Pedang Pusaka Naga Putih Jilid 18 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG PUSAKA NAGA PUTIH JILID 18

TIDAK hanya pihak penyerbu, pihak tuan rumah juga merasa heran. Bahkan ketiga tokoh Ngo-lian-pai juga menghentikan serangan masing-masing. Dengan surat di tangan dan tindakan kaki tetap dan sikap mengancam Tan Cianbu menghampiri ketiga tokoh Ngo-lian-pai.

"Cuwi silakan baca ini dan lihat betapa jahat dan palsunya orang-orang yang cuwi bela!"

Lo Thong mengambil surat itu dan sehabis membacanya ia memberikan surat itu kepada Ang Gwat Niang-niang dengan wajah merah padam. Pertapa wanita itu membaca dengan tenang tapi sehabis membaca surat itu ia berpaling kepada ketiga muridnya dengan mata berapi.

"Biauw Niang, apa artinya ini? Kalian hendak memberontak dan membantu perbuatan terkutuk? Jadi kau sudah tipu gurumu sendiri untuk memusuhi para hohan ini?”

Suara ini merdu dan nyaring tapi di dalamnya mengandung kebengisan hebat hingga Biauw Niang menjadi gemetar ketakutan.

"Subo... teecu tidak... tidak berani berbuat begitu. Yang membawa rencana dan berhubungan langsung dengan Co Taijin adalah Kek Kong susiok!"

Ang Gwat Niang-niang memandang Kek Kong Tojin dengan mata mengandung pertanyaan dan tuntutan. Tapi yang dipandang hanya tertawa lalu berkata,

"Suci, apakah suci takut menghadapi penjahat-penjahat ini? Kalau takut dan tidak mau membantu, silakan suci dan suheng pulang kembali ke gunung saja, biar aku menghadapinya sendiri!"

"Kek Kong, kau tersesat!" Lo Thong Sianjin membentak.

"Biauw Niang, kalian bertiga membuat malu gurumu. Mulai saat ini kalian bukanlah anak murid Ngo-lian-pai lagi!"

"Cuwi, maafkan pin-ni yang tertipu," kata Ang Owat Niang-niang sambil menjura kepada pihak tuan rumah, kemudian ia tersenyum kepada Han Liong dan Pauw Lian, "Kalian Pek Liong dan Ouw-Liong sungguh gagah. Giok Ciu dan Sin Wan beruntung sekali bisa mendapat murid seperti kailan. Kalau bertemu kedua guru kalian, sampaikan salamku kepada mereka!" Kemudian sekali berkelebat, Ang Gwat Niang-niang lenyap dari pandangan, hanya masih terdengar suaranya memanggil, "Ayoh, suheng!”

Lo Thong tertawa sambil menjura kepada Khouw Sin Ek dan berkata dengan suara tak puas. "Aku telah berkenalan dengan kepalan dewa, tapi sayang belum kenyang kita mengadu kepalan terpaksa harus berakhir sampai disini. Khouw Lojin, kalau ada kesempatan jangan lupa padaku untuk mencoba dan melanjutkan pertempuran ini."

"Ha ha ha! Lo Thong toyu, kau serakah sekali. Baik-baik! Lain kali kalau ada kegembiraan pasti aku mengunjungi gunungmu."

Lo Thong menjura lagi lalu melompat pergi menyusul sumoinya.

Sementara itu, karena tidak dapat menahan marahnya lagi, Tan Cianbu berteriak memerintahkan kawan-kawannya, "Serbu pemberontak dan penghianat-penghianat ini!"

Goloknya terayun membacok Kek Kong Tojin yang menangkisnya dengan toyanya. Un Kiong melompat mendekati ayahnya. “Ayah biarkanlah aku menghajar imam yang jahat ini!"

Tan Cianbu maklum bahwa anaknya mempunyai kepandaian yang lebih tinggi darinya, maka ia tertawa dan berkata, "Hati-hati, Un Kiong!" Lalu ia pimpin kawan-kawannya berbalik menghantam Cek Kong Tojin dan kawan-kawannya!

Sebaliknya, pihak Han Liong dan kawan-kawannya menjadi bingung karena musuh telah saling gempur sesamanya. Tapi tiba-tiba Han Liong berkata, "Telah diputuskan untuk membasmi para durna dulu. Nah, mereka inilah kaki tangan durna. Ayoh bantu Tan Cianbu!”

