Babad Pamungkas Bagian 03

Cerita silat Indonesia, Wiro Sableng. Babad Pamungkas Bagian 03. Tamat
Sonny Ogawa
BAB 10

Babad Pamungkas Bagian 03, karya Mike - Sementara itu tanpa terasa matahari semakin naik tinggi memuncak, semakin lama para pendekar dan raja Mataram pun semakin mampu menyudutkan dan akhirnya membinasakan sebagian para durjana yang dibangkitkan oleh mata langit raksasa. Semakin naik posisi matahari kekuatan dari para durjana itu pun makin melemah.

Cerita silat Indonesia. Wiro Sableng

Raja Mataram yang berhasil membinasakan Momok Dempet dan Singo Abang dengan keris Widuri Bulan dan keris Kanjeng Sepuh Pelangi adalah yang pertama kali menyadari kemudian diikuti oleh Lasedayu dan Latampi yang juga telah berhasil menjatuhkan Lakarontang dan Lamanyala dengan bantuan Dewa Tuak, Bujang Gila Tapak Sakti dan yang lainnya.

“Kakek Lasedayu… Kakek Latampi… Para durjana ini sudah jauh melemah! Aku perlu bantuan kalian berdua seperti yang pernah kita bahas sebelumnya…” teriak Sang raja kearah Hantu Langit Terjungkir dan Si Penolong Budiman.

Hantu Langit Terjungkir dan Si Penolong Budiman nampak saling berpandangan dan kemudian terlihat mengangguk berbarengan. Latampi kemudian terlihat memasang kuda-kuda dan mengerakan kedua telapak tangannya kearah langit, lalu Lasedayu nampak bersalto beberapa kali diudara dan kemudian hinggap diatas kedua tangan Latampi!

Kedua kakek asal Latanahsilam ini kemudian terlihat memejamkan mata dan mulut terlihat komat-kamit mengucapkan suatu ajian! Tiba-tiba getaran yang cukup kuat terasa di bumi dan berbarengan dengan mencuatnya sinar berwarna putih dari tubuh Latampi dan Lasedayu yang saling menopang, tubuh-tubuh para durjana tokoh jahat yang masih tersisa tiba-tiba mengambang dan naik keudara!

Tiba-tiba Lasedayu mengeluarkan pekik panjang dan diikuti juga oleh Latampi! Tubuh Lasedayu kemudian terlontar sampai jauh kelangit akibat tekanan dorongan yang dilakukan oleh Si Penolong Budiman, pada ketinggian tertentu, tubuh kakek yang memutuskan untuk tetap hidup dalam keadan terjungkir ini kemudian kembali turun ke bumi dengan dua tangan terpentang lebar!

Dan yang paling hebatnya adalah awan-awan yang berada di langit kemudian terlihat saling bergabung menyatu menjadi sosok sepasang telapak tangan raksasa dan turut turun bersama sosok Hantu Langit Terjungkir! Tidak sampai disitu, Latampi yang berada dibumi dan juga sedang merentangkan tengan keatas kemudian kembali berteriak dan dari dalam tanah muncul sebentuk telapak tangan raksasa yang naik keatas menjemput turunnya tapak awan raksasa yang dibawa oleh Lasedayu!

Inilah wujud dahsyat ilmu gabungan Menebar Budi Menjungkir balikkan Langit yang dihadiahkan Simpul Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi kepada dua orang kakek baik yang selama hidupnya banyak mengalami kemalangan ini.

Para durjana yang melayang mumbul dan berada diudara seakan-akan bergerak tertarik ke tangah-tengah tangan awan dan tangan bumi. Saat kedua tangan Latampi dan Lasedayu akhirnya saling bertemu, maka bertemu jugalah tangan awan dan tangan bumi yang berbentuk bongkahan tanah raksasa dengan para durjana ditengah-tengahnya!

Suara ledakan kembali berhamburan dibarengi letusan bertebarannya bebatuan dan tanah serta asap awan yang tercerai berai akibat benturan maha dahsyat hasil pertemuan kedua tangan dari ilmu Menebar Budi Menjungkirbalikkan Langit yang dikeluarkan oleh Lasedayu dan Latampi!

Begitu dahsyatnya ilmu Menebar Budi Menjungkirbalikkan Langit yang di keluarkan oleh Latampi dan Lasedayu ini membuat para durjana tokoh sesat yang terkena dampak pukulan ini nampak meraung mengeluarkan suara yang menyayat hati.

Tubuh mereka yang terkena himpitan tenaga tangan awan dan tangan bumi ini langsung terlihat retak rengkah dan kemudian pecah berhamburan dan sejurus kemudian langsung berubah menjadi berkas asap hitam yang lagi-lagi membumbung tinggi dan kembali masuk ke mata langit yang menggantung di udara.

Kejadian aneh kemudian terjadi mana kala mata langit raksasa yang menyerap puluhan asap hitam sisa-sisa raga para durjana yang musnah nampak mulai mengecil dan terus menciut hingga akhirnya ukuran mata langit yang semula begitu besarnya kini bentuk dan ukurannya tidak ubahnya sosok mata normal biasa!

Kejadian selanjutnya sungguh benar-benar tidak dapat ditebak, setelah menyerap habis asap dari para durjana yang telah dikalahkan, dari mata langit itu sendiri kemudian keluar jalinan otot daging dan serat serabut syaraf yang saling membelit dan saling menjalin bertumbuh menjadi satu, lalu membesar membentuk satu sosok tubuh manusia sempurna yang kemudian terlihat terbungkus dengan sendirinya oleh serat pakaian yang seolah hidup membungkus tubuh sosok penjelmaan baru dari mata langit.

Sosok ini walaupun dikatakan sempurna berwujud manusia namun wajahnya yang berwujud seorang pria ini sangat menakutkan membuat siapapun bergidik melihatnya. Hidungnya terlihat hancur dan pipi kiri dan rahang kirinya melesak kedalam, begitupun mata kirinya juga nampak hancur dan juga turut melesak kedalam.

Namun yang membikin ngeri dan membuat tampilan manusia satu ini terlihat menakutkan adalah keberadaan sebuah kitab yang terbuat dari kulit yang memancarkan aura seram terlihat melekat terjahit di dadanya. Di tangan kanannya sang pria juga terlihat memegang sebuah lentera aneh. Lentera aneh tersebut memiliki bagian yang tembus pandang terbuat dari kaca tebal berwarna merah kuning dan hitam. pegangannya terbuat dari logam yang membentuk ukiran kepala naga!

"Apa kataku...!" seru Naga Kuning kepada Setan Ngompol kala melihat sosok penjelmaan mata langit kali ini. "Sudah kubilang pangeran kampret itu pasti jagoan terakhirnya! Lagu lama! Gampang ketebak!" seloroh sang bocah sambil pencongkan mulut sendiri.

"Kau benar ning! Laris sangat ini pangeran yah... Sogokannya sama iblis neraka mantap kali sampai bisa nongol di bumi berulang-ulang..." ucap Setan Ngompol sambil terkekeh geli namun kemudian kembali membekap celana kuyupnya.

Benar seperti apa yang dikatakan oleh Naga Kuning, sosok yang kali ini dibangkitkan dan dijadikan perwujudan oleh Mata Langit kekelaman tanpa akhir adalah Pangeran Matahari si Segala Licik dan Segala Congkak!

Pendekar Dua Satu Dua terlihat mengusap mukanya sambil memandang kearah sosok Pangeran Matahari yang masih menggantung di udara dalam keadaan menutup mata. "Lagi-lagi aku harus berhadapan dengan pangeran geblek satu ini. Entah nyawanya yang rangkap atau memang manusia kapiran ini punya keberuntungan yang tidak ada habis-habisnya. Susah benar di bikin mati!!" keluh sang pendekar.

Satu tangan terlihat memegangi pundak Pendekar Dua Satu Dua dan ini membuat Wiro berpaling kearah orang yang memegangi pundaknya. "Aku merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan Wiro. Sosok diatas sana memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh para tokoh-tokoh jahat sebelumnya yang kita lawan tadi..." ucap Karaeng Uleng Tepu yang berdiri di sampingnya.

