Sepasang Naga Lembah Iblis Jilid 24 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

AKAUW menceritakan tentang keadaan Hek I Kaipang dan tentang pemilihan beng-cu dimana Yang Cien terpilih sebagai beng-cu, akan tetapi betapa dalam pemilihan bengcu itu, Koksu Kerajaan Wei telah bertindak licik hendak melakukan penangkapan kepada mereka yang tidak mau memihak pemerintah penjajah.

“Sekarang, agaknya pemerintah Toba telah membentuk suatu keadaan tandingan dalam dunia kang-ouw...“ kata Akauw. “Mereka memilih seorang pembantu Koksu sebagai beng-cu, dia adalah Thian-te Ciu-kwi…”

“Ah, datuk sesat itu!” kata Cai Pang-cu.

“Benar, sebagian besar yang mengikuti jejak Thian-te Ciu-kwi adalah para tokoh kang-ouw yang sesat. Semua kai-pang di utara memihak Yang-bengcu, bahkan semua perkumpulan dan partai silat besar biarpun tidak secara terang agar tidak dimusuhi pemerintah, diam-diam menyatakan mendukungnya hanya tinggal menanti dimulainya perjuangan melawan penjajah. Sekarang Yang-bengcu mengutus aku untuk menghadap Sun Huang-te, untuk mengajak kerja sama, tidak tahu bagaimana pendapat pangcu dalam hal ini...“

Ketua kai-pang itu menghela napas panjang. “Aaahhh, kalau bicara tentang kaisar kami, tidak jauh bedanya dengan raja-raja yang lain. Kerjanya hanya mengejar kesenangan belaka dan semua kekuasaan berada di tangan para pejabat tinggi dan thai-kam, terutama di tangan Ouw-yang Kok-su. Kami rasa, lebih baik kalau taihiap berhubungan dengan Ouw-yang Kok-su, karena dialah yang akan menentukan apakah taihiap dapat menghadap kaisar atau tidak. Akan tetapi, taihiap juga harus berhati-hati, karena Ouw-yang Kok-su adalah seorang yang amat licik dan cerdik bukan main..."

“Kami mengharapkan bantuan pangcu dalam hal ini agar kami dapat berhubungan dengan Ouw-yang Kok-su dan dapat menghadap kaisar Kerajaan Sun...“

“Jangan khawatir, taihiap. Bagaimanapun juga kami merasa bersatu dengan Hek I Kaipang, apalagi kalau Yang-pangcu sudah di akui oleh seluruh kai-pang di utara, dengan sendirinya kamipun siap untuk mengakuinya dan menaati pesannya. Sebetulnya apa yang hendak dilakukan oleh Yang-bengcu, taihiap?”

“Tentu saja berjuang mengusir penjajah Mongol dari tanah air. Dan untuk itu, Beng-cu akan menghimpun semua kekuatan dari berbagai pihak untuk bersatu, karena tanpa persatuan yang kokoh, tidak mungkin dapat mengusir penjajah yang masih memiliki pasukan yang amat kuat...“

“Akan tetapi untuk menghimpun semua itu, membutuhkan biaya yang amat besar, taihiap...“

“Untuk itu sudah diatur pula oleh beng-cu. Kalau masanya tiba, maka soal biaya tidak menjadi masalah. Beng-cu sudah mempunyai sumber dana yang cukup untuk membiayai suatu angkatan perang yang jumlahnya besar...“

“Bagus, kalau begitu, mari ji-wi kami antar untuk menghadap Ouw-yang Kok-su karena hanya dia yang dapat memungkinkan ji-wi menghadap kaisar. Akan tetapi berhati-hatilah, Ouw-yang Kok-su amat cerdik dan dia memiliki banyak jagoan silat yang lihai...“

“Terima kasih, pang-cu. Kami akan bersikap hati-hati sekali...“ jawab Akauw girang karena tak di sangkanya akan demikian mudah dia melaksanakan tugas yang diberikan Yang Cien kepadanya.

********************

Serial Sepasang Naga Lembah Iblis Karya Kho Ping Hoo

Dengan perantaraan Cai Pang-cu, Akauw dan Ji Goat pada suatu pagi mendapat kesempatan menghadap Ouw-yang Kok-su. Akauw dan Ji Goat menghadap pejabat tinggi itu di tempat tinggalnya, dan mereka melihat bahwa Koksu itu adalah seorang laki-laki berusia sekitar enam puluh tahun yang pendek gendut, wajahnya bulat dan sepasang mata yang sipit itu berderak-gerak lincah dan nampak cerdik sekali.

Ketika kedua orang muda itu memberi hormat kepadanya, Ouw-yang Koksu menyambut dengan sikap dingin. Di kanan kirinya terdapat enam orang pengawal pribadi, di antaranya terdapat dua jagoan berilmu tinggi, yaitu dua saudara yang terkenal dengan sebutan Bu-tek Siang-kui (Sepasang Iblis Tanpa Tanding)! Cai-pangcu juga setelah memberi hormat di persilahkan duduk dan ketua kai-pang ini nampaknya gentar menghadapi Koksu itu.

“Cai-pangcu, inikah kedua orang muda yang kau maksudkan itu...?”

“Benar, Taijin...“ jawab Cai Pangcu dengan sikap hormat.

“Nah, setelah sekarang mereka datang menghadapku, biarlah kami yang berurusan dengan mereka, engkau boleh meninggalkan tempat ini...“ kata pula Ouw-yang Kok-su dengan suaranya yang mengandung perintah.

Perintah ini agaknya melegakan hati Cai Kui, karena dia sendiri merasa tidak tenang berada di depan Koksu itu. Dia lalu memberi hormat, melirik kearah Akauw dan Ji Goat, lalu keluar dari tempat persidangan di rumah Koksu itu.

“Nah, sekarang, kalian berdua boleh menceritakan apa maksud kunjungan kalian ke sini seperti yang telah kami dengar dari Cai-pangcu itu. Ceritakan dengan sejelasnya!” perintah Koksu itu kepada Akauw dan Ji Goat.

Bagi Ji Goat, seorang puteri Perdana Menteri, tentu saja ia memiliki wibawa dan tidak merasa gentar sedikit pun juga menghadapi pejabat tinggi. Akan tetapi karena ia hanya ikut Akauw, maka ia berdiam diri saja dan menyerahkan kepada Akauw untuk menjawabnya.

“Nama saya Cian Kauw Cu, Tai-jin, dan ini adalah sahabat saya bernama Ji Goat. Kami berdua sengaja menghadap Taijin atas usul Cai Pangcu sebelum kami menghadap Yang Mulia Kaisar di sini, kami membawa pesan dari Yang-bengcu yang mengepalai dunia kang-ouw di sebelah utara Sungai Huai...“

“Hem, lancing benar beng-cu kalian itu, berani mengadakan hubungan dengan kaisar kami. Dia itu orang apakah berani hendak menghubungi kami...?”

“Dia adalah bengcu yang baru saja di angkat atas pemilihan para tokoh kang-ouw...“

“Dan sekarang, dia berani menghubungi kami atas dasar apakah? Apa kepentingannya untuk Kerajaan kami...?”

“Atas dasar saling menguntungkan dan dengan kepentingan yang sama, Taijin. Kita sama-sama menghadapi Kerajaan Wei di utara, sama-sama bercita-cita mengusir penjajah dari tanah air, itulah kepentingannya bersama dan karena itu pula maka bengcu kami berani menyuruh kami untuk menghadap Sri Baginda Kaisar Kerajaan Sun...“

“Hemmm, kalian memang untung kalau bekerjasama dengan kami, akan tetapi sebaliknya, apa keuntungannya bagi kami? Kalian hanya sekelompok orang yang tidak puas, mana ada kekuatan...?”

Akauw merasa penasaran sekali karena di anggap rendah. Dia sudah mendengar penjelasan dari suhengnya tentang rencana besar suhengnya tentang tenaga dari semua pihak. Maka dengan lancar diapun berkata, “Tai-jin kamipun bukan tidak bermodalkan kekuatan maka berani mengajak bekerja sama dengan Kerajaan Sun. Di belakang kami berdiri seluruh perkumpulan pengemis. Itu saja jumlahnya sampai puluhan ribu. Belum lagi partai-partai persilatan besar yang telah menyatakan mendukung sehingga kalau gerakan perjuangan dimulai, beribu-ribu ahli silat dari seluruh aliran di belakang kami karena rakyat bersimpati kalau kami berjuang membebaskan mereka dari pada penjajahan, dan kalau rakyat sudah berbondong datang membantu, maka dengan mudah akan dapat dikumpulkan ratusan ribu orang perajurit. Itulah modal yang ada pada kami, Tai-jin...“

Diam-diam Ji Goat merasa heran dan kagum. Akauw yang biasanya pendiam dan kalau bicara hanya satu-satu itu kini begitu pandai bicara! Dan semua ini karena pengalamannya selama beberapa tahun ini.

“Hemmmm, bagaimana kami dapat percaya keterangan yang muluk-muluk itu? Macam apakah bengcu kalian? Kalau melihat namanya, dia bukan seorang tokoh yang terkenal di dunia kang-ouw. Bahkan kami juga baru sekarang mendengar di sebutnya nama Yang Cien. Kenapa bukan para datuk besar atau ketua-ketua partai persilatan besar yang menjadi beng-cu melainkan sorang yang tidak terkenal. Apakah dia sudah tua...?”

“Dia hanya beberapa tahun lebih tua dari pada saya, Taijin, karena sesungguhnya dia adalah suheng saya sendiri...“

“Ahhh, seorang pemuda, ya? Mana mungkin seorang pemuda akan memimpin pergerakan besar? Jangan-jangan hanya sombongnya saja. Engkau sutenya, ya? Baiklah, dari kepandaian sutenya kami akan dapat menilai kepandaian suhengnya. Bersediakah engkau kami uji kepandaian sebelum kami mengambil keputusan apakah engkau pantas menghadap Sri baginda atau apakah bengcu itu pantas berhubungan dengan kami...?”

“Terserah kepada Taijin. Kami telah berani menjadi utusan, tentu berani pula menghadapi segala kesulitan yang kami hadapi. Kami siap untuk di uji, walaupun kami tidak dapat yakin akan menang, karena kepandaian manusia di dunia ini tidak ada batasnya, ada yang kuat tentu ada yang lebih kuat lagi, ada yang pandai tentu ada yang lebih pandai lagi. Dan dalam hal kekuatan dan kepandaian, saya masih jauh kalau di bandingkan dengan tingkat bengcu kami...!”