Lie Bun Tek segera terjun lagi dalam pertempuran, membantu Un Kiong, sedangkan Han Liong dan Pauw Lian menyerang ketiga siluman wanita dengan sengit. Juga Hong Ing tidak mau tinggal diam. Ia memutar siang-kiamnya dan maju melabrak musuh. Tetapi beberapa orang dari fihak tuan rumah yang tidak mau ikut campur urusan orang lain tinggal diam saja menjadi penonton.

Keadaan kedua fihak tidak seimbang maka sebentar saja korban yang berjatuhan di fihat Kek Kong Tojin memenuhi tempat itu. Pek-liong Pokiam dan Ouw-liong Pokiam mengamuk dengan hebatnya dan di mana saja pedang warna hitam dan putih berkelebat, maka pasti ada yang korban jatuh tanpa dapat menjerit lagi.

Ketika Han Liong dan Pausw Lian sedang mengamuk hebat dan merasa gembira melihat hasilnya, tiba-tiba ada angin bertiup keras dan Han Liong dan Pauw Lian merasa ada tenaga raksasa yang menahan pedang mereka!

Mereka terkejut sekali tetapi tak dapat menahan tarikan itu sehingga dalam sekejap mata kedua pokiam itu terlepas dari tangan dan terbang entah ke mana! Selagi mereka terheran-heran, dari atas melayang sehelai kertas putih. Han Liong segera memungutnya dan bersama Pauw Lian membacanya.

Alangkah terkejut mereka dan tiba-tiba saja mereka merasakan seluruh muka panas karena malu. Han Liong dan Pauw Lian memandang sekeliling. Juga mereka yang sedang bertempur, semua berdiri terheran-heran dengan mulut ternganga karena semua senjata mereka dengan tiba-tiba saja lenyap dari tangan mereka tanpa mereka ketahui siapa yang merampasnya!

Hanya Khouw Sin Ek saja yang menjura ke arah barat dan berkata keras, "Siansu dan Suthai, terima kasih atas bantuan kalian. Silakan singgah di tempat kami yang kotor!"

Tiba-tiba dari jauh terdengar suara yang keras bergema, "Khouw Toyu, ada kau orang tua, kami tak perlu khawatir, semua pasti selesai. Maafkan kami mengganggu dan tak dapat mampir. Selamat tinggal!”

Khouw Sin Ek hanya geleng-geleng kepala dan menghela napas! Han Liong dan Pauw Lian berlutut dan menyebut 'Suhu!'

Hanya Khouw Sin Ek saja yang dapat melihat gerakan Kam Hong Siansu dan Kui Giok Cu Suthai yang datang berdua dan merampas semua senjata dari mereka yang sedang bertempur. Bahkan Kam Hong Siansu telah meninggalkan sepucuk surat kepada Han Liong dan Pauw Lian! Melihat hal itu, Khouw Sin Ek menghampiri kedua anak muda itu dan bertanya.

"Surat apakah yang kalian terima? Pesanan Siansu?"

Sambil menundukkan kepala Han Liong memberikan surat kepada Khouw Sin Ek yang membacanya:

Han Liong! Sudah terlampau banyak darah mengalir. Hentikanlah pertempuran. Belum waktunya menggulingkan kekuasaan yang memerintah. Tiba saatnya akan runtuh sendiri. Pek Liong sudah bertemu Ouw Liong, maka kami minta kembali. Sebagai gantinya kau mendapat Pauw Lian dan dia mendapat kau. Kami memberi doa restu, jadilah kalian suami isteri yang bahagia dan bijaksana. Terima kasih kepada Khouw toyu yang telah sudi menjadi perantara!

Tertanda Kam Hong Siansu Kui Giok Ciu Suthai.