"Aku mengerti Karaeng. Akupun turut merasakan apa yang kau rasakan. Jujur aku telah berkali-kali melawan dan mengalahkan sosok manusia kapiran diatas sana. Namun kali ini rasanya ada sesuatu yang berbeda dari kehadirannya. Sesuatu yang lebih jahat dan kejam..." desis Wiro.

Tiba-tiba seluruh tubuh para pendekar dan raja Mataram beserta kedua ratu dan para dewa yang ada disitu terasa berat dan tidak dapat digerakkan!

"Celaka! ini pengaruh kabut dewa!" teriak Panji Ateleng.

“Tidak mungkin! Harusnya kabut dewa sudah dimusnahkan saat kehancuran kerajaan Perut Bumi dan juga berputarnya kembali poros buana. Ini harusnya sesuatu yang lain...” sambung Dewi Dua Musim.

“Bagaimana bisa begini kakang Wanara? Aku sudah membebaskan Kiai Naga Waskita dan Kiai Naga Wisesa dari Pasak Pemasung Dewa. Bahkan Uwak Datuk Rao Bamato Ijo sampai-sampai mengorbankan hidupnya hanya untuk melawan Raja Serigala Kabut Taring Besi di poros buana sana. Jadi bagaimana bisa kabut ini mendadak muncul kembali kakang?” ucap panik Intan Suci Angin Timur kala dirasakannya tubuhnya terasa berat tidak bisa digerakkan karena belitan kabut yang merayap dari kaki hingga ke sekujur badannya.

Setelah berhasil mengalahkan Datuk Lembah Akhirat Intan Suci Angin Timur dan sang kakang memang langsung turun menginjakkan kaki dan tanpa sadar ikut terbelit oleh kabut yang tiba-tiba muncul.

“Kurasa ini bukan kabut dewa seperti sebelumnya adikku. Jika ini kabut dewa, harusnya Kitab Seribu Bintang yang sudah berisi Bunga Tanjung Kasih Dewa dipunggungku bisa menghalaunya. Tapi ini tidak! Kabut ini jauh lebih kuat dari pada kabut dewa!” jawab Jabrik Sakti Wanara.

Dalam keadaan menegangkan dimana sekujur tubuh semua orang yang ada ditempat itu tidak bisa bergerak karena terbelit kabut berbalut halimun tipis, tiba-tiba sosok Pangeran Matahari terlihat mengarahkan Lentera Iblis digenggamannya kearah bawah, lentera ditangannya tiba-tiba berpendar dan diikuti oleh berpendarnya kitab Wasiat Iblis yang terjahit di dadanya dibarengi bentakan sang pangeran, dua lajur sinar berwarna hitam pekat nampak keluar dari lentera iblis dan kitab wasiat iblis!

Kedua cahaya hitam tesebut terlihat saling membelit kemudian menyatu dan berubah membesar beberapa kali lipat dan langsung menggebrak menuju kearah raja dan para pendekar yang terjebak terbelit oleh kabut aneh yang datang secara tiba-tiba!

“Celaka! Kita tidak bisa mengeluarkan ilmu kesaktian yang kita miliki. Kabut sialan ini menghalangi kita melakukan pemusatan tenaga dalam...” Keluh Anggini yang juga seperti yang lain yang berada dalam keadaan terkunci.

Sesaat lagi lajur pukulan jarak jauh berukuran sepemelukan pohon beringin ini menghantam raja dan para pendekar, tiba-tiba dari balik awan yang bergerombol diatas langit, melesat memapak satu sinar berwarna keemasan yang langsung menghantam pukulan milik Pangeran Matahari!

Suara dahsyat kembali menggelegar di udara, dan bersamaan dengan ledakan tumbukan diudara, kabut aneh yang sebelumnya menyekap dan membelit tubuh para pendekar pun sontak langsung sirna! Raja dan para pendekar akhirnya bisa kembali menggerakkan tubuh mereka.

“Kita sudah bisa bergerak lagi ning! Tapi Sinar apa itu yang tadi datang menghantam pukulan pangeran keblinger itu ya ning?" Tanya Setan Ngompol seraya memeriksa sekujur tubuhnya dengan tangannya. Setelah puas memeriksa, enak saja kakek bermata jereng ini mengelap tangan basahnya ke punggung pakaian Naga Kuning! Kontan saja si bocah langsung menjauh dan memaki panjang pendek.

BAB 11

Sementara itu, Sri Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan nampak memandang gerombolan awan diatas sana dengan pandangan tegang. Jantung sang raja berdegup begitu kencang. “Sang Hyang Jagatnatha! Apa benar hari ini adalah hari yang telah ditentukan itu...” sang raja nampak mengelus-elus dadanya berusaha menahan debaran jantungnya yang berdegup laksana derap kaki kuda!

Pangeran Matahari nampak perlahan membuka kedua matanya. Kegeraman luar biasa terpancar dari roman muka sang pangeran segala licik dan segala congkak tersebut. Dengan penuh amarah, sang pangeran terlihat memalingkan wajahnya kearah gerombolan awan putih dimana sebelumnya keluar sinar berwarna keemasan yang menghadang pukulan yang dilepaskannya.

Gerombolan awan yang dilihat oleh Pangeran Matahari dan raja serta para tokoh lainnya sebelumnya terlihat seperti awan putih biasa pada umumnya. Namun beberapa saat awan tersebut terlihat seperti hidup beranjak turun mendekat kearah para pendekar! Dalam sekejap kumpulan awan tersebut terlihat memancarkan cahaya putih lalu dari balik awan putih yang bergerombol tersebut tiba-tiba muncul tujuh sosok yang memancarkan cahaya keemasan.

Ketujuh sosok terebut adalah sosok raja Mataram generasi terdahulu mulai raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, Rakai Kayuwangi Dyah Panangkaran, Rakai Kayuwangi Dyah Lokamahendra, Rakai Kayuwangi Dyah Indrarajasa, Rakai Kayuwangi Dyah Baladewa, Rakai Kayuwangi Dyah Asmaratungga, dan terakhir Rakai Kayuwangi Dyah Antawijaya ayahanda terkasih Sri Maharaja Mataram terakhir Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan! Tujuh raja Trah Rakai Kayuwangi kembali berkumpul membentuk lingkaran di langit Mataram!

Dan bukan hanya itu saja, dibalik lingkaran para raja terdahulu bumi Mataram ini berjejer pula barisan tokoh dunia persilatan golongan putih yang telah tiada! Mulai dari Nyanyuk Amber, Raja Penidur, Kiai Gede Tapa Pamungkas, Datuk Rao Basaluang Ameh, Resi Bathara Padma atau lebih dikenal dengan nama Aryo Segoro sang Pendekar Kapak Maut Naga Geni dan pasangannya Pendeka Pedang Naga Suci Kinanti Saraswati, Sinto Weni dan Sukat Tandika, Resi Kandawa Abithar, Datuk Perpati Alam Sati dan masih banyak tokoh putih lainnya yang gugur dalam pertempuran melawan Kerajaan Perut Bumi.

Raja termasuk para tokoh dari golongan putih nampak meneteskan air mata penuh kebahagiaan kala melihat orang-orang bercahaya yang muncul dari balik awan bersama rombongan Maharaja Mataram terdahulu. Termasuk didalamnya Pendekar Dua Satu Dua kala melihat sang guru Sinto Gendeng dan Sukat Tandika berada di jajaran para tokoh silat golongan putih yang berdiri di belakang barisan raja-raja Mataram.

“Allah Maha Besar!! Akhirnya aku bisa kembali melihat dirimu eyang...” ucap sang pendekar dalam hati dengan mata haru.

Disaat semua orang masih terpana akan kedatangan rombongan raja Mataram terdahulu dan para tokoh sepuh dunia persilatan yang datang dalam gerombolan awan, mendadak satu suara penuh wibawa terdengar menggelegar dari mulut ke tujuh raja Mataram!

“Tan Kena Wola-wali. Berbudi Bhawalaksana. Tan Kena Wola-wali. Berbudi Bhawalaksana...! Titah Raja tidak akan terulang. Teguh bagaikan karang, ganas bagaikan ombak...! Sabda Pandhita Ratu... SABDA PANDHITA RATU MANUNGGALING KAWULA GUSTI, Rawuh Pamungkas Satrio Piningit! Rawuh Pamungkas Satria Piningiiiiittt...!!!! RAWUUUH PAMUNGKAS SATRIO PININGIIIIITTTTTT...!!!"

