Jodoh Si Mata Keranjang Jilid 05 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

SETELAH menyaksikan sendiri, Gouw Kian Sun kembali lagi ke ruangan tamu Cin-ling-pai, diikuti oleh mereka yang kini dipenuhi semangat untuk menuntut balas. Kembali mereka duduk di ruangan tamu yang luas itu dan wajah Gouw Kian Sun muram sekali. Dia telah menyaksikan sendiri kebenaraan semua yang laporan dan tuntutan para tamunya yang terhormat.

Diam-diam dia merasa khawatir sekali, bukan mengkhawatirkan keselamatan diri sendiri, melainkan khawatir akan nama baik Cin-ling-pai. Kini dia dapat menduganya dan hampir yakin bahwa memang inilah yang dikehendaki oleh Pek-lian-kauw, yaitu mengadu domba antara Cin-ling-pai dengan para perguruan besar! Buktinya, yang terkena musibah hanya empat perguruan besar sehingga mereka semua merasa pehasaran kepada Cin-ling-pai, sedangkan para tamu lain, tamu biasa, tidak mengalami gangguan apa pun.

Para tamu yang kini telah duduk semua itu memandang ke arah Gouw Kian Sun dengan sinar mata penuh tuntutan. Wakil ketua Cin-ling-pai yang sejak beberapa pekan ini sudah kehilangan bobot amat banyak sehingga terlihat pucat dan kurus itu berulang kali menarik napas panjang. Kemudian dia mengangkat mukanya yang sejak pulang dari pemeriksaan tadi terus menunduk saja, dan memandang kepada semua tamu.

"Cu-wi Locianpwe dan Enghiong (pendekar), saya sudah melihat sendiri bukti dari semua yang cu-wi ceritakan. Saya tidak dapat menyangkal lagi bahwa memang cu-wi mendapat gangguan-gangguan hebat di Cin-ling-pai. Sekarang saya belum bisa menangkap murid-murid Cin-ling-pai yang berdosa, namun saya akan menyelidikinya dengan teliti. Lagi pula terdapat kemungkinan bahwa ada yang sengaja hendak merusak nama baik Cin-ling-pai, karena bagaimana pun juga, rasanya tidak masuk di akal kalau murid-murid Cin-ling-pai melakukan kejahatan sekeji itu."

"Bagus sekali!” Poa Cin An bangkit dan berseru keras. "Jadi sesudah dengan mata sendiri menyaksikan jenazah puteriku, kini Gouw Pangcu masih ingin melindungi murid Cin-ling-pai? Sekarang juga kami menuntut agar jahanam she Lui murid Cin-ling-pai itu ditangkap dan diserahkan kepada kami! Akan kami penggal lehernya supaya kepalanya dapat kami pakai menyembahyangi jenazah Liu In!"

"Betul sekali itu!" Tiong Gi Cin-jin berteriak pula. "Semua murid Cin-ling-pai harus dipaksa mengaku, kalau perlu disiksa, siapa yang sudah membunuh Gu Kay Ek murid pinto (aku) dan harus menerima hukuman yang adil!"

"Siancai! Apa yang dikatakan para wakil Go-bi-pai dan Bu-tong-pai itu benar sekali!" kata Yang Tek Tosu "Penghinaan ini harus dibayar lunas! Kalau pemimpin Cin-ling-pai hendak mengelak maka semua murid Cin-ling-pai akan kami hajar agar mengaku!" Sambil berkata demikian, Yang Tek Tosu yang sudah marah sekali itu meloncat dari atas bangkunya dan berdiri dengan dua tangan terkepal.

"Totiang, tahan bicaramu itu!" tiba-tiba Ciok Gun membentak dan dia pun telah melompat dan berdiri di depan Yang Tek Tosu. "Ingat bahwa engkau adalah seorang tamu yang tak layak bersikap sembarangan dan seenaknya saja!"

Melihat tindakan Ciok Gun ini, Gouw Kian Sun menjadi terkejut dan heran, sekaligus juga amat gelisah. Dia terkejut melihat sikap muridnya itu, dan juga heran karena muridnya ini memiliki watak yang pendiam, akan tetapi sekarang jadi pandai bicara! Dan dia pun tahu bahwa muridnya ini telah ‘dikendalikan’ oleh orang-orang Pek-lian-kauw, agaknya sengaja untuk memperuncing keadaan yang sudah gawat itu.

Yang Tek Tosu sudah marah sekali. Begitu mendengar ucapan Ciok Gun, dia pun segera membentak, “Memang pinto hanya seorang tamu seperti yang lainnya, tetapi ingat, kami adalah tamu-tamu yang diundang, tamu terhormat, bukan tamu liar! Maka sepatutnya jika tuan rumah menghormati kami, bukan malah menghina dan membunuh. Apakah Cin-ling-pai kini sudah berubah menjadi perkumpulan pembunuh dan penjahat keji?"

“Totiang, engkau sungguh menghina kami!" bentak Ciok Gun. "Telah kami katakan bahwa kami hendak menyelidiki urusan ini, namun Totiang mendesak. Kalau saat ini kami belum dapat menyerahkan mereka yang bersalah, habis Totiang mau apa? Hendak menghajar kami? Hemm, aku khawatir Totiang tidak memiliki kemampuan untuk itu!"

"Jahanam kau!" Yang Tek Tosu yang sudah marah sekali kehilangan kesabarannya lagi dan dia pun mendorongkan tangan kanannya ke arah dada Ciok Gun, dengan niat untuk membuat orang muda itu terpelanting supaya dapat berurusan sendiri dengan wakil ketua Cin-ling-pai yang pada saat itu merupakan orang pertama di Cin-ling-pai. Akan tetapi Ciok Gun tidak mengelak, bahkan dia pun mendorongkan tangan kanannya untuk menyambut pukulan itu.

"Dessss...!"

Dua buah tangan yang jari-jarinya terbuka bertemu dengan kuatnya. Ciok Gun terdorong mundur dua langkah, akan tetapi Yang Tek Tosu juga terdorong ke belakang dua langkah. Diam-diam Kian Sun terkejut sekali. Yang Tek Tosu adalah tokoh tingkat dua di Kun-lun-pai, akan tetapi pukulan tangan kosong yang mengandung sinkang sangat kuat itu dapat ditahan bahkan diimbangi oleh muridnya! Juga Yang Tek Tosu terkejut bukan main dan menjadi semakin marah.

"Siapakah engkau?!" bentaknya.

"Namaku Ciok Gun dan aku adalah pembantu utama suhu yang menjadi wakil ketua Cin-ling-pai. Kalau perlu aku dapat mewakili suhu untuk menghadapi siapa saja yang hendak mengganggu Cin-ling-pai!"

Tentu saja diam-diam semua orang terkejut sekali. Tak mereka sangka bahwa wakil ketua Cin-ling-pai demikian lihainya sehingga muridnya saja mampu mengimbangi tenaga tokoh tingkat dua dari Kun-lun-pai!

"Ciok Gun, jangan kurang ajar!" Tiba-tiba Gouw Kian Sun tak dapat menahan dirinya lagi sehingga dia sudah meloncat ke depan.

Ciok Gun membalik dan kini guru dan murid itu berdiri berhadapan. Mula-mula Ciok Gun menunjukkan sikap melawan, akan tetapi tiba-tiba saja, seperti ada yang membisikinya, dia mundur dan duduk kembali.

Kini Gouw Kian Sun sudah berdiri di tengah ruangan itu. Dia mengangkat kedua tangan untuk memberi hormat kepada semua tamu. "Saya mengerti akan kemarahan cu-wi (anda sekalian). Karena tak mungkin bagi saya untuk cepat-cepat dapat menangkap para murid yang melakukan perbuatan keji itu, biarlah saya sebagai pimpinan Cin-ping-pai yang akan bertanggung jawab. Nah, cu-wi majulah dan hukumlah saya, saya tidak akan melawan. Saya mewakili dan menanggung dosa semua murid Cin-ling-pai!"

Gouw Kian Sun memang sudah nekat. Nama baik Cin-ling-pai sudah berada di ambang kehancuran. Permusuhan dengan perguruan-perguruan besar akan meledak, dan semua keluarga Cia masih berada dalam cengkeraman Pek-lian-kauw. Dia tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghindarkan keluarga Cia dari mala petaka! Karena itu dia pun hendak mengorbankan diri saking putus asanya.

Sikapnya ini diterima salah oleh Yang Tek Tosu, Tiong Gi Cinjin dan Poa Cin An. Mereka menganggap bahwa sikap ini berarti hendak melindungi para murid yang telah melakukan kejahatan besar. Mereka mengenal Cia Kong Liang sebagai ketua Cin-ling-pai yang keras dan adil, juga mengenal puteranya yang pernah menjadi ketua Cin-ling-pai pula, yaitu Cia Hui Song yang gagah perkasa dan berjiwa pendekar. Kalau ada kedua orang itu, jelas tak akan ada murid Cin-ling-pai yang berani melakukan kejahatan. Akan tetapi sekarang yang menjadi pimpinan adalah Gouw Kian Sun, maka terjadilah semua kejahatan itu. Agaknya Gouw Kian Sun ini pun bukan orang baik-baik!

"Bagus, kalau murid-muridnya jahat dan keji, tentu ketuanya lebih jahat lagi dan memang pantas dihukum mati!" Yang Tek Tosu membentak. Juga Tiong Gi Cin-jin dan Poa Cin An sudah maju, siap untuk menyerang Gouw Kian Sun.

"Omitohud…! Harap saudara sekalian suka menahan diri, jangan menuruti nafsu amarah dan dendam." tiba-tiba Thian Hok Hwesio berseru dan dia sudah melangkah maju melerai bersama dengan sute-nya, Thian Khi Hwesio,.

Yang Tek Tosu memandang kepada dua orang hwesio itu dengan sinar mata yang masih diliputi kemarahan. "Hemm, kedua sahabat dari Siauw-lim-pai mempunyai petunjuk yang bagaimana?" Kata-kata ini bukan hanya mengandung pertanyaan, akan tetapi juga celaan mengapa dua orang hwesio yang juga mengalami penghinaan itu maju melerai.

"Omitohud, pinceng (aku) tidak dapat menyalahkan kalau cu-wi marah-marah dan hendak menuntut balas. Namun harap diingat bahwa saat ini para tokoh besar Cin-ling-pai, yaitu keluarga Cia, tidak ada yang berada di sini. Dan bagaimana pun juga, jelas bahwa semua kejahatan dilakukan oleh para murid Cin-ling-pai, bukan oleh Gouw Pangcu. Sungguh pun dia harus bertanggung jawab, akan tetapi kita harus memberi waktu kepadanya. Kita tidak dapat memaksanya untuk sekarang juga melunasi hutang itu. Apa lagi sebagai tamu kita harus ingat bahwa Gouw Pangcu menghadapi hari pernikahannya besok. Sungguh tidak tepat apa bila kita harus mengeruhkan tempat ini dengan pembalasan dendam. Urusan ini bisa diselesaikan kapan pun juga. Maka sebaiknya jika kita memberi waktu selama satu bulan kepada Gouw Pangcu untuk menangkapi murid-muridnya yang berdosa. Biarlah dia melaksanakan pernikahannya dulu dan mengerahkan murid-muridnya untuk menangkapi mereka yang berdosa. Sebulan lagi, pada tanggal satu bulan depan, kita datang ke sini untuk minta pertanggungan jawab Gouw Pangcu. Pinceng harap cu-wi setuju dengan usul pinceng ini karena pinceng percaya bahwa cu-wi adalah orang-orang bijaksana. Betapa pun juga Gouw-pangcu tidak akan dapat lari dari kita, bukan?"

Tiong Gi Cinjin, Poa Cin An, Yang Tek Tosu dan kawan-kawan mereka saling pandang dan berbisik, lalu akhirnya mereka semua terpaksa menyetujui usul itu. Bila mereka dapat membunuh Gouw Pangcu sekali pun, hal ini belum berarti membalaskan kematian murid dan puteri mereka. Dan memang semua peristiwa ini terjadi di luar tahu sang ketua, maka tentu membutuhkan waktu untuk membongkarnya dan menangkap yang bersalah! Selain itu mereka juga harus mengurus jenazah Poa Liu In dan Gu Kay Ek.

"Baik, sebulan lagi kami balik ke sini!” kata Tiong Gi Cinjin yang mengajak murid-muridnya untuk meninggalkan tempat itu.

"Gouw Pangcu, sebulan lagi aku datang untuk menerima pembunuh puteriku!" kata pula Poa Cin An yang juga mengajak murid-murid Go-bi-pai yang lain untuk pergi.

"Kami pun akan kembali sebulan lagi. .Mari kita pergi!" kata Yang Tek Tosu kepada murid keponakannya.

Kini tinggal dua orang hwesio itu yang berada di situ. Gouw Kian Sun yang masih berdiri seperti patung, kini menghadapi dua orang hwesio itu. Dia memberi hormat dan berkata, "Terima kasih atas bantuan ji-wi Lo-suhu sehingga saya masih hidup sampai sekarang."

"Omitohud, tidak ada pertolongan karena sebulan lagi Pangcu harus menghadapi mereka. Kami pun akan datang satu bulan lagi. Kalau benar Cin-ling-pai menyeleweng, kami harus menentangnya, dan kami ingin bertemu dengan keluarga Cia untuk minta penjelasan."

Dua orang hwesio itu segera meninggalkan tempat itu dan pada hari itu juga, rombongan dari empat perguruan besar ini telah meninggalkan Cin-ling-pai sambil membawa jenazah murid masing-masing.

********************

Di dalam kamar Gouw Kian Sun menghadapi Su Bi Hwa dengan muka merah dan mata melotot karena marahnya. Mereka hanya berdua saja dan Bi Hwa menghadapi Kian Sun dengan senyum dan kerling mata yang genit sekali. Kian Sun melotot dengan marah dan menudingkan telunjuknya ke arah Bi Hwa.

"Moli, kenapa kau lakukan ini semua? Kenapa?”

Bi Hwa mendekat, lantas menyentuh lengan pria itu dengan gaya yang manja dan genit. "Suamiku yang baik, apa yang sudah kulakukan? Ingat, besok kita akan menikah, jangan kau marah-marah, sayangku."

"Tidak usah berpura-pura. Aku tahu engkaulah yang telah mendatangkan mala petaka itu, engkau yang menyuruh orang-orangmu untuk memperkosa dan membunuh, lalu mengaku sebagai murid-murid Cin-ling-pai! Murid Cin-ling-pai yang asli tidak akan sudi melakukan perbuatan terkutuk itu!”

"Gouw Kian Sun, ingat bahwa engkau harus mentaati semua perintahku kalau kau ingin melihat keluarga Cia selamat. Kami pun tidak mengganggu Cin-ling-pai, mengapa engkau malah ribut-ribut?" Kini Bi Hwa bersikap dingin dan mengancam.

"Akan tetapi engkau telah melakukan hal yang sangat merusak! Engkau menjerumuskan Cin-ling-pai sehingga nantinya akan dimusuhi oleh banyak pihak. Nama baik Cin-ling-pai akan tercemar!"

Wanita itu tersenyum lebar sehingga nampak deretan giginya yang rapi dan putih. "Hi-hik, suamiku yang gagah. Kenapa takut? Ada kami di sini!"

"Tidak! Tidak! Kau bunuh saja aku, Moli. Aku sudah tidak tahan lagi!"

"Hemmm, tidak usah banyak tingkah lagi, Kian Sun. Kalau kau bertingkah maka keluarga Cia yang kami bunuh, bukan engkau. Engkau akan menjadi suamiku, ingat?”

"Aku tidak sudi menikah, biar kau paksa dan kau bunuh sekali pun, aku tak sudi menikah denganmu!"

"Plakkk!"

Tangan Bi Hwa bergerak lantas pipi Kian Sun sudah ditamparnya, membuat wakil ketua Cin-ling-pai yang tidak menduga-duga itu kena ditampar sehingga dia pun terhuyung ke belakang.

"Hemm, Gouw Kian Sun. Ingat, engkau sudah menyebar undangan kepada semua tokoh persilatan. Apa bila engkau batalkan pernikahan kita, bukankah engkau sendiri yang akan mencemarkan namamu dan nama Cin-Iing-pai sehingga Cin-ling-pai serta pemimpinnya akan menjadi bahan ejekan dan tertawaan dunia persilatan?" Wanita itu tertawa dan bagi Kian Sun, dia melihat sebuah wajah yang mengerikan, seperti wajah iblis sendiri. Padahal dalam keadaan biasa, atau terlihat oleh mata umum, Su Bi Hwa adalah seorang wanita yang cantik dan memiliki daya tarik yang besar dan kuat.

