Pedang Medali Naga Jilid 25 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 25
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
"DIA memang iblis!" Ceng Bi tiba-tiba melengking, memotong kalimat Sin Hong dan mengejutkan semua orang. Dan belum Sin Hong mencegah ibunya maka wanita ini telah melompat ke depan dengan muka merah padam. "Kun Houw, beri tahu kepada kami apa kesalahan suamiku kepadamu. Dulu kau datang dengan tudingan suamiku membunuh ibumu. Sekarang, setelah kau tahu duduk persoalan sebenarnya apalagi yang kau maui? Benarkah suamiku membunuh ibumu? Kalau tidak, alasan apalagi yang kau bawa untuk memusuhi suamiku? Dosa apakah yang dia perbuat kepadamu hingga kau menusuhi ayah kandung sendiri?"

Kun Houw pucat. Dia terbelalak oleh berondongan yang berapi-api dan isteri nomor dua Pendekar Gurun Neraka itu, ibu tiri, putri Ciok thouw Taihiap Souw Ki Beng yang terkenal galak dan keras, psrsis mendiang ayahnya yang baru tewas ditangan Hun Kiat itu. Dan Kun Houw yang tentu saja tak dapat menjawab pertanyaan ini seketika mcnjublak dengan muka tertampar.

Benar. Kesalahan apalagi yang dilakukan Pendekar Gurun Neraka secara pribadi kepadanya? Bukankah justeru dia yang melakukan kesalahan berulang-ulang? Pertama, dulu dia menuduh dan membenci pendekar ini karena disangka membunuh ibunya, ibu angkat yang dulu disangka ibu kandung. Yakni Bwee Li yang ternyata bekas selir raja muda Yung chang itu. Jadi dia salah alamat dan seharusnya minta maaf.

Tapi, belum dia melakukan itu tahu-tahu dia terlibat dalam kesalahan kedua. Menghadapi pendekar ini sebagai musuh ketika mereka bertemu di Wu-kian, ketika pertempuran berkobar hingga Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin tewas. Lalu, belum juga dia menebus semuanya itu sekarang untuk ketiga kalinya dia datang untuk menangkap Pendekar Gurun Neraka. Padahal, secara pribadi pendekar itu tak mempunyai kesalahan sedikiipun juga. Tak ada urusan hingga harus dikejar-kejar secara pribadi! Jadi bagaimana dia harus menjawab ibu Sin Hong yang marah itu? Dan apa pula yang harus dijawabnya?

Kun Houw terpukul. Sesungguhnya dia memang terjebak dalam nasib yang amat buruk. Kesialan yang membawa dia pada buntut yang panjang. Gara-gara pertempuran dengan Ok-ciangkun dulu. Pertaruhannya yang gagal! Dan Kun Houw yang tertegun tak dapat menjawab tiba-tiba merasa hatinya sakit bukan main. Pedih dan ingin menangis. Tapi Kun Houw yang gemetar menahan diri memejamkan mata. menggigit bibir kuat-kuat. Tak mau memberi tahu apa yang sesungguhnya menyebabkan dia memusuhi ayahnya serdiri. Tak mau memberi tahu bahwa sesungguhnya dia sendiri terjebak oleh Ok ciangkun. Dimana sebagai seorang jantan dia harus menepati janjinya, membantu panglima itu. Setahun! Dan Kun Houw yang tiba-tiba berkeringat mukanya mendadak kelu tak dapat menjawab.

Tapi Kui Hoa melangkah maju. Dia tahu apa yang menyulitkan pemuda ini, maklum bahwa Kun Houw diremas-remas perasaannya dan hancur menghadapi berondongan Ceng Bi. Maka mengedikkan kepala membela kekasihnya dia berkata, "Kun Houw datang bukan untuk pribadi, hujin Tapi sebagai utusan ayahku yang datang mewakili urusan kerajaan. Ini urusan pemberontak, bukan perorangan!"

"Hm, dan kenapa Kun Houw harus membantu ayahmu? Bukankah karena kesesatannya berpikir?" Ceng Bi menjengek. "Kelompokmu adalah kelompok manusia-manusia busuk, bocah ingusan. Tak perlu membela Kun Houw kalau dia bersalah!"

Kui Hoa marah. "Kun Houw membantu bukan karena kesesatannya berpikir, hujin. Justeru menunjukkan kegagahannya sebagai seorang jantan. Dia kalah bertaruh dan karena itu menepati janji taruhannya!"

Ceng Bi melengah. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang mendahului bertanya mengerutkan keningnya, "Janji taruhan tentang apa, nona? Apa maksudmu?"

Kui Hoa ganti menjengek. "Kun Houw kalah bertaruh dengan ayahku, Pendekar Gurun Neraka. Mereka mengadakan pertandingan dimana yang kalah harus tunduk pada yang menang. Dan Kun Houw kalah. Maka dia menepati janjinya dan membantu karena tak mau menjilat kata-kata sendiri"

Pendekar Gurun Neraka tertegun. Dia dan semua orang yang ada di situ terbelalak. Dan Pendekar Gurun Neraka yang menghela napas diam-diam memaki panglima she Ok itu. Maklum telah terjadi sesuatu yang telah diatur. Bahwa ada semacam rencana dari panglima itu yang memang sejak mudanya telah memusuhi dirinya. Tapi tersenyum dan mengangguk-angguk pendekar ini memandang Kun Houw, melihat bahwa kegagahan pemuda ini telah "diperalat" Ok-ciangkun, yang cerdik dan memang berbahaya. Dan prihatin memandang puteranya dari mendiang iblis betina Tok-sim Sian-li ini Pendekar Gurun Neraka bertanya.

"Benar yang dikatakan gadis ini, Kun Houw? Kau terikat janji pertaruhan dengan panglima itu?"

Kun Houw mengangguk, segan dan berat.

"Seumur hidup?"

"Tidak, hanya setahun."

"Dan kau tetap ingin menangkap aku?"

Kui Hoa melengking. "Itu adalah tugas utamanya, Pendekar Gurun Neraka. Karena itu bersiaplah dan tak perlu banyak bicara lagi!"

Tapi Bi Lan melompat maju. "Setan perempuan, tak gampang Kun Houw mau menangkap ayah. Masih ada aku yang siap menghajar kalian!"

Kui Hoa terkejut. "Kalian mau mengeroyok?"

"Cih, siapa main keroyok? Seorang diri cukup bagiku merundukkan kalian, siluman betina. Maju dan cabutlah pedangmu!"

Kui Hoa melompat mundur. Mukanya merah mendengar tantangan ini, tapi melirik adiknya yang ditangkap Sin Hong dia menjadi ragu.

Dan Bi Lan mengejek. "Kau takut?"

Kui Hoa marah. "Siapa takut? Tapi supaya hatiku tenang bebaskan dulu adikku itu. Kita bertanding agar yang lain tak berbuat curang!"

Bi Lan tertawa melalui hidung. "Adikmu tertangkap karena kepandaiannya masih rendah, siluman betina. Kalau minta dibebaskan sebaiknya kau minta maaf dulu. Kami tak akan menekan pihakmu dengan tertangkapnya adikmu itu di tangan kami!"

Kui Hoa naik darah. Dia tersinggung, dan tak sudi meminta maaf tentu saja, dia mencabut pedang dan langsung maju ke depan. "Bagus, kalau begitu biar kurobohkan kau dulu bocah bermulut besar. Aku percaya kegagahan kalian yang tak akan mempergunakan adikku sebagai alat mencapai kemenangan!"

Tapi Kun Houw yang berhasil menindas kegugupannya menggoyang lengan. "Nanti dulu. Tahan, Kui Hoa....!" dan menghadapi semua orang dengan sikap yang keras Kun Houw memandang lawan utamanya. "Sebaiknya kau maju saja. Pendekar Gurun Neraka. Aku siap menghadapimu dan yang lain tak perlu ikut campur!"

Pendekar Gurun Neraka tersenyum, senyum pahit. "Kau yakin anak isteriku tak akan membela, Kun Houw? Aku tidak takut. Tetapi mereka tentu juga tak akan membiarkan!" dan Bi Lan yang melintangkan pedang dengan gagah melindungi ayahnya berkata,

"Benar, kau tak dapat menghadapi ayah sebelum menghadapi aku. Kun Houw. Betapapun kami tak akan tinggal diam melihat kau menantang ayah!"

Dan Sin Hong juga maju ke depan, mengerutkan keningnya. "Dan kau tak mungkin menghadapi ayah kalau aku di sini, Houw-ko. Kami semua tak akan membiarkan kau menangkap sesuka hatimu. Sebaiknya kau minta ampun saja atau pergi baik-baik."

"Hm!" Kun Houw gemetar. "Kalau begitu siapa maju dulu? Kaukah Sin Hong?"

Sin Hong mengangguk. "Boleh, demi baktiku pada ayah, Houw-ko. Kalau kau ingin kita bertempur aku siap melayaninya!"

Tapi Bi Lan melengking. "Sebaiknya kau mundur dulu, Hong-ko. Masih ada aku di sini. Biar kuhajar dia!" dan Bi Lan yang memasang kuda-kuda di depan Kun Houw dengan mata berapi-api sudah siap untuk bertanding penuh kemarahan.

Tapi Kui Hoa sekarang menyentuh lengan kekasihnya. "Houw-ko, setan perenpuan ini sebaiknya tak perlu kaulayani. Tenagamu diperlukan untuk yang lain. Kau berikanlah dia kepadaku dan mundurlah!" lalu, tak memberi kesempatan Kun Houw membantah Kui Hoa sudah menerjang ke depan menusuk tenggorokan lawan.

"Yap Bi Lan, kau terimalah seranganku!"

Bi Lan mendengus. Dia bermaksud menantang Kun Houw, tapi melihat Kui Hoa menyerangnya dengan pedang menusuk cepat mau tak mau dia mengelak dan menangkis dengan pedangnya pula.

"Trang!"

Dua gadis itu terhuyung. Mereka sama-sama tergetar, terbelalak dan marah memandang lawan. Tapi Kui Hoa yang sudah memekik tinggi tahu-tahu melompat dan menerjang kembali, mainkan ilmu silat pedangnva yang disebut Jeng-ging-toat beng kiam-sut (Silat Pedang Seribu Pelangi Mencabut Nyawa), ilmu pedang yang dipelajari dari ayahnya dan berasal dari nenek iblis Mo-li Thai houw, hebat dan bergulung naik turun bagai pelangi yang berkelebatan menyambar-nyambar. Dan Bi Lan yang harus berlompatan ke sana ke mari membelalakkan matanya tiba-tiba terdesak mundur.

"Bi Lan, pergunakan Cui-mo Kiam-sut (Silat Pedang Pengejar Iblis)....!"

Bi Lan mengangguk. Ia sudah membentak dan memutar kakinya, menggeliatkan pinggang dan menangkis satu tusukan yang mengarah dadanya. Dan ketika dua pedang terpental dan sama mengeluarkan bunga api tiba-tiba Bi Lan balas menyerang dan melengking tinggi. Dan begitu dia bergerak memutar pedangnva tahu-tahu Jeng ging-toat-beng-kiam-sut menghadipi satu gulungan sinar yang menyambar tak putus-putusnya, bergerak bagai air yang mengalir tiada henti, bertubi-tubi mengimbangi Kui Hoa. Dan ketika Bi Lan mengerahkan ginkangnya pula maka tiba-tiba saja bayangan gadis ini lenyap dibungkus putaran pedangnya.

Kui Hoa terkejut. Dia melihat lawan mendesak dan menekan, gencar melakukan serangan dan tak kalah hebat dengan Jeng ging-toat-beng-kiam-sut yang dia miliki. Dan karena lawan mengerahkan ginkang untuk mempercepat putaran pedangnya hingga lenyap di balik gulungan pedangnya terpaksa Kui Hoa membentak dan mengerahkan pula ilmu meringankan tubuhnya. Puteri Ok-ciangkun ini tak mau kalah. Dan begitu dia mengbentak dan menambah kecepatannya tiba-tiba dua orang gadis itu sama lenyap di balik gulungan pedang yang menyambar-nyambar.

"Bagus, kita mengadu kepandaian secara adil siluman betina. Jangan beralasan lagi kalau aku berhasil merobohkanmu!"

Kui Hoa memekik. "Tak perlu cerewet, setan perempuan. Aku mengharap kau tak dibantu orang tuamu kalau kalah!"

Keduanya sudah bertanding lagi dengan gencar. Kui Hoa dan Bi Lan sama-sama menggerakkan pedang dengan hebat, menusuk dan membacok dengan jurus-jurus terampuh. Dan ketika pertandingan meningkat dan Bi Lan melancarkan satu tikaman beranting dengan jurus yang disebut Sin-kiam-hoan sin (Pedang Sakti Membalikkan Tubuh) tiba-tiba Kui Hoa dibabat pundaknya oleh pedang yang tajam.

"Bret!"

Bi Lan terbelalak. Dia melihat lawan terhuyung mundur, robek baju pundaknya namun tidak terluka. Dan ketika dia membentak dan kembali menyerang dengan satu tusukan cepat ke dada lawan dan pedang mental tak dapat menusuk tiba-tiba Bi Lan terkejut dan sadar bahwa lawannya ini kebal.

"Hoat-lek kiam-ciong-ko...!"

Kui Hoa tertawa mengejek. Dia memang mempergunakan ilmu kebalnya itu, melindungi diri hingga kebal terhadap semua senjata tajam. Dan ketika lawan bertubi-tubi menyerang dan semua serangannya mental bertemu badannya tiba-tiba Bi Lan ganti terdesak oleh jurus-jurus serangan pedangnya yang ganas dan berbahaya.

"Kau tak dapat mengalahkan aku, setan perempuan. Pedangmu terlampau tumpul dan perlu diasah lebih tajam!"

Bi Lan marah. Dia melengking tinggi oleh ejekan ini, melompat ketika pedang lawan menyambir tenggorokannya. Dan ketika pedang lewat dan Kui Hoa belum memperbaiki posisinya tiba-tiba dia menendang pedang di tangan lawan dengan putaran tumitnya.

"Plak!"

Kui Hoa terkejut. Dia berseru keras ketika pedang terlepas dari tangannya, terlempar di udara. Tapi berjungkir balik mengejar senjatanya dia berhasil merebut kembali dan membentak marah. Lalu berteriak dan balas menyerang Kui Hoa mulai membantu serangan pedangnya dengan tamparan-tamparan tangan kiri, melakukan pukulan-pukulan Gin kong jiu karena maklum akan kelihaian puteri Pendekar Gurun Neraka ini, yang sudah didesak namun masih berbahaya dan mampu melepaskan pedangnya. Dan begitu Kui Hoa membentak dan membantu serangannya dengan pukulan pukulan tangan kiri ini tiba-tiba Bi Lan mundur-mundur dan menggigit bibirnya.

Sebenarnya, kalau Kui Hoa tidak memiliki Hoat-lek-kim ciong ko itu sudah sejak tadi ia dapat merobohkan lawannya ini. Sejak pertama kali pedangnya membabat pundak lawannya itu, yang ternyata hanya merobek baju saja dan tak dapat melukai. Dan karena bingung dan gemas belum mendapat jalan keluarnya akhirnya Bi Lan mundur-mundur dan sengaja mengelak semua serangan lawan, memeras otak mencari akal bagaimana dia dapat mengalahkan musuhnya ini. Dan Kui Hoa yang mengira lawan berhasil diteter berkali-kali mengejek dengan muka girang.

Tapi Kun Houw justeru mengerutkan kering. Dia melihat apa yang tak dilihat kekasihnya. Melihat bahwa sebenarnya Bi Lan sengaja mengelak dan berlompatan ke sana ke mari untuk mencari "lubang", bukan terdesak benar-benar karena kalah pandai. Dan Kun Houw yang tertarik oleh pertandingan adu pedang dua orang gadis ini tiba-tiba tersedot perhatiannya untuk mengukur mana sebenarnya ilmu pedang mereka yang paling hebat. Dan Kun Houw diam-diam tercekat. Dia melihat Cui-mo Kiam-sut yang dimainkan Bi Lan memiliki teknik yang lebih tinggi, lebih "bersih" dan lebih kuat.

Sementara Jeng-ging-toat beng kiam-sut yang dimainkan Kui Hoa lebih garang tapi kalah tehnik dibanding Cui-mo Kiam-sut, jadi berarti warisan Mo i Thai-houw itu kalah unggul. Tapi, karena Kui Hoa memiliki Hoat-lek kim-ciong-ko yang hebat dan luar biasa itu maka kelemahan pedang di tangan gadis ini tertutup oleh ilmu kebal yang membuat lawan bingung tak dapat melukai. Dan itu dialami Bi Lan.

Gadis ini memang bingung dan penasaran bukan main, marah dan mendongkol harus berlompatan ke sana-sini, seakan takut dan sepintas berada di pihak yang terdesak. Tapi Bi Lan yang terus memutar otaknya mencari akal tiba-tiba berseri dan girang ketika menemukan satu jalan keluar. Dan jalan itu adalah...

Bi Lan melengking. Dia tak mau merenung lagi lebih jauh, membentak dan menangkis tusukan pedang yang menyambar lehernya, mengerahkan kekuatannya hingga pedang mengeluarkan bunga api mengejutkan lawan, mencrat dan sama-sama tergetar, pedas telapak tangan masing-masing.

Dan sementara Kui Hoa terbelalak oleh benturan ini sekonyong-konyong Bi Lan menyerang mata kanannya dengan tikaman cepat, disusul totokan dua jari telunjuk dan tengah menuju mata kirinya, jadi melupakan gerakan silang yang luar biasa hebat dan berbahaya. Dan Kui Hoa yang tentu saja tak dapat melindungi matanya dengan Hoat-lek-kim-ciang-ko tiba-tiba membentak dan kaget bukan main.

"Aih...!" Kui Hoa melempar kepala ke belakang. Dia tak sempat lagi menggunakan pedangnya menangkis. Maklumi, kedudukan mereka amat dekat dan serangan Bi Lan ini rupanya merupakan serangan nekat, karena gadis itu tak melindungi diri dengan konsentrasi penuh pada serangan ke depan. Jadi ingin merobohkan lawan dengan menanggung resiko apapun.

Dan Kui Hoa yang tentu saja gusar oleh serangan ini tiba-tiba menimpukkan pedangnya begitu totokan luput mengenai matanya, menyambit pedang mengejutkan Bi Lan. Tapi Bi Lan yang rupanya sudah memperhitungkan semua resiko tiba-tiba mengegos dan meneruskan totokannya ke bawah, ke jalan darah Kiang-hu-hiat di pundak kanan. Dan begitu jari menyentuh jalan darah di tempat ini tiba-tiba Kui Hoa roboh tapi pedang menancap di pangkal lengan Bi Lan.

"Plak! Crep...!"

Bi Lan terhuyung. Dia melihat lawan berhasil ia robohkan, tertotok tak berdaya di atas tanah, mendelik padanya. Dan Bi Lan yang mencabut pedang yang melukai pundaknya tiba-tiba membentak mengulang tusukannya, menyerang mata Kui Hoa, karena tempat itulah yang tak dapat dilindungi kekebalan. Dan Kun Houw yang tentu saja kaget oleh serangan ini sudah membentak dan menangkis ke depan, bersamaan dengan Pendekar Gurun Neraka yang juga berteriak mencegah puterinya dengan mengebutkan ujung lengan baju. Dan begitu dua orang ini menangkis pedang di tangan Bi Lan sekonyong-konyong pedang itu mencelat sementara Bi Lan sendiri terbanting roboh!

"Plak-dess!'"

Dua orang itu sudah berdiri berhadapan. Kun Houw terkejut melihat Pendekar Gurun Neraka turun tangan, mencegah puterinya membunuh Kui Hoa. Dan tangkisannya yang bertemu ujung baju ayahnya itu tiba-tiba membuat keduanya terdorong mundur dan dipandang kagum pendekar besar ini.

"Hebat, sinkangmu luar biasa, Kun Houw. Inikah warisan Bu-beng Sian-su yang kaudapatkan bersama Sin Houg?"

Kun Pouw tertegun. Dia tadi memang mempergunakan tenaga saktinya itu untuk melempar pedang Bi Lan, bertemu dengan tenaga sakti Pendekar Gurun Neraka yang juga sama-sama menampar pedang paterinya, jadi berbenturan di badan pedang membuat pedang mencelat dan membanting Bi Lan yang tunggang-langgang. Dan mendengar Pendekar Gurun Neraka bertanya tentang ilmunya itu yang didapat bersama Sin Hong tahulah dia bahwa Sin Hong rupanva telah bercerita dengan ayahnva itu tentang warisan Bu-beng Sian su yang sama-sama mereka miliki. Maka, melirik dan melihat Sin Hong melompat maju diapun mengangguk dan tak perlu menyembunyikan rahasia.

