Babad Pamungkas Bagian 02, karya Mike - Wiro perlahan membuka kedua matanya. Cahaya silau namun hangat terasa menerpa wajahnya. Walaupun agak kabur di awal, namun akhirnya pandangannya kemudian menjadi lebih jelas. Dirinya kembali mendapati dirinya di satu pedataran rumput yang luas dan dirinya tidak sendiri, dirinya kala itu dirinya dikelilingi puluhan sosok bertubuh raksasa tinggi besar yang terdiri dari pria dan wanita berjubah putih.

Hal ini kembali mengingatkan sang pendekar kala dulu pertama kali mengunjungi negeri Latanahsilam. Dirinya saat itu terpesat kenegeri itu dalam keadaan tubuh kecil sementara para penduduknya bertubuh raksasa. Wiro kembali menatap para raksasa dihadapannya, para pria dan wanitanya nampak terlihat tampan dan cantik namun berwibawa.
Satu kesamaan dari makhluk-makhluk yang mengelilinginya tersebut adalah sebagian terlihat memegang pedang naga suci dua satu dua dalam ukuran besar dan sebagian lagi memegang kapak bermata dua berukuran besar yang sangat persis seperti yang dimilikinya, kapak maut naga geni dua satu!
"Wahai anak manusia yang terlahir bernama Wiro Saksana! Selamat datang kembali ke lembah Jagat Semesta Dua Satu Dua..!" ucap satu suara yang mengembalikan kesadaran pendekar satu dua sepenuhnya.
“Eyang Jagat Satria...” ucap sang pendekar seraya bergegas bangun dan berlutut dihadapan sosok terdepan dari barisan manusia raksasa yang berdiri mengelilinginya.
Perlu diketahui ini merupakan kedatangan kedua Pendekar Dua Satu Dua di lembah yang dinamakan jagat semesta dua satu dua ini. Jagat semesta dua satu dua adalah satu tempat di alam semesta yang bisa tersambung dengan kesadaran hakiki yang terdalam dari diri seseorang.
Semesta ini juga merupakan dunia dimana para pemegang terdahulu kapak naga geni dua satu dua dan pedang naga suci dua satu dua dari berbagai semesta dan dimensi yang sudah melepaskan ikatan samsara antara dunia dan akhirat akhirnya berkumpul dalam keabadian.
Pendekar Dua Satu Dua memasuki alam semesta ini kali pertama adalah saat dirinya tidak sadarkan diri di setu lintang kemukus atau jembatan bintang berekor. Saat itu rohnya dan Luhcinta sedang melakukan perjalanan menuju matahari guna mendapatkan rahmat Chandrasoma dan berkah surya mentari yang menjadi syarat dalam kitab Jagat Pusaka Dewa.
“Ini kali kedua kau kembali terpesat ke tempat ini wahai anak manusia. Apakah ini pertanda kau sudah memutuskan untuk menerima tawaran kami tempo hari?” ucap eyang jagat satria.
“Aku... Aku jujur belum sempat memikirkannya eyang! Namun kalau dipikir-pikir sekarang mungkin bergabung bersama eyang semua di tempat ini benar adalah pilihan terbaik...” ucap Wiro dengan menundukkan kepalanya.
“Baguslah kalau berpikir begitu. Kami semua yang berada disini pastilah menyambutmu dengan senang hati kalau memang seperti itu keputusanmu. Namun kalau boleh eyang bertanya, apakah yang menjadi dasar dari keputusanmu itu wahai anak manusia?” ucap balik sang resi.
“Aku sudah terlalu lelah eyang! Entah mengapa hati ini mulai membeku dan kehilangan pegangan. Terlalu banyak penderitaan yang bertubi-tubi datang mendera. Sebelumnya aku pikir aku sanggup menangung semua ini. Namun ternyata aku salah. Aku tidak punya kekuatan apa-apa. Bahkan untuk menolong dan menyelamatkan orang-orang yang berharga dan amat kusayang aku sendiri tidak mampu! Aku benar-benar tidak berharga dan tidak memiliki lagi kekuatan untuk menghadapi dunia ini eyang...” ucap pelan sang pendekar sambil tertunduk.
Terdengar suara helaan nafas dari para manusia berwujud raksasa yang berada di tempat tersebut. Beberapa saat dalam kesunyian, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dengan lembut berkata. “Kami mengerti semua penderitaan yang kau alami wahai anak manusia. Kami semua yang berada disini pada dasarnya turut pula mengalami lingkaran takdir penuh derita seperti yang kau alami. Karena memang itulah takdir yang harus ditanggung setiap pemegang amanat dua satu dua di dunia ini...”
Wiro mengangkat kepalanya dan melihat satu sosok wanita berwujud tinggi besar mengenakan jubah putih. Rambutnya nampak digelung keatas dan dihiasi sebuah tusuk kundai dari bahan batu kemala. Wajah sang wanita yang nampak mulai berkeriput ini terlihat memancarkan keteduhan dan kedamaian dan matanya yang berbola mata biru menyiratkan jejak penderitaan dan pengalaman hidup yang panjang yang pernah dialami oleh seorang anak manusia sama seperti dirinya.
Sambil berdiri tegak sang wanita nampak memegang pedang roh yang berwujud sama seperti pedang naga suci dua satu dalam bentuk yang sangat besar. “Apakah cucu buyutku si Sinto Weni itu pernah menjelaskan tentang makna dari amanat dua satu dua kepadamu?” ujar sang nenek kembali.
Wiro seketika terhenyak dan memandang wanita dihadapannya dan seketika kembali berlutut dan bersuja. “Maafkan aku eyang... Bisakah aku mengenal nama eyang yang mulia?” ucap Pendekar Dua Satu Dua yang dibalas dengan tertawa kecil dari para manusia raksasa ditempat itu lalu akhirnya sang wanita dihadapannya menggerakkan tangannya sebagai pertanda agar mereka yang berada disekitarnya untuk diam.“Kami yang berada di tempat ini sudah memutuskan ikatan samsara baik di dunia ini maupun di akhirat wahai anak manusia. Kemuliaan, derajat dan kebanggaan diri sudah bukan lagi menjadi bagian dari diri kami. Kami sudah memutuskan untuk tidak mencampuri urusan apapun yang terjadi di alam semesta ini dan berdiam di lembah ini menunggu sampai nanti tiba waktunya pengadilan akbar dari yang Maha Kuasa. Oleh karena itu namaku sebaiknya tidak perlu kau tahu....”.
Wiro nampak menelan ludah dan kemudian menganggukkan kepala. “Maafkan atas kelancanganku eyang. Aku yang bodoh ini memang masih perlu banyak diberikan pelajaran...”.
Sang wanita nampak tersenyum. “Kau adalah manusia yang baik, hanya sayangnya kau terkadang lupa akan fitrahmu sehingga melupakan amanah yang sebenarnya harus menjadi pondasi utamamu dalam menjalani hidup. Sekali lagi kutanyakan. Apakah kau masih mengingat arti dari angka dua satu dua di dadamu..?".
“Tahu eyang... Angka satu berarti hanya ada satu Tuhan Sang Pencipta yang harus disembah. Lalu angka dua adalah semuanya itu tercipta berpasang-pasangan...” ucap Wiro..
“Lalu apakah kau tahu mengapa angka satu diapit ditengah-tengah angka dua? Dan jika dua yang pertama adalah segala sesuatunya diciptakan berpasang-pasangan lalu apa makna angka dua yang lainnya?” ucap kembali sang wanita..
Kali ini pemuda yang kerap kali dipanggil si anak setan oleh sang guru nampak kembali membeliak dan ternganga dan terlihat menggaruk-garuk kepalanya. Kebiasaaan lamanya kembali muncul. “Aku... aku tidak tahu eyang... eyang Sinto belum menjelaskan sampai sejauh itu...” ucap Pendekar Dua Satu Dua dengan terbata-bata..
Wanita yang menanyai Wiro nampak tersenyum dan kemudian beranjak undur setelah sebelumnya melirik kearah sosok raksasa eyang jagat satria disebelahnya..
“Penjelasanmu itu benar wahai anak manusia, yang satu itu adalah memang berarti hanya ada Tuhan yang satu yang patut disembah dan Tuhan yang satu itu menciptakan segalanya berpasang-pasangan... Lalu mengapa angka satu berada diapit oleh dua angka dua? Apakah kau bisa menebaknya wahai anak manusia?”.
Wiro terlihat menggeleng. Jelas ini merupakan hal yang baru bagi sang pendekar!.
“Angka satu yang diapit oleh angka dua itu berarti Tuhan yang satu itu pada dasarnya selalu ada ditengah-tengah bersama-sama dari ciptaannya yang berpasang-pasangan itu wahai anak manusia! Dia hadir hanya sejauh doa, tirakat dan sujudmu...”.
”Lalu arti angka dua dibelakang angka satu?” sambung Pendekar Dua Satu Dua..
“Angka dua dibelakang angka satu adalah berbicara tentang pilihan... Ya atau tidak... Suka atau tidak suka.. Melakukan atau tidak melakukan.. Lurus atau bengkok... Imbalan atau hukuman... Surga atau neraka. Semuanya itu merupakan pilihan yang akan diambil oleh setiap anak manusia di dunia ini. Yang saling berpasangan itu akan selalu bersama dengan yang satu yang menciptakan, namun yang satu itupun tidak akan memaksa makhluk ciptaannya dalam menentukan pilihan jalan hidupnya. Namun itu bukan berarti yang satu itu tidak memperdulikan kehidupan ciptaannya. Dia akan selalu memberikan terang dan petunjuk hanya dari manusia sendiri itulah yang harus memilih antara terang dan gelap...”.
Pendekar Dua Satu Dua nampak diam terpekur mendengar penjelasan eyang Jagat Satria di depannya..
