Istana Hantu Jilid 18 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

ISTANA HANTU
JILID 18
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

SI TINGGI KURUS tertawa. Dia merasakan lemahnya cengkeraman itu, tenaga si pendek yang sama sekali tidak membuat bahunya sakit. Dan ketika lawan terkejut kenapa dia tertawa tiba-tiba kelima jari laki-laki tinggi kurus ini balas bergerak dan mencengkeram bahu lawannya.

"Crep!" Si pendek terkesiap. Dia merasa tenaga yang hebat dari si tinggi kurus itu, merasa tulangnya remuk dan secepat kilat dia membentak. Tapi ketika lawan mendahului dan tahu-tahu mengangkat tubuhnya, melempar dan membanting si pendek itu ke lantai panggung maka Sin Cek atau si pendek ini berteriak dan menjerit kesakitan.

"Aduh.... brukk!"

Si pendek terguling-guling. Laki-laki itu merasa kaget dan pucat bukan main oleh keadaan yang tidak diduga ini. Dia sebenarnya lebih unggul tapi tiba-tiba keunggulannya itu tak dapat dipergunakan. Tenaganya hilang separoh dan entah kenapa dia merasa perutnya tiba-tiba mulas. Ada sesuatu yang tak beres di tubuhnya dan bergulinganlah si pendek ini menjauhi lawan. Tapi ketika Siu Pin atau si tinggi kurus itu mengejar dan tentu saja tidak memberi kesempatan begitu saja pada si pendek ini untuk menyelamatkan diri maka si pendek dikejar dan bertubi-tubi mendapat serangan lawan, tendangan atau pukulan dan si pendek semakin pucat.

Dia kebingungan dan akhirnya mendapat sebuah tendangan lagi, tepat mengenai pinggangnya. Dan ketika dia terlempar dan jatuh ke bawah panggung, berdebuk di sana maka kelompok atau orang-orang yang menjagokan si pendek ini ternganga, terdiam seolah tak percaya dan kelompok atau pihak yang menjagokan si tinggi kurus tiba-tiba bersorak. Mereka itu bertepuk riuh dan kagetlah Soat Eng melihat kekalahan jagonya ini. Dia termasuk orang yang menjagoi si pendek.

Namun ketika gadis itu terkejut dan berubah mukanya, pucat dan merah berganti-ganti mendadak si pendek berteriak keras dan meloncat bangun, terhuyung melayang ke atas panggung dan diterjangnya si tinggi kurus itu. Si pendek murka karena dia merasa ada sesuatu kecurangan di situ, entah apa tapi dia yakin benar. Dan ketika semua orang terkejut karena si pendek mengamuk dan nekat menyerang lawan, yang tertegun sejenak tapi sudah melayaninya sambil terbahak-bahak maka si pendek terhuyung maju mundur ketika semua pukulan atau serangannya luput, dihindari atau dielak lawan dan dipermainkanlah si pendek itu oleh si tinggi kurus. Dan ketika dua kali si pendek jatuh sendiri dan si tinggi kurus ini tertawa bergelak tiba-tiba kakinya bergerak dari samping menghajar ulu hati lawannya.

"Pendek, kau tak tahu malu. Sudah kalah masih juga nekat menyerang. Nah, pergilah dan beristirahatlah lebih lama.... dess!" dan si pendek yang menjerit dan roboh melewati panggung akhirnya terbanting dan tidak bergerak-gerak lagi, pingsan dan muntah darah karena lawan telah menghajarnya cukup keras.

Pertandingan selesai dan bersorak-sorailah pihak yang mejagoi si tinggi kurus itu. Si pendek kalah dan telah tersungkur roboh. Dan ketika suasana menjadi riuh dan kelompok si pendek pecundang dua kali maka di atas pohon kakek pengemis itu terkekeh-kekeh menyodorkan lima cawan araknya.

"Heh-heh, dua kali kau kalah, nona. Hayo minum dan tepati janjimu!"

Soat Eng mendelik. Dia marah sekali namun tak dapat berbuat apa-apa, menerima lima cawan arak itu dan meneguknya sekaligus. Muka gadis ini terbakar dan dia mulai merasa bahwa ada sesuatu yang tak beres di situ, sesuatu yang diketahui kakek ini tapi tidak olehnya. Maka ketika lawan terkekeh-kekeh sementara dia melotot dan menjadi penasaran tiba-tiba dia meloncat turun dan berkata,

"Lo-kai, aku akan maju bertanding. Kelompok orang-orang sial itu akan kuhajar!"

"Hei!" si kakek terkejut, berkelebat ke bawah. "Tahan dulu, nona. Jangan terburu-buru. Keramaian akan segera cepat selesai kalau kau berada di panggung!" dan cepat menangkap serta menahan lengan gadis ini kakek itu menyambung, "Kau jelas bukan tandingan mereka. Kau terlalu lihai. Tak enak rasanya menonton pertandingan yang tidak imbang. Tunggu dan nantikan saja keluarnya Lauw-wangwe, dialah yang pantas kau hajar!"

Soat Eng tertegun. "Lauw-wangwe? Dia akan keluar? Dia ada hubungannya dengan semuanya ini?"

"Ha-ha, benar, nona. Karena itu bersabarlah dan kita menonton lagi di atas pohon, jangan terburu-buru!" dan ketika Soat Eng berhasil dibujuk dan kakek itu melayang ke atas maka gadis ini berjungkir balik dan kembali ke tempatnya semula, duduk di situ menonton jalannya pertandingan karena segera kelompok si pendek menantang lagi kelompok lawannya. Mereka itu penasaran karena dua kali berturut-turut dikalahkan, padahal di atas kertas seharusnya mereka menang. Dan ketika Soat Eng menonton dan gemas memandang kelompok si tinggi kurus, yang tetap menjagokan si tinggi kurus itu maka si kakek pengemis di sebelahnya tertawa.

"Kau berani lagi menerima taruhan? Kau berani minum beberapa cawan lagi arakku yang istimewa?

"Hm!" Soat Eng menggeleng, kali ini tak mau gegabah. "Kau licik, lo-kai. Kau sudah mengetahui adanya suatu kecurangan sedang aku tidak. Sebaiknya aku menemukan dulu apa isi kecurangan itu dan kalau sudah maka tantanganmu kuterima!"

"Ha-ha, begitu seharusnya!" kakek ini terkekeh. "Kau dapat mendinginkan hatimu yang panas, nona. Sungguh mengagumkan dan tak percuma kau menjadi puteri Kim-mou-eng!"

Soat Eng tertegun, menoleh. "Kau sudah mengetahui siapa ayahku?"

"Wah, mata yang lamur ini masih bekerja baik, nona. Kalau tidak mengenal ayahmu tentu gerakan Jing-sian-eng tadi haruslah membuka mataku bahwa kau puteri Pendekar Rambut Emas!"

Soat Eng terbelalak. Si pengemis mengenalnya baik dan tentu saja dia tertegun, waspada tapi melihat bahwa kakek ini bukan orang jahat. Sikap dan gerak-geriknya yang baik jelas menandakan dia golongan pek-to (kaum putih). Maka mengangguk dan tersenyum lebar dia berkata, "Kau hebat. Sungguh aku yang harus malu tak mengetahui siapa dirimu, lo-kai. Kalau kau bermata demikian tajam tentu kau benar-benar bukan orang sembarangan!"

"Ha-ha, aku orang biasa saja, tak terkenal seperti ayahmu. Sudahlah, kita lihat pertandingan itu dan kelompok si pendek akan selalu kalah!"

Soat Eng mengerutkan keningnya. Dia sekarang menjadi heran dan curiga kenapa kelompok si pendek akan selalu kalah, seperti kata kakek itu. Dan ketika benar saja pertandingan berjalan lagi dan jago-jago yang diajukan kelompok si pendek tak dapat menghadapi si tinggi kurus itu atau teman-temannya yang lain maka keheranan Soat Eng tak habis-habisnya.

Melihat orang-orang atau jago-jago kelompok si pendek itu sebenarnya secara taktis dan teknis selalu unggull, tak tahunya malah pecundang ketika pertempuran berjalan setengah babak, rata-rata memiliki tenaga yang lemah hingga pukulan atau serangan mereka mendarat terlalu empuk, tak bertenaga seperti halnya kelompok si tinggi kurus itu. Dan ketika enam jago akhirnya roboh dan kelompok si pendek kalah bertaruh maka uang dan perhiasan-perhiasan perak saling bergemerincing mengisi pundi-pundi kelompok si tinggi kurus, yang terbahak-bahak dan mengejek lawan.

"Ha-ha, hayo keluarkan semua harta milikmu, Wan-twako. Kita bertaruh dan boleh satu banding dua!"

"Atau satu banding empat!" yang lain berseru. "Aku berani bertaruh mengapit mereka, Hek-bin. Satu banding empat kalau mereka berani!"

"Ha-ha, boleh juga. Kita tanya mereka!" tapi lawan yang menggeleng dan terhuyung pucat ternyata menolak, tak berani menerima tantangan itu karena seluruh uang dan harta mereka hampir habis. Kantong-kantong kelompok si pendek ini nyaris terkuras isinya oleh kekalahan berturut-turut, mereka tak berdaya lagi.

Tapi ketika kelompok si tinggi kurus menantang tertawa-tawa dan yang lain bersorak riuh tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan dan muncullah seorang laki-laki yang tertawa menyambut tantangan kelompok si tinggi kurus ini, kawan-kawan Siu Pin.

"Aku berani. Hayo, siapa hendak bertaruh mengapit denganku. Satu banding empat!"

Kelompok Siu Pin terkejut. Si tinggi kurus sendiri sudah beristirahat tidak bertanding, dia sudah kelelahan karena bertempur dua kali. Maka begitu datang laki-laki ini yang tidak dikenal mereka namun jelas muncul dari kelompok penonton maka semuanya terkejut dan tertegun.

"Ha-ha, tidak berani?" begitu laki-laki ini sesumbar. "Atau aku yang akan mengapit kalian?"

"Siapa kau?" sebuah bentakan tiba-tiba muncul, disusul naiknya seseorang yang melayang keatas panggung. "Aku akan melayanimu, tikus sombong. Tapi sebutkan dulu siapa namamu dan dari pihak mana kau mewakili bertanding!"

"Ha-ha, aku mewakili diriku sendiri. Aku Ma Kiat, namaku tak terkenal. Tapi kalau kalian sesumbar untuk menantang taruhan maka aku jadi gatal hati untuk melayani kalian. Nah, kau siapa dan apakah hendak bertanding denganku?"

"Aku Sai Pek, memang ingin bertanding denganmu. Tapi kalau kau tak punya uang sebaiknya minggir dan tak perlu mengoceh di sini!" laki-laki itu membentak.

"Eit, kau menghina aku?" si Ma Kiat berseru marah. "Lihat, seluruh uang kalian mungkin masih kalah banyak dengan punyaku, orang she Sai. Buktikan dan lihat ini... cring-cring!" uang-uang berhamburan, tiba-tiba saja ditumpahkan si Ma Kiat itu dari kantung bajunya. Tujuh kantung di celananya dibuka semua, isinya dikeluarkan. Dan ketika emas dan perak berjatuhan di lantai panggung dan semua melotot maka Soat Eng yang menonton di atas pohon tiba-tiba terkejut.

"Dia Kiat Ma, si Copet Berjari Seribu!"

"Ha-ha, benar. Dan dia membalik namanya, nona. Ini artinya keributan lebih besar akan terjadi. Lihatlah, emas dan perak di kantungnya sudah dikeluarkan semua!"

"Tapi suhengnya tidak ada!" Soat Eng tertegun, memandang sekitar. "Mana temannya dan kenapa dia muncul sendiri?"

"Sstt, lihatlah saja baik-baik. Copet itu akan memanggil namamu, nona. Kalau kau tidak berhati-hati maka kau bakal dilibatkannya!"

"Tapi aku berkepentingan dengan dia!" Soat Eng berseru. "Eh, aku harus menangkap si copet itu, lo-kai. Atau nanti dia kabur dan sulit kutemukan lagi!"

"Jangan!" si kakek berseru, menangkap lengan gadis ini. "Kita Ma tak akan kabur, nona. Dia sengaja datang ke sini untuk membuat kekacauan. Hartawan Lauw sebentar lagi akan dipaksanya keluar. Kau jangan beranjak!" lalu ketika gadis itu tertegun dan ragu melompat turun maka di sana Ma Kiat alias Kiat Ma yang menukar namanya ini sudah tertawa-tawa memandang lawannya.

"Nah, kau dapat menghitung semua uangku itu? Masih kurang untuk dipakai bertaruh?"

Lawannya tertegun. "Kau hebat," katanya agak tergetar. "Namun aku akan melayanimu...."

"Kalau begitu keluarkan uangmu!" Ma Kiat memotong. "Dan perlihatkan di sini apakah seimbang atau tidak!"

"Aku... aku tak memiliki sebanyak itu. Tapi bersama kawan-kawanku tentu aku dapat mengimbangimu!" dan berseri memutar tubuh tiba-tiba laki-laki ini meloncat turun, menemui kawan-kawannya dan terjadilah bisik-bisik di situ.

Semua mata masih melotot memandang uang yang berceceran itu namun Ma Kiat sudah meraupnya kembali. Dan ketika sambil tertawa-tawa si Copet Jari Seribu ini menyimpan uangnya maka calon lawannya itu meloncat kembali dan sudah berjungkir balik di atas panggung.

"Kami menerima, dan uangmu boleh dijadikan taruhan!"

"Ha-ha, berapa kalian punya?"

"Sepuluh ribu," laki-laki ini agak tertegun. "Tapi coba hitung berapa punyamu, orang she Ma. Kalau kami lebih banyak biarlah tak apa!"

"Wah, sebegitu saja?" Ma Kiat tertawa. "Ha-ha, punyaku ini lima puluh ribu lebih, orang she Sai. Kalau kalian hanya punya sekian maka kelebihan uangku adalah lima kali lipat. Tak adil!"

"Kalau begitu kita bertaruh saja sesuai kepunyaanku...!"

"Atau kalian hutang saja pada Lauw-wangwe!" Ma Kiat tertawa. "Tanggung rasanya bertanding hanya untuk sepuluh ribu tail, orang she Sai. Kalian pinjam saja pada tuan rumah dan setelah itu kita tentukan kalah menang!"

Sai Pek terkejut. Kawan-kawannya di bawah ribut-ribut, mereka marah tapi tertarik juga, sebenarnya tersinggung. Tapi ketika Hek-bin meloncat naik dan si muka hitam ini berbisik pada Sai Pek maka laki-laki itu tersenyum dan mengangguk-angguk, meloncat turun dan berbisik pada yang lain dan kelompok si tinggi kurus ini riuh sejenak. Mereka diminta hutang pada Lauw-wangwe, empat puluh ribu tail untuk menandingi kepunyaan si Ma Kiat itu. Dan ketika mereka setuju dan sudah bicara dengan seorang pembantu dekat Lauw-wangwe di mana pembantu ini tiba-tiba masuk ke dalam untuk memberi tahu tuannya maka Lauw-wangwe tiba-tiba muncul dan untuk pertama kali Soat Eng melihat hartawan itu, si empunya kerja.

"Siapa yang akan bertanding? Siapa yang mengajak bertaruh?" suara lantang namun disertai senyum ini segera menghentikan kegaduhan.

Kelompok si pendek diam tertegun memandang sepak terjang si Copet Berjari Seribu itu, merasa mendapat kawan namun mereka tak kenal. Dan ketika Lauw-wangwe keluar dan hartawan ini sudah diiringi pembantu dan keluarga-keluarga dekatnya maka berhadapanlah hartawan itu dengan si Ma Kiat, seorang hartawan yang bertubuh kokoh berusia lima puluhan tahun, tegap dan gagah dan sekali lihat Soat Eng segera tahu bahwa hartawan ini bukan orang sembarangan, karena gerak kaki dan langkah ringannya menandakan seorang ahli silat yang cukup pandai.

"Itulah orang she Lauw," si pengemis berbisik, tertawa. "Kau pernah kenal?"

"Belum," gadis ini menggeleng. "Dan dia tampaknya bukan laki-laki sembarangan, lo-kai. Aku melihat gerak-gerik yang ringan dan langkah kaki yang mantap dari hartawan itu!"

"Memang benar, dan hartawan ini cerdik serta lihai, nona. Sayang licik!"

"Kau pernah disakiti?"

"Ha-ha, bukan hanya disakiti, nona. Tapi juga dihina! Aih, orang miskin macam aku memang tak pantas berdekatan dengan orang-orang kaya macam Lauw-wangwe itu. Sudahlah, kita lihat sepak terjang si Copet itu dan apa kata hartawan ini!"

Soat Eng mengangguk. Lauw-wangwe memang sudah berhadapan dengan Kiat Ma dan bertanya apa maksud laki-laki itu, dijawab sambil tertawa bahwa dia ingin meramaikan pesta, ikut di panggung lui-tai dan bertaruh, karena semua orang sudah melakukan itu. Dan ketika hartawan ini mengangguk-angguk dan tersenyum memandang si Copet, yang tentu saja baru kali itu dilihatnya maka Hek-bin meloncat naik dan berseru,

"Orang she Ma ini menantang pibu dengan taruhan lima puluh ribu tail emas. Kami hanya memiliki sepuluh ribu saja, tolong wangwe pinjami kami empat puluh ribu dan sebentar kemudian akan kami kembalikan dengan robohnya si sombong ini!"

