X6P58KpuBfdX9YvoDfejjA12jdjgThuq3ef2E1Tb
Sonny Ogawa
Kumpulan Cerita Silat Online Indonesia dan Mandarin

Pedang Naga Hitam Jilid 29

Cersil Online Karya Kho Ping Hoo Serial Sepasang Naga Lembah Iblis Episode Pedang Naga Hitam Jilid 29
“Ketika aku bertemu denganmu tadi, aku sedang hendak pergi ke Lo-an untuk membeli perbekalan makan karena perbekalanku sudah habis. Karena peristiwa tadi, aku tidak jadi ke Lo-an dan sekarang perutku lapar sekali“

“Aku juga tidak membawa perbekalan makanan, akan tetapi aku selalu membawa bumbu untuk membuat makanan. Jangan khawatir, Sin-ko, bahan makanan tersedia banyak di dalam air ini!” ia menunjuk keluar perahu.

“Eh? Makanan apa?”

“Ikan! Engkau suka ikan panggang, bukan?”

“Tentu saja! Akan tetapi bagaimana menangkap ikan-ikan itu?”

“Ha-ha, alangkah bodohnya! Tentu saja memberi umpan dan memancing agar ikan-ikan itu muncul ke permukaan air lalu menangkapnya“

“Kita tidak mempunyai kail…“

“Lihat sajalah! Dalam waktu kurang dari satu jam sudah akan dapat menikmati daging ikan panggang!”

Cu Sian lalu membongkar buntalan pakaiannya dan ia mengambil sebilah pisau. Dengan pisau itu ia membuat ujung tongkatnya menjadi runcing. Lalu ia mengeluarkan pula sehelai benang yang panjangnya kurang lebih dua meter. Dengan cekatan sekali jari-jari tangannya bergerak memotong sedikit kain dari bajunya yang robek tadi, membentuk potongan kain itu seperti seekor kupu-kupu kecil lalu di ikat kan kupu-kupu kain itu pada ujung benang.

“Nah, sekarang dayunglah perahumu kebagian yang airnya tidak berarus kuat, agak ke pinggir. Itu, di bawah pohon sana itu, tentu tempat itu menjadi sarang ikan. Biasanya ikan ekor kuning suka berada di tempat yang teduh seperti itu. Engkau pernah makan ikan ekor kuning? Lezat sekali, Sin-ko!”

Han Sin tidak mengerti apa yang hendak diperbuat oleh gadis itu, akan tetapi dia segera mengemnudikan perahunya menuju ke tepi, di bawah pohon besar.

“Nah, hentikan perahumu di sini“

Han Sin melempar tali ke darat dan perahunya terhenti. Ujung tali perahu itu melibat pohon kecil.

“Diam, jangan banyak bergerak atau bersuara!” kata Cu Sian.

Gadis itu menggunakan ujung benang dan melempar kupu-kupu kain ke air, lalu menarik-nariknya sehingga kupu-kupu kecil itu seolah bergerak-gerak di atas permukaan air. Tangan kanannya siap memegang tangkat yang ujungnya sudah runcing itu. Barulah Han Sin mengerti apa yang di lakukan gadis itu. Namun dia masih ragu apakah gadis itu akan berhasil menangkap ikan dengan cara itu. Cara yang belum pernah di lihat atau di dengar sebelumnya.

Akan tetapi Cu Sian mengerti apa yang ia lakukan. Ia melakukan usaha menangkap ikan itu secara itu dengan penuh keyakinan karena pengalaman. Ia tahu bahwa ikan ekor kuning, terutama yang besar, pasti akan muncul dan menyambar kupu-kupu kain itu. Dan benar saja, tak lama kemudian Han Sin melihat dua ekor ikan sebersar betisnya muncul dan berebutan menyambar kupu-kupu kain itu. Secepat kilat Cu Sian menggerakkan tongkatnya menusuk dan ia berhasil menangkap seekor ikan yang gemuk. Seekor ikan yang ekornya kuning!

Tentu saja Han Sin menjadi girang dan kagum sekali. Dia membantu gadis itu melepaskan ikan dari ujung tongkat yang menjadi tombak itu dan ikan itupun menggelepar-gelepar di dalam perahu.