Mendengar ucapan itu, Kian Sun merasa tubuhnya menjadi lemas seketika dan merasa tidak berdaya. Dia pun menjatuhkan diri di atas kursi dan memandang kepada wanita itu dengan gelisah.

"Moli, engkau memang sungguh jahat seperti iblis! Karena engkau sudah mencengkeram aku, maka sebaiknya engkau katakan saja apa yang hendak kau lakukan selanjutnya dan mengapa pula kau lakukan semua ini?"

"Engkau tidak perlu tahu kenapa aku melakukan semua itu, tetapi kau boleh mengetahui apa yang akan kami lakukan selanjutnya dengan harapan agar engkau tidak akan banyak tingkah kalau engkau ingin melihat keluarga Cia selamat semua. Besok kita langsungkan pernikahan dengan meriah, dan demi menjaga nama baik Cin-ling-pai maka engkau harus memperlihatkan wajah gembira, tidak muram."

"Hemm... lalu bagaimana tanggal satu bulan depan?"

"Aha, kau takut akan kedatangan empat perguruan besar itu?"

"Tentu mereka akan mengirim wakil-wakil yang tangguh, bahkan mungkin ketua mereka sendiri yang akan muncul! Bagaimana aku akan menghadapi mereka?"

"Ha-ha-ha, tidak perlu takut. Ada kami yang akan menghadapi mereka."

Diam-diam Kian Sun merasa girang. Iblis betina ini beserta kawan-kawannya, yaitu orang-orang Pek-Iian-kauw, akan menghadapi para utusan empat perguruan besar. Tentu iblis betina ini dan kawan-kawannya akan dapat dibunuh!

"Kalau begitu bagus sekali! Aku mengharapkan bantuanmu untuk menghadapi mereka, Moli." katanya girang.

Wanita itu tersenyum mengejek. "Hai, jangan mimpi, Kian Sun! Jangan salah sangka. Aku hendak menghadapi mereka sebagai isterimu, ingat?"

Wajah yang tadinya gembira dan penuh harapan itu menjadi muram lagi. Bila iblis betina ini menentang para utusan itu sebagai isterinya, berarti makin celaka lagi bagi nama baik Cin-ling-pai!

"Sudahlah! Biar aku mati di tangan mereka!" katanya menarik napas panjang.

"Jangan cemas, suamiku sayang. Serahkan saja kepada isterimu ini dan semuanya akan berjalan dengan baik," kata pula Bi Hwa lalu wanita itu menjatuhkan diri di atas pangkuan Kian Sun.

Pria ini tidak mampu berbuat apa-apa. Selain dia tahu bahwa dia tidak bisa mengalahkan wanita ini dengan mudah, juga andai kata dia mampu membunuhnya, di sana masih ada tiga orang guru wanita ini yang lebih lihai lagi, yang setiap waktu akan dapat membunuh seluruh keluarga Cia yang menjadi tawanan mereka.

Dia pun lalu menyerah saja, menyerahkan segalanya kepada Tuhah. Bagaimana pun juga dia hanya mengharapkan agar keluarga gurunya semua selamat, juga supaya nama baik Cin-ling-pai tidak sampai tercemar. Untuk semua itu, kalau perlu dia siap mengorbankan nyawanya sendiri.

Pada keesokan harinya pernikahan itu dirayakan dengan meriah dan semua tamu memuji kecantikan pengantin wanita. Mereka memberi selamat pada Gouw Pangcu yang menurut mereka beruntung sekali, dalam usianya yang telah empat puluh dua tahun mendapatkan jodoh seorang gadis yang masih muda dan amat cantik itu!

Selain para tamu yang menjadi kaki tangan dan bahkan orang-orang Pek-lian-kauw yang menyamar sebagai tamu, tiada seorang pun yang tahu bahwa di balik wajah cantik jelita dan bentuk tubuh yang menggairahkan itu bersembunyi iblis sendiri yang amat keji, jahat dan kejam!

Setelah Bi Hwa menjadi isterinya secara sah, terjadilah perubahan besar-besaran di Cin-ling-pai! Belasan orang murid Cin-ling-pai lenyap secara aneh tanpa meninggalkan bekas, dan kini Bi Hwa menerima lebih dari dua puluh orang anggota Cin-ling-pai baru yang tak lain hanyalah anak buah Pek-lian-kauw yang menyelundup dan diterima sebagai anggota baru Cin-ling-pai.

Tentu saja Kian Sun menjadi gelisah bukan main. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan murid-murid Cin-ling-pai yang lenyap, dan yang lenyap itu adalah murid-murid Cin-ling-pai pilihan yang setia terhadap Cin-ling-pai! Dia merasa dikepung musuh, tidak mempunyai seorang pun yang dapat diajak bicara dan dimintai bantuan. Bahkan Bi Hwa mengancam kalau dia menghubungi seorang murid Cin-ling-pai dan bicara mencurigakan, maka murid itu akan dibunuh. Maka Kian Sun sama sekali tidak berdaya.

Ciok Gun yang kini sudah menjadi seperti mayat hidup itu oleh Bi Hwa ditugaskan untuk memata-matainya sehingga setiap gerak-geriknya bila mana tidak bersama Bi Hwa, tentu diamati oleh Ciok Gun yang kini menjadi orang yang sama sekali tidak dapat dia percaya itu.

Kalau dia menuntut agar keluarga Cia dibebaskan seperti yang dijanjikan Bi Hwa, wanita itu selalu mengatakan bahwa urusannya di Cin-ling-pai belum selesai.

“Tunggu sampai tanggal satu bulan depan. Sesudah itu tentu keluarga gurumu itu akan kami bebaskan," kata Su Bi Hwa.

Akan tetapi wanita ini tak pernah menolak kalau Kin Sun minta agar dia membuktikan dan menyaksikan sendiri bahwa keluarga gurunya masih selamat. Lewat lubang dia mengintai dan melihat dengan hati lega bahwa kakek Cia Kong Liang, suheng-nya Cia Hui Song dan isteri suheng-nya, Ceng Sui Cin, dan putera mereka, Cia Kui Bu, memang dalam keadaan sehat. Bahkan ketiga orang tokoh Cin-ling-pai itu nampak selalu bersiulian, mungkin untuk mengumpulkan tenaga dan menjaga kesehatan tubuh mereka.

********************

cerita silat online karya kho ping hoo

Waktu berjalan dengan amat cepatnya dan tibalah tanggal satu yang ditunggu-tunggu itu! Sejak tiga hari yang lalu Kian Sun sudah sangat gelisah, tidak enak makan tidak nyenyak tidur, menunggu hari itu dengan hati tegang. Dia bukan tegang karena ancaman terhadap dirinya, namun merasa tegang akan nasib keluarga Cia, juga nama baik dan kehormatan Cin-ling-pai. Dia sendiri tidak tahu apa yang dapat dia lakukan kecuali mentaati perintah Bi Hwa yang kini telah menjadi ‘isterinya’.

Pagi-pagi sekali Bi Hwa telah menyuruh Kian Sun memanggil semua anggota Cin-ling-pai supaya hadir dan Kian Sun tahu banwa di antara mereka, sedikitnya ada dua puluh orang anggota baru yang tentu saja merupakan anak buah Bi Hwa yang diselundupkan! Seperti telah dipesan oleh Bi Hwa yang saat itu juga berdiri di samping kanannya sedangkan Ciok Gun berdiri di samping kirinya, ia pun memesan kepada semua anak buah untuk bersiap-siap dengan senjata mereka dan ikut menyambut tamu.

"Akan tetapi kalian dilarang untuk bergerak, kecuali kalau ada perintah dariku!" Kian Sun menutup pesannya dan penutup pesannya itu memang keluar dari hatinya sendiri, bukan seperti yang dikehendaki Bi Hwa. Akan tetapi wanita itu hanya mengangguk-angguk saja.

Sebelum matahari muncul di langit timur, para murid Cin-ling-pai telah siap siaga dengan senjata tergantung di pinggang. Mereka membentuk barisan yang berjajar mulai dari pintu gerbang sampai ke depan bangunan induk yang menjadi pusat perkumpulan Cin-ling-pai. Sisanya membentuk barisan di belakang sang wakil ketua.

Gouw Kian Sun yang selalu didampingi isterinya, Su Bi Hwa, serta pembantu utamanya, Ciok Gun, sudah duduk di ruangan depan, menanti kedatangan tamu. Tidak lama mereka menanti karena pagi-pagi sekali rombongan tamu-tamu itu sudah datang. Kiranya mereka Itu seperti sudah berjanji lebih dahulu, datang bersama-sama.

Rombongan Go-bi-pai yang kini terdiri dari sepuluh orang tetap dipimpin oleh Poa Cin An, rombongan Bu-tong-pai terdiri dari tujuh orang dipimpin oleh Tong Gi Cin-jin, rombongan Kun-lun-pai terdiri dari lima orang tosu dipimpin oleh Yang Tek Tosu, dan rombongan dari Siauw-lim-pai masih tetap dua orang saja, yaitu Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio.

Mereka memang merupakan rombongan-rombongan tersendiri dan berkelompok, namun mereka datang pada waktu yang sama dan secara berbondong mereka memasuki pintu gerbang yang di kanan kirinya terjaga oleh murid-murid Cin-ling-pai yang berdiri di kanan kiri seperti menyambut datangnya tamu agung.

Setelah rombongan tiba di pelataran yang luas di depan rumah induk Cin-ling-pai, mereka berhenti dan dari dalam keluarlah Gouw Kian Sun yang didampingi Su Bi Hwa di sebelah kanannya dan Ciok Gun di sebelah kiri. Wajah Kian Sun nampak agak pucat dan alisnya berkerut, akan tetapi Su Bi Hwa tersenyum dan wajahnya cerah dan tampak cantik sekali. Di sebelah kiri wakil ketua itu, Ciok Gun berdiri seperti patung yang wajahnya dingin.

Gouw Kian Sun berhenti di anak tangga teratas, lalu mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada semua tamu yang berkelompok, berdiri dengan tegak di pelataran itu.

"Selamat datang, kini cu-wi telah datang memenuhi janji dan terima kasih atas waktu yang diberikan kepada saya selama satu bulan...”

“Cukup, Gouw Pangcu, tidak perlu berpanjang lebar!" bentak Poa Cin An tak sabar. "Kami sudah memberi waktu selama satu bulan. Sekarang cepat keluarkan jahanam she Lui itu untuk kupakai bersembahyang di depan makam puteriku!"

"Pinto juga minta agar para pembunuh murid pinto diserahkan kepada pinto!” kata Tiong Gi Cinjin.

"Benar! Mereka yang mengeroyok dan melukai murid Kun-lun-pai juga harus diserahkan sekarang juga!” kata pula Yang Tek Tosu penuh semangat.

"Omitohud! Gouw Pangcu, apakah para murid Cin-ling-pai yang dahulu sudah melakukan penghinaan terhadap pinceng berdua telah dihukum?" tanya Thian Hok Hwesio pula.

Kembali Kian Sun mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat. Wajahnya kelihatan semakin muram, akan tetapi tidak ada jalan lain baginya kecuali bersikap dan berbicara seperti yang telah dipesankan Bi Hwa kepadanya.

"Harap cu-wi sudi memaafkan saya. Kalau ada murid Cin-ling-pai yarig bersalah, dia pasti dihukum. Pelaksanaan hukuman itu hanya kami yang berhak melakukan, dan urusan para murid Cin-ling-pai adalah urusan dalam kami sendiri. Harap cu-wi tidak mencampuri dan percayalah kepada kami. Kami pasti akan menghukum murid-murid kami yang bersalah."

"Omongan apa itu? Keluarkan mereka yang bersalah! Setidaknya kami ingin melihat dia yang membunuh murid pinto!" kata Tiong Gi Cinjin yang galak.

"Aku pun ingin melihat macamnya orang yang telah menyebabkan kematian anakku!" Poa Cin An juga berseru marah.

"Keluarkan mereka yang bersalah!" kata Yang Tek Tosu pula, kemudian anggota semua rombongan mengacung-acungkan tangan menuntut supaya para murid Cin-ling-pai yang bersalah dikeluarkan ke situ.

"Omitohud!" Thian Hok Hwesio berseru lantang tapi amat lembut. “Apakah Gouw Pangcu masih hendak melindungi mereka yang bersalah walau pun murid sendiri?"

Bi Hwa yang melihat ‘suaminya’ tidak mampu bicara lagi, kini mengangkat kedua tangan ke depan dada lantas bersuara nyaring karena dia menggunakan tenaga khikang. "Cu-wi adalah orang-orang gagah di dunia persilatan, kenapa hendak mempergunakan tekanan kepada suamiku yang tidak berdaya? Cu-wi tentu tahu bahwa suamiku hanyalah seorang wakil ketua. Sebaiknya cu-wi menunggu sampai ketua Cin-ling-pai datang, yaitu keluarga Cia yang sejak turun-temurun selalu menjadi ketua Cin-ling-pai. Harap jangan mendesak suamiku!"

Sejenak semua orang terdiam karena dari suaranya saja mereka tahu bahwa isteri Gouw Pangcu ini juga pandai ilmu silat. Dan ucapannya itu agaknya masuk akal dan beralasan. Para murid Cin-ling-pai yang asli juga menganggap bahwa isteri Gouw Pangcu itu ternyata setia pula terhadap Cin-ling-pai!

Akan tetapi, seperti sudah diduga sebelumnya oleh Bi Hwa yang cerdik, para pemimpin rombongan itu, terutama rombongan Go-bi-pai dan Bu-tong-pai yang menderita kematian murid mereka, tidak mau menerima alasan itu begitu saja.

"Kami telah memberi waktu sebulan! Pembunuh anakku harus diserahkan sekarang juga!" teriak Poa Cin An.

"Benar, kami pun menuntut supaya pembunuh murid pinto diseret ke sini sekarang. Yang bertanggung jawab adalah Gouw Pangcu, bukan para tokoh pimpinan Cin-ling-pai yang waktu itu tidak berada di sini!"

Diam-diam Bi Hwa gembira sekali karena semua hal berjalan sesuai dengan rencananya. "Hemm, cu-wi terlampau mendesak. Sebagai wakil ketua, suamiku tentu saja tidak berani mendahului ketua, sebab itu pelaksanaan hukuman terhadap para murid harus menunggu sampai ketua datang. Kalau suamiku tidak dapat menyerahkan murid-murid Cin-ling-pai, cu-wi hendak melakukan tindakan apakah?"

Pancingan ini langsung memperoleh sambutan, mula-mula dari Poa Cin An sendiri. "Aku menuntut agar pembunuh anakku diseret ke sini dan diserahkan kepadaku. Kalau tidak, terpaksa kami akan membunuh semua murid Cin-ling-pai karena pembunuh anakku tentu seorang di antara mereka!"

“Benar sekali! Kami pun akan bertindak, membasmi Cin-ling-pai yang menyeleweng!"

Tadi Kian Sun sudah berpesan kepada semua murid Cin-ling-pai supaya jangan bergerak sebelum dia perintahkan, akan tetapi tiba-tiba saja belasan orang murid Cin-ling-pai telah menghunus pedang dan mereka kemudian berlompatan ke depan. Melihat ini, Kian Sun terkejut sekali dan beberapa kali dia membentak agar para murid itu mundur. Akan tetapi mereka tidak mau mundur, malah maju dan bersikap hendak menyerang rombongan para tamu yang tentu saja menjadi marah sehingga mereka pun siap untuk melawan.

Bi Hwa tersenyum. Inilah yang dikehendakinya! Memang dia yang memesan kepada anak buahnya yang diselundupkan menjadi anggota Cin-ling-pai untuk mendahului menyerang para tamu. Kalau nanti terjadi pertempuran dan akibatnya tentu banyak murid Cin-ling-pai yang tewas, bahkan Kian Sun juga akan diusahakannya supaya tewas, barulah dia akan membebaskan keluarga Cia! Ketika melihat betapa Cin-ling-pai dibasmi oleh orang-orang dari empat perguruan besar itu, pasti keluarga Cia tidak akan mau sudah begitu saja dan akan terjadilah permusuhan yang semakin hebat.

Inilah yang dikendaki para pimpinan Pek-lian-kauw! Sudah terlalu sering para pendekar Cin-ling-pai, juga keluarga Cia, membikin rugi Pek-lian-kauw di mana-mana, menentang dan menjatuhkan banyak tokoh Pek-lian-kauw.

