Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 32 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Hong San tersenyum, dan mengangguk. Dia mulai mengenal watak gadis itu. Gagah perkasa, cantik jelita, riang jenaka, pemberani akan tetapi juga berbudi luhur!

"Mari kita bergerak!" katanya setelah mengangguk menyetujui.

Bagaikan dua ekor burung garuda, Hong San dan Giok Cu meloncat seperti melayang saja, menuju ke arah kereta yang kini tidak terlindung karena tiga belas orang pengawal sibuk menghadapi pengeroyokan belasan orang itu. Akan tetapi pada saat itu, dari lain jurusan berkelebat pula bayangan orang yang tidak kalah cepat dan ringannya dibandingkan dua orang muda itu. Baru saja Giok Cu dan Hong San tiba di dekat kereta, terdengar bentakan nyaring.

"Perampok-perampok jahat!" Dan muncullah seorang pemuda yang bertubuh tinggi besar, kokoh kuat dan tampan gagah.

Mendengar bentakan ini dan melihat munculnya seorang pemuda yang gagah perkasa, Giok Cu dan Hong San terkejut. Saat itu dipergunakan oleh pemuda tinggi besar untuk berseru kepada kusir kereta.

"Kenapa engkau tidak cepat melarikan kereta ini, menyingkir dari sini, menyelamatkan majikanmu dan minta bantuan pasukan? Hayo cepat larikan kereta, biar aku menahan para perampok!"

Barulah kusir itu tergopoh-gopoh naik ke atas keretanya dan melarikan empat ekor kuda yang menarik kereta. Kereta bergerak ke depan dengan cepatnya.

"Heiii, tinggalkan peti itu!" Hong San berteriak dan hendak mengejar, akan tetapi pemuda tinggi besar itu telah menghadangnya dengan mata menyorong tajam.

"Sayang, begini tampan dan gagah menjadi perampok!" katanya.

Melihat pemuda tinggi besar itu menghadang, dan mengeluaran kata ejekan, mengatakan dia perampok, hati Hong San menjadi panas sekali. "Engkau penjilat pembesar korup bentaknya dan tangan kanannya mengirim hantaman ke arah muka lawan dengan pengerahan tenaga yang dahsyat. Karena dia dapat menduga bahwa pemuda tinggi besar ini tentu lihai sekali, mungkin seorang jagoan dari kota raja yang bertugas melindungi Liu Tai-jin, maka dia pun begitu menyerang sudah mengerahkan tenaga saktinya sehingga dalam hantamannya itu terkandung kekuatan dasyat yang dapat menghancurkan batu padas!

Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Namun, pemuda yang diserangnya itu sama sekali tidak menjadi gugup, bahkan dia pun memutar lengan kirinya menangkis. Melihat lawannya menangkis Hong San sudah merasa girang karena jarang ada yang mampu mempertahankan tenaga pukulannya, maka lawan yang menangkis itu tentu akan patah tulang tangannya atau setidaknya akan terpental atau roboh terbanting.

Akan tetapi, tidak demikianlah dugaan Giok Cu. Gadis ini melihat betapa kedudukan kaki pemuda tinggi besar itu kokoh kuat, dan betapa sikapnya yang tenang itu membayangkan kekuatan dahsyat, maka dengan hati berdebar ia menanti bagaimana kelanjutan adu tenaga antara Hong San yang juga belum diketahuinya benar tingkat kepandaiannya, dengan pemuda tinggi besar itu.

Wajah pemuda tinggi besar yang tampan gagah itu seperti wajah yang tidak asing baginya, namun ia sama sekali tidak dapat mengingat di mana ia pernah bertemu dengan pemuda itu. Mungkin seorang di antara tamu gurunya yang pertama, yaitu Ban-tok Mo-li. Seorang teman Ban-tok Mo-li sudah pasti bukan orang baik-baik, dan tidak aneh kalau menjadi jagoan pengawal seorang pembesar koruptor besar yang kaya raya.

"Dukkk!" Dua buah lengan bertemu dan tubuh Hong San terhuyung kebelakang, sedangkan tubuh pemuda tinggi besar itu tetap kokoh, sama sekali tidak terguncang! Hal ini amat mengejutkan Hong San. Dia tadi merasa betapa lengannya bertemu dengan lengan yang bagaikan baja kuatnya, dan tenaganya menyambut tenaga pukulannya juga amat dahsyat sehingga dia tidak mampu lagi mempertahankan kedua kakinya sehingga terhuyung ke belakang. Marahlah Hong San dan dia pun mencabut pedang dengan tangan kanannya.

Giok Cu juga melihat adu tenaga itu dan ia hanya menganggap bahwa mungkin tenaga Hong San belum begitu kuat. Dan melihat betapa dalam adu tenaga itu Hong San terhuyung ke belakang, ia pun menganggap bahwa lawan itu agaknya lebih lihai dari Hong San. Akan tetapi masih ingin melihat bagaimana kalau Hong San menyerang dengan pedangnya.

"Singgggg...!" Pedang di tangan Hong San berubah menjadi sinar menyambar dahsyat, lalu sinar pedang itu bergulung-gulung bagaikan ombak samudera menerjang ke arah lawannya.

Barulah Giok diam-diam terkejut dan kagum. Ilmu pedang Hong San ternyata amat hebat. Bukan sembarang orang dapat mengerakkan pedang seperti itu, dan tentu tadi pun Hong San telah mengerahkan sinkang yang kuat. Mulailah Giok Cu menduga bahwa jagoan muda yang melindungi pembesar korup itu tentu memiliki kepandaian yang hebat pula.

Karena pemuda tinggi besar itu tidak memegang senjata, maka dia lalu melolos sabuknya yang terbuat dari sutera putih. Pada saat itu, setelah berloncatan dengan gerakan yang aneh seperti gerakan orang mabuk terhuyung-huyung nampak selalu dapat menghindarkan diri dari sambaran gulungan sinar pedang, sinar pedang ditangan Hong San mencuat dengan sinar menyilaukan mata mengejar tubuh lawan dan menusuk ke arah perut. Pemuda tinggi besar itu meloncat kebelakang dan ketika pedang itu mengejar cepat, tiba-tiba nampak sinar putih meluncur ke depan menangkis pedang.

"Takkk...!" Pedang itu pun terpental dan Hong San membelalakkan matanya. Sabuk sutera putih itu tadi menangkis pedangnya dan berubah menjadi keras seperti logam yang kuat. Tanulah dia bahwa lawannya memang lihai bukan main, merupakan seorang lawan yang memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat. Maka dia pun cepat mencabut sulingnya dengan tangan kiri dan kini dia menyerang lawan kalang kabut dengan pedang di tangan kanan dan suling di tangan kiri!

Namun, sabuk sutera putih itu lihai bukan main gerakannya. Kadang-kadang menjadi keras, kadang-kadang menjudi lemas dan suatu saat, suling di tangan kiri Hong San hampir dapat terampas karena sudah terlibat ujung sabuk yang imat kuat. Terpaksa Hong San membacokkan pedangnya ke arah sabuk yang nenegang itu dan dia berhasil melepaskan libatan sabuk dari sulingnya.

Akan tetapi kini lawannya memutar sabuknya dan sabuk itu bagaikan berubah menjadi seekor naga yang melayang-layang dan menyambar-nyambar dari segala jurusan ke arah Hong San. Pemuda itu menjadi sibuk sekali mengelak atau menangkis dengan pedang dan sulingnya, dan dia pun terdesak. Hong San semakin kaget dan juga penasaran sekali. Dia memutar kedua senjatanya sehingga tidak lagi terdesak walaupun dia jarang mendapat kesempatan untuk balas menyerang walaupun senjatanya dua buah.

Melihat perkelahian itu, Giok Cu menjadi kagum bukan main. Kiranya sahabat atau kenalan barunya itu lihai bukan main dengan pedang dan suling. Tingkat kenalan baru itu agaknya tidak berada di sebelah bawah tingkat kepandaiannya sendiri. Namun, lawannya yang tinggi besar itu ternyata tidak kalah lihainya. Dengan sabuk suteranya, pemuda tinggi besar itu merupakan seorang lawan yang amat tangguh. Maka, tanpa banyak cakap lagi ia pun mencabut senjatanya dan melompat ke dalam kalangan pertempuran itu untuk membantu Hong San.

Melihat gadis ini meloncat dekat, Hong San berseru, "Jangan, dia lihai sekali, engkau dapat celaka nanti!" Seruan ini penuh ketulusan hati, tanda bahwa Hong San amat menyayang Giok Cu, khawatir kalau gadis yang telah menjatuhkan hatinya itu terluka oleh lawan yang lihai itu.

Mendengar seruan itu, untuk kedua kalinya jantung dalam dada Giok Cu berdebar. Ia dapat menangkap apa yang tersembunyi di balik ucapan itu. Hong San sendiri kewalahan dan terdesak lawan, namun dia melarang ia maju. Hal ini membuktikan betapa pemuda bercaping merah itu amat memperhatikan dan mengkhawatirkan dirinya! Tanpa banyak cakap lagi, tanpa menjawab ucapan Hong San, Giok Cu sudah menerjang dengan pedangnya ke arah pemuda tinggi besar.

Pemuda itu sedang mendesak Hong San dan tiba-tiba dia merasa ada angin dahsyat menyambar diikuti suara mencuit nyaring dan melihat ada sebatang pedang mencuat dan meluncur masuk di antara lingkaran sinar sabuknya! Ketika sabuknya menyentuh pedang itu, sabuknya terpukul mundur, seolah-olah seekor ular yang merasa ngeri berdekatan den alat pemukul!

Dia terkejut, apalagi ketika pedang yang tumpul, tidak tajam tidak runcing itu meluncur ke arah lehernya! Terpaksa dia melempar tubuh kebelakang, lalu melakukan gerak bergulingan ke belakang. Ketika dia bangkit kembali, dia sudah memegang sebatang kayu cabang pohon yang didapatkan di atas tanah, dan sabuk itu sudah disimpannya kembali. Kiranya, menghadapi dua orang lawan yang amat lihai itu, pemuda tinggi besar ini telah mengganti sabuknya dengan sebatang tongkat.