"Ha-ha, jangan takabur!" Kiat Ma tertawa. "Bukan aku yang akan roboh di panggung lui-tai ini, Hek-bin. Melainkan temanmu yang bodoh dan ingusan itu. Aku akan merobohkan musuhku tak lebih dari lima belas jurus!"

"Sombong!" Hek-bin marah, membentak. "Kau jangan bermulut besar, orang she Ma. Ayo kita buktikan nanti dan lihat apakah kesombonganmu terbukti atau tidak!"

"Ha-ha, pasti terbukti!" Kiat Ma tertawa bergelak. "Hayo keluarkan uang kalian semua, Hek-bin. Dan hutang pada Lauw-wangwe supaya dipenuhi!"

Laki-laki ini mengeratakkan giginya. Dia melihat Lauw-wangwe tersenyum-senyum dan mengangguk-angguk, tanda setuju. Dan karena hartawan itu sudah mendengar taruhan ini dan dia menyuruh orang mengambil empat puluh ribu tail sesuai permintaan maka hartawan itu minta agar uang Kiat Ma dikeluarkan.

"Tak usah ragu, uangku genap lima puluh ribu tail, semua emas!"

Kiat Ma yang tertawa mengeluarkan uangnya sudah memperlihatkan miliknya itu pada Lauw-wangwe, yang diam-diam terkejut dan mengerutkan keningnya karena dari mana laki-laki itu mendapatkan uang sedemikian banyak. Dia heran dan berkedip-kedip, sinar yang aneh memancar dari sepasang matanya yang berbinar. Namun ketika pesuruhnya sudah datang ke situ dan membawa empat puluh ribu tail seperti yang diminta maka hartawan ini menoleh pada kelompok Hek-bin.

"Siapa yang bertanggung jawab atas pinjaman ini?"

"Kami semua, wangwe. Kami bertujuh!" Hek-bin dan enam kawannya tiba-tiba mengacungkan jari mereka. Mereka bertujuh menyatakan bertanggung jawab atas pinjaman itu, penuh keyakinan dan tidak khawatir bahwa mereka akan kalah, sikap percaya diri yang disambut tawa mengejek oleh si Kiat Ma itu.

Dan ketika Lauw-wangwe tersenyum dan mengangguk-angguk maka hartawan ini mundur dan berkata, "Baiklah, kalian bertanggung jawab atas pinjaman ini. Kuharap tidak meleset dan kalian dapat mengembalikannya dengan baik!"

"Ha-ha, tentu, wangwe. Lihat saja orang she Ma ini akan kami robohkan!" Hek-bin sudah berseri-seri gembira, menyuruh temannya tadi maju.

Namun tiba-tiba Kiat Ma berseru bahwa harus ada pihak ketiga yang memegang uang itu. Uang seratus ribu bukanlah sedikit dan masing-masing harus menjaga dari kecurangan. Dan ketika Hek-bin dan kawan-kawannya tertegun karena itu memang betul maka Kiat Ma berseru,

"Kalah atau menang akan segera ditentukan dalam pibu ini. Dan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan aku minta agar ada seorang netral yang maju menjaga uang ini, seorang yang tidak berpihak!"

"Aku dapat menjaga uang itu!" seorang teman Hek-bin melayang ke atas panggung. "Aku tak akan berpihak dan dapat dipercaya, orang she Ma. Biar aku yang menjaga dan kalian bertanding!"

"Ha-ha, kau konconya Hek-bin, mana bisa dipercaya? Tidak, kau mundur, siluman bau. Aku minta seorang penonton untuk maju dan menjaga uang ini!" Kiat Ma menolak, tentu saja tak mau dan orang itu merah padam. Dia terang-terangan tidak dipercaya dan ribut-ribut terjadi sejenak di kelompok si Hek-bin ini. Namun ketika laki-laki itu mundur dan si tinggi kurus meloncat naik tiba-tiba laki-laki ini berseru bahwa sebaiknya Lauw-wangwe menjadi hakim netral.

"Lauw-wangwe adalah tuan rumah. Patut rasanya kalau kita mempercayakan uang sejumlah ini kepadanya!"

"Tidak," Kiat Ma tertawa. "Tuan rumah tak usah dilibatkan, kurus. Kecuali kalau dia mau bertanding atau bertaruh pula! Ha-ha, kalian tak usah macam-macam, aku minta seorang yang benar-benar netral dan tidak berpihak!"

"Di sini tak ada orang yang seperti itu kecuali wangwe. Kau terlalu menuntut! Mana ada penonton berani menjaga uang sedemikian banyak ini?"

"Ha-ha, pasti ada. Kau tak usah berkaok-kaok, kurus. Lihat kupanggil seorang di antara mereka. Hayo, kuminta seorang di antara penonton tampil di sini, maju dengan hormat!" Kiat Ma bertepuk tangan, mencari dan memutarkan pandangannya ke bawah panggung. Dia bentrok dengan belasan orang kelompok si pendek, tertawa dan meminta agar mereka naik ke panggung. Tapi ketika semuanya ragu-ragu dan jerih memandang Lauw-wangwe, yang tampak tersenyum-senyum tapi sepasang mata berkilat berbahaya maka tak ada yang maju kecuali tiba-tiba terdengar tertawa nyaring disusul melompatnya seseorang dari panggung sebelah kiri.

"Ha-ha, kenapa tak ada yang berani juga? Baiklah, aku mewakili permintaan orang she Ma ini dan menjaga uang seratus ribu di panggung lui-tai!"

Semua orang tertegun. Seorang laki-laki tegap berusia tiga puluh limaan tahun berlari-lari kecil, naik ke atas panggung melalui tangga di sebelah kanan, tidak meloncat naik seperti layaknya jago-jago pibu. Hal yang tentu saja membuat orang-orang segera tertawa, karena itu menunjukkan betapa laki-laki ini tidak pandai silat. Dan ketika dengan sedikit berkeringat laki-laki itu tiba di atas dan tertawa memandang semuanya lalu dia menjura dan berkata lebih dulu pada hartawan she Lauw itu,

"Wangwe, kau adalah tuan rumah. Berilah aku kesempatan untuk mengucapkan selamat untuk perkawinan puteramu itu. Aku orang she Sam, namaku Lu. Tidak terkenal namun sudah dilatih sejak kecil untuk memiliki sedikit keberanian. Nah, aku memenuhi permintaan orang she Ma ini, ingin menjaga dan menjadi hakim netral!"

"Ha-ha, kau bisa apa? Mampu apa? Eh, kau cecunguk busuk tak usah maju ke sini, orang she Sam. Panggung lui-tai diperuntukkan bagi orang-orang yang bisa silat, bukan orang lemah sepertimu itu. Minggir, jangan main-main di sini!"

Hek-bin, yang terkejut tapi tertawa geli segera membentak dan mendahului hartawan she Lauw. Dia memuji keberanian laki-laki ini tapi tentu saja menganggap laki-laki itu main-main saja, tidak serius. Barangkali sekedar melawak untuk mengacau sejenak ketegangan pibu. Tapi ketika Ma Kiat berseru bahwa laki-laki itu cocok menjadi hakim netral maka Copet Seribu Jari ini berkata,

"Tidak, dia boleh disini. Uang itu boleh dijaganya. Aku setuju dan inilah hakim yang adil!"

"Tapi dia tak bisa apa-apa, dia tolol dan lemah!"

"Justeru itu! Kalau dia pandai dan bisa silat barangkali uang itu akan dibawanya kabur, Hek-bin. Aku menganggap ini hakim yang cocok untuk menjaga uang taruhan. Lagi pula dia tetap di atas panggung, gerak-geriknya akan dilihat semua mata!"

Hek-bin tertegun. Dia kalah berdebat dan apa boleh buat harus mengikuti, akhirnya mengangguk dan jadilah orang she Sam itu menjadi hakim. Dan karena orang netral sudah didapatkan dan gerak-gerik Sam Lu akan diikuti semua orang maka si muka hitam itu mengangguk-angguk tapi berkata mendongkol, "Baiklah, dia boleh menjaga di sini. Tapi kalau dia berani main-main dan melarikan uang itu tentu dia akan terbunuh!"

"Ha-ha, orang tak pandai silat tak mungkin bisa melarikan uang, Hek-bin. Kalau pun begitu maka teman-temanmu di bawah sana pasti mengejar. Ayolah, pertandingan dimulai dan tanganku sudah gatal untuk merobohkan pihakmu!" Ma Kiat tertawa-tawa, sudah menyingsingkan lengan bajunya tapi tiba-tiba orang she Sam itu meloncat maju. Dan ketika semua terkejut dan tertegun memandangnya maka dia berkata tertawa, nyaring dan lantang,

"Aku sudah ditunjuk, dan aku tentu harus bekerja dengan adil. Bagaimana upahnya apakah aku tidak diberi imbalan? Masa harus bekerja cuma-cuma sementara satu di antara kalian pasti mendapatkan untung?"

"Ha-ha, kau boleh ambil setengah dari bagianku, Sam Lu, kalau aku menang. Sedang mereka kau tanya saja langsung!"

"Kami akan memberinya seratus tail!" Hek-bin tiba-tiba berseru. "Dan upah itu cukup untuk seorang penjaga!"

"Wah, begitu pelit?" laki-laki ini tertawa. "Baiklah, kuterima upahku, hek-twako. Dan permisi kuambil dulu bagianku agar kalian tidak curang!" Sam Lu sudah melompat ke pundi-pundi uang, merogoh dan sudah mengambil seratus tail emas sebagai bagiannya.

Orang-orang terbelalak karena laki-laki itu mengambil tanpa ijin lagi. Tapi ketika dia selesai dan semua melihat laki-laki ini sudah mengambil haknya maka Hek-bin melotot menahan gusar.

"Kau keparat, lancang sekali! Kenapa tidak tunggu nanti dan mengambil tanpa ijin kami?"

"Ha-ha, aku takut kalian curang, Hek-bin. Siapa tahu kalau kalian menang aku malah harus gigit jari!"

"Sudahlah," Ma Kiat tertawa, geli karena yang diambil orang she Sam itu adalah uang dari pundi-pundi Lauw-wangwe. "Tak perlu marah-marah di sini, Hek-bin. Ayo mulai dan ajukan jagomu!"

"Aku sudah di sini!" si tinggi besar membentak. "Aku maju dan akan merobohkanmu, orang she Ma. Hayo keluarkan kepandaianmu dan perlihatkan padaku!"

"Nanti dulu!" seseorang tiba-tiba meloncat. "Pibu tanpa didahului minum tak enak rasanya, kawan. Ayo segarkan tubuh dan minum arak ini!" laki-laki itu, teman Hek-bin sudah tertawa memberikan secawan arak. Dia berkata begitu namun yang dituju adalah si Copet Jari Seribu ini, tertawa dan menyodorkan araknya.

Tapi ketika Ma Kiat berkata bahwa dia tak biasa minum arak dan biarlah lawannya itu yang diberi maka orang itu terkejut ketika si Copet ini tahu-tahu sudah menyambar cawannya. "Arak memang untuk menyegarkan badan. Ha-ha, biarlah lawanku ini yang menyegarkan badannya agar semakin kokoh dan perkasa!" Ma Kiat bergerak, cepat bukan main dan tahu-tahu cawan arak sudah di depan hidung lawannya.

Dan ketika laki-laki itu terkejut dan berseru tertahan, mulut terbuka, mendadak arak meluncur dan sudah memasuki mulutnya itu. "Hai, aku... aku tidak... glek!" dan arak yang terlanjur masuk dan tertelan lewat tenggorokannya tiba-tiba lenyap dan pucatlah laki-laki itu melihat si Copet tertawa-tawa, cepat dan luar biasa telah menghentakkan isi cawan hingga arak muncrat, melejit dan memasuki mulutnya itu. Dan ketika laki-laki ini menggereng karena perbuatan si Copet sungguh dirasa menghina tiba-tiba dia sudah menubruk dan menerjang lawannya itu.

"Keparat jahanam, kau katak buduk.... wut!"

Ma kiat diserang, tentu saja berkelit dan berteriaklah laki-laki itu melihat serangannya luput. Dan ketika Ma Kiat tertawa-tawa sementara penonton menjadi tertegun karena gerakan si Copet demikian ringan dan lincah maka bentakan dan tubrukan susul-menyusul di panggung lui-tai, diiring geraman dan pukulan-pukulan si tinggi besar. Laki-laki ini marah bukan main karena Ma Kiat mencekoki mulutnya dengan arak, orang pun juga menganggap begitu. Yakni kemarahan si tinggi besar ini karena kemarahannya dicekoki arak, tak tahu ada sebab-sebab lain yang justeru merupakan rahasia dari semuanya ini, rahasia kemenangan pihak si tinggi kurus atau Hek-bin dan teman-temannya itu. Dan ketika Ma Kiat sudah diterjang dan diserang lawannya, yang mengamuk dan beringas seperti harimau terluka maka di atas pohon Soat Eng lagi-lagi dibuat tertegun.

"Itu Sam Lu, suheng dari Kiat Ma," gadis ini terbelalak, mengepalkan tinju. "Mereka sekarang berdua sudah menampakkan diri, lo-kai. Dan Lu Sam membalik namanya seperti Kiat Ma!"

"Ha-ha, benar. Dan mereka sudah mulai bermain api, nona. Hartawan she Lauw itu sebentar lagi akan menerima berita yang tentu akan membuat dia berdiri kumisnya!"

"Berita apa? Tentang apa?"

"Sepak terjang dua anak nakal itu. Kiat Ma dan suhengnya sudah mulai membakar jenggot Lauw-wangwe, ha-ha!" dan ketika Soat Eng bingung mengerutkan kening maka kakek ini berkata lagi, serius, "Nona, bagaimana pendapatmu tentang sepasang copet itu? Apakah mereka orang baik-baik atau bukan?"

"Hm, copet jelas bukan manusia baik-baik, lo-kai. Tanpa kujawab pun mestinya kau mengerti!"

"Tapi mereka sering bertindak bijak. Hasil copetan mereka itu bukan untuk diri sendiri!"

"Maksudmu?"

"Heh-heh, dua anak nakal itu membagi-bagikan hasil copetannya untuk orang-orang miskin, nona. Sebagian besar hasil pekerjaan mereka bukanlah untuk diri sendiri!"

Soat Eng tertegun. "Kau tahu?"

"Ya, mereka itu... eit, lihat!" si pengemis tiba-tiba menghentikan percakapannya, menuding. "Kiat Ma sudah berhasil merobohkan lawannya, nona. Bocah kurang ajar itu telah berhasil memperoleh kemenangan, ha-ha!"

Soat Eng terkejut. Dia menoleh dan segera mendengar suara bak-bik-buk di sana, disusul suara tendangan di mana si tinggi besar tiba-tiba menjerit. Dan ketika gadis ini menengok dan membelalakkan matanya maka si tinggi besar mengaduh dan terlempar keluar panggung.

"Bress!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat Kiat Ma memperoleh kemenangan dengan mudah, tadi lawan menyerangnya dengan sengit namun semua serangan-serangan itu dikelit mudah. Dan ketika pertempuran berjalan belasan jurus dengan si Copet ini hanya mengelak dan menghindar saja tampaklah si tinggi besar mulai terhuyung-huyung dan pucat mukanya. Tenaga melemah dan orang menjadi heran karena dalam waktu singkat saja si tinggi besar itu sudah gemetaran. Mereka mengira karena serangan-serangan yang luput dari si tinggi besar ini menghabiskan tenaganya sendiri, karena pukulan atau tendangan yang luput memang berarti membuang tenaga sia-sia. Dan ketika laki-laki itu semakin gemetaran sementara lawan tertawa-tawa menghindar sana-sini akhirnya Kiat Ma berseru bahwa dalam empat jurus saja lawannya itu bakal terlempar keluar panggung.

"Sekarang sudah saatnya," si Copet tertawa. "Kau mabok dan linglung, monyet besar. Daripada membuat sebel di sini lebih baik kau enyah.... buk-dess!" si Copet mendaratkan sepasang tangannya, menghantam tengkuk si tinggi besar dan lawan pun terbanting. Namun karena lawan bertenaga besar dan mampu bangkit lagi maka Kiat Ma berkelebat dan mendaratkan lagi dua tiga pukulannya, terdengar bak-bik-buk dan saat itulah si tinggi besar mengeluh mendekap perutnya.

Tanpa diketahui seorang pun tiba-tiba si tinggi besar ini merasa mulas perutnya. Arak yang diminum tadi sesungguhnya arak yang telah dicampuri semacam obat pengganggu, akan melemahkan tenaga siapa saja disertai perut yang mulas tak keruan, seperti yang telah dialami Sin Cek atau si pendek tadi, lawan Siu Pin si tinggi kurus. Maka begitu keadaan serupa menimpa si tinggi besar ini dan tak pelak laki-laki ini pucat dan gemetaran maka sebuah tendangan akhirnya menyelesaikan pertandingan itu. Si tinggi besar mencelat dan terlemparlah dia keluar panggung.

Dan ketika si Copet terbahak-bahak dan Sam Lu alias Lu Sam meraup uang yang ada di pundi-pundi maka si Copet itu berseru nyaring tertawa gembira, "Ha-ha, lihat, Muka Hitam (Hek-bin). Aku telah memenangkan pertandingan dan kalian kalah!"

