GOLOK MAUT
JILID 08
KARYA BATARA
JILID 08
KARYA BATARA
SEMUA orang terkejut. Coa-ongya tiba-tiba muncul di situ dengan muka merah padam, mendelik dan tampak betapa pangeran ini marah besar. Im-kan Siang-li, dua nenek lihai itu tampak terkejut, muka mereka berobah namun tiba-tiba mereka menyeringai. Dan ketika pangeran melangkah maju dan mendekati mereka maka pangeran membentak,
"Im-kan Siang-li, apa yang kalian lakukan ini? Sadarkah kalian dengan apa yang kalian perbuat?"
"Heh-heh!" nenek yang memegang golok, yang tampak tidak gentar dan tidak takut, tertawa. "Kami tahu apa yang kami lakukan, pangeran. Dan tentu saja kami sadar akan semua perbuatan kami!"
"Keparat, kalian mencuri Golok Maut? Kalian berani melakukan itu?"
"Heh-heh, Golok Maut bukan milikmu, pangeran. Maaf kami pinjam karena kami juga ingin memilikinya."
"Tapi golok itu aku yang mendapatkan, kalian tak berhak dan cepat kembalikan?"
"Ah, kau mendapatkan juga atas bantuan kami, pangeran. Jadi adil kalau kami juga meminjamnya sebentar!"
"Keparat, kau membangkang?"
"Tidak, kau yang pelit, pangeran. Seharusnya kami mendapat pinjaman sebentar dan kau biarkan kami pergi. Atau, heh-heh... Sin Hauw ada di situ, pangeran. Dan kita bisa ramai!"
Sang pangeran tertegun. Memang Sin Hauw ada di situ dan tadi tak jadi melompat maju, pangeran muncul dan dia menahan diri. Dan ketika pangeran menoleh dan semua orang memandangnya maka Sin Hauw menjadi pusat perhatian dan pangeran tampak terkejut.
"Eh!" serunya. "Kebetulan, Sin Hauw. Kau bantu kami tangkap dua nenek ini!"
Sin Hauw tertegun. Menghadapi keadaan yang membingungkan begini tiba-tiba dia tak dapat berpikir baik. Dia memandang goloknya dan golok di tangan nenek itu, berkali-kali, ragu dan bingung bagaimana tiba-tiba ada dua Golok Maut di situ, satu punyanya sedang yang satu lagi dipegang nenek Im-kan Siang-li. Dan belum dia menemukan kebingungannya tiba-tiba pangeran telah mendekatinya dan melompat berkata,
"Sin Hauw, golokmu dicuri nenek itu. Mereka menukarnya. Golok di tanganmu palsu!"
Sin Hauw terbelalak.
"Benar, golok di tanganmu bukan yang asli, Sin Hauw. Im-kan Siang-li menukarnya dan golok di tangannya itulah yang asli!"
Sin Hauw terkejut. "Benarkah, pangeran?"
"Kau tanya semua orang, Sin Hauw. Dan buktikan golokmu asli atau bukan!"
"Srat!" Sin Hauw mencabut goloknya, menggigil. "Kau jangan main-main, pangeran. Atau aku akan melakukan seperti dulu!"
"Bodoh! Buktikan senjata itu, Sin Hauw, serang dua nenek siluman itu!"
Sin Hauw membentak. Tiba-tiba tanpa banyak cakap dia sudah berkelebat ke depan, Coa-ongya didorong dan hampir saja pangeran itu terjengkang. Dan ketika sinar golok berkilat menyilaukan mata dan Sin Hauw sudah bergerak ke arah nenek itu maka pemuda ini sudah menyerang dan melakukan bacokan miring.
"Singg..!" golok mendesing meremangkan bulu tengkuk. Pemuda itu sudah bergerak dan langsung menggunakan senjatanya, nenek yang diserang terkekeh dan tampak tidak gentar. Karena begitu Sin Hauw menyerang dan menggerakkan senjatanya tiba-tiba nenek ini pun menggerakkan golok dan menangkis.
"Trang!"
Golok Sin Hauw patah. Pemuda itu berteriak saking kagetnya. Dalam segebrakan saja goloknya putus, terpotong di-babat golok si nenek. Dan ketika Sin Hauw terpekik dan berseru kaget maka golok si nenek terus menyambar dan Sin Hauw membanting tubuh bergulingan.
"Crass!"
Golok itu menghajar batu. Tanah bekas injakan Sin Hauw hangus dan terbakar, Sin Hauw terkejut karena itulah benar golok yang asli. Dan ketika dia bergulingan melompat bangun dan sang nenek terkekeh maka pemuda ini pucat mendengar kata-kata sang pangeran,
"Nah, lihat. Sin Hauw. Dustakah kata-kataku?"
"Keparat!" Sin Hauw gemetar. "Bagaimana kau mencurinya, nenek siluman? Dan kapan kau melakukan ini?"
"Tak usah tanya! Nenek itu akan berbohong, Sin Hauw. Lebih baik serang lagi dan biar kau dibantu yang lain-lain di sini!" sang pangeran berseru, memotong pertanyaan Sin Hauw dan nenek itu tak diberi kesempatan menjawab.
Pek-wan dan lain-lain disuruh maju, membantu Sin Hauw. Dan ketika semua menerjang dan kembali membentak nenek itu maka Sin Hauw memungut goloknya dan termangu sejenak, tak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi dan nenek Im-kan Siang-li terkekeh. Mereka sudah diserang dan dikeroyok lagi. Tapi ketika nenek itu memutar goloknya dan semua patah-patah bertemu golok di tangan nenek ini maka Pek-wan dan lain-lain pucat berseru pada Sin Hauw, minta tolong.
"Sin Hauw, bantu kami. Jangan mendelong!"
Sin Hauw sadar. Sang pangeran telah mendekatinya dan melompat memberikan sebuah golok baru, golok itu besar dan kuat, mengkilap dan terbuat dari baja yang baik. Dan ketika pangeran menyuruh dia maju dan minta agar tidak mengadu goloknya Sin Hauw sudah mengangguk dan berkelebat ke depan, membentak dan berkilauanlah cahaya golok yang naik turun, menukik dan menerkam dan dua nenek itu terkejut.
Sin Hauw menyerang siapa saja di antara mereka berdua, tak perduli dan goloknya selalu ditarik bila mau berpapasan, menyerang lagi dengan jurus-jurus maut dan berkeredepanlah sinar menyilaukan mata ini ketika Sin Hauw sudah mainkan ilmu goloknya. Dan ketika pemuda itu beterbangan dan dari satu tempat ke tempat lain ia selalu melakukan jurus-jurus berbahaya maka dua nenek itu sibuk sementara yang buntung berteriak pada saudaranya agar melindungi dirinya.
"Keparat, kau jahanam berotak kerbau Sin Hauw. Kau tak tahu bahwa Coa-ongya menipumu dan mengibulimu habis-habisan. Pangeranlah yang mengganti golokmu, kau harus menuntut padanya dan tidak menyerang kami!"
"Benar," nenek yang lain menyambung "Kami mengambil golok ini dari pangeran. Sin Hauw. Kau dipedayainya dan ditipu habis-habisan!"
"Jangan dengarkan omongannya!" Coa-ongya membentak. "Nenek itu bawel mulutnya, Sin Hauw. Lebih baik kau serang dan rampas kembali golokmu!"
"Sing-plak!" Sin Hauw tak menghiraukan, terus menyerang dua nenek itu dan mereka memaki-maki. Pek-wan dan lain-lain diminta Coa-ongya agar menyerang lebih hebat, dua nenek itu marah tapi sekarang Coa-ongya memberi tahu agar nenek yang buntung didesak lebih dulu, Sin Hauw mengangguk dan dapat mengikuti ini, mengerti bahwa nenek yang itu memang lebih lemah.
Nenek ini hanya mempergunakan kedua kakinya untuk mengelak dan menendang, saudaranya di sana memegang golok sementara dia bertangan kosong, eh., mana.ada nenek buntung memegang senjata? Maka begitu Sin Hauw mulai menekankan serangannya pada nenek ini sementara nenek yang lain disibukkan serangan pengawal maka nenek buntung kelabakan diserang Sin Hauw, sebentar saja terdesak!
"Sin Hauw, tahan seranganmu. Atau saudaraku akan membunuhmu!"
"Sing-crat!" jawaban Sin Hauw berupa sambaran golok, tepat mengenai pundak si nenek dan nenek buntung itu menjerit. Dia melempar tubuh bergulingan ketika Sin Hauw mengejar, dua pengawal membantu namun nenek itu menendang, membuat dua pengawal ini mencelat. Tapi ketika dia melompat bangun dan Sin Hauw sudah ada di dekatnya maka golok pemuda itu bergerak dan kaki nenek ini terbabat miring.
"Crat-aduh!"
Nenek itupun meraung. Untuk kedua kali ia kesambar golok, untung tidak putus namun betisnya robek berdarah, luka memanjang karena serangan Sin Hauw tadi menyambar miring. Coa-ongya bertepuk tangan dan memuji pemuda itu, Sin Hauw menyerang lagi lebih hebat dan nenek itu melengking. Dan ketika dia berteriak dan Kak-busu membantu Sin Hauw maka nenek ini memaki kalang-kabut karena dirinya betul-betul kewalahan.
"Aduh, bantu aku, toa-ci. Ke mari dan bunuh dua orang ini!"
Sang toa-ci (kakak) terkejut. Saat itu dirinya dihadang puluhan pengawal, roboh satu maju sepuluh. Roboh sepuluh maju dua puluh. Dan karena Pek-wan selalu mendapat aba-aba dari Coa-ongya agar mencegah dan menghalangi dia membantu adiknya di sana maka nenek ini menggeram dan memekik marah.
"Pek-wan, mundur. Atau kau kubunuh!"
"Hm, serahkan golok dulu, nenek siluman. Baru setelah itu aku mundur!"
"Keparat, kau bicara serius?"
"Tentu, kau kira main-main? Ha-ha, serahkan golok, nenek bau. Dan baru setelah itu aku mundur!"
"Kalau begitu terimalah!" nenek ini tiba-tiba melempar golok. "Kau boleh menikmatinya sejenak, kakek busuk. Tapi bantu adikku dari desakan Sin Hauw... singg!" golok benar-benar menyambar Pek-wan, diberikan dan Lutung Putih tentu saja terbelalak, girang tapi cepat menerima golok itu. Dan ketika dia tertawa bergelak dan Golok Maut berpindah di tangannya maka dia meloncat ke kiri dan.., kabur meninggalkan arena.
"Heii..!" Coa-ongya terkejut. "Berikan padaku, Pek-wan. Kembali...!"
Namun si Lutung Putih terbahak di sana. Dia tak kembali dan pangeran berteriak-teriak. Sin Hauw dipanggil dan semua orang terkejut. Dan karena kejadian itu memang di luar dugaan dan Sin Hauw menahan desakannya maka pangeran berseru,
"Sin Hauw, kejar kakek Lutung itu. Golokmu diambilnya!"
Sin Hauw tertegun. Memang ini kejadian mengejutkan, para pengawal ribut dan merekapun geger. Apa yang dilakukan Pek-wan adalah tiruan dari apa yang tadi dilakukan Im-kan Siang-li. Kini si Lutung yang mengambil golok itu dan melarikannya. Dan karena yang amat berkepentingan adalah Sin Hauw karena pemuda itulah pemilik utamanya maka Sin Hauw meninggalkan nenek buntung dan meloncat berjungkir balik mengejar si Lutung.
"Pek-wan, kembalikan golok itu!"
Pengawal benar-benar ribut. Sin Hauw berjungkir balik di atas kepala mereka dan sudah menghadang perjalanan lawan, Pek-wan tak dapat berlari karena pemuda itu sudah ada di depannya. Dan karena Sin Hauw marah dan membentak kakek itu maka golok di tangan langsung berkelebat dan menyambar kepala kakek itu, membuat lawan terkejut tapi Pek-wan menggerakkan goloknya. Gerak otomatis dari seorang ahli silat langsung dikerjakan kakek ini. Dan persis golok Sin Hauw menyambar datang Golok Maut di tangannya itupun menyambut.
"Crangg!"
Golok Sin Hauw putus. Tadi dalam kemarahan dan kegeramannya Sin Hauw lupa pada pesan Coa-ongya. Goloknya memang tak boleh diadu dengan Golok Maut karena pasti kalah. Golok di tangannya itu adalah golok biasa meskipun terbuat dari baja yang baik, tak mungkin ditandingkan dengan Golok Maut. Maka begitu putus dan Sin Hauw sadar akan kekeliruannya maka Pek-wan tertawa bergelak mengejek padanya,
"Minggir, Sin Hauw. Atau kau terbunuh oleh golokmu sendiri.. singg!"
Sin Hauw mengelak, melempar tubuh bergulingan ketika Pek-wan mengejar, golok ampuhnya bekerja dan tentu saja Sin Hauw menghindar. Dan ketika pemuda itu bergulingan meloncat bangun namun Pek-wan terbahak di sana ternyata kakek itu melarikan diri dan sudah pergi lagi.
"Ha-ha, tak usah mengejar. Sin Hauw. Tuntut saja Coa-ongya karena benar dia telah menipumu!"
Sin Hauw tertegun. Untuk kedua kali la mendengar omongan ganjil, tadi Im-kan Siang-li sekarang kakek ini, padahal beberapa saat yang lalu Pek-wan adalah pembantu Coa-ongya, jadi musuh dari dua nenek lihai yang kini melotot. Sang toa-ci sudah menolong adiknya dan Kak-busu serta pengawal mencelat ditendang, Sin Hauw tak ada di situ jadi nenek buntung dapat bernapas lega. Dan ketika nenek itu melotot sementara Sin Hauw termangu dengan muka bingung tiba-tiba Im-kan Siang-li membentak dan mengejar si kakek Lutung, berkelebat di samping Sin Hauw.
"Jangan bodoh, kau memang dipedayai Coa-ongya, Sin Hauw. Apa yang kau alami selama ini adalah tipuan. Tapi sekarang lebih baik golokmu diambil, mari kubantu dan bunuh si kakek Lutung itu!"
Sin Hauw menggeram. Setelah diombang-ambing sejenak oleh kata-kata dua orang itu akhirnya omongan si nenek di-anggap benar. Pek-wan harus dikejar dan goloknya dirampas kembali. Itu adalah peninggalan gurunya dan tak boleh Golok Maut dipegang orang lain. Maka begitu nenek itu mengejar dan Sin Hauw menyusul maka pemuda ini berkelebat dan sudah membentak si Lutung.
"Pek-wan, kembalikan golokku!"
Pek-wan terkejut. Sin Hauw dan nenek Im-kan Siang-li hampir berbareng menyambar punggungnya, nenek itu melepas jarum sementara Sin Hauw menyambar tombak seorang pengawal, tombak panjang yang ujungnya tahu-tahu sudah dekat dengan punggungnya. Dan karena kakek ini harus menangkis dan apa boleh buat berhenti berlari maka kakek itu membentak dan memukul pula jarum-jarum si nenek Im-kan Siang-li.
"Cring-trak-tas!"
Ujung tombak dan jarum-jarum runtuh. Sin Hauw melotot namun menyerang kembali, nenek di sebelahnya sudah menerjang dan berseru keras. Dan ketika Pek-wan harus melayani dan dikeroyok dari muka dan belakang maka saat itu Coa-ongya membentak memerintahkan orang-orangnya maju, menyerang si Lutung.
"Bunuh kakek itu. Rampas goloknya!"
Berhamburanlah orang-orang mengeroyok kakek ini. Kak-busu dan lain-lain menerjang bersama, otomatis membantu Sin Hauw dan nenek Im-kan Siang-li. Lucu, tadi menyerang Im-kan Siang-li tapi sekarang malah membantu, inilah ulah atasan, pangeran Coa itu. Dan ketika Kak-busu dan lain-lain menerjang sementara Sin Hauw sendiri sudah membuang tombak untuk merampas yang baru maka pemuda ini membentak lawannya dan si Lutung Putih terkejut, cepat memutar golok tapi celaka sekali dia bukan seorang ahli golok, menangkis tapi Sin Hauw tak mau mengadu senjatanya lagi.
Kini pemuda itu menusuk dan mainkan tombaknya dengan keahlian seorang profesional, ternyata Sin Hauw pandai mainkan senjata selain golok. Dan karena dari kiri kanan menyambar senjata-senjata lain sementara nenek Im-kan Siang-li juga melepas jarum-jarum berbahayanya maka Pek-wan sibuk dan akhirnya satu tusukan Sin Hauw mengenai pundaknya. Celakanya justeru menusuk bagian yang sudah terluka, yakni pundak yang tadi terbabat Im-kan Sian-li, ketika nenek itu masih memegang Golok Maut.
Maka begitu kena yang luka dan kakek ini menjerit maka sebatang jarum akhirnya menancap di lehernya, disusul kemudian oleh tikaman pedang di tangan Kwi-goanswe. Pek-wan yang tak mahir bersenjatakan golok akhirnya menjadi korban sendiri, Dan ketika kakek itu bergulingan sementara Sin Hauw mengejar dan melakukan serangan-serangan berbahaya akhirnya kakek ini mengaduh dan berteriak-teriak.
"Keparat, bantu aku, Im-kan Siang-li. Cegah dan serang mereka ini!"
"Hi-hik, kau yang merampas dan berbuat curang, Pek-wan. Sekarang tak mungkin kubantu karena pangeran marah kepadamu!"
"Tapi golok ini bisa kita miliki berdua, nenek busuk. Kau bantu aku atau golok ini kubuang!"