“Satu lagi baru cukup, Sin-ko“ kata Cu Sian dan kembali ia memasang umpan pancingnya yang istimewa. dan tak lama kemudian, ia berhasil menangkap lagi seekor ikan yang sebesar betis!

Han Sin hanya dapat memandang kagum dan senang. Tanpa di minta ia membantu gadis itu untuk membersihkan ikan dengan pisau yang agaknya selalu di bawa oleh gadis itu, membuka perutnya dan membuang isi perutnya. Ikan itu tidak bersisik dan gemuk sekali. Sementara itu, Cu Sian sudah melompat ke darat dan membuat api unggun. Ia sudah mengeluarkan merica, bawang putih dan garam. Setelah dua ekor ikan itu di lumuri bumbu, lalu di tusuk ranting kayu dan di panggang.

Bau yang sedap gurih membuat Han Sin menjadi semakin lapar sehingga keruyuk perutnya sampai terdengar oleh Cu Sian. Gadis itu tersenyum dan Han Sin terpesona. Kalau sudah begitu, Cu Sian menjadi demikian lembut dan cekatan, sifat kewanitaannya menonjol sepenuhnya. Seorang gadis yang hebat, pikir Han Sin sambil mengenang semua sepak terjang Cu Sian.

Gadis yang gagah perkasa, pemberani tak mengenal takut, berbudi baik walaupun baik walaupun kadang nakal seperti kanak-kanak suka menggoda orang, dan sekarang memperlihatkan ketrampilannya dalam mempersiapkan makanan. Dengan ketrampilan Cu Sian, agaknya kemanapun gadis itu pergi, ia tidak perlu membawa bekal makanan karena dimana-mana tersedia makanan untuknya!

Dan, tepat seperti yang tadi dijanjikan Cu Sian, kurang dari satu jam hidangan berupa daging ikan panggang yang lezat sudah di lahap oleh Han Sin! Cu Sian juga makan daging ikan panggang itu, namun tidak selahap Han Sin dan sekarang barulah Han Sin ingat bahwa dulu gadis itupun selalu makan dengan perlahan dan selalu mengambil potongan-potongan kecil dengan sumpitnya ketika makan bersama di rumah makan. Kini baru dia mengerti mengapa demikian. Betapa bodohnya dia!

“Hemm, lezat sekali!” kata Han Sin berulang kali dan pujian yang jujur tanpa maksud merayu ini membuat Cu Sian bersinar-sinar penuh kegembiraan.

Daging dua ekor ikan itu habis dan setelah minum air jernih yang menjadi bekal Cu Sian, mereka lalu melanjutkan perjalanan mereka. Perahu mereka meluncur cepat dan keduanya merasa gembira sekali. han Sin tidak merasa canggung lagi walaupun kini dia tahu bahwa temannya itu adalah seorang gadis. Dan dari sikap Cu Sian yang sewajarnya, tidak dibuat-buat. Dia semakin yakin bahwa gadis itu benar-benar mencintanya. Tahulah dia mengapa sejak masih menyamar sebagai pria Cu Sian selalu hendak menemaninya!

********************

Cerita silat serial sepasang naga lembah iblis episode pedang naga hitam jilid 29 karya kho ping hoo

Pada suatu pagi yang cerah, Han Sin dan Cu Sian berjalan santai mendaki sebuah bukit. Sudah beberapa pekan mereka meninggalkan perahu di sungai Huang-ho, menghadiahkan perahu itu kepada seorang nelayan miskin yang tentu saja menjadi kegirangan. Mereka melanjut kan perjalanan dengan jalan kaki menuju ke Tiang-an. Kota raja sudah tidak terlalu jauh lagi, tinggal kurang lebih seratus mil dari bukit itu, membutuhkan perjalanan seenaknya selama tiga empat hari.

“Sian-moi…“

“Huushh, engkau lupa lagi menyebutku Sian-moi!” tegur Cu Sian.

Han Sin tertawa. “Apa salahnya menyebutmu Sian-moi kalau kita sedang berduaan saja? Kalau ada orang lain, barulah aku menyebutmu Sian-te. Engkau ini seorang gadis, mengapa ingin benar di anggap pria?”

Cu Sian juga tertawa. “Demi keamanan penyamaranku!”

