Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 07 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

“Manusia-manusia buas seperti iblis!” Liu Bhok Ki membentak. “Kalian menjadi kejam dan jahat oleh dorongan nafsu ingin memperoleh darah anak naga! Tidakkah kalian melihat betapa anak ini menderita dan keracunan hebat?”

Tiba-tiba terdengar suara ketawa merdu, yaitu suara ketawa Ban-tok Mo-li. “Hi-hi-hik, Liu Bhok Ki! jangan berlagak menjadi pendekar budiman! Engkau sendiripun memperebutkan anak naga dan tentu engkau menginginkan pula darah anak itu!”

Semua orang terkejut. Baru sekarang mereka tahu bahwa orang tinggi besar yang melindungi Han Beng itu adalah pendekar Liu Bhok Ki yang namanya pernah mengemparkan dunia persilatan puluhan tahun yang lalu!

Liu Bhok Ki juga mengenal wanita cantik itu. Teringat dia akan mendiang isterinya. Memang terdapat banyak persamaan baik bentuk tubuh maupun wajah antara isterinya dan wanita itu bukan lain adalah enci dari isterinya. “Phang Bi Cu,” katanya halus dan menyebut nama wanita itu karena dia tidak mau menyebutkan julukannya yang mengerikan itu. “Aku sama sekali tidak menginginkan darah anak ini, melainkan hendak melindunginya karena dikeroyok oleh jagoan-jagoan dunia persilatan yang tidak tahu malu!”

“Bohong!” kata Ban-to Mo-li sambil melirik kepada semua tokoh yang mengepung tempat itu. “Siapa tidak tahu bahwa tadi engkau telah pula menelan mustika naga?”

Liu Bhok Ki terkejut. Tak disangkanya bahwa wanita ini sungguh cerdik dan dapat mengetahui hal itu. “Benar, akan tetapi aku hanya ingin melindungi anak ini karena dialah yang tadi memberikan anak naga itu kepadaku.”

Mendengar ini, para tokoh kang-ouw sudah menrjang lagi dan disambut oleh Liu Bhok Ki. Kini pendekar inilah yang dikeroyok, akan tetapi dia memang hebat bukan main, ilmu silatnya tinggi dan tenaga sin-kangnya sukar dilawan sehingga banyak diantara para pengeroyok itu roboh oleh pukulan atau tendangan kakinya.

Seorang tosu yang sudah tua, usianya kurang lebih tujuh puluh tahun, bertubuh pendek kate dan jubahnya berwarna kuning, di punggungnya terdapat sebuah pedang yanag panjang, meloncat kea rah Giok Cu dan cepat sekali tangannya menyambar tubuh anak itu dan dibawanya lari!

Melihat ini, Ban-tok Mo-li berseru marah. “Tosu keparat, kembalikan bocah itu kepadaku!” dengan gerakan tubuhnya yang ringan bagaikan seekor burung wallet, Ban-tok Mo-li sudah berlari mengejar. Ia melihat Han Beng masih lumpuh sedangkan Liu Bhok Ki dikeroyok banyk orang. Untuk sementara waktu tidak akan ada yang mampu melarikan Han Beng, maka lebih dulu ia harus merampas anak itu lebih dahulu ia harus merampaskan anak perempuan itu. ia tidak akan membiarkan siapapun melarikan dua orang anak itu yang akan dibawanya semua.

Tosu yang melarikan Giok Cu itu pun memiliki ilmu lari cepat yang cukup hebat. Dia adalah Tung-hai Cin-jin, seorang tosu perantau yang namanya terkenal sekali di daerah pantai timur. Ilmu silatnya tinggi, terutama sekali ilmu pedang samurainya yang panjang, dan ilmu tendangan yang disebut Tendangan terbang.

Sebagai seorang tokoh kang-ouw, tentu saja Tung-hai Cin-jin juga ingin mendapatkan anak naga. Dia membutuhkan mustika dan darah naga karena menurut dongeng, satu diantara khasiat darah naga dan mustika naga itu adalah memperpanjang usia! Dia sudah berusia tujuh puluh tahun dan merasa betapa usia tua menggerogoti tubuhnya dan kkuatannya. Karena itu, dia ingin sekali mempermuda dirinya dan memperpanjang usianya!

Memang kalau dilihat kenyataan ini amatlah aneh. Semua manusia merasakan betapa kehidupan ini bergelimang kekecewaan, penyesalan, duka, rasa takut, permusuhan, apalagi kalau usia tua sudah mencengkeram diri, maka banyak penderitaan dialami, terutama sekali penderitaan jasmani yang sudah mulai lemah dan berpenyakitan. Akan tetapi anehnya, semua orang ingin berusia panjang!

Dua orang itu terlalu tangguh untuknya. Maka, begitu melihat Ban-tok Mo-li turun tangan, juga Liu Bhok Ki melindungi anak laki-laki, dia melihat betapa perhatian orang semua ditujukan kepada anak laki-laki dan seakan melupakan anak perempuan yang hampir roboh karena lemas itu. maka, dia pun berpikir bahwa kalau tidak bisa mendapatkan keduanya, memperoleh anak perempuan itu pun sudah cukup berharga.

Dia lalu mempergunakan Gin-kangnya, melompat, menyambar tubuh Giok Cu dan melarikan anak perempuan itu. dia merasa betapa ketika dia menyentuh tubuh anak itu, terasa amat panas dan hawa panas yang luar biasa menyerangnya. Namun, dia cukup pandai dan memiliki sin-kang yang kuat untuk melindungi dirinya dari serangan hawa panas itu. Dia berhasil memondong lalu mengempit tubuh anak perempuan itu dan dibawanya lari secepat terbang.

Akan tetapi, belum ada lima ratus meter dia lari, tiba-tiba berkelebat bayangan yang cepat sekali melewatinya dan ada angin menyambar kearah kepalanya. Tung-hai Cin-jin mengelak kesamping dan ketika dia memandang, ternyata ban-tok Mo-li telah berada dihadapannya!

Peristiwa sejak perebutan anak naga di permukaan sungai tadi sudah berjalan dengan cepatnya dan tanpa terasa, kini malam telah mulai terusir kegelapaannya dan terganti cuaca pagi yang remang-remang. Namun Tung-hai Cin-jin mengenal baik siapa wanita di depannya maka tanpa banyak cakap lagi dia lalu mencabut pedang samurainya dan melintangkan pedang panjang itu didepan dada.

“Tosu tua bangka tak tahu diri! Apakah engkau lebih mementingkan anak perempuan itu daripada nyawamu? Hayo berikan anak itu atau terpaksa kuambil nyawamu lebih dulu!” bentak ban-tok Mo-li dengan siakap garang.

“Sian-cai..., Ban-tok Mo-li, pinto (saya) amat membutuhkan anak ini, disana masih ada anak laki-laki itu yang akan lebih berguna bagimu daripada anak ini. Berilah kesempatan kepada pinto, Phang-toanio (Nyonya besar Phang), dan pin-to tidak akan melupakan budimu ini.”

“Persetan denganmu!” bentak Ban-tok Mo-li. “Serahkan anak itu!”

Tung-hai Cin-jin menggeleng kepalanya. “Tidak, Toanio, pin-to membutuhkannya!”

“Keparat, mampuslah!” Ban-tok Mo-li sudah menggerakkan tangannya dan tahu-tahu ada sinar kilat menyambar kearah leher tosu itu. Kiranya wanita cantik itu telah mencabut pedang dan sambil terus melakukan serangan kilat.

Demikian cepatnya gerakan wanita ini sehingga mengejutkan hati Tung-hai Cin-jin! Cepat dia memutar pedang samurai di tangan kanannya dengan pengerahan tenaga. Pedang itu besar dan berat dia menangkis dengan sekuatnya dengan maksud membuat pedang wanita itu terpental dan terlepas.

Akan tetapi, Ban-to Mo-li adalah seorang datuk sesat yang selain amat lihai ilmu silatnya, juga cerdik bukan main. Ia tidak mau mengadu tenaga dengan lawan kakek pendek ini, apalagi pedang di tangan lawan itu berat dan besar. Biarpun ia tidak takut kalau sin-kangnya kalah kuat, setidaknya ia kuatir kalau-kalau pedangnya akan rusak. Cepat ia mengelebatkan pedangnya menghindarkan pertemuan dengan samurai lawan dan tangan kirinya sudah menggerakkan kipas. Kipas itu menutup dan gagangnya menotok kearah pundak kanan Tung-hai Cin-jin.

