Golok Bulan Sabit Jilid 08 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Golok Bulan Sabit Jilid 08
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
DARI balik matanya kembali memancar keluar sinar terang karena gembira, ujarnya: "Aku tak akan membiarkan diriku menderita kekalahan lagi ditangan orang lain"

Diam-diam Cing-cing menghela napas panjang, namun di luar dia masih bertanya lagi sambil tertawa: "Siapa yang kau maksudkan sebagai orang lain"

"Siapapun sama saja"

"Apakah Sam sauya dari keluarga Cia, Cia Siau hong juga termasuk diantaranya?"

"Terhadap Cia Siau hong pun sama saja, bagaimana pun juga, dia toh seorang manusia juga..."

Sinar matanya memancarkan cahaya makin panas, lanjutnya: "Cepat atau lambat, pada suatu hari akupun menantangnya untuk berduel, aku ingin lihat siapa yang lebih unggul diantara kami berdua."

Cing-cing memandang ke arahnya, dibalik sinar mata itu sudah terpancar keluar sinar kemurungan. Setiap kali Ting Peng menyinggung tentang Cia Siau hong, sepasang matanya selalu memperlihatkan mimik wajah seperti itu. Terhadap manusia yang bernama Cia Siau hong dia seperti menaruh perasaan jeri dan takut yang tak mungkin bisa di utarakan kepada orang lain.

Dia adalah "rase", rase adalah makhluk yang dapat melakukan apapun. Sebaliknya walaupun Cia Siau hong adalah pedang sakti dari segala pedang, dewa pedang dari segenap manusia toh dia tetap masih berupa seorang manusia. Mengapa dia harus jeri terhadap seorang manusia biasa? Tak bisa disangkal lagi, itulah rahasia hatinya.

Bila rahasia yang tertanam dalam hati seorang tak dapat di utarakan kepada manusia lain, maka hal itu akan berubah menjadi suatu penderitaan, berubah menjadi suatu daya tekanan yang berat.

Ting Peng tidak memperhatikan perubahan mimik wajahnya, kembali dia berkata: "Benteng keluarga Siang terletak didekat perkampungan Sin kiam san-ceng, Siang Ceng tidak datang mungkin disebabkan terpengaruh oleh kemampuan Cia Siau hong"

Dengan hambar dia melanjutkan. "Cia sam sauya yang tiada tandingannya dikolong langit, tentu saja tak akan memandang sebelah mata terhadap seorang bocah ingusan seperti aku"

Tampaknya Cing cing tak ingin membicarakan tentang manusia yang bernama Cia Siau hong, dengan cepat dia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, tanyanya: "Bagaimana dengan Thian It hui? Dia adalah macam apa pula?"

"Tahukah kau tentang seorang perempuan dalam dunia persilatan yang di namakan Kui im bu siang hui nio cu (perempuan terbang bayangan setan tiada tandingan)?"

"Kau maksudkan Thian Peng?"

"Yaa, dialah yang dimaksudkan"

"Tentu saja aku tahu tentang dia, banyak sudah ceritera tentang dirinya yang pernah kudengar"

Dalam dunia persilatan memang tersiar banyak sekali ceritera-ceritera tentang Thian Peng. Dia adalah salah seorang diantara tiga perempuan paling cantik dalam dunia persilatan, tapi juga merupakan salah satu diantara tiga perempuan paling menakutkan di dunia ini.

Kelihaian ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya bukan saja tiada perempuan lain yang bisa menandinginya, bahkan jarang sekali ada kaum lelaki yang bisa menandinginya. Dia sudah lama termasyhur, kalau dihitung sekarang, paling tidak ia telah berusia empat lima puluh tahunan. Tapi menurut orang yang belakangan ini pernah bersua muka dengannya, konon dia nampak seperti baru berusia dua puluh tujuh delapan tahunan.

Ting Peng kembali berkata. "Thian It hui adalah satu-satunya ahli waris dari Thian Peng, ada pula yang mengatakan kalau dia adalah keponakannya, ada yang mengatakan dia adalah adik tongnya, bahkan ada yang bilang dia adalah anak hasil hubungan gelapnya"

Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan: "Tapi sebetulnya hubungan apakah yang terjalin diantara mereka, tak seorang manusiapun yang tahu, semua orang hanya tahu ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Thian It hui memang benar-benar merupakan warisannya. malah sekarang boleh dibilang sudah merupakan jagoan kelas satu di dalam dunia persilatan"

"Apakah Thian It hui juga tinggal disekitar perkampungan Sin kiam san ceng...." tanya Cing cing.

"Jejak Thian Peng sangat rahasia, siapapun tidak tahu apakah dia punya rumah atau tidak ? Lebih-lebih tak ada yang tahu dia tinggal dimana, demikian pula hal nya dengan Thian It hui, hanya belakangan ini dia selalu berdiam dalam sebuah rumah penginapan dekat perkampungan Sin kiam san ceng, bahwa sekali tinggal paling tidak sudah mencapai setengah tahun lamanya."

"Mengapa dia harus tinggal di sana?"

"Karena dia ingin menjadi menantunya perkampungan Sin kiam san-ceng..." Setelah tertawa, kembali lanjutnya: "Oleh karena itu, bila Cia Siau hong tidak datang, tentu saja diapun tak akan datang"

"Aku rasa Cia Siau hong tak pernah beristri, dari mana dia bisa mempunyai anak gadis?"

Ting Peng segera tersenyum: "Waaah... kalau soal ini mah merupakan urusan pribadinya, kau harus tahu, aku selamanya tak pernah akan memperdulikan urusan pribadi orang lain"

Itulah prinsip hidupnya, juga merupakan kelebihan yang dimilikinya, dalam hal ini dari dulu sampai sekarang tak pernah berubah.

Daun jendela berada dalam keadaan terbuka karena Cing-cing selalu tidak takut dingin. Berdiri di depan jendela, tampak rembulan yang baru muncul di kaki langit serta kolam air di tepi pagoda air tersebut. Kini air di dalam telaga telah membeku menjadi es. Lapisan salju yang licin memantulkan sinar rembulan dan cahaya lampu di sekelilingnya membuat suasana di sana bagaikan sebuah cermin yang amat besar.

Dikala Ting Peng berjalan mendekati jendela, tiba-tiba dari balik cermin muncul sesosok bayangan manusia. Gerakan tubuh orang itu benar-benar terlalu cepat dengan ketajaman mata Ting Pengpun ternyata tidak berhasil mengetahui darimanakah dia datangnya hanya nampak sesosok bayangan manusia berwarna abu-abu berkelebat lewat tahu-tahu telaga salju selebar dua tiga puluh kaki sudah dilampauinya.

Malam ini jago-jago yang berkumpul dalam perkampungan Wan gwat-san-ceng boleh dibilang terdiri dari jago-jago kelas satu dalam ilmu pedang, ilmu golok, ilmu telapak tangan, ilmu senjata rahasia maupun ilmu meringankan tubuh.

Tapi, kalau dilihat ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang ini, maka bisa diketahui bahwa tak seorang manusia pun yang hadir di situ yang bisa menandinginya.

Ting Peng ingin memanggil Cing-cing datang untuk melihat hal tersebut, tapi belum sempat dia berpaling, sebuah peristiwa yang membuatnya tak akan melupakan untuk selamanya telah berlangsung di depan mata.

Tiba-tiba bayangan manusia itu terpotong menjadi dua bagian tepat dari arah tengah bagaikan sebuah orang-orangan yang di papas dari tengahnya saja. Di dalam pagoda air itu tersedia sebuah meja perjamuan, tamunya cuma sembilan orang tapi yang melayani justru mencapai belasan orang lebih...

Tapi yang bisa duduk di situ tentu saja merupakan jago-jago kelas wahid yang termasyhur namanya di dalam dunia persilatan. Orang yang duduk dikursi utama adalah seorang lelaki yang berperawakan tinggi besar bersuara nyaring seperti genta, berwajah merah berambut putih, bila sedang minum arak seperti ikan paus menghisap air dan daging yang dimakanpun potongan-potongan yang amat besar, siapapun tak akan melihat kalau dia sudah berumur delapan sembilan puluh tahunan.

Semua orang mempersilahkannya duduk di kursi utama bukan disebabkan usianya sudah lanjut, sejak muda dulu, Tay-toahu-ong (Raja kampak golok besar) Beng Kay-san memang sudah dihormati banyak orang.

Dua puluhan tahunan berselang ia sudah mencuci tangan dan mengundurkan diri, jarang sekali dia berkelana didalam dunia persilatan. Kali ini, Ting Peng dapat mengundang kehadirannya, semua orang menganggap wajah si tuan rumah pasti tidak kecil.

Liu Yok-siong sedang menuangkan arak baginya. Sekarang Liu Yok siong muncul sebagai muridnya tuan rumah, paras mukanya sama sekali tidak berubah, dia bisa bercakap-cakap, bisa pula bergurau secara wajar, seakan-akan tak pernah terjadi suatu musibah pun yang menimpa dirinya.
Mendadak Beng Kay san menepuk bahunya keras-keras, kemudian tertawa tergelak. "Haaaahhh... haaahh.... haaahhh..., lote, aku sungguh merasa kagum kepadamu, betul-betul merasa kagum, lelaki yang pandai mengikuti gelagat baru merupakan lelaki yang sejati"

Paras muka Liu Yok siong sedikitpun tidak berubah menjadi merah, Ia malah bisa menjawab sambil tertawa: "Akupun masih membutuhkan bantuan serta petunjuk dari cianpwe sekalian!"

"Sekarang kami telah berubah menjadi cianpwe mu?" sindir Han Tiok dingin.

Kembali Liu Yok siong tersenyum. "Mulai sekarang aku akan bersikap sebagai seorang manusia yang lain, semua teman guruku merupakan cianpwe ku pula"

Beng kay san kembali tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh.... haaahhh..... haaah, bagus sekali ucapanmu itu, orang yang bisa mengucapkan kata-kata seperti ini, di kemudian hari pasti akan berhasil dengan sukses."

Ang Bo tan menghela napas panjang, katanya pula: "Ucapan dari Beng loyacu memang benar, sekarang bahkan akupun mau tak mau harus merasa kagum kepadanya..."

"Cuma sayang. Tiba-tiba Han Tiok tertawa dingin dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya. Ia tidak melanjutkan kata-katanya bukan dikarenakan dia tak ingin menyulitkan Liu Yok siong lagi, sebaliknya karena secara tiba-tiba ia menyaksikan sesosok bayangan manusia. Gerakan tubuh dari bayangan manusia itu benar-benar cepat sekali.

* * *

SEMUA jendela yang ada di sekeliling pagoda air itu dibangun secara terbuka di atas dinding, sedang para jago dan orang gagah yang hadir ditempat itu rata-rata adalah mereka yang bertenaga dalam amat sempurna, tentu saja mereka tidak takut dingin, apalagi setelah mereka meneguk arak dalam jumlah yang banyak.

Diluar jendela adalah sebuah telaga salju, di atas salju mencorong sinar rembulan yang sedang purnama. Bayangan manusia itu muncul secara tiba-tiba, dalam waktu singkat telah berada di luar jendela pagoda air itu.

Bukan cuma gerakan tubuhnya saja yang amat cepat, lagi pula gayanya juga indah sekali, tampang orang itupun sangat menarik, perawakannya jangkung dengan wajah yang menarik, cuma di bawah sinar rembulan paras mukanya kelihatan agak kehijau-hijauan.

Lim Siang him adalah seorang jago kawakan dalam dunia persilatan yang paling luas dalam pergaulan, hampir semua jago kelas satu yang ada dalam dunia persilatan dikenal olehnya.

Tentu saja diapun kenal dengan orang ini, tentu saja Thian It hui dapat disebut sebagai seorang jago kelas satu di dalam dunia persilatan karena kelihaian ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya boleh dibilang jauh lebih tinggi daripada ilmu meringankan tubuh yang dimiliki siapapun di dunia ini.

Begitu bayangan manusia itu munculkan diri, Lim Siang him segera mengangkat cawan dan tertawa terbahak-bahak. "Haaahh... haaaahh... haaahh... yang datang terlambat harus di denda tiga cawan arak, kau..."

Mendadak suara tertawanya terhenti sampai di tengah jalan, seakan-akan tenggorokannya secara tiba-tiba dipotong kutung oleh seseorang.

* * *

GOLOK TERCEPAT DI DUNIA

BULAN PURNAMA bersinar di angkasa, cahaya rembulan yang redup menyoroti wajah Thian It hui. Di bawah rambutnya, ditengah kening tiba-tiba muncul setitik butiran darah berwarna merah. Baru saja butiran darah itu muncul, tahu-tahu sudah berubah menjadi sebuah garis yang memanjang.

Darah segar segera menyembur keluar dari jidatnya, alis matanya, hidungnya, bibir, dagu terus ke bawah sampai dibalik pakaiannya. Garis yang semula amat tipis itu tiba-tiba saja berubah makin kasar, makin lama semakin kasar, makin lama semakin membesar. Tahu-tahu batok kepala Thian It hui pun mulai merekah menjadi dua mulai dari munculnya setitik butiran darah tadi.

Menyusul kemudian tubuhnya pelan-pelan merekah mulai dari tengah, separuh yang ada di sebelah kiri roboh ke sebelah kiri, sedang separuh yang ada di sebelah kanan roboh ke sebelah kanan, darah segar secara berhamburan ke mana-nana. Seorang manusia yang tadinya masih utuh, kini dalam waktu singkat telah terbelah menjadi dua bagian.

Tak ada yang bergerak, tak ada yang buka suara, bahkan napaspun turut terhenti, dalam waktu singkat peluh dingin telah membasahi sekujur badan semua orang. Walaupun semua yang hadir di sana adalah jago-jago kenamaan di dalam dunia persilatan, seorang jago kawakan, tapi siapapun belum pernah menyaksikan kejadian seperti ini.

Dayang dan pelayan yang semula melayani tamunya di sekeliling ruangan, ada separuh diantaranya telah pingsan karena ketakutan, ada separuh lagi yang terkencing-kencing dalam celana. Tiba-tiba saja seluruh pagoda air itu diliputi oleh bau busuk yang amat menusuk penciuman, tapi tak seorang pun yang merasakan akan hal itu.

Entah berapa saat kemudian, Beng Kay san baru menyambar poci arak dan meneguk habis sepoci arak penuh dalam perutnya, setelah itu sambil menghembuskan napas panjang dia baru berkata:

"Benar-benar sebuah serangan golok yang sangat cepat!" "Golok? Dimana ada golok?" Seru Lim Siang him.

