Mestika Burung Hong Kemala Jilid 05 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Mestika Burung Hong Kemala

Karya : Kho Ping Hoo
Cerita silat Mandarin Karya Kho Ping Hoo
Jilid 05
MEREKA semua memandang ke arah pohon, akan tetapi tidak melihat raksasa hitam itu di sana. Dan tiba-tiba dari pohon lain yang letaknya agak jauh, terdengar suara si raksasa hitam.

"Nona, kalau engkau bukan seorang pengecut rendah, katakan siapa namamu dan di mana engkau tinggal!"

Mendengar ini, si mata sipit cepat memberi isyarat kepada Kim Hong dengan gelengan kepala agar tidak mau mengaku. Akan tetapi, satu pantangan besar bagi seorang yang gagah, apa lagi yang wataknya keras seperti Kim Hong, adalah kalau ia disangka pengecut!

"Heii, Hek-bin Mo-ong manusia sombong! Ternyata kepandaianmu tidak sebesar nama julukan mu! Engkaulah yang pengecut besar, buktinya engkau melarikan diri. Namaku tidak perlu kau ketahui, akan tetapi kalau engkau merasa penasaran dan hendak mencari aku, datang saja ke puncak Bukit Nelayan di tepi Sungai Huai. Jelas?"

Tidak ada jawaban dari Hek-bin Mo-ong, akan tetapi Kim Hong yakin bahwa datuk itu tentu telah mencatat tempat tinggalnya dan mungkin sekali akan muncul di sana. ia menertawakan dalam hati. Kalau dia berani muncul di sana dan bertemu suhu, berarti dia seperti seekor ular mencari penggebuk!

Tiba-tiba ia dikejutkan oleh dua belas orang pemuja ular itu yang menjatuhkan diri berlutut dan menghadap kepadanya! Tentu saja ia merasa heran. "Eh-eh, apa-apaan kalian ini?"

Si mata sipit mewakili kawan-kawannya berkata, "Nona telah menyelamatkan kami dan menolong kami dari ancaman Hek-bin Mo-ong. Bagi kami, nona adalah dewi penolong dan karena itu, mulai saat ini, kami menganggap nona seorang di antara para dewi dan kami memberi nama kehormatan bagi nona, yaitu Ouw-coa Sian-li (Dewi Ular Hitam)!"

Duabelas orang itu memberi hormat sambil berlutut dan mulut mereka tiada hentinya menyebut Ouw-coa Sian-li, lalu mereka bernyanyi seperti tadi. Dan bermunculanlah ular-ular tadi dan kini semua ular mengelilingi tempat Kim Hong berdiri!

Meremang rasanya semua bulu di tubuh gadis itu. ia merasa seperti bukan manusia lagi, disembah duabelas orang yang menyanyikan lagu aneh, dan dikelilingi ratusan ekor ular yang seolah juga menyembahnya.

"Saudara-saudara sekalian, sudah, cukuplah semua ini. Sesungguhnya aku datang ke Bukit Hitam ini karena suatu keperluan, akan tetapi setelah bertemu dengan kalian, aku jadi sungkan untuk mengatakan apa keperluanku itu karena mungkin sekali kalian tidak setuju, walaupun agaknya hanya kalian pula yang akan mampu membantuku."

Si mata sipit berkata, "Sian-li (Dewi), engkau kami anggap sebagai dewi pelindung. Apapun yang kauinginkan, kami akan membantu, walau hal itu membahayakan nyawa kami sekalipun."

"Aku disuruh oleh guruku untuk mencari seekor ular!"

"Ahhh....!" Semua orang terkejut dan hal ini sudah diduga oleh Kim Hong. Orang-orang ini memuja ular dan begitu sayang kepada ular, tentu tidak akan senang mendengar ia datang untuk mencari seekor ular!

"Sekali lagi maafkan, tadi aku memang telah membunuh dua ekor ular, akan tetapi hal itu hanya terjadi karena mereka menyerangku."

"Sianli mencari seekor ular? Ular apakah itu?" tanya si mata sipit.

"Ular istimewa yang tidak kulihat di antara semua ular ini. Menurut suhu, ular itu disebut ang-thouw-hek-coa...."

"Ahhh....!" kembali dua belas orang itu berseru dan sekali ini semua mata terbelalak memandang kepada Kim Hong.

"Sianli, untuk apakah engkau mencari ular hitam kepala merah itu? Ular itu langka sekali di dunia, dan di Bukit Hitam ini pun, hanya ada sejodoh dan setiap kali bertelur, hanya sebuah!"

Kim Hong merasa girang. Jawaban itu saja menunjukkan bahwa mereka ini tentu tahu di mana adanya ular yang di carinya. "Harap kalian semua jangan berlutut dan marilah kita duduk bicara dengan baik setelah kini kita menjadi sahabat."

Si mata sipit menurut. Dia bangkit dan semua orang mengikutinya, dan kini mereka duduk sekelompok menghadapi Kim Hong. Gadis ini adalah seorang yang cerdik, ia tahu bahwa agaknya, tanpa bantuan mereka ini, tidak akan mudah baginya untuk mendapatkan ular yang dicarinya. Maka, ia harus dapat menyenangkan hati mereka dan tidak menonjolkan keinginannya sendiri.

"Sekarang kuharap kalian lebih dahulu mengurus jenazah rekan kalian yang terbunuh oleh iblis tua tadi, juga jenazah-jenazah yang kulihat di mana-mana itu. Setelah semua jenazah itu dikubur baik-baik barulah kita bicara. Aku akan menemani kalian agar tidak di ganggu lagi oleh iblis tua tadi."

Si mata sipit menghaturkan terima kasih dan mereka semua kelihatan gembira. Semua ada tujuh orang yang terbunuh oleh Hek-bin Lo-mo, sehingga kini sisa kelompok mereka hanya tinggal duabelas orang. Dengan ditemani Kim Hong, mereka mengambil semua jenazah dan mengumpulkannya di tempat terbuka itu, kemudian, setelah melakukan upacara sembahyang yang aneh, diramaikan pula upacara itu dengan sebuah tarian yang berlenggang-lenggok mirip tubuh ular, dilakukan tiga orang anggauta wanita dan tiga orang anggauta pria semua jenazah itu lalu dibakar.

Malam itu, Kim Hong melewatkan malam dengan mereka, di dekat tempat pembakaran mayat. Baru setelah pada ke esokan harinya semua abu jenazah ditabur-taburkan terbawa angin ke mana-mana dari puncak bukit, Kim Hong mengajak mereka bercakap-cakap tentang ular hitam kepala merah. ia menceritakan bahwa ia diutus gurunya untuk mencari ular itu sampai dapat dan ia tidak boleh kembali kalau belum membawa ular itu!

"Sian-li, kalau boleh kami mengetahui, siapakah guru sian-li yang mulia?" tanya si mata sipit.

"Guruku adalah Hek-liong Kwan Bhok Cu.......!" kata Kim Hong yang memandang heran melihat sikap semua orang mendengar nama gurunya. "Apakah-kalian telah mengenal nama suhu?"

Si mata sipit menggeleng kepalanya. "Aih, memang sudah nasib, sudah digariskan oleh dewa-dewa ular! Kalau guru sian-li berjuluk Hek-liong (Naga Hitam), maka tentu saja kami semua harus mengalah. Naga Hitam membutuhkan Ular Hitam, tentu saja sudah sepatutnya. Ketahuilah, sian-li. Ang-thouw-hek-coa yang dimaksudkan itu ada pada kami. Racunnya pula yang dicari-cari oleh iblis tua tadi. Dan ular sakti inilah yang menjadi sumber rejeki kami."

"Ahh.... kalau begitu,. bagaimana mungkin aku sampai hati untuk merampas sumber rejeki kalian?" kata Kim Hong dengan cerdik.

Si mata sipit tersenyum. "Sebelum kita melanjutkan, kami harap sian-li melihat apa yang akan terjadi, bagaimana kami memanfaatkan daya guna Ang-thouw-hek-coa untuk memberi rejeki kepada kami."

Dia lalu memberi isyarat kepada kawan-kawannya dan duabelas orang itu kini membentuk setengah lingkaran seperti kemarin, lalu mereka menyanyikan lagu yang aneh itu. Kim Hong dipersilakan menonton pertunjukan itu dari cabang pohon karena kata mereka, kalau gadis itu berada di atas tanah, ada saja bahayanya diserang ular. Kim Hong meloncat dan nongkrong di atas cabang pohon paling rendah sehingga ia memperoleh tempat yang paling tepat untuk menonton apa yang akan terjadi di bawahnya.

Kini si mata sipit meniup sulingnya. Suara yang melengking-lengking terdengar dan tak lama kemu dian, ular-ular sudah berkumpul di tempat itu seperti kemarin. Akan tetapi sekali ini lebih banyak, seolah seluruh ular di bukit itu berkumpul. Mereka nampak jinak dan melingkar-lingkar di tengah tempat terbuka itu.

Kemudian, si mata sipit mengeluarkan sebuah keranjang dan membuka tutupnya. Dari atas, Kim Hong dapat melihat dengan jelas bahwa keranjang itu berisi seekor ular yang kecil saja, sebesar ibu jari tangannya, tubuhnya sepanjang dua jengkal lebih dan kulit tubuh itu hitam legam mengkilat. Akan tetapi yang mengagumkan adalah kepalanya. Kepala itu merah seperti api! Dan sepasang mata ular lebih merah lagi, seperti inti api dan mencorong menyeramkan walaupun ularnya hanya sekecil itu.

Kini duabelas orang itu meniup suling mereka. Suara duabelas batang suling yang ditiup me lengking-leng king itu senada dan seirama, sehingga terdengar amat menghanyutkan perasaan. Kim Hong sendiri sampai merasa tergetar sehingga cepat ia mengerahkan sin-kang agar jangan sampai gemetar dan terjatuh dari atas pohon.

Kemudian, setelah beberapa menit duabelas batang suling itu ditiup dalam lagu yang aneh dan asing bagi telinga Kim Hong, ular kecil itu bergerak keluar dari dala m keranjang, turun ke atas tanah dan mulailah ular itu menari-nari. Benar-benar menari sehingga hampir saja Kim Hong terpelanting karena menahan tawanya, ia merasa geli karena lucu bukan main.

Bayangkan saja! Ular itu "berdiri" di atas ekornya dan tubuhnya meliuk-liuk seperti seorang penari yang pinggulnya besar menggoyang-goyangkan pinggul, kepalanya yang merah juga digerakkan ke kanan kiri se suai dengan irama lagu.

"Hi-hik, ular badut!" Kim Hong terkekeh dalam hatinya. Ular yang warnanya amat cerah, hitam mengkilap dan kepalanya merah seperti darah atau api itu, selain indah juga amat lucu ia pernah melihat ular kobra. Rajanya ular ini pun hanya mampu mengangkat kepala dari bawah leher ke atas saja. Akan tetapi ular hitam kepala merah ini mampu berdiri, benar-benar berdiri di atas ekornya yang tidak runcing dan berlenggang-lenggok!

Kemudian, si mata sipit menurunkan sulingnya sedangkan yang lain masih terus meniup suling masing-masing. Kini si mata sipit ikut menari! Sambil duduk bersila, kedua lengannya seperti dua ekor ular yang menari pula, meniru gerakan ular hitam. Agaknya, sang ular yang cerdik namun bodoh bagi manusia itu, menganggap bahwa dia ditemani dua ekor ular lain yang bentuknya aneh akan tetapi pandai menari seperti dia. Atau mungkin dia sudah terbiasa ditemani dua ekor "ular" itu.

Tangan si mata sipit memang berbentuk moncong ular dan kini tiga "ekor" ular itu menari-nari saling mendekati, kadang bersenggolan. Seorang anggauta kelompok menurunkan sulingnya pula dan mengeluarkan seekor katak dari dalam kantung, seekor katak yang besar dan gendut.

Kemudian, tiba-tiba dengan gerakan cepat, si mata sipit telah menangkap leher dan belakang kepala ular hitam yang terpaksa membuka mulutnya lebar-lebar sehingga nampak gigi yang runcing melengkung ke dalam. Orang yang memegang katak tadi mendekatkan katak, lalu si mata sipit menyentuh katak itu dengan moncong ular yang segera menggigit katak. Katak itu meronta sebentar lalu terdiam. Si mata sipit menarik kepala ular sehingga terlepas, lalu menggigitkan lagi sampai berulang kali. Tubuh katak itu berubah menghitam!

Dan gerakan ular itu makin lemah seolah-olah dia kehabisan tenaga, bahkan setelah katak yang sudah mati dan berubah hitam itu dimasu kkan kantung kembali dan ular itu dilepas, dia nampak lemas dan gerakannya lambat.

Dan Kim Hong kini menyaksikan peristiwa yang amat mengherankan hatinya. Seekor ular kobra yang belang-belang sebesar lengan dan nampak ganas sekali, ditangkap oleh si mata sipit. Ular yang berbisa dan biasanya amat ganas ini jinak saja dan ketika dia dilepas di depan ular hitam kepala merah, ular kobra itu nampak ketakutan dan melingkar diam, meletakkan kepalanya di atas tanah di depan ular hitam yang lemas.

Ular hitam agaknya kini dibangkitkan semangatnya oleh tiupan suling yang melengking-lengking, kemudian ular hitam itu menggerakkan kepalanya yang merah, moncongnya dibuka dan dia-pun menerkam dengan moncongnya kearah belakang kepala ular kobra. Ular kobra diam saja dan ular hitam seperti menghisap sesuatu dari kepala bagian belakang ular kobra.

Ketika ular hitam yang kini menjadi agak gesit melepaskan gigitannya, ular kobra tidak mampu bergerak lagi dan telah mati. Lalu si mata sipit mengambil ular ke dua, ular yang ekornya besar dan ekor itu kalau di gerak-gerakkan dapat mengeluarkan bunyi berkerotokan!

Sungguh merupakan ular yang aneh dan langka, akan tetapi yang racunnya jahat bukan main. Sekali terpagut ular ini, jangan harap dapat hidup lebih lama dari dua tiga jam! Seperti juga ular kobra tadi, ular ini "mendekam" di depan ular hitamyang kini menjadi lebih lincah. Si hitam kepala merah itu menerkam seperti tadi dan korbannya diam saja seperti terpesona, membiarkan racun di belakang kepalanya dihisap habis dan diapun tewas!

Baru setelah menghisap habis racun dari belakang kepala enam ekor ular yang paling berbisa, si hitam berkepala merah itu agaknya baru puas dan kenyang, lalu dia dimasukkan kembali ke dalam keranjang kecil oleh si mata sipit, melalui suara suling yang menuntunnya masuk kembali ke tempatnya.

Selesailah pertunjukan itu dan Kim Hong dipersilakan turun. Gadis ini kagum sekali. "Aih, ular itu sungguh lucu. itukah Ang¬thouw-hek-coa yang di cari suhu?"

Si mata sipit tersenyum akan tetapi dia menghela napas seperti orang bersedih. "Benar, sian-li. Dan seperti sian-li melihatnya sendiri tadi, demikianlah kami mengumpulkan racun dan membuatnya menjadi pel untuk dijual. Kami mengumpulkannya melalui ular hitam kepala merah. Ketika kami menggigitkannya kepada katak tadi, maka semua racunnya berpindah ke dalam tubuh katak dan kami akan memeras darah katak yang sudah penuh dengan racun itu. Kemudian, kami memberikan beberapa ekor ular yang paling berbisa untuk dihisap racunnya oleh ang-thouw-hek-coa dan seketika pulih kembali racun dalam tubuhnya. Dengan cara ini, maka setiap tiga hari sekali kami dapat mengumpulkan racun yang banyak karena gigitan ular hitam kepala merah itu mengeluarkan racun yang banyak sekali dan ampuh."

Kim Hong mengangguk-angguk. "Kalau begitu pantas kalian menganggap ular hitam kepala merah itu sebagai sumber rejeki. Lalu bagaimana aku bisa mendapatkan ular seperti itu untuk memenuhi perintah suhu?"

"Kami menganggap sian-li sebagai dewi penolong, maka kami hadiahkan ular ini kepada sian-li untuk diserahkan kepada Si Naga Hitam, guru sian-li!" kata si mata sipit dan semua orang mengangguk-angguk sehingga Kim Hong merasa terharu sekali.

