Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 29 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

GADIS ini terkejut, menghentikan tangisnya. Memang benar ia Kwi Hong dan seperti biasa malam itupun ia terisak-isak. Dalam keadaan tertentu gadis ini sadar kembali dan hilang gilanya.

Maka ketika Boen Siong menyambar dan tahu-tahu berada di depannya, saat itu gadis ini dalam keadaan sadar maka Kwi Hong terkejut dan seketika membelalakkan matanya. Bola matanya yang lebar jernih itu membuat jantung di dada Boen Siong tergetar, jernih namun mengandung duka yang dalam!

"Sst, benarkah kau Kwi Hong!" Boen Siong bertanya lagi dan gadis itu mengangguk.

Sekarang Kwi Hong menyeringai dan barisan giginya yang putih bersih membuat Boen Siong kagum. Alangkah cantik dan manisnya gadis itu. Akan tetapi karena orang sudah mengiyakan dan ia menggerakkan tangannya ke belenggu di pergelangan gadis itu maka "rrtt.." putuslah ikatan itu dan Boen Siong mengajak gadis ini pergi.

"Cepat, ikuti aku...!"

Namun gadis ini tertawa. la membuat Boen Siong terkejut ketika tahu-tahu merangkul dan memeluk. Dan ketika Boen Siong tertegun betapa gadis itu mendekapnya sekonyong-konyong tangan gadis itu menghantamnya dan berseru, "Penipu, kau hendak memperdayai aku juga!"

Bukan main terkejutnya pemuda in oleh serangan itu. Dan belum ia mengelak atau menghindar maka dari luar menyambar tujuh pisau kecil (piauw) disusul bentakan dan berkelebatnya banyak bayangan.

"Plak-cring-plakk!"

Boen Siong memutar tubuhnya dan secepat kilat menyampok tujuh pisau kecil itu. Ia menangkis dan membuat gadis itu terbanting sementara pelempar pisau berteriak kaget. Tujuh pisaunya terpental dan semua menyerangnya kembali, satu di antaranya menyambar hidungnya sendiri. Maka ketika menampar namun telapak terasa pedas, pisau terpental lagi mengenai bahu seseorang maka satu di antara bayangan-bayangan itu roboh dan pelempar pisau melempar tubuh bergulingan keluar tenda. Boen Siong tahu-tahu lenyap dan menyambar gadis itu yang tadi terbanting.

"Bukan lawan, aku kawan. Aku datang menolongmu, Kwi Hong, jangan salah paham dan Siapa memperdayaimu!"

Boen Siong berkelebat keluar tenda setelah diketahuinya banyaknya bayangan menuju tempat itu. la terkejut oleh si pelempar pisau yang dinilainya lihai dan bertangan dingin. Tujuh pisau itu menyerangnya dari atas ke bawah. Maka menyambar dan membawa gadis itu keluar, Kwi Hong mengeluh namun dilepaskan cengkeramannya di luar maka Boen Siong memperlihatkan sikap baik bahwa ia benar-benar kawan.

Akan tetapi gadis ini kumat gilanya. la mendadak terkekeh dan menubruk pemuda itu, bukan menyerang melainkan hendak mencium. Dan ketika Boen Siong terkejut dan saat itu lawan berkelebatan kembali, mengejar dan membentak maka pelempar pisau yang bukan lain Beng San adanya melepas pukulan Soan-hoan-ciang, hal yang lagi-lagi membuat pemuda ini tertegun.

"Berhenti, mau apa membawa tawanan. Siapa kau dan dari mana, sobat. Lancang benar memasuki tempat ini mencari mati!"

Boen Siong bergerak. la menotok Kwi Hong yang seketika roboh, menangkap dan memanggulnya. Lalu ketika pukulan itu datang dan ia tak salah membawa tawanan, lawan menyebutnya sendiri maka ia menangkis dan balas membentak.

"Siapa kau, bagaimana memiliki Soan-hoan-ciang. Apakah kau Beng San murid Si buta Chi Koan... dukk!!" Boen Siong sengaja mempertemukan lengannya dengan lengan pemuda itu dan lawan menjerit kaget.

Beng San terkejut oleh pertanyaan ini dan konsentrasinya buyar la terbanting dan terlempar beberapa tombak. Dan ketika ia mengeluh namun bergulingan meloncat bangun, saat itu kawan-kawannya datang menyerang maka pemuda ini pucat dan terhuyung memandang lawan. Boen Siong menatapnya dingin namun saat itu membalik dan meloncat pergi. Kaki tangannya bergerak menangkis atau menghalau semua senjata lawan.

"Cring-plak-plakk!"

Tak ada satupun yang tak menjerit oleh tangkisan pemuda ini. Boen Siong mengerahkan sinkangnya hingga sepasang kaki atau lengannya melebihi kerasnya baja, membuat senjata terpental dan membalik menghantam tuannya sendiri. Maka ketika semua berteriak dan roboh mengaduh-aduh, anak buah Beng San memang orang-orang kasar maka Boen Siong tak mau melayani lagi karena dilihatnya tenda-tenda lain terkuak dan penghuninya berkelebatan oleh ribut-ribut itu. Denting senjata dan teriakan mengaduh membuat Siang-liong-tah dan rombongannya terkejut.

"Berhenti, siapa kau!" dua kakek gagah itu melihat Boen Siong dan mereka menyambar bak dua ekor rajawali melihat mangsa. Memang dua kakek inilah yang paling dekat dengan rombongan Beng San hingga cepat keluar kalau mendengar apa-apa. Dan karena mereka adalah dua kakek lihai yang merupakan pimpinan, gerakan mereka juga cepat dan amat sigap begitu musuh datang maka Boen siong menangkis dan cepat menggerakkan kaki tangannya begitu dihantam sepasang lengan kakek tinggi tegap ini.

"Duk-plakk!" Dua kakek itu berteriak dan terbanting. Bukan main kagetnya mereka begitu sepasang lengan bertemu pemuda itu. Tulang mereka seakan patah-patah. Akan tetapi begitu meloncat bangun dan bergulingan memberi aba-aba, dua kakek ini berteriak membangunkan yang lain-lain maka Boen Siong tersirap ketika semua tenda terkuak dan hampir dua ratus orang berlompatan memagar betis. Tempat itu terkepung.

"Hei, jangan biarkan pemuda itu lolos. Ia membawa tawanan!"

Boen Siong terkejut. la tak menyangka bahwa secepat itu dirinya terkepung. la tak tahu bahwa sebenarnya di kala ia masuk orang-orang itupun sudah melihatnya. Hanya karena mereka bersembunyi dan terlindung di balik semak-semak lebat maka ia tak tahu. Maka ketika terkejut semua tenda bergetar dan penghuninya berkelebatan keluar, berdiri dan kini memagar betis maka Boen Siong dibuat kebingungan dan saat itu si pelempar pisau menyambar dengan pisau-pisaunya lagi dan dua kakek itupun menyambarnya dan membentaknya marah.

"Berhenti dan serahkan dirimu, atau kau mampus!"

Boen Siong merogoh saku bajunya dan secepat kilat melepas huito-huito terbang. Ia adalah murid Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip dan melempar senjata tajam adalah keahliannya. Maka membentur dan mementalkan pisau-pisau lawan, tidak hanya terpental melainkan menyambar dua kakek itu maka Sepasang Naga Menara dibuat menjerit ketika menyampok namun ujung baju robek dan pisau itu masih juga menyambar mata, tersontek.

"Bret-plak!" dua kakek ini membanting tubuh bergulingan sementara Beng San yang melepas pisau-pisaunya tak kalah dibuat kaget. Tujuh pisaunya terpental sementara tujuh huito (golok terbang) kecil menyambarnya pula. Ia digunting dari kiri kanan dan tentu saja terkesiap, lawan menunjukkan tingkat yang lebih tinggi lagi. Dan ketika ia menyampok namun terhuyung juga, telapaknya terasa pedas dan perih maka Boen Siong berkelebat meninggalkannya dan menyambar ke para pengepung sambil mendorongkan lengan kanannya. Lengan kiri dipakai untuk menahan atau memanggul Kwi Hong.

"Minggir!"

Pengepung terkejut. Mereka adalah orang-orang gagah di bawah pimpinan Sepasang Naga Menara, kepandaian mereka lebih tinggi dibanding anak buah Beng San yang hanya orang-orang kasar. Akan tetapi begitu dikibas dan pemuda itu menyambar bak seekor burung besar, angin kencang meniup mereka maka orang-orang gagah ini berteriak dan mereka tak tahan serta roboh terjengkang bergulingan.

"Bresss!"

Boen Siong benar-benar mengejutkan dan membuat siapapun pucat. la mengerahkan sinkangnya di ujung lengannya tadi dan membuat lawan-lawannya berteriak. Siapapun tak tahan mendapat pukulan ini, yang nekat berkerotok tulang dadanya dan bakal retak. Maka membanting tubuh dan menyelamatkan diri bergulingan, inilah satu-satunya cara terelak dari bencana dorongan sinkang pemuda itu.

Maka Boen Siong melayang di atas mereka akan tetapi di mulut lembah tahu-tahu bermunculan bayangan-bayangan lain dan Tong-bun-su-jin serta kawan-kawan menghadang di depan. Bentakan dan teriakan orang-orang itu membangunkan semua orang- orang gagah.

"Berhenti, siapa kau. Menyerah dan kembalikan tawanan!"

Boen Siong membelalakkan matanya. Bukan maksudnya untuk menerjang dan memusuhi orang-orang gagah ini. Kedatangannya hanyalah bersifat penyelidikan dan membawa Kwi Hong. Maka begitu dibentak dan orang-orang gagah itu menghadang di mulut lembah, keadaan menjadi berbahaya maka dua kakek gagah Naga Menara berseru, melengking.

"Jangan biarkan ia lolos, tangkap dan rampas tawanan akan tetapi hati-hati, pemuda itu lihai!"

Tong-bun-su-jin menyinarkan kemarahan. Akhirnya dia bersama orang-orang gagah lain mendengar ribut-ribut itu, keluar dan melihat pemuda ini dan cepat menghadang di mulut lembah. Tampak oleh mereka gadis See-tong-pai itu. Maka membentak dan menyuruh pemuda itu menyerah, hal yang tentu saja sia-sia. Boen Siong berkelebat ke depan menyambar empat laki-laki ini. Dia harus bertindak cepat atau pengepung bertambah rapat dan tak ada jalan keluar.

"Minggir, biarkan aku pergi. Gadis ini tak ada gunanya untuk kalian dan jangan ganggu aku!"

Akan tetapi empat orang itu menyerang. Sebagai keluarga tukang kayu yang bersenjatakan palu dan gergaji serta bor mengkilat, juga potlod dan benang yang semuanya merupakan barang-barang aneh bagi seorang tokoh persilatan maka empat orang ini mengelak sekaligus menyambarkan senjata mereka. Tong Nu orang termuda menyabetkan benang dan menusukkan potlodnya itu. Senjata ini menjadi alat penotok yang lihai sekaligus dapat berubah semacam tombak mini lancip dan membahayakan lawan, belum lagi tiga saudaranya yang lain.

Gergaji dan bor panjang itu menderu dari samping, palu menghantam tanpa suara akan tetapi tiba-tiba bersiut setelah dekat. Akan tetapi karena yang dihadapi adalah Boen Siong dan pemuda ini adalah murid Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip yang lihai, yang telah memiliki sinkang gurunya setelah diwariskan secara langsung maka pemuda itu menggerakkan tangannya dan sekali sampok membuat lima senjata itu terpental dan benang malah putus menggubat jari-jarinya.

"Plak-wiirrr-tas!"

Empat orang itu berteriak kaget dan mereka membanting tubuh bergulingan menyelamatkan diri. Tong Nu yang putus benangnya malah tercekik sendiri, benangnya membalik dan menggubat lehernya. Dan ketika laki-laki itu mengeluh dan untung Boen Siong tak mengejar dirinya, pemuda itu menampar dan membuat musuh mundur maka pemuda ini telah berjungkir balik dan musuh yang ada di depan menghambur dan menerjang. Gerakan pemuda itu mengejutkan semua orang akan tetapi sekaligus membuat marah.

"Des-dess-plakk!" Boen Siong memilin ujung bajunya dan dengan senjata ini ia menangkis dan menghalau orang-orang itu. la tak memperdulikan Tong-bun-su-jin lagi karena dikeroyok begitu banyak orang. Semua membentak dan menghadangnya. Dan ketika ia harus memutar ujung bajunyu itu dan lawan terpekik terpental senjatanya, terlempar dan roboh akan tetapi yang di belakang maju ke depan maka Boen Siong menjadi kebingungan dan juga marah.

"Minggir, minggir kalian. Aku tak ingin membunuh!"

Akan tetapi apa yang diteriakkan berulang-ulang itu sia-sia belaka. Memang pemuda itu mengendalikan semua tamparan maupun tangkisannya. Lawan hanya terbanting dan bergulingan saja. Akan tetapi karena semua itu tak membuat kapok dan kepungan semakin rapat, yang terlempar dan terbanting kemudian meloncat bangun lagi maka berkesiurlah angin dingin dan sebuah bokongan membuat Boen Siong membalik dan menangkis.

"Dess!" Beng San terhuyung mundur dan Boen siong berkilat matanya. Ternyata murid si buta itu membokongnya da pemuda itu menyeringai. Yang membuat Boen Siong terkejut adalah kuatnya bokongan itu, bukan lagi Soan-hoan-ciang melainkan Hok-te Sin-kang. Benar, Hok-te Sin-kang! Dan ketika Boen Siong semakin marah akan tetapi orang-orang gagah itu mengeroyoknya lagi, mereka tak kenal jera maka Beng San diam-diam terkejut karena Hok-te Sin-kangnya terpental dan ia dibuat terhuyung.

Pemuda ini membelalakkan matanya. Ibliskah lawannya itu? Bagaimana Hok-te sin-kangnya terpental? Maka ketika diam-diam ia bergerak dan maju lagi, membokong maka Boen Siong dibuat sibuk oleh seragan pemuda ini. Tiga kali Beng San membokongnya akan tetapi tiga kali itu pula lawannya terpukul mundur.

Dan ketika ia melengking sementara Beng San semakin kaget, meskipun Hok-te Sin-kang belum sepenuhnya dikuasai namun cukup membuat ia ditakuti maka pemuda ini menjadi penasaran dan akibatnya diapun melepas pisau-pisaunya lagi dan senjata gelap ini membuat lawannya marah.

Kwi Hong menjerit ketika bahunya akhirnya tertancap, kena pisau pemuda itu, pingsan. Lalu ketika ia membentak agar kepungan ditambah, semakin rapat maka Boen Siong tak dapat bersabar lagi dan iapun berkelebat mempergunakan Boan-eng-sutnyai itu, tepat ketika di saat itu si buta muncul, di belakang pengeroyok.

"Baik, kalian tak dapat diperingati baik-baik. Sekarang aku akan merobohkan kalian dan jangan salahkan aku... slap slap!' bersamaan itu mencuatlah belasan hui-to terbang, menyambar atau meluncur dari tangan pemuda ini dan terdengarlah teriakan kesakitan. Boen Siong menujukan serangannya itu ke paha lawan.

Maka begitu roboh dan mengaduh-aduh, tentu saja orang-orang gagah itu tak dapat bangun berdiri lagi maka saat itulah Boen Siong berkelebat dan melayang di atas kepala mereka. Gerakannya luar biasa den semua ternganga oleh ilmu meringankan tubuhnya yang mengejutkan itu, bak kilat menyambar.

"Slap!" Boen Siong telah berada di mulut lembah ketika melampaui dan tahu-tahu melewati semua orang ini. la mempergunakan Boan-eng-sutnya hingga siapapun tak dapat mengejar. Jangankan mengejar, baru bergerak saja pemuda itu telah melayang belasan tombak. Dan ketika pemuda itu berjungkir balik dan turun menginjakkan kakinya, barulah orang-orang itu gempar maka Boen Siong meninggalkan lembah akan tetapi saat itu menyambar sebuah benda hitam ke arah punggungnya, cepat tanpa suara. Boen Siong terjungkal dan kaget

"Dukk!" Ia kaget bukan main. Benda hitam itu tahu-tahu menghantam punggungnya dan saat itulah ia roboh. Sebatang tongkat, yang melayang dan menyambar begitu cepatnya tahu-tahu membuat ia berteriak. Untunglah sinkangnya yang begitu kuat membuat pemuda ini tak sampai tertusuk. Kalau tidak tentu ia terpantek dan tertembus bagai disate.

Tenaga lontar yang amat kuatnya itu siapapun tak mungkin tahan, batupun dapat dilubangi oleh tongkat ini, tongkat yang terisi tenaga sakti dan dilempar oleh si buta! Dan ketika pemuda itu terjungkal dan Kwi Hongpun otomatis terlempar, sejenak pemuda ini menahan sakit maka si buta berkelebat disusul bayangan- bayangan lain.

"Dia roboh, tangkap dan jangan sampai lolos!"

