Pendekar Rambut Emas Jilid 20 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PENDEKAR RAMBUT EMAS
JILID 20
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara
SAAT itu, ibu angkatnya mulai batuk-batuk. Wanita ini mengerutkan kening melihat tindak tanduk anak angkatnya. Sien Nio melanggar larangannya untuk keluar malam, katanya dipaksa Pin loya untuk melanjutkan pekerjaan dulu. Lembur. Begitu alasannya. Tapi ketika omongan santer tentang anaknya itu merasuk kian tajam dan Ben-centeng serta Goh centeng juga sering mengganggunya dengan omongan kotor, akhirnya Wanita ini menjadi marah dan naik pitam.

Sien Nio ditegur, menjawab acuh. Ditegur lagi, acuh lagi Dan ketika berulang-ulang teguran itu tak mempan dan sang anak kian berani dengan menjawab pertanyaannya tak kalah lantang akhirnya wanita tua ini menjadi kalap dan naik pitam.

"Sien Nio, kau harus dengar kata-kata ibu. Orang-orang mengataimu sebagai pelacur! Masa kau bermuka tembok tak mau mengacuhkan tuduhan ini?"

"Ah, itu orang-orang yang tak senang hati, ibu. Biarkan saja mereka bicara seperti anjing menggonggong."

"Tapi gonggongan mereka kian keras. Ibu tak tahan dan tak mau kau dihina!"

"Untuk apa ibu perdulikan? Mereka iri kepada kita, ibu. Terutama kepadaku karena melihat pakaianku selalu baru. Orang-orang itu asal bercuap tak usah ibu hiraukan dan biarkan menggonggong semakin lantang. Apa perduliku!"

"Kau tak mau dengar nasihat ibu?"

"Nasihat apa?"

"Kau tak boleh keluar malam. Kau harus tetap tinggal di rumah bersama ibu!"

"Ah, tak mungkin. Nanti Pin loya marah-marah."

"Nanti ibu yang akan menghadap Pin-loya. Ibu yang akan memberi tahu padanya!"

"Bàiklah, ibu coba saja." dan ketika Sien Nio tersenyum sinis dan menyuruh ibunya ke rumah Pin-loya ternyata usaha ini sia-sia.

Wanita itu tak berhasil menghadap Pin loya, selalu mendapat jawaban Pin-loya sibuk, atau Pin-loya sedang pergi atau apa saja yang pokoknya tak mengijinkan wanita itu menemui Pin-loya. Pulang dan kembali dengan tangan hampa. Tentu saja begitu karena yang menghadang wanita ini adalah Hok kauwsu, laki-laki yang telah dibisiki Sien Nio agar mencegat ibunya. Menggagalkan usaha ibunya!

Dan karena ibunya belum berhasil menemui Pin loya dan itu berarti Sien Nio terus mendapat kesempatan maka hubungan Hok käuwsu dan gadis remaja itupun tetap berjalan seperti semula. Sampai akhirnya, karena merasa gagal berulang ulang sementara omongan orang kian tajam di kiri kanan, tadi pagi wanita ini menggebrak meja.

"Sién Nio, kali ini kau harus mengikuti nasihat ibu. Malam nanti tak boleh kau keluar!"

"Hm...!" Sien Nio tertawa aneh. "Apakah ibu ingin seperti dulu? Apakab ibu ingin melarat tak bisa makan?"

"Apa maksudmu?"

"Ingat, kepergianku malam-malam memberi hasil, ibu. Sekarang kita bisa makan enak dan hidup lebih baik dengan kepergianku itu. Aku tak mau mengikuti nasihatmu. Aku tak mau melarat dan meninggalkan kesenanganku ini!"

Sang ibu terbelalak. Sien Nio mengambil nasi, mengerat sepotong ayam dan membuka makanan kaleng. Hidangan yang memang termasuk "wah" dan menunjukkan gengsi yang lebih baik. Benar kata anaknya ini karena semenjak Sien Nio keluar malam kehidupan mereka lebih tercukupi. Apa yang diingini gampang keturutan. Katanya semuanya itu dari Pin-loya, atas jasa baik Hok kauwsu. Dan ketika Sien Nio menikmati hidangannya dan tampak begitu lahap tiba-tiba wanita tua ini tertegun.

Melihat bahwa omongan anaknya benar. Kepergian Sien Nlo membawa hasil. Bahkan baju anaknya lebih bagus daripada dulu. Sien Nio mulai bersolek pula dan mengenakan gincu serta pemerah pipi. Anaknya ini tampak cantik meskipun agak pucat. Maklum, setiap malam tentu keluar dan membawa hasil. Terbukti apa yang dia alami itu, makan minum yang lebih baik dan juga keuangan yang lebih mapan. Kata anaknya lagi lagi dari Pin-loya, hasil kerja "lembur".

Tapi teringat omongan orang yang menusuk perasaannya tiba-tiba wanita ini bangkit berdiri memandang marah, melihat apa yang diperlihatkan anaknya hanyalah kesenangan sementara saja. Harga diri jauh di atas segala-galanya dan karena itu harus dipertahankan, diatas kenikmatan benda-benda duniawi, termasuk makanan kaleng itu! Dan ketika Sien Nio melahap hidangannya dan tampak tak perduli tiba-tiba wanita tua ini telah berada di depan anaknya itu.

"Nio-nio, kau harus menjaga kehormatan ibumu. Apa yang kukatakan tak boleh kau lakukan. Kau harus tunduk kepada ibumu!"

"Ibu hendak memaksaku?"

"Demi menghilangkan omongan orang, Nio nio. Demi kehormatan dan harga diri rumah ini meskipun kita miskin!"

"Kalau begitu ibu tinggal saja di rumah ini, biarkan aku yang pergi. Aku dapat mencari rumah lebih baik dan tinggal sendirian di sana!" Sien Nio tiba-tiba bangkit, marah pada ibunya dan untuk pertama kali melawan. Begitu berani!

Dan ketika sang ibu terbelalak dan kaget oleh jawabannya tiba-tiba gadis ini melangkah pergi mengambil buntalannya, keluar dan menghilang dari rumah itu. Begitu percaya diri. Dan sang ibu yang menjerit sadar tiba-tiba mengejar dengan seruan tak keruan, "Nio nio...!"

Tapi Sien Nio tak perduli. Dia melanjutkan langkahnya, pura-pura tak mendengar. Tapi ketika sang ibu menubruk dan jatuh terguling di depannya akhirnya gadis ini berhenti.

"Oh, tidak... jangan, Nio nio... jangan kau pergi. Ayahmu telah tiada, ibu hanya mengandalkan kau...!" dan sang ibu yang menangis terguling, di depan sang anak akhirnya membuat Sien Nio menahan langkah, mengerutkan kening tapi membantu ibunya itu, mengangkat bangun wanita tua ini. Dan ketika sang ibu tersedu sedu dan mengguguk memeluk kakinya isteri Jun-lopek ini meratap.

"Nio-nio, kau jangan pergi. Ibu sudah tua, tak ada siapa-siapa yang akan merawatku setelah suamiku meninggal. Jangan kau pergi, nak... jangan tinggalkan ibumu ini...!"

Sien Nio mengeraskan dagu. "Boleh, tapi ibu tak perlu macam-macam. Kebutuhan rumah aku yang mencukupi, aku yang berkuasa. Kalau ibu tak mau tahu ini dan mengajakku melarat maka terpaksa ibu kutinggalkan dan aku pergi!"

"Tidak, jangan nak, ibu menurut!" sang ibu gemetar, memang harus mengakui bahwa anaknya ini mulai berkuasa. Kebutuhan hidup sehari hari Sien Nio yang pegang. Tapi karena dia takut kehilangan anak angkatnya ini dan kehadiran Sien Nio dianggap pengganti suaminya yang telah meninggal maka untuk pertama kali janda Jun-lopek ini menyerah dan mengalah. Tidak lagi melarang anaknya keluar malam, meskipun diam-diam hatinya digerogoti perasaan itu. Heran dan terbelalak karena anaknya sekarang sudah berobah. Begitu berani dan tega hati, nyaris meninggalkannya tak ingat budi. Perobahan yang amat menyolok!

Tapi karena dia menyayangi anaknya ini dan Sien Nio bertahun-tahun hidup di sampingnya maka wanita ini menahan keperihannya menerima semuanya itu, tidak membalas dan membiarkan Sien Nio berbuat sekehendak hati, termasuk keluar malam itu. Tapi ketika malam tiba dan Sien Nio benar-benur keluar, tiba-tiba, tanpa diduga Sian Nio wanita ini pergi membuntuti. Dan itulah pangkal celakanya!

Isteri Jun-lopek ini penasaran. Dia mengalah tapi tetap tak dapat menghilangkan rasa penasarannya itu. Betapapun sebagai wanita tua dia tersinggung oleh sepak terjang anaknya, apalagi setelah Sien Nio menang, berhasil menundukkannya dan membuat dia menyerah. Satu hal yg baru kali itu terjadi selama hidupnya. Sien Nio terasa angkuh dan sombong. Maka begitu sang anak keluar dan wanita ini menahan tangisnya dia pun menyelinap dan melakukan penyelidikan pertama, memasuki kamar Sien Nio karena dia heran oleh baju-baju baru dan benda-benda lain yang dipakai anaknya ini.

Tadi sekilas melihat sebuai cincin emas hal yang membuat wanita ini tertegun. Dan ketika dia memasuki kamar anaknya dan membongkar lemari mendadak wanita tua ini bengong. Dia melihat pundi-pundi uang yang cukup banyak, tak kurang dari limabelas buah. Dan ketika dia menghitung isinya tiba-tiba wanita ini melenggong. Tigaribu tail ada di situ. Jumlah yang seakan mimpi baginya. Tentu saja kaget den hampir tak percaya, nyaris mengira anaknya mencuri!

Dan ketika dia mengaduk-aduk sana-sini mencari yang lain tiba-tiba wanita ini tertegun dan membelalakkan mata. Apa yang dilihat? Gelang emasnya dulu. Gelang yang disuruh gadaikan ke rumah Pin-loya, kini ada di situ menggeletak di bawah baju. Mata tuanya tak salah lihat. Dan ketika wanita ini menggigil dan mengambil gelang itu mendadak ia mengeluh dan batuk-batuk, muka berobah pucat.

"Sien Nio, apa artinya ini? Bagaimana gelangku ada di lemarimu?"

Wanita ini tak mendapat jawab. Dia terhuyung dan menekan batuknya, mulai melihat yang tidak beres pada diri anak perempuannya. Sien Nio agaknya telah menipunya. Dan ketika dia mengeluh dan kembali batuk-batuk tiba-tiba wanita ini berlari keluar mengejar anaknya. Kemana? Tentu saja kesawah Pin loya, seperti yang diberitakan orang selama ini! Dan ketika dia menerjang kegelapan malam dan tidak perduli setan maupun hantu akhirnya wanita ini tiba di sana dan melihat dua bayangan orang terkekeh-kekeh di dalam gubuk.

Langsung saja wanita ini berindap, mengintai dan melihat apa yang terjadi. Dua orang itu bercakap-cakap diseling tawa dan engah. Dua-duanya dikenal sebagai suara Sien Nio dan Hok-kauwsu, tapi yang membuat wanita ini menggigil dan semakin pucat. Hampir saja batuknya meloncat. Ketika dia mengintai dan melihat apa yang terjadi mendadak wanita ini terpekik dan roboh terjengkang, jerit dirinya tak dapat disembunyikan lagi dan batuknya terdengar, begitu tiba-tiba hingga mengejutkan mereka berdua yang ada di dalam.

Tentu saja Sien Nio dan Hok-kauwsu menyambar pakaian masing-masing. Hok kauwsu malah menendang pintu melompat keluar. Dan ketika Sien Nio juga menyusul dan melihat siapa yang di luar mendadak gadis remaja ini terpakik berseru tertahan.

"Ibu...!" Dua wanita itu berpandangan. Sekarang isteri Jun-lopek ini bangkit terhuyung, bibir gemetar, muka pucat tak dapat bicara. Hanya jarinya menuding-nuding tak keruan ke arah Sien Nio. Keterkejutan dan kekagetan besar melanda wanita tua ini. Tapi ketika suara itu timbul dan wanita ini mendekap dadanya maka Sien Nio mendengar kata-kata ibunya yang penuh kemarahan, memancar dari mata yang bercucuran deras itu, tersendat-sendat,

"Nio-nio, kau... kau menipu ibumu... kau ternyata benar menjadi piaraan Hok kauwsu ini. Kau tidak ke rumah Pin-loya, kau pelacur hina....!

Sien No tertegun. Dia tak dapat menjawab, tentu saja tak dapat karena dia ketangkap basah. Ibunya ada di situ, telah mengintainya melihat apa yang ia lakukan, telanjang bersama Hok-kauwsu dan melakukan permainan cinta bersama. Layaknya suami isteri, padahal dia dibayar, jadi tiada ubahnya pelacur seperti kata ibunya. Dan ketika dia terkejut dan tidak mampu berkata-kata maka ibunya mengeluarkan gelang yang dia "curi" dulu. Lengkap sudah!

"Ini... apa artinya ini, Nio-nio? Masihkah kau bilang berkat kemurahan Pin loya? Masihkah kau hendak menipu ibumu dengan caramu yang memalukan?"

Sien Nio menggigil. Ibunya juga menggigil, marah bukan main padanya karena merasa tertipu. Gelang yang ditunjukkan itu gemetaran tak keruan di tangan tua ini. Dan ketika Sien Nio mendelong dan terbelalak tak menjawab tiba-tiba gelang itu jatuh berkerinting disusul robohnya wanita ini.

"Sien Nio, kau anak durhaka...!"

Sien Nio terkejut. Ibunya terguling, tapi bukan menolong ibunya lebih dulu melainkan menyambar gelang itu tiba-tiba Sien Nio marah-marah pada ibunya. "Ibu, kau kurang ajar. Kau rupanya mengaduk-aduk isi lemariku!"

"Ooh...!" wanita ini meratap, menangis. "Kau memaki ibumu, nak? Kau mengataiku kurang ajar? Aduh, terkutuk kau. Kau anak tak tahu aturan... ugh!" Wanita ini batuk-batuk, mengeluh dan menjerit kecil ketika Sien Nio tidak membantunya, memasukkan gelang itu dan enak saja mengambil gelang, menyimpannya di pakaiannya. Dan ketika sang ibu terbelalak dan batuk gencar tiba-tiba Sien Nio melototi ibunya ini.

"Ibu, ini gelangku. Kau telah mendapat uang duaratus tail dulu sebagai penukar gelang ini. Kau tak berhak mengambilnyal"

"Aduh, tapi.... tapi itu pemberian ayahmu, Nio-nio. Gelang itu tak seharusnya diperjualbelikan!"

"Tak perduli. Aku telah menukarnya, kau telah mendapatkan banyak uang dari hasil kerjaku selama ini!" dan ketika sang ibu mengaduh dan menangis tak keruan tiba-tiba Hok-kauwsu yang hilang kagetnya dan sadar kembali mendadak menggeram.

"Tua bangka, kau jangan mengganggu kami. Pulanglah!"

"Tidak, aku ingin bicara dulu dengan anakku, Hok-kauwsu. Kau tak berhak mengusir karena Sien Nio anakku!"

"Kau melawan? Kutendang kau nanti....dess!" dan Hok kauwsu yang benar-benar menendang wanita itu hingga mencelat tiba-tiba disambut jerit dan pekik kesakitan wanita tua ini, terlempar dan terbanting di tepi sawah. Dan ketika Hok kauwsu mengejar dan hendak mengulang perbuatnya tiba-tiba Sien Nio mencegah.

"Kauwsu, jangan...!" lalu menghadapi ibunya dengan muka berang gadis ini berkata, "Ibu, sebaiknya tak perlu kau ikut campur masalah ini. Aku sudah dewasa, aku sudah besar. Kau orang tua tak perlu mengekang dan mengatur hidupku!"

"Ah, tapi perbuatanmu jahat. Nio nio. Kau keliru dan tersesat. Kau menipu..!"

"Itu urusanku, yang penting taraf hidupmu telah kuangkat dan aku dapat memberimu makan minum yang cukup. Pergilah...!"

"Tidak, aku ingin membawa kembali gelang itu, Nio-nio. Itu gelang milik suamiku dan kembalikan padaku!"

"Kau nekat?" Sien Nio terkejut. "Kau jangan kurang ajar, ibu. Ini gelangku dan sudah menjadi milikku!"

"Tidak, kau manusia kotor. Gelang suci itu tak boleh kau pegang, kembalikan...!" dan sang ibu yang menangis dan terhuyung berdiri tiba-tiba menubruk dan merebut gelang. langsung memasukkan tangan ke baju Sien Nio, merogoh dan bermaksud merampas. Dan Sien Nio yang tentu saja marah dan lupa diri tiba-tiba mengelak dan menggaplok muka ibunya itu.

"Ibu, kau tua bangka kurang ajar. Lepaskan...plak!" dan sang ibu yang tersungkur oleh tamparan Sien Nio tiba-tiba menjerit dan mengaduh tak keruan.

Bukan sakit oleh tamparan fisik tapi sakit oleh merananya hati. Seumur hidup baru kali itu anaknya menggaplok mukanya. Seolah dia hewan! Dan ketika nenek ini meraung-raung dan berdiri lagi tiba-tiba Sien Nio memasuki gubuk berseru pada temannya.

"Hok-kauwsu, lempar ibuku itu. Bawa dia pergi...!"

"Baik!" dan Hok kauwsu yang juga gemas dan marah oleh gangguan ini tiba-tiba menangkap dan mencengkeram pundak wanita itu, menyeretnya dan membuat wanita ini menjerit-jerit. Tangan Hok kauwsu seolah tanggem baginya, tentu saja ia kesakitan. Tapi Hok kauwsu yang tidak perduli dan terus menyeret wanita itu akhirnya tiba di tepian, langsung mendorong wanita ini, "Kau enyahlah...!"

Wanita ini terjengkang. Janda Jun-lopek itu tersedu-sedu, sakit hatinya oleh semua peristiwa ini. Tapi menyadari dirinya tak berdaya dan Hok kauwsu melindungi Sien Nio tiba-tiba wanita ini mengguguk pulang ke rumah, terhuyung jatuh bangun dengan perasaan terhina, pakaiannya kotor. Marah dan malu bercampur aduk. Teringat isi lemari pakaian anaknya dan siap melampiaskan kemarahannya di situ. Tapi ketika dia tiba di sana dan menyentuh lemari itu mendadak Sien Nio muncul, rupanya sudah merasa.

"Jangan sentuh lemari itu..."

Wanita ini terkejut. Sien Nio dan Hok-kauwsu menyusulnya, rupanya Sien Nio sudah menduga ibunya akan membuang buang isi lemarinya, pakaian dan uang di pundi pundi itu. Benda-benda yang bagi wanita ini dianggap haram. Dan ketika sang ibu tertegun dan tampak putus asa tiba-tiba Sien Nio telah melangkah cepat mendorong ibunya.

"Minggir!" Sang ibu hampir terpelanting. Sien Nio bersikap kasar, mukanya garang dan merah menyala. Jelas marah dan gusar pada ibunya pula. Tapi ketika dia mengambil benda-benda itu dan ibunya menjerit tiba-tiba wanita ini menubruk dan menepis semua benda-benda itu, tentu saja berceceran dan pakaian serta uang terlepas dari tangan gadis ini. Sien Nio memekik, marah dan meradang kepada ibunya, memunguti tapi ditubruk lagi oleh ibunya yang juga marah. Kembali barang-barang itu berhamburan. Dan ketika mereka saling bertahan dan menyerang mendadak keduanya sudah berkelahi dan saling menjambak!

"Sien Nio, kau anak durhaka!"

"Ibu, kau tua bangka kurang ajar...!"

Keduanya tak dapat dipisah. Baik Sien Nio maupun ibunya sama-sama marah, menyerang dan mencakar sebisa mereka. Lucu tapi menyedihkan. Tapi karena Sien Nio lebih muda dan ibunya batuk-batuk akhirnya perkelahian ini diselesaikan Sien Nio yang berhasil melepaskan diri dan mendorong ibunya sampai terjengkang, ditonton saja oleh Hok kauwsu.

"Brukk!" Janda Jun lopek itu menangis. Dia kehilangan banyak tenaga, lemah dan nelangsa sekali oleh hinaan ini. Batuk dan tiba tiba melontarkan darah segar, penyakitnya kambuh. Dan ketika ia mengguguk dan kembali batuk-batuk maka Sien Nio memungut semua benda-benda yang berceceran di atas tanah, terengah dan dipandang ibunya dengan air mata bercucuran. Hok kauwsu sendiri terbelalak melihat barang barang milik Sien Nio itu, terutama uangnya. Uang sejumlah tigaribu tail. Dan ketika semua benda-benda itu berhasil dikumpulkan dan sang ibu kembali batuk-batuk maka kutukan kejam terlontar dari mulut wanita itu.

"Sien Nio, kau akan mati oleh ketamakanmu. Kau akan dibunuh oleh anakmu kelak...!"

Sien Nio tak menghiraukan. "Cerewet, kau tua bangka tak tahu diuntung, ibu. Kau mampuslah kalau tak ingin hidup lama!"

"Ooh...!" sang ibu bercucuran. "Jangan sebut lagi aku ibumu, Sien Nio. Kau durhaka dan tidak pantas menjadi anakku...!"

"Kalau begitu kenapa kau mengambilku anak? Aku juga tidak rugi membuang sebutan ibu, aku memang bukan anakmu!" dan Sien Nio yang meludah melotot pada ibunya akhirnya meninggalkan tempat itu mengajak Hok-kauwsu pergi, membiarkan dan sama sekali tidak perduli lagi pada ibu angkatnya. Tak ingat lagi dia akan jasa-jasa ibunya ketika dia masih kecil dan dipelihara.