Khouw Sin Ek tertawa geli tiada terhingga. "Ah, sungguh pintar orang tua itu!" Kemudian ia berpaling kepada semua orang. "Hai, cuwi yang terhormat. Kami sebagai tuan rumah di gunung ini mengharap hendaknya agar cuwi jangan membikin kotor tempat ini dengan pertumpahan darah selanjutnya! Para enghiong yang merasa tertipu oleh biang keladi pemberontakan dan sudah menjadi sadar, harap kembali ke tempat masing-masing dan mengubah kekeliruan masing-masing. Para pahlawan yang setia kepada negara harap mengurus hal ini melalui saluran tertentu. Dan kau, Kek Kong, dengan ketiga muridmu, kalau ingin selamat hentikanlah kesesatanmu, karena kalau tidak, biar kali ini lolos dari bencana, pasti lain kali akan mengalami mala petaka!"

"Kau sombong, Khouw lojin. Memang, kuakui bahwa kali ini kami kalah. Orangmu telah dapat merampas senjata kami. Tapi lain kali tentu aku hendak membalas hormat padamu!"

Kemudian saikong itu menggandeng tangan ketiga keponakan muridnya itu dan membawa mereka lari turun gunung. Semua orang bubar sambil membawa kawan-kawan mereka yang terluka dan terbinasa. Tapi Khouw Sin Ek menahan Tan Cianbu yang memang telah dikenalnya baik.

"Khouw lo-enghiong. Sekarang aku mengerti mengapa Un Kiong berlaku demikian ketolol-tololan, tentu ini adalah kau orang tua yang mengajarnya!" kata Tan Cianbu sambil tertawa.

Khouw Sin Ek tertawa. "Tapi, bagaimana pendapatmu tentang puteramu? Puaskah kau melihatnya?"

"Terima kasih atas didikanmu kepadanya, Khouw lo-enghiong," jawab Tan Cianbu.

"Tidak cukup dengan terima kasih saja, cianbu. Sekarang aku hendak memajukan diri menjadi perantara untuk perjodohan Un Kiong."

"Perjodohan? Ia masih sangat muda!"

"Tidak terlalu muda untuk mendapat jodoh yang cocok dan baik."

"Siapakah nona yang kau puji-puji itu?"

"Bukan lain ialah nona Lie Hong Ing yang memberimu surat tanda pemberontakan tadi."

"O dia...??"

Memang semenjak bertemu di taman dan melihat kegagahan sikap gadis itu dan kecantikannya. Tan Cianbu sudah merasa suka, maka ia segera menyatakan persetujuannya hingga Khouw Sin Ek menjadi girang sekali. Han Liong segera ditemui dan ketika diminta pendapatnya, Han Liong hanya mengangguk sambil tersenyum girang.

"Memang mereka berdua itu jodoh masing-masing. Kalau bukan saudara Un Kiong, siapa lagi yang sanggup menundukkan Hong Ing?"

Ketika Hong Ing diberitahu oleh Pauw Lian yang mendapat tugas menyampaikan kepada gadis ini, Hong Ing menghujani tubuh Pauw Lian dengan cubitan sehingga Pauw Lian mengaduh-aduh dan lari. Hong Ing mengejarnya, tapi Pauw Lian berteriak,

"Tan Kongcu... Tan Kongcu... tolong aku, Ing-moi nakal sekali...!"

Terpaksa Hong Ing cepat-cepat bersembunyi didalam kamar sendiri, takut kalau-kalau Un Kiong benar-benar muncul pada saat itu!

Sementara itu, perjodohan antara Han Liong dan Pauw Lian tak menemui kesulitan. Kedua guru masing-masing sudah setuju, kedua orang yang bersangkutan juga setuju, sedangkan pada waktu itu, semua guru dan bibi Han Liong pun berada di situ pula dan mereka bahkan menerima warta ini dengan girang sekali. Adapun Pauw Lian, karena ia yatim piatu, maka cukup diwakili oleh Pauw Kim Kong yang menjadi keluarga satu-satunya.

********************

Cersil karya Kho Ping Hoo Serial Jago Pedang Tak Bernama

Demikianlah, sebulan kemudian, di Beng-san dilangsungkan perkawinan dua pasang mempelai, Tan Un Kiong dengan Lie Hong Ing, dan Si Han Liong dengan Pauw Lian. Ketika upacara dilangsungkan, tiada hentinya mereka berempat saling goda sehingga menambah keramaian dan kemesraan pesta itu.