“Kami juga sekedar ingin mengetahui orang macam apa yang diutus oleh beng-cu menghadap ke sini, Siang-kui, bersiap-siaplah kalian untuk menandingi pemuda dan gadis ini...!”

Akauw tidak ingin Ji Goat terlibat atau terancam bahaya, maka cepat dia berkata, “Taijin, karena nona Ji Goat ini hanya merupakan seorang pengikut saja, biarlah saya yang akan menghadapi penguji kepandaian itu, biar saya maju seorang diri saja melawan mereka...!”

Ucapan ini tentu saja di anggap sebagai suatu kesombongan oleh Koksu. “Baik, kalau demikian yang kau kehendaki. Siang-kui, kalian maju bersama menghadapi pemuda ini, tanpa senjata karena kami hanya ingin mengujinya...“

Yang berjuluk Bu-tek Siang-kui (Sepasang Iblis Tanpa Tanding) adalah dua orang saudara kakak beradik yang tubuhnya tinggi besar dan tubuh mereka jelas memperlihatkan bahwa mereka itu bertubuh kokoh kuat dan bertenaga besar. Mereka berdua menggulung lengan baju dan menghadapi Akauw yang juga sudah bangkit berdiri. Ruangan itu cukup luas untuk mengadu ilmu dan Koksu tersenyum mengangguk memberi tanda setuju.

“Mulailah kalian bertiga!” katanya kepada Siang-kui juga kepada Akauw yang sudah siap menghadapi kedua orang lawannya. Dia sudah menduga bahwa dua orang lawannya tentu merupakan pesilat tangguh, dan terutama sekali mereka berdua itu agaknya mengandalkan kekuatan tenaga mereka. Maka, dia pun bersikap hati-hati sekali dan lebih mengandalkan kecepatan gerakannya yang jarang keduanya. Sepasang Iblis Tanpa Tanding itu keduanya tinggi besar dan wajah mereka pun mirip satu sama lain, hanya bedanya kakaknya bermuka kehitaman sedangkan adiknya bermuka kuning.

“Awas serangan kami!” tiba-tiba si muka hitam berseru memberi peringatan dan dengan cepat dia lalu menerkam dari kanan.

Akauw melihat betapa gerakan serangan itu mengandung angin pukulan yang kuat, akan tetapi baginya terlihat lamban. Dengan mudah saja diapun mengelak dan terkaman itu mengenai tempat kosong. Akan tetapi dari sebelah kiri, orang kedua sudah mengayun tangannya yang besar itu mengirim tamparan kea rah kepalanya. Kembali dia mengelak dengan miringkan tubuhnya.

Dua orang itu menyerang bertubi-tubi, silih berganti, namun gerakan mereka yang kuat itu dengan amat mudah di elakkan oleh Akauw yang berloncatan ke sana sini sambil memainkan ilmu silat monyet. Sampai belasan jurus dia tidak membalas menyerang, ingin melihat sampai dimana berbahayanya serangan mereka. Setelah mengenal benar kemampuan mereka, barulah Akauw menggunakan kesempatan luang untuk balas menyerang. Bahkan dia kini berani mengadu tenaga setelah yakin bahwa dalam hal tenaga otot, dia tidak kalah kuat.

Dua orang itu memang hebat, namun tenaga mereka belum mampu menandingi tenaga Akauw yang terdapat dari alam kehidupannya ketika hidup di antara kera dahulu. Juga dalam hal kecepatan mereka kalah jauh. Beberapa kali Bu-tek Siang-kui di buat terhuyung oleh gempuran tangan dan kaki Akauw dan melihat ini, Koksu lalu melerai.

“Sudah cukup, Siang-kui. Mundurlah Kalian...!” Ouw-yang Kok-su menghadapi Akauw dan memuji. “kepandaian saudara Cian cukup lihai, membuat kami merasa kagum...“

“Ah, Taijin terlalu memuji. Kami hanya memiliki sedikit kemampuan untuk membela diri kalau menghadapi halangan di dalam perjalanan...“

“Sudahlah, tidak perlu lagi merendahkan diri. Saudara Cian yang masih muda memang sudah pantas menjadi utusan Beng-cu untuk menghadap Sri Baginda. Kerajaan Chen (Sun) adalah Kerajaan besar dan Sri Baginda tidak dapat menerima sembarang orang. Akan tetapi agaknya Yang-bengcu dapat membuktikan bahwa dia dapat menyuruh seorang utusan yang baik untuk menyampaikan suratnya. Mari, bersiaplah untuk kalian kubawa menghadap kepada Yang Mulia...“

Pada masa itu, Cina telah terpecah-pecah dan terbagi-bagi menjadi banyak sekali Kerajaan kecil. Perpecahan ini di mulai sejak jaman Sam-kok (221–265). Jaman Sam-kok (Tiga Negara) memunculkan tiga Negara yang saling berebutan. Sesudah kerajaan Han Timur runtuh, maka yang menjadi kaisar adalah Tsau Pei yang memerintah di utara dengan mendirikan Wangsa Wei. Pada masa itu, di Barat daya berdiri pula Liu Pei yang mengangkat diri menjadi Kaisar Kerajaan Shu dan di tenggara ada pula Kerajaan Wu.

Terjadi pertikaian yang terus menerus dan perebutan kekuaasan antara tiga Negara atau tiga kerajaan ini. Berkali-kali perang berkobar di antara mereka, akan tetapi akhirnya Kerajaan Wei berturut-turut mengalahkan Kerajaan Wu sehingga Cina dapat dipersatukan kembali oleh bangsa atau Dinasti Wei. Namun, kerajaan ini tetap saja lemah, kesatuan dan persatuan tidak dapat dipelihara dengan sentosa. Banyak pembesar, jendral, gubernur, bahkan tuan tanah berdiri sendiri, memiliki pasukan dan mereka saling bertempur memperebutkan kekuasaan dan pengaruh.

Kekuasaan silih berganti jatuh ke tangan penguasa baru. hal ini memudahkan masuknya suku Bangsa Hsiung-nu, Turki, Tibet dan kemudian Bangsa Toba yang akhirnya dapat merampas kekuasaan atas Kerajaan Wei dan di seluruh Cina Utara di Kerajaan Wei atau kerajaan Toba ini. Sampai berabad lamanya bangsa ini berkuasa, masih mengakui bahwa kerajaan mereka adalah Kerajaan Wei sesungguhpun para pejuang menyebutnya kerajaan Toba Mongol.

Pada masa itu, di selatan juga berdiri banyak Kerajaan kecil-kecil, namun yang terbesar adalah Kerajaan Chen atau Kerajaan Sun yang di pimpin oleh Sun Huang-te. Kerajaan Chen inipun hanya merupakan kerajaan kecil saja yang ibu kotanya berada di Nan-king, karena daerah selatan juga sudah terpecah-pecah dan terdapat banyak sekali Kerajaan kecil.

Sun Haung-te mengaku masih keturunan Co Cho, seorang perdana menteri dari tiga kerajaan yang pernah memiliki nama besar di jaman Sam-kok, bukan saja karena kecerdikannya melainkan juga karena siasat-siasatnya dan kejahatannya! Karena merasa bahwa dia keturunan seorang ternama, maka Sun Huang-te tidak mau bersikap lunak terhadap Kerajaan Wei Toba, dan selalu memasang pasukan yang kuat di sepanjang perbatasan, tidak pernah mau mengakui kedaulatan Kerajaan Toba.

Ketika Akauw dan Ji Goat di lhadapkan Kaisar Sun Huang-te, mereka di terima dengan baik. Akauw segera menghaturkan surat yang dibawanya, titipan suhengnya dan surat itu dibacakan oleh seorang pejabat untuk kaisar. Pada dasarnya, dalam surat itu Yang Cien memperkenalkan diri sebagai beng-cu baru dan mengajak Kerajaan Chen atau Sun untuk bekerja sama menentang Kerajaan Wei Toba, mengusir penjajah asing dari tanah air.

Ketika pejabat yang bertugas itu membacakan surat Yang Cien, Kaisar Sun Huang-te yang berusia lima puluh tahun itu tertegun memandang kepada Ji Goat! Dia sama sekali tidak memperhatikan bunyi surat, melainkan memperhatikan gadis jelita yang menghadapnya dengan sikap gagah itu. Betapa cantiknya gadis utara itu! Tinggi semampai dan memiliki sepasang pipi kemerahan yang segar dan sehat.

Setelah surat selesai di baca, pejabat yang membacanya berkata kepada Kaisar, “Demikianlah, Yang Mulia, bunyi surat dari Yang-bengcu, mohon keputusan Yang Mulia!”

Barulah kaisar itu menjadi bingung karena tadi dia sama sekali tidak mendengar isi surat itu! “Nanti saja akan kami putuskan, kami ingin membicarakan isi surat dengan lebih terperinci bersama nona utusan ini!” Dia menudingkan telunjuknya kea rah Ji Goat sambil tersenyum memikat. Ji Goat terkejut sekali dan wajahnya berubah kemerahan.

“Yang Mulia, sebaiknya kalau Yang Mulia mempertimbangkan isi surat dan kalau belum dapat memberi keputusan sekarang, biarlah keputusan diberikan besok pagi. Sementara hamba yang akan minta penjelasan lebih lanjut kepada dua orang utusan...“ kata Koksu dengan suara lembut.

Di dalam suaranya ini, biarpun Koksu tidak menegur, akan tetapi jelas di situ terdapat keputusan dan sekaligus teguran kepada kaisar yang hanya mengangguk-angguk saja dan melihat ketika gadis yang membuatnya tergila-gila itu memberi hormat dan keluar bersama Akauw dan di antar oleh Koksu.

Setelah tiba di luar istana, Koksu berkata kepada Akauw. “Lebih baik ji-wi sekarang juga kembali ke utara. Pesan yang di sampaikan kepada kaisar telah di terima dan percayalah, dalam waktu dekat kami akan mengirim surat balasan...“

“Akan tetapi mengapa kami tidak mendapatkan jawaban secara langsung...“ Tanya Akauw.