Hong San terkejut dan girang melihat kelihaian Giok Cu! Semangatnya bangkit kembali. Dia tadi tahu bahwa seorang diri saja, amat terlalu sukarlah, baginya untuk dapat mengalahkan lawannya. Akan tetapi, melihat betapa serangan pedang di tangan Giok Cu membuat lawan seperti terkejut dan kewalahan, bahkan kini berganti senjata, dia menjadi gembira sekali dan bersama Giok Cu, dia pun cepat mendesak ke depan dan menghujankan serangan kepada lawannya.

Kini pemuda tinggi besar itu menggerakkan tongkatnya dan sungguh aneh, gerakannya ganjil sekali, kacau balau dan seperti orang mabuk saja. Tubuhnya terhuyung ke sana-sini, bahkan seperti kadang-kadang hendak jatuh. Hebatnya, semua gerakan aneh itu dapat membuat tubuhnya bukan saja terhindar dari hujan serangan dua orang lawannya, bahkan ujung tongkatnya masih sempat melakukan serangan balasan yang cukup ampuh, membuat Hong San dan juga Giok Cu terpaksa meloncat mundur dengan kaget.

Sementara itu, para penyerang tadi juga terdesak hebat oleh tiga belas orang pengawal berkuda. Beberapa orang di antara para penyerbu itu sudah roboh terluka. Akan tetapi tiba-tiba terdengar sorak sorai dan muncullah sedikitnya lima puluh orang, berlarian ke tempat itu dengan segala macam senjata di tangan. Mereka adalah orang-orang yang pakaiannya bermacam-macam, akan tetapi sebagian dari mereka, yang terbanyak, dapat dikenal dari pakaiannya bahwa mereka adalah suku bangsa Hui. Dengan senjata di tangan, mereka menyerbu dan mengamuk sehingga tiga belas orang pengawal itu tentu saja terkejut dan terdesak!

Melihat ini, pemuda tinggi besar yang tadi dikeroyok oleh Giok Cu dan Hong San, tiba-tiba membuat gerakan melompat jauh meninggalkan dua orang lawannya, mendekati para pengawal, lalu berseru dengan suara nyaring.

"Kalian tidak lekas pergi mau tunggu mati? Cepat pergi susul majikan kalian dan lindungi dia!"

Para pengawal itu seperti diingatkan bahwa kereta yang membawa Liu Taijin sudah sejak tadi pergi maka kini mendengar seruan pemuda tinggi besar itu, mereka lalu membalikkan kuda dan melarikan diri. Tiga orang teman mereka yang roboh dan tewas terpaksa mereka tinggalkan.

Para penyerbu itu tidak dapat melakukan pengejaran karena mereka tidak mungkin dapat menyusul lawan yang berkuda. Maka, kini semua kemarahan mereka tumpahkan kepada pemuda tinggi besar yang lihai itu. Akan tetapi, di antara suara riuh rendah mereka, tiba-tiba seorang di antara orang-orang Hui itu berteriak.

"Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Kuning)!! Dia Huang-ho Sin-liong...!"

Teriakan ini membuat semua orang menghentikan gerakan mereka yang hendak mengeroyok pemuda tinggi besar itu. Mereka terkejut mendengar disebutnya nama julukan ini, sebuah nama julukan yang baru muncul akan tetapi sudah menggemparkan karena sepak terjang Huang-ho Sin-liong amat mengejutkan bagaikan seekor naga sakti yang turun dari angkasa untuk membersihkan segala bentuk kejahatan di sepanjang Sungai Huang-ho!

Hong San juga menahan serangannya dan dia berdiri tertegun memandang pemuda tinggi besar itu. Kini dia teringat. Biarpun malam itu tidak begitu terang, akan tetapi dia ingat bahwa inilah orang yang pernah dilawannya, yaitu ketika dia hendak memperkosa seorang wanita gagah dan pemuda tinggi besar inilah yang menggagalkannya! Kini teringat, terutama sekali permainan tongkatnya yang aneh itu! Jadi orang yang telah dua kali ditempurnya ini berjuluk Huang-ho Sin-liong? Dia akan mencatat nama itu.

Mempergunakan kesempatan selagi semua orang tertegun yang membuat dua orang pengeroyoknya yang lihai tadi pun menghentikan serangan mereka, pemuda tinggi besar itu lalu berloncatan cepat dan sebentar saja bayangannya sudah lenyap di antara pohon-pohon.

Kalau saja Giok Cu tahu siapa pemuda itu, siapa Huang-ho Sin-liong itu! Pemuda tinggi besar itu bukan lain adalah Si Han Beng. Tentu saja Giok Cu tidak mengenalnya juga sebaliknya Han Beng tidak lagi mengenal gadis yang kini menjadi seorang gadis dewasa yang cantik jelita, manis dan lihai itu. Ketika mereka saling berpisah, Han Beng berusia dua belas tahun dan Giok Cu baru berusia sepuluh tahun! Dan dua belas tahun telah lewat sejak mereka saling bertemu dan menjadi sahabat.

Kini semua orang yang tadi menyerang kereta, juga puluhan orang Hui yang datang membantu, memandang kepada Giok Cu dan Hong San. Tiga orang diantara mereka, yaitu seorang yang memimpin orang-orang Hui, dan dua orang yang memimpin penyerangan pertama, sudah melangkah maju menghampiri dua orang muda itu. Mereka memberi hormat dan seorang di antara mereka berkata.

"Terima kasih atas bantuan Ji-wi yang gagah perkasa. Akan tetapi sayang sekali bahwa sergapan kita terhadap pembesar lalim penindas rakyat itu gagal karena Huang-ho Sin-liong melindunginya!"

"Siapakah kalian dan mengapa kalian menyerang kereta pembesar Liu itu?" Giok Cu bertanya sambil memandang tajam kepada tiga orang itu.

Tiga orang itu saling pandang, lalu orang yang menjadi wakil pembicara tadi tersenyum. "Kami adalah orang-orang yang membenci para pembesar lalim dan agaknya tidak berbeda dengan Ji-wi yang juga memusuhi mereka. Kami mewakili rakyat yang menderita tekanan dan penindasan sehubungan dengan pengerahan rakyat yang dipaksa untuk bekerja membangun terusan! Kami dipaksa, kalau tidak dapat menyogok, maka pemuda-pemuda kami dipaksa bekerja, gadis-gadis kami dipaksa pula bekerja di dapur umum dan untuk menghibur para mandor. Kami ingin memberontak terhadap para pembesar lalim yang menindas rakyat! Dan para kawan yang baik itu adalah orang-orang suku Hui yang juga membenci pemerintah karena banyak antara mereka yang menderita karena tanah hak milik mereka disepanjang sungai dirampas."

Hong San tertawa mengejek. "Wah, kiranya kalian adalah pemberontak-pemberontak?"

"Kalian memang benar! Para pembesar lalim yang melaksanakan pengumpulan tenaga pekerja terusan, memang patut dibasmi!" tiba-tiba Giok Cu berkata dan hal ini diam-diam mengejutkan hati Hong San.

Kiranya gadis perkasa ini pun setuju dengan para pemberontak itu! Dia sendiri sebetulnya tidak perduli akan pemberontakan terhadap pemerintah. Dia hanya akan bertindak demi keuntungan diri sendiri. Dan apa untungnya menentang pemerintah? Akan tetapi karena dia melihat betapa gadis itu membenarkan mereka yang menentang pemerintah, dia pun pura-pura setuju.

"Memang, para pembesar itu menjemukan sekali, korup dan tukang menerima sogokan, mereka menindas rakyat untuk menggendutkan perut sendiri!" dia mengangguk-angguk, walaupun dalam hatinya berbisik bahwa apa salahnya dengan perbuatan seperti itu? Semua orang di dunia ini mencari kesenangan bagi diri sendiri!

Mendengar ucapan dua orang muda yang tadi mereka saksikan sendiri kelihaiannya, orang-orang yang menamai dirinya pejuang rakyat itu merasa gembira sekali. Mereka lalu mengundang Giok Cu dan Hong San untuk berkunjung ke tempat tinggal pimpinan mereka untuk berkenalan.

"Beng-cu (Pimpinan Rakyat) akan merasa gembira sekali kalau dapat bertemu dan berkenalan dengan Ji-wi yang gagah perkasa, yang tadi telah membantu kami."

Sebetulnya Hong San tidak tertarik akan tetapi karena Giok Cu ingin sekali tahu lebih banyak tentang orang-orang yang dianggapnya gagah perkasa dan berjiwa patriot, pembela rakyat tertidas itu, ia menerima undangan mereka dan dengan sendirinya Hong San menerimanya. Pemuda ini tidak ingin segera berpisah dari gadis yang membuatnya tergila-gila itu.

Maka, pergilah mereka berdua bersama tiga orang pimpinan itu, menyusup-nyusup ke dalam hutan dan akhirnya mereka tiba di dekat sebuah bangunan darurat yang berdiri di tengah-tengah hutan, di tempat yang amat liar dan tak pernah didatangi, orang dari luar.

Bangunan darurat itu terjaga kuat dan di belakang bangunan itu terdapat sebuah dataran luas dimana terdapat banyak sekali pria yang sedang berlatih silat. Kiranya tempat ini menjadi sarang para pemberontak yang menamakan diri mereka pejuang rakyat itu. Dan memang harus diakui bahwa banyak pula penduduk dusun, terutama mereka yang masih muda, yang melarikan diri karena tidak mau dijadikan pekerja paksa, di tampung oleh gerombolan ini dan menjadi anggauta "pejuang".

Dipandang sepintas lalu, memang mereka pantas dinamakan pejuang yang hendak membela rakyat dari penindasan para pembesar yang menyalahgunakan perintah dari istana dalam hal pembuatan terusan itu. Giok Cu sendiri tertarik dan merasa kaget kepada mereka, maka ia mau diajak kesitu untuk bertemu dan berkenalan dengan orang yang menjadi beng-cu (pemimpin rakyat), yaitu yang memimpin gerakan membela rakyat tertindas itu.