Nenek itu terkejut. Pek-wan ternyata meskipun bersenjatakan sebuah golok yang ampuh namun sayang sekali kakek itu kurang mampu mempergunakannya. Hanya didorong ketamakannya memiliki senjata yang hebat kakek ini coba-coba merampas, tak tahunya gagal dan Sin Hauw serta Kak-busu dan lain-lain mengeroyok, masih mending nenek Im-kan Siang-li tadi karena mereka berdua, lain dengan si Lutung ini yang hanya seorang diri.
Maka ketika terjangan dan desakan bertubi-tubi menyerang kakek itu sementara yang paling hebat adalah tombak di tangan Sin Hauw maka Lutung Putih mengeluh dan terguling-guling, mempergunakan goloknya namun senjata di tangan Sin Hauw mampu menyelinap. Dua kali tombak di tangan pemuda itu menusuk dan menghunjam, satu di antaranya di atas perut, berbahaya sekali keadaan kakek itu. Dan ketika Im-kan Siang-li tertegun sementara Sin Hauw memperhebat dan melakukan tekanannya akhirnya satu tusukan tombak kembali merobek paha kakek itu, menjerit dan Pek-wan marah sekali.
Coa-ongya bertepuk tangan dan menyuruh bunuh kakek itu, pucat kakek ini. Dan ketika serangan pengawal dan Kak-busu serta Kwi-goanswe juga menyibukkannya dari mana-mana maka kakek ini melengking dan tiba-tiba golok, yang memang diincar dan menjadi sumber pertikaian dilempar, tinggi sekali dan semua orang terkejut. Dalam keputusasaannya kakek ini tiba-tiba membuang golok, melemparnya. Dan karena golok itu memang golok keramat dan semua orang menginginkannya tiba-tiba Kak-busu membentak dan berjungkir balik menyambar senjata itu, yang melayang tinggi di atas pohon.
"Hei, jangan diambil. Serahkan itu pada pangeran!"
Kwi-goanswe, yang mengira Kak-busu akan berbuat seperti Pek-wan berteriak marah. Jenderal tinggi besar ini langsung mengejar dan berjungkir balik pula, menusuk Kak-busu. Dan karena laki-laki itu hampir menyentuh golok tapi diserang dari belakang maka apa boleh buat dia menangkis dan membentak Kwi-goanswe, gagal menangkap golok.
"Plak!"
Dua orang itu sama-sama terpelanting. Baik Kak-busu maupun Kwi-goanswe sama-sama memaki. Kak-busu menyatakan tak ada niat untuk merampas golok, Kwi-goanswe disemprot dan merahlah muka jenderal itu. Dan ketika mereka berjungkir balik melayang turun sementara golok terus melayang jatuh maka Im-kan Siang-li tiba-tiba melepas ikat-pinggangnya dan terkekeh merampas golok itu, dengan cara menggubatnya.
"Siut-rrtt...!"
Golok tahu-tahu terbelit. Dengan cara begini nenek itu telah merampasnya, tertawa dan meloncat tinggi. Dan ketika ia berjungkir balik dan melewati atas pohon maka nenek itu sudah berkelebat dan melayang jauh, melarikan diri. "Heh-heh, terima kasih, Pek-wan. Memang ini punyaku!"
Namun, baru nenek itu berjungkir balik dan melewati pohon tiba-tiba bayangan Pek-wan dan Sin Hauw menyusul, membentak dan Sin Hauw bergerak tanpa suara. Pemuda ini marah sekali dan tiba-tiba melontar tombaknya. Dari belakang Sin Hauw mempergunakan tenaga lemas, tombak meluncur dan suaranya tidak terdengar nenek itu. Dan karena Pek-wan juga menyerang dan bentakan kakek itu kebetulan sekali menutup suara tombak maka tepat sekali tombak menancap di punggung nenek ini.
"Crep!"
Jerit mengerikan terdengar di situ. Si nenek lihai, yang tidak menyangka dan ditembus tombak tiba-tiba terbanting. Tombak menancap persis di saat dia menginjak tanah, jadi kontan roboh ketika punggungnya ditancapi tombak. Dan karena nenek itu tersungkur dan otomatis golok terlepas dari tangannya maka si Lutung Putih terbahak menendang nenek itu, merampas goloknya.
"Ha-ha, Golok Maut milikku, nenek siluman. Dan sekarang kau tak mungkin hidup lagi... dess!" nenek itu mencelat, jauh ditendang kakek ini tapi tiba-tiba Sin Hauw membentaknya.
Bersamaan dengan itu Kak-busu dan Kwi-goanswe sudah meloncat bangun, menerjang kakek ini. Dan ketika Sin Hauw juga melepas Kim-kong-ciang untuk menghantam Pek-wan tiba-tiba dari belakang mencuat sebuah tendangan dari nenek buntung, saudara dari nenek yang roboh.
"Plak-des-blukk!"
Suara-suara itu disusul jerit dan bantingan tubuh. Sin Hauw, yang tidak menduga tendangan dari belakang tiba-tiba terlempar, mengeluh dan terbanting kaget. Dia memang lupa bahwa Im-kan Siang-li ada dua orang, yang pertama sudah roboh sementara yang kedua adalah nenek buntung itu, yang dulu dibuntunginya. Maka begitu melihat saudaranya tersungkur dan tentu saja si nenek buntung marah maka nenek itu sudah berkelebat dan menendang Sin Hauw, mengeluh dan terlempar sementara Kak-busu dan Kwi-goanswe di sana juga menubruk Pek-wan. Kakek Lutung Putih ini diterkam dan tak sempat mengelak, terguling dan mereka bertiga sama-sama roboh. Golok Maut terlepas lagi dan tiga orang itu berebut. Dan karena Kak-busu yang terdekat dan kebetulan golok tinggal meraih maka laki-laki ini menyambar dan golok pun sudah di tangannya.
"Wut!" golok tiba-tiba bergerak. Entah kenapa mendadak laki-laki ini menyerang Kwi-goanswe, yang berteriak dan minta agar golok itu diserahkan padanya. Dan karena jarak mereka dekat dan Kwi-goanswe tak menduga maka bahu jenderal tinggi besar itu kesambar. "Crat!"
Jerit kembali terdengar. Bahu jenderal itu sompal, darah memuncrat namun Pek-wan tiba-tiba bergerak. Kakek ini mencuri kesempatan dalam waktu yang amat sempit. Kak-busu baru saja membacok Kwi-goanswe dan cepat dia bergulingan, menyambar dari bawah dan menendang lawannya. Kak-busu kalah cepat karena baru saja dia menyerang Kwi-goanswe. Maka begitu tertendang dan mencelat terlempar golokpun terlepas dan kebetulan jatuh di tengah-tengah pengawal.
"Hei, awas...!"
"Tangkap!"
Semua melotot. Saat itu Sin Hauw yg diserang nenek buntung tiba-tiba tak diperdulikan semua orang, mata tertuju pada golok yang jatuh di tengah-tengah ini, anehnya semua orang tiba-tiba berebut dan satu sama lain ingin memiliki. Rupanya, keampuhan golok telah membuat ngilar orang-orang ini. Pengawal pun ikut-ikutan mau berebut, saling berteriak dan mendorong yang lain. Dan ketika golok jatuh di tengah-tengah dan semua berebut tiba-tiba Kak-busu berkelebat dan menyambar golok itu, mendahului yang lain-lain, menendang.
"Minggir.. plak-des-dess!"
Golok tahu-tahu telah berada di tangan Kak-busu ini. Pandang mata dan sikap yang aneh tampak di mata busu itu, pangeran girang dan berseru agar busu itu menyerahkan golok padanya. Tapi ketika laki-laki ini tertawa aneh dan meloncat pergi tiba-tiba dia melarikan diri, membawa Golok Maut itu.
"Hei..!" Coa-ongya terkejut. "Serahkan golok padaku, Kak-busu. Kembalikan!"
Namun laki-laki itu tertawa. Dia berkelebat dan mau menghilang, Kwi-goanswe membentak dan tentu saja marah, tiba-tiba melayang ke depan laki-laki itu, yang ternyata mau melarikan diri dan membawa golok. Dan ketika jenderal ini menggerakkan pedangnya dan langsung membacok maka Kak-busu mendengus dan tentu saja menangkis, tak melihat bayangan kakek Lutung yang tiba-tiba bergerak di belakangnya.
"Cring-dess!"
Jerit tertahan terdengar di situ. Kak-busu tahu-tahu terlempar, goloknya memapas buntung pedang di tangan Kwi-goanswe tapi laki-laki ini terkena hantaman Pek-wan, mencelat dan terlempar, goloknya terlepas dan sudah disambar kakek Lutung itu. Dan ketika golok berpindah tangan dan Kak-busu bergulingan terkejut maka Pek-wan ganti merampas golok itu dan melarikan diri.
"Ha-ha, ini milikku, Kak-busu. Pergi dan biarkan aku sendiri!"
Kak-busu terbelalak. Dia sudah tidak memegang golok Maut lagi dan Kwi-goanswe di sana tertegun. Semua orang juga tertegun karena untuk kedua kalinya Lutung Putih mendapatkan golok, yang kecelik jadi melongo tapi Coa-ongya gusar bukan kepalang. Sekarang Kak-busu maupun Pek-wan sama-sama tak dapat dipercaya, dua pembantunya itu sama-sama berkhianat dan mereka ingin mengangkangi golok, pangeran ini mendelik dan marah bukan main. Tapi ketika Pek-wan meloncat pergi dan tertawa-tawa tiba-tiba menyambar tujuh golok terbang di mana dua di antaranya tidak bersuara, menyambar punggung kakek ini.
"Sing-crep-crep!"
Jerit ngeri terdengar di situ. Pek-wan yang tidak mendengar sambaran dua golok di punggungnya tiba-tiba roboh tertembus, mendengar yang lain dan menangkis namun yang dua ini lolos dari pendengarannya. Kakek itu membalik dan meruntuhkan lima golok di depan, tak tahu dua golok yang terakhir menuju punggungnya, yang kini otomatis menyambar dada karena kakek itu membalik. Jadi, kontan dua golok terbang ini mengenai dadanya, amblas dan tembus sampai ke punggung. Dan ketika kakek itu mendelik dan roboh dengan golok terlepas maka Sin Hauw sudah berkelebat dan tahu-tahu merampas goloknya.
"Des-dess!"
Kakek itu mencelat. Sin Hauw telah menendangnya dan pemuda itu mendapatkan kembali Golok Mautnya, tegak berdiri dengan mata bersinar-sinar. Dan ketika yang lain tertegun dan Pek-wan menggelepar dan akhirnya menuding-nuding tiba-tiba kakek itu roboh dan tidak bergerak-gerak lagi, tewas.
"Sin Hauw, ah., untung kau sudah mendapatkan golokmu!" Coa-ongya, yang girang melihat pemuda itu menewaskan si Lutung tiba-tiba berseru memeluk. Pangeran ini tampak gembira dan berseri-seri memandang pemuda itu, yang menggigil dan berkerut memandang Golok Maut, heran bagaimana senjata yang ada di tangannya itu tiba-tiba berganti, mendapat yang palsu dan yang asli ini dicuri orang, begitu yang dilihatnya. Tapi ketika pangeran memeluknya dan memuji serta tampak girang nenek buntung berteriak sementara Kak-busu tiba-tiba melarikan diri!
"Sin Hauw, kau jahanam keparat..!"
Sin Hauw mengerutkan kening. Tadi dia meninggalkan nenek ini melepas hui-to (golok terbang), menyerang Pek-wan yang mau melarikan diri dengan membawa Golok Maut, hal yang tentu saja tak akan dibiarkannya. Maka begitu si nenek menyerang sementara Kak-busu melarikan diri tiba-tiba Sin Hauw mendengus dan menendang nenek itu.
"Im-kan Siang-li, kau pergilah...!"
Nenek itu mencelat. Sin Hauw tak tega mempergunakan goloknya karena nenek itu pasti buntung lagi, kakinya menerima kaki si nenek dan nenek itu terlempar. Dan ketika nenek itu menangis dan memaki-makinya mendadak Kwi-goanswe dan lain-lain disuruh pangeran menangkap Kak-busu.
"Hei, tangkap dia. Bunuh!"
Sin Hauw terkejut. Kak-busu tiba-tiba berteriak minta tolong padanya, diserang dan laki-laki itu kalang-kabut. Kak-busu kehilangan senjatanya akibat Golok Maut itu, ketika terjadi perebutan dan kegaduhan. Dan ketika Kwi-goanswe dan para pengawal menerjangnya hampir berbareng maka laki-laki ini menjerit ketika pedang dan tombak ada yang mengenainya, luka dan laki-laki itu terjungkal. Kwi-goanswe membentaknya dan mengejar, saat itulah laki-laki ini berteriak meminta tolong Sin Hauw. Dan ketika dia bergulingan menyelamatkan diri namun bacokan Kwi-goanswe masih menyambar bahunya maka laki-laki ini mengaduh dan sekali lagi memanggil Sin Hauw.
"Sin Hauw, tolong. Selamatkan aku. Kau ditipu Coa-ongya!"
Sin Hauw terbelalak. Untuk kesekian kalinya dia diberi tahu bahwa dia ditipu Coa-ongya, dan semua yang mengatakan itu adalah bekas pembantu-pembantu pangeran ini. Jadi, tak mungkin mereka bohong dan agaknya ada sesuatu yang tak beres di sini, entah apa. Sin Hauw mengerutkan kening dan tentu saja tak senang, memandang pangeran tapi Coa-ongya buru-buru membentak, mengatakan itu tak benar dan pangeran malah minta agar Kak-busu dibunuh. Sin Hauw disuruh menyerang dan membantu Kwi-goanswe. Dan ketika Sin Hauw masih ragu-ragu dan Kak-busu kembali berteriak menyelamatkan diri dari serangan Kwi-goanswe dan lain-lain bekas pembantu Coa-ongya itu berseru lagi, menuding nenek buntung,
"Kau tanyalah dia. Nenek itu pasti akan disuruhnya tangkap pula, Sin Hauw. Kami berdua mengetahui kebusukan dan kecurangan pangeran. Golok Maut pangeranlah yang menukarnya!"
"Bohong!" pangeran Coa membentak marah. "Mereka itulah yang melakukannya. Sin Hauw. Nanti dapat kujelaskan kalau Kak-busu sudah kau bunuh. Cepat bantu Kwi-goanswe, jangan biarkan dia mempengaruhi pikiranmu!"
Sin Hauw bingung. Saat itu tiba-tiba dia dibuat bimbang, Kwi-goanswe sudah menyerang lagi namun Kak-busu mengelak, laki-laki ini berteriak-teriak lagi tentang pangeran, bahwa Sin Hauw ditipu dan dikelabuhi mentah-mentah. Sin Hauw boleh bertanya pada nenek buntung kalau tidak percaya, mulai menyebut-nyebut bahwa enci Sin Hauw itupun palsu, encinya yang asli sudah terbunuh dan Sin Hauw tertipu. Dan ketika Sin Hauw terkejut dan tentu saja terkesiap maka Kak-busu menjerit ketika tombak dan pedang di tangan Kwi-goanswe hampir saja memutuskan lehernya.
"Aduh! Cepat, Sin Hauw. Atau kau akan terlambat dan Coa-ongya membunuhmu di belakang hari, tanpa kau sadari!"
Sin Hauw jadi penasaran. Dia gemas oleh semua kata-kata ini, nenek buntung tiba-tiba berkelebat dan menangis membawa encinya, yang sudah tewas, Dan ketika pangeran tertegun dan menyuruh kejar nenek itu tiba-tiba Kak-busu berteriak lagi,
"Nah, lihat. Sin Hauw. Kalau tak ada apa-apa tak mungkin Coa-ongya menyuruh kejar nenek itu. Dia pasti membunuhnya, pangeran ingin membungkam kami!"
"Wut!" Sin Hauw berkelebat, menolong Kak-busu. "Jangan bunuh orang ini, Kwi-goanswe, Biarkan dia roboh dan kita tangkap saja!"
Kwi-goanswe dan lain-lain terlempar. Sin Hauw mendorong dan hanya menyentuh perlahan, tapi karena pemuda itu mengerahkan sinkangnya dan tentu saja Kwi-goanswe tak kuat maka jenderal tinggi besar itu terpelanting sementara pengawal juga berteriak dan terguling-guling. Mereka terlempar menjauhi Kak-busu, Sin Hauw sudah merobohkan dan menangkap laki-laki ini, Dan ketika Kak-busu mengeluh dan minta agar Sin Hauw membawanya pergi maka Coa-ongya meloncat dan berkata marah,
"Tidak, Kak-busu telah melakukan kesalahan besar. Sin Hauw, Dia harus dibunuh dan berikan padaku!" sang pangeran merampas pedang, menyambarnya dari Kwi-goanswe dan langsung menusukkannya ke dada Kak-busu. Sekali kena tentu busu itu tewas, dadanya bakal berlubang, Tapi Sin Hauw yang tentu saja tak membiarkan itu dan menangkis perlahan tiba-tiba membuat sang pangeran menjerit dan pedang pun terlepas dari tangannya.
"Aduh, keparat kau, Sin Hauw. Terkutuk kau!" sang pangeran terguling-guling, marah tapi Sin Hauw cepat menyambar tubuhnya. menolong dan tentu saja Sin Hauw minta maaf. Dan ketika pangeran melotot dan Sin Hauw menepuk-nepuk membersihkan bajunya maka Coa-ongya agak gusar meskipun sedikit terhibur.
"Maaf, pangeran. Aku tak sengaja. Kak-busu tak boleh dibunuh!"
"Tapi dia mempengaruhimu, dia menghasut!"
"Hm, itu dapat diselidiki, pangeran.Kalau bohong tentu paduka dapat menghukumnya!"