Kakek kate ini terkejut bukan main, namun dia masih dapat melempar tubuh kebelakang dan berjungkir balik sampai lima kali membuat salto. Gerakannya cepat dan indah sehingga Ban-tok Mo-li kagum juga. Kakek yang sudah amat tua itu ternyata masih gesit bukan main.

Sementara itu, ketika dibawa jungkir balik, Giok Cu yang sudah lemas dan hampir pingsan itu, tiba-tiba menjadi sadar kembali. Begitu sadar dan melihat dirinya dikempit oleh seorang kakek kate dan wanita cantik itu menyerang penawannya, iapun berpendapat bahwa lebih baik terjatuh ke tangan wanita cantik itu daripada ke tangan kakek pendek yang tua dan bau pakaiannya apak itu. Maka, ia pun lalu memukul dengan tangan kanannya dan kepalanya berada di belakang, dengan sekuatnya anak perempuan ini memukul kearah punggung Tung-hai Cin-jin.

“Dukkk…!”

“Aduhhh… Ahhh, panas…!” kakek pendek itu terpaksa melepaskan kembali kempitannya dan dia terpelanting, lalu cepat berguling sambil memutar pedang melindungi tubuhnya. Ketika dia melihat bahwa Ban-tok Mo-li tidak mengejarnya, kakek itu terus berguling menjauh, kemudian meloncat bangun dan melarikan dir dengan muka kecewa sekali. Dia gagal memperoleh obat awet muda, bahkan sebaliknya menerima pukulan dai punggungnya yang walaupun tidak mendatangkan luka parah, namun hawa panas itu mengacaukan jalan darah di punggungnya dan mungkin akan membuat dia menderita penyakit encok yang berat di punggung!

Ban-to Mo-li menghampiri Giok Cu yang tadi terlempar ketika kakek itu melepaskannya dan memandang anak perempuan itu penuh perhatian. Seorang anak perempuan yang amat cantik, pikirnya. Bentuk hidungnya, mulutnya, terutama sepasang matanya amat indah dan kelak menjadi seorang wanita yang cantik sekali.

“Hemmm, siapakah namamu?” tanyanya mendekati.

Giok Cu sudah bangkit berdiri, dan biarpun tubuhnya lemas dan kepalanya masih pening, namun aneh, setelah ia melakukan pukulan tadi, kini keadaannya mendingan. Ia tidak tahu bahwa kalau ia mempergunakan tenaganya, maka hawa panas yang ditimbulkan oleh darah ular tadi sebagaian akan keluar sehingga dirinya tidak begitu tertekan. Dengan tabah ia memandang wanita itu dan Giok Cu juga merasa suka karena wanita itu memang cantik sekali dan pakaiannya indah, juga mulutnya tersenyum manis.

“Namaku Bu Giok Cu,” jawabnya singkat.

“Giok Cu (batu kemala)? Wah, namamu indah. Giok Cu, kenapa kau tadi memukul kakek itu?”

“Karena aku tidak suka padanya, bajunya berbau apak dan dia tentu tidak akan bersikap baik kepadaku.”

“Hemmmm, apakah engkau tidak tahu bahwa aku pun akan membawamu?” ia berhenti sebentar melihat sepasang mata yang memandangnya dengan terbuka lebar tanpa sedikitpun perasaan takut terbayang di dalamnya itu. Seorang anak yang baik sekali, pikirnya. Kelak tentu menjadi seorang gadis yang selain cantik jelita, juga pemberani. Akan tetapi darah naga ditubuhnya itu! ia amat membutuhkannya.

“Apakah engkau memilih aku daripada dia?”

Giok Cu mengangguk. “Aku memilih engkau. Engkau cantik dan ramah.”

“Baiklah, kalau begitu mari ikut aku. Aku akan mengajak pula anak laki-laki itu.”

“Han Beng? Ah, sungguh hatiku senang sekali kalau begitu, bibi. Kau tolonglah dia!” Dan Giok Cu sedikit pun tidak membantah, bahkan ikut berlari disamping wanita itu yang menggandeng tangannya.

Melihat betapa anak perempuan itu dapat berlari ringan dan cepat, Ban-tok Mo-li merasa heran dan ia mempercepat larinya. Aneh sekali! Giok Cu dapat mengimbangi larinya tanpa banyak kesukaran! Dan tanpa diketahui oleh Giok Cu, ketika ia berlari, berarti ia mempergunakan tenaga dan hawa panas di tubuhnya itu pun menerobos keluar an membuat keadaan tubuhnya menjadi lebih baik lagi!

Diam-diam wanita iblis itu kagum dan girang. Ia tahu bahwa anak ini tidak pernah mempelajari ilmu berlari cepat, akan tetapi secara tiba-tiba saja menguasai tenaga yang amat hebat. Tentu berkat darah anak naga, pikirnya!

Mereka tiba ditempat tadi, dimana Liu Bhok Ki masih dikeroyok banyak orang. Pria perkasa itu mengamuk dan biarpun para tokoh kang-ouw mulai mengeroyoknya dengan senjata di tangan, Liu Bhok Ki melawan hanya untuk menjaga diri dan melindungi Han Beng saja. Dengan sabuknya, dia menghalau semua senjata, merobohkan beberapa orang tanpa bermaksud membunuh mereka. Tiba-tiba terdengar suara ketawa merdu.

“Hi-hi-hik, kalian ini semua adalah orang-orang kang-ouw yang tolol! Lihat baik-baik, anak laki-laki itu telah terluka oleh kuku tanganku! Dia sudah keracunan dan siapa pun yang mendapatkan dia, hanya akan melihat dia mati dengan daging dan darah yang membusuk! Darahnya tidak ada gunanya lagi bagi siapapun juga. Hanya aku yang dapat mengobatinya. Untuk pa kalian masih memperebutkan dia?”

Mendengar ini, semua orang tertegun dan menahan senjata mereka. Kalau benar apa yang dikatakan wanita iblis itu, maka memang tidak ada gunanya memiliki bocah itu, dan mereka tadi pun sudah melihat Han Beng ditampar oleh wanita iblis itu. Juga Liu Bhok Ki menjadi tertegun, lalu dia menghampiri Han Beng. Dilihatnya betapa ada bekas tapak tangan menghitam di leher anak itu, dan ada guratan kuku yang lebih hitam lagi, wanita iblis itu tidak berbohong!

Akan tetapi, dia merasa semakin kasihan kepada Han Beng dan bermaksud untuk menolongnya, dan untuk berusaha mencarikan obatnya kalau benar anak itu terancam racun maut. Maka, dia lalu mengangkat tubuh Han Beng keatas punggungnya. Bocah itu membuka mata dan Liu Bhok Ki Berbisik kepadanya.

“Jangan takut, rangkul leherku kuat-kuat dan aku akan melindungimu dari mereka.”

Han beng memang sudah menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Liu Bhok Ki semenjak dia melihat pria gagah perkasa ini diatas perahu. Tadi dia melihat betapa kakek itu membelanya mati-matian maka dia pun menurut saja dan dia merangkul pundak dan leher kakek itu. liu Bhok Ki sambil memutar sabuknya hendak melarikan Han Beng, akan tetapi para tokoh kang-ouw tidak membiarkan dia lolos begitu saja.

Mereka ini menghadang dan mengepung sehingga kembali terjadi perkelahian sambil menggendong tubuh Han Beng. Bocah ini tidak tinggal diam. Biarpun dia digendong, kedua tangannya tidak mau tinggal diam dan setiap kali ada lawan yang dekat, dia berusaha memukul dengan kedua tangannya yang masih mengeluarkan hawa panas! Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa bergelak.

“Ha-ha-ha! Sungguh lucu sekali! Aku tidak lagi dapat membedakan mana pendekar dan orang kang-ouw, dan mana anjing-anjing kelaparan yang memperebutkan tulang! Dan agaknya orang-orang dunia persilatan sudah kehilangan kegagahan mereka, karena nafsu yang menyala-nyala lupa akan kegagahan sehingga main keroyok seperti ini! Sungguh tidak tahu malu dan aku tidak boleh membiarkan begitu saja!”

Lenyaplah suara ini digantikan munculnya seorang laki-laki tua yang pakaiannya penuh tambalan, bertubuh tinggi kurus seperti orang kurang makan, namun wajahnya selalu gembira dan tangananya memegang sebatang tongkat butut. Begitu dia muncul, dia mengobat-abaitkan tongkat bututnya, menghantam sana-sini dan orang-orang yang mengeroyok Liu Bhok Ki menjadi kacau balau!

Tongkat butut ini lihai bukan main. Ke mana pun menyambar, sukar dielakkan atau ditangkis karena gerakannya memukul dan biarpun ditangkap, tongkat itu dapat menyelinap, luput dari tangkisan lawan namun tetap saja mengenai sasaran. Terdengar suara bak-bik-buk karena ada saja punggung, pinggul atau kaki orang yang kena gebuk!