Begitu suara gemuruh Sabda Pandita Ratu Manunggaling Kawula Gusti yang keluar dari mulut ketujuh raja Mataram tersebut berhenti, cahaya keemasan dibalut warna pelangi berbentuk aksara jawa tiba-tiba nampak menyeruak berpendar dari tubuh ketujuh raja Mataram terdahulu yang melayang diangkasa di dalam Kumpulan awan.

Ketujuh cahaya tersebut kemudian bersatu dan kemudian melesat sesaat dan kembali pecah menjadi empat bagian. Satu bagian melesat menuju kearah raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan, dan sisanya lagi melesat menuju kearah Pendekar Dua Satu Dua, Mahesa Edan dan Mahesa Kelud!

Raja dan ketiga pendekar bumi Mataram ini kemudian nampak seolah terbelit cahaya pelangi keemasan dan turut pula nampak berpendar. Lalu dengan satu sentakan dahsyat keatas udara, tubuh raja dan ketiga pendekar tersebut nampak melesat keangkasa dengan kecepatan luar biasa! Satu cahaya yang teramat menyilaukan tiba-tiba melintas mana kala tubuh keempatnya yang terbungkus aksara jawa keemasan ini nampak mulai menyatu dalam satu bentuk bola cahaya yang berwarna pelangi keemasan!

Bola cahaya tersebut melesat tepat kearah Pangeran Matahari yang mengambang dengan pongahnya. Lalu setelah berjarak sepuluh tombak, bola cahaya tersebut nampak meledak menggelegar dan luruh menjadi serpihan cahaya yang menyisakan sosok putih bercahaya berpendar lembut yang nampak turut pula berdiri mengambang gagah di hadapan si segala licik segala congkak!

Pangeran Matahari nampak menyipitkan matanya yang memang tinggal sebelah itu sambil menatap menyorot tajam kearah sosok bercahaya dihadapannya. Dihadapannya nampak berdiri melayang sosok seorang pria berambut panjang terurai yang mengenakan kain putih panjang berselempang di dada hingga ke kakinya. Wajahnya tidak terlalu terlihat jelas karena satu selubung cahaya yang memancar dari wajah sang pria.

Di atas kepala sang pria terlihat sebuah mahkota yang nampak mengambang melayang diatas kepala sang pria dan memancarkan warna keperakan. Tangan kiri nampak bersidekap di depan dada sementara tangan kanannya terlihat menggenggam sebilah senjata berwujud aneh.

Senjata yang dipegangnya pada pangkalnya nampak seperti sebuah kapak bermata dua namun ditengah-tengah kapak tersebut bilahnya nampak terus menjulang memanjang dan berwujud pedang! Apalagi kalau bukan Kapak Pedang Naga Dewa Dua Satu Dua yang ada dalam legenda!

Melihat sosok bercahaya yang berdiri melayang tegap diudara memegang Kapak Pedang Naga Dewa Dua Satu Dua, tanpa terasa bening merembes di sudut mata Dewa Tuak. Saat lengannya kemudian di sentuh oleh Anggini, Dewa Tuak nampak memalingkan wajah dan tersenyum kearah sang murid.

"Tidak kusangka di usia ku yang sudah bangkotan bau tanah ini. Gusti Allah masih memberiku anugerah kesempatan untuk melihat langsung turunnya Satrio Piningit yang hanya pernah kudengar di dalam legenda. Kita masih punya harapan. Dunia persilatan masih punya harapan muridku..." ucap Dewa Tuak dengan suara bergetar. Sang murid pun nampak mengangguk penuh rasa haru.

Melihat senjata yang dipegang oleh sosok Satrio Piningit yang merupakan perpaduan Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua dan Pedang Naga Suci Dua Satu Dua yang keduanya semula tertanam di dada Wiro, sang pangeran nampak mengerenyitkan kedua alisnya. Tiba-tiba seolah hidup kitab wasiat iblis yang terjahit di dadanya nampak bergerak liar!

Satu persatu benang urat darah yang menyatukan kitab tersebut ke kulit dada Pangeran Matahari mulai terlepas. Lalu begitu benang urat darah yang terakhir terlepas, seolah hidup kitab tersebut nampak bergerak merayap kearah lengan Pangeran Matahari yang memegang lentera iblis!

Kitab tersebut bagaikan memiliki nyawa nampak langsung membelit lentera di tangan si segala congkak dan lentera dan kitab tersebut tiba-tiba mengeluarkan nyala kobaran api berwarna hitam yang sangat besar, sehingga membuat Pangeran Matahari terpaksa melepaskan pegangannya pada logam pegangan lentera.

BAB 12

Setelah beberapa saat berlangsung, kobaran sapi hitam besar yang nampak melayang tersebut terlihat bergerak kembali kearah tangan Pangeran Matahari yang langsung menyambutnya. Sosok kobaran api tersebut perlahan mulai berubah menjadi satu bentuk pedang hitam membara ditangan Pangeran Matahari!

Pangeran Matahari untuk beberapa saat memperhatikan benang urat darah api yang timbul dari gagang pedang yang kemudian membelit dan memasuki pergelangan tangannya. Satu kekuatan yang teramat dahsyat dan penuh kebencian merasuk dari genggaman tangannya melalui Pedang Kitab Lentera Iblis yang berada digenggaman tangannya!

"Mahkluk putih..." suara Pangeran Matahari terdengar berat dan dalam seolah dikeluarkan dari dalam jurang tanpa dasar. "Aku tidak mengenali wujudmu. Namun aku masih bisa dengan jelas membaui dan merasakan bahwa di dalam wujudmu itu, terdapat sosok yang paling kubenci di dalam seluruh jiwa dan kesadaranku yang masih tersisa..." lanjut sang pangeran.

"Wiro Sableng Haram Jadaaah!!! Terkutuk dirimuu keparaaat...!!! Aku tahu kau ada di dalam sana...!!!" teriak Pangeran Matahari sembari menunjuk dengan telunjuknya yang bengkok ke arah sosok bercahaya dan berbaju putih di hadapannya.

"Siksa api neraka tidak membuat dendamku luntur wahai Pendekar Dua Satu Dua! Pedih dera dan rajaman cambuk dan gergaji penghuni neraka pun tidak juga membuat dengki ku surut dan pupus pada dirimu!" suara Pangeran Matahari semakin terdengar berat dan bergetar.

"Aku yang terjeblos dalam dunia kegelapan penuh siksa neraka jahanam sama sekali tidak pernah menyangka akan datang kembali kesempatan seperti ini. Memang... berulang kali aku dibangkitkan. Namun... berulang kali pula aku kau kalahkan keparat...!!! Tapi kali ini... kesempatan pun kembali menyapa...! Kali ini... Aku pastiiii akan membuatmu...."

Belum lagi menyelesaikan apa yang ingin di utarakannya, ucapan sang pangeran tiba-tiba terputus manakala satu benda yang melesat dari arah bumi dengan secepat kilat menghantam dan membasahi kepalanya! Letupan-letupan kecil terlihat di wajah sang pangeran yang dibasahi oleh cairan hangat berbau pesing yang tadi menghantam wajahnya!

Matanya melirik sekilas dan dirinya masih bisa melihat sebuah kaleng rombeng yang tadi menimpa kepalanya terlihat jatuh setelah menghantam kepalanya. Sebuah kaleng rombeng yang sebelumnya berisi air kencing manusia!

"Woooi Pangeran Geblek...! Dirimu kebanyakan ngomong! Sudah basi! Kalau mau gelut ya gelut saja! Sudah capek kita ketemu kamu lagi kamu lagi! Sekali ketemu lagi ini malah ngajak sarasehan! Kalau memang gentar sama Satrio Piningit, Tuh... Lawan saja kakek bau pesing ini... Dia tadi yang nimpuk dirimu pakai kaleng rombeng isi air kencingnya sendiri...!" seru Naga Kuning sambil menunjuk asal-asalan ke arah Setan Ngompol yang langsung mengumpat panjang pendek.

"Lah kok jadi aku? Kok jadi akuuuu? Dasar bocah setan! Kau yang nimpuk pakai kaleng tadi bukan akuu!” sanggah Setan Ngompol.