“Jadi bagaimana pilihan mu sekarang wahai anak manusia bernama Wiro Saksana? Kau boleh tidak memilih dunia fana yang penuh penderitaan dibawah sana dan bergabung dengan kami, para pendahulumu dari trah naga dua satu dua menjalani hidup damai sampai pengadilan akbar. Atau kembali ke duniamu yang penuh kebisingan hiruk pikuk dan penderitaan tak kunjung usai baik fisik maupun mental itu. Sanggupkah kau menjatuhkan pilihan...?” ucap eyang Jagat Satria sembari kemudian nampak mengulurkan tangannya kearah Pendekar Dua Satu Dua..
Hening begitu terasa di lembah tersebut. Angin yang semilir beberapa saat meniup lembut rambut panjang sang pendekar, cahaya mentari yang lembut juga menerpa membawa kehangatan di wajah Wiro. Setelah memandang berkeliling kearah wajah-wajah para manusia raksasa yang memegang pedang naga suci dan kapak dua satu dua ini, perlahan senyum akhirnya kembali terlihat disimpul bibir sang pendekar. Matanya yang sebelumnya terlihat kosong kini nampak mulai menyorotkan cahaya kehidupan..
“Maafkan aku para eyang sekalian. Aku sudah mengambil keputusan akhir. Sebegitu besar keinginanku untuk menikmati kedamaian di tempat ini bersama eyang semua. Namun bukanlah diriku jika harus egois merasakan kedamaian seorang diri disini tanpa memikirkan keadaan semua orang yang kucintai di bawah sana. Seperti katamu eyang, amanat dua satu dua mungkin amanat yang berat dan menyiksa untuk ku tanggung seorang diri di dunia sana, namun selama yang SATU itu selalu berada bersamaku, walaupun seberat apapun aku pasti akan menemukan petunjuk dan cahaya...” ucap sang pendekar dengan suara mantap..
Ucapan pendekar ini tanpa disangka-sangka kemudian mendapat sambutan yang luar biasa dari para manusia raksasa yang mengelilingi Pendekar Dua Satu Dua! Puluhan kapak naga geni dan pedang naga suci sontak teracung tinggi diudara diiringi seruan penuh keharuan dan kebahagiaan!.
“Kau benar-benar tidak mengecewakan kami wahai anak manusia bernama Wira Saksana! Penerus sejati amanat dua satu dua memang bukanlah makhluk kerdil cengeng yang berjiwa lemah dan hanya pasrah menerima keadaan begitu saja! Kau memang layak berada di tempat ini dan menjadi bagian dari kami!” ucap eyang Jagat Satria..
"Terima kasih eyang! Aku kini mengerti apa yang harus kulakukan. Aku akan pergi menjemput takdirku dan pilihan ku adalah tidak akan menyerah sampai akhir!” tegas Wiro mantap..
“Keputusan yang bagus dan sebelum kau meninggalkan tempat ini, adakah sesuatu yang mungkin ingin kau tanyakan?”.
“Maafkan pertanyaan ku yang mungkin tidak sopan ini eyang, namun aku tidak melihat keberadaan eyang Arya Segoro dan eyang Kinanti Saraswati di tempat ini...” ucap Pendekar Dua Satu Dua sambil celingukan memandang kearah para manusia raksasa yang mengelilinginya..
Para manusia raksasa yang kemudian diketahuinya sebagai pemegang kapak maut naga geni dan pemegang pedang naga suci di kehidupan sebelumnya dari berbagai garis waktu dan semesta dimensi..
“Mereka berdua memang tidak seberuntung dirimu yang bahkan hingga dua kali terpesat mengunjungi tempat ini. Masih ada ikatan di dunia yang harus mereka selesaikan...” ucap wanita yang berdiri di samping eyang Jagat Satria..
“Nanti juga kau akan kembali bertemu mereka berdua...” ucap eyang Jagat Satria sembari tersenyum. “Selamat jalan wahai anak manusia bernama Wiro Saksana...” ucap eyang Jagat Satria kepada sang Pendekar Dua Satu Dua..
Satu kabut bercahaya putih tiba-tiba menyeruak muncul dan berpendar perlahan membayang dihadapan wajah Pendekar Dua Satu Dua. Kabut tersebut semakin lama semakin menyala benderang hingga akhirnya menjadi sinar yang menyilaukan mata hingga akhirnya memaksa pendekar satu dua menutup kedua matanya..
Saat membuka mata pertama kalinya, Pendekar Dua Satu Dua merasakan kelegaan yang luar biasa menyeruak dari dalam tubuhnya. Tubuhnya yang sebelumnya babak belur sedemikian rupa kini kembali segar tanpa kurang suatu apapun. Bahkan tulang belakangnya yang sempat patah dan mengakibatkan tubuhnya bongkok juga kini kembali ke keadaan semula..
“Terima kasih ya Allah atas karunia-Mu ini...” ucap sang pendekar dalam hati..
Rupanya saat dalam keadaan tidak sadarkan diri, ketujuh payung warna-warni saling bertumpuk dan menopang tubuh Pendekar Dua Satu Dua kembali ke lintasan matahari dan rembulan. Cermin retak milik Ratu Duyung pun tak henti-hentinya berputar mengelilingi tubuh sang pendekar dan bergantian memantulkan cahaya matahari dan cahaya rembulan..
Ke kedua tangan Pendekar Dua Satu Dua dimana meringkuk Naga Dewa Mentari dan Naga Dewi Rembulan, naga yang merupakan bagian dari kitab jagat pusaka dewa. Cahaya mentari dan rembulan yang terus menerus membanjiri tubuh Pendekar Dua Satu Dua inilah yang mengembalikan tubuh sang pendekar dan memulihkan semua luka yang diterima sebelumnya..
Sementara itu bunga kenanga putih yang terus berpendar dan berdenyut memancarkan sinar putih redup terus memberikan denyutan dan gelombang hangat ke jantung Pendekar Dua Satu Dua yang sebelumnya berdegup lemah..
Kala kesadaran dan kondisi tubuhnya pulih dengan sempurna, sang pendekar pun baru menyadari bahwa dihadapannya terdapat sembilan buah benda yang terdiri dari tujuh buah payung berwarna beraneka ragam beserta sebuah cermin retak dan sekuntum bunga kenanga yang nampak melayang dan perlahan memudar. Rasa haru pun sontak membuncah didada sang pendekar sehingga tanpa sadar matanya mulai nampak terlihat berkaca..
“Puti Andini... Suci... dan juga kau Intan istriku! Aku begitu berhutang banyak kepada kalian. Walaupun raga dan keberadaan kalian akhirnya menghilang, namun masih juga kurasakan cinta kasih kalian yang begitu mendalam. Bahkan jika selembar nyawa ini harus digadai untuk membalas kebaikan kalian semua, rasanya bahkan itu tidak cukup untuk membalasnya..." tutup sang pendekar dengan wajah tertunduk..
Perlahan akhirnya kesembilan benda milik orang-orang terkasih Pendekar Dua Satu Dua pun mulai sirna dihadapan sang pendekar. Wiro pun setelah termenung sesaat akhirnya kemudian melihat kearah bawah kakinya. Dengan menggunakan ilmu menembus pandang warisan Ratu Duyung, sang pendekar pun bisa melihat situasi yang terjadi dibawah sana..
“Aku harus mengakhiri semua ini. Sudah terlalu banyak jiwa yang terhilang oleh makhluk-makhluk perut bumi keparat itu..." sang pendekar kemudian terlihat membaca sebuah ajian dan tiba-tiba dari dalam tubuhnya keluar dua sosok yang serupa dan sebentuk dengan dirinya..
Rupanya sang pendekar kembali mengeluarkan ilmu yang diajarkan oleh Rauh Kalidathi yakni tiga bayangan pelindung raga. Tiga bayangan tersebut kemudian dengan menggunakan ilmu Ekor Bintang Menghujam Latinggimeru, sang pendekar pun nampak turun melesat menukik dalam bentuk bintang jatuh berekor dan bukan itu saja, masing-masing sosok Wiro nampak menyalurkan tiga ilmu puncak yang dimiliki oleh Pendekar Dua Satu Dua kala itu yaitu pukulan Mentari Tengah Malam, pukulan Rembulan Tengah Hari dan terakhir pukulan Surya Gugur Gerhana!.
Melihat kedatangan Pendekar Dua Satu Dua dari atas langit, semangat dan harapan pun bangkit dan tergugah kembali di hati raja Mataram dan yang lainnya. Sambil bangkit berdiri sang raja pun berteriak keras. "Ini kesempatan kita untuk menghancurkan angkara murka! Mari kita kembali menggempur dewa raksasa ini sampai tetes darah penghabisan...!".
Sambil berucap sang raja kemudian nampak mengarahkan sepasang telapak tangannya yang tiba-tiba membesar empat kali lipat dan berwarna kemerahan, lalu dari telapak tangan yang membesar itu melesat satu sinar berputar berwarna merah menyala yang memancarkan hawa sangat panas. Raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan telah mengeluarkan salah satu ilmu langka miliknya yaitu ilmu Sepasang Tangan Dewa Menebar Angkara!.
Bersamaan dengan itu, Nyi Roro Kidul dan Ratu Laut Utara pun kemudian turut mengeluarkan ilmu puncak yang dimiliki masing-masing begitu juga dengan Mahesa Kelud yang mengeluarkan pukulan Api Salju dan Mahesa Edan dengan pukulan Makam Sakti Meletus. Dari tangan mereka semua memancar ilmu pukulan beraneka warna yang sangat angker dan mematikan tertuju langsung ke arah resi dewa raksasa!.
"Tunggu dulu teman-teman! Aku juga mau ambil bagian!" satu suara dari ketinggian tiba-tiba terdengar..
Rupanya Santiko si Bujang Gila Tapak Sakti yang sebelumnya mendeprok pingsan di salah satu pecahan candi prambanan yang melayang diudara telah terbangun. Lalu dengan menggunakan ilmu kesaktiannya, sang pendekar gemuk ini kemudian menarik uap air laut yang berada disekitarnya dan kemudian membekukannya menjadi es dengan ukuran maha besar yang sampai-sampai berukuran sebesar sebuah candi! Es maha besar itu pun kemudian dihempaskannya kearah bawah dengan kecepatan luar biasa!.