"Benar," Lu Sam juga berseru nyaring. "Orang she Ma ini memenangkan pertandingan, saudara-saudara. Semua telah menjadi saksi akan kemenangannya!"

Hek-bin dan kawan-kawannya pucat. Mereka itu otomatis berubah mukanya, terkejut dan kaget bukan main. Maklumlah, di samping uang mereka sepuluh ribu tail ludas juga mereka masih dibebani hutang empat puluh ribu kepada Lauw-wangwe. Hutang ini empat kali lipat dari uang mereka sendiri, tentu saja kelewat berat! Maka begitu jagonya kalah dan kemenangan yang diharap tiba-tiba berubah sebagai kekalahan maka Hek-bin dan enam temannya ini menggigil.

"Bagaimana, Ouw-twako? Apa yang harus kita lakukan?"

"Kita bertanding lagi, ajak bertaruh lima puluh ribu tail!"

"Tapi uang kita habis...."

"Kita hutang pada Lauw-wangwe!" dan ketika Hek-bin tertegun dan membelalakkan matanya maka Lauw-wangwe tiba-tiba sudah berdiri di dekatnya.

"Hm, kalian berhutang empat puluh ribu tail. Bagaimana membayarnya, Hek-bin?"

"Kami... aku...!"

"Kami hutang lagi, wangwe tak usah khawatir!" Ouw Sek, laki-laki yang tadi bicara sudah meloncat ke depan. Dia inilah yang bicara dengan si muka hitam hingga Hek-bin sempat terkejut.

Dan ketika Lauw-wangwe sendiri mengerutkan keningnya dan terkejut memandang Ouw Sek maka laki-laki itu membungkuk.

"Wangwe, perkenankan kami pinjam sekali lagi. Kali ini tak mungkin kalah. Kami akan menantang sekali lagi dan orang she Ma itu akan kami hancurkan!"

"Hm, hutangmu sudah empat puluh ribu tail...."

"Dapat kami bayar, wangwe. Akan kami lunasi. Sebab kalau kami kalah lagi maka dua orang itu akan kami bunuh dan ambil uangnya!"

Lauw-wangwe tiba-tiba tertawa. "Aha, begitukah?" katanya tertawa. "Baiklah, Ouw Sek. Kalau begitu kalian boleh pinjam lagi dariku!" dan memberi tanda pada pembantunya untuk mengambil uang di dalam tiba-tiba Ouw Sek sudah meloncat naik dan berseru marah di atas panggung.

"Orang she Ma, pertandingan belum selesai. Aku menantangmu bertaruh lagi dan kita bertanding!"

Kiat Ma terkejut. "He, masih penasaran?" serunya tertawa. "Tapi kau tak punya uang lagi, sobat. Jangan menipu aku dan coba-coba berbuat curang!"

"Lauw-wangwe akan meminjami kami lagi. Hayo kita bertanding untuk lima puluh ribu tail!"

Si Copet terkejut. Kalau Lauw-wangwe benar memberi pinjaman lagi dan lawan ngotot mengajak bertaruh tentu saja dia tak dapat menolak. Sudah menjadi semacam undang-undang di tempat judi bahwa lawan yang menang tak boleh ngacir dulu kalau yang kalah menantang. Si pemenang harus meladeni sampai satu pihak betul-betul ludes. Kalau masih punya simpanan maka simpanan itu akan dikeluarkan, betapapun berangnya. Maka begitu lawan melotot sementara hartawan she Lauw mengangguk di sana maka Kiat Ma tertawa dan tersenyum berkata,

"Baiklah, kalau begitu tantanganmu kuladeni. Hanya tunjukkan dulu uang itu dan baru kita bicara lagi..."

"Cring-cringg!" uang tiba-tiba berhamburan, dilempar Lauw-wangwe. "Aku juga ingin ikut main-main, orang she Ma. Entahlah kenapa tiba-tiba hatiku gatal melihat kemenanganmu ini. Hayo, aku juga lima puluh ribu hingga genap seratus ribu dengan punyamu!"

"Wangwe maju bertaruh?" si Copet tertegun. "Wah, tak berani aku menerimanya, wangwe. Kau tuan rumah sedang aku tamu yang tak diundang!"

"Ha-ha, tak apa. Aku tertarik melihat dirimu, Ma Kiat. Dan aku sekarang mengundangmu. Kau tamuku yang paling istimewa!" dan ketika si Copet tertegun dan terbelalak mengerling suhengnya maka Lu Sam tertawa menggoyang pundi-pundi uang.

"Ma Kiat tak memiliki seratus ribu. "Dia hanya memiliki setengahnya saja, karena yang setengah adalah bagianku. Bagaimana dia menerima tantanganmu, wangwe? Lagi pula sungkan rasanya berjudi dengan tuan rumah!"

"Benar," si Copet teringat, tiba-tiba tertawa. "Seratus ribu itu bukan punyaku semua, wangwe. Setengah dari jumlah itu telah dimiliki orang she Sam ini, sebagai upahnya menjadi hakim!"

"Hm, tak apa. Kami berdua sama-sama yang tak terlibat langsung. Kalau begitu kutantang dia untuk sama-sama mempertaruhkan yang lima puluh ribu itu. Kalau pun tak apa baginya karena uang itu toh hasil hadiah, pemberian cuma-cuma!"

"Ha-ha, bagaimana, Sam-heng (kakak Sam)? Kau berani menerima taruhan Lauw-wangwe ini?"

"Hm, bagaimana, ya?" Lu Sam tertawa, pura-pura sayang dan menimang-nimang uang bagiannya itu. "Aku pribadi tak pernah berjudi, wangwe. Tapi kalau ditantang tentu saja aku berani. Orang tuaku telah melatih keberanian dan semangat besar padaku!"

"Bagus, memang sudah kuduga!" dan Lauw-wangwe yang tertawa dan menyuruh ambil lagi uang lima puluh ribu lalu meletakkan uang itu di sudut panggung. Kemudian berbisik dan bicara dengan rombongan Hek-bin, hartawan ini tampak mengebut-ngebutkan lengan jubahnya. Dan ketika Hek-bin dan teman-temannya berseri mengangguk-angguk maka si tinggi kurus meloncat naik menyuruh mundur si Ouw Sek itu.

"Wangwe menyuruhku maju. Kau turunlah!"

Orang she Ouw ini turun. Dia terbelalak sejenak tapi tersenyum mendapat kedipan, meloncat turun dan sudah berhadapanlah Kiat Ma dengan si tinggi kurus itu. Dan ketika si Copet tertawa dan diam-diam melirik suhengnya, Lu Sam, maka Lauw-wangwe berkelebat di atas panggung dan mengejutkan si Copet, karena gerakan hartawan itu sungguh amat cepat dan ringannya, tanda sebuah ilmu meringankan tubuh yang cukup membuat hati keder!

"Orang she Ma, aku sebagai tuan rumah ingin memberimu arak selamat datang. Ayolah, minum ini dan jangan buat aku malu di depan tamu-tamuku!"

"Eh-eh!" Kiat Ma mundur-mundur, mukanya berubah. "Aku... aku tak biasa minum arak, wangwe. Tersedak aku nanti!"

"Ha-ha, kau laki-laki, bukan perempuan. Kenapa takut dan enggan? Ayolah, minum secawan ini saja, orang she Ma. Atau kau sengaja menghinaku yang sungguh-sungguh ingin menghormatimu sebagai tamuku!"

Kiat Ma terpojok. Lauw-wangwe memang sudah berkata bahwa sejak itu dia merupakan tamu undangan, bukan lagi tamu liar dan kini sebagai tamu undangan memang sewajarnya saja hartawan itu menyuguhkan arak. Tapi karena dia tahu bahwa arak itu sudah tercampur obat dan memang si Copet ini sudah mengetahui adanya kecurangan di situ maka Kiat Ma tertegun dan bingung mundur-mundur, melihat cawan sudah disodorkan kepadanya dan Lauw-wangwe itupun maju terus. Menolak terus berarti menghina tuan rumah, tak memberi penghargaan. Dan ketika si Copet itu bingung dan pucat mukanya mendadak Lu Sam maju tergopoh-gopoh dan suhengnya yang menyamar sebagai orang biasa itu berkata,

"Wangwe, agaknya tak adil memberi arak pada orang she Ma ini saja. Bagaimana kalau dibagi juga dengan si tinggi kurus ini? Adalah adil jika penghargaan itu dibagi sama, wangwe. Baik ini maupun itu sama-sama mendapat setengah cawan!"

Lauw-wangwe tertegun. Dia tampak terkejut dan mengerutkan keningnya. Tapi Kiat Ma yang sudah merasa mendapat bantuan suhengnya tiba-tiba berseru, "Benar, kalau begitu aku mau, wangwe. Biarlah sebagai laki-laki aku coba-coba menenggak arak, ha-ha!"

Hartawan ini tersudut. Akhirnya apa boleh buat dia mengangguk juga, tersenyum. Tapi ketika dia menyodorkan arak terlebih dulu pada si Copet tiba-tiba lelaki cerdik ini tertawa, menolak. "Jangan aku dulu, biarlah kehormatan itu kuberikan pada lawanku dulu!"

"Hm!" hartawan ini gemas. "Kau begitu licik dan pengecut? Baiklah, minum ini, Siu Pin. Dan tenggaklah setengah cawan!" arak terpaksa dibalik arahnya, diberikan pada si tinggi kurus itu dan Siu Pin atau si tinggi kurus ini tampak ragu. Dia berubah mukanya tapi Lauw-wangwe tiba-tiba menyentil sebutir obat, langsung memasuki mulutnya. Dan karena gerakan itu tak diketahui orang luar kecuali Soat Eng dan si kakek pengemis yang kebetulan duduk di atas pohon maka Soat Eng terkejut dan membelalakkan mata melihat kejadian ini.

"Keparat, kiranya ada apa-apa dengan arak itu! Eh, kau melihat perbuatan Lauw-wangwe itu, lo-kai? Kau melihat si tinggi kurus diberi obat?"

"Ha-ha, aku melihatnya!" si kakek pengemis tertawa bergelak. "Dan justeru itulah kemenangan-kemenangan mereka diperoleh, nona. Barangkali kau sekarang tahu kenapa jagomu selalu keok!"

"Mereka diberi arak obat! Ah, tahu aku. Kiranya arak itu telah melemahkan tenaga dan kekuatan jago-jagoku!"

"Ha-ha, benar. Dan sekarang Kiat Ma bakal pecundang, nona. Kecuali kalau si Copet itu bersikap cerdik. Dan aku percaya kecerdikannya!"

"Apa yang akan dia lakukan?"

"Bantuan suhengnya itu, lihat!"

Dan Soat Eng yang menoleh dan cepat menengok tiba-tiba melihat Lu Sam bersikap sama cepat seperti hartawan she Lauw, menjentikkan sesuatu dan sinar hitam meluncur memasuki mulut temannya. Tak ada yang tahu gerakan ini karena semua mata saat itu sedang melihat perbuatan Lauw-wangwe, memberikan arak pada si tinggi kurus itu. Dan ketika sinar atau benda bulat kecil ini lenyap di mulut si Copet dan saat itu hartawan Lauw membalik dan memberikan sisa araknya pada laki-laki ini maka tanpa ragu atau takut si Copet itu sudah menerima araknya dan menenggak.

Namun apa yang terjadi? Baru sebagian arak itu memasuki mulut si Copet tiba-tiba Kiat Ma tersedak, batuk dan menyemprotlah arak dari mulutnya keluar membasahi baju hartawan she Lauw. Dan ketika semua orang terkejut karena muka hartawan ini segera berubah maka seekor lalat terbang keluar melalui mulut si Copet itu, yang batuk terkekal-kekal.

"Huwaduh... ugh-ugh... celaka, wangwe. Arak ini tercampuri lalat. Mulut bau si kurus itu rupanya begitu busuk. Arak sisanya kemasukan lalat dan aku tak dapat meminumnya... ugh-ugh!"

Semua orang terkejut. Mereka tiba-tiba geli dan ikut terpingkal-pingkal. Lalat yang terbang dan keluar dari mulut si Copet sungguh membuat mereka geli. Namun ketika Lauw-wangwe membentak dan semuanya diam maka hartawan ini merah mukanya memandang Kiat Ma, yang entah disengaja atau tidak telah membasahi bajunya!

"Orang she Ma, kau terkutuk dan kurang ajar. Kalau saja ini bukan di panggung lui-tai barangkali kau sudah menerima hukuman dariku. Baiklah, kalian cepat bertanding dan siapa kalah dia harus segera menyingkir dari sini!"

Hartawan itu berkelebat turun, disambut leletan lidah di mulut si Copet, yang entah main-main atau sungguh-sungguh dengan perbuatannya itu. Dan ketika dia mengangguk dan memutar tubuhnya maka si kurus sudah mengerotokkan buku jarinya mengancam dengan suara dingin,

"Orang she Ma, hati-hati saja kau kali ini. Awas kita mulai dan jaga seranganku!" dan begitu menubruk serta mengeluarkan bentakan keras tiba-tiba laki-laki itu sudah memulai pertandingan, maju berkelebat dan kesepuluh jari tangannya menyambar bagai kuku-kuku elang.

Kiat Ma mengelak dan serangan itu pun luput, mengelak dan serangan itu pun luput, mengenai angin kosong. Tapi ketika lawan membalik dan menyerang lagi tiba-tiba dia sudah menghadapi hujan pukulan dan cengkeraman yang ganas dan berbahaya, susul-menyusul menghadang semua jalan larinya dan tak dapatlah si Copet ini menghindar. Dia harus menangkis. Dan ketika hal itu dilakukan dan dua tangan mereka beradu maka Kiat Ma terpental sementara lawan hanya terhuyung dan tergetar saja.

"Dukk!" Kiat Ma terkejut. Dia merasa tenaga si kurus amatlah kuatnya, penasaran dan maju kembali. Dan ketika dia menyerang dan lawan menangkis maka lagi-lagi si Copet ini terpental.

"Duk-dukk!"

Kiat Ma terkejut. Si kurus tertawa menyeramkan dan berkerutlah kening si Copet melihat kenyataan itu. Dan ketika lawan membalas dan dia harus mengelak sana-sini maka untuk jurus-jurus pertama si Copet ini terdesak.

"Celaka, Lauw-wangwe benar-benar licik. Di samping memberikan obat penawar bius juga dia memberikan obat penambah tenaga. Aih, ini perbuatan curang Kim-siocia. Harus dicegah dan dibantu!"

Soat Eng terkejut. "Dari mana kau tahu?"

"Lihat tenaga si kurus itu, bukankah dia bertambah hebat? Wah-wah, obat yang dimasukkan ke mulut si kurus itu ternyata berfungsi ganda, nona. Selain untuk menawarkan pengaruh arak juga merangsang atau menambah tenaga si kurus. Celaka, kalau begini Kiat Ma bisa kalah!"

Soat Eng terbelalak. "Kau yakin?"

"Aih, kenapa ditanya lagi? Lihat si kurus itu kuat tenaganya, nona. Padahal dia sudah bertanding dua kali! Masa kau tidak ingat?"

Soat Eng sadar. Tiba-tiba dia ingat bahwa si kurus itu sudah bertanding dengan si pendek dan seorang lagi, jadi sudah dua kali naik panggung, ketiga dengan yang ini. Maka terheran tapi mengangguk-angguk gadis ini sadar, berkata, "Kau betul. Mengherankan bahwa si kurus itu mampu bertanding secara maraton, lo-kai. Barangkali benar bahwa obat yang dijentikkan Lauw-wangwe tadi berfungsi menambah tenaganya. Aih, hartawan itu licik dan curang!" "Dan Kiat Ma akan kalah. Wah, aku harus maju membantu!"

"Kau mau ke mana?" Soat Eng terkejut, melihat orang bersiap turun. "Apakah kau mau ke panggung?"

"Benar, aku mau mengobrak-abrik perhatian Lauw-wangwe, nona. Agar si Copet itu menang!"

"Tak usah turun!" Soat Eng mencegah. "Aku sendiri dapat membantunya dari sini!"

"Kau?"

"Ya, kau mau lihat? Nih, buktikan!" dan Soat Eng yang menyentil sebutir kacang tiba-tiba menyerang belakang lutut si kurus, yang saat itu sedang tertawa-tawa dan mendesak lawannya. Dan begitu benda bulat kecil ini mengenai sasarannya tiba-tiba si kurus menjerit dan terpelanting, pincang dan dia terkejut ketika kakinya sebelah kanan hampir tak bertenaga.

Soat Eng telah menotok jitu jalan darah hu-keng-hiatnya di belakang lutut itu, jalan darah yang akan membuat lawan tersentak dan berjengit, kaget karena lima per sepuluh bagian tenaganya hilang. Dan ketika hal itu terjadi dan tentu saja si kurus ini terkesiap karena ketika dia meloncat bangun tahu-tahu kaki kanannya pincang maka lawan membentak keras menerjang dirinya, membalas dan melakukan pukulan-pukulan cepat dan jadilah keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat. Si Copet tiba-tiba berada di atas angin dan Siu Pin atau lawannya terdesak mundur, terpincang-pincang menangkis tapi selalu dia terpelanting. Dan ketika si kurus itu semakin pucat karena kaki kanannya akhirnya kaku tak dapat digerakkan maka sebuah pukulan lurus menghantam dadanya.

