Pedang Naga Hitam Jilid 30 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Akan tetapi Kim Lan memperhatikan dan berkata dengan alis berkerut, “Engkau keracunan hebat, Sin-ko...!“

“Memang bebar dan obat penawarnya ada pada Ma Goat itu. Tolong ambilkan obat penawar itu dibalik ikat pinggangnya, Lan-moi“

Kim Lan menggeledah dan mendapatkan sebungkus obat pil di balik ikat pinggang Ma Goat. Setelah memeriksanya, ia lalu menyuruh Han Sin minum obat itu sampai habis. Dan memang luar biasa sekali, begitu minum obat penawar berupa pil itu, tubuhnya terasa segar dan kuat kembali. Dia lalu berusaha untuk mengerahkan sin-kangnya dan ternyata dadanya tidak sakit lagi dan tenaganya sudah pulih. Tentu saja dia menjadi girang sekali.

Karena sudah tidak khawatir lagi kalau-kalau Ma Goat melakukan perlawanan. Han Sin lalu membebaskan totokan Kim Lan pada diri Ma Goat. Dan memang Ma Goat tidak lagi berani berbuat sesuatu. Setelah Han Sin tidak keracunan, tentu saja ia tidak dapat berbuat sesuatu, apalagi di situ terdapat gadis berpakaian putih yang pandai sihir itu.

“Ma Goat, sekarang antar kami ke tempat dimana Cu Sian di tahan. Aku akan memaafkanmu kalau engkau mengantar kami ke sana“ kata Han Sin.

Dan sungguh aneh. Ma Goat yang sudah tidak berdaya itu malah tersenyum. “Engkau hendak menemui gadis liar itu? hik-hik, boleh, boleh, marilah!”

Dengan Ma Goat sebagai penunjuk jalan, Han Sin dan Kim Lan lalu menuju ke bagian belakang rumah itu dan di depan sebuah kamar, Ma Goat menudingkan telunjuknya kearah pintu kamar itu.

“Di sinilah temanmu itu!” katanya.

“Lan-moi, jaga ia jangan sampai berbuat yang tidak-tidak. Aku akan memeriksa dalam kamar!“ kata Han Sin dan sekali tangan kanannya mendorong dia telah membuat pintu kamar itu roboh.

Dia melihat seorang pemuda tampan pesolek sedang duduk makan minum di depan meja. Pakaiannya awut-awutan dan rambutnya kusut. Dan Cu Sian sendiri berada di atas pembaringan dengan pakaian kusut dan rambut terurai, rebah tak dapat bergerak dan air matanya bercucuran tanpa mengeluarkan suara tangis. Jelas bahwa ia tertotok.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Lui Sun Ek, pemuda itu, ketika tiba-tiba saja pintu kamar itu jebol dan muncul Han Sin. Dia cepat menyambar kipas besar bergagang baja di atas meja dan menerjang ke arah han Sin. Akan tetapi dengan mudah Han Sin mengelak sambil berloncatan ke sana sini, kemudian kakinya mencuat dan sebuah tendangan kilat mengenai dada Lui Sun Ek yang membuat pemuda itu terjengkang.

Pada saat itu Cu Sian sudah dapat bergerak karena Kim Lan menotok Ma Goat sehingga tidak mampu bergerak dan cepat ia sudah melompat ke dalam dan membebaskan totokan yang membuat Cu Sian tidak mampu bergerak. Begitu dapat bergerak dan melihat Lui Sun Ek terjengkang roboh, kipasnya terlempar, Cu Sian meloncat dan menyambar kipas itu. kemudian bagaikan orang yang kemasukan setan, ia berteriak-teriak, memaki-maki dan kipas yang bergagang baja itu menghujani tubuh dan muka Lui Sun Ek!

Lui Sun Ek menjerit-jerit kesakitan, mukanya berlumuran darah dan bajunya robek-robek, akan tetapi Cu Sian terus menusuk-nusuk dan memukul-mukulkan gagang kipas sampai dia tidak mampu bergerak lagi dengan muka hancur dan tubuh penuh luka. Akan tetapi, Cu Sian belum juga mau berhenti, agaknya ia hendak melumatkan tubuh pemuda itu. Melihat ini Han Sin melompat dan memegang lengan kanannya.

“Cu Sian, cukup! Dia sudah mati…!” katanya bergidik melihat keadaan tubuh pemuda yang tadinya tampan dan pesolek itu.

Cu Sian menangis tersedu-sedu, akan tetapi Ma Goat yang berdiri di luar pintu seperti patung tidak mampu bergerak. ”Engkaupun perempuan jalang yang pantas di bunuh!“ bentaknya dan ia sudah melompat dan menyerang Ma Goat dengan kipas yang berlumuran darah itu.

Akan tetapi Han Sin kembali menangkis dan memegang lengannya. “Jangan, Cu Sian. Jangan bunuh ia. Aku sudah berjanji kepadanya dan ia pernah menyelamatkan nyawaku dahulu!” katanya dan dengan tangan kiri masih memegangi dan menahan tangan kanan Cu Sian yang mengamuk, Han Sin menggunakan tangan kanannya untuk membebaskan totokan pada diri ma Goat.

“Cepat kau pergi kalau kau tidak ingin mati!” kata Han Sin.

Ma Goat tahu diri. Ia bergidik ngeri melihat Lui Sun Ek mati seperti itu dengan wajah hancur dan tubuh penuh luka. Ia tahu bahwa Cu Sian tentu akan membunuhnya. Gadis itu seperti telah menjadi gila. maka setelah dibebaskan dari totokan tanpa menanti perintah dua kali ia sudah melompat dan melarikan diri sekuat tenaga meninggalkan tempat yang mengerikan itu.

Ketika para anak buah yang tadi tidak dapat mencegah kedatangan Kim Lan yang menyihir mereka berdatangan untuk mengeroyok, mereka disambut amukan tiga orang itu dan lari kocar kacir mencari keselamatan. Cu Sian mengamuk sambil menangis terus, dan ketika mereka berlari, ia mengejar dan membunuh sebanyak mungkin orang yang dapat ia lakukan.

“Cu Sian, sudahlah, sudah cukup engkau membunuh orang...“ kembali Han Sin yang mencegahnya.

Melalui cucuran air matanya, Cu Sian memandang kepada Han Sin. Kipas berlumuran darah masih berada di tangannya. “Kau… kau membiarkan perempuan jahanam itu pergi…!” teriaknya dan dengan marah ia membanting kipas itu lalu meloncat pergi meninggalkan Han Sin.

“Sian-moi…!” Han Sin hendak mengejar.

“Tidak ada gunanya dikejar!” kata Kim Lan dengan suara lembut berwibawa dan Han Sin menahan kakinya, membalik dan memandang gadis berpakaian putih itu.

“Kenapa ia? Aku khawatir ia… terguncang jiwanya dan sakit…“

“Hem, apakah engkau tidak dapat menduga apa yang telah terjadi kepada diri Cu Sian yang bernasib malang itu? Dunia rasanya kiamat baginya. Ia membunuh pemuda itu dengan penuh kebencian untuk melaksanakan dendamnya. Kau tidak dapat menduga?”

“Aku… aku tidak mengerti. Ia di tangkap sebagai sandera oleh mereka untuk membuat aku menyerah...“

“Hem, kalau saja engkau tidak menyerah, tentu hal itu tidak akan terjadi...“

“Tapi ia tentu akan dibunuh oleh mereka...“

“Dibunuh masih lebih ringan daripada penderitaan yang kini ia alami“

“Eh, mengapa begitu? Apa yang terjadi dengannya, Lan-moi?”

“Sin-ko, engkau sungguh masih hijau kalau tetap tidak mengerti. Cu Sian mengalami malapetaka yang paling hebat bagi seorang gadis. Ia telah diperkosa, di nodai oleh jahanam yang dibunuhnya itu...“

“Ahhhh…!” Wajah Han Sin tiba-tiba menjadi pucat, lalu merah sekali. “Keparat jahanam! Pantas saja ia menjadi begitu marah dan benci. Kasihan sekali Cu Sian!”

“Bukan hanya kasihan saja, Han Sin. Engkau harus berbuat sesuatu. Kau tahu, Cu Sian amat mencintaimu, mencinta dengan seluruh jiwa raganya. Maka, dapat kau bayangkan ketika ia di nodai orang, dan ia mengira engkau pasti menget ahui pula. Hancur hat inya dan hanya engkau yang mampu mengobati kehancuran hatinya itu“

“Aku? Bagaimana caranya?”