"Akan tetapi..... itu amat merugikan kalian! Lalu bagaimana kalian dapat mengumpulkan racun untuk dijual?" tanyanya agak ragu walaupun tentu saja di dalam hatinya ia merasa girang sekali.

"Jangan khawatir, sian-li. Kami akan mengumpulkan racun seperti dahulu sebelum kami memiliki ular hitam kepala merah, yaitu dengan mengumpulkan dari ular-ular berbisa sedikit demi sedikit. Tentu saja tidak dapat secepat kalau melalui ular hitam kepala merah. Kalau dengan dia kami bisa mengumpulkan sebanyak itu setiap tiga hari, tanpa dia kami akan dapat mengumpulkan racun sebanyak itu dalam waktu tigapuluh hari."

"Aihh! Kalau begitu aku hanya membuat kalian menderita!" seru Kim Hong terkejut.

"Tidak, sian-li. Kamipun sudah kehilangan banyak kawan sehingga jumlah kami tinggal dua belas orang, kami tidak mempunyai kebutuhan yang banyak. Pula, sekitar dua tahun lagi kami akan dapat mencari anak ular ini yang tentu sudah besar dan dapat menggantikan pekerjaan itu."

Akhirnya Kim Hong menerima pemberian itu dan iapun turun dari Bukit Hitam, ditemani oleh duabelas orang itu sampai di bawah kaki bukit. Mereka saling berpisah dan Kim Hong mengucap kan terima kasih kepada mereka.

Di puncak Bukit Nelayan, Hek-li-ong Kwan Bhok Cu yang gagu menerima ke datangan muridnya dengan wajah gembira. Dengan caranya sendiri, yaitu menggerak-gerakkan ranting mencorat-coret huruf di udara, dia "bicara" kepada Kim Hong.

"Engkau dapat cepat pulang membawa ular hitam kepala merah, hal ini menunjukkan bahwa tidak sia-sia aku mendidikmu selama dua tahun lebih ini. 0rang lain belum tentu bisa mendapatkan ular itu selama hidupnya, apa lagi dalam waktu sesingkat ini. Akan tetap aku melihat dari atas tadi bahwa ada tiga bayangan orang yang ikut naik mengikuti mu."

Kim Hong terkejut. Kalau sampai ia sendiri tidak melihat dirinya dibayangi orang dari bawah bukit, hal itu membuktikan bahwa tiga orang yang membayanginya tentulah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.

"Cepat simpan ular itu ke dalam!" kata pula Hek-liong Kwab Bhok Cu melalui coretan rantingnya.

Kim Hong segera menanti perintah gurunya. Dibawanya keranjang kecil ke dalam pondok dan disembunyikannya keranjang Itu ke bawah tempat tidurnya. Setelah itu, ia pun cepat berlari keluar dan berdiri di samping gurunya menanti datangnya tiga bayangan orang yang bergerak dengan cepat seperti terbang menda ki puncak Bukit Nelayan.

Kim Hong memandang dengan penuh perhatian dan setelah tiga orang itu tiba di depannya, diam-diam ia terkejut mengenal bahwa seorang di antara mereka adalah si raksasa hitam Hek-bin Mo-ong! ia tadi belum sempat menceritakan pengalamannya dengan Raja Iblis Muka Hitam kepada gurunya.

Tentu saja gurunya tidak mengenal siapa raksasa hitam itu. Dan melihat dua orang yang lain, ia dapat menduga bahwa agaknya mereka itu adalah rekan-rekan si raksasa hitam. Agaknya tiga orang inilah yang disebut Sam Mo-ong (Tiga Raja Iblis).

Tentu si raksasa hitam itu setelah kalah menghadapi pengeroyokan para pemuja ular yang dibantunya, pergi mengundang dua orang rekannya lalu pergi ke Bukit Nelayan, bahkan membayanginya. Kini ia teringat betapa ia mengaku kepada raksasa hitam itu bahwa ia bertempat tinggal di Pulau Nelayan. Akan tetapi, betapa heran rasa hatinya ketika ia melihat tiga orang itu tidak memandang kepadanya, melainkan kepada gurunya dan mereka bertiga tersenyum-senyum.

"Aha, kiranya Si Naga Hitam Kwan Bhok Cu yang berada di sini! " kata seorang di antara mereka yang tubuhnya pendek berperut gendut sehingga dia nampak bulat. Kakinya pendek dan tertutup jubahnya yang panjang sehingga kalau dia berjalan ke depan, nampaknya seperti menggelundung saja. Orang ini merupa kan orang ke dua dari Sam Mo-ong dan di dunia kang-ouw terkenal sebagai datuk yang berjuluk Siauw-bin Mo-ong (Raja Iblis Muka Ketawa) . Melihat wajahnya yang selalu tawa atau senyum lebar, dia nampak ramah dan baik hati, akan tetapi orang akan merasa ngeri kalau melihat sepak terjangnya. Dia kejam bukan main, suka menyiksa orang sehingga mukanya yang tertawa itu hanya sebagai kedok.

"Hemm, Kwan Bhok Cu ternyata belum mampus seperti dikabarkan orang, dan bersembunyi di tempat ini! Kalau begitu, para pimpinan Hek-kauw telah berbohong, membohongi dunia kangouw!" kata orang ke tiga yang tubuhnya kurus kering seperti orang berpenyakitan dan mukanya selalu cemberut dan keruh.

Inilah orang ke tiga dari Sam Mo-ong yang berjuluk Toat-beng Mo-ong (Raja Iblis Pencabut Nyawa) karena ia terkenal dengan sikap dan wataknya yang pemurung dan pemarah, sedikit saja sebabnya sudah membuat dia turun tangan membunuh orang!

Kim Hong menoleh kepada gurunya, akan tetapi suhunya itu diam saja tidak menanggapi dan kelihatan acuh saja, bahkan nampak mengerutkan alisnya, tanda bahwa orang tua itu merasa tidak senang.

"Ha-ha-ha, Hek- liong Kwan Bhok Cu, kenapa engkau diam saja?" Kini Hek bin Mo-ong berkata dan senyumnya mengejek. "Apakah engkau sudah menjadi tuli dan gagu? Atau engkau pura-pura tidak mengenal lagi kepada kami? Tidak mungkin engkau lupa kepada Sam Mo-ong, ha-ha-ha!"

Kim Hong berkata kepada gurunya. "Suhu, iblis tua hitam ini adalah Hek-bin Mo-ong yang pernah bentrok dengan teecu karena dia hendak membunuhi semua pemuja ular di Bukit Hitam."

"Heh-heh, nona manis. Kiranya engkau murid Si Naga Hitam! Kalau saja engkau tidak mengeroyokku dengan para pemuja ular, tentu sekarang engkau sudah bersenang-senang dengan aku, dan gurumu tentu akan merasakan bagaimana penderitaan orang dikhianati teman sendiri!"

Kim Hong memandang kepada gurunya yang menggerak-gerakkan ranting di tangannya. Kim Hong membaca coretan-coretan di udara Itu. "Katakan kepada mereka bahwa aku tidak mempunyai urusan dengan mereka dan agar mereka cepat pergi."

Kim Hong menghadapi tiga orang kakek itu dengan sikap menantang, lalu berkata, "Sam Mo-ong, suhu tidak mempunyai urusan dengan kalian. Maka, jangan kalian mencari penyakit dan banyak mulut. Pergilah kalau kalian tidak ingin kami hajar sampai mampus! "

Tiga orang itu terbelalak dan nampak marah sekali. "Bocah sombong, engkau belum tahu siapa kami!" bentak Hek-bin Mo-ong. "Dahulupun gurumu ini tidak mampu menandingi aku, apa lagi sekarang. Heii, Hek-liong Kwan Bhok Cu dengar baik-baik. Kami akan mengampuni semua perbuatanmu yang memalukan di masa lalu kalau sekarang kau serahkan ular hitam kepala merah dan muridmu yang molek ini kepada kami. Kalau tidak, terpaksa kami akan membunuhmu lebih dulu, lalu menggeledah pondokmu mencari ular itu, dan memaksa muridmu menjadi budak kami!"

Bukan main marahnya hati Kim Hong mendengar penghinaan yang dilontarkan raksasa hitam itu kepada gurunya. Akan tetapi diam-diam iapun terkejut. Bagaimana iblis ini mengetahu bahwa ia telah mendapatkan ular hitam kepala merah? "Hek-bin Mo-ong, jangan ngawur! Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa suhu memiliki ular hitam kepala merah?"

"Ha-ha, nona manis Para pemuja ular boleh jadi akan bungkam menutup mulut, akan tetapi anggauta perempuan mereka mana mungkin dapat menutup mulut terhadap kami?"

Kim Hong membayangkan apa yang terjadi. Agaknya tiga orang iblis ini telah menangkap dan menyiksa anggauta para pemuja ular dan memaksanya mengaku sehingga karena tidak tahan akan siksaan yang tentu akan mengerikan, anggauta perempuan itu menceritakan segalanya.

"Jahanam busuk, engkau memang pegecut dan keji!" bentaknya dan ia sudah mencabut sepasang pisau terbangnya.

Akan tetapi, sentuhan ranting di lengannya membuat Kim Hong menengok dan membaca gerakan ranting di tangan suhunya itu. "Hadapi si kurus kering, awas terhadap Cakar Iblis Beracun dan serang jalan darah di bagian kedua legannya!"

Setelah membaca coretan ranting urunya, Kim Hong segera menggerakkan pisau terbangnya dan ia menyerang ke arah Toat-beng Mo-ong, orang ke tiga jari Sam Mo-ong. Sepasang pisaunya beterbangan dan membuat gerakan bersilang menyerang dari kanan kiri!

"Hemm, mampuslah!" bentak Toat-Beng Mo-ong dan diapun melangkah mundur untuk menghindarkan diri, kemudian kedua tangannya bergerak dan terdengar angin bercuitan ketika kedua lengan itu bergerak dan kedua tangannya membentuk cakar yang warnya berubah-ubah, kadang merah dan kadang hitam!

Tahulah Kim Hong bahwa kedua tangan yang membentuk cakar itu berbahaya sekali, mengandung racun yang dapat mematikan. Sekali saja terkena hantaman atau cakaran kedua tangan itu dapat mendatang kan maut. Maka, iapun menaati pesan gurunya dan sepasang pedangnya bergerak cepat menyambar-nyambar ke arah pergelangan tangan, siku dan pundak, ke arah jalan-jalan darah yang akan membuat kedua lengan itu lumpuh kalau terkena sedikit saja!

Sementara itu, melihat betapa Toat-beng Mo-ong sudah bertanding melawan gadis itu dan mereka berdua yakin bahwa rekan mereka pasti menang, Hek-bin Mo-ong dan Siuaw-bin Mo-ong sudah menerjang dan menyerang kepada Hek-liong Kwan Bhok Cu. Hek-bin Mo-ong tidak menggunakan senjata. Para datuk sesat yang ilmunya sudah tinggi memang lebih suka mengguna kan kedua tangan dari pada mengandalkan senjata.

Kedua tangan mereka telah "terisi" dan seperti juga sepasang tangan Toat-beng Mo-ong yang sudah menjadi sepasang cakar iblis yang amat berbahaya, juga Hek-bin Mo-ong yang menjadi orang pertama dari Sam Mo-ong, mengandalkan ilmu Jari Hitamnya. Ilmu ini membuat kedua lengannya kebal dan berubah menghitam, dan dalam keadaan seperti itu, jari-jari tangannya mampu menyambut senjata tajam lawan dan sekali saja tangannya mengenai tubuh lawan maka lawan akan terjungkal dan tewas keracunan.

Orang ke dua dari Tiga Raja Iblis itu, si gendut Siauw-bin Mo-ong, juga memiliki ilmu pukulan yang beracun, akan tetapi bedanya, kalau lengan rekannya berubah menghitam, kalau dia sudah mengerahkan ilmu itu, lengannya dari pangkal sampai ke ujung jari berubah merah. Itu-lah ilmunya Jari Merah dan siapa terkena pukulannya, tubuh yang terkena akan terbakar hangus seperti tersentuh baja yang panas membara!

Si Naga Hitam menghadapi serangan dua orang pengeroyoknya dengan sikap tenang. Dia tetap memegang ranting kecil yang biasanya dia pergunakan untuk "bicara" dengan muridnya. Ranting itu hanya sebatang ranting kayu yang besarnya hanya seibu jari, panjangnya sedepa. Akan tetapi, di tangan orang sakti ini, ranting itu bagaikan berubah menjadi sebatang baja yang amat kuat dan lihai, yang dia pergunakan untuk menyerang jalan darah kedua orang pengeroyoknya dengan totokan-totokan maut yang selain amat kuat mengandung tenaga sin-kang yang dahsyat, juga amat cepat. Begitu ranting itu digerakkan, maka nampak gulungan sinar kehijauan yang mengeluarkan bunyi bercuitan!

Dua orang datuk itu terkejut bukan main. Belasan tahun yang lalu, tingkat kepandaian Si Naga Hitam ini masih sebanding dengan masing-masing dari mereka. Akan tetapi sekarang, mereka maju berdua dengan keyakinan pasti akan mampu merobohkan pengkhianat kaum kang-ouw itu dengan mudah, tidak tahunya kini mereka berdua bahkan terancam oleh totokan-totokan maut yang a mat dahsyat! Kiranya selama sepuluh tahun lebih ini, ilmu kepandaian Si Naga Hitam telah meningkat dengan amar hebatnya.

"Aarrgghhh..... !!" Hek-bin Mo-ong mengeluarkan teriakan seperti gerengan seekor srigala atau biruang marah, dan kedua tangannya sudah mencapai warna hitam yang paling gelap, bahkan kini dari telapak tangannya mengepul uap yang kehitaman! Diapun menerjang dengan dahsyat sekali, kedua lengannya dikembangkan dan jari-jari tangannya menyerang dari semua penjuru, bahkan menutup jalan keluar sehingga ke manapun lawan mengelak, dia pasti akan bertemu dengan jari tangannya!

Melihat serangan itu, bahkan Siauw-bin Mo-ong sendiri menjadi gentar kepada rekannya, khawatir kalau-kalau akan beradu tangan sendiri dengan Hek-bin Mo-ong sehingga dia akan menderita celaka. Dia mundur dan hanya siap untuk mengeroyok kalau kesempatannya tiba, karena serangan Hek-bin Mo-ong itu agaknya tidak akan dapat dielakkan lagi oleh Si Naga Hitam.

Akan tetapi, Si Naga Hitam sama sekali tidak mengelak. Ranting di tangan kanan yang menyambut telapak kiri lawan, menotok ke tengah telapak tangan agak mengarah celah antara telunjuk dan ibu jari, sedangkan tangan kirinya menotok telapak tangan kanan lawan dengan sebuah jari telunjuk. Itulah ilmu totokan lt-sin-ci (Satu Jari Sakti) yang amat hebat.

"Tuk-tukk.....!" Adu tenaga melalui tangan itu membuat Hek-bin Mo-ong terhuyung ke belakang sedangkan Si Naga Hitam yang tergoyang sedikit yang membuktikan bahwa dalam hal tenaga sinkang, dia masih unggul dan lebih kuat dari pada si raksasa hitam!

Akan tetapi, karena kedua telapak tangan Hek-bin Mo-ong mengandung hawa beracun yang amat jahat, ranting di tangan Si Naga Hitam menjadi hangus dan patah-patah ujungnya, dan telunjuk kirinya yang menotok telapak tangan lawan dengan ilmu totok It-sin-ci, menjadi hitam kukunya!

Hek-bin Mo-ong sendiri terluka dalam karena tenaganya membalik dalam adu tenaga sinkang itu, maka dia hanya berdiri tegak sambil mengatur pernapasan dan untuk sementara tidak berani maju lagi. Dalam keadaan seperti itu, kalau dia maju mengadu tenaga sin-kang lagi, luka di dalam tubuhnya akan menjadi semakin parah dan berbahaya.

