Golok Maut Jilid 26

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Jilid 26 Karya Batara
GOLOK MAUT
JILID 26
KARYA BATARA

Cerita Silat Mandarin Serial Golok Maut Karya Batara
"TIDAK, aku tak bermaksud menakut-nakutimu, Hong-moi. Apa yang hendak kubicarakan ini adaiah berdasarkan kenyataannya. Kau diamlah, dengarkan ceritaku!" dan Golok Maut yang menceritakan pertemuannya dengan si kakek iblis, Mo-bin-lo yang amat sakti akhirnya membuat Wi Hong ketakutan dan ngeri.

Betapa kekasihnya itu tak akan mungkin lepas dari kutukan kakek iblis itu karena Golok Maut, Golok Penghisap Darah itu telah dikotori perbuatan mereka berdua. Golok itu hanya boleh dipegang atau dimiliki oleh jejaka-jejaka atau perawan ting-ting, tak boleh dimiliki suami isteri atau calon suami isteri. Dan karena keampuhan golok ini akan menjadi pudar kalau sudah dikotori hubungan suami isteri maka barang siapa yang mengotorinya haruslah menebus dengan nyawanya agar keampuhan atau kekeramatan golok itu tetap terjaga.

"Itulah sebabnya aku hendak membunuhmu. Aku merasa kau perdayai, kau tipu. Karena setelah perbuatan itu maka aku telah melanggar larangan Golok Penghisap Darah ini. Tapi, ah... kau ternyata hamil, Hong-moi. Perbuatan kita dulu ternyata membuahkan anak dalam kandunganmu itu. Aku tak mungkin membunuhmu, dan sekaranglah saatnya aku yang menebus dosa!"

Wi Hong pucat. "Jadi karena itu kau hendak membunuhku? Kau menganggap aku memperdayai?"

"Maaf, tadinya begitu, Hong-moi. Tapi setelah kini semuanya kuketahui ternyata aku salah. Cintamu..."

"Benar!" gadis ini bangkit berdiri. "Aku mencintamu lahir batin, Hauw-ko. Aku tidak memperdayai atau bermaksud menipumu. Aku sama sekali tak tahu akan peristiwa kutukan itu, Kau melukai hatiku, kau kejam!"

"Maaf, kau benar, Hong-moi. Aku memang kejam, aku ternyata kejam. Terbawa oleh kebiasaanku yang bersifat kejam ternyata aku telah salah sangka denganmu. Maaf, aku kini menyesal!"

Wi Hong tersedu-sedu. Tiba-tiba perasaannya menjadi sakit dan benci bukan main kepada Si Golok Maut ini. Tapi karena orang yang dia benci sekaligus juga dicintanya maka gadis atau ketua Hek-yan-pang ini mengguguk-guguk, itulah jalan pelampiasannya.

"Hauw-ko, kau tak berperasaan. Kau merendahkan cintaku. Kau... kau, ah!" dan Wi Hong yang meremas serta mencengkeram baju pemuda ini akhirnya menarik-narik dan gemas memukul-mukul pemuda itu, dibiarkan saja dan Golok Maut akhirnya menggigil, menjatuhkan diri berlutut, memeluk gadis itu. Dan ketika Wi Hong masih menumpahkan semua kesal dan marahnya maka pemuda ini berkata, gemetar,

"Hong-moi, aku mengakui salah. Aku mengakui berdosa. Nah, daripada mati di tangan musuh lebih baik kau bunuh aku dan lunaslah hutangku. Inilah Golok Penghisap Darah, lampiaskan kebencianmu dan aku reia mati di tanganmu!"

"Kau gila? Kau kira aku suka membunuh? Tidak, lebih baik kita mati berdua, Hauw-ko. Dan simpan kembali golok keparat itu!"

Wi Hong malah menangis deras. Menerima tapi membuang golok itu gadis ini menubruk dan memeluk pemuda itu. Betapapun Golok Maut adalah ayah dari anak di kandungannya. Betapapun Golok Maut adalah kekasihnya, suaminya, meskipun mereka belum diikat oleh suatu perkawinan resmi. Dan ketika gadis itu mengguguk dan menerkam pemuda ini maka Golok Maut terharu dan mencium kekasihnya ini.

"Hong-moi, aku benar-benar buta. Aku tak dapat menghargai cinta sucimu. Ah, aku benar-benar manusia terkutuk!"

Wi Hong tersedu-sedu. Akhirnya mereka sama-sama menangis dan keduanya lalu berciuman. Golok Maut tiba-tiba mengeluh karena mendadak dada kirinya sakit, mengerang dan Wi Hong melepaskan pelukannya. Dan ketika gadis itu pucat bertanya maka Golok Maut menggeleng dan menyembunyikan keadaannya.

"Tak apa-apa.... aku tak apa-apa..."

"Tapi kau mengerang, kau kesakitan!"

"Hm, sedikit saja di sebelah kiri ini, Hong-moi. Tapi sekarang sudah tidak!"

"Kau sungguh-sungguh?"

"Aku sungguh-sungguh..."

"Ooh..!" dan Wi Hong yang kembali memeluk dan menangis di dada pemuda itu akhirnya bertanya apa yang akan mereka lakukan.

"Sudah kubilang tadi, turun ke bawah atau kita menunggu mereka di sini!"

"Bagaimana kalau turun?"

"Boleh saja, Hong-moi. Siapa tahu kita bisa lolos!"

"Ya, aku mengharap itu. Malam yang gelap begini barangkali membantu. Sebaiknya kita turun dan coba-coba meloloskan diri!"

"Kau siap?"

"Aku siap, Hauw-ko. Sejak tadi!"

"Hm, kalau begitu mari kita coba...!" dan Golok Maut yang meringis melepas kekasihnya lalu minta agar Wi Hong menyiapkan pedangnya. "Kita turun, dan melingkar secara hati-hati di pinggang tebing."

"Kau kuat?"

"Kukira kuat, marilah...!" dan Si Golok Maut yang kembali menyembunyikan sakitnya lalu bersikap gagah dan tegak bangkit berdiri, berkata kuat tapi sebenarnya seluruh tubuh sudah gemetar. Dipikir-pikir memang sebaiknya menyongsong musuh dan mati di bawah daripada menunggu dan menyambut mereka di atas.

Dan ketika Wi Hong menggandeng lengannya dan mencabut pedang dengan tangan gemetar maka dua orang ini mulai berhati-hati turun dari puncak tebing itu, tak mendengar apa-apa di bawah tapi obor yang jumlahnya ribuan menerangi lembah. Bayangan mereka tiba-tiba tampak dan Wi Hong tertegun. Dan ketika ke mana-pun mereka bergerak pasti bayang-bayang mereka memantul di dinding, oleh cahaya obor yang ternyata sudah dipasang musuh maka Wi Hong mendesis.

"Mereka menerangi bawah lembah, sengaja agar kita tak dapat melarikan diri!"

"Benar, dan itu berarti kita tetap di atas, Hong-moi. Atau kita nekat dan terus ke bawah!"

"Aku khawatir..." Wi Hong ragu, berhenti. "Kita akan segera terlihat, Hauw-ko. Dan ini berbahaya... sing!" sebatang panah tiba-tiba menyambar, tepat baru saja gadis itu menghentikan kata-katanya dan terdengarlah teriakan atau ribut-ribut di bawah. Dan ketika sebatang panah kembali menyambar dan di bawah cahaya obor tiba-tiba bergerak maka ribuan orang bangkit seperti siluman.

"Mereka mau turun! itu, lihat di atas...!"

Golok Maut menggeram. Kalau belum apa-apa mereka sudah kepergok dan disambut musuh tentu gerakan mereka luar biasa sulit. Turun dalam keadaan begitu sama artinya dengan menyambut kematian. Tempat di bawah tiba-tiba menjadi terang luar biasa karena semua obor digabung. Dan ketika anak-anak panah kembali menyambar dan Wi Hong serta Golok Maut mengibas maka Wi Hong menangis dan mengajak untuk naik lagi ke atas, tak jadi turun.

"Kita tak mungkin berhasii, kita gagal. Sebaiknya kembali naik dan kita tunggu mereka di sana!"

Golok Maut mengangguk. Sambil memaki dan menggeram terpaksa pemuda ini mendaki lagi. Sorakan atau teriakan di bawah tak dihiraukan. Mereka menyelamatkan diri dari hujan panah yang tiba-tiba saja sudah berhamburan. Dan ketika dengan terengah dan napas memburu mereka berdua sudah tiba di puncak maka Wi Hong mengguguk dan membanting kakinya.

"Kita gagal, kita tak dapat. turun!"