Melihat para murid Cin-ling-pai sudah maju dan bersikap menantang, segera para murid rombongan tamu itu pun berlompatan maju dan terjadilah perkelahian yang hebat. Pada saat itu pula nampak bayangan berkelebat disusul seruan nyaring melengking,

"Tahan semua senjata! Aku ketua Cin-ling-pai datang dan dengarkan dulu kata-kataku!"

Semua orang menjadi terkejut saat melihat seorang gadis berusia kurang lebih dua puluh satu tahun muncul begitu tiba-tiba dengan suara yang sangat nyaring. Ketika mendengar teriakan ini, rombongan tamu yang tadinya sudah mulai bertempur segera berlompatan ke belakang menghentikan serangan mereka.

Akan tetapi belasan orang murid Cin-ling-pai masih belum mau berhenti bergerak, bahkan sekarang lima orang di antara mereka menggerakkan pedang menyerang gadis itu karena gadis itu menghalangi mereka!

Gadis itu bukan lain adalah Cia Kui Hong. Melihat lima orang yang nampak seperti orang-orang Cin-ling-pai menyerangnya dengan pedang, dia pun menjadi kaget, heran dan juga marah sekali.

Gadis itu kemudian bergerak cepat seperti burung walet, tubuhnya berkelebatan di antara sinar pedang kelima orang itu dan begitu kaki tangannya bergerak cepat, lima orang itu berpelantingan ke kanan kiri dan mengaduh-aduh sambil meringis kesakitan dan pedang mereka pun terlempar. Kui Hong melihat betapa masih ada belasan orang yang agaknya hendak menyerangnya, akan tetapi pada saat itu terdengar suara wanita.

"Hentikan perkelahian!"

Belasan orang itu pun berloncatan mundur, berbaur dengan para murid Cin-ling-pai yang lain. Kui Hong cepat menoleh dan melihat bahwa yang membentak tadi adalah seorang wanita cantik yang berdiri di samping kanan susiok-nya atau juga wakilnya, yaitu Gouw Kian Sun.

Kian Sun cepat memberi hormat kepada murid keponakan itu, karena biar pun tingkatnya lebih muda tetapi Kui Hong adalah ketua Cin-ling-pai. "Pangcu baru pulang?" katanya dan suaranya terdengar menggetar karena ada keharuan, kegembiraan dan juga kegelisahan terkandung dalam suaranya itu.

"Susiok, apa artinya semua ini? Siapa wanita itu?" tanya Kui Hong menuding kepada Bi Hwa yang tersenyum manis.

“Dia... dia ini... adalah... isteriku, Pangcu."

"Isterimu...?! Hemm, dan siapa pula orang-orang yang menyerangku ini?"

"Mereka... para murid Cin-ling-pai...”

Kui Hong melangkah maju. Melihat betapa para murid Cin-ling-pai sudah menjatuhkan diri berlutut ke arah gadis itu dan menyebut ‘pangcu’, lima orang itu juga berlutut dan mereka ketakutan sekali ketika melihat ketua itu melangkah mendekati mereka.

"Murid-murid Cin-ling-pai? Mengapa aku tidak pernah melihat mereka? Dan kalau murid-murid Cin-ling-pai, mengapa menyerang aku, ketua mereka sendiri? Apakah kalian sudah gila semua?" Kui Hong marah bukan main.

"Maafkan mereka, Pangcu. Mereka adalah anggota-anggota baru, maka belum mengenal Pangcu," Bi Hwa berkata sambil mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada Kui Hong.

Akan tetapi dengan alis berkerut Kui Hong tidak menanggapinya, sebaliknya dara perkasa ini meloncat ke atas serambi dan berdiri di hadapan Kian Sun, lantas membalikkan tubuh membelakangi wakilnya itu dan menghadapi rombongan para tamu.

Dia agak terkejut ketika mengenal para tokoh itu. Dengan terheran-heran dia memandang kepada mereka, lalu wajahnya yang tadinya muram itu menjadi cerah, dan ia mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada mereka.

"Aih, kiranya ji-wi Lo-suhu (kedua guru tua) Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio dari Siauw-lim-pai, Totiang (sebutan pendeta To) Tiong Gi Cin-jin dari Bu-tong-pai, Totiang Yang Tek Tosu dari Kun-lun-pai dan juga Lo-enghiong (orang tua gagah) Poa Cin An dari Go-bi-pai yang hadir! Selamat bertemu dan selamat datang, cu-wi locianpwe (para orang tua gagah) dan maafkan Cin-ling-pai yang telah bersikap tidak selayaknya terhadap cu-wi. Sebenarnya, apakah yang terjadi? Nampaknya cu-wi marah dan menuntut sesuatu!"

"Omitohud...! Cia-lihiap (pendekar wanita Cia), pinceng telah lama mengenal keluarga Cia sebagai pimpinan Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan berwatak pendekar. Akan tetapi, apa yang terjadi satu bulan yang lalu sungguh mengejutkan hati pinceng," kata Thian Hok Hwesio.

"Losuhu, apa yang telah terjadi?"

"Omitohud…! Tanyakan saja kepada mereka dari Go-bi-pai, Bu-tong-pai, dan Kun-lun-pai. Pinceng berdua sesungguhnya lebih sebagai saksi saja karena yang kami alami tidaklah ada artinya."

"Poa Lo-enghiong, apakah yang telah terjadi dengan Go-bi-pai di sini sebulan yang lalu?"

Poa Cin An mengepal tinjunya. "Aihhhh.... sungguh membuat orang bisa mati penasaran! Sebulan yang silam kami datang ke sini dengan rombongan sebagai tamu atas undangan Gouw Pangcu yang akan melangsungkan pernikahannya. Akan tetapi pada pagi itu, yaitu sehari sebelum hari pernikahan dilangsungkan, terjadi sesuatu yang merupakan aib dan juga menghina kam, aib dan penghinaan yang hanya bisa ditebus oleh darah pelakunya!"

Kui Hong terkejut. "Lo-enghiong, katakanlah, apa yang telah terjadi?”

Poa Cin An menarik napas panjang. "Puteriku yang bernama Poa Liu In sudah ditangkap oleh seorang murid Cin-ling-pai she Lui, kemudian dibawa ke pondok dan diperkosa! Liu In akhirnya membunuh diri setelah menceritakan mala petaka itu kepadaku. Nah, katakan, nona... ehh, Pangcu, apakah tidak pantas kalau aku menuntut supaya jahanam she Lui itu diserahkan kepada kami?”

Tentu saja Kui Hong terkejut bukan kepalang. Kalau bukan seorang tokoh Go-bi-pai yang dikenalnya sebagai seorang yang gagah perkasa itu yang bicara, tentu ia akan marah dan tidak percaya sama sekali, menganggap ucapan itu sebagai suatu fitnah keji. Sejenak dia terbelalak dan tidak mampu mengeluarkan kata-kata saking terkejut dan herannya.

"Cia-lihiap, bukan hanya kekejian itu saja yang dilakukan murid Cin-ling-pai, tetapi murid pinto yang bernama Gu Kay Ek juga telah mereka keroyok sehingga tewas ketika berada di sini sebagai anggota rombongan kami, sebagai tamu yang mestinya disambut dengan baik. Kami datang memenuhi undangan Gouw Pangcu, mengingat nama besar keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Siapa kira, baru sehari tiba di sini kami kehilangan seorang anggota kami yang dibunuh oleh murid-murid Cin-ling-pai! Sekarang kami datang untuk menuntut Cin-ling-pai agar menyerahkan pembunuh-pembunuh itu setelah kami memberi waktu satu bulan kepada Gouw Pangcu."

Sekarang Kui Hong menjadi bingung. Murid-murid Cin-ling-pai memperkosa seorang tamu wanita dan mengeroyok sampai mati seorang tamu lainnya? Sungguh tak masuk di akal! Selamanya, semenjak dia lahir di situ sampai sekarang dia berusia dua puluh satu tahun, belum pernah dia mendengar ada murid Cin-ling-pai berani melakukan kejahatan seperti itu!

Makin besar keinginan tahunya, akan tetapi dia cepat menahan desakan di dalam hatinya untuk minta keterangan dari susiok-nya, Gouw Kian Sun yang bertanggung jawab selama kepergiannya. Dia harus mendengar keterangan selengkapnya dari semua pihak.

"Dan peristiwa apa pula yang terjadi dengan rombongan Kun-lun-pai, Totiang?" tanyanya sambil memandang kepada Yang Tek Tosu.

"Siancai...! Kami selalu menganggap Cin-ling-pai adalah sebuah perguruan yang dipimpin oleh orang-orang bijaksana. Akan tetapi sekarang pandangan kami ternyata telah berubah sama sekali. Pada saat menjadi tamu di sini, dua orang murid Kun-lun-pai dikeroyok oleh banyak murid Cin-ling-pai sehingga luka-luka."

"Dan bagaimana dengan rombongan Siauw-lim-pai, Lo-suhu?" tanya Kui Hong kepada dua orang hwesio itu.

"Omitohud, sebenarnya apa yang menimpa pinceng berdua tidak perlu pinceng ributkan. Akan tetapi karena Lihiap ingin tahu, baiklah pinceng ceritakan apa yang telah terjadi satu bulan yang lampau ketika pinceng bersama sute Thian Khi Hwesio menjadi tamu di sini. Malam pertama kami berada di sini, kami disuguhi hidangan masakan daging dan arak, bahkan yang membawa hidangan adalah wanita-wanita yang genit dan tidak sopan. Biar pun hanya urusan kecil tetapi pinceng yakin bahwa hal yang aneh itu tidak akan mungkin terjadi kalau Lihiap berada di sini."

Mendengar ini bagaikan akan meledak rasanya dada Kui Hong. Dia membalik dan kini dia memandang kepada Gouw Kian Sun yang menundukkan mukanya yang pucat.

"Gouw Susiok, sebagai wakilku engkaulah yang bertanggung jawab selagi aku pergi. Nah, katakan, benarkah semua laporan para locianpwe tadi?"

Kian Sun mengangkat mukanya yang berubah pucat. Ingin dia berteriak bahwa semua itu dilakukan oleh orang-orang Pek-lian-kauw yang kini sudah menguasai Cin-ling-pai. Tetapi dia tidak berani melakukan hal ini, tidak mampu, karena dia harus menjaga keselamatan keluarga Cia! Maka dia begitu bingung sekali.

Melihat suaminya menjadi bingung dan tak mampu menjawab, Bi Hwa lantas memegang lengannya dan mengguncangnya. “Sun-ko, mengapa engkau diam saja? Koko, ceritakan saja kepada pangcu apa yang selama sebulan ini telah membuat engkau bingung karena engkau tidak berhasil menangkap...”

“Diam!" Kui Hong membentak. Dalam keadaan seperti ini, ;pada waktu Cin-ling-pai berada dalam bahaya, dia dapat bersikap keras terhadap siapa pun juga. “Susiok, jangan seperti anak kecil! Ceritakan apa yang terjadi!" .

Dibentak seperti itu, Bi Hwa mundur dan nampak gemetar, meski pun di dalam hatinya dia marah sekali kepada Kui Hong. Akan tetapi wanita cerdik ini tahu bahwa Kui Hong adalah seorang yang keras hati dan lihai bukan main. Untuk menghadapi lawan seperti ini, harus menggunakan muslihat dan kelembutan, tidak boleh dengan kekerasan.

“Maafkan saya, saya hanya ingin membantu suami...," katanya lirih.

“Pangcu, saya memang telah menyaksikan sendiri dan semua laporan itu memang benar. Tetapi selama sebulan ini saya telah gagal menemukan mereka yang bertanggung jawab, gagal menemukan mereka yang telah melakukan semua kejahatan itu."

Kui Hong mengerutkan alisnya, memandang tajam penuh selidik ke arah muka Kian Sun yang ditundukkan. Tidak biasanya susiok-nya ini bersikap selemah ini. Dia mengerling ke arah Bi Hwa, wanita cantik yang menjadi isteri susiok-nya. Wanita ini memandang kepada suaminya dengan pandang mata penuh kekhawatiran. Kemudian pandang mata Kui Hong menatap wajah Ciok Gun dan dia pun teringat bahwa Ciok Gun adalah murid sekaligus pembantu utama Gouw Kian Sun, yang kesetiaannya boleh dipercaya.

"Suheng Ciok Gun!" Tiba-tiba dia membentak. “Engkau menjadi pembantu utama susiok. Apa saja yang kau kerjakan? Apakah engkau tidak ikut melakukan penyelidikan dan sama sekali tidak menemukan tanda-tanda siapa kiranya yang melakukan perbuatan keji itu?"

Ciok Gun mengangkat muka memandang Kui Hong dan gadis ini diam-diam kaget bukan main. Wajah itu! Dia mengenal Ciok Gun dengan baik karena selama ini Ciok Gun sangat sayang kepadanya. Akan tetapi wajah ini! Memang wajah Ciok Gun, akan tetapi wajah itu begitu dingin seperti topeng saja, dan dia tidak menemukan lagi keramahan dan pandang mata sayang pada wajah itu.

"Maaf, Pangcu. Saya pun tidak menemukan apa-apa," Ciok Gun menjawab dengan suara kaku dan dingin. Ini juga bukan suara Ciok Gun yang dahulu!

Diam-diam Kui Hong bergidik ngeri. Pasti telah terjadi sesuatu yang hebat, sesuatu yang belum dapat dia duga apa, akan tetapi sesuatu yang membuat sikap Gouw Kian Sun dan Ciok Gun menjadi seperti itu! Lalu dia teringat kepada kakeknya, karena ibu dan ayahnya tentu masih berada di Pulau Teratai Merah.

“Gouw susiok, apa kata kongkong dalam menghadapi semua peristiwa ini?"

Mendengar pertanyaan ini, wajah Kian Sun menjadi semakin pucat. Ia mengangkat muka memandang kepada gadis itu lalu menggelengkan kepalanya. "Suhu tidak ada... beliau... beliau sedang pergi meninggalkan Cin-ling-pai dan hanya mengatakan bahwa beliau ingin berjalan-jalan... ehh, merantau...”

Berdebar rasa jantung Kui Hong. Biasanya kakeknya hanya berdiam saja di kamar seperti pertapa. Kenapa mendadak pergi meninggalkan Cin-ling-pai yang sedang kosong? Benar-benar mencurigakan sekali. Akan tetapi saat ini para tamu sedang menanti dengan tidak sabar, maka dia pun cepat menghadap ke arah para tamu.

“Cu-wi sudah mendengar sendiri keterangan wakilku. Ada sesuatu di balik semua ini. Aku berjanji kepada cu-wi untuk membongkar rahasia ini dan akan menangkap semua pelaku kejahatan itu lalu menyerahkan kepada cu-wi. Harap cu-wi suka memandang mukaku dan suka menunggu selama tiga hari. Dalam waktu tiga hari tiga malam aku akan melakukan penyelidikan, maka tiga hari dari sekarang, silakan cu-wi datang lagi ke sini!"

Para pimpinan rombongan itu kelihatan tidak puas. Mereka sudah memberi waktu selama sebulan dan sekarang masih harus menunggu lagi? Thian Hok Hwesio dari Siauw-lim-pai yang selama ini menjadi sahabat baik keluarga Cia agaknya melihat hal ini, maka dia pun bertanya dengan suara lembut namun terdengar oleh semua orang.

"Cia Lihiap, pinceng ingin sekali tahu. Bagaimana kalau lewat tiga hari Lihiap belum juga berhasil menangkap penjahat-penjahat itu, seperti halnya Gouw Pangcu?" Semua orang setuju sekali dengan pertanyaan itu, maka mereka mengangguk-angguk dan semua orang menanti jawaban gadis itu.

"Losuhu tentu telah mengenal akan watak kami sebagai pimpinan Cin-ling-pai sejak turun-temurun. Kami adalah orang-orang yang bertanggung jawab! Kalau dalam waktu tiga hari aku masih juga belum berhasil menangkap mereka yang bersalah, maka wakil ketua Cin-ling-pai Gouw Kian Sun dan pembantu utamanya Ciok Gun, harus bertanggung jawab dan aku akan menyerahkan mereka kepada cu-wi untuk diadili!"

Semua orang saling pandang dan akhirnya mereka setuju. Dengan wajah masih nampak penasaran empat rombongan perguruan besar itu lantas meninggalkan Cin-ling-pai dan menuruni puncak itu. Mereka tidak mau lagi tinggal di Cin-ling-pai, tidak mau bersahabat dengan Cin-ling-pai sebelum urusan itu menjadi terang dan orang yang salah menerima hukuman yang adil.