Kok-su Ou-yang menghela napas. “Aih, salahnya engkau mengajak Nona Ji. Kaisar kami memang begitu, tidak boleh melihat wajah baru yang cantik. Akan tetapi, usul kerja-sama yang di tawarkan Yang-bengcu cukup menarik. Kalau memang kami pertimbangkan akan menguntungkan, tentu kami menyambut baik kerjasama itu...“

Demikianlah, setelah mengerti bahwa kaisar Sun Huang-te tergila-gila kepada Ji Goat dan mempunyai niat tidak baik terhadap gadis itu, Akauw lalu mengajak Ji Goat untuk meninggalkan Na-king dan kembali ke utara.

********************

Dalam perjalanan pulang ke utara ini, hubungan antara Akauw dan Ji Goat menjadi semakin akrab. Mereka kini tidak ragu lagi bahwa keduanya saling mencinta. Hal ini dapat mereka lihat dari gerak-gerik mereka, ucapan mereka dan pandang mata mereka kepada masing-masing dan kadang Ji Goat yang tersipu kalau Akauw memandangnya dengan sinar mata penuh kasih sayang.

Mereka menyeberangi Sungai Huai untuk kembali ke utara, akan tetapi karena mereka tidak mengenal jalan, maka mereka tersesat dan yang mereka seberangi adalah daerah Nam-kiang, yaitu daerah kekuasaan Gubernur Nam-kiang.

Pada suatu hari, perahu mereka berhasil menyeberang, dan begitu mereka tiba di daratan sebelah utara sungai , mereka di sambut oleh tiga puluh orang lebih perajurit yang mengepung mereka. Dan ketika mereka memandang, ternyata pasukan itu adalah pasukan pengawal yang sedang mengawal Panglima Coa sendiri yang sedang mengadakan pengawasan dan pengamatan di daerah itu!

Dari para pembantunya, Panglima Coa mendengar bahwa dua orang muda itu bukanlah sembarangan orang. Ada pembantunya yang mengenal Akauw sebagai seorang panglima yang pernah menangkap Gubernur Yen di Lok-yang dan bahwa gadis cantik yang datang bersamanya itu adalah puteri dari Perdana Menteri Ji. Bahkan Coa-ciangkun sudah mendengar bahwa Ji-Siocia adalah murid Koksu Lui Tat, sedangkan yang bernama Cian Kauw Cu adalah murid Thian-te Ciu-kwi. Dua orang muda yang berbahaya sekali dan kini tiba-tiba muncul di tepi sungai tentu mengandung maksud tertentu yang rahasia.

“Heiiii, berhenti kalian!” Bentak Coa-ciangkun sendiri setelah mereka berhasil menghadang kedua orang muda itu. “Siapakah kalian berkeliaran di daerah perbatasan ini dan apa yang hendak kalian lakukan...?”

Akauw terkejut sekali ketika melihat panglima besar itu menghadang sendiri. ”Aih, ciangkun, harap di maafkan. Kami dua orang yang sesat dalam perjalanan…” katanya memberi alasan.

“Hemmm, kalian dua orang muda tentu sedang memata-matai kami, ya?”

“Ah, tidak sama sekali ciangkun...?”

“kau kira aku tidak mengenal siapa kamu...? Bukankah kamu mata-mata yang bernama Cian Kauw Cu, yang pernah menangkap Gubernur Yen di Lok-yang...?”

Akauw kembali terkejut, tak di sangkanya bahwa panglima besar itu mengenalnya, pada hal tidak pernah bertemu. “Saya… saya sudah tidak menjadi panglima lagi, ciangkun, saya sudah menjadi seorang rakyat biasa. Harap lepaskan hamba, karena hamba tidak bersalah apa-apa...“

“Enak saja. Engkau berkeliaran di sini tanpa ijin, tentu ada sebabnya. Dan nona ini, bukankah nona ini puteri Perdana Menteri Ji Sun Cai? Mengapa berkeliaran pula di tempat ini? Hendak memata-matai kami, ya?”

Ji Goat tidak perlu berpura-pura lagi karena panglima itu sudah tahu tentang ayahnya. “Bagus sekali kalau engkau sudah mengenalku, panglima. Melihat muka ayah, harap engkau tidak menggangguku dan membiarkan kami lewat...“

“Tidak, Enak saja, setelah melanggar wilayah kekuasaanku begitu saja, minta dibebaskan. Aku harus menahan kalian dan sebelum ada penjelasan resmi dari Perdana Menteri Ji dan Koksu Lui kami tidak akan melepaskan kalian!”

“Coa-ciangkun!” kata Ji Goat yang kini sudah tahu dengan siapa ia berhadapan. “Engkau hendak menangkap aku, puteri Perdana Menteri...?”

“Kalau engkau datang berterang dan minta ijin, tentu kami tidak berani menangkapmu, akan tetapi engkau datang seperti seorang penjahat, seperti seorang penyeludup dan mata-mata yang patut di curigai. Aku harus mendapat kepastian dan Perdana Menteri harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu ini!”

“Pengawal, tangkap kedua orang ini!”

“Tahan…!” Terdengar seruan seorang dan muncullah seorang pemuda yang bukan lain adalah Yen Gun. Pemuda ini mendapat tugas dari Yang Cien untuk menyusul Akauw dan kalau perlu membantunya. Kebetulan sekali Yen Gun juga mengambil jalan itu sehingga dia dapat melihat betapa Akauw dan Ji Goat akan di tangkap oleh Panglima Coa. Dia sendiri sudah pernah berkunjung bersama ayahnya ke rumah Panglima Coa sehingga mengenal baik panglima ini.

“Ah, bukankah Yen-kongcu? Kenapa Yen-kongcu berada pula di tempat ini?”

“Coa-ciangkun, saya harap ciangkun tidak menangkap mereka. Mereka bukan musuh dan mereka tentu tidak sengaja datang ke tempat ini, seperti juga aku. Kami orang-orang muda memang merantau dan hendak meluaskan pengalaman, maka datang kemana saja tanpa maksud tertentu. Harap Coa-ciangkun suka memaafkan mereka...“

“Hemmm, Yen-kongcu menjadi pelarian karena ayahmu di tawan dan engkau melarikan diri. Hal ini kami sudah mengetahui. Kini muncul di sini, jangan-jangan membuat kami akan di anggap menyebunyikan kongcu. Sekarang, apa boleh buat kami terpaksa menahan kongcu pula sebagai tawanan. Tangkap mereka bertiga!”

Tiga orang muda itu tidak melakukan perlawan. Apa gunanya melakukan perlawanan kalau di tangkap oleh Coa-ciangkun yang memiliki puluhan ribu orang perajurit di daerah itu. Melawan pun tidak akan ada gunanya. Maka, merekapun menurut saja ketika di giring ke tempat tahanan.

Dalam tahanan ini barulah Yen Gun berkenalan lebih dekat dengan Akauw dan Ji Goat yang sudah dikenalnya lebih dulu sebagai sesame putera pejabat. Dan mereka hanya mengharapkan agar Yang Cien dengan cepat datang membebaskan mereka. Menurut keterangan Yen Gun, Yang Cien memang bermaksud menemui Coa-ciangkun dan Gubernur Gak, dan mereka yakin bahwa apabila Yang Cien dan Yen Sian sudah bertemu dengan kedua pejabat tinggi ini, mereka akan segera di beri kebebasan. Mereka di tahan di dalam benteng yang kokoh kuat, namun diperlakukan dengan baik.

********************

Beberapa hari kemudian datanglah Yang Cien bersama Yen Sian menghadap Gubernur Gak. Tentu saja ia di terima dengan baik oleh Gubernur itu, yang pernah menerima Yang Cien ketika pemuda ini menyerahkan surat dari mendiang Kam Lokai. dan kebetulan sekali ketika Yang Cien datang menghadap, Gubernur Gak sedang mengadakan perundingan dengan Coa-ciangkun tentang tangkapan Coa-ciangkun.

Ketika Gubernur Gak bertanya tentang maksud kunjungan Yang Cien, pemuda ini dengan terus terang berkata, “Gak-taijin, sekali ini saya datang menghadap sebagai seorang beng-cu. Hendaknya paduka ketahui bahwa saya telah di angkat dan di pilih sebagai bengcu oleh seluruh kai-pang dan beberapa perkumpulan silat yang besar, walaupun hal itu tidak di akui oleh pemerintah yang mengadakan pemilihan beng-cu tandingan dan mengangkat Thian-te Ciu-kwi pembantu Lui Kok-su, sebagai bengcu. Sekarang saya datang menghadap Taijin untuk berembuk bagaimana sebaiknya untuk memulai perjuangan kita bersama...“

“Maksud taihiap, bagaimana...? Harap diketahui bahwa kami belum memiliki niat untuk melakukan pemberontakan! Kami tetap akan setia kepada Kerajaan Wei selama Kerajaan Wei melakukan usaha perbaikan…“

“Gak-taijin, sudah bukan rahasia lagi bahwa pemerintah Kerajaan Wei Toba semakin buruk memperlakukan rakyat. Korupsi terjadi dimana-mana. Pejabat yang baik dan jujur bahkan di tangkapi. Gubernur Yen dan para pejabat di Lok-yang sudah di tangkapi, dan agaknya para pejabat di Nam-kiang tinggal menanti giliran. Terus terang saja, Taijin, kami sudah melakukan penyelidikan dengan tekun dan rakyat akan berdiri di belakang kita kalau kita hendak merombak pemerintah penjajah ini...“

“Orang muda!” bentak Coa-ciangkun. “Lancang benar engkau mengajak kami untuk memberontak...!”

“Maaf, Panglima. Bukankah panglima sendiri beberapa kali membangkang atas kehendak kaisar untuk menarik mundur pasukan...? Tarikan mundur pasukan itu hanya siasat Kok-su Lui untuk menjatuhkan paduka dan Gubernur Gak. Mereka hendak bersekutu dengan Kerajaan Chen atau Sun untuk memperluas pengaruh mereka di selatan. Dan saya sendiri sudah menghubungi Kerajaan Chen untuk menawarkan kerja sama. Kalau kita semua bekerja sama, menggulingkan pemerintah penjajah Mongol itu, maka barulah seluruh Cina dapat dipersatukan...“

“Hemm, orang muda. Engkau memiliki apakah maka berani membual untuk berjuang? Apa engkau memiliki pasukan?” Tanya sang jenderal.