Melihat betapa Hek-bin Mo-ong agaknya terluka dalam mengadu tenaga sinkang melawan Si Naga Hitam, Siuaw-bin Mo-ong terkejut sekali dan marah. Akan tetapi, si gendut bulat ini cerdik. Dia tahu bahwa kalau Hek-bin Mo-ong saja kalah kuat dalam tenaga sin-kang, dia sendiripun tidak akan mampu menandingi lawan dengan adu tenaga, maka diapun sudah menerjang dengan cepat.

Tubuhnya yang bulat itu seperti sebutir bola raksasa menggelinding dan menerjang ke arah Si Naga Hitam Kwan Bhok Cu. Kakek gagu ini menyambut dengan gerakan rantingnya yang sudah menjadi pendek karena ujungnya hangus dan patah tadi dan segera terjadi perkelahian yang seru antara mereka.

Sementara itu, perkelahian antara Kim Hong dan Toat-beng Mo-ong juga seru bukan main. Diam-diam Kim Hong bersukur bahwa selama dua tahun ini, ia belajar dengan tekun di bawah gemblengan gurunya yang juga bersungguh sungguh. Kalau tidak, bagaimana mungkin ia mampu menahan serangan seorang datuk lihai seperti Toat-beng Mo-ong?

Orang kurus kering yang mukanya muram ini bukan main lihainya. Setiap tangan nya bergerak, menyambar hawa pukulan dahsyat yang mendatangkan angin yang bercuitan. Namun, sepasang pedang di tangan Kim Hong juga merupakan senjata yang ampuh sekali.

Siang-hui-kiam (Sepasang Pedang Terbang) itu menyambar-nyambar bagaikan dua ekor burung walet menyambari kupu-kupu sehingga nampak dua gulungan sinar yang menyilaukan mata dan membingungkan Toat-beng Mo-ong. Juga, gerakan gadis itu lincah dan cepat, tubuhnya lenyap menjadi bayangan hitam dan gerakan tangannya mengandung sin-kang yang cukup kuat.

Diam-diam Toat-beng Mo-ong heran dan kagum bukan main. Belum pernah selama hidupnya dia bertemu lawan seorang gadis muda selihai ini. Dan mengingat bahwa gadis ini murid Hek-liong Kwan Bhok Cu, dapat di bayangkan betapa lihainya sang guru. Teringat akan ini, dia melirik ke arah kedua orang rekannya.

Diapun terkejut. Rekannya yang paling lihai, Hek-bin Mo ong, berdiri seperti patung dan mengatur pernapasan, tanda bahwa datuk ini telah terluka, sedangkan rekan kedua, Siauw-bin Mo-ong nampak menggelinding ke sana sini dikejar oleh bayangan ranting pendek di tangan Si Naga Hitam itu. Celaka, pikirnya.

Dan hampir saja dia yang celaka. Karena memecahkan perhatiannya ke arah dua orang rekannya, hampir saja lehernya ditembus sebatang di antara sepasang pedang Kim Hong! Hanya kepekaannya yang terlatih saja menyelamatkan dengan cepat miringkan kepala. Namun tetap saja ujung daun telinga kirinya disambar senjata tajam sehingga terluka dan berdarah!

Pada saat itu, juga tubuh Siuaw-bin Mo-ong terkena tendangan kaki Hek-liong Kwan Bhok Cu. Ketiga Sam Mo-ong segera berlompatan ke belakang dan maklumlah mereka bahwa kalau perkelahian dilanjutkan, mereka bertiga akan kalah.

"Kwan Bhok Cu!" kata Hek-bin Mo-ong dengan marah. "Saat ini kami mengakui keunggulan engkau dan muridmu. Salah kami yang selama ini tidak memperdalam ilmu sehingga terkejar olehmu. Akan tetapi, jangan harap engkau akan mampu menyembunyikan diri lagi. Kami akan menuntut kepada Beng-kauw! Sampai jumpa!"

Tiga orang kakek itu berlompatan dan turun dari Bukit Nelayan. Si Naga Hitam sendiri lalu duduk bersila dan memejamkan mata, mengatur pernapasan karena dalam perkelahiannya mengadu tenaga sin-kang dengan Hek-bin Mo-ong tadi, isi dadanya terguncang dan sedikit banyak dia sudah terkena hawa beracun dari tangan hitam Hek-bin Mo-ong. Melihat ini, Kim Hong tidak mengganggu gurunya, bahkan iapun duduk bersila di dekatnya dan menghimpun hawa murni karena perkelahian melawan datuktadi menguras tenaga sin-kangnya.
Setelah mendengar gurunya bergerak, Kim Hong membuka matanya dan mereka saling pandang. Si Naga Hitam mengangguk dan tersenyum, lalu menggerakkan ranting yang tinggal pendek itu di udara. Kim Hong memperhatikan dan gurunya menulis.

"Aku girang melihat kemajuanmu sehingga engkau mampu menandingi Toat-beng Mo-ong. Kalau engkau sudah minum darah Ang-thouw-hek-coa, engkau tentu tidak akan takut menghadapi pukulan beracun ke tiga Sam Mo-ong tadi. Bawa ke sini ular hitam kepala merah itu. Cepat!"

Kim Hong menahan pertanyaan yang menyesak di dadanya, dan menaati perintah gurunya. Keranjang kecil berisi ular hitam keci itu diletakkan di depan gurunya yang masih duduk bersila.

"Ambil sebuah cawan besar dari peti obatku ke sini." Gurunya menulis lagi dan perintah inipun cepat dilaksanakan oleh Kim Hong.

Si Naga Hitam lalu memilih beberapa obat bubuk berwarna putih dan merah, menuangkan sebagian dari bungkusan obat itu ke dalam cawan besar. Kemudian, dia membuka tutup keranjang dan begitu ular hitam kecil itu berdiri dan kepalanya keluar dari keranjang, secepat kilat tangannya menyambar dan dia telah menangkap ular itu dengan jepitan ibu jari dan telunjuk kanannya pada leher ular! Kemudian, jari-jari tangan lainnya menjepit tubuh ular itu dari leher, lalu ditarik ke bawah.

Kulit tubuh itu pecah dan semua darah dan benda cair yang berada di tubuh ular itupun keluar, ditampung kedalam cawan yang sudah diisi dua macam obat bubuk tadi. Ular itu seperti diperas, dan kini tubuh yang mati itu tinggal kulit dan daging yang kering dan gepeng!

Kim Hong bergidik ketika gurunya mengaduk cairan yang setengah cawan bercampur obat itu lalu disodorkan ke padanya, ia harus minum cairan darah dan obat itu! Baru melihatnya saja ia sudah hampir muntah! Gurunya tersenyum dan menulis di udara.

"Jepit hidungmu, pejamkan matamu, dan minum cepat!"

Kim Hong tidak berani membantah, ia tahu bahwa darah itu tentu berbahaya bukan main karena ular itu merupakan ular yang sangat berbisa. Darahnya tentu mengandung bisa yang amat berbahaya, dan kini gurunya minta agar ia meminumnya!

Akan tetapi, ia percaya sepenuhnya kepada gurunya. Dengan tangan kanan memegang cawan, ia menggunakan tangan kiri menjepit hidungnya dan memejamkan matanya. Kini ia tidak dapat melihat lagi, tidak dapat mencium lagi, maka perasaan muakpun berkurang banyak, hanya yang tersisa dalam ingatan saja.

Memang segala macam kemuakan timbul melalui penglihatan dan penciuman, juga pendengaran walaupun tidak sekuat yang pertama. Rasa tidak enak di mulutpun akan banyak berkurang apabila hidung dipencet dan mata dipejam. Kim Hong menuangkan isi cawan dalam tenggorokannya dan menelannya. Cairan itu tertelan semua dan ia me lepaskan cawan kosongnya ke atas tanah. ia membuka mata dan bertemu pandang dengan gurunya, ia tersenyum. Rasa masam dan manis, juga amis, memenuhi mulutnya.

Tiba-tiba ia memejamkan atanya, kepalanya berdenyut-denyut pusing, pandang matanya berkunang, tubuhnya terasa panas seperti terbakar dan iarpun ia mencoba untuk menahan, tetap saja ia tidak kuat karena tubuhnya seperti hanyut dan iapun terguling roboh dan pingsan!

Setelah ia siuman, ia mendapatkan dirinya sudah berada di atas pembaringan, di dalam kamarnya, dan gurunya duduk di bangku. Bau yang aneh memenuh hidungnya dan melihat ada asap mengepul di sudut kamar, ia tahu bahwa gurunya sedang memasak sesuatu yang menimbulkan bau itu. Melihat muridnya siuman, Naga Hitam lalu menulis di udara.

"Aku akan memberimu minuman untuk meredakan pengaruh darah beracun ular, akan tetapi akan bangkit kekuatan yang mungkin sukar kau kendalikan maka engkau akan kutotok dan kaki tanganmu kuikat. Jangan khawatir, itu adalah akibat bekerjanya racun dan obat. Siapkah engkau?"

Kim Hong masih merasa betapa tubuhnya panas seperti dibakar dari dalam. Melihat ucapan yang ditulis gurunya, ia hanya dapat mengangguk, siap menghadapi apa saja untuk mematuhi gurunya. ia pasrah sepenuhnya karena yakin bahwa semua itu dilakukan gurunya untuk kebaikan dirinya.

Dengan gerakan yang amat cepat Hek-liong Kwan Bhok Cu menggerakka ranting baru yang berada di tangannya dan menotok tujuh jalan darah di tubuh muridnya yang seketika merasa betapa seluruh tubuhnya tidak mampu digerakkan. Kemudian, gurunya mengambil sebuah tali dari kain sutera yang kuat mengikat pergelangan kedua kaki tangannya dengan kuat sehingga andai kata ia tidak ditotok sekalipun, ia tidak akan mampu menggerakkan kaki dan tagannya. Bahkan ia tidak dapat mengerahkan tenaga sama sekali.

"Sekarang minum kuah ini sampai habis," gurunya menulis, lalu mengambil poci obat yang sudah sejak tadi di masak dan kini masih hangat, menuang isinya setengah mangkok lebih, kemudian dia membantu muridnya duduk dan dekatkan mangkok pada mulut Kim Hong.

Gadis itu dengan patuh minum obat yang terasa pahit dan berbau aneh, akan tetapi tidaklah memuakkan seperti darah ular tadi. Kemudian ia direbahkan kembali. Rasa panas masih membakar seluruh tubuhnya dan ia mendengar suara gemuruh di kedua telinga. Ia memandang wajah gurunya dan Naga Hitam itu menulis lagi di udara.

"Pejamkan matamu dan tidurlah."

Kim Hong memejamkan matanya. Perlahan-lahan, panas yang membakar itu mulai mereda, dan makin nyaman rasanya, akan tetapi suara dalam kepalanya semakin gemuruh sampai hampir tak tertahankan. Kemudian, terasa olehnya dalam perut di bawah pusar bergolak, bergerak seolah-olah ada sesuatu yang hidup di sana. ia yang sudah mempelajari menggunakan tenaga sin-kang, tahu bahwa di dalam tan-tiang di bawah pusarnya terjadi pergolakan tenaga yang dahsyat sekali, ia berusaha mengendalikan tenaga itu, akan tetapi gagal.

Tenaga itu seperti liar dan menerobos ke seluruh tubuhnya dan ia mendengar suara tulang-tulang atau otot-ototnya berkeretakan! Dan ia merasa betapa semua jalan darahnya terbuka, bahkan yang tadinya tertotok kini terbuka dengan sendirinya! Tenaga dahsyat itu memaksa tangan kakinya bergerak, matanya terbelalak, hidungnya kembang kempis dan kedua telinganya juga menjadi peka sekali. ia melihat gurunya bangkit berdiri dan memandang kepadanya, ranting di tangan.

Kaki dan tangannya meronta dari ikatan, Kim Hong maklum bahwa suatu tenaga yang dahsyat dan liar. ia mencoba untuk mengendalikan dan tidak menggerakkan tangan kaki, namun semua usahanya sia-sia. Bagaikan memiliki kehidupan sendiri di luar kekuasaan hati dan akal pikirannya, kaki tangannya bergerak dan... semua tali sutera yang mengikat pergelangan kaki tangannya putus! Dan iapun seperti dilontarkan ke atas, meloncat turun dari pembaringan, kaki tangannya bergerak-gerak seperti orang kesetanan.

Ketika ia memandang gurunya dengan tubuh bergoyang-goyang. gurunya cepat menggerakkan ranting di tangan menulis di udara. "Cepat salurkan tenaga itu untuk menyerangku!"

Memang ada dorongan hebat dari dalam untuk mempergunakan tenaga itu, tenaga dahsyat yang seolah memaksanya untuk menggerakkan kaki tangan, mempergunakannya dalam gerakan yang teratur. Akan tetapi, Kim Hong masih menyadari bahwa ia tidak boleh menyerang gurunya. Andaikata di situ terdapat musuh, ketiga Sam Mo-ong umpamanya, tentu tanpa diperintah lagi ia sudah menyerang mereka, menggunakan tenaga yang bergolak di dalam tubuhnya itu.

Akan tetapi gurunya? Tidak, ia tidak akan menyerang gurunya! Karena pertentangan antara dorongan tenaga itu dan kesadaran batinnya, tubuhnya semakin bergoyang-goyang tidak karuan, seolah ada binatang buas di dalam tubuhnya yang meronta dan mengamuk minta dilepaskan dari kurungan.

Melihat ini, tiba-tiba Hek-liong Kwan Bhok Cu menggerakkan ranting di tangannya menyerang. Terdengar suara bercuitan nyaring ketika ranting itu meluncur dan menusuk ke arah mata Kim Hong! Tentu saja gadis itu terkejut dan secara otomatis, ia mengelak dengan mendoyongkan tubuh ke kiri. Dan secara refleks pula, tangannya menangkis dengan gerakan berputar.

"Wuuut, plakk!"

Dan gadis itu terkejut bukan main. Ia merasa betapa gerakannya ringan bukan main, dan ketika tangannya menangkis ranting, ia merasa betapa tangannya membentur benda yang amat kuat sehingga ia terhuyung ke samping, akan tetapi gurunya juga terhuyung! Dan gurunya sudah menyerang lagi, lebih cepat dan dahsyat.

Karena serangan gurunya itu merupakan serangan maut, terpaksa Kim Hong melawannya. Gadis yang amat cerdik ini tidak merasa kaget dan heran lagi karena kini ia tahu bahwa ia dikuasai tenaga mujijat akibat racun dan obat, dan gurunya melihat bahwa jalan satu-satunya agar ia dapat mengendalikan tenaga itu adalah dengan jalan mempergunakan tenaga itu dalam gerakan silat yang sungguh-sungguh!

Terjadilah pertandingan yang amat hebat. Karena saling mengenal jurus dan gerakan masing-masing dalam me nyerang dan menangkis, maka mereka seperti sedang berlatih saja. Akan tetapi, Si Naga Hitam mengerahkan semua tenaganya untuk mengimbangi tenaga dahsyat Kim Hong ketika gadis itu mulai membalas serangannya dan memang tenaga dari dalam tubuh gadis itu luar biasa dahsyatnya.

Setelah lewat limapuluh jurus, Kim Hong mulai dapat mengendalikan tenaga dahsyat itu. Terasa betapa tenaga itu mulai jinak dan menurut kehendak hatinya. Setelah merasa benar bahwa ia mampu mengendalikannya, iapun meloncat kebelakang dan berdiri tegak, tidak lagi kaki tangannya bergerak walaupun ia masih merasakan getaran di dalam tubuhnya.

"Cukup, suhu. Teecu telah dapat mengendalikannya!" katanya, girang dan terharu melihat betapa gurunya yang tadi melawan sungguh-sungguh itu nampak kelelahan dan mukanya basah oleh keringat.

Hek-liong Kwan Bhok Cu berhenti pula dan dia menghela napas panjang, mulutnya tersenyum dan matanya bersinar-sinar. Dia menggunakan lengan baju kiri untuk menghapus keringatnya, kemudian rantingnya bergerak menulis di udara.

"Kita berhasil! Mulai saat ini, bukan saja engkau akan kebal terhadap segala macam racun, juga tenaga sin-Kangmu menjadi amat kuat. Aku yakin engkau akan mampu mewakili gurumu melakukan sebuah tugas yang berat."

Kim Hong menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya. "Teecu siap melaksanakan perintah suhu, bagaimanapun beratnya!"