Beng Kay san sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan, setelah menghela napas panjang kembali katanya: "Sudah empat puluh tahun lamanya belum pernah kusaksikan golok yang bergerak secepat ini"

Tiba-tiba Lam kiong Hoa su berkata pula: "Golok yang demikian cepatnya hanya pernah kudengar dari cerita mendiang ayahku, belum kusaksikan dengan mata kepala sendiri?"

"Aku yang sudah hidup selama delapan puluh tahun pun tak lebih hanya pernah melihat sekali saja." kata Beng Kay san lagi.

Wajahnya yang merah telah memucat, setiap kerutan wajahnya seakan-akan bertambah dalam, sedang sorot matanya memancarkan rasa ngeri dan takut yang amat dalam. Tanpa terasa ia teringat kembali peristiwa yang pernah disaksikan dengan mata kepala sendiri pada empat puluh tahun berselang.

Walaupun Raja kampak golok besar adalah seorang lelaki yang tidak takut langit tidak takut bumi, tapi asal teringat akan peristiwa tersebut, ia akan segera merasakan jantungnya berdebar keras dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.

"Waktu itu usiaku belum setua sekarang, masih sering melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, suatu hari aku lewat di jembatan panjang kota Poo Teng. Waktu itu udarapun amat dingin seperti sekarang, di jembatan penuh bunga salju, orang yang berlalu lalang sedikit sekali. Tiba-tiba kusaksikan ada seorang sedang berlarian mendekat, dia lari seperti dikejar oleh setan. Aku kenal dengan orang itu" katanya.

"Orang itupun merupakan seorang jago kenamaan pula didalam dunia persilatan, ilmu silat yang dimilikinya lihay sekali, bahkan setiap orang menyebut Thi tan (peluru baja) kepadanya. Oleh karena itu aku benar-benar tidak habis mengerti, apa sebabnya ia bisa ketakutan seperti itu? Siapakah yang sedang mengejarnya dari belakang?"

"Baru saja aku hendak bertanya, orang di belakang telah berhasil menyusulnya, cahaya golok tampak berkelebat lewat, tahu-tahu sudah membacok lewat dari kepala temanku. Temanku sama sekali tidak roboh akibat dari bacokan itu, dia masih melarikan diri dengan sepenuh tenaga. Jembatan panjang itu mencapai ratusan kaki lebih. Setibanya di ujung jembatan tersebut temanku baru secara tiba-tiba roboh dengan terbelah menjadi empat bagian"

Ketika selesai mendengarkan kisah cerita yang mendebarkan sukma itu, semua orang merasakan peluh dingin jatuh bercucuran membasahi sekujur tubuhnya.

Lim Siang him meneguk lagi beberapa cawan arak, kemudian baru berkata: "Benarkah di dunia ini terdapat golok yang begitu cepat?"

"Peristiwa itu kusaksikan dengan mata kepala sendiri" jawab Beng Kay san, "walaupun sudah berlangsung empat puluh tahun lamanya, akan tetapi hingga kini, setiap kali kupejamkan mata, peristiwa itu seakan-akan muncul kembali di depan mata, seakan-akan temanku itu muncul kembali dan mati terbelah menjadi dua bagian"

Setelah berhenti sejenak, dengan sedih lanjutnya: "Sungguh tak disangka, empat puluh tahun kemudian, peristiwa yang terjadi hari itu kembali terulang."

"Siapakah orang yang telah membunuh temanmu itu?" tanya Lim Siang him kemudian.

"Aku tak dapat melihatnya, aku hanya menyaksikan cahaya golok berkelebat lewat, orang itu sudah lenyap dari pandangan mata."

"Siapakah temanmu itu?" tanya Sun Hu-hou.

"Aku hanya kenal dengan orangnya, sama sekali tidak kuketahui siapa nama aslinya!"

Dia adalah seorang lelaki berjiwa besar seorang yang jujur dan berterus terang, belum pernah ia berbicara bohong. Bila ia sedang berbohong setiap orang dapat menyaksikan akan hal itu.

Sekarang semu orang sudah tahu kalau dia tidak berbicara jujur, tentu saja dia tahu siapakah orang yang membunuh temannya, tentu saja dia lebih-lebih tahu tentang nama temannya itu.

Tapi ia tak berani untuk mengutarakannya keluar. Kejadian yang telah berlangsung pada empat puluh tahun berselang mengapa hingga kini tak berani dia utarakan? Mengapa diapun seperti temannya itu, merasa ketakutan setengah mati?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tentu saja tak ada orang yang berani menanyakan kepadanya, tapi ada orang yang bertanya dengan cara yang lain.

"Menurut pendapatmu, apakah Thian It hui dan sahabatmu itu telah tewas di ujung golok yang sama?"

Beng Kay-san belum juga menjawab. Dia telah menutup mulut rapat-rapat, seakan-akan telah bertekad tak akan buka suara lagi. Sambil menghela napas panjang, Sun Hu hou berkata: "Entah bagaimanapun juga, peristiwa itu sudah berlangsung empat puluh tahun berselang, beberapa orang beberapa orang enghiongkah yang masih bisa hidup hingga kini semenjak empat puluh tahun berselang?"

"Bukankah Beng loya-cu masih hidup?" seru Lim Siang him.

"Beng Kay san saja masih hidup, tentu saja orang yang telah membunuh temannya kemungkinan besar masih hidup pula. Tapi, siapa gerangan orang itu." Semua orang berharap mengemukakannya keluar, setiap orang sedang memandang ke arahnya, berharap ia bersedia untuk buka suara. Tapi apa yang kemudian mereka dengar adalah suara dari seseorang yang lain, suara itu merdu dan enak didengar seperti suara anak perempuan.

Tiba-tiba ia berseru: "Beng Kay-san, ambilkan secawan arak bagiku!"

Tahun ini Beng Kay san berusia delapan puluh tujuh tahun, sejak berusia tujuh belas tahun ia sudah berkelana dalam dunia persilatan, kapak raksasa yang berat mencapai enam puluh tiga kati itu jarang menjumpai musuh tandingan.

Kampak adalah benda yang berat dan berat, perubahan jurus serangannya sulit untuk bergerak secara lincah, orang persilatan yang mempergunakan kampak memang tidak banyak jumlahnya.

Tapi, bila seseorang dapat disebut sebagai Raja kampak oleh setiap orang jelas hal ini bukan sesuatu yang mudah. Selama puluhan tahun terakhir ini, mungkin hanya orang lain yang mengambilkan arak baginya, tidak banyak lagi jumlah orang yang mengharuskan dialah yang mengambilkan arak baginya.

Tapi sekarang, ternyata ada orang yang menyuruhnya mengambilkan arak, bahkan orang yang menyuruhnya mengambilkan arak adalah seorang bocah perempuan. Lim Siang him berdiri tepat di hadapan Beng Kay san, setiap perubahan mimik wajah Beng Kay san dapat dilihat olehnya dengan amat jelas.

Tiba-tiba saja dia menemukan paras muka Bang Kay san berubah hebat, wajah yang sebenarnya merah membara, mendadak berubah menjadi dingin sedingin salju, di luar wajahnya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, bahkan sorot matanya menampilkan perasaan yang amat takut.

Dia tidak menjadi marah ketika bocah perempuan itu memerintahkan kepadanya untuk mengambilkan arak, sebaliknya malahan memperlihatkan rasa ketakutan yang luar biasa. Tak tahan lagi Lim Siang him berpaling, mengikuti sorot matanya itu, ia menyaksikan seorang nenek telah berdiri angker di situ.

Dalam pagoda air tersebut sama sekali tiada bocah perempuan, yang ada hanyalah seorang nenek yang hitam, mana kurus, kecil lagi sedang berdiri disamping seorang kakek yang hitam, kurus dan kecil pula.

Kedua orang itu mengenakan baju kasar berwarna hijau yang warnanya sudah luntur, berdiri di sana ternyata perawakan tubuhnya tidak lebih tinggi dari orang-orang yang sedang duduk di bangku, sepintas lalu mereka tampak seperti sepasang suami istri tua yang baru datang dari dusun, sedikitpun tiada sesuatu yang luar biasa.

Yang lebih aneh lagi adalah begitu banyak orang yang berada dalam pagoda air itu, bahkan mereka semua adalah jago-jago kawakan dari dunia persilatan yang berilmu tinggi, akan tetapi tak seorangpun yang melihat jelas dari manakah mereka datang?

Menunggu si nenek itu sudah bersuara, semua orang baru terperanjat. Dia tampak jauh lebih tua daripada Beng Kay san tapi suara pembicaraannya justru menyerupai bocah perempuan. Tadi dia juga yang menceritakan Beng Kay san untuk ambilkan arak, dan kini dia telah mengulangi kembali perkataan tersebut.

Kali ini sebelum perkataannya selesai diucapkan, Beng Kay san telah menuangkan arak ke dalam cawan, disekanya cawan itu bersih-bersih dengan secarik kain, kemudian baru dipenuhi dengan arak dan dipersembahkan kehadapan nenek tersebut dengan sikap yang menghormat sekali.

Nenek itu segera memicingkan matanya, setelah memandang ke arahnya sekejap, ia menghela napas pelan. "Sudah lama kita tak bersua, kaupun sudah nampak tua"

"Benar!" jawab Beng Kay san lirih.

"Konon bila seseorang menanjak tua, maka diapun berubah menjadi banyak mulut."

Tangan Beng Kay san mulai gemetar keras, gemetar sedemikian kerasnya sehingga isi dalam cawan muncrat kesana-kemari.

"Konon bila seseorang berubah menjadi banyak mulut, maka jaraknya dengan kematian akan semakin dekat" lanjut si nenek itu lebih jauh.

"Aku tidak berkata apa-apa, benar-benar tak berkata apa-apa!"

"Sekalipun kau tidak berkata apa-apa, sekarang semua orang yang berada di sini telah menduga bahwa kami adalah orang yang telah kau jumpai di luar kota Poo teng pada empat puluh tahun berselang"

Setelah menghela napas panjang, terusnya: "Tiada orang tolol yang berada di sini, bila mereka dapat menduga ke situ, tentu saja merekapun akan menduga kalau bocah she Thian itupun sudah tewas di ujung golokku pula."

Apa yang dia katakan memang benar, ditempat ini memang tak ada orang bodoh, setiap orang serentak dapat berpikir sampai ke situ. Cuma saja semua orang masih tidak percaya, apakah dua orang kakek dan nenek yang ceking mana kecil lagi, bisa mempergunakan golok dengan kecepatan yang luar biasa.

Akan tetapi penampilan mimik wajah Beng Kay san membuat mereka mau tak mau harus mempercayainya. Ia benar-benar ketakutan, sedemikian takutnya sehingga sekujur badannya menjadi lemas, cawan arak dalam genggamannya kosong, arak dalam cawan telah membasahi seluruh tubuhnya.

Tiba-tiba nenek itu bertanya: "Tahun ini kau sudah berusia delapan puluh tahun lebih bukan?"

Beng Kay san gemetar keras, sepasang giginya saling beradu keras, setelah bersusah payah akhirnya dia berhasil juga mengutarakan sepatah kata. "Benar!"

"Kau bisa hidup sampai delapan puluh tahun lebih, kendatipun harus mati juga tidak menyesal, buat apa kau musti mencelakakan pula orang-orang lainnya?"

"Aku.... aku tidak..."

"Kau jelas mengetahui, bila ada seorang saja yang bisa menebak asal usul kami, maka dia tak akan kami biarkan hidup terus, bukankah tindakanmu tadi sama halnya dengan mencelakai orang?"

Perkataan tersebut diucapkan dengan santai seakan-akan semua orang yang berada didalam ruangan itu hanya barang rongsokan yang tak berguna, sepertinya jika ia menginginkan nyawa orang-orang itu, maka hal tersebut dapat dilakukan jauh lebih mudah daripada menggencet mati seekor semut.

"Orang edan...!" tiba-tiba Ciong Tian tertawa dingin. Selamanya dia jarang berbicara, kalau dapat menggunakan dua patah kata untuk menggunakan dua patah kata untuk mengutarakan suara hatinya, dia takkan mempergunakan tiga patah kata.

"Kau maksudkan di sini ada orang edan ?" tanya si nenek.

"Ehmm...!"

"Siapa yang sudah edan?"

"Kau...!"

Tiba-tiba Ang Bo tan tertawa tergelak. "Haaahhh .... haaahh.... haaahh. . . betul, perkataanmu itu memang betul, bila nenek ini belum edan, masa dia mengucapkan kata-kata semacam itu?"

"Betul!" seru Sun Hu hou pula sambil tiba-tiba menggebrak meja keras-keras.

Lim Siang him ikut tertawa tergelak pula. "Haaahhh... haaahh.... haaahh... dia ingin membuat kita semua mampus di sini? Dia mengira kami adalah manusia apa?"

"Dia mengira dia sendiri manusia apa?" Han Tiok berseru pula dengan suara dingin.

Tiba-tiba Lam kiong Hoa su menghela napas panjang. "Aaai...! kalian tidak seharusnya berkata demikian.

"Mengapa?"

"Dengan kedudukan kalian didalam dunia persilatan mengapa meski ribut dan mencari urusan dengan seorang nenek edan?"

Ucapan demi ucapan diutarakan tiada hentinya, pada hakekatnya mereka tak memandang sebelah matapun terhadap suami istri berdua itu. Anehnya nenek itu ternyata tidak marah bahkan Beng Kay sanpun memperlihatkan wajah gembira. Hanya orang-orang yang tidak mengenal suami istri berdua itu saja yang berani bersikap kurang ajar terhadap mereka. Oleh karena semua orang tak ada yang kenal dengan mereka, maka semua orang baru ada harapan untuk hidup.

Akhirnya, nenek itu menghela napas panjang. "Aaai.... tua bangka kami sering berkata, makin sedikit yang diketahui seseorang makin panjang umurnya, aku lihat perkataannya itu memang masuk diakal."

Kakek itu, sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun, bahkan paras mukanya juga tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Mungkin hal ini disebabkan karena apa yang hendak dikatakan olehnya telah diucapkan oleh nenek tersebut.

"Kalau toh kalian tak ada yang kenal denganku, akupun enggan pula untuk ribut dengan kalian"

Tiba-tiba Liu Yok Siong tertawa, ujarnya: "Bagaimanapun juga kalian berdua telah datang kemari, mengapa tidak duduk dulu dan minum arak?"

"Hmmm... tempat macam apakah ini! memangnya pantas buat aku si orang tua untuk duduk minum arak?" jengek si nenek sambil tertawa dingin.

"Kalau toh tempat ini tidak cocok buat kalian berdua untuk minum arak, mengapa kalian berdua datang kemari?"

"Kami datang untuk mencari orang"

"Mencari orang? Siapa yang hendak dicari?"