Selanjutnya, Hong Ing tinggal dengan suaminya di rumah mertuanya yang telah meletakkan jabatan dan pulang ke kampung, sedangkan Han Liong dan isterinya tinggal di Kam hong-san atas permintaan guru-guru dan bibinya. Biarpun kedua pokiam telah ditarik kembali oleh gurunya masing-masing, namun mereka berdua terus berlatih ilmu pedang Pek liong Kiamsut dan Ouw-Liong Kiamsut, bahkan mereka berusaha menggabungkan kedua ilmu pedang ini.

Hidup mereka penuh kebahagiaan karena sebagai bengcu Han Liong dikenal oleh seluruh hohan di kalangan kang-ouw yang datang mengunjungi, juga mereka sering turun gunung untuk mengunjungi sahabat-sahabatnya.

Hong Ing pun hidup bahagia dengan suaminya yang sangat menyintainya, dan dari Un Kiong, Hong Ing mendapat bimbingan ilmu silat tinggi sehingga ia memperoleh kemajuan pesat sekali. Seperti juga Han Liong suami isteri, Un Kiong suami isteri ini juga sering melakukan perjalanan mengunjungi sahabat-sahabat untuk meluaskan pengalaman dan dimana saja mereka tak pernah lupa mengeluarkan tangan dan menggunakan kepandaian mereka untuk membantu fihak lemah yang tertindas dan membasmi orang-orang jahat yang mengacaukan rakyat jelata.

Sesuai dengan petunjuk Kam Hong Siansu, untuk sementara Han Liong dan kawan-kawannya menghentikan gerakan mereka sambil menanti suasana melihat keadaan pemerintah. Yo Leng In atau Yo Toanio, bibi Han Liong, ikut keponakannya tinggal di Kam-hong-san dan janda ini melewati sisa hidupnya dengan menumpang dan ikut merasakan kebahagiaan hidup Han Liong dan Pauw Lian.

Hampir sebulan sekali atau lebih sering lagi, kalau tidak Han Liong dan isterinya mengunjungi kampung Un Kiong yang tidak jauh dari Kam hong-san, tentu Un Kiong dan Hong Ing yang naik ke Kam-hong-san untuk mengunjungi kakaknya yang tercinta itu, di mana pada tiap pertemuan mereka mengobrol dengan gembira-ria!

T A M A T

Pedang Pusaka Naga Putih Jilid 18

PEDANG PUSAKA NAGA PUTIH JILID 18

TIDAK hanya pihak penyerbu, pihak tuan rumah juga merasa heran. Bahkan ketiga tokoh Ngo-lian-pai juga menghentikan serangan masing-masing. Dengan surat di tangan dan tindakan kaki tetap dan sikap mengancam Tan Cianbu menghampiri ketiga tokoh Ngo-lian-pai.

"Cuwi silakan baca ini dan lihat betapa jahat dan palsunya orang-orang yang cuwi bela!"

Lo Thong mengambil surat itu dan sehabis membacanya ia memberikan surat itu kepada Ang Gwat Niang-niang dengan wajah merah padam. Pertapa wanita itu membaca dengan tenang tapi sehabis membaca surat itu ia berpaling kepada ketiga muridnya dengan mata berapi.

"Biauw Niang, apa artinya ini? Kalian hendak memberontak dan membantu perbuatan terkutuk? Jadi kau sudah tipu gurumu sendiri untuk memusuhi para hohan ini?”

Suara ini merdu dan nyaring tapi di dalamnya mengandung kebengisan hebat hingga Biauw Niang menjadi gemetar ketakutan.

"Subo... teecu tidak... tidak berani berbuat begitu. Yang membawa rencana dan berhubungan langsung dengan Co Taijin adalah Kek Kong susiok!"

Ang Gwat Niang-niang memandang Kek Kong Tojin dengan mata mengandung pertanyaan dan tuntutan. Tapi yang dipandang hanya tertawa lalu berkata,

"Suci, apakah suci takut menghadapi penjahat-penjahat ini? Kalau takut dan tidak mau membantu, silakan suci dan suheng pulang kembali ke gunung saja, biar aku menghadapinya sendiri!"

"Kek Kong, kau tersesat!" Lo Thong Sianjin membentak.

"Biauw Niang, kalian bertiga membuat malu gurumu. Mulai saat ini kalian bukanlah anak murid Ngo-lian-pai lagi!"