Boen Siong masih menyeringai. Ia terkejut sekali oleh lontaran tongkat di belakang punggungnya ini. Dapat dirasakannya betapa punggung dan seluruh tulang belakangnya seakan retak. Akan tetapi ketika ia mengeluh dan bangkit terhuyung, masih nanar oleh lemparan tongkat yang luar biasa itu maka berkelebat bayangan hijau dan Siao Yen muncul di saat si buta dan orang-orangnya datang mendekat.

"Sute, cepat lari!"

Boen Siong tertegun. la masih tergetar oleh timpukan tongkat, tulang-tulangnya berkerotokan. Akan tetapi melihat sucinya itu dan betapa Kwi Hong terlempar tak jauh darinya, juga orang-orang itu disusul si buta yang amat lihai mendadak darah pemuda ini mendidih dan iapun membalik, berseru pada sucinya itu.

"Harap kau bawa gadis itu biar kuhadapi si buta ini sejenak. la menimpukku!"

"Tidak, berbahaya. Musuh terlampau banyak, sute, juga bukan maksud kita bertempur mati hidup di sini. Lari dan menjauhlah!"

Akan tetapi Boen Siong tak menjawab. Saat itu ia merendahkan tubuh ketika lawan yang dibencinya tiba. Si buta meluncur paling depan disusul orang-orang gagah itu, tangan kiri melepas jarum-jarum rahasia sementara tangan kanan menghantam dengan pukulan Hok-te Sin-kang. Chi Koan diam-diam keget sekali bahwa timpukannya yang jitu tak merobohkan pemuda itu. Lawan hanya terjungkal dan bangun berdiri dan terdengar pula suara seorang gadis lain.

Telinganya yang tajam dapat mendengarkan semua itu sekaligus penunjuk arah. Maka begitu menghantam dan melepas jarum-jarum rahasianya, tangan kanannya menyusul tangan kiri maka saat itulah Boen Siong berjongkok dan menyambut pukulannya. Dua lengan pemuda ini didorong dan ia mengeluarkan Lui-cu-sin-hwe-kang yang amat dahsyat itu.

"Desss!"

Hok-te Sin-kang bertemu Lui-cu-sin-hwe-kang dan si buta berseru tertahan. Tubuhnya berhenti di udara untuk kemudian terdorong. Dan ketika ia menambah tenaga namun sia-sia, jarumnya terpental dan menyambar kawan-kawannya di belakang maka terdengar jeritan dan saat itulah si buta terhempas dan mencelat ke belakang bagai disapu angin topan.

"Bresss!"

Kalau bukan si buta tentu hancur dan remuk tulang-belulangnya. Begitu dahsyat sambaran Lui-cu-sin-hwe-kang itu hingga tak dapat ditahannya lagi. Si buta menabrak pohon hingga patah, berderak dan roboh. Dan ketika si buta terhuyung dan bangun berdiri, pucat pasi maka Boen Siong lega bukan main dan puas berseri-Seri. Akan tetapi sucinya menyambar lengannya dan berseru,

"Kita pergi!"

Saat itu seluruh lembah bergetar. Semua orang gagah dengan seribu penghuninya keluar dengan seruan-seruan ramai. Mereka begitu gaduh oleh datangnya pemuda ini. Dan karena Boen Siong telah memberi pelajaran kepada musuh ayahnya itu, Kwi Hong pun telah disambar dan dibawa sucinya ini maka mereka berkelebat di saat bayangan kuning datang.

"Kwan-ko, kita telah merampas seorang tawanan. Pergi dan tak perlu di Sini lagi!"

Po Kwan, pemuda itu tertegun tak menyangka adiknya lebih dulu di sítu membawa seorang gadis. Akan tetapi melihat seribu orang bergerak dan memburu mereka, bumi seakan diinjak ratusan gajah maka pemuda inipun mengangguk dan berseru,

"kalian sudah berhasil kiranya. Siapa gadis itu dan bagaimana dengan sute, Yen-moi. Bagaimana kau di sini dulu mendahului aku!"

"Aku baru saja tiba, melihat sute roboh ditimpuk si buta. Aku tak tahu siapa gadis ini Kwan-ko, tapi yang jelas tawanan orang-orang selatan itu!"

"Ia Kwi Hong," Boen Siong menerangkan. "Kuambil dan kudapatkan dia di tengah-tengah lembah itu, suheng, akan tetapi ada sesuatu yang aneh dan ganjil agaknya. Aku tak tahu tapi mari bawa ke Kun-lun...awas!"

Boen Siong menghentikan kata-katanya karena mendadak menyambarlah hujan batu dan senjata rahasia. Panah dan segala macam senjata gelap berhamburan. Seribu orang gagah itu hiruk-pikuk menyerang mereka. Akan tetapi ketika tiga orang muda ini menggerakkan kaki tangan mereka, terutama Boen Siong yang mengebut dan meruntuhkan semua senjata itu maka kekaguman orang-orang gagah disertai rasa gentar dan kaget. Mereka berteriak-teriak dan mengejar akan tetapi tiga muda-mudi ini memasuki hutan.

"Jangan sampai lolos, tangkap. Kejar dan tangkap mereka!"

"Benar, tangkap dan tanya siapa mereka itu, kawan-kawan, terutama pemuda baju putih itu!"

"Ia iblis, ia merobohkan Chi-taihiap!"

Semua geger dan berteriak-teriak akan tetapi tak satupun berhasil. Beng San yang melihat gurunya terbanting tak ikut mengejar. Pemuda ini berlutut dan menolong gurunya. Dan ketika Si buta tertatih dan terhuyung-huyung, kaget dan pucat sekali maka Chi Koan tak mencegah orang-orang itu dan dia bersama muridnya justeru kembali ke tenda. Di sini bengcu dari selatan itu tepekur. Jelas ia gemetaran dan ngeri. Hok-te Sin-kang andalannya itu tak kuat. Akan tetapi karena ia hanya setengah saja memiliki Hok-te Sin-kangnya itu karena setengah yang lain diambil muridnya. Beng San juga menggigil maka di tenda ini si buta berkata lirih,

"Kita menghadapi musuh berbahaya, sementara aku tak tahu siapa pemuda itu. Setengah Hok-te Sin-kang yang kumiliki tak mampu menandinginya, Beng San kau dan aku harus menghadapinya bersama. Entah siapa jahanam itu dan kenapa tak segera kau laporkan ketika mula pertama ia datang!"

"Ampunkan teecu. Semua ini di luar perkiraan. Teecu pun tak menyangka kelihainnya, Suhu, kalau tahu tentu kupanggil dan kuberi tahu kau cepat-cepat. Teecu pun tak tahu siapa dia tapi kehebatannya jelas mengerikan."

"Ya mengerikan, dan untuk ini kedudukanku terancam. Nyawakupun bisa terancam! Hm, setengah Hok-te Sin-kang tak cukup untuknya, Beng San, aku menyesal tak mengetahui siapa lawanku itu. Bagaimana pendapatmu dan bagaimana pula rencana serangan kita ke Kun-lun. Aku menyesal, benar-benar menyesal!" tongkat ditusukkan amblas dan pemuda ini tertegun mendengar kata-kata "menyesal" diucapkan berulang-ulang.

Hanya ada dua arti untuk kata-kata itu, pertama tentang pemuda yang tak diketahuinya itu sedang kedua adalah untuk Hok-te Sin-kang yang kini hanya dimiliki gurunya setengah saja. Gurunya menyesal bahwa ia tak memiliki Hok-te Sin-kang pula. Gurunya tak senang karena terlanjur memberikan Hok-te Sin-kang itu kepadanya, meskipun hanya setengah! Maka ketika ia tergetar dan pucat mendengar ini entah untuk yang mana gurunya itu menyesal maka pemuda ini tiba-tiba berlutut dan berkata menggigil.

"Suhu, kalau teecu dinyatakan bersalah memiliki Hok-te Sin-kang biarlah kau ambil kembali. Imu itu kau yang berikan, kini kuserahkan pula kalau dikehendaki. Karena musuh benar-benar kuat dan tak mungkin dihadapi dengan setengah-setengah saja maka ambillah ilmu itu dan teecu serahkan kembali!"

"Hmm! !" sukar menerka suara yang keluar dari ujung hidung itu. Orang hanya melihat si buta itu bergerak-gerak sejenak, lalu mematung. Akan tetapi ketika Si buta menghela napas dan mencabut tongkatnya, Beng San masih tegang maka gurunya berkata, hilang sudah akan keraguannya tadi.

"Tidak, bukan itu maksudku. Yang kusesali adalah lawanku itu, Beng San, kenapa kita tak tahu siapa dia. Kalau kau dan aku maju berbareng tentu ia akan menghadapi Hok-te Sin-kang sepenuhnya. Bangunlah, besok kita bersiap dan pasti bertemu lagi. Bagaimana pendapatmu tentang serbuan ke Kun-lun!"

"Diteruskan saja," Beng San bangkit, lega bukan main. "Tak usah kita takut akan pemuda itu, suhu. Kalau ia datang dan telah merampas tawanan berarti ia kelompok orang utara. Kita serbu Kun-lun, kita hadapi dia dan keroyok bersama yang lain!"

"Benar, akupun berpikir begitu. Sekarang beristirahatlah dan besok kita temui Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan. Kita kumpulkan keterangan tentang pemuda itu sambil melanjutkan serbuan."

Beng San mengengguk-angguk. la lega gurunya tak menyinggung-nyinggung lagi tentang Hok-te Sin-kang itu. Justeru ia khawatir sekali kalau gurunya meminta kembali. Apa andalannya nanti! Maka lega gurunya tak menyinggung itu, membersit perasaan cemas kalau diminta maka pemuda ini berkelebat dan lega untuk sementara waktu.

Boen Siong menjadi bahan percakapan. Tak ada satu orang gagahpun yang melepaskan pembicaraan itu. Semua rata-rata kagum dan gentar. Dan karena si buta terlempar dan terbanting kalah tenaga, meskipun tak sampai terluka dan masih menjadi harapan maka orang-orang gagah ini telah mulai menaruh kekhawatiran sejak kemenangan demi kemenangan yang mereka raih.

"Pemuda itu benar-benar luar biasa, iblis dia itu. Siapa dan dari mana dan apakah pengikut orang utara?"

"Mana kita tahu. Ia terbang dan menghilang melewati kepala kita, kawan-kawan. llmu meringankan tubuhnya itu benar-benar luar biasa dan baru kali ini kulihat seumur hidup!"

"Benar, dan ia benar-benar terbang. Berat kalau ia menjadi musuh, kawan-kawan. Selain ginkangnya yang hebat itu iapun memiliki pukulan luar biasa. Sinkangnya membuat Chi-taihiap terbanting dan terlempar bagai daun kering tertiup angin topan!"

"Dan aku khawatir. Ah, di pihak mana dan siapa pemuda itu. Ia hantu bagi kita!"

Boen Siong benar-benar menjadi percakapan dan pemuda yang sudah lenyap di dalam hutan masih juga dijadikan bahan obrolan. Sampai pagi orang-orang gagah itu tergetar. Ui-san-kok benar-benar terguncang. Akan tetapi ketika keesokannya si buta muncul dan menunjukkan ketegaran sikap, hanya wajahnya gelap dan tongkat di tangan bergetar-getar maka si buta mengumpulkan semua orang untuk ditanya apakah takut atau tidak. Kata-kata ini membuat merah semua orang dan pukulan paling jitu untuk membangkitkan semua kemarahan.

"Kita dibuat malu oleh tingkah seorang anak kecil, dan cuwi agaknya ragu untuk melanjutkan perjalanan. Apakah cuwi takut terhadap pemuda itu? Apakah serbuan kita berhenti di sini dan bubar sendiri-sendiri?"

"Tidak!" Sepasang Naga Menara berseru dan melompat ke depan. "Kami tak takut atau gentar meneruskan serbuan, Chi-taihiap. Kalau kami membicarakannya dan masih tergetar oleh sepak terjang pemuda itu semata karena ia lolos dan kita tak mampu menangkapnya. Akan tetapi kejadian itu terjadi di malam gelap, ia pengecut dan kecil hati. Kalau jantan dan gagah seharusnya menunjukkan diri di siang bolong!"

"Benar, di siang bolong! Kalau ia gagah dan jantan menghadapi kita tentunya jangan di malam gelap, Chi-taihiap. Bahwa ia datang di saat seperti itu jelas menunjukkan wataknya yang pengecut. Dan kita tak perlu takut terhadap pengecut!"

ketua Ui-eng-pang melompat pula dan berseru di samping dua kakek gagah ini. Seruan itu disambut yang lain-lain dan tersenyumlah si buta. la berhasil membakar orang-orang ini. Dan ketika semua berteriak menyatakan kemarahannya, Semua tertampar oleh kejadian semalam maka bergeraklah rombongan itu meninggalkan Ui-san-kok. Mereka nmemang masih terpengaruh oleh kehebatan pemuda itu namun kesombongan dan keangkuhan pribadi membangkitkan semangat.

Betapa meeka tak perlu takut. Si buta ada di samping mereka dan inilah andalannya. Maka ketika barisan itu bergerak lagi menuju Kun-lun, lepasnya Kwi Hong tak jadi ganjalan maka Chi Koan tersenyum-senyum dan lega memimpin orang- orang selatan ini, padahal diri sendiri Sebenarnya berdebar tegang dan untuk itu diam-diam mengutus muridnya untuk melihat Kun-lun, mendahului dan melapor apakah pemuda itu berada di sana!

* * * * * * * *

Apa yang dikhawatirkan benar-benar terjadi. Dua hari meninggalkan Ui-san kok akhirnya tibalah seribu orang gagah ini di kaki pegunungan luas itu. Mereka telah berhadapan dan berada di sini, berhenti menunggu aba-aba. Dan ketika tidak seperti biasanya mereka diharuskan menunggu perintah, bayangan biru berkelebat dan memasuki tenda si buta maka Beng San melapor kepada gurunya bahwa pemuda yang ditakuti itu berada di situ.

"Benar, tidak salah lagi. Pemuda itu di atas sana, suhu, dan teecu mendapat keterangan jelas. la Boen Siong, benar Boen Siong!"

Chi Koan berobah ketika muridnya datang dengan napas memburu. Beng San tampak pucat sementara gurunya tertegun di batu hitam. Tongkat di tangan gurunya berkeratak. Dan ketika sedetik wajah si buta terlihat menegang, lalu pulih lagi maka Chi Koan bertanya siapa yang dimaksud dengan Boen Siong itu.

"la... ia putera Naga Gurun Gobi Peng Houw. Dia anak laki-laki yang dulu hilang itu!"

"Maksudmu anak Peng Houw dengan Li Ceng!"

"Benar, suhu, dan dia... dia telah diangkat sebagai bengcu orang-orang utara. la menandingimu...dess!" tongkat terayun dan tiba-tiba batu hitam itu hancur, Beng San melompat cepat ketika gurunya menggerakkan tongkat. Ledakan keras disusul muncratnya bunga api. Dan ketika pemuda itu berjungkir balik sementara tenda bagai diguncang gempa, Chi Koan kaget bukan main maka berkelebatanlah bayangan Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan. Orang-orang gagah itu terkejut oleh suara keras hancurnya batu hitam ini, meleletkan lidah.

"Apa yang terjadi! Ada apa dengan laporan San-kongcu!" Sepasang kakek Naga Menara tak kalah kaget dan ia pun berseru mewakili teman-temannya. Inilah kakek tertua di samping yang lain-lain. Dan ketika si buta terkejut dan menenangkan sikap, masuklah laporan bahwa Kun-lun mengutus seseorang maka Chi Koan tertegun mendengar itu.

"Seorang utusan mohon menghadap. Ia datang membawa bendera putih dan surat utusan!"

"Bawa dia masuk, siapa menyuruhnya!" si buta tenang lagi dan berkata memerintah. Belum juga hilang kagetnya tahu-tahu muncul berita ini. Kun-lun mengutus utusan! Dan ketika tenda menjadi penuh sementara di luar terdengar ribut-ribut, pintu terkuak dan muncullah yang dimaksud maka Tong-bun-su-jin dan kawa-kawan tertegun oleh hadirnya sepasang muda-mudi yang gagah dan cantik rupawan.

"Po Kwan! Siao Yen!"

Beng San berseru dengan mata terkejut dan heranlah orang-orang gagah mendengar seruan itu. Mereka terbelalak dan kagum kepada sepasang muda-mudi ini sementara Beng San melotot memandang Siao Yen. Tentu saja ia mengenal kakak beradik ini dan Siao Yen si gadis baju hijau dipandangnya lekat-lekat. Alangkah cantik dan gagahnya gadis itu. Tubuhnya langsing padat sementara bola matanya hitam jernih, berkilat dan memandangnya marah akan tetapi Beng San malah terpesona.

Inilah gadis di mana pertama kali ia jatuh cinta. Dan gadis itu kian cantik jelita saja, anggun dan semakin memikat. Keberaniannya di tengah-tengah Orang gagah mengagumkan, tak tampak takut sedikitpun sementara jalannya tegak terangkat. Dada itu membusung padat dan pemuda ini menelan ludah. Alangkah menggairahkanya Dan ketika ia begitu bengong sementara kakak beradik itu telah berhenti di depan gurunya, membungkuk dan memberi hormat maka Po Kwan berkata bahwa ia datang sebagai utusan Kun lun. Bendera putih di tangannya sebagai tanda perdamaian.