"Dess!" Si kurus terlempar. Dia hampir mencelat keluar panggung kalau saja secara kebetulan kakinya tidak tersangkut pinggiran lui-tai, beringsut dan maju lagi namun lawan berbalik terlalu lihai. Kakinya yang pincang benar-benar merupakan gangguan bagi si kurus ini, terdesak dan dua tiga pukulan kembali mengenai tubuhnya. Dan ketika dia terhuyung-huyung dan keadaan tidak menguntungkan itu tak dapat dirubah lagi tiba-tiba kaki lawannya menyapu kakinya itu dan mencelatlah si tinggi kurus ini keluar panggung.

"Ha-ha, cukup, kurus. Kau pergilah dan jangan di sini lagi... dess!" laki-laki itu mengeluh, jauh terlempar di sana dan dia berdebuk dengan keras. Kiat Ma telah menyudahi pertandingan dengan manis, lawan dibuat tergeletak dan tak mampu bangun di sana. Dan ketika sorak tiba-tiba menggegap-gempita di kelompok si pendek, Sin Cek, maka Lu Sam bergulingan tertawa-tawa menyambar uang milik hartawan Lauw, kegirangan.

"Ha-ha, ini punyaku, wangwe. Sekarang punyaku!"

Sang hartawan tertegun. Dia memang tidak mengira kekalahan itu, mendelong dan tertegun. Tapi ketika dia menggeram dan menyuruh pembantunya maju maka dia menantang sekali lagi si Copet itu, menambah jumlah taruhan hingga seratus ribu tail. Hartawan ini rupanya hendak menguras isi kocek si Copet. Ouw Sek kali ini diperintahkannya maju. Sekarang turun tangan si hartawan sudah beradu langsung dengan si Copet. Dan ketika Kiat Ma tertegun dan ganti terkejut maka Ouw Sek sudah melayang naik dan berjungkir balik di atas panggung.

"Hayoh, Lauw-wangwe kini menantang langsung, orang she Ma. Kalahkan aku karena aku menggantikan temanku!"

"Tapi aku sudah bertanding dua kali. Mana kuat?" "Ha-ha, kau takut? Kalau begitu serahkan semua uang itu, dan kau pergi!" namun Kiat Ma dan suhengnya yang tentu saja mempertahankan miliknya tiba-tiba tertawa menyambut.

"Baiklah... baiklah, orang she Ouw. Aku akan bertanding lagi tapi biar temanku ini menyimpan uangnya dulu!"

"Kau mau ke mana?" Ouw Sek tiba-tiba membentak, melihat Lu Sam mengangguk dan sudah mau ngacir, membawa uangnya itu. "Kau di sini tak boleh pergi, orang she Sam. Kecuali Lauw-wangwe atau aku memerintahmu!"

"Tapi aku tak mau bertaruh lagi. Aku ingin menikmati uangku ini!"

"Tak bisa. Kau tetap di sini atau kau akan dibunuh... srat!" Ouw Sek mencabut goloknya, hal yang mengejutkan semua orang karena pibu rupanya sudah bersifat lain, tidak lagi bertangan kosong melainkan bersenjata. Dan ketika benar saja orang she Ouw itu tertawa bengis dan mendapat anggukan dari Lauw-wangwe maka dia berkata pada lawannya,

"Kali ini wangwe ingin melihat kita bertanding dengan senjata. Nah, cabut senjatamu dan kita tentukan darah siapa yang harus mengalir!"

"Wah, aku tak membawa senjata," si Copet pura-pura pucat. "Senjata bakal mengalirkan darah, orang she Ouw. Aku ngeri!"

"Ha-ha, kau takut?"

"Bukan takut, melainkan ngeri..."

"Sama saja. Kalau begitu serahkan uangmu itu dan kau selamat!"

"Ah, mana bisa? Tak adil! Belum bertempur pantang menyerah, orang she Ouw. Baiklah kulayani kau dan kupinjam dulu senjata siapa saja yang ada di sini!" Kiat Ma meringis, membalikkan tubuh dan coba meminjam senjata siapa saja yang ada di situ. Tapi begitu dia membalik dan semua orang tak ada yang memberikan senjatanya, takut pada pandang mata Lauw-wangwe yang tiba-tiba berkilat dan memandang mereka itu maka si Copet ini gagal mendapatkan senjata.

"Nih, kau pakai pedang ini!" Lauw-wangwe tiba-tiba melontarkan sebatang pedang, mendesing dan menancap di kaki si Copet itu. Kiat Ma hampir tertembus kakinya kalau tidak cepat-cepat menarik ke kiri. Dan ketika Copet itu terkejut namun tertawa lebar, hal yang mengherankan serta mengagumkan semua orang maka Copet ini berkata, menjura pada Lauw-wangwe,

"Terima kasih. Satu kehormatan besar bagiku menerima pinjaman ini, wangwe. Mudah-mudahan menang dan doa restumu tetap bersamaku!"

"Tak perlu cerewet!" suara si hartawan mulai meninggi. "Kau layani pembantuku itu, orang she Ma. Dan lekaslah roboh menghadap nenek moyangmu!"

"Hm," Lu Sam tiba-tiba berseru. "Dimana uang taruhanmu, wangwe? Bolehkah diperlihatkan pada kami?"

"Kau minta aku menunjukkannya? Khawatir dan tak percaya?"

"Ah-ah, tidak. Bukan begitu, wangwe. Melainkan semata agar adil saja. Bukankah uang orang she Ma ini di sini? Aku diminta menjadi penjaga sekaligus hakim, tentu saja aku layak bertanya dan harus bersikap adil!"

Hartawan itu mendengus. Dia menyuruh orangnya mengambil uang lagi, kali ini bukan seratus ribu melainkan dua ratus ribu. Dia menantang Lu Sam sekalian agar menggabung uangnya itu. Dan ketika laki-laki ini terkejut dan membelalakkan mata maka Kiat Ma tertawa.

"Aneh sekali. Kenapa hakim atau wangwe harus ikut-ikutan bertaruh, wangwe? Bukankah seharusnya dia bersikap netral dan tidak memihak? Kalau kau menantangnya aku khawatir dia justeru berpihak padaku, membantu. Sebaiknya dia dibebaskan saja dan biar kita berdua bertaruh!"

"Aku tak perlu nasihatmu. Kalian berdua terima tantangan ini atau pergi secara baik-baik dan tinggalkan uang itu!"

"Wah, mana bisa? Kalau begitu baiklah, wangwe. Aku hanya mengikuti dan silahkan Sam-loheng (kakak Sam) menolak atau menerima kalau setuju!"

"Aku setuju, tapi... ah, aku jadi merinding. Uang sebanyak ini sungguh repot harus kubawa-bawa. Eh, aku ingin kencing! Wah, aku boleh pergi sebentar, wangwe? Pertandingan harap ditunda dan tunggu aku dulu!"

Dan tidak menunggu jawaban lawan karena sudah ngebet dan agaknya tak kuat menahan tiba-tiba Lu Sam sudah berlari menuruni panggung, menahan kancing celananya dan sejenak orang pun menjadi geli. Tingkah yang lucu dan kocak dari orang she Sam ini membuat mereka tertawa. Memang menggelikan kalau seorang wasit tiba-tiba ingin buang air kecil, padahal saat itu semua orang tertuju perhatiannya padanya. Dan ketika Lu Sam menghilang di bawah dan Soat Eng melihat betapa laki-laki itu tiba-tiba berkelebat dan memasuki gedung si hartawan maka si pengemis yang ada di sampingnya terkekeh.

"Heh-heh, anak-anak yang nakal. Tapi pandai!"

"Apa yang dia lakukan?"

"Wah, mana aku tahu? Tapi dapat kuduga, nona. Pasti ke peti uang!"

"Untuk apa?"

"Ssst, kau diam saja. Lihat dia sudah kembali!" dan ketika benar saja Lu Sam sudah kembali dan pura-pura mengancing celananya maka dia bergegas naik dan berlari-lari kecil di tangga adu pibu itu.

"Sudah... sudah... wah, hampir bocor di tengah jalan!"

Semua orang tertawa. Soat Eng sendiri geli karena jelas mengetahui laki-laki itu tidak membuang hajat, justeru memasuki dan menggerayang rumah si hartawan. Dan ketika laki-laki itu bersiap di sudut sementara golok di tangan Ouw Sek sudah diputar-putar dan mengancm mengerikan maka jago Lauw-wangwe ini berseru,

"Sekarang kita siap, awas seranganku.... wut!" dan golok yang membacok dengan bengis dan ganas tahu-tahu menyambar muka Kiat Ma, dielak tapi memburu lagi dengan cepat, membalik dan sudah bertubi-tubi melepas serangan lain. Dan ketika apa boleh buat si Copet ini harus menangkis maka pedang pinjamannya bergerak dan menyambut bacokan golok.

"Crakk!" Pedang patah! Kiat Ma terkejut karena pedang pinjamannya ternyata rapuh, jelas bukan pedang yang baik dan bersoraklah pihak atau kelompok Ouw Sek. Lauw-wangwe sendiri tampak tersenyum dan mengangguk geli. Dan ketika Kiat Ma berteriak kaget dan harus mengelak serangan lain maka lawan sudah mengejar dan tertawa terbahak-bahak.

"Ha-ha, awas, orang she Ma. Kau mampus atau menyerah saja baik-baik!"

Kiat Ma mengeluarkan keringat dingin. Tahulah dia bahwa lagi-lagi Lauw-wangwe berbuat licik, tak berhasil dengan araknya kini memberikan pedang rapuh. Tampaknya berbaik hati dengan memberi pinjaman namun justeru sesungguhnya berniat mencelakakan! Si Copet merah mukanya dan Lu Sam pun terkejut, kaget oleh kejadian itu dan melihat sutenya sudah terdesak hebat. Sebentar saja Kiat Ma ini harus mengelak atau mundur-mundur, sekali dua menangkis namun pedang lagi-lagi patah. Kini tinggal separoh dan nyaris gagangnya saja yang dipegang si Copet ini! Dan ketika Kiat Ma bingung terdesak hebat sementara sang suheng terbelalak dengan muka pucat maka sebuah bacokan golok mengenai bahu si Copet ini.

"Brett!" Kiat Ma menggigit bibir. Dia mengaduh sejenak dan lawan pun sudah menyerang lagi, kian ganas dan berbahaya karena keluarnya darah seakan mengundang kebuasan laki-laki ini. Dan ketika Kiat Ma harus mundur-mundur dan lawan minta agar dia menyerah, hal yang selalu disambut gelengan kepala maka di atas pohon kakek pengemis itu memaki-maki si hartawan.

"Busuk dan tak tahu malu. Aih, agaknya aku tak dapat tinggal diam lagi, nona. Lauw-wangwe menunjukkan kecurangannya yang memalukan. Dia sengaja memberi pedang yang tidak berguna!"

"Hm, kau mau turun?"

"Ya, sebelum bocah itu roboh. Atau kau mau menolong lagi?"

Soat Eng tersenyum. "Kau duduklah, tenanglah. Kenapa seperti kambing kebakaran jenggot? Kalau sekarang aku tahu sepak terjang hartawan ini sungguh tak ada lain bagiku kecuali membantu si Copet itu, lo-kai. Kau diamlah di sini saja dan lihat apa yang akan kulakukan!"

"Tapi bocah itu harus cepat ditolong, dia sudah kewalahan!"

"Hm, kenapa memberi tahu aku? Tanpa diberi tahu aku sudah tahu, lo-kai. Kau lihatlah ini dan biar si sombong itu kuberi ganjaran...wut!"

Sebutir kacang kembali menyambar, cepat dan luar biasa dan mata tua kakek itu hampir tak melihat. Demikian cepat dan luar biasanya biji kacang itu disentil, hanya tampak sebuah sinar hitam menuju ke bawah. Dan ketika di bawah terdengar jeritan karena tepat sekali benda kecil itu menotok belakang lutut Ouw Sek, yang tentu saja tak menduga dan mengira maka laki-laki itu tiba-tiba roboh dan terpelanting bergulingan, berkaok-kaok karena kakinya mati separuh. Kaki kiri itu tak dapat digerakkan dan Kiat Ma tertegun.

Sebenarnya dua kali si Copet ini dibuat heran oleh hal-hal seperti itu, robohnya lawan dan menjerit-jeritnya oleh sesuatu yang tak dimengerti. Namun karena itu merupakan kesempatan baik baginya dan tentu saja si Copet tak menyia-nyiakan kesempatan maka dia menubruk dan tertawa bergelak, membalas, menusuk dengan pedangnya yang tinggal separoh.

"Ha-ha, kau kemasukan setan, orang she Ouw. Kualat kau dan kini terima pembalasanku....cret!" pedang buntung itu mengenai pangkal paha, tidak menusuk terlalu dalam tapi cukup membuat orang she Ouw itu mengaduh. Kiat Ma kini tertawa-tawa membalas lawannya, mengejar dan kembali sebuah tusukan mengenai pundak lawannya.

Dan ketika Ouw Sek berteriak-teriak karena satu kakinya benar-benar tak dapat digerakkan lagi, kaku dan mengganggu gerakannya akhirnya dia menjerit ketika pergelangan tangannya ditusuk, golok terlepas dan satu ayunan kaki dari si Copet membuat laki-laki itu terlempar keluar panggung. Dan ketika tubuh orang she Ouw itu berdebuk dan pertandingan selesai, si Copet terbahak-bahak dan gembira bukan main maka Lauw-wangwe tersentak dan bangkit dari kursinya.

"Brukk!" Tubuh orang she Ouw itu menggeliat di tanah. Laki-laki ini tak dapat bergerak lagi karena seluruh tubuhnya lemah. Dia tak dapat berbuat apa-apa selain merintih dan mengeluh. Namun ketika sebuah bayangan berkelebat dan menendang tubuh laki-laki ini maka Ouw Sek menjerit dan roboh telungkup, pingsan mengejutkan semua orang dan Lauw-wangwe telah berdiri di situ.

Hartawan ini marah bukan main karena kekalahannya itu membuat sekian ratus ribu uangnya amblas. Hartawan ini merah padam dan berkerot-kerot, kumisnya naik turun dan terdengarlah geraman pendek yang keluar dari mulutnya. Dan ketika semua tertegun dan pucat mukanya, melihat kemarahan besar hartawan ini maka Lauw-wangwe membentak si Copet.

"Orang she Ma, sekarang aku yang akan maju menghadapimu. Kau lihai benar, dua kali dapat merobohkan jago-jagoku. Hm, sekarang kau hadapilah aku, orang she Ma. Dan kita bertaruh empat ratus ribu tail!"

"Wangwe...!" Kiat Ma terpekik. "Kau mau membunuh aku? Kau tidak menyuruh aku beristirahat dulu?"

"Hm, orang lihai macammu tak perlu beristirahat, orang she Ma. Kecuali kemenanganmu tadi tidaklah murni karena kau dibantu seseorang. Ayo majulah, perlihatkan kepandaianmu dan aku akan merobohkanmu tak lebih dari sepuluh jurus!"

"Wangwe...!" si Copet terpekik lagi, pucat. "Kau tak main-main? Kau memaksa aku?"

"Hm, tak perlu banyak cakap. Kau majulah dan aku bertangan kosong, kau bersenjata!"

Si Copet gentar. Melihat kemarahan dan kemurkaan si hartawan ini tiba-tiba saja dia menggigil. Tapi sebelum dia bicara tiba-tiba suhengnya melompat maju, berkata terbata-bata,

"Wangwe, tanding boleh tanding. Tapi keluarkan dulu uang taruhanmu!"

"Keparat!" hartawan ini mengibas. "Kau tak mempercayai aku, tikus busuk? Lihatlah, pembantuku akan mengeluarkan uang itu dan kau sebaiknya turun dari panggung.... bress!"

Lu Sam menjerit, roboh keluar panggung dan berteriaklah laki-laki itu bergulingan di sana. Dia terlempar dari panggung yang tinggi namun untunglah tidak cidera, hal yang mengherankan hartawan ini. Namun ketika Lauw-wangwe sudah memerintahkan pembantunya untuk mengambil uang itu, menghadapi kembali si Copet maka hartawan ini menggeram.

"Orang she Ma, kulihat sebenarnya kepandaianmu biasa-biasa saja. Tapi aneh bahwa jago-jagoku kalah. Hm, kau mencurigakan, aku ingin tahu apa sebenarnya di belakang ini dan kau bersiaplah!"

"Tunggu... tunggu...!" Lu Sam tiba-tiba melompat bangun, berlari menaiki panggung lui-tai itu. "Tak boleh bertanding kalau tak ada uang taruhannya, wangwe. Jangan bersikap seperti perampok yang mau mengganyang harta milik orang lain!"

Lauw-wangwe mendelik. Hampir saja dia melepas pukulan menghajar dari jauh kalau tidak terdengar teriakan pembantunya yang aneh, yang berlari-lari dan berteriak bahwa uangnya tak ada, hilang berikut petinya. Dan ketika hartawan itu tertegun dan berseru tertahan, kaget dan berubah mukanya maka pembantunya itu menjatuhkan diri berlutut, tergagap-gagap.

"Wangwe, am... ampun. U... uang itu tak ada di tempatnya. Hi... hilang...!"

"Apa?" sang hartawan berkelebat, menyambar leher pembantunya ini. "Hilang? Kau maksudkan uang itu tak ada di tempatnya? Lenyap seperti siluman?"

"Beb... benar, wangwe. Uang itu hilang. Ada... ada siluman di sini...!"