Melihat munculnya kakek berpakaian pengemis ini, Liu Bhok Ki menjadi senang. “Sin-Ciang kai-ong, terima kasih atas bantuanmu!” katanya sambil memutar sabuknya semakin cepat untuk mencari jalan keluar.

“Ha-ha-ha-ha-ha, Sin-tiauw (Rajawali Sakti), begitu muncul engkau menggegerkan dunia persilatan! Engkau tahu, tidak ada pohon tak berbunga, tidak ada perbuatan tanpa pamrih! Ha-ha-ha!”

Sambil menangkisi senjata para pengeroyok dengan sabuknya, Liu Bhok Ki mengerutkan alisnya. Betapa bodohnya dia mengira bahwa Raja Pengemis ini mau membantunya tanpa pamrih! “Apa kehendakmu, Kai-ong?”

“Aku mengagumi bocah itu. Berjanjilah untuk membiarkan dia menjadi muridku selama lima tahun setelah dia menjadi muridmu lima tahun!”

Liu Bhok Ki mengenal baik Raja Pengemis itu. Seorang gagah perkasa yang amat terkenal karena dia berhasil merajai semua perkumpulan pengemis dan dapat mencegah para pengemis menjadi penjahat-penjahat, sebaliknya memberi bimbingan kepada para jembel sehingga banyak diantara mereka itu yang dapat kembali ke masyarakat sebagai orang-orang berguna. Bahkan semenjak dia menjadi Kai-ong (Raja pengemis), bermunculanlah pengemis-pengemis yang lihai dan berjiwa pendekar!

Orang seperti Sin-ciang Kai-ong (Raja Pengemis Tangan Sakti) ini tidak mungkin akan berbohong dan tidak akan sudi membunuh anak ini untuk diambil darahnya! Dan tidak aneh kalau Sin-Ciang Kai-ong ingin mengambil anak ini menjadi murid karena tertarik melihat sepak terjang Han Beng tadi.

“Baiklah, aku berjanji!” kata Liu Bhok Ki.

“Ha-ha-ha, janji seorang Liu Bhok Ki takkan berubah walaupun langit runtuh dan bumi kiamat! Nah, bawalah pergi anak itu, biar aku yang menghadapi mereka ini!”

Melihat majunya Sin-Ciang Kai-ong yang membantu Liu Bhok Ki, orang kang-ouw menjadi jerih dan mereka pun tidak mempunyai harapan lagi untuk merampas han Beng, apalagi mendengar ucapan ban-tok Mo-li bahw darah anak itu telah keracunan hebat oleh kuku tangan iblis betina itu. Mereka mundur, bahkan sebagian besar lalu pergi, ada pula yang merawat teman yang terluka dalam pertempuran tadi. Akan tetapi Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu masih merasa penasaran. Sambil memondong Giok Cu, ia melompat dan hendak mengejar Liu Bhok Ki.

“Hendak lari kemana kau? Serahkan dulu bocah itu kepadaku!” bentaknya, dan begitu kipasnya mengebut, ada belasan batang jarum hitam beracun menyambar kearah Liu Bhok Ki dan Sin-ciang kai-ong.

Liu Bhok Ki cepat memutar sabuknya dan melompat ke samping, sedangkan Sin-Ciang kai-ong terkekeh dan tongkat bututnya memukul kesana-sini meruntuhkan semua jarum hitam.

“Heh-heh-heh, Ban-tok Mo-li kini semakin cantik akan tetapi juga semakin beracun dan kejam! Heh-heh, orang lain hanya berambut pada kepala dan beberapa tempat lagi di luar tubuh, akan tetapi agaknya engkau lain, di dalam hatimu juga berbulu, berambut. Engkau membunuhi orang seperti membunuh semut saja.”

“Jembel busuk, engkau pun akan kubunuh!” bentak Ban-to Mo-li Phang Bi Cu marah. Ia mengenal raja pengemis ini yang selalu bersikap ugal-ugalan dan memandang rendah orang lain walaupun juga amat lihai, maka kini ia menyerang dengan hebat, mengerahkan seluruh tenaganya. Pedangnya menyambar dasyat dan ketika Sin-ciang kai-ong meloncat jauh kebelakang, dari kipasnya menyambar sinar hitam dengan cepat sekali.

Sin-ciang Kai-ong memutar tongkat butut dan mengelak, akan tetapi tiba-tiba ia mengeluh dan tubuhnya terguling, jatuh miring di atas tanah! Agaknya ada satu dua batang jarum beracun yang mengenai tubuhnya dank arena jarum beracun itu mengandung racun yang berbahaya, maka dia pun tak mampu bangkit kembali.

“Huh!” Ban-tok Mo-li mendengus dan mencibir. Kiranya hanya sekian saja kelihaian orang yang disebut Raja Pengemis itu. Sambil memondong tubuh Giok Cu yang kini juga berada di punggungnya digendong seperti halnya Han Beng digendong Liu Bhok Ki, wanita ini mengerahkan tenaga dan lari mengejar, karena Liu Bhok Ki sudah melarikan diri sambil mengendong Han Beng.

Ketika Ban-tok Mo-li meloncati tubuh kai-ong, tiba-tiba ia mengeluarkan seruan kaget dan hampir saja ia jatuh terguling karena tiba-tiba sebatang tongkat butut telah menjegal kakinya dan ketika ia meloncat untuk menghindar, ujung tongkat itu menotok kearah kedua lututnya, dan yang ke tiga kalinya menotot lebih keatas lagi di antara kedua pahanya!

Tentu saja iblis betina itu mengeluarkan suara kaget dan nyeri, namun ia memang lihai bukan main. Tubuhnya yang meloncat lebih tinggi lagi, lalu menukik dan kepalanya ke bawah, pedangnya diputar untuk menyerang Sin-Ciang Kai-ong yang ternyata tadi hanya pura-pura jatuh saja!

Raja pengemis itu bergulingan dan meloncat berdiri sambil menyeringai lebar, lagaknya mengejek sekalai, bahkan dia menjulur lidahnya kepada Ban-tok Mo-li seperti ejekan diantara kanak-kanak.

“Ha-ha, Ban-to Mo-li. Kau kira aku begitu mudah jatuh oleh jarum-jarummu yang kotor itu?” dia mengebutkan bajunya dan beberapa batanag jarum runtuh keatas tanah. “Sayang, lain kali kirimilah aku jarum-jarum yang bersih untuk menjahit dan menambal pakaianku, Mo-li.”

Sin-ciang Kai-ong sengaja mengejek dan menggoda untuk memancing kemarahan Ban-to Mo-li dan dia berhasil mengalihkan perhatian iblis betina itu sehingga tidak dapat mengejar Liu Bhok Ki yang sudah berlari jauh. Wanita itu marah sekali.

“Sin-ciang Kai-ong! Selama ini, diantara kita tidak ada urusan dan kita tidak saling mengganggu. Akan tetapi sekarang, agaknya engkau mencari mampus!” Berkata demikian, Ban-to Mo-li Phang Bi Cu menggerakkan pedang dan kipasnya, melakukan serangan dengan dasyat. Kebutan kipasnya mengandung angina dan pedangnya membentuk gulungan sinar yang mengeluarkan bau amis dan harum aneh karena mengandung racun yang amat jahat.

“Heiiiiiiiit…!” Dengan gerakan lucu Sin-ciang kai-ong mengelak sambil menggerakkan tongkat bututnya.

“Tok-takkk-trangggg…!”

Berulang kali tongkat butut itu, dengan gerakan yang aneh dan lucu, dapat menangkis kipas dan pedang. Gerakan kai-ong memang aneh sekali, dan kadang-kadang kelihatan kaku dan tidak teratur, namun setiap kali tubuhnya terancam pedang atau gagang kipas, selalu tongkat itu sudah datang menolongnya dan menangkis senjata lawan dengan amat kuatnya mengandung tenaga yang dashyat sehingga Ban-tok Mo-li merasa betapa tangannya tergetar hebat Ban-to Mo-li terkejut. Ia sudah banyak mendengar tentang kelihaian Raja Pengemis ini, akan tetapi baru sekarang ia mengadu kepandaian.

