Pedang Penakluk Iblis Jilid 34 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Pedang Penakluk Iblis Jilid 34

PEDANG pusaka ini memegang bagian penting dari kemenangannya karena Ciang Le yang maklum akan keampuhan pedang pusaka itu, tidak berani mengadu pedangnya secara langsung. Akan tetapi dengan ilmu pedangnya yang tinggi, ia dapat membuat pertahanan yang kuat sekali sehingga semua desakan Kong Ji tidak mendatangkan hasil dan selalu dapat ditolaknya. Karena dua orang ini kepandaiannya sudah tinggi sekali sehingga gerakan-gerakan ilmu silat mereka sukar diikuti dan diduga, maka orang-orang lain, baik pihak Kong Ji maupun pihak Ciang Le, tidak ada yang berani turun tangan membantu.

Bi Lan mendapat lawan See-thian Tok-ong. Sebentar saja Bi Lan merasa betapa berat dan tangguhnya lawan ini. Akan tetapi semenjak masih gadis dahulu, Liang Bi Lan adalah seorang yang tidak pernah mengenal takut. ia kini menghadapi seorang yang ilmu silatnya seperti iblis dahsyat dan jahatnya, akan tetapi nyonya ini pun pernah menjadi murid seorang yang seperti iblis, maka biarpun amat terdesak, ia tidak merasa gentar dan melakukan perlawanan mati-matian dengan pedangnya. Juga dalam pertandingan ini, tak ada yang berani membantu.

Hui Lian dan Hong Kin bertempur melawan Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun, dan segera terdesak hebat. Cam-kauw Sin-kai membantu Hui Lian, akan tetapi oleh karena kakek ini masih belum sembuh benar dari luka-lukanya yang hebat, gerakannya lemah sekali dan bantuannya tidak berarti banyak. Bahkan dua puluh jurus kemudian, Cam- kauw Sin-kai roboh terkena totokan ranting di tangan Kwan Ji Nio.

Kakek itu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun roboh tak bernapas lagi. Totokan ranting di tangan Kwan Ji Nio bukan sembarangan totokan. Setiap serangan ranting selalu mengancam jalan darah kematian. Hui Lian dan Hong Kin, sepasang pengantin baru ini menjadi marah dan nekad. Bersama-sama mereka lalu mendcsak dan mengeluarkan seluruh kepandaian untuk membalas serangan-serangan lawan.

Sementara itu, puluhan orang yang membantu tuan rumah, tidak kuat mengadapi desakan ratusan orang yang menyerbu dengan ganasnya. Biarpun pihak pasukan Kaisar juga banyak yang roboh binasa, namun seorang demi seorang, para enghiong yang membela tuan rumah ini mulai roboh.

Melihat ini, Ciang Le mulai gelisah. ia tidak khawatir akan nasib diri sendiri, yang membikin ia gelisah adalah keadaan Hui Lian yang juga amat terdesak. Anaknya itu baru saja merayakan hari pernikahannya dan sekarang sudah terancam bahaya maut.

“Hui Lian, Hong Kin, larilah!“

Juga Bi Lan yang amat terdesak oleh See-thian Tok-ong, tidak mempedulikan keselamatan diri sendiri. Dilihatnya beberapa orang yang tadinya menjadi tamu, sudah roboh menggeletak mandi darah di kanan kirinya.

Tiba-tiba See-thian Tok-ong mengeluarkan seruan keras sekali sambil menubruknya dengan Pukulan Hek-tok-ciang yang dahsyat. Bi Lan tahu akan kehebatan pukulan ini, cepat mempergunakan ginkang mengelak. Seorang tamu yang berada di belakang Bi Lan bertempur melawan para perajurit, menjadi sasaran hawa Pukulan Hek tok-ciang, menjerit ngeri dan roboh, dihujani pukulan senjata oleh para perajurit.

Bi Lan menoleh dan melihat Hong Kin terdesak hebat oleh Kwan Ji Nio. Lebih hebat lagi, Kok Sun sudah mengeluarkan ularnya, dan kini Kok Sun mendesak Hui Lian dengan ularnya itu. Hui Lian kelihatan pucat sekali, biarpun gadis ini pemberani seperti ibunya, namun ia ngeri dan geli menghadapi serangan ular di tangan Kok Sun. Baiknya Kwan Kok Sun tidak bermaksud membunuh atau melukainya, melainkan hendak menangkapnya hidup-hidup. Kalau Kok Sun mau, kiranya ular sudah dapat melukai atau menggigit Hui Lian.

Adapun Hong Kin yang bertempur dengan Kwan Ji Nio, tentu saja ia bukan lawan nyonya lihai. Napas Hong Kin sudah terengah-engah karena ia dikocok oleh Kwan Ji Nio yang amat cepat gerakannya dan amat cepat pula rantingnya menyambar-nyambar. Baiknya Hong Kin memiliki Ilmu Tongkat Cam-kau-tung-hwat sehingga dengan tongkatnya itu ia dapat melindungi dirinya sehingga beberapa totokan ranting yang mengenai tubuhnya melesat dan hanya merobek baju dan kulit saja. Keadaan keluarga Go benar-benar telah terancam hebat.

“Hui Lian, ajaklah suamimu lari!“ Bi Lan menjerit pada saat nyonya yang gagah ini dapat menghindarkan diri lagi dari serangan See thian Tok-ong. Pukulan Hek-tok-ciang dan senjata kuku setan Ngo-tok-mo-jiauw sudah mengurungnya sedemikian hebat sehingga terpaksa Bi Lan menggulingkan diri membiarkan pundaknya kena hajaran Hek-tok-ciang dan ia terus menggelundung sampai di dekat tempat Hong Kin terdesak oleh Kwan Ji Nio.

See-thian Tok-ong mengejar terus dan kembali pukulan jarak jauh Hek-tok ciang mengenai pinggang Bi Lan. Nyonya ini menjerit dan tiba-tiba tubuhnya melayang ke depan dan di lain saat pedangnya telah menembus lambung Kwan Ji Nio. Akan tetapi, berbareng dengan robohnya Kwan Ji Nio, Bi Lan juga roboh tak berkutik lagi.

“Ha ha ha!“ Melihat isterinya dan Bi Lan roboh, See-thian Tok-ong yang berwatak luar biasa itu tertawa bergelak. Akan tetapi pada saat itu menyambar sinar pedang yang cepat bagaikan kilat. See thian Tok-ong menyampok dengan kedua Ngo-tok-mo-jiauw, akan tetapi dua cakar setan itu terbabat putus dan masih terus membabat, tepat mengenai perutnya dan merobek bagian tubuh ini sehingga isi perutnya berantakan keluar! Sambil mengeluarkan suara ketawa yang menyeramkan sekali, See-thian Tok-ong. terhuyung-huyung roboh.

“Hui Lian dan Hong Kin, larilah biar aku yang menahan mereka!“ teriak Ciang Le sambil memutar pedangnya karena Liok Kong Ji sudah menyerangnya dengan hebat.

Kong Ji marah sekali melihat See-thian Tok-ong dan Kwan Ji Nio tewas, maka serangannya penuh dengan kemarahan dan dahsyat. Ciang Le terpaksa menangkis dan terdengar suara nyaring ketika pedang di tangan Ciang Le tinggal sepotong, buntung terbabat Pak-kek-sin-kiam! Akan tetapi Hwa I Enghiong yang gagah perkasa tidak menjadi gentar. Dengan pedang sepotong ia masih lihai sekali dan Kong Ji tetap, tak dapat merobohkannya, hanya mampu mendesak makin hebat.

“Hui Lian, larilah...!“ kembali Ciang Le berseru. Dalam keadaan seperti itu, ia hanya ingat keselamatan anaknya.

Akan tetapi, mana Hui Lian mau melarikan diri? ia marah sekali melihat Ibunya tewas, maka dengan penuh kegemasan ia menerjang Kwan Kok Sun, tidak peduli lagi akan bahaya ular di tangan pemuda gundul itu. Hong Kin membantunya dan kini Kwan Kok Sun dikeroyok dua. Akan tetapi, beberapa orang perwira busu segera maju membantu Kwan Kok Sun sehingga lagi-lagi pihak Hui Lian yang terkurung dan terdesak hebat.

Gelombang serbuan dari pasukan Kaisar yang demikian banyaknya tak tertahankan lagi. Para tamu yang membantu Ciang Le kini tinggal dua puluh lebih, yang lain sudah tewas. Banjir darah di rumah Hwa l Enghtong. Ciang Le sendiri makin lama makin terdesak oleh Kong Ji yang benar-benar amat lihai itu, apa lagi sekarang pedang di tangan Ciang Le tinggal sepotong.

Tiba-tiba barisan Kaisar menjadi kacau balau. Terjadi pertempuran hebat di luar gedung. Ternyata bala bantuan datang, yakni Wan Sin Hong dan dua ratus orang kawannya. Wan Sin Hong sendiri menggunakan kepandaiannya menerobos ke dalam.

“Suheng, jangan khawatir, siauwte datang membantu!“ seru Sin Hong.

Melihat kedatangan pemuda ini, Ciang Le, Hui Lian dan Hong Kin besar semangatnya dan melakukan perlawanan lebih hebat lagi. Akan tetapi Ciang Le berpikir lain. Kalau perlawanan dilanjutkan tetap saja pihaknya akan kalah biarpun mendapat bantuan Sin Hong, karena kalah banyak jumlah orangnya.

“Sin Hong, tolonglah... bawa lari Hui Lian dan Hong Kin... selamatkan mereka...“ Kata-kata ini disambung dengan keluhan. Ketika bicara, perhatian Ciang Le agak terpecah dan pedang Pak-kek-sinkiam menembus dadanya, tusukan itu dilakukan oleh Kong Ji dengan kecepatan yang tak dapat dielakkan lagi.

“Jahanam keji...!“ Sin Hong menubruk dan mengirim pukulan dahsyat. Kong Ji cepat mengelak dan membabat dengan pedangnya. Sin Hong tidak menghentikan pukulannya dan tangan kiranya dikibaskan ke arah pedang Pak-kek-sin-kiam. Pedang itu terkena hawa pukulan tangan kiri ini, menyeleweng kesamping. Bukan main kagetnya hati Kong Ji. Cepat ia menangkis karena pukulan tangan kanan Sin Hong masih mengancamnya.

“Dukk...“ Kong Ji menjerit dan tubuhnya terlempar sampai tiga tombak lebih. ia jatuh tunggang langgang di tengah-tengah kawan-kawannya.

Sin Hong mengejar dengan melompati kepala orang orang yang menghadang di jalan. Akan tetapi Kong Ji sudah lenyap dari situ dan telah menyelinap di antara pasukannya yang ratusan orang itu. Sukar mencari orang dalam keadaan seperti itu. Sin Hong mendongkol bukan main. Kemudian ia teringat akan keadaan Hui Lian dan Hong Kin, dan teringat akan permintaan Ciang Le tadi. Cepat ia melompat ke arah dua orang muda yang masih sibuk menghadapi desakan-desakan Kwan Kok Sun dan beberapa orang busu istana. Sepasang pengantin baru ini tubuhnya sudah penuh luka ringan yang mengucurkan darah.

Sambil mengeluarkan suara keras Sin Hong menyerbu. Kaki tangannya bergerak cepat dan enam orang busu terpelanting tak dapat bangun lagi. Melihat munculnya pemuda ini, Kok Sun cepat menyelinap dan melenyapkan diri di antara para prajurit. Sin Hong mengamuk terus. Kembali enam orang pengeroyok roboh tak berdaya.

“Hui Lian, Hong Kin, mari kita lari!“ seru Sin Hong, karena pihak lawan yang ratusan orang jumlahnya itu benar-benar sukar dilawan.

“Tidak! Biar aku mati bersama Ayah Ibu di sini, harus kubasmi semua jahanam. Mana keparat Kong Ji...!“ Hui Lian mengamuk terus, tidak menghiraukan bujukan Sin Hong.

