Golok Maut Jilid 02 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

GOLOK MAUT
JILID 02
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
"IH, numpang lewat, ji-wi kongcu. Permisi"

Dua pemuda itu mengangguk. Mereka serentak menggerakkan kepala dan memasang senyum lebar-lebar. Su Tong bahkan mengedipkan sebelah matanya, satu balasan nakal. Namun ketika wanita cantik itu lewat dan lenyap di depan mendadak dua anak muda ini mengkirik dan tertegun.

"Eh, hantukah dia?"

"Wah. silumankah itu?"

Keng Han dan temannya terbelalak. Mereka tiba-tiba hampir berbareng berkelebat ke depan menuju tikungan di mana wanita cantik itu lenyap. Tapi ketika mereka tiba di sini dan longak-longok mendadak di belakang terdengar seruan lirih dan wanita itu justeru di tempat mereka semula, di bawah pohon!

"Ih, semut, kongcu. Buntalan kalian penuh semut!"

Keng Han dan temannya membalik dengan cepat. Mereka tadi melihat wanita itu ada di depan, bagaimana kini tahu-tahu ada di belakang dan di tempat mereka semula? Dan berkelebat serta hampir berbareng pula menginjakkan kakinya di tempat mereka maka dua pemuda ini tertegun melihat wanita itu mengebut-ngebut semut di buntalan mereka.

"Maaf, batu kemalaku jatuh di sini. Terpaksa aku kembali dan melihat buntalan kalian yang penuh semut."

Dua pemuda itu menjublak. Mereka melihat wanita cantik itu memungut sebuah batu kemala, entah bagaimana memang betul jatuh di situ dan kini wanita itu menyimpannya di balik baju. Lenggang dan gerakan lengannya yang begitu halus memikat membuat dua pemuda ini berdesir, mereka tadi melihat sekilas bagian dada yang bersih dan montok, bagai bola!! Dan ketika mereka tertegun dan bengong seperti orang tersihir maka wanita itu bangkit dan mengibas-ngibaskan pakaiannya sendiri, yang dirayapi semut.

"Maaf, kongcu. Sekarang aku tak mengganggu lagi!" wanita itu tersenyum, melenggang dan cepat seperti siluman saja tahu-tahu tubuhnya telah berada jauh di depan, di tikungan itu. Dan ketika dua pemuda ini mendelong dan sadar, tiba-tiba Su Tong memanggil dan berseru mengejar.

"He, tunggu, nona.....!!" Keng Han menyusul.

"Perkenalkan dulu kami berdua dan berhentilah..!"

Wanita cantik itu, yang sudah lenyap di depan tiba-tiba muncul lagi, membalik dan hampir bertabrakan dengan Su Tong. "Ada apa?"

"Maaf....,maaf!" Su Tong agak terengah, kaget. "Kami heran melihat gerakanmu, nona. Kau rupanya bukan wanita biasa dan lihai. Perkenalkan, aku Su Tong dan itu temanku Keng Han." pemuda ini menjura, melirik ke atas dan wanita itu tersenyum. Sebelah matanya balas mengerdip dan Su Tong terguncang. Itulah perbuatannya tadi! Dan ketika wanita itu tertawa dan deretan giginya yang putih bagai mutiara diperlihatkan di situ maka Keng Han tiba dan berhenti di sini, tertegun.

"Hi-hik, kalian ingin berkenalan? Boleh. tentu saja aku senang, ji-wi kongcu. Kalian gagah dan cakep-cakep. Ui, aku Eng Hwa, Coa Eng Hwa!"

Su Tong tertegun. "Coa Eng Hwa? She Coa?"

"Ya, kenapakah, kongcu? Kenapa kau terkejut?"

"Tidak, tapi....ah, aku teringat Golok Maut!"

"Hm, yang membenci orang-orang she Coa dan Ci?"

"Nona tahu?"

"Hi-hik, tentu saja tahu, kongcu. Justeru aku mencari si Golok Maut itu!"

"Ah. kalau begitu sama dengan kami. Kami juga mencari Golok Maut!"

"Siapa kalian?"

"Aku Su Tong......"

"Bukan, maksudku dari mana kalian dan mau apa mencari Golok Maut. Apakah kalian berdua mempunyai she Coa dan Ci?"

"Tidak, tidak.....!! Aku she Su, nona. Sedang dia itu she Keng. Kami mencari Golok Maut karena mendapat perintah suhu!!"

"Hm, siapa suhu (guru) kalian?"

"Eh," Keng Han tiba-tiba bicara. "Kenapa tidak mengajak nona ini ke tempat yang teduh, Su Tong? ini tempat panas begini tak enak rasanya bicara. Mari kita ke bawah pohon itu dan bercakap-cakap!!"

"Ah, benar." Su Tong tertawa. "Aku lupa, nona. Maaf!"

"Hm, jangan panggil nona. Aku Eng Hwa, sebut saja namaku Eng Hwa!"

"Ha-ha, dan kau pun jangan menyebut kongcu (tuan muda) kepada kami. Panggil saja aku Su Tong dan dia itu Keng Han!" Su Tong gembira, mendapat sikap yang manis dari lawan jenisnya ini dan Eng hwa tersenyum. hampir jungkir balik perasaan pemuda itu mendapat senyum ini. Bukan main manis dan memikatnya. Dan ketika mereka sudah duduk di bawah pohon itu dan Eng Hwa melipat satu kakinya di atas kaki yang lain maka segera mereka terlibat percakapan dan gembira, tak tahu sedang berhadapan dengan seorang iblis wanita!

"Eh, kalian tadi belum menjawab siapa kalian dan dari mana. Bisakah kalian memberi tahu murid siapa kalian berdua ini dan dari mana berasal?"

"Guru kami Pek-lui-kong (Halilintar Putih), Eng Hwa. Kami dari......"

"Ah, tahu aku. Dari utara!" Eng Hwa memotong, tertawa. "Kalau begitu kalian pandai Lui kong-ciang, Su Tong. Kalian tentu mewarisi Pukulan Kilat dari guru kalian yang lihai itu!"

"Kau tahu?" Su Tong terbelalak. "Benar, Eng Hwa. Kami berdua memang mewarisi Lui-kong-ciang!"

"Dan kepandaian kalian, hm.....bolehkah kulihat?"

Su Tong gembira, meloncat bangun. Namun belum dia mengangguk tiba-tiba Keng Han menekan pundaknya.

"Maaf," pemuda yang satu ini berkata. "Kami tak selihai suhu. Eng Hwa. Malu rasanya memperlihatkan kebodohan sendiri. Kalau kami menghadapi musuh barulah kami bergerak dan menunjukkan kepandaian kami itu."

"Ih, Keng Han rupanya malu-malu, atau barangkali dia curiga. Hi-hik, bagaimana kalau main-main denganku saja? Anggap aku musuh, Keng Han. Dan Su Tong atau kau boleh maju berbareng!"

"Hm," Keng Han tertegun. melihat temannya mengangguk. "Nanti dulu, Eng Hwa. Kau bukan musuh dan tak dapat dianggap musuh. Terus terang kami dilarang suhu untuk pamer atau menunjukkan kepandaian. Kami masih bodoh!"

"Ah," Su Tong nimbrung. "Eng Hwa hanya ingin melihat-lihat saja, Keng Han. Dan kepada sahabat rupanya tak usah kita sungkan. Justeru aku ingin memperlihatkan padanya dan sekalian melihat ilmu silatnya pula. Bukankah dengan bertanding bersama kita lebih mengenal dan mempererat persahabatan? Asal kau tidak melaporkan ini tentu suhu tak akan marah!!"

"Sudahlah," Eng Hwa tersenyum. "Keng Han rupanya takut, Su Tong. Kalau temanmu tidak berani aku juga tidak memaksa. Barangkali Keng Han memang penakut dan tak usah kau bertengkar dengan temanmu sendiri. Aku sudah mengenal watak kalian, yang satu pemberani dan gagah sementara yang lain licik dan penakut!"

"Hm!" Keng Han merah mukanya, tiba-tiba terbakar. "Aku bukan penakut atau licik, Eng Hwa. Kalau orang mengataiku begitu tentu saja aku harus bertindak. Baiklah, mari kita main-main dan kau lihat kepandaianku!"

"Hi-hik, pemarah!" Eng Hwa menggosok. "Apakah kata-kataku menyinggungmu, Keng Han? Kalau begitu maaf, aku tak bermaksud menyakitimu tapi tentu saja gembira kalau kau mau memperlihatkan kepandaianmu. Marilah, kita main-main dan lihat berapa jurus aku roboh!" wanita ini menyambar payungnya, membuka dan menutup dan segera Keng Han heran. Dia sudah meloncat bangun dan lawan pun menghadapinya, terbelalak melihat payung yang rupanya akan dipakai sebagai senjata. Dan ketika dia tertegun dan mau bertanya tiba-tiba Eng Hwa mendahului, "Aku biasa bermain-main dengan payungku ini. Tapi kalau ingin bertangan kosong tentu saja juga boleh. Marilah, kau serang aku dan kita mulai!!"

"Tidak," Keng Han ragu. "Kau wanita, Eng Hwa. Dan sebaiknya kita memang bertangan kosong saja. Kau yang mulai menyerang dan aku bertahan."

"Begitu? Baik!" dan payung yang tiba-tiba sudah menutup dan dikempit di ketiak, mendadak sudah disusul dengan tamparan yang bergerak ke kepala Keng Han. cepat dan bersiut dan Keng Han terkejut. Tanpa memberi aba-aba lagi tiba-tiba lawan telah menyerangnya, rupanya tak mau banyak cakap dan Keng han mengelak. Tapi ketika lima jari lawan tetap mengikutinya dan tahu-tahu sudah di dekat hidung tiba-tiba Keng Han terkejut dan terpaksa menangkis. tak dapat menghindar lagi.

"Plak"

Keng Han terpelanting. Tadi dalam tangkisannya, Pemuda ini hanya mengerahkan lima bagian tenaganya saja, maklum, dia khawatir kalau terlalu dan masih menyangsikan lawannya itu. Tapi ketika dia terpelanting dan lengannya ngilu serta pedas tiba tiba Keng Han kaget bukan main dan maklum bahwa dia terlalu merendahkan lawan, Eng hwa terkekeh dan segera wanita itu mengejarnya, berkelebat dan tusukan serta totokan bertubi-tubi mengancam di tujuh tempat di mana dia harus bergulingan sambil berteriak keras. Dan ketika Keng Han meloncat bangun dan Su Tong terbelalak melihat gebrakan itu maka Keng Han merah mukanya mendengar lawan tertawa.

"Nah, baru sejurus, Keng Han. Untuk yang berikutnya harap hati-hati dan waspada."

Keng Han terguncang. Lawan telah berkelebat dan kembali menyerangnya, kini tamparan dan kepretan kembali menyambar, enam tujuh kali dan segera disusul totokan jari yang bercuitan. Keng Han terkejut dan menangkis. Dan ketika dia terpental dan selalu terhuyung oleh serangan lawan maka Su Tong berteriak dan Keng Han pun kaget.

"Aih, lihai. Bagus sekali, lihai Awas, Keng Han, banting dirimu ke kanan!" Su Tong berseru dengan gembira, berteriak-teriak dari luar dan segera Keng Han kewalahan. Temannya itu seolah melihat pertandingan yang menyenangkan, berulang-ulang memuji dan bertepuk tangan, semuanya ditujukan kepada Eng Hwa.

Dan ketika Keng Han mendongkol dan Eng Hwa berseru agar dia mengeluarkan Lui-kong-ciang maka Keng Hon mengikuti dan sudah mainkan ilmunya ini, Pukulan Petir, sambar-menyambar dan ledakan atau benturan pukulan sering terjadi. Keng Han mengira dengan begini dia dapat memperbaiki diri, bahkan mendesak lawan. Tapi ketika Pukulan Petir disambut telapak lawan yang dingin dan telapak yang lembut tiba-tiba seakan meredam atau menghisap pukulannya maka Keng Han berseru kaget dengan muka berobah.

"Plak!!"

Saat itu Keng Han sudah tak dapat bergerak lagi. Pukulannya yang lurus ke depan tiba-tiba disambut telapak lawan yang halus dan lunak itu, lembut namun dingin bukan main. Seolah es! Dan ketika Keng Han terkejut karena dia tak dapat menarik lepas tangannya maka tangan lawan yang lain bergerak dan menepuk pundaknya.

"Robohlah!"

Keng Han terbanting. Dengan satu keluhan pendek pemuda ini roboh dengan muka pucat. Eng Hwa telah mengalahkannya tak lebih dari lima belas jurus, satu hal yang membuat Keng Han malu dan Su Tong bengong. Pemuda kedua itu sampai melongo kenapa temannya itu roboh begitu mudah, tak merasakan apa yang dialami Keng Han, telapak lunak namun dingin dan dahsyat itu. Dan ketika Keng Han menggigil meloncat bangun dan Su Tong melompat menolong temannya maka Eng Hwa terkekeh mengejek mereka.

"Aih, Lui-kong-ciang kiranya tak sedahsyat namanya. Kalau begitu si tua bangka Pek-lui-kong tak perlu ditakuti!!"

"Eh!" Su Tong terkejut. "Kenapa kau menghina suhu, Eng Hwa? Urusan ini tak ada sangkut pautnya dengan suhu. Harap kau tidak menghina atau apa!"

"Hm!" Eng Hwa terkekeh. "Kalian tak usah melindungi si tua bangka itu, Su Tong. Kalau kalian hanya memiliki kepandaian sebegini saja, tak dapat kalian menghadapi si Golok Maut. Mengeroyok aku berdua pun kalian tak mampu!"

Su Tong marah. "Eng Hwa!" bentaknya. "Jaga mulutmu dan jangan sombong. Kenapa kau bicara semakin tajam dan tidak enak didengar telinga? Apakah kau minta kuhajar?"

"Hi-hik, menghajarku? boleh, coba lakukan, Su Tong. Dan lihat, siapa yang akan jatuh bangun......"

"Wut!" dan Su Tong yang bergerak tak dapat mengendalikan diri tiba-tiba menerjang lawannya itu, membentak dan Keng Han ditinggalkannya. Dengan satu pukulan miring dia menujukan serangannya pada pundak lawan. Tapi ketika Eng Hwa berkelit dan terkekeh mengejek maka Su Tong terjerumus dan hampir roboh di depan, terbawa oleh pukulannya itu dan pemuda ini marah sekali.

Mendadak rasa tertarik dan main-mainnya dengan si cantik lenyap, Su Tong marah karena gurunya dimaki, berkali-kali wanita itu menyebutnya "si tua bangka". Dan ketika pemuda ini berseru keras dan berjungkir balik maka Su Tong sudah mengejar dan menyerang lawannya itu, bertubi-tubi dan cepat dan segera Eng Hwa berlompatan. Lincah dan ringan wanita cantik itu menghindari semua serangan lawannya. Dan ketika Su Tong terbelalak dan kaget serta penasaran maka Eng Hwa berseru padanya,

"Nah, coba tangkap aku, Su Tong. Dapat meraih ujung bajuku saja kunyatakan dirimu menang!"

Su Tong terbakar. Sekarang dia meluap dan marah sekali, lawan mengejeknya di luar batas. Tapi ketika dia berkelebat dan memburu lawan tiba-tiba lawan lenyap mengerahkan ginkangnya, berkelebatan lebih cepat dan pemuda ini bengong. Lawan sudah menjadi bayang-bayang yang tak dapat diikutinya lagi, pandang matanya kabur dan Lu Tong malah terhuyung-huyung. Dan ketika pemuda itu terkejut dan menyadari kelihaian lawan maka Eng Hwa berhenti dan mendadak sebuah tamparan mengenai kepalanya.

"Nah, robohlah, Su Tong. Cukup hingga di sini....!"

Plak!

Su Tong roboh, terbanting dan mengeluh dan sejenak pemuda itu tak dapat bangun berdiri. Matanya seolah melihat seribu kunang menari-nari, akhirnya lenyap dan pemuda itu bangkit berdiri, terhuyung. Dan ketika dia terbelalak melihat lawan berdiri berkacak pinggang maka Eng Hwa melepas dua kancing bajunya dan memperlihatkan bola dadanya yang membusung.

"Anak-anak, kalian harus menambah tenagaku. Kemarilah........hi-hik!!"

Su Tong terkejut. Eng Hwa tiba-tiba tanpa malu-malu lagi melepas bajunya itu, sekejap kemudian sudah tinggal pakaian dalam yang tipis. Pemuda ini tersentak dan terhenyak. Tubuh yang padat menggairahkan ada di depan mata, bak patung pualam! Dan belum dia sadar atau apa tahu-tahu wanita itu bergerak dan dia sudah dipeluk sepasang lengan yang halus dan lembut.

"Cup!" Kecupan di bibir ini serasa membuat sukma pemuda itu terbang. Eng hwa terkekeh dan tiba tiba memeluknya. Dan ketika Su Tong panas dingin dan belum sadar sepenuhnya tiba-tiba si cantik itu telah mencium dan melumat bibirnya lagi, ganas dan panas dan Su Tong tiba-tiba roboh, Entah kenapa ciuman itu serasa membelot jiwanya, pemuda ini mau berontak tapi tak berhasil. Dia telah dimasuki suatu pengaruh aneh ketika jari-jari lawan mengurut bokongnya, tepat di atas tulang ekor.

Dan ketika Su Tong terbelalak dan tiba-tiba mengeluh menyambut ciuman itu maka Keng Han yang kaget serta malu sekonyong-konyong membentak. "Su Tong!"

Namun temannya ini seolah tuli. Su Tong telah hanyut dan tenggelam dalam ciuman lawan. Eng Hwa si cantik dan lihai telah melumat bibirnya bagai kuntilanak mendapat korban. menghisap dan tiba-tiba roboh. Dan ketika keduanya bergulingan dan Su Tong mendengus dengan mata terpejam maka Keng Han tak tahan lagi dan melompat menerjang,

"Su Tong!"

Bentakan itu kini diiringi pukulan ke punggung. Su Tong tepat terhantam dan pemuda ini menjerit, seakan disentak dari alam bawah sadar dan pemuda itu bergulingan. Keng Han, yang telah menyerang dan menerjang Eng Hwa tiba-tiba mencabut pedang dan dengan senjata ini pemuda itu menusuk dan membacok. Keng Han sadar bahwa Eng Hwa ternyata wanita berbahaya, temannya dibuat mabok dan entah bagaimana Su Tong tadi seolah orang terbius. Kini dengan bentakan-bentakannya pemuda itu menusuk dan membacok, Eng Hwa melenting bangun dan sudah mengelak sana-sini serangan pemuda itu, terkekeh.

Pakaiannya kedodoran dan Keng Han harus sering memalingkan muka kalau melihat bagian-bagian yang menonjol, bagian yang tentu saja mengacaukan konsentrasinya dan segera wanita cantik itu tertawa merdu. tiba-tiba pandangan wanita ini lebih berkilat kepada Keng Hun. Dan ketika serangan demi serangan dikelit atau dihindarkan saja mendadak satu ketika wanita ini menangkis dan berseru pada lawannya itu,

"Keng Han, kau lebih menarik daripada Su Tong. Biarlah kau melayaniku dulu dan kita berdua boleh bersenang-senang......"

Plak!"

pedang di tangan Keng Han terpental, nyaris mengenai muka pemuda itu sendiri dan Keng Han berteriak. Pemuda ini menyerang lagi namun lawan kini membalas, Pukulan dingin mulai meluncur dari tangan si cantik itu dan Eng Hwa pun terkekeh-kekeh. Gerakannya mengundang berahi karena sering dada atau pinggulnya ditonjol-tonjolkan, waktu mengelak atau menangkis. Dan ketika Keng Han marah dan gusar melihat semuanya ini tiba-tiba pedangnya mencelat ketika ditampar wanita itu.

"Nah, robohlah, Keng Han. Sekarang kita berdua tak boleh berkelahi lagi!" Keng Han membanting tubuh bergulingan, mau mengelak sebuah tepukan tapi terkena juga. Dia ditubruk dan diterkam wanita itu. Dan ketika mereka berdua bergulingan dan Eng Hwa mengurut bagian bokongnya tiba-tiba sama seperti Su Tong tadi pemuda ini merasa dipengaruhi sesuatu dan tidak berdaya, dicium dan segera pemuda itu mengeluh. Tubuh Eng Hwa menindihnya dan mereka bergantian bergulingan, si cantik itu terkekeh-kekeh. Tapi ketika Eng Hwa menarik lepas baju pemuda itu dan menempel ketat di tubuh Keng Han mendadak Su Tong membentak dan ganti menyerang temannya.

"Keng Han, lepaskan!"

Keng Han mengeluh. Satu pukulan Su Tong mengenai belakang kepalanya, terpelanting dan segera dia bangkit terhuyung. Su Tong sudah mencabut pedangnya dan kini menyerang Eng Hwa. Dia tahu apa yang terjadi pada temannya dan cepat dia menusuk atau membacok, memaki-maki wanita cantik itu. Tapi ketika Eng Hwa terkekeh dan meloncat mengelak sana-sini maka sebuah tamparan mengenai pergelangannya, membuat pedangnya terlepas lapi pemuda ini melempar tubuh bergulingan menyambar pedangnya itu, lagi-lagi melompat bangun dan menyerang.