Sang Resi Raksasa yang merasakan terhimpit oleh daya tekan serangan luar biasa yang tertuju kepadanya tiba-tiba nampak meraung keras! Dengan wajah menengadah keatas nampak selarik sinar sepasang pedang dewa keluar dari sepasang matanya dan disusul nyala kobaran api berwarna hitam kelam menyembur dari mulutnya yang terbuka menuju langsung datangnya serangan dari atas langit!.
Sementara itu, berbarengan dengan serangan dahsyat yang ditujukan kearah langit, hentakan gelombang tak kasat mata dari tubuh sang resi turut kembali menyeruak dan memapak datangnya serangan ilmu jarak jauh yang dilepaskan oleh raja Mataram, Mahesa Kelud dan Mahesa Edan serta kedua ratu penguasa laut jawa!.
Dentuman maha dahsyat yang belum pernah terjadi selama ini di bumi Mataram menggelegar membahana manakala kekuatan gabungan ilmu kesaktian para tokoh dunia persilatan ini berbenturan langsung dengan pertahanan Resi Raksasa perwujudan ke enam dewa sesat. Bola api raksasa yang diselubungi debu dan pecahan es yang menguap nampak membumbung tinggi bahkan sampai jauh ke atas langit!.
Suara dentuman maha dahsyat tersebut juga menghasilkan gelombang kejut yang menyeruak dari pusat benturan ilmu kesaktian dan menjalar ke seantero negeri bahkan melesat jauh hingga ke puncak merapi dimana terdapat tokoh-tokoh dunia persilatan dan rakyat Mataram yang berada dalam pengungsian..
"Teman-teman semua! Cepat lindungi rakyat yang tak berdosa...!" seru Bidadari Angin Timur sambil menghentakkan tangan kearah depan, membentuk benteng tenaga dalam tak kasat mata berbentuk pusaran angin guna menghadang datangnya gelombang kejut yang datang dari arah Mataram..
Anggini, Purnama, Dewi Dua Musim serta tokoh dunia persilatan lainnya yang telah berada di tempat itu setelah mengangkut rakyat Mataram yang tersisa pun sontak merentangkan tangan masing-masing guna membangun dinding penghalang sehingga akhirnya terciptalah satu dinding penghalang berupa kubah pusaran angin raksasa yang melindungi ribuan rakyat Mataram yang ada dibelakang mereka dari serbuan gelombang kejut yang datang mendera..
"Jagat Dewa Batara...! Sesungguhnya apa yang telah terjadi di bumi Mataram sana..." desis Dewi Dua Musim sambil melihat bola api raksasa yang terlihat jelas membumbung tinggi dari kejauhan..
Berkas-berkas api dan debu es perlahan menguap dan bola api raksasa mulai menghilang dilangit Mataram. Pemandangan yang mengiriskan hati terlihat manakala satu lubang geroakan raksasa tercipta di tanah bekas berdirinya candi prambanan akibat benturan serangan yang dilancarkan oleh Wiro dan kawan-kawan..
Tapak Mentari Tengah Malam dan Rembulan Tengah Hari tidak saja menghancurkan ilmu sepasang pedang dewa milik sang resi, namun juga tepat mendarat di kedua pundak sang Resi Raksasa, sementara pukulan Surya Gugur Gerhana juga berhasil menembus serangan api hitam kegelapan inti bumi yang dilepas oleh sang dewa raksasa..
Pukulan sakti tersebut mendarat langsung di kepala sang resi, sementara bentrokan ilmu kesaktian raja dan dua ratu serta kedua Mahesa juga mampu menembus hentakan gelombang kejut yang dikeluarkan oleh sang resi dewa. Apalagi ditambah oleh hantaman es raksasa milik Bujang Gila Tapak Sakti..
Akhirnya dari bentrok kekuatan gabungan ilmu-ilmu dahsyat tersebut kemudian tercipta satu bentuk reaksi ledakan yang membuat dentuman maha dahsyat yang akhirnya memisahkan ke enam sosok dewa sesat dari wujud Resi Raksasanya!.
Hal ini jelas merupakan hal yang menggembirakan namun harus dibayar dengan sangat mahal oleh para pendekar golongan putih yang tersisa. Wiro, raja Mataram, kedua ratu dan kedua Mahesa serta Bujang Gila Tapak Sakti semuanya terlempar ke udara dalam keadaan terluka dalam! Bahkan pendekar satu dua yang telah kembali ke wujudnya yang tunggal terlempar dalam keadaan bersalut kobaran api!.
Lalu bagaimana dengan Setan Ngompol dan Naga Kuning? Hanya mereka berdua saja yang tidak terlempar karena sebelumnya sudah menyelam ke dasar air dan mati-matian berpegang pada reruntuhan candi prambanan yang tidak turut terangkat. Namun karena tekanan yang sangat kuat, keduanya toh akhirnya pingsan juga dalam posisi saling berpegangan tangan dan berangkulan!.
Saat melihat para pendekar yang diharapkan oleh seluruh dunia persilatan ini terlempar bergelimpangan membuat hati Dewa Tuak menjadi kalut, namun kala dilihatnya ikatan rantai emas aksara langit masih erat membelit wujud keenam dewa yang telah kembali ke sosok asalnya, harapan kembali bergelayut dari dalam dada sang pendekar tua..
"Tetap bertahan! Jangan kendorkan perhatian! Keenam dewa itu telah terpisah dari kesatuannya jadi sekaranglah giliran kita untuk menghabisi mereka...".
Belum selesai Dewa Tuak berbicara tiba-tiba seluruh langit gelap berubah menjadi berwarna kemerah-merahan! Lalu dari langit yang merah tersebut tiba-tiba nampak menyeruak satu bentuk mata raksasa berwarna merah kekuningan dengan bola mata hitam lancip yang angker menggidikkan tergantung diatas langit! Mata tunggal raksasa ini bahkan ukurannya puluhan kali jauh lebih besar dari sang Resi Raksasa!.
"Jagat Dewa Batara batara! Mata langit penghuni lubang kegelapan akhirnya menunjukkan rupanya di dunia..." desis para dewa yang tersisa dengan suara bergetar dan keringat dingin menetes di dahi dan tengkuknya masing-masing..
Mata langit yang berukuran maha besar yang sekelilingnya dikobari lidah-lidah api berwarna merah kekuningan ini terlihat bergerak-gerak menyorot kesegala arah, lalu tiba-tiba mata langit itu nampak memandang menyorot kearah barisan Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia lalu berganti menyorot kearah keenam dewa yang nampak berkelojotan dalam ikatan rantai emas aksara langit..
Sang mata langit kemudian tiba-tiba nampak mengerjapkan mata! Satu gelombang kembali menghantam dari langit dalam bentuk sapuan gelombang raksasa berbentuk awan yang berisi lidah api dan berkas-berkas petir berwarna hitam!.
"Yaaaa Gusti Allah...!!!" teriak Dewa Tuak seraya memicingkan matanya menahan sapuan gelombang yang datang melabrak Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia!.
Gelombang maha dasyat ini juga kontan menghantam tubuh keenam dewa yang terikat dan yang anehnya adalah saat berkas gelombang yang dikeluarkan kerjapan mata langit mengenai keenam dewa yang terikat rantai emas aksara langit ini, suara jerit dan lolongan dari pada keenam dewa tersebut terdengar membumbung tinggi jauh ke angkasa..
"Tidaaaak...! Jangaaaan!!!" teriak keenam dewa tersebut dalam keadan berkelojotan masih dalam posisi terikat rantai emas aksara langit sambung jiwa hati dewa dan manusia!.
Keenam sosok dewa tersebut perlahan berubah seolah terselubungi kobaran api lalu berkelojotan mengkerut dan kemudian akhirnya hangus dan menjadi abu hitam dan tersedot naik membumbung masuk kearah mata langit!.
Sapuan gelombang maha dahsyat yang dipenuhi berkas petir dan lidah-lidah api yang keluar dari kerjapan mata langit raksasa pun nyatanya sukses menghantam semua benda yang berada di sekelilingnya. Rantai Sambung Jiwa Hati Dewa dan Manusia yang terdiri dari jalinan para dewa dan orang-orang suci yang saling berpegangan tangan di angkasa ini pun langsung hancur kocar-kacir porak poranda. Runtuh dan bertebaran jatuh kearah bumi!.
Begitu juga dialami oleh Wiro dan kawan-kawan yang sebelumnya terlempar berpentalan akibat tumbukan ledakan kala berbarengan menyerang resi dewa raksasa. Keadaan mereka yang sudah babak bundas tersebut semakin di perparah oleh gelombang kerjapan mata yang juga melanda mereka saat mereka masih diudara!.
Memang sungguh dahsyat kerusakan yang diakibatkan oleh mata langit yang telah menelan habis keenam dewa yang memberontak ini. Perlahan namun pasti seribu candi bagian dari candi prambanan yang terangkat naik dan mengambang di udara dan juga sisa-sisa dari istana penyangga langit pun mulai berderak hancur dan berjatuhan dari angkasa!.
"Jodoh kita hanya sampai disini yang mulia...! Tetaplah kuat dan jangan menyerah..." Ucap patung Roro Jonggrang yang berada dalam dekapan Sri Maharaja Mataram..
Sri Maharaja Mataram hanya nampak menutup matanya yang sembab sembari semakin erat memeluk patung dewi yang membuatnya jatuh cinta tersebut. Tubuhnya yang sudah kehilangan semua kekuatannya tersebut terlihat jatuh deras ke arah bumi sambil terus memeluk patung batu yang juga mulai hancur berkeping-keping tertiup angin bumi Mataram..
Suara dahsyat saling sahut menyahut menghiasi kelamnya langit menjelang fajar. Tak ada lagi perlawanan. Tak ada lagi yang sanggup mengatasi angkara murka. Namun selayaknya mentari yang selalu terbit dan menghangati bumi, harapan pasti akan selalu ada. Disaat semua orang telah menyerah dan berputus asa, semburat cahaya mulai terbit dan menghangati dinginnya langit kelam..