Istana Hantu Jilid 18

ISTANA HANTU
JILID 18
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

SI TINGGI KURUS tertawa. Dia merasakan lemahnya cengkeraman itu, tenaga si pendek yang sama sekali tidak membuat bahunya sakit. Dan ketika lawan terkejut kenapa dia tertawa tiba-tiba kelima jari laki-laki tinggi kurus ini balas bergerak dan mencengkeram bahu lawannya.

"Crep!" Si pendek terkesiap. Dia merasa tenaga yang hebat dari si tinggi kurus itu, merasa tulangnya remuk dan secepat kilat dia membentak. Tapi ketika lawan mendahului dan tahu-tahu mengangkat tubuhnya, melempar dan membanting si pendek itu ke lantai panggung maka Sin Cek atau si pendek ini berteriak dan menjerit kesakitan.

"Aduh.... brukk!"

Si pendek terguling-guling. Laki-laki itu merasa kaget dan pucat bukan main oleh keadaan yang tidak diduga ini. Dia sebenarnya lebih unggul tapi tiba-tiba keunggulannya itu tak dapat dipergunakan. Tenaganya hilang separoh dan entah kenapa dia merasa perutnya tiba-tiba mulas. Ada sesuatu yang tak beres di tubuhnya dan bergulinganlah si pendek ini menjauhi lawan. Tapi ketika Siu Pin atau si tinggi kurus itu mengejar dan tentu saja tidak memberi kesempatan begitu saja pada si pendek ini untuk menyelamatkan diri maka si pendek dikejar dan bertubi-tubi mendapat serangan lawan, tendangan atau pukulan dan si pendek semakin pucat.

Dia kebingungan dan akhirnya mendapat sebuah tendangan lagi, tepat mengenai pinggangnya. Dan ketika dia terlempar dan jatuh ke bawah panggung, berdebuk di sana maka kelompok atau orang-orang yang menjagokan si pendek ini ternganga, terdiam seolah tak percaya dan kelompok atau pihak yang menjagokan si tinggi kurus tiba-tiba bersorak. Mereka itu bertepuk riuh dan kagetlah Soat Eng melihat kekalahan jagonya ini. Dia termasuk orang yang menjagoi si pendek.

Namun ketika gadis itu terkejut dan berubah mukanya, pucat dan merah berganti-ganti mendadak si pendek berteriak keras dan meloncat bangun, terhuyung melayang ke atas panggung dan diterjangnya si tinggi kurus itu. Si pendek murka karena dia merasa ada sesuatu kecurangan di situ, entah apa tapi dia yakin benar. Dan ketika semua orang terkejut karena si pendek mengamuk dan nekat menyerang lawan, yang tertegun sejenak tapi sudah melayaninya sambil terbahak-bahak maka si pendek terhuyung maju mundur ketika semua pukulan atau serangannya luput, dihindari atau dielak lawan dan dipermainkanlah si pendek itu oleh si tinggi kurus. Dan ketika dua kali si pendek jatuh sendiri dan si tinggi kurus ini tertawa bergelak tiba-tiba kakinya bergerak dari samping menghajar ulu hati lawannya.

"Pendek, kau tak tahu malu. Sudah kalah masih juga nekat menyerang. Nah, pergilah dan beristirahatlah lebih lama.... dess!" dan si pendek yang menjerit dan roboh melewati panggung akhirnya terbanting dan tidak bergerak-gerak lagi, pingsan dan muntah darah karena lawan telah menghajarnya cukup keras.

Pertandingan selesai dan bersorak-sorailah pihak yang mejagoi si tinggi kurus itu. Si pendek kalah dan telah tersungkur roboh. Dan ketika suasana menjadi riuh dan kelompok si pendek pecundang dua kali maka di atas pohon kakek pengemis itu terkekeh-kekeh menyodorkan lima cawan araknya.

"Heh-heh, dua kali kau kalah, nona. Hayo minum dan tepati janjimu!"

Soat Eng mendelik. Dia marah sekali namun tak dapat berbuat apa-apa, menerima lima cawan arak itu dan meneguknya sekaligus. Muka gadis ini terbakar dan dia mulai merasa bahwa ada sesuatu yang tak beres di situ, sesuatu yang diketahui kakek ini tapi tidak olehnya. Maka ketika lawan terkekeh-kekeh sementara dia melotot dan menjadi penasaran tiba-tiba dia meloncat turun dan berkata,

"Lo-kai, aku akan maju bertanding. Kelompok orang-orang sial itu akan kuhajar!"

"Hei!" si kakek terkejut, berkelebat ke bawah. "Tahan dulu, nona. Jangan terburu-buru. Keramaian akan segera cepat selesai kalau kau berada di panggung!" dan cepat menangkap serta menahan lengan gadis ini kakek itu menyambung, "Kau jelas bukan tandingan mereka. Kau terlalu lihai. Tak enak rasanya menonton pertandingan yang tidak imbang. Tunggu dan nantikan saja keluarnya Lauw-wangwe, dialah yang pantas kau hajar!"

Soat Eng tertegun. "Lauw-wangwe? Dia akan keluar? Dia ada hubungannya dengan semuanya ini?"

"Ha-ha, benar, nona. Karena itu bersabarlah dan kita menonton lagi di atas pohon, jangan terburu-buru!" dan ketika Soat Eng berhasil dibujuk dan kakek itu melayang ke atas maka gadis ini berjungkir balik dan kembali ke tempatnya semula, duduk di situ menonton jalannya pertandingan karena segera kelompok si pendek menantang lagi kelompok lawannya. Mereka itu penasaran karena dua kali berturut-turut dikalahkan, padahal di atas kertas seharusnya mereka menang. Dan ketika Soat Eng menonton dan gemas memandang kelompok si tinggi kurus, yang tetap menjagokan si tinggi kurus itu maka si kakek pengemis di sebelahnya tertawa.

"Kau berani lagi menerima taruhan? Kau berani minum beberapa cawan lagi arakku yang istimewa?

"Hm!" Soat Eng menggeleng, kali ini tak mau gegabah. "Kau licik, lo-kai. Kau sudah mengetahui adanya suatu kecurangan sedang aku tidak. Sebaiknya aku menemukan dulu apa isi kecurangan itu dan kalau sudah maka tantanganmu kuterima!"

"Ha-ha, begitu seharusnya!" kakek ini terkekeh. "Kau dapat mendinginkan hatimu yang panas, nona. Sungguh mengagumkan dan tak percuma kau menjadi puteri Kim-mou-eng!"

Soat Eng tertegun, menoleh. "Kau sudah mengetahui siapa ayahku?"

"Wah, mata yang lamur ini masih bekerja baik, nona. Kalau tidak mengenal ayahmu tentu gerakan Jing-sian-eng tadi haruslah membuka mataku bahwa kau puteri Pendekar Rambut Emas!"

Soat Eng terbelalak. Si pengemis mengenalnya baik dan tentu saja dia tertegun, waspada tapi melihat bahwa kakek ini bukan orang jahat. Sikap dan gerak-geriknya yang baik jelas menandakan dia golongan pek-to (kaum putih). Maka mengangguk dan tersenyum lebar dia berkata, "Kau hebat. Sungguh aku yang harus malu tak mengetahui siapa dirimu, lo-kai. Kalau kau bermata demikian tajam tentu kau benar-benar bukan orang sembarangan!"

"Ha-ha, aku orang biasa saja, tak terkenal seperti ayahmu. Sudahlah, kita lihat pertandingan itu dan kelompok si pendek akan selalu kalah!"

Soat Eng mengerutkan keningnya. Dia sekarang menjadi heran dan curiga kenapa kelompok si pendek akan selalu kalah, seperti kata kakek itu. Dan ketika benar saja pertandingan berjalan lagi dan jago-jago yang diajukan kelompok si pendek tak dapat menghadapi si tinggi kurus itu atau teman-temannya yang lain maka keheranan Soat Eng tak habis-habisnya.

Melihat orang-orang atau jago-jago kelompok si pendek itu sebenarnya secara taktis dan teknis selalu unggull, tak tahunya malah pecundang ketika pertempuran berjalan setengah babak, rata-rata memiliki tenaga yang lemah hingga pukulan atau serangan mereka mendarat terlalu empuk, tak bertenaga seperti halnya kelompok si tinggi kurus itu. Dan ketika enam jago akhirnya roboh dan kelompok si pendek kalah bertaruh maka uang dan perhiasan-perhiasan perak saling bergemerincing mengisi pundi-pundi kelompok si tinggi kurus, yang terbahak-bahak dan mengejek lawan.

"Ha-ha, hayo keluarkan semua harta milikmu, Wan-twako. Kita bertaruh dan boleh satu banding dua!"

"Atau satu banding empat!" yang lain berseru. "Aku berani bertaruh mengapit mereka, Hek-bin. Satu banding empat kalau mereka berani!"

"Ha-ha, boleh juga. Kita tanya mereka!" tapi lawan yang menggeleng dan terhuyung pucat ternyata menolak, tak berani menerima tantangan itu karena seluruh uang dan harta mereka hampir habis. Kantong-kantong kelompok si pendek ini nyaris terkuras isinya oleh kekalahan berturut-turut, mereka tak berdaya lagi.

Tapi ketika kelompok si tinggi kurus menantang tertawa-tawa dan yang lain bersorak riuh tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan dan muncullah seorang laki-laki yang tertawa menyambut tantangan kelompok si tinggi kurus ini, kawan-kawan Siu Pin.

"Aku berani. Hayo, siapa hendak bertaruh mengapit denganku. Satu banding empat!"

Kelompok Siu Pin terkejut. Si tinggi kurus sendiri sudah beristirahat tidak bertanding, dia sudah kelelahan karena bertempur dua kali. Maka begitu datang laki-laki ini yang tidak dikenal mereka namun jelas muncul dari kelompok penonton maka semuanya terkejut dan tertegun.

"Ha-ha, tidak berani?" begitu laki-laki ini sesumbar. "Atau aku yang akan mengapit kalian?"

"Siapa kau?" sebuah bentakan tiba-tiba muncul, disusul naiknya seseorang yang melayang keatas panggung. "Aku akan melayanimu, tikus sombong. Tapi sebutkan dulu siapa namamu dan dari pihak mana kau mewakili bertanding!"

"Ha-ha, aku mewakili diriku sendiri. Aku Ma Kiat, namaku tak terkenal. Tapi kalau kalian sesumbar untuk menantang taruhan maka aku jadi gatal hati untuk melayani kalian. Nah, kau siapa dan apakah hendak bertanding denganku?"

"Aku Sai Pek, memang ingin bertanding denganmu. Tapi kalau kau tak punya uang sebaiknya minggir dan tak perlu mengoceh di sini!" laki-laki itu membentak.

"Eit, kau menghina aku?" si Ma Kiat berseru marah. "Lihat, seluruh uang kalian mungkin masih kalah banyak dengan punyaku, orang she Sai. Buktikan dan lihat ini... cring-cring!" uang-uang berhamburan, tiba-tiba saja ditumpahkan si Ma Kiat itu dari kantung bajunya. Tujuh kantung di celananya dibuka semua, isinya dikeluarkan. Dan ketika emas dan perak berjatuhan di lantai panggung dan semua melotot maka Soat Eng yang menonton di atas pohon tiba-tiba terkejut.

"Dia Kiat Ma, si Copet Berjari Seribu!"

"Ha-ha, benar. Dan dia membalik namanya, nona. Ini artinya keributan lebih besar akan terjadi. Lihatlah, emas dan perak di kantungnya sudah dikeluarkan semua!"

"Tapi suhengnya tidak ada!" Soat Eng tertegun, memandang sekitar. "Mana temannya dan kenapa dia muncul sendiri?"

"Sstt, lihatlah saja baik-baik. Copet itu akan memanggil namamu, nona. Kalau kau tidak berhati-hati maka kau bakal dilibatkannya!"

"Tapi aku berkepentingan dengan dia!" Soat Eng berseru. "Eh, aku harus menangkap si copet itu, lo-kai. Atau nanti dia kabur dan sulit kutemukan lagi!"

"Jangan!" si kakek berseru, menangkap lengan gadis ini. "Kita Ma tak akan kabur, nona. Dia sengaja datang ke sini untuk membuat kekacauan. Hartawan Lauw sebentar lagi akan dipaksanya keluar. Kau jangan beranjak!" lalu ketika gadis itu tertegun dan ragu melompat turun maka di sana Ma Kiat alias Kiat Ma yang menukar namanya ini sudah tertawa-tawa memandang lawannya.

"Nah, kau dapat menghitung semua uangku itu? Masih kurang untuk dipakai bertaruh?"

Lawannya tertegun. "Kau hebat," katanya agak tergetar. "Namun aku akan melayanimu...."

"Kalau begitu keluarkan uangmu!" Ma Kiat memotong. "Dan perlihatkan di sini apakah seimbang atau tidak!"

"Aku... aku tak memiliki sebanyak itu. Tapi bersama kawan-kawanku tentu aku dapat mengimbangimu!" dan berseri memutar tubuh tiba-tiba laki-laki ini meloncat turun, menemui kawan-kawannya dan terjadilah bisik-bisik di situ.

Semua mata masih melotot memandang uang yang berceceran itu namun Ma Kiat sudah meraupnya kembali. Dan ketika sambil tertawa-tawa si Copet Jari Seribu ini menyimpan uangnya maka calon lawannya itu meloncat kembali dan sudah berjungkir balik di atas panggung.

"Kami menerima, dan uangmu boleh dijadikan taruhan!"

"Ha-ha, berapa kalian punya?"

"Sepuluh ribu," laki-laki ini agak tertegun. "Tapi coba hitung berapa punyamu, orang she Ma. Kalau kami lebih banyak biarlah tak apa!"

"Wah, sebegitu saja?" Ma Kiat tertawa. "Ha-ha, punyaku ini lima puluh ribu lebih, orang she Sai. Kalau kalian hanya punya sekian maka kelebihan uangku adalah lima kali lipat. Tak adil!"

"Kalau begitu kita bertaruh saja sesuai kepunyaanku...!"

"Atau kalian hutang saja pada Lauw-wangwe!" Ma Kiat tertawa. "Tanggung rasanya bertanding hanya untuk sepuluh ribu tail, orang she Sai. Kalian pinjam saja pada tuan rumah dan setelah itu kita tentukan kalah menang!"

Sai Pek terkejut. Kawan-kawannya di bawah ribut-ribut, mereka marah tapi tertarik juga, sebenarnya tersinggung. Tapi ketika Hek-bin meloncat naik dan si muka hitam ini berbisik pada Sai Pek maka laki-laki itu tersenyum dan mengangguk-angguk, meloncat turun dan berbisik pada yang lain dan kelompok si tinggi kurus ini riuh sejenak. Mereka diminta hutang pada Lauw-wangwe, empat puluh ribu tail untuk menandingi kepunyaan si Ma Kiat itu. Dan ketika mereka setuju dan sudah bicara dengan seorang pembantu dekat Lauw-wangwe di mana pembantu ini tiba-tiba masuk ke dalam untuk memberi tahu tuannya maka Lauw-wangwe tiba-tiba muncul dan untuk pertama kali Soat Eng melihat hartawan itu, si empunya kerja.

"Siapa yang akan bertanding? Siapa yang mengajak bertaruh?" suara lantang namun disertai senyum ini segera menghentikan kegaduhan.

Kelompok si pendek diam tertegun memandang sepak terjang si Copet Berjari Seribu itu, merasa mendapat kawan namun mereka tak kenal. Dan ketika Lauw-wangwe keluar dan hartawan ini sudah diiringi pembantu dan keluarga-keluarga dekatnya maka berhadapanlah hartawan itu dengan si Ma Kiat, seorang hartawan yang bertubuh kokoh berusia lima puluhan tahun, tegap dan gagah dan sekali lihat Soat Eng segera tahu bahwa hartawan ini bukan orang sembarangan, karena gerak kaki dan langkah ringannya menandakan seorang ahli silat yang cukup pandai.

"Itulah orang she Lauw," si pengemis berbisik, tertawa. "Kau pernah kenal?"

"Belum," gadis ini menggeleng. "Dan dia tampaknya bukan laki-laki sembarangan, lo-kai. Aku melihat gerak-gerik yang ringan dan langkah kaki yang mantap dari hartawan itu!"

"Memang benar, dan hartawan ini cerdik serta lihai, nona. Sayang licik!"

"Kau pernah disakiti?"

"Ha-ha, bukan hanya disakiti, nona. Tapi juga dihina! Aih, orang miskin macam aku memang tak pantas berdekatan dengan orang-orang kaya macam Lauw-wangwe itu. Sudahlah, kita lihat sepak terjang si Copet itu dan apa kata hartawan ini!"

Soat Eng mengangguk. Lauw-wangwe memang sudah berhadapan dengan Kiat Ma dan bertanya apa maksud laki-laki itu, dijawab sambil tertawa bahwa dia ingin meramaikan pesta, ikut di panggung lui-tai dan bertaruh, karena semua orang sudah melakukan itu. Dan ketika hartawan ini mengangguk-angguk dan tersenyum memandang si Copet, yang tentu saja baru kali itu dilihatnya maka Hek-bin meloncat naik dan berseru,

"Orang she Ma ini menantang pibu dengan taruhan lima puluh ribu tail emas. Kami hanya memiliki sepuluh ribu saja, tolong wangwe pinjami kami empat puluh ribu dan sebentar kemudian akan kami kembalikan dengan robohnya si sombong ini!"