“Sian-moi, kita sudah dekat dengan Kota raja dalam beberapa hari lagi. Apa perlunya engkau masih menyamar dengan pakaian itu? Bagaimana kalau sekarang engkau berganti pakaian yang sewajarnya?”

“Kenapa, Sin-ko? Apakah engkau ingin melihat ku dengan pakaian seorang gadis?“ Cu Sian mengamati wajah Han Sin dengan penuh selidik.

Wajah Han Sin agak kemerahan, akan tetapi dia menjawab sejujurnya. “Bukan hanya ingin melihatmu, melainkan agar kelak kalau aku bertemu denganmu dalam pakaian wanita, aku tidak akan pangling. Ku rasa kalau mulai sekarang engkau berpakaian wanita, tidak akan ada halangannya“

“Hemm, bukankah engkau sendiri yang mengatakan bahwa kalau diketahui orang, seorang gadis tidak pantas melakukan perjalanan dengan seorang pemuda?” Cu Sian menggoda.

“Kalau kita mengaku sebagai kakak dan adik, siapa mengatakan tidak pantas?”

Cu Sian tertawa, “Baiklah, aku memang selalu membawa bekal pakaian wanita, akan tetapi dimana aku dapat berganti pakaian?”

Han Sin menunding ke sebuah hutan tak jauh dari dari situ. “Di sana ada sebuah hutan. Engkau dapat berganti pakaian di sana. Biar aku menanti di sini“

”Baiklah, Sin-ko“ Cu Sian lalu berlari memasuki hutan itu dan lenyap di balik pohon-pohon dan semak belukar.

Han Sin duduk diatas akar pohon yang menonjol ke permukaan tanah dan dia tersenyum-senyum. Ingin sekali dia melihat bagaimana rupanya Cu Sian kalau mengenakan pakaian wanita. Gadis itu tentu nampak cantik sekali. Akan tetapi sungguh aneh, ketika dia mencoba untuk membayangkan wajah Cu Sian, eh yang nampak adalah wajah Kim Lan!

Entah dimana adanya gadis bijaksana ahli pengobatan itu, dan apa yang sedang ia lakukan. Begitu teringat kepada Kim Lan, seketika dia sudah melupakan Cu Sian dan timbul perasaan rindu yang amat mengganjal didalam hati. Dia sudah lupa lagi berapa lama dia menanti di situ dan Cu Sian juga belum kembali. Ketika akhirnya dia teringat kepada Cu Sian, dia bangkit berdiri dan memandang kearah hutan itu.

Baru dia teringat bahwa sudah lama Cu Sian memasuki hutan, akan tetapi belum juga kembali. Tidak mungkin berganti pakaian memakan waktu selama itu. Atau barangkali Cu Sian sedang bersolek diri? Dia tersenyum, akan tetapi kembali senyumnya menghilang. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan Cu Sian!

Han Sin lalu berlari kearah hutan itu. Karena takut kalau-kalau gadis itu sedang berganti pakaian, dia pun memanggil, “Sian-moi!”

Akan tetapi tidak ada jawaban dan diapun memasuki hutan. Pada saat itu dia mendengar suara orang bertempur disebelah dalam hutan itu. Cepat dia meloncat kearah itu dan tak lama kemudian dia melihat cu Sian, yang sudah berpakaian sebagai seorang dara yang cantik, sedang bertanding melawan seorang pemuda.

Pemuda itu berusia sebaya dengannya, mungkin lebih tua setahun dua tahun, bertubuh sedang tegap dan berwajah tampan. Pakaiannya indah sebagai seorang sastraw an dan rambutnya tersisir rapi. Dia seorang pesolek dan dia bertanding melawan Cu Sian dengan menggunakan senjata sebuah kipas, kipas besar. Gagang kipas itu terbuat dari pada baja dan gerakannya lihai bukan main.

Di dekat tempat itu berdiri pula serombongan orang terdiri lima belas orang. Akan tetapi yang amat mengejutkan hati Han Sin adalah ketika dia melihat seorang gadis di antara mereka karena gadis ini bukan lain adalah Ma Goat, puteri Pak-te-ong yang tempo hari mengejar-ngejarnya!