"Seorang manusia she Sang yang bernama Sang Ceng, serta seorang budak cilik she Cia"

Menyinggung tentang kedua orang itu, wajahnya segera menunjukkan perasaan gusar. "Asal kalian serahkan kedua orang itu kepadaku, sekalipun kau berlutut sambil memohon kepadaku akupun tak ingin berada lebih lama lagi di sini"

"Ada urusan apa kalian berdua hendak mencari mereka?"

"Akupun tak ingin berbuat apa-apa, aku hanya inginkan mereka hidup beberapa tahun lagi!"

Kemudian dengan mata memancarkan rasa gusar dan benci dia melanjutkan lebih jauh: "Aku menginginkan agar mereka mau mati pun tak dapat mati"

"Budak yang ada di sini tidak sedikit jumlahnya, yang she Cia pun ada beberapa orang bahkan akupun kenal dengan orang she Sang tersebut!"

"Sekarang dia ada dimana?"

"Aku tidak tahu!"

Kakek yang selama ini tidak berbicara mendadak berkata: "Aku tahu!"

"Sejak kapan kau tahunya"

"Tadi"

"Dimana?"

"Di sini!"

Sun Hu-hou tak kuasa menahan diri, serunya dengan cepat: "Kau mengatakan Sang Ceng berada di sini?"

Pelan-pelan kakek itu mengangguk, paras mukanya masih tidak memperlihatkan perubahan apa-apa.

"Mengapa kami tidak melihat dia!"

Kakek itu sudah menutup mulutnya rapat-rapat, sepatah katapun ia tidak berbicara lagi.

"Setelah lo-tau-cu kami mengatakan dia pasti berada di sini, apa yang dikatakan loa tau cu kami selamanya tak pernah salah"

"Apakah kali inipun tak bakal salah?"

"Yaa, kali ini pun tak bakal salah"

Sun Hu-hou segera menghela napas panjang. "Aaaai.... bila kalian dapat menemukan San Ceng ditempat ini, maka aku..."

"Kau hendak kemana?" tukas si nenek.

"Aku akan...."

Belum habis dia menyelesaikan kata-katanya, mendadak Lim Siang him melompat ke depan dan menutupi mulutnya. Sambil tertawa dingin si nenek itu berseru: "San Ceng, bahkan orang inipun telah berhasil melihat kau, mengapa kau tidak cepat-cepat menggelinding keluar?"

Terdengar seseorang berseru sambil tertawa dingin: "Kalau hanya mengandalkan ketajaman matanya sudah dapat menemukan aku, kejadian ini baru aneh namanya"

* * *

SEHARUSNYA San Ceng sudah datang ke sana, bila ia telah datang, tentu saja akan dipersilahkan masuk ke dalam pagoda air ini. Tapi jelas hingga sekarang ia masih belum pernah menampakkan diri. Anehnya, suara pembicaraan orang itu justru suara dari San Ceng...

Sudah jelas semua orang dapat mendengar suaranya, tapi justru tak ada yang melihat orangnya. Walaupun pagoda air itu tak bisa dibilang kecil, tapi tak bisa dikatakan pula amat besar, tapi di manakah orang itu menyembunyikan diri?

Dia selalu berada dalam pagoda air itu, berada di depan mata orang-orang itu, sedang orang-orang yang berada di sana bukan orang buta semua, tapi anehnya justru mereka tak ada yang melihat dirinya.

Sebab siapapun tak ada yang menyangka kalau Ngo-heng poocu yang berkedudukan terhormat dalam dunia persilatan, ternyata telah berubah menjadi begini rupa.

* * *

WALET BAJA TERBANG

TAMU yang berada dalam pagoda air itu berjumlah sembilan orang, sebaliknya pelayan dan dayang yang melayani mereka berjumlah dua belas orang, enam lelaki dan enam perempuan.

Yang lelaki memakai baju hijau kaos putih, sedangkan yang perempuan mengenakan gaun pendek. setiap orang tampak amat bersih, teratur dan amat tenang, seperti barang-barang antik yang mudah pecah.

Tak bisa disangkal lagi mereka semua adalah orang-orang yang dipilih melalui seleksi yang seksama, atau tegasnya untuk menjadi babu atau kacung di dalam keluarga yang kaya raya ini bukanlah suatu pekerjaan yang gampang.

Tapi entah bagaimanapun disiplin dan ketatnya pendidikan yang pernah mereka terima, bila secara tiba-tiba menyaksikan ada seorang "hidup" yang mendadak tubuhnya terbelah menjadi dua, mereka toh akan dibuat ketakutan juga.

Dari dua belas orang yang berada di situ, paling tidak ada separuh diantaranya yang sudah dibuat ketakutan sampai lemas kakinya dan tergeletak di tanah tanpa sanggup untuk bangkit berdiri kembali.

Tiada orang yang menegur mereka, juga tiada orang yang memperhatikan mereka, bahkan memandang sekejap ke arah mereka pun tidak. Dalam pagoda air ini, kedudukan mereka tidak lebih penting daripada seekor ikan gurame yang dimasak Ang sio. 0leh karena itu mereka tidak berhasil melihat San Ceng.

San Ceng adalah seorang yang selalu memandang tinggi kedudukan sendiri, gayanya sok dan siapapun tak akan menyangka kalau dia akan menurunkan derajat sendiri dengan mencampur baurkan diri diantara para pelayan, bahkan menggeletak di tanah lagi pura-pura mati.

Sayang sekali ia sudah tak dapat melanjutkan sandiwaranya lagi, terpaksa ia harus bangkit berdiri, mengenakan pakaian berwarna hijau dengan kaos putih yang selama hidup tak pernah dikenakannya dengan wajah hijau membesi. Sekarang semua orang baru melihat jelas, rupanya dia mengenakan sebuah topeng kulit manusia yang terbuat amat sempurna. Lim Siang him sengaja menghela napas panjang, lalu katanya:

"Apa yang dikatakan Sang poocu memang benar, dengan ketajaman mataku aku benar-benar tak dapat melihat kalau dia adalah Sang poocu, kalau tidak masa aku berani merepotkan Sang poocu untuk mengambilkan arak untuk diriku."

"Diatas wajah Sang poocu mengenakan sebuah topeng kulit manusia yang dibuat oleh Jit kiau tongcu, tentu saja dengan mata telanjang tak mungkin kita bisa menemukannya" sambung Lamkiong Hoa su.

"Konon kulit manusia itu merupakan sebuah benda yang sangat berharga di dalam dunia persilatan waktu lalu"" ucap Bwee toa lojin pula: ""yang masih tersisa dalam dunia persilatan sudah tidak banyak lagi jumlahnya, konon paling banter cuma ada tiga empat lembar saja."

"Hmm, sungguh tak disangka Sang poocu yang selamanya terbuka dan gagah perkasa, ternyata menyimpan pula selembar topeng tersebut...." sambung Han Tiok.

"Orang yang jujur dan terbuka, menganggap tak boleh mempunyai topeng semacam ini, mengapa harus menyimpannya secara diam-diam" seru Bwee Hoa cepat.

"Masa kau lupa, topeng kulit manusia semacam ini terbuat dari apa?"

"Konon kalau tak salah terbuat dari kulit pantat orang mati" ucap Lim Siang him.

"Tidak benar, tidak benar" teriak Bwe-hoa sambil menggoyangkan kepalanya berulang kali, "dengan kedudukan Sang poocu dalam dunia persilatan, masa ia mau mengenakan kulit pantat orang mati di atas wajahnya? sudah pasti kau sudah salah mendengar"

Begitulah, beberapa orang itu saling menyindir dan saling berseru, isinya hanya cemoohan dan ejekan belaka.

Akhirnya Sang Ceng buka suara juga, dia berkata: "Sudah selesaikan perkataan kalian semua?"

"Belum" sahut Lim Siang him, "masih ada satu hal yang tidak jelas bagiku"

"Persoalan apa?"

"Hari ini adalah pesta besar yang diselenggarakan tuan rumah perkampungan ini untuk segenap umat persilatan di dunia, beratus meja perjamuan telah disediakan, semakin banyak orang semakin gampang untuk menyembunyikan diri, mengapa kau tidak pergi ke tempat yang banyak orangnya, tapi justru datang kemari?"

"Sebab aku mengira kalian adalah temanku, sekalipun jejakku ketahuan, kalian sebagai pendekar-pendekar lurus dari golongan putih, tak akan membiarkan aku mati ditangan ibis sesat dari golongan hitam"

Mendadak Sun Hu hou melompat bangun, lalu bentaknya keras-keras. "Seorang iblis sesat dari golongan hitam? Siapakah yang termasuk iblis sesat dari golongan hitam?"

Sang Ceng tertawa dingin. "Apakah kalian benar-benar tidak tahu kalau kedua orang ini adalah...."

Ia tidak melanjutkan kata-katanya sebab dia tak sanggup melanjutkan perkataannya, dalam waktu singkat ada dua tiga puluh titik cahaya tajam yang menghajar ke arahnya, semuanya mengancam bagian-bagian mematikan di tubuhnya.
Orang pertama yang melancarkan serangan paling dulu adalah Lim Siang him. Sun Hu hou, Ciong Tian, Bwe Hoa, Han Tiok dan Lam kiong Hoa supun tidak lebih lambat daripada gerakannya.

Orang itu berasal dari perguruan kenamaan, jarang sekali ada umat persilatan yang mengetahui kalau merekapun pandai mempergunakan senjata rahasia. Sebab dihari-hari biasa mereka selalu mengatakan kalau senjata rahasia adalah benda kaum sesat, selalu memandang rendah orang-orang yang ternama karena mengandalkan senjata rahasia.

Tapi sekarang, senjata rahasia mereka telah dipergunakan, bukan saja dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, bahkan keji dan luar biasa hebatnya, entah dalam bagian manapun mereka tak akan lebih kurang dari orang-orang yang mereka anggap rendah dihari-hari biasa.

Jelas mereka telah bertekad tak akan membiarkan Sang Ceng menyelesaikan kata-katanya dalam keadaan hidup, setiap orang telah mempersiapkan senjata rahasia dalam tangannya, kemudian secara tiba-tiba melancarkan serangan berbareng.

Bagaimana mungkin Sang Ceng dapat menduga kalau mereka bakal turun tangan bersama secara tiba-tiba? Bagaimana mungkin ia dapat meloloskan diri dari ancaman tersebut? Bahkan dia sendiripun beranggapan bahwa dia bakal mati, sebab diapun tidak menyangka kalau ada orang yang akan turun tangan menyelamatkan jiwanya.

Mendadak tampak cahaya golok berkelebat lewat. Cahaya golok yang berwarna perak berkelebat lewat ditengah udara, dua puluh tujuh macam senjata rahasia terdiri dari pelbagai macam itu telah jatuh berserakan di atas tanah dalam jumlah lima puluh empat batang, sebab setiap macam senjata itu telah terpapas kutung menjadi dua bagian oleh ayunan golok tersebut.

Diantara dua puluh tujuh macam senjata rahasia itu terdapat teratai baja, jarum bunga bwee, ada peluru emas, ada pisau penembus tulang, ada yang berbentuk persegi ada yang berbentuk bulat, ada yang lancip ada pula yang berbentuk lonjong, ada yang besar ada pula yang kecil, setiap macam senjata rahasia tersebut semuanya patah persis ditengah-tengah. Sungguh suatu gerak serangan yang amat cepat dan amat tepat!

* * *

CAHAYA golok berkelebat lewat, tahu-tahu lenyap tak berbekas. Paras muka kakek itu masih tetap tenang tanpa perubahan apapun, sebaliknya dari balik mata nenek itu memancarkan cahaya berkilat seperti cahaya golok yang berkelebat lewat tadi.

Tapi ditangan mereka berdua tak ada yang memegang golok. Cahaya golok tadi berasal dari mana? Mengapa tahu-tahu lenyap tak berbekas? Ternyata tak seorang manusiapun yang melihatnya. Paras muka setiap orang berubah hebat.

Mendadak Sang Ceng mendongakkan, kepalanya dan menghela napas panjang. "Aaaai ... rekan persilatan yang selama dua puluh tahun saling menghormat dan saling menolong, ternyata dalam sekali serangan ingin merenggut selembar jiwaku, aaai .... siapakah yang akan menduga sampai ke situ?"

Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba sambil tertawa dingin katanya lagi: "Tapi sudah seharusnya aku berpikir sampai ke sana, sebab apa yang kulihat jauh lebih banyak dari pada kalian"

"Mengapa yang kau lihat jauh lebih banyak dari pada kami?" tanya si nenek.

"Sebab sejak tadi aku tergeletak di atas tanah, bahkan apa yang terjadi di bawah meja pun dapat kulihat jelas"

"Apa yang telah kau lihat?"

"Sewaktu mereka sedang memaki kau sebagai orang edan tadi, tangan mereka yang berada di bawah meja secara diam-diam saling menarik baju lawan dan memberi tanda rahasia, bahkan ada sementara tangan yang gemetar keras...."

"Lanjutkan."

"Tentu saja hal ini dikarenakan mereka sudah menduga siapakah kalian, tapi mereka tak boleh membiarkan kau tahu akan hal ini"

"Yaa... sebab bila ada seorang diantara mereka yang bisa menduga asal usulku maka jangan harap ada yang bisa berlalu dari sini dalam keadaan hidup!"

"Itulah sebabnya terpaksa mereka harus bersandiwara di hadapanmu, agar kau mengira mereka sama sekali tak tahu siapakah kau, kalau tidak, masa mereka berani bersikap kurang ajar kepadamu?"

"Heeehhh... heeehhh... heehhh... ternyata di sini memang benar-benar tak ada yang tolol" ujar si nenek sambil tertawa dingin.

"Sungguh tak disangka aku memang benar-benar berada di sini dan yang lebih tidak beruntung lagi mereka justru adalah sahabatku...."

"Hmmm.. setelah mereka tahu akan asal usulku, tentu saja mereka tak akan menganggap kau sebagai teman lagi"

"Itulah mereka harus mencemooh, mengejek dan menyindir ku, pertanda kalau mereka tidak memandang tinggi diriku, bila ada orang hendak membunuh aku. Merekapun tak akan mencampuri urusanku"

"Sayang sekali aku justru belum terlalu terburu napsu untuk turun tangan merenggut jiwamu"

"Kini aku belum mati, aku masih bisa berbicara tentu saja setiap saat aku dapat mengutarakan asal usul kalian kepada mereka."

Nenek itu mengangguk. "Benar, asal kau mengutarakan hal itu, berarti merekapun harus mengiringi kematianmu"

"Sekarang terbukti sudah kalau mereka tidak menganggap teman kepadaku, tentu saja akupun tak akan membiarkan mereka memperoleh kebaikan apa-apa...."