”Ia amat mencintamu. Engkau harus mengawininya untuk menebus aib yang menimpanya“

Han Sin terbelalak, memandang kepada Kim Lan dengan hati berdebar tidak karuan. Sampai lama dia tidak menjawab, lalu ketika dia bicara suaranya gemetar.

“Itu tidak mungkin! Aku… Aku menyayangnya seperti saudara, sejak aku mengira ia seorang pemuda, aku menyayangnya seperti sorang adik...“

“Tapi ia amat mencintaimu dan kalau engkau tidak mengawininya, kiamatlah dunia ini untuknya“

“Tapi, Lan-moi. Tidak tahukah engkau? Aku… Aku selama hidupku baru satu kali jatuh cinta dan hanya akan mencinta wanita satu kali saja. Aku mencinta engkau, Lan-moi, sejak pertemuan kita yang pertama kali! Bagaimana engkau menuruh aku menikah dengan Cu Sian? Dan akupun tidak buta, Lan-moi. Aku tahu dan yakin bahwa engkaupun cinta padaku…“

“Tidak… Tidak…!”

“Engkau tidak dapat membohongiku, Lan-moi, engkau tidak dapat menyangkal. Aku dapat melihat cintamu melalui pandang matamu, Lan-moi, kalau kita saling mencinta, kenapa engkau menyuruh aku menikah dengan gadis lain?”

“Tidak, Sin-ko. Aku tidak mau, tidak ingin merusak hati Cu Sian yang demikian berbudi. Ia seorang gadis yang baik sekali dan ia mati-matian mencintaimu, Sin-ko. Engkau harus mengawininya, Sin-ko. Aku sendiri kelak akan membencimu dan membenci diri sendiri kalau engkau tidak mau mengawininya dan menghancurkan hati Cu Sian yang penuh cinta kasih kepadamu itu. Nah, cepat kejarlah Cu Sian!“ Setelah berkata demikian. Kim Lan berkelebat pergi.

“Lan-moi, tunggu…!”

“Cukup, aku tidak mau lagi bicara. Jangan mengejarku!” kata gadis itu dengan suara bercampur isak.

Dan Han Sin menahan larinya. Tidak akan baik jadinya kalau dia mengejar dan memaksa, maka diapun hanya berdiri bengong, mengikuti bayangan gadis itu dengan pandang mata sedih dan sayu. Apa yang harus dia lakukan? Menuruti permintaan Kim Lan, mengejar Cu Sian dan mengawini gadis itu?

Tidak mungkin hal ini dia lakukan! Bukan karena Cu Sian telah ternoda. Hal itu sama sekali tidak menjadi alasan karena Cu Sian ternoda diluar kehendaknya. Akan tetapi bagaimana dia dapat mengawini Cu Sian kalau cintanya kepada Cu Sian seperti kepada seorang adik, kalau cintanya hanya kepada Kim Lan seorang?

Dia menghela napas berulang-ulang, kemudian teringat akan urusannya sendiri, teringat akan kematian ibunya seperti yang di dengarnya dari Panglima Coa Hong Bu. Ibunya terbunuh oleh seorang yang mempergunkan Hek-liong-kiam, berarti pembunuh ayahnya juga pembunuh ibunya. Dan kemana lagi mencari pembunuh ibunya kalau tidak di kota raja, di tempat ibunya terbunuh? Setelah berpikir demikian, dia lalu mengambil keputusan untuk pulang ke rumah ibunya.

********************

Cerita silat serial sepasang naga lembah iblis episode pedang naga hitam jilid 30 karya kho ping hoo

“Suhu, terimahlah hormat teecu (murid)!” Han Sin menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Tiong Gi Hwesio.

Hwesio yang sudah tua itu nampak heran, cepat membangunkan pemuda itu dan memandang dengan mata tuanya yang sudah dihiasi alis yang putih semua. “Omitohud… Sicu siapakah?” tanyanya.

“Suhu, apakah suhu sudah lupa kepada teecu? Teecu adalah Cian Han Sin“

“Omitohud…! Akhirnya engkau pulang juga, Han Sin. Ibumu…“ Hwesio itu meragu untuk melanjutkan kata-katanya.

“Teecu sudah mendengar dari Panglima Coa Hong Bu bahwa ibu tewas terbunuh. Karena itulah maka teecu pulang untuk melakukan penyelidikan, siapa gerangan yang membunuh ibu dan mengapa pula ibu dibunuh orang. Barangkali suhu dapat memberi petunjuk kepada teecu...“

“Omitohud! Pin-ceng menyesal sekali bahwa pinceng tidak dapat memberi petunjuk apapun kepadamu, Han Sin. Pinceng tidak mengetahui ketika peristiwa itu terjadi. Kepada Panglima Coa Hong Bu yang datang ke sini, pin-ceng juga tidak dapat memberithu apa-apa. Kalau kau ingin menyelidik, pergilah ke rumahmu. Di sana masih ada Cio Si, pembantu Ibumu itu dan hanya ia yang berada di rumah ketika pembunuhan itu terjadi. Pergi dan tanyalah kepadanya Han Sin. Semoga engkau berhasil..."

Han Sin menghaturkan terima kasih lalu meninggalkan kuil itu, menuju ke rumah ibunya. Dia merasa terharu melihat rumah itu masih dipelihara dengan baik dan segera dia dapat bertemu dengan Cio Si yang menjadi penghuni tunggal rumah itu. Tidak seperti Tiong Gi Hwesio, Cio Si segera mengenalnya dan begitu bertemu dengan majikan muda itu, ia menangis dan merangkul kaki Han Sin.

Pemuda itu mengangkatnya bangun dan berkata dengan tenang. “Sudahlah, Cio Ma, tidak ada yang perlu di tangisi lagi. Sekarang persiapkan alat-alat sembahyang, antarkan aku ke kuburan ibu dan di sana nanti kita bicara“

Tergopoh-gopoh Cio Si mempersiapkan segala keperluan sembahyang secara sederhana dan tak lama kemudian, tanpa bicara, mereka berdua pergi mengunjungi makam nyonya Ji Goat, ibu kandung Han Sin. Di depan makam ibunya Han Sin bersembahyang dan duduk bersila terpekur sampai beberapa lamanya. Kemudian dia bangkit dan mengajak duduk Cio Si di depan makam.

“Nah, Cio-ma, sekarang ceritakan apa yang kau lihat dan dengar, apa yang kau ketahui tentang pembunuhan itu“

“Baru sekarang saya berani bercerita kepadamu, kong-cu. Ketika orang-orang bertanya, saya tidak berani bercerita karena takut di bunuh penjahat itu. Bahkan kepada Panglima yang datang menanyai saya, saya hanya mengatakan bahwa ibumu dibunuh orang yang memakai pedang hitam. Itu saja“

“Jadi engkau tahu lebih banyak lagi? Nah, ceritakan kepadaku semuanya, Cio-ma“

“Ketika itu ibumu sedang berlatih silat. Ketika penjahat itu datang, saya ketakutan dan bersembunyi di balik semak-semak. Penjahat itu minta kitab yang namanya saya lupa lagi, pendeknya minta kitab agar jangan terjatuh ke tangan Kaisar Yang Ti. Ibumu menolak dan mereka berkelahi. Orang itu lalu mengeluarkan sebatang pedang hitam berkilauan dan ibumu tertusuk dan roboh tewas. Kemudian orang itu masuk ke rumah, agaknya menggeledah karena barang-barang di rumah acak-acakan, lalu pergi. Barulah saya berani keluar dan memanggil tetangga, melapor kepada Tiong Gi Hwesio“

“Bagaiman wajah pembunuh itu? Berapa kira-kira usianya dan bagaimana pula perawakannya?“

“Ketika itu, usianya sekitar empat puluh lima tahun, wajahnya gagah dan tubuhnya sedang dan tegap. Pakaiannya juga indah sekali…“

“Pakaian Panglima?”

“Bukan, pakaian biasa kong-cu“

“Hem, apakah ada tanda atau ciri-ciri khusus yang membuat dia mudah di ingat atau di kenal?”