Dan ketika lawan melayani dan tertawa membalas dengnn pukulan-pukulan dingin maka Su Tong kewalahan dan akhirnya menggerakkan tangan kiri, mainkan Lui-kong-ciang namun kini pukulannya dihisap sebuah telapak yang dingin namun kuat, hawa panas dari pukulannya seolah diredam dan dilumpuhkan oleh telapak lawannya. Dan ketika dia terkejut dan kaget serta terbelalak maka untuk kedua kali pedangnya mencelat ketika bertemu ketukan jari Eng Hwa, yang kini mengeluarkan suara berdenting.

Tentu saja membuat pemuda ini kelabakan dan segera pemuda itu memanggil temannya. Keng Han terkejut dan sadar. Dan begitu Su Tong bergulingan menyambar pedangnya lagi dan pemuda ini mencelat menerjang maju maka wanita cantik itu akhirnya dikeroyok dan diserang habis-habisan.

"Hi-hik, bagus, anak anak muda. Sekarang kalian akan mengenal kelihaian Mao-siao Mo-li (Siluman Kucing)!"

Keng Han dan Su Tong terkejut. Tiba tiba mereka terbelalak mendengar nama ini, sebuah nama yang akhir-akhir ini terdengar dan diketahui orang sebagai wanita cabul, iblis wanita yang lihai namun jarang yang bertemu dengannya. Siapa yang bertemu biasanya langsung dibunuh, setelah dinikmati dan disedot tenaga kelelakiannya. Maka begitu dua pemuda itu terkejut dan kaget serta marah tiba-tiba mereka membentak dan menerjang semakin galak, mengeroyok dari kiri kanan namun Eng Hwa. atau Mao siao Mo-li itu berkelit sana-sini. Gerakannya begitu mudah dan ringan. Dan ketika dua pemuda itu mendesak namun tak berhasil maka Mao-siao Mo-li mencabut payungnya dan berseru,

"Nah, kau roboh lebih dulu. Su Tong. Setelah itu Keng Han....."

Plak dess!"

Su Tong benar-benar terbanting, pedangnya terlepas dan ujung payung menotok dadanya. Pemuda itu mengeluh dan terguliug roboh, akhirnya diam dan tak dapat berbuat apa-apa. Tinggallah Keng Han yang kini terbelalak memandang lawannya itu. menusuk dan membacok namun lawan berkelit sana-sini, jari menyentil dan berkali kali pedang Keng Han terpental.

Dan ketika Eng Hwa terkekeh dan menggerakkan ujung payungnya pula maka wanita ini membentak, "Sekarang kau, Keng Han. Robohlah...!"

Keng Han berusaha berkelit, gagal dan payung itu pun menotok pundaknya. Pemuda ini mengeluh bersamaan dengan pedangnya yang terlempar, yang ditampar jari-jari lawannya. Dan ketika dia terbanting dan tidak dapat bergerak lagi maka Eng Hwa atau Mao-siao Mo-li itu mengempit, payungnya di bawah ketiak dan mengibas-ngibat bajunya yang kotor.

"Hi-hik, bagaimana, Keng Han? Kalian berdua tidak menyerah?"

"Bunuhlah!" Keng Han berteriak. "Kami sudah kalah, Mao-siao Mo-li. Kami tak takut menerima kematian!"

"Benar," Su Tong juga berseru. "Kau boleh bunuh kami berdua, Eng Hwa. Tak kami sangka bahwa kau adalah Mao-siao Mo-li!"

"Hm, kalian tak ingin menikmati surga? Hi-hik, mati sebelum mengalami kenikmatan adalah rugi, Su Tong. Aku ingin mengajak kalian bersenang-senang dulu sebelum kubunuh. Atau, kalau kalian mau baik baik menuruti semua kehendakku kalian tak akan kubunuh!"

"Bunuhlah. kami tak mau berbuat cabul! Kau boleh bunuh kami, Mao-siao Mo-li. Dan tidak usah banyak cakap lagi!" Keng Han, yang khawatir dan cemas melihat wanita itu membuka baju tiba-tiba berdebar dan berteriak, ngeri dan takut karena dia mendengar kecabulan wanita cantik ini. Bukan takut kepada kematian melainkan takut menghadapi bayangan yang baginya mengerikan itu. Melayani wanita ini bermain cinta, yang konon katanya dapat melakukan hal yang aneh-aneh dan biasanya korban juga mati dengan cara yang aneh-aneh. Semua biasanya dibiarkan telanjang!

Tapi Mao-siao Mo-li yang terkekeh dan sudah berkelebat ke tempat pemuda ini tiba-tiba berjongkok dan mengusap pipi Keng Han, yang segera memejamkan mata. "Hi-hik, kau pendiam tapi bersemangat, Keng Han. Sebenarnya Su Tong lebih ramah tapi kau bagiku lebih menarik. Lihatlah, aku siap memberimu kenangan indah......"

Bret! wanita itu menarik baju atasnya, memperlihatkan bagian dadanya dan Keng Han tersirap. Tanpa terasa ia membuka mata dan melihat itu, bola indah seputih salju. Tapi begitu ia terkejut dan memaki memejamkan matanya lagi tiba-tiba lawan mengurut bokongnya dan sesuatu yang panas membuat pemuda ini menggeliat, dirangsang nafsu berahi dan perlahan-lahan warna merah terlihat di mukanya. Keng Han sudah lebih dulu diguncang pemandangan luar biasa yang ditunjukkan wanita cabul ini. benda yang tak mungkin dilupakannya seumur hidup. Buah dada yang montok dan bersih! Dan begitu ia mengeluh dan lawan terkekeh memeluknya tiba-tiba Mao-siao Mo-li telah mencium dan menindih tubuhnya.

"Hi-hik, buka matamu, Keng Han. Lihatlah!"

Keng Han tak keruan. Antara keinginan berontak dengan nafsu yang bangkit tiba-tiba tak seimbang. Ciuman di bibir membuatnya panas dingin dan kacau. Mao-siao Mo-li menotok dan mengurut-urut pula jalan darah yang membuat pemuda itu hilang kesadaran dirinya. Dan ketika Keng Han mengeluh dan akhirnya menyambut ciuman wanita itu dengan ganas dan buas maka Mao-siao Mo-li tiba-tiba mengangkat bangun dan terkekeh.

"Hi-hik, lepas pakaianmu, Keng Han. Lepas!"

Keng Han seperti orang tersihir. Dia menubruk dan kini menciumi wanita itu, menerkam dan seperti orang tidak sadar lagi. Su Tong yang melihat menjadi ngeri dan menutup matanya. Dia tahu apa yang terjadi. Temannya telah dilumpuhkan dan dipermainkan Mao-siao Mo-Ji. sebentar lagi akan tiba gilirannya dan pemuda ini tiba-tiba mengeluh. Dan ketika dua tubuh berdebuk di sana dan Keng Han sudah melepas pakaiannya satu demi satu mendadak terdengar suara angin berkesiur dan... Mao-siao Mo-li terlempar.

"Lepaskan pemuda itu, Mao-siao Mo-li. Biarkan ia sendiri!!"

Mao-siao Mo-li terpekik. Dia terlempar bergulingan ketika sebuah tenaga menariknya dari tubuh Keng Han, kedua-duanya telanjang bulat dan wanita ini cepat menyambar pakaiannya. Dan ketika ia meloncat bangun dan menggigil memandang marah maka di depannya tampak seseorang berdiri dengan sikap dingin, seseorang yang mengenakan caping lebar dan tegak tak bergeming.

"Golok Maut.....!!"

Mao-siao Mo-li tertegun. Golok Maut yang dikenal ciri-cirinya dengan caping lebar dan tak pernah memperlihatkan muka kini tampak di hadapannya. Wanita cantik itu terkejut tapi marah bukan main. tadi sejenak terkesiap dan kaget, jengah. Tapi karena dia belum pernah bertanding dan pantang baginya takut terhadap lawan yang betapapun lihainya tiba-tiba wanita ini mencelat dan menghantamkan kedua tangannya, terkekeh dan tiba-tiba ia sudah menyerang Golok Maut yang tiba-tiba hadir dan datang sendiri mendadak membuat wanita ini gembira. Semacam keberingasan tampak di sinar matanya. Tapi begitu Golok Maut mengelak dan mendengus ternyata hantaman wanita ini luput.

"Wutt.....!"

Mao-siao Mo-li terkejut. Pukulannya menyambar angin kosong, membentak dan secepat kilat dia membalik, kedua kaki bergerak dan cepat serta bergantian wanita itu menendang lawannya. Tapi ketika Golok Maut mengegos dan melompat serta berkelit maka semua serangan wanita itu pun mengenai angin kosong dan luput mengenai sasarannya.

"Wut-wutt.....!"

Mao-siao Mo-li terbelalak. Tujuh tendangannya yang cepat dan beranting ternyata sia-sia, wanita ini melengking dan tiba-tiba berkelebat. Dan ketika ia membentak dan mengepret serta menampar maka Golok Maut mengeluarkan tawa dingin dan kali ini tidak mengelak, menangkis.

"Plak-dukk!"

Mao-siao Mo-li menjerit. Tamparannya yang disambut tangkisan tiba-tiba terpental. Golok Maut mengejek dan berdiri lagi, tenang. Tadi tangkisannya telah membuat tangan wanita ini serasa retak dan Mao-siao Mo-li kaget bukan main, sakit tapi juga marah. Tapi begitu wanita ini menjerit dan melengking panjang tiba-tiba tubuhnya berkelebatan dan sudah menyerang lawannya dengan pukulan atau tamparan, dikelit dan ditangkis dan lagi-lagi wanita itu berteriak.

Lengan si Golok Maut seakan batangan baja yang membuat lengannya kesakitan, kian keras ia memukul kian keras pula wanita iblis ini menjerit. Dan karena berkali-kali lawan membuatnya kesakitan dan Golok Maut hanya mengeluarkan tawa dari hidung, tiba-tiba Mao-siao Mo-li membentak mencabut payungnya, yang tadi disisipkan di ketiak. Dan begitu wanita itu menerjang dan marah memaki lawannya maka Golok Maut sudah diserang bertubi-tubi oleh payung di tangan wanita iblis ini, membuka dan menutup dan segera Su Tong melihat pertandingan yung luar biasa.

Sekarang tampaklah kelihaian wanita ini. Su Tong melihat perbedaan yang jauh dan segera pemuda itu menarik napas panjang. Mao-siao Mo-li betul-betul lihai dan barangkali hanya gurunya saja yang sanggup menghadapi wanita cabul itu, dia dan Keng Han bukan apa-apa bagi wanita ini. Dan ketika Golok Maut menggerakkan kaki dan mengelak serta menangkis dengan cepat akhirnya Mao-siao Mo-li hilang dari pandangan karena sudah mengerahkan ginkangnya untuk terbang di sekeliling lawan, marah melengking-lengking dan payung berkali kali membuka atau menutup.

Dengan gerakan ini lawan biasa akan dibuat bingung, Mao-siao Mo-li dapat melancarkan serangan dari bawah apabila payung sedang membuka, menghalangi pandangan. Tapi Golok Maut yang dapat mengimbangi dan melayani lawan dengan baik ternyata tak dibuat kewalahan dan Mao siao Mo-li penasaran, membentak dan bertubi-tubi melakukan serangan namun tusukan atau totokan ujung payungnya selalu kandas. Dua kali ujung payungnya mengenai tubuh lawan namun Golok Maut tak apa-apa, payungnya malah terpental bertemu tenaga tolak yang timbul dari tubuh lawannya itu. Dan ketika wanita ini terkejut dan Golok Maut berseru pendek. tiba tiba sinar menyilaukan berkelebat menyambar payung di tangan wanita cabul ini.

"Pergilah...!"

Cringg!

Su Tong tak melihat apa-apa. Ia hanya melihat Golok Maut menggerakkan tangan ke belakang, sinar menyilaukan itu berkelebat dan terpekiklah Mao-siao Mo-li, yang terhuyung mundur. Dan ketika Su Tong terbelalak dan tertegun melihat payung di tangan Mao-siao Mo-li sudah putus menjadi dua maka Mao siao Mo li sendiri terhenyak dan tampak pucat.

"Golok Maut, kau......kau manusia keparat!"

"Hm, pergilah. Aku tak jadi membunuhmu, Mao Sian Mo-li. Kau bukan she Coa karena she Li!" Golok Maut, yang tenang-tenang menghadapi lawan tampak bersikap dingin. Dia tadi lelah mengeluarkan golok mautnya dan membacok putus payung di tangan lawan, senjata yang hanya dilihat sebagai cahaya yang menyilaukan oleh Su Tong itu, pemuda yang masih tak berdaya di tanah. Dan ketika Mao-siao Mo li tertegun dan teriak marah tiba-tiba wanita ini membuang payungnya dan berkelebat pergi.

"Baiklah, aku kalah, Golok Maut. Tapi lain kali aku datang!"

"Hm!" Golok Maut tak menjawab, mengeluarkan dengus pendek dan tiba-tiba kakinya menyepak patahan payung ke punggung Su Tong. Perlahan saja ujung payung itu menyentuh tapi tiba-tiba Su Tong dapat bergerak. Dan ketika Golok Maut menendang patahan yang lain dan Keng Han ganti dibebaskan dari jauh maka Golok Maut berkelebat dan berseru pada Su Tong agar membantu temannya.

"Pergi dan menyingkirlah dari tempat ini. Mao-siao Mo-li bukan lawan kalian!"

"Eh!" Su Tong berseru. "Tunggu dulu, Golok Maut. Aku mau bicara.....!"

"Hm!" laki-laki itu berhenti, tak bergerak. "Kau mau bicara apa , anak muda? Masih ada sesuatu yang perlu dibicarakan?"

Su Tong tertegun, menghadapi Golok Maut yang memberikan punggungnya, tegap dan kuat. Tapi berkelebat dan tak mau diberi punggung tiba tiba pemuda itu sudah melayang dan turun di depan tuan penolongnya.

"Aku...... aku mau mengucap terima kasih. Kau dikabarkan ganas tapi ternyata menolong orang secara baik-baik. Bolehkah aku tahu dan berkenalan lebih jauh denganmu, Golok Maut?"

"Hm, hanya ini yang ingin kau bicarakan?"

Su Tong terkejut. Caping yang menyembunyikan sebagian bcsar wajah itu tampak semakin turun, pemuda ini gagal untuk menyaksikan wajah tuan penolongnya. Dan karena dia bingung dan gugup untuk berkata apa tiba-tiba Golok Maut menggerakkan tangannya dan......dia pun terpelanting.

"Minggir, kau tolonglah temanmu!"

Su Tong berteriak tertahan. Tahu-tahu dia terlempar namun tidak cedera, Golok Maut lenyap dan pemuda itu tak tahu ke mana. Dan ketika Keng Han merintih dan menyadarkan pemuda ini tiba-tiba Su Tong berkelebat dan kembali menghadapi temannya, merah dan jengah karena melihat Keng Han telanjang namun cepat ia sudah menyambar pakaian pemuda itu, mengenakannya. Dan ketika Keng Han mengeluh dan seolah baru sadar dari sebuah mimpi buruk maka pemuda itu menggigil mencari-cari Mao-siao Mo-li.

"Mana wanita cabul itu? Dia apakan diriku?"

"Hm, sudah pergi," Su Tong agak kasihan. "Golok Maut menolong kita, Keng Han. Kalau ia tak datang entah apa jadinya kita berdua."

"Golok Maut?"

"Ya."

"Mana dia?"

"Pergi."

"Ah!" dan Keng Han yang tertegun tapi terbelalak marah tiba-tiba mencengkeram temannya. "Su Tong, apa kau bicara? Kita ditolong Golok Maut? Tidak kelirukah kau?"

"Tenanglah!" pemuda ini menyadari keadaan. "Kau rupanya terbius dan dilumpuhkan kesadaranmu. Keng Han. Mao siao Mo-li benar-benar wanita keji dan tak tahu malu. Kau telah dipermainkan dan hampir saja dibuatnya malu. Kalau Golok Maut tak datang sungguh kita berdua bakal dihisapnya seperti lintah!" lalu melepas pegangan temannya pemuda ini berkata, "Kita gagal.. Kita harus kembali dan melapor pada suhu bahwa Golok Maut tak dapat kita selidiki. Bahkan Golok Maut telah menolong kita. Bagaimana pendapatmu. Keng Han?"

Pemuda ini termangu. "Aku tak tahu," katanya. "Tapi sekarang kita tahu bahwa kepandaian kita masih rendah. Su Tong. Baru menghadapi Siluman Kucing itu saja kita tak berdaya!!"

"Ya, apalagi menghadapi Golok Maut, Keng Han. Sedang Mao-siao Mo-li yang lihai tak dapat mengalahkannya!"

"Kau melihat pertandingan itu?"

"Benar."

"Bagaimana dia kalah?"

"Lihat itu," Su Tong menunjuk payung yang patah dan hancur. "Golok Maut mengeluarkan senjatanya yang luar biasa, Keng Han. Aku tak tahu apa tapi tahu-tahu payung di tangan Mao siao Mo-li sudah putus dibabat!"

"Hm, itukah golok mautnya?"

"Mungkin saja, aku tak melihat jelas. Hanya tampak sinar menyilaukan dan tahu-tahu Siluman Kucing itu menjerit dan payungnya putus'"

"Hm, kalau begitu kita semakin kerdil. Kita bukan apa-apa menghadapi orang macam begini. Su Tong. Dan aku jadi bingung Golok Maut itu termasuk golongan apa!"

"Maksudmu?"

"Aku bingung menentukan dia sebagai orang golongan hitam atau tidak. Kalau golongan hitam kenapa dia memusuhi Mao-siao Mo-li? Sedang kalau golongan putih kenapa dia membunuh-bunuhi orang she Coa dan Ci? Apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu? Latar belakang apa yang menyebabkan dia begini?"

"Mana aku tahu" Su Tong menjawab. "Baru bertemu saja aku sudah bergidik, Keng Han. Golok Maut ini dingin dan beku, dia mirip gunung es di kutub utara!"

"Kau bercakap-cakap dengannya?"

"Ya, sebentar. Mengucap terima kasih tapi dia pun pergi, tak mau diajak bercakap-cakap. Golok Maut ini pendiam tapi rupanya dia berasal dari orang baik-baik!"

"Bagaimana kau tahu?"

"Dia menolong kita. Keng Han. Menyelamatkan kita dari iblis betina Mao-siao Mo-li itu. Bukankah ini menunjuk kebaikannya?"

"Hm, belum tentu. Kalau kita she Coa dan Ci mungkin sebaliknya, Su Tong. Betapapun kau beruntung bertemu dengannya dan bercakap cakap, mcskipun sebentar. Sudahlah, aku kecewa dan tak ingin meneruskan perjalanan. Kita pulang dan melapor pada suhu!"

"Benar, kita gagal, Keng Han. Memang sebaiknya kita pulang dan melapor pada suhu!" dan begitu keduanya menyambar buntalan dan berkelebat pergi akhirnya dua orang murid Pek-lui-kong ini lenyap dan meninggalkan hutan.

* * * * * * *

"Cici, kita ke mana?"

"Mencari Golok Maut, Bhi Li. Kita ke timur dan mencari jejak di Hek-liong-pang!"

"Tapi Hek-liong-pang bubar!! Bukankah partai itu sudah tak keruan sejak diserang Golok Maut?"

"Benar, tapi bekas-bekasnya barangkali dapat memberi petunjuk, Bhi Li. Kita ke sana karena kita tak tahu di mana Golok Maut berada. Tak seorang pun yang kita tanya dapat memberi tahu di mana Golok Maut itu, kecuali kalau kita barangkali ke markas Hek-liong-pang!"

Dua gadis cantik. yang berlari cepat dan tampak berendeng terdengar saling bercakap-cakap. Mereka membawa pedang di punggung dan si gadis di sebelah kanan, yang berpakaian merah tampak bersinar-sinar. Matanya berapi dan gadis satunya yang berbaju biru tampak mengerutkan kening. Mereka adalah enci adik Bhi Li dan Bhi Pui, dua gadis kang-ouw yang mencari jejak si Golok Maut.

Dan ketika pagi itu si adik bertanya karena kakaknya membelok ke markas Hek-liong-pang maka gadis baju biru ini heran dan mengerutkan kening, heran karena sejak Golok Maut membunuh ketua Hek-liong-pang sebenarnya Perkumpulan Naga Hitam itu sudah tak bangkit lagi. Wakilnya, Hok Beng, telah bergabung dan tinggal di Kim-liong-pang, tempat sucinya. Tapi karena encinya bicara begitu dan gadis baju biru ini tinggal mengikuti maka mereka pun mempercepat perjalanannya dan mengerahkan ilmu lari cepat, berkelebat dan berendeng dan tampak bahwa masing-masing memiliki kepandaian berimbang.

Rupanya mereka tak berselisih jauh dan dua jam kemudian mereka sudah menyusuri sungai Kuning. Dan ketika mereka membelok dan menikung lagi dua kali akhirnya markas Hek-liong pang sudah mereka temukan, tinggal puing-puingnya atau bangunan yang kotor tak terawat.

"Nah, di sini Golok Maut katanya muncul. Coba kita selidiki barangkali kita menemukan seseorang!"