Sebetulnya, dengan tongkat ranting di tangannya, Cu Sian tidak terlalu terdesak oleh pemuda itu dan mereka bertanding seimbang. Akan tetapi ketika melihat munculnya Han Sin, Ma Goat cepat bergerak kedepan, suling di tangannya berkelebat dan terdengar Cu Sian berseru kaget karena ranting di tangannya telah terlepas dari pegangan.

Totokan suling itu pada pergelangan tangannya membuat ia terpaksa melepaskan tongkatnya dan sebelum ia dapat berbuat sesuatu, Cu Sian tidak mampu melawan lagi dan tidak berani bergerak karena sekali suling itu menyerang lehernya tentu ia akan tewas!

Melihat ini, Han Sin sudah hendak meloncat dan menerjang untuk menolong Cu Sian, akan tetapi Ma Goat yang cerdik sudah berteriak kepadanya, sambil menempelkan sulingnya di leher Cu Sian.

“Cian Han Sin, jangan bergerak! Sedikit saja engkau bergerak, gadis ini akan mati!”

Mendengar ancaman ini, tentu saja Han Sin tidak berani bergerak. Dia tahu kelihaian Ma Goat, dan tahu pula bahwa gadis itu merupakan puteri seorang datuk dan memiliki watak yang aneh, keras dan kejam.

“Ma Goat...“ katanya tenang. “Kenapa engkau menawan nona itu? Ia tidak bersalah apa-apa, lepaskan ia!”

“Enak saja, dan engkau akan melarikan diri lagi? Gadis ini menjadi tawananku sebagai sandera agar engkau tidak melarikan diri lagi dariku. Lui-kongcu, suruh anak buahmu mengikat kedua tangan Han Sin!”

Pemuda yang di sebut Lui Kong-cu itu lalu memberi isyarat dan empat orang anak buahnya lalu menghampiri Han Sin dengan tali yang kuat di tangan. Melihat ini, Cu Sian berseru, “Sin-ko, lawanlah, berontaklah dan jangan pedulikan aku!”

Akan tetapi Han Sin melihat bahwa sekali dia bergerak. Tentu saja gadis itu akan terbunuh. Tentu saja dia tidak menghendaki hal ini terjadi. Pihak lawan terlalu banyak dan Cu Sian sudah terjatuh ke tangan Ma Goat. Keadaannya tidak menguntungkan dan memaksanya untuk menyerah.

“Aku berjanji tidak akan mengganggunya, Han Sin...“

Han Sin merasa lega dan dia menjulurkan kedua lengannya ke depan. “Nah, belenggulah aku!“

Empat orang itu segera membelenggu kedua tangan itu dengan tali yang kuat sehingga Han Sin tidak mampu menggerakkan kedua tangannya, Melihat ini, Ma Goat tertawa gembira dan sekali sulingnya bergerak, ia telah menotok pundak Cu Sian dan gadis itu terkulai lemas.

”Ma Goat! Engkau melanggar janji...?“ bentak Han Sin marah.

Ma Goat tersenyum dan berkata, “Tenanglah, Han Sin. Gadis ini terlalu galak dan suka memberontak, kalau tidak ku totok, tentu ia akan merepotkan kami. Lui-kongcu, kau urus gadis ini, biar aku yang akan mengurus Han Sin!”

Lui-kongcu tersenyum dan sekali melompat dia telah berada dekat Cu Sian, lalu dengan ringan dia memondong tubuh gadis yang sudah lemas tidak mampu menggerakkan kaki tangannya itu.

“Lepaskan aku, engkau jahanam busuk! Ku hancurkan kepalamu nanti, lepaskan!” Cu Sian berteriak-teriak karena ia sudah tidak dapat meronta.

Pemuda itu tersenyum. Kipasnya berkelebat menotok kearah leher dan Cu Sian tidak mampu mengeluarkan suara lagi! Pemuda itu lalu membawanya pergi ke dalam hutan, mendaki bukit itu.

“Marilah, Han Sin. Kau ikut dengan kami. Ingat, gadis ini masih berada di tangan kami. Maka jangan engkau membuat ulah!” Ma Goat mengancam.

Terpaksa Han Sin menurut dan diapun melangkah ketika lengannya di gandeng Ma Goat yang tersenyum-senyum senang.

