebal, terisi air setengah penuh dan kontan mereka mandi bersama, jebar-jebur dan basah kuyup semua, memaki-maki, tak tahu apa yang akan dilakukan kakek itu namun kini mereka berkumpul menjadi satu. Keng Han berhadapan dengan Bhi Pui, hampir beradu muka. Dan ketika di sebelah kirinya Su Tong juga berhadapan dengan Bhi Li dan dua orang itu juga nyaris beradu hidung maka Bhi Pui menangis pucat gemetar meminta maaf.

"Aku... aku... maafkan aku, Keng Han. Aku telah bersalah memukulmu...!"

"Sudahlah," Keng Han merah mukanya, mencoba melengos namun malah bertemu dengan Bhi Li. "Kita semua menjadi permainan kakek ini, Bhi Pui. Lam-ciat ternyata seorang kakek gila!"

"Dan kau maafkan aku, Su Tong. Aku.. aku juga telah memukulmu!" Bhi Li menunduk, ganti bicara.

"Sudahlah," Su Tong juga merah mukanya. "Keng Han benar, Bhi Li. Kita semua menjadi korban dan aku tak tahu apa yang hendak dilakukan kakek itu sekarang!"

"Hm, benar," Keng Han pucat. "Lam-ciat rupanya hendak merebus kita, Bhi Li. Dia membuat api!"

Semua terbelalak. Bhi Li dan kakaknya melihat betapa Lam-ciat tertawa-tawa, menggoyang-goyang tong itu hingga mereka di dalam terguncang, menambah air lagi dan terendamlah mereka sebatas leher. Sedikit lagi mereka bisa kelelap! Dan ketika si kakek tertawa dan meloncat melempar-lempar kayu kering maka Keng Han berteriak menanya kakek itu, marah dan kaget juga ngeri!

"Kakek iblis, apa yang hendak kaulakukan kepada kami? Kalau hendak membunuh kenapa tidak segera membunuh? Hei, kami tidak takut mati, kakek siluman. Bunuhlah dan jangan lakukan kami seperti ini!"

"Heh-heh, kalian tidak kubunuh, justeru menikmati mandi surga. Siapa akan membunuh kalian, anak-anak? Aku hendak merebus kalian dengan reramuan mujijat. Aku ingin mengeluarkan Kim-kang yang kalian sedot dari Dewi Bulan untuk kuminum!"

"Kau gila! Kami tidak memiliki Tenaga Emas itu!"

"Ha-ha, kalian berempat sudah bersinar-sinar, bocah. Tubuh kalian sudah mengandung Kim-kang. Diamlah, jangan banyak mulut lagi. Kalian tak akan kepanasan biarpun di air yang mendidih!" kakek ini mengeluarkan sebakul rempah-rempah, menuangkannya pada tong besar itu dan mulailah api di bawah menyala.

Segala macam rumput dan dedaunan berhamburan di air setengah penuh yang merendam empat muda-mudi itu, Keng Han menyumpah-nyumpah sementara Su Tong juga memaki-maki. Mereka tersedak dan batuk-batuk. Bhi Li menjerit karena dari tuangan rempah-rempah ini ternyata bercampur pula segala macam binatang menjijikkan seperti kecoa dan tikus, juga kelabang atau beberapa jenis binatang lain yang sudah kering, memang sudah mati dan agaknya diawetkan kakek itu tapi tentu saja membuat gadis seperti Bhi Li menjerit. Bhi Pui juga berteriak dan mengambanglah segala macam binatang kering itu di sekeliling tubuh mereka, mengerikan tapri juga menjijikkan. Dan ketika Bhi Li hampir pingsan sementara encinya juga tersedu-sedu maka Lam-ciat di luar sudah tertawa-tawa membesarkan api.

"Heh, jangan menangis, anak-anak manis. Semua binatang itu sudah mati dan tak akan menggigit. Kalian tenanglah, aku akan mulai merebus kalian!"

Keng Han terbelalak. Api yang mulai membesar membuat tong itu menjadi hangat, kian hangat dan akhirnya panas. Dan ketika kakek itu menambah kayu bakar dan api menjilat-jilat di pantat tong besar ini maka Bhi Li dan kakaknya akhirnya pingsan.

"Keng Han, kita tidak kepanasan!"

Keng Han mengangguk. Dia merasa heran ketika api semakin membesar namun mereka tidak kepanasan. Air di dalam tong mulai mendidih dan tiba-tiba keluarlah semacam air kekuningan dari tubuh mereka, berkelutuk dan tidak bersenyawa dengan air yang direbus. Su Tong melihat itu dan tertegun. Dan ketika Lam-ciat berseru girang dan terbahak-bahak melihat air emas ini, Kim-kang yang dikeluarkan dari tubuh empat anak muda itu maka si kakek berjingkrak dan menari-nari.

"Ha-ha, lihat, anak-anak. Kim-kang yang kalian terima dari Dewi Bulan sekarang sudah keluar. Lihatlah, semakin banyak akan semakin kental!"

Keng Han menjublak. Memang benar, air keemasan ini mulai banyak mengalir. Tapi semakin banyak keluar dari tubuh mereka tiba-tiba mereka juga merasa kehilangan sesuatu, sumber tenaga yang membuat Keng Han terkejut dan melebarkan matanya. Dan ketika Su Tong mengeluh karena tenaganya serasa disedot keluar dan menjadi air keemasan itu maka pemuda ini menggigil dan berseru,

"Keng Han, kita akan mati. Air mendidih ini memang tidak akan membunuh kita, tapi cairan keemasan yang keluar dari tubuh kita akan menyedot semua tenaga yang kita punyai!"