Kai-ong adalah seorang ahli permaianan tongkat yang beraneka macam. Yang dimainkan ini mungkin yang dinamakan Ilmu Tongkat Setan Arak (Ciu-kwi Tung-hoat), kelihatan seperti orang mabuk mengobat-abit tongkat secara ngawur, akan tetapi hebatnya, kemana pun pedang dan kipas Ban-to Mo-li menyambar, selalu kedua senjata itu bertemu dengan ujung tongkat yang menangkis dengan kuatnya. Dan serangan balasan dari ujung tongkat yang lain menyambar secara tidak terduga-dua sehingga beberapa kali Mo-li terkejut dan terpaksa harus meloncat tinggi ke belakang untuk menghindarkan diri.

Setelah mereka bertanding selama belasan jurus, tahulah ban-to Mo-li bahwa tingkat kepandaian lawannya ini memang tinggi dan tidak boleh dibuat main-main. Ia baru mengerti mengapa orang ini dapat menjadi Raja Pengemis dan kekuasaannya diakui oleh semua kai-pang (perkumpulan pengemis) di empat penjuru dunia! Setidaknya, tingkat Raja Pengemis ini tidak berada dibawahnya, dan dalam keadaan menggendong Giok Cu, sungguh tidak mudah bagi ban-to Mo-li untuk mengalahkan Sin-ciang kai-ong.

“Ha-ha-ha, Ban-to Mo-li, kiranya selain makin cantik, engkau pun semakin lihai saja! Akan tetapi, bocah di punggungmu itu mengganggu gerakanmu. Bagaimana kalau bocah itu kau titipkan dulu kepadaku? Biarlah aku yang mengendong dan melawanmu. Kalau begitu baru seru. Dan aku pun tidak menolak kalau menjadi guru anak perempuan itu!”

Diejek demikian, an Tok Mo-li menjadi semakin marah, akan tetapi ia juga merasa kuatir. Kalau sampai si jembel ini benar-benar hendak merampas Giok Cu, repot juga ini! Apalagi kalau Bhok Ki muncul dan membantu jembel itu, ia akan celaka. Maka, ia pun menuding pedangnya kepada jembel tua itu dan membentak.

“Sin-ciang kai-ong, hari ini aku tidak sempat melayanimu, biarlah lain hari aku ingin menguji sampai dimana kepandaianmu. Hendak kulihat apa kau engkau mempunyai tiga buah kepala!”

“Ha-ha-ha!” Sin-ciang kai-ong meraba-raba muka dan kepalanya dengan gaya lucu mempermainkan. “Sebuah kepala saja sudah repot mengurus cuci muka, rambut, kumis, jenggot dan menggosok gigi, apalagi tiga buah kepala. Wah repotnya! Tapi kau tentu senang mempunyai kekasih dengan tiga buah kepala, Mo-li. Tentu dia pandai merayu dan bercinta, heh-heh!”

“Keparat!” Wanita itu memaki dan kedua tangannya bergerak cepat. Berhamburanlah jarum dan paku kearah tubuh Sin-ciang kai-ong, puluhan batang banyaknya! Tentu saja Sin-ciang Kai-ong tidak berani main-main lagi menghadapi serangan senjata rahasia dari seorang Ban-to Mo-li.

Repotlah dia memutar tongkat bututnya dan berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari serangan senjata-senjata rahasia kecil yang amat berbahaya karena kesemuanya mengandung racun yang mematikan itu. dan ketika dia berhenti bergerak lalu mengangkat muka memandang, ternyata wanita itu telah lenyap! Sin-ciang Kai-ong menghentikan senyumnya dan dia menarik napas panjang.

“Huiiiii! Sungguh berbahaya sekali wanita itu…!” Diapun segera meninggalkan tempat itu yang kini menjadi sunyi kembali.

Karena para tokoh kang-ouw sudah sejak tadi pergi meninggalkan tempat itu setelah mereka melihat munculnya orang-orang sakti seperti Ban-to Mo-li, Liu Bhok Ki, dan Sin-ciang Kai-ong. Mereka maklum bahwa tidak ada harapan lagi bagi mereka untuk membawa pulang seorang di antara dua orang anak yang minum darah anak naga itu, apalagi setelah mengetahui bahwa anak laki-laki itu telah terluka oleh pukulan beracun Ban-tok Mo-li sehingga darahnya pun tentu telah beracaun.

Tempat di tepi pantai Sungai Kuning itu kembali sunyi seperti sebelum terganggu oleh kehadiran banyak tokoh kang-ouw tadi. Dan matahari sudah naik tinggi.

********************

Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Gedung itu besar dan Indah, juga dalamnya mewah dengan perabot rumah yang serba mahal. Akan tetapi rumah di luar kota Ceng-touw itu jauh dari tetangga dan mempunyai kebun yang luas di sekelilingnya. Rumah terpencil dan bukan hanya terpencil, akan tetapi juga dijauhi oleh semua orang yang tinggal di sekitar kota Ceng-touw di Propinsi Shan-tung.

Rumah itu terkenal oleh semua penduduk sebagai rumah Phang Toa-nio (Nyonya Besar Phang) yang tinggal bersama puterinya yang dikenal dengan sebutan Phang Siocia (Nona Phang) bersama belasan orang pelayan wanita. Yang membuat orang segan dan menjauhi rumah itu adalah karena keluarga Phang yang hanya terdiri dari ibu dan anak serta belasan orang pelayan wanita itu terkenal sebagai keluarga yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi, bahkan mereka itu ringan tangan, sedikit-sedikit memukul orang, bahkan kalau ada yang berani melawan, tentu akan tewas dalam keadaan mengerikan.

Bagi orang kang-ouw, keluarga itu, terutama ibunya, lebih dikenal lagi dengan perasaan takut karena nyonya rumah itu bukan lain adalah Phang Bi Cu yang berjuluk Ban-tok Mo-li. Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu adalah seorang janda yang mempunyai seorang saja anak, seorang anak perempuan yang diberi nama Sim Lan Ci. Memang Ban-to Mo-li seorang yang amat aneh. Sejak menjadi pengantin baru, dua tahun saja ia sudah tidak cocok dengan suaminya. Dan ia mempunyai seorang kekasih baru seorang pemuda she Sim. Ketika suaminya menyeleweng dengan wanita lain suami itu dibunuhnya!

Dan ketika hubungannya dengan pemuda she Sim itu berlarut sampai beberapa tahun dan ia kemudian mengandung karena perhubungan mereka, ia pun membunuh pemuda she Sim itu! Ketika anaknya terlahir perempuan ia meberinya nama Lan Ci dan memakai she (nama keluarga) Sim! Memang seorang wanita yang aneh dan juga kejam sepeti iblis! Seperti kita ketahui, Phang Bi Cu adalah kakak perempuan dari Phang Hui Cu yang telah meninggal dunia, dahulu isteri dari Liu Bhok Ki.

Ban-to Mo-li Phang Bi cu mengembleng puterinya sehingga Sim lan Ci memiliki kepandaian yang tinggi walaupun belum dapat menyamai tingkat ibunya. Phang Bi Cu mendengar bahwa adik kandungnya, yaitu Phang Hui Cu dibunuh oleh suaminya sendiri, akan tetapi ia tidak mempedulikan hal ini. Ia sendiri juga membunuh suaminya, juga kekasihnya, maka perbuatan Liu Bhok Ki yang membunuh isterinya, yaitu adik kandungnya, dianggapnya hal yang lumrah dan ia tidak mau mencampurinya.

Akan tetapi tidak demikian dengan Sim Lan Ci. Dari ibunya, ia mendengar akan nasib bibinya yang tewas di tangn Liu Bhok Ki itu. maka, Sim Lan Ci lalu meninggalkan rumah ibunya dan pergi mencari Liu Bhok Ki yang berjuluk Sin-tiauw (Rajawali Sakti) di Kui-san.

Dan seperti kita ketahui di bagian pertama dari kisah ini, Sim Lan Ci bukan hanya gagal membunuh bekas suami bibinya itu, bahkan ia sendiri diberi obat perangsang sehingga melakukan hubungan badan dengan Coa Siang Lee. Karena mereka saling tertarik dan saling jatuh cinta, maka peristiwa yang terjadi diluar kesadaran mereka karena keduanya diberi oabat perangsang oleh Liu Bhok Ki ketika mereka berdua tertawan dan pingsan, keduanya segera mengambil jalan terbaik, yaitu akan menjadi suami isteri.

Demikianlah, Sim lan Ci dan Coa Siang Lee lalu pergi menghadap ibu kandung dan kakek pemuda itu di Hek-houw-pang. Ketua Hek-houw-pang, yaitu Coa Song yang telah berusia enam puluh lima tahun, hanya menarik napas panjang ketika cucunya tidak berhasil membunuh musuh besar itu, bahkan Liu Bhok Ki telah menewaskan para murid Hek-houw-pang...

Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 07

“Manusia-manusia buas seperti iblis!” Liu Bhok Ki membentak. “Kalian menjadi kejam dan jahat oleh dorongan nafsu ingin memperoleh darah anak naga! Tidakkah kalian melihat betapa anak ini menderita dan keracunan hebat?”

Tiba-tiba terdengar suara ketawa merdu, yaitu suara ketawa Ban-tok Mo-li. “Hi-hi-hik, Liu Bhok Ki! jangan berlagak menjadi pendekar budiman! Engkau sendiripun memperebutkan anak naga dan tentu engkau menginginkan pula darah anak itu!”

Semua orang terkejut. Baru sekarang mereka tahu bahwa orang tinggi besar yang melindungi Han Beng itu adalah pendekar Liu Bhok Ki yang namanya pernah mengemparkan dunia persilatan puluhan tahun yang lalu!

Liu Bhok Ki juga mengenal wanita cantik itu. Teringat dia akan mendiang isterinya. Memang terdapat banyak persamaan baik bentuk tubuh maupun wajah antara isterinya dan wanita itu bukan lain adalah enci dari isterinya. “Phang Bi Cu,” katanya halus dan menyebut nama wanita itu karena dia tidak mau menyebutkan julukannya yang mengerikan itu. “Aku sama sekali tidak menginginkan darah anak ini, melainkan hendak melindunginya karena dikeroyok oleh jagoan-jagoan dunia persilatan yang tidak tahu malu!”

“Bohong!” kata Ban-to Mo-li sambil melirik kepada semua tokoh yang mengepung tempat itu. “Siapa tidak tahu bahwa tadi engkau telah pula menelan mustika naga?”

Liu Bhok Ki terkejut. Tak disangkanya bahwa wanita ini sungguh cerdik dan dapat mengetahui hal itu. “Benar, akan tetapi aku hanya ingin melindungi anak ini karena dialah yang tadi memberikan anak naga itu kepadaku.”

Mendengar ini, para tokoh kang-ouw sudah menrjang lagi dan disambut oleh Liu Bhok Ki. Kini pendekar inilah yang dikeroyok, akan tetapi dia memang hebat bukan main, ilmu silatnya tinggi dan tenaga sin-kangnya sukar dilawan sehingga banyak diantara para pengeroyok itu roboh oleh pukulan atau tendangan kakinya.

Seorang tosu yang sudah tua, usianya kurang lebih tujuh puluh tahun, bertubuh pendek kate dan jubahnya berwarna kuning, di punggungnya terdapat sebuah pedang yanag panjang, meloncat kea rah Giok Cu dan cepat sekali tangannya menyambar tubuh anak itu dan dibawanya lari!

Melihat ini, Ban-tok Mo-li berseru marah. “Tosu keparat, kembalikan bocah itu kepadaku!” dengan gerakan tubuhnya yang ringan bagaikan seekor burung wallet, Ban-tok Mo-li sudah berlari mengejar. Ia melihat Han Beng masih lumpuh sedangkan Liu Bhok Ki dikeroyok banyk orang. Untuk sementara waktu tidak akan ada yang mampu melarikan Han Beng, maka lebih dulu ia harus merampas anak itu lebih dahulu ia harus merampaskan anak perempuan itu. ia tidak akan membiarkan siapapun melarikan dua orang anak itu yang akan dibawanya semua.

Tosu yang melarikan Giok Cu itu pun memiliki ilmu lari cepat yang cukup hebat. Dia adalah Tung-hai Cin-jin, seorang tosu perantau yang namanya terkenal sekali di daerah pantai timur. Ilmu silatnya tinggi, terutama sekali ilmu pedang samurainya yang panjang, dan ilmu tendangan yang disebut Tendangan terbang.

Sebagai seorang tokoh kang-ouw, tentu saja Tung-hai Cin-jin juga ingin mendapatkan anak naga. Dia membutuhkan mustika dan darah naga karena menurut dongeng, satu diantara khasiat darah naga dan mustika naga itu adalah memperpanjang usia! Dia sudah berusia tujuh puluh tahun dan merasa betapa usia tua menggerogoti tubuhnya dan kkuatannya. Karena itu, dia ingin sekali mempermuda dirinya dan memperpanjang usianya!

Memang kalau dilihat kenyataan ini amatlah aneh. Semua manusia merasakan betapa kehidupan ini bergelimang kekecewaan, penyesalan, duka, rasa takut, permusuhan, apalagi kalau usia tua sudah mencengkeram diri, maka banyak penderitaan dialami, terutama sekali penderitaan jasmani yang sudah mulai lemah dan berpenyakitan. Akan tetapi anehnya, semua orang ingin berusia panjang!

Dua orang itu terlalu tangguh untuknya. Maka, begitu melihat Ban-tok Mo-li turun tangan, juga Liu Bhok Ki melindungi anak laki-laki, dia melihat betapa perhatian orang semua ditujukan kepada anak laki-laki dan seakan melupakan anak perempuan yang hampir roboh karena lemas itu. maka, dia pun berpikir bahwa kalau tidak bisa mendapatkan keduanya, memperoleh anak perempuan itu pun sudah cukup berharga.

Dia lalu mempergunakan Gin-kangnya, melompat, menyambar tubuh Giok Cu dan melarikan anak perempuan itu. dia merasa betapa ketika dia menyentuh tubuh anak itu, terasa amat panas dan hawa panas yang luar biasa menyerangnya. Namun, dia cukup pandai dan memiliki sin-kang yang kuat untuk melindungi dirinya dari serangan hawa panas itu. Dia berhasil memondong lalu mengempit tubuh anak perempuan itu dan dibawanya lari secepat terbang.

Akan tetapi, belum ada lima ratus meter dia lari, tiba-tiba berkelebat bayangan yang cepat sekali melewatinya dan ada angin menyambar kearah kepalanya. Tung-hai Cin-jin mengelak kesamping dan ketika dia memandang, ternyata ban-tok Mo-li telah berada dihadapannya!

Peristiwa sejak perebutan anak naga di permukaan sungai tadi sudah berjalan dengan cepatnya dan tanpa terasa, kini malam telah mulai terusir kegelapaannya dan terganti cuaca pagi yang remang-remang. Namun Tung-hai Cin-jin mengenal baik siapa wanita di depannya maka tanpa banyak cakap lagi dia lalu mencabut pedang samurainya dan melintangkan pedang panjang itu didepan dada.

“Tosu tua bangka tak tahu diri! Apakah engkau lebih mementingkan anak perempuan itu daripada nyawamu? Hayo berikan anak itu atau terpaksa kuambil nyawamu lebih dulu!” bentak ban-tok Mo-li dengan siakap garang.

“Sian-cai..., Ban-tok Mo-li, pinto (saya) amat membutuhkan anak ini, disana masih ada anak laki-laki itu yang akan lebih berguna bagimu daripada anak ini. Berilah kesempatan kepada pinto, Phang-toanio (Nyonya besar Phang), dan pin-to tidak akan melupakan budimu ini.”

“Persetan denganmu!” bentak Ban-tok Mo-li. “Serahkan anak itu!”

Tung-hai Cin-jin menggeleng kepalanya. “Tidak, Toanio, pin-to membutuhkannya!”

“Keparat, mampuslah!” Ban-tok Mo-li sudah menggerakkan tangannya dan tahu-tahu ada sinar kilat menyambar kearah leher tosu itu. Kiranya wanita cantik itu telah mencabut pedang dan sambil terus melakukan serangan kilat.

Demikian cepatnya gerakan wanita ini sehingga mengejutkan hati Tung-hai Cin-jin! Cepat dia memutar pedang samurai di tangan kanannya dengan pengerahan tenaga. Pedang itu besar dan berat dia menangkis dengan sekuatnya dengan maksud membuat pedang wanita itu terpental dan terlepas.

Akan tetapi, Ban-to Mo-li adalah seorang datuk sesat yang selain amat lihai ilmu silatnya, juga cerdik bukan main. Ia tidak mau mengadu tenaga dengan lawan kakek pendek ini, apalagi pedang di tangan lawan itu berat dan besar. Biarpun ia tidak takut kalau sin-kangnya kalah kuat, setidaknya ia kuatir kalau-kalau pedangnya akan rusak. Cepat ia mengelebatkan pedangnya menghindarkan pertemuan dengan samurai lawan dan tangan kirinya sudah menggerakkan kipas. Kipas itu menutup dan gagangnya menotok kearah pundak kanan Tung-hai Cin-jin.

