Istana Hantu Jilid 06 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

ISTANA HANTU
JILID 06
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

"MANA BISA? Firasatku menggetarkan sesuatu, suamiku. Kalau ada apa-apa dengan ayah tentu akan kubunuh bedebah-bedebah itu!"

"Sudahlah, kau panik dan gelisah sendiri. Sebaiknya kita mempercepat perjalanan dan ke Sam-liong-to."

"Dan juga mencari pemuda siluman itu!"

"Ya, dia juga, isteriku. Dan mari kerahkan kepandaianmu agar kita cepat sampai!" dan Pendekar Rambut Emas yang mengajak isterinya memusatkan diri tiba-tiba menyendal dan menarik, berkelebat dan mereka berdua sudah terbang seperti siluman. Tubuh keduanya melesat melebihi kecepatan iblis. Dan ketika Kim-mou-eng berhasil membujuk dan menenangkan hati isterinya maka keduanya sudah lenyap meninggalkan Ce-bu menuju ke timur.

* * * * * * * *

Nah, ini Tung-hai," Pendekar Rambut Emas berhenti, mengusap keringat isterinya dan mereka tiba di tepi laut yang bergemuruh. Ombak yang membukit dan bergulung-gulung di tengah seolah isi hati isterinya sendiri. Swat Lian berombak dan menahan marah, tidak sabar namun mereka harus berhenti, mencari perahu. Dan ketika kebetulan seorang kakek nelayan mereka temui dan sekaligus ditanya di mana kiranya pulau Sam-liong-to itu maka kakek ini tertegun dan berkedip-kedip.

"Sam-liong-to? Pulau Tiga Naga? Ah, jauh dari sini, taihiap. Seminggu perjalanan!"

"Hm, kami mau ke sana juga. Dapatkah kau menolong?"

"Bagaimana aku menolong?"

"Kami ingin mempergunakan perahumu, menyewa atau membeli. Dan kalau kau tahu letak pulau itu maka antarkan atau tunjukkan kami ke sana. Kami berani membayar mahal!"

"Tidak," kakek ini tiba-tiba surut, gemetar. "Pulau itu pulau siluman, taihiap. Siapa ke sana akan mati! Apakah taihiap tak sayang nyawa?"

"Hm," Swat Lian jadi tak sabar. "Kalau begitu kami akan mencari sendiri, lopek. Dan berikan perahumu untuk kami ambil.... cring!" Swat Lian melempar sepundi uang, besar dan banyak dan pemilik perahu terguncang.

Beberapa keping emas yang tercecer dari pundi-pundi itu membuat matanya terbelałak. Dari uang yang tercecer itu saja suami isteri ini sudah dapat membeli sepasang perahu seperti miliknya, belum lagi uang yang ada di dalam! Maka mengangguk dan tiba-tiba berseri mendadak kakek ini membungkuk dan mengiyakan. "Baiklah, silahkan bawa, hujin. Tapi uangmu terlalu banyak. Yang tercecer ini saja sudah cukup untuk pengganti perahu."

"Tidak, kau bołeh mengambilnya, lopek. Dan sekarang berikan dayungmu dan biar kami pergi.... wut!" nyonya itu berkelebat, menyambar dayung dan tahu-tahu sudah berada di atas perahu si kakek. Dan ketika Pendekar Rambut Emas juga berkelebat dan duduk di atas perahu tiba-tiba kakek itu bengong melihat perahunya melesat dan terbang di atas permukaan air laut.

"Hei, silumankah kalian, ji-wi enghiong? Atau hantu?"

Pendekar Rambut Emas tak menjawab. Isterinya telah mengerahkan tenaga dan perahu meloncat serta beterbangan di atas laut, menghindari ombak-ombak yang tinggi dan kakek nelayan itu tak berkejap. Dan ketika bagai kecapung menari-nari perahu yang digerakkan isterinya ini melambung dan melejit seperti perahu siluman maka kakek di pinggir pantai itu tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut.

"Ah, aku rupanya bertemu dewa-dewi Rejeki. Terima kasih, dewa.... terima kasih, dewi. Semoga aku diberkati panjang umur dan dapat bertemu kalian lagi....!"

Pendekar Rambut Emas tak menghiraukan di sana. Pendekar ini tersenyum saja melihat tingkah-polah si kakek, dia geli tapi cepat membantu isterinya. Dan ketika dua suami isteri itu bergerak dan tangan maupun dayung di tangan mereka mengibas dan memukul permukaan laut maka Pendekar Rambut Emas ini lenyap jauh di tengah laut, tak kelihatan lagi karena sekejap saja mereka sudah meninggalkan pantai.

Ombak dan buih yang menyambut perahu mereka dapat mudah dilampaui, perahu melejit dan seperti capung menari-nari dua orang di atas perahu itu menguasai keadaan. Dan ketika enam jam kemudian mereka mencari-cari dan mengelilingkan pandang ke segala penjuru maka tiga pulau berjajar mereka temukan dan Swat Lian menuding.

"ltu! Agaknya Sam-liong-to....!"

Pendekar Rambut Emas mengangguk. Ternyata perjalanan yang menurut kakek nelayan itu membutuhkan waktu tujuh hari kiranya oleh suami isteri ini ditempuh dalam waktu seperempat hari saja, hal yang akan membuat kakek itu bengong kalau tahu. Maklumlah, gerakan perahu melebihi kecepatan siluman dan darat maupun laut sama saja bagi suami isteri yang hebat ini. Dan ketika mereka kian mendekat dan perahu mendarat di pulau paling ujung maka Pendekar Rambut Emas dan isterinya sudah berjungkir balik mendahului kendaraan air itu, tak sabar dan Swat Lian bergerak ke tengah.

Perahu terombang-ambing di pantai dan tak dihiraukan lagi, tak membuat dua suami isteri itu khawatir karena dengan kepandaian mereka yang tinggi itu mereka dapat bergerak leluasa di manapun, dalam keadaan apa pun. Dan ketika dua orang itu bergerak ke tengah dan menyelidiki pulau ini mendadak sebuah kepala tersembul di atas sebuah gundukan pasir.

"Hei, apa itu?" Swat Lian berkelebat, bergerak dan sudah melihat apa yang diamati. Dan begitu wanita ini berlutut dan memandang ternyata seorang laki-laki terpendam tubuhnya sebatas leher. "Ah, dia masih hidup!" Swat Lian bergerak, tidak menunggu suaminya lagi dan wanita itu pun membetot. Dan begitu dia menarik dan menyendal maka laki-laki ini terangkat dan membuka matanya,

"Siapa kau?"

Pertanyaan itu tak dapat dijawab. Laki-laki ini rupanya terlampau lemah dan kehabisan tenaga, kurus dan pucat. Tak ada sepatah pun kalimat yang meluncur terdengar, yang terlihat hanyalah kemak-kemik mulutnya yang tak jelas. Dan ketika Swat Lian mengerutkan alis dan suaminya mengurut maka laki-laki ini ah-uh-ah-uh dan dapat mulai bicara.

"Kau kelaparan," Pendekar Rambut Emas kasihan. "Siapa kau dan bagaimana dapat terpendam di tempat seperti ini?"

"Kalian... kalian siapa?"

"Aku Swat Lian, Hu Swat Lian."

"Dan aku Kim-mou-eng."

"Ooh!" laki-laki itu tiba-tiba terbelalak. "Pendekar Rambut Emas? Ah, terima kasih, taihiap. Mataku tak melihat!" tapi terguling mengeluarkan seruan girangnya ini tiba-tiba laki-laki itu ambruk dan pingsan.

"Hm, dia kelaparan, terguncang dan kini kaget."

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Menolongnya isteriku. Coba kau ambilkan air dan beri dia sepotong roti lunak."

Swat Lian bergerak. Wanita ini sudah mengambil air dan sekerat roti kering, mencelupkannya ke dalam air. Dan ketika hati-hati dan penuh iba ia menyuapkannya ke mulut laki-laki itu, yang sudah ditolong suaminya maka air dan roti kering ini tertelan sedikit demi sedikit.

"Aku... aku Ji Pin....!" laki-laki itu mulai bicara, siuman. "Dan aku... aku telah bertemu putera-puterimu, taihiap. Mereka itu gagah dan hebat sekali....!"

"Hm," Pendekar Rambut Emas girang, berseri-seri. "Di mana mereka itu sekarang, Ji Pin? Dan bagaimana kau bisa seperti ini?"

"Gempa, taihiap. Sam-liong-to diamuk gempa dan letusan gunung!"

"Gempa? Letusan gunung?"

"Ya, tidakkah kau tahu? Pulau di tengah itu bergemuruh, taihiap. Dan letusan-letusan dahsyat muncul dari pulau itu!"

"Hm, kau duduklah," Pendekar Rambut Emas membantu laki-laki ini. "Ceritakan dan terangkan kepada kami, Ji Pin. Apa yang telah terjadi dan di mana putera-puteriku itu sekarang."

"Mereka pergi," laki-laki ini yang ternyata Ji Pin adanya menarik napas. "Aku tak tahu mereka selamat atau tidak, taihiap. Tapi di pulau itu terdengar suara-suara aneh seperti orang bertempur!"

"Kapan kau mendengarnya?"

"Beberapa hari yang lalu, sebelum aku pingsan!"

"Hm," Pendekar Rambut Emas memandang isterinya, menoleh. "Bagaimana, isteriku, apakah kita ke sana?"

"Tentu, Thai Liong dan Soat Eng harus kita temukan, suamiku. Dan di sana itu mungkin saja See-ong adanya!"

"Baiklah," pendekar ini memandang Ji Pin lagi. "Kapan kau bertemu putera-puteri kami terakhir kalinya? Apa yang mereka katakan dan terangkan padamu?"

"Mereka ke Istana Hantu, taihiap. Dan pulau di tengah itulah yang dituju dua putera-puterimu!"

"Lalu?"

Ji Pin menelan ludah.

"Kau masih lapar?"

"Ya," laki-laki ini mengangguk, tak malu-malu. "Aku lapar, taihiap. Dan aku tak ingin bicara dengan cara gemetar begini!"

Pendekar Rambut Emas tersenyum. Tanpa banyak bicara ia mengambil buntalan roti kering, menyodorkannya semua dan lahaplah Ji Pin memakan roti kering itu. Berkali-kali ia harus mendorongnya dengan air. Dan ketika ia selesai dan roti kering itu hampir habis maka mukanya merah ketika ia menyadari kerakusannya.

"Maaf, hampir habis, taihiap. Aku benar-benar kelaparan!"

"Tak apa, sekarang ceritakan apa yang kau alami, orang she Ji. Dan bagaimana pula dengan dua anak kami."

Ji Pin lalu bercerita. Ia menceritakan pertemuannya mula-mula dengan Soat Eng dan Thai Liong. Betapa dua kakak beradik itu menolongnya dari amukan hiu-hiu ganas. Dan ketika cerita demi cerita diselesaikannya dengan baik dan tiba pada masalah Istana Hantu maka laki-laki ini menutup. "Kami gagal, nona dan kongcu akhirnya ke Istana Hantu untuk membalas kematian temanku. Juga sekalian mengambil harta karun itu!"

"Hm, tadinya kau berdua?"

"Benar, aku dan temanku ke pulau di tengah itu, taihiap. Tapi kami diserang gorila sakti yang kebal senjata. Temanku tewas dan Kim-kongcu serta Kim-siocia akhirnya ke sana!"

"Hm, kalau begitu kami pun akan ke sana. See-ong menunggu dan mengundang kami."

"Siapa itu See-ong?" Ji Pin tak kenal, mengerutkan kening.

"Sudahlah, kau tak perlu tahu, orang she Ji. Pokoknya dia musuh kami dan kini rupanya tinggal di pulau yang tengah itu. Sebaiknya kau pulang dan jangan di sini lagi, tempat ini berbahaya."

"Ah, tidak," Ji Pin menggeleng. "Aku terlanjur terkubur hidup-hidup di sini, taihiap. Kalau pun maut datang lagi aku tak gentar. Aku ingin ikut ji-wi berdua!"

Pendekar Rambut Emas tertawa "Tak mungkin kau mengikuti kami, Ji Pin. Kepandaianmu rendah dan terus terang saja merepotkan kami."

"Aku di belakang!" orang she Ji itu ngotot. "Aku tahu kepandaian sendiri, taihiap. Tapi aku ingin bertemu Kim-siocia dan Kim-kongcu. Aku khawatir keadaan mereka berdua!"

"Hm!" Pendekar Rambut Emas tertegun. "Begitukah kiranya? Baiklah, kutanya isteriku." dan Swat Lian yang dpandang dan ditanya suaminya lalu menjawab,

"Kalau dia mengikuti di belakang tentu saja aku tak keberatan. Tapi resiko sebaiknya dipikul sendiri."

"Tentu!" Ji Pin bersemangat. "Aku menanggung semua resiko ku, hujin. Kalau ada bahaya aku tak minta tolong kałian!"

Kim-mou-eng kagum. Tekad dan semangat orang ini besar, mau tak mau ia pun memuji. Dan karena semuanya dirasa cukup dan isterinya pun tak keberatan maka dia menepuk pundak laki-laki muda itu. "Nah kami berdua mendahuluimu, Ji Pin. Kau berangkat belakangan dan susullah kami."

"Terima kasih. Aku menghaturkan terima kasih bahwa ji-wi berdua telah menyelamatkan diriku, taihiap. Tanpa kalian berdua tentu aku sudah tinggal nama!"

"Hm, tak usah berterima kasih. Itu adalah kewajiban kami sebagai pendekar!" dan membawa isterinya pergi mendahului Ji Pin, Pendekar Rambut Emas berkelebat dan menuju ke pantai, menyambar perahunya tapi tiba-tiba dia tertegun. Di situ tak ada perahu lain dan teringatlah dia akan Ji Pin. Bagaimana laki-laki itu menyusul dan ke pulau di tengah? Dengan apa? Dan ketika isterinya bertanya apa yang dia pikirkan maka Kim-mou-eng mengutarakan pikirannya itu.

"Jadi apa maumu?" sang isteri mengerling. "Kau ingin memberikan perahu ini kepadanya, bukan?"

"Benar, dan kita berselancar isteriku. Kalau kau tidak keberatan."

"Ah, kau memang berwatak mulia. Pulau itu tak jauh dari sini, kalau kau ingin memberikan perahu ini kepada Ji Pin tentu aku tak keberatan. Silahkan."

Pendekar Rambut Emas tertawa. Dia girang bahwa isterinya tak cemberut, begitulah biasanya isterinya ini, dapat membaca jalan pikirannya dan semua dapat dimusyawarahkan. Dan ketika ia memanggil Ji Pin dan orang she Ji itu datang maka Ji Pin mengerutkan kening penuh tanda tanya.

"Taihiap mau bicara apa lagi? Ada yang kurang?"

"Hm, tidak. Tapi kutanya kau bagaimana kau menyusul kami, Ji Pin? Adakah kau memiliki perahu di sini?"

Laki-laki itu terkejut. "Tidak, tapi... hm, aku dapat membuatnya, taihiap. Tak usah dipikirkan."

"Bagaimana kalau kau mempergunakan perahu kami?"

"Apa? Taihiap hendak memberikannya kepadaku?"

"Benar, demi keselamatanmu, Ji Pin. Membuat perahu tentu makan waktu lama bagimu. Kau dapat menerima perahu kami dan pulang sekalian kalau kau suka."

"Tidak, ah... terimakasih!" dan Ji Pin yang berlutut dengan muka berseri-seri tiba-tiba berkata lagi, "Taihiap, kau persis puteramu. Begitulah Kim-kongcu adanya, selalu memikirkan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri!"

"Ha-ha, kau memuji? Eh, jangan banyak bicara lagi, Ji Pin. Kalau begitu kau terima perahu ini dan biar kami ke pulau di tengah itu dengan cara lain... wut!" dan Pendekar Rambut Emas yang berjungkir balik menghilang ke kiri tiba-tiba datang lagi dengan pelepah pisang, satu untuk isterinya dan satu lagi untuk diri sendiri. Dan begitu Ji Pin melongo dan membuka mata lebar-lebar tiba-tiba pendekar ini berkelebat dan membuang pelepah pisang itu di laut. Dan sekali menjejakkan kaki berjungkir balik tahu-tahu pendekar itu hinggap di sana dan meluncur seperti Thai Liong dulu menyeberangi laut.

"Ha-ha, cepat, isteriku. Hayo menyeberang dan ke pulau di tengah itu!"

Ji Pin ternganga. Entah kapan bergeraknya tahu-tahu wanita di sampingnya itu pun lenyap. Isteri Pendekar Rambut Emas ini berkelebat dan tahu-tahu sudah di atas pelepah pisang yang ditunjuk suaminya. Dan begitu dia mengembangkan lengan dan menggerakkan kaki tahu-tahu wanita cantik itu sudah bergerak dan 'terbang' ke tengah laut, meluncur dan tidak banyak bicara lagi kepadanya dan Ji Pin tentu saja terkagum-kagum. Laki-laki itu bengong dan tak habis pikir. Dia teringat cara Thai Liong dan Soat Eng, hampir mirip. Begitulah cara aneh keluarga sakti itu. Tapi begitu dia sadar dan berteriak girang tiba-tiba Ji Pin menyambar perahunya dan tertawa.

"Hei, aku akan mengejar kalian, ji-wi taihiap. Lihatlah!"

Kim-mou-eng tersenyum. Berendeng bersama isterinya Pendekar Rambut Emas ini sudah meluncur dan berjalan di permukaan air, tentu saja tidak sembarang berjalan karena mereka mengerahkan Jing-sian-eng. Cepat dan luar biasa tahu-tahu keduanya sudah lenyap di tengah laut. Dan ketika Ji Pin mengejar namun kehilangan jejak dua orang sakti itu maka laki-laki ini tertegun dan mandi keringat.

"Wah, luar biasa. Kalau tidak menyaksikan dan membuktikan sendiri tentu aku tak percaya. Aih, benar-benar luar biasa!" Ji Pin menggosok-gosok kepalanya, mendecak dan berkali-kali berseru memuji kagum. Apa yang dilihat memang luar biasa mengagumkan. Tapi sementara laki-laki itu menggerakkan dayungnya dan mandi keringat maka cepat dan menakjubkan Kim-mou-eng sudah mendekati pulau di tengah, tak lebih dari lima menit!

"Hati-hati, kita mendekati sarang See-ong!"

"Aku tahu, tapi aku tak takut, suamiku. Justeru aku ingin tahu siapa itu See-ong dan biar kulihat tampangnya!"

"Hm, aku merasa diamati. Apakah kau merasa begitu?"

"Benar, sepasang mata mengamati kita, suamiku. Dan mungkin itu nenek Naga!"

"Kita mendarat" dan Kim-mou-eng yang berjungkir balik serta turun ke pantai akhirnya disusul isterinya yang juga melayang dan berjungkir balik dengan indah, hinggap dan turun di pantai di sebelah suaminya. Dan begitu mereka mendarat dan melihat ke kiri maka tampaklah sesosok bayangan berkelebat menghilang.

"Benar, Nenek Naga!" Kim-mou-eng berseru, berkelebat dan mengejar nenek ini. Matanya yang awas melihat bahwa sebenarnya di empat penjuru pulau terdapat tidak hanya sepasang mata melainkan beberapa pasang, satu di antaranya adalah nenek ini yang berkelebat menghilang. Kim-mou-eng membentak dan mengejar nenek itu, mengerahkan Jing-sian-engnya dan tahu-tahu nenek itu telah tersusul. Dan ketika dia berjungkir balik dan melayang turun di depan nenek ini maka Kim-mou-eng tertawa.

"Nenek Naga, berhentilah. Jangan terburu-buru!"

Nenek itu terkejut. Dia mendapat tugas jaga di wilayah utara, kebetulan melihat Kim-mou-eng dan isterinya, mau melapor tapi Pendekar Rambut Emas tahu-tahu telah berkelebat di depannya, melayang dan menghadang. Dan karena pendekar itu adalah musuhnya dan nenek ini melengking maka dia membentak dan langsung mengayun pukulan. Kim-mou-eng, mampuslah!"

Pendekar Rambut Emas tertawa. Dia mengerahkan Khi-bal-sin-kang dan nenek itu menjerit, pukulannya membalik dan tiba-tiba dia terbanting bergulingan. Dan ketika dia meloncat bangun dan memaki gentar tahu-tahu Swat Lian, isteri Pendeker Rambut Emas itu telah berdiri di belakangnya dengan tawa dingin.

"Nenek keparat, tunjukkan kepada kami di mana putera-puteri kami!"

"Wut!" nenek ini membalik, melepas Tee-sin-kang namun Swat Lian mendengus. Dengan Lu-ciang-hoat dia menerima pukulan itu. Dan ketika nenek ini menjerit dan terbanting bergulingan maka untuk kedua kali nenek itu mengaduh dan pucat mukanya.

"Aih, jahanam kalian. Kalian datang sebagai perampok atau para undangan, Kim-mou-eng? Mau membunuh aku atau bagaimana?"

