Pedang Naga Hitam Jilid 23 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

“Aku tadi telah membuatmu marah...“ kata Han Sin dan pemuda ini merasa heran akan dirinya sendiri. Kenapa dia demikian membutuhkan sahabat yang kadang amat nakal ini...? Bahkan justeru kenakalan Cu Sian yang membuat dia tidak ingin kehilangan sahabat itu. Kenakalan itu bagaikan bumbu penyedap dalam hidupnya.

“Sudahlah, jangan bicarakan tentang itu lagi, Sin-ko, lihat...! Di sana orang-orang nampak sibuk, membawa bunga-bunga dan menghias tenda besar...“

Melihat sikap Cu Sian sudah biasa lagi, diapun memandang dan benar saja. Orang-orang Mongol itu sedang sibuk mengatur dan menghias tenda besar yang berdiri di tengah-tengah, tenda tempat tinggal Tarsukai. Pada saat itu, Loana dan Hailun datang menghampiri mereka. Dua orang pemuda itu segera menyambut dengan gembira.

“Ah, sahabat Cu Sian dan Han Sin. Kami kira kalian masih beristirahat dalam kemah, tidak tahunya sudah berada di luar. Apakah kalian tidak lelah dan pergi berisitirahat...?” Tanya Hailun sambil tersenyum manis menghampiri Cu Sian.

Cu Sian tersenyum dan pemuda ini melihat betapa Loana secara otomatis menghampiri Han Sin dan tersenyum manis kepada pemuda itu. “Tidak, kami tidak lelah...“ kata Cu Sian.

“Kalau begitu. mari Bantu aku mencari bunga untuk menghias tempat pesta...“ kata pula Hailun sambil menarik tangan Cu Sian.

“Hemm, kami melihat kesibukan orang-orang menghias kemah itu. Ada pesta apakah...?” Han Sin bertanya.

“Ayah hendak mengadakan pesta tari-tarian malam ini untuk menghormati kalian. Cian Han Sin, malam nanti ku harap engkau suka menari denganku...“ kata Loana kepada Han Sin.

“Dan engkau harus menari denganku, Cu Sian...“ kata Hailun.

“Menari...? Kami tidak dapat...!” kata Cu Sian sambil tertawa.

”Mudah sekali. Asal kalian menirukan gerakan kami beres...!” kata Hailun.

Kemudian ia menarik tangan Cu Sian, “Marilah, Cu Sian, temani aku memetik bunga...“

Han Sin tersenyum melihat Cu Sian dipaksa pergi oleh Hailun dan dia memandang Loana yang masih berdiri di dekatnya. Loana juga memandang kepadanya dan Han Sin melihat betapa sepasang mata indah itu memandang kepadanya penuh kagum, dan dari sinar mata itu jelas nampak perasaan gadis itu yang seperti memujanya. Dia menjadi salah tingkah melihat betapa Loana benar-benar menyukainya.

“Eh, Loana. Sebetulnya pesta tari-tarian itu bagaimanakah..? Apa saja yang terjadi dalam pesta itu...?”

“Pesta seperti ini diadakan setiap tahun, akan tetapi untuk tahun ini di ajukan penyelenggraannya untuk menghormati kalian. dalam pesta ini biasanya diberi kesempatan kepada muda-mudi untuk memilih pasangannya tanpa perasan malu karena dilakukan secara terbuka dan ramai-ramai. Setiap orang gadis yang menari akan berhak meilih pasangannya masing-masing. Ahli-ahli menabuh alat musik dan penyanyi-penyayi terbaik akan meramaikan pesta. Kadang-kadang terjadi juga perebutan seorang gadis oleh beberapa orang pemuda...“

Han Sin mengerutkan alisnya. “Hemm kalau begitu tentu akan terjadi keributan dan perkelahian...“

“Kekacauan dan perkelahian tidak akan ada karena hal itu di larang keras. Akan tetapi perebutan yang timbul diselesaikan secara jantan, yaitu dengan mengadu kegagahan di atas panggung. Yang kalah dalam pertandingan itu harus mengakui kekalahannya dan dia akan mundur...“

“Hem, jadi akan ada perkelahian juga, akan tetapi perkelahian yang di atur sebagai pertandingan. Tentu akan jatuh korban..."

“Tidak, han Sin. Adu kepandaian itu harus dilakukan dengan gagah dan jantan, tidak mempergunakan senjata. Mereka yang ilmu gulatnya lebih tinggi tentu akan keluar sebagai pemenang dan yang kalahpun tidak akan terluka parah apalagi mati...“

“Adu gulat...?”

“Ya, karena ilmu gulat merupakan kebanggaan kami...“

Han Sin tertarik sekali. “Bagaimana ketentuan kalah menangnya...?”

Loana memandang sambil tersenyum heran. Bagaimana ada seorang pemuda, yang gagah perkasa pula, tidak mengerti tentang peraturan adu ilmu gulat?

“Sederhana saja, yang terbanting dan di ringkus sampai tidak mampu melepaskan diri, itulah yang kalah. Marilah, Han Sin, kau Bantu aku mencari bunga untuk menghias bagian dalam kemah...“

Karena tangannya di tarik Loana, Han Sin terpaksa mengikuti gadis itu pergi ke tepi sungai dimana tumbuh banyak bunga beraneka warna. Akan tetapi baru beberapa langkah, dia melihat dua orang pemuda Mongol memandang kepada mereka dengan mata mengandung kemarahan besar. Han Sin melihat kebencian terpancar dari pandang mata mereka itu. Tentu saja dia terkejut dan bertanya kepada Loana.

“Loana, lihat, siapakah dua orang pemuda itu...?”

Loana menoleh dan memandang kearah dua orang pemuda itu yang tiba-tiba memutar tubuh dan pergi dari situ. Dua orang pemuda yang bertubuh kekar, dengan otot melingkar-lingkar di tubuh mereka.

“Ahhh, mereka itu adalah kakak Sabutai dan Camuka...“

“Siapakah mereka?”

“kakak Sabutai adalah putera paman Temugu, dan Camuka seorang pemuda kami yang terkenal gagah berani. Kedua orang muda itu adalah jago-jago muda kami, ahli-ahli gulat yang sukar di cari tandingannya...“

“Hemm, tadi kulihat mereka itu memandang kearah kita dengan mata penuh kemarahan. Mengapa...?”

Loana tersenyum. “Dua orang muda tidak tahu diri itu menaksir aku dan Hailun. Akan tetapi kami tidak menyukai mereka. Marilah kita pergi!”

Mereka melanjutkan perjalanan dan Han Sin merasa hatinya tidak enak. Terbayang permusuhan mengancam dia dan Cu Sian dan dia harus cepat memberitahu Cu Sian agar sahabatnya itu berjaga-jaga. Dan dia mengambil keputusan untuk tidak terlalu lama berada di tempat itu. Setelah memperoleh keterangan dari Tarsukai, dia akan segera mengajak Cu Sian pergi dari situ.