Bersamaan dengan terbitnya mentari di ufuk timur, satu kilatan cahaya berwarna biru dan merah nampak melesat memburu langsung kearah mata langit! Keris Naga Sanjaya yang bersinar kebiruan nampak terlihat anggun melesat bersandingan dengan cahaya merah angker sang putra langit! Pedang Naga Merah! Kedua saudara kandung yang selama ini saling dendam dan bermusuhan ini akhirnya berdamai dan bersatu hati dalam genggaman erat pemuda tanggung Jabrik Sakti Wanara! Fajar harapan telah tiba!.
"Kakang Wanara! Aku datang membantumu!" Satu suara gadis kecil kemudian tiba-tiba terdengar membahana menyusul dari arah langit timur! Kemudian didahului suara ringkikan kuda yang bagaikan suara guntur, satu sosok yang menggetarkan hati pun terlihat turut melesat kearah mata langit! Seorang gadis kecil dengan mata biru dan rambut pirang terurai nampak berdiri gagah diatas Puti Sembrani kuda bersayap kesayangan dan peliharaan para dewa atas langit..
Dengan mata tajam gadis ini kemudian terlihat merentangkan tali Gendewa Cinta Kasih yang digenggamnya erat. Gendewa yang dibuat atas pengorbanan dan menggunakan ruas tulang punggung Luhcinta atau Dewi Langit Bunga Tanjung ini nampak bergetar dan memancarkan cahaya indah laksana berlian!.
Dari mata biru indah gadis kecil yang besar dalam pondongan Jabrik Sakti ini kemudian menetes setetes air yang tiba-tiba berubah menjadi satu sinar berwujud anak panah berwarna keemasan. Anak panah yang merupakan intisari pengorbanan seribu Peri Atas Langit!.
Anak panah inilah yang kini langsung diarahkan oleh gadis cilik anak Ratu Duyung ini ke tengah-tengah mata langit raksasa! Dengan bibir tersenyum Pendekar Dua Satu Dua terus menatap kearah gadis cilik yang datang mengendarai kuda sembrani ini. Tubuhnya yang di kobari api dan meluruk dahsyat ke arah bumi bersama para tokoh dunia persilatan, para dewa dan sesama orang suci lainnya tidak dipedulikannya sama sekali. Matanya terus tertuju kearah gadis cilik kesayangannya tersebut..
"Intan Suci Angin Timur! Ayah percaya padamu nak..." Tutup Pendekar Dua Satu Dua sambil tersenyum dan kemudian menutup mata disambut oleh deru angin dan semburat cahaya pagi di langit Mataram!.
Dengan meliuk lincah menggunakan angkin bidadari pemberian terakhir Peri Bunda, Jabrik Sakti Wanara nampak melesat kesana kemari sambil menyabetkan pedang Naga Merah dan menusuk menggunakan Keris Naga Sanjaya kearah mata langit. Mata langit nampak sibuk dan terus menyorot bergantian kearah dirinya dan Intan Suci Angin Timur yang terus melepaskan anak Panah Emas Jiwa Suci Seribu Peri..
Serangan sang pemuda remaja dan gadis kecil ini terlihat kompak dan serasi sehingga cukup merepotkan mata langit yang cukup merasa kesakitan akibat terjangan tiga senjata yang berada di tangan kedua anak murid eyang Arya Segoro dan eyang Kinanti Saraswati ini. Mendadak mata langit kembali mengerjapkan mata tunggalnya lalu dari arah mata yang menyala angker dan menimbulkan hawa panas menyayat itu, melesat ribuan cahaya merah berbentuk panah api yang langsung menyerang kearah Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur!.
Melihat datangnya serangan tersebut, Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur tidak terlihat menjadi takut apalagi gentar, keduanya pun kemudian terlihat menyimpan senjata masing-masing dan menghadang datangnya serangan ribuan panah api tersebut dengan menggunakan kesaktian yang dimiliki keduanya..
Dengan menghimpun tenaga gaib Bintang Sakti Bunga Tanjung yang terdapat pada kitab Seribu Bintang yang terikat dipunggungnya, Jabrik Sakti Wanara nampak menghentakkan tangannya ke depan melepas pukulan Benteng Topan Melanda Samudera!.
Sementara dari atas kuda sembraninya, Intan Suci Angin Timur dengan bantuan tenaga sakti Inti Malaikat dari kitab Wasiat Malaikat yang berada dibalik bajunya terlihat menghentakkan sepasang tangan mungilnya dan melepaskan pukulan Dinding Angin Berhembus Tindih Menindih!
Kedua pukulan berbentuk dinding angin maha kuat yang dilepas oleh Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur ini memang benar-benar dahsyat dan mampu mendorong mental sebagian sinar panah api yang menyerang mereka berdua. Sayang masih ada satu sinar panah api yang lolos dan menancap di sayap Puti Sembrani kuda tunggangan sang gadis cilik!.
"Putii tenangkan dirimuu..." teriak sang gadis berusaha menenangkan sang kuda sembrani yang nampak panik karena sebuah sayapnya terkena panah dan dilanda kobaran api! Melihat gelagat tersebut sang gadis cilik langsung melompat di udara dan menunjuk kearah air banjir yang berada dibawah kakinya..
"Cepat ceburkan dirimu ke dalam air dibawah sana Puti..." teriak sang gadis sembari menepuk leher sang kuda tunggangan yang dibalas dengan ringkikan keras dan langsung sang kuda tunggangan para dewa tersebut melesat kebawah dan menceburkan diri kedalam air banjir guna memadamkan api di sayapnya..
Sementara itu setelah melihat kuda tunggangannya tersebut telah masuk kedalam air dan berhasil memusnahkan api yang membakar sebelah sayapnya, gadis cilik anak terkasih Pendekar Dua Satu Dua dan Ratu Duyung ini kemudian nampak terlihat sedang berlari lincah di tengah udara menyongsong kembali kearah Mata Langit!.
Walaupun tidak mempunyai kemampuan untuk terbang diudara seperti Jabrik Sakti Wanara, namun berkat Kasut Pelari Alam Gaib yang dipakainya, sang gadis kecil ini memiliki kemampuan untuk berjalan dan berlari di tengah udara! Kasut sakti ini sendiri merupakan kasut sakti yang didapat oleh sang gadis cilik kala menang bertaruh adu jangkrik melawan kakek cebol Pelari Alam Gaib di negeri Bunian..
"Kau tidak apa-apa adikku?" ucap Jabrik Sakti saat menyongsong kedatangan Intan Suci..
"Tidak kakang, aku tidak apa-apa...".
Uban atau Jabrik Sakti nampak memandang penuh perhatian kepada gadis kecil yang selama ini diasuhnya itu. Rasa bangga dan haru mengalir didada sang pemuda remaja kala melihat gadis cilik yang sudah beberapa tahun tidak ditemuinya ini kini telah kembali dihadapannya dengan menunggangi kuda sembrani dewa dan memiliki senjata sakti serta ilmu kesaktian sangat tinggi..
"Kau benar-benar telah menjadi orang hebat adikku! Kakang benar-benar bangga padamu..." ucap Uban sambil mengusap kepala gadis kecil yang dikasihinya layaknya adiknya sendiri itu..
Mendengar pujian sang kakak, wajah sang gadis cilik tersebut pun sontak bersemu merah. "Jangan kau goda aku kakang Wanara...".
Uban nampak tersenyum senang melihat ucapannya membuat sang adik nampak memerah malu, namun belum lagi uban hendak melanjutkan ucapannya tiba-tiba terdengar suara dengingan tinggi yang menyeruak diatas langit!.
Lalu sosok berwujud mata raksasa yang berwarna merah kekuningan tersebut kemudian sinarnya nampak tiba-tiba meredup seketika dan mendadak berganti menjadi cahaya berpendar berwarna biru gelap kehitam-hitaman yang memancarkan hawa dingin yang mencucuk tulang! Tidak sampai disitu, mata tunggal yang sebelumnya terlihat membeliak menakutkan ini kemudian terlihat menutup untuk beberapa saat..
Karaeng Uleng Tepu nampak berusaha membangunkan dan memapah Dewa Tuak yang sepasang matanya nampak terus tertuju kearah perubahan aneh yang terjadi pada wujud mata langit raksasa..
"Apa maksudnya perubahan ini Karaeng? Apakah kau mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendadak yang terjadi pada makhluk berwujud mata tunggal raksasa diatas langit sana?" tanya Dewa Tuak kepada pria tinggi besar yang sedang memapahnya bangun tersebut..
Rupanya para dewa dan tokoh dunia persilatan yang sebelumnya bergandengan tangan diatas langit dan kemudian terjatuh ke bumi kini nampak mulai bangkit dan turut pula memperhatikan keanehan yang di tunjukkan mata langit..
Dengan menghela nafas panjang, laki-laki tanah Mekassar yang lama hidup di istana atas langit ini pun kemudian angkat suara. "Aku pun tidak mengetahui banyak tentang perubahan ini wahai Dewa Tuak. Namun satu yang pasti yang aku ketahui adalah hal ini bukan merupakan sesuatu yang baik bagi kita semua...".
Dewa Tuak nampak terdiam mendengar jawaban Karaeng Uleng Tepu..
"Mungkin kau sudah pernah mendengar dari penuturan Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi. Bahwa negeri atas langit dan semua dewa-dewi yang menghuninya pada dasarnya bukanlah makhluk termulia dan tertinggi yang ada di alam semesta ini wahai Dewa Tuak. Masih ada Dia-Yang-Termulia yang melampaui semua yang hidup dan bernyawa yang mati dan tak bernyawa. Dialah sebenarnya yang mempunyai kuasa atas alam semesta ini beserta segala isinya.." tutur sang Karaeng..
"Kau benar Karaeng, kami menyebut Beliau dengan sebutan Gusti Allah..." ucap Dewa Tuak..