"Kami datang sebagai utusan, yang terhormat Bi Wi Cinjin menyampaikan surat untuk semua orang gagah di sini. Karena Chi-taihiap tak mungkin membacanya lalu kepada siapakah surat perdamaian ini kami serahkan!"

"Hm, berikan kepadaku dan kalian rupanya murid-murid Peng Houw. Bagus, baca dan biar didengar semua orang gagah di sini, Beng San. Baca yang keras dan apa maunya Bi Wi Cinjin!" si buta menggerakkan tongkat dan dengan tongkat ini la menyambar surat. Sikapnya tentu saja membuat Po Kwan marah akan tetapi sebagai utusan ia tak mengelak. Akan tetapi ketika tongkat terus menderu dan menghajar pergelangannya, inilah kelewatan maka ia mengerahkan Hok-te Sin-kang-nya menerima pukulan itu.

"Tak!" tongkat terpental dan si buta tertegun. Surat mencelat dan telah disambar tangan kirinya akan tetapi pukulan yang membuat tongkatnya terpental membuat wajah si buta berubah. la merasakan Hok-te Sin-kang di situ. Maka ketika ia mengejap-ngejapkan kelopak matanya dan semua orang gagah terkejut, serangan itu berbahaya sekali untuk orang lain maka Chi Koan tiba-tiba tersenyum dan mengangguk.

"Hmn, seorang utusan yang hebat. Tak percuma kau mendapat gemblengan gurumu, anak muda. Akan tetapi aneh bahwa tiba-tiba kau berada di Kun-lun. Apakah gurumu berada di sana pula!"

"Kami datang sebagai utusan Kun-lun tak ingin bicara yang lain-lain. Silakan di baca dulu surat itu baru yang bersifat pribadi dipertanyakan."

Wajah si buta memerah. Bukan main tajamnya kata-kata ini akan tetapi karena benar maka ia menahan kemarahannya, Kalau saja tak ada orang-orang gagah di situ tentu diserang dan dihajarnya anak muda ini. Chi Koan merasa terhina. Akan tetapi karena ia harus menahan sabar dan mengangguk-angguk, segera kepalanya diletakkan di atas tongkat maka sambil menunduk tiba-tiba si buta ini mengerahkan Coan-im-jip-bitnya kepada muridnya itu, melepas ilmu mengirim suara tanpa ada orang lain yang dengar.

"Jungkir-balikkan dan kacaulah isi surat itu. Baca dan perdengarkan yang sebaliknya kepada orang-orang gagah itu Beng San. Bakar mereka dengan isi yang membakar!"

Beng San telah menerima surat ini dari gurunya. Sebagai tokoh nomor dua di bawah gurunya sendiri tentu saja Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan merasa tak berhak. Mereka boleh tua akan tetapi yang muda lebih tinggi. Maka ketika Beng San membuka dan membaca surat itu, tentu saja sebelumnya tanpa Suara maka tiba-tiba ia berseru kaget dan mukapun merah padam.

"Penghinaan!" seruannya menbuat kaget dan berubah wajah pendengarnya. Surat ini penghinaan, suhu, pantaskah tee-cu baca di hadapan para orang gagah ini."

"Bacalah," sang suhu mengangguk-angguk. "Seorang utusan dikirim untuk menyampaikan tugasnya, Beng San, baca dan pantas atau tidak bukanlah urusunmu. . Biarkan orang gagah ini mendengarnya dan tugasmu adalah membacanya."

Siao Yen dan Po Kwan berdetak. Wajah mereka tiba-tiba berubah ketika belum apa-apa Beng San sudah melepas kejutan. Belum apa-apa pemuda itu sudah berkata penghinaan, padahal isi surat adalah persahabatan dan mengajak persatuan dan, bukan penghinaan. Akan tetapi karena mereka hanya utusan dan surat juga sudah diberikan, selanjutnya adalah pihak lawan maka kakak beradik berdebar dan tiba-tiba kaget bukan main ketika pemuda itu mulai membaca, lantang:

"Kami para pimpinan Kun-lun ingin menyampaikan kepada suudara-saudara cuwi enghiong dari selatan agar secepatnya menyerah dan naik ke atas. Buang senjata kalian dan ingatlah dosa kalian dengan membunuh-bunuhi saudara-saudara dari Hoa-san dan Bu-tong serta See-tong, juga Heng-san. Jika kalian menyerah baik-baik dan mendengarkan perintah ini dengan baik maka kami akan memperlakukan kalian baik-baik dan hanya pimpinan atau tokoh-tokoh kalian yang diadili. Harap kalian perhatikan surat kami ini atau Kun-lun akan menghancurkan kalian!"
Bi Wi Cinjin

Bukan main marah dan gusarnya orang- orang gagah itu. Wajah mereka seperti api dibakar sementara Beng San tiba-tiba meremas dan menghancurkan surat itu. Dengan cerdik dan amat licik pemuda ini menghilangkan jejak. Tentu saja ia tak ingin ada orang kedua membacanya. Dan ketika ia sendiri juga pura- pura marah dan merah padam, memaki dan menghancurkan surat itu maka Po Kwan dan adiknya berseru,

"Bohong! Surat itu tidak begitu bunyinya. Pemuda ini menipu dan mempermainkan kalian, cuwi-enghiong. Surat itu tidak berisi penghinaan melainkan ajakan. Kami berani bersumpah bahwa Bi Wi Cin jin mengajak persahabatan!"

"Hmn, utusan tak usah bertingkah macam-macam. Kalian datang bukan untuk menyanggah atau menyangkal, anak-anak. Muridku tak mungkin bohong karena ia wakilku. Kun-lun telah menghina dan meremehkan kami, pulanglah dan katakan bahwa kami tidak takut."

"Benar!" sepasang kakek Naga Menara berseru. "Kami tidak takut, bocah. Kami lebih percaya anak muda ini daripada kalian. Kun-lun, ah! Kalau bukan utusan ku bunuh kau!" kakek itu memaki-maki.

Sementera Tong-bun-su-jin dan lain-lain marah besar. Tentu saja mereka lebih percaya Beng San daripada dua anak muda ini. Dan ketika mereka juga membentak dan mengutuk Bi Wi Cinjin, serentak semua senjata dicabut dan membacok lantai maka Po Kwan dan adiknya pucat merah berganti-ganti. Beng San yang jahat itu masih juga jahat dan bertambah keji!

"Heh-heh..!" pemuda ini tiba-tiba terkekeh. "Lama tak berjumpa tiba-tiba kalian memerahkan telinga, Po Kwan. Karena sebagai utusan pulanglah baik-baik akan tetapi untuk membalas penghinaan Bi Wi Cinjin terpaksa kami menahan adikmu. Orang gagah di sini tentu tak akan keberatan karena adikmu hanyalah pendamping. Kami tak akan mengganggunya hanya sekedar membalas penghinaan. Nanti kalau kami neik ke atas adikmu kami kembalikan!"

"Benar!" seorang di antara anak buah Beng San berseru, telah mendapat kedipan. "Gadis ini biar di sini, kongcu, ia bukan utusan. Hanya utusan yang tak boleh diganggu!" lalu ketika orang ini melompat dan hendak menyambar Siao Yen, tentu saja ditampar maka orang itu terbanting dan berteriak dengan pipi bengap. Siao Yen begitu marah hingga menghajar di rumah orang!

"Tangkap dan jangan biarkan gadis itu pergi!" sekarang Beng San semakin garang dan berseru. "la melanggar tata-tertib seorang utusan, cuwi-enghiong. ia merobohkan seorang di antara kita!"

Po Kwan terkejut. Tak disangkanya adiknya menghajar tuan rumah. Meskipun hanya satu di antara orang gagah akan tetapi perbuatan adiknya itu melanggar tata-tertib. Akan tetapi karena adiknya hendak ditangkap dan siapa sudi diperlakukan seperti itu, apalagi bagi wanita seperti adiknya maka pemuda inipun maklum bahwa tuan rumah keterlaluan.

Po Kwan tak menduga bahwa sesungguhnya semua itu diatur Beng San, yang memberi tanda atau kedipan kepada orangnya tadi. Maka membalik dan melindungi adiknya itu, semua orang bergerak dan hendak menangkap maka pemuda ini mengangkat lengan tinggi-tinggi berseru nyaring.

"Tunggu, tahan dulu. Jelek-jelek kami utusan, cuwi-enghiong. Kalau adikku bersalah mohon dimaafkan. Kami sudah melaksanakan tugas dan biarkan pergi baik-baik!"

"Ha ha kaulah yang pergi. Kami memang tak mengganggumu, Po Kwan, akan tetapi adikmu harus tinggal di sini. la merobohkan seorang di antara kami, menghina kami. Untuk ini tak boleh ia pergi karena utusan yang baik tak selayaknya melakukan itu!"

"Akan tetapi ia diserang, ia membela diri!"

"Kalau membela diri cukup berkelit atau menghindar, bukan malah membanting roboh. Adikmu melanggar tata-tertib dan betapapun harus tinggal di sini!" lalu berseru pada orang- orang gagah itu apakah sikapnya keliru, bukankah kesalahan ini cukup menjadi alasan maka sepasang Naga Menara mengangguk dan melompat ke depan. Kakek ini merasa mendapat kesempatan.

"Kau benar, gadis ini menghina kita. Kalau Bi Wi Cinjin mau datang dan mintakan maaf sendiri barulah kita lepaskan, San-kongcu. Hanya utusan tak kuat minta maaf dan ia harus menerima hukuman." kakek itu menyerang dan panas oleh surat Bi Wi Cinjin yang menantang, keduanya sudah menubruk di kiri kanan Apa yang dilakukan Siao Yen memang gawat karena mudah mencetuskan kemarahan.

Po Kwan tak sempat mencegah perbuatan adiknya tadi. Maka ketika dua kakek itu menyerang dan kedua lengan mereka mencengkeram ganas, Siao Yen semakin marah pula maka gadis melengking dan menangkis mendorong kakaknya. Gadis inipun tak tahan oleh suasana di tempat itu.

"Plak-dukk!" dua kakek itu terpental dan mereka terjengkang bergulingan. Tidak tanggung-tanggung dalam melakukan tangkisan gadis itu mempergunakan Hok-te Sin-kang, mana kakek itu kuat!

Maka terlempar dan bergulingan menebrak tenda, kaget berseru keras, kejadian itu membuat orang-orang gagah semakin marah pula. Beng San mengipasi ini dengan seruannya yang membakar.

"Lihat, utusan demikian kurang ajar. Tangkap dan robohkan gadis itu, cuwi-enghiong, jangan biarkan ia lari!"

Siao Yen mendidih. Gadis ini terbakar pula dan merasa direndahkan. Berulang-ulang ia disuruh tangkap. Ini karena Beng San biang keladi, pemuda inipun menjugkir-balik surat Bi Wi Cinjin maka ia menibentak dan menerjang pemuda itu. Sang kakak terkejut.

"Kaulah biang setan seperti gurumu. Mampus dan terimalah pukulanku, Beng San. Dulu dan sekarang semakin jahat!"

Sang kakak berteriak. Gadis itu begitu marahnya hingga tak ingat apa-apa lagi, Hok-te Sin-kang menyambar mengejutkan siapa saja, terutama Beng San dan juga Chi Koan. Akan tetapi ketika pemuda itu mengelak dan tenda menjadi sasaran, roboh dan ambruk ke dalam maka tiangnya menjadi dua dan patah menimpa siapa saja.

'Keluar!" bentakan itu disusul lenyapnya si buta.

Beng San dan lain-lain berkelebatan menyambar akan tetapi sambil keluar melepas jarum-jarum halus. Chi Koan menimpuk pemuda itu. Akan tetapi ketika Po Kwan mengebut dan meruntuhkan semua jarum, melompat dan menyambar adiknya maka bersamaan robohnya tenda merekapun telah berada di luar hampir berbareng dengan orang- orang gagah itu. Akan tetapi begitu di luar dan terlihat banyak orang maka kakak beradik inipun diserang dan dikeroyok.

"Tangkap dan robohkan keduanya. Mereka sama-sama memberontak!"

Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan berhamburan. Mereka menggerakkan senjata masing-masing dan Po Kwan maupun adiknya menjadi sasaran. Kemarahan orang-orang ini sudah tak terkendalikan lagi. Dari belakang terdengar teriakan dan gosokan Beng San, pemuda itulah yang membakar dan membuat darah mereka mendidih.

Dan karena Siao Yen juga marah sekali oleh seruan-seruan pemuda ini, setiap seruan membuat wajahnya merah kehitaman maka ia menyerang pemuda itu namun dengan licik dan cerdik pemuda itu selalu menghindar. Ia membiarkan orang-orang gagah itu menangkap dan merobohkan gadis ini.

Siao Yen melengking-lengking. Akhirnya bersama kakaknya ia mengamuk. Mula-mula bertahan dan menangkis akan tetapi akhirnya harus juga menbalas. Berkali-kali kakaknya ini memperingatkan agar tidak menurunkan tangan keras, hal yang masih diingat gadis itu dan karena itu semua pukulan-pukulannya terkendali. Akan tetapi setelah hujan senjata demikian gencar hingga bahu atau punggungnya dihajar senjata, membuat gadis ini kesakitan dan sabetan benang Tong-bun-su-jin mengenai pipinyu maka gadis ini marah bukan main dan lupalah dia akan segala nasihat kakaknya.

Siao Yen mengamuk bagai seekor singa betina dan orang-orang gagah itupun terkejut. Bayangan gadis itu menyambar- nyambar sementara kaki tangannya bergerak begitu cepatnya. Hok-te Sin-kang dilepas dan terlemparlah mereka bagai rumput-rumput kering dihempas badai. Dan ketika semua berteriak-teriak dan kepungan menjadi pecah, Beng San terkejut membelalakkan matanya maka gurunya mendengus dan memerintahkan agar gadis itu cepat diringkus. Si buta miringkan kepala dan memperhatikan jalannya pertandingan dengan telinganya yang tajam, keningnya berkerut-kerut.

"Tak ada jalan lain, hadapi dan robohkan gadis itu dengan cepat. Aku membantumu dari belakang, Beng San. Hati-hati karena ia memiliki Hok-te Sin-kang pula."

"Benar, Ia memiliki Hok-te Sin-kang pula. Kalau begitu Naga Gurun Gobi itu memberikan kepada muridnya, suhu, kita menghadapi lawan-lawan berat!"

"Tak usah banyak mulut dan majulah. Aku membantumu dari luar, Beng San, kalau tidak segera dirobohkan berarti malapetaka. Cepat, kudengar suara lain di atas gunung!"

Pemuda ini terkejut, menoleh ke atas. Benar saja dari sana tampak gerakan-gerakan dan ratusan orang berkelebatan turun. la terkejut oleh kejadian itu dan mengagumi kelihaian telinga gurunya yang tajam. Akan tetapi ketika dibentak dan saat itu Tong-bun-su- jin menjerit, mereka terbanting dan bergulingan maka kakek sepasang Naga Menara juga mengeluh dan terlempar.

"Bres-bress!"

Siao Yen dan kakaknya membuat orang-orang gagah itu gentar dan pucat. Mereka dikeroyok oleh tak kurang dari lima puluh orang, semua bersenjata tajam akan tetapi mental bertemu tubuh kakak beradik itu. Hok-te Sin-kang melindungi kakak beradik itu dan orang-orang ini kagum. Akan tetapi karena sepak terjang gadis baju hijau lebih ganas dibanding kakaknya, kaki tangannya mulai mematahkan tulang-tulang dan juga batok kepala beberapa orang kasar maka Siao Yen telah membunuh lima orang yang tadi mendekap dan mencolek dada!

Kini meledaklah kemarahan yang sudah pecah itu. Kematian lima orang di antara mereka membuat orang-orang gagah penasaran. Gadis utusan ini suduh kelewatan. akan tetapi karena Hok-te Sin-kang menyambar-nyambar dan siapapun yang berada dekat pasti terlempar dan terbanting, mulailah orang-orang itu menyerang dari jauh maka bayangan biru berkelebat dan Beng San telah mendorong minggir orang-orang ini.

"Mundur, biarkan aku menghadapinya!" lalu membentak dan menyerang gadis itu, juga dengan Hok-te Sin-kang maka Beng San tergetar dan keduanya sama-sama terhuyung.

"Dukk!"

Dua muda-mudi ini sama-sama terbelalak akan tetapi Siao Yen melotot dengan wajah merah terbakar. Gadis inipun terkejut bahwa lawan memiliki Hok-te sin-kang. Akan tetapi ketika ia maju dan menerjang pula, membalas dan mendorongkan kedua lengennya maka pemuda itupun menyambut dan empat lengan bertemu lagi.

"Duk-dukk!"