"Benar, itu adalah Jing-liong Sin-kang. Mendapat kehormatankah kali ini untuk aku menghadapi kepandaianmu?"

Pendekar itu mengangguk. "Kalau ingin coba-coba. Kun Houw. Boleh saja kalau kau suka."

Tapi Sin Hong menghalang ayahnya. "Tidak, biar aku yang menghadapinya, ayah. Aku tak mau kau turun tangan kalau aku masih di sini."

Namun Pendekar Gurun Neraka yang menggelengkan kepalanya dengan mata bersinar mendorong puteranya. "Tidak, aku ingin main-main sebentar dengannya, Hong ji. Biarkan kulihat sampai di mana ilmu silatnya itu. Jangan khawatir, kalau kurasa cukup aku akan mundur dan boleh kau maju."

"Tapi...."

Pendenar Gurun Neraka tertawa. "Jangan cemas, Hong-ji. Jelek-jelek dia adalah puteraku. Tak mungkin membunuh aku!"

Sin Hong mengalah. Dia melihat Kun Houw merah mukanya, tertampar oleh kata-kata ayahnya ini. Dan Pendekar Gurun Neraka yang menggapai tenang sudah memasang kuda-kudanya. "Kun Houw, majulah. Cabut pedangmu!"

Kun Houw tertegun. Dia melihat kegagahan luar biasa pada sikap pendekar itu, merasakan kewibawaannya yang besar namun lembut, halus dan kuat. Dan Kun Houw yang ragu ragu menerima tantangan ini justeru terbelalak dan bengong di tempat, tak mencabut pedang. Ragu apakah pendekar itu mampu menghadapi ketajaman Pedang Medali Naga!

Dan Pendekar Gurun Neraka yang tertawa melihat ini kembali menggapaikan lengannya. "Cabut pedangmu, Kun Houw. Bukankah kau ingin main-main sebentar?"

Kun Houw menggigit bibir. Betapapun dia sangsi akan kesanggupan ayah kandungnya itu menghadapi pedangnya, pedang pusaka yang dulu tak dapat dilayani Hoat lek-kim-ciong-ko sekalipun, pembuat Panglima Ok terluka dan terdesak. Bahkan nyaris kalah! Dan Kun Houw yang melihat pedang Kui Hoa di atas tanah tiba-tiba memungut pedang ini dan menjadi lega, menyambarnya dan memasang kuda-kuda pula di depan lawannya itu. Dan melihat Pendekar Gurun Neraka tak mencabut senjata diapun berkata dengan suara berat "Kau keluarkan senjatamu, Pendekar Gurun Neraka. Aku tak biasa menyerang lawan dengan pedang di tangan."

Pendekar itu tertawa. Dia simpati oleh kegagahan yang ditunjukkan pemuda ini, melihat betapa garis-garis kegagahannya menurun pada Kun Houw, yakin bahwa anak ini adalah benar keturunannya dari si iblis wanita Tok sim Sian-li, yang meskipun lahir di luar kehendaknya namun tidak mewarisi watak ibunya. Dan Pendekar Gurun Neraka yang tertawa oleh permintaan Kun Houw lalu menggoyang lengan dan ingin menguji lebih jauh.

"Tak perlu. Aku lebih senang mempergunakan kaki dan tanganku untuk menghadapi lawan, Kun Houw. Sebaiknya tak perlu ragu dan seranglah. Aku siap!"

Kun Houw mengerutkan kening. Kalau bukan Pendekar Gurun Neraka yang bicara tentu dia akan menganggap lawan merendahkan dirinya, menganggap sombong dan mungkin membangkitkan kemarahannya. Tapi maklum akan kehebatan lawannya ini dan nama besar Pendekar Gurun Neraka cukup mengguncangkan dunia dia pun mengangguk dan menyimpan pedangnya pula.

"Baik, aku akan bertangan kosong dulu, Pendekar Gurun Neraka. Kalau tak mampu menghadapimu barulah kupergunakan pedang ini untuk memperoleh kemenangan Awas... !" dan Kun houw yang membentak menerjang ke depan tahu-tahu menampar mempergunakan Jing-liong Sin-kangnya itu, setengah bagian. Tak tergesa-gesa untuk mendapat kemenangan karena ingin mengukur dulu kekuatan lawannya itu. Dan Pendekar Gurun Neraka yarg tersenyum lebar sudah miringkan tubuh dan menangkis ke samping.

"Dukk!"

Dua lengan itu bergetar keras. Semua orang merasa betapa tanah yarg mereka injak berderak bagai kejatuhan bangkai gajah, mengejutkan dan membuat kaki mereka terpeleset. Dan Kun Houw yang terbelalak oleh benturan tenaga ini tiba-tiba membentak dan kembali menyerang. Dia mengayun lengan kirinya, melakukan pukulan dengan telapak terbuka, bergerak lebih cepat dan melompat memukul leher. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang kembali tersenyum lebar sudah merendahkan kepala dan manangkis dari bawah ke atas.

"Dukk!" Kun Houw kembali terbelalak. Dia merasa benturan ke dua ini mementalkan lengannya, melihat Pendekar Gurun Neraka menambah tenaga untuk menindihnya Dan Kun Houw yang maklum akan kesaktian lawannya ini tiba-tiba melengking dan berkelebat lenyap mainkan Tangan Pedangnya.

"Pendekar Gurun Neraka, hati-hati. Aku akan menyerangmu lebih cepat!"

Pendekar Gurun Neraka tertawa. Dia melihat Kun Houw melejit cepat berputaran mengitari dirinya, kedua lengannya membacok dan menusuk bagai sebatang pedang, mendesing dan mulai bersiutan dengan ganas dan mengerikan, menyambar-nyambar mengancam seluruh bagian tubuhnya tanpa sungkan-sungkan lagi. Namun pendekar sakti yang tenang-tenang ini tak mengikuti gerakan Kun Houw. Dia bersikap lamban, mengerahkan sinkang melindungi diri. Dan ketika beberapa pukulan Kiam-ciang mengenai tubuhnya tiba-tiba Kun Houw terkejut karena pukulannya mental bertemu kulit lawan yang atos. Kebal!

Dan Kun Houw yang tentu saja membentak keras tiba-tiba menjadi penasaran dan marah. "Perdekar Gurun Neraka, jangan menerima pukulan saja. Ayo membalas!"

Pendekar itu tersenyum. "Aku membalas kalau seranganmu mulai berbahaya, Kun Houw. Kalau belum tentu saja aku tak akan membalasmu. Ayo keluarkan semua kepandaianmu!"

Kun Houw terbelalak. Dia melihat pendekar ini memang betul-betul hebat sekali, sinkangnya kuat dan mampu melindungi diri dari tamparan-tamparan Tangan Pedangnya dengan baik. Bahkan kian lama dia merasa tangannya sendiri sakit dan pedas. Mengejutkan! Dan ketika dia mulai bergerak lebih cepat untuk melancarkan serangan-serangan yang lebih berbahaya tiba-tiba Kun Houw menambah sinkangnya untuk melakukan pukulan lebih antep.

Dan Pendekar Gurun Neraka terbelalak. Dia merasa Tangan Pedang lawannya itu mulai ganas. Setiap pukulan atau tamparannya membuat ia tergetar, terhuyung. Dan ketika Kun Houw membentak dan berkelebatan menyerang dirinya tiba-tiba angin yang tajam mulai mengiris-iris bajunya.

"Bagus, ini baru istimewa, Kun Houw. Tapi kerahkan lagi semua kekuatanmu. Jangan sungkan-sungkan."

Kun Houw membelalakan matanya. Dia membuat pendekar itu mulai terkejut, baju di pundak dan dadanya robek. Tapi lawan yang masih dapat menahan semua pukulannya dengan tenaga yang kuat itu tetap saja tak terluka. Padahal, untuk keadaan-keadaan biasanya dia sanggup membacok putus sebuah golok dengan Tangan Pedangnya itu, dengan angin pukulannya saja. Dan Kun Houw yang kagum oleh kehebatan lawannya ini mendadak melengking dan mainkan silat pedang tangan kosongnya dengan sepenuh tenaga!

"Cratt....!"

Dan Pendekar Gurun Neraka terhentak. Dia melihat serangan lawannya ini berobah, tidak lagi cepat melainkan perlahan bergerak lamban namun diiringi tenaga yang dahsyat, tajam dan dingin. Dan Pendekar Gurun Neraka yang tiba-tiba terdesak mendadak terhantam lehernya oleh bacokan Kun Kouw yang mempergunakan Tangan Padangnya itu.

"Plak!" dan.... Pendekar Gurun Neraka terputar tubuhnya. Untuk pertama kali pendekar ini hampir terpelanting, dan ketika Kun Houw menyusul dan membentak keras tahu-tahu pundaknya terbacok dan roboh terbanting!

"Dess!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat Kun Houw mulai menjadikan tubuh lawannya bulan-bulanan pukulan, membacok atau menusuk hingga Pendekar Gurun Neraka jatuh bangun, kaget oleh serangan yang ganas ini. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka mulai tergores kulitnya oleh Tangan Pedang yang tajam bersiutan ini mendadak pendekar itu membentak dan balas menyerang.

"Kun Houw, hati-hati. Aku akan membalas!"

Kun Houw menggigit bibirnya. Dia tak menjawab seruan itu, melihat lawan membalik dan menangkis pukulan Tangan Pedangnya. Dan ketika banturan di antara mereka membuatnya tergetar tahu-tahu dia melihat uap panas muncul di permukaan lengan lawannya itu.

"Lui kong-yang Siu-kang (Tenaga Sakti Inti Petir)!"

Kun Houw terkejut. Dia tiba-tiba melihat lawan mendorong dorong, mengebut dan menangkis samua serangan Tangan Pedangnya. Dan ketika pukulannya mulai tertahan dan Kun Houw menghadapi tembok hawa yang panas dan mulai membakar tubuhnya mendadak Kun Houw memekik dan membacok dengan dua tangan berbareng.

"Plak-dess!"

Kun Houw tergetar. Dia tertahan oleh tenaga yang dahsyat dari lengan lawannya itu, merasa betapa tiba-tiba hawa panas "mengiris" hawa dingin Tangan Pedangnya, menembus dan membelah dua bacokannya yang dilancarkan berbareng. Dan ketika lengan Pendekar Gurun Neraka semakin mengepul dan uap panas itu menjadi tebal sekonyong-konyong Kun Houw menjerit dan terlempar roboh, terdorong oleh hawa mujijat Lui-kong-yang Sin-kang itu.

"Bress...!"

Kun Houw terguling-guling. Dia kaget bukan main oleh tenaga sakti lawannya ini, merasa dadanya ampek dan terbakar. Tapi Kun Houw yang penasaran dan sudah melompat bangun tiba-tiba membentak dan kembali menyerang, menusuk dan membacok bertubi-tubi dengan Kiam-ciangnya itu, bahkan menendang pula untuk memperoleh kemerangan. Tapi ketika Lui-kong-yang Sin-kang melindungi lawannya itu dan uap panas menolak balik semua serangannya tiba-tiba Kun Houw tertegun dan mengeluh. Pendekar Gurun Neraka tak dapat didekati, pukulannya selalu mental bertemu hawa yang kuat ini.

Dan ketika pendekar itu tertawa dan mulai menggerak-gerakkan lengannya mendorong tiba-tiba Kun Houw terdesak dan mundur-mundur dengan muka pucat. Tangan Pedangnya tak berdaya, lumpuh menghadapi benteng hawa yang menbungkus lawannya itu. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka membalas dan beberapa pukulan atau tamparan ganti menyengat tubuhnya tiba-tiba Kun Houw terdesak dan jatuh bangun.

"Aih, hebat sinkangmu. Pendekar Gurun Neraka. Aku mengakui kepandaianmu yang luar biasa ini!"

Pendekar Gurun Neraka tersenyum. Dia melihat lawannya itu memiliki kejujuran, tak malu memuji lawan dan terus terdesak mundur-mundur, masih mencoba bertahan dengan susah payah. Dan ketika satu tamparan kembali membuat Kun Houw terbanting dan mencelat roboh barulah pemuda itu memekik dan mencabut pedangnya.

"Pendekar Gurun Neraka, maafkan aku. Dengan tangan kosong aku kalah...!"

Pendekar ini tertawa lebar. Dia melihat Kun Houw benar-benar sportif, mengakui kelemahan diri sendiri dan berjungkir balik memutar pedang, melengking dan tiba-tiba menyerangnya dengan dahsyat, dari atas ke bawah, menusuk ubun-ubun kepalanya dengan permainan pedang yang luar biasa sekali. Dan maklum bahwa lawannya ini memang mahir bermain pedang dari-pada bertangan kosong tiba-tiba Pendekar Gurun Neraka menggerakkan tangan menangkis dengan telapak terbuka,

M "Plak!"

Dan Pendekar Gurun Neraka terkejut. Dia melihat pedang di tangan lawannya itu melejit, mental bertemu telapak tangannya yang sudah dilindungi sinkang, menukik dan tiba-tiba menyerang dengan kecepatan luar biasa menusuk hidungnya, ganas sekali. Dan karena masih bergetar dan siap melanjutkan serangan menusuk matanya terpaksa pendekar ini menangkap dan berseru keras, maklum dengan pedang ditangan Kun Houw tak boleh dibuat main main, penuh gerak tipu yang berbahaya karena pemuda itu adalah pewaris tunggal si jago pedang Bu tiong-kiam Kun Seng. Dan begitu membentak dan menampar dengan pukulan miring tiba-tiba pedang lawan tertangkap dan terjepit di kedua jari tengah dan telunjuknya.

Tapi Kun Houw tertawa mengejek. Dia sengaja membiarkan pedangnya dijepit, sedang melancarkan jurus yang disebut Angin Gunung Membelai Dewi, membiarkan lawan terkecoh dengan jepitannya itu, mengira gerak pedangnya terhenti di tengah jalan. Dan begitu lawan tertawa memandangnya tahu-tahu Kun Houw membetot dan ganti menusuk bawah tenggorokan.

"Tak!" Kun Houw berhasil. Pedangnya mengenai tenggorokan lawan, melejit dan membuat Pendekar Gurun Neraka terkejut. Tapi pedang yang mental bertemu leher lawan yang kebal ganti membuat Kun Houw terbelalak. Kaget bahwa lawan melindungi dirinya dengan Lui-kong-yang Sin-kang. Sinkang yang tidak hanya membuat pendekar ini kebal terhadap pukulan-pukulan berat tapi juga serjata tajam. Dan Kun Houw yang tentu saja terkejut dan kagum bukan main tahu-tahu meneruskan tikamannya ke dada Pendekar Gurun Neraka.

"Brett!" Pendekar Gurun Neraka terdorong mundur. Dia kaget dan terbelalak oleh kecepatan gerak pedang di tangan Kun Houw, mengakui betapa ganas dan berbahayanya serangan itu. Tapi Kun Houw yang lagi-lagi melihat pedangnya mental bertemu dada lawan tiba-tiba tertegun dan berseru keras. Terbelalak bahwa pedangnya hanya merobek baju, tak dapat melukai pendekar itu. Dan Kun Houw yang melengking tinggi tahu-tahu membentak dan mainkan Bu-tiong Kiam-sutnya, Ilmu Pedang Dalam Kabut.

"Pendekar Gurun Neraka, awas. Sekarang pedangku tak akan mengenal mata lagi!"

Pendekar Gurun Neraka mengangguk. Dia sudah melihat lawannya itu menyambar-nyambar dengan pedang di tangan, hebat dan luar biasa, sebentar saja lenyap dalam gulungan cahaya yang naik turun bagai gelombang samudera, ganas dan menerjang dirinya dari segala arah, bertubi-tubi. Dan ketika Kun Houw bergerak sambil mengerahkan ginkangnya pula maka tiba-tiba saja pemuda itu sudah tak kelihatan lagi di balik putaran pedangnya yang hebat dan mengagumkan.

"Bagus, silat pedangmu indah, Kun Houw. Tapi jangan buru-buru, aku dapat bergerak mengimbanginya!" dan Pendekar Gurun Neraka yang tertawa menyambut terjangan lawan tiba-tiba mengerahkan Jouw-sang hui-tengnya (Terbang Di Atas Rumput), berkelebatan mengimbangi gin-kang pemuda itu untuk bertanding lebih sungguh-sungguh.

Dan begtu keduanya bergarak sama cepat tiba-tiba keduanya sudah saling belit dan lenyap di balik gulungan pedang, yang mulai melebar dan membentuk asap atau kabut yang bergulung-gulung naik turun. Indah tapi berbahaya. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka mulai menangkis dan mainkan Khong-ji-ciangnya untuk menghadapi pedang di tangan Kun Houw tiba-tiba pertandingan menjadi ramai dan menegangkan sekali.

Kun Houw harus memutar pedangnya dengan cepat. Mengerahkan semua kepandaiannya untuk mainkan Bu-tiong Kiam-sut sekuat tenaga. Dan ketika pedangnya bergulung-gulung membentuk kabut yang naik-turun menyambar-nyambar tiba-tiba lawan tak dapat melihat arah serangannya lagi. Tusukan atau bacokan Kun Houw tersembunyi di balik asap pedang ini, membuat Pendekar Gurun Neraka berkali-kali terkejut karena menerima tusukan atau tikaman pedang itu, luput menangkis karena pedang menyeleweng di sisinya. Dan ketika berkali-kali pedang menyambar dan menusuk dirinya maka Kun Houw menjadi penyerang tunggal yang ganas sekali.

Tapi Kun Houw membelalakkan matanya. Pedangnya yang menikam atau membacok selalu mental, bertemu tubuh Pendekar Gurun Neraka yang seperti karet. Atos dan kenyal. Dan marah serta penasaran oleh kehebatan lawannya ini tiba-tiba Kun Houw memekik dan membabatkan pedangpya ke pinggang lawan. Dia jadi teringat pada Ok-ciangkun, yarg juga kebal dan sama seperti Pendekar Gurun Neraka ini.

Diam-diam membandingkan mana kiranya yang lebih hebat, panglima she Ok itu dengan Hoat lek kim-ciong ko-nya ataukah pendekar ini dengan Lui-kong-yang Sin-kangnya, yang sama-sama tahan menghadapi senjata tajam. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka menangkis dan menggerakkan lengan kirinya menampar tahu-tahu pedang bertemu dengan lengan pendekar sakti ini.

"Pletak...!”

Kun Houw terkejut. Dia terlampau kuat membacokkan pedangnya itu, pedang Kui Hoa, pedang biasa yang kini patah ditangkis lawan. Putus menjadi dua. Dan Pendekar Gurun Neraka yang melanjutkan tamparannya ke dada Kun Houw tahu-tahu menyambar dengan sinkang mujijatnya itu, sinkang berhawa panas yang membuat Kun Houw berseru keras.

Dan begitu tangan pendekar ini menyambar dengan kecepatan kilat tiba-tiba Kun Houw membentak dan melempar pedang buntungnya, mencabut Pedang Medali Naga dan terpaksa menangkis dengan mata terbelalak, tak tanu apakah lawan berani mengadu lengannya dengan pedang pusakanya itu, pedang yang luar biasa tajam hingga Ok-ciangkun sendiri gentar. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang meneruskan serangannya dan berani menghadapi Pedang Medali Naga ternyata mengebut dan terus membuka kelima jari tangannya.

"Bret!" Dan Kun Houw tertegun. Dia melihat pedangnya bertemu kelima jari lawan, ditangkap dan langsung dicengkeram. Dan sementara dia bengong oleh. keberanian pendekar itu tiba-tiba pedang dibetot dan Pendekar Gurun Neraka menendang lututnya. Terpaksa, Kun Houw berkelit dan sayang melepaskan pedangnya tentu saja Kua Houw menarik dan berseru keras, tak mau menyerahkan pedang.

Dan begitu dia membanting tubuh bergulingan ternyata Pendekar Gurun Neraka melompat mundur dan melepaskan pedangnya, kelima jarinya tergores luka, tak dapat dilindungi kekebalannya yang luar biasa itu. Masih kalah oleh Pedang Medali Naga! Dan Kun Houw yang melompat bangun dengan mata terbelalak mendengar lawan memuji sambil mendesis,

"Hebat, ilmu pedangmu benar-benar luar biasa, Kun Houw. Kau seperti harimau tumbuh sayap dengan Pedang Medali Naga di tangan!"

Kun Houw tertegun. Dia terkejut dan kagum bukan main pada pendekar besar ini, yang hanya tergores dan berani mencengkeram pedang pusakanya, perbuatan yang tak berani dilakukan oleh Ok-ciangkun, apalagi orang lain! Dan Kun Houw yang menjublak memandang pendekar ini tiba-tiba melibat Sin Hong melompat ke depan, penuh kekhawatiran.