Golok Maut menggigit bibir. Malam itu terpaksa mereka tak dapat turun setelah musuh memergoki mereka. Belum apa-apa sudah ketahuan dan tentu saja mereka masygul, di samping marah. Dan ketika malam itu musuh ribut-ribut di bawah tapi mereka sudah naik lagi ke atas maka tak ada apa-apa dan keesokannya barulah musuh bersorak-sorai.

Pada hari kedua ini mereka melakukan serangan lagi, naik tapi kembali Golok Maut maupun Wi Hong menggelindingkan batu-batu besar. Musuh banyak yang menjadi korban dan panah-panah api kembali berluncuran. Tapi ketika Golok Maut menghadapinya dengan siraman air dan panah-panah itu padam maka musuh kembali gagal namun Wi Hong dan Golok Maut gemetaran. Dua hari mereka bertahan dan persediaan makan pun menyusut cepat. Tenaga yang dicurahkan untuk melawan musuh di bawah sungguh bukan tenaga main-main. Wi Hong sendiri tak pernah memikirkan untuk mengumpulkan ransum di situ, sewaktu Golok Maut pingsan dan masih belum sadarkan diri. Dan ketika serangan itu muncul dan musuh tiba-tiba sudah mengepung dan menyerang dengan cara-cara mereka akhirnya pada hari keempat sisa makanan di atas tebing habis.

"Aku tak kuat lagi... tubuhku lemah!"

Wi Hong jatuh terduduk, menangis tersedu-sedu dan Golok Maut sendiri bersandar dinding dengan muka pucat. Empat hari bertahan sungguh merupakan siksaan yang luar biasa bagi mereka berdua, terutama bagi Golok Maut yang sedang terluka. Dan karena pemuda bercaping itu betul-betul lelah lahir batin maka Golok Maut jatuh terduduk ketika kekasihnya menangis.

"Wi Hong, akupun lemah. Ah, tubuhku gemetar... tak ada jalan lain kecuali menanti maut!"

"Dan kita akan mati.... mati bersama! Ah, lebih baik begini, Hauw-ko. Aku ingin berangkat bersamamu ke alam baka!"

"Tapi anak kita..." Golok Maut tiba-tiba bangkit terhuyung. "Tak boleh anak itu mati, Hong-moi. Tak boleh keturunanku ini menyertai orang tuanya. Kita masih ada jalan.... jalan terakhir!"

"Apa maksudmu?"

"Di balik batu itu ada sebuah terowongan rahasia. Kita masuk ke sana dan mari ikuti aku!"

Wi Hong tertegun. Kekasihnya sudah terhuyung menghampiri sebuah batu hitam yang permukaannya kasar. Batu ini berada di puncak dan dari jauh tak memperlihatkan tanda-tanda adanya sebuah terowongan. Tapi ketika kekasihnya tiba di sana dan menggapai minta agar dia membantu maka Wi Hong terbelalak.

"Kita dorong batu besar ini, geser kedudukannya."

"Kau maksudkan terowongan itu ada di bawah batu ini?"

"Benar, dan mari bekerja cepat, Hong-moi. Aku mendengar beberapa gerakan orang!"

Wi Hong terkejut. Dalam keadaan seperti itupun ternyata kekasihnya ini masih memiliki pendengaran yang tajam. Dia tak mendengar apa-apa namun ia percaya. Telinga seorang tokoh macam Golok Maut tak mungkin menipu. Dan ketika Wi Hong tertegun dan membelalakkan mata tiba-tiba dia dibentak agar cepat melaksanakan tugasnya.

"Dorong batu ini, geser kedudukannya!"

Wi Hong tersentak. Akhirnya sambil mengusap sisa-sisa air mata cepat gadis ini mengerahkan sinkangnya, mendorong dan bersatu mengeluarkan aba-aba tiba-tiba mereka bergerak. Batu bergoyang namun belum tergeser, hanya bergoyang dan bergetar saja seperti pohon raksasa ditiup angin lembut! Dan ketika Golok Maut terbelalak dan merah mukanya maka pemuda itu kembali berseru memberi aba-aba.

"Dorong!"

Wi Hong melepas sinkangnya. Gadis ini sudah mengempos semangat dan masing-masing mengeluarkan seruan keras. Tapi ketika batu tak bergeming juga karena tenaga kurang kuat maka Golok Maut mendesis dan Wi Hong kembali menangis.

"Kita benar-benar kehabisan tenaga. Kalau tidak, hmm... cukup aku sendiri biasanya pasti terangkat!"

"Kau lelah... kau luka...!" Wi Hong ter sedu-sedu. "Gagalkah untuk kedua kalinya usaha kita ini, Hauw-ko? Apakah kita memang harus mati konyol?"

"Tidak, ulangi sekali lagi, Hong-moi"

”Mari.... hup!" Golok Maut mengerahkan tenaganya, mendorong dan Wi Hong pun cepat membantu. Meskipun menangis tapi gadis baju merah itu bangkit juga, mendorong dan mengerahkan sinkangnya. Dan ketika dua lengan mereka sama-sama mengeluarkan suara berkerotok maka batu terdorong dan bergeser sejengkal. "Kita berhasil! Batu ini bergeser...!"

"Jangan berteriak!" Golok Maut berseru. "Kita masih harus mendorong lagi, Hong-moi. Ayo cepat, di bawah kita mulai terdengar dengus dan gerakan-gerakan seseorang!"

Wi Hong pucat. Setelah suara yang ditangkap kekasihnya itu semakin dekat barulah dia mendengar gerakan-gerakan itu. Ada seseorang mendengus dan tentu saja dia pucat. Dan ketika dia mencabut pedang dan mau membalik ternyata kekasihnya membentak dan menyuruh dia mem perhatikan pekerjaan mereka.

"Biarkan jahanam itu, batu ini harus secepatnya kita geser!"

"Kalau orang itu menyerang?"

"Aku dapat menghajarnya, Hong-moi. Dengan ini....!"

Golok Maut memperlihatkan segenggam batu di tangan, hancur menjadi pasir-pasir lembut dan Wi Hong girang karena itulah senjata rahasia yang hebat juga. Di tangan kekasihnya tentu pasir-pasir halus itu akan mencelakai pendatang gelap, dan tentu kekasihnya tak akan gagal. Dan ketika Wi Hong mengangguk dan percaya akan itu maka gadis ini membentak dan keduanya mendorong lagi.

"Satu.... dua... tiga...!"

Bentakan itu disusul bergetarnya tanah yang mereka pijak. Batu yang mereka dorong tiba-tiba bergeser lagi, dua jengkal! Jadi, sudah setengah meter dan terlihatlah oleh Wi Hong sebuah terowongan bawah tanah. Lubang yang geiap namun memberi harapan tiba-tiba membuat Wi Hong bersorak girang, lupa pada pendatang gelap itu dan muncullah di belakang gadis ini lima orang laki-laki yang hampir semuanya mencapai puncak tebing. Jari-jari mereka tampak mencengkeram dan mengait kuat, berhati-hati. Lalu ketika gadis itu berteriak girang dan ini menunjukkan aba-aba bagi lima orang itu mendadak mereka sudah melayang dan berjungkir balik tiba di puncak tebing, Mindra dan kawan-kawan serta si Kedok Hitam!

"Awas!" Golok Maut berseru kaget. Saat itu mereka baru saja mendorong batu besar, girang namun terkejut karena Mindra dan kawan-kawannya muncul di situ. Dan ketika Golok Maut tertegun karena tak mengenal si Kedok Hitam, lawan yang menyembunyikan muka di balik sapu-tangan hitamnya maka lima orang itu bergerak dan Kedok Hitam sudah melakukan satu pukulan jarak jauh ke punggung Wi Hong, karena gadis itulah yang ada di depannya. Dan ketika yang lain-lain juga melakukan hal yang sama karena menyerang Golok Maut masih merupakan satu keragu-raguan bagi Mindra dan kawan-kawannya maka gadis baju merah itulah yang dihantam!

"Dess!" Golok Maut terang tak membiarkan ini. Dia sudah membentak dan menangkis pukulan-pukulan itu. Pasir di tangannya juga ikut bergerak dan menangkis pukulan-pukulan itu. Pasir di tangannya juga ikut bergerak dan menyambar kelima lawannya itu. Dan ketika lawan terkejut dan terpekik kaget maka pukulan yang sudah menyambar ditangkis pemuda ini sementara kakinya bergerak menendang Wi Hong, yang menjerit dan terlempar ke bawah terowongan dan terdengarlah suara hiruk-pikuk di luar ini.