Para penonton bersorak kagum. Mereka yang berada dekat terhuyung dan bahkan terpelanting. Yang kakinya lemah segera terjungkal. Akan tetapi ketika gadis itu memekik dan menyambur-nyambar lenyaplah dia mengelilingi lawan dengan cepat maka Beng Sanpun tak berani main-main karena iapun segera mendapat tekanan dan rangsekan, maju mundur dan berkelebatan pula sementara penonton menjauhkan diri. Mereka tak kuat oleh angin pukulan itu, Dada serasa sesak!

Dan ketika dua orang muda itu segera bertanding dan masing-masing mengandelkan kecepatan dan kekuatan, Hok-te Sin-kang bertemu Hok-te Sin-kang pula maka Beng san terkejut karena dari empat kali pertemuan ia selalu tergetar dan terhuyung! Pemuda ini membelelakkan mata. Lemahkah Hok-te Sin-kangnya hingga tak kuat bertemu Siao Yen? Haruskah dia kalah dengan wanita? Maka ketika ia menjadi penasaran dan kaget serta marah, juga dianm-diam curiga kepada gurunya apakah gurunya bermain gila maka pemuda ini menyerang dan membalas akan tetapi setiap kali itu pula ia tergetar dan terpental membuat pemuda itu pucat.

Hal yang membuatnya gusar. Akibatnya iapun mengeluarkan Lui-thian-to-jit (Kilat Menyambar Matahari) berkelebatan menyambar-nyambar. Tubuhnya bagai kecapung menari-nari ketika beterbangan dan mengelilingi gadis itu. Dan ketika di sini ia menahan desakan dan mampu bernapas lega, pertandinganpun berimbang maka Siao Yen mengakui lawannya tak semudah yang lain untuk dirobohkan dan dihajar.

Akan tetapi gangguan lain segera datang. Belasan jarum-jarum merah melesat tanpa terlihat. Si buta membantu muridnya secara diam-diam. Dan ketika beberapa di antaranya menggigit dan membuat berjengit, Siao Yen terkejut dan marah maka ia membentak dan melihat perbuatan si buta itu, melengking-lengking.

"Curang, manusia busuk. Kau dan gurumu setali tiga uang, Beng San. Maju dan jangan sembunyi-sembunyi atau kelian memang manusia-manusia pengecut!"

Akan tetapi bukan gadis ini yang terkejut dan marah melainkan juga Po Kwan. Pemuda itupun dikeroyok ramai dan hanya karena bermurah hati orang-orang gagah itupun lebih berani. Pemuda ini bersikap lebih lunak dibanding adiknya hingga korban tangannya paling-paling roboh mengeluh, bangkit dan menyerang lagi.

Akan tetapi ketika benda- benda kecil mendadak menusuk dan menikamnya berulang-ulang, menggigit dan membuat ia berjengit akhirnya pemuda ini melihat gerakan si buta yang diam-diam menjentikkan kuku jarinya melepas jarum-jarum beracun itu. Kulitnya mulai gatal-gatal dan pedas serta panas terbakar.

"Keparat, tidak jantan dan curang. Kalau ingin maju jangan secara licik, orang she Chi. Hadapilah dan keroyoklah aku dan mari kita bertanding secara ksatria!"

Akan tetapi si buta pura-pura tidak mendengar. Diam-diam ia tersenyum bahwa jerum-jerumnya mulai menggigit. Harus diemakui bahwa ia kagum kepada kakak beradik itu karena tak ada satupun jarum-jarumnya membuat roboh. Semua jarum runtuh dan seakan sia-sia. Akan tetapi karena jarum sudah menyentuh kulit dan inilah yang akan ditunggu, jarum itu milik Kwi-bo yang sering diambilnya maka racun akan bersatu dengan peluh dan biasanya diserap tubuh bersama keringat. Dan pemuda itu mulai gatal-gatal, juga gadis di sana itu!

"Hmn, konsentrasikan perhatianmu pada serangan lawan-lawanmu. Tak usah bercuap-cuap karena aku tetap di sini anak muda. Siapapun melihat aku tak berbuat apa-apa dan menyerahlah kalau ingin selamat." Po Kwan gusur sekali. Si buta betul-betul licik sementara adiknya tiba-tiba menjerit. Siao Yen tiba-tiba terhuyung dan roboh. Kulit adiknya juga gatal-gatal. Dan ketika ia terkejut sementara itu orang-orang gegah itu menyerang dan menyergapnya lagi maka Beng San berkelebat menotok adiknya sambil tertawa.

"Ha-ha, roboh dan menyerahlah baik-baik. Melawan aku tiada gunanya, Siao Yen. Aku akan menangkapmu dan siapapun tak dapat melindungimu lagi!"

Gadis itu bergulingan menyelamatkan diri akan tetapi tetep saja ia tertotok. Siao Yen mengeluh dan roboh. Akan tetapi ketika lawan hendak menyambarnya dan saat itulah sang kakak memekik dahsyat maka Po Kwan keluar dari kepungan dan menghantam lawannya itu.

"Jangan sentuh adikku!"

Pemuda ini terkejut. la hampir menyentuh gadis itu ketika tahu-tahu serangkum angin kuat menyembarnya. Membalik sudah tak mungkin lagi. Maka menarik tangannya menyambut pukulan itu pemuda inipun melempar tubuh melepas Hok-te Sin-kangnya.

"Dess!" Beng San terlempar dan mencelat menabrak tujuh orong gagah. Bersama mereka pemuda ini terguling-guling sampai jauh, bukan main kagetnya. Dan ketika ia memaki dan meloncat bangun, terhuyung maka Po Kwan telah membebaskan adiknya dari totokan. Sekujur tubuh terasa gatal dan panas sekali.

"Lari, tak ada jalan lain. Si buta melepas jarum-jarum beracun, Yen-moi, kita tak mungkin melawan lagi. Satukan Hok-sin-kang dan dorong ke depan!"

Akan tetapi Siao Yen terisak. Ia baru terbebas dan masih lemah, kakinya gemetar. Maka ketika sang kakak membentak dan melepas Hok-te Sin-kang, ia tak dapat mengikuti maka sebatang tongkat menghadang di depan dan . dess, si buta bergoyang-goyang sementara pemuda itu terdorong dan pucat sekali. Lawan keburu menghadang!

“Tak semudah itu melarikan diri. Menyerah dan jangan bertingkah macam-macam, anak-anak. Atau aku membunuhmu dan kalian tinggal nama!"

Pemuda itu gemetar, merah dan pucat berganti-ganti. Akan tetapi melengking dan marah bukan main tiba-tiba Po Kwan menerjang dan menghantem lawanya itu, musuh besar gurunya.

"Jahanam she Chi, kau dan muridmu sama-sama curang. Terimalah dan mari kita mengadu jiwa!"

Akan tetapi si buta berkelit dan membalas. la membiarkan pukulan lewat sementara tongkatnya tiba-tiba bergerak, begitu cepatnya hingga tahu-tahu menggebuk pemuda ini. Dan ketika Po Kwan terjungkal dan melempar tubuh bergulingan, saat itulah Beng San berkelebat di samping gurunya maka si buta berseru agar muridnya membunuh gadis baju hijau.

"Tak ada ampun agi. Gunakan tangan besi dan bunuh dia, Beng San. Jangan biarkan menjadi duri dalam daging!"

Pemuda itu mengangguk, akan tetapi Siao Yen demikian cantik dan gagahnya dan mana mungkin dibunuh. Berahi dan api cintanya tiba-tiba bergelora lagi. Inilah gadis di mana ia pertama kali tergila-gila. Maka membentak dan menyerang gadis itu, Siao Yen terhuyung berkelit mundur maka guru dan murid sudah sama-sama menyerang ganas, terutama si buta.

Po Kwan mengelak dan membalas akan tetapi lengannya terpental. Racun telah mengganggu tubuhnya. Dan ketika ia mendesis sementara tongkat dan Hok-te Sin-kang tak kenal ampun, saat itulah bayangan di atas gunung berlompatan turun maka di bagian belakang terdengar kegaduhan dan suara-suara ramai.

"Kun-lun menyerang, musuh menyerang. Apa yang harus dilakukan, Chi- taihiap. Bagian belakang kena gempur!"

"Benar, kita diserbu. Musuh mendahului kita, taihiap. Mereka turun dan keluar sarang!"

"Dan mereka tampaknya kesetanan. Aku... aduhh!" Orang itu terjungkal dan sebatang tombak menancap di dadanya. Barisan belakang gempar dan saat itulah berkelebatan para tosu bagai burung-burung besar. Mereka membentak dan melengking-lengking sementara Po Kwan dan adiknya dipanggil-panggil. Pertempuran pecah. Dan ketika Chi Koan terkejut sementara orang-orang gagah itu meminta pendapatnya, keadaan menjadi panik maka ia berseru agar orang- orang itu menyambut.

"Yang ini harus dirobohkan, mereka terlalu berbahaya. Sambut dan hadapi mereka, cuwi-enghiong, sebentar aku datang. Jangan takut!"

Kata terakhir ini membuat wajah orang-orang gagah menjadi merah. Mereka bukannya takut akan tetapi sekedar menunggu perintah, bukankah si buta itu bengcu sekaligus pemimpin mereka. Maka membalik dan berkelebatan nenyambut musuh, Beng San berseru agar beberapa di antaranya tetap di situ maka guru dan murid mendesak kakak beradik ini. Po Kwan tak dapat mengonsentrasikan dirinya akibat gatal dan rasa panas yang mengganggu, begitu pula Siao Yen.

"Licik, pengecut dan curang. Kau meracuni kami dengan jarum-jarum merahmu, iblis she Chi. Masa seorang bengcu harus melakukan perbuatan keji ini. Kau tak patut menjadi bengcu!"

"Benar, jahanam dan muridnya ini sama- sama iblis. Beraninya setelah berbuat curang, Kwan-ko, akan tetapi aku akan bertempur mati hidup. Kita mengadu jiwa!"

"Dan kita balaskan sakit hati suhu dan keluarganya. Mati membela kebenaran adalah mati yang indah, Yen-moi, mari hadapi mereka sampai titik darah penghabisan!"

Chi Koan mendengus dan marah sekali mendengarkan kata-kata ini. la marah karena sampai sejauh itu belum juga merobohkan lawannya, padahal jelas lawannya keracunan dan garuk-garuk, bahkan gebukan tongkatnya kembali membuat pemuda itu terpelanting. Akan tetapi karena Po Kwan memiliki sinkang warisan gurunya itu, sedang gurunya itu mendapatkannya dari sesepuh Gobi yang sakti maka inilah yang membuat pemuda itu dapat bertahan dan si buta sampai berkerot-kerot.

Tidak berbeda halnya dengan Siao Yen. Gadis inipun seperti kakaknya telah mewarisi hawa sakti murni dari gurunya. Naga Gurun Gobi Peng Houw adalah seorang pendekar bertubuh bersih. Jiwa dan raganya tidaklah seperti si buta. Dan karena sinkang (tenaga sakti) dari mendiang Ji Leng Hwesio adalah sinkang murni yang amat kuat, sesepuh itu adalah seorang pertapa yang jauh dari perbuatan-perbuatan buruk maka itulah sebabnya kenapa Beng San selalu tergetar dan terdorong bila berhadapan dengan Siao Yen, padahal masing-masing sama mewarisi Hok-te Sin-kang.

Akan tetapi keadaan gadis ini tak sebaik tadi. Sebelum ia diserang jarum-jarum beracun si buta yang menggigit kulitnya maka Hok-te Sin-kangnya kuat dan berbahaya. Akan tetepi begitu digigit jarum-jarum beracun itu, racun di ujung jarum menempel di keringatnya dan membasahi tubuh maka inilah yang mengganggu dan karena kurang pengalaman akibatnya gadis inipun menjadi korban. Chi Koan memang si buta yang amat licik.

Kini Beng San berseri-seri. Tadi sebenarnya ia hampir merobohkan gadis ini kalau saja kakaknya tak datang menolong. Racun yang mengganggu kulit tubuh Siao Yen membuat gadis itu kebingungan. menggeruk seluruh tubuhnya yang kian gatal. Dan ketika semua itu mengganggu konsentrasinya, tentu saja ia marah dan melengking-lengking maka Hok-te Sinkang yang dilepas seringkali terhenti di tengah jalan untuk menggaruk atau menggosok tubuh, bahkan tak jarang di daerah yang membuat mukanya merah padam!

"Ha-ha, menyerahlah. Menyerah lebih baik daripada melawan, Siao Yen. Kau akan roboh tanpa pertolongan lagi. Suhu akan membunuh kakakmu!"

"Keparat jehanam!" gadis itu menerjang dan memaki-maki. "Mati lebih baik daripada menyerah, Beng San, kau bocah tak tahu budi dan tak tahu malu. Mampus lebih baik daripada menyerah!"

"Kalau begitu jangan salahkan aku, kau mencari penyakit!" lalu ketika pemuda ini mengelak dan membalas, Hok-te sin-kang bertemu Hok-te Sin-kang maka gadis itu terhuyung dan celakanya rasa gatal tiba-tiba menyerang selangkangan, digaruk dan digosok tanpa sadar.

"Ha-ha, kubantu menggosoknya. Jangan panik, Siao Yen, nanti kugaruk!"

Gadis itu merah padam. Setiap kali ia harus menderita malu kalau menggosok atau menggaruk tempat-tempat tertentu. Lawan tertawa secara kurang ajar. Dan ketika ia melengking dan menerjang lagi, saat itulah Beng San bersuit nyaring maka delapan pembantunya bergerak dengan jaring di tangan.

"Tangkap hidup-hidup, jangan sampai terluka. Awas aku mendesaknya, Bo Ngol, jaga dan lempar jaring kalian secara hati-hati!"

Gadis itu terkejut. Delapan orang kasar berlari mengelilinginya dan tiba-tiba melempar jaring. Benda itu mengembang di atasnya sementara Beng San memukulnya dengan dorongan Hok-te Sin-kang, dua lengan pemuda itu terjulur ke depan. Dan ketika ia marah sekali menyambutnya, celakanya rasa gatal mendadak menyerang maka ketiaknya berjengit dan konsentrasipun buyar. Pukulannya setengah-setengah.

"Dess!" gadis ini terlempar dan bergulingan dan saat itulah delapan jaring mengejarnya. la menggaruk bagian yang gatal sementara Beng San tak mau sudah, tértawa dan mengejarnya pula. Keadaannya benar- benar terdesak. Dan ketika ia menjerit dihempas pukulan itu, jaring menimpanya maka iapun terjerat dan delapan orang itu terkekeh kegirangan melihat dirinya meronta-ronta.

"Heh-heh, kena kongcu, ia bagai ikan di darat!"

Akan tetapi Beng San membentak orang itu. Siao Yen terjaring akan tetapi gadis ini menggulingkan dirinya begitu rupa. Dengan cepat tahu-tahu ia berada didekat laki-laki ini. Dan ketika ia menabrak dan laki-laki itu mencelat, terlepaslah jaring di tangannya maka Siao Yen meloncat bangun dan secepat kilat kakinya menghajar kepala laki-laki itu.

"Prakk!" Akan tetapi sayang tujuh jaring lain mengejar disusul serangan Beng San. Pemuda inilah yang amat berbahaya karena begitu Siao Yen merobohkan laki-laki itu maka secepat itu pula pemuda ini berkelebat dan menyambar. Diam-diam pemuda ini memaki anak buahnya. Maka ketika Hok-te Sin-kang dilepas mengenai punggung gadis itu, gadis ini mengeluh dàn terhuyung maka jaring yang lain menyambar dan menjirat gadis ini. Beng San tak berhenti di situ dan jarinyapun bergerak menotok.

"Blukk!" Siao Yen tak berdaya lagi dan gadis ini terisak. la roboh oleh totokan yang kuat dan tubuhnyapun kaku tak dapat digerakkan. Beng San menyambarnya dan mengeluarkannya dari jaring. Akan tetapi ketika pemuda itu memondong dan terkekeh begitu gembira, ia berhasil merobohkan gadis ini maka gurunya membentak dan tiba-tiba berseru, marah memperingatkan.

"Beng San, bunuh gadis itu, dan cepat bantu aku. Jangan memelihara harimau!"

"Suhu, ia sandera yang amat berharga. Ia murid Naga Gurun Gobi, suhu, tawanan penting. Kita dapat memaksa pendekar itu kalau membantu musuh!"

"Tidak, bunuh dan selesaikan kataku, jangan macam-macam. Lalu cepat ke sini dan bantu aku!"

"Akan tetapi ia cantik, suhu, dan teecu mencintainya. Biarkan teecu menyayangnya dan... wutt!"

Tongkat di tangan si buta tiba-tiba menyambar, meluncur begitu cepatnya dan Beng San kaget bukan main. la mengelak dan membanting tubuh sebisanya akan tetapi terdengar jeritan ngeri. Dan ketika pemuda ini meloncat bangun dan pucat berkeringat dingin maka tampaklah pemandangan mengerikan yang membuat ia tersentak dan berubah...