"Yah... Gusti Allah... Umat manusia menyebutnya dengan banyak nama. Dan ingatan masa silamku yang semakin terkikis pun menyetujui nama itu sebagai sesembahan yang tertinggi yang harus ku sembah dari dalam nurani dan kesadaranku yang terdalam. Sebelum aku terpesat ke negeri para makhluk dewata itu..." ucap Karaeng sambil terdiam sesaat..
"Nah jauh sebelum adanya para makhluk suci yang disebut dengan sebutan para dewa maupun manusia ataupun iblis setan dan para cecunguknya, ada satu bentuk kuasa teramat jahat yang berdiam di alam semesta dan selalu berusaha merayap naik untuk mencapai kediaman Sang Cahaya-yang-pertama-dan-selamanya itu... dan kuasa jahat tersebut berwujud sebuah mata raksasa yang dikenal dengan sebutan Mata Langit Kekelaman Tanpa Akhir..." sambung kembali Karaeng Uleng Tepu..
"Apakah mata langit kekelaman tanpa akhir ini juga bagian dari iblis atau malaikat yang terjatuh karena tidak mau menyembah Gusti Allah dan nabi Adam?" tanya kembali Dewa Tuak..
"Tidak! Mata langit kekelaman tanpa akhir sudah ada bahkan sebelum iblis dan para malaikat yang terjatuh itu ada. Begitu jahatnya mata langit ini sehingga Dia-yang-termulia-yang-melampaui-semua-yang-hidup-dan-bernyawa-yang-mati-dan-tak-bernyawa bahkan tidak berkenan untuk melemparnya ke dunia bawah. Beliau menyegel makhluk jahat ini dalam lubang kegelapan yang terdalam di alam semesta agar tidak bangkit lagi dan membuat kekacauan di dunia ini..." tutup Karaeng Uleng Tepu..
"Lalu bagaimana makhluk dajjal ini bisa turun ke dunia...?" tanya kembali Dewa Tuak..
Belum sempat Karaeng Uleng Tepu menjawab pertanyaan sang guru pendekar Kerudung Ungu ini, satu suara kaleng rombeng bergoncang terdengar menyeruak dari arah samping tubuhnya..
"Ah... akhirnya datang juga kau gembel buta bulukan..." ucap Dewa Tuak kala melihat kedatangan sosok seorang kakek bercaping bambu dan memegang kaleng rombeng berisi batu yang kerap di goncang hingga mengeluarkan suara keras ini..
Sang Kakek bermata putih kosong melompong ini terlihat menengadah keatas langit seolah memandang perwujudan mata langit yang sedang tergantung di langit Mataram. Sosok kakek buta memakai caping bambu yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kakek Segala Tahu ini kemudian membuka suara..
"Segala yang terjadi adalah sudah suratan takdir Suro Lesmono, begitu juga dengan keberadaan sang mata langit. Ke enam dewa yang memberontak dan terjebak di hukum terkunci dalam lempeng cermin penjara gaib pedataran arwah yang berputar melayang dalam kekosongan itu, tanpa disengaja masuk kedalam lubang kegelapan tanpa akhir. Keenam dewa ini akhirnya menjual jiwanya kepada mata langit yang menguasai dan tersegel tersembunyi dalam lubang kegelapan tanpa akhir itu, untuk meraih kebebasan mereka yang terampas.." tutur sang kakek bermata buta..
"Ah... jadi itu alasannya mengapa keenam dewa pemberontak itu sampai akhirnya mati mengenaskan dalam keadaan terhisap kedalam mata langit! Sang mata langit kekelaman tanpa akhir rupanya meminta haknya kembali!" seru Karaeng Uleng Tepu sembari menepuk kedua pahanya dengan keras..
"Jika memang sedahsyat itu kekuatan mata langit, mengapa tidak dari dulu mata langit turun ke dunia dan melakukan apa yang dia inginkan?" ucap Dewa Tuak yang masih penasaran..
"Karena para dewa yang di pimpin oleh Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit Bumi masih ada di dunia wahai Dewa Tuak..." ucap kembali Karaeng Uleng Tepu seolah tersadar akan satu hal..
"Kau benar Karaeng! Sesungguhnya Istana atas langit, gerbang Chandrasoma yang berada di bulan serta gerbang Surya Mentari yang ada di matahari merupakan tiga titik yang menyegel mata langit kekelaman tanpa akhir di dalam lubang kegelapan semesta yang terdalam. Telah berkali-kali mata langit mengirim utusannya yaitu para makhluk yang disebut dengan panggilan Setan dari Luar Jagat untuk menyerbu dan membumi hanguskan ketiga tempat tersebut..
"Berkali-kali pula kami para dewa berhasil menghalau mereka seperti pula yang kau ketahui selama ini. Sayangnya kali ini kami semua para dewa mengalami kegagalan dan junjungan kita, Yang Mulia Dewa Agung Penyangga Langit dan Bumi pun sampai harus turut moksa menghilang keberadaannya..
"Hancurnya istana atas langit dan runtuhnya gerbang Chandrasoma serta gerbang Surya Mentari-lah yang akhirnya membebaskan makhluk junjungan mereka tersebut dari lubang kegelapan yang ada di alam semesta..." Kali ini Dewa Langit Harimau Dewa yang telah pulih dari luka-lukanya yang menjawab pertanyaan sang sahabatnya itu..
"Lalu apa yang harus kita lakukan sahabatku Dewa Langit Harimau? Kita tidak tahu apa yang bisa kita..." belum lagi Karaeng Uleng Tepu menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba hawa dingin yang menusuk kulit terasa santer manakala mata langit tiba-tiba terlihat membuka matanya dan mata itu kini berubah!.
Dari dalam mata yang entah kenapa kini telah berganti warna menjadi biru kelam yang mengepulkan asap hitam itu, tiba-tiba terlihat melesat keluar puluhan orang yang kemudian berdiri diam mematung di udara dihadapan mata langit! Puluhan orang tersebut nampak memiliki wujud dan perawakan yang berbeda-beda. Ada pria dan ada pula wanita, tua dan muda pun nampak beragam..
Namun yang satu menjadi kesamaan para sosok yang keluar dari mata langit ini adalah semuanya terbungkus oleh cahaya biru berpendar yang mengepulkan asap tipis kehitaman dan disetiap kening mereka nampak sebuah mata berwarna merah kekuningan yang terus bergerak menyorot kesegala arah!.
"Astaga! Apakah tidak salah lihat mata tuaku ini? Bagaimana bisa mata raksasa itu mengenali dan menghadirkan para bedebah ini? Orang-orang ini adalah para durjana jahat yang seharusnya sudah lama mati!" kejut Dewa Tuak kala melihat sosok-sosok yang berdiri diam ditengah udara tersebut..
"Apakah kau yakin akan hal itu orang tua? Benarkah kau mengenali mereka?" tanya Karaeng Uleng Tepu yang langsung dibalas anggukan oleh Dewa Tuak..
"Aku yakin seyakin-yakinnya Karaeng. Karena sebagian keparat-keparat ini dihabisi langsung oleh Pendekar Dua Satu Dua dan rekan-rekannya karena kejahatan mereka yang setinggi langit dan sedalam lautan..." ucap sang pendekar tua dengan wajah muram..
Apa yang dikatakan oleh Dewa Tuak memang kenyataan adanya. Dilangit diudara yang menggantung, berdiri puluhan sosok manusia yang dulunya sangat dikenal akan kejahatannya. Sosok-sosok itu antara lain Mahesa Birawa, Hang Kumbara alias Raja Rencong dari utara, Wirapati Si Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga, Tiga Setan Darah, Dewi Siluman Bukit Tunggul, Rangrang Srenggi Si Penguasa Istana Darah, Siluman Teluk Gonggo, Dewi Kala Hijau..
Nenek Kelabang Merah, Mayat Hidup Gunung Klabat, Jagal Iblis Makam Setan, Ratu Serigala, Ki Ageng Tunggul Akhirat dan saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat, Patih Wirabumi, Adipati Jatilegowo, Momok Dempet Berkaki Kuda, Singo Abang, Datuk Lembah Akhirat dan masih banyak tokoh jahat lainnya. Tokoh-tokoh sesat yang telah lama binasa itu kini dihadirkan kembali kedunia melalui kekuatan menakutkan Mata langit kekelaman tanpa akhir!.
"Hmm... Bahkan bukan hanya orang-orang jahat dari tanah Jawa dan dari jaman ini semata yang ada. Bahkan orang-orang jahat dari negeri Latanahsilam dan negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu pun tampaknya turut di bangkitkan oleh makhluk berwujud mata tunggal diatas sana..." ucap Hantu Raja Obat yang langsung diamini oleh Lakasipo si Hantu Kaki Batu..
"Benar-benar hal yang susah untuk dipercaya kalau tidak melihat dengan mata kepala sendiri. Sungguh tidak ku sangka kalau dapat kembali bertemu dengan saudara kita yang tersesat itu di negeri ini..." desis Lakasipo sambil menatap tajam kearah salah satu sosok yang mengambang diatas langit..
Makhluk yang disorot tajam oleh Lakasipo adalah makhluk yang di dada dan kepalanya dipenuhi oleh batu-batu api yang menyala membara! Siapa lagi orangnya kalau bukan Hantu Bara Kaliatus!.
Seperti yang dikatakan oleh Hantu Raja Obat, diantara sosok makhluk yang berdiri mengambang di udara selain para tokoh jahat tanah jawa juga terdapat tokoh-tokoh dari negeri Latanahsilam dan negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu..
Dari Latanahsilam terlihat mantan utusan dewa Lamanyala, dua gadis bahagia Luh Kenanga dan Luh kemboja, Sepasang hantu bercinta Luhjahilio dan Lajahilio, Hantu Tangan Empat, Hantu Santet Laknat dan juga Hantu Muka Dua si pemilik Istana Kebahagiaan..
Sementara tokoh-tokoh yang dibangkitkan oleh mata langit dari negeri Mataram delapan ratus tahun yang lalu ada Empat Mayat Aneh, Sinuhun Merah Penghisap Arwah, Ketua Seratus Jin Perut Bumi, dan terakhir adalah Lakarontang alias sang Jenazah Simpanan! Benar-benar laskar kegelapan seribu jahat seribu kejam telah ditarik keluar dari jurang Neraka!.