Di dekat bangunan besar terdapat pula banyak pondok yang didirikan oleh para anggauta pemberontak, bahkan terdapat pula banyak wanita dan akan-anak, yaitu keluarga dari mereka yang terpaksa melarikan diri, yang dikejar-kejar petugas untuk menjadi pekerja paksa.

Melihat ini, Giok Cu merasa makin suka kepada mereka. Ia teringat akan keadaan dirinya sendiri. Orang tuanya juga terpaksa melarikan diri dusun mereka. Mendiang ayahnya, Hok Gi, adalah seorang pejabat lurah Kiong-cung, di tepi Huang-ho. Karena ayahnya itu dipaksa oleh pembesar atasan untuk mengumpulkan semua pemuda dusun itu agar menjadi pekerja paksa, ayahnya merasa tidak sanggup dan diam-diam melarikan diri karena dia tahu akan kegagalan atau ketidaksanggupan itu tentu akan berakibat hukuman berat baginya.

Dalam pelarian ini, ayahnya dan ibunya tewas oleh Liu Bhok Ki! Sampai sekarang, ia belum berhasil menemukan Liu Bhok Ki yang membunuh ayah dan ibunya! Karena persamaan nasib itulah maka diam-diam Giok Cu merasa suka kepada para pemberontak ini.

Mereka memasuki rumah dan setelah tiga orang pimpinan para penyerang kereta Liu Tai-jin tadi melaporkan ke dalam, Giok Cu dan Hong San dipersilakan masuk ke dalam ruangan belakang, sebuah ruangan yang luas dan di situ kebetulan sedang diadakan pertemuan para pimpinan pejuang dan berapa orang suku bangsa Hui. Di atas meja panjang sederhana terdapat hidangan sederhana dan arak, dan ada sembilan orang duduk mengepung meja panjang, saling berhadapan dan suasananya cukup gembira dan bersemangat.

Ketika dua orang muda itu memasuki ruangan, sembilan orang yang sudah menerima laporan itu segera bangkit berdiri dengan sikap hormat. Seorang diantara mereka, seorang laki-laki yang usianya kurang lebih enam puluh empat tahun, segera berkata dengan suara nyaring.

"Selamat datang, dua orang Saudara Muda yang lihai. Kami girang sekali mendengar bahwa Ji-wi (Anda Berdua) telah membantu anak buah kami. Silakan Ji-wi mengambil tempat duduk!"

Giok Cu dan Hong San mengangguk dan mengucapkan terima kasih, lalu mereka mengambil tempat duduk yang masih kosong, menghadapi kakek yang bicara tadi. Setelah mereka duduk, sembilan orang itu pun duduk dan kakek tinggi kurus yang wajahnya menyeramkan itu segera menuangkan arak kedalam dua cawan bersih dan memberikannya kepada dua orang tamu muda itu.

"Saudara sekalian, mari kita memgucapkan selamat datang kepada orang pendekar muda ini! Ji-wi, silakan minum dan menerima ucapan selamat datang dari kami!"

Berkata demikian, dia berdiri mengangkat cawan arak, diturut oleh delapan orang lain dan terpaksa Giok Cu dan Hong San juga mengangkat cawan arak mereka dan meminumnya. Giok Cu dan Hong San juga memperkenalkan diri dan Kim-bwe-eng Gan Lok berkata sambil tersenyum.

"Kunjungan Ji-wi sungguh menambah kegembiraan kami. Kami mendengar bahwa Ji-wi memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali dan agaknya Ji-wi juga membenci para pembesar yang menindas rakyat jelata. Kami akan menerima dengan penuh kegembiraan kalau Ji-wi suka bekerja sama dengan kami."

Giok Cu mengerutkan alisnya. "Hem, untuk bekerja sama, aku harus lebih dahulu mengetahui benar apa maksud tujuan kalian, dan bagaimana pula kekuatan kalian yang berani menentang para pembesar, berarti akan berhadapan dengan pasukan pemerintah."

Mendengar itu Hong San kagum dan mengangguk-angguk. Gadis yang diam-diam dipujanya itu ternyata juga amat cerdik. Kim-bwe-eng Gan Lok tertawa bergelak sehingga wajahnya yang menyeramkan itu sejenak nampak lucu.

"Ha-ha-ha , Nona tidak perlu khawatir. Biarpun kami hanya kelihatan sebagai pelarian di hutan begini, namun sesungguhnya kedudukan kami kuat sekali. Di mana-mana kami mempunyai teman dan kalau dikumpulkan seluruhnya, anak buah kami mendekati lima ratus orang! Kami sudah berhasil merampas atau mencuri barang-barang berharga dari para pembesar korup, kami kumpulkan dan jumlahnya cukup besar untuk membiayai ribuan orang pasukan yang akan kami bentuk. Selain itu, ada pula para saudara suku bangsa Hui yang mendukung gerakan perjuangan kami. Mereka sanggup mengerahkan sedikitnya dua ribu orang, dan juga mereka bersedia untuk menyumbangkan banyak emas yang mereka miliki!"

Mendengar ini, diam-diam Hong San terkejut dan kagum. Demikian banyaknya harta terkumpul dan dia mulai tertarik. Ada harganya juga untuk dapat menjadi pimpinan dari gerakan menguntungkan ini.

"Kalian memperkuat diri dan hendak membentuk pasukan, bahkan dibantu oleh orang-orang suku bangsa Hui, apa maksudnya? Apakah hendak memberontak terhadap pemerintah, mengadakan perang melawan pemerintah?"

Menghadapi pertanyaan yang langsung dan berterang itu, Kim-bwe-eng Gan Lok nampak tertegun. Akan tetapi Kim-kauw pang Pouw In Tiong tertawa. "Ha-ha-ha, Nona yang baik! Kalau bukan kami para pendekar yang turun tangan membela rakyat, siapa lagi yang akan peduli? Kalau pemerintah sudah mulai menindas rakyat jelata, jalan apalagi yang dapat kami tempuh selain memberontak? Kalau perlu, pemerintah ini digulingkan, diganti pemerintah baru yang tentu akan membahagiakan rakyat..."

"Hemmm, dan kalian yang akan jadi penguasa baru?" Giok Cu mendesak dengan alis berkerut.

"Kalau perlu! Ya, kalau perlu, kami para pendekar yang akan memimpin pemerintahan yang bersih dan mendatangkan kemakmuran bagi rakyat jelata!" Akhirnya Kim-bwe-eng Gan Lok dapat bicara dengan suara lantang.

Giok Cu kini diam saja akan tetapi di dalam hatinya timbul keraguan. Ia memang condong untuk menentang para penguasa setempat yang lalim, yang menyalahgunakan kekuasaan, memaksa rakyat untuk menjadi pekerja paksa membangun waduk dan terusan. Akan tetapi hal itu bukan berarti harus memberontak dan mengobarkan perang terhadap pemerintah. Perang berarti kesengsaraan baru bagi rakyat yang mungkin jauh lebih parah daripada kerja paksa itu sendiri. Ia ragu dan sangsi.

Kesempatan itu dipergunakan oleh Hong San untuk bicara. Suaranya lembut dan halus, namun lantang sehingga terdengar jelas oleh semua orang yang berada di ruangan itu, bahkan para petugas jaga di luar ruangan itu pun ikut mendengarkan.

"Aku dapat menghargai usaha kailan untuk membebaskan rakyat dari penindasan. Akan tetapi, untuk dapat melawan pasukan pemerintah, selain harus memiliki modal emas yang banyak untuk persiapan melatih pasukan, dan memiliki jumlah pasukan yang kuat, juga harus pula memiliki pimpinan yang cakap. Tidak tahu, syarat apa yang menentukan orang diangkat menjadi pimpinan dari gerakan yang mulia ini?"

Berkata demikian, dengan sinar mata tajam menyelidik, Hong San memandang bergantian kepada beng-cu dan wakilnya itu. orang pimpinan itu saling pandang, terdengar suara Kim-bwe-eng Gan tertawa disambung suaranya yang Lantang.

"Ha-ha-ha, pertanyaanmu sungguh lucu, orang muda yang gagah perkasa. Syarat apa yang menentukan orang diangkat menjadi pimpinan dalam perjuangan membela rakyat ini? Tentu saja dia harus cerdik, bijaksana, gagah perkasa memiliki pengalaman yang matang dan luas!"

"Hanya itu saja, Paman Gan Lok? engkau melupakan syarat yang terutama dan mutlak penting!"

Ketua persekutuan pemberontak itu mengerutkan alisnya. Pemuda itu boleh jadi lihai ilmu silatnya, akan tetapi sikapnya tidak menyenangkan, tidak mau menghormati tuan rumah dengan sebutan Beng-cu". "Hemmm, orang muda, apa maksudmu dengan syarat yang terutama itu?”

"Untuk memimpin rakyat dalam masa damai, memang dibutuhkan pemimpin yang sudah berusia lanjut karena orang tua lebih teliti, sabar dan tekun. Akan tetapi, memimpin rakyat dalam masa perang, dibutuhkan seorang pemimpin yang masih muda, penuh semangat yang menggebu, barulah diharapkan perjuangan akan berhasil baik!"

"Orang muda she Gan, kata-katamu sayang sekali kurang tepat!" bantah Kim-bwe-eng Gan Lok yang mulai merasa panas perutnya. "Dalam perjuangan, semangat besar saja tidak ada gunanya tanpa diimbangi kepandaian yang tinggi. Seorang pemimpin muda, biarpun semangatnya menggebu, jelas kepandaiannya belum matang dan pengalamannya belum luas sehingga perjuangan itu akan gagal."