"Pangcu baru saja datang telah rnenghadapi urusan yang menjengkelkan. Harap Pangcu beristirahat dan akan lebih baik kalau kita berbicara di dalam saja. Bagaimana pendapat Pangcu?” kata Su Bi Hwa dengan ramah.

Kui Hong mengangguk dan melangkah masuk, diam-diam mencatat bahwa wanita cantik ini mempunyai dua kemungkian. Memang dia pandai membawa diri dan sangat mencintai suaminya, atau dia seorang yang cerdik dan berbahaya sekali, yang mempunyai rahasia di balik keramahannya.

Kui Hong merasa yakin bahwa semua rahasia itu agaknya tersembunyi di dalam hati tiga orang ini. Gouw Kian Sun, Ciok Gun, dan isteri Gouw Kian Sun ini. Entah rahasia apa, dia belum bisa menduganya. Akan tetapi dia mengambil keputusan bahwa dalam tiga hari ini dia harus mampu membongkarnya, karena agaknya pada tangan tiga orang inilah terletak rahasia tentang peristiwa aneh yang terjadi di Cin-ling-pai, yaitu dilaporkannya kejahatan yang katanya dilakukan oleh para murid Cin-ling-pai.

Mereka lantas masuk ke dalam dan dengan penuh keramahan Su Bi Hwa mempersilakan Kui Hong memasuki kamarnya yang selama ini ia rawat baik-baik. Selama sebulan tinggal di situ, memang Bi Hwa merawat rumah itu dengan baik sehingga semua perabot rumah nampak bersih, lantai pun bersih dan semua teratur rapi. Akan tetapi hanya sebentar saja Kui Hong memasuki kamarnya, hanya untuk menyimpan buntalan pakaiannya dan untuk berganti pakaian. Setelah itu dia termenung.

Sejak dia tiba di kaki Pegunungan Cin-ling-san, hatinya sudah merasa tidak enak dan hal ini dia katakan kepada Hay Hay. Cia Kui Hong, gadis perkasa itu, biar pun menjadi ketua Cin-ling-pai, namun pekerjaan itu tidak disukainya. Dia senang merantau dan bertualang. Petualangannya yang terakhir adalah ketika bersama-sama para pendekar dia membantu pemerintah menyerbu perkumpulan Ho-han-pang (Perkumpulan Patriot) yang sebenarnya hanya merupakan perkumpulan yang dipimpin oleh orang-orang sesat, diketuai oleh Tang Bun An yang terkenal dengan julukan Ang-hoa-cu (Si Kumbang Merah) sebagai seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang amat terkenal di dunia kang-ouw.

Dalam perjuangan ini dia bertemu lagi dengan seorang pendekar yang secara diam-diam memang telah merebut kasih di hatinya, yaitu Tang Hay. Sebetulnya pendekar ini adalah putera kandung mendiang Ang-hong-cu Tang Bun An sendiri, namun berbeda dengan Si Kumbang Merah, Tang Hay atau lebih dikenal dengan nama Hay Hay berwatak pendekar.

Hanya ada satu hal yang kadang kala membuat hati Kui Hong panas dan cemburu, yaitu watak Hay Hay yang mata keranjang sehingga orang-orang menjulukinya Pendekar Mata Keranjang! Walau pun sikap ini hanya lahiriah saja, yaitu tidak pernah Hay Hay sungguh-sungguh menggauli wanita, melainkan terdorong oleh rasa sukanya kepada wanita yang cantik, namun tetap saja dia dianggap sebagai seorang laki-laki mata keranjang sehingga sudah sering kali hati Kui Hong yang mencintanya menjadi panas karenanya.

Setelah berhasil membasmi gerombolan Ho-han-pang, baru Tang Hay dan Cia Kui Hong menemukan kenyataan bahwa mereka saling mencinta. Mereka pun saling mengaku dan keduanya merasa bahagia sekali. Inilah sebabnya kenapa sekarang Hay Hay melakukan perjalanan bersama Kui Hong, karena Kui Hong memang mengajaknya ke Cin-ling-pai untuk memperkenalkan kekasihnya itu kepada ayah ibunya dan kakeknya.

Selama dalam perjalanan yang memakan waktu tidak kurang dari sebulan ini, Kui Hong mendapat kenyataan bahwa walau pun sikapnya yang mata keranjang pernah membuat kekasihnya itu dituduh menjadi pemerkosa wanita, namun sikap Hay Hay kepadanya tidak pernah melewati atau melanggar batas kesusilaan. Hal ini membuat dia merasa semakin berbahagia dan cintanya menjadi bertambah mantap.

Pada pagi itu, ketika sampai di dusun di lereng bukit Cin-ling-pai, mereka bertemu dengan seorang gadis dusun yang ditemani ayah ibunya, sedang menuruni lereng itu. Akan tetapi, begitu melihat Kui Hong dan Hay Hay, ketiga orang itu nampak terkejut lalu lari ketakutan melalui jalan setapak itu. Bahkan gadis dusun itu sampai tersaruk-saruk saking takutnya.

Tentu saja hal ini menimbulkan kecurigaan di dalam hati Kui Hong. Bersama Hay Hay dia cepat melakukan pengejaran dan hanya dengan beberapa loncatan saja dua orang muda perkasa ini bisa menyusul bahkan mereka meloncat dan menghadang ke depan mereka. Begitu melihat Kui Hong dan Hay Hay berkelebat lantas menghadang di depan mereka, ayah ibu dan anak itu menjadi semakin terkejut dan mereka bertiga segera menjatuhkan diri berlutut dengan tubuh gemetar.

"Cia Siocia (Nona Cia), maafkan kami...ahh, ampunkan kami dan jangan bunuh kami...”

Tentu saja Kui Hong terkejut dan heran mendengar ini. Sejak kecil dia dikenal oleh semua penduduk dusun-dusun di sekitar Cin-ling-pai dan dipanggil Nona Cia. Akan tetapi kenapa orang yang juga mengenalnya ini sekarang begini ketakutan?

"Paman, apa kau kira aku ini seorang pembunuh?"

"Ha-ha-ha, kalian ini lucu. Nona Cia ini disuruh membunuh tikus pun tidak tega!" Hay Hay tertawa geli melihat kekasihnya dianggap pembunuh kejam.

Akan tetapi kini ketiga orang itu memandang kepadanya dan kembali laki-laki itu meratap, "Cia Siocia, ampunkanlah kami. Anak kami hanya seorang ini saja, harap jangan biarkan dia memperkosa anak kami..." Kini ayah itu menuding ke arah Hay Hay.

Tentu saja kini Hay Hay yang terbelalak memandang kepada mereka. Akan tetapi segera dia dapat menguasai dirinya dan kembali dia tertawa.

"Aihh, jangan main-main, Paman! Apa kau kira aku ini tukang perkosa? Biar pun anakmu ini memang manis sekali, akan tetapi selamanya aku tidak pernah memperkosa wanita!” kata Hay Hay.

Kui Hong mengerutkan kedua alisnya dan sekali menggerakkan tangan dia telah menarik lengan ayah itu sehingga bangkit berdiri dengan paksa. "Hayo ceritakan apa yang terjadi sehingga kalian bersikap begini. Kalian ini hendak pergi ke manakah dan mengapa begini ketakutan, menuduh kami pembunuh dan pemerkosa?"

Melihat sikap Kui Hong ini, agaknya ayah ibu dan anak itu menjadi heran. Mereka saling pandang dan sungguh aneh, setelah Kui Hong marah-marah malah mereka kelihatan lega dan tidak begitu ketakutan lagi.

“Agaknya Siocia baru pulang dan tidak tahu apa yang terjadi di sini? Aihh, maafkan kami, Cia Siocia. Kami hendak melarikan diri karena akhir-akhir ini terjadi banyak kejahatan di sini, terutama sekali kejahatan memperkosa dan membunuh gadis-gadis dusun. Sudah kurang lebih satu bulan kejahatan itu merajalela dan para pelakunya adalah para murid Cin-ling-pai...”

"Heiiiiit....?!" Tentu saja Kui Hong terkejut bukan main.

Tanpa banyak bertanya lagi dia segera menarik tangan Hay Hay dan diajaknya lari cepat menuju ke puncak, ke perkampungan Cin-ling-pai. Setelah tiba di luar perkampungan Cin-ling-pai, mereka melihat rombongan Siauw-lim-pai, Go-bi-pai, Kun-lun-pai dan Bu-tong-pai memasuki pintu gapura. Kui Hong mengajak Hay Hay untuk bersembunyi dan mengintai. Setelah melihat sikap para anggota rombongan, dia pun berbisik kepada pemuda itu.

"Hay-ko, pasti di Cin-ling-pai telah terjadi hal yang luar biasa. Mungkin ada bahaya besar. Sebaiknya kita berpencar. Aku menyelidiki dari dalam dan engkau dari luar. Mereka tidak mengenalmu. Nanti diam-diam kita mengadakan pertemuan di sini."

Hay Hay mengangguk, mengerti maksud kekasihnya. Memang kekasihnya adalah ketua Cin-ling-pai, maka persoalan Cin-ling-pai harus dia tangani sendiri. Sedangkan dia hanya ‘orang luar’, tidak baik jika ikut mencampuri urusan Cin-ling-pai dan dia akan melakukan pengintaian secara sembunyi saja untuk membantu Kui Hong.

Tidak lama kemudian terjadilah ketegangan antara para rombongan tamu dan para anak buah Cin-ling-pai sehingga timbul perkelahian. Melihat ini Kui Hong cepat berbisik kepada Hay Hay.

"Aku harus bertindak. Kau tunggu saja, aku pasti akan mencarimu di sini, atau di dalam hutan sana.” Dia menuding ke arah lereng berhutan. Karena takut kalau perkelahian itu menjadi berlarut-larut, tanpa menanti jawaban Kui Hong segera meloncat, berlari dan dia pun berhasil menghentikan perkelahian itu sebelum jatuh korban.

Demikianlah, ketika mendengar tuduhan para wakil empat perguruan besar itu, tentu saja Kui Hong menjadi semakin terkejut dan terheran-heran. Sekarang ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kongkong-nya (kakeknya) pergi meninggalkan Cin-ling-pai, dan susiok-nya, Gouw Kian Sun yang menjadi wakil ketua, tiba-tiba saja telah menikah tanpa setahu keluarga Cia.

Dia tidak membiarkan lamunannya berlarut-larut. Cepat dia keluar dari kamar, kemudian memanggil susiok-nya untuk bicara di ruangan dalam. Gouw Kian Sun muncul dari dalam kamarnya, diikuti isterinya, dan tak lama kemudian Ciok Gun juga muncul dari belakang. Memang Kui Hong ingin bicara dengan tiga orang ini, maka dia memberi isyarat kepada mereka untuk menutup pintu dan jendela, kemudian mengajak mereka duduk menghadapi meja besar.

"Pangcu, sebelum bicara sebaiknya kuhidangkan dulu makanan dan minuman yang telah saya sediakan. Begitu Pangcu pulang, saya sudah menyuruh siapkan dan tentu sekarang telah selesai. Biar saya sendiri yang membawa hidangan itu ke sini," kata Bi Hwa dengan ramah dan sebelum Kui Hong menjawab, wanita itu sudah pergi meninggalkan ruangan itu, tidak lupa untuk menutupkan kembali daun pintu dari luar. Kini tinggal Kian Sun dan Ciok Gun saja yang berada di kamar itu dengannya. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kui Hong.

"Ciok-suheng dan Gouw-susiok, sebenarnya apakah yang sudah terjadi di sini? Sekarang di sini hanya ada kita bertiga. Nah, ceritakanlah sejujurnya kepadaku!" Suara Kui Hong ini mengandung perintah dan ketegasan. Juga sepasang mata Kui Hong yang tajam menatap penuh selidik kepada dua orang itu. Dia melihat betapa Kian Sun nampak sangat gugup dan gelisah, tetapi Ciok Gun nampak tenang saja, bahkan wajahnya tidak membayangkan perasaan apa pun. Dingin!

"Bagaimana, Gouw Susiok? Apakah engkau takut dengan sesuatu yang menekanmu? Hayo, katakanlah!"

Kian Sun mengangkat muka memandang kepada gadis itu, kemudian menunduk kembali. "Tidak ada apa-apa kecuali yang sudah kau ketahui, Pangcu. Memang terjadi hal-hal itu, akan tetapi aku sudah gagal melakukan penyelidikan. Tidak ada bukti bahwa murid-murid kita melakukannya."

"Hemm, dan engkau, Ciok Suheng?"

Ciok Gun mengangkat mukanya dan kembali Kui Hong merasa ngeri. Wajah suheng-nya ini laksana kedok! "Aku pun tahu, Pangcu. Aku sudah membantu sedapat mungkin dalam melakukan penyelidikan, akan tetapi tidak berhasil menangkap pelaku-pelaku itu."

Kui Hong bangkit dari tempat duduknya kemudian berjalan mondar-mandir di ruangan itu. Hemmm, tidak mungkin, pikirnya. Sungguh aneh! Yang dia rasakan aneh bukan peristiwa itu sendiri, melainkan sikap dua orang ini! Diam-diam, sambil berjalan hilir-mudik seperti orang sedang berpikir, dikerlingnya dua orang itu dan dia melihat betapa Kian Sun masih menunduk dengan gelisah, sedangkan Ciok Gun tetap tenang saja seperti patung!

"Susiok!" Tiba-tiba saja dia menepuk pundak paman gurunya itu.

"Ehhh...?! Ahh... ada... ada apakah, Pangcu?"

“Jelas bahwa susiok-nya itu terkejut dan gugup sekali ketika tiba-tiba dia panggil dengan bentakan.

“Susiok, katakan siapakah wanita yang menjadi isterimu itu?”

Akan tetapi kini Kian Sun sudah tenang kembali. Dia yakin bahwa keselamatan keluarga Cia yang menjadi tawanan berada di dalam tangannya.

"Aihh, isteriku itu? Dia bernama Su Bi Hwa."

“Dari mana dia datang dan bagaimana bisa menjadi isterimu?” bagaikan seorang hakim yang melakukan penyelidikan, Kui Hong mengajukan pertanyaan dengan suara tegas dan pandang mata penuh selidik.

"Dia datang dari sebelah selatan pegunungan Cin-ling-san. Ayah dan ibunya tewas oleh gerombolan perampok dan ketika pada suatu siang dia sampai di lereng Cin-ling-san, aku melihat dia hendak membunuh diri. Aku melihat dan menolongnya. Kami berkenalan dan aku kasihan kepadanya. Kemudian kami menikah...." Tentu saja cerita ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Bi Hwa yang sudah mempersiapkan jawaban untuk setiap pertanyaan yang mungkin dilontarkan ketua Cin-ling-pai itu.

Tadi pun, dengan dalih hendak mempersiapkan makanan dan minuman, Bi Hwa sengaja meninggalkan ruangan itu dan memberi kesempatan kepada Kui Hong untuk ‘memeriksa’ suaminya. Dia tidak khawatir kalau Kian Sun akan mengkhianatinya. Wakil ketua itu telah tunduk kepadanya karena keselamatan keluarga Cia harus dia lindungi.

Lagi pula di situ terdapat Ciok Gun yang menjadi mata-mata yang setia. Pemuda itu telah menjadi seperti mayat hidup yang akan menuruti semua perintahnya akibat pengaruh sihir dan racun, juga pengaruh rayuan dan rangsangan yang diberikan Bi Hwa kepadanya!

Kui Hong memutar otaknya. Tentu saja dia tak mau menelan mentah-mentah keterangan dari Kian Sun itu. Akan tetapi, andai kata Kian Sun berbohong, apa alasannya? Susiok-nya ini merupakan seorang murid Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan amat setia, maka dia percaya kepada susiok-nya itu untuk mewakilinya menjadi ketua Cin-ling-pai.

Mendadak dia menggerakkan tangannya dengan gerakan menyerang ke arah Ciok Gun! Jari tangannya menusuk dengan serangan totokan ke arah pundak kanan suheng-nya itu, merupakan sebuah jurus dari ilmu silat San-in Kun-hoat (Ilmu Silat Awan Gunung), satu di antara ilmu-ilmu Cin-ling-pai. Kui Hong tahu benar bahwa suheng-nya itu adalah seorang ahli dalam ilmu ini, maka dia sengaja menyerang dengan ilmu itu untuk membuat suheng-nya terkejut.