"Ah, terlalu lama, Sin Hauw. Dia dapat melantur macam-macam dan kau akan terpengaruh. Aku ingin membunuhnya dan berikan dia padaku!"
"Tidak, paduka harus menahan diri, pangeran. Atau aku akan mempercayai omongannya!"
Coa-ongya tertegun. Sin Hauw memandangnya tajam dan tentu saja pangeran ini berdetak. Dia harus berhati-hati kalau tak ingin Sin Hauw curiga. Maka melepas pegangannya dan tersenyum pahit pangeran ini berkata, "Baiklah, Sin Hauw. Kau rupanya termakan juga omongan pemfitnah ini. Nah, mau kau apakan dia dan mau dikemanakan!"
"Bagaimana menurut pendapat paduka?"
"Sebaiknya Sin Hauw mengejar dulu nenek buntung itu, pangeran. Im-kan Sian-li telah membuat keributan dan mengacau!"
Pangeran mengerutkan kening. Kwi-goanswe tiba-tiba melompat dan berdiri di samping Sin Hauw, memberi kedipan, ditangkap pangeran dan tentu saja Sin Hauw tak tahu. Dan ketika pangeran mengangguk dan teringat itu tiba-tiba pangeran berkata, "Benar, nenek keparat itu harus kau bekuk pula. Sin Hauw. Ini perintahku dan jangan kau membantah!"
"Ah, tidak!" Kak-busu berteriak. "Jangan biarkan aku di tempat orang-orang ini. Sin Hauw. Jangan tinggalkan aku dan biar kau bawa!"
"Hm, kau cerewet!" Kwi-goanswe tiba-tiba menotoknya. "Hwa Kin dapat menjagamu, Kak-busu. Kalau Sin Hauw mengejar si nenek pengkhianat kau dapat diberikan pada encinya!"
"Benar," pangeran berseri-seri. "Kak-busu dapat kau titipkan sebentar pada encimu. Sin Hauw. Kau dapat merasa aman kalau curiga terhadap kami!"
Sin Hauw tertegun. Saat itu Kak-busu tak dapat bicara lagi, busu ini ah-uh-ah-uh namun tak dapat mengeluarkan suara. Sebenarnya takut dan pucat bukan main busu ini. Sin Hauw tak tahu betapa dengan licik Kwi-goanswe sengaja "membungkam" mulut busu itu, menotok urat gagunya, membuat si busu tak dapat bicara dan teniu saja segala laporannya bakal tak didengar Sin Hauw. Dan ketika pangeran bicara seperti itu dan buru-buru bertepuk tangan dua kali maka muncullah Hwa Kin yang keluar dengan tubuh menggigil, pucat dan gemetar.
"Pangeran, aku.. aku dipanggil?"
"Benar, ke marilah, Kin-moi, Bawa dan jaga tikus busuk ini. Adikmu menangkapnya, mau rnengejar nenek buntung tapi mungkin Tin Hauw curiga kepada kami. Nah, bawalah dia dah seret ke kamarmu!"
"Aku tak kuat!"
"Pengawal dapat membantumu, atau mungkin Sin Hauw!" dan Coa-ongya yang memandang serta meminta pendapat Sin Hauw akhirnya membuat pemuda itu bergerak dan sudah menyambar Kak-busu ini, meloncat dan membawa Kak-busu ini ke kamar encinya. Hwa Kin pucat pasi namun Coa-ongya menggamit, cepat mengikuti Sin Hauw dan Kwi-goanswepun melompat, membayangi pemuda itu. Dan ketika Sin Hauw sudah melempar Kak-busu dan minta agar encinya menjaga baik-baik maka pemuda itu berkelebat dan lenyap mengejar nenek buntung.
"Pangeran, sebaiknya yang lain tak usah mengikuti. Biar nenek itu kutangkap sendiri!"
"Tapi..."
"Tidak!" pemuda itu berseru dari jauh. "Aku tak perlu bantuan, pangeran. Seorang diri aku dapat menangkap dan biarkan yang lain di sini!"
Terpaksa, karena Sin Hauw bernada keras dan lagi-lagi pangeran tak mau dicurigai maka pangeran menarik napas dan menyuruh yang lain berjaga, sisanya membersihkan bekas-bekas pertempuran dan terbanglah Sin hauw mengejar nenek itu. Dan ketika Sin Hauw lenyap sementara dari jauh ia meminta encinya menjaga baik-baik busu itu maka Kak-busu ditinggal dan Sin Hauw merasa tenang sejenak. Tapi benarkah? Inilah kelicikan Coa-ongya yang bakal terbongkar!
"Hei, berhenti! Tunggu sebentar, nenek siluman. Berhenti dan tunggu dulu!" Sin Hauw akhirnya menemukan nenek itu, tersaruk-saruk melarikan diri dan nenek ini membawa mayat encinya. Im-kan Sian-li yang seorang sudah tewas dan Sin Hauw berjungkir balik di depan nenek buntung ini, turun dan menghadang perjalanan orang. Dan ketika nenek itu berhenti dan otomatis tak dapat meneruskan larinya maka Sin Hauw dipandangnya dengan mata penuh kebencian, bersinar-sinar.
"Kau mau apa. Sin Hauw? Membunuhku?"
"Hm, tidak," Sin Hauw merasa kasihan juga. "Golok Maut telah berada di tanganku, nenek buruk. Dan aku tak ingin membunuhmu."
"Tapi kau menghadang lariku!"
"Maaf, kau harus kembali, nenek buruk. Pangeran minta kau ke sana dan mempertanggungjawabkan perbuatanmu."
"Keparat, kau mau menangkap aku Sin Hauw? Kau membela orang yang menipumu habis-habisan?"
"Hm, aku tak mengerti ini, nenek siluman. Tapi coba kau terangkan padaku bagaimana semuanya ini."
"Aku tak mau bicara! Kau kerbau dungu yang bodoh!"
"Kalau begitu kau kutangkap, kuseret dan akan kuhadapkan Coa-ongya!"
"Keparat, kau jahanam. Sin Hauw. Kau bocah tengik yang tidak berjantung!" dan si nenek yang menerjang dan meletakan mayat encinya tiba-tiba menubruk dan memutar kakinya, menendang dan melakukan serangan miring namun Sin Hauw dapat menghalau, Dengan mudah dia mengibas kaki nenek itu, diserang lagi tapi Sin Hauw kali ini mundur selangkah, membiarkan kaki si nenek lewat dan tiba-tiba ia menangkap. Dan ketika Sin Hauw memencet dan kaki itu tertangkap maka si nenek menjerit dan meronta-ronta dengan kaki yang lain.
"Aduh, lepaskan. Sin Hauw. Lepaskan..!"
"Aku akan melepaskan, tapi kau harus mengaku!"
"Mengaku apalagi? Kau yang bodoh tak dapat melihat mana orang baik atau jahat, Sin Hauw. Kau kerbau tolol yang tidak punya otak... aduh!" si nenek menjerit, Sin Hauw memencet jalan darah di punggung kaki dan rasa nyeri menyengat kakinya. Dari bawah sampai ubun-ubun nenek ini diserang rasa sakit yang hebat, dia meronta namun Sin Hauw mencengkeram jari kakinya. Dan karena nenek ini buntung tak mempunyai kedua lengan maka dia kerepotan tersengkal-sengkal, mau jatuh tapi Sin Hauw menahan. Ditahan tapi Sin Hauw mendorongnya maju mundur, akibatnya nenek ini mau jatuh juga, pucat dan marahlah nenek itu. Dan ketika Sin Hauw memencet jalan darahnya dan dia dipaksa mengaku maka nenek ini berkaok-kaok.
"Aduh, lepaskan. Aku mengaku!"
"Hm," Sin Hauw melepaskan. "Sekarang ceritakan padaku bagaimana semuanya ini, nenek buruk. Dan bagaimana kau serta yang lain-lain mengatakan aku ditipu Coa-ongya!"
"Tentu saja! Pangeran yang menukar golokmu, Sin Hauw. Kau yang bodoh tak mengetahui itu. Hal itu dilakukannya ketika kau pingsan, beberapa bulan yang lalu! Bukankah kau tak merasa karena cerdiknya pangeran ini? Nah, kau memang ditipunya. Sin Hauw. Golok Maut yang asli ditukar pangeran dengan golok yang mirip, palsu tapi mirip!"
Sin Hauw tertegun. "Kau tak bohong?"
"Hm, bohong tak ada gunanya, Sin Hauw. Itulah keteranganku dan kau boleh tanya Kak-busu atau Kwi-goanswe!"
"Apalagi yang kau ketahui?"
Nenek itu melotot. "Apa imbalannya untuk semua ini. Sin Hauw? Bukankah aku akan tetap kau serahkan Coa-ongya?"
"Tidak," Sin Hauw menggeleng. "Kau boleh bebas kalau memberitahukan semua yang kau ketahui, nenek buruk. Tapi tentu saja semua itu harus benar!"
"Aku tak bohong, tentu saja benar!"
"Baiklah, lanjutkan ceritamu. Apa yang kau ketahui!"
"Kau berjanji membebaskan aku? Benar-benar membebaskan aku?"
"Sumpah demi guruku, nenek buruk. Tapi kau jangan bohong!"
"Aku tak akan bohong, aku akan berkata sebenarnya, seperti apa yang aku ketahui! Nah, apa yang ingin kau ketahui, Sin Hauw, tanyakan dan boleh kau buktikan nanti!"
"Aku ingin mengetahui apa saja, yang menyangkut diriku. Golok Maut sudah kau terangkan dan barangkali coba kau jawab tentang enciku," Sin Hauw tiba-tiba teringat. "Benarkah enciku tewas dan siapa wanita yang ada di gedung Coa-ongya itu!"
"Dia memang bukan encimu!" nenek itu ketus menjawab. "Dia wanita lain yang mirip encimu. Sin Hauw. Coa-ongya memang keji karena tidak tanggung-tanggung menipumu!"
Sin Hauw tergetar. "Bagaimana mungkin? Dia enciku, nenek buruk. Dan segala gerak-gerik serta wajahnya adalah enciku!"
"Inilah kelihaian Coa-ongya. Gadis itu memang mirip encimu, Sin Hauw. Tapi sebenarnya dia selir Coa-ongya! Gadis itu temuan Kwi-goanswe. Coa-ongya dan Kwi-goanswe memang bekerja sama. Encimu sebenarnya telah terbunuh enam tahun yang lalu!"
"Bagaimana aku dapat mempercayai itu?" Sin Hauw semakin menggigil. "Dan bagaimana aku membuktikannya?"
"Bodoh! Kau dapat menanyainya tentang sesuatu yang pernah terjadi di antara kalian, Sin Hauw. Masa kecil kalian atau apa saja yang teringat olehmu, sesuatu yang penting!"
Sin Hauw pucat. Setelah nenek ini bicara tentang itu dan dia bertanya apakah nenek itu berani dibuktikan ternyata nenek ini terkekeh, mengangguk dan bersedia dibuktikan. Sin Hauw boleh menanya encinya, itu dan si nenek akan menunggu. Dan ketika Sin Hauw marah dan merah padam maka si nenek balik bertanya,
"Di mana Kak-busu? Telah kau bunuh?"
"Tidak, dia kutangkap. Di gedung Coa-ongya!"
"Hi-hik, kau membiarkan umpan begitu empuk di hidung Coa-ongya, Sin Hauw? Kau membiarkan Kak-busu mampus secara konyol?"
"Apa maksudmu?"
"Sebuah kebodohan lagi kau buat, Sin Heuw. Kak-busu akan dibunuh karena dia juga mengetahui rahasia ini!"
"Tapi dia kuserahkan enciku!"
"Dia bukan encimu. Dia Tang Kiok!"
Sin Hauw tertegun.
"Nah, ini kesempatan baik untuk menguji babak pertama. Sin Hauw. Kau boleh buktikan bahwa Kak-busu pasti sudah dibunuh! Orang yang kau anggap encimu itu tak mungkin dapat menjaga Kak-busu. Dia pun kaki tangan Coa-ongya!"
"Aku akan membuktikan!" Sin Hauw sudah tak tahan. "Kau ikut aku dulu, nenek siluman. Kalau cocok baru kau kulepaskan!" Sin Hauw menyambar nenek ini, menotok tengkuknya dan nenek itu roboh. Im-kan Siang-li tentu saja menjerit dan berteriak-teriak, Sin Hauw dimakinya sebagai pemuda yang tak menepati janji. Tapi ketika Sin Hauw berkata bahwa nenek itu hanya dibawa sebentar untuk melihat keadaan di gedung Coa-ongya maka nenek itu pucat dan memaki-maki, tak percaya.
"Kentut busuk. Kau bohong, Sin Hauw. Kau penipu. Kau ternyata sama dengan Coa-ongya!"
"Tidak, aku pasti membebaskanmu, nenek buruk. Tapi coba kubuktikan dulu apakah benar Kak-busu dibunuh!"
"Tentu dibunuh, aku berani taruhan! Tapi bawa pula mayat saudaraku!"
"Hm, kau dapat membawanya nanti, nenek siluman. Sekarang tak perlu banyak cakap dan kau diam saja!"
Sin Hauw menggerakkan jarinya, menotok urat gagu nenek itu dan kini si nenek tak dapat berkaok-kaok. Nenek itu mendelik dan gusar bukan kepalang. Sin Hauw sudah membawanya terbang dan kembali ke gedung Coa-ongya. Dan ketika tak lama kemudian Sin Hauw sudah melempar nenek itu di tempat tersembunyi dan langsung berkelebat masuk sendirian maka Coa-ongya ternyata menyambut bersama Kwi-goanswe, juga seratus pengawal yang tiba-tiba sudah disiapkan di situ, seolah perang!
"Bagaimana, Sin Hauw? Mana nenek itu?" Coa-ongya tampak tegang, melihat Sin Hauw merah mukanya namun pemuda itu dapat mengendalikan diri. Tiba-tiba Sin Hauw menjadi cerdik untuk tidak melakukan sesuatu secara gegabah. Jejak yang mulai terang bisa menjadi gelap lagi kalau dia terburu-buru. Maka begitu melihat pangeran datang menyambut dan seratus pengawal siap dengan senjata bergetar maka Sin Hauw pura-pura menahan marah dan memaki nenek itu,
"Maaf, aku gagal, pangeran. Nenek itu melarikan diri entah ke mana. Aku terpaksa pulang untuk minta bantuan. Nenek itu licin, dia rupanya masuk hutan!"
"Hm, kau tak bohong?"
Sin Hauw terkejut.
"Kukira kau sudah menemukan nenek itu, Sin Hauw. Tapi kau terhasut! Kau menyembunyikan sesuatu!"
Sin Hauw berdetak. Kalau tak ingat bahwa rupanya dia dijebak dan pertanyaan itu mengandung tipuan barangkali ia akan terkecoh. Untung, Sin Hauw ingat itu dan kini sikapnya terhadap Coa-ongya penuh kehati-hatian. Sin Hauw justeru mengerutkan kening dan menampakkan ketidak-senangannya mendengar kata-kata ini, sebuah tuduhan langsung! Maka ketika pangeran memandangnya tajam dan dia balas memandang tak kalah tajam maka Sin Hauw membalik dengan sebuah pertanyaan getas,
"Pangeran, bagaimana paduka menuduh demikian? Beginikah cara paduka menyambut seorang yang telah mati-matian membantu paduka? Di mana penghargaan paduka terhadap seorang yang telah mati-matian bekerja keras?"
"Maaf," pangeran tiba-tiba tertawa. "Aku rupanya terlampau bercuriga. Sin Hauw. Terus terang saja aku khawatir kau telah menemukan nenek itu dan mendengarkan omongannya yang tidak-tidak. Ah pembantuku telah berkhianat semua, terkutuk mereka itu!" dan Coa-ongya yang mempersilahkan Sin Hauw masuk lalu bertepuk tangan dan mengajak Sin Hauw ke ruang dalam, ke meja makan. "Mari.. mari. Sin Hauw. Betapapun aku ingin membuang semua kejadian ini dengan suasana baru. Aku ingin berterima kasih bahwa kau telah membunuh Pek-wan dan satu di antara dua nenek keparat itu!"
Sin Hauw tertegun. "Paduka mau apa?"
"Membuang rasa sebal. Sin Hauw. Mengajak semua orang termasuk pengawal bersenang-senang! Mereka telah ikut mengamankan tempat ini, wajib diberi sekedar tanda terima kasih dengan makan minum bersama!"
"Ah, tapi.. tapi aku ingin bertemu enciku, juga Kak-busu!"
"Ha-ha, dapat dilakukan setelah makan minum. Sin Hauw. Ayolah tak lari gunung dikejar. Biar encimu kupanggil dulu!" dan sang pangeran yang bertepuk dan minta agar Hwa Kin dipanggil lalu melihat wanita itu muncul tak lama kemudian, berlari menubruk Sin Hauw dan bertanya bagaimana dengan nenek yang dikejar.
Sin Hauw agak tertegun dan ragu dipeluk wanita ini, teringat kata-kata Kak-busu maupun si nenek buntung bahwa wanita ini bukanlah encinya. Dia wanita lain yang entah bagaimana betul-betul mirip dengan encinya. Dan Sin Hauw tertegun dan semua gerak-geriknya itu diamati pangeran maka Coa-ongya batuk-batuk dan berdehem.
"Kenapa, Sin Hauw? Kau teringat kata-kata Kak-busu?"
Sin Hauw terkesiap. Coa-ongya ini tajam benar pandangannya, tepat menebak dengan sekali melihat. Tapi Sin Hauw yang tentu saja cepat menekan kekagetannya dengan pura-pura balas memeluk encinya membuang rasa gugup.