"Tahan," Kim-mou-eng mencegah isterinya. "Biarkan dia bicara, isteriku. Dan kita tanya baik-baik."

"Tak ada yang baik!" nenek itu melengking. "Kalian menyerang dan kurang ajar di sini, Kim-mou-eng. Biar kalian mampus dan rasakan ini... wut!" nenek itu menyerang lagi, mencabut jarum emasnya dan menusuk serta menikam. Tangan kirinya bergerak pula dengan pukulan Tee-sin-kang.

Tapi ketika Kim-mou-eng mengelak dan menangkis maka nenek itu menjerit dan terlempar roboh, menyerang lagi namun Kim-mou-eng mendorong. Dan ketika nenek itu tunggang-langgang dan menjerit gentar maka Naga Bumi melarikan diri dan berteriak-teriak.

"Siauw-jin, bantu aku...!"

Swat Lian mengejar. Nyonya cantik ini membentak menyuruh nenek itu berhenti, melepas pukulan dan nenek ini terguling-guling. Apa yang dilakukan dua orang itu memang membuat semangatnya terbang. Tapi ketika beberapa bayangan berkelebat dan Siauw-jin serta teman-temannya muncul maka setan cebol itu terkekeh.

"Heh-heh, beginikah cara datangnya tamu? Menyerang dan tak tahu malu terhadap tuan rumah?"

Kim-mou-eng menahan isterinya. Melihat bayangan Siauw-jin dan lain-lain dia cepat menangkap lengan isterinya itu. Swat Lian meronta namun sang suami mencekal erat. Dan ketika lima orang sudah mengurung mereka sementara Tok-ong tak kelihatan maka Pendekar Rambut Emas tersenyum menyambut lawan-lawannya ini, musuh lama.

"Bagus, kiranya kalian semua di sini. Siauw-jin. Mana Tok-ong dan kenapa tidak lengkap?"

"Keparat!" Ji-moi membentak. "Mertuamu membunuh kawan kami, Kim-mou-eng. Kalian berhutang satu jiwa yang harus diselesaikan!"

"Apa?" Kim-mou-eng tertegun. "Gak-hu (ayah mertua) sudah di sini dan membunuh Tok-ong?"

"Benar, dan kau datang mengantar nyawa, Kim-mou-eng. Kebetulan agar menyusul arwah mertuamu!"

"Jaga mulutmu!" Swat Lian membentak. "Di mana ayahku, Ji-moi? Dan mana putera-puteriku?"

"Hi-hik," Toa-ci, sang nenek tertua terkekeh. "Mereka mampus, hujin. Dan kalian semua juga akan mampus..."

"Wut!" Swat Lian berkelebat, menampar dengan Lu-ciang-hoat. "Kalau begitu kau menerima kematianmu, Toa-ci. Jaga dan kuhancurkan mulutmu!"

Toa-ci mengelak, dikejar dengan Jing-sian-eng dan nenek ini kaget. Ke manapun dia pergi ke situ pula tangan lawan mengejar, tak ayal lagi mulutnya tertampar dan pecahlah mulut nenek itu. Dan ketika Toa-ci bergulingan melempar tubuh dan baru bebas setelah teman-temannya yang lain bergerak maka nenek ini memekik meloncat bangun, merah padam.

"Keparat, serang nyonya ini, Ji-moi. Ayo bunuh dan kita dahului See-ong!" nenek itu berkelebat, disusul teman-temannya yang lain.

Dan Swat Lian dikeroyok. Dalam keadaan hamil muda begitu ternyata enak saja wanita ini melayani lawan, suaminya menonton dan tersenyum-senyum. Menganggap omongan Toa-ci hanya main-main belaka dan dia kurang percaya bahwa ayah mertua dan anak-anaknya terbunuh. Dan ketika semua menjerit karena isterinya berkelebatan dan membagi-bagi pukulan dengan Lu-ciang-hoat atau Khi-bal-sin-kang maka kelima iblis itu berpelantingan mundur dengan kulit matang biru.

"Nah!" Swat Lian berdiri tegak, gagah menghentikan gerakannya. "Siapa dibunuh siapa dihajar sekarang kalian semua tahu, Toa-ci. Hayo tunjukkan padaku di mana ayah dan anak-anakku!"

"Mereka mampus!" Toa-ci melengking gusar. "Kalau tidak percaya boleh kau lihat mayatnya, bocah she Hu. Datang ke tengah pulau dan temui See-ong!" dan berkelebat meninggalkan lawan karena jerih nenek ini meloncat pergi sambil memaki-maki. Tadi mendapat hajaran dan dia marah namun tak dapat membalas. Pendekar Rambut Emas masih di situ tak ikut bergerak. Dapat dibayangkan kalau pendekar itu ikut membantu isterinya. Dan ketika nenek itu pergi dan gentar meninggalkan lawan maka Siauw-jin dan teman-temannya juga berkelebat meninggalkan suami isteri itu.

"Benar, kalau kau ingin menemui anak atau orang tuamu datang saja ke tengah pulau, Kim-hujin (nyonya Kim). See-ong menunggu dan menantikan kalian!"

Apa boleh buat, karena mereka melarikan diri dan mengajak ke pulau maka Pendekar Rambut Emas menyambar isterinya, berkelebat ke tengah dan lima orang iblis itu memencar. Mereka takut dikejar dan diserang, Cam-kong bahkan berseru memanggil See-ong. Dan ketika Kim-mou-eng tiba di tengah pulau dan lima iblis itu lenyap lalu muncul lagi maka terdengarlah suara tawa bergelak yang menggetarkan bumi.

"Ha-ha, inikah Pendekar Rambut Emas? Dan itu Hu Swat Lian?"

Kim-mou-eng mengerutkan alis. Di antara tawa dan bayangan lima orang itu tak tampak siapa pun, seorang pemuda berkelebat namun Kim-mou-eng menangkap segumpal asap putih yang aneh. Isterinya digamit dan memandanglah dua orang itu ke belakang bayangan pemuda yang baru muncul ini. Dan ketika pemuda itu berkelebat dan tiba di depan dua suami isteri ini maka Siang Le, murid See-ong menjura memberi hormat, matanya bersinar-sinar namun wajahnya agak kecut.

"Maaf, apakah ji-wi (anda berdua) Kim-taihiap dan isteri?"

"Hm, siapa kau?"

"Aku Siang Le, taihiap. Murid See-ong."

"Bagus, panggil gurumu. Kami datang memenuhi undangan!" Swat Lian, yang tak sesabar suaminya membentak. Wanita itu bahkan menepuk dan mendorong pundak si pemuda. Tapi ketika Siang Le mengelak dan mundur dengan cepat maka asap putih di belakang pemuda itu, yang bukan lain See-ong adanya ketawa terbahak, mempergunakan Hek-kwi-sutnya.

"Ha-ha, muridku menyambut, Kim-hujin. Silahkan menerima dan selamat datang...wut!" tak ada gerak pukulan, tak terdengar suara apa-apa namun tiba-tiba berkesiur angin dahsyat.

Swat Lian merasa dihantam dan sekaligus ditampar dari depan, tepatnya dari asap putih yang samar-samar nampak dibelakang pemuda gagah ini. Dan ketika dia mempertajam pandangannya dan mengerahkan tenaga batin tiba-tiba dia melihat bayangan seorang kakek tinggi besar yang tubuhnya menyeramkan, langsung menggerakkan lengan baju dan disambutlah tenaga tamparan itu, sebuah pukulan yang bersembunyi di balik ilmu hitam. Dan begitu pukulan ini beradu dan terdengar menggelegar tiba-tiba Siang Le terbanting dan tampaklah See-ong yang buyar dikebut pengaruh ilmu hitamnya.

"Ha-ha, hebat. Inikah Khi-bal-sin-kang?"

Kim-mou-eng dan isterinya tertegun. See-ong, si kakek raksasa muncul seperti siluman, tadi didorong namun menghilang, lenyap dan muridnya yang menjadi korban. Dan ketika Siang Le meloncat bangun bergulingan maka dua suami isteri itu memandang tajam ke depan, berhadapan dengan kakek gagah yang tinggi besar ini.

"Kau See-ong?"

"Benar."

"Yang mengundang dan menyuruh kami datang?"

"Ha-ha, benar pula. Akulah yang meminta kalian datang ke sini, Kim-mou-eng. Dan terus terang aku ingin mengalahkan dirimu!"

"Hm, mana putera-puteri kami? Kau menawan Soat Eng dan Thai Liong?"

"Keparat, kakek itu mendesis. "Putera-puterimu seperti siluman, Kim-mou-eng. Tak kusangkal pernah kutangkap tapi sekarang lari!"

"Bohong!" Swat Lian membentak. "Kau mengundang dan meminta kami datang, See-ong. Jangan sembarangan bicara dan menipu kami. Kau curang dan licik. Kau apakan mereka dan di mana sebenarnya sekarang?"

"Hm, See-ong bersinar-sinar. :Kalau bukan kau yang bertanya tentu kutampar pecah mulutmu, Kim-hujin. Aku sesungguhnya mendongkol kenapa dua anak itu bisa lolos dari Istana Hantu. Mereka ku kurung, tapi entah bagaimana tiba-tiba lenyap seperti siluman. Kalau kau tidak percaya itu hak-mu. Tapi aku menyesal tak dapat memperlihatkan mereka kepada kalian!"

"Benar," Siang Le, yang gembira namun tegang melihat dua suami isteri ini menyambung. "Kim-kongcu dan Kim-siocia tak ada di sini, taihiap. Siauw-jin dan kawan-kawannya itu menjadi saksi!"

Orang-orang busuk macam kalian tak perlu menjadi saksi. Aku tak percaya dan akan mengambil anakku!" dan Swat Lian yang berkelebat menyambar pemuda ini tiba-tiba menampar, menggerakkan lengannya.

Dan Siang Le terkejut. Dia tak menyangka bakal diserang wanita ini, di depan gurunya. Tapi karena dia bukan pemuda sembarangan dan jelek-jelek dia adalah murid See-ong maka Siang Le mengelak, dikejar dan pemuda ini menangkis. Tapi begitu dia mengerahkan sinkangnya dan bertemu lengan wanita itu tiba-tiba Siang Le terbanting dan mengaduh-aduh.

"Plak!" Siang Le menjerit. Belum, apa-apa tahu-tahu tubuhnya dicengkeram, diangkat dan dia pun sudah disambar wanita itu. Dan ketika dia terkejut dan gurunya juga terbelalak maka Swat Lian sudah menangkap pemuda ini dan mengancamnya di depan See-ong.

"Nah, lihat, See-ong. Aku juga menangkap muridmu dan membekuknya. Serahkan putera-puteriku atau muridmu kubunuh!"

See-ong terkejut. Gerak cepat yang telah diperlihatkan wanita ini di depannya sungguh membuat dia tercengang. Swat Lian menggabung Khi-bal-sin-kangnya dan Jing-sian-eng, merobohkan pemuda itu dan sudah menangkap Siang Le, tak lebih dari dua jurus! Dan ketika kakek itu terbelalak tapi tertawa mendongkol tiba-tiba See-ong mendengus.

"Hah, kau boleh percaya boleh tidak, hujin. Tapi menukar muridku dengan dua puteramu tak mungkin kulakukan di sini. Mereka betul-betul tak ada, kau bunuh pun tak dapat aku menunjukkannya!" dan kagum tapi juga gemas kepada muridnya kakek ini memaki, "Nah, lihat kebodohanmu, Siang Le. Kalau kau mau mempergunakan Hek-kwi-sut tak mungkin musuhmu itu dapat menawanmu. Bagaimana sekarang? Kau siap mampus?"

Siang Le gentar bukan main. Dalam dua jurus saja roboh di tangan isteri Pendekar Rambut Emas sungguh membuat dia kaget. Hal itu dapat terjadi karena beberapa sebab, di antaranya ialah karena kurang siapnya dirinya menghadapi wanita itu dan juga karena ia belum mengenal betul kepandaian lawan. Siang Le tak menduga bahwa wanita cantik ini memiliki gerakan yang begitu cepat, juga tenaganya begitu hebat hingga sekali tangkis dia malah terpental. Dan karena dia juga mengandalkan gurunya tapi ternyata gurunya kalah cepat maka semuanya itu dapat terjadi dan pemuda ini meringis.

"Biarlah. Kalau aku hendak dibunuhnya aku rela juga, suhu. Kim-hujin memang hebat dan aku kagum!"

"Apa? Kau mengagumi musuh? Eh, kusambar mulutmu nanti, Siang Le. Jangan bikin malu gurumu di depan orang!"

"Hm!" Pendekar Rambut Emas maju. "Kami datang bukan untuk bunuh-bunuhan, See-ong. Melainkan mengambil dan membawa putera-puteri kami kembali. Muridmu tertangkap, sebaiknya kau serahkan dua anak itu dan pemuda ini kembali padamu."

"Kembali apanya?" See-ong melotot. "Aku bicara sungguh-sungguh. Kim-mou-eng. Kalau tidak percaya boleh periksa sendiri. Geledahlah seluruh pulau ini dan cari dua anakmu yang seperti siluman itu. Mereka melarikan diri dan entah ke mana perginya!"

"Hm, kau takut atau apa?"

"Keparat!" kakek ini mendelik. "Enam Iblis Dunia telah kurobohkan, Kim-mou-eng. Terhadapmu pun aku tak perlu takut. Lihat, aku menundukkan mereka!" dan membentak menyuruh Siauw-jin maju kakek ini bicara, suaranya keras penuh kemarahan, "Setan cebol, apakah dua anak itu benar di sini? Apakah aku harus perlu takut terhadap Pendekar Rambut Emas ini? Heh, jawab sebenarnya, setan bau. Atau kau kuketok dan botak kepalamu nanti!"

See-ong mencengkeram kepala Siauw-jin, berang menciumkan lututnya dan Siauw-jin tampak gemetar. Aneh bin ajaib iblis cebol yang tak takut terhadap siapa pun itu mendadak meringis, pucat dan menggelengkan kepala memberi tahu bahwa Thai Liong dan Soat Eng tak ada di situ, benar telah melarikan diri. Dan ketika Kim-mou-eng tertegun dan heran memandang kejadian ini maka See-ong membanting dan melempar tubuh pembantunya itu.

"Lihat," kakek ini masih geram. "Siauw-jin telah menyuarakan suaraku, Kim-mou-eng. Kalau aku bohong biarlah pantat si cebol ini kujilat. Aku tak main-main dan bersungguh-sungguh kepadamu!"

"Kalau begitu ke mana mereka?"

"Mana aku tahu? Justeru aku menyesal tak dapat menangkap mereka, Kim-mou-eng. Kalau tidak tentu aku dapat berbangga di depanmu!"

Kim-mou-eng bersinar-sinar. Setelah melihat dan menyaksikan sendiri semua sikap dan kata-kata kakek itu mau juga dia percaya omongan ini. See-ong bersungguh-sungguh dan dia pun mengangguk. Namun ketika dia mau bicara dan isterinya mendahului mendadak isterinya itu meloncat ke depan melempar Siang Le kepadanya.

"Aku tetap tak percaya. Boleh See-ong menjilat pantat kuda, suamiku. Tapi aku tak percaya kata-katanya dan tetap menuntut perbuatannya. Terimalah pemuda ini dan biar aku menghadapinya!‖ dan Swat Lian yang membentak dengan mata berkilat-kilat tiba-tiba telah berhadapan dengan kakek itu dan mukanya merah padam, menganggap rendah See-ong karena muridnya demikian mudah dapat dibekuk. Kali ini Swat Lian terjebak keangkuhannya sendiri dan kakek itu terbelalak. Dan ketika mereka berhadapan dan wanita itu mengangkat lengan maka Swat Lian berseru,

"See-ong, selamanya baru kali ini kita bertemu. Kau majulah, dan kurobohkan kau tak lebih dari dua belas jurus!"

"Hah, dua belas jurus?"

"Ya, dan anggap aku kalah kalau melewati itu, kakek busuk. Atau kau ke akherat dan aku membunuhmu!"

"Ha-ha!" See-ong tertawa bergelak. "Kau sombong dan jumawa, hujin. Tapi baiklah, aku menerima kata-katamu. Lebih dari dua belas jurus kau kalah tapi kalau aku tak dapat merobohkanmu dalam dua belas jurus juga biarlah kuanggap aku kalah. Nah, kita seri dan adil. Majulah dan seranglah aku...."

"Wut!" Swat Lian tiba-tiba menghilang, lenyap dalam bayangan Seribu Dewanya. "Kubunuh kau, kakek siluman. Dan kuhancurkan kepalamu!" namun See-ong yang berkelebat dan hilang pula dalam Hek-kwi-sutnya tiba-tiba membuat si nyonya terkejut dan tertegun, kehilangan sasaran dan tentu saja dia terkesiap. Tapi ketika dia membalik dan sesosok asap putih tahu-tahu menyambar dan menghantam punggungnya tiba-tiba nyonya ini membalik.

"Dukk!" Dua orang itu terpental. See-ong muncul lagi dan tadi mengerahkan Sin-re-ciang, menghantam dengan Pukulan Karet namun si nyonya bergerak cepat, menangkis dan mereka sama-sama terdorong. Dan ketika kakek itu terkejut dan menghilang lagi dalam Hek-kwi-sutnya tiba-tiba kakek ini membentak dan melepas pukulan, dari balik ilmu hitam dan Swat Lian terkejut. Lawan seperti siluman saja namun cepat dia melengking, mengerahkan tenaga batin dan keluarlah pukulan putih dari lengan nyonya ini.

Dan ketika Swan Lian berkelebat dan mempergunakan Jing-sian-engnya tiba-tiba nyonya ini telah bergerak dan naik turun menghindari serangan lawan, yang hanya merupakan sosok asap putih dan Kim-mou-eng tertegun. Pukulan isterinya membentur sesuatu yang lunak namun tak dapat ditembus, mental dan terkejutlah dia ketika isterinya terhuyung. Dan ketika Khi-bal-sin-kang amblas di tubuh See-ong yang berubah ujud sebagai roh halus maka pendekar ini tercengang dan tersentak.

"Gunakan Beng-in-tong-sim (Awan Terang Getarkan Hati)!" mau tak mau Kim-mou-eng memberi petunjuk, berteriak namun isterinya kehilangan lawan.

See-ong tertawa bergelak dan lenyap tak dapat diserang, ilmunya Hek-kwi-sut itu melindungi dirinya dan ke mana pun pukulan menyambar ke situ pula dia menghilang. Beng-in-tong-sim yang menderu dan menghantam dahsyat ternyata hanya malah mendorong dan meniup kakek itu, yang sudah berbentuk seperti roh. Dan karena hal ini berarti sia-sia dan Pendekar Rambut Emas terkejut maka isterinya terbelalak dan pucat di sana, berkelebatan dan menyerang bertubi-tubi namun See-ong selalu terdorong.

Bobot atau berat tubuh See-ong sudah hilang, yang ada tinggallah semacam asap atau uap yang tipis selalu tertiup dan terdorong, sebelum terpukul. Tentu saja gagal! Dan karena hal ini terjadi berulang-ulang dan selama hidup baru kali itu Swat Lian mengalaminya maka See-ong terbahak menghitung jurus-jurusnya.

"Ha-ha, enam jurus, hujin. Sudah enam jurus!"

"Keparat, kau siluman gila, See-ong. Kalau bukan orang macammu tentu tak pantas kau hidup di dunia!"

"Ha-ha, pantas atau tidak itu urusanku, hujin. Yang jelas tinggal enam jurus lagi dan kau kalah!"

"Tidak, kau pun berjanji dua belas jurus, See-ong. Dan selama itu kau pun tak dapat merobohkan aku maka kau juga kalah!" Swat Lian berkelebatan sengit, melancarkan pukulan-pukulan.

Tapi See-ong selalu terdorong mundur. Hek-kwi-sut membuat kakek iblis itu tanpa bobot, tertiup dan selalu tertolak ke belakang setiap dipukul. Dan karena ilmunya ini amat luar biasa dan tentu saja lawannya bingung maka cepat kemudian sembilan jurus lewat dan nyonya itu gelisah.

"Hayo, balas, See-ong. Jangan menghindar saja!"

"Tentu!" kakek iblis itu terbahak. "Dan lihat, hujin. Inilah balasanku.... wut!" dan See-ong yang muncul dalam bentakannya tiba-tiba berkelebat dan sudah menjadi sepuluh orang, terbang dan berkelebatan mengelilingi lawannya itu dan Swat Lian kaget. Sepuluh pasang lengan tiba-tiba menyerangnya dari segala penjuru, itulah Cap-liong-liap-sut, ilmu terhebat dari See-ong. Dan karena nyonya ini sama seperti dikeroyok sepuluh lawan yang sama tangguh maka tepat pada jurus kesepuluh nyonya itu terpukul.