“Panglima, saya adalah beng-cu dan di belakang saya terdapat puluhan ribu orang kang-ouw yang akan mendukung saya. Bukan saja seluruh anggota kai-pang di empat penjuru tunduk kepada saya karena saya adalah bengcu pilihan mereka, akan tetapi juga puluhan perkumpulan dan partai persilatan besar mendukung saya. Sudah kami selidiki bahwa kalau perjuangan dimulai, maka rakyat akan sepenuhnya mendukung penghancuran penjajahan dari tanah air. Kalau pasukan di Nam-kiang mau bergabung dengan kami, dan juga dengan pasukan Kerajaan Chen, tentu kita akan menjadi kuat dan dapat menjadi penghantam utara bagi pasukan pemerintah penjajah...“

“Enak saja engkau bicara. Apa kau kira untuk menghimpun pasukan besar itu tidak dibutuhkan biaya...? Biaya yang besar, darimana engkau akan mendapatkannya...? Tanya Coa ciangkun.

“Harap ji-wi tidak khawatir. Saya telah memikirkan dan memperhitungkan segalanya. Kami telah mempunyai sumber dana yang besar sekali, yang sanggup untuk memelihara ratusan ribu orang perajurit dalam waktu lama. Bahkan saya sudah mengutus sute saya sendiri yang bernama Cian Kauw Cu untuk menemui Kaisar Sun Huang te dari Kerajaan Chen dan saya hampir yakin bahwa Sun Huang-te akan menerima uluran tangan kami untuk bekerjasama...“

“Apa? Coa-ciangkun berseru. “Jadi Cian Kauw Cu itu utusanmu? Kami telah menawannya, bersama puteri Perdana Menteri Ji dan putera Gubernur Yen...!”

“Ah, panglima, harap paduka cepat membebaskan mereka. Mereka itu bukanlah musuh, sama sekali tidak bersalah terhadap paduka...“ kata Yang Cien kaget dan juga girang.

“Akan tetapi mengapa terdapat pula puteri Perdana Menteri Ji...?”

“Hendaknya diketahui bahwa nona Ji Goat adalah sahabat suteku dan ia tidak dapat disamakan dengan ayahnya. Ia bahkan membujuk ayahnya untuk mengundurkan diri akan tetapi ayahnya yang tidak mau malah marah dan hendak menahan puterinya sendiri. Nona Ji Goat adalah seorang gadis yang berjiwa patriot. Harap ciangkun membebaskannya sekarang juga...“

“Juga kakakku Yen Gun adalah seorang patriot sejati, dan kami mendendam kepada pemerintah penjajah karena ayah kami di tangkap...!” kata pula Yen Sian.

Tiga orang tawanan itu lalu di ambil dan di bawa ke tempat itu. Tentu saja mereka merasa gembira sekali bertemu dengan Yang Cien dan Yen Sian di rumah Gubernur Gak. Perundingan lalu dilakukan dengan serius sekali dan akhirnya, baik Gubernur Gak maupun Jenderal Coa sepakat untuk bekerjasama dengan Yang Cien...!

Nam-kiang benar-benar dijadikan perbentengan utama oleh Yang Cien dalam memulai perjuangan itu. Dia segera bersama Akauw pergi ke Lembah Iblis dan mengangkuti emas yang bergumpal-gumpal itu, dan dari harta karun ini mereka mampu untuk membiayai penghimpunan pasukan yang besar jumlahnya. Para anggota kai-pang di seluruh negeri di latih menjadi pasukan, dan rakyatpun berbondong-bondong datang untuk menjadi perajurit sukarela.

Kerajaan Wei Toba mendengar tentang pergerakan di Nam-kiang ini dan mereka segera mengirim pasukan untuk memadamkan pemberontakan. Akan tetapi yang mereka dapatkan bukan sekedar pemberontakan para anggota kai-pang, melainkan pemberontakan besar yang melibatkan pasukan di bawah komandan Coa dan Gubernur Gak, bahkan pasukan itu juga bergabung dengan pasukan dari Kerajaan Chen atau Sun! Pasukan dari kota raja di pukul mundur dalam perang pertama itu!

Perang berkobar dimana-mana setelah dimulai dari Nam-kiang. Yang Cien terus menghimpun pasukannya dan kekuasaannya semakin besar saja. Orang-orang mulai menaruh kepercayaan kepada beng-cu muda yang kini menjadi pemimpin perjuangan memberontak terhadap Kerajaan Wei Toba. Kemana saja Yang Cien dan Akauw memimpin pasukan mereka, kedua orang pendekar ini pasti memperoleh kemenangan. Yang Cien dan Akauw selalu turun ke lapangan sendiri, sepasang pendekar ini bagaikan sepasang naga hitam dan putih dari Lembah Iblis, mengamuk dengan pedang pusaka mereka dan gerakan pasukan mereka sukar dibendung, selalu menghancurkan siapa saja yang menghalang di depan.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Yang Cien yang pandai memilih tempat, menyerbu Lok-yang dan Lok-yang jatuh ke tangannya. Setelah Lok-yang jatuh dan menjadi pusat darimana dia mengatur pasukannya bergerak, maka tidak ada yang dapat menghentikannya lagi. Satu demi satu raja-raja kecil yang tidak mau bergabung dengannya di jatuhkan dan akhirnya, seperti terdapat dalam catatan sejarah yang gemilang dari perjuangan Yang Cien, kota Raja Tiang-an jatuh pula ke tangannya.

Perang hebat terjadi ketika Tiang-an di serbu. Tidak kurang dari Koksu Lui Tat sendiri yang memimpin pasukan ini, dan pasukan ini bentrok dan perang campur melawan pasukan inti yang di pimpin Yang Cien dan Akauw. Perang pun terjadilah dan Toat-beng Giam-ong Lui Tat atau Koksu mengamuk dengan senjata golok gergajinya yang ampuh. Namun dia bertemu dengan Yang Cien dan terjadilah pertandingan yang amat hebat. Golok gergaji dilawan Pek-liong Po-kiam. Bagaikan pertarungan harimau dan naga saja layaknya.

Semua perajurit yang berdekatan memandang kagum dan tidak berani mencampuri karena siapa berani berdekatan saja, baru terkena sinar kedua senjata itu sudah cukup untuk merobohkan mereka. Yang Cien harus memeras seluruh tenaga dan memainkan Bu-tek Cin-keng di samping ilmu pedang Pek-liong Kiam-sut, dan setelah lewat seratus jurus lebih barulah pedangnya berhasil membabat patah golok gergaji, menembus pakaian perang Koksu dan robohlah Toat-beng Giam-ong Lui Tat dengan leher terpenggal!

Terdengar sorak sorai pasukan pemberontak dan mulailah kekalahan pasukan kerajaan yang terakhir mempertahankan Tiang-an. Pasukan lain dari kota raja juga kocar kacir. Sebuah pasukan yang di pimpin oleh Lai Seng bersama Bong Kwi Hwa juga rusak binasa. Bong Kwi Hwa sendiri sudah roboh tewas, tinggal Lai Seng yang kemudian meninggalkan pasukannya dan melarikan diri.

Orang yang pengecut ini memang selalu memikirkan keselamatan dirinya sendiri saja. Setelah melihat isterinya tewas dan pasukannya tidak ada harapan untuk menang, dia lalu membalapkan kudanya dan melarikan diri keluar dari medan pertempuran terus membedal kudanya melarikan diri ke barat. Akan tetapi ketika kudanya tiba di sebuah tikungan, dia bertemu dengan sebuah pasukan istimewa. Pasukan yang terdiri dari wanita semua!

Dan ternyata pasukan ini adalah pasukan dari Thian-li-pang yang seperti juga perkumpulan kang-ouw lainnya, membantu perjuangan beng-cu yang Cien. Dan pasukan Thian-li-pang itu di pimpin sendiri oleh Im-yang To-kouw. Dapat di bayangkan betapa gemas dan marahnya Im-yang To-kouw ketika melihat siapa penunggang kuda yang melarikan diri. Ia memerintahkan para murid untuk mengepung, akan tetapi membiarkan ia sendiri untuk menghadapi musuh besar itu.

“Lai Seng, keparat terkutuk engkau. Tibalah saatmu menebus dosamu terhadap muridku Sun Nio!” teriak Im-yang To-kouw sambil mengelebatkan pedangnya dan kebutannya yang berbulu putih.

Wajah Lai Seng menjadi pucat. Maklum bahwa tidak mungkin dia keluar dari kepungan itu, dia lalu melompat turun dari kudanya dan menyerang Im-yang To-kouw dengan sengit. Terjadilah pertempuran mati-matian antara Im-yang To-kouw dan Lai Seng. Akan tetapi, hati Lai Seng sudah kehilangan nyalinya, dalam keadaan panik dan ketakutan itu permainan pedangnya ngawur dan biarpun dia berusaha untuk menang, namun belum sampai seratus jurus, kebutan di tangan Im-yang To-kouw telah dapat mengenai matanya. Dia terjengkang dan sebelum sempat menangkis, lehernya sudah terbabat oleh pedang to-kouw itu dan tewaslah Lai Seng.

Gubernur Yen belum terhukum mati dan gubernur ini dapat dibebaskan sehingga dia masih dapat memberi restu atas pernikahan puterinya, Yen Sian, dengan pemimpin besar Yang Cien. Perdana Menteri Ji membunuh diri setelah diapun merestui pernikahan Ji Goat dengan Cian Kauw Cu. Perdana Menteri ini merasa menyesal mengapa dia tidak mengikuti nasehat puterinya, namun penyesalannya telah datang terlambat. Dia harus membunuh diri agar terbebas dari hukuman.

Demikianlah riwayat berdirinya Kerajaan Sui (581–618) yang di dirikan oleh Yang Cien sebagai kaisar pertamanya. Dalam pimpinannya, Cina mendapatkan kembali kebesarannya. Keamanan kembali terpelihara, keadaan dalam negeri diperkuat, semua kekuatan dapat di persatukan.

Pemerintah di selenggarakan dengan kebijaksanaan, pajak di ringankan, hukum ditertibkan dan dilaksanakan dengan baik dan bahkan untuk kepentingan pertanian dan perdagangan, Yang Cien memerintahkan penggalian terusan-terusan yang menghubungkan kedua sungai induk, Huang-ho dan Yang-ce-kiang. Rakyat hidup Makmur dan tentram berkat pemerintahan yang dipegang tangan yang adil dan bijaksana. Agama berkembang dengan suburnya, kebudayaan maju dengan pesatnya.

Sampai disini selesailah kisah ini dan sampai jumpa di kisah yang lain.