Akan tetapi ada kekhawatiran menyelinap dalam hatinya. Bagaimana kalau Cu Sian benar-benar mencinta Hailun atau Loana? Sahabatnya itu memiliki watak yang keras. Kalau mendengar bahwa dia mempunyai saingan dalam bercinta, tentu dia akan siap menghadapi dan melawan saingannya. Baru tadi saja ketika dia memuji-muji Loana, Cu Sian sudah kelihatan marah bukan main. Han Sin menghela napas. Dahulu dia sudah ragu untuk mengajak Cu Sian yang wataknya aneh, keras dan ugal-ugalan.

********************

Cerita silat serial sepasang naga lembah iblis episode pedang naga hitam jilid 23 karya kho ping hoo

Hailun memetik bunga sambil bernyanyi lagu mongol yang bagi telinga Cu Sian terdengar aneh namun indah. Suara gadis itu merdu dan menggetar dan setiap kali Cu Sian memandang kepadanya, ternyata gadis itupun berhenti memetik dan menatap wajahnya dengan sinar mata yang demikian jelas membayangkan cintanya.

Setelah gadis itu selesai bernyanyi, Cu Sian memuji. “ Sungguh indah sekali suaramu, Hailun...“

Memang pujian inilah yang di harap-harapkan Hailun, maka begitu mendengar pujian Cu Sian, ia tersenyum manis. “kalau engkau tahu artinya akan lebih indah lagi, Cu Sian...“ katanya dengan suara manja.

Cu Sian tertawa, mengumpulkan bunga dari tangan Hailun di jadikan satu dengan bunga yang di petiknya dan meletakkannya ke dalam keranjang yang tadi dibawa oleh Cu Sian.

“Hem, begitukah...? Apa sih artinya nyanyianmu tadi?”

“Tentang setangkai bunga merah yang sedang mekar mengharum...“ kata Hailun dan matanya bersinar-sinar.

“Hem, lalu bagaimana?” Cu Sian tersenyum dan tertarik oleh kata-kata indah itu.

“Setangkai bunga merah merindukan datangnya seekor kupu-kupu pujaannya. Akan tetapi yang berdatangan dan merubungnya hanyalah kumbang-kumbang kasar yang tidak disukainya... Cu Sian…“

Sebutan itu begitu merdu keluar dari mulut Hailun, membuat Cu Sian menengok dan memandang gadis itu dengan heran. “Ya...? Ada apakah, Hailun...“

“Yang bernyanyi tadi itu…“

“Ya…?”

“Bukan bunga merah, melainkan aku...“

Cu Sian tertawa. “he-he, tentu saja engkau. Masa bunga merah dapat bernyanyi?”

“Maksudku, akulah yang merindukan datangnya kupu-kupu pujaanku, dan aku sudah bosan dengan kumbang-kumbang yang merubungku...“

“Ehhh...?”

“Dan engkaulah kupu-kupu pujaanku itu, Cu Sian. Aku… aku merindukanmu, aku memujamu, aku kagum kepadamu...“

Wajah Cu Sian berubah menjadi kemerahan dan pada saat itu, kebetulan dia memandang ke kiri dan melihat tak jauh dari situ Han Sin sedang berjalan membawa keranjang bunga dan bergandengan tangan dengan Loana. Mesra seakli!

“Cu Sian, aku… aku…“

“Lihat, Hailun. Lihat itu di sana. Kakakmu Loana…“

Hailun menengok dan berkata gembira. “Sudah kuduga! Kakak Loana tentu jatuh cinta kepada Han Sin. Dan aku girang sekali, tadinya aku khawatir ia akan jatuh cinta kepadamu, Cu Sian...“

Hailun lalu memegang kedua tangan Cu Sian dan memandang mesra. “Mari kita lanjutkan pekerjaan kita mengumpulkan bunga-bunga ini, Hailun. Aku malu kalau sampai terlihat mereka...“ Cu Sian melepaskan tangannya dan menyibukkan diri dengan memetik bunga-bunga yang sedang mekar.

Sementara itu, Loana juga bersikap mesra kepada Han Sin. Namun Loana tidak seberani Hailun menyatakan cintanya, hanya dari sikapnya jelas dapat diketahui oleh Han Sin apa yang terkandung dalam hati gadis itu. Biarpun tidak ada perasaan cinta dalam hatinya terhadap Loana, namun dia tidak tega memperlihatkannya dalam sikap dan diapun membiarkan saja ketika Loana menggandeng tangannya.

Ketika dia melihat Cu Sian bersama Hailun, melihat itu memegang kedua tangan Cu Sian dan memandang dengan mesra, melihat mereka bercakap-cakap, diapun tersenyum. Akan tetapi timbul kekhawatiran dalam hatinya. Cu Sian agaknya benar-benar saling mencinta dengan Hailun dan tentu Cu Sian akan berhadapan dengan pemuda yang mencinta Hailun. Dan dia yakin bahwa Cu Sian pasti tidak akan mau mengalah!

Loana juga melihat adiknya bersama Cu Sian dan ia berkata, “Han Sin, lihat itu Hailun bersama Cu Sian. Mereka itu serasi dan mesra benar, ya?”

Han Sin melepaskan tangan Loana yang menggandengnya dan menyibukkan diri dengan dengan memilih bunga-bunga yang terindah. “Biarlah kalau mereka memang saling mencinta. Semoga saja mereka akan hidup berbahagia...“

Sampai lama Loana hanya memandang kepada Han Sin. Ia tidak selincah adiknya dan berat rasanya lidah itu untuk mengeluarkan isi hatinya. Akhirnya dapat juga ia berkata, “Han Sin…“ ia berhenti lagi dan ragu.

Mendengar nada suara panggilan itu, Han Sin berhenti memetik bunga dan menoleh. “Ada apakah, Loana...?”

“Hailun akan hidup bahagia di samping Cu Sian sebagai suami isteri…“

“Mudah-mudahan begitulah...“ kata Han Sin, akan tetapi suaranya tidak menyakinkan.

“Dan kita…?”

“Kita? Mengapa dengan kita?”

“Apakah kita… tidak dapat hidup berbahagia seperti mereka...?“ biarpun tidak secara langsung, akan tetapi pertanyaan Loana ini sudah cukup jelas.

Han Sin maklum bahwa dia harus mengambil keputusan tegas. Maka di pandangnya wajah gadis itu dan dia berkata, “Loana, dengarlah. Kita ini adalah sahabat baik, aku menganggapmu sebagai seorang kawan baik, dan aku sama sekali belum meikirkan tentang perjodohan. Ini bukan berarti bahwa aku tidak menyukaimu, aku suka dan kagum kepadamu sebagai seorang teman baik...“

Loana nampak terpukul oleh ucapan itu itu, akan tetapi gadis itu hanya menundukkan mukanya. Bagaimanapun juga pemuda yang di pujannya ini mengaku suka dan kagum kepadanya, dan menjadi seorang kawan baik. Hal ini berarti masih ada harapan baginya. Perasaan suka dan kagum mudah saja berkembang menjadi perasaan cinta, pikirnya.