"Kau tidak apa-apa, ayah? Sudah cukupkah permainan ini?"

Pendekar Gurun Neraka tertawa. "Aku hanya tergores sedikit. Hong-ji. Aku tak apa-apa, jangan khawatir."

"Dan kau mau menyudahi pertandingan ini?"

"Ah. siapa bilang? Justeru pertandingan ini akan tiba pada babak terakhir, Hong-ji. Kun Houw belum mengeluarkan semua jurus-jurus terhebatnya. Dia masih menyimpan tujuh jurus inti yang kudengar diciptakan Bu-tiong-kiam Kun Seng!"

Kun Houw terkejut. Dia kaget begaimana Pendekar Gurun Neraka dapat mengetahui rahasia itu, tapi maklum bahwa pendekar ini memang benar-benar luar biasa sekali maka diapun tertegun dan melihat Sin Hong membelalakkan matanya.

"Kau masih mau meneruskan pertandingan, ayah?"

"Ya," pendekar itu tertawa. "Kau mundurlah, Hong-ji. Biarkan kami main-main lagi dan tak perlu khawatir. Aku dapat menjaga diri," lalu, menepuk kedua tangannya hingga meledak mengejutkan Kun Houw pendekar ini melangkah maju. "Kun Houw. permainan kita sudah tiba pada babak penentuan. Keluarkanlah jurus jurus simpananmu untuk kulihat!"

Kun Houw tertegun.

"Eh, kenapa diam?" pendekar itu tersenyum. "Kau takut?"

Kun Houw menggigit bibir. "Aku tidak takut, Pendekar Gurun Neraka. Tapi yakinkah kau dapat menghadapi tujuh jurus intiku dengan selamat?"

"Ha-ha. itu kita lihat saja, Kun Houw. Tapi kuyakin dapat."

Kun Houw penasaran. "Dan dari mana kau tahu ilmu simpanan suhuku ini?"

"Ah, tak perlu ditanyakan, Kun Houw. Sebaiknya kau mulai saja dan majulah. Pergunakan Pedang Medali Nagamu itu!"

Kun Houw semakin penasaran. Dia melihat pendekar ini sudah mengosok-gosok telapak tangannya, mengeluarkan uap merah dan tampak bergetar, tanda mulai bekerjanya tenaga sakti yang membuat buku-buku jari tangannya berkerokan. Dan Kun Houw yang menghilangkan keraguannya dan membentak keras tiba-tiba berjungkir balik dengan pedang di bawah kepala, menamcapkannya di atas tanah dan menungging dengan kaki lurus, tegak tak bergoyang karena mulai dengan jurus pembukaannya, Tit-te-pai-seng (Menuding Bumi Menyembah Bintang), jurus pertama dari tujuh inti ilmu silat pedangnya. Dan maklum bahwa dia harus bekerja keras dan pertandingan ini adalah pertandingan yang menentukan dan paling berbahaya tiba-tiba Kun Houw menggigit bibirnya, sedikit gelisah.

"Pendekar Gurun Neraka, ini adalah pertandingan yang sungguh-sungguh. Maaf jika ada sesuatu yang membuatmu celaka."

Pendekar ini memasang kuda-kuda. "Tak perlu sungkan, Kun Houw. Aku dapat menjaga diriku dengan baik. Belum tentu kau dapat mencelakai aku meskipun dengan Pedang Medali Naga!"

"Baiklah." Kun Houw yang menggigil menahan marahnya memusatkan konsentrasi, mendongkol mendengar lawan bicara besar. Dan begitu melengking dan menggeliatkan pinggangnya mendadak Kun Houw melejit dan mulai menyerang, mencabut pedangnya dan "terbang" menusuk perut lawan, cepat dan luarbiasa bagai, gerakan seekor elang, menyambar dan tahu-tahu mencuit mirip rajawali menerkam mangsanya.

Tapi Perdekar Gurun Neraka yang sudah bersiap dan meledakkan telapak tangannya tiba-tiba merendahkan tubuh dan mengelak, sama cepat, mendengar pedang mendesing di atas kepala dan lewat serambut saja di bawah telinganya, tak berani menangkis karena kekebalannya tak dapat dipergunakan untuk menghadapi pedang yang ampuh itu. Dan begitu pedang lewat di pinggir kepalanya tiba-tiba pendekar ini menampar pergelangan tangan Kun Houw.

"Plak!" Kun Houw terputar. Dia tergetar dan rusak kuda-kudanya, terpelanting. Tapi Kun Houw yang membentak tinggi sudah membalik dan mengayun tubuh, berjungkir balik memutar pedang dan berkelebatan menyambar-nyambar, melanjutkan serangannya dengan jurus ke dua yang disebut Heng-hun-po-uh (Awan Berarak Hujan Mencurah).

Dan begitu Kun Houw melengking dan mainkan jurus kedua ini tiba-tiba saja tubuhnya lenyap berputaran di balik gulungan pedang yang berseliweran naik turun bagai naga menari, indah dan luar biasa cepat hingga bayangan pedangnya menutup rapat. Dan ketika Kun Houw membentak dan melakukan satu gerakan silang dari atas ke bawah tiba-tiba pedangnya "pecah" dan meluncur bagai hujan yang dicurahkan dari langit.

"Bagus, hebat sekali!" Pendekar Gurun Neraka berseru kagum, terbelalak dan takjub menyaksikan gerak pedang yang luar biasa ini, melihat ribuan mata pedang meluncur menghujani dirinya. Tapi pendekar yang sudah siap dengan segala kepandaiannya itu tiba-tiba membanting kakinya dan meledakkan telapak tanganya. Kun Houw hanya melihat sebuah cahaya menyambar dari telapak tangan lawan, lalu ketika terjadi benturan yang memekakkan telinga sekonyong-konyong api keluar dari ledakan telapak Pendekar Gurun Neraka itu.

"Clap!" Kun Houw terkejut. Dia melihat pedangnya terpental, kaget melihat kilatan api yang meluncur dari telapak lawan. Tapi Kun Houw yang ingat cerita gurunya tiba-tiba terbelalak dan berseru keras. "Lui kong Ciang-hoat (Silat Tangan Petir)!"

Pendekar Gurun Neraka tak tertawa. Dia tak menanggapi teriakan lawannya itu, karena ia memang telah mengeluarkan ilmu silatnya yang hebat ini, maklum bahwa hanya dengan ilmu silat itulah dia dapat menghadapi jurus-jurus Bu-tiong Kiam-su yang dahsyat, jurus-jurus inti yang dikeluarkan lawan untuk mengadu kepandaian secara sungguh-sungguh. Tak lagi main-main seperti tadi, yang lebih bersifat "warming-up" (pemanasan) dan saling mengukur kepandaian sebelum memasuki puncak pertandingan seperti sekarang.

Dan ketika Kun Houw melengking dan kembali menyerang dengan jurus berikutnya yang disebut Bu tiong-boan-seng (Bintang Bertaburan Di Dalam Kabut) tiba-tiba pendekar ini meledak-ledakkan telapak tangannya untuk menghantam gulungan pedang. Dan hebat sekali pertandingan itu. Pendekar Gurun Neraka mulai bergeser maju mundur, tak berani secara berdepan menerima Pedang Medali Naga. Dan ketika dua orang ini mulai membentak dan saling mengerahkan kepandaian masing-masing dengan jurus-jurus pilihan tiba-tiba pertandingan menjadi seru dan hebat bukan main.

Baik Kun Houw maupun Pendekar Gurun Neraka tak tertawa-tawa lagi. Mereka serius, bersungguh-sungguh. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka meliuk-liukkan tubuh dan menepuk kedua tangannya berkali-kali tiba-tiba telapaknya sudah menjadi merah seperti besi dibakar, meledak dan berkali-kali mengeluarkan kilatan api yang menahan serangan pedang. Dia ketika Bu-tiong ban-seng juga terpental oleh tangkisan Lui-kong Ciang-hoat yang berhawa panas ini tiba-tiba Kun Houw membentak dan mengeluarkan jurus ke empat.

Sebenarnya, dalam pertandingan-pertandingan sebelumnya menghadapi lawan-lawan tangguh belum pernah Kun Houw mengeluarkan tujuh jurus intinya secara lengkap. Bahkan terhadap Ok-ciangkun itupun tidak. Karena biasanya dalam jurus ke tiga dia sudah dapat menundukkan lawan dan memenangkan pertandingan, kecuali dengan Ok-ciangkun yang karena satu dan lain hal karena dia mempergunakan pedang biasa dia kalah, terpaksa menyerah karena pertandingan pada waktu itu lebih bersifat pibu, bukan adu jiwa atau pelampias dendam kesumat.

Tapi sekarang, menghadapi Pendekar Gurun Neraka yang jelas-jelas berani mencengkeram Padang Medali Naganya dan benar-benar hebat ini hingga tiga kali berturut-turut tiga jurus pertamanya gagal tertolak balik Kun Houw menjadi penasaran dan kaget juga, di samping kagum. Kagum dan terbelalak bahwa pendekar sakti ini memang benar-benar hebat dan lihai bukan main, rupanya masih di atas Ok-ciangkun!

Dan Kun Houw yang sudah meneruskan serangannya dengan jurus ke empat yang disebut Jing-kiam-sia-ciok (Seribu Pedang Memanah Batu) tiba-tiba memekik dan keluar dari gulungan pedangnya, menusuk dan menikam bertubi-tubi ke seribu jalan darah di tubuh lawan. Spektakuler! Tapi Pendekar Gurun Neraka yang lagi-lagi meledakkan kedua tangannya dengan Silat Tangan Petir itu sudah menangkis dan menjilatkan lidah apinya yang lebih besar.

"Clap!" Kun Houw terlempar. Dia harus membanting tubuh bergulingan mendapat pukulan petir itu, merasa pedangnya disengat stroom tegangan tinggi hingga menyentak urat-urat tubuhnya, kaku sejenak. Tapi Kun Houw yang penasaran dan semakin marah sudah melompat dan kembali menerjang dengan jurus ke lima, Hui-kiam-cui-liong (Pedang Terbang Mengejar Naga). 

Dan ketika lawan kembali meledakkan Pukulan Petirnya untuk menangkis pedang tiba-tiba Kun Houw sudah melakukan dua jurus terakhir yang disebut Sin-liong-hoan-eng dan Sin-liong-hom-kin, yakni jurus ke enam dan ke tujuh, dua jurus gabungan yang harus dilakukan berturut-turut dan tak boleh berhenti di tengah jalan.

Dan begitu Kun Houw membentak dan meluncurkan dua jurus inti yang paling dahsyat ini tiba-tiba Pedang Medali Naga berkeredep dan mengeluarkan cahaya menyilaukan. Secara aneh pedang keramat ini mengaung, sekejap saja, karena sedetik kemudian gaungnya lenyap dan meluncur tanpa bunyi, menyambar pusar dan tenggorokan lawan dengan kecepatan luar biasa. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka menangkis dengan Pukulan Petirnya yang mengeluarkan lidah api sekonyong-konyong secara ajaib api yang meledak di telapak pendekar itu padam!

Pendekar Gurun Neraka terkejut. Dia tak tahu kenapa lidah apinya hilang, seolah mengikuti hilangnya gaung Pedang Medali Naga. Tapi melihat pusar dan tenggorokannya diancam pedang yang meluncur tanpa suara tiba-tiba pendekar ini menggedruk bumi dan tanpa sadar mengeluarkan jurus Sin-jiu-tong-tee (Tangan Sakti Mengguncang Bumi), yakni sebuah dari tiga buah jurus intinya yang dahsyat dari ilmu silatnya Lui-kong Ciang-hoat, jurus inti yang dulu dipelajarinya dari mendiang gurunya untuk persiapan menghadapi susioknya (paman guru) yang berkhianat, yakni iblis diri Hek-kwi-to yang menjadi ketua Gelang Berdarah dan sudah tewas bersama gurunya, sampruh (mati bareng) di luar lembah Hwe-seng kok (baca: Pendekar, Gurun Neraka dan Kepala Batu).

Dan Pendekar Gurun Neraka yang menggedruk bumi dan otomatis melindungi diri dari serangan maut yang mengancam jiwanya ini tiba-tiba membentak dan mendorongkan kedua lengannya, melihat Padang Medali Naga meluncur lurus menuju pusar dan tenggorokannya tanpa dapat dicegah, karena Pukulan Petirnya mendadak lenyap dan hilang bersama dengan hilangnya gaung Pedang Medali Naga, hal yang tak dimengerti dan membuat pendekar ini terkesiap, kaget bukan main.

Dan Kun Houw yang juga membelalakkan mata melihat pukulan dahsyat itu menghantam dirinya tiba-tiba menggigit bibirnya dan mengeraskan hati. Sudah membayangkan bahwa pedangnya kali ini akan manembus perut lawan, sementara dia sendiri akan terlempar oleh dorongan Pendekar Gurun Neraka yang menderu itu, menggantikan letikan petirnya yang entah kenapa tiba-tiba juga hilang, bersamaan dengan hilangnya gaung Pedang Medali Naga. Dan Kun Houw yang sudah menusuk perut lawan disusul sontekan ke atas untuk menikam tenggorokan tiba-tiba benar saja menerima hantaman dahsyat itu.

Tapi Kun Houw terkejut. Jurus terakhirnya yarg disebut Sin-liong-hoan kin (Naga Sakti Memindahkan Tenaga), yang merupakan kelanjutan dari jurus ke enam yang disebut Sin-liong-hoan-eng (Naga Sakti Menukar Bayangan), mendadak saja tanpa sebab membuat kakinya kecekluk. (keseleo). Kun Houw mengaduh ketika tiba-tiba pergelangan kakinya terkilir, salah urat. Kaget dan menjerit oleh "kecelakaan" yang tidak disangka-sangka ini. Dan persis pedang menusuk tenggorokan setelah menikam pusar tahu-tahu pukulan Pendekar Gurun Neraka menghantam dadanya.

"Crat-blukk!"

Kun Houw mencelat terlempar. Dia tak tahan oleh hantaman Sin-jiu-tong-tee itu, pukulan tangan sakti yang benar-benar sakti, mengguncang dan menggempur isi dadanya seakan rontok dan hancur. Dan Kun Houw yang langsung terbanting di atas tanah tiba-tiba melontakkan darah segar dan pingsan. Roboh terjerembab!

Sementara Pendekar Gurun Neraka sendiri, yang terluka perutrya dan nyaris tertikam tenggorokannya jutuh terpental dan terhuyung, mendekap pusarnya dan meraba leher yang tergores Pedang Medali Naga. Lalu, terbatuk dan terbelalak memandang Kun Houw tiba-tiba pendekar ini jatuh terduduk dan terguling roboh.

"Ayah...!"

"Houw-ko...!"

Dua seruan itu meluncur berbareng. Sin Hong dan Kui Hoa sudah meloncat ke depan, masing-masing menuju pada orang yang mereka sebut. Dan Kui Hoa yang pucat menubruk Kun Houw tiba-tiba menangis dan memeluk kekasihnya ini. Keadaan menjadi ribut, dan ketika Ceng Bi serta Pek Hong juga berkelebat ke depan setelah sadar dari akhir pertandingan yang amat dahsyat ini tiba-tiba dua orang nyonya itupun menangis dan menubruk suami mereka.

"Kau terluka. Yap-koko?"

"Kau tak apa-apa, suamiku?"

Pendekar Gurun Neraka tersenyum. Dia bangkit duduk dibantu Sin Hong, menghela napas dan terkejut oleh kehebatan murid si jago pedang itu, yang entah kenapa dalam jurus terakhir tadi berteriak dengan kaki terkilir, agaknya salah langkah. Dan membayangkan bahwa hampir saja tenggorokannya tembus kalau Kun Houw tidak "kecelakaan" dalam gebrakan terakhir itu tiba-tiba pendekar ini berdiri dipapah dua isterinya, berkata gemetar, "Tidak, aku tak apa-apa, Bi-moi. Hanya terluka kecil. Tapi dia itu.... masih hidupkah?"

Ceng Bi melengking. "mampuspun aku tak perduli padanya, Yap-koko! Untuk apa mengurusi bocah keparat itu?"

"Ah, tidak... jangan, Bi-moi. Dia hanya melaksanakan tugas. Mari kita lihat!" dan Pendekar Gurun Neraka yang tertatih menghampiri Kun Houw lalu d ikuti isterinya yang tentu saja menjadi tidak senang. Terutama Ceng Bi. Tapi melihat Kun Houw hanya pingsan dan pemuda itu tak tewas menerima pukulannya mendadak pendekar ini menjadi lega dan kagum bukan main. Kagum oleh daya tahan Kun Houw yang luar biasa, yang hebat dan tentu berkat Jing-liong Sin-kangnya itu. Sinkang (tenaga sakti) warisan Bu-beng Sian-su! Dan menjejalkan obat untuk menyembuhkan Kun Houw tiba-tiba pendekar ini menepuk pundak Kui Hoa.

"Nona, sekarang pergilah. Bawa puteraku ini!"

Kui Hoa terbelalak. "Kau tak menangkap kami?"

"Ah, untuk apa?" Pendekar Gurun Neraka tertawa, tawa yang pahit. "Kami tak merasa bermusuhan denganmu, nona. Kalian hanya terlibat karena sepak-terjang ayah kalian sendiri."

Kui Hoa berdiri. Ia terkejut dan girang akan kata-kata ini, juga kagum dan tiba-tiba hormat pada pendekar besar itu. Pendekar yang hebat, sakti dan lihai bukan main. Dan Kui Hoa yang tiba-tiba tunduk dan tergetar oleh budi kebaikan pendekar ini mendadak terisak dan menyambar tubuh Kun Houw. "Baiklah, kami berhutang budi padamu. Pendekar Gurun Neraka. Tapi bagaimana dengan dia itu? Masihkah diperlukan di sini untuk menjadi tawanan kalian?"

Pendekar ini tersenyum lebar, memandang Sin Hong. "Bagaimana pendapatmu, Hong Ji? Apakah tawananmu itu tak boleh mengikuti kakaknya?"

Sin Hong terkejut. "Tidak, aku... eh..." Sin Hong gugup, tak melanjutkan kata-katanya dan tampak jengah. Ingat bahwa dia masih bertelanjang dada karena bajunya dipakai Kui Lin.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang tertawa dengan senyum ditahan akhirnya menepuk bahu puteranya ini. "Kalau begitu bebaskan dia, Hong-ji. Biar tamu tamu kita ini pulang ke tempat asalnya!"

Sin Hong mengangguk. Dia sudah berkelebat membebaskan totokan Kui Lin, yang sejak tadi tak dapat berbuat apa-apa dan hanya mematung memandang semua kejadian di depan matanya bagai orang tolol. Tapi begitu bebas dan dapat menggerakkan tubuhnya tiba-tiba Kui Lin berteriak dan menggaplok muka lawan. "Sin Hong, kau tak malu memanggul gadis. Plak-plak...!"

Sin Hong tertegun. Dia membuat semua orang terkejut, dan Bi Lan yang marah melihat kakaknya ditampar tiba-tiba membentak dan ganti menampar Kui Lin. "Siluman betina, kau tak tahu adat. Diberi kebaikan membalas keburukan, wuut.....!"

Namun Sin Hong menangkap lengan adiknya. Dia keburu menyambar lengan Bi Lan yang hampir mengenai Kui Lin ini, keserempet dan sedikit terhuyung. Lalu menghalang dan menekan pundak adiknya Sin Hong berseru, "Tahan, tak perlu melayani gadis itu, Lan-moi. Biarkan dia dan jangan digubris!"

Bi Lan terbelalak. "Tapi dia... bocah kurang ajar itu...."

"Sudahlah," Sin Hong memotong, "Dia biasa begitu. Lan moi. Di perjalanan pun tangannya suka menggaplok. Itu sudah wataknya."

"Tapi..."

Sang ayah kali ini maju. "Sin Hong sudah melarangmu, Bi Lan. Tentunya kakakmu ada alasan sendiri kalau mencegah. Biarkan dia dan mundurlah."

Bi Lan melotot Dia mundur, tapi Sin Hong yang merah mukanya oleh senyum ayahnya ini buru-buru membalikkan tubuh menghadapi Kui Lin. "Nona, ayahku sudah membebaskan kalian. Sebaiknya pergilah dan jangan ke mari lagi."

"Cih, siapa berani melarangku kalau aku suka datang? Pergi atau tidak terserah diriku, Sin Hong. Tak perlu kau mengatur atau menggurui aku!"

"Wah, kau berani ke sini lagi?"

"Kenapa tidak? Kau kira aku takut?"

"Hm...!" Pendekar Gurun Neraka akhirnya tertawa. "Kau boleh datang sesukamu ke mari kalau Sin Hong ada, nona. Kalau tidak, mungkin anakku yang lain yang akan marah-marah kepadamu!"