"Keliru sama sekali pendapat Paman Gan itu!" Hong San membantah suaranya juga nyaring walaupun wajahnya masih berseri Jenaka. "Biarpun berpengalaman, mana mungkin seorang yang sudah tua dapat menjadi seorang yang gagah perkasa dan kuat? Semangatnya juga pasti sudah layu dan apa yang dapat diharapkan dari pimpinan yang tua loyo? Tentang kepandaian, belum tentu yang muda kalah oleh yang tua. Hal ini perlu dibuktikan. Aku yang masih muda ini, belum tentu kalah melawan orang-orang tua seperti kedua Paman yang menjadi ketua dan wakil ketua di sini!”

Mendengar ucapan yang mengandung tantangan ini, Kim-kauw-pang (Tongkat Monyet Emas) Pouw In Tiong yang wataknya angkuh itu menjadi marah dan tidak dapat menahan kesabarannya lagi. Dia sudah bangkit berdiri dan tubuh yang gendut pendek itu sama sekali tidak mengesankan ketika dia marah. Namun suaranya menggeledek karena dalam kemarahannya dia telah mengerahkan Khi-kang dari perutnya, dan matanya melotot mengeluarkan sinar berapi.

"Bocah she Can! Sungguh engkau sombong dan suka berlagak. Biarpun belum tentu aku Kim-kauw-pang Pouw In Tiong dapat mengalahkanmu, akan tetapi jangan dikira aku takut. Mari, coba bukti-bahwa omonganmu tadi bukan bual belaka!"

Berkata demikian, Si Pendek gendut ini sudah melompat ke tengah dengan sambil memutar tongkatnya. Tongkatnya itu setinggi tubuhnya dan berlapis emas sehingga ketika diputar berubah menjadi payung emas yang lebar.

Giok Cu mengerutkan alisnya. Sebetulnya ia tidak setuju dengan sikap yang diperlihatkan Hong San tadi. Mereka datang sebagai tamu yang dihormati, akan tetapi pemuda bercaping lebar itu malah mengeluarkan kata-kata yang mengandung celaan dan tantangan dengan sikap memandang rendah terhadap tuan rumah. Akan tetapi karena ia pun tidak mempunyai hubungan apa pun dengan Hong San, ia merasa bahwa segala tingkah laku pemuda itu tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.

Ia lupa, bahwa datang dan bergerak di samping Hong San sehingga pihak tuan rumah menganggapnya sebagai sekutu atau kawan baik pemuda itu. Giok Cu diam dan ingin menyaksikan bagaimana perkembangan selanjutnya setelah Hong San ditantang mengadu ilmu oleh Kim-kauw pang Pouw In Tiong. Ia pun ingin melihat bagaimana lihainya Hong San dan bagaimana wakil ketua para pemberontak akan mempertahankan kehormatan dirinya sebagai seorang tokoh yang dipilih sebagai wakil ketua, la tidak akan mencampuri urusan mereka.

Ditantang oleh wakil ketua itu, Hong San tersenyum. Memang inilah yang kehendakinya. Begitu tadi mendapat keterangan akan kekayaan yang dimiliki gerombolan pemberontak ini, hatinya sudah merasa amat tertarik, apalagi terdapat kemungkinan kemenangan besar dimana para pemimpin mendapat kesempatan untuk merebut tahta kerajaan. Betapa muluknya! Inilah yang dicarinya kekayaan besar dan kedudukan tinggi, dua hal yang dahulu juga dikejar-kejar mendiang ayahnya.

Dia tahu bahwa ayahnya tidak pernah berhasil karena ayahnya mencarinya melalui jalan yang biasa dilalui golongan sesat. Dia sendiri harus mengubah siasat itu. Dia tidak ingin sekedar menjadi pimpinan golongan hitam yang selalu dimusuhi pemerintah. Kalau saja dia mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan! Maka, melihat kemungkinan, betapapun kecilnya bagi gerakan ini untuk merampas kedudukan dan kelak menjadi pemimpin-pemimpin yang menguasai pemerintahan, ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.

Dengan sikap tenang sekali, senyum tak pernah meninggalkan bibirnya, bangkit dan menoleh ke arah Giok Cu, seolah hendak minta persetujuannya atau hendak melihat bagaimana sikap gadis yang amat menarik hatinya itu. Akan tetapi, Giok Cu bersikap acuh saja, maka dia pun lalu melangkah dan menghsmpiri orang yang menantangnya.

Hong San melihat betapa banyak anak buah gerombolan pemberontak itu, juga orang-orang Hui yang puluhan orang banyaknya berada di luar, demikian ia pula Yalami Cin kepala suku Hui yang hadir di situ, kini menaruh perhatian. Mereka menonton dengan sikap tegang dan tertarik. Dia pun tersenyum, inilah kesempatan baik baginya untuk memperlihatkan kepandaian dan menciptakan kesan yang baik, kalau dia ingin berhasil mendapatkan kedudukan seperti yang dikehendakinya.

"Paman Pouw In Tiong, sama sekali aku bukan sombong atau berlagak. Aku berbicara sejujurnya saja karena aku merasa kagum kepada semua saudara, yang telah berani melawan pemerintah yang menindas rakyat. Justeru karena aku kagum dan suka, maka aku ingin melihat pasukan pejuang yang kokoh kuat, dipimpin oleh orang-orang yang tepat, bukan oleh orang-orang tua yang sepantasnya hanya menjadi penasehat dibelakang saja. Kalau Paman masih penasaran dan hendak membuktikan kebenaran omonganku, silakan!"

Berkata demikian Hong San sudah mengeluarkan pedang dan sulingnya. Dengan lagak seorang pendekar yang gagah perkasa, dia pun memasang kuda-kuda, menyilangkan pedang dan suling di depan dada, tersenyum dan nampak tenang dan memandang rendah sekali.

Makin panas rasa hati Pouw In Tiong. adalah seorang pendekar yang terkenal kelihaiannya, nama julukannya sudah dikenal di dunia persilatan, terutama di sepanjang lembah Huang-ho sebelah selatan. Jarang ada ahli silat yang akan mampu menandingi tongkatnya yang berlapis emas itu. Selama bertahun-tahun ini, hanya Kim-bwe-eng Gan Lok saja yang mampu menandingi dan mengalahkannya ketika kelompok pejuang itu mengadakan pemilihan ketua.

Akhirnya, Gan Lok yang terpandai dipilih menjadi ketua dan dia menjadi orang nomor dua, di samping masih ada belasan orang pembantu yang kesemuanya tidak ada yang dapat mengungguli ilmu kepandainnya. Dia dihormati oleh ratusan orang anak buah persekutuan mereka, bahkan dihormati Yalami Cin, kepala suku Hui yang mempunyai anak buah ribuan orang. Dan sekarang, seorang pemuda ingusan yang memiliki sedikit ilmu silat saja berani menghina dan menantangnya, mengatakan bahwa dia Gan Lok tidak tepat menjadi pemimpin para pejuang!

"Bocah she Can! Kalian datang bersama Nona ini sebagai tamu dan kami hormati. Akan tetapi sekarang engkau menantang kami. Aku peringatkan bahwa kalau aku sudah menggerakkan Kim-kauw pang ini untuk menyerang orang andai kata orang itu tidak mati pun, sedikitnya tentu akan patah tulang dan terluka. Aku tidak ingin dikatakan sebagai orang yang mencelakai tamunya!"

Mendengar ucapan wakil ketua dari persekutuan pejuang itu, Giok Cu merasa tidak enak juga. Maka cepat ia berkata, "Hendaknya semua orang mengetahui bahwa kedatanganku bersama Saudara Can hanya kebetulan saja. Di antara kami tidak ada hubungan persahabat, kami pun merupakan orang-orang yang baru saja bertemu dan berkenalan, oleh karena itu, apa yang dia lakukan bukanlah tanggung jawabku. Harap aku tidak di ikut-ikutkan!" lalu cepat ia menambahkan, "Aku pun bukan seorang tamu yang suka menghina tuan rumah yang telah menerimaku dengan baik. Pernyataanku ini sejujurnya, bukan berarti aku takut menghadapi apa dan siapa pun."

Wajah Hong San menjadi agak kemerahan mendengar ucapan gadis itu. Akan tetapi, karena memang kenyataannya demikian, dia pun hanya tersenyum, lalu berkata halus, "Nona Bu memang tidak ada sangkutannya dengan keinginanku menguji kepandaian para pimpinan pejuang. Paman Pouw, jangan khawatir, tidak akan ada yang menuduhmu tuan rumah yang mencelakai tamunya, karena tongkatmu itu sama sekali tidak akan mampu melukai aku, apalagi menjatuhkan aku. Majulah dan buktikan sendiri!"

Biarpun ucapan ini nadanya halus, namun tetap saja masih mengandung ejekan yang memandang rendah. "Bagus, Can Hong San, lihat tongkatku!" bentak Pouw In Tiong yang memang wataknya angkuh dan keras. Tongkat yang diputar-putar seperti payung itu kini menjadi sinar bergulung-gulung dan tiba-tiba mencuat ke arah Hong San dengan kecepatan kilat dan terdengar suara mengaung tanda bahwa tongkat itu memang berat dan berbahaya sekali.

Biarpun sikapnya memandang rendah kepada lawan, namun Hong San yang cerdik sekali itu sama sekali tidak memandang rendah, bahkan dia bersikap hati-hati dan tenang. Sikapnya memandang rendah tadi hanya merupakan pancingan agar dapat memperoleh jalan memperlihatkan kepandaiannya dan menundukkan para pimpinan persekutuan itu.

"Tranggggg...!" Bunga api berpijar ketika ujung tongkat bertemu pedang. Dalam pertempuran tenaga ini, Hong San sengaja hendak mengukur sampai dimana kekuatan lawan, maka dia hanya mengerahkan tiga perempat tenaganya saja. Dan akibat benturan tenaga melalui senjata mereka, keduanya terhuyung kebelakang.

Melihat kenyataan ini, Pouw In Tiong terkejut sekali. Dia telah mengerahkan semua tenaganya, namun ketika pemuda itu menangkis, dia sampai terhuyung dan telapak tangannya terasa panas. Walupun pemuda itu juga terhuyung, namun hal ini sudah membuktikan bahwa pemuda itu memang memiliki tenaga yang sama kuatnya dengan dia. Dilain pihak, Hong San tersenyum dan merasa girang. Dia tahu bahwa tenaganya lebih kuat.