"Cuwi, maafkan pin-ni yang tertipu," kata Ang Owat Niang-niang sambil menjura kepada pihak tuan rumah, kemudian ia tersenyum kepada Han Liong dan Pauw Lian, "Kalian Pek Liong dan Ouw-Liong sungguh gagah. Giok Ciu dan Sin Wan beruntung sekali bisa mendapat murid seperti kailan. Kalau bertemu kedua guru kalian, sampaikan salamku kepada mereka!" Kemudian sekali berkelebat, Ang Gwat Niang-niang lenyap dari pandangan, hanya masih terdengar suaranya memanggil, "Ayoh, suheng!”

Lo Thong tertawa sambil menjura kepada Khouw Sin Ek dan berkata dengan suara tak puas. "Aku telah berkenalan dengan kepalan dewa, tapi sayang belum kenyang kita mengadu kepalan terpaksa harus berakhir sampai disini. Khouw Lojin, kalau ada kesempatan jangan lupa padaku untuk mencoba dan melanjutkan pertempuran ini."

"Ha ha ha! Lo Thong toyu, kau serakah sekali. Baik-baik! Lain kali kalau ada kegembiraan pasti aku mengunjungi gunungmu."

Lo Thong menjura lagi lalu melompat pergi menyusul sumoinya.

Sementara itu, karena tidak dapat menahan marahnya lagi, Tan Cianbu berteriak memerintahkan kawan-kawannya, "Serbu pemberontak dan penghianat-penghianat ini!"

Goloknya terayun membacok Kek Kong Tojin yang menangkisnya dengan toyanya. Un Kiong melompat mendekati ayahnya. “Ayah biarkanlah aku menghajar imam yang jahat ini!"

Tan Cianbu maklum bahwa anaknya mempunyai kepandaian yang lebih tinggi darinya, maka ia tertawa dan berkata, "Hati-hati, Un Kiong!" Lalu ia pimpin kawan-kawannya berbalik menghantam Cek Kong Tojin dan kawan-kawannya!

Sebaliknya, pihak Han Liong dan kawan-kawannya menjadi bingung karena musuh telah saling gempur sesamanya. Tapi tiba-tiba Han Liong berkata, "Telah diputuskan untuk membasmi para durna dulu. Nah, mereka inilah kaki tangan durna. Ayoh bantu Tan Cianbu!”

Lie Bun Tek segera terjun lagi dalam pertempuran, membantu Un Kiong, sedangkan Han Liong dan Pauw Lian menyerang ketiga siluman wanita dengan sengit. Juga Hong Ing tidak mau tinggal diam. Ia memutar siang-kiamnya dan maju melabrak musuh. Tetapi beberapa orang dari fihak tuan rumah yang tidak mau ikut campur urusan orang lain tinggal diam saja menjadi penonton.

Keadaan kedua fihak tidak seimbang maka sebentar saja korban yang berjatuhan di fihat Kek Kong Tojin memenuhi tempat itu. Pek-liong Pokiam dan Ouw-liong Pokiam mengamuk dengan hebatnya dan di mana saja pedang warna hitam dan putih berkelebat, maka pasti ada yang korban jatuh tanpa dapat menjerit lagi.

Ketika Han Liong dan Pausw Lian sedang mengamuk hebat dan merasa gembira melihat hasilnya, tiba-tiba ada angin bertiup keras dan Han Liong dan Pauw Lian merasa ada tenaga raksasa yang menahan pedang mereka!

Mereka terkejut sekali tetapi tak dapat menahan tarikan itu sehingga dalam sekejap mata kedua pokiam itu terlepas dari tangan dan terbang entah ke mana! Selagi mereka terheran-heran, dari atas melayang sehelai kertas putih. Han Liong segera memungutnya dan bersama Pauw Lian membacanya.

Alangkah terkejut mereka dan tiba-tiba saja mereka merasakan seluruh muka panas karena malu. Han Liong dan Pauw Lian memandang sekeliling. Juga mereka yang sedang bertempur, semua berdiri terheran-heran dengan mulut ternganga karena semua senjata mereka dengan tiba-tiba saja lenyap dari tangan mereka tanpa mereka ketahui siapa yang merampasnya!

Hanya Khouw Sin Ek saja yang menjura ke arah barat dan berkata keras, "Siansu dan Suthai, terima kasih atas bantuan kalian. Silakan singgah di tempat kami yang kotor!"