Wi Hong sendiri sudah terbanting dan terguling-guling di dalam terowongan gelap itu, nyaris kena bokongan namun Golok Maut di sana terlempar, terlempar dan jatuh berdebuk sementara lawan-lawannya kelabakan karena mata mereka tiba-tiba kemasukan pasir, mengumpat dan mencaci-maki dan terhuyunglah mereka oleh kejadian yang tidak diduga ini. Dan ketika Golok Maut mengeluh dan melihat betapa dari lima pukulan itu yang terhebat adalah dari si Kedok Hitam maka pemuda ini terbeialak dan terkejut karena mengenal pukulan itu adalah Kim-kong-ciang (Pukulan Sinar Emas), pukulan yang dimilikinya!

"Ah!" Golok Maut hampir tak percaya, Dia terbelalak dan melotot memandang si Kedok Hitam itu, yang sedang mengucek dan mengumpat caci karena matanya kemasukan pasir. Namun ketika Golok Maut tertegun dan membelalakkan mata tiba-tiba Wi Hong berteriak dari dalam dan meloncat keluar.

"Ayo, masuk. Musuh terlalu berbahaya!"

"Tidak, nanti dulu...!" Golok Maut terkejut, melepaskan dirinya. "Orang ini... jahanam itu, ah... dia memiliki Kim kong-ciang, Hong-moi. Dia mempunyai ilmu yang kumiliki!"

"Apa?"

"Benar. Pukulan tadi, ah... pukulan itu ... benar Kim-kong-ciang! Aku harus mengetahui siapa dia dan dari mana dia mendapatkan ilmu itu!" dan Golok Maut yang menggigil dan membentak maju tiba-tiba menggerakkan senjatanya menusuk laki-laki yang sedang mengucek-ucek matanya ini, terkejut dan mengelak sana-sini dengan pandangan kabur dan Golok Maut terus mengejarnya, membentak dan menggigil melakukan tikaman-tikaman atau bacokan berbahaya.

Tapi sayang, karena tenaganya lemah dan kecepatan juga jauh berkurang dibanding biasanya maka lawan tetap dapat mengelak dan anehnya semua jurus-jurus yang dilakukan Golok Maut seolah sudah diketahui si Kedok Hitam ini, mundur dan berkelit atau berjongkok ke sana ke mari dan luputlah serangan-serangan berbahaya itu. Dan ketika lawan selesai mengucek matanya dan satu tikaman golok ditangkis kuat tiba-tiba Golok Maut terpelanting dan hampir saja golok di tangannya itu mencelat.

"Ha-ha, mampus kau, Sin Hauw. Sekarang kau mati!"

Golok Maut dan Wi Hong terkejut. Selama ini belum pernah orang lain mengenal siapa Si Golok Maut ini, tak pernah menyebut namanya dan baru kali itulah si Kedok Hitam menyebut, lawan yang tidak dikenal siapa karena menyembunyikan diri di balik saputangan hitamnya. Dan ketika Golok Maut bergulingan sementara Wi Hong menjerit kaget tiba-tiba lawan yang menubruk serta menyerang Golok Maut tiba-tiba ditusuk Wi Hong dari belakang, mempergunakan pedangnya yang baru dicabut.

"Crat-plak!"

Golok Maut dan Wi Hong terpental. Wi Hong berhasil menusukkan pedangnya namun laki-laki itu menggerakkan tangan ke belakang, menangkis dan terpentallah gadis itu karena tangkisan yang demikian kuat membuat pedangnya hampir terlepas. Dan ketika Wi Hong berteriak sementara Golok Maut di sana juga mengeluh dan menerima hantaman lawan, yang untung terpaksa membagi tenaganya karena harus menangkis pedang Wi Hong maka pemuda ini terlempar dan kebetulan sekali bergulingan di dekat Wi Hong.

"Kita masuk, jangan paksakan diri!" Wi Hong berteriak, merangkul dan mengajak kekasihnya memasuki lubang namun Golok Maut berseru bahwa dia ingin melawan dan melihat siapa si Kedok Hitam itu, lawan yang membuatnya kaget lahir batin. Namun ketika Wi Hong menangis dan memperingatkan kandungannya, anak mereka berdua tiba-tiba Golok Maut tertegun dan mereka berdua sudah berguiingan di bawah batu besar itu.

"Anak kita! Atau aku tak dapat melaksanakan perintahmu...!"

Golok Maut sadar. Akhirnya dia menggigit bibir dan menahan kemarahan yang bergolak. Wi Hong telah mengajaknya mendekati batu besar itu dan tiba-tiba... bles mereka pun sudah masuk ke terowongan gelap itu. Dan ketika lawan di atas berteriak kaget dan si Kedok Hitam rupanya kecewa tiba-tiba angin pukulan menyambar dari atas dan serangan sekuat prahara menghantam permukaan lubang itu.

"Bress!" Batu tiba-tiba terguling. Cepat dan luar biasa mendadak lubang terowongan yang dihantam hancur kedua tepinya, tak kuat menerima pukulan dahsyat itu. Dan karena batu besar di atasnya merupakan penutup dan kini amblong ke tempat yang lebar maka otomatis batu menutup kembali dan terowongan itu gelap gulita!

"Dorong batu ini! Kejar Si Golok Maut itu!"

Mindra dan kawan-kawannya terbelalak. Mereka ternganga melihat gempuran dahsyat itu. Si Kedok Hitam menggerakkan kedua tangannya dan lubang bawah tanah ambrol. Tapi ketika batu menutup kembali dan mereka dibentak agar mendorong batu maka Mindra dan kawan-kawan sudah bergerak, mendesak dan mengerahkan sinkang agar batu bergulir dari tempatnya. Tapi karena lubang itu terlalu besar dan batu raksasa ini rupanya juga ambles hampir separohnya maka Mindra dan empat temannya tak kuat!

"Bodoh, minggir kalian!" Kedok Hitam marah, tak sabar dan tiba-tiba menggerakkan tangannya ke depan. Angin pukulan dahsyat menyambar batu raksasa ini, sinarnya keemasan dan terdengarlah suara bercuit sebelum batu itu terkena pukulan. Dan ketika angin dahsyat ini menyambar dan batu itu kena gempur tiba-tiba batu raksasa ini hancur dan pecah seperti di dinamit.

"Blarr!"

Celaka sekali. Pukulan dahsyat yang menghantam batu ini tiba-tiba malah menutup lubang terowongan. Batu yang hancur dan ambles ke bawah malah menimbun lubang itu. Dan ketika Kedok Hitam mengumpat-umpat dan Mindra serta teman-temannya meleletkan lidah, tanda kagum, maka Kedok Hitam menempeleng kepala mereka agar tidak mendelong saja.

"Bodoh! Gentong-gentong kosong! Hayo turun dan semua berputar mengelilingi lembah!"

Mindra dan empat temannya terpelanting. Ditampar dan dltempeleng begitu tiba-tiba mereka serasa anak kecil yang tak berdaya. Mindra dan teman-temannya meiompat bangun dan tentu saja mereka mencaci-maki, tak berani di mulut melainkan di hati. Tentu saja! Dan ketika Kedok Hitam sudah berkelebat dan turun dari puncak tebing maka laki-laki itu meluncur dan mengembangkan tangannya seperti sayap rajawali. Gagah namun menyeramkan!

"Hayo turun. Semua turun...!"

Mindra tak berani bercuit. Mereka sudah merasakan kelihaian Kedok Hitam ini dan tak ada satu pun di antara mereka yang berani banyak bicara. Satu-satunya jalan selamat adalah mengikuti perintah laki-laki itu, atau mereka malah menjadi korban dan salah salah mampus. Dan ketika semuanya bergerak dan turun tergesa-gesa maka Mo-ko terpeleset dan jatuh meluncur seperti sebuah bola.

"Hei-hei.... tolong aku...!"

Tak ada yang menolong. Karena ceroboh dan tergesa-gesa maka iblis hitam itu terpeleset dari tebing yang tinggi, jatuh dan bergulingan ke bawah dan tentu saja dia berteriak-teriak. Batu-batu tajam menerima dan menggigit tubuhnya namun untung kakek iblis ini bukan orang biasa. Kalau orang biasa tentu sudah hancur tubuhnya dan babak-belur. Jatuh dari ketinggian seperti itu bukanlah main-main. Tapi karena Mo-ko adalah orang yang lihai dan meskipun terpeleset serta terjatuh seperti itu dia tetap dapat mengerahkan sinkangnya menjaga diri maka kakek iblis ini lebih dulu tiba di bawah dan berdebuk seperti buah nangka lepas dari induknya.

"Bukk!" Kakek itu tak apa-apa. Meluncur dan menggelinding seperti bola kakek ini sudah terbanting ke bawah, mendahului kawan-kawannya dan tiba-tiba ribuan perajurit terbahak-bahak. Mereka itu serasa mendapat pemandangan lucu yang membuat perut terkocok, geli dan tak tahan mereka untuk tidak tertawa. Tapi begitu Mo-ko membentak dan ribuan mulut diam maka si Kedok Hitam juga membentak dan melengking agar semuanya tidak tertawa.