Jodoh Si Mata Keranjang Jilid 05

SETELAH menyaksikan sendiri, Gouw Kian Sun kembali lagi ke ruangan tamu Cin-ling-pai, diikuti oleh mereka yang kini dipenuhi semangat untuk menuntut balas. Kembali mereka duduk di ruangan tamu yang luas itu dan wajah Gouw Kian Sun muram sekali. Dia telah menyaksikan sendiri kebenaraan semua yang laporan dan tuntutan para tamunya yang terhormat.

Diam-diam dia merasa khawatir sekali, bukan mengkhawatirkan keselamatan diri sendiri, melainkan khawatir akan nama baik Cin-ling-pai. Kini dia dapat menduganya dan hampir yakin bahwa memang inilah yang dikehendaki oleh Pek-lian-kauw, yaitu mengadu domba antara Cin-ling-pai dengan para perguruan besar! Buktinya, yang terkena musibah hanya empat perguruan besar sehingga mereka semua merasa pehasaran kepada Cin-ling-pai, sedangkan para tamu lain, tamu biasa, tidak mengalami gangguan apa pun.

Para tamu yang kini telah duduk semua itu memandang ke arah Gouw Kian Sun dengan sinar mata penuh tuntutan. Wakil ketua Cin-ling-pai yang sejak beberapa pekan ini sudah kehilangan bobot amat banyak sehingga terlihat pucat dan kurus itu berulang kali menarik napas panjang. Kemudian dia mengangkat mukanya yang sejak pulang dari pemeriksaan tadi terus menunduk saja, dan memandang kepada semua tamu.

"Cu-wi Locianpwe dan Enghiong (pendekar), saya sudah melihat sendiri bukti dari semua yang cu-wi ceritakan. Saya tidak dapat menyangkal lagi bahwa memang cu-wi mendapat gangguan-gangguan hebat di Cin-ling-pai. Sekarang saya belum bisa menangkap murid-murid Cin-ling-pai yang berdosa, namun saya akan menyelidikinya dengan teliti. Lagi pula terdapat kemungkinan bahwa ada yang sengaja hendak merusak nama baik Cin-ling-pai, karena bagaimana pun juga, rasanya tidak masuk di akal kalau murid-murid Cin-ling-pai melakukan kejahatan sekeji itu."

"Bagus sekali!” Poa Cin An bangkit dan berseru keras. "Jadi sesudah dengan mata sendiri menyaksikan jenazah puteriku, kini Gouw Pangcu masih ingin melindungi murid Cin-ling-pai? Sekarang juga kami menuntut agar jahanam she Lui murid Cin-ling-pai itu ditangkap dan diserahkan kepada kami! Akan kami penggal lehernya supaya kepalanya dapat kami pakai menyembahyangi jenazah Liu In!"

"Betul sekali itu!" Tiong Gi Cin-jin berteriak pula. "Semua murid Cin-ling-pai harus dipaksa mengaku, kalau perlu disiksa, siapa yang sudah membunuh Gu Kay Ek murid pinto (aku) dan harus menerima hukuman yang adil!"

"Siancai! Apa yang dikatakan para wakil Go-bi-pai dan Bu-tong-pai itu benar sekali!" kata Yang Tek Tosu "Penghinaan ini harus dibayar lunas! Kalau pemimpin Cin-ling-pai hendak mengelak maka semua murid Cin-ling-pai akan kami hajar agar mengaku!" Sambil berkata demikian, Yang Tek Tosu yang sudah marah sekali itu meloncat dari atas bangkunya dan berdiri dengan dua tangan terkepal.

"Totiang, tahan bicaramu itu!" tiba-tiba Ciok Gun membentak dan dia pun telah melompat dan berdiri di depan Yang Tek Tosu. "Ingat bahwa engkau adalah seorang tamu yang tak layak bersikap sembarangan dan seenaknya saja!"

Melihat tindakan Ciok Gun ini, Gouw Kian Sun menjadi terkejut dan heran, sekaligus juga amat gelisah. Dia terkejut melihat sikap muridnya itu, dan juga heran karena muridnya ini memiliki watak yang pendiam, akan tetapi sekarang jadi pandai bicara! Dan dia pun tahu bahwa muridnya ini telah ‘dikendalikan’ oleh orang-orang Pek-lian-kauw, agaknya sengaja untuk memperuncing keadaan yang sudah gawat itu.

Yang Tek Tosu sudah marah sekali. Begitu mendengar ucapan Ciok Gun, dia pun segera membentak, “Memang pinto hanya seorang tamu seperti yang lainnya, tetapi ingat, kami adalah tamu-tamu yang diundang, tamu terhormat, bukan tamu liar! Maka sepatutnya jika tuan rumah menghormati kami, bukan malah menghina dan membunuh. Apakah Cin-ling-pai kini sudah berubah menjadi perkumpulan pembunuh dan penjahat keji?"

“Totiang, engkau sungguh menghina kami!" bentak Ciok Gun. "Telah kami katakan bahwa kami hendak menyelidiki urusan ini, namun Totiang mendesak. Kalau saat ini kami belum dapat menyerahkan mereka yang bersalah, habis Totiang mau apa? Hendak menghajar kami? Hemm, aku khawatir Totiang tidak memiliki kemampuan untuk itu!"

"Jahanam kau!" Yang Tek Tosu yang sudah marah sekali kehilangan kesabarannya lagi dan dia pun mendorongkan tangan kanannya ke arah dada Ciok Gun, dengan niat untuk membuat orang muda itu terpelanting supaya dapat berurusan sendiri dengan wakil ketua Cin-ling-pai yang pada saat itu merupakan orang pertama di Cin-ling-pai. Akan tetapi Ciok Gun tidak mengelak, bahkan dia pun mendorongkan tangan kanannya untuk menyambut pukulan itu.

"Dessss...!"

Dua buah tangan yang jari-jarinya terbuka bertemu dengan kuatnya. Ciok Gun terdorong mundur dua langkah, akan tetapi Yang Tek Tosu juga terdorong ke belakang dua langkah. Diam-diam Kian Sun terkejut sekali. Yang Tek Tosu adalah tokoh tingkat dua di Kun-lun-pai, akan tetapi pukulan tangan kosong yang mengandung sinkang sangat kuat itu dapat ditahan bahkan diimbangi oleh muridnya! Juga Yang Tek Tosu terkejut bukan main dan menjadi semakin marah.

"Siapakah engkau?!" bentaknya.

"Namaku Ciok Gun dan aku adalah pembantu utama suhu yang menjadi wakil ketua Cin-ling-pai. Kalau perlu aku dapat mewakili suhu untuk menghadapi siapa saja yang hendak mengganggu Cin-ling-pai!"

Tentu saja diam-diam semua orang terkejut sekali. Tak mereka sangka bahwa wakil ketua Cin-ling-pai demikian lihainya sehingga muridnya saja mampu mengimbangi tenaga tokoh tingkat dua dari Kun-lun-pai!

"Ciok Gun, jangan kurang ajar!" Tiba-tiba Gouw Kian Sun tak dapat menahan dirinya lagi sehingga dia sudah meloncat ke depan.

Ciok Gun membalik dan kini guru dan murid itu berdiri berhadapan. Mula-mula Ciok Gun menunjukkan sikap melawan, akan tetapi tiba-tiba saja, seperti ada yang membisikinya, dia mundur dan duduk kembali.

Kini Gouw Kian Sun sudah berdiri di tengah ruangan itu. Dia mengangkat kedua tangan untuk memberi hormat kepada semua tamu. "Saya mengerti akan kemarahan cu-wi (anda sekalian). Karena tak mungkin bagi saya untuk cepat-cepat dapat menangkap para murid yang melakukan perbuatan keji itu, biarlah saya sebagai pimpinan Cin-ping-pai yang akan bertanggung jawab. Nah, cu-wi majulah dan hukumlah saya, saya tidak akan melawan. Saya mewakili dan menanggung dosa semua murid Cin-ling-pai!"

Gouw Kian Sun memang sudah nekat. Nama baik Cin-ling-pai sudah berada di ambang kehancuran. Permusuhan dengan perguruan-perguruan besar akan meledak, dan semua keluarga Cia masih berada dalam cengkeraman Pek-lian-kauw. Dia tidak mampu berbuat apa-apa untuk menghindarkan keluarga Cia dari mala petaka! Karena itu dia pun hendak mengorbankan diri saking putus asanya.

Sikapnya ini diterima salah oleh Yang Tek Tosu, Tiong Gi Cinjin dan Poa Cin An. Mereka menganggap bahwa sikap ini berarti hendak melindungi para murid yang telah melakukan kejahatan besar. Mereka mengenal Cia Kong Liang sebagai ketua Cin-ling-pai yang keras dan adil, juga mengenal puteranya yang pernah menjadi ketua Cin-ling-pai pula, yaitu Cia Hui Song yang gagah perkasa dan berjiwa pendekar. Kalau ada kedua orang itu, jelas tak akan ada murid Cin-ling-pai yang berani melakukan kejahatan. Akan tetapi sekarang yang menjadi pimpinan adalah Gouw Kian Sun, maka terjadilah semua kejahatan itu. Agaknya Gouw Kian Sun ini pun bukan orang baik-baik!

"Bagus, kalau murid-muridnya jahat dan keji, tentu ketuanya lebih jahat lagi dan memang pantas dihukum mati!" Yang Tek Tosu membentak. Juga Tiong Gi Cin-jin dan Poa Cin An sudah maju, siap untuk menyerang Gouw Kian Sun.

"Omitohud…! Harap saudara sekalian suka menahan diri, jangan menuruti nafsu amarah dan dendam." tiba-tiba Thian Hok Hwesio berseru dan dia sudah melangkah maju melerai bersama dengan sute-nya, Thian Khi Hwesio,.

Yang Tek Tosu memandang kepada dua orang hwesio itu dengan sinar mata yang masih diliputi kemarahan. "Hemm, kedua sahabat dari Siauw-lim-pai mempunyai petunjuk yang bagaimana?" Kata-kata ini bukan hanya mengandung pertanyaan, akan tetapi juga celaan mengapa dua orang hwesio yang juga mengalami penghinaan itu maju melerai.

"Omitohud, pinceng (aku) tidak dapat menyalahkan kalau cu-wi marah-marah dan hendak menuntut balas. Namun harap diingat bahwa saat ini para tokoh besar Cin-ling-pai, yaitu keluarga Cia, tidak ada yang berada di sini. Dan bagaimana pun juga, jelas bahwa semua kejahatan dilakukan oleh para murid Cin-ling-pai, bukan oleh Gouw Pangcu. Sungguh pun dia harus bertanggung jawab, akan tetapi kita harus memberi waktu kepadanya. Kita tidak dapat memaksanya untuk sekarang juga melunasi hutang itu. Apa lagi sebagai tamu kita harus ingat bahwa Gouw Pangcu menghadapi hari pernikahannya besok. Sungguh tidak tepat apa bila kita harus mengeruhkan tempat ini dengan pembalasan dendam. Urusan ini bisa diselesaikan kapan pun juga. Maka sebaiknya jika kita memberi waktu selama satu bulan kepada Gouw Pangcu untuk menangkapi murid-muridnya yang berdosa. Biarlah dia melaksanakan pernikahannya dulu dan mengerahkan murid-muridnya untuk menangkapi mereka yang berdosa. Sebulan lagi, pada tanggal satu bulan depan, kita datang ke sini untuk minta pertanggungan jawab Gouw Pangcu. Pinceng harap cu-wi setuju dengan usul pinceng ini karena pinceng percaya bahwa cu-wi adalah orang-orang bijaksana. Betapa pun juga Gouw-pangcu tidak akan dapat lari dari kita, bukan?"

Tiong Gi Cinjin, Poa Cin An, Yang Tek Tosu dan kawan-kawan mereka saling pandang dan berbisik, lalu akhirnya mereka semua terpaksa menyetujui usul itu. Bila mereka dapat membunuh Gouw Pangcu sekali pun, hal ini belum berarti membalaskan kematian murid dan puteri mereka. Dan memang semua peristiwa ini terjadi di luar tahu sang ketua, maka tentu membutuhkan waktu untuk membongkarnya dan menangkap yang bersalah! Selain itu mereka juga harus mengurus jenazah Poa Liu In dan Gu Kay Ek.

"Baik, sebulan lagi kami balik ke sini!” kata Tiong Gi Cinjin yang mengajak murid-muridnya untuk meninggalkan tempat itu.

"Gouw Pangcu, sebulan lagi aku datang untuk menerima pembunuh puteriku!" kata pula Poa Cin An yang juga mengajak murid-murid Go-bi-pai yang lain untuk pergi.

"Kami pun akan kembali sebulan lagi. .Mari kita pergi!" kata Yang Tek Tosu kepada murid keponakannya.

Kini tinggal dua orang hwesio itu yang berada di situ. Gouw Kian Sun yang masih berdiri seperti patung, kini menghadapi dua orang hwesio itu. Dia memberi hormat dan berkata, "Terima kasih atas bantuan ji-wi Lo-suhu sehingga saya masih hidup sampai sekarang."

"Omitohud, tidak ada pertolongan karena sebulan lagi Pangcu harus menghadapi mereka. Kami pun akan datang satu bulan lagi. Kalau benar Cin-ling-pai menyeleweng, kami harus menentangnya, dan kami ingin bertemu dengan keluarga Cia untuk minta penjelasan."

Dua orang hwesio itu segera meninggalkan tempat itu dan pada hari itu juga, rombongan dari empat perguruan besar ini telah meninggalkan Cin-ling-pai sambil membawa jenazah murid masing-masing.

********************

Di dalam kamar Gouw Kian Sun menghadapi Su Bi Hwa dengan muka merah dan mata melotot karena marahnya. Mereka hanya berdua saja dan Bi Hwa menghadapi Kian Sun dengan senyum dan kerling mata yang genit sekali. Kian Sun melotot dengan marah dan menudingkan telunjuknya ke arah Bi Hwa.

"Moli, kenapa kau lakukan ini semua? Kenapa?”

Bi Hwa mendekat, lantas menyentuh lengan pria itu dengan gaya yang manja dan genit. "Suamiku yang baik, apa yang sudah kulakukan? Ingat, besok kita akan menikah, jangan kau marah-marah, sayangku."

"Tidak usah berpura-pura. Aku tahu engkaulah yang telah mendatangkan mala petaka itu, engkau yang menyuruh orang-orangmu untuk memperkosa dan membunuh, lalu mengaku sebagai murid-murid Cin-ling-pai! Murid Cin-ling-pai yang asli tidak akan sudi melakukan perbuatan terkutuk itu!”

"Gouw Kian Sun, ingat bahwa engkau harus mentaati semua perintahku kalau kau ingin melihat keluarga Cia selamat. Kami pun tidak mengganggu Cin-ling-pai, mengapa engkau malah ribut-ribut?" Kini Bi Hwa bersikap dingin dan mengancam.

"Akan tetapi engkau telah melakukan hal yang sangat merusak! Engkau menjerumuskan Cin-ling-pai sehingga nantinya akan dimusuhi oleh banyak pihak. Nama baik Cin-ling-pai akan tercemar!"

Wanita itu tersenyum lebar sehingga nampak deretan giginya yang rapi dan putih. "Hi-hik, suamiku yang gagah. Kenapa takut? Ada kami di sini!"

"Tidak! Tidak! Kau bunuh saja aku, Moli. Aku sudah tidak tahan lagi!"

"Hemmm, tidak usah banyak tingkah lagi, Kian Sun. Kalau kau bertingkah maka keluarga Cia yang kami bunuh, bukan engkau. Engkau akan menjadi suamiku, ingat?”

"Aku tidak sudi menikah, biar kau paksa dan kau bunuh sekali pun, aku tak sudi menikah denganmu!"

"Plakkk!"

Tangan Bi Hwa bergerak lantas pipi Kian Sun sudah ditamparnya, membuat wakil ketua Cin-ling-pai yang tidak menduga-duga itu kena ditampar sehingga dia pun terhuyung ke belakang.

"Hemm, Gouw Kian Sun. Ingat, engkau sudah menyebar undangan kepada semua tokoh persilatan. Apa bila engkau batalkan pernikahan kita, bukankah engkau sendiri yang akan mencemarkan namamu dan nama Cin-Iing-pai sehingga Cin-ling-pai serta pemimpinnya akan menjadi bahan ejekan dan tertawaan dunia persilatan?" Wanita itu tertawa dan bagi Kian Sun, dia melihat sebuah wajah yang mengerikan, seperti wajah iblis sendiri. Padahal dalam keadaan biasa, atau terlihat oleh mata umum, Su Bi Hwa adalah seorang wanita yang cantik dan memiliki daya tarik yang besar dan kuat.