Smentara itu, para tokoh dunia persilatan yang sebelumnya berada di puncak merapi juga telah mulai berdatangan ke candi Perambanan dan langsung mendapati rombongan Dewa Tuak dan raja Mataram..
"Kau tidak apa-apa guru...?" ucap Anggini yang datang mendapati sang guru sambil ditemani oleh Mahesa Kelud.
"Aku tidak apa-apa muridku. Bagaimana keadaanmu sendiri dan bagaimana juga keadaaan rakyat Mataram?" tanya Dewa Tuak..
"Aku baik-baik saja guru. Seluruh rakyat juga sudah aman dan terselamatkan. Hanya saja mereka semua masih berlindung di puncak merapi untuk sementara waktu menunggu situasinya aman dan terkendali guru..." ucap Anggini..
Dewa Tuak nampak mengangguk kecil lalu kemudian pendekar tua ini terlihat mengedarkan pandangan kesekelilingnya dan akhirnya menyadari bahwa banjir bandang yang dibawa oleh Nyi Roro Kidul rupanya telah menyusut. Sebagian air bah tersebut menguap habis akibat diserap oleh Bujang Gila Tapak Sakti kala menciptakan gunung es raksasa dan sebagian lagi habis menguap akibat ledakan dahsyat akibat benturan berbagai ilmu pukulan dahsyat yang dilepaskan oleh para tokoh dunia persilatan terhadap resi dewa raksasa.
Dilihatnya pula selain Anggini, para tokoh dunia persilatan lain yang bertugas menyelamatkan rakyat Mataram yang baru terbebas dari kabut dewa telah kembali dari tempat pengungsian rakyat di puncak merapi.
Selain sisa-sisa para dewa dan dewi seperti Dewa Air, Dewa Gunung, Dewa Petir dan beberapa dewa lainnya yang nampak terdiam mematung menatap mata langit, para tokoh lainnya juga telah hadir dan sebagian nampak berusaha menyadarkan Setan Ngompol, Naga Kuning dan Bujang Gila Tapak Sakti yang nampak terlentang berdampingan dengan perut besar mengembung berisi air laut!
Tidak jauh dari tempat itu, raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan, Nyi Roro Kidul, Ayu Lestari Ratu Laut Utara, Purnama yang sedang memapah Mahesa Edan dan Tubagus Kesuma Putera nampak sedang mengelilingi Bidadari Angin Timur yang nampak sedang bersimpuh sambil terlihat sibuk berusaha mematikan api yang masih berkobar kecil di tubuh sang Pendekar Dua Satu Dua.
Setelah api ditubuh sang pendekar padam, Bidadari Angin Timur pun kemudian nampak berusaha memondong tubuh Wiro yang sedang tidak sadarkan diri dan nampak hendak pergi meninggalkan tempat itu.
"Akan kau bawa kemana tubuh Pendekar Dua Satu Dua sahabatku Bidadari?" tanya sang raja Mataram dengan penuh keheranan.
Bidadari Angin Timur nampak memalingkan wajahnya sesaat dan menunduk hormat kearah sang raja. "Aku ingin membawa Wiro ke tempat yang tenang dan berusaha menyadarkannya yang mulia raja. Harap sudi kiranya memberikan perkenanan..." ucap sang gadis berambut pirang yang dibalas anggukan kepala oleh sang raja Mataram.
Melihat hal ini sang gadis nampak langsung melesat menjauh kearah sebuah pohon rindang yang berada tidak jauh dari puing reruntuhan candi Perambanan. Semua ini tidak terlepas dari tatapan sayu Tubagus Kesuma Putera yang menatap punggung sang gadis yang berlari sambil memondong tubuh Pendekar Dua Satu Dua. Diakhiri dengan hembusan nafas berat, sang pemuda kemudian membalikkan tubuh dan berjalan bergabung dengan rombongan raja Mataram dan para tokoh dunia persilatan lainnya.
Bidadari Angin Timur kemudian nampak menurunkan tubuh Pendekar Dua Satu Dua dan menyandarkan tubuh Wiro ke batang pohon dibelakangnya. Sang gadis kemudian mengeluarkan saputangan berwarna biru dibalik ikatan sabuknya dan kemudian terlihat membasahinya dengan air yang tergenang dalam lekukan akar pohon yang menonjol yang ada di dekat tempatnya dan Wiro berada.
Dengan menggunakan sapu tangan basah tersebut, sang gadis dengan lembut telaten dan penuh kasih sayang nampak membasuh kedua tangan dan kemudian dada Wiro yang tersibak dan memperlihatkan kulitnya yang gosong melepuh. Saat dirinya hendak membasuh wajah sang pendekar, gerak tangannya yang memegang saputangan basah sontak terhenti. Pandangan matanya yang memancarkan rasa khawatir bertemu langsung pandangan mata Wiro yang menatapnya dengan tatapan lembut.
"Kau... Kau sudah sadar...?" ucap sang gadis terbata dan langsung dibalas dengan anggukkan kepala oleh Wiro.
Dengan wajah merah tersipu gadis berambut pirang berlesung pipit ini kemudian buru-buru beranjak bangun dan membalikkan tubuhnya dan berusaha beranjak pergi dari tempat itu, namun telapak tangannya terasa di raih oleh seseorang dari belakang dan ini membuat langkah kakinya sontak terhenti.
"Bidadari..." suara Wiro terdengar hangat memasuki gendang telinga sang gadis yang nampak tertunduk. "Kau mau pergi kemana.." tanya Wiro masih sambil menggenggam tangan Bidadari Angin Timur dari belakang.
"Aku... Aku ingin kembali bersama rombongan raja dan yang lain. Perang ini masih belum berakhir..." ucap sang gadis lirih masih sambil tertunduk.
"Benarkah hanya itu yang kau pikirkan? Mengapa aku merasa kau menyembunyikan sesuatu dariku. Apakah kau tidak senang berjumpa kembali denganku Bidadari?"
Ditanya seperti itu membuat Bidadari Angin Timur terpaksa membalikkan badannya dan menghadap sang pendekar yang nampak telah berdiri di bawah naungan pohon rindang "Bukan begitu Wiro! Bukan aku tidak senang bisa berjumpa kembali denganmu. Hanya saja aku merasa telah bersalah kepadamu. Aku pernah membuatmu terluka begitu parah. Aku juga turut merasa bersalah terhadap apa yang menimpa istrimu Ratu Duyung. Aku... Aku..." belum habis Bidadari Angin Timur berucap sang pendekar sudah terlebih dahulu menarik sang gadis kedalam pelukannya!
"Wiro..." ucap sang gadis lirih sembari membenamkan wajahnya lebih dalam ke dada sang pendekar yang memeluk sang gadis erat sembari membelai lembut pirang Bidadari Angin Timur.
Untuk beberapa lama keduanya seolah tenggelam dalam gejolak perasaan masing-masing sampai akhirnya setelah beberapa saat, Bidadari Angin Timur terlihat menolak lembut tubuh Wiro dengan kepala menunduk. "Seperti kataku tadi Wiro. Kita masih di tengah-tengah pertempuran. Akan tidak patut jika kita berdua dalam keadaan seperti ini dilihat lebih lama lagi oleh yang lain..." lirih sang gadis dengan wajah memerah.
"Ah maafkan aku...! Kau benar. Masih banyak yang harus kita lakukan, dan aku masih memerlukan bantuanmu juga yang lain untuk mengakhiri semua peperangan ini..." ucap Wiro seraya memegangi pundak Bidadari Angin Timur.
Sang gadis nampak menganggukkan kepalanya pelan. Sambil menggamit tangan sang gadis, Wiro pun akhirnya beranjak meninggalkan pohon rindang tersebut. Wiro dan Bidadari Angin Timur kemudian kembali berjalan kearah rombongan raja dan para dewa dan tokoh dunia persilatan lainnya yang nampak terlihat tegang memandang kearah atas. Belum lagi sang pendekar mengeluarkan suara untuk menyapa, tiba-tiba tiga bayangan melesat dan memeluk dirinya!
"Wiro saudaraku!!" teriak Lakasipo si Hantu Kaki Batu yang melompat memeluk sang pendekar diikuti oleh Setan Ngompol dan Naga Kuning yang rupanya telah sadar dari pingsannya.
Setelah melepaskan pegangan tangannya pada Bidadari Angin Timur, Wiro pun langsung membalas merangkul ketiga rekannya tersebut. "Aku sungguh senang masih bisa melihat kalian semua..." ucap Wiro penuh haru.
"Weleeeeh-weleeeh... Ada yang datang sambil gandengan tangan nih. Boleh dong aku juga di gandeng kayak gituuu.." kekeh Bujang Gila Tapak Sakti sambil tertawa terbahak membuat perut gendutnya membuncal naik turun kesana kemari. Apa yang di ucapkan oleh Bujang Gila pada dasarnya hanya selorohan semata, namun cukup membuat beberapa telinga menjadi panas.
Melihat awal kedatangan Pendekar Dua Satu Dua dari atas langit, rasa gembira dan bahagia membuncah dan bergemuruh didada Nyi Roro Kidul dan Sri Ratu Ayu Lestari. Namun saat Wiro mendekati mereka sambil menggenggam tangan Bidadari Angin Timur, tanpa terasa perih dan sesak merasuk di dada kedua wanita penguasa laut jawa tersebut.
Namun bagaimanapun juga, kedudukan sebagai seorang ratu mau tak mau membuat keduanya memaksa diri masing-masing untuk berbesar hati. Keduanya pun akhirnya hanya nampak menundukkan kepala dan tidak mengeluarkan satu kata apapun.
"Pendekar Dua Satu Dua...! Sungguh bahagia hatiku melihat kau sudah pulih dan kembali disini. Kami pikir kau tidak akan kembali saat terlempar jauh keatas langit sana..." ucap Sri raja Mataram sambil mendekati Pendekar Dua Satu Dua dan kemudian memegang kedua pundaknya.