Bhi Pui. sang enci sudah berkelebat ke kanan. Dalam pandang matanya tampak keinginan tahu yang besar, melihat markas ini porak-poranda dan agaknya sejak ketua Hek-liong-pang itu dibunuh tak ada lagi yang tinggal. Rupanya semua murid Hek-liong-pang terkena shock hebat di mana mereka akhirnya cerai-berai melarikan diri. Dan ketika Bhi Li, adiknya, meloncat dan mengikuti maka keduanya sudah bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dari satu bangunan ke bangunan lain. Tak menemukan apa-apa dan tempat itu betul-betul kosong. Tapi ketika mereka berhenti dan mengerutkan kening mendadak sang enci memberi tanda dan menyambar adiknya menyelinap disebuah tembok bercekung.

"Ada orang!"

"Benar," adiknya berbisik. "Aku mendengar langkah kaki ringan, cici. Agaknya seseorang mendekati tempat ini!"

Dua kakak beradik itu mengintai. Mereka tadi mendengar suara berkeresek yang halus, seakan ranting kering terinjak kaki, kaki yang ringan, yang melangkah seringan kucing dan agaknya seseorang mendekati tempat itu. Dan ketika benar saja mereka melihat seorang pemuda menghampiri dan tolah-toleh maka dua enci adik ini tertegun dan kagum.

Seorang pemuda tampan, yang bajunya bersih dan rapi tampak mendatangi dari luar, memasuki halaman dan ikat pinggangnya yang lebar tampak gagah membelit pinggang. Melihat sepintas tampaknya dia orang baik-baik, Bhi Li mau keluar tapi kakaknya menahan. Bhi Pui melihat sesuatu di sinar mata pemuda itu, yang agak lain dan aneh. Dan ketika pemuda itu sudah dekat dan akhirnya berhenti di dekat dua kakak beradik ini maka pemuda itu mengerutkan kening dan menggumam,

"Hm, bau wanita. Apakah ada seseorang disini?"

Bhi Li dan kakaknya terkejut. Mereka lupa bahwa wewangian tubuh mereka sebagai wanita tercium, hidung pemuda itu mengendus-endus dan tiba-tiba tertawa. Dan ketika Bhi Li dan kakaknya tertegun dan pemuda itu berkelebat mendadak pemuda ini sudah berjungkir balik dan memergoki mereka, yang berada di balik tembok!

"Aih, siapakah ji-wi siocia (nona berdua)?"

Bhi Pui dan adiknya semburat. Tiba-tiba mereka keluar dan agak gugup, mereka ketahuan dan pemuda itu tiba-tiba menjura, berseri-seri. Dan ketika dua enci adik ini belum menjawab dan pemuda itu tersenyum tiba-tiba dia telah memperkenalkan diri.

"Maaf, aku Bhok Li. nona, Mencari Golok Maut dan kebetulan ada di sini. Apakah kalian anggauta Hek-liong-pang?"

"Bukan."

"Aih, kalau begitu Kim-liong-pang! Ha-ha, kudengar wanita-wanita Kim-liong-pang cantik-cantik. nona. Hemm benar kata orang, kalian cantik dan gagah!"

Bhi Li tersenyum malu-malu. Tapi Bhi Pui yang justeru merah mukanya dan tak senang tiba tiba berkata, "Bhok-kongcu, kami bukan pula anggauta Kim-liong-pang. Kalau kau mencari mereka dan ingin melihat wanita cantik-cantik dan gagah itu maka bukan di sini tempatnya. Kami juga sedang mencari si Golok Maut!"

Pemuda ini tertegun, beradu pandang dengan Bhi Pui yang ketus. Tapi tersenyum dan merangkapkan tangan pemuda ini buru-buru membungkuk. "Maaf, kiranya aku salah, nona. Kalau begitu siapakah kalian dan sedang apa di sini?"

"Kami juga mencari Golok Maut. Itu enci-ku Bhi Pui sedang aku Bhi Li!" Bhi Li, sang adik tiba-tiba mendahului, tak setuju dengan kakaknya yang galak dan Bhok Li tersenyum lebar. Bhi Pui dilihatnya mengerutkan alis sementara Bhi Li menyambut ramah. Tampaklah kini siapa kiranya di antara dua enci adik itu yang dapat diajak bercakap-cakap. Maka tertawa dan menghadapi Bhi Li pemuda ini berkata,

"Aih, kalau begitu kita setujuan, Bhi-siocia. Kebetulan sekali kita bertemu di sini. Kalian gagah dan pemberani. Apakah tidak takut mendengar si Golok Maut yang begitu telengas dan ganas?"

"Kami tidak takuti siapa pun, Bhok-kongcu. Biar si Golok Maut hebat dan lihai seperti apa pun kami tidak gentar!" Bhi Li melengking.

"Ha-ha, hebat!" Bhok Li bertepuk tangan. "Justeru dengan wanita-wanita gagah seperti kalian ini aku suka bersahabat, nona. Dan kalian benar-benar mengagumkan. Salut!" dan bersinar-sinar serta tertawa memandang gadis itu tiba-tiba pemuda ini menoleh pada Bhi Pui, sang kakak. "Boleh aku menyebut kalian adik Li dan adik Pui?"

"Boleh!" Bhi Li lagi-lagi berseru. "Kau tampaknya lebih tua satu dua tahun, Bhok-kongcu. Tentu saja aku dan enciku tak keberatan!"

"Ha-ha, aku dua puluh dua. Dan kalian, hm....... tentu sembilan belas dan delapan belas tahun. Aih, gadis-gadis cantik yang gagah. Sungguh mengagumkan!" dan Bhok Li yang tidak menghiraukan kerut di kening Bhi Pui tiba-tiba memandang lagi Bhi Li, sang adik. "Dan kau, namamu sama, li-moi (adik Li). Aku pun juga Li, Bhok Li. Ha ha......!"

Bhi Li tersenyum. Tiba-tiba dia merasa akrab dengan Bhok-kongcu ini, merah mukanya tapi mengangguk. Memang benar, mereka sama-sama bernama Li. Dan ketika encinya masih berkerut dan Bhi Li tampaknya juga tak menghiraukan encinya itu maka dua orang muda ini berbicara dan tampaknya tertarik satu sama lain, membicarakan Golok Maut dan Bhi Pui tiba-tiba seakan tersingkir. Ah, gadis ini mendongkol dan akhirnya menyambar lengan adiknya itu. Dan ketika Bhi Li terkejut dan Bhok-kongcu juga tertegun maka Bhi Pui berkata bahwa mereka akan mencari di tempat lain.

"Maaf, kami tak mendapatkan apa-apa di sini. Golok Maut tak ada. Biar kami mencari di tempat lain dan silahkan kongcu sendiri!"

"Eh!" pemuda itu terkejut. "Kita setujuan, adik Pui. Kita dapat bersama-sama!"

"Tidak, kami wanita, kongcu. Kau lelaki. Biar kita berpisah dan cari musuh kita itu sendiri-sendiri!" dan Bhi Pui yang rupanya marah dan tidak mau banyak bicara lagi tiba-tiba menyendal adiknya dan meloncat pergi, lenyap meninggalkan tempat itu dan Bhok-kongcu bengong.

Pemuda ini tak menduga betapa ketusnya sang kakak, Bhi Li masih menoleh padanya dan memberi senyum, senyum sedih. Dan ketika dua enci adik itu lenyap dan pemuda ini termangu-mangu maka di sana Bhi Pui mengomeli adiknya panjang pendek.

"Tak tahu malu kau ini. Kenapa begitu cepat dan tertarik pada pemuda she Bhok itu? Tahukah kau siapa dia sebenarnya dan dari mana?"

"Ah. justeru karena itu aku akan mengetahuinya, cici Kalau belum apa-apa sudah kau tarik dan kau pisah begini aku tak akan mengetahui siapa dan dari mana Bhok-kongcu itu. Kau membuat aku tak enak, sikapmu ketus dan galak!"

"Hm, memangnya kenapa? Aku tak suka kau dekat-dekat lelaki. Bhi Li. Apalagi lelaki yang baru dikenal. Aku tak senang pada sinar mata dan pandangannya!"

"Kenapa?"

"Tidakkah kau lihat?" sang enci marah-marah. "Bhok-kongcu itu matanya liar, Bhi Li, berminyak. Pemuda begitu jelas lahap dan rakus terhadap wanita. Kau harus berhati-hati!"

"Ah, kau cemburu!" Bhi Li tiba-tiba menampar. "Kau tak senang dan cemburu melihat Bhok-kongcu dekat denganku, enci. Kau marah-marah dan tak senang karena merasa tak dihiraukan!"

Gadis ini tiba-tiba berhenti, mendelik. "Apa kau bilang? Cemburu? Tak senang? Keparat, kalau bukan adikku kuhajar kau. Bhi Li. Kau lancang dan tidak menjaga mulut. Aku memang tidak senang tapi bukan cemburu kepada orang she Bhok itu. Aku hanya ingin menjagamu agar tidak terjatuh ke tangan laki-laki pemogoran!! Siapa jamin pemuda itu orang baik-baik? Siapa tahu dia itu dapat dipercaya? Heh, aku semata melindungimu. Bhi Li. Aku marah justeru untuk menjaga keselamatanmu!"

"Tapi Bhok-kongcu itu tak bersalah apa-apa. Kenapa kau demikian keras dan ketus?" sang adik masih membela diri. "Kau boleh menasihati atau melindungiku. cici. Tapi aku juga bukan anak kecil yang tak dapat menjaga diri!"

"Sudahlah!" sang kakak membanting kaki. "Kau tak usah ketemu dia lagi, Bhi Li. Sinar matanya dan pandang matanya itu tak gampang dipercaya. Aku curiga dia pemuda hidung belang!"

"Cici!" sang adik tiba-tiba marah. "Kenapa kau mencacinya sedemikian rupa? Kenapa sudah memiliki praduga demikian kejam? Baik-baik dia menemui kita, cici. Dan baik-baik pula dia mengajak aku bercakap-cakap. Aku tak setuju sikapmu yang terlalu kasar!"

"Hm, kau suka padanya? Kau mulai jatuh cinta?"

Bhi Li tiba-tiba menangis. Bentrok dan melihat sinar mata encinya yang keras tiba-tiba gadis ini menarik tangannya, melepaskan diri. Dan begitu berkelebat dan marah serta jengkel tiba-tiba Bhi Li meninggalkan kakaknya.

"Cici, kau kejam. Kau tak dapat memahami perasaan orang lain!"

"Tunggu...!" sang kakak menyambar. "Kita ke Kim-liong-pang, Bhi Li. Ikut aku dan jangan sendiri-sendiri!" namun Bhi Li yang berkelit dan menangkis mengegos kakaknya tiba-tiba terbang dan mengerahkan ginkang.

"Baik, kita ke Kim-liong-pang, cici. Tapi aku mencari jalan sendiri dan kau menempuh jalan yang lain!" dan Bhi Li yang lenyap di tikungan sebelah kiri tiba-tiba ke timur dan sudah meninggalkan encinya yang tertegun, kebetulan berada di jalan bercabang dan Bhi Pui merandek di situ.

Jalan ini rupanya sama-sama mengantarkan mereka ke Kim-liong-pang, tempat yang memang titik jauh dari bekas markas Hek-liong-pang. Maka menggreget dan gemas pada adiknya itu tiba-tiba Bhi Pui berkelebat dan memasuki jalan satunya, ke timur pula dan masing-masing pasti akan ketemu di Kim-liong-pang. Dan karena masing-masing jengkel pada yang lain maka Bhi Pui tak memperdulikan adiknya karena berpengharapan akan tiba di tujuan yang sama, mendongkol dan merah mukanya dan segera gadis itu mengerahkan ginkang. Dan ketika Bhi Pui menuju ke Kim-liong-pang dengan perasaan berang maka di sana adiknya juga berkelebat menuju tempat yang sama.

Tapi Bhi Li terkejut. Baru dia melakukan perjalanan separuh jarak tiba-tiba Bhok-kongcu muncul. Pemuda itu berkelebat dan memanggil namanya. Dan ketika Bhi Li tertegun dan terkejut memandang pemuda itu maka Bhok-kongcu sudah di depannya dan menjura manis, matanya keheranan.

"Eh, maaf. Mana encimu, Li-moi? Kenapa sendirian? Dan kau, ah.....tampaknya baru menangis! Ada apa? Bertengkar dengan encimu masalah aku?"

"Tidak......tidak.....!" Bhi Li cepat menghapus air matanya. "Aku, eh.....kami akan ke Kim-liong-pang, kongcu. Tadi kemasukan debu dan kebetulan berair. Aku ke sini sedang enciku lewat jalan yang sana. Kami, ah....berlomba untuk melihat siapa yang lebih dulu!"

"Ha-ha!" pemuda ini tertawa, "Kalau begitu lega aku, Li-moi. Kukira kau bertengkar dengan encimu gara-gara aku. Aku sudah siap minta maaf dan menyingkir. Kalau begitu, eh..... aku juga mau ke Kim-liong-pang!"

"Kita dapat bersama!" Bhi Li girang, tapi menyambung, cepat dan agak jengah, "Eh, maksudku kita dapat mengadu ilmu lari cepat masing masing, Bhok-kongcu. Siapa duluan dialah menang!"

"Ya," pemuda itu tertawa. "Tapi aku menyerah, Li-moi. Baru saja seseorang menyerang aku dengan senjata bintang. Lihat, aku terluka!" dan Bhok-kongcu yang menguak lengan bajunya tiba-tiba memperlihatkan luka di bawah siku, tadi tak kelihatan karena tertutup baju. Dan begitu pemuda itu juga memperlihatkan luka di mata kakinya maka Bhi Li tertegun. "Nah, lihat, aku tak dapat lari cepat. Kalau kau mau mendahului silahkan, aku berjalan biasa saja di belakang."

"Tidak," Bhi Li tiba-tiba menggeleng. "Kalau begitu biar aku jalan, Bhok-kongcu, menemanimu. Siapa tahu jangan-jangan ada yang menyerangmu lagi. Siapakah penyerang itu?"

"Aku tak tahu, dia lari. Tapi senjata bintang biasanya dimiliki murid-murid perempuan Kim-liong-pang."

"Eh, kalau begitu......"

"Nanti dulu!" pemuda itu memotong, tertawa. "Aku sebenarnya tak bermusuhan dengan Kim liong-pang. Li-moi. Aku tidak menuduh atau menyangka mereka. Hanya kubilang bahwa senjata macam begini biasanya dipunyai murid-murid perempuan Kim-liong-pang!"

"Hm, kita harus berhati-hati kalau begitu. Mungkin mereka menyerang karena kita memasuki wilayahnya!!"

"Mungkin saja."

"Dan kau kenal dengan Kim-liong Sian-li?"

"Ah, menengok saja belum, Li-moi. bagaimana kenal!" Bhok-kongcu tertawa. "Masa aku kenal ketua Kim-liong-pang itu? Tidak, aku tak kenal dan justeru sekarang ini akan kesana! Mari kita berangkat!" dan Bhok-kongcu yang sedikit terpincang dan meringis tiba-tiba minta tolong Bhi Li apakah gadis itu mau memeganginya.

"Maaf, aku terpaksa. Tapi kalau kau tak suka biarlah aku jalan sendiri!"

Bhi Li tertegun. Mukanya mendadak merah, Bayangkan, Bhok-kangcu yang baru dikenalnya ini tiba-tiba minta tolong padanya agar dipapah. Tentu saja membuat gadis itu likat dan gugup. Tapi ketika Bhok-kongcu terhuyung dan mau jatuh mendadak Bhi Li bergerak cepat menyambar lengan pemuda itu.

"Hati hati.....!"

Seruan ini dibalas senyum aneh pemuda itu. Bhok-kongcu mengucap terima kasih, mengangguk dan tiba-tiba memegang pula lengan gadis itu. Dan ketika Bhi Li berdebar dan semburat merah maka pemuda she Bhok itu berbisik bahwa dia jauh lebih ramah dibanding Bhi Pui, encinya.

"Maaf, enciku memang galak, Bhok-kongcu. Tapi sebenarnya dia baik!"

"Ah, bagiku kau lebih baik, Li-moi. Juga lebih cantik, berperasaan!"

"Hm...." dan Bhi Li yang tiba-tiba bersemu dadu akhirnya melengos ketika beradu pandang dengan si pemuda, mulai berjalan dan tiba-tiba Bhok-kongcu itu menimpang-nimpangkan jalannya. Bhi Li tak tahu bahwa tadi pemuda itu dapat berkelebat dan lincah melayang turun di depannya, barangkali lupa. Dan ketika mereka mulai bicara dan genggaman mulai erat maka Bhi Li berdebar tak keruan memapah pemuda ini, sebentar-sebentar tersenyum malu dan secara lihai namun halus pegangan Bhok-kongcu semakin ke atas. Mula-mula pergelangan tapi naik ke siku. Dan ketika dari siku lalu naik lagi ke pangkal lengan tiba-tiba seperti tak disengaja jari pemuda itu menyentuh buah dadanya, seolah tergelincir!

"Ih, maaf, Li-moi. tak sengaja!"

Bhi Li merah padam. Kalau si pemuda tak cepat-cepat berkata barangkali dia sudah akan menyemprotnya. Bhok-kongcu menunduk dan merah pula mukanya. Dan ketika pemuda itu malu namun maju lagi tiba-tiba jarinya sudah menggenggam jari si nona.

"Li-moi, maaf. Bolehkah kukatakan sesuatu dari isi hatiku yang gelisah?"

"Kau mau bicara apa?" suara Bhi Li masih gemetar.

"Aku.....aku ingin menyatakan perasaan sukaku kepadamu. Aku...... ah, entah kenapa tiba-tiba tak ingin berjauhan lagi denganmu. Apakah ini tanda cinta?"

"Bhok-kongcu......!"

Namun Bhok Li yang sudah mencekal dan mendekap tangan yang halus itu tiba-tiba memejamkan mata berseru menggigil, "Li-moi, kukira aku mulai jatuh cinta. Ya, aku mencintaimu sejak pertemuan pertama kita itu di markas Hek-liong-pang. Sungguh, kurasa benar perasaan ini, Li-moi. Aku mencintaimu!" dan Bhi Li yang gemetar tak dapat bicara tiba-tiba sudah dipeluk dan dicium pemuda itu.

"Bhok-kongcu......!"

Pemuda ini membuka mata. Bhi Li tiba-tiba berkelit dan meronta, mukanya sudah seperti kepiting direbus. Tapi ketika pemuda itu minta maaf dan menunduk lemah tiba-tiba Bhi Li terisak dan berkelebat pergi.

"Li-moi.....!"

Gadis ini tak kembali. Bhi Li tiba-tiba tersedu dan entah kenapa merasa malu tapi juga marah, di samping girang. Sebenarnya dia girang mendengar pemuda itu mecintainya tapi marah kenapa Bhok-kongcu main cium. Pemuda itu belum bertanya apakah dia menerima cintanya atau tidak, inilah yang tak disuka Bhi Li. Maka begitu dia meninggalkan pemuda itu dan Bhok-kongcu tertegun tiba-tiba pemuda ini berkelebat dan cepat menyambarnya.

"Maaf, tunggu, Li-moi. Tunggu....!"

Bhi Li tertangkap. Kali ini dia tak meronta, Bhok-kongcu girang dan tiba-tiba dengan kelihaian seorang lelaki dia sudah berlutut memeluk kaki gadis itu. Dan ketika Bhi Li tertegun dan Bhok kongcu meratap maka terdengarlah suaranya yang mengiba,

"Li-moi, salah apakah aku? Dosa apakah yang telah kuperbuat hingga kau meninggalkan aku? Aku mencintaimu, Li-moi. Aku tak ingin kau tinggal pergi! Barangkali aku salah karena belum menanya apakah cintaku diterima atau tidak. Baiklah, kutanya kau, Li-moi. Apakah cintaku kau tolak atau kau terima?"

Bhi Li tiba-tiba bingung. Setelah maksud hatinya dipenuhi mendadak dia tak dapat bicara. Tadi dia mengharap pemuda itu bertanya dulu sebelum main cium. Tapi setelah pemuda itu bertanya dan dia merah padam mendadak dia diam saja seperti patung batu!

"Li-moi, bagaimana ini? Kau terimakah cintaku?"

Gadis ini menggigil, tiba-tiba memejamkan mata!

"Eh, jawab dulu, Li-moi. Jangan buat aku merana. Jawablah!" bhok-kongcu mengguncang-guncang tubuh gadis itu, tentu saja tahu bahwa sebenarnya gadis ini tak menolak. Hanya karena rasa malu dan jengahnya saja si nona tak bicara. Maka begitu tersenyum dan bangkit berdiri tiba-tiba pemuda ini berkata,

"Baiklah, jawab dengan tanda, Li-moi. Kalau aku boleh memelukmu berarti kau menerima cintaku!" dan, lembut serta mesra tiba-tiba pemuda ini telah melingkarkan tangannya di pinggang si ramping. Tak ada reaksi dan Bhok-kongcu semakin berani. Dan ketika dia merapatkan tubuh itu dan si nona juga diam tiba-tiba pemuda ini mendaratkan ciumannya di bibir si nona, halus namun menyentak. "Terima kasih, Li-moi. Kiranya kau menerima cintaku..."