Dan ketika seminggu kejadian itu lewat dan janda Jun lopek ini muntah-muntah maka tujuh hari kemudian wanita malang ini meninggal. Dia diserang batuk yang gencar, peninggalan penyakit suaminya dulu. Hal yang sebenarnya dapat diatasi kalau dia mau berobat baik-baik. Tapi karena kejadian itu menusuk perasaannya dan sepak terjang Sien Nio membuat wanita ini terhina maka janda Jun-lopek itu tak ketulungan. Wanita ini tak mau makan minum, kelaparan atau melaparkan diri satu minggu.

Tak ada yang menolong atau memperhatikan kecuali Cin San, sahabat mendiang suaminya itu. Satu-satunya lelaki yang datang membantu dengan segala ektikad baiknya. Tak ada pamrih. Tapi karena janda Jun lopek itu digerogoti sakit hati dan tak mau makan minum ditambah penyakitnya yang kian parah akhirnya wanita ini terkulai juga menghembuskan napasnya,

"Cio... Cin San... a... aku... tak kuat lagi! Kau... pergilah... terima kasih... atas... semua budi kebaikanmu... ooh..." Wanita itu meninggalkan kerut yang dalam. Cin San tak dapat berbuat apa-apa, menguburkan mayat wanita ini sementara berkali-kali dia menghela napas panjang. Sedih dan prihatin sekali. Sien Nio diundang, tak mau datang.

Dan ketika sebulan kemudian semuanya itu berlalu dan Sien Nio menjadi buah bibir maka tindak-tanduk atau sepak terjang gadis remaja ini semakin menggila. Dia mengumpulkan banyak uang dari Hok-kauwsu. Namanya dikenal dan diincar laki-laki lain, Goh centeng dan Ban centeng sudah berhasil mendekatinya. Mendengar cerita Hok-kauwsu yang mengobral kepintaran gadis ini dalam melayani lelaki. Entah bagaimana Sien Nio tiba-tiba menjadi buah bibir. Pandai memikat dan membuat lelaki mabok. Semakin tinggi bayarannya semakin hebat servis yang dia berikan.

Maklum ada uang ada pelayanan. Tapi ketika Sien Nio menjadi mapan dan malam itu habis melayani Hok kauwsu dengan hasil uang sekian ribu tail dari lelaki ini di tambah laki-laki lain mendadak pagi itu dia mendengar geger. Hok-kouwsu ketahuan mencuri, kepergok dan kini dikejar-kejar pembantu Pin loya, teman-temannya sendiri. Dianggap maling karena ketahuan membuka lemari tuan tanah itu. Sekarang konangan dan menjadi buruan. Dan ketika pagi itu Sien Nio menguap dan bangun dari tidurnya mendadak suara ramai-ramai itu mendekati rumahnya, rumah pemberian Hok-kauwsu yang telah mencarikannya sebagai pengganti rumah ibu angkatnya.

"Tangkap, Hok-kauwsu itu maling...!"

"Kejar, dia bersembunyi di sini...!"

Sien Nio terkejut. Suara gaduh dan ribut-ribut itu menuju tempat tinggalnya, belasan orang mencari dan masuk ke halaman rumahnya. Bahkan Pin loya mencak-mencak dan kelihatan disitu, kedodoran tapi tak perduli pada keadaan pakaiannya, marah-marah dan melotot memaki-maki tukang pukulnya she Hok itu. Dan ketika Sien Nio membuka jendela dan melongok keluar tiba-tiba pintu kamarnya didobrak dan Hok-kauwsu muncul di situ mengacungkan golok!

"Jangan berteriak, kubunuh kau nanti!"

Sien Nio bagai disengat kalajengking. Hok kauwsu telah melompat, menempelkan golok di lehernya yang biasanya dielus laki-laki ini, sering dicium dan dirayu. Kini tiba-tiba saja dicium dan dirayu golok! Dan ketika Sien Nio tertegun sementara orang-orang di luar mencari dan mengepung Hok kauwsu maka laki,laki ini dengan jari menggigil membentak,

"Sien Nio, sekarang serahkan semua uang yang kau dapat dari aku. Itu milik Pin loya!"

"Ap... apa? Kau gila, kauwsu?"

"Tak perlu cerewet. Uang itu hasil curianku di rumah Pinloya, sekarang aku ketahuan. Cepat serahkan atau kau kubunuh!"

Sien Nio menggigil. Tentu saja dia ketakutan oleh golok yang menempel di lehernya itu, golok yang demikian tajam dan mengkilat. Sekali tabas mungkin lehernya yang mulus bakal putus! Dan ketika teriakan di luar kian menghebat dan Hok-kauwsu dimaki-maki akhirnya Pin-loya dan para pembantunya itu telah tiba di depan jendela Sien Nio.

"Cepat, aku harus mengembalikan uang itu, Sien Nio. Aku harus minta ampun dan lolos dari tempat ini!"

Sien Nio tak mendapat jalan lain. Dia benci sekali memandang laki-laki yang kerap menjadi kekasihnya ini, Pin loya dan orang-orangnya sudah maju mendobrak pintu. Agaknya tahu Hok kauwsu ada di situ. Dan ketika dia mengangguk dan terpaksa memberikan simpanannya yang hampir selaksa tail maka Hok-kauwsu tertawa bergelak merampas pundi-pundi uang itu.

"Bagus, terima kasih, Nio nio. Lain kali kita jumpa lagi...wut!" dan Hok-kauwsu yang keluar melalui jendela tiba-tiba berteriak, menghadapi Pia loya yang sudah mengepung tempat itu,

"Loya, uangmu kukembalikan. Tapi dengan syarat aku harus kau bebaskan...!"

"Gila!" Pin-loya mencak-mencak. "Kau laki-laki gila, Hok-kauwsu. Kau pagar makan tanaman. Aku tak akan mengampunimu!"

"Kalau begitu uang ini akan kubambur-hamburkan. Kau boleh bunuh aku tapi hartamu akan menjadi rebutan orang banyak!"

"Tidak, eh... jangan. Berikan uang itu. Kau boleh bebas!" dan Pin loya yang buru-buru melompat mencegah tiba-tiba mengulurkan lengannya. "Hok-kauwsu, berikan uang itu. Aku mengampuni mu..."

"Ha-ha, tak begitu mudah, loya. Kau mungkin menipu aku. Sebaiknya orang-orangmu itu kau suruh mundur, baru uang akan kuberikan!"

"Baik, kau memang keparat....!" dan tuan tanah Pin yang marah tapi tak berkutik akhirnya menyuruh orang-orangnya mundur, termasuk Ban centeng dan Goh centeng itu, dua tukang pukul teman Hok kauwsu sendiri. Dan ketika semuanya mundur dan terbelalak tiba-tiba orang she Hok ini menangkap Pin loya!

"Eh, kau mau apa?" Pin-loya kaget, tentu saja meronta tapi tak dapat melepaskan diri dari cengkeraman laki-laki ini, bekas tukang pukulnya.

Dan ketika Hok-kauwsu tertawa dan merasa di atas angin segera laki-laki ini berseru, "Kau tak perlu banyak cakap. Aku ingin menyanderamu, loya. Uang boleh kuberikan tapi kau harus ikut aku!"

"Ke mana?"

"Ke tepi sungai. Sediakan perahu dan biarkan aku bebas benar-benar!"

"Ah, kau licik, kauwsu. Kau curang!"

"Társerah, kau tinggal mau atau tidak. Aku Tak mau kau tipu!" dan Hok-kauwsu yang menempelkan golok di leher tuan tanah ini akhirnya membuat Pin loya menyerah dan tidak dapat berkutik. Betapapun kekejamannya sudah dikenal tukang pukul she Hok ini, kelicikannya dan entah apalagi yang berbau penipuan.

Pin loya memang bukan orang jujur dan selalu mempergunakan para pembantunya untuk menindas orang lain. Dan karena jalan lain tak ada dan golok bekas tukang pukulnya menempel di leher sendiri akhirnya tuan tanah ini menurut dan mau digelandang ke tepi sungai. Dan di situ dia menyuruh pembantu-pembantunya menyiapkan sebuah perahu, leher terus dilekati golok karena Hok-kauwsu sendiri tak ingin korbannya lepas. Tuan tanah itu merupakan satu satunya pegangan yang dapat diandalkan. Dan ketika mereka semua tiba di sungai dan Hok-kauwsu menyeringai melihat sebuah perahu sudah disiapkan seperti ancamannya maka tukang pukul ini berkata,

"Sekarang suruh orang-orangmu menjauh. Aku ingin pergi!"

Pio-loya kembali tak berkutik. Dia menyuruh orang-orangnya menjauh, Hok kauwsu masih tak puas dan menyuruh menjauh lagi. Melihat Goh centeng dan Ban centeng melolot padanya, gemas dan iri pada kelicikan bekas teman itu. Dan ketika mereka cukup jauh dan Hok kauwsu tertawa bergelak tiba-tiba tukang pukul ini melepas Pin loya melompat ke dalam perahu, tidak memberikan uang yang dibawa itu. Jadi melanggar janji. Dan begitu dayung diangkat dan digerakkan tiba-tiba orang she Hok ini telah melarikan diri bersama perahunya. Satu akal yang licin!!

"Ha ha, selamat tinggal, Pin-loya. Sekarang kalian boleh pulang dan tidak akan bertemu aku lagi"

Pin-loya terkejut. Dia melihat tukang pukulnya yang curang itu sudah ke tengah, sungai demikian lebar, tentu saja dia melotot, mencak-mencak dan memaki-maki tak keruan karena dikecoh. Terang terangan ditipu mentah-mentah. Dan karena di situ tak ada perahu lagi karena perahu yang dipakai Hok-kauwsu adalah perahu satu-satunya maka tuan tanah ini gusar dan bingung menyuruh pembantunya mengejar, lupa karena pikun!

"Hei, kejar. kau....! Jangan ndomblong seperti kerbau!"

Tukang pukulnya terkejut. "Mana mungkin, loya? Tak ada perahu di sini, Hok kauwsu itu sudah jauh!"

"Goblok! Kalian terjun ke sungai, kejar sambil berenang...!"

"Ah, tak mungkin, loya. Orang she Hok itu hampir menyeberang!"

"Kalau begitu gaji kalian kupotong, aku tak mau tahu....!" dan Pin-loya yang uring-uringan melototi pembantunya akhirnya membuat Goh centeng dan teman-temannya ini tertegun, terkejut oleh ancaman potong gaji itu. Alamat anak isteri mati kelaparan! Dan karena Goh centeng tak menghendaki ini dan perintah Pin loya harus dijalankan, maka sambil uring-uringan pula Goh centeng membentak teman-temannya agar mencebur.

"Ayo kejar... byur-byur!" tukang pukul itu sudah mendahului, disusul temannya Ban Gwan dan lain-lainnya lagi. Tak kurang dari limabelas Tukang pukul. Tapi karena Hok-kauwsu mempergunakan perahu dan orang she Hok itu menang jarak maka pengejaran Goh centeng dan teman-temannya ini tak berhasil. Mereka susah payah mencapai seberang, Hok-kauwsu telah lenyap jadi tak dapat dicari lagi. Dan karena mereka sudah berusaha tapi orang she Hok itu lebih cerdik maka mereka kembali melapor kegagalan itu pada Pin loya.

"Goblok! Anjing! Kalian manusia-manusia dungu. Masa mengejar seorang saja tak mampu? Kalian gentong-gentong kosong, Goh Beng. Kau dan teman-temanmu itu coro yang tidak becus!"

Goh Beng dan teman-temannya tak berkutik. Mereka membiarkan saja tuan tanah itu memaki-maki, seenak udelnya sendiri karena Pin-loya memang berkuasa. Harta bendanya dapat membuat mereka tunduk dan patuh seperti kerbau-kerbau tolol. Dau ketika hari itu Hok kauwsu lolos dan mereka menjadi sasaran kemarahan maka seharian itu tuan tanah ini berkaok-kaok.

Tapi Hok-kauwsu memang menghilang entah ke mana. Laki-laki ini telah merampas sejumlah besar uang Pin loya, yang diberikan Sien Nio itu tapi kini yang direbutnya kembali. Bahkan gelang dan perhiasan-perhiasan lain yang dimiliki Sien Nio ikut terbawa. Sien Nio sendiri langsung anljog. Tak punya apa-apa lagi. Lain dengan Pin loya yang meskipun kehilangan harta tapi masih punya uang dan sawah. Betapapun tak mungkin dia jatuh rugi. Harta yang dicuri Hok kauwsu itu tak seberapa baginya, kekayaannya terlalu besar.

Dan ketika Pin-loya di sana marah-marah dan mencaci anak buahnya maka di sini, di rumah baru itu Sien Nio menangis. Dia marah dan sakit hati sekali oleh perbuatan Hok-kauwsu itu. Dendam. Baru kali ini tertipu setelah susah payah dia mengumpulkan uangnya. Nyaris putus asa dan memaki-maki pula tukang pukul itu. Tapi ketika dia mengaca (bercermin) dan melihat dirinya masih muda dan cantik tiba-tiba Sien Nie menghentikan tangisnya. Dia masih punya modal Kecantikannya itu, kemudaannya itu. Kenapa menangis?

Hok kauwsu memang bangsat, tapi dia dapat mencari uang lagi dengan modal tubuhnya. Dengan keranuman dirinya yang masih segar dan molek. Dan ketika hari itu semua orang ramai membicarakan Hok-kauwsu, dan otomatis membicarakan dirinya pula maka Sien Nio yang ingin menghilangkan malu akhirnya minggat!

Gadis ini tak tinggal lagi di daerah Pin-loya. Menaruh harapan dan ingin mencari uang sebanyak-banyaknya. Tehnik dan pengalamannya selama ini membuat dia yakin akan masa depan, gampang mencari duit dengan menjual tubuhnya. Tak apa. Yang penting kesenangan dan kenikmatan hidup dapat dia nikmati. Asal berhati-hati saja agar tidak ditipu lelaki, seperti Hok kauwsu itu. Tapi ketika Sien Nio menerobos malam dan siap menuju ke kota mendadak Ban-centeng dan Goh-centeng itu menghadangnya!

"Sien Nio, kau mau ke mana?"

"Ah, aku mau pergi!" Sien Nio terkejut. Otomatis berhenti. "Kalian mau apa?"

"Hm, kami menantimu, Sien Nio. Kami curiga kau masih mendapat banyak sisa dari curian Hok kauwsu!"

"Ah, tidak. Aku tak punya apa-apa. Aku..."

Sien Nio disergap. Dia telah ditubruk dan ditangkap Ban-centeng, tubuhnya digerayangi, jari-jari tukang pukul itu kurang ajar meremas sana sini. Sien Nio menjerit jerit, ketakutan dan marah. Tapi ketika Goh centeng juga menerkamnya dan membungkam mulutnya akhirnya dua laki-laki itu mencari sisa uang yang mungkin ada di tubuh gadis remaja ini. Tapi apa yang mereka cari tak mereka dapatkan. Sien Nio memang kosong. Dia lagi tong pes, bokek, tak punya apa-apa. Dan ketika Sien Nio dilepas dan Ban-centeng mengumpat maka gadis ini dipegang kedua bahunya.

"Sien Nio, kau benar benar tak menyimpan sisa harta?"

Sien Nio melotot. "Kau telah menggeledah tubuhku, Ban centeng. Tak perlu kujawab lagi!"

"Tapi kau bisa menipu kami. Hok kauwsu mungkin telah mengajakmu bersandiwara dan sengaja berbohong!"

"Aku tak tahu, aku berani sumpah!"

"Kalau bohong?"

"Kau boleh bunuh aku, Ban-centeng!" Sien Nio menangis. "Kalian boleh cincang tubuhku sepuas hati!"

Bao Cwan percaya. Dia melihat Sien Nio menangis sedih, begitu sedih hingga boleh dibunuh kalau gadis itu bohong. Melihat perhiasan perhiasan Sien Nio juga lenyap dan Sien Nio memaki-maki Hok-kauwsu di sela tangisnya. Goh centeng juga mulai percaya. Tapi melihat Sien Nio tersedu sedu sementara tubuh gadis itu berguncang mendadak Goh centeng, menyeringai menunjukkan nafsu jalangnya.

"Ban Cwan, Sien Nio rupanya memang tak punya apa-apa. Dia mau pergi, bagaimana pendapatmu? Apakah kita bebaskan begitu saja?"

Ban centeng mengerutkan kening. "Aku kira begitu, Goh-twako. Tapi, hm..." tukang pukul ini pun menyeringai, melihat pandang mata temannya itu, mengerti. Tapi apakah Sien Nio tak memberikan tanda kenangan pada kita?"

"Ha-ha, akupun berpikir begitu, Ban Gwan. Gadis ini seharusnya tahu diri akan kebaikan kita!" dan mengelus gadis itu dengan pandang mata kurang ajar Goh Beng bertanya, "Sien Nio, kau mau kami bebaskan?"

"Tentu saja, bukankan aku tak punya apa-apa lagi?"

"Salah, kau masih mempunyai tubuhmu yang hangat ini, Nio nio. Bagaimana kalau kau melayani kami dan setelah itu kami bebaskan?"

Sien Nio tertegun. "Kalian mengancam?"

"Ah, tidak. Jangan kau marah, anak manis, Kami kedinginan malam ini. Kau mau pergi. Bukankah sebaiknya kita saling memberi tanda kenangan? Kami membebaskanmu dan kau memberi pelayanan kepada kami, Nio nio. Setelah itu masing-masing boleh urus pekerjaannya sendiri". "Hmm....!" Sien Nio sudah mengerti arti kata melayani ini.

"Berapa kalian mau bayar?" gadis itu bersinar-sinar, mulai membayangkan bahwa kali ini dia harus dapat duit. Dua tukang pukul ini dapat diperas.

Tapi Goh centeng yang terbelalak mendengar ini tiba-tiba tertawa. "Apa, kau masih minta bayaran? Bukankah pembebasanmu ini merupakan imbalannya?"

"Huh!" Sien Nio bersikap angkuh, jual lagak. "Kalau begitu pelayanan yang kuberikan tak istimewa, Goh-centeng. Ada uang ada servis!"

"Kalau begitu kami akan bersikap seperti Hok kauwsu!" Ban Benteng tiba-tiba berkata, menjengek. "Kau boleh saja minta duit, Sien Nio. Tapi setelah itu kami rampas kembali!"

Sien Nio terkejut. Goh centeng tertawa bergelak, berseru bagus mengomentari kata-kata temannya itu. Dan ketika Sien Nio tertegun dan Ban Cwan mencengkeram pundaknya tiba-tiba tukang pukul itu bertanya,

"Bagaimana kau masih mau minta uang?”

Sien Nio terisak. Untuk kedua kalinya ia ketanggor, harus mengakui apa yang dikata Ban centeng itu betul. Mereka dapat memberinya uang setelah itu merampasnya kembali. Sungguh kurang ajar, menyakitkan sekali. Dan ketika Goh-centeng juga mendengus dan sudah meraba kulit lehernya tiba-tiba tukang pukul ke dua itu mendesis.

"Nio nio, kau masih tak mau tahu keadaan dirimu? Kami berkuasa, kami pula yang menentukan apa yang ingin kami lakukan. Kau tinggal menurut atau menolak!"

"Dan menolak berarti mati," Ban Cwan tiba tiba menimpali. "Dan kami berdua dapat memperkosamu, Nio nio. Setelah itu kami buang mayatmu ke dalam hutan untuk menjadi santapan binatang buas!"

"Tidak!" Sien Nio menangis, tentu saja ketakutan. "Kalian boleh minta apa saja, Ban centeng. Aku akan melayani kalian kalau kalian minta. Biarlah tanpa uang, aku jangan dibunuh" dan Sien Nio yang sudah melepas bajunya memeluk Ban Cwan tiba-tiba menghentikan tangisnya. menggigil berbisik, "Ban-centeng, siapa yang harus kulayani dulu?"

"Aku!" Goh centeng tiba-tiba tertawa bergelak, melompat maju. Kau boleh layani aku dulu, Nio nio Setelah itu baru Ban Cwan!"

"Tidak," Ban Cwan mengerutkan kening. "Kita berdua bisa sama-sama dilayani gadis ini, twako. Tak perlu kita bertengkar karena. Sien Nio bisa melayani berbareng."

"Tapi..."

"Sudahlah, kita tak boleh ribut. Pertengkaran di antara kita hanya merugikan kita sendiri. Ayo kita bawa gadis ini ke gubuk... bret!" dan Ban-centeng yang sudah merobek baju Sien Nio hingga menyembulkan buah dadanya tiba-tiba membuat dua laki-laki itu beringas, Goh centeng tak membantah dan menganggukkan kepalanya, menunduk dan tertawa mencium bagian itu.

Sien Nio mengeluh tapi tak dapat berbuat apa-apa. Dan ketika Ban centeng menyeretnya dan Goh centeng juga tertawa menggerayangi tubuhnya dengan sikap tak sabar akhirnya gadis remaja ini dibawa ke gubuk di mana dia biasa melayani laki-laki, terpaksa menurut dan tunduk saja pada apa yang diminta dua tukang pukul itu Dan ketika pintu gubuk ditutup dan Ban Gwan serta temannya tertawa-tawa mempermainkan Sien Nio maka untuk malam yang sial itu Sien Nio melayani dua lelaki sekaligus.

Sien Nio menggigit bibir. Dia memang tak berdaya, tubuhnya sudah dibelejeti dan Goh-centeng maupun Ban Centeng juga melepas pakaian masing-masing. Dua lelaki itu tak malu-malu pula untuk telanjang bersama, mengadakan permainan menjijikkan di mana Sien Nio menjadi pelampias nafsu mereka. Tiada ubahnya seekor anjing betina yang dipermainkan dua anjing jantan, diseret ke sana sini dan Sien Nio harus melayani dua orang itu. Kasar dan tidak mengenal sopan. Tapi karena Sien Nio sendiri sudah dikenal sebagai remaja yang pandai melayani lelaki dan diapun sanggup melayani dua orang sekaligus maka jadilah ketiganya pemburu nafsu yang tidak kenal norma-norma susila.