Mereka melanjutkan pekerjaan mereka dan setelah mengumpulkan banyak bunga, Loana meninggalkan Han Sin untuk membantu pekerjaan orang-orang yang menghias tempat diadakannya pesta malam nanti. Demikian pula Hailun sudah berada di situ.

Ketika Han Sin kembali ke kemahnya dan masuk ke dalam, dia melihat Cu Sian sudah rebah miring membelakanginya. Agaknya pemuda itu sudah tidur. Hampir dia lupa dan akan merebahkan diri di atas kasur di samping pemuda itu, akan tetapi dia segera teringat akan pantangan tidur berdua bagi Cu Sian. maka diapun merebahkan diri di atas permadani dekat pintu dan beristirahat.

********************

Setelah bergantian mandi dan bertukar pakaian, Han Sin dan Cu Sian menerima kunjungan kepala suku Tarsukai sendiri yang datang menjemput mereka. Segera kedua orang pemuda itu menyambutnya dan memberi hormat.

“Ha-ha-ha!“ Tarsukai tertawa ramah. “Malam ini kami sengaja mengajukan pesta musim semi yang setiap tahun kami adakan, sekali ini sekalian untuk menyambut dua orang tamu agung kami...“

“Ah, paman terlalu baik kepada kami. Terima kasih, paman!” kata Cu Sian. “Pesta apakah yang akan paman adakan malam ini...?”

”Pesta muda-mudi, penuh dengan tarian dan nyanyian, dan ada pertandingan adu gulat pula. Selain memberi kesempatan kepada para gadis untuk memilih pasangan masing-masing, juga memberi kesempatan para jago muda berlaga memperlihatkan keahlian dan kekuatan mereka, sekalian memilih jago-jago muda yang akan dijadikan pimpinan pasukan.

“Bagus! Aku senang sekali menonton pertandingan. Ketika kami berada di Shan-si, kamipun sempat menonton, bahkan mengikuti pertandingan adu kepandaian memanah dan silat untuk menerima perwira baru...“ kata pula Cu Sian.

Tarsukai tersenyum dan mengelus jenggotnya yang panjang. Dia suka melihat Cu Sian yang sifatnya terbuka dan berani. “Ha-ha-ha, di sini tidak perlu diadakan pertandingan memanah atau menunggang kuda, karena dengan sendirinya semua pemuda di sini mahir menggunakan anak panah dan menunggang kuda. Akan tetapi yang di adakan adalah pertandingan gulat, adu kekuatan dan kecepatan...“

“Wah, menarik sekali...“ kata pula Cu Sian. “Bagaimana aturan menang kalahnya, paman...?”

“Tentu saja yang sudah teringkus dan tidak mampu bergerak lagi di anggap kalah. Marilah, Cian Han Sin dan Cu Sian, kalian berdua mendapat tempat kehormatan sebagai tamu kami...“ Kepala suka itu merangkul kedua orang pemuda itu dan di ajaknya pergi ke perkemahan induk dimana diadakan pesta itu.

Musik sudah mulai dibunyikan ketika mereka bertiga memasuki kemah besar itu. Kemah itu dibuka separuh dan di depan kemah itu didirikan sebuah panggung dari kayu. Ternyata tari-tarian dilakukan didalam kemah sedangkan pertandingan gulat dilakukan di luar kemah, di atas panggung yang sudah di sediakan. Semua orang bangkit berdiri ketika kepala suku itu masuk dan dia mengajak Han Sin dan Cu Sian duduk di panggung kehormatan yang di bangun di kemah besar itu.

Lebih dari dua puluh orang gadis sudah berkumpul dan duduk berkelompok di sudut. Mereka mengenakan pakaian warna-warni yang mewah dan semua wajah yang berada di situ nampak cerah. Penerangan cukup besar karena di mana-mana di gantung lampu-lampu, bahkan diluar kemah dinyalakan api unggun yang besar.

Setelah semua orang yang berkepentingan, yaitu para gadis dan pemuda memenuhi ruangan itu, dan para orang-orang tua berkumpul dan menonton diluar kemah, pesta it upun dimulai atas isyarat Tarsukai. Gadis-gadis mulai bernyanyi dan sebagian pula dari mereka mengeluarkan hidangan dan kesempatan ini dipergunakan oleh mereka untuk mencari-cari, siapa pemuda yang akan dijadikan pasangan menari malam itu.

Para gadis itu dipimpin oleh Loana dan Hailun sendiri yang mengenakan pakaian sutera yang berwarna cerah. Secara otomatis, ketika membawa hidangan, Loana menghampiri Han Sin dan Hailun menghampiri Cu Sian. Hal ini menjadi perhatian para pemuda yang memandang kearah mereka dengan mata melotot marah.

“Ssttt, Cu Sian, engkau berhati-hatilah terhadap dua orang pemuda di sana itu, yang mengenakan kain ikat kepala berwarna merah. Mereka cemburu dan marah kepada kita. “ Bisik Han Sin kepada sahabatnya. Cu Sian menoleh dan memandang. Melihat dua orang pemuda itu memandang marah, dia malah mengejek dan tertawa kepada mereka! Celaka, pikir Han Sin. Cu Sian benar-benar hendak mencari keributan.

“Sian-te, sekali ini harap jangan mencari keributan...“ bisiknya pula.

“Jangan khawatir, Sin-ko. Takut apa sih? Kalau ada apa-apa, biar aku yang maju menghadapi mereka...!“

Suara alunan musik dan nyanyian mengantar mereka menikmati hidangan. Setelah makan secukupnya, Tarsukai memberi isyarat kepada para pemain musik. Segera terdengar bunyi musik yang gembira.

“Pesta tarian dimulai...!” Terdengar seruan.

Dan dua puluh orang lebih gadis yang tadi menghidangkan makanan dan minuman, kini mencabut sehelai saputangan sutera dari saku baju mereka dan dengan gerakan dan mata mereka berlari-lari kecil mereka mulai menari, berputar-putar dan mata mereka melirik-lirik, mulut mereka tersenyum-senyum. Tubuh mereka meliak-liuk dengan lemah gemulai, pinggang yang ramping itu bergerak-gerak, melenggang-lenggok dalam tarian mereka. Beberapa saat kemudian, kepala suku Tarsukai sendiri yang berteriak.

“Pemilihan pasangan di mulai...!”

Agaknya para gadis itu masih malu-malu dan menanti sampai kedua orang puteri kepala suku itu mulai dengan pilihannya. Para pemuda sudah memasang aksi mengharapkan dipilih oleh para gadis yang mereka sukai. Loana dan Hailun sambil tersenyum lebar berlari kecil ke arah tempat duduk kehormatan dimana Han Sin dan Cu Sian duduk disebelah kepala suku Tarsukai dan para pembantu kepala suku itu.

Han Sin dapat menduga bahwa Loana tentu akan memilih dia sebagai pasangan menari dan siapa lagi yang akan dipilih hailun kalau bukan Cu Sian? Dia memperhatikan dua orang pemuda yang bernama Sabutai dan Camuka itu dan diam-diam dia merasa khawatir. Dua orang pemuda itu berdiri sambil mengepal tinju memandang kearah dua orang gadis yang menghampiri tempat kehormatan.