Mendengar ucapan itu, Kian Sun merasa tubuhnya menjadi lemas seketika dan merasa tidak berdaya. Dia pun menjatuhkan diri di atas kursi dan memandang kepada wanita itu dengan gelisah.

"Moli, engkau memang sungguh jahat seperti iblis! Karena engkau sudah mencengkeram aku, maka sebaiknya engkau katakan saja apa yang hendak kau lakukan selanjutnya dan mengapa pula kau lakukan semua ini?"

"Engkau tidak perlu tahu kenapa aku melakukan semua itu, tetapi kau boleh mengetahui apa yang akan kami lakukan selanjutnya dengan harapan agar engkau tidak akan banyak tingkah kalau engkau ingin melihat keluarga Cia selamat semua. Besok kita langsungkan pernikahan dengan meriah, dan demi menjaga nama baik Cin-ling-pai maka engkau harus memperlihatkan wajah gembira, tidak muram."

"Hemm... lalu bagaimana tanggal satu bulan depan?"

"Aha, kau takut akan kedatangan empat perguruan besar itu?"

"Tentu mereka akan mengirim wakil-wakil yang tangguh, bahkan mungkin ketua mereka sendiri yang akan muncul! Bagaimana aku akan menghadapi mereka?"

"Ha-ha-ha, tidak perlu takut. Ada kami yang akan menghadapi mereka."

Diam-diam Kian Sun merasa girang. Iblis betina ini beserta kawan-kawannya, yaitu orang-orang Pek-Iian-kauw, akan menghadapi para utusan empat perguruan besar. Tentu iblis betina ini dan kawan-kawannya akan dapat dibunuh!

"Kalau begitu bagus sekali! Aku mengharapkan bantuanmu untuk menghadapi mereka, Moli." katanya girang.

Wanita itu tersenyum mengejek. "Hai, jangan mimpi, Kian Sun! Jangan salah sangka. Aku hendak menghadapi mereka sebagai isterimu, ingat?"

Wajah yang tadinya gembira dan penuh harapan itu menjadi muram lagi. Bila iblis betina ini menentang para utusan itu sebagai isterinya, berarti makin celaka lagi bagi nama baik Cin-ling-pai!

"Sudahlah! Biar aku mati di tangan mereka!" katanya menarik napas panjang.

"Jangan cemas, suamiku sayang. Serahkan saja kepada isterimu ini dan semuanya akan berjalan dengan baik," kata pula Bi Hwa lalu wanita itu menjatuhkan diri di atas pangkuan Kian Sun.

Pria ini tidak mampu berbuat apa-apa. Selain dia tahu bahwa dia tidak bisa mengalahkan wanita ini dengan mudah, juga andai kata dia mampu membunuhnya, di sana masih ada tiga orang guru wanita ini yang lebih lihai lagi, yang setiap waktu akan dapat membunuh seluruh keluarga Cia yang menjadi tawanan mereka.

Dia pun lalu menyerah saja, menyerahkan segalanya kepada Tuhah. Bagaimana pun juga dia hanya mengharapkan agar keluarga gurunya semua selamat, juga supaya nama baik Cin-ling-pai tidak sampai tercemar. Untuk semua itu, kalau perlu dia siap mengorbankan nyawanya sendiri.

Pada keesokan harinya pernikahan itu dirayakan dengan meriah dan semua tamu memuji kecantikan pengantin wanita. Mereka memberi selamat pada Gouw Pangcu yang menurut mereka beruntung sekali, dalam usianya yang telah empat puluh dua tahun mendapatkan jodoh seorang gadis yang masih muda dan amat cantik itu!

Selain para tamu yang menjadi kaki tangan dan bahkan orang-orang Pek-lian-kauw yang menyamar sebagai tamu, tiada seorang pun yang tahu bahwa di balik wajah cantik jelita dan bentuk tubuh yang menggairahkan itu bersembunyi iblis sendiri yang amat keji, jahat dan kejam!

Setelah Bi Hwa menjadi isterinya secara sah, terjadilah perubahan besar-besaran di Cin-ling-pai! Belasan orang murid Cin-ling-pai lenyap secara aneh tanpa meninggalkan bekas, dan kini Bi Hwa menerima lebih dari dua puluh orang anggota Cin-ling-pai baru yang tak lain hanyalah anak buah Pek-lian-kauw yang menyelundup dan diterima sebagai anggota baru Cin-ling-pai.

Tentu saja Kian Sun menjadi gelisah bukan main. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan murid-murid Cin-ling-pai yang lenyap, dan yang lenyap itu adalah murid-murid Cin-ling-pai pilihan yang setia terhadap Cin-ling-pai! Dia merasa dikepung musuh, tidak mempunyai seorang pun yang dapat diajak bicara dan dimintai bantuan. Bahkan Bi Hwa mengancam kalau dia menghubungi seorang murid Cin-ling-pai dan bicara mencurigakan, maka murid itu akan dibunuh. Maka Kian Sun sama sekali tidak berdaya.

Ciok Gun yang kini sudah menjadi seperti mayat hidup itu oleh Bi Hwa ditugaskan untuk memata-matainya sehingga setiap gerak-geriknya bila mana tidak bersama Bi Hwa, tentu diamati oleh Ciok Gun yang kini menjadi orang yang sama sekali tidak dapat dia percaya itu.

Kalau dia menuntut agar keluarga Cia dibebaskan seperti yang dijanjikan Bi Hwa, wanita itu selalu mengatakan bahwa urusannya di Cin-ling-pai belum selesai.

“Tunggu sampai tanggal satu bulan depan. Sesudah itu tentu keluarga gurumu itu akan kami bebaskan," kata Su Bi Hwa.

Akan tetapi wanita ini tak pernah menolak kalau Kin Sun minta agar dia membuktikan dan menyaksikan sendiri bahwa keluarga gurunya masih selamat. Lewat lubang dia mengintai dan melihat dengan hati lega bahwa kakek Cia Kong Liang, suheng-nya Cia Hui Song dan isteri suheng-nya, Ceng Sui Cin, dan putera mereka, Cia Kui Bu, memang dalam keadaan sehat. Bahkan ketiga orang tokoh Cin-ling-pai itu nampak selalu bersiulian, mungkin untuk mengumpulkan tenaga dan menjaga kesehatan tubuh mereka.

********************

cerita silat online karya kho ping hoo

Waktu berjalan dengan amat cepatnya dan tibalah tanggal satu yang ditunggu-tunggu itu! Sejak tiga hari yang lalu Kian Sun sudah sangat gelisah, tidak enak makan tidak nyenyak tidur, menunggu hari itu dengan hati tegang. Dia bukan tegang karena ancaman terhadap dirinya, namun merasa tegang akan nasib keluarga Cia, juga nama baik dan kehormatan Cin-ling-pai. Dia sendiri tidak tahu apa yang dapat dia lakukan kecuali mentaati perintah Bi Hwa yang kini telah menjadi ‘isterinya’.

Pagi-pagi sekali Bi Hwa telah menyuruh Kian Sun memanggil semua anggota Cin-ling-pai supaya hadir dan Kian Sun tahu banwa di antara mereka, sedikitnya ada dua puluh orang anggota baru yang tentu saja merupakan anak buah Bi Hwa yang diselundupkan! Seperti telah dipesan oleh Bi Hwa yang saat itu juga berdiri di samping kanannya sedangkan Ciok Gun berdiri di samping kirinya, ia pun memesan kepada semua anak buah untuk bersiap-siap dengan senjata mereka dan ikut menyambut tamu.

"Akan tetapi kalian dilarang untuk bergerak, kecuali kalau ada perintah dariku!" Kian Sun menutup pesannya dan penutup pesannya itu memang keluar dari hatinya sendiri, bukan seperti yang dikehendaki Bi Hwa. Akan tetapi wanita itu hanya mengangguk-angguk saja.

Sebelum matahari muncul di langit timur, para murid Cin-ling-pai telah siap siaga dengan senjata tergantung di pinggang. Mereka membentuk barisan yang berjajar mulai dari pintu gerbang sampai ke depan bangunan induk yang menjadi pusat perkumpulan Cin-ling-pai. Sisanya membentuk barisan di belakang sang wakil ketua.

Gouw Kian Sun yang selalu didampingi isterinya, Su Bi Hwa, serta pembantu utamanya, Ciok Gun, sudah duduk di ruangan depan, menanti kedatangan tamu. Tidak lama mereka menanti karena pagi-pagi sekali rombongan tamu-tamu itu sudah datang. Kiranya mereka Itu seperti sudah berjanji lebih dahulu, datang bersama-sama.

Rombongan Go-bi-pai yang kini terdiri dari sepuluh orang tetap dipimpin oleh Poa Cin An, rombongan Bu-tong-pai terdiri dari tujuh orang dipimpin oleh Tong Gi Cin-jin, rombongan Kun-lun-pai terdiri dari lima orang tosu dipimpin oleh Yang Tek Tosu, dan rombongan dari Siauw-lim-pai masih tetap dua orang saja, yaitu Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio.

Mereka memang merupakan rombongan-rombongan tersendiri dan berkelompok, namun mereka datang pada waktu yang sama dan secara berbondong mereka memasuki pintu gerbang yang di kanan kirinya terjaga oleh murid-murid Cin-ling-pai yang berdiri di kanan kiri seperti menyambut datangnya tamu agung.

Setelah rombongan tiba di pelataran yang luas di depan rumah induk Cin-ling-pai, mereka berhenti dan dari dalam keluarlah Gouw Kian Sun yang didampingi Su Bi Hwa di sebelah kanannya dan Ciok Gun di sebelah kiri. Wajah Kian Sun nampak agak pucat dan alisnya berkerut, akan tetapi Su Bi Hwa tersenyum dan wajahnya cerah dan tampak cantik sekali. Di sebelah kiri wakil ketua itu, Ciok Gun berdiri seperti patung yang wajahnya dingin.

Gouw Kian Sun berhenti di anak tangga teratas, lalu mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada semua tamu yang berkelompok, berdiri dengan tegak di pelataran itu.

"Selamat datang, kini cu-wi telah datang memenuhi janji dan terima kasih atas waktu yang diberikan kepada saya selama satu bulan...”

“Cukup, Gouw Pangcu, tidak perlu berpanjang lebar!" bentak Poa Cin An tak sabar. "Kami sudah memberi waktu selama satu bulan. Sekarang cepat keluarkan jahanam she Lui itu untuk kupakai bersembahyang di depan makam puteriku!"

"Pinto juga minta agar para pembunuh murid pinto diserahkan kepada pinto!” kata Tiong Gi Cinjin.

"Benar! Mereka yang mengeroyok dan melukai murid Kun-lun-pai juga harus diserahkan sekarang juga!” kata pula Yang Tek Tosu penuh semangat.

"Omitohud! Gouw Pangcu, apakah para murid Cin-ling-pai yang dahulu sudah melakukan penghinaan terhadap pinceng berdua telah dihukum?" tanya Thian Hok Hwesio pula.

Kembali Kian Sun mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat. Wajahnya kelihatan semakin muram, akan tetapi tidak ada jalan lain baginya kecuali bersikap dan berbicara seperti yang telah dipesankan Bi Hwa kepadanya.

"Harap cu-wi sudi memaafkan saya. Kalau ada murid Cin-ling-pai yarig bersalah, dia pasti dihukum. Pelaksanaan hukuman itu hanya kami yang berhak melakukan, dan urusan para murid Cin-ling-pai adalah urusan dalam kami sendiri. Harap cu-wi tidak mencampuri dan percayalah kepada kami. Kami pasti akan menghukum murid-murid kami yang bersalah."

"Omongan apa itu? Keluarkan mereka yang bersalah! Setidaknya kami ingin melihat dia yang membunuh murid pinto!" kata Tiong Gi Cinjin yang galak.

"Aku pun ingin melihat macamnya orang yang telah menyebabkan kematian anakku!" Poa Cin An juga berseru marah.

"Keluarkan mereka yang bersalah!" kata Yang Tek Tosu pula, kemudian anggota semua rombongan mengacung-acungkan tangan menuntut supaya para murid Cin-ling-pai yang bersalah dikeluarkan ke situ.

"Omitohud!" Thian Hok Hwesio berseru lantang tapi amat lembut. “Apakah Gouw Pangcu masih hendak melindungi mereka yang bersalah walau pun murid sendiri?"

Bi Hwa yang melihat ‘suaminya’ tidak mampu bicara lagi, kini mengangkat kedua tangan ke depan dada lantas bersuara nyaring karena dia menggunakan tenaga khikang. "Cu-wi adalah orang-orang gagah di dunia persilatan, kenapa hendak mempergunakan tekanan kepada suamiku yang tidak berdaya? Cu-wi tentu tahu bahwa suamiku hanyalah seorang wakil ketua. Sebaiknya cu-wi menunggu sampai ketua Cin-ling-pai datang, yaitu keluarga Cia yang sejak turun-temurun selalu menjadi ketua Cin-ling-pai. Harap jangan mendesak suamiku!"

Sejenak semua orang terdiam karena dari suaranya saja mereka tahu bahwa isteri Gouw Pangcu ini juga pandai ilmu silat. Dan ucapannya itu agaknya masuk akal dan beralasan. Para murid Cin-ling-pai yang asli juga menganggap bahwa isteri Gouw Pangcu itu ternyata setia pula terhadap Cin-ling-pai!

Akan tetapi, seperti sudah diduga sebelumnya oleh Bi Hwa yang cerdik, para pemimpin rombongan itu, terutama rombongan Go-bi-pai dan Bu-tong-pai yang menderita kematian murid mereka, tidak mau menerima alasan itu begitu saja.

"Kami telah memberi waktu sebulan! Pembunuh anakku harus diserahkan sekarang juga!" teriak Poa Cin An.

"Benar, kami pun menuntut supaya pembunuh murid pinto diseret ke sini sekarang. Yang bertanggung jawab adalah Gouw Pangcu, bukan para tokoh pimpinan Cin-ling-pai yang waktu itu tidak berada di sini!"

Diam-diam Bi Hwa gembira sekali karena semua hal berjalan sesuai dengan rencananya. "Hemm, cu-wi terlampau mendesak. Sebagai wakil ketua, suamiku tentu saja tidak berani mendahului ketua, sebab itu pelaksanaan hukuman terhadap para murid harus menunggu sampai ketua datang. Kalau suamiku tidak dapat menyerahkan murid-murid Cin-ling-pai, cu-wi hendak melakukan tindakan apakah?"

Pancingan ini langsung memperoleh sambutan, mula-mula dari Poa Cin An sendiri. "Aku menuntut agar pembunuh anakku diseret ke sini dan diserahkan kepadaku. Kalau tidak, terpaksa kami akan membunuh semua murid Cin-ling-pai karena pembunuh anakku tentu seorang di antara mereka!"

“Benar sekali! Kami pun akan bertindak, membasmi Cin-ling-pai yang menyeleweng!"

Tadi Kian Sun sudah berpesan kepada semua murid Cin-ling-pai supaya jangan bergerak sebelum dia perintahkan, akan tetapi tiba-tiba saja belasan orang murid Cin-ling-pai telah menghunus pedang dan mereka kemudian berlompatan ke depan. Melihat ini, Kian Sun terkejut sekali dan beberapa kali dia membentak agar para murid itu mundur. Akan tetapi mereka tidak mau mundur, malah maju dan bersikap hendak menyerang rombongan para tamu yang tentu saja menjadi marah sehingga mereka pun siap untuk melawan.

Bi Hwa tersenyum. Inilah yang dikehendakinya! Memang dia yang memesan kepada anak buahnya yang diselundupkan menjadi anggota Cin-ling-pai untuk mendahului menyerang para tamu. Kalau nanti terjadi pertempuran dan akibatnya tentu banyak murid Cin-ling-pai yang tewas, bahkan Kian Sun juga akan diusahakannya supaya tewas, barulah dia akan membebaskan keluarga Cia! Ketika melihat betapa Cin-ling-pai dibasmi oleh orang-orang dari empat perguruan besar itu, pasti keluarga Cia tidak akan mau sudah begitu saja dan akan terjadilah permusuhan yang semakin hebat.

Inilah yang dikendaki para pimpinan Pek-lian-kauw! Sudah terlalu sering para pendekar Cin-ling-pai, juga keluarga Cia, membikin rugi Pek-lian-kauw di mana-mana, menentang dan menjatuhkan banyak tokoh Pek-lian-kauw.