“Wajahnya hanya gagah, akan tetapi biasa saja. Akan tetapi ada satu hal yang penting sekali dan belum saya beritahukan kepada orang lain, kong-cu. Ketika mereka berkelahi, ibumu menyebut orang itu sebagai Lui-sute (adik seperguruan Lui)”

“Lui-sute…? Hemmm, setahuku ibu tidak mempunyai seorang adik seperguruan“ Han Sin melamun dan mengingat-ingat, akan tetapi tetap dia tidak dapat menduga siapa Lui-sute itu.

“Ibumu juga mengatakan bahwa orang itu pembunuh ayahmu, kong-cu“

“Hemmm…“ Karena tidak ada keterangan lain yang lebih jelas, maka dia berpikir keras. Pembunuh ayahnya? Menurut keterangan Tarsukai, ketika ayahnya roboh, dia didekati seorang perwira sui. Mungkin itukah pembunuhnya yang bermarga Lui itu? Seorang perwira? Dia harus menyelidiki kalau-kalau ada seorang perwira Lui yang dulu ikut ayahnya berperang ke sebelah utara Shan-si.

Setelah pulang ke rumahnya, mulailah han Sin melakukan penyelidikan. Dengan bertanya-tanya, akhirnya dia mendengar bahwa dahulu memang ada perwira Lui yang menjadi pembantu ayahnya ketika berperang ke utara. Han Sin menjadi girang sekali mendengar keterangan bahwa perwira Lui itu lihai sekali dan juga usianya sekitar lima puluh tahun kurang.

Akan tetapi ketika dia melakukan penyelidikan lebih jauh, dia mendengar bahwa panglima Lui itu sedang melakukan perjalanan mengawal Kaisar Yang Ti ke utara. Kaisar Yang Ti berkenan memimpin pasukan melakukan pembersihan ke Shan-si utara!

Tidak ada lain jalan bagi Han Sin kecuali melakukan pengejaran ke utara. kalau benar perwira Lui itu yang telah membunuh ayah ibunya, dia harus berhati-hati sekali, apalagi perwira itu sedang melakukan pengawalan atas diri Kaisar!

Setelah berkunjung lagi ke makam ibunya dan berpamit dari Tiong Gi Hwesio, Han Sin lalu meninggalkan kota raja untuk kembali ke utara mengikuti jejak perwira Lui yang mengawal Kaisar menggerakkan pasukan ke utara.

********************

Beberapa hari kemudian, ketika dia berjalan melalui jalan sunyi di sebuah bukit, dia melihat seorang kakek melangkah terhuyung-huyung. Nampaknya orang itu menderita sakit dan hampir roboh. Melihat ini Han Sin cepat menghampirinya dan masih sempat mencegahnya roboh dengan merangkul pundaknya. Ternyata dia seorang yang sudah tua sekali, kepalanya gundul dan jubahnya menunjukkan bahwa dia seorang hwesio.

“Lo-suhu, engkau kenapakah?” Tanya Han Sin khawatir melihat wajah ayang amat pucat dan napas yang terengah-engah itu. Aneh, Hwesio yang kesakitan itu malah tertawa!

“Ha-ha-ha, omitohud… Agaknya Sang Budha masih menolong pinceng… tidak mati tanpa ketahuan orang…“ Dia terengah-engah, akan tetapi mulutnya masih tersenyum lebar.

Sikap ini saja sudah amat menarik hati Han Sin dan menimbulkan rasa hormat dan sukanya. Dia membantu hwesio tua itu duduk bersila di tepi jalan di atas rumput, bahkan dia membantu dengan penyaluran tenaga saktinya untuk mengobati luka dalam tubuh hwesio itu. Akan tetapi hwesio itu menolak setelah kaget sejenak merasakan getaran tenaga dalam yang amat kuat.

“Omitohud… engkau seorang pemuda yang sakti! Akan tetapi… percuma saja, aku tidak akan dapat disembuhkan. Dengar, orang muda, pinceng bernama Thian Ho Hwesio… dan pinceng sudah mau mati. Mudah-mudahan engkaubseorang pendekar yang sudi memenuhi permintaan seorang yang mau mati…“

“Katakanlah, lo-suhu. Kalau saya dapat melakukannya, tentu akan saya lakukan“

“Omitohud… ha-ha, engkau ternyata seorang pemuda yang teliti dan baik. Pin-ceng bertemu Pak-te-ong dan See-t hian-mo. Mereka hendak membunuh Kaisar dan mengajak pinceng. Ketika pin-ceng menolak, mereka lalu mengeroyok pin-ceng. Mereka terlalu tangguh bagi pinceng sehingga pinceng terluka…“ Kembali ia terengah-engah karena telah mengeluarkan banyak tenaga untuk bicara.

“Hemm, mereka memang bukan orang baik-baik. Lalu apa pesan lo-suhu?”

“Pinceng mempunyai seorang murid, akan tetapi keadaan murid itu penuh rahasia… tolonglah, tolong ia agar bertemu dengan orang tuanya…“

“Akan tetapi bagaimana saya dapat lo-suhu?”

“Datangi ketua Thian-li-pang. Ketua itu yang dahulu menculik muridku ketika masih kecil dan pin-ceng menolong anak itu. Tanyakan kepada ketua Thian-li-pang siapa orang tua anak itu… engkau memiliki kepandaian, tentu dapat memaksanya mengaku…“

"Baiklah lo-suhu...!"

“Ahhh… terima kasih, kini pin-ceng dapat mati dengan lega dan rela…“ Pendeta itu yang duduk bersila lalu memejamkan kedua matanya dan napasnya terhenti!

Han Sin teringat bahwa dia belum menanyakan nama murid itu, maka dia lalu mengguncang pundak hwesio itu. “Lo-suhu…! Lo-suhu, jangan mati dulu, aku ingin bertanya…!”

Akan tetapi tubuh itu biarpun masih hangat, sudah tidak bergerak lagi. Han Sin dengan cepat lalu menotok beberapa jalan darah kearah jantung dan kekek itu membuka matanya.

“Omitohud. pin-ceng sudah mulai berjalan pulang, kenapa kau panggil lagi?” hwesio itu menegur.

“Maaf, lo-suhu. Lo-suhu belum menceritakan siapa nama murid lo-suhu!”

“Ha-ha-ha, oh, itu? Namanya Lan Lan... Lan… Lan… “ dan dengan nama muridnya di bibir kakek itu terkulai lehernya dan tewas dalam keadaan masih duduk bersila.

Han Sin tertegun dan terbelalak. Dia tahu bahwa kakek itu sudah tewas. Lan Lan? Siapa lagi kalau bukan Kim Lan? Jadi Kim Lan murid kakek aneh yang ternyata sakti bukan main ini sehingga ketika matipun dalam keadaan bersila? Timbul semangatnya untuk melaksanakan pesan kakek itu. Tanpa di pesan juga dia akan rela melaksanakannya demi kepentingan Kim Lan. Jadi Kim Lan adalah seorang anak yang dulu di culik oleh Ketua Thian li pang, kemudian dipungut sebagai murid oleh hwesio ini dan tidak mengenal ayah bunda sendiri? Sungguh kasihan!

Han Sin mengubur jenazah kakek itu dengan baik-baik. Di atas makam itu dia menancapkan sebatang kayu besar dan dia mengukirnya dengan kata-kata: MAKAM GURU KIM LAN. Setelah itu dia lalu memberi hormat kepada makam itu dan pergi.

****www.sonnyogawa.com****

Thian-li-pang adalah perkumpulan pendeta wanita yang terkenal gagah perkasa dan termasuk perkumpulan bersih. Bagaimana ketuanya dapat melakukan penculikan terhadap seorang anak kecil? Tentu ada rahasianya!

Di lereng Thian San terdapat perkumpulan Thin li pang. Sejak dulu, ketika masih diketuai oleh mendiang Im Yang T0-kouw, Thian li pang terkenal sebagai perkumpulan wanita-wanita gagah, para to-kouw (pendeta wanita To) yang bertindak sebagai para pendekar wanita yang galak dan keras hati. Setelah kini di pegang oleh murid mendiang Im-yang To-kouw, perkumpulan itu terkenal lebih keras lagi. Keras peraturannya terhadap muri-muridnya.

Para murid yang jumlahnya ada lima puluh orang lebih itu bukan saja dilarang untuk menikah, bahkan kalau kelihatan bicara dengan laki-laki saja akan di hukum! Dan terhadap dunia luar merekapun bersikap keras, terutama sekali terhadap para penjahat, para murid Thian li pang tidak pernah memberi ampun!