Akan tetapi mendadak terjadi hal yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, Cu Sian bangkit berdiri dan pemuda itu dengan langkah lebar menyambut dua orang gadis yang datang sambil mengibarkan saputangan di tangan mereka. Tadinya tentu saja Han Sin hanya tersenyum melihat pemuda sahabatnya itu demikian tergesa-gesa menyambut gadis pilihannya, akan tetapi dia terbelalak dan menjadi bengong ketika melihat Cu Sian melewati Hailun dan menyambut saputangan Loana!

Loana sendiri terkejut dan terbelalak, akan tetapi sapu tangannya telah dipegang ujungnya oleh Cu Sian dan pemuda itu malah dengan gaya mesra merangkul pinggangnya yang ramping dan di tariknya ketengah ruangan untuk menari!

Han Sin memandang kearah hailun dan melihat betapa gadis inipun terkejut, memandang dengan muka berubah pucat, lalu merah sekali, dan gadis ini menjadi termangu-mangu bingung karena pemuda pilihannya telah berpasangan dengan kakaknya!

Bukan main marahnya hati Han Sin. Sahabatnya itu telah bermesraan dengan Hailun, akan tetapi sekarang sengaja menyakiti hati gadis ini dan meninggalkannya untuk merayu Loana. Padahal dari air mukanya, dia tahu bahwa Loana juga terkejut dan tidak suka. Akan tetapi terpaksa karena Cu Sian sudah menariknya.

Perasaan iba yang sangat membuat Han Sin cepat berdiri. Dia sudah melihat seorang di antara dua pemuda yang mengincar dua orang puteri kepala suku itu, pemuda yang tinggi tegap dan bernama Sabutai, sudah melangkah, agaknya hendak menghampiri agar dipilih Hailun.

Maka, cepat Han Sin mendekati Hailun dan menangkap ujung sapu tangan yang dipegang Hailun. Hailun terkejut, menoleh dan ketika melihat bahwa yang memegang ujung saput angannya adalah Han Sin, gadis ini tersenyum. Senyum yang menyedihkan.

“Aku akan menegur sahabatku itu...!” bisik Han Sin kepada Hailun dan gadis itu hanya tersenyum dan mengangguk. Akan tetapi Han Sin melihat betapa kedua mata gadis manis ini basah. Dia tidak peduli betapa Camuka mengepal tinju dan mengamangkannya kepadanya. Karena dia tidak pandai menari tarian orang mongol, maka dia hanya meniru sedapatnya gerakan Hailun yang hanya merupakan gerakan tarian sederhana sambil mendorong gadis itu agar mendekati Cu Sian yang sudah menari dengan Loana.

Akan tetapi agaknya Cu Sian memang sengaja menjauhinya karena setiap kali hendak didekati agar dia dapat menegur Cu Sian, pasangan itu lalu menari dengan berlari kecil menjauhinya. Dan yang membuat Han Sin terheran-heran dan marah sekali adalah ketika dia melihat betapa mesranya mereka menari.

Bahkan Cu Sian berbisik-bisik dekat telinga Loana sehingga hidungnya hampir menyentuh pipi gadis itu. Dan yang membuat Han Sin penasaran adalah ketika dia melihat Loana yang tadinya seperti orang kaget dan heran, kini mulai tersenyum-senyum mesra dan balas berbisik. Tak dapat di ragukan lagi, kedua orang muda itu memang sedang asyik bermesraan seperti sepasang kekasih yang sedang mengobral janji muluk. Han Sin mengerahkan tenaga Sin-kangnya dan membuat telinganya dapat menangkap dengan tajam sekali. Dia dapat mendengar suara Cu Sian yang membuat mukanya berubah merah.

“Loana sayang, engkau masih meragukan hatiku? Hanya engkau yang ku sayang, yang ku cinta sepenuh hatiku. Engkau begini cantik jelita bagaikan bidadari…“

“Akan tetapi…“ bisik Loana. “Hailun… ia mencintaimu… bukankah engkaupun mencintainya...?”

“Ahhh, Hailun yang kekanak-kanakan itu. ia masih hijau, dibandingkan denganmu. Ia seperti seekor merpati disamping seekor burung hong!”

“Akan tetapi… bagaimana dengan Han Sin? Dia hanya mencintaiku…“

“Ah tidak mungkin! Di Selatan dia sudah mempunyai dua orang wanita, seorang calon isterinya dan seorang lagi kekasihnya. Dia hanya mempermainkanmu. Hanya akulah satu-satunya pria yang mencintaimu, Loana manis…“

Loana nampak memejamkan matanya, seperti terayun ke sorga tertinggi mendengar rayuan seorang pemuda tampan seperti Cu Sian. Han Sin hampir saja meloncat untuk menghajar Cu Sian! Pemuda keparat! Pengkhianat! Dia tidak peduli andaikata dia diburukkan, akan tetapi pemuda itu jelas merayu Loana. Setelah Hailun jatuh hati kepadanya. Pemuda itu agaknya hendak menguasai kedua orang gadis itu! Mata keranjang, hidung belang! Tidak, dia harus mencegahnya!

Kini semua gadis menari sudah mendapatkan pasangan masing-masing dan para pemuda yang tidak terpilih keluar dari kemah sambil bersungut-sungut. Akan tetapi tiba-tiba Camuka, jagoan gulat muda yang bertubuh tinggi besar itu. melompat ke atas panggung di depan kemah, membanting-banting kakinya sehingga mengeluarkan suara gaduh.

Sikap itu merupakan tantangan, tanda bahwa ada pemuda yang merasa marah dan menantang saingannya. Kegaduhan ini menghentikan mereka yang sedang menari dan Tarsukai lalu memandang keluar, kearah pemuda yang berdiri bagaikan seekor biruang di tengah panggung itu.

“Engkaukah itu Camuka? Apa yang kauhendaki?” Tanya Tarsukai dengan suara garang.

Camuka memberi hormat dan terdengar suaranya yang menggelegar. “Hormat saya kepada Khan yang perkasa! Semua orang tahu belaka bahwa Loana, puteri khan yang cantik jelita. Sudah sepatutnya kalau Loana menjadi jodoh pemuda paling perkasa di seluruh permukaan bumi ini. Akan tetapi malam ini ada pemuda lain yang berani bersaing dengan saya. Karena itu, saya menantang pemuda itu untuk bertanding dan membuktikan, siapa diantara kami yang lebih pantas menjadi pasangan Loana...!“

Mendengar tantangan Camuka ini, semua orang tahu bahwa sebentar lagi akan ada pertandingan yang hebat dan mereka semua tertarik. Yang menggandeng Loana menari adalah Cu Sian, pemuda yang dikabarkan telah menolong dua orang puteri ketua itu dari tangan kepala perampok dan kabarnya pemuda remaja yang tampan sekali memiliki kepandaian tinggi. Maka tentu akan terjadi pertandingan menarik. Semua orang menghentikan tarian mereka dan berbondong menuju ke baw ah panggung untuk mencari tempat yang enak untuk menonton pertandingan...