“Engkau membuat aku sengsara, Han Sin. Siang malam aku teringat kepadamu. Sekali ini engkau harus berada di sisiku untuk selamanya dan jangan meninggalkan aku lagi. Kenapa sih engkau ini tidak tahu di cinta orang setengah mati?”

Han Sin menjadi merah mukanya. Ucapan gadis itu dikeluarkan begitu saja, tanpa malu-malu padahal di belakang mereka berjalan lima belah orang anak buah itu! Diapun diam saja, pura-pura tidak mendengar dan tidak perduli ketika Ma Goat di sepanjang jalan mengeluarkan kata-kata rayuan. Dia hanya memperhatikan Cu Sian yang masih berada di pundak pemuda she Lui itu, dan hatinya merasa amat khawatir.

Dia harus mencari kesempatan untuk dapat membebaskan Cu Sian dari tangan mereka. Dia merasa menyesal sekali mengapa tadi minta kepada Cu Sian untuk berganti pakaian. Merasa bersalah karena kalau dia tidak minta gadis itu berganti pakaian, tentu kini Cu Sian tidak tertawan.

Tak lama kemudian mereka tiba di puncak bukit dan di puncak itu tersembunyi di antara pohon-pohon raksasa, terdapat sebuah bangunan baru. Agaknya bangunan dari kayu ini belum dibangun orang. Sebuah bangunan yang besar sekali sehingga amat mengherankan bagaimana bangunan sebesar itu dibangun orang di tengah hut an puncak bukit.

Pemuda tampan yang memondong Cu Sian yang telah tertotok tak berdaya itu dengan cepat menghilang kedalam bangunan. Pemuda itu bukan lain adalah Lui Sun Ek, putera Panglima Lui Couw di kota raja! Dia telah mewarisi ilmu kepandaian dari ayahnya dan merupakan seorang pemuda yang pandai ilmu silat dan sastra. Sikapnya lemah lembut dan nampaknya sopan santun.

Tak seorangpun akan mengira bahwa putera panglima besar Lui itu sebetulnya adalah seorang pemuda hidung belang dan mata keranjang yang namanya tidak asing lagi di rumah-rumah pelesir. Para pelacur tingkat tinggi di kota raja mengenal pemuda ini sebagai seorang kong-cu yang royal sekali. Akan tetapi pemuda ini pandai menyembunyikan kelakuannya ini, bahkan para pembesar di kota raja tidak ada yang menyangka bahwa dia seorang yang gemar berjudi dan melacur.

Melihat pemuda itu membawa Cu Sian ke dalam bangunan dan menghilang, Han Sin merasa khawatir sekali. “Ma Goat, aku sudah menyerah, dengan janjimu bahwa engkau tidak akan mengganggu Cu Sian...“

“Aku tidak membohongimu, Han Sin. Aku tidak akan mengganggu sehelai rambut pun dari gadis itu“ kata Ma Goat sambil menggandeng lengan Han Sin. “Mari masuk dan kita bicara di dalam...“

Han Sin terpaksa menurut. “Rumah siapakah ini?” tanyanya ketika mereka memasuki rumah yang besar itu.

Ma Goat menariknya masuk ke dalam sebuah kamar yang cukup mewah dan bersih, lalu mereka duduk berhadapan terhalang meja.

“Nah, sekarang katakan, apa maksudmu menangkap kami berdua, Ma Goat?” Tanya Han Sin. Dia duduk dan sikapnya tenang walaupun kedua tangannya masih terbelenggu. Dia sama sekali tidak khawatir akan diri sendiri, hanya mengkhawatirkan nasib Cu Sian.

Ma Goat memandang tajam lalu bertanya, “Han Sin, siapakah gadis itu?”

“Ia tidak bersalah apa-apa. Ia bernama Cu Sian“

“Apamukah dia?”

“Hemm, bukan apa-apa, hanya kebetulan jalan bersama. Kenalan biasa. Karena itu, bebaskanlah ia, Ma Goat“

“Hemm, kau bilang ia bukan apa-apa, akan tetapi engkau mau mengorbankan diri, menyerah untuk menyelamatkan ia!” Dalam suara Ma Goat terkandung kemarahan karena cemburu.