Gurunya menggunakan ujung ranting menyentuh pundak muridnya. Ketika gadis itu mengangkat muka memandangnya, dia memberi isyarat kepada Kim Hong untuk memasuki pondok mereka. Setelah mereka duduk saling berhadapan, sebelum gurunya memberi perintahnya, Kim Hong mempergunakan kesempatan itu untuk mengeluarkan dorongan hatinya yang timbul sebelum ia minum darah ular tadi, yang timbul oleh pertemuan mereka dengan Sam Mo-ong.

"Suhu, harap suka memaafkan tee-cu atas kelancangan teecu ini. Ketika Sam Mo-ong muncul dan mendengarkan ucapan mereka terhadap suhu, timbul keinginan tahu yang mendesak dalam hati teecu. Benarkah suhu dahulu tidak gagu dan mengapa sekarang menjadi gagu? Dan mengapa pula mereka mengatakan suhu telah berkhianat kepada dunia kang-ouw ? Suhu adalah satu-satunya orang yang dekat dengan teecu, sudah teecu anggap sebagai pengganti orang tua. Teecu ingin sekali mengetahui riwayat suhu."

Hek-liong Kwan Bhok Cu menghela napas panjang dan wajahnya yang masih tampan itu nampak muram, lalu dia memejamkan matanya. Sampai beberapa lamanya dia berdiam diri, dan Kim Hong tetap menanti. Akhirnya, Si Naga Hitam menggerakkan ranting di tangannya, menulis,, diikuti penuh perhatian oleh muridnya. Kim Hong tidak mau melepaskan sehurufpun dari tulisan gurunya karena gurunya sedang menceritakan riwayat singkatnya melalui tulisan itu.

Dengan singkat Si Naga Hitam mem buka rahasia dirinya kepada muridnya, padahal selama bertahun-tahun ini dia menyembunyikan atau merahasiakannya. Hal ini adalah karena dia memang merasa sayang sekali kepada muridnya itu, yang dianggap seperti anaknya sendiri. Dalam kehidupannya yang kosong dan kering selama bertahun-tahun ini, dia merasa hidupnya ada artinya kembali setelah Kim Hong menjadi muridnya. Gadis itu bagaikan sinar terang yang sedikit banyak menerangi pula hatinya yang gelap.

Beberapa tahun yang lalu dia masih menjadi seorang tokoh dari perkumpulan rahasia Beng-kauw, sebuah perkumpulan golongan hitam yang sesat dan aneh. Karena Kaisar Beng Ong pernah mengirim pasukan menyerang dan mengobrak abrik sarang Beng-kauw, maka timbul dendam terhadap kaisar itu dan pada suatu hari, Kwan Bhok Cu mendapat tugas dari Beng-kauw untuk membunuh Kaisar Beng Ong.

Dia mendapat kepercayaan ini karena dia merupakan orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga hidup membujang sejak muda sehingga andaikata dia gagal dalam tugasnya dan tewas, tidak ada anggauta keluarganya yang akan kehilangan.

Pada suatu malam yang gelap dan dingin, Kwan Bhok Cu berhasil menyusup ke dalam istana. Dalam pencariannya terhadap Kaisar Beng Ong, dia melihat seorang selir kaisar yang membuatnya tergila-gila. Dia menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan di mana adanya kaisar.

Akan tetapi, selir itu bahkan membuat dia tergila-gila karena selir itu luar biasa cantiknya, ia adalah selir yang dikenal sebagai Puteri Harum, yaitu Yang Kui Hui. Wanita cantik ini baru sebulan menjadi selir Kaisar Beng Ong, atau jelasnya, dirampas dari suaminya, yaitu Pangeran Shou dan dipaksa menjadi selir kaisar.

Mendengar betapa pria tampan dan gagah itu hendak membunuh kaisar, Yang Kui Hui membujuknya agar jangan melakukan perbuatan nekat dan berbahaya itu. Kwan Bhok Cu terbujuk, bahkan jatuh cinta kepada Yang Kui Hui. Wanita ini, demi menyelamatkan nyawa kaisar, rela menyerahkan diri kepada Kwan Bhok Cu.

Mereka mengadakan hubungan dan Kwan Bhok Cu disembunyikan oleh Yang Kui Hui. Sampai tiga hari dia berhasil bersembunyi. Pada hari keempat, atas pemberitahuan Yang Kui Hui, dia disergap sepasukan pengawal. Kwan Bhok Cu menggunakan kepandaiannya menyelamatkan diri keluar dari istana.

Tentu saja dia dianggap pengkhianat oleh Beng-kauw, juga oleh para tokoh kangouw, apa lagi setelah pasukan pemerintah kembali menyergap Beng-kauw dan orang-orang kang-ouw yang sedang megadakan pertemuan di markas Beng-kauw Pasukan dapat mengetahui sarang baru itu karena diberi tahu oleh Yang Kui hui yang berhasil mengorek rahasia dari mulut Kwan Bhok Cu yang tergila-gila kepadanya.

"Demikianlah," Kwan Bhok Cu mengakhiri ceritanya melalui tulisan di udara, "orang-orang kang ouw memusuhi ku dan hendak membunuhku. Para pimpinan Beng-kauw mengusirku dan tidak mengakui aku lagi, akan tetapi masih melindungiku dengan pernyataan bahwa mereka telah membunuhku. Aku terpaksa menyembunyikan diri dan menjadi orang gagu. Siapa kira, hari ini rahasia ku diketahui Sam Mo-ong yang tentu akan menuntut kepada Beng-kauw, Keselamatanku terancam, aku harus pergi sekarang juga dari sini."

"Akan tetapi, suhu. Mengapa kita harus lari? Biar kita lawan siapa saja yang hendak membunuh suhu!" kata Kim Hong marah.

"Tidak mungkin kita mampu menandingi para tokoh Beng-kauw. Mereka terlalu banyak. Juga aku tidak mau memusuhi mereka, aku dibesarkan di antara mereka. Aku tidak ingin membuat engkau ikut menjadi korban. Di samping itu, aku mempunyai tugas untukmu yang harus kau laksanakan." Tulis Kwan Bhok Cu.

Kim Hong merasa terharu membaca tulisan tentang riwayat suhunya itu ia dapat membayangkan ketika suhunya menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan tempat di mana kaisar berada, betapa selir yang cantik jelita telah menjatuhkan hati suhunya yang selalu hidup membujang. Karena jatuh cinta kepada selir kaisar, suhunya kehilangan segala-galanya, bahkan diasingkan dari Beng-kauw, dimusuhi orang-orang kangouw.

"Katakan, apakah tugas itu, suhu ? Teecu akan melaksanakan semua perintah suhu."

"Banyak hal terjadi di kota raja," tulis Si Naga Hitam. "Panglima An Lu Shan dari Peking telah menyerbu dan menguasai kota raja Tiang-an. Kaisar melarikan diri ke barat, ke Se-cuan. kabarnya, dalam perjalanan mengungsi itu, selir Yang Kui Hui telah dijatuhi hukuman mati, demikian pula saudaranya, Menteri Yang Kok Tiong. Kaisar terlunta-lunta di Se-cuan dan mungkin sedang menghimpun kekuatan. Ada desas-desus bahwa pusaka istana yang menjadi andalan kekuasaan kaisar, yaitu Giok-ong-cu (Mestika Hong Kemala) hilang, sekarang, aku minta agar engkau suka membantu kaisar, kalau mungkin mencari dan merampas kembali pusaka itu dan mengembalikan kepada kaisar yang berhak dan juga, engkau harus membantu Kerajaan Tang untuk bangkit kembali, membantu untuk menghancurkan pemberontak An Lu Shan itu."

Diam-diam Kim Hong merasa heran mengapa gurunya demikian sungguh-sungguh membela kaisar. Agaknya tidak mungkin kalau hal ini didorong oleh kesetiaannya kepada kaisar. Bukankah pernah gurunya itu bahkan hampir membunuh Kaisar Beng Ong? Ataukah gurunya ingin menebus dosa, dan juga membela kematian Yang Ku i Hui yang tetap dicintanya? Ia tidak mengerti dan tidak mampu mencari jawabannya, juga tidak berani bertanya kepada gurunya yang nampak sudah sedemikian sedihnya.

"Baik, suhu. Teecu akan menaati perintah suhu. Lalu, kapan kiranya kita dapat bertemu dan berkumpul kembali?"

Si Naga Hitam tersenyum dan menulis, "Jangan tanyakan itu. Kalau Tuhan masih memberiku usia panjang, suatu saat kita pasti akan saling jumpa. Aku tidak akan berada di sini lagi karena tak lama lagi tentu banyak tokoh kang-ouw akan menyerbu ke sini."

Setelah berkemas, membawa buntalan pakaian dan menerima sekantung berisi beberapa potong emas dan perak sebagai bekal perjalanan, Kim Hong berpisah dari gurunya, meninggalkan Bukit Nelayan, dan menyusuri Sungai Huai menuju ke barat, ia mempunyai dua macam tugas dalam hidupnya, yaitu pertama ia akan pergi mencari ayahnya yang belum pernah dilihat seumur hidupnya, ia hanya tahu dari ibunya bahwa ayahnya bernama Can Bu, seorang laki-laki yang gagah perkasa, akan tetapi ia tidak tahu di mana ayahnya berada.

Akan tetapi mengingat cerita ibunya bahwa ayahnya adalah seorang perwira, besar kemungkinan ia akan mendapatkan keterangan tentang ayahnya di kota raja. Sayang sekali, sekarang terjadi pergolakan di kota raja, bahkan kaisarnya melarikan diri dan kota raja diduduki oleh pemberontak An Lu Shan.

Adapun tugas kedua adalah tugas yang diperintahkan gurunya kepadanya, yaitu membantu kaisar, menentang An Lu Shan, dan membantu kembalinya Giok-hong-cu yang hilang. Berita tentang hilangnya mestika burung Hong Kemala telah tersebar di dunia kangouw, menarik perhatian para tokoh kangouw karena semua orang maklum bahwa benda itu merupakan pusaka yang amat berharga bahkan menjadi tanda kekuasaan seorang kaisar!

Tentu saja setiap orang ingin memilikinya. Kaisar sendiri dan juga Panglima Kok Cu terkejut dan terheran-heran mendengar desas-desus lenyapnya pusaka itu tersiar di luar. Padahal, hanya mereka berdua yang mengetahuinya, bahkan, telah dibuatkan yang palsu untuk menggantikan yang hilang. Mereka berdua tidak tahu bahwa ketika mereka bicara tentang hilangnya pusaka itu, pembicaraan mereka terdengar oleh seorang thai-kam.

Thaikam ini memang sudah menaruh curiga ketika Panglima Kok menggeledah seluruh rumah Menteri Yang Kok Tiong, bahkan menggeledah pakaian yang mene mpel di mayat bekas menteri itu! Dan thaikam itulah yang menyebarkan berita kehilangan pusaka itu keluar.

* * *

Pemuda itu tidak pantas sekali menjadi pengemis. Dia berusia duapuluh satu tahun, mukanya bundar dan bersih, alis matanya tebal dan sinar matanya tajam, wajah yang tampan dan tubuh yang tegap sedang itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia seorang pemuda yang lemah atau pemalas, yang pantas mengemis. Sama sekali tidak! Bahkan biarpun dia mengenakan pakaian yang penuh tambalan, namun pakaiannya bersih dan gerak geriknya halus lembut, bahkan agung.

Akan tetapi kenyataannya, di berada di kuil tua yang tak dipakai lagi itu, tempat yang biasanya hanya menjadi tempat persinggahan para pengemis, dengan pakaian tambal-tambalan, duduk bersila di lantai berhadapan dengan seorang pengemis lain yang usianya sudah enam puluh dua tahun, tubuhnya kurus kering dan bongkok, rambutnya riap-riapan kelabu, jenggotnya panjang, juga pakaiannya penuh tambalan.

Akan tetapi, seperti juga pengemis muda tadi, biar pakaiannya penuh tambalan, namun pakaian itu bersih, dan tubuhnya juga bersih, tanda bahwa dia sering kekamar mandi membersih kan tubuhnya. Mereka memang pengemis. Akan tetapi mereka memang pengemis istimewa, guru dan murid yang luar biasa karena pengemis tua itu terkenal sekali di dunia persilatan. Dia adalah Sin-tung Kai-ong (Raja Pengemis Tongkat Sakti) yang namanya terkenal dari Tiang-an (kotaraja) sampai ke Lok-yang, ibu kota ke dua.

Dan muridnya itupun seorang pengemis aneh, karena dia adalah seorang pemuda bangsawan, putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong, keponakan mendiang selir kaisar Yang Kui Hui yang terkenal! Pemuda itu adalah Yang Cian Han yang seperti telah kita ketahui, dua tahun yang lalu menjadi murid pengemis tua itu dan ke manapun gurunya pergi, dia ikut dan juga dia hidup sebagai seorang pengemis. Pengemis aseli karena dia diharuskan mengemis untuk mendapatkan uang atau makanan bagi mereka berdua!

Dapat dibayangkan betapa hebat perubahan hidup yang dialami Cin Han. Tadinya, sebagai putera Menteri Yang Kok Tiong, dia hidup berenang dalam kemuliaan dan kemewahan. Pakaian apapun yang dikehendaki, makanan mahal bagaimanapun yang diinginkan, dia tinggal perintah saja dan semua itu akan dihadapkan kepadanya. Apa lagi mengemis! Makan makanan sederhanapun belum pernah dia rasakan.

Selalu daging dan sayur pilihan, yang serba mahal dan dimasak oleh koki yang pandai. Sekarang, untuk dapat makan bersama gurunya, dia diharuskan mengemis makanan seadanya atau uang pembeli makanan yang murah. Terpaksa Cin Han menaati perintah gurunya. Hanya satu hal dia pantang, yaitu menerima makanan bekas! Biar murah dan sederhana, makanan yang diberikan kepadanya haruslah baru dan bukan sisa!

"Suhu, teecu mohon suhu dapat mengijinkan teecu pergi. Teecu berjanji akan segera kembali menemani dan melayani suhu setelah teecu tahu apa yang telah terjadi dlengan ayah dan ibu teecu," pemuda itu berkata dengan suara memohon.

Akan tetapi, kakek pengemis itu menggeleng kepalanya. "Tenang dan sabarlah, Cin Han. Apakah percuma saja selama ini aku mengajarkan ketenangan dan kesabaran kepadamu?" tegur kakek itu.

Cin Han menghela napas. Tentu saja selama dua tahun ini, selain mendapatkan tambahan ilmu silat yang hebat dari gurunya, da juga menclapatkan hal lain yang amat berharga. Kehidupan sebagai pengemis membuat dia dapat merasakan kesengsaraan orang-orang yang miskin dan kelaparan, membuat dia menjadi rendah hati, dan biarpun dahulu dia bukan seorang pemuda bangsawan yang sombong, namun semua sisa keangkuhan sebagai bangsawan, kini terhapus oleh kehidupan sebagai pengemis selama dua tahun ini.

"Suhu tentu telah mengetahui keadaan hati teecu. Teecu cukup sabar, akan tetapi, kalau teecu tidak cepat menyelidiki keadaan ayah ibu teecu, bukankah teecu menjadi seorang anak yang tidak berbakti terhadap orang tua? Tentu suhu juga tidak suka mempunyai seorang murid yang murtad kepada ayah ibu sendiri."

"Hemm, engkau tidak perlu memancing hatiku, Cin Han. Engkau tahu, peristiwa di kota raja adalah peristiwa pemberontakan, perang dan kita sama sekali tidak dapat mencegahnya. Bagaimana mungkin kita mencegah gerakan ratusan ribu pasukan? Tuhan Maha Adil, siapa menanam dia menuai dan memakan hasil tanamannya. Itulah hukum karma, Cin Han. Kalau orang tuamu dahulu menanam bibit yang baik, tentu sekarang memetik hasil buah dari tanaman itu dan menikmatinya, kalau sebaliknya, jangan engkau penasaran! Aku mendengar bahwa Kaisar telah melarikan diri ke barat, dan kota raja telah diduduki pemberontak An Lu Shan. Engkau tidak dapat melakukan apapun untuk mengubahnya..."
Selanjutnya,

Mestika Burung Hong Kemala Jilid 05

Mestika Burung Hong Kemala

Karya : Kho Ping Hoo
Cerita silat Mandarin Karya Kho Ping Hoo
Jilid 05
MEREKA semua memandang ke arah pohon, akan tetapi tidak melihat raksasa hitam itu di sana. Dan tiba-tiba dari pohon lain yang letaknya agak jauh, terdengar suara si raksasa hitam.