Pedang Naga Hitam Jilid 23

“Aku tadi telah membuatmu marah...“ kata Han Sin dan pemuda ini merasa heran akan dirinya sendiri. Kenapa dia demikian membutuhkan sahabat yang kadang amat nakal ini...? Bahkan justeru kenakalan Cu Sian yang membuat dia tidak ingin kehilangan sahabat itu. Kenakalan itu bagaikan bumbu penyedap dalam hidupnya.

“Sudahlah, jangan bicarakan tentang itu lagi, Sin-ko, lihat...! Di sana orang-orang nampak sibuk, membawa bunga-bunga dan menghias tenda besar...“

Melihat sikap Cu Sian sudah biasa lagi, diapun memandang dan benar saja. Orang-orang Mongol itu sedang sibuk mengatur dan menghias tenda besar yang berdiri di tengah-tengah, tenda tempat tinggal Tarsukai. Pada saat itu, Loana dan Hailun datang menghampiri mereka. Dua orang pemuda itu segera menyambut dengan gembira.

“Ah, sahabat Cu Sian dan Han Sin. Kami kira kalian masih beristirahat dalam kemah, tidak tahunya sudah berada di luar. Apakah kalian tidak lelah dan pergi berisitirahat...?” Tanya Hailun sambil tersenyum manis menghampiri Cu Sian.

Cu Sian tersenyum dan pemuda ini melihat betapa Loana secara otomatis menghampiri Han Sin dan tersenyum manis kepada pemuda itu. “Tidak, kami tidak lelah...“ kata Cu Sian.

“Kalau begitu. mari Bantu aku mencari bunga untuk menghias tempat pesta...“ kata pula Hailun sambil menarik tangan Cu Sian.

“Hemm, kami melihat kesibukan orang-orang menghias kemah itu. Ada pesta apakah...?” Han Sin bertanya.

“Ayah hendak mengadakan pesta tari-tarian malam ini untuk menghormati kalian. Cian Han Sin, malam nanti ku harap engkau suka menari denganku...“ kata Loana kepada Han Sin.

“Dan engkau harus menari denganku, Cu Sian...“ kata Hailun.

“Menari...? Kami tidak dapat...!” kata Cu Sian sambil tertawa.

”Mudah sekali. Asal kalian menirukan gerakan kami beres...!” kata Hailun.

Kemudian ia menarik tangan Cu Sian, “Marilah, Cu Sian, temani aku memetik bunga...“

Han Sin tersenyum melihat Cu Sian dipaksa pergi oleh Hailun dan dia memandang Loana yang masih berdiri di dekatnya. Loana juga memandang kepadanya dan Han Sin melihat betapa sepasang mata indah itu memandang kepadanya penuh kagum, dan dari sinar mata itu jelas nampak perasaan gadis itu yang seperti memujanya. Dia menjadi salah tingkah melihat betapa Loana benar-benar menyukainya.

“Eh, Loana. Sebetulnya pesta tari-tarian itu bagaimanakah..? Apa saja yang terjadi dalam pesta itu...?”

“Pesta seperti ini diadakan setiap tahun, akan tetapi untuk tahun ini di ajukan penyelenggraannya untuk menghormati kalian. dalam pesta ini biasanya diberi kesempatan kepada muda-mudi untuk memilih pasangannya tanpa perasan malu karena dilakukan secara terbuka dan ramai-ramai. Setiap orang gadis yang menari akan berhak meilih pasangannya masing-masing. Ahli-ahli menabuh alat musik dan penyanyi-penyayi terbaik akan meramaikan pesta. Kadang-kadang terjadi juga perebutan seorang gadis oleh beberapa orang pemuda...“

Han Sin mengerutkan alisnya. “Hemm kalau begitu tentu akan terjadi keributan dan perkelahian...“

“Kekacauan dan perkelahian tidak akan ada karena hal itu di larang keras. Akan tetapi perebutan yang timbul diselesaikan secara jantan, yaitu dengan mengadu kegagahan di atas panggung. Yang kalah dalam pertandingan itu harus mengakui kekalahannya dan dia akan mundur...“

“Hem, jadi akan ada perkelahian juga, akan tetapi perkelahian yang di atur sebagai pertandingan. Tentu akan jatuh korban..."

“Tidak, han Sin. Adu kepandaian itu harus dilakukan dengan gagah dan jantan, tidak mempergunakan senjata. Mereka yang ilmu gulatnya lebih tinggi tentu akan keluar sebagai pemenang dan yang kalahpun tidak akan terluka parah apalagi mati...“

“Adu gulat...?”

“Ya, karena ilmu gulat merupakan kebanggaan kami...“

Han Sin tertarik sekali. “Bagaimana ketentuan kalah menangnya...?”

Loana memandang sambil tersenyum heran. Bagaimana ada seorang pemuda, yang gagah perkasa pula, tidak mengerti tentang peraturan adu ilmu gulat?

“Sederhana saja, yang terbanting dan di ringkus sampai tidak mampu melepaskan diri, itulah yang kalah. Marilah, Han Sin, kau Bantu aku mencari bunga untuk menghias bagian dalam kemah...“

Karena tangannya di tarik Loana, Han Sin terpaksa mengikuti gadis itu pergi ke tepi sungai dimana tumbuh banyak bunga beraneka warna. Akan tetapi baru beberapa langkah, dia melihat dua orang pemuda Mongol memandang kepada mereka dengan mata mengandung kemarahan besar. Han Sin melihat kebencian terpancar dari pandang mata mereka itu. Tentu saja dia terkejut dan bertanya kepada Loana.

“Loana, lihat, siapakah dua orang pemuda itu...?”

Loana menoleh dan memandang kearah dua orang pemuda itu yang tiba-tiba memutar tubuh dan pergi dari situ. Dua orang pemuda yang bertubuh kekar, dengan otot melingkar-lingkar di tubuh mereka.

“Ahhh, mereka itu adalah kakak Sabutai dan Camuka...“

“Siapakah mereka?”

“kakak Sabutai adalah putera paman Temugu, dan Camuka seorang pemuda kami yang terkenal gagah berani. Kedua orang muda itu adalah jago-jago muda kami, ahli-ahli gulat yang sukar di cari tandingannya...“

“Hemm, tadi kulihat mereka itu memandang kearah kita dengan mata penuh kemarahan. Mengapa...?”

Loana tersenyum. “Dua orang muda tidak tahu diri itu menaksir aku dan Hailun. Akan tetapi kami tidak menyukai mereka. Marilah kita pergi!”

Mereka melanjutkan perjalanan dan Han Sin merasa hatinya tidak enak. Terbayang permusuhan mengancam dia dan Cu Sian dan dia harus cepat memberitahu Cu Sian agar sahabatnya itu berjaga-jaga. Dan dia mengambil keputusan untuk tidak terlalu lama berada di tempat itu. Setelah memperoleh keterangan dari Tarsukai, dia akan segera mengajak Cu Sian pergi dari situ.