Kakek kate ini terkejut bukan main, namun dia masih dapat melempar tubuh kebelakang dan berjungkir balik sampai lima kali membuat salto. Gerakannya cepat dan indah sehingga Ban-tok Mo-li kagum juga. Kakek yang sudah amat tua itu ternyata masih gesit bukan main.

Sementara itu, ketika dibawa jungkir balik, Giok Cu yang sudah lemas dan hampir pingsan itu, tiba-tiba menjadi sadar kembali. Begitu sadar dan melihat dirinya dikempit oleh seorang kakek kate dan wanita cantik itu menyerang penawannya, iapun berpendapat bahwa lebih baik terjatuh ke tangan wanita cantik itu daripada ke tangan kakek pendek yang tua dan bau pakaiannya apak itu. Maka, ia pun lalu memukul dengan tangan kanannya dan kepalanya berada di belakang, dengan sekuatnya anak perempuan ini memukul kearah punggung Tung-hai Cin-jin.

“Dukkk…!”

“Aduhhh… Ahhh, panas…!” kakek pendek itu terpaksa melepaskan kembali kempitannya dan dia terpelanting, lalu cepat berguling sambil memutar pedang melindungi tubuhnya. Ketika dia melihat bahwa Ban-tok Mo-li tidak mengejarnya, kakek itu terus berguling menjauh, kemudian meloncat bangun dan melarikan dir dengan muka kecewa sekali. Dia gagal memperoleh obat awet muda, bahkan sebaliknya menerima pukulan dai punggungnya yang walaupun tidak mendatangkan luka parah, namun hawa panas itu mengacaukan jalan darah di punggungnya dan mungkin akan membuat dia menderita penyakit encok yang berat di punggung!

Ban-to Mo-li menghampiri Giok Cu yang tadi terlempar ketika kakek itu melepaskannya dan memandang anak perempuan itu penuh perhatian. Seorang anak perempuan yang amat cantik, pikirnya. Bentuk hidungnya, mulutnya, terutama sepasang matanya amat indah dan kelak menjadi seorang wanita yang cantik sekali.

“Hemmm, siapakah namamu?” tanyanya mendekati.

Giok Cu sudah bangkit berdiri, dan biarpun tubuhnya lemas dan kepalanya masih pening, namun aneh, setelah ia melakukan pukulan tadi, kini keadaannya mendingan. Ia tidak tahu bahwa kalau ia mempergunakan tenaganya, maka hawa panas yang ditimbulkan oleh darah ular tadi sebagaian akan keluar sehingga dirinya tidak begitu tertekan. Dengan tabah ia memandang wanita itu dan Giok Cu juga merasa suka karena wanita itu memang cantik sekali dan pakaiannya indah, juga mulutnya tersenyum manis.

“Namaku Bu Giok Cu,” jawabnya singkat.

“Giok Cu (batu kemala)? Wah, namamu indah. Giok Cu, kenapa kau tadi memukul kakek itu?”

“Karena aku tidak suka padanya, bajunya berbau apak dan dia tentu tidak akan bersikap baik kepadaku.”

“Hemmmm, apakah engkau tidak tahu bahwa aku pun akan membawamu?” ia berhenti sebentar melihat sepasang mata yang memandangnya dengan terbuka lebar tanpa sedikitpun perasaan takut terbayang di dalamnya itu. Seorang anak yang baik sekali, pikirnya. Kelak tentu menjadi seorang gadis yang selain cantik jelita, juga pemberani. Akan tetapi darah naga ditubuhnya itu! ia amat membutuhkannya.

“Apakah engkau memilih aku daripada dia?”

Giok Cu mengangguk. “Aku memilih engkau. Engkau cantik dan ramah.”

“Baiklah, kalau begitu mari ikut aku. Aku akan mengajak pula anak laki-laki itu.”

“Han Beng? Ah, sungguh hatiku senang sekali kalau begitu, bibi. Kau tolonglah dia!” Dan Giok Cu sedikit pun tidak membantah, bahkan ikut berlari disamping wanita itu yang menggandeng tangannya.

Melihat betapa anak perempuan itu dapat berlari ringan dan cepat, Ban-tok Mo-li merasa heran dan ia mempercepat larinya. Aneh sekali! Giok Cu dapat mengimbangi larinya tanpa banyak kesukaran! Dan tanpa diketahui oleh Giok Cu, ketika ia berlari, berarti ia mempergunakan tenaga dan hawa panas di tubuhnya itu pun menerobos keluar an membuat keadaan tubuhnya menjadi lebih baik lagi!

Diam-diam wanita iblis itu kagum dan girang. Ia tahu bahwa anak ini tidak pernah mempelajari ilmu berlari cepat, akan tetapi secara tiba-tiba saja menguasai tenaga yang amat hebat. Tentu berkat darah anak naga, pikirnya!

Mereka tiba ditempat tadi, dimana Liu Bhok Ki masih dikeroyok banyak orang. Pria perkasa itu mengamuk dan biarpun para tokoh kang-ouw mulai mengeroyoknya dengan senjata di tangan, Liu Bhok Ki melawan hanya untuk menjaga diri dan melindungi Han Beng saja. Dengan sabuknya, dia menghalau semua senjata, merobohkan beberapa orang tanpa bermaksud membunuh mereka. Tiba-tiba terdengar suara ketawa merdu.

“Hi-hi-hik, kalian ini semua adalah orang-orang kang-ouw yang tolol! Lihat baik-baik, anak laki-laki itu telah terluka oleh kuku tanganku! Dia sudah keracunan dan siapa pun yang mendapatkan dia, hanya akan melihat dia mati dengan daging dan darah yang membusuk! Darahnya tidak ada gunanya lagi bagi siapapun juga. Hanya aku yang dapat mengobatinya. Untuk pa kalian masih memperebutkan dia?”

Mendengar ini, semua orang tertegun dan menahan senjata mereka. Kalau benar apa yang dikatakan wanita iblis itu, maka memang tidak ada gunanya memiliki bocah itu, dan mereka tadi pun sudah melihat Han Beng ditampar oleh wanita iblis itu. Juga Liu Bhok Ki menjadi tertegun, lalu dia menghampiri Han Beng. Dilihatnya betapa ada bekas tapak tangan menghitam di leher anak itu, dan ada guratan kuku yang lebih hitam lagi, wanita iblis itu tidak berbohong!

Akan tetapi, dia merasa semakin kasihan kepada Han Beng dan bermaksud untuk menolongnya, dan untuk berusaha mencarikan obatnya kalau benar anak itu terancam racun maut. Maka, dia lalu mengangkat tubuh Han Beng keatas punggungnya. Bocah itu membuka mata dan Liu Bhok Ki Berbisik kepadanya.

“Jangan takut, rangkul leherku kuat-kuat dan aku akan melindungimu dari mereka.”

Han beng memang sudah menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Liu Bhok Ki semenjak dia melihat pria gagah perkasa ini diatas perahu. Tadi dia melihat betapa kakek itu membelanya mati-matian maka dia pun menurut saja dan dia merangkul pundak dan leher kakek itu. liu Bhok Ki sambil memutar sabuknya hendak melarikan Han Beng, akan tetapi para tokoh kang-ouw tidak membiarkan dia lolos begitu saja.

Mereka ini menghadang dan mengepung sehingga kembali terjadi perkelahian sambil menggendong tubuh Han Beng. Bocah ini tidak tinggal diam. Biarpun dia digendong, kedua tangannya tidak mau tinggal diam dan setiap kali ada lawan yang dekat, dia berusaha memukul dengan kedua tangannya yang masih mengeluarkan hawa panas! Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa bergelak.

“Ha-ha-ha! Sungguh lucu sekali! Aku tidak lagi dapat membedakan mana pendekar dan orang kang-ouw, dan mana anjing-anjing kelaparan yang memperebutkan tulang! Dan agaknya orang-orang dunia persilatan sudah kehilangan kegagahan mereka, karena nafsu yang menyala-nyala lupa akan kegagahan sehingga main keroyok seperti ini! Sungguh tidak tahu malu dan aku tidak boleh membiarkan begitu saja!”

Lenyaplah suara ini digantikan munculnya seorang laki-laki tua yang pakaiannya penuh tambalan, bertubuh tinggi kurus seperti orang kurang makan, namun wajahnya selalu gembira dan tangananya memegang sebatang tongkat butut. Begitu dia muncul, dia mengobat-abaitkan tongkat bututnya, menghantam sana-sini dan orang-orang yang mengeroyok Liu Bhok Ki menjadi kacau balau!

Tongkat butut ini lihai bukan main. Ke mana pun menyambar, sukar dielakkan atau ditangkis karena gerakannya memukul dan biarpun ditangkap, tongkat itu dapat menyelinap, luput dari tangkisan lawan namun tetap saja mengenai sasaran. Terdengar suara bak-bik-buk karena ada saja punggung, pinggul atau kaki orang yang kena gebuk!