Kembali Pouw In Tiong menyerang, sekali ini menggerakkan tongkatnya dengan cepat dan dia memainkan ilmu tongkat Kim-kauw-pang-hoat yang kabarnya merupakan ilmu tongkat yang hebat, warisan dari ilmu tongkat yang dimainkan oleh Sun Go Kong Si Raja Monyet!

Di dalam cerita dongeng See-yu terdapat seorang tokoh monyet dewa bernama Go Kong yang amat sakti. Sun Go Kong ini memiliiki tongkat emas yang disebut Kim-kauw-pang. Benar atau tidak ilmu tongkat yang dimainkan Pouw In long itu warisan dari Sun Go Kong, tidak ada yang tahu karena Sun Go Kong pun hanya merupakan seorang tokoh dalam dongeng saja, dongeng tentang perjalanan seorang pendeta Buddha melakukan perjalanan dari Tiongkok ke India dan di sepanjang perjalanan bertemu dengan siluman-siluman yang mengganggunya. Dongeng tentang konflik antara kebaikan dan kejahatan, tentang setan-setan dan dewa-dewa.

Namun, diam-diam Hong San harus mengakui bahwa memang tongkat ditangan Si Gendut Pendek itu berbahaya sekali. Ilmu tongkat yang dimainkann amat tangguh, mempunyai gerakan yang kuat dan cepat. Bagaimanapun juga, karena tingkat kepandaiannya lebih tinggi dengan mudahnya dia mampu menghindarkan semua serangan tongkat, bahkan melakukan pembalasan dengan pedang diseling oleh totokan-totokan suling di tangan kiri.

Yang merasa terkejut sekali adalah Kim-kauw-pang Pouw In Tiong. Setelah bertanding selama dua puluh lima jurus belum juga dia mampu mengalahkan lawannya. Apalagi kini dia merasakan betapa setiap kali tongkatnya bertemu pedang, tangannya tergetar semakin keras beberapa kali hampir saja ujung suling berhasil menotok jalan darahnya sehingga dia terpaksa melempar tubuh kebelakang untuk menyelamatkan diri. Nafasnya sudah mulai memburu.

Maklum, usianya yang sudah enam puluh empat tahun itu tentu saja tidak dapat disamakan dengan daya tahannya dua tiga puluh tahun yang lampau. Sedangkan lawannya Ialah seorang yang masih muda belia, maka jelaslah kalau mengandalkan daya tahan dan pernapasan, dia akan kalah!

"Singggggg! Brettt...!"

Kim-kauw-Pang Pouw In Tiong terkejut bukan main dan dia terhuyung. Ujung bajunya terpotong oleh sambaran pedang! Dalam keadaan terhuyung, dia masih dapat mengerakkan tongkatnya menyerang dengan sambaran ke arah kepala lawan, serangan yang juga dimaksudkan agar lawan tidak dapat mendesak dia yang sedang terhuyung.

Akan tetapi, Hong San sudah menyelipkan suling di ikat pinggangnya dan dengan tangan kirinya, dia menyambut tongkat yang gerakannya tidak begitu kuat lagi. Dia berhasil menarik menangkap ujung tongkat, ditariknya dengan pengerahan tenaga sehingga pemilik tongkat itu ikut tertarik.

Kalau Hong San menghendaki, dalam keadaan seperti itu, sekali menggerakkan pedangnya tentu dia akan dapat merobohkan lawan bahkan membunuhnya seketika, tetapi dia terlalu cerdik untuk berbuat seceroboh itu. Pedangnya tidak digerakkan, akan tetapi kakinya yang bergerak menyambar ke depan dalam sebuah tendangan yang terarah.

"Desssss!!" Tubuh wakil ketua terlempar dan tongkatnya berpindah tangan...

Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 32

Hong San tersenyum, dan mengangguk. Dia mulai mengenal watak gadis itu. Gagah perkasa, cantik jelita, riang jenaka, pemberani akan tetapi juga berbudi luhur!

"Mari kita bergerak!" katanya setelah mengangguk menyetujui.

Bagaikan dua ekor burung garuda, Hong San dan Giok Cu meloncat seperti melayang saja, menuju ke arah kereta yang kini tidak terlindung karena tiga belas orang pengawal sibuk menghadapi pengeroyokan belasan orang itu. Akan tetapi pada saat itu, dari lain jurusan berkelebat pula bayangan orang yang tidak kalah cepat dan ringannya dibandingkan dua orang muda itu. Baru saja Giok Cu dan Hong San tiba di dekat kereta, terdengar bentakan nyaring.

"Perampok-perampok jahat!" Dan muncullah seorang pemuda yang bertubuh tinggi besar, kokoh kuat dan tampan gagah.

Mendengar bentakan ini dan melihat munculnya seorang pemuda yang gagah perkasa, Giok Cu dan Hong San terkejut. Saat itu dipergunakan oleh pemuda tinggi besar untuk berseru kepada kusir kereta.

"Kenapa engkau tidak cepat melarikan kereta ini, menyingkir dari sini, menyelamatkan majikanmu dan minta bantuan pasukan? Hayo cepat larikan kereta, biar aku menahan para perampok!"

Barulah kusir itu tergopoh-gopoh naik ke atas keretanya dan melarikan empat ekor kuda yang menarik kereta. Kereta bergerak ke depan dengan cepatnya.

"Heiii, tinggalkan peti itu!" Hong San berteriak dan hendak mengejar, akan tetapi pemuda tinggi besar itu telah menghadangnya dengan mata menyorong tajam.

"Sayang, begini tampan dan gagah menjadi perampok!" katanya.

Melihat pemuda tinggi besar itu menghadang, dan mengeluaran kata ejekan, mengatakan dia perampok, hati Hong San menjadi panas sekali. "Engkau penjilat pembesar korup bentaknya dan tangan kanannya mengirim hantaman ke arah muka lawan dengan pengerahan tenaga yang dahsyat. Karena dia dapat menduga bahwa pemuda tinggi besar ini tentu lihai sekali, mungkin seorang jagoan dari kota raja yang bertugas melindungi Liu Tai-jin, maka dia pun begitu menyerang sudah mengerahkan tenaga saktinya sehingga dalam hantamannya itu terkandung kekuatan dasyat yang dapat menghancurkan batu padas!

Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Namun, pemuda yang diserangnya itu sama sekali tidak menjadi gugup, bahkan dia pun memutar lengan kirinya menangkis. Melihat lawannya menangkis Hong San sudah merasa girang karena jarang ada yang mampu mempertahankan tenaga pukulannya, maka lawan yang menangkis itu tentu akan patah tulang tangannya atau setidaknya akan terpental atau roboh terbanting.

Akan tetapi, tidak demikianlah dugaan Giok Cu. Gadis ini melihat betapa kedudukan kaki pemuda tinggi besar itu kokoh kuat, dan betapa sikapnya yang tenang itu membayangkan kekuatan dahsyat, maka dengan hati berdebar ia menanti bagaimana kelanjutan adu tenaga antara Hong San yang juga belum diketahuinya benar tingkat kepandaiannya, dengan pemuda tinggi besar itu.

Wajah pemuda tinggi besar yang tampan gagah itu seperti wajah yang tidak asing baginya, namun ia sama sekali tidak dapat mengingat di mana ia pernah bertemu dengan pemuda itu. Mungkin seorang di antara tamu gurunya yang pertama, yaitu Ban-tok Mo-li. Seorang teman Ban-tok Mo-li sudah pasti bukan orang baik-baik, dan tidak aneh kalau menjadi jagoan pengawal seorang pembesar koruptor besar yang kaya raya.

"Dukkk!" Dua buah lengan bertemu dan tubuh Hong San terhuyung kebelakang, sedangkan tubuh pemuda tinggi besar itu tetap kokoh, sama sekali tidak terguncang! Hal ini amat mengejutkan Hong San. Dia tadi merasa betapa lengannya bertemu dengan lengan yang bagaikan baja kuatnya, dan tenaganya menyambut tenaga pukulannya juga amat dahsyat sehingga dia tidak mampu lagi mempertahankan kedua kakinya sehingga terhuyung ke belakang. Marahlah Hong San dan dia pun mencabut pedang dengan tangan kanannya.

Giok Cu juga melihat adu tenaga itu dan ia hanya menganggap bahwa mungkin tenaga Hong San belum begitu kuat. Dan melihat betapa dalam adu tenaga itu Hong San terhuyung ke belakang, ia pun menganggap bahwa lawan itu agaknya lebih lihai dari Hong San. Akan tetapi masih ingin melihat bagaimana kalau Hong San menyerang dengan pedangnya.

"Singgggg...!" Pedang di tangan Hong San berubah menjadi sinar menyambar dahsyat, lalu sinar pedang itu bergulung-gulung bagaikan ombak samudera menerjang ke arah lawannya.

Barulah Giok diam-diam terkejut dan kagum. Ilmu pedang Hong San ternyata amat hebat. Bukan sembarang orang dapat mengerakkan pedang seperti itu, dan tentu tadi pun Hong San telah mengerahkan sinkang yang kuat. Mulailah Giok Cu menduga bahwa jagoan muda yang melindungi pembesar korup itu tentu memiliki kepandaian yang hebat pula.

Karena pemuda tinggi besar itu tidak memegang senjata, maka dia lalu melolos sabuknya yang terbuat dari sutera putih. Pada saat itu, setelah berloncatan dengan gerakan yang aneh seperti gerakan orang mabuk terhuyung-huyung nampak selalu dapat menghindarkan diri dari sambaran gulungan sinar pedang, sinar pedang ditangan Hong San mencuat dengan sinar menyilaukan mata mengejar tubuh lawan dan menusuk ke arah perut. Pemuda tinggi besar itu meloncat kebelakang dan ketika pedang itu mengejar cepat, tiba-tiba nampak sinar putih meluncur ke depan menangkis pedang.