Kabut Di Telaga See Ouw Jilid 29

Cerita Silat Mandarin Serial Bu-beng Sian-su Karya Batara

GADIS ini terkejut, menghentikan tangisnya. Memang benar ia Kwi Hong dan seperti biasa malam itupun ia terisak-isak. Dalam keadaan tertentu gadis ini sadar kembali dan hilang gilanya.

Maka ketika Boen Siong menyambar dan tahu-tahu berada di depannya, saat itu gadis ini dalam keadaan sadar maka Kwi Hong terkejut dan seketika membelalakkan matanya. Bola matanya yang lebar jernih itu membuat jantung di dada Boen Siong tergetar, jernih namun mengandung duka yang dalam!

"Sst, benarkah kau Kwi Hong!" Boen Siong bertanya lagi dan gadis itu mengangguk.

Sekarang Kwi Hong menyeringai dan barisan giginya yang putih bersih membuat Boen Siong kagum. Alangkah cantik dan manisnya gadis itu. Akan tetapi karena orang sudah mengiyakan dan ia menggerakkan tangannya ke belenggu di pergelangan gadis itu maka "rrtt.." putuslah ikatan itu dan Boen Siong mengajak gadis ini pergi.

"Cepat, ikuti aku...!"

Namun gadis ini tertawa. la membuat Boen Siong terkejut ketika tahu-tahu merangkul dan memeluk. Dan ketika Boen Siong tertegun betapa gadis itu mendekapnya sekonyong-konyong tangan gadis itu menghantamnya dan berseru, "Penipu, kau hendak memperdayai aku juga!"

Bukan main terkejutnya pemuda in oleh serangan itu. Dan belum ia mengelak atau menghindar maka dari luar menyambar tujuh pisau kecil (piauw) disusul bentakan dan berkelebatnya banyak bayangan.

"Plak-cring-plakk!"

Boen Siong memutar tubuhnya dan secepat kilat menyampok tujuh pisau kecil itu. Ia menangkis dan membuat gadis itu terbanting sementara pelempar pisau berteriak kaget. Tujuh pisaunya terpental dan semua menyerangnya kembali, satu di antaranya menyambar hidungnya sendiri. Maka ketika menampar namun telapak terasa pedas, pisau terpental lagi mengenai bahu seseorang maka satu di antara bayangan-bayangan itu roboh dan pelempar pisau melempar tubuh bergulingan keluar tenda. Boen Siong tahu-tahu lenyap dan menyambar gadis itu yang tadi terbanting.

"Bukan lawan, aku kawan. Aku datang menolongmu, Kwi Hong, jangan salah paham dan Siapa memperdayaimu!"

Boen Siong berkelebat keluar tenda setelah diketahuinya banyaknya bayangan menuju tempat itu. la terkejut oleh si pelempar pisau yang dinilainya lihai dan bertangan dingin. Tujuh pisau itu menyerangnya dari atas ke bawah. Maka menyambar dan membawa gadis itu keluar, Kwi Hong mengeluh namun dilepaskan cengkeramannya di luar maka Boen Siong memperlihatkan sikap baik bahwa ia benar-benar kawan.

Akan tetapi gadis ini kumat gilanya. la mendadak terkekeh dan menubruk pemuda itu, bukan menyerang melainkan hendak mencium. Dan ketika Boen Siong terkejut dan saat itu lawan berkelebatan kembali, mengejar dan membentak maka pelempar pisau yang bukan lain Beng San adanya melepas pukulan Soan-hoan-ciang, hal yang lagi-lagi membuat pemuda ini tertegun.

"Berhenti, mau apa membawa tawanan. Siapa kau dan dari mana, sobat. Lancang benar memasuki tempat ini mencari mati!"

Boen Siong bergerak. la menotok Kwi Hong yang seketika roboh, menangkap dan memanggulnya. Lalu ketika pukulan itu datang dan ia tak salah membawa tawanan, lawan menyebutnya sendiri maka ia menangkis dan balas membentak.

"Siapa kau, bagaimana memiliki Soan-hoan-ciang. Apakah kau Beng San murid Si buta Chi Koan... dukk!!" Boen Siong sengaja mempertemukan lengannya dengan lengan pemuda itu dan lawan menjerit kaget.

Beng San terkejut oleh pertanyaan ini dan konsentrasinya buyar la terbanting dan terlempar beberapa tombak. Dan ketika ia mengeluh namun bergulingan meloncat bangun, saat itu kawan-kawannya datang menyerang maka pemuda ini pucat dan terhuyung memandang lawan. Boen Siong menatapnya dingin namun saat itu membalik dan meloncat pergi. Kaki tangannya bergerak menangkis atau menghalau semua senjata lawan.

"Cring-plak-plakk!"

Tak ada satupun yang tak menjerit oleh tangkisan pemuda ini. Boen Siong mengerahkan sinkangnya hingga sepasang kaki atau lengannya melebihi kerasnya baja, membuat senjata terpental dan membalik menghantam tuannya sendiri. Maka ketika semua berteriak dan roboh mengaduh-aduh, anak buah Beng San memang orang-orang kasar maka Boen Siong tak mau melayani lagi karena dilihatnya tenda-tenda lain terkuak dan penghuninya berkelebatan oleh ribut-ribut itu. Denting senjata dan teriakan mengaduh membuat Siang-liong-tah dan rombongannya terkejut.

"Berhenti, siapa kau!" dua kakek gagah itu melihat Boen Siong dan mereka menyambar bak dua ekor rajawali melihat mangsa. Memang dua kakek inilah yang paling dekat dengan rombongan Beng San hingga cepat keluar kalau mendengar apa-apa. Dan karena mereka adalah dua kakek lihai yang merupakan pimpinan, gerakan mereka juga cepat dan amat sigap begitu musuh datang maka Boen siong menangkis dan cepat menggerakkan kaki tangannya begitu dihantam sepasang lengan kakek tinggi tegap ini.

"Duk-plakk!" Dua kakek itu berteriak dan terbanting. Bukan main kagetnya mereka begitu sepasang lengan bertemu pemuda itu. Tulang mereka seakan patah-patah. Akan tetapi begitu meloncat bangun dan bergulingan memberi aba-aba, dua kakek ini berteriak membangunkan yang lain-lain maka Boen Siong tersirap ketika semua tenda terkuak dan hampir dua ratus orang berlompatan memagar betis. Tempat itu terkepung.

"Hei, jangan biarkan pemuda itu lolos. Ia membawa tawanan!"

Boen Siong terkejut. la tak menyangka bahwa secepat itu dirinya terkepung. la tak tahu bahwa sebenarnya di kala ia masuk orang-orang itupun sudah melihatnya. Hanya karena mereka bersembunyi dan terlindung di balik semak-semak lebat maka ia tak tahu. Maka ketika terkejut semua tenda bergetar dan penghuninya berkelebatan keluar, berdiri dan kini memagar betis maka Boen Siong dibuat kebingungan dan saat itu si pelempar pisau menyambar dengan pisau-pisaunya lagi dan dua kakek itupun menyambarnya dan membentaknya marah.

"Berhenti dan serahkan dirimu, atau kau mampus!"

Boen Siong merogoh saku bajunya dan secepat kilat melepas huito-huito terbang. Ia adalah murid Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip dan melempar senjata tajam adalah keahliannya. Maka membentur dan mementalkan pisau-pisau lawan, tidak hanya terpental melainkan menyambar dua kakek itu maka Sepasang Naga Menara dibuat menjerit ketika menyampok namun ujung baju robek dan pisau itu masih juga menyambar mata, tersontek.

"Bret-plak!" dua kakek ini membanting tubuh bergulingan sementara Beng San yang melepas pisau-pisaunya tak kalah dibuat kaget. Tujuh pisaunya terpental sementara tujuh huito (golok terbang) kecil menyambarnya pula. Ia digunting dari kiri kanan dan tentu saja terkesiap, lawan menunjukkan tingkat yang lebih tinggi lagi. Dan ketika ia menyampok namun terhuyung juga, telapaknya terasa pedas dan perih maka Boen Siong berkelebat meninggalkannya dan menyambar ke para pengepung sambil mendorongkan lengan kanannya. Lengan kiri dipakai untuk menahan atau memanggul Kwi Hong.

"Minggir!"

Pengepung terkejut. Mereka adalah orang-orang gagah di bawah pimpinan Sepasang Naga Menara, kepandaian mereka lebih tinggi dibanding anak buah Beng San yang hanya orang-orang kasar. Akan tetapi begitu dikibas dan pemuda itu menyambar bak seekor burung besar, angin kencang meniup mereka maka orang-orang gagah ini berteriak dan mereka tak tahan serta roboh terjengkang bergulingan.

"Bresss!"

Boen Siong benar-benar mengejutkan dan membuat siapapun pucat. la mengerahkan sinkangnya di ujung lengannya tadi dan membuat lawan-lawannya berteriak. Siapapun tak tahan mendapat pukulan ini, yang nekat berkerotok tulang dadanya dan bakal retak. Maka membanting tubuh dan menyelamatkan diri bergulingan, inilah satu-satunya cara terelak dari bencana dorongan sinkang pemuda itu.

Maka Boen Siong melayang di atas mereka akan tetapi di mulut lembah tahu-tahu bermunculan bayangan-bayangan lain dan Tong-bun-su-jin serta kawan-kawan menghadang di depan. Bentakan dan teriakan orang-orang itu membangunkan semua orang- orang gagah.

"Berhenti, siapa kau. Menyerah dan kembalikan tawanan!"

Boen Siong membelalakkan matanya. Bukan maksudnya untuk menerjang dan memusuhi orang-orang gagah ini. Kedatangannya hanyalah bersifat penyelidikan dan membawa Kwi Hong. Maka begitu dibentak dan orang-orang gagah itu menghadang di mulut lembah, keadaan menjadi berbahaya maka dua kakek gagah Naga Menara berseru, melengking.

"Jangan biarkan ia lolos, tangkap dan rampas tawanan akan tetapi hati-hati, pemuda itu lihai!"

Tong-bun-su-jin menyinarkan kemarahan. Akhirnya dia bersama orang-orang gagah lain mendengar ribut-ribut itu, keluar dan melihat pemuda ini dan cepat menghadang di mulut lembah. Tampak oleh mereka gadis See-tong-pai itu. Maka membentak dan menyuruh pemuda itu menyerah, hal yang tentu saja sia-sia. Boen Siong berkelebat ke depan menyambar empat laki-laki ini. Dia harus bertindak cepat atau pengepung bertambah rapat dan tak ada jalan keluar.

"Minggir, biarkan aku pergi. Gadis ini tak ada gunanya untuk kalian dan jangan ganggu aku!"

Akan tetapi empat orang itu menyerang. Sebagai keluarga tukang kayu yang bersenjatakan palu dan gergaji serta bor mengkilat, juga potlod dan benang yang semuanya merupakan barang-barang aneh bagi seorang tokoh persilatan maka empat orang ini mengelak sekaligus menyambarkan senjata mereka. Tong Nu orang termuda menyabetkan benang dan menusukkan potlodnya itu. Senjata ini menjadi alat penotok yang lihai sekaligus dapat berubah semacam tombak mini lancip dan membahayakan lawan, belum lagi tiga saudaranya yang lain.

Gergaji dan bor panjang itu menderu dari samping, palu menghantam tanpa suara akan tetapi tiba-tiba bersiut setelah dekat. Akan tetapi karena yang dihadapi adalah Boen Siong dan pemuda ini adalah murid Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip yang lihai, yang telah memiliki sinkang gurunya setelah diwariskan secara langsung maka pemuda itu menggerakkan tangannya dan sekali sampok membuat lima senjata itu terpental dan benang malah putus menggubat jari-jarinya.

"Plak-wiirrr-tas!"

Empat orang itu berteriak kaget dan mereka membanting tubuh bergulingan menyelamatkan diri. Tong Nu yang putus benangnya malah tercekik sendiri, benangnya membalik dan menggubat lehernya. Dan ketika laki-laki itu mengeluh dan untung Boen Siong tak mengejar dirinya, pemuda itu menampar dan membuat musuh mundur maka pemuda ini telah berjungkir balik dan musuh yang ada di depan menghambur dan menerjang. Gerakan pemuda itu mengejutkan semua orang akan tetapi sekaligus membuat marah.

"Des-dess-plakk!" Boen Siong memilin ujung bajunya dan dengan senjata ini ia menangkis dan menghalau orang-orang itu. la tak memperdulikan Tong-bun-su-jin lagi karena dikeroyok begitu banyak orang. Semua membentak dan menghadangnya. Dan ketika ia harus memutar ujung bajunyu itu dan lawan terpekik terpental senjatanya, terlempar dan roboh akan tetapi yang di belakang maju ke depan maka Boen Siong menjadi kebingungan dan juga marah.

"Minggir, minggir kalian. Aku tak ingin membunuh!"

Akan tetapi apa yang diteriakkan berulang-ulang itu sia-sia belaka. Memang pemuda itu mengendalikan semua tamparan maupun tangkisannya. Lawan hanya terbanting dan bergulingan saja. Akan tetapi karena semua itu tak membuat kapok dan kepungan semakin rapat, yang terlempar dan terbanting kemudian meloncat bangun lagi maka berkesiurlah angin dingin dan sebuah bokongan membuat Boen Siong membalik dan menangkis.

"Dess!" Beng San terhuyung mundur dan Boen siong berkilat matanya. Ternyata murid si buta itu membokongnya da pemuda itu menyeringai. Yang membuat Boen Siong terkejut adalah kuatnya bokongan itu, bukan lagi Soan-hoan-ciang melainkan Hok-te Sin-kang. Benar, Hok-te Sin-kang! Dan ketika Boen Siong semakin marah akan tetapi orang-orang gagah itu mengeroyoknya lagi, mereka tak kenal jera maka Beng San diam-diam terkejut karena Hok-te Sin-kangnya terpental dan ia dibuat terhuyung.

Pemuda ini membelalakkan matanya. Ibliskah lawannya itu? Bagaimana Hok-te sin-kangnya terpental? Maka ketika diam-diam ia bergerak dan maju lagi, membokong maka Boen Siong dibuat sibuk oleh seragan pemuda ini. Tiga kali Beng San membokongnya akan tetapi tiga kali itu pula lawannya terpukul mundur.

Dan ketika ia melengking sementara Beng San semakin kaget, meskipun Hok-te Sin-kang belum sepenuhnya dikuasai namun cukup membuat ia ditakuti maka pemuda ini menjadi penasaran dan akibatnya diapun melepas pisau-pisaunya lagi dan senjata gelap ini membuat lawannya marah.

Kwi Hong menjerit ketika bahunya akhirnya tertancap, kena pisau pemuda itu, pingsan. Lalu ketika ia membentak agar kepungan ditambah, semakin rapat maka Boen Siong tak dapat bersabar lagi dan iapun berkelebat mempergunakan Boan-eng-sutnyai itu, tepat ketika di saat itu si buta muncul, di belakang pengeroyok.

"Baik, kalian tak dapat diperingati baik-baik. Sekarang aku akan merobohkan kalian dan jangan salahkan aku... slap slap!' bersamaan itu mencuatlah belasan hui-to terbang, menyambar atau meluncur dari tangan pemuda ini dan terdengarlah teriakan kesakitan. Boen Siong menujukan serangannya itu ke paha lawan.

Maka begitu roboh dan mengaduh-aduh, tentu saja orang-orang gagah itu tak dapat bangun berdiri lagi maka saat itulah Boen Siong berkelebat dan melayang di atas kepala mereka. Gerakannya luar biasa den semua ternganga oleh ilmu meringankan tubuhnya yang mengejutkan itu, bak kilat menyambar.

"Slap!" Boen Siong telah berada di mulut lembah ketika melampaui dan tahu-tahu melewati semua orang ini. la mempergunakan Boan-eng-sutnya hingga siapapun tak dapat mengejar. Jangankan mengejar, baru bergerak saja pemuda itu telah melayang belasan tombak. Dan ketika pemuda itu berjungkir balik dan turun menginjakkan kakinya, barulah orang-orang itu gempar maka Boen Siong meninggalkan lembah akan tetapi saat itu menyambar sebuah benda hitam ke arah punggungnya, cepat tanpa suara. Boen Siong terjungkal dan kaget

"Dukk!" Ia kaget bukan main. Benda hitam itu tahu-tahu menghantam punggungnya dan saat itulah ia roboh. Sebatang tongkat, yang melayang dan menyambar begitu cepatnya tahu-tahu membuat ia berteriak. Untunglah sinkangnya yang begitu kuat membuat pemuda ini tak sampai tertusuk. Kalau tidak tentu ia terpantek dan tertembus bagai disate.

Tenaga lontar yang amat kuatnya itu siapapun tak mungkin tahan, batupun dapat dilubangi oleh tongkat ini, tongkat yang terisi tenaga sakti dan dilempar oleh si buta! Dan ketika pemuda itu terjungkal dan Kwi Hongpun otomatis terlempar, sejenak pemuda ini menahan sakit maka si buta berkelebat disusul bayangan- bayangan lain.

"Dia roboh, tangkap dan jangan sampai lolos!"