“Aku yang nimpuk tapi kalengnya kan isinya air kencing mu kek..!!!” balas Naga Kuning sambil lelet kan lidah.

“Ku kasihlah karena dirimu yang minta! Mana ku tahu kalau kau pakai buat nimpuk kepala orang!” rutuk Setan Ngompol dengan gemas kearah Naga Kuning yang malah terlihat tertawa terpingkal-pingkal.

Sementara itu didekat Setan Ngompol, Kakek Segala Tahu terlihat mengomel panjang pendek saat menyadari kaleng rombengnya telah raib di tilep Naga Kuning dan dipakai untuk menampung air kencing untuk dilemparkan ke arah Pangeran Matahari!

Dengan sebelah matanya Pangeran Matahari nampak mendelik tajam kearah bawah dan secara tiba-tiba sang pangeran nampak melesat deras kearah Naga Kuning dan Setan Ngompol! “Manusia-manusia celaka! Kalian berdua yang harus mati pertama kali!” teriak sang pangeran dengan penuh kemarahan.

“Tobaaat!! Semua ini gara-gara kelakuan mu Naga Kuning kampret!” teriak Setan Ngompol seraya menaikkan celananya tinggi-tinggi lalu lari tunggang langgang! Lucunya walaupun marah dan kesal kepada si bocah berambut jabrik, sang kakek masih sempat-sempatnya meraih kerah baju si bocah berambut jabrik dan membembengnya sambil melarikan diri!

Tubuh Pangeran Matahari yang melesat turun mengejar Setan Ngompol dan Naga Kuning yang berada didaratan tiba-tiba terhenti diudara kala satu sosok putih terlihat datang menghadang didepannya. Melihat sosok yang menghadangnya, amarah sang pangeran pun langsung meluap tak terbendung lagi!

“Semua ini gara-gara engkau makhluk keparat!” teriak buas Pangeran Matahari kepada sosok Satrio Piningit yang menghadang dirinya.

Selarik sinar hitam bergerdepan menggidikkan melesat menyambar manakala Pangeran Matahari dengan penuh kemarahan menyerang menggunakan pedang kitab lentera iblis kearah sosok Satrio Piningit! Suara memekakkan dan sinar kehitaman berkiblat diudara dan membentur cahaya putih yang keluar bersamaan dengan suara ribuan tawon mengamuk! Pangeran Matahari nampak tersurut mundur namun Satrio Piningit yang nampak melintangkan kapak pedang naga dewa dua satu dua hanya terlihat bergetar sesaat.

“Jahanaam... Akan kukirim kau ke dasar naraka...!” rutuk sang pangeran sambil kembali melesat terbang dengan pedang terpentang menjurus langsung kearah Satrio Piningit!

Pertarungan hebat ditengah udara pun kemudian kembali terjadi di angkasa Mataram. Sinar hitam dan putih nampak melesat kesana kemari dengan kecepatan luar biasa! Suara-suara ledakan di udara berulang kali pun terdengar akibat terjadinya benturan antara Pedang Kitab Lentera Iblis dan Kapak Pedang Naga Dewa Dua Satu Dua yang dipergunakan oleh Pangeran Matahari dan sosok Satrio Piningit.

Benar-benar pertarungan di udara yang saling mengutamakan kecepatan gerak tubuh laksana kilat dipertunjukan oleh Pangeran Matahari dan Satrio Piningit. Pertarungan Kecepatan yang tidak lumrah ini membuat sampai-sampai sudah tidak bisa dilihat lagi oleh orang biasa dengan menggunakan mata telanjang!

Pada satu kesempatan, saat tusukan pedang kitab lentera iblis kembali berhasil dipatahkan oleh tebasan kapak pedang naga dewa dua satu dua, secara curang dengan menggunakan sebelah tangannya Pangeran Matahari secara membokong mengeluarkan ilmu pukulan Gerhana Matahari Alam Baka langsung kearah rombongan raja Mataram!

Satu sinar merah, kuning dan hitam yang berbau daging hangus sangit serta mengeluarkan hawa panas luar biasa menerjang bagaikan badai siap meluluh lantakkan apapun yang menghalangi! Dengan tawa terbahak Pangeran Matahari melihat bagaimana serangan curangnya melesat kencang dan luput dari jangkauan dan perhatian Satrio Piningit!

Namun tawa sang pangeran langsung hilang bagaikan direnggut setan manakala menyaksikan satu kejadian luar biasa yang selanjutnya terjadi. Dari dalam gugusan awan putih, para sesepuh dunia persilatan yang berdiri diam dibelakang ke tujuh raja Mataram terlihat menghentakkan tangan masing-masing lalu puluhan sinar pukulan beraneka warna pun terlihat melesat membumbung keangkasa!

Tidak sampai disitu saja, satu sosok laksana kilatan bintang kejora kemudian terlihat melesat dari kumpulan tokoh sepuh dunia persilatan tersebut, dan kemudian mempertunjukkan satu keahlian yang sukar untuk dipercaya!

Sosok tersebut terlihat laksana menari-menari indah diantara lesatan berbagai sinar pukulan jarak jauh lalu kemudian sosok tersebut nampak menggulung semua sinar pukulan tersebut dengan menggunakan kedua tangannya menjadi satu bola sinar pukulan berwarna-warni maha besar untuk kemudian dilepaskan kembali menjadi satu kesatuan kearah datangnya sinar pukulan gerhana matahari alam baka yang dilepas Pangeran Matahari!

Suara menggelegar disertai angin ribut langsung menerpa dan membuat setiap orang yang ada di tempat itu tersurut mundur beberapa tindak manakala getaran ledakan pertemuan ilmu-ilmu dahsyat yang dibungkus dan dilepas oleh Jaka Pesolek Penangkap Petir ini, telak menghantam dan membuyarkan serangan bokongan yang dilakukan oleh Pangeran Matahari. Hanya para raja Mataram dan para sesepuh dunia persilatan yang berada didalam kumpulan awan saja yang seolah tidak terpengaruh oleh dampak tumbukan ilmu kesaktian yang meledak di udara tersebut.

“Astaga! Ilmu apa yang dipakai sosok pemuda berbaju hitam diatas sana? Tidak pernah kudengar sebelumnya ada orang yang mampu melakukan hal seperti itu! Benar-benar mengagumkan!!” seru Andana si Harimau Singgalang.

“Betul apa yang kau katakan sahabatku. Benar-benar hebat orang itu. Aku benar-benar tidak akan percaya jika tidak melihat dengan mata kepala sendiri. Bagaimana bisa ada orang di dunia ini yang mampu menangkap berbagai ilmu pukulan jarak jauh lalu membungkusnya dan kemudian melepaskannya kembali sesuka hati! Benar-benar luar biasa...”

Desis Panji Argomanik sang Singa Gurun Bromo sambil menatap takjub kearah sosok Jaka Pesolek Penangkap Petir yang terlihat kembali melesat masuk kedalam barisan awan bersama para raja Mataram tepat dibelakang sang junjungan Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala!

Amarah luar biasa kembali menguasai Pangeran Matahari manakala menyaksikan serangan bokongannya dipatahkan secara luar biasa oleh sosok pemuda yang dulu hampir-hampir diperkos4nya tersebut. Sang pangeran dengan buasnya kemudian kembali menggenjot tubuhnya diudara dengan pedang terhunus kali ini diarahkan langsung kearah gerombolan awan putih dimana para raja dan para sesepuh berada!

Namun ternyata usaha dan harapannya tidak segampang itu, karena kembali kapak pedang naga dewa dua satu dua datang memapak dan menekan sang pangeran untuk beranjak mundur dari wilayah gerombolan awan putih.

Suara teriakan amarah mengegelegar keluar dari mulut miring pencong Pangeran Matahari! Lalu dengan gerakan kalap membabi buta, pangeran yang terlahir bernama Anom ini merangsek maju kearah Satrio Piningit yang kemudian nampak bergerak indah laksana seekor elang yang terbang lurus di tengah amukan buas rajawali!