"Dess!" Swat Lian bergulingan. Wanita ini berteriak kaget dan mengerahkan Khi-bal-sin-kang, terpukul tapi See-ong juga terpukul. Khi-bal-sin-kang, seperti yang kita ketahui, adalah ilmu Bola Sakti. Ilmu ini akan memukul balik setiap pukulan yang mengenai tubuh. Swat Lian terbanting tapi kakek itu juga tergetar, menahan daya tolak tapi tak sanggup. Pukulannya membalik sendiri dan kakek ini melempar tubuh ke atas, berjungkir balik membuang gaya pental pukulannya. Dan ketika dia terkejut namun menyambar lagi maka dari udara kakek itu menghantam nyonya ini lagi.

"Dess!" Swat Lian terbanting. Untuk kedua kali nyonya ini bergulingan dipukul Cap-liong-liap-sut. Ilmu itu dapat berada di mana-mana dan dia terpekik. Namun karena Khi-bal-sin-kangnya melindungi dan semakin keras pukulan mengenai tubuhnya berarti semakin kuat pula daya tolaknya maka See-ong mengumpat caci dan lagi-lagi membuang tubuh, menghindar tolak-balik tenaganya sendiri dan kakek itu terkejut.

Cap-liong-liap-sut menghadapi Khi-bal-sin-kang yang luar biasa pula, yang boleh diserang tapi akan balik menyerang! Dan karena nyonya ini bukan Hu Beng Kui karena jago pedang itu dulu sedang sakit atau keracunan maka tentu saja Khi-bal-sin-kang yang dikerahkan jauh lebih hebat daripada si jago buntung itu, dihajar tapi balik menghajar. See-ong jadi bingung! Dan ketika dia memukul lagi namun kembali terpental dan terlempar maka dua belas jurus lewat dengan cepat dan keduanya tak ada yang kalah!

"Ha-ha, hebat kau, Kim-hujin. Hebat dan luar biasa, keparat!"

Swat Lian merah menyala-nyala. Memang dia belum kalah tapi juga belum menang, keadaannya masih sama tapi dia lebih menderita malu. Bayangkan, dia dihajar dan dibuat jatuh bangun, baru kali ini dia mengalami hal seperti itu. Dan karena ini secara fisik lebih menguntungkan kakek itu daripada dirinya sendiri maka nyonya ini memaki dan membentak kakek itu, menerima hujan serangan lagi namun See-ong juga tak dapat merobohkannya.

Kakek itu bingung karena Khi-bal-sin-kang selalu membuat pukulannya membalik, meskipun lawan juga terguling-guling. Dan ketika pertempuran kembali berjalan cepat dan seratus jurus lewat tanpa terasa maka tiba-tiba Swat Lian merasa perutnya sakit. Nyonya ini, sebagaimana diketahui sedang hamil, hamil muda. Kalau lawannya bukan See-ong tentu dengan mudah dia merobohkan. Tapi See-ong, kakek itu keparat benar. Tak dapat diserang karena selalu terdorong sebelum pukulan mendarat.

Kakek itu kehilangan bobot tubuhnya, karena mempergunakan ilmu setan, merobah ujud dari badan kasar ke badan halus. Dan karena badan halus tak memiliki bobot dan tentu saja semua pukulan menjadi sia-sia maka wanita ini diamuk kemarahannya dan sang suami khawatir. Pendekar Rambut Emas melihat sesuatu yang mulai lain dari isterinya. Isterinya sering memegangi perut dan terhuyung, pukulan bertubi-tubi dapat ditahan tapi janin yang masih muda agaknya tak kuat. Kim-mou-eng terkesiap dan teringat itu.

Dan ketika benar saja isterinya mulai pening dan pengaruh dari dalam membuat nyonya itu mendesis tiba-tiba sebuah pukulan See-ong menyambar perutnya, daerah yang mulai diincar See-ong karena melihat lawan memegangi perutnya, tentu saja tak tahu bahwa nyonya ini sebenarnya sedang hamil muda, hal yang tak diduga See-ong. Dan karena itu daerah berbahaya dan Kim-mou-eng tak dapat menunggu lagi tiba-tiba pendekar itu membentak dan sudah berkelebat bagai kilat menyambar.

"Tahan.... dukk!"

Bumi bagai diguncang gempa. Pukulan atau tangkisan Kim-mou-eng membuat See-ong mencelat. Kakek itu berteriak dan terlempar roboh, terguling-guling. Tak menduga bahwa di saat seperti itu tiba-tiba Kim-mou-eng berkelebat menolong isterinya, dari samping. Dan karena Kim-mou-eng juga mengerahkan Khi-bal-sin-kang dan See-ong tak kuat maka kakek itu terbanting dan bergulingan melompat bangun.

"Keparat! Kenapa kau curang begini, Kim-mou-eng? Mana kejantananmu?"

Kim-mou-eng mengerutkan kening. Pendekar ini tak menjawab karena sudah menolong isterinya, menahan dan memegang pundak isterinya itu. Maklum, Swat Lian terhuyung dan mau roboh, bukan oleh serangan See-ong melainkan oleh rasa sakit di dalam, oleh kehamilan itu. Dan ketika suaminya memapah dan Siauw-jin serta lain-lain tunggang-langgang oleh suara benturan itu maka See-ong membentak kembali dengan muka merah padam, menyadarkan Kim-mou-eng.

"Pendekar Rambut Emas, kau tak tahu malu. Mana kegagahanmu menyerang orang dari samping? Kenapa nyelonong dan berbuat curang?"

"Hm," Pendekar Rambut Emas membalik, "Aku tidak berbuat curang melainkan menolong isteriku, See-ong. Kalau aku curang tentu kau kuserang. Tapi aku hanya menangkis. Bukankah kau lihat sendiri?"

"Sama saja! Menangkis atau menyerang kau telah menunda kemenanganku, Kim-mou-eng. Isterimu kalah dan siap roboh!"

"Hm, memenangkan sebuah pertandingan melawan wanita hamil tak gagah, See-ong. Menang pun kau tak patut dipuji. Kalau ingin menang sebaiknya kau berhadapan dengan aku, biar isteriku beristirahat."

"Apa? Hamil?"

Swat Lian tiba-tiba muntah. Wanita ini terhuyung bersandar suaminya, saat itu dia tak dapat bicara karena bumi rasanya berputar. Pengerahan tenaga yang berlebihan membuat nyonya yang hamil muda ini tak kuat, muntah dan akhirnya terkejutlah See-ong melihat itu. Baru dia tahu bahwa wanita ini hamil, kehamilan yang belum kelihatan karena memang masih muda. Dan ketika yang lain juga tertegun karena baru tahu maka Siauw-jin tiba-tiba terkekeh dan berseru,

"Bagus, kalau begitu lebih mudah, See-ong. Kau bunuh yang laki-laki dan kami yang perempuan!"

"Hm, kalian mau bersikap pengecut?" Kim-mou-eng marah, khawatir juga. "Isteriku harus beristirahat, Siauw-jin. Atau aku akan menghajarmu!"

"Ha-ha, kau akan dihadapi See-ong, tak mungkin dapat menghadapi kami!"

"Benar," See-ong menjawab. "Kau harus berhadapan dengan aku, Kim-mou-eng. Masalah isterimu nanti saja. Kalau dia kuat tentu tak perlu kau khawatir. Kalau tidak kuat salahmu sendiri mengapa membawa wanita yang sudah hamil!"

"Hi-hik, cocok!" nenek Naga terkekeh. "Kau yang salah, Kim-mou-eng. Isteri hamil dibawa-bawa. Kenapa begitu bodoh? Heh, kau hadapi Pendekar Rambut Emas ini, See-ong. Dan biar kami yang perempuan!"

Ternyata, mempergunakan kesempatan itu tiba-tiba Enam Iblis Dunia ini malah merasa kebetulan. Mereka dapat mengeroyok puteri Hu Beng Kui itu setelah dibuat jatuh bangun oleh See-ong, hal yang tak membuat mereka malu tapi justeru senang. Dan ketika mereka bangkit keberaniannya dan See-ong terkekeh saja mendadak Siang Le, yang mendengar dan menyaksikan semuanya itu membentak, melompat maju.

"Tidak boleh. Menyerang Kim-hujin tak boleh kalian lakukan, nenek Naga. Dia sedang hamil, kalian harus malu!"

Semua terkejut. See-ong terbelalak karena melihat muridnya lepas, memang dibebaskan totokannya oleh Kim-mou-eng dan kini pemuda itu mengancam, maju dan menegur Enam Iblis Dunia itu. Tapi ketika Siauw-jin tak menjawab dan See-ong tertawa tiba-tiba kakek tinggi besar itu malah menyambar muridnya.

"Heh, kau ke sini, Siang Le. Jangan campuri mereka!"

"Tidak!" Siang Le melepaskan diri. "Perbuatan ini memalukan, suhu. Kalau mereka menyerang maka aku mencegah!" Siang Le gagah bersinar-sinar, menentang gurunya dan tentu saja See-ong mendelik. Dan ketika pemuda itu mengejutkan yang lain karena sikapnya ini dinilai janggal maka kakek tinggi besar itu menampar muridnya dan Siang Le terbanting.

"Kau jangan kurang ajar, diamlah... plak!" dan Siang Le yang terlempar serta ditotok gurunya tiba-tiba malah tak dapat bicara karena sudah dilumpuhkan gurunya itu, tak dapat bangun pula dan kakek tinggi besar ini merah padam. Sikap dan kata-kata muridnya itu memalukan dirinya di depan Enam Iblis Dunia. Murid seorang sesat kok malah merupakan pemuda baik-baik! Dan ketika kakek itu menggeram dan membalik menghadapi Pendekar Rambut Emas maka kakek ini berkata,

"Nah, urusanmu denganku boleh diselesaikan, Kim-mou-eng. Urusan isterimu biarlah ditangani pembantu-pembantuku!"

"Hm!" Kim-mou-eng merah, mukanya bersinar-sinar. "Kau dan teman-temanmu ternyata iblis-iblis yang licik, See-ong. Kalau begitu biar aku menghadapi kalian semua, majulah!" pendekar itu mendorong isterinya melindungi dan Swat Lian bersila.

Wanita ini pening dan kelelahan oleh pertandingan yang menguras tenaga. Pertempurannya tadi membuat dia gemetar karena agak berlebihan, wanita hamil tak seharusnya mengeluarkan banyak tenaga. Dan ketika Pendekar Rambut Emas itu melindungi isterinya dan bersiap menghadapi semuanya tiba-tiba See-ong tertawa bergelak membentak lawannya itu.

"Kim-mou-eng, jangan sombong. Menghadapi aku seorang pun belum tentu kau dapat merobohkan. Bagaimana menyuruh yang lain-lain maju? Heh, jangan congkak, Pendekar Rambut Emas. Aku masih merasa cukup dan tak perlu dibantu. Kau majulah!"

"Tidak," Pendekar Rambut Emas mengejek lawan. "Aku yang merasa terlalu ringan, See-ong. Sebaiknya kau maju atau menyesal belakangan!"

"Ha-ha, si mulut sombong....!" dan See-ong yang berteriak membentak lawan tiba-tiba lenyap dan menghantam ke depan.

"Dukk!" dua lengan mereka kembali beradu, langsung mementalkan yang lain karena Siauw-jin dan kawan-kawan terpelanting, tergetar dan terpeleset oleh adu pukulan ini karena See-ong mengerahkan tenaganya, delapan bagian namun tetap saja kakek tinggi besar itu terpental.

Kim-mou-eng mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan kakek itu berjungkir balik, terdorong namun kakek itu juga terlempar tinggi. Dan ketika See-ong berteriak marah karena Khi-bal-sin-kang membuat dia sulit melawan maka kakek itu menghilang dalam Hek-kwi-sutnya dan menyerang sambil bersembunyi, menampar dan memukul dan cepat serta bertubi-tubi kakek itu mengelilingi lawan. Yang tampak bukan bayangan See-ong melainkan bayangan roh halusnya, luar biasa kakek itu. Dan begitu dia menyerang dan menyambar-nyambar maka pundak dan tengkuk Pendekar Rambut Emas menjadi sasaran, bak-bik-buk dipukul tapi semuanya itu membalik.

See-ong penasaran karena Khi-bal-sin-kang yang dipunyai Pendekar Rambut Emas ini lebih tangguh lagi dibanding isterinya, semakin kuat semakin dia terpental. Namun karena See-ong mempergunakan badan halusnya dan cepat menghilang untuk menyerang di lain tempat maka pertandingan berjalan seru sementara Kim-mou-eng bertahan dan menjadi bulan-bulanan pukulan.

"Des-plak!" Kim-mou-eng terhuyung. Kali ini dia agak terdorong karena See-ong menambah pukulannya, tergetar tapi lawan juga berteriak. Pukulan itu membalik dan menyerang See-ong sendiri. Tapi karena kakek itu selalu membuang daya-pental pukulan itu dan berkelebatan serta mengelilingi lawan maka pertandingan berjalan lagi dan Kim-mou-eng menerima pukulan atau tamparan.

"Des-plak!" Pendekar Rambut Emas tak bergeming. Kali ini dia mengerahkan tenaga dan tak apa-apa, lawan terkejut dan See-ong berteriak marah. Dan ketika kakek itu melancarkan serangannya dan dari balik ilmu hitam kakek ini menghantam dan menendang maka Kim-mou-eng maju mundur menerima pukulan-pukulan lawan, kian lama kian tak bergeming dan See-ong terbelalak. Apa yang diperlihatkan itu memang hebat dan kakek ini penasaran, menambah tenaganya lagi namun Khi-bal-sin-kang selalu menolak balik. Repot kakek itu. Dan karena dia selalu menyerang sementara Pendekar Rambut Emas hanya bertahan dan menerima serangan maka kakek itu membentak menyuruh lawan membalas.

"Hayo, serang aku, Kim-mou-eng. Balas dan pukullah!"

Kim-mou-eng diam saja.

"Eh, kenapa diam? Takut? Ha-ha, tak dapat membalas berarti bukan seorang pendekar, Kim-mou-eng. Hayo serang dan pukul aku!"

"Hm," Kim-mou-eng menjawab. "Aku belum mengenal ilmumu, See-ong. Biarlah keluarkan dulu segenap kepandaianmu dan balasan pasti datang."

"Ha-ha, kalau begitu kau kalah. Kau tak dapat menyerang aku karena aku berlindung di balik Hek-kwi-sutku!"

"Hm, ilmumu itu ilmu kotor. Pantas kalau kau seperti iblis dan licik menyerang secara gelap. Seranglah, kau boleh menyerang aku sesuka hatimu, See-ong. Robohkan aku dan coba kalau bisa."

"Keparat, kau tak mau membalas juga?"

"Untuk apa diperintah? Tanpa kau minta tentu kukerjakan apa yang harus kukerjakan, See-ong. Jangan banyak bicara lagi dan keluarkan semua kepandaianmu!"

See-ong melengking. Menyerang dan menghantam Pendekar Rambut Emas ini seperti menyerang dan menghantam bola karet saja, selalu mental dan dia harus mengelak pukulannya sendiri yang membalik. Dan karena Pendekar Rambut Emas tak mau menyerangnya karena pendekar itu lebih baik menerima pukulan daripada dipukul maka See-ong gusar dan lama-lama lelah, surut tenaganya dan Siauw-jin serta yang lain-lain terbelalak. Mereka itu menonton pertandingan yang aneh.

Kim-mou-eng bertubi-tubi mendapat pukulan tapi See-ong yang justeru malah terpental, semakin kuat menyerang semakin kuat pula kakek itu terpental. Kalau bukan See-ong tentu sudah roboh terbanting sejak tadi. Kakek itu dapat menyelamatkan diri dalam ilmu hitamnya, Hek-kwi-sut, menghilang setiap pukulannya membalik.

Dan karena masing-masing teramat berhati-hati dan See-ong bingung tak dapat merobohkan lawan maka sesungguhnya Pendekar Rambut Emas juga bingung karena tak tahu bagaimana caranya menyerang kakek itu. Maklum, sebelum diserang tentu kakek ini tertiup, tubuhnya yang tanpa bobot menjadikan kakek itu tak dapat diapa-apakan, berlindung dalam Hek-kwi-sutnya yang luar biasa ini. Dan ketika dua orang itu menjadi bingung sendiri karena See-ong selalu membalik bertemu pertahanan yang kuat maka Siauw-jin dan lain-lain saling pandang.

"Keparat, pertandingan ini jadi tak ada habisnya. Dua orang itu berimbang!"

"Benar, dan Kim-mou-eng menemui batunya, Siauw-jin. Kali ini dia tak dapat bersombong karena bertemu lawan yang sama kuat!"

"Ya, dan kita tak tahu siapa menang siapa kalah. Bagaimana kalau pikiran Pendekar Rambut Emas itu dikacau?"

"Dikacau bagaimana?"

"Kita serang isterinya, Siauw-jin. Biar dia terpecah dan See-ong mendapatkan jalan keluar!"

"Ha-ha, bagus. Aku lupa!" dan Siauw-jin yang berjingkrak tertawa girang tiba-tiba mencabut sabitnya, mengangguk menyetujui nenek Toa-ci dan iblis cebol itu tiba-tiba bergerak. Dan ketika empat temannya yang lain teringat dan menyusul perbuatan setan cebol itu maka Siauw-jin dan kawan-kawannya sudah menyerang isteri Pendekar Rambut Emas ini, yang masih duduk bersila.

"Ha-ha, mampus kau, Kim-hujin. Pergilah ke neraka!"

Kim-mou-eng terkejut. Saat itu isterinya tak boleh diganggu karena sudah memulihkan rasa sakit. Perut isterinya yang mulai membesar tak boleh diganggu, isterinya itu sedang hamil. Maka melihat Siauw-jin menggerakkan sabitnya dan isterinya diam tak mengelak tiba-tiba pendekar ini membentak mendorong lengannya, melakukan pukulan jarak jauh.

"Siauw-jin, enyahlah!"

Iblis itu terpelanting. Pukulan Pendekar Rambut Emas yang membantu isterinya ternyata mengenai sabitnya, tertolak dan melencenglah senjata tajam itu ke kiri. Namun karena Toa-ci dan lain-lain juga menyerang dan sudah menggerakkan senjatanya masing-masing maka jarum dan sendok atau garpu menyambar isteri Pendekar Rambut Emas ini, membuat Kim-mou-eng bingung dan terpaksalah dia meninggalkan See-ong, berkelebat dan menampar semua senjata itu. Dan ketika Toa-ci dan lain-lain menjerit terbanting bergulingan maka See-ong menyerang dan mengejar pendekar ini.

"Ha-ha, jangan lari, Kim-mou-eng. Maju dan hadapi aku!"

Kim-mou-eng sibuk. See-ong telah menyambar dan menyerangnya lagi, mengerahkan Khi-bal-sin-kang dan kakek itu terpental. Tapi ketika Siauw-jin dan lain-lain kembali menyerang isterinya dan dia harus melindungi maka berkelebat dan menamparlah pendekar itu, dikejar dan diburu See-ong lagi dan terpaksa Pendekar Rambut Emas menangkis. Kejadian ini berulang tujuh delapan kali dan Kim-mou-eng betul-betul sibuk, juga marah. Dan ketika satu saat pukulan See-ong mengenai tengkuknya dan Khi-bal-sin-kang pecah dikacau Enam Iblis Dunia itu maka Pendekar Rambut Emas terlempar dan terbanting roboh, terguling-guling.

"Ha-ha, bagus, See-ong. Bunuh dan serang dia!"

See-ong tertawa bergelak. Untuk Swat Lian tentu saja dia tak perduli, jalan terbuka baginya dan Pendekar Rambut Emas dihajar lagi, menerima pukulan berat dan kali ini Kim-mou-eng terjengkang. Namun ketika Siauw-jin dan kawan-kawannya mempergunakan kesempatan itu untuk menyerang Swat Lian ternyata Pendekar Rambut Emas masih dapat melancarkan dorongan jarak jauh hingga lima iblis itu pun terjengkang.

"Des-des-dess!"

Siauw-jin dan kawan-kawannya mengumpat caci. Dalam saat begitu baik tapi gagal juga membuat mereka berlima menjadi marah. See-ong diminta menyerang lagi dan Kim-mou-eng sibuk, mengeluh dan tiba-tiba Pendekar Rambut Emas itu mengeluarkan pit-nya (pena). Dan ketika Siauw-jin kembali menyerang sementara See-ong memburu dan mengejar dengan pukulan bertubi-tubi mendadak pendekar ini membentak, menggerakkan tangannya dan meluncurlah pena di tangannya itu. Senjata di tangan lima iblis itu terpental ketika benda kecil ini beterbangan dari satu tempat ke tempat lain, seolah bermata. Dan ketika sabit dan jarum atau sendok terlepas dari tangan orang-orang itu maka Swat Lian tiba-tiba membuka mata dan bangkit berdiri.

"Biarkan," wanita itu membentak. "Aku sehat kembali, suamiku. Biarkan mereka menyerang dan aku menghajarnya!"