Dan malam itu Ban-centeng serta temannya dibuat puas. Mereka kelelahan, Sien Nio menghibur dan membuat keduanya kehabisan tenaga. Dan ketika malam semakin larut dan Sien Nio diajak tidur di tengah-tengah mereka maka gadis remaja inipun tak dapat menolak dan kembali menekan rasa marah, masih menjadi gerayangan dua laki-laki itu sampai mereka terlelap. Sien Nio tentu saja tak dapat tidur karena sesungguhnya dia ingin cepat-cepat pergi.

Perbuatan Ban centeng dan Goh-centeng itu sesungguhnya membuat dia sakit hati. Kemarahannya bertumpuk. Dan ketika dua laki-laki itu tertidur dan napas mereka bagai babi mendengkur, mendadak golok yang tersisih di pinggang Ban-centeng membuat Sien Nio beringas. Dia terhimpit di antara dua lak-laki itu, tapi dapat menarik golok yang ada di pinggang Ban Cwan. Laki-laki inipun ngorok tak kalah keras dengan Goh-centeng. Dan Sien Nio yang berhati-hati melepaskan diri dari dua himpitan lelaki itu akhirnya berhasil turun dari pembaringan bambu.

Mata gadis ini menyorotkan dendam mengerikan. Kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun, ditunda dan ditunda. Tak mendapat jalan keluar. Maka begitu sekarang merasa bebas dan golok itu membuat matanya bersinar mendadak pikiran setan merasuk di hati gadis remaja ini. Golok di ambil, dilolos perlahan-lahan. Dan begitu tercabut dan dua lelaki itu tetap mendengkur mendadak, seolah mendapat kekuatan gaib dan keberanian besar Sien Nio menghunjamkan golok itu ke dada Ban Cwan, tepat di jantung sebelah kiri!

"Crep... augh!"

Sien Nio gemetar. Ban Cwan berteriak ngeri oleh tikamannya tadi, tentu saja mengagetkan temannya yang seketika bangun dengan kaget. Tapi Sien Nio yang sudah mencabut golok dan menjadi nekat tiba-tiba kembali menusukkan golok ke dada kiri Goh centeng, tepat menghunjam jantung tempat yang diketahui dapat berakibat fatal bagi manusia. Dan persis Ban Cwan terguling roboh oleh tikamannya tadi maka Goh centeng yang juga masih layap-layap oleh kantuk yang sangat sudah menjerit pula menyusul temannya ini.

"Crep...!" Ujung golok itu tertinggal di dada Goh centeng. Sien Nio melihat laki-laki itu menggelepar, gagang golok bergoyang sementara Goh centeng mendelik. Darah menyemprot bagai pancuran. Sien No sendiri ngeri dan mengeluh kecil. Baru kali ini selama hidupnya membunuh orang, terbelalak dan mundur, hampir keserimpet tali Tucun yang melintang di tanah. Dan ketika Goh-centeng mengerang dan sadar akan apa yang terjadi tiba-tiba tukang pukul ini menuding Sien Nio.

"Kau... kau mau membunuh kami...?"

Sien Nio tak menjawab.

"Keparat, kubunuh kau, Sien Nio. Kau wanita iblis!" Goh-centeng menubruk maju, golok dicabut dari dadanya sendiri hingga darah menyembur, Sien Nio terpekik dan roboh terjengkang, roboh serdiri. Tapi baru Goh centeng melompat setengah jalan tiba-tiba tukang pukul itu mengeluh dan roboh seperti Sien Nio. Urat jantungnya pedot (putus), tertarik oleh gerakannya ini dan golok pun terlepas, jatuh di tanah. Perbuatannya itu justeru mempercepat kematiannya sendiri hingga tukang pukul itu terguling. Dan ketika Sien Nio bangkit terhuyung dan memandang laki-laki itu ternyata Goh-centeng telah tewas dengan nyawa putus pula.

"Aah...!" Sien Nio menggigil, mengusap keringat dingin dan tiba-tiba menangis ketakutan. Takut melihat mayat dua orang itu, mayat yang bergelimang darah. Dan ketika Sien Nio mengguguk dan perut ingin muntah tiba-tiba gadis ini memutar tubuhnya melarikan diri meninggalkan gubuk itu, terseok jatuh bangun menutupi mukanya, menangis sepanjang jalan. Tak sadar lagi bahwa dia menerobos kegelapan malam yang pekat, yang biasanya dia takuti itu.

Dan ketika keesokan harinya mayat Ban centeng dan Goh-centeng ditemukan orang maka gegerlah tempat tinggal Pin loya itu. Mereka tak mengira seujung rambutpun bahwa yang membunuh dua tukang pukul itu adalah Sien Nio. Menduga mereka baku hantam sendiri. Dan karena Sien Nio juga menghilang dari tempat itu dan orang tak menemukan jejaknya maka diambillah kesimpulan bahwa Goh-centeng dan Ban centeng saling bunuh untuk memperebutkan Sien Nio. Begitulah kesimpulan paling gampang!

Sien Nio dikenal orang sebagai biang penyakit. Maksudnya, biang penyakit bagi kaum lelaki karena gadis itu banyak menjadi rebutan, terutama di kalangan tukang pukul Pin-loya sendiri yang pernah mendapat "servis" dari gadis remaja ini. Harus mengakui bahwa gadis itu pandai menina bobokkan pria.Permainan cintanya demikian "syur" dan memabokkan.

Dan karena gadis itu banyak dimusuhi orang di samping menjadi incaran kaum hidung belang maka kepergian Sien Nio justeru dianggap menguntungkan orang-orang yang tidak menyenangi gadis ini, meskipun di pihak lain beberapa tukang pukul Pin Toya merasa sayang dengan kepergian gadis itu. Sayang karena mereka tak bakal dilayani gadis remaja yang pandai ini. Dan ketika Sien Nio menghilang dan tak pernah kembali lagi ke tempat itu maka orang-orang yang memusuhi Sien Nio justeru merasa girang!

Kemana gadis itu? Benarkah tak bakal kembali lagi ke tempat yang penuh kenangan ini? Orang memang tak tahu jawabannya yang pasti. Sien Nio memang meninggalkan tempat itu, malam itu juga melarikan diri menjauhi tempat celaka itu. Diam-diam telah merogoh kantong Ban centeng dan Goh-centeng untuk mengambil harta bendanya, duitnya, apa saja yang dapat dibawa, ketika mereka tertidur. Pikiran Sien Nio selalu pada benda-benda lahiriah itu untuk mencapai pemuasan nafsunya sendiri. Menganggap tanpa harta dunia, terutama uang, hidup tak bakalan bahagia.

Dan ketika pagi itu dia terseok seok menuju sebuah kota yang jauh dari tempat tinggal Pin loya, maka Sien Nio sudah memasuki Cun tien yang merupakan kota ramai. Di sini gadis itu melepas lelah. Mula-mula bingung, menuju sebuah kelenteng dan minta tolong para nikouw yang ada di situ. Diberi makan dan pakaian sekedarnya karena Sien Nio kelihatan compang camping. Pakaian dan harta bendanya dirampas Hok kauwsu.

Dan ketika dengan tersedu-sedu Sien Nio menceritakan nasibnya yang malang, yang bercerita bahwa dia ditipu seorang laki-laki dan kini disia-siakan hidupnya maka para nikouw (pendeta wanita) yang penuh welas asih itu menghibur Sien Nio. Gadis itu disuruh bekerja, membantu para nikouw dan merawat kelenteng. Diajar sembahyang dan segala apa yang berbau agama. Seminggu lamanya merasa betah karena Sien Nio merasa terlindung. Makan minumnya cukup.

Tapi ketika ketenangan batinnya mulai pulih dan rasa ngeri akan kematian Ban-centeng dan Goh centeng perlahan-lahan sirna dari lubuk hatinya maka watak dasar gadis remaja ini muncul. Sien Nio pada dasarnya keset (malas). Apalagi setelah dengan menjual diri dia merasa mendapat uang dengan mudah. Dua kesenangan sekaligus diperoleh. Uang dan s*x. Ditambah pengetahuan bergaul dengan macam-macam lelaki hingga dia menjadi matang sebelum waktunya. Dewasa sebelum cukup umur, masih enambelas tahun.

Tujuhbelaspun belum. Dan ketika seminggu itu dia disuruh bekerja di kelenteng dan imbalan yang ia dapat hanya makan minum melulu, tanpa uang, akhirnya gadis ini memutuskan pergi meninggalkan kelenteng itu. Dan keesokan harinya Sien Nio keluar tanpa pamit. Kepergiannya itu tentu saja mengejutkan In Swat Nikouw, kepala kelenteng. Apalagi ketika diketahui beberapa barang berharga di kelenteng itu hilang, seperti giwang emas dan beberapa perhiasan lain yang nyenthel (melekat) di patung Kwan Im, lenyap begitu saja padahal semalam masih utuh. Tentu saja dakwaan pada Sien Nio.

Tapi In Swat Nikouw yang geleng-geleng kepala dan welas asih ternyata mengucap puja puji sebagai pelampias dongkolnya. "Siancai, anak itu rupanya tak kenal aturan. Dididik sembahyang malah mencuri. Diberi makan malah memukul. Semoga Kwan Im Pouwsat (Dewi Kwan Im) mengampuni dosanya!"

Sien Nio tak mendengar omelan ini. Dia kembali memasuki kota, karena kelenteng In Swat Nikouw itu agak di pinggir. Memang benar ia mengantongi sejumlah perhiasan berharga yang diambilnya dari tubuh patung-patung di dalam kelenteng itu, dapat membedakan mana emas mana tiruan. Tentu saja tak doyan lagi tinggal dikelenteng itu karena kelenteng itu tak membawa kebahagiaan baginya. Atau lebih tepat, tak membawa kesenangan baginya. Kerjapun tidak digaji, belum makanan yang sayur-sayuran melulu, tanpa daging.

Padahal dia terbiasa makan enak seperti ayam dan daging babi, ditambah lagi makanan kaleng yang "wah" itu. Dan ketika dia meninggalkan kelenteng menuju pusat kota segera pikiran Sien Nio yang encer mencari akal. Memang sekarang gadis ini pintar. Otaknya jalan, mungkin karena pengalaman pengalaman hidupnya yang lalu, pahit getir kehidupan dan segala akal yang dia temukan dalam petualangannya itu, ngakali pria dan semakin haus pada uang dan benda-benda.

Maka begitu dia keluar kelenteng menuju keramaian kota maka yang dicari dulu oleh Sien Nio adalah pakaian-pakaian bagus yang mahal dan halus. Gadis ini tak punya duit. Gampang. Perhiasan yang dia serobot dari kelenteng dijual, laku dan uangnya dibelikan pakaian-pakaian baru itu. Pakaian dari In Swat Nikouw dibuang. Jijik memandangnya dia sekarang.

Dan ketika Sien Nio berobah sebagai gadis remaja yang cantik dan bersih maka akal panjangnya kembali diajak berpikir. Uang sedikit saja di sakunya. Sisa perhiasanpun tak banyak. Mau apa dia sekarang? Tentu sih nampang. Sien Nio butuh hidup dan makan. Dan karena dia mulai pandai mencari mangsa dan Kenal betul bagaimana ciri-ciri lelaki yang lagi haus diapun melangkahkan kaki dan memasuki restoran besar. Di sini dia pasang senyum, berlagak dan memesan hidangan dan makanan lain yang lezat.

Semuanya serba mahal tapi sudah diperhitungkan harganya, kira-kira tak akan membuat dia malu karena uang kurang. Dan begitu dia memasuki restoran itu dan tentu saja menarik perhatian karena dia seorang diri maka, tepat seperti yang diduga lelakipun mulai berdatangan. Dia berkenalan dengan seorang putera hartawan she Kiat, disusul teman-temannya yang lain yang memuji-muji Sien Nio. Gadis ini berlagak anak kota dan karena itu tampak manyala.

Dan karena putera hartawan itu kaya raya dan berkantong tebal tak pelak sejam kemudian Sien Nio sudah akrab dan tertawa-tawa bersama Kiat-kongcu (tuan muda Kiat) ini. Makan pun tak jadi bayar karena di Traktir Kiat kongcu. Sebentar kemudian terjadi transaksi dan Sien Nio menang. Pemuda itu berani membayarnya seribu tail, lima kali lipat daripada yang diberi Hok kauwsu.

Dan ketika mereka ke hotel dan Sien Nio melayani Kiat kongcu ini dengan servis yang aduhai akhirnya Kiat kongcu mabok dan tergila-gila pada Sien Nio. Dan teman-teman Kiat kongcu pun tak mau kalah. Mereka mencoba bahkan bersaing dan ada yang minta dilayani lebih dulu. Tentu saja pasaran Sien Nio naik dan "harga" gadis inipun tinggi. Yang minta dulu harus membayar dua kali lipat. Tak apa. Duit banyak. Dan ketika Sien Nio mulai dikenal dan hari demi hari pasaran gadis ini kian meningkat saja mendadak sebulan kemudian Sien Nio menjadi kembangnya Cun-tien hingga kembang-kembang alias pelacur di kota kalah tarif!

Sungguh beruntung. Sien Nio naik pamornya. Dia sudah dapat membuat rumah dan tentu tinggal sendiri, kian lama kian terkenal hingga langganan pun bertambah banyak. Hidup mewah dengan uang melimpah. Tapi ketika suatu hari datang seorang pemuda bopeng di mana waktu itu Kiat kongcu juga ada di situ mendadak sebuah pengalaman penting terjadi mengguncang Sien Nio, menyadarkan gadis ini.

Waktu itu Kiat kongcu dan teman temannya lagi bercanda dengan Sien Nio. Mereka mengelilingi gadis ini, minum minuman keras dan mabok sambil tertawa-tawa, mengeluarkan kata-kata tak keruan, terhuyung ke sana ke mari dan kata-kata kotorpun berhamburan. Maklum, mereka di layani Sien Nio yang setengah telanjang mempertontonkan tubuhnya. Paha dan dada menjadi incaran terutama gerayangan tangan pemuda pemuda itu, lima orang jumlahnya. Dan ketika Sien Nio terkekeh menggeliat sana-sini dan merasa geli oleh jari-jari lima orang pemuda itu mendadak pemuda bopeng itu muncul.

"Kau Sien Nio?"

Sien Nio terkejut "Kau siapa?"

"Aku Boen Sek. Kau Sien Nio, bukan?"

"Ya, ada apa?"

"Aku ingin menikmati belaianmu. Aku datang karena mendengar kabar tentang kehebatanmu melayani laki-laki. Aku ingin mencoba!"

"Huh!" Sien Nio tersenyum mengejek. "Kau buruk, muka bopeng. Aku tak biasa melayani orang-orang macam dirimu kecuali seperti Kiat kongcu dan teman temannya yang tampan ini!"

Pemuda itu mendadak marah. "Kau menghina..." katanya. "Bukankah uang yang kau cari? Aku dapat membayar seperti mereka. Kau harus melayani aku!" dan si bopeng yang maju ke depan tiba-tiba menyambar dan nenubruk Sien Nio.

Tapi Sien Nio mengelak, menjerit dan minta bantuan Kiat koogcu dan teman temannya itu. Tentu saja Kiat-kongcu juga marah. Kembang mereka diganggu. Dan ketika pemuda itu mengejar dan Sien Nio lari sana sini bersembunyi di belakang punggung Kiat kongcu dan teman-temannya akhirnya si bopeng ini harus berhadapan dengan Kiat korgcu dan teman-temannya itu. Mereka berkelahi, Kiat kongcu dan empat temannya menghajar, pemuda itu dikeroyok.

Dan karena si bopeng ini satu lawan lima akhirnya dia babak belur menerima bogem mentah. Si bopeng itu berteriak-teriak, mengancam dan menyebut-nyebut nama seorang pembesar. Sien Nio mengira itu gertakan kosong belaka untuk menaklukkan Kiat kongcu. Tapi karena Kiat-kongcu dan teman temannya lagi dipengaruhi arak dan mereka tertawa-tawa menghajar pemuda itu akhirnya si bopeng ini pergi dengan tubuh memar tak keruan, matang biru di sana-sini.

Dan Sien Nio lega. Dia mengira persoalan itu habis. Artinya, si bopeng tak akan mengganggu lagi dan dia dapat melayani Kiat-kongcu itu. Banyak uang dia dapat dari pemuda ini. Tapi ketika dua jam persoalan itu berlalu dan Sien Nio masih melayani lima pemuda ini dengan tubuh hampir telanjang mendadak sepasukan pengawal memasuki rumahnya membentak Kiat kongcu.

"Bocah she Kiat, Boen-taijin mencarimu...!"

Kiat kongcu dan teman temannya terkejut. Duapuluh pengawal tiba di situ, muka mereka bengis. Golok dan tombak dihunus telanjang hingga membuat Sien Nio ngeri. Kini mulai percaya bahwa si bopeng tadi rupanya tidak melancarkan gertak sambal. Dia memang belum mengenal dan karena itu juga memandang rendah si pemuda bopeng. Tapi Kiat kongcu dan teman-temannya yang masih mabok ternyata menghadapi pengawal ini dengan muka ketawa-tawa. Mereka itu terhuyung ke sana sini, dibentak tapi membalas makian pula pada para pengawal itu. Makian kotor.

Dan karuan saja sang komandan menjadi marah dan mengangkat lengannya tiba-tiba dia menyuruh tangkap lima pemuda itu, termasuk Sien Nio. Tentu saja membuat Kiat kongcu dan teman-temannya kelabakan, mereka dikeroyok dua puluh pengawal, digebuk dan dihajar. Tak lama kemudian pingsan dan diseret keluar, katanya menuju ke rumah Boen-taijin (pembesar Boen) dengan tubuh matang biru.

Sien No sendiri disertakan dan dibawa ke rumah pembesar itu. Dan ketika Kiat kongcu dan teman temannya disiram air dingin hingga mereka sadar dan Sien Nio terbelalak digelandang ke ruangan dalam dari gedung itu tiba-tiba mereka semua melihat si bopeng itu ada di sana, duduk dengan mata beringas memandang enam tangkapan ini.

"Ah, Boen kongcu...!" Kiat Lam, atau Kiat-kongcu itu terkejut. Sekarang dia sadar, berseru tertahan dan pucat memandang si bopeng itu, yang duduk di sebelah kiri seorang laki-laki gendut dengan kepala botak, kumisnya tipis dan panjang melilit seperti kumis tikus. Lucu tapi matanya sipit. Dan ketika Kiat kongcu dan teman-temannya tertegun maka si bopeng itu mendengus bangkit berdiri, marah memandang enam orang itu, terutama Kiat Lam.

"Bagus, kau sekarang tahu, Kiat Lam? Kau mau apa?"

Kiat Lam menggigil. "Maaf, aku... aku tak sadar, Boen-kongcu. Waktu itu kami mabok."

"Tapi kau membuatku matang biru. Kau mengeroyok bersama teman-temanmu ini!"

"Kami tak sengaja, kongcu. Harap ampunkan kami."

"Huh, begitu enak? Lihat ini!" Boen kongcu itu menunjuk kulitnya yang lebam. "Kalian harus menerima balasannya, Kiat Lam. Aku tak mau sudah biar bapakmu pun ke mari!"

"Tapi kami juga sudah dihajar, para pengawalmu sudah memberi hukuman!"

"Itu lain, Kiat Lam. Aku sendiri belum membalas sakit hatiku!" dan meminta sebuah cambuk yang besar dan kuat dari seorang pembantunya tiba-tiba pemuda ini menghampiri Kiat Lam, matanya demikian gembira dan buas. Dan ketika Kiat Lam ketakutan dan menggigil memandang si bopeng itu maka Boen-kongcu sudah menjeletarkan cumbuknya.

"Orang she Kiat, aku akan mencambukmu duapuluh kali, dan empat temanmu yang lain juga dua puluh kali hingga kalian menerima seratus cambukan...tar!"

Dan cambuk yang mulai menjengit menyengat kulit Kiat Lam tiba-tiba disambut pekik dan rasa kesakitan pemuda hartawan itu, menggeliat dan mengaduh ketika lawan mulai mencambuk, menghitung hitung hukumannya sementara teman teman Kiat Lam yang lain pucat dan terbelalak. Kiat Lam meritih rintih kena cambuk menjeletar berulang-ulang. Hitungan terus dianjutkan sementara pemuda she Kiat itu kian tersiksa. Minta ampun tapi tak digubris dan ketika hitungan berhenti pada cambukan kedua puluh dan baju serta kulit Kiat kongcu pecah-pecah akhirnya pemuda hartawan ini pingsan dan roboh terguling!

Sien Nio ngeri. Dia melihat pemuda she Boen itu melampiaskan dendamnya. Empat teman Kiat Lam yang lain sudah merintih, minta ampun sebelum di cambuk, ditonton para pengawal yang tertawa tawa seolah melihat pertunjukan menarik. Laki-laki gendut yang matanya sipit itu tersenyum senyum, melirik Sien Nio berulang-ulang dengan pandangan aneh. Sien Nio dibawa dalam keadaan hampir telanjang. Dan ketika empat pemuda yang lain tak digubris permintaan ampunnya dan masing-masing tetap mendapat hukuman cambuk duapuluh kali akhirnya empat pemuda itupun terkapar mandi darah di tangan Boen-koncu, pingsan.

Dan sekarang Boen kongcu itu memandang Sien No penuh ancaman, membuat Sien Nio gentar dan ngeri. Tapi ketika pemuda itu hendak menghampirinya dan Sien Nio mengambil keputusan berani tiba-tiba Sien Nio telah lari menjatuhkan diri berlutut di depan laki-laki setengah tua itu, laki-laki gendut yang kini dikenalnya sebagai Boen-taijin.