"Hm, apa maksudmu, pangeran? Kata-kata yang mana?" Sin Hauw pura-pura bodoh, mengerutkan kening dan Coa-ongya tertawa. Untuk kedua kalinya dia jadi ragu melihat jawaban pemuda ini. Sin Hauw sekarang sudah cerdik dan dapat melayaninya tak kalah pintar! Dan ketika pemuda itu balik bertanya dan tentu saja pangeran ini tak mau menjawab maka dia berkata menepuk keduanya,
"Ha-ha, sudahlah, Kin-moi. Ayo kita duduk dan nikmati hidangan!"
Hwa Kin mengangguk. Wanita ini terisak menanya Sin Hauw bagaimana hasil pengejarannya, Sin Hauw menjawab gagal dan dengan muram pura-pura memaki nenek buntung itu. Dan ketika dia duduk dan balas bertanya bagaimana keadaan Kak-busu maka encinya itu menarik napas panjang. "Kak-busu tetap di kamarku, dia tetap meringkuk. Apakah ingin kau lihat, Sin Hauw?"
"Ah," pangeran buru-buru menutup. "Hidangan belum disentuh, Kin-moi. Masa mau pergi? Ayo kita nikmati dulu, baru setelah itu ke tempat Kak-busu!" Coa-ongya mengambil mangkok piringnya, bertepuk tangan dan menyuruh semua orang mengikuti.
Saat itu memang seratus pengawal telah duduk di kursi panjang, berderet dan teratur dan mereka rupanya benar-benar siap menghadapi hidangan. Sin Hauw tak melihat sesuatu yang mencurigakan kecuali persiapan seratus pengawal itu, mereka seolah siap tempur dan mau maju perang. Dan ketika pangeran mengajak bercakap-cakap sambil makan minum maka Sin Hauw mengambil dan membaui semua makanan, tentu saja dengan diam-diam dan dia tak merasakan bius atau racun. Jadi, makanan itu bersih dan tidak ada apa-apanya. Namun ketika perjamuan berjalan setengah selesai dan pangeran siap membawa Sin Hauw ke tempat Kak-busu tiba-tiba bergegas seorang pengawal yang terbungkuk-bungkuk melapor, menggigil,
"Maaf, pangeran. Kak-busu... Kak-busu bunuh diri membenturkan kepalanya ke tembok!"
"Apa?" dua seruan itu berbareng meluncur dari mulut Coa-ongya dan Sin Hauw. "Kak-busu bunuh diri?"
"Beb.. benar, pangeran. Hamba mohon ampun!"
"Keparat! Kau... kau bedebah!" Coa-ongya tiba-tiba marah, bangkit dan menendang pengawal itu dan pengawal itu mengaduh.
Kwi-goanswe tiba-tiba bangkit dan membentak. Dan ketika pengawal itu bangun berdiri namun jenderal ini menggeram marah tiba-tiba sinar putih berkeredep dan pedang jenderal itu menabas kepala pengawal ini. "Bodoh, kau tak becus dan pantas dibunuh. Jahanam!" dan pedang yang menyambar si pengawal dan tepat mengenai lehernya tiba-tiba sudah disusul muncratnya darah segar dan menggelindingnya sebuah kepala, tak sempat lagi pengawal itu berteriak karena dia sudah tewas saat itu juga.
Semua orang menjadi geger dan Sin Hauw terkejut bukan main, perbuatan Kwi-goanswe ini benar-benar tak diduga. Dan ketika pangeran juga berseru keras dan kaget menegur jenderal itu maka Kwi-goanswe menyimpan pedangnya dan sudah membungkuk.
"Maaf, pangeran. Hamba... hamba terlanjur naik pitam. Laporan pengawal ini sungguh mengejutkan dan membuat hamba marah!"
"Ah, tapi kau harus minta persetujuanku dulu, goanswe. Bukan langsung membabat dan membunuh begini!"
"Hamba bersalah," sang jenderal menunduk. "Tapi kalau tidak begini mungkin Sin Hauw mencurigai kita, pangeran. Barangkali dia akan menduga bahwa kitalah yang menyuruh bunuh Kak-busu itu. Sekarang Sin Hauw boleh melihat kesungguhan kita. Hamba membunuh pengawal dan mudah-mudahan ini menghilangkan kecurigaan Sin Hauw!"
Sin Hauw dan pangeran tertegun. Memang tak dapat disangkal bahwa tadi sebenarnya Sin Hauw bercuriga. Kak-busu jangan-jangan memang sengaja dibunuh dan kini pengawal itu pura-pura datang, atas suruhan pangeran atau siapa saja. Kini jadi lenyap kecurigaannya setelah Kwi-goanswe bicara seperti itu. Sin Hauw merah mukanya dan tentu saja sedikit tertampar. Dan ketika dia terkejut sementara pangeran tertegun maka Coa-ongya menarik napas mengangguk-angguk.
"Ah, maaf. Benar juga, Kwi-goanswe. Sin Hauw memang bisa bercuriga terhadap kita. Kalau begitu mari cepat kita ke sana!" pangeran tak menunggu waktu lagi, bergegas meloncat ke dalam dan Sin Hauw pun mengikuti. Lenyap dugaan Sin Hauw akan sangkaan yang tidak-tidak, sudah mati "dibuntu" Kwi-goanswe. Dan ketika mereka tiba di sana dan pintu kamar itu terbuka maka Sin Hauw dan Coa-ongya terhenyak memandang ke dalam.
Kak-busu, yang tadi dititipkan dan berada di kamar Hwa Kin ternyata sudah menggeletak mandi darah. Kepalanya pecah dan tak mungkin busu itu hidup lagi. Sin Hauw termangu sementara orang-orang lain pun berdatangan. Dan ketika tempat itu penuh orang dan Hwa Kin juga menyusul kaget maka wanita ini tertegun dan menjublak.
"Bagaimana bisa terjadi ini? Kenapa tidak dijaga baik-baik? Oh, aku menyesal. Sin Hauw, Aku minta maaf!" Hwa Kin menubruk Sin Hauw, mengguguk dan menangis di situ tapi Sin Hauw sudah dapat menguasai perasaan hatinya.
Kejadian itu dianggapnya benar dan sang encipun dihibur, tak perlu menangis dan akhirnya mayat kakek itu disuruh ambil. Lantai yang penuh darah segera dibersihkan dan Coa-ongya berkali-kali menghela napas. Penyesalan juga tampak di wajah pangeran ini dan Sin Hauw tak menaruh curiga. Dan ketika perjamuan berobah menjadi getir dan mayat pengawal yang dibunuh Kwi-goanswe juga disingkirkan maka tak lama kemudian Sin Hauw sudah berkelebat dan pamit sebentar, menemui nenek buntung.
"Kau benar, tapi juga salah!" Sin Hauw mendesis, membebaskan totokan lawan dan nenek itu memaki.
Sekarang si nenek dapat bicara meskipun tubuhnya masih dilumpuhkan. Sin Hauw memang tidak membebaskan dirinya sepenuhnya. Dan ketika nenek itu bertanya apa yang dimaksud Sin Hauw maka Sin Hauw menceritakan tentang kematian Kak-busu.
"Dia telah mati, benar telah mati. Tapi bukan dibunuh melainkan bunuh diri!"
"Hah, kau percaya? Bodoh! Sekali lagi kau bodoh, Sin Hauw, dapat saja dikibuli dan diperdayai lawan. Sudahkah kau lihat cermat tanda-tanda kematian itu? Apanya yang pecah? Tengkuk atau dahinya? Kalau dia membenturkan tembok maka dahinya yang pecah. Sin Hauw. Tapi kalau dia dipukul dari belakang maka belakang kepalanya yang remuk! Sudahkah kau teliti hal ini sampai secermat-cermatnya?"
Sin Hauw tertegun. Dia jadi bengong oleh uraian si nenek, tadi kematian Kak-busu memang tak diperiksanya secermat itu. Dia sudah melihat busu itu terkapar dan mandi darah, tak dilihatnya yang pecah tengkuk ataukah dahi! Dan ketika ia tertegun dan tak menjawab maka nenek itu terkekeh, mengejek,
"Sin Hauw, kau benar-benar goblok, goblok melebihi kerbau! Sekarang hanya ada satu jalan untuk menyelidiki ini, membuktikan apakah betul Kak-busu bunuh diri atau dibunuh. Aku pribadi tetap berpendapat bahwa busu itu dibunuh, bukan bunuh diri. Dan kalau kau ingin membuktikannya maka bekuk dan kompres saja orang yang kau anggap encimu itu!"
Sin Hauw terbelalak.
"Kau masih ragu juga, bukan?"
"Hm," Sin Hauw jadi merah padam. "Aku jadi penasaran oleh semuanya ini, nenek buruk. Kalau kau benar maka aku benar-benar goblok melebihi kerbau! Memang tak kusangkal bahwa aku tak memeriksa kematian busu itu. Aku tak tahu apakah dahinya yang pecah atau tengkuknya. Baiklah, sekali lagi aku akan mengikuti petunjukmu, nenek siluman. Kali ini tak mau aku dibodohi lagi dan kau tunggulah di sini!"
"Keparat, kau belum membebaskan aku juga. Sin Hauw? Kau masih menahan aku di sini?"
"Sampai keteranganmu benar, nenek buruk. Dan kujamin kau tak akan apa-apa di sini!"
Nenek itu memaki-maki. Sin Hauw akhirnya menotok pula agar tidak dapat berkaok-kaok, kembali nenek itu mendelik dan Sin Hauw melemparnya ke sudut. Dan ketika Sin Hauw berkelebat dan kembali ke gedung maka malam itu dia berhadapan dengan encinya.
"Aku ingin memperoleh keterangan, penjelasan yang serius!"
Hwa Kin, encinya, terkejut. Sin Hauw tiba-tiba memasuki kamarnya dan tidak mengetuk pintu, baru kali ini pemuda itu melakukannya dan tentu saja wanita ini terperanjat. Tapi ketika dia dapat menahan perasaannya dan duduk menemani pemuda itu maka Sin Hauw mulai bertanya tentang masa silam mereka.
"Kau ingat uwak Lun?"
Gadis atau wanita ini terbelalak. "Sin Hauw," katanya. "Apa maksud pertanyaanmu ini? Uwak Lun siapa?"
"Hm, penjaja makanan kecil itu, enci. Masa kau tidak ingat? Ibu dulu sering menitipkan makanan padanya!"
"Oh, dia?" wanita itu mengangguk, agak berubah. "Ya, aku ingat, Sin Hauw. Ada apakah?"
"Aku ingin kau mengingatnya baik-baik, enci. Coba sebutkan siapa anak uwak Lun yang mati kena penyakit!"
"Ini... ini..." Hwa Kin atau wanita itu tiba-tiba pucat. "Aku tak ingat. Sin Hauw. Kejadian itu sudah lama berselang dan aku tak ingat!"
"Tapi kau yang dulu membelikan obat di tempat Cun-sinshe (tabib Cun)! Kau tentu ingat, enci. Atau, hmm... kau berpura-pura saja!"
"Sin Hauw!" wanita itu membentak, tiba-tiba marah. "Kau mau apa dengan semua pertanyaanmu ini? Kau mau menyakiti encimu?"
"Tidak, duduklah, enci, jangan berdiri begitu!" Sin Hauw memandang tajam, menarik encinya duduk dan jelas wanita ini gemetar. Pandang mata Sin Hauw mulai menembus seperti pedang dan wanita itu tampak gelisah. Dan ketika Sin Hauw menyuruh dia duduk dan kecemasan mulai tak dapat disembunyikan wanita ini maka Sin Hauw bertanya lagi,
"Kau tentu ingat Wong-lopek (paman Wong) pula. Katakan berapa anaknya dan siapa namanya yang tertua!"
"Sin Hauw, aku tak mau menjawab! Kau kurang ajar dan agaknya mencurigai encimu! Keparat, kuberitahukan Coa-ongya, Sin Hauw. Kulaporkan perbuatanmu ini yang menyakiti hatiku!"
"Tunggu!" Sin Hauw membentak, menyambar encinya itu. "Pertanyaan ini biasa-biasa saja, enci. Tak usah kau marah kalau kau dapat menjawab. Atau kau bukan enciku dan kau manusia gadungan!"
Hwa Kin terpekik. Sin Hauw sudah menyambarnya dan membentak dengan kata-kata mengejutkan. Bagai geledek di siang bolong saja dia mendengar tuduhan itu. Dan ketika Sin Hauw mencengkeramnya dan dia mau menjerit tiba-tiba Sin Hauw sudah menotoknya dan wanita ini-pun roboh. "Aihh...!"
Sin Hauw sudah menutup teriakan itu dengan ketukan di rahang. Wanita ini mengeluh dan tidak dapat bersuara. Suara yang keluar hanya ah-uh tak jelas dan rintihan ketakutan. Jelas wanita itu ngeri melihat Sin Hauw, memandang wajahnya yang merah padam dan tampak beringas. Sin Hauw telah melancarkan dua kali pertanyaan yang tak dapat dijawab tegas, padahal anak Wong-lopek hanya seorang dan itupun perempuan, sahabat encinya dan percayalah Sin Hauw bahwa wanita ini bukan encinya, meskipun mirip dan amat persis sekali. Dan ketika Sin Hauw teringat sesuatu dan merobek lengan baju wanita itu maka tembong atau tanda hitam yang dimiliki encinya ternyata tak ada. Berarti wanita ini benar-benar enci palsu.
"Keparat, kalau begitu benar, siluman betina. Kau adalah Tang Kiok!" Sin Hauw langsung saja teringat nama yang diucapkan nenek buntung, langsung menyebut nama itu dan wanita ini terpekik. Pekiknya tertahan di kerongkongan namun itu cukup bagi Sin Hauw. Dan ketika Sin Hauw yakin bahwa wanita ini ternyata bukan encinya maka kemarahan Sin Hauw menggelegak dan pemuda itu mencekik leher orang.
"Tang Kiok, berapa lama lagi kau mau menyembunyikan rahasia? Kau minta mati atau apa?"
"Oh-ugh...!" wanita itu menggeleng-geleng. "Lep... lepaskan aku. Sin Hauw. Bebaskan aku!"
"Mudah membebaskanmu, tapi akui dahulu bahwa kau bukan enciku!"
"Ak... aku memang benar... bukan.. bukan encimu...!"
"Kau yang dulu dibawa Kwi-goanswe?"
"Beb.. benar... tapi, ah... tapi bebaskan aku dulu, Sin Hauw. Jangan dicekik!"
Sin Hauw mengendorkan cengkeraman. "Baiklah, katakan siapa yang membuat semuanya ini, siluman betina. Dan di mana enciku Hwa Kin!"
"Encimu... encimu tewas..!"
"Bagaimana terjadinya? Siapa yang melakukan?"
"Aduh, aku tak tahu, Sin Hauw. Tapi.. tapi mungkin Ci-ongya (pangeran Ci)...!"
Wanita itu menjerit. Sin Hauw membantingnya dan melepas cekikan, menendang dan wanita itu menangis. Dan ketika Sin Hauw berkelebat dan sudah berdiri di sampingnya maka wanita ini meratap,
"Sin Hauw, jangan salahkan aku. Aku... aku hanya diperintah Coa-ongya. Aku tak tahu apa-apa dan harap kau tidak menghukum aku!"
"Tentu, aku tak akan menghukummu, siluman betina. Tapi sebutkan apakah kau Tang Kiok atau bukan!"
"Aku... aku benar wanita itu. Kau sudah tahu, kenapa bertanya?"
"Hm, aku hanya ingin membuktikan omongan nenek buntung, wanita sial. Dialah yang memberi tahu aku dan sekarang benar. Aku tertipu. Kau, ah!" dan Sin Hauw yang menyambar serta menggencet jalan darah di punggung tiba-tiba membuat wanita itu roboh dan mengeluh, seperti disengat api dan mau menjerit namun lagi-lagi Sin Hauw menotok urat gagunya Kemarahan Sin Hauw hampir tak dapat ditahan namun untunglah dia teringat bahwa wanita ini hanya orang yang melakukan perintah Coa-ongya.
Sin Hauw hampir meremas hancur tengkuk wanita itu. Dan ketika dia mengompres dan memaksa wanita itu mengaku apa yang sebenarnya dilakukan Coa-ongya maka Sin Hauw mendapat banyak keterangan, satu di antaranya adalah benar Pangeran Coa itulah yang menukar Golok Maut. Pangeran itu hendak memperdayai Sin Hauw melalui banyak orang, satu di antaranya adalah Miao In, gadis yang dicinta Sin Hauw, yang ternyata adalah murid dari Im-kan Siang-li, sebenarnya pacar atau kekasih Kwi Bun, putera Kwi-goanswe, yang mendapat banyak kesenangan dari Coa-ongya berupa janji kedudukan dan macam-macam. Jadi Sin Hauw diperalat dan pemuda ini gemeratak.
Dan ketika Tang Kiok berkata bahwa Sin Hauw sebenarnya hendak "dihisap" ilmunya melalui Miao In untuk kepentingan Coa-ongya maka Sin Hauw menggeram dan marah bukan main, saat itu mendengar suara-suara di luar dan tiba-tiba tujuh pisau terbang dilepas kearahnya, menyambar punggung. Tentu saja dielak dan terdengar jerit ngeri di belakangnya. Dan ketika Sin Hauw sadar bahwa Tang Kiok menjadi korban maka benar saja wanita itu roboh mandi darah,
"Aduh, tolong, Sin Hauw, Mati aku!"