Seperti telah diceritakan dibagian depan, Kang Sim To-kouw dahulu ketika masih muda bernama Yap Ci Hwa, seorang wanita yang berhati keras dan bengis. Setelah kini menjadi ketua, ia menjadi lebih keras hati lagi. Akan tetapi diam-diam ia telah menyimapn suatu rahasia dihatinya, yang kadang membuat ia nampak berduka dan menyesal bukan main. Suatu dosa yang baginya kadang-kadang amat menyiksa.

Ia pernah menculik puteri dari sumoinya sendiri, yaitu Ciang kwi yang sekarang menjadi ketua Hwa li pang di Hwa-san. ia bahkan telah membunuh secara diam-diam suami sumoinya itu, kemudian ia menculik anak perempuannya! Dosa ini selalu menghantuinya dan membuat ia yang usianya baru lima puluh tahun itu nampak seperti sudah tujuh puluh tahun!

Tidak sukar bagi Han Sin untuk mendapatkan keterangan dari para penduduk dusun di kaki gunung Thian-san di mana adanya Thian li pang. Semua orang tahu belaka. Para pendeta wanita dari Thian-li-pang memang terkenal sebagai orang-orang dermawan yang suka menolong penduduk, membasmi penjahat, memberi obat dan bahkan memberi uang.

Para penduduk juga selalu naik ke lereng dimana Thian li pang mempunyai sebuah kuil untuk bersembahyang. Akan tetapi tentu saja yang diperbolehkan datang ke kuil hanyalah kaum wanita saja. Laki-laki dilarang keras naik ke kuil, bahkan tidak boleh menaiki lereng yang menjadi wilayah Thian li pang.

Setelah mendapat keterangan dari para penduduk dusun dimana letaknya Thian li pang, disertai peringatan pria dilarang keras naik ke sana. Han Sin lalu mempergunakan kepadandaiannya untuk berlari cepat mendaki tempat itu. Kuil itu berada di lereng bukit dan dari jauh saja sudah nampak tembok kuil dan pagarnya yang putih bersih.

Baru saja tiba di depan pintu gerbang, Han Sin sudah berhadapan dengan dua belas orang pendeta wanita anggota Thian li pang. Mereka terdiri dari wanita yang berusia antara dua puluh sampai tiga puluh tahun dan diam-diam Han Sin merasa heran. Semua pendeta wanita itu sungguh amat sederhana, baik sanggulnya, jubahnya maupun wajahnya yang sama sekali tidak berbau bedak maupun pemerah.

Padahal diantara mereka banyak yang memiliki wajah yang lumayan cantiknya. Dia cepat-cepat mengangkat kedua tangan memberi hormat. Akan tetapi seorang di antara para to-kouw itu, yang berusia tiga puluh tahun, sudah membentaknya dengan suara halus namun galak.

“Agaknya engkau tidak tahu bahwa di sini merupakan tempat larangan untuk kaum pria. Hayo cepat menggelinding turun dari sini sebelum kami menggunakan kekerasan!”

Jarak antara Han Sin dan para to-kouw itu ada lima meter dan mendengar bentakan itu, han Sin melangkah maju untuk menghampiri sambil tersenyum. Melihat ini, para to-kouw itu cepat melangkah mundur menjauhi.

“Maaf, kenapa cu-wi to-kouw menjauhiku? Aku bukan seorang yang menderita penyakit menular. Aku datang hendak bicara dengan ketua kalian. Bukankah ketua kalian yang bernama Kang Sim To-kouw?”

“Jangan mendekat atau kami akan membunuhmu!“ Bentak pimpinan to-kouw itu.“ Ketua kami tidak sudi bertemu dan bicara dengan seorang pria. Pergilah sebelum terlambat!”

“Heiiii,apakah kalian benar-benar demikian membenci pria?“ Tanya Han Sin sambil tersenyum.

“Kami membenci semua pria mati-matian!” mereka menjawab dengan suara hiruk pikuk

Dan Han Sin tertawa bergelak. Para to-kouw itu merasa heran dan marah mendengar pemuda itu tertawa.

“Mengapa kau tertawa? Manusia tidak sopan!”

“Mengapa aku tertawa? Tentu saja tertawa melihat kelucuan kalian. Kalian berkata membenci semua pria. Apakah kalian tidak mempunyai ayah kandung? Apakah kalian juga membenci dan membunuh ayah kandung kalian. Juga kakek kalian, saudara kalian yang laki-laki, Keponakan kalian yang laki-laki, saudara misan kalian, kakak ipar kalian, adik laki-laki kalian, paman kalian…“

“Cukup! Cepat pergi atau kami akan menyerangmu!” bentak pemimpin itu sambil menoleh ke kanan kiri dengan sikap ketakutan.

“Ha-ha-ha, kalian seperti sekumpulan kucing yang ketakutan. Ingin aku bertemu dengan ketua kalian, maka panggillah ia keluar. Aku tidak ingin berurusan dengan kalian!”

“Minggatlah!” Bentak pimpinan itu dan iapun sudah menerjang ke depan, menyerang Han Sin dengan sebatang pedangnya.

Han Sin miringkan tubuhnya dan ketika dia menggerakkan tangannya, to-kouw itu terpelanting roboh. Semua to-kouw menjadi kaget dan marah dan dua belas orang itu serentak menyerang Han Sin dengan pedang mereka. Han Sin tidak tega untuk melukai mereka, maka ia hanyak mengelak dan menangkis, dan mendorong mereka sehingga mereka berpelantingan tanpa menderita luka-luka. Beberapa orang dari mereka cepat lari ke dalam untuk memberi laporan. Tak lama kemudian, terdengar bentakan nyaring,

“Hentikan semua pengeroyokan!”

Para to-kouw yang sudah jatuh bangun itu lalu mundur dan berdiri dengan muka merah di belakang seorang to-kouw tua yang baru muncul. To-kouw ini berusia kurang lebih lima puluh tahun. wajahnya nampak kaku dan galak, matanya seperti mata harimau. Inilah Kang Sin To-kouw yang dahulu bernama Yap Ci Hwa.

Dengan tegak ia memandang Han Sin kepalanya di angkat dan matanya tajam menyelidik. Tangan kirinya memegang sebatang kebutan bulu hitam, tangan kanannya memegang pedang. Sebetulnya wanita itu tidaklah buruk, bahkan di waktu mudanya tent lu manis, akan tetapi karena wajah itu diselimuti kekerasan dan kekakuan, maka nampak buruk dan kelaki-lakian.

“Bocah kurang ajar! Siapa engkau berani membikin kacau Thian li–pang?” bentak Kang Sim To-kouw dengan bengis. “Katakan namamu agar engkau jangan mati tanpa nama!”

Han Sin tersenyum lebar. Kini mengertilah dia mengapa para to-kouw itu begitu ketakutan. Ternyata ketua mereka memang bengis dan galak. “Namaku Cian Han Sin dan aku tidak mau mati dulu, baik dengan atau tanpa nama. Apakah lo-cian-pwe ini pang-cu dari Thian li pang?”

“Benar, aku pang-cu dari Thian-li-pang, dan engkau telah melakukan pelanggaran besar-besaran. Tidak saja engkau berani melanggar wilayah kami, akan tetapi engkau bahwa telah merobohkan murid-muridku. Sekarang engkau akan mati di tanganku!” Kang Sim To-kouw lalu memberi tanda dengan tangannya dan semua murid yang berjumlah kurang lebih lima puluh orang itu sudah menyerbu semua!

Bergidik juga Han Sin di keroyok wanita demikian banyaknya. Akan tetapi dia mengeluarkan kepandaiannya, tubuhnya bagaikan baja, kalau sampai terserempet pedang, maka pedang itu yang terpental dan tangkisan tangannya membuat pedang lawan terlempar jauh. Hanya dengan dorongan tangan saja dia membuat anak buah Thian li pang terjungkal roboh tumpang tindih!

“Semua mundur!“ Kang Sim To-kouw berseru ketika melihat betapa muridnya seperti sekumpulan semut mengeroyok seekor jangkrik saja.

Para murid yang memang sudah jerih lalu berkelompok mundur dan Kang Sim To-kouw yang cepat menggerakkan pedang dan kebutannya menyerang dengan dahsyatnya ke arah Han Sin...