"Semua jangan meringkik, ini bukan lelucon! Hayo bergerak seputar lembah dan cari Si Golok Maut itu!"

Ribuan orang diam. Mereka telah dikatakan meringkik dan tentu saja diam-diam mereka mendongkol. Ketawa mereka dianggap kuda, jadi mereka tiada ubahnya binatang. Makian pedas yang membuat muka merah! Tapi karena mereka tak ada yang membantah dan komandan mereka sendiri juga membentak agar jatuhnya Mo-ko seperti bola tidak dianggap lelucon maka semua orang disuruh bergerak dan keluar dari lembah.

"Semua berpencar. Golok Maut telah melarikan diri!"

Orang-orang terkejut. Mereka merasa tak percaya karena bagaimana Golok Maut itu bisa melarikan diri. Bukankah masih di atas dan bayangannya tak tampak turun? Tapi ketika mereka mendapat tahu bahwa tokoh itu melarikan diri lewat terowongan rahasia di puncak tebing maka semuanya terkejut dan bergegas memutar tubuh, berhamburan keluar lembah dan Kedok Hitam sudah membentak-bentak agar semua tempat dikepung. Bahkan mereka disuruh ke bawah gunung dan dalam radius empat kilometer dari titik pusat mereka diperintahkan untuk berjaga ketat. Golok Maut tak mungkin melarikan diri kalau sudah seperti ini. Dan ketika mereka ribut-ribut dan Mindra serta kawan-kawannya sibuk mengelilingi lembah maka di sana, di dalam terowongan itu Golok Maut batuk-batuk dan muntah darah.

"Orang itu, ah... dia tentulah dia... Keparat, tentu jahanam itu, Wi Hong. Tentu dia!"

"Sudahlah," Wi Hong tersedu-sedu. "Kita sudah di sini, Hauw-ko. Kita harus menyelamatkan diri...!"

"Aku tahu. Tapi, uhh...!" Golok Maut batuk-batuk, jatuh terduduk. "Sakitku tak tertahankan, Wi Hong. Aku... aku letih!"

"Aku juga, tapi... tapi kita harus keluar, Hauw-ko. Kita sudah berhasil melarikan diri dari musuh-musuh kita!"

"Benar, tapi.... hm!" Golok Maut terengah, mata tiba-tiba meredup. "Racun di tubuhku bekerja lagi, Wi Hong. Dan obat itu habis!"

"Lalu bagaimana? Apakah kita diam saja? Katakan padaku di mana jaian terowongan ini, dan kau akan kupondong. Aku dapat membawamu!"

"Tidak..., terlambat!" Golok Maut memejamkan mata. "Percuma kau menolongku, Wi Hong. Sebaiknya kau saja yang keluar dari sini dan biarkan aku tewas!"

"Kau gila?" Wi Hong menjerit. "Mati hidup aku tetap ingin bersamamu, Hauw-ko. Atau biar aku mati di sini pula dan kita sama-sama binasa!"

Wi Hong mengguguk. Akhirnya gadis itu menangis dan tersedu-sedu meremas kekasihnya. Dalam bayang-bayang gelap begitu dia tak melihat betapa pemuda ini sudah mulai.kuyu. Pandang mata Golok Maut sudah meredup dan seakan kehilangan cahayanya. Mata itu memudar namun tiba-tiba bersinar lagi ketika Wi Hong mengguncang-guncang tubuhnya, menjerit dan memanggil-manggil namanya karena beberapa kali pertanyaan gadis itu tak dijawab. Dan ketika Golok Maut membuka mata dan tertegun maka dia mendengar kata-kata kekasihnya bahwa Wi Hong akan bunuh diri di situ apabila dia mati!

"Aku tak mau melahirkan anak ini. Kau kejam, kau tak mau menjawab pertanyaanku! Biarlah... biar kita semua binasa, Hauw-ko. Kau tak mau kubawa dan memberitahukan di mana jalan keluar terowongan ini!"

"Hm!" Golok Maut tiba-tiba bergerak, hidup dan bersinar-sinar matanya itu. "Aku sedang mengumpulkan ingatan, Hong-moi, sabarlah, dan dengar ini...." lalu mengumpulkan segenap kekuatan dan ingatannya tiba-tiba pemuda ini menuding. "Kau dapat lurus mengikuti anak tangga itu, berbelok tujuh kali. Lalu kalau kau menemui persimpangan dan melihat mata air maka kau harus berbelok ke kanan sebanyak tujuh kali pula dan setelah itu lurus ke bawah. Kita... kau.... akan tiba di luar setelah melakukan perjalanan sepenanakan nasi...!"

"Begitukah? Kenapa tidak tadi-tadi kau memberitahukan ini? Dan kau tak berperasaan, Hauw-ko. Sebenarnya sejak empat hari yang lalu kau harus menunjukkan tempat ini dan bukannya sekarang, setelah semuanya terlambat!"

"Tidak... tidak terlambat, Hong-moi. Aku tak segera mengatakannya karena ini adalah jalan terakhir, kalau kita benar-benar terdesak. Aku sebenarnya lebih ingin menyambut mereka dan mati secara gagah, bukan konyol atau melarikan diri seperti ini!"

"Tapi kita sekarang terkubur hidup-hidup. Si Kedok Hitam itu menghancurkan batu menimbuni mulut guha!"

"Sudahlah, dia... dia memang hebat, Hong-moi. Dan baru sekarang dia menampakkan diri. Keparat, binatang itu memang jahanam! Tapi aku akan berusaha membunuhnya!"

"Siapa dia?"

"Musuh besarku! Orang yang memperkosa enciku!"

"Dia?"

"Ya, dia, Hong-moi. Tak ada lain! Tapi sudahlah, kau harus pergi dan keluar dari terowongan ini. Ikuti petunjuk-petunjukku tadi!"

"Apa? Kau menyuruhku sendirian? Kau mau..."

"Sst, jangan ribut-ribut. Kau sedang mengandung anakku, Hong-moi, tak mungkin membawa beban lagi dengan menggendong aku. Kau keluarlah, dan ikuti petunjukku. Aku dapat bertahan di sini dan akan hidup lebih lama kalau kau membawakan makanan untukku. Pergilah ke sana dan ambilkan buah-buahan, aku menunggu...."

"Tidak!" Wi Hong menjerit. "Aku akan membawamu, Hauw-ko. Aku tak mau sendiri!"

"Hm, kau hendak membunuh anak di kandunganmu itu? Membawa beban dan bekerja berat? Kau ingin keguguran? Jangan bodoh. Kita di sini sudah aman. Hong-moi, tak ada yang tahu dan aku tak apa-apa. Kau tinggal memilih mencarikan makanan untukku di luar sana atau memaksa diri dan anak di perutmu itu akan mati!"

Wi Hong tersedu. Akhirnya dia bingung namun dapat menerima bahwa sementara itu mereka berdua selamat. Kekasihnya tak akan ada yang mengganggul dan benar-benar di tempat aman. Mulut terowongan di atas sudah dihancurkan, jalan masuk hanya memasuki mulut yang lain. Dan karena anak di kandungannya juga harus dijaga dan kata-kata pemuda itu betul akhirnya Wi Hong menubruk dan mencium kekasihnya ini ketika Golok Maut menyuruhnya pergi, membelai rambutnya, gemetar.

"Aku dapat menjaga diri di sini, dan Golok Penghisap Darah juga tetap bersamaku. Pergilah, dan keluarlah. Carikan buah-buahan dan lihat apakah di luar sana aman."

"Kau tak akan pergi? Kau akan tetap di sini?"

"Tentu, aku akan tetap di sini, Hong-moi, tak mungkin dapat ke mana-mana karena kita berada di terowongan bawah tanah. Kau pergilah, dan bawakan makanan untukku."

Wi Hong akhirnya melepaskan diri. Setelah dia yakln dan dapat menerima kata-kata pemuda itu akhirnya gadis ini menurut juga. Memang, mereka berada di satu tempat yang aman, terowongan bawah tanah. Siapa dapat mengejar mereka kalau mereka tetap bersembunyi di situ? Tapi karena persedlaan makanan harus disiapkan dan hanya dialah yang dapat melakukan itu maka gadis ini menarik tubuhnya dan berbisik pada kekasihnya agar menunggu di situ.

"Kau jangan ke mana-mana, aku akan keluar."

"Ya, dan jangan khawatiri diriku, Hong moi. Aku dapat menjaga diri dan Golok Penghisap Darah menemaniku di sini. Pergilah!"