Melihat ini, Sin Hong menggerakkan tangan kanannya dan Hui Lian roboh lemas, tertotok jalan darahnya. “Hong Kin, bawa isterimu ini. Mari kita lari dari selatan! Biar aku membuka jalan’“

Sin Hong menyerbu ke depan diikuti oleh Hong Kin yang sudah memondong tubuh isterinya. Semua orang gentar menghadapi Sin Hong, karena siapa saja yang berani mencoba menghalangi majunya, pasti roboh atau terlempar jauh. Setelah merobohkan puluhan orang perajurit, akhirnya Sin Hong berhasil mencapai pantai selatan Pulau Kim-bun- to.

“Sin Hong, kesini…!” terdengar seruan orang dalam gelap. Penyerbuan pasukan Kaisar itu terjadi pada sore hari dan pertempuran hebat itu terjadi sampai hari menjadi malam!

Sin Hong mengenal suara gihunya. Memang tadi, ketika ia menyerbu dengan dua ratus orang kawan-kawannya, Bu Tek sudah berjanji untuk menyiapkan perahu-perahu di sebelah selatan pulau. Ia segera mengeluarkan pekik nyaring dan tinggi yang mengatasi semua suara ribut-ribut. Inilah pekik yang menjadi tanda bagi kawan-kawannya untuk mengundurkan diri. ia mengulangi pekik ini berkali-kali sambil menyuruh Hong Kin dan Hui Lian memasuki perahu dan kepada Hong Kin ia berkata,

“Hong Kin, berangkatlah kau dengan isterimu. Untuk sementara waktu kau harus pandai menyembunyikan diri, mengganti nama. Ini, bawalah untuk bekal. Selamat jalan!“

Sin Hong melemparkan sekantung uang emas kepada Hong Kin yang menerima ini dengan air mata berlinang. Dapat dibayangkan betapa duka hati pengantin pria ini karena pesta pernikahannya ternyata berubah menjadi pesta maut yang mengorbakan nyawa kedua mertuanya, juga nyawa gurunya, dan banyak lagi orang-orang gagah lain yang membantu keluarga isterinya. Akan tetapi ia maklum bahwa saat itu bukan waktunya untuk banyak ragu-ragu. Cepat ia mendayung perahunya yang menghilang ditelan gelap malam di atas air laut.

Hanya seratus lebih kawan-kawan Sin Hong yang masih dapat melarikan diri bersama Sin Hong dan Lie Bu Tek, yang lain-lain tewas. Pasukan Kaisar itu mengamuk terus, kini bahkan membunuhi penduduk pulau itu dan membakar semua rumah. Pulau Kim-bun-to menjadi lautan api berkobar-kobar!

Dari atas perahunya, Sin Hong berdiri tegak memandang pulau yang telah menjadi lautan api itu. ia mengerutkan gigi dan mengepal tinjunya. “Liok Kong Ji kau yang menjadi gara-gara ini. Awas, akan tiba saatnya kau terjatuh ke dalam tanganku.“

Kali ini, akibat perbuatan Kong Ji beratus orang memenuhi kematiannya dalam sebuah pulau yang tadinya makmur berubah menjadi lautan api. Di dekat Sin Hong, Lie Bu Tek duduk di dalam perahu sambil menutupi muka dengan tangan kirinya. Kakek buntung ini tak dapat menahan kedukaan hatinya menyaksikan kehancuran sahabat karibnya Go Ciang Le dan ia telah menangis tersedu-sedu.

“Harap Gihu jangan terlampau berduka,“ Sin Hong menghiburnya, “Suheng dan keluarganya tewas sebagai ksatria-ksatria gagah perkasa. Dan Hui Lian bersama suaminya telah dapat meloloskan diri, setidaknya keturunan Suheng masih ada yang selamat. Di samping itu, kita pun berhasil menewaskan See-thian Tok-ong dan isterinya dan banyak pula serdadu Kaisar yang lain, Kaisar yang begitu mudah ditipu oleh manusia macam Liok Kong Ji!“

Kaisar merasa girang sekali mendengar laporan Liok Kong Ji tentang berhasilnya penyerangan ke Kim-bun-to. Saking girangnya Kaisar lalu menaikkan pangkat Liok Kong Ji. Juga Kaisar menyatakan kecewa dan menyesalnya bahwa See-thian Tok-ong dan isterinya tewas dalam menjalankan tugas itu. Padahal diam-diam Kaisar merasa gembira sekali. Karena Kaisar pada hakekatnya tidak suka melihat See- thian Tok-ong.

Di belakang See-thian Tok-ong, Kaisar mengatur siasat dengan kepala busu yang semenjak dahulu menjadi orang kepercayaannya, yakni Liok to Mo-ong Wie It. Memang menjadi rencana Wie It dan Kaisar untuk mengadu domba semua orang-orang gagah bangsa Han agar kedudukan kaisar tidak terancam. Memang sebaiknya kalau dapat mempergunakan tenaga orang-orang gagah ini untuk menghalau musuh yang datang menyerang, akan tetapi kalau sekiranya mereka ini tak dapat dipergunakan tenaganya, lebih baik mereka ini dibasmi agar tidak merupakan ancaman.

Memang harus diakui bahwa orang- orang gagah di dunia kang-ouw ini selalu berbahaya sekali dan tidak mudah diduga dan diketahui sepak terjangnya. Cara terbaik untuk membasmi mereka hanyalah cara mengadu domba antara mereka sendiri. Cara, ini selain praktis, juga murah!

“Sayang sekali bahwa hamba tidak berhasil menawan atau membunuh pemberontak besar Wan Sin Hong, karena ia keburu melarikan diri, harap Hong-siang sudi mengumumkan kepada semua pembesar supaya mengejar penjahat-penjahat itu, yakni terutama sekali Wan Sin Hong, kedua Coa Hong Kin, dan ketiga Go Hui Lan.“

Kaisar merasa suka kepada Kong Ji mendengar usul yang dianggapnya tepat ini, maka ia lalu memerintahkan seorang punggawa untuk mengerjakan usul itu, yakni mengirim berita kepada seluruh pembesar di daerah-daerah untuk mengumumkan pengejaran terhadap pemberontak- pemberontak itu.

Dengan hati puas Kong Ji lalu kembali ke tempat tinggalnya, yakni bangunan indah di kompleks bangunan sebelah kiri, dekat tempat tinggal Liok to Mo-ong Wie It. Gedung ini adalah hadiah dari Kaisar, sebuah gedung indah berikut perabot rumah lengkap dan pelayan-pelayan cantik!

Akan tetapi, Kong Ji adalah seorang yang selalu tidak pernah merasa puas akan keadaan dirinya. Sesungguhnya, kedudukan yang sekarang ia peroleh adalah kedudukan yang tinggi, namun baginya tidak ada artinya sama sekali, bahkan menambah nafsunya untuk mencapai kedudukan yang paling tinggi. Oleh karena itu, diam-diam ia telah mengadakan hubungan dengan orang orang yang menjadi mata-mata dari Temu Cin yang banyak berkeliaran di dalam kota raja.

Kong Ji memiliki kecerdikan luar biasa, dan ia mempunyai banyak sekali kaki tangan maka mudah baginya untuk menghubungi orang-orang kepercayaan temu Cin ini. Ketika ia tiba di gedungnya, pelayan-pelayan menyambutnya dan seorang di antaranya melaporkan bahwa semenjak tadi ada seorang tamu telah menunggunya.

“Siapa dia?“ tanya Kong Ji.

“Menurut pengakuannya, dia saudagar kuda dan Pak-couw yang akan menawarkan kuda yang baik, Tai-ciangkun,“ kata pelayan itu yang menyebut Tai-ciangkun (Panglima Besar) kepada Kong Ji.

Mendengar ini, Kong Ji cepat menuju ke kamar tamu. Seorang laki laki pendek gemuk, berpakaian mentereng, usianya setengah tua, telah menantinya di situ. Laki-laki ini segera bangkit berdiri dan memberi hormat kepadanya. Untuk sejenak Kong Ji mernandang tajam, mengingat-ingat di mana kiranya ia pernah melihat muka ini. Akhirnya ia teringat bahwa orang ini adalah seorang di antara panglima Temu Cin yang dahulu pernah dijumpainya.

“Hm, kau saudagar kuda yang hendak menawarkan kuda kepadaku? Bagus, kalau kudamu memang baik, kau akan kuberi hadiah. sebaliknya kalau kudamu jelek, kau mengganggu waktuku dan akan kuberi hukuman!“

Orang itu tersenyum. “Kuda baik sekali, Tai-ciangkun!“

Kong Ji lalu membawanya ke dalam ruangan sebelah dalam untuk bercakap-cakap. Setelah mereka berada berdua saja, sikap Kong Ji berubah. Sekali bergerak ia sudah menangkap pundak orang itu dan kata-katanya mendesis dari bibirnya.

“Apa niatmu datang di sini? Sekali saja kau membuka mulut busuk, nyawamu akan melayang!“

Orang itu nampak ketakutan. “Tidak, Taihiap. Hamba datang membawa surat dari pemimpin hamba, Khan Muda yang besar!“

Kong Ji melepaskan pegangannya. “Apa maksudmu? Temu Cin mengutusmu?“

Orang itu meringis-ringis dan memijit-mijit pundaknya yang sakit. “Bukankah Taihiap yang mengadakan hubungan dengan mata-mata kami? Nah, pemimpin kami telah menerima laporan tentang kedudukan Taihiap di sini, oleh karena itu Khan Muda yang besar telah mengutus hamba menyerahkan tanda persahabatan ini berikut surat pengantarnya.“

Orang itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya sebuah bungkusan kuning dan dengan jari tangan penuh gairah dibukanya bungkusan ini, isinya ternyata sebuah patung kuda terbuat dari batu giok yang luarbiasa indahnya. Tubuh patung itu terbuat dari batu giok putih dan kebiru-biruan, di bagian ekor dan kepalanya, sedangkan sepasang mata patung itu terbuat dari batu giok merah. Indah bukan main.

Kong ji memandang kagum dan matanya yang tajam dapat menaksir harga puluhan ribu tail untuk benda ini. Kemudian ia membawa suratnya. Suratnya itu panjang lebar dan isinya mengajak ia bersekutu dan mengharapkan bantuannya dari dalam apabila Temu Cin bergerak menyerang Kerajaan Kin. Tentu saja di situ dijanjikan pangkat yang tinggi bahkan Temu Cin tanpa ragu-ragu hendak mengangkat Kong Ji menjadi raja muda!

Dengan surat ini Kong Ji melihat anak tangga yang akan membawa naik dalam kedudukan yang akan mendekatkan ia pada cita-citanya yakni menduduki pangkat yang paling tinggi. Dengan wajah berseri ia lalu masuk ke dalam, lalu memasuki sebuah kamar di mana terdapat seorang laki-laki muda yang sedang melatih diri bersilat dengan cepat. Kong Ji memandang sebentar mengangguk-angguk.

“Bagus, kau sudah ada kemajuan, lanjutkan sebaik-baiknya,“ katanya.

Laki-laki itu terus saja bersilat, nampaknya girang mendengar pujian ini. Selanjutnya Kong Ji tidak mempedulikannya dan mencari alat tulis, menulis surat balasan untuk Temu Cin yang maksudnya menerima baik persekutuan minta Temu Cin bersabar dan menanti saat yang baik. Kelak Kong Ji akan memberi kabar kalau saat baik itu sudah tiba. Tak lama kemudian Kong Ji keluar kembali dan menutupkan pintu kamar di mana orang laki-laki itu masih terus berlatih menemui kembali tamunya dan menyerahkan surat balasan kepadanya.

“Sampaikan terima kasihku kepada Temu Cin Taijin,“ katanya, kemudian disambungnya cepat-cepat. “Dan hati- hatilah jangan sampai ada yang melihat surat ini.“

Orang itu mengangguk-angguk dan tersenyum, kemudian keluar diantar oleh Kong Ji sampai di ruangan depan. “Tai-ciangkun, terima kasih atas penerimaan yang baik ini. Akan hamba carikan pesanan Ciangkun,“ kata utusan Mongol itu, kemudian sambil membongkok-bongkok ia keluar dari situ.

Para pelayan yang melihatnya pasti akan mengira bahwa benar-benar ia seorang saudagar kuda karena memang mereka semua tahu bahwa panglima muda yang baru ini sedang mencari kuda yang baik dan kuda yang sudah tersedia di situ semua dicela dan dinyatakan kurang baik.