Kui Lin terkejut. Dia bingung sejenak oleh kata-kata ini, tapi begitu sadar dan mengerti arah tujuannya tiba-tiba Kui Lin membanting kaki dan memutar tubuhnya, terisak melihat tawa Pendekar Gurun Neraka yang rupanya sadar akan "apa-apa" yang terjadi di antara dua orang muda ini. Dan begitu membalikkan tubuh melompat pergi segera Kui Lin menyambar lengan encinya. "Cici, ayo turun...!"

Kui Hoa tertegun. Dia terbelalak dan melihat pula ada sesuatu yang tidak "beres" pada diri adiknya ini. Tapi menggigit bibir dan tersentak kaget diapun mengikuti adiknya meloncat pergi. Lalu begitu dua orang kakak beradik ini turun gunung segera Kui Hoa berseru dari bawah, "Pendekar Gurun Neraka, terima kasih atas semua kebaikanmu hari ini. Kami akan membayarnya kelak di lain hari!"

Pendekar Gurun Neraka tak menjawab. Dia tersenyum dan menarik napas, tapi Bi Lan yang teringat baju kakaknya tiba-tiba berseru, "Hong-ko, bajumu...!"

Namun Sin Hong menggeleng lemah. "Biarkan. Lan-moi. Dia tak memiliki baju pengganti setelah bajunya robek-robek. Itu sengaja kuberikan padanya."

"Dan kau tak memintanya kembali?"

"Untuk apa?"

"Wah, justeru untuk apa memberi hati pada gadis macam itu, Hong-ko? Bukankah percuma saja dan tak mungkin dibalas? Ingat saja waktu kita tertangkap, dia sama sekali tak mau menolongmu!"

Sin Hong tersipu. Dia semburat merah oleh kata-kata adiknya ini, tapi sang ayah yang batuk dan pura-pura tersedak menowel lengan puterinya ini. "Sudahlah, kakakmu menolong karena sekedar kasihan, Bi Lan. Bukankah sudah sepantasnya membantu musuh kalau dia tak berdaya? Kita masuk saja ke dalam. Ambilkan obat luar untuk lukaku!" dan berbisik memandang dua isterinya pendekar ini berkata, "Dua orang putera Ok-ciangkun itu cukup hebat, isteriku. Tapi yang lebih mengagumkan lagi adalah Kun Houw itu. Dia lawan berat yang benar-benar mewarisi kepandaian gurunya. Dia nyaris sempurna dan tidak berada di bawahku. Entah Sin Hong dapat mengatasinya atau tidak!"

Pek Hong terbelalak. "Tapi dia roboh olehmu, suamiku. Bukankah..."

"Nanti dulu," pendekar ini memotong. "Dia roboh karena ketidaksempurnaan jurus terakhirnya, Hong-moi. Kun Houw terkilir karena tampaknya ada sesuatu yang kurang beres pada gerakannya tadi. Aku melihat pada jurus terakhirnya itu Kun Houw tak menguasai kedudukan kakinya hingga salah urat!"

"Jadi maksudmu dia kurang mahir?"

"Bukan begitu. Yang kumaksudkan adalah Kun Houw seakan belum menerima secara lengkap pelajaran dari gurunya, Hong-moi. Mungkin jago pedang itu keburu tewas sebelum muridnya menguasai secara penuh."

Pek Hong tertegun. Ia percaya akan ketajaman pandangan suaminya ini, dan Ceng Bi yang juga mendengarkan dengan kening berkerut tiba-tiba mendengus. "Biarlah, persetan dengan bocah itu, Yap koko. Yang penting dia tak mengganggumu lagi dan kita dapat mengatasinya!"

Pendekar ini diam. Dia sudah dipapah masuk dua orang isterinya, mengobati lukanya dan beristirahat. Tapi Pek Hong yang diam-diam merenungkan kata-kata suaminya ini tiba-tiba menjadi kecut dan was-was juga. Kalau dugaan itu benar, kalau Kun Houw memang belum sempurna mempelajari jurus terakhirnya itu karena Bu-tiong-kiam keburu tewas, biarlah itu sebagai keuntungan mereka. Sebab, kalau tidak, kalau Kun Houw menguasai ilmunya secara sempurna agaknya pemuda itu bisa mencelakai suaminya. Mungkin juga anaknya. Sin Hong. Dan meskipun Kun Houw terbunuh juga dalam pertandingan itu misalnya, betapa pun dia kehilangan seorang dari dua orang yang ia cinta. Puteranya, atau suaminya!

Maka, ketika malam tiba dan semua orang istirahat diam-diam nyonya ini menemui suaminya. Dia baru dari kamar Sin Hong ketika Ceng Bi menjaga suaminya. Maka ketika madunya itu ke luar menemui Bi Lan segera saja Pek Hong menyatakan isi hatinya. Dia ingin jurus Sin-jiu-tong-tee itu diwarisi Sin Hong, sekedar untuk menghadapi Kun Houw kalau datang mengganggu. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang menarik napas membelai rambut isterinya dengan hati berat.

"Itu adalah ilmu simpanan yang dimaksud untuk mati bersama, Hong-moi. Tegakah kau meminta ini untuk Sin Hong? Kalau sekedar pegangan aku tak keberatan. Tapi kalau untuk Kun Houw, ah.... tak tahukah kau bahwa diapun juga darah dagingku sendiri, Hong-moi? Bukankah mereka anak-anakku juga? Haruskah keduanya bertarung untuk mati bersama? Aku ngeri. Aku belum berani memikirkannya, Hong-moi. Lebih baik aku saja yang berkorban bila Kun Houw memang jahat!"

Pek Hong menghapus air matanya. Dia juga tahu ini. Maka terisak dan menyerahkan segala sesuatunya pada suaminya itu akhirnya wanita ini diam dan tak meminta lagi. Dan Pendekar Gurun Neraka yang tahu akan kelembutan isteri pertamanya ini lalu merangkul dan dipeluknya mesra, membisikkan dan mengharap mudah-mudahan Kun Houw tak menjadi iblis, hingga tak perlu dia berkorban untuk anak laki-laki itu, yang sesungguhnya merupakan anak sulung sebelum Sin Hong dan Bi Lan lahir.

Dan begitu keduanya hanyut dalam keharuan masing-masing maka malam itupun Ta-pie-san tenggelam dalam kesunyian sendu. Seolah masih tertegun oleh kedahsyatan pertandingan siang tadi. Antara Pendekar Gurun Neraka dan putera kandungnya sendiri, putera sulung, Kun Houw murid si jago pedang Bu-tiong-kiam Kun Seng. Dan begitu keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing maka jengkerik dan nyamuk pun seolah takut mengeluarkan suara.

Memang, apa yang dilihat pendekar besar ini tak meleset sedikitpun juga. Ketidaksempurnaan Kun Houw dalam jurus terakhirnya tadi bukan karena kurang hebatnya jurus itu sendiri. Melainkan semata kurang sempurnanya Kun Houw menguasai jurus ini. Sin-liong-hoan-kin, Naga Sakti Memindahkan Tenaga. Karena seperti yang telah kita ketahui bersama sebelum Bu-tiong-kiam tewas sesungguhnya jago pedang itu telah menyatakan pada muridnya bahwa gerakan terakhir dari jurus itu memang masih harus diperbaiki. Dan karena jago pedang itu tewas sebelum memberi tahu maka "kunci" rahasianya adalah di Medali Naga. Benda yang kini dibawa si Mayat Hidup yang menjadi musuh Kun Houw!

* * * * * * * *

Malam itu, Kui Hoa dan adiknya sudah memasuki kota raja. Mereka langsung ke istana, memanggul Kun Houw yang luka-luka. Tapi baru tiba di pintu gerbang sekonyong-konyong ayah mereka muncul.

"Hm. begini cara kalian pergi, Kui Hoa?"

Dua kakak beradik itu terkejut. Mereka menghentikan langkah, melihat wajah orang tua ini bengis dan gelap. Dan belum mereka menjawab tiba-tiba berkelebat tiga bayangan wanita cantik yang berumur sekitar empat puluhan.

"Hi hik, ini dua orang puterimu itu, Ok-ciangkun? Aih, cantik-cantik mereka, tapi tampaknya kusut dan lelah."

Kui Hoa meletakkan pondongannya, menjatuhkan diri berlutut. "Maaf, kami terpaksa pergi karena tak tega membiarkan Kun Houw seorang diri, ayah. Dan kau lihat bahwa sekarang dia terluka."

"Ya, aku tahu. Tapi tahukah kalian apa yang terjadi di istana? Tahukah kalian bahwa kaputren geger gara-gara kalian tinggalkan? Sri baginda marah-marah kepadaku, Kui Hoa. Selir Shi Shih lenyap diculik orang. Dan kalian harus mempertanggungjawabkan kelalaian ini!"

"Apa?" Kui Hoa tersentak. "Selir Shi Shih terculik?"

"Ya, dan sri baginda marah-marah kepadaku, Kui Hoa. Kau menyusahkan ayahmu dengan pergi tanpa pamit!"

Kui Hoa tertegun. Dia terperanjat mendengar berita ini. teringat selir yang dikatakan ayahnya itu. Selir baru. Selir cantik yang belum dua bulan menjadi penghuni istana tapi sudah di sayang kaisar melebihi selir-selir lain. Bahkan permaisuri saja tergeser kedudukannya. Kalah oleh selir baru yang luar biasa ini. Cantik dan pandai memikat pria. halus dan menundukkan kaisar luar dalam! .Maka mendengar selir itu tiba-tiba lenyap dan diculik orang pada saat ia meninggalkan kaputren mendadak Kui Hoa menyesal dan merasa bersalah.

"Maaf, aku menerima dosa, ayah. Aku siap menghadap sri baginda dan menerima hukumannya!"

Kui Lin menimbrung. "Tapi enci pergi bersamaku, ayah. Aku juga akan menghadap kaisar dan siap menerima hukuman.''

"Hm, kalian memang terlalu, Kui Lin. Tahukah kalian hukuman apa yang akan kalian terima dengan kelalaian tugas ini? Sri baginda menyuruh aku membawa kepala kalian! Apa sekarang jawaban kalian untuk ini?"

Kui Hoa dan adiknya terkejut bukan main. "Apa? Kami....?"

"Ya, sri baginda menghendaki kalian dihukum mati, Kui Hoa. Kalau tidak ada bibi kalian Sam hek bi-kwi ini tentu kalian tak dapat kutolong!"

Kui Hoa tertegun. Kui Lin juga terbalalak, dan tiga wanita cantik yang setengah umur itu tiba-tiba terkekeh dan memegang pundak mereka berdua.

"Aih, ayah kalian terlalu menakut nakuti, anak-anak. Siapa tega menghukum mati dua gadis begini cantik? Bangunlah. Anggap omongan ayah kalian tak serius lagi!" dan seorang di antara mereka yang berbaju hitam dan paling cantik mendadak mengangkat Kui Lin dengan sentuhan perlahan. Kui Lin merasa tenaga luar biasa kuat namun lembut menariknya ke atas, dan sementara dia bengong oleh kata-kata ini tahu-tahu tubuhnya terangkat naik tanpa dapat dicegah.

"Ih! Kui Lin terkejut, membelalakkan matanya. Dan Kui Hoa yang juga mendapat tepukan ringan, dari wanita berbaju ungu tiba-tiba juga tersentak dan terangkat naik.

Tiga wanita itu terkekeh. "Kalian tak mengenalku, anak-anak? Ayah kalian tak pernah menceritakannya?"

Kui Hoa menggeleng. "Kalian siapa?"

"Kami Sam hek-bi-kwi. Dulu sahabat dan pembantu terdekat ayah kalian ini. Kami bekas ketua cabang dari perkumpulan Hiat-goan pang (Perkumpulan Gelang Berdarah) yang terkenal."

"Ah!" Kui Lin kaget. "Kalau begitu kalian juga murid-murid dari mendiang guru ayahku?"

"Hi-hik, benar, anak baik. Itulah kami! Kau bernama Kui Lin, bukan?"

"Ya."

"Dan ini kakakmu Kui Hoa?"

"Benar."

"Lalu siapa itu pemuda yang kalian bawa?"

"Dia adalah Kun Houw."

"Eh, murid mendiang si jago pedang itu?"

"Benar."

"Aih...!" wanita baju hitam ini tiba-tiba terkekeh, memandang temannya. "Kalau begitu berarti dia pemuda yang hebat itu, Gwat-cici. Kun Houw murid Bu-tiong-kiam Kun Seng yang dulu puteranya kita ganggu, hi-hik!"

Kui Lin tak mengerti. Dia melihat tiga Sam-hek-bi-kwi ini tiba-tiba tertawa, melirik Kun Houw yang pingsan dengan pandangan genit, membuat Kui Hoa tiba-tiba panas dan ingin marah. Tapi belum keduanya bicara mendadak ayah mereka sudah membentak dengan, dingin,

"Hoa-ji. Lin ji, cepat haturkan terima kasih pada bibi kalian Sam-hek-bi-kwi ini. Merekalah yang menyelamatkan kalian dari hukuman kaisar!"

Kui Hoa membelalakkan matanya. "Dalam hal apa, ayah?"

"Ah. kenapa tanya lagi? Merekalah yang mengembalikan selir Shi Suih dari tangan penculik!"

Kui Hoa terkejut. Dia tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depan tiga wanita cantik ini, dan Kui Lin yang juga mengkuti perbuatan kakaknya buru-buru brrkata gugup, "Maaf, kami tak tahu, bibi. Terima kasih untuk pertolongan kalian yang berjasa besar!'

Sam-hek-bi-kwi tertawa lebar. Mereka membangunkan kakak beradik yang masih terbelalak ini, lalu memandang Ok-ciangkun yang berdiri dengan kening dikerutkan mereka berseru, "Ok-ciangkun, beginikah sikapmu menyambut anak? Mereka bisa kedinginan di luar, sebaiknya suruh masuk dan biarkan mereka beristirahat!"

Ok-ciangkun mengangguk. "Baik," lalu memutar tubuh mengebutkan lengannya panglima ini berkata, "Kui Hoa, bawa masuk pemuda itu. Malam ini kalian langsung ke kaputren!"

Kui Hoa terkejut. "Tapi Kun Houw perlu perawatan, ayah, Mana mungkin meninggalkannya? Dia terluka, perlu pengobatan."

Panglima ini menggeram, berhenti memutar tubuh. "Kalian kira aku tidak tahu? Ada Sam-hek-bi-kwi di sini. Hoa-ji. Serahkan Kun Houw pada mereka dan biarkan dirawat sampai sembuh. Kalian kembali melaksanakan tugas di kaputren!"

Kui Hoa tertegun. Dia kaget dan tentu saja tak rela. lapi wanita baju hitam yang menepuk pundaknya dengan lembut berkata dengan senyum penuh arti, "Tak perlu khawatir, anak baik. Kami juga dapat menyembuhkan luka-luka pemuda ini. Kau cemburu, bukan?"

"Siapa cemburu?" Kui Hoa merah mukanya, tersentak dan tiba-tiba semburat. Dan wanita baju hitam yang tertawa dengan manis itu mendorong pundaknya.

"Nah, kalau begitu pergilah. Kalian beristirahat dan kembalilah ke kaputren. Penuhi permintaan ayah kalian!" dan Kui Hoa yang tentu saja tak dapat menolak lagi akhirnya menggigit bibir dan diam-diam mengepal tinju oleh sikap wanita baju hitam ini. Tapi, karena semuanya itu adalah atas suruhan ayahnya sendiri terpaksa mau tidak mau Kui Hoa meloncat dan meninggalkan Kun Houw di tempat itu, disusul adiknya yang juga terbelalak tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Dan ketika Kui Lin serta kakaknya berkelebat ke kaputren muka wanita baju hitam ini, yang bukan lain Bi Kwi adanya, tokoh yang menjadi biang keladi tewasnya Kun Bok (baca : Pendekar Kepala Batu) putera si jago pedang Kun Seng lalu terkekeh dan menyambar Kun Houw. Dan begitu Ok-ciangkun mempersilahken mereka ke dalam segera tiga orang wanita itu melompat dan memasuki istana.

Demikianlah, Kun Houw berpindah tangan. Susah-payah Kui Hoa membawanya dari Ta-pie-san tahu-tahu seenaknya saja orang lain "merebut" kekasihnya itu. Tapi karena semuanya itu atas permintaan Ok-ciangkun maka tentu saja dua orang gadis ini tak dapat berbuat apa-apa. Hanya Kui Hoa yang mendapat firasat tidak enak diam-diam khawatir dan gelisah rcemikirkan kekasihnya itu. yang biarpun jatuh di tangan pembantu ayahnya namun belum dikenal baik bagaimana wataknya itu. Dan Kui Hoa yang memiliki naluri tajam ini rupanya memang tidak banyak salah.

Sam hek bi-kwi adalah tiga wanita cabul. Bagi para pembaca yang telah nengetahuinya lewat "Kepala Batu" tentu mengenal baik siapa tiga wanita cantik ini, yang meskipun telah menginjak umur tua namun sebenarnya masih "panas" dan cukup histeris kalau bermain cinta. Terutama Bi Kwi, biang kerok yang paling centil itu, yang telah merobohkan putera si jago pedang luar dalam dengan tipu dayanya yang ampuh itu, hingga Kun Bok tewas dalam sakit hati yang teramat besar. Sadar setelah semuanya terlambat. Dan Kun Houw yang kini jatuh ke tangan tiga wanita cabul ini memang tak mengherankan kalau membuat Kui Hoa khawatir.

Sebenarnya, apa yang terjadi dan bagaimana tiga wanita cabul itu dapat datang ke istana? Benarkah terjadi penculikan terhadap selir kaisar yang paling disayang dan tiga wanita ini yang menyelamatkan Shi Shih? Agaknya ini pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh orang awam. Istana mempunyai penjagaan kuat. Mengherankan kalau terjadi peristiwa seperti itu. Tapi kalau benar, bagaimana terjadinya? Dan siapa selir Sih Shih ini? Itu pertanyaan menarik.

Dua bulan lalu, seperti biasa dalam hari upeti, Yueh mengirimkan barang-barang berharga sebagai persembahan untuk kaisar yang ditetapkan pada hari raya tahun baru. Dan seperti biasa itu pula, sebagaimana umumnya tahun-tahun yang lewat, di samping iutan permata dan sutera sutera halus yang amat mahal "disisipkan" pula benda benda hidup kesukaan Kaisar. Tapi tidak seperti tahun yang lalu, yang mengirimkan wanita-wanita cantik sampai pulahan bahkan ratusan untuk sri baginda adalah tahun ini Yueh hanya mengirimkan dua "biji" saja benda hidup itu.

Tapi benar-benar luar biasa. Hebat dan istimewa sekali. Tanggung mulus dan paling top. Sudah diseleksi di antara ratusan wanita cantik yang tiap tahun diadakan di kerajaan Yueh, jadi semacam kontes "ratu ayu" yang menetapkan juara satu dan juara dua. Dan ketika pilihan itu muncul dan persembahan ini dikirimkan kepada kaisar ternyata semuanya itu tak melesat jauh.

Shi Shih, sang juara pertama, sang ratu ayu yang paling cantik dan sintal mendapat anugerah merebut gelar kejuaraan itu ternyata tak mengecewakan kaisar. Bersama rekannya, sang "runner up", Ceng Tan, yang juga cantik jelita dan masih berumur enembelas tahun keduanya diterima kaisar dengan penuh kegembiraan. Memang mula-mula kaisar mengerutkan alis, tidak senang dan hampir marah kepada Yueh kenapa mengirimkan dua wanita saja. Tapi setelah Shi Shih dan rekannya melayani kaisir itu tiba-tiba saja laki-laki setengah tua ini tertawa bergelak.

Shi Shih dan Ceng Tan memang jempolan. Hebat luar dalam. Di samping pandai melayani permainan ranjang juga mahir bersajak dan bernyanyi, membuat kaisar jatuh dan "anjlog" seratus derajat. Maklum, pelayanan yang diberikan dua wanita cantik itu memang istimewa dan khusus.

Apalagi mereka masih perawan. Perawan tulen yang asli dan belum pernah diganggu kumbang-kumbang yang nakal. Belum mengenal operasi selaput dara hingga keutuhan mereka tak perlu diragukan lagi. Orisinil! Dan kaisar yang tentu saja mabok dan segera tergila-gila pada dua wanita cantik ini terlena dan terbuai oleh asmara yang belum pernah seumur hidupnya dirasakan laki-laki tua itu...!