Pedang Naga Hitam Jilid 30

Akan tetapi Kim Lan memperhatikan dan berkata dengan alis berkerut, “Engkau keracunan hebat, Sin-ko...!“

“Memang bebar dan obat penawarnya ada pada Ma Goat itu. Tolong ambilkan obat penawar itu dibalik ikat pinggangnya, Lan-moi“

Kim Lan menggeledah dan mendapatkan sebungkus obat pil di balik ikat pinggang Ma Goat. Setelah memeriksanya, ia lalu menyuruh Han Sin minum obat itu sampai habis. Dan memang luar biasa sekali, begitu minum obat penawar berupa pil itu, tubuhnya terasa segar dan kuat kembali. Dia lalu berusaha untuk mengerahkan sin-kangnya dan ternyata dadanya tidak sakit lagi dan tenaganya sudah pulih. Tentu saja dia menjadi girang sekali.

Karena sudah tidak khawatir lagi kalau-kalau Ma Goat melakukan perlawanan. Han Sin lalu membebaskan totokan Kim Lan pada diri Ma Goat. Dan memang Ma Goat tidak lagi berani berbuat sesuatu. Setelah Han Sin tidak keracunan, tentu saja ia tidak dapat berbuat sesuatu, apalagi di situ terdapat gadis berpakaian putih yang pandai sihir itu.

“Ma Goat, sekarang antar kami ke tempat dimana Cu Sian di tahan. Aku akan memaafkanmu kalau engkau mengantar kami ke sana“ kata Han Sin.

Dan sungguh aneh. Ma Goat yang sudah tidak berdaya itu malah tersenyum. “Engkau hendak menemui gadis liar itu? hik-hik, boleh, boleh, marilah!”

Dengan Ma Goat sebagai penunjuk jalan, Han Sin dan Kim Lan lalu menuju ke bagian belakang rumah itu dan di depan sebuah kamar, Ma Goat menudingkan telunjuknya kearah pintu kamar itu.

“Di sinilah temanmu itu!” katanya.

“Lan-moi, jaga ia jangan sampai berbuat yang tidak-tidak. Aku akan memeriksa dalam kamar!“ kata Han Sin dan sekali tangan kanannya mendorong dia telah membuat pintu kamar itu roboh.

Dia melihat seorang pemuda tampan pesolek sedang duduk makan minum di depan meja. Pakaiannya awut-awutan dan rambutnya kusut. Dan Cu Sian sendiri berada di atas pembaringan dengan pakaian kusut dan rambut terurai, rebah tak dapat bergerak dan air matanya bercucuran tanpa mengeluarkan suara tangis. Jelas bahwa ia tertotok.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Lui Sun Ek, pemuda itu, ketika tiba-tiba saja pintu kamar itu jebol dan muncul Han Sin. Dia cepat menyambar kipas besar bergagang baja di atas meja dan menerjang ke arah han Sin. Akan tetapi dengan mudah Han Sin mengelak sambil berloncatan ke sana sini, kemudian kakinya mencuat dan sebuah tendangan kilat mengenai dada Lui Sun Ek yang membuat pemuda itu terjengkang.

Pada saat itu Cu Sian sudah dapat bergerak karena Kim Lan menotok Ma Goat sehingga tidak mampu bergerak dan cepat ia sudah melompat ke dalam dan membebaskan totokan yang membuat Cu Sian tidak mampu bergerak. Begitu dapat bergerak dan melihat Lui Sun Ek terjengkang roboh, kipasnya terlempar, Cu Sian meloncat dan menyambar kipas itu. kemudian bagaikan orang yang kemasukan setan, ia berteriak-teriak, memaki-maki dan kipas yang bergagang baja itu menghujani tubuh dan muka Lui Sun Ek!

Lui Sun Ek menjerit-jerit kesakitan, mukanya berlumuran darah dan bajunya robek-robek, akan tetapi Cu Sian terus menusuk-nusuk dan memukul-mukulkan gagang kipas sampai dia tidak mampu bergerak lagi dengan muka hancur dan tubuh penuh luka. Akan tetapi, Cu Sian belum juga mau berhenti, agaknya ia hendak melumatkan tubuh pemuda itu. Melihat ini Han Sin melompat dan memegang lengan kanannya.

“Cu Sian, cukup! Dia sudah mati…!” katanya bergidik melihat keadaan tubuh pemuda yang tadinya tampan dan pesolek itu.

Cu Sian menangis tersedu-sedu, akan tetapi Ma Goat yang berdiri di luar pintu seperti patung tidak mampu bergerak. ”Engkaupun perempuan jalang yang pantas di bunuh!“ bentaknya dan ia sudah melompat dan menyerang Ma Goat dengan kipas yang berlumuran darah itu.

Akan tetapi Han Sin kembali menangkis dan memegang lengannya. “Jangan, Cu Sian. Jangan bunuh ia. Aku sudah berjanji kepadanya dan ia pernah menyelamatkan nyawaku dahulu!” katanya dan dengan tangan kiri masih memegangi dan menahan tangan kanan Cu Sian yang mengamuk, Han Sin menggunakan tangan kanannya untuk membebaskan totokan pada diri ma Goat.

“Cepat kau pergi kalau kau tidak ingin mati!” kata Han Sin.

Ma Goat tahu diri. Ia bergidik ngeri melihat Lui Sun Ek mati seperti itu dengan wajah hancur dan tubuh penuh luka. Ia tahu bahwa Cu Sian tentu akan membunuhnya. Gadis itu seperti telah menjadi gila. maka setelah dibebaskan dari totokan tanpa menanti perintah dua kali ia sudah melompat dan melarikan diri sekuat tenaga meninggalkan tempat yang mengerikan itu.

Ketika para anak buah yang tadi tidak dapat mencegah kedatangan Kim Lan yang menyihir mereka berdatangan untuk mengeroyok, mereka disambut amukan tiga orang itu dan lari kocar kacir mencari keselamatan. Cu Sian mengamuk sambil menangis terus, dan ketika mereka berlari, ia mengejar dan membunuh sebanyak mungkin orang yang dapat ia lakukan.

“Cu Sian, sudahlah, sudah cukup engkau membunuh orang...“ kembali Han Sin yang mencegahnya.

Melalui cucuran air matanya, Cu Sian memandang kepada Han Sin. Kipas berlumuran darah masih berada di tangannya. “Kau… kau membiarkan perempuan jahanam itu pergi…!” teriaknya dan dengan marah ia membanting kipas itu lalu meloncat pergi meninggalkan Han Sin.

“Sian-moi…!” Han Sin hendak mengejar.

“Tidak ada gunanya dikejar!” kata Kim Lan dengan suara lembut berwibawa dan Han Sin menahan kakinya, membalik dan memandang gadis berpakaian putih itu.

“Kenapa ia? Aku khawatir ia… terguncang jiwanya dan sakit…“

“Hem, apakah engkau tidak dapat menduga apa yang telah terjadi kepada diri Cu Sian yang bernasib malang itu? Dunia rasanya kiamat baginya. Ia membunuh pemuda itu dengan penuh kebencian untuk melaksanakan dendamnya. Kau tidak dapat menduga?”

“Aku… aku tidak mengerti. Ia di tangkap sebagai sandera oleh mereka untuk membuat aku menyerah...“

“Hem, kalau saja engkau tidak menyerah, tentu hal itu tidak akan terjadi...“

“Tapi ia tentu akan dibunuh oleh mereka...“

“Dibunuh masih lebih ringan daripada penderitaan yang kini ia alami“

“Eh, mengapa begitu? Apa yang terjadi dengannya, Lan-moi?”

“Sin-ko, engkau sungguh masih hijau kalau tetap tidak mengerti. Cu Sian mengalami malapetaka yang paling hebat bagi seorang gadis. Ia telah diperkosa, di nodai oleh jahanam yang dibunuhnya itu...“

“Ahhhh…!” Wajah Han Sin tiba-tiba menjadi pucat, lalu merah sekali. “Keparat jahanam! Pantas saja ia menjadi begitu marah dan benci. Kasihan sekali Cu Sian!”

“Bukan hanya kasihan saja, Han Sin. Engkau harus berbuat sesuatu. Kau tahu, Cu Sian amat mencintaimu, mencinta dengan seluruh jiwa raganya. Maka, dapat kau bayangkan ketika ia di nodai orang, dan ia mengira engkau pasti menget ahui pula. Hancur hat inya dan hanya engkau yang mampu mengobati kehancuran hatinya itu“

“Aku? Bagaimana caranya?”