Cup! dan bibir Bhi Li yang sudah dikecup dan dicium pemuda itu tiba-tiba membuat Bhi Li membuka mata, berjengit tapi kali ini mengeluh. Gadis itu terisak dan Bhok kongcu segera melumat mulutnya. Dan ketika Bhi Li menangis dan membiarkan ciuman itu tiba-tiba Bhok-kongcu tertawa bergelak dan menyambar tubuh kekasihnya ini, berputaran.

"Ha-ha, terima kasih, Li-moi. Terima kasih.......!" dan mencium serta menyerbu bertubi-tubi akhirnya tangan pemuda ini bergerak ke sana kemari membuat Bhi Li terkejut, menggeliat dan tiba-tiba jari kekasihnya itu sudah meremas dada! Dan ketika Bhi Li tersentak dan meronta kaget maka gadis ini merah padam menegur kekasihnya,

"Bhok-koko, kenapa kau lakukan itu? Kau.... kau......"

"Ah." Bhok Li menyadari keadaan. "Aku tak dapat menguasai diri, moi-moi. Aku terlampau girang bahwa kau menyambut cintaku. Sebagai kekasih, bukankah kita suka sama suka? Kau bukan orang lain lagi, moi-moi. Kau kekasihku. Tentunya tak apa bila aku ingin memegang-megang tubuhmu, sebagai tanda cinta!"

"Benar, tapi, ah....!" Bhi Li bingung. "Aku, ah....."

"Sudahlah," pemuda ini bersinar-sinar, membujuk. "Bibirnya saja sudah kucium, moi-moi. Masa bagian lain tak boleh kusentuh dan kusayang? Kalau bibir sudah diberikan maka yang lain tak jadi masalah!" dan memeluk serta melingkarkan lengan di pinggang yang ramping itu pemuda ini sudah merayu kekasihnya, meraba-raba dan akhirnya Bhi Li pun diam.

Memang, kalau bibirnya sudah diserahkan kenapa untuk yang lain tak boleh? Asal masih dalam batas kewajaran biarlah dia membiarkan Bhok Li berbuat sesuka hatinya. Toh rabaan atau remasan itu pun akhirnya membuat dia nikmati. Dan ketika Bhi Li memejamkan mata dan mengeluh membiarkan kekasihnya mencium atau meraba sana-sini tiba-tiba Bhi Li teringat bahwa dia harus segera ke Kim-liong-pang, menyusul encinya.

"Eh, nanti dulu, koko. Kita harus melanjutkan perjalanan!"

"Perjalanan? Ke mana?" Bhok Li pura-pura tak ingat.

"Ih, bukankah kita harus ke Kim-liong-pang? Hayo, nanti enciku menunggu, koko. Aku bisa kena marah!"

Namun Bhok Li yang tertawa lebar tiba-tiba sudah menjadi kian berani, tadi Bhi Li membiarkan saja ke mana jarinya menggerayang. "Sabar," katanya tertawa. "Untuk apa buru-buru, moi-moi? Kim-liong-pang tak jauh dari sini. Sekali melompat tentu sampai."

"Apa?"

"Ha-ha, benar, Li-moi. Sekali lompat tentu sampai. Eh, bukankah kau dapat terbang?" dan ketika Bhi Li mencubit dan gemas memakinya Bhok kongcu sudah menarik kekasihnya itu, merebahkannya di atas rumput. "Moi-moi, tak ada waktu bagi kita kalau sudah ketemu encimu. Sebaiknya kita bersenang-senang dulu dan bercumbu disini!"

Bhi Li terkejut. "Tidak, koko. Nanti, ah...." dia geli, diserbu ciuman dan terpaksa menghentikan kata-kata. Bhok Li menciumnya dengan panas, tadi di bibir tapi sekarang sudah mulai turun ke leher. Merinding bulu gadis ini dicium seperti itu, ada nikmat tapi juga takut. Dan ketika Bhok Li tertawa dan membuka bajunya mendadak pemuda itu sudah menyerbu ke tempat paling peka dan membenamkan mukanya di situ, mendengus-dengus!

"Ih, koko..... jangan!" Bhi Li meronta, kaget dan tentu saja meloncat bangun. Bhok Li, yang hampir tak dapat menguasai diri tiba-tiba sudah mencium bagian yang membuat bulu roma bangun. Bhi Li ngeri!! Dan ketika gadis itu meloncat dan menggigil memandang kekasihnya maka Bhi Li menegur sambil mengancing bajunya itu kembali. "Bhok-koko, jangan begitu. Aku..... aku takut!!"

"Maaf!" pemuda ini pura-pura menyesal. "Aku tak sadar, moi-moi. Aku, ah sudahlah. Kau terlalu cantik dan menggairahkan bagiku. Marilah kita melanjutkan perjalanan," dan menenangkan kekasihnya dengan genggaman lembut tiba-tiba pemuda itu tertawa dan manis membelai Bhi Li.

Pandang matanya berkilat-kilat dan Bhi Li merasa takut. Ada sesuatu di mata kekasihnya itu yang membuat dia ngeri. Seolah kekasihnya ini adalah seeker kucing lapar melihat daging segar!! Atau, Harimau buas yang menemukan kelinci gemuk! Tapi merasa genggaman lembut dan mesra di lengannya tiba-tiba gadis ini menarik napas dan tenang, sudah berjalan dan dengan cerdik tapi lihai Bhok kongcu membujuknya untuk melupakan itu. Dia dalam keadaan tak sadar. Dan ketika mereka berdua kembali berjalan dan Bhok-kongcu mengusap serta membelai-belai tubuh gadis ini akhirnya tak lama kemudian pemuda itu tertimpang-timpang dan merintih, tiba di sebuah tempat yang teduh, berumput tebal.

"Aduh, lukaku kumat. Kau jalanlah, duluan, moi-moi. Biar aku istirahat di sini!"

"Eh," Bhi Li terkejut, "Ada apa lagi?"

"Ingat," pemuda itu merintih, pura-pura mengerang. "Luka di kaki dan tanganku masih basah, Li-moi. Aku merasa bagian itu kaku dan senut-senut!"

"Hm, kalau begitu aku menungguimu di sini. Biar kita berhenti dan obati dulu lukamu itu."

"Tapi encimu?"

"Enci dapat menunggu kok. Dan kurasa ia mau mengerti. Sudahlah, coba kulihat dan sebaiknya dibalut."

"Benar, aku belum membalutnya, moi-moi. Kau membawa obat luka?"

"Ada," dan Bhi Li yang mengeluarkan bungkusan obatnya dan memeriksa luka kekasihnya lalu memnorehkan dan membalut di situ, tak tahu betapa mata Bhok Li berkali-kali mengintainya tajam, berkedip-kedip dan gembira. Dan ketika luka sudah dibalut dan Bhi Li mengajak pergi tiba tiba kekasihnya menunduk dan... menciumnya sambil bergulingan.

"Aduh, kau cantik, moi-moi. Cantik sekali!" dan Bhi Li yang kaget tapi sadar tiba-tiba mendorong dan melepaskan diri.

"Ih, tempat ini terbuka, koko. Jangan!"

"Ha-ha, terbuka tapi sepi. moi-moi. Ayolah, aku tak tahan!!" dan Bhok-kongcu yang menyambar serta menciumi kekasihnya lagi tiba-tiba membuat Bhi Li meremang dan mendengar tawa yang aneh. Mula-mula membiarkan diri diciumi tapi mendadak kekasihnya itu membuka bajunya kembali. Untuk kedua kali pemuda ini mengincar bagian yang peka, mendengus dan menyusupkan mukanya di situ. Dan ketika Bhi Li terkejut tapi merasa nikmat di samping takut mendadak kekasihnya ini sudah semakin berani dan langsung menyelinapkan jari ke pangkal paha!!

"Koko, jangan......!"

Namun Bhok-kongcu tertawa bergelak. Bagai orang kesetanan tiba-tiba pemuda ini menotok Bhi Li. Dan, ketika Bhi Li terkejut dan roboh tahu tahu pemuda itu sudah menubruknya kembali dan melepas pakaiannya.

"Moi-moi, aku tak kuat. Kau terlalu cantik. Biarlah aku melepaskan sayang dan cinta ini kepadamu!" dan ketika Bhi Li menjerit namun ditutup mulutnya oleh sebuah ciuman yang panas akhirnya Bhok-kongcu sudah melepas pakaian luarnya tinggal mengenakan pakaian dalam.

"Tidak, tidak...!" Bhi Li ketakutan. "Jangan. koko.....jangan. Kubunuh kau nanti.....ooh!" dan Bhok Li yang sudah melepas pakaian dalamnya dan mendengus serta menciumi sana-sini tiba-tiba berbisik agar gadis itu diam, menyerah saja dan sudah melempar pakaian gadis itu. Berkata bahwa mereka kelak akan menjadi suami isteri juga dan biarlah sekarang mereka berbulan madu. Apa yang dilakukan adalah bukti cintanya kepada Bhi Li, tak usah gadis itu berteriak-teriak. Tapi ketika Bhok kongcu mencium dan siap menggagahi kekasihnya mendadak Bhi Pui muncul dan langsung menendang.

"Orang she Bhok, lepaskan adikku....!"

Dess! Bhok-kongcu terlempar bergulingan. Tinggal mengenakan celana dalam saja pemuda itu berteriak kaget. Bhi Pui, yang melihat keadaan pemuda itu tiba-tiba merah jengah. Sesuatu yang menonjol membuat dia melengos. Dan ketika Bhi Li mengeluh dan girang melihat kedatangan encinya maka Bhi Pui sudah menolong adiknya itu dan membebaskan totokan, membiarkan Bhok-kongcu bergulingan.

"Keparat, jahanam terkutuk orang she Bhok itu, Bhi Li. Bangun dan hajar dia!" Bhi Pui mencabut pedang, melemparkannya pada sang adik tapi Bhi Li malah menangis tersedu-sedu. Gadis ini berkata bahwa dia mencinta Bhok-kongcu, pemuda itu adalah kekasihnya dan Bhi Pui terkejut. Dan ketika gadis itu tertegun dan tidak menyangka jawaban adiknya tiba-tiba Bhok Li meloncat dan menghantam leher gadis ini, dari samping.

"Plak!!"

Bhi Pui mengeluh terlempar bergulingan. Bhok Li, yang tertawa bergelak dan tiba-tiba merampas pedang di tangan Bhi Li tiba-tiba menotok gadis itu agar roboh pula. Nafsu setan memancar di matanya dan Bhi Li terperanjat, cepat mengelak dan totokan itu luput. Dan ketika Bhok Li tertegun dan mau menyerang lagi tiba-tiba gadis ini menjadi marah dan beringas.

"Bhok-koko, tahan. Atau kau kuserang!"

"Ah-ah," pemuda ini menyeringai, tersenyum kecut. "Jangan begitu, moi-moi. Simpan pedangmu dan biar kita bicara baik-baik."

"Jahanam!" Bhi Pui melengking. "Orang ini sudah kuduga tak mungkin orang baik-baik, Bhi Li. Hajar dan serang dia!" dan Bhi Pui yang sudah meloncat bangun dan marah oleh serangan tadi tiba-tiba berkelebat dan menyerang lawannya, dikelit tapi gadis ini terus mengejar.

Gadis ini datang karena terlalu lama menunggu adiknya, ia sudah tiba di Kim-liong pang namun Bhi Li belum datang juga. Ia jadi khawatir, terpaksa kembali dan dilihatnya kejadian itu. Bhok-kongcu yang hendak menggagahi adiknya. Dan karena ia marah dan tentu saja gusar maka kini diserangnya pemuda she bhok Itu. dimaki dan dipukul tapi iawan berlompatan mengelak. lincah dan tak sebuah pun serangannya berhasil. Dan ketika ia melengking dan mencabut pedangnya maka Bhi Pui sudah menerjang dan kalap menusuk atau membacok.

"Kubunuh kau!" katanya. "Kutusuk mampus dirimu, orang she Bhok. Kurajam dan akan kucincang!"

Namun aneh, tusukan atau bacokan yang ganas ini pun selalu gagal. Bhok Li mulai berketeteran dan mengimbangi gerakan pedang, ke mana pedang menusuk ke situ pula ia mengelak. Gerakannya ini selalu mendahului pedang dan akibatnya Bhi Pui kaget. Gadis baju merah itu semakin marah dan penasaran. Dan ketika ia mempercepat gerakannya namun Bhok Li tertawa mempercepat kelitannya akhirnya satu ketika pedang malah terpental ketika pemuda itu menyampok.

"Plak!!"

Bhi Li, sang adik terkejut. Gadis baju biru ini terbelalak melihat encinya seakan dipermainkan Bhok-kongcu. Pedang yang berkelebatan ternyata menusuk angin, sia-sia dan hanya menyambar angin kosong belaka. Terkejutlah dia karena Bhok kongcu kiranya lihai. Dan ketika ia melihat betapa kaki atau tangan pemuda itu lincah berkelit dan setiap elakan atau tangkisannya tak memperlihatkan tanda-tanda luka tiba-tiba Bhi Li mengerutk&n kening dan kaget. Heran serta juga tidak mengerti dan sampai detik itupun ia tak menyangka bahwa kekasihnya menipunya.

Dia tak tahu bahwa Bhok-kongcu hanya berpura-pura saja. Buktinya pemuda itu tak terganggu oleh dua lukanya di siku dan mata kaki, seperti yang tadi dikatakan, tertimpang-timpang dalam perjalanan dan pura-pura mengeluh agar berhenti. Bhi Li tak sadar bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang pemuda lihai dan berwatak kejam, pemuda mata keranjang dan dunia kang-ouw mengenal Bhok-kongcu sebagai penjahat pengganggu wanita, julukannya adalah Hi-ngok (Si Hidung Belang). Dan ketika pedang menyambar-nyambar namun selalu dielak dan tadi ditangkis satu kali akhirnya Bhok-kongcu berseru agar Bhi Pui menghentikan serangan, masih teringat Bhi Li.

"Tahan, hentikan seranganmu, Pui-moi. Tahan dan jangan serang lagi!"

"Pui-moi (adik Pui) hidungmu!" Bhi Pui membentak. "Aku tak sudi berkenalan denganmu, Bhok-kongcu. Mampus dan pergilah ke neraka...!"

Sing-plak!" kali ini pedang ditangkis lagi, terpental dan Bhi Pui semakin marah. Dua kali ia merasa tergetar dan selalu tertolak, bukan main lihainya lawannya itu. Tapi membentak dan menerjang lagi ia sudah berkelebat dan menusuk atau menikam, ditangkis dan untuk ketiga kalinya Bhi Pui terpental. Gadis ini terbelalak dan marah sekali.

Dan ketika ia membentak dan melengking serta menyerang lagi bertubi-tubi tiba-tiba Bhok-kongcu itu berseru marah mengibaskan lengannya, meledakkan ujung lengan baju dan Bhi Pui terkejut. Ujung lengan baju pemuda itu berobah sekeras baja, terdengar suara nyaring ketika pedangnya bertemu lengan baju pemuda itu. Dan ketika ia terbelalak dan mengeluh kaget tiba-tiba pedangnya terlepas dan sudah terlempar ke atas tanah.

"Trang!!"

Bhi Pui tertegun. Bhok-kongcu, yang menyeringai dan mengebut membersihkan baju tiba-tiba tertawa. Pemuda ini melempar senyum mengejek dan Bhi Li, sang adik, tercekat. Bhok Li berkelebat dan tiba-tiba encinya itu disambar, dipeluk. dan ketika Bhi Pui berteriak meronta namun lawannya mendaratkan sebuah ciuman di pipi maka Bhok Li melepas lawannya itu sambil tertawa.

"Nah, itulah hukuman untukmu, Bhi Pui. Kalau tak ingat adikmu tentu lebih jauh lagi yang kulakukan!"

"Keparat!!" gadis baju merah ini merah padam. "Kau berani menghinaku, orang she Bhok? Kau kira apa sehingga main cium segala? Bhi Li, bantu aku. Serang dia...." dan Bhi Pui yang sudah berkelebat dan menyambar pedangnya kembali tiba-liba bergerak dan menyerang lawannya itu, membuat Bhi Li terbelalak dan gadis baju biru ini tiba-tiba marah. Bhok Li, kekasihnya tiba-tiba mencium kakaknya. Tanpa ijin, begitu saja di depan matanya pula. Bukan main kurang ajarnya! Maka membentak dan melengking tinggi tiba-tiba gadis baju biru ini berkelebat dan menusuk kekasihnya.

"Bhok koko, kau pemuda kurang ajar!"

"Ha-ha," Bhok Li mengelak. "Adalah kakak mu yang minta dihukum, Bhi Li. Kalau dia tak menyerang dan mau baik-baik bicara dengan aku tentu tak akan kucium. Mundurlah, jangan serang aku!"

Namun Bhi Li yang tentu saja tak mau mundur dan justeru membentak marah tiba-tiba menusuk dan menikam lagi, ditampar dan ia pun terpelanting. Bhi Li kaget dan meloncat bangun. Dan ketika di sana kekasihnya juga menangkis pedang kakaknya namun tangan pemuda ini mengusap nakal dagu atau hidung kakaknya, akhirnya Bhi Li marah bukan main, menyerang dan mengeroyok bersama encinya dan sekarang terbelalaklah dia melihat kelincahan dan kecepatan lawannya berkelit. Bhok Li benar-benar tak terpengaruh oleh luka di kaki dan sikunya itu, atau barangkali luka itu tak dirasa dan gadis ini melengking. Dan ketika dia menerjang dan lawan menangkis serta menampar pedang mereka berdua maka Bhi Li bersama kakaknya terlempar.

"Ha-ha, sekarang aku jadi tak main-main lagi, Bhi Li. Aku pun jadi merasa jatuh cinta kepada kakakmu yang ganas namun menarik ini. Biarlah kalian berdua kurangkap...." Plak-ngok dan pipi Bhi Pui, yang kembali dicium dan kena "ngok" pemuda itu akhirnya membuat Bhi Pui menjerit dan melempar tubuh bergulingan, tadi Bhok kongcu berkelebat dan tersambarlah pinggangnya.

Pemuda ini masih main colek dan pinggul Bhi Pui yang bulat seperti pot bunga diusap, tentu saja Bhi Pui dan Bhi Li marah. Dan ketika Bhi Li menyadari bahwa kekasihnya ini pemuda hidung belang dan benar kiranya dugaan encinya itu bahwa orang she bhok ini liar matanya setiap melihat wanita cantik maka Bhi Li memekik dan kecewa serta marah, menyerang tapi pedangnya kali ini disentil Bhok Li, yang mempergunakan Kuku jarinya tiba-tiba mendemonstrasikan kelihaiannya, menolak sambaran pedang dengan kuku jari belaka, perbuatan yang berani dan tentu saja harus ditambahi sinkang (tenaga sakti) yang hebat. Dan ketika Bhi Pui juga menerjang lawannya dan pedang yang sudah disambar kembali disentil atau ditampar akhirnya dua enci adik ini berteriak memaki-maki karena selalu terhuyung atau terpelanting bila ditangkis.

"Keparat, kau jahanam terkutuk, orang she Bhok. Kau manusia binatang!"

"Ha-ha, binatang kalau kita sudah telanjang, Bhi Pui. Tapi kalau masih berpakaian begini tentu saja aku manusia. Eh, kau ingin kutelanjangi? Kau ingin kupeluk dan kuajak bergulingan seperti adikmu tadi?"

Bhi Li dan kakaknya marah bukan main. Sekarang mereka tahu bahwa Bhok-kongcu ini benar-benar bukan pemuda baik-baik. Omongannya mulai kotor dan Bhi Li menyesal kenapa ia tak mempercayai nasihat encinya, membentak dan menerjang lagi namun Bhok Li malah mempermainkannya. Dua tiga kali pemuda itu menangkis dan kemudian jarinya menyelinap nakal. Sebentar ke dada gadis itu dan sebentar ke pinggulnya. Bhok-kongcu ini memperingatkan padanya bahwa baru saja mereka memadu cinta, tak selayaknya mereka bertempur dan dimintanya agar gadis baju biru itu menangkap kakaknya, merobohkannya. Tentu saja Bhi Li marah dan memaki maki. Dan ketika kakaknya juga memaki namun pedang selalu tertolak balik akhirnya Bhok-kongcu berkata bahwa dia akan merobohkan enci adik itu.

"Baiklah, kalau kalian tak mau menyerah baik-baik aku akan merobohkan kalian berdua. Menundukkan dua kuda betina liar sekaligus agaknya merupakan kenikmatan sendiri. Nah, jaga Bhi Li, dan juga kakakmu......"

Tring! dan pedang yang disentil kuku jari hingga berbunyi nyaring tiba-tiba disusul pekik Bhi Li yang terlempar, roboh terbanting dan Bhok-kongcu kini memutar tubuhnya, menyambut pedang Bhi Pui dan dengan berani dia membuka telapaknya. Pedang disambar dengan ke lima jari terbuka. Dan ketika pedang membacok namun Bhok-kongcu mencengkeram maka pedang di tangan gadis ini patah dan Bhi Pui terbanting oleh sebuah tendangan dari samping.

"Krak-dess!"

Dua kakak beradik itu berteriak. Mereka mengduh karena kini mereka benar-benar tak berdaya menghadapi lawannya. Bhok-kongcu betul-betul lihai. Dan ketika mereka bergulingan namun Bhok Li berkelebat maka jari pemuda itu bergerak dan dua kakak beradik ini tertotok, roboh tak bergerak lagi.