Wiro pun kemudian menjura dalam kepada sang raja. "Maafkan jika kedatangan saya mungkin terlambat yang mulia! Maaf juga sudah membuat yang mulia dan yang lainnya khawatir..." ucap sang pendekar sembari menunduk hormat.
"Yang penting kau sudah kembali bersama-sama dengan kami. Itu saja sudah cukup. Yah... Itu saja sudah cukup... Dengan itu saja, kita sudah punya kesempatan yang lebih besar untuk memenangkan pertempuran yang melelahkan ini. Dirimu dan para ksatria-ksatria lain yang ada ditempat ini adalah ujung tombak harapan bagi kami semua rakyat Mataram. Aku meyakini hal itu... Sangat meyakininya..." ucap sang maharaja dengan mata yang berbinar dan sedikit berkaca-kaca.
Dalam suasana seperti itu, mendadak satu suara ledakan dari dalam tanah terdengar keras membuncah dibarengi hamparan debu tanah yang bertebaran diudara. Satu lobang geroakan sebesar sumur tiba-tiba terlihat muncul di permukaan tanah, lalu dari lubang yang menganga di pelataran sisa-sisa candi perambanan tersebut, melesat keluar beberapa sosok yang ternyata adalah para pendekar yang berhasil kembali dari tugas yang mereka emban yaitu menggempur dan membumi hanguskan istana kerajaan perut bumi.
Diantara mereka terlihat tokoh muda Andana Si Harimau Singgalang, Padanaran Si Pendekar Bulai, Panji Argomanik Si Singa Gunung Bromo, Pandu Si Malaikat Maut Berambut Salju, juga Sandaka Arto Gampito Si Manusia Paku yang berhasil menyelamatkan sang istri Nyi Retno Mantili yang sempat di sekap di Istana Perut Bumi.
"Kami berhasil yang mulia! Istana Kerajaan Perut Bumi telah hancur tertimbun tanah dan para tawanan sudah berhasil dibebaskan!" Seru Padanaran Si Pendekar Bulai sambil bersama-sama dengan rekannya yang lain yang baru keluar dari perut bumi beranjak mendekati rombongan raja Mataram.
"Sungguh luar biasa wahai kalian para pendekar dan para ksatria! Benar-benar berkah Sang Hyang Jagatnatha masih melingkupi kita semua. Aku benar-benar senang kalian kembali dalam keadaan selamat tanpa kekurangan apapun juga. Terlebih kalian juga berhasil membebaskan semua tawanan kerajaan Perut Bumi. Sungguh kami semua rakyat Mataram berhutang budi luar biasa pada kalian semua.." ucap raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan sembari bersidekap kearah rombongan Padanaran dan kemudian bergantian ke seluruh pendekar dunia persilatan dan sisa-sisa para dewa yang berada di sekelilingnya.
Sementara itu Jabrik Sakti Wanara dan Intan Suci Angin Timur yang juga telah mendarat dibumi nampak berdiri agak jauh dari rombongan raja dan yang lainnya. Semula Uban ingin segera bergabung dengan rombongan raja dan para pendekar lainnya, namun malangnya dirinya langsung di tarik menjauh oleh putri Pendekar Dua Satu Dua yang ada di sebelahnya.
"Kenapa kau tidak mau kita bergabung bersama mereka adikku? Tidakkah kau ingin bertemu dengan ayahmu?" tanya Uban heran.
"Aku mau! Tapi jangan sekarang kakang... Aku belum siap bertemu ayah..." ucap Intan Suci sambil menatap kakak angkatnya dengan pandangan memelas.
Uban nampak menggaruk-garuk rambut jabrik ubanan miliknya. Dipandangnya pergi pulang sang gadis cilik dan rombongan raja, apalagi saat rombongan pendekar bulai dan lainnya keluar dari dalam tanah, matanya langsung tertuju pada sosok berambut putih basah yang di yakininya sebagai Malaikat Maut Berambut Salju sang ayah kandung!
Jantung Jabrik Sakti berdegup keras melihat sosok sang ayah dari kejauhan. Sungguh ingin sang pemuda remaja segera berlari mendapati sosok sang ayah, namun rengekan dan genggaman tangan Intan Suci Angin Timur membuat sang pemuda remaja jadi merasa serba salah. Ditengah-tengah kebimbangan uban, mendadak satu suara suitan terdengar melengking nyaring dari mata langit kekelaman tanpa akhir!
"Lihat! Ada sesuatu yang aneh yang terjadi pada manusia-manusia jahat di atas sana!" ucap Setan Ngompol tiba-tiba sembari menunjuk keatas udara.
Raja dan para pendekar langsung memperhatikan kearah langit dan benar saja, para tokoh golongan hitam yang semula terlihat diam membisu di udara itu kini nampak mulai menunjukkan raut wajah buas dan penuh kemarahan kala mendengar lengking suara suitan yang datang dari mata langit.
Suara geraman layaknya binatang buas mulai terdengar bersahutan dari mulut para durjana ini, sementara mata tunggal di dahi masing-masing nampak bersinar lebih terang dan menyorot langsung kearah kelompok raja dan para pendekar di bawah kaki mereka!
Tiba-tiba suara lengkingan tinggi tergantikan oleh satu suara kerontangan batu di dalam kaleng rombeng lalu beberapa saat kemudian, suara Kakek Segala Tahu terdengar nyaring menggema di udara!
Mataram oh bumi Mataram
Puing prambanan menjadi saksi
ketika para iblis jahat merayap naik
dan mata kejahatan merambat turun
selikur para ksatria lautan pasir para durjana
Darah mengalir jauh membasahi pertiwi
diatas sorak sang angkara murka
lari mungkin pilihan terselip hati kerdil
namun sejarah ditulis oleh pemenang
dan bukan untuk pecundang
Mataram oh bumi Mataram
kuatkan hatimu mantapkan tekadmu
angkara tak memilih ksatria
murka pun tak memilah jelata
raja dan ksatria angkat senjata
keadilan itu tak pernah buta
hidup mati pasti berbekas
tertoreh syahid dengan tinta emas
di ujung akhir Babad Pamungkas!
Syair yang diucapkan oleh Kakek Segala Tahu dibarengi suara kerontangan kaleng rombengnya tanpa terasa membakar dan membangkitkan kembali semangat didalam diri Raja Mataram dan para pendekar dunia persilatan.
Sri Maharaja Mataram Raja Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan sesaat kemudian dengan suara bergetar sang raja pun berucap keras.
"Sahabat-sahabat dan para saudaraku wahai para dewa dan Ksatria. Nampaknya ini adalah pertempuran terakhir yang harus kita hadapi bersama. Hari ini kita masih bernafas itu adalah sebuah anugerah. Jika besok kita pun masih bisa bernafas maka itu adalah sebuah berkah. Namun jika takdir menyatakan saat ini adalah saat terakhir kita bernafas. Maka satu yang bisa aku janjikan sebagai seorang raja kepada kalian wahai para saudaraku para dewa dan ksatria.
"Selembar nafas ini tidak akan terenggut dengan begitu mudahnya oleh para durjana diatas sana! Kita boleh mati! Kita boleh binasa! Namun satu yang harus kita ingat, Kebenaran tidak akan pernah mati dikalahkan oleh kejahatan...! Tetes darah terakhir kita mari kita curahkan hanya untuk bumi Mataram...! Pantang mati tanpa kemenangan...!!! Sekali lagi pantang mati tanpa kemenangaaan....!!!"
Suara seruan keras berapi-api yang keluar dari mulut sang raja, langsung dibalas sahutan teriakan penuh semangat oleh para pendekar dunia persilatan dan bersamaan itu pula petir terlihat menggelegar dan menyambar bergeredepan di langit pagi yang gelap.
Begitu petir terakhir kilatannya hilang dari pandangan mata, maka diiringi suara lengkingan maha dahsyat yang keluar dari mata langit raksasa. Para durjana yang dibangkitkan oleh mata langit kekelaman tanpa akhir itupun dengan buasnya dan didahului teriakan serta raungan keras langsung melesat turun meluruk kearah para pendekar tanah jawa!
Melihat datangnya serbuan, para pendekar dan para dewa negeri atas langit yang tersisa pun langsung melesat menyambut datangnya serbuan dengan dipimpin langsung oleh yang mulia raja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan!
Pertempuran hebat pun akhirnya dimulai antara para pendekar dunia persilatan golongan putih melawan tokoh-tokoh jahat yang dihidupkan kembali oleh mata langit kekelaman tanpa akhir. Suara denting senjata yang saling beradu dan lesatan puluhan ilmu kesaktian maha dahsyat kembali meraung merobek angkasa bumi Mataram!
Ditengah pertempuran yang terjadi, nampak Lasedayu atau Hantu Langit Terjungkir berdiri diam di tengah medan pertempuran dengan wajah sedih menatap dua jalur ilmu pukulan sakti yang datang berbarengan menyerang dirinya! Entah mengapa sang kakek tua dari negeri Latanahsilam ini seolah pasrah kala melihat dua sosok yang menyerang dirinya dengan menggunakan pukulan jarak jauh tersebut.
Sedetik lagi tubuh sang kakek porak poranda dimakan serangan, dua jalur ilmu kesaktian lainnya datang langsung memapas serangan yang datang dari arah depan! Ilmu Bara Setan Pengancur Jagat yang dilancarkan oleh Hantu Bara Kaliatus dan ilmu Tangan Hantu Tanpa Suara yang dikeluarkan oleh Hantu Muka Dua kearah Hantu Langit Terjungkir pupus manakala berbenturan langsung dengan ilmu yang dikeluarkan oleh Lakasipo dan Hantu Raja Obat.
“Ayahanda...” seru kedua tokoh Latanahsilam tersebut sembari memburu kearah Hantu Langit Terjungkir.
“Aku tidak apa-apa...” ucap Lasedayu dengan wajah murung.
“Keparat durhaka! Biar aku yang menghabisi kedua hantu sialan itu...” dengus Lakasipo penuh amarah.