Kembali suara denting dan pijar api hasil benturan dua senjata sakti terlihat di langit Mataram diantara desiran-desiran bayangan berwarna hitam dan putih yang bergerak dilangit dalam kecepatan yang luar biasa. Di satu kesempatan, kapak pedang naga dewa dua satu dua yang dipegang Satrio Piningit secara tidak terduga dalam gerakan lurus tiba-tiba melenting dan lentur bergerak dan berhasil mengiris urat besar yang ada di tangan Pangeran Matahari! Semburat api berwarna hitam pekat langsung nampak menyembur dari luka di tangan sang pangeran!

“Jahanaaam kau!” teriak Pangeran Matahari yang merasa kesakitan seraya berusaha menghantamkan pedang di tangannya kearah tubuh Satrio Piningit, namun itu semua sudah terlambat.

Setelah berhasil merobek lengan Pangeran Matahari, badan pedang kapak yang semula terlihat lentur tiba-tiba menukik dan mengeras kaku menghujam langsung ke dada pangeran yang sudah beberapa kali bangkit dari kematian tersebut!

Pangeran Matahari nampak berteriak keras manakala kapak pedang dewa naga dua satu dua perlahan namun pasti memasuki kulit dadanya, sambil menghujam kapak pedang agar masuk semakin dalam, Satrio Piningit pun terlihat langsung merangkul erat tubuh Pangeran Matahari! Tubuh sang pangeran nampak mulai dikobari kobaran api yang membuncah keluar dari luka di dadanya!

Dengan menahan sakit yang luar biasa, Pangeran Matahari terus melesat tinggi keangkasa bersama sosok Satrio Piningit yang masih merangkul Pangeran Matahari dan terus menghujamkan kapak pedang naga dewa ke dada sang pangeran. Tiba-tiba di tengah angkasa, sosok Pangeran Matahari yang terbakar api mulai membesar dan mulai berubah menjadi sesosok ular hitam bermata satu maha besar berwarna hitam yang berusaha naik semakin tinggi keangkasa!

"Astaga! Coba kalian semua lihat! Pangeran keblinger itu berubah wujud menjadi seekor ular naga raksasa!" teriak Naga Kuning sambil menunjuk keatas langit.

"Ah yang benar saja ning? Apa benar pangeran sontoloyo itu berubah jadi ular raksasa atau ularnya si pangeran yang malah tiba-tiba berubah menjadi naga raksasa?" timpal Setan Ngompol sembari berulangkali memicingkan mata jerengnya kearah yang ditunjuk oleh Naga Kuning.

Mendengar selorohan Setan Ngompol, Naga Kuning sontak memalingkan mata dan mendelikkan mata kearah sang kakek bertelinga terbalik. "Dasar kakek sedeng! Setidaknya ularnya si pangeran lebih gede dari terong lalap kisut basah kuyup milikmu itu..." cerocos Naga Kuning yang kontan membuat Setan Ngompol terdiam sambil pencongkan mulut.

Sementara itu bersamaan dengan perubahan sosok Pangeran Matahari menjadi sosok naga hitam raksasa, sosok Satrio Piningit pun tiba-tiba dari kejauhan nampak kembali ke bentuk bola cahaya lalu diikuti oleh suara ledakan besar, bola cahaya tersebut nampak meledak dan serangkum cahaya bagaikan bintang kejora terlihat melesat jatuh turun kebumi! Cahaya yang melesat dari arah melesatnya naga hitam raksasa itupun kemudian menghantam bumi dan membuat debu tanah kembali menyemburat ke udara.

Dewa Tuak dan yang lain lekas memburu kearah dimana cahaya dari langit jatuh dan disana mereka mendapati raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan dalam keadaan setengah berdiri nampak terbatuk sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangannya.

"Yang Mulia! Apakah kau baik-baik saja? Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap Dewa Tuak sembari memapah bangun sang raja Mataram.

Setelah mengusap wajahnya yang muram sang raja nampak menengadahkan mukanya dan menatap kepergian naga hitam raksasa yang berusaha menggapai ujung langit dengan perasaan kesal. "Mereka bertiga... Mereka bertiga memang benar-benar keterlaluan..." ucap jengkel sang raja sambil masih memegangi kepalanya yang terasa pening.

Rupanya saat sosok Pangeran Matahari akhirnya moksa akibat tusukan kapak pedang naga dewa dua satu dua dan berubah menjadi sosok ular raksasa bermata satu, tubuh Satrio Piningit pun akhirnya pun turut kembali ke sosok masing-masing yaitu sosok raja Mataram, Wiro, dan kedua Mahesa. Dan dalam waktu yang sedemikian singkat tersebut Wiro nampak memberikan tanda kepada kedua rekannya tersebut untuk menggunakan tenaga lembut untuk menghempaskan raja Mataram lepas dari tubuh naga raksasa dan meluncur jatuh ke bumi!

"Maafkan ketidak sopanan kami wahai paduka raja. Tapi baginda harus tetap hidup demi rakyat Mataram di bawah sana..." ucap Wiro sambil tersenyum diikuti oleh Mahesa Edan dan Mahesa Kelud yang bahkan sama-sama mengacungkan jempol kearah paduka raja yang terlihat meluncur deras turun ke bumi!

Hal inilah yang membuat sang raja sedikit mengkal dan jengkel namun di lain pihak, sang raja juga merasa sedih karena mengetahui kalau ke tiga pendekar tersebut sengaja melakukan itu untuk mengorbankan diri mereka sendiri demi keselamatannya dan kelangsungan hidup kerajaan Mataram.

Sementara itu di bumi Mataram, semua yang ada di tempat itu baik para tokoh dunia persilatan maupun para dewa dan dewi yang tersisa dengan menggunakan kemampuan melihat dari kejauhan dengan tegang melihat bagaimana Wiro dan kedua Mahesa dengan gigihnya berusaha membinasakan ular hitam raksasa bermata satu yang sedang merayap naik ke ujung angkasa.

Wiro dengan kapak pedang naga dewa terlihat menghujamkan dengan sekuat tenaga senjatanya tersebut ke tengkuk sang ular raksasa. Di bagian perut, Mahesa Kelud juga nampak melakukan hal yang sama dengan mengunakan Pedang Dewa Sakti kepunyaannya. ementara Mahesa Edan menggunakan Keris Naga Biru miliknya untuk mengoyak perut bawah dekat dengan bagian ekor. Ketiganya nampak berusaha menghabisi sang ular raksasa sebelum mencapai tempat yang ditujunya yaitu lubang hitam kegelapan tanpa akhir di ujung angkasa!

Suara lenguhan bercampur raungan keras yang memekakkan telinga terdengar dari mulut ular raksasa bermata satu kala merasakan sakit yang luar biasa saat ketiga senjata yang dipegang oleh ketiga pendekar semakin masuk lebih dalam menembus sisik hitamnya. Akibat rasa sakit yang luar biasa tersebut membuat sang ular nampak bergerak melesat lebih cepat terbang menuju lingkaran kegelapan yang mulai terlihat di batas langit.

"Jangan biarkan makhluk ini memasuki lingkaran hitam kegelapan tersebut teman-teman! Dia akan pulih kembali dan dunia kita akan hancur porak poranda!" teriak Wiro ke arah kedua rekannya.

"Apa yang harus kita lakukan Wiro? Ujung senjata kita tidak cukup panjang untuk menjangkau bagian dalam makhluk terkutuk ini!" teriak Mahesa Kelud yang berada di bagian perut tengah.

"Coba kita secara berbarengan mengalirkan pukulan pamungkas kita melalui gagang senjata masing-masing. Aku rasa cara itu bisa menimbulkan kerusakan yang lumayan!" sambung Mahesa Edan dari bagian ekor.

"Usul yang bagus! Mari kita lakukan pada hitungan yang ketiga!" teriak Wiro seraya mempersiapkan pukulan Surya Gugur Gerhana di tangan kanannya sementara tangan kirinya masih menggenggam erat kapak pedang dewa naga dua satu dua yang tertancap di tengkuk ular raksasa.

Mahesa Kelud dan Mahesa Edan pun kemudian mempersiapkan pukulan andalan masing-masing. Mahesa Kelud mempersiapkan pukulan Karang Sewu, sementara Mahesa Edan sudah mulai merapal ajian Diatas Kubur Badai Mengamuk. Ketiga pendekar tersebut sudah bersiap untuk menghantamkan pukulan masing-masing ke pangkal senjata yang tertancap ke tubuh ular raksasa.