Sin Hauw tertegun, Dia cepat menyambar wanita ini namun Tang Kiok mengeluh, menggeliat dan tiba-tiba menghembuskan napasnya yang terakhir, tewas dan terkulai sekejap mata. Dan ketika Sin Hauw terkejut dan terbelalak melihat tujuh pisau menancap di tubuh si cantik itu maka di luar terdengar bentakan dan seribu pasukan muncul dipimpin Kwi-goanswe!
"Im-kan Siang-li, apa yang kalian lakukan ini? Sadarkah kalian dengan apa yang kalian perbuat?"
"Heh-heh!" nenek yang memegang golok, yang tampak tidak gentar dan tidak takut, tertawa. "Kami tahu apa yang kami lakukan, pangeran. Dan tentu saja kami sadar akan semua perbuatan kami!"
"Keparat, kalian mencuri Golok Maut? Kalian berani melakukan itu?"
"Heh-heh, Golok Maut bukan milikmu, pangeran. Maaf kami pinjam karena kami juga ingin memilikinya."
"Tapi golok itu aku yang mendapatkan, kalian tak berhak dan cepat kembalikan?"
"Ah, kau mendapatkan juga atas bantuan kami, pangeran. Jadi adil kalau kami juga meminjamnya sebentar!"
"Keparat, kau membangkang?"
"Tidak, kau yang pelit, pangeran. Seharusnya kami mendapat pinjaman sebentar dan kau biarkan kami pergi. Atau, heh-heh... Sin Hauw ada di situ, pangeran. Dan kita bisa ramai!"
Sang pangeran tertegun. Memang Sin Hauw ada di situ dan tadi tak jadi melompat maju, pangeran muncul dan dia menahan diri. Dan ketika pangeran menoleh dan semua orang memandangnya maka Sin Hauw menjadi pusat perhatian dan pangeran tampak terkejut.
"Eh!" serunya. "Kebetulan, Sin Hauw. Kau bantu kami tangkap dua nenek ini!"
Sin Hauw tertegun. Menghadapi keadaan yang membingungkan begini tiba-tiba dia tak dapat berpikir baik. Dia memandang goloknya dan golok di tangan nenek itu, berkali-kali, ragu dan bingung bagaimana tiba-tiba ada dua Golok Maut di situ, satu punyanya sedang yang satu lagi dipegang nenek Im-kan Siang-li. Dan belum dia menemukan kebingungannya tiba-tiba pangeran telah mendekatinya dan melompat berkata,
"Sin Hauw, golokmu dicuri nenek itu. Mereka menukarnya. Golok di tanganmu palsu!"
Sin Hauw terbelalak.
"Benar, golok di tanganmu bukan yang asli, Sin Hauw. Im-kan Siang-li menukarnya dan golok di tangannya itulah yang asli!"
Sin Hauw terkejut. "Benarkah, pangeran?"
"Kau tanya semua orang, Sin Hauw. Dan buktikan golokmu asli atau bukan!"
"Srat!" Sin Hauw mencabut goloknya, menggigil. "Kau jangan main-main, pangeran. Atau aku akan melakukan seperti dulu!"
"Bodoh! Buktikan senjata itu, Sin Hauw, serang dua nenek siluman itu!"
Sin Hauw membentak. Tiba-tiba tanpa banyak cakap dia sudah berkelebat ke depan, Coa-ongya didorong dan hampir saja pangeran itu terjengkang. Dan ketika sinar golok berkilat menyilaukan mata dan Sin Hauw sudah bergerak ke arah nenek itu maka pemuda ini sudah menyerang dan melakukan bacokan miring.
"Singg..!" golok mendesing meremangkan bulu tengkuk. Pemuda itu sudah bergerak dan langsung menggunakan senjatanya, nenek yang diserang terkekeh dan tampak tidak gentar. Karena begitu Sin Hauw menyerang dan menggerakkan senjatanya tiba-tiba nenek ini pun menggerakkan golok dan menangkis.
"Trang!"
Golok Sin Hauw patah. Pemuda itu berteriak saking kagetnya. Dalam segebrakan saja goloknya putus, terpotong di-babat golok si nenek. Dan ketika Sin Hauw terpekik dan berseru kaget maka golok si nenek terus menyambar dan Sin Hauw membanting tubuh bergulingan.
"Crass!"
Golok itu menghajar batu. Tanah bekas injakan Sin Hauw hangus dan terbakar, Sin Hauw terkejut karena itulah benar golok yang asli. Dan ketika dia bergulingan melompat bangun dan sang nenek terkekeh maka pemuda ini pucat mendengar kata-kata sang pangeran,
"Nah, lihat. Sin Hauw. Dustakah kata-kataku?"
"Keparat!" Sin Hauw gemetar. "Bagaimana kau mencurinya, nenek siluman? Dan kapan kau melakukan ini?"
"Tak usah tanya! Nenek itu akan berbohong, Sin Hauw. Lebih baik serang lagi dan biar kau dibantu yang lain-lain di sini!" sang pangeran berseru, memotong pertanyaan Sin Hauw dan nenek itu tak diberi kesempatan menjawab.
Pek-wan dan lain-lain disuruh maju, membantu Sin Hauw. Dan ketika semua menerjang dan kembali membentak nenek itu maka Sin Hauw memungut goloknya dan termangu sejenak, tak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi dan nenek Im-kan Siang-li terkekeh. Mereka sudah diserang dan dikeroyok lagi. Tapi ketika nenek itu memutar goloknya dan semua patah-patah bertemu golok di tangan nenek ini maka Pek-wan dan lain-lain pucat berseru pada Sin Hauw, minta tolong.
"Sin Hauw, bantu kami. Jangan mendelong!"
Sin Hauw sadar. Sang pangeran telah mendekatinya dan melompat memberikan sebuah golok baru, golok itu besar dan kuat, mengkilap dan terbuat dari baja yang baik. Dan ketika pangeran menyuruh dia maju dan minta agar tidak mengadu goloknya Sin Hauw sudah mengangguk dan berkelebat ke depan, membentak dan berkilauanlah cahaya golok yang naik turun, menukik dan menerkam dan dua nenek itu terkejut.
Sin Hauw menyerang siapa saja di antara mereka berdua, tak perduli dan goloknya selalu ditarik bila mau berpapasan, menyerang lagi dengan jurus-jurus maut dan berkeredepanlah sinar menyilaukan mata ini ketika Sin Hauw sudah mainkan ilmu goloknya. Dan ketika pemuda itu beterbangan dan dari satu tempat ke tempat lain ia selalu melakukan jurus-jurus berbahaya maka dua nenek itu sibuk sementara yang buntung berteriak pada saudaranya agar melindungi dirinya.
"Keparat, kau jahanam berotak kerbau Sin Hauw. Kau tak tahu bahwa Coa-ongya menipumu dan mengibulimu habis-habisan. Pangeranlah yang mengganti golokmu, kau harus menuntut padanya dan tidak menyerang kami!"
"Benar," nenek yang lain menyambung "Kami mengambil golok ini dari pangeran. Sin Hauw. Kau dipedayainya dan ditipu habis-habisan!"
"Jangan dengarkan omongannya!" Coa-ongya membentak. "Nenek itu bawel mulutnya, Sin Hauw. Lebih baik kau serang dan rampas kembali golokmu!"
"Sing-plak!" Sin Hauw tak menghiraukan, terus menyerang dua nenek itu dan mereka memaki-maki. Pek-wan dan lain-lain diminta Coa-ongya agar menyerang lebih hebat, dua nenek itu marah tapi sekarang Coa-ongya memberi tahu agar nenek yang buntung didesak lebih dulu, Sin Hauw mengangguk dan dapat mengikuti ini, mengerti bahwa nenek yang itu memang lebih lemah.
Nenek ini hanya mempergunakan kedua kakinya untuk mengelak dan menendang, saudaranya di sana memegang golok sementara dia bertangan kosong, eh., mana.ada nenek buntung memegang senjata? Maka begitu Sin Hauw mulai menekankan serangannya pada nenek ini sementara nenek yang lain disibukkan serangan pengawal maka nenek buntung kelabakan diserang Sin Hauw, sebentar saja terdesak!
"Sin Hauw, tahan seranganmu. Atau saudaraku akan membunuhmu!"
"Sing-crat!" jawaban Sin Hauw berupa sambaran golok, tepat mengenai pundak si nenek dan nenek buntung itu menjerit. Dia melempar tubuh bergulingan ketika Sin Hauw mengejar, dua pengawal membantu namun nenek itu menendang, membuat dua pengawal ini mencelat. Tapi ketika dia melompat bangun dan Sin Hauw sudah ada di dekatnya maka golok pemuda itu bergerak dan kaki nenek ini terbabat miring.
"Crat-aduh!"
Nenek itupun meraung. Untuk kedua kali ia kesambar golok, untung tidak putus namun betisnya robek berdarah, luka memanjang karena serangan Sin Hauw tadi menyambar miring. Coa-ongya bertepuk tangan dan memuji pemuda itu, Sin Hauw menyerang lagi lebih hebat dan nenek itu melengking. Dan ketika dia berteriak dan Kak-busu membantu Sin Hauw maka nenek ini memaki kalang-kabut karena dirinya betul-betul kewalahan.
"Aduh, bantu aku, toa-ci. Ke mari dan bunuh dua orang ini!"
Sang toa-ci (kakak) terkejut. Saat itu dirinya dihadang puluhan pengawal, roboh satu maju sepuluh. Roboh sepuluh maju dua puluh. Dan karena Pek-wan selalu mendapat aba-aba dari Coa-ongya agar mencegah dan menghalangi dia membantu adiknya di sana maka nenek ini menggeram dan memekik marah.
"Pek-wan, mundur. Atau kau kubunuh!"
"Hm, serahkan golok dulu, nenek siluman. Baru setelah itu aku mundur!"
"Keparat, kau bicara serius?"
"Tentu, kau kira main-main? Ha-ha, serahkan golok, nenek bau. Dan baru setelah itu aku mundur!"
"Kalau begitu terimalah!" nenek ini tiba-tiba melempar golok. "Kau boleh menikmatinya sejenak, kakek busuk. Tapi bantu adikku dari desakan Sin Hauw... singg!" golok benar-benar menyambar Pek-wan, diberikan dan Lutung Putih tentu saja terbelalak, girang tapi cepat menerima golok itu. Dan ketika dia tertawa bergelak dan Golok Maut berpindah di tangannya maka dia meloncat ke kiri dan.., kabur meninggalkan arena.
"Heii..!" Coa-ongya terkejut. "Berikan padaku, Pek-wan. Kembali...!"
Namun si Lutung Putih terbahak di sana. Dia tak kembali dan pangeran berteriak-teriak. Sin Hauw dipanggil dan semua orang terkejut. Dan karena kejadian itu memang di luar dugaan dan Sin Hauw menahan desakannya maka pangeran berseru,
"Sin Hauw, kejar kakek Lutung itu. Golokmu diambilnya!"
Sin Hauw tertegun. Memang ini kejadian mengejutkan, para pengawal ribut dan merekapun geger. Apa yang dilakukan Pek-wan adalah tiruan dari apa yang tadi dilakukan Im-kan Siang-li. Kini si Lutung yang mengambil golok itu dan melarikannya. Dan karena yang amat berkepentingan adalah Sin Hauw karena pemuda itulah pemilik utamanya maka Sin Hauw meninggalkan nenek buntung dan meloncat berjungkir balik mengejar si Lutung.
"Pek-wan, kembalikan golok itu!"
Pengawal benar-benar ribut. Sin Hauw berjungkir balik di atas kepala mereka dan sudah menghadang perjalanan lawan, Pek-wan tak dapat berlari karena pemuda itu sudah ada di depannya. Dan karena Sin Hauw marah dan membentak kakek itu maka golok di tangan langsung berkelebat dan menyambar kepala kakek itu, membuat lawan terkejut tapi Pek-wan menggerakkan goloknya. Gerak otomatis dari seorang ahli silat langsung dikerjakan kakek ini. Dan persis golok Sin Hauw menyambar datang Golok Maut di tangannya itupun menyambut.
"Crangg!"
Golok Sin Hauw putus. Tadi dalam kemarahan dan kegeramannya Sin Hauw lupa pada pesan Coa-ongya. Goloknya memang tak boleh diadu dengan Golok Maut karena pasti kalah. Golok di tangannya itu adalah golok biasa meskipun terbuat dari baja yang baik, tak mungkin ditandingkan dengan Golok Maut. Maka begitu putus dan Sin Hauw sadar akan kekeliruannya maka Pek-wan tertawa bergelak mengejek padanya,
"Minggir, Sin Hauw. Atau kau terbunuh oleh golokmu sendiri.. singg!"
Sin Hauw mengelak, melempar tubuh bergulingan ketika Pek-wan mengejar, golok ampuhnya bekerja dan tentu saja Sin Hauw menghindar. Dan ketika pemuda itu bergulingan meloncat bangun namun Pek-wan terbahak di sana ternyata kakek itu melarikan diri dan sudah pergi lagi.
"Ha-ha, tak usah mengejar. Sin Hauw. Tuntut saja Coa-ongya karena benar dia telah menipumu!"
Sin Hauw tertegun. Untuk kedua kali la mendengar omongan ganjil, tadi Im-kan Siang-li sekarang kakek ini, padahal beberapa saat yang lalu Pek-wan adalah pembantu Coa-ongya, jadi musuh dari dua nenek lihai yang kini melotot. Sang toa-ci sudah menolong adiknya dan Kak-busu serta pengawal mencelat ditendang, Sin Hauw tak ada di situ jadi nenek buntung dapat bernapas lega. Dan ketika nenek itu melotot sementara Sin Hauw termangu dengan muka bingung tiba-tiba Im-kan Siang-li membentak dan mengejar si kakek Lutung, berkelebat di samping Sin Hauw.
"Jangan bodoh, kau memang dipedayai Coa-ongya, Sin Hauw. Apa yang kau alami selama ini adalah tipuan. Tapi sekarang lebih baik golokmu diambil, mari kubantu dan bunuh si kakek Lutung itu!"
Sin Hauw menggeram. Setelah diombang-ambing sejenak oleh kata-kata dua orang itu akhirnya omongan si nenek di-anggap benar. Pek-wan harus dikejar dan goloknya dirampas kembali. Itu adalah peninggalan gurunya dan tak boleh Golok Maut dipegang orang lain. Maka begitu nenek itu mengejar dan Sin Hauw menyusul maka pemuda ini berkelebat dan sudah membentak si Lutung.
"Pek-wan, kembalikan golokku!"
Pek-wan terkejut. Sin Hauw dan nenek Im-kan Siang-li hampir berbareng menyambar punggungnya, nenek itu melepas jarum sementara Sin Hauw menyambar tombak seorang pengawal, tombak panjang yang ujungnya tahu-tahu sudah dekat dengan punggungnya. Dan karena kakek ini harus menangkis dan apa boleh buat berhenti berlari maka kakek itu membentak dan memukul pula jarum-jarum si nenek Im-kan Siang-li.
"Cring-trak-tas!"
Ujung tombak dan jarum-jarum runtuh. Sin Hauw melotot namun menyerang kembali, nenek di sebelahnya sudah menerjang dan berseru keras. Dan ketika Pek-wan harus melayani dan dikeroyok dari muka dan belakang maka saat itu Coa-ongya membentak memerintahkan orang-orangnya maju, menyerang si Lutung.
"Bunuh kakek itu. Rampas goloknya!"
Berhamburanlah orang-orang mengeroyok kakek ini. Kak-busu dan lain-lain menerjang bersama, otomatis membantu Sin Hauw dan nenek Im-kan Siang-li. Lucu, tadi menyerang Im-kan Siang-li tapi sekarang malah membantu, inilah ulah atasan, pangeran Coa itu. Dan ketika Kak-busu dan lain-lain menerjang sementara Sin Hauw sendiri sudah membuang tombak untuk merampas yang baru maka pemuda ini membentak lawannya dan si Lutung Putih terkejut, cepat memutar golok tapi celaka sekali dia bukan seorang ahli golok, menangkis tapi Sin Hauw tak mau mengadu senjatanya lagi.
Kini pemuda itu menusuk dan mainkan tombaknya dengan keahlian seorang profesional, ternyata Sin Hauw pandai mainkan senjata selain golok. Dan karena dari kiri kanan menyambar senjata-senjata lain sementara nenek Im-kan Siang-li juga melepas jarum-jarum berbahayanya maka Pek-wan sibuk dan akhirnya satu tusukan Sin Hauw mengenai pundaknya. Celakanya justeru menusuk bagian yang sudah terluka, yakni pundak yang tadi terbabat Im-kan Sian-li, ketika nenek itu masih memegang Golok Maut.
Maka begitu kena yang luka dan kakek ini menjerit maka sebatang jarum akhirnya menancap di lehernya, disusul kemudian oleh tikaman pedang di tangan Kwi-goanswe. Pek-wan yang tak mahir bersenjatakan golok akhirnya menjadi korban sendiri, Dan ketika kakek itu bergulingan sementara Sin Hauw mengejar dan melakukan serangan-serangan berbahaya akhirnya kakek ini mengaduh dan berteriak-teriak.
"Keparat, bantu aku, Im-kan Siang-li. Cegah dan serang mereka ini!"
"Hi-hik, kau yang merampas dan berbuat curang, Pek-wan. Sekarang tak mungkin kubantu karena pangeran marah kepadamu!"
"Tapi golok ini bisa kita miliki berdua, nenek busuk. Kau bantu aku atau golok ini kubuang!"
Nenek itu terkejut. Pek-wan ternyata meskipun bersenjatakan sebuah golok yang ampuh namun sayang sekali kakek itu kurang mampu mempergunakannya. Hanya didorong ketamakannya memiliki senjata yang hebat kakek ini coba-coba merampas, tak tahunya gagal dan Sin Hauw serta Kak-busu dan lain-lain mengeroyok, masih mending nenek Im-kan Siang-li tadi karena mereka berdua, lain dengan si Lutung ini yang hanya seorang diri.