Wi Hong terhuyung. Dengan gemetar dan sedikit tenteram dia meninggalkan kekasihnya itu, berjalan lurus menuruni anak tangga lalu berbelok tujuh kali. Dan ketika dia tiba di persimpangan di mana terdapat mata-air maka gadis ini berbelok ke kanan dan tujuh kali dia melakukan hal itu secara berturut-turut, benar seperti kata pemuda itu dan Wi Hong girang. Di ujung memang terdapat cahaya terang dan itulah jalan keluar, mulut atau jalan melarikan diri setelah guha di bawah batu besar dihancurkan.

Gadis ini berhati-hari dan berindap menghampiri cahaya terang itu, celingukan ke sana-sini dan akhirnya dia merasa lega karena tempat itu sunyi, aman. Tak ada siapa-siapa dan tentu saja dia melompat keluar dengan perasaan bebas. Dan ketika dilihatnya buah-buahan yang banyak di sebuah hutan kecil dan cepat dia memunguti itu segera gadis ini kembali lagi ke tempat semula, berseru memanggil kekasihnya dan keranjang buah yang dibawanya hampir sarat oleh isi yang penuh. Tapi ketika gadis itu tak menemukan Golok Maut di sana dan dia tertegun serta kebingungan, serasa tak percaya maka dia berteriak-teriak memanggil kekasihnya itu.

"Hauw-ko... Hauw-ko... aku datang..!"

Namun aneh, Golok Maut yang dipanggil-panggil tak muncul juga. Wi Hong mengira bahwa dia salah masuk dan berlari lagi keluar, balik menghitung tujuh tikungan kanan dan kiri tapi tempat itu memang betul tempat yang semula ditempati kekasihnya, tempat mereka berdua. Dan ketika gadis ini bolak-balik tujuh kali naik turun dan menjerit berteriak memanggil-manggil kekasihnya akhirnya ditemukannya sepucuk surat dari kekasihnya itu yang menyatakan dia menyambut musuh di luar, lewat jalan lain.

"Maaf, aku tak dapat tinggal di liang tikus ini dan mati secara konyol. Kalau kau kembali ke tempat ini sebaiknya keluarlah dari mulut terowongan yang kau temukan itu, Hong-moi. Tempat itu jauh di luar lembah dan tak mungkin musuh menemukan dirimu. Aku akan menghadapi musuh-musuhku, membunuh atau terbunuh, Kalau anak itu lahir, laki-laki, namakanlah dia Giam Liong, Naga Maut, atau Naga Pembunuh! Tapi kalau anak itu perempuan, terserah kau!"

Wi Hong menjerit. Akhirnya dia sadar bahwa dia telah ditipu kekasihnya Itu. Golok Maut sengaja menyingkirkannya dan membiarkan dia selamat. Diri sendiri maju menghadapi musuh dan berteriaklah Wi Hong dengan histeris. Dan ketika dia melempar keranjang buah-buahan itu dan memaki-maki kekasihnya maka gadis ini pulang balik di terowongan bawah tanah, beberapa kaii menemui jalan buntu atau persimpangan-persimpangan pendek di mana semuanya itu merupakan jalan mati. Dia tak tahu ke mana kekasihnya mendapatkan jalan keluar. Wi Hong sadar bahwa Golok Maut sengaja pergi meninggalkan dirinya, maju menghadapi musuh dan dia sudah diminta untuk keluar.

Jalan terowongan itu memang sudah ditemukan dan memang mudah bagi gadis ini kalau dia mau keluar. Tapi karena Golok Maut meninggalkan dirinya dan Wi Hong marah serta gusar akhirnya gadis ini hanya kembali ke tempat yang itu-itu juga, tak pernah ke tempat yang lain dan robohlah Wi Hong tersedu-sedu. Gadis baju merah ini tak dapat menahan dirinya lagi dan terguling mengguguk-guguk. Kekasihnya menghadapi musuh di luar, dia sendirian dan tak mungkin kekasihnya itu selamat lagi. Ah, lima ribu orang akan mengeroyok pemuda yang dicintainya itu. Dan karena Wi Hong marah serta bingung tak dapat menemukan jalan keluar Si Golok Maut akhirnya gadis ini pingsan dan roboh terguling.

Ke manakah Golok Maut? Benarkah menyambut musuh? Benar, dan Golok Maut memang sedang mengamuk, dahsyat dan mengerikan. Mari kita lihat!

* * * * * * *

Seperti diketahui, pemuda ini menyuruh Wi Hong berjalan lurus untuk akhirnya berbelok kanan kiri tujuh kali menuruni anak-anak tangga di terowongan bawah tanah itu. Golok Maut tampak berkilat-kilat dan gembira mukanya. Ada perasaan puas bahwa gadis baju merah itu akhirnya tunduk juga kepadanya, dapat dibujuk. Dan karena Wi Hong tak melihat kilatan sinar mata ini dan betapa cahaya aneh akhirnya mencorong dan memancar dari pemuda itu maka Golok Maut terhuyung terseok melangkah ketika kekasihnya pergi.

Golok Maut menghampiri sebuah dinding di sudut, mengetuk-ngetuk dinding-dinding di situ dan akhirnya pada dinding sebelah kiri dia mendengarkan suara berdengung. ltulah tanda tempat kosong di sana dan pemuda ini segera meraba-raba. Dan ketika sebuah tonjolan di celah-celah batu dapat dltemukannya dan benda ini ditarik tiba-tiba terdengar suara bergemuruh dan sebuah batu hitam besar yang lain terbuka.

"Dhrr!"

Suara itu mirip getaran bumi yang diinjak ratusan gajah. Dinding batu itu membuka dan tampaklah sebuah tempat lain di situ. Golok Maut menyalakan lilin dan sebuah anak tangga yang bersusun ke atas tampak, tinggi dan curam. Bagian atasnya tak kelihatan karena masuk di sebuah celah atau guha batu yang naik membentuk sudut tajam. Dan ketika Golok Maut memasuki tempat itu dan menarik kembali tonjolan di dalam tempat baru ini maka dinding pun bergemuruh dan menutup kembali.

ltulah sebabnya Wi Hong tak menemukan tempat ini meskipun dia sudah lari berputaran ke sana ke mari, bahkan menuju ke atas di mana puncak atau tangga terowongan itu sudah dihancur kan mulutnya oleh gempuran si Kedok Hitam. Dan ketika Golok Maut mulai mendaki dan lilin di tangannya sering bergoyang-goyang maka delapan sembilan kali pemuda ini roboh dalam usahanya mendaki anak tangga.

Perjalanan itu berat bagi Si Golok Maut. Dia benar-benar kehabisan tenaga tapi semangatnya yang luar biasa sungguh mengagumkan semua orang. Berkat semangat dan kemarahannya yang besar inilah dia mampu mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, napas memburu dan sering dia berhenti kalau dada terasa sesak. Empat kali batuk-batuk darah tapi akhirnya dia meneruskan perjalanannya juga. Jeritan atau teriakan Wi Hong didengarnya sayup-sayup sampai. Mereka sebenarnya bersebelahan karena hanya terpisah oleh dinding terowongan yang tebal.

Namun ketika Golok Maut tak menghiraukan panggilan itu dan betapa berkali-kali dia harus menyumbat telinganya agar jeritan atau teriakan Wi Hong tak didengarnya akhirnya pemuda ini sampai juga di puncak tebing di dekat batu hitam besar yang digempur landasannya oleh si Kedok Hitam. Golok Maut susah payah keluar dari tempat ini, muncul disebuah batu hitam yang lain dan musuh tentu saja tak akan menyangkanya. Di tempat itu ada empat batu besar yang masing-masing terletak di sudut, berdiri tegak sesuai arah empat mata angin, timur-barat-selatan-dan utara.

Siapapun tak menyangka bahwa pada dasarnya batu-batu hitam itu adalah penutup terowongan bawah tanah karena di bawah batu-batu besar itulah terdapat guha atau mulut terowongan. Golok Maut telah mempergunakan satu di antaranya dan tiga yang lain selamat, artinya tak diketahui si Kedok Hitam itu dan anak buahnya. Lembah Iblis memang sebuah tempat yang penuh misteri. Dan ketika Golok Maut keluar dari situ namun Kedok Hitam dan kawan-kawannya sudah turun memutari lembah, karena akan mencegat Golok Maut di bawah maka pemuda atau tokoh bercaping ini mendengus-dengus.

Golok Maut merah padam dengan mata berkllat-kilat penuh bahaya. Hawa pembunuhan tampak di sorot matanya itu dan orang pasti akan gentar melihat pemuda ini, apalagi Golok Penghisap Darah dllipatnya di bawah siku. Sewaktu-waktu senjata ini akan bergerak dan korban pasti akan jatuh, begitulah biasanya Golok Maut beraksi. Dan ketika pemuda ini tertegun karena musuh turun di bawah sana maka yang terdengar hanyalah teriakan atau kegaduhan di bawah lembah.