T A M A T

Episode Selanjutnya:
PEDANG NAGA HITAM

Sepasang Naga Lembah Iblis Jilid 24

AKAUW menceritakan tentang keadaan Hek I Kaipang dan tentang pemilihan beng-cu dimana Yang Cien terpilih sebagai beng-cu, akan tetapi betapa dalam pemilihan bengcu itu, Koksu Kerajaan Wei telah bertindak licik hendak melakukan penangkapan kepada mereka yang tidak mau memihak pemerintah penjajah.

“Sekarang, agaknya pemerintah Toba telah membentuk suatu keadaan tandingan dalam dunia kang-ouw...“ kata Akauw. “Mereka memilih seorang pembantu Koksu sebagai beng-cu, dia adalah Thian-te Ciu-kwi…”

“Ah, datuk sesat itu!” kata Cai Pang-cu.

“Benar, sebagian besar yang mengikuti jejak Thian-te Ciu-kwi adalah para tokoh kang-ouw yang sesat. Semua kai-pang di utara memihak Yang-bengcu, bahkan semua perkumpulan dan partai silat besar biarpun tidak secara terang agar tidak dimusuhi pemerintah, diam-diam menyatakan mendukungnya hanya tinggal menanti dimulainya perjuangan melawan penjajah. Sekarang Yang-bengcu mengutus aku untuk menghadap Sun Huang-te, untuk mengajak kerja sama, tidak tahu bagaimana pendapat pangcu dalam hal ini...“

Ketua kai-pang itu menghela napas panjang. “Aaahhh, kalau bicara tentang kaisar kami, tidak jauh bedanya dengan raja-raja yang lain. Kerjanya hanya mengejar kesenangan belaka dan semua kekuasaan berada di tangan para pejabat tinggi dan thai-kam, terutama di tangan Ouw-yang Kok-su. Kami rasa, lebih baik kalau taihiap berhubungan dengan Ouw-yang Kok-su, karena dialah yang akan menentukan apakah taihiap dapat menghadap kaisar atau tidak. Akan tetapi, taihiap juga harus berhati-hati, karena Ouw-yang Kok-su adalah seorang yang amat licik dan cerdik bukan main..."

“Kami mengharapkan bantuan pangcu dalam hal ini agar kami dapat berhubungan dengan Ouw-yang Kok-su dan dapat menghadap kaisar Kerajaan Sun...“

“Jangan khawatir, taihiap. Bagaimanapun juga kami merasa bersatu dengan Hek I Kaipang, apalagi kalau Yang-pangcu sudah di akui oleh seluruh kai-pang di utara, dengan sendirinya kamipun siap untuk mengakuinya dan menaati pesannya. Sebetulnya apa yang hendak dilakukan oleh Yang-bengcu, taihiap?”

“Tentu saja berjuang mengusir penjajah Mongol dari tanah air. Dan untuk itu, Beng-cu akan menghimpun semua kekuatan dari berbagai pihak untuk bersatu, karena tanpa persatuan yang kokoh, tidak mungkin dapat mengusir penjajah yang masih memiliki pasukan yang amat kuat...“

“Akan tetapi untuk menghimpun semua itu, membutuhkan biaya yang amat besar, taihiap...“

“Untuk itu sudah diatur pula oleh beng-cu. Kalau masanya tiba, maka soal biaya tidak menjadi masalah. Beng-cu sudah mempunyai sumber dana yang cukup untuk membiayai suatu angkatan perang yang jumlahnya besar...“

“Bagus, kalau begitu, mari ji-wi kami antar untuk menghadap Ouw-yang Kok-su karena hanya dia yang dapat memungkinkan ji-wi menghadap kaisar. Akan tetapi berhati-hatilah, Ouw-yang Kok-su amat cerdik dan dia memiliki banyak jagoan silat yang lihai...“

“Terima kasih, pang-cu. Kami akan bersikap hati-hati sekali...“ jawab Akauw girang karena tak di sangkanya akan demikian mudah dia melaksanakan tugas yang diberikan Yang Cien kepadanya.

********************

Serial Sepasang Naga Lembah Iblis Karya Kho Ping Hoo

Dengan perantaraan Cai Pang-cu, Akauw dan Ji Goat pada suatu pagi mendapat kesempatan menghadap Ouw-yang Kok-su. Akauw dan Ji Goat menghadap pejabat tinggi itu di tempat tinggalnya, dan mereka melihat bahwa Koksu itu adalah seorang laki-laki berusia sekitar enam puluh tahun yang pendek gendut, wajahnya bulat dan sepasang mata yang sipit itu berderak-gerak lincah dan nampak cerdik sekali.

Ketika kedua orang muda itu memberi hormat kepadanya, Ouw-yang Koksu menyambut dengan sikap dingin. Di kanan kirinya terdapat enam orang pengawal pribadi, di antaranya terdapat dua jagoan berilmu tinggi, yaitu dua saudara yang terkenal dengan sebutan Bu-tek Siang-kui (Sepasang Iblis Tanpa Tanding)! Cai-pangcu juga setelah memberi hormat di persilahkan duduk dan ketua kai-pang ini nampaknya gentar menghadapi Koksu itu.

“Cai-pangcu, inikah kedua orang muda yang kau maksudkan itu...?”

“Benar, Taijin...“ jawab Cai Pangcu dengan sikap hormat.

“Nah, setelah sekarang mereka datang menghadapku, biarlah kami yang berurusan dengan mereka, engkau boleh meninggalkan tempat ini...“ kata pula Ouw-yang Kok-su dengan suaranya yang mengandung perintah.

Perintah ini agaknya melegakan hati Cai Kui, karena dia sendiri merasa tidak tenang berada di depan Koksu itu. Dia lalu memberi hormat, melirik kearah Akauw dan Ji Goat, lalu keluar dari tempat persidangan di rumah Koksu itu.

“Nah, sekarang, kalian berdua boleh menceritakan apa maksud kunjungan kalian ke sini seperti yang telah kami dengar dari Cai-pangcu itu. Ceritakan dengan sejelasnya!” perintah Koksu itu kepada Akauw dan Ji Goat.

Bagi Ji Goat, seorang puteri Perdana Menteri, tentu saja ia memiliki wibawa dan tidak merasa gentar sedikit pun juga menghadapi pejabat tinggi. Akan tetapi karena ia hanya ikut Akauw, maka ia berdiam diri saja dan menyerahkan kepada Akauw untuk menjawabnya.

“Nama saya Cian Kauw Cu, Tai-jin, dan ini adalah sahabat saya bernama Ji Goat. Kami berdua sengaja menghadap Taijin atas usul Cai Pangcu sebelum kami menghadap Yang Mulia Kaisar di sini, kami membawa pesan dari Yang-bengcu yang mengepalai dunia kang-ouw di sebelah utara Sungai Huai...“

“Hem, lancing benar beng-cu kalian itu, berani mengadakan hubungan dengan kaisar kami. Dia itu orang apakah berani hendak menghubungi kami...?”

“Dia adalah bengcu yang baru saja di angkat atas pemilihan para tokoh kang-ouw...“

“Dan sekarang, dia berani menghubungi kami atas dasar apakah? Apa kepentingannya untuk Kerajaan kami...?”

“Atas dasar saling menguntungkan dan dengan kepentingan yang sama, Taijin. Kita sama-sama menghadapi Kerajaan Wei di utara, sama-sama bercita-cita mengusir penjajah dari tanah air, itulah kepentingannya bersama dan karena itu pula maka bengcu kami berani menyuruh kami untuk menghadap Sri Baginda Kaisar Kerajaan Sun...“

“Hemmm, kalian memang untung kalau bekerjasama dengan kami, akan tetapi sebaliknya, apa keuntungannya bagi kami? Kalian hanya sekelompok orang yang tidak puas, mana ada kekuatan...?”

Akauw merasa penasaran sekali karena di anggap rendah. Dia sudah mendengar penjelasan dari suhengnya tentang rencana besar suhengnya tentang tenaga dari semua pihak. Maka dengan lancar diapun berkata, “Tai-jin kamipun bukan tidak bermodalkan kekuatan maka berani mengajak bekerja sama dengan Kerajaan Sun. Di belakang kami berdiri seluruh perkumpulan pengemis. Itu saja jumlahnya sampai puluhan ribu. Belum lagi partai-partai persilatan besar yang telah menyatakan mendukung sehingga kalau gerakan perjuangan dimulai, beribu-ribu ahli silat dari seluruh aliran di belakang kami karena rakyat bersimpati kalau kami berjuang membebaskan mereka dari pada penjajahan, dan kalau rakyat sudah berbondong datang membantu, maka dengan mudah akan dapat dikumpulkan ratusan ribu orang perajurit. Itulah modal yang ada pada kami, Tai-jin...“

Diam-diam Ji Goat merasa heran dan kagum. Akauw yang biasanya pendiam dan kalau bicara hanya satu-satu itu kini begitu pandai bicara! Dan semua ini karena pengalamannya selama beberapa tahun ini.

“Hemmmm, bagaimana kami dapat percaya keterangan yang muluk-muluk itu? Macam apakah bengcu kalian? Kalau melihat namanya, dia bukan seorang tokoh yang terkenal di dunia kang-ouw. Bahkan kami juga baru sekarang mendengar di sebutnya nama Yang Cien. Kenapa bukan para datuk besar atau ketua-ketua partai persilatan besar yang menjadi beng-cu melainkan sorang yang tidak terkenal. Apakah dia sudah tua...?”

“Dia hanya beberapa tahun lebih tua dari pada saya, Taijin, karena sesungguhnya dia adalah suheng saya sendiri...“

“Ahhh, seorang pemuda, ya? Mana mungkin seorang pemuda akan memimpin pergerakan besar? Jangan-jangan hanya sombongnya saja. Engkau sutenya, ya? Baiklah, dari kepandaian sutenya kami akan dapat menilai kepandaian suhengnya. Bersediakah engkau kami uji kepandaian sebelum kami mengambil keputusan apakah engkau pantas menghadap Sri baginda atau apakah bengcu itu pantas berhubungan dengan kami...?”

“Terserah kepada Taijin. Kami telah berani menjadi utusan, tentu berani pula menghadapi segala kesulitan yang kami hadapi. Kami siap untuk di uji, walaupun kami tidak dapat yakin akan menang, karena kepandaian manusia di dunia ini tidak ada batasnya, ada yang kuat tentu ada yang lebih kuat lagi, ada yang pandai tentu ada yang lebih pandai lagi. Dan dalam hal kekuatan dan kepandaian, saya masih jauh kalau di bandingkan dengan tingkat bengcu kami...!”