Namun belum juga Pendekar Dua Satu Dua memulai aba-aba, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dibarengi teriakan teriakan bersahutan yang terdengar panjang! Rupanya dari arah lingkaran kegelapan, ratusan ekor makhluk berbulu kelabu yang dikenal dengan sebutan Setan Dari Luar Jagat kembali datang dan melesat menyerbu menyongsong kearah Wiro dan kedua rekannya!

"Biar aku yang hadapi makhluk-makhluk itu! Kalian berdua lanjutkan rencana kita tadi!" Mahesa Edan yang melihat datangnya serangan tersebut bergegas menghantamkan pukulan Diatas Kubur Badai Mengamuk ke gagang keris naga biru dan tanpa menungu lama, murid eyang Kunti Kendil ini langsung berlari di sepanjang badan ular raksasa dan menyambut langsung kedatangan ratusan makhluk penghuni lubang hitam kegelapan dengan menggunakan ilmu kuno tujuh jurus Ilmu Silat Orang Katai!

Benar-benar dahsyat ilmu yang diturunkan oleh tujuh orang katai ini dimainkan oleh Mahesa Edan. Tubuh sang pendekar bergerak laksana angin puting beliung dan dalam setiap tujuh langkahnya yang aneh dan tak beraturan, puluhan makluk setan dari luar jagat yang datang menyerbu pasti langsung terlempar berjatuhan dari tubuh ular raksasa!

Sementara itu rasa sakit yang teramat sangat pada bagian ekor membuat ular raksasa mengibaskan ekornya sekuat mungkin. Hal ini membuat pergerakan sang ular yang sedang merayap naik itu menjadi melambat. Dan kesempatan ini pun langsung di manfaatkan oleh Wiro dan Mahesa Kelud untuk bersama-sama dan tanpa menunggu aba-aba lagi untuk menghantam pangkal senjata masing-masing yang terbenam dengan pukulan pamungkas!

Dan apa yang terjadi setelah itu benar-benar tidak disangka oleh ketiga pendekar yang berada di tubuh naga raksasa. Wiro sesaat nampak menenggak ludah dan melotot kearah Mahesa Kelud, Mahesa Kelud juga nampak balas melotot kearah Wiro sementara Mahesa Edan yang sedang asyik mencekik dan menguncang-guncang leher salah satu setan dari luar jagat yang ditangkapnya, juga nampak mendelikkan mata memandang kedua sahabatnya pulang balik!

”Celakaaa...!!!” teriak ketiganya bersamaan!

Lalu dibarengi melesatnya cahaya menyilaukan dari tiga luka di tubuh sang naga, satu ledakan yang luar biasa pun terjadi diatas langit! Awan hitam bercampur petir dan api nampak menyeruak dalam bentuk cendawan raksasa dan bersamaan dengan ledakan tersebut, gelombang energi maha dahsyat pun kembali tercipta dan menyeruak menuju bumi dengan kecepatan luar biasa!

"Ayaaaaahh...." suara Intan Suci Angin Timur terdengar merobek langit. Sang gadis nampak berlari kencang diudara menuju langit dimana dilihatnya sang ayah dan kedua rekannya meledak bersama naga hitam raksasa.

Disisi sang gadis cilik turut pula melesat Jabrik Sakti Wanara dan Bidadari Angin Timur yang terbang melayang dengan mata basah berlinang. Sayang belum lagi ketiganya mencapai tempat dimana ledakan tubuh naga hitam raksasa terjadi, ketiganya harus dihadang oleh gelombang ledakan maha kuat yang akhirnya melempar kembali tubuh mereka kearah bumi.

Ledakan naga hitam raksasa yang terjadi di atas langit benar-benar sangat dahsyat luar biasa hingga menciptakan selaput tebal awan hitam gelap yang bahkan sampai menutup cahaya matahari yang jatuh ke bumi selama berhari-hari. Serpihan-serpihan abu hitam berguguran laksana hujan gerimis pun turun menerpa para pendekar dunia persilatan serta sisa-sisa para dewa yang masih diam terpekur menatap kearah langit kelam kelabu.

Keheningan merasuk dan mencengkram pelataran sisa-sisa candi prambanan saat itu. Hanya isak tangis Intan Suci Angin Timur sajalah yang terdengar pilu terbawa hembusan angin dingin nan mencucuk tulang. Apakah ini adalah harga dari sebuah kemenangan? Tidak ada seorangpun dari mereka yang ada di tempat itu yang tahu.

Sepekan setelah peristiwa musnahnya naga hitam raksasa penjelmaan mata langit, para tokoh dunia persilatan yang tersisa pun sudah lama saling berpisah dan kembali ke tempat masing-masing. Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara Ayu Lestari telah kembali ke kerajaan lautnya masing-masing, demikian juga Sri Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan sudah pamit terlebih dahulu untuk mengatur kembali kerajaannya yang porak-poranda, sebelum terlebih dahulu juga harus menjemput rakyatnya yang mengungsi di atas gunung merapi.

Para leluhur raja dan orang-orang sakti yang dibangkitkan oleh sabda pandita ratu tujuh raja Mataram pun telah kembali ke alam keabadian sambil membawa para dewa dan dewi atas langit yang masih tersisa.

Perpisahan yang paling mengharukan yang terjadi adalah perpisahan antara Intan Suci Angin Timur dan Jabrik Sakti Wanara. Sang gadis cilik menangis tak henti-hentinya di dada sang remaja. Dengan tersenyum sedih dan sambil membujuk sang gadis kecil berulang kali, akhirnya Intan Suci pun mau juga melepaskan pelukannya terhadap sang pemuda remaja dan melepas kepergian Jabrik Sakti Wanara yang sudah dianggapnya sebagai kakak kandungnya tersebut.

Pemuda tabah nan malang ini harus pergi kembali untuk mencari dan menemukan sang ayah Malaikat Maut Berambut Salju yang kembali menghilang setelah peristiwa meledaknya naga hitam raksasa.

Tempat yang sebelumnya ramai dengan suasana pertempuran dan peperangan akhirnya menjadi sunyi dan lengang. Diantara ratusan makam yang berdiri yang merupakan makam dari para pendekar yang gugur dalam perlawanan melawan kerajaan perut bumi di tempat itu, terlihat tiga buah nisan putih berdiri diam di posisi paling depan bekas pelataran candi prambanan.

Hanya tinggal empat orang wanita yang tersisa yang berdiri di tempat itu sambil diam termenung. Keempatnya berdiri saling diam dalam waktu yang cukup lama. Keesokan harinya, Purnama yang seharian berdiri sedih di depan nisan bertulis nama Mahesa Edan akhirnya pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah gontai.

Hari berikutnya giliran Anggini yang lama diam terpekur di hadapan nisan Mahesa Kelud pun melangkahkan kaki pergi dari tempat itu sambil sebelumnya berpamitan kepada kedua orang wanita yang tersisa.

Waktu kembali berlalu, tanpa terasa satu hari kembali terlewati. Intan Suci Angin Timur yang diam terpekur di hadapan nisan sang ayah, Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng akhirnya angkat suara pelan.

"Bibi Bidadari pergilah. Nanti bibi sakit kalau terus-terusan berdiam menemaniku di tempat ini..." ucap sang gadis cilik lirih tanpa membalikkan tubuhnya.

Sepasang tangan putih mulus tiba-tiba melingkari leher sang gadis remaja. Bau harum pun masuk kedalam jalan nafas sang gadis. "Bibi tidak akan beranjak di tempat ini kalau kau pun tidak beranjak dari tempat ini anak manis..." ucap Bidadari Angin Timur.

Kepala Intan Suci terlihat menunduk sedih. "Aku hanyalah seorang anak yatim piatu bibi bidadari. Aku tidak punya siapa-siapa lagi dan tidak punya tempat lagi untuk di tuju..." ucap sang gadis sedih.

Bidadari Angin Timur semakin mempererat pelukannya pada gadis kecil ini. "Kalau kau mau kau boleh ikut serta bersama bibi. Bibi pun sudah tidak punya siapa-siapa lagi di muka bumi ini..." ucap Bidadari Angin Timur terdengar sedikit getir.