"Taijin, ampun. Tolonglah aku...!" Sien Nio sudah menangis, gemetar dan menggigil di depan laki-laki itu, yang diketahuinya secara diam-diam meliriknya dengan pandangan penuh nafsu. Pandang yang sudah dikenal Sien Nio sebagai pandang mata "ingin" dari seorang laki-laki.

Dan ketika Boen taijin terkejut dan Boen kongcu juga tertegun maka Sien Nio mengangkat dadanya itu memperlihatkan bukit kembarnya yang membusung, meratap, suara dibuat sedemikian rupa hingga laki-laki yang keraspun bakal luluh,

"Taijin, aku tak tahu apa-apa tentang pemuda itu. Kiat-kongcu memang salah, dia telah mendapat hukuman. Tapi aku tak ikut-ikutan. Harap taijin bantu aku melepaskan diri. Aku siap melakukan apa saja bila taijin menolong aku...!"

Sien Nio mengerling, sudut matanya demikian tajam sebentar membuka dan menutup, gerakan-gerakan yang membuat laki-laki bakal gemas dan terangsang. Apalagi buah dadanya diperlihatkan semakin jelas. Putih dan montok. Laki-lakipun pasti ngiler. Dan ketika Sien Nio mengiringinya pula dengan isak dan tangis yang serak-serak basah tiba-tiba Boen-taijin tersenyum dan tertawa.

"He-he, kau rupanya kembang yang selama ini kudeogar, Sien Nio. Kau yang tinggal di barat kota, bukan?"

"Benar."

"Dan kau menghina puteraku!"

"Tidak!" Sien Nio menukas. "Aku tidak menghina siapa-siapa, taijin. Aku tidak menghina atau merendahkan puteramu!"

"Tapi kau mengejeknya, kau mengatai puteraku buruk, bopeng!"

Sien Nio terkejut. Untuk ini memang ia tak dapat menangkis, Boen-kongcu sendiri ada di situ, terang tak dapat membantah. Tapi tak kehilangan akal menundukkan kepalanya Sien Nio pura-pura menyesal. "Maaf, aku menyatakan seperti apa kenyataannya, taijin. Aku tidak bermaksud menghina atau mengejeknya. Puteramu itu hendak memaksaku, dan aku menolak berdasar alasan itu. Kalau saja dia bersikap lembut dan halus seperti taijin ini tentu aku tak akan mengatainya seperti itu. Maaf...!"

Boen-taijin tertegun. Kata-kata Sien No ini mengumpaknya, dia dikata lembut dan halus. Satu pujian yang membuat dia bangga! Dan ketika dia tertegun dan Sien Nio mengangkat kembali mukanya maka gadis itu mendesah, suaranya lirih dan enak didengar.

"Taijin, setelah kau tahu semuanya ini apakah kau tak mau menolong aku? Aku tak bersalah, taijin. Tolong bebaskan aku dan aku akan membalas budimu. Suruh pergi anak dan para pengawalmu itu..!"

Sien Nio melempar kerling penuh arti, kerling yang cukup di mengerti pembesar ini dan Boen tajin menyeringai, tersenyum lebar. Dan ketika dia mengangguk dan Boen kongcu menghampiri tiba-tiba pembesar ini mengulapkan lengan.

"Siek-ji (anak Siek), gadis ini rupanya memang tak bersalah. Kau telah menghukum Kiat kongcu dan teman-temannya itu. Dia kubebaskan, tak perlu dihukum!"

Boen-kongcu terkejut. "Tapi dia telah mengata-ngatai aku, ayah. Aku harus membalas hinaannya itu!"

"Itu urusanku, aku dapat membuatnya bertobat!" dan Boen taijin yang tak mau dibantah dan sudah mengangkat lengannya tiba-tiba mengusir, memberi perintah pula pada para pengawalnya itu, "Bawa cecunguk-cecunguk ini, biar orang mereka datang ke mari!"

Boen kongcu dan para pengawal tak dapat membantah. Mereka tentu saja pergi, menyeret Kiat kongco dan teman temannya yang pingsan. Menunggu orang tua mereka datang dan minta ampun, tentu saja membawa uang sebagai syarat pembebasan. Boen taijin memang berkuasa.

Dan ketika malam itu Sien Nio berdua saja dengan pembesar ini maka Boen-taijin mendapat pelayanan istimewa dari gadis remaja ini. Sien Nio memberi servis yang melangit. Boen-taijin sampai tergila-gila dan mabuk dalam buaian Sien Nio. Anaknya mengumpat dan memaki bapaknya sendiri. Dia yang menawan tapi sang bapak yang menikmati. Dan ketika keesokan harinya Boen taijin tergolek kelemasan dan Sien Nio berhasil menina-bobok pembesar ini maka untuk berikutnya hari demi hari Sien Nio melayani pembesar ini.

Kian lama kian memabokkan hingga Boen taijin tak kuat kalau hidup tanpa Sien Nio, tentu saja memberi imbalan, tapi Sien Nio menampik (menolak) berkata bahwa itu adalah demi kegembiraan dan kebahagiaan Boen-taijin sendiri, demi cintanya pada Boen taijin. Dan ketika Boen-taijin tergila-gila dan melarang Sien Nio melayani laki-laki lain kecuali dirinya sendiri maka itulah kesempatan emas bagi Sien Nio yang sudah lama menanti-nanti kejadian ini.

"Ah, mana mungkin, taijin? Hamba butuh hidup dan makan. Hamba bisa mati kalau tak bekerja!"

"Kau tak perlu bekerja, kau tinggal saja di sini!"

"Tapi aku...."

"Sudahlah, kau kuambil sebagai isteri, Nio nio. Kau boleh tinggal di sini dan minta apa saja dariku. Kau tak boleh melayani laki-laki lain kecuali diriku seorang!" pembesar itu menyambar Sien Nio, menciumi dan tak habis-habisnya menikmati daun muda ini.

Sien Nio hampir terpekik dan tentu saja girang bukan main. Rencananya selama ini berhasil. Dia dapat menjadi isteri seorang pembesar, meskipun bukan isteri ke satu. Dan ketika Boen taijin terengah dan mendengus-dengus segera Sien Nio terkekeh dan tahu apa yang harus dia kerjakan. Bahwa saat itu dia "naik pangkat". Dari seorang pelacur menjadi isteri seorang pejabat. Dan karena Sien Nio pandai memainkan peranannya dan Boen-taijin berhasil ditundukkan luar dalam akhirnya Sien Nio berhasil menguasai pembesar itu dan banyak memainkan peranan penting dalam bidang-bidang pemerintahan pula. Hebat!

Tapi Sien Nio menghadapi masalah. Gadis ini bukannya berjalan tanpa rintangan. Tidak. Ada persoalan baru baginya, persoalan intern. Karena Boen Siek, putera Boen-taijin yang gagal dan kecewa pada gadis remaja itu mulai melawannya. Pemuda ini dibantu oleh ibu dan keluarga lain, tentu saja keluarga Boen-taijin yang benci pada Sien Nio dan mulai mengganggu. Mereka berbuat macam-macam, pokoknya bereaksi keras dan menentang kehadiran Sien Nio. Tentu saja tak senang dan sakit hati pada bekas pelacur itu. Menganggap Sien Nio biang penyakit dan harus disingkirkan.

Sien Nio terganggu juga dan tak tenang, betapapun yang dia hadapi adalah keluarga Boen taijin. Dan ketika gangguan ini meningkat dan kian tegang saja maka Sien Nio mengadukan masalahnya pada Boen taijin.

"Suamiku," demikian Sien Nio terisak-isak menangis, memanggil "suami" pada pembesar itu. "Aku hidup tak tenang, keluargamu mengancam dan pagi tadi memasang jebakan. Mereka memberikan minuman beracun. Inilah buktinyal" Sien Nio menunjukkan cawan, anggur yang hampir diminum tapi cepat diletakkannya kembali ketika mencium baunya yang aneh. Sudah curiga karena anggur itu pemberian A-len, pembantu isteri Boen-taijin atau ibunya Boen-kongcu. Tentu saja marah dan kini mengadukan persoalannya pada pembesar itu.

Dan ketika Boen-taijin terbelalak dan terkejut mengerutkan kening segera pembesar ini bertanya, "Siapa yang mau membunuhmu? Dari siapa kau dapat ini?"

"A-len, suamiku. Dia diutus isterimu pertama!"

Boen-taijin tertegun. Sebenarnya masalah ini tak banyak dia ketahui, perang dingin antara isterinya dengan Sien Nio jarang dia dengar. Tapi ketika Sien Nio melapor dan tentu saja dia terkejut oleh laporan ini segera Boen-taijin marah pada isterinya pertama itu. "Panggil A len, biar kubuktikan!"

Pelayan wanita itu dipanggil. A-len pucat, menggigil ketika menghadap majikannya. Dan ketika Boen-taijin bertanya dan dia mengaku bahwa itu dari pemberian lo-hujin (isteri tua) dan dia disuruh menyerahkan pada Sien Nio dan meletakkannya di meja agar diminum gadis itu maka pembesar ini terbelalak ketika Sien Nio berkata,

"Suruh dia minum, suamiku. Biar kau buktikan benarkah omonganku atau tidak. Panggil juga isterimu itu, suruh lihat apa yang terjadi!"

"Tidak..." A-len berseru. "Aku tak tahu menahu persoalan ini, taijin. Aku tak mau minum...!" pelayan itu ketakutan, jelas sudah tahu bahwa minuman itu beracun, terbukti dia menolak.

Dan Sien Nio yang tentu saja gusar melihat ini tiba-tiba mencengkeram pelayan itu. "A-len kau harus minum. Taijin harus tahu hasil perbuatanmu!"

"Tidak... ampun, hujin... ampun. Aku tak mau. Biar lo-hujin saja yang merasakan minuman itu...!"

"Kalau begitu panggil dia ke mari. Cepat!"

A-len mengangguk. Dia lari tergesa-gesa, pucat mukanya melebihi kertas. Begitu takut dia ketika dia tiba di ruang lain dan memberi tahu majikannya tiba-tiba di sini dia ditampar.

"Keparat, kau bodoh, A-len. Siapa suruh kau mengaku? Jahanam kau, tolol kau... plak plak!" dan A-len yang jadi korban di tempat ini akhirnya di panggilkan Boen kongcu itu, ibunya marah-marah. Memaki dan menghajar pelayan ini berulang ulang, A-len mengaduh. Dan ketika Boen kongcu bingung dan juga marah karena ibunya dipanggil tiba-tiba pemuda ini mencari seorang pengawal.

"Bunuh dia, pelayan itu bodoh!"

Sang pengawal tertegun. Saat itu lo-hujin masih mencaci pelayannya ini habis-habisan, Boen kongcu sebagai putera Boen taijin memberinya perintah yang berat. Dia harus membunuh pelayan itu. Tapi karena persolan intern selalu membingungkan pihak luar dan pengawal itu jelek-jelek menghadapi tuan mudanya sendiri akhirnya A-len dibacok dan tewas di tempat itu juga.

Dan Sien Nio serta Boen-taljin tiba-tiba muncul, melihat peristiwa ini, tak sabar menanti datangnya lo-hujin. Tentu saja dua orang itu terkejut. Dan juga terkejut ketika yang di dalam ruangan itu melihat kedatangan Boen-taijin maka Sien Nio marah-marah kehilangan saksi. Disini mereka bertengkar, ribut mulut. Sien Nio menuduh tapi lo-hujin menangkis. Ramai dan gaduh seperti pasar kemalingan. Dan karena saksi tunggal dibunuh dan lo-hujin menyatakan diri tak bersalah dan balik menuduh Sien Nio mencari gara gara.

Mendadak Sien Nio menampar wanita itu, di depan Boen-taijin! Tak pelak, keributan semakin menjadi. Lo-hujin membalas, naik pitam dan juga menggampar Sien Nio. Dua-duanya tiba-tiba berkelahi dan saling pukul. Masing-masing sama berteriak-teriak. Begitu ribut dan mengejutkan, suasana menjadi geger.

Tapi lo-hujin yang mendapat bantuan dari anak dan saudara-saudara yang lain tiba-tiba mengeroyok Sien Nio, membuat gadis itu menjerit-jerit dan histeris dikerubut sana sini. Tentu tewas kalau Boen-taijin tidak ikut campur, menyuruh pengawal melerai dan menarik mereka satu persatu. Dan ketika dengan menangis tersedu-sedu Sien Nio dibawa pembesar ini akhirnya Sien Nio minta cerai kalau Boen Taijin tidak menceraikan isteri tuanya itu!

"Aku tak sudi. Aku tak mau kalah dengan tua bangka itu, suamiku. Kalau kau memberatkan dia lebih baik aku pergi dari sini atau kau menceraikan isterimu itu!"

Boen-taijin bingung. Sebenarnya, dia berat menceraikan isteri tuanya itu. Bukan apa-apa, masalahnya karena isterinya itu adik dari Liem-taijin yang menjadi gubernur di Shen si, jadi kakak isterinya itu orang berpangkat yang tentu saja jauh di atasnya. Tentu gawat kalau dia menuruti permintaan Sien Nio. Tapi karena dia sudah tergila-gila pada gadis ini dan hilangnya Sien Nio melebihi hilangnya nyawa sendiri akhirnya dengan membuta Boen-taijin memenuhi permintaan ini. Dan benar. Gawat yang dikhawatirkan itu timbul. Urusan berbuntut panjang. Boen-taijin mendapat macam-macam gangguan yang tidak enak, semuanya karena Sien Nio.

Mula-mula dipindah, istilah halusnya dimutasikan. Kemudian dipindah lagi ke tempat yang lebih rendah dan dipindah lagi ke tempt terpencil. Tentu saja kekuasaannya ikut mengecil dan "surut". Boen-taijin tak dapat berbuat apa-apa. Atasan lebih kuasa dari padanya. Dan ketika setahun kemudian gangguan itu masih datang juga padanya dan dia dianggap tidak becus akhirnya terang terangan Boen-taijin dipecat!

Jadilah laki-laki ini merana. Dia tak mempunyai apa-apa lagi. Kekuasaannya surut dan kian surut saja. Kekayaan dan jabatannya tinggal kenangan saja. Sien Nio mulai menjauh dan semakin menjauh. Dan ketika dia dipecat dan semua harta bendanya habis tiba-tiba Sien Nio meningalkannya dan entah pergi ke mana. Sial!

Sien Nio memang tak dapat dipercaya. Kemana gadis ini pergi? Dan apa sebenarnya yang dia inginkan? Sederhana saja. kekuasaan! Dulu, ketika masih di Cun-tien dan berkenalan dengan Kiat-kongcu dan teman-temannya itu memang yang dikejar gadis ini adalah uangnya. Tapi setelah Kiat-kongcu dihajar Boen Siek dan Boen-taijin ikut bicara tiba-tiba sesuatu yang mengejutkan datang menyadarkan gadis ini.

Uang, betapapun banyaknya tanpa kekuasaan tiadalah berarti. Lihat saja Kiat-kongcu itu. Lihat saja teman-temannya yang lain. Karena begitu kekuasaan datang dan menindih uang tiba-tiba saja apa yang dinamakan "uang" itu kalah wibawa dan nyaris hancur. Ada sesuatu yang lebih kuat ketimbang uang itu. Dan sesuatu itu adalah kekuasaan. Buktinya, meskipun Kiat wangwe (harta wan Kiat), ayah Kiat-kongcu itu memiliki banyak uang dan hidup berlimpah di kotanya tapi tetap saja dia harus tunduk pada Boen-taijin.

Boen taijinlah yang lebih berkuasa. Pembesar itu dapat mengemudikan isi kotanya sesuai keinginan sendiri termasuk setiap penduduknya yang dianggap tidak menurut. Gampang saja dicap ini itu atau bahkan pemberontak. Dan karena Boen-taijin orang kuasa dan yang namanya kuasa memang dapat melakukan segalanya dengan sesuka hati maka kesadaran tentang inilah yang didapat Sien Nio.

Gadis ini mulai berkembang pikirannya. Dia melihat siapa yang berkuasa tentu memiliki dua hal. Satu kekuasaan dan yang ke dua adalah kekayaan, keduniawian, harta benda yang berlimpah dan makan minum yang tak habis dinikmati tujuh turunan. Sungguh jauh lebih hebat dibanding uang sendiri. Karena orang kaya belum tentu berkuasa.

Tapi orang yang berkuasa pasti sekaligus juga orang kaya. Ini fakta! Kenapa dia memburu uang saja? Tidak, dia harus melangkah lebih jauh. Jadi orang kaya tetap di bawah orang berkuasa. Maka lebih enak menjadi orang berkuasa daripada orang kaya. Dan Sien Nio yang mendapat ke sadaran ini dan mengangguk-angguk penuh gembira akhirnya mulai mengincar apa yang dinamakan kekuasaan ini.

Jadilah Sien Nio menempel Boen-taijin, kita telah melihat itu. Dan Sien Nio yang berhasil menguasai pembesar ini luar dalam akhirnya mengenal pula cara-cara pemerintahan. Dia ikut mengatur ini-itu, menguasai ini-itu. Tapi karena di atas Boen-taijin masih ada lagi yang lebih berkuasa, akhirnya Sien Nio menghadapi kenyataan itu. Sampai Boen-tajin dipecat. Sampai pembesar itu jatuh rudin dan hancur segala-galanya.

Dan Sien Nio yang tentu saja tak mau menempel pembesar itu setelah Boen-taijin jatuh lalu meninggalkan pembesar itu untuk berpetualang lebih jauh. Dia sekarang mempunyai titik buruan. kekuasaan!. Karena dengan kekuasaan dia akan memiliki segala-galanya. Dan Sien Nio yang sudah berbekal berbagai pengetahuan tentang hidup dan kehidupan akhirnya mencari korban baru. Siapa? Fang-taijin!!

Fang,taijin ini adalah gubernur Ho-peh, sebelah tenggara Shen si. Jadi lebih berpangkat di banding Boen-taijin, yang hanya kepala daerah tingkat dua, bukan propinsi. Dan Sien Nio yang meninggalkan suaminya mendatangi Hu-peh akhirnya berhasil memelet gubernur itu. Maklum, Sien Nio mengetahui bahwa laki-laki, sebagian besar memang doyan perempuan.

Kebanyakan lelaki begitu. Mereka suka wajah cantik. Mereka mudah dirobohkan imannya. Asal wanita itu pandai dan pintar melayani lelaki tentu lelaki gampang ditundukkan seperti kerbau dicocok hidungnya. Itulah pengetahuan Sien Nio tentang lelaki. Dan Sien Nio yang berhasil menemui gubernur ini dan memikat hatinya akhirnya berhasil menundukkan Fang-taijin ini. Jadilah Sien Nio diambil selir. Tak apa. Barangkali kodratnya memang harus menjadi selir melulu.

Dan Sien Nio yang mengerahkan semua kepandaiannya menundukkan gubernur itu akhirnya menjadi selir paling disayang dan dicinta pembesar ini. Tapi Sien Nio melihat kenyataan baru lagi. Di atas gubernur itu masih ada kaisar. Kaisarlah orang paling berkuasa di negara itu. Dan karena Sien Nio memburu kekuasaan dan gadis itu ambisius sekali akhirnya dengan segala akal dan bujuk rayu dia mengalihkan perhatiannya ke sini.

Dulu dia gadis desa. Lalu mulai merasakan kesenangan setelah berhubungan dengan Hok-kauwsu. Uang berlimpah tapi Hok-kauwsu merampasnya kembali. Kemudian dia bertemu Kiat kongcu. Menjadi pelacur dan banyak digilai lelaki. Dan setelah pengalaman demi pengalaman menjadikan dia bintang dan setahun menjadi isteri Boen-taijin memperkenalkannya pada bidang-bidang pemerintahan maka tentu saja Sien Nio sekarang lain dengan Sien Nio dulu.

Sien Nio sekarang sarat dengan pengetahuan. Gadis ini ternyata cerdas. Akalnya jalan dan pikirannya hidup sekali. Diberi tahu sepatah dia sudah menangkap sepuluh patah. Itulah Sien Nio. Dan ketika dia melihat bahwa di atas Fang taijin masih ada yang lebih atas lagi dan kaisar merupakan orang paling "top" yang harus diincar akhirnya ke sinilah titik buruan Sien Nio diarahkan. Apa yang dilakukan? Akal cerdik.

Sien Nio mrlihat bahwa enam bulan sekali suaminya itu menghadap kaisar. Melapor ini itu karena kaisar ingin melihat perkembangan daerahnya Tentu saja berdebat karena dia ingin ikut, menyatakan pikirannya dan tentu saja membuat Fang taijin heran, menolak. Perempuan tak usah ikut-ikut dan biar lelaki yang berurusan. Tapi Sien Nio yang merengek memeluk Fang taijin berkata menggetarkan sukma,

"Kau salah, jelek-jelek aku bukan perempuan seperti kebanyakan perempuan lain, taijin. Bukankah kau tahu sedikit atau banyak aku dapat membantu dalam bidang pemerintahan? Aku ingin kekota raja, aku ingin ikut kau ke sana untuk melihat-lihat!"

"Ah, melihat apa? Aku bukan melakukan perjalanan santai, aku ke kota raja untuk melapor pada kaisar!"

"Itulah, aku juga ingin melihat wajah kaisar, taijin. Aku ingin tahu istana dan segalanya yang ada di situ."

"Tidak, kau perempuan. Kau tak usah ikut! nanti aku repot!"

"Repot apa? Aku tak menyusahkanmu, aku dapat melakukan apa yang kuperlukan sendiri. Kau boleh menghadap kaisar dan aku melihat lihat taman istana."

"Tidak, nanti aku terganggu, Sien Nio. Lebih baik kau di rumah saja dan tunggu aku sampai pulang...!"