Boen Siong masih menyeringai. Ia terkejut sekali oleh lontaran tongkat di belakang punggungnya ini. Dapat dirasakannya betapa punggung dan seluruh tulang belakangnya seakan retak. Akan tetapi ketika ia mengeluh dan bangkit terhuyung, masih nanar oleh lemparan tongkat yang luar biasa itu maka berkelebat bayangan hijau dan Siao Yen muncul di saat si buta dan orang-orangnya datang mendekat.

"Sute, cepat lari!"

Boen Siong tertegun. la masih tergetar oleh timpukan tongkat, tulang-tulangnya berkerotokan. Akan tetapi melihat sucinya itu dan betapa Kwi Hong terlempar tak jauh darinya, juga orang-orang itu disusul si buta yang amat lihai mendadak darah pemuda ini mendidih dan iapun membalik, berseru pada sucinya itu.

"Harap kau bawa gadis itu biar kuhadapi si buta ini sejenak. la menimpukku!"

"Tidak, berbahaya. Musuh terlampau banyak, sute, juga bukan maksud kita bertempur mati hidup di sini. Lari dan menjauhlah!"

Akan tetapi Boen Siong tak menjawab. Saat itu ia merendahkan tubuh ketika lawan yang dibencinya tiba. Si buta meluncur paling depan disusul orang-orang gagah itu, tangan kiri melepas jarum-jarum rahasia sementara tangan kanan menghantam dengan pukulan Hok-te Sin-kang. Chi Koan diam-diam keget sekali bahwa timpukannya yang jitu tak merobohkan pemuda itu. Lawan hanya terjungkal dan bangun berdiri dan terdengar pula suara seorang gadis lain.

Telinganya yang tajam dapat mendengarkan semua itu sekaligus penunjuk arah. Maka begitu menghantam dan melepas jarum-jarum rahasianya, tangan kanannya menyusul tangan kiri maka saat itulah Boen Siong berjongkok dan menyambut pukulannya. Dua lengan pemuda ini didorong dan ia mengeluarkan Lui-cu-sin-hwe-kang yang amat dahsyat itu.

"Desss!"

Hok-te Sin-kang bertemu Lui-cu-sin-hwe-kang dan si buta berseru tertahan. Tubuhnya berhenti di udara untuk kemudian terdorong. Dan ketika ia menambah tenaga namun sia-sia, jarumnya terpental dan menyambar kawan-kawannya di belakang maka terdengar jeritan dan saat itulah si buta terhempas dan mencelat ke belakang bagai disapu angin topan.

"Bresss!"

Kalau bukan si buta tentu hancur dan remuk tulang-belulangnya. Begitu dahsyat sambaran Lui-cu-sin-hwe-kang itu hingga tak dapat ditahannya lagi. Si buta menabrak pohon hingga patah, berderak dan roboh. Dan ketika si buta terhuyung dan bangun berdiri, pucat pasi maka Boen Siong lega bukan main dan puas berseri-Seri. Akan tetapi sucinya menyambar lengannya dan berseru,

"Kita pergi!"

Saat itu seluruh lembah bergetar. Semua orang gagah dengan seribu penghuninya keluar dengan seruan-seruan ramai. Mereka begitu gaduh oleh datangnya pemuda ini. Dan karena Boen Siong telah memberi pelajaran kepada musuh ayahnya itu, Kwi Hong pun telah disambar dan dibawa sucinya ini maka mereka berkelebat di saat bayangan kuning datang.

"Kwan-ko, kita telah merampas seorang tawanan. Pergi dan tak perlu di Sini lagi!"

Po Kwan, pemuda itu tertegun tak menyangka adiknya lebih dulu di sítu membawa seorang gadis. Akan tetapi melihat seribu orang bergerak dan memburu mereka, bumi seakan diinjak ratusan gajah maka pemuda inipun mengangguk dan berseru,

"kalian sudah berhasil kiranya. Siapa gadis itu dan bagaimana dengan sute, Yen-moi. Bagaimana kau di sini dulu mendahului aku!"

"Aku baru saja tiba, melihat sute roboh ditimpuk si buta. Aku tak tahu siapa gadis ini Kwan-ko, tapi yang jelas tawanan orang-orang selatan itu!"

"Ia Kwi Hong," Boen Siong menerangkan. "Kuambil dan kudapatkan dia di tengah-tengah lembah itu, suheng, akan tetapi ada sesuatu yang aneh dan ganjil agaknya. Aku tak tahu tapi mari bawa ke Kun-lun...awas!"

Boen Siong menghentikan kata-katanya karena mendadak menyambarlah hujan batu dan senjata rahasia. Panah dan segala macam senjata gelap berhamburan. Seribu orang gagah itu hiruk-pikuk menyerang mereka. Akan tetapi ketika tiga orang muda ini menggerakkan kaki tangan mereka, terutama Boen Siong yang mengebut dan meruntuhkan semua senjata itu maka kekaguman orang-orang gagah disertai rasa gentar dan kaget. Mereka berteriak-teriak dan mengejar akan tetapi tiga muda-mudi ini memasuki hutan.

"Jangan sampai lolos, tangkap. Kejar dan tangkap mereka!"

"Benar, tangkap dan tanya siapa mereka itu, kawan-kawan, terutama pemuda baju putih itu!"

"Ia iblis, ia merobohkan Chi-taihiap!"

Semua geger dan berteriak-teriak akan tetapi tak satupun berhasil. Beng San yang melihat gurunya terbanting tak ikut mengejar. Pemuda ini berlutut dan menolong gurunya. Dan ketika Si buta tertatih dan terhuyung-huyung, kaget dan pucat sekali maka Chi Koan tak mencegah orang-orang itu dan dia bersama muridnya justeru kembali ke tenda. Di sini bengcu dari selatan itu tepekur. Jelas ia gemetaran dan ngeri. Hok-te Sin-kang andalannya itu tak kuat. Akan tetapi karena ia hanya setengah saja memiliki Hok-te Sin-kangnya itu karena setengah yang lain diambil muridnya. Beng San juga menggigil maka di tenda ini si buta berkata lirih,

"Kita menghadapi musuh berbahaya, sementara aku tak tahu siapa pemuda itu. Setengah Hok-te Sin-kang yang kumiliki tak mampu menandinginya, Beng San kau dan aku harus menghadapinya bersama. Entah siapa jahanam itu dan kenapa tak segera kau laporkan ketika mula pertama ia datang!"

"Ampunkan teecu. Semua ini di luar perkiraan. Teecu pun tak menyangka kelihainnya, Suhu, kalau tahu tentu kupanggil dan kuberi tahu kau cepat-cepat. Teecu pun tak tahu siapa dia tapi kehebatannya jelas mengerikan."

"Ya mengerikan, dan untuk ini kedudukanku terancam. Nyawakupun bisa terancam! Hm, setengah Hok-te Sin-kang tak cukup untuknya, Beng San, aku menyesal tak mengetahui siapa lawanku itu. Bagaimana pendapatmu dan bagaimana pula rencana serangan kita ke Kun-lun. Aku menyesal, benar-benar menyesal!" tongkat ditusukkan amblas dan pemuda ini tertegun mendengar kata-kata "menyesal" diucapkan berulang-ulang.

Hanya ada dua arti untuk kata-kata itu, pertama tentang pemuda yang tak diketahuinya itu sedang kedua adalah untuk Hok-te Sin-kang yang kini hanya dimiliki gurunya setengah saja. Gurunya menyesal bahwa ia tak memiliki Hok-te Sin-kang pula. Gurunya tak senang karena terlanjur memberikan Hok-te Sin-kang itu kepadanya, meskipun hanya setengah! Maka ketika ia tergetar dan pucat mendengar ini entah untuk yang mana gurunya itu menyesal maka pemuda ini tiba-tiba berlutut dan berkata menggigil.

"Suhu, kalau teecu dinyatakan bersalah memiliki Hok-te Sin-kang biarlah kau ambil kembali. Imu itu kau yang berikan, kini kuserahkan pula kalau dikehendaki. Karena musuh benar-benar kuat dan tak mungkin dihadapi dengan setengah-setengah saja maka ambillah ilmu itu dan teecu serahkan kembali!"

"Hmm! !" sukar menerka suara yang keluar dari ujung hidung itu. Orang hanya melihat si buta itu bergerak-gerak sejenak, lalu mematung. Akan tetapi ketika Si buta menghela napas dan mencabut tongkatnya, Beng San masih tegang maka gurunya berkata, hilang sudah akan keraguannya tadi.

"Tidak, bukan itu maksudku. Yang kusesali adalah lawanku itu, Beng San, kenapa kita tak tahu siapa dia. Kalau kau dan aku maju berbareng tentu ia akan menghadapi Hok-te Sin-kang sepenuhnya. Bangunlah, besok kita bersiap dan pasti bertemu lagi. Bagaimana pendapatmu tentang serbuan ke Kun-lun!"

"Diteruskan saja," Beng San bangkit, lega bukan main. "Tak usah kita takut akan pemuda itu, suhu. Kalau ia datang dan telah merampas tawanan berarti ia kelompok orang utara. Kita serbu Kun-lun, kita hadapi dia dan keroyok bersama yang lain!"

"Benar, akupun berpikir begitu. Sekarang beristirahatlah dan besok kita temui Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan. Kita kumpulkan keterangan tentang pemuda itu sambil melanjutkan serbuan."

Beng San mengengguk-angguk. la lega gurunya tak menyinggung-nyinggung lagi tentang Hok-te Sin-kang itu. Justeru ia khawatir sekali kalau gurunya meminta kembali. Apa andalannya nanti! Maka lega gurunya tak menyinggung itu, membersit perasaan cemas kalau diminta maka pemuda ini berkelebat dan lega untuk sementara waktu.

Boen Siong menjadi bahan percakapan. Tak ada satu orang gagahpun yang melepaskan pembicaraan itu. Semua rata-rata kagum dan gentar. Dan karena si buta terlempar dan terbanting kalah tenaga, meskipun tak sampai terluka dan masih menjadi harapan maka orang-orang gagah ini telah mulai menaruh kekhawatiran sejak kemenangan demi kemenangan yang mereka raih.

"Pemuda itu benar-benar luar biasa, iblis dia itu. Siapa dan dari mana dan apakah pengikut orang utara?"

"Mana kita tahu. Ia terbang dan menghilang melewati kepala kita, kawan-kawan. llmu meringankan tubuhnya itu benar-benar luar biasa dan baru kali ini kulihat seumur hidup!"

"Benar, dan ia benar-benar terbang. Berat kalau ia menjadi musuh, kawan-kawan. Selain ginkangnya yang hebat itu iapun memiliki pukulan luar biasa. Sinkangnya membuat Chi-taihiap terbanting dan terlempar bagai daun kering tertiup angin topan!"

"Dan aku khawatir. Ah, di pihak mana dan siapa pemuda itu. Ia hantu bagi kita!"

Boen Siong benar-benar menjadi percakapan dan pemuda yang sudah lenyap di dalam hutan masih juga dijadikan bahan obrolan. Sampai pagi orang-orang gagah itu tergetar. Ui-san-kok benar-benar terguncang. Akan tetapi ketika keesokannya si buta muncul dan menunjukkan ketegaran sikap, hanya wajahnya gelap dan tongkat di tangan bergetar-getar maka si buta mengumpulkan semua orang untuk ditanya apakah takut atau tidak. Kata-kata ini membuat merah semua orang dan pukulan paling jitu untuk membangkitkan semua kemarahan.

"Kita dibuat malu oleh tingkah seorang anak kecil, dan cuwi agaknya ragu untuk melanjutkan perjalanan. Apakah cuwi takut terhadap pemuda itu? Apakah serbuan kita berhenti di sini dan bubar sendiri-sendiri?"

"Tidak!" Sepasang Naga Menara berseru dan melompat ke depan. "Kami tak takut atau gentar meneruskan serbuan, Chi-taihiap. Kalau kami membicarakannya dan masih tergetar oleh sepak terjang pemuda itu semata karena ia lolos dan kita tak mampu menangkapnya. Akan tetapi kejadian itu terjadi di malam gelap, ia pengecut dan kecil hati. Kalau jantan dan gagah seharusnya menunjukkan diri di siang bolong!"

"Benar, di siang bolong! Kalau ia gagah dan jantan menghadapi kita tentunya jangan di malam gelap, Chi-taihiap. Bahwa ia datang di saat seperti itu jelas menunjukkan wataknya yang pengecut. Dan kita tak perlu takut terhadap pengecut!"

ketua Ui-eng-pang melompat pula dan berseru di samping dua kakek gagah ini. Seruan itu disambut yang lain-lain dan tersenyumlah si buta. la berhasil membakar orang-orang ini. Dan ketika semua berteriak menyatakan kemarahannya, Semua tertampar oleh kejadian semalam maka bergeraklah rombongan itu meninggalkan Ui-san-kok. Mereka nmemang masih terpengaruh oleh kehebatan pemuda itu namun kesombongan dan keangkuhan pribadi membangkitkan semangat.

Betapa meeka tak perlu takut. Si buta ada di samping mereka dan inilah andalannya. Maka ketika barisan itu bergerak lagi menuju Kun-lun, lepasnya Kwi Hong tak jadi ganjalan maka Chi Koan tersenyum-senyum dan lega memimpin orang- orang selatan ini, padahal diri sendiri Sebenarnya berdebar tegang dan untuk itu diam-diam mengutus muridnya untuk melihat Kun-lun, mendahului dan melapor apakah pemuda itu berada di sana!

* * * * * * * *

Apa yang dikhawatirkan benar-benar terjadi. Dua hari meninggalkan Ui-san kok akhirnya tibalah seribu orang gagah ini di kaki pegunungan luas itu. Mereka telah berhadapan dan berada di sini, berhenti menunggu aba-aba. Dan ketika tidak seperti biasanya mereka diharuskan menunggu perintah, bayangan biru berkelebat dan memasuki tenda si buta maka Beng San melapor kepada gurunya bahwa pemuda yang ditakuti itu berada di situ.

"Benar, tidak salah lagi. Pemuda itu di atas sana, suhu, dan teecu mendapat keterangan jelas. la Boen Siong, benar Boen Siong!"

Chi Koan berobah ketika muridnya datang dengan napas memburu. Beng San tampak pucat sementara gurunya tertegun di batu hitam. Tongkat di tangan gurunya berkeratak. Dan ketika sedetik wajah si buta terlihat menegang, lalu pulih lagi maka Chi Koan bertanya siapa yang dimaksud dengan Boen Siong itu.

"la... ia putera Naga Gurun Gobi Peng Houw. Dia anak laki-laki yang dulu hilang itu!"

"Maksudmu anak Peng Houw dengan Li Ceng!"

"Benar, suhu, dan dia... dia telah diangkat sebagai bengcu orang-orang utara. la menandingimu...dess!" tongkat terayun dan tiba-tiba batu hitam itu hancur, Beng San melompat cepat ketika gurunya menggerakkan tongkat. Ledakan keras disusul muncratnya bunga api. Dan ketika pemuda itu berjungkir balik sementara tenda bagai diguncang gempa, Chi Koan kaget bukan main maka berkelebatanlah bayangan Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan. Orang-orang gagah itu terkejut oleh suara keras hancurnya batu hitam ini, meleletkan lidah.

"Apa yang terjadi! Ada apa dengan laporan San-kongcu!" Sepasang kakek Naga Menara tak kalah kaget dan ia pun berseru mewakili teman-temannya. Inilah kakek tertua di samping yang lain-lain. Dan ketika si buta terkejut dan menenangkan sikap, masuklah laporan bahwa Kun-lun mengutus seseorang maka Chi Koan tertegun mendengar itu.

"Seorang utusan mohon menghadap. Ia datang membawa bendera putih dan surat utusan!"

"Bawa dia masuk, siapa menyuruhnya!" si buta tenang lagi dan berkata memerintah. Belum juga hilang kagetnya tahu-tahu muncul berita ini. Kun-lun mengutus utusan! Dan ketika tenda menjadi penuh sementara di luar terdengar ribut-ribut, pintu terkuak dan muncullah yang dimaksud maka Tong-bun-su-jin dan kawa-kawan tertegun oleh hadirnya sepasang muda-mudi yang gagah dan cantik rupawan.

"Po Kwan! Siao Yen!"

Beng San berseru dengan mata terkejut dan heranlah orang-orang gagah mendengar seruan itu. Mereka terbelalak dan kagum kepada sepasang muda-mudi ini sementara Beng San melotot memandang Siao Yen. Tentu saja ia mengenal kakak beradik ini dan Siao Yen si gadis baju hijau dipandangnya lekat-lekat. Alangkah cantik dan gagahnya gadis itu. Tubuhnya langsing padat sementara bola matanya hitam jernih, berkilat dan memandangnya marah akan tetapi Beng San malah terpesona.