Melihat para murid Cin-ling-pai sudah maju dan bersikap menantang, segera para murid rombongan tamu itu pun berlompatan maju dan terjadilah perkelahian yang hebat. Pada saat itu pula nampak bayangan berkelebat disusul seruan nyaring melengking,

"Tahan semua senjata! Aku ketua Cin-ling-pai datang dan dengarkan dulu kata-kataku!"

Semua orang menjadi terkejut saat melihat seorang gadis berusia kurang lebih dua puluh satu tahun muncul begitu tiba-tiba dengan suara yang sangat nyaring. Ketika mendengar teriakan ini, rombongan tamu yang tadinya sudah mulai bertempur segera berlompatan ke belakang menghentikan serangan mereka.

Akan tetapi belasan orang murid Cin-ling-pai masih belum mau berhenti bergerak, bahkan sekarang lima orang di antara mereka menggerakkan pedang menyerang gadis itu karena gadis itu menghalangi mereka!

Gadis itu bukan lain adalah Cia Kui Hong. Melihat lima orang yang nampak seperti orang-orang Cin-ling-pai menyerangnya dengan pedang, dia pun menjadi kaget, heran dan juga marah sekali.

Gadis itu kemudian bergerak cepat seperti burung walet, tubuhnya berkelebatan di antara sinar pedang kelima orang itu dan begitu kaki tangannya bergerak cepat, lima orang itu berpelantingan ke kanan kiri dan mengaduh-aduh sambil meringis kesakitan dan pedang mereka pun terlempar. Kui Hong melihat betapa masih ada belasan orang yang agaknya hendak menyerangnya, akan tetapi pada saat itu terdengar suara wanita.

"Hentikan perkelahian!"

Belasan orang itu pun berloncatan mundur, berbaur dengan para murid Cin-ling-pai yang lain. Kui Hong cepat menoleh dan melihat bahwa yang membentak tadi adalah seorang wanita cantik yang berdiri di samping kanan susiok-nya atau juga wakilnya, yaitu Gouw Kian Sun.

Kian Sun cepat memberi hormat kepada murid keponakan itu, karena biar pun tingkatnya lebih muda tetapi Kui Hong adalah ketua Cin-ling-pai. "Pangcu baru pulang?" katanya dan suaranya terdengar menggetar karena ada keharuan, kegembiraan dan juga kegelisahan terkandung dalam suaranya itu.

"Susiok, apa artinya semua ini? Siapa wanita itu?" tanya Kui Hong menuding kepada Bi Hwa yang tersenyum manis.

“Dia... dia ini... adalah... isteriku, Pangcu."

"Isterimu...?! Hemm, dan siapa pula orang-orang yang menyerangku ini?"

"Mereka... para murid Cin-ling-pai...”

Kui Hong melangkah maju. Melihat betapa para murid Cin-ling-pai sudah menjatuhkan diri berlutut ke arah gadis itu dan menyebut ‘pangcu’, lima orang itu juga berlutut dan mereka ketakutan sekali ketika melihat ketua itu melangkah mendekati mereka.

"Murid-murid Cin-ling-pai? Mengapa aku tidak pernah melihat mereka? Dan kalau murid-murid Cin-ling-pai, mengapa menyerang aku, ketua mereka sendiri? Apakah kalian sudah gila semua?" Kui Hong marah bukan main.

"Maafkan mereka, Pangcu. Mereka adalah anggota-anggota baru, maka belum mengenal Pangcu," Bi Hwa berkata sambil mengangkat kedua tangan memberi hormat kepada Kui Hong.

Akan tetapi dengan alis berkerut Kui Hong tidak menanggapinya, sebaliknya dara perkasa ini meloncat ke atas serambi dan berdiri di hadapan Kian Sun, lantas membalikkan tubuh membelakangi wakilnya itu dan menghadapi rombongan para tamu.

Dia agak terkejut ketika mengenal para tokoh itu. Dengan terheran-heran dia memandang kepada mereka, lalu wajahnya yang tadinya muram itu menjadi cerah, dan ia mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada mereka.

"Aih, kiranya ji-wi Lo-suhu (kedua guru tua) Thian Hok Hwesio dan Thian Khi Hwesio dari Siauw-lim-pai, Totiang (sebutan pendeta To) Tiong Gi Cin-jin dari Bu-tong-pai, Totiang Yang Tek Tosu dari Kun-lun-pai dan juga Lo-enghiong (orang tua gagah) Poa Cin An dari Go-bi-pai yang hadir! Selamat bertemu dan selamat datang, cu-wi locianpwe (para orang tua gagah) dan maafkan Cin-ling-pai yang telah bersikap tidak selayaknya terhadap cu-wi. Sebenarnya, apakah yang terjadi? Nampaknya cu-wi marah dan menuntut sesuatu!"

"Omitohud...! Cia-lihiap (pendekar wanita Cia), pinceng telah lama mengenal keluarga Cia sebagai pimpinan Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan berwatak pendekar. Akan tetapi, apa yang terjadi satu bulan yang lalu sungguh mengejutkan hati pinceng," kata Thian Hok Hwesio.

"Losuhu, apa yang telah terjadi?"

"Omitohud…! Tanyakan saja kepada mereka dari Go-bi-pai, Bu-tong-pai, dan Kun-lun-pai. Pinceng berdua sesungguhnya lebih sebagai saksi saja karena yang kami alami tidaklah ada artinya."

"Poa Lo-enghiong, apakah yang telah terjadi dengan Go-bi-pai di sini sebulan yang lalu?"

Poa Cin An mengepal tinjunya. "Aihhhh.... sungguh membuat orang bisa mati penasaran! Sebulan yang silam kami datang ke sini dengan rombongan sebagai tamu atas undangan Gouw Pangcu yang akan melangsungkan pernikahannya. Akan tetapi pada pagi itu, yaitu sehari sebelum hari pernikahan dilangsungkan, terjadi sesuatu yang merupakan aib dan juga menghina kam, aib dan penghinaan yang hanya bisa ditebus oleh darah pelakunya!"

Kui Hong terkejut. "Lo-enghiong, katakanlah, apa yang telah terjadi?”

Poa Cin An menarik napas panjang. "Puteriku yang bernama Poa Liu In sudah ditangkap oleh seorang murid Cin-ling-pai she Lui, kemudian dibawa ke pondok dan diperkosa! Liu In akhirnya membunuh diri setelah menceritakan mala petaka itu kepadaku. Nah, katakan, nona... ehh, Pangcu, apakah tidak pantas kalau aku menuntut supaya jahanam she Lui itu diserahkan kepada kami?”

Tentu saja Kui Hong terkejut bukan kepalang. Kalau bukan seorang tokoh Go-bi-pai yang dikenalnya sebagai seorang yang gagah perkasa itu yang bicara, tentu ia akan marah dan tidak percaya sama sekali, menganggap ucapan itu sebagai suatu fitnah keji. Sejenak dia terbelalak dan tidak mampu mengeluarkan kata-kata saking terkejut dan herannya.

"Cia-lihiap, bukan hanya kekejian itu saja yang dilakukan murid Cin-ling-pai, tetapi murid pinto yang bernama Gu Kay Ek juga telah mereka keroyok sehingga tewas ketika berada di sini sebagai anggota rombongan kami, sebagai tamu yang mestinya disambut dengan baik. Kami datang memenuhi undangan Gouw Pangcu, mengingat nama besar keluarga Cia dan Cin-ling-pai. Siapa kira, baru sehari tiba di sini kami kehilangan seorang anggota kami yang dibunuh oleh murid-murid Cin-ling-pai! Sekarang kami datang untuk menuntut Cin-ling-pai agar menyerahkan pembunuh-pembunuh itu setelah kami memberi waktu satu bulan kepada Gouw Pangcu."

Sekarang Kui Hong menjadi bingung. Murid-murid Cin-ling-pai memperkosa seorang tamu wanita dan mengeroyok sampai mati seorang tamu lainnya? Sungguh tak masuk di akal! Selamanya, semenjak dia lahir di situ sampai sekarang dia berusia dua puluh satu tahun, belum pernah dia mendengar ada murid Cin-ling-pai berani melakukan kejahatan seperti itu!

Makin besar keinginan tahunya, akan tetapi dia cepat menahan desakan di dalam hatinya untuk minta keterangan dari susiok-nya, Gouw Kian Sun yang bertanggung jawab selama kepergiannya. Dia harus mendengar keterangan selengkapnya dari semua pihak.

"Dan peristiwa apa pula yang terjadi dengan rombongan Kun-lun-pai, Totiang?" tanyanya sambil memandang kepada Yang Tek Tosu.

"Siancai...! Kami selalu menganggap Cin-ling-pai adalah sebuah perguruan yang dipimpin oleh orang-orang bijaksana. Akan tetapi sekarang pandangan kami ternyata telah berubah sama sekali. Pada saat menjadi tamu di sini, dua orang murid Kun-lun-pai dikeroyok oleh banyak murid Cin-ling-pai sehingga luka-luka."

"Dan bagaimana dengan rombongan Siauw-lim-pai, Lo-suhu?" tanya Kui Hong kepada dua orang hwesio itu.

"Omitohud, sebenarnya apa yang menimpa pinceng berdua tidak perlu pinceng ributkan. Akan tetapi karena Lihiap ingin tahu, baiklah pinceng ceritakan apa yang telah terjadi satu bulan yang lampau ketika pinceng bersama sute Thian Khi Hwesio menjadi tamu di sini. Malam pertama kami berada di sini, kami disuguhi hidangan masakan daging dan arak, bahkan yang membawa hidangan adalah wanita-wanita yang genit dan tidak sopan. Biar pun hanya urusan kecil tetapi pinceng yakin bahwa hal yang aneh itu tidak akan mungkin terjadi kalau Lihiap berada di sini."

Mendengar ini bagaikan akan meledak rasanya dada Kui Hong. Dia membalik dan kini dia memandang kepada Gouw Kian Sun yang menundukkan mukanya yang pucat.

"Gouw Susiok, sebagai wakilku engkaulah yang bertanggung jawab selagi aku pergi. Nah, katakan, benarkah semua laporan para locianpwe tadi?"

Kian Sun mengangkat mukanya yang berubah pucat. Ingin dia berteriak bahwa semua itu dilakukan oleh orang-orang Pek-lian-kauw yang kini sudah menguasai Cin-ling-pai. Tetapi dia tidak berani melakukan hal ini, tidak mampu, karena dia harus menjaga keselamatan keluarga Cia! Maka dia begitu bingung sekali.

Melihat suaminya menjadi bingung dan tak mampu menjawab, Bi Hwa lantas memegang lengannya dan mengguncangnya. “Sun-ko, mengapa engkau diam saja? Koko, ceritakan saja kepada pangcu apa yang selama sebulan ini telah membuat engkau bingung karena engkau tidak berhasil menangkap...”

“Diam!" Kui Hong membentak. Dalam keadaan seperti ini, ;pada waktu Cin-ling-pai berada dalam bahaya, dia dapat bersikap keras terhadap siapa pun juga. “Susiok, jangan seperti anak kecil! Ceritakan apa yang terjadi!" .

Dibentak seperti itu, Bi Hwa mundur dan nampak gemetar, meski pun di dalam hatinya dia marah sekali kepada Kui Hong. Akan tetapi wanita cerdik ini tahu bahwa Kui Hong adalah seorang yang keras hati dan lihai bukan main. Untuk menghadapi lawan seperti ini, harus menggunakan muslihat dan kelembutan, tidak boleh dengan kekerasan.

“Maafkan saya, saya hanya ingin membantu suami...," katanya lirih.

“Pangcu, saya memang telah menyaksikan sendiri dan semua laporan itu memang benar. Tetapi selama sebulan ini saya telah gagal menemukan mereka yang bertanggung jawab, gagal menemukan mereka yang telah melakukan semua kejahatan itu."

Kui Hong mengerutkan alisnya, memandang tajam penuh selidik ke arah muka Kian Sun yang ditundukkan. Tidak biasanya susiok-nya ini bersikap selemah ini. Dia mengerling ke arah Bi Hwa, wanita cantik yang menjadi isteri susiok-nya. Wanita ini memandang kepada suaminya dengan pandang mata penuh kekhawatiran. Kemudian pandang mata Kui Hong menatap wajah Ciok Gun dan dia pun teringat bahwa Ciok Gun adalah murid sekaligus pembantu utama Gouw Kian Sun, yang kesetiaannya boleh dipercaya.

"Suheng Ciok Gun!" Tiba-tiba dia membentak. “Engkau menjadi pembantu utama susiok. Apa saja yang kau kerjakan? Apakah engkau tidak ikut melakukan penyelidikan dan sama sekali tidak menemukan tanda-tanda siapa kiranya yang melakukan perbuatan keji itu?"

Ciok Gun mengangkat muka memandang Kui Hong dan gadis ini diam-diam kaget bukan main. Wajah itu! Dia mengenal Ciok Gun dengan baik karena selama ini Ciok Gun sangat sayang kepadanya. Akan tetapi wajah ini! Memang wajah Ciok Gun, akan tetapi wajah itu begitu dingin seperti topeng saja, dan dia tidak menemukan lagi keramahan dan pandang mata sayang pada wajah itu.

"Maaf, Pangcu. Saya pun tidak menemukan apa-apa," Ciok Gun menjawab dengan suara kaku dan dingin. Ini juga bukan suara Ciok Gun yang dahulu!

Diam-diam Kui Hong bergidik ngeri. Pasti telah terjadi sesuatu yang hebat, sesuatu yang belum dapat dia duga apa, akan tetapi sesuatu yang membuat sikap Gouw Kian Sun dan Ciok Gun menjadi seperti itu! Lalu dia teringat kepada kakeknya, karena ibu dan ayahnya tentu masih berada di Pulau Teratai Merah.

“Gouw susiok, apa kata kongkong dalam menghadapi semua peristiwa ini?"

Mendengar pertanyaan ini, wajah Kian Sun menjadi semakin pucat. Ia mengangkat muka memandang kepada gadis itu lalu menggelengkan kepalanya. "Suhu tidak ada... beliau... beliau sedang pergi meninggalkan Cin-ling-pai dan hanya mengatakan bahwa beliau ingin berjalan-jalan... ehh, merantau...”

Berdebar rasa jantung Kui Hong. Biasanya kakeknya hanya berdiam saja di kamar seperti pertapa. Kenapa mendadak pergi meninggalkan Cin-ling-pai yang sedang kosong? Benar-benar mencurigakan sekali. Akan tetapi saat ini para tamu sedang menanti dengan tidak sabar, maka dia pun cepat menghadap ke arah para tamu.

“Cu-wi sudah mendengar sendiri keterangan wakilku. Ada sesuatu di balik semua ini. Aku berjanji kepada cu-wi untuk membongkar rahasia ini dan akan menangkap semua pelaku kejahatan itu lalu menyerahkan kepada cu-wi. Harap cu-wi suka memandang mukaku dan suka menunggu selama tiga hari. Dalam waktu tiga hari tiga malam aku akan melakukan penyelidikan, maka tiga hari dari sekarang, silakan cu-wi datang lagi ke sini!"

Para pimpinan rombongan itu kelihatan tidak puas. Mereka sudah memberi waktu selama sebulan dan sekarang masih harus menunggu lagi? Thian Hok Hwesio dari Siauw-lim-pai yang selama ini menjadi sahabat baik keluarga Cia agaknya melihat hal ini, maka dia pun bertanya dengan suara lembut namun terdengar oleh semua orang.

"Cia Lihiap, pinceng ingin sekali tahu. Bagaimana kalau lewat tiga hari Lihiap belum juga berhasil menangkap penjahat-penjahat itu, seperti halnya Gouw Pangcu?" Semua orang setuju sekali dengan pertanyaan itu, maka mereka mengangguk-angguk dan semua orang menanti jawaban gadis itu.

"Losuhu tentu telah mengenal akan watak kami sebagai pimpinan Cin-ling-pai sejak turun-temurun. Kami adalah orang-orang yang bertanggung jawab! Kalau dalam waktu tiga hari aku masih juga belum berhasil menangkap mereka yang bersalah, maka wakil ketua Cin-ling-pai Gouw Kian Sun dan pembantu utamanya Ciok Gun, harus bertanggung jawab dan aku akan menyerahkan mereka kepada cu-wi untuk diadili!"

Semua orang saling pandang dan akhirnya mereka setuju. Dengan wajah masih nampak penasaran empat rombongan perguruan besar itu lantas meninggalkan Cin-ling-pai dan menuruni puncak itu. Mereka tidak mau lagi tinggal di Cin-ling-pai, tidak mau bersahabat dengan Cin-ling-pai sebelum urusan itu menjadi terang dan orang yang salah menerima hukuman yang adil.