Akan tetapi ada kekhawatiran menyelinap dalam hatinya. Bagaimana kalau Cu Sian benar-benar mencinta Hailun atau Loana? Sahabatnya itu memiliki watak yang keras. Kalau mendengar bahwa dia mempunyai saingan dalam bercinta, tentu dia akan siap menghadapi dan melawan saingannya. Baru tadi saja ketika dia memuji-muji Loana, Cu Sian sudah kelihatan marah bukan main. Han Sin menghela napas. Dahulu dia sudah ragu untuk mengajak Cu Sian yang wataknya aneh, keras dan ugal-ugalan.

********************

Cerita silat serial sepasang naga lembah iblis episode pedang naga hitam jilid 23 karya kho ping hoo

Hailun memetik bunga sambil bernyanyi lagu mongol yang bagi telinga Cu Sian terdengar aneh namun indah. Suara gadis itu merdu dan menggetar dan setiap kali Cu Sian memandang kepadanya, ternyata gadis itupun berhenti memetik dan menatap wajahnya dengan sinar mata yang demikian jelas membayangkan cintanya.

Setelah gadis itu selesai bernyanyi, Cu Sian memuji. “ Sungguh indah sekali suaramu, Hailun...“

Memang pujian inilah yang di harap-harapkan Hailun, maka begitu mendengar pujian Cu Sian, ia tersenyum manis. “kalau engkau tahu artinya akan lebih indah lagi, Cu Sian...“ katanya dengan suara manja.

Cu Sian tertawa, mengumpulkan bunga dari tangan Hailun di jadikan satu dengan bunga yang di petiknya dan meletakkannya ke dalam keranjang yang tadi dibawa oleh Cu Sian.

“Hem, begitukah...? Apa sih artinya nyanyianmu tadi?”

“Tentang setangkai bunga merah yang sedang mekar mengharum...“ kata Hailun dan matanya bersinar-sinar.

“Hem, lalu bagaimana?” Cu Sian tersenyum dan tertarik oleh kata-kata indah itu.

“Setangkai bunga merah merindukan datangnya seekor kupu-kupu pujaannya. Akan tetapi yang berdatangan dan merubungnya hanyalah kumbang-kumbang kasar yang tidak disukainya... Cu Sian…“

Sebutan itu begitu merdu keluar dari mulut Hailun, membuat Cu Sian menengok dan memandang gadis itu dengan heran. “Ya...? Ada apakah, Hailun...“

“Yang bernyanyi tadi itu…“

“Ya…?”

“Bukan bunga merah, melainkan aku...“

Cu Sian tertawa. “he-he, tentu saja engkau. Masa bunga merah dapat bernyanyi?”

“Maksudku, akulah yang merindukan datangnya kupu-kupu pujaanku, dan aku sudah bosan dengan kumbang-kumbang yang merubungku...“

“Ehhh...?”

“Dan engkaulah kupu-kupu pujaanku itu, Cu Sian. Aku… aku merindukanmu, aku memujamu, aku kagum kepadamu...“

Wajah Cu Sian berubah menjadi kemerahan dan pada saat itu, kebetulan dia memandang ke kiri dan melihat tak jauh dari situ Han Sin sedang berjalan membawa keranjang bunga dan bergandengan tangan dengan Loana. Mesra seakli!

“Cu Sian, aku… aku…“

“Lihat, Hailun. Lihat itu di sana. Kakakmu Loana…“

Hailun menengok dan berkata gembira. “Sudah kuduga! Kakak Loana tentu jatuh cinta kepada Han Sin. Dan aku girang sekali, tadinya aku khawatir ia akan jatuh cinta kepadamu, Cu Sian...“

Hailun lalu memegang kedua tangan Cu Sian dan memandang mesra. “Mari kita lanjutkan pekerjaan kita mengumpulkan bunga-bunga ini, Hailun. Aku malu kalau sampai terlihat mereka...“ Cu Sian melepaskan tangannya dan menyibukkan diri dengan memetik bunga-bunga yang sedang mekar.

Sementara itu, Loana juga bersikap mesra kepada Han Sin. Namun Loana tidak seberani Hailun menyatakan cintanya, hanya dari sikapnya jelas dapat diketahui oleh Han Sin apa yang terkandung dalam hati gadis itu. Biarpun tidak ada perasaan cinta dalam hatinya terhadap Loana, namun dia tidak tega memperlihatkannya dalam sikap dan diapun membiarkan saja ketika Loana menggandeng tangannya.

Ketika dia melihat Cu Sian bersama Hailun, melihat itu memegang kedua tangan Cu Sian dan memandang dengan mesra, melihat mereka bercakap-cakap, diapun tersenyum. Akan tetapi timbul kekhawatiran dalam hatinya. Cu Sian agaknya benar-benar saling mencinta dengan Hailun dan tentu Cu Sian akan berhadapan dengan pemuda yang mencinta Hailun. Dan dia yakin bahwa Cu Sian pasti tidak akan mau mengalah!

Loana juga melihat adiknya bersama Cu Sian dan ia berkata, “Han Sin, lihat itu Hailun bersama Cu Sian. Mereka itu serasi dan mesra benar, ya?”

Han Sin melepaskan tangan Loana yang menggandengnya dan menyibukkan diri dengan dengan memilih bunga-bunga yang terindah. “Biarlah kalau mereka memang saling mencinta. Semoga saja mereka akan hidup berbahagia...“

Sampai lama Loana hanya memandang kepada Han Sin. Ia tidak selincah adiknya dan berat rasanya lidah itu untuk mengeluarkan isi hatinya. Akhirnya dapat juga ia berkata, “Han Sin…“ ia berhenti lagi dan ragu.

Mendengar nada suara panggilan itu, Han Sin berhenti memetik bunga dan menoleh. “Ada apakah, Loana...?”

“Hailun akan hidup bahagia di samping Cu Sian sebagai suami isteri…“

“Mudah-mudahan begitulah...“ kata Han Sin, akan tetapi suaranya tidak menyakinkan.

“Dan kita…?”

“Kita? Mengapa dengan kita?”

“Apakah kita… tidak dapat hidup berbahagia seperti mereka...?“ biarpun tidak secara langsung, akan tetapi pertanyaan Loana ini sudah cukup jelas.

Han Sin maklum bahwa dia harus mengambil keputusan tegas. Maka di pandangnya wajah gadis itu dan dia berkata, “Loana, dengarlah. Kita ini adalah sahabat baik, aku menganggapmu sebagai seorang kawan baik, dan aku sama sekali belum meikirkan tentang perjodohan. Ini bukan berarti bahwa aku tidak menyukaimu, aku suka dan kagum kepadamu sebagai seorang teman baik...“

Loana nampak terpukul oleh ucapan itu itu, akan tetapi gadis itu hanya menundukkan mukanya. Bagaimanapun juga pemuda yang di pujannya ini mengaku suka dan kagum kepadanya, dan menjadi seorang kawan baik. Hal ini berarti masih ada harapan baginya. Perasaan suka dan kagum mudah saja berkembang menjadi perasaan cinta, pikirnya.