”Ia amat mencintamu. Engkau harus mengawininya untuk menebus aib yang menimpanya“

Han Sin terbelalak, memandang kepada Kim Lan dengan hati berdebar tidak karuan. Sampai lama dia tidak menjawab, lalu ketika dia bicara suaranya gemetar.

“Itu tidak mungkin! Aku… Aku menyayangnya seperti saudara, sejak aku mengira ia seorang pemuda, aku menyayangnya seperti sorang adik...“

“Tapi ia amat mencintaimu dan kalau engkau tidak mengawininya, kiamatlah dunia ini untuknya“

“Tapi, Lan-moi. Tidak tahukah engkau? Aku… Aku selama hidupku baru satu kali jatuh cinta dan hanya akan mencinta wanita satu kali saja. Aku mencinta engkau, Lan-moi, sejak pertemuan kita yang pertama kali! Bagaimana engkau menuruh aku menikah dengan Cu Sian? Dan akupun tidak buta, Lan-moi. Aku tahu dan yakin bahwa engkaupun cinta padaku…“

“Tidak… Tidak…!”

“Engkau tidak dapat membohongiku, Lan-moi, engkau tidak dapat menyangkal. Aku dapat melihat cintamu melalui pandang matamu, Lan-moi, kalau kita saling mencinta, kenapa engkau menyuruh aku menikah dengan gadis lain?”

“Tidak, Sin-ko. Aku tidak mau, tidak ingin merusak hati Cu Sian yang demikian berbudi. Ia seorang gadis yang baik sekali dan ia mati-matian mencintaimu, Sin-ko. Engkau harus mengawininya, Sin-ko. Aku sendiri kelak akan membencimu dan membenci diri sendiri kalau engkau tidak mau mengawininya dan menghancurkan hati Cu Sian yang penuh cinta kasih kepadamu itu. Nah, cepat kejarlah Cu Sian!“ Setelah berkata demikian. Kim Lan berkelebat pergi.

“Lan-moi, tunggu…!”

“Cukup, aku tidak mau lagi bicara. Jangan mengejarku!” kata gadis itu dengan suara bercampur isak.

Dan Han Sin menahan larinya. Tidak akan baik jadinya kalau dia mengejar dan memaksa, maka diapun hanya berdiri bengong, mengikuti bayangan gadis itu dengan pandang mata sedih dan sayu. Apa yang harus dia lakukan? Menuruti permintaan Kim Lan, mengejar Cu Sian dan mengawini gadis itu?

Tidak mungkin hal ini dia lakukan! Bukan karena Cu Sian telah ternoda. Hal itu sama sekali tidak menjadi alasan karena Cu Sian ternoda diluar kehendaknya. Akan tetapi bagaimana dia dapat mengawini Cu Sian kalau cintanya kepada Cu Sian seperti kepada seorang adik, kalau cintanya hanya kepada Kim Lan seorang?

Dia menghela napas berulang-ulang, kemudian teringat akan urusannya sendiri, teringat akan kematian ibunya seperti yang di dengarnya dari Panglima Coa Hong Bu. Ibunya terbunuh oleh seorang yang mempergunkan Hek-liong-kiam, berarti pembunuh ayahnya juga pembunuh ibunya. Dan kemana lagi mencari pembunuh ibunya kalau tidak di kota raja, di tempat ibunya terbunuh? Setelah berpikir demikian, dia lalu mengambil keputusan untuk pulang ke rumah ibunya.

********************

Cerita silat serial sepasang naga lembah iblis episode pedang naga hitam jilid 30 karya kho ping hoo

“Suhu, terimahlah hormat teecu (murid)!” Han Sin menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Tiong Gi Hwesio.

Hwesio yang sudah tua itu nampak heran, cepat membangunkan pemuda itu dan memandang dengan mata tuanya yang sudah dihiasi alis yang putih semua. “Omitohud… Sicu siapakah?” tanyanya.

“Suhu, apakah suhu sudah lupa kepada teecu? Teecu adalah Cian Han Sin“

“Omitohud…! Akhirnya engkau pulang juga, Han Sin. Ibumu…“ Hwesio itu meragu untuk melanjutkan kata-katanya.

“Teecu sudah mendengar dari Panglima Coa Hong Bu bahwa ibu tewas terbunuh. Karena itulah maka teecu pulang untuk melakukan penyelidikan, siapa gerangan yang membunuh ibu dan mengapa pula ibu dibunuh orang. Barangkali suhu dapat memberi petunjuk kepada teecu...“

“Omitohud! Pin-ceng menyesal sekali bahwa pinceng tidak dapat memberi petunjuk apapun kepadamu, Han Sin. Pinceng tidak mengetahui ketika peristiwa itu terjadi. Kepada Panglima Coa Hong Bu yang datang ke sini, pin-ceng juga tidak dapat memberithu apa-apa. Kalau kau ingin menyelidik, pergilah ke rumahmu. Di sana masih ada Cio Si, pembantu Ibumu itu dan hanya ia yang berada di rumah ketika pembunuhan itu terjadi. Pergi dan tanyalah kepadanya Han Sin. Semoga engkau berhasil..."

Han Sin menghaturkan terima kasih lalu meninggalkan kuil itu, menuju ke rumah ibunya. Dia merasa terharu melihat rumah itu masih dipelihara dengan baik dan segera dia dapat bertemu dengan Cio Si yang menjadi penghuni tunggal rumah itu. Tidak seperti Tiong Gi Hwesio, Cio Si segera mengenalnya dan begitu bertemu dengan majikan muda itu, ia menangis dan merangkul kaki Han Sin.

Pemuda itu mengangkatnya bangun dan berkata dengan tenang. “Sudahlah, Cio Ma, tidak ada yang perlu di tangisi lagi. Sekarang persiapkan alat-alat sembahyang, antarkan aku ke kuburan ibu dan di sana nanti kita bicara“

Tergopoh-gopoh Cio Si mempersiapkan segala keperluan sembahyang secara sederhana dan tak lama kemudian, tanpa bicara, mereka berdua pergi mengunjungi makam nyonya Ji Goat, ibu kandung Han Sin. Di depan makam ibunya Han Sin bersembahyang dan duduk bersila terpekur sampai beberapa lamanya. Kemudian dia bangkit dan mengajak duduk Cio Si di depan makam.

“Nah, Cio-ma, sekarang ceritakan apa yang kau lihat dan dengar, apa yang kau ketahui tentang pembunuhan itu“

“Baru sekarang saya berani bercerita kepadamu, kong-cu. Ketika orang-orang bertanya, saya tidak berani bercerita karena takut di bunuh penjahat itu. Bahkan kepada Panglima yang datang menanyai saya, saya hanya mengatakan bahwa ibumu dibunuh orang yang memakai pedang hitam. Itu saja“

“Jadi engkau tahu lebih banyak lagi? Nah, ceritakan kepadaku semuanya, Cio-ma“

“Ketika itu ibumu sedang berlatih silat. Ketika penjahat itu datang, saya ketakutan dan bersembunyi di balik semak-semak. Penjahat itu minta kitab yang namanya saya lupa lagi, pendeknya minta kitab agar jangan terjatuh ke tangan Kaisar Yang Ti. Ibumu menolak dan mereka berkelahi. Orang itu lalu mengeluarkan sebatang pedang hitam berkilauan dan ibumu tertusuk dan roboh tewas. Kemudian orang itu masuk ke rumah, agaknya menggeledah karena barang-barang di rumah acak-acakan, lalu pergi. Barulah saya berani keluar dan memanggil tetangga, melapor kepada Tiong Gi Hwesio“

“Bagaiman wajah pembunuh itu? Berapa kira-kira usianya dan bagaimana pula perawakannya?“

“Ketika itu, usianya sekitar empat puluh lima tahun, wajahnya gagah dan tubuhnya sedang dan tegap. Pakaiannya juga indah sekali…“

“Pakaian Panglima?”

“Bukan, pakaian biasa kong-cu“

“Hem, apakah ada tanda atau ciri-ciri khusus yang membuat dia mudah di ingat atau di kenal?”