"Mereka pasti sudah menduga akan hal itu, mereka semua toh bukan orang tolol"

"Tapi mereka sama sekali tidak mengira kalau kau telah turun tangan menyelamatkan jiwaku"

"Mungkin merekapun tak akan menyangka kalau aku dapat menyelamatkan jiwamu," sambung si nenek dingin.

Dalam dunia ini memang tidak ada beberapa orang yang bisa merontokkan dua puluh tujuh macam senjata rahasia di dalam sekali bacokan.

"Tadi Lim Siang him menutupi mulut Sun Hu-hou bukan lantaran dia sudah melihat kalau aku berada di sini" kata Sang Ceng.

"Yaa dia telah menduga siapa gerangan lo-tau cu kami ini" si nenek ini manggut-manggut.

"Tentu saja dia juga tahu kalau dalam hidupnya Thi tianglo tak pernah mengucapkan kata-kata yang tidak meyakinkan atau melakukan perbuatan yang tidak meyakinkan"

"Ehmm, memang jarang sekali ada orang yang tidak mengetahui watak dari lo-tau cu kami itu"

"Itulah sebabnya mereka lebih-lebih tak akan membiarkan aku memberitahu kepada mereka kalau kakek ini adalah salah satu di antara empat toa tianglo dari Mo kau, jago golok paling cepat dikolong langit pada empat puluh tahun berselang"

Ternyata dia mengutarakan juga hal ini. Belum habis dia berkata Han Tiok sudah melompat ke udara dan melesat pergi dari situ dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya.

Syarat utama dalam ilmu meringankan tubuh adalah "enteng"" dengan tubuh yang enteng gerakan baru bisa cepat bagaikan kilat. Tubuh Han Tiok kurus kering bagaikan bambu, lagi pula amat pendek dan kecil.

Sudah dapat dipastikan Han Tiok jauh lebih "enteng" "daripada kebanyakan orang lain. Han Tiok boleh dibilang merupakan salah satu diantara sepuluh orang jago yang paling bagus ilmu meringankan tubuhnya dalam dunia persilatan.

Sewaktu dia meleset ke luar tadi, tak ada orang yang menghalanginya, juga tak ada yang bisa menghalanginya, yang nampak cahaya golok yang berkelebat lewat. Tatkala cahaya golok itu berkelebat lewat, tubuhnya masih melesat ke depan, dalam waktu singkat dia sudah melewati telaga salju tersebut.

Rembulan yang purnama masih ada di langit. Di langit ada rembulan, di atas telaga juga ada rembulan.

Di antara kilauan cahaya dari langit dan pantulan dari bumi, semua orang dapat melihat jelas tubuhnya yang kurus kecil itu dengan cepat dan enteng telah melesat ke depan menyeberangi telaga salju itu.

Semua orangpun dapat melihat jelas, secara tiba-tiba tubuhnya terbelah persis dari tengah menjadi dua bagian.

* * *

TIADA orang yang berani bergerak lagi.

Han Tiok adalah orang pertama yang melesat ke depan, orang lain pun turut menghimpun tenaga dan bersiap melompat pula ke luar. Tapi sekarang, hawa murni yang baru saja mereka himpun, secara tiba-tiba berubah menjadi peluh dingin.

Cahaya golok kembali berkelebat lalu lenyap. Tapi kali ini semua orang dapat melihat jelas, cahaya golok itu muncul dari balik ujung baju si kakek itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun. Ujung bajunya itu sangat lebar, amat besar dan panjang. Cahaya golok berwarna putih perak yang meluncur keluar dari balik ujung bajunya tadi, kini seakan-akan tertinggal dibalik mata nenek tersebut...

"Kau keliru" tiba-tiba nenek itu berkata.

"Dia memang keliru" sahut Sang Ceng, "dia seharusnya tahu kalau tiada orang yang dapat meloloskan diri dari ujung golok si burung walet"

"Kaupun keliru" ucap si nenek.

"Oya?"

"Kaupun seharusnya pernah mendengar akan sepatah kata"

"Kata apa?"

"Burung walet terbang berpasangan, jantan betina burung walet baja, sekali bacok tengah membelah, kiri kanan berjumpa kembali"

Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan: "Maksud dari perkataan itu adalah bacokan kami selalu datangnya dari tengah, bagian kanan pun akan segera berpisah"

"Ucapan itu tidak terlalu bagus, tapi aku memang pernah mendengarnya..."

"Kalau kata-kata seperti ini pernah kau dengar, tentunya kau juga harus tahu, diantara empat tianglo dari Mo-kau, hanya walet baja yang terdiri dari dua orang"

Kemudian ia melanjutkan: "Walaupun bacokan golok lo tau cu kami cepat, akupun harus turut turun tangan pula, dengan demikian kelihaiannya baru dapat terlihat jelas..."

"Ucapan ini memang pernah kudengar. Tapi, sekalipun kami berdua telah turun tangan bersama, Yan cu siang hui (burung walet terbang berpasangan) masih belum bisa dianggap sebagai golok tercepat di dunia ini"

"Belum bisa dianggap?"

"Yaa, belum bisa dianggap"

Sang Ceng segera menghela napas panjang. "Aaaai, tapi golok kalian boleh dibilang sudah cukup cepat....!" katanya.

"Kau menganggap golok kami sudah cukup cepat karena kau belum pernah melihat golok yang benar-benar tercepat di dunia ini!"

Mendadak wajahnya menunjukkan suatu perubahan yang aneh sekali: "Golok itu adalah sebilah golok berbentuk melengkung seperti bulan sabit...."

Si kakek yang jarang bersuara itu mendadak menusuk ucapannya dengan berseru dingin: "Kaupun sudah tua!"

Jarang ada perempuan yang mau mengakui dirinya sudah tua, tapi kali ini ternyata dia mengakuinya dengan segera: "Yaa, aku memang sudah tua, aku benar-benar sudah tua, kalau tidak mengapa aku bisa berubah menjadi banyak mulut"

Mimik wajahnya masih tampak sangat aneh, entah karena menaruh hormat atau benci? atau kagum? Atau marah? Beberapa macam hal tersebut sebenarnya tak mungkin bisa tampak di atas wajah satu orang.

Tapi terhadap golok berbentuk lengkung macam bulan sabit ini, justru mempunyai beberapa macam perasaan yang tak sama. Golok lengkung itu, apa seperti golok lengkung dari Cing cing?

Pertanyaan ini sudah tak ada orang yang dapat menjawab lagi, sebab nenek itu sudah mengalihkan kembali pokok persoalannya ke masalah yang lain.

Tiba-tiba ia bertanya kepada Sang Ceng: "Dapatkah aku membunuhmu dalam sekali bacokan?"

"Dapat!" Sang Ceng bukanlah seseorang yang rela menyerah kalah dengan begitu saja, akan tetapi kali ini dia telah mengakuinya.

Nenek itu segera menghela napas panjang, katanya lagi: "Kau sama sekali bukan seseorang yang menarik, dihari-hari biasa gerak gerikmu bukan saja menganggap dirinya luar biasa, bahkan kaupun berbuat agar orang lain menganggap kau luar biasa."

"Ternyata Sang Ceng mengakui akan hal ini. Ilmu pedang Ngo heng kiam hoat yang kau miliki sama sekali tak ada gunanya, kehidupan di dunia ini terhadap orang lainpun sama sekali tak ada kegunaannya" sambung si nenek itu.

Sang Ceng sama sekali tidak membantah: "Tapi kau masih mempunyai sebuah kebaikan," kata si nenek itu lagi, "paling tidak kau jauh lebih baik daripada manusia-manusia munafik yang menganggap dirinya luar biasa, sebab apa yang kau ucapkan adalah kata-kata yang sejujurnya."

Terhadap perkataan ini, tentu saja Sang Ceng semakin tak akan membantah.

"Oleh sebab itu aku tak ingin membunuhmu" sambung si nenek, asal kau serahkan budak cilik itu kepadaku, maka akupun akan segera melepaskan kau pergi!"

Sang Ceng termenung sampai lama sekali, tiba-tiba dia berkata: "Bolehkah kubicarakan dulu beberapa hal dengan mereka?"

"Mereka siapa?"

"Mereka adalah orang-orang yang dahulu ku anggap sebagai teman-temanku ini?"

"Sekarang kau sudah tahu mereka adalah teman-teman macam apa, mesti buat berbicara apa lagi dengan mereka?"

"Aku hanya ingin mengucapkan sepatah kata saja."

Sebelum si nenek menjawab, kali ini kakek itu sudah mendahului: "Biarkan dia berbicara"

Orang yang jarang berbicara biasanya setiap ucapan yang diutarakan olehnya selalu lebih berbobot.

"Kakek tua kami sudah mengijinkan kau untuk berbicara, siapa lagi yang bisa melarangmu untuk berbicara?" kata si nenek.

Setelah menghela napas, terusnya: "Sekalipun saat ini kau tak ingin berbicarapun, mungkin sudah tidak mungkin lagi"

Maka Sang Ceng pun membisikkan sesuatu di sisi telinga lima orang, mereka adalah Sun Hu hou, Lim Siang him, Bwee Hoa, Ciong Tian serta Lamkiong Hoa su. Hanya Beng Kay san dan Liu Yok siong yang tidak masuk dalam bilangan.

Tak ada yang tahu apa yang telah dia katakan, tapi semua orang yang mendengar perkataan itu paras mukanya segera berubah hebat, berubah menjadi lebih menakutkan daripada tadi.

Apa yang sebenarnya dia bisikkan kepada kelima orang "teman"nya itu? Suatu tanda tanya besar.

* * *

GOLOK SETAN

SAMBIL memicingkan mata, nenek itu memperhatikan mereka, agaknya diapun tak dapat menebak apa yang telah dibisikkan Sang Ceng di sisi telinga mereka.

Hingga berusia tiga puluh tahun, Thi yan hujin (Nyonya burung walet baja) masih termasyhur sebagai perempuan cantik dalam dunia persilatan, terutama sekali sepasang matanya yang sanggup membetot sukma.

Bila pada empat puluh tahun berselang ia memandang seorang lelaki dengan pandangan demikian, entah apapun yang dia minta, lelaki tersebut pasti akan memenuhi semua keinginannya, sayang sekali kini dia sudah meningkat tua.

Semua orang telah menutup mulutnya rapat-rapat, seakan- akan sudah mengambil keputusan tak akan mengutarakan lagi apa yang dibisikkan Sang Ceng kepada mereka itu.

Mendadak Sang Ceng berkata: "Yan-Cu-Siang-Hui meskipun membunuh orang seperti membabat rumput, apa yang telah diucapkan selamanya masuk hitungan"

"Tentu saja masuk hitungan" jawab Thi Yan Hujin.

"Tadi agaknya kau telah berkata, asal kami serahkan nona Cia tersebut kepadamu maka kau akan melepaskan aku pergi"

"Benar, aku memang berkata demikian"

"Kalau begitu, sekarang agaknya aku sudah boleh pergi dari tempat ini...!"

Ia lantas menepuk tangannya dan membersihkan pakaiannya dari debu dan pasir, seolah-olah kejadian ini sama sekali sudah tiada hubungannya dengan dirinya lagi.

"Karena sekarang aku telah menyerahkan dirinya!"

"Serahkan kepada siapa?"

"Serahkan kepada mereka!"

Ia menunjuk kearah Lim Siang him, Sun Hu hou, Ciong Thian, Bwe Hoa dan Lamkiong Hoa su.

"Aku memang sudah membawa dia datang kemari dan menyembunyikan di suatu tempat yang amat rahasia, barusan aku telah memberitahukan letak tempat itu kepada mereka, sekarang salah seorang diantara mereka sudah dapat menemukan tempat persembunyiannya lagi"

Tiba-tiba Sun Hu hou membentak marah: "Darimana kami bisa tahu kalau kau berbicara jujur?"

"Asal salah seorang diantara kalian pergi kesana dan mencarinya, segera akan diketahui apakah aku bohong atau tidak!" jawab Sang Ceng dengan sikap yang tenang.

Paras muka Sun Hu Hou berubah menjadi hijau membesi, peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi pipinya.

Sang Ceng malah tertawa tergelak, tertawa amat gembira, siapapun tak ada yang tahu mengapa secara tiba-tiba mereka dapat berubah menjadi begitu gembira.

"Sudah pasti mereka akan saling berebut untuk pergi mencari budak cilik itu!" kata Thi yan hujin tiba-tiba.

"Oya!"

"Sekarang mereka sudah tahu siapakah aku, hal ini berarti mereka berlima sama halnya dengan lima sosok mayat!"

"Ooooh....!"

"Tapi mereka semua belum ingin mati"

"Yaa, selama banyak tahun belakangan ini, kehidupan mereka memang dilewatkan dengan baik sekali, tentu saja mereka tak ingin mati" sambung Sang Ceng.

"Siapapun tak ingin mati, maka siapapun ingin pergi mencarinya!"

"Kenapa?"

"Sebab barang siapa dapat menemukan budak cilik itu, maka aku akan melepaskannya."

"Aku percaya apa yang telah kau ucapkan pasti akan dipenuhi!"

"Kalau memang begitu, menurut pendapatmu mungkinkah mereka akan saling berebut?"

"Tidak mungkin"

Thi yan hujin segera tertawa dingin. "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... apakah kau anggap mereka semua adalah orang-orang yang tidak takut mati?"

"Justru karena mereka takut mati, maka mereka tak akan pergi ke sana untuk mencarinya"

"Mengapa?"

"Sebab bila mereka tidak pergi, mungkin saja masih dapat hidup selama beberapa tahun lagi, sebaliknya kalau pergi berarti mereka sudah pasti akan mati, dalam hal ini aku percaya mereka pasti akan mengetahuinya dengan jelas"

Berbicara sampai di situ, dia lantas berpaling ke arah mereka sambil bertanya: "Bukan begitu?"

Ternyata tak seorangpun di antara mereka yang menyangkal. Thi yan-hujin merasa rada marah, tapi juga agak keheranan. "Apakah mereka mengira aku tak berani membunuh mereka?"

"Tentu saja kau berani, bila mereka tidak pergi, kau pasti akan turun tangan, dalam hal ini merekapun tahu!"

Setelah berhenti sejenak, dengan hambar dia melanjutkan: "Sayang sekali nona Cia ini masih mempunyai orang tua, bila mereka sampai menyerahkannya kepadamu maka orang itupun tak akan melepaskan mereka dengan begitu saja"

"Jadi mereka lebih suka menyalahi aku daripada menyalahi orang tersebut?"