Kim-mou-eng girang. Saat itu dia terdorong dan terbanting lagi ketika See-ong melancarkan pukulan, Khi-bal-sin-kang jadi setengah hati dikerahkan karena dikacau Siauw-jin. Lima iblis itu membuyarkan konsentrasinya dan tentu saja pendekar itu gugup. Namun ketika isterinya berteriak marah dan rupanya isterinya itu dapat melayani lawan maka Pendekar Rambut Emas berjungkir balik ketika dikejar See-ong.

"Dess!" Kini See-ong yang mencelat. Kakek tinggi besar itu berteriak ketika Kim-mou-eng berhasil melindungi dirinya. Khi-bal-sin-kang sudah sepenuhnya lagi dikerahkan dan kakek itu mengumpat. Dan ketika See-ong meluncur turun dan berjungkir balik menyerang lagi maka Siauw-jin dan empat temannya diserang Swat Lian.

"Keparat, kalian licik dan curang, Siauw-jin. Sekarang hadapi aku dan biar kubunuh kalian!"

Siauw-jin dan kawan-kawannya gentar. Setelah Swat Lian bangkit dengan marah dan wanita cantik itu rupanya sehat kembali maka setan cebol ini panik. Swat Lian berkelebat dan melancarkan pukulannya. Dan ketika kakek itu mengelak namun terbanting roboh maka Siauw-jin bergulingan berteriak-teriak.

"Aduh, celaka. Tobat.....!"

Empat yang lain terkejut. Mereka juga dihajar dan jatuh bangun, Swat Lian membagi-bagi pukulannya dan paniklah lima iblis itu. Mereka tak tahu bahwa sebenarnya Swat Lian memaksa diri, wanita cantik ini menahan sakit dan mengerahkan sinkangnya menghajar lima orang itu. Dan ketika mereka berteriak-teriak dan Siauw-jin melempar tubuh bergulingan tiba-tiba iblis cebol itu memutar tubuh melarikan diri.

"Tobat....!"

Toa-ci dan lain-lain gentar. Apa boleh buat mereka pun lalu mengikuti pula perbuatan si cebol ini, memutar tubuh melarikan diri. Dan ketika See-ong berhadapan dengan Kim-mou-eng dan Swat Lian tidak mengejar lawannya tiba-tiba wanita ini membentak dan menyerang kakek tinggi besar itu, melengking dan See-ong terkejut. Dihantam dan dikeroyok dua tiba-tiba kakek tinggi besar itu marah, tidak takut namun Siang Le tiba-tiba mengeluh. Entah kenapa muridnya itu mendadak menjerit dan berteriak-teriak minta tolong, kaget kakek ini. Dan ketika perhatiannya terpecah dan pukulan si nyonya menyambar tiba-tiba kakek itu mencelat dan See-ong terbanting roboh.

"Dess!" See-ong memaki bergulingan. Hek-kwi-sutnya buyar karena konsentrasinya pecah. Siang Le memanggil-manggil gurunya dan mendadak Swat Lian berkelebat, menyambar pemuda itu. Tapi ketika See-ong berteriak dan membentak marah tiba-tiba kakek iblis itu melancarkan pukulan jarak jauh dan diserangnya nyonya itu.

"Dess!" Swat Lian ganti terlempar bergulingan. Nyonya itu memekik sambil mencaci-maki, berjungkir balik namun See-ong menyambar muridnya. Dan karena Pendekar Rambut Emas melindungi isterinya dan terkejut melihat isterinya terguling-guling maka See-ong tidak dikejar ketika menyambar muridnya itu, membawa lari dan tiba-tiba kakek ini pun memaki.

See-ong bingung karena dia tak tahu apa yang menyebabkan muridnya tiba-tiba seperti itu, mengerang dan mengaduh-aduh. Dan karena lima pembantunya merat semua dan Siauw-jin serta kawan-kawannya entah kabur ke mana maka kakek ini menyelamatkan muridnya dan langsung meninggalkan pertempuran, bukan takut melainkan semata kebingungan oleh teriakan muridnya. Siang Le seperti orang kesakitan dan menjerit-jerit. Dan ketika Pendekar Rambut Emas menjaga isterinya sementara Swat Lian berjungkir balik melayang turun maka See-ong berseru agar pertandingan ditunda dulu.

"Kim-mou-eng, jaga dulu di situ. Aku tentu kembali!"

"Keparat!" Swat Lian memaki. "Jangan lari, See-ong. Hayo kembali dan putar tubuhmu!"

"Tidak," Pendekar Rambut Emas mencengkeram. "Kau pucat, isteriku. Kau memaksa diri. Kau.... ah!" dan Swat Lian yang tiba-tiba roboh dan mengeluh di cengkeraman suaminya tiba-tiba dipeluk dan sudah terisak menahan sakit, memang sesungguhnya memaksa diri dan tiba-tiba wanita itu kembali muntah. Dan ketika Pendekar Rambut Emas terkejut karena isterinya lemas tiba-tiba Swat Lian sudah ambruk dan pingsan di pelukannya.

"Celaka," Pendekar Rambut Emas pucat. "Kau belum sehat, Lian-moi. Kandunganmu rupanya terganggu!" dan karena lawan-lawan sudah melarikan diri dan agaknya See-ong benar-benar akan kembali setelah menolong muridnya maka Pendekar Rambut Emas tiba-tiba berkelebat dan menyambar isterinya ini, memanggul dan cepat serta luar biasa ia menuju pantai. Tak ada jalan lain saat itu kecuali meninggalkan Sam-liong-to. See-ong terlalu tangguh dan isterinya sakit. Menolong isterinya inilah yang harus didahulukan.

Maka begitu melesat dan mengerahkan ginkangnya tiba-tiba Kim-mou-eng sudah meninggalkan pertempuran dan kebetulan sekali melihat perahu Ji Pin, berteriak dan perahu itu pun mendekat. Ji Pin tak tahu apa yang terjadi namun Pendekar Rambut Emas merasa kebetulan. Isterinya sakit, dia khawatir kandungan isterinya itu akan gugur.

Dan ketika Ji Pin menyambut dan laki-laki ini berseri-seri tapi segera terkejut melihat ketegangan pendekar ini mendadak Pendekar Rambut Emas sudah berjungkir balik dan berada di atas perahunya. Lalu begitu menyambar dayung dan meletakkan isterinya di lantai tiba-tiba Kim-mou-eng mendayung perahu dan melesat seperti iblis.

"Ambilkan air, siapkan air putih!"

Ji Pin gugup. Dia diminta memberi minum nyonya yang pingsan itu, Kim-mou-eng menggerakkan perahu dan buru-buru meninggalkan Sam-liong-to. Jelas membuat laki-laki itu bingung karena tak tahu apa yang terjadi. Maka ketika dia bengong tak dapat memberi minum nyonya itu yang pingsan di lantai maka laki-laki ini mengeluh. "Taihiap, bagaimana ini? Bagaimana cara aku meminumkannya?"

Kim-mou-eng sadar. "Ah, letakkan dulu di situ, Ji Pin. Biar aku yang mengurusnya setelah kita tiba di sana!" pendekar itu menunjuk, bukan lain ke tempat di mana pulau yang ujung berada, yaitu pulau di mana dia pertama kali bertemu Ji Pin.

Dan ketika laki-laki itu mengangguk dan lega maka Kim-mou-eng mengerahkan kepandaiannya dan perahu meluncur seperti didorong kuat dan cepat dan Ji Pin hampir tak percaya pada apa yang dilihat. Dia, yang hampir setengah hari tiba di situ tiba-tiba menempuh perjalanan tak kurang dari beberapa menit saja. Perahu yang digerakkan Kim-mou-eng itu terbang melewati ombak, melejit dan meloncat seperti kijang melesat.

Dan ketika lima menit kemudian Ji Pin sudah kembali di tempatnya semula dan Kim-mou-eng berkelebat menyambar isterinya maka Pendekar Rambut Emas itu sudah mendahului perahu hinggap di pulau ini, berjungkir balik dan turun membawa isterinya. Dan begitu dia menotok dan duduk bersila maka lengan pendekar ini sudah menempel di pundak isterinya memberikan pertolongan pertama, lupa pada air putih yang diminta dan Ji Pin melongo.

Laki-laki itu melihat Pendekar Rambut Emas ini telah menolong isterinya, tergesa-gesa. Namun ketika muka pendekar itu mulai berseri dan terdengar keluhan di mulut wanita cantik itu maka Ji Pin berlutut dan siap disuruh ini-itu.

* * * * * * * *

"Hei, apa yang mau kau lakukan, Liong-ko? Kenapa kau diam saja melihat aku dibeginikan orang?"

"Sst, diam. Jangan berisik, Eng-moi. Aku sengaja tak melawan agar kita bebas."

"Bebas? Setelah kita menjadi tawanan begini?"

"Eh, kenapa berteriak-teriak? Kau dan aku dijebloskan di tempat ini, Eng-moi. Tapi kita bukan menjadi tawanan malah menjadi orang-orang yang bebas. Lihat, aku dapat melarikan diri!"

Thai Liong, yang sejak tadi diprotes adiknya tiba-tiba menggerakkan lengan. Totokan See-ong bebas dan pemuda itu bergerak. Memang sejak mula pemuda ini sesungguhnya tak apa-apa, hanya pura-pura pingsan dan tentu saja melihat adiknya dirobohkan See-ong, menunggu dan kini mereka berdua dilempar ke ruang bawah tanah, yakni Istana Hantu itu. Dan ketika adiknya membuka mata dan langsung bercuap-cuap maka pemuda ini meloncat bangun membebaskan dirinya.

"Nah, kau lihat," katanya. "Kita berdua tak berhadapan lagi dengan See-ong, Eng-moi. Dan kita bebas. Kau berdirilah!" Thai Liong menepuk pundak adiknya, bebas dan Soat Eng pun meloncat bangun. Dan ketika adiknya itu memaki-maki dan Thai Liong tersenyum tiba-tiba pemuda ini memegang lengan adiknya.

"Tak perlu marah-marah, kita memang harus segera pergi."

"Pergi apanya? Memangnya kakek iblis itu harus dibiarkan saja?"

"Hm, apa maumu?"

"Kita keluar, Liong-ko. Dan hajar kakek keparat itu!"

"Dan memberikan kesempatan padanya untuk merobohkan dirimu lagi? Hm, jangan bodoh, Eng-moi. See-ong kakek lihai yang amat sakti sekali. Dia memiliki Hek-kwi-sut, kita tak dapat melawannya!"

"Aku tak takut!"

"Bukan takut atau tidak, Eng-moi, tapi bijaksana atau hanya menuruti nafsu marah belaka. Apakah kau ingin kita berdua celaka di tangannya? Tidak, dengarkan aku, Eng-moi. Kita harus pergi meninggalkan pulau ini!"

"Ya, dan berarti menemui kakek itu juga, Liong-ko. Sama saja karena kita akhirnya pasti berhadapan juga!"

"Tidak, kalau kita cerdik, Eng-moi. Dan aku sudah menentukan itu."

"Apa maksudmu?" sang adik terbelalak. "Cerdik bagaimana?"

"Hm, kita dapat keluar tanpa harus menemui kakek itu, Eng-moi. Kita lewat belakang dan lari secara diam-diam!"

Soat Eng tertegun.

"Kau ingat dari mana kita pertama masuk, bukan? Kau tidak lupa terowongan bawah laut yang kita masuki?"

"Hm, itu?" gadis ini mengangguk. "Ya, aku ingat, Liong-ko. Tapi aku tidak takut dengan kakek iblis itu!"

"Ah, lagi-lagi itu," kakaknya mengomel. "Aku tidak mempermasalahkan takut atau tidak takut, Eng-moi, melainkan mencari jalan selamat dan menghindari dulu kakek itu. Kita harus pulang dan melapor pada ayah atau ibu! Apakah kau ingin mati konyol di sini dan tidak kembali?"

Soat Eng tertegun.

"Ingat, jangan dibakar rasa marah, Eng-moi. Kita harus mendinginkan semua perasaan untuk maju ke perbuatan yang lebih penting. Aku juga tidak takut See-ong tapi melawannya sekarang ini adalah sebuah kebodohan belaka. Lihat, bagaimana kalau kita betul-betul mati di tempat ini? Bagaimana ayah dan ibu? Dapatkah kau bayangkan perasaan mereka?"

"Hm!" Soat Eng mengangguk juga. "Baiklah. Liong-ko, aku mengerti. Tapi lain kali kita harus kembali ke sini!"

"Ya, dan tugas kita gagal, Eng-moi. Istana ini ternyata berisi peninggalan harta melulu. Kita tak mendapatkan seperti apa yang ayah kehendaki!"

"Benar, apa maksud ayah dengan mutiara yang harus kita temukan itu? Mutiara yang mana?"

"Inilah, itu tak dapat kita temukan, Eng-moi. Sebaiknya kita kembali dan temui ayah!" lalu memberi isyarat adiknya agar tidak berisik lagi Thai Liong berkelebat ke belakang, turun dan menujulah pemuda itu ke tempat yang lebih bawah.

Soat Eng baru teringat bahwa di balik Istana Hantu ini terdapat jalan masuk dari tempat bahwa laut, yakni tempat seperti guha dimana kakaknya dulu diserang gurita dan hiu ganas. Dia mengikuti dan akhirnya menempel di belakang kakaknya ini. Dan karena mereka sudah mengenal jalan di situ dan lika-likunya sudah mereka hapal di luar kepala maka akhirnya kakak beradik ini tiba di bawah di mana terowongan bawah laut itu menjorok.

"Kita menyelam," Thai Liong memberi tanda cepat dan sudah mengajak adiknya berenang. Tanpa ragu atau khawatir lagi pemuda itu sudah menyelam dan menghilang di bawah laut, ini adalah tempat di mana pertama kali pemuda itu menemukan jalan menuju ke Istana Hantu, lewat terowongan bawah laut.

Dan ketika Soat Eng mengikuti dan berenang di samping kakaknya maka gadis ini sudah menyelam meninggalkan Istana Hantu, melarikan diri, hal yang tak diduga See-ong. Maklum, kakek iblis itu belum tahu bahwa dari sinilah dua muda-mudi itu menemukan jalan masuk. Dan begitu Thai Liong mengajak adiknya menyelam dan berenang di bawah laut maka pemuda ini akhirnya muncul di tepi batu karang yang berbentuk setengah guha itu, meloncat dan naik ke atas. Dan ketika adiknya menyusul dan mereka sudah di pantai yang aman maka Thai Liong mencari papan.

"Kita harus menyeberang, berselancar!"

Soat Eng cemberut. Sesungguhnya tak suka dia meninggalkan pulau dengan cara begitu, melarikan diri. Namun karena See-ong memang lihai dan di situ masih terdapat pula Enam Iblis Dunia maka gadis ini mengikuti dan menempel di belakang kakaknya saja, mencari alat menyeberang dan akhirnya mereka menemukan itu, bekas papan pecahan perahu dan Thai Liong sudah berjungkir balik di sini, hinggap dan bermain-main sejenak di atas papan ini, di atas laut. Dan ketika adiknya berjungkir balik dan melayang pula di papan-selancarnya maka Thai Liong bergerak dan pemuda itu mengembangkan lengannya.

"Kita pergi!"

Soat Eng mengangguk. Kakaknya sudah meluncur dan mengerahkan ginkang, ilmu peringan tubuh, bergerak dan meluncur di atas permukaan laut. Dan karena mereka sudah terbiasa dan pekerjaan ini bukan pekerjaan yang sukar maka Soat Eng juga mengerahkan kepandaiannya dan bergerak mendampingi kakaknya, naik turun melewati ombak dan tak lama kemudian mereka sudah meninggalkan Sam-liong-to, tidak banyak bicara lagi dan masing-masing mendekati pulau di ujung. Di situlah Ji Pin berada dan Thai Liong bermaksud menghampiri temannya ini, pergi dan diajak menjauhi tempat berbahaya itu. Tapi ketika mereka tiba di tengah dan Thai Liong menyuruh adiknya mempercepat gerakan tiba-tiba adiknya itu berteriak kaget.

"Hei, ada mayat....!"

Thai Liong terkejut. Adiknya sudah menuding dan disebelah kiri mereka terapung sesosok mayat, timbul tenggelam di antara ombak dan Thai Liong tentu saja menunda gerakannya, apalagi adiknya juga berhenti, tertegun memandang mayat itu. Tapi ketika Soat Eng berseru keras dan meluncur maju mendadak gadis ini sudah terbang menghampiri mayat itu. Dan begitu gadis ini mengenal mendadak Soat Eng menjerit.

"Kong-kong (kakek)....!"

Thai Liong kaget bukan main. Jerit atau pekik adiknya itu mengguncang hati, sukma terasa dibetot dan Thai Liong menggerakkan papan selancarnya. Dan ketika pemuda itu terbang dan berjungkir balik mendekati adiknya maka pemuda ini tertegun dan pucat melihat apa yang terjadi.

"Kakek!" suara ini lirih, tercekat di kerongkongan namun wajah Thai Liong sudah berubah hebat. Pemuda itu menggigil dan tiba-tiba terguling, adiknya juga terguling karena rasa kaget dan marah membuat Soat Eng kehilangan kewaspadaan, keseimbangannya lenyap dan gadis itu lupa bahwa dia berada di laut, di atas air.

Tapi begitu Soat Eng berteriak keras dan melengking tinggi tiba-tiba gadis ini telah mengerahkan ginkangnya lagi dan menyambar mayat kakeknya itu, Hu Beng Kui, menangis tersedu-sedu dan Thai Liong bengong. Kakeknya, jago pedang itu, ternyata tewas dengan muka mengerikan. Hampir seluruh tubuh bengkak dan Thai Liong melihat bekas-bekas pukulan yang mematikan.

Teringatlah Thai Liong akan geram atau suara pertempuran di luar, yang tak diduga sebagai kakeknya dan Soat Eng sudah mengguguk menyambar mayat kakeknya itu. Tapi ketika gadis ini membentak dan meluncur membalik menuju ke Sam-liong-to lagi tiba-tiba Thai Liong terkejut.

"Hei, kembali, Eng-moi. Jangan ke sana!"

"Tidak!" gadis itu berseru. "See-ong telah membunuh kong-kong, Liong-ko. Aku harus membalas dendam dan mengadu jiwa!"

"Tapi kita tak boleh kembali!"

"Kau pulanglah, laporkan pada ibu bahwa aku membalas dendam pada See-ong, Liong-ko. Kau pergilah dan biarkan aku menuntut balas!"

"Gila!" dan Thai Liong yang tentu saja tak mungkin membiarkan adiknya kembali ke Sam-liong-to tiba-tiba membentak dan mengejar adiknya itu, mengerahkan ginkang tapi Soat Eng tancap gas.

Gadis ini marah sekali dan tak menghiraukan seruan kakaknya, semakin dikejar semakin nekat. Dan ketika mereka hampir kembali ke pulau dan Thai Liong cemas tiba-tiba pemuda itu melancarkan pukulan dari jauh dan pundak adiknya tepat sekali terkena serangan, mengeluh namun gadis itu malah memaki kakaknya. Soat Eng terguling namun dapat membebaskan diri, maju dan meluncur lagi. Tapi ketika dia hampir mendekati pulau dan Thai Liong marah tiba-tiba pemuda ini mengerahkan totokan sinar merah, Ang-Kong-ci.

"Eng-moi, kembali.... tuk!"

Soat Eng roboh. Tanpa diulang lagi Thai Liong sudah menyambar adiknya itu, dimaki-maki namun pemuda ini tak perduli. Dan ketika adiknya menangis dan berteriak-teriak maka Thai Liong menggerakkan kakinya dan meluncur menjauhi pulau, adiknya di pundak kanan sementara mayat kakeknya di pundak kiri. Thai Liong tak memperkenankan adiknya itu membabi-buta, akibatnya Soat Eng marah-marah dan memaki kakaknya itu, habis-habisan. Dan ketika Thai Liong menulikan telinga dan sejam kemudian sudah menyeberang dan berada di daratan besar maka pemuda itu melempar adiknya dan marah menegur keren,

"Eng-moi, jangan bodoh. Boleh kau menangis dan memaki-maki aku namun jenasah kakek harus dirawat. Lihat, apakah kita menelantarkannya begini saja? Apakah kita tidak memakamkannya? Jangan bodoh, Eng-moi. Sam-liong-to tempat berbahaya dan untuk sementara ini kita tak boleh mendekatinya!"

"Ah, kau cerewet. Kong-kong bukan kakekmu sejati, Liong-ko. Kau bisa saja berkata seperti itu karena kau bukan cucunya! Kau menggampangkan dan bersikap masa bodoh!"

"Apa?" Thai Liong terkejut. "Kau bicara seperti itu?"

"Ya, kau tak tahu sakitnya hati ditinggal keluarga, Liong-ko. Kau tak perduli kehilangan kong-kong! Kau bukan cucunya. Kau bisa saja bicara seperti itu. Kau...."

"Plak!" Thai Liong tiba-tiba berkelebat, menampar adiknya ini. "Diam kau, Eng-moi. Atau aku akan mencari See-ong dan dibunuh atau membunuh! Kau tahu siapa aku dan siapa dirimu? Kau tahu siapa ayah kita masing-masing...?"