Melihat munculnya kakek berpakaian pengemis ini, Liu Bhok Ki menjadi senang. “Sin-Ciang kai-ong, terima kasih atas bantuanmu!” katanya sambil memutar sabuknya semakin cepat untuk mencari jalan keluar.

“Ha-ha-ha-ha-ha, Sin-tiauw (Rajawali Sakti), begitu muncul engkau menggegerkan dunia persilatan! Engkau tahu, tidak ada pohon tak berbunga, tidak ada perbuatan tanpa pamrih! Ha-ha-ha!”

Sambil menangkisi senjata para pengeroyok dengan sabuknya, Liu Bhok Ki mengerutkan alisnya. Betapa bodohnya dia mengira bahwa Raja Pengemis ini mau membantunya tanpa pamrih! “Apa kehendakmu, Kai-ong?”

“Aku mengagumi bocah itu. Berjanjilah untuk membiarkan dia menjadi muridku selama lima tahun setelah dia menjadi muridmu lima tahun!”

Liu Bhok Ki mengenal baik Raja Pengemis itu. Seorang gagah perkasa yang amat terkenal karena dia berhasil merajai semua perkumpulan pengemis dan dapat mencegah para pengemis menjadi penjahat-penjahat, sebaliknya memberi bimbingan kepada para jembel sehingga banyak diantara mereka itu yang dapat kembali ke masyarakat sebagai orang-orang berguna. Bahkan semenjak dia menjadi Kai-ong (Raja pengemis), bermunculanlah pengemis-pengemis yang lihai dan berjiwa pendekar!

Orang seperti Sin-ciang Kai-ong (Raja Pengemis Tangan Sakti) ini tidak mungkin akan berbohong dan tidak akan sudi membunuh anak ini untuk diambil darahnya! Dan tidak aneh kalau Sin-Ciang Kai-ong ingin mengambil anak ini menjadi murid karena tertarik melihat sepak terjang Han Beng tadi.

“Baiklah, aku berjanji!” kata Liu Bhok Ki.

“Ha-ha-ha, janji seorang Liu Bhok Ki takkan berubah walaupun langit runtuh dan bumi kiamat! Nah, bawalah pergi anak itu, biar aku yang menghadapi mereka ini!”

Melihat majunya Sin-Ciang Kai-ong yang membantu Liu Bhok Ki, orang kang-ouw menjadi jerih dan mereka pun tidak mempunyai harapan lagi untuk merampas han Beng, apalagi mendengar ucapan ban-tok Mo-li bahw darah anak itu telah keracunan hebat oleh kuku tangan iblis betina itu. Mereka mundur, bahkan sebagian besar lalu pergi, ada pula yang merawat teman yang terluka dalam pertempuran tadi. Akan tetapi Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu masih merasa penasaran. Sambil memondong Giok Cu, ia melompat dan hendak mengejar Liu Bhok Ki.

“Hendak lari kemana kau? Serahkan dulu bocah itu kepadaku!” bentaknya, dan begitu kipasnya mengebut, ada belasan batang jarum hitam beracun menyambar kearah Liu Bhok Ki dan Sin-ciang kai-ong.

Liu Bhok Ki cepat memutar sabuknya dan melompat ke samping, sedangkan Sin-Ciang kai-ong terkekeh dan tongkat bututnya memukul kesana-sini meruntuhkan semua jarum hitam.

“Heh-heh-heh, Ban-tok Mo-li kini semakin cantik akan tetapi juga semakin beracun dan kejam! Heh-heh, orang lain hanya berambut pada kepala dan beberapa tempat lagi di luar tubuh, akan tetapi agaknya engkau lain, di dalam hatimu juga berbulu, berambut. Engkau membunuhi orang seperti membunuh semut saja.”

“Jembel busuk, engkau pun akan kubunuh!” bentak Ban-to Mo-li Phang Bi Cu marah. Ia mengenal raja pengemis ini yang selalu bersikap ugal-ugalan dan memandang rendah orang lain walaupun juga amat lihai, maka kini ia menyerang dengan hebat, mengerahkan seluruh tenaganya. Pedangnya menyambar dasyat dan ketika Sin-ciang kai-ong meloncat jauh kebelakang, dari kipasnya menyambar sinar hitam dengan cepat sekali.

Sin-ciang Kai-ong memutar tongkat butut dan mengelak, akan tetapi tiba-tiba ia mengeluh dan tubuhnya terguling, jatuh miring di atas tanah! Agaknya ada satu dua batang jarum beracun yang mengenai tubuhnya dank arena jarum beracun itu mengandung racun yang berbahaya, maka dia pun tak mampu bangkit kembali.

“Huh!” Ban-tok Mo-li mendengus dan mencibir. Kiranya hanya sekian saja kelihaian orang yang disebut Raja Pengemis itu. Sambil memondong tubuh Giok Cu yang kini juga berada di punggungnya digendong seperti halnya Han Beng digendong Liu Bhok Ki, wanita ini mengerahkan tenaga dan lari mengejar, karena Liu Bhok Ki sudah melarikan diri sambil mengendong Han Beng.

Ketika Ban-tok Mo-li meloncati tubuh kai-ong, tiba-tiba ia mengeluarkan seruan kaget dan hampir saja ia jatuh terguling karena tiba-tiba sebatang tongkat butut telah menjegal kakinya dan ketika ia meloncat untuk menghindar, ujung tongkat itu menotok kearah kedua lututnya, dan yang ke tiga kalinya menotot lebih keatas lagi di antara kedua pahanya!

Tentu saja iblis betina itu mengeluarkan suara kaget dan nyeri, namun ia memang lihai bukan main. Tubuhnya yang meloncat lebih tinggi lagi, lalu menukik dan kepalanya ke bawah, pedangnya diputar untuk menyerang Sin-Ciang Kai-ong yang ternyata tadi hanya pura-pura jatuh saja!

Raja pengemis itu bergulingan dan meloncat berdiri sambil menyeringai lebar, lagaknya mengejek sekalai, bahkan dia menjulur lidahnya kepada Ban-tok Mo-li seperti ejekan diantara kanak-kanak.

“Ha-ha, Ban-to Mo-li. Kau kira aku begitu mudah jatuh oleh jarum-jarummu yang kotor itu?” dia mengebutkan bajunya dan beberapa batanag jarum runtuh keatas tanah. “Sayang, lain kali kirimilah aku jarum-jarum yang bersih untuk menjahit dan menambal pakaianku, Mo-li.”

Sin-ciang Kai-ong sengaja mengejek dan menggoda untuk memancing kemarahan Ban-to Mo-li dan dia berhasil mengalihkan perhatian iblis betina itu sehingga tidak dapat mengejar Liu Bhok Ki yang sudah berlari jauh. Wanita itu marah sekali.

“Sin-ciang Kai-ong! Selama ini, diantara kita tidak ada urusan dan kita tidak saling mengganggu. Akan tetapi sekarang, agaknya engkau mencari mampus!” Berkata demikian, Ban-to Mo-li Phang Bi Cu menggerakkan pedang dan kipasnya, melakukan serangan dengan dasyat. Kebutan kipasnya mengandung angina dan pedangnya membentuk gulungan sinar yang mengeluarkan bau amis dan harum aneh karena mengandung racun yang amat jahat.

“Heiiiiiiiit…!” Dengan gerakan lucu Sin-ciang kai-ong mengelak sambil menggerakkan tongkat bututnya.

“Tok-takkk-trangggg…!”

Berulang kali tongkat butut itu, dengan gerakan yang aneh dan lucu, dapat menangkis kipas dan pedang. Gerakan kai-ong memang aneh sekali, dan kadang-kadang kelihatan kaku dan tidak teratur, namun setiap kali tubuhnya terancam pedang atau gagang kipas, selalu tongkat itu sudah datang menolongnya dan menangkis senjata lawan dengan amat kuatnya mengandung tenaga yang dashyat sehingga Ban-tok Mo-li merasa betapa tangannya tergetar hebat Ban-to Mo-li terkejut. Ia sudah banyak mendengar tentang kelihaian Raja Pengemis ini, akan tetapi baru sekarang ia mengadu kepandaian.