Tiba-tiba dari jauh terdengar suara yang keras bergema, "Khouw Toyu, ada kau orang tua, kami tak perlu khawatir, semua pasti selesai. Maafkan kami mengganggu dan tak dapat mampir. Selamat tinggal!”

Khouw Sin Ek hanya geleng-geleng kepala dan menghela napas! Han Liong dan Pauw Lian berlutut dan menyebut 'Suhu!'

Hanya Khouw Sin Ek saja yang dapat melihat gerakan Kam Hong Siansu dan Kui Giok Cu Suthai yang datang berdua dan merampas semua senjata dari mereka yang sedang bertempur. Bahkan Kam Hong Siansu telah meninggalkan sepucuk surat kepada Han Liong dan Pauw Lian! Melihat hal itu, Khouw Sin Ek menghampiri kedua anak muda itu dan bertanya.

"Surat apakah yang kalian terima? Pesanan Siansu?"

Sambil menundukkan kepala Han Liong memberikan surat kepada Khouw Sin Ek yang membacanya:

Han Liong! Sudah terlampau banyak darah mengalir. Hentikanlah pertempuran. Belum waktunya menggulingkan kekuasaan yang memerintah. Tiba saatnya akan runtuh sendiri. Pek Liong sudah bertemu Ouw Liong, maka kami minta kembali. Sebagai gantinya kau mendapat Pauw Lian dan dia mendapat kau. Kami memberi doa restu, jadilah kalian suami isteri yang bahagia dan bijaksana. Terima kasih kepada Khouw toyu yang telah sudi menjadi perantara!

Tertanda Kam Hong Siansu Kui Giok Ciu Suthai.


Khouw Sin Ek tertawa geli tiada terhingga. "Ah, sungguh pintar orang tua itu!" Kemudian ia berpaling kepada semua orang. "Hai, cuwi yang terhormat. Kami sebagai tuan rumah di gunung ini mengharap hendaknya agar cuwi jangan membikin kotor tempat ini dengan pertumpahan darah selanjutnya! Para enghiong yang merasa tertipu oleh biang keladi pemberontakan dan sudah menjadi sadar, harap kembali ke tempat masing-masing dan mengubah kekeliruan masing-masing. Para pahlawan yang setia kepada negara harap mengurus hal ini melalui saluran tertentu. Dan kau, Kek Kong, dengan ketiga muridmu, kalau ingin selamat hentikanlah kesesatanmu, karena kalau tidak, biar kali ini lolos dari bencana, pasti lain kali akan mengalami mala petaka!"

"Kau sombong, Khouw lojin. Memang, kuakui bahwa kali ini kami kalah. Orangmu telah dapat merampas senjata kami. Tapi lain kali tentu aku hendak membalas hormat padamu!"

Kemudian saikong itu menggandeng tangan ketiga keponakan muridnya itu dan membawa mereka lari turun gunung. Semua orang bubar sambil membawa kawan-kawan mereka yang terluka dan terbinasa. Tapi Khouw Sin Ek menahan Tan Cianbu yang memang telah dikenalnya baik.

"Khouw lo-enghiong. Sekarang aku mengerti mengapa Un Kiong berlaku demikian ketolol-tololan, tentu ini adalah kau orang tua yang mengajarnya!" kata Tan Cianbu sambil tertawa.

Khouw Sin Ek tertawa. "Tapi, bagaimana pendapatmu tentang puteramu? Puaskah kau melihatnya?"

"Terima kasih atas didikanmu kepadanya, Khouw lo-enghiong," jawab Tan Cianbu.

"Tidak cukup dengan terima kasih saja, cianbu. Sekarang aku hendak memajukan diri menjadi perantara untuk perjodohan Un Kiong."

"Perjodohan? Ia masih sangat muda!"

"Tidak terlalu muda untuk mendapat jodoh yang cocok dan baik."

"Siapakah nona yang kau puji-puji itu?"

"Bukan lain ialah nona Lie Hong Ing yang memberimu surat tanda pemberontakan tadi."

"O dia...??"