Mereka melanjutkan pekerjaan mereka dan setelah mengumpulkan banyak bunga, Loana meninggalkan Han Sin untuk membantu pekerjaan orang-orang yang menghias tempat diadakannya pesta malam nanti. Demikian pula Hailun sudah berada di situ.

Ketika Han Sin kembali ke kemahnya dan masuk ke dalam, dia melihat Cu Sian sudah rebah miring membelakanginya. Agaknya pemuda itu sudah tidur. Hampir dia lupa dan akan merebahkan diri di atas kasur di samping pemuda itu, akan tetapi dia segera teringat akan pantangan tidur berdua bagi Cu Sian. maka diapun merebahkan diri di atas permadani dekat pintu dan beristirahat.

********************

Setelah bergantian mandi dan bertukar pakaian, Han Sin dan Cu Sian menerima kunjungan kepala suku Tarsukai sendiri yang datang menjemput mereka. Segera kedua orang pemuda itu menyambutnya dan memberi hormat.

“Ha-ha-ha!“ Tarsukai tertawa ramah. “Malam ini kami sengaja mengajukan pesta musim semi yang setiap tahun kami adakan, sekali ini sekalian untuk menyambut dua orang tamu agung kami...“

“Ah, paman terlalu baik kepada kami. Terima kasih, paman!” kata Cu Sian. “Pesta apakah yang akan paman adakan malam ini...?”

”Pesta muda-mudi, penuh dengan tarian dan nyanyian, dan ada pertandingan adu gulat pula. Selain memberi kesempatan kepada para gadis untuk memilih pasangan masing-masing, juga memberi kesempatan para jago muda berlaga memperlihatkan keahlian dan kekuatan mereka, sekalian memilih jago-jago muda yang akan dijadikan pimpinan pasukan.

“Bagus! Aku senang sekali menonton pertandingan. Ketika kami berada di Shan-si, kamipun sempat menonton, bahkan mengikuti pertandingan adu kepandaian memanah dan silat untuk menerima perwira baru...“ kata pula Cu Sian.

Tarsukai tersenyum dan mengelus jenggotnya yang panjang. Dia suka melihat Cu Sian yang sifatnya terbuka dan berani. “Ha-ha-ha, di sini tidak perlu diadakan pertandingan memanah atau menunggang kuda, karena dengan sendirinya semua pemuda di sini mahir menggunakan anak panah dan menunggang kuda. Akan tetapi yang di adakan adalah pertandingan gulat, adu kekuatan dan kecepatan...“

“Wah, menarik sekali...“ kata pula Cu Sian. “Bagaimana aturan menang kalahnya, paman...?”

“Tentu saja yang sudah teringkus dan tidak mampu bergerak lagi di anggap kalah. Marilah, Cian Han Sin dan Cu Sian, kalian berdua mendapat tempat kehormatan sebagai tamu kami...“ Kepala suka itu merangkul kedua orang pemuda itu dan di ajaknya pergi ke perkemahan induk dimana diadakan pesta itu.

Musik sudah mulai dibunyikan ketika mereka bertiga memasuki kemah besar itu. Kemah itu dibuka separuh dan di depan kemah itu didirikan sebuah panggung dari kayu. Ternyata tari-tarian dilakukan didalam kemah sedangkan pertandingan gulat dilakukan di luar kemah, di atas panggung yang sudah di sediakan. Semua orang bangkit berdiri ketika kepala suku itu masuk dan dia mengajak Han Sin dan Cu Sian duduk di panggung kehormatan yang di bangun di kemah besar itu.

Lebih dari dua puluh orang gadis sudah berkumpul dan duduk berkelompok di sudut. Mereka mengenakan pakaian warna-warni yang mewah dan semua wajah yang berada di situ nampak cerah. Penerangan cukup besar karena di mana-mana di gantung lampu-lampu, bahkan diluar kemah dinyalakan api unggun yang besar.

Setelah semua orang yang berkepentingan, yaitu para gadis dan pemuda memenuhi ruangan itu, dan para orang-orang tua berkumpul dan menonton diluar kemah, pesta it upun dimulai atas isyarat Tarsukai. Gadis-gadis mulai bernyanyi dan sebagian pula dari mereka mengeluarkan hidangan dan kesempatan ini dipergunakan oleh mereka untuk mencari-cari, siapa pemuda yang akan dijadikan pasangan menari malam itu.

Para gadis itu dipimpin oleh Loana dan Hailun sendiri yang mengenakan pakaian sutera yang berwarna cerah. Secara otomatis, ketika membawa hidangan, Loana menghampiri Han Sin dan Hailun menghampiri Cu Sian. Hal ini menjadi perhatian para pemuda yang memandang kearah mereka dengan mata melotot marah.

“Ssttt, Cu Sian, engkau berhati-hatilah terhadap dua orang pemuda di sana itu, yang mengenakan kain ikat kepala berwarna merah. Mereka cemburu dan marah kepada kita. “ Bisik Han Sin kepada sahabatnya. Cu Sian menoleh dan memandang. Melihat dua orang pemuda itu memandang marah, dia malah mengejek dan tertawa kepada mereka! Celaka, pikir Han Sin. Cu Sian benar-benar hendak mencari keributan.

“Sian-te, sekali ini harap jangan mencari keributan...“ bisiknya pula.

“Jangan khawatir, Sin-ko. Takut apa sih? Kalau ada apa-apa, biar aku yang maju menghadapi mereka...!“

Suara alunan musik dan nyanyian mengantar mereka menikmati hidangan. Setelah makan secukupnya, Tarsukai memberi isyarat kepada para pemain musik. Segera terdengar bunyi musik yang gembira.

“Pesta tarian dimulai...!” Terdengar seruan.

Dan dua puluh orang lebih gadis yang tadi menghidangkan makanan dan minuman, kini mencabut sehelai saputangan sutera dari saku baju mereka dan dengan gerakan dan mata mereka berlari-lari kecil mereka mulai menari, berputar-putar dan mata mereka melirik-lirik, mulut mereka tersenyum-senyum. Tubuh mereka meliak-liuk dengan lemah gemulai, pinggang yang ramping itu bergerak-gerak, melenggang-lenggok dalam tarian mereka. Beberapa saat kemudian, kepala suku Tarsukai sendiri yang berteriak.

“Pemilihan pasangan di mulai...!”

Agaknya para gadis itu masih malu-malu dan menanti sampai kedua orang puteri kepala suku itu mulai dengan pilihannya. Para pemuda sudah memasang aksi mengharapkan dipilih oleh para gadis yang mereka sukai. Loana dan Hailun sambil tersenyum lebar berlari kecil ke arah tempat duduk kehormatan dimana Han Sin dan Cu Sian duduk disebelah kepala suku Tarsukai dan para pembantu kepala suku itu.

Han Sin dapat menduga bahwa Loana tentu akan memilih dia sebagai pasangan menari dan siapa lagi yang akan dipilih hailun kalau bukan Cu Sian? Dia memperhatikan dua orang pemuda yang bernama Sabutai dan Camuka itu dan diam-diam dia merasa khawatir. Dua orang pemuda itu berdiri sambil mengepal tinju memandang kearah dua orang gadis yang menghampiri tempat kehormatan.