Istana Hantu Jilid 06

ISTANA HANTU
JILID 06
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara

"MANA BISA? Firasatku menggetarkan sesuatu, suamiku. Kalau ada apa-apa dengan ayah tentu akan kubunuh bedebah-bedebah itu!"

"Sudahlah, kau panik dan gelisah sendiri. Sebaiknya kita mempercepat perjalanan dan ke Sam-liong-to."

"Dan juga mencari pemuda siluman itu!"

"Ya, dia juga, isteriku. Dan mari kerahkan kepandaianmu agar kita cepat sampai!" dan Pendekar Rambut Emas yang mengajak isterinya memusatkan diri tiba-tiba menyendal dan menarik, berkelebat dan mereka berdua sudah terbang seperti siluman. Tubuh keduanya melesat melebihi kecepatan iblis. Dan ketika Kim-mou-eng berhasil membujuk dan menenangkan hati isterinya maka keduanya sudah lenyap meninggalkan Ce-bu menuju ke timur.

* * * * * * * *

Nah, ini Tung-hai," Pendekar Rambut Emas berhenti, mengusap keringat isterinya dan mereka tiba di tepi laut yang bergemuruh. Ombak yang membukit dan bergulung-gulung di tengah seolah isi hati isterinya sendiri. Swat Lian berombak dan menahan marah, tidak sabar namun mereka harus berhenti, mencari perahu. Dan ketika kebetulan seorang kakek nelayan mereka temui dan sekaligus ditanya di mana kiranya pulau Sam-liong-to itu maka kakek ini tertegun dan berkedip-kedip.

"Sam-liong-to? Pulau Tiga Naga? Ah, jauh dari sini, taihiap. Seminggu perjalanan!"

"Hm, kami mau ke sana juga. Dapatkah kau menolong?"

"Bagaimana aku menolong?"

"Kami ingin mempergunakan perahumu, menyewa atau membeli. Dan kalau kau tahu letak pulau itu maka antarkan atau tunjukkan kami ke sana. Kami berani membayar mahal!"

"Tidak," kakek ini tiba-tiba surut, gemetar. "Pulau itu pulau siluman, taihiap. Siapa ke sana akan mati! Apakah taihiap tak sayang nyawa?"

"Hm," Swat Lian jadi tak sabar. "Kalau begitu kami akan mencari sendiri, lopek. Dan berikan perahumu untuk kami ambil.... cring!" Swat Lian melempar sepundi uang, besar dan banyak dan pemilik perahu terguncang.

Beberapa keping emas yang tercecer dari pundi-pundi itu membuat matanya terbelałak. Dari uang yang tercecer itu saja suami isteri ini sudah dapat membeli sepasang perahu seperti miliknya, belum lagi uang yang ada di dalam! Maka mengangguk dan tiba-tiba berseri mendadak kakek ini membungkuk dan mengiyakan. "Baiklah, silahkan bawa, hujin. Tapi uangmu terlalu banyak. Yang tercecer ini saja sudah cukup untuk pengganti perahu."

"Tidak, kau bołeh mengambilnya, lopek. Dan sekarang berikan dayungmu dan biar kami pergi.... wut!" nyonya itu berkelebat, menyambar dayung dan tahu-tahu sudah berada di atas perahu si kakek. Dan ketika Pendekar Rambut Emas juga berkelebat dan duduk di atas perahu tiba-tiba kakek itu bengong melihat perahunya melesat dan terbang di atas permukaan air laut.

"Hei, silumankah kalian, ji-wi enghiong? Atau hantu?"

Pendekar Rambut Emas tak menjawab. Isterinya telah mengerahkan tenaga dan perahu meloncat serta beterbangan di atas laut, menghindari ombak-ombak yang tinggi dan kakek nelayan itu tak berkejap. Dan ketika bagai kecapung menari-nari perahu yang digerakkan isterinya ini melambung dan melejit seperti perahu siluman maka kakek di pinggir pantai itu tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut.

"Ah, aku rupanya bertemu dewa-dewi Rejeki. Terima kasih, dewa.... terima kasih, dewi. Semoga aku diberkati panjang umur dan dapat bertemu kalian lagi....!"

Pendekar Rambut Emas tak menghiraukan di sana. Pendekar ini tersenyum saja melihat tingkah-polah si kakek, dia geli tapi cepat membantu isterinya. Dan ketika dua suami isteri itu bergerak dan tangan maupun dayung di tangan mereka mengibas dan memukul permukaan laut maka Pendekar Rambut Emas ini lenyap jauh di tengah laut, tak kelihatan lagi karena sekejap saja mereka sudah meninggalkan pantai.

Ombak dan buih yang menyambut perahu mereka dapat mudah dilampaui, perahu melejit dan seperti capung menari-nari dua orang di atas perahu itu menguasai keadaan. Dan ketika enam jam kemudian mereka mencari-cari dan mengelilingkan pandang ke segala penjuru maka tiga pulau berjajar mereka temukan dan Swat Lian menuding.

"ltu! Agaknya Sam-liong-to....!"

Pendekar Rambut Emas mengangguk. Ternyata perjalanan yang menurut kakek nelayan itu membutuhkan waktu tujuh hari kiranya oleh suami isteri ini ditempuh dalam waktu seperempat hari saja, hal yang akan membuat kakek itu bengong kalau tahu. Maklumlah, gerakan perahu melebihi kecepatan siluman dan darat maupun laut sama saja bagi suami isteri yang hebat ini. Dan ketika mereka kian mendekat dan perahu mendarat di pulau paling ujung maka Pendekar Rambut Emas dan isterinya sudah berjungkir balik mendahului kendaraan air itu, tak sabar dan Swat Lian bergerak ke tengah.

Perahu terombang-ambing di pantai dan tak dihiraukan lagi, tak membuat dua suami isteri itu khawatir karena dengan kepandaian mereka yang tinggi itu mereka dapat bergerak leluasa di manapun, dalam keadaan apa pun. Dan ketika dua orang itu bergerak ke tengah dan menyelidiki pulau ini mendadak sebuah kepala tersembul di atas sebuah gundukan pasir.

"Hei, apa itu?" Swat Lian berkelebat, bergerak dan sudah melihat apa yang diamati. Dan begitu wanita ini berlutut dan memandang ternyata seorang laki-laki terpendam tubuhnya sebatas leher. "Ah, dia masih hidup!" Swat Lian bergerak, tidak menunggu suaminya lagi dan wanita itu pun membetot. Dan begitu dia menarik dan menyendal maka laki-laki ini terangkat dan membuka matanya,

"Siapa kau?"

Pertanyaan itu tak dapat dijawab. Laki-laki ini rupanya terlampau lemah dan kehabisan tenaga, kurus dan pucat. Tak ada sepatah pun kalimat yang meluncur terdengar, yang terlihat hanyalah kemak-kemik mulutnya yang tak jelas. Dan ketika Swat Lian mengerutkan alis dan suaminya mengurut maka laki-laki ini ah-uh-ah-uh dan dapat mulai bicara.

"Kau kelaparan," Pendekar Rambut Emas kasihan. "Siapa kau dan bagaimana dapat terpendam di tempat seperti ini?"

"Kalian... kalian siapa?"

"Aku Swat Lian, Hu Swat Lian."

"Dan aku Kim-mou-eng."

"Ooh!" laki-laki itu tiba-tiba terbelalak. "Pendekar Rambut Emas? Ah, terima kasih, taihiap. Mataku tak melihat!" tapi terguling mengeluarkan seruan girangnya ini tiba-tiba laki-laki itu ambruk dan pingsan.

"Hm, dia kelaparan, terguncang dan kini kaget."

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Menolongnya isteriku. Coba kau ambilkan air dan beri dia sepotong roti lunak."

Swat Lian bergerak. Wanita ini sudah mengambil air dan sekerat roti kering, mencelupkannya ke dalam air. Dan ketika hati-hati dan penuh iba ia menyuapkannya ke mulut laki-laki itu, yang sudah ditolong suaminya maka air dan roti kering ini tertelan sedikit demi sedikit.

"Aku... aku Ji Pin....!" laki-laki itu mulai bicara, siuman. "Dan aku... aku telah bertemu putera-puterimu, taihiap. Mereka itu gagah dan hebat sekali....!"

"Hm," Pendekar Rambut Emas girang, berseri-seri. "Di mana mereka itu sekarang, Ji Pin? Dan bagaimana kau bisa seperti ini?"

"Gempa, taihiap. Sam-liong-to diamuk gempa dan letusan gunung!"

"Gempa? Letusan gunung?"

"Ya, tidakkah kau tahu? Pulau di tengah itu bergemuruh, taihiap. Dan letusan-letusan dahsyat muncul dari pulau itu!"

"Hm, kau duduklah," Pendekar Rambut Emas membantu laki-laki ini. "Ceritakan dan terangkan kepada kami, Ji Pin. Apa yang telah terjadi dan di mana putera-puteriku itu sekarang."

"Mereka pergi," laki-laki ini yang ternyata Ji Pin adanya menarik napas. "Aku tak tahu mereka selamat atau tidak, taihiap. Tapi di pulau itu terdengar suara-suara aneh seperti orang bertempur!"

"Kapan kau mendengarnya?"

"Beberapa hari yang lalu, sebelum aku pingsan!"

"Hm," Pendekar Rambut Emas memandang isterinya, menoleh. "Bagaimana, isteriku, apakah kita ke sana?"

"Tentu, Thai Liong dan Soat Eng harus kita temukan, suamiku. Dan di sana itu mungkin saja See-ong adanya!"

"Baiklah," pendekar ini memandang Ji Pin lagi. "Kapan kau bertemu putera-puteri kami terakhir kalinya? Apa yang mereka katakan dan terangkan padamu?"

"Mereka ke Istana Hantu, taihiap. Dan pulau di tengah itulah yang dituju dua putera-puterimu!"

"Lalu?"

Ji Pin menelan ludah.

"Kau masih lapar?"

"Ya," laki-laki ini mengangguk, tak malu-malu. "Aku lapar, taihiap. Dan aku tak ingin bicara dengan cara gemetar begini!"

Pendekar Rambut Emas tersenyum. Tanpa banyak bicara ia mengambil buntalan roti kering, menyodorkannya semua dan lahaplah Ji Pin memakan roti kering itu. Berkali-kali ia harus mendorongnya dengan air. Dan ketika ia selesai dan roti kering itu hampir habis maka mukanya merah ketika ia menyadari kerakusannya.

"Maaf, hampir habis, taihiap. Aku benar-benar kelaparan!"

"Tak apa, sekarang ceritakan apa yang kau alami, orang she Ji. Dan bagaimana pula dengan dua anak kami."

Ji Pin lalu bercerita. Ia menceritakan pertemuannya mula-mula dengan Soat Eng dan Thai Liong. Betapa dua kakak beradik itu menolongnya dari amukan hiu-hiu ganas. Dan ketika cerita demi cerita diselesaikannya dengan baik dan tiba pada masalah Istana Hantu maka laki-laki ini menutup. "Kami gagal, nona dan kongcu akhirnya ke Istana Hantu untuk membalas kematian temanku. Juga sekalian mengambil harta karun itu!"

"Hm, tadinya kau berdua?"

"Benar, aku dan temanku ke pulau di tengah itu, taihiap. Tapi kami diserang gorila sakti yang kebal senjata. Temanku tewas dan Kim-kongcu serta Kim-siocia akhirnya ke sana!"

"Hm, kalau begitu kami pun akan ke sana. See-ong menunggu dan mengundang kami."

"Siapa itu See-ong?" Ji Pin tak kenal, mengerutkan kening.

"Sudahlah, kau tak perlu tahu, orang she Ji. Pokoknya dia musuh kami dan kini rupanya tinggal di pulau yang tengah itu. Sebaiknya kau pulang dan jangan di sini lagi, tempat ini berbahaya."

"Ah, tidak," Ji Pin menggeleng. "Aku terlanjur terkubur hidup-hidup di sini, taihiap. Kalau pun maut datang lagi aku tak gentar. Aku ingin ikut ji-wi berdua!"

Pendekar Rambut Emas tertawa "Tak mungkin kau mengikuti kami, Ji Pin. Kepandaianmu rendah dan terus terang saja merepotkan kami."

"Aku di belakang!" orang she Ji itu ngotot. "Aku tahu kepandaian sendiri, taihiap. Tapi aku ingin bertemu Kim-siocia dan Kim-kongcu. Aku khawatir keadaan mereka berdua!"

"Hm!" Pendekar Rambut Emas tertegun. "Begitukah kiranya? Baiklah, kutanya isteriku." dan Swat Lian yang dpandang dan ditanya suaminya lalu menjawab,

"Kalau dia mengikuti di belakang tentu saja aku tak keberatan. Tapi resiko sebaiknya dipikul sendiri."

"Tentu!" Ji Pin bersemangat. "Aku menanggung semua resiko ku, hujin. Kalau ada bahaya aku tak minta tolong kałian!"

Kim-mou-eng kagum. Tekad dan semangat orang ini besar, mau tak mau ia pun memuji. Dan karena semuanya dirasa cukup dan isterinya pun tak keberatan maka dia menepuk pundak laki-laki muda itu. "Nah kami berdua mendahuluimu, Ji Pin. Kau berangkat belakangan dan susullah kami."

"Terima kasih. Aku menghaturkan terima kasih bahwa ji-wi berdua telah menyelamatkan diriku, taihiap. Tanpa kalian berdua tentu aku sudah tinggal nama!"

"Hm, tak usah berterima kasih. Itu adalah kewajiban kami sebagai pendekar!" dan membawa isterinya pergi mendahului Ji Pin, Pendekar Rambut Emas berkelebat dan menuju ke pantai, menyambar perahunya tapi tiba-tiba dia tertegun. Di situ tak ada perahu lain dan teringatlah dia akan Ji Pin. Bagaimana laki-laki itu menyusul dan ke pulau di tengah? Dengan apa? Dan ketika isterinya bertanya apa yang dia pikirkan maka Kim-mou-eng mengutarakan pikirannya itu.

"Jadi apa maumu?" sang isteri mengerling. "Kau ingin memberikan perahu ini kepadanya, bukan?"

"Benar, dan kita berselancar isteriku. Kalau kau tidak keberatan."

"Ah, kau memang berwatak mulia. Pulau itu tak jauh dari sini, kalau kau ingin memberikan perahu ini kepada Ji Pin tentu aku tak keberatan. Silahkan."

Pendekar Rambut Emas tertawa. Dia girang bahwa isterinya tak cemberut, begitulah biasanya isterinya ini, dapat membaca jalan pikirannya dan semua dapat dimusyawarahkan. Dan ketika ia memanggil Ji Pin dan orang she Ji itu datang maka Ji Pin mengerutkan kening penuh tanda tanya.

"Taihiap mau bicara apa lagi? Ada yang kurang?"

"Hm, tidak. Tapi kutanya kau bagaimana kau menyusul kami, Ji Pin? Adakah kau memiliki perahu di sini?"

Laki-laki itu terkejut. "Tidak, tapi... hm, aku dapat membuatnya, taihiap. Tak usah dipikirkan."

"Bagaimana kalau kau mempergunakan perahu kami?"

"Apa? Taihiap hendak memberikannya kepadaku?"

"Benar, demi keselamatanmu, Ji Pin. Membuat perahu tentu makan waktu lama bagimu. Kau dapat menerima perahu kami dan pulang sekalian kalau kau suka."

"Tidak, ah... terimakasih!" dan Ji Pin yang berlutut dengan muka berseri-seri tiba-tiba berkata lagi, "Taihiap, kau persis puteramu. Begitulah Kim-kongcu adanya, selalu memikirkan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri!"

"Ha-ha, kau memuji? Eh, jangan banyak bicara lagi, Ji Pin. Kalau begitu kau terima perahu ini dan biar kami ke pulau di tengah itu dengan cara lain... wut!" dan Pendekar Rambut Emas yang berjungkir balik menghilang ke kiri tiba-tiba datang lagi dengan pelepah pisang, satu untuk isterinya dan satu lagi untuk diri sendiri. Dan begitu Ji Pin melongo dan membuka mata lebar-lebar tiba-tiba pendekar ini berkelebat dan membuang pelepah pisang itu di laut. Dan sekali menjejakkan kaki berjungkir balik tahu-tahu pendekar itu hinggap di sana dan meluncur seperti Thai Liong dulu menyeberangi laut.

"Ha-ha, cepat, isteriku. Hayo menyeberang dan ke pulau di tengah itu!"

Ji Pin ternganga. Entah kapan bergeraknya tahu-tahu wanita di sampingnya itu pun lenyap. Isteri Pendekar Rambut Emas ini berkelebat dan tahu-tahu sudah di atas pelepah pisang yang ditunjuk suaminya. Dan begitu dia mengembangkan lengan dan menggerakkan kaki tahu-tahu wanita cantik itu sudah bergerak dan 'terbang' ke tengah laut, meluncur dan tidak banyak bicara lagi kepadanya dan Ji Pin tentu saja terkagum-kagum. Laki-laki itu bengong dan tak habis pikir. Dia teringat cara Thai Liong dan Soat Eng, hampir mirip. Begitulah cara aneh keluarga sakti itu. Tapi begitu dia sadar dan berteriak girang tiba-tiba Ji Pin menyambar perahunya dan tertawa.

"Hei, aku akan mengejar kalian, ji-wi taihiap. Lihatlah!"

Kim-mou-eng tersenyum. Berendeng bersama isterinya Pendekar Rambut Emas ini sudah meluncur dan berjalan di permukaan air, tentu saja tidak sembarang berjalan karena mereka mengerahkan Jing-sian-eng. Cepat dan luar biasa tahu-tahu keduanya sudah lenyap di tengah laut. Dan ketika Ji Pin mengejar namun kehilangan jejak dua orang sakti itu maka laki-laki ini tertegun dan mandi keringat.

"Wah, luar biasa. Kalau tidak menyaksikan dan membuktikan sendiri tentu aku tak percaya. Aih, benar-benar luar biasa!" Ji Pin menggosok-gosok kepalanya, mendecak dan berkali-kali berseru memuji kagum. Apa yang dilihat memang luar biasa mengagumkan. Tapi sementara laki-laki itu menggerakkan dayungnya dan mandi keringat maka cepat dan menakjubkan Kim-mou-eng sudah mendekati pulau di tengah, tak lebih dari lima menit!

"Hati-hati, kita mendekati sarang See-ong!"

"Aku tahu, tapi aku tak takut, suamiku. Justeru aku ingin tahu siapa itu See-ong dan biar kulihat tampangnya!"

"Hm, aku merasa diamati. Apakah kau merasa begitu?"

"Benar, sepasang mata mengamati kita, suamiku. Dan mungkin itu nenek Naga!"

"Kita mendarat" dan Kim-mou-eng yang berjungkir balik serta turun ke pantai akhirnya disusul isterinya yang juga melayang dan berjungkir balik dengan indah, hinggap dan turun di pantai di sebelah suaminya. Dan begitu mereka mendarat dan melihat ke kiri maka tampaklah sesosok bayangan berkelebat menghilang.

"Benar, Nenek Naga!" Kim-mou-eng berseru, berkelebat dan mengejar nenek ini. Matanya yang awas melihat bahwa sebenarnya di empat penjuru pulau terdapat tidak hanya sepasang mata melainkan beberapa pasang, satu di antaranya adalah nenek ini yang berkelebat menghilang. Kim-mou-eng membentak dan mengejar nenek itu, mengerahkan Jing-sian-engnya dan tahu-tahu nenek itu telah tersusul. Dan ketika dia berjungkir balik dan melayang turun di depan nenek ini maka Kim-mou-eng tertawa.

"Nenek Naga, berhentilah. Jangan terburu-buru!"

Nenek itu terkejut. Dia mendapat tugas jaga di wilayah utara, kebetulan melihat Kim-mou-eng dan isterinya, mau melapor tapi Pendekar Rambut Emas tahu-tahu telah berkelebat di depannya, melayang dan menghadang. Dan karena pendekar itu adalah musuhnya dan nenek ini melengking maka dia membentak dan langsung mengayun pukulan. Kim-mou-eng, mampuslah!"

Pendekar Rambut Emas tertawa. Dia mengerahkan Khi-bal-sin-kang dan nenek itu menjerit, pukulannya membalik dan tiba-tiba dia terbanting bergulingan. Dan ketika dia meloncat bangun dan memaki gentar tahu-tahu Swat Lian, isteri Pendeker Rambut Emas itu telah berdiri di belakangnya dengan tawa dingin.

"Nenek keparat, tunjukkan kepada kami di mana putera-puteri kami!"

"Wut!" nenek ini membalik, melepas Tee-sin-kang namun Swat Lian mendengus. Dengan Lu-ciang-hoat dia menerima pukulan itu. Dan ketika nenek ini menjerit dan terbanting bergulingan maka untuk kedua kali nenek itu mengaduh dan pucat mukanya.

"Aih, jahanam kalian. Kalian datang sebagai perampok atau para undangan, Kim-mou-eng? Mau membunuh aku atau bagaimana?"