Pendekar Rambut Emas Jilid 20

PENDEKAR RAMBUT EMAS
JILID 20
KARYA BATARA


Cerita Silat Mandarin Karya Batara
SAAT itu, ibu angkatnya mulai batuk-batuk. Wanita ini mengerutkan kening melihat tindak tanduk anak angkatnya. Sien Nio melanggar larangannya untuk keluar malam, katanya dipaksa Pin loya untuk melanjutkan pekerjaan dulu. Lembur. Begitu alasannya. Tapi ketika omongan santer tentang anaknya itu merasuk kian tajam dan Ben-centeng serta Goh centeng juga sering mengganggunya dengan omongan kotor, akhirnya Wanita ini menjadi marah dan naik pitam.

Sien Nio ditegur, menjawab acuh. Ditegur lagi, acuh lagi Dan ketika berulang-ulang teguran itu tak mempan dan sang anak kian berani dengan menjawab pertanyaannya tak kalah lantang akhirnya wanita tua ini menjadi kalap dan naik pitam.

"Sien Nio, kau harus dengar kata-kata ibu. Orang-orang mengataimu sebagai pelacur! Masa kau bermuka tembok tak mau mengacuhkan tuduhan ini?"

"Ah, itu orang-orang yang tak senang hati, ibu. Biarkan saja mereka bicara seperti anjing menggonggong."

"Tapi gonggongan mereka kian keras. Ibu tak tahan dan tak mau kau dihina!"

"Untuk apa ibu perdulikan? Mereka iri kepada kita, ibu. Terutama kepadaku karena melihat pakaianku selalu baru. Orang-orang itu asal bercuap tak usah ibu hiraukan dan biarkan menggonggong semakin lantang. Apa perduliku!"

"Kau tak mau dengar nasihat ibu?"

"Nasihat apa?"

"Kau tak boleh keluar malam. Kau harus tetap tinggal di rumah bersama ibu!"

"Ah, tak mungkin. Nanti Pin loya marah-marah."

"Nanti ibu yang akan menghadap Pin-loya. Ibu yang akan memberi tahu padanya!"

"Bàiklah, ibu coba saja." dan ketika Sien Nio tersenyum sinis dan menyuruh ibunya ke rumah Pin-loya ternyata usaha ini sia-sia.

Wanita itu tak berhasil menghadap Pin loya, selalu mendapat jawaban Pin-loya sibuk, atau Pin-loya sedang pergi atau apa saja yang pokoknya tak mengijinkan wanita itu menemui Pin-loya. Pulang dan kembali dengan tangan hampa. Tentu saja begitu karena yang menghadang wanita ini adalah Hok kauwsu, laki-laki yang telah dibisiki Sien Nio agar mencegat ibunya. Menggagalkan usaha ibunya!

Dan karena ibunya belum berhasil menemui Pin loya dan itu berarti Sien Nio terus mendapat kesempatan maka hubungan Hok käuwsu dan gadis remaja itupun tetap berjalan seperti semula. Sampai akhirnya, karena merasa gagal berulang ulang sementara omongan orang kian tajam di kiri kanan, tadi pagi wanita ini menggebrak meja.

"Sién Nio, kali ini kau harus mengikuti nasihat ibu. Malam nanti tak boleh kau keluar!"

"Hm...!" Sien Nio tertawa aneh. "Apakah ibu ingin seperti dulu? Apakab ibu ingin melarat tak bisa makan?"

"Apa maksudmu?"

"Ingat, kepergianku malam-malam memberi hasil, ibu. Sekarang kita bisa makan enak dan hidup lebih baik dengan kepergianku itu. Aku tak mau mengikuti nasihatmu. Aku tak mau melarat dan meninggalkan kesenanganku ini!"

Sang ibu terbelalak. Sien Nio mengambil nasi, mengerat sepotong ayam dan membuka makanan kaleng. Hidangan yang memang termasuk "wah" dan menunjukkan gengsi yang lebih baik. Benar kata anaknya ini karena semenjak Sien Nio keluar malam kehidupan mereka lebih tercukupi. Apa yang diingini gampang keturutan. Katanya semuanya itu dari Pin-loya, atas jasa baik Hok kauwsu. Dan ketika Sien Nio menikmati hidangannya dan tampak begitu lahap tiba-tiba wanita tua ini tertegun.

Melihat bahwa omongan anaknya benar. Kepergian Sien Nlo membawa hasil. Bahkan baju anaknya lebih bagus daripada dulu. Sien Nio mulai bersolek pula dan mengenakan gincu serta pemerah pipi. Anaknya ini tampak cantik meskipun agak pucat. Maklum, setiap malam tentu keluar dan membawa hasil. Terbukti apa yang dia alami itu, makan minum yang lebih baik dan juga keuangan yang lebih mapan. Kata anaknya lagi lagi dari Pin-loya, hasil kerja "lembur".

Tapi teringat omongan orang yang menusuk perasaannya tiba-tiba wanita ini bangkit berdiri memandang marah, melihat apa yang diperlihatkan anaknya hanyalah kesenangan sementara saja. Harga diri jauh di atas segala-galanya dan karena itu harus dipertahankan, diatas kenikmatan benda-benda duniawi, termasuk makanan kaleng itu! Dan ketika Sien Nio melahap hidangannya dan tampak tak perduli tiba-tiba wanita tua ini telah berada di depan anaknya itu.

"Nio-nio, kau harus menjaga kehormatan ibumu. Apa yang kukatakan tak boleh kau lakukan. Kau harus tunduk kepada ibumu!"

"Ibu hendak memaksaku?"

"Demi menghilangkan omongan orang, Nio nio. Demi kehormatan dan harga diri rumah ini meskipun kita miskin!"

"Kalau begitu ibu tinggal saja di rumah ini, biarkan aku yang pergi. Aku dapat mencari rumah lebih baik dan tinggal sendirian di sana!" Sien Nio tiba-tiba bangkit, marah pada ibunya dan untuk pertama kali melawan. Begitu berani!

Dan ketika sang ibu terbelalak dan kaget oleh jawabannya tiba-tiba gadis ini melangkah pergi mengambil buntalannya, keluar dan menghilang dari rumah itu. Begitu percaya diri. Dan sang ibu yang menjerit sadar tiba-tiba mengejar dengan seruan tak keruan, "Nio nio...!"

Tapi Sien Nio tak perduli. Dia melanjutkan langkahnya, pura-pura tak mendengar. Tapi ketika sang ibu menubruk dan jatuh terguling di depannya akhirnya gadis ini berhenti.

"Oh, tidak... jangan, Nio nio... jangan kau pergi. Ayahmu telah tiada, ibu hanya mengandalkan kau...!" dan sang ibu yang menangis terguling, di depan sang anak akhirnya membuat Sien Nio menahan langkah, mengerutkan kening tapi membantu ibunya itu, mengangkat bangun wanita tua ini. Dan ketika sang ibu tersedu sedu dan mengguguk memeluk kakinya isteri Jun-lopek ini meratap.

"Nio-nio, kau jangan pergi. Ibu sudah tua, tak ada siapa-siapa yang akan merawatku setelah suamiku meninggal. Jangan kau pergi, nak... jangan tinggalkan ibumu ini...!"

Sien Nio mengeraskan dagu. "Boleh, tapi ibu tak perlu macam-macam. Kebutuhan rumah aku yang mencukupi, aku yang berkuasa. Kalau ibu tak mau tahu ini dan mengajakku melarat maka terpaksa ibu kutinggalkan dan aku pergi!"

"Tidak, jangan nak, ibu menurut!" sang ibu gemetar, memang harus mengakui bahwa anaknya ini mulai berkuasa. Kebutuhan hidup sehari hari Sien Nio yang pegang. Tapi karena dia takut kehilangan anak angkatnya ini dan kehadiran Sien Nio dianggap pengganti suaminya yang telah meninggal maka untuk pertama kali janda Jun-lopek ini menyerah dan mengalah. Tidak lagi melarang anaknya keluar malam, meskipun diam-diam hatinya digerogoti perasaan itu. Heran dan terbelalak karena anaknya sekarang sudah berobah. Begitu berani dan tega hati, nyaris meninggalkannya tak ingat budi. Perobahan yang amat menyolok!

Tapi karena dia menyayangi anaknya ini dan Sien Nio bertahun-tahun hidup di sampingnya maka wanita ini menahan keperihannya menerima semuanya itu, tidak membalas dan membiarkan Sien Nio berbuat sekehendak hati, termasuk keluar malam itu. Tapi ketika malam tiba dan Sien Nio benar-benur keluar, tiba-tiba, tanpa diduga Sian Nio wanita ini pergi membuntuti. Dan itulah pangkal celakanya!

Isteri Jun-lopek ini penasaran. Dia mengalah tapi tetap tak dapat menghilangkan rasa penasarannya itu. Betapapun sebagai wanita tua dia tersinggung oleh sepak terjang anaknya, apalagi setelah Sien Nio menang, berhasil menundukkannya dan membuat dia menyerah. Satu hal yg baru kali itu terjadi selama hidupnya. Sien Nio terasa angkuh dan sombong. Maka begitu sang anak keluar dan wanita ini menahan tangisnya dia pun menyelinap dan melakukan penyelidikan pertama, memasuki kamar Sien Nio karena dia heran oleh baju-baju baru dan benda-benda lain yang dipakai anaknya ini.

Tadi sekilas melihat sebuai cincin emas hal yang membuat wanita ini tertegun. Dan ketika dia memasuki kamar anaknya dan membongkar lemari mendadak wanita tua ini bengong. Dia melihat pundi-pundi uang yang cukup banyak, tak kurang dari limabelas buah. Dan ketika dia menghitung isinya tiba-tiba wanita ini melenggong. Tigaribu tail ada di situ. Jumlah yang seakan mimpi baginya. Tentu saja kaget den hampir tak percaya, nyaris mengira anaknya mencuri!

Dan ketika dia mengaduk-aduk sana-sini mencari yang lain tiba-tiba wanita ini tertegun dan membelalakkan mata. Apa yang dilihat? Gelang emasnya dulu. Gelang yang disuruh gadaikan ke rumah Pin-loya, kini ada di situ menggeletak di bawah baju. Mata tuanya tak salah lihat. Dan ketika wanita ini menggigil dan mengambil gelang itu mendadak ia mengeluh dan batuk-batuk, muka berobah pucat.

"Sien Nio, apa artinya ini? Bagaimana gelangku ada di lemarimu?"

Wanita ini tak mendapat jawab. Dia terhuyung dan menekan batuknya, mulai melihat yang tidak beres pada diri anak perempuannya. Sien Nio agaknya telah menipunya. Dan ketika dia mengeluh dan kembali batuk-batuk tiba-tiba wanita ini berlari keluar mengejar anaknya. Kemana? Tentu saja kesawah Pin loya, seperti yang diberitakan orang selama ini! Dan ketika dia menerjang kegelapan malam dan tidak perduli setan maupun hantu akhirnya wanita ini tiba di sana dan melihat dua bayangan orang terkekeh-kekeh di dalam gubuk.

Langsung saja wanita ini berindap, mengintai dan melihat apa yang terjadi. Dua orang itu bercakap-cakap diseling tawa dan engah. Dua-duanya dikenal sebagai suara Sien Nio dan Hok-kauwsu, tapi yang membuat wanita ini menggigil dan semakin pucat. Hampir saja batuknya meloncat. Ketika dia mengintai dan melihat apa yang terjadi mendadak wanita ini terpekik dan roboh terjengkang, jerit dirinya tak dapat disembunyikan lagi dan batuknya terdengar, begitu tiba-tiba hingga mengejutkan mereka berdua yang ada di dalam.

Tentu saja Sien Nio dan Hok-kauwsu menyambar pakaian masing-masing. Hok kauwsu malah menendang pintu melompat keluar. Dan ketika Sien Nio juga menyusul dan melihat siapa yang di luar mendadak gadis remaja ini terpakik berseru tertahan.

"Ibu...!" Dua wanita itu berpandangan. Sekarang isteri Jun-lopek ini bangkit terhuyung, bibir gemetar, muka pucat tak dapat bicara. Hanya jarinya menuding-nuding tak keruan ke arah Sien Nio. Keterkejutan dan kekagetan besar melanda wanita tua ini. Tapi ketika suara itu timbul dan wanita ini mendekap dadanya maka Sien Nio mendengar kata-kata ibunya yang penuh kemarahan, memancar dari mata yang bercucuran deras itu, tersendat-sendat,

"Nio-nio, kau... kau menipu ibumu... kau ternyata benar menjadi piaraan Hok kauwsu ini. Kau tidak ke rumah Pin-loya, kau pelacur hina....!

Sien No tertegun. Dia tak dapat menjawab, tentu saja tak dapat karena dia ketangkap basah. Ibunya ada di situ, telah mengintainya melihat apa yang ia lakukan, telanjang bersama Hok-kauwsu dan melakukan permainan cinta bersama. Layaknya suami isteri, padahal dia dibayar, jadi tiada ubahnya pelacur seperti kata ibunya. Dan ketika dia terkejut dan tidak mampu berkata-kata maka ibunya mengeluarkan gelang yang dia "curi" dulu. Lengkap sudah!

"Ini... apa artinya ini, Nio-nio? Masihkah kau bilang berkat kemurahan Pin loya? Masihkah kau hendak menipu ibumu dengan caramu yang memalukan?"

Sien Nio menggigil. Ibunya juga menggigil, marah bukan main padanya karena merasa tertipu. Gelang yang ditunjukkan itu gemetaran tak keruan di tangan tua ini. Dan ketika Sien Nio mendelong dan terbelalak tak menjawab tiba-tiba gelang itu jatuh berkerinting disusul robohnya wanita ini.

"Sien Nio, kau anak durhaka...!"

Sien Nio terkejut. Ibunya terguling, tapi bukan menolong ibunya lebih dulu melainkan menyambar gelang itu tiba-tiba Sien Nio marah-marah pada ibunya. "Ibu, kau kurang ajar. Kau rupanya mengaduk-aduk isi lemariku!"

"Ooh...!" wanita ini meratap, menangis. "Kau memaki ibumu, nak? Kau mengataiku kurang ajar? Aduh, terkutuk kau. Kau anak tak tahu aturan... ugh!" Wanita ini batuk-batuk, mengeluh dan menjerit kecil ketika Sien Nio tidak membantunya, memasukkan gelang itu dan enak saja mengambil gelang, menyimpannya di pakaiannya. Dan ketika sang ibu terbelalak dan batuk gencar tiba-tiba Sien Nio melototi ibunya ini.

"Ibu, ini gelangku. Kau telah mendapat uang duaratus tail dulu sebagai penukar gelang ini. Kau tak berhak mengambilnyal"

"Aduh, tapi.... tapi itu pemberian ayahmu, Nio-nio. Gelang itu tak seharusnya diperjualbelikan!"

"Tak perduli. Aku telah menukarnya, kau telah mendapatkan banyak uang dari hasil kerjaku selama ini!" dan ketika sang ibu mengaduh dan menangis tak keruan tiba-tiba Hok-kauwsu yang hilang kagetnya dan sadar kembali mendadak menggeram.

"Tua bangka, kau jangan mengganggu kami. Pulanglah!"

"Tidak, aku ingin bicara dulu dengan anakku, Hok-kauwsu. Kau tak berhak mengusir karena Sien Nio anakku!"

"Kau melawan? Kutendang kau nanti....dess!" dan Hok kauwsu yang benar-benar menendang wanita itu hingga mencelat tiba-tiba disambut jerit dan pekik kesakitan wanita tua ini, terlempar dan terbanting di tepi sawah. Dan ketika Hok kauwsu mengejar dan hendak mengulang perbuatnya tiba-tiba Sien Nio mencegah.

"Kauwsu, jangan...!" lalu menghadapi ibunya dengan muka berang gadis ini berkata, "Ibu, sebaiknya tak perlu kau ikut campur masalah ini. Aku sudah dewasa, aku sudah besar. Kau orang tua tak perlu mengekang dan mengatur hidupku!"

"Ah, tapi perbuatanmu jahat. Nio nio. Kau keliru dan tersesat. Kau menipu..!"

"Itu urusanku, yang penting taraf hidupmu telah kuangkat dan aku dapat memberimu makan minum yang cukup. Pergilah...!"

"Tidak, aku ingin membawa kembali gelang itu, Nio-nio. Itu gelang milik suamiku dan kembalikan padaku!"

"Kau nekat?" Sien Nio terkejut. "Kau jangan kurang ajar, ibu. Ini gelangku dan sudah menjadi milikku!"

"Tidak, kau manusia kotor. Gelang suci itu tak boleh kau pegang, kembalikan...!" dan sang ibu yang menangis dan terhuyung berdiri tiba-tiba menubruk dan merebut gelang. langsung memasukkan tangan ke baju Sien Nio, merogoh dan bermaksud merampas. Dan Sien Nio yang tentu saja marah dan lupa diri tiba-tiba mengelak dan menggaplok muka ibunya itu.

"Ibu, kau tua bangka kurang ajar. Lepaskan...plak!" dan sang ibu yang tersungkur oleh tamparan Sien Nio tiba-tiba menjerit dan mengaduh tak keruan.

Bukan sakit oleh tamparan fisik tapi sakit oleh merananya hati. Seumur hidup baru kali itu anaknya menggaplok mukanya. Seolah dia hewan! Dan ketika nenek ini meraung-raung dan berdiri lagi tiba-tiba Sien Nio memasuki gubuk berseru pada temannya.

"Hok-kauwsu, lempar ibuku itu. Bawa dia pergi...!"

"Baik!" dan Hok kauwsu yang juga gemas dan marah oleh gangguan ini tiba-tiba menangkap dan mencengkeram pundak wanita itu, menyeretnya dan membuat wanita ini menjerit-jerit. Tangan Hok kauwsu seolah tanggem baginya, tentu saja ia kesakitan. Tapi Hok kauwsu yang tidak perduli dan terus menyeret wanita itu akhirnya tiba di tepian, langsung mendorong wanita ini, "Kau enyahlah...!"

Wanita ini terjengkang. Janda Jun-lopek itu tersedu-sedu, sakit hatinya oleh semua peristiwa ini. Tapi menyadari dirinya tak berdaya dan Hok kauwsu melindungi Sien Nio tiba-tiba wanita ini mengguguk pulang ke rumah, terhuyung jatuh bangun dengan perasaan terhina, pakaiannya kotor. Marah dan malu bercampur aduk. Teringat isi lemari pakaian anaknya dan siap melampiaskan kemarahannya di situ. Tapi ketika dia tiba di sana dan menyentuh lemari itu mendadak Sien Nio muncul, rupanya sudah merasa.

"Jangan sentuh lemari itu..."

Wanita ini terkejut. Sien Nio dan Hok-kauwsu menyusulnya, rupanya Sien Nio sudah menduga ibunya akan membuang buang isi lemarinya, pakaian dan uang di pundi pundi itu. Benda-benda yang bagi wanita ini dianggap haram. Dan ketika sang ibu tertegun dan tampak putus asa tiba-tiba Sien Nio telah melangkah cepat mendorong ibunya.

"Minggir!" Sang ibu hampir terpelanting. Sien Nio bersikap kasar, mukanya garang dan merah menyala. Jelas marah dan gusar pada ibunya pula. Tapi ketika dia mengambil benda-benda itu dan ibunya menjerit tiba-tiba wanita ini menubruk dan menepis semua benda-benda itu, tentu saja berceceran dan pakaian serta uang terlepas dari tangan gadis ini. Sien Nio memekik, marah dan meradang kepada ibunya, memunguti tapi ditubruk lagi oleh ibunya yang juga marah. Kembali barang-barang itu berhamburan. Dan ketika mereka saling bertahan dan menyerang mendadak keduanya sudah berkelahi dan saling menjambak!

"Sien Nio, kau anak durhaka!"

"Ibu, kau tua bangka kurang ajar...!"

Keduanya tak dapat dipisah. Baik Sien Nio maupun ibunya sama-sama marah, menyerang dan mencakar sebisa mereka. Lucu tapi menyedihkan. Tapi karena Sien Nio lebih muda dan ibunya batuk-batuk akhirnya perkelahian ini diselesaikan Sien Nio yang berhasil melepaskan diri dan mendorong ibunya sampai terjengkang, ditonton saja oleh Hok kauwsu.

"Brukk!" Janda Jun lopek itu menangis. Dia kehilangan banyak tenaga, lemah dan nelangsa sekali oleh hinaan ini. Batuk dan tiba tiba melontarkan darah segar, penyakitnya kambuh. Dan ketika ia mengguguk dan kembali batuk-batuk maka Sien Nio memungut semua benda-benda yang berceceran di atas tanah, terengah dan dipandang ibunya dengan air mata bercucuran. Hok kauwsu sendiri terbelalak melihat barang barang milik Sien Nio itu, terutama uangnya. Uang sejumlah tigaribu tail. Dan ketika semua benda-benda itu berhasil dikumpulkan dan sang ibu kembali batuk-batuk maka kutukan kejam terlontar dari mulut wanita itu.

"Sien Nio, kau akan mati oleh ketamakanmu. Kau akan dibunuh oleh anakmu kelak...!"

Sien Nio tak menghiraukan. "Cerewet, kau tua bangka tak tahu diuntung, ibu. Kau mampuslah kalau tak ingin hidup lama!"

"Ooh...!" sang ibu bercucuran. "Jangan sebut lagi aku ibumu, Sien Nio. Kau durhaka dan tidak pantas menjadi anakku...!"

"Kalau begitu kenapa kau mengambilku anak? Aku juga tidak rugi membuang sebutan ibu, aku memang bukan anakmu!" dan Sien Nio yang meludah melotot pada ibunya akhirnya meninggalkan tempat itu mengajak Hok-kauwsu pergi, membiarkan dan sama sekali tidak perduli lagi pada ibu angkatnya. Tak ingat lagi dia akan jasa-jasa ibunya ketika dia masih kecil dan dipelihara.