Kai-ong adalah seorang ahli permaianan tongkat yang beraneka macam. Yang dimainkan ini mungkin yang dinamakan Ilmu Tongkat Setan Arak (Ciu-kwi Tung-hoat), kelihatan seperti orang mabuk mengobat-abit tongkat secara ngawur, akan tetapi hebatnya, kemana pun pedang dan kipas Ban-to Mo-li menyambar, selalu kedua senjata itu bertemu dengan ujung tongkat yang menangkis dengan kuatnya. Dan serangan balasan dari ujung tongkat yang lain menyambar secara tidak terduga-dua sehingga beberapa kali Mo-li terkejut dan terpaksa harus meloncat tinggi ke belakang untuk menghindarkan diri.

Setelah mereka bertanding selama belasan jurus, tahulah ban-to Mo-li bahwa tingkat kepandaian lawannya ini memang tinggi dan tidak boleh dibuat main-main. Ia baru mengerti mengapa orang ini dapat menjadi Raja Pengemis dan kekuasaannya diakui oleh semua kai-pang (perkumpulan pengemis) di empat penjuru dunia! Setidaknya, tingkat Raja Pengemis ini tidak berada dibawahnya, dan dalam keadaan menggendong Giok Cu, sungguh tidak mudah bagi ban-to Mo-li untuk mengalahkan Sin-ciang kai-ong.

“Ha-ha-ha, Ban-to Mo-li, kiranya selain makin cantik, engkau pun semakin lihai saja! Akan tetapi, bocah di punggungmu itu mengganggu gerakanmu. Bagaimana kalau bocah itu kau titipkan dulu kepadaku? Biarlah aku yang mengendong dan melawanmu. Kalau begitu baru seru. Dan aku pun tidak menolak kalau menjadi guru anak perempuan itu!”

Diejek demikian, an Tok Mo-li menjadi semakin marah, akan tetapi ia juga merasa kuatir. Kalau sampai si jembel ini benar-benar hendak merampas Giok Cu, repot juga ini! Apalagi kalau Bhok Ki muncul dan membantu jembel itu, ia akan celaka. Maka, ia pun menuding pedangnya kepada jembel tua itu dan membentak.

“Sin-ciang kai-ong, hari ini aku tidak sempat melayanimu, biarlah lain hari aku ingin menguji sampai dimana kepandaianmu. Hendak kulihat apa kau engkau mempunyai tiga buah kepala!”

“Ha-ha-ha!” Sin-ciang kai-ong meraba-raba muka dan kepalanya dengan gaya lucu mempermainkan. “Sebuah kepala saja sudah repot mengurus cuci muka, rambut, kumis, jenggot dan menggosok gigi, apalagi tiga buah kepala. Wah repotnya! Tapi kau tentu senang mempunyai kekasih dengan tiga buah kepala, Mo-li. Tentu dia pandai merayu dan bercinta, heh-heh!”

“Keparat!” Wanita itu memaki dan kedua tangannya bergerak cepat. Berhamburanlah jarum dan paku kearah tubuh Sin-ciang kai-ong, puluhan batang banyaknya! Tentu saja Sin-ciang Kai-ong tidak berani main-main lagi menghadapi serangan senjata rahasia dari seorang Ban-to Mo-li.

Repotlah dia memutar tongkat bututnya dan berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan diri dari serangan senjata-senjata rahasia kecil yang amat berbahaya karena kesemuanya mengandung racun yang mematikan itu. dan ketika dia berhenti bergerak lalu mengangkat muka memandang, ternyata wanita itu telah lenyap! Sin-ciang Kai-ong menghentikan senyumnya dan dia menarik napas panjang.

“Huiiiii! Sungguh berbahaya sekali wanita itu…!” Diapun segera meninggalkan tempat itu yang kini menjadi sunyi kembali.

Karena para tokoh kang-ouw sudah sejak tadi pergi meninggalkan tempat itu setelah mereka melihat munculnya orang-orang sakti seperti Ban-to Mo-li, Liu Bhok Ki, dan Sin-ciang Kai-ong. Mereka maklum bahwa tidak ada harapan lagi bagi mereka untuk membawa pulang seorang di antara dua orang anak yang minum darah anak naga itu, apalagi setelah mengetahui bahwa anak laki-laki itu telah terluka oleh pukulan beracun Ban-tok Mo-li sehingga darahnya pun tentu telah beracaun.

Tempat di tepi pantai Sungai Kuning itu kembali sunyi seperti sebelum terganggu oleh kehadiran banyak tokoh kang-ouw tadi. Dan matahari sudah naik tinggi.

********************

Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Gedung itu besar dan Indah, juga dalamnya mewah dengan perabot rumah yang serba mahal. Akan tetapi rumah di luar kota Ceng-touw itu jauh dari tetangga dan mempunyai kebun yang luas di sekelilingnya. Rumah terpencil dan bukan hanya terpencil, akan tetapi juga dijauhi oleh semua orang yang tinggal di sekitar kota Ceng-touw di Propinsi Shan-tung.

Rumah itu terkenal oleh semua penduduk sebagai rumah Phang Toa-nio (Nyonya Besar Phang) yang tinggal bersama puterinya yang dikenal dengan sebutan Phang Siocia (Nona Phang) bersama belasan orang pelayan wanita. Yang membuat orang segan dan menjauhi rumah itu adalah karena keluarga Phang yang hanya terdiri dari ibu dan anak serta belasan orang pelayan wanita itu terkenal sebagai keluarga yang memiliki ilmu kepandaian silat tinggi, bahkan mereka itu ringan tangan, sedikit-sedikit memukul orang, bahkan kalau ada yang berani melawan, tentu akan tewas dalam keadaan mengerikan.

Bagi orang kang-ouw, keluarga itu, terutama ibunya, lebih dikenal lagi dengan perasaan takut karena nyonya rumah itu bukan lain adalah Phang Bi Cu yang berjuluk Ban-tok Mo-li. Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu adalah seorang janda yang mempunyai seorang saja anak, seorang anak perempuan yang diberi nama Sim Lan Ci. Memang Ban-to Mo-li seorang yang amat aneh. Sejak menjadi pengantin baru, dua tahun saja ia sudah tidak cocok dengan suaminya. Dan ia mempunyai seorang kekasih baru seorang pemuda she Sim. Ketika suaminya menyeleweng dengan wanita lain suami itu dibunuhnya!

Dan ketika hubungannya dengan pemuda she Sim itu berlarut sampai beberapa tahun dan ia kemudian mengandung karena perhubungan mereka, ia pun membunuh pemuda she Sim itu! Ketika anaknya terlahir perempuan ia meberinya nama Lan Ci dan memakai she (nama keluarga) Sim! Memang seorang wanita yang aneh dan juga kejam sepeti iblis! Seperti kita ketahui, Phang Bi Cu adalah kakak perempuan dari Phang Hui Cu yang telah meninggal dunia, dahulu isteri dari Liu Bhok Ki.

Ban-to Mo-li Phang Bi cu mengembleng puterinya sehingga Sim lan Ci memiliki kepandaian yang tinggi walaupun belum dapat menyamai tingkat ibunya. Phang Bi Cu mendengar bahwa adik kandungnya, yaitu Phang Hui Cu dibunuh oleh suaminya sendiri, akan tetapi ia tidak mempedulikan hal ini. Ia sendiri juga membunuh suaminya, juga kekasihnya, maka perbuatan Liu Bhok Ki yang membunuh isterinya, yaitu adik kandungnya, dianggapnya hal yang lumrah dan ia tidak mau mencampurinya.

Akan tetapi tidak demikian dengan Sim Lan Ci. Dari ibunya, ia mendengar akan nasib bibinya yang tewas di tangn Liu Bhok Ki itu. maka, Sim Lan Ci lalu meninggalkan rumah ibunya dan pergi mencari Liu Bhok Ki yang berjuluk Sin-tiauw (Rajawali Sakti) di Kui-san.

Dan seperti kita ketahui di bagian pertama dari kisah ini, Sim Lan Ci bukan hanya gagal membunuh bekas suami bibinya itu, bahkan ia sendiri diberi obat perangsang sehingga melakukan hubungan badan dengan Coa Siang Lee. Karena mereka saling tertarik dan saling jatuh cinta, maka peristiwa yang terjadi diluar kesadaran mereka karena keduanya diberi oabat perangsang oleh Liu Bhok Ki ketika mereka berdua tertawan dan pingsan, keduanya segera mengambil jalan terbaik, yaitu akan menjadi suami isteri.

Demikianlah, Sim lan Ci dan Coa Siang Lee lalu pergi menghadap ibu kandung dan kakek pemuda itu di Hek-houw-pang. Ketua Hek-houw-pang, yaitu Coa Song yang telah berusia enam puluh lima tahun, hanya menarik napas panjang ketika cucunya tidak berhasil membunuh musuh besar itu, bahkan Liu Bhok Ki telah menewaskan para murid Hek-houw-pang...