"Mereka semua adalah jago-jago kelas satu di dunia persilatan, seandainya mereka turun tangan bersama menghadapimu, mungkin saja masih ada sedikit harapan, tapi jika mereka hendak menghadapi orang itu, maka pada hakekatnya sama sekali tak ada kesempatan lagi..."
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 09

Golok Bulan Sabit Jilid 08

Golok Bulan Sabit Jilid 08
Karya : Khu Lung
Penyadur : Tjan ID

Cerita silat Mandarin Karya Khu Lung
DARI balik matanya kembali memancar keluar sinar terang karena gembira, ujarnya: "Aku tak akan membiarkan diriku menderita kekalahan lagi ditangan orang lain"

Diam-diam Cing-cing menghela napas panjang, namun di luar dia masih bertanya lagi sambil tertawa: "Siapa yang kau maksudkan sebagai orang lain"

"Siapapun sama saja"

"Apakah Sam sauya dari keluarga Cia, Cia Siau hong juga termasuk diantaranya?"

"Terhadap Cia Siau hong pun sama saja, bagaimana pun juga, dia toh seorang manusia juga..."

Sinar matanya memancarkan cahaya makin panas, lanjutnya: "Cepat atau lambat, pada suatu hari akupun menantangnya untuk berduel, aku ingin lihat siapa yang lebih unggul diantara kami berdua."

Cing-cing memandang ke arahnya, dibalik sinar mata itu sudah terpancar keluar sinar kemurungan. Setiap kali Ting Peng menyinggung tentang Cia Siau hong, sepasang matanya selalu memperlihatkan mimik wajah seperti itu. Terhadap manusia yang bernama Cia Siau hong dia seperti menaruh perasaan jeri dan takut yang tak mungkin bisa di utarakan kepada orang lain.

Dia adalah "rase", rase adalah makhluk yang dapat melakukan apapun. Sebaliknya walaupun Cia Siau hong adalah pedang sakti dari segala pedang, dewa pedang dari segenap manusia toh dia tetap masih berupa seorang manusia. Mengapa dia harus jeri terhadap seorang manusia biasa? Tak bisa disangkal lagi, itulah rahasia hatinya.

Bila rahasia yang tertanam dalam hati seorang tak dapat di utarakan kepada manusia lain, maka hal itu akan berubah menjadi suatu penderitaan, berubah menjadi suatu daya tekanan yang berat.

Ting Peng tidak memperhatikan perubahan mimik wajahnya, kembali dia berkata: "Benteng keluarga Siang terletak didekat perkampungan Sin kiam san-ceng, Siang Ceng tidak datang mungkin disebabkan terpengaruh oleh kemampuan Cia Siau hong"

Dengan hambar dia melanjutkan. "Cia sam sauya yang tiada tandingannya dikolong langit, tentu saja tak akan memandang sebelah mata terhadap seorang bocah ingusan seperti aku"

Tampaknya Cing cing tak ingin membicarakan tentang manusia yang bernama Cia Siau hong, dengan cepat dia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, tanyanya: "Bagaimana dengan Thian It hui? Dia adalah macam apa pula?"

"Tahukah kau tentang seorang perempuan dalam dunia persilatan yang di namakan Kui im bu siang hui nio cu (perempuan terbang bayangan setan tiada tandingan)?"

"Kau maksudkan Thian Peng?"

"Yaa, dialah yang dimaksudkan"

"Tentu saja aku tahu tentang dia, banyak sudah ceritera tentang dirinya yang pernah kudengar"

Dalam dunia persilatan memang tersiar banyak sekali ceritera-ceritera tentang Thian Peng. Dia adalah salah seorang diantara tiga perempuan paling cantik dalam dunia persilatan, tapi juga merupakan salah satu diantara tiga perempuan paling menakutkan di dunia ini.

Kelihaian ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya bukan saja tiada perempuan lain yang bisa menandinginya, bahkan jarang sekali ada kaum lelaki yang bisa menandinginya. Dia sudah lama termasyhur, kalau dihitung sekarang, paling tidak ia telah berusia empat lima puluh tahunan. Tapi menurut orang yang belakangan ini pernah bersua muka dengannya, konon dia nampak seperti baru berusia dua puluh tujuh delapan tahunan.

Ting Peng kembali berkata. "Thian It hui adalah satu-satunya ahli waris dari Thian Peng, ada pula yang mengatakan kalau dia adalah keponakannya, ada yang mengatakan dia adalah adik tongnya, bahkan ada yang bilang dia adalah anak hasil hubungan gelapnya"

Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan: "Tapi sebetulnya hubungan apakah yang terjalin diantara mereka, tak seorang manusiapun yang tahu, semua orang hanya tahu ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Thian It hui memang benar-benar merupakan warisannya. malah sekarang boleh dibilang sudah merupakan jagoan kelas satu di dalam dunia persilatan"

"Apakah Thian It hui juga tinggal disekitar perkampungan Sin kiam san ceng...." tanya Cing cing.

"Jejak Thian Peng sangat rahasia, siapapun tidak tahu apakah dia punya rumah atau tidak ? Lebih-lebih tak ada yang tahu dia tinggal dimana, demikian pula hal nya dengan Thian It hui, hanya belakangan ini dia selalu berdiam dalam sebuah rumah penginapan dekat perkampungan Sin kiam san ceng, bahwa sekali tinggal paling tidak sudah mencapai setengah tahun lamanya."

"Mengapa dia harus tinggal di sana?"

"Karena dia ingin menjadi menantunya perkampungan Sin kiam san-ceng..." Setelah tertawa, kembali lanjutnya: "Oleh karena itu, bila Cia Siau hong tidak datang, tentu saja diapun tak akan datang"

"Aku rasa Cia Siau hong tak pernah beristri, dari mana dia bisa mempunyai anak gadis?"

Ting Peng segera tersenyum: "Waaah... kalau soal ini mah merupakan urusan pribadinya, kau harus tahu, aku selamanya tak pernah akan memperdulikan urusan pribadi orang lain"

Itulah prinsip hidupnya, juga merupakan kelebihan yang dimilikinya, dalam hal ini dari dulu sampai sekarang tak pernah berubah.

Daun jendela berada dalam keadaan terbuka karena Cing-cing selalu tidak takut dingin. Berdiri di depan jendela, tampak rembulan yang baru muncul di kaki langit serta kolam air di tepi pagoda air tersebut. Kini air di dalam telaga telah membeku menjadi es. Lapisan salju yang licin memantulkan sinar rembulan dan cahaya lampu di sekelilingnya membuat suasana di sana bagaikan sebuah cermin yang amat besar.

Dikala Ting Peng berjalan mendekati jendela, tiba-tiba dari balik cermin muncul sesosok bayangan manusia. Gerakan tubuh orang itu benar-benar terlalu cepat dengan ketajaman mata Ting Pengpun ternyata tidak berhasil mengetahui darimanakah dia datangnya hanya nampak sesosok bayangan manusia berwarna abu-abu berkelebat lewat tahu-tahu telaga salju selebar dua tiga puluh kaki sudah dilampauinya.

Malam ini jago-jago yang berkumpul dalam perkampungan Wan gwat-san-ceng boleh dibilang terdiri dari jago-jago kelas satu dalam ilmu pedang, ilmu golok, ilmu telapak tangan, ilmu senjata rahasia maupun ilmu meringankan tubuh.

Tapi, kalau dilihat ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang ini, maka bisa diketahui bahwa tak seorang manusia pun yang hadir di situ yang bisa menandinginya.

Ting Peng ingin memanggil Cing-cing datang untuk melihat hal tersebut, tapi belum sempat dia berpaling, sebuah peristiwa yang membuatnya tak akan melupakan untuk selamanya telah berlangsung di depan mata.

Tiba-tiba bayangan manusia itu terpotong menjadi dua bagian tepat dari arah tengah bagaikan sebuah orang-orangan yang di papas dari tengahnya saja. Di dalam pagoda air itu tersedia sebuah meja perjamuan, tamunya cuma sembilan orang tapi yang melayani justru mencapai belasan orang lebih...

Tapi yang bisa duduk di situ tentu saja merupakan jago-jago kelas wahid yang termasyhur namanya di dalam dunia persilatan. Orang yang duduk dikursi utama adalah seorang lelaki yang berperawakan tinggi besar bersuara nyaring seperti genta, berwajah merah berambut putih, bila sedang minum arak seperti ikan paus menghisap air dan daging yang dimakanpun potongan-potongan yang amat besar, siapapun tak akan melihat kalau dia sudah berumur delapan sembilan puluh tahunan.

Semua orang mempersilahkannya duduk di kursi utama bukan disebabkan usianya sudah lanjut, sejak muda dulu, Tay-toahu-ong (Raja kampak golok besar) Beng Kay-san memang sudah dihormati banyak orang.

Dua puluhan tahunan berselang ia sudah mencuci tangan dan mengundurkan diri, jarang sekali dia berkelana didalam dunia persilatan. Kali ini, Ting Peng dapat mengundang kehadirannya, semua orang menganggap wajah si tuan rumah pasti tidak kecil.

Liu Yok-siong sedang menuangkan arak baginya. Sekarang Liu Yok siong muncul sebagai muridnya tuan rumah, paras mukanya sama sekali tidak berubah, dia bisa bercakap-cakap, bisa pula bergurau secara wajar, seakan-akan tak pernah terjadi suatu musibah pun yang menimpa dirinya.
Mendadak Beng Kay san menepuk bahunya keras-keras, kemudian tertawa tergelak. "Haaaahhh... haaahh.... haaahhh..., lote, aku sungguh merasa kagum kepadamu, betul-betul merasa kagum, lelaki yang pandai mengikuti gelagat baru merupakan lelaki yang sejati"

Paras muka Liu Yok siong sedikitpun tidak berubah menjadi merah, Ia malah bisa menjawab sambil tertawa: "Akupun masih membutuhkan bantuan serta petunjuk dari cianpwe sekalian!"

"Sekarang kami telah berubah menjadi cianpwe mu?" sindir Han Tiok dingin.

Kembali Liu Yok siong tersenyum. "Mulai sekarang aku akan bersikap sebagai seorang manusia yang lain, semua teman guruku merupakan cianpwe ku pula"

Beng kay san kembali tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh.... haaahhh..... haaah, bagus sekali ucapanmu itu, orang yang bisa mengucapkan kata-kata seperti ini, di kemudian hari pasti akan berhasil dengan sukses."

Ang Bo tan menghela napas panjang, katanya pula: "Ucapan dari Beng loyacu memang benar, sekarang bahkan akupun mau tak mau harus merasa kagum kepadanya..."

"Cuma sayang. Tiba-tiba Han Tiok tertawa dingin dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya. Ia tidak melanjutkan kata-katanya bukan dikarenakan dia tak ingin menyulitkan Liu Yok siong lagi, sebaliknya karena secara tiba-tiba ia menyaksikan sesosok bayangan manusia. Gerakan tubuh dari bayangan manusia itu benar-benar cepat sekali.

* * *

SEMUA jendela yang ada di sekeliling pagoda air itu dibangun secara terbuka di atas dinding, sedang para jago dan orang gagah yang hadir ditempat itu rata-rata adalah mereka yang bertenaga dalam amat sempurna, tentu saja mereka tidak takut dingin, apalagi setelah mereka meneguk arak dalam jumlah yang banyak.

Diluar jendela adalah sebuah telaga salju, di atas salju mencorong sinar rembulan yang sedang purnama. Bayangan manusia itu muncul secara tiba-tiba, dalam waktu singkat telah berada di luar jendela pagoda air itu.

Bukan cuma gerakan tubuhnya saja yang amat cepat, lagi pula gayanya juga indah sekali, tampang orang itupun sangat menarik, perawakannya jangkung dengan wajah yang menarik, cuma di bawah sinar rembulan paras mukanya kelihatan agak kehijau-hijauan.

Lim Siang him adalah seorang jago kawakan dalam dunia persilatan yang paling luas dalam pergaulan, hampir semua jago kelas satu yang ada dalam dunia persilatan dikenal olehnya.

Tentu saja diapun kenal dengan orang ini, tentu saja Thian It hui dapat disebut sebagai seorang jago kelas satu di dalam dunia persilatan karena kelihaian ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya boleh dibilang jauh lebih tinggi daripada ilmu meringankan tubuh yang dimiliki siapapun di dunia ini.

Begitu bayangan manusia itu munculkan diri, Lim Siang him segera mengangkat cawan dan tertawa terbahak-bahak. "Haaahh... haaaahh... haaahh... yang datang terlambat harus di denda tiga cawan arak, kau..."

Mendadak suara tertawanya terhenti sampai di tengah jalan, seakan-akan tenggorokannya secara tiba-tiba dipotong kutung oleh seseorang.

* * *

GOLOK TERCEPAT DI DUNIA

BULAN PURNAMA bersinar di angkasa, cahaya rembulan yang redup menyoroti wajah Thian It hui. Di bawah rambutnya, ditengah kening tiba-tiba muncul setitik butiran darah berwarna merah. Baru saja butiran darah itu muncul, tahu-tahu sudah berubah menjadi sebuah garis yang memanjang.

Darah segar segera menyembur keluar dari jidatnya, alis matanya, hidungnya, bibir, dagu terus ke bawah sampai dibalik pakaiannya. Garis yang semula amat tipis itu tiba-tiba saja berubah makin kasar, makin lama semakin kasar, makin lama semakin membesar. Tahu-tahu batok kepala Thian It hui pun mulai merekah menjadi dua mulai dari munculnya setitik butiran darah tadi.

Menyusul kemudian tubuhnya pelan-pelan merekah mulai dari tengah, separuh yang ada di sebelah kiri roboh ke sebelah kiri, sedang separuh yang ada di sebelah kanan roboh ke sebelah kanan, darah segar secara berhamburan ke mana-nana. Seorang manusia yang tadinya masih utuh, kini dalam waktu singkat telah terbelah menjadi dua bagian.

Tak ada yang bergerak, tak ada yang buka suara, bahkan napaspun turut terhenti, dalam waktu singkat peluh dingin telah membasahi sekujur badan semua orang. Walaupun semua yang hadir di sana adalah jago-jago kenamaan di dalam dunia persilatan, seorang jago kawakan, tapi siapapun belum pernah menyaksikan kejadian seperti ini.

Dayang dan pelayan yang semula melayani tamunya di sekeliling ruangan, ada separuh diantaranya telah pingsan karena ketakutan, ada separuh lagi yang terkencing-kencing dalam celana. Tiba-tiba saja seluruh pagoda air itu diliputi oleh bau busuk yang amat menusuk penciuman, tapi tak seorang pun yang merasakan akan hal itu.

Entah berapa saat kemudian, Beng Kay san baru menyambar poci arak dan meneguk habis sepoci arak penuh dalam perutnya, setelah itu sambil menghembuskan napas panjang dia baru berkata:

"Benar-benar sebuah serangan golok yang sangat cepat!" "Golok? Dimana ada golok?" Seru Lim Siang him.