Memang semenjak bertemu di taman dan melihat kegagahan sikap gadis itu dan kecantikannya. Tan Cianbu sudah merasa suka, maka ia segera menyatakan persetujuannya hingga Khouw Sin Ek menjadi girang sekali. Han Liong segera ditemui dan ketika diminta pendapatnya, Han Liong hanya mengangguk sambil tersenyum girang.

"Memang mereka berdua itu jodoh masing-masing. Kalau bukan saudara Un Kiong, siapa lagi yang sanggup menundukkan Hong Ing?"

Ketika Hong Ing diberitahu oleh Pauw Lian yang mendapat tugas menyampaikan kepada gadis ini, Hong Ing menghujani tubuh Pauw Lian dengan cubitan sehingga Pauw Lian mengaduh-aduh dan lari. Hong Ing mengejarnya, tapi Pauw Lian berteriak,

"Tan Kongcu... Tan Kongcu... tolong aku, Ing-moi nakal sekali...!"

Terpaksa Hong Ing cepat-cepat bersembunyi didalam kamar sendiri, takut kalau-kalau Un Kiong benar-benar muncul pada saat itu!

Sementara itu, perjodohan antara Han Liong dan Pauw Lian tak menemui kesulitan. Kedua guru masing-masing sudah setuju, kedua orang yang bersangkutan juga setuju, sedangkan pada waktu itu, semua guru dan bibi Han Liong pun berada di situ pula dan mereka bahkan menerima warta ini dengan girang sekali. Adapun Pauw Lian, karena ia yatim piatu, maka cukup diwakili oleh Pauw Kim Kong yang menjadi keluarga satu-satunya.

********************

Cersil karya Kho Ping Hoo Serial Jago Pedang Tak Bernama

Demikianlah, sebulan kemudian, di Beng-san dilangsungkan perkawinan dua pasang mempelai, Tan Un Kiong dengan Lie Hong Ing, dan Si Han Liong dengan Pauw Lian. Ketika upacara dilangsungkan, tiada hentinya mereka berempat saling goda sehingga menambah keramaian dan kemesraan pesta itu.

Selanjutnya, Hong Ing tinggal dengan suaminya di rumah mertuanya yang telah meletakkan jabatan dan pulang ke kampung, sedangkan Han Liong dan isterinya tinggal di Kam hong-san atas permintaan guru-guru dan bibinya. Biarpun kedua pokiam telah ditarik kembali oleh gurunya masing-masing, namun mereka berdua terus berlatih ilmu pedang Pek liong Kiamsut dan Ouw-Liong Kiamsut, bahkan mereka berusaha menggabungkan kedua ilmu pedang ini.

Hidup mereka penuh kebahagiaan karena sebagai bengcu Han Liong dikenal oleh seluruh hohan di kalangan kang-ouw yang datang mengunjungi, juga mereka sering turun gunung untuk mengunjungi sahabat-sahabatnya.

Hong Ing pun hidup bahagia dengan suaminya yang sangat menyintainya, dan dari Un Kiong, Hong Ing mendapat bimbingan ilmu silat tinggi sehingga ia memperoleh kemajuan pesat sekali. Seperti juga Han Liong suami isteri, Un Kiong suami isteri ini juga sering melakukan perjalanan mengunjungi sahabat-sahabat untuk meluaskan pengalaman dan dimana saja mereka tak pernah lupa mengeluarkan tangan dan menggunakan kepandaian mereka untuk membantu fihak lemah yang tertindas dan membasmi orang-orang jahat yang mengacaukan rakyat jelata.

Sesuai dengan petunjuk Kam Hong Siansu, untuk sementara Han Liong dan kawan-kawannya menghentikan gerakan mereka sambil menanti suasana melihat keadaan pemerintah. Yo Leng In atau Yo Toanio, bibi Han Liong, ikut keponakannya tinggal di Kam-hong-san dan janda ini melewati sisa hidupnya dengan menumpang dan ikut merasakan kebahagiaan hidup Han Liong dan Pauw Lian.

Hampir sebulan sekali atau lebih sering lagi, kalau tidak Han Liong dan isterinya mengunjungi kampung Un Kiong yang tidak jauh dari Kam hong-san, tentu Un Kiong dan Hong Ing yang naik ke Kam-hong-san untuk mengunjungi kakaknya yang tercinta itu, di mana pada tiap pertemuan mereka mengobrol dengan gembira-ria!

T A M A T