"Pangcu baru saja datang telah rnenghadapi urusan yang menjengkelkan. Harap Pangcu beristirahat dan akan lebih baik kalau kita berbicara di dalam saja. Bagaimana pendapat Pangcu?” kata Su Bi Hwa dengan ramah.

Kui Hong mengangguk dan melangkah masuk, diam-diam mencatat bahwa wanita cantik ini mempunyai dua kemungkian. Memang dia pandai membawa diri dan sangat mencintai suaminya, atau dia seorang yang cerdik dan berbahaya sekali, yang mempunyai rahasia di balik keramahannya.

Kui Hong merasa yakin bahwa semua rahasia itu agaknya tersembunyi di dalam hati tiga orang ini. Gouw Kian Sun, Ciok Gun, dan isteri Gouw Kian Sun ini. Entah rahasia apa, dia belum bisa menduganya. Akan tetapi dia mengambil keputusan bahwa dalam tiga hari ini dia harus mampu membongkarnya, karena agaknya pada tangan tiga orang inilah terletak rahasia tentang peristiwa aneh yang terjadi di Cin-ling-pai, yaitu dilaporkannya kejahatan yang katanya dilakukan oleh para murid Cin-ling-pai.

Mereka lantas masuk ke dalam dan dengan penuh keramahan Su Bi Hwa mempersilakan Kui Hong memasuki kamarnya yang selama ini ia rawat baik-baik. Selama sebulan tinggal di situ, memang Bi Hwa merawat rumah itu dengan baik sehingga semua perabot rumah nampak bersih, lantai pun bersih dan semua teratur rapi. Akan tetapi hanya sebentar saja Kui Hong memasuki kamarnya, hanya untuk menyimpan buntalan pakaiannya dan untuk berganti pakaian. Setelah itu dia termenung.

Sejak dia tiba di kaki Pegunungan Cin-ling-san, hatinya sudah merasa tidak enak dan hal ini dia katakan kepada Hay Hay. Cia Kui Hong, gadis perkasa itu, biar pun menjadi ketua Cin-ling-pai, namun pekerjaan itu tidak disukainya. Dia senang merantau dan bertualang. Petualangannya yang terakhir adalah ketika bersama-sama para pendekar dia membantu pemerintah menyerbu perkumpulan Ho-han-pang (Perkumpulan Patriot) yang sebenarnya hanya merupakan perkumpulan yang dipimpin oleh orang-orang sesat, diketuai oleh Tang Bun An yang terkenal dengan julukan Ang-hoa-cu (Si Kumbang Merah) sebagai seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang amat terkenal di dunia kang-ouw.

Dalam perjuangan ini dia bertemu lagi dengan seorang pendekar yang secara diam-diam memang telah merebut kasih di hatinya, yaitu Tang Hay. Sebetulnya pendekar ini adalah putera kandung mendiang Ang-hong-cu Tang Bun An sendiri, namun berbeda dengan Si Kumbang Merah, Tang Hay atau lebih dikenal dengan nama Hay Hay berwatak pendekar.

Hanya ada satu hal yang kadang kala membuat hati Kui Hong panas dan cemburu, yaitu watak Hay Hay yang mata keranjang sehingga orang-orang menjulukinya Pendekar Mata Keranjang! Walau pun sikap ini hanya lahiriah saja, yaitu tidak pernah Hay Hay sungguh-sungguh menggauli wanita, melainkan terdorong oleh rasa sukanya kepada wanita yang cantik, namun tetap saja dia dianggap sebagai seorang laki-laki mata keranjang sehingga sudah sering kali hati Kui Hong yang mencintanya menjadi panas karenanya.

Setelah berhasil membasmi gerombolan Ho-han-pang, baru Tang Hay dan Cia Kui Hong menemukan kenyataan bahwa mereka saling mencinta. Mereka pun saling mengaku dan keduanya merasa bahagia sekali. Inilah sebabnya kenapa sekarang Hay Hay melakukan perjalanan bersama Kui Hong, karena Kui Hong memang mengajaknya ke Cin-ling-pai untuk memperkenalkan kekasihnya itu kepada ayah ibunya dan kakeknya.

Selama dalam perjalanan yang memakan waktu tidak kurang dari sebulan ini, Kui Hong mendapat kenyataan bahwa walau pun sikapnya yang mata keranjang pernah membuat kekasihnya itu dituduh menjadi pemerkosa wanita, namun sikap Hay Hay kepadanya tidak pernah melewati atau melanggar batas kesusilaan. Hal ini membuat dia merasa semakin berbahagia dan cintanya menjadi bertambah mantap.

Pada pagi itu, ketika sampai di dusun di lereng bukit Cin-ling-pai, mereka bertemu dengan seorang gadis dusun yang ditemani ayah ibunya, sedang menuruni lereng itu. Akan tetapi, begitu melihat Kui Hong dan Hay Hay, ketiga orang itu nampak terkejut lalu lari ketakutan melalui jalan setapak itu. Bahkan gadis dusun itu sampai tersaruk-saruk saking takutnya.

Tentu saja hal ini menimbulkan kecurigaan di dalam hati Kui Hong. Bersama Hay Hay dia cepat melakukan pengejaran dan hanya dengan beberapa loncatan saja dua orang muda perkasa ini bisa menyusul bahkan mereka meloncat dan menghadang ke depan mereka. Begitu melihat Kui Hong dan Hay Hay berkelebat lantas menghadang di depan mereka, ayah ibu dan anak itu menjadi semakin terkejut dan mereka bertiga segera menjatuhkan diri berlutut dengan tubuh gemetar.

"Cia Siocia (Nona Cia), maafkan kami...ahh, ampunkan kami dan jangan bunuh kami...”

Tentu saja Kui Hong terkejut dan heran mendengar ini. Sejak kecil dia dikenal oleh semua penduduk dusun-dusun di sekitar Cin-ling-pai dan dipanggil Nona Cia. Akan tetapi kenapa orang yang juga mengenalnya ini sekarang begini ketakutan?

"Paman, apa kau kira aku ini seorang pembunuh?"

"Ha-ha-ha, kalian ini lucu. Nona Cia ini disuruh membunuh tikus pun tidak tega!" Hay Hay tertawa geli melihat kekasihnya dianggap pembunuh kejam.

Akan tetapi kini ketiga orang itu memandang kepadanya dan kembali laki-laki itu meratap, "Cia Siocia, ampunkanlah kami. Anak kami hanya seorang ini saja, harap jangan biarkan dia memperkosa anak kami..." Kini ayah itu menuding ke arah Hay Hay.

Tentu saja kini Hay Hay yang terbelalak memandang kepada mereka. Akan tetapi segera dia dapat menguasai dirinya dan kembali dia tertawa.

"Aihh, jangan main-main, Paman! Apa kau kira aku ini tukang perkosa? Biar pun anakmu ini memang manis sekali, akan tetapi selamanya aku tidak pernah memperkosa wanita!” kata Hay Hay.

Kui Hong mengerutkan kedua alisnya dan sekali menggerakkan tangan dia telah menarik lengan ayah itu sehingga bangkit berdiri dengan paksa. "Hayo ceritakan apa yang terjadi sehingga kalian bersikap begini. Kalian ini hendak pergi ke manakah dan mengapa begini ketakutan, menuduh kami pembunuh dan pemerkosa?"

Melihat sikap Kui Hong ini, agaknya ayah ibu dan anak itu menjadi heran. Mereka saling pandang dan sungguh aneh, setelah Kui Hong marah-marah malah mereka kelihatan lega dan tidak begitu ketakutan lagi.

“Agaknya Siocia baru pulang dan tidak tahu apa yang terjadi di sini? Aihh, maafkan kami, Cia Siocia. Kami hendak melarikan diri karena akhir-akhir ini terjadi banyak kejahatan di sini, terutama sekali kejahatan memperkosa dan membunuh gadis-gadis dusun. Sudah kurang lebih satu bulan kejahatan itu merajalela dan para pelakunya adalah para murid Cin-ling-pai...”

"Heiiiiit....?!" Tentu saja Kui Hong terkejut bukan main.

Tanpa banyak bertanya lagi dia segera menarik tangan Hay Hay dan diajaknya lari cepat menuju ke puncak, ke perkampungan Cin-ling-pai. Setelah tiba di luar perkampungan Cin-ling-pai, mereka melihat rombongan Siauw-lim-pai, Go-bi-pai, Kun-lun-pai dan Bu-tong-pai memasuki pintu gapura. Kui Hong mengajak Hay Hay untuk bersembunyi dan mengintai. Setelah melihat sikap para anggota rombongan, dia pun berbisik kepada pemuda itu.

"Hay-ko, pasti di Cin-ling-pai telah terjadi hal yang luar biasa. Mungkin ada bahaya besar. Sebaiknya kita berpencar. Aku menyelidiki dari dalam dan engkau dari luar. Mereka tidak mengenalmu. Nanti diam-diam kita mengadakan pertemuan di sini."

Hay Hay mengangguk, mengerti maksud kekasihnya. Memang kekasihnya adalah ketua Cin-ling-pai, maka persoalan Cin-ling-pai harus dia tangani sendiri. Sedangkan dia hanya ‘orang luar’, tidak baik jika ikut mencampuri urusan Cin-ling-pai dan dia akan melakukan pengintaian secara sembunyi saja untuk membantu Kui Hong.

Tidak lama kemudian terjadilah ketegangan antara para rombongan tamu dan para anak buah Cin-ling-pai sehingga timbul perkelahian. Melihat ini Kui Hong cepat berbisik kepada Hay Hay.

"Aku harus bertindak. Kau tunggu saja, aku pasti akan mencarimu di sini, atau di dalam hutan sana.” Dia menuding ke arah lereng berhutan. Karena takut kalau perkelahian itu menjadi berlarut-larut, tanpa menanti jawaban Kui Hong segera meloncat, berlari dan dia pun berhasil menghentikan perkelahian itu sebelum jatuh korban.

Demikianlah, ketika mendengar tuduhan para wakil empat perguruan besar itu, tentu saja Kui Hong menjadi semakin terkejut dan terheran-heran. Sekarang ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kongkong-nya (kakeknya) pergi meninggalkan Cin-ling-pai, dan susiok-nya, Gouw Kian Sun yang menjadi wakil ketua, tiba-tiba saja telah menikah tanpa setahu keluarga Cia.

Dia tidak membiarkan lamunannya berlarut-larut. Cepat dia keluar dari kamar, kemudian memanggil susiok-nya untuk bicara di ruangan dalam. Gouw Kian Sun muncul dari dalam kamarnya, diikuti isterinya, dan tak lama kemudian Ciok Gun juga muncul dari belakang. Memang Kui Hong ingin bicara dengan tiga orang ini, maka dia memberi isyarat kepada mereka untuk menutup pintu dan jendela, kemudian mengajak mereka duduk menghadapi meja besar.

"Pangcu, sebelum bicara sebaiknya kuhidangkan dulu makanan dan minuman yang telah saya sediakan. Begitu Pangcu pulang, saya sudah menyuruh siapkan dan tentu sekarang telah selesai. Biar saya sendiri yang membawa hidangan itu ke sini," kata Bi Hwa dengan ramah dan sebelum Kui Hong menjawab, wanita itu sudah pergi meninggalkan ruangan itu, tidak lupa untuk menutupkan kembali daun pintu dari luar. Kini tinggal Kian Sun dan Ciok Gun saja yang berada di kamar itu dengannya. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kui Hong.

"Ciok-suheng dan Gouw-susiok, sebenarnya apakah yang sudah terjadi di sini? Sekarang di sini hanya ada kita bertiga. Nah, ceritakanlah sejujurnya kepadaku!" Suara Kui Hong ini mengandung perintah dan ketegasan. Juga sepasang mata Kui Hong yang tajam menatap penuh selidik kepada dua orang itu. Dia melihat betapa Kian Sun nampak sangat gugup dan gelisah, tetapi Ciok Gun nampak tenang saja, bahkan wajahnya tidak membayangkan perasaan apa pun. Dingin!

"Bagaimana, Gouw Susiok? Apakah engkau takut dengan sesuatu yang menekanmu? Hayo, katakanlah!"

Kian Sun mengangkat muka memandang kepada gadis itu, kemudian menunduk kembali. "Tidak ada apa-apa kecuali yang sudah kau ketahui, Pangcu. Memang terjadi hal-hal itu, akan tetapi aku sudah gagal melakukan penyelidikan. Tidak ada bukti bahwa murid-murid kita melakukannya."

"Hemm, dan engkau, Ciok Suheng?"

Ciok Gun mengangkat mukanya dan kembali Kui Hong merasa ngeri. Wajah suheng-nya ini laksana kedok! "Aku pun tahu, Pangcu. Aku sudah membantu sedapat mungkin dalam melakukan penyelidikan, akan tetapi tidak berhasil menangkap pelaku-pelaku itu."

Kui Hong bangkit dari tempat duduknya kemudian berjalan mondar-mandir di ruangan itu. Hemmm, tidak mungkin, pikirnya. Sungguh aneh! Yang dia rasakan aneh bukan peristiwa itu sendiri, melainkan sikap dua orang ini! Diam-diam, sambil berjalan hilir-mudik seperti orang sedang berpikir, dikerlingnya dua orang itu dan dia melihat betapa Kian Sun masih menunduk dengan gelisah, sedangkan Ciok Gun tetap tenang saja seperti patung!

"Susiok!" Tiba-tiba saja dia menepuk pundak paman gurunya itu.

"Ehhh...?! Ahh... ada... ada apakah, Pangcu?"

“Jelas bahwa susiok-nya itu terkejut dan gugup sekali ketika tiba-tiba dia panggil dengan bentakan.

“Susiok, katakan siapakah wanita yang menjadi isterimu itu?”

Akan tetapi kini Kian Sun sudah tenang kembali. Dia yakin bahwa keselamatan keluarga Cia yang menjadi tawanan berada di dalam tangannya.

"Aihh, isteriku itu? Dia bernama Su Bi Hwa."

“Dari mana dia datang dan bagaimana bisa menjadi isterimu?” bagaikan seorang hakim yang melakukan penyelidikan, Kui Hong mengajukan pertanyaan dengan suara tegas dan pandang mata penuh selidik.

"Dia datang dari sebelah selatan pegunungan Cin-ling-san. Ayah dan ibunya tewas oleh gerombolan perampok dan ketika pada suatu siang dia sampai di lereng Cin-ling-san, aku melihat dia hendak membunuh diri. Aku melihat dan menolongnya. Kami berkenalan dan aku kasihan kepadanya. Kemudian kami menikah...." Tentu saja cerita ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Bi Hwa yang sudah mempersiapkan jawaban untuk setiap pertanyaan yang mungkin dilontarkan ketua Cin-ling-pai itu.

Tadi pun, dengan dalih hendak mempersiapkan makanan dan minuman, Bi Hwa sengaja meninggalkan ruangan itu dan memberi kesempatan kepada Kui Hong untuk ‘memeriksa’ suaminya. Dia tidak khawatir kalau Kian Sun akan mengkhianatinya. Wakil ketua itu telah tunduk kepadanya karena keselamatan keluarga Cia harus dia lindungi.

Lagi pula di situ terdapat Ciok Gun yang menjadi mata-mata yang setia. Pemuda itu telah menjadi seperti mayat hidup yang akan menuruti semua perintahnya akibat pengaruh sihir dan racun, juga pengaruh rayuan dan rangsangan yang diberikan Bi Hwa kepadanya!

Kui Hong memutar otaknya. Tentu saja dia tak mau menelan mentah-mentah keterangan dari Kian Sun itu. Akan tetapi, andai kata Kian Sun berbohong, apa alasannya? Susiok-nya ini merupakan seorang murid Cin-ling-pai yang gagah perkasa dan amat setia, maka dia percaya kepada susiok-nya itu untuk mewakilinya menjadi ketua Cin-ling-pai.

Mendadak dia menggerakkan tangannya dengan gerakan menyerang ke arah Ciok Gun! Jari tangannya menusuk dengan serangan totokan ke arah pundak kanan suheng-nya itu, merupakan sebuah jurus dari ilmu silat San-in Kun-hoat (Ilmu Silat Awan Gunung), satu di antara ilmu-ilmu Cin-ling-pai. Kui Hong tahu benar bahwa suheng-nya itu adalah seorang ahli dalam ilmu ini, maka dia sengaja menyerang dengan ilmu itu untuk membuat suheng-nya terkejut.