Adapun Kong Ji setelah melihat mata-mata Mongol itu pergi, .erasa tidak enak hati. Orang itu membawa suratnya kepada Temu Cin. Kalau ada orang melihat surat itu... celakalah dia, semua cita-citanya akan hancur. Padahal ia sedang mendapat berita dari kaki tangannya yang ia angkat menjadi pembantu-pembantunya di lingkungan istana, bahwa Gak Soan Li berada di istana Pangeran Wanyen Ci Lun.

Ia makin tidak senang kepada pangeran itu dan menganggap pangeran itu sebagai sebuah penghalang yang berbahaya dan yang harus cepat-cepat disingkirkan. Sekarang, selagi ia belum sempat menjalankan siasatnya menyingkirkan Pangeran Wanyen Ci Lun, ia harus hati-hati, harus dapat mengambil hati Kaisar dan sedapat mungkin mencari kesalahan Pangeran Wanyen Ci Lun. Akan tetapi tiba-tiba muncul mata-mata itu dan kalau sampai Pangeran Wanyen Ci Lun mengetahui tentang suratnya kepada Temu Cin!

Makin tidak enak hati Kong Ji, maka ia pun lalu keluar dari gedungnya. Maksudnya ia hendak menyusul dan mengawani mata-mata itu sampai keluar dari kota raja dengan aman. Akan tetapi hati Kong Ji berdebar cemas ketika melihat ke depan, mata-mata itu tengah bicara dengan Pangeran Wanyen Ci Lun! Entah bagaimana pangeran itu tiba-tiba saja muncul di satu tikungan dan menegur mata-mata itu.

“Siapakah kau? Aku belum pernah melihatmu!“

Mata-mata itu bukan seorang bodoh ia dapat melihat bahwa yang menegurnya tentu seorang bangsawan tinggi, maka cepat ia memberi hormat dan berkata, “Hamba Tan Sam pedagang kuda, baru saja hamba mendapat pesanan kuda tunggangan dari utara yang berbulu putih dipesan olah Tai-ciangkun yang muda...“ ia menoleh dan menuding ke arah gedung Kong Ji, kemudian ia melihat Kong Ji, maka disambungnya kata-katanya. “Ah, kebetulan sekali. Tai-ciangkun keluar menuju ke sini. Beliau yang memesan kuda.”

Pangeran Wanyen Ci Lun tersenyum ketika Kong Ji sudah tiba di situ, katanya, ”Liok Kong Ji Sicu memesan kuda tunggangan yang baik, kebetulan sekali aku pun membutuhkan seekor. Tan Sam,” mari kau ikut aku ke gedungku, kau lihat-lihat semua kudaku di situ dan bicara tentang pesanan kuda. Aku ingin mendapatkan kuda utara yang baik, akan tetapi yang lebih baik daripada semua kudaku yang berada di sini.”

Mata-mata itu ragu-ragu. Kong Ji berubah air mukanya. ”Siauw-ongya, aku masih belum percaya betul kepadanya. Kebanyakan tukang kuda suka membohong. Biar dia buktikan dulu kuda yang kupesan, kalau baik, biarlah aku mengalah dan memberikan kuda itu kepada Siauwongya!” kata Kong Ji.

”Liok sicu, mengapa begitu? Tak usah repot-repot, biar aku memesan sendiri kepadanya. Tan Sam, mari ikut aku. Eh, mengapa kau ragu-ragu? Bukankah kau tukang kuda dan akan melayani pesanan siapapun juga? Aku berani membayar mahal daripada janji Liok-sicu ini kepadamu!”

”Ampunkan hamba, Siauw-ongya. Biarlah lain kali hamba akan menghadap dan membawa beberapa ekor kuda terbaik. Sekarang hamba tidak ada waktu lagi, dan harus pergi cepat untuk mencarikan kuda pesanan Liok-ciangkun.”

”Kau tukang kuda berani membantah perintahku?” Wanyen Ci Lun membentak dan mengulur tangan kanannya untuk menangkap pundak Tan Sam. Akan tetapi Tan Sam sudah lebih dulu, menjatuhkan diri dengan gerakan yang gesit sekali selanjutnya Tan Sam hendak melarikan diri.

”Berhenti kau!” Wanyen Ci Lun melangkah maju dan menyerang dengan tangan mencengkeram.

“Siauw-ongya, untuk apa bertengkar dengan tukang kuda yang hina!“ kata Kong Ji dan pemuda ini diam-diam mengerahkan tenaga Tin-san-kang, memukul ke arah lengan tangan Wanyen Ci Lun yang mencengkeram pundak Tan Sam. Akan tetapi alangkah heran hati Kong Ji ketika melihat pangeran itu masih melanjutkan cengkeramannya dan di lain saat Tan Sam sudah kena dicengkeram pundaknya sehingga mata-mata itu mengeluh kesakitan dengan muka pucat, sedangkan Pangeran Wanyen Ci Lun seakan-akan tidak merasa apa-apa dan seolah-olah Pukulan Tin-san-kang dari Kong Ji tadi sama sekali tidak pernah ada.

Wanyen Ci Lun menyeret Tan Sam menuju ke gedungnya, dan Kong Ji berdiri dengan muka pucat sekali. Bagaimana Wanyen Ci Lun dapat menahan Pukulan Tin-san-kangnya tanpa merasa sedikitpun juga? Kong Ji mengayun tangannya itu ke bawah dengan tenaga Tin-san-kang dan... “Brakk!“ sebuah batu hancur terkena Pukulan Tin-san- kang!

“Apakah aku sedang mimpi...?“ ia berbisik kepada diri sendiri lalu cepat-cepat ia berlari ke gedungnya.

Betulkah Kong Ji sedang mimpi? sama sekali tidak. Kejadian tadi sama sekali tidak ada keanehannya, karena Pangeran Wanyen Ci Lun yang tadi kuat menerima pukulan Tin-san-kang sebetulnya adalah pangeran palsu. yakni Wan Sin Hong sendiri. Dalam pengejarannya terhadap Kong Ji, Sin Hong telah menyelundup kedalam kota raja dan bersembunyi di gedung Wanyen Ci Lun. Biarpun di mana-mana telah diumumkan pengejaran dan penangkapan baginya, namun di istana ini ia malah aman! Dengan pakaian yang sama dengan pakaian Pageran Wanyen Ci Lun, ia bebas pula mengawasi gerak-gerik Liok Kong Ji.

Di dalam sebuah kamar besar, di mana berkumpul Pangeran Wanyen Ci Lun, Lie Bu Tek, Go Hui Lan dan Coa Hong Kin yang juga telah menyelundup mencari perlindungan dan keamanan di gedung Pangeran Wanyen Ci Lun, Sin Hong melempar tubuh pendek gemuk dari Tan Sam.

Tan Sam berlutut dan tidak berani berkutik lagi. Sin Hong memperlihatkan surat yang sudah dirampasnya dari saku baju Tan Sam, yakni surat dari Liok Kong Ji kepada Temu Cin. Membaca surat ini, muka Wanyen Ci Lun menjadi merah padam.

“Keparat besar Liok Kong Ji itu. Biar kubawa surat ini kepada Kaisar agar ia ditangkap dan dihukum!“

Akan tetapi Sin Hong mencegahnya. “Nanti dulu Siauw-ongya. Tak perlu tergesa-gesa, karena hal itu akan percuma saja. Sebelum Siauw-ongya menyerahkan surat kepada Hongsiang tentu penjahat itu akan turun tangan lebih dulu. Apa lagi ia mengira hamba tadi sebagai Siauw-ongya, maka dengan pancingan mata-mata hina ini, dia pasti akan datang untuk merampas kembali suratnya. Nah, biarlah kita pancing dia datang dan kalau dia muncul, biar hamba yang akan menangkapnya. Dengan demikian, tidak saja akan aman bagi Siauw-ongya, juga mudah bagi kita untuk mendakwanya di depan Kaisar. Harus diingat bahwa mungkin sekali di dalam istana ini, kaki tangan Kong Ji sudah banyak sekali. Kita harus berlaku rahasia dan berhati-hati.”

Wanyen Ci Lun menyetujui usul ini, maka mata-mata itu setelah ditotok lalu dilempar ke dalam kamar tahanan dan sambil duduk di atas kursi, Sin Hong dengan pakaian seperti Wanyen Ci Lun menjaganya. Sengaja tidak dilakukan penjagaan di luar kamar itu, dan tubuh Tan Sam diikat pada tiang.

Malam itu sunyi, Para pengawal istana yang melakukan perondaan, selalu yang dijaga hanya sekeliling tembok istana saja, karena siapakah yang akan meronda ke dalam lingkungan istana? Yang tinggal di situ hanya para pangeran dan pembesar yang dipercaya penuh. Akan tetapi pada malam hari itu, beberapa belas bayangan hitam bergerak-gerak cepat sekali dan ringan laksana Iblis-Iblis malam gentayangan di atas genteng-genteng rumah yang tinggi- tinggi dan besar.

Mereka mi adalah Liok Kong Ji dan sebelas orang kawan-kawannya yang menjadi kaki tangannya yang pada siang hannya bekerja sebagai pelayan-pelayannya, bahkan ada yang menyelundup menjadi busu! Tentu saja mereka ini dapat bekerja di sini atas petunjuk Liok Kong Ji yang sudah mendapat kedudukan dan kepercayaan dari Kaisar.

Sebelum berangkat, Kong Ji sudah mengatur siasat sehingga kini tanpa banyak suara lagi dua belas orang ini berpencar, Kong Ji bersama dua orang menuju ke istana Wanyen Ci Lun melalui belakang, delapan orang lain dipecah dua, empat orang masing-masing dari kanan kiri dan seorang yang gerakannya gesit, masih muda dan pakaiannya sama dengan Kong Ji bergerak seorang diri menyelinap di antara pohon-pohon menghampiri rumah gedung itu dari bawah.

Di dalam kamar tahanan, Tan Sam masih diikat pada tiang di pojok kamar itu. Wan Sin Hong masih duduk di kursi, menyamar sebagai Pangeran Wanyen Ci Lun. Biarpun gerakan Kong Ji dan dua orang kawannya amat hati-hati dan perlahan, namun mereka tidak terlepas dari pendengaran Sin Hong yang amat tajam.

“Tan Sam, kau masih juga tidak mau mengaku?“ Sin Hong tiba-tiba membentak Tan Sam sambil bangkit dari kursinya menghampiri tawanan itu. “Ceritakan, rencana apalagi yang diatur oleh Liok Kong Ji!“

Akan tetapi, Tan Sam telah ditotok urat gagunya, mana dapat menjawab? Memang maksud Sin Hong bukan minta jawaban, hanya untuk menipu Kong Ji agar ia benar-benar disangka Wanyen Ci Lun.

Tiba-tiba dari atas genteng terdengar sedikit suara, disusul menyambarnya sinar hitam yang membuat pelita di kamar itu bergoyang-goyang apinya dan di lain saat, leher Tan Sam menjadi lemas karena beberapa batang jarum hitam telah menembusi leher dan dadanya, membuat ia tewas seketika itu juga!

Sin Hong pura-pura kaget dan melangkah mundur sampai tiga tindak dan matanya terbelalak memandang tiga bayangan orang yang melayang turun dengan gerakan seringan burung-burung walet. Kong Ji yang paling dulu turun sudah mencabut Pak-kek-sin-kiam dan dengan pedang ini ia menodong dada Sin Hong.

“Pangeran Wanyen Ci Lun, kembalikan suratku yang kau temukan di dalam saku Tan Sam!“ ancamnya dengan suara perlahan, ujung pedang Pak-kek-sin-kiam sudah menyentuh kulit dada Sin Hong.

Perbuatan ini saja sudah menjadi bukti bahwa Kong Ji sama sekali tidak tahu bahwa yang dihadapinya bukan Wanyen Ci Lun, melainkan Wan Sin Hong. Kalau ia tahu bahwa yang dihadapinya itu Sin Hong, belum tentu ia berani turun tangan. Atau kalaupun ia berani turun, sudah pasti sekali ia tidak berani menodong Sin Hong dengan Pak-kek-sin-kiam seperti itu. Perbuatan ini berbahaya sekali dan bukan merupakan pasangan ilmu silat yang baik.

Sin Hong melihat kesempatan amat baik ini, mana mau menyia-nyiakannya? Dengan gerakan yang cepat sekali, tubuhnya miring sehingga ujung pedang meleset dari dadanya, tangan kiri memukul pangkal lengan kanan Kong Ji, tangan kanan merampas pedang dan kaki menendang lutut!

Kong Ji kaget setengah mati. Gerakan yang dilakukan oleh Sin Hong adalah gerakan ilmu silat yang tinggi dan tidak disangkanya sama sekali pangeran yang ditodongnya itu dapat melakukan hal ini. Ia masih belum menyangka jelek, maka sambil tersenyum mengejek ia hanya mengelak dari tendangan lawan dan pukulan tangan kiri pada pangkal lengannya di biarkan saja. Akibatnya hebat sekali, terdengar bunyi “krak!“ dan tulang lengannya telah patah-patah dan di lain saat Pak-kek-sin-kiam sudah berpindah tangan!

“Celaka...!“ Kong Ji melompat ke belakang sambil meringis karena lengan kanannya sakit tak dapat digerakkan lagi. Otomatis tangan kirinya menyambit dengan beberapa Hek-tok-ciam seperti yang tadi telah ia lakukan untuk membunuh Tan Sam. Akan tetapi, sambil tersenyum mengejek Sin Hong menyampok jarum-jarum itu hanya dengan kebutan lengan baju tangan kiranya.

“Kong Ji apakah kau sudah buta tidak mengenal lagi padaku?“ katanya mengejek.

“Kau... kau Sin Hong...“ kata-kata Kong Ji ini menyatakan putus asa. Pada saat itu, dua orang kawannya yang melihat Kong Ji dilukai, dengan berbareng lalu menerjang maju dengan golok mereka.

Sin Hong tidak mau membuang waktu melayani segala macam kaki tangan Kong Ji. Yang ia butuhkan adalah Kong Ji, mati atau hidup. Maka ia cepat memutar Pak-kek-sin-kiam dan golok itu menjadi putus kedua-duanya! Akan tetapi dua orang itu bukanlah orang-orang biasa saja, melainkan anggauta-anggauta Twa-to Bu-pai yang sudah tinggi ilmu silatnya.

Mereka cepat menggulingkan diri dan sambil bergulingan mereka menyerang Sin Hong dengan golok buntung mereka! Serangan-serangan ini berbahaya juga, terpaksa Sin Hong melayani mereka dalam lima jurus barulah ia berhasil menusuk paha mereka, membuat mereka lumpuh tak berdaya. Akan tetapi ketika ia mengangkat muka, ternyata Liok Kong Ji sudah lenyap dari situ!

Sin Hong melompat keluar dari kamar tahanan itu, akan tetapi keadaan amat gelap. Kong Ji ternyata telah memadamkan semua penerangan di luar gedung dan penjahat itu tidak kelihatan lagi bayangannya. Tiba-tiba Sin Hong tertarik oleh suara orang-orang bertempur di ruangan tengah. Cepat ia menyerbu kesitu dan melihat Lie Bu Tek, Hui Lian dan Hong Kin tengah bertepur dikeroyok oleh delapan orang yang kepandaiannya tinggi. Sin Hong menyerbu dengan pedangnya dan sebentar saja dua orang pengeroyok telah roboh.

Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring dari suara wanita di sebelah dalam gedung. “Gihu, Hui Lian dan Hong Kin, bantu sebelah dalam, biar aku menundukkan anjing-anjing ini!“ Sin Hong berseru sambil memutar pedangnya yang segera mengurung enam orang pengeroyok itu dan tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk balas menyerang atau melarikan.

Seorang demi seorang roboh bagaikan rumput dibabat. Setiap kali senjata mereka bertemu dengan Pak-keksin-kiam, tentu patah-patah dan tubuh mereka menyusul terluka oleh pedang pusaka itu. Sementara itu, Hui Lian dan Hong Kin, dan Lie Bu Tek cepat berlari ke dalam. Hui Lian tadi mengenal suara Soan Li yang memaki-maki, maka cepat ia lari ke kamar Soan Li yang sudah diketahui di mana letaknya. Benar saja, dari kamar itu terdengar suara pedang berkali-kali, tanda bahwa di dalam kamar itu terdapat orang yang sedang bertempur.

“Jahanam Liok Kong Ji, mampuslah kau!“ terdengar suara Soan Li memaki marah. Tiga orang ini kaget sekali mendengar suara Soan Li cepat mereka menerjang pintu dan melompat masuk. Apa yang mereka lihat? Pemandangan yang mengherankan juga menggembirakan mereka.

Menyusul bentakannya tadi, ternyata Soan Li yang sedang bertempur melawan Liok Kong Ji, telah berhasil menusuk tenggorokan musuh besar itu sehingga pedangnya menembusi leher Liok Kong Ji yang menggeletak mandi darah dan tewas di saat itu juga. Yang mengherankan tiga orang ini adalah bagaimana Soan Li mengalahkan Kong Ji yang terkenal pandai itu, akan tetapi yang menggembirakan adalah karena Kong Ji manusia iblis itu telah tewas.

Soan Li membanting pedangnya, menutupi mukanya dan menangis terisak-isak. “Aku sudah dapat membunuhnya... aku sudah berhasil membunuh si jahanam... tinggal anaknya, anak durhaka itu harus kubunuh pula...!“

Hui Lian segera memeluk sucinya itu yang kemudian roboh pingsan. Agaknya pertempuran tadi terjadi lama juga karena tubuh sucinya penuh peluh dan nampaknya lelah sekali. Selain kelelahan tubuh, juga rupanya Soan Li menerima pukulan batin yang hebat, maka ia roboh pingsan.

Pada saat itu. Sin Hong dan Wanyen Ci Lun muncul. Pangeran ini memang oleh Sin Hong diminta jangan keluar sebelum orang-orang jahat itu pergi, agar kehadirannya di rumah pangeran itu tidak ketahuan orang. Yang paling heran melihat Kong Ji menggeletak tidak bernyawa di kamar Soan Li adalah Sin Hong. Ia melongo beberapa lama, kemudian ia menghampiri mayat Kong Ji, membungkuk dan meraba lengan kanan mayat itu. ia berdiri lagi, menarik napas panjang dan sambil menelan ludah tiga kali ia berkata perlahan.

“Liok Kong Ji manusia jahanam telah mampus!“

Padahal di dalam hatinya, Sin Hong tahu betul, bahwa orang yang menggeletak ini, biarpun air muka dan bentuk tubuhnya sama benar dengan Kong Ji, sebetulnya bukanlah Liok Kong Ji yang sesungguhnya karena Kong Ji yang aseli telah patah tulang lengan kanannya, dan Kong Ji yang aseli biarpun telah patah lengannya, kiranya tak mungkin akan dapat dikalahkan oleh Gak Soan Li. Akan tetapi Sin Hong maklum bahwa dengan kematian Kong Ji, Soan Li akan dapat “hidup“ kembali, akan merasa puas dan selanjutnya dapat hidup bahagia bersama Wanyen Ci Lun yang mencintanya. Akan tetapi tadi ia mendengar seruan Soan Li tentang anak yang hendak dibunuhnya, maka ia mendekati Hui Lian dan bertanya.

“Bagarmanakah dengan anak itu?“

“Anak itu selamat, berhasil dibawa lari oleh inang pengasuhnya dalam sebuah perahu dan sekarang berada di tempat aman. Anak itu akan kami asuh, kami anggap sebagai anak kami sendiri,“ kata Hui Lian dengan terharu.

“Bagus,“ kata Wanyen Ci Lun setelah menyuruh pelayan membawa Soan Li ke dalam kamar lain yang bersih. “Terima kasih atas kebaikan hatimu itu, Go-lihiap. Tentang Soan Li, jangan khawatir, selama ia suka tinggal di sini, aku akan melindunginya dan aku akan mendatangkan bahagia dalam hidupnya. Adapun tentang kalian bertiga dengan Wan-taihiap, aku akan menghadap Kaisar dan mintakan supaya ancaman terhadap kalian dihapuskan mengingat bahwa kalian yang telah berhasil membasmi pengkhianat Liok Kong Ji yang mempunyai mat bersekutu dengan musuh menggulingkan kerajaan.“

Demikianlah sambil memperhatikan surat bukti tulisan Liok Kong Ji kepada Temu Cin, Pangeran Wanyen Ci Lun berhasil meyakinkan kebersihan hati Wan Sin Hong. Coa Hui Lian clan Coa Hong Kin dan membebaskannya, bahkan mengirim sejumlah uang untuk membangun kembali Pulau Kim-bun-to yang telah rusak. Hui Lian dan suaminya kembali ke pulau itu untuk membangun kembali tempat tinggal mereka dan membawa anak laki-laki dari Soan Li yang mereka anggap sebagai anak sendiri.

Adapun Sin Hong tahu bahwa sesungguhnya Liok Kong Ji masih belum meninggal, diam-diam meninggalkan kota raja, dan biarpun ia tidak secara terang-terangan mencari Kong Ji yang ia sendiri sudah mengabarkan tewas namun diam-diam ia selalu memasang telinga untuk melihat kalau-kalau manusia iblis itu muncul kembali. Di samping itu, Sin Hong mulai aktip dengan tugas yang ia pimpin, yakni menjadi bengcu dan semua orang kung-ouw, meliputi seluruh partai di dunia persilatan.

Pemuda ini pergi ke Luliang-san dan bertempat tinggal di sana sambil memperdalam ilmu pedangnya. Setelah Pak-kek-sin-kiam terjatuh kedalam tangannya, kini ia dapat memperdalam ilmu pedangnya, karena memang ilmu pedang yang ia warisi dari mendiang Pak Kek Siansu, hanya dapat sempuma kalau dimainkan dengan pedang Pak kek-sin-kiam.

********************

Serial Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo

Sementara itu, di daerah utara, nampak seorang pemuda berjalan di jalan raya yang sunyi, menuju ke utara. Pemuda ini tinggi kurus bermuka pucat dan mukanya yang agak muram itu mencerminkan kekesalan hati. Kadang-kadang ia mengerutkan giginya dan berbisiklah ia,

“Awas kau Sin Hong! Awas kau Kerajaan Cin! Akan datang masanya Liok Kong Ji kembali membalas dendam!“

Memang, pemuda itu bukan lain adalah Liok Kong Ji yang sebenarnya memang tidak mati. Orang yang mati terbunuh oleh Soan Li adalah Kwee Tiong Sek seorang penjahat muda yang mempunyai muka dan bentuk tubuh sama dengan Kong Ji. Sebenarnya bukan sama betul, hanya karena pandainya Kong Ji mencari ahli untuk merubah sedikit bentuk muka dan rambut Kwee Tiong Sek, maka memang sepintas lalu saja orang takkan dapat membedakan.

Kong Ji memang sengaja menggunakan Kwee Tiong Sek untuk menjaga-jaga kalau ia gagal dalam siasat dan rencananya, ia dapat menghilang dan meninggalkan Kwee Tiong Sek sebagai gantinya. Memang siasatnya ini juga berhasil, karena sekarang di dunia ini, kecuali Sin Hong, tidak ada yang tahu bahwa Liok Kong Ji sebenarnya masih hidup dan sekarang sedang menuju ke utara dengan niat hendak mencari dan mengadakan hubungan dengan Temu Cin!

Dan sampai di sini tamatlah cerita PEDANG PENAKLUK IBLIS (Sin Kiam Hok Mo) ini, dan pengalaman selanjutnya dari tokoh di dalam cerita ini akan dapat dijumpai kembali dalam ceritrma yang lebih hebat daripada Sin Kiam Hok Mo, cerita yang sengaja dikarang oleh Asmaraman S. Kho Ping Hoo sebagai lanjutan daripada Sin Kiam Hok Mo, yaitu cerita serem indah memikat SI TANGAN GELEDEK (Pek Liu Eng).

T A M A T

SERIAL PENDEKAR BUDIMAN SERI KE TIGA TANGAN GLEDEK

Pedang Penakluk Iblis Jilid 34

Pedang Penakluk Iblis Jilid 34

PEDANG pusaka ini memegang bagian penting dari kemenangannya karena Ciang Le yang maklum akan keampuhan pedang pusaka itu, tidak berani mengadu pedangnya secara langsung. Akan tetapi dengan ilmu pedangnya yang tinggi, ia dapat membuat pertahanan yang kuat sekali sehingga semua desakan Kong Ji tidak mendatangkan hasil dan selalu dapat ditolaknya. Karena dua orang ini kepandaiannya sudah tinggi sekali sehingga gerakan-gerakan ilmu silat mereka sukar diikuti dan diduga, maka orang-orang lain, baik pihak Kong Ji maupun pihak Ciang Le, tidak ada yang berani turun tangan membantu.

Bi Lan mendapat lawan See-thian Tok-ong. Sebentar saja Bi Lan merasa betapa berat dan tangguhnya lawan ini. Akan tetapi semenjak masih gadis dahulu, Liang Bi Lan adalah seorang yang tidak pernah mengenal takut. ia kini menghadapi seorang yang ilmu silatnya seperti iblis dahsyat dan jahatnya, akan tetapi nyonya ini pun pernah menjadi murid seorang yang seperti iblis, maka biarpun amat terdesak, ia tidak merasa gentar dan melakukan perlawanan mati-matian dengan pedangnya. Juga dalam pertandingan ini, tak ada yang berani membantu.

Hui Lian dan Hong Kin bertempur melawan Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun, dan segera terdesak hebat. Cam-kauw Sin-kai membantu Hui Lian, akan tetapi oleh karena kakek ini masih belum sembuh benar dari luka-lukanya yang hebat, gerakannya lemah sekali dan bantuannya tidak berarti banyak. Bahkan dua puluh jurus kemudian, Cam- kauw Sin-kai roboh terkena totokan ranting di tangan Kwan Ji Nio.

Kakek itu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun roboh tak bernapas lagi. Totokan ranting di tangan Kwan Ji Nio bukan sembarangan totokan. Setiap serangan ranting selalu mengancam jalan darah kematian. Hui Lian dan Hong Kin, sepasang pengantin baru ini menjadi marah dan nekad. Bersama-sama mereka lalu mendcsak dan mengeluarkan seluruh kepandaian untuk membalas serangan-serangan lawan.

Sementara itu, puluhan orang yang membantu tuan rumah, tidak kuat mengadapi desakan ratusan orang yang menyerbu dengan ganasnya. Biarpun pihak pasukan Kaisar juga banyak yang roboh binasa, namun seorang demi seorang, para enghiong yang membela tuan rumah ini mulai roboh.

Melihat ini, Ciang Le mulai gelisah. ia tidak khawatir akan nasib diri sendiri, yang membikin ia gelisah adalah keadaan Hui Lian yang juga amat terdesak. Anaknya itu baru saja merayakan hari pernikahannya dan sekarang sudah terancam bahaya maut.

“Hui Lian, Hong Kin, larilah!“

Juga Bi Lan yang amat terdesak oleh See-thian Tok-ong, tidak mempedulikan keselamatan diri sendiri. Dilihatnya beberapa orang yang tadinya menjadi tamu, sudah roboh menggeletak mandi darah di kanan kirinya.

Tiba-tiba See-thian Tok-ong mengeluarkan seruan keras sekali sambil menubruknya dengan Pukulan Hek-tok-ciang yang dahsyat. Bi Lan tahu akan kehebatan pukulan ini, cepat mempergunakan ginkang mengelak. Seorang tamu yang berada di belakang Bi Lan bertempur melawan para perajurit, menjadi sasaran hawa Pukulan Hek tok-ciang, menjerit ngeri dan roboh, dihujani pukulan senjata oleh para perajurit.

Bi Lan menoleh dan melihat Hong Kin terdesak hebat oleh Kwan Ji Nio. Lebih hebat lagi, Kok Sun sudah mengeluarkan ularnya, dan kini Kok Sun mendesak Hui Lian dengan ularnya itu. Hui Lian kelihatan pucat sekali, biarpun gadis ini pemberani seperti ibunya, namun ia ngeri dan geli menghadapi serangan ular di tangan Kok Sun. Baiknya Kwan Kok Sun tidak bermaksud membunuh atau melukainya, melainkan hendak menangkapnya hidup-hidup. Kalau Kok Sun mau, kiranya ular sudah dapat melukai atau menggigit Hui Lian.

Adapun Hong Kin yang bertempur dengan Kwan Ji Nio, tentu saja ia bukan lawan nyonya lihai. Napas Hong Kin sudah terengah-engah karena ia dikocok oleh Kwan Ji Nio yang amat cepat gerakannya dan amat cepat pula rantingnya menyambar-nyambar. Baiknya Hong Kin memiliki Ilmu Tongkat Cam-kau-tung-hwat sehingga dengan tongkatnya itu ia dapat melindungi dirinya sehingga beberapa totokan ranting yang mengenai tubuhnya melesat dan hanya merobek baju dan kulit saja. Keadaan keluarga Go benar-benar telah terancam hebat.

“Hui Lian, ajaklah suamimu lari!“ Bi Lan menjerit pada saat nyonya yang gagah ini dapat menghindarkan diri lagi dari serangan See thian Tok-ong. Pukulan Hek-tok-ciang dan senjata kuku setan Ngo-tok-mo-jiauw sudah mengurungnya sedemikian hebat sehingga terpaksa Bi Lan menggulingkan diri membiarkan pundaknya kena hajaran Hek-tok-ciang dan ia terus menggelundung sampai di dekat tempat Hong Kin terdesak oleh Kwan Ji Nio.

See-thian Tok-ong mengejar terus dan kembali pukulan jarak jauh Hek-tok ciang mengenai pinggang Bi Lan. Nyonya ini menjerit dan tiba-tiba tubuhnya melayang ke depan dan di lain saat pedangnya telah menembus lambung Kwan Ji Nio. Akan tetapi, berbareng dengan robohnya Kwan Ji Nio, Bi Lan juga roboh tak berkutik lagi.

“Ha ha ha!“ Melihat isterinya dan Bi Lan roboh, See-thian Tok-ong yang berwatak luar biasa itu tertawa bergelak. Akan tetapi pada saat itu menyambar sinar pedang yang cepat bagaikan kilat. See thian Tok-ong menyampok dengan kedua Ngo-tok-mo-jiauw, akan tetapi dua cakar setan itu terbabat putus dan masih terus membabat, tepat mengenai perutnya dan merobek bagian tubuh ini sehingga isi perutnya berantakan keluar! Sambil mengeluarkan suara ketawa yang menyeramkan sekali, See-thian Tok-ong. terhuyung-huyung roboh.

“Hui Lian dan Hong Kin, larilah biar aku yang menahan mereka!“ teriak Ciang Le sambil memutar pedangnya karena Liok Kong Ji sudah menyerangnya dengan hebat.

Kong Ji marah sekali melihat See-thian Tok-ong dan Kwan Ji Nio tewas, maka serangannya penuh dengan kemarahan dan dahsyat. Ciang Le terpaksa menangkis dan terdengar suara nyaring ketika pedang di tangan Ciang Le tinggal sepotong, buntung terbabat Pak-kek-sin-kiam! Akan tetapi Hwa I Enghiong yang gagah perkasa tidak menjadi gentar. Dengan pedang sepotong ia masih lihai sekali dan Kong Ji tetap, tak dapat merobohkannya, hanya mampu mendesak makin hebat.

“Hui Lian, larilah...!“ kembali Ciang Le berseru. Dalam keadaan seperti itu, ia hanya ingat keselamatan anaknya.

Akan tetapi, mana Hui Lian mau melarikan diri? ia marah sekali melihat Ibunya tewas, maka dengan penuh kegemasan ia menerjang Kwan Kok Sun, tidak peduli lagi akan bahaya ular di tangan pemuda gundul itu. Hong Kin membantunya dan kini Kwan Kok Sun dikeroyok dua. Akan tetapi, beberapa orang perwira busu segera maju membantu Kwan Kok Sun sehingga lagi-lagi pihak Hui Lian yang terkurung dan terdesak hebat.

Gelombang serbuan dari pasukan Kaisar yang demikian banyaknya tak tertahankan lagi. Para tamu yang membantu Ciang Le kini tinggal dua puluh lebih, yang lain sudah tewas. Banjir darah di rumah Hwa l Enghtong. Ciang Le sendiri makin lama makin terdesak oleh Kong Ji yang benar-benar amat lihai itu, apa lagi sekarang pedang di tangan Ciang Le tinggal sepotong.

Tiba-tiba barisan Kaisar menjadi kacau balau. Terjadi pertempuran hebat di luar gedung. Ternyata bala bantuan datang, yakni Wan Sin Hong dan dua ratus orang kawannya. Wan Sin Hong sendiri menggunakan kepandaiannya menerobos ke dalam.

“Suheng, jangan khawatir, siauwte datang membantu!“ seru Sin Hong.

Melihat kedatangan pemuda ini, Ciang Le, Hui Lian dan Hong Kin besar semangatnya dan melakukan perlawanan lebih hebat lagi. Akan tetapi Ciang Le berpikir lain. Kalau perlawanan dilanjutkan tetap saja pihaknya akan kalah biarpun mendapat bantuan Sin Hong, karena kalah banyak jumlah orangnya.

“Sin Hong, tolonglah... bawa lari Hui Lian dan Hong Kin... selamatkan mereka...“ Kata-kata ini disambung dengan keluhan. Ketika bicara, perhatian Ciang Le agak terpecah dan pedang Pak-kek-sinkiam menembus dadanya, tusukan itu dilakukan oleh Kong Ji dengan kecepatan yang tak dapat dielakkan lagi.

“Jahanam keji...!“ Sin Hong menubruk dan mengirim pukulan dahsyat. Kong Ji cepat mengelak dan membabat dengan pedangnya. Sin Hong tidak menghentikan pukulannya dan tangan kiranya dikibaskan ke arah pedang Pak-kek-sin-kiam. Pedang itu terkena hawa pukulan tangan kiri ini, menyeleweng kesamping. Bukan main kagetnya hati Kong Ji. Cepat ia menangkis karena pukulan tangan kanan Sin Hong masih mengancamnya.

“Dukk...“ Kong Ji menjerit dan tubuhnya terlempar sampai tiga tombak lebih. ia jatuh tunggang langgang di tengah-tengah kawan-kawannya.

Sin Hong mengejar dengan melompati kepala orang orang yang menghadang di jalan. Akan tetapi Kong Ji sudah lenyap dari situ dan telah menyelinap di antara pasukannya yang ratusan orang itu. Sukar mencari orang dalam keadaan seperti itu. Sin Hong mendongkol bukan main. Kemudian ia teringat akan keadaan Hui Lian dan Hong Kin, dan teringat akan permintaan Ciang Le tadi. Cepat ia melompat ke arah dua orang muda yang masih sibuk menghadapi desakan-desakan Kwan Kok Sun dan beberapa orang busu istana. Sepasang pengantin baru ini tubuhnya sudah penuh luka ringan yang mengucurkan darah.

Sambil mengeluarkan suara keras Sin Hong menyerbu. Kaki tangannya bergerak cepat dan enam orang busu terpelanting tak dapat bangun lagi. Melihat munculnya pemuda ini, Kok Sun cepat menyelinap dan melenyapkan diri di antara para prajurit. Sin Hong mengamuk terus. Kembali enam orang pengeroyok roboh tak berdaya.

“Hui Lian, Hong Kin, mari kita lari!“ seru Sin Hong, karena pihak lawan yang ratusan orang jumlahnya itu benar-benar sukar dilawan.

“Tidak! Biar aku mati bersama Ayah Ibu di sini, harus kubasmi semua jahanam. Mana keparat Kong Ji...!“ Hui Lian mengamuk terus, tidak menghiraukan bujukan Sin Hong.

Melihat ini, Sin Hong menggerakkan tangan kanannya dan Hui Lian roboh lemas, tertotok jalan darahnya. “Hong Kin, bawa isterimu ini. Mari kita lari dari selatan! Biar aku membuka jalan’“

Sin Hong menyerbu ke depan diikuti oleh Hong Kin yang sudah memondong tubuh isterinya. Semua orang gentar menghadapi Sin Hong, karena siapa saja yang berani mencoba menghalangi majunya, pasti roboh atau terlempar jauh. Setelah merobohkan puluhan orang perajurit, akhirnya Sin Hong berhasil mencapai pantai selatan Pulau Kim-bun- to.

“Sin Hong, kesini…!” terdengar seruan orang dalam gelap. Penyerbuan pasukan Kaisar itu terjadi pada sore hari dan pertempuran hebat itu terjadi sampai hari menjadi malam!

Sin Hong mengenal suara gihunya. Memang tadi, ketika ia menyerbu dengan dua ratus orang kawan-kawannya, Bu Tek sudah berjanji untuk menyiapkan perahu-perahu di sebelah selatan pulau. Ia segera mengeluarkan pekik nyaring dan tinggi yang mengatasi semua suara ribut-ribut. Inilah pekik yang menjadi tanda bagi kawan-kawannya untuk mengundurkan diri. ia mengulangi pekik ini berkali-kali sambil menyuruh Hong Kin dan Hui Lian memasuki perahu dan kepada Hong Kin ia berkata,

“Hong Kin, berangkatlah kau dengan isterimu. Untuk sementara waktu kau harus pandai menyembunyikan diri, mengganti nama. Ini, bawalah untuk bekal. Selamat jalan!“

Sin Hong melemparkan sekantung uang emas kepada Hong Kin yang menerima ini dengan air mata berlinang. Dapat dibayangkan betapa duka hati pengantin pria ini karena pesta pernikahannya ternyata berubah menjadi pesta maut yang mengorbakan nyawa kedua mertuanya, juga nyawa gurunya, dan banyak lagi orang-orang gagah lain yang membantu keluarga isterinya. Akan tetapi ia maklum bahwa saat itu bukan waktunya untuk banyak ragu-ragu. Cepat ia mendayung perahunya yang menghilang ditelan gelap malam di atas air laut.

Hanya seratus lebih kawan-kawan Sin Hong yang masih dapat melarikan diri bersama Sin Hong dan Lie Bu Tek, yang lain-lain tewas. Pasukan Kaisar itu mengamuk terus, kini bahkan membunuhi penduduk pulau itu dan membakar semua rumah. Pulau Kim-bun-to menjadi lautan api berkobar-kobar!

Dari atas perahunya, Sin Hong berdiri tegak memandang pulau yang telah menjadi lautan api itu. ia mengerutkan gigi dan mengepal tinjunya. “Liok Kong Ji kau yang menjadi gara-gara ini. Awas, akan tiba saatnya kau terjatuh ke dalam tanganku.“

Kali ini, akibat perbuatan Kong Ji beratus orang memenuhi kematiannya dalam sebuah pulau yang tadinya makmur berubah menjadi lautan api. Di dekat Sin Hong, Lie Bu Tek duduk di dalam perahu sambil menutupi muka dengan tangan kirinya. Kakek buntung ini tak dapat menahan kedukaan hatinya menyaksikan kehancuran sahabat karibnya Go Ciang Le dan ia telah menangis tersedu-sedu.

“Harap Gihu jangan terlampau berduka,“ Sin Hong menghiburnya, “Suheng dan keluarganya tewas sebagai ksatria-ksatria gagah perkasa. Dan Hui Lian bersama suaminya telah dapat meloloskan diri, setidaknya keturunan Suheng masih ada yang selamat. Di samping itu, kita pun berhasil menewaskan See-thian Tok-ong dan isterinya dan banyak pula serdadu Kaisar yang lain, Kaisar yang begitu mudah ditipu oleh manusia macam Liok Kong Ji!“

Kaisar merasa girang sekali mendengar laporan Liok Kong Ji tentang berhasilnya penyerangan ke Kim-bun-to. Saking girangnya Kaisar lalu menaikkan pangkat Liok Kong Ji. Juga Kaisar menyatakan kecewa dan menyesalnya bahwa See-thian Tok-ong dan isterinya tewas dalam menjalankan tugas itu. Padahal diam-diam Kaisar merasa gembira sekali. Karena Kaisar pada hakekatnya tidak suka melihat See- thian Tok-ong.

Di belakang See-thian Tok-ong, Kaisar mengatur siasat dengan kepala busu yang semenjak dahulu menjadi orang kepercayaannya, yakni Liok to Mo-ong Wie It. Memang menjadi rencana Wie It dan Kaisar untuk mengadu domba semua orang-orang gagah bangsa Han agar kedudukan kaisar tidak terancam. Memang sebaiknya kalau dapat mempergunakan tenaga orang-orang gagah ini untuk menghalau musuh yang datang menyerang, akan tetapi kalau sekiranya mereka ini tak dapat dipergunakan tenaganya, lebih baik mereka ini dibasmi agar tidak merupakan ancaman.

Memang harus diakui bahwa orang- orang gagah di dunia kang-ouw ini selalu berbahaya sekali dan tidak mudah diduga dan diketahui sepak terjangnya. Cara terbaik untuk membasmi mereka hanyalah cara mengadu domba antara mereka sendiri. Cara, ini selain praktis, juga murah!

“Sayang sekali bahwa hamba tidak berhasil menawan atau membunuh pemberontak besar Wan Sin Hong, karena ia keburu melarikan diri, harap Hong-siang sudi mengumumkan kepada semua pembesar supaya mengejar penjahat-penjahat itu, yakni terutama sekali Wan Sin Hong, kedua Coa Hong Kin, dan ketiga Go Hui Lan.“

Kaisar merasa suka kepada Kong Ji mendengar usul yang dianggapnya tepat ini, maka ia lalu memerintahkan seorang punggawa untuk mengerjakan usul itu, yakni mengirim berita kepada seluruh pembesar di daerah-daerah untuk mengumumkan pengejaran terhadap pemberontak- pemberontak itu.

Dengan hati puas Kong Ji lalu kembali ke tempat tinggalnya, yakni bangunan indah di kompleks bangunan sebelah kiri, dekat tempat tinggal Liok to Mo-ong Wie It. Gedung ini adalah hadiah dari Kaisar, sebuah gedung indah berikut perabot rumah lengkap dan pelayan-pelayan cantik!

Akan tetapi, Kong Ji adalah seorang yang selalu tidak pernah merasa puas akan keadaan dirinya. Sesungguhnya, kedudukan yang sekarang ia peroleh adalah kedudukan yang tinggi, namun baginya tidak ada artinya sama sekali, bahkan menambah nafsunya untuk mencapai kedudukan yang paling tinggi. Oleh karena itu, diam-diam ia telah mengadakan hubungan dengan orang orang yang menjadi mata-mata dari Temu Cin yang banyak berkeliaran di dalam kota raja.

Kong Ji memiliki kecerdikan luar biasa, dan ia mempunyai banyak sekali kaki tangan maka mudah baginya untuk menghubungi orang-orang kepercayaan temu Cin ini. Ketika ia tiba di gedungnya, pelayan-pelayan menyambutnya dan seorang di antaranya melaporkan bahwa semenjak tadi ada seorang tamu telah menunggunya.

“Siapa dia?“ tanya Kong Ji.

“Menurut pengakuannya, dia saudagar kuda dan Pak-couw yang akan menawarkan kuda yang baik, Tai-ciangkun,“ kata pelayan itu yang menyebut Tai-ciangkun (Panglima Besar) kepada Kong Ji.

Mendengar ini, Kong Ji cepat menuju ke kamar tamu. Seorang laki laki pendek gemuk, berpakaian mentereng, usianya setengah tua, telah menantinya di situ. Laki-laki ini segera bangkit berdiri dan memberi hormat kepadanya. Untuk sejenak Kong Ji mernandang tajam, mengingat-ingat di mana kiranya ia pernah melihat muka ini. Akhirnya ia teringat bahwa orang ini adalah seorang di antara panglima Temu Cin yang dahulu pernah dijumpainya.

“Hm, kau saudagar kuda yang hendak menawarkan kuda kepadaku? Bagus, kalau kudamu memang baik, kau akan kuberi hadiah. sebaliknya kalau kudamu jelek, kau mengganggu waktuku dan akan kuberi hukuman!“

Orang itu tersenyum. “Kuda baik sekali, Tai-ciangkun!“

Kong Ji lalu membawanya ke dalam ruangan sebelah dalam untuk bercakap-cakap. Setelah mereka berada berdua saja, sikap Kong Ji berubah. Sekali bergerak ia sudah menangkap pundak orang itu dan kata-katanya mendesis dari bibirnya.

“Apa niatmu datang di sini? Sekali saja kau membuka mulut busuk, nyawamu akan melayang!“

Orang itu nampak ketakutan. “Tidak, Taihiap. Hamba datang membawa surat dari pemimpin hamba, Khan Muda yang besar!“

Kong Ji melepaskan pegangannya. “Apa maksudmu? Temu Cin mengutusmu?“

Orang itu meringis-ringis dan memijit-mijit pundaknya yang sakit. “Bukankah Taihiap yang mengadakan hubungan dengan mata-mata kami? Nah, pemimpin kami telah menerima laporan tentang kedudukan Taihiap di sini, oleh karena itu Khan Muda yang besar telah mengutus hamba menyerahkan tanda persahabatan ini berikut surat pengantarnya.“

Orang itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya sebuah bungkusan kuning dan dengan jari tangan penuh gairah dibukanya bungkusan ini, isinya ternyata sebuah patung kuda terbuat dari batu giok yang luarbiasa indahnya. Tubuh patung itu terbuat dari batu giok putih dan kebiru-biruan, di bagian ekor dan kepalanya, sedangkan sepasang mata patung itu terbuat dari batu giok merah. Indah bukan main.

Kong ji memandang kagum dan matanya yang tajam dapat menaksir harga puluhan ribu tail untuk benda ini. Kemudian ia membawa suratnya. Suratnya itu panjang lebar dan isinya mengajak ia bersekutu dan mengharapkan bantuannya dari dalam apabila Temu Cin bergerak menyerang Kerajaan Kin. Tentu saja di situ dijanjikan pangkat yang tinggi bahkan Temu Cin tanpa ragu-ragu hendak mengangkat Kong Ji menjadi raja muda!

Dengan surat ini Kong Ji melihat anak tangga yang akan membawa naik dalam kedudukan yang akan mendekatkan ia pada cita-citanya yakni menduduki pangkat yang paling tinggi. Dengan wajah berseri ia lalu masuk ke dalam, lalu memasuki sebuah kamar di mana terdapat seorang laki-laki muda yang sedang melatih diri bersilat dengan cepat. Kong Ji memandang sebentar mengangguk-angguk.

“Bagus, kau sudah ada kemajuan, lanjutkan sebaik-baiknya,“ katanya.

Laki-laki itu terus saja bersilat, nampaknya girang mendengar pujian ini. Selanjutnya Kong Ji tidak mempedulikannya dan mencari alat tulis, menulis surat balasan untuk Temu Cin yang maksudnya menerima baik persekutuan minta Temu Cin bersabar dan menanti saat yang baik. Kelak Kong Ji akan memberi kabar kalau saat baik itu sudah tiba. Tak lama kemudian Kong Ji keluar kembali dan menutupkan pintu kamar di mana orang laki-laki itu masih terus berlatih menemui kembali tamunya dan menyerahkan surat balasan kepadanya.

“Sampaikan terima kasihku kepada Temu Cin Taijin,“ katanya, kemudian disambungnya cepat-cepat. “Dan hati- hatilah jangan sampai ada yang melihat surat ini.“

Orang itu mengangguk-angguk dan tersenyum, kemudian keluar diantar oleh Kong Ji sampai di ruangan depan. “Tai-ciangkun, terima kasih atas penerimaan yang baik ini. Akan hamba carikan pesanan Ciangkun,“ kata utusan Mongol itu, kemudian sambil membongkok-bongkok ia keluar dari situ.

Para pelayan yang melihatnya pasti akan mengira bahwa benar-benar ia seorang saudagar kuda karena memang mereka semua tahu bahwa panglima muda yang baru ini sedang mencari kuda yang baik dan kuda yang sudah tersedia di situ semua dicela dan dinyatakan kurang baik.

Adapun Kong Ji setelah melihat mata-mata Mongol itu pergi, .erasa tidak enak hati. Orang itu membawa suratnya kepada Temu Cin. Kalau ada orang melihat surat itu... celakalah dia, semua cita-citanya akan hancur. Padahal ia sedang mendapat berita dari kaki tangannya yang ia angkat menjadi pembantu-pembantunya di lingkungan istana, bahwa Gak Soan Li berada di istana Pangeran Wanyen Ci Lun.

Ia makin tidak senang kepada pangeran itu dan menganggap pangeran itu sebagai sebuah penghalang yang berbahaya dan yang harus cepat-cepat disingkirkan. Sekarang, selagi ia belum sempat menjalankan siasatnya menyingkirkan Pangeran Wanyen Ci Lun, ia harus hati-hati, harus dapat mengambil hati Kaisar dan sedapat mungkin mencari kesalahan Pangeran Wanyen Ci Lun. Akan tetapi tiba-tiba muncul mata-mata itu dan kalau sampai Pangeran Wanyen Ci Lun mengetahui tentang suratnya kepada Temu Cin!

Makin tidak enak hati Kong Ji, maka ia pun lalu keluar dari gedungnya. Maksudnya ia hendak menyusul dan mengawani mata-mata itu sampai keluar dari kota raja dengan aman. Akan tetapi hati Kong Ji berdebar cemas ketika melihat ke depan, mata-mata itu tengah bicara dengan Pangeran Wanyen Ci Lun! Entah bagaimana pangeran itu tiba-tiba saja muncul di satu tikungan dan menegur mata-mata itu.

“Siapakah kau? Aku belum pernah melihatmu!“

Mata-mata itu bukan seorang bodoh ia dapat melihat bahwa yang menegurnya tentu seorang bangsawan tinggi, maka cepat ia memberi hormat dan berkata, “Hamba Tan Sam pedagang kuda, baru saja hamba mendapat pesanan kuda tunggangan dari utara yang berbulu putih dipesan olah Tai-ciangkun yang muda...“ ia menoleh dan menuding ke arah gedung Kong Ji, kemudian ia melihat Kong Ji, maka disambungnya kata-katanya. “Ah, kebetulan sekali. Tai-ciangkun keluar menuju ke sini. Beliau yang memesan kuda.”

Pangeran Wanyen Ci Lun tersenyum ketika Kong Ji sudah tiba di situ, katanya, ”Liok Kong Ji Sicu memesan kuda tunggangan yang baik, kebetulan sekali aku pun membutuhkan seekor. Tan Sam,” mari kau ikut aku ke gedungku, kau lihat-lihat semua kudaku di situ dan bicara tentang pesanan kuda. Aku ingin mendapatkan kuda utara yang baik, akan tetapi yang lebih baik daripada semua kudaku yang berada di sini.”

Mata-mata itu ragu-ragu. Kong Ji berubah air mukanya. ”Siauw-ongya, aku masih belum percaya betul kepadanya. Kebanyakan tukang kuda suka membohong. Biar dia buktikan dulu kuda yang kupesan, kalau baik, biarlah aku mengalah dan memberikan kuda itu kepada Siauwongya!” kata Kong Ji.

”Liok sicu, mengapa begitu? Tak usah repot-repot, biar aku memesan sendiri kepadanya. Tan Sam, mari ikut aku. Eh, mengapa kau ragu-ragu? Bukankah kau tukang kuda dan akan melayani pesanan siapapun juga? Aku berani membayar mahal daripada janji Liok-sicu ini kepadamu!”

”Ampunkan hamba, Siauw-ongya. Biarlah lain kali hamba akan menghadap dan membawa beberapa ekor kuda terbaik. Sekarang hamba tidak ada waktu lagi, dan harus pergi cepat untuk mencarikan kuda pesanan Liok-ciangkun.”

”Kau tukang kuda berani membantah perintahku?” Wanyen Ci Lun membentak dan mengulur tangan kanannya untuk menangkap pundak Tan Sam. Akan tetapi Tan Sam sudah lebih dulu, menjatuhkan diri dengan gerakan yang gesit sekali selanjutnya Tan Sam hendak melarikan diri.

”Berhenti kau!” Wanyen Ci Lun melangkah maju dan menyerang dengan tangan mencengkeram.

“Siauw-ongya, untuk apa bertengkar dengan tukang kuda yang hina!“ kata Kong Ji dan pemuda ini diam-diam mengerahkan tenaga Tin-san-kang, memukul ke arah lengan tangan Wanyen Ci Lun yang mencengkeram pundak Tan Sam. Akan tetapi alangkah heran hati Kong Ji ketika melihat pangeran itu masih melanjutkan cengkeramannya dan di lain saat Tan Sam sudah kena dicengkeram pundaknya sehingga mata-mata itu mengeluh kesakitan dengan muka pucat, sedangkan Pangeran Wanyen Ci Lun seakan-akan tidak merasa apa-apa dan seolah-olah Pukulan Tin-san-kang dari Kong Ji tadi sama sekali tidak pernah ada.

Wanyen Ci Lun menyeret Tan Sam menuju ke gedungnya, dan Kong Ji berdiri dengan muka pucat sekali. Bagaimana Wanyen Ci Lun dapat menahan Pukulan Tin-san-kangnya tanpa merasa sedikitpun juga? Kong Ji mengayun tangannya itu ke bawah dengan tenaga Tin-san-kang dan... “Brakk!“ sebuah batu hancur terkena Pukulan Tin-san- kang!

“Apakah aku sedang mimpi...?“ ia berbisik kepada diri sendiri lalu cepat-cepat ia berlari ke gedungnya.

Betulkah Kong Ji sedang mimpi? sama sekali tidak. Kejadian tadi sama sekali tidak ada keanehannya, karena Pangeran Wanyen Ci Lun yang tadi kuat menerima pukulan Tin-san-kang sebetulnya adalah pangeran palsu. yakni Wan Sin Hong sendiri. Dalam pengejarannya terhadap Kong Ji, Sin Hong telah menyelundup kedalam kota raja dan bersembunyi di gedung Wanyen Ci Lun. Biarpun di mana-mana telah diumumkan pengejaran dan penangkapan baginya, namun di istana ini ia malah aman! Dengan pakaian yang sama dengan pakaian Pageran Wanyen Ci Lun, ia bebas pula mengawasi gerak-gerik Liok Kong Ji.

Di dalam sebuah kamar besar, di mana berkumpul Pangeran Wanyen Ci Lun, Lie Bu Tek, Go Hui Lan dan Coa Hong Kin yang juga telah menyelundup mencari perlindungan dan keamanan di gedung Pangeran Wanyen Ci Lun, Sin Hong melempar tubuh pendek gemuk dari Tan Sam.

Tan Sam berlutut dan tidak berani berkutik lagi. Sin Hong memperlihatkan surat yang sudah dirampasnya dari saku baju Tan Sam, yakni surat dari Liok Kong Ji kepada Temu Cin. Membaca surat ini, muka Wanyen Ci Lun menjadi merah padam.

“Keparat besar Liok Kong Ji itu. Biar kubawa surat ini kepada Kaisar agar ia ditangkap dan dihukum!“

Akan tetapi Sin Hong mencegahnya. “Nanti dulu Siauw-ongya. Tak perlu tergesa-gesa, karena hal itu akan percuma saja. Sebelum Siauw-ongya menyerahkan surat kepada Hongsiang tentu penjahat itu akan turun tangan lebih dulu. Apa lagi ia mengira hamba tadi sebagai Siauw-ongya, maka dengan pancingan mata-mata hina ini, dia pasti akan datang untuk merampas kembali suratnya. Nah, biarlah kita pancing dia datang dan kalau dia muncul, biar hamba yang akan menangkapnya. Dengan demikian, tidak saja akan aman bagi Siauw-ongya, juga mudah bagi kita untuk mendakwanya di depan Kaisar. Harus diingat bahwa mungkin sekali di dalam istana ini, kaki tangan Kong Ji sudah banyak sekali. Kita harus berlaku rahasia dan berhati-hati.”

Wanyen Ci Lun menyetujui usul ini, maka mata-mata itu setelah ditotok lalu dilempar ke dalam kamar tahanan dan sambil duduk di atas kursi, Sin Hong dengan pakaian seperti Wanyen Ci Lun menjaganya. Sengaja tidak dilakukan penjagaan di luar kamar itu, dan tubuh Tan Sam diikat pada tiang.

Malam itu sunyi, Para pengawal istana yang melakukan perondaan, selalu yang dijaga hanya sekeliling tembok istana saja, karena siapakah yang akan meronda ke dalam lingkungan istana? Yang tinggal di situ hanya para pangeran dan pembesar yang dipercaya penuh. Akan tetapi pada malam hari itu, beberapa belas bayangan hitam bergerak-gerak cepat sekali dan ringan laksana Iblis-Iblis malam gentayangan di atas genteng-genteng rumah yang tinggi- tinggi dan besar.

Mereka mi adalah Liok Kong Ji dan sebelas orang kawan-kawannya yang menjadi kaki tangannya yang pada siang hannya bekerja sebagai pelayan-pelayannya, bahkan ada yang menyelundup menjadi busu! Tentu saja mereka ini dapat bekerja di sini atas petunjuk Liok Kong Ji yang sudah mendapat kedudukan dan kepercayaan dari Kaisar.

Sebelum berangkat, Kong Ji sudah mengatur siasat sehingga kini tanpa banyak suara lagi dua belas orang ini berpencar, Kong Ji bersama dua orang menuju ke istana Wanyen Ci Lun melalui belakang, delapan orang lain dipecah dua, empat orang masing-masing dari kanan kiri dan seorang yang gerakannya gesit, masih muda dan pakaiannya sama dengan Kong Ji bergerak seorang diri menyelinap di antara pohon-pohon menghampiri rumah gedung itu dari bawah.

Di dalam kamar tahanan, Tan Sam masih diikat pada tiang di pojok kamar itu. Wan Sin Hong masih duduk di kursi, menyamar sebagai Pangeran Wanyen Ci Lun. Biarpun gerakan Kong Ji dan dua orang kawannya amat hati-hati dan perlahan, namun mereka tidak terlepas dari pendengaran Sin Hong yang amat tajam.

“Tan Sam, kau masih juga tidak mau mengaku?“ Sin Hong tiba-tiba membentak Tan Sam sambil bangkit dari kursinya menghampiri tawanan itu. “Ceritakan, rencana apalagi yang diatur oleh Liok Kong Ji!“

Akan tetapi, Tan Sam telah ditotok urat gagunya, mana dapat menjawab? Memang maksud Sin Hong bukan minta jawaban, hanya untuk menipu Kong Ji agar ia benar-benar disangka Wanyen Ci Lun.

Tiba-tiba dari atas genteng terdengar sedikit suara, disusul menyambarnya sinar hitam yang membuat pelita di kamar itu bergoyang-goyang apinya dan di lain saat, leher Tan Sam menjadi lemas karena beberapa batang jarum hitam telah menembusi leher dan dadanya, membuat ia tewas seketika itu juga!

Sin Hong pura-pura kaget dan melangkah mundur sampai tiga tindak dan matanya terbelalak memandang tiga bayangan orang yang melayang turun dengan gerakan seringan burung-burung walet. Kong Ji yang paling dulu turun sudah mencabut Pak-kek-sin-kiam dan dengan pedang ini ia menodong dada Sin Hong.

“Pangeran Wanyen Ci Lun, kembalikan suratku yang kau temukan di dalam saku Tan Sam!“ ancamnya dengan suara perlahan, ujung pedang Pak-kek-sin-kiam sudah menyentuh kulit dada Sin Hong.

Perbuatan ini saja sudah menjadi bukti bahwa Kong Ji sama sekali tidak tahu bahwa yang dihadapinya bukan Wanyen Ci Lun, melainkan Wan Sin Hong. Kalau ia tahu bahwa yang dihadapinya itu Sin Hong, belum tentu ia berani turun tangan. Atau kalaupun ia berani turun, sudah pasti sekali ia tidak berani menodong Sin Hong dengan Pak-kek-sin-kiam seperti itu. Perbuatan ini berbahaya sekali dan bukan merupakan pasangan ilmu silat yang baik.

Sin Hong melihat kesempatan amat baik ini, mana mau menyia-nyiakannya? Dengan gerakan yang cepat sekali, tubuhnya miring sehingga ujung pedang meleset dari dadanya, tangan kiri memukul pangkal lengan kanan Kong Ji, tangan kanan merampas pedang dan kaki menendang lutut!

Kong Ji kaget setengah mati. Gerakan yang dilakukan oleh Sin Hong adalah gerakan ilmu silat yang tinggi dan tidak disangkanya sama sekali pangeran yang ditodongnya itu dapat melakukan hal ini. Ia masih belum menyangka jelek, maka sambil tersenyum mengejek ia hanya mengelak dari tendangan lawan dan pukulan tangan kiri pada pangkal lengannya di biarkan saja. Akibatnya hebat sekali, terdengar bunyi “krak!“ dan tulang lengannya telah patah-patah dan di lain saat Pak-kek-sin-kiam sudah berpindah tangan!

“Celaka...!“ Kong Ji melompat ke belakang sambil meringis karena lengan kanannya sakit tak dapat digerakkan lagi. Otomatis tangan kirinya menyambit dengan beberapa Hek-tok-ciam seperti yang tadi telah ia lakukan untuk membunuh Tan Sam. Akan tetapi, sambil tersenyum mengejek Sin Hong menyampok jarum-jarum itu hanya dengan kebutan lengan baju tangan kiranya.

“Kong Ji apakah kau sudah buta tidak mengenal lagi padaku?“ katanya mengejek.

“Kau... kau Sin Hong...“ kata-kata Kong Ji ini menyatakan putus asa. Pada saat itu, dua orang kawannya yang melihat Kong Ji dilukai, dengan berbareng lalu menerjang maju dengan golok mereka.

Sin Hong tidak mau membuang waktu melayani segala macam kaki tangan Kong Ji. Yang ia butuhkan adalah Kong Ji, mati atau hidup. Maka ia cepat memutar Pak-kek-sin-kiam dan golok itu menjadi putus kedua-duanya! Akan tetapi dua orang itu bukanlah orang-orang biasa saja, melainkan anggauta-anggauta Twa-to Bu-pai yang sudah tinggi ilmu silatnya.

Mereka cepat menggulingkan diri dan sambil bergulingan mereka menyerang Sin Hong dengan golok buntung mereka! Serangan-serangan ini berbahaya juga, terpaksa Sin Hong melayani mereka dalam lima jurus barulah ia berhasil menusuk paha mereka, membuat mereka lumpuh tak berdaya. Akan tetapi ketika ia mengangkat muka, ternyata Liok Kong Ji sudah lenyap dari situ!

Sin Hong melompat keluar dari kamar tahanan itu, akan tetapi keadaan amat gelap. Kong Ji ternyata telah memadamkan semua penerangan di luar gedung dan penjahat itu tidak kelihatan lagi bayangannya. Tiba-tiba Sin Hong tertarik oleh suara orang-orang bertempur di ruangan tengah. Cepat ia menyerbu kesitu dan melihat Lie Bu Tek, Hui Lian dan Hong Kin tengah bertepur dikeroyok oleh delapan orang yang kepandaiannya tinggi. Sin Hong menyerbu dengan pedangnya dan sebentar saja dua orang pengeroyok telah roboh.

Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring dari suara wanita di sebelah dalam gedung. “Gihu, Hui Lian dan Hong Kin, bantu sebelah dalam, biar aku menundukkan anjing-anjing ini!“ Sin Hong berseru sambil memutar pedangnya yang segera mengurung enam orang pengeroyok itu dan tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk balas menyerang atau melarikan.

Seorang demi seorang roboh bagaikan rumput dibabat. Setiap kali senjata mereka bertemu dengan Pak-keksin-kiam, tentu patah-patah dan tubuh mereka menyusul terluka oleh pedang pusaka itu. Sementara itu, Hui Lian dan Hong Kin, dan Lie Bu Tek cepat berlari ke dalam. Hui Lian tadi mengenal suara Soan Li yang memaki-maki, maka cepat ia lari ke kamar Soan Li yang sudah diketahui di mana letaknya. Benar saja, dari kamar itu terdengar suara pedang berkali-kali, tanda bahwa di dalam kamar itu terdapat orang yang sedang bertempur.

“Jahanam Liok Kong Ji, mampuslah kau!“ terdengar suara Soan Li memaki marah. Tiga orang ini kaget sekali mendengar suara Soan Li cepat mereka menerjang pintu dan melompat masuk. Apa yang mereka lihat? Pemandangan yang mengherankan juga menggembirakan mereka.

Menyusul bentakannya tadi, ternyata Soan Li yang sedang bertempur melawan Liok Kong Ji, telah berhasil menusuk tenggorokan musuh besar itu sehingga pedangnya menembusi leher Liok Kong Ji yang menggeletak mandi darah dan tewas di saat itu juga. Yang mengherankan tiga orang ini adalah bagaimana Soan Li mengalahkan Kong Ji yang terkenal pandai itu, akan tetapi yang menggembirakan adalah karena Kong Ji manusia iblis itu telah tewas.

Soan Li membanting pedangnya, menutupi mukanya dan menangis terisak-isak. “Aku sudah dapat membunuhnya... aku sudah berhasil membunuh si jahanam... tinggal anaknya, anak durhaka itu harus kubunuh pula...!“

Hui Lian segera memeluk sucinya itu yang kemudian roboh pingsan. Agaknya pertempuran tadi terjadi lama juga karena tubuh sucinya penuh peluh dan nampaknya lelah sekali. Selain kelelahan tubuh, juga rupanya Soan Li menerima pukulan batin yang hebat, maka ia roboh pingsan.

Pada saat itu. Sin Hong dan Wanyen Ci Lun muncul. Pangeran ini memang oleh Sin Hong diminta jangan keluar sebelum orang-orang jahat itu pergi, agar kehadirannya di rumah pangeran itu tidak ketahuan orang. Yang paling heran melihat Kong Ji menggeletak tidak bernyawa di kamar Soan Li adalah Sin Hong. Ia melongo beberapa lama, kemudian ia menghampiri mayat Kong Ji, membungkuk dan meraba lengan kanan mayat itu. ia berdiri lagi, menarik napas panjang dan sambil menelan ludah tiga kali ia berkata perlahan.

“Liok Kong Ji manusia jahanam telah mampus!“

Padahal di dalam hatinya, Sin Hong tahu betul, bahwa orang yang menggeletak ini, biarpun air muka dan bentuk tubuhnya sama benar dengan Kong Ji, sebetulnya bukanlah Liok Kong Ji yang sesungguhnya karena Kong Ji yang aseli telah patah tulang lengan kanannya, dan Kong Ji yang aseli biarpun telah patah lengannya, kiranya tak mungkin akan dapat dikalahkan oleh Gak Soan Li. Akan tetapi Sin Hong maklum bahwa dengan kematian Kong Ji, Soan Li akan dapat “hidup“ kembali, akan merasa puas dan selanjutnya dapat hidup bahagia bersama Wanyen Ci Lun yang mencintanya. Akan tetapi tadi ia mendengar seruan Soan Li tentang anak yang hendak dibunuhnya, maka ia mendekati Hui Lian dan bertanya.

“Bagarmanakah dengan anak itu?“

“Anak itu selamat, berhasil dibawa lari oleh inang pengasuhnya dalam sebuah perahu dan sekarang berada di tempat aman. Anak itu akan kami asuh, kami anggap sebagai anak kami sendiri,“ kata Hui Lian dengan terharu.

“Bagus,“ kata Wanyen Ci Lun setelah menyuruh pelayan membawa Soan Li ke dalam kamar lain yang bersih. “Terima kasih atas kebaikan hatimu itu, Go-lihiap. Tentang Soan Li, jangan khawatir, selama ia suka tinggal di sini, aku akan melindunginya dan aku akan mendatangkan bahagia dalam hidupnya. Adapun tentang kalian bertiga dengan Wan-taihiap, aku akan menghadap Kaisar dan mintakan supaya ancaman terhadap kalian dihapuskan mengingat bahwa kalian yang telah berhasil membasmi pengkhianat Liok Kong Ji yang mempunyai mat bersekutu dengan musuh menggulingkan kerajaan.“

Demikianlah sambil memperhatikan surat bukti tulisan Liok Kong Ji kepada Temu Cin, Pangeran Wanyen Ci Lun berhasil meyakinkan kebersihan hati Wan Sin Hong. Coa Hui Lian clan Coa Hong Kin dan membebaskannya, bahkan mengirim sejumlah uang untuk membangun kembali Pulau Kim-bun-to yang telah rusak. Hui Lian dan suaminya kembali ke pulau itu untuk membangun kembali tempat tinggal mereka dan membawa anak laki-laki dari Soan Li yang mereka anggap sebagai anak sendiri.

Adapun Sin Hong tahu bahwa sesungguhnya Liok Kong Ji masih belum meninggal, diam-diam meninggalkan kota raja, dan biarpun ia tidak secara terang-terangan mencari Kong Ji yang ia sendiri sudah mengabarkan tewas namun diam-diam ia selalu memasang telinga untuk melihat kalau-kalau manusia iblis itu muncul kembali. Di samping itu, Sin Hong mulai aktip dengan tugas yang ia pimpin, yakni menjadi bengcu dan semua orang kung-ouw, meliputi seluruh partai di dunia persilatan.

Pemuda ini pergi ke Luliang-san dan bertempat tinggal di sana sambil memperdalam ilmu pedangnya. Setelah Pak-kek-sin-kiam terjatuh kedalam tangannya, kini ia dapat memperdalam ilmu pedangnya, karena memang ilmu pedang yang ia warisi dari mendiang Pak Kek Siansu, hanya dapat sempuma kalau dimainkan dengan pedang Pak kek-sin-kiam.

********************

Serial Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo

Sementara itu, di daerah utara, nampak seorang pemuda berjalan di jalan raya yang sunyi, menuju ke utara. Pemuda ini tinggi kurus bermuka pucat dan mukanya yang agak muram itu mencerminkan kekesalan hati. Kadang-kadang ia mengerutkan giginya dan berbisiklah ia,

“Awas kau Sin Hong! Awas kau Kerajaan Cin! Akan datang masanya Liok Kong Ji kembali membalas dendam!“

Memang, pemuda itu bukan lain adalah Liok Kong Ji yang sebenarnya memang tidak mati. Orang yang mati terbunuh oleh Soan Li adalah Kwee Tiong Sek seorang penjahat muda yang mempunyai muka dan bentuk tubuh sama dengan Kong Ji. Sebenarnya bukan sama betul, hanya karena pandainya Kong Ji mencari ahli untuk merubah sedikit bentuk muka dan rambut Kwee Tiong Sek, maka memang sepintas lalu saja orang takkan dapat membedakan.

Kong Ji memang sengaja menggunakan Kwee Tiong Sek untuk menjaga-jaga kalau ia gagal dalam siasat dan rencananya, ia dapat menghilang dan meninggalkan Kwee Tiong Sek sebagai gantinya. Memang siasatnya ini juga berhasil, karena sekarang di dunia ini, kecuali Sin Hong, tidak ada yang tahu bahwa Liok Kong Ji sebenarnya masih hidup dan sekarang sedang menuju ke utara dengan niat hendak mencari dan mengadakan hubungan dengan Temu Cin!

Dan sampai di sini tamatlah cerita PEDANG PENAKLUK IBLIS (Sin Kiam Hok Mo) ini, dan pengalaman selanjutnya dari tokoh di dalam cerita ini akan dapat dijumpai kembali dalam ceritrma yang lebih hebat daripada Sin Kiam Hok Mo, cerita yang sengaja dikarang oleh Asmaraman S. Kho Ping Hoo sebagai lanjutan daripada Sin Kiam Hok Mo, yaitu cerita serem indah memikat SI TANGAN GELEDEK (Pek Liu Eng).

T A M A T

SERIAL PENDEKAR BUDIMAN SERI KE TIGA TANGAN GLEDEK
Loading...