"Takkk...!" Pedang itu pun terpental dan Hong San membelalakkan matanya. Sabuk sutera putih itu tadi menangkis pedangnya dan berubah menjadi keras seperti logam yang kuat. Tanulah dia bahwa lawannya memang lihai bukan main, merupakan seorang lawan yang memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat. Maka dia pun cepat mencabut sulingnya dengan tangan kiri dan kini dia menyerang lawan kalang kabut dengan pedang di tangan kanan dan suling di tangan kiri!

Namun, sabuk sutera putih itu lihai bukan main gerakannya. Kadang-kadang menjadi keras, kadang-kadang menjudi lemas dan suatu saat, suling di tangan kiri Hong San hampir dapat terampas karena sudah terlibat ujung sabuk yang imat kuat. Terpaksa Hong San membacokkan pedangnya ke arah sabuk yang nenegang itu dan dia berhasil melepaskan libatan sabuk dari sulingnya.

Akan tetapi kini lawannya memutar sabuknya dan sabuk itu bagaikan berubah menjadi seekor naga yang melayang-layang dan menyambar-nyambar dari segala jurusan ke arah Hong San. Pemuda itu menjadi sibuk sekali mengelak atau menangkis dengan pedang dan sulingnya, dan dia pun terdesak. Hong San semakin kaget dan juga penasaran sekali. Dia memutar kedua senjatanya sehingga tidak lagi terdesak walaupun dia jarang mendapat kesempatan untuk balas menyerang walaupun senjatanya dua buah.

Melihat perkelahian itu, Giok Cu menjadi kagum bukan main. Kiranya sahabat atau kenalan barunya itu lihai bukan main dengan pedang dan suling. Tingkat kenalan baru itu agaknya tidak berada di sebelah bawah tingkat kepandaiannya sendiri. Namun, lawannya yang tinggi besar itu ternyata tidak kalah lihainya. Dengan sabuk suteranya, pemuda tinggi besar itu merupakan seorang lawan yang amat tangguh. Maka, tanpa banyak cakap lagi ia pun mencabut senjatanya dan melompat ke dalam kalangan pertempuran itu untuk membantu Hong San.

Melihat gadis ini meloncat dekat, Hong San berseru, "Jangan, dia lihai sekali, engkau dapat celaka nanti!" Seruan ini penuh ketulusan hati, tanda bahwa Hong San amat menyayang Giok Cu, khawatir kalau gadis yang telah menjatuhkan hatinya itu terluka oleh lawan yang lihai itu.

Mendengar seruan itu, untuk kedua kalinya jantung dalam dada Giok Cu berdebar. Ia dapat menangkap apa yang tersembunyi di balik ucapan itu. Hong San sendiri kewalahan dan terdesak lawan, namun dia melarang ia maju. Hal ini membuktikan betapa pemuda bercaping merah itu amat memperhatikan dan mengkhawatirkan dirinya! Tanpa banyak cakap lagi, tanpa menjawab ucapan Hong San, Giok Cu sudah menerjang dengan pedangnya ke arah pemuda tinggi besar.

Pemuda itu sedang mendesak Hong San dan tiba-tiba dia merasa ada angin dahsyat menyambar diikuti suara mencuit nyaring dan melihat ada sebatang pedang mencuat dan meluncur masuk di antara lingkaran sinar sabuknya! Ketika sabuknya menyentuh pedang itu, sabuknya terpukul mundur, seolah-olah seekor ular yang merasa ngeri berdekatan den alat pemukul!

Dia terkejut, apalagi ketika pedang yang tumpul, tidak tajam tidak runcing itu meluncur ke arah lehernya! Terpaksa dia melempar tubuh kebelakang, lalu melakukan gerak bergulingan ke belakang. Ketika dia bangkit kembali, dia sudah memegang sebatang kayu cabang pohon yang didapatkan di atas tanah, dan sabuk itu sudah disimpannya kembali. Kiranya, menghadapi dua orang lawan yang amat lihai itu, pemuda tinggi besar ini telah mengganti sabuknya dengan sebatang tongkat.

Hong San terkejut dan girang melihat kelihaian Giok Cu! Semangatnya bangkit kembali. Dia tadi tahu bahwa seorang diri saja, amat terlalu sukarlah, baginya untuk dapat mengalahkan lawannya. Akan tetapi, melihat betapa serangan pedang di tangan Giok Cu membuat lawan seperti terkejut dan kewalahan, bahkan kini berganti senjata, dia menjadi gembira sekali dan bersama Giok Cu, dia pun cepat mendesak ke depan dan menghujankan serangan kepada lawannya.

Kini pemuda tinggi besar itu menggerakkan tongkatnya dan sungguh aneh, gerakannya ganjil sekali, kacau balau dan seperti orang mabuk saja. Tubuhnya terhuyung ke sana-sini, bahkan seperti kadang-kadang hendak jatuh. Hebatnya, semua gerakan aneh itu dapat membuat tubuhnya bukan saja terhindar dari hujan serangan dua orang lawannya, bahkan ujung tongkatnya masih sempat melakukan serangan balasan yang cukup ampuh, membuat Hong San dan juga Giok Cu terpaksa meloncat mundur dengan kaget.

Sementara itu, para penyerang tadi juga terdesak hebat oleh tiga belas orang pengawal berkuda. Beberapa orang di antara para penyerbu itu sudah roboh terluka. Akan tetapi tiba-tiba terdengar sorak sorai dan muncullah sedikitnya lima puluh orang, berlarian ke tempat itu dengan segala macam senjata di tangan. Mereka adalah orang-orang yang pakaiannya bermacam-macam, akan tetapi sebagian dari mereka, yang terbanyak, dapat dikenal dari pakaiannya bahwa mereka adalah suku bangsa Hui. Dengan senjata di tangan, mereka menyerbu dan mengamuk sehingga tiga belas orang pengawal itu tentu saja terkejut dan terdesak!

Melihat ini, pemuda tinggi besar yang tadi dikeroyok oleh Giok Cu dan Hong San, tiba-tiba membuat gerakan melompat jauh meninggalkan dua orang lawannya, mendekati para pengawal, lalu berseru dengan suara nyaring.

"Kalian tidak lekas pergi mau tunggu mati? Cepat pergi susul majikan kalian dan lindungi dia!"

Para pengawal itu seperti diingatkan bahwa kereta yang membawa Liu Taijin sudah sejak tadi pergi maka kini mendengar seruan pemuda tinggi besar itu, mereka lalu membalikkan kuda dan melarikan diri. Tiga orang teman mereka yang roboh dan tewas terpaksa mereka tinggalkan.

Para penyerbu itu tidak dapat melakukan pengejaran karena mereka tidak mungkin dapat menyusul lawan yang berkuda. Maka, kini semua kemarahan mereka tumpahkan kepada pemuda tinggi besar yang lihai itu. Akan tetapi, di antara suara riuh rendah mereka, tiba-tiba seorang di antara orang-orang Hui itu berteriak.

"Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Kuning)!! Dia Huang-ho Sin-liong...!"

Teriakan ini membuat semua orang menghentikan gerakan mereka yang hendak mengeroyok pemuda tinggi besar itu. Mereka terkejut mendengar disebutnya nama julukan ini, sebuah nama julukan yang baru muncul akan tetapi sudah menggemparkan karena sepak terjang Huang-ho Sin-liong amat mengejutkan bagaikan seekor naga sakti yang turun dari angkasa untuk membersihkan segala bentuk kejahatan di sepanjang Sungai Huang-ho!

Hong San juga menahan serangannya dan dia berdiri tertegun memandang pemuda tinggi besar itu. Kini dia teringat. Biarpun malam itu tidak begitu terang, akan tetapi dia ingat bahwa inilah orang yang pernah dilawannya, yaitu ketika dia hendak memperkosa seorang wanita gagah dan pemuda tinggi besar inilah yang menggagalkannya! Kini teringat, terutama sekali permainan tongkatnya yang aneh itu! Jadi orang yang telah dua kali ditempurnya ini berjuluk Huang-ho Sin-liong? Dia akan mencatat nama itu.

Mempergunakan kesempatan selagi semua orang tertegun yang membuat dua orang pengeroyoknya yang lihai tadi pun menghentikan serangan mereka, pemuda tinggi besar itu lalu berloncatan cepat dan sebentar saja bayangannya sudah lenyap di antara pohon-pohon.

Kalau saja Giok Cu tahu siapa pemuda itu, siapa Huang-ho Sin-liong itu! Pemuda tinggi besar itu bukan lain adalah Si Han Beng. Tentu saja Giok Cu tidak mengenalnya juga sebaliknya Han Beng tidak lagi mengenal gadis yang kini menjadi seorang gadis dewasa yang cantik jelita, manis dan lihai itu. Ketika mereka saling berpisah, Han Beng berusia dua belas tahun dan Giok Cu baru berusia sepuluh tahun! Dan dua belas tahun telah lewat sejak mereka saling bertemu dan menjadi sahabat.

Kini semua orang yang tadi menyerang kereta, juga puluhan orang Hui yang datang membantu, memandang kepada Giok Cu dan Hong San. Tiga orang diantara mereka, yaitu seorang yang memimpin orang-orang Hui, dan dua orang yang memimpin penyerangan pertama, sudah melangkah maju menghampiri dua orang muda itu. Mereka memberi hormat dan seorang di antara mereka berkata.

"Terima kasih atas bantuan Ji-wi yang gagah perkasa. Akan tetapi sayang sekali bahwa sergapan kita terhadap pembesar lalim penindas rakyat itu gagal karena Huang-ho Sin-liong melindunginya!"

"Siapakah kalian dan mengapa kalian menyerang kereta pembesar Liu itu?" Giok Cu bertanya sambil memandang tajam kepada tiga orang itu.