Lasedayu nampak memegang pundak Lakasipo dan Hantu Raja Obat. “Bebaskan dan sempurnakan jiwa kedua saudara kalian itu. Dunia ini sudah bukan tempat mereka lagi...” ucap Lasedayu dengan nada sedih.
Hantu Kaki Batu dan Hantu Raja Obat nampak menganggukkan kepala dan langsung melesat kearah Hantu Bara Kaliatus dan Hantu Muka Dua yang telah kembali mengeluarkan ilmu pukulan masing-masing kearah Lakasipo dan Hantu Raja Obat. Benar-benar takdir yang menyedihkan dari empat orang anak Hantu Langit Terjungkir yang terpisah oleh rencana jahat dan dipertemukan oleh takdir yang menyesakkan dada.
Sementara itu Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Pasingsingan nampak terlihat sibuk menggunakan telapak tangannya yang membara kemerahan dan berukuran beberapa kali lipat menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Momok Dempet dan Singo Abang.
Nyi Roro Kidul pun terlihat bergerak lincah kesana dan kemari mempergunakan selendang hijaunya saat menghadapi amukan Dewi Siluman Bukit Tunggul, Dewi Kala Hijau dan Nenek Kelabang Merah. Walaupun hanya berwujud sebuah selendang, namun di tangan sang penguasa laut selatan, selendang tersebut tidak ubahnya seekor naga hijau yang hidup dan menerkam buas ke segala jurusan!
Di tempat lain Ratu Laut Utara Ayu Lestari nampak mengamuk hebat kala melawan keroyokan Nyi Kuncup Jingga, Ning Kameswari dan Nyi Harum Sarti, sang Ratu Laut Utara palsu yang pernah menyekapnya dalam penjara dan nyaris membuatnya tewas!
“Aku akan membuat perhitungan denganmu! Kau harus merasakan apa yang kurasakan di dalam neraka sana akibat perbuatanmu wahai gadis keparat!” teriak Nyi Harum Sarti sambil menjentikkan kesepuluh kukunya. Sepuluh larik sinar putih nampak melesat kearah sepuluh titik di tubuh Ayu Lestari.
Namun segera musnah manakala Sri Ratu Ayu Lestari menghantam kearah depan dengan mengunakan kedua tangannya! Suara bergemuruh dibarengi rubuhnya satu pohon raksasa manakala angin pukulan yang dilepaskan oleh Ayu Lestari menghancurkan ilmu sepuluh kuku kematian yang dilepas oleh Ratu Laut Utara palsu.
Dari balik pohon yang rubuh kemudian terlihat melesat Panji Ateleng dan Dewi Dua Musim yang sebelumnya sedang melawan Raja Rencong Dari Utara bersama Wirapati si Pendekar Pemetik Bunga beserta Tiga Setan Darah. Pertempuran dua pasangan pendekar muda ini rupanya sempat terhenti akibat rubuhnya pohon yang terkena angin pukulan yang dilepas oleh Ayu Lestari sang Ratu Laut Utara sejati!
Di tempat lain Naga Kuning dan Setan Ngompol pun terlibat pertarungan sengit melawan Rangrang Srengi penguasa Istana Darah, Mayat Hidup Gunung Klabat, Jagal Iblis Makam Setan, serta Ratu Serigala! Dengan gerakan salto, Setan Ngompol terlihat berhasil menghindari terkaman Ratu Serigala, namun dari arah samping datang tendangan Mayat Hidup Gunung Klabat yang memburu kearah lehernya.
"Tundukkan kepalamu kakek bau pesing!” teriak Naga Kuning seraya mengeuarkan ilmu Naga Murka Merobek Langit kearah Mayat Hidup Gunung Klabat yang menyerang Setan Ngompol dengan mempergunakan tendangan.
Suara keras terdengar dan Mayat Hidup Gunung Klabat terhempas keras membentur sosok Jagal Iblis Makam Setan yang sebelumnya sempat jatuh karena serangan Naga Kuning sebelumnya.
“Terima kasih Ning! Kalau tidak ada kamu bisa-bisa leherku ini sudah lepas dari tadi…” kata Setan Ngompol yang berjalan mendekat kearah Naga Kuning yang masih dalam keadaan siaga.
“Nanti saja terima kasihnya kek… Musuh kita masih banyak...” ucap Naga Kuning.
“Betul katamu ning. Tapi aku kok heran ya! Sebegitu banyaknya begundal-begundal tokoh jahat kayak begini yang di bangkitkan, kok tidak ada batang hidungnya si Pangeran Matahari itu yah ning...?” ucap Setan Ngompol sambil menghindari serangan tinju yang dilancarkan Rangrang Srenggi.
“Kalau jagoan umumnya muncul paling belakangan, nah penjahat utamanya juga biasanya begitu kek, munculnya paling buntut!” seru Naga Kuning sambil mengeluarkan pukulan sakti Naga Kuning Merobek Langit kearah Jagal Iblis Makam Setan dan Mayat Hidup Gunung Klabat yang terlihat telah bangkit dan sama-sama menyerbu dirinya dan Setan Ngompol!
Pertarungan seru dan menegangkan terjadi di berbagai tempat di areal bekas candi prambanan. Panji Argomanik sang Singa dari Gunung Bromo terlihat dengan tangkasnya meladeni serangan Ki Ageng Tunggul Akhirat dan saudaranya Ki Ageng Tunggul Keparat.
Kemudian Andana si Harimau Singgalang dengan sigap meladeni serangan kompak kakek nenek Sepasang Hantu Bercinta Luhjahillio dan Lajahillio. Tidak jauh dari tempat itu Padanaran dan Karaeng Uleng Tepu terlihat saling bertempur melawan keroyokan dua Gadis Bahagia Luhkenanga dan Luhkemboja, Mahesa Birawa dan Sarontang.
“Ah badik bagus, Serangan bagus pula! Senangnya diriku dapat lawan tarung satu tanah tempat kelahiran….” ucap girang Karaeng Uleng Tepu kala meladeni serangan Badik Sumpah darah di tangan Sarontang.
Di satu sisi lain, sinar berwarna putih nampak berkali-kali melesat dari boneka kayu bernama Kemuning yang berada dalam pegangan Nyi Retno Mantili. Sinar-sinar tersebut laksana hidup memancar dan menghantam kearah Patih Wirabumi dan Adipati Jatilegowo yang mengeroyok Sandaka Arto Gampito si Manusia Paku dan Tubagus Kesumaputera alias Jatilandak!
Di bagian yang lain nampak Anggini dan Mahesa Kelud juga terlihat sibuk meladeni dua Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Sementara Purnama dan Mahesa Edan bertarung berdampingan melawan Ketua Seratus Jin Perut bumi dan Empat Mayat Aneh.
Jika di darat pertarungan berlangsung seru, maka diudara Mataram pun terjadi pertarungan yang tidak kalah serunya. Intan Suci Angin Timur dan Jabrik Sakti Wanara nampak melesat kesana kemari melawan Datuk Lembah Akhirat yang nampak turut melesat meladeni serangan dua remaja tersebut dengan menggunakan sepasang sarung tangan penyedot batin miliknya!
Namun ada hal yang lucu dan cukup menarik perhatian dalam pertarungan-pertarungan yang terjadi di bumi mataram kali ini. Dan itu adalah apa yang terjadi pada Pendekar Dua Satu Dua kala berhadapan dengan satu nenek berpakaian kulit kayu dan berwujud seperti burung berparuh bengkok yang dikenal dengan sebutan Hantu Santet Laknat!
Bukannya saling bertarung, si nenek malah merengek-rengek di kaki Pendekar Dua Satu Dua dengan mesranya! Berulangkali si nenek nampak merayu dan membujuk serta mengungkit-ungkit tentang pernikahannnya dengan Wiro di negeri Latanahsilam.
Bidadari Angin Timur yang sebelumnya sedang berkonsentrasi bertarung berhadapan dengan Hantu Tangan Empat sampai memerah mukanya karena jengah dan marah! Sang gadis kemudian terlihat bergerak cepat meninggalkan musuhnya ke arah Wiro dan kemudian meraih kerah baju Pendekar Dua Satu Dua untuk setelah itu melempar tubuh Pendekar Dua Satu Dua kearah Hantu Tangan Empat!
“Kau lawan kakek kelebihan tangan itu, biar nenek gatel ganjen ini aku yang lawan!” dengus sang gadis sambil langsung menyerang hantu santet laknat yang ada didepannya! Gadis kekasih Pendekar Dua Satu Dua ini rupanya sedang terbakar api cemburu!
Dari sekian banyak pertempuran yang terjadi, pertempuran antara Lasedayu dan Latampi serta Dewa Tuak dan sisa-sisa para dewa-dewi melawan Lamanyala dan Lakarontang mungkin salah satu pertarungan yang paling mendebarkan.
Bagaimana tidak? Para tokoh dunia persilatan sudah mencoba menghantam dengan pukulan jarak jauh masing-masing namun selalu berhasil dipatahkan oleh kobaran dinding api yang dilepaskan oleh dua sosok yang tubuhnya selalu terlihat dikobari api ini! Dinding berwujud kobaran api yang cukup rapat menjadi pertahanan dan sekaligus serangan yang sangat membahayakan yang membuat hawa gelanggang pertempuran di bekas candi prambanan benar-benar serasa berada di dalam tungku neraka!
“Oladalaaah jadi ini yang bikin udara jadi panas seperti panggangan singkong bakar? Ayooo ponakanku, bantu pamanmu ini mendinginkan suasana…” ucap Bujang Gila Tapak Sakti yang nampak melesat sambil menarik Pandu si malaikat maut berambut salju masuk kedalam kancah pertempuran.
Dinding-dinding kobaran api langsung dibalas kontan serangan dinding es yang datang bertubi-tubi! Benar-benar dahsyat kepandaian dua orang berkepandaian inti es dan salju yang baru bergabung dalam pertempuran melawan Lamanyala si bekas utusan dewa dan Lakarontang si Jenazah Simpanan ini...!