“Kami juga sekedar ingin mengetahui orang macam apa yang diutus oleh beng-cu menghadap ke sini, Siang-kui, bersiap-siaplah kalian untuk menandingi pemuda dan gadis ini...!”

Akauw tidak ingin Ji Goat terlibat atau terancam bahaya, maka cepat dia berkata, “Taijin, karena nona Ji Goat ini hanya merupakan seorang pengikut saja, biarlah saya yang akan menghadapi penguji kepandaian itu, biar saya maju seorang diri saja melawan mereka...!”

Ucapan ini tentu saja di anggap sebagai suatu kesombongan oleh Koksu. “Baik, kalau demikian yang kau kehendaki. Siang-kui, kalian maju bersama menghadapi pemuda ini, tanpa senjata karena kami hanya ingin mengujinya...“

Yang berjuluk Bu-tek Siang-kui (Sepasang Iblis Tanpa Tanding) adalah dua orang saudara kakak beradik yang tubuhnya tinggi besar dan tubuh mereka jelas memperlihatkan bahwa mereka itu bertubuh kokoh kuat dan bertenaga besar. Mereka berdua menggulung lengan baju dan menghadapi Akauw yang juga sudah bangkit berdiri. Ruangan itu cukup luas untuk mengadu ilmu dan Koksu tersenyum mengangguk memberi tanda setuju.

“Mulailah kalian bertiga!” katanya kepada Siang-kui juga kepada Akauw yang sudah siap menghadapi kedua orang lawannya. Dia sudah menduga bahwa dua orang lawannya tentu merupakan pesilat tangguh, dan terutama sekali mereka berdua itu agaknya mengandalkan kekuatan tenaga mereka. Maka, dia pun bersikap hati-hati sekali dan lebih mengandalkan kecepatan gerakannya yang jarang keduanya. Sepasang Iblis Tanpa Tanding itu keduanya tinggi besar dan wajah mereka pun mirip satu sama lain, hanya bedanya kakaknya bermuka kehitaman sedangkan adiknya bermuka kuning.

“Awas serangan kami!” tiba-tiba si muka hitam berseru memberi peringatan dan dengan cepat dia lalu menerkam dari kanan.

Akauw melihat betapa gerakan serangan itu mengandung angin pukulan yang kuat, akan tetapi baginya terlihat lamban. Dengan mudah saja diapun mengelak dan terkaman itu mengenai tempat kosong. Akan tetapi dari sebelah kiri, orang kedua sudah mengayun tangannya yang besar itu mengirim tamparan kea rah kepalanya. Kembali dia mengelak dengan miringkan tubuhnya.

Dua orang itu menyerang bertubi-tubi, silih berganti, namun gerakan mereka yang kuat itu dengan amat mudah di elakkan oleh Akauw yang berloncatan ke sana sini sambil memainkan ilmu silat monyet. Sampai belasan jurus dia tidak membalas menyerang, ingin melihat sampai dimana berbahayanya serangan mereka. Setelah mengenal benar kemampuan mereka, barulah Akauw menggunakan kesempatan luang untuk balas menyerang. Bahkan dia kini berani mengadu tenaga setelah yakin bahwa dalam hal tenaga otot, dia tidak kalah kuat.

Dua orang itu memang hebat, namun tenaga mereka belum mampu menandingi tenaga Akauw yang terdapat dari alam kehidupannya ketika hidup di antara kera dahulu. Juga dalam hal kecepatan mereka kalah jauh. Beberapa kali Bu-tek Siang-kui di buat terhuyung oleh gempuran tangan dan kaki Akauw dan melihat ini, Koksu lalu melerai.

“Sudah cukup, Siang-kui. Mundurlah Kalian...!” Ouw-yang Kok-su menghadapi Akauw dan memuji. “kepandaian saudara Cian cukup lihai, membuat kami merasa kagum...“

“Ah, Taijin terlalu memuji. Kami hanya memiliki sedikit kemampuan untuk membela diri kalau menghadapi halangan di dalam perjalanan...“

“Sudahlah, tidak perlu lagi merendahkan diri. Saudara Cian yang masih muda memang sudah pantas menjadi utusan Beng-cu untuk menghadap Sri Baginda. Kerajaan Chen (Sun) adalah Kerajaan besar dan Sri Baginda tidak dapat menerima sembarang orang. Akan tetapi agaknya Yang-bengcu dapat membuktikan bahwa dia dapat menyuruh seorang utusan yang baik untuk menyampaikan suratnya. Mari, bersiaplah untuk kalian kubawa menghadap kepada Yang Mulia...“

Pada masa itu, Cina telah terpecah-pecah dan terbagi-bagi menjadi banyak sekali Kerajaan kecil. Perpecahan ini di mulai sejak jaman Sam-kok (221–265). Jaman Sam-kok (Tiga Negara) memunculkan tiga Negara yang saling berebutan. Sesudah kerajaan Han Timur runtuh, maka yang menjadi kaisar adalah Tsau Pei yang memerintah di utara dengan mendirikan Wangsa Wei. Pada masa itu, di Barat daya berdiri pula Liu Pei yang mengangkat diri menjadi Kaisar Kerajaan Shu dan di tenggara ada pula Kerajaan Wu.

Terjadi pertikaian yang terus menerus dan perebutan kekuaasan antara tiga Negara atau tiga kerajaan ini. Berkali-kali perang berkobar di antara mereka, akan tetapi akhirnya Kerajaan Wei berturut-turut mengalahkan Kerajaan Wu sehingga Cina dapat dipersatukan kembali oleh bangsa atau Dinasti Wei. Namun, kerajaan ini tetap saja lemah, kesatuan dan persatuan tidak dapat dipelihara dengan sentosa. Banyak pembesar, jendral, gubernur, bahkan tuan tanah berdiri sendiri, memiliki pasukan dan mereka saling bertempur memperebutkan kekuasaan dan pengaruh.

Kekuasaan silih berganti jatuh ke tangan penguasa baru. hal ini memudahkan masuknya suku Bangsa Hsiung-nu, Turki, Tibet dan kemudian Bangsa Toba yang akhirnya dapat merampas kekuasaan atas Kerajaan Wei dan di seluruh Cina Utara di Kerajaan Wei atau kerajaan Toba ini. Sampai berabad lamanya bangsa ini berkuasa, masih mengakui bahwa kerajaan mereka adalah Kerajaan Wei sesungguhpun para pejuang menyebutnya kerajaan Toba Mongol.

Pada masa itu, di selatan juga berdiri banyak Kerajaan kecil-kecil, namun yang terbesar adalah Kerajaan Chen atau Kerajaan Sun yang di pimpin oleh Sun Huang-te. Kerajaan Chen inipun hanya merupakan kerajaan kecil saja yang ibu kotanya berada di Nan-king, karena daerah selatan juga sudah terpecah-pecah dan terdapat banyak sekali Kerajaan kecil.

Sun Haung-te mengaku masih keturunan Co Cho, seorang perdana menteri dari tiga kerajaan yang pernah memiliki nama besar di jaman Sam-kok, bukan saja karena kecerdikannya melainkan juga karena siasat-siasatnya dan kejahatannya! Karena merasa bahwa dia keturunan seorang ternama, maka Sun Huang-te tidak mau bersikap lunak terhadap Kerajaan Wei Toba, dan selalu memasang pasukan yang kuat di sepanjang perbatasan, tidak pernah mau mengakui kedaulatan Kerajaan Toba.

Ketika Akauw dan Ji Goat di lhadapkan Kaisar Sun Huang-te, mereka di terima dengan baik. Akauw segera menghaturkan surat yang dibawanya, titipan suhengnya dan surat itu dibacakan oleh seorang pejabat untuk kaisar. Pada dasarnya, dalam surat itu Yang Cien memperkenalkan diri sebagai beng-cu baru dan mengajak Kerajaan Chen atau Sun untuk bekerja sama menentang Kerajaan Wei Toba, mengusir penjajah asing dari tanah air.

Ketika pejabat yang bertugas itu membacakan surat Yang Cien, Kaisar Sun Huang-te yang berusia lima puluh tahun itu tertegun memandang kepada Ji Goat! Dia sama sekali tidak memperhatikan bunyi surat, melainkan memperhatikan gadis jelita yang menghadapnya dengan sikap gagah itu. Betapa cantiknya gadis utara itu! Tinggi semampai dan memiliki sepasang pipi kemerahan yang segar dan sehat.

Setelah surat selesai di baca, pejabat yang membacanya berkata kepada Kaisar, “Demikianlah, Yang Mulia, bunyi surat dari Yang-bengcu, mohon keputusan Yang Mulia!”

Barulah kaisar itu menjadi bingung karena tadi dia sama sekali tidak mendengar isi surat itu! “Nanti saja akan kami putuskan, kami ingin membicarakan isi surat dengan lebih terperinci bersama nona utusan ini!” Dia menudingkan telunjuknya kea rah Ji Goat sambil tersenyum memikat. Ji Goat terkejut sekali dan wajahnya berubah kemerahan.

“Yang Mulia, sebaiknya kalau Yang Mulia mempertimbangkan isi surat dan kalau belum dapat memberi keputusan sekarang, biarlah keputusan diberikan besok pagi. Sementara hamba yang akan minta penjelasan lebih lanjut kepada dua orang utusan...“ kata Koksu dengan suara lembut.

Di dalam suaranya ini, biarpun Koksu tidak menegur, akan tetapi jelas di situ terdapat keputusan dan sekaligus teguran kepada kaisar yang hanya mengangguk-angguk saja dan melihat ketika gadis yang membuatnya tergila-gila itu memberi hormat dan keluar bersama Akauw dan di antar oleh Koksu.

Setelah tiba di luar istana, Koksu berkata kepada Akauw. “Lebih baik ji-wi sekarang juga kembali ke utara. Pesan yang di sampaikan kepada kaisar telah di terima dan percayalah, dalam waktu dekat kami akan mengirim surat balasan...“

“Akan tetapi mengapa kami tidak mendapatkan jawaban secara langsung...“ Tanya Akauw.