Pedang Medali Naga Jilid 25

PEDANG MEDALI NAGA
JILID 25
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Karya Batara
"DIA memang iblis!" Ceng Bi tiba-tiba melengking, memotong kalimat Sin Hong dan mengejutkan semua orang. Dan belum Sin Hong mencegah ibunya maka wanita ini telah melompat ke depan dengan muka merah padam. "Kun Houw, beri tahu kepada kami apa kesalahan suamiku kepadamu. Dulu kau datang dengan tudingan suamiku membunuh ibumu. Sekarang, setelah kau tahu duduk persoalan sebenarnya apalagi yang kau maui? Benarkah suamiku membunuh ibumu? Kalau tidak, alasan apalagi yang kau bawa untuk memusuhi suamiku? Dosa apakah yang dia perbuat kepadamu hingga kau menusuhi ayah kandung sendiri?"

Kun Houw pucat. Dia terbelalak oleh berondongan yang berapi-api dan isteri nomor dua Pendekar Gurun Neraka itu, ibu tiri, putri Ciok thouw Taihiap Souw Ki Beng yang terkenal galak dan keras, psrsis mendiang ayahnya yang baru tewas ditangan Hun Kiat itu. Dan Kun Houw yang tentu saja tak dapat menjawab pertanyaan ini seketika mcnjublak dengan muka tertampar.

Benar. Kesalahan apalagi yang dilakukan Pendekar Gurun Neraka secara pribadi kepadanya? Bukankah justeru dia yang melakukan kesalahan berulang-ulang? Pertama, dulu dia menuduh dan membenci pendekar ini karena disangka membunuh ibunya, ibu angkat yang dulu disangka ibu kandung. Yakni Bwee Li yang ternyata bekas selir raja muda Yung chang itu. Jadi dia salah alamat dan seharusnya minta maaf.

Tapi, belum dia melakukan itu tahu-tahu dia terlibat dalam kesalahan kedua. Menghadapi pendekar ini sebagai musuh ketika mereka bertemu di Wu-kian, ketika pertempuran berkobar hingga Bu Wi Hosiang dan Thian Kong Cinjin tewas. Lalu, belum juga dia menebus semuanya itu sekarang untuk ketiga kalinya dia datang untuk menangkap Pendekar Gurun Neraka. Padahal, secara pribadi pendekar itu tak mempunyai kesalahan sedikiipun juga. Tak ada urusan hingga harus dikejar-kejar secara pribadi! Jadi bagaimana dia harus menjawab ibu Sin Hong yang marah itu? Dan apa pula yang harus dijawabnya?

Kun Houw terpukul. Sesungguhnya dia memang terjebak dalam nasib yang amat buruk. Kesialan yang membawa dia pada buntut yang panjang. Gara-gara pertempuran dengan Ok-ciangkun dulu. Pertaruhannya yang gagal! Dan Kun Houw yang tertegun tak dapat menjawab tiba-tiba merasa hatinya sakit bukan main. Pedih dan ingin menangis. Tapi Kun Houw yang gemetar menahan diri memejamkan mata. menggigit bibir kuat-kuat. Tak mau memberi tahu apa yang sesungguhnya menyebabkan dia memusuhi ayahnya serdiri. Tak mau memberi tahu bahwa sesungguhnya dia sendiri terjebak oleh Ok ciangkun. Dimana sebagai seorang jantan dia harus menepati janjinya, membantu panglima itu. Setahun! Dan Kun Houw yang tiba-tiba berkeringat mukanya mendadak kelu tak dapat menjawab.

Tapi Kui Hoa melangkah maju. Dia tahu apa yang menyulitkan pemuda ini, maklum bahwa Kun Houw diremas-remas perasaannya dan hancur menghadapi berondongan Ceng Bi. Maka mengedikkan kepala membela kekasihnya dia berkata, "Kun Houw datang bukan untuk pribadi, hujin Tapi sebagai utusan ayahku yang datang mewakili urusan kerajaan. Ini urusan pemberontak, bukan perorangan!"

"Hm, dan kenapa Kun Houw harus membantu ayahmu? Bukankah karena kesesatannya berpikir?" Ceng Bi menjengek. "Kelompokmu adalah kelompok manusia-manusia busuk, bocah ingusan. Tak perlu membela Kun Houw kalau dia bersalah!"

Kui Hoa marah. "Kun Houw membantu bukan karena kesesatannya berpikir, hujin. Justeru menunjukkan kegagahannya sebagai seorang jantan. Dia kalah bertaruh dan karena itu menepati janji taruhannya!"

Ceng Bi melengah. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang mendahului bertanya mengerutkan keningnya, "Janji taruhan tentang apa, nona? Apa maksudmu?"

Kui Hoa ganti menjengek. "Kun Houw kalah bertaruh dengan ayahku, Pendekar Gurun Neraka. Mereka mengadakan pertandingan dimana yang kalah harus tunduk pada yang menang. Dan Kun Houw kalah. Maka dia menepati janjinya dan membantu karena tak mau menjilat kata-kata sendiri"

Pendekar Gurun Neraka tertegun. Dia dan semua orang yang ada di situ terbelalak. Dan Pendekar Gurun Neraka yang menghela napas diam-diam memaki panglima she Ok itu. Maklum telah terjadi sesuatu yang telah diatur. Bahwa ada semacam rencana dari panglima itu yang memang sejak mudanya telah memusuhi dirinya. Tapi tersenyum dan mengangguk-angguk pendekar ini memandang Kun Houw, melihat bahwa kegagahan pemuda ini telah "diperalat" Ok-ciangkun, yang cerdik dan memang berbahaya. Dan prihatin memandang puteranya dari mendiang iblis betina Tok-sim Sian-li ini Pendekar Gurun Neraka bertanya.

"Benar yang dikatakan gadis ini, Kun Houw? Kau terikat janji pertaruhan dengan panglima itu?"

Kun Houw mengangguk, segan dan berat.

"Seumur hidup?"

"Tidak, hanya setahun."

"Dan kau tetap ingin menangkap aku?"

Kui Hoa melengking. "Itu adalah tugas utamanya, Pendekar Gurun Neraka. Karena itu bersiaplah dan tak perlu banyak bicara lagi!"

Tapi Bi Lan melompat maju. "Setan perempuan, tak gampang Kun Houw mau menangkap ayah. Masih ada aku yang siap menghajar kalian!"

Kui Hoa terkejut. "Kalian mau mengeroyok?"

"Cih, siapa main keroyok? Seorang diri cukup bagiku merundukkan kalian, siluman betina. Maju dan cabutlah pedangmu!"

Kui Hoa melompat mundur. Mukanya merah mendengar tantangan ini, tapi melirik adiknya yang ditangkap Sin Hong dia menjadi ragu.

Dan Bi Lan mengejek. "Kau takut?"

Kui Hoa marah. "Siapa takut? Tapi supaya hatiku tenang bebaskan dulu adikku itu. Kita bertanding agar yang lain tak berbuat curang!"

Bi Lan tertawa melalui hidung. "Adikmu tertangkap karena kepandaiannya masih rendah, siluman betina. Kalau minta dibebaskan sebaiknya kau minta maaf dulu. Kami tak akan menekan pihakmu dengan tertangkapnya adikmu itu di tangan kami!"

Kui Hoa naik darah. Dia tersinggung, dan tak sudi meminta maaf tentu saja, dia mencabut pedang dan langsung maju ke depan. "Bagus, kalau begitu biar kurobohkan kau dulu bocah bermulut besar. Aku percaya kegagahan kalian yang tak akan mempergunakan adikku sebagai alat mencapai kemenangan!"

Tapi Kun Houw yang berhasil menindas kegugupannya menggoyang lengan. "Nanti dulu. Tahan, Kui Hoa....!" dan menghadapi semua orang dengan sikap yang keras Kun Houw memandang lawan utamanya. "Sebaiknya kau maju saja. Pendekar Gurun Neraka. Aku siap menghadapimu dan yang lain tak perlu ikut campur!"

Pendekar Gurun Neraka tersenyum, senyum pahit. "Kau yakin anak isteriku tak akan membela, Kun Houw? Aku tidak takut. Tetapi mereka tentu juga tak akan membiarkan!" dan Bi Lan yang melintangkan pedang dengan gagah melindungi ayahnya berkata,

"Benar, kau tak dapat menghadapi ayah sebelum menghadapi aku. Kun Houw. Betapapun kami tak akan tinggal diam melihat kau menantang ayah!"

Dan Sin Hong juga maju ke depan, mengerutkan keningnya. "Dan kau tak mungkin menghadapi ayah kalau aku di sini, Houw-ko. Kami semua tak akan membiarkan kau menangkap sesuka hatimu. Sebaiknya kau minta ampun saja atau pergi baik-baik."

"Hm!" Kun Houw gemetar. "Kalau begitu siapa maju dulu? Kaukah Sin Hong?"

Sin Hong mengangguk. "Boleh, demi baktiku pada ayah, Houw-ko. Kalau kau ingin kita bertempur aku siap melayaninya!"

Tapi Bi Lan melengking. "Sebaiknya kau mundur dulu, Hong-ko. Masih ada aku di sini. Biar kuhajar dia!" dan Bi Lan yang memasang kuda-kuda di depan Kun Houw dengan mata berapi-api sudah siap untuk bertanding penuh kemarahan.

Tapi Kui Hoa sekarang menyentuh lengan kekasihnya. "Houw-ko, setan perenpuan ini sebaiknya tak perlu kaulayani. Tenagamu diperlukan untuk yang lain. Kau berikanlah dia kepadaku dan mundurlah!" lalu, tak memberi kesempatan Kun Houw membantah Kui Hoa sudah menerjang ke depan menusuk tenggorokan lawan.

"Yap Bi Lan, kau terimalah seranganku!"

Bi Lan mendengus. Dia bermaksud menantang Kun Houw, tapi melihat Kui Hoa menyerangnya dengan pedang menusuk cepat mau tak mau dia mengelak dan menangkis dengan pedangnya pula.

"Trang!"

Dua gadis itu terhuyung. Mereka sama-sama tergetar, terbelalak dan marah memandang lawan. Tapi Kui Hoa yang sudah memekik tinggi tahu-tahu melompat dan menerjang kembali, mainkan ilmu silat pedangnva yang disebut Jeng-ging-toat beng kiam-sut (Silat Pedang Seribu Pelangi Mencabut Nyawa), ilmu pedang yang dipelajari dari ayahnya dan berasal dari nenek iblis Mo-li Thai houw, hebat dan bergulung naik turun bagai pelangi yang berkelebatan menyambar-nyambar. Dan Bi Lan yang harus berlompatan ke sana ke mari membelalakkan matanya tiba-tiba terdesak mundur.

"Bi Lan, pergunakan Cui-mo Kiam-sut (Silat Pedang Pengejar Iblis)....!"

Bi Lan mengangguk. Ia sudah membentak dan memutar kakinya, menggeliatkan pinggang dan menangkis satu tusukan yang mengarah dadanya. Dan ketika dua pedang terpental dan sama mengeluarkan bunga api tiba-tiba Bi Lan balas menyerang dan melengking tinggi. Dan begitu dia bergerak memutar pedangnva tahu-tahu Jeng ging-toat-beng-kiam-sut menghadipi satu gulungan sinar yang menyambar tak putus-putusnya, bergerak bagai air yang mengalir tiada henti, bertubi-tubi mengimbangi Kui Hoa. Dan ketika Bi Lan mengerahkan ginkangnya pula maka tiba-tiba saja bayangan gadis ini lenyap dibungkus putaran pedangnya.

Kui Hoa terkejut. Dia melihat lawan mendesak dan menekan, gencar melakukan serangan dan tak kalah hebat dengan Jeng ging-toat-beng-kiam-sut yang dia miliki. Dan karena lawan mengerahkan ginkang untuk mempercepat putaran pedangnya hingga lenyap di balik gulungan pedangnya terpaksa Kui Hoa membentak dan mengerahkan pula ilmu meringankan tubuhnya. Puteri Ok-ciangkun ini tak mau kalah. Dan begitu dia mengbentak dan menambah kecepatannya tiba-tiba dua orang gadis itu sama lenyap di balik gulungan pedang yang menyambar-nyambar.

"Bagus, kita mengadu kepandaian secara adil siluman betina. Jangan beralasan lagi kalau aku berhasil merobohkanmu!"

Kui Hoa memekik. "Tak perlu cerewet, setan perempuan. Aku mengharap kau tak dibantu orang tuamu kalau kalah!"

Keduanya sudah bertanding lagi dengan gencar. Kui Hoa dan Bi Lan sama-sama menggerakkan pedang dengan hebat, menusuk dan membacok dengan jurus-jurus terampuh. Dan ketika pertandingan meningkat dan Bi Lan melancarkan satu tikaman beranting dengan jurus yang disebut Sin-kiam-hoan sin (Pedang Sakti Membalikkan Tubuh) tiba-tiba Kui Hoa dibabat pundaknya oleh pedang yang tajam.

"Bret!"

Bi Lan terbelalak. Dia melihat lawan terhuyung mundur, robek baju pundaknya namun tidak terluka. Dan ketika dia membentak dan kembali menyerang dengan satu tusukan cepat ke dada lawan dan pedang mental tak dapat menusuk tiba-tiba Bi Lan terkejut dan sadar bahwa lawannya ini kebal.

"Hoat-lek kiam-ciong-ko...!"

Kui Hoa tertawa mengejek. Dia memang mempergunakan ilmu kebalnya itu, melindungi diri hingga kebal terhadap semua senjata tajam. Dan ketika lawan bertubi-tubi menyerang dan semua serangannya mental bertemu badannya tiba-tiba Bi Lan ganti terdesak oleh jurus-jurus serangan pedangnya yang ganas dan berbahaya.

"Kau tak dapat mengalahkan aku, setan perempuan. Pedangmu terlampau tumpul dan perlu diasah lebih tajam!"

Bi Lan marah. Dia melengking tinggi oleh ejekan ini, melompat ketika pedang lawan menyambir tenggorokannya. Dan ketika pedang lewat dan Kui Hoa belum memperbaiki posisinya tiba-tiba dia menendang pedang di tangan lawan dengan putaran tumitnya.

"Plak!"

Kui Hoa terkejut. Dia berseru keras ketika pedang terlepas dari tangannya, terlempar di udara. Tapi berjungkir balik mengejar senjatanya dia berhasil merebut kembali dan membentak marah. Lalu berteriak dan balas menyerang Kui Hoa mulai membantu serangan pedangnya dengan tamparan-tamparan tangan kiri, melakukan pukulan-pukulan Gin kong jiu karena maklum akan kelihaian puteri Pendekar Gurun Neraka ini, yang sudah didesak namun masih berbahaya dan mampu melepaskan pedangnya. Dan begitu Kui Hoa membentak dan membantu serangannya dengan pukulan pukulan tangan kiri ini tiba-tiba Bi Lan mundur-mundur dan menggigit bibirnya.

Sebenarnya, kalau Kui Hoa tidak memiliki Hoat-lek-kim ciong ko itu sudah sejak tadi ia dapat merobohkan lawannya ini. Sejak pertama kali pedangnya membabat pundak lawannya itu, yang ternyata hanya merobek baju saja dan tak dapat melukai. Dan karena bingung dan gemas belum mendapat jalan keluarnya akhirnya Bi Lan mundur-mundur dan sengaja mengelak semua serangan lawan, memeras otak mencari akal bagaimana dia dapat mengalahkan musuhnya ini. Dan Kui Hoa yang mengira lawan berhasil diteter berkali-kali mengejek dengan muka girang.

Tapi Kun Houw justeru mengerutkan kering. Dia melihat apa yang tak dilihat kekasihnya. Melihat bahwa sebenarnya Bi Lan sengaja mengelak dan berlompatan ke sana ke mari untuk mencari "lubang", bukan terdesak benar-benar karena kalah pandai. Dan Kun Houw yang tertarik oleh pertandingan adu pedang dua orang gadis ini tiba-tiba tersedot perhatiannya untuk mengukur mana sebenarnya ilmu pedang mereka yang paling hebat. Dan Kun Houw diam-diam tercekat. Dia melihat Cui-mo Kiam-sut yang dimainkan Bi Lan memiliki teknik yang lebih tinggi, lebih "bersih" dan lebih kuat.

Sementara Jeng-ging-toat beng kiam-sut yang dimainkan Kui Hoa lebih garang tapi kalah tehnik dibanding Cui-mo Kiam-sut, jadi berarti warisan Mo i Thai-houw itu kalah unggul. Tapi, karena Kui Hoa memiliki Hoat-lek kim-ciong-ko yang hebat dan luar biasa itu maka kelemahan pedang di tangan gadis ini tertutup oleh ilmu kebal yang membuat lawan bingung tak dapat melukai. Dan itu dialami Bi Lan.

Gadis ini memang bingung dan penasaran bukan main, marah dan mendongkol harus berlompatan ke sana-sini, seakan takut dan sepintas berada di pihak yang terdesak. Tapi Bi Lan yang terus memutar otaknya mencari akal tiba-tiba berseri dan girang ketika menemukan satu jalan keluar. Dan jalan itu adalah...

Bi Lan melengking. Dia tak mau merenung lagi lebih jauh, membentak dan menangkis tusukan pedang yang menyambar lehernya, mengerahkan kekuatannya hingga pedang mengeluarkan bunga api mengejutkan lawan, mencrat dan sama-sama tergetar, pedas telapak tangan masing-masing.

Dan sementara Kui Hoa terbelalak oleh benturan ini sekonyong-konyong Bi Lan menyerang mata kanannya dengan tikaman cepat, disusul totokan dua jari telunjuk dan tengah menuju mata kirinya, jadi melupakan gerakan silang yang luar biasa hebat dan berbahaya. Dan Kui Hoa yang tentu saja tak dapat melindungi matanya dengan Hoat-lek-kim-ciang-ko tiba-tiba membentak dan kaget bukan main.

"Aih...!" Kui Hoa melempar kepala ke belakang. Dia tak sempat lagi menggunakan pedangnya menangkis. Maklumi, kedudukan mereka amat dekat dan serangan Bi Lan ini rupanya merupakan serangan nekat, karena gadis itu tak melindungi diri dengan konsentrasi penuh pada serangan ke depan. Jadi ingin merobohkan lawan dengan menanggung resiko apapun.

Dan Kui Hoa yang tentu saja gusar oleh serangan ini tiba-tiba menimpukkan pedangnya begitu totokan luput mengenai matanya, menyambit pedang mengejutkan Bi Lan. Tapi Bi Lan yang rupanya sudah memperhitungkan semua resiko tiba-tiba mengegos dan meneruskan totokannya ke bawah, ke jalan darah Kiang-hu-hiat di pundak kanan. Dan begitu jari menyentuh jalan darah di tempat ini tiba-tiba Kui Hoa roboh tapi pedang menancap di pangkal lengan Bi Lan.

"Plak! Crep...!"

Bi Lan terhuyung. Dia melihat lawan berhasil ia robohkan, tertotok tak berdaya di atas tanah, mendelik padanya. Dan Bi Lan yang mencabut pedang yang melukai pundaknya tiba-tiba membentak mengulang tusukannya, menyerang mata Kui Hoa, karena tempat itulah yang tak dapat dilindungi kekebalan. Dan Kun Houw yang tentu saja kaget oleh serangan ini sudah membentak dan menangkis ke depan, bersamaan dengan Pendekar Gurun Neraka yang juga berteriak mencegah puterinya dengan mengebutkan ujung lengan baju. Dan begitu dua orang ini menangkis pedang di tangan Bi Lan sekonyong-konyong pedang itu mencelat sementara Bi Lan sendiri terbanting roboh!

"Plak-dess!'"

Dua orang itu sudah berdiri berhadapan. Kun Houw terkejut melihat Pendekar Gurun Neraka turun tangan, mencegah puterinya membunuh Kui Hoa. Dan tangkisannya yang bertemu ujung baju ayahnya itu tiba-tiba membuat keduanya terdorong mundur dan dipandang kagum pendekar besar ini.

"Hebat, sinkangmu luar biasa, Kun Houw. Inikah warisan Bu-beng Sian-su yang kaudapatkan bersama Sin Houg?"

Kun Pouw tertegun. Dia tadi memang mempergunakan tenaga saktinya itu untuk melempar pedang Bi Lan, bertemu dengan tenaga sakti Pendekar Gurun Neraka yang juga sama-sama menampar pedang paterinya, jadi berbenturan di badan pedang membuat pedang mencelat dan membanting Bi Lan yang tunggang-langgang. Dan mendengar Pendekar Gurun Neraka bertanya tentang ilmunya itu yang didapat bersama Sin Hong tahulah dia bahwa Sin Hong rupanva telah bercerita dengan ayahnva itu tentang warisan Bu-beng Sian su yang sama-sama mereka miliki. Maka, melirik dan melihat Sin Hong melompat maju diapun mengangguk dan tak perlu menyembunyikan rahasia.