Akan tetapi mendadak terjadi hal yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, Cu Sian bangkit berdiri dan pemuda itu dengan langkah lebar menyambut dua orang gadis yang datang sambil mengibarkan saputangan di tangan mereka. Tadinya tentu saja Han Sin hanya tersenyum melihat pemuda sahabatnya itu demikian tergesa-gesa menyambut gadis pilihannya, akan tetapi dia terbelalak dan menjadi bengong ketika melihat Cu Sian melewati Hailun dan menyambut saputangan Loana!

Loana sendiri terkejut dan terbelalak, akan tetapi sapu tangannya telah dipegang ujungnya oleh Cu Sian dan pemuda itu malah dengan gaya mesra merangkul pinggangnya yang ramping dan di tariknya ketengah ruangan untuk menari!

Han Sin memandang kearah hailun dan melihat betapa gadis inipun terkejut, memandang dengan muka berubah pucat, lalu merah sekali, dan gadis ini menjadi termangu-mangu bingung karena pemuda pilihannya telah berpasangan dengan kakaknya!

Bukan main marahnya hati Han Sin. Sahabatnya itu telah bermesraan dengan Hailun, akan tetapi sekarang sengaja menyakiti hati gadis ini dan meninggalkannya untuk merayu Loana. Padahal dari air mukanya, dia tahu bahwa Loana juga terkejut dan tidak suka. Akan tetapi terpaksa karena Cu Sian sudah menariknya.

Perasaan iba yang sangat membuat Han Sin cepat berdiri. Dia sudah melihat seorang di antara dua pemuda yang mengincar dua orang puteri kepala suku itu, pemuda yang tinggi tegap dan bernama Sabutai, sudah melangkah, agaknya hendak menghampiri agar dipilih Hailun.

Maka, cepat Han Sin mendekati Hailun dan menangkap ujung sapu tangan yang dipegang Hailun. Hailun terkejut, menoleh dan ketika melihat bahwa yang memegang ujung saput angannya adalah Han Sin, gadis ini tersenyum. Senyum yang menyedihkan.

“Aku akan menegur sahabatku itu...!” bisik Han Sin kepada Hailun dan gadis itu hanya tersenyum dan mengangguk. Akan tetapi Han Sin melihat betapa kedua mata gadis manis ini basah. Dia tidak peduli betapa Camuka mengepal tinju dan mengamangkannya kepadanya. Karena dia tidak pandai menari tarian orang mongol, maka dia hanya meniru sedapatnya gerakan Hailun yang hanya merupakan gerakan tarian sederhana sambil mendorong gadis itu agar mendekati Cu Sian yang sudah menari dengan Loana.

Akan tetapi agaknya Cu Sian memang sengaja menjauhinya karena setiap kali hendak didekati agar dia dapat menegur Cu Sian, pasangan itu lalu menari dengan berlari kecil menjauhinya. Dan yang membuat Han Sin terheran-heran dan marah sekali adalah ketika dia melihat betapa mesranya mereka menari.

Bahkan Cu Sian berbisik-bisik dekat telinga Loana sehingga hidungnya hampir menyentuh pipi gadis itu. Dan yang membuat Han Sin penasaran adalah ketika dia melihat Loana yang tadinya seperti orang kaget dan heran, kini mulai tersenyum-senyum mesra dan balas berbisik. Tak dapat di ragukan lagi, kedua orang muda itu memang sedang asyik bermesraan seperti sepasang kekasih yang sedang mengobral janji muluk. Han Sin mengerahkan tenaga Sin-kangnya dan membuat telinganya dapat menangkap dengan tajam sekali. Dia dapat mendengar suara Cu Sian yang membuat mukanya berubah merah.

“Loana sayang, engkau masih meragukan hatiku? Hanya engkau yang ku sayang, yang ku cinta sepenuh hatiku. Engkau begini cantik jelita bagaikan bidadari…“

“Akan tetapi…“ bisik Loana. “Hailun… ia mencintaimu… bukankah engkaupun mencintainya...?”

“Ahhh, Hailun yang kekanak-kanakan itu. ia masih hijau, dibandingkan denganmu. Ia seperti seekor merpati disamping seekor burung hong!”

“Akan tetapi… bagaimana dengan Han Sin? Dia hanya mencintaiku…“

“Ah tidak mungkin! Di Selatan dia sudah mempunyai dua orang wanita, seorang calon isterinya dan seorang lagi kekasihnya. Dia hanya mempermainkanmu. Hanya akulah satu-satunya pria yang mencintaimu, Loana manis…“

Loana nampak memejamkan matanya, seperti terayun ke sorga tertinggi mendengar rayuan seorang pemuda tampan seperti Cu Sian. Han Sin hampir saja meloncat untuk menghajar Cu Sian! Pemuda keparat! Pengkhianat! Dia tidak peduli andaikata dia diburukkan, akan tetapi pemuda itu jelas merayu Loana. Setelah Hailun jatuh hati kepadanya. Pemuda itu agaknya hendak menguasai kedua orang gadis itu! Mata keranjang, hidung belang! Tidak, dia harus mencegahnya!

Kini semua gadis menari sudah mendapatkan pasangan masing-masing dan para pemuda yang tidak terpilih keluar dari kemah sambil bersungut-sungut. Akan tetapi tiba-tiba Camuka, jagoan gulat muda yang bertubuh tinggi besar itu. melompat ke atas panggung di depan kemah, membanting-banting kakinya sehingga mengeluarkan suara gaduh.

Sikap itu merupakan tantangan, tanda bahwa ada pemuda yang merasa marah dan menantang saingannya. Kegaduhan ini menghentikan mereka yang sedang menari dan Tarsukai lalu memandang keluar, kearah pemuda yang berdiri bagaikan seekor biruang di tengah panggung itu.

“Engkaukah itu Camuka? Apa yang kauhendaki?” Tanya Tarsukai dengan suara garang.

Camuka memberi hormat dan terdengar suaranya yang menggelegar. “Hormat saya kepada Khan yang perkasa! Semua orang tahu belaka bahwa Loana, puteri khan yang cantik jelita. Sudah sepatutnya kalau Loana menjadi jodoh pemuda paling perkasa di seluruh permukaan bumi ini. Akan tetapi malam ini ada pemuda lain yang berani bersaing dengan saya. Karena itu, saya menantang pemuda itu untuk bertanding dan membuktikan, siapa diantara kami yang lebih pantas menjadi pasangan Loana...!“

Mendengar tantangan Camuka ini, semua orang tahu bahwa sebentar lagi akan ada pertandingan yang hebat dan mereka semua tertarik. Yang menggandeng Loana menari adalah Cu Sian, pemuda yang dikabarkan telah menolong dua orang puteri ketua itu dari tangan kepala perampok dan kabarnya pemuda remaja yang tampan sekali memiliki kepandaian tinggi. Maka tentu akan terjadi pertandingan menarik. Semua orang menghentikan tarian mereka dan berbondong menuju ke baw ah panggung untuk mencari tempat yang enak untuk menonton pertandingan...