Kok-su Ou-yang menghela napas. “Aih, salahnya engkau mengajak Nona Ji. Kaisar kami memang begitu, tidak boleh melihat wajah baru yang cantik. Akan tetapi, usul kerja-sama yang di tawarkan Yang-bengcu cukup menarik. Kalau memang kami pertimbangkan akan menguntungkan, tentu kami menyambut baik kerjasama itu...“

Demikianlah, setelah mengerti bahwa kaisar Sun Huang-te tergila-gila kepada Ji Goat dan mempunyai niat tidak baik terhadap gadis itu, Akauw lalu mengajak Ji Goat untuk meninggalkan Na-king dan kembali ke utara.

********************

Dalam perjalanan pulang ke utara ini, hubungan antara Akauw dan Ji Goat menjadi semakin akrab. Mereka kini tidak ragu lagi bahwa keduanya saling mencinta. Hal ini dapat mereka lihat dari gerak-gerik mereka, ucapan mereka dan pandang mata mereka kepada masing-masing dan kadang Ji Goat yang tersipu kalau Akauw memandangnya dengan sinar mata penuh kasih sayang.

Mereka menyeberangi Sungai Huai untuk kembali ke utara, akan tetapi karena mereka tidak mengenal jalan, maka mereka tersesat dan yang mereka seberangi adalah daerah Nam-kiang, yaitu daerah kekuasaan Gubernur Nam-kiang.

Pada suatu hari, perahu mereka berhasil menyeberang, dan begitu mereka tiba di daratan sebelah utara sungai , mereka di sambut oleh tiga puluh orang lebih perajurit yang mengepung mereka. Dan ketika mereka memandang, ternyata pasukan itu adalah pasukan pengawal yang sedang mengawal Panglima Coa sendiri yang sedang mengadakan pengawasan dan pengamatan di daerah itu!

Dari para pembantunya, Panglima Coa mendengar bahwa dua orang muda itu bukanlah sembarangan orang. Ada pembantunya yang mengenal Akauw sebagai seorang panglima yang pernah menangkap Gubernur Yen di Lok-yang dan bahwa gadis cantik yang datang bersamanya itu adalah puteri dari Perdana Menteri Ji. Bahkan Coa-ciangkun sudah mendengar bahwa Ji-Siocia adalah murid Koksu Lui Tat, sedangkan yang bernama Cian Kauw Cu adalah murid Thian-te Ciu-kwi. Dua orang muda yang berbahaya sekali dan kini tiba-tiba muncul di tepi sungai tentu mengandung maksud tertentu yang rahasia.

“Heiiii, berhenti kalian!” Bentak Coa-ciangkun sendiri setelah mereka berhasil menghadang kedua orang muda itu. “Siapakah kalian berkeliaran di daerah perbatasan ini dan apa yang hendak kalian lakukan...?”

Akauw terkejut sekali ketika melihat panglima besar itu menghadang sendiri. ”Aih, ciangkun, harap di maafkan. Kami dua orang yang sesat dalam perjalanan…” katanya memberi alasan.

“Hemmm, kalian dua orang muda tentu sedang memata-matai kami, ya?”

“Ah, tidak sama sekali ciangkun...?”

“kau kira aku tidak mengenal siapa kamu...? Bukankah kamu mata-mata yang bernama Cian Kauw Cu, yang pernah menangkap Gubernur Yen di Lok-yang...?”

Akauw kembali terkejut, tak di sangkanya bahwa panglima besar itu mengenalnya, pada hal tidak pernah bertemu. “Saya… saya sudah tidak menjadi panglima lagi, ciangkun, saya sudah menjadi seorang rakyat biasa. Harap lepaskan hamba, karena hamba tidak bersalah apa-apa...“

“Enak saja. Engkau berkeliaran di sini tanpa ijin, tentu ada sebabnya. Dan nona ini, bukankah nona ini puteri Perdana Menteri Ji Sun Cai? Mengapa berkeliaran pula di tempat ini? Hendak memata-matai kami, ya?”

Ji Goat tidak perlu berpura-pura lagi karena panglima itu sudah tahu tentang ayahnya. “Bagus sekali kalau engkau sudah mengenalku, panglima. Melihat muka ayah, harap engkau tidak menggangguku dan membiarkan kami lewat...“

“Tidak, Enak saja, setelah melanggar wilayah kekuasaanku begitu saja, minta dibebaskan. Aku harus menahan kalian dan sebelum ada penjelasan resmi dari Perdana Menteri Ji dan Koksu Lui kami tidak akan melepaskan kalian!”

“Coa-ciangkun!” kata Ji Goat yang kini sudah tahu dengan siapa ia berhadapan. “Engkau hendak menangkap aku, puteri Perdana Menteri...?”

“Kalau engkau datang berterang dan minta ijin, tentu kami tidak berani menangkapmu, akan tetapi engkau datang seperti seorang penjahat, seperti seorang penyeludup dan mata-mata yang patut di curigai. Aku harus mendapat kepastian dan Perdana Menteri harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu ini!”

“Pengawal, tangkap kedua orang ini!”

“Tahan…!” Terdengar seruan seorang dan muncullah seorang pemuda yang bukan lain adalah Yen Gun. Pemuda ini mendapat tugas dari Yang Cien untuk menyusul Akauw dan kalau perlu membantunya. Kebetulan sekali Yen Gun juga mengambil jalan itu sehingga dia dapat melihat betapa Akauw dan Ji Goat akan di tangkap oleh Panglima Coa. Dia sendiri sudah pernah berkunjung bersama ayahnya ke rumah Panglima Coa sehingga mengenal baik panglima ini.

“Ah, bukankah Yen-kongcu? Kenapa Yen-kongcu berada pula di tempat ini?”

“Coa-ciangkun, saya harap ciangkun tidak menangkap mereka. Mereka bukan musuh dan mereka tentu tidak sengaja datang ke tempat ini, seperti juga aku. Kami orang-orang muda memang merantau dan hendak meluaskan pengalaman, maka datang kemana saja tanpa maksud tertentu. Harap Coa-ciangkun suka memaafkan mereka...“

“Hemmm, Yen-kongcu menjadi pelarian karena ayahmu di tawan dan engkau melarikan diri. Hal ini kami sudah mengetahui. Kini muncul di sini, jangan-jangan membuat kami akan di anggap menyebunyikan kongcu. Sekarang, apa boleh buat kami terpaksa menahan kongcu pula sebagai tawanan. Tangkap mereka bertiga!”

Tiga orang muda itu tidak melakukan perlawan. Apa gunanya melakukan perlawanan kalau di tangkap oleh Coa-ciangkun yang memiliki puluhan ribu orang perajurit di daerah itu. Melawan pun tidak akan ada gunanya. Maka, merekapun menurut saja ketika di giring ke tempat tahanan.

Dalam tahanan ini barulah Yen Gun berkenalan lebih dekat dengan Akauw dan Ji Goat yang sudah dikenalnya lebih dulu sebagai sesame putera pejabat. Dan mereka hanya mengharapkan agar Yang Cien dengan cepat datang membebaskan mereka. Menurut keterangan Yen Gun, Yang Cien memang bermaksud menemui Coa-ciangkun dan Gubernur Gak, dan mereka yakin bahwa apabila Yang Cien dan Yen Sian sudah bertemu dengan kedua pejabat tinggi ini, mereka akan segera di beri kebebasan. Mereka di tahan di dalam benteng yang kokoh kuat, namun diperlakukan dengan baik.

********************

Beberapa hari kemudian datanglah Yang Cien bersama Yen Sian menghadap Gubernur Gak. Tentu saja ia di terima dengan baik oleh Gubernur itu, yang pernah menerima Yang Cien ketika pemuda ini menyerahkan surat dari mendiang Kam Lokai. dan kebetulan sekali ketika Yang Cien datang menghadap, Gubernur Gak sedang mengadakan perundingan dengan Coa-ciangkun tentang tangkapan Coa-ciangkun.

Ketika Gubernur Gak bertanya tentang maksud kunjungan Yang Cien, pemuda ini dengan terus terang berkata, “Gak-taijin, sekali ini saya datang menghadap sebagai seorang beng-cu. Hendaknya paduka ketahui bahwa saya telah di angkat dan di pilih sebagai bengcu oleh seluruh kai-pang dan beberapa perkumpulan silat yang besar, walaupun hal itu tidak di akui oleh pemerintah yang mengadakan pemilihan beng-cu tandingan dan mengangkat Thian-te Ciu-kwi pembantu Lui Kok-su, sebagai bengcu. Sekarang saya datang menghadap Taijin untuk berembuk bagaimana sebaiknya untuk memulai perjuangan kita bersama...“

“Maksud taihiap, bagaimana...? Harap diketahui bahwa kami belum memiliki niat untuk melakukan pemberontakan! Kami tetap akan setia kepada Kerajaan Wei selama Kerajaan Wei melakukan usaha perbaikan…“

“Gak-taijin, sudah bukan rahasia lagi bahwa pemerintah Kerajaan Wei Toba semakin buruk memperlakukan rakyat. Korupsi terjadi dimana-mana. Pejabat yang baik dan jujur bahkan di tangkapi. Gubernur Yen dan para pejabat di Lok-yang sudah di tangkapi, dan agaknya para pejabat di Nam-kiang tinggal menanti giliran. Terus terang saja, Taijin, kami sudah melakukan penyelidikan dengan tekun dan rakyat akan berdiri di belakang kita kalau kita hendak merombak pemerintah penjajah ini...“

“Orang muda!” bentak Coa-ciangkun. “Lancang benar engkau mengajak kami untuk memberontak...!”

“Maaf, Panglima. Bukankah panglima sendiri beberapa kali membangkang atas kehendak kaisar untuk menarik mundur pasukan...? Tarikan mundur pasukan itu hanya siasat Kok-su Lui untuk menjatuhkan paduka dan Gubernur Gak. Mereka hendak bersekutu dengan Kerajaan Chen atau Sun untuk memperluas pengaruh mereka di selatan. Dan saya sendiri sudah menghubungi Kerajaan Chen untuk menawarkan kerja sama. Kalau kita semua bekerja sama, menggulingkan pemerintah penjajah Mongol itu, maka barulah seluruh Cina dapat dipersatukan...“

“Hemm, orang muda. Engkau memiliki apakah maka berani membual untuk berjuang? Apa engkau memiliki pasukan?” Tanya sang jenderal.