“Sudah kukatakan, Ma Goat bahwa Cu Sian tidak bersalah apa-apa. Tentu saja aku tidak ingin melihat ia celaka atau di ganggu oleh siapapun. Nah, sekarang katakan apa kehendakmu? Bebaskan dulu Cu S ian dan kita boleh berurusan di antara kita saja.

“Tidak bisa aku membebaskan gadis itu sekarang. Kalau ia ku bebaskan lalu engkau memberontak, bagaimana? Aku harus yakin dulu bahwa engkau tidak akan melarikan diri, baru aku mau membebaskannya...“

“Ma Goat, apa sih maumu?”

“Engkau sudah tahu apa mauku? Engkau harus menjadi suamiku!” kata pula gadis itu tanpa malu-malu lagi.

Han Sin berusaha menyadarkannya. “Ma Goat, perjodohan tidak mungkin dapat dipaksakan. Aku sama sekali belum berpikir tent ang perjodohan“

“Engkau memang seorang yang tidak mengenal budi. Lupakah engkau bahwa kalau tidak ada aku, engkau tentu sudah mampus di bunuh ayah dan See-thian-mo? Aku menyelamatkan nyawamu karena aku cinta padamu, Han Sin. karena itu, engkau harus menjadi suamiku dan kalau aku sudah menjadi isterimu apapun permintaanmu akan ku penuhi“

Han Sin menggeleng kepala. “perjodohan tidak dapat dilakukan semudah itu, Ma Goat“

“Apa engkau menghendaki Cu Sian kubunuh di depan matamu?”

“Aku yakin engkau tidak akan melakukan hal itu. Pertama karena Cu Sian tidak bersalah dan tidak ada sangkut pautnya dengan urusan kita. Kedua karena walaupun ia kau bunuh, percuma saja“

Ma Goat bangkit berdiri dengan alis berkerut. “Engkau memang keras kepala! Akan tetapi aku dapat lebih keras lagi daripada engkau. Kita lihat saja siapa yang akan menyerah!” Tiba-tiba gadis itu mencabut sulingnya dan menyerang dengan totokan kearah leher Han Sin.

Han Sin cepat mengelak dengan menjatuhkan dirinya kebelakang akan tetapi karena kedua tangannya terikat, gerakannya menjadi kaku sehingga kakinya menabrak bangku dan diapun terpelanting. Tiba-tiba dia merasa nyeri dilehernya dan ternyata Ma Goat sudah meniupkan sebatang jarum yang mengenai lehernya. Dan gadis itu tersenyum lebar kepadanya.

“Kau tahu jarum apa yang mengenai lehermu? Jarumku itu mengandung racun penghisap darah dan sudah meracuni seluruh jalan darahmu. Kalau tidak percaya, coba kau kerahkan tenaga saktimu...“

Han Sin sudah dapat bangkit berdiri dan dia tidak begitu percaya kepada ucapan gadis itu. Lehernya terasa kaku dan pedih. dan ketika dia mencoba untuk mengerahkan sin-kang, tiba-tiba dia mengeluh karena merasa isi dadanya seperti di tusuk-tusuk. Dia terkejut sekali dan memandang kepada gadis itu.

“Ma Goat, engkau memang seorang gadis yang kejam sekali!”

“Aku? Kejam kepadamu? Ah, tidak ini hanya merupakan caraku untuk membujukmu agar engkau suka menjadi suamiku. Nah, lihat. Aku akan membebaskanmu sekarang!”

Ia menghampiri Han Sin, mencabut jarum yang menancap di lehernya, kemudian ia melepaskan ikatan tangan Han Sin. Han Sin sudah bebas, akan tetapi dia tahu bahwa dia tidak mampu melakukan sesuatu karena dia tidak dapat mengerahkan tenaga saktinya.

“Sekarang, apa maumu?” kata pula Han Sin dengan penasaran.

“Bukan saja gadis itu kujadikan sandera, akan tetapi engkau juga tidak mempunyai pilihan lain kecuali menyetujui permintaanku untuk menjadi suamiku. Lihat, ini adalah obat penawar racun penghisap darah! Sekali menelan pil ini engkau akan terbebas dari cengkraman racun itu...“ Ia mengeluarkan sebungkus pil dari balik bajunya. “Ku beri engkau waktu satu malam untuk mempertimbangkan permintaanku. kalau engkau menuruti permintaanku, suka menjadi suamiku, aku akan segera membebaskan Cu Sian dan memberikan pil penawar racun ini kepadamu dan kita akan hidup bahagia. Aku akan menjadi isterimu yang mencinta dan setia. Akan tetapi, kalau besok pagi-pagi engkau menolak permintaanku, Cu Sian akan kusembelih didepanmu, dan engkau akan mati karena darahmu terhisap habis oleh racun!”