“Wajahnya hanya gagah, akan tetapi biasa saja. Akan tetapi ada satu hal yang penting sekali dan belum saya beritahukan kepada orang lain, kong-cu. Ketika mereka berkelahi, ibumu menyebut orang itu sebagai Lui-sute (adik seperguruan Lui)”

“Lui-sute…? Hemmm, setahuku ibu tidak mempunyai seorang adik seperguruan“ Han Sin melamun dan mengingat-ingat, akan tetapi tetap dia tidak dapat menduga siapa Lui-sute itu.

“Ibumu juga mengatakan bahwa orang itu pembunuh ayahmu, kong-cu“

“Hemmm…“ Karena tidak ada keterangan lain yang lebih jelas, maka dia berpikir keras. Pembunuh ayahnya? Menurut keterangan Tarsukai, ketika ayahnya roboh, dia didekati seorang perwira sui. Mungkin itukah pembunuhnya yang bermarga Lui itu? Seorang perwira? Dia harus menyelidiki kalau-kalau ada seorang perwira Lui yang dulu ikut ayahnya berperang ke sebelah utara Shan-si.

Setelah pulang ke rumahnya, mulailah han Sin melakukan penyelidikan. Dengan bertanya-tanya, akhirnya dia mendengar bahwa dahulu memang ada perwira Lui yang menjadi pembantu ayahnya ketika berperang ke utara. Han Sin menjadi girang sekali mendengar keterangan bahwa perwira Lui itu lihai sekali dan juga usianya sekitar lima puluh tahun kurang.

Akan tetapi ketika dia melakukan penyelidikan lebih jauh, dia mendengar bahwa panglima Lui itu sedang melakukan perjalanan mengawal Kaisar Yang Ti ke utara. Kaisar Yang Ti berkenan memimpin pasukan melakukan pembersihan ke Shan-si utara!

Tidak ada lain jalan bagi Han Sin kecuali melakukan pengejaran ke utara. kalau benar perwira Lui itu yang telah membunuh ayah ibunya, dia harus berhati-hati sekali, apalagi perwira itu sedang melakukan pengawalan atas diri Kaisar!

Setelah berkunjung lagi ke makam ibunya dan berpamit dari Tiong Gi Hwesio, Han Sin lalu meninggalkan kota raja untuk kembali ke utara mengikuti jejak perwira Lui yang mengawal Kaisar menggerakkan pasukan ke utara.

********************

Beberapa hari kemudian, ketika dia berjalan melalui jalan sunyi di sebuah bukit, dia melihat seorang kakek melangkah terhuyung-huyung. Nampaknya orang itu menderita sakit dan hampir roboh. Melihat ini Han Sin cepat menghampirinya dan masih sempat mencegahnya roboh dengan merangkul pundaknya. Ternyata dia seorang yang sudah tua sekali, kepalanya gundul dan jubahnya menunjukkan bahwa dia seorang hwesio.

“Lo-suhu, engkau kenapakah?” Tanya Han Sin khawatir melihat wajah ayang amat pucat dan napas yang terengah-engah itu. Aneh, Hwesio yang kesakitan itu malah tertawa!

“Ha-ha-ha, omitohud… Agaknya Sang Budha masih menolong pinceng… tidak mati tanpa ketahuan orang…“ Dia terengah-engah, akan tetapi mulutnya masih tersenyum lebar.

Sikap ini saja sudah amat menarik hati Han Sin dan menimbulkan rasa hormat dan sukanya. Dia membantu hwesio tua itu duduk bersila di tepi jalan di atas rumput, bahkan dia membantu dengan penyaluran tenaga saktinya untuk mengobati luka dalam tubuh hwesio itu. Akan tetapi hwesio itu menolak setelah kaget sejenak merasakan getaran tenaga dalam yang amat kuat.

“Omitohud… engkau seorang pemuda yang sakti! Akan tetapi… percuma saja, aku tidak akan dapat disembuhkan. Dengar, orang muda, pinceng bernama Thian Ho Hwesio… dan pinceng sudah mau mati. Mudah-mudahan engkaubseorang pendekar yang sudi memenuhi permintaan seorang yang mau mati…“

“Katakanlah, lo-suhu. Kalau saya dapat melakukannya, tentu akan saya lakukan“

“Omitohud… ha-ha, engkau ternyata seorang pemuda yang teliti dan baik. Pin-ceng bertemu Pak-te-ong dan See-t hian-mo. Mereka hendak membunuh Kaisar dan mengajak pinceng. Ketika pin-ceng menolak, mereka lalu mengeroyok pin-ceng. Mereka terlalu tangguh bagi pinceng sehingga pinceng terluka…“ Kembali ia terengah-engah karena telah mengeluarkan banyak tenaga untuk bicara.

“Hemm, mereka memang bukan orang baik-baik. Lalu apa pesan lo-suhu?”

“Pinceng mempunyai seorang murid, akan tetapi keadaan murid itu penuh rahasia… tolonglah, tolong ia agar bertemu dengan orang tuanya…“

“Akan tetapi bagaimana saya dapat lo-suhu?”

“Datangi ketua Thian-li-pang. Ketua itu yang dahulu menculik muridku ketika masih kecil dan pin-ceng menolong anak itu. Tanyakan kepada ketua Thian-li-pang siapa orang tua anak itu… engkau memiliki kepandaian, tentu dapat memaksanya mengaku…“

"Baiklah lo-suhu...!"

“Ahhh… terima kasih, kini pin-ceng dapat mati dengan lega dan rela…“ Pendeta itu yang duduk bersila lalu memejamkan kedua matanya dan napasnya terhenti!

Han Sin teringat bahwa dia belum menanyakan nama murid itu, maka dia lalu mengguncang pundak hwesio itu. “Lo-suhu…! Lo-suhu, jangan mati dulu, aku ingin bertanya…!”

Akan tetapi tubuh itu biarpun masih hangat, sudah tidak bergerak lagi. Han Sin dengan cepat lalu menotok beberapa jalan darah kearah jantung dan kekek itu membuka matanya.

“Omitohud. pin-ceng sudah mulai berjalan pulang, kenapa kau panggil lagi?” hwesio itu menegur.

“Maaf, lo-suhu. Lo-suhu belum menceritakan siapa nama murid lo-suhu!”

“Ha-ha-ha, oh, itu? Namanya Lan Lan... Lan… Lan… “ dan dengan nama muridnya di bibir kakek itu terkulai lehernya dan tewas dalam keadaan masih duduk bersila.

Han Sin tertegun dan terbelalak. Dia tahu bahwa kakek itu sudah tewas. Lan Lan? Siapa lagi kalau bukan Kim Lan? Jadi Kim Lan murid kakek aneh yang ternyata sakti bukan main ini sehingga ketika matipun dalam keadaan bersila? Timbul semangatnya untuk melaksanakan pesan kakek itu. Tanpa di pesan juga dia akan rela melaksanakannya demi kepentingan Kim Lan. Jadi Kim Lan adalah seorang anak yang dulu di culik oleh Ketua Thian li pang, kemudian dipungut sebagai murid oleh hwesio ini dan tidak mengenal ayah bunda sendiri? Sungguh kasihan!

Han Sin mengubur jenazah kakek itu dengan baik-baik. Di atas makam itu dia menancapkan sebatang kayu besar dan dia mengukirnya dengan kata-kata: MAKAM GURU KIM LAN. Setelah itu dia lalu memberi hormat kepada makam itu dan pergi.

****www.sonnyogawa.com****

Thian-li-pang adalah perkumpulan pendeta wanita yang terkenal gagah perkasa dan termasuk perkumpulan bersih. Bagaimana ketuanya dapat melakukan penculikan terhadap seorang anak kecil? Tentu ada rahasianya!

Di lereng Thian San terdapat perkumpulan Thin li pang. Sejak dulu, ketika masih diketuai oleh mendiang Im Yang T0-kouw, Thian li pang terkenal sebagai perkumpulan wanita-wanita gagah, para to-kouw (pendeta wanita To) yang bertindak sebagai para pendekar wanita yang galak dan keras hati. Setelah kini di pegang oleh murid mendiang Im-yang To-kouw, perkumpulan itu terkenal lebih keras lagi. Keras peraturannya terhadap muri-muridnya.

Para murid yang jumlahnya ada lima puluh orang lebih itu bukan saja dilarang untuk menikah, bahkan kalau kelihatan bicara dengan laki-laki saja akan di hukum! Dan terhadap dunia luar merekapun bersikap keras, terutama sekali terhadap para penjahat, para murid Thian li pang tidak pernah memberi ampun!