Maka ketika terjangan dan desakan bertubi-tubi menyerang kakek itu sementara yang paling hebat adalah tombak di tangan Sin Hauw maka Lutung Putih mengeluh dan terguling-guling, mempergunakan goloknya namun senjata di tangan Sin Hauw mampu menyelinap. Dua kali tombak di tangan pemuda itu menusuk dan menghunjam, satu di antaranya di atas perut, berbahaya sekali keadaan kakek itu. Dan ketika Im-kan Siang-li tertegun sementara Sin Hauw memperhebat dan melakukan tekanannya akhirnya satu tusukan tombak kembali merobek paha kakek itu, menjerit dan Pek-wan marah sekali.
Coa-ongya bertepuk tangan dan menyuruh bunuh kakek itu, pucat kakek ini. Dan ketika serangan pengawal dan Kak-busu serta Kwi-goanswe juga menyibukkannya dari mana-mana maka kakek ini melengking dan tiba-tiba golok, yang memang diincar dan menjadi sumber pertikaian dilempar, tinggi sekali dan semua orang terkejut. Dalam keputusasaannya kakek ini tiba-tiba membuang golok, melemparnya. Dan karena golok itu memang golok keramat dan semua orang menginginkannya tiba-tiba Kak-busu membentak dan berjungkir balik menyambar senjata itu, yang melayang tinggi di atas pohon.
"Hei, jangan diambil. Serahkan itu pada pangeran!"
Kwi-goanswe, yang mengira Kak-busu akan berbuat seperti Pek-wan berteriak marah. Jenderal tinggi besar ini langsung mengejar dan berjungkir balik pula, menusuk Kak-busu. Dan karena laki-laki itu hampir menyentuh golok tapi diserang dari belakang maka apa boleh buat dia menangkis dan membentak Kwi-goanswe, gagal menangkap golok.
"Plak!"
Dua orang itu sama-sama terpelanting. Baik Kak-busu maupun Kwi-goanswe sama-sama memaki. Kak-busu menyatakan tak ada niat untuk merampas golok, Kwi-goanswe disemprot dan merahlah muka jenderal itu. Dan ketika mereka berjungkir balik melayang turun sementara golok terus melayang jatuh maka Im-kan Siang-li tiba-tiba melepas ikat-pinggangnya dan terkekeh merampas golok itu, dengan cara menggubatnya.
"Siut-rrtt...!"
Golok tahu-tahu terbelit. Dengan cara begini nenek itu telah merampasnya, tertawa dan meloncat tinggi. Dan ketika ia berjungkir balik dan melewati atas pohon maka nenek itu sudah berkelebat dan melayang jauh, melarikan diri. "Heh-heh, terima kasih, Pek-wan. Memang ini punyaku!"
Namun, baru nenek itu berjungkir balik dan melewati pohon tiba-tiba bayangan Pek-wan dan Sin Hauw menyusul, membentak dan Sin Hauw bergerak tanpa suara. Pemuda ini marah sekali dan tiba-tiba melontar tombaknya. Dari belakang Sin Hauw mempergunakan tenaga lemas, tombak meluncur dan suaranya tidak terdengar nenek itu. Dan karena Pek-wan juga menyerang dan bentakan kakek itu kebetulan sekali menutup suara tombak maka tepat sekali tombak menancap di punggung nenek ini.
"Crep!"
Jerit mengerikan terdengar di situ. Si nenek lihai, yang tidak menyangka dan ditembus tombak tiba-tiba terbanting. Tombak menancap persis di saat dia menginjak tanah, jadi kontan roboh ketika punggungnya ditancapi tombak. Dan karena nenek itu tersungkur dan otomatis golok terlepas dari tangannya maka si Lutung Putih terbahak menendang nenek itu, merampas goloknya.
"Ha-ha, Golok Maut milikku, nenek siluman. Dan sekarang kau tak mungkin hidup lagi... dess!" nenek itu mencelat, jauh ditendang kakek ini tapi tiba-tiba Sin Hauw membentaknya.
Bersamaan dengan itu Kak-busu dan Kwi-goanswe sudah meloncat bangun, menerjang kakek ini. Dan ketika Sin Hauw juga melepas Kim-kong-ciang untuk menghantam Pek-wan tiba-tiba dari belakang mencuat sebuah tendangan dari nenek buntung, saudara dari nenek yang roboh.
"Plak-des-blukk!"
Suara-suara itu disusul jerit dan bantingan tubuh. Sin Hauw, yang tidak menduga tendangan dari belakang tiba-tiba terlempar, mengeluh dan terbanting kaget. Dia memang lupa bahwa Im-kan Siang-li ada dua orang, yang pertama sudah roboh sementara yang kedua adalah nenek buntung itu, yang dulu dibuntunginya. Maka begitu melihat saudaranya tersungkur dan tentu saja si nenek buntung marah maka nenek itu sudah berkelebat dan menendang Sin Hauw, mengeluh dan terlempar sementara Kak-busu dan Kwi-goanswe di sana juga menubruk Pek-wan. Kakek Lutung Putih ini diterkam dan tak sempat mengelak, terguling dan mereka bertiga sama-sama roboh. Golok Maut terlepas lagi dan tiga orang itu berebut. Dan karena Kak-busu yang terdekat dan kebetulan golok tinggal meraih maka laki-laki ini menyambar dan golok pun sudah di tangannya.
"Wut!" golok tiba-tiba bergerak. Entah kenapa mendadak laki-laki ini menyerang Kwi-goanswe, yang berteriak dan minta agar golok itu diserahkan padanya. Dan karena jarak mereka dekat dan Kwi-goanswe tak menduga maka bahu jenderal tinggi besar itu kesambar. "Crat!"
Jerit kembali terdengar. Bahu jenderal itu sompal, darah memuncrat namun Pek-wan tiba-tiba bergerak. Kakek ini mencuri kesempatan dalam waktu yang amat sempit. Kak-busu baru saja membacok Kwi-goanswe dan cepat dia bergulingan, menyambar dari bawah dan menendang lawannya. Kak-busu kalah cepat karena baru saja dia menyerang Kwi-goanswe. Maka begitu tertendang dan mencelat terlempar golokpun terlepas dan kebetulan jatuh di tengah-tengah pengawal.
"Hei, awas...!"
"Tangkap!"
Semua melotot. Saat itu Sin Hauw yg diserang nenek buntung tiba-tiba tak diperdulikan semua orang, mata tertuju pada golok yang jatuh di tengah-tengah ini, anehnya semua orang tiba-tiba berebut dan satu sama lain ingin memiliki. Rupanya, keampuhan golok telah membuat ngilar orang-orang ini. Pengawal pun ikut-ikutan mau berebut, saling berteriak dan mendorong yang lain. Dan ketika golok jatuh di tengah-tengah dan semua berebut tiba-tiba Kak-busu berkelebat dan menyambar golok itu, mendahului yang lain-lain, menendang.
"Minggir.. plak-des-dess!"
Golok tahu-tahu telah berada di tangan Kak-busu ini. Pandang mata dan sikap yang aneh tampak di mata busu itu, pangeran girang dan berseru agar busu itu menyerahkan golok padanya. Tapi ketika laki-laki ini tertawa aneh dan meloncat pergi tiba-tiba dia melarikan diri, membawa Golok Maut itu.
"Hei..!" Coa-ongya terkejut. "Serahkan golok padaku, Kak-busu. Kembalikan!"
Namun laki-laki itu tertawa. Dia berkelebat dan mau menghilang, Kwi-goanswe membentak dan tentu saja marah, tiba-tiba melayang ke depan laki-laki itu, yang ternyata mau melarikan diri dan membawa golok. Dan ketika jenderal ini menggerakkan pedangnya dan langsung membacok maka Kak-busu mendengus dan tentu saja menangkis, tak melihat bayangan kakek Lutung yang tiba-tiba bergerak di belakangnya.
"Cring-dess!"
Jerit tertahan terdengar di situ. Kak-busu tahu-tahu terlempar, goloknya memapas buntung pedang di tangan Kwi-goanswe tapi laki-laki ini terkena hantaman Pek-wan, mencelat dan terlempar, goloknya terlepas dan sudah disambar kakek Lutung itu. Dan ketika golok berpindah tangan dan Kak-busu bergulingan terkejut maka Pek-wan ganti merampas golok itu dan melarikan diri.
"Ha-ha, ini milikku, Kak-busu. Pergi dan biarkan aku sendiri!"
Kak-busu terbelalak. Dia sudah tidak memegang golok Maut lagi dan Kwi-goanswe di sana tertegun. Semua orang juga tertegun karena untuk kedua kalinya Lutung Putih mendapatkan golok, yang kecelik jadi melongo tapi Coa-ongya gusar bukan kepalang. Sekarang Kak-busu maupun Pek-wan sama-sama tak dapat dipercaya, dua pembantunya itu sama-sama berkhianat dan mereka ingin mengangkangi golok, pangeran ini mendelik dan marah bukan main. Tapi ketika Pek-wan meloncat pergi dan tertawa-tawa tiba-tiba menyambar tujuh golok terbang di mana dua di antaranya tidak bersuara, menyambar punggung kakek ini.
"Sing-crep-crep!"
Jerit ngeri terdengar di situ. Pek-wan yang tidak mendengar sambaran dua golok di punggungnya tiba-tiba roboh tertembus, mendengar yang lain dan menangkis namun yang dua ini lolos dari pendengarannya. Kakek itu membalik dan meruntuhkan lima golok di depan, tak tahu dua golok yang terakhir menuju punggungnya, yang kini otomatis menyambar dada karena kakek itu membalik. Jadi, kontan dua golok terbang ini mengenai dadanya, amblas dan tembus sampai ke punggung. Dan ketika kakek itu mendelik dan roboh dengan golok terlepas maka Sin Hauw sudah berkelebat dan tahu-tahu merampas goloknya.
"Des-dess!"
Kakek itu mencelat. Sin Hauw telah menendangnya dan pemuda itu mendapatkan kembali Golok Mautnya, tegak berdiri dengan mata bersinar-sinar. Dan ketika yang lain tertegun dan Pek-wan menggelepar dan akhirnya menuding-nuding tiba-tiba kakek itu roboh dan tidak bergerak-gerak lagi, tewas.
"Sin Hauw, ah., untung kau sudah mendapatkan golokmu!" Coa-ongya, yang girang melihat pemuda itu menewaskan si Lutung tiba-tiba berseru memeluk. Pangeran ini tampak gembira dan berseri-seri memandang pemuda itu, yang menggigil dan berkerut memandang Golok Maut, heran bagaimana senjata yang ada di tangannya itu tiba-tiba berganti, mendapat yang palsu dan yang asli ini dicuri orang, begitu yang dilihatnya. Tapi ketika pangeran memeluknya dan memuji serta tampak girang nenek buntung berteriak sementara Kak-busu tiba-tiba melarikan diri!
"Sin Hauw, kau jahanam keparat..!"
Sin Hauw mengerutkan kening. Tadi dia meninggalkan nenek ini melepas hui-to (golok terbang), menyerang Pek-wan yang mau melarikan diri dengan membawa Golok Maut, hal yang tentu saja tak akan dibiarkannya. Maka begitu si nenek menyerang sementara Kak-busu melarikan diri tiba-tiba Sin Hauw mendengus dan menendang nenek itu.
"Im-kan Siang-li, kau pergilah...!"
Nenek itu mencelat. Sin Hauw tak tega mempergunakan goloknya karena nenek itu pasti buntung lagi, kakinya menerima kaki si nenek dan nenek itu terlempar. Dan ketika nenek itu menangis dan memaki-makinya mendadak Kwi-goanswe dan lain-lain disuruh pangeran menangkap Kak-busu.
"Hei, tangkap dia. Bunuh!"
Sin Hauw terkejut. Kak-busu tiba-tiba berteriak minta tolong padanya, diserang dan laki-laki itu kalang-kabut. Kak-busu kehilangan senjatanya akibat Golok Maut itu, ketika terjadi perebutan dan kegaduhan. Dan ketika Kwi-goanswe dan para pengawal menerjangnya hampir berbareng maka laki-laki ini menjerit ketika pedang dan tombak ada yang mengenainya, luka dan laki-laki itu terjungkal. Kwi-goanswe membentaknya dan mengejar, saat itulah laki-laki ini berteriak meminta tolong Sin Hauw. Dan ketika dia bergulingan menyelamatkan diri namun bacokan Kwi-goanswe masih menyambar bahunya maka laki-laki ini mengaduh dan sekali lagi memanggil Sin Hauw.
"Sin Hauw, tolong. Selamatkan aku. Kau ditipu Coa-ongya!"
Sin Hauw terbelalak. Untuk kesekian kalinya dia diberi tahu bahwa dia ditipu Coa-ongya, dan semua yang mengatakan itu adalah bekas pembantu-pembantu pangeran ini. Jadi, tak mungkin mereka bohong dan agaknya ada sesuatu yang tak beres di sini, entah apa. Sin Hauw mengerutkan kening dan tentu saja tak senang, memandang pangeran tapi Coa-ongya buru-buru membentak, mengatakan itu tak benar dan pangeran malah minta agar Kak-busu dibunuh. Sin Hauw disuruh menyerang dan membantu Kwi-goanswe. Dan ketika Sin Hauw masih ragu-ragu dan Kak-busu kembali berteriak menyelamatkan diri dari serangan Kwi-goanswe dan lain-lain bekas pembantu Coa-ongya itu berseru lagi, menuding nenek buntung,
"Kau tanyalah dia. Nenek itu pasti akan disuruhnya tangkap pula, Sin Hauw. Kami berdua mengetahui kebusukan dan kecurangan pangeran. Golok Maut pangeranlah yang menukarnya!"
"Bohong!" pangeran Coa membentak marah. "Mereka itulah yang melakukannya. Sin Hauw. Nanti dapat kujelaskan kalau Kak-busu sudah kau bunuh. Cepat bantu Kwi-goanswe, jangan biarkan dia mempengaruhi pikiranmu!"
Sin Hauw bingung. Saat itu tiba-tiba dia dibuat bimbang, Kwi-goanswe sudah menyerang lagi namun Kak-busu mengelak, laki-laki ini berteriak-teriak lagi tentang pangeran, bahwa Sin Hauw ditipu dan dikelabuhi mentah-mentah. Sin Hauw boleh bertanya pada nenek buntung kalau tidak percaya, mulai menyebut-nyebut bahwa enci Sin Hauw itupun palsu, encinya yang asli sudah terbunuh dan Sin Hauw tertipu. Dan ketika Sin Hauw terkejut dan tentu saja terkesiap maka Kak-busu menjerit ketika tombak dan pedang di tangan Kwi-goanswe hampir saja memutuskan lehernya.
"Aduh! Cepat, Sin Hauw. Atau kau akan terlambat dan Coa-ongya membunuhmu di belakang hari, tanpa kau sadari!"
Sin Hauw jadi penasaran. Dia gemas oleh semua kata-kata ini, nenek buntung tiba-tiba berkelebat dan menangis membawa encinya, yang sudah tewas, Dan ketika pangeran tertegun dan menyuruh kejar nenek itu tiba-tiba Kak-busu berteriak lagi,
"Nah, lihat. Sin Hauw. Kalau tak ada apa-apa tak mungkin Coa-ongya menyuruh kejar nenek itu. Dia pasti membunuhnya, pangeran ingin membungkam kami!"
"Wut!" Sin Hauw berkelebat, menolong Kak-busu. "Jangan bunuh orang ini, Kwi-goanswe, Biarkan dia roboh dan kita tangkap saja!"
Kwi-goanswe dan lain-lain terlempar. Sin Hauw mendorong dan hanya menyentuh perlahan, tapi karena pemuda itu mengerahkan sinkangnya dan tentu saja Kwi-goanswe tak kuat maka jenderal tinggi besar itu terpelanting sementara pengawal juga berteriak dan terguling-guling. Mereka terlempar menjauhi Kak-busu, Sin Hauw sudah merobohkan dan menangkap laki-laki ini, Dan ketika Kak-busu mengeluh dan minta agar Sin Hauw membawanya pergi maka Coa-ongya meloncat dan berkata marah,
"Tidak, Kak-busu telah melakukan kesalahan besar. Sin Hauw, Dia harus dibunuh dan berikan padaku!" sang pangeran merampas pedang, menyambarnya dari Kwi-goanswe dan langsung menusukkannya ke dada Kak-busu. Sekali kena tentu busu itu tewas, dadanya bakal berlubang, Tapi Sin Hauw yang tentu saja tak membiarkan itu dan menangkis perlahan tiba-tiba membuat sang pangeran menjerit dan pedang pun terlepas dari tangannya.
"Aduh, keparat kau, Sin Hauw. Terkutuk kau!" sang pangeran terguling-guling, marah tapi Sin Hauw cepat menyambar tubuhnya. menolong dan tentu saja Sin Hauw minta maaf. Dan ketika pangeran melotot dan Sin Hauw menepuk-nepuk membersihkan bajunya maka Coa-ongya agak gusar meskipun sedikit terhibur.
"Maaf, pangeran. Aku tak sengaja. Kak-busu tak boleh dibunuh!"
"Tapi dia mempengaruhimu, dia menghasut!"
"Hm, itu dapat diselidiki, pangeran.Kalau bohong tentu paduka dapat menghukumnya!"
"Ah, terlalu lama, Sin Hauw. Dia dapat melantur macam-macam dan kau akan terpengaruh. Aku ingin membunuhnya dan berikan dia padaku!"
"Tidak, paduka harus menahan diri, pangeran. Atau aku akan mempercayai omongannya!"