Dan ketika seminggu kejadian itu lewat dan janda Jun lopek ini muntah-muntah maka tujuh hari kemudian wanita malang ini meninggal. Dia diserang batuk yang gencar, peninggalan penyakit suaminya dulu. Hal yang sebenarnya dapat diatasi kalau dia mau berobat baik-baik. Tapi karena kejadian itu menusuk perasaannya dan sepak terjang Sien Nio membuat wanita ini terhina maka janda Jun-lopek itu tak ketulungan. Wanita ini tak mau makan minum, kelaparan atau melaparkan diri satu minggu.

Tak ada yang menolong atau memperhatikan kecuali Cin San, sahabat mendiang suaminya itu. Satu-satunya lelaki yang datang membantu dengan segala ektikad baiknya. Tak ada pamrih. Tapi karena janda Jun lopek itu digerogoti sakit hati dan tak mau makan minum ditambah penyakitnya yang kian parah akhirnya wanita ini terkulai juga menghembuskan napasnya,

"Cio... Cin San... a... aku... tak kuat lagi! Kau... pergilah... terima kasih... atas... semua budi kebaikanmu... ooh..." Wanita itu meninggalkan kerut yang dalam. Cin San tak dapat berbuat apa-apa, menguburkan mayat wanita ini sementara berkali-kali dia menghela napas panjang. Sedih dan prihatin sekali. Sien Nio diundang, tak mau datang.

Dan ketika sebulan kemudian semuanya itu berlalu dan Sien Nio menjadi buah bibir maka tindak-tanduk atau sepak terjang gadis remaja ini semakin menggila. Dia mengumpulkan banyak uang dari Hok-kauwsu. Namanya dikenal dan diincar laki-laki lain, Goh centeng dan Ban centeng sudah berhasil mendekatinya. Mendengar cerita Hok-kauwsu yang mengobral kepintaran gadis ini dalam melayani lelaki. Entah bagaimana Sien Nio tiba-tiba menjadi buah bibir. Pandai memikat dan membuat lelaki mabok. Semakin tinggi bayarannya semakin hebat servis yang dia berikan.

Maklum ada uang ada pelayanan. Tapi ketika Sien Nio menjadi mapan dan malam itu habis melayani Hok kauwsu dengan hasil uang sekian ribu tail dari lelaki ini di tambah laki-laki lain mendadak pagi itu dia mendengar geger. Hok-kouwsu ketahuan mencuri, kepergok dan kini dikejar-kejar pembantu Pin loya, teman-temannya sendiri. Dianggap maling karena ketahuan membuka lemari tuan tanah itu. Sekarang konangan dan menjadi buruan. Dan ketika pagi itu Sien Nio menguap dan bangun dari tidurnya mendadak suara ramai-ramai itu mendekati rumahnya, rumah pemberian Hok-kauwsu yang telah mencarikannya sebagai pengganti rumah ibu angkatnya.

"Tangkap, Hok-kauwsu itu maling...!"

"Kejar, dia bersembunyi di sini...!"

Sien Nio terkejut. Suara gaduh dan ribut-ribut itu menuju tempat tinggalnya, belasan orang mencari dan masuk ke halaman rumahnya. Bahkan Pin loya mencak-mencak dan kelihatan disitu, kedodoran tapi tak perduli pada keadaan pakaiannya, marah-marah dan melotot memaki-maki tukang pukulnya she Hok itu. Dan ketika Sien Nio membuka jendela dan melongok keluar tiba-tiba pintu kamarnya didobrak dan Hok-kauwsu muncul di situ mengacungkan golok!

"Jangan berteriak, kubunuh kau nanti!"

Sien Nio bagai disengat kalajengking. Hok kauwsu telah melompat, menempelkan golok di lehernya yang biasanya dielus laki-laki ini, sering dicium dan dirayu. Kini tiba-tiba saja dicium dan dirayu golok! Dan ketika Sien Nio tertegun sementara orang-orang di luar mencari dan mengepung Hok kauwsu maka laki,laki ini dengan jari menggigil membentak,

"Sien Nio, sekarang serahkan semua uang yang kau dapat dari aku. Itu milik Pin loya!"

"Ap... apa? Kau gila, kauwsu?"

"Tak perlu cerewet. Uang itu hasil curianku di rumah Pinloya, sekarang aku ketahuan. Cepat serahkan atau kau kubunuh!"

Sien Nio menggigil. Tentu saja dia ketakutan oleh golok yang menempel di lehernya itu, golok yang demikian tajam dan mengkilat. Sekali tabas mungkin lehernya yang mulus bakal putus! Dan ketika teriakan di luar kian menghebat dan Hok-kauwsu dimaki-maki akhirnya Pin-loya dan para pembantunya itu telah tiba di depan jendela Sien Nio.

"Cepat, aku harus mengembalikan uang itu, Sien Nio. Aku harus minta ampun dan lolos dari tempat ini!"

Sien Nio tak mendapat jalan lain. Dia benci sekali memandang laki-laki yang kerap menjadi kekasihnya ini, Pin loya dan orang-orangnya sudah maju mendobrak pintu. Agaknya tahu Hok kauwsu ada di situ. Dan ketika dia mengangguk dan terpaksa memberikan simpanannya yang hampir selaksa tail maka Hok-kauwsu tertawa bergelak merampas pundi-pundi uang itu.

"Bagus, terima kasih, Nio nio. Lain kali kita jumpa lagi...wut!" dan Hok-kauwsu yang keluar melalui jendela tiba-tiba berteriak, menghadapi Pia loya yang sudah mengepung tempat itu,

"Loya, uangmu kukembalikan. Tapi dengan syarat aku harus kau bebaskan...!"

"Gila!" Pin-loya mencak-mencak. "Kau laki-laki gila, Hok-kauwsu. Kau pagar makan tanaman. Aku tak akan mengampunimu!"

"Kalau begitu uang ini akan kubambur-hamburkan. Kau boleh bunuh aku tapi hartamu akan menjadi rebutan orang banyak!"

"Tidak, eh... jangan. Berikan uang itu. Kau boleh bebas!" dan Pin loya yang buru-buru melompat mencegah tiba-tiba mengulurkan lengannya. "Hok-kauwsu, berikan uang itu. Aku mengampuni mu..."

"Ha-ha, tak begitu mudah, loya. Kau mungkin menipu aku. Sebaiknya orang-orangmu itu kau suruh mundur, baru uang akan kuberikan!"

"Baik, kau memang keparat....!" dan tuan tanah Pin yang marah tapi tak berkutik akhirnya menyuruh orang-orangnya mundur, termasuk Ban centeng dan Goh centeng itu, dua tukang pukul teman Hok kauwsu sendiri. Dan ketika semuanya mundur dan terbelalak tiba-tiba orang she Hok ini menangkap Pin loya!

"Eh, kau mau apa?" Pin-loya kaget, tentu saja meronta tapi tak dapat melepaskan diri dari cengkeraman laki-laki ini, bekas tukang pukulnya.

Dan ketika Hok-kauwsu tertawa dan merasa di atas angin segera laki-laki ini berseru, "Kau tak perlu banyak cakap. Aku ingin menyanderamu, loya. Uang boleh kuberikan tapi kau harus ikut aku!"

"Ke mana?"

"Ke tepi sungai. Sediakan perahu dan biarkan aku bebas benar-benar!"

"Ah, kau licik, kauwsu. Kau curang!"

"Társerah, kau tinggal mau atau tidak. Aku Tak mau kau tipu!" dan Hok-kauwsu yang menempelkan golok di leher tuan tanah ini akhirnya membuat Pin loya menyerah dan tidak dapat berkutik. Betapapun kekejamannya sudah dikenal tukang pukul she Hok ini, kelicikannya dan entah apalagi yang berbau penipuan.

Pin loya memang bukan orang jujur dan selalu mempergunakan para pembantunya untuk menindas orang lain. Dan karena jalan lain tak ada dan golok bekas tukang pukulnya menempel di leher sendiri akhirnya tuan tanah ini menurut dan mau digelandang ke tepi sungai. Dan di situ dia menyuruh pembantu-pembantunya menyiapkan sebuah perahu, leher terus dilekati golok karena Hok-kauwsu sendiri tak ingin korbannya lepas. Tuan tanah itu merupakan satu satunya pegangan yang dapat diandalkan. Dan ketika mereka semua tiba di sungai dan Hok-kauwsu menyeringai melihat sebuah perahu sudah disiapkan seperti ancamannya maka tukang pukul ini berkata,

"Sekarang suruh orang-orangmu menjauh. Aku ingin pergi!"

Pio-loya kembali tak berkutik. Dia menyuruh orang-orangnya menjauh, Hok kauwsu masih tak puas dan menyuruh menjauh lagi. Melihat Goh centeng dan Ban centeng melolot padanya, gemas dan iri pada kelicikan bekas teman itu. Dan ketika mereka cukup jauh dan Hok kauwsu tertawa bergelak tiba-tiba tukang pukul ini melepas Pin loya melompat ke dalam perahu, tidak memberikan uang yang dibawa itu. Jadi melanggar janji. Dan begitu dayung diangkat dan digerakkan tiba-tiba orang she Hok ini telah melarikan diri bersama perahunya. Satu akal yang licin!!

"Ha ha, selamat tinggal, Pin-loya. Sekarang kalian boleh pulang dan tidak akan bertemu aku lagi"

Pin-loya terkejut. Dia melihat tukang pukulnya yang curang itu sudah ke tengah, sungai demikian lebar, tentu saja dia melotot, mencak-mencak dan memaki-maki tak keruan karena dikecoh. Terang terangan ditipu mentah-mentah. Dan karena di situ tak ada perahu lagi karena perahu yang dipakai Hok-kauwsu adalah perahu satu-satunya maka tuan tanah ini gusar dan bingung menyuruh pembantunya mengejar, lupa karena pikun!

"Hei, kejar. kau....! Jangan ndomblong seperti kerbau!"

Tukang pukulnya terkejut. "Mana mungkin, loya? Tak ada perahu di sini, Hok kauwsu itu sudah jauh!"

"Goblok! Kalian terjun ke sungai, kejar sambil berenang...!"

"Ah, tak mungkin, loya. Orang she Hok itu hampir menyeberang!"

"Kalau begitu gaji kalian kupotong, aku tak mau tahu....!" dan Pin-loya yang uring-uringan melototi pembantunya akhirnya membuat Goh centeng dan teman-temannya ini tertegun, terkejut oleh ancaman potong gaji itu. Alamat anak isteri mati kelaparan! Dan karena Goh centeng tak menghendaki ini dan perintah Pin loya harus dijalankan, maka sambil uring-uringan pula Goh centeng membentak teman-temannya agar mencebur.

"Ayo kejar... byur-byur!" tukang pukul itu sudah mendahului, disusul temannya Ban Gwan dan lain-lainnya lagi. Tak kurang dari limabelas Tukang pukul. Tapi karena Hok-kauwsu mempergunakan perahu dan orang she Hok itu menang jarak maka pengejaran Goh centeng dan teman-temannya ini tak berhasil. Mereka susah payah mencapai seberang, Hok-kauwsu telah lenyap jadi tak dapat dicari lagi. Dan karena mereka sudah berusaha tapi orang she Hok itu lebih cerdik maka mereka kembali melapor kegagalan itu pada Pin loya.

"Goblok! Anjing! Kalian manusia-manusia dungu. Masa mengejar seorang saja tak mampu? Kalian gentong-gentong kosong, Goh Beng. Kau dan teman-temanmu itu coro yang tidak becus!"

Goh Beng dan teman-temannya tak berkutik. Mereka membiarkan saja tuan tanah itu memaki-maki, seenak udelnya sendiri karena Pin-loya memang berkuasa. Harta bendanya dapat membuat mereka tunduk dan patuh seperti kerbau-kerbau tolol. Dau ketika hari itu Hok kauwsu lolos dan mereka menjadi sasaran kemarahan maka seharian itu tuan tanah ini berkaok-kaok.

Tapi Hok-kauwsu memang menghilang entah ke mana. Laki-laki ini telah merampas sejumlah besar uang Pin loya, yang diberikan Sien Nio itu tapi kini yang direbutnya kembali. Bahkan gelang dan perhiasan-perhiasan lain yang dimiliki Sien Nio ikut terbawa. Sien Nio sendiri langsung anljog. Tak punya apa-apa lagi. Lain dengan Pin loya yang meskipun kehilangan harta tapi masih punya uang dan sawah. Betapapun tak mungkin dia jatuh rugi. Harta yang dicuri Hok kauwsu itu tak seberapa baginya, kekayaannya terlalu besar.

Dan ketika Pin-loya di sana marah-marah dan mencaci anak buahnya maka di sini, di rumah baru itu Sien Nio menangis. Dia marah dan sakit hati sekali oleh perbuatan Hok-kauwsu itu. Dendam. Baru kali ini tertipu setelah susah payah dia mengumpulkan uangnya. Nyaris putus asa dan memaki-maki pula tukang pukul itu. Tapi ketika dia mengaca (bercermin) dan melihat dirinya masih muda dan cantik tiba-tiba Sien Nie menghentikan tangisnya. Dia masih punya modal Kecantikannya itu, kemudaannya itu. Kenapa menangis?

Hok kauwsu memang bangsat, tapi dia dapat mencari uang lagi dengan modal tubuhnya. Dengan keranuman dirinya yang masih segar dan molek. Dan ketika hari itu semua orang ramai membicarakan Hok-kauwsu, dan otomatis membicarakan dirinya pula maka Sien Nio yang ingin menghilangkan malu akhirnya minggat!

Gadis ini tak tinggal lagi di daerah Pin-loya. Menaruh harapan dan ingin mencari uang sebanyak-banyaknya. Tehnik dan pengalamannya selama ini membuat dia yakin akan masa depan, gampang mencari duit dengan menjual tubuhnya. Tak apa. Yang penting kesenangan dan kenikmatan hidup dapat dia nikmati. Asal berhati-hati saja agar tidak ditipu lelaki, seperti Hok kauwsu itu. Tapi ketika Sien Nio menerobos malam dan siap menuju ke kota mendadak Ban-centeng dan Goh-centeng itu menghadangnya!

"Sien Nio, kau mau ke mana?"

"Ah, aku mau pergi!" Sien Nio terkejut. Otomatis berhenti. "Kalian mau apa?"

"Hm, kami menantimu, Sien Nio. Kami curiga kau masih mendapat banyak sisa dari curian Hok kauwsu!"

"Ah, tidak. Aku tak punya apa-apa. Aku..."

Sien Nio disergap. Dia telah ditubruk dan ditangkap Ban-centeng, tubuhnya digerayangi, jari-jari tukang pukul itu kurang ajar meremas sana sini. Sien Nio menjerit jerit, ketakutan dan marah. Tapi ketika Goh centeng juga menerkamnya dan membungkam mulutnya akhirnya dua laki-laki itu mencari sisa uang yang mungkin ada di tubuh gadis remaja ini. Tapi apa yang mereka cari tak mereka dapatkan. Sien Nio memang kosong. Dia lagi tong pes, bokek, tak punya apa-apa. Dan ketika Sien Nio dilepas dan Ban-centeng mengumpat maka gadis ini dipegang kedua bahunya.

"Sien Nio, kau benar benar tak menyimpan sisa harta?"

Sien Nio melotot. "Kau telah menggeledah tubuhku, Ban centeng. Tak perlu kujawab lagi!"

"Tapi kau bisa menipu kami. Hok kauwsu mungkin telah mengajakmu bersandiwara dan sengaja berbohong!"

"Aku tak tahu, aku berani sumpah!"

"Kalau bohong?"

"Kau boleh bunuh aku, Ban-centeng!" Sien Nio menangis. "Kalian boleh cincang tubuhku sepuas hati!"

Bao Cwan percaya. Dia melihat Sien Nio menangis sedih, begitu sedih hingga boleh dibunuh kalau gadis itu bohong. Melihat perhiasan perhiasan Sien Nio juga lenyap dan Sien Nio memaki-maki Hok-kauwsu di sela tangisnya. Goh centeng juga mulai percaya. Tapi melihat Sien Nio tersedu sedu sementara tubuh gadis itu berguncang mendadak Goh centeng, menyeringai menunjukkan nafsu jalangnya.

"Ban Cwan, Sien Nio rupanya memang tak punya apa-apa. Dia mau pergi, bagaimana pendapatmu? Apakah kita bebaskan begitu saja?"

Ban centeng mengerutkan kening. "Aku kira begitu, Goh-twako. Tapi, hm..." tukang pukul ini pun menyeringai, melihat pandang mata temannya itu, mengerti. Tapi apakah Sien Nio tak memberikan tanda kenangan pada kita?"

"Ha-ha, akupun berpikir begitu, Ban Gwan. Gadis ini seharusnya tahu diri akan kebaikan kita!" dan mengelus gadis itu dengan pandang mata kurang ajar Goh Beng bertanya, "Sien Nio, kau mau kami bebaskan?"

"Tentu saja, bukankan aku tak punya apa-apa lagi?"

"Salah, kau masih mempunyai tubuhmu yang hangat ini, Nio nio. Bagaimana kalau kau melayani kami dan setelah itu kami bebaskan?"

Sien Nio tertegun. "Kalian mengancam?"

"Ah, tidak. Jangan kau marah, anak manis, Kami kedinginan malam ini. Kau mau pergi. Bukankah sebaiknya kita saling memberi tanda kenangan? Kami membebaskanmu dan kau memberi pelayanan kepada kami, Nio nio. Setelah itu masing-masing boleh urus pekerjaannya sendiri". "Hmm....!" Sien Nio sudah mengerti arti kata melayani ini.

"Berapa kalian mau bayar?" gadis itu bersinar-sinar, mulai membayangkan bahwa kali ini dia harus dapat duit. Dua tukang pukul ini dapat diperas.

Tapi Goh centeng yang terbelalak mendengar ini tiba-tiba tertawa. "Apa, kau masih minta bayaran? Bukankah pembebasanmu ini merupakan imbalannya?"

"Huh!" Sien Nio bersikap angkuh, jual lagak. "Kalau begitu pelayanan yang kuberikan tak istimewa, Goh-centeng. Ada uang ada servis!"

"Kalau begitu kami akan bersikap seperti Hok kauwsu!" Ban Benteng tiba-tiba berkata, menjengek. "Kau boleh saja minta duit, Sien Nio. Tapi setelah itu kami rampas kembali!"

Sien Nio terkejut. Goh centeng tertawa bergelak, berseru bagus mengomentari kata-kata temannya itu. Dan ketika Sien Nio tertegun dan Ban Cwan mencengkeram pundaknya tiba-tiba tukang pukul itu bertanya,

"Bagaimana kau masih mau minta uang?”

Sien Nio terisak. Untuk kedua kalinya ia ketanggor, harus mengakui apa yang dikata Ban centeng itu betul. Mereka dapat memberinya uang setelah itu merampasnya kembali. Sungguh kurang ajar, menyakitkan sekali. Dan ketika Goh-centeng juga mendengus dan sudah meraba kulit lehernya tiba-tiba tukang pukul ke dua itu mendesis.

"Nio nio, kau masih tak mau tahu keadaan dirimu? Kami berkuasa, kami pula yang menentukan apa yang ingin kami lakukan. Kau tinggal menurut atau menolak!"

"Dan menolak berarti mati," Ban Cwan tiba tiba menimpali. "Dan kami berdua dapat memperkosamu, Nio nio. Setelah itu kami buang mayatmu ke dalam hutan untuk menjadi santapan binatang buas!"

"Tidak!" Sien Nio menangis, tentu saja ketakutan. "Kalian boleh minta apa saja, Ban centeng. Aku akan melayani kalian kalau kalian minta. Biarlah tanpa uang, aku jangan dibunuh" dan Sien Nio yang sudah melepas bajunya memeluk Ban Cwan tiba-tiba menghentikan tangisnya. menggigil berbisik, "Ban-centeng, siapa yang harus kulayani dulu?"

"Aku!" Goh centeng tiba-tiba tertawa bergelak, melompat maju. Kau boleh layani aku dulu, Nio nio Setelah itu baru Ban Cwan!"

"Tidak," Ban Cwan mengerutkan kening. "Kita berdua bisa sama-sama dilayani gadis ini, twako. Tak perlu kita bertengkar karena. Sien Nio bisa melayani berbareng."

"Tapi..."

"Sudahlah, kita tak boleh ribut. Pertengkaran di antara kita hanya merugikan kita sendiri. Ayo kita bawa gadis ini ke gubuk... bret!" dan Ban-centeng yang sudah merobek baju Sien Nio hingga menyembulkan buah dadanya tiba-tiba membuat dua laki-laki itu beringas, Goh centeng tak membantah dan menganggukkan kepalanya, menunduk dan tertawa mencium bagian itu.

Sien Nio mengeluh tapi tak dapat berbuat apa-apa. Dan ketika Ban centeng menyeretnya dan Goh centeng juga tertawa menggerayangi tubuhnya dengan sikap tak sabar akhirnya gadis remaja ini dibawa ke gubuk di mana dia biasa melayani laki-laki, terpaksa menurut dan tunduk saja pada apa yang diminta dua tukang pukul itu Dan ketika pintu gubuk ditutup dan Ban Gwan serta temannya tertawa-tawa mempermainkan Sien Nio maka untuk malam yang sial itu Sien Nio melayani dua lelaki sekaligus.

Sien Nio menggigit bibir. Dia memang tak berdaya, tubuhnya sudah dibelejeti dan Goh-centeng maupun Ban Centeng juga melepas pakaian masing-masing. Dua lelaki itu tak malu-malu pula untuk telanjang bersama, mengadakan permainan menjijikkan di mana Sien Nio menjadi pelampias nafsu mereka. Tiada ubahnya seekor anjing betina yang dipermainkan dua anjing jantan, diseret ke sana sini dan Sien Nio harus melayani dua orang itu. Kasar dan tidak mengenal sopan. Tapi karena Sien Nio sendiri sudah dikenal sebagai remaja yang pandai melayani lelaki dan diapun sanggup melayani dua orang sekaligus maka jadilah ketiganya pemburu nafsu yang tidak kenal norma-norma susila.