Golok Maut Jilid 02

GOLOK MAUT
JILID 02
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
"IH, numpang lewat, ji-wi kongcu. Permisi"

Dua pemuda itu mengangguk. Mereka serentak menggerakkan kepala dan memasang senyum lebar-lebar. Su Tong bahkan mengedipkan sebelah matanya, satu balasan nakal. Namun ketika wanita cantik itu lewat dan lenyap di depan mendadak dua anak muda ini mengkirik dan tertegun.

"Eh, hantukah dia?"

"Wah. silumankah itu?"

Keng Han dan temannya terbelalak. Mereka tiba-tiba hampir berbareng berkelebat ke depan menuju tikungan di mana wanita cantik itu lenyap. Tapi ketika mereka tiba di sini dan longak-longok mendadak di belakang terdengar seruan lirih dan wanita itu justeru di tempat mereka semula, di bawah pohon!

"Ih, semut, kongcu. Buntalan kalian penuh semut!"

Keng Han dan temannya membalik dengan cepat. Mereka tadi melihat wanita itu ada di depan, bagaimana kini tahu-tahu ada di belakang dan di tempat mereka semula? Dan berkelebat serta hampir berbareng pula menginjakkan kakinya di tempat mereka maka dua pemuda ini tertegun melihat wanita itu mengebut-ngebut semut di buntalan mereka.

"Maaf, batu kemalaku jatuh di sini. Terpaksa aku kembali dan melihat buntalan kalian yang penuh semut."

Dua pemuda itu menjublak. Mereka melihat wanita cantik itu memungut sebuah batu kemala, entah bagaimana memang betul jatuh di situ dan kini wanita itu menyimpannya di balik baju. Lenggang dan gerakan lengannya yang begitu halus memikat membuat dua pemuda ini berdesir, mereka tadi melihat sekilas bagian dada yang bersih dan montok, bagai bola!! Dan ketika mereka tertegun dan bengong seperti orang tersihir maka wanita itu bangkit dan mengibas-ngibaskan pakaiannya sendiri, yang dirayapi semut.

"Maaf, kongcu. Sekarang aku tak mengganggu lagi!" wanita itu tersenyum, melenggang dan cepat seperti siluman saja tahu-tahu tubuhnya telah berada jauh di depan, di tikungan itu. Dan ketika dua pemuda ini mendelong dan sadar, tiba-tiba Su Tong memanggil dan berseru mengejar.

"He, tunggu, nona.....!!" Keng Han menyusul.

"Perkenalkan dulu kami berdua dan berhentilah..!"

Wanita cantik itu, yang sudah lenyap di depan tiba-tiba muncul lagi, membalik dan hampir bertabrakan dengan Su Tong. "Ada apa?"

"Maaf....,maaf!" Su Tong agak terengah, kaget. "Kami heran melihat gerakanmu, nona. Kau rupanya bukan wanita biasa dan lihai. Perkenalkan, aku Su Tong dan itu temanku Keng Han." pemuda ini menjura, melirik ke atas dan wanita itu tersenyum. Sebelah matanya balas mengerdip dan Su Tong terguncang. Itulah perbuatannya tadi! Dan ketika wanita itu tertawa dan deretan giginya yang putih bagai mutiara diperlihatkan di situ maka Keng Han tiba dan berhenti di sini, tertegun.

"Hi-hik, kalian ingin berkenalan? Boleh. tentu saja aku senang, ji-wi kongcu. Kalian gagah dan cakep-cakep. Ui, aku Eng Hwa, Coa Eng Hwa!"

Su Tong tertegun. "Coa Eng Hwa? She Coa?"

"Ya, kenapakah, kongcu? Kenapa kau terkejut?"

"Tidak, tapi....ah, aku teringat Golok Maut!"

"Hm, yang membenci orang-orang she Coa dan Ci?"

"Nona tahu?"

"Hi-hik, tentu saja tahu, kongcu. Justeru aku mencari si Golok Maut itu!"

"Ah. kalau begitu sama dengan kami. Kami juga mencari Golok Maut!"

"Siapa kalian?"

"Aku Su Tong......"

"Bukan, maksudku dari mana kalian dan mau apa mencari Golok Maut. Apakah kalian berdua mempunyai she Coa dan Ci?"

"Tidak, tidak.....!! Aku she Su, nona. Sedang dia itu she Keng. Kami mencari Golok Maut karena mendapat perintah suhu!!"

"Hm, siapa suhu (guru) kalian?"

"Eh," Keng Han tiba-tiba bicara. "Kenapa tidak mengajak nona ini ke tempat yang teduh, Su Tong? ini tempat panas begini tak enak rasanya bicara. Mari kita ke bawah pohon itu dan bercakap-cakap!!"

"Ah, benar." Su Tong tertawa. "Aku lupa, nona. Maaf!"

"Hm, jangan panggil nona. Aku Eng Hwa, sebut saja namaku Eng Hwa!"

"Ha-ha, dan kau pun jangan menyebut kongcu (tuan muda) kepada kami. Panggil saja aku Su Tong dan dia itu Keng Han!" Su Tong gembira, mendapat sikap yang manis dari lawan jenisnya ini dan Eng hwa tersenyum. hampir jungkir balik perasaan pemuda itu mendapat senyum ini. Bukan main manis dan memikatnya. Dan ketika mereka sudah duduk di bawah pohon itu dan Eng Hwa melipat satu kakinya di atas kaki yang lain maka segera mereka terlibat percakapan dan gembira, tak tahu sedang berhadapan dengan seorang iblis wanita!

"Eh, kalian tadi belum menjawab siapa kalian dan dari mana. Bisakah kalian memberi tahu murid siapa kalian berdua ini dan dari mana berasal?"

"Guru kami Pek-lui-kong (Halilintar Putih), Eng Hwa. Kami dari......"

"Ah, tahu aku. Dari utara!" Eng Hwa memotong, tertawa. "Kalau begitu kalian pandai Lui kong-ciang, Su Tong. Kalian tentu mewarisi Pukulan Kilat dari guru kalian yang lihai itu!"

"Kau tahu?" Su Tong terbelalak. "Benar, Eng Hwa. Kami berdua memang mewarisi Lui-kong-ciang!"

"Dan kepandaian kalian, hm.....bolehkah kulihat?"

Su Tong gembira, meloncat bangun. Namun belum dia mengangguk tiba-tiba Keng Han menekan pundaknya.

"Maaf," pemuda yang satu ini berkata. "Kami tak selihai suhu. Eng Hwa. Malu rasanya memperlihatkan kebodohan sendiri. Kalau kami menghadapi musuh barulah kami bergerak dan menunjukkan kepandaian kami itu."

"Ih, Keng Han rupanya malu-malu, atau barangkali dia curiga. Hi-hik, bagaimana kalau main-main denganku saja? Anggap aku musuh, Keng Han. Dan Su Tong atau kau boleh maju berbareng!"

"Hm," Keng Han tertegun. melihat temannya mengangguk. "Nanti dulu, Eng Hwa. Kau bukan musuh dan tak dapat dianggap musuh. Terus terang kami dilarang suhu untuk pamer atau menunjukkan kepandaian. Kami masih bodoh!"

"Ah," Su Tong nimbrung. "Eng Hwa hanya ingin melihat-lihat saja, Keng Han. Dan kepada sahabat rupanya tak usah kita sungkan. Justeru aku ingin memperlihatkan padanya dan sekalian melihat ilmu silatnya pula. Bukankah dengan bertanding bersama kita lebih mengenal dan mempererat persahabatan? Asal kau tidak melaporkan ini tentu suhu tak akan marah!!"

"Sudahlah," Eng Hwa tersenyum. "Keng Han rupanya takut, Su Tong. Kalau temanmu tidak berani aku juga tidak memaksa. Barangkali Keng Han memang penakut dan tak usah kau bertengkar dengan temanmu sendiri. Aku sudah mengenal watak kalian, yang satu pemberani dan gagah sementara yang lain licik dan penakut!"

"Hm!" Keng Han merah mukanya, tiba-tiba terbakar. "Aku bukan penakut atau licik, Eng Hwa. Kalau orang mengataiku begitu tentu saja aku harus bertindak. Baiklah, mari kita main-main dan kau lihat kepandaianku!"

"Hi-hik, pemarah!" Eng Hwa menggosok. "Apakah kata-kataku menyinggungmu, Keng Han? Kalau begitu maaf, aku tak bermaksud menyakitimu tapi tentu saja gembira kalau kau mau memperlihatkan kepandaianmu. Marilah, kita main-main dan lihat berapa jurus aku roboh!" wanita ini menyambar payungnya, membuka dan menutup dan segera Keng Han heran. Dia sudah meloncat bangun dan lawan pun menghadapinya, terbelalak melihat payung yang rupanya akan dipakai sebagai senjata. Dan ketika dia tertegun dan mau bertanya tiba-tiba Eng Hwa mendahului, "Aku biasa bermain-main dengan payungku ini. Tapi kalau ingin bertangan kosong tentu saja juga boleh. Marilah, kau serang aku dan kita mulai!!"

"Tidak," Keng Han ragu. "Kau wanita, Eng Hwa. Dan sebaiknya kita memang bertangan kosong saja. Kau yang mulai menyerang dan aku bertahan."

"Begitu? Baik!" dan payung yang tiba-tiba sudah menutup dan dikempit di ketiak, mendadak sudah disusul dengan tamparan yang bergerak ke kepala Keng Han. cepat dan bersiut dan Keng Han terkejut. Tanpa memberi aba-aba lagi tiba-tiba lawan telah menyerangnya, rupanya tak mau banyak cakap dan Keng han mengelak. Tapi ketika lima jari lawan tetap mengikutinya dan tahu-tahu sudah di dekat hidung tiba-tiba Keng Han terkejut dan terpaksa menangkis. tak dapat menghindar lagi.

"Plak"

Keng Han terpelanting. Tadi dalam tangkisannya, Pemuda ini hanya mengerahkan lima bagian tenaganya saja, maklum, dia khawatir kalau terlalu dan masih menyangsikan lawannya itu. Tapi ketika dia terpelanting dan lengannya ngilu serta pedas tiba tiba Keng Han kaget bukan main dan maklum bahwa dia terlalu merendahkan lawan, Eng hwa terkekeh dan segera wanita itu mengejarnya, berkelebat dan tusukan serta totokan bertubi-tubi mengancam di tujuh tempat di mana dia harus bergulingan sambil berteriak keras. Dan ketika Keng Han meloncat bangun dan Su Tong terbelalak melihat gebrakan itu maka Keng Han merah mukanya mendengar lawan tertawa.

"Nah, baru sejurus, Keng Han. Untuk yang berikutnya harap hati-hati dan waspada."

Keng Han terguncang. Lawan telah berkelebat dan kembali menyerangnya, kini tamparan dan kepretan kembali menyambar, enam tujuh kali dan segera disusul totokan jari yang bercuitan. Keng Han terkejut dan menangkis. Dan ketika dia terpental dan selalu terhuyung oleh serangan lawan maka Su Tong berteriak dan Keng Han pun kaget.

"Aih, lihai. Bagus sekali, lihai Awas, Keng Han, banting dirimu ke kanan!" Su Tong berseru dengan gembira, berteriak-teriak dari luar dan segera Keng Han kewalahan. Temannya itu seolah melihat pertandingan yang menyenangkan, berulang-ulang memuji dan bertepuk tangan, semuanya ditujukan kepada Eng Hwa.

Dan ketika Keng Han mendongkol dan Eng Hwa berseru agar dia mengeluarkan Lui-kong-ciang maka Keng Hon mengikuti dan sudah mainkan ilmunya ini, Pukulan Petir, sambar-menyambar dan ledakan atau benturan pukulan sering terjadi. Keng Han mengira dengan begini dia dapat memperbaiki diri, bahkan mendesak lawan. Tapi ketika Pukulan Petir disambut telapak lawan yang dingin dan telapak yang lembut tiba-tiba seakan meredam atau menghisap pukulannya maka Keng Han berseru kaget dengan muka berobah.

"Plak!!"

Saat itu Keng Han sudah tak dapat bergerak lagi. Pukulannya yang lurus ke depan tiba-tiba disambut telapak lawan yang halus dan lunak itu, lembut namun dingin bukan main. Seolah es! Dan ketika Keng Han terkejut karena dia tak dapat menarik lepas tangannya maka tangan lawan yang lain bergerak dan menepuk pundaknya.

"Robohlah!"

Keng Han terbanting. Dengan satu keluhan pendek pemuda ini roboh dengan muka pucat. Eng Hwa telah mengalahkannya tak lebih dari lima belas jurus, satu hal yang membuat Keng Han malu dan Su Tong bengong. Pemuda kedua itu sampai melongo kenapa temannya itu roboh begitu mudah, tak merasakan apa yang dialami Keng Han, telapak lunak namun dingin dan dahsyat itu. Dan ketika Keng Han menggigil meloncat bangun dan Su Tong melompat menolong temannya maka Eng Hwa terkekeh mengejek mereka.

"Aih, Lui-kong-ciang kiranya tak sedahsyat namanya. Kalau begitu si tua bangka Pek-lui-kong tak perlu ditakuti!!"

"Eh!" Su Tong terkejut. "Kenapa kau menghina suhu, Eng Hwa? Urusan ini tak ada sangkut pautnya dengan suhu. Harap kau tidak menghina atau apa!"

"Hm!" Eng Hwa terkekeh. "Kalian tak usah melindungi si tua bangka itu, Su Tong. Kalau kalian hanya memiliki kepandaian sebegini saja, tak dapat kalian menghadapi si Golok Maut. Mengeroyok aku berdua pun kalian tak mampu!"

Su Tong marah. "Eng Hwa!" bentaknya. "Jaga mulutmu dan jangan sombong. Kenapa kau bicara semakin tajam dan tidak enak didengar telinga? Apakah kau minta kuhajar?"

"Hi-hik, menghajarku? boleh, coba lakukan, Su Tong. Dan lihat, siapa yang akan jatuh bangun......"

"Wut!" dan Su Tong yang bergerak tak dapat mengendalikan diri tiba-tiba menerjang lawannya itu, membentak dan Keng Han ditinggalkannya. Dengan satu pukulan miring dia menujukan serangannya pada pundak lawan. Tapi ketika Eng Hwa berkelit dan terkekeh mengejek maka Su Tong terjerumus dan hampir roboh di depan, terbawa oleh pukulannya itu dan pemuda ini marah sekali.

Mendadak rasa tertarik dan main-mainnya dengan si cantik lenyap, Su Tong marah karena gurunya dimaki, berkali-kali wanita itu menyebutnya "si tua bangka". Dan ketika pemuda ini berseru keras dan berjungkir balik maka Su Tong sudah mengejar dan menyerang lawannya itu, bertubi-tubi dan cepat dan segera Eng Hwa berlompatan. Lincah dan ringan wanita cantik itu menghindari semua serangan lawannya. Dan ketika Su Tong terbelalak dan kaget serta penasaran maka Eng Hwa berseru padanya,

"Nah, coba tangkap aku, Su Tong. Dapat meraih ujung bajuku saja kunyatakan dirimu menang!"

Su Tong terbakar. Sekarang dia meluap dan marah sekali, lawan mengejeknya di luar batas. Tapi ketika dia berkelebat dan memburu lawan tiba-tiba lawan lenyap mengerahkan ginkangnya, berkelebatan lebih cepat dan pemuda ini bengong. Lawan sudah menjadi bayang-bayang yang tak dapat diikutinya lagi, pandang matanya kabur dan Lu Tong malah terhuyung-huyung. Dan ketika pemuda itu terkejut dan menyadari kelihaian lawan maka Eng Hwa berhenti dan mendadak sebuah tamparan mengenai kepalanya.

"Nah, robohlah, Su Tong. Cukup hingga di sini....!"

Plak!

Su Tong roboh, terbanting dan mengeluh dan sejenak pemuda itu tak dapat bangun berdiri. Matanya seolah melihat seribu kunang menari-nari, akhirnya lenyap dan pemuda itu bangkit berdiri, terhuyung. Dan ketika dia terbelalak melihat lawan berdiri berkacak pinggang maka Eng Hwa melepas dua kancing bajunya dan memperlihatkan bola dadanya yang membusung.

"Anak-anak, kalian harus menambah tenagaku. Kemarilah........hi-hik!!"

Su Tong terkejut. Eng Hwa tiba-tiba tanpa malu-malu lagi melepas bajunya itu, sekejap kemudian sudah tinggal pakaian dalam yang tipis. Pemuda ini tersentak dan terhenyak. Tubuh yang padat menggairahkan ada di depan mata, bak patung pualam! Dan belum dia sadar atau apa tahu-tahu wanita itu bergerak dan dia sudah dipeluk sepasang lengan yang halus dan lembut.

"Cup!" Kecupan di bibir ini serasa membuat sukma pemuda itu terbang. Eng hwa terkekeh dan tiba tiba memeluknya. Dan ketika Su Tong panas dingin dan belum sadar sepenuhnya tiba-tiba si cantik itu telah mencium dan melumat bibirnya lagi, ganas dan panas dan Su Tong tiba-tiba roboh, Entah kenapa ciuman itu serasa membelot jiwanya, pemuda ini mau berontak tapi tak berhasil. Dia telah dimasuki suatu pengaruh aneh ketika jari-jari lawan mengurut bokongnya, tepat di atas tulang ekor.

Dan ketika Su Tong terbelalak dan tiba-tiba mengeluh menyambut ciuman itu maka Keng Han yang kaget serta malu sekonyong-konyong membentak. "Su Tong!"

Namun temannya ini seolah tuli. Su Tong telah hanyut dan tenggelam dalam ciuman lawan. Eng Hwa si cantik dan lihai telah melumat bibirnya bagai kuntilanak mendapat korban. menghisap dan tiba-tiba roboh. Dan ketika keduanya bergulingan dan Su Tong mendengus dengan mata terpejam maka Keng Han tak tahan lagi dan melompat menerjang,

"Su Tong!"

Bentakan itu kini diiringi pukulan ke punggung. Su Tong tepat terhantam dan pemuda ini menjerit, seakan disentak dari alam bawah sadar dan pemuda itu bergulingan. Keng Han, yang telah menyerang dan menerjang Eng Hwa tiba-tiba mencabut pedang dan dengan senjata ini pemuda itu menusuk dan membacok. Keng Han sadar bahwa Eng Hwa ternyata wanita berbahaya, temannya dibuat mabok dan entah bagaimana Su Tong tadi seolah orang terbius. Kini dengan bentakan-bentakannya pemuda itu menusuk dan membacok, Eng Hwa melenting bangun dan sudah mengelak sana-sini serangan pemuda itu, terkekeh.

Pakaiannya kedodoran dan Keng Han harus sering memalingkan muka kalau melihat bagian-bagian yang menonjol, bagian yang tentu saja mengacaukan konsentrasinya dan segera wanita cantik itu tertawa merdu. tiba-tiba pandangan wanita ini lebih berkilat kepada Keng Hun. Dan ketika serangan demi serangan dikelit atau dihindarkan saja mendadak satu ketika wanita ini menangkis dan berseru pada lawannya itu,

"Keng Han, kau lebih menarik daripada Su Tong. Biarlah kau melayaniku dulu dan kita berdua boleh bersenang-senang......"

Plak!"

pedang di tangan Keng Han terpental, nyaris mengenai muka pemuda itu sendiri dan Keng Han berteriak. Pemuda ini menyerang lagi namun lawan kini membalas, Pukulan dingin mulai meluncur dari tangan si cantik itu dan Eng Hwa pun terkekeh-kekeh. Gerakannya mengundang berahi karena sering dada atau pinggulnya ditonjol-tonjolkan, waktu mengelak atau menangkis. Dan ketika Keng Han marah dan gusar melihat semuanya ini tiba-tiba pedangnya mencelat ketika ditampar wanita itu.

"Nah, robohlah, Keng Han. Sekarang kita berdua tak boleh berkelahi lagi!" Keng Han membanting tubuh bergulingan, mau mengelak sebuah tepukan tapi terkena juga. Dia ditubruk dan diterkam wanita itu. Dan ketika mereka berdua bergulingan dan Eng Hwa mengurut bagian bokongnya tiba-tiba sama seperti Su Tong tadi pemuda ini merasa dipengaruhi sesuatu dan tidak berdaya, dicium dan segera pemuda itu mengeluh. Tubuh Eng Hwa menindihnya dan mereka bergantian bergulingan, si cantik itu terkekeh-kekeh. Tapi ketika Eng Hwa menarik lepas baju pemuda itu dan menempel ketat di tubuh Keng Han mendadak Su Tong membentak dan ganti menyerang temannya.

"Keng Han, lepaskan!"

Keng Han mengeluh. Satu pukulan Su Tong mengenai belakang kepalanya, terpelanting dan segera dia bangkit terhuyung. Su Tong sudah mencabut pedangnya dan kini menyerang Eng Hwa. Dia tahu apa yang terjadi pada temannya dan cepat dia menusuk atau membacok, memaki-maki wanita cantik itu. Tapi ketika Eng Hwa terkekeh dan meloncat mengelak sana-sini maka sebuah tamparan mengenai pergelangannya, membuat pedangnya terlepas lapi pemuda ini melempar tubuh bergulingan menyambar pedangnya itu, lagi-lagi melompat bangun dan menyerang.