Perajurit atau pasukan besar itu tampak berhamburan keluar lembah, mereka disuruh mencegat dan mengepung di empat penjuru. Golok Maut terbelalak tapi tiba-tiba menggeram. Dan ketika bawah tebing menjadi bebas karena semua orang menganggap dia tak ada di situ maka dengan terhuyung tapi cepat pemuda ini bergerak kebawah.

Tak ada orang mengira bahwa orang yang dicari-cari justeru turun ke bawah. Golok Maut kembali muncul di atas dan kini dengan hati-hati namun cepat dia menuruni tebing, hal yang akan membuat orang merasa heran dan tercengang, karena Golok Maut sebenarnya terluka dan tidak dalam kondisi sehat. Wajahnya yang mulai kehitaman tampak menunjukkan bahwa racun memang mulai bekerja, tak diperduiikan dan turunlah pemuda itu melewati bagian-bagian yang terjal, sering terpeleset namun Golok Maut memang betul-betul tokoh yang hebat. Berpegangan dan menancapkan goloknya di tempat-tempat tertentu sering dia selamat.

Dan ketika musuh berteriak-teriak di luar sana dan pemuda ini merayap ke bawah akhirnya tebing yang dituruni susah payah itu berhasil dilampaui. Golok Maut sudah di bawah. Muka yang beringas dan wajah yang kehitaman sungguh membuat tampangnya semakin menyeramkan. Pemuda ini mendesis dan mengepalkan tinjunya. Dan ketika dia mulai menyelinap dan terhuyung keluar lembah maka yang pertama-tama dicari adalah si Kedok Hitam itu.

Orang tak tahu siapa laki-laki ini namun Golok Maut tahu. Geraman dan kepalan tinjunya itu sudah menunjukkan betapa yakin dan percayanya pemuda ini pada lawan yang menghantamnya dengan pukulan Kim-kong-ciang itu. Di dunia ini tak ada orang lain yang memiliki pukulan itu kecuali dia dan lawan yang amat dibencinya, musuh yang dicari-carinya dan selalu menyembunyikan diri namun yang agaknya kali ini akan membuka kartu, berkedok di balik saputangan hitam namun Golok Maut sudah dapat menduga siapa lawannya itu. Musuh yang dicari-cari!

Namun ketika dia terhuyung berindap-indap dan dengan hati-hati serta tidak bersikap tolol dia selalu waspada terhadap banyaknya pasukan yang ada di situ maka Golok Maut tak mudah menemukan orang yang dicarinya ini. Ada beberapa hal yang membuat Golok Maut bertindak seperti itu, menentang bahaya. Tak takut mati dan siap mengadu jiwa. Pertama adalah karena tak mungkin lagi dia mencari Sian-su setelah empat hari terkepung musuh, hal vang mengakibatkan racun semakin masuk ke dalam tubuhnya dan tak mungkin diobati iagi. Kedua adalah karena dia ingin menyelamatkan kekasihnya.

Atau lebih tepat, menyelamatkan anak di kandungan Wi Hong karena kelak anak itulah yang diharap meneruskan cita-citanya, perjuangannya. Golok Maut telah bertekad bahwa hari ini adalah hari yang sebesar-besarnya dia membunuh musuh. Ajal sudah dekat dan pemuncuian Mo-bin-lo yang menuntut perbuatannya tak dapat dihindari lagi. Selamat dari Lembah Iblis tak mungkin selamat dari racun yang sudah memenuhi tubuhnya. lnilah yang membuat Golok Maut mata gelap dan bersumpah untuk menghadapi musuh-musuhnya. Daripada dia mati di terowongan bawah anah lebih baik dia mati di luar.

Di situ setidak-tidaknya dia akan membunuh ratusan orang, paling tidak puluhan. Orang orang yang akan dibabat karena mereka itu adalah antek Coa-ongya, karena tentu atas suruhan pangeran itulah pasukan besar ini berangkat. Dan karena Mindra dan kawan-kawannya ternyata benar ada di situ dan ini merupakan petunjuk bahwa dugaannya tidak meleset maka Golok Maut ingin melampiaskan dendam dan kebenciannya di hari terakhir itu.

Di sudah tak mungkin hidup lebih lama lagi. Musuh terlalu banyak dan tak mungkin sendirian saja dia menghadapi lima ribu orang, betapapu hebatnya dia, betapapun saktinya. Dan karena racun sudah memasuki tubuhnya dan pertemuan dengan Sian-su juga tak mungkin dapat diharapkan lagi maka yang ada di hati Si Golok Maut ini adalah tekad membunuh, mati bersama musuh!

"Aku akan menghabiskan seberapa saja musuh-musuh yang dapat kubabat. Tapi yang paling kuingini adalah si Kedok Hitam dan Mo-ko serta tiga temannya itu!"

Tekad ini sudah dicanangkan. Golok Maut tak perduli lagi pada keseiamatan dirinya dan dia merasa bebaa karena Wi Hong telah dijebaknya di terowongan bawah tanah. Kekasihnya itu akan selamat dan untuk sementara waktu Wi Hong tak akan dapat keluar. Dia dapat bebas bergerak dan semua sepak terjangnya tak mungkin akan dihalangi iagi. Bersama Wi Hong sungguh repot baginya. Dia harus melindungi kekasihnya itu di samping melindungi dirinya sendiri, hal yang terlampau berat baginya. Maka ketika hari itu dia muncui di atas tebing dan kini turun ke bawah maka yang dicari Golok Maut adaiah si Kedok Hitam itu.

Namun hal ini sulit. Di sekeliling lembah yang banyak ditemui adalah ribuan orang-orang itu. Pasukan inilah yang paling hiruk-pikuk mencaci-maki namanya. Mereka berteriak-teriak dan memanggil dirinya, berlarian dan menjaga sekeliling lembah dengan ketat. Dan ketika dia menyelinap dan terhuyung mencari sana-sini akhirnya yang ditemukan adalah si kakek iblis Hek-mo-ko!

"Kalian jangan berteriak-teriak, salah-salah dia malah menyembunyikan diri! Kalian diam saja, bergerak di tempat dan kepung dengan rapat. Kaiau dia muncul, nah, beri tahu padaku. Biar aku yang menghadapinya!"

Golok Maut mendesis. Kakek itu bicara dengan sombong di depan perajurit-perajurit itu dengan mengatakan dialah yang akan menghajar dan membunuh Golok Maut. Perajurit hanya diminta mengepung dan jangan ribut-ribut. Golok Maut nanti takut dan salah-salah menyembunyikan diri, hal yang membuat pemuda ini bergetar keras dengan mata berapi-api. Dan ketika Hek-mo-ko melompat pergi dan kebetulan berkelebat ke kiri, mau memasuki hutan kecii tiba-tiba Golok Maut bergerak dan sudah berjungkir baiik di atas kepala si kakek berkulit hitam itu.

"Mo-ko, aku di sini!"

Hek-mo-ko kaget bukan main. Dia baru saja sesumbar bahwa kalau Golok Maut muncul biarlah dia yang menghadapi. Para perajurit diminta menonton dan dialah yang akan menghajar Si Golok Maut itu. Maka begitu orang yang dibicarakan datang dan muncui membentaknya tiba-tiba kakek ini seperti ketemu hantu.

"Haiyaa... eitt, plak-dess!"

Hek-mo-ko mencelat. Kaget dan terkejut oleh munculnya Golok Maut tiba-tiba kakek ini tak dapat berbuat banyak. Golok Maut menggerakkan goloknya yang mengerikan itu dan kakek ini melempar tubuh bergulingan. Tapi ketika bahu pundaknya masih tersampok juga dan darah memuncrat dengan deras tiba-tiba kakek ini bergulingan menjauh dan berteriak-teriak.

"Heii... dia di sini! Golok Maut di sini!"

Gegerlah perajurit yang dekat dengan si kakek iblis ini. Mereka baru saja disuruh diam dan mengepung tempat itu, tak tahunya Golok Maut muncul dan sudah menyerang si kakek hitam. Dan ketika Mo-ko bergulingan berkaok-kaok dan mereka tentu saja terkejut dan marah maka mereka berteriak dan berhamburan menolong kakek itu. Tapi begitu Golok Maut berkelebat dan mengayun senjatanya tiba-tiba sebelas tubuh telah roboh terpotong menjadi dua.

"Ke marilah, dan aku akan mengantar kalian ke akherat.... cras-crass!"