Beng Kay san sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan, setelah menghela napas panjang kembali katanya: "Sudah empat puluh tahun lamanya belum pernah kusaksikan golok yang bergerak secepat ini"

Tiba-tiba Lam kiong Hoa su berkata pula: "Golok yang demikian cepatnya hanya pernah kudengar dari cerita mendiang ayahku, belum kusaksikan dengan mata kepala sendiri?"

"Aku yang sudah hidup selama delapan puluh tahun pun tak lebih hanya pernah melihat sekali saja." kata Beng Kay san lagi.

Wajahnya yang merah telah memucat, setiap kerutan wajahnya seakan-akan bertambah dalam, sedang sorot matanya memancarkan rasa ngeri dan takut yang amat dalam. Tanpa terasa ia teringat kembali peristiwa yang pernah disaksikan dengan mata kepala sendiri pada empat puluh tahun berselang.

Walaupun Raja kampak golok besar adalah seorang lelaki yang tidak takut langit tidak takut bumi, tapi asal teringat akan peristiwa tersebut, ia akan segera merasakan jantungnya berdebar keras dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.

"Waktu itu usiaku belum setua sekarang, masih sering melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, suatu hari aku lewat di jembatan panjang kota Poo Teng. Waktu itu udarapun amat dingin seperti sekarang, di jembatan penuh bunga salju, orang yang berlalu lalang sedikit sekali. Tiba-tiba kusaksikan ada seorang sedang berlarian mendekat, dia lari seperti dikejar oleh setan. Aku kenal dengan orang itu" katanya.

"Orang itupun merupakan seorang jago kenamaan pula didalam dunia persilatan, ilmu silat yang dimilikinya lihay sekali, bahkan setiap orang menyebut Thi tan (peluru baja) kepadanya. Oleh karena itu aku benar-benar tidak habis mengerti, apa sebabnya ia bisa ketakutan seperti itu? Siapakah yang sedang mengejarnya dari belakang?"

"Baru saja aku hendak bertanya, orang di belakang telah berhasil menyusulnya, cahaya golok tampak berkelebat lewat, tahu-tahu sudah membacok lewat dari kepala temanku. Temanku sama sekali tidak roboh akibat dari bacokan itu, dia masih melarikan diri dengan sepenuh tenaga. Jembatan panjang itu mencapai ratusan kaki lebih. Setibanya di ujung jembatan tersebut temanku baru secara tiba-tiba roboh dengan terbelah menjadi empat bagian"

Ketika selesai mendengarkan kisah cerita yang mendebarkan sukma itu, semua orang merasakan peluh dingin jatuh bercucuran membasahi sekujur tubuhnya.

Lim Siang him meneguk lagi beberapa cawan arak, kemudian baru berkata: "Benarkah di dunia ini terdapat golok yang begitu cepat?"

"Peristiwa itu kusaksikan dengan mata kepala sendiri" jawab Beng Kay san, "walaupun sudah berlangsung empat puluh tahun lamanya, akan tetapi hingga kini, setiap kali kupejamkan mata, peristiwa itu seakan-akan muncul kembali di depan mata, seakan-akan temanku itu muncul kembali dan mati terbelah menjadi dua bagian"

Setelah berhenti sejenak, dengan sedih lanjutnya: "Sungguh tak disangka, empat puluh tahun kemudian, peristiwa yang terjadi hari itu kembali terulang."

"Siapakah orang yang telah membunuh temanmu itu?" tanya Lim Siang him kemudian.

"Aku tak dapat melihatnya, aku hanya menyaksikan cahaya golok berkelebat lewat, orang itu sudah lenyap dari pandangan mata."

"Siapakah temanmu itu?" tanya Sun Hu-hou.

"Aku hanya kenal dengan orangnya, sama sekali tidak kuketahui siapa nama aslinya!"

Dia adalah seorang lelaki berjiwa besar seorang yang jujur dan berterus terang, belum pernah ia berbicara bohong. Bila ia sedang berbohong setiap orang dapat menyaksikan akan hal itu.

Sekarang semu orang sudah tahu kalau dia tidak berbicara jujur, tentu saja dia tahu siapakah orang yang membunuh temannya, tentu saja dia lebih-lebih tahu tentang nama temannya itu.

Tapi ia tak berani untuk mengutarakannya keluar. Kejadian yang telah berlangsung pada empat puluh tahun berselang mengapa hingga kini tak berani dia utarakan? Mengapa diapun seperti temannya itu, merasa ketakutan setengah mati?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tentu saja tak ada orang yang berani menanyakan kepadanya, tapi ada orang yang bertanya dengan cara yang lain.

"Menurut pendapatmu, apakah Thian It hui dan sahabatmu itu telah tewas di ujung golok yang sama?"

Beng Kay-san belum juga menjawab. Dia telah menutup mulut rapat-rapat, seakan-akan telah bertekad tak akan buka suara lagi. Sambil menghela napas panjang, Sun Hu hou berkata: "Entah bagaimanapun juga, peristiwa itu sudah berlangsung empat puluh tahun berselang, beberapa orang beberapa orang enghiongkah yang masih bisa hidup hingga kini semenjak empat puluh tahun berselang?"

"Bukankah Beng loya-cu masih hidup?" seru Lim Siang him.

"Beng Kay san saja masih hidup, tentu saja orang yang telah membunuh temannya kemungkinan besar masih hidup pula. Tapi, siapa gerangan orang itu." Semua orang berharap mengemukakannya keluar, setiap orang sedang memandang ke arahnya, berharap ia bersedia untuk buka suara. Tapi apa yang kemudian mereka dengar adalah suara dari seseorang yang lain, suara itu merdu dan enak didengar seperti suara anak perempuan.

Tiba-tiba ia berseru: "Beng Kay-san, ambilkan secawan arak bagiku!"

Tahun ini Beng Kay san berusia delapan puluh tujuh tahun, sejak berusia tujuh belas tahun ia sudah berkelana dalam dunia persilatan, kapak raksasa yang berat mencapai enam puluh tiga kati itu jarang menjumpai musuh tandingan.

Kampak adalah benda yang berat dan berat, perubahan jurus serangannya sulit untuk bergerak secara lincah, orang persilatan yang mempergunakan kampak memang tidak banyak jumlahnya.

Tapi, bila seseorang dapat disebut sebagai Raja kampak oleh setiap orang jelas hal ini bukan sesuatu yang mudah. Selama puluhan tahun terakhir ini, mungkin hanya orang lain yang mengambilkan arak baginya, tidak banyak lagi jumlah orang yang mengharuskan dialah yang mengambilkan arak baginya.

Tapi sekarang, ternyata ada orang yang menyuruhnya mengambilkan arak, bahkan orang yang menyuruhnya mengambilkan arak adalah seorang bocah perempuan. Lim Siang him berdiri tepat di hadapan Beng Kay san, setiap perubahan mimik wajah Beng Kay san dapat dilihat olehnya dengan amat jelas.

Tiba-tiba saja dia menemukan paras muka Bang Kay san berubah hebat, wajah yang sebenarnya merah membara, mendadak berubah menjadi dingin sedingin salju, di luar wajahnya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, bahkan sorot matanya menampilkan perasaan yang amat takut.

Dia tidak menjadi marah ketika bocah perempuan itu memerintahkan kepadanya untuk mengambilkan arak, sebaliknya malahan memperlihatkan rasa ketakutan yang luar biasa. Tak tahan lagi Lim Siang him berpaling, mengikuti sorot matanya itu, ia menyaksikan seorang nenek telah berdiri angker di situ.

Dalam pagoda air tersebut sama sekali tiada bocah perempuan, yang ada hanyalah seorang nenek yang hitam, mana kurus, kecil lagi sedang berdiri disamping seorang kakek yang hitam, kurus dan kecil pula.

Kedua orang itu mengenakan baju kasar berwarna hijau yang warnanya sudah luntur, berdiri di sana ternyata perawakan tubuhnya tidak lebih tinggi dari orang-orang yang sedang duduk di bangku, sepintas lalu mereka tampak seperti sepasang suami istri tua yang baru datang dari dusun, sedikitpun tiada sesuatu yang luar biasa.

Yang lebih aneh lagi adalah begitu banyak orang yang berada dalam pagoda air itu, bahkan mereka semua adalah jago-jago kawakan dari dunia persilatan yang berilmu tinggi, akan tetapi tak seorangpun yang melihat jelas dari manakah mereka datang?

Menunggu si nenek itu sudah bersuara, semua orang baru terperanjat. Dia tampak jauh lebih tua daripada Beng Kay san tapi suara pembicaraannya justru menyerupai bocah perempuan. Tadi dia juga yang menceritakan Beng Kay san untuk ambilkan arak, dan kini dia telah mengulangi kembali perkataan tersebut.

Kali ini sebelum perkataannya selesai diucapkan, Beng Kay san telah menuangkan arak ke dalam cawan, disekanya cawan itu bersih-bersih dengan secarik kain, kemudian baru dipenuhi dengan arak dan dipersembahkan kehadapan nenek tersebut dengan sikap yang menghormat sekali.

Nenek itu segera memicingkan matanya, setelah memandang ke arahnya sekejap, ia menghela napas pelan. "Sudah lama kita tak bersua, kaupun sudah nampak tua"

"Benar!" jawab Beng Kay san lirih.

"Konon bila seseorang menanjak tua, maka diapun berubah menjadi banyak mulut."

Tangan Beng Kay san mulai gemetar keras, gemetar sedemikian kerasnya sehingga isi dalam cawan muncrat kesana-kemari.

"Konon bila seseorang berubah menjadi banyak mulut, maka jaraknya dengan kematian akan semakin dekat" lanjut si nenek itu lebih jauh.

"Aku tidak berkata apa-apa, benar-benar tak berkata apa-apa!"

"Sekalipun kau tidak berkata apa-apa, sekarang semua orang yang berada di sini telah menduga bahwa kami adalah orang yang telah kau jumpai di luar kota Poo teng pada empat puluh tahun berselang"

Setelah menghela napas panjang, terusnya: "Tiada orang tolol yang berada di sini, bila mereka dapat menduga ke situ, tentu saja merekapun akan menduga kalau bocah she Thian itupun sudah tewas di ujung golokku pula."

Apa yang dia katakan memang benar, ditempat ini memang tak ada orang bodoh, setiap orang serentak dapat berpikir sampai ke situ. Cuma saja semua orang masih tidak percaya, apakah dua orang kakek dan nenek yang ceking mana kecil lagi, bisa mempergunakan golok dengan kecepatan yang luar biasa.

Akan tetapi penampilan mimik wajah Beng Kay san membuat mereka mau tak mau harus mempercayainya. Ia benar-benar ketakutan, sedemikian takutnya sehingga sekujur badannya menjadi lemas, cawan arak dalam genggamannya kosong, arak dalam cawan telah membasahi seluruh tubuhnya.

Tiba-tiba nenek itu bertanya: "Tahun ini kau sudah berusia delapan puluh tahun lebih bukan?"

Beng Kay san gemetar keras, sepasang giginya saling beradu keras, setelah bersusah payah akhirnya dia berhasil juga mengutarakan sepatah kata. "Benar!"

"Kau bisa hidup sampai delapan puluh tahun lebih, kendatipun harus mati juga tidak menyesal, buat apa kau musti mencelakakan pula orang-orang lainnya?"

"Aku.... aku tidak..."

"Kau jelas mengetahui, bila ada seorang saja yang bisa menebak asal usul kami, maka dia tak akan kami biarkan hidup terus, bukankah tindakanmu tadi sama halnya dengan mencelakai orang?"

Perkataan tersebut diucapkan dengan santai seakan-akan semua orang yang berada didalam ruangan itu hanya barang rongsokan yang tak berguna, sepertinya jika ia menginginkan nyawa orang-orang itu, maka hal tersebut dapat dilakukan jauh lebih mudah daripada menggencet mati seekor semut.

"Orang edan...!" tiba-tiba Ciong Tian tertawa dingin. Selamanya dia jarang berbicara, kalau dapat menggunakan dua patah kata untuk menggunakan dua patah kata untuk mengutarakan suara hatinya, dia takkan mempergunakan tiga patah kata.

"Kau maksudkan di sini ada orang edan ?" tanya si nenek.

"Ehmm...!"

"Siapa yang sudah edan?"

"Kau...!"

Tiba-tiba Ang Bo tan tertawa tergelak. "Haaahhh .... haaahh.... haaahh. . . betul, perkataanmu itu memang betul, bila nenek ini belum edan, masa dia mengucapkan kata-kata semacam itu?"

"Betul!" seru Sun Hu hou pula sambil tiba-tiba menggebrak meja keras-keras.

Lim Siang him ikut tertawa tergelak pula. "Haaahhh... haaahh.... haaahh... dia ingin membuat kita semua mampus di sini? Dia mengira kami adalah manusia apa?"

"Dia mengira dia sendiri manusia apa?" Han Tiok berseru pula dengan suara dingin.

Tiba-tiba Lam kiong Hoa su menghela napas panjang. "Aaai...! kalian tidak seharusnya berkata demikian.

"Mengapa?"

"Dengan kedudukan kalian didalam dunia persilatan mengapa meski ribut dan mencari urusan dengan seorang nenek edan?"

Ucapan demi ucapan diutarakan tiada hentinya, pada hakekatnya mereka tak memandang sebelah matapun terhadap suami istri berdua itu. Anehnya nenek itu ternyata tidak marah bahkan Beng Kay sanpun memperlihatkan wajah gembira. Hanya orang-orang yang tidak mengenal suami istri berdua itu saja yang berani bersikap kurang ajar terhadap mereka. Oleh karena semua orang tak ada yang kenal dengan mereka, maka semua orang baru ada harapan untuk hidup.

Akhirnya, nenek itu menghela napas panjang. "Aaai.... tua bangka kami sering berkata, makin sedikit yang diketahui seseorang makin panjang umurnya, aku lihat perkataannya itu memang masuk diakal."

Kakek itu, sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun, bahkan paras mukanya juga tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Mungkin hal ini disebabkan karena apa yang hendak dikatakan olehnya telah diucapkan oleh nenek tersebut.

"Kalau toh kalian tak ada yang kenal denganku, akupun enggan pula untuk ribut dengan kalian"

Tiba-tiba Liu Yok Siong tertawa, ujarnya: "Bagaimanapun juga kalian berdua telah datang kemari, mengapa tidak duduk dulu dan minum arak?"

"Hmmm... tempat macam apakah ini! memangnya pantas buat aku si orang tua untuk duduk minum arak?" jengek si nenek sambil tertawa dingin.

"Kalau toh tempat ini tidak cocok buat kalian berdua untuk minum arak, mengapa kalian berdua datang kemari?"

"Kami datang untuk mencari orang"

"Mencari orang? Siapa yang hendak dicari?"