"Benar, itu adalah Jing-liong Sin-kang. Mendapat kehormatankah kali ini untuk aku menghadapi kepandaianmu?"

Pendekar itu mengangguk. "Kalau ingin coba-coba. Kun Houw. Boleh saja kalau kau suka."

Tapi Sin Hong menghalang ayahnya. "Tidak, biar aku yang menghadapinya, ayah. Aku tak mau kau turun tangan kalau aku masih di sini."

Namun Pendekar Gurun Neraka yang menggelengkan kepalanya dengan mata bersinar mendorong puteranya. "Tidak, aku ingin main-main sebentar dengannya, Hong ji. Biarkan kulihat sampai di mana ilmu silatnya itu. Jangan khawatir, kalau kurasa cukup aku akan mundur dan boleh kau maju."

"Tapi...."

Pendenar Gurun Neraka tertawa. "Jangan cemas, Hong-ji. Jelek-jelek dia adalah puteraku. Tak mungkin membunuh aku!"

Sin Hong mengalah. Dia melihat Kun Houw merah mukanya, tertampar oleh kata-kata ayahnya ini. Dan Pendekar Gurun Neraka yang menggapai tenang sudah memasang kuda-kudanya. "Kun Houw, majulah. Cabut pedangmu!"

Kun Houw tertegun. Dia melihat kegagahan luar biasa pada sikap pendekar itu, merasakan kewibawaannya yang besar namun lembut, halus dan kuat. Dan Kun Houw yang ragu ragu menerima tantangan ini justeru terbelalak dan bengong di tempat, tak mencabut pedang. Ragu apakah pendekar itu mampu menghadapi ketajaman Pedang Medali Naga!

Dan Pendekar Gurun Neraka yang tertawa melihat ini kembali menggapaikan lengannya. "Cabut pedangmu, Kun Houw. Bukankah kau ingin main-main sebentar?"

Kun Houw menggigit bibir. Betapapun dia sangsi akan kesanggupan ayah kandungnya itu menghadapi pedangnya, pedang pusaka yang dulu tak dapat dilayani Hoat lek-kim-ciong-ko sekalipun, pembuat Panglima Ok terluka dan terdesak. Bahkan nyaris kalah! Dan Kun Houw yang melihat pedang Kui Hoa di atas tanah tiba-tiba memungut pedang ini dan menjadi lega, menyambarnya dan memasang kuda-kuda pula di depan lawannya itu. Dan melihat Pendekar Gurun Neraka tak mencabut senjata diapun berkata dengan suara berat "Kau keluarkan senjatamu, Pendekar Gurun Neraka. Aku tak biasa menyerang lawan dengan pedang di tangan."

Pendekar itu tertawa. Dia simpati oleh kegagahan yang ditunjukkan pemuda ini, melihat betapa garis-garis kegagahannya menurun pada Kun Houw, yakin bahwa anak ini adalah benar keturunannya dari si iblis wanita Tok sim Sian-li, yang meskipun lahir di luar kehendaknya namun tidak mewarisi watak ibunya. Dan Pendekar Gurun Neraka yang tertawa oleh permintaan Kun Houw lalu menggoyang lengan dan ingin menguji lebih jauh.

"Tak perlu. Aku lebih senang mempergunakan kaki dan tanganku untuk menghadapi lawan, Kun Houw. Sebaiknya tak perlu ragu dan seranglah. Aku siap!"

Kun Houw mengerutkan kening. Kalau bukan Pendekar Gurun Neraka yang bicara tentu dia akan menganggap lawan merendahkan dirinya, menganggap sombong dan mungkin membangkitkan kemarahannya. Tapi maklum akan kehebatan lawannya ini dan nama besar Pendekar Gurun Neraka cukup mengguncangkan dunia dia pun mengangguk dan menyimpan pedangnya pula.

"Baik, aku akan bertangan kosong dulu, Pendekar Gurun Neraka. Kalau tak mampu menghadapimu barulah kupergunakan pedang ini untuk memperoleh kemenangan Awas... !" dan Kun houw yang membentak menerjang ke depan tahu-tahu menampar mempergunakan Jing-liong Sin-kangnya itu, setengah bagian. Tak tergesa-gesa untuk mendapat kemenangan karena ingin mengukur dulu kekuatan lawannya itu. Dan Pendekar Gurun Neraka yarg tersenyum lebar sudah miringkan tubuh dan menangkis ke samping.

"Dukk!"

Dua lengan itu bergetar keras. Semua orang merasa betapa tanah yarg mereka injak berderak bagai kejatuhan bangkai gajah, mengejutkan dan membuat kaki mereka terpeleset. Dan Kun Houw yang terbelalak oleh benturan tenaga ini tiba-tiba membentak dan kembali menyerang. Dia mengayun lengan kirinya, melakukan pukulan dengan telapak terbuka, bergerak lebih cepat dan melompat memukul leher. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang kembali tersenyum lebar sudah merendahkan kepala dan manangkis dari bawah ke atas.

"Dukk!" Kun Houw kembali terbelalak. Dia merasa benturan ke dua ini mementalkan lengannya, melihat Pendekar Gurun Neraka menambah tenaga untuk menindihnya Dan Kun Houw yang maklum akan kesaktian lawannya ini tiba-tiba melengking dan berkelebat lenyap mainkan Tangan Pedangnya.

"Pendekar Gurun Neraka, hati-hati. Aku akan menyerangmu lebih cepat!"

Pendekar Gurun Neraka tertawa. Dia melihat Kun Houw melejit cepat berputaran mengitari dirinya, kedua lengannya membacok dan menusuk bagai sebatang pedang, mendesing dan mulai bersiutan dengan ganas dan mengerikan, menyambar-nyambar mengancam seluruh bagian tubuhnya tanpa sungkan-sungkan lagi. Namun pendekar sakti yang tenang-tenang ini tak mengikuti gerakan Kun Houw. Dia bersikap lamban, mengerahkan sinkang melindungi diri. Dan ketika beberapa pukulan Kiam-ciang mengenai tubuhnya tiba-tiba Kun Houw terkejut karena pukulannya mental bertemu kulit lawan yang atos. Kebal!

Dan Kun Houw yang tentu saja membentak keras tiba-tiba menjadi penasaran dan marah. "Perdekar Gurun Neraka, jangan menerima pukulan saja. Ayo membalas!"

Pendekar itu tersenyum. "Aku membalas kalau seranganmu mulai berbahaya, Kun Houw. Kalau belum tentu saja aku tak akan membalasmu. Ayo keluarkan semua kepandaianmu!"

Kun Houw terbelalak. Dia melihat pendekar ini memang betul-betul hebat sekali, sinkangnya kuat dan mampu melindungi diri dari tamparan-tamparan Tangan Pedangnya dengan baik. Bahkan kian lama dia merasa tangannya sendiri sakit dan pedas. Mengejutkan! Dan ketika dia mulai bergerak lebih cepat untuk melancarkan serangan-serangan yang lebih berbahaya tiba-tiba Kun Houw menambah sinkangnya untuk melakukan pukulan lebih antep.

Dan Pendekar Gurun Neraka terbelalak. Dia merasa Tangan Pedang lawannya itu mulai ganas. Setiap pukulan atau tamparannya membuat ia tergetar, terhuyung. Dan ketika Kun Houw membentak dan berkelebatan menyerang dirinya tiba-tiba angin yang tajam mulai mengiris-iris bajunya.

"Bagus, ini baru istimewa, Kun Houw. Tapi kerahkan lagi semua kekuatanmu. Jangan sungkan-sungkan."

Kun Houw membelalakan matanya. Dia membuat pendekar itu mulai terkejut, baju di pundak dan dadanya robek. Tapi lawan yang masih dapat menahan semua pukulannya dengan tenaga yang kuat itu tetap saja tak terluka. Padahal, untuk keadaan-keadaan biasanya dia sanggup membacok putus sebuah golok dengan Tangan Pedangnya itu, dengan angin pukulannya saja. Dan Kun Houw yang kagum oleh kehebatan lawannya ini mendadak melengking dan mainkan silat pedang tangan kosongnya dengan sepenuh tenaga!

"Cratt....!"

Dan Pendekar Gurun Neraka terhentak. Dia melihat serangan lawannya ini berobah, tidak lagi cepat melainkan perlahan bergerak lamban namun diiringi tenaga yang dahsyat, tajam dan dingin. Dan Pendekar Gurun Neraka yang tiba-tiba terdesak mendadak terhantam lehernya oleh bacokan Kun Kouw yang mempergunakan Tangan Padangnya itu.

"Plak!" dan.... Pendekar Gurun Neraka terputar tubuhnya. Untuk pertama kali pendekar ini hampir terpelanting, dan ketika Kun Houw menyusul dan membentak keras tahu-tahu pundaknya terbacok dan roboh terbanting!

"Dess!"

Semua orang terkejut. Mereka melihat Kun Houw mulai menjadikan tubuh lawannya bulan-bulanan pukulan, membacok atau menusuk hingga Pendekar Gurun Neraka jatuh bangun, kaget oleh serangan yang ganas ini. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka mulai tergores kulitnya oleh Tangan Pedang yang tajam bersiutan ini mendadak pendekar itu membentak dan balas menyerang.

"Kun Houw, hati-hati. Aku akan membalas!"

Kun Houw menggigit bibirnya. Dia tak menjawab seruan itu, melihat lawan membalik dan menangkis pukulan Tangan Pedangnya. Dan ketika banturan di antara mereka membuatnya tergetar tahu-tahu dia melihat uap panas muncul di permukaan lengan lawannya itu.

"Lui kong-yang Siu-kang (Tenaga Sakti Inti Petir)!"

Kun Houw terkejut. Dia tiba-tiba melihat lawan mendorong dorong, mengebut dan menangkis samua serangan Tangan Pedangnya. Dan ketika pukulannya mulai tertahan dan Kun Houw menghadapi tembok hawa yang panas dan mulai membakar tubuhnya mendadak Kun Houw memekik dan membacok dengan dua tangan berbareng.

"Plak-dess!"

Kun Houw tergetar. Dia tertahan oleh tenaga yang dahsyat dari lengan lawannya itu, merasa betapa tiba-tiba hawa panas "mengiris" hawa dingin Tangan Pedangnya, menembus dan membelah dua bacokannya yang dilancarkan berbareng. Dan ketika lengan Pendekar Gurun Neraka semakin mengepul dan uap panas itu menjadi tebal sekonyong-konyong Kun Houw menjerit dan terlempar roboh, terdorong oleh hawa mujijat Lui-kong-yang Sin-kang itu.

"Bress...!"

Kun Houw terguling-guling. Dia kaget bukan main oleh tenaga sakti lawannya ini, merasa dadanya ampek dan terbakar. Tapi Kun Houw yang penasaran dan sudah melompat bangun tiba-tiba membentak dan kembali menyerang, menusuk dan membacok bertubi-tubi dengan Kiam-ciangnya itu, bahkan menendang pula untuk memperoleh kemerangan. Tapi ketika Lui-kong-yang Sin-kang melindungi lawannya itu dan uap panas menolak balik semua serangannya tiba-tiba Kun Houw tertegun dan mengeluh. Pendekar Gurun Neraka tak dapat didekati, pukulannya selalu mental bertemu hawa yang kuat ini.

Dan ketika pendekar itu tertawa dan mulai menggerak-gerakkan lengannya mendorong tiba-tiba Kun Houw terdesak dan mundur-mundur dengan muka pucat. Tangan Pedangnya tak berdaya, lumpuh menghadapi benteng hawa yang menbungkus lawannya itu. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka membalas dan beberapa pukulan atau tamparan ganti menyengat tubuhnya tiba-tiba Kun Houw terdesak dan jatuh bangun.

"Aih, hebat sinkangmu. Pendekar Gurun Neraka. Aku mengakui kepandaianmu yang luar biasa ini!"

Pendekar Gurun Neraka tersenyum. Dia melihat lawannya itu memiliki kejujuran, tak malu memuji lawan dan terus terdesak mundur-mundur, masih mencoba bertahan dengan susah payah. Dan ketika satu tamparan kembali membuat Kun Houw terbanting dan mencelat roboh barulah pemuda itu memekik dan mencabut pedangnya.

"Pendekar Gurun Neraka, maafkan aku. Dengan tangan kosong aku kalah...!"

Pendekar ini tertawa lebar. Dia melihat Kun Houw benar-benar sportif, mengakui kelemahan diri sendiri dan berjungkir balik memutar pedang, melengking dan tiba-tiba menyerangnya dengan dahsyat, dari atas ke bawah, menusuk ubun-ubun kepalanya dengan permainan pedang yang luar biasa sekali. Dan maklum bahwa lawannya ini memang mahir bermain pedang dari-pada bertangan kosong tiba-tiba Pendekar Gurun Neraka menggerakkan tangan menangkis dengan telapak terbuka,

M "Plak!"

Dan Pendekar Gurun Neraka terkejut. Dia melihat pedang di tangan lawannya itu melejit, mental bertemu telapak tangannya yang sudah dilindungi sinkang, menukik dan tiba-tiba menyerang dengan kecepatan luar biasa menusuk hidungnya, ganas sekali. Dan karena masih bergetar dan siap melanjutkan serangan menusuk matanya terpaksa pendekar ini menangkap dan berseru keras, maklum dengan pedang ditangan Kun Houw tak boleh dibuat main main, penuh gerak tipu yang berbahaya karena pemuda itu adalah pewaris tunggal si jago pedang Bu tiong-kiam Kun Seng. Dan begitu membentak dan menampar dengan pukulan miring tiba-tiba pedang lawan tertangkap dan terjepit di kedua jari tengah dan telunjuknya.

Tapi Kun Houw tertawa mengejek. Dia sengaja membiarkan pedangnya dijepit, sedang melancarkan jurus yang disebut Angin Gunung Membelai Dewi, membiarkan lawan terkecoh dengan jepitannya itu, mengira gerak pedangnya terhenti di tengah jalan. Dan begitu lawan tertawa memandangnya tahu-tahu Kun Houw membetot dan ganti menusuk bawah tenggorokan.

"Tak!" Kun Houw berhasil. Pedangnya mengenai tenggorokan lawan, melejit dan membuat Pendekar Gurun Neraka terkejut. Tapi pedang yang mental bertemu leher lawan yang kebal ganti membuat Kun Houw terbelalak. Kaget bahwa lawan melindungi dirinya dengan Lui-kong-yang Sin-kang. Sinkang yang tidak hanya membuat pendekar ini kebal terhadap pukulan-pukulan berat tapi juga serjata tajam. Dan Kun Houw yang tentu saja terkejut dan kagum bukan main tahu-tahu meneruskan tikamannya ke dada Pendekar Gurun Neraka.

"Brett!" Pendekar Gurun Neraka terdorong mundur. Dia kaget dan terbelalak oleh kecepatan gerak pedang di tangan Kun Houw, mengakui betapa ganas dan berbahayanya serangan itu. Tapi Kun Houw yang lagi-lagi melihat pedangnya mental bertemu dada lawan tiba-tiba tertegun dan berseru keras. Terbelalak bahwa pedangnya hanya merobek baju, tak dapat melukai pendekar itu. Dan Kun Houw yang melengking tinggi tahu-tahu membentak dan mainkan Bu-tiong Kiam-sutnya, Ilmu Pedang Dalam Kabut.

"Pendekar Gurun Neraka, awas. Sekarang pedangku tak akan mengenal mata lagi!"

Pendekar Gurun Neraka mengangguk. Dia sudah melihat lawannya itu menyambar-nyambar dengan pedang di tangan, hebat dan luar biasa, sebentar saja lenyap dalam gulungan cahaya yang naik turun bagai gelombang samudera, ganas dan menerjang dirinya dari segala arah, bertubi-tubi. Dan ketika Kun Houw bergerak sambil mengerahkan ginkangnya pula maka tiba-tiba saja pemuda itu sudah tak kelihatan lagi di balik putaran pedangnya yang hebat dan mengagumkan.

"Bagus, silat pedangmu indah, Kun Houw. Tapi jangan buru-buru, aku dapat bergerak mengimbanginya!" dan Pendekar Gurun Neraka yang tertawa menyambut terjangan lawan tiba-tiba mengerahkan Jouw-sang hui-tengnya (Terbang Di Atas Rumput), berkelebatan mengimbangi gin-kang pemuda itu untuk bertanding lebih sungguh-sungguh.

Dan begtu keduanya bergarak sama cepat tiba-tiba keduanya sudah saling belit dan lenyap di balik gulungan pedang, yang mulai melebar dan membentuk asap atau kabut yang bergulung-gulung naik turun. Indah tapi berbahaya. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka mulai menangkis dan mainkan Khong-ji-ciangnya untuk menghadapi pedang di tangan Kun Houw tiba-tiba pertandingan menjadi ramai dan menegangkan sekali.

Kun Houw harus memutar pedangnya dengan cepat. Mengerahkan semua kepandaiannya untuk mainkan Bu-tiong Kiam-sut sekuat tenaga. Dan ketika pedangnya bergulung-gulung membentuk kabut yang naik-turun menyambar-nyambar tiba-tiba lawan tak dapat melihat arah serangannya lagi. Tusukan atau bacokan Kun Houw tersembunyi di balik asap pedang ini, membuat Pendekar Gurun Neraka berkali-kali terkejut karena menerima tusukan atau tikaman pedang itu, luput menangkis karena pedang menyeleweng di sisinya. Dan ketika berkali-kali pedang menyambar dan menusuk dirinya maka Kun Houw menjadi penyerang tunggal yang ganas sekali.

Tapi Kun Houw membelalakkan matanya. Pedangnya yang menikam atau membacok selalu mental, bertemu tubuh Pendekar Gurun Neraka yang seperti karet. Atos dan kenyal. Dan marah serta penasaran oleh kehebatan lawannya ini tiba-tiba Kun Houw memekik dan membabatkan pedangpya ke pinggang lawan. Dia jadi teringat pada Ok-ciangkun, yarg juga kebal dan sama seperti Pendekar Gurun Neraka ini.

Diam-diam membandingkan mana kiranya yang lebih hebat, panglima she Ok itu dengan Hoat lek kim-ciong ko-nya ataukah pendekar ini dengan Lui-kong-yang Sin-kangnya, yang sama-sama tahan menghadapi senjata tajam. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka menangkis dan menggerakkan lengan kirinya menampar tahu-tahu pedang bertemu dengan lengan pendekar sakti ini.

"Pletak...!”

Kun Houw terkejut. Dia terlampau kuat membacokkan pedangnya itu, pedang Kui Hoa, pedang biasa yang kini patah ditangkis lawan. Putus menjadi dua. Dan Pendekar Gurun Neraka yang melanjutkan tamparannya ke dada Kun Houw tahu-tahu menyambar dengan sinkang mujijatnya itu, sinkang berhawa panas yang membuat Kun Houw berseru keras.

Dan begitu tangan pendekar ini menyambar dengan kecepatan kilat tiba-tiba Kun Houw membentak dan melempar pedang buntungnya, mencabut Pedang Medali Naga dan terpaksa menangkis dengan mata terbelalak, tak tanu apakah lawan berani mengadu lengannya dengan pedang pusakanya itu, pedang yang luar biasa tajam hingga Ok-ciangkun sendiri gentar. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang meneruskan serangannya dan berani menghadapi Pedang Medali Naga ternyata mengebut dan terus membuka kelima jari tangannya.

"Bret!" Dan Kun Houw tertegun. Dia melihat pedangnya bertemu kelima jari lawan, ditangkap dan langsung dicengkeram. Dan sementara dia bengong oleh. keberanian pendekar itu tiba-tiba pedang dibetot dan Pendekar Gurun Neraka menendang lututnya. Terpaksa, Kun Houw berkelit dan sayang melepaskan pedangnya tentu saja Kua Houw menarik dan berseru keras, tak mau menyerahkan pedang.

Dan begitu dia membanting tubuh bergulingan ternyata Pendekar Gurun Neraka melompat mundur dan melepaskan pedangnya, kelima jarinya tergores luka, tak dapat dilindungi kekebalannya yang luar biasa itu. Masih kalah oleh Pedang Medali Naga! Dan Kun Houw yang melompat bangun dengan mata terbelalak mendengar lawan memuji sambil mendesis,

"Hebat, ilmu pedangmu benar-benar luar biasa, Kun Houw. Kau seperti harimau tumbuh sayap dengan Pedang Medali Naga di tangan!"

Kun Houw tertegun. Dia terkejut dan kagum bukan main pada pendekar besar ini, yang hanya tergores dan berani mencengkeram pedang pusakanya, perbuatan yang tak berani dilakukan oleh Ok-ciangkun, apalagi orang lain! Dan Kun Houw yang menjublak memandang pendekar ini tiba-tiba melibat Sin Hong melompat ke depan, penuh kekhawatiran.

"Kau tidak apa-apa, ayah? Sudah cukupkah permainan ini?"

Pendekar Gurun Neraka tertawa. "Aku hanya tergores sedikit. Hong-ji. Aku tak apa-apa, jangan khawatir."

"Dan kau mau menyudahi pertandingan ini?"

"Ah. siapa bilang? Justeru pertandingan ini akan tiba pada babak terakhir, Hong-ji. Kun Houw belum mengeluarkan semua jurus-jurus terhebatnya. Dia masih menyimpan tujuh jurus inti yang kudengar diciptakan Bu-tiong-kiam Kun Seng!"

Kun Houw terkejut. Dia kaget begaimana Pendekar Gurun Neraka dapat mengetahui rahasia itu, tapi maklum bahwa pendekar ini memang benar-benar luar biasa sekali maka diapun tertegun dan melihat Sin Hong membelalakkan matanya.

"Kau masih mau meneruskan pertandingan, ayah?"

"Ya," pendekar itu tertawa. "Kau mundurlah, Hong-ji. Biarkan kami main-main lagi dan tak perlu khawatir. Aku dapat menjaga diri," lalu, menepuk kedua tangannya hingga meledak mengejutkan Kun Houw pendekar ini melangkah maju. "Kun Houw. permainan kita sudah tiba pada babak penentuan. Keluarkanlah jurus jurus simpananmu untuk kulihat!"

Kun Houw tertegun.

"Eh, kenapa diam?" pendekar itu tersenyum. "Kau takut?"

Kun Houw menggigit bibir. "Aku tidak takut, Pendekar Gurun Neraka. Tapi yakinkah kau dapat menghadapi tujuh jurus intiku dengan selamat?"

"Ha-ha. itu kita lihat saja, Kun Houw. Tapi kuyakin dapat."

Kun Houw penasaran. "Dan dari mana kau tahu ilmu simpanan suhuku ini?"

"Ah, tak perlu ditanyakan, Kun Houw. Sebaiknya kau mulai saja dan majulah. Pergunakan Pedang Medali Nagamu itu!"

Kun Houw semakin penasaran. Dia melihat pendekar ini sudah mengosok-gosok telapak tangannya, mengeluarkan uap merah dan tampak bergetar, tanda mulai bekerjanya tenaga sakti yang membuat buku-buku jari tangannya berkerokan. Dan Kun Houw yang menghilangkan keraguannya dan membentak keras tiba-tiba berjungkir balik dengan pedang di bawah kepala, menamcapkannya di atas tanah dan menungging dengan kaki lurus, tegak tak bergoyang karena mulai dengan jurus pembukaannya, Tit-te-pai-seng (Menuding Bumi Menyembah Bintang), jurus pertama dari tujuh inti ilmu silat pedangnya. Dan maklum bahwa dia harus bekerja keras dan pertandingan ini adalah pertandingan yang menentukan dan paling berbahaya tiba-tiba Kun Houw menggigit bibirnya, sedikit gelisah.

"Pendekar Gurun Neraka, ini adalah pertandingan yang sungguh-sungguh. Maaf jika ada sesuatu yang membuatmu celaka."

Pendekar ini memasang kuda-kuda. "Tak perlu sungkan, Kun Houw. Aku dapat menjaga diriku dengan baik. Belum tentu kau dapat mencelakai aku meskipun dengan Pedang Medali Naga!"

"Baiklah." Kun Houw yang menggigil menahan marahnya memusatkan konsentrasi, mendongkol mendengar lawan bicara besar. Dan begitu melengking dan menggeliatkan pinggangnya mendadak Kun Houw melejit dan mulai menyerang, mencabut pedangnya dan "terbang" menusuk perut lawan, cepat dan luarbiasa bagai, gerakan seekor elang, menyambar dan tahu-tahu mencuit mirip rajawali menerkam mangsanya.

Tapi Perdekar Gurun Neraka yang sudah bersiap dan meledakkan telapak tangannya tiba-tiba merendahkan tubuh dan mengelak, sama cepat, mendengar pedang mendesing di atas kepala dan lewat serambut saja di bawah telinganya, tak berani menangkis karena kekebalannya tak dapat dipergunakan untuk menghadapi pedang yang ampuh itu. Dan begitu pedang lewat di pinggir kepalanya tiba-tiba pendekar ini menampar pergelangan tangan Kun Houw.

"Plak!" Kun Houw terputar. Dia tergetar dan rusak kuda-kudanya, terpelanting. Tapi Kun Houw yang membentak tinggi sudah membalik dan mengayun tubuh, berjungkir balik memutar pedang dan berkelebatan menyambar-nyambar, melanjutkan serangannya dengan jurus ke dua yang disebut Heng-hun-po-uh (Awan Berarak Hujan Mencurah).

Dan begitu Kun Houw melengking dan mainkan jurus kedua ini tiba-tiba saja tubuhnya lenyap berputaran di balik gulungan pedang yang berseliweran naik turun bagai naga menari, indah dan luar biasa cepat hingga bayangan pedangnya menutup rapat. Dan ketika Kun Houw membentak dan melakukan satu gerakan silang dari atas ke bawah tiba-tiba pedangnya "pecah" dan meluncur bagai hujan yang dicurahkan dari langit.

"Bagus, hebat sekali!" Pendekar Gurun Neraka berseru kagum, terbelalak dan takjub menyaksikan gerak pedang yang luar biasa ini, melihat ribuan mata pedang meluncur menghujani dirinya. Tapi pendekar yang sudah siap dengan segala kepandaiannya itu tiba-tiba membanting kakinya dan meledakkan telapak tanganya. Kun Houw hanya melihat sebuah cahaya menyambar dari telapak tangan lawan, lalu ketika terjadi benturan yang memekakkan telinga sekonyong-konyong api keluar dari ledakan telapak Pendekar Gurun Neraka itu.

"Clap!" Kun Houw terkejut. Dia melihat pedangnya terpental, kaget melihat kilatan api yang meluncur dari telapak lawan. Tapi Kun Houw yang ingat cerita gurunya tiba-tiba terbelalak dan berseru keras. "Lui kong Ciang-hoat (Silat Tangan Petir)!"

Pendekar Gurun Neraka tak tertawa. Dia tak menanggapi teriakan lawannya itu, karena ia memang telah mengeluarkan ilmu silatnya yang hebat ini, maklum bahwa hanya dengan ilmu silat itulah dia dapat menghadapi jurus-jurus Bu-tiong Kiam-su yang dahsyat, jurus-jurus inti yang dikeluarkan lawan untuk mengadu kepandaian secara sungguh-sungguh. Tak lagi main-main seperti tadi, yang lebih bersifat "warming-up" (pemanasan) dan saling mengukur kepandaian sebelum memasuki puncak pertandingan seperti sekarang.

Dan ketika Kun Houw melengking dan kembali menyerang dengan jurus berikutnya yang disebut Bu tiong-boan-seng (Bintang Bertaburan Di Dalam Kabut) tiba-tiba pendekar ini meledak-ledakkan telapak tangannya untuk menghantam gulungan pedang. Dan hebat sekali pertandingan itu. Pendekar Gurun Neraka mulai bergeser maju mundur, tak berani secara berdepan menerima Pedang Medali Naga. Dan ketika dua orang ini mulai membentak dan saling mengerahkan kepandaian masing-masing dengan jurus-jurus pilihan tiba-tiba pertandingan menjadi seru dan hebat bukan main.

Baik Kun Houw maupun Pendekar Gurun Neraka tak tertawa-tawa lagi. Mereka serius, bersungguh-sungguh. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka meliuk-liukkan tubuh dan menepuk kedua tangannya berkali-kali tiba-tiba telapaknya sudah menjadi merah seperti besi dibakar, meledak dan berkali-kali mengeluarkan kilatan api yang menahan serangan pedang. Dia ketika Bu-tiong ban-seng juga terpental oleh tangkisan Lui-kong Ciang-hoat yang berhawa panas ini tiba-tiba Kun Houw membentak dan mengeluarkan jurus ke empat.

Sebenarnya, dalam pertandingan-pertandingan sebelumnya menghadapi lawan-lawan tangguh belum pernah Kun Houw mengeluarkan tujuh jurus intinya secara lengkap. Bahkan terhadap Ok-ciangkun itupun tidak. Karena biasanya dalam jurus ke tiga dia sudah dapat menundukkan lawan dan memenangkan pertandingan, kecuali dengan Ok-ciangkun yang karena satu dan lain hal karena dia mempergunakan pedang biasa dia kalah, terpaksa menyerah karena pertandingan pada waktu itu lebih bersifat pibu, bukan adu jiwa atau pelampias dendam kesumat.

Tapi sekarang, menghadapi Pendekar Gurun Neraka yang jelas-jelas berani mencengkeram Padang Medali Naganya dan benar-benar hebat ini hingga tiga kali berturut-turut tiga jurus pertamanya gagal tertolak balik Kun Houw menjadi penasaran dan kaget juga, di samping kagum. Kagum dan terbelalak bahwa pendekar sakti ini memang benar-benar hebat dan lihai bukan main, rupanya masih di atas Ok-ciangkun!

Dan Kun Houw yang sudah meneruskan serangannya dengan jurus ke empat yang disebut Jing-kiam-sia-ciok (Seribu Pedang Memanah Batu) tiba-tiba memekik dan keluar dari gulungan pedangnya, menusuk dan menikam bertubi-tubi ke seribu jalan darah di tubuh lawan. Spektakuler! Tapi Pendekar Gurun Neraka yang lagi-lagi meledakkan kedua tangannya dengan Silat Tangan Petir itu sudah menangkis dan menjilatkan lidah apinya yang lebih besar.

"Clap!" Kun Houw terlempar. Dia harus membanting tubuh bergulingan mendapat pukulan petir itu, merasa pedangnya disengat stroom tegangan tinggi hingga menyentak urat-urat tubuhnya, kaku sejenak. Tapi Kun Houw yang penasaran dan semakin marah sudah melompat dan kembali menerjang dengan jurus ke lima, Hui-kiam-cui-liong (Pedang Terbang Mengejar Naga). 

Dan ketika lawan kembali meledakkan Pukulan Petirnya untuk menangkis pedang tiba-tiba Kun Houw sudah melakukan dua jurus terakhir yang disebut Sin-liong-hoan-eng dan Sin-liong-hom-kin, yakni jurus ke enam dan ke tujuh, dua jurus gabungan yang harus dilakukan berturut-turut dan tak boleh berhenti di tengah jalan.

Dan begitu Kun Houw membentak dan meluncurkan dua jurus inti yang paling dahsyat ini tiba-tiba Pedang Medali Naga berkeredep dan mengeluarkan cahaya menyilaukan. Secara aneh pedang keramat ini mengaung, sekejap saja, karena sedetik kemudian gaungnya lenyap dan meluncur tanpa bunyi, menyambar pusar dan tenggorokan lawan dengan kecepatan luar biasa. Dan ketika Pendekar Gurun Neraka menangkis dengan Pukulan Petirnya yang mengeluarkan lidah api sekonyong-konyong secara ajaib api yang meledak di telapak pendekar itu padam!

Pendekar Gurun Neraka terkejut. Dia tak tahu kenapa lidah apinya hilang, seolah mengikuti hilangnya gaung Pedang Medali Naga. Tapi melihat pusar dan tenggorokannya diancam pedang yang meluncur tanpa suara tiba-tiba pendekar ini menggedruk bumi dan tanpa sadar mengeluarkan jurus Sin-jiu-tong-tee (Tangan Sakti Mengguncang Bumi), yakni sebuah dari tiga buah jurus intinya yang dahsyat dari ilmu silatnya Lui-kong Ciang-hoat, jurus inti yang dulu dipelajarinya dari mendiang gurunya untuk persiapan menghadapi susioknya (paman guru) yang berkhianat, yakni iblis diri Hek-kwi-to yang menjadi ketua Gelang Berdarah dan sudah tewas bersama gurunya, sampruh (mati bareng) di luar lembah Hwe-seng kok (baca: Pendekar, Gurun Neraka dan Kepala Batu).

Dan Pendekar Gurun Neraka yang menggedruk bumi dan otomatis melindungi diri dari serangan maut yang mengancam jiwanya ini tiba-tiba membentak dan mendorongkan kedua lengannya, melihat Padang Medali Naga meluncur lurus menuju pusar dan tenggorokannya tanpa dapat dicegah, karena Pukulan Petirnya mendadak lenyap dan hilang bersama dengan hilangnya gaung Pedang Medali Naga, hal yang tak dimengerti dan membuat pendekar ini terkesiap, kaget bukan main.

Dan Kun Houw yang juga membelalakkan mata melihat pukulan dahsyat itu menghantam dirinya tiba-tiba menggigit bibirnya dan mengeraskan hati. Sudah membayangkan bahwa pedangnya kali ini akan manembus perut lawan, sementara dia sendiri akan terlempar oleh dorongan Pendekar Gurun Neraka yang menderu itu, menggantikan letikan petirnya yang entah kenapa tiba-tiba juga hilang, bersamaan dengan hilangnya gaung Pedang Medali Naga. Dan Kun Houw yang sudah menusuk perut lawan disusul sontekan ke atas untuk menikam tenggorokan tiba-tiba benar saja menerima hantaman dahsyat itu.

Tapi Kun Houw terkejut. Jurus terakhirnya yarg disebut Sin-liong-hoan kin (Naga Sakti Memindahkan Tenaga), yang merupakan kelanjutan dari jurus ke enam yang disebut Sin-liong-hoan-eng (Naga Sakti Menukar Bayangan), mendadak saja tanpa sebab membuat kakinya kecekluk. (keseleo). Kun Houw mengaduh ketika tiba-tiba pergelangan kakinya terkilir, salah urat. Kaget dan menjerit oleh "kecelakaan" yang tidak disangka-sangka ini. Dan persis pedang menusuk tenggorokan setelah menikam pusar tahu-tahu pukulan Pendekar Gurun Neraka menghantam dadanya.

"Crat-blukk!"

Kun Houw mencelat terlempar. Dia tak tahan oleh hantaman Sin-jiu-tong-tee itu, pukulan tangan sakti yang benar-benar sakti, mengguncang dan menggempur isi dadanya seakan rontok dan hancur. Dan Kun Houw yang langsung terbanting di atas tanah tiba-tiba melontakkan darah segar dan pingsan. Roboh terjerembab!

Sementara Pendekar Gurun Neraka sendiri, yang terluka perutrya dan nyaris tertikam tenggorokannya jutuh terpental dan terhuyung, mendekap pusarnya dan meraba leher yang tergores Pedang Medali Naga. Lalu, terbatuk dan terbelalak memandang Kun Houw tiba-tiba pendekar ini jatuh terduduk dan terguling roboh.

"Ayah...!"

"Houw-ko...!"

Dua seruan itu meluncur berbareng. Sin Hong dan Kui Hoa sudah meloncat ke depan, masing-masing menuju pada orang yang mereka sebut. Dan Kui Hoa yang pucat menubruk Kun Houw tiba-tiba menangis dan memeluk kekasihnya ini. Keadaan menjadi ribut, dan ketika Ceng Bi serta Pek Hong juga berkelebat ke depan setelah sadar dari akhir pertandingan yang amat dahsyat ini tiba-tiba dua orang nyonya itupun menangis dan menubruk suami mereka.

"Kau terluka. Yap-koko?"

"Kau tak apa-apa, suamiku?"

Pendekar Gurun Neraka tersenyum. Dia bangkit duduk dibantu Sin Hong, menghela napas dan terkejut oleh kehebatan murid si jago pedang itu, yang entah kenapa dalam jurus terakhir tadi berteriak dengan kaki terkilir, agaknya salah langkah. Dan membayangkan bahwa hampir saja tenggorokannya tembus kalau Kun Houw tidak "kecelakaan" dalam gebrakan terakhir itu tiba-tiba pendekar ini berdiri dipapah dua isterinya, berkata gemetar, "Tidak, aku tak apa-apa, Bi-moi. Hanya terluka kecil. Tapi dia itu.... masih hidupkah?"

Ceng Bi melengking. "mampuspun aku tak perduli padanya, Yap-koko! Untuk apa mengurusi bocah keparat itu?"

"Ah, tidak... jangan, Bi-moi. Dia hanya melaksanakan tugas. Mari kita lihat!" dan Pendekar Gurun Neraka yang tertatih menghampiri Kun Houw lalu d ikuti isterinya yang tentu saja menjadi tidak senang. Terutama Ceng Bi. Tapi melihat Kun Houw hanya pingsan dan pemuda itu tak tewas menerima pukulannya mendadak pendekar ini menjadi lega dan kagum bukan main. Kagum oleh daya tahan Kun Houw yang luar biasa, yang hebat dan tentu berkat Jing-liong Sin-kangnya itu. Sinkang (tenaga sakti) warisan Bu-beng Sian-su! Dan menjejalkan obat untuk menyembuhkan Kun Houw tiba-tiba pendekar ini menepuk pundak Kui Hoa.

"Nona, sekarang pergilah. Bawa puteraku ini!"

Kui Hoa terbelalak. "Kau tak menangkap kami?"

"Ah, untuk apa?" Pendekar Gurun Neraka tertawa, tawa yang pahit. "Kami tak merasa bermusuhan denganmu, nona. Kalian hanya terlibat karena sepak-terjang ayah kalian sendiri."

Kui Hoa berdiri. Ia terkejut dan girang akan kata-kata ini, juga kagum dan tiba-tiba hormat pada pendekar besar itu. Pendekar yang hebat, sakti dan lihai bukan main. Dan Kui Hoa yang tiba-tiba tunduk dan tergetar oleh budi kebaikan pendekar ini mendadak terisak dan menyambar tubuh Kun Houw. "Baiklah, kami berhutang budi padamu. Pendekar Gurun Neraka. Tapi bagaimana dengan dia itu? Masihkah diperlukan di sini untuk menjadi tawanan kalian?"

Pendekar ini tersenyum lebar, memandang Sin Hong. "Bagaimana pendapatmu, Hong Ji? Apakah tawananmu itu tak boleh mengikuti kakaknya?"

Sin Hong terkejut. "Tidak, aku... eh..." Sin Hong gugup, tak melanjutkan kata-katanya dan tampak jengah. Ingat bahwa dia masih bertelanjang dada karena bajunya dipakai Kui Lin.

Dan Pendekar Gurun Neraka yang tertawa dengan senyum ditahan akhirnya menepuk bahu puteranya ini. "Kalau begitu bebaskan dia, Hong-ji. Biar tamu tamu kita ini pulang ke tempat asalnya!"

Sin Hong mengangguk. Dia sudah berkelebat membebaskan totokan Kui Lin, yang sejak tadi tak dapat berbuat apa-apa dan hanya mematung memandang semua kejadian di depan matanya bagai orang tolol. Tapi begitu bebas dan dapat menggerakkan tubuhnya tiba-tiba Kui Lin berteriak dan menggaplok muka lawan. "Sin Hong, kau tak malu memanggul gadis. Plak-plak...!"

Sin Hong tertegun. Dia membuat semua orang terkejut, dan Bi Lan yang marah melihat kakaknya ditampar tiba-tiba membentak dan ganti menampar Kui Lin. "Siluman betina, kau tak tahu adat. Diberi kebaikan membalas keburukan, wuut.....!"

Namun Sin Hong menangkap lengan adiknya. Dia keburu menyambar lengan Bi Lan yang hampir mengenai Kui Lin ini, keserempet dan sedikit terhuyung. Lalu menghalang dan menekan pundak adiknya Sin Hong berseru, "Tahan, tak perlu melayani gadis itu, Lan-moi. Biarkan dia dan jangan digubris!"

Bi Lan terbelalak. "Tapi dia... bocah kurang ajar itu...."

"Sudahlah," Sin Hong memotong, "Dia biasa begitu. Lan moi. Di perjalanan pun tangannya suka menggaplok. Itu sudah wataknya."

"Tapi..."

Sang ayah kali ini maju. "Sin Hong sudah melarangmu, Bi Lan. Tentunya kakakmu ada alasan sendiri kalau mencegah. Biarkan dia dan mundurlah."

Bi Lan melotot Dia mundur, tapi Sin Hong yang merah mukanya oleh senyum ayahnya ini buru-buru membalikkan tubuh menghadapi Kui Lin. "Nona, ayahku sudah membebaskan kalian. Sebaiknya pergilah dan jangan ke mari lagi."

"Cih, siapa berani melarangku kalau aku suka datang? Pergi atau tidak terserah diriku, Sin Hong. Tak perlu kau mengatur atau menggurui aku!"

"Wah, kau berani ke sini lagi?"

"Kenapa tidak? Kau kira aku takut?"

"Hm...!" Pendekar Gurun Neraka akhirnya tertawa. "Kau boleh datang sesukamu ke mari kalau Sin Hong ada, nona. Kalau tidak, mungkin anakku yang lain yang akan marah-marah kepadamu!"

Kui Lin terkejut. Dia bingung sejenak oleh kata-kata ini, tapi begitu sadar dan mengerti arah tujuannya tiba-tiba Kui Lin membanting kaki dan memutar tubuhnya, terisak melihat tawa Pendekar Gurun Neraka yang rupanya sadar akan "apa-apa" yang terjadi di antara dua orang muda ini. Dan begitu membalikkan tubuh melompat pergi segera Kui Lin menyambar lengan encinya. "Cici, ayo turun...!"

Kui Hoa tertegun. Dia terbelalak dan melihat pula ada sesuatu yang tidak "beres" pada diri adiknya ini. Tapi menggigit bibir dan tersentak kaget diapun mengikuti adiknya meloncat pergi. Lalu begitu dua orang kakak beradik ini turun gunung segera Kui Hoa berseru dari bawah, "Pendekar Gurun Neraka, terima kasih atas semua kebaikanmu hari ini. Kami akan membayarnya kelak di lain hari!"

Pendekar Gurun Neraka tak menjawab. Dia tersenyum dan menarik napas, tapi Bi Lan yang teringat baju kakaknya tiba-tiba berseru, "Hong-ko, bajumu...!"

Namun Sin Hong menggeleng lemah. "Biarkan. Lan-moi. Dia tak memiliki baju pengganti setelah bajunya robek-robek. Itu sengaja kuberikan padanya."

"Dan kau tak memintanya kembali?"

"Untuk apa?"

"Wah, justeru untuk apa memberi hati pada gadis macam itu, Hong-ko? Bukankah percuma saja dan tak mungkin dibalas? Ingat saja waktu kita tertangkap, dia sama sekali tak mau menolongmu!"

Sin Hong tersipu. Dia semburat merah oleh kata-kata adiknya ini, tapi sang ayah yang batuk dan pura-pura tersedak menowel lengan puterinya ini. "Sudahlah, kakakmu menolong karena sekedar kasihan, Bi Lan. Bukankah sudah sepantasnya membantu musuh kalau dia tak berdaya? Kita masuk saja ke dalam. Ambilkan obat luar untuk lukaku!" dan berbisik memandang dua isterinya pendekar ini berkata, "Dua orang putera Ok-ciangkun itu cukup hebat, isteriku. Tapi yang lebih mengagumkan lagi adalah Kun Houw itu. Dia lawan berat yang benar-benar mewarisi kepandaian gurunya. Dia nyaris sempurna dan tidak berada di bawahku. Entah Sin Hong dapat mengatasinya atau tidak!"

Pek Hong terbelalak. "Tapi dia roboh olehmu, suamiku. Bukankah..."

"Nanti dulu," pendekar ini memotong. "Dia roboh karena ketidaksempurnaan jurus terakhirnya, Hong-moi. Kun Houw terkilir karena tampaknya ada sesuatu yang kurang beres pada gerakannya tadi. Aku melihat pada jurus terakhirnya itu Kun Houw tak menguasai kedudukan kakinya hingga salah urat!"

"Jadi maksudmu dia kurang mahir?"

"Bukan begitu. Yang kumaksudkan adalah Kun Houw seakan belum menerima secara lengkap pelajaran dari gurunya, Hong-moi. Mungkin jago pedang itu keburu tewas sebelum muridnya menguasai secara penuh."

Pek Hong tertegun. Ia percaya akan ketajaman pandangan suaminya ini, dan Ceng Bi yang juga mendengarkan dengan kening berkerut tiba-tiba mendengus. "Biarlah, persetan dengan bocah itu, Yap koko. Yang penting dia tak mengganggumu lagi dan kita dapat mengatasinya!"

Pendekar ini diam. Dia sudah dipapah masuk dua orang isterinya, mengobati lukanya dan beristirahat. Tapi Pek Hong yang diam-diam merenungkan kata-kata suaminya ini tiba-tiba menjadi kecut dan was-was juga. Kalau dugaan itu benar, kalau Kun Houw memang belum sempurna mempelajari jurus terakhirnya itu karena Bu-tiong-kiam keburu tewas, biarlah itu sebagai keuntungan mereka. Sebab, kalau tidak, kalau Kun Houw menguasai ilmunya secara sempurna agaknya pemuda itu bisa mencelakai suaminya. Mungkin juga anaknya. Sin Hong. Dan meskipun Kun Houw terbunuh juga dalam pertandingan itu misalnya, betapa pun dia kehilangan seorang dari dua orang yang ia cinta. Puteranya, atau suaminya!

Maka, ketika malam tiba dan semua orang istirahat diam-diam nyonya ini menemui suaminya. Dia baru dari kamar Sin Hong ketika Ceng Bi menjaga suaminya. Maka ketika madunya itu ke luar menemui Bi Lan segera saja Pek Hong menyatakan isi hatinya. Dia ingin jurus Sin-jiu-tong-tee itu diwarisi Sin Hong, sekedar untuk menghadapi Kun Houw kalau datang mengganggu. Tapi Pendekar Gurun Neraka yang menarik napas membelai rambut isterinya dengan hati berat.

"Itu adalah ilmu simpanan yang dimaksud untuk mati bersama, Hong-moi. Tegakah kau meminta ini untuk Sin Hong? Kalau sekedar pegangan aku tak keberatan. Tapi kalau untuk Kun Houw, ah.... tak tahukah kau bahwa diapun juga darah dagingku sendiri, Hong-moi? Bukankah mereka anak-anakku juga? Haruskah keduanya bertarung untuk mati bersama? Aku ngeri. Aku belum berani memikirkannya, Hong-moi. Lebih baik aku saja yang berkorban bila Kun Houw memang jahat!"

Pek Hong menghapus air matanya. Dia juga tahu ini. Maka terisak dan menyerahkan segala sesuatunya pada suaminya itu akhirnya wanita ini diam dan tak meminta lagi. Dan Pendekar Gurun Neraka yang tahu akan kelembutan isteri pertamanya ini lalu merangkul dan dipeluknya mesra, membisikkan dan mengharap mudah-mudahan Kun Houw tak menjadi iblis, hingga tak perlu dia berkorban untuk anak laki-laki itu, yang sesungguhnya merupakan anak sulung sebelum Sin Hong dan Bi Lan lahir.

Dan begitu keduanya hanyut dalam keharuan masing-masing maka malam itupun Ta-pie-san tenggelam dalam kesunyian sendu. Seolah masih tertegun oleh kedahsyatan pertandingan siang tadi. Antara Pendekar Gurun Neraka dan putera kandungnya sendiri, putera sulung, Kun Houw murid si jago pedang Bu-tiong-kiam Kun Seng. Dan begitu keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing maka jengkerik dan nyamuk pun seolah takut mengeluarkan suara.

Memang, apa yang dilihat pendekar besar ini tak meleset sedikitpun juga. Ketidaksempurnaan Kun Houw dalam jurus terakhirnya tadi bukan karena kurang hebatnya jurus itu sendiri. Melainkan semata kurang sempurnanya Kun Houw menguasai jurus ini. Sin-liong-hoan-kin, Naga Sakti Memindahkan Tenaga. Karena seperti yang telah kita ketahui bersama sebelum Bu-tiong-kiam tewas sesungguhnya jago pedang itu telah menyatakan pada muridnya bahwa gerakan terakhir dari jurus itu memang masih harus diperbaiki. Dan karena jago pedang itu tewas sebelum memberi tahu maka "kunci" rahasianya adalah di Medali Naga. Benda yang kini dibawa si Mayat Hidup yang menjadi musuh Kun Houw!

* * * * * * * *

Malam itu, Kui Hoa dan adiknya sudah memasuki kota raja. Mereka langsung ke istana, memanggul Kun Houw yang luka-luka. Tapi baru tiba di pintu gerbang sekonyong-konyong ayah mereka muncul.

"Hm. begini cara kalian pergi, Kui Hoa?"

Dua kakak beradik itu terkejut. Mereka menghentikan langkah, melihat wajah orang tua ini bengis dan gelap. Dan belum mereka menjawab tiba-tiba berkelebat tiga bayangan wanita cantik yang berumur sekitar empat puluhan.

"Hi hik, ini dua orang puterimu itu, Ok-ciangkun? Aih, cantik-cantik mereka, tapi tampaknya kusut dan lelah."

Kui Hoa meletakkan pondongannya, menjatuhkan diri berlutut. "Maaf, kami terpaksa pergi karena tak tega membiarkan Kun Houw seorang diri, ayah. Dan kau lihat bahwa sekarang dia terluka."

"Ya, aku tahu. Tapi tahukah kalian apa yang terjadi di istana? Tahukah kalian bahwa kaputren geger gara-gara kalian tinggalkan? Sri baginda marah-marah kepadaku, Kui Hoa. Selir Shi Shih lenyap diculik orang. Dan kalian harus mempertanggungjawabkan kelalaian ini!"

"Apa?" Kui Hoa tersentak. "Selir Shi Shih terculik?"

"Ya, dan sri baginda marah-marah kepadaku, Kui Hoa. Kau menyusahkan ayahmu dengan pergi tanpa pamit!"

Kui Hoa tertegun. Dia terperanjat mendengar berita ini. teringat selir yang dikatakan ayahnya itu. Selir baru. Selir cantik yang belum dua bulan menjadi penghuni istana tapi sudah di sayang kaisar melebihi selir-selir lain. Bahkan permaisuri saja tergeser kedudukannya. Kalah oleh selir baru yang luar biasa ini. Cantik dan pandai memikat pria. halus dan menundukkan kaisar luar dalam! .Maka mendengar selir itu tiba-tiba lenyap dan diculik orang pada saat ia meninggalkan kaputren mendadak Kui Hoa menyesal dan merasa bersalah.

"Maaf, aku menerima dosa, ayah. Aku siap menghadap sri baginda dan menerima hukumannya!"

Kui Lin menimbrung. "Tapi enci pergi bersamaku, ayah. Aku juga akan menghadap kaisar dan siap menerima hukuman.''

"Hm, kalian memang terlalu, Kui Lin. Tahukah kalian hukuman apa yang akan kalian terima dengan kelalaian tugas ini? Sri baginda menyuruh aku membawa kepala kalian! Apa sekarang jawaban kalian untuk ini?"

Kui Hoa dan adiknya terkejut bukan main. "Apa? Kami....?"

"Ya, sri baginda menghendaki kalian dihukum mati, Kui Hoa. Kalau tidak ada bibi kalian Sam hek bi-kwi ini tentu kalian tak dapat kutolong!"

Kui Hoa tertegun. Kui Lin juga terbalalak, dan tiga wanita cantik yang setengah umur itu tiba-tiba terkekeh dan memegang pundak mereka berdua.

"Aih, ayah kalian terlalu menakut nakuti, anak-anak. Siapa tega menghukum mati dua gadis begini cantik? Bangunlah. Anggap omongan ayah kalian tak serius lagi!" dan seorang di antara mereka yang berbaju hitam dan paling cantik mendadak mengangkat Kui Lin dengan sentuhan perlahan. Kui Lin merasa tenaga luar biasa kuat namun lembut menariknya ke atas, dan sementara dia bengong oleh kata-kata ini tahu-tahu tubuhnya terangkat naik tanpa dapat dicegah.

"Ih! Kui Lin terkejut, membelalakkan matanya. Dan Kui Hoa yang juga mendapat tepukan ringan, dari wanita berbaju ungu tiba-tiba juga tersentak dan terangkat naik.

Tiga wanita itu terkekeh. "Kalian tak mengenalku, anak-anak? Ayah kalian tak pernah menceritakannya?"

Kui Hoa menggeleng. "Kalian siapa?"

"Kami Sam hek-bi-kwi. Dulu sahabat dan pembantu terdekat ayah kalian ini. Kami bekas ketua cabang dari perkumpulan Hiat-goan pang (Perkumpulan Gelang Berdarah) yang terkenal."

"Ah!" Kui Lin kaget. "Kalau begitu kalian juga murid-murid dari mendiang guru ayahku?"

"Hi-hik, benar, anak baik. Itulah kami! Kau bernama Kui Lin, bukan?"

"Ya."

"Dan ini kakakmu Kui Hoa?"

"Benar."

"Lalu siapa itu pemuda yang kalian bawa?"

"Dia adalah Kun Houw."

"Eh, murid mendiang si jago pedang itu?"

"Benar."

"Aih...!" wanita baju hitam ini tiba-tiba terkekeh, memandang temannya. "Kalau begitu berarti dia pemuda yang hebat itu, Gwat-cici. Kun Houw murid Bu-tiong-kiam Kun Seng yang dulu puteranya kita ganggu, hi-hik!"

Kui Lin tak mengerti. Dia melihat tiga Sam-hek-bi-kwi ini tiba-tiba tertawa, melirik Kun Houw yang pingsan dengan pandangan genit, membuat Kui Hoa tiba-tiba panas dan ingin marah. Tapi belum keduanya bicara mendadak ayah mereka sudah membentak dengan, dingin,

"Hoa-ji. Lin ji, cepat haturkan terima kasih pada bibi kalian Sam-hek-bi-kwi ini. Merekalah yang menyelamatkan kalian dari hukuman kaisar!"

Kui Hoa membelalakkan matanya. "Dalam hal apa, ayah?"

"Ah. kenapa tanya lagi? Merekalah yang mengembalikan selir Shi Suih dari tangan penculik!"

Kui Hoa terkejut. Dia tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depan tiga wanita cantik ini, dan Kui Lin yang juga mengkuti perbuatan kakaknya buru-buru brrkata gugup, "Maaf, kami tak tahu, bibi. Terima kasih untuk pertolongan kalian yang berjasa besar!'

Sam-hek-bi-kwi tertawa lebar. Mereka membangunkan kakak beradik yang masih terbelalak ini, lalu memandang Ok-ciangkun yang berdiri dengan kening dikerutkan mereka berseru, "Ok-ciangkun, beginikah sikapmu menyambut anak? Mereka bisa kedinginan di luar, sebaiknya suruh masuk dan biarkan mereka beristirahat!"

Ok-ciangkun mengangguk. "Baik," lalu memutar tubuh mengebutkan lengannya panglima ini berkata, "Kui Hoa, bawa masuk pemuda itu. Malam ini kalian langsung ke kaputren!"

Kui Hoa terkejut. "Tapi Kun Houw perlu perawatan, ayah, Mana mungkin meninggalkannya? Dia terluka, perlu pengobatan."

Panglima ini menggeram, berhenti memutar tubuh. "Kalian kira aku tidak tahu? Ada Sam-hek-bi-kwi di sini. Hoa-ji. Serahkan Kun Houw pada mereka dan biarkan dirawat sampai sembuh. Kalian kembali melaksanakan tugas di kaputren!"

Kui Hoa tertegun. Dia kaget dan tentu saja tak rela. lapi wanita baju hitam yang menepuk pundaknya dengan lembut berkata dengan senyum penuh arti, "Tak perlu khawatir, anak baik. Kami juga dapat menyembuhkan luka-luka pemuda ini. Kau cemburu, bukan?"

"Siapa cemburu?" Kui Hoa merah mukanya, tersentak dan tiba-tiba semburat. Dan wanita baju hitam yang tertawa dengan manis itu mendorong pundaknya.

"Nah, kalau begitu pergilah. Kalian beristirahat dan kembalilah ke kaputren. Penuhi permintaan ayah kalian!" dan Kui Hoa yang tentu saja tak dapat menolak lagi akhirnya menggigit bibir dan diam-diam mengepal tinju oleh sikap wanita baju hitam ini. Tapi, karena semuanya itu adalah atas suruhan ayahnya sendiri terpaksa mau tidak mau Kui Hoa meloncat dan meninggalkan Kun Houw di tempat itu, disusul adiknya yang juga terbelalak tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Dan ketika Kui Lin serta kakaknya berkelebat ke kaputren muka wanita baju hitam ini, yang bukan lain Bi Kwi adanya, tokoh yang menjadi biang keladi tewasnya Kun Bok (baca : Pendekar Kepala Batu) putera si jago pedang Kun Seng lalu terkekeh dan menyambar Kun Houw. Dan begitu Ok-ciangkun mempersilahken mereka ke dalam segera tiga orang wanita itu melompat dan memasuki istana.

Demikianlah, Kun Houw berpindah tangan. Susah-payah Kui Hoa membawanya dari Ta-pie-san tahu-tahu seenaknya saja orang lain "merebut" kekasihnya itu. Tapi karena semuanya itu atas permintaan Ok-ciangkun maka tentu saja dua orang gadis ini tak dapat berbuat apa-apa. Hanya Kui Hoa yang mendapat firasat tidak enak diam-diam khawatir dan gelisah rcemikirkan kekasihnya itu. yang biarpun jatuh di tangan pembantu ayahnya namun belum dikenal baik bagaimana wataknya itu. Dan Kui Hoa yang memiliki naluri tajam ini rupanya memang tidak banyak salah.

Sam hek bi-kwi adalah tiga wanita cabul. Bagi para pembaca yang telah nengetahuinya lewat "Kepala Batu" tentu mengenal baik siapa tiga wanita cantik ini, yang meskipun telah menginjak umur tua namun sebenarnya masih "panas" dan cukup histeris kalau bermain cinta. Terutama Bi Kwi, biang kerok yang paling centil itu, yang telah merobohkan putera si jago pedang luar dalam dengan tipu dayanya yang ampuh itu, hingga Kun Bok tewas dalam sakit hati yang teramat besar. Sadar setelah semuanya terlambat. Dan Kun Houw yang kini jatuh ke tangan tiga wanita cabul ini memang tak mengherankan kalau membuat Kui Hoa khawatir.

Sebenarnya, apa yang terjadi dan bagaimana tiga wanita cabul itu dapat datang ke istana? Benarkah terjadi penculikan terhadap selir kaisar yang paling disayang dan tiga wanita ini yang menyelamatkan Shi Shih? Agaknya ini pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh orang awam. Istana mempunyai penjagaan kuat. Mengherankan kalau terjadi peristiwa seperti itu. Tapi kalau benar, bagaimana terjadinya? Dan siapa selir Sih Shih ini? Itu pertanyaan menarik.

Dua bulan lalu, seperti biasa dalam hari upeti, Yueh mengirimkan barang-barang berharga sebagai persembahan untuk kaisar yang ditetapkan pada hari raya tahun baru. Dan seperti biasa itu pula, sebagaimana umumnya tahun-tahun yang lewat, di samping iutan permata dan sutera sutera halus yang amat mahal "disisipkan" pula benda benda hidup kesukaan Kaisar. Tapi tidak seperti tahun yang lalu, yang mengirimkan wanita-wanita cantik sampai pulahan bahkan ratusan untuk sri baginda adalah tahun ini Yueh hanya mengirimkan dua "biji" saja benda hidup itu.

Tapi benar-benar luar biasa. Hebat dan istimewa sekali. Tanggung mulus dan paling top. Sudah diseleksi di antara ratusan wanita cantik yang tiap tahun diadakan di kerajaan Yueh, jadi semacam kontes "ratu ayu" yang menetapkan juara satu dan juara dua. Dan ketika pilihan itu muncul dan persembahan ini dikirimkan kepada kaisar ternyata semuanya itu tak melesat jauh.

Shi Shih, sang juara pertama, sang ratu ayu yang paling cantik dan sintal mendapat anugerah merebut gelar kejuaraan itu ternyata tak mengecewakan kaisar. Bersama rekannya, sang "runner up", Ceng Tan, yang juga cantik jelita dan masih berumur enembelas tahun keduanya diterima kaisar dengan penuh kegembiraan. Memang mula-mula kaisar mengerutkan alis, tidak senang dan hampir marah kepada Yueh kenapa mengirimkan dua wanita saja. Tapi setelah Shi Shih dan rekannya melayani kaisir itu tiba-tiba saja laki-laki setengah tua ini tertawa bergelak.

Shi Shih dan Ceng Tan memang jempolan. Hebat luar dalam. Di samping pandai melayani permainan ranjang juga mahir bersajak dan bernyanyi, membuat kaisar jatuh dan "anjlog" seratus derajat. Maklum, pelayanan yang diberikan dua wanita cantik itu memang istimewa dan khusus.

Apalagi mereka masih perawan. Perawan tulen yang asli dan belum pernah diganggu kumbang-kumbang yang nakal. Belum mengenal operasi selaput dara hingga keutuhan mereka tak perlu diragukan lagi. Orisinil! Dan kaisar yang tentu saja mabok dan segera tergila-gila pada dua wanita cantik ini terlena dan terbuai oleh asmara yang belum pernah seumur hidupnya dirasakan laki-laki tua itu...!