Para perajurit menjadi gentar. Mereka berteriak tertahan dan surut mundur, yang ada di depan tiba-tiba tak berani maju lagi dan yang ada di belakang justeru memutar tubuhnya, berteriak dan menyuruh teman yang lain maju, lucu! Dan karena mereka tak ada yang menyerang dan Mo-ko berkaok-kaok serte berteriak sendirian maka terhadap kakek inilah Si Golok Maut menggerakkan senjatanya.

"Sekarang kau, Mo-ko. Kau harus mampus menyusul saudaramu.... crat!"

"Aduh!" Mo-ko kembali berteriak, baru saja melompat bangun tahu-tahu sudah dikejar dan tak dapat menangkis. Ngeri dia menangkis golok yang berkeredep seperti perak itu. Dan ketika kakek ini kembali bergulingan dan berkaok-kaok maka pasukan berteriak-teriak memanggil temannya, yang ada di empat penjuru segera menoleh dan mereka berserabutan datang. Mo-ko dikejar dan terus menerima tikaman-tikaman berbahaya, tongkat sudah dicabut tapi putus dibabat golok yang iuar biasa tajam itu. Dan ketika satu dua perajurit mencoba maju namun selalu terbabat roboh, terjengkang putus dan darah membanjir di mana-mana maka orangpun pucat sementara Mo-ko sendiri menjadi ngeri dan gentar.

"Bantu aku. Bodoh kalian. Bantu aku!"

Namun siapa yang berani membantu? Gerakan Si Golok Maut yang selalu menyambar-nyambar dan merobohkan siapa saja yang datang mendekat cukup membuat nyali orang-orang itu kuncup. Mereka melihat betapa hebatnya Si Golok Maut ini dan gerakan-gerakannya yang gemetar namun masih berbahaya cukup membuat orang-orang itu mengerti bahwa tokoh ini masih terlampau berbahaya, biarpun katanya terluka dan lemah. Dan ketika mereka mundur dan terus mundur sementara Mo-ko dikejar dan didesak Si Golok Maut akhirnya satu jeritan tinggi meluncur dari kakek ini ketika tangannya terbabat putus.

"Augh...!" Raungan itu bagai srigala terluka. Mo-ko terlempar dan roboh terguiing-guling, darah menyembur dari lukanya dan pucatlah kakek itu karena Golok Maut masih mengejar juga. Dan ketika dia mengeluh dan melihat sinar putih menukik menyambar dadanya tiba-tiba kakek ini lupa dan menggerakkan tangan satunya.

”Crass!" Tangan itu putus. Seperti membabat agar-agar saja tahu-tahu Golok Penghisap Darah sudah menyentuh tangan kakek itu, bergerak luar biasa cepat dan terlemparlah kutungan tangan yang penuh darah. Mo-ko lupa dan ngeri serta ketakutan hebat, menangkis dan tentu saja dia terpapas kutung. Dan ketika kakek itu berteriak sementara orang-orang yang ada di situ menonton dengan jantung terkesiap maka Golok Maut berkelebat dan mengeluarkan satu bentakan dingin.

"Sekarang kau roboh!"

Mo-ko tak dapat menghindar. Sekarang semuanya sudah terlambat dan jalan lari untuknya juga sudah tak ada lagi. Dengan kedua tangan yang buntung tentu saja kakek ini tak dapat berbuat apa-apa. Dengan tubuh sehat saja dia masih bukan tandingan lawan, apalagi sekarang. Maka begitu Golok Maut berkelebat dan Mo-ko membelalakkan mata tahu-tahu sinar putih menyambar dan... kepala kakek iblis ini terpenggal dari tubuhnya.

"Bluk!" Tubuh itu mandi darah. Tubuh itu sudah tidak berkepala lagi dan darah segar menyemprot bagai pancuran. Mo-ko roboh binasa dan tewas seketika. Kakek iblis itu tak sempat iagi berteriak dan gaduhlah pasukan meiihat robohnya kakek ini. Dan ketika mereka ribut-ribut dan terbelalak oleh kejadian itu maka Golok Maut membalik dan menerjang mereka.

"Sekarang kalian, mampuslah!"

Tujuh tubuh terjengkang tak sempat mengelak. Mereka itu adalah orang-orang yang terlambat memutar tubuhnya. Golok Maut teiah mengayunkan senjatanya dan tujuh kepala menggelinding hampir bersamaan. Dan ketika mereka roboh sementara yang lain menjerit lintang-pukang maka Golok Maut mendesis dan berkelebatan di antara orang-orang ini, menggerakkan senjatanya dan satu per satu kepala orang-orang itu dibabat terlepas, roboh dan menggelinding menyusul kepala tujuh orang pertama ini, juga kepala Mo-ko yang masih mendelik dan bergoyang-goyang di sana. Mengerikan! Dan ketika puluhan orang menjadi korban sementara pasukan menjadi panik dan gentar maka Golok Maut menggeram-geram dan memanggil-manggil nama si Kedok Hitam.

"Panggil dia itu ke mari. Suruh berhadapan dengan aku. Atau kalian semua binasa dan tempat ini akan kujadikan lembah bangkai!"

Semua pucat. Mereka akhirnya tunggang-langgang karena Golok Maut benar-benar masih mengerikan dengan senjatanya itu. Meskipun gemetar dan terhuyung-huyung namun bagi mereka yang termasuk orang-orang lemah para perajurit ini bukaniah tandingannya. Dan ketika seratus kepala menggelinding seperti kelereng-kelereng kecil yang berlumuran darah maka dari arah timur terdengar bentakan dan seruan.

"Golok Maut, hentikan sepak terjangmu. Ini aku datang!"

Sesosok bayangan hitam berkelebat. Golok Maut bersinar-sinar dan lima tubuh kembali dipisahkan kepalanya, roboh dan ditendang mayatnya. Dan ketika bayangan itu berkelebat cepat dan sudah tiba di depannya maka dari kiri dan kanan juga muncul Mindra dan kawan-kawannya.

"Keparat, Mo-ko telah dibunuh!"

Golok Maut tertawa aneh. Tiba-tiba pemuda bercaping ini bergoyang-goyang ketika melihat kedatangan musuhnya itu. Mindra dan kawan-kawan dipandang dengan mata berapi dan boia mata itu seakan terbakar. Tapi ketika berhenti pada si Kedok Hitam ini di mana laki-laki atau tokoh misterius itu tertegun oleh kematian Mo-ko maka Golok Maut berseru, serak dan menyeramkan.

"Manusia hina, bukalah kedokmu. Aku tahu siapa kau!"

"Hm!" si Kedok Hitam, yang sadar dan hilang kagetnya tiba-tiba tersenyum dingin, balas memandang Si Golok Maut ini. Lalu ketika dua mata beradu dan masing-masing meiihat dendam dan kemarahan di pihak yang lain maka Kedok Hitam mendengus. "Golok Maut, akupun tahu siapa sesungguhnya dirimu. Hm, kau membunuh-bunuhi marga she Coa dan Ci. Kau bersikap telengas pula kepada kerabat istana. Kau tak tahu diri, pemberontak dan pantas sebagai putera bekas seorang pemberontak! Nah, aku di sini dan akulah sekarang yang akan menghabisi jiwa-mu!"

"Ha-ha, kau sanggup? Majulah, dan buka kedokmu kalau kau jantan, Kedok Hitam. Jangan bersembunyi dan perlihatkan dirimu di depan semua orang! Hayo, kutantang kau dan akupun akan membuang capingku ini!"

Golok Maut bergerak, membuka capingnya dan tampaklah wajah seorang laki-laki gagah berusia sekitar tiga-puluh enam tahun. Wajah yang tampan namun dingin kini diperiihatkan untuk pertama kali dan mungkin terakhir kalinya di depan umum. Golok Maut tak takut-takut menyembunyikan dirinya dan terlihatlah siapa kiranya tokoh yang selama ini ditakuti orang itu. Dan ketika caping itu dibuang dan Golok Maut menantang agar lawan membuka kedoknya maka Kedok Hitam terbelalak dan mundur selangkah.

"Benar... hm, benar kiranya kau ini!" desisan atau kata-kata perlahan itu terdengar dari mulut si Kedok Hitam. Golok Maut menantangnya untuk memperlihatkan wajah masing-masing namun nampaknya laki-iaki ini ragu. Kedok Hitam mengerutkan kening dan tertawa. Dan ketika dia menggeleng dan tersenyum dingin maka dia berkata, "Golok Maut, kau gagah. Tapi aku, ah ... biarlah aku begini. Bukankah kau tahu siapa aku? Ha-ha, tanpa membuka kedok pun kau sudah mengenal aku, Golok Maut, dan ini tak perlu diperpanjang lagi. Nah, kau menyerahiah baik-baik dan kutangkap atau aku akan membunuhmu dan kepalamu kugantung di kota raja!"