"Tahan," Kim-mou-eng mencegah isterinya. "Biarkan dia bicara, isteriku. Dan kita tanya baik-baik."

"Tak ada yang baik!" nenek itu melengking. "Kalian menyerang dan kurang ajar di sini, Kim-mou-eng. Biar kalian mampus dan rasakan ini... wut!" nenek itu menyerang lagi, mencabut jarum emasnya dan menusuk serta menikam. Tangan kirinya bergerak pula dengan pukulan Tee-sin-kang.

Tapi ketika Kim-mou-eng mengelak dan menangkis maka nenek itu menjerit dan terlempar roboh, menyerang lagi namun Kim-mou-eng mendorong. Dan ketika nenek itu tunggang-langgang dan menjerit gentar maka Naga Bumi melarikan diri dan berteriak-teriak.

"Siauw-jin, bantu aku...!"

Swat Lian mengejar. Nyonya cantik ini membentak menyuruh nenek itu berhenti, melepas pukulan dan nenek ini terguling-guling. Apa yang dilakukan dua orang itu memang membuat semangatnya terbang. Tapi ketika beberapa bayangan berkelebat dan Siauw-jin serta teman-temannya muncul maka setan cebol itu terkekeh.

"Heh-heh, beginikah cara datangnya tamu? Menyerang dan tak tahu malu terhadap tuan rumah?"

Kim-mou-eng menahan isterinya. Melihat bayangan Siauw-jin dan lain-lain dia cepat menangkap lengan isterinya itu. Swat Lian meronta namun sang suami mencekal erat. Dan ketika lima orang sudah mengurung mereka sementara Tok-ong tak kelihatan maka Pendekar Rambut Emas tersenyum menyambut lawan-lawannya ini, musuh lama.

"Bagus, kiranya kalian semua di sini. Siauw-jin. Mana Tok-ong dan kenapa tidak lengkap?"

"Keparat!" Ji-moi membentak. "Mertuamu membunuh kawan kami, Kim-mou-eng. Kalian berhutang satu jiwa yang harus diselesaikan!"

"Apa?" Kim-mou-eng tertegun. "Gak-hu (ayah mertua) sudah di sini dan membunuh Tok-ong?"

"Benar, dan kau datang mengantar nyawa, Kim-mou-eng. Kebetulan agar menyusul arwah mertuamu!"

"Jaga mulutmu!" Swat Lian membentak. "Di mana ayahku, Ji-moi? Dan mana putera-puteriku?"

"Hi-hik," Toa-ci, sang nenek tertua terkekeh. "Mereka mampus, hujin. Dan kalian semua juga akan mampus..."

"Wut!" Swat Lian berkelebat, menampar dengan Lu-ciang-hoat. "Kalau begitu kau menerima kematianmu, Toa-ci. Jaga dan kuhancurkan mulutmu!"

Toa-ci mengelak, dikejar dengan Jing-sian-eng dan nenek ini kaget. Ke manapun dia pergi ke situ pula tangan lawan mengejar, tak ayal lagi mulutnya tertampar dan pecahlah mulut nenek itu. Dan ketika Toa-ci bergulingan melempar tubuh dan baru bebas setelah teman-temannya yang lain bergerak maka nenek ini memekik meloncat bangun, merah padam.

"Keparat, serang nyonya ini, Ji-moi. Ayo bunuh dan kita dahului See-ong!" nenek itu berkelebat, disusul teman-temannya yang lain.

Dan Swat Lian dikeroyok. Dalam keadaan hamil muda begitu ternyata enak saja wanita ini melayani lawan, suaminya menonton dan tersenyum-senyum. Menganggap omongan Toa-ci hanya main-main belaka dan dia kurang percaya bahwa ayah mertua dan anak-anaknya terbunuh. Dan ketika semua menjerit karena isterinya berkelebatan dan membagi-bagi pukulan dengan Lu-ciang-hoat atau Khi-bal-sin-kang maka kelima iblis itu berpelantingan mundur dengan kulit matang biru.

"Nah!" Swat Lian berdiri tegak, gagah menghentikan gerakannya. "Siapa dibunuh siapa dihajar sekarang kalian semua tahu, Toa-ci. Hayo tunjukkan padaku di mana ayah dan anak-anakku!"

"Mereka mampus!" Toa-ci melengking gusar. "Kalau tidak percaya boleh kau lihat mayatnya, bocah she Hu. Datang ke tengah pulau dan temui See-ong!" dan berkelebat meninggalkan lawan karena jerih nenek ini meloncat pergi sambil memaki-maki. Tadi mendapat hajaran dan dia marah namun tak dapat membalas. Pendekar Rambut Emas masih di situ tak ikut bergerak. Dapat dibayangkan kalau pendekar itu ikut membantu isterinya. Dan ketika nenek itu pergi dan gentar meninggalkan lawan maka Siauw-jin dan teman-temannya juga berkelebat meninggalkan suami isteri itu.

"Benar, kalau kau ingin menemui anak atau orang tuamu datang saja ke tengah pulau, Kim-hujin (nyonya Kim). See-ong menunggu dan menantikan kalian!"

Apa boleh buat, karena mereka melarikan diri dan mengajak ke pulau maka Pendekar Rambut Emas menyambar isterinya, berkelebat ke tengah dan lima orang iblis itu memencar. Mereka takut dikejar dan diserang, Cam-kong bahkan berseru memanggil See-ong. Dan ketika Kim-mou-eng tiba di tengah pulau dan lima iblis itu lenyap lalu muncul lagi maka terdengarlah suara tawa bergelak yang menggetarkan bumi.

"Ha-ha, inikah Pendekar Rambut Emas? Dan itu Hu Swat Lian?"

Kim-mou-eng mengerutkan alis. Di antara tawa dan bayangan lima orang itu tak tampak siapa pun, seorang pemuda berkelebat namun Kim-mou-eng menangkap segumpal asap putih yang aneh. Isterinya digamit dan memandanglah dua orang itu ke belakang bayangan pemuda yang baru muncul ini. Dan ketika pemuda itu berkelebat dan tiba di depan dua suami isteri ini maka Siang Le, murid See-ong menjura memberi hormat, matanya bersinar-sinar namun wajahnya agak kecut.

"Maaf, apakah ji-wi (anda berdua) Kim-taihiap dan isteri?"

"Hm, siapa kau?"

"Aku Siang Le, taihiap. Murid See-ong."

"Bagus, panggil gurumu. Kami datang memenuhi undangan!" Swat Lian, yang tak sesabar suaminya membentak. Wanita itu bahkan menepuk dan mendorong pundak si pemuda. Tapi ketika Siang Le mengelak dan mundur dengan cepat maka asap putih di belakang pemuda itu, yang bukan lain See-ong adanya ketawa terbahak, mempergunakan Hek-kwi-sutnya.

"Ha-ha, muridku menyambut, Kim-hujin. Silahkan menerima dan selamat datang...wut!" tak ada gerak pukulan, tak terdengar suara apa-apa namun tiba-tiba berkesiur angin dahsyat.

Swat Lian merasa dihantam dan sekaligus ditampar dari depan, tepatnya dari asap putih yang samar-samar nampak dibelakang pemuda gagah ini. Dan ketika dia mempertajam pandangannya dan mengerahkan tenaga batin tiba-tiba dia melihat bayangan seorang kakek tinggi besar yang tubuhnya menyeramkan, langsung menggerakkan lengan baju dan disambutlah tenaga tamparan itu, sebuah pukulan yang bersembunyi di balik ilmu hitam. Dan begitu pukulan ini beradu dan terdengar menggelegar tiba-tiba Siang Le terbanting dan tampaklah See-ong yang buyar dikebut pengaruh ilmu hitamnya.

"Ha-ha, hebat. Inikah Khi-bal-sin-kang?"

Kim-mou-eng dan isterinya tertegun. See-ong, si kakek raksasa muncul seperti siluman, tadi didorong namun menghilang, lenyap dan muridnya yang menjadi korban. Dan ketika Siang Le meloncat bangun bergulingan maka dua suami isteri itu memandang tajam ke depan, berhadapan dengan kakek gagah yang tinggi besar ini.

"Kau See-ong?"

"Benar."

"Yang mengundang dan menyuruh kami datang?"

"Ha-ha, benar pula. Akulah yang meminta kalian datang ke sini, Kim-mou-eng. Dan terus terang aku ingin mengalahkan dirimu!"

"Hm, mana putera-puteri kami? Kau menawan Soat Eng dan Thai Liong?"

"Keparat, kakek itu mendesis. "Putera-puterimu seperti siluman, Kim-mou-eng. Tak kusangkal pernah kutangkap tapi sekarang lari!"

"Bohong!" Swat Lian membentak. "Kau mengundang dan meminta kami datang, See-ong. Jangan sembarangan bicara dan menipu kami. Kau curang dan licik. Kau apakan mereka dan di mana sebenarnya sekarang?"

"Hm, See-ong bersinar-sinar. :Kalau bukan kau yang bertanya tentu kutampar pecah mulutmu, Kim-hujin. Aku sesungguhnya mendongkol kenapa dua anak itu bisa lolos dari Istana Hantu. Mereka ku kurung, tapi entah bagaimana tiba-tiba lenyap seperti siluman. Kalau kau tidak percaya itu hak-mu. Tapi aku menyesal tak dapat memperlihatkan mereka kepada kalian!"

"Benar," Siang Le, yang gembira namun tegang melihat dua suami isteri ini menyambung. "Kim-kongcu dan Kim-siocia tak ada di sini, taihiap. Siauw-jin dan kawan-kawannya itu menjadi saksi!"

Orang-orang busuk macam kalian tak perlu menjadi saksi. Aku tak percaya dan akan mengambil anakku!" dan Swat Lian yang berkelebat menyambar pemuda ini tiba-tiba menampar, menggerakkan lengannya.

Dan Siang Le terkejut. Dia tak menyangka bakal diserang wanita ini, di depan gurunya. Tapi karena dia bukan pemuda sembarangan dan jelek-jelek dia adalah murid See-ong maka Siang Le mengelak, dikejar dan pemuda ini menangkis. Tapi begitu dia mengerahkan sinkangnya dan bertemu lengan wanita itu tiba-tiba Siang Le terbanting dan mengaduh-aduh.

"Plak!" Siang Le menjerit. Belum, apa-apa tahu-tahu tubuhnya dicengkeram, diangkat dan dia pun sudah disambar wanita itu. Dan ketika dia terkejut dan gurunya juga terbelalak maka Swat Lian sudah menangkap pemuda ini dan mengancamnya di depan See-ong.

"Nah, lihat, See-ong. Aku juga menangkap muridmu dan membekuknya. Serahkan putera-puteriku atau muridmu kubunuh!"

See-ong terkejut. Gerak cepat yang telah diperlihatkan wanita ini di depannya sungguh membuat dia tercengang. Swat Lian menggabung Khi-bal-sin-kangnya dan Jing-sian-eng, merobohkan pemuda itu dan sudah menangkap Siang Le, tak lebih dari dua jurus! Dan ketika kakek itu terbelalak tapi tertawa mendongkol tiba-tiba See-ong mendengus.

"Hah, kau boleh percaya boleh tidak, hujin. Tapi menukar muridku dengan dua puteramu tak mungkin kulakukan di sini. Mereka betul-betul tak ada, kau bunuh pun tak dapat aku menunjukkannya!" dan kagum tapi juga gemas kepada muridnya kakek ini memaki, "Nah, lihat kebodohanmu, Siang Le. Kalau kau mau mempergunakan Hek-kwi-sut tak mungkin musuhmu itu dapat menawanmu. Bagaimana sekarang? Kau siap mampus?"

Siang Le gentar bukan main. Dalam dua jurus saja roboh di tangan isteri Pendekar Rambut Emas sungguh membuat dia kaget. Hal itu dapat terjadi karena beberapa sebab, di antaranya ialah karena kurang siapnya dirinya menghadapi wanita itu dan juga karena ia belum mengenal betul kepandaian lawan. Siang Le tak menduga bahwa wanita cantik ini memiliki gerakan yang begitu cepat, juga tenaganya begitu hebat hingga sekali tangkis dia malah terpental. Dan karena dia juga mengandalkan gurunya tapi ternyata gurunya kalah cepat maka semuanya itu dapat terjadi dan pemuda ini meringis.

"Biarlah. Kalau aku hendak dibunuhnya aku rela juga, suhu. Kim-hujin memang hebat dan aku kagum!"

"Apa? Kau mengagumi musuh? Eh, kusambar mulutmu nanti, Siang Le. Jangan bikin malu gurumu di depan orang!"

"Hm!" Pendekar Rambut Emas maju. "Kami datang bukan untuk bunuh-bunuhan, See-ong. Melainkan mengambil dan membawa putera-puteri kami kembali. Muridmu tertangkap, sebaiknya kau serahkan dua anak itu dan pemuda ini kembali padamu."

"Kembali apanya?" See-ong melotot. "Aku bicara sungguh-sungguh. Kim-mou-eng. Kalau tidak percaya boleh periksa sendiri. Geledahlah seluruh pulau ini dan cari dua anakmu yang seperti siluman itu. Mereka melarikan diri dan entah ke mana perginya!"

"Hm, kau takut atau apa?"

"Keparat!" kakek ini mendelik. "Enam Iblis Dunia telah kurobohkan, Kim-mou-eng. Terhadapmu pun aku tak perlu takut. Lihat, aku menundukkan mereka!" dan membentak menyuruh Siauw-jin maju kakek ini bicara, suaranya keras penuh kemarahan, "Setan cebol, apakah dua anak itu benar di sini? Apakah aku harus perlu takut terhadap Pendekar Rambut Emas ini? Heh, jawab sebenarnya, setan bau. Atau kau kuketok dan botak kepalamu nanti!"

See-ong mencengkeram kepala Siauw-jin, berang menciumkan lututnya dan Siauw-jin tampak gemetar. Aneh bin ajaib iblis cebol yang tak takut terhadap siapa pun itu mendadak meringis, pucat dan menggelengkan kepala memberi tahu bahwa Thai Liong dan Soat Eng tak ada di situ, benar telah melarikan diri. Dan ketika Kim-mou-eng tertegun dan heran memandang kejadian ini maka See-ong membanting dan melempar tubuh pembantunya itu.

"Lihat," kakek ini masih geram. "Siauw-jin telah menyuarakan suaraku, Kim-mou-eng. Kalau aku bohong biarlah pantat si cebol ini kujilat. Aku tak main-main dan bersungguh-sungguh kepadamu!"

"Kalau begitu ke mana mereka?"

"Mana aku tahu? Justeru aku menyesal tak dapat menangkap mereka, Kim-mou-eng. Kalau tidak tentu aku dapat berbangga di depanmu!"

Kim-mou-eng bersinar-sinar. Setelah melihat dan menyaksikan sendiri semua sikap dan kata-kata kakek itu mau juga dia percaya omongan ini. See-ong bersungguh-sungguh dan dia pun mengangguk. Namun ketika dia mau bicara dan isterinya mendahului mendadak isterinya itu meloncat ke depan melempar Siang Le kepadanya.

"Aku tetap tak percaya. Boleh See-ong menjilat pantat kuda, suamiku. Tapi aku tak percaya kata-katanya dan tetap menuntut perbuatannya. Terimalah pemuda ini dan biar aku menghadapinya!‖ dan Swat Lian yang membentak dengan mata berkilat-kilat tiba-tiba telah berhadapan dengan kakek itu dan mukanya merah padam, menganggap rendah See-ong karena muridnya demikian mudah dapat dibekuk. Kali ini Swat Lian terjebak keangkuhannya sendiri dan kakek itu terbelalak. Dan ketika mereka berhadapan dan wanita itu mengangkat lengan maka Swat Lian berseru,

"See-ong, selamanya baru kali ini kita bertemu. Kau majulah, dan kurobohkan kau tak lebih dari dua belas jurus!"

"Hah, dua belas jurus?"

"Ya, dan anggap aku kalah kalau melewati itu, kakek busuk. Atau kau ke akherat dan aku membunuhmu!"

"Ha-ha!" See-ong tertawa bergelak. "Kau sombong dan jumawa, hujin. Tapi baiklah, aku menerima kata-katamu. Lebih dari dua belas jurus kau kalah tapi kalau aku tak dapat merobohkanmu dalam dua belas jurus juga biarlah kuanggap aku kalah. Nah, kita seri dan adil. Majulah dan seranglah aku...."

"Wut!" Swat Lian tiba-tiba menghilang, lenyap dalam bayangan Seribu Dewanya. "Kubunuh kau, kakek siluman. Dan kuhancurkan kepalamu!" namun See-ong yang berkelebat dan hilang pula dalam Hek-kwi-sutnya tiba-tiba membuat si nyonya terkejut dan tertegun, kehilangan sasaran dan tentu saja dia terkesiap. Tapi ketika dia membalik dan sesosok asap putih tahu-tahu menyambar dan menghantam punggungnya tiba-tiba nyonya ini membalik.

"Dukk!" Dua orang itu terpental. See-ong muncul lagi dan tadi mengerahkan Sin-re-ciang, menghantam dengan Pukulan Karet namun si nyonya bergerak cepat, menangkis dan mereka sama-sama terdorong. Dan ketika kakek itu terkejut dan menghilang lagi dalam Hek-kwi-sutnya tiba-tiba kakek ini membentak dan melepas pukulan, dari balik ilmu hitam dan Swat Lian terkejut. Lawan seperti siluman saja namun cepat dia melengking, mengerahkan tenaga batin dan keluarlah pukulan putih dari lengan nyonya ini.

Dan ketika Swan Lian berkelebat dan mempergunakan Jing-sian-engnya tiba-tiba nyonya ini telah bergerak dan naik turun menghindari serangan lawan, yang hanya merupakan sosok asap putih dan Kim-mou-eng tertegun. Pukulan isterinya membentur sesuatu yang lunak namun tak dapat ditembus, mental dan terkejutlah dia ketika isterinya terhuyung. Dan ketika Khi-bal-sin-kang amblas di tubuh See-ong yang berubah ujud sebagai roh halus maka pendekar ini tercengang dan tersentak.

"Gunakan Beng-in-tong-sim (Awan Terang Getarkan Hati)!" mau tak mau Kim-mou-eng memberi petunjuk, berteriak namun isterinya kehilangan lawan.

See-ong tertawa bergelak dan lenyap tak dapat diserang, ilmunya Hek-kwi-sut itu melindungi dirinya dan ke mana pun pukulan menyambar ke situ pula dia menghilang. Beng-in-tong-sim yang menderu dan menghantam dahsyat ternyata hanya malah mendorong dan meniup kakek itu, yang sudah berbentuk seperti roh. Dan karena hal ini berarti sia-sia dan Pendekar Rambut Emas terkejut maka isterinya terbelalak dan pucat di sana, berkelebatan dan menyerang bertubi-tubi namun See-ong selalu terdorong.

Bobot atau berat tubuh See-ong sudah hilang, yang ada tinggallah semacam asap atau uap yang tipis selalu tertiup dan terdorong, sebelum terpukul. Tentu saja gagal! Dan karena hal ini terjadi berulang-ulang dan selama hidup baru kali itu Swat Lian mengalaminya maka See-ong terbahak menghitung jurus-jurusnya.

"Ha-ha, enam jurus, hujin. Sudah enam jurus!"

"Keparat, kau siluman gila, See-ong. Kalau bukan orang macammu tentu tak pantas kau hidup di dunia!"

"Ha-ha, pantas atau tidak itu urusanku, hujin. Yang jelas tinggal enam jurus lagi dan kau kalah!"

"Tidak, kau pun berjanji dua belas jurus, See-ong. Dan selama itu kau pun tak dapat merobohkan aku maka kau juga kalah!" Swat Lian berkelebatan sengit, melancarkan pukulan-pukulan.

Tapi See-ong selalu terdorong mundur. Hek-kwi-sut membuat kakek iblis itu tanpa bobot, tertiup dan selalu tertolak ke belakang setiap dipukul. Dan karena ilmunya ini amat luar biasa dan tentu saja lawannya bingung maka cepat kemudian sembilan jurus lewat dan nyonya itu gelisah.

"Hayo, balas, See-ong. Jangan menghindar saja!"

"Tentu!" kakek iblis itu terbahak. "Dan lihat, hujin. Inilah balasanku.... wut!" dan See-ong yang muncul dalam bentakannya tiba-tiba berkelebat dan sudah menjadi sepuluh orang, terbang dan berkelebatan mengelilingi lawannya itu dan Swat Lian kaget. Sepuluh pasang lengan tiba-tiba menyerangnya dari segala penjuru, itulah Cap-liong-liap-sut, ilmu terhebat dari See-ong. Dan karena nyonya ini sama seperti dikeroyok sepuluh lawan yang sama tangguh maka tepat pada jurus kesepuluh nyonya itu terpukul.

"Dess!" Swat Lian bergulingan. Wanita ini berteriak kaget dan mengerahkan Khi-bal-sin-kang, terpukul tapi See-ong juga terpukul. Khi-bal-sin-kang, seperti yang kita ketahui, adalah ilmu Bola Sakti. Ilmu ini akan memukul balik setiap pukulan yang mengenai tubuh. Swat Lian terbanting tapi kakek itu juga tergetar, menahan daya tolak tapi tak sanggup. Pukulannya membalik sendiri dan kakek ini melempar tubuh ke atas, berjungkir balik membuang gaya pental pukulannya. Dan ketika dia terkejut namun menyambar lagi maka dari udara kakek itu menghantam nyonya ini lagi.

"Dess!" Swat Lian terbanting. Untuk kedua kali nyonya ini bergulingan dipukul Cap-liong-liap-sut. Ilmu itu dapat berada di mana-mana dan dia terpekik. Namun karena Khi-bal-sin-kangnya melindungi dan semakin keras pukulan mengenai tubuhnya berarti semakin kuat pula daya tolaknya maka See-ong mengumpat caci dan lagi-lagi membuang tubuh, menghindar tolak-balik tenaganya sendiri dan kakek itu terkejut.

Cap-liong-liap-sut menghadapi Khi-bal-sin-kang yang luar biasa pula, yang boleh diserang tapi akan balik menyerang! Dan karena nyonya ini bukan Hu Beng Kui karena jago pedang itu dulu sedang sakit atau keracunan maka tentu saja Khi-bal-sin-kang yang dikerahkan jauh lebih hebat daripada si jago buntung itu, dihajar tapi balik menghajar. See-ong jadi bingung! Dan ketika dia memukul lagi namun kembali terpental dan terlempar maka dua belas jurus lewat dengan cepat dan keduanya tak ada yang kalah!

"Ha-ha, hebat kau, Kim-hujin. Hebat dan luar biasa, keparat!"

Swat Lian merah menyala-nyala. Memang dia belum kalah tapi juga belum menang, keadaannya masih sama tapi dia lebih menderita malu. Bayangkan, dia dihajar dan dibuat jatuh bangun, baru kali ini dia mengalami hal seperti itu. Dan karena ini secara fisik lebih menguntungkan kakek itu daripada dirinya sendiri maka nyonya ini memaki dan membentak kakek itu, menerima hujan serangan lagi namun See-ong juga tak dapat merobohkannya.

Kakek itu bingung karena Khi-bal-sin-kang selalu membuat pukulannya membalik, meskipun lawan juga terguling-guling. Dan ketika pertempuran kembali berjalan cepat dan seratus jurus lewat tanpa terasa maka tiba-tiba Swat Lian merasa perutnya sakit. Nyonya ini, sebagaimana diketahui sedang hamil, hamil muda. Kalau lawannya bukan See-ong tentu dengan mudah dia merobohkan. Tapi See-ong, kakek itu keparat benar. Tak dapat diserang karena selalu terdorong sebelum pukulan mendarat.

Kakek itu kehilangan bobot tubuhnya, karena mempergunakan ilmu setan, merobah ujud dari badan kasar ke badan halus. Dan karena badan halus tak memiliki bobot dan tentu saja semua pukulan menjadi sia-sia maka wanita ini diamuk kemarahannya dan sang suami khawatir. Pendekar Rambut Emas melihat sesuatu yang mulai lain dari isterinya. Isterinya sering memegangi perut dan terhuyung, pukulan bertubi-tubi dapat ditahan tapi janin yang masih muda agaknya tak kuat. Kim-mou-eng terkesiap dan teringat itu.

Dan ketika benar saja isterinya mulai pening dan pengaruh dari dalam membuat nyonya itu mendesis tiba-tiba sebuah pukulan See-ong menyambar perutnya, daerah yang mulai diincar See-ong karena melihat lawan memegangi perutnya, tentu saja tak tahu bahwa nyonya ini sebenarnya sedang hamil muda, hal yang tak diduga See-ong. Dan karena itu daerah berbahaya dan Kim-mou-eng tak dapat menunggu lagi tiba-tiba pendekar itu membentak dan sudah berkelebat bagai kilat menyambar.

"Tahan.... dukk!"

Bumi bagai diguncang gempa. Pukulan atau tangkisan Kim-mou-eng membuat See-ong mencelat. Kakek itu berteriak dan terlempar roboh, terguling-guling. Tak menduga bahwa di saat seperti itu tiba-tiba Kim-mou-eng berkelebat menolong isterinya, dari samping. Dan karena Kim-mou-eng juga mengerahkan Khi-bal-sin-kang dan See-ong tak kuat maka kakek itu terbanting dan bergulingan melompat bangun.

"Keparat! Kenapa kau curang begini, Kim-mou-eng? Mana kejantananmu?"

Kim-mou-eng mengerutkan kening. Pendekar ini tak menjawab karena sudah menolong isterinya, menahan dan memegang pundak isterinya itu. Maklum, Swat Lian terhuyung dan mau roboh, bukan oleh serangan See-ong melainkan oleh rasa sakit di dalam, oleh kehamilan itu. Dan ketika suaminya memapah dan Siauw-jin serta lain-lain tunggang-langgang oleh suara benturan itu maka See-ong membentak kembali dengan muka merah padam, menyadarkan Kim-mou-eng.

"Pendekar Rambut Emas, kau tak tahu malu. Mana kegagahanmu menyerang orang dari samping? Kenapa nyelonong dan berbuat curang?"

"Hm," Pendekar Rambut Emas membalik, "Aku tidak berbuat curang melainkan menolong isteriku, See-ong. Kalau aku curang tentu kau kuserang. Tapi aku hanya menangkis. Bukankah kau lihat sendiri?"

"Sama saja! Menangkis atau menyerang kau telah menunda kemenanganku, Kim-mou-eng. Isterimu kalah dan siap roboh!"

"Hm, memenangkan sebuah pertandingan melawan wanita hamil tak gagah, See-ong. Menang pun kau tak patut dipuji. Kalau ingin menang sebaiknya kau berhadapan dengan aku, biar isteriku beristirahat."

"Apa? Hamil?"

Swat Lian tiba-tiba muntah. Wanita ini terhuyung bersandar suaminya, saat itu dia tak dapat bicara karena bumi rasanya berputar. Pengerahan tenaga yang berlebihan membuat nyonya yang hamil muda ini tak kuat, muntah dan akhirnya terkejutlah See-ong melihat itu. Baru dia tahu bahwa wanita ini hamil, kehamilan yang belum kelihatan karena memang masih muda. Dan ketika yang lain juga tertegun karena baru tahu maka Siauw-jin tiba-tiba terkekeh dan berseru,

"Bagus, kalau begitu lebih mudah, See-ong. Kau bunuh yang laki-laki dan kami yang perempuan!"

"Hm, kalian mau bersikap pengecut?" Kim-mou-eng marah, khawatir juga. "Isteriku harus beristirahat, Siauw-jin. Atau aku akan menghajarmu!"

"Ha-ha, kau akan dihadapi See-ong, tak mungkin dapat menghadapi kami!"

"Benar," See-ong menjawab. "Kau harus berhadapan dengan aku, Kim-mou-eng. Masalah isterimu nanti saja. Kalau dia kuat tentu tak perlu kau khawatir. Kalau tidak kuat salahmu sendiri mengapa membawa wanita yang sudah hamil!"

"Hi-hik, cocok!" nenek Naga terkekeh. "Kau yang salah, Kim-mou-eng. Isteri hamil dibawa-bawa. Kenapa begitu bodoh? Heh, kau hadapi Pendekar Rambut Emas ini, See-ong. Dan biar kami yang perempuan!"

Ternyata, mempergunakan kesempatan itu tiba-tiba Enam Iblis Dunia ini malah merasa kebetulan. Mereka dapat mengeroyok puteri Hu Beng Kui itu setelah dibuat jatuh bangun oleh See-ong, hal yang tak membuat mereka malu tapi justeru senang. Dan ketika mereka bangkit keberaniannya dan See-ong terkekeh saja mendadak Siang Le, yang mendengar dan menyaksikan semuanya itu membentak, melompat maju.

"Tidak boleh. Menyerang Kim-hujin tak boleh kalian lakukan, nenek Naga. Dia sedang hamil, kalian harus malu!"

Semua terkejut. See-ong terbelalak karena melihat muridnya lepas, memang dibebaskan totokannya oleh Kim-mou-eng dan kini pemuda itu mengancam, maju dan menegur Enam Iblis Dunia itu. Tapi ketika Siauw-jin tak menjawab dan See-ong tertawa tiba-tiba kakek tinggi besar itu malah menyambar muridnya.

"Heh, kau ke sini, Siang Le. Jangan campuri mereka!"

"Tidak!" Siang Le melepaskan diri. "Perbuatan ini memalukan, suhu. Kalau mereka menyerang maka aku mencegah!" Siang Le gagah bersinar-sinar, menentang gurunya dan tentu saja See-ong mendelik. Dan ketika pemuda itu mengejutkan yang lain karena sikapnya ini dinilai janggal maka kakek tinggi besar itu menampar muridnya dan Siang Le terbanting.

"Kau jangan kurang ajar, diamlah... plak!" dan Siang Le yang terlempar serta ditotok gurunya tiba-tiba malah tak dapat bicara karena sudah dilumpuhkan gurunya itu, tak dapat bangun pula dan kakek tinggi besar ini merah padam. Sikap dan kata-kata muridnya itu memalukan dirinya di depan Enam Iblis Dunia. Murid seorang sesat kok malah merupakan pemuda baik-baik! Dan ketika kakek itu menggeram dan membalik menghadapi Pendekar Rambut Emas maka kakek ini berkata,

"Nah, urusanmu denganku boleh diselesaikan, Kim-mou-eng. Urusan isterimu biarlah ditangani pembantu-pembantuku!"

"Hm!" Kim-mou-eng merah, mukanya bersinar-sinar. "Kau dan teman-temanmu ternyata iblis-iblis yang licik, See-ong. Kalau begitu biar aku menghadapi kalian semua, majulah!" pendekar itu mendorong isterinya melindungi dan Swat Lian bersila.

Wanita ini pening dan kelelahan oleh pertandingan yang menguras tenaga. Pertempurannya tadi membuat dia gemetar karena agak berlebihan, wanita hamil tak seharusnya mengeluarkan banyak tenaga. Dan ketika Pendekar Rambut Emas itu melindungi isterinya dan bersiap menghadapi semuanya tiba-tiba See-ong tertawa bergelak membentak lawannya itu.

"Kim-mou-eng, jangan sombong. Menghadapi aku seorang pun belum tentu kau dapat merobohkan. Bagaimana menyuruh yang lain-lain maju? Heh, jangan congkak, Pendekar Rambut Emas. Aku masih merasa cukup dan tak perlu dibantu. Kau majulah!"

"Tidak," Pendekar Rambut Emas mengejek lawan. "Aku yang merasa terlalu ringan, See-ong. Sebaiknya kau maju atau menyesal belakangan!"

"Ha-ha, si mulut sombong....!" dan See-ong yang berteriak membentak lawan tiba-tiba lenyap dan menghantam ke depan.

"Dukk!" dua lengan mereka kembali beradu, langsung mementalkan yang lain karena Siauw-jin dan kawan-kawan terpelanting, tergetar dan terpeleset oleh adu pukulan ini karena See-ong mengerahkan tenaganya, delapan bagian namun tetap saja kakek tinggi besar itu terpental.

Kim-mou-eng mengerahkan Khi-bal-sin-kangnya dan kakek itu berjungkir balik, terdorong namun kakek itu juga terlempar tinggi. Dan ketika See-ong berteriak marah karena Khi-bal-sin-kang membuat dia sulit melawan maka kakek itu menghilang dalam Hek-kwi-sutnya dan menyerang sambil bersembunyi, menampar dan memukul dan cepat serta bertubi-tubi kakek itu mengelilingi lawan. Yang tampak bukan bayangan See-ong melainkan bayangan roh halusnya, luar biasa kakek itu. Dan begitu dia menyerang dan menyambar-nyambar maka pundak dan tengkuk Pendekar Rambut Emas menjadi sasaran, bak-bik-buk dipukul tapi semuanya itu membalik.

See-ong penasaran karena Khi-bal-sin-kang yang dipunyai Pendekar Rambut Emas ini lebih tangguh lagi dibanding isterinya, semakin kuat semakin dia terpental. Namun karena See-ong mempergunakan badan halusnya dan cepat menghilang untuk menyerang di lain tempat maka pertandingan berjalan seru sementara Kim-mou-eng bertahan dan menjadi bulan-bulanan pukulan.

"Des-plak!" Kim-mou-eng terhuyung. Kali ini dia agak terdorong karena See-ong menambah pukulannya, tergetar tapi lawan juga berteriak. Pukulan itu membalik dan menyerang See-ong sendiri. Tapi karena kakek itu selalu membuang daya-pental pukulan itu dan berkelebatan serta mengelilingi lawan maka pertandingan berjalan lagi dan Kim-mou-eng menerima pukulan atau tamparan.

"Des-plak!" Pendekar Rambut Emas tak bergeming. Kali ini dia mengerahkan tenaga dan tak apa-apa, lawan terkejut dan See-ong berteriak marah. Dan ketika kakek itu melancarkan serangannya dan dari balik ilmu hitam kakek ini menghantam dan menendang maka Kim-mou-eng maju mundur menerima pukulan-pukulan lawan, kian lama kian tak bergeming dan See-ong terbelalak. Apa yang diperlihatkan itu memang hebat dan kakek ini penasaran, menambah tenaganya lagi namun Khi-bal-sin-kang selalu menolak balik. Repot kakek itu. Dan karena dia selalu menyerang sementara Pendekar Rambut Emas hanya bertahan dan menerima serangan maka kakek itu membentak menyuruh lawan membalas.

"Hayo, serang aku, Kim-mou-eng. Balas dan pukullah!"

Kim-mou-eng diam saja.

"Eh, kenapa diam? Takut? Ha-ha, tak dapat membalas berarti bukan seorang pendekar, Kim-mou-eng. Hayo serang dan pukul aku!"

"Hm," Kim-mou-eng menjawab. "Aku belum mengenal ilmumu, See-ong. Biarlah keluarkan dulu segenap kepandaianmu dan balasan pasti datang."

"Ha-ha, kalau begitu kau kalah. Kau tak dapat menyerang aku karena aku berlindung di balik Hek-kwi-sutku!"

"Hm, ilmumu itu ilmu kotor. Pantas kalau kau seperti iblis dan licik menyerang secara gelap. Seranglah, kau boleh menyerang aku sesuka hatimu, See-ong. Robohkan aku dan coba kalau bisa."

"Keparat, kau tak mau membalas juga?"

"Untuk apa diperintah? Tanpa kau minta tentu kukerjakan apa yang harus kukerjakan, See-ong. Jangan banyak bicara lagi dan keluarkan semua kepandaianmu!"

See-ong melengking. Menyerang dan menghantam Pendekar Rambut Emas ini seperti menyerang dan menghantam bola karet saja, selalu mental dan dia harus mengelak pukulannya sendiri yang membalik. Dan karena Pendekar Rambut Emas tak mau menyerangnya karena pendekar itu lebih baik menerima pukulan daripada dipukul maka See-ong gusar dan lama-lama lelah, surut tenaganya dan Siauw-jin serta yang lain-lain terbelalak. Mereka itu menonton pertandingan yang aneh.

Kim-mou-eng bertubi-tubi mendapat pukulan tapi See-ong yang justeru malah terpental, semakin kuat menyerang semakin kuat pula kakek itu terpental. Kalau bukan See-ong tentu sudah roboh terbanting sejak tadi. Kakek itu dapat menyelamatkan diri dalam ilmu hitamnya, Hek-kwi-sut, menghilang setiap pukulannya membalik.

Dan karena masing-masing teramat berhati-hati dan See-ong bingung tak dapat merobohkan lawan maka sesungguhnya Pendekar Rambut Emas juga bingung karena tak tahu bagaimana caranya menyerang kakek itu. Maklum, sebelum diserang tentu kakek ini tertiup, tubuhnya yang tanpa bobot menjadikan kakek itu tak dapat diapa-apakan, berlindung dalam Hek-kwi-sutnya yang luar biasa ini. Dan ketika dua orang itu menjadi bingung sendiri karena See-ong selalu membalik bertemu pertahanan yang kuat maka Siauw-jin dan lain-lain saling pandang.

"Keparat, pertandingan ini jadi tak ada habisnya. Dua orang itu berimbang!"

"Benar, dan Kim-mou-eng menemui batunya, Siauw-jin. Kali ini dia tak dapat bersombong karena bertemu lawan yang sama kuat!"

"Ya, dan kita tak tahu siapa menang siapa kalah. Bagaimana kalau pikiran Pendekar Rambut Emas itu dikacau?"

"Dikacau bagaimana?"

"Kita serang isterinya, Siauw-jin. Biar dia terpecah dan See-ong mendapatkan jalan keluar!"

"Ha-ha, bagus. Aku lupa!" dan Siauw-jin yang berjingkrak tertawa girang tiba-tiba mencabut sabitnya, mengangguk menyetujui nenek Toa-ci dan iblis cebol itu tiba-tiba bergerak. Dan ketika empat temannya yang lain teringat dan menyusul perbuatan setan cebol itu maka Siauw-jin dan kawan-kawannya sudah menyerang isteri Pendekar Rambut Emas ini, yang masih duduk bersila.

"Ha-ha, mampus kau, Kim-hujin. Pergilah ke neraka!"

Kim-mou-eng terkejut. Saat itu isterinya tak boleh diganggu karena sudah memulihkan rasa sakit. Perut isterinya yang mulai membesar tak boleh diganggu, isterinya itu sedang hamil. Maka melihat Siauw-jin menggerakkan sabitnya dan isterinya diam tak mengelak tiba-tiba pendekar ini membentak mendorong lengannya, melakukan pukulan jarak jauh.

"Siauw-jin, enyahlah!"

Iblis itu terpelanting. Pukulan Pendekar Rambut Emas yang membantu isterinya ternyata mengenai sabitnya, tertolak dan melencenglah senjata tajam itu ke kiri. Namun karena Toa-ci dan lain-lain juga menyerang dan sudah menggerakkan senjatanya masing-masing maka jarum dan sendok atau garpu menyambar isteri Pendekar Rambut Emas ini, membuat Kim-mou-eng bingung dan terpaksalah dia meninggalkan See-ong, berkelebat dan menampar semua senjata itu. Dan ketika Toa-ci dan lain-lain menjerit terbanting bergulingan maka See-ong menyerang dan mengejar pendekar ini.

"Ha-ha, jangan lari, Kim-mou-eng. Maju dan hadapi aku!"

Kim-mou-eng sibuk. See-ong telah menyambar dan menyerangnya lagi, mengerahkan Khi-bal-sin-kang dan kakek itu terpental. Tapi ketika Siauw-jin dan lain-lain kembali menyerang isterinya dan dia harus melindungi maka berkelebat dan menamparlah pendekar itu, dikejar dan diburu See-ong lagi dan terpaksa Pendekar Rambut Emas menangkis. Kejadian ini berulang tujuh delapan kali dan Kim-mou-eng betul-betul sibuk, juga marah. Dan ketika satu saat pukulan See-ong mengenai tengkuknya dan Khi-bal-sin-kang pecah dikacau Enam Iblis Dunia itu maka Pendekar Rambut Emas terlempar dan terbanting roboh, terguling-guling.

"Ha-ha, bagus, See-ong. Bunuh dan serang dia!"

See-ong tertawa bergelak. Untuk Swat Lian tentu saja dia tak perduli, jalan terbuka baginya dan Pendekar Rambut Emas dihajar lagi, menerima pukulan berat dan kali ini Kim-mou-eng terjengkang. Namun ketika Siauw-jin dan kawan-kawannya mempergunakan kesempatan itu untuk menyerang Swat Lian ternyata Pendekar Rambut Emas masih dapat melancarkan dorongan jarak jauh hingga lima iblis itu pun terjengkang.

"Des-des-dess!"

Siauw-jin dan kawan-kawannya mengumpat caci. Dalam saat begitu baik tapi gagal juga membuat mereka berlima menjadi marah. See-ong diminta menyerang lagi dan Kim-mou-eng sibuk, mengeluh dan tiba-tiba Pendekar Rambut Emas itu mengeluarkan pit-nya (pena). Dan ketika Siauw-jin kembali menyerang sementara See-ong memburu dan mengejar dengan pukulan bertubi-tubi mendadak pendekar ini membentak, menggerakkan tangannya dan meluncurlah pena di tangannya itu. Senjata di tangan lima iblis itu terpental ketika benda kecil ini beterbangan dari satu tempat ke tempat lain, seolah bermata. Dan ketika sabit dan jarum atau sendok terlepas dari tangan orang-orang itu maka Swat Lian tiba-tiba membuka mata dan bangkit berdiri.

"Biarkan," wanita itu membentak. "Aku sehat kembali, suamiku. Biarkan mereka menyerang dan aku menghajarnya!"