Coa-ongya tertegun. Sin Hauw memandangnya tajam dan tentu saja pangeran ini berdetak. Dia harus berhati-hati kalau tak ingin Sin Hauw curiga. Maka melepas pegangannya dan tersenyum pahit pangeran ini berkata, "Baiklah, Sin Hauw. Kau rupanya termakan juga omongan pemfitnah ini. Nah, mau kau apakan dia dan mau dikemanakan!"
"Bagaimana menurut pendapat paduka?"
"Sebaiknya Sin Hauw mengejar dulu nenek buntung itu, pangeran. Im-kan Sian-li telah membuat keributan dan mengacau!"
Pangeran mengerutkan kening. Kwi-goanswe tiba-tiba melompat dan berdiri di samping Sin Hauw, memberi kedipan, ditangkap pangeran dan tentu saja Sin Hauw tak tahu. Dan ketika pangeran mengangguk dan teringat itu tiba-tiba pangeran berkata, "Benar, nenek keparat itu harus kau bekuk pula. Sin Hauw. Ini perintahku dan jangan kau membantah!"
"Ah, tidak!" Kak-busu berteriak. "Jangan biarkan aku di tempat orang-orang ini. Sin Hauw. Jangan tinggalkan aku dan biar kau bawa!"
"Hm, kau cerewet!" Kwi-goanswe tiba-tiba menotoknya. "Hwa Kin dapat menjagamu, Kak-busu. Kalau Sin Hauw mengejar si nenek pengkhianat kau dapat diberikan pada encinya!"
"Benar," pangeran berseri-seri. "Kak-busu dapat kau titipkan sebentar pada encimu. Sin Hauw. Kau dapat merasa aman kalau curiga terhadap kami!"
Sin Hauw tertegun. Saat itu Kak-busu tak dapat bicara lagi, busu ini ah-uh-ah-uh namun tak dapat mengeluarkan suara. Sebenarnya takut dan pucat bukan main busu ini. Sin Hauw tak tahu betapa dengan licik Kwi-goanswe sengaja "membungkam" mulut busu itu, menotok urat gagunya, membuat si busu tak dapat bicara dan teniu saja segala laporannya bakal tak didengar Sin Hauw. Dan ketika pangeran bicara seperti itu dan buru-buru bertepuk tangan dua kali maka muncullah Hwa Kin yang keluar dengan tubuh menggigil, pucat dan gemetar.
"Pangeran, aku.. aku dipanggil?"
"Benar, ke marilah, Kin-moi, Bawa dan jaga tikus busuk ini. Adikmu menangkapnya, mau rnengejar nenek buntung tapi mungkin Tin Hauw curiga kepada kami. Nah, bawalah dia dah seret ke kamarmu!"
"Aku tak kuat!"
"Pengawal dapat membantumu, atau mungkin Sin Hauw!" dan Coa-ongya yang memandang serta meminta pendapat Sin Hauw akhirnya membuat pemuda itu bergerak dan sudah menyambar Kak-busu ini, meloncat dan membawa Kak-busu ini ke kamar encinya. Hwa Kin pucat pasi namun Coa-ongya menggamit, cepat mengikuti Sin Hauw dan Kwi-goanswepun melompat, membayangi pemuda itu. Dan ketika Sin Hauw sudah melempar Kak-busu dan minta agar encinya menjaga baik-baik maka pemuda itu berkelebat dan lenyap mengejar nenek buntung.
"Pangeran, sebaiknya yang lain tak usah mengikuti. Biar nenek itu kutangkap sendiri!"
"Tapi..."
"Tidak!" pemuda itu berseru dari jauh. "Aku tak perlu bantuan, pangeran. Seorang diri aku dapat menangkap dan biarkan yang lain di sini!"
Terpaksa, karena Sin Hauw bernada keras dan lagi-lagi pangeran tak mau dicurigai maka pangeran menarik napas dan menyuruh yang lain berjaga, sisanya membersihkan bekas-bekas pertempuran dan terbanglah Sin hauw mengejar nenek itu. Dan ketika Sin Hauw lenyap sementara dari jauh ia meminta encinya menjaga baik-baik busu itu maka Kak-busu ditinggal dan Sin Hauw merasa tenang sejenak. Tapi benarkah? Inilah kelicikan Coa-ongya yang bakal terbongkar!
* * * * * * *
"Hei, berhenti! Tunggu sebentar, nenek siluman. Berhenti dan tunggu dulu!" Sin Hauw akhirnya menemukan nenek itu, tersaruk-saruk melarikan diri dan nenek ini membawa mayat encinya. Im-kan Sian-li yang seorang sudah tewas dan Sin Hauw berjungkir balik di depan nenek buntung ini, turun dan menghadang perjalanan orang. Dan ketika nenek itu berhenti dan otomatis tak dapat meneruskan larinya maka Sin Hauw dipandangnya dengan mata penuh kebencian, bersinar-sinar.
"Kau mau apa. Sin Hauw? Membunuhku?"
"Hm, tidak," Sin Hauw merasa kasihan juga. "Golok Maut telah berada di tanganku, nenek buruk. Dan aku tak ingin membunuhmu."
"Tapi kau menghadang lariku!"
"Maaf, kau harus kembali, nenek buruk. Pangeran minta kau ke sana dan mempertanggungjawabkan perbuatanmu."
"Keparat, kau mau menangkap aku Sin Hauw? Kau membela orang yang menipumu habis-habisan?"
"Hm, aku tak mengerti ini, nenek siluman. Tapi coba kau terangkan padaku bagaimana semuanya ini."
"Aku tak mau bicara! Kau kerbau dungu yang bodoh!"
"Kalau begitu kau kutangkap, kuseret dan akan kuhadapkan Coa-ongya!"
"Keparat, kau jahanam. Sin Hauw. Kau bocah tengik yang tidak berjantung!" dan si nenek yang menerjang dan meletakan mayat encinya tiba-tiba menubruk dan memutar kakinya, menendang dan melakukan serangan miring namun Sin Hauw dapat menghalau, Dengan mudah dia mengibas kaki nenek itu, diserang lagi tapi Sin Hauw kali ini mundur selangkah, membiarkan kaki si nenek lewat dan tiba-tiba ia menangkap. Dan ketika Sin Hauw memencet dan kaki itu tertangkap maka si nenek menjerit dan meronta-ronta dengan kaki yang lain.
"Aduh, lepaskan. Sin Hauw. Lepaskan..!"
"Aku akan melepaskan, tapi kau harus mengaku!"
"Mengaku apalagi? Kau yang bodoh tak dapat melihat mana orang baik atau jahat, Sin Hauw. Kau kerbau tolol yang tidak punya otak... aduh!" si nenek menjerit, Sin Hauw memencet jalan darah di punggung kaki dan rasa nyeri menyengat kakinya. Dari bawah sampai ubun-ubun nenek ini diserang rasa sakit yang hebat, dia meronta namun Sin Hauw mencengkeram jari kakinya. Dan karena nenek ini buntung tak mempunyai kedua lengan maka dia kerepotan tersengkal-sengkal, mau jatuh tapi Sin Hauw menahan. Ditahan tapi Sin Hauw mendorongnya maju mundur, akibatnya nenek ini mau jatuh juga, pucat dan marahlah nenek itu. Dan ketika Sin Hauw memencet jalan darahnya dan dia dipaksa mengaku maka nenek ini berkaok-kaok.
"Aduh, lepaskan. Aku mengaku!"
"Hm," Sin Hauw melepaskan. "Sekarang ceritakan padaku bagaimana semuanya ini, nenek buruk. Dan bagaimana kau serta yang lain-lain mengatakan aku ditipu Coa-ongya!"
"Tentu saja! Pangeran yang menukar golokmu, Sin Hauw. Kau yang bodoh tak mengetahui itu. Hal itu dilakukannya ketika kau pingsan, beberapa bulan yang lalu! Bukankah kau tak merasa karena cerdiknya pangeran ini? Nah, kau memang ditipunya. Sin Hauw. Golok Maut yang asli ditukar pangeran dengan golok yang mirip, palsu tapi mirip!"
Sin Hauw tertegun. "Kau tak bohong?"
"Hm, bohong tak ada gunanya, Sin Hauw. Itulah keteranganku dan kau boleh tanya Kak-busu atau Kwi-goanswe!"
"Apalagi yang kau ketahui?"
Nenek itu melotot. "Apa imbalannya untuk semua ini. Sin Hauw? Bukankah aku akan tetap kau serahkan Coa-ongya?"
"Tidak," Sin Hauw menggeleng. "Kau boleh bebas kalau memberitahukan semua yang kau ketahui, nenek buruk. Tapi tentu saja semua itu harus benar!"
"Aku tak bohong, tentu saja benar!"
"Baiklah, lanjutkan ceritamu. Apa yang kau ketahui!"
"Kau berjanji membebaskan aku? Benar-benar membebaskan aku?"
"Sumpah demi guruku, nenek buruk. Tapi kau jangan bohong!"
"Aku tak akan bohong, aku akan berkata sebenarnya, seperti apa yang aku ketahui! Nah, apa yang ingin kau ketahui, Sin Hauw, tanyakan dan boleh kau buktikan nanti!"
"Aku ingin mengetahui apa saja, yang menyangkut diriku. Golok Maut sudah kau terangkan dan barangkali coba kau jawab tentang enciku," Sin Hauw tiba-tiba teringat. "Benarkah enciku tewas dan siapa wanita yang ada di gedung Coa-ongya itu!"
"Dia memang bukan encimu!" nenek itu ketus menjawab. "Dia wanita lain yang mirip encimu. Sin Hauw. Coa-ongya memang keji karena tidak tanggung-tanggung menipumu!"
Sin Hauw tergetar. "Bagaimana mungkin? Dia enciku, nenek buruk. Dan segala gerak-gerik serta wajahnya adalah enciku!"
"Inilah kelihaian Coa-ongya. Gadis itu memang mirip encimu, Sin Hauw. Tapi sebenarnya dia selir Coa-ongya! Gadis itu temuan Kwi-goanswe. Coa-ongya dan Kwi-goanswe memang bekerja sama. Encimu sebenarnya telah terbunuh enam tahun yang lalu!"
"Bagaimana aku dapat mempercayai itu?" Sin Hauw semakin menggigil. "Dan bagaimana aku membuktikannya?"
"Bodoh! Kau dapat menanyainya tentang sesuatu yang pernah terjadi di antara kalian, Sin Hauw. Masa kecil kalian atau apa saja yang teringat olehmu, sesuatu yang penting!"
Sin Hauw pucat. Setelah nenek ini bicara tentang itu dan dia bertanya apakah nenek itu berani dibuktikan ternyata nenek ini terkekeh, mengangguk dan bersedia dibuktikan. Sin Hauw boleh menanya encinya, itu dan si nenek akan menunggu. Dan ketika Sin Hauw marah dan merah padam maka si nenek balik bertanya,
"Di mana Kak-busu? Telah kau bunuh?"
"Tidak, dia kutangkap. Di gedung Coa-ongya!"
"Hi-hik, kau membiarkan umpan begitu empuk di hidung Coa-ongya, Sin Hauw? Kau membiarkan Kak-busu mampus secara konyol?"
"Apa maksudmu?"
"Sebuah kebodohan lagi kau buat, Sin Heuw. Kak-busu akan dibunuh karena dia juga mengetahui rahasia ini!"
"Tapi dia kuserahkan enciku!"
"Dia bukan encimu. Dia Tang Kiok!"
Sin Hauw tertegun.
"Nah, ini kesempatan baik untuk menguji babak pertama. Sin Hauw. Kau boleh buktikan bahwa Kak-busu pasti sudah dibunuh! Orang yang kau anggap encimu itu tak mungkin dapat menjaga Kak-busu. Dia pun kaki tangan Coa-ongya!"
"Aku akan membuktikan!" Sin Hauw sudah tak tahan. "Kau ikut aku dulu, nenek siluman. Kalau cocok baru kau kulepaskan!" Sin Hauw menyambar nenek ini, menotok tengkuknya dan nenek itu roboh. Im-kan Siang-li tentu saja menjerit dan berteriak-teriak, Sin Hauw dimakinya sebagai pemuda yang tak menepati janji. Tapi ketika Sin Hauw berkata bahwa nenek itu hanya dibawa sebentar untuk melihat keadaan di gedung Coa-ongya maka nenek itu pucat dan memaki-maki, tak percaya.
"Kentut busuk. Kau bohong, Sin Hauw. Kau penipu. Kau ternyata sama dengan Coa-ongya!"
"Tidak, aku pasti membebaskanmu, nenek buruk. Tapi coba kubuktikan dulu apakah benar Kak-busu dibunuh!"
"Tentu dibunuh, aku berani taruhan! Tapi bawa pula mayat saudaraku!"
"Hm, kau dapat membawanya nanti, nenek siluman. Sekarang tak perlu banyak cakap dan kau diam saja!"
Sin Hauw menggerakkan jarinya, menotok urat gagu nenek itu dan kini si nenek tak dapat berkaok-kaok. Nenek itu mendelik dan gusar bukan kepalang. Sin Hauw sudah membawanya terbang dan kembali ke gedung Coa-ongya. Dan ketika tak lama kemudian Sin Hauw sudah melempar nenek itu di tempat tersembunyi dan langsung berkelebat masuk sendirian maka Coa-ongya ternyata menyambut bersama Kwi-goanswe, juga seratus pengawal yang tiba-tiba sudah disiapkan di situ, seolah perang!
"Bagaimana, Sin Hauw? Mana nenek itu?" Coa-ongya tampak tegang, melihat Sin Hauw merah mukanya namun pemuda itu dapat mengendalikan diri. Tiba-tiba Sin Hauw menjadi cerdik untuk tidak melakukan sesuatu secara gegabah. Jejak yang mulai terang bisa menjadi gelap lagi kalau dia terburu-buru. Maka begitu melihat pangeran datang menyambut dan seratus pengawal siap dengan senjata bergetar maka Sin Hauw pura-pura menahan marah dan memaki nenek itu,
"Maaf, aku gagal, pangeran. Nenek itu melarikan diri entah ke mana. Aku terpaksa pulang untuk minta bantuan. Nenek itu licin, dia rupanya masuk hutan!"
"Hm, kau tak bohong?"
Sin Hauw terkejut.
"Kukira kau sudah menemukan nenek itu, Sin Hauw. Tapi kau terhasut! Kau menyembunyikan sesuatu!"
Sin Hauw berdetak. Kalau tak ingat bahwa rupanya dia dijebak dan pertanyaan itu mengandung tipuan barangkali ia akan terkecoh. Untung, Sin Hauw ingat itu dan kini sikapnya terhadap Coa-ongya penuh kehati-hatian. Sin Hauw justeru mengerutkan kening dan menampakkan ketidak-senangannya mendengar kata-kata ini, sebuah tuduhan langsung! Maka ketika pangeran memandangnya tajam dan dia balas memandang tak kalah tajam maka Sin Hauw membalik dengan sebuah pertanyaan getas,
"Pangeran, bagaimana paduka menuduh demikian? Beginikah cara paduka menyambut seorang yang telah mati-matian membantu paduka? Di mana penghargaan paduka terhadap seorang yang telah mati-matian bekerja keras?"
"Maaf," pangeran tiba-tiba tertawa. "Aku rupanya terlampau bercuriga. Sin Hauw. Terus terang saja aku khawatir kau telah menemukan nenek itu dan mendengarkan omongannya yang tidak-tidak. Ah pembantuku telah berkhianat semua, terkutuk mereka itu!" dan Coa-ongya yang mempersilahkan Sin Hauw masuk lalu bertepuk tangan dan mengajak Sin Hauw ke ruang dalam, ke meja makan. "Mari.. mari. Sin Hauw. Betapapun aku ingin membuang semua kejadian ini dengan suasana baru. Aku ingin berterima kasih bahwa kau telah membunuh Pek-wan dan satu di antara dua nenek keparat itu!"
Sin Hauw tertegun. "Paduka mau apa?"
"Membuang rasa sebal. Sin Hauw. Mengajak semua orang termasuk pengawal bersenang-senang! Mereka telah ikut mengamankan tempat ini, wajib diberi sekedar tanda terima kasih dengan makan minum bersama!"
"Ah, tapi.. tapi aku ingin bertemu enciku, juga Kak-busu!"
"Ha-ha, dapat dilakukan setelah makan minum. Sin Hauw. Ayolah tak lari gunung dikejar. Biar encimu kupanggil dulu!" dan sang pangeran yang bertepuk dan minta agar Hwa Kin dipanggil lalu melihat wanita itu muncul tak lama kemudian, berlari menubruk Sin Hauw dan bertanya bagaimana dengan nenek yang dikejar.
Sin Hauw agak tertegun dan ragu dipeluk wanita ini, teringat kata-kata Kak-busu maupun si nenek buntung bahwa wanita ini bukanlah encinya. Dia wanita lain yang entah bagaimana betul-betul mirip dengan encinya. Dan Sin Hauw tertegun dan semua gerak-geriknya itu diamati pangeran maka Coa-ongya batuk-batuk dan berdehem.
"Kenapa, Sin Hauw? Kau teringat kata-kata Kak-busu?"
Sin Hauw terkesiap. Coa-ongya ini tajam benar pandangannya, tepat menebak dengan sekali melihat. Tapi Sin Hauw yang tentu saja cepat menekan kekagetannya dengan pura-pura balas memeluk encinya membuang rasa gugup.