Dan ketika lawan melayani dan tertawa membalas dengnn pukulan-pukulan dingin maka Su Tong kewalahan dan akhirnya menggerakkan tangan kiri, mainkan Lui-kong-ciang namun kini pukulannya dihisap sebuah telapak yang dingin namun kuat, hawa panas dari pukulannya seolah diredam dan dilumpuhkan oleh telapak lawannya. Dan ketika dia terkejut dan kaget serta terbelalak maka untuk kedua kali pedangnya mencelat ketika bertemu ketukan jari Eng Hwa, yang kini mengeluarkan suara berdenting.

Tentu saja membuat pemuda ini kelabakan dan segera pemuda itu memanggil temannya. Keng Han terkejut dan sadar. Dan begitu Su Tong bergulingan menyambar pedangnya lagi dan pemuda ini mencelat menerjang maju maka wanita cantik itu akhirnya dikeroyok dan diserang habis-habisan.

"Hi-hik, bagus, anak anak muda. Sekarang kalian akan mengenal kelihaian Mao-siao Mo-li (Siluman Kucing)!"

Keng Han dan Su Tong terkejut. Tiba tiba mereka terbelalak mendengar nama ini, sebuah nama yang akhir-akhir ini terdengar dan diketahui orang sebagai wanita cabul, iblis wanita yang lihai namun jarang yang bertemu dengannya. Siapa yang bertemu biasanya langsung dibunuh, setelah dinikmati dan disedot tenaga kelelakiannya. Maka begitu dua pemuda itu terkejut dan kaget serta marah tiba-tiba mereka membentak dan menerjang semakin galak, mengeroyok dari kiri kanan namun Eng Hwa. atau Mao siao Mo-li itu berkelit sana-sini. Gerakannya begitu mudah dan ringan. Dan ketika dua pemuda itu mendesak namun tak berhasil maka Mao-siao Mo-li mencabut payungnya dan berseru,

"Nah, kau roboh lebih dulu. Su Tong. Setelah itu Keng Han....."

Plak dess!"

Su Tong benar-benar terbanting, pedangnya terlepas dan ujung payung menotok dadanya. Pemuda itu mengeluh dan terguliug roboh, akhirnya diam dan tak dapat berbuat apa-apa. Tinggallah Keng Han yang kini terbelalak memandang lawannya itu. menusuk dan membacok namun lawan berkelit sana-sini, jari menyentil dan berkali kali pedang Keng Han terpental.

Dan ketika Eng Hwa terkekeh dan menggerakkan ujung payungnya pula maka wanita ini membentak, "Sekarang kau, Keng Han. Robohlah...!"

Keng Han berusaha berkelit, gagal dan payung itu pun menotok pundaknya. Pemuda ini mengeluh bersamaan dengan pedangnya yang terlempar, yang ditampar jari-jari lawannya. Dan ketika dia terbanting dan tidak dapat bergerak lagi maka Eng Hwa atau Mao-siao Mo-li itu mengempit, payungnya di bawah ketiak dan mengibas-ngibat bajunya yang kotor.

"Hi-hik, bagaimana, Keng Han? Kalian berdua tidak menyerah?"

"Bunuhlah!" Keng Han berteriak. "Kami sudah kalah, Mao-siao Mo-li. Kami tak takut menerima kematian!"

"Benar," Su Tong juga berseru. "Kau boleh bunuh kami berdua, Eng Hwa. Tak kami sangka bahwa kau adalah Mao-siao Mo-li!"

"Hm, kalian tak ingin menikmati surga? Hi-hik, mati sebelum mengalami kenikmatan adalah rugi, Su Tong. Aku ingin mengajak kalian bersenang-senang dulu sebelum kubunuh. Atau, kalau kalian mau baik baik menuruti semua kehendakku kalian tak akan kubunuh!"

"Bunuhlah. kami tak mau berbuat cabul! Kau boleh bunuh kami, Mao-siao Mo-li. Dan tidak usah banyak cakap lagi!" Keng Han, yang khawatir dan cemas melihat wanita itu membuka baju tiba-tiba berdebar dan berteriak, ngeri dan takut karena dia mendengar kecabulan wanita cantik ini. Bukan takut kepada kematian melainkan takut menghadapi bayangan yang baginya mengerikan itu. Melayani wanita ini bermain cinta, yang konon katanya dapat melakukan hal yang aneh-aneh dan biasanya korban juga mati dengan cara yang aneh-aneh. Semua biasanya dibiarkan telanjang!

Tapi Mao-siao Mo-li yang terkekeh dan sudah berkelebat ke tempat pemuda ini tiba-tiba berjongkok dan mengusap pipi Keng Han, yang segera memejamkan mata. "Hi-hik, kau pendiam tapi bersemangat, Keng Han. Sebenarnya Su Tong lebih ramah tapi kau bagiku lebih menarik. Lihatlah, aku siap memberimu kenangan indah......"

Bret! wanita itu menarik baju atasnya, memperlihatkan bagian dadanya dan Keng Han tersirap. Tanpa terasa ia membuka mata dan melihat itu, bola indah seputih salju. Tapi begitu ia terkejut dan memaki memejamkan matanya lagi tiba-tiba lawan mengurut bokongnya dan sesuatu yang panas membuat pemuda ini menggeliat, dirangsang nafsu berahi dan perlahan-lahan warna merah terlihat di mukanya. Keng Han sudah lebih dulu diguncang pemandangan luar biasa yang ditunjukkan wanita cabul ini. benda yang tak mungkin dilupakannya seumur hidup. Buah dada yang montok dan bersih! Dan begitu ia mengeluh dan lawan terkekeh memeluknya tiba-tiba Mao-siao Mo-li telah mencium dan menindih tubuhnya.

"Hi-hik, buka matamu, Keng Han. Lihatlah!"

Keng Han tak keruan. Antara keinginan berontak dengan nafsu yang bangkit tiba-tiba tak seimbang. Ciuman di bibir membuatnya panas dingin dan kacau. Mao-siao Mo-li menotok dan mengurut-urut pula jalan darah yang membuat pemuda itu hilang kesadaran dirinya. Dan ketika Keng Han mengeluh dan akhirnya menyambut ciuman wanita itu dengan ganas dan buas maka Mao-siao Mo-li tiba-tiba mengangkat bangun dan terkekeh.

"Hi-hik, lepas pakaianmu, Keng Han. Lepas!"

Keng Han seperti orang tersihir. Dia menubruk dan kini menciumi wanita itu, menerkam dan seperti orang tidak sadar lagi. Su Tong yang melihat menjadi ngeri dan menutup matanya. Dia tahu apa yang terjadi. Temannya telah dilumpuhkan dan dipermainkan Mao-siao Mo-Ji. sebentar lagi akan tiba gilirannya dan pemuda ini tiba-tiba mengeluh. Dan ketika dua tubuh berdebuk di sana dan Keng Han sudah melepas pakaiannya satu demi satu mendadak terdengar suara angin berkesiur dan... Mao-siao Mo-li terlempar.

"Lepaskan pemuda itu, Mao-siao Mo-li. Biarkan ia sendiri!!"

Mao-siao Mo-li terpekik. Dia terlempar bergulingan ketika sebuah tenaga menariknya dari tubuh Keng Han, kedua-duanya telanjang bulat dan wanita ini cepat menyambar pakaiannya. Dan ketika ia meloncat bangun dan menggigil memandang marah maka di depannya tampak seseorang berdiri dengan sikap dingin, seseorang yang mengenakan caping lebar dan tegak tak bergeming.

"Golok Maut.....!!"

Mao-siao Mo-li tertegun. Golok Maut yang dikenal ciri-cirinya dengan caping lebar dan tak pernah memperlihatkan muka kini tampak di hadapannya. Wanita cantik itu terkejut tapi marah bukan main. tadi sejenak terkesiap dan kaget, jengah. Tapi karena dia belum pernah bertanding dan pantang baginya takut terhadap lawan yang betapapun lihainya tiba-tiba wanita ini mencelat dan menghantamkan kedua tangannya, terkekeh dan tiba-tiba ia sudah menyerang Golok Maut yang tiba-tiba hadir dan datang sendiri mendadak membuat wanita ini gembira. Semacam keberingasan tampak di sinar matanya. Tapi begitu Golok Maut mengelak dan mendengus ternyata hantaman wanita ini luput.

"Wutt.....!"

Mao-siao Mo-li terkejut. Pukulannya menyambar angin kosong, membentak dan secepat kilat dia membalik, kedua kaki bergerak dan cepat serta bergantian wanita itu menendang lawannya. Tapi ketika Golok Maut mengegos dan melompat serta berkelit maka semua serangan wanita itu pun mengenai angin kosong dan luput mengenai sasarannya.

"Wut-wutt.....!"

Mao-siao Mo-li terbelalak. Tujuh tendangannya yang cepat dan beranting ternyata sia-sia, wanita ini melengking dan tiba-tiba berkelebat. Dan ketika ia membentak dan mengepret serta menampar maka Golok Maut mengeluarkan tawa dingin dan kali ini tidak mengelak, menangkis.

"Plak-dukk!"

Mao-siao Mo-li menjerit. Tamparannya yang disambut tangkisan tiba-tiba terpental. Golok Maut mengejek dan berdiri lagi, tenang. Tadi tangkisannya telah membuat tangan wanita ini serasa retak dan Mao-siao Mo-li kaget bukan main, sakit tapi juga marah. Tapi begitu wanita ini menjerit dan melengking panjang tiba-tiba tubuhnya berkelebatan dan sudah menyerang lawannya dengan pukulan atau tamparan, dikelit dan ditangkis dan lagi-lagi wanita itu berteriak.

Lengan si Golok Maut seakan batangan baja yang membuat lengannya kesakitan, kian keras ia memukul kian keras pula wanita iblis ini menjerit. Dan karena berkali-kali lawan membuatnya kesakitan dan Golok Maut hanya mengeluarkan tawa dari hidung, tiba-tiba Mao-siao Mo-li membentak mencabut payungnya, yang tadi disisipkan di ketiak. Dan begitu wanita itu menerjang dan marah memaki lawannya maka Golok Maut sudah diserang bertubi-tubi oleh payung di tangan wanita iblis ini, membuka dan menutup dan segera Su Tong melihat pertandingan yung luar biasa.

Sekarang tampaklah kelihaian wanita ini. Su Tong melihat perbedaan yang jauh dan segera pemuda itu menarik napas panjang. Mao-siao Mo-li betul-betul lihai dan barangkali hanya gurunya saja yang sanggup menghadapi wanita cabul itu, dia dan Keng Han bukan apa-apa bagi wanita ini. Dan ketika Golok Maut menggerakkan kaki dan mengelak serta menangkis dengan cepat akhirnya Mao-siao Mo-li hilang dari pandangan karena sudah mengerahkan ginkangnya untuk terbang di sekeliling lawan, marah melengking-lengking dan payung berkali kali membuka atau menutup.

Dengan gerakan ini lawan biasa akan dibuat bingung, Mao-siao Mo-li dapat melancarkan serangan dari bawah apabila payung sedang membuka, menghalangi pandangan. Tapi Golok Maut yang dapat mengimbangi dan melayani lawan dengan baik ternyata tak dibuat kewalahan dan Mao siao Mo-li penasaran, membentak dan bertubi-tubi melakukan serangan namun tusukan atau totokan ujung payungnya selalu kandas. Dua kali ujung payungnya mengenai tubuh lawan namun Golok Maut tak apa-apa, payungnya malah terpental bertemu tenaga tolak yang timbul dari tubuh lawannya itu. Dan ketika wanita ini terkejut dan Golok Maut berseru pendek. tiba tiba sinar menyilaukan berkelebat menyambar payung di tangan wanita cabul ini.

"Pergilah...!"

Cringg!

Su Tong tak melihat apa-apa. Ia hanya melihat Golok Maut menggerakkan tangan ke belakang, sinar menyilaukan itu berkelebat dan terpekiklah Mao-siao Mo-li, yang terhuyung mundur. Dan ketika Su Tong terbelalak dan tertegun melihat payung di tangan Mao-siao Mo-li sudah putus menjadi dua maka Mao siao Mo li sendiri terhenyak dan tampak pucat.

"Golok Maut, kau......kau manusia keparat!"

"Hm, pergilah. Aku tak jadi membunuhmu, Mao Sian Mo-li. Kau bukan she Coa karena she Li!" Golok Maut, yang tenang-tenang menghadapi lawan tampak bersikap dingin. Dia tadi lelah mengeluarkan golok mautnya dan membacok putus payung di tangan lawan, senjata yang hanya dilihat sebagai cahaya yang menyilaukan oleh Su Tong itu, pemuda yang masih tak berdaya di tanah. Dan ketika Mao-siao Mo li tertegun dan teriak marah tiba-tiba wanita ini membuang payungnya dan berkelebat pergi.

"Baiklah, aku kalah, Golok Maut. Tapi lain kali aku datang!"

"Hm!" Golok Maut tak menjawab, mengeluarkan dengus pendek dan tiba-tiba kakinya menyepak patahan payung ke punggung Su Tong. Perlahan saja ujung payung itu menyentuh tapi tiba-tiba Su Tong dapat bergerak. Dan ketika Golok Maut menendang patahan yang lain dan Keng Han ganti dibebaskan dari jauh maka Golok Maut berkelebat dan berseru pada Su Tong agar membantu temannya.

"Pergi dan menyingkirlah dari tempat ini. Mao-siao Mo-li bukan lawan kalian!"

"Eh!" Su Tong berseru. "Tunggu dulu, Golok Maut. Aku mau bicara.....!"

"Hm!" laki-laki itu berhenti, tak bergerak. "Kau mau bicara apa , anak muda? Masih ada sesuatu yang perlu dibicarakan?"

Su Tong tertegun, menghadapi Golok Maut yang memberikan punggungnya, tegap dan kuat. Tapi berkelebat dan tak mau diberi punggung tiba tiba pemuda itu sudah melayang dan turun di depan tuan penolongnya.

"Aku...... aku mau mengucap terima kasih. Kau dikabarkan ganas tapi ternyata menolong orang secara baik-baik. Bolehkah aku tahu dan berkenalan lebih jauh denganmu, Golok Maut?"

"Hm, hanya ini yang ingin kau bicarakan?"

Su Tong terkejut. Caping yang menyembunyikan sebagian bcsar wajah itu tampak semakin turun, pemuda ini gagal untuk menyaksikan wajah tuan penolongnya. Dan karena dia bingung dan gugup untuk berkata apa tiba-tiba Golok Maut menggerakkan tangannya dan......dia pun terpelanting.

"Minggir, kau tolonglah temanmu!"

Su Tong berteriak tertahan. Tahu-tahu dia terlempar namun tidak cedera, Golok Maut lenyap dan pemuda itu tak tahu ke mana. Dan ketika Keng Han merintih dan menyadarkan pemuda ini tiba-tiba Su Tong berkelebat dan kembali menghadapi temannya, merah dan jengah karena melihat Keng Han telanjang namun cepat ia sudah menyambar pakaian pemuda itu, mengenakannya. Dan ketika Keng Han mengeluh dan seolah baru sadar dari sebuah mimpi buruk maka pemuda itu menggigil mencari-cari Mao-siao Mo-li.

"Mana wanita cabul itu? Dia apakan diriku?"

"Hm, sudah pergi," Su Tong agak kasihan. "Golok Maut menolong kita, Keng Han. Kalau ia tak datang entah apa jadinya kita berdua."

"Golok Maut?"

"Ya."

"Mana dia?"

"Pergi."

"Ah!" dan Keng Han yang tertegun tapi terbelalak marah tiba-tiba mencengkeram temannya. "Su Tong, apa kau bicara? Kita ditolong Golok Maut? Tidak kelirukah kau?"

"Tenanglah!" pemuda ini menyadari keadaan. "Kau rupanya terbius dan dilumpuhkan kesadaranmu. Keng Han. Mao siao Mo-li benar-benar wanita keji dan tak tahu malu. Kau telah dipermainkan dan hampir saja dibuatnya malu. Kalau Golok Maut tak datang sungguh kita berdua bakal dihisapnya seperti lintah!" lalu melepas pegangan temannya pemuda ini berkata, "Kita gagal.. Kita harus kembali dan melapor pada suhu bahwa Golok Maut tak dapat kita selidiki. Bahkan Golok Maut telah menolong kita. Bagaimana pendapatmu. Keng Han?"

Pemuda ini termangu. "Aku tak tahu," katanya. "Tapi sekarang kita tahu bahwa kepandaian kita masih rendah. Su Tong. Baru menghadapi Siluman Kucing itu saja kita tak berdaya!!"

"Ya, apalagi menghadapi Golok Maut, Keng Han. Sedang Mao-siao Mo-li yang lihai tak dapat mengalahkannya!"

"Kau melihat pertandingan itu?"

"Benar."

"Bagaimana dia kalah?"

"Lihat itu," Su Tong menunjuk payung yang patah dan hancur. "Golok Maut mengeluarkan senjatanya yang luar biasa, Keng Han. Aku tak tahu apa tapi tahu-tahu payung di tangan Mao siao Mo-li sudah putus dibabat!"

"Hm, itukah golok mautnya?"

"Mungkin saja, aku tak melihat jelas. Hanya tampak sinar menyilaukan dan tahu-tahu Siluman Kucing itu menjerit dan payungnya putus'"

"Hm, kalau begitu kita semakin kerdil. Kita bukan apa-apa menghadapi orang macam begini. Su Tong. Dan aku jadi bingung Golok Maut itu termasuk golongan apa!"

"Maksudmu?"

"Aku bingung menentukan dia sebagai orang golongan hitam atau tidak. Kalau golongan hitam kenapa dia memusuhi Mao-siao Mo-li? Sedang kalau golongan putih kenapa dia membunuh-bunuhi orang she Coa dan Ci? Apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu? Latar belakang apa yang menyebabkan dia begini?"

"Mana aku tahu" Su Tong menjawab. "Baru bertemu saja aku sudah bergidik, Keng Han. Golok Maut ini dingin dan beku, dia mirip gunung es di kutub utara!"

"Kau bercakap-cakap dengannya?"

"Ya, sebentar. Mengucap terima kasih tapi dia pun pergi, tak mau diajak bercakap-cakap. Golok Maut ini pendiam tapi rupanya dia berasal dari orang baik-baik!"

"Bagaimana kau tahu?"

"Dia menolong kita. Keng Han. Menyelamatkan kita dari iblis betina Mao-siao Mo-li itu. Bukankah ini menunjuk kebaikannya?"

"Hm, belum tentu. Kalau kita she Coa dan Ci mungkin sebaliknya, Su Tong. Betapapun kau beruntung bertemu dengannya dan bercakap cakap, mcskipun sebentar. Sudahlah, aku kecewa dan tak ingin meneruskan perjalanan. Kita pulang dan melapor pada suhu!"

"Benar, kita gagal, Keng Han. Memang sebaiknya kita pulang dan melapor pada suhu!" dan begitu keduanya menyambar buntalan dan berkelebat pergi akhirnya dua orang murid Pek-lui-kong ini lenyap dan meninggalkan hutan.

* * * * * * *

"Cici, kita ke mana?"

"Mencari Golok Maut, Bhi Li. Kita ke timur dan mencari jejak di Hek-liong-pang!"

"Tapi Hek-liong-pang bubar!! Bukankah partai itu sudah tak keruan sejak diserang Golok Maut?"

"Benar, tapi bekas-bekasnya barangkali dapat memberi petunjuk, Bhi Li. Kita ke sana karena kita tak tahu di mana Golok Maut berada. Tak seorang pun yang kita tanya dapat memberi tahu di mana Golok Maut itu, kecuali kalau kita barangkali ke markas Hek-liong-pang!"

Dua gadis cantik. yang berlari cepat dan tampak berendeng terdengar saling bercakap-cakap. Mereka membawa pedang di punggung dan si gadis di sebelah kanan, yang berpakaian merah tampak bersinar-sinar. Matanya berapi dan gadis satunya yang berbaju biru tampak mengerutkan kening. Mereka adalah enci adik Bhi Li dan Bhi Pui, dua gadis kang-ouw yang mencari jejak si Golok Maut.

Dan ketika pagi itu si adik bertanya karena kakaknya membelok ke markas Hek-liong-pang maka gadis baju biru ini heran dan mengerutkan kening, heran karena sejak Golok Maut membunuh ketua Hek-liong-pang sebenarnya Perkumpulan Naga Hitam itu sudah tak bangkit lagi. Wakilnya, Hok Beng, telah bergabung dan tinggal di Kim-liong-pang, tempat sucinya. Tapi karena encinya bicara begitu dan gadis baju biru ini tinggal mengikuti maka mereka pun mempercepat perjalanannya dan mengerahkan ilmu lari cepat, berkelebat dan berendeng dan tampak bahwa masing-masing memiliki kepandaian berimbang.

Rupanya mereka tak berselisih jauh dan dua jam kemudian mereka sudah menyusuri sungai Kuning. Dan ketika mereka membelok dan menikung lagi dua kali akhirnya markas Hek-liong pang sudah mereka temukan, tinggal puing-puingnya atau bangunan yang kotor tak terawat.

"Nah, di sini Golok Maut katanya muncul. Coba kita selidiki barangkali kita menemukan seseorang!"