Inilah gadis di mana pertama kali ia jatuh cinta. Dan gadis itu kian cantik jelita saja, anggun dan semakin memikat. Keberaniannya di tengah-tengah Orang gagah mengagumkan, tak tampak takut sedikitpun sementara jalannya tegak terangkat. Dada itu membusung padat dan pemuda ini menelan ludah. Alangkah menggairahkanya Dan ketika ia begitu bengong sementara kakak beradik itu telah berhenti di depan gurunya, membungkuk dan memberi hormat maka Po Kwan berkata bahwa ia datang sebagai utusan Kun lun. Bendera putih di tangannya sebagai tanda perdamaian.

"Kami datang sebagai utusan, yang terhormat Bi Wi Cinjin menyampaikan surat untuk semua orang gagah di sini. Karena Chi-taihiap tak mungkin membacanya lalu kepada siapakah surat perdamaian ini kami serahkan!"

"Hm, berikan kepadaku dan kalian rupanya murid-murid Peng Houw. Bagus, baca dan biar didengar semua orang gagah di sini, Beng San. Baca yang keras dan apa maunya Bi Wi Cinjin!" si buta menggerakkan tongkat dan dengan tongkat ini la menyambar surat. Sikapnya tentu saja membuat Po Kwan marah akan tetapi sebagai utusan ia tak mengelak. Akan tetapi ketika tongkat terus menderu dan menghajar pergelangannya, inilah kelewatan maka ia mengerahkan Hok-te Sin-kang-nya menerima pukulan itu.

"Tak!" tongkat terpental dan si buta tertegun. Surat mencelat dan telah disambar tangan kirinya akan tetapi pukulan yang membuat tongkatnya terpental membuat wajah si buta berubah. la merasakan Hok-te Sin-kang di situ. Maka ketika ia mengejap-ngejapkan kelopak matanya dan semua orang gagah terkejut, serangan itu berbahaya sekali untuk orang lain maka Chi Koan tiba-tiba tersenyum dan mengangguk.

"Hmn, seorang utusan yang hebat. Tak percuma kau mendapat gemblengan gurumu, anak muda. Akan tetapi aneh bahwa tiba-tiba kau berada di Kun-lun. Apakah gurumu berada di sana pula!"

"Kami datang sebagai utusan Kun-lun tak ingin bicara yang lain-lain. Silakan di baca dulu surat itu baru yang bersifat pribadi dipertanyakan."

Wajah si buta memerah. Bukan main tajamnya kata-kata ini akan tetapi karena benar maka ia menahan kemarahannya, Kalau saja tak ada orang-orang gagah di situ tentu diserang dan dihajarnya anak muda ini. Chi Koan merasa terhina. Akan tetapi karena ia harus menahan sabar dan mengangguk-angguk, segera kepalanya diletakkan di atas tongkat maka sambil menunduk tiba-tiba si buta ini mengerahkan Coan-im-jip-bitnya kepada muridnya itu, melepas ilmu mengirim suara tanpa ada orang lain yang dengar.

"Jungkir-balikkan dan kacaulah isi surat itu. Baca dan perdengarkan yang sebaliknya kepada orang-orang gagah itu Beng San. Bakar mereka dengan isi yang membakar!"

Beng San telah menerima surat ini dari gurunya. Sebagai tokoh nomor dua di bawah gurunya sendiri tentu saja Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan merasa tak berhak. Mereka boleh tua akan tetapi yang muda lebih tinggi. Maka ketika Beng San membuka dan membaca surat itu, tentu saja sebelumnya tanpa Suara maka tiba-tiba ia berseru kaget dan mukapun merah padam.

"Penghinaan!" seruannya menbuat kaget dan berubah wajah pendengarnya. Surat ini penghinaan, suhu, pantaskah tee-cu baca di hadapan para orang gagah ini."

"Bacalah," sang suhu mengangguk-angguk. "Seorang utusan dikirim untuk menyampaikan tugasnya, Beng San, baca dan pantas atau tidak bukanlah urusunmu. . Biarkan orang gagah ini mendengarnya dan tugasmu adalah membacanya."

Siao Yen dan Po Kwan berdetak. Wajah mereka tiba-tiba berubah ketika belum apa-apa Beng San sudah melepas kejutan. Belum apa-apa pemuda itu sudah berkata penghinaan, padahal isi surat adalah persahabatan dan mengajak persatuan dan, bukan penghinaan. Akan tetapi karena mereka hanya utusan dan surat juga sudah diberikan, selanjutnya adalah pihak lawan maka kakak beradik berdebar dan tiba-tiba kaget bukan main ketika pemuda itu mulai membaca, lantang:

"Kami para pimpinan Kun-lun ingin menyampaikan kepada suudara-saudara cuwi enghiong dari selatan agar secepatnya menyerah dan naik ke atas. Buang senjata kalian dan ingatlah dosa kalian dengan membunuh-bunuhi saudara-saudara dari Hoa-san dan Bu-tong serta See-tong, juga Heng-san. Jika kalian menyerah baik-baik dan mendengarkan perintah ini dengan baik maka kami akan memperlakukan kalian baik-baik dan hanya pimpinan atau tokoh-tokoh kalian yang diadili. Harap kalian perhatikan surat kami ini atau Kun-lun akan menghancurkan kalian!"
Bi Wi Cinjin

Bukan main marah dan gusarnya orang- orang gagah itu. Wajah mereka seperti api dibakar sementara Beng San tiba-tiba meremas dan menghancurkan surat itu. Dengan cerdik dan amat licik pemuda ini menghilangkan jejak. Tentu saja ia tak ingin ada orang kedua membacanya. Dan ketika ia sendiri juga pura- pura marah dan merah padam, memaki dan menghancurkan surat itu maka Po Kwan dan adiknya berseru,

"Bohong! Surat itu tidak begitu bunyinya. Pemuda ini menipu dan mempermainkan kalian, cuwi-enghiong. Surat itu tidak berisi penghinaan melainkan ajakan. Kami berani bersumpah bahwa Bi Wi Cin jin mengajak persahabatan!"

"Hmn, utusan tak usah bertingkah macam-macam. Kalian datang bukan untuk menyanggah atau menyangkal, anak-anak. Muridku tak mungkin bohong karena ia wakilku. Kun-lun telah menghina dan meremehkan kami, pulanglah dan katakan bahwa kami tidak takut."

"Benar!" sepasang kakek Naga Menara berseru. "Kami tidak takut, bocah. Kami lebih percaya anak muda ini daripada kalian. Kun-lun, ah! Kalau bukan utusan ku bunuh kau!" kakek itu memaki-maki.

Sementera Tong-bun-su-jin dan lain-lain marah besar. Tentu saja mereka lebih percaya Beng San daripada dua anak muda ini. Dan ketika mereka juga membentak dan mengutuk Bi Wi Cinjin, serentak semua senjata dicabut dan membacok lantai maka Po Kwan dan adiknya pucat merah berganti-ganti. Beng San yang jahat itu masih juga jahat dan bertambah keji!

"Heh-heh..!" pemuda ini tiba-tiba terkekeh. "Lama tak berjumpa tiba-tiba kalian memerahkan telinga, Po Kwan. Karena sebagai utusan pulanglah baik-baik akan tetapi untuk membalas penghinaan Bi Wi Cinjin terpaksa kami menahan adikmu. Orang gagah di sini tentu tak akan keberatan karena adikmu hanyalah pendamping. Kami tak akan mengganggunya hanya sekedar membalas penghinaan. Nanti kalau kami neik ke atas adikmu kami kembalikan!"

"Benar!" seorang di antara anak buah Beng San berseru, telah mendapat kedipan. "Gadis ini biar di sini, kongcu, ia bukan utusan. Hanya utusan yang tak boleh diganggu!" lalu ketika orang ini melompat dan hendak menyambar Siao Yen, tentu saja ditampar maka orang itu terbanting dan berteriak dengan pipi bengap. Siao Yen begitu marah hingga menghajar di rumah orang!

"Tangkap dan jangan biarkan gadis itu pergi!" sekarang Beng San semakin garang dan berseru. "la melanggar tata-tertib seorang utusan, cuwi-enghiong. ia merobohkan seorang di antara kita!"

Po Kwan terkejut. Tak disangkanya adiknya menghajar tuan rumah. Meskipun hanya satu di antara orang gagah akan tetapi perbuatan adiknya itu melanggar tata-tertib. Akan tetapi karena adiknya hendak ditangkap dan siapa sudi diperlakukan seperti itu, apalagi bagi wanita seperti adiknya maka pemuda inipun maklum bahwa tuan rumah keterlaluan.

Po Kwan tak menduga bahwa sesungguhnya semua itu diatur Beng San, yang memberi tanda atau kedipan kepada orangnya tadi. Maka membalik dan melindungi adiknya itu, semua orang bergerak dan hendak menangkap maka pemuda ini mengangkat lengan tinggi-tinggi berseru nyaring.

"Tunggu, tahan dulu. Jelek-jelek kami utusan, cuwi-enghiong. Kalau adikku bersalah mohon dimaafkan. Kami sudah melaksanakan tugas dan biarkan pergi baik-baik!"

"Ha ha kaulah yang pergi. Kami memang tak mengganggumu, Po Kwan, akan tetapi adikmu harus tinggal di sini. la merobohkan seorang di antara kami, menghina kami. Untuk ini tak boleh ia pergi karena utusan yang baik tak selayaknya melakukan itu!"

"Akan tetapi ia diserang, ia membela diri!"

"Kalau membela diri cukup berkelit atau menghindar, bukan malah membanting roboh. Adikmu melanggar tata-tertib dan betapapun harus tinggal di sini!" lalu berseru pada orang- orang gagah itu apakah sikapnya keliru, bukankah kesalahan ini cukup menjadi alasan maka sepasang Naga Menara mengangguk dan melompat ke depan. Kakek ini merasa mendapat kesempatan.

"Kau benar, gadis ini menghina kita. Kalau Bi Wi Cinjin mau datang dan mintakan maaf sendiri barulah kita lepaskan, San-kongcu. Hanya utusan tak kuat minta maaf dan ia harus menerima hukuman." kakek itu menyerang dan panas oleh surat Bi Wi Cinjin yang menantang, keduanya sudah menubruk di kiri kanan Apa yang dilakukan Siao Yen memang gawat karena mudah mencetuskan kemarahan.

Po Kwan tak sempat mencegah perbuatan adiknya tadi. Maka ketika dua kakek itu menyerang dan kedua lengan mereka mencengkeram ganas, Siao Yen semakin marah pula maka gadis melengking dan menangkis mendorong kakaknya. Gadis inipun tak tahan oleh suasana di tempat itu.

"Plak-dukk!" dua kakek itu terpental dan mereka terjengkang bergulingan. Tidak tanggung-tanggung dalam melakukan tangkisan gadis itu mempergunakan Hok-te Sin-kang, mana kakek itu kuat!

Maka terlempar dan bergulingan menebrak tenda, kaget berseru keras, kejadian itu membuat orang-orang gagah semakin marah pula. Beng San mengipasi ini dengan seruannya yang membakar.

"Lihat, utusan demikian kurang ajar. Tangkap dan robohkan gadis itu, cuwi-enghiong, jangan biarkan ia lari!"

Siao Yen mendidih. Gadis ini terbakar pula dan merasa direndahkan. Berulang-ulang ia disuruh tangkap. Ini karena Beng San biang keladi, pemuda inipun menjugkir-balik surat Bi Wi Cinjin maka ia menibentak dan menerjang pemuda itu. Sang kakak terkejut.

"Kaulah biang setan seperti gurumu. Mampus dan terimalah pukulanku, Beng San. Dulu dan sekarang semakin jahat!"

Sang kakak berteriak. Gadis itu begitu marahnya hingga tak ingat apa-apa lagi, Hok-te Sin-kang menyambar mengejutkan siapa saja, terutama Beng San dan juga Chi Koan. Akan tetapi ketika pemuda itu mengelak dan tenda menjadi sasaran, roboh dan ambruk ke dalam maka tiangnya menjadi dua dan patah menimpa siapa saja.

'Keluar!" bentakan itu disusul lenyapnya si buta.

Beng San dan lain-lain berkelebatan menyambar akan tetapi sambil keluar melepas jarum-jarum halus. Chi Koan menimpuk pemuda itu. Akan tetapi ketika Po Kwan mengebut dan meruntuhkan semua jarum, melompat dan menyambar adiknya maka bersamaan robohnya tenda merekapun telah berada di luar hampir berbareng dengan orang- orang gagah itu. Akan tetapi begitu di luar dan terlihat banyak orang maka kakak beradik inipun diserang dan dikeroyok.

"Tangkap dan robohkan keduanya. Mereka sama-sama memberontak!"

Tong-bun-su-jin dan kawan-kawan berhamburan. Mereka menggerakkan senjata masing-masing dan Po Kwan maupun adiknya menjadi sasaran. Kemarahan orang-orang ini sudah tak terkendalikan lagi. Dari belakang terdengar teriakan dan gosokan Beng San, pemuda itulah yang membakar dan membuat darah mereka mendidih.

Dan karena Siao Yen juga marah sekali oleh seruan-seruan pemuda ini, setiap seruan membuat wajahnya merah kehitaman maka ia menyerang pemuda itu namun dengan licik dan cerdik pemuda itu selalu menghindar. Ia membiarkan orang-orang gagah itu menangkap dan merobohkan gadis ini.

Siao Yen melengking-lengking. Akhirnya bersama kakaknya ia mengamuk. Mula-mula bertahan dan menangkis akan tetapi akhirnya harus juga menbalas. Berkali-kali kakaknya ini memperingatkan agar tidak menurunkan tangan keras, hal yang masih diingat gadis itu dan karena itu semua pukulan-pukulannya terkendali. Akan tetapi setelah hujan senjata demikian gencar hingga bahu atau punggungnya dihajar senjata, membuat gadis ini kesakitan dan sabetan benang Tong-bun-su-jin mengenai pipinyu maka gadis ini marah bukan main dan lupalah dia akan segala nasihat kakaknya.

Siao Yen mengamuk bagai seekor singa betina dan orang-orang gagah itupun terkejut. Bayangan gadis itu menyambar- nyambar sementara kaki tangannya bergerak begitu cepatnya. Hok-te Sin-kang dilepas dan terlemparlah mereka bagai rumput-rumput kering dihempas badai. Dan ketika semua berteriak-teriak dan kepungan menjadi pecah, Beng San terkejut membelalakkan matanya maka gurunya mendengus dan memerintahkan agar gadis itu cepat diringkus. Si buta miringkan kepala dan memperhatikan jalannya pertandingan dengan telinganya yang tajam, keningnya berkerut-kerut.

"Tak ada jalan lain, hadapi dan robohkan gadis itu dengan cepat. Aku membantumu dari belakang, Beng San. Hati-hati karena ia memiliki Hok-te Sin-kang pula."

"Benar, Ia memiliki Hok-te Sin-kang pula. Kalau begitu Naga Gurun Gobi itu memberikan kepada muridnya, suhu, kita menghadapi lawan-lawan berat!"

"Tak usah banyak mulut dan majulah. Aku membantumu dari luar, Beng San, kalau tidak segera dirobohkan berarti malapetaka. Cepat, kudengar suara lain di atas gunung!"

Pemuda ini terkejut, menoleh ke atas. Benar saja dari sana tampak gerakan-gerakan dan ratusan orang berkelebatan turun. la terkejut oleh kejadian itu dan mengagumi kelihaian telinga gurunya yang tajam. Akan tetapi ketika dibentak dan saat itu Tong-bun-su- jin menjerit, mereka terbanting dan bergulingan maka kakek sepasang Naga Menara juga mengeluh dan terlempar.

"Bres-bress!"

Siao Yen dan kakaknya membuat orang-orang gagah itu gentar dan pucat. Mereka dikeroyok oleh tak kurang dari lima puluh orang, semua bersenjata tajam akan tetapi mental bertemu tubuh kakak beradik itu. Hok-te Sin-kang melindungi kakak beradik itu dan orang-orang ini kagum. Akan tetapi karena sepak terjang gadis baju hijau lebih ganas dibanding kakaknya, kaki tangannya mulai mematahkan tulang-tulang dan juga batok kepala beberapa orang kasar maka Siao Yen telah membunuh lima orang yang tadi mendekap dan mencolek dada!

Kini meledaklah kemarahan yang sudah pecah itu. Kematian lima orang di antara mereka membuat orang-orang gagah penasaran. Gadis utusan ini suduh kelewatan. akan tetapi karena Hok-te Sin-kang menyambar-nyambar dan siapapun yang berada dekat pasti terlempar dan terbanting, mulailah orang-orang itu menyerang dari jauh maka bayangan biru berkelebat dan Beng San telah mendorong minggir orang-orang ini.

"Mundur, biarkan aku menghadapinya!" lalu membentak dan menyerang gadis itu, juga dengan Hok-te Sin-kang maka Beng San tergetar dan keduanya sama-sama terhuyung.

"Dukk!"

Dua muda-mudi ini sama-sama terbelalak akan tetapi Siao Yen melotot dengan wajah merah terbakar. Gadis inipun terkejut bahwa lawan memiliki Hok-te sin-kang. Akan tetapi ketika ia maju dan menerjang pula, membalas dan mendorongkan kedua lengennya maka pemuda itupun menyambut dan empat lengan bertemu lagi.