"Ha-ha, jangan takabur!" Kiat Ma tertawa. "Bukan aku yang akan roboh di panggung lui-tai ini, Hek-bin. Melainkan temanmu yang bodoh dan ingusan itu. Aku akan merobohkan musuhku tak lebih dari lima belas jurus!"

"Sombong!" Hek-bin marah, membentak. "Kau jangan bermulut besar, orang she Ma. Ayo kita buktikan nanti dan lihat apakah kesombonganmu terbukti atau tidak!"

"Ha-ha, pasti terbukti!" Kiat Ma tertawa bergelak. "Hayo keluarkan uang kalian semua, Hek-bin. Dan hutang pada Lauw-wangwe supaya dipenuhi!"

Laki-laki ini mengeratakkan giginya. Dia melihat Lauw-wangwe tersenyum-senyum dan mengangguk-angguk, tanda setuju. Dan karena hartawan itu sudah mendengar taruhan ini dan dia menyuruh orang mengambil empat puluh ribu tail sesuai permintaan maka hartawan itu minta agar uang Kiat Ma dikeluarkan.

"Tak usah ragu, uangku genap lima puluh ribu tail, semua emas!"

Kiat Ma yang tertawa mengeluarkan uangnya sudah memperlihatkan miliknya itu pada Lauw-wangwe, yang diam-diam terkejut dan mengerutkan keningnya karena dari mana laki-laki itu mendapatkan uang sedemikian banyak. Dia heran dan berkedip-kedip, sinar yang aneh memancar dari sepasang matanya yang berbinar. Namun ketika pesuruhnya sudah datang ke situ dan membawa empat puluh ribu tail seperti yang diminta maka hartawan ini menoleh pada kelompok Hek-bin.

"Siapa yang bertanggung jawab atas pinjaman ini?"

"Kami semua, wangwe. Kami bertujuh!" Hek-bin dan enam kawannya tiba-tiba mengacungkan jari mereka. Mereka bertujuh menyatakan bertanggung jawab atas pinjaman itu, penuh keyakinan dan tidak khawatir bahwa mereka akan kalah, sikap percaya diri yang disambut tawa mengejek oleh si Kiat Ma itu.

Dan ketika Lauw-wangwe tersenyum dan mengangguk-angguk maka hartawan ini mundur dan berkata, "Baiklah, kalian bertanggung jawab atas pinjaman ini. Kuharap tidak meleset dan kalian dapat mengembalikannya dengan baik!"

"Ha-ha, tentu, wangwe. Lihat saja orang she Ma ini akan kami robohkan!" Hek-bin sudah berseri-seri gembira, menyuruh temannya tadi maju.

Namun tiba-tiba Kiat Ma berseru bahwa harus ada pihak ketiga yang memegang uang itu. Uang seratus ribu bukanlah sedikit dan masing-masing harus menjaga dari kecurangan. Dan ketika Hek-bin dan kawan-kawannya tertegun karena itu memang betul maka Kiat Ma berseru,

"Kalah atau menang akan segera ditentukan dalam pibu ini. Dan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan aku minta agar ada seorang netral yang maju menjaga uang ini, seorang yang tidak berpihak!"

"Aku dapat menjaga uang itu!" seorang teman Hek-bin melayang ke atas panggung. "Aku tak akan berpihak dan dapat dipercaya, orang she Ma. Biar aku yang menjaga dan kalian bertanding!"

"Ha-ha, kau konconya Hek-bin, mana bisa dipercaya? Tidak, kau mundur, siluman bau. Aku minta seorang penonton untuk maju dan menjaga uang ini!" Kiat Ma menolak, tentu saja tak mau dan orang itu merah padam. Dia terang-terangan tidak dipercaya dan ribut-ribut terjadi sejenak di kelompok si Hek-bin ini. Namun ketika laki-laki itu mundur dan si tinggi kurus meloncat naik tiba-tiba laki-laki ini berseru bahwa sebaiknya Lauw-wangwe menjadi hakim netral.

"Lauw-wangwe adalah tuan rumah. Patut rasanya kalau kita mempercayakan uang sejumlah ini kepadanya!"

"Tidak," Kiat Ma tertawa. "Tuan rumah tak usah dilibatkan, kurus. Kecuali kalau dia mau bertanding atau bertaruh pula! Ha-ha, kalian tak usah macam-macam, aku minta seorang yang benar-benar netral dan tidak berpihak!"

"Di sini tak ada orang yang seperti itu kecuali wangwe. Kau terlalu menuntut! Mana ada penonton berani menjaga uang sedemikian banyak ini?"

"Ha-ha, pasti ada. Kau tak usah berkaok-kaok, kurus. Lihat kupanggil seorang di antara mereka. Hayo, kuminta seorang di antara penonton tampil di sini, maju dengan hormat!" Kiat Ma bertepuk tangan, mencari dan memutarkan pandangannya ke bawah panggung. Dia bentrok dengan belasan orang kelompok si pendek, tertawa dan meminta agar mereka naik ke panggung. Tapi ketika semuanya ragu-ragu dan jerih memandang Lauw-wangwe, yang tampak tersenyum-senyum tapi sepasang mata berkilat berbahaya maka tak ada yang maju kecuali tiba-tiba terdengar tertawa nyaring disusul melompatnya seseorang dari panggung sebelah kiri.

"Ha-ha, kenapa tak ada yang berani juga? Baiklah, aku mewakili permintaan orang she Ma ini dan menjaga uang seratus ribu di panggung lui-tai!"

Semua orang tertegun. Seorang laki-laki tegap berusia tiga puluh limaan tahun berlari-lari kecil, naik ke atas panggung melalui tangga di sebelah kanan, tidak meloncat naik seperti layaknya jago-jago pibu. Hal yang tentu saja membuat orang-orang segera tertawa, karena itu menunjukkan betapa laki-laki ini tidak pandai silat. Dan ketika dengan sedikit berkeringat laki-laki itu tiba di atas dan tertawa memandang semuanya lalu dia menjura dan berkata lebih dulu pada hartawan she Lauw itu,

"Wangwe, kau adalah tuan rumah. Berilah aku kesempatan untuk mengucapkan selamat untuk perkawinan puteramu itu. Aku orang she Sam, namaku Lu. Tidak terkenal namun sudah dilatih sejak kecil untuk memiliki sedikit keberanian. Nah, aku memenuhi permintaan orang she Ma ini, ingin menjaga dan menjadi hakim netral!"

"Ha-ha, kau bisa apa? Mampu apa? Eh, kau cecunguk busuk tak usah maju ke sini, orang she Sam. Panggung lui-tai diperuntukkan bagi orang-orang yang bisa silat, bukan orang lemah sepertimu itu. Minggir, jangan main-main di sini!"

Hek-bin, yang terkejut tapi tertawa geli segera membentak dan mendahului hartawan she Lauw. Dia memuji keberanian laki-laki ini tapi tentu saja menganggap laki-laki itu main-main saja, tidak serius. Barangkali sekedar melawak untuk mengacau sejenak ketegangan pibu. Tapi ketika Ma Kiat berseru bahwa laki-laki itu cocok menjadi hakim netral maka Copet Seribu Jari ini berkata,

"Tidak, dia boleh disini. Uang itu boleh dijaganya. Aku setuju dan inilah hakim yang adil!"

"Tapi dia tak bisa apa-apa, dia tolol dan lemah!"

"Justeru itu! Kalau dia pandai dan bisa silat barangkali uang itu akan dibawanya kabur, Hek-bin. Aku menganggap ini hakim yang cocok untuk menjaga uang taruhan. Lagi pula dia tetap di atas panggung, gerak-geriknya akan dilihat semua mata!"

Hek-bin tertegun. Dia kalah berdebat dan apa boleh buat harus mengikuti, akhirnya mengangguk dan jadilah orang she Sam itu menjadi hakim. Dan karena orang netral sudah didapatkan dan gerak-gerik Sam Lu akan diikuti semua orang maka si muka hitam itu mengangguk-angguk tapi berkata mendongkol, "Baiklah, dia boleh menjaga di sini. Tapi kalau dia berani main-main dan melarikan uang itu tentu dia akan terbunuh!"

"Ha-ha, orang tak pandai silat tak mungkin bisa melarikan uang, Hek-bin. Kalau pun begitu maka teman-temanmu di bawah sana pasti mengejar. Ayolah, pertandingan dimulai dan tanganku sudah gatal untuk merobohkan pihakmu!" Ma Kiat tertawa-tawa, sudah menyingsingkan lengan bajunya tapi tiba-tiba orang she Sam itu meloncat maju. Dan ketika semua terkejut dan tertegun memandangnya maka dia berkata tertawa, nyaring dan lantang,

"Aku sudah ditunjuk, dan aku tentu harus bekerja dengan adil. Bagaimana upahnya apakah aku tidak diberi imbalan? Masa harus bekerja cuma-cuma sementara satu di antara kalian pasti mendapatkan untung?"

"Ha-ha, kau boleh ambil setengah dari bagianku, Sam Lu, kalau aku menang. Sedang mereka kau tanya saja langsung!"

"Kami akan memberinya seratus tail!" Hek-bin tiba-tiba berseru. "Dan upah itu cukup untuk seorang penjaga!"

"Wah, begitu pelit?" laki-laki ini tertawa. "Baiklah, kuterima upahku, hek-twako. Dan permisi kuambil dulu bagianku agar kalian tidak curang!" Sam Lu sudah melompat ke pundi-pundi uang, merogoh dan sudah mengambil seratus tail emas sebagai bagiannya.

Orang-orang terbelalak karena laki-laki itu mengambil tanpa ijin lagi. Tapi ketika dia selesai dan semua melihat laki-laki ini sudah mengambil haknya maka Hek-bin melotot menahan gusar.

"Kau keparat, lancang sekali! Kenapa tidak tunggu nanti dan mengambil tanpa ijin kami?"

"Ha-ha, aku takut kalian curang, Hek-bin. Siapa tahu kalau kalian menang aku malah harus gigit jari!"

"Sudahlah," Ma Kiat tertawa, geli karena yang diambil orang she Sam itu adalah uang dari pundi-pundi Lauw-wangwe. "Tak perlu marah-marah di sini, Hek-bin. Ayo mulai dan ajukan jagomu!"

"Aku sudah di sini!" si tinggi besar membentak. "Aku maju dan akan merobohkanmu, orang she Ma. Hayo keluarkan kepandaianmu dan perlihatkan padaku!"

"Nanti dulu!" seseorang tiba-tiba meloncat. "Pibu tanpa didahului minum tak enak rasanya, kawan. Ayo segarkan tubuh dan minum arak ini!" laki-laki itu, teman Hek-bin sudah tertawa memberikan secawan arak. Dia berkata begitu namun yang dituju adalah si Copet Jari Seribu ini, tertawa dan menyodorkan araknya.

Tapi ketika Ma Kiat berkata bahwa dia tak biasa minum arak dan biarlah lawannya itu yang diberi maka orang itu terkejut ketika si Copet ini tahu-tahu sudah menyambar cawannya. "Arak memang untuk menyegarkan badan. Ha-ha, biarlah lawanku ini yang menyegarkan badannya agar semakin kokoh dan perkasa!" Ma Kiat bergerak, cepat bukan main dan tahu-tahu cawan arak sudah di depan hidung lawannya.

Dan ketika laki-laki itu terkejut dan berseru tertahan, mulut terbuka, mendadak arak meluncur dan sudah memasuki mulutnya itu. "Hai, aku... aku tidak... glek!" dan arak yang terlanjur masuk dan tertelan lewat tenggorokannya tiba-tiba lenyap dan pucatlah laki-laki itu melihat si Copet tertawa-tawa, cepat dan luar biasa telah menghentakkan isi cawan hingga arak muncrat, melejit dan memasuki mulutnya itu. Dan ketika laki-laki ini menggereng karena perbuatan si Copet sungguh dirasa menghina tiba-tiba dia sudah menubruk dan menerjang lawannya itu.

"Keparat jahanam, kau katak buduk.... wut!"

Ma kiat diserang, tentu saja berkelit dan berteriaklah laki-laki itu melihat serangannya luput. Dan ketika Ma Kiat tertawa-tawa sementara penonton menjadi tertegun karena gerakan si Copet demikian ringan dan lincah maka bentakan dan tubrukan susul-menyusul di panggung lui-tai, diiring geraman dan pukulan-pukulan si tinggi besar. Laki-laki ini marah bukan main karena Ma Kiat mencekoki mulutnya dengan arak, orang pun juga menganggap begitu. Yakni kemarahan si tinggi besar ini karena kemarahannya dicekoki arak, tak tahu ada sebab-sebab lain yang justeru merupakan rahasia dari semuanya ini, rahasia kemenangan pihak si tinggi kurus atau Hek-bin dan teman-temannya itu. Dan ketika Ma Kiat sudah diterjang dan diserang lawannya, yang mengamuk dan beringas seperti harimau terluka maka di atas pohon Soat Eng lagi-lagi dibuat tertegun.

"Itu Sam Lu, suheng dari Kiat Ma," gadis ini terbelalak, mengepalkan tinju. "Mereka sekarang berdua sudah menampakkan diri, lo-kai. Dan Lu Sam membalik namanya seperti Kiat Ma!"

"Ha-ha, benar. Dan mereka sudah mulai bermain api, nona. Hartawan she Lauw itu sebentar lagi akan menerima berita yang tentu akan membuat dia berdiri kumisnya!"

"Berita apa? Tentang apa?"

"Sepak terjang dua anak nakal itu. Kiat Ma dan suhengnya sudah mulai membakar jenggot Lauw-wangwe, ha-ha!" dan ketika Soat Eng bingung mengerutkan kening maka kakek ini berkata lagi, serius, "Nona, bagaimana pendapatmu tentang sepasang copet itu? Apakah mereka orang baik-baik atau bukan?"

"Hm, copet jelas bukan manusia baik-baik, lo-kai. Tanpa kujawab pun mestinya kau mengerti!"

"Tapi mereka sering bertindak bijak. Hasil copetan mereka itu bukan untuk diri sendiri!"

"Maksudmu?"

"Heh-heh, dua anak nakal itu membagi-bagikan hasil copetannya untuk orang-orang miskin, nona. Sebagian besar hasil pekerjaan mereka bukanlah untuk diri sendiri!"

Soat Eng tertegun. "Kau tahu?"

"Ya, mereka itu... eit, lihat!" si pengemis tiba-tiba menghentikan percakapannya, menuding. "Kiat Ma sudah berhasil merobohkan lawannya, nona. Bocah kurang ajar itu telah berhasil memperoleh kemenangan, ha-ha!"

Soat Eng terkejut. Dia menoleh dan segera mendengar suara bak-bik-buk di sana, disusul suara tendangan di mana si tinggi besar tiba-tiba menjerit. Dan ketika gadis ini menengok dan membelalakkan matanya maka si tinggi besar mengaduh dan terlempar keluar panggung.

"Bress!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat Kiat Ma memperoleh kemenangan dengan mudah, tadi lawan menyerangnya dengan sengit namun semua serangan-serangan itu dikelit mudah. Dan ketika pertempuran berjalan belasan jurus dengan si Copet ini hanya mengelak dan menghindar saja tampaklah si tinggi besar mulai terhuyung-huyung dan pucat mukanya. Tenaga melemah dan orang menjadi heran karena dalam waktu singkat saja si tinggi besar itu sudah gemetaran. Mereka mengira karena serangan-serangan yang luput dari si tinggi besar ini menghabiskan tenaganya sendiri, karena pukulan atau tendangan yang luput memang berarti membuang tenaga sia-sia. Dan ketika laki-laki itu semakin gemetaran sementara lawan tertawa-tawa menghindar sana-sini akhirnya Kiat Ma berseru bahwa dalam empat jurus saja lawannya itu bakal terlempar keluar panggung.

"Sekarang sudah saatnya," si Copet tertawa. "Kau mabok dan linglung, monyet besar. Daripada membuat sebel di sini lebih baik kau enyah.... buk-dess!" si Copet mendaratkan sepasang tangannya, menghantam tengkuk si tinggi besar dan lawan pun terbanting. Namun karena lawan bertenaga besar dan mampu bangkit lagi maka Kiat Ma berkelebat dan mendaratkan lagi dua tiga pukulannya, terdengar bak-bik-buk dan saat itulah si tinggi besar mengeluh mendekap perutnya.

Tanpa diketahui seorang pun tiba-tiba si tinggi besar ini merasa mulas perutnya. Arak yang diminum tadi sesungguhnya arak yang telah dicampuri semacam obat pengganggu, akan melemahkan tenaga siapa saja disertai perut yang mulas tak keruan, seperti yang telah dialami Sin Cek atau si pendek tadi, lawan Siu Pin si tinggi kurus. Maka begitu keadaan serupa menimpa si tinggi besar ini dan tak pelak laki-laki ini pucat dan gemetaran maka sebuah tendangan akhirnya menyelesaikan pertandingan itu. Si tinggi besar mencelat dan terlemparlah dia keluar panggung.

Dan ketika si Copet terbahak-bahak dan Sam Lu alias Lu Sam meraup uang yang ada di pundi-pundi maka si Copet itu berseru nyaring tertawa gembira, "Ha-ha, lihat, Muka Hitam (Hek-bin). Aku telah memenangkan pertandingan dan kalian kalah!"

"Benar," Lu Sam juga berseru nyaring. "Orang she Ma ini memenangkan pertandingan, saudara-saudara. Semua telah menjadi saksi akan kemenangannya!"

Hek-bin dan kawan-kawannya pucat. Mereka itu otomatis berubah mukanya, terkejut dan kaget bukan main. Maklumlah, di samping uang mereka sepuluh ribu tail ludas juga mereka masih dibebani hutang empat puluh ribu kepada Lauw-wangwe. Hutang ini empat kali lipat dari uang mereka sendiri, tentu saja kelewat berat! Maka begitu jagonya kalah dan kemenangan yang diharap tiba-tiba berubah sebagai kekalahan maka Hek-bin dan enam temannya ini menggigil.

"Bagaimana, Ouw-twako? Apa yang harus kita lakukan?"

"Kita bertanding lagi, ajak bertaruh lima puluh ribu tail!"

"Tapi uang kita habis...."

"Kita hutang pada Lauw-wangwe!" dan ketika Hek-bin tertegun dan membelalakkan matanya maka Lauw-wangwe tiba-tiba sudah berdiri di dekatnya.

"Hm, kalian berhutang empat puluh ribu tail. Bagaimana membayarnya, Hek-bin?"

"Kami... aku...!"

"Kami hutang lagi, wangwe tak usah khawatir!" Ouw Sek, laki-laki yang tadi bicara sudah meloncat ke depan. Dia inilah yang bicara dengan si muka hitam hingga Hek-bin sempat terkejut.

Dan ketika Lauw-wangwe sendiri mengerutkan keningnya dan terkejut memandang Ouw Sek maka laki-laki itu membungkuk.

"Wangwe, perkenankan kami pinjam sekali lagi. Kali ini tak mungkin kalah. Kami akan menantang sekali lagi dan orang she Ma itu akan kami hancurkan!"

"Hm, hutangmu sudah empat puluh ribu tail...."

"Dapat kami bayar, wangwe. Akan kami lunasi. Sebab kalau kami kalah lagi maka dua orang itu akan kami bunuh dan ambil uangnya!"

Lauw-wangwe tiba-tiba tertawa. "Aha, begitukah?" katanya tertawa. "Baiklah, Ouw Sek. Kalau begitu kalian boleh pinjam lagi dariku!" dan memberi tanda pada pembantunya untuk mengambil uang di dalam tiba-tiba Ouw Sek sudah meloncat naik dan berseru marah di atas panggung.

"Orang she Ma, pertandingan belum selesai. Aku menantangmu bertaruh lagi dan kita bertanding!"

Kiat Ma terkejut. "He, masih penasaran?" serunya tertawa. "Tapi kau tak punya uang lagi, sobat. Jangan menipu aku dan coba-coba berbuat curang!"

"Lauw-wangwe akan meminjami kami lagi. Hayo kita bertanding untuk lima puluh ribu tail!"

Si Copet terkejut. Kalau Lauw-wangwe benar memberi pinjaman lagi dan lawan ngotot mengajak bertaruh tentu saja dia tak dapat menolak. Sudah menjadi semacam undang-undang di tempat judi bahwa lawan yang menang tak boleh ngacir dulu kalau yang kalah menantang. Si pemenang harus meladeni sampai satu pihak betul-betul ludes. Kalau masih punya simpanan maka simpanan itu akan dikeluarkan, betapapun berangnya. Maka begitu lawan melotot sementara hartawan she Lauw mengangguk di sana maka Kiat Ma tertawa dan tersenyum berkata,

"Baiklah, kalau begitu tantanganmu kuladeni. Hanya tunjukkan dulu uang itu dan baru kita bicara lagi..."

"Cring-cringg!" uang tiba-tiba berhamburan, dilempar Lauw-wangwe. "Aku juga ingin ikut main-main, orang she Ma. Entahlah kenapa tiba-tiba hatiku gatal melihat kemenanganmu ini. Hayo, aku juga lima puluh ribu hingga genap seratus ribu dengan punyamu!"

"Wangwe maju bertaruh?" si Copet tertegun. "Wah, tak berani aku menerimanya, wangwe. Kau tuan rumah sedang aku tamu yang tak diundang!"

"Ha-ha, tak apa. Aku tertarik melihat dirimu, Ma Kiat. Dan aku sekarang mengundangmu. Kau tamuku yang paling istimewa!" dan ketika si Copet tertegun dan terbelalak mengerling suhengnya maka Lu Sam tertawa menggoyang pundi-pundi uang.

"Ma Kiat tak memiliki seratus ribu. "Dia hanya memiliki setengahnya saja, karena yang setengah adalah bagianku. Bagaimana dia menerima tantanganmu, wangwe? Lagi pula sungkan rasanya berjudi dengan tuan rumah!"

"Benar," si Copet teringat, tiba-tiba tertawa. "Seratus ribu itu bukan punyaku semua, wangwe. Setengah dari jumlah itu telah dimiliki orang she Sam ini, sebagai upahnya menjadi hakim!"

"Hm, tak apa. Kami berdua sama-sama yang tak terlibat langsung. Kalau begitu kutantang dia untuk sama-sama mempertaruhkan yang lima puluh ribu itu. Kalau pun tak apa baginya karena uang itu toh hasil hadiah, pemberian cuma-cuma!"

"Ha-ha, bagaimana, Sam-heng (kakak Sam)? Kau berani menerima taruhan Lauw-wangwe ini?"

"Hm, bagaimana, ya?" Lu Sam tertawa, pura-pura sayang dan menimang-nimang uang bagiannya itu. "Aku pribadi tak pernah berjudi, wangwe. Tapi kalau ditantang tentu saja aku berani. Orang tuaku telah melatih keberanian dan semangat besar padaku!"

"Bagus, memang sudah kuduga!" dan Lauw-wangwe yang tertawa dan menyuruh ambil lagi uang lima puluh ribu lalu meletakkan uang itu di sudut panggung. Kemudian berbisik dan bicara dengan rombongan Hek-bin, hartawan ini tampak mengebut-ngebutkan lengan jubahnya. Dan ketika Hek-bin dan teman-temannya berseri mengangguk-angguk maka si tinggi kurus meloncat naik menyuruh mundur si Ouw Sek itu.

"Wangwe menyuruhku maju. Kau turunlah!"

Orang she Ouw ini turun. Dia terbelalak sejenak tapi tersenyum mendapat kedipan, meloncat turun dan sudah berhadapanlah Kiat Ma dengan si tinggi kurus itu. Dan ketika si Copet tertawa dan diam-diam melirik suhengnya, Lu Sam, maka Lauw-wangwe berkelebat di atas panggung dan mengejutkan si Copet, karena gerakan hartawan itu sungguh amat cepat dan ringannya, tanda sebuah ilmu meringankan tubuh yang cukup membuat hati keder!

"Orang she Ma, aku sebagai tuan rumah ingin memberimu arak selamat datang. Ayolah, minum ini dan jangan buat aku malu di depan tamu-tamuku!"

"Eh-eh!" Kiat Ma mundur-mundur, mukanya berubah. "Aku... aku tak biasa minum arak, wangwe. Tersedak aku nanti!"

"Ha-ha, kau laki-laki, bukan perempuan. Kenapa takut dan enggan? Ayolah, minum secawan ini saja, orang she Ma. Atau kau sengaja menghinaku yang sungguh-sungguh ingin menghormatimu sebagai tamuku!"

Kiat Ma terpojok. Lauw-wangwe memang sudah berkata bahwa sejak itu dia merupakan tamu undangan, bukan lagi tamu liar dan kini sebagai tamu undangan memang sewajarnya saja hartawan itu menyuguhkan arak. Tapi karena dia tahu bahwa arak itu sudah tercampur obat dan memang si Copet ini sudah mengetahui adanya kecurangan di situ maka Kiat Ma tertegun dan bingung mundur-mundur, melihat cawan sudah disodorkan kepadanya dan Lauw-wangwe itupun maju terus. Menolak terus berarti menghina tuan rumah, tak memberi penghargaan. Dan ketika si Copet itu bingung dan pucat mukanya mendadak Lu Sam maju tergopoh-gopoh dan suhengnya yang menyamar sebagai orang biasa itu berkata,

"Wangwe, agaknya tak adil memberi arak pada orang she Ma ini saja. Bagaimana kalau dibagi juga dengan si tinggi kurus ini? Adalah adil jika penghargaan itu dibagi sama, wangwe. Baik ini maupun itu sama-sama mendapat setengah cawan!"

Lauw-wangwe tertegun. Dia tampak terkejut dan mengerutkan keningnya. Tapi Kiat Ma yang sudah merasa mendapat bantuan suhengnya tiba-tiba berseru, "Benar, kalau begitu aku mau, wangwe. Biarlah sebagai laki-laki aku coba-coba menenggak arak, ha-ha!"

Hartawan ini tersudut. Akhirnya apa boleh buat dia mengangguk juga, tersenyum. Tapi ketika dia menyodorkan arak terlebih dulu pada si Copet tiba-tiba lelaki cerdik ini tertawa, menolak. "Jangan aku dulu, biarlah kehormatan itu kuberikan pada lawanku dulu!"

"Hm!" hartawan ini gemas. "Kau begitu licik dan pengecut? Baiklah, minum ini, Siu Pin. Dan tenggaklah setengah cawan!" arak terpaksa dibalik arahnya, diberikan pada si tinggi kurus itu dan Siu Pin atau si tinggi kurus ini tampak ragu. Dia berubah mukanya tapi Lauw-wangwe tiba-tiba menyentil sebutir obat, langsung memasuki mulutnya. Dan karena gerakan itu tak diketahui orang luar kecuali Soat Eng dan si kakek pengemis yang kebetulan duduk di atas pohon maka Soat Eng terkejut dan membelalakkan mata melihat kejadian ini.

"Keparat, kiranya ada apa-apa dengan arak itu! Eh, kau melihat perbuatan Lauw-wangwe itu, lo-kai? Kau melihat si tinggi kurus diberi obat?"

"Ha-ha, aku melihatnya!" si kakek pengemis tertawa bergelak. "Dan justeru itulah kemenangan-kemenangan mereka diperoleh, nona. Barangkali kau sekarang tahu kenapa jagomu selalu keok!"

"Mereka diberi arak obat! Ah, tahu aku. Kiranya arak itu telah melemahkan tenaga dan kekuatan jago-jagoku!"

"Ha-ha, benar. Dan sekarang Kiat Ma bakal pecundang, nona. Kecuali kalau si Copet itu bersikap cerdik. Dan aku percaya kecerdikannya!"

"Apa yang akan dia lakukan?"

"Bantuan suhengnya itu, lihat!"

Dan Soat Eng yang menoleh dan cepat menengok tiba-tiba melihat Lu Sam bersikap sama cepat seperti hartawan she Lauw, menjentikkan sesuatu dan sinar hitam meluncur memasuki mulut temannya. Tak ada yang tahu gerakan ini karena semua mata saat itu sedang melihat perbuatan Lauw-wangwe, memberikan arak pada si tinggi kurus itu. Dan ketika sinar atau benda bulat kecil ini lenyap di mulut si Copet dan saat itu hartawan Lauw membalik dan memberikan sisa araknya pada laki-laki ini maka tanpa ragu atau takut si Copet itu sudah menerima araknya dan menenggak.

Namun apa yang terjadi? Baru sebagian arak itu memasuki mulut si Copet tiba-tiba Kiat Ma tersedak, batuk dan menyemprotlah arak dari mulutnya keluar membasahi baju hartawan she Lauw. Dan ketika semua orang terkejut karena muka hartawan ini segera berubah maka seekor lalat terbang keluar melalui mulut si Copet itu, yang batuk terkekal-kekal.

"Huwaduh... ugh-ugh... celaka, wangwe. Arak ini tercampuri lalat. Mulut bau si kurus itu rupanya begitu busuk. Arak sisanya kemasukan lalat dan aku tak dapat meminumnya... ugh-ugh!"

Semua orang terkejut. Mereka tiba-tiba geli dan ikut terpingkal-pingkal. Lalat yang terbang dan keluar dari mulut si Copet sungguh membuat mereka geli. Namun ketika Lauw-wangwe membentak dan semuanya diam maka hartawan ini merah mukanya memandang Kiat Ma, yang entah disengaja atau tidak telah membasahi bajunya!

"Orang she Ma, kau terkutuk dan kurang ajar. Kalau saja ini bukan di panggung lui-tai barangkali kau sudah menerima hukuman dariku. Baiklah, kalian cepat bertanding dan siapa kalah dia harus segera menyingkir dari sini!"

Hartawan itu berkelebat turun, disambut leletan lidah di mulut si Copet, yang entah main-main atau sungguh-sungguh dengan perbuatannya itu. Dan ketika dia mengangguk dan memutar tubuhnya maka si kurus sudah mengerotokkan buku jarinya mengancam dengan suara dingin,

"Orang she Ma, hati-hati saja kau kali ini. Awas kita mulai dan jaga seranganku!" dan begitu menubruk serta mengeluarkan bentakan keras tiba-tiba laki-laki itu sudah memulai pertandingan, maju berkelebat dan kesepuluh jari tangannya menyambar bagai kuku-kuku elang.

Kiat Ma mengelak dan serangan itu pun luput, mengelak dan serangan itu pun luput, mengenai angin kosong. Tapi ketika lawan membalik dan menyerang lagi tiba-tiba dia sudah menghadapi hujan pukulan dan cengkeraman yang ganas dan berbahaya, susul-menyusul menghadang semua jalan larinya dan tak dapatlah si Copet ini menghindar. Dia harus menangkis. Dan ketika hal itu dilakukan dan dua tangan mereka beradu maka Kiat Ma terpental sementara lawan hanya terhuyung dan tergetar saja.

"Dukk!" Kiat Ma terkejut. Dia merasa tenaga si kurus amatlah kuatnya, penasaran dan maju kembali. Dan ketika dia menyerang dan lawan menangkis maka lagi-lagi si Copet ini terpental.

"Duk-dukk!"

Kiat Ma terkejut. Si kurus tertawa menyeramkan dan berkerutlah kening si Copet melihat kenyataan itu. Dan ketika lawan membalas dan dia harus mengelak sana-sini maka untuk jurus-jurus pertama si Copet ini terdesak.

"Celaka, Lauw-wangwe benar-benar licik. Di samping memberikan obat penawar bius juga dia memberikan obat penambah tenaga. Aih, ini perbuatan curang Kim-siocia. Harus dicegah dan dibantu!"

Soat Eng terkejut. "Dari mana kau tahu?"

"Lihat tenaga si kurus itu, bukankah dia bertambah hebat? Wah-wah, obat yang dimasukkan ke mulut si kurus itu ternyata berfungsi ganda, nona. Selain untuk menawarkan pengaruh arak juga merangsang atau menambah tenaga si kurus. Celaka, kalau begini Kiat Ma bisa kalah!"

Soat Eng terbelalak. "Kau yakin?"

"Aih, kenapa ditanya lagi? Lihat si kurus itu kuat tenaganya, nona. Padahal dia sudah bertanding dua kali! Masa kau tidak ingat?"

Soat Eng sadar. Tiba-tiba dia ingat bahwa si kurus itu sudah bertanding dengan si pendek dan seorang lagi, jadi sudah dua kali naik panggung, ketiga dengan yang ini. Maka terheran tapi mengangguk-angguk gadis ini sadar, berkata, "Kau betul. Mengherankan bahwa si kurus itu mampu bertanding secara maraton, lo-kai. Barangkali benar bahwa obat yang dijentikkan Lauw-wangwe tadi berfungsi menambah tenaganya. Aih, hartawan itu licik dan curang!" "Dan Kiat Ma akan kalah. Wah, aku harus maju membantu!"

"Kau mau ke mana?" Soat Eng terkejut, melihat orang bersiap turun. "Apakah kau mau ke panggung?"

"Benar, aku mau mengobrak-abrik perhatian Lauw-wangwe, nona. Agar si Copet itu menang!"

"Tak usah turun!" Soat Eng mencegah. "Aku sendiri dapat membantunya dari sini!"

"Kau?"

"Ya, kau mau lihat? Nih, buktikan!" dan Soat Eng yang menyentil sebutir kacang tiba-tiba menyerang belakang lutut si kurus, yang saat itu sedang tertawa-tawa dan mendesak lawannya. Dan begitu benda bulat kecil ini mengenai sasarannya tiba-tiba si kurus menjerit dan terpelanting, pincang dan dia terkejut ketika kakinya sebelah kanan hampir tak bertenaga.

Soat Eng telah menotok jitu jalan darah hu-keng-hiatnya di belakang lutut itu, jalan darah yang akan membuat lawan tersentak dan berjengit, kaget karena lima per sepuluh bagian tenaganya hilang. Dan ketika hal itu terjadi dan tentu saja si kurus ini terkesiap karena ketika dia meloncat bangun tahu-tahu kaki kanannya pincang maka lawan membentak keras menerjang dirinya, membalas dan melakukan pukulan-pukulan cepat dan jadilah keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat. Si Copet tiba-tiba berada di atas angin dan Siu Pin atau lawannya terdesak mundur, terpincang-pincang menangkis tapi selalu dia terpelanting. Dan ketika si kurus itu semakin pucat karena kaki kanannya akhirnya kaku tak dapat digerakkan maka sebuah pukulan lurus menghantam dadanya.

"Dess!" Si kurus terlempar. Dia hampir mencelat keluar panggung kalau saja secara kebetulan kakinya tidak tersangkut pinggiran lui-tai, beringsut dan maju lagi namun lawan berbalik terlalu lihai. Kakinya yang pincang benar-benar merupakan gangguan bagi si kurus ini, terdesak dan dua tiga pukulan kembali mengenai tubuhnya. Dan ketika dia terhuyung-huyung dan keadaan tidak menguntungkan itu tak dapat dirubah lagi tiba-tiba kaki lawannya menyapu kakinya itu dan mencelatlah si tinggi kurus ini keluar panggung.

"Ha-ha, cukup, kurus. Kau pergilah dan jangan di sini lagi... dess!" laki-laki itu mengeluh, jauh terlempar di sana dan dia berdebuk dengan keras. Kiat Ma telah menyudahi pertandingan dengan manis, lawan dibuat tergeletak dan tak mampu bangun di sana. Dan ketika sorak tiba-tiba menggegap-gempita di kelompok si pendek, Sin Cek, maka Lu Sam bergulingan tertawa-tawa menyambar uang milik hartawan Lauw, kegirangan.

"Ha-ha, ini punyaku, wangwe. Sekarang punyaku!"

Sang hartawan tertegun. Dia memang tidak mengira kekalahan itu, mendelong dan tertegun. Tapi ketika dia menggeram dan menyuruh pembantunya maju maka dia menantang sekali lagi si Copet itu, menambah jumlah taruhan hingga seratus ribu tail. Hartawan ini rupanya hendak menguras isi kocek si Copet. Ouw Sek kali ini diperintahkannya maju. Sekarang turun tangan si hartawan sudah beradu langsung dengan si Copet. Dan ketika Kiat Ma tertegun dan ganti terkejut maka Ouw Sek sudah melayang naik dan berjungkir balik di atas panggung.

"Hayoh, Lauw-wangwe kini menantang langsung, orang she Ma. Kalahkan aku karena aku menggantikan temanku!"

"Tapi aku sudah bertanding dua kali. Mana kuat?" "Ha-ha, kau takut? Kalau begitu serahkan semua uang itu, dan kau pergi!" namun Kiat Ma dan suhengnya yang tentu saja mempertahankan miliknya tiba-tiba tertawa menyambut.

"Baiklah... baiklah, orang she Ouw. Aku akan bertanding lagi tapi biar temanku ini menyimpan uangnya dulu!"

"Kau mau ke mana?" Ouw Sek tiba-tiba membentak, melihat Lu Sam mengangguk dan sudah mau ngacir, membawa uangnya itu. "Kau di sini tak boleh pergi, orang she Sam. Kecuali Lauw-wangwe atau aku memerintahmu!"

"Tapi aku tak mau bertaruh lagi. Aku ingin menikmati uangku ini!"

"Tak bisa. Kau tetap di sini atau kau akan dibunuh... srat!" Ouw Sek mencabut goloknya, hal yang mengejutkan semua orang karena pibu rupanya sudah bersifat lain, tidak lagi bertangan kosong melainkan bersenjata. Dan ketika benar saja orang she Ouw itu tertawa bengis dan mendapat anggukan dari Lauw-wangwe maka dia berkata pada lawannya,

"Kali ini wangwe ingin melihat kita bertanding dengan senjata. Nah, cabut senjatamu dan kita tentukan darah siapa yang harus mengalir!"

"Wah, aku tak membawa senjata," si Copet pura-pura pucat. "Senjata bakal mengalirkan darah, orang she Ouw. Aku ngeri!"

"Ha-ha, kau takut?"

"Bukan takut, melainkan ngeri..."

"Sama saja. Kalau begitu serahkan uangmu itu dan kau selamat!"

"Ah, mana bisa? Tak adil! Belum bertempur pantang menyerah, orang she Ouw. Baiklah kulayani kau dan kupinjam dulu senjata siapa saja yang ada di sini!" Kiat Ma meringis, membalikkan tubuh dan coba meminjam senjata siapa saja yang ada di situ. Tapi begitu dia membalik dan semua orang tak ada yang memberikan senjatanya, takut pada pandang mata Lauw-wangwe yang tiba-tiba berkilat dan memandang mereka itu maka si Copet ini gagal mendapatkan senjata.

"Nih, kau pakai pedang ini!" Lauw-wangwe tiba-tiba melontarkan sebatang pedang, mendesing dan menancap di kaki si Copet itu. Kiat Ma hampir tertembus kakinya kalau tidak cepat-cepat menarik ke kiri. Dan ketika Copet itu terkejut namun tertawa lebar, hal yang mengherankan serta mengagumkan semua orang maka Copet ini berkata, menjura pada Lauw-wangwe,

"Terima kasih. Satu kehormatan besar bagiku menerima pinjaman ini, wangwe. Mudah-mudahan menang dan doa restumu tetap bersamaku!"

"Tak perlu cerewet!" suara si hartawan mulai meninggi. "Kau layani pembantuku itu, orang she Ma. Dan lekaslah roboh menghadap nenek moyangmu!"

"Hm," Lu Sam tiba-tiba berseru. "Dimana uang taruhanmu, wangwe? Bolehkah diperlihatkan pada kami?"

"Kau minta aku menunjukkannya? Khawatir dan tak percaya?"

"Ah-ah, tidak. Bukan begitu, wangwe. Melainkan semata agar adil saja. Bukankah uang orang she Ma ini di sini? Aku diminta menjadi penjaga sekaligus hakim, tentu saja aku layak bertanya dan harus bersikap adil!"

Hartawan itu mendengus. Dia menyuruh orangnya mengambil uang lagi, kali ini bukan seratus ribu melainkan dua ratus ribu. Dia menantang Lu Sam sekalian agar menggabung uangnya itu. Dan ketika laki-laki ini terkejut dan membelalakkan mata maka Kiat Ma tertawa.

"Aneh sekali. Kenapa hakim atau wangwe harus ikut-ikutan bertaruh, wangwe? Bukankah seharusnya dia bersikap netral dan tidak memihak? Kalau kau menantangnya aku khawatir dia justeru berpihak padaku, membantu. Sebaiknya dia dibebaskan saja dan biar kita berdua bertaruh!"

"Aku tak perlu nasihatmu. Kalian berdua terima tantangan ini atau pergi secara baik-baik dan tinggalkan uang itu!"

"Wah, mana bisa? Kalau begitu baiklah, wangwe. Aku hanya mengikuti dan silahkan Sam-loheng (kakak Sam) menolak atau menerima kalau setuju!"

"Aku setuju, tapi... ah, aku jadi merinding. Uang sebanyak ini sungguh repot harus kubawa-bawa. Eh, aku ingin kencing! Wah, aku boleh pergi sebentar, wangwe? Pertandingan harap ditunda dan tunggu aku dulu!"

Dan tidak menunggu jawaban lawan karena sudah ngebet dan agaknya tak kuat menahan tiba-tiba Lu Sam sudah berlari menuruni panggung, menahan kancing celananya dan sejenak orang pun menjadi geli. Tingkah yang lucu dan kocak dari orang she Sam ini membuat mereka tertawa. Memang menggelikan kalau seorang wasit tiba-tiba ingin buang air kecil, padahal saat itu semua orang tertuju perhatiannya padanya. Dan ketika Lu Sam menghilang di bawah dan Soat Eng melihat betapa laki-laki itu tiba-tiba berkelebat dan memasuki gedung si hartawan maka si pengemis yang ada di sampingnya terkekeh.

"Heh-heh, anak-anak yang nakal. Tapi pandai!"

"Apa yang dia lakukan?"

"Wah, mana aku tahu? Tapi dapat kuduga, nona. Pasti ke peti uang!"

"Untuk apa?"

"Ssst, kau diam saja. Lihat dia sudah kembali!" dan ketika benar saja Lu Sam sudah kembali dan pura-pura mengancing celananya maka dia bergegas naik dan berlari-lari kecil di tangga adu pibu itu.

"Sudah... sudah... wah, hampir bocor di tengah jalan!"

Semua orang tertawa. Soat Eng sendiri geli karena jelas mengetahui laki-laki itu tidak membuang hajat, justeru memasuki dan menggerayang rumah si hartawan. Dan ketika laki-laki itu bersiap di sudut sementara golok di tangan Ouw Sek sudah diputar-putar dan mengancm mengerikan maka jago Lauw-wangwe ini berseru,

"Sekarang kita siap, awas seranganku.... wut!" dan golok yang membacok dengan bengis dan ganas tahu-tahu menyambar muka Kiat Ma, dielak tapi memburu lagi dengan cepat, membalik dan sudah bertubi-tubi melepas serangan lain. Dan ketika apa boleh buat si Copet ini harus menangkis maka pedang pinjamannya bergerak dan menyambut bacokan golok.

"Crakk!" Pedang patah! Kiat Ma terkejut karena pedang pinjamannya ternyata rapuh, jelas bukan pedang yang baik dan bersoraklah pihak atau kelompok Ouw Sek. Lauw-wangwe sendiri tampak tersenyum dan mengangguk geli. Dan ketika Kiat Ma berteriak kaget dan harus mengelak serangan lain maka lawan sudah mengejar dan tertawa terbahak-bahak.

"Ha-ha, awas, orang she Ma. Kau mampus atau menyerah saja baik-baik!"

Kiat Ma mengeluarkan keringat dingin. Tahulah dia bahwa lagi-lagi Lauw-wangwe berbuat licik, tak berhasil dengan araknya kini memberikan pedang rapuh. Tampaknya berbaik hati dengan memberi pinjaman namun justeru sesungguhnya berniat mencelakakan! Si Copet merah mukanya dan Lu Sam pun terkejut, kaget oleh kejadian itu dan melihat sutenya sudah terdesak hebat. Sebentar saja Kiat Ma ini harus mengelak atau mundur-mundur, sekali dua menangkis namun pedang lagi-lagi patah. Kini tinggal separoh dan nyaris gagangnya saja yang dipegang si Copet ini! Dan ketika Kiat Ma bingung terdesak hebat sementara sang suheng terbelalak dengan muka pucat maka sebuah bacokan golok mengenai bahu si Copet ini.

"Brett!" Kiat Ma menggigit bibir. Dia mengaduh sejenak dan lawan pun sudah menyerang lagi, kian ganas dan berbahaya karena keluarnya darah seakan mengundang kebuasan laki-laki ini. Dan ketika Kiat Ma harus mundur-mundur dan lawan minta agar dia menyerah, hal yang selalu disambut gelengan kepala maka di atas pohon kakek pengemis itu memaki-maki si hartawan.

"Busuk dan tak tahu malu. Aih, agaknya aku tak dapat tinggal diam lagi, nona. Lauw-wangwe menunjukkan kecurangannya yang memalukan. Dia sengaja memberi pedang yang tidak berguna!"

"Hm, kau mau turun?"

"Ya, sebelum bocah itu roboh. Atau kau mau menolong lagi?"

Soat Eng tersenyum. "Kau duduklah, tenanglah. Kenapa seperti kambing kebakaran jenggot? Kalau sekarang aku tahu sepak terjang hartawan ini sungguh tak ada lain bagiku kecuali membantu si Copet itu, lo-kai. Kau diamlah di sini saja dan lihat apa yang akan kulakukan!"

"Tapi bocah itu harus cepat ditolong, dia sudah kewalahan!"

"Hm, kenapa memberi tahu aku? Tanpa diberi tahu aku sudah tahu, lo-kai. Kau lihatlah ini dan biar si sombong itu kuberi ganjaran...wut!"

Sebutir kacang kembali menyambar, cepat dan luar biasa dan mata tua kakek itu hampir tak melihat. Demikian cepat dan luar biasanya biji kacang itu disentil, hanya tampak sebuah sinar hitam menuju ke bawah. Dan ketika di bawah terdengar jeritan karena tepat sekali benda kecil itu menotok belakang lutut Ouw Sek, yang tentu saja tak menduga dan mengira maka laki-laki itu tiba-tiba roboh dan terpelanting bergulingan, berkaok-kaok karena kakinya mati separuh. Kaki kiri itu tak dapat digerakkan dan Kiat Ma tertegun.

Sebenarnya dua kali si Copet ini dibuat heran oleh hal-hal seperti itu, robohnya lawan dan menjerit-jeritnya oleh sesuatu yang tak dimengerti. Namun karena itu merupakan kesempatan baik baginya dan tentu saja si Copet tak menyia-nyiakan kesempatan maka dia menubruk dan tertawa bergelak, membalas, menusuk dengan pedangnya yang tinggal separoh.

"Ha-ha, kau kemasukan setan, orang she Ouw. Kualat kau dan kini terima pembalasanku....cret!" pedang buntung itu mengenai pangkal paha, tidak menusuk terlalu dalam tapi cukup membuat orang she Ouw itu mengaduh. Kiat Ma kini tertawa-tawa membalas lawannya, mengejar dan kembali sebuah tusukan mengenai pundak lawannya.

Dan ketika Ouw Sek berteriak-teriak karena satu kakinya benar-benar tak dapat digerakkan lagi, kaku dan mengganggu gerakannya akhirnya dia menjerit ketika pergelangan tangannya ditusuk, golok terlepas dan satu ayunan kaki dari si Copet membuat laki-laki itu terlempar keluar panggung. Dan ketika tubuh orang she Ouw itu berdebuk dan pertandingan selesai, si Copet terbahak-bahak dan gembira bukan main maka Lauw-wangwe tersentak dan bangkit dari kursinya.

"Brukk!" Tubuh orang she Ouw itu menggeliat di tanah. Laki-laki ini tak dapat bergerak lagi karena seluruh tubuhnya lemah. Dia tak dapat berbuat apa-apa selain merintih dan mengeluh. Namun ketika sebuah bayangan berkelebat dan menendang tubuh laki-laki ini maka Ouw Sek menjerit dan roboh telungkup, pingsan mengejutkan semua orang dan Lauw-wangwe telah berdiri di situ.

Hartawan ini marah bukan main karena kekalahannya itu membuat sekian ratus ribu uangnya amblas. Hartawan ini merah padam dan berkerot-kerot, kumisnya naik turun dan terdengarlah geraman pendek yang keluar dari mulutnya. Dan ketika semua tertegun dan pucat mukanya, melihat kemarahan besar hartawan ini maka Lauw-wangwe membentak si Copet.

"Orang she Ma, sekarang aku yang akan maju menghadapimu. Kau lihai benar, dua kali dapat merobohkan jago-jagoku. Hm, sekarang kau hadapilah aku, orang she Ma. Dan kita bertaruh empat ratus ribu tail!"

"Wangwe...!" Kiat Ma terpekik. "Kau mau membunuh aku? Kau tidak menyuruh aku beristirahat dulu?"

"Hm, orang lihai macammu tak perlu beristirahat, orang she Ma. Kecuali kemenanganmu tadi tidaklah murni karena kau dibantu seseorang. Ayo majulah, perlihatkan kepandaianmu dan aku akan merobohkanmu tak lebih dari sepuluh jurus!"

"Wangwe...!" si Copet terpekik lagi, pucat. "Kau tak main-main? Kau memaksa aku?"

"Hm, tak perlu banyak cakap. Kau majulah dan aku bertangan kosong, kau bersenjata!"

Si Copet gentar. Melihat kemarahan dan kemurkaan si hartawan ini tiba-tiba saja dia menggigil. Tapi sebelum dia bicara tiba-tiba suhengnya melompat maju, berkata terbata-bata,

"Wangwe, tanding boleh tanding. Tapi keluarkan dulu uang taruhanmu!"

"Keparat!" hartawan ini mengibas. "Kau tak mempercayai aku, tikus busuk? Lihatlah, pembantuku akan mengeluarkan uang itu dan kau sebaiknya turun dari panggung.... bress!"

Lu Sam menjerit, roboh keluar panggung dan berteriaklah laki-laki itu bergulingan di sana. Dia terlempar dari panggung yang tinggi namun untunglah tidak cidera, hal yang mengherankan hartawan ini. Namun ketika Lauw-wangwe sudah memerintahkan pembantunya untuk mengambil uang itu, menghadapi kembali si Copet maka hartawan ini menggeram.

"Orang she Ma, kulihat sebenarnya kepandaianmu biasa-biasa saja. Tapi aneh bahwa jago-jagoku kalah. Hm, kau mencurigakan, aku ingin tahu apa sebenarnya di belakang ini dan kau bersiaplah!"

"Tunggu... tunggu...!" Lu Sam tiba-tiba melompat bangun, berlari menaiki panggung lui-tai itu. "Tak boleh bertanding kalau tak ada uang taruhannya, wangwe. Jangan bersikap seperti perampok yang mau mengganyang harta milik orang lain!"

Lauw-wangwe mendelik. Hampir saja dia melepas pukulan menghajar dari jauh kalau tidak terdengar teriakan pembantunya yang aneh, yang berlari-lari dan berteriak bahwa uangnya tak ada, hilang berikut petinya. Dan ketika hartawan itu tertegun dan berseru tertahan, kaget dan berubah mukanya maka pembantunya itu menjatuhkan diri berlutut, tergagap-gagap.

"Wangwe, am... ampun. U... uang itu tak ada di tempatnya. Hi... hilang...!"

"Apa?" sang hartawan berkelebat, menyambar leher pembantunya ini. "Hilang? Kau maksudkan uang itu tak ada di tempatnya? Lenyap seperti siluman?"

"Beb... benar, wangwe. Uang itu hilang. Ada... ada siluman di sini...!"