Bhi Pui. sang enci sudah berkelebat ke kanan. Dalam pandang matanya tampak keinginan tahu yang besar, melihat markas ini porak-poranda dan agaknya sejak ketua Hek-liong-pang itu dibunuh tak ada lagi yang tinggal. Rupanya semua murid Hek-liong-pang terkena shock hebat di mana mereka akhirnya cerai-berai melarikan diri. Dan ketika Bhi Li, adiknya, meloncat dan mengikuti maka keduanya sudah bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dari satu bangunan ke bangunan lain. Tak menemukan apa-apa dan tempat itu betul-betul kosong. Tapi ketika mereka berhenti dan mengerutkan kening mendadak sang enci memberi tanda dan menyambar adiknya menyelinap disebuah tembok bercekung.

"Ada orang!"

"Benar," adiknya berbisik. "Aku mendengar langkah kaki ringan, cici. Agaknya seseorang mendekati tempat ini!"

Dua kakak beradik itu mengintai. Mereka tadi mendengar suara berkeresek yang halus, seakan ranting kering terinjak kaki, kaki yang ringan, yang melangkah seringan kucing dan agaknya seseorang mendekati tempat itu. Dan ketika benar saja mereka melihat seorang pemuda menghampiri dan tolah-toleh maka dua enci adik ini tertegun dan kagum.

Seorang pemuda tampan, yang bajunya bersih dan rapi tampak mendatangi dari luar, memasuki halaman dan ikat pinggangnya yang lebar tampak gagah membelit pinggang. Melihat sepintas tampaknya dia orang baik-baik, Bhi Li mau keluar tapi kakaknya menahan. Bhi Pui melihat sesuatu di sinar mata pemuda itu, yang agak lain dan aneh. Dan ketika pemuda itu sudah dekat dan akhirnya berhenti di dekat dua kakak beradik ini maka pemuda itu mengerutkan kening dan menggumam,

"Hm, bau wanita. Apakah ada seseorang disini?"

Bhi Li dan kakaknya terkejut. Mereka lupa bahwa wewangian tubuh mereka sebagai wanita tercium, hidung pemuda itu mengendus-endus dan tiba-tiba tertawa. Dan ketika Bhi Li dan kakaknya tertegun dan pemuda itu berkelebat mendadak pemuda ini sudah berjungkir balik dan memergoki mereka, yang berada di balik tembok!

"Aih, siapakah ji-wi siocia (nona berdua)?"

Bhi Pui dan adiknya semburat. Tiba-tiba mereka keluar dan agak gugup, mereka ketahuan dan pemuda itu tiba-tiba menjura, berseri-seri. Dan ketika dua enci adik ini belum menjawab dan pemuda itu tersenyum tiba-tiba dia telah memperkenalkan diri.

"Maaf, aku Bhok Li. nona, Mencari Golok Maut dan kebetulan ada di sini. Apakah kalian anggauta Hek-liong-pang?"

"Bukan."

"Aih, kalau begitu Kim-liong-pang! Ha-ha, kudengar wanita-wanita Kim-liong-pang cantik-cantik. nona. Hemm benar kata orang, kalian cantik dan gagah!"

Bhi Li tersenyum malu-malu. Tapi Bhi Pui yang justeru merah mukanya dan tak senang tiba tiba berkata, "Bhok-kongcu, kami bukan pula anggauta Kim-liong-pang. Kalau kau mencari mereka dan ingin melihat wanita cantik-cantik dan gagah itu maka bukan di sini tempatnya. Kami juga sedang mencari si Golok Maut!"

Pemuda ini tertegun, beradu pandang dengan Bhi Pui yang ketus. Tapi tersenyum dan merangkapkan tangan pemuda ini buru-buru membungkuk. "Maaf, kiranya aku salah, nona. Kalau begitu siapakah kalian dan sedang apa di sini?"

"Kami juga mencari Golok Maut. Itu enci-ku Bhi Pui sedang aku Bhi Li!" Bhi Li, sang adik tiba-tiba mendahului, tak setuju dengan kakaknya yang galak dan Bhok Li tersenyum lebar. Bhi Pui dilihatnya mengerutkan alis sementara Bhi Li menyambut ramah. Tampaklah kini siapa kiranya di antara dua enci adik itu yang dapat diajak bercakap-cakap. Maka tertawa dan menghadapi Bhi Li pemuda ini berkata,

"Aih, kalau begitu kita setujuan, Bhi-siocia. Kebetulan sekali kita bertemu di sini. Kalian gagah dan pemberani. Apakah tidak takut mendengar si Golok Maut yang begitu telengas dan ganas?"

"Kami tidak takuti siapa pun, Bhok-kongcu. Biar si Golok Maut hebat dan lihai seperti apa pun kami tidak gentar!" Bhi Li melengking.

"Ha-ha, hebat!" Bhok Li bertepuk tangan. "Justeru dengan wanita-wanita gagah seperti kalian ini aku suka bersahabat, nona. Dan kalian benar-benar mengagumkan. Salut!" dan bersinar-sinar serta tertawa memandang gadis itu tiba-tiba pemuda ini menoleh pada Bhi Pui, sang kakak. "Boleh aku menyebut kalian adik Li dan adik Pui?"

"Boleh!" Bhi Li lagi-lagi berseru. "Kau tampaknya lebih tua satu dua tahun, Bhok-kongcu. Tentu saja aku dan enciku tak keberatan!"

"Ha-ha, aku dua puluh dua. Dan kalian, hm....... tentu sembilan belas dan delapan belas tahun. Aih, gadis-gadis cantik yang gagah. Sungguh mengagumkan!" dan Bhok Li yang tidak menghiraukan kerut di kening Bhi Pui tiba-tiba memandang lagi Bhi Li, sang adik. "Dan kau, namamu sama, li-moi (adik Li). Aku pun juga Li, Bhok Li. Ha ha......!"

Bhi Li tersenyum. Tiba-tiba dia merasa akrab dengan Bhok-kongcu ini, merah mukanya tapi mengangguk. Memang benar, mereka sama-sama bernama Li. Dan ketika encinya masih berkerut dan Bhi Li tampaknya juga tak menghiraukan encinya itu maka dua orang muda ini berbicara dan tampaknya tertarik satu sama lain, membicarakan Golok Maut dan Bhi Pui tiba-tiba seakan tersingkir. Ah, gadis ini mendongkol dan akhirnya menyambar lengan adiknya itu. Dan ketika Bhi Li terkejut dan Bhok-kongcu juga tertegun maka Bhi Pui berkata bahwa mereka akan mencari di tempat lain.

"Maaf, kami tak mendapatkan apa-apa di sini. Golok Maut tak ada. Biar kami mencari di tempat lain dan silahkan kongcu sendiri!"

"Eh!" pemuda itu terkejut. "Kita setujuan, adik Pui. Kita dapat bersama-sama!"

"Tidak, kami wanita, kongcu. Kau lelaki. Biar kita berpisah dan cari musuh kita itu sendiri-sendiri!" dan Bhi Pui yang rupanya marah dan tidak mau banyak bicara lagi tiba-tiba menyendal adiknya dan meloncat pergi, lenyap meninggalkan tempat itu dan Bhok-kongcu bengong.

Pemuda ini tak menduga betapa ketusnya sang kakak, Bhi Li masih menoleh padanya dan memberi senyum, senyum sedih. Dan ketika dua enci adik itu lenyap dan pemuda ini termangu-mangu maka di sana Bhi Pui mengomeli adiknya panjang pendek.

"Tak tahu malu kau ini. Kenapa begitu cepat dan tertarik pada pemuda she Bhok itu? Tahukah kau siapa dia sebenarnya dan dari mana?"

"Ah. justeru karena itu aku akan mengetahuinya, cici Kalau belum apa-apa sudah kau tarik dan kau pisah begini aku tak akan mengetahui siapa dan dari mana Bhok-kongcu itu. Kau membuat aku tak enak, sikapmu ketus dan galak!"

"Hm, memangnya kenapa? Aku tak suka kau dekat-dekat lelaki. Bhi Li. Apalagi lelaki yang baru dikenal. Aku tak senang pada sinar mata dan pandangannya!"

"Kenapa?"

"Tidakkah kau lihat?" sang enci marah-marah. "Bhok-kongcu itu matanya liar, Bhi Li, berminyak. Pemuda begitu jelas lahap dan rakus terhadap wanita. Kau harus berhati-hati!"

"Ah, kau cemburu!" Bhi Li tiba-tiba menampar. "Kau tak senang dan cemburu melihat Bhok-kongcu dekat denganku, enci. Kau marah-marah dan tak senang karena merasa tak dihiraukan!"

Gadis ini tiba-tiba berhenti, mendelik. "Apa kau bilang? Cemburu? Tak senang? Keparat, kalau bukan adikku kuhajar kau. Bhi Li. Kau lancang dan tidak menjaga mulut. Aku memang tidak senang tapi bukan cemburu kepada orang she Bhok itu. Aku hanya ingin menjagamu agar tidak terjatuh ke tangan laki-laki pemogoran!! Siapa jamin pemuda itu orang baik-baik? Siapa tahu dia itu dapat dipercaya? Heh, aku semata melindungimu. Bhi Li. Aku marah justeru untuk menjaga keselamatanmu!"

"Tapi Bhok-kongcu itu tak bersalah apa-apa. Kenapa kau demikian keras dan ketus?" sang adik masih membela diri. "Kau boleh menasihati atau melindungiku. cici. Tapi aku juga bukan anak kecil yang tak dapat menjaga diri!"

"Sudahlah!" sang kakak membanting kaki. "Kau tak usah ketemu dia lagi, Bhi Li. Sinar matanya dan pandang matanya itu tak gampang dipercaya. Aku curiga dia pemuda hidung belang!"

"Cici!" sang adik tiba-tiba marah. "Kenapa kau mencacinya sedemikian rupa? Kenapa sudah memiliki praduga demikian kejam? Baik-baik dia menemui kita, cici. Dan baik-baik pula dia mengajak aku bercakap-cakap. Aku tak setuju sikapmu yang terlalu kasar!"

"Hm, kau suka padanya? Kau mulai jatuh cinta?"

Bhi Li tiba-tiba menangis. Bentrok dan melihat sinar mata encinya yang keras tiba-tiba gadis ini menarik tangannya, melepaskan diri. Dan begitu berkelebat dan marah serta jengkel tiba-tiba Bhi Li meninggalkan kakaknya.

"Cici, kau kejam. Kau tak dapat memahami perasaan orang lain!"

"Tunggu...!" sang kakak menyambar. "Kita ke Kim-liong-pang, Bhi Li. Ikut aku dan jangan sendiri-sendiri!" namun Bhi Li yang berkelit dan menangkis mengegos kakaknya tiba-tiba terbang dan mengerahkan ginkang.

"Baik, kita ke Kim-liong-pang, cici. Tapi aku mencari jalan sendiri dan kau menempuh jalan yang lain!" dan Bhi Li yang lenyap di tikungan sebelah kiri tiba-tiba ke timur dan sudah meninggalkan encinya yang tertegun, kebetulan berada di jalan bercabang dan Bhi Pui merandek di situ.

Jalan ini rupanya sama-sama mengantarkan mereka ke Kim-liong-pang, tempat yang memang titik jauh dari bekas markas Hek-liong-pang. Maka menggreget dan gemas pada adiknya itu tiba-tiba Bhi Pui berkelebat dan memasuki jalan satunya, ke timur pula dan masing-masing pasti akan ketemu di Kim-liong-pang. Dan karena masing-masing jengkel pada yang lain maka Bhi Pui tak memperdulikan adiknya karena berpengharapan akan tiba di tujuan yang sama, mendongkol dan merah mukanya dan segera gadis itu mengerahkan ginkang. Dan ketika Bhi Pui menuju ke Kim-liong-pang dengan perasaan berang maka di sana adiknya juga berkelebat menuju tempat yang sama.

Tapi Bhi Li terkejut. Baru dia melakukan perjalanan separuh jarak tiba-tiba Bhok-kongcu muncul. Pemuda itu berkelebat dan memanggil namanya. Dan ketika Bhi Li tertegun dan terkejut memandang pemuda itu maka Bhok-kongcu sudah di depannya dan menjura manis, matanya keheranan.

"Eh, maaf. Mana encimu, Li-moi? Kenapa sendirian? Dan kau, ah.....tampaknya baru menangis! Ada apa? Bertengkar dengan encimu masalah aku?"

"Tidak......tidak.....!" Bhi Li cepat menghapus air matanya. "Aku, eh.....kami akan ke Kim-liong-pang, kongcu. Tadi kemasukan debu dan kebetulan berair. Aku ke sini sedang enciku lewat jalan yang sana. Kami, ah....berlomba untuk melihat siapa yang lebih dulu!"

"Ha-ha!" pemuda ini tertawa, "Kalau begitu lega aku, Li-moi. Kukira kau bertengkar dengan encimu gara-gara aku. Aku sudah siap minta maaf dan menyingkir. Kalau begitu, eh..... aku juga mau ke Kim-liong-pang!"

"Kita dapat bersama!" Bhi Li girang, tapi menyambung, cepat dan agak jengah, "Eh, maksudku kita dapat mengadu ilmu lari cepat masing masing, Bhok-kongcu. Siapa duluan dialah menang!"

"Ya," pemuda itu tertawa. "Tapi aku menyerah, Li-moi. Baru saja seseorang menyerang aku dengan senjata bintang. Lihat, aku terluka!" dan Bhok-kongcu yang menguak lengan bajunya tiba-tiba memperlihatkan luka di bawah siku, tadi tak kelihatan karena tertutup baju. Dan begitu pemuda itu juga memperlihatkan luka di mata kakinya maka Bhi Li tertegun. "Nah, lihat, aku tak dapat lari cepat. Kalau kau mau mendahului silahkan, aku berjalan biasa saja di belakang."

"Tidak," Bhi Li tiba-tiba menggeleng. "Kalau begitu biar aku jalan, Bhok-kongcu, menemanimu. Siapa tahu jangan-jangan ada yang menyerangmu lagi. Siapakah penyerang itu?"

"Aku tak tahu, dia lari. Tapi senjata bintang biasanya dimiliki murid-murid perempuan Kim-liong-pang."

"Eh, kalau begitu......"

"Nanti dulu!" pemuda itu memotong, tertawa. "Aku sebenarnya tak bermusuhan dengan Kim liong-pang. Li-moi. Aku tidak menuduh atau menyangka mereka. Hanya kubilang bahwa senjata macam begini biasanya dipunyai murid-murid perempuan Kim-liong-pang!"

"Hm, kita harus berhati-hati kalau begitu. Mungkin mereka menyerang karena kita memasuki wilayahnya!!"

"Mungkin saja."

"Dan kau kenal dengan Kim-liong Sian-li?"

"Ah, menengok saja belum, Li-moi. bagaimana kenal!" Bhok-kongcu tertawa. "Masa aku kenal ketua Kim-liong-pang itu? Tidak, aku tak kenal dan justeru sekarang ini akan kesana! Mari kita berangkat!" dan Bhok-kongcu yang sedikit terpincang dan meringis tiba-tiba minta tolong Bhi Li apakah gadis itu mau memeganginya.

"Maaf, aku terpaksa. Tapi kalau kau tak suka biarlah aku jalan sendiri!"

Bhi Li tertegun. Mukanya mendadak merah, Bayangkan, Bhok-kangcu yang baru dikenalnya ini tiba-tiba minta tolong padanya agar dipapah. Tentu saja membuat gadis itu likat dan gugup. Tapi ketika Bhok-kongcu terhuyung dan mau jatuh mendadak Bhi Li bergerak cepat menyambar lengan pemuda itu.

"Hati hati.....!"

Seruan ini dibalas senyum aneh pemuda itu. Bhok-kongcu mengucap terima kasih, mengangguk dan tiba-tiba memegang pula lengan gadis itu. Dan ketika Bhi Li berdebar dan semburat merah maka pemuda she Bhok itu berbisik bahwa dia jauh lebih ramah dibanding Bhi Pui, encinya.

"Maaf, enciku memang galak, Bhok-kongcu. Tapi sebenarnya dia baik!"

"Ah, bagiku kau lebih baik, Li-moi. Juga lebih cantik, berperasaan!"

"Hm...." dan Bhi Li yang tiba-tiba bersemu dadu akhirnya melengos ketika beradu pandang dengan si pemuda, mulai berjalan dan tiba-tiba Bhok-kongcu itu menimpang-nimpangkan jalannya. Bhi Li tak tahu bahwa tadi pemuda itu dapat berkelebat dan lincah melayang turun di depannya, barangkali lupa. Dan ketika mereka mulai bicara dan genggaman mulai erat maka Bhi Li berdebar tak keruan memapah pemuda ini, sebentar-sebentar tersenyum malu dan secara lihai namun halus pegangan Bhok-kongcu semakin ke atas. Mula-mula pergelangan tapi naik ke siku. Dan ketika dari siku lalu naik lagi ke pangkal lengan tiba-tiba seperti tak disengaja jari pemuda itu menyentuh buah dadanya, seolah tergelincir!

"Ih, maaf, Li-moi. tak sengaja!"

Bhi Li merah padam. Kalau si pemuda tak cepat-cepat berkata barangkali dia sudah akan menyemprotnya. Bhok-kongcu menunduk dan merah pula mukanya. Dan ketika pemuda itu malu namun maju lagi tiba-tiba jarinya sudah menggenggam jari si nona.

"Li-moi, maaf. Bolehkah kukatakan sesuatu dari isi hatiku yang gelisah?"

"Kau mau bicara apa?" suara Bhi Li masih gemetar.

"Aku.....aku ingin menyatakan perasaan sukaku kepadamu. Aku...... ah, entah kenapa tiba-tiba tak ingin berjauhan lagi denganmu. Apakah ini tanda cinta?"

"Bhok-kongcu......!"

Namun Bhok Li yang sudah mencekal dan mendekap tangan yang halus itu tiba-tiba memejamkan mata berseru menggigil, "Li-moi, kukira aku mulai jatuh cinta. Ya, aku mencintaimu sejak pertemuan pertama kita itu di markas Hek-liong-pang. Sungguh, kurasa benar perasaan ini, Li-moi. Aku mencintaimu!" dan Bhi Li yang gemetar tak dapat bicara tiba-tiba sudah dipeluk dan dicium pemuda itu.

"Bhok-kongcu......!"

Pemuda ini membuka mata. Bhi Li tiba-tiba berkelit dan meronta, mukanya sudah seperti kepiting direbus. Tapi ketika pemuda itu minta maaf dan menunduk lemah tiba-tiba Bhi Li terisak dan berkelebat pergi.

"Li-moi.....!"

Gadis ini tak kembali. Bhi Li tiba-tiba tersedu dan entah kenapa merasa malu tapi juga marah, di samping girang. Sebenarnya dia girang mendengar pemuda itu mecintainya tapi marah kenapa Bhok-kongcu main cium. Pemuda itu belum bertanya apakah dia menerima cintanya atau tidak, inilah yang tak disuka Bhi Li. Maka begitu dia meninggalkan pemuda itu dan Bhok-kongcu tertegun tiba-tiba pemuda ini berkelebat dan cepat menyambarnya.

"Maaf, tunggu, Li-moi. Tunggu....!"

Bhi Li tertangkap. Kali ini dia tak meronta, Bhok-kongcu girang dan tiba-tiba dengan kelihaian seorang lelaki dia sudah berlutut memeluk kaki gadis itu. Dan ketika Bhi Li tertegun dan Bhok kongcu meratap maka terdengarlah suaranya yang mengiba,

"Li-moi, salah apakah aku? Dosa apakah yang telah kuperbuat hingga kau meninggalkan aku? Aku mencintaimu, Li-moi. Aku tak ingin kau tinggal pergi! Barangkali aku salah karena belum menanya apakah cintaku diterima atau tidak. Baiklah, kutanya kau, Li-moi. Apakah cintaku kau tolak atau kau terima?"

Bhi Li tiba-tiba bingung. Setelah maksud hatinya dipenuhi mendadak dia tak dapat bicara. Tadi dia mengharap pemuda itu bertanya dulu sebelum main cium. Tapi setelah pemuda itu bertanya dan dia merah padam mendadak dia diam saja seperti patung batu!

"Li-moi, bagaimana ini? Kau terimakah cintaku?"

Gadis ini menggigil, tiba-tiba memejamkan mata!

"Eh, jawab dulu, Li-moi. Jangan buat aku merana. Jawablah!" bhok-kongcu mengguncang-guncang tubuh gadis itu, tentu saja tahu bahwa sebenarnya gadis ini tak menolak. Hanya karena rasa malu dan jengahnya saja si nona tak bicara. Maka begitu tersenyum dan bangkit berdiri tiba-tiba pemuda ini berkata,

"Baiklah, jawab dengan tanda, Li-moi. Kalau aku boleh memelukmu berarti kau menerima cintaku!" dan, lembut serta mesra tiba-tiba pemuda ini telah melingkarkan tangannya di pinggang si ramping. Tak ada reaksi dan Bhok-kongcu semakin berani. Dan ketika dia merapatkan tubuh itu dan si nona juga diam tiba-tiba pemuda ini mendaratkan ciumannya di bibir si nona, halus namun menyentak. "Terima kasih, Li-moi. Kiranya kau menerima cintaku..."

Cup! dan bibir Bhi Li yang sudah dikecup dan dicium pemuda itu tiba-tiba membuat Bhi Li membuka mata, berjengit tapi kali ini mengeluh. Gadis itu terisak dan Bhok kongcu segera melumat mulutnya. Dan ketika Bhi Li menangis dan membiarkan ciuman itu tiba-tiba Bhok-kongcu tertawa bergelak dan menyambar tubuh kekasihnya ini, berputaran.

"Ha-ha, terima kasih, Li-moi. Terima kasih.......!" dan mencium serta menyerbu bertubi-tubi akhirnya tangan pemuda ini bergerak ke sana kemari membuat Bhi Li terkejut, menggeliat dan tiba-tiba jari kekasihnya itu sudah meremas dada! Dan ketika Bhi Li tersentak dan meronta kaget maka gadis ini merah padam menegur kekasihnya,

"Bhok-koko, kenapa kau lakukan itu? Kau.... kau......"

"Ah." Bhok Li menyadari keadaan. "Aku tak dapat menguasai diri, moi-moi. Aku terlampau girang bahwa kau menyambut cintaku. Sebagai kekasih, bukankah kita suka sama suka? Kau bukan orang lain lagi, moi-moi. Kau kekasihku. Tentunya tak apa bila aku ingin memegang-megang tubuhmu, sebagai tanda cinta!"

"Benar, tapi, ah....!" Bhi Li bingung. "Aku, ah....."

"Sudahlah," pemuda ini bersinar-sinar, membujuk. "Bibirnya saja sudah kucium, moi-moi. Masa bagian lain tak boleh kusentuh dan kusayang? Kalau bibir sudah diberikan maka yang lain tak jadi masalah!" dan memeluk serta melingkarkan lengan di pinggang yang ramping itu pemuda ini sudah merayu kekasihnya, meraba-raba dan akhirnya Bhi Li pun diam.

Memang, kalau bibirnya sudah diserahkan kenapa untuk yang lain tak boleh? Asal masih dalam batas kewajaran biarlah dia membiarkan Bhok Li berbuat sesuka hatinya. Toh rabaan atau remasan itu pun akhirnya membuat dia nikmati. Dan ketika Bhi Li memejamkan mata dan mengeluh membiarkan kekasihnya mencium atau meraba sana-sini tiba-tiba Bhi Li teringat bahwa dia harus segera ke Kim-liong-pang, menyusul encinya.

"Eh, nanti dulu, koko. Kita harus melanjutkan perjalanan!"

"Perjalanan? Ke mana?" Bhok Li pura-pura tak ingat.

"Ih, bukankah kita harus ke Kim-liong-pang? Hayo, nanti enciku menunggu, koko. Aku bisa kena marah!"

Namun Bhok Li yang tertawa lebar tiba-tiba sudah menjadi kian berani, tadi Bhi Li membiarkan saja ke mana jarinya menggerayang. "Sabar," katanya tertawa. "Untuk apa buru-buru, moi-moi? Kim-liong-pang tak jauh dari sini. Sekali melompat tentu sampai."

"Apa?"

"Ha-ha, benar, Li-moi. Sekali lompat tentu sampai. Eh, bukankah kau dapat terbang?" dan ketika Bhi Li mencubit dan gemas memakinya Bhok kongcu sudah menarik kekasihnya itu, merebahkannya di atas rumput. "Moi-moi, tak ada waktu bagi kita kalau sudah ketemu encimu. Sebaiknya kita bersenang-senang dulu dan bercumbu disini!"

Bhi Li terkejut. "Tidak, koko. Nanti, ah...." dia geli, diserbu ciuman dan terpaksa menghentikan kata-kata. Bhok Li menciumnya dengan panas, tadi di bibir tapi sekarang sudah mulai turun ke leher. Merinding bulu gadis ini dicium seperti itu, ada nikmat tapi juga takut. Dan ketika Bhok Li tertawa dan membuka bajunya mendadak pemuda itu sudah menyerbu ke tempat paling peka dan membenamkan mukanya di situ, mendengus-dengus!

"Ih, koko..... jangan!" Bhi Li meronta, kaget dan tentu saja meloncat bangun. Bhok Li, yang hampir tak dapat menguasai diri tiba-tiba sudah mencium bagian yang membuat bulu roma bangun. Bhi Li ngeri!! Dan ketika gadis itu meloncat dan menggigil memandang kekasihnya maka Bhi Li menegur sambil mengancing bajunya itu kembali. "Bhok-koko, jangan begitu. Aku..... aku takut!!"

"Maaf!" pemuda ini pura-pura menyesal. "Aku tak sadar, moi-moi. Aku, ah sudahlah. Kau terlalu cantik dan menggairahkan bagiku. Marilah kita melanjutkan perjalanan," dan menenangkan kekasihnya dengan genggaman lembut tiba-tiba pemuda itu tertawa dan manis membelai Bhi Li.

Pandang matanya berkilat-kilat dan Bhi Li merasa takut. Ada sesuatu di mata kekasihnya itu yang membuat dia ngeri. Seolah kekasihnya ini adalah seeker kucing lapar melihat daging segar!! Atau, Harimau buas yang menemukan kelinci gemuk! Tapi merasa genggaman lembut dan mesra di lengannya tiba-tiba gadis ini menarik napas dan tenang, sudah berjalan dan dengan cerdik tapi lihai Bhok kongcu membujuknya untuk melupakan itu. Dia dalam keadaan tak sadar. Dan ketika mereka berdua kembali berjalan dan Bhok-kongcu mengusap serta membelai-belai tubuh gadis ini akhirnya tak lama kemudian pemuda itu tertimpang-timpang dan merintih, tiba di sebuah tempat yang teduh, berumput tebal.

"Aduh, lukaku kumat. Kau jalanlah, duluan, moi-moi. Biar aku istirahat di sini!"

"Eh," Bhi Li terkejut, "Ada apa lagi?"

"Ingat," pemuda itu merintih, pura-pura mengerang. "Luka di kaki dan tanganku masih basah, Li-moi. Aku merasa bagian itu kaku dan senut-senut!"

"Hm, kalau begitu aku menungguimu di sini. Biar kita berhenti dan obati dulu lukamu itu."

"Tapi encimu?"

"Enci dapat menunggu kok. Dan kurasa ia mau mengerti. Sudahlah, coba kulihat dan sebaiknya dibalut."

"Benar, aku belum membalutnya, moi-moi. Kau membawa obat luka?"

"Ada," dan Bhi Li yang mengeluarkan bungkusan obatnya dan memeriksa luka kekasihnya lalu memnorehkan dan membalut di situ, tak tahu betapa mata Bhok Li berkali-kali mengintainya tajam, berkedip-kedip dan gembira. Dan ketika luka sudah dibalut dan Bhi Li mengajak pergi tiba tiba kekasihnya menunduk dan... menciumnya sambil bergulingan.

"Aduh, kau cantik, moi-moi. Cantik sekali!" dan Bhi Li yang kaget tapi sadar tiba-tiba mendorong dan melepaskan diri.

"Ih, tempat ini terbuka, koko. Jangan!"

"Ha-ha, terbuka tapi sepi. moi-moi. Ayolah, aku tak tahan!!" dan Bhok-kongcu yang menyambar serta menciumi kekasihnya lagi tiba-tiba membuat Bhi Li meremang dan mendengar tawa yang aneh. Mula-mula membiarkan diri diciumi tapi mendadak kekasihnya itu membuka bajunya kembali. Untuk kedua kali pemuda ini mengincar bagian yang peka, mendengus dan menyusupkan mukanya di situ. Dan ketika Bhi Li terkejut tapi merasa nikmat di samping takut mendadak kekasihnya ini sudah semakin berani dan langsung menyelinapkan jari ke pangkal paha!!

"Koko, jangan......!"

Namun Bhok-kongcu tertawa bergelak. Bagai orang kesetanan tiba-tiba pemuda ini menotok Bhi Li. Dan, ketika Bhi Li terkejut dan roboh tahu tahu pemuda itu sudah menubruknya kembali dan melepas pakaiannya.

"Moi-moi, aku tak kuat. Kau terlalu cantik. Biarlah aku melepaskan sayang dan cinta ini kepadamu!" dan ketika Bhi Li menjerit namun ditutup mulutnya oleh sebuah ciuman yang panas akhirnya Bhok-kongcu sudah melepas pakaian luarnya tinggal mengenakan pakaian dalam.

"Tidak, tidak...!" Bhi Li ketakutan. "Jangan. koko.....jangan. Kubunuh kau nanti.....ooh!" dan Bhok Li yang sudah melepas pakaian dalamnya dan mendengus serta menciumi sana-sini tiba-tiba berbisik agar gadis itu diam, menyerah saja dan sudah melempar pakaian gadis itu. Berkata bahwa mereka kelak akan menjadi suami isteri juga dan biarlah sekarang mereka berbulan madu. Apa yang dilakukan adalah bukti cintanya kepada Bhi Li, tak usah gadis itu berteriak-teriak. Tapi ketika Bhok kongcu mencium dan siap menggagahi kekasihnya mendadak Bhi Pui muncul dan langsung menendang.

"Orang she Bhok, lepaskan adikku....!"

Dess! Bhok-kongcu terlempar bergulingan. Tinggal mengenakan celana dalam saja pemuda itu berteriak kaget. Bhi Pui, yang melihat keadaan pemuda itu tiba-tiba merah jengah. Sesuatu yang menonjol membuat dia melengos. Dan ketika Bhi Li mengeluh dan girang melihat kedatangan encinya maka Bhi Pui sudah menolong adiknya itu dan membebaskan totokan, membiarkan Bhok-kongcu bergulingan.

"Keparat, jahanam terkutuk orang she Bhok itu, Bhi Li. Bangun dan hajar dia!" Bhi Pui mencabut pedang, melemparkannya pada sang adik tapi Bhi Li malah menangis tersedu-sedu. Gadis ini berkata bahwa dia mencinta Bhok-kongcu, pemuda itu adalah kekasihnya dan Bhi Pui terkejut. Dan ketika gadis itu tertegun dan tidak menyangka jawaban adiknya tiba-tiba Bhok Li meloncat dan menghantam leher gadis ini, dari samping.

"Plak!!"

Bhi Pui mengeluh terlempar bergulingan. Bhok Li, yang tertawa bergelak dan tiba-tiba merampas pedang di tangan Bhi Li tiba-tiba menotok gadis itu agar roboh pula. Nafsu setan memancar di matanya dan Bhi Li terperanjat, cepat mengelak dan totokan itu luput. Dan ketika Bhok Li tertegun dan mau menyerang lagi tiba-tiba gadis ini menjadi marah dan beringas.

"Bhok-koko, tahan. Atau kau kuserang!"

"Ah-ah," pemuda ini menyeringai, tersenyum kecut. "Jangan begitu, moi-moi. Simpan pedangmu dan biar kita bicara baik-baik."

"Jahanam!" Bhi Pui melengking. "Orang ini sudah kuduga tak mungkin orang baik-baik, Bhi Li. Hajar dan serang dia!" dan Bhi Pui yang sudah meloncat bangun dan marah oleh serangan tadi tiba-tiba berkelebat dan menyerang lawannya, dikelit tapi gadis ini terus mengejar.

Gadis ini datang karena terlalu lama menunggu adiknya, ia sudah tiba di Kim-liong pang namun Bhi Li belum datang juga. Ia jadi khawatir, terpaksa kembali dan dilihatnya kejadian itu. Bhok-kongcu yang hendak menggagahi adiknya. Dan karena ia marah dan tentu saja gusar maka kini diserangnya pemuda she bhok Itu. dimaki dan dipukul tapi iawan berlompatan mengelak. lincah dan tak sebuah pun serangannya berhasil. Dan ketika ia melengking dan mencabut pedangnya maka Bhi Pui sudah menerjang dan kalap menusuk atau membacok.

"Kubunuh kau!" katanya. "Kutusuk mampus dirimu, orang she Bhok. Kurajam dan akan kucincang!"

Namun aneh, tusukan atau bacokan yang ganas ini pun selalu gagal. Bhok Li mulai berketeteran dan mengimbangi gerakan pedang, ke mana pedang menusuk ke situ pula ia mengelak. Gerakannya ini selalu mendahului pedang dan akibatnya Bhi Pui kaget. Gadis baju merah itu semakin marah dan penasaran. Dan ketika ia mempercepat gerakannya namun Bhok Li tertawa mempercepat kelitannya akhirnya satu ketika pedang malah terpental ketika pemuda itu menyampok.

"Plak!!"

Bhi Li, sang adik terkejut. Gadis baju biru ini terbelalak melihat encinya seakan dipermainkan Bhok-kongcu. Pedang yang berkelebatan ternyata menusuk angin, sia-sia dan hanya menyambar angin kosong belaka. Terkejutlah dia karena Bhok kongcu kiranya lihai. Dan ketika ia melihat betapa kaki atau tangan pemuda itu lincah berkelit dan setiap elakan atau tangkisannya tak memperlihatkan tanda-tanda luka tiba-tiba Bhi Li mengerutk&n kening dan kaget. Heran serta juga tidak mengerti dan sampai detik itupun ia tak menyangka bahwa kekasihnya menipunya.

Dia tak tahu bahwa Bhok-kongcu hanya berpura-pura saja. Buktinya pemuda itu tak terganggu oleh dua lukanya di siku dan mata kaki, seperti yang tadi dikatakan, tertimpang-timpang dalam perjalanan dan pura-pura mengeluh agar berhenti. Bhi Li tak sadar bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang pemuda lihai dan berwatak kejam, pemuda mata keranjang dan dunia kang-ouw mengenal Bhok-kongcu sebagai penjahat pengganggu wanita, julukannya adalah Hi-ngok (Si Hidung Belang). Dan ketika pedang menyambar-nyambar namun selalu dielak dan tadi ditangkis satu kali akhirnya Bhok-kongcu berseru agar Bhi Pui menghentikan serangan, masih teringat Bhi Li.

"Tahan, hentikan seranganmu, Pui-moi. Tahan dan jangan serang lagi!"

"Pui-moi (adik Pui) hidungmu!" Bhi Pui membentak. "Aku tak sudi berkenalan denganmu, Bhok-kongcu. Mampus dan pergilah ke neraka...!"

Sing-plak!" kali ini pedang ditangkis lagi, terpental dan Bhi Pui semakin marah. Dua kali ia merasa tergetar dan selalu tertolak, bukan main lihainya lawannya itu. Tapi membentak dan menerjang lagi ia sudah berkelebat dan menusuk atau menikam, ditangkis dan untuk ketiga kalinya Bhi Pui terpental. Gadis ini terbelalak dan marah sekali.

Dan ketika ia membentak dan melengking serta menyerang lagi bertubi-tubi tiba-tiba Bhok-kongcu itu berseru marah mengibaskan lengannya, meledakkan ujung lengan baju dan Bhi Pui terkejut. Ujung lengan baju pemuda itu berobah sekeras baja, terdengar suara nyaring ketika pedangnya bertemu lengan baju pemuda itu. Dan ketika ia terbelalak dan mengeluh kaget tiba-tiba pedangnya terlepas dan sudah terlempar ke atas tanah.

"Trang!!"

Bhi Pui tertegun. Bhok-kongcu, yang menyeringai dan mengebut membersihkan baju tiba-tiba tertawa. Pemuda ini melempar senyum mengejek dan Bhi Li, sang adik, tercekat. Bhok Li berkelebat dan tiba-tiba encinya itu disambar, dipeluk. dan ketika Bhi Pui berteriak meronta namun lawannya mendaratkan sebuah ciuman di pipi maka Bhok Li melepas lawannya itu sambil tertawa.

"Nah, itulah hukuman untukmu, Bhi Pui. Kalau tak ingat adikmu tentu lebih jauh lagi yang kulakukan!"

"Keparat!!" gadis baju merah ini merah padam. "Kau berani menghinaku, orang she Bhok? Kau kira apa sehingga main cium segala? Bhi Li, bantu aku. Serang dia...." dan Bhi Pui yang sudah berkelebat dan menyambar pedangnya kembali tiba-liba bergerak dan menyerang lawannya itu, membuat Bhi Li terbelalak dan gadis baju biru ini tiba-tiba marah. Bhok Li, kekasihnya tiba-tiba mencium kakaknya. Tanpa ijin, begitu saja di depan matanya pula. Bukan main kurang ajarnya! Maka membentak dan melengking tinggi tiba-tiba gadis baju biru ini berkelebat dan menusuk kekasihnya.

"Bhok koko, kau pemuda kurang ajar!"

"Ha-ha," Bhok Li mengelak. "Adalah kakak mu yang minta dihukum, Bhi Li. Kalau dia tak menyerang dan mau baik-baik bicara dengan aku tentu tak akan kucium. Mundurlah, jangan serang aku!"

Namun Bhi Li yang tentu saja tak mau mundur dan justeru membentak marah tiba-tiba menusuk dan menikam lagi, ditampar dan ia pun terpelanting. Bhi Li kaget dan meloncat bangun. Dan ketika di sana kekasihnya juga menangkis pedang kakaknya namun tangan pemuda ini mengusap nakal dagu atau hidung kakaknya, akhirnya Bhi Li marah bukan main, menyerang dan mengeroyok bersama encinya dan sekarang terbelalaklah dia melihat kelincahan dan kecepatan lawannya berkelit. Bhok Li benar-benar tak terpengaruh oleh luka di kaki dan sikunya itu, atau barangkali luka itu tak dirasa dan gadis ini melengking. Dan ketika dia menerjang dan lawan menangkis serta menampar pedang mereka berdua maka Bhi Li bersama kakaknya terlempar.

"Ha-ha, sekarang aku jadi tak main-main lagi, Bhi Li. Aku pun jadi merasa jatuh cinta kepada kakakmu yang ganas namun menarik ini. Biarlah kalian berdua kurangkap...." Plak-ngok dan pipi Bhi Pui, yang kembali dicium dan kena "ngok" pemuda itu akhirnya membuat Bhi Pui menjerit dan melempar tubuh bergulingan, tadi Bhok kongcu berkelebat dan tersambarlah pinggangnya.

Pemuda ini masih main colek dan pinggul Bhi Pui yang bulat seperti pot bunga diusap, tentu saja Bhi Pui dan Bhi Li marah. Dan ketika Bhi Li menyadari bahwa kekasihnya ini pemuda hidung belang dan benar kiranya dugaan encinya itu bahwa orang she bhok ini liar matanya setiap melihat wanita cantik maka Bhi Li memekik dan kecewa serta marah, menyerang tapi pedangnya kali ini disentil Bhok Li, yang mempergunakan Kuku jarinya tiba-tiba mendemonstrasikan kelihaiannya, menolak sambaran pedang dengan kuku jari belaka, perbuatan yang berani dan tentu saja harus ditambahi sinkang (tenaga sakti) yang hebat. Dan ketika Bhi Pui juga menerjang lawannya dan pedang yang sudah disambar kembali disentil atau ditampar akhirnya dua enci adik ini berteriak memaki-maki karena selalu terhuyung atau terpelanting bila ditangkis.

"Keparat, kau jahanam terkutuk, orang she Bhok. Kau manusia binatang!"

"Ha-ha, binatang kalau kita sudah telanjang, Bhi Pui. Tapi kalau masih berpakaian begini tentu saja aku manusia. Eh, kau ingin kutelanjangi? Kau ingin kupeluk dan kuajak bergulingan seperti adikmu tadi?"

Bhi Li dan kakaknya marah bukan main. Sekarang mereka tahu bahwa Bhok-kongcu ini benar-benar bukan pemuda baik-baik. Omongannya mulai kotor dan Bhi Li menyesal kenapa ia tak mempercayai nasihat encinya, membentak dan menerjang lagi namun Bhok Li malah mempermainkannya. Dua tiga kali pemuda itu menangkis dan kemudian jarinya menyelinap nakal. Sebentar ke dada gadis itu dan sebentar ke pinggulnya. Bhok-kongcu ini memperingatkan padanya bahwa baru saja mereka memadu cinta, tak selayaknya mereka bertempur dan dimintanya agar gadis baju biru itu menangkap kakaknya, merobohkannya. Tentu saja Bhi Li marah dan memaki maki. Dan ketika kakaknya juga memaki namun pedang selalu tertolak balik akhirnya Bhok-kongcu berkata bahwa dia akan merobohkan enci adik itu.

"Baiklah, kalau kalian tak mau menyerah baik-baik aku akan merobohkan kalian berdua. Menundukkan dua kuda betina liar sekaligus agaknya merupakan kenikmatan sendiri. Nah, jaga Bhi Li, dan juga kakakmu......"

Tring! dan pedang yang disentil kuku jari hingga berbunyi nyaring tiba-tiba disusul pekik Bhi Li yang terlempar, roboh terbanting dan Bhok-kongcu kini memutar tubuhnya, menyambut pedang Bhi Pui dan dengan berani dia membuka telapaknya. Pedang disambar dengan ke lima jari terbuka. Dan ketika pedang membacok namun Bhok-kongcu mencengkeram maka pedang di tangan gadis ini patah dan Bhi Pui terbanting oleh sebuah tendangan dari samping.

"Krak-dess!"

Dua kakak beradik itu berteriak. Mereka mengduh karena kini mereka benar-benar tak berdaya menghadapi lawannya. Bhok-kongcu betul-betul lihai. Dan ketika mereka bergulingan namun Bhok Li berkelebat maka jari pemuda itu bergerak dan dua kakak beradik ini tertotok, roboh tak bergerak lagi.