Tiga orang itu saling pandang, lalu orang yang menjadi wakil pembicara tadi tersenyum. "Kami adalah orang-orang yang membenci para pembesar lalim dan agaknya tidak berbeda dengan Ji-wi yang juga memusuhi mereka. Kami mewakili rakyat yang menderita tekanan dan penindasan sehubungan dengan pengerahan rakyat yang dipaksa untuk bekerja membangun terusan! Kami dipaksa, kalau tidak dapat menyogok, maka pemuda-pemuda kami dipaksa bekerja, gadis-gadis kami dipaksa pula bekerja di dapur umum dan untuk menghibur para mandor. Kami ingin memberontak terhadap para pembesar lalim yang menindas rakyat! Dan para kawan yang baik itu adalah orang-orang suku Hui yang juga membenci pemerintah karena banyak antara mereka yang menderita karena tanah hak milik mereka disepanjang sungai dirampas."

Hong San tertawa mengejek. "Wah, kiranya kalian adalah pemberontak-pemberontak?"

"Kalian memang benar! Para pembesar lalim yang melaksanakan pengumpulan tenaga pekerja terusan, memang patut dibasmi!" tiba-tiba Giok Cu berkata dan hal ini diam-diam mengejutkan hati Hong San.

Kiranya gadis perkasa ini pun setuju dengan para pemberontak itu! Dia sendiri sebetulnya tidak perduli akan pemberontakan terhadap pemerintah. Dia hanya akan bertindak demi keuntungan diri sendiri. Dan apa untungnya menentang pemerintah? Akan tetapi karena dia melihat betapa gadis itu membenarkan mereka yang menentang pemerintah, dia pun pura-pura setuju.

"Memang, para pembesar itu menjemukan sekali, korup dan tukang menerima sogokan, mereka menindas rakyat untuk menggendutkan perut sendiri!" dia mengangguk-angguk, walaupun dalam hatinya berbisik bahwa apa salahnya dengan perbuatan seperti itu? Semua orang di dunia ini mencari kesenangan bagi diri sendiri!

Mendengar ucapan dua orang muda yang tadi mereka saksikan sendiri kelihaiannya, orang-orang yang menamai dirinya pejuang rakyat itu merasa gembira sekali. Mereka lalu mengundang Giok Cu dan Hong San untuk berkunjung ke tempat tinggal pimpinan mereka untuk berkenalan.

"Beng-cu (Pimpinan Rakyat) akan merasa gembira sekali kalau dapat bertemu dan berkenalan dengan Ji-wi yang gagah perkasa, yang tadi telah membantu kami."

Sebetulnya Hong San tidak tertarik akan tetapi karena Giok Cu ingin sekali tahu lebih banyak tentang orang-orang yang dianggapnya gagah perkasa dan berjiwa patriot, pembela rakyat tertidas itu, ia menerima undangan mereka dan dengan sendirinya Hong San menerimanya. Pemuda ini tidak ingin segera berpisah dari gadis yang membuatnya tergila-gila itu.

Maka, pergilah mereka berdua bersama tiga orang pimpinan itu, menyusup-nyusup ke dalam hutan dan akhirnya mereka tiba di dekat sebuah bangunan darurat yang berdiri di tengah-tengah hutan, di tempat yang amat liar dan tak pernah didatangi, orang dari luar.

Bangunan darurat itu terjaga kuat dan di belakang bangunan itu terdapat sebuah dataran luas dimana terdapat banyak sekali pria yang sedang berlatih silat. Kiranya tempat ini menjadi sarang para pemberontak yang menamakan diri mereka pejuang rakyat itu. Dan memang harus diakui bahwa banyak pula penduduk dusun, terutama mereka yang masih muda, yang melarikan diri karena tidak mau dijadikan pekerja paksa, di tampung oleh gerombolan ini dan menjadi anggauta "pejuang".

Dipandang sepintas lalu, memang mereka pantas dinamakan pejuang yang hendak membela rakyat dari penindasan para pembesar yang menyalahgunakan perintah dari istana dalam hal pembuatan terusan itu. Giok Cu sendiri tertarik dan merasa kaget kepada mereka, maka ia mau diajak kesitu untuk bertemu dan berkenalan dengan orang yang menjadi beng-cu (pemimpin rakyat), yaitu yang memimpin gerakan membela rakyat tertindas itu.

Di dekat bangunan besar terdapat pula banyak pondok yang didirikan oleh para anggauta pemberontak, bahkan terdapat pula banyak wanita dan akan-anak, yaitu keluarga dari mereka yang terpaksa melarikan diri, yang dikejar-kejar petugas untuk menjadi pekerja paksa.

Melihat ini, Giok Cu merasa makin suka kepada mereka. Ia teringat akan keadaan dirinya sendiri. Orang tuanya juga terpaksa melarikan diri dusun mereka. Mendiang ayahnya, Hok Gi, adalah seorang pejabat lurah Kiong-cung, di tepi Huang-ho. Karena ayahnya itu dipaksa oleh pembesar atasan untuk mengumpulkan semua pemuda dusun itu agar menjadi pekerja paksa, ayahnya merasa tidak sanggup dan diam-diam melarikan diri karena dia tahu akan kegagalan atau ketidaksanggupan itu tentu akan berakibat hukuman berat baginya.

Dalam pelarian ini, ayahnya dan ibunya tewas oleh Liu Bhok Ki! Sampai sekarang, ia belum berhasil menemukan Liu Bhok Ki yang membunuh ayah dan ibunya! Karena persamaan nasib itulah maka diam-diam Giok Cu merasa suka kepada para pemberontak ini.

Mereka memasuki rumah dan setelah tiga orang pimpinan para penyerang kereta Liu Tai-jin tadi melaporkan ke dalam, Giok Cu dan Hong San dipersilakan masuk ke dalam ruangan belakang, sebuah ruangan yang luas dan di situ kebetulan sedang diadakan pertemuan para pimpinan pejuang dan berapa orang suku bangsa Hui. Di atas meja panjang sederhana terdapat hidangan sederhana dan arak, dan ada sembilan orang duduk mengepung meja panjang, saling berhadapan dan suasananya cukup gembira dan bersemangat.

Ketika dua orang muda itu memasuki ruangan, sembilan orang yang sudah menerima laporan itu segera bangkit berdiri dengan sikap hormat. Seorang diantara mereka, seorang laki-laki yang usianya kurang lebih enam puluh empat tahun, segera berkata dengan suara nyaring.

"Selamat datang, dua orang Saudara Muda yang lihai. Kami girang sekali mendengar bahwa Ji-wi (Anda Berdua) telah membantu anak buah kami. Silakan Ji-wi mengambil tempat duduk!"

Giok Cu dan Hong San mengangguk dan mengucapkan terima kasih, lalu mereka mengambil tempat duduk yang masih kosong, menghadapi kakek yang bicara tadi. Setelah mereka duduk, sembilan orang itu pun duduk dan kakek tinggi kurus yang wajahnya menyeramkan itu segera menuangkan arak kedalam dua cawan bersih dan memberikannya kepada dua orang tamu muda itu.

"Saudara sekalian, mari kita memgucapkan selamat datang kepada orang pendekar muda ini! Ji-wi, silakan minum dan menerima ucapan selamat datang dari kami!"

Berkata demikian, dia berdiri mengangkat cawan arak, diturut oleh delapan orang lain dan terpaksa Giok Cu dan Hong San juga mengangkat cawan arak mereka dan meminumnya. Giok Cu dan Hong San juga memperkenalkan diri dan Kim-bwe-eng Gan Lok berkata sambil tersenyum.

"Kunjungan Ji-wi sungguh menambah kegembiraan kami. Kami mendengar bahwa Ji-wi memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali dan agaknya Ji-wi juga membenci para pembesar yang menindas rakyat jelata. Kami akan menerima dengan penuh kegembiraan kalau Ji-wi suka bekerja sama dengan kami."

Giok Cu mengerutkan alisnya. "Hem, untuk bekerja sama, aku harus lebih dahulu mengetahui benar apa maksud tujuan kalian, dan bagaimana pula kekuatan kalian yang berani menentang para pembesar, berarti akan berhadapan dengan pasukan pemerintah."

Mendengar itu Hong San kagum dan mengangguk-angguk. Gadis yang diam-diam dipujanya itu ternyata juga amat cerdik. Kim-bwe-eng Gan Lok tertawa bergelak sehingga wajahnya yang menyeramkan itu sejenak nampak lucu.

"Ha-ha-ha , Nona tidak perlu khawatir. Biarpun kami hanya kelihatan sebagai pelarian di hutan begini, namun sesungguhnya kedudukan kami kuat sekali. Di mana-mana kami mempunyai teman dan kalau dikumpulkan seluruhnya, anak buah kami mendekati lima ratus orang! Kami sudah berhasil merampas atau mencuri barang-barang berharga dari para pembesar korup, kami kumpulkan dan jumlahnya cukup besar untuk membiayai ribuan orang pasukan yang akan kami bentuk. Selain itu, ada pula para saudara suku bangsa Hui yang mendukung gerakan perjuangan kami. Mereka sanggup mengerahkan sedikitnya dua ribu orang, dan juga mereka bersedia untuk menyumbangkan banyak emas yang mereka miliki!"

Mendengar ini, diam-diam Hong San terkejut dan kagum. Demikian banyaknya harta terkumpul dan dia mulai tertarik. Ada harganya juga untuk dapat menjadi pimpinan dari gerakan menguntungkan ini.

"Kalian memperkuat diri dan hendak membentuk pasukan, bahkan dibantu oleh orang-orang suku bangsa Hui, apa maksudnya? Apakah hendak memberontak terhadap pemerintah, mengadakan perang melawan pemerintah?"

Menghadapi pertanyaan yang langsung dan berterang itu, Kim-bwe-eng Gan Lok nampak tertegun. Akan tetapi Kim-kauw pang Pouw In Tiong tertawa. "Ha-ha-ha, Nona yang baik! Kalau bukan kami para pendekar yang turun tangan membela rakyat, siapa lagi yang akan peduli? Kalau pemerintah sudah mulai menindas rakyat jelata, jalan apalagi yang dapat kami tempuh selain memberontak? Kalau perlu, pemerintah ini digulingkan, diganti pemerintah baru yang tentu akan membahagiakan rakyat..."