Ucapan ini membuat Intan Suci Angin Timur membalikkan tubuhnya dan menatap wanita dihadapannya dengan pandangan wajah sedih. "Apakah aku tidak akan menjadi beban buat bibi? Aku takut aku nantinya hanya akan menyusahkan dan membebani bibi..." ucapan sang gadis remaja terhenti sesaat.

Tatapan mata dari wajah yang memandang sedih tersebut membuat sang wanita berambut pirang seolah melihat ayah anak tersebut sedang menatapnya langsung! Ini kontan membuat Bidadari Angin Timur terenyuh jantungnya dan langsung mengangkat tubuh Intan Suci Angin Timur dalam pondongannya dan memeluknya erat.

Air mata sontak membuncah menetes dari sudut mata sang wanita. "Aku janji akan menjaga dan merawatnya seperti anakku, buah hatiku sendiri Wiro. Aku berjanji padamu..." bisik sang wanita dalam hati sambil sebelah tangan memondong tubuh Intan Suci dan sebelah tangan lagi membelai puncak nisan putih dihadapannya.

* * *

Angin behembus kencang kala itu ditanah Pariaman, sumatera barat. Ditengah-tengah tegalan sawah terlihat dua bocah kecil sedang asyiknya bermain layangan. Kedua layangan yang mengudara diatas sawah tersebut terlihat saling menukik dan saling berkejaran satu sama lain dengan gesitnya.

"Berat sebelah layangan mu itu Sarip! Tak kan bisa kau putuskan layanganku kali ini...!" ejek bocah yang paling pendek diantara keduanya sambil terus menarik ulur benang layangan dalam genggamannya itu.

Bocah yang dipanggil Sarip ini nampak hanya mendengus pendek seraya terus mengulur tali layangannya. Akibatnya layangan merah miliknya pun melesat lebih tinggi daripada layangan bocah kecil disebelahnya. Melihat ini sang bocah sambil sebelumnya menyeka ingus yang keluar dari hidungnya menggunakan lengan bajunya kemudian turut menngulurkan benang layangannya untuk mengejar layangan milik Sarip.

Bocah yang dipanggil Sarip ini kemudian terlihat melirik sesaat kearah bocah disebelahnya lalu tiba-tiba berlari ke tengah-tengah sawah yang baru habis dipanen tersebut dan menarik benang layangannya cepat-cepat! Bocah yang berdiri ditegalan sawah nampak ternganga namun kemudian tersentak tersadar dan lalu cepat-cepat menarik benang layangannya tersebut semampunya.

Namun sayang tindakannya tersebut sudah terlambat! Layangan milik Sarip diatas sana sudah terlebih dahulu menukik keras ke arah layangan miliknya dan memutuskan benang layangan milik sang bocah!

"Kenaaaa...!" teriak Sarip kegirangan sambil melompat-lompat ditanah yang becek kala melihat layangan bocah yang berada di tegalan sawah terlihat meliuk-liuk tanpa kendali dan akhirnya terbang menjauh mengikuti hembusan angin.

"Kau curang Sarippp!!! Kau pasti pakai benang gelasan!! Perjanjiannya kan bukan begituuu...!" teriak sang bocah yang berada ditegalan sawah yang kemudian terlihat membanting kaleng penggulung benang layangannya ke tanah dan berlari masuk ke sawah mengejar Sarip yang nampak masih tertawa-tawa.

Bocah kecil tersebut kemudian dengan marahnya melompat kearah sarip sehingga keduanya masuk kedalam lumpur sawah dan bergulung-gulung sambil saling berkelahi. Namun tiba-tiba suara halilintar yang sangat kuat terdengar menggelegar dan menghentikan perkelahian dua orang anak kecil tersebut. Keduanya nampak terpaku melihat kearah atas langit dimana tiba-tiba gulungan hitam awan pekat muncul diiringi petir yang saling menyambar diatas kepala mereka!

"Ibuuu...! Aku takut..." teriak Sarip sambil melepaskan pegangannya pada kerah kemeja bocah kecil temannya tersebut dan terus kemudian bangkit lalu mengambil langkah seribu!

Berbeda dengan Sarip yang nampak kabur melarikan diri ketakutan, bocah kecil ini malah nampak diam terpaku dengan mata melotot kearah pusaran awan gelap! Lalu tiba-tiba satu suara raungan maha dahsyat terdengar dari dalam pusaran awan gelap, lalu sesaat kemudian satu bayangan hitam besar dengan lintasan cahaya merah bersalut kuning tiba-tiba melesat turun dari dalam pusaran awan langsung menuju kearah sang bocah ditengah sawah!

Satu sosok berupa seekor naga berwarna hitam pekat dengan mulut terpentang bertaring panjang nampak memburu buas kearah sang bocah! Di atas mulut tersebut nampak satu mata besar berwarna merah kekuningan sangar menyala tertuju ke arah mangsa dihadapannya! Sang bocah menatap dengan mata membeliak besar. Ingin mulutnya berteriak namun lidahnya benar-benar terasa kelu!

Sesaat lagi bocah kecil malang tersebut di caplok oleh mulut naga raksasa bermata satu tersebut tiba-tiba melesat tiga bayangan putih yang juga melesat keluar dari dalam pusaran awan!

"Mau kabur kemana kau makhluk sialan? Jangan kira kau bisa bisa melarikan diri begitu saja!" bentak satu suara sambil terlihat menarik dan membetot ekor sang naga dengan keras!

Tubuh sang naga yang ditarik ekornya oleh seorang pemuda gondrong berbaju putih ini nampak tersentak mundur sehingga kepalanya terdongak kearah atas!

"Tangguh juga makhluk ini sampai bisa menyusup bebas ke masa depan! Nah sekarang kau makan papanku ini!" ucap seorang pemuda yang juga berbaju putih sambil kemudian menghantam papan nisan kayu hitam yang dipegangnya kearah kepala sang naga dengan keras!

Mendapat hantaman sekeras itu, tubuh naga hitam bermata tunggal tersebut nampak terhempas kearah tegalan sawah. Malangnya belum lagi tubuh sang naga menyentuh tanah, satu suara menggelegar dibarengi suara ribuan tawon mengamuk terdengar di udara berbarengan hawa panas santer merebak!

Seorang pemuda gondrong berambut putih keperakan nampak melesat dari langit sambil membabat kapak bermata dua yang dipegangnya kearah leher sang naga! Suara berkerotokan keluar dari dalam tenggorokan sang naga yang putus terpancung oleh ganasnya sabetan sang Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua!

Perlahan tubuh serta kepala sang naga bermata tunggal tersebut nampak menggeliat dan tiba-tiba berubah menjadi berkas api sesaat, lalu kemudian menjadi abu dan melayang keatas tersedot kembali kedalam pusaran awan gelap.

"Apakah ini naga yang terakhir?" tanya sang pemuda yang memegang senjata berbentuk kapak kearah kedua pemuda berbaju putih dihadapannya.

"Tampaknya seperti itu Wiro. Dan sepertinya bocah ini adalah sasaran terakhir dari naga pecahan sang mata langit ini..." ucap pemuda yang memegang papan nisan berwarna hitam.

Pemuda berambut putih yang bukan lain Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng ini kemudian nampak mendekati kearah bocah kecil ditengah sawah diikuti oleh Mahesa Kelud dan Mahesa Edan. ketiga pemuda tersebut nampak mengelilingi sang bocah yang nampak bergantian memandang ketiga pemuda di depannya dengan pandangan takjub terpana.

"Apakah menurutmu dia orangnya yang dimaksud oleh Datuk Tanpa Bentuk Tanpa Wujud Wiro?" ucap Mahesa Kelud sambil memandang kearah Pendekar Dua Satu Dua.

Wiro nampak memandang kearah sang bocah sambil menggaruk-garuk kepalanya. Satu kebiasaan lama mulai terlihat dilakukannya kembali. "Aku juga tidak merasa pasti sebenarnya. Namun melihat pecahan mata langit terakhir mencoba menghabisi anak ini maka bisa jadi..." belum lagi Wiro menyelesaikan ucapannya tiba-tiba bocah di depannya langsung berteriak kegirangan!