Setelah berkata demikian, Ma Goat meninggalkan Han Sin dalam kamar itu dan menutupkan daun pintu kamar dari luar. Setelah yakin bahwa gadis itu sudah pergi. Han Sin kembali mencoba untuk menyalurkan sin-kangnya. Akan tetapi, begitu tenaga sakti itu bergerak dari tan-tian (bawah pusar), dadanya terasa nyeri sekali.

Tahulah dia bahwa Ma Goat tidak hanya menggertak. Racun itu telah bekerja dan agaknya racun itu hebat sekali. Dia tidak mungkin akan dapat menggunakan kekerasan untuk menolong Cu Sian. Bagaimanapun juga, akan dicobanya. Dengan hati-hati Han Sin membuka daun pintu. Akan tetapi empat batang golok menodongnya dari luar pintu itu terdapat belasan orang penjaga dengan golok di tangan.

Kalau saja dia tidak keracunan, belasan orang anak buah itu tentu tidak ada artinya baginya. Akan tetapi dalam keadaan tidak dapat menggunakan tenaga sakti seperti sekarang, melawan seorang anak buah saja dia tidak akan menang! Di cobanya melalui jendela. Akan tetapi, ketika daun jendela terbuka, kembali ada beberapa batang golok menodongnya. Kamar itu ternyata telah di jaga ketat!

Ma Goat tidak bekerja setengah-tengah. Cu Sian di tawan sebagai sandera. Dia keracunan dan kehilangan tenaga. kamar itupun di kepung ketat. Benar-benar dia tidak berdaya sama sekali. Dia kembali duduk. Kini dia duduk di atas pembaringan, bersila dan termenung. Apa yang harus dilakukan? Dia diberi waktu semalam oleh Ma Goat!

Jalan kekerasan untuk melawan tidak ada lagi. Kalau dia masih dikuasai oleh racun itu, bagaimana mungkin dia dapat melakukan perlawanan dan dapat membebaskan Cu Sian? Cu Sian sendiri sudah tertawan. Ma Goat amat lihai dan pemuda yang menawan Cu Sian itu pun lihai. Masih di tambah anak buah mereka. Kalau saja dia tidak keracunan, kiranya dia masih sanggup membebaskan Cu Sian.

Tidak ada jalan lain kecuali menyerah! Menjadi suami Ma Goat? Untuk selamanya terikat kepada gadis yang kejam dan liar itu...? Tidak mungkin! Lalu apa yang dapat dia lakukan? Pura-pura menyerah, kemudian kalau Cu Sian sudah dibebaskan dan dia sudah tidak dipengaruhi racun lagi, dia mengajak Cu Sian melarikan diri?

Kiranya hanya itu satu-sat unya jalan. Menipu dan melanggar janjinya sendiri? Apa boleh buat. Menghadapi seorang yang licik dan curang seperti Ma Goat yang sudah menawan Cu Sian untuk menundukkannya, kalau perlu dia dapat menggunakan siasat janji palsu!

Akhirnya Han Sin mengusir semua pikiran yang penuh kegelisahan itu dan diapun berisitrahat untuk menghadapi hari esok yang penuh ketegangan dan ancaman bahaya.

********************

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Han Sin sudah terbangun dan dia segera duduk bersila dan mencoba untuk mengerahkan lagi tenaganya. Akan tetapi kembali dia mengeluh dan terpaksa menghentikan usahanya karena dadanya seperti di tusuk pedang rasanya. Racun itu masih bekerja, bahkan lebih hebat dari pada kemarin. Dia masih duduk bersila sambil mengatur pernapasan. Untuk melenyapkan rasa nyeri di tubuhnya.