"Nona, kalau engkau bukan seorang pengecut rendah, katakan siapa namamu dan di mana engkau tinggal!"

Mendengar ini, si mata sipit cepat memberi isyarat kepada Kim Hong dengan gelengan kepala agar tidak mau mengaku. Akan tetapi, satu pantangan besar bagi seorang yang gagah, apa lagi yang wataknya keras seperti Kim Hong, adalah kalau ia disangka pengecut!

"Heii, Hek-bin Mo-ong manusia sombong! Ternyata kepandaianmu tidak sebesar nama julukan mu! Engkaulah yang pengecut besar, buktinya engkau melarikan diri. Namaku tidak perlu kau ketahui, akan tetapi kalau engkau merasa penasaran dan hendak mencari aku, datang saja ke puncak Bukit Nelayan di tepi Sungai Huai. Jelas?"

Tidak ada jawaban dari Hek-bin Mo-ong, akan tetapi Kim Hong yakin bahwa datuk itu tentu telah mencatat tempat tinggalnya dan mungkin sekali akan muncul di sana. ia menertawakan dalam hati. Kalau dia berani muncul di sana dan bertemu suhu, berarti dia seperti seekor ular mencari penggebuk!

Tiba-tiba ia dikejutkan oleh dua belas orang pemuja ular itu yang menjatuhkan diri berlutut dan menghadap kepadanya! Tentu saja ia merasa heran. "Eh-eh, apa-apaan kalian ini?"

Si mata sipit mewakili kawan-kawannya berkata, "Nona telah menyelamatkan kami dan menolong kami dari ancaman Hek-bin Mo-ong. Bagi kami, nona adalah dewi penolong dan karena itu, mulai saat ini, kami menganggap nona seorang di antara para dewi dan kami memberi nama kehormatan bagi nona, yaitu Ouw-coa Sian-li (Dewi Ular Hitam)!"

Duabelas orang itu memberi hormat sambil berlutut dan mulut mereka tiada hentinya menyebut Ouw-coa Sian-li, lalu mereka bernyanyi seperti tadi. Dan bermunculanlah ular-ular tadi dan kini semua ular mengelilingi tempat Kim Hong berdiri!

Meremang rasanya semua bulu di tubuh gadis itu. ia merasa seperti bukan manusia lagi, disembah duabelas orang yang menyanyikan lagu aneh, dan dikelilingi ratusan ekor ular yang seolah juga menyembahnya.

"Saudara-saudara sekalian, sudah, cukuplah semua ini. Sesungguhnya aku datang ke Bukit Hitam ini karena suatu keperluan, akan tetapi setelah bertemu dengan kalian, aku jadi sungkan untuk mengatakan apa keperluanku itu karena mungkin sekali kalian tidak setuju, walaupun agaknya hanya kalian pula yang akan mampu membantuku."

Si mata sipit berkata, "Sian-li (Dewi), engkau kami anggap sebagai dewi pelindung. Apapun yang kauinginkan, kami akan membantu, walau hal itu membahayakan nyawa kami sekalipun."

"Aku disuruh oleh guruku untuk mencari seekor ular!"

"Ahhh....!" Semua orang terkejut dan hal ini sudah diduga oleh Kim Hong. Orang-orang ini memuja ular dan begitu sayang kepada ular, tentu tidak akan senang mendengar ia datang untuk mencari seekor ular!

"Sekali lagi maafkan, tadi aku memang telah membunuh dua ekor ular, akan tetapi hal itu hanya terjadi karena mereka menyerangku."

"Sianli mencari seekor ular? Ular apakah itu?" tanya si mata sipit.

"Ular istimewa yang tidak kulihat di antara semua ular ini. Menurut suhu, ular itu disebut ang-thouw-hek-coa...."

"Ahhh....!" kembali dua belas orang itu berseru dan sekali ini semua mata terbelalak memandang kepada Kim Hong.

"Sianli, untuk apakah engkau mencari ular hitam kepala merah itu? Ular itu langka sekali di dunia, dan di Bukit Hitam ini pun, hanya ada sejodoh dan setiap kali bertelur, hanya sebuah!"

Kim Hong merasa girang. Jawaban itu saja menunjukkan bahwa mereka ini tentu tahu di mana adanya ular yang di carinya. "Harap kalian semua jangan berlutut dan marilah kita duduk bicara dengan baik setelah kini kita menjadi sahabat."

Si mata sipit menurut. Dia bangkit dan semua orang mengikutinya, dan kini mereka duduk sekelompok menghadapi Kim Hong. Gadis ini adalah seorang yang cerdik, ia tahu bahwa agaknya, tanpa bantuan mereka ini, tidak akan mudah baginya untuk mendapatkan ular yang dicarinya. Maka, ia harus dapat menyenangkan hati mereka dan tidak menonjolkan keinginannya sendiri.

"Sekarang kuharap kalian lebih dahulu mengurus jenazah rekan kalian yang terbunuh oleh iblis tua tadi, juga jenazah-jenazah yang kulihat di mana-mana itu. Setelah semua jenazah itu dikubur baik-baik barulah kita bicara. Aku akan menemani kalian agar tidak di ganggu lagi oleh iblis tua tadi."

Si mata sipit menghaturkan terima kasih dan mereka semua kelihatan gembira. Semua ada tujuh orang yang terbunuh oleh Hek-bin Lo-mo, sehingga kini sisa kelompok mereka hanya tinggal duabelas orang. Dengan ditemani Kim Hong, mereka mengambil semua jenazah dan mengumpulkannya di tempat terbuka itu, kemudian, setelah melakukan upacara sembahyang yang aneh, diramaikan pula upacara itu dengan sebuah tarian yang berlenggang-lenggok mirip tubuh ular, dilakukan tiga orang anggauta wanita dan tiga orang anggauta pria semua jenazah itu lalu dibakar.

Malam itu, Kim Hong melewatkan malam dengan mereka, di dekat tempat pembakaran mayat. Baru setelah pada ke esokan harinya semua abu jenazah ditabur-taburkan terbawa angin ke mana-mana dari puncak bukit, Kim Hong mengajak mereka bercakap-cakap tentang ular hitam kepala merah. ia menceritakan bahwa ia diutus gurunya untuk mencari ular itu sampai dapat dan ia tidak boleh kembali kalau belum membawa ular itu!

"Sian-li, kalau boleh kami mengetahui, siapakah guru sian-li yang mulia?" tanya si mata sipit.

"Guruku adalah Hek-liong Kwan Bhok Cu.......!" kata Kim Hong yang memandang heran melihat sikap semua orang mendengar nama gurunya. "Apakah-kalian telah mengenal nama suhu?"

Si mata sipit menggeleng kepalanya. "Aih, memang sudah nasib, sudah digariskan oleh dewa-dewa ular! Kalau guru sian-li berjuluk Hek-liong (Naga Hitam), maka tentu saja kami semua harus mengalah. Naga Hitam membutuhkan Ular Hitam, tentu saja sudah sepatutnya. Ketahuilah, sian-li. Ang-thouw-hek-coa yang dimaksudkan itu ada pada kami. Racunnya pula yang dicari-cari oleh iblis tua tadi. Dan ular sakti inilah yang menjadi sumber rejeki kami."

"Ahh.... kalau begitu,. bagaimana mungkin aku sampai hati untuk merampas sumber rejeki kalian?" kata Kim Hong dengan cerdik.

Si mata sipit tersenyum. "Sebelum kita melanjutkan, kami harap sian-li melihat apa yang akan terjadi, bagaimana kami memanfaatkan daya guna Ang-thouw-hek-coa untuk memberi rejeki kepada kami."

Dia lalu memberi isyarat kepada kawan-kawannya dan duabelas orang itu kini membentuk setengah lingkaran seperti kemarin, lalu mereka menyanyikan lagu yang aneh itu. Kim Hong dipersilakan menonton pertunjukan itu dari cabang pohon karena kata mereka, kalau gadis itu berada di atas tanah, ada saja bahayanya diserang ular. Kim Hong meloncat dan nongkrong di atas cabang pohon paling rendah sehingga ia memperoleh tempat yang paling tepat untuk menonton apa yang akan terjadi di bawahnya.

Kini si mata sipit meniup sulingnya. Suara yang melengking-lengking terdengar dan tak lama kemu dian, ular-ular sudah berkumpul di tempat itu seperti kemarin. Akan tetapi sekali ini lebih banyak, seolah seluruh ular di bukit itu berkumpul. Mereka nampak jinak dan melingkar-lingkar di tengah tempat terbuka itu.

Kemudian, si mata sipit mengeluarkan sebuah keranjang dan membuka tutupnya. Dari atas, Kim Hong dapat melihat dengan jelas bahwa keranjang itu berisi seekor ular yang kecil saja, sebesar ibu jari tangannya, tubuhnya sepanjang dua jengkal lebih dan kulit tubuh itu hitam legam mengkilat. Akan tetapi yang mengagumkan adalah kepalanya. Kepala itu merah seperti api! Dan sepasang mata ular lebih merah lagi, seperti inti api dan mencorong menyeramkan walaupun ularnya hanya sekecil itu.

Kini duabelas orang itu meniup suling mereka. Suara duabelas batang suling yang ditiup me lengking-leng king itu senada dan seirama, sehingga terdengar amat menghanyutkan perasaan. Kim Hong sendiri sampai merasa tergetar sehingga cepat ia mengerahkan sin-kang agar jangan sampai gemetar dan terjatuh dari atas pohon.

Kemudian, setelah beberapa menit duabelas batang suling itu ditiup dalam lagu yang aneh dan asing bagi telinga Kim Hong, ular kecil itu bergerak keluar dari dala m keranjang, turun ke atas tanah dan mulailah ular itu menari-nari. Benar-benar menari sehingga hampir saja Kim Hong terpelanting karena menahan tawanya, ia merasa geli karena lucu bukan main.

Bayangkan saja! Ular itu "berdiri" di atas ekornya dan tubuhnya meliuk-liuk seperti seorang penari yang pinggulnya besar menggoyang-goyangkan pinggul, kepalanya yang merah juga digerakkan ke kanan kiri se suai dengan irama lagu.

"Hi-hik, ular badut!" Kim Hong terkekeh dalam hatinya. Ular yang warnanya amat cerah, hitam mengkilap dan kepalanya merah seperti darah atau api itu, selain indah juga amat lucu ia pernah melihat ular kobra. Rajanya ular ini pun hanya mampu mengangkat kepala dari bawah leher ke atas saja. Akan tetapi ular hitam kepala merah ini mampu berdiri, benar-benar berdiri di atas ekornya yang tidak runcing dan berlenggang-lenggok!

Kemudian, si mata sipit menurunkan sulingnya sedangkan yang lain masih terus meniup suling masing-masing. Kini si mata sipit ikut menari! Sambil duduk bersila, kedua lengannya seperti dua ekor ular yang menari pula, meniru gerakan ular hitam. Agaknya, sang ular yang cerdik namun bodoh bagi manusia itu, menganggap bahwa dia ditemani dua ekor ular lain yang bentuknya aneh akan tetapi pandai menari seperti dia. Atau mungkin dia sudah terbiasa ditemani dua ekor "ular" itu.

Tangan si mata sipit memang berbentuk moncong ular dan kini tiga "ekor" ular itu menari-nari saling mendekati, kadang bersenggolan. Seorang anggauta kelompok menurunkan sulingnya pula dan mengeluarkan seekor katak dari dalam kantung, seekor katak yang besar dan gendut.

Kemudian, tiba-tiba dengan gerakan cepat, si mata sipit telah menangkap leher dan belakang kepala ular hitam yang terpaksa membuka mulutnya lebar-lebar sehingga nampak gigi yang runcing melengkung ke dalam. Orang yang memegang katak tadi mendekatkan katak, lalu si mata sipit menyentuh katak itu dengan moncong ular yang segera menggigit katak. Katak itu meronta sebentar lalu terdiam. Si mata sipit menarik kepala ular sehingga terlepas, lalu menggigitkan lagi sampai berulang kali. Tubuh katak itu berubah menghitam!

Dan gerakan ular itu makin lemah seolah-olah dia kehabisan tenaga, bahkan setelah katak yang sudah mati dan berubah hitam itu dimasu kkan kantung kembali dan ular itu dilepas, dia nampak lemas dan gerakannya lambat.

Dan Kim Hong kini menyaksikan peristiwa yang amat mengherankan hatinya. Seekor ular kobra yang belang-belang sebesar lengan dan nampak ganas sekali, ditangkap oleh si mata sipit. Ular yang berbisa dan biasanya amat ganas ini jinak saja dan ketika dia dilepas di depan ular hitam kepala merah, ular kobra itu nampak ketakutan dan melingkar diam, meletakkan kepalanya di atas tanah di depan ular hitam yang lemas.

Ular hitam agaknya kini dibangkitkan semangatnya oleh tiupan suling yang melengking-lengking, kemudian ular hitam itu menggerakkan kepalanya yang merah, moncongnya dibuka dan dia-pun menerkam dengan moncongnya kearah belakang kepala ular kobra. Ular kobra diam saja dan ular hitam seperti menghisap sesuatu dari kepala bagian belakang ular kobra.

Ketika ular hitam yang kini menjadi agak gesit melepaskan gigitannya, ular kobra tidak mampu bergerak lagi dan telah mati. Lalu si mata sipit mengambil ular ke dua, ular yang ekornya besar dan ekor itu kalau di gerak-gerakkan dapat mengeluarkan bunyi berkerotokan!

Sungguh merupakan ular yang aneh dan langka, akan tetapi yang racunnya jahat bukan main. Sekali terpagut ular ini, jangan harap dapat hidup lebih lama dari dua tiga jam! Seperti juga ular kobra tadi, ular ini "mendekam" di depan ular hitamyang kini menjadi lebih lincah. Si hitam kepala merah itu menerkam seperti tadi dan korbannya diam saja seperti terpesona, membiarkan racun di belakang kepalanya dihisap habis dan diapun tewas!

Baru setelah menghisap habis racun dari belakang kepala enam ekor ular yang paling berbisa, si hitam berkepala merah itu agaknya baru puas dan kenyang, lalu dia dimasukkan kembali ke dalam keranjang kecil oleh si mata sipit, melalui suara suling yang menuntunnya masuk kembali ke tempatnya.

Selesailah pertunjukan itu dan Kim Hong dipersilakan turun. Gadis ini kagum sekali. "Aih, ular itu sungguh lucu. itukah Ang¬thouw-hek-coa yang di cari suhu?"

Si mata sipit tersenyum akan tetapi dia menghela napas seperti orang bersedih. "Benar, sian-li. Dan seperti sian-li melihatnya sendiri tadi, demikianlah kami mengumpulkan racun dan membuatnya menjadi pel untuk dijual. Kami mengumpulkannya melalui ular hitam kepala merah. Ketika kami menggigitkannya kepada katak tadi, maka semua racunnya berpindah ke dalam tubuh katak dan kami akan memeras darah katak yang sudah penuh dengan racun itu. Kemudian, kami memberikan beberapa ekor ular yang paling berbisa untuk dihisap racunnya oleh ang-thouw-hek-coa dan seketika pulih kembali racun dalam tubuhnya. Dengan cara ini, maka setiap tiga hari sekali kami dapat mengumpulkan racun yang banyak karena gigitan ular hitam kepala merah itu mengeluarkan racun yang banyak sekali dan ampuh."

Kim Hong mengangguk-angguk. "Kalau begitu pantas kalian menganggap ular hitam kepala merah itu sebagai sumber rejeki. Lalu bagaimana aku bisa mendapatkan ular seperti itu untuk memenuhi perintah suhu?"

"Kami menganggap sian-li sebagai dewi penolong, maka kami hadiahkan ular ini kepada sian-li untuk diserahkan kepada Si Naga Hitam, guru sian-li!" kata si mata sipit dan semua orang mengangguk-angguk sehingga Kim Hong merasa terharu sekali.

"Akan tetapi..... itu amat merugikan kalian! Lalu bagaimana kalian dapat mengumpulkan racun untuk dijual?" tanyanya agak ragu walaupun tentu saja di dalam hatinya ia merasa girang sekali.

"Jangan khawatir, sian-li. Kami akan mengumpulkan racun seperti dahulu sebelum kami memiliki ular hitam kepala merah, yaitu dengan mengumpulkan dari ular-ular berbisa sedikit demi sedikit. Tentu saja tidak dapat secepat kalau melalui ular hitam kepala merah. Kalau dengan dia kami bisa mengumpulkan sebanyak itu setiap tiga hari, tanpa dia kami akan dapat mengumpulkan racun sebanyak itu dalam waktu tigapuluh hari."

"Aihh! Kalau begitu aku hanya membuat kalian menderita!" seru Kim Hong terkejut.

"Tidak, sian-li. Kamipun sudah kehilangan banyak kawan sehingga jumlah kami tinggal dua belas orang, kami tidak mempunyai kebutuhan yang banyak. Pula, sekitar dua tahun lagi kami akan dapat mencari anak ular ini yang tentu sudah besar dan dapat menggantikan pekerjaan itu."

Akhirnya Kim Hong menerima pemberian itu dan iapun turun dari Bukit Hitam, ditemani oleh duabelas orang itu sampai di bawah kaki bukit. Mereka saling berpisah dan Kim Hong mengucap kan terima kasih kepada mereka.

Di puncak Bukit Nelayan, Hek-li-ong Kwan Bhok Cu yang gagu menerima ke datangan muridnya dengan wajah gembira. Dengan caranya sendiri, yaitu menggerak-gerakkan ranting mencorat-coret huruf di udara, dia "bicara" kepada Kim Hong.

"Engkau dapat cepat pulang membawa ular hitam kepala merah, hal ini menunjukkan bahwa tidak sia-sia aku mendidikmu selama dua tahun lebih ini. 0rang lain belum tentu bisa mendapatkan ular itu selama hidupnya, apa lagi dalam waktu sesingkat ini. Akan tetap aku melihat dari atas tadi bahwa ada tiga bayangan orang yang ikut naik mengikuti mu."

Kim Hong terkejut. Kalau sampai ia sendiri tidak melihat dirinya dibayangi orang dari bawah bukit, hal itu membuktikan bahwa tiga orang yang membayanginya tentulah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.

"Cepat simpan ular itu ke dalam!" kata pula Hek-liong Kwab Bhok Cu melalui coretan rantingnya.

Kim Hong segera menanti perintah gurunya. Dibawanya keranjang kecil ke dalam pondok dan disembunyikannya keranjang Itu ke bawah tempat tidurnya. Setelah itu, ia pun cepat berlari keluar dan berdiri di samping gurunya menanti datangnya tiga bayangan orang yang bergerak dengan cepat seperti terbang menda ki puncak Bukit Nelayan.

Kim Hong memandang dengan penuh perhatian dan setelah tiga orang itu tiba di depannya, diam-diam ia terkejut mengenal bahwa seorang di antara mereka adalah si raksasa hitam Hek-bin Mo-ong! ia tadi belum sempat menceritakan pengalamannya dengan Raja Iblis Muka Hitam kepada gurunya.

Tentu saja gurunya tidak mengenal siapa raksasa hitam itu. Dan melihat dua orang yang lain, ia dapat menduga bahwa agaknya mereka itu adalah rekan-rekan si raksasa hitam. Agaknya tiga orang inilah yang disebut Sam Mo-ong (Tiga Raja Iblis).

Tentu si raksasa hitam itu setelah kalah menghadapi pengeroyokan para pemuja ular yang dibantunya, pergi mengundang dua orang rekannya lalu pergi ke Bukit Nelayan, bahkan membayanginya. Kini ia teringat betapa ia mengaku kepada raksasa hitam itu bahwa ia bertempat tinggal di Pulau Nelayan. Akan tetapi, betapa heran rasa hatinya ketika ia melihat tiga orang itu tidak memandang kepadanya, melainkan kepada gurunya dan mereka bertiga tersenyum-senyum.

"Aha, kiranya Si Naga Hitam Kwan Bhok Cu yang berada di sini! " kata seorang di antara mereka yang tubuhnya pendek berperut gendut sehingga dia nampak bulat. Kakinya pendek dan tertutup jubahnya yang panjang sehingga kalau dia berjalan ke depan, nampaknya seperti menggelundung saja. Orang ini merupa kan orang ke dua dari Sam Mo-ong dan di dunia kang-ouw terkenal sebagai datuk yang berjuluk Siauw-bin Mo-ong (Raja Iblis Muka Ketawa) . Melihat wajahnya yang selalu tawa atau senyum lebar, dia nampak ramah dan baik hati, akan tetapi orang akan merasa ngeri kalau melihat sepak terjangnya. Dia kejam bukan main, suka menyiksa orang sehingga mukanya yang tertawa itu hanya sebagai kedok.

"Hemm, Kwan Bhok Cu ternyata belum mampus seperti dikabarkan orang, dan bersembunyi di tempat ini! Kalau begitu, para pimpinan Hek-kauw telah berbohong, membohongi dunia kangouw!" kata orang ke tiga yang tubuhnya kurus kering seperti orang berpenyakitan dan mukanya selalu cemberut dan keruh.

Inilah orang ke tiga dari Sam Mo-ong yang berjuluk Toat-beng Mo-ong (Raja Iblis Pencabut Nyawa) karena ia terkenal dengan sikap dan wataknya yang pemurung dan pemarah, sedikit saja sebabnya sudah membuat dia turun tangan membunuh orang!

Kim Hong menoleh kepada gurunya, akan tetapi suhunya itu diam saja tidak menanggapi dan kelihatan acuh saja, bahkan nampak mengerutkan alisnya, tanda bahwa orang tua itu merasa tidak senang.

"Ha-ha-ha, Hek- liong Kwan Bhok Cu, kenapa engkau diam saja?" Kini Hek bin Mo-ong berkata dan senyumnya mengejek. "Apakah engkau sudah menjadi tuli dan gagu? Atau engkau pura-pura tidak mengenal lagi kepada kami? Tidak mungkin engkau lupa kepada Sam Mo-ong, ha-ha-ha!"

Kim Hong berkata kepada gurunya. "Suhu, iblis tua hitam ini adalah Hek-bin Mo-ong yang pernah bentrok dengan teecu karena dia hendak membunuhi semua pemuja ular di Bukit Hitam."

"Heh-heh, nona manis. Kiranya engkau murid Si Naga Hitam! Kalau saja engkau tidak mengeroyokku dengan para pemuja ular, tentu sekarang engkau sudah bersenang-senang dengan aku, dan gurumu tentu akan merasakan bagaimana penderitaan orang dikhianati teman sendiri!"

Kim Hong memandang kepada gurunya yang menggerak-gerakkan ranting di tangannya. Kim Hong membaca coretan-coretan di udara Itu. "Katakan kepada mereka bahwa aku tidak mempunyai urusan dengan mereka dan agar mereka cepat pergi."

Kim Hong menghadapi tiga orang kakek itu dengan sikap menantang, lalu berkata, "Sam Mo-ong, suhu tidak mempunyai urusan dengan kalian. Maka, jangan kalian mencari penyakit dan banyak mulut. Pergilah kalau kalian tidak ingin kami hajar sampai mampus! "

Tiga orang itu terbelalak dan nampak marah sekali. "Bocah sombong, engkau belum tahu siapa kami!" bentak Hek-bin Mo-ong. "Dahulupun gurumu ini tidak mampu menandingi aku, apa lagi sekarang. Heii, Hek-liong Kwan Bhok Cu dengar baik-baik. Kami akan mengampuni semua perbuatanmu yang memalukan di masa lalu kalau sekarang kau serahkan ular hitam kepala merah dan muridmu yang molek ini kepada kami. Kalau tidak, terpaksa kami akan membunuhmu lebih dulu, lalu menggeledah pondokmu mencari ular itu, dan memaksa muridmu menjadi budak kami!"

Bukan main marahnya hati Kim Hong mendengar penghinaan yang dilontarkan raksasa hitam itu kepada gurunya. Akan tetapi diam-diam iapun terkejut. Bagaimana iblis ini mengetahu bahwa ia telah mendapatkan ular hitam kepala merah? "Hek-bin Mo-ong, jangan ngawur! Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa suhu memiliki ular hitam kepala merah?"

"Ha-ha, nona manis Para pemuja ular boleh jadi akan bungkam menutup mulut, akan tetapi anggauta perempuan mereka mana mungkin dapat menutup mulut terhadap kami?"

Kim Hong membayangkan apa yang terjadi. Agaknya tiga orang iblis ini telah menangkap dan menyiksa anggauta para pemuja ular dan memaksanya mengaku sehingga karena tidak tahan akan siksaan yang tentu akan mengerikan, anggauta perempuan itu menceritakan segalanya.

"Jahanam busuk, engkau memang pegecut dan keji!" bentaknya dan ia sudah mencabut sepasang pisau terbangnya.

Akan tetapi, sentuhan ranting di lengannya membuat Kim Hong menengok dan membaca gerakan ranting di tangan suhunya itu. "Hadapi si kurus kering, awas terhadap Cakar Iblis Beracun dan serang jalan darah di bagian kedua legannya!"

Setelah membaca coretan ranting urunya, Kim Hong segera menggerakkan pisau terbangnya dan ia menyerang ke arah Toat-beng Mo-ong, orang ke tiga jari Sam Mo-ong. Sepasang pisaunya beterbangan dan membuat gerakan bersilang menyerang dari kanan kiri!

"Hemm, mampuslah!" bentak Toat-Beng Mo-ong dan diapun melangkah mundur untuk menghindarkan diri, kemudian kedua tangannya bergerak dan terdengar angin bercuitan ketika kedua lengan itu bergerak dan kedua tangannya membentuk cakar yang warnya berubah-ubah, kadang merah dan kadang hitam!

Tahulah Kim Hong bahwa kedua tangan yang membentuk cakar itu berbahaya sekali, mengandung racun yang dapat mematikan. Sekali saja terkena hantaman atau cakaran kedua tangan itu dapat mendatang kan maut. Maka, iapun menaati pesan gurunya dan sepasang pedangnya bergerak cepat menyambar-nyambar ke arah pergelangan tangan, siku dan pundak, ke arah jalan-jalan darah yang akan membuat kedua lengan itu lumpuh kalau terkena sedikit saja!

Sementara itu, melihat betapa Toat-beng Mo-ong sudah bertanding melawan gadis itu dan mereka berdua yakin bahwa rekan mereka pasti menang, Hek-bin Mo-ong dan Siuaw-bin Mo-ong sudah menerjang dan menyerang kepada Hek-liong Kwan Bhok Cu. Hek-bin Mo-ong tidak menggunakan senjata. Para datuk sesat yang ilmunya sudah tinggi memang lebih suka mengguna kan kedua tangan dari pada mengandalkan senjata.

Kedua tangan mereka telah "terisi" dan seperti juga sepasang tangan Toat-beng Mo-ong yang sudah menjadi sepasang cakar iblis yang amat berbahaya, juga Hek-bin Mo-ong yang menjadi orang pertama dari Sam Mo-ong, mengandalkan ilmu Jari Hitamnya. Ilmu ini membuat kedua lengannya kebal dan berubah menghitam, dan dalam keadaan seperti itu, jari-jari tangannya mampu menyambut senjata tajam lawan dan sekali saja tangannya mengenai tubuh lawan maka lawan akan terjungkal dan tewas keracunan.

Orang ke dua dari Tiga Raja Iblis itu, si gendut Siauw-bin Mo-ong, juga memiliki ilmu pukulan yang beracun, akan tetapi bedanya, kalau lengan rekannya berubah menghitam, kalau dia sudah mengerahkan ilmu itu, lengannya dari pangkal sampai ke ujung jari berubah merah. Itu-lah ilmunya Jari Merah dan siapa terkena pukulannya, tubuh yang terkena akan terbakar hangus seperti tersentuh baja yang panas membara!

Si Naga Hitam menghadapi serangan dua orang pengeroyoknya dengan sikap tenang. Dia tetap memegang ranting kecil yang biasanya dia pergunakan untuk "bicara" dengan muridnya. Ranting itu hanya sebatang ranting kayu yang besarnya hanya seibu jari, panjangnya sedepa. Akan tetapi, di tangan orang sakti ini, ranting itu bagaikan berubah menjadi sebatang baja yang amat kuat dan lihai, yang dia pergunakan untuk menyerang jalan darah kedua orang pengeroyoknya dengan totokan-totokan maut yang selain amat kuat mengandung tenaga sin-kang yang dahsyat, juga amat cepat. Begitu ranting itu digerakkan, maka nampak gulungan sinar kehijauan yang mengeluarkan bunyi bercuitan!

Dua orang datuk itu terkejut bukan main. Belasan tahun yang lalu, tingkat kepandaian Si Naga Hitam ini masih sebanding dengan masing-masing dari mereka. Akan tetapi sekarang, mereka maju berdua dengan keyakinan pasti akan mampu merobohkan pengkhianat kaum kang-ouw itu dengan mudah, tidak tahunya kini mereka berdua bahkan terancam oleh totokan-totokan maut yang a mat dahsyat! Kiranya selama sepuluh tahun lebih ini, ilmu kepandaian Si Naga Hitam telah meningkat dengan amar hebatnya.

"Aarrgghhh..... !!" Hek-bin Mo-ong mengeluarkan teriakan seperti gerengan seekor srigala atau biruang marah, dan kedua tangannya sudah mencapai warna hitam yang paling gelap, bahkan kini dari telapak tangannya mengepul uap yang kehitaman! Diapun menerjang dengan dahsyat sekali, kedua lengannya dikembangkan dan jari-jari tangannya menyerang dari semua penjuru, bahkan menutup jalan keluar sehingga ke manapun lawan mengelak, dia pasti akan bertemu dengan jari tangannya!

Melihat serangan itu, bahkan Siauw-bin Mo-ong sendiri menjadi gentar kepada rekannya, khawatir kalau-kalau akan beradu tangan sendiri dengan Hek-bin Mo-ong sehingga dia akan menderita celaka. Dia mundur dan hanya siap untuk mengeroyok kalau kesempatannya tiba, karena serangan Hek-bin Mo-ong itu agaknya tidak akan dapat dielakkan lagi oleh Si Naga Hitam.

Akan tetapi, Si Naga Hitam sama sekali tidak mengelak. Ranting di tangan kanan yang menyambut telapak kiri lawan, menotok ke tengah telapak tangan agak mengarah celah antara telunjuk dan ibu jari, sedangkan tangan kirinya menotok telapak tangan kanan lawan dengan sebuah jari telunjuk. Itulah ilmu totokan lt-sin-ci (Satu Jari Sakti) yang amat hebat.

"Tuk-tukk.....!" Adu tenaga melalui tangan itu membuat Hek-bin Mo-ong terhuyung ke belakang sedangkan Si Naga Hitam yang tergoyang sedikit yang membuktikan bahwa dalam hal tenaga sinkang, dia masih unggul dan lebih kuat dari pada si raksasa hitam!

Akan tetapi, karena kedua telapak tangan Hek-bin Mo-ong mengandung hawa beracun yang amat jahat, ranting di tangan Si Naga Hitam menjadi hangus dan patah-patah ujungnya, dan telunjuk kirinya yang menotok telapak tangan lawan dengan ilmu totok It-sin-ci, menjadi hitam kukunya!

Hek-bin Mo-ong sendiri terluka dalam karena tenaganya membalik dalam adu tenaga sinkang itu, maka dia hanya berdiri tegak sambil mengatur pernapasan dan untuk sementara tidak berani maju lagi. Dalam keadaan seperti itu, kalau dia maju mengadu tenaga sin-kang lagi, luka di dalam tubuhnya akan menjadi semakin parah dan berbahaya.

Melihat betapa Hek-bin Mo-ong agaknya terluka dalam mengadu tenaga sinkang melawan Si Naga Hitam, Siuaw-bin Mo-ong terkejut sekali dan marah. Akan tetapi, si gendut bulat ini cerdik. Dia tahu bahwa kalau Hek-bin Mo-ong saja kalah kuat dalam tenaga sin-kang, dia sendiripun tidak akan mampu menandingi lawan dengan adu tenaga, maka diapun sudah menerjang dengan cepat.

Tubuhnya yang bulat itu seperti sebutir bola raksasa menggelinding dan menerjang ke arah Si Naga Hitam Kwan Bhok Cu. Kakek gagu ini menyambut dengan gerakan rantingnya yang sudah menjadi pendek karena ujungnya hangus dan patah tadi dan segera terjadi perkelahian yang seru antara mereka.

Sementara itu, perkelahian antara Kim Hong dan Toat-beng Mo-ong juga seru bukan main. Diam-diam Kim Hong bersukur bahwa selama dua tahun ini, ia belajar dengan tekun di bawah gemblengan gurunya yang juga bersungguh sungguh. Kalau tidak, bagaimana mungkin ia mampu menahan serangan seorang datuk lihai seperti Toat-beng Mo-ong?

Orang kurus kering yang mukanya muram ini bukan main lihainya. Setiap tangan nya bergerak, menyambar hawa pukulan dahsyat yang mendatangkan angin yang bercuitan. Namun, sepasang pedang di tangan Kim Hong juga merupakan senjata yang ampuh sekali.

Siang-hui-kiam (Sepasang Pedang Terbang) itu menyambar-nyambar bagaikan dua ekor burung walet menyambari kupu-kupu sehingga nampak dua gulungan sinar yang menyilaukan mata dan membingungkan Toat-beng Mo-ong. Juga, gerakan gadis itu lincah dan cepat, tubuhnya lenyap menjadi bayangan hitam dan gerakan tangannya mengandung sin-kang yang cukup kuat.

Diam-diam Toat-beng Mo-ong heran dan kagum bukan main. Belum pernah selama hidupnya dia bertemu lawan seorang gadis muda selihai ini. Dan mengingat bahwa gadis ini murid Hek-liong Kwan Bhok Cu, dapat di bayangkan betapa lihainya sang guru. Teringat akan ini, dia melirik ke arah kedua orang rekannya.

Diapun terkejut. Rekannya yang paling lihai, Hek-bin Mo ong, berdiri seperti patung dan mengatur pernapasan, tanda bahwa datuk ini telah terluka, sedangkan rekan kedua, Siauw-bin Mo-ong nampak menggelinding ke sana sini dikejar oleh bayangan ranting pendek di tangan Si Naga Hitam itu. Celaka, pikirnya.

Dan hampir saja dia yang celaka. Karena memecahkan perhatiannya ke arah dua orang rekannya, hampir saja lehernya ditembus sebatang di antara sepasang pedang Kim Hong! Hanya kepekaannya yang terlatih saja menyelamatkan dengan cepat miringkan kepala. Namun tetap saja ujung daun telinga kirinya disambar senjata tajam sehingga terluka dan berdarah!

Pada saat itu, juga tubuh Siuaw-bin Mo-ong terkena tendangan kaki Hek-liong Kwan Bhok Cu. Ketiga Sam Mo-ong segera berlompatan ke belakang dan maklumlah mereka bahwa kalau perkelahian dilanjutkan, mereka bertiga akan kalah.

"Kwan Bhok Cu!" kata Hek-bin Mo-ong dengan marah. "Saat ini kami mengakui keunggulan engkau dan muridmu. Salah kami yang selama ini tidak memperdalam ilmu sehingga terkejar olehmu. Akan tetapi, jangan harap engkau akan mampu menyembunyikan diri lagi. Kami akan menuntut kepada Beng-kauw! Sampai jumpa!"

Tiga orang kakek itu berlompatan dan turun dari Bukit Nelayan. Si Naga Hitam sendiri lalu duduk bersila dan memejamkan mata, mengatur pernapasan karena dalam perkelahiannya mengadu tenaga sin-kang dengan Hek-bin Mo-ong tadi, isi dadanya terguncang dan sedikit banyak dia sudah terkena hawa beracun dari tangan hitam Hek-bin Mo-ong. Melihat ini, Kim Hong tidak mengganggu gurunya, bahkan iapun duduk bersila di dekatnya dan menghimpun hawa murni karena perkelahian melawan datuktadi menguras tenaga sin-kangnya.
Setelah mendengar gurunya bergerak, Kim Hong membuka matanya dan mereka saling pandang. Si Naga Hitam mengangguk dan tersenyum, lalu menggerakkan ranting yang tinggal pendek itu di udara. Kim Hong memperhatikan dan gurunya menulis.

"Aku girang melihat kemajuanmu sehingga engkau mampu menandingi Toat-beng Mo-ong. Kalau engkau sudah minum darah Ang-thouw-hek-coa, engkau tentu tidak akan takut menghadapi pukulan beracun ke tiga Sam Mo-ong tadi. Bawa ke sini ular hitam kepala merah itu. Cepat!"

Kim Hong menahan pertanyaan yang menyesak di dadanya, dan menaati perintah gurunya. Keranjang kecil berisi ular hitam keci itu diletakkan di depan gurunya yang masih duduk bersila.

"Ambil sebuah cawan besar dari peti obatku ke sini." Gurunya menulis lagi dan perintah inipun cepat dilaksanakan oleh Kim Hong.

Si Naga Hitam lalu memilih beberapa obat bubuk berwarna putih dan merah, menuangkan sebagian dari bungkusan obat itu ke dalam cawan besar. Kemudian, dia membuka tutup keranjang dan begitu ular hitam kecil itu berdiri dan kepalanya keluar dari keranjang, secepat kilat tangannya menyambar dan dia telah menangkap ular itu dengan jepitan ibu jari dan telunjuk kanannya pada leher ular! Kemudian, jari-jari tangan lainnya menjepit tubuh ular itu dari leher, lalu ditarik ke bawah.

Kulit tubuh itu pecah dan semua darah dan benda cair yang berada di tubuh ular itupun keluar, ditampung kedalam cawan yang sudah diisi dua macam obat bubuk tadi. Ular itu seperti diperas, dan kini tubuh yang mati itu tinggal kulit dan daging yang kering dan gepeng!

Kim Hong bergidik ketika gurunya mengaduk cairan yang setengah cawan bercampur obat itu lalu disodorkan ke padanya, ia harus minum cairan darah dan obat itu! Baru melihatnya saja ia sudah hampir muntah! Gurunya tersenyum dan menulis di udara.

"Jepit hidungmu, pejamkan matamu, dan minum cepat!"

Kim Hong tidak berani membantah, ia tahu bahwa darah itu tentu berbahaya bukan main karena ular itu merupakan ular yang sangat berbisa. Darahnya tentu mengandung bisa yang amat berbahaya, dan kini gurunya minta agar ia meminumnya!

Akan tetapi, ia percaya sepenuhnya kepada gurunya. Dengan tangan kanan memegang cawan, ia menggunakan tangan kiri menjepit hidungnya dan memejamkan matanya. Kini ia tidak dapat melihat lagi, tidak dapat mencium lagi, maka perasaan muakpun berkurang banyak, hanya yang tersisa dalam ingatan saja.

Memang segala macam kemuakan timbul melalui penglihatan dan penciuman, juga pendengaran walaupun tidak sekuat yang pertama. Rasa tidak enak di mulutpun akan banyak berkurang apabila hidung dipencet dan mata dipejam. Kim Hong menuangkan isi cawan dalam tenggorokannya dan menelannya. Cairan itu tertelan semua dan ia me lepaskan cawan kosongnya ke atas tanah. ia membuka mata dan bertemu pandang dengan gurunya, ia tersenyum. Rasa masam dan manis, juga amis, memenuhi mulutnya.

Tiba-tiba ia memejamkan atanya, kepalanya berdenyut-denyut pusing, pandang matanya berkunang, tubuhnya terasa panas seperti terbakar dan iarpun ia mencoba untuk menahan, tetap saja ia tidak kuat karena tubuhnya seperti hanyut dan iapun terguling roboh dan pingsan!

Setelah ia siuman, ia mendapatkan dirinya sudah berada di atas pembaringan, di dalam kamarnya, dan gurunya duduk di bangku. Bau yang aneh memenuh hidungnya dan melihat ada asap mengepul di sudut kamar, ia tahu bahwa gurunya sedang memasak sesuatu yang menimbulkan bau itu. Melihat muridnya siuman, Naga Hitam lalu menulis di udara.

"Aku akan memberimu minuman untuk meredakan pengaruh darah beracun ular, akan tetapi akan bangkit kekuatan yang mungkin sukar kau kendalikan maka engkau akan kutotok dan kaki tanganmu kuikat. Jangan khawatir, itu adalah akibat bekerjanya racun dan obat. Siapkah engkau?"

Kim Hong masih merasa betapa tubuhnya panas seperti dibakar dari dalam. Melihat ucapan yang ditulis gurunya, ia hanya dapat mengangguk, siap menghadapi apa saja untuk mematuhi gurunya. ia pasrah sepenuhnya karena yakin bahwa semua itu dilakukan gurunya untuk kebaikan dirinya.

Dengan gerakan yang amat cepat Hek-liong Kwan Bhok Cu menggerakka ranting baru yang berada di tangannya dan menotok tujuh jalan darah di tubuh muridnya yang seketika merasa betapa seluruh tubuhnya tidak mampu digerakkan. Kemudian, gurunya mengambil sebuah tali dari kain sutera yang kuat mengikat pergelangan kedua kaki tangannya dengan kuat sehingga andai kata ia tidak ditotok sekalipun, ia tidak akan mampu menggerakkan kaki dan tagannya. Bahkan ia tidak dapat mengerahkan tenaga sama sekali.

"Sekarang minum kuah ini sampai habis," gurunya menulis, lalu mengambil poci obat yang sudah sejak tadi di masak dan kini masih hangat, menuang isinya setengah mangkok lebih, kemudian dia membantu muridnya duduk dan dekatkan mangkok pada mulut Kim Hong.

Gadis itu dengan patuh minum obat yang terasa pahit dan berbau aneh, akan tetapi tidaklah memuakkan seperti darah ular tadi. Kemudian ia direbahkan kembali. Rasa panas masih membakar seluruh tubuhnya dan ia mendengar suara gemuruh di kedua telinga. Ia memandang wajah gurunya dan Naga Hitam itu menulis lagi di udara.

"Pejamkan matamu dan tidurlah."

Kim Hong memejamkan matanya. Perlahan-lahan, panas yang membakar itu mulai mereda, dan makin nyaman rasanya, akan tetapi suara dalam kepalanya semakin gemuruh sampai hampir tak tertahankan. Kemudian, terasa olehnya dalam perut di bawah pusar bergolak, bergerak seolah-olah ada sesuatu yang hidup di sana. ia yang sudah mempelajari menggunakan tenaga sin-kang, tahu bahwa di dalam tan-tiang di bawah pusarnya terjadi pergolakan tenaga yang dahsyat sekali, ia berusaha mengendalikan tenaga itu, akan tetapi gagal.

Tenaga itu seperti liar dan menerobos ke seluruh tubuhnya dan ia mendengar suara tulang-tulang atau otot-ototnya berkeretakan! Dan ia merasa betapa semua jalan darahnya terbuka, bahkan yang tadinya tertotok kini terbuka dengan sendirinya! Tenaga dahsyat itu memaksa tangan kakinya bergerak, matanya terbelalak, hidungnya kembang kempis dan kedua telinganya juga menjadi peka sekali. ia melihat gurunya bangkit berdiri dan memandang kepadanya, ranting di tangan.

Kaki dan tangannya meronta dari ikatan, Kim Hong maklum bahwa suatu tenaga yang dahsyat dan liar. ia mencoba untuk mengendalikan dan tidak menggerakkan tangan kaki, namun semua usahanya sia-sia. Bagaikan memiliki kehidupan sendiri di luar kekuasaan hati dan akal pikirannya, kaki tangannya bergerak dan... semua tali sutera yang mengikat pergelangan kaki tangannya putus! Dan iapun seperti dilontarkan ke atas, meloncat turun dari pembaringan, kaki tangannya bergerak-gerak seperti orang kesetanan.

Ketika ia memandang gurunya dengan tubuh bergoyang-goyang. gurunya cepat menggerakkan ranting di tangan menulis di udara. "Cepat salurkan tenaga itu untuk menyerangku!"

Memang ada dorongan hebat dari dalam untuk mempergunakan tenaga itu, tenaga dahsyat yang seolah memaksanya untuk menggerakkan kaki tangan, mempergunakannya dalam gerakan yang teratur. Akan tetapi, Kim Hong masih menyadari bahwa ia tidak boleh menyerang gurunya. Andaikata di situ terdapat musuh, ketiga Sam Mo-ong umpamanya, tentu tanpa diperintah lagi ia sudah menyerang mereka, menggunakan tenaga yang bergolak di dalam tubuhnya itu.

Akan tetapi gurunya? Tidak, ia tidak akan menyerang gurunya! Karena pertentangan antara dorongan tenaga itu dan kesadaran batinnya, tubuhnya semakin bergoyang-goyang tidak karuan, seolah ada binatang buas di dalam tubuhnya yang meronta dan mengamuk minta dilepaskan dari kurungan.

Melihat ini, tiba-tiba Hek-liong Kwan Bhok Cu menggerakkan ranting di tangannya menyerang. Terdengar suara bercuitan nyaring ketika ranting itu meluncur dan menusuk ke arah mata Kim Hong! Tentu saja gadis itu terkejut dan secara otomatis, ia mengelak dengan mendoyongkan tubuh ke kiri. Dan secara refleks pula, tangannya menangkis dengan gerakan berputar.

"Wuuut, plakk!"

Dan gadis itu terkejut bukan main. Ia merasa betapa gerakannya ringan bukan main, dan ketika tangannya menangkis ranting, ia merasa betapa tangannya membentur benda yang amat kuat sehingga ia terhuyung ke samping, akan tetapi gurunya juga terhuyung! Dan gurunya sudah menyerang lagi, lebih cepat dan dahsyat.

Karena serangan gurunya itu merupakan serangan maut, terpaksa Kim Hong melawannya. Gadis yang amat cerdik ini tidak merasa kaget dan heran lagi karena kini ia tahu bahwa ia dikuasai tenaga mujijat akibat racun dan obat, dan gurunya melihat bahwa jalan satu-satunya agar ia dapat mengendalikan tenaga itu adalah dengan jalan mempergunakan tenaga itu dalam gerakan silat yang sungguh-sungguh!

Terjadilah pertandingan yang amat hebat. Karena saling mengenal jurus dan gerakan masing-masing dalam me nyerang dan menangkis, maka mereka seperti sedang berlatih saja. Akan tetapi, Si Naga Hitam mengerahkan semua tenaganya untuk mengimbangi tenaga dahsyat Kim Hong ketika gadis itu mulai membalas serangannya dan memang tenaga dari dalam tubuh gadis itu luar biasa dahsyatnya.

Setelah lewat limapuluh jurus, Kim Hong mulai dapat mengendalikan tenaga dahsyat itu. Terasa betapa tenaga itu mulai jinak dan menurut kehendak hatinya. Setelah merasa benar bahwa ia mampu mengendalikannya, iapun meloncat kebelakang dan berdiri tegak, tidak lagi kaki tangannya bergerak walaupun ia masih merasakan getaran di dalam tubuhnya.

"Cukup, suhu. Teecu telah dapat mengendalikannya!" katanya, girang dan terharu melihat betapa gurunya yang tadi melawan sungguh-sungguh itu nampak kelelahan dan mukanya basah oleh keringat.

Hek-liong Kwan Bhok Cu berhenti pula dan dia menghela napas panjang, mulutnya tersenyum dan matanya bersinar-sinar. Dia menggunakan lengan baju kiri untuk menghapus keringatnya, kemudian rantingnya bergerak menulis di udara.

"Kita berhasil! Mulai saat ini, bukan saja engkau akan kebal terhadap segala macam racun, juga tenaga sin-Kangmu menjadi amat kuat. Aku yakin engkau akan mampu mewakili gurumu melakukan sebuah tugas yang berat."

Kim Hong menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya. "Teecu siap melaksanakan perintah suhu, bagaimanapun beratnya!"

Gurunya menggunakan ujung ranting menyentuh pundak muridnya. Ketika gadis itu mengangkat muka memandangnya, dia memberi isyarat kepada Kim Hong untuk memasuki pondok mereka. Setelah mereka duduk saling berhadapan, sebelum gurunya memberi perintahnya, Kim Hong mempergunakan kesempatan itu untuk mengeluarkan dorongan hatinya yang timbul sebelum ia minum darah ular tadi, yang timbul oleh pertemuan mereka dengan Sam Mo-ong.

"Suhu, harap suka memaafkan tee-cu atas kelancangan teecu ini. Ketika Sam Mo-ong muncul dan mendengarkan ucapan mereka terhadap suhu, timbul keinginan tahu yang mendesak dalam hati teecu. Benarkah suhu dahulu tidak gagu dan mengapa sekarang menjadi gagu? Dan mengapa pula mereka mengatakan suhu telah berkhianat kepada dunia kang-ouw ? Suhu adalah satu-satunya orang yang dekat dengan teecu, sudah teecu anggap sebagai pengganti orang tua. Teecu ingin sekali mengetahui riwayat suhu."

Hek-liong Kwan Bhok Cu menghela napas panjang dan wajahnya yang masih tampan itu nampak muram, lalu dia memejamkan matanya. Sampai beberapa lamanya dia berdiam diri, dan Kim Hong tetap menanti. Akhirnya, Si Naga Hitam menggerakkan ranting di tangannya, menulis,, diikuti penuh perhatian oleh muridnya. Kim Hong tidak mau melepaskan sehurufpun dari tulisan gurunya karena gurunya sedang menceritakan riwayat singkatnya melalui tulisan itu.

Dengan singkat Si Naga Hitam mem buka rahasia dirinya kepada muridnya, padahal selama bertahun-tahun ini dia menyembunyikan atau merahasiakannya. Hal ini adalah karena dia memang merasa sayang sekali kepada muridnya itu, yang dianggap seperti anaknya sendiri. Dalam kehidupannya yang kosong dan kering selama bertahun-tahun ini, dia merasa hidupnya ada artinya kembali setelah Kim Hong menjadi muridnya. Gadis itu bagaikan sinar terang yang sedikit banyak menerangi pula hatinya yang gelap.

Beberapa tahun yang lalu dia masih menjadi seorang tokoh dari perkumpulan rahasia Beng-kauw, sebuah perkumpulan golongan hitam yang sesat dan aneh. Karena Kaisar Beng Ong pernah mengirim pasukan menyerang dan mengobrak abrik sarang Beng-kauw, maka timbul dendam terhadap kaisar itu dan pada suatu hari, Kwan Bhok Cu mendapat tugas dari Beng-kauw untuk membunuh Kaisar Beng Ong.

Dia mendapat kepercayaan ini karena dia merupakan orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga hidup membujang sejak muda sehingga andaikata dia gagal dalam tugasnya dan tewas, tidak ada anggauta keluarganya yang akan kehilangan.

Pada suatu malam yang gelap dan dingin, Kwan Bhok Cu berhasil menyusup ke dalam istana. Dalam pencariannya terhadap Kaisar Beng Ong, dia melihat seorang selir kaisar yang membuatnya tergila-gila. Dia menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan di mana adanya kaisar.

Akan tetapi, selir itu bahkan membuat dia tergila-gila karena selir itu luar biasa cantiknya, ia adalah selir yang dikenal sebagai Puteri Harum, yaitu Yang Kui Hui. Wanita cantik ini baru sebulan menjadi selir Kaisar Beng Ong, atau jelasnya, dirampas dari suaminya, yaitu Pangeran Shou dan dipaksa menjadi selir kaisar.

Mendengar betapa pria tampan dan gagah itu hendak membunuh kaisar, Yang Kui Hui membujuknya agar jangan melakukan perbuatan nekat dan berbahaya itu. Kwan Bhok Cu terbujuk, bahkan jatuh cinta kepada Yang Kui Hui. Wanita ini, demi menyelamatkan nyawa kaisar, rela menyerahkan diri kepada Kwan Bhok Cu.

Mereka mengadakan hubungan dan Kwan Bhok Cu disembunyikan oleh Yang Kui Hui. Sampai tiga hari dia berhasil bersembunyi. Pada hari keempat, atas pemberitahuan Yang Kui Hui, dia disergap sepasukan pengawal. Kwan Bhok Cu menggunakan kepandaiannya menyelamatkan diri keluar dari istana.

Tentu saja dia dianggap pengkhianat oleh Beng-kauw, juga oleh para tokoh kangouw, apa lagi setelah pasukan pemerintah kembali menyergap Beng-kauw dan orang-orang kang-ouw yang sedang megadakan pertemuan di markas Beng-kauw Pasukan dapat mengetahui sarang baru itu karena diberi tahu oleh Yang Kui hui yang berhasil mengorek rahasia dari mulut Kwan Bhok Cu yang tergila-gila kepadanya.

"Demikianlah," Kwan Bhok Cu mengakhiri ceritanya melalui tulisan di udara, "orang-orang kang ouw memusuhi ku dan hendak membunuhku. Para pimpinan Beng-kauw mengusirku dan tidak mengakui aku lagi, akan tetapi masih melindungiku dengan pernyataan bahwa mereka telah membunuhku. Aku terpaksa menyembunyikan diri dan menjadi orang gagu. Siapa kira, hari ini rahasia ku diketahui Sam Mo-ong yang tentu akan menuntut kepada Beng-kauw, Keselamatanku terancam, aku harus pergi sekarang juga dari sini."

"Akan tetapi, suhu. Mengapa kita harus lari? Biar kita lawan siapa saja yang hendak membunuh suhu!" kata Kim Hong marah.

"Tidak mungkin kita mampu menandingi para tokoh Beng-kauw. Mereka terlalu banyak. Juga aku tidak mau memusuhi mereka, aku dibesarkan di antara mereka. Aku tidak ingin membuat engkau ikut menjadi korban. Di samping itu, aku mempunyai tugas untukmu yang harus kau laksanakan." Tulis Kwan Bhok Cu.

Kim Hong merasa terharu membaca tulisan tentang riwayat suhunya itu ia dapat membayangkan ketika suhunya menangkap selir itu untuk dipaksa menunjukkan tempat di mana kaisar berada, betapa selir yang cantik jelita telah menjatuhkan hati suhunya yang selalu hidup membujang. Karena jatuh cinta kepada selir kaisar, suhunya kehilangan segala-galanya, bahkan diasingkan dari Beng-kauw, dimusuhi orang-orang kangouw.

"Katakan, apakah tugas itu, suhu ? Teecu akan melaksanakan semua perintah suhu."

"Banyak hal terjadi di kota raja," tulis Si Naga Hitam. "Panglima An Lu Shan dari Peking telah menyerbu dan menguasai kota raja Tiang-an. Kaisar melarikan diri ke barat, ke Se-cuan. kabarnya, dalam perjalanan mengungsi itu, selir Yang Kui Hui telah dijatuhi hukuman mati, demikian pula saudaranya, Menteri Yang Kok Tiong. Kaisar terlunta-lunta di Se-cuan dan mungkin sedang menghimpun kekuatan. Ada desas-desus bahwa pusaka istana yang menjadi andalan kekuasaan kaisar, yaitu Giok-ong-cu (Mestika Hong Kemala) hilang, sekarang, aku minta agar engkau suka membantu kaisar, kalau mungkin mencari dan merampas kembali pusaka itu dan mengembalikan kepada kaisar yang berhak dan juga, engkau harus membantu Kerajaan Tang untuk bangkit kembali, membantu untuk menghancurkan pemberontak An Lu Shan itu."

Diam-diam Kim Hong merasa heran mengapa gurunya demikian sungguh-sungguh membela kaisar. Agaknya tidak mungkin kalau hal ini didorong oleh kesetiaannya kepada kaisar. Bukankah pernah gurunya itu bahkan hampir membunuh Kaisar Beng Ong? Ataukah gurunya ingin menebus dosa, dan juga membela kematian Yang Ku i Hui yang tetap dicintanya? Ia tidak mengerti dan tidak mampu mencari jawabannya, juga tidak berani bertanya kepada gurunya yang nampak sudah sedemikian sedihnya.

"Baik, suhu. Teecu akan menaati perintah suhu. Lalu, kapan kiranya kita dapat bertemu dan berkumpul kembali?"

Si Naga Hitam tersenyum dan menulis, "Jangan tanyakan itu. Kalau Tuhan masih memberiku usia panjang, suatu saat kita pasti akan saling jumpa. Aku tidak akan berada di sini lagi karena tak lama lagi tentu banyak tokoh kang-ouw akan menyerbu ke sini."

Setelah berkemas, membawa buntalan pakaian dan menerima sekantung berisi beberapa potong emas dan perak sebagai bekal perjalanan, Kim Hong berpisah dari gurunya, meninggalkan Bukit Nelayan, dan menyusuri Sungai Huai menuju ke barat, ia mempunyai dua macam tugas dalam hidupnya, yaitu pertama ia akan pergi mencari ayahnya yang belum pernah dilihat seumur hidupnya, ia hanya tahu dari ibunya bahwa ayahnya bernama Can Bu, seorang laki-laki yang gagah perkasa, akan tetapi ia tidak tahu di mana ayahnya berada.

Akan tetapi mengingat cerita ibunya bahwa ayahnya adalah seorang perwira, besar kemungkinan ia akan mendapatkan keterangan tentang ayahnya di kota raja. Sayang sekali, sekarang terjadi pergolakan di kota raja, bahkan kaisarnya melarikan diri dan kota raja diduduki oleh pemberontak An Lu Shan.

Adapun tugas kedua adalah tugas yang diperintahkan gurunya kepadanya, yaitu membantu kaisar, menentang An Lu Shan, dan membantu kembalinya Giok-hong-cu yang hilang. Berita tentang hilangnya mestika burung Hong Kemala telah tersebar di dunia kangouw, menarik perhatian para tokoh kangouw karena semua orang maklum bahwa benda itu merupakan pusaka yang amat berharga bahkan menjadi tanda kekuasaan seorang kaisar!

Tentu saja setiap orang ingin memilikinya. Kaisar sendiri dan juga Panglima Kok Cu terkejut dan terheran-heran mendengar desas-desus lenyapnya pusaka itu tersiar di luar. Padahal, hanya mereka berdua yang mengetahuinya, bahkan, telah dibuatkan yang palsu untuk menggantikan yang hilang. Mereka berdua tidak tahu bahwa ketika mereka bicara tentang hilangnya pusaka itu, pembicaraan mereka terdengar oleh seorang thai-kam.

Thaikam ini memang sudah menaruh curiga ketika Panglima Kok menggeledah seluruh rumah Menteri Yang Kok Tiong, bahkan menggeledah pakaian yang mene mpel di mayat bekas menteri itu! Dan thaikam itulah yang menyebarkan berita kehilangan pusaka itu keluar.

* * *

Pemuda itu tidak pantas sekali menjadi pengemis. Dia berusia duapuluh satu tahun, mukanya bundar dan bersih, alis matanya tebal dan sinar matanya tajam, wajah yang tampan dan tubuh yang tegap sedang itu sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia seorang pemuda yang lemah atau pemalas, yang pantas mengemis. Sama sekali tidak! Bahkan biarpun dia mengenakan pakaian yang penuh tambalan, namun pakaiannya bersih dan gerak geriknya halus lembut, bahkan agung.

Akan tetapi kenyataannya, di berada di kuil tua yang tak dipakai lagi itu, tempat yang biasanya hanya menjadi tempat persinggahan para pengemis, dengan pakaian tambal-tambalan, duduk bersila di lantai berhadapan dengan seorang pengemis lain yang usianya sudah enam puluh dua tahun, tubuhnya kurus kering dan bongkok, rambutnya riap-riapan kelabu, jenggotnya panjang, juga pakaiannya penuh tambalan.

Akan tetapi, seperti juga pengemis muda tadi, biar pakaiannya penuh tambalan, namun pakaian itu bersih, dan tubuhnya juga bersih, tanda bahwa dia sering kekamar mandi membersih kan tubuhnya. Mereka memang pengemis. Akan tetapi mereka memang pengemis istimewa, guru dan murid yang luar biasa karena pengemis tua itu terkenal sekali di dunia persilatan. Dia adalah Sin-tung Kai-ong (Raja Pengemis Tongkat Sakti) yang namanya terkenal dari Tiang-an (kotaraja) sampai ke Lok-yang, ibu kota ke dua.

Dan muridnya itupun seorang pengemis aneh, karena dia adalah seorang pemuda bangsawan, putera mendiang Menteri Yang Kok Tiong, keponakan mendiang selir kaisar Yang Kui Hui yang terkenal! Pemuda itu adalah Yang Cian Han yang seperti telah kita ketahui, dua tahun yang lalu menjadi murid pengemis tua itu dan ke manapun gurunya pergi, dia ikut dan juga dia hidup sebagai seorang pengemis. Pengemis aseli karena dia diharuskan mengemis untuk mendapatkan uang atau makanan bagi mereka berdua!

Dapat dibayangkan betapa hebat perubahan hidup yang dialami Cin Han. Tadinya, sebagai putera Menteri Yang Kok Tiong, dia hidup berenang dalam kemuliaan dan kemewahan. Pakaian apapun yang dikehendaki, makanan mahal bagaimanapun yang diinginkan, dia tinggal perintah saja dan semua itu akan dihadapkan kepadanya. Apa lagi mengemis! Makan makanan sederhanapun belum pernah dia rasakan.

Selalu daging dan sayur pilihan, yang serba mahal dan dimasak oleh koki yang pandai. Sekarang, untuk dapat makan bersama gurunya, dia diharuskan mengemis makanan seadanya atau uang pembeli makanan yang murah. Terpaksa Cin Han menaati perintah gurunya. Hanya satu hal dia pantang, yaitu menerima makanan bekas! Biar murah dan sederhana, makanan yang diberikan kepadanya haruslah baru dan bukan sisa!

"Suhu, teecu mohon suhu dapat mengijinkan teecu pergi. Teecu berjanji akan segera kembali menemani dan melayani suhu setelah teecu tahu apa yang telah terjadi dlengan ayah dan ibu teecu," pemuda itu berkata dengan suara memohon.

Akan tetapi, kakek pengemis itu menggeleng kepalanya. "Tenang dan sabarlah, Cin Han. Apakah percuma saja selama ini aku mengajarkan ketenangan dan kesabaran kepadamu?" tegur kakek itu.

Cin Han menghela napas. Tentu saja selama dua tahun ini, selain mendapatkan tambahan ilmu silat yang hebat dari gurunya, da juga menclapatkan hal lain yang amat berharga. Kehidupan sebagai pengemis membuat dia dapat merasakan kesengsaraan orang-orang yang miskin dan kelaparan, membuat dia menjadi rendah hati, dan biarpun dahulu dia bukan seorang pemuda bangsawan yang sombong, namun semua sisa keangkuhan sebagai bangsawan, kini terhapus oleh kehidupan sebagai pengemis selama dua tahun ini.

"Suhu tentu telah mengetahui keadaan hati teecu. Teecu cukup sabar, akan tetapi, kalau teecu tidak cepat menyelidiki keadaan ayah ibu teecu, bukankah teecu menjadi seorang anak yang tidak berbakti terhadap orang tua? Tentu suhu juga tidak suka mempunyai seorang murid yang murtad kepada ayah ibu sendiri."

"Hemm, engkau tidak perlu memancing hatiku, Cin Han. Engkau tahu, peristiwa di kota raja adalah peristiwa pemberontakan, perang dan kita sama sekali tidak dapat mencegahnya. Bagaimana mungkin kita mencegah gerakan ratusan ribu pasukan? Tuhan Maha Adil, siapa menanam dia menuai dan memakan hasil tanamannya. Itulah hukum karma, Cin Han. Kalau orang tuamu dahulu menanam bibit yang baik, tentu sekarang memetik hasil buah dari tanaman itu dan menikmatinya, kalau sebaliknya, jangan engkau penasaran! Aku mendengar bahwa Kaisar telah melarikan diri ke barat, dan kota raja telah diduduki pemberontak An Lu Shan. Engkau tidak dapat melakukan apapun untuk mengubahnya..."
Selanjutnya,