"Hemmm, dan kalian yang akan jadi penguasa baru?" Giok Cu mendesak dengan alis berkerut.

"Kalau perlu! Ya, kalau perlu, kami para pendekar yang akan memimpin pemerintahan yang bersih dan mendatangkan kemakmuran bagi rakyat jelata!" Akhirnya Kim-bwe-eng Gan Lok dapat bicara dengan suara lantang.

Giok Cu kini diam saja akan tetapi di dalam hatinya timbul keraguan. Ia memang condong untuk menentang para penguasa setempat yang lalim, yang menyalahgunakan kekuasaan, memaksa rakyat untuk menjadi pekerja paksa membangun waduk dan terusan. Akan tetapi hal itu bukan berarti harus memberontak dan mengobarkan perang terhadap pemerintah. Perang berarti kesengsaraan baru bagi rakyat yang mungkin jauh lebih parah daripada kerja paksa itu sendiri. Ia ragu dan sangsi.

Kesempatan itu dipergunakan oleh Hong San untuk bicara. Suaranya lembut dan halus, namun lantang sehingga terdengar jelas oleh semua orang yang berada di ruangan itu, bahkan para petugas jaga di luar ruangan itu pun ikut mendengarkan.

"Aku dapat menghargai usaha kailan untuk membebaskan rakyat dari penindasan. Akan tetapi, untuk dapat melawan pasukan pemerintah, selain harus memiliki modal emas yang banyak untuk persiapan melatih pasukan, dan memiliki jumlah pasukan yang kuat, juga harus pula memiliki pimpinan yang cakap. Tidak tahu, syarat apa yang menentukan orang diangkat menjadi pimpinan dari gerakan yang mulia ini?"

Berkata demikian, dengan sinar mata tajam menyelidik, Hong San memandang bergantian kepada beng-cu dan wakilnya itu. orang pimpinan itu saling pandang, terdengar suara Kim-bwe-eng Gan tertawa disambung suaranya yang Lantang.

"Ha-ha-ha, pertanyaanmu sungguh lucu, orang muda yang gagah perkasa. Syarat apa yang menentukan orang diangkat menjadi pimpinan dalam perjuangan membela rakyat ini? Tentu saja dia harus cerdik, bijaksana, gagah perkasa memiliki pengalaman yang matang dan luas!"

"Hanya itu saja, Paman Gan Lok? engkau melupakan syarat yang terutama dan mutlak penting!"

Ketua persekutuan pemberontak itu mengerutkan alisnya. Pemuda itu boleh jadi lihai ilmu silatnya, akan tetapi sikapnya tidak menyenangkan, tidak mau menghormati tuan rumah dengan sebutan Beng-cu". "Hemmm, orang muda, apa maksudmu dengan syarat yang terutama itu?”

"Untuk memimpin rakyat dalam masa damai, memang dibutuhkan pemimpin yang sudah berusia lanjut karena orang tua lebih teliti, sabar dan tekun. Akan tetapi, memimpin rakyat dalam masa perang, dibutuhkan seorang pemimpin yang masih muda, penuh semangat yang menggebu, barulah diharapkan perjuangan akan berhasil baik!"

"Orang muda she Gan, kata-katamu sayang sekali kurang tepat!" bantah Kim-bwe-eng Gan Lok yang mulai merasa panas perutnya. "Dalam perjuangan, semangat besar saja tidak ada gunanya tanpa diimbangi kepandaian yang tinggi. Seorang pemimpin muda, biarpun semangatnya menggebu, jelas kepandaiannya belum matang dan pengalamannya belum luas sehingga perjuangan itu akan gagal."

"Keliru sama sekali pendapat Paman Gan itu!" Hong San membantah suaranya juga nyaring walaupun wajahnya masih berseri Jenaka. "Biarpun berpengalaman, mana mungkin seorang yang sudah tua dapat menjadi seorang yang gagah perkasa dan kuat? Semangatnya juga pasti sudah layu dan apa yang dapat diharapkan dari pimpinan yang tua loyo? Tentang kepandaian, belum tentu yang muda kalah oleh yang tua. Hal ini perlu dibuktikan. Aku yang masih muda ini, belum tentu kalah melawan orang-orang tua seperti kedua Paman yang menjadi ketua dan wakil ketua di sini!”

Mendengar ucapan yang mengandung tantangan ini, Kim-kauw-pang (Tongkat Monyet Emas) Pouw In Tiong yang wataknya angkuh itu menjadi marah dan tidak dapat menahan kesabarannya lagi. Dia sudah bangkit berdiri dan tubuh yang gendut pendek itu sama sekali tidak mengesankan ketika dia marah. Namun suaranya menggeledek karena dalam kemarahannya dia telah mengerahkan Khi-kang dari perutnya, dan matanya melotot mengeluarkan sinar berapi.

"Bocah she Can! Sungguh engkau sombong dan suka berlagak. Biarpun belum tentu aku Kim-kauw-pang Pouw In Tiong dapat mengalahkanmu, akan tetapi jangan dikira aku takut. Mari, coba bukti-bahwa omonganmu tadi bukan bual belaka!"

Berkata demikian, Si Pendek gendut ini sudah melompat ke tengah dengan sambil memutar tongkatnya. Tongkatnya itu setinggi tubuhnya dan berlapis emas sehingga ketika diputar berubah menjadi payung emas yang lebar.

Giok Cu mengerutkan alisnya. Sebetulnya ia tidak setuju dengan sikap yang diperlihatkan Hong San tadi. Mereka datang sebagai tamu yang dihormati, akan tetapi pemuda bercaping lebar itu malah mengeluarkan kata-kata yang mengandung celaan dan tantangan dengan sikap memandang rendah terhadap tuan rumah. Akan tetapi karena ia pun tidak mempunyai hubungan apa pun dengan Hong San, ia merasa bahwa segala tingkah laku pemuda itu tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.

Ia lupa, bahwa datang dan bergerak di samping Hong San sehingga pihak tuan rumah menganggapnya sebagai sekutu atau kawan baik pemuda itu. Giok Cu diam dan ingin menyaksikan bagaimana perkembangan selanjutnya setelah Hong San ditantang mengadu ilmu oleh Kim-kauw pang Pouw In Tiong. Ia pun ingin melihat bagaimana lihainya Hong San dan bagaimana wakil ketua para pemberontak akan mempertahankan kehormatan dirinya sebagai seorang tokoh yang dipilih sebagai wakil ketua, la tidak akan mencampuri urusan mereka.

Ditantang oleh wakil ketua itu, Hong San tersenyum. Memang inilah yang kehendakinya. Begitu tadi mendapat keterangan akan kekayaan yang dimiliki gerombolan pemberontak ini, hatinya sudah merasa amat tertarik, apalagi terdapat kemungkinan kemenangan besar dimana para pemimpin mendapat kesempatan untuk merebut tahta kerajaan. Betapa muluknya! Inilah yang dicarinya kekayaan besar dan kedudukan tinggi, dua hal yang dahulu juga dikejar-kejar mendiang ayahnya.

Dia tahu bahwa ayahnya tidak pernah berhasil karena ayahnya mencarinya melalui jalan yang biasa dilalui golongan sesat. Dia sendiri harus mengubah siasat itu. Dia tidak ingin sekedar menjadi pimpinan golongan hitam yang selalu dimusuhi pemerintah. Kalau saja dia mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan! Maka, melihat kemungkinan, betapapun kecilnya bagi gerakan ini untuk merampas kedudukan dan kelak menjadi pemimpin-pemimpin yang menguasai pemerintahan, ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.

Dengan sikap tenang sekali, senyum tak pernah meninggalkan bibirnya, bangkit dan menoleh ke arah Giok Cu, seolah hendak minta persetujuannya atau hendak melihat bagaimana sikap gadis yang amat menarik hatinya itu. Akan tetapi, Giok Cu bersikap acuh saja, maka dia pun lalu melangkah dan menghsmpiri orang yang menantangnya.

Hong San melihat betapa banyak anak buah gerombolan pemberontak itu, juga orang-orang Hui yang puluhan orang banyaknya berada di luar, demikian ia pula Yalami Cin kepala suku Hui yang hadir di situ, kini menaruh perhatian. Mereka menonton dengan sikap tegang dan tertarik. Dia pun tersenyum, inilah kesempatan baik baginya untuk memperlihatkan kepandaian dan menciptakan kesan yang baik, kalau dia ingin berhasil mendapatkan kedudukan seperti yang dikehendakinya.

"Paman Pouw In Tiong, sama sekali aku bukan sombong atau berlagak. Aku berbicara sejujurnya saja karena aku merasa kagum kepada semua saudara, yang telah berani melawan pemerintah yang menindas rakyat. Justeru karena aku kagum dan suka, maka aku ingin melihat pasukan pejuang yang kokoh kuat, dipimpin oleh orang-orang yang tepat, bukan oleh orang-orang tua yang sepantasnya hanya menjadi penasehat dibelakang saja. Kalau Paman masih penasaran dan hendak membuktikan kebenaran omonganku, silakan!"

Berkata demikian Hong San sudah mengeluarkan pedang dan sulingnya. Dengan lagak seorang pendekar yang gagah perkasa, dia pun memasang kuda-kuda, menyilangkan pedang dan suling di depan dada, tersenyum dan nampak tenang dan memandang rendah sekali.

Makin panas rasa hati Pouw In Tiong. adalah seorang pendekar yang terkenal kelihaiannya, nama julukannya sudah dikenal di dunia persilatan, terutama di sepanjang lembah Huang-ho sebelah selatan. Jarang ada ahli silat yang akan mampu menandingi tongkatnya yang berlapis emas itu. Selama bertahun-tahun ini, hanya Kim-bwe-eng Gan Lok saja yang mampu menandingi dan mengalahkannya ketika kelompok pejuang itu mengadakan pemilihan ketua.

Akhirnya, Gan Lok yang terpandai dipilih menjadi ketua dan dia menjadi orang nomor dua, di samping masih ada belasan orang pembantu yang kesemuanya tidak ada yang dapat mengungguli ilