Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 34 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Giok Cu melakukan perjalanan perlahan-lahan meninggalkan sarang perkumpulan Pouw-beng-pang itu. Banyak hal yang membuat ia termenung. Pertama ia teringat kepada Can Hong San. Seorang pemuda yang hebat, pikirnya. Ilmu silatnya lihai bukan main, juga amat cerdik seperti telah dilihatnya ketika melawan tokoh-tokoh Pouw-beng-pang.

Sayang bahwa pemuda seperti itu kini terlibat dalam kelompok yang agaknya hendak memberontak terhadap pemerintah pikirnya, la merasa menyesal mengapa ia tidak dapat mencegah pemuda itu melibatkan diri. Akan tetapi hal itu bukan urusannya, pikirnya. Betapapun juga, ada perasaan kecewa dan menyesal melihat pemuda itu kini bersekutu dengan pemberontak, la sudah mulai tertarik kepada pemuda yang tampan dan gagah perkasa itu.

Kemudian, peristiwa pertempuran dalam hutan itu terbayang kembali dan teringatlah ia kepada lawan yang tangguh itu. Seorang pemuda tinggi besar yang amat gagah perkasa! Betapa lihainya pemuda itu, yang mampu menahan pengeroyokan ia dan Hong San! Jelaslah bahwa pemuda tinggi besar yang melindungi pembesar Liu itu adalah seorang yang benar-benar sakti!

Bahkan Can Hong San sendiri kewalahan menghadapinya. Padahal, pemuda tinggi besar itu hanya mempergunakan senjata sabuk saja, bahkan kemudian diganti sebatang ranting kayu sebagai tongkat. Ilmu tongkat yang amat aneh akan tetapi juga lihai bukan main. Sayang bahwa pemuda segagah itu hanya menjadi antek seorang pembesar korup yang makan sogok seperti Liu Tai-jin!

Hal ini mengingatkan ia akan dua orang gadis yang oleh Cang Tai-jin diberikan sebagai suapan kepada Liu Tai-jin dan hati Giok Cu menjadi panas sekali. Kalau tidak ada pemuda tinggi besar itu, tentu ia sudah berhasil membebaskan dua orang gadis itu. Sekarang entah bagaimana nasib dua orang gadis remaja yang bernasib malang itu.

Hemmm, kalau ia bertemu lagi dengan pemuda tinggi besar yang meng gagalkan pertolongannya kepada dua orang gadis itu, tentu akan ditantangnya berkelahi sampai dia berhasil merobohkannya! Kemudian ia teringat bahwa Orang-orang Hui menyebutnya Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Kuning)! Sayang, pikirnya dengan hati menyesal. Mengapa ketika berada di perkumpulan Houw-beng-pang tadi ia tidak mencari keterangan lebih jelas tentang Huang-ho Sin-liong itu?

Tiba-tiba gadis perkasa itu menahan langkah kakinya dan memiringkan sedikit kepalanya karena ia mengerahkan pendengarannya. Ada tertangkap oleh telinganya yang amat peka itu suara kaki banyak orang berlari ke arahnya dari belakang. Ia tidak menyangka buruk, akan tetapi sebagai seorang gadis ahli silat yang berkelana di dunia kang-ouw seorang diri, ia harus selalu berhati-hati.

Melihat betapa ia berada di tempat terbuka, tempat yang berbahaya bagi seseorang kalau menghadapi pengeroyokan, dan melihat betapa tak jauh di depan ada sebuah hutan kecil yang penuh dengan pohon besar, ia pun lalu berloncatan lari ke depan, memasuki hutan kecil lalu menanti di situ karena bukan maksudnya untuk melarikan diri.

Ia hanya ingin berhati-hati. Kalau sampai bahaya dan ia dikeroyok banyak orang jauh lebih baik kalau ia berada di antara pohon-pohon daripada kalau ia berada tempat terbuka, di mana para pengeroyok akan lebih leluasa.

Tak lama kemudian nampaklah serombongan orang, belasan orang yang berlari cepat melalui tempat terbuka tadi. Memandang heran ketika melihat bahwa mereka itu bukan lain adalah Can Hong San yang diikuti oleh para pimpin Pouw-beng-pang dan sekutu mereka! Semua berjumlah tiga belas orang. Can Hong San, Kim-bwe-eng Gan Lok ketua perkumpulan itu, Kim-kauw-pang Pouw Tiong wakilnya, tiga orang Kim-bwe Sam-houw, Yalami Cin, dan enam orang lainnya.

Dan melihat cara mereka berlari, jelas bahwa mereka semua memiliki tingkat kepandaian silat yang tinggi. Karena melihat bahwa mereka adalah orang-orang yang baru saja ditinggalkann dalam suasana yang bersahabat, tidak ada kecurigaan dalam hati Giok Cu dan ia pun cepat bangkit dan berdiri memandang mereka.

"Nona, Bu, tunggu dulu...!" terdengar Can Hong San berseru dan tiga belas orang itu segera berlarian menghampirinya.

Mendengar ucapan itu dan melihat sikap mereka, diam-diam Giok Cu merasa heran. Kiranya mereka itu agaknya memang sengaja mengejarnya! "Ada keperluan apakah kalian menyusulku?" tanyanya dengan sikap tenang, namun penuh waspada karena ia mulai merasa curiga.

"Nona Bu Giok Cu, kami sengaja mengejarmu karena sekali lagi kami mengharap agar engkau suka membantu perjuangan kami. Nona, kami membutuhkan bantuanmu dan demi kepentingan rakyat jelata, kuharap engkau suka menerima uluran tanganku dan membantu kami, bekerja sama dengan kami, Nona." Pemuda itu tersenyum manis dan pandang matanya penuh gairah.

Giok Cu mengerutkan alisnya. Ia bukanlah gadis yang masih hijau. Sama sekali tidak. Biarpun ia masih muda, namun ia adalah bekas murid Ban-tok Mo-li! Selama lima tahun ia digembleng oleh datuk sesat itu dan ia hidup dikalangan golongan hitam sehingga tentu saja ia sudah terbiasa oleh sikap pura-pura dan palsu dan mudah saja ia mengenal sikap pura-pura ini. Maka, melihat senyum dan pandang mata Hong San, diam-diam ia terkejut dan muak. Kiranya pemuda ini memiliki niat yang cabul terhadap dirinya! Hal itu mudah saja dapat ia ketahui melalui pandangan mata dan senyum itu.

"Hemmm, Saudara Can Hong San, sungguh engkau aneh sekali. Bukankah disana tadi sudah kukatakan dengan jelas bahwa aku tidak mau terlibat dengan urusan kalian? Aku mempunyai tugas pribadi yang penting, dan aku tidak mau bekerja sama dengan kalian. Jelaskah? Gadis berwajah cantik jelita yang miliki watak lincah itu, tersenyum mengejek sambil menatap tajam wajah Hong San.

"Aih, Nona yang baik. Kenapa engkau berkeras menolak? Ketahuilah, kalau engkau menolak, terpaksa kami menahan engkau pergi meninggalkan tempat ini!"

Sepasang mata bintang itu terbelalak, namun sinarnya seperti mencorong karena ia mulai marah. "Alasannya?" tanyanya singkat.

"Kami mencurigai bahwa tugas pribadimu itu bukan lain adalah tugasmu sebagai mata-mata pemerintah! Siapa tahu engkau ini diam-diam merupakan kaki tangan para pembesar, seperti pemuda tinggi besar yang melindungi Liu Taijin itu."

Tiba-tiba Giok Cu tertawa, suara tawanya lirih dan sopan, namun ia tertawa bebas, tidak malu-malu dan tertahan seperti kebiasaan para gadis. Hal ini adalah karena ia pernah hidup seperti liar bersama guru pertamanya, yaitu Ban-tok Mo-li. Setelah tertawa, ia pun berkata dengan suara lantang.

"Bagus, bagus! Sungguh alasan yang dicari-cari. Katakan saja, Can Hong San, bahwa engkau hendak menjual lagak didepan orang-orang ini, dan katakan saja engkau menantang aku! Hemmm, jangan kau kira aku takut menghadapi pedang, suling, dan capingmu itu! Majulah!" Giok Cu sudah meloncat ke belakang dan mencabut pedangnya.

Melihat pedang gadis itu, semua orang hampir mentertawakannya. Sebatang pedang tumpul! Pedang yang kuno, buruk dan tumpul, bagaimana pedang macam itu dapat diandalkan sebagai senjata? Untuk mengiris mentimun pun agaknya tidak akan tembus! Para pimpinan Pouw-beng-pang sudah siap untuk mengeroyok dan melihat ini, kembali Giok Cu tertawa mengejeki.

"Heh-heh, kiranya yang bernama Can Hong San hanyalah banyak lagak dan seorang pengecut besar, beraninya mengandalkan keroyokan. Cih, kalian ini belasan orang laki-laki pengecut tak tah malu!"

Tiga belas orang itu saling pandang dan muka mereka berubah merah. Bagaimanapun juga, mereka adalah orang-orang yang terkenal dengan ilmu kepandaian mereka yang tinggi, terkenal sebagai jagoan-jagoan. Tentu saja amat memalukan kalau sekarang mereka mengeroyok seorang gadis muda!

Yang merasa paling malu adalah Hong San. Dia biasanya menyombongkan dan mengandalkan ilmu-ilmunya, tentu saja ucapan yang amat menghina itu dirasakannya sebagai suatu tamparan keras pada mukanya. Mukanya yang tampan itu berubah, penuh kerut merut sehingga nampak buas dan kejam, matanya menjadi kemerahan pula, dengan lenyaplah senyumnya, hidungnya yang besar itu kembang kempis seperti hidung kuda, sinar matanya mencorong aneh dan tiba-tiba dia menangis! Tentu saja semua yang memandang dengan heran. Seperti seorang anak-anak yang ngambek, Hong San melangkah maju menghampiri Giok Cu dan berkata merengek.

"Kau... kau menghinaku... uhu-hu, kau menghinaku...!"

Giok Cu terkejut dan terheran, lalu tersenyum mengejek. "Engkau memang pantas dihina, engkau orang gila!"

Dan tiba-tiba saja pemuda itu tertawa bergelak! Sikap ini tentu saja membuat semua orang merasa seram. Ha-ha-ha, Nona Bu Giok Cu, kami mengajakmu baik-baik, engkau menolak malah menghina. Hemmm, terpaksa aku akan menggunakan kekerasan dan kalau engkau kalah olehku, berarti engkau menjadi tawananku dan engkau harus taat kepadaku, tunduk dan mentaati semua perintahku. Mengerti?"

"Can Hong San, kiranya engkau bukan saja pengecut besar, akan tetapi juga gila dan amat jahat. Engkau srigala berbulu domba, sungguh berbahaya sekali dan sudah menjadi kewajibanku untuk membasmi manusia iblis macam engkau. Majulah dan tidak perlu banyak cerewet lagi!"

Pada dasarnya, Giok Cu memang seorang gadis yang lincah dan pandai bicara, maka Hong San merasa kewalahan untuk saling serang melalui kata-kata. Akan tetapi dia melihat pedang tumpul di tangan gadis itu dan dia lalu menyimpan pedang dan sulingnya.

"Hemmm, Manis, lihat. Menghadapi pedang tumpul itu, aku tidak akan mengunakan senjata!"

Melihat ini, Giok Cu juga menyimpan kembali pedangnya. "Tak perlu berlagak, kaki tanganku juga cukup kuat untuk menghajarmu tanpa senjata!"

Giranglah hati Hong San bahwa dia berhasil memancing sehingga gadis itu mau berkelahi tanpa senjata. Dia tidak ingin melukai gadis ini, dan kalau mungkin dia akan menundukkannya tanpa melukai. Sayang kalau sampai kulit yang halus mulus itu lecet apalagi terluka berdarah. Dia sudah membayangkan bahwa malam ini tentu gadis itu akan berada dalam rangkulannya. Betapapun lihainya gadis itu, menghadapi mereka yang tiga belas orang banyaknya, mustahil ia akan mampu melepaskan diri!

Begitu Giok Cu berhenti bicara, tanpa banyak cakap lagi tiba-tiba Hong San sudah menerjang dengan tubrukan seperti seekor harimau menubruk seekor domba. Kedua tangannya mencengkeram dari kanan kiri ketika tubuhnya meloncat dan menerkam ke arah Giok Cu. Melihat cara penyerangan macam itu, Giok Cu tersenyum mengejek. Dikiranya ia gadis macam apa dapat diserang secara kasar seperti itu?

Dengan sigap ia menggeser tubuh ke kiri, lalu dari arah kanan tubuh lawan yang masih meloncat itu, mengirim pukulan bertubi dengan kedua tangan, yang kiri menghantam pelipis yang kanan menghantam lambung, kakinya menyusul gerakan itu dengan tendangan kilat!

Tentu saja Hong San terkejut bukan main. Dia telah keliru menilai lawan dan kini dia sendirilah yang menjadi sibuk bukan main. Tubuhnya masih di udara dan lawan telah mengirim serangan kilat bertubi. Dia sibuk mengelak menangkis, akan tetapi karena tubuhnya masih di udara, ketika tangannya menangkis tendangan, tubuhnya terpental jauh hampir saja dia terbanting kaiau dia tidak cepat berjungkir balik sampai lima kali!

Dia tidak terluka, akan tetapi terkejut setengah mati, dan dia pun marah. Tahulah dia sekarang bahwa Giok Cu adalah seorang gadis yang sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Sambil mengeluarkan suara menggereng nyaring dia sudah meloncat ke depan Giok Cu. Gerengan ini bukan sekedar yang dikeluarkan karena marah, melainkan suatu ilmu yang diwarisi dari ayahnya, yaitu yang disebut Sai-cu Ho-kang (Suara Auman Singa). Pengaruh dari gerengan ini hebat sekali sehingga sekali seekor singa menggereng, calon korbannya sudah menjadi lumpuh dan tidak mampu lari lagi!

Akan tetapi, sebagai seorang murid dari tokoh sakti Hek-bin Hwesio, tentu saja Giok Cu tidak terpengaruh oleh gerengan yang mengandung kekuatan khi-kang itu. Ia mengerahkan sin-kangnya dan hanya memandang dengan senyum simpul, seperti seorang dewasa melihat tingkah brengsek seorang anak-anak yang nakal. Hong San menyerang lagi, dan sekali ini karena dia tidak lagi memandang rendah lawan, serangannya hebat karena dia sudah mainkan ilmu silat Koai-liong-kun (Silat Naga Siluman). Kedua tangannya itu mencakar-cakar dan mengeluarkan suara bercicitan mengerikan.

Terkesiap juga Giok Cu melihat serangan kedua tangan yang dahsyat itu. Ia mengelak dengan langkah mundur menjauhkan jarak. Akan tetapi betapa kagetnya ketika tiba-tiba kedua tangan itu mulai panjang dan melanjutkan cakarannya yang tadi dielakkan dengan mundur sehingga tidak sampai. Kedua lengan pemuda itu dapat mulur. Hampir saja pundak Giok Cu terkena cakaran tangan Hong San dan sambil menangkis, ia sempat terhuyung.

Kesempatan ini dipergunakan oleh Hong San untuk mencoba mendesak gadis itu dengan jurus-jurus berikutnya dari ilmu silat Koai-liong-kun yang disertai ilmu dengan mulur itu. Giok Cu menjadi gemas. Pemuda itu mempergunakan ilmu dari golongan sesat. Biarpun sejak menjadi murid Hek-bin Hwesio ia tidak pernah lagi melatih ilmu-ilmu golongan hitam yang pernah ia pelajari dari Ban-tok Mo-li, akan tetapi menghadapi ilmu sesat dari lawan, ia pun menangkis sambil balas mencakar dan kini ia sudah mengerahkan ilmu dari Ban-tok Mo-li!

Kedua tangannya berubah kehitaman, terutama kuku jari tangannya. Kuku itu mengandung hawa beracun yang mematikan! Melihat itu, Hong San terbelalak. Kiranya gadis itu memiliki ilmu silat golongan sesat yang demikian dahsyat dan berbahaya. Dia maklum betapa berbahayanya kuku menghitam seperti itu dan sebentar saja dia sudah terdesak hebat dan selalu mengelak sambil berlompatan mundur dengan hati ngeri.

Karena tidak mampu lagi menahan desakan lawan, tanpa malu-malu lagi Hong San mencabut suling dan pedangnya, memutar kedua senjata ini, sulingnya memapaki lengan lawan dan menotok ke arah pergelangan, sedang pedangnya membabat ke arah leher!

"Tranggggg...!" Kembali Hong San terkejut karena begitu pedangnya bertemu dengan pedang buruk di tangan gadis itu yang menangkisnya, bunga api berpijar dan pedangnya terpental keras. Namun, dia sudah dapat mengatur keseimbangan tubuhnya dan kini dia menyerang dengan cepat dan gencar, mengeluarkan semua kepandaiannya dan mengerahkan seluruh tenaga karena Hong San kini yakin betapa lihainya gadis ini dan kalau dia tidak berhati-hati, tidak mengeluarkan seluruh yang ada padanya, Akan sukarlah baginya mencapai kemenangan.

Terjadilah perkelahian yang amat seru dan dahsyat. Semua orang yang berada di situ memandang bengong, kaget dan kagum melihat betapa gadis jelita itu bukan saja mampu menandingi Hong San, bahkan agaknya membuat pemuda perkasa itu kewalahan! Can Hong San adalah putera Cui-beng Sai-kong Can Siok, seorang datuk sesat, seorang yang bahkan memiliki ilmu hitam dan mendirikan aliran agama baru penyembah Thian-te Kwi-ong.

Hong San bukan saja telah mewarisi semua ilmu ayahnya, bahkan tingkatnya sudah melampaui ayahnya dan Jika pun dalam perkelahian antara ayah dan anak yang aneh telah berhasil membunuh Cui-beng Sai-kong! Hal ini saja sudah membuktikan bahwa Hong San amat lihai. Kalau saja lawannya, Bu Giok Cu, hanya menjadi murid Ban-tok Mo-li, mustahil gadis ini akan mampu menandingi Hong San. Bahkan andaikata Ban-tok Mo-li sendiri yang maju, iblis betina itu pun tidak akan mampu mengalahkan Hong San!

Akan tetapi, Giok Cu telah digembleng oleh Hek-bin Hwesio, seorang pendeta dan pertapa yang sakti. Ilmu-ilmu yang diberikan oleh Hek-bin Hwesio kepada gadis ini adalah ilmu-ilmu tingkat tinggi yang jauh lebih ampuh di bandingkan dengan ilmu-ilmu yang sesat seperti yang dipelajari Hong San.

Oleh karena itu, dalam penghimpunan tenaga murni pun Giok Cu masih lebih bersih dan masih menang setingkat. Apalagi ditambah bahwa Giok Cu pernah menjadi murid tokoh sesat, maka ia mengenal ciri-ciri ilmu yang dimainkan Hong San, atau setidaknya ia tidak akan kaget menghadapi tipu-muslihat dalam ilmu golongan hitam itu. Pedang di tangan Giok Cu boleh jadi amat kasar dan buruk, lagi tumpul. Namun itu bukanlah senjata sembarang saja, melainkan sebuah senjata pusaka yang amat ampuh.

Hek-bin Hwesio mengatakan kepada muridnya bahwa pedang itu disebutnya Seng-kang-kiam (Pedang baja Bintang) dan menurut dongengnya, pedang kuno itu terbuat dari baja yang terkandung dalam batu bintang yang turun dari langit! Pedang terbuat dari semacam baja yang teramat keras dan kuat dan agaknya itulah yang menyebabkan mengapa pedang itu tidak dapat dibuat dengan baik, melainkan kasar dan tumpul. Akan tetapi keras dan kuatnya sungguh luar biasa sekali sehingga setiap kali pedang di tangan Hong San bertemu dengan Seng-kang-kiam maka pedang pemuda itu terpental keras! Padahal, pedang yang dipergunakan pemuda itu pun bukan pedang biasa, melainkan pedang yang cukup ampuh, peninggalan dari Cui-beng Sai-kong.

Pertandingan itu semakin seru dan kini bayangan kedua orang itu lenyap terbungkus sinar pedang mereka, juga saking cepatnya gerakan mereka sehingga tubuh mereka hanya menjadi bayangan. Namun, sesungguhnya walaupun kelihatan seimbang, diam-diam Hong San mulai bermandi keringat dingin karena dia terdesak hebat dan beberapa kali hampir saja sinar pedang Seng-kang-kiam menyentuh tubuhnya. Dengan penasaran dan juga marah, tiba-tiba dia mengeluarkan suara melengking dan tubuhnya nampak melayang ke atas. Giok Cu juga loncat dan mereka mengadu senjata udara.

"Tranggg...! Trakkk!!"

Keduanya melayang turun dan ternyata suling di tangan Hong San telah remuk bertemu dengan pedang tumpul. Pemuda ini membalik dan memandang lawan dengan marah, lalu dia mengeluarkan suara melengking lagi, tubuhnya meloncat ke atas seperti seekor burung garuda hendak menyambar mangsanya. Namun, Giok Cu juga meloncat ke atas menyambut serangan itu dan kembali terdengar suara nyaring bertemunya pedang diikuti percikan bunga api. Ketika keduanya turun, semua orang melihat betapa pundak Hong San berdarah, bajunya robek. Dia telah terluka karena pundak kirinya diserempet pedang yang nyaris membabat leher tadi!

Dengan wajah pucat Hong San memandang lawannya, keringat membasahi dahinya. Hampir dia tidak dapat menerima kenyataan ini. Dia telah dikalahkan oleh seorang perempuan! Seorang gadis muda. Hampir tak masuk akal ini! Akan tetapi dia pun amat cerdik. Dia tahu bahwa kalau dilanjutkan, dia pasti akan kalah, bahkan bukan mustahil dia akan roboh dan tewas di tangan gadis cantik jelita yang amat lihai itu. Tanpa malu-malu lagi dia menoleh kepada para pimpinan Pouw-beng-pang dan sekutunya.

"Kawan-kawan, mari kita bunuh mata-mata pemerintah ini!"

Kim-bwe-eng Gan Lok memberi isyarat kepada kawan-kawannya, lalu dia sendiri sudah mengeluarkan senjatanya yang nampak dahsyat, yaitu sebatang golok yang berkilauan saking tajamnya, dan pada gagang golok itu terpasang tantai. Mula-mula, begitu tangan kanannya memegang golok, tangan kirinya tiba-tiba bergerak ke arah pinggangnya dan begitu tangan itu membuat sentakan tiba-tiba tiga batang Hui-to (pisau terbang) menyambar ke arah leher, dada dan perut Giok Cu!

Pisau-pisau terbang itu menjadi tiga sinar emas yang meluncur cepat dan mengeluarkan bunyi berdesing. Bukan main berbahayanya serangan itu dan nama besar ketua ini pun karena pisau-pisau terbangnya. Pisau itu berbentuk ekor burung garuda kuning emas.

Biarpun ia bersikap tenang dan waspada, tak urung Giok Cu terkejut juga ketika ada tiga sinar meluncur cepat menyambar tubuhnya di tiga bagian itu. Namun, dengan cekatan, ia memutar pedang tumpulnya menjadi gulungan sinar seperti perisai lebar menutupi tubuhnya. Terdengar suara berdentingan dan tiga buah Hui-to (pisau terbang) itu pun terpental ke kanan kiri.

Akan tetapi pada saat itu, sinar putih yang terang menyilaukan telah menyambar dari depan. Kembali Giok Cu harus memutar pedangnya menangkis. Belum pernah berhadapan dengan senjata golok sepert itu, dapat disambitkan seperti golok terbang dan kalau ditangkis lawan atau dielakkan, golok itu dapat ditarik kembali dengan rantai yang diikatkan pada gagangnya. Sungguh merupakan senjata yang berbahaya sekali.

Pada saat itu, Kim-kauw-pang Pouw In Tiong juga sudah maju menyerang, dan berturut-turut ketiga orang Kim-bwe-houw dan para pembantu lain ikut mengeroyok, hanya Yalami Cin yang berdiri bertolak pinggang dan hanya menjadi penonton. Dia adalah seorang suku Hui, bahkan menjadi kepala suku bangsa. Seperti lajimnya, para kepala suku adalah orang-orang yang tinggi hati dan menganggap diri sendiri sebagai raja.

Oleh karena itu, dia merasa amat rendah kalau harus mengeroyok seorang wanita, mengandalkan demikian banyaknya orang yang terdiri dari laki-laki yang menjadi pemimpin dan yang kesemuanya memiliki ilmu kepandaian tinggi. Juga, dia rasa yakin bahwa dikeroyok belasan orang yang demikian lihainya, sudah pasti bahwa gadis itu akan kalah dan dapat dirobohkan.

Dugaan Yalami Cin memang tidak berlebihan. Betapapun lihainya Giok Cu betapapun ampuhnya pedang Seng-kan kiam di tangannya itu, menghadapi pengeroyokan demikian banyaknya lawan yang rata-rata memiliki kepandaian tinggi membuat ia repot bukan main. Masih untung baginya bahwa ia tadi mempergunakan perhitungan tepat, yaitu sudah khawatir akan terjadinya pengeroyokan sehingga ia memilih tempat yang penuh pohon itu, bukan di tempat terbuka. Kalau ia harus menghadapi pengeroyokan seperti itu di tempat terbuka, tentu tidak akan mampu bertahan terlalu lama.

Akan tetapi, dengan adanya pohon-pohon itu, ia dapat menyelinap di antara pohon-pohon dan pengeroyokan itu tidak dapat terlalu ketat karena tubuhnya terlindung dari serangan yang datang dari belakang pohon. Dan ia memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang baik sekali membuat tubuhnya bagaikan seekor tupai saja berloncatan dan menyelinap di antara pohon-pohon dan berputaran di situ. Dengan akal seperti itu, untuk sementara ia mampu mempertahankan diri, bahkan mampu kadang-kadang membalas serangan para pengeroyok. Akan tetapi agaknya tidak ada kemungkinan sama sekali baginya untuk meloloskan diri dari kepungan.

Hong San sudah mulai tertawa-tawa lagi dengan senang. "Nona manis, lebih baik engkau menyerah dengan tubuh yang mulus dan utuh daripada harus menyerah dengan tubuhmu hancur menjadi bahan bakso!"

Akan tetapi, Giok Cu menjawab ejekan ini dengan tusukan kilat dari balik pohon yang membuat Hong San harus cepat meloncat ke belakang. Giok Cu tidak mampu mengejar karena begitu ia muncul dari balik pohon itu, empat batang senjata yang sudah siap telah menyambarnya dari berbagai penjuru, la meloncat dan cepat menyelinap kembali ke balik sebatang pohon besar, menghadapi serangan tiga orang pengeroyok lain dan bagian belakangnya terlindung sebatang pohon yang besar.

Biarpun keadaan tempat perkelahian yang penuh pohon-pohon besar itu membantunya, tetap saja Giok Cu terdesak terus dan tidak mungkin dapat melepaskan diri dari kepungan yang ketat, keadaannya berbahaya sekali karena dianggap sebagai mata-mata pemerintah yang harus dibunuh, karena kalau tidak akan merupakan bahaya besar bagi persekutuan pemberontak itu.

"Tring-tring-tranggg...!"

Kembali Giok Cu berhasil menangkis dan memukul runtuh tiga batang pisau terbang yang dilontarkan Kim-bwe-eng Gan Lok, pang-cu dari Pouw-beng-pang. Pada saat itu dua batang golok menyambar dari kanan kiri dan sebatang pedang menusuk dari depan. Giok Cu yang berdiri membekangi pohon besar, segera memutar tubuhnya. Kembali terdengar suara dentingan nyaring dan nampak bunga berpijar ketika pedangnya berhasil menangkis tiga serangan itu sekaligus. Akan tetapi ketika ia menyelinap ke belakang pohon, ia agak terhuyung karena kakinya tersandung akar pohon.

Kesempatan ini dipergunakan oleh Can Hong untuk menyerangnya dengan capingnya yang lebar. Caping itu dilontarkannya, berpusing dan menuju ke arah Giok Cu. ketika gadis itu menggerakkan pedangnya menangkis, caping itu terpental akan tetapi pada saat itu, pedang di tangan Hong San sudah menusuk ke arah tenggorokan. Giok Cu terkejut akan tetapi masih sempat merendahkan tubuh dan miring.

"Srttttt!" Bajunya di pundak kiri robek dan pundaknya terluka sedikit, lecet dan berdarah. Akan tetapi, karena terlalu bersemangat dalam penyerangan, pedang di tangan Hong San yang menyerempet pundak itu menancap pada batang pohon. Selagi Giok Cu hendak mempergunakan kesempatan ini untuk menyerang, dari kanan kiri sudah datang dengan bertubi lagi sehingga terpaksa, ia mengurungkan niatnya menyerang Hong San dan sebaliknya ia meloncat lagi ke pohon lain di mana kembali ia telah diserbu. Giok Cu menjadi sibuk sekali ini ia sudah mulai merasa lelah.

Tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dan muncul seorang pemuda tinggi besar yang berpakaian sederhana. Tangannya memegang sebatang ranting kayu, akan tetapi begitu dia memutar ranting kayu itu menyerang tiga orang yang sedang mendesak Giok Cu, tiga orang itu terhuyung ke belakang karena dari ranting kayu itu menyambar hawa pukulan dahsyat sedangkan ujung ranting nampak berubah menjadi belasan batang menyambar-nyambar dengan totokan maut ke arah jalan darah di tubuh mereka.

"Nona, cepat lari... naik ke atas pohon!" kata Pemuda Tinggi Besar itu sambil memutar tongkatnya melindungi. Begitu tongkat diputar, timbul angin yang dahsyat dan terdengar suara bersiutan mengejutkan.

Giok Cu baru sadar bahwa jalan satu-satunya memang melarikan diri lewat pohon-pohon itu. Mengapa tadi ia tidak memikirkan hal itu? Pohon-pohon di situ besar dan bagian atasnya seperti sambung-menyambung, maka dengan jalan berloncatan dari pohon ke pohon, lebih besar harapan untuk melarikan diri. Karena ia sudah merasa kewalahan menghadapi pengeroyokan orang sedemikian banyaknya dan kesemuanya lihai, tanpa berpikir panjang lagi Giok Cu segera mengerahkan gin-kangnya dan tubuhnya sudah melayang ke atas pohon!

Sementara itu, pemuda tinggi besar itu sudah mengamuk. Tongkatnya berubah menjadi gulungan sinar kehijauan yang menerjang ke sana-sini, menutup jalan bagi para pengeroyok yang hendak melakukan pengejaran terhadap Giok Cu. Sementara itu, melihat pemuda ini, Hong San terkejut sekali. Inilah pemuda yang pernah menggagalkan dia memperkosa ibu muda yang cantik manis itu, dan ini pula orang yang menggagalkan perampokan atas diri Liu Tai-jin. Karena dia sudah merasakan kelihaian pemuda tinggi besar itu, maka dia pun berseru lantang.

"Bunuh dia! Dia antek Liu Tai-jin dari kota raja!"

Mendengar ini, mereka yang tadi mengeroyok Giok Cu kini maju mengepung pemuda tinggi besar itu. Pemuda itu agaknya juga tidak ingin melawan melainkan hanya ingin menyelamatkan Giok Cu. Buktinya, dia yang tadi mutar tongkatnya, setelah melihat gadis itu melayang naik ke atas pohon, dia segera meloncat naik ke atas pohon dengan gerakan yang indah dan cepat.

"Kejar! Bunuh dia!" Hong San berseru akan tetapi pada saat itu, terdengar suara Yalami Cin yang berteriak lantang.

"Jangan kejar! Kalau kalian memusuhi Huang-ho Sin-liong, kami suku bangsa Hui tidak akan mau bekerja sama lagi!!

Mendengar ucapan ini, Kim-bwe-Gan Lok cepat berteriak. "Saudara sekalian, jangan kejar. Biarkan dia pergi!

Hong San mengerutkan alisnya, akan tetapi dalam keadaan seperti itu tidak berani menentang keputusan pang-cu, apalagi mendengar ucapan kepala suku Hui. Hanya diam-diam dia merasa tidak setuju sama sekali.

"Gan Pangcu, sudah jelas bahwa orang itu adalah pembantu Liu Tai-jin kota raja, kenapa dia dibiarkan pergi?" tanyanya, penasaran dan mendengar pertanyaan itu, Kim-bwe-eng Gan Lok memandang kepada Yalami Cin, seolah-olah pertanyaan itu dia operkan kepada kepala suku bangsa Hui itu.

Yalami Cin maklum bahwa semua orang memandang kepadanya dan mengharapkan jawabannya, maka dia pun berkata dengan suara angkuh. "Aku, Yalami Cin, kepala suku Hui yang mempunyai hampir sepuluh ribu orang pengikut, selamanya tidak akan mau memusuhi Huang-ho Sin-liong. Kami berani tanggung bahwa dia bukanlah kaki tangan pemerintah, bukan pula antek pembesar korup. Huang-ho Sin-liong adalah seorang pendekar yang selalu membela rakyat, dan entah sudah berapa rakyat kami yang menerima pertolongannya dari tangan penjahat-penjahat. Oleh karena itu, sungguh tidak mungkin kalau kami harus memusuhinya!"

Gan Pangcu mengangguk-angguk. "Kami pun pernah mendengar nama besarnya sebagai seorang patriot dan pendekar besar. Nah, Saudara Can, sekarang sudah jelas mengapa kami tidak mengejar Huang-ho Sin-liong. Agaknya engkau membencinya, akan tetapi kita harus mendahulukan kepentingan perjuangan daripada kepentingan pribadi. Mari kita kembali dan melanjutkan pembicaraan di sana."

Mereka semua kembali ke sarang gerombolan itu untuk mengadakan perundingan dan menentukan langkah selanjutnya. Biarpun hatinya tidak puas karena Giok Cu dapat meloloskan diri namun Hong San yang mengharapkan kedudukan dan kemuliaan, ikut pula dengan mereka dan sejak hari itu dia di terima sebagai anggauta pimpinan, bahkan dijadikan pembantu utama Gan Pang cu karena dia memiliki ilmu kepandaia paling lihai di antara para pembantu lainnya.

Ketika dia ikut bersama ketua Pouw-beng-pang dan para pembantunya, dia teringat kepada Bu Giok Cu dan diam-diam dia mengambil keputusan bahwa setelah dia memperoleh kedudukan yang baik, dia tentu akan berusaha menyebar penyelidik dan mencari di mana adanya wanita yang lihai akan tetapi juga cantik jelita dan terutama sekali yang telah menjatuhkan hatinya itu.

********************

Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Mereka berloncatan turun dari pohon, kemudian melanjutkan lari dengan cepat sekali seperti dua orang yang sedang berlomba lari, meninggalkan hutan itu dan mendaki bukit, bahkan melewati puncak dan turun lagi di sebelah sana bukit. Keduanya mengerahkan tenaga dan Gin-kang (ilmu meringankan tubuh), seolah-olah sudah bersepakat tanpa kata untuk mengadu lari. Keduanya merasa heran dan juga kagum karena betapapun mereka mengerahkan seluruh tenaga, ternyata mereka tetap saja lari berdampingan, tidak ada yang kalah atau menang.

Keduanya berhenti, atau Giok Cu yang berhenti terlebih dahulu dan pemuda tinggi besar itu pun berhenti. Tubuh Giok Cu bermandi peluh akan tetapi pemuda itu hanya berkeringat sedikit saja di dahinya. Hal ini tidak aneh, karena tadi Giok Cu telah memeras tenaga ketika menghadapi pengeroyokan. Mereka berdiri, dalam jarak empat meter, saling pandang dengan penuh selidik.

Pemuda itu yang bukan lain adalah Si Han Beng tidak memperlihatkan kekagumannya. Seorang gadis yang cantik jelita dan tadi dia sudah melihat sendiri betapa lihainya gadis itu menghadapi pengeroyokan belasan orang yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi. Bahkan dia sudah merasakan sendiri betapa hebatnya ilmu berlari cepat gadis ini.

Di lain pihak Giok Cu juga memandang dengan penasaran dan heran. Dia mengenal pemuda tinggi besar yang telah menyelamatka Liu Tai-jin ketika kereta pembesar itu dikeroyok banyak orang, bahkan ia sendiri sudah pernah berkelahi selama beberapa jurus melawan pemuda itu ketika la membantu Hong San yang terdesak oleh pemuda tinggi besar ini.

"Aneh...!" Tepat keduanya mengeluarkan kata ini, seperti diatur dan dalam waktu yang bersamaan.

"Apanya yang aneh, Nona?" tanya Han Beng.

"Engkau juga mengatakan aneh. Jelaskan dulu mengapa engkau mengatakan aneh, apanya yang aneh, baru nanti akan kujawab pertanyaanmu," kata Giok Cu.

Han Beng tersenyum dan tidak merasa tersinggung. Biarpun belum banyak pengalamannya dengan wanita, namun sudah beberapa kali dia bergaul dengan wanita dan mulai mengenal watak umum dari makhluk ini. Lembut, menarik, menyembunyikan kekuatan dalam tubuh yang nampak lemah, ingin dimanja, ingin dipentingkan, selalu ingin menang!

"Nona, aku merasa aneh dan heran sekali melihat engkau dikeroyok mereka tadi. Bukankah tadi ketika mereka hendak merampok kereta Liu Tai-jin, engkau membantu mereka dan bahkan ikut menyerangku? Mengapa keadaannya kini menjadi terbalik?"

"Aku juga merasa aneh dan heran melihat engkau. Bukankah tadi engkau menjadi kaki tangan dan pelindung Liu Tai-jin, pembesar korup itu? Dan mengapa pula sekarang engkau membantu aku?"

Kembali Han Beng tersenyum. Pertanyaan dibalas pertanyaan pula, tanpa menjawab pertanyaannya lebih dulu. Bukan main gadis ini dan agaknya memang perlu diberi keterangan yang jelas karena melihat sikapnya dan kata-katanya, agaknya gadis ini menganggap Liu Tai-jin sebagai seorang pembesar korup.

"Ah, kiranya Nona salah sangka sama sekali. Liu Tai-jin bukanlah seorang pembesar korup. Dia adalah utusan Kaisar, dia seorang petugas dari istana yang melakukan penelitian dan penyelidik tentang pelaksanaan pengumpulan tenaga kerja untuk membuat terusan dan..."

"Hemmm, seperti aku tidak mengerti saja!" kata Giok Cu galak, memotong ucapan Han Beng. "Aku sudah mengenal baik isi perut pembesar daerah. Mereka memaksa rakyat untuk dijadikan pekerja paksa tanpa bayaran, dan biaya untuk itu masuk ke kantung mereka sendiri! Aku tahu bahwa Liu Tai-jin datang dari kota raja untuk mengadakan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pengumpulan tenaga kerja itu di daerah Siong-an, di istana Can Tai-jin melakukan korupsi besar-besaran dan memaksa rakyat jelata untuk bekerja tanpa bayaran. Aku menyaksikan sendiri dalam rumah makan itu betapa Cang Tai-jin telah menyerahkan sepeti emas permata dan dua orang gadis remaja sebagai suapan kepada Liu Tai-Jin. Pembesar makan sogokan macam itu yang kaukatakan bukan seorang pembesar korup?"

"Aku tidak menyalahkan kalau engkau salah paham, Nona. ketahuilah, Liu Tai-jin adalah seorang pembesar yang jujur dan tegas dalam menindak para pembesar daerah yang korup. Seluruh perjalanannya dari kotaraja kedaerah-daerah, sudah dikenal orang dan entah berapa banyaknya pembesar korup yang telah ditindaknya. Tentu saja engkau menganggap dia seorang pembesar yang mau menerima sogokan. Akan tetapi ketahuilah bahwa kalau dia menerima peti harta dan dua orang gadis itu, hanya diterima untuk dijadikan bukti penyelewengan Cang Tai-jin! Dia tidak mungkin dapat menindak Cang Tai-jin tanpa bukti, dan sogokan itulah buktinya!"

"Ahhh...!" Giok Cu benar terkejut mendengar ini, hal yang sama sekali tidak pernah disangkanya. "Tapi... bagaimana dengan dua orang gadis remaja itu? Aku tadinya hanya ingin membebaskan mereka."

"Jangan khawatir, mereka diperlakukan dengan baik dan terhormat. Liu Ta-jin maklum bahwa mereka pun sama sekali tidak berdaya karena mereka dari keluarga miskin yang sudah dijual kepada Cang Tai-jin. Mereka akan diajukan sebagai saksi kelak kalau Pembesar Cang itu ditindak."

"Akan tetapi, kalau sudah jelas Pembesar Cang itu melakukan penyelewengan, mengapa tidak terus ditangkap dan ditindak saja? Bukankah Liu Tai-jin memiliki wewenang dan kekuasaan."

"Hal itu belum dilakukan, Nona, karena ada hal-hal lain yang sedang diselidiki oleh Liu Tai-jin," kata Han Beng dan tentu saja dia tidak berani bercerita tentang tugasnya menyelidiki desas-desus tentang terlibatnya Cang Tai-jin dalam gerombolan pemberontak.

"Kau maksudkan dengan hal-hal lain itu apakah gerombolan pemberontak yang dipimpin perkumpulan Pouw-beng-pang itu?"

Han Beng terkejut dan wajahnya berseri mendengar ini. Ah, benar juga. Gadis ini agaknya mengetahui banyak tentang pemuda bercaping lebar itu dan tentang orang-orang yang mengadakan persekutuan untuk menentang pemerintah! Penyelidikan yang dilakukan untuk membantu Liu Tai-jin akan menjadi mudah kalau dia memperoleh keterangan dari gadis ini.

"Ah, kiranya Nona tahu akan hal itu? Aku telah menceritakan semuanya, Nona, maka kuharap sukalah kiranya Nona juga menceritakan tentang mereka, tentang mengapa Nona yang tadinya bekerjasama dengan mereka kini tiba-tiba saja kulihat dikeroyok oleh mereka yang agaknya berusaha keras untuk membunuhmu."

"Nanti dulu," kata Giok Cu, masih belum merasa puas. "Engkau baru menceritakan tentang Liu Tai-jin, akan tapi belum bercerita tentang dirimu. Apakah engkau petugas pemerintah yang membantu Liu Tai-jin?"

Han Beng menggelengkan kepala. "Sama sekali bukan, Nona. Bahkan baru sekarang aku bertemu dengan pembesar itu, yaitu ketika keretanya dihadang."

"Kalau bukan apa-apanya, mengapa pula engkau membelanya mati-matian ketika keretanya diserbu?" Berkata demikian, Giok Cu menatap wajah pemuda itu dengan pandang mata tajam menyelidik. Diam-diam ia kagum. Wajah pemuda mungkin tidak setampan wajah Hong San yang pesolek, akan tetapi cukup ganteng dan gagah sekali, penuh kejantanan.

"Nona, aku akan menbela siapa saja yang berada di pihak benar, menantang kejahatan dan membela mereka yang terancam bahaya oleh kekerasan orang lain. karena itulah, melihat betapa kereta pembesar itu terancam bahaya, padahal itu sudah mendengar bahwa pembesar itu seorang petugas yang jujur dan adil, aku segera membantunya. Demikian pula melihat engkau, seorang wanita, dikeroyok belasan orang itu, aku pun segera turun tangan membantumu."

Giok Cu tersenyum, senyum yang agak sinis. "Hemmm, kalau begitu aku berhadapan dengan seorang pendekar besar ya? Siapa tadi? Kepala suku Hui itu menyebutmu Huang-ho Sin-liong, betapa gagahnya julukan itu...!"

Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 34

Giok Cu melakukan perjalanan perlahan-lahan meninggalkan sarang perkumpulan Pouw-beng-pang itu. Banyak hal yang membuat ia termenung. Pertama ia teringat kepada Can Hong San. Seorang pemuda yang hebat, pikirnya. Ilmu silatnya lihai bukan main, juga amat cerdik seperti telah dilihatnya ketika melawan tokoh-tokoh Pouw-beng-pang.

Sayang bahwa pemuda seperti itu kini terlibat dalam kelompok yang agaknya hendak memberontak terhadap pemerintah pikirnya, la merasa menyesal mengapa ia tidak dapat mencegah pemuda itu melibatkan diri. Akan tetapi hal itu bukan urusannya, pikirnya. Betapapun juga, ada perasaan kecewa dan menyesal melihat pemuda itu kini bersekutu dengan pemberontak, la sudah mulai tertarik kepada pemuda yang tampan dan gagah perkasa itu.

Kemudian, peristiwa pertempuran dalam hutan itu terbayang kembali dan teringatlah ia kepada lawan yang tangguh itu. Seorang pemuda tinggi besar yang amat gagah perkasa! Betapa lihainya pemuda itu, yang mampu menahan pengeroyokan ia dan Hong San! Jelaslah bahwa pemuda tinggi besar yang melindungi pembesar Liu itu adalah seorang yang benar-benar sakti!

Bahkan Can Hong San sendiri kewalahan menghadapinya. Padahal, pemuda tinggi besar itu hanya mempergunakan senjata sabuk saja, bahkan kemudian diganti sebatang ranting kayu sebagai tongkat. Ilmu tongkat yang amat aneh akan tetapi juga lihai bukan main. Sayang bahwa pemuda segagah itu hanya menjadi antek seorang pembesar korup yang makan sogok seperti Liu Tai-jin!

Hal ini mengingatkan ia akan dua orang gadis yang oleh Cang Tai-jin diberikan sebagai suapan kepada Liu Tai-jin dan hati Giok Cu menjadi panas sekali. Kalau tidak ada pemuda tinggi besar itu, tentu ia sudah berhasil membebaskan dua orang gadis itu. Sekarang entah bagaimana nasib dua orang gadis remaja yang bernasib malang itu.

Hemmm, kalau ia bertemu lagi dengan pemuda tinggi besar yang meng gagalkan pertolongannya kepada dua orang gadis itu, tentu akan ditantangnya berkelahi sampai dia berhasil merobohkannya! Kemudian ia teringat bahwa Orang-orang Hui menyebutnya Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Kuning)! Sayang, pikirnya dengan hati menyesal. Mengapa ketika berada di perkumpulan Houw-beng-pang tadi ia tidak mencari keterangan lebih jelas tentang Huang-ho Sin-liong itu?

Tiba-tiba gadis perkasa itu menahan langkah kakinya dan memiringkan sedikit kepalanya karena ia mengerahkan pendengarannya. Ada tertangkap oleh telinganya yang amat peka itu suara kaki banyak orang berlari ke arahnya dari belakang. Ia tidak menyangka buruk, akan tetapi sebagai seorang gadis ahli silat yang berkelana di dunia kang-ouw seorang diri, ia harus selalu berhati-hati.

Melihat betapa ia berada di tempat terbuka, tempat yang berbahaya bagi seseorang kalau menghadapi pengeroyokan, dan melihat betapa tak jauh di depan ada sebuah hutan kecil yang penuh dengan pohon besar, ia pun lalu berloncatan lari ke depan, memasuki hutan kecil lalu menanti di situ karena bukan maksudnya untuk melarikan diri.

Ia hanya ingin berhati-hati. Kalau sampai bahaya dan ia dikeroyok banyak orang jauh lebih baik kalau ia berada di antara pohon-pohon daripada kalau ia berada tempat terbuka, di mana para pengeroyok akan lebih leluasa.

Tak lama kemudian nampaklah serombongan orang, belasan orang yang berlari cepat melalui tempat terbuka tadi. Memandang heran ketika melihat bahwa mereka itu bukan lain adalah Can Hong San yang diikuti oleh para pimpin Pouw-beng-pang dan sekutu mereka! Semua berjumlah tiga belas orang. Can Hong San, Kim-bwe-eng Gan Lok ketua perkumpulan itu, Kim-kauw-pang Pouw Tiong wakilnya, tiga orang Kim-bwe Sam-houw, Yalami Cin, dan enam orang lainnya.

Dan melihat cara mereka berlari, jelas bahwa mereka semua memiliki tingkat kepandaian silat yang tinggi. Karena melihat bahwa mereka adalah orang-orang yang baru saja ditinggalkann dalam suasana yang bersahabat, tidak ada kecurigaan dalam hati Giok Cu dan ia pun cepat bangkit dan berdiri memandang mereka.

"Nona, Bu, tunggu dulu...!" terdengar Can Hong San berseru dan tiga belas orang itu segera berlarian menghampirinya.

Mendengar ucapan itu dan melihat sikap mereka, diam-diam Giok Cu merasa heran. Kiranya mereka itu agaknya memang sengaja mengejarnya! "Ada keperluan apakah kalian menyusulku?" tanyanya dengan sikap tenang, namun penuh waspada karena ia mulai merasa curiga.

"Nona Bu Giok Cu, kami sengaja mengejarmu karena sekali lagi kami mengharap agar engkau suka membantu perjuangan kami. Nona, kami membutuhkan bantuanmu dan demi kepentingan rakyat jelata, kuharap engkau suka menerima uluran tanganku dan membantu kami, bekerja sama dengan kami, Nona." Pemuda itu tersenyum manis dan pandang matanya penuh gairah.

Giok Cu mengerutkan alisnya. Ia bukanlah gadis yang masih hijau. Sama sekali tidak. Biarpun ia masih muda, namun ia adalah bekas murid Ban-tok Mo-li! Selama lima tahun ia digembleng oleh datuk sesat itu dan ia hidup dikalangan golongan hitam sehingga tentu saja ia sudah terbiasa oleh sikap pura-pura dan palsu dan mudah saja ia mengenal sikap pura-pura ini. Maka, melihat senyum dan pandang mata Hong San, diam-diam ia terkejut dan muak. Kiranya pemuda ini memiliki niat yang cabul terhadap dirinya! Hal itu mudah saja dapat ia ketahui melalui pandangan mata dan senyum itu.

"Hemmm, Saudara Can Hong San, sungguh engkau aneh sekali. Bukankah disana tadi sudah kukatakan dengan jelas bahwa aku tidak mau terlibat dengan urusan kalian? Aku mempunyai tugas pribadi yang penting, dan aku tidak mau bekerja sama dengan kalian. Jelaskah? Gadis berwajah cantik jelita yang miliki watak lincah itu, tersenyum mengejek sambil menatap tajam wajah Hong San.

"Aih, Nona yang baik. Kenapa engkau berkeras menolak? Ketahuilah, kalau engkau menolak, terpaksa kami menahan engkau pergi meninggalkan tempat ini!"

Sepasang mata bintang itu terbelalak, namun sinarnya seperti mencorong karena ia mulai marah. "Alasannya?" tanyanya singkat.

"Kami mencurigai bahwa tugas pribadimu itu bukan lain adalah tugasmu sebagai mata-mata pemerintah! Siapa tahu engkau ini diam-diam merupakan kaki tangan para pembesar, seperti pemuda tinggi besar yang melindungi Liu Taijin itu."

Tiba-tiba Giok Cu tertawa, suara tawanya lirih dan sopan, namun ia tertawa bebas, tidak malu-malu dan tertahan seperti kebiasaan para gadis. Hal ini adalah karena ia pernah hidup seperti liar bersama guru pertamanya, yaitu Ban-tok Mo-li. Setelah tertawa, ia pun berkata dengan suara lantang.

"Bagus, bagus! Sungguh alasan yang dicari-cari. Katakan saja, Can Hong San, bahwa engkau hendak menjual lagak didepan orang-orang ini, dan katakan saja engkau menantang aku! Hemmm, jangan kau kira aku takut menghadapi pedang, suling, dan capingmu itu! Majulah!" Giok Cu sudah meloncat ke belakang dan mencabut pedangnya.

Melihat pedang gadis itu, semua orang hampir mentertawakannya. Sebatang pedang tumpul! Pedang yang kuno, buruk dan tumpul, bagaimana pedang macam itu dapat diandalkan sebagai senjata? Untuk mengiris mentimun pun agaknya tidak akan tembus! Para pimpinan Pouw-beng-pang sudah siap untuk mengeroyok dan melihat ini, kembali Giok Cu tertawa mengejeki.

"Heh-heh, kiranya yang bernama Can Hong San hanyalah banyak lagak dan seorang pengecut besar, beraninya mengandalkan keroyokan. Cih, kalian ini belasan orang laki-laki pengecut tak tah malu!"

Tiga belas orang itu saling pandang dan muka mereka berubah merah. Bagaimanapun juga, mereka adalah orang-orang yang terkenal dengan ilmu kepandaian mereka yang tinggi, terkenal sebagai jagoan-jagoan. Tentu saja amat memalukan kalau sekarang mereka mengeroyok seorang gadis muda!

Yang merasa paling malu adalah Hong San. Dia biasanya menyombongkan dan mengandalkan ilmu-ilmunya, tentu saja ucapan yang amat menghina itu dirasakannya sebagai suatu tamparan keras pada mukanya. Mukanya yang tampan itu berubah, penuh kerut merut sehingga nampak buas dan kejam, matanya menjadi kemerahan pula, dengan lenyaplah senyumnya, hidungnya yang besar itu kembang kempis seperti hidung kuda, sinar matanya mencorong aneh dan tiba-tiba dia menangis! Tentu saja semua yang memandang dengan heran. Seperti seorang anak-anak yang ngambek, Hong San melangkah maju menghampiri Giok Cu dan berkata merengek.

"Kau... kau menghinaku... uhu-hu, kau menghinaku...!"

Giok Cu terkejut dan terheran, lalu tersenyum mengejek. "Engkau memang pantas dihina, engkau orang gila!"

Dan tiba-tiba saja pemuda itu tertawa bergelak! Sikap ini tentu saja membuat semua orang merasa seram. Ha-ha-ha, Nona Bu Giok Cu, kami mengajakmu baik-baik, engkau menolak malah menghina. Hemmm, terpaksa aku akan menggunakan kekerasan dan kalau engkau kalah olehku, berarti engkau menjadi tawananku dan engkau harus taat kepadaku, tunduk dan mentaati semua perintahku. Mengerti?"

"Can Hong San, kiranya engkau bukan saja pengecut besar, akan tetapi juga gila dan amat jahat. Engkau srigala berbulu domba, sungguh berbahaya sekali dan sudah menjadi kewajibanku untuk membasmi manusia iblis macam engkau. Majulah dan tidak perlu banyak cerewet lagi!"

Pada dasarnya, Giok Cu memang seorang gadis yang lincah dan pandai bicara, maka Hong San merasa kewalahan untuk saling serang melalui kata-kata. Akan tetapi dia melihat pedang tumpul di tangan gadis itu dan dia lalu menyimpan pedang dan sulingnya.

"Hemmm, Manis, lihat. Menghadapi pedang tumpul itu, aku tidak akan mengunakan senjata!"

Melihat ini, Giok Cu juga menyimpan kembali pedangnya. "Tak perlu berlagak, kaki tanganku juga cukup kuat untuk menghajarmu tanpa senjata!"

Giranglah hati Hong San bahwa dia berhasil memancing sehingga gadis itu mau berkelahi tanpa senjata. Dia tidak ingin melukai gadis ini, dan kalau mungkin dia akan menundukkannya tanpa melukai. Sayang kalau sampai kulit yang halus mulus itu lecet apalagi terluka berdarah. Dia sudah membayangkan bahwa malam ini tentu gadis itu akan berada dalam rangkulannya. Betapapun lihainya gadis itu, menghadapi mereka yang tiga belas orang banyaknya, mustahil ia akan mampu melepaskan diri!

Begitu Giok Cu berhenti bicara, tanpa banyak cakap lagi tiba-tiba Hong San sudah menerjang dengan tubrukan seperti seekor harimau menubruk seekor domba. Kedua tangannya mencengkeram dari kanan kiri ketika tubuhnya meloncat dan menerkam ke arah Giok Cu. Melihat cara penyerangan macam itu, Giok Cu tersenyum mengejek. Dikiranya ia gadis macam apa dapat diserang secara kasar seperti itu?

Dengan sigap ia menggeser tubuh ke kiri, lalu dari arah kanan tubuh lawan yang masih meloncat itu, mengirim pukulan bertubi dengan kedua tangan, yang kiri menghantam pelipis yang kanan menghantam lambung, kakinya menyusul gerakan itu dengan tendangan kilat!

Tentu saja Hong San terkejut bukan main. Dia telah keliru menilai lawan dan kini dia sendirilah yang menjadi sibuk bukan main. Tubuhnya masih di udara dan lawan telah mengirim serangan kilat bertubi. Dia sibuk mengelak menangkis, akan tetapi karena tubuhnya masih di udara, ketika tangannya menangkis tendangan, tubuhnya terpental jauh hampir saja dia terbanting kaiau dia tidak cepat berjungkir balik sampai lima kali!

Dia tidak terluka, akan tetapi terkejut setengah mati, dan dia pun marah. Tahulah dia sekarang bahwa Giok Cu adalah seorang gadis yang sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Sambil mengeluarkan suara menggereng nyaring dia sudah meloncat ke depan Giok Cu. Gerengan ini bukan sekedar yang dikeluarkan karena marah, melainkan suatu ilmu yang diwarisi dari ayahnya, yaitu yang disebut Sai-cu Ho-kang (Suara Auman Singa). Pengaruh dari gerengan ini hebat sekali sehingga sekali seekor singa menggereng, calon korbannya sudah menjadi lumpuh dan tidak mampu lari lagi!

Akan tetapi, sebagai seorang murid dari tokoh sakti Hek-bin Hwesio, tentu saja Giok Cu tidak terpengaruh oleh gerengan yang mengandung kekuatan khi-kang itu. Ia mengerahkan sin-kangnya dan hanya memandang dengan senyum simpul, seperti seorang dewasa melihat tingkah brengsek seorang anak-anak yang nakal. Hong San menyerang lagi, dan sekali ini karena dia tidak lagi memandang rendah lawan, serangannya hebat karena dia sudah mainkan ilmu silat Koai-liong-kun (Silat Naga Siluman). Kedua tangannya itu mencakar-cakar dan mengeluarkan suara bercicitan mengerikan.

Terkesiap juga Giok Cu melihat serangan kedua tangan yang dahsyat itu. Ia mengelak dengan langkah mundur menjauhkan jarak. Akan tetapi betapa kagetnya ketika tiba-tiba kedua tangan itu mulai panjang dan melanjutkan cakarannya yang tadi dielakkan dengan mundur sehingga tidak sampai. Kedua lengan pemuda itu dapat mulur. Hampir saja pundak Giok Cu terkena cakaran tangan Hong San dan sambil menangkis, ia sempat terhuyung.

Kesempatan ini dipergunakan oleh Hong San untuk mencoba mendesak gadis itu dengan jurus-jurus berikutnya dari ilmu silat Koai-liong-kun yang disertai ilmu dengan mulur itu. Giok Cu menjadi gemas. Pemuda itu mempergunakan ilmu dari golongan sesat. Biarpun sejak menjadi murid Hek-bin Hwesio ia tidak pernah lagi melatih ilmu-ilmu golongan hitam yang pernah ia pelajari dari Ban-tok Mo-li, akan tetapi menghadapi ilmu sesat dari lawan, ia pun menangkis sambil balas mencakar dan kini ia sudah mengerahkan ilmu dari Ban-tok Mo-li!

Kedua tangannya berubah kehitaman, terutama kuku jari tangannya. Kuku itu mengandung hawa beracun yang mematikan! Melihat itu, Hong San terbelalak. Kiranya gadis itu memiliki ilmu silat golongan sesat yang demikian dahsyat dan berbahaya. Dia maklum betapa berbahayanya kuku menghitam seperti itu dan sebentar saja dia sudah terdesak hebat dan selalu mengelak sambil berlompatan mundur dengan hati ngeri.

Karena tidak mampu lagi menahan desakan lawan, tanpa malu-malu lagi Hong San mencabut suling dan pedangnya, memutar kedua senjata ini, sulingnya memapaki lengan lawan dan menotok ke arah pergelangan, sedang pedangnya membabat ke arah leher!

"Tranggggg...!" Kembali Hong San terkejut karena begitu pedangnya bertemu dengan pedang buruk di tangan gadis itu yang menangkisnya, bunga api berpijar dan pedangnya terpental keras. Namun, dia sudah dapat mengatur keseimbangan tubuhnya dan kini dia menyerang dengan cepat dan gencar, mengeluarkan semua kepandaiannya dan mengerahkan seluruh tenaga karena Hong San kini yakin betapa lihainya gadis ini dan kalau dia tidak berhati-hati, tidak mengeluarkan seluruh yang ada padanya, Akan sukarlah baginya mencapai kemenangan.

Terjadilah perkelahian yang amat seru dan dahsyat. Semua orang yang berada di situ memandang bengong, kaget dan kagum melihat betapa gadis jelita itu bukan saja mampu menandingi Hong San, bahkan agaknya membuat pemuda perkasa itu kewalahan! Can Hong San adalah putera Cui-beng Sai-kong Can Siok, seorang datuk sesat, seorang yang bahkan memiliki ilmu hitam dan mendirikan aliran agama baru penyembah Thian-te Kwi-ong.

Hong San bukan saja telah mewarisi semua ilmu ayahnya, bahkan tingkatnya sudah melampaui ayahnya dan Jika pun dalam perkelahian antara ayah dan anak yang aneh telah berhasil membunuh Cui-beng Sai-kong! Hal ini saja sudah membuktikan bahwa Hong San amat lihai. Kalau saja lawannya, Bu Giok Cu, hanya menjadi murid Ban-tok Mo-li, mustahil gadis ini akan mampu menandingi Hong San. Bahkan andaikata Ban-tok Mo-li sendiri yang maju, iblis betina itu pun tidak akan mampu mengalahkan Hong San!

Akan tetapi, Giok Cu telah digembleng oleh Hek-bin Hwesio, seorang pendeta dan pertapa yang sakti. Ilmu-ilmu yang diberikan oleh Hek-bin Hwesio kepada gadis ini adalah ilmu-ilmu tingkat tinggi yang jauh lebih ampuh di bandingkan dengan ilmu-ilmu yang sesat seperti yang dipelajari Hong San.

Oleh karena itu, dalam penghimpunan tenaga murni pun Giok Cu masih lebih bersih dan masih menang setingkat. Apalagi ditambah bahwa Giok Cu pernah menjadi murid tokoh sesat, maka ia mengenal ciri-ciri ilmu yang dimainkan Hong San, atau setidaknya ia tidak akan kaget menghadapi tipu-muslihat dalam ilmu golongan hitam itu. Pedang di tangan Giok Cu boleh jadi amat kasar dan buruk, lagi tumpul. Namun itu bukanlah senjata sembarang saja, melainkan sebuah senjata pusaka yang amat ampuh.

Hek-bin Hwesio mengatakan kepada muridnya bahwa pedang itu disebutnya Seng-kang-kiam (Pedang baja Bintang) dan menurut dongengnya, pedang kuno itu terbuat dari baja yang terkandung dalam batu bintang yang turun dari langit! Pedang terbuat dari semacam baja yang teramat keras dan kuat dan agaknya itulah yang menyebabkan mengapa pedang itu tidak dapat dibuat dengan baik, melainkan kasar dan tumpul. Akan tetapi keras dan kuatnya sungguh luar biasa sekali sehingga setiap kali pedang di tangan Hong San bertemu dengan Seng-kang-kiam maka pedang pemuda itu terpental keras! Padahal, pedang yang dipergunakan pemuda itu pun bukan pedang biasa, melainkan pedang yang cukup ampuh, peninggalan dari Cui-beng Sai-kong.

Pertandingan itu semakin seru dan kini bayangan kedua orang itu lenyap terbungkus sinar pedang mereka, juga saking cepatnya gerakan mereka sehingga tubuh mereka hanya menjadi bayangan. Namun, sesungguhnya walaupun kelihatan seimbang, diam-diam Hong San mulai bermandi keringat dingin karena dia terdesak hebat dan beberapa kali hampir saja sinar pedang Seng-kang-kiam menyentuh tubuhnya. Dengan penasaran dan juga marah, tiba-tiba dia mengeluarkan suara melengking dan tubuhnya nampak melayang ke atas. Giok Cu juga loncat dan mereka mengadu senjata udara.

"Tranggg...! Trakkk!!"

Keduanya melayang turun dan ternyata suling di tangan Hong San telah remuk bertemu dengan pedang tumpul. Pemuda ini membalik dan memandang lawan dengan marah, lalu dia mengeluarkan suara melengking lagi, tubuhnya meloncat ke atas seperti seekor burung garuda hendak menyambar mangsanya. Namun, Giok Cu juga meloncat ke atas menyambut serangan itu dan kembali terdengar suara nyaring bertemunya pedang diikuti percikan bunga api. Ketika keduanya turun, semua orang melihat betapa pundak Hong San berdarah, bajunya robek. Dia telah terluka karena pundak kirinya diserempet pedang yang nyaris membabat leher tadi!

Dengan wajah pucat Hong San memandang lawannya, keringat membasahi dahinya. Hampir dia tidak dapat menerima kenyataan ini. Dia telah dikalahkan oleh seorang perempuan! Seorang gadis muda. Hampir tak masuk akal ini! Akan tetapi dia pun amat cerdik. Dia tahu bahwa kalau dilanjutkan, dia pasti akan kalah, bahkan bukan mustahil dia akan roboh dan tewas di tangan gadis cantik jelita yang amat lihai itu. Tanpa malu-malu lagi dia menoleh kepada para pimpinan Pouw-beng-pang dan sekutunya.

"Kawan-kawan, mari kita bunuh mata-mata pemerintah ini!"

Kim-bwe-eng Gan Lok memberi isyarat kepada kawan-kawannya, lalu dia sendiri sudah mengeluarkan senjatanya yang nampak dahsyat, yaitu sebatang golok yang berkilauan saking tajamnya, dan pada gagang golok itu terpasang tantai. Mula-mula, begitu tangan kanannya memegang golok, tangan kirinya tiba-tiba bergerak ke arah pinggangnya dan begitu tangan itu membuat sentakan tiba-tiba tiga batang Hui-to (pisau terbang) menyambar ke arah leher, dada dan perut Giok Cu!

Pisau-pisau terbang itu menjadi tiga sinar emas yang meluncur cepat dan mengeluarkan bunyi berdesing. Bukan main berbahayanya serangan itu dan nama besar ketua ini pun karena pisau-pisau terbangnya. Pisau itu berbentuk ekor burung garuda kuning emas.

Biarpun ia bersikap tenang dan waspada, tak urung Giok Cu terkejut juga ketika ada tiga sinar meluncur cepat menyambar tubuhnya di tiga bagian itu. Namun, dengan cekatan, ia memutar pedang tumpulnya menjadi gulungan sinar seperti perisai lebar menutupi tubuhnya. Terdengar suara berdentingan dan tiga buah Hui-to (pisau terbang) itu pun terpental ke kanan kiri.

Akan tetapi pada saat itu, sinar putih yang terang menyilaukan telah menyambar dari depan. Kembali Giok Cu harus memutar pedangnya menangkis. Belum pernah berhadapan dengan senjata golok sepert itu, dapat disambitkan seperti golok terbang dan kalau ditangkis lawan atau dielakkan, golok itu dapat ditarik kembali dengan rantai yang diikatkan pada gagangnya. Sungguh merupakan senjata yang berbahaya sekali.

Pada saat itu, Kim-kauw-pang Pouw In Tiong juga sudah maju menyerang, dan berturut-turut ketiga orang Kim-bwe-houw dan para pembantu lain ikut mengeroyok, hanya Yalami Cin yang berdiri bertolak pinggang dan hanya menjadi penonton. Dia adalah seorang suku Hui, bahkan menjadi kepala suku bangsa. Seperti lajimnya, para kepala suku adalah orang-orang yang tinggi hati dan menganggap diri sendiri sebagai raja.

Oleh karena itu, dia merasa amat rendah kalau harus mengeroyok seorang wanita, mengandalkan demikian banyaknya orang yang terdiri dari laki-laki yang menjadi pemimpin dan yang kesemuanya memiliki ilmu kepandaian tinggi. Juga, dia rasa yakin bahwa dikeroyok belasan orang yang demikian lihainya, sudah pasti bahwa gadis itu akan kalah dan dapat dirobohkan.

Dugaan Yalami Cin memang tidak berlebihan. Betapapun lihainya Giok Cu betapapun ampuhnya pedang Seng-kan kiam di tangannya itu, menghadapi pengeroyokan demikian banyaknya lawan yang rata-rata memiliki kepandaian tinggi membuat ia repot bukan main. Masih untung baginya bahwa ia tadi mempergunakan perhitungan tepat, yaitu sudah khawatir akan terjadinya pengeroyokan sehingga ia memilih tempat yang penuh pohon itu, bukan di tempat terbuka. Kalau ia harus menghadapi pengeroyokan seperti itu di tempat terbuka, tentu tidak akan mampu bertahan terlalu lama.

Akan tetapi, dengan adanya pohon-pohon itu, ia dapat menyelinap di antara pohon-pohon dan pengeroyokan itu tidak dapat terlalu ketat karena tubuhnya terlindung dari serangan yang datang dari belakang pohon. Dan ia memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang baik sekali membuat tubuhnya bagaikan seekor tupai saja berloncatan dan menyelinap di antara pohon-pohon dan berputaran di situ. Dengan akal seperti itu, untuk sementara ia mampu mempertahankan diri, bahkan mampu kadang-kadang membalas serangan para pengeroyok. Akan tetapi agaknya tidak ada kemungkinan sama sekali baginya untuk meloloskan diri dari kepungan.

Hong San sudah mulai tertawa-tawa lagi dengan senang. "Nona manis, lebih baik engkau menyerah dengan tubuh yang mulus dan utuh daripada harus menyerah dengan tubuhmu hancur menjadi bahan bakso!"

Akan tetapi, Giok Cu menjawab ejekan ini dengan tusukan kilat dari balik pohon yang membuat Hong San harus cepat meloncat ke belakang. Giok Cu tidak mampu mengejar karena begitu ia muncul dari balik pohon itu, empat batang senjata yang sudah siap telah menyambarnya dari berbagai penjuru, la meloncat dan cepat menyelinap kembali ke balik sebatang pohon besar, menghadapi serangan tiga orang pengeroyok lain dan bagian belakangnya terlindung sebatang pohon yang besar.

Biarpun keadaan tempat perkelahian yang penuh pohon-pohon besar itu membantunya, tetap saja Giok Cu terdesak terus dan tidak mungkin dapat melepaskan diri dari kepungan yang ketat, keadaannya berbahaya sekali karena dianggap sebagai mata-mata pemerintah yang harus dibunuh, karena kalau tidak akan merupakan bahaya besar bagi persekutuan pemberontak itu.

"Tring-tring-tranggg...!"

Kembali Giok Cu berhasil menangkis dan memukul runtuh tiga batang pisau terbang yang dilontarkan Kim-bwe-eng Gan Lok, pang-cu dari Pouw-beng-pang. Pada saat itu dua batang golok menyambar dari kanan kiri dan sebatang pedang menusuk dari depan. Giok Cu yang berdiri membekangi pohon besar, segera memutar tubuhnya. Kembali terdengar suara dentingan nyaring dan nampak bunga berpijar ketika pedangnya berhasil menangkis tiga serangan itu sekaligus. Akan tetapi ketika ia menyelinap ke belakang pohon, ia agak terhuyung karena kakinya tersandung akar pohon.

Kesempatan ini dipergunakan oleh Can Hong untuk menyerangnya dengan capingnya yang lebar. Caping itu dilontarkannya, berpusing dan menuju ke arah Giok Cu. ketika gadis itu menggerakkan pedangnya menangkis, caping itu terpental akan tetapi pada saat itu, pedang di tangan Hong San sudah menusuk ke arah tenggorokan. Giok Cu terkejut akan tetapi masih sempat merendahkan tubuh dan miring.

"Srttttt!" Bajunya di pundak kiri robek dan pundaknya terluka sedikit, lecet dan berdarah. Akan tetapi, karena terlalu bersemangat dalam penyerangan, pedang di tangan Hong San yang menyerempet pundak itu menancap pada batang pohon. Selagi Giok Cu hendak mempergunakan kesempatan ini untuk menyerang, dari kanan kiri sudah datang dengan bertubi lagi sehingga terpaksa, ia mengurungkan niatnya menyerang Hong San dan sebaliknya ia meloncat lagi ke pohon lain di mana kembali ia telah diserbu. Giok Cu menjadi sibuk sekali ini ia sudah mulai merasa lelah.

Tiba-tiba nampak bayangan berkelebat dan muncul seorang pemuda tinggi besar yang berpakaian sederhana. Tangannya memegang sebatang ranting kayu, akan tetapi begitu dia memutar ranting kayu itu menyerang tiga orang yang sedang mendesak Giok Cu, tiga orang itu terhuyung ke belakang karena dari ranting kayu itu menyambar hawa pukulan dahsyat sedangkan ujung ranting nampak berubah menjadi belasan batang menyambar-nyambar dengan totokan maut ke arah jalan darah di tubuh mereka.

"Nona, cepat lari... naik ke atas pohon!" kata Pemuda Tinggi Besar itu sambil memutar tongkatnya melindungi. Begitu tongkat diputar, timbul angin yang dahsyat dan terdengar suara bersiutan mengejutkan.

Giok Cu baru sadar bahwa jalan satu-satunya memang melarikan diri lewat pohon-pohon itu. Mengapa tadi ia tidak memikirkan hal itu? Pohon-pohon di situ besar dan bagian atasnya seperti sambung-menyambung, maka dengan jalan berloncatan dari pohon ke pohon, lebih besar harapan untuk melarikan diri. Karena ia sudah merasa kewalahan menghadapi pengeroyokan orang sedemikian banyaknya dan kesemuanya lihai, tanpa berpikir panjang lagi Giok Cu segera mengerahkan gin-kangnya dan tubuhnya sudah melayang ke atas pohon!

Sementara itu, pemuda tinggi besar itu sudah mengamuk. Tongkatnya berubah menjadi gulungan sinar kehijauan yang menerjang ke sana-sini, menutup jalan bagi para pengeroyok yang hendak melakukan pengejaran terhadap Giok Cu. Sementara itu, melihat pemuda ini, Hong San terkejut sekali. Inilah pemuda yang pernah menggagalkan dia memperkosa ibu muda yang cantik manis itu, dan ini pula orang yang menggagalkan perampokan atas diri Liu Tai-jin. Karena dia sudah merasakan kelihaian pemuda tinggi besar itu, maka dia pun berseru lantang.

"Bunuh dia! Dia antek Liu Tai-jin dari kota raja!"

Mendengar ini, mereka yang tadi mengeroyok Giok Cu kini maju mengepung pemuda tinggi besar itu. Pemuda itu agaknya juga tidak ingin melawan melainkan hanya ingin menyelamatkan Giok Cu. Buktinya, dia yang tadi mutar tongkatnya, setelah melihat gadis itu melayang naik ke atas pohon, dia segera meloncat naik ke atas pohon dengan gerakan yang indah dan cepat.

"Kejar! Bunuh dia!" Hong San berseru akan tetapi pada saat itu, terdengar suara Yalami Cin yang berteriak lantang.

"Jangan kejar! Kalau kalian memusuhi Huang-ho Sin-liong, kami suku bangsa Hui tidak akan mau bekerja sama lagi!!

Mendengar ucapan ini, Kim-bwe-Gan Lok cepat berteriak. "Saudara sekalian, jangan kejar. Biarkan dia pergi!

Hong San mengerutkan alisnya, akan tetapi dalam keadaan seperti itu tidak berani menentang keputusan pang-cu, apalagi mendengar ucapan kepala suku Hui. Hanya diam-diam dia merasa tidak setuju sama sekali.

"Gan Pangcu, sudah jelas bahwa orang itu adalah pembantu Liu Tai-jin kota raja, kenapa dia dibiarkan pergi?" tanyanya, penasaran dan mendengar pertanyaan itu, Kim-bwe-eng Gan Lok memandang kepada Yalami Cin, seolah-olah pertanyaan itu dia operkan kepada kepala suku bangsa Hui itu.

Yalami Cin maklum bahwa semua orang memandang kepadanya dan mengharapkan jawabannya, maka dia pun berkata dengan suara angkuh. "Aku, Yalami Cin, kepala suku Hui yang mempunyai hampir sepuluh ribu orang pengikut, selamanya tidak akan mau memusuhi Huang-ho Sin-liong. Kami berani tanggung bahwa dia bukanlah kaki tangan pemerintah, bukan pula antek pembesar korup. Huang-ho Sin-liong adalah seorang pendekar yang selalu membela rakyat, dan entah sudah berapa rakyat kami yang menerima pertolongannya dari tangan penjahat-penjahat. Oleh karena itu, sungguh tidak mungkin kalau kami harus memusuhinya!"

Gan Pangcu mengangguk-angguk. "Kami pun pernah mendengar nama besarnya sebagai seorang patriot dan pendekar besar. Nah, Saudara Can, sekarang sudah jelas mengapa kami tidak mengejar Huang-ho Sin-liong. Agaknya engkau membencinya, akan tetapi kita harus mendahulukan kepentingan perjuangan daripada kepentingan pribadi. Mari kita kembali dan melanjutkan pembicaraan di sana."

Mereka semua kembali ke sarang gerombolan itu untuk mengadakan perundingan dan menentukan langkah selanjutnya. Biarpun hatinya tidak puas karena Giok Cu dapat meloloskan diri namun Hong San yang mengharapkan kedudukan dan kemuliaan, ikut pula dengan mereka dan sejak hari itu dia di terima sebagai anggauta pimpinan, bahkan dijadikan pembantu utama Gan Pang cu karena dia memiliki ilmu kepandaia paling lihai di antara para pembantu lainnya.

Ketika dia ikut bersama ketua Pouw-beng-pang dan para pembantunya, dia teringat kepada Bu Giok Cu dan diam-diam dia mengambil keputusan bahwa setelah dia memperoleh kedudukan yang baik, dia tentu akan berusaha menyebar penyelidik dan mencari di mana adanya wanita yang lihai akan tetapi juga cantik jelita dan terutama sekali yang telah menjatuhkan hatinya itu.

********************

Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Mereka berloncatan turun dari pohon, kemudian melanjutkan lari dengan cepat sekali seperti dua orang yang sedang berlomba lari, meninggalkan hutan itu dan mendaki bukit, bahkan melewati puncak dan turun lagi di sebelah sana bukit. Keduanya mengerahkan tenaga dan Gin-kang (ilmu meringankan tubuh), seolah-olah sudah bersepakat tanpa kata untuk mengadu lari. Keduanya merasa heran dan juga kagum karena betapapun mereka mengerahkan seluruh tenaga, ternyata mereka tetap saja lari berdampingan, tidak ada yang kalah atau menang.

Keduanya berhenti, atau Giok Cu yang berhenti terlebih dahulu dan pemuda tinggi besar itu pun berhenti. Tubuh Giok Cu bermandi peluh akan tetapi pemuda itu hanya berkeringat sedikit saja di dahinya. Hal ini tidak aneh, karena tadi Giok Cu telah memeras tenaga ketika menghadapi pengeroyokan. Mereka berdiri, dalam jarak empat meter, saling pandang dengan penuh selidik.

Pemuda itu yang bukan lain adalah Si Han Beng tidak memperlihatkan kekagumannya. Seorang gadis yang cantik jelita dan tadi dia sudah melihat sendiri betapa lihainya gadis itu menghadapi pengeroyokan belasan orang yang rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi. Bahkan dia sudah merasakan sendiri betapa hebatnya ilmu berlari cepat gadis ini.

Di lain pihak Giok Cu juga memandang dengan penasaran dan heran. Dia mengenal pemuda tinggi besar yang telah menyelamatka Liu Tai-jin ketika kereta pembesar itu dikeroyok banyak orang, bahkan ia sendiri sudah pernah berkelahi selama beberapa jurus melawan pemuda itu ketika la membantu Hong San yang terdesak oleh pemuda tinggi besar ini.

"Aneh...!" Tepat keduanya mengeluarkan kata ini, seperti diatur dan dalam waktu yang bersamaan.

"Apanya yang aneh, Nona?" tanya Han Beng.

"Engkau juga mengatakan aneh. Jelaskan dulu mengapa engkau mengatakan aneh, apanya yang aneh, baru nanti akan kujawab pertanyaanmu," kata Giok Cu.

Han Beng tersenyum dan tidak merasa tersinggung. Biarpun belum banyak pengalamannya dengan wanita, namun sudah beberapa kali dia bergaul dengan wanita dan mulai mengenal watak umum dari makhluk ini. Lembut, menarik, menyembunyikan kekuatan dalam tubuh yang nampak lemah, ingin dimanja, ingin dipentingkan, selalu ingin menang!

"Nona, aku merasa aneh dan heran sekali melihat engkau dikeroyok mereka tadi. Bukankah tadi ketika mereka hendak merampok kereta Liu Tai-jin, engkau membantu mereka dan bahkan ikut menyerangku? Mengapa keadaannya kini menjadi terbalik?"

"Aku juga merasa aneh dan heran melihat engkau. Bukankah tadi engkau menjadi kaki tangan dan pelindung Liu Tai-jin, pembesar korup itu? Dan mengapa pula sekarang engkau membantu aku?"

Kembali Han Beng tersenyum. Pertanyaan dibalas pertanyaan pula, tanpa menjawab pertanyaannya lebih dulu. Bukan main gadis ini dan agaknya memang perlu diberi keterangan yang jelas karena melihat sikapnya dan kata-katanya, agaknya gadis ini menganggap Liu Tai-jin sebagai seorang pembesar korup.

"Ah, kiranya Nona salah sangka sama sekali. Liu Tai-jin bukanlah seorang pembesar korup. Dia adalah utusan Kaisar, dia seorang petugas dari istana yang melakukan penelitian dan penyelidik tentang pelaksanaan pengumpulan tenaga kerja untuk membuat terusan dan..."

"Hemmm, seperti aku tidak mengerti saja!" kata Giok Cu galak, memotong ucapan Han Beng. "Aku sudah mengenal baik isi perut pembesar daerah. Mereka memaksa rakyat untuk dijadikan pekerja paksa tanpa bayaran, dan biaya untuk itu masuk ke kantung mereka sendiri! Aku tahu bahwa Liu Tai-jin datang dari kota raja untuk mengadakan pemeriksaan terhadap pelaksanaan pengumpulan tenaga kerja itu di daerah Siong-an, di istana Can Tai-jin melakukan korupsi besar-besaran dan memaksa rakyat jelata untuk bekerja tanpa bayaran. Aku menyaksikan sendiri dalam rumah makan itu betapa Cang Tai-jin telah menyerahkan sepeti emas permata dan dua orang gadis remaja sebagai suapan kepada Liu Tai-Jin. Pembesar makan sogokan macam itu yang kaukatakan bukan seorang pembesar korup?"

"Aku tidak menyalahkan kalau engkau salah paham, Nona. ketahuilah, Liu Tai-jin adalah seorang pembesar yang jujur dan tegas dalam menindak para pembesar daerah yang korup. Seluruh perjalanannya dari kotaraja kedaerah-daerah, sudah dikenal orang dan entah berapa banyaknya pembesar korup yang telah ditindaknya. Tentu saja engkau menganggap dia seorang pembesar yang mau menerima sogokan. Akan tetapi ketahuilah bahwa kalau dia menerima peti harta dan dua orang gadis itu, hanya diterima untuk dijadikan bukti penyelewengan Cang Tai-jin! Dia tidak mungkin dapat menindak Cang Tai-jin tanpa bukti, dan sogokan itulah buktinya!"

"Ahhh...!" Giok Cu benar terkejut mendengar ini, hal yang sama sekali tidak pernah disangkanya. "Tapi... bagaimana dengan dua orang gadis remaja itu? Aku tadinya hanya ingin membebaskan mereka."

"Jangan khawatir, mereka diperlakukan dengan baik dan terhormat. Liu Ta-jin maklum bahwa mereka pun sama sekali tidak berdaya karena mereka dari keluarga miskin yang sudah dijual kepada Cang Tai-jin. Mereka akan diajukan sebagai saksi kelak kalau Pembesar Cang itu ditindak."

"Akan tetapi, kalau sudah jelas Pembesar Cang itu melakukan penyelewengan, mengapa tidak terus ditangkap dan ditindak saja? Bukankah Liu Tai-jin memiliki wewenang dan kekuasaan."

"Hal itu belum dilakukan, Nona, karena ada hal-hal lain yang sedang diselidiki oleh Liu Tai-jin," kata Han Beng dan tentu saja dia tidak berani bercerita tentang tugasnya menyelidiki desas-desus tentang terlibatnya Cang Tai-jin dalam gerombolan pemberontak.

"Kau maksudkan dengan hal-hal lain itu apakah gerombolan pemberontak yang dipimpin perkumpulan Pouw-beng-pang itu?"

Han Beng terkejut dan wajahnya berseri mendengar ini. Ah, benar juga. Gadis ini agaknya mengetahui banyak tentang pemuda bercaping lebar itu dan tentang orang-orang yang mengadakan persekutuan untuk menentang pemerintah! Penyelidikan yang dilakukan untuk membantu Liu Tai-jin akan menjadi mudah kalau dia memperoleh keterangan dari gadis ini.

"Ah, kiranya Nona tahu akan hal itu? Aku telah menceritakan semuanya, Nona, maka kuharap sukalah kiranya Nona juga menceritakan tentang mereka, tentang mengapa Nona yang tadinya bekerjasama dengan mereka kini tiba-tiba saja kulihat dikeroyok oleh mereka yang agaknya berusaha keras untuk membunuhmu."

"Nanti dulu," kata Giok Cu, masih belum merasa puas. "Engkau baru menceritakan tentang Liu Tai-jin, akan tapi belum bercerita tentang dirimu. Apakah engkau petugas pemerintah yang membantu Liu Tai-jin?"

Han Beng menggelengkan kepala. "Sama sekali bukan, Nona. Bahkan baru sekarang aku bertemu dengan pembesar itu, yaitu ketika keretanya dihadang."

"Kalau bukan apa-apanya, mengapa pula engkau membelanya mati-matian ketika keretanya diserbu?" Berkata demikian, Giok Cu menatap wajah pemuda itu dengan pandang mata tajam menyelidik. Diam-diam ia kagum. Wajah pemuda mungkin tidak setampan wajah Hong San yang pesolek, akan tetapi cukup ganteng dan gagah sekali, penuh kejantanan.

"Nona, aku akan menbela siapa saja yang berada di pihak benar, menantang kejahatan dan membela mereka yang terancam bahaya oleh kekerasan orang lain. karena itulah, melihat betapa kereta pembesar itu terancam bahaya, padahal itu sudah mendengar bahwa pembesar itu seorang petugas yang jujur dan adil, aku segera membantunya. Demikian pula melihat engkau, seorang wanita, dikeroyok belasan orang itu, aku pun segera turun tangan membantumu."

Giok Cu tersenyum, senyum yang agak sinis. "Hemmm, kalau begitu aku berhadapan dengan seorang pendekar besar ya? Siapa tadi? Kepala suku Hui itu menyebutmu Huang-ho Sin-liong, betapa gagahnya julukan itu...!"