“Panglima, saya adalah beng-cu dan di belakang saya terdapat puluhan ribu orang kang-ouw yang akan mendukung saya. Bukan saja seluruh anggota kai-pang di empat penjuru tunduk kepada saya karena saya adalah bengcu pilihan mereka, akan tetapi juga puluhan perkumpulan dan partai persilatan besar mendukung saya. Sudah kami selidiki bahwa kalau perjuangan dimulai, maka rakyat akan sepenuhnya mendukung penghancuran penjajahan dari tanah air. Kalau pasukan di Nam-kiang mau bergabung dengan kami, dan juga dengan pasukan Kerajaan Chen, tentu kita akan menjadi kuat dan dapat menjadi penghantam utara bagi pasukan pemerintah penjajah...“

“Enak saja engkau bicara. Apa kau kira untuk menghimpun pasukan besar itu tidak dibutuhkan biaya...? Biaya yang besar, darimana engkau akan mendapatkannya...? Tanya Coa ciangkun.

“Harap ji-wi tidak khawatir. Saya telah memikirkan dan memperhitungkan segalanya. Kami telah mempunyai sumber dana yang besar sekali, yang sanggup untuk memelihara ratusan ribu orang perajurit dalam waktu lama. Bahkan saya sudah mengutus sute saya sendiri yang bernama Cian Kauw Cu untuk menemui Kaisar Sun Huang te dari Kerajaan Chen dan saya hampir yakin bahwa Sun Huang-te akan menerima uluran tangan kami untuk bekerjasama...“

“Apa? Coa-ciangkun berseru. “Jadi Cian Kauw Cu itu utusanmu? Kami telah menawannya, bersama puteri Perdana Menteri Ji dan putera Gubernur Yen...!”

“Ah, panglima, harap paduka cepat membebaskan mereka. Mereka itu bukanlah musuh, sama sekali tidak bersalah terhadap paduka...“ kata Yang Cien kaget dan juga girang.

“Akan tetapi mengapa terdapat pula puteri Perdana Menteri Ji...?”

“Hendaknya diketahui bahwa nona Ji Goat adalah sahabat suteku dan ia tidak dapat disamakan dengan ayahnya. Ia bahkan membujuk ayahnya untuk mengundurkan diri akan tetapi ayahnya yang tidak mau malah marah dan hendak menahan puterinya sendiri. Nona Ji Goat adalah seorang gadis yang berjiwa patriot. Harap ciangkun membebaskannya sekarang juga...“

“Juga kakakku Yen Gun adalah seorang patriot sejati, dan kami mendendam kepada pemerintah penjajah karena ayah kami di tangkap...!” kata pula Yen Sian.

Tiga orang tawanan itu lalu di ambil dan di bawa ke tempat itu. Tentu saja mereka merasa gembira sekali bertemu dengan Yang Cien dan Yen Sian di rumah Gubernur Gak. Perundingan lalu dilakukan dengan serius sekali dan akhirnya, baik Gubernur Gak maupun Jenderal Coa sepakat untuk bekerjasama dengan Yang Cien...!

Nam-kiang benar-benar dijadikan perbentengan utama oleh Yang Cien dalam memulai perjuangan itu. Dia segera bersama Akauw pergi ke Lembah Iblis dan mengangkuti emas yang bergumpal-gumpal itu, dan dari harta karun ini mereka mampu untuk membiayai penghimpunan pasukan yang besar jumlahnya. Para anggota kai-pang di seluruh negeri di latih menjadi pasukan, dan rakyatpun berbondong-bondong datang untuk menjadi perajurit sukarela.

Kerajaan Wei Toba mendengar tentang pergerakan di Nam-kiang ini dan mereka segera mengirim pasukan untuk memadamkan pemberontakan. Akan tetapi yang mereka dapatkan bukan sekedar pemberontakan para anggota kai-pang, melainkan pemberontakan besar yang melibatkan pasukan di bawah komandan Coa dan Gubernur Gak, bahkan pasukan itu juga bergabung dengan pasukan dari Kerajaan Chen atau Sun! Pasukan dari kota raja di pukul mundur dalam perang pertama itu!

Perang berkobar dimana-mana setelah dimulai dari Nam-kiang. Yang Cien terus menghimpun pasukannya dan kekuasaannya semakin besar saja. Orang-orang mulai menaruh kepercayaan kepada beng-cu muda yang kini menjadi pemimpin perjuangan memberontak terhadap Kerajaan Wei Toba. Kemana saja Yang Cien dan Akauw memimpin pasukan mereka, kedua orang pendekar ini pasti memperoleh kemenangan. Yang Cien dan Akauw selalu turun ke lapangan sendiri, sepasang pendekar ini bagaikan sepasang naga hitam dan putih dari Lembah Iblis, mengamuk dengan pedang pusaka mereka dan gerakan pasukan mereka sukar dibendung, selalu menghancurkan siapa saja yang menghalang di depan.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Yang Cien yang pandai memilih tempat, menyerbu Lok-yang dan Lok-yang jatuh ke tangannya. Setelah Lok-yang jatuh dan menjadi pusat darimana dia mengatur pasukannya bergerak, maka tidak ada yang dapat menghentikannya lagi. Satu demi satu raja-raja kecil yang tidak mau bergabung dengannya di jatuhkan dan akhirnya, seperti terdapat dalam catatan sejarah yang gemilang dari perjuangan Yang Cien, kota Raja Tiang-an jatuh pula ke tangannya.

Perang hebat terjadi ketika Tiang-an di serbu. Tidak kurang dari Koksu Lui Tat sendiri yang memimpin pasukan ini, dan pasukan ini bentrok dan perang campur melawan pasukan inti yang di pimpin Yang Cien dan Akauw. Perang pun terjadilah dan Toat-beng Giam-ong Lui Tat atau Koksu mengamuk dengan senjata golok gergajinya yang ampuh. Namun dia bertemu dengan Yang Cien dan terjadilah pertandingan yang amat hebat. Golok gergaji dilawan Pek-liong Po-kiam. Bagaikan pertarungan harimau dan naga saja layaknya.

Semua perajurit yang berdekatan memandang kagum dan tidak berani mencampuri karena siapa berani berdekatan saja, baru terkena sinar kedua senjata itu sudah cukup untuk merobohkan mereka. Yang Cien harus memeras seluruh tenaga dan memainkan Bu-tek Cin-keng di samping ilmu pedang Pek-liong Kiam-sut, dan setelah lewat seratus jurus lebih barulah pedangnya berhasil membabat patah golok gergaji, menembus pakaian perang Koksu dan robohlah Toat-beng Giam-ong Lui Tat dengan leher terpenggal!

Terdengar sorak sorai pasukan pemberontak dan mulailah kekalahan pasukan kerajaan yang terakhir mempertahankan Tiang-an. Pasukan lain dari kota raja juga kocar kacir. Sebuah pasukan yang di pimpin oleh Lai Seng bersama Bong Kwi Hwa juga rusak binasa. Bong Kwi Hwa sendiri sudah roboh tewas, tinggal Lai Seng yang kemudian meninggalkan pasukannya dan melarikan diri.

Orang yang pengecut ini memang selalu memikirkan keselamatan dirinya sendiri saja. Setelah melihat isterinya tewas dan pasukannya tidak ada harapan untuk menang, dia lalu membalapkan kudanya dan melarikan diri keluar dari medan pertempuran terus membedal kudanya melarikan diri ke barat. Akan tetapi ketika kudanya tiba di sebuah tikungan, dia bertemu dengan sebuah pasukan istimewa. Pasukan yang terdiri dari wanita semua!

Dan ternyata pasukan ini adalah pasukan dari Thian-li-pang yang seperti juga perkumpulan kang-ouw lainnya, membantu perjuangan beng-cu yang Cien. Dan pasukan Thian-li-pang itu di pimpin sendiri oleh Im-yang To-kouw. Dapat di bayangkan betapa gemas dan marahnya Im-yang To-kouw ketika melihat siapa penunggang kuda yang melarikan diri. Ia memerintahkan para murid untuk mengepung, akan tetapi membiarkan ia sendiri untuk menghadapi musuh besar itu.

“Lai Seng, keparat terkutuk engkau. Tibalah saatmu menebus dosamu terhadap muridku Sun Nio!” teriak Im-yang To-kouw sambil mengelebatkan pedangnya dan kebutannya yang berbulu putih.

Wajah Lai Seng menjadi pucat. Maklum bahwa tidak mungkin dia keluar dari kepungan itu, dia lalu melompat turun dari kudanya dan menyerang Im-yang To-kouw dengan sengit. Terjadilah pertempuran mati-matian antara Im-yang To-kouw dan Lai Seng. Akan tetapi, hati Lai Seng sudah kehilangan nyalinya, dalam keadaan panik dan ketakutan itu permainan pedangnya ngawur dan biarpun dia berusaha untuk menang, namun belum sampai seratus jurus, kebutan di tangan Im-yang To-kouw telah dapat mengenai matanya. Dia terjengkang dan sebelum sempat menangkis, lehernya sudah terbabat oleh pedang to-kouw itu dan tewaslah Lai Seng.

Gubernur Yen belum terhukum mati dan gubernur ini dapat dibebaskan sehingga dia masih dapat memberi restu atas pernikahan puterinya, Yen Sian, dengan pemimpin besar Yang Cien. Perdana Menteri Ji membunuh diri setelah diapun merestui pernikahan Ji Goat dengan Cian Kauw Cu. Perdana Menteri ini merasa menyesal mengapa dia tidak mengikuti nasehat puterinya, namun penyesalannya telah datang terlambat. Dia harus membunuh diri agar terbebas dari hukuman.

Demikianlah riwayat berdirinya Kerajaan Sui (581–618) yang di dirikan oleh Yang Cien sebagai kaisar pertamanya. Dalam pimpinannya, Cina mendapatkan kembali kebesarannya. Keamanan kembali terpelihara, keadaan dalam negeri diperkuat, semua kekuatan dapat di persatukan.

Pemerintah di selenggarakan dengan kebijaksanaan, pajak di ringankan, hukum ditertibkan dan dilaksanakan dengan baik dan bahkan untuk kepentingan pertanian dan perdagangan, Yang Cien memerintahkan penggalian terusan-terusan yang menghubungkan kedua sungai induk, Huang-ho dan Yang-ce-kiang. Rakyat hidup Makmur dan tentram berkat pemerintahan yang dipegang tangan yang adil dan bijaksana. Agama berkembang dengan suburnya, kebudayaan maju dengan pesatnya.

Sampai disini selesailah kisah ini dan sampai jumpa di kisah yang lain.

T A M A T

Episode Selanjutnya:
PEDANG NAGA HITAM