"Hm, apa maksudmu, pangeran? Kata-kata yang mana?" Sin Hauw pura-pura bodoh, mengerutkan kening dan Coa-ongya tertawa. Untuk kedua kalinya dia jadi ragu melihat jawaban pemuda ini. Sin Hauw sekarang sudah cerdik dan dapat melayaninya tak kalah pintar! Dan ketika pemuda itu balik bertanya dan tentu saja pangeran ini tak mau menjawab maka dia berkata menepuk keduanya,
"Ha-ha, sudahlah, Kin-moi. Ayo kita duduk dan nikmati hidangan!"
Hwa Kin mengangguk. Wanita ini terisak menanya Sin Hauw bagaimana hasil pengejarannya, Sin Hauw menjawab gagal dan dengan muram pura-pura memaki nenek buntung itu. Dan ketika dia duduk dan balas bertanya bagaimana keadaan Kak-busu maka encinya itu menarik napas panjang. "Kak-busu tetap di kamarku, dia tetap meringkuk. Apakah ingin kau lihat, Sin Hauw?"
"Ah," pangeran buru-buru menutup. "Hidangan belum disentuh, Kin-moi. Masa mau pergi? Ayo kita nikmati dulu, baru setelah itu ke tempat Kak-busu!" Coa-ongya mengambil mangkok piringnya, bertepuk tangan dan menyuruh semua orang mengikuti.
Saat itu memang seratus pengawal telah duduk di kursi panjang, berderet dan teratur dan mereka rupanya benar-benar siap menghadapi hidangan. Sin Hauw tak melihat sesuatu yang mencurigakan kecuali persiapan seratus pengawal itu, mereka seolah siap tempur dan mau maju perang. Dan ketika pangeran mengajak bercakap-cakap sambil makan minum maka Sin Hauw mengambil dan membaui semua makanan, tentu saja dengan diam-diam dan dia tak merasakan bius atau racun. Jadi, makanan itu bersih dan tidak ada apa-apanya. Namun ketika perjamuan berjalan setengah selesai dan pangeran siap membawa Sin Hauw ke tempat Kak-busu tiba-tiba bergegas seorang pengawal yang terbungkuk-bungkuk melapor, menggigil,
"Maaf, pangeran. Kak-busu... Kak-busu bunuh diri membenturkan kepalanya ke tembok!"
"Apa?" dua seruan itu berbareng meluncur dari mulut Coa-ongya dan Sin Hauw. "Kak-busu bunuh diri?"
"Beb.. benar, pangeran. Hamba mohon ampun!"
"Keparat! Kau... kau bedebah!" Coa-ongya tiba-tiba marah, bangkit dan menendang pengawal itu dan pengawal itu mengaduh.
Kwi-goanswe tiba-tiba bangkit dan membentak. Dan ketika pengawal itu bangun berdiri namun jenderal ini menggeram marah tiba-tiba sinar putih berkeredep dan pedang jenderal itu menabas kepala pengawal ini. "Bodoh, kau tak becus dan pantas dibunuh. Jahanam!" dan pedang yang menyambar si pengawal dan tepat mengenai lehernya tiba-tiba sudah disusul muncratnya darah segar dan menggelindingnya sebuah kepala, tak sempat lagi pengawal itu berteriak karena dia sudah tewas saat itu juga.
Semua orang menjadi geger dan Sin Hauw terkejut bukan main, perbuatan Kwi-goanswe ini benar-benar tak diduga. Dan ketika pangeran juga berseru keras dan kaget menegur jenderal itu maka Kwi-goanswe menyimpan pedangnya dan sudah membungkuk.
"Maaf, pangeran. Hamba... hamba terlanjur naik pitam. Laporan pengawal ini sungguh mengejutkan dan membuat hamba marah!"
"Ah, tapi kau harus minta persetujuanku dulu, goanswe. Bukan langsung membabat dan membunuh begini!"
"Hamba bersalah," sang jenderal menunduk. "Tapi kalau tidak begini mungkin Sin Hauw mencurigai kita, pangeran. Barangkali dia akan menduga bahwa kitalah yang menyuruh bunuh Kak-busu itu. Sekarang Sin Hauw boleh melihat kesungguhan kita. Hamba membunuh pengawal dan mudah-mudahan ini menghilangkan kecurigaan Sin Hauw!"
Sin Hauw dan pangeran tertegun. Memang tak dapat disangkal bahwa tadi sebenarnya Sin Hauw bercuriga. Kak-busu jangan-jangan memang sengaja dibunuh dan kini pengawal itu pura-pura datang, atas suruhan pangeran atau siapa saja. Kini jadi lenyap kecurigaannya setelah Kwi-goanswe bicara seperti itu. Sin Hauw merah mukanya dan tentu saja sedikit tertampar. Dan ketika dia terkejut sementara pangeran tertegun maka Coa-ongya menarik napas mengangguk-angguk.
"Ah, maaf. Benar juga, Kwi-goanswe. Sin Hauw memang bisa bercuriga terhadap kita. Kalau begitu mari cepat kita ke sana!" pangeran tak menunggu waktu lagi, bergegas meloncat ke dalam dan Sin Hauw pun mengikuti. Lenyap dugaan Sin Hauw akan sangkaan yang tidak-tidak, sudah mati "dibuntu" Kwi-goanswe. Dan ketika mereka tiba di sana dan pintu kamar itu terbuka maka Sin Hauw dan Coa-ongya terhenyak memandang ke dalam.
Kak-busu, yang tadi dititipkan dan berada di kamar Hwa Kin ternyata sudah menggeletak mandi darah. Kepalanya pecah dan tak mungkin busu itu hidup lagi. Sin Hauw termangu sementara orang-orang lain pun berdatangan. Dan ketika tempat itu penuh orang dan Hwa Kin juga menyusul kaget maka wanita ini tertegun dan menjublak.
"Bagaimana bisa terjadi ini? Kenapa tidak dijaga baik-baik? Oh, aku menyesal. Sin Hauw, Aku minta maaf!" Hwa Kin menubruk Sin Hauw, mengguguk dan menangis di situ tapi Sin Hauw sudah dapat menguasai perasaan hatinya.
Kejadian itu dianggapnya benar dan sang encipun dihibur, tak perlu menangis dan akhirnya mayat kakek itu disuruh ambil. Lantai yang penuh darah segera dibersihkan dan Coa-ongya berkali-kali menghela napas. Penyesalan juga tampak di wajah pangeran ini dan Sin Hauw tak menaruh curiga. Dan ketika perjamuan berobah menjadi getir dan mayat pengawal yang dibunuh Kwi-goanswe juga disingkirkan maka tak lama kemudian Sin Hauw sudah berkelebat dan pamit sebentar, menemui nenek buntung.
"Kau benar, tapi juga salah!" Sin Hauw mendesis, membebaskan totokan lawan dan nenek itu memaki.
Sekarang si nenek dapat bicara meskipun tubuhnya masih dilumpuhkan. Sin Hauw memang tidak membebaskan dirinya sepenuhnya. Dan ketika nenek itu bertanya apa yang dimaksud Sin Hauw maka Sin Hauw menceritakan tentang kematian Kak-busu.
"Dia telah mati, benar telah mati. Tapi bukan dibunuh melainkan bunuh diri!"
"Hah, kau percaya? Bodoh! Sekali lagi kau bodoh, Sin Hauw, dapat saja dikibuli dan diperdayai lawan. Sudahkah kau lihat cermat tanda-tanda kematian itu? Apanya yang pecah? Tengkuk atau dahinya? Kalau dia membenturkan tembok maka dahinya yang pecah. Sin Hauw. Tapi kalau dia dipukul dari belakang maka belakang kepalanya yang remuk! Sudahkah kau teliti hal ini sampai secermat-cermatnya?"
Sin Hauw tertegun. Dia jadi bengong oleh uraian si nenek, tadi kematian Kak-busu memang tak diperiksanya secermat itu. Dia sudah melihat busu itu terkapar dan mandi darah, tak dilihatnya yang pecah tengkuk ataukah dahi! Dan ketika ia tertegun dan tak menjawab maka nenek itu terkekeh, mengejek,
"Sin Hauw, kau benar-benar goblok, goblok melebihi kerbau! Sekarang hanya ada satu jalan untuk menyelidiki ini, membuktikan apakah betul Kak-busu bunuh diri atau dibunuh. Aku pribadi tetap berpendapat bahwa busu itu dibunuh, bukan bunuh diri. Dan kalau kau ingin membuktikannya maka bekuk dan kompres saja orang yang kau anggap encimu itu!"
Sin Hauw terbelalak.
"Kau masih ragu juga, bukan?"
"Hm," Sin Hauw jadi merah padam. "Aku jadi penasaran oleh semuanya ini, nenek buruk. Kalau kau benar maka aku benar-benar goblok melebihi kerbau! Memang tak kusangkal bahwa aku tak memeriksa kematian busu itu. Aku tak tahu apakah dahinya yang pecah atau tengkuknya. Baiklah, sekali lagi aku akan mengikuti petunjukmu, nenek siluman. Kali ini tak mau aku dibodohi lagi dan kau tunggulah di sini!"
"Keparat, kau belum membebaskan aku juga. Sin Hauw? Kau masih menahan aku di sini?"
"Sampai keteranganmu benar, nenek buruk. Dan kujamin kau tak akan apa-apa di sini!"
Nenek itu memaki-maki. Sin Hauw akhirnya menotok pula agar tidak dapat berkaok-kaok, kembali nenek itu mendelik dan Sin Hauw melemparnya ke sudut. Dan ketika Sin Hauw berkelebat dan kembali ke gedung maka malam itu dia berhadapan dengan encinya.
"Aku ingin memperoleh keterangan, penjelasan yang serius!"
Hwa Kin, encinya, terkejut. Sin Hauw tiba-tiba memasuki kamarnya dan tidak mengetuk pintu, baru kali ini pemuda itu melakukannya dan tentu saja wanita ini terperanjat. Tapi ketika dia dapat menahan perasaannya dan duduk menemani pemuda itu maka Sin Hauw mulai bertanya tentang masa silam mereka.
"Kau ingat uwak Lun?"
Gadis atau wanita ini terbelalak. "Sin Hauw," katanya. "Apa maksud pertanyaanmu ini? Uwak Lun siapa?"
"Hm, penjaja makanan kecil itu, enci. Masa kau tidak ingat? Ibu dulu sering menitipkan makanan padanya!"
"Oh, dia?" wanita itu mengangguk, agak berubah. "Ya, aku ingat, Sin Hauw. Ada apakah?"
"Aku ingin kau mengingatnya baik-baik, enci. Coba sebutkan siapa anak uwak Lun yang mati kena penyakit!"
"Ini... ini..." Hwa Kin atau wanita itu tiba-tiba pucat. "Aku tak ingat. Sin Hauw. Kejadian itu sudah lama berselang dan aku tak ingat!"
"Tapi kau yang dulu membelikan obat di tempat Cun-sinshe (tabib Cun)! Kau tentu ingat, enci. Atau, hmm... kau berpura-pura saja!"
"Sin Hauw!" wanita itu membentak, tiba-tiba marah. "Kau mau apa dengan semua pertanyaanmu ini? Kau mau menyakiti encimu?"
"Tidak, duduklah, enci, jangan berdiri begitu!" Sin Hauw memandang tajam, menarik encinya duduk dan jelas wanita ini gemetar. Pandang mata Sin Hauw mulai menembus seperti pedang dan wanita itu tampak gelisah. Dan ketika Sin Hauw menyuruh dia duduk dan kecemasan mulai tak dapat disembunyikan wanita ini maka Sin Hauw bertanya lagi,
"Kau tentu ingat Wong-lopek (paman Wong) pula. Katakan berapa anaknya dan siapa namanya yang tertua!"
"Sin Hauw, aku tak mau menjawab! Kau kurang ajar dan agaknya mencurigai encimu! Keparat, kuberitahukan Coa-ongya, Sin Hauw. Kulaporkan perbuatanmu ini yang menyakiti hatiku!"
"Tunggu!" Sin Hauw membentak, menyambar encinya itu. "Pertanyaan ini biasa-biasa saja, enci. Tak usah kau marah kalau kau dapat menjawab. Atau kau bukan enciku dan kau manusia gadungan!"
Hwa Kin terpekik. Sin Hauw sudah menyambarnya dan membentak dengan kata-kata mengejutkan. Bagai geledek di siang bolong saja dia mendengar tuduhan itu. Dan ketika Sin Hauw mencengkeramnya dan dia mau menjerit tiba-tiba Sin Hauw sudah menotoknya dan wanita ini-pun roboh. "Aihh...!"
Sin Hauw sudah menutup teriakan itu dengan ketukan di rahang. Wanita ini mengeluh dan tidak dapat bersuara. Suara yang keluar hanya ah-uh tak jelas dan rintihan ketakutan. Jelas wanita itu ngeri melihat Sin Hauw, memandang wajahnya yang merah padam dan tampak beringas. Sin Hauw telah melancarkan dua kali pertanyaan yang tak dapat dijawab tegas, padahal anak Wong-lopek hanya seorang dan itupun perempuan, sahabat encinya dan percayalah Sin Hauw bahwa wanita ini bukan encinya, meskipun mirip dan amat persis sekali. Dan ketika Sin Hauw teringat sesuatu dan merobek lengan baju wanita itu maka tembong atau tanda hitam yang dimiliki encinya ternyata tak ada. Berarti wanita ini benar-benar enci palsu.
"Keparat, kalau begitu benar, siluman betina. Kau adalah Tang Kiok!" Sin Hauw langsung saja teringat nama yang diucapkan nenek buntung, langsung menyebut nama itu dan wanita ini terpekik. Pekiknya tertahan di kerongkongan namun itu cukup bagi Sin Hauw. Dan ketika Sin Hauw yakin bahwa wanita ini ternyata bukan encinya maka kemarahan Sin Hauw menggelegak dan pemuda itu mencekik leher orang.
"Tang Kiok, berapa lama lagi kau mau menyembunyikan rahasia? Kau minta mati atau apa?"
"Oh-ugh...!" wanita itu menggeleng-geleng. "Lep... lepaskan aku. Sin Hauw. Bebaskan aku!"
"Mudah membebaskanmu, tapi akui dahulu bahwa kau bukan enciku!"
"Ak... aku memang benar... bukan.. bukan encimu...!"
"Kau yang dulu dibawa Kwi-goanswe?"
"Beb.. benar... tapi, ah... tapi bebaskan aku dulu, Sin Hauw. Jangan dicekik!"
Sin Hauw mengendorkan cengkeraman. "Baiklah, katakan siapa yang membuat semuanya ini, siluman betina. Dan di mana enciku Hwa Kin!"
"Encimu... encimu tewas..!"
"Bagaimana terjadinya? Siapa yang melakukan?"
"Aduh, aku tak tahu, Sin Hauw. Tapi.. tapi mungkin Ci-ongya (pangeran Ci)...!"
Wanita itu menjerit. Sin Hauw membantingnya dan melepas cekikan, menendang dan wanita itu menangis. Dan ketika Sin Hauw berkelebat dan sudah berdiri di sampingnya maka wanita ini meratap,
"Sin Hauw, jangan salahkan aku. Aku... aku hanya diperintah Coa-ongya. Aku tak tahu apa-apa dan harap kau tidak menghukum aku!"
"Tentu, aku tak akan menghukummu, siluman betina. Tapi sebutkan apakah kau Tang Kiok atau bukan!"
"Aku... aku benar wanita itu. Kau sudah tahu, kenapa bertanya?"
"Hm, aku hanya ingin membuktikan omongan nenek buntung, wanita sial. Dialah yang memberi tahu aku dan sekarang benar. Aku tertipu. Kau, ah!" dan Sin Hauw yang menyambar serta menggencet jalan darah di punggung tiba-tiba membuat wanita itu roboh dan mengeluh, seperti disengat api dan mau menjerit namun lagi-lagi Sin Hauw menotok urat gagunya Kemarahan Sin Hauw hampir tak dapat ditahan namun untunglah dia teringat bahwa wanita ini hanya orang yang melakukan perintah Coa-ongya.
Sin Hauw hampir meremas hancur tengkuk wanita itu. Dan ketika dia mengompres dan memaksa wanita itu mengaku apa yang sebenarnya dilakukan Coa-ongya maka Sin Hauw mendapat banyak keterangan, satu di antaranya adalah benar Pangeran Coa itulah yang menukar Golok Maut. Pangeran itu hendak memperdayai Sin Hauw melalui banyak orang, satu di antaranya adalah Miao In, gadis yang dicinta Sin Hauw, yang ternyata adalah murid dari Im-kan Siang-li, sebenarnya pacar atau kekasih Kwi Bun, putera Kwi-goanswe, yang mendapat banyak kesenangan dari Coa-ongya berupa janji kedudukan dan macam-macam. Jadi Sin Hauw diperalat dan pemuda ini gemeratak.
Dan ketika Tang Kiok berkata bahwa Sin Hauw sebenarnya hendak "dihisap" ilmunya melalui Miao In untuk kepentingan Coa-ongya maka Sin Hauw menggeram dan marah bukan main, saat itu mendengar suara-suara di luar dan tiba-tiba tujuh pisau terbang dilepas kearahnya, menyambar punggung. Tentu saja dielak dan terdengar jerit ngeri di belakangnya. Dan ketika Sin Hauw sadar bahwa Tang Kiok menjadi korban maka benar saja wanita itu roboh mandi darah,
"Aduh, tolong, Sin Hauw, Mati aku!"
Sin Hauw tertegun, Dia cepat menyambar wanita ini namun Tang Kiok mengeluh, menggeliat dan tiba-tiba menghembuskan napasnya yang terakhir, tewas dan terkulai sekejap mata. Dan ketika Sin Hauw terkejut dan terbelalak melihat tujuh pisau menancap di tubuh si cantik itu maka di luar terdengar bentakan dan seribu pasukan muncul dipimpin Kwi-goanswe!