"Whuoaaa.... kalian paman-paman yang luar biasa! Kalian bisa terbang dan mengalahkan seekor naga! Tolong ajari aku paman...! Aku juga ingin seperti kalian bertiga kalau besar nanti!" teriak sang bocah dengan antusias dan mata berbinar-binar!

Wiro yang berada paling dekat dengan sang bocah nampak menundukkan tubuh dan kemudian memondong tubuh sang bocah ke dadanya. Matanya tiba-tiba membeliak manakala dari dalam dadanya terasa hawa yang sangat lembut mengalir dan berasal dari bocah yang dipondongnya!

"Dia orangnya! Anak ini orangnya..." desis sang pendekar sambil memandang sang bocah dengan pandangan haru.

Mahesa Kelud dan Mahesa Edan kontan beranjak mendekat dan kemudian bergantian memeluk dan membelai rambut sang bocah yang berada dalam pelukan Wiro. Tiba-tiba bunyi halilintar kembali terdengar dan pusaran awan hitam nampak mulai memudar.

"Kita harus pergi Wiro. Kesempatan yang ada hanya tersisa sekali ini sebelum Gerbang Awan Penghantar Raga dan Waktu menutup untuk selamanya" ucap Mahesa Kelud sambil menepuk pundak Wiro.

Sambil menyusutkan bening di matanya, sang Pendekar Dua Satu Dua kemudian menurunkan bocah dalam pondongannya lalu berujar. "Aku titipkan sahabatku ini kedalam dirimu wahai bocah baik. Teruslah hidup dan jadikan dunia ini menjadi lebih indah dengan sentuhan jemari kecilmu itu. Ku titipkan semesta dua satu dua ini kepadamu..." tutup sang pendekar.

Sembari kemudian mengeluarkan kembali Kapak Naga Geni Dua Satu Dua miliknya dari balik baju dan perlahan dengan lembut mengunakan ilmu Menahan Darah Memindah Jazad, sang pendekar memasukan Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua ke dalam dada sang bocah kecil! Mata sang bocah nampak membelalak dan sesaat bersinar terang manakala merasakan hawa hangat dari dalam kapak yang masuk dan kini mendiami raganya!

"Kami pergi bocah baik, jadilah orang besar yang berguna bagi bangsa dan keluargamu..." ucap Mahesa Edan kali ini.

"Janganlah lupa untuk selalu shalat dan mengaji. Itu akan menjadi bekal bagimu mengarungi kerasnya dunia ini..." tutup Mahesa Kelud.

Setelah melambaikan tangan, ketiga pemuda ini kemudian terlihat melesat kelangit kearah gulungan awan hitam yang semakin menipis dan kemudian menghilang diakhiri suara guntur mengegelegar!

Sang bocah kecil nampak masih memandang kearah langit yang kini cerah dengan pandangan masih berbinar-binar. Dirinya sungguh tidak menyangka akan mengalami peristiwa yang begitu luar biasa di petang itu.

"Bastiaaaann!!!! Bukan main rupa mu kotor begitu! Apa pula yang kau mainkan sama si Sarip itu sampai wujudmu sudah coreng moreng model kerbau sawah begitu Bastiaaan???" teriak satu suara dari arah tegalan sawah "Cepat pulang!! Mandi! Baru kau temani dulu bapak mu mau pergi ke Bandar! Tidak diajaknya kau nanti kalau kau model celemotan penuh lumpur begituuu...!!" teriak seorang wanita dari arah tegalan sawah.

Mendengar kata pergi ke bandar, bocah tersebut langsung terhenyak dan berlari kearah sang ibu.. "Mau aku ikut ke bandar bersama ayah mak! Jangan kau tinggalkan aku lah mak!" teriak sang bocah sambil berlari cepat menyusul kepergian sang ibu.

* * *

Kembali ke masa Mataram baru tepatnya dua tahun setelah peristiwa pertempuran besar di prambanan, di satu desa di dekat pinggiran kotaraja tepatnya di desa Pengadegan. Disebuah rumah yang terletak di ujung desa dan berbatasan langsung dengan sebuah padang rumput yang luas, terlihat sebuah rumah kayu sederhana berbentuk joglo.

Di rumah pangung tersebut seorang wanita berkerudung nampak sedang duduk bersimpuh sembari membelai rambut seorang gadis remaja yang tertidur lelap dalam pangkuannya. Rambutnya yang berwarna coklat kepirangan nampak berhembus sebagian dari balik kerudungnya. Sambil menembang sebuah gending jawa, wanita cantik ini nampak terus membelai rambut pirang gadis yang nampak terus tertidur terlelap dalam pangkuannya.

Setelah beberapa saat dan mendengar suara halus keluar dari pernafasan sang gadis remaja, sang wanita yang bukan lain adalah janda pulau cingkuk atau Bidadari Angin Timur ini dengan lembut mengambil buntalan kain jarik yang ada disebelahnya dan menjadikannya sebagai sandaran bantal kepala buat gadis remaja yang sudah jatuh tertidur pulas tersebut.

Bidadari Angin Timur kemudian perlahan beranjak menuju teras serambi rumah yang memang terbuka lebar tersebut dan memandang ke kejauhan dimana membentang luas lautan padang rumput dihadapannya. Sang wanita nampak menarik nafas beberapa kali dan kemudian menghembuskannya pelan. Matanya nampak nanar kala mengingat peristiwa pertemuannya untuk yang pertama kali dengan pria yang menjadi pujaannya di tempat ini.

Di desa inilah sang wanita pertama kali bertemu dengan Pendekar Dua Satu Dua untuk yang pertama kali. Kala itu mereka berdua harus terseret dalam urusan yang bersangkutan dengan sebuah barang yang menjadi rebutan di dunia persilatan yaitu sebuah benda yang dikenal dengan sebutan Guci Setan.

Angin kencang nan dingin tiba-tiba berhembus menerpa wajahnya dan menyadarkan lamunan sang wanita. Dengan nafas berat sang wanita bermaksud untuk membalikkan badan dan kembali kedalam rumah, namun tiba-tiba dirasakannya kilatan petir bergeredapan dari arah belakang tubuhnya.

Saat sang wanita membalikkan badannya dan memandang kearah padang rumput, matanya tiba-tiba membeliak! Untuk sesaat mulutnya terrbuka lebar! Tidak begitu jauh dihadapannya hanya berkisar kurang lebih tiga puluh tombak, nampak seorang pria berdiri tegap memandangnya dengan pandangan penuh perasaan.

Sesuatu dalam dadanya tiba-tiba terasa membucah hangat dan tanpa terasa kedua kakinya melangkah dan kemudian berlari menuju kearah sang pria! Namun langkah kaki sang wanita di salip oleh sebuah bayangan putih yang melesat mendahuluinya dan langsung melompat kearah sang pria yang berdiri di tengah padang rumput.

"Ayaaaaahhh..." isak Intan Suci Angin Timur yang langsung melompat memeluk kearah sang ayah yang langsung menyambutnya dan memeluk anak semata wayang tercintanya tersebut dengan pelukan erat. Tangis pun pecah dari pertemuan ayah dan anak ini.

Melihat hal ini langkah Bidadari Angin Timur tiba-tiba terhenti, mulutnya tercekat dan kelu hingga tidak tahu harus berbuat apa melihat peristiwa yang ada dihadapannya, namun tiba-tiba dirasanya ada sebuah hawa lembut yang menariknya dan hawa tersebut ternyata adalah hawa yang keluar dari tangan sang pria!

Tubuh Bidadari Angin Timur pun bagaikan daun yang tertiup melesat maju dan jatuh dalam pelukan ayah dan anak yang saling berpelukan tersebut. Tanpa ragu lagi Bidadari Angin Timur pun langsung menjatuhkan tubuhnya kedalam dekapan pria yang bukan lain Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng! Tangis dan hasrat dalam dadanya yang tertahan selama ini pun akhirnya membuncah keluar di dada sang pria.

"Aku kembali! Aku kembali untuk kalian berdua...." bisik Pendekar Dua Satu Dua ke telinga dua wanita yang dikasihinya tersebut.

Tangis kebahagiaan pun akhirnya kembali pecah dari dua orang wanita berambut pirang yang memancarkan kemilau keemasan laksana cahaya sang mentari pagi.

TAMAT