Seperti telah diceritakan dibagian depan, Kang Sim To-kouw dahulu ketika masih muda bernama Yap Ci Hwa, seorang wanita yang berhati keras dan bengis. Setelah kini menjadi ketua, ia menjadi lebih keras hati lagi. Akan tetapi diam-diam ia telah menyimapn suatu rahasia dihatinya, yang kadang membuat ia nampak berduka dan menyesal bukan main. Suatu dosa yang baginya kadang-kadang amat menyiksa.

Ia pernah menculik puteri dari sumoinya sendiri, yaitu Ciang kwi yang sekarang menjadi ketua Hwa li pang di Hwa-san. ia bahkan telah membunuh secara diam-diam suami sumoinya itu, kemudian ia menculik anak perempuannya! Dosa ini selalu menghantuinya dan membuat ia yang usianya baru lima puluh tahun itu nampak seperti sudah tujuh puluh tahun!

Tidak sukar bagi Han Sin untuk mendapatkan keterangan dari para penduduk dusun di kaki gunung Thian-san di mana adanya Thian li pang. Semua orang tahu belaka. Para pendeta wanita dari Thian-li-pang memang terkenal sebagai orang-orang dermawan yang suka menolong penduduk, membasmi penjahat, memberi obat dan bahkan memberi uang.

Para penduduk juga selalu naik ke lereng dimana Thian li pang mempunyai sebuah kuil untuk bersembahyang. Akan tetapi tentu saja yang diperbolehkan datang ke kuil hanyalah kaum wanita saja. Laki-laki dilarang keras naik ke kuil, bahkan tidak boleh menaiki lereng yang menjadi wilayah Thian li pang.

Setelah mendapat keterangan dari para penduduk dusun dimana letaknya Thian li pang, disertai peringatan pria dilarang keras naik ke sana. Han Sin lalu mempergunakan kepadandaiannya untuk berlari cepat mendaki tempat itu. Kuil itu berada di lereng bukit dan dari jauh saja sudah nampak tembok kuil dan pagarnya yang putih bersih.

Baru saja tiba di depan pintu gerbang, Han Sin sudah berhadapan dengan dua belas orang pendeta wanita anggota Thian li pang. Mereka terdiri dari wanita yang berusia antara dua puluh sampai tiga puluh tahun dan diam-diam Han Sin merasa heran. Semua pendeta wanita itu sungguh amat sederhana, baik sanggulnya, jubahnya maupun wajahnya yang sama sekali tidak berbau bedak maupun pemerah.

Padahal diantara mereka banyak yang memiliki wajah yang lumayan cantiknya. Dia cepat-cepat mengangkat kedua tangan memberi hormat. Akan tetapi seorang di antara para to-kouw itu, yang berusia tiga puluh tahun, sudah membentaknya dengan suara halus namun galak.

“Agaknya engkau tidak tahu bahwa di sini merupakan tempat larangan untuk kaum pria. Hayo cepat menggelinding turun dari sini sebelum kami menggunakan kekerasan!”

Jarak antara Han Sin dan para to-kouw itu ada lima meter dan mendengar bentakan itu, han Sin melangkah maju untuk menghampiri sambil tersenyum. Melihat ini, para to-kouw itu cepat melangkah mundur menjauhi.

“Maaf, kenapa cu-wi to-kouw menjauhiku? Aku bukan seorang yang menderita penyakit menular. Aku datang hendak bicara dengan ketua kalian. Bukankah ketua kalian yang bernama Kang Sim To-kouw?”

“Jangan mendekat atau kami akan membunuhmu!“ Bentak pimpinan to-kouw itu.“ Ketua kami tidak sudi bertemu dan bicara dengan seorang pria. Pergilah sebelum terlambat!”

“Heiiii,apakah kalian benar-benar demikian membenci pria?“ Tanya Han Sin sambil tersenyum.

“Kami membenci semua pria mati-matian!” mereka menjawab dengan suara hiruk pikuk

Dan Han Sin tertawa bergelak. Para to-kouw itu merasa heran dan marah mendengar pemuda itu tertawa.

“Mengapa kau tertawa? Manusia tidak sopan!”

“Mengapa aku tertawa? Tentu saja tertawa melihat kelucuan kalian. Kalian berkata membenci semua pria. Apakah kalian tidak mempunyai ayah kandung? Apakah kalian juga membenci dan membunuh ayah kandung kalian. Juga kakek kalian, saudara kalian yang laki-laki, Keponakan kalian yang laki-laki, saudara misan kalian, kakak ipar kalian, adik laki-laki kalian, paman kalian…“

“Cukup! Cepat pergi atau kami akan menyerangmu!” bentak pemimpin itu sambil menoleh ke kanan kiri dengan sikap ketakutan.

“Ha-ha-ha, kalian seperti sekumpulan kucing yang ketakutan. Ingin aku bertemu dengan ketua kalian, maka panggillah ia keluar. Aku tidak ingin berurusan dengan kalian!”

“Minggatlah!” Bentak pimpinan itu dan iapun sudah menerjang ke depan, menyerang Han Sin dengan sebatang pedangnya.

Han Sin miringkan tubuhnya dan ketika dia menggerakkan tangannya, to-kouw itu terpelanting roboh. Semua to-kouw menjadi kaget dan marah dan dua belas orang itu serentak menyerang Han Sin dengan pedang mereka. Han Sin tidak tega untuk melukai mereka, maka ia hanyak mengelak dan menangkis, dan mendorong mereka sehingga mereka berpelantingan tanpa menderita luka-luka. Beberapa orang dari mereka cepat lari ke dalam untuk memberi laporan. Tak lama kemudian, terdengar bentakan nyaring,

“Hentikan semua pengeroyokan!”

Para to-kouw yang sudah jatuh bangun itu lalu mundur dan berdiri dengan muka merah di belakang seorang to-kouw tua yang baru muncul. To-kouw ini berusia kurang lebih lima puluh tahun. wajahnya nampak kaku dan galak, matanya seperti mata harimau. Inilah Kang Sin To-kouw yang dahulu bernama Yap Ci Hwa.

Dengan tegak ia memandang Han Sin kepalanya di angkat dan matanya tajam menyelidik. Tangan kirinya memegang sebatang kebutan bulu hitam, tangan kanannya memegang pedang. Sebetulnya wanita itu tidaklah buruk, bahkan di waktu mudanya tent lu manis, akan tetapi karena wajah itu diselimuti kekerasan dan kekakuan, maka nampak buruk dan kelaki-lakian.

“Bocah kurang ajar! Siapa engkau berani membikin kacau Thian li–pang?” bentak Kang Sim To-kouw dengan bengis. “Katakan namamu agar engkau jangan mati tanpa nama!”

Han Sin tersenyum lebar. Kini mengertilah dia mengapa para to-kouw itu begitu ketakutan. Ternyata ketua mereka memang bengis dan galak. “Namaku Cian Han Sin dan aku tidak mau mati dulu, baik dengan atau tanpa nama. Apakah lo-cian-pwe ini pang-cu dari Thian li pang?”

“Benar, aku pang-cu dari Thian-li-pang, dan engkau telah melakukan pelanggaran besar-besaran. Tidak saja engkau berani melanggar wilayah kami, akan tetapi engkau bahwa telah merobohkan murid-muridku. Sekarang engkau akan mati di tanganku!” Kang Sim To-kouw lalu memberi tanda dengan tangannya dan semua murid yang berjumlah kurang lebih lima puluh orang itu sudah menyerbu semua!

Bergidik juga Han Sin di keroyok wanita demikian banyaknya. Akan tetapi dia mengeluarkan kepandaiannya, tubuhnya bagaikan baja, kalau sampai terserempet pedang, maka pedang itu yang terpental dan tangkisan tangannya membuat pedang lawan terlempar jauh. Hanya dengan dorongan tangan saja dia membuat anak buah Thian li pang terjungkal roboh tumpang tindih!

“Semua mundur!“ Kang Sim To-kouw berseru ketika melihat betapa muridnya seperti sekumpulan semut mengeroyok seekor jangkrik saja.

Para murid yang memang sudah jerih lalu berkelompok mundur dan Kang Sim To-kouw yang cepat menggerakkan pedang dan kebutannya menyerang dengan dahsyatnya ke arah Han Sin...