Hari masih pagi sekali dan diluar masih gelap. Akan tetapi di dalam kamar itu di terangi lampu yang semalam memang tidak dipadamkan oleh Han Sin. Ketika mendengar langkah lembut di luar kamarnya, jantungnya berdebar tegang. Daun pintu terbuka perlahan dari luar dan masuklah Ma Goat dalam kamar itu. Seperti biasa, pakaiannya mewah dan agaknya sepagi itu ia sudah mandi dan bersolek. Bau harum menerpa hidung Han Sin ketika pintu di buka lalu di tutup lagi oleh Ma Goat.

Han Sin merasa semakin tegang hatinya. Dia merasa bahwa bahaya besar yang mengerikan telah datang mengancamnya dan dia sama sekali tidak berdaya. Dia menenangkan hatinya dan mengambil keputusan untuk sementara mengalah dan pura-pura menyerah ketika gadis itu sudah berdiri di depannya, dia membuka mata memandang gadis itu. Ma Goat tersenyum manis. Ia membawa sebuah mangkuk terisi sup sum-sum yang masih mengepulkan uap dan mengeluarkan aroma yang sedap menimbulkan selera. Senyumnya melebar ketika ia melihat Han Sin membuka mata memandangnya.

“Selamat pagi, kekasihku. Ku harap engkau sudah mengambil keputusan sekarang. Bagaimana?”

“Ma Goat, sesungguhnya aku belum memikirkan soal perjodohan pada waktu sekarang ini. Akan tetapi aku agaknya tidak memiliki pilihan lain. Demi keselamatan Cu Sian yang sama sekali tidak berdosa itu, terpaksa aku bersedia menuruti kehendakmu“

Wajah Ma Goat berseri, sepasang matanya bersinar-sinar. “Ah, jadi engkau mau menjadi suamiku, Sin-ko? Bagus, aku merasa gembira dan berbahagia sekali“

“Ya, aku mau. Sekarang penuhilah janjimu. Pertama, bebaskan Cu Sian dan biarkan ia pergi tanpa di ganggu. Kedua, beri obat penawar racun kepadaku"

“Aha, urusan itu mudah saja. Akan tetapi engkau harus lebih dulu membuktikan bahwa engkau benar-benar suka menjadi suamiku. Jangan anggap aku sebagai anak kecil yang mudah saja di bodohi begitu saja. Nah, kau minumlah sup ini, sayang. Sup ini sengaja kubuat untukmu, kemudian buktikan bahwa engkau suka menjadi suamiku“

Diam-diam Han Sin terkejut sekali. Kiranya gadis ini selain lihai dan jahat curang, juga cerdik bukan main. Apa yang harus dia lakukan? Tidak ada lain kecuali menurut saja. Apapun isi sup itu dan bagaimanapun akibatnya nanti, dia tidak dapat menolak untuk meminumnya.

Akan tetapi ketika dia sudah menjulurkan tangan untuk menerima mangkuk itu, tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dan muncullah seorang wanita cantik yang bukan lain adalah Kim Lan atau Lan Lan. Kim Lan sudah mengerahkan kekuatan sihirnya memandang kepada Ma Goat sehingga ketika Ma Goat menoleh kearah pintu dan bertemu pandang dengannya, otomatis Ma Goat telah berada dalam kekuasaan sihirnya.

“Sobat, kenapa seorang wanita seperti engkau bermain-main dengan ular berbisa? Engkau memegang ular berbisa, lepaskan atau engkau akan digigitnya...!“

Suara yang lembut itu mengandung pengaruh yang penuh wibawa dan Ma Goat terbelalak kaget ketika melihat bahwa yang dipegangnya bukanlah semangkuk sup sum-sum, melainkan seekor ular cobra yang mendesis-desis! Tentu saja ia terkejut dan cepat membanting ular itu. Mangkuk terjatuh dan pecah, isinya muncrat kemana-mana.

“Sobat, engkau tidak mampu bergerak, tubuhmu kaku seperti telah menjadi batu!” kembali Kim Lan berkata dan benar saja.

Ma Goat tidak dapat bergerak lagi sehingga dengan mudah Lan Lan menghampiri lalu menotok leher dan pundaknya, membuat ia tidak mampu bergerak lagi, juga tidak mampu berteriak.

“Lan-moi…!“ seru Han Sin gembira sekali. “Untung engkau muncul pada saat yang tepat sekali...“