"Seorang manusia she Sang yang bernama Sang Ceng, serta seorang budak cilik she Cia"

Menyinggung tentang kedua orang itu, wajahnya segera menunjukkan perasaan gusar. "Asal kalian serahkan kedua orang itu kepadaku, sekalipun kau berlutut sambil memohon kepadaku akupun tak ingin berada lebih lama lagi di sini"

"Ada urusan apa kalian berdua hendak mencari mereka?"

"Akupun tak ingin berbuat apa-apa, aku hanya inginkan mereka hidup beberapa tahun lagi!"

Kemudian dengan mata memancarkan rasa gusar dan benci dia melanjutkan lebih jauh: "Aku menginginkan agar mereka mau mati pun tak dapat mati"

"Budak yang ada di sini tidak sedikit jumlahnya, yang she Cia pun ada beberapa orang bahkan akupun kenal dengan orang she Sang tersebut!"

"Sekarang dia ada dimana?"

"Aku tidak tahu!"

Kakek yang selama ini tidak berbicara mendadak berkata: "Aku tahu!"

"Sejak kapan kau tahunya"

"Tadi"

"Dimana?"

"Di sini!"

Sun Hu-hou tak kuasa menahan diri, serunya dengan cepat: "Kau mengatakan Sang Ceng berada di sini?"

Pelan-pelan kakek itu mengangguk, paras mukanya masih tidak memperlihatkan perubahan apa-apa.

"Mengapa kami tidak melihat dia!"

Kakek itu sudah menutup mulutnya rapat-rapat, sepatah katapun ia tidak berbicara lagi.

"Setelah lo-tau-cu kami mengatakan dia pasti berada di sini, apa yang dikatakan loa tau cu kami selamanya tak pernah salah"

"Apakah kali inipun tak bakal salah?"

"Yaa, kali ini pun tak bakal salah"

Sun Hu-hou segera menghela napas panjang. "Aaaai.... bila kalian dapat menemukan San Ceng ditempat ini, maka aku..."

"Kau hendak kemana?" tukas si nenek.

"Aku akan...."

Belum habis dia menyelesaikan kata-katanya, mendadak Lim Siang him melompat ke depan dan menutupi mulutnya. Sambil tertawa dingin si nenek itu berseru: "San Ceng, bahkan orang inipun telah berhasil melihat kau, mengapa kau tidak cepat-cepat menggelinding keluar?"

Terdengar seseorang berseru sambil tertawa dingin: "Kalau hanya mengandalkan ketajaman matanya sudah dapat menemukan aku, kejadian ini baru aneh namanya"

* * *

SEHARUSNYA San Ceng sudah datang ke sana, bila ia telah datang, tentu saja akan dipersilahkan masuk ke dalam pagoda air ini. Tapi jelas hingga sekarang ia masih belum pernah menampakkan diri. Anehnya, suara pembicaraan orang itu justru suara dari San Ceng...

Sudah jelas semua orang dapat mendengar suaranya, tapi justru tak ada yang melihat orangnya. Walaupun pagoda air itu tak bisa dibilang kecil, tapi tak bisa dikatakan pula amat besar, tapi di manakah orang itu menyembunyikan diri?

Dia selalu berada dalam pagoda air itu, berada di depan mata orang-orang itu, sedang orang-orang yang berada di sana bukan orang buta semua, tapi anehnya justru mereka tak ada yang melihat dirinya.

Sebab siapapun tak ada yang menyangka kalau Ngo-heng poocu yang berkedudukan terhormat dalam dunia persilatan, ternyata telah berubah menjadi begini rupa.

* * *

WALET BAJA TERBANG

TAMU yang berada dalam pagoda air itu berjumlah sembilan orang, sebaliknya pelayan dan dayang yang melayani mereka berjumlah dua belas orang, enam lelaki dan enam perempuan.

Yang lelaki memakai baju hijau kaos putih, sedangkan yang perempuan mengenakan gaun pendek. setiap orang tampak amat bersih, teratur dan amat tenang, seperti barang-barang antik yang mudah pecah.

Tak bisa disangkal lagi mereka semua adalah orang-orang yang dipilih melalui seleksi yang seksama, atau tegasnya untuk menjadi babu atau kacung di dalam keluarga yang kaya raya ini bukanlah suatu pekerjaan yang gampang.

Tapi entah bagaimanapun disiplin dan ketatnya pendidikan yang pernah mereka terima, bila secara tiba-tiba menyaksikan ada seorang "hidup" yang mendadak tubuhnya terbelah menjadi dua, mereka toh akan dibuat ketakutan juga.

Dari dua belas orang yang berada di situ, paling tidak ada separuh diantaranya yang sudah dibuat ketakutan sampai lemas kakinya dan tergeletak di tanah tanpa sanggup untuk bangkit berdiri kembali.

Tiada orang yang menegur mereka, juga tiada orang yang memperhatikan mereka, bahkan memandang sekejap ke arah mereka pun tidak. Dalam pagoda air ini, kedudukan mereka tidak lebih penting daripada seekor ikan gurame yang dimasak Ang sio. 0leh karena itu mereka tidak berhasil melihat San Ceng.

San Ceng adalah seorang yang selalu memandang tinggi kedudukan sendiri, gayanya sok dan siapapun tak akan menyangka kalau dia akan menurunkan derajat sendiri dengan mencampur baurkan diri diantara para pelayan, bahkan menggeletak di tanah lagi pura-pura mati.

Sayang sekali ia sudah tak dapat melanjutkan sandiwaranya lagi, terpaksa ia harus bangkit berdiri, mengenakan pakaian berwarna hijau dengan kaos putih yang selama hidup tak pernah dikenakannya dengan wajah hijau membesi. Sekarang semua orang baru melihat jelas, rupanya dia mengenakan sebuah topeng kulit manusia yang terbuat amat sempurna. Lim Siang him sengaja menghela napas panjang, lalu katanya:

"Apa yang dikatakan Sang poocu memang benar, dengan ketajaman mataku aku benar-benar tak dapat melihat kalau dia adalah Sang poocu, kalau tidak masa aku berani merepotkan Sang poocu untuk mengambilkan arak untuk diriku."

"Diatas wajah Sang poocu mengenakan sebuah topeng kulit manusia yang dibuat oleh Jit kiau tongcu, tentu saja dengan mata telanjang tak mungkin kita bisa menemukannya" sambung Lamkiong Hoa su.

"Konon kulit manusia itu merupakan sebuah benda yang sangat berharga di dalam dunia persilatan waktu lalu"" ucap Bwee toa lojin pula: ""yang masih tersisa dalam dunia persilatan sudah tidak banyak lagi jumlahnya, konon paling banter cuma ada tiga empat lembar saja."

"Hmm, sungguh tak disangka Sang poocu yang selamanya terbuka dan gagah perkasa, ternyata menyimpan pula selembar topeng tersebut...." sambung Han Tiok.

"Orang yang jujur dan terbuka, menganggap tak boleh mempunyai topeng semacam ini, mengapa harus menyimpannya secara diam-diam" seru Bwee Hoa cepat.

"Masa kau lupa, topeng kulit manusia semacam ini terbuat dari apa?"

"Konon kalau tak salah terbuat dari kulit pantat orang mati" ucap Lim Siang him.

"Tidak benar, tidak benar" teriak Bwe-hoa sambil menggoyangkan kepalanya berulang kali, "dengan kedudukan Sang poocu dalam dunia persilatan, masa ia mau mengenakan kulit pantat orang mati di atas wajahnya? sudah pasti kau sudah salah mendengar"

Begitulah, beberapa orang itu saling menyindir dan saling berseru, isinya hanya cemoohan dan ejekan belaka.

Akhirnya Sang Ceng buka suara juga, dia berkata: "Sudah selesaikan perkataan kalian semua?"

"Belum" sahut Lim Siang him, "masih ada satu hal yang tidak jelas bagiku"

"Persoalan apa?"

"Hari ini adalah pesta besar yang diselenggarakan tuan rumah perkampungan ini untuk segenap umat persilatan di dunia, beratus meja perjamuan telah disediakan, semakin banyak orang semakin gampang untuk menyembunyikan diri, mengapa kau tidak pergi ke tempat yang banyak orangnya, tapi justru datang kemari?"

"Sebab aku mengira kalian adalah temanku, sekalipun jejakku ketahuan, kalian sebagai pendekar-pendekar lurus dari golongan putih, tak akan membiarkan aku mati ditangan ibis sesat dari golongan hitam"

Mendadak Sun Hu hou melompat bangun, lalu bentaknya keras-keras. "Seorang iblis sesat dari golongan hitam? Siapakah yang termasuk iblis sesat dari golongan hitam?"

Sang Ceng tertawa dingin. "Apakah kalian benar-benar tidak tahu kalau kedua orang ini adalah...."

Ia tidak melanjutkan kata-katanya sebab dia tak sanggup melanjutkan perkataannya, dalam waktu singkat ada dua tiga puluh titik cahaya tajam yang menghajar ke arahnya, semuanya mengancam bagian-bagian mematikan di tubuhnya.
Orang pertama yang melancarkan serangan paling dulu adalah Lim Siang him. Sun Hu hou, Ciong Tian, Bwe Hoa, Han Tiok dan Lam kiong Hoa supun tidak lebih lambat daripada gerakannya.

Orang itu berasal dari perguruan kenamaan, jarang sekali ada umat persilatan yang mengetahui kalau merekapun pandai mempergunakan senjata rahasia. Sebab dihari-hari biasa mereka selalu mengatakan kalau senjata rahasia adalah benda kaum sesat, selalu memandang rendah orang-orang yang ternama karena mengandalkan senjata rahasia.

Tapi sekarang, senjata rahasia mereka telah dipergunakan, bukan saja dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, bahkan keji dan luar biasa hebatnya, entah dalam bagian manapun mereka tak akan lebih kurang dari orang-orang yang mereka anggap rendah dihari-hari biasa.

Jelas mereka telah bertekad tak akan membiarkan Sang Ceng menyelesaikan kata-katanya dalam keadaan hidup, setiap orang telah mempersiapkan senjata rahasia dalam tangannya, kemudian secara tiba-tiba melancarkan serangan berbareng.

Bagaimana mungkin Sang Ceng dapat menduga kalau mereka bakal turun tangan bersama secara tiba-tiba? Bagaimana mungkin ia dapat meloloskan diri dari ancaman tersebut? Bahkan dia sendiripun beranggapan bahwa dia bakal mati, sebab diapun tidak menyangka kalau ada orang yang akan turun tangan menyelamatkan jiwanya.

Mendadak tampak cahaya golok berkelebat lewat. Cahaya golok yang berwarna perak berkelebat lewat ditengah udara, dua puluh tujuh macam senjata rahasia terdiri dari pelbagai macam itu telah jatuh berserakan di atas tanah dalam jumlah lima puluh empat batang, sebab setiap macam senjata itu telah terpapas kutung menjadi dua bagian oleh ayunan golok tersebut.

Diantara dua puluh tujuh macam senjata rahasia itu terdapat teratai baja, jarum bunga bwee, ada peluru emas, ada pisau penembus tulang, ada yang berbentuk persegi ada yang berbentuk bulat, ada yang lancip ada pula yang berbentuk lonjong, ada yang besar ada pula yang kecil, setiap macam senjata rahasia tersebut semuanya patah persis ditengah-tengah. Sungguh suatu gerak serangan yang amat cepat dan amat tepat!

* * *

CAHAYA golok berkelebat lewat, tahu-tahu lenyap tak berbekas. Paras muka kakek itu masih tetap tenang tanpa perubahan apapun, sebaliknya dari balik mata nenek itu memancarkan cahaya berkilat seperti cahaya golok yang berkelebat lewat tadi.

Tapi ditangan mereka berdua tak ada yang memegang golok. Cahaya golok tadi berasal dari mana? Mengapa tahu-tahu lenyap tak berbekas? Ternyata tak seorang manusiapun yang melihatnya. Paras muka setiap orang berubah hebat.

Mendadak Sang Ceng mendongakkan, kepalanya dan menghela napas panjang. "Aaaai ... rekan persilatan yang selama dua puluh tahun saling menghormat dan saling menolong, ternyata dalam sekali serangan ingin merenggut selembar jiwaku, aaai .... siapakah yang akan menduga sampai ke situ?"

Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba sambil tertawa dingin katanya lagi: "Tapi sudah seharusnya aku berpikir sampai ke sana, sebab apa yang kulihat jauh lebih banyak dari pada kalian"

"Mengapa yang kau lihat jauh lebih banyak dari pada kami?" tanya si nenek.

"Sebab sejak tadi aku tergeletak di atas tanah, bahkan apa yang terjadi di bawah meja pun dapat kulihat jelas"

"Apa yang telah kau lihat?"

"Sewaktu mereka sedang memaki kau sebagai orang edan tadi, tangan mereka yang berada di bawah meja secara diam-diam saling menarik baju lawan dan memberi tanda rahasia, bahkan ada sementara tangan yang gemetar keras...."

"Lanjutkan."

"Tentu saja hal ini dikarenakan mereka sudah menduga siapakah kalian, tapi mereka tak boleh membiarkan kau tahu akan hal ini"

"Yaa... sebab bila ada seorang diantara mereka yang bisa menduga asal usulku maka jangan harap ada yang bisa berlalu dari sini dalam keadaan hidup!"

"Itulah sebabnya terpaksa mereka harus bersandiwara di hadapanmu, agar kau mengira mereka sama sekali tak tahu siapakah kau, kalau tidak, masa mereka berani bersikap kurang ajar kepadamu?"

"Heeehhh... heeehhh... heehhh... ternyata di sini memang benar-benar tak ada yang tolol" ujar si nenek sambil tertawa dingin.

"Sungguh tak disangka aku memang benar-benar berada di sini dan yang lebih tidak beruntung lagi mereka justru adalah sahabatku...."

"Hmmm.. setelah mereka tahu akan asal usulku, tentu saja mereka tak akan menganggap kau sebagai teman lagi"

"Itulah mereka harus mencemooh, mengejek dan menyindir ku, pertanda kalau mereka tidak memandang tinggi diriku, bila ada orang hendak membunuh aku. Merekapun tak akan mencampuri urusanku"

"Sayang sekali aku justru belum terlalu terburu napsu untuk turun tangan merenggut jiwamu"

"Kini aku belum mati, aku masih bisa berbicara tentu saja setiap saat aku dapat mengutarakan asal usul kalian kepada mereka."

Nenek itu mengangguk. "Benar, asal kau mengutarakan hal itu, berarti merekapun harus mengiringi kematianmu"

"Sekarang terbukti sudah kalau mereka tidak menganggap teman kepadaku, tentu saja akupun tak akan membiarkan mereka memperoleh kebaikan apa-apa...."