Kim-mou-eng girang. Saat itu dia terdorong dan terbanting lagi ketika See-ong melancarkan pukulan, Khi-bal-sin-kang jadi setengah hati dikerahkan karena dikacau Siauw-jin. Lima iblis itu membuyarkan konsentrasinya dan tentu saja pendekar itu gugup. Namun ketika isterinya berteriak marah dan rupanya isterinya itu dapat melayani lawan maka Pendekar Rambut Emas berjungkir balik ketika dikejar See-ong.

"Dess!" Kini See-ong yang mencelat. Kakek tinggi besar itu berteriak ketika Kim-mou-eng berhasil melindungi dirinya. Khi-bal-sin-kang sudah sepenuhnya lagi dikerahkan dan kakek itu mengumpat. Dan ketika See-ong meluncur turun dan berjungkir balik menyerang lagi maka Siauw-jin dan empat temannya diserang Swat Lian.

"Keparat, kalian licik dan curang, Siauw-jin. Sekarang hadapi aku dan biar kubunuh kalian!"

Siauw-jin dan kawan-kawannya gentar. Setelah Swat Lian bangkit dengan marah dan wanita cantik itu rupanya sehat kembali maka setan cebol ini panik. Swat Lian berkelebat dan melancarkan pukulannya. Dan ketika kakek itu mengelak namun terbanting roboh maka Siauw-jin bergulingan berteriak-teriak.

"Aduh, celaka. Tobat.....!"

Empat yang lain terkejut. Mereka juga dihajar dan jatuh bangun, Swat Lian membagi-bagi pukulannya dan paniklah lima iblis itu. Mereka tak tahu bahwa sebenarnya Swat Lian memaksa diri, wanita cantik ini menahan sakit dan mengerahkan sinkangnya menghajar lima orang itu. Dan ketika mereka berteriak-teriak dan Siauw-jin melempar tubuh bergulingan tiba-tiba iblis cebol itu memutar tubuh melarikan diri.

"Tobat....!"

Toa-ci dan lain-lain gentar. Apa boleh buat mereka pun lalu mengikuti pula perbuatan si cebol ini, memutar tubuh melarikan diri. Dan ketika See-ong berhadapan dengan Kim-mou-eng dan Swat Lian tidak mengejar lawannya tiba-tiba wanita ini membentak dan menyerang kakek tinggi besar itu, melengking dan See-ong terkejut. Dihantam dan dikeroyok dua tiba-tiba kakek tinggi besar itu marah, tidak takut namun Siang Le tiba-tiba mengeluh. Entah kenapa muridnya itu mendadak menjerit dan berteriak-teriak minta tolong, kaget kakek ini. Dan ketika perhatiannya terpecah dan pukulan si nyonya menyambar tiba-tiba kakek itu mencelat dan See-ong terbanting roboh.

"Dess!" See-ong memaki bergulingan. Hek-kwi-sutnya buyar karena konsentrasinya pecah. Siang Le memanggil-manggil gurunya dan mendadak Swat Lian berkelebat, menyambar pemuda itu. Tapi ketika See-ong berteriak dan membentak marah tiba-tiba kakek iblis itu melancarkan pukulan jarak jauh dan diserangnya nyonya itu.

"Dess!" Swat Lian ganti terlempar bergulingan. Nyonya itu memekik sambil mencaci-maki, berjungkir balik namun See-ong menyambar muridnya. Dan karena Pendekar Rambut Emas melindungi isterinya dan terkejut melihat isterinya terguling-guling maka See-ong tidak dikejar ketika menyambar muridnya itu, membawa lari dan tiba-tiba kakek ini pun memaki.

See-ong bingung karena dia tak tahu apa yang menyebabkan muridnya tiba-tiba seperti itu, mengerang dan mengaduh-aduh. Dan karena lima pembantunya merat semua dan Siauw-jin serta kawan-kawannya entah kabur ke mana maka kakek ini menyelamatkan muridnya dan langsung meninggalkan pertempuran, bukan takut melainkan semata kebingungan oleh teriakan muridnya. Siang Le seperti orang kesakitan dan menjerit-jerit. Dan ketika Pendekar Rambut Emas menjaga isterinya sementara Swat Lian berjungkir balik melayang turun maka See-ong berseru agar pertandingan ditunda dulu.

"Kim-mou-eng, jaga dulu di situ. Aku tentu kembali!"

"Keparat!" Swat Lian memaki. "Jangan lari, See-ong. Hayo kembali dan putar tubuhmu!"

"Tidak," Pendekar Rambut Emas mencengkeram. "Kau pucat, isteriku. Kau memaksa diri. Kau.... ah!" dan Swat Lian yang tiba-tiba roboh dan mengeluh di cengkeraman suaminya tiba-tiba dipeluk dan sudah terisak menahan sakit, memang sesungguhnya memaksa diri dan tiba-tiba wanita itu kembali muntah. Dan ketika Pendekar Rambut Emas terkejut karena isterinya lemas tiba-tiba Swat Lian sudah ambruk dan pingsan di pelukannya.

"Celaka," Pendekar Rambut Emas pucat. "Kau belum sehat, Lian-moi. Kandunganmu rupanya terganggu!" dan karena lawan-lawan sudah melarikan diri dan agaknya See-ong benar-benar akan kembali setelah menolong muridnya maka Pendekar Rambut Emas tiba-tiba berkelebat dan menyambar isterinya ini, memanggul dan cepat serta luar biasa ia menuju pantai. Tak ada jalan lain saat itu kecuali meninggalkan Sam-liong-to. See-ong terlalu tangguh dan isterinya sakit. Menolong isterinya inilah yang harus didahulukan.

Maka begitu melesat dan mengerahkan ginkangnya tiba-tiba Kim-mou-eng sudah meninggalkan pertempuran dan kebetulan sekali melihat perahu Ji Pin, berteriak dan perahu itu pun mendekat. Ji Pin tak tahu apa yang terjadi namun Pendekar Rambut Emas merasa kebetulan. Isterinya sakit, dia khawatir kandungan isterinya itu akan gugur.

Dan ketika Ji Pin menyambut dan laki-laki ini berseri-seri tapi segera terkejut melihat ketegangan pendekar ini mendadak Pendekar Rambut Emas sudah berjungkir balik dan berada di atas perahunya. Lalu begitu menyambar dayung dan meletakkan isterinya di lantai tiba-tiba Kim-mou-eng mendayung perahu dan melesat seperti iblis.

"Ambilkan air, siapkan air putih!"

Ji Pin gugup. Dia diminta memberi minum nyonya yang pingsan itu, Kim-mou-eng menggerakkan perahu dan buru-buru meninggalkan Sam-liong-to. Jelas membuat laki-laki itu bingung karena tak tahu apa yang terjadi. Maka ketika dia bengong tak dapat memberi minum nyonya itu yang pingsan di lantai maka laki-laki ini mengeluh. "Taihiap, bagaimana ini? Bagaimana cara aku meminumkannya?"

Kim-mou-eng sadar. "Ah, letakkan dulu di situ, Ji Pin. Biar aku yang mengurusnya setelah kita tiba di sana!" pendekar itu menunjuk, bukan lain ke tempat di mana pulau yang ujung berada, yaitu pulau di mana dia pertama kali bertemu Ji Pin.

Dan ketika laki-laki itu mengangguk dan lega maka Kim-mou-eng mengerahkan kepandaiannya dan perahu meluncur seperti didorong kuat dan cepat dan Ji Pin hampir tak percaya pada apa yang dilihat. Dia, yang hampir setengah hari tiba di situ tiba-tiba menempuh perjalanan tak kurang dari beberapa menit saja. Perahu yang digerakkan Kim-mou-eng itu terbang melewati ombak, melejit dan meloncat seperti kijang melesat.

Dan ketika lima menit kemudian Ji Pin sudah kembali di tempatnya semula dan Kim-mou-eng berkelebat menyambar isterinya maka Pendekar Rambut Emas itu sudah mendahului perahu hinggap di pulau ini, berjungkir balik dan turun membawa isterinya. Dan begitu dia menotok dan duduk bersila maka lengan pendekar ini sudah menempel di pundak isterinya memberikan pertolongan pertama, lupa pada air putih yang diminta dan Ji Pin melongo.

Laki-laki itu melihat Pendekar Rambut Emas ini telah menolong isterinya, tergesa-gesa. Namun ketika muka pendekar itu mulai berseri dan terdengar keluhan di mulut wanita cantik itu maka Ji Pin berlutut dan siap disuruh ini-itu.

* * * * * * * *

"Hei, apa yang mau kau lakukan, Liong-ko? Kenapa kau diam saja melihat aku dibeginikan orang?"

"Sst, diam. Jangan berisik, Eng-moi. Aku sengaja tak melawan agar kita bebas."

"Bebas? Setelah kita menjadi tawanan begini?"

"Eh, kenapa berteriak-teriak? Kau dan aku dijebloskan di tempat ini, Eng-moi. Tapi kita bukan menjadi tawanan malah menjadi orang-orang yang bebas. Lihat, aku dapat melarikan diri!"

Thai Liong, yang sejak tadi diprotes adiknya tiba-tiba menggerakkan lengan. Totokan See-ong bebas dan pemuda itu bergerak. Memang sejak mula pemuda ini sesungguhnya tak apa-apa, hanya pura-pura pingsan dan tentu saja melihat adiknya dirobohkan See-ong, menunggu dan kini mereka berdua dilempar ke ruang bawah tanah, yakni Istana Hantu itu. Dan ketika adiknya membuka mata dan langsung bercuap-cuap maka pemuda ini meloncat bangun membebaskan dirinya.

"Nah, kau lihat," katanya. "Kita berdua tak berhadapan lagi dengan See-ong, Eng-moi. Dan kita bebas. Kau berdirilah!" Thai Liong menepuk pundak adiknya, bebas dan Soat Eng pun meloncat bangun. Dan ketika adiknya itu memaki-maki dan Thai Liong tersenyum tiba-tiba pemuda ini memegang lengan adiknya.

"Tak perlu marah-marah, kita memang harus segera pergi."

"Pergi apanya? Memangnya kakek iblis itu harus dibiarkan saja?"

"Hm, apa maumu?"

"Kita keluar, Liong-ko. Dan hajar kakek keparat itu!"

"Dan memberikan kesempatan padanya untuk merobohkan dirimu lagi? Hm, jangan bodoh, Eng-moi. See-ong kakek lihai yang amat sakti sekali. Dia memiliki Hek-kwi-sut, kita tak dapat melawannya!"

"Aku tak takut!"

"Bukan takut atau tidak, Eng-moi, tapi bijaksana atau hanya menuruti nafsu marah belaka. Apakah kau ingin kita berdua celaka di tangannya? Tidak, dengarkan aku, Eng-moi. Kita harus pergi meninggalkan pulau ini!"

"Ya, dan berarti menemui kakek itu juga, Liong-ko. Sama saja karena kita akhirnya pasti berhadapan juga!"

"Tidak, kalau kita cerdik, Eng-moi. Dan aku sudah menentukan itu."

"Apa maksudmu?" sang adik terbelalak. "Cerdik bagaimana?"

"Hm, kita dapat keluar tanpa harus menemui kakek itu, Eng-moi. Kita lewat belakang dan lari secara diam-diam!"

Soat Eng tertegun.

"Kau ingat dari mana kita pertama masuk, bukan? Kau tidak lupa terowongan bawah laut yang kita masuki?"

"Hm, itu?" gadis ini mengangguk. "Ya, aku ingat, Liong-ko. Tapi aku tidak takut dengan kakek iblis itu!"

"Ah, lagi-lagi itu," kakaknya mengomel. "Aku tidak mempermasalahkan takut atau tidak takut, Eng-moi, melainkan mencari jalan selamat dan menghindari dulu kakek itu. Kita harus pulang dan melapor pada ayah atau ibu! Apakah kau ingin mati konyol di sini dan tidak kembali?"

Soat Eng tertegun.

"Ingat, jangan dibakar rasa marah, Eng-moi. Kita harus mendinginkan semua perasaan untuk maju ke perbuatan yang lebih penting. Aku juga tidak takut See-ong tapi melawannya sekarang ini adalah sebuah kebodohan belaka. Lihat, bagaimana kalau kita betul-betul mati di tempat ini? Bagaimana ayah dan ibu? Dapatkah kau bayangkan perasaan mereka?"

"Hm!" Soat Eng mengangguk juga. "Baiklah. Liong-ko, aku mengerti. Tapi lain kali kita harus kembali ke sini!"

"Ya, dan tugas kita gagal, Eng-moi. Istana ini ternyata berisi peninggalan harta melulu. Kita tak mendapatkan seperti apa yang ayah kehendaki!"

"Benar, apa maksud ayah dengan mutiara yang harus kita temukan itu? Mutiara yang mana?"

"Inilah, itu tak dapat kita temukan, Eng-moi. Sebaiknya kita kembali dan temui ayah!" lalu memberi isyarat adiknya agar tidak berisik lagi Thai Liong berkelebat ke belakang, turun dan menujulah pemuda itu ke tempat yang lebih bawah.

Soat Eng baru teringat bahwa di balik Istana Hantu ini terdapat jalan masuk dari tempat bahwa laut, yakni tempat seperti guha dimana kakaknya dulu diserang gurita dan hiu ganas. Dia mengikuti dan akhirnya menempel di belakang kakaknya ini. Dan karena mereka sudah mengenal jalan di situ dan lika-likunya sudah mereka hapal di luar kepala maka akhirnya kakak beradik ini tiba di bawah di mana terowongan bawah laut itu menjorok.

"Kita menyelam," Thai Liong memberi tanda cepat dan sudah mengajak adiknya berenang. Tanpa ragu atau khawatir lagi pemuda itu sudah menyelam dan menghilang di bawah laut, ini adalah tempat di mana pertama kali pemuda itu menemukan jalan menuju ke Istana Hantu, lewat terowongan bawah laut.

Dan ketika Soat Eng mengikuti dan berenang di samping kakaknya maka gadis ini sudah menyelam meninggalkan Istana Hantu, melarikan diri, hal yang tak diduga See-ong. Maklum, kakek iblis itu belum tahu bahwa dari sinilah dua muda-mudi itu menemukan jalan masuk. Dan begitu Thai Liong mengajak adiknya menyelam dan berenang di bawah laut maka pemuda ini akhirnya muncul di tepi batu karang yang berbentuk setengah guha itu, meloncat dan naik ke atas. Dan ketika adiknya menyusul dan mereka sudah di pantai yang aman maka Thai Liong mencari papan.

"Kita harus menyeberang, berselancar!"

Soat Eng cemberut. Sesungguhnya tak suka dia meninggalkan pulau dengan cara begitu, melarikan diri. Namun karena See-ong memang lihai dan di situ masih terdapat pula Enam Iblis Dunia maka gadis ini mengikuti dan menempel di belakang kakaknya saja, mencari alat menyeberang dan akhirnya mereka menemukan itu, bekas papan pecahan perahu dan Thai Liong sudah berjungkir balik di sini, hinggap dan bermain-main sejenak di atas papan ini, di atas laut. Dan ketika adiknya berjungkir balik dan melayang pula di papan-selancarnya maka Thai Liong bergerak dan pemuda itu mengembangkan lengannya.

"Kita pergi!"

Soat Eng mengangguk. Kakaknya sudah meluncur dan mengerahkan ginkang, ilmu peringan tubuh, bergerak dan meluncur di atas permukaan laut. Dan karena mereka sudah terbiasa dan pekerjaan ini bukan pekerjaan yang sukar maka Soat Eng juga mengerahkan kepandaiannya dan bergerak mendampingi kakaknya, naik turun melewati ombak dan tak lama kemudian mereka sudah meninggalkan Sam-liong-to, tidak banyak bicara lagi dan masing-masing mendekati pulau di ujung. Di situlah Ji Pin berada dan Thai Liong bermaksud menghampiri temannya ini, pergi dan diajak menjauhi tempat berbahaya itu. Tapi ketika mereka tiba di tengah dan Thai Liong menyuruh adiknya mempercepat gerakan tiba-tiba adiknya itu berteriak kaget.

"Hei, ada mayat....!"

Thai Liong terkejut. Adiknya sudah menuding dan disebelah kiri mereka terapung sesosok mayat, timbul tenggelam di antara ombak dan Thai Liong tentu saja menunda gerakannya, apalagi adiknya juga berhenti, tertegun memandang mayat itu. Tapi ketika Soat Eng berseru keras dan meluncur maju mendadak gadis ini sudah terbang menghampiri mayat itu. Dan begitu gadis ini mengenal mendadak Soat Eng menjerit.

"Kong-kong (kakek)....!"

Thai Liong kaget bukan main. Jerit atau pekik adiknya itu mengguncang hati, sukma terasa dibetot dan Thai Liong menggerakkan papan selancarnya. Dan ketika pemuda itu terbang dan berjungkir balik mendekati adiknya maka pemuda ini tertegun dan pucat melihat apa yang terjadi.

"Kakek!" suara ini lirih, tercekat di kerongkongan namun wajah Thai Liong sudah berubah hebat. Pemuda itu menggigil dan tiba-tiba terguling, adiknya juga terguling karena rasa kaget dan marah membuat Soat Eng kehilangan kewaspadaan, keseimbangannya lenyap dan gadis itu lupa bahwa dia berada di laut, di atas air.

Tapi begitu Soat Eng berteriak keras dan melengking tinggi tiba-tiba gadis ini telah mengerahkan ginkangnya lagi dan menyambar mayat kakeknya itu, Hu Beng Kui, menangis tersedu-sedu dan Thai Liong bengong. Kakeknya, jago pedang itu, ternyata tewas dengan muka mengerikan. Hampir seluruh tubuh bengkak dan Thai Liong melihat bekas-bekas pukulan yang mematikan.

Teringatlah Thai Liong akan geram atau suara pertempuran di luar, yang tak diduga sebagai kakeknya dan Soat Eng sudah mengguguk menyambar mayat kakeknya itu. Tapi ketika gadis ini membentak dan meluncur membalik menuju ke Sam-liong-to lagi tiba-tiba Thai Liong terkejut.

"Hei, kembali, Eng-moi. Jangan ke sana!"

"Tidak!" gadis itu berseru. "See-ong telah membunuh kong-kong, Liong-ko. Aku harus membalas dendam dan mengadu jiwa!"

"Tapi kita tak boleh kembali!"

"Kau pulanglah, laporkan pada ibu bahwa aku membalas dendam pada See-ong, Liong-ko. Kau pergilah dan biarkan aku menuntut balas!"

"Gila!" dan Thai Liong yang tentu saja tak mungkin membiarkan adiknya kembali ke Sam-liong-to tiba-tiba membentak dan mengejar adiknya itu, mengerahkan ginkang tapi Soat Eng tancap gas.

Gadis ini marah sekali dan tak menghiraukan seruan kakaknya, semakin dikejar semakin nekat. Dan ketika mereka hampir kembali ke pulau dan Thai Liong cemas tiba-tiba pemuda itu melancarkan pukulan dari jauh dan pundak adiknya tepat sekali terkena serangan, mengeluh namun gadis itu malah memaki kakaknya. Soat Eng terguling namun dapat membebaskan diri, maju dan meluncur lagi. Tapi ketika dia hampir mendekati pulau dan Thai Liong marah tiba-tiba pemuda ini mengerahkan totokan sinar merah, Ang-Kong-ci.

"Eng-moi, kembali.... tuk!"

Soat Eng roboh. Tanpa diulang lagi Thai Liong sudah menyambar adiknya itu, dimaki-maki namun pemuda ini tak perduli. Dan ketika adiknya menangis dan berteriak-teriak maka Thai Liong menggerakkan kakinya dan meluncur menjauhi pulau, adiknya di pundak kanan sementara mayat kakeknya di pundak kiri. Thai Liong tak memperkenankan adiknya itu membabi-buta, akibatnya Soat Eng marah-marah dan memaki kakaknya itu, habis-habisan. Dan ketika Thai Liong menulikan telinga dan sejam kemudian sudah menyeberang dan berada di daratan besar maka pemuda itu melempar adiknya dan marah menegur keren,

"Eng-moi, jangan bodoh. Boleh kau menangis dan memaki-maki aku namun jenasah kakek harus dirawat. Lihat, apakah kita menelantarkannya begini saja? Apakah kita tidak memakamkannya? Jangan bodoh, Eng-moi. Sam-liong-to tempat berbahaya dan untuk sementara ini kita tak boleh mendekatinya!"

"Ah, kau cerewet. Kong-kong bukan kakekmu sejati, Liong-ko. Kau bisa saja berkata seperti itu karena kau bukan cucunya! Kau menggampangkan dan bersikap masa bodoh!"

"Apa?" Thai Liong terkejut. "Kau bicara seperti itu?"

"Ya, kau tak tahu sakitnya hati ditinggal keluarga, Liong-ko. Kau tak perduli kehilangan kong-kong! Kau bukan cucunya. Kau bisa saja bicara seperti itu. Kau...."

"Plak!" Thai Liong tiba-tiba berkelebat, menampar adiknya ini. "Diam kau, Eng-moi. Atau aku akan mencari See-ong dan dibunuh atau membunuh! Kau tahu siapa aku dan siapa dirimu? Kau tahu siapa ayah kita masing-masing...?"