Dan malam itu Ban-centeng serta temannya dibuat puas. Mereka kelelahan, Sien Nio menghibur dan membuat keduanya kehabisan tenaga. Dan ketika malam semakin larut dan Sien Nio diajak tidur di tengah-tengah mereka maka gadis remaja inipun tak dapat menolak dan kembali menekan rasa marah, masih menjadi gerayangan dua laki-laki itu sampai mereka terlelap. Sien Nio tentu saja tak dapat tidur karena sesungguhnya dia ingin cepat-cepat pergi.

Perbuatan Ban centeng dan Goh-centeng itu sesungguhnya membuat dia sakit hati. Kemarahannya bertumpuk. Dan ketika dua laki-laki itu tertidur dan napas mereka bagai babi mendengkur, mendadak golok yang tersisih di pinggang Ban-centeng membuat Sien Nio beringas. Dia terhimpit di antara dua lak-laki itu, tapi dapat menarik golok yang ada di pinggang Ban Cwan. Laki-laki inipun ngorok tak kalah keras dengan Goh-centeng. Dan Sien Nio yang berhati-hati melepaskan diri dari dua himpitan lelaki itu akhirnya berhasil turun dari pembaringan bambu.

Mata gadis ini menyorotkan dendam mengerikan. Kemarahannya sudah sampai di ubun-ubun, ditunda dan ditunda. Tak mendapat jalan keluar. Maka begitu sekarang merasa bebas dan golok itu membuat matanya bersinar mendadak pikiran setan merasuk di hati gadis remaja ini. Golok di ambil, dilolos perlahan-lahan. Dan begitu tercabut dan dua lelaki itu tetap mendengkur mendadak, seolah mendapat kekuatan gaib dan keberanian besar Sien Nio menghunjamkan golok itu ke dada Ban Cwan, tepat di jantung sebelah kiri!

"Crep... augh!"

Sien Nio gemetar. Ban Cwan berteriak ngeri oleh tikamannya tadi, tentu saja mengagetkan temannya yang seketika bangun dengan kaget. Tapi Sien Nio yang sudah mencabut golok dan menjadi nekat tiba-tiba kembali menusukkan golok ke dada kiri Goh centeng, tepat menghunjam jantung tempat yang diketahui dapat berakibat fatal bagi manusia. Dan persis Ban Cwan terguling roboh oleh tikamannya tadi maka Goh centeng yang juga masih layap-layap oleh kantuk yang sangat sudah menjerit pula menyusul temannya ini.

"Crep...!" Ujung golok itu tertinggal di dada Goh centeng. Sien Nio melihat laki-laki itu menggelepar, gagang golok bergoyang sementara Goh centeng mendelik. Darah menyemprot bagai pancuran. Sien No sendiri ngeri dan mengeluh kecil. Baru kali ini selama hidupnya membunuh orang, terbelalak dan mundur, hampir keserimpet tali Tucun yang melintang di tanah. Dan ketika Goh-centeng mengerang dan sadar akan apa yang terjadi tiba-tiba tukang pukul ini menuding Sien Nio.

"Kau... kau mau membunuh kami...?"

Sien Nio tak menjawab.

"Keparat, kubunuh kau, Sien Nio. Kau wanita iblis!" Goh-centeng menubruk maju, golok dicabut dari dadanya sendiri hingga darah menyembur, Sien Nio terpekik dan roboh terjengkang, roboh serdiri. Tapi baru Goh centeng melompat setengah jalan tiba-tiba tukang pukul itu mengeluh dan roboh seperti Sien Nio. Urat jantungnya pedot (putus), tertarik oleh gerakannya ini dan golok pun terlepas, jatuh di tanah. Perbuatannya itu justeru mempercepat kematiannya sendiri hingga tukang pukul itu terguling. Dan ketika Sien Nio bangkit terhuyung dan memandang laki-laki itu ternyata Goh-centeng telah tewas dengan nyawa putus pula.

"Aah...!" Sien Nio menggigil, mengusap keringat dingin dan tiba-tiba menangis ketakutan. Takut melihat mayat dua orang itu, mayat yang bergelimang darah. Dan ketika Sien Nio mengguguk dan perut ingin muntah tiba-tiba gadis ini memutar tubuhnya melarikan diri meninggalkan gubuk itu, terseok jatuh bangun menutupi mukanya, menangis sepanjang jalan. Tak sadar lagi bahwa dia menerobos kegelapan malam yang pekat, yang biasanya dia takuti itu.

Dan ketika keesokan harinya mayat Ban centeng dan Goh-centeng ditemukan orang maka gegerlah tempat tinggal Pin loya itu. Mereka tak mengira seujung rambutpun bahwa yang membunuh dua tukang pukul itu adalah Sien Nio. Menduga mereka baku hantam sendiri. Dan karena Sien Nio juga menghilang dari tempat itu dan orang tak menemukan jejaknya maka diambillah kesimpulan bahwa Goh-centeng dan Ban centeng saling bunuh untuk memperebutkan Sien Nio. Begitulah kesimpulan paling gampang!

Sien Nio dikenal orang sebagai biang penyakit. Maksudnya, biang penyakit bagi kaum lelaki karena gadis itu banyak menjadi rebutan, terutama di kalangan tukang pukul Pin-loya sendiri yang pernah mendapat "servis" dari gadis remaja ini. Harus mengakui bahwa gadis itu pandai menina bobokkan pria.Permainan cintanya demikian "syur" dan memabokkan.

Dan karena gadis itu banyak dimusuhi orang di samping menjadi incaran kaum hidung belang maka kepergian Sien Nio justeru dianggap menguntungkan orang-orang yang tidak menyenangi gadis ini, meskipun di pihak lain beberapa tukang pukul Pin Toya merasa sayang dengan kepergian gadis itu. Sayang karena mereka tak bakal dilayani gadis remaja yang pandai ini. Dan ketika Sien Nio menghilang dan tak pernah kembali lagi ke tempat itu maka orang-orang yang memusuhi Sien Nio justeru merasa girang!

Kemana gadis itu? Benarkah tak bakal kembali lagi ke tempat yang penuh kenangan ini? Orang memang tak tahu jawabannya yang pasti. Sien Nio memang meninggalkan tempat itu, malam itu juga melarikan diri menjauhi tempat celaka itu. Diam-diam telah merogoh kantong Ban centeng dan Goh-centeng untuk mengambil harta bendanya, duitnya, apa saja yang dapat dibawa, ketika mereka tertidur. Pikiran Sien Nio selalu pada benda-benda lahiriah itu untuk mencapai pemuasan nafsunya sendiri. Menganggap tanpa harta dunia, terutama uang, hidup tak bakalan bahagia.

Dan ketika pagi itu dia terseok seok menuju sebuah kota yang jauh dari tempat tinggal Pin loya, maka Sien Nio sudah memasuki Cun tien yang merupakan kota ramai. Di sini gadis itu melepas lelah. Mula-mula bingung, menuju sebuah kelenteng dan minta tolong para nikouw yang ada di situ. Diberi makan dan pakaian sekedarnya karena Sien Nio kelihatan compang camping. Pakaian dan harta bendanya dirampas Hok kauwsu.

Dan ketika dengan tersedu-sedu Sien Nio menceritakan nasibnya yang malang, yang bercerita bahwa dia ditipu seorang laki-laki dan kini disia-siakan hidupnya maka para nikouw (pendeta wanita) yang penuh welas asih itu menghibur Sien Nio. Gadis itu disuruh bekerja, membantu para nikouw dan merawat kelenteng. Diajar sembahyang dan segala apa yang berbau agama. Seminggu lamanya merasa betah karena Sien Nio merasa terlindung. Makan minumnya cukup.

Tapi ketika ketenangan batinnya mulai pulih dan rasa ngeri akan kematian Ban-centeng dan Goh centeng perlahan-lahan sirna dari lubuk hatinya maka watak dasar gadis remaja ini muncul. Sien Nio pada dasarnya keset (malas). Apalagi setelah dengan menjual diri dia merasa mendapat uang dengan mudah. Dua kesenangan sekaligus diperoleh. Uang dan s*x. Ditambah pengetahuan bergaul dengan macam-macam lelaki hingga dia menjadi matang sebelum waktunya. Dewasa sebelum cukup umur, masih enambelas tahun.

Tujuhbelaspun belum. Dan ketika seminggu itu dia disuruh bekerja di kelenteng dan imbalan yang ia dapat hanya makan minum melulu, tanpa uang, akhirnya gadis ini memutuskan pergi meninggalkan kelenteng itu. Dan keesokan harinya Sien Nio keluar tanpa pamit. Kepergiannya itu tentu saja mengejutkan In Swat Nikouw, kepala kelenteng. Apalagi ketika diketahui beberapa barang berharga di kelenteng itu hilang, seperti giwang emas dan beberapa perhiasan lain yang nyenthel (melekat) di patung Kwan Im, lenyap begitu saja padahal semalam masih utuh. Tentu saja dakwaan pada Sien Nio.

Tapi In Swat Nikouw yang geleng-geleng kepala dan welas asih ternyata mengucap puja puji sebagai pelampias dongkolnya. "Siancai, anak itu rupanya tak kenal aturan. Dididik sembahyang malah mencuri. Diberi makan malah memukul. Semoga Kwan Im Pouwsat (Dewi Kwan Im) mengampuni dosanya!"

Sien Nio tak mendengar omelan ini. Dia kembali memasuki kota, karena kelenteng In Swat Nikouw itu agak di pinggir. Memang benar ia mengantongi sejumlah perhiasan berharga yang diambilnya dari tubuh patung-patung di dalam kelenteng itu, dapat membedakan mana emas mana tiruan. Tentu saja tak doyan lagi tinggal dikelenteng itu karena kelenteng itu tak membawa kebahagiaan baginya. Atau lebih tepat, tak membawa kesenangan baginya. Kerjapun tidak digaji, belum makanan yang sayur-sayuran melulu, tanpa daging.

Padahal dia terbiasa makan enak seperti ayam dan daging babi, ditambah lagi makanan kaleng yang "wah" itu. Dan ketika dia meninggalkan kelenteng menuju pusat kota segera pikiran Sien Nio yang encer mencari akal. Memang sekarang gadis ini pintar. Otaknya jalan, mungkin karena pengalaman pengalaman hidupnya yang lalu, pahit getir kehidupan dan segala akal yang dia temukan dalam petualangannya itu, ngakali pria dan semakin haus pada uang dan benda-benda.

Maka begitu dia keluar kelenteng menuju keramaian kota maka yang dicari dulu oleh Sien Nio adalah pakaian-pakaian bagus yang mahal dan halus. Gadis ini tak punya duit. Gampang. Perhiasan yang dia serobot dari kelenteng dijual, laku dan uangnya dibelikan pakaian-pakaian baru itu. Pakaian dari In Swat Nikouw dibuang. Jijik memandangnya dia sekarang.

Dan ketika Sien Nio berobah sebagai gadis remaja yang cantik dan bersih maka akal panjangnya kembali diajak berpikir. Uang sedikit saja di sakunya. Sisa perhiasanpun tak banyak. Mau apa dia sekarang? Tentu sih nampang. Sien Nio butuh hidup dan makan. Dan karena dia mulai pandai mencari mangsa dan Kenal betul bagaimana ciri-ciri lelaki yang lagi haus diapun melangkahkan kaki dan memasuki restoran besar. Di sini dia pasang senyum, berlagak dan memesan hidangan dan makanan lain yang lezat.

Semuanya serba mahal tapi sudah diperhitungkan harganya, kira-kira tak akan membuat dia malu karena uang kurang. Dan begitu dia memasuki restoran itu dan tentu saja menarik perhatian karena dia seorang diri maka, tepat seperti yang diduga lelakipun mulai berdatangan. Dia berkenalan dengan seorang putera hartawan she Kiat, disusul teman-temannya yang lain yang memuji-muji Sien Nio. Gadis ini berlagak anak kota dan karena itu tampak manyala.

Dan karena putera hartawan itu kaya raya dan berkantong tebal tak pelak sejam kemudian Sien Nio sudah akrab dan tertawa-tawa bersama Kiat-kongcu (tuan muda Kiat) ini. Makan pun tak jadi bayar karena di Traktir Kiat kongcu. Sebentar kemudian terjadi transaksi dan Sien Nio menang. Pemuda itu berani membayarnya seribu tail, lima kali lipat daripada yang diberi Hok kauwsu.

Dan ketika mereka ke hotel dan Sien Nio melayani Kiat kongcu ini dengan servis yang aduhai akhirnya Kiat kongcu mabok dan tergila-gila pada Sien Nio. Dan teman-teman Kiat kongcu pun tak mau kalah. Mereka mencoba bahkan bersaing dan ada yang minta dilayani lebih dulu. Tentu saja pasaran Sien Nio naik dan "harga" gadis inipun tinggi. Yang minta dulu harus membayar dua kali lipat. Tak apa. Duit banyak. Dan ketika Sien Nio mulai dikenal dan hari demi hari pasaran gadis ini kian meningkat saja mendadak sebulan kemudian Sien Nio menjadi kembangnya Cun-tien hingga kembang-kembang alias pelacur di kota kalah tarif!

Sungguh beruntung. Sien Nio naik pamornya. Dia sudah dapat membuat rumah dan tentu tinggal sendiri, kian lama kian terkenal hingga langganan pun bertambah banyak. Hidup mewah dengan uang melimpah. Tapi ketika suatu hari datang seorang pemuda bopeng di mana waktu itu Kiat kongcu juga ada di situ mendadak sebuah pengalaman penting terjadi mengguncang Sien Nio, menyadarkan gadis ini.

Waktu itu Kiat kongcu dan teman temannya lagi bercanda dengan Sien Nio. Mereka mengelilingi gadis ini, minum minuman keras dan mabok sambil tertawa-tawa, mengeluarkan kata-kata tak keruan, terhuyung ke sana ke mari dan kata-kata kotorpun berhamburan. Maklum, mereka di layani Sien Nio yang setengah telanjang mempertontonkan tubuhnya. Paha dan dada menjadi incaran terutama gerayangan tangan pemuda pemuda itu, lima orang jumlahnya. Dan ketika Sien Nio terkekeh menggeliat sana-sini dan merasa geli oleh jari-jari lima orang pemuda itu mendadak pemuda bopeng itu muncul.

"Kau Sien Nio?"

Sien Nio terkejut "Kau siapa?"

"Aku Boen Sek. Kau Sien Nio, bukan?"

"Ya, ada apa?"

"Aku ingin menikmati belaianmu. Aku datang karena mendengar kabar tentang kehebatanmu melayani laki-laki. Aku ingin mencoba!"

"Huh!" Sien Nio tersenyum mengejek. "Kau buruk, muka bopeng. Aku tak biasa melayani orang-orang macam dirimu kecuali seperti Kiat kongcu dan teman temannya yang tampan ini!"

Pemuda itu mendadak marah. "Kau menghina..." katanya. "Bukankah uang yang kau cari? Aku dapat membayar seperti mereka. Kau harus melayani aku!" dan si bopeng yang maju ke depan tiba-tiba menyambar dan nenubruk Sien Nio.

Tapi Sien Nio mengelak, menjerit dan minta bantuan Kiat koogcu dan teman temannya itu. Tentu saja Kiat-kongcu juga marah. Kembang mereka diganggu. Dan ketika pemuda itu mengejar dan Sien Nio lari sana sini bersembunyi di belakang punggung Kiat kongcu dan teman-temannya akhirnya si bopeng ini harus berhadapan dengan Kiat korgcu dan teman-temannya itu. Mereka berkelahi, Kiat kongcu dan empat temannya menghajar, pemuda itu dikeroyok.

Dan karena si bopeng ini satu lawan lima akhirnya dia babak belur menerima bogem mentah. Si bopeng itu berteriak-teriak, mengancam dan menyebut-nyebut nama seorang pembesar. Sien Nio mengira itu gertakan kosong belaka untuk menaklukkan Kiat kongcu. Tapi karena Kiat-kongcu dan teman temannya lagi dipengaruhi arak dan mereka tertawa-tawa menghajar pemuda itu akhirnya si bopeng ini pergi dengan tubuh memar tak keruan, matang biru di sana-sini.

Dan Sien Nio lega. Dia mengira persoalan itu habis. Artinya, si bopeng tak akan mengganggu lagi dan dia dapat melayani Kiat-kongcu itu. Banyak uang dia dapat dari pemuda ini. Tapi ketika dua jam persoalan itu berlalu dan Sien Nio masih melayani lima pemuda ini dengan tubuh hampir telanjang mendadak sepasukan pengawal memasuki rumahnya membentak Kiat kongcu.

"Bocah she Kiat, Boen-taijin mencarimu...!"

Kiat kongcu dan teman temannya terkejut. Duapuluh pengawal tiba di situ, muka mereka bengis. Golok dan tombak dihunus telanjang hingga membuat Sien Nio ngeri. Kini mulai percaya bahwa si bopeng tadi rupanya tidak melancarkan gertak sambal. Dia memang belum mengenal dan karena itu juga memandang rendah si pemuda bopeng. Tapi Kiat kongcu dan teman-temannya yang masih mabok ternyata menghadapi pengawal ini dengan muka ketawa-tawa. Mereka itu terhuyung ke sana sini, dibentak tapi membalas makian pula pada para pengawal itu. Makian kotor.

Dan karuan saja sang komandan menjadi marah dan mengangkat lengannya tiba-tiba dia menyuruh tangkap lima pemuda itu, termasuk Sien Nio. Tentu saja membuat Kiat kongcu dan teman-temannya kelabakan, mereka dikeroyok dua puluh pengawal, digebuk dan dihajar. Tak lama kemudian pingsan dan diseret keluar, katanya menuju ke rumah Boen-taijin (pembesar Boen) dengan tubuh matang biru.

Sien No sendiri disertakan dan dibawa ke rumah pembesar itu. Dan ketika Kiat kongcu dan teman temannya disiram air dingin hingga mereka sadar dan Sien Nio terbelalak digelandang ke ruangan dalam dari gedung itu tiba-tiba mereka semua melihat si bopeng itu ada di sana, duduk dengan mata beringas memandang enam tangkapan ini.

"Ah, Boen kongcu...!" Kiat Lam, atau Kiat-kongcu itu terkejut. Sekarang dia sadar, berseru tertahan dan pucat memandang si bopeng itu, yang duduk di sebelah kiri seorang laki-laki gendut dengan kepala botak, kumisnya tipis dan panjang melilit seperti kumis tikus. Lucu tapi matanya sipit. Dan ketika Kiat kongcu dan teman-temannya tertegun maka si bopeng itu mendengus bangkit berdiri, marah memandang enam orang itu, terutama Kiat Lam.

"Bagus, kau sekarang tahu, Kiat Lam? Kau mau apa?"

Kiat Lam menggigil. "Maaf, aku... aku tak sadar, Boen-kongcu. Waktu itu kami mabok."

"Tapi kau membuatku matang biru. Kau mengeroyok bersama teman-temanmu ini!"

"Kami tak sengaja, kongcu. Harap ampunkan kami."

"Huh, begitu enak? Lihat ini!" Boen kongcu itu menunjuk kulitnya yang lebam. "Kalian harus menerima balasannya, Kiat Lam. Aku tak mau sudah biar bapakmu pun ke mari!"

"Tapi kami juga sudah dihajar, para pengawalmu sudah memberi hukuman!"

"Itu lain, Kiat Lam. Aku sendiri belum membalas sakit hatiku!" dan meminta sebuah cambuk yang besar dan kuat dari seorang pembantunya tiba-tiba pemuda ini menghampiri Kiat Lam, matanya demikian gembira dan buas. Dan ketika Kiat Lam ketakutan dan menggigil memandang si bopeng itu maka Boen-kongcu sudah menjeletarkan cumbuknya.

"Orang she Kiat, aku akan mencambukmu duapuluh kali, dan empat temanmu yang lain juga dua puluh kali hingga kalian menerima seratus cambukan...tar!"

Dan cambuk yang mulai menjengit menyengat kulit Kiat Lam tiba-tiba disambut pekik dan rasa kesakitan pemuda hartawan itu, menggeliat dan mengaduh ketika lawan mulai mencambuk, menghitung hitung hukumannya sementara teman teman Kiat Lam yang lain pucat dan terbelalak. Kiat Lam meritih rintih kena cambuk menjeletar berulang-ulang. Hitungan terus dianjutkan sementara pemuda she Kiat itu kian tersiksa. Minta ampun tapi tak digubris dan ketika hitungan berhenti pada cambukan kedua puluh dan baju serta kulit Kiat kongcu pecah-pecah akhirnya pemuda hartawan ini pingsan dan roboh terguling!

Sien Nio ngeri. Dia melihat pemuda she Boen itu melampiaskan dendamnya. Empat teman Kiat Lam yang lain sudah merintih, minta ampun sebelum di cambuk, ditonton para pengawal yang tertawa tawa seolah melihat pertunjukan menarik. Laki-laki gendut yang matanya sipit itu tersenyum senyum, melirik Sien Nio berulang-ulang dengan pandangan aneh. Sien Nio dibawa dalam keadaan hampir telanjang. Dan ketika empat pemuda yang lain tak digubris permintaan ampunnya dan masing-masing tetap mendapat hukuman cambuk duapuluh kali akhirnya empat pemuda itupun terkapar mandi darah di tangan Boen-koncu, pingsan.

Dan sekarang Boen kongcu itu memandang Sien No penuh ancaman, membuat Sien Nio gentar dan ngeri. Tapi ketika pemuda itu hendak menghampirinya dan Sien Nio mengambil keputusan berani tiba-tiba Sien Nio telah lari menjatuhkan diri berlutut di depan laki-laki setengah tua itu, laki-laki gendut yang kini dikenalnya sebagai Boen-taijin.

"Taijin, ampun. Tolonglah aku...!" Sien Nio sudah menangis, gemetar dan menggigil di depan laki-laki itu, yang diketahuinya secara diam-diam meliriknya dengan pandangan penuh nafsu. Pandang yang sudah dikenal Sien Nio sebagai pandang mata "ingin" dari seorang laki-laki.

Dan ketika Boen taijin terkejut dan Boen kongcu juga tertegun maka Sien Nio mengangkat dadanya itu memperlihatkan bukit kembarnya yang membusung, meratap, suara dibuat sedemikian rupa hingga laki-laki yang keraspun bakal luluh,

"Taijin, aku tak tahu apa-apa tentang pemuda itu. Kiat-kongcu memang salah, dia telah mendapat hukuman. Tapi aku tak ikut-ikutan. Harap taijin bantu aku melepaskan diri. Aku siap melakukan apa saja bila taijin menolong aku...!"

Sien Nio mengerling, sudut matanya demikian tajam sebentar membuka dan menutup, gerakan-gerakan yang membuat laki-laki bakal gemas dan terangsang. Apalagi buah dadanya diperlihatkan semakin jelas. Putih dan montok. Laki-lakipun pasti ngiler. Dan ketika Sien Nio mengiringinya pula dengan isak dan tangis yang serak-serak basah tiba-tiba Boen-taijin tersenyum dan tertawa.

"He-he, kau rupanya kembang yang selama ini kudeogar, Sien Nio. Kau yang tinggal di barat kota, bukan?"

"Benar."

"Dan kau menghina puteraku!"

"Tidak!" Sien Nio menukas. "Aku tidak menghina siapa-siapa, taijin. Aku tidak menghina atau merendahkan puteramu!"

"Tapi kau mengejeknya, kau mengatai puteraku buruk, bopeng!"

Sien Nio terkejut. Untuk ini memang ia tak dapat menangkis, Boen-kongcu sendiri ada di situ, terang tak dapat membantah. Tapi tak kehilangan akal menundukkan kepalanya Sien Nio pura-pura menyesal. "Maaf, aku menyatakan seperti apa kenyataannya, taijin. Aku tidak bermaksud menghina atau mengejeknya. Puteramu itu hendak memaksaku, dan aku menolak berdasar alasan itu. Kalau saja dia bersikap lembut dan halus seperti taijin ini tentu aku tak akan mengatainya seperti itu. Maaf...!"

Boen-taijin tertegun. Kata-kata Sien No ini mengumpaknya, dia dikata lembut dan halus. Satu pujian yang membuat dia bangga! Dan ketika dia tertegun dan Sien Nio mengangkat kembali mukanya maka gadis itu mendesah, suaranya lirih dan enak didengar.

"Taijin, setelah kau tahu semuanya ini apakah kau tak mau menolong aku? Aku tak bersalah, taijin. Tolong bebaskan aku dan aku akan membalas budimu. Suruh pergi anak dan para pengawalmu itu..!"

Sien Nio melempar kerling penuh arti, kerling yang cukup di mengerti pembesar ini dan Boen tajin menyeringai, tersenyum lebar. Dan ketika dia mengangguk dan Boen kongcu menghampiri tiba-tiba pembesar ini mengulapkan lengan.

"Siek-ji (anak Siek), gadis ini rupanya memang tak bersalah. Kau telah menghukum Kiat kongcu dan teman-temannya itu. Dia kubebaskan, tak perlu dihukum!"

Boen-kongcu terkejut. "Tapi dia telah mengata-ngatai aku, ayah. Aku harus membalas hinaannya itu!"

"Itu urusanku, aku dapat membuatnya bertobat!" dan Boen taijin yang tak mau dibantah dan sudah mengangkat lengannya tiba-tiba mengusir, memberi perintah pula pada para pengawalnya itu, "Bawa cecunguk-cecunguk ini, biar orang mereka datang ke mari!"

Boen kongcu dan para pengawal tak dapat membantah. Mereka tentu saja pergi, menyeret Kiat kongco dan teman temannya yang pingsan. Menunggu orang tua mereka datang dan minta ampun, tentu saja membawa uang sebagai syarat pembebasan. Boen taijin memang berkuasa.

Dan ketika malam itu Sien Nio berdua saja dengan pembesar ini maka Boen-taijin mendapat pelayanan istimewa dari gadis remaja ini. Sien Nio memberi servis yang melangit. Boen-taijin sampai tergila-gila dan mabuk dalam buaian Sien Nio. Anaknya mengumpat dan memaki bapaknya sendiri. Dia yang menawan tapi sang bapak yang menikmati. Dan ketika keesokan harinya Boen taijin tergolek kelemasan dan Sien Nio berhasil menina-bobok pembesar ini maka untuk berikutnya hari demi hari Sien Nio melayani pembesar ini.

Kian lama kian memabokkan hingga Boen taijin tak kuat kalau hidup tanpa Sien Nio, tentu saja memberi imbalan, tapi Sien Nio menampik (menolak) berkata bahwa itu adalah demi kegembiraan dan kebahagiaan Boen-taijin sendiri, demi cintanya pada Boen taijin. Dan ketika Boen-taijin tergila-gila dan melarang Sien Nio melayani laki-laki lain kecuali dirinya sendiri maka itulah kesempatan emas bagi Sien Nio yang sudah lama menanti-nanti kejadian ini.

"Ah, mana mungkin, taijin? Hamba butuh hidup dan makan. Hamba bisa mati kalau tak bekerja!"

"Kau tak perlu bekerja, kau tinggal saja di sini!"

"Tapi aku...."

"Sudahlah, kau kuambil sebagai isteri, Nio nio. Kau boleh tinggal di sini dan minta apa saja dariku. Kau tak boleh melayani laki-laki lain kecuali diriku seorang!" pembesar itu menyambar Sien Nio, menciumi dan tak habis-habisnya menikmati daun muda ini.

Sien Nio hampir terpekik dan tentu saja girang bukan main. Rencananya selama ini berhasil. Dia dapat menjadi isteri seorang pembesar, meskipun bukan isteri ke satu. Dan ketika Boen taijin terengah dan mendengus-dengus segera Sien Nio terkekeh dan tahu apa yang harus dia kerjakan. Bahwa saat itu dia "naik pangkat". Dari seorang pelacur menjadi isteri seorang pejabat. Dan karena Sien Nio pandai memainkan peranannya dan Boen-taijin berhasil ditundukkan luar dalam akhirnya Sien Nio berhasil menguasai pembesar itu dan banyak memainkan peranan penting dalam bidang-bidang pemerintahan pula. Hebat!

Tapi Sien Nio menghadapi masalah. Gadis ini bukannya berjalan tanpa rintangan. Tidak. Ada persoalan baru baginya, persoalan intern. Karena Boen Siek, putera Boen-taijin yang gagal dan kecewa pada gadis remaja itu mulai melawannya. Pemuda ini dibantu oleh ibu dan keluarga lain, tentu saja keluarga Boen-taijin yang benci pada Sien Nio dan mulai mengganggu. Mereka berbuat macam-macam, pokoknya bereaksi keras dan menentang kehadiran Sien Nio. Tentu saja tak senang dan sakit hati pada bekas pelacur itu. Menganggap Sien Nio biang penyakit dan harus disingkirkan.

Sien Nio terganggu juga dan tak tenang, betapapun yang dia hadapi adalah keluarga Boen taijin. Dan ketika gangguan ini meningkat dan kian tegang saja maka Sien Nio mengadukan masalahnya pada Boen taijin.

"Suamiku," demikian Sien Nio terisak-isak menangis, memanggil "suami" pada pembesar itu. "Aku hidup tak tenang, keluargamu mengancam dan pagi tadi memasang jebakan. Mereka memberikan minuman beracun. Inilah buktinyal" Sien Nio menunjukkan cawan, anggur yang hampir diminum tapi cepat diletakkannya kembali ketika mencium baunya yang aneh. Sudah curiga karena anggur itu pemberian A-len, pembantu isteri Boen-taijin atau ibunya Boen-kongcu. Tentu saja marah dan kini mengadukan persoalannya pada pembesar itu.

Dan ketika Boen-taijin terbelalak dan terkejut mengerutkan kening segera pembesar ini bertanya, "Siapa yang mau membunuhmu? Dari siapa kau dapat ini?"

"A-len, suamiku. Dia diutus isterimu pertama!"

Boen-taijin tertegun. Sebenarnya masalah ini tak banyak dia ketahui, perang dingin antara isterinya dengan Sien Nio jarang dia dengar. Tapi ketika Sien Nio melapor dan tentu saja dia terkejut oleh laporan ini segera Boen-taijin marah pada isterinya pertama itu. "Panggil A len, biar kubuktikan!"

Pelayan wanita itu dipanggil. A-len pucat, menggigil ketika menghadap majikannya. Dan ketika Boen-taijin bertanya dan dia mengaku bahwa itu dari pemberian lo-hujin (isteri tua) dan dia disuruh menyerahkan pada Sien Nio dan meletakkannya di meja agar diminum gadis itu maka pembesar ini terbelalak ketika Sien Nio berkata,

"Suruh dia minum, suamiku. Biar kau buktikan benarkah omonganku atau tidak. Panggil juga isterimu itu, suruh lihat apa yang terjadi!"

"Tidak..." A-len berseru. "Aku tak tahu menahu persoalan ini, taijin. Aku tak mau minum...!" pelayan itu ketakutan, jelas sudah tahu bahwa minuman itu beracun, terbukti dia menolak.

Dan Sien Nio yang tentu saja gusar melihat ini tiba-tiba mencengkeram pelayan itu. "A-len kau harus minum. Taijin harus tahu hasil perbuatanmu!"

"Tidak... ampun, hujin... ampun. Aku tak mau. Biar lo-hujin saja yang merasakan minuman itu...!"

"Kalau begitu panggil dia ke mari. Cepat!"

A-len mengangguk. Dia lari tergesa-gesa, pucat mukanya melebihi kertas. Begitu takut dia ketika dia tiba di ruang lain dan memberi tahu majikannya tiba-tiba di sini dia ditampar.

"Keparat, kau bodoh, A-len. Siapa suruh kau mengaku? Jahanam kau, tolol kau... plak plak!" dan A-len yang jadi korban di tempat ini akhirnya di panggilkan Boen kongcu itu, ibunya marah-marah. Memaki dan menghajar pelayan ini berulang ulang, A-len mengaduh. Dan ketika Boen kongcu bingung dan juga marah karena ibunya dipanggil tiba-tiba pemuda ini mencari seorang pengawal.

"Bunuh dia, pelayan itu bodoh!"

Sang pengawal tertegun. Saat itu lo-hujin masih mencaci pelayannya ini habis-habisan, Boen kongcu sebagai putera Boen taijin memberinya perintah yang berat. Dia harus membunuh pelayan itu. Tapi karena persolan intern selalu membingungkan pihak luar dan pengawal itu jelek-jelek menghadapi tuan mudanya sendiri akhirnya A-len dibacok dan tewas di tempat itu juga.

Dan Sien Nio serta Boen-taljin tiba-tiba muncul, melihat peristiwa ini, tak sabar menanti datangnya lo-hujin. Tentu saja dua orang itu terkejut. Dan juga terkejut ketika yang di dalam ruangan itu melihat kedatangan Boen-taijin maka Sien Nio marah-marah kehilangan saksi. Disini mereka bertengkar, ribut mulut. Sien Nio menuduh tapi lo-hujin menangkis. Ramai dan gaduh seperti pasar kemalingan. Dan karena saksi tunggal dibunuh dan lo-hujin menyatakan diri tak bersalah dan balik menuduh Sien Nio mencari gara gara.

Mendadak Sien Nio menampar wanita itu, di depan Boen-taijin! Tak pelak, keributan semakin menjadi. Lo-hujin membalas, naik pitam dan juga menggampar Sien Nio. Dua-duanya tiba-tiba berkelahi dan saling pukul. Masing-masing sama berteriak-teriak. Begitu ribut dan mengejutkan, suasana menjadi geger.

Tapi lo-hujin yang mendapat bantuan dari anak dan saudara-saudara yang lain tiba-tiba mengeroyok Sien Nio, membuat gadis itu menjerit-jerit dan histeris dikerubut sana sini. Tentu tewas kalau Boen-taijin tidak ikut campur, menyuruh pengawal melerai dan menarik mereka satu persatu. Dan ketika dengan menangis tersedu-sedu Sien Nio dibawa pembesar ini akhirnya Sien Nio minta cerai kalau Boen Taijin tidak menceraikan isteri tuanya itu!

"Aku tak sudi. Aku tak mau kalah dengan tua bangka itu, suamiku. Kalau kau memberatkan dia lebih baik aku pergi dari sini atau kau menceraikan isterimu itu!"

Boen-taijin bingung. Sebenarnya, dia berat menceraikan isteri tuanya itu. Bukan apa-apa, masalahnya karena isterinya itu adik dari Liem-taijin yang menjadi gubernur di Shen si, jadi kakak isterinya itu orang berpangkat yang tentu saja jauh di atasnya. Tentu gawat kalau dia menuruti permintaan Sien Nio. Tapi karena dia sudah tergila-gila pada gadis ini dan hilangnya Sien Nio melebihi hilangnya nyawa sendiri akhirnya dengan membuta Boen-taijin memenuhi permintaan ini. Dan benar. Gawat yang dikhawatirkan itu timbul. Urusan berbuntut panjang. Boen-taijin mendapat macam-macam gangguan yang tidak enak, semuanya karena Sien Nio.

Mula-mula dipindah, istilah halusnya dimutasikan. Kemudian dipindah lagi ke tempat yang lebih rendah dan dipindah lagi ke tempt terpencil. Tentu saja kekuasaannya ikut mengecil dan "surut". Boen-taijin tak dapat berbuat apa-apa. Atasan lebih kuasa dari padanya. Dan ketika setahun kemudian gangguan itu masih datang juga padanya dan dia dianggap tidak becus akhirnya terang terangan Boen-taijin dipecat!

Jadilah laki-laki ini merana. Dia tak mempunyai apa-apa lagi. Kekuasaannya surut dan kian surut saja. Kekayaan dan jabatannya tinggal kenangan saja. Sien Nio mulai menjauh dan semakin menjauh. Dan ketika dia dipecat dan semua harta bendanya habis tiba-tiba Sien Nio meningalkannya dan entah pergi ke mana. Sial!

Sien Nio memang tak dapat dipercaya. Kemana gadis ini pergi? Dan apa sebenarnya yang dia inginkan? Sederhana saja. kekuasaan! Dulu, ketika masih di Cun-tien dan berkenalan dengan Kiat-kongcu dan teman-temannya itu memang yang dikejar gadis ini adalah uangnya. Tapi setelah Kiat-kongcu dihajar Boen Siek dan Boen-taijin ikut bicara tiba-tiba sesuatu yang mengejutkan datang menyadarkan gadis ini.

Uang, betapapun banyaknya tanpa kekuasaan tiadalah berarti. Lihat saja Kiat-kongcu itu. Lihat saja teman-temannya yang lain. Karena begitu kekuasaan datang dan menindih uang tiba-tiba saja apa yang dinamakan "uang" itu kalah wibawa dan nyaris hancur. Ada sesuatu yang lebih kuat ketimbang uang itu. Dan sesuatu itu adalah kekuasaan. Buktinya, meskipun Kiat wangwe (harta wan Kiat), ayah Kiat-kongcu itu memiliki banyak uang dan hidup berlimpah di kotanya tapi tetap saja dia harus tunduk pada Boen-taijin.

Boen taijinlah yang lebih berkuasa. Pembesar itu dapat mengemudikan isi kotanya sesuai keinginan sendiri termasuk setiap penduduknya yang dianggap tidak menurut. Gampang saja dicap ini itu atau bahkan pemberontak. Dan karena Boen-taijin orang kuasa dan yang namanya kuasa memang dapat melakukan segalanya dengan sesuka hati maka kesadaran tentang inilah yang didapat Sien Nio.

Gadis ini mulai berkembang pikirannya. Dia melihat siapa yang berkuasa tentu memiliki dua hal. Satu kekuasaan dan yang ke dua adalah kekayaan, keduniawian, harta benda yang berlimpah dan makan minum yang tak habis dinikmati tujuh turunan. Sungguh jauh lebih hebat dibanding uang sendiri. Karena orang kaya belum tentu berkuasa.

Tapi orang yang berkuasa pasti sekaligus juga orang kaya. Ini fakta! Kenapa dia memburu uang saja? Tidak, dia harus melangkah lebih jauh. Jadi orang kaya tetap di bawah orang berkuasa. Maka lebih enak menjadi orang berkuasa daripada orang kaya. Dan Sien Nio yang mendapat ke sadaran ini dan mengangguk-angguk penuh gembira akhirnya mulai mengincar apa yang dinamakan kekuasaan ini.

Jadilah Sien Nio menempel Boen-taijin, kita telah melihat itu. Dan Sien Nio yang berhasil menguasai pembesar ini luar dalam akhirnya mengenal pula cara-cara pemerintahan. Dia ikut mengatur ini-itu, menguasai ini-itu. Tapi karena di atas Boen-taijin masih ada lagi yang lebih berkuasa, akhirnya Sien Nio menghadapi kenyataan itu. Sampai Boen-tajin dipecat. Sampai pembesar itu jatuh rudin dan hancur segala-galanya.

Dan Sien Nio yang tentu saja tak mau menempel pembesar itu setelah Boen-taijin jatuh lalu meninggalkan pembesar itu untuk berpetualang lebih jauh. Dia sekarang mempunyai titik buruan. kekuasaan!. Karena dengan kekuasaan dia akan memiliki segala-galanya. Dan Sien Nio yang sudah berbekal berbagai pengetahuan tentang hidup dan kehidupan akhirnya mencari korban baru. Siapa? Fang-taijin!!

Fang,taijin ini adalah gubernur Ho-peh, sebelah tenggara Shen si. Jadi lebih berpangkat di banding Boen-taijin, yang hanya kepala daerah tingkat dua, bukan propinsi. Dan Sien Nio yang meninggalkan suaminya mendatangi Hu-peh akhirnya berhasil memelet gubernur itu. Maklum, Sien Nio mengetahui bahwa laki-laki, sebagian besar memang doyan perempuan.

Kebanyakan lelaki begitu. Mereka suka wajah cantik. Mereka mudah dirobohkan imannya. Asal wanita itu pandai dan pintar melayani lelaki tentu lelaki gampang ditundukkan seperti kerbau dicocok hidungnya. Itulah pengetahuan Sien Nio tentang lelaki. Dan Sien Nio yang berhasil menemui gubernur ini dan memikat hatinya akhirnya berhasil menundukkan Fang-taijin ini. Jadilah Sien Nio diambil selir. Tak apa. Barangkali kodratnya memang harus menjadi selir melulu.

Dan Sien Nio yang mengerahkan semua kepandaiannya menundukkan gubernur itu akhirnya menjadi selir paling disayang dan dicinta pembesar ini. Tapi Sien Nio melihat kenyataan baru lagi. Di atas gubernur itu masih ada kaisar. Kaisarlah orang paling berkuasa di negara itu. Dan karena Sien Nio memburu kekuasaan dan gadis itu ambisius sekali akhirnya dengan segala akal dan bujuk rayu dia mengalihkan perhatiannya ke sini.

Dulu dia gadis desa. Lalu mulai merasakan kesenangan setelah berhubungan dengan Hok-kauwsu. Uang berlimpah tapi Hok-kauwsu merampasnya kembali. Kemudian dia bertemu Kiat kongcu. Menjadi pelacur dan banyak digilai lelaki. Dan setelah pengalaman demi pengalaman menjadikan dia bintang dan setahun menjadi isteri Boen-taijin memperkenalkannya pada bidang-bidang pemerintahan maka tentu saja Sien Nio sekarang lain dengan Sien Nio dulu.

Sien Nio sekarang sarat dengan pengetahuan. Gadis ini ternyata cerdas. Akalnya jalan dan pikirannya hidup sekali. Diberi tahu sepatah dia sudah menangkap sepuluh patah. Itulah Sien Nio. Dan ketika dia melihat bahwa di atas Fang taijin masih ada yang lebih atas lagi dan kaisar merupakan orang paling "top" yang harus diincar akhirnya ke sinilah titik buruan Sien Nio diarahkan. Apa yang dilakukan? Akal cerdik.

Sien Nio mrlihat bahwa enam bulan sekali suaminya itu menghadap kaisar. Melapor ini itu karena kaisar ingin melihat perkembangan daerahnya Tentu saja berdebat karena dia ingin ikut, menyatakan pikirannya dan tentu saja membuat Fang taijin heran, menolak. Perempuan tak usah ikut-ikut dan biar lelaki yang berurusan. Tapi Sien Nio yang merengek memeluk Fang taijin berkata menggetarkan sukma,

"Kau salah, jelek-jelek aku bukan perempuan seperti kebanyakan perempuan lain, taijin. Bukankah kau tahu sedikit atau banyak aku dapat membantu dalam bidang pemerintahan? Aku ingin kekota raja, aku ingin ikut kau ke sana untuk melihat-lihat!"

"Ah, melihat apa? Aku bukan melakukan perjalanan santai, aku ke kota raja untuk melapor pada kaisar!"

"Itulah, aku juga ingin melihat wajah kaisar, taijin. Aku ingin tahu istana dan segalanya yang ada di situ."

"Tidak, kau perempuan. Kau tak usah ikut! nanti aku repot!"

"Repot apa? Aku tak menyusahkanmu, aku dapat melakukan apa yang kuperlukan sendiri. Kau boleh menghadap kaisar dan aku melihat lihat taman istana."

"Tidak, nanti aku terganggu, Sien Nio. Lebih baik kau di rumah saja dan tunggu aku sampai pulang...!"