"Duk-dukk!"

Para penonton bersorak kagum. Mereka yang berada dekat terhuyung dan bahkan terpelanting. Yang kakinya lemah segera terjungkal. Akan tetapi ketika gadis itu memekik dan menyambur-nyambar lenyaplah dia mengelilingi lawan dengan cepat maka Beng Sanpun tak berani main-main karena iapun segera mendapat tekanan dan rangsekan, maju mundur dan berkelebatan pula sementara penonton menjauhkan diri. Mereka tak kuat oleh angin pukulan itu, Dada serasa sesak!

Dan ketika dua orang muda itu segera bertanding dan masing-masing mengandelkan kecepatan dan kekuatan, Hok-te Sin-kang bertemu Hok-te Sin-kang pula maka Beng san terkejut karena dari empat kali pertemuan ia selalu tergetar dan terhuyung! Pemuda ini membelelakkan mata. Lemahkah Hok-te Sin-kangnya hingga tak kuat bertemu Siao Yen? Haruskah dia kalah dengan wanita? Maka ketika ia menjadi penasaran dan kaget serta marah, juga dianm-diam curiga kepada gurunya apakah gurunya bermain gila maka pemuda ini menyerang dan membalas akan tetapi setiap kali itu pula ia tergetar dan terpental membuat pemuda itu pucat.

Hal yang membuatnya gusar. Akibatnya iapun mengeluarkan Lui-thian-to-jit (Kilat Menyambar Matahari) berkelebatan menyambar-nyambar. Tubuhnya bagai kecapung menari-nari ketika beterbangan dan mengelilingi gadis itu. Dan ketika di sini ia menahan desakan dan mampu bernapas lega, pertandinganpun berimbang maka Siao Yen mengakui lawannya tak semudah yang lain untuk dirobohkan dan dihajar.

Akan tetapi gangguan lain segera datang. Belasan jarum-jarum merah melesat tanpa terlihat. Si buta membantu muridnya secara diam-diam. Dan ketika beberapa di antaranya menggigit dan membuat berjengit, Siao Yen terkejut dan marah maka ia membentak dan melihat perbuatan si buta itu, melengking-lengking.

"Curang, manusia busuk. Kau dan gurumu setali tiga uang, Beng San. Maju dan jangan sembunyi-sembunyi atau kelian memang manusia-manusia pengecut!"

Akan tetapi bukan gadis ini yang terkejut dan marah melainkan juga Po Kwan. Pemuda itupun dikeroyok ramai dan hanya karena bermurah hati orang-orang gagah itupun lebih berani. Pemuda ini bersikap lebih lunak dibanding adiknya hingga korban tangannya paling-paling roboh mengeluh, bangkit dan menyerang lagi.

Akan tetapi ketika benda- benda kecil mendadak menusuk dan menikamnya berulang-ulang, menggigit dan membuat ia berjengit akhirnya pemuda ini melihat gerakan si buta yang diam-diam menjentikkan kuku jarinya melepas jarum-jarum beracun itu. Kulitnya mulai gatal-gatal dan pedas serta panas terbakar.

"Keparat, tidak jantan dan curang. Kalau ingin maju jangan secara licik, orang she Chi. Hadapilah dan keroyoklah aku dan mari kita bertanding secara ksatria!"

Akan tetapi si buta pura-pura tidak mendengar. Diam-diam ia tersenyum bahwa jerum-jerumnya mulai menggigit. Harus diemakui bahwa ia kagum kepada kakak beradik itu karena tak ada satupun jarum-jarumnya membuat roboh. Semua jarum runtuh dan seakan sia-sia. Akan tetapi karena jarum sudah menyentuh kulit dan inilah yang akan ditunggu, jarum itu milik Kwi-bo yang sering diambilnya maka racun akan bersatu dengan peluh dan biasanya diserap tubuh bersama keringat. Dan pemuda itu mulai gatal-gatal, juga gadis di sana itu!

"Hmn, konsentrasikan perhatianmu pada serangan lawan-lawanmu. Tak usah bercuap-cuap karena aku tetap di sini anak muda. Siapapun melihat aku tak berbuat apa-apa dan menyerahlah kalau ingin selamat." Po Kwan gusur sekali. Si buta betul-betul licik sementara adiknya tiba-tiba menjerit. Siao Yen tiba-tiba terhuyung dan roboh. Kulit adiknya juga gatal-gatal. Dan ketika ia terkejut sementara itu orang-orang gegah itu menyerang dan menyergapnya lagi maka Beng San berkelebat menotok adiknya sambil tertawa.

"Ha-ha, roboh dan menyerahlah baik-baik. Melawan aku tiada gunanya, Siao Yen. Aku akan menangkapmu dan siapapun tak dapat melindungimu lagi!"

Gadis itu bergulingan menyelamatkan diri akan tetapi tetep saja ia tertotok. Siao Yen mengeluh dan roboh. Akan tetapi ketika lawan hendak menyambarnya dan saat itulah sang kakak memekik dahsyat maka Po Kwan keluar dari kepungan dan menghantam lawannya itu.

"Jangan sentuh adikku!"

Pemuda ini terkejut. la hampir menyentuh gadis itu ketika tahu-tahu serangkum angin kuat menyembarnya. Membalik sudah tak mungkin lagi. Maka menarik tangannya menyambut pukulan itu pemuda inipun melempar tubuh melepas Hok-te Sin-kangnya.

"Dess!" Beng San terlempar dan mencelat menabrak tujuh orong gagah. Bersama mereka pemuda ini terguling-guling sampai jauh, bukan main kagetnya. Dan ketika ia memaki dan meloncat bangun, terhuyung maka Po Kwan telah membebaskan adiknya dari totokan. Sekujur tubuh terasa gatal dan panas sekali.

"Lari, tak ada jalan lain. Si buta melepas jarum-jarum beracun, Yen-moi, kita tak mungkin melawan lagi. Satukan Hok-sin-kang dan dorong ke depan!"

Akan tetapi Siao Yen terisak. Ia baru terbebas dan masih lemah, kakinya gemetar. Maka ketika sang kakak membentak dan melepas Hok-te Sin-kang, ia tak dapat mengikuti maka sebatang tongkat menghadang di depan dan . dess, si buta bergoyang-goyang sementara pemuda itu terdorong dan pucat sekali. Lawan keburu menghadang!

“Tak semudah itu melarikan diri. Menyerah dan jangan bertingkah macam-macam, anak-anak. Atau aku membunuhmu dan kalian tinggal nama!"

Pemuda itu gemetar, merah dan pucat berganti-ganti. Akan tetapi melengking dan marah bukan main tiba-tiba Po Kwan menerjang dan menghantem lawanya itu, musuh besar gurunya.

"Jahanam she Chi, kau dan muridmu sama-sama curang. Terimalah dan mari kita mengadu jiwa!"

Akan tetapi si buta berkelit dan membalas. la membiarkan pukulan lewat sementara tongkatnya tiba-tiba bergerak, begitu cepatnya hingga tahu-tahu menggebuk pemuda ini. Dan ketika Po Kwan terjungkal dan melempar tubuh bergulingan, saat itulah Beng San berkelebat di samping gurunya maka si buta berseru agar muridnya membunuh gadis baju hijau.

"Tak ada ampun agi. Gunakan tangan besi dan bunuh dia, Beng San. Jangan biarkan menjadi duri dalam daging!"

Pemuda itu mengangguk, akan tetapi Siao Yen demikian cantik dan gagahnya dan mana mungkin dibunuh. Berahi dan api cintanya tiba-tiba bergelora lagi. Inilah gadis di mana ia pertama kali tergila-gila. Maka membentak dan menyerang gadis itu, Siao Yen terhuyung berkelit mundur maka guru dan murid sudah sama-sama menyerang ganas, terutama si buta.

Po Kwan mengelak dan membalas akan tetapi lengannya terpental. Racun telah mengganggu tubuhnya. Dan ketika ia mendesis sementara tongkat dan Hok-te Sin-kang tak kenal ampun, saat itulah bayangan di atas gunung berlompatan turun maka di bagian belakang terdengar kegaduhan dan suara-suara ramai.

"Kun-lun menyerang, musuh menyerang. Apa yang harus dilakukan, Chi- taihiap. Bagian belakang kena gempur!"

"Benar, kita diserbu. Musuh mendahului kita, taihiap. Mereka turun dan keluar sarang!"

"Dan mereka tampaknya kesetanan. Aku... aduhh!" Orang itu terjungkal dan sebatang tombak menancap di dadanya. Barisan belakang gempar dan saat itulah berkelebatan para tosu bagai burung-burung besar. Mereka membentak dan melengking-lengking sementara Po Kwan dan adiknya dipanggil-panggil. Pertempuran pecah. Dan ketika Chi Koan terkejut sementara orang-orang gagah itu meminta pendapatnya, keadaan menjadi panik maka ia berseru agar orang- orang itu menyambut.

"Yang ini harus dirobohkan, mereka terlalu berbahaya. Sambut dan hadapi mereka, cuwi-enghiong, sebentar aku datang. Jangan takut!"

Kata terakhir ini membuat wajah orang-orang gagah menjadi merah. Mereka bukannya takut akan tetapi sekedar menunggu perintah, bukankah si buta itu bengcu sekaligus pemimpin mereka. Maka membalik dan berkelebatan nenyambut musuh, Beng San berseru agar beberapa di antaranya tetap di situ maka guru dan murid mendesak kakak beradik ini. Po Kwan tak dapat mengonsentrasikan dirinya akibat gatal dan rasa panas yang mengganggu, begitu pula Siao Yen.

"Licik, pengecut dan curang. Kau meracuni kami dengan jarum-jarum merahmu, iblis she Chi. Masa seorang bengcu harus melakukan perbuatan keji ini. Kau tak patut menjadi bengcu!"

"Benar, jahanam dan muridnya ini sama- sama iblis. Beraninya setelah berbuat curang, Kwan-ko, akan tetapi aku akan bertempur mati hidup. Kita mengadu jiwa!"

"Dan kita balaskan sakit hati suhu dan keluarganya. Mati membela kebenaran adalah mati yang indah, Yen-moi, mari hadapi mereka sampai titik darah penghabisan!"

Chi Koan mendengus dan marah sekali mendengarkan kata-kata ini. la marah karena sampai sejauh itu belum juga merobohkan lawannya, padahal jelas lawannya keracunan dan garuk-garuk, bahkan gebukan tongkatnya kembali membuat pemuda itu terpelanting. Akan tetapi karena Po Kwan memiliki sinkang warisan gurunya itu, sedang gurunya itu mendapatkannya dari sesepuh Gobi yang sakti maka inilah yang membuat pemuda itu dapat bertahan dan si buta sampai berkerot-kerot.

Tidak berbeda halnya dengan Siao Yen. Gadis inipun seperti kakaknya telah mewarisi hawa sakti murni dari gurunya. Naga Gurun Gobi Peng Houw adalah seorang pendekar bertubuh bersih. Jiwa dan raganya tidaklah seperti si buta. Dan karena sinkang (tenaga sakti) dari mendiang Ji Leng Hwesio adalah sinkang murni yang amat kuat, sesepuh itu adalah seorang pertapa yang jauh dari perbuatan-perbuatan buruk maka itulah sebabnya kenapa Beng San selalu tergetar dan terdorong bila berhadapan dengan Siao Yen, padahal masing-masing sama mewarisi Hok-te Sin-kang.

Akan tetapi keadaan gadis ini tak sebaik tadi. Sebelum ia diserang jarum-jarum beracun si buta yang menggigit kulitnya maka Hok-te Sin-kangnya kuat dan berbahaya. Akan tetepi begitu digigit jarum-jarum beracun itu, racun di ujung jarum menempel di keringatnya dan membasahi tubuh maka inilah yang mengganggu dan karena kurang pengalaman akibatnya gadis inipun menjadi korban. Chi Koan memang si buta yang amat licik.

Kini Beng San berseri-seri. Tadi sebenarnya ia hampir merobohkan gadis ini kalau saja kakaknya tak datang menolong. Racun yang mengganggu kulit tubuh Siao Yen membuat gadis itu kebingungan. menggeruk seluruh tubuhnya yang kian gatal. Dan ketika semua itu mengganggu konsentrasinya, tentu saja ia marah dan melengking-lengking maka Hok-te Sinkang yang dilepas seringkali terhenti di tengah jalan untuk menggaruk atau menggosok tubuh, bahkan tak jarang di daerah yang membuat mukanya merah padam!

"Ha-ha, menyerahlah. Menyerah lebih baik daripada melawan, Siao Yen. Kau akan roboh tanpa pertolongan lagi. Suhu akan membunuh kakakmu!"

"Keparat jehanam!" gadis itu menerjang dan memaki-maki. "Mati lebih baik daripada menyerah, Beng San, kau bocah tak tahu budi dan tak tahu malu. Mampus lebih baik daripada menyerah!"

"Kalau begitu jangan salahkan aku, kau mencari penyakit!" lalu ketika pemuda ini mengelak dan membalas, Hok-te sin-kang bertemu Hok-te Sin-kang maka gadis itu terhuyung dan celakanya rasa gatal tiba-tiba menyerang selangkangan, digaruk dan digosok tanpa sadar.

"Ha-ha, kubantu menggosoknya. Jangan panik, Siao Yen, nanti kugaruk!"

Gadis itu merah padam. Setiap kali ia harus menderita malu kalau menggosok atau menggaruk tempat-tempat tertentu. Lawan tertawa secara kurang ajar. Dan ketika ia melengking dan menerjang lagi, saat itulah Beng San bersuit nyaring maka delapan pembantunya bergerak dengan jaring di tangan.

"Tangkap hidup-hidup, jangan sampai terluka. Awas aku mendesaknya, Bo Ngol, jaga dan lempar jaring kalian secara hati-hati!"

Gadis itu terkejut. Delapan orang kasar berlari mengelilinginya dan tiba-tiba melempar jaring. Benda itu mengembang di atasnya sementara Beng San memukulnya dengan dorongan Hok-te Sin-kang, dua lengan pemuda itu terjulur ke depan. Dan ketika ia marah sekali menyambutnya, celakanya rasa gatal mendadak menyerang maka ketiaknya berjengit dan konsentrasipun buyar. Pukulannya setengah-setengah.

"Dess!" gadis ini terlempar dan bergulingan dan saat itulah delapan jaring mengejarnya. la menggaruk bagian yang gatal sementara Beng San tak mau sudah, tértawa dan mengejarnya pula. Keadaannya benar- benar terdesak. Dan ketika ia menjerit dihempas pukulan itu, jaring menimpanya maka iapun terjerat dan delapan orang itu terkekeh kegirangan melihat dirinya meronta-ronta.

"Heh-heh, kena kongcu, ia bagai ikan di darat!"

Akan tetapi Beng San membentak orang itu. Siao Yen terjaring akan tetapi gadis ini menggulingkan dirinya begitu rupa. Dengan cepat tahu-tahu ia berada didekat laki-laki ini. Dan ketika ia menabrak dan laki-laki itu mencelat, terlepaslah jaring di tangannya maka Siao Yen meloncat bangun dan secepat kilat kakinya menghajar kepala laki-laki itu.

"Prakk!" Akan tetapi sayang tujuh jaring lain mengejar disusul serangan Beng San. Pemuda inilah yang amat berbahaya karena begitu Siao Yen merobohkan laki-laki itu maka secepat itu pula pemuda ini berkelebat dan menyambar. Diam-diam pemuda ini memaki anak buahnya. Maka ketika Hok-te Sin-kang dilepas mengenai punggung gadis itu, gadis ini mengeluh dàn terhuyung maka jaring yang lain menyambar dan menjirat gadis ini. Beng San tak berhenti di situ dan jarinyapun bergerak menotok.

"Blukk!" Siao Yen tak berdaya lagi dan gadis ini terisak. la roboh oleh totokan yang kuat dan tubuhnyapun kaku tak dapat digerakkan. Beng San menyambarnya dan mengeluarkannya dari jaring. Akan tetapi ketika pemuda itu memondong dan terkekeh begitu gembira, ia berhasil merobohkan gadis ini maka gurunya membentak dan tiba-tiba berseru, marah memperingatkan.

"Beng San, bunuh gadis itu, dan cepat bantu aku. Jangan memelihara harimau!"

"Suhu, ia sandera yang amat berharga. Ia murid Naga Gurun Gobi, suhu, tawanan penting. Kita dapat memaksa pendekar itu kalau membantu musuh!"

"Tidak, bunuh dan selesaikan kataku, jangan macam-macam. Lalu cepat ke sini dan bantu aku!"

"Akan tetapi ia cantik, suhu, dan teecu mencintainya. Biarkan teecu menyayangnya dan... wutt!"

Tongkat di tangan si buta tiba-tiba menyambar, meluncur begitu cepatnya dan Beng San kaget bukan main. la mengelak dan membanting tubuh sebisanya akan tetapi terdengar jeritan ngeri. Dan ketika pemuda ini meloncat bangun dan pucat berkeringat dingin maka tampaklah pemandangan mengerikan yang membuat ia tersentak dan berubah...