"Mereka pasti sudah menduga akan hal itu, mereka semua toh bukan orang tolol"

"Tapi mereka sama sekali tidak mengira kalau kau telah turun tangan menyelamatkan jiwaku"

"Mungkin merekapun tak akan menyangka kalau aku dapat menyelamatkan jiwamu," sambung si nenek dingin.

Dalam dunia ini memang tidak ada beberapa orang yang bisa merontokkan dua puluh tujuh macam senjata rahasia di dalam sekali bacokan.

"Tadi Lim Siang him menutupi mulut Sun Hu-hou bukan lantaran dia sudah melihat kalau aku berada di sini" kata Sang Ceng.

"Yaa dia telah menduga siapa gerangan lo-tau cu kami ini" si nenek ini manggut-manggut.

"Tentu saja dia juga tahu kalau dalam hidupnya Thi tianglo tak pernah mengucapkan kata-kata yang tidak meyakinkan atau melakukan perbuatan yang tidak meyakinkan"

"Ehmm, memang jarang sekali ada orang yang tidak mengetahui watak dari lo-tau cu kami itu"

"Itulah sebabnya mereka lebih-lebih tak akan membiarkan aku memberitahu kepada mereka kalau kakek ini adalah salah satu di antara empat toa tianglo dari Mo kau, jago golok paling cepat dikolong langit pada empat puluh tahun berselang"

Ternyata dia mengutarakan juga hal ini. Belum habis dia berkata Han Tiok sudah melompat ke udara dan melesat pergi dari situ dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya.

Syarat utama dalam ilmu meringankan tubuh adalah "enteng"" dengan tubuh yang enteng gerakan baru bisa cepat bagaikan kilat. Tubuh Han Tiok kurus kering bagaikan bambu, lagi pula amat pendek dan kecil.

Sudah dapat dipastikan Han Tiok jauh lebih "enteng" "daripada kebanyakan orang lain. Han Tiok boleh dibilang merupakan salah satu diantara sepuluh orang jago yang paling bagus ilmu meringankan tubuhnya dalam dunia persilatan.

Sewaktu dia meleset ke luar tadi, tak ada orang yang menghalanginya, juga tak ada yang bisa menghalanginya, yang nampak cahaya golok yang berkelebat lewat. Tatkala cahaya golok itu berkelebat lewat, tubuhnya masih melesat ke depan, dalam waktu singkat dia sudah melewati telaga salju tersebut.

Rembulan yang purnama masih ada di langit. Di langit ada rembulan, di atas telaga juga ada rembulan.

Di antara kilauan cahaya dari langit dan pantulan dari bumi, semua orang dapat melihat jelas tubuhnya yang kurus kecil itu dengan cepat dan enteng telah melesat ke depan menyeberangi telaga salju itu.

Semua orangpun dapat melihat jelas, secara tiba-tiba tubuhnya terbelah persis dari tengah menjadi dua bagian.

* * *

TIADA orang yang berani bergerak lagi.

Han Tiok adalah orang pertama yang melesat ke depan, orang lain pun turut menghimpun tenaga dan bersiap melompat pula ke luar. Tapi sekarang, hawa murni yang baru saja mereka himpun, secara tiba-tiba berubah menjadi peluh dingin.

Cahaya golok kembali berkelebat lalu lenyap. Tapi kali ini semua orang dapat melihat jelas, cahaya golok itu muncul dari balik ujung baju si kakek itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun. Ujung bajunya itu sangat lebar, amat besar dan panjang. Cahaya golok berwarna putih perak yang meluncur keluar dari balik ujung bajunya tadi, kini seakan-akan tertinggal dibalik mata nenek tersebut...

"Kau keliru" tiba-tiba nenek itu berkata.

"Dia memang keliru" sahut Sang Ceng, "dia seharusnya tahu kalau tiada orang yang dapat meloloskan diri dari ujung golok si burung walet"

"Kaupun keliru" ucap si nenek.

"Oya?"

"Kaupun seharusnya pernah mendengar akan sepatah kata"

"Kata apa?"

"Burung walet terbang berpasangan, jantan betina burung walet baja, sekali bacok tengah membelah, kiri kanan berjumpa kembali"

Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan: "Maksud dari perkataan itu adalah bacokan kami selalu datangnya dari tengah, bagian kanan pun akan segera berpisah"

"Ucapan itu tidak terlalu bagus, tapi aku memang pernah mendengarnya..."

"Kalau kata-kata seperti ini pernah kau dengar, tentunya kau juga harus tahu, diantara empat tianglo dari Mo-kau, hanya walet baja yang terdiri dari dua orang"

Kemudian ia melanjutkan: "Walaupun bacokan golok lo tau cu kami cepat, akupun harus turut turun tangan pula, dengan demikian kelihaiannya baru dapat terlihat jelas..."

"Ucapan ini memang pernah kudengar. Tapi, sekalipun kami berdua telah turun tangan bersama, Yan cu siang hui (burung walet terbang berpasangan) masih belum bisa dianggap sebagai golok tercepat di dunia ini"

"Belum bisa dianggap?"

"Yaa, belum bisa dianggap"

Sang Ceng segera menghela napas panjang. "Aaaai, tapi golok kalian boleh dibilang sudah cukup cepat....!" katanya.

"Kau menganggap golok kami sudah cukup cepat karena kau belum pernah melihat golok yang benar-benar tercepat di dunia ini!"

Mendadak wajahnya menunjukkan suatu perubahan yang aneh sekali: "Golok itu adalah sebilah golok berbentuk melengkung seperti bulan sabit...."

Si kakek yang jarang bersuara itu mendadak menusuk ucapannya dengan berseru dingin: "Kaupun sudah tua!"

Jarang ada perempuan yang mau mengakui dirinya sudah tua, tapi kali ini ternyata dia mengakuinya dengan segera: "Yaa, aku memang sudah tua, aku benar-benar sudah tua, kalau tidak mengapa aku bisa berubah menjadi banyak mulut"

Mimik wajahnya masih tampak sangat aneh, entah karena menaruh hormat atau benci? atau kagum? Atau marah? Beberapa macam hal tersebut sebenarnya tak mungkin bisa tampak di atas wajah satu orang.

Tapi terhadap golok berbentuk lengkung macam bulan sabit ini, justru mempunyai beberapa macam perasaan yang tak sama. Golok lengkung itu, apa seperti golok lengkung dari Cing cing?

Pertanyaan ini sudah tak ada orang yang dapat menjawab lagi, sebab nenek itu sudah mengalihkan kembali pokok persoalannya ke masalah yang lain.

Tiba-tiba ia bertanya kepada Sang Ceng: "Dapatkah aku membunuhmu dalam sekali bacokan?"

"Dapat!" Sang Ceng bukanlah seseorang yang rela menyerah kalah dengan begitu saja, akan tetapi kali ini dia telah mengakuinya.

Nenek itu segera menghela napas panjang, katanya lagi: "Kau sama sekali bukan seseorang yang menarik, dihari-hari biasa gerak gerikmu bukan saja menganggap dirinya luar biasa, bahkan kaupun berbuat agar orang lain menganggap kau luar biasa."

"Ternyata Sang Ceng mengakui akan hal ini. Ilmu pedang Ngo heng kiam hoat yang kau miliki sama sekali tak ada gunanya, kehidupan di dunia ini terhadap orang lainpun sama sekali tak ada kegunaannya" sambung si nenek itu.

Sang Ceng sama sekali tidak membantah: "Tapi kau masih mempunyai sebuah kebaikan," kata si nenek itu lagi, "paling tidak kau jauh lebih baik daripada manusia-manusia munafik yang menganggap dirinya luar biasa, sebab apa yang kau ucapkan adalah kata-kata yang sejujurnya."

Terhadap perkataan ini, tentu saja Sang Ceng semakin tak akan membantah.

"Oleh sebab itu aku tak ingin membunuhmu" sambung si nenek, asal kau serahkan budak cilik itu kepadaku, maka akupun akan segera melepaskan kau pergi!"

Sang Ceng termenung sampai lama sekali, tiba-tiba dia berkata: "Bolehkah kubicarakan dulu beberapa hal dengan mereka?"

"Mereka siapa?"

"Mereka adalah orang-orang yang dahulu ku anggap sebagai teman-temanku ini?"

"Sekarang kau sudah tahu mereka adalah teman-teman macam apa, mesti buat berbicara apa lagi dengan mereka?"

"Aku hanya ingin mengucapkan sepatah kata saja."

Sebelum si nenek menjawab, kali ini kakek itu sudah mendahului: "Biarkan dia berbicara"

Orang yang jarang berbicara biasanya setiap ucapan yang diutarakan olehnya selalu lebih berbobot.

"Kakek tua kami sudah mengijinkan kau untuk berbicara, siapa lagi yang bisa melarangmu untuk berbicara?" kata si nenek.

Setelah menghela napas, terusnya: "Sekalipun saat ini kau tak ingin berbicarapun, mungkin sudah tidak mungkin lagi"

Maka Sang Ceng pun membisikkan sesuatu di sisi telinga lima orang, mereka adalah Sun Hu hou, Lim Siang him, Bwee Hoa, Ciong Tian serta Lamkiong Hoa su. Hanya Beng Kay san dan Liu Yok siong yang tidak masuk dalam bilangan.

Tak ada yang tahu apa yang telah dia katakan, tapi semua orang yang mendengar perkataan itu paras mukanya segera berubah hebat, berubah menjadi lebih menakutkan daripada tadi.

Apa yang sebenarnya dia bisikkan kepada kelima orang "teman"nya itu? Suatu tanda tanya besar.

* * *

GOLOK SETAN

SAMBIL memicingkan mata, nenek itu memperhatikan mereka, agaknya diapun tak dapat menebak apa yang telah dibisikkan Sang Ceng di sisi telinga mereka.

Hingga berusia tiga puluh tahun, Thi yan hujin (Nyonya burung walet baja) masih termasyhur sebagai perempuan cantik dalam dunia persilatan, terutama sekali sepasang matanya yang sanggup membetot sukma.

Bila pada empat puluh tahun berselang ia memandang seorang lelaki dengan pandangan demikian, entah apapun yang dia minta, lelaki tersebut pasti akan memenuhi semua keinginannya, sayang sekali kini dia sudah meningkat tua.

Semua orang telah menutup mulutnya rapat-rapat, seakan- akan sudah mengambil keputusan tak akan mengutarakan lagi apa yang dibisikkan Sang Ceng kepada mereka itu.

Mendadak Sang Ceng berkata: "Yan-Cu-Siang-Hui meskipun membunuh orang seperti membabat rumput, apa yang telah diucapkan selamanya masuk hitungan"

"Tentu saja masuk hitungan" jawab Thi Yan Hujin.

"Tadi agaknya kau telah berkata, asal kami serahkan nona Cia tersebut kepadamu maka kau akan melepaskan aku pergi"

"Benar, aku memang berkata demikian"

"Kalau begitu, sekarang agaknya aku sudah boleh pergi dari tempat ini...!"

Ia lantas menepuk tangannya dan membersihkan pakaiannya dari debu dan pasir, seolah-olah kejadian ini sama sekali sudah tiada hubungannya dengan dirinya lagi.

"Karena sekarang aku telah menyerahkan dirinya!"

"Serahkan kepada siapa?"

"Serahkan kepada mereka!"

Ia menunjuk kearah Lim Siang him, Sun Hu hou, Ciong Thian, Bwe Hoa dan Lamkiong Hoa su.

"Aku memang sudah membawa dia datang kemari dan menyembunyikan di suatu tempat yang amat rahasia, barusan aku telah memberitahukan letak tempat itu kepada mereka, sekarang salah seorang diantara mereka sudah dapat menemukan tempat persembunyiannya lagi"

Tiba-tiba Sun Hu hou membentak marah: "Darimana kami bisa tahu kalau kau berbicara jujur?"

"Asal salah seorang diantara kalian pergi kesana dan mencarinya, segera akan diketahui apakah aku bohong atau tidak!" jawab Sang Ceng dengan sikap yang tenang.

Paras muka Sun Hu Hou berubah menjadi hijau membesi, peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran membasahi pipinya.

Sang Ceng malah tertawa tergelak, tertawa amat gembira, siapapun tak ada yang tahu mengapa secara tiba-tiba mereka dapat berubah menjadi begitu gembira.

"Sudah pasti mereka akan saling berebut untuk pergi mencari budak cilik itu!" kata Thi yan hujin tiba-tiba.

"Oya!"

"Sekarang mereka sudah tahu siapakah aku, hal ini berarti mereka berlima sama halnya dengan lima sosok mayat!"

"Ooooh....!"

"Tapi mereka semua belum ingin mati"

"Yaa, selama banyak tahun belakangan ini, kehidupan mereka memang dilewatkan dengan baik sekali, tentu saja mereka tak ingin mati" sambung Sang Ceng.

"Siapapun tak ingin mati, maka siapapun ingin pergi mencarinya!"

"Kenapa?"

"Sebab barang siapa dapat menemukan budak cilik itu, maka aku akan melepaskannya."

"Aku percaya apa yang telah kau ucapkan pasti akan dipenuhi!"

"Kalau memang begitu, menurut pendapatmu mungkinkah mereka akan saling berebut?"

"Tidak mungkin"

Thi yan hujin segera tertawa dingin. "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... apakah kau anggap mereka semua adalah orang-orang yang tidak takut mati?"

"Justru karena mereka takut mati, maka mereka tak akan pergi ke sana untuk mencarinya"

"Mengapa?"

"Sebab bila mereka tidak pergi, mungkin saja masih dapat hidup selama beberapa tahun lagi, sebaliknya kalau pergi berarti mereka sudah pasti akan mati, dalam hal ini aku percaya mereka pasti akan mengetahuinya dengan jelas"

Berbicara sampai di situ, dia lantas berpaling ke arah mereka sambil bertanya: "Bukan begitu?"

Ternyata tak seorangpun di antara mereka yang menyangkal. Thi yan-hujin merasa rada marah, tapi juga agak keheranan. "Apakah mereka mengira aku tak berani membunuh mereka?"

"Tentu saja kau berani, bila mereka tidak pergi, kau pasti akan turun tangan, dalam hal ini merekapun tahu!"

Setelah berhenti sejenak, dengan hambar dia melanjutkan: "Sayang sekali nona Cia ini masih mempunyai orang tua, bila mereka sampai menyerahkannya kepadamu maka orang itupun tak akan melepaskan mereka dengan begitu saja"

"Jadi mereka lebih suka menyalahi aku daripada menyalahi orang tersebut?"

"Mereka semua adalah jago-jago kelas satu di dunia persilatan, seandainya mereka turun tangan bersama menghadapimu, mungkin saja masih ada sedikit harapan, tapi jika mereka hendak menghadapi orang itu, maka pada hakekatnya sama sekali tak ada kesempatan lagi..."
Selanjutnya,
Golok Bulan Sabit Jilid 09