"Kau jahanam busuk, pengecut!" dan Golok Maut yang berkelebat dengan penuh kebencian tiba-tiba menusuk dan menikam tenggorokan lawan, dikelit dan menyerang lagi namun lawan menghindar dengan mudah. Dan ketika Golok Maut akhirnya membentak dan melengking-iengking maka pemuda itu sudah menyerang lawannya bertubi-tubi, cepat dan ganas namun si Kedok Hitam selaiu menghindar. Namun ketika sebuah tendangan mencuat dari kaki kin Golok Maut tiba-tiba lawan terlempar dan terbanting.

"Dess!"

Si Kedok Hitam mendesis. Dia ternyata kalah cepat dan tendangan itu membuatnya terguling-guling. Tapi ketika Golok Maut mengejar dan menusuknya lagi tiba-tiba dia sudah menyelamatkan diri dengan cara melempar tubuh ke kanan, menjauh dan kaki pun balas menendang. Hal ini tak diduga dan ganti Si Golok Maut terpelanting. Dan ketika lawan meloncat bangun dan para perajurit bersorak maka Mindra dan Sudra maupun kakek Yalu tertegun.

Mereka heran melihat keluarbiasaan Si Golok Maut itu. Tapi mereka merasa lebih heran dan terkejut lagi karena Kedok Hitam seolah tahu ke mana golok akan menyambar. Dan ketika Kedok Hitam tertawa dan mencabut sebatang golok yang berkilat kebiruan maka Giam-to-hoat, Silat Golok Maut sudah dilakukan laki-laki itu dan bertandinglah keduanya dengan hebat.

Bacok-membacok namun Kedok Hitam berhati-hati dengan senjatanya itu, tak berani keras lawan keras karena golok di tangannya ternyata kalah ampuh, terpapas dan untuk selanjutnya laki-iaki ini melayani lawan dengan cara berkelebatan ke sana ke mari, terbang dan berputaran dan Golok Maut pun mengikuti gerakan lawan. Dan ketika keduanya sudah melakukan serangan-serangan cepat dan golok di tangan keduanya bergulung naik turun maka tampak dua cahaya putih dan biru berseliweran saling cengkeram.

"Crang-bret!"

Golok Maut terhuyung. Lawan terbabat ujung goloknya lagi namun dia kalah tenaga, terdorong dan tergetar tiga langkah. Namun ketika Golok Maut maju lagi dan menyerang lawannya maka dua cahaya biru dan putih itu sudah menari-nari lagi di udara.

"Crik-crangg!"

Golok Maut melepas hantaman tangan kiri. Lawan terkejut dan mengelak ke kanan namun pukulan itu mendarat juga, menghantam namun sesuatu di baiik baju si Kedok Hitam rupanya melindungi laki-laki ini. Golok Maut terbelalak karena lawan ternyata mengenakan baju besi, dua kali membabat lagi namun bacokannya tak berhasil sepenuhnya. Lawan hanya terdorong dan baju pundaknya robek, memperiihatkan semacam benda mengkilap yang bukan lain baju besi yang melindungi lawannya itu. Dan ketika lawan terbahak dan maju membalas tiba-tiba Golok Maut mendapat pukulan Kim-kong-ciang.

"Dess!"

Golok Maut terpental. Sekarang musuh bersorak-sorai dan gegap-gempitalah tempat itu karena Kedok Hitam mendesak lawannya. Golok Maut memang berkali-kali terhuyung kalau terlibat pertemuan tenaga, bukan pertemuan senjata karena dengan iicik dan cerdik si Kedok Hitam itu seialu mengelak kalau dua golok hendak beradu. Dan karena lawan berputaran semakin cepat sementara pukulan-pukulan Kim-kong-ciang menyelinap atau bersembunyi di antara jurus-jurus Ciam-to-hoat akhirnya Golok Maut yang memang sudah luka-luka dan keracunan mulai keteter, dua tiga kali menerima pukulan lawan dan setiap kali kena tentu dia menggigit bibir.

Ada sesuatu yang menyakitkan di situ, yakni ilmu pukulan yang digunakan lawan, Kim-kong-ciang itu. Dan ketika lawan tertawa-tawa sementara Golok Maut harus menahan dua rasa sakit sekaligus, satu di hati sedang yang lain di badan maka dia memutar golok di tangannya dengan cepat sekali.

"Orang she Coa, kau jahanam busuk. Kau pencuri dan maling rendah!"

"Ha-ha, tak perlu berkaok-kaok, Golok Maut. Sekarang riwayatmu akan tamat dan tak perlu kau berteriak-teriak!"

"Aku akan membunuhmu. Aku... ah!" dan Golok Maut yang marah membentak gusar tiba-tiba melakukan gerak tipu yang disebut Golok Siluman Menyelam Di Air Laut, memecah ujung goloknya menjadi belasan dan lawan tampak berseru keras karena gerakan golok sukar diikuti. Tapi ketika dia juga melengking tinggi dan melakukan serangan yang sama, membentak dan menggetarkan goloknya maka apa boleh buat senjata di tangannya harus menangkis senjata di tangan lawannya itu.

"Cranggg...!"

Bunga api berpijar menyilaukan mata Golok Maut terpental tapi lawan juga melempar tubuh bergulingan. Golok di tangannya putus dan nyaris saja Golok Penghisap Darah di tangan Si Golok Maut itu membelah jarinya. Golok di tangan mereka berdua bertemu tapi golok di tangan Si Golok Maut memang amat luar biasa tajamnya, membelah dan langsung menyambar jari-jari lawan yang memegang golok. Senjata di tangan si Kedok Hitam itu terbelah dari atas ke bawah, persis seperti sapu lidi yang dibelah pisau cukur.

Dan ketika golok terus menyambar sementara golok di tangannya sendiri sudah terbelah dan menganga seperti daun dibelah pisau maka si Kedok Hitam melempar tubuh bergulingan namun kakinya bergerak dari bawah menendang selangkangan lawan, meleset dan mengenai paha namun itu cukup membuat Golok Maut terdorong mundur. Golok Maut tak dapat mendesak lagi karena lawan melempar tubuh bergulingan. Tapi ketika lawan meloncat bangun dan terbelalak memandangnya, marah dan gusar tiba-tiba laki-laki ini membentak dan mengeluarkan senjata lainnya, sebuah trisula dan dengan senjata ini dia menerjang maju.

Kedok Hitam mainkan senjata trisulanya ini dan ternyata dia adalah laki-laki yang pandai mainkan senjata apa pun. Kiranya Kedok Hitam adalah seorang yang mahir mainkan delapan belas macam jenis senjata, karena gerakan trisula itu segera berobah-robah seperti pedang atau tombak, juga menukik atau menyambar seperti elang rajawali dalam permainan ganas. Tapi ketika semua gerakan-gerakan dasarnya selalu bertumpu pada gaya serangan golok dan trisula itu juga membabat atau menusuk tiada ubahnya golok tajam maka si Kedok Hitam ini ternyata tak dapat meninggalkan ilmu silat Giam-to-hoat, dua tiga kali menangkis dari samping dan setiap kali tangkisan tentu disertai pukulan tangan kirinya.

Pukulan bersinar emas selalu mengejutkan Golok Maut karena dia pasti tergetar, kacau dan terdorong karena untuk mengadu pukulan begini jelas sinkangnya kalah kuat. Tenaganya sudah susut banyak dan dia melulu mengandalkan kehebatan Golok Penghisap Darah itu. Dan ketika berkali-kali pukulan Kim-kong-ciang mengganggu dirinya karena lawan yang tahu kelemahannya selalu ingin mengadu tenaga bukannya senjata maka Golok Maut mendesis-desis mengutuk lawannya itu.

"Pangeran keparat, kau licik dan curang. Kau benar-benar jahanam!"

"Ha-ha, boleh maki sepuas-puasmu, Sin Hauw. Tapi aku tak akan mengadu senjata dan tetap akan mengajakmu mengadu tenaga. Awas, terima pukulan ini dan kau robohlah.... dess!" si Kedok Hitam mempergunakan kesempatan, menangkis golok dari samping dan secepat kilat dia melepas Kim-kong-ciangnya itu.

Golok Maut tak dapat mengelak kecuali menggerakkan tangannya pula, melepas dan menerima pukulan. Dan ketika dua Kim-kong-ciang bertemu di udara tapi Golok Maut terlempar maka pemuda ini terguling-guling dan seorang perajurit yang rupanya hendak mencari nama tiba-tiba bergerak menusuk Si Golok Maut.

"Awas...!"

Post a Comment

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.