Istana Hantu Jilid 13 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

ISTANA HANTU
JILID 13
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

KIM-MOU-ENG sebal. Dia mendengar pekik dan sorak pujian buat Togura. Rupanya pemuda ini benar-benar dikagumi pasukannya dan kini Shen-yang berpesta-pora. Dan ketika dia terus masuk dan berkelebat sambil merobohkan pengawal atau penjaga yang berlapis-lapis maka tibalah pendekar ini di tengah kota.

"Sebutkan di mana pemimpinmu berada. Aku ingin menemui!" begitu Pendekar Rambut Emas mengancam seorang pengawal yang baru dirobohkan. Dia bingung karena tak tahu di mana Togura tinggal, di situ banyak gedung-gedung besar dan susah agaknya mencari pemuda itu kalau harus memasuki semua gedung, juga terlalu lama. Maka begitu dia merobohkan pengawal ini dan pengawal itu terkejut melihat ancamannya maka pengawal itu menuding ke sebuah gedung bercat hijau, gemetar,

"Itu... itu...!" dan ketika Kim-mou-eng menamparnya pingsan dan sudah berkelebat ke gedung yang ditunjuk maka bagai bayangan siluman pendekar ini sudah hinggap di belandar samping, di atas jendela besar, mengintai. Dan ketika dia melihat betapa banyaknya orang di situ namun Togura tak ada maka pendekar ini bingung, juga mendongkol.

"Mana bocah itu? Apakah pengawal itu bohong?"

Namun, ketika dia mengarahkan mata ke segala penjuru dan mencari-cari mendadak berkelebat bayangan Cam-kong dan kakek tinggi kurus itu tahu-tahu sudah berada di tengah ruangan.

"Hei, cukup bersenang-senang. Sekarang kalian kembali. Muridku mendengar laporan bahwa beberapa penjaga di tembok kota hilang!"

"Siap!" semua orang tiba-tiba berdiri, bangkit dengan kaget. "Kami akan menjalankan perintah, goanswe (jenderal). Dan tolong tanya apakah ada musuh?"

"Kami belum tahu, tapi cepat kalian pergi dan hitung semua anak buah kalian!"

"Baik!"

Dan Kim-mou-eng yang tertegun tapi hampir tertawa tiba-tiba memandang Cam-kong dengan geli, mendengar iblis itu disebut jenderal dan hampir dia terbahak. Cam-kong, si Pembunuh Petir yang jahat dan kejam ternyata menduduki posisi jenderal di pasukan besar ini, bukan main, benar-benar peristiwa gila. Tapi ketika semua yang ada berlompatan keluar dan Kim-mou-eng terkejut karena kedatangannya sudah tercium mendadak mendengar kesiur angin di belakang tubuhnya dan bentakan seseorang,

"Hei, siapa mengintai...!"

Pendekar Rambut Emas tersentak. Kembali terbukti olehnya bahwa tak mudah memasuki kota ini, yang terjaga demikian ketat dan suara nenek Naga didengarnya. Dia mengenal bentakan atau seruan itu, merasa sebuah angin pukulan dahsyat menyambar dan nenek itu rupanya langsung menyerangnya. Pendekar Rambut Emas membalik dan tentu saja menangkis. Dan ketika nenek itu terpental dan Khi-bal-sin-kang membuat si nenek terpekik maka nenek ini berjungkir balik menyelamatkan dirinya.

"Dukk!" Si nenek melengking terkejut. Pendekar Rambut Emas sudah melayang turun dan meninggalkan tempat pengintaiannya, tahu percuma bersembunyi-sembunyi lagi dan lawan sudah melihatnya. Nenek ini memang amat tinggi kepandaiannya dan satu dari Enam Iblis Dunia, tokoh yang memang tak diragukan kepandaiannya. Dan karena dia tak takut dan memang datang untuk mencari Togura maka Kim-mou-eng sudah berhadapan dengan nenek itu, yang terkejut bukan main.

"Kim-mou-eng...!"

"Ya, aku," Pendekar Rambut Emas berdiri tegak, berkata mengejek. "Aku datang untuk mencari muridmu, nenek Naga. Suruh dia keluar dan hadapi aku!"

"Aihh!" dan beberapa bayangan yang bergerak dan berkelebatan cepat tahu-tahu sudah memunculkan Cam-kong dan lain-lain, lengkap mereka berlima dan Hek-bong Siauw-jin tertegun melihat Pendekar Rambut Emas, nyata kelihatan gentar dan terdengarlah tiupan terompet dari mana-mana. Kim-mou-eng tahu-tahu sudah dikurung dan dipagar betis oleh ribuan orang, yang paling depan dan amat dekat dengan pendekar itu tentu saja lima Iblis Dunia ini, nenek Naga yang tersentak dan pucat namun tiba-tiba terkekeh. Suaranya nyaring meninggi dan semua orang tiba-tiba mundur, menutupi telinganya. Dan ketika nenek itu berhenti ketawa dan Pendekar Rambut Emas dikurung di tengah-tengah maka nenek ini berseru, lantang dan amat marah,

"Heh, kau memasuki sarang naga mencari penyakit, Pendekar Rambut Emas. Kau sudah dikepung dan tak mungkin dapat keluar dengan selamat!"

"Hm, tak perlu menggertak." Kim-mou-eng tenang dan tersenyum mengejek. "Ditambah selaksa pasukan lagi aku dapat menghadapi kalian, nenek siluman. Aku datang mencari Togura, bukan kalian!"

"Keparat, dia adalah Raja Muda di sini, Kim-mou-eng. Jangan sebut namanya begitu saja!"

"Ha-ha, memangnya kenapa? Aku masih terhitung pamannya,, Naga Bumi. Dan aku berhak serta bebas memanggilnya apa saja!"

"Kau jahanam!" dan nenek ini yang memekik serta menyerang maju tiba-tiba meminta empat temannya yang lain membantu, tentu saja disambut anggukan dan Siauw-jin serta lain-lain mencabut senjata. Mereka tahu kehebatan Pendekar Rambut Emas ini dan pasukan besar itu gempar. Mereka terbelalak melihat bayangan kuning emas berkelebat, lenyap dan menangkis pukulan Nenek Naga. Dan ketika nenek itu terpekik dan terpelanting bergulingan maka bayangan kuning emas itu sudah menyambut dan menerima serangan Siauw-jin dan lain-lain.

"Cring-plak-duk-dess!"

Siauw-jin dan lain-lain berteriak. Mereka terlempar seperti halnya Nenek Naga, menjerit dan terguling-guling namun sudah meloncat bangun lagi, menerjang, sama-sama berteriak pada yang lain agar membunuh Pendekar Rambut Emas itu, hal yang diganda ketawa oleh pendekar ini. Dan ketika semua membalik dan sudah maju dengan senjata atau pukulan di tangan maka Kim-mou-eng akhirnya dikeroyok dan dihantam atau dihujani senjata oleh lima Iblis Dunia ini, mengelak dan menangkis dan akhirnya lima Iblis Dunia itu melengking, mempercepat gerakan dan hilanglah mereka dalam bayang-bayang cepat yang luar biasa hebatnya, tak dapat diikuti mata lagi.

Dan pukulan atau pekik menggetarkan membuat semua orang mundur, yang di depan terpelanting dan terjengkang oleh angin pukulan dahsyat yang menyambar-nyambar. Dan ketika semua mengeroyok dan bertubi-tubi menghujani Pendekar Rambut Emas dengan serangan-serangan cepat yang luar biasa ganasnya maka Kim-mou-eng mengeluarkan bentakan perlahan dan lenyaplah tubuh Pendekar Rambut Emas itu, menyambut atau menangkis pukulan-pukulan lawan dan juga senjata yang bertubi-tubi menyambar dengan deras. Lima Iblis Dunia berusaha membunuhnya namun tentu saja gagal, mereka menghadapi seorang tokoh yang bukan main lihainya.

Pendekar Rambut Emas mengeluarkan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kangnya, menolak dan mementalkan senjata atau pukulan lawan yang membuat lawan menjerit, terpental dan maju lagi namun tetap sama saja. Khi-bal-sin-kang akan menolak semakin keras pukulan-pukulan atau senjata mereka. Dan ketika bayangan kuning emas bergerak lebih cepat dari bayangan lima iblis itu dan mereka mulai mendapat balasan atau tamparan yang membawa kesiur angin lebih dahsyat maka mula-mula nenek Naga menjerit ketika tubuhnya terhempas.

"Bress!" Nenek itu terbanting. Dia mengeluh dan kelengar sejenak, tak mampu bangun karena seluruh sendi-sendi tulangnya serasa remuk. Lalu ketika sendok atau garpu di tangan Dewi Naga atau Toa-ci dan Ji-moi mencelat bertemu pukulan pendekar itu akhirnya Siauw-jin dan Cam-kong juga berteriak karena disentuh jari-jari yang hebatnya melebihi besi panas.

"Aduh... bres-bress!" mereka pun bergulingan, roboh menjerit dan ribuan orang gempar. Mereka melihat robohnya lima tokoh ini, orang-orang yang menjadi guru Raja Muda, pemimpin mereka. Namun ketika mereka terbelalak dan lima iblis itu mengeluh dan pucat memandang Pendekar Rambut Emas tiba-tiba terdengar bentakan dan berkelebatnya bayangan tinggi besar.

"Kim-mou-eng, berhenti...!" dan begitu bayangan ini berjungkir balik dan turun di tengah-tengah pertandingan tiba-tiba saja Togura, murid Enam Iblis Dunia yang kini menjadi Raja Muda sudah berhadapan dengan Pendekar Rambut Emas ini, gagah dan angkuh. Dan begitu pemuda ini muncul dengan pakaiannya yang indah dan rapi, tidak seperti dulu, maka Pendekar Rambut Emas tertegun, mendengar sorak dan pekik pasukan yang tiba-tiba menggegap-gempita.

"Hidup Raja Muda! Hidup pemimpin kita...!"

Pendekar Rambut Emas tertawa, akhirnya geli juga. "Hm," katanya mengejek. "Bagus kau datang, Togur. Aku memang mencarimu dan hebat tapi kejam sekali sepak terjangmu. Guru-gurumu telah kurobohkan, apakah kau hendak menyuruh ribuan pasukanmu ini mengeroyok aku? Togur, mengingat mendiang ayahmu sukalah aku mengampunimu. Aku datang untuk menegurmu agar menarik pasukanmu dari wilayah ini dan keluar dari Tembok Besar. Atau aku akan menangkapmu dan kau kurangket!"

"Kim-mou-eng," Togur memandang pamannya dengan mata berapi-api, tidak menghormat sama sekali. ―Apa yang kulakukan adalah urusanku sendiri. Kau bukan pamanku, meskipun kau adalah sute dari mendiang ayahku. Kalau kau datang untuk menegur atau menangkap aku maka kau salah. Justeru akulah yang hendak menangkap dan memberi hukuman kepadamu. Kau telah menyebabkan kematian ayah, jadi kau berhutang jiwa kepadaku. Dan karena kau sudah di sini dan rupanya siap menerima hukuman maka kau menyerahlah!"

"Hm, kau sombong," Kim-mou-eng mengerutkan kening, bersinar-sinar. "Darah ayahmu benar-benar mengalir di dalam tubuhmu, Togur. Tapi tak sepantasnya kau bicara seperti itu. Aku memang bukan paman kandungmu, tapi aku termasuk paman gurumu. Dan karena pengaruh jelek kelima gurumu rupanya sudah merasuk dan meracuni dirimu agaknya tak perlu lagi aku banyak bicara!"

"Heh!" Siauw-jin meloncat bangun, berteriak. "Kenapa membuang-buang waktu, Togur? Hayo serang dan bunuh Kim-mou-eng itu, kami siap membantumu!"

"Benar," pasukannya tiba-tiba berteriak. "Tangkap dan bunuh Pendekar Rambut Emas ini, Raja Muda. Dan kami akan membantumu di belakang!"

"Diamlah, tenang...!" pemuda itu menoleh ke belakang, tersenyum ewah. "Aku dapat menghadapinya sendirian, rakyatku. Lihat dan saksikan betapa Kim-mou-eng ini akan kubekuk. Dia pembunuh ayahku!" dan menyuruh mundur Siauw-jin dan keempat gurunya yang lain, hal yang mengherankan Pendekar Rambut Emas ini maka pemuda itu sudah membalik dan menggapaikan lengannya. "Kim-mou-eng, majulah!"

Pendekar Rambut Emas tertegun. Adalah aneh dan amat luar biasa baginya kalau pemuda ini menantang sendirian, tidak dibantu guru-gurunya, karena Siauw-jin dan Toa-ci serta lain-lainnya mundur. Hal yang membuat pendekar ini terkejut dan tentu saja waspada, merasa adanya sesuatu yang tidak beres. Maklumlah, Pendekar Rambut Emas tak mengetahui adanya Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng yang dimiliki pemuda ini, hasil curian dari Cermin Naga.

Tak tahu bahwa inilah pencurinya! Maka ketika Togur menantang dan pemuda itu tegak penuh kepercayaan diri tiba-tiba Kim-mou-eng terkejut dan membelalakkan matanya, mendengar sorak-sorai pasukan dan tempat itu tiba-tiba menjadi riuh. Telinga seakan pekak mendengar teriakan ribuan orang ini. Tapi ketika dia tak melihat adanya kecurangan lain dan tak ada persiapan untuk menjebak misalnya maka Pendekar Rambut Emas memandang lawannya dengan terheran-heran.

"Togur, kau benar-benar akan menghadapi aku sendirian? Kau maju tidak dibantu kelima gurumu?"

"Ha-ha, tak perlu. Memang aku akan maju sendirian, Kim-mou-eng. Dan kau lihatlah berapa jurus aku merobohkanmu!"

"Keparat!" dan Kim-mou-eng yang tentu saja marah namun tidak lepas memasang kewaspadaan tiba-tiba mendongkol dan gemas kepada putera mendiang suhengnya ini, menganggang Togura congkak dan minta segera dibekuk. Siauw-jin dan pasukan sudah berteriak dan memaki-maki, suaranya kasar dan memerahkan telinga. Dan ketika pemuda itu juga menantang dan menggapaikan lengannya sekali lagi maka Kim-mou-eng bergerak dan tiba-tiba menggeram, berkelebat menyambar tengkuk lawannya itu.

"Togur, kau bocah kurang ajar. Biarlah kubekuk dirimu dan lihat betapa pasukanmu akan berhenti berteriak!" namun, ketika pemuda itu melejit dan hilang dengan amat cepatnya, hal yang mengejutkan pendekar itu, maka Pendekar Rambut Emas mendengar lawan tertawa bergelak di belakang.

"Ha-ha, aku di sini, Kim-mou-eng. Kau menangkap angin kosong!"

"Jing-sian-eng...!" Kim-mou-eng terkejut, sekali melihat segera mengenal gerakan pemuda itu dan tentu saja tertegun. Dia tadi mempergunakan kepandaiannya yang biasa dan masih tidak bersungguh-sungguh. Maklumlah, pendekar ini masih menganggap bahwa lawannya itu masih jauh di bawahnya. Jangankan Togura, sedang kelima gurunya saja dapat dihadapi dengan mudah.

Tapi begitu cengkeramannya luput dan Togur mempergunakan Jing-sian-eng, ilmu yang juga dipunyainya maka pendekar ini tersentak dan berubah mukanya, membalik dan tiba-tiba dia mempergunakan Jing-sian-eng pula, menyambar dan hendak menangkap pemuda ini. Untuk kedua kali berusaha mencoba dan memastikan diri. Tapi begitu lawan menghilang dan lenyap lagi tiba-tiba pendekar ini menjadi marah dan sadar akan apa yang terjadi.

"Togur, kau... kau mempergunakan Jing-sian-eng!"

"Ha-ha, benar. Dan lihat ini!" dan ketika sambaran Pendekar Rambut Emas luput dan mengenai angin kosong lagi maka satu bentakan pendekar itu ditangkis pemuda ini dan tidak mengelak lagi.

"Dukk!" Pendekar Rambut Emas tergetar. Lawan terbahak tapi tidak apa-apa, diserang dan menangkis lagi. Dan ketika dua kali Pendekar Rambut Emas tergetar dan lawan tak apa-apa maka yakinlah pendekar ini akan apa yang telah dipergunakan lawan.

"Khi-bal-sin-kang...!" dan begitu sadar serta memekik tinggi tiba-tiba Kim-mou-eng maklum apa kiranya yang telah terjadi. Bahwa hal ini ada hubungan dengan Cermin Naga dan dibentaklah pemuda itu untuk mengaku. Pendekar Rambut Emas segera terbelalak dan mengerti. Dan ketika pemuda itu tertawa-tawa dan tidak menyangkal maka Pendekar Rambut Emas gusar dan marah sekali. "Keparat, kalau begitu kau yang ke Ce-bu, Togur. Kau yang mencuri Cermin Naga!"

"Ha-ha, tak ku pungkiri. Memang aku orang yang kau cari-cari, Pendekar Rambut Emas. Dan sekarang kau lihatlah apakah kau dapat mengalahkan aku... duk-dukk!"

Dan Kim-mou-eng yang terhuyung tapi lawan juga terpelanting akhirnya berseru keras memaki pemuda itu, menyerang dan melakukan tamparan-tamparan cepat namun Togur mempergunakan Khi-bal-sin-kang. Ilmu ini adalah ilmu penolak semua serangan dan betapapun kuatnya dipukul tentu lawan yang memukul akan terpental. Dan ketika hal itu sudah terjadi dan berulang-ulang Pendekar Rambut Emas menyerang selalu diri sendiri yang tertolak balik maka tidak ragu-ragu dan yakinlah pendekar ini bahwa Cermin Naga benar-benar dicuri Togur, kini dipelajari isinya dan pemuda itu sudah mempergunakan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng, dua ilmu hebat yang See-ong sendiri tak bakal mampu mengalahkannya.

Dan ketika dia berkelebatan namun lawan mengimbanginya maka tampaklah oleh Kim-mou-eng betapa berbahayanya pemuda ini, pemuda yang dulu masih kecil dan belum bisa apa-apa. Kini sudah berubah menjadi pemuda yang luar biasa dan hebat, kejam dan berhasil menghimpun pasukan besar untuk menyerang kota raja, bukan main berbahayanya. Dan ketika melihat bahwa lawan hanya memiliki Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng saja, tidak memiliki Lu-ciang-hoat ataupun Cui-sian Gin-kang (Ginkang Pengejar Dewa) maka berseru dan membentaklah pendekar itu mengeluarkan ilmu yang tidak dipunyai pemuda ini, ganti-berganti membingungkan Togur dan memang pemuda itu terkejut.

Kekurangannya adalah di sini, tak memiliki Cui-sian Gin-kang ataupun Lu-ciang-hoat, dua ilmu sakti lain yang dulu berhasil dipergunakan Kim-mou-eng untuk mengalahkan Hu-taihiap, sebelum jago pedang itu menjadi mertuanya. Maka begitu pendekar ini lenyap mengeluarkan ilmunya itu dan sering dengan cara merubah-rubah gerakan pendekar ini menggabungkan dua ilmunya dengan Jing-sian-eng ataupun Khi-bal-sin-kang maka Togura terdesak!

"Keparat, hebat kau, Kim-mou-eng. Tapi kau tak dapat merobohkan aku!"

"Hm, tak perlu bermulut besar. Kau hanya memiliki Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang, Togur. Kau tak memiliki gabungan Lu-ciang-hoat ataupun Cui-sian Gin-kang. Kau pasti roboh, meskipun lama!"

Togura memaki-maki. Mengandalkan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kangnya saja ternyata dia kewalahan, Lu-ciang-hoat adalah teman bagi Khi-bal-sin-kang, jadi Kim-mou-eng tentu saja lebih kuat karena memiliki dua ilmu sakti, belum lagi ditambah dengan Cui-sian Gin-kangnya yang setingkat dengan Jing-sian-eng, jadi dia memang kalah dan lama-lama roboh. Dan ketika benar saja perlahan tetapi pasti pemuda ini terdesak sementara bayangan Kim-mou-eng bergerak lebih cepat lagi maka gabungan Cui-sian Gin-kang dan Jing-sian-eng memang lebih tangguh dibanding hanya memiliki satu di antara dua ilmu meringankan tubuh itu.

"Plak-dess!" Togura mulai mengeluh. Pukulan-pukulan Kim-mou-eng mulai membuat tubuhnya terhuyung-huyung, memang tidak roboh karena Khi-bal-sin-kang melindungi pemuda itu. Namun karena pukulan-pukulan ini terasa menyengat dan betapapun Kim-mou-eng adalah pendekar sakti yang jauh lebih matang dan tahu kelemahan-kelemahan Jing-sian-eng maka dua pukulan lagi mengenai tubuh pemuda ini.

"Des-dess!" Togura mengumpat caci. Geraknya mulai perlahan dan tampak oleh semua orang betapa bayangan pemuda itu mulai mengendor. Kim-mou-eng yang berkelebatan dengan bayangan kuning emasnya tampak ringan dan masih amat cepatnya, pendekar itu dapat mempergunakan dua ilmunya sekaligus atau mengganti yang satu dengan yang lain kalau diimbangi Togur, akibatnya pemuda itu terdesak dan memaki-maki, terhuyung. Dan karena Lu-ciang-hoat maupun Cui-sian Gin-kang memang tidak dikenal pemuda ini karena Cermin Naga hanya berisi Jing-sian-eng ataupun Khi-bal-sin-kang akhirnya pemuda ini merasa pedas-pedas tubuhnya dan sakit semua, matang biru!

"Suhu, tolong. Jangan biarkan aku tertangkap!"

Togura mulai panik, memang mungkin saja tertangkap karena Pendekar Rambut Emas sering menyambar dirinya dengan kecepatan luar biasa. Kelebihan Cui-sian Ginkangnya itulah yang membuat pendekar ini mampu bergerak lebih cepat dibanding lawan, yang hanya memiliki Jing-sian-eng saja. Dan ketika benar saja jari Pendekar Rambut Emas menyambar tengkuk pemuda itu dan Togura harus melempar tubuh bergulingan untuk menyelamatkan diri maka baju leher pemuda itu robek.

"Bret-aihh!"

Siauw-jin dan lain-lain pucat. Mereka sebenarnya melihat sebuah pertandingan yang seru, melihat bahwa tak mungkin Pendekar Rambut Emas dapat membunuh lawannya, karena Khi-bal-sin-kang sudah bekerja penuh di tubuh murid mereka. Namun karena gerakan murid mereka tampak lebih lamban setelah Kim-mou-eng mengeluarkan Cui-sian Gin-kangnya, menggabung ilmu warisan Bu-beng Sian-su itu dengan Jing-sian-eng yang juga sudah luar biasa maka kecepatan dan kehebatan Pendekar Rambut Emas ini memang menjadi lebih luar biasa lagi, menyambar-nyambar bagai burung srikatan dan murid mereka terdesak. Pukulan-pukulan dapat ditahan tapi sambaran atau cengkeraman jari tangan Pendekar Rambut Emas lama-lama tak berhasil dikelit. Gerak murid mereka menjadi kelihatan lamban setelah Pendekar Rambut Emas itu mengeluarkan Cui-sian Gin-kangnya, bukan main.

Dan ketika murid mereka melempar tubuh bergulingan dan berteriak kaget dengan baju leher terkuak lebar maka pasukan besar yang menonton jalannya pertandingan mulai melongo, sedikit tetapi pasti melihat keunggulan Pendekar Rambut Emas itu. Ah, Pendekar Rambut Emas memang hebat. Dan ketika pemimpin mereka menjerit dan minta tolong pada kelima gurunya, hal yang tak disangka, maka Siauw-jin dan lain-lain akhirnya maju menubruk ketika Pendekar Rambut Emas berkelebat menyambar murid mereka, mau menangkap.

"Hei, lepaskan dia, Kim-mou-eng. Atau kau mampus... des-dess!"

Kim-mou-eng terkejut. Saat itu dia tinggal meraih pinggang lawan dan akan menotok, tak tahunya Siauw-jin bergerak di belakang dengan bokongan curang. Cam-kong dan lain-lain juga sudah melengking dan berkelebatan mengelilingi dirinya, pukulan dan senjata menyambar silih berganti. Dan karena serangan atau pukulan lima Iblis Dunia itu cukup membahayakan dan Pendekar Rambut Emas membalik maka dia menangkis dan menunda totokannya itu, Siauw-jin mencelat tapi yang lain-lain sudah maju kembali.

Togura membentak marah dan meloncat bangun lagi, terbelalak melihat betapa dirinya hampir tertangkap. Dan ketika guru-gurunya sudah menyerang lagi dan membantu dirinya maka pemuda ini menggeram dan menyerang Pendekar Rambut Emas, berkelebatan bersama gurunya dan dikeroyoklah Pendekar Rambut Emas itu oleh enam orang lawan yang bukan main hebatnya. Masing-masing berteriak dan memaki. Dan ketika Pendekar Rambut Emas harus mengerahkan semua kepandaiannya dan pukulan atau senjata ditolak terpental maka ternyata hanya Togura ini yang dapat bertahan.

"Keparat, bunuh dia, suhu. Robohkan Pendekar Rambut Emas ini!"

Siauw-jin dan lain-lain pucat. Mereka terbanting bergulingan kalau Pendekar Rambut Emas menangkis, selalu tak tahan dan Khi-bal-sin-kang membuat mereka terlempar. Maka ketika muridnya berseru danTogur hanya tergetar atau terhuyung menerima serangan Kim-mou-eng maka lima Iblis Dunia ini membentak dan menjadi penasaran, menyerang lagi namun Kim-mou-eng bercahaya matanya. Sekarang Pendekar Rambut Emas itu menujukan serangannya kepada Togura, tak menghiraukan Siauw-jin dan kawan-kawannya karena serangan mereka selalu tertolak bertemu Khi-bal-sin-kang.

Getaran uap putih yang melindungi Pendekar Rambut Emas ternyata menolak balik pukulan atau senjata Siauw-jin, kakek cebol itu terbelalak dan Togura pucat. Pendekar Rambut Emas memperhatikan dirinya lebih dari yang lain-lain, kecutlah pemuda ini. Dan ketika sabit di tangan Siauw-jin mental bertemu pundak pendekar itu dan satu geraman marah terdengar dari mulut pendekar ini tiba-tiba Kim-mou-eng melakukan gerakan luar biasa cepat di mana tahu-tahu kelima jarinya sudah menyambar dan mencengkeram tengkuk Togura.

"Kaulah yang roboh. Kau akan kutangkap, togur. Roboh dan menyerahlah... bret-haiyaa!"

Togur melempar tubuh bergulingan, nyaris tertangkap dan untuk kedua kali pemuda ini berteriak pada kelima gurunya. Pemuda itu memaki-maki, kalang-kabut. Dan ketika dia meloncat bangun di sana dan gentar memandang Pendekar Rambut Emas maka pemuda ini menoleh pada pasukan dan menyuruh mereka menyerang.

"Goblok, jangan diam saja! Hayo pasukan panah bergerak!"

Pasukan terkejut. Mereka sadar dan menciut nyalinya, bentakan itu disertai pula ancaman kepada mereka. Seolah Togursiap menelan kepala mereka bulat-bulat. Maka begitu pemuda itu membentak dan pasukan panah bergerak maka Kim-mou-eng segera disambar puluhan panah dari segala penjuru, mencegat gerakannya yang selalu ingin mendekati Togur.

"Sing-singg...!"

Pendekar Rambut Emas mengerutkan kening. Hujan senjata yang tiba-tiba menyambar dari segala penjuru tak membuatnya terkejut, dia mengibas dan sebagian besar panah tersampok, runtuh terkena angin kebutannya. Tapi ketika Togura mulai menyelinap dan bersembunyi di balik ribuan pasukannya maka pendekar ini membentak,

"Hei, jangan lari, Togur. Kau sengaja kucari untuk kutangkap. Kemarilah, jangan bersembunyi!"

"Ha-ha, kau bodoh. Aku adalah pemimpin di sini, Kim-mou-eng. Kalau kau ingin menangkap aku tentu saja kau harus berhadapan dengan pasukanku!"

"Licik! Kau, ah...!" dan Kim-mou-eng yang harus menghadapi hujan senjata lagi tiba-tiba mendapat serangan Siauw-jin dan kawan-kawan, berkelebat menangkis mereka dan tiba-tiba lima orang itu menjerit. Mereka terlempar dan terpental semua. Lalu ketika lima iblis itu bergulingan dan Kim-mou-eng mengerahkan Cui-sian Gin-kangnya mendadak pendekar ini lenyap membingungkan pasukan panah, yang tiba-tiba kehilangan sasaran.

"Hei, dia di sini!"

Itu teriakan Togur. Pemuda ini memang sengaja mulai meninggalkan pertempuran karena dia gentar menghadapi Kim-mou-eng, karena berkali-kali pendekar itu memandangnya dan berusaha mendekati, menggeram dan suaranya seolah di belakang kuduk. Ke manapun Togur lari ke situ pula Pendekar Rambut Emas membayangi, pucat pemuda ini. Maka ketika lima gurunya terpental semua dan pasukan panah kehilangan Kim-mou-eng tiba-tiba pemuda itu menunjuk ke bayangan kuning emas yang berkelebat luar biasa cepatnya, mengejutkan pasukan panah yang tiba-tiba melihat itu. Maka begitu mereka menjepret panah namun di sana Kim-mou-eng sudah melepas pukulan untuk merobohkan pemuda ini maka Togur membalik dan terpaksa menangkis pukulan lawan.

"Dukk!" Togur mengeluh. Dia terlempar dan terbanting bergulingan karena Kim-mou-eng menggabung pukulannya dengan Lu-ciang-hoat. Khi-bal-sin-kang diredam dan Togur mencelat. Dan ketika pemuda itu terguling-guling namun untung pasukannya melindungi dengan panah yang berhamburan maka Kim-mou-eng terhalang gerakannya ketika harus menangkis atau meruntuhkan panah-panah itu.

"Plak-plak-plak!"

Gerakan ini menunda. Kim-mou-eng mengutuk ketika di sana lawannya sudah melompat bangun, memaki dan membentak pasukan agar melindungi dirinya dengan baik. Panah kembali berhamburan dan kini majulah pasukan besar itu menghadang perjalanannya, pendekar ini marah. Dan ketika tak lama kemudian pemuda itu sudah lenyap di balik pasukannya yang besar sementara hujan serangan juga kian menghebat saja tiba-tiba Kim-mou-eng sudah harus menghadapi ribuan orang ini, bukan Togur atau kelima gurunya yang entah menghilang ke mana. Lenyap melarikan diri! Dan karena pendekar itu menjadi naik darah karena dengan licik dan curang Togur bersama gurunya menyuruh pasukannya yang maju akhirnya pendekar ini menyapu roboh dan berkelebatan menangkis semua hujan senjata.

"Hei, berhenti kalian. Berhenti... plak-plak-plakk!" Kim-mou-eng geram, menangkis dan memukul runtuh semua panah dan tombak dan orang-orangpun yang dekat dengannya disambar angin pukulannya, menjerit dan terlempar ke kiri kanan namun yang di belakang terus maju mendapat aba-aba. Pendekar Rambut Emas itu tiba-tiba dikurung di tengah namun semua berpelantingan setiap dia menggerakkan kedua tangannya ke kiri kanan. Dan ketika Pendekar Rambut Emas meroboh-robohkan musuhnya sementara Togura dan guru-gurunya lenyap entah ke mana maka terdengarlah suara aneh dan tawa bergelak di balik bentakan dan geraman pendekar itu.

"Ha-ha, bagus. Kau roboh-robohkanlah mereka itu, Kim-mou-eng. Kau binasakanlah mereka semua. Habis di sini aku akan mencari yang lain, gagal di sini aku pasti tak akan gagal di tempat yang lain!"

Kim-mou-eng terkejut. Tiba-tiba dia sadar bahwa membunuh pasukan ini bukanlah tujuannya. Mereka hanya orang-orang yang diperalat Togura dan justeru pemuda itulah yang harus ditangkap. Kalau pemuda itu bersembunyi dan kini menyerahkan pasukannya untuk dibantai sungguh tidaklah tepat tindakannya. Dia datang bukan untuk membuat banjir darah. Pasukan yang mengepungnya ini bukanlah musuhnya, lagipula mereka memang bukan tandingannya. Maka begitu melengking dan mendorong seratus orang yang ada di depannya tiba-tiba Pendekar Rambut Emas berjungkir balik dan sudah bergerak luar biasa cepat di atas kepala ribuan orang.

"Baiklah, aku gagal menangkapmu, Togura. Kau anak setan yang keji dan kejam. Kalau kau bersembunyi dan sengaja memberikan pasukanmu untuk kubunuh maka kau keliru. Aku akan datang lagi kelak!" dan lenyap membuat pasukan bengong tiba-tiba pendekar ini telah meninggalkan Shen-yang dan kecewa tak dapat menangkap sasarannya, apa boleh buat harus pergi dan tak mau membunuh-bunuhi orang-orang tak berdosa. Dia bukanlah Siauw-jin atau teman-temannya yang berwatak kejam. Dia akan kembali dan memberi tahu isterinya.

Dan ketika pendekar itu menghilang sementara pasukan tertegun dan bengong maka malam itu Shen-yang cukup terguncang, melihat kesaktian Pendekar Rambut Emas dan Togur menunda serangannya ke kota raja, beberapa penasihatnya memberi tahu bahwa mungkin saja Pendekar Rambut Emas mendahului ke kota raja, menghadap kaisar dan mungkin akan datang kembali dengan pasukan yang besar. Maklumlah, Kim-mou-eng memang sahabat istana. Dan ketika semuanya itu menyadarkan pemuda ini dan Togur jerih melihat kesaktian lawan yang memang luar biasa maka pemuda ini diam-diam menyesal tak dapat menangkap Soat Eng.

"Keparat, kalau saja dulu Siang Le tidak menghalangi rencanaku tentu gadis siluman itu berhasil kutangkap. Heh, kita harus berhati-hati kalau Pendekar Rambut Emas datang lagi, suhu. Aku benar-benar harus mendapatkan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang!"

"Hm, bagaimana caramu?"

"Aku belum tahu, tapi sambil berjalan aku akan memikirkannya!" dan ketika hari itu Shen-yang dibuat gempar dan Togur beserta gurunya menjadi waspada akan datangnya Kim-mou-eng maka di sana Pendekar Rambut Emas itu sendiri terbang dan lenyap di luar pintu gerbang.

* * * * * * * *

"Aduh, tolong... lepaskan aku, tolong....!"

Thai Liong dan Ituchi terkejut. Waktu itu mereka berlari cepat untuk menuju ke tempat Cucigawa, sesuai yang direncanakan. Tapi ketika teriakan itu terdengar melengking dan rupanya seorang wanita atau gadis terancam bahaya tiba-tiba Thai Liong melesat ke kiri menuju asal suara, meninggalkan temannya.

"Hei, tunggu, Thai Liong. Jangan sendiri!‖ Ituchi terkejut, mengejar temannya ini dan membelokkan arah namun Thai Liong tak tersusul. Dengan gerakan Jing-sian-eng yang luar biasa pemuda ini sudah bergerak, mendahului temannya. Dan ketika di sana Ituchi berteriak dan menyusul maka Thai Liong memasuki hutan di mana teriakan minta tolong ini terdengar, mendengar tawa bergelak di sana dan kiranya seorang gadis tertangkap segerombolan laki-laki. Gadis itu koyak-koyak pakaiannya dan para lelaki itu mempermainkannya. Thai Liong merah dan marah. Maka begitu dia berkelebat dan tangan-tangan yang kurang ajar mengusap serta meremas tubuh wanita itu tiba-tiba Thai Liong menggerakkan kaki tangannya dan terlemparlah belasan lelaki kasar itu.

"Lepaskan dia... bluk-plak-dess!" Thai Liong membuat terkejut orang-orang ini, yang seketika berteriak kaget dan terlempar ke kiri kanan. Mereka kaget melihat bayangan pemuda itu yang menyambar datang, berkelebat dan tahu-tahu tamparan atau tendangan telah membuat mereka semua mencelat, tak ada yang tidak menjerit. Dan ketika semua laki-laki itu berseru kaget dan gadis atau wanita itu terlepas maka Thai Liong sudah menyambar serta menahan wanita itu, yang menangis tersedu-sedu, mau jatuh.

"Tenang, aku menolongmu, nona. Siapa mereka ini dan bagaimana kau seorang diri ada di sini?"

"Aku... aku, ah... aku tidak seorang diri, kongcu. Mereka ini perampok-perampok hina yang mengeroyok barang kawalan ayahku. Di pohon itu ayahku dan anak buahnya roboh bergelimpangan!"

"Hm, kau puteri seorang kauw-su (guru silat)?"

"Ya, tapi... tapi aku tak mau belajar silat, kongcu. Aku... awas!" gadis itu terpekik, melihat dua orang perampok meloncat bangun dan tiba-tiba dengan geram mereka menyerang pemuda ini, dengan bacokan golok, diteriaki tapi tentu saja Thai Liong tahu. Desir senjata itu sudah ditangkap telinga Thai Liong. Maka begitu golok menyambar dan tengkuk pemuda ini dijadikan sasaran tiba-tiba dengan gerakan ringan dan tanpa menoleh Thai Liong menyentil dua senjata itu yang deras membacoki dirinya.

"Cring-tak!"

Dua golok itu patah. Thai Liong membuat dua orang lawannya terkejut, menggerakkan kaki dan mencelatlah dua perampok itu ketika Thai Liong menyepak seperti kuda. Dan ketika gadis di depannya terbelalak sementara dua orang itu menjerit terbanting roboh maka Thai Liong bertanya lagi bagaimana selanjutnya, tenang dan tidak menghiraukan belakang.

"Nah, apalagi yang terjadi. Di mana kereta barang ayahmu dan di mana pula ayahmu."

"Ayah... ayah..." gadis ini terbelalak. "Ayah di belakang pohon itu, kongcu. Tapi... tapi, awas!" gadis itu menjerit lagi, melihat lima perampok yang lain menyerang dengan bentakan marah.

Thai Liong kembali tidak mengelak atau menghindari serangan-serangan itu, hal yang membuat si gadis memekik ngeri. Tapi ketika kelima senjata menyambar datang dan pemuda ini ingin memberi hajaran keras maka tanpa menoleh tiba-tiba Thai Liong menyambut sebuah golok yang paling depan, menangkap dan menekuknya patah lalu secepat kilat melempar patahan golok yang sudah diremas hancur, menghamburkannya ke lima orang itu, hal yang tentu saja tak diduga. Maka begitu terdengar jerit dan pekik kelima perampok itu maka gadis yang berbicara dengan Thai Liong tertegun melihat para perampok yang bergulingan mengaduh-aduh ini, pundak atau pipi mereka tertancap serpihan golok.

"Aduh... aduh...!"

Gadis itu bengong. Tujuh perampok tiba-tiba saja sudah dirobohkan begitu mudah, tanpa menoleh. Betapa gampangnya! Tapi ketika terdengar geram dan bentakan kepala rampok, yakni laki-laki tinggi besar yang berikat kepala hitam tiba-tiba gadis itu menjerit lagi karena bersama sisa perampok yang lain, sebelas orang jumlahnya, tiba-tiba mereka ini menerjang Thai Liong.

"Awas, kongcu...!"

Thai Liong bergerak lebih cepat. Melihat lawan tak jerih juga setelah dia merobohkan tujuh yang pertama tiba-tiba Thai Liong mengeluarkan seruan marah. Pemuda ini berkelebat dan lenyap, Jing-sian-engnya kembali bekerja. Dan ketika lawan berseru tertahan karena kehilangan dirinya mendadak Thai Liong sudah muncul lagi dalam bentuk bayangan kuning emas yang berkelebatan di antara sebelas orang itu, ditambah si kepala rampok.

"Kalian tak tahu diri, robohlah... plak-plak-plak!" Thai Liong membagi-bagi pukulan, tidak terlalu kuat namun dua belas orang itu sudah merasa kepalanya seakan pecah.

Mereka menjerit dan bergulingan melepas senjata, mendekap kepala sambil mengaduh-aduh. Dan ketika si kepala rampok mendapat bagian paling keras karena di samping menampar kepala si tinggi besar ini Thai Liong juga menendang lututnya maka kepala rampok itu menjerit seperti babi dipagut ular berbisa karena tempurung lututnya tergelincir.

"Huwaduh...!" Kepala rampok itu berteriak kesakitan. Tubuhnya kontan roboh dan kepala rampok ini tak dapat bangun berdiri, mengaduh-aduh dan berteriak pada anak buahnya agar menolong dirinya. Dia tak dapat bangun selain memegangi kakinya itu, lutut yang bengkok dan tak dapat dipakai berjalan. Dan ketika anak buahnya semua terkejut dan sadar bahwa mereka berhadapan dengan seorang pemuda sakti maka bagai diingatkan saja mereka teringat Kim-mou-eng, Pendekar Rambut Emas, karena rambut Thai Liong memang sama kuning keemasan seperti ayahnya.

"Dia... dia Pendekar Rambut Emas. Lari... dia Kim-mou-eng...!"

Semua orang tiba-tiba berserabutan. Si kepala rampok meneriaki pada pembantunya agar tolong dipapah, gentar dan pucat setelah mengenal siapa lawannya. Kiranya Kim-mou-eng, nama yang memang sudah dikenal di seluruh jagad. Lupa bahwa Kim-mou-eng tak mungkin selalu tetap muda sejak dua puluh tahun yang lalu! Maka begitu yang lain berlarian dan si tinggi besar ini sudah ditolong empat pembantunya maka Thai Liong tersenyum melihat mereka terbirit-birit, tak mengejar.

"Kau Kim-mou-eng? Kau Pendekar Rambut Emas? Aih, maaf, siauwhiap (pendekar muda). Aku telah menyebutmu kurang hormat!"

Gadis yang koyak-koyak pakaiannya itu juga tiba-tiba terkejut, membelalakkan matanya lebar-lebar dan tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. Kiranya nama Kim-mou-eng memang rupanya sudah tersohor hingga gadis yang tidak bisa silat inipun mengenal nama Pendekar Rambut Emas itu, berlutut dan menggigil di depan Thai Liong, hal yang membuat Thai Liong ganti terkejut. Maka begitu si nona menjatuhkan diri berlutut dan pucat mukanya tiba-tiba Thai Liong menarik bangun berkata, tepat bersamaan dengan datangnya Ituchi, yang berkelebat muncul.

"Aih, jangan begini, nona. Kim-mou-eng adalah ayahku, bukan aku!"

"Apa?"

"Benar, aku adalah Thai Liong, puteranya."

Dan ketika gadis itu tertegun dan terbelalak memandang Thai Liong maka Ituchi yang berkelebat di situ berseru, "Thai Liong, apa yang terjadi? Kenapa orang-orang itu lari terbirit-birit?"

"Siapa kongcu ini?" mendadak gadis itu bertanya, mendahului Thai Liong. "Apakah... apakah teman para perampok itu?"

"Ha-ha, tidak!" Thai Liong menjawab, tertawa. "Dia sahabatku, nona. Putera Raja Hu. Eh...!" Thai Liong menoleh pada temannya. "Nona ini baru dipermainkan perampok, Ituchi. Dia ketakutan dan mereka yang lari itu adalah perampok-perampok yang kuhajar. Dia puteri seorang kauwsu!"

"Hm!" Ituchi mengerutkan kening. "Dan ayahnya?"

"Benar," Thai Liong tiba-tiba teringat. "Ayahnya di sana, Ituchi. Roboh...!" pemuda itu berkelebat, tiba-tiba sudah berada di balik pohon besar dan melihat bergelimpangannya tubuh-tubuh yang mandi darah. Seorang tua merintih dan tidak kurang dari tiga puluh orang malang-melintang di situ. Thai Liong terkejut dan sudah berjongkok di dekat orang tua ini, kakek yang mandi darah dan rupanya dia seorang yang masih hidup, meskipun dalam sekarat. Dan ketika Thai Liong menotok dan membantu orang tua itu untuk bersandar di pangkuannya maka kakek itu membuka mata dan tampak terkejut melihat Thai Liong.

"Kim... Kim-mou-eng...?"

"Bukan," Thai Liong terharu, menjawab pendek. "Aku Thai Liong, orang tua. Apakah kau pemimpin yang diserang perampok-perampok itu?"

"Beb... benar..."

"Mana barang antaranmu?"

"Ooh...!" kakek itu tiba-tiba mengeluh, melihat gadis yang koyak-koyak pakaiannya itu, yang sudah berkelebat bersama Ituchi. "Kau... kau..." kakek ini sukar bicara, melotot dan tiba-tiba kejang-kejang. Dan ketika dia mendelik dan gadis yang koyak pakaiannya itu menangis tiba-tiba kakek ini menggeliat dan menuding-nuding, menunjuk gadis di dekatnya itu. "Dia... dia..."

Namun gadis ini tersedu-sedu. Sambil menjerit menyebut 'ayah' tiba-tiba gadis itu menubruk kakek ini, mengguguk dan memanggil-manggil ayahnya. Thai Liong terkejut karena gadis itu memukul-mukuli ayahnya, si kakek yang semakin mendelik dan berkelojotan. Dan ketika kakek itu seolah orang ketakutan tapi juga marah besar tiba-tiba terdengar suara tertahan dari kerongkongannya dan tiba-tiba terkulailah kakek itu.

"Ayah...!"

Thai Liong dan Ituchi terkejut. Kakek yang hendak ditolong itu tiba-tiba tewas, matanya mendelik dan gadis yang menjadi puterinya ini menggerung-gerung. Dan ketika Thai Liong terkejut bersama temannya mendadak di tengah hutan terdengar jerit melengking tinggi.

"Tolongg...!"

Thai Liong tertegun. Telinganya yang tajam mendengar suara memberebet, seperti kain sobek. Lalu ketika suara itu disusul tawa dan sorak laki-laki mendadak pemuda ini berkelebat ke tengah hutan. "Keparat, rupanya tempat ini penuh orang-orang jahat, Ituchi. Kau jaga gadis ini biar aku ke sana... wut!"

Thai Liong lenyap, mendahului temannya dan Ituchi pun tertegun. Akhirnya dia pun mendengar sorak laki-laki dan tawa yang kasar, jerit minta tolong itu terdengar kembali namun tiba-tiba berubah dengan teriakan kaget. Suara bak-bik-buk terdengar di situ dan Thai Liong rupanya sudah tiba di sana, memang benar dan pemuda itu melihat para perampok yang tadi diusir tiba-tiba ada di tengah hutan ini, mendapatkan korbannya, seorang wanita cantik lain yang menjerit minta tolong itu. Dan ketika Thai Liong marah dan tentu saja bergerak menghajar orang-orang itu maka para perampok yang jungkir balik ditendang atau ditampar pemuda ini berteriak-teriak.

"Lari... Kim-mou-eng datang...!"

Thai Liong gemas. Kiranya yang mengganggu ini adalah para perampok yang tadi mengganggu puteri guru silat itu, datang dan entah bagaimana menemukan wanita cantik ini di tengah hutan, menerkam dan tadi menangkap wanita itu, mempermainkannya dan meraba serta meremas-remas tubuh wanita itu, yang tentu saja menjerit-jerit dan berteriak tak keruan, takut dan juga marah sekaligus bingung. Maka begitu Thai Liong datang dan menghajar lagi orang-orang kasar itu maka mereka terpelanting bergulingan dan tiba-tiba lari lintang-pukang.

"Ooh, bunuh mereka itu... bunuh!"

Thai Liong menyambar wanita ini, menenangkannya. "Tidak, mereka sudah lari, nona. Kau diamlah dan tenang di sini."

"Tidak, mereka... mereka, ooh... mereka hampir merenggut kehormatanku!"

"Hm!" Thai Liong merah mukanya, melihat pundak dan punggung wanita itu memang terbuka lebar. "Kau sudah selamat, nona. Aku tak dapat membunuh mereka kalau mereka tobat. Kau pakailah ini, jangan biarkan dirimu terbuka."

Wanita itu tertegun. Thai Liong sudah memberikan bajunya sendiri untuk dikenakan wanita itu, tinggal memakai baju dalam dan tampak betapa bidang dada pemuda ini, hal yang membuat wanita itu tersipu dan merah mukanya. Namun ketika Thai Liong sudah memberikan bajunya dan wanita itu terisak tiba-tiba wanita ini sudah mengenakannya dan berlutut di depan Thai Liong.

"Te... terima kasih, kongcu. Kau rupanya penyelamatku yang datang secara kebetulan. Ah, aku berhutang budi padamu!"

"Hm, bangkitlah!" Thai Liong teringat temannya. "Aku juga baru saja menolong seorang wanita, nona. Dan temanku ada di sana. Mari kau berdiri dan kita ke tempat temanku!"

"Kongcu.... kongcu Pendekar Rambut Emas?"

"Aku puteranya. Dan, eh... siapa kau?"

"Aku... aku Ui Kok!"

"Hm, baik, Ui Kiok. Kita sekarang ke tempat temanku dan kita berkumpul di sana!" Thai Liong menyendal lengan wanita ini, tiba-tiba mengangkatnya naik dan Ui Kiok menjerit. Wanita ini serasa dibawa terbang namun sekejap kemudian dia sudah tiba di tempat di mana tubuh guru silat itu dan anak buahnya bergelimpangan, tempat di mana tadi Thai Liong meninggalkan Ituchi dan gadis puteri guru silat itu. Namun ketika Thai Liong tak melihat temannya lagi dan gadis puteri guru silat itu juga tak ada di situ maka pemuda ini tertegun sementara Ui Kiok berseru tertahan menutupi mulutnya.

"Ih, apa... apa ini, kongcu? Mereka... mereka sudah mati..."

"Hm!" Thai Liong tertegun, tak menjawab, melihat kiri kanan. Dan ketika wanita itu bertanya lagi namun Thai Liong seolah tak mendengar maka pemuda ini berseru, "Ituchi, di mana kau? Hei, di mana kau, Ituchi?"

Namun aneh, jawaban Ituchi tak terdengar. Thai Liong berteriak lagi dan mengerahkan khikangnya, tetap saja tak terjawab dan Thai Liong tentu saja terkejut, heran dan cemas. Dan ketika dia berteriak hingga seluruh isi hutan tergetar maka wanita di sampingnya tiba-tiba menjerit dan terguling roboh.

"Aduh!"

Thai Liong sadar. Kiranya getaran khikangnya tadi membuat Ui Kiok tak kuat, roboh dan terguling sambil mendekap telinganya, pucat. Dan ketika wanita itu menangis dan Thai Liong sadar mendadak pemuda ini menyambar wanita itu dan berkata, "Ui Kiok, temanku hilang. Mari kita mencarinya dan kelilingi hutan ini!"

Wanita itu mengeluh. Thai Liong berkelebat dan kedua kaki tahu-tahu sudah berjungkir balik di atas pohon, melayang dan hinggap di sana. Dan ketika Thai Liong mempergunakan ilmunya meringankan tubuh di mana dengan amat luar biasa dan cepat pemuda itu mulai beterbangan dari satu pohon ke pohon yang lain sambil berteriak memanggil-manggil Ituchi maka Ui Kiok menjadi takut namun juga kagum dipanggul pemuda ini.

"Ih, aduh... jangan tinggi-tinggi, kongcu. Ih, awas...!"

Thai Liong tak perduli. Tentu saja dia tersenyum mendengar semua seruan-seruan wanita itu, seruan ketakutan atau ngeri kalau dia melayang-layang di atas pohon yang tinggi, seolah burung menyambar dan acap kali dari pohon yang satu ke pohon yang lain dia meloncat begitu saja, dari pucuk yang kecil ke pucuk yang lain. Tanah di bawahnya begitu tinggi dan tak dapat disalahkan kalau Ui Kiok menjerit, takut mereka terjungkal, yang tentu akan tewas atau paling tidak patah punggungnya terjatuh dari tempat begitu tinggi. Namun ketika sekeliling hutan sudah diputari dan dari atas pohon Thai Liong tak menemukan temannya maka pemuda ini melayang turun dan mendesah mengusap keringatnya.

"Tak ada. Temanku hilang...!"

Ui Kiok gemetar, membetulkan anak rambutnya. "Kongcu, kau... kau mencari siapa?"

"Hm, temanku, Ui Kiok. Sahabatku. Tadi dia disana di tempat tubuh-tubuh yang bergelimpangan itu! celaka, kemana dia?"

Wanita itu terbelalak. "Kongcu mau mendengar kata-kataku?"

"Bagaimana?"

"Aku... aku mengenal sebuah hutan di luar tempat ini, kongcu. Hutan yang lebih lebat dan angker. Barangkali saja temanmu dibawa Sian-bi!"

"Sian-bi? Siapa itu?"

"Penunggu hutan di situ, kongcu. Kabarnya cantik tapi termasuk keluarga roh halus!"

"Hm, aku tak percaya segala roh halus!" Thai Liong mengerutkan keningnya. "Omong kosong kalau hutan ada penunggunya, Ui Kiok. Tapi kalau di sana temanku berada mungkin saja kita pergi mencarinya!"

"Kalau begitu kongcu ikut aku!" wanita ini tiba-tiba berubah sikapnya, lepas dari pengamatan Thai Liong, yang terlalu memusatkan diri pada Ituchi. "Aku tahu di mana dewi penunggu hutan itu bersemayam, kongcu. Mari kita cari dan berangkat ke sana!"

"Nanti dulu!" Thai Liong teringat mayat-mayat yang bergelimpangan. "Kita kubur dulu mayat-mayat di sana itu, Ui Kiok. Baru kita pergi dan meninggalkan mereka!"

"Apa?"

"Benar, kita tak dapat meninggalkan mayat-mayat itu begitu saja, Ui Kiok. Aku harus menguburnya dan kita kembali!" Thai Liong menarik, menyendal lengan wanita ini dan Ui Kiok tertegun, berseru perlahan tapi Thai Liong telah membawanya berkelebat, sekejap kemudian sudah tiba di tempat itu, di mana guru silat yang diserang perampok tewas bersama anak buahnya. Dan ketika Ui Kiok terbelalak dan melihat Thai Liong mematahkan sebatang ranting maka dengan senjata yang kecil ini Thai Liong menusuk dan mencongkel tanah dan sekejap kemudian terdapatlah lubang besar di mana seluruh mayat itu dapat dimasukkan menjadi satu.

"Ah, kau menakjubkan, kongcu. Kau pantas menjadi putera Pendekar Rambut Emas!"

"Sudahlah, jangan memuji," Thai Liong terus bekerja, melempar-lempar mayat dengan cepat ke lubang besar itu. "Aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu, Ui Kiok. Setelah itu kita ke tempat yang kau tunjuk dan mudah-mudahan temanku benar di sana!" Thai Liong selesai, mayat terakhir dilemparkan ke dalam lubang dan akhirnya menimbunnya dengan tanah. Semuanya ini tak lebih dari dua menit, bukan main! Dan ketika Ui Kiok ternganga dan kagum maka Thai Liong membersihkan bajunya dan mengebut-ngebutkannya membuang debu.

"Nah, kita berangkat. Sekarang selesai!"

Ui Kiok sadar. Setelah Thai Liong memandangnya dan bersinar-sinar kepadanya maka wanita itu pun mengangguk. Ui Kiok tak dapat menyembunyikan kagumnya dengan desah yang panjang. Dan ketika pemuda itu menyambarnya dan memanggulnya kembali di pundak maka Thai Liong minta agar wanita itu memberikan petunjuknya.

"Di sana...!" dan begitu jari itu menuding maka Thai Liong pun berkelebat dan menuju gunung di seberang.

* * * * * * * *

Ke mana Ituchi? Apa yang terjadi? Memang sesuatu yang di luar dugaan. Tadi, seperti diketahui pemuda tinggi besar ini disuruh Thai Liong menjaga gadis puteri guru silat itu. Baik Thai Liong maupun Ituchi tak menaruh curiga apa-apa. Mereka menganggap gadis itu benar-benar seorang gadis lemah yang tidak bisa silat, puteri guru silat yang mendelik-delik ketika melihat gadis ini. Hal yang tak membuat dua pemuda itu merasa aneh. Dan karena guru silat itu akhirnya tewas dan Thai Liong berkelebat meninggalkan temannya ketika mendengar jeritan minta tolong di tengah hutan.

Maka Ituchi waktu itu bersama gadis ini, gadis cantik yang matanya mulai bersinar-sinar memandang pemuda itu, pandangan yang aneh dan amat ganjil. Seperti ketawa tapi juga geram, atau mungkin gemas yang bercampur dengan bibir yang digigit-gigit. Dan ketika Ituchi tertegun mendengar teriakan itu sementara guru silat di depan kakinya roboh terkulai maka gadis yang belum dikenal namanya ini membuat pemuda itu teringat untuk menanyakan, ketika gadis itu tersedu-sedu menangisi kematian ayahnya.

"Sudahlah, ayahmu sudah tiada, nona. Kita kubur dia dan juga yang lain-lain ini."

"Tidak!" gadis itu tiba-tiba berseru. "Aku masih ingin bersama ayahku, kongcu. Atau kau hidupkan dia lagi dan bersamanya seperti dulu!"

"Tak mungkin orang mati dihidupkan lagi," Ituchi mengerutkan kening. "Ayahmu sudah tiada, nona. Orang mati harus dikubur!"

Namun ketika gadis itu menjerit sewaktu Ituchi memegang jenasah si korban mendadak gadis itu histeris. "Kongcu, hidupkan ayahku. Kembalikan ayahku!"

Ituchi terkejut. Gadis ini mengamuk dan tiba-tiba marah kepadanya, tak boleh dia menyentuh jenasah itu dan dia akan diserang kalau berani menyentuh jenasah si guru silat, hal yang membuat Ituchi mengerutkan kening karena gadis ini dianggap terganggu jiwanya. Dan ketika benar saja dia diserang dan gadis itu mengamuk sambil marah-marah maka Ituchi mengelak dan menampar tengkuk gadis ini.

"Hm, kau gila. Kalau aku tak boleh mengubur ayahmu biarlah kau tenang di sini. Kita tunggu Thai Liong!" gadis itu roboh, ditampar Ituchi dan Ituchi menarik napas. Dia tidak melakukan tamparan keras namun gadis itu sudah terguling, mengaduh dan terpelanting di sana. Dan ketika gadis itu selalu berteriak agar dia tidak memegang jenasah ayahnya maka Ituchi menggeleng mengangguk berkata, Sudahlah, aku tak akan memegang jenasah ayahmu. Kita tunggu Thai Liong di sini tapi kau juga jangan berteriak-teriak!"

Gadis itu menurut. Ternyata dia sekarang tidak marah-marah lagi kecuali terguncang di sana, sedikit bersedu-sedan. Dan ketika Ituchi duduk membanting pantatnya dan berdebar memandang tengah hutan, tempat di mana Thai Liong tadi menolong jerit permintaan tolong maka dia bertanya siapa nama gadis itu, karena tadi si gadis belum menjawab.

"Aku... aku Pek Kiok..."

"Hm, dan ayahmu?"

"Ayahku Pek-kauwsu, kongcu. Kami dari Li-bun."

"Hm...!" Ituchi mengangguk-angguk, melihat betapa jauhnya Li-bun dengan tempat itu. "Dan kau, eh... ayahmu itu. Mana kereta barangnya, Pek Kiok? Kalian membawa apa?"

"Ayah membawa kiriman dari hartawan Cu, kongcu. Tapi jangan tanya-tanya lagi dulu!"

Ituchi menarik napas. Dia dapat memaklumi kesedihan atau kedukaan gadis ini. Tapi sementara dia bersinar-sinar memandang gadis itu, juga menanti kedatangan Thai Liong tiba-tiba terdengar denting senjata di sebelah kirinya. "Hei, ada orang bertempur...!"

"Hei, jangan tinggalkan aku!"

Ituchi terkejut. Dia yang sudah bergerak hendak meninggalkan gadis itu tiba-tiba ganti diteriaki agar tidak meninggalkan gadis ini, teringat dan cepat dia menyambar Pek Kiok, melompat dan berkelebat ke asal suara. Tapi ketika denting senjata itu menjauh dan samar-samar Ituchi melihat dua bayangan bertempur maka pemuda ini penasaran dan terkejut, mengejar mereka.

"Ah, jangan keras-keras, kongcu. Sakit!"

Ituchi sadar. Cengkeramannya pada Pek Kiok diperkendor, lupa bahwa dia memanggul gadis yang lemah. Sedikit dicengkeram saja sudah sakit. Maka ketika Ituchi mengejar lagi namun bayangan di depan itu menjauh dan semakin menjauh saja maka Ituchi bergerak mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya.

"Keparat, siapa mereka?"

Pemuda ini gemas. Dua orang yang bertempur itu hampir didekati ketika tiba-tiba mereka menyelinap di hutan sebelah, denting senjatanya terdengar beradu dan Ituchi menyusul ke sini. Tapi ketika suara itu menjauh lagi dan berkali-kali mereka berpindah tempat di mana Ituchi juga harus bergerak dan mengikuti mereka maka tiada disadari lagi tiba-tiba pemuda ini sudah dibawa jauh meninggalkan tempat semula, memasuki hutan lebat yang amat besar di mana tiba-tiba dua orang yang bertempur ini hilang. Ituchi terkejut. Dan ketika pemuda itu berhenti dan longok-longok dengan penasaran mendadak Pek Kiok, yang dipanggul di atas pundaknya mengeluarkan kekeh yang aneh dan... bluk, robohlah Ituchi oleh sebuah totokan lihai!

"Hi-hik, selamat datang, putera Raja Hu. Kau sudah tiba di tempat tinggalku!"

Ituchi tertegun. "Apa... apa ini?"

Pek Kiok bertepuk tangan. Tanpa menghiraukan pertanyaan pemuda itu gadis atau wanita ini sudah meloncat turun, terkekeh dan tiba-tiba muncullah banyak laki-laki di situ, juga beberapa wanita dan Ituchi tertegun ketika melihat dua bayangan baju hitam, yang tadi dilihatnya sebagai orang-orang yang bertempur secara berpindah-pindah. Eh! Ituchi melenggong. Dan sementara pemuda itu terbelalak dan kaget, juga heran serta marah maka orang-orang yang muncul itu sudah menjatuhkan diri berlutut di depan gadis atau wanita ini.

"Pangcu (ketua), selamat atas keberhasilanmu membawa pemuda ini!"

"Hi-hik, bangunlah. Aku belum berhasil sepenuhnya, Thi Kiat. Karena enciku Ui Kiok masih harus menangkap pemuda yang satunya itu, putera Pendekar Rambut Emas. Kalau dia juga berhasil maka barulah kalian memberi selamat!"

"Keparat!" Ituchi tiba-tiba sadar, merasa telah tertipu. "Kau kiranya menipu aku, Pek Kiok? Dan kau, ah... bukan puteri guru silat itu?"

"Hi-hik, kau bodoh. Aku adalah Hui-hong Sian-li Chu Pek Kiok, Ituchi. Dan aku adalah penguasa seluruh wilayah hutan-hutan di sini, bersama enciku!"

Ituchi tertegun. Tiba-tiba dia menjublak, bengong, kaget dan merah mukanya dan dia merasa tertampar. Dan ketika semua orang yang menjatuhkan diri berlutut disuruh bangun dan wanita itu bertanya di mana adanya barang rampasan maka ditariklah sebuah kereta oleh tiga orang laki-laki yang semuanya dikenal Ituchi sebagai perampok-perampok yang dihajar Thai Liong!

"Hi-hik, bagus. Keluarkan semua barang-barang dari kereta, Thi Kiat. Lihat isinya dan taksir berapa nilainya!"

Ituchi terbelalak. Dia segera melihat betapa kereta yang ditarik dua ekor kuda itu dikeluarkan isinya, peti-peti warna-warni dan belasan gebung kain sutera, indah gemerlap dan halus buatannya. Dan ketika bahan makanan juga ada di situ dan gandum atau kue-kue kering dikeluarkan satu per satu akhirnya terkuraslah isi kereta itu, rapi disusun di atas tanah.

"Ha-ha, banyak sekali, pangcu. Barangkali bernilai laksaan tail!"

"Hm, buka peti itu. Kita lihat isinya!"

Semua bersorak. Memang isi peti inilah yang menjadi incaran mereka, paling ingin diketahui dan Thi Kiat serta tiga laki-laki pertama sudah membukanya, digembok tapi jari laki-laki yang menjadi pembantu Hui-hong Sian-li (Dewi Burung Hong Terbang) ini sudah mematahkannya, mudah dan dibukalah isi peti itu. Dan ketika semua orang melihat betapa rata-rata peti-peti itu berisi perhiasan emas permata maka semua tiba-tiba kembali bersorak dan bertepuk riuh.

"Aih, luar biasa. Bisa untuk hidup tujuh turunan!"

"Benar," Pek Kiok si Burung Hong Terbang berseru, tertawa. "Luar biasa hasil rampasan kita kali ini, Thi Kiat. Dan kita dapat bersenang-senang selama tujuh turunan!"

"Jahanam hina!" Ituchi tiba-tiba membentak. "Kalian tak layak menyentuh barang rampokan itu, Pek Kiok. Hayo bebaskan totokanku dan kita bertanding!"

"Hi-hik!" Pek Kiok membalik, berseri-seri. "Kau gagah dan tampan, Ituchi. Kau pantas sebagai putera Raja Hu. Aku dan enciku gembira menemukan kau dan temanmu, tapi jangan berteriak-teriak di sini!"

"Keparat, aku akan mengutuk dan memaki-makimu. Kau siluman busuk, kau curang dan tak tahu malu!" dan Ituchi yang lalu memaki-maki dan melepas semua kemarahannya dengan sangat lalu membuat semua orang marah dan terbelalak, membentak pemuda itu namun Ituchi tak perduli. Dan ketika dia memaki si Burung Hong ini sebagai Hui-hong Mo-li (Siluman Betina) dan bukannya Hui-hong Sian-li (Dewi Jelita) maka Pek Kiok akhirnya berkelebat dan menotok rahang Ituchi, yang kontan membuat pemuda itu tak dapat memaki-maki lagi, tertotok urat gagunya.

"Ikat dia, ambil rantai besi!"

Ituchi mendelik.Sekarang dia tak dapat memaki-maki lagi karena mulutnya dilumpuhkan, rahangnya ditotok dan jangankan memaki, menggerakkan sedikit bagian bawah mulutnya saja sudah sakit bukan kepalang. Dan ketika pemuda itu melotot dan mendelik dengan muka merah padam maka di sana si Burung Hong itu bergembira bersama pembantunya, menghitung nilai emas permata dan sebentar-sebentar terkekehlah wanita itu. Kalung atau perhiasan-perhiasan lain dikenakan di tubuhnya, satu per satu dan muaklah Ituchi melihat itu. Dan ketika gelang atau cincin juga dikenakan wanita itu dan Pek Kiok menghampiri Ituchi maka pemuda ini mendengar kata-kata wanita itu.

"Hi-hik, lihatlah, Ituchi. Malam nanti atau besok kita mengadakan pesta. Aku dan enciku akan mengadakan undian. Kita akan bermalam bahagia!"

"Keparat, apa maksudmu ini? Malam bahagia bagaimana? Aku tak sudi berpesta dengan barang rampokan, Pek Kiok. Lepaskan aku dan kuhajar kalian!"

Ituchi dibebaskan totokannya sejenak, diajak bicara dan tentu saja yang meluncur pertama kali adalah umpatan. Pemuda itu memaki namun Pek Kiok tertawa-tawa. Dan ketika wanita itu bersinar-sinar dan kagum memandang Ituchi, yang hitam namun gagah mendadak wanita ini menundukkan mukanya dan diciumlah pipi Ituchi.

"Hore, hidup pangcu!"

"Pangcu akan menikah...!"

Ituchi merah padam. Dia merasa kaget dan juga malu oleh ciuman itu, memaki-maki namun Pek Kiok sudah menotok urat gagunya lagi, terkekeh. Dan ketika pemuda itu melotot namun tak berdaya di bawah kekuasaan lawan maka teriakan "pangcu akan menikahbegitu gaduh terdengar di dalam hutan. Dan saat itulah tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan lain dan Thai Liong tampak dipanggul seorang wanita cantik yang rupanya hampir mirip dengan Pek Kiok...

Istana Hantu Jilid 13

ISTANA HANTU
JILID 13
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

KIM-MOU-ENG sebal. Dia mendengar pekik dan sorak pujian buat Togura. Rupanya pemuda ini benar-benar dikagumi pasukannya dan kini Shen-yang berpesta-pora. Dan ketika dia terus masuk dan berkelebat sambil merobohkan pengawal atau penjaga yang berlapis-lapis maka tibalah pendekar ini di tengah kota.

"Sebutkan di mana pemimpinmu berada. Aku ingin menemui!" begitu Pendekar Rambut Emas mengancam seorang pengawal yang baru dirobohkan. Dia bingung karena tak tahu di mana Togura tinggal, di situ banyak gedung-gedung besar dan susah agaknya mencari pemuda itu kalau harus memasuki semua gedung, juga terlalu lama. Maka begitu dia merobohkan pengawal ini dan pengawal itu terkejut melihat ancamannya maka pengawal itu menuding ke sebuah gedung bercat hijau, gemetar,

"Itu... itu...!" dan ketika Kim-mou-eng menamparnya pingsan dan sudah berkelebat ke gedung yang ditunjuk maka bagai bayangan siluman pendekar ini sudah hinggap di belandar samping, di atas jendela besar, mengintai. Dan ketika dia melihat betapa banyaknya orang di situ namun Togura tak ada maka pendekar ini bingung, juga mendongkol.

"Mana bocah itu? Apakah pengawal itu bohong?"

Namun, ketika dia mengarahkan mata ke segala penjuru dan mencari-cari mendadak berkelebat bayangan Cam-kong dan kakek tinggi kurus itu tahu-tahu sudah berada di tengah ruangan.

"Hei, cukup bersenang-senang. Sekarang kalian kembali. Muridku mendengar laporan bahwa beberapa penjaga di tembok kota hilang!"

"Siap!" semua orang tiba-tiba berdiri, bangkit dengan kaget. "Kami akan menjalankan perintah, goanswe (jenderal). Dan tolong tanya apakah ada musuh?"

"Kami belum tahu, tapi cepat kalian pergi dan hitung semua anak buah kalian!"

"Baik!"

Dan Kim-mou-eng yang tertegun tapi hampir tertawa tiba-tiba memandang Cam-kong dengan geli, mendengar iblis itu disebut jenderal dan hampir dia terbahak. Cam-kong, si Pembunuh Petir yang jahat dan kejam ternyata menduduki posisi jenderal di pasukan besar ini, bukan main, benar-benar peristiwa gila. Tapi ketika semua yang ada berlompatan keluar dan Kim-mou-eng terkejut karena kedatangannya sudah tercium mendadak mendengar kesiur angin di belakang tubuhnya dan bentakan seseorang,

"Hei, siapa mengintai...!"

Pendekar Rambut Emas tersentak. Kembali terbukti olehnya bahwa tak mudah memasuki kota ini, yang terjaga demikian ketat dan suara nenek Naga didengarnya. Dia mengenal bentakan atau seruan itu, merasa sebuah angin pukulan dahsyat menyambar dan nenek itu rupanya langsung menyerangnya. Pendekar Rambut Emas membalik dan tentu saja menangkis. Dan ketika nenek itu terpental dan Khi-bal-sin-kang membuat si nenek terpekik maka nenek ini berjungkir balik menyelamatkan dirinya.

"Dukk!" Si nenek melengking terkejut. Pendekar Rambut Emas sudah melayang turun dan meninggalkan tempat pengintaiannya, tahu percuma bersembunyi-sembunyi lagi dan lawan sudah melihatnya. Nenek ini memang amat tinggi kepandaiannya dan satu dari Enam Iblis Dunia, tokoh yang memang tak diragukan kepandaiannya. Dan karena dia tak takut dan memang datang untuk mencari Togura maka Kim-mou-eng sudah berhadapan dengan nenek itu, yang terkejut bukan main.

"Kim-mou-eng...!"

"Ya, aku," Pendekar Rambut Emas berdiri tegak, berkata mengejek. "Aku datang untuk mencari muridmu, nenek Naga. Suruh dia keluar dan hadapi aku!"

"Aihh!" dan beberapa bayangan yang bergerak dan berkelebatan cepat tahu-tahu sudah memunculkan Cam-kong dan lain-lain, lengkap mereka berlima dan Hek-bong Siauw-jin tertegun melihat Pendekar Rambut Emas, nyata kelihatan gentar dan terdengarlah tiupan terompet dari mana-mana. Kim-mou-eng tahu-tahu sudah dikurung dan dipagar betis oleh ribuan orang, yang paling depan dan amat dekat dengan pendekar itu tentu saja lima Iblis Dunia ini, nenek Naga yang tersentak dan pucat namun tiba-tiba terkekeh. Suaranya nyaring meninggi dan semua orang tiba-tiba mundur, menutupi telinganya. Dan ketika nenek itu berhenti ketawa dan Pendekar Rambut Emas dikurung di tengah-tengah maka nenek ini berseru, lantang dan amat marah,

"Heh, kau memasuki sarang naga mencari penyakit, Pendekar Rambut Emas. Kau sudah dikepung dan tak mungkin dapat keluar dengan selamat!"

"Hm, tak perlu menggertak." Kim-mou-eng tenang dan tersenyum mengejek. "Ditambah selaksa pasukan lagi aku dapat menghadapi kalian, nenek siluman. Aku datang mencari Togura, bukan kalian!"

"Keparat, dia adalah Raja Muda di sini, Kim-mou-eng. Jangan sebut namanya begitu saja!"

"Ha-ha, memangnya kenapa? Aku masih terhitung pamannya,, Naga Bumi. Dan aku berhak serta bebas memanggilnya apa saja!"

"Kau jahanam!" dan nenek ini yang memekik serta menyerang maju tiba-tiba meminta empat temannya yang lain membantu, tentu saja disambut anggukan dan Siauw-jin serta lain-lain mencabut senjata. Mereka tahu kehebatan Pendekar Rambut Emas ini dan pasukan besar itu gempar. Mereka terbelalak melihat bayangan kuning emas berkelebat, lenyap dan menangkis pukulan Nenek Naga. Dan ketika nenek itu terpekik dan terpelanting bergulingan maka bayangan kuning emas itu sudah menyambut dan menerima serangan Siauw-jin dan lain-lain.

"Cring-plak-duk-dess!"

Siauw-jin dan lain-lain berteriak. Mereka terlempar seperti halnya Nenek Naga, menjerit dan terguling-guling namun sudah meloncat bangun lagi, menerjang, sama-sama berteriak pada yang lain agar membunuh Pendekar Rambut Emas itu, hal yang diganda ketawa oleh pendekar ini. Dan ketika semua membalik dan sudah maju dengan senjata atau pukulan di tangan maka Kim-mou-eng akhirnya dikeroyok dan dihantam atau dihujani senjata oleh lima Iblis Dunia ini, mengelak dan menangkis dan akhirnya lima Iblis Dunia itu melengking, mempercepat gerakan dan hilanglah mereka dalam bayang-bayang cepat yang luar biasa hebatnya, tak dapat diikuti mata lagi.

Dan pukulan atau pekik menggetarkan membuat semua orang mundur, yang di depan terpelanting dan terjengkang oleh angin pukulan dahsyat yang menyambar-nyambar. Dan ketika semua mengeroyok dan bertubi-tubi menghujani Pendekar Rambut Emas dengan serangan-serangan cepat yang luar biasa ganasnya maka Kim-mou-eng mengeluarkan bentakan perlahan dan lenyaplah tubuh Pendekar Rambut Emas itu, menyambut atau menangkis pukulan-pukulan lawan dan juga senjata yang bertubi-tubi menyambar dengan deras. Lima Iblis Dunia berusaha membunuhnya namun tentu saja gagal, mereka menghadapi seorang tokoh yang bukan main lihainya.

Pendekar Rambut Emas mengeluarkan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kangnya, menolak dan mementalkan senjata atau pukulan lawan yang membuat lawan menjerit, terpental dan maju lagi namun tetap sama saja. Khi-bal-sin-kang akan menolak semakin keras pukulan-pukulan atau senjata mereka. Dan ketika bayangan kuning emas bergerak lebih cepat dari bayangan lima iblis itu dan mereka mulai mendapat balasan atau tamparan yang membawa kesiur angin lebih dahsyat maka mula-mula nenek Naga menjerit ketika tubuhnya terhempas.

"Bress!" Nenek itu terbanting. Dia mengeluh dan kelengar sejenak, tak mampu bangun karena seluruh sendi-sendi tulangnya serasa remuk. Lalu ketika sendok atau garpu di tangan Dewi Naga atau Toa-ci dan Ji-moi mencelat bertemu pukulan pendekar itu akhirnya Siauw-jin dan Cam-kong juga berteriak karena disentuh jari-jari yang hebatnya melebihi besi panas.

"Aduh... bres-bress!" mereka pun bergulingan, roboh menjerit dan ribuan orang gempar. Mereka melihat robohnya lima tokoh ini, orang-orang yang menjadi guru Raja Muda, pemimpin mereka. Namun ketika mereka terbelalak dan lima iblis itu mengeluh dan pucat memandang Pendekar Rambut Emas tiba-tiba terdengar bentakan dan berkelebatnya bayangan tinggi besar.

"Kim-mou-eng, berhenti...!" dan begitu bayangan ini berjungkir balik dan turun di tengah-tengah pertandingan tiba-tiba saja Togura, murid Enam Iblis Dunia yang kini menjadi Raja Muda sudah berhadapan dengan Pendekar Rambut Emas ini, gagah dan angkuh. Dan begitu pemuda ini muncul dengan pakaiannya yang indah dan rapi, tidak seperti dulu, maka Pendekar Rambut Emas tertegun, mendengar sorak dan pekik pasukan yang tiba-tiba menggegap-gempita.

"Hidup Raja Muda! Hidup pemimpin kita...!"

Pendekar Rambut Emas tertawa, akhirnya geli juga. "Hm," katanya mengejek. "Bagus kau datang, Togur. Aku memang mencarimu dan hebat tapi kejam sekali sepak terjangmu. Guru-gurumu telah kurobohkan, apakah kau hendak menyuruh ribuan pasukanmu ini mengeroyok aku? Togur, mengingat mendiang ayahmu sukalah aku mengampunimu. Aku datang untuk menegurmu agar menarik pasukanmu dari wilayah ini dan keluar dari Tembok Besar. Atau aku akan menangkapmu dan kau kurangket!"

"Kim-mou-eng," Togur memandang pamannya dengan mata berapi-api, tidak menghormat sama sekali. ―Apa yang kulakukan adalah urusanku sendiri. Kau bukan pamanku, meskipun kau adalah sute dari mendiang ayahku. Kalau kau datang untuk menegur atau menangkap aku maka kau salah. Justeru akulah yang hendak menangkap dan memberi hukuman kepadamu. Kau telah menyebabkan kematian ayah, jadi kau berhutang jiwa kepadaku. Dan karena kau sudah di sini dan rupanya siap menerima hukuman maka kau menyerahlah!"

"Hm, kau sombong," Kim-mou-eng mengerutkan kening, bersinar-sinar. "Darah ayahmu benar-benar mengalir di dalam tubuhmu, Togur. Tapi tak sepantasnya kau bicara seperti itu. Aku memang bukan paman kandungmu, tapi aku termasuk paman gurumu. Dan karena pengaruh jelek kelima gurumu rupanya sudah merasuk dan meracuni dirimu agaknya tak perlu lagi aku banyak bicara!"

"Heh!" Siauw-jin meloncat bangun, berteriak. "Kenapa membuang-buang waktu, Togur? Hayo serang dan bunuh Kim-mou-eng itu, kami siap membantumu!"

"Benar," pasukannya tiba-tiba berteriak. "Tangkap dan bunuh Pendekar Rambut Emas ini, Raja Muda. Dan kami akan membantumu di belakang!"

"Diamlah, tenang...!" pemuda itu menoleh ke belakang, tersenyum ewah. "Aku dapat menghadapinya sendirian, rakyatku. Lihat dan saksikan betapa Kim-mou-eng ini akan kubekuk. Dia pembunuh ayahku!" dan menyuruh mundur Siauw-jin dan keempat gurunya yang lain, hal yang mengherankan Pendekar Rambut Emas ini maka pemuda itu sudah membalik dan menggapaikan lengannya. "Kim-mou-eng, majulah!"

Pendekar Rambut Emas tertegun. Adalah aneh dan amat luar biasa baginya kalau pemuda ini menantang sendirian, tidak dibantu guru-gurunya, karena Siauw-jin dan Toa-ci serta lain-lainnya mundur. Hal yang membuat pendekar ini terkejut dan tentu saja waspada, merasa adanya sesuatu yang tidak beres. Maklumlah, Pendekar Rambut Emas tak mengetahui adanya Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng yang dimiliki pemuda ini, hasil curian dari Cermin Naga.

Tak tahu bahwa inilah pencurinya! Maka ketika Togur menantang dan pemuda itu tegak penuh kepercayaan diri tiba-tiba Kim-mou-eng terkejut dan membelalakkan matanya, mendengar sorak-sorai pasukan dan tempat itu tiba-tiba menjadi riuh. Telinga seakan pekak mendengar teriakan ribuan orang ini. Tapi ketika dia tak melihat adanya kecurangan lain dan tak ada persiapan untuk menjebak misalnya maka Pendekar Rambut Emas memandang lawannya dengan terheran-heran.

"Togur, kau benar-benar akan menghadapi aku sendirian? Kau maju tidak dibantu kelima gurumu?"

"Ha-ha, tak perlu. Memang aku akan maju sendirian, Kim-mou-eng. Dan kau lihatlah berapa jurus aku merobohkanmu!"

"Keparat!" dan Kim-mou-eng yang tentu saja marah namun tidak lepas memasang kewaspadaan tiba-tiba mendongkol dan gemas kepada putera mendiang suhengnya ini, menganggang Togura congkak dan minta segera dibekuk. Siauw-jin dan pasukan sudah berteriak dan memaki-maki, suaranya kasar dan memerahkan telinga. Dan ketika pemuda itu juga menantang dan menggapaikan lengannya sekali lagi maka Kim-mou-eng bergerak dan tiba-tiba menggeram, berkelebat menyambar tengkuk lawannya itu.

"Togur, kau bocah kurang ajar. Biarlah kubekuk dirimu dan lihat betapa pasukanmu akan berhenti berteriak!" namun, ketika pemuda itu melejit dan hilang dengan amat cepatnya, hal yang mengejutkan pendekar itu, maka Pendekar Rambut Emas mendengar lawan tertawa bergelak di belakang.

"Ha-ha, aku di sini, Kim-mou-eng. Kau menangkap angin kosong!"

"Jing-sian-eng...!" Kim-mou-eng terkejut, sekali melihat segera mengenal gerakan pemuda itu dan tentu saja tertegun. Dia tadi mempergunakan kepandaiannya yang biasa dan masih tidak bersungguh-sungguh. Maklumlah, pendekar ini masih menganggap bahwa lawannya itu masih jauh di bawahnya. Jangankan Togura, sedang kelima gurunya saja dapat dihadapi dengan mudah.

Tapi begitu cengkeramannya luput dan Togur mempergunakan Jing-sian-eng, ilmu yang juga dipunyainya maka pendekar ini tersentak dan berubah mukanya, membalik dan tiba-tiba dia mempergunakan Jing-sian-eng pula, menyambar dan hendak menangkap pemuda ini. Untuk kedua kali berusaha mencoba dan memastikan diri. Tapi begitu lawan menghilang dan lenyap lagi tiba-tiba pendekar ini menjadi marah dan sadar akan apa yang terjadi.

"Togur, kau... kau mempergunakan Jing-sian-eng!"

"Ha-ha, benar. Dan lihat ini!" dan ketika sambaran Pendekar Rambut Emas luput dan mengenai angin kosong lagi maka satu bentakan pendekar itu ditangkis pemuda ini dan tidak mengelak lagi.

"Dukk!" Pendekar Rambut Emas tergetar. Lawan terbahak tapi tidak apa-apa, diserang dan menangkis lagi. Dan ketika dua kali Pendekar Rambut Emas tergetar dan lawan tak apa-apa maka yakinlah pendekar ini akan apa yang telah dipergunakan lawan.

"Khi-bal-sin-kang...!" dan begitu sadar serta memekik tinggi tiba-tiba Kim-mou-eng maklum apa kiranya yang telah terjadi. Bahwa hal ini ada hubungan dengan Cermin Naga dan dibentaklah pemuda itu untuk mengaku. Pendekar Rambut Emas segera terbelalak dan mengerti. Dan ketika pemuda itu tertawa-tawa dan tidak menyangkal maka Pendekar Rambut Emas gusar dan marah sekali. "Keparat, kalau begitu kau yang ke Ce-bu, Togur. Kau yang mencuri Cermin Naga!"

"Ha-ha, tak ku pungkiri. Memang aku orang yang kau cari-cari, Pendekar Rambut Emas. Dan sekarang kau lihatlah apakah kau dapat mengalahkan aku... duk-dukk!"

Dan Kim-mou-eng yang terhuyung tapi lawan juga terpelanting akhirnya berseru keras memaki pemuda itu, menyerang dan melakukan tamparan-tamparan cepat namun Togur mempergunakan Khi-bal-sin-kang. Ilmu ini adalah ilmu penolak semua serangan dan betapapun kuatnya dipukul tentu lawan yang memukul akan terpental. Dan ketika hal itu sudah terjadi dan berulang-ulang Pendekar Rambut Emas menyerang selalu diri sendiri yang tertolak balik maka tidak ragu-ragu dan yakinlah pendekar ini bahwa Cermin Naga benar-benar dicuri Togur, kini dipelajari isinya dan pemuda itu sudah mempergunakan Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng, dua ilmu hebat yang See-ong sendiri tak bakal mampu mengalahkannya.

Dan ketika dia berkelebatan namun lawan mengimbanginya maka tampaklah oleh Kim-mou-eng betapa berbahayanya pemuda ini, pemuda yang dulu masih kecil dan belum bisa apa-apa. Kini sudah berubah menjadi pemuda yang luar biasa dan hebat, kejam dan berhasil menghimpun pasukan besar untuk menyerang kota raja, bukan main berbahayanya. Dan ketika melihat bahwa lawan hanya memiliki Khi-bal-sin-kang dan Jing-sian-eng saja, tidak memiliki Lu-ciang-hoat ataupun Cui-sian Gin-kang (Ginkang Pengejar Dewa) maka berseru dan membentaklah pendekar itu mengeluarkan ilmu yang tidak dipunyai pemuda ini, ganti-berganti membingungkan Togur dan memang pemuda itu terkejut.

Kekurangannya adalah di sini, tak memiliki Cui-sian Gin-kang ataupun Lu-ciang-hoat, dua ilmu sakti lain yang dulu berhasil dipergunakan Kim-mou-eng untuk mengalahkan Hu-taihiap, sebelum jago pedang itu menjadi mertuanya. Maka begitu pendekar ini lenyap mengeluarkan ilmunya itu dan sering dengan cara merubah-rubah gerakan pendekar ini menggabungkan dua ilmunya dengan Jing-sian-eng ataupun Khi-bal-sin-kang maka Togura terdesak!

"Keparat, hebat kau, Kim-mou-eng. Tapi kau tak dapat merobohkan aku!"

"Hm, tak perlu bermulut besar. Kau hanya memiliki Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kang, Togur. Kau tak memiliki gabungan Lu-ciang-hoat ataupun Cui-sian Gin-kang. Kau pasti roboh, meskipun lama!"

Togura memaki-maki. Mengandalkan Jing-sian-eng dan Khi-bal-sin-kangnya saja ternyata dia kewalahan, Lu-ciang-hoat adalah teman bagi Khi-bal-sin-kang, jadi Kim-mou-eng tentu saja lebih kuat karena memiliki dua ilmu sakti, belum lagi ditambah dengan Cui-sian Gin-kangnya yang setingkat dengan Jing-sian-eng, jadi dia memang kalah dan lama-lama roboh. Dan ketika benar saja perlahan tetapi pasti pemuda ini terdesak sementara bayangan Kim-mou-eng bergerak lebih cepat lagi maka gabungan Cui-sian Gin-kang dan Jing-sian-eng memang lebih tangguh dibanding hanya memiliki satu di antara dua ilmu meringankan tubuh itu.

"Plak-dess!" Togura mulai mengeluh. Pukulan-pukulan Kim-mou-eng mulai membuat tubuhnya terhuyung-huyung, memang tidak roboh karena Khi-bal-sin-kang melindungi pemuda itu. Namun karena pukulan-pukulan ini terasa menyengat dan betapapun Kim-mou-eng adalah pendekar sakti yang jauh lebih matang dan tahu kelemahan-kelemahan Jing-sian-eng maka dua pukulan lagi mengenai tubuh pemuda ini.

"Des-dess!" Togura mengumpat caci. Geraknya mulai perlahan dan tampak oleh semua orang betapa bayangan pemuda itu mulai mengendor. Kim-mou-eng yang berkelebatan dengan bayangan kuning emasnya tampak ringan dan masih amat cepatnya, pendekar itu dapat mempergunakan dua ilmunya sekaligus atau mengganti yang satu dengan yang lain kalau diimbangi Togur, akibatnya pemuda itu terdesak dan memaki-maki, terhuyung. Dan karena Lu-ciang-hoat maupun Cui-sian Gin-kang memang tidak dikenal pemuda ini karena Cermin Naga hanya berisi Jing-sian-eng ataupun Khi-bal-sin-kang akhirnya pemuda ini merasa pedas-pedas tubuhnya dan sakit semua, matang biru!

"Suhu, tolong. Jangan biarkan aku tertangkap!"

Togura mulai panik, memang mungkin saja tertangkap karena Pendekar Rambut Emas sering menyambar dirinya dengan kecepatan luar biasa. Kelebihan Cui-sian Ginkangnya itulah yang membuat pendekar ini mampu bergerak lebih cepat dibanding lawan, yang hanya memiliki Jing-sian-eng saja. Dan ketika benar saja jari Pendekar Rambut Emas menyambar tengkuk pemuda itu dan Togura harus melempar tubuh bergulingan untuk menyelamatkan diri maka baju leher pemuda itu robek.

"Bret-aihh!"

Siauw-jin dan lain-lain pucat. Mereka sebenarnya melihat sebuah pertandingan yang seru, melihat bahwa tak mungkin Pendekar Rambut Emas dapat membunuh lawannya, karena Khi-bal-sin-kang sudah bekerja penuh di tubuh murid mereka. Namun karena gerakan murid mereka tampak lebih lamban setelah Kim-mou-eng mengeluarkan Cui-sian Gin-kangnya, menggabung ilmu warisan Bu-beng Sian-su itu dengan Jing-sian-eng yang juga sudah luar biasa maka kecepatan dan kehebatan Pendekar Rambut Emas ini memang menjadi lebih luar biasa lagi, menyambar-nyambar bagai burung srikatan dan murid mereka terdesak. Pukulan-pukulan dapat ditahan tapi sambaran atau cengkeraman jari tangan Pendekar Rambut Emas lama-lama tak berhasil dikelit. Gerak murid mereka menjadi kelihatan lamban setelah Pendekar Rambut Emas itu mengeluarkan Cui-sian Gin-kangnya, bukan main.

Dan ketika murid mereka melempar tubuh bergulingan dan berteriak kaget dengan baju leher terkuak lebar maka pasukan besar yang menonton jalannya pertandingan mulai melongo, sedikit tetapi pasti melihat keunggulan Pendekar Rambut Emas itu. Ah, Pendekar Rambut Emas memang hebat. Dan ketika pemimpin mereka menjerit dan minta tolong pada kelima gurunya, hal yang tak disangka, maka Siauw-jin dan lain-lain akhirnya maju menubruk ketika Pendekar Rambut Emas berkelebat menyambar murid mereka, mau menangkap.

"Hei, lepaskan dia, Kim-mou-eng. Atau kau mampus... des-dess!"

Kim-mou-eng terkejut. Saat itu dia tinggal meraih pinggang lawan dan akan menotok, tak tahunya Siauw-jin bergerak di belakang dengan bokongan curang. Cam-kong dan lain-lain juga sudah melengking dan berkelebatan mengelilingi dirinya, pukulan dan senjata menyambar silih berganti. Dan karena serangan atau pukulan lima Iblis Dunia itu cukup membahayakan dan Pendekar Rambut Emas membalik maka dia menangkis dan menunda totokannya itu, Siauw-jin mencelat tapi yang lain-lain sudah maju kembali.

Togura membentak marah dan meloncat bangun lagi, terbelalak melihat betapa dirinya hampir tertangkap. Dan ketika guru-gurunya sudah menyerang lagi dan membantu dirinya maka pemuda ini menggeram dan menyerang Pendekar Rambut Emas, berkelebatan bersama gurunya dan dikeroyoklah Pendekar Rambut Emas itu oleh enam orang lawan yang bukan main hebatnya. Masing-masing berteriak dan memaki. Dan ketika Pendekar Rambut Emas harus mengerahkan semua kepandaiannya dan pukulan atau senjata ditolak terpental maka ternyata hanya Togura ini yang dapat bertahan.

"Keparat, bunuh dia, suhu. Robohkan Pendekar Rambut Emas ini!"

Siauw-jin dan lain-lain pucat. Mereka terbanting bergulingan kalau Pendekar Rambut Emas menangkis, selalu tak tahan dan Khi-bal-sin-kang membuat mereka terlempar. Maka ketika muridnya berseru danTogur hanya tergetar atau terhuyung menerima serangan Kim-mou-eng maka lima Iblis Dunia ini membentak dan menjadi penasaran, menyerang lagi namun Kim-mou-eng bercahaya matanya. Sekarang Pendekar Rambut Emas itu menujukan serangannya kepada Togura, tak menghiraukan Siauw-jin dan kawan-kawannya karena serangan mereka selalu tertolak bertemu Khi-bal-sin-kang.

Getaran uap putih yang melindungi Pendekar Rambut Emas ternyata menolak balik pukulan atau senjata Siauw-jin, kakek cebol itu terbelalak dan Togura pucat. Pendekar Rambut Emas memperhatikan dirinya lebih dari yang lain-lain, kecutlah pemuda ini. Dan ketika sabit di tangan Siauw-jin mental bertemu pundak pendekar itu dan satu geraman marah terdengar dari mulut pendekar ini tiba-tiba Kim-mou-eng melakukan gerakan luar biasa cepat di mana tahu-tahu kelima jarinya sudah menyambar dan mencengkeram tengkuk Togura.

"Kaulah yang roboh. Kau akan kutangkap, togur. Roboh dan menyerahlah... bret-haiyaa!"

Togur melempar tubuh bergulingan, nyaris tertangkap dan untuk kedua kali pemuda ini berteriak pada kelima gurunya. Pemuda itu memaki-maki, kalang-kabut. Dan ketika dia meloncat bangun di sana dan gentar memandang Pendekar Rambut Emas maka pemuda ini menoleh pada pasukan dan menyuruh mereka menyerang.

"Goblok, jangan diam saja! Hayo pasukan panah bergerak!"

Pasukan terkejut. Mereka sadar dan menciut nyalinya, bentakan itu disertai pula ancaman kepada mereka. Seolah Togursiap menelan kepala mereka bulat-bulat. Maka begitu pemuda itu membentak dan pasukan panah bergerak maka Kim-mou-eng segera disambar puluhan panah dari segala penjuru, mencegat gerakannya yang selalu ingin mendekati Togur.

"Sing-singg...!"

Pendekar Rambut Emas mengerutkan kening. Hujan senjata yang tiba-tiba menyambar dari segala penjuru tak membuatnya terkejut, dia mengibas dan sebagian besar panah tersampok, runtuh terkena angin kebutannya. Tapi ketika Togura mulai menyelinap dan bersembunyi di balik ribuan pasukannya maka pendekar ini membentak,

"Hei, jangan lari, Togur. Kau sengaja kucari untuk kutangkap. Kemarilah, jangan bersembunyi!"

"Ha-ha, kau bodoh. Aku adalah pemimpin di sini, Kim-mou-eng. Kalau kau ingin menangkap aku tentu saja kau harus berhadapan dengan pasukanku!"

"Licik! Kau, ah...!" dan Kim-mou-eng yang harus menghadapi hujan senjata lagi tiba-tiba mendapat serangan Siauw-jin dan kawan-kawan, berkelebat menangkis mereka dan tiba-tiba lima orang itu menjerit. Mereka terlempar dan terpental semua. Lalu ketika lima iblis itu bergulingan dan Kim-mou-eng mengerahkan Cui-sian Gin-kangnya mendadak pendekar ini lenyap membingungkan pasukan panah, yang tiba-tiba kehilangan sasaran.

"Hei, dia di sini!"

Itu teriakan Togur. Pemuda ini memang sengaja mulai meninggalkan pertempuran karena dia gentar menghadapi Kim-mou-eng, karena berkali-kali pendekar itu memandangnya dan berusaha mendekati, menggeram dan suaranya seolah di belakang kuduk. Ke manapun Togur lari ke situ pula Pendekar Rambut Emas membayangi, pucat pemuda ini. Maka ketika lima gurunya terpental semua dan pasukan panah kehilangan Kim-mou-eng tiba-tiba pemuda itu menunjuk ke bayangan kuning emas yang berkelebat luar biasa cepatnya, mengejutkan pasukan panah yang tiba-tiba melihat itu. Maka begitu mereka menjepret panah namun di sana Kim-mou-eng sudah melepas pukulan untuk merobohkan pemuda ini maka Togur membalik dan terpaksa menangkis pukulan lawan.

"Dukk!" Togur mengeluh. Dia terlempar dan terbanting bergulingan karena Kim-mou-eng menggabung pukulannya dengan Lu-ciang-hoat. Khi-bal-sin-kang diredam dan Togur mencelat. Dan ketika pemuda itu terguling-guling namun untung pasukannya melindungi dengan panah yang berhamburan maka Kim-mou-eng terhalang gerakannya ketika harus menangkis atau meruntuhkan panah-panah itu.

"Plak-plak-plak!"

Gerakan ini menunda. Kim-mou-eng mengutuk ketika di sana lawannya sudah melompat bangun, memaki dan membentak pasukan agar melindungi dirinya dengan baik. Panah kembali berhamburan dan kini majulah pasukan besar itu menghadang perjalanannya, pendekar ini marah. Dan ketika tak lama kemudian pemuda itu sudah lenyap di balik pasukannya yang besar sementara hujan serangan juga kian menghebat saja tiba-tiba Kim-mou-eng sudah harus menghadapi ribuan orang ini, bukan Togur atau kelima gurunya yang entah menghilang ke mana. Lenyap melarikan diri! Dan karena pendekar itu menjadi naik darah karena dengan licik dan curang Togur bersama gurunya menyuruh pasukannya yang maju akhirnya pendekar ini menyapu roboh dan berkelebatan menangkis semua hujan senjata.

"Hei, berhenti kalian. Berhenti... plak-plak-plakk!" Kim-mou-eng geram, menangkis dan memukul runtuh semua panah dan tombak dan orang-orangpun yang dekat dengannya disambar angin pukulannya, menjerit dan terlempar ke kiri kanan namun yang di belakang terus maju mendapat aba-aba. Pendekar Rambut Emas itu tiba-tiba dikurung di tengah namun semua berpelantingan setiap dia menggerakkan kedua tangannya ke kiri kanan. Dan ketika Pendekar Rambut Emas meroboh-robohkan musuhnya sementara Togura dan guru-gurunya lenyap entah ke mana maka terdengarlah suara aneh dan tawa bergelak di balik bentakan dan geraman pendekar itu.

"Ha-ha, bagus. Kau roboh-robohkanlah mereka itu, Kim-mou-eng. Kau binasakanlah mereka semua. Habis di sini aku akan mencari yang lain, gagal di sini aku pasti tak akan gagal di tempat yang lain!"

Kim-mou-eng terkejut. Tiba-tiba dia sadar bahwa membunuh pasukan ini bukanlah tujuannya. Mereka hanya orang-orang yang diperalat Togura dan justeru pemuda itulah yang harus ditangkap. Kalau pemuda itu bersembunyi dan kini menyerahkan pasukannya untuk dibantai sungguh tidaklah tepat tindakannya. Dia datang bukan untuk membuat banjir darah. Pasukan yang mengepungnya ini bukanlah musuhnya, lagipula mereka memang bukan tandingannya. Maka begitu melengking dan mendorong seratus orang yang ada di depannya tiba-tiba Pendekar Rambut Emas berjungkir balik dan sudah bergerak luar biasa cepat di atas kepala ribuan orang.

"Baiklah, aku gagal menangkapmu, Togura. Kau anak setan yang keji dan kejam. Kalau kau bersembunyi dan sengaja memberikan pasukanmu untuk kubunuh maka kau keliru. Aku akan datang lagi kelak!" dan lenyap membuat pasukan bengong tiba-tiba pendekar ini telah meninggalkan Shen-yang dan kecewa tak dapat menangkap sasarannya, apa boleh buat harus pergi dan tak mau membunuh-bunuhi orang-orang tak berdosa. Dia bukanlah Siauw-jin atau teman-temannya yang berwatak kejam. Dia akan kembali dan memberi tahu isterinya.

Dan ketika pendekar itu menghilang sementara pasukan tertegun dan bengong maka malam itu Shen-yang cukup terguncang, melihat kesaktian Pendekar Rambut Emas dan Togur menunda serangannya ke kota raja, beberapa penasihatnya memberi tahu bahwa mungkin saja Pendekar Rambut Emas mendahului ke kota raja, menghadap kaisar dan mungkin akan datang kembali dengan pasukan yang besar. Maklumlah, Kim-mou-eng memang sahabat istana. Dan ketika semuanya itu menyadarkan pemuda ini dan Togur jerih melihat kesaktian lawan yang memang luar biasa maka pemuda ini diam-diam menyesal tak dapat menangkap Soat Eng.

"Keparat, kalau saja dulu Siang Le tidak menghalangi rencanaku tentu gadis siluman itu berhasil kutangkap. Heh, kita harus berhati-hati kalau Pendekar Rambut Emas datang lagi, suhu. Aku benar-benar harus mendapatkan Lu-ciang-hoat dan Cui-sian Gin-kang!"

"Hm, bagaimana caramu?"

"Aku belum tahu, tapi sambil berjalan aku akan memikirkannya!" dan ketika hari itu Shen-yang dibuat gempar dan Togur beserta gurunya menjadi waspada akan datangnya Kim-mou-eng maka di sana Pendekar Rambut Emas itu sendiri terbang dan lenyap di luar pintu gerbang.

* * * * * * * *

"Aduh, tolong... lepaskan aku, tolong....!"

Thai Liong dan Ituchi terkejut. Waktu itu mereka berlari cepat untuk menuju ke tempat Cucigawa, sesuai yang direncanakan. Tapi ketika teriakan itu terdengar melengking dan rupanya seorang wanita atau gadis terancam bahaya tiba-tiba Thai Liong melesat ke kiri menuju asal suara, meninggalkan temannya.

"Hei, tunggu, Thai Liong. Jangan sendiri!‖ Ituchi terkejut, mengejar temannya ini dan membelokkan arah namun Thai Liong tak tersusul. Dengan gerakan Jing-sian-eng yang luar biasa pemuda ini sudah bergerak, mendahului temannya. Dan ketika di sana Ituchi berteriak dan menyusul maka Thai Liong memasuki hutan di mana teriakan minta tolong ini terdengar, mendengar tawa bergelak di sana dan kiranya seorang gadis tertangkap segerombolan laki-laki. Gadis itu koyak-koyak pakaiannya dan para lelaki itu mempermainkannya. Thai Liong merah dan marah. Maka begitu dia berkelebat dan tangan-tangan yang kurang ajar mengusap serta meremas tubuh wanita itu tiba-tiba Thai Liong menggerakkan kaki tangannya dan terlemparlah belasan lelaki kasar itu.

"Lepaskan dia... bluk-plak-dess!" Thai Liong membuat terkejut orang-orang ini, yang seketika berteriak kaget dan terlempar ke kiri kanan. Mereka kaget melihat bayangan pemuda itu yang menyambar datang, berkelebat dan tahu-tahu tamparan atau tendangan telah membuat mereka semua mencelat, tak ada yang tidak menjerit. Dan ketika semua laki-laki itu berseru kaget dan gadis atau wanita itu terlepas maka Thai Liong sudah menyambar serta menahan wanita itu, yang menangis tersedu-sedu, mau jatuh.

"Tenang, aku menolongmu, nona. Siapa mereka ini dan bagaimana kau seorang diri ada di sini?"

"Aku... aku, ah... aku tidak seorang diri, kongcu. Mereka ini perampok-perampok hina yang mengeroyok barang kawalan ayahku. Di pohon itu ayahku dan anak buahnya roboh bergelimpangan!"

"Hm, kau puteri seorang kauw-su (guru silat)?"

"Ya, tapi... tapi aku tak mau belajar silat, kongcu. Aku... awas!" gadis itu terpekik, melihat dua orang perampok meloncat bangun dan tiba-tiba dengan geram mereka menyerang pemuda ini, dengan bacokan golok, diteriaki tapi tentu saja Thai Liong tahu. Desir senjata itu sudah ditangkap telinga Thai Liong. Maka begitu golok menyambar dan tengkuk pemuda ini dijadikan sasaran tiba-tiba dengan gerakan ringan dan tanpa menoleh Thai Liong menyentil dua senjata itu yang deras membacoki dirinya.

"Cring-tak!"

Dua golok itu patah. Thai Liong membuat dua orang lawannya terkejut, menggerakkan kaki dan mencelatlah dua perampok itu ketika Thai Liong menyepak seperti kuda. Dan ketika gadis di depannya terbelalak sementara dua orang itu menjerit terbanting roboh maka Thai Liong bertanya lagi bagaimana selanjutnya, tenang dan tidak menghiraukan belakang.

"Nah, apalagi yang terjadi. Di mana kereta barang ayahmu dan di mana pula ayahmu."

"Ayah... ayah..." gadis ini terbelalak. "Ayah di belakang pohon itu, kongcu. Tapi... tapi, awas!" gadis itu menjerit lagi, melihat lima perampok yang lain menyerang dengan bentakan marah.

Thai Liong kembali tidak mengelak atau menghindari serangan-serangan itu, hal yang membuat si gadis memekik ngeri. Tapi ketika kelima senjata menyambar datang dan pemuda ini ingin memberi hajaran keras maka tanpa menoleh tiba-tiba Thai Liong menyambut sebuah golok yang paling depan, menangkap dan menekuknya patah lalu secepat kilat melempar patahan golok yang sudah diremas hancur, menghamburkannya ke lima orang itu, hal yang tentu saja tak diduga. Maka begitu terdengar jerit dan pekik kelima perampok itu maka gadis yang berbicara dengan Thai Liong tertegun melihat para perampok yang bergulingan mengaduh-aduh ini, pundak atau pipi mereka tertancap serpihan golok.

"Aduh... aduh...!"

Gadis itu bengong. Tujuh perampok tiba-tiba saja sudah dirobohkan begitu mudah, tanpa menoleh. Betapa gampangnya! Tapi ketika terdengar geram dan bentakan kepala rampok, yakni laki-laki tinggi besar yang berikat kepala hitam tiba-tiba gadis itu menjerit lagi karena bersama sisa perampok yang lain, sebelas orang jumlahnya, tiba-tiba mereka ini menerjang Thai Liong.

"Awas, kongcu...!"

Thai Liong bergerak lebih cepat. Melihat lawan tak jerih juga setelah dia merobohkan tujuh yang pertama tiba-tiba Thai Liong mengeluarkan seruan marah. Pemuda ini berkelebat dan lenyap, Jing-sian-engnya kembali bekerja. Dan ketika lawan berseru tertahan karena kehilangan dirinya mendadak Thai Liong sudah muncul lagi dalam bentuk bayangan kuning emas yang berkelebatan di antara sebelas orang itu, ditambah si kepala rampok.

"Kalian tak tahu diri, robohlah... plak-plak-plak!" Thai Liong membagi-bagi pukulan, tidak terlalu kuat namun dua belas orang itu sudah merasa kepalanya seakan pecah.

Mereka menjerit dan bergulingan melepas senjata, mendekap kepala sambil mengaduh-aduh. Dan ketika si kepala rampok mendapat bagian paling keras karena di samping menampar kepala si tinggi besar ini Thai Liong juga menendang lututnya maka kepala rampok itu menjerit seperti babi dipagut ular berbisa karena tempurung lututnya tergelincir.

"Huwaduh...!" Kepala rampok itu berteriak kesakitan. Tubuhnya kontan roboh dan kepala rampok ini tak dapat bangun berdiri, mengaduh-aduh dan berteriak pada anak buahnya agar menolong dirinya. Dia tak dapat bangun selain memegangi kakinya itu, lutut yang bengkok dan tak dapat dipakai berjalan. Dan ketika anak buahnya semua terkejut dan sadar bahwa mereka berhadapan dengan seorang pemuda sakti maka bagai diingatkan saja mereka teringat Kim-mou-eng, Pendekar Rambut Emas, karena rambut Thai Liong memang sama kuning keemasan seperti ayahnya.

"Dia... dia Pendekar Rambut Emas. Lari... dia Kim-mou-eng...!"

Semua orang tiba-tiba berserabutan. Si kepala rampok meneriaki pada pembantunya agar tolong dipapah, gentar dan pucat setelah mengenal siapa lawannya. Kiranya Kim-mou-eng, nama yang memang sudah dikenal di seluruh jagad. Lupa bahwa Kim-mou-eng tak mungkin selalu tetap muda sejak dua puluh tahun yang lalu! Maka begitu yang lain berlarian dan si tinggi besar ini sudah ditolong empat pembantunya maka Thai Liong tersenyum melihat mereka terbirit-birit, tak mengejar.

"Kau Kim-mou-eng? Kau Pendekar Rambut Emas? Aih, maaf, siauwhiap (pendekar muda). Aku telah menyebutmu kurang hormat!"

Gadis yang koyak-koyak pakaiannya itu juga tiba-tiba terkejut, membelalakkan matanya lebar-lebar dan tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut. Kiranya nama Kim-mou-eng memang rupanya sudah tersohor hingga gadis yang tidak bisa silat inipun mengenal nama Pendekar Rambut Emas itu, berlutut dan menggigil di depan Thai Liong, hal yang membuat Thai Liong ganti terkejut. Maka begitu si nona menjatuhkan diri berlutut dan pucat mukanya tiba-tiba Thai Liong menarik bangun berkata, tepat bersamaan dengan datangnya Ituchi, yang berkelebat muncul.

"Aih, jangan begini, nona. Kim-mou-eng adalah ayahku, bukan aku!"

"Apa?"

"Benar, aku adalah Thai Liong, puteranya."

Dan ketika gadis itu tertegun dan terbelalak memandang Thai Liong maka Ituchi yang berkelebat di situ berseru, "Thai Liong, apa yang terjadi? Kenapa orang-orang itu lari terbirit-birit?"

"Siapa kongcu ini?" mendadak gadis itu bertanya, mendahului Thai Liong. "Apakah... apakah teman para perampok itu?"

"Ha-ha, tidak!" Thai Liong menjawab, tertawa. "Dia sahabatku, nona. Putera Raja Hu. Eh...!" Thai Liong menoleh pada temannya. "Nona ini baru dipermainkan perampok, Ituchi. Dia ketakutan dan mereka yang lari itu adalah perampok-perampok yang kuhajar. Dia puteri seorang kauwsu!"

"Hm!" Ituchi mengerutkan kening. "Dan ayahnya?"

"Benar," Thai Liong tiba-tiba teringat. "Ayahnya di sana, Ituchi. Roboh...!" pemuda itu berkelebat, tiba-tiba sudah berada di balik pohon besar dan melihat bergelimpangannya tubuh-tubuh yang mandi darah. Seorang tua merintih dan tidak kurang dari tiga puluh orang malang-melintang di situ. Thai Liong terkejut dan sudah berjongkok di dekat orang tua ini, kakek yang mandi darah dan rupanya dia seorang yang masih hidup, meskipun dalam sekarat. Dan ketika Thai Liong menotok dan membantu orang tua itu untuk bersandar di pangkuannya maka kakek itu membuka mata dan tampak terkejut melihat Thai Liong.

"Kim... Kim-mou-eng...?"

"Bukan," Thai Liong terharu, menjawab pendek. "Aku Thai Liong, orang tua. Apakah kau pemimpin yang diserang perampok-perampok itu?"

"Beb... benar..."

"Mana barang antaranmu?"

"Ooh...!" kakek itu tiba-tiba mengeluh, melihat gadis yang koyak-koyak pakaiannya itu, yang sudah berkelebat bersama Ituchi. "Kau... kau..." kakek ini sukar bicara, melotot dan tiba-tiba kejang-kejang. Dan ketika dia mendelik dan gadis yang koyak pakaiannya itu menangis tiba-tiba kakek ini menggeliat dan menuding-nuding, menunjuk gadis di dekatnya itu. "Dia... dia..."

Namun gadis ini tersedu-sedu. Sambil menjerit menyebut 'ayah' tiba-tiba gadis itu menubruk kakek ini, mengguguk dan memanggil-manggil ayahnya. Thai Liong terkejut karena gadis itu memukul-mukuli ayahnya, si kakek yang semakin mendelik dan berkelojotan. Dan ketika kakek itu seolah orang ketakutan tapi juga marah besar tiba-tiba terdengar suara tertahan dari kerongkongannya dan tiba-tiba terkulailah kakek itu.

"Ayah...!"

Thai Liong dan Ituchi terkejut. Kakek yang hendak ditolong itu tiba-tiba tewas, matanya mendelik dan gadis yang menjadi puterinya ini menggerung-gerung. Dan ketika Thai Liong terkejut bersama temannya mendadak di tengah hutan terdengar jerit melengking tinggi.

"Tolongg...!"

Thai Liong tertegun. Telinganya yang tajam mendengar suara memberebet, seperti kain sobek. Lalu ketika suara itu disusul tawa dan sorak laki-laki mendadak pemuda ini berkelebat ke tengah hutan. "Keparat, rupanya tempat ini penuh orang-orang jahat, Ituchi. Kau jaga gadis ini biar aku ke sana... wut!"

Thai Liong lenyap, mendahului temannya dan Ituchi pun tertegun. Akhirnya dia pun mendengar sorak laki-laki dan tawa yang kasar, jerit minta tolong itu terdengar kembali namun tiba-tiba berubah dengan teriakan kaget. Suara bak-bik-buk terdengar di situ dan Thai Liong rupanya sudah tiba di sana, memang benar dan pemuda itu melihat para perampok yang tadi diusir tiba-tiba ada di tengah hutan ini, mendapatkan korbannya, seorang wanita cantik lain yang menjerit minta tolong itu. Dan ketika Thai Liong marah dan tentu saja bergerak menghajar orang-orang itu maka para perampok yang jungkir balik ditendang atau ditampar pemuda ini berteriak-teriak.

"Lari... Kim-mou-eng datang...!"

Thai Liong gemas. Kiranya yang mengganggu ini adalah para perampok yang tadi mengganggu puteri guru silat itu, datang dan entah bagaimana menemukan wanita cantik ini di tengah hutan, menerkam dan tadi menangkap wanita itu, mempermainkannya dan meraba serta meremas-remas tubuh wanita itu, yang tentu saja menjerit-jerit dan berteriak tak keruan, takut dan juga marah sekaligus bingung. Maka begitu Thai Liong datang dan menghajar lagi orang-orang kasar itu maka mereka terpelanting bergulingan dan tiba-tiba lari lintang-pukang.

"Ooh, bunuh mereka itu... bunuh!"

Thai Liong menyambar wanita ini, menenangkannya. "Tidak, mereka sudah lari, nona. Kau diamlah dan tenang di sini."

"Tidak, mereka... mereka, ooh... mereka hampir merenggut kehormatanku!"

"Hm!" Thai Liong merah mukanya, melihat pundak dan punggung wanita itu memang terbuka lebar. "Kau sudah selamat, nona. Aku tak dapat membunuh mereka kalau mereka tobat. Kau pakailah ini, jangan biarkan dirimu terbuka."

Wanita itu tertegun. Thai Liong sudah memberikan bajunya sendiri untuk dikenakan wanita itu, tinggal memakai baju dalam dan tampak betapa bidang dada pemuda ini, hal yang membuat wanita itu tersipu dan merah mukanya. Namun ketika Thai Liong sudah memberikan bajunya dan wanita itu terisak tiba-tiba wanita ini sudah mengenakannya dan berlutut di depan Thai Liong.

"Te... terima kasih, kongcu. Kau rupanya penyelamatku yang datang secara kebetulan. Ah, aku berhutang budi padamu!"

"Hm, bangkitlah!" Thai Liong teringat temannya. "Aku juga baru saja menolong seorang wanita, nona. Dan temanku ada di sana. Mari kau berdiri dan kita ke tempat temanku!"

"Kongcu.... kongcu Pendekar Rambut Emas?"

"Aku puteranya. Dan, eh... siapa kau?"

"Aku... aku Ui Kok!"

"Hm, baik, Ui Kiok. Kita sekarang ke tempat temanku dan kita berkumpul di sana!" Thai Liong menyendal lengan wanita ini, tiba-tiba mengangkatnya naik dan Ui Kiok menjerit. Wanita ini serasa dibawa terbang namun sekejap kemudian dia sudah tiba di tempat di mana tubuh guru silat itu dan anak buahnya bergelimpangan, tempat di mana tadi Thai Liong meninggalkan Ituchi dan gadis puteri guru silat itu. Namun ketika Thai Liong tak melihat temannya lagi dan gadis puteri guru silat itu juga tak ada di situ maka pemuda ini tertegun sementara Ui Kiok berseru tertahan menutupi mulutnya.

"Ih, apa... apa ini, kongcu? Mereka... mereka sudah mati..."

"Hm!" Thai Liong tertegun, tak menjawab, melihat kiri kanan. Dan ketika wanita itu bertanya lagi namun Thai Liong seolah tak mendengar maka pemuda ini berseru, "Ituchi, di mana kau? Hei, di mana kau, Ituchi?"

Namun aneh, jawaban Ituchi tak terdengar. Thai Liong berteriak lagi dan mengerahkan khikangnya, tetap saja tak terjawab dan Thai Liong tentu saja terkejut, heran dan cemas. Dan ketika dia berteriak hingga seluruh isi hutan tergetar maka wanita di sampingnya tiba-tiba menjerit dan terguling roboh.

"Aduh!"

Thai Liong sadar. Kiranya getaran khikangnya tadi membuat Ui Kiok tak kuat, roboh dan terguling sambil mendekap telinganya, pucat. Dan ketika wanita itu menangis dan Thai Liong sadar mendadak pemuda ini menyambar wanita itu dan berkata, "Ui Kiok, temanku hilang. Mari kita mencarinya dan kelilingi hutan ini!"

Wanita itu mengeluh. Thai Liong berkelebat dan kedua kaki tahu-tahu sudah berjungkir balik di atas pohon, melayang dan hinggap di sana. Dan ketika Thai Liong mempergunakan ilmunya meringankan tubuh di mana dengan amat luar biasa dan cepat pemuda itu mulai beterbangan dari satu pohon ke pohon yang lain sambil berteriak memanggil-manggil Ituchi maka Ui Kiok menjadi takut namun juga kagum dipanggul pemuda ini.

"Ih, aduh... jangan tinggi-tinggi, kongcu. Ih, awas...!"

Thai Liong tak perduli. Tentu saja dia tersenyum mendengar semua seruan-seruan wanita itu, seruan ketakutan atau ngeri kalau dia melayang-layang di atas pohon yang tinggi, seolah burung menyambar dan acap kali dari pohon yang satu ke pohon yang lain dia meloncat begitu saja, dari pucuk yang kecil ke pucuk yang lain. Tanah di bawahnya begitu tinggi dan tak dapat disalahkan kalau Ui Kiok menjerit, takut mereka terjungkal, yang tentu akan tewas atau paling tidak patah punggungnya terjatuh dari tempat begitu tinggi. Namun ketika sekeliling hutan sudah diputari dan dari atas pohon Thai Liong tak menemukan temannya maka pemuda ini melayang turun dan mendesah mengusap keringatnya.

"Tak ada. Temanku hilang...!"

Ui Kiok gemetar, membetulkan anak rambutnya. "Kongcu, kau... kau mencari siapa?"

"Hm, temanku, Ui Kiok. Sahabatku. Tadi dia disana di tempat tubuh-tubuh yang bergelimpangan itu! celaka, kemana dia?"

Wanita itu terbelalak. "Kongcu mau mendengar kata-kataku?"

"Bagaimana?"

"Aku... aku mengenal sebuah hutan di luar tempat ini, kongcu. Hutan yang lebih lebat dan angker. Barangkali saja temanmu dibawa Sian-bi!"

"Sian-bi? Siapa itu?"

"Penunggu hutan di situ, kongcu. Kabarnya cantik tapi termasuk keluarga roh halus!"

"Hm, aku tak percaya segala roh halus!" Thai Liong mengerutkan keningnya. "Omong kosong kalau hutan ada penunggunya, Ui Kiok. Tapi kalau di sana temanku berada mungkin saja kita pergi mencarinya!"

"Kalau begitu kongcu ikut aku!" wanita ini tiba-tiba berubah sikapnya, lepas dari pengamatan Thai Liong, yang terlalu memusatkan diri pada Ituchi. "Aku tahu di mana dewi penunggu hutan itu bersemayam, kongcu. Mari kita cari dan berangkat ke sana!"

"Nanti dulu!" Thai Liong teringat mayat-mayat yang bergelimpangan. "Kita kubur dulu mayat-mayat di sana itu, Ui Kiok. Baru kita pergi dan meninggalkan mereka!"

"Apa?"

"Benar, kita tak dapat meninggalkan mayat-mayat itu begitu saja, Ui Kiok. Aku harus menguburnya dan kita kembali!" Thai Liong menarik, menyendal lengan wanita ini dan Ui Kiok tertegun, berseru perlahan tapi Thai Liong telah membawanya berkelebat, sekejap kemudian sudah tiba di tempat itu, di mana guru silat yang diserang perampok tewas bersama anak buahnya. Dan ketika Ui Kiok terbelalak dan melihat Thai Liong mematahkan sebatang ranting maka dengan senjata yang kecil ini Thai Liong menusuk dan mencongkel tanah dan sekejap kemudian terdapatlah lubang besar di mana seluruh mayat itu dapat dimasukkan menjadi satu.

"Ah, kau menakjubkan, kongcu. Kau pantas menjadi putera Pendekar Rambut Emas!"

"Sudahlah, jangan memuji," Thai Liong terus bekerja, melempar-lempar mayat dengan cepat ke lubang besar itu. "Aku harus menyelesaikan pekerjaanku dulu, Ui Kiok. Setelah itu kita ke tempat yang kau tunjuk dan mudah-mudahan temanku benar di sana!" Thai Liong selesai, mayat terakhir dilemparkan ke dalam lubang dan akhirnya menimbunnya dengan tanah. Semuanya ini tak lebih dari dua menit, bukan main! Dan ketika Ui Kiok ternganga dan kagum maka Thai Liong membersihkan bajunya dan mengebut-ngebutkannya membuang debu.

"Nah, kita berangkat. Sekarang selesai!"

Ui Kiok sadar. Setelah Thai Liong memandangnya dan bersinar-sinar kepadanya maka wanita itu pun mengangguk. Ui Kiok tak dapat menyembunyikan kagumnya dengan desah yang panjang. Dan ketika pemuda itu menyambarnya dan memanggulnya kembali di pundak maka Thai Liong minta agar wanita itu memberikan petunjuknya.

"Di sana...!" dan begitu jari itu menuding maka Thai Liong pun berkelebat dan menuju gunung di seberang.

* * * * * * * *

Ke mana Ituchi? Apa yang terjadi? Memang sesuatu yang di luar dugaan. Tadi, seperti diketahui pemuda tinggi besar ini disuruh Thai Liong menjaga gadis puteri guru silat itu. Baik Thai Liong maupun Ituchi tak menaruh curiga apa-apa. Mereka menganggap gadis itu benar-benar seorang gadis lemah yang tidak bisa silat, puteri guru silat yang mendelik-delik ketika melihat gadis ini. Hal yang tak membuat dua pemuda itu merasa aneh. Dan karena guru silat itu akhirnya tewas dan Thai Liong berkelebat meninggalkan temannya ketika mendengar jeritan minta tolong di tengah hutan.

Maka Ituchi waktu itu bersama gadis ini, gadis cantik yang matanya mulai bersinar-sinar memandang pemuda itu, pandangan yang aneh dan amat ganjil. Seperti ketawa tapi juga geram, atau mungkin gemas yang bercampur dengan bibir yang digigit-gigit. Dan ketika Ituchi tertegun mendengar teriakan itu sementara guru silat di depan kakinya roboh terkulai maka gadis yang belum dikenal namanya ini membuat pemuda itu teringat untuk menanyakan, ketika gadis itu tersedu-sedu menangisi kematian ayahnya.

"Sudahlah, ayahmu sudah tiada, nona. Kita kubur dia dan juga yang lain-lain ini."

"Tidak!" gadis itu tiba-tiba berseru. "Aku masih ingin bersama ayahku, kongcu. Atau kau hidupkan dia lagi dan bersamanya seperti dulu!"

"Tak mungkin orang mati dihidupkan lagi," Ituchi mengerutkan kening. "Ayahmu sudah tiada, nona. Orang mati harus dikubur!"

Namun ketika gadis itu menjerit sewaktu Ituchi memegang jenasah si korban mendadak gadis itu histeris. "Kongcu, hidupkan ayahku. Kembalikan ayahku!"

Ituchi terkejut. Gadis ini mengamuk dan tiba-tiba marah kepadanya, tak boleh dia menyentuh jenasah itu dan dia akan diserang kalau berani menyentuh jenasah si guru silat, hal yang membuat Ituchi mengerutkan kening karena gadis ini dianggap terganggu jiwanya. Dan ketika benar saja dia diserang dan gadis itu mengamuk sambil marah-marah maka Ituchi mengelak dan menampar tengkuk gadis ini.

"Hm, kau gila. Kalau aku tak boleh mengubur ayahmu biarlah kau tenang di sini. Kita tunggu Thai Liong!" gadis itu roboh, ditampar Ituchi dan Ituchi menarik napas. Dia tidak melakukan tamparan keras namun gadis itu sudah terguling, mengaduh dan terpelanting di sana. Dan ketika gadis itu selalu berteriak agar dia tidak memegang jenasah ayahnya maka Ituchi menggeleng mengangguk berkata, Sudahlah, aku tak akan memegang jenasah ayahmu. Kita tunggu Thai Liong di sini tapi kau juga jangan berteriak-teriak!"

Gadis itu menurut. Ternyata dia sekarang tidak marah-marah lagi kecuali terguncang di sana, sedikit bersedu-sedan. Dan ketika Ituchi duduk membanting pantatnya dan berdebar memandang tengah hutan, tempat di mana Thai Liong tadi menolong jerit permintaan tolong maka dia bertanya siapa nama gadis itu, karena tadi si gadis belum menjawab.

"Aku... aku Pek Kiok..."

"Hm, dan ayahmu?"

"Ayahku Pek-kauwsu, kongcu. Kami dari Li-bun."

"Hm...!" Ituchi mengangguk-angguk, melihat betapa jauhnya Li-bun dengan tempat itu. "Dan kau, eh... ayahmu itu. Mana kereta barangnya, Pek Kiok? Kalian membawa apa?"

"Ayah membawa kiriman dari hartawan Cu, kongcu. Tapi jangan tanya-tanya lagi dulu!"

Ituchi menarik napas. Dia dapat memaklumi kesedihan atau kedukaan gadis ini. Tapi sementara dia bersinar-sinar memandang gadis itu, juga menanti kedatangan Thai Liong tiba-tiba terdengar denting senjata di sebelah kirinya. "Hei, ada orang bertempur...!"

"Hei, jangan tinggalkan aku!"

Ituchi terkejut. Dia yang sudah bergerak hendak meninggalkan gadis itu tiba-tiba ganti diteriaki agar tidak meninggalkan gadis ini, teringat dan cepat dia menyambar Pek Kiok, melompat dan berkelebat ke asal suara. Tapi ketika denting senjata itu menjauh dan samar-samar Ituchi melihat dua bayangan bertempur maka pemuda ini penasaran dan terkejut, mengejar mereka.

"Ah, jangan keras-keras, kongcu. Sakit!"

Ituchi sadar. Cengkeramannya pada Pek Kiok diperkendor, lupa bahwa dia memanggul gadis yang lemah. Sedikit dicengkeram saja sudah sakit. Maka ketika Ituchi mengejar lagi namun bayangan di depan itu menjauh dan semakin menjauh saja maka Ituchi bergerak mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya.

"Keparat, siapa mereka?"

Pemuda ini gemas. Dua orang yang bertempur itu hampir didekati ketika tiba-tiba mereka menyelinap di hutan sebelah, denting senjatanya terdengar beradu dan Ituchi menyusul ke sini. Tapi ketika suara itu menjauh lagi dan berkali-kali mereka berpindah tempat di mana Ituchi juga harus bergerak dan mengikuti mereka maka tiada disadari lagi tiba-tiba pemuda ini sudah dibawa jauh meninggalkan tempat semula, memasuki hutan lebat yang amat besar di mana tiba-tiba dua orang yang bertempur ini hilang. Ituchi terkejut. Dan ketika pemuda itu berhenti dan longok-longok dengan penasaran mendadak Pek Kiok, yang dipanggul di atas pundaknya mengeluarkan kekeh yang aneh dan... bluk, robohlah Ituchi oleh sebuah totokan lihai!

"Hi-hik, selamat datang, putera Raja Hu. Kau sudah tiba di tempat tinggalku!"

Ituchi tertegun. "Apa... apa ini?"

Pek Kiok bertepuk tangan. Tanpa menghiraukan pertanyaan pemuda itu gadis atau wanita ini sudah meloncat turun, terkekeh dan tiba-tiba muncullah banyak laki-laki di situ, juga beberapa wanita dan Ituchi tertegun ketika melihat dua bayangan baju hitam, yang tadi dilihatnya sebagai orang-orang yang bertempur secara berpindah-pindah. Eh! Ituchi melenggong. Dan sementara pemuda itu terbelalak dan kaget, juga heran serta marah maka orang-orang yang muncul itu sudah menjatuhkan diri berlutut di depan gadis atau wanita ini.

"Pangcu (ketua), selamat atas keberhasilanmu membawa pemuda ini!"

"Hi-hik, bangunlah. Aku belum berhasil sepenuhnya, Thi Kiat. Karena enciku Ui Kiok masih harus menangkap pemuda yang satunya itu, putera Pendekar Rambut Emas. Kalau dia juga berhasil maka barulah kalian memberi selamat!"

"Keparat!" Ituchi tiba-tiba sadar, merasa telah tertipu. "Kau kiranya menipu aku, Pek Kiok? Dan kau, ah... bukan puteri guru silat itu?"

"Hi-hik, kau bodoh. Aku adalah Hui-hong Sian-li Chu Pek Kiok, Ituchi. Dan aku adalah penguasa seluruh wilayah hutan-hutan di sini, bersama enciku!"

Ituchi tertegun. Tiba-tiba dia menjublak, bengong, kaget dan merah mukanya dan dia merasa tertampar. Dan ketika semua orang yang menjatuhkan diri berlutut disuruh bangun dan wanita itu bertanya di mana adanya barang rampasan maka ditariklah sebuah kereta oleh tiga orang laki-laki yang semuanya dikenal Ituchi sebagai perampok-perampok yang dihajar Thai Liong!

"Hi-hik, bagus. Keluarkan semua barang-barang dari kereta, Thi Kiat. Lihat isinya dan taksir berapa nilainya!"

Ituchi terbelalak. Dia segera melihat betapa kereta yang ditarik dua ekor kuda itu dikeluarkan isinya, peti-peti warna-warni dan belasan gebung kain sutera, indah gemerlap dan halus buatannya. Dan ketika bahan makanan juga ada di situ dan gandum atau kue-kue kering dikeluarkan satu per satu akhirnya terkuraslah isi kereta itu, rapi disusun di atas tanah.

"Ha-ha, banyak sekali, pangcu. Barangkali bernilai laksaan tail!"

"Hm, buka peti itu. Kita lihat isinya!"

Semua bersorak. Memang isi peti inilah yang menjadi incaran mereka, paling ingin diketahui dan Thi Kiat serta tiga laki-laki pertama sudah membukanya, digembok tapi jari laki-laki yang menjadi pembantu Hui-hong Sian-li (Dewi Burung Hong Terbang) ini sudah mematahkannya, mudah dan dibukalah isi peti itu. Dan ketika semua orang melihat betapa rata-rata peti-peti itu berisi perhiasan emas permata maka semua tiba-tiba kembali bersorak dan bertepuk riuh.

"Aih, luar biasa. Bisa untuk hidup tujuh turunan!"

"Benar," Pek Kiok si Burung Hong Terbang berseru, tertawa. "Luar biasa hasil rampasan kita kali ini, Thi Kiat. Dan kita dapat bersenang-senang selama tujuh turunan!"

"Jahanam hina!" Ituchi tiba-tiba membentak. "Kalian tak layak menyentuh barang rampokan itu, Pek Kiok. Hayo bebaskan totokanku dan kita bertanding!"

"Hi-hik!" Pek Kiok membalik, berseri-seri. "Kau gagah dan tampan, Ituchi. Kau pantas sebagai putera Raja Hu. Aku dan enciku gembira menemukan kau dan temanmu, tapi jangan berteriak-teriak di sini!"

"Keparat, aku akan mengutuk dan memaki-makimu. Kau siluman busuk, kau curang dan tak tahu malu!" dan Ituchi yang lalu memaki-maki dan melepas semua kemarahannya dengan sangat lalu membuat semua orang marah dan terbelalak, membentak pemuda itu namun Ituchi tak perduli. Dan ketika dia memaki si Burung Hong ini sebagai Hui-hong Mo-li (Siluman Betina) dan bukannya Hui-hong Sian-li (Dewi Jelita) maka Pek Kiok akhirnya berkelebat dan menotok rahang Ituchi, yang kontan membuat pemuda itu tak dapat memaki-maki lagi, tertotok urat gagunya.

"Ikat dia, ambil rantai besi!"

Ituchi mendelik.Sekarang dia tak dapat memaki-maki lagi karena mulutnya dilumpuhkan, rahangnya ditotok dan jangankan memaki, menggerakkan sedikit bagian bawah mulutnya saja sudah sakit bukan kepalang. Dan ketika pemuda itu melotot dan mendelik dengan muka merah padam maka di sana si Burung Hong itu bergembira bersama pembantunya, menghitung nilai emas permata dan sebentar-sebentar terkekehlah wanita itu. Kalung atau perhiasan-perhiasan lain dikenakan di tubuhnya, satu per satu dan muaklah Ituchi melihat itu. Dan ketika gelang atau cincin juga dikenakan wanita itu dan Pek Kiok menghampiri Ituchi maka pemuda ini mendengar kata-kata wanita itu.

"Hi-hik, lihatlah, Ituchi. Malam nanti atau besok kita mengadakan pesta. Aku dan enciku akan mengadakan undian. Kita akan bermalam bahagia!"

"Keparat, apa maksudmu ini? Malam bahagia bagaimana? Aku tak sudi berpesta dengan barang rampokan, Pek Kiok. Lepaskan aku dan kuhajar kalian!"

Ituchi dibebaskan totokannya sejenak, diajak bicara dan tentu saja yang meluncur pertama kali adalah umpatan. Pemuda itu memaki namun Pek Kiok tertawa-tawa. Dan ketika wanita itu bersinar-sinar dan kagum memandang Ituchi, yang hitam namun gagah mendadak wanita ini menundukkan mukanya dan diciumlah pipi Ituchi.

"Hore, hidup pangcu!"

"Pangcu akan menikah...!"

Ituchi merah padam. Dia merasa kaget dan juga malu oleh ciuman itu, memaki-maki namun Pek Kiok sudah menotok urat gagunya lagi, terkekeh. Dan ketika pemuda itu melotot namun tak berdaya di bawah kekuasaan lawan maka teriakan "pangcu akan menikahbegitu gaduh terdengar di dalam hutan. Dan saat itulah tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan lain dan Thai Liong tampak dipanggul seorang wanita cantik yang rupanya hampir mirip dengan Pek Kiok...