Pedang Penakluk Iblis Jilid 28 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Pedang Penakluk Iblis Jilid 28

MELIHAT ini, Bi Lan sudah naik darah dan kalau tidak dikedipi suaminya, tentu nyonya ini sudah menerjang maju mengusir Li Hwa yang bersikap demikian kurang ajar dan galak. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai yang di hadapi oleh Li Hwa, tersenyum-senyum saja, bahkan lalu menjura dan berkata,

“Bukankah nona calon ke enam yang tadi disebut bernama Siok Li Hwa, berjuluk Hut-eng Niocu dan menjadi ketua dari Hui-eng-pai? Apakah maksudmu terbang ke suni dan kelihatan marah kepada lohu?“

“Pengemis bangkotan tak perlu memutar omongan lagi! Kau tadi menyebut-nyebut nama penjahat besar Wan Sin Hong yang kaupilih menjadi bengcu. Bagus sekali! Hayo lekas kaukeluarkan jahanam busuk itu agar dapat kubawa kepalanya ke tempatku untuk ditaruh di meja sembahyang sehingga noda yang mencemarkan pada nama baik perkumpulan kami dapat dicuci bersih!“

“Dia tidak ada di sini pada saat ini. Entah nanti!“ jawab Cam kauw Sin-kai dan suaranya terdengar bersungguh- sungguh.

“Jangan kau membohong!“

“Eh, eh, kau ini masih muda akan tetapi sikapmu agak galak sekali. Kalau kau tidak percaya carilah sendiri kalau becus. Aku boleh memilih calon bengcu siapa saja, adapun dia itu hadir atau tidak, bagaimana aku bisa memaksa?“

“Pengemis tua, kau sengaja hendak menyembunyikannya! Kalau begitu, kaulah yang harus kutahan untuk memancing penjahat Wan Sin Hong datang Sambil berkata demikian Li Hwa menyerang dengan pedangnya untuk membikin putus urat sambungan siku kakek itu!

“Ganas kau!“ Cam-kauw Sin-kai mernbentak marah karena serangan gadis itu benar-benar dahsyat dan cepat. Kalau sampai mengenai sasaran maka akan menjadi orang yang cacad! Cepat ia menggerakkan tongkatnya, dengan gerakan istimewa dari ilmu tongkat Cam-kauw-tunghwat ciptaannya yakni bagian gerakan menggait“ dan “membetot“. Terdengar bunyi keras dan tongkatnya berhasil menempel pedang nona itu, akan tetapi sebelum membetot, secara aneh sekali pedang itu telah terlepas kembali, dan ia ternyata nona itu telah dapat membebaskan pedang dengan amat mudahnya dan tenaga tempelan yang luar biasa itu.

Di lain saat pedang itu telah menjadi sinar hijau dan kini menyerang ke arah pundak untuk membikin putus tulang pundak! Ternyata dari serangan serangannya ini bahwa nona itu tidak bermaksud mengambil nyawa, hanya untuk merobohkan dan menawan Cam-kauw Sin-kai. Tentu saja pengemis sakti ini tidak mandah begitu saja dan cepat memutar tongkat melakukan perlawanan.

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring. “Siluman betina jangan banyak tingkah!“ Yang membentak ini adalah Liang Bi Lan isteri Hwa l Enghiong Go Ciang Le. Melihat sikap Siok Li Hwa, Bi Lan yang berwatak keras tak dapat menahan sabar lagi. Sekali kakinya menotol tanah, tubuhnya melayang dan menerjang Li Hwa yang sedang menyerang Cam-kauw Sin-kai. Melihat gerakan yang luar biasa cepatinya ini, dua orang anggauta Hui-eng-pai menyambut dengan pedang dilintangkan di depan dada, mencegah nyonya ini mengganggu ketua mereka yang sedang menyerang Cam- kauw Sin-kai.

Akan tetapi, sekali mengulur kedua tangan, Bi Lan telah berhasil merampas pedang di tangan dua orang nona ini dan tendangan berantai yang ia lancarkan membuat dua orang lawannya ini cepat-cepat lari meninggalkannya! Liang Bi Lan lalu melontarkan dua pedang rampasan itu ke arah Li Hwa yang sedang menyerang Cam-kauw Sin-kai.

Li Hwa sejak tadi melihat gerak, Bi Lan ini bukan main terkejutnya melihat nyonya cantik yang begitu lihai. Segera ia menangkis dengan Cheng-liong-kiam di tangannya dan dua batang pedang dilontarkan itu dengan mudah terbabat putus. Dengan adanya campur tangan dari Bi Lan ini, Cam- kauw Sin-kai bebas dari desakan dan kini Li Hwa menghadapi Bi Lan.

“Bocah siluman, kau kira dirimu ini apakah mau menjual lagak di sini?“

Li Hwa memandang kepada Bi Lan dengan matanya yang bening dan bersih. Dua orang wanita, sama cantiknya, yang seorang gadis remaja, yang kedua telah setengah tua, berdiri berhadapan saling pandang. Bi Lan dengan sinar mata marah, sebaliknya Li Hwa memandang kagum, karena baru kali ini ia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki kepandaian tinggi.

“Toanio mengapa marah-marah kepadaku? Aku berurusan dengan pengemis tua ini yang menyebut-nyebut nama penjahat yang kucari, apa sangkutannya dengan toanio?“ akhirnya Li Hwa mengeluarkan suara bertanya, sikapnya sungguh-sungguh dan tidak mengandung suara bermusuhan.

Liang Bi Lan terkenal sebagai seorang wanita yang mudah gembira dan mudah marah. Di waktu mudanya ia jenaka dan gembira, akan tetap, memiliki keberanian yang luar biasa dan kalau ia marah maka tentu akan timbul geger. Sebetulnya dalam dadanya terdapat hati yang penuh welas asih, hati yang suka mengalah sabar, hanya wataknya yang membuat ia kadang-kadang mudah sekali tersinggung.

Kalau saja kata-katanya tadi dijawab kata kata keras pula oleh Li Hwa pasti ia akan menyerang gadis itu tak banyak cakap lagi. Akan tetapi, mendengar ucapan Li Hwa yang lemah-lembut dan hormat, seketika itu juga api yang membakar hatinya padam. Namun ia tak mau melayani kelemahlembutan itu, maka jawabnya mengandung teguran.

“Bocah, bagaimana aku tidak akan mencampuri? Urusanmu dengan Wan Sin Hong atau dengan siapapun juga memang tiada sangkut pautnya dengan kami dan aku Sian-li Eng-cu Liang Bi Lan sekali-kali bukan orang usilan yang suka mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai adalah seorang di antara rombonganku, bahkan dia juga merupakan calon bengcu yang kami pilih.

Adapun dia memilih seorang bernama Wan Sin Hong menjadi calon, itu sih haknya karena semua orang merdeka untuk memillh calon masing-masing, megapa kau begitu tak tahu aturan mengandalkan kegalakanmu? Apa kaukira di dunia ini tidak ada orang lain berani menentangmu? Kau mengganggu seorang anggauta rombongan kami, berarti kau menghina aku. Hayo, sekarang kau mundur atau hendak mengadu kepandaian dengan aku?“

Li Hwa tersenyum, matanya memandang kagum akan tetapi wajahnya berubah agak pucat. Ia marah sekali. Kalau saja orang lain yang bicara seperti itu, sudah dapat dipastikan pedang hijaunya akan menyerang. Akan tetapi sikap Bi Lan amat mengesankan hatinya, membuat ia kagum dan tertarik. Tidak tegalah hatinya untuk bermusuh dengan nyonya yang gagah ini. Bukan sekali-kali ia tidak berani, hanya ia merasa lebih suka bersahabat daripada bermusuh dengan wanita gagah itu.

“Toanio, aku tidak ingin bermusuhan denganmu. Tidak ada sebab-sebabnya harus melawanmu, sungguhpun aku sekali tidak takut. Mungkin tadi aku terlalu terburu nafsu. Asal saja kau suka memberi tahu apakah di rombonganmu ada penjahat Wan Sin Hong atau tidak aku suka mengundurkan diri dan menghabiskan urusan ini.“

“Kau kira kami menyembunyikan penjahat? Setan alas! Baik yang bernama Wan Sin Hong atau siapapun juga, rombongan kami tidak ada penjahatnya."

Li Hwa tersenyum dan mengerling ke arah Cam-kauw Sin-kai. “Cam-kauw Sin-kai, maaf kalau tadi aku terburu nafsu. Akan tetapi kau telah seorang jahat yang menjadi musuhku, berarti kau pun bukan orang baik. Tunggu saja, bukankah kita berdua sama-sama calon bengcu? Tunggu sampai kita bertemu di gelanggang adu kepandaian!“ Setelah berkata demikian, Li Hwa lalu melompat kembali ke tempat yang tadi, diikuti oleh semua rombongannya. Keadaan tenang kembali.

Akan tetap, baru saja Li Hwa mengundurkan diri, Liok Kong Ji sudah melompat maju. Kebutan di tangannya digoyang-goyangkan dengan lagak agung serperti seorang pangeran saja. Bibirnya tersenyum, penuh keyakinan akan ketampanan wajahnya, dadanya diangkatnya dan hanya memandang liar ke kanan kiri. Pemuda ini sejak tadi telah mempertimbangkan siapa-siapa calon yang menjadi lawan berat. Baginya adanya See-thian Tok-ong menjadi calon, tidak begitu dipikirkan oleh karena ia percaya bahwa orang ini dapat ia tarik menjadi kawan.

Juga ia tidak memandang sebelah mata kepada Tat Wi Siansu Ketua Kunlun-pai dan kepada Cam-kauw Sin-kai. Kini tinggal tiga orang yang menjadi buah pikiran, yakni Go Ciang Le. Siok Li Hwa, dan akhirnya yang amat mengejutkan hatinya adalah Wan Sin Hong yang dipilih sebagai bengcu ke tujuh oleh Cam-kauw Sin-kai. Maka ia lalu maju ke depan dan sebelum perang adu kepandaian dimulai, ia hendak mempergunakan siasat perang lidah.

“Cuwi-enghiong yang hadir di sini sudah mendengar jelas siapa-siapa adanya tujuh orang bengcu.“ Ia mulai bicara dengan layak seorang pemimpin ulung! “Pilihan calon ketua bagi yang lain-lain aku sudah setuju sekali karena memang mereka itu adalah locianpwe-locianpwe yang patut menjadi pemimpin serta berkepandaian tinggi. Akan tetapi aku merasa amat keberatan mendengar nama tiga orang yang dicalonkan, karena aku menganggap mereka itu tidak layak menjadi calon bengcu yang terhormat!“

Semua orang yang mendengar kata-kata ini menjadi tertarik. Benar-benar seorang pemuda yang berani mati. Tiga orang calon bengcu yang manakah ia berani mencela-celanya? Semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak seorang pun mau memotong ucapannya. Setelah memandang ke kanan kiri dan merasa puas melihat wajah orang-orang itu memperhatikan kata-katanya, Kong Ji melanjutkan.

“Pertama tama, aku ingin bicara tentang calon bengcu yang ke enam, yaitu nona Siok Li Hwa ketua dari Hui-eng-pai. Bukan sekali-kali aku kurang menghargainya, bahkan aku merasa kagum sekali, akan kemajuan yang dicapa, oleh Nona Siok, biarpun wanita dan masih muda sudah menjadi Ketua Hui-eng-pai. Akan tetapi sudah berani maju sebagai calon bengcu. Akan tetapi, bengcu yang akan dipilih ini adalah ketua dari semua orang gagah di kolong langit, apakah patut kalau bengcu seorang wanita?”

Dari rombongan Hui-eng-pai terdengar suara nyaring seorang gadis anggauta rombongan itu. ”Orang she Liok, jangan kau sombong! Biarpun seorang wanita, hanya Niocu kami tidak akan kalah olehmu. Lihat saja nanti”

Kong Ji, tersenyum dan mengangkat pundak. ”Demi kesopanan dan kepantasan aku sudah bicara, kalau Nona Siok bertekad mendapatkan kedudukan bengcu, terserah. Sekarang orang ke dua. Dia ini benar benar tidak layak menjadi bengcu, lebih tidak patut lagi direndengkan para orang gagah yang terpilih hadir di sini. Dia itu adalah penjahat besar Wan Sin Hong yang tadi dipilih oleh Cam-kauw Sin-kai. Pantas saja Nona Siok marah terhadap Cam- kauw Sin-kai, karena memang perbuatannya itu amat lancang. Bagaimana seorang manusia sudah tersohor akan kejahatannya itu dijadikan calon bengcu? Apakah Cam-kai Sin-kai menghendaki kita semua dipimpin oleh seorang penjahat ? Sungguh lucu!”

”Semua orang menuduh Wan Sin Hong seorang penjahat besar. Mana buktinya?” Suara Cam-kauw Sin-kai berkumandang ketika ia mengatakan ucapan ini.

Liok Kong Ji tertawa terbahak-bahak ”Ha-ha, omongan Cam-kauw Sin-kai seperti omongan anak kecil saja! Yang tidak dapat melihat bahwa Wan Sin Hong seorang penjahat besar, dia itu seorang buta! Yang tidak mendengar akan kenyataan itu, dia itu seorang tuli! Siapakah yang belum mendengar tentang kejahatan Wan Sin Hong? Mau bukti? Terlalu banyak! Bukankah baru saja sudah dibukan dengan kemarahan Nona Siok Li Hwa yang mencari penjahat besar Wan Sin Hong sampai berbulan-bulan lamanya? Apakah masih belum puas lagi? Tanya saja Nona Cun Eng, apa yang telah diperbuat oleh Wan Sin Hong kepadanya!”

Terdengar pekik mengerikan dan terjalilah ribut ribut di rombongan Hui-eng-pai. Ternyata bahwa Cun Eng telah menggunakan pedang menusuk dadanya sendiri ketika mendengar kata-kata Kong Ji itu. Aib yang menimpa dirinya dibuka begitu saja oleh Kong Ji di depan umum, maka gadis itu tidak melihat jalan lain kecuali membunuh diri!

Siok Li Hwa dengan muka merah lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengurus jenazah Cun Eng, kemudian ia berkata dengan suara nyaring. “Untuk ini Wan Sin Hong akan membayar dengan nyawanya!“

Terdengar Liok Kong Ji tertawa bergelak, lalu memandang kepada Cam-kauw Sin-kai dengan penuh ejekan. “Cam-kauw Sin-kai, masih kau ragukan lagi dan masih hendak melihat bukti lagi? Lihat, Nona yang sekarang sudah menjadi mayat itu telah menjadi korban kejahatan Wan Sin Hong.”

“Sayang, sayang kehilangan lagi orang saksi utama! Liok Kong Ji, mengapa kau begitu girang melihat kematian Nona Cun Eng?“ Tiba-tiba saja kalimat terakhir ini diucapkan oleh Cam-kauw Sin-kai sambil menatap wajah pemuda itu dengan tajam.

Akan tetapi wajah Kong Ji tidak berubah, hanya senyumnya agak berbeda dengan tadi. Kini timbul kebengisan pada wajahnya yang tampan. “Cam-kauw jangan kau mencoba mengacau-balau untuk menyembunyikan ketololanmu. Kau sudah memilih seorang penjahat menjadi calon bengcu dan aku hanya mengemukakan alasa-alasan disertai saksi-saksi hidup, Kau masih mau saksi lagi? Kau lihat dia itu,“ Kini telunjuk tangan kanan Kong Ji menuding ke arah Gak Soan Li!

Wajah Soan Li berubah dan matanya memandang kepada Kong ji dengan terbuka lebar-lebar. Kasihan sekali nasib gadis yang malang ini. Biarpun dengan penuh perhatian dan mengerahkan seluruh kepandaiannya Cam-kauw Sin-kai telah mengobatinya, namun tetap saja tidak dapat mengembalikan ingatannya. Sampai sekarang ia masih belum dapat ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya, siapa orang yang telah berlaku keji kepadanya. ia hanya ingat bahwa orang ini jahat dan mengganggapnya bernama Wan Sin Hong sedangkan penolongnya ialah Gong Lam! Kini melihat wajah Kong Ji dan mendengar nama ini hanya merasa muak dan benci.

Hal ini tidak mengherankan oleh karena semenjak dahulu, semenjak Kong Ji masih menjadi murid Ciang Le dan masih belajar ilmu silat bersama-sama di dalam hati Soan Li sudah merasa tidak suka kepada pemuda ini. Maka sekarang biarpun ia tidak ingat lagi siapa adanya Kong Ji ia tetap merasa tidak suka dan benci. Sekarang, melihat Kong Ji menunjuk kepadanya untuk di jadikan saksi dan bukti kejahatan Wan Sin Hong, tahulah Soan Li apa yang hendak dimaksudkan oleh pemuda itu. Seperti pula Cun Eng tadi, ia pun hendak dijadikan sasaran penghinaan. Maka ia memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat.

Juga Cam kauw Sin-kai menjadi pucat, demikian pula Ciang Le dan istri nya. Tidak mereka sangka bahwa Kong Ji akan begitu kejam mencemarkan nama baik saudara seperguruannya sendiri, bahkan nama baik gurunya sendiri! Lie Bu Tek memandang kepada Kong Ji dengan mata mengeluarkan sinar berapi. Teringat ia betapa Kong Ji telah membuntungi lengannya dan betapa Kong Ji telah berlaku kejam sekali terhadap Wan Sin Hong. Sekarang ini, biarpun Wan Sin Hong disohorkan orang menjadi penjahat, akan tetapi Kong Ji pulalah yang agaknya memburuk-burukkan nama Wan Sin Hong!

Kong Ji memandang kepada para hadirin dengan sinar mata penuh kesombongan dan kemenangan. “Cuwi-enghiong, para orang yang berkumpul di sini. Perlu aku memperkenalkan Nona yang menjadi saksi dan bukti ke dua atas kejahatan Wan Sin Hong. Nona itu adalah Nona Gak Soan Li murid pertama dari Hwa I Enghiong Ciang Le.“

Semua mata memandang dan di antaranya banyak yang kagum melihat Soan Li yang cantik dan agung, akan tetapi pucat wajahnya dan sinar matanya seperti bingung dan muram, bahkan ada tanda-tanda air mata mengembang di pelupuk matanya.

“Tanyalah kepada Nona Gak Soan Li itu apa yang telah diperbuat oleh jahanam Wan Sin Hong kepadanya seperti yang telah diperbuat oleh penjahat itu kepada mendiang Nona Cun Eng tadi! Kalau ia tidak mau bicara dan kalau Cu- wi betul-betul ingin mengetahui, aku dapat memberi keterangan karena kebetulan sekali aku sendirilah orangnya yang telah menolongnya dari cengkeraman siluman Wan Sin Hong! Eh, Cam-kauw Sinkai... kau masih mau bukti-bukti lagi?”

Terdengar teriakan menyayat hati dan tubuh Soan Li berkelebat ketika gadis itu dengan cepat sekali pergi dari situ turun dari puncak Ngo-heng-san dengan kecepatan seperti terbang sambil mengeluarkan rintihan sepanjang jalan!

“Liok Kong Ji, tutup mulut! Apakah kau bermaksud menghinaku? Kalau kau bermaksud menghina, katakan terus terang agar aku dapat memutuskan untuk mengadu nyawa denganmu di sini dan sekarang juga!“ kata-kata ini keluar dari mulut Go Ciang Le yang sudah melompat ke depan Kong Ji dengan sikap menantang, berdiri tegak dengan gagahnya dan menatap wajah bekas muridnya itu dengan sinar mata berapi-api.

Gentar juga Kong Ji melihat sikap bekas gurunya ini, akan tetapi sambil tersenyum menjura dan berkata, “Hwa I Enghiong, seorang gagah yang sudah disebut pendekar besar, bahkan yang sudah terpilih menjadi calon bengcu, apakah demikian mudah saja mencari permusuhan? Kau tahu bahwa aku tidak bermaksud menghina, melainkan mengemukakan kejahatan Wan Sin Hong yang agaknya dibela mati-matian oleh Cam-kauw Sin-kai. Sekarang Nona Gak sudah melarikan diri berarti bahwa kata-kataku semua berbukti, Cuwi-enghiong yang hadir di sini menjadi saksi.” Karena jawaban ini menyangkal bahwa Kong Ji menghina Ciang Le tidak bisa apa-apa.

la tadinya sudah marah sekali, akan tetapi bagi seorang pendekar ia tidak berani berlaku sewenang-wenang, maka sengaja memancing bekas muridnya itu. Kalau sengaja Kong Ji berani menghinanya, ia mempunyai cukup alasan untuk menyerang pemuda itu. Akan tetapi ternyata dengan cerdik dan Licin sekali Kong Ji mengelak sehingga terpaksa Ciang Le menahan sabar dan kembali ke tempatnya.

”Cam-kauw Sin-kai sudah banyak buktinya bahwa Wan Sin Hong seorang penjahat keji dan tidak patut dijadikan calon bengcu. Kalau kau belum puas dapat juga aku menyebutkan kejahatannya satu demi satu, misalnya pembunuhan terhadap murid Kun-lun-pai Tim Beng dan isterinya, lalu perampokan, pembunuhan-pembunuhan dan gangguan-ganguan terhadap wanita-wanita yang banyak disaksikan oleh orang-orang gagah sedunia. Tanya saja kepada para pemimpin partai-partai besar seperti Siauw lim-pai, Teng-san-pai, Go-bi-pai dan lain lain yang kini hadir, apakah mereka itu belum pula mengenal kejahatan Wan Sin Hong. Cam-kauw Sin-kai, jangan kau berpura-pura, ataukah kau betul-betul buta dan tuli maka kau memilih Sin Hong?”

Banyak tokoh yang berada di sini, biarpun mereka ini tidak memihak dalam percekcokan itu, namun mereka ini rata-rata sudah mendengar tentang kejahatan Wan Sin Hong, maka pemilihan nama ini sebagai calon bengcu tentu saja tak dapat mereka setujui. Mendengar uraian Kong ji serentak mereka menyataka setuju.

”Penjahat Wan Sin Hong jangan dijadikan calon...!” pekik ini terdengar simpang-siur dan akhirnya merupakan sorak riuh rendah.Ternyata bahwa tidak saja kaki tangan atau pendukung Liok Kong Ji yang ikut bersorak-sorak, bahkan para undangan lain juga terpengaruh oleh kata-kata Kong Ji.

Melihat ini Ciang Le tak dapat menahan sabarnya lagi. ia segera mengerahkan tenaga dan berseru keras sekali, “Diam semua...!!“

Suara ini menggeledek dan menggetarkan jantung sehingga beberapa orang yang kurang kuat terpelanting jatuh! Yang lain-lain menjadi pucat dan suara riuh tadi berhenti seperti seekor orong-orong terpijak. Keadaan menjadi sunyi ketika Ciang Le dengan langkah tenang dan lebar menghampiri Kong Ji yang sudah siap sedia menghadapi segala kemungkinan.

“Liok Kong Ji, lebih baik tutup mulutmu yang kotor berbisa itu.” Suara Ciang Le amat keras sehingga mudah terdengar oleh semua orang yang hadir di situ. “Semua ucapanmu hanya untuk menjelekkan orang lain, tidak ingat bahwa kau sendiri seorang manusia busuk dan kotor! Kau telah melarikan diri dari pulau, meninggalkan perguruan dan membawa minggat pedang pusakaku yang kau curi. Kedosaan di dunia kang-ouw memang banyak sekali, akan tetapi mencuri pedang guru sendiri kemudian membelakangi guru dan bersikap seolah-olah lupa kepada semua pelajaran yang pernah diterima dari gurunya, itu termasuk dua macam kedosaan besar tak berampuni. Kau sudah menipu orang-orang kang-ouw, mengadukan ke sana ke mari!“ Kemudian Ciang Le menengok kepada Tai Wi Siansu dan berkata.

“Tai Wi Siansu, daripada mendengarkan obrolan kosong dari bocah ini, bukankah lebih baik melanjutkan saja pemilihan calon bengcu?“ Setelah berkata demikian, Ciang Le kembali ke dalam rombongannya.

Akan tetapi dengan muka merah Kong Ji melanjutkan kata-katanya, “Hwa I Enghiong telah bicara, akan tetapi memutarbalikkan kenyataan“ Kata-katanya juga nyaring dan dapat terdengar oleh semua orang.

Para pendengar menjadi gembira oleh karena mereka memang sudah mengerti bahwa dalam pertemuan ini tentu akan terjadi pertentangan-pertentangan. “Memang aku pernah menjadi muridnya, akan tetapi kalau aku merasa dibeda-bedakan sehingga tidak senang dan meninggalkan perguruan, apakah salahnya? Bukan dia seorang saja guruku! tentang pedang pusaka Pak-Lek Sin-kiam, siapakah yang tidak tahu bahwa pedang ini diperebutkan oleh seluruh orang di dunia kang-ouw? Hwa I Enghiong merebutnya dan orang lain, jadi siapa yang kuat dialah yang memiliki pedang. Aku yang telah mendapatkan tempat sembunyi Pak Kek Siansu di mana beliau menyimpan kitab kitabnya, akulah yang berhak memiliki pedang itu dan siapa yang kuat boleh coba-coba, merampasnya dari tanganku!“

Bi Lan yang lebih mudah naik darah daripada suaminya, mendengar omongan ini lalu menjawab. “Bocah she Liok, kau benar-benar tak tahu malu dan manusia durhaka! Kecil kecil kau sudah membuntungi lengan Bu Tek Suheng yang semenjak kau masih kecil menjadi suhengmu dan memeliharamu! Kemudian kau menipu sana-sini dan akhirnya menipu kami sehingga dapat mencuri ilmu silat dan pedang pusaka. Dan perbuatanmu benar-benar sudah menjadi alasan cukup kuat untuk kami bertindak memberi hukuman.”

Kong Ji pura-pura tidak mendengar bahkan lalu menghadapi orang banyak. dan berkata, “Cuwi-enghiong, tadi belum saya lanjutkan alasan-alasan yang kukemukaka mengapa tiga orang calon bengcu tidak pantas menjadi calon! Pertama-tama Ketua Hut-eng pai karena dia seorang wanita, ke dua Wan Sin Hong, karena di penjahat besar, dan ke tiga adalah Hwa I Enghiong. Dia ini biarpun menyebut diri pendekar besar, akan tetapi sudah berapa belas tahunkah dia menyembunyikan diri saja dan tidak mempedulikan urusan kang-ouw. Kalau dia pendekar besar, bagaimana sampai ada penjahat-penjahat seperti Wan Sin Hong itu berani muncul? Bahkan yang celaka sekali, murid perempuannya yang bernama Gak Soan Li tadi menjadi korban Wan Sin Hong pula tanpa Hwa I Enghiong berani berbuat apa-apa. Ha, ha, ha, coba Cuwi-enghiong bertanya, Nona Gak Soan Li melahirkan anak siapakah? Kecemaran yang luar biasa besarnya ini ditimbulkan oleh penjahat Wan Sin Hong dan Hwa I Enghiong tidak berani berbuat apa-apa. Patutkah orang seperti dia menjadi calon bengcu?”

Inilah hinaan yang hebat. Serentak Ciang Le dan Bi Lan melompat maju menerjang Liok Kong ji dengan pedang masing-masing! Akan tetapi dari belakang Kong Ji melompat keluar Giok Seng Cu yang menggunakan pukulan Tin-san-kang menangkis serangan Bi Lan sedangkan serangan pedang Ciang Le yang amat hebat itu ditangkis oleh Kong Ji.

Ciang Le diam-diam kaget juga karena tak disangkanya sama sekali sejurus serangan dari ilmu pedangnya Pak-kek-kiam-hwat dapat ditangkis dengan mudahnya oleh Kong Ji, bahkan kalau ia tidak berlaku hati-hati dan cepat menarik kembali pedangnya, ada bahaya pedangnya akan terbabat putus oleh Pak kek Sin kiam!

”Hwa I Erighiong, apakah kau benar- benar tidak punya malu? Mengapa kau datang datang menyerangku? Lebih baik kau menjawab tidak betulkah tuduhanku, semua tadi? Kalau kau dapat membuktikan bahwa aku tadi hanya memfitnah belaka dan keteranganku tidak betul, biarlah semua enghiong yang berada di sini menghukumku sebagai penipu dan pembohong! Akan tetapi kalau memang betul, mengapa kau tidak tahu malu bahkan menyerangku? Dimana keadilan mu?” teriak Kong Ji sambil melintangkan pedangnya.

Merah muka Ciang Le. Memang, kalau ia melanjutkan penyerangannya, tentu semua orang lalu menganggap dia keterlaluan. Memang dalam pemilihan bengcu, calon-calon bengcu boleh saja menyerang lawannya dengan tuduhan- tuduhan yang berbukti untuk melemahkan kedudukan lawan, hal ini sudah lazim.

Dan betapapun juga kurang ajarnya Kong Ji dalam kata- katanya tadi, memang berbukti. Memang Soan Li, menurut pengakuan gadis yang telah hilang ingatannya itu telah menjadi korban Wan Sin Hong, bahkan belum lama ini, Soan Li telah... melahirkan seorang putera! Hal itu benar-benar merupakan alb yang memalukan.

Merupakan noda yang mencemarkan nama baiknya. Kalau saja Soan Li melakukan hal yang tidak patut itu dalam keadaan sadar, tentu ia akan turun tangan dan mungkin ia akan menewaskan muridnya itu. Akan tetapi, Soan Li merupakan korban perbuatan orang jahat, dan melihat keadaan gadis yang hilang ingatannya itu, Ciang Le, Bi Lan dan yang lain-lain merasa amat kasihan.

Bersama-sama Cam kauw Sin-kai, memang berusaha menyembuhkan Soan Li, bahkan sedikit demi sedikit mereka mendapat kesimpulan bahwa di balik segala peristiwa hebat yang menimpa diri Soan Li tersembunyi rahasia besar yang aneh dan yang sukar sekali dipecahkan. Misaknya tentang diri Wan Sin Hong.

Soan Li menyatakan dalam keadaan lupa ingatan itu bahwa dia menjadi korban keganasan Wan Sin Hong, akan tetapi ketika ia melihat Wan Sin Hong dalam keadaan yang sudah agak baik, dia menganggap Wan Sin Hong itu seorang ”kekasihnya” bernama Gong Lam! Sedangkan Wan Sin Hong sendiri bersumpah tidak pernah mengganggu Soan Li.

Bukankah hal itu amat aneh membingungkan? Rahasia besar ini mereka pegang teguh, akan tetapi siapa kira, di tengah-tengah orang banyak yang datang dari segala jurusan ini, Kong Ji membuka begitu saja rahasia itu yang mendatangkan cemar pada nama Hwa I Enghiong! Selagi Ciang Le dan Bi Lan ragu dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. tiba-tiba terdengar suara orang berseru.

“Liok Kong Ji manusia sombong! Siapa bilang Nona Gak Soan Li murid Hwa I Enghiong tidak punya suami dan melahirkan anak yang tak berayah? Akulah suaminya dan akulah ayah anak itu!“

Kaget semua orang dan cepat-cepat mereka menengok ke arah orang yang bicara itu. Orang ini baru muncul dari tengah-tengah rombongan para pengikut Liok Kong Ji sendiri, muncul bersama dua orang lain, yang seorang adalah gadis cantik dan gagah, yang ke dua adalah seorang pemuda tampan.

“Hui Lian...!“ Bi Lan berseru keras ketika melihat gadis itu.

“Hong Kin...“ Seru Cam-kauw Sin-kai girang dan terheran-heran melihat pemuda baju hijau yang mengaku menjadi suami Gak Soan Li tadi.

“Wan Sin Hong...!“ seruan terakhir ini keluar dari banyak mulut ketika melihat pemuda ke tiga yang datang bersama Hui Lian di belakang Coa Hong Kin.

Seruan nama terakhir ini disambut oleh berkelebatnya banyak orang, yakni pertama-tama Siok Li Hwa dengan empat puluh orang pengikutnya, Liok Kong Ji, Giok Seng Cu, Tai Wi Siansu, Leng Hoat Taisu, Bu Kek Siansu, dan banyak sekali tokoh-tokoh partai besar lain! Akan tetapi yang terdahulu adalah Siok Li Hwa disusul di belakangnya oleh Liok Kong Ji, lalu tokoh-tokoh besar yang lain.

“Wan Sin Hong manusia jahanam mampuslah teriakan-teriakan ini terdengar simpang siur dan beberapa buah senjata rahasia menyambar. Siok Li Hwa mengeluarkan Cheng-sin-ciam (Jarum Sakti Hijau), Liok Kong Ji menyambitkan Hek lok-ciam (Jarum Racun Hitam) semua senjata rahasia ini menyambar ke arah Wan Sin Hong yang berdiri tertegun dan kesima melihat begitu banyak orang menyerangnya.

Kemudian melihat berkelebatnya sinar hijau dari Cheng-sin-ciam dan sinar hitam dan Hek-tok ciam ditambah susulan lain senjata rahasia, Wan Sin Hong terkejut sekali, mencabut pedang dan memutar pedang menangkis. Senjata-senjata rahasia itu runtuh akan tetap tidak semua. Beberapa buah Hek tok-ciam dan Cheng-sin-ciam menyambar dan mengenai tubuh pemuda itu yang mengeluarkan pekik kesakitan, pedangnya terlepas lalu ia terhuyung-huyung hendak roboh.

Melihat betapa Wan Sin Hong roboh oleh jarum-jarum terbang itu, Siok Li Hwa mengeluarkan suara ejekan dan Liok Kong Ji mengeluarkan seruan heran. Keduanya mengejar dengan pedang di tangan, siap membacok tubuh Wan Sin Hong yang sudah roboh di atas tanah Itu. Tiba tiba dari rombongan para pengikut Kong Ji yang ribuan banyaknya itu, dan mana tiga orang muda tadi muncul, berkelebat bayangan orang yang luar biasa cepatnya.

Sekali tangannya menyambar, di lain saat tubuh Wan Sin Hong sudah dikempit oleh lengan kanannya. Pada saat itu, Li Hwa dan Kong Ji menyerang dengan pedang mereka. Li Hwa dengan pedang hijaunya sedangkan Kong Ji dengan pedang emasnya. Dua barang pedang pusaka menyambar cepat ke arah Wan Sin Hong yang sudah dipondong. Orang itu mengeluarkan seruan aneh, tangan kirinya yang masih bebas itu digerakkan dengan jari-jari tangan terbuka ke arah dua batang pedang yang menyambar sambil melompat ke kanan.

Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji berteriak kaget dan mereka terhuyung ke belakang. Ternyata bahwa pedang mereka tadi kena ditolak oleh hawa pukulan yang luar biasa kuatnya sehingga kalau saja mereka sendiri tidak memiliki tenaga lweekang tinggi, pasti pedang itu terlepas dari pegangan. Tidak urung mereka masih terhuyung-huyung ke belakang, dan ketika mereka memandang, ternyata orang itu telah lenyap di antara orang banyak sambil membawa pergi tubuh Wan Sin Hong yang terluka oleh senjata-senjata rahasia!

Semua orang terheran-heran. Orang yang dapat menangkis serangan Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji sekaligus hanya dengan tolakan tenaga lweekang, dapat dibayangkan betapa hebat dan tinggi kepandaiannya! Orang itu masih muda, pakaiannya sederhana saja, akan tetapi mempunyai muka yang aneh sekali, karena mukanya seluruhnya dan leher sampai ke telinga berwarna merah yang bukan sewajarnya.

Banyak orang yang bermuka merah akan tetapi orang itu mukanya seperti dilumuri darah saja saking merahnya. Tak seorang pun di antara tokoh-tokoh di sini mengenalnya apa lagi orang itu hanya sebentar saja sehingga tidak sempat ditanya namanya dan asal-usulnya. Sementara itu Hui Lian berlari-lari dan memeluk ibunya, sedangkan Coa Hong Kin berlari dan berlutut di depan suhunya, Cam-kauw Sin-kai. Dua orang ini tadinya terkejut melihat Sin Hong roboh oleh senjata rahasia tanpa mereka sempat menolong.

Bagaimana Hui Lian dan Hong Kin dapat muncul di saat itu? Dan yang lebih aneh lagi. bagaimana Wan Sin Hong dapat pula muncul bersama mereka? Kita mengetahui bahwa Hui Lian dan Hong in telah tertawan oleh Liok Kong Ji dan ikut dalam rombongan sebagai orang-orang tawanan yang tidak berdaya. Ada-pun Wan Sin Hong, telah lama pemuda ini tertutup dalam dasar jurang puncak Luliang-san tak dapat keluar lagi karena jalan keluar satu-satunya telah ditutup mati oleh Liok Kong Ji!

Untuk mengetahui hal ini dengan jelas, mari kita mundur dan mengikuti pengalaman Wan Sin Hong yang terkurung dan terpendam di dalam dasar jurang.

********************

Serial Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo

Sin Hong mengamuk ketika melihat Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu. Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi lweekangnya yang sudah mencapai tingkat tak terukur lagi tingginya, ia telah menewaskan Ba Mau Hoatsu, pembunuh ayah-bundanya. Sin Hong sudah banyak mendapat petuah- petuah berharga dari ayah angkatnya, Lie Bu Tek, juga mendapat banyak sekali nasihat-nasihat dari gurunya yang pertama, Liang Gi Tojin. Oleh karena itu, andaikata ia mendapatkan Ba Mau Hoatsu pembunuh ayah bundanya itu sebagai seorang yang sudah melakukan perbuatan-perbuatan baik, sebagai seorang baik-baik yang sudah merubah hidupnya yang sesat kiranya ia tidak akan membunuhnya.

Akan tetapi melihat betapa Ba Mau Hoatsu makin jahat saja, ia lalu menewaskan pendeta Tibet itu, bukan semata- mata untuk membalas dendam ayah bundanya, juga untuk melenyapkan seorang manusia berbahaya bagi keselamatan umum dari muka bumi. Juga Giok Seng Cu telah ia robohkan dan terluka ketika dua orang pendeta ini menyusul Kong Ji dan Nalumei ke dalam terowongan rahasia.

Seperti telah diceritakan di bagian depan, dengan marah Sin Hong mengejar Kong ji, Nalumei, dan Giok Seng Cu yang melarikan diri melalui terowongan, akan tetapi terpaksa Sin Hong menghentikan usahanya ini dan kembali ke dalam dasar jurang karena musuh musuhnya telah menghujani batu-baru dari terowongan, membuat ia tak mungkin melakukan pengejaran lebih lanjut. Ta tahu akan kelicikan Kong Ji dan tahu pula akan kelihaian pemuda iblis itu, maka lebih baik ia mengalah dan mundur untuk perlahan lahan mencari akal keluar dari tempat itu.

Setelah tidak terdengar suara tiga orang itu lagi, Sin Hong lalu berjalan melalui terowongan untuk keluar. Akan tetapi, seperti yang ia telah diduga dan dikhawatirkah, pintu keluar yang dahulu menjadi kamar Pak Kek Siansu di puncak Luliang-san, telah tertutup dan di timbuni batu-batu karang yang besar dan berat.

Sin Hong mencoba untuk mendorong batu-batu karang itu, akan tetapi sia-sia. Kong Ji tidak berlaku kepalang tanggung. Timbunan batu karang itu banyak sekali sehingga menutup seluruh goa dan berat tekanan gunung batu kara itu puluhan ribu kati. Mana tenaga manusia dapat mendorongnya atau membongkarnya? Sin Hong akhirnva maklum bahwa tak mungkin ia dapat keluar melalu jalan ini, maka ia lalu kembali ke dasar jurang.

Sampai beberapa hari Wan Sin Hong tidak dapat mencari akal untuk keluar dari tempat itu. Untuk melalui jalan seperti ketika ia pernah turun ke dalam jurang, tidak mungkin. Jalan itu dapat ditempuh dari atas ke bawah dengan bantuan akar-akar yang dilepas dari atas, akan tetapi dari bawah ke atas benar-benar tak mungkin. Kalau hal itu dikerjakan berarti hanya akan membuang nyawa secara sia-sia belaka. Akhirnya Sin Hong mengambil keputusan untuk mengambil jalan yang semenjak dahulu sudah sering kali ia pikirkan.

Dahulu, ketika ia berada seorang diri di tempat itu, terkurung hidup-hidup dan mempelajari ilmu silat dari kitab peninggalan Pak Kek Siansu, seringkali ia sebagai anak-anak ingin sekali keluar dari tempat kurungan itu, akan tetapi sebelum ia mencapai tingkat tinggi dengan kepandaian silatnya, keinginan itu hanya diakhiri dengan tangisan belaka.

Seringkali ia menjelajah tempat itu dan di bagian kiri di mana terdapat jurang yang amat mengerikan dalamnya, karena sebetulnya itu bukan jurang, melainkan lereng bukit yang diliputi oleh awan. Kalau melihat tempat ini, ingin sekali Sin Hong menuruni lereng itu dan memeriksa keadaan di sebelah sana.

Akan tetapi tempat itu demikian sukar dilewati, selain gelap tertutup halimun, juga lereng itu menurun amat terjalnya dan tanahnya terdiri dari batu karang yang tajam runcing, dan selalu basah oleh halimun sehingga berlumut dan licinnya tak perlu dtbicarakan lagi. Oleh karena itu, biarpun dahulu ia telah memperoleh kepandaian tinggi sebelum mengambil keputusan menuruni jalan ini, ia berusaha lebih dulu mencari jalan lain sehingga akhirnya menemukan terowongan yang membawanya ke gua tempat istirahat atau bertapa mendiang Pak Kek Siansu.

Kalau jalan itu tidak terdapat olehnya, tentu ia akan mengambil jalan menuruni lereng yang terjal ini, yang baginya merupakan jalan terakhir. Memang, mengambil jalan ini berarti mempertaruhkan nyawa untuk mendapat jalan keluar dari tempat kurungan itu.

Sekarang karena terowongan sudah tertutup dan untuk naik ke puncak melalui jurang tak mungkin dilakukan, terpaksa ia harus mempertaruhkan nyawa, mengmbil jalan itu. Kalau saja di dunia ramai tidak banyak yang harus dikerjakan, kiranya Sin Hong akan lebih suka tinggal di tempat itu, bertapa dan menyucikan batin sampai tiba saatnya ia menyusul gurunya, Pak Kek Siansu. Akan tetapi hal itu tak dapat dilakukan sekarang.

Masih terlalu banyak urusan yang harus diselesaikan di dunia ramai. Di sana ada urusan pengrusakan namanya, ada urusan Gak Soan Li yang membuat ia dihajar oleh Go Ciang Le, hal yang membuat ia merasa kasihan kepada Soan Li dan juga penasaran dan perih hati dan di sana masih banyak orang-orang jahat yang harus ia hadapi.

Demikianlah, setelah membawa banyak buah-buahan yang dahulu menjadi makanan utamanya setiap hari untuk bekal di perjalanan, Sin Hong memulai perjalananiya yang amat sukar dan berbahaya. Beberapa hari yang lalu, pemuda ini mengubur jenazah Ba Mau Hoatsu. Biarpun kakek jahat ini musuh besarnya dan tewas di dalam tangannya, akan tetapi setelah melihat mayat itu menggeletak tak terurus, ia menjadi tidak tega juga dan digalinya sebuah kuburan untuk mayat bekas musuh besarnya.

Ia mendapatkan kesukaran dalam menggali tanah berbatu tanpa alat, kemudian ia melihat sepasang senjata Ba Mau Hoatsu, yakni sepasang roda yang entah sudah mengambil nyawa berapa ratus orang! Dengan senjata ini Sin Hong menggali dan mendapat kenyataan bahwa roda itu terbuat daripada baja yang luar biasa kerasnya. Maka sekarang, ketika menuruni lereng terjal itu, ia pun membawa sepasang roda itu untuk dipergunakan sebagai pembantu menuruni lereng.

Dengan roda ini ia dapat mengalungi setiap batu karang bawah kakinya dan dengan bantuan roda ia mengayun tubuh ke bawah, bergantung kepada roda yang dikalungkan pada batu karang kemudian menggantungkan roda ke dua pada batu karang di bawah kakinya. Demikianlah dengan amat perlahan dan hati-hati, Sin Hong mulai perjalanannya yang penuh bahaya.

Sekali saja ia terpeleset dan terlepas ke bawah, batu karang-batu karang yang tajam seperti golok dan runcing seperti pedang akan menyambut tubuhnya! Yang membikin perjalanan amat berbahaya adalah halimun atau embun gunung yang menyelimuti sepanjang lereng sehingga tidak saja di situ amat gelap, akan tetapi yang paling berbahaya adalah hawa dingin yang menggerogoti kulit dan meresap ke dalam tulang.

Makin jauh Sin Hong menuruni lereng itu, makin tebal embun yang menyelimutinya dan hawa dingin menyerang hebat sehingga ia sampai menggigil. Terpaksa Sin Hong menunda perjalanannya, kedua kakinya menginjak ujung batu karang dan kedua tangannya memegang roda yang tergantung pada batu karang di atasnya. Di sini ia mengerahkan sin-kangnya sehingga tubuhnya tiba-tiba menjadi hangat sekali seakan-akan ia bukan sedang berdiri di dalam selimutan embun, melainkan diselimuti oleh cahaya terik matahari! Memang lweekang dari pemuda ini sudah hebat sekali. Tak lama kemudian, dari atas kepalanya menguap asap putih dan tubuhnya mulai berpeluh.

Setelah mengusir hawa dingin yang membuat tulang-tulangnya kaku, ia lalu melanjutkan perjalanannya. Perjalanan ini membutuhkan tenaga lweekang untuk menjaga agar ia jangan sampai jatuh, maka tadi ketika mengerahkan tenaga memanaskan tubuh, terpaksa ia berhenti.

Akhirnya, setelah mengalami serangan embun berkali-kali dan ia sudah berhenti sampai lima kali untuk mengusir dingin, kemudian ia telah keluar dari daerah embun dan berada di tempat yang terang. Pemandangan dari situ amat indah, juga menakutkan sekali. Kalau tadi ia melihat ke bawah, ia hanya melihat halimun yang gelap putih demikian pula melihat ke atas.

Akan tetapi sekarang kalau ia menundukkan kepalanya, ia melihat alam yang amat luas di bawah kakinya. Lereng gunung itu masih amat curam, akan tetapi jauh di bawah sudah melihat tanah datar, kurang lebih seratus kaki di bawahnya. Di depannya nampak pohon-pohon yang kelihatan dan situ amat pendek dan kecil, akan tetapi indah sekali. Kalau ia memandang ke atas, nampak warna-warni indah dari pelangi karena sinar matahari mencoba menembus embun dan mendatangkan warna yang inilah menakjubkan.

Sin Hong kini terus menurun dengan lebih cepat dari tadi. Sekarang ia tidak menghadapi serangan embun, juga dapat melihat dengan jelas sehingga kedua kakinya mudah saja mencari tempat berpijak, tidak seperti tadi meraba-raba untuk mendapat keyakinan bahwa batu karang berikutnya yang hendak digantungi roda benar-benar cukup kuat.

Tanpa terasa olehnya, Sin Hong telah melakukan perjalanan yang amat berbahaya ini selama setengah hari! Akhirnya ia dapat menginjakkan kedua kakinya di atas tanah datar dan ketika ia mendongak ke atas, terlihatlah olehnya bahwa yang dituruninya tadi adalah dinding gunung yang tinggi menjulang ke atas dan puncaknya lenyap ke dalam awan.

Akan tetap, daerah yang didatangi ini aneh dan asing baginya. Di depannya terdapat gunung-gunung kecil di ujung sekali menjulang tinggi sebuah gunung yang seakan- akan hendak menyaingi Luliang-san yang besar. Sin Hong tidak tahu bahwa itulah puncak gunung Teng-san, yang masih termasuk daerah pegunungan Luliang-san juga. Karena hendak segera menjumpai manusia agar ia tahu di mana ia berada dan dapat menanyakan jalan yang harus ditujunya.

Sin Hong tidak membuang waktu lagi dan cepat melanjutkan perjalanan. Akan tetapi semua jurusan nampak liar dan tak pernah didatangi manusia. Jalan satu-satunya yang kelihatan hidup hanyalah lorong menuju ke puncak gunung di ujung itu. Maka ia terus berlari cepat dan akhirnya menjelang senja tibalah ia di lereng Teng-san.

Ketika ia sedang berlari cepat mencari-cari dengan pandang matanya kalau-kalau di dekat situ terdapat perkampungan, tiba-tiba ia melihat tubuh dua orang manusia menggeletak dt pinggir jalan! Sin Hong cepat lari menghampiri dan ketika ia memandang, ternyata bahwa yang menggeletak itu adalah dua orang pendeta yang sudah tak bernyawa lagi!

Dua orang tosu itu terang telah terbunuh orang karena pada tubuh mereka terdapat bekas-bekas bacokan senjata tajam. Juga, melihat tanda-tanda darah di situ, ternyata bahwa pembunuhan ini terjadinya belum lama, belum lewat semalam. Melihat ini, Sin Hong mengerutkan alisnya. Bagaimana di tempat sesunyi ini terdapat manusia yang dibunuh? Siapakah mereka ini dan siapa pula pembunuhnya?

Melihat dua orang tosu yang terbunuh, Sin Hong tidak ragu-ragu lagi bahwa di puncak gunung itu tentu terdapat pertapaan. Maka ia lalu mendaki gunung dengan cepatnya. Tepat seperti yang ia duga, di puncak gunung terdapat sebuah kuil yang cukup besar, sebuah kuil kuno yang biarpun tembok-temboknya sudah kelihatan tua dan buruk, namun masih tetap kokoh kuat saking tebalnya, tanda bahwa bangunan kuil itu adalah bangunan kuno yang lebih mementingkan kekuatan dari pada keindahan.

Seorang totong (kacung pertapa) menyambutnya dan membawanya ke dalam ruangan tamu. Ruangan tamu ini lebar dan di situ terdapat jendelanya yang besar. Sambil menanti datangnva ketua kuil, Sin Hong melihat-lihat keluar jendela yang terbuka. Pemandangan di luar jendela amat indah, dengan gunung-gunung tinggi dihias pohon-pohon rindang.

Ia mendengar tindakan kaki perlahan, cepat ia memutar tubuh dan memandang. Alangkah heran dan kagetnya ketika melihat seorang tosu ini bersama dengan ketua-ketua partai besar yang lain hendak menangkapnya. Tosu tua itu bukan lain adalah Pang Soan To-jin, ketua dari Teng-san-pai! Di lain pihak, Pang Soan To-jin juga terkejut karena tosu ini juga mengenal Wan Sin Hong.

“Hemm, kau...?“ katanya dan di lain saat ketua Teng-san-pai sudah mengeluarkan senjatanya, yakni pian baja dan bersiap menyerang. Sin Hong menarik napas panjang dan tersenyum pahit, lalu berkata sambil memandang ke atas, ke arah langit-langit ruangan itu.

“Ayaa... agaknya yang jutsi (menjelma) menjadi aku sekarang ini, dahulunya adalah seorang penjahat besar yang tak pernah tertangkap, maka sekaranglah aku harus menebus dosa-dosa dahulu.“

Tosu itu nampak tercengang. “Apa maksudmu?“

“Totiang, sesungguhnya selama hidup aku belum pernah bertemu dengan To-tiang juga dengan para locianpwe lain yang selalu mengejar-ngejarku, belum pernah aku bertemu. Akan tetapi mengapa setiap kali bertemu, Totiang mengarnbil sikap bermusuh?“

“Karena kau seorang penjahat keji! Sudah menjadi kewajiban kami sebagai penegak keadilan dan pelindung rakyat tertindas, kami harus membasmi orang- orang jahat seperti kau ini.“ kata pula Pang Soan Tojin.

“Itulah yang kumaksudkan. Agaknya dahulu aku seorang penjahat besar yang belum menebus dosa, maka sekaranglah hukumannya. Sekarang ini, sebaliknya dari dahulu, aku yang tidak pernah melakukan kejahatan apa-apa di sana-sini dianggap orang jahat dan dimusuhi oleh orang-orang di dunia kang-ouw. Memang sudah nasibku...” Suara Sin Hong terdengar begitu sungguh-sungguh sehingga ketua Teng-san-pai menjadi makin tertarik.

“Orang muda, memang sikapmu bukan seperti penjahat, akan tetapi banyak orang-orang jahat sikapnya kelihatan seperti orang baik-baik. Tentang kejahatanmu, siapakah yang tidak tahu? Sudah terlalu banyak saksi dan bukti-buktinya.“

“Masa bodoh dan terserah kepada orang sajalah,“ Sin Hong menjadi mendongkol sekali. “Akan tetapi setidaknya, kedatanganku ini bukan untuk bersoal jawab tentang itu. Totiang menganggap aku seorang penjahat keji, terserah hanya Thian yang mengetahui!“

“Wan Sin Hong, kata-katamu membikin pinto bingung dan ragu-ragu. Apa sih maksudmu datang di tempat pertapaan pinto ini?“

“Kedatanganku di bukit ini tidak sengaja, Totiang. Juga secara kebetulan sekali aku di lereng gunung ini dan melihat dua orang tosu yang sudah menjadi mayat di lereng...“

“Apa... Di mana...?“ Pang Soan Tojin terkejut sekali.

“Mari ikut bersamaku. Totiang, kuperlihatkan tempatnva,“ kata Sin Hong dan di lain saat dua orang itu telah berlari-lari turun gunung dengan cepatnya.

Pang Soan Tojin sengaja mengerahkan ilmu lari cepatnya, akan tetap alangkah heran dan kagumnya ketika melihat pemuda itu tanpa banyak kesukaran dapat selalu mengimbangi kecepatan larinya! Akhirnya mereka tiba di tempat di mana Sin Hong melihat dua mayat tosu tadi.

“Ah, benar-benar mereka telah terbunuh...“ Pang Soan Tojin berkata perlahan lalu cepat memeriksa isi saku baju mereka. Wajahnya berubah dan ia berkata seperti kepada diri-sendiri “Surat kuasa diambil orang... apa maksudnya...?“

“Totiang, bolehkah aku mengetahui, surat-surat apakah yang diambil orang?“

Pang Soan Tojin yang tadinya memeriksa mayat dua orang anak muridnya yang terbunuh di lereng Teng-san, kini berdiri dan memandang kepada Sin Hong, bimbang dan ragu mendengar pertanyaan pemuda itu. “Apa huhungannya hal ini semua dengan engkau? Biarpun pinto belum pernah menyaksikan sendiri tentang kejahatanmu, akan tetapi semua ciangbunjin sudah menyatakan bahwa kau seorang penjahat keji. Sekarang kau datang-datang pada saat terjadi pembunuhan atas dua orang murid pinto, hemm... pinto harus selidiki betul-betul siapa pembunuh mereka ini dan mengapa dua orang muridku dibunuh.“

Sin Hong mengangkat kedua lengannya ke atas dan menggerakkan pundaknya tanda putus asa. “Ampun, Totiang...! Apakah kau juga menuduh aku melakukan pembunuhan terhadap mereka ini? Aduh, alangkah buruk nasibku. Aku yang mendapatkan mereka dan sengaja naik untuk melaporkan, bahkan dituduh. Eh, Totiang yang baik, kalau memang aku yang membunuh mereka dan telah merampas barang-barat mereka, untuk apa aku harus memberi tahu kepadamu dan masih bertanya-tanya lagi barang apa yang dirampas dari tubuh mereka? Hanya seorang gila yang akan berbuat seperti itu dan kiranya Totiang tidak akan menyangka aku pula. Betapapun jahat aku, kiranya belum miring otakku“

Pang Soan Tojin menganggap alasan ini memang kuat. Kalau pemuda ini yang membunuh dua orang anak muridnya, mengapa pemuda ini bersikap seperti itu. Dan pula, makin lama ia bercakap-cakap dengan pemuda ini dan memandang wajahnya, makin tipis keyakinannya bahwa pemuda ini seorang penjahat. Sebagai seorang tokoh besar di dunia kang-ouw, ia sudah ribuan kali melihat wajah penjahat dan selama hidupnya belum pernah ia bertemu dengan “penjahat keji“ yang bersikap dan berbicara seperti pemuda ini! Akan tetapi untuk percaya begitu saja, ia pun masih ragu-ragu.

“Orang muda, kalau betul-betul bukan kau yang membunuh mereka, apa maksudmu bertanya tentang surat yang dirampas orang dari tubuh mereka ini?“

“Totiang maklum bahwa di mana-mana aku dituduh penjahat, dan aku sedang berdaya upaya menangkap pemalsu namaku. Kalau Totiang memberi tahu kepadaku, kiranya aku akan dapat mencari jejak pembunuhnya. Percayalah, Totiang. Wan Sin Hong akan mencekik batang leher penjahat yang membunuh dua orang tosu ini.“

“Surat itu adalah surat kuasa. Sebetulnya pinto sendiri harus datang ke Ngo-heng san untuk melakukan pemilihan bengcu baru, akan tetapi pinto sedang kurang sehat dan karenanya pinto menyuruh dua orang anak murid pinto ini dengan membawa surat kuasa. Sekarang mereka terbunuh dan surat kuasa dirampas orang, sungguh tak tahu apa artinya itu?“

Otak Sin Hong memang luar biasa cerdasnya. Mendengar ini, sebentar saja ia sudah dapat menerka apa yang kiranya mungkin dilakukan orang dengan perampasan surat kuasa. “Terima kasih, Totiang, aku akan menyusul ke Ngo-heng san dan menangkap pembunuhnya!“

Setelah berkata demikian sekali berkelebat pemuda itu lenyap dari depan Pang Soan Tojin, membuat Ketua Teng-san-pai itu menjadi bengong, menghela napas dan mengurut urut Jenggotnya yang pendek. “Hayaaa... luar biasa sekali pemuda itu. Kalau dia memang jahat dan bermaksud membunuhku, bagaimana dapat melayaninya? Ilmunya benar-benar tinggi... sungguh banyak terjadi hal-hal aneh di dunia ini, banyak rahasia yang membingungkan...“ Tosu itu lalu kembali ke kuil dan menyuruh anak-anak murid yang lain untuk mengurus jenazah kedua orang anak muridnya yang tewas itu.

Adapun Sin Hong dengan kecepatan luar biasa lalu berlari menuju Ngo-heng-san. Ia teringat akan pemilihan bengcu di puncak Ngo-heng-san. Teringat pula betapa Cam-kauw Sin-kai pernah menyatakan hendak memilihnya sebagai calon bengcu. Teringat akan ini, terbayang pula segala kejadian di Pulau Kim-ke-tho, tentang Gak Soan Li yang bernasib malang sekali, tentang Hwa I Enghiong yang telah menghajarnya, tentang ayah angkatnya, Lie Bu Tek dan Hui Lian puteri Hwa I Enghiong yang juga membencinya dan menganggapnya penjahat. Semua kenangan ini membuat Sin Hong menjadi berduka sekali akan tetapi membuat makin marah dan gemas terhadap penjahat yang merusak namanya. Ia memperepat larinya sehingga seolah- olah terbang di atas ujung rumput hijau.

Demikianlah secara singkat kita telah mengikuti pengalaman Sin Hong sejak terkurung di jurang sampai ia dapat mencari jalan keluar kemudian pergi ke Ngo-heng-san. Sekarang marilah kita menengok pengalaman Hui Lian dan Coa Hong Kin yang muncul bersama Sin Hong di Puncak Ngo-heng-san itu.

Telah kita ketahui bahwa dalam perjalanan mereka bersama dari kota raja menuju ke Ngo-heng-san untuk memenuhi permintaan Pangeran Wanyen Ci Lun, Hui Lian dan Hong Kin dihadang oleh Liok Kong Ji dan kawan- kawannya bahkan kemudian setelah bertempur seru lalu roboh dan tertawan oleh Kong Ji yang lihai.

Baiknya Kong Ji masih membutuhkan dua orang muda ini, kalau tidak tentu nasib mereka tidak akan demikian baik. Kong Ji membutuhkan Hui Lian untuk dipergunakan sebagai pemaksa Ciang Le apabila ternyata menghalangi kehendaknya menjadi Bengcu dan di samping memang ia sayang kepada bekas sumoinya yang cantik ini.

Dan dia membutuhkan Hong Kin karena ia bercita-cita untuk masuk ke dalam lingkungan istana mencari kedudukan, maka tidak baiklah kalau ia menanam permusuhan denga Pangeran Wanyen Ci Lun yang amat berpengaruh di dalam kota raja, sedangkan Hong Kin adalah orang kepercayaan dan kesayangan Pangeran Wanyen Ci Lun. Oleh karena ini maka Hui Lian dan Hong Kin selamat dan diperlakukan baik sungguhpun mereka selalu dikurung di tengah-tengah dan kedua tangan mereka dibelenggu.

Ketika pasukan yang membawa mereka sudah tiba di puncak Ngo-heng san, Hui Lian dan Hong Kin diturunkan dari kuda dan selanjutnya dua orang muda ini dipaksa berjalan kaki di tengah-tengah pasukan yang juga berjalan kaki. Pasukan ini adalah pasukan dari Partai Kwan-cin-pai, yang terdiri dari anggauta-angauta yang pakaiannya campur aduk tidak seragam. Memang Kwan-cin-pai berbeda dengan partai partai lain dan tidak pernah mengenakan pakaian seragam.

Agaknya ini memang sifat sembarangan dan jorok dari ketuanya, yakin Mo-kiam Siangkoan Bu sehingga pasukannya juga tidak teratur. Akan tetapi, sungguhpun demikian pasukan ini terdiri dari orang-orang yang pandai ilmu silat dan pula amat setia kepada ketua dan perkumpulan. Justru karena pakaian para anggauta pasukan ini tidak seragam, maka Kong Ji menyuruh pasukan ini yang menjaga Hui Lian dan Hong Kin sehingga dari luar barisan tidak akan kentara bahwa di tengah-tengah barisan terdapat dua orang tawanan.

Dilihat sepintas lalu saja, tentu orang akan mengira bahwa dua orang itu pun termasuk anggauta pasukan. Mereka berdua diperlakukan baik dan tidak diganggu, bahkan tidak dipisahkan melainkan diperbolehkun berjalan berdampingan di dalam barisan. Dengan kedua tangan dibelenggu ke belakang. Hui Lian berjalan di dekat Hong Kin.

“Apa maksud anjing Liok itu membawa kita naik ke Ngo-heng-san?“ tanya Hui Lian perlahan.

Hong Kin juga tidak mengerti. “Kalau dia masih takut mengganggumu, masih tidak aneh. Akan tetapi mengapa aku masih dibiarkan hidup? Ini benar benar aneh.“

“Kita harus berusaha membebaskan diri. Liok Kong Ji itu jahat dan berbahaya sekali. Dia membawa kita pasti ada maksudnya yang keji.“ Diam-diam ia mengerahkan tenaga untuk melepaskan belenggunya, akan tetapi sia-sia belaka. Pengikat pergelangan tangannya terbuat daripada sutera ulat hijau yang amat kuat dan ulet. Juga Hong Kin beberapakali mengerahkan tenaga, namun sia-sia. Mereka menjadi penasaran sekali dan diam-diam mencari jalan.

“Bagiku sendiri, aku tidak khawatir biarpun menghadapi bahaya maut, Nona. Akan tetapi kau... ah, hatiku perih kalau mengingat akan nasibmu.“

Wajah Hui Lian menjadi merah dan ia mengerling ke arah pemuda itu dengan lirikan tajam. “Mengapa kau mengucapkan kata-kata seperti itu, Saudara Coa? Kita adalah kawan seperjalanan, kawan yang memikul tugas yang sama. Sudah seharusnya senasib sependeritaan. Kalau aku dapat bebas, kau tentu akan bebas pula. Demikian sebaliknya, kita akan menghadapi bahaya maut bersama.“

“Tidak, Go-lihiap. Malapetaka boleh menimpa padaku, seorang yang malang dan tak seorang pun akan kehilangan kalau aku terkena malapetaka. Akan tetapi kau... ah, aku akan mempergunakan kesempatan dan kemungkinan untuk membantumu terbebas daripada tangan iblis Liok Kong Ji itu.“

Hui Lian merasa terharu dan memberikan hadiah senyuman manis. “Saudara Coa kau benar-benar seorang yang berhati mulia. Berkali kali telah mengeluarkan tenaga dan berkorban untuk menolongku. Kebaikanmu sudah cukup banyak dan aku orang she Go amat berterima kali kepadamu. Akan tetapi jangan kaukira aku hendak selamat sendiri saja, hendak enak sendiri saja. Percayalah, sekali aku dapat bebas, kau tentu akan bebas pula. Aku bukan seorang pengecut yang suka meninggalkan kawan senasib begitu saja. Kita berangkat bersama dan memikul tugas bersama, tak mungkin aku dapat meninggalkan engkau hanya untuk mencari keselamatan sendiri.”

Mendengar ucapan ini, wajah Coa Hong Kin menjadi berseri dan agaknya kata-kata itu amat menyenangkan hatinya. Kebaikan hati gadis ini terhadapnya sedikit menjadi hiburan bahwa ia mencinta seorang gadis yang patut dicinta dan setidaknya, cinta kasihnya sudah terbalas oleh sikap manis dari gadis itu.

Kemudian rombongan itu tiba di lapangan di mana para tokoh kang-ouw sudah berkumpul. Dari tempatnya, Hui Lian dapat melihat tokoh-tokoh besar yang dikenalnya baik-baik, bahkan ia melihat pula ayah bundanya. Bukan main girang hatinya, akan tetapi tiba-tiba ia merasa angin menyambar lehernya dari belakang. Sebelum gadis im sempat mengelak, ia merasa leher belakangnya sakit dan ternyata jalan darah Tiong-cu-hiat dan selanjutnya jalan darah bagian urat gagu telah kena ditotok.

Ternyata bahwa yang menotoknya adalah Giok Seng Cu. Tosu yang cerdik ini tahu bahwa kalau melihat ayahbundanya mungkin sekali gadis ini berteriak, maka untuk menjaga agar jangan sampai terjadi hal ini, ia telah menotok jalan darah yang membuat gadis itu lemas dan gagu. Juga Hong Kin mengalami nasib yang sama, maka biarpun dua orang muda ini dapat mendengar dan melihat segala sesuatu yang terjadi di lapangan itu, mereka sama sekali tidak berdaya!

Keributan di antara para tokoh besar yang makin memuncak apalagi ketika Liok Kong Ji maju menyerang kanan kiri dengan kata-katanya yang tajam, menimbulkan ketegangan besar sehingga para anggauta pasukan tak seorang pun tidak menonton. Oleh karena ini perhatian kepada Hui Lian dan Hong Kin berkurang bahkan dua orang ini tidak diperhatikan lagi. Apa gunanya? Dua orang muda itu sudah terbelenggu dan tertotok, tak mungkin dapat melarikan diri dari tempat itu dan tak mungkin dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka...

Pedang Penakluk Iblis Jilid 28

Pedang Penakluk Iblis Jilid 28

MELIHAT ini, Bi Lan sudah naik darah dan kalau tidak dikedipi suaminya, tentu nyonya ini sudah menerjang maju mengusir Li Hwa yang bersikap demikian kurang ajar dan galak. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai yang di hadapi oleh Li Hwa, tersenyum-senyum saja, bahkan lalu menjura dan berkata,

“Bukankah nona calon ke enam yang tadi disebut bernama Siok Li Hwa, berjuluk Hut-eng Niocu dan menjadi ketua dari Hui-eng-pai? Apakah maksudmu terbang ke suni dan kelihatan marah kepada lohu?“

“Pengemis bangkotan tak perlu memutar omongan lagi! Kau tadi menyebut-nyebut nama penjahat besar Wan Sin Hong yang kaupilih menjadi bengcu. Bagus sekali! Hayo lekas kaukeluarkan jahanam busuk itu agar dapat kubawa kepalanya ke tempatku untuk ditaruh di meja sembahyang sehingga noda yang mencemarkan pada nama baik perkumpulan kami dapat dicuci bersih!“

“Dia tidak ada di sini pada saat ini. Entah nanti!“ jawab Cam kauw Sin-kai dan suaranya terdengar bersungguh- sungguh.

“Jangan kau membohong!“

“Eh, eh, kau ini masih muda akan tetapi sikapmu agak galak sekali. Kalau kau tidak percaya carilah sendiri kalau becus. Aku boleh memilih calon bengcu siapa saja, adapun dia itu hadir atau tidak, bagaimana aku bisa memaksa?“

“Pengemis tua, kau sengaja hendak menyembunyikannya! Kalau begitu, kaulah yang harus kutahan untuk memancing penjahat Wan Sin Hong datang Sambil berkata demikian Li Hwa menyerang dengan pedangnya untuk membikin putus urat sambungan siku kakek itu!

“Ganas kau!“ Cam-kauw Sin-kai mernbentak marah karena serangan gadis itu benar-benar dahsyat dan cepat. Kalau sampai mengenai sasaran maka akan menjadi orang yang cacad! Cepat ia menggerakkan tongkatnya, dengan gerakan istimewa dari ilmu tongkat Cam-kauw-tunghwat ciptaannya yakni bagian gerakan menggait“ dan “membetot“. Terdengar bunyi keras dan tongkatnya berhasil menempel pedang nona itu, akan tetapi sebelum membetot, secara aneh sekali pedang itu telah terlepas kembali, dan ia ternyata nona itu telah dapat membebaskan pedang dengan amat mudahnya dan tenaga tempelan yang luar biasa itu.

Di lain saat pedang itu telah menjadi sinar hijau dan kini menyerang ke arah pundak untuk membikin putus tulang pundak! Ternyata dari serangan serangannya ini bahwa nona itu tidak bermaksud mengambil nyawa, hanya untuk merobohkan dan menawan Cam-kauw Sin-kai. Tentu saja pengemis sakti ini tidak mandah begitu saja dan cepat memutar tongkat melakukan perlawanan.

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring. “Siluman betina jangan banyak tingkah!“ Yang membentak ini adalah Liang Bi Lan isteri Hwa l Enghiong Go Ciang Le. Melihat sikap Siok Li Hwa, Bi Lan yang berwatak keras tak dapat menahan sabar lagi. Sekali kakinya menotol tanah, tubuhnya melayang dan menerjang Li Hwa yang sedang menyerang Cam-kauw Sin-kai. Melihat gerakan yang luar biasa cepatinya ini, dua orang anggauta Hui-eng-pai menyambut dengan pedang dilintangkan di depan dada, mencegah nyonya ini mengganggu ketua mereka yang sedang menyerang Cam- kauw Sin-kai.

Akan tetapi, sekali mengulur kedua tangan, Bi Lan telah berhasil merampas pedang di tangan dua orang nona ini dan tendangan berantai yang ia lancarkan membuat dua orang lawannya ini cepat-cepat lari meninggalkannya! Liang Bi Lan lalu melontarkan dua pedang rampasan itu ke arah Li Hwa yang sedang menyerang Cam-kauw Sin-kai.

Li Hwa sejak tadi melihat gerak, Bi Lan ini bukan main terkejutnya melihat nyonya cantik yang begitu lihai. Segera ia menangkis dengan Cheng-liong-kiam di tangannya dan dua batang pedang dilontarkan itu dengan mudah terbabat putus. Dengan adanya campur tangan dari Bi Lan ini, Cam- kauw Sin-kai bebas dari desakan dan kini Li Hwa menghadapi Bi Lan.

“Bocah siluman, kau kira dirimu ini apakah mau menjual lagak di sini?“

Li Hwa memandang kepada Bi Lan dengan matanya yang bening dan bersih. Dua orang wanita, sama cantiknya, yang seorang gadis remaja, yang kedua telah setengah tua, berdiri berhadapan saling pandang. Bi Lan dengan sinar mata marah, sebaliknya Li Hwa memandang kagum, karena baru kali ini ia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki kepandaian tinggi.

“Toanio mengapa marah-marah kepadaku? Aku berurusan dengan pengemis tua ini yang menyebut-nyebut nama penjahat yang kucari, apa sangkutannya dengan toanio?“ akhirnya Li Hwa mengeluarkan suara bertanya, sikapnya sungguh-sungguh dan tidak mengandung suara bermusuhan.

Liang Bi Lan terkenal sebagai seorang wanita yang mudah gembira dan mudah marah. Di waktu mudanya ia jenaka dan gembira, akan tetap, memiliki keberanian yang luar biasa dan kalau ia marah maka tentu akan timbul geger. Sebetulnya dalam dadanya terdapat hati yang penuh welas asih, hati yang suka mengalah sabar, hanya wataknya yang membuat ia kadang-kadang mudah sekali tersinggung.

Kalau saja kata-katanya tadi dijawab kata kata keras pula oleh Li Hwa pasti ia akan menyerang gadis itu tak banyak cakap lagi. Akan tetapi, mendengar ucapan Li Hwa yang lemah-lembut dan hormat, seketika itu juga api yang membakar hatinya padam. Namun ia tak mau melayani kelemahlembutan itu, maka jawabnya mengandung teguran.

“Bocah, bagaimana aku tidak akan mencampuri? Urusanmu dengan Wan Sin Hong atau dengan siapapun juga memang tiada sangkut pautnya dengan kami dan aku Sian-li Eng-cu Liang Bi Lan sekali-kali bukan orang usilan yang suka mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi Cam-kauw Sin-kai adalah seorang di antara rombonganku, bahkan dia juga merupakan calon bengcu yang kami pilih.

Adapun dia memilih seorang bernama Wan Sin Hong menjadi calon, itu sih haknya karena semua orang merdeka untuk memillh calon masing-masing, megapa kau begitu tak tahu aturan mengandalkan kegalakanmu? Apa kaukira di dunia ini tidak ada orang lain berani menentangmu? Kau mengganggu seorang anggauta rombongan kami, berarti kau menghina aku. Hayo, sekarang kau mundur atau hendak mengadu kepandaian dengan aku?“

Li Hwa tersenyum, matanya memandang kagum akan tetapi wajahnya berubah agak pucat. Ia marah sekali. Kalau saja orang lain yang bicara seperti itu, sudah dapat dipastikan pedang hijaunya akan menyerang. Akan tetapi sikap Bi Lan amat mengesankan hatinya, membuat ia kagum dan tertarik. Tidak tegalah hatinya untuk bermusuh dengan nyonya yang gagah ini. Bukan sekali-kali ia tidak berani, hanya ia merasa lebih suka bersahabat daripada bermusuh dengan wanita gagah itu.

“Toanio, aku tidak ingin bermusuhan denganmu. Tidak ada sebab-sebabnya harus melawanmu, sungguhpun aku sekali tidak takut. Mungkin tadi aku terlalu terburu nafsu. Asal saja kau suka memberi tahu apakah di rombonganmu ada penjahat Wan Sin Hong atau tidak aku suka mengundurkan diri dan menghabiskan urusan ini.“

“Kau kira kami menyembunyikan penjahat? Setan alas! Baik yang bernama Wan Sin Hong atau siapapun juga, rombongan kami tidak ada penjahatnya."

Li Hwa tersenyum dan mengerling ke arah Cam-kauw Sin-kai. “Cam-kauw Sin-kai, maaf kalau tadi aku terburu nafsu. Akan tetapi kau telah seorang jahat yang menjadi musuhku, berarti kau pun bukan orang baik. Tunggu saja, bukankah kita berdua sama-sama calon bengcu? Tunggu sampai kita bertemu di gelanggang adu kepandaian!“ Setelah berkata demikian, Li Hwa lalu melompat kembali ke tempat yang tadi, diikuti oleh semua rombongannya. Keadaan tenang kembali.

Akan tetap, baru saja Li Hwa mengundurkan diri, Liok Kong Ji sudah melompat maju. Kebutan di tangannya digoyang-goyangkan dengan lagak agung serperti seorang pangeran saja. Bibirnya tersenyum, penuh keyakinan akan ketampanan wajahnya, dadanya diangkatnya dan hanya memandang liar ke kanan kiri. Pemuda ini sejak tadi telah mempertimbangkan siapa-siapa calon yang menjadi lawan berat. Baginya adanya See-thian Tok-ong menjadi calon, tidak begitu dipikirkan oleh karena ia percaya bahwa orang ini dapat ia tarik menjadi kawan.

Juga ia tidak memandang sebelah mata kepada Tat Wi Siansu Ketua Kunlun-pai dan kepada Cam-kauw Sin-kai. Kini tinggal tiga orang yang menjadi buah pikiran, yakni Go Ciang Le. Siok Li Hwa, dan akhirnya yang amat mengejutkan hatinya adalah Wan Sin Hong yang dipilih sebagai bengcu ke tujuh oleh Cam-kauw Sin-kai. Maka ia lalu maju ke depan dan sebelum perang adu kepandaian dimulai, ia hendak mempergunakan siasat perang lidah.

“Cuwi-enghiong yang hadir di sini sudah mendengar jelas siapa-siapa adanya tujuh orang bengcu.“ Ia mulai bicara dengan layak seorang pemimpin ulung! “Pilihan calon ketua bagi yang lain-lain aku sudah setuju sekali karena memang mereka itu adalah locianpwe-locianpwe yang patut menjadi pemimpin serta berkepandaian tinggi. Akan tetapi aku merasa amat keberatan mendengar nama tiga orang yang dicalonkan, karena aku menganggap mereka itu tidak layak menjadi calon bengcu yang terhormat!“

Semua orang yang mendengar kata-kata ini menjadi tertarik. Benar-benar seorang pemuda yang berani mati. Tiga orang calon bengcu yang manakah ia berani mencela-celanya? Semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian dan tak seorang pun mau memotong ucapannya. Setelah memandang ke kanan kiri dan merasa puas melihat wajah orang-orang itu memperhatikan kata-katanya, Kong Ji melanjutkan.

“Pertama tama, aku ingin bicara tentang calon bengcu yang ke enam, yaitu nona Siok Li Hwa ketua dari Hui-eng-pai. Bukan sekali-kali aku kurang menghargainya, bahkan aku merasa kagum sekali, akan kemajuan yang dicapa, oleh Nona Siok, biarpun wanita dan masih muda sudah menjadi Ketua Hui-eng-pai. Akan tetapi sudah berani maju sebagai calon bengcu. Akan tetapi, bengcu yang akan dipilih ini adalah ketua dari semua orang gagah di kolong langit, apakah patut kalau bengcu seorang wanita?”

Dari rombongan Hui-eng-pai terdengar suara nyaring seorang gadis anggauta rombongan itu. ”Orang she Liok, jangan kau sombong! Biarpun seorang wanita, hanya Niocu kami tidak akan kalah olehmu. Lihat saja nanti”

Kong Ji, tersenyum dan mengangkat pundak. ”Demi kesopanan dan kepantasan aku sudah bicara, kalau Nona Siok bertekad mendapatkan kedudukan bengcu, terserah. Sekarang orang ke dua. Dia ini benar benar tidak layak menjadi bengcu, lebih tidak patut lagi direndengkan para orang gagah yang terpilih hadir di sini. Dia itu adalah penjahat besar Wan Sin Hong yang tadi dipilih oleh Cam-kauw Sin-kai. Pantas saja Nona Siok marah terhadap Cam- kauw Sin-kai, karena memang perbuatannya itu amat lancang. Bagaimana seorang manusia sudah tersohor akan kejahatannya itu dijadikan calon bengcu? Apakah Cam-kai Sin-kai menghendaki kita semua dipimpin oleh seorang penjahat ? Sungguh lucu!”

”Semua orang menuduh Wan Sin Hong seorang penjahat besar. Mana buktinya?” Suara Cam-kauw Sin-kai berkumandang ketika ia mengatakan ucapan ini.

Liok Kong Ji tertawa terbahak-bahak ”Ha-ha, omongan Cam-kauw Sin-kai seperti omongan anak kecil saja! Yang tidak dapat melihat bahwa Wan Sin Hong seorang penjahat besar, dia itu seorang buta! Yang tidak mendengar akan kenyataan itu, dia itu seorang tuli! Siapakah yang belum mendengar tentang kejahatan Wan Sin Hong? Mau bukti? Terlalu banyak! Bukankah baru saja sudah dibukan dengan kemarahan Nona Siok Li Hwa yang mencari penjahat besar Wan Sin Hong sampai berbulan-bulan lamanya? Apakah masih belum puas lagi? Tanya saja Nona Cun Eng, apa yang telah diperbuat oleh Wan Sin Hong kepadanya!”

Terdengar pekik mengerikan dan terjalilah ribut ribut di rombongan Hui-eng-pai. Ternyata bahwa Cun Eng telah menggunakan pedang menusuk dadanya sendiri ketika mendengar kata-kata Kong Ji itu. Aib yang menimpa dirinya dibuka begitu saja oleh Kong Ji di depan umum, maka gadis itu tidak melihat jalan lain kecuali membunuh diri!

Siok Li Hwa dengan muka merah lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengurus jenazah Cun Eng, kemudian ia berkata dengan suara nyaring. “Untuk ini Wan Sin Hong akan membayar dengan nyawanya!“

Terdengar Liok Kong Ji tertawa bergelak, lalu memandang kepada Cam-kauw Sin-kai dengan penuh ejekan. “Cam-kauw Sin-kai, masih kau ragukan lagi dan masih hendak melihat bukti lagi? Lihat, Nona yang sekarang sudah menjadi mayat itu telah menjadi korban kejahatan Wan Sin Hong.”

“Sayang, sayang kehilangan lagi orang saksi utama! Liok Kong Ji, mengapa kau begitu girang melihat kematian Nona Cun Eng?“ Tiba-tiba saja kalimat terakhir ini diucapkan oleh Cam-kauw Sin-kai sambil menatap wajah pemuda itu dengan tajam.

Akan tetapi wajah Kong Ji tidak berubah, hanya senyumnya agak berbeda dengan tadi. Kini timbul kebengisan pada wajahnya yang tampan. “Cam-kauw jangan kau mencoba mengacau-balau untuk menyembunyikan ketololanmu. Kau sudah memilih seorang penjahat menjadi calon bengcu dan aku hanya mengemukakan alasa-alasan disertai saksi-saksi hidup, Kau masih mau saksi lagi? Kau lihat dia itu,“ Kini telunjuk tangan kanan Kong Ji menuding ke arah Gak Soan Li!

Wajah Soan Li berubah dan matanya memandang kepada Kong ji dengan terbuka lebar-lebar. Kasihan sekali nasib gadis yang malang ini. Biarpun dengan penuh perhatian dan mengerahkan seluruh kepandaiannya Cam-kauw Sin-kai telah mengobatinya, namun tetap saja tidak dapat mengembalikan ingatannya. Sampai sekarang ia masih belum dapat ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya, siapa orang yang telah berlaku keji kepadanya. ia hanya ingat bahwa orang ini jahat dan mengganggapnya bernama Wan Sin Hong sedangkan penolongnya ialah Gong Lam! Kini melihat wajah Kong Ji dan mendengar nama ini hanya merasa muak dan benci.

Hal ini tidak mengherankan oleh karena semenjak dahulu, semenjak Kong Ji masih menjadi murid Ciang Le dan masih belajar ilmu silat bersama-sama di dalam hati Soan Li sudah merasa tidak suka kepada pemuda ini. Maka sekarang biarpun ia tidak ingat lagi siapa adanya Kong Ji ia tetap merasa tidak suka dan benci. Sekarang, melihat Kong Ji menunjuk kepadanya untuk di jadikan saksi dan bukti kejahatan Wan Sin Hong, tahulah Soan Li apa yang hendak dimaksudkan oleh pemuda itu. Seperti pula Cun Eng tadi, ia pun hendak dijadikan sasaran penghinaan. Maka ia memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat.

Juga Cam kauw Sin-kai menjadi pucat, demikian pula Ciang Le dan istri nya. Tidak mereka sangka bahwa Kong Ji akan begitu kejam mencemarkan nama baik saudara seperguruannya sendiri, bahkan nama baik gurunya sendiri! Lie Bu Tek memandang kepada Kong Ji dengan mata mengeluarkan sinar berapi. Teringat ia betapa Kong Ji telah membuntungi lengannya dan betapa Kong Ji telah berlaku kejam sekali terhadap Wan Sin Hong. Sekarang ini, biarpun Wan Sin Hong disohorkan orang menjadi penjahat, akan tetapi Kong Ji pulalah yang agaknya memburuk-burukkan nama Wan Sin Hong!

Kong Ji memandang kepada para hadirin dengan sinar mata penuh kesombongan dan kemenangan. “Cuwi-enghiong, para orang yang berkumpul di sini. Perlu aku memperkenalkan Nona yang menjadi saksi dan bukti ke dua atas kejahatan Wan Sin Hong. Nona itu adalah Nona Gak Soan Li murid pertama dari Hwa I Enghiong Ciang Le.“

Semua mata memandang dan di antaranya banyak yang kagum melihat Soan Li yang cantik dan agung, akan tetapi pucat wajahnya dan sinar matanya seperti bingung dan muram, bahkan ada tanda-tanda air mata mengembang di pelupuk matanya.

“Tanyalah kepada Nona Gak Soan Li itu apa yang telah diperbuat oleh jahanam Wan Sin Hong kepadanya seperti yang telah diperbuat oleh penjahat itu kepada mendiang Nona Cun Eng tadi! Kalau ia tidak mau bicara dan kalau Cu- wi betul-betul ingin mengetahui, aku dapat memberi keterangan karena kebetulan sekali aku sendirilah orangnya yang telah menolongnya dari cengkeraman siluman Wan Sin Hong! Eh, Cam-kauw Sinkai... kau masih mau bukti-bukti lagi?”

Terdengar teriakan menyayat hati dan tubuh Soan Li berkelebat ketika gadis itu dengan cepat sekali pergi dari situ turun dari puncak Ngo-heng-san dengan kecepatan seperti terbang sambil mengeluarkan rintihan sepanjang jalan!

“Liok Kong Ji, tutup mulut! Apakah kau bermaksud menghinaku? Kalau kau bermaksud menghina, katakan terus terang agar aku dapat memutuskan untuk mengadu nyawa denganmu di sini dan sekarang juga!“ kata-kata ini keluar dari mulut Go Ciang Le yang sudah melompat ke depan Kong Ji dengan sikap menantang, berdiri tegak dengan gagahnya dan menatap wajah bekas muridnya itu dengan sinar mata berapi-api.

Gentar juga Kong Ji melihat sikap bekas gurunya ini, akan tetapi sambil tersenyum menjura dan berkata, “Hwa I Enghiong, seorang gagah yang sudah disebut pendekar besar, bahkan yang sudah terpilih menjadi calon bengcu, apakah demikian mudah saja mencari permusuhan? Kau tahu bahwa aku tidak bermaksud menghina, melainkan mengemukakan kejahatan Wan Sin Hong yang agaknya dibela mati-matian oleh Cam-kauw Sin-kai. Sekarang Nona Gak sudah melarikan diri berarti bahwa kata-kataku semua berbukti, Cuwi-enghiong yang hadir di sini menjadi saksi.” Karena jawaban ini menyangkal bahwa Kong Ji menghina Ciang Le tidak bisa apa-apa.

la tadinya sudah marah sekali, akan tetapi bagi seorang pendekar ia tidak berani berlaku sewenang-wenang, maka sengaja memancing bekas muridnya itu. Kalau sengaja Kong Ji berani menghinanya, ia mempunyai cukup alasan untuk menyerang pemuda itu. Akan tetapi ternyata dengan cerdik dan Licin sekali Kong Ji mengelak sehingga terpaksa Ciang Le menahan sabar dan kembali ke tempatnya.

”Cam-kauw Sin-kai sudah banyak buktinya bahwa Wan Sin Hong seorang penjahat keji dan tidak patut dijadikan calon bengcu. Kalau kau belum puas dapat juga aku menyebutkan kejahatannya satu demi satu, misalnya pembunuhan terhadap murid Kun-lun-pai Tim Beng dan isterinya, lalu perampokan, pembunuhan-pembunuhan dan gangguan-ganguan terhadap wanita-wanita yang banyak disaksikan oleh orang-orang gagah sedunia. Tanya saja kepada para pemimpin partai-partai besar seperti Siauw lim-pai, Teng-san-pai, Go-bi-pai dan lain lain yang kini hadir, apakah mereka itu belum pula mengenal kejahatan Wan Sin Hong. Cam-kauw Sin-kai, jangan kau berpura-pura, ataukah kau betul-betul buta dan tuli maka kau memilih Sin Hong?”

Banyak tokoh yang berada di sini, biarpun mereka ini tidak memihak dalam percekcokan itu, namun mereka ini rata-rata sudah mendengar tentang kejahatan Wan Sin Hong, maka pemilihan nama ini sebagai calon bengcu tentu saja tak dapat mereka setujui. Mendengar uraian Kong ji serentak mereka menyataka setuju.

”Penjahat Wan Sin Hong jangan dijadikan calon...!” pekik ini terdengar simpang-siur dan akhirnya merupakan sorak riuh rendah.Ternyata bahwa tidak saja kaki tangan atau pendukung Liok Kong Ji yang ikut bersorak-sorak, bahkan para undangan lain juga terpengaruh oleh kata-kata Kong Ji.

Melihat ini Ciang Le tak dapat menahan sabarnya lagi. ia segera mengerahkan tenaga dan berseru keras sekali, “Diam semua...!!“

Suara ini menggeledek dan menggetarkan jantung sehingga beberapa orang yang kurang kuat terpelanting jatuh! Yang lain-lain menjadi pucat dan suara riuh tadi berhenti seperti seekor orong-orong terpijak. Keadaan menjadi sunyi ketika Ciang Le dengan langkah tenang dan lebar menghampiri Kong Ji yang sudah siap sedia menghadapi segala kemungkinan.

“Liok Kong Ji, lebih baik tutup mulutmu yang kotor berbisa itu.” Suara Ciang Le amat keras sehingga mudah terdengar oleh semua orang yang hadir di situ. “Semua ucapanmu hanya untuk menjelekkan orang lain, tidak ingat bahwa kau sendiri seorang manusia busuk dan kotor! Kau telah melarikan diri dari pulau, meninggalkan perguruan dan membawa minggat pedang pusakaku yang kau curi. Kedosaan di dunia kang-ouw memang banyak sekali, akan tetapi mencuri pedang guru sendiri kemudian membelakangi guru dan bersikap seolah-olah lupa kepada semua pelajaran yang pernah diterima dari gurunya, itu termasuk dua macam kedosaan besar tak berampuni. Kau sudah menipu orang-orang kang-ouw, mengadukan ke sana ke mari!“ Kemudian Ciang Le menengok kepada Tai Wi Siansu dan berkata.

“Tai Wi Siansu, daripada mendengarkan obrolan kosong dari bocah ini, bukankah lebih baik melanjutkan saja pemilihan calon bengcu?“ Setelah berkata demikian, Ciang Le kembali ke dalam rombongannya.

Akan tetapi dengan muka merah Kong Ji melanjutkan kata-katanya, “Hwa I Enghiong telah bicara, akan tetapi memutarbalikkan kenyataan“ Kata-katanya juga nyaring dan dapat terdengar oleh semua orang.

Para pendengar menjadi gembira oleh karena mereka memang sudah mengerti bahwa dalam pertemuan ini tentu akan terjadi pertentangan-pertentangan. “Memang aku pernah menjadi muridnya, akan tetapi kalau aku merasa dibeda-bedakan sehingga tidak senang dan meninggalkan perguruan, apakah salahnya? Bukan dia seorang saja guruku! tentang pedang pusaka Pak-Lek Sin-kiam, siapakah yang tidak tahu bahwa pedang ini diperebutkan oleh seluruh orang di dunia kang-ouw? Hwa I Enghiong merebutnya dan orang lain, jadi siapa yang kuat dialah yang memiliki pedang. Aku yang telah mendapatkan tempat sembunyi Pak Kek Siansu di mana beliau menyimpan kitab kitabnya, akulah yang berhak memiliki pedang itu dan siapa yang kuat boleh coba-coba, merampasnya dari tanganku!“

Bi Lan yang lebih mudah naik darah daripada suaminya, mendengar omongan ini lalu menjawab. “Bocah she Liok, kau benar-benar tak tahu malu dan manusia durhaka! Kecil kecil kau sudah membuntungi lengan Bu Tek Suheng yang semenjak kau masih kecil menjadi suhengmu dan memeliharamu! Kemudian kau menipu sana-sini dan akhirnya menipu kami sehingga dapat mencuri ilmu silat dan pedang pusaka. Dan perbuatanmu benar-benar sudah menjadi alasan cukup kuat untuk kami bertindak memberi hukuman.”

Kong Ji pura-pura tidak mendengar bahkan lalu menghadapi orang banyak. dan berkata, “Cuwi-enghiong, tadi belum saya lanjutkan alasan-alasan yang kukemukaka mengapa tiga orang calon bengcu tidak pantas menjadi calon! Pertama-tama Ketua Hut-eng pai karena dia seorang wanita, ke dua Wan Sin Hong, karena di penjahat besar, dan ke tiga adalah Hwa I Enghiong. Dia ini biarpun menyebut diri pendekar besar, akan tetapi sudah berapa belas tahunkah dia menyembunyikan diri saja dan tidak mempedulikan urusan kang-ouw. Kalau dia pendekar besar, bagaimana sampai ada penjahat-penjahat seperti Wan Sin Hong itu berani muncul? Bahkan yang celaka sekali, murid perempuannya yang bernama Gak Soan Li tadi menjadi korban Wan Sin Hong pula tanpa Hwa I Enghiong berani berbuat apa-apa. Ha, ha, ha, coba Cuwi-enghiong bertanya, Nona Gak Soan Li melahirkan anak siapakah? Kecemaran yang luar biasa besarnya ini ditimbulkan oleh penjahat Wan Sin Hong dan Hwa I Enghiong tidak berani berbuat apa-apa. Patutkah orang seperti dia menjadi calon bengcu?”

Inilah hinaan yang hebat. Serentak Ciang Le dan Bi Lan melompat maju menerjang Liok Kong ji dengan pedang masing-masing! Akan tetapi dari belakang Kong Ji melompat keluar Giok Seng Cu yang menggunakan pukulan Tin-san-kang menangkis serangan Bi Lan sedangkan serangan pedang Ciang Le yang amat hebat itu ditangkis oleh Kong Ji.

Ciang Le diam-diam kaget juga karena tak disangkanya sama sekali sejurus serangan dari ilmu pedangnya Pak-kek-kiam-hwat dapat ditangkis dengan mudahnya oleh Kong Ji, bahkan kalau ia tidak berlaku hati-hati dan cepat menarik kembali pedangnya, ada bahaya pedangnya akan terbabat putus oleh Pak kek Sin kiam!

”Hwa I Erighiong, apakah kau benar- benar tidak punya malu? Mengapa kau datang datang menyerangku? Lebih baik kau menjawab tidak betulkah tuduhanku, semua tadi? Kalau kau dapat membuktikan bahwa aku tadi hanya memfitnah belaka dan keteranganku tidak betul, biarlah semua enghiong yang berada di sini menghukumku sebagai penipu dan pembohong! Akan tetapi kalau memang betul, mengapa kau tidak tahu malu bahkan menyerangku? Dimana keadilan mu?” teriak Kong Ji sambil melintangkan pedangnya.

Merah muka Ciang Le. Memang, kalau ia melanjutkan penyerangannya, tentu semua orang lalu menganggap dia keterlaluan. Memang dalam pemilihan bengcu, calon-calon bengcu boleh saja menyerang lawannya dengan tuduhan- tuduhan yang berbukti untuk melemahkan kedudukan lawan, hal ini sudah lazim.

Dan betapapun juga kurang ajarnya Kong Ji dalam kata- katanya tadi, memang berbukti. Memang Soan Li, menurut pengakuan gadis yang telah hilang ingatannya itu telah menjadi korban Wan Sin Hong, bahkan belum lama ini, Soan Li telah... melahirkan seorang putera! Hal itu benar-benar merupakan alb yang memalukan.

Merupakan noda yang mencemarkan nama baiknya. Kalau saja Soan Li melakukan hal yang tidak patut itu dalam keadaan sadar, tentu ia akan turun tangan dan mungkin ia akan menewaskan muridnya itu. Akan tetapi, Soan Li merupakan korban perbuatan orang jahat, dan melihat keadaan gadis yang hilang ingatannya itu, Ciang Le, Bi Lan dan yang lain-lain merasa amat kasihan.

Bersama-sama Cam kauw Sin-kai, memang berusaha menyembuhkan Soan Li, bahkan sedikit demi sedikit mereka mendapat kesimpulan bahwa di balik segala peristiwa hebat yang menimpa diri Soan Li tersembunyi rahasia besar yang aneh dan yang sukar sekali dipecahkan. Misaknya tentang diri Wan Sin Hong.

Soan Li menyatakan dalam keadaan lupa ingatan itu bahwa dia menjadi korban keganasan Wan Sin Hong, akan tetapi ketika ia melihat Wan Sin Hong dalam keadaan yang sudah agak baik, dia menganggap Wan Sin Hong itu seorang ”kekasihnya” bernama Gong Lam! Sedangkan Wan Sin Hong sendiri bersumpah tidak pernah mengganggu Soan Li.

Bukankah hal itu amat aneh membingungkan? Rahasia besar ini mereka pegang teguh, akan tetapi siapa kira, di tengah-tengah orang banyak yang datang dari segala jurusan ini, Kong Ji membuka begitu saja rahasia itu yang mendatangkan cemar pada nama Hwa I Enghiong! Selagi Ciang Le dan Bi Lan ragu dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. tiba-tiba terdengar suara orang berseru.

“Liok Kong Ji manusia sombong! Siapa bilang Nona Gak Soan Li murid Hwa I Enghiong tidak punya suami dan melahirkan anak yang tak berayah? Akulah suaminya dan akulah ayah anak itu!“

Kaget semua orang dan cepat-cepat mereka menengok ke arah orang yang bicara itu. Orang ini baru muncul dari tengah-tengah rombongan para pengikut Liok Kong Ji sendiri, muncul bersama dua orang lain, yang seorang adalah gadis cantik dan gagah, yang ke dua adalah seorang pemuda tampan.

“Hui Lian...!“ Bi Lan berseru keras ketika melihat gadis itu.

“Hong Kin...“ Seru Cam-kauw Sin-kai girang dan terheran-heran melihat pemuda baju hijau yang mengaku menjadi suami Gak Soan Li tadi.

“Wan Sin Hong...!“ seruan terakhir ini keluar dari banyak mulut ketika melihat pemuda ke tiga yang datang bersama Hui Lian di belakang Coa Hong Kin.

Seruan nama terakhir ini disambut oleh berkelebatnya banyak orang, yakni pertama-tama Siok Li Hwa dengan empat puluh orang pengikutnya, Liok Kong Ji, Giok Seng Cu, Tai Wi Siansu, Leng Hoat Taisu, Bu Kek Siansu, dan banyak sekali tokoh-tokoh partai besar lain! Akan tetapi yang terdahulu adalah Siok Li Hwa disusul di belakangnya oleh Liok Kong Ji, lalu tokoh-tokoh besar yang lain.

“Wan Sin Hong manusia jahanam mampuslah teriakan-teriakan ini terdengar simpang siur dan beberapa buah senjata rahasia menyambar. Siok Li Hwa mengeluarkan Cheng-sin-ciam (Jarum Sakti Hijau), Liok Kong Ji menyambitkan Hek lok-ciam (Jarum Racun Hitam) semua senjata rahasia ini menyambar ke arah Wan Sin Hong yang berdiri tertegun dan kesima melihat begitu banyak orang menyerangnya.

Kemudian melihat berkelebatnya sinar hijau dari Cheng-sin-ciam dan sinar hitam dan Hek-tok ciam ditambah susulan lain senjata rahasia, Wan Sin Hong terkejut sekali, mencabut pedang dan memutar pedang menangkis. Senjata-senjata rahasia itu runtuh akan tetap tidak semua. Beberapa buah Hek tok-ciam dan Cheng-sin-ciam menyambar dan mengenai tubuh pemuda itu yang mengeluarkan pekik kesakitan, pedangnya terlepas lalu ia terhuyung-huyung hendak roboh.

Melihat betapa Wan Sin Hong roboh oleh jarum-jarum terbang itu, Siok Li Hwa mengeluarkan suara ejekan dan Liok Kong Ji mengeluarkan seruan heran. Keduanya mengejar dengan pedang di tangan, siap membacok tubuh Wan Sin Hong yang sudah roboh di atas tanah Itu. Tiba tiba dari rombongan para pengikut Kong Ji yang ribuan banyaknya itu, dan mana tiga orang muda tadi muncul, berkelebat bayangan orang yang luar biasa cepatnya.

Sekali tangannya menyambar, di lain saat tubuh Wan Sin Hong sudah dikempit oleh lengan kanannya. Pada saat itu, Li Hwa dan Kong Ji menyerang dengan pedang mereka. Li Hwa dengan pedang hijaunya sedangkan Kong Ji dengan pedang emasnya. Dua barang pedang pusaka menyambar cepat ke arah Wan Sin Hong yang sudah dipondong. Orang itu mengeluarkan seruan aneh, tangan kirinya yang masih bebas itu digerakkan dengan jari-jari tangan terbuka ke arah dua batang pedang yang menyambar sambil melompat ke kanan.

Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji berteriak kaget dan mereka terhuyung ke belakang. Ternyata bahwa pedang mereka tadi kena ditolak oleh hawa pukulan yang luar biasa kuatnya sehingga kalau saja mereka sendiri tidak memiliki tenaga lweekang tinggi, pasti pedang itu terlepas dari pegangan. Tidak urung mereka masih terhuyung-huyung ke belakang, dan ketika mereka memandang, ternyata orang itu telah lenyap di antara orang banyak sambil membawa pergi tubuh Wan Sin Hong yang terluka oleh senjata-senjata rahasia!

Semua orang terheran-heran. Orang yang dapat menangkis serangan Siok Li Hwa dan Liok Kong Ji sekaligus hanya dengan tolakan tenaga lweekang, dapat dibayangkan betapa hebat dan tinggi kepandaiannya! Orang itu masih muda, pakaiannya sederhana saja, akan tetapi mempunyai muka yang aneh sekali, karena mukanya seluruhnya dan leher sampai ke telinga berwarna merah yang bukan sewajarnya.

Banyak orang yang bermuka merah akan tetapi orang itu mukanya seperti dilumuri darah saja saking merahnya. Tak seorang pun di antara tokoh-tokoh di sini mengenalnya apa lagi orang itu hanya sebentar saja sehingga tidak sempat ditanya namanya dan asal-usulnya. Sementara itu Hui Lian berlari-lari dan memeluk ibunya, sedangkan Coa Hong Kin berlari dan berlutut di depan suhunya, Cam-kauw Sin-kai. Dua orang ini tadinya terkejut melihat Sin Hong roboh oleh senjata rahasia tanpa mereka sempat menolong.

Bagaimana Hui Lian dan Hong Kin dapat muncul di saat itu? Dan yang lebih aneh lagi. bagaimana Wan Sin Hong dapat pula muncul bersama mereka? Kita mengetahui bahwa Hui Lian dan Hong in telah tertawan oleh Liok Kong Ji dan ikut dalam rombongan sebagai orang-orang tawanan yang tidak berdaya. Ada-pun Wan Sin Hong, telah lama pemuda ini tertutup dalam dasar jurang puncak Luliang-san tak dapat keluar lagi karena jalan keluar satu-satunya telah ditutup mati oleh Liok Kong Ji!

Untuk mengetahui hal ini dengan jelas, mari kita mundur dan mengikuti pengalaman Wan Sin Hong yang terkurung dan terpendam di dalam dasar jurang.

********************

Serial Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo

Sin Hong mengamuk ketika melihat Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu. Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi lweekangnya yang sudah mencapai tingkat tak terukur lagi tingginya, ia telah menewaskan Ba Mau Hoatsu, pembunuh ayah-bundanya. Sin Hong sudah banyak mendapat petuah- petuah berharga dari ayah angkatnya, Lie Bu Tek, juga mendapat banyak sekali nasihat-nasihat dari gurunya yang pertama, Liang Gi Tojin. Oleh karena itu, andaikata ia mendapatkan Ba Mau Hoatsu pembunuh ayah bundanya itu sebagai seorang yang sudah melakukan perbuatan-perbuatan baik, sebagai seorang baik-baik yang sudah merubah hidupnya yang sesat kiranya ia tidak akan membunuhnya.

Akan tetapi melihat betapa Ba Mau Hoatsu makin jahat saja, ia lalu menewaskan pendeta Tibet itu, bukan semata- mata untuk membalas dendam ayah bundanya, juga untuk melenyapkan seorang manusia berbahaya bagi keselamatan umum dari muka bumi. Juga Giok Seng Cu telah ia robohkan dan terluka ketika dua orang pendeta ini menyusul Kong Ji dan Nalumei ke dalam terowongan rahasia.

Seperti telah diceritakan di bagian depan, dengan marah Sin Hong mengejar Kong ji, Nalumei, dan Giok Seng Cu yang melarikan diri melalui terowongan, akan tetapi terpaksa Sin Hong menghentikan usahanya ini dan kembali ke dalam dasar jurang karena musuh musuhnya telah menghujani batu-baru dari terowongan, membuat ia tak mungkin melakukan pengejaran lebih lanjut. Ta tahu akan kelicikan Kong Ji dan tahu pula akan kelihaian pemuda iblis itu, maka lebih baik ia mengalah dan mundur untuk perlahan lahan mencari akal keluar dari tempat itu.

Setelah tidak terdengar suara tiga orang itu lagi, Sin Hong lalu berjalan melalui terowongan untuk keluar. Akan tetapi, seperti yang ia telah diduga dan dikhawatirkah, pintu keluar yang dahulu menjadi kamar Pak Kek Siansu di puncak Luliang-san, telah tertutup dan di timbuni batu-batu karang yang besar dan berat.

Sin Hong mencoba untuk mendorong batu-batu karang itu, akan tetapi sia-sia. Kong Ji tidak berlaku kepalang tanggung. Timbunan batu karang itu banyak sekali sehingga menutup seluruh goa dan berat tekanan gunung batu kara itu puluhan ribu kati. Mana tenaga manusia dapat mendorongnya atau membongkarnya? Sin Hong akhirnva maklum bahwa tak mungkin ia dapat keluar melalu jalan ini, maka ia lalu kembali ke dasar jurang.

Sampai beberapa hari Wan Sin Hong tidak dapat mencari akal untuk keluar dari tempat itu. Untuk melalui jalan seperti ketika ia pernah turun ke dalam jurang, tidak mungkin. Jalan itu dapat ditempuh dari atas ke bawah dengan bantuan akar-akar yang dilepas dari atas, akan tetapi dari bawah ke atas benar-benar tak mungkin. Kalau hal itu dikerjakan berarti hanya akan membuang nyawa secara sia-sia belaka. Akhirnya Sin Hong mengambil keputusan untuk mengambil jalan yang semenjak dahulu sudah sering kali ia pikirkan.

Dahulu, ketika ia berada seorang diri di tempat itu, terkurung hidup-hidup dan mempelajari ilmu silat dari kitab peninggalan Pak Kek Siansu, seringkali ia sebagai anak-anak ingin sekali keluar dari tempat kurungan itu, akan tetapi sebelum ia mencapai tingkat tinggi dengan kepandaian silatnya, keinginan itu hanya diakhiri dengan tangisan belaka.

Seringkali ia menjelajah tempat itu dan di bagian kiri di mana terdapat jurang yang amat mengerikan dalamnya, karena sebetulnya itu bukan jurang, melainkan lereng bukit yang diliputi oleh awan. Kalau melihat tempat ini, ingin sekali Sin Hong menuruni lereng itu dan memeriksa keadaan di sebelah sana.

Akan tetapi tempat itu demikian sukar dilewati, selain gelap tertutup halimun, juga lereng itu menurun amat terjalnya dan tanahnya terdiri dari batu karang yang tajam runcing, dan selalu basah oleh halimun sehingga berlumut dan licinnya tak perlu dtbicarakan lagi. Oleh karena itu, biarpun dahulu ia telah memperoleh kepandaian tinggi sebelum mengambil keputusan menuruni jalan ini, ia berusaha lebih dulu mencari jalan lain sehingga akhirnya menemukan terowongan yang membawanya ke gua tempat istirahat atau bertapa mendiang Pak Kek Siansu.

Kalau jalan itu tidak terdapat olehnya, tentu ia akan mengambil jalan menuruni lereng yang terjal ini, yang baginya merupakan jalan terakhir. Memang, mengambil jalan ini berarti mempertaruhkan nyawa untuk mendapat jalan keluar dari tempat kurungan itu.

Sekarang karena terowongan sudah tertutup dan untuk naik ke puncak melalui jurang tak mungkin dilakukan, terpaksa ia harus mempertaruhkan nyawa, mengmbil jalan itu. Kalau saja di dunia ramai tidak banyak yang harus dikerjakan, kiranya Sin Hong akan lebih suka tinggal di tempat itu, bertapa dan menyucikan batin sampai tiba saatnya ia menyusul gurunya, Pak Kek Siansu. Akan tetapi hal itu tak dapat dilakukan sekarang.

Masih terlalu banyak urusan yang harus diselesaikan di dunia ramai. Di sana ada urusan pengrusakan namanya, ada urusan Gak Soan Li yang membuat ia dihajar oleh Go Ciang Le, hal yang membuat ia merasa kasihan kepada Soan Li dan juga penasaran dan perih hati dan di sana masih banyak orang-orang jahat yang harus ia hadapi.

Demikianlah, setelah membawa banyak buah-buahan yang dahulu menjadi makanan utamanya setiap hari untuk bekal di perjalanan, Sin Hong memulai perjalananiya yang amat sukar dan berbahaya. Beberapa hari yang lalu, pemuda ini mengubur jenazah Ba Mau Hoatsu. Biarpun kakek jahat ini musuh besarnya dan tewas di dalam tangannya, akan tetapi setelah melihat mayat itu menggeletak tak terurus, ia menjadi tidak tega juga dan digalinya sebuah kuburan untuk mayat bekas musuh besarnya.

Ia mendapatkan kesukaran dalam menggali tanah berbatu tanpa alat, kemudian ia melihat sepasang senjata Ba Mau Hoatsu, yakni sepasang roda yang entah sudah mengambil nyawa berapa ratus orang! Dengan senjata ini Sin Hong menggali dan mendapat kenyataan bahwa roda itu terbuat daripada baja yang luar biasa kerasnya. Maka sekarang, ketika menuruni lereng terjal itu, ia pun membawa sepasang roda itu untuk dipergunakan sebagai pembantu menuruni lereng.

Dengan roda ini ia dapat mengalungi setiap batu karang bawah kakinya dan dengan bantuan roda ia mengayun tubuh ke bawah, bergantung kepada roda yang dikalungkan pada batu karang kemudian menggantungkan roda ke dua pada batu karang di bawah kakinya. Demikianlah dengan amat perlahan dan hati-hati, Sin Hong mulai perjalanannya yang penuh bahaya.

Sekali saja ia terpeleset dan terlepas ke bawah, batu karang-batu karang yang tajam seperti golok dan runcing seperti pedang akan menyambut tubuhnya! Yang membikin perjalanan amat berbahaya adalah halimun atau embun gunung yang menyelimuti sepanjang lereng sehingga tidak saja di situ amat gelap, akan tetapi yang paling berbahaya adalah hawa dingin yang menggerogoti kulit dan meresap ke dalam tulang.

Makin jauh Sin Hong menuruni lereng itu, makin tebal embun yang menyelimutinya dan hawa dingin menyerang hebat sehingga ia sampai menggigil. Terpaksa Sin Hong menunda perjalanannya, kedua kakinya menginjak ujung batu karang dan kedua tangannya memegang roda yang tergantung pada batu karang di atasnya. Di sini ia mengerahkan sin-kangnya sehingga tubuhnya tiba-tiba menjadi hangat sekali seakan-akan ia bukan sedang berdiri di dalam selimutan embun, melainkan diselimuti oleh cahaya terik matahari! Memang lweekang dari pemuda ini sudah hebat sekali. Tak lama kemudian, dari atas kepalanya menguap asap putih dan tubuhnya mulai berpeluh.

Setelah mengusir hawa dingin yang membuat tulang-tulangnya kaku, ia lalu melanjutkan perjalanannya. Perjalanan ini membutuhkan tenaga lweekang untuk menjaga agar ia jangan sampai jatuh, maka tadi ketika mengerahkan tenaga memanaskan tubuh, terpaksa ia berhenti.

Akhirnya, setelah mengalami serangan embun berkali-kali dan ia sudah berhenti sampai lima kali untuk mengusir dingin, kemudian ia telah keluar dari daerah embun dan berada di tempat yang terang. Pemandangan dari situ amat indah, juga menakutkan sekali. Kalau tadi ia melihat ke bawah, ia hanya melihat halimun yang gelap putih demikian pula melihat ke atas.

Akan tetapi sekarang kalau ia menundukkan kepalanya, ia melihat alam yang amat luas di bawah kakinya. Lereng gunung itu masih amat curam, akan tetapi jauh di bawah sudah melihat tanah datar, kurang lebih seratus kaki di bawahnya. Di depannya nampak pohon-pohon yang kelihatan dan situ amat pendek dan kecil, akan tetapi indah sekali. Kalau ia memandang ke atas, nampak warna-warni indah dari pelangi karena sinar matahari mencoba menembus embun dan mendatangkan warna yang inilah menakjubkan.

Sin Hong kini terus menurun dengan lebih cepat dari tadi. Sekarang ia tidak menghadapi serangan embun, juga dapat melihat dengan jelas sehingga kedua kakinya mudah saja mencari tempat berpijak, tidak seperti tadi meraba-raba untuk mendapat keyakinan bahwa batu karang berikutnya yang hendak digantungi roda benar-benar cukup kuat.

Tanpa terasa olehnya, Sin Hong telah melakukan perjalanan yang amat berbahaya ini selama setengah hari! Akhirnya ia dapat menginjakkan kedua kakinya di atas tanah datar dan ketika ia mendongak ke atas, terlihatlah olehnya bahwa yang dituruninya tadi adalah dinding gunung yang tinggi menjulang ke atas dan puncaknya lenyap ke dalam awan.

Akan tetap, daerah yang didatangi ini aneh dan asing baginya. Di depannya terdapat gunung-gunung kecil di ujung sekali menjulang tinggi sebuah gunung yang seakan- akan hendak menyaingi Luliang-san yang besar. Sin Hong tidak tahu bahwa itulah puncak gunung Teng-san, yang masih termasuk daerah pegunungan Luliang-san juga. Karena hendak segera menjumpai manusia agar ia tahu di mana ia berada dan dapat menanyakan jalan yang harus ditujunya.

Sin Hong tidak membuang waktu lagi dan cepat melanjutkan perjalanan. Akan tetapi semua jurusan nampak liar dan tak pernah didatangi manusia. Jalan satu-satunya yang kelihatan hidup hanyalah lorong menuju ke puncak gunung di ujung itu. Maka ia terus berlari cepat dan akhirnya menjelang senja tibalah ia di lereng Teng-san.

Ketika ia sedang berlari cepat mencari-cari dengan pandang matanya kalau-kalau di dekat situ terdapat perkampungan, tiba-tiba ia melihat tubuh dua orang manusia menggeletak dt pinggir jalan! Sin Hong cepat lari menghampiri dan ketika ia memandang, ternyata bahwa yang menggeletak itu adalah dua orang pendeta yang sudah tak bernyawa lagi!

Dua orang tosu itu terang telah terbunuh orang karena pada tubuh mereka terdapat bekas-bekas bacokan senjata tajam. Juga, melihat tanda-tanda darah di situ, ternyata bahwa pembunuhan ini terjadinya belum lama, belum lewat semalam. Melihat ini, Sin Hong mengerutkan alisnya. Bagaimana di tempat sesunyi ini terdapat manusia yang dibunuh? Siapakah mereka ini dan siapa pula pembunuhnya?

Melihat dua orang tosu yang terbunuh, Sin Hong tidak ragu-ragu lagi bahwa di puncak gunung itu tentu terdapat pertapaan. Maka ia lalu mendaki gunung dengan cepatnya. Tepat seperti yang ia duga, di puncak gunung terdapat sebuah kuil yang cukup besar, sebuah kuil kuno yang biarpun tembok-temboknya sudah kelihatan tua dan buruk, namun masih tetap kokoh kuat saking tebalnya, tanda bahwa bangunan kuil itu adalah bangunan kuno yang lebih mementingkan kekuatan dari pada keindahan.

Seorang totong (kacung pertapa) menyambutnya dan membawanya ke dalam ruangan tamu. Ruangan tamu ini lebar dan di situ terdapat jendelanya yang besar. Sambil menanti datangnva ketua kuil, Sin Hong melihat-lihat keluar jendela yang terbuka. Pemandangan di luar jendela amat indah, dengan gunung-gunung tinggi dihias pohon-pohon rindang.

Ia mendengar tindakan kaki perlahan, cepat ia memutar tubuh dan memandang. Alangkah heran dan kagetnya ketika melihat seorang tosu ini bersama dengan ketua-ketua partai besar yang lain hendak menangkapnya. Tosu tua itu bukan lain adalah Pang Soan To-jin, ketua dari Teng-san-pai! Di lain pihak, Pang Soan To-jin juga terkejut karena tosu ini juga mengenal Wan Sin Hong.

“Hemm, kau...?“ katanya dan di lain saat ketua Teng-san-pai sudah mengeluarkan senjatanya, yakni pian baja dan bersiap menyerang. Sin Hong menarik napas panjang dan tersenyum pahit, lalu berkata sambil memandang ke atas, ke arah langit-langit ruangan itu.

“Ayaa... agaknya yang jutsi (menjelma) menjadi aku sekarang ini, dahulunya adalah seorang penjahat besar yang tak pernah tertangkap, maka sekaranglah aku harus menebus dosa-dosa dahulu.“

Tosu itu nampak tercengang. “Apa maksudmu?“

“Totiang, sesungguhnya selama hidup aku belum pernah bertemu dengan To-tiang juga dengan para locianpwe lain yang selalu mengejar-ngejarku, belum pernah aku bertemu. Akan tetapi mengapa setiap kali bertemu, Totiang mengarnbil sikap bermusuh?“

“Karena kau seorang penjahat keji! Sudah menjadi kewajiban kami sebagai penegak keadilan dan pelindung rakyat tertindas, kami harus membasmi orang- orang jahat seperti kau ini.“ kata pula Pang Soan Tojin.

“Itulah yang kumaksudkan. Agaknya dahulu aku seorang penjahat besar yang belum menebus dosa, maka sekaranglah hukumannya. Sekarang ini, sebaliknya dari dahulu, aku yang tidak pernah melakukan kejahatan apa-apa di sana-sini dianggap orang jahat dan dimusuhi oleh orang-orang di dunia kang-ouw. Memang sudah nasibku...” Suara Sin Hong terdengar begitu sungguh-sungguh sehingga ketua Teng-san-pai menjadi makin tertarik.

“Orang muda, memang sikapmu bukan seperti penjahat, akan tetapi banyak orang-orang jahat sikapnya kelihatan seperti orang baik-baik. Tentang kejahatanmu, siapakah yang tidak tahu? Sudah terlalu banyak saksi dan bukti-buktinya.“

“Masa bodoh dan terserah kepada orang sajalah,“ Sin Hong menjadi mendongkol sekali. “Akan tetapi setidaknya, kedatanganku ini bukan untuk bersoal jawab tentang itu. Totiang menganggap aku seorang penjahat keji, terserah hanya Thian yang mengetahui!“

“Wan Sin Hong, kata-katamu membikin pinto bingung dan ragu-ragu. Apa sih maksudmu datang di tempat pertapaan pinto ini?“

“Kedatanganku di bukit ini tidak sengaja, Totiang. Juga secara kebetulan sekali aku di lereng gunung ini dan melihat dua orang tosu yang sudah menjadi mayat di lereng...“

“Apa... Di mana...?“ Pang Soan Tojin terkejut sekali.

“Mari ikut bersamaku. Totiang, kuperlihatkan tempatnva,“ kata Sin Hong dan di lain saat dua orang itu telah berlari-lari turun gunung dengan cepatnya.

Pang Soan Tojin sengaja mengerahkan ilmu lari cepatnya, akan tetap alangkah heran dan kagumnya ketika melihat pemuda itu tanpa banyak kesukaran dapat selalu mengimbangi kecepatan larinya! Akhirnya mereka tiba di tempat di mana Sin Hong melihat dua mayat tosu tadi.

“Ah, benar-benar mereka telah terbunuh...“ Pang Soan Tojin berkata perlahan lalu cepat memeriksa isi saku baju mereka. Wajahnya berubah dan ia berkata seperti kepada diri-sendiri “Surat kuasa diambil orang... apa maksudnya...?“

“Totiang, bolehkah aku mengetahui, surat-surat apakah yang diambil orang?“

Pang Soan Tojin yang tadinya memeriksa mayat dua orang anak muridnya yang terbunuh di lereng Teng-san, kini berdiri dan memandang kepada Sin Hong, bimbang dan ragu mendengar pertanyaan pemuda itu. “Apa huhungannya hal ini semua dengan engkau? Biarpun pinto belum pernah menyaksikan sendiri tentang kejahatanmu, akan tetapi semua ciangbunjin sudah menyatakan bahwa kau seorang penjahat keji. Sekarang kau datang-datang pada saat terjadi pembunuhan atas dua orang murid pinto, hemm... pinto harus selidiki betul-betul siapa pembunuh mereka ini dan mengapa dua orang muridku dibunuh.“

Sin Hong mengangkat kedua lengannya ke atas dan menggerakkan pundaknya tanda putus asa. “Ampun, Totiang...! Apakah kau juga menuduh aku melakukan pembunuhan terhadap mereka ini? Aduh, alangkah buruk nasibku. Aku yang mendapatkan mereka dan sengaja naik untuk melaporkan, bahkan dituduh. Eh, Totiang yang baik, kalau memang aku yang membunuh mereka dan telah merampas barang-barat mereka, untuk apa aku harus memberi tahu kepadamu dan masih bertanya-tanya lagi barang apa yang dirampas dari tubuh mereka? Hanya seorang gila yang akan berbuat seperti itu dan kiranya Totiang tidak akan menyangka aku pula. Betapapun jahat aku, kiranya belum miring otakku“

Pang Soan Tojin menganggap alasan ini memang kuat. Kalau pemuda ini yang membunuh dua orang anak muridnya, mengapa pemuda ini bersikap seperti itu. Dan pula, makin lama ia bercakap-cakap dengan pemuda ini dan memandang wajahnya, makin tipis keyakinannya bahwa pemuda ini seorang penjahat. Sebagai seorang tokoh besar di dunia kang-ouw, ia sudah ribuan kali melihat wajah penjahat dan selama hidupnya belum pernah ia bertemu dengan “penjahat keji“ yang bersikap dan berbicara seperti pemuda ini! Akan tetapi untuk percaya begitu saja, ia pun masih ragu-ragu.

“Orang muda, kalau betul-betul bukan kau yang membunuh mereka, apa maksudmu bertanya tentang surat yang dirampas orang dari tubuh mereka ini?“

“Totiang maklum bahwa di mana-mana aku dituduh penjahat, dan aku sedang berdaya upaya menangkap pemalsu namaku. Kalau Totiang memberi tahu kepadaku, kiranya aku akan dapat mencari jejak pembunuhnya. Percayalah, Totiang. Wan Sin Hong akan mencekik batang leher penjahat yang membunuh dua orang tosu ini.“

“Surat itu adalah surat kuasa. Sebetulnya pinto sendiri harus datang ke Ngo-heng san untuk melakukan pemilihan bengcu baru, akan tetapi pinto sedang kurang sehat dan karenanya pinto menyuruh dua orang anak murid pinto ini dengan membawa surat kuasa. Sekarang mereka terbunuh dan surat kuasa dirampas orang, sungguh tak tahu apa artinya itu?“

Otak Sin Hong memang luar biasa cerdasnya. Mendengar ini, sebentar saja ia sudah dapat menerka apa yang kiranya mungkin dilakukan orang dengan perampasan surat kuasa. “Terima kasih, Totiang, aku akan menyusul ke Ngo-heng san dan menangkap pembunuhnya!“

Setelah berkata demikian sekali berkelebat pemuda itu lenyap dari depan Pang Soan Tojin, membuat Ketua Teng-san-pai itu menjadi bengong, menghela napas dan mengurut urut Jenggotnya yang pendek. “Hayaaa... luar biasa sekali pemuda itu. Kalau dia memang jahat dan bermaksud membunuhku, bagaimana dapat melayaninya? Ilmunya benar-benar tinggi... sungguh banyak terjadi hal-hal aneh di dunia ini, banyak rahasia yang membingungkan...“ Tosu itu lalu kembali ke kuil dan menyuruh anak-anak murid yang lain untuk mengurus jenazah kedua orang anak muridnya yang tewas itu.

Adapun Sin Hong dengan kecepatan luar biasa lalu berlari menuju Ngo-heng-san. Ia teringat akan pemilihan bengcu di puncak Ngo-heng-san. Teringat pula betapa Cam-kauw Sin-kai pernah menyatakan hendak memilihnya sebagai calon bengcu. Teringat akan ini, terbayang pula segala kejadian di Pulau Kim-ke-tho, tentang Gak Soan Li yang bernasib malang sekali, tentang Hwa I Enghiong yang telah menghajarnya, tentang ayah angkatnya, Lie Bu Tek dan Hui Lian puteri Hwa I Enghiong yang juga membencinya dan menganggapnya penjahat. Semua kenangan ini membuat Sin Hong menjadi berduka sekali akan tetapi membuat makin marah dan gemas terhadap penjahat yang merusak namanya. Ia memperepat larinya sehingga seolah- olah terbang di atas ujung rumput hijau.

Demikianlah secara singkat kita telah mengikuti pengalaman Sin Hong sejak terkurung di jurang sampai ia dapat mencari jalan keluar kemudian pergi ke Ngo-heng-san. Sekarang marilah kita menengok pengalaman Hui Lian dan Coa Hong Kin yang muncul bersama Sin Hong di Puncak Ngo-heng-san itu.

Telah kita ketahui bahwa dalam perjalanan mereka bersama dari kota raja menuju ke Ngo-heng-san untuk memenuhi permintaan Pangeran Wanyen Ci Lun, Hui Lian dan Hong Kin dihadang oleh Liok Kong Ji dan kawan- kawannya bahkan kemudian setelah bertempur seru lalu roboh dan tertawan oleh Kong Ji yang lihai.

Baiknya Kong Ji masih membutuhkan dua orang muda ini, kalau tidak tentu nasib mereka tidak akan demikian baik. Kong Ji membutuhkan Hui Lian untuk dipergunakan sebagai pemaksa Ciang Le apabila ternyata menghalangi kehendaknya menjadi Bengcu dan di samping memang ia sayang kepada bekas sumoinya yang cantik ini.

Dan dia membutuhkan Hong Kin karena ia bercita-cita untuk masuk ke dalam lingkungan istana mencari kedudukan, maka tidak baiklah kalau ia menanam permusuhan denga Pangeran Wanyen Ci Lun yang amat berpengaruh di dalam kota raja, sedangkan Hong Kin adalah orang kepercayaan dan kesayangan Pangeran Wanyen Ci Lun. Oleh karena ini maka Hui Lian dan Hong Kin selamat dan diperlakukan baik sungguhpun mereka selalu dikurung di tengah-tengah dan kedua tangan mereka dibelenggu.

Ketika pasukan yang membawa mereka sudah tiba di puncak Ngo-heng san, Hui Lian dan Hong Kin diturunkan dari kuda dan selanjutnya dua orang muda ini dipaksa berjalan kaki di tengah-tengah pasukan yang juga berjalan kaki. Pasukan ini adalah pasukan dari Partai Kwan-cin-pai, yang terdiri dari anggauta-angauta yang pakaiannya campur aduk tidak seragam. Memang Kwan-cin-pai berbeda dengan partai partai lain dan tidak pernah mengenakan pakaian seragam.

Agaknya ini memang sifat sembarangan dan jorok dari ketuanya, yakin Mo-kiam Siangkoan Bu sehingga pasukannya juga tidak teratur. Akan tetapi, sungguhpun demikian pasukan ini terdiri dari orang-orang yang pandai ilmu silat dan pula amat setia kepada ketua dan perkumpulan. Justru karena pakaian para anggauta pasukan ini tidak seragam, maka Kong Ji menyuruh pasukan ini yang menjaga Hui Lian dan Hong Kin sehingga dari luar barisan tidak akan kentara bahwa di tengah-tengah barisan terdapat dua orang tawanan.

Dilihat sepintas lalu saja, tentu orang akan mengira bahwa dua orang itu pun termasuk anggauta pasukan. Mereka berdua diperlakukan baik dan tidak diganggu, bahkan tidak dipisahkan melainkan diperbolehkun berjalan berdampingan di dalam barisan. Dengan kedua tangan dibelenggu ke belakang. Hui Lian berjalan di dekat Hong Kin.

“Apa maksud anjing Liok itu membawa kita naik ke Ngo-heng-san?“ tanya Hui Lian perlahan.

Hong Kin juga tidak mengerti. “Kalau dia masih takut mengganggumu, masih tidak aneh. Akan tetapi mengapa aku masih dibiarkan hidup? Ini benar benar aneh.“

“Kita harus berusaha membebaskan diri. Liok Kong Ji itu jahat dan berbahaya sekali. Dia membawa kita pasti ada maksudnya yang keji.“ Diam-diam ia mengerahkan tenaga untuk melepaskan belenggunya, akan tetapi sia-sia belaka. Pengikat pergelangan tangannya terbuat daripada sutera ulat hijau yang amat kuat dan ulet. Juga Hong Kin beberapakali mengerahkan tenaga, namun sia-sia. Mereka menjadi penasaran sekali dan diam-diam mencari jalan.

“Bagiku sendiri, aku tidak khawatir biarpun menghadapi bahaya maut, Nona. Akan tetapi kau... ah, hatiku perih kalau mengingat akan nasibmu.“

Wajah Hui Lian menjadi merah dan ia mengerling ke arah pemuda itu dengan lirikan tajam. “Mengapa kau mengucapkan kata-kata seperti itu, Saudara Coa? Kita adalah kawan seperjalanan, kawan yang memikul tugas yang sama. Sudah seharusnya senasib sependeritaan. Kalau aku dapat bebas, kau tentu akan bebas pula. Demikian sebaliknya, kita akan menghadapi bahaya maut bersama.“

“Tidak, Go-lihiap. Malapetaka boleh menimpa padaku, seorang yang malang dan tak seorang pun akan kehilangan kalau aku terkena malapetaka. Akan tetapi kau... ah, aku akan mempergunakan kesempatan dan kemungkinan untuk membantumu terbebas daripada tangan iblis Liok Kong Ji itu.“

Hui Lian merasa terharu dan memberikan hadiah senyuman manis. “Saudara Coa kau benar-benar seorang yang berhati mulia. Berkali kali telah mengeluarkan tenaga dan berkorban untuk menolongku. Kebaikanmu sudah cukup banyak dan aku orang she Go amat berterima kali kepadamu. Akan tetapi jangan kaukira aku hendak selamat sendiri saja, hendak enak sendiri saja. Percayalah, sekali aku dapat bebas, kau tentu akan bebas pula. Aku bukan seorang pengecut yang suka meninggalkan kawan senasib begitu saja. Kita berangkat bersama dan memikul tugas bersama, tak mungkin aku dapat meninggalkan engkau hanya untuk mencari keselamatan sendiri.”

Mendengar ucapan ini, wajah Coa Hong Kin menjadi berseri dan agaknya kata-kata itu amat menyenangkan hatinya. Kebaikan hati gadis ini terhadapnya sedikit menjadi hiburan bahwa ia mencinta seorang gadis yang patut dicinta dan setidaknya, cinta kasihnya sudah terbalas oleh sikap manis dari gadis itu.

Kemudian rombongan itu tiba di lapangan di mana para tokoh kang-ouw sudah berkumpul. Dari tempatnya, Hui Lian dapat melihat tokoh-tokoh besar yang dikenalnya baik-baik, bahkan ia melihat pula ayah bundanya. Bukan main girang hatinya, akan tetapi tiba-tiba ia merasa angin menyambar lehernya dari belakang. Sebelum gadis im sempat mengelak, ia merasa leher belakangnya sakit dan ternyata jalan darah Tiong-cu-hiat dan selanjutnya jalan darah bagian urat gagu telah kena ditotok.

Ternyata bahwa yang menotoknya adalah Giok Seng Cu. Tosu yang cerdik ini tahu bahwa kalau melihat ayahbundanya mungkin sekali gadis ini berteriak, maka untuk menjaga agar jangan sampai terjadi hal ini, ia telah menotok jalan darah yang membuat gadis itu lemas dan gagu. Juga Hong Kin mengalami nasib yang sama, maka biarpun dua orang muda ini dapat mendengar dan melihat segala sesuatu yang terjadi di lapangan itu, mereka sama sekali tidak berdaya!

Keributan di antara para tokoh besar yang makin memuncak apalagi ketika Liok Kong Ji maju menyerang kanan kiri dengan kata-katanya yang tajam, menimbulkan ketegangan besar sehingga para anggauta pasukan tak seorang pun tidak menonton. Oleh karena ini perhatian kepada Hui Lian dan Hong Kin berkurang bahkan dua orang ini tidak diperhatikan lagi. Apa gunanya? Dua orang muda itu sudah terbelenggu dan tertotok, tak mungkin dapat melarikan diri dari tempat itu dan tak mungkin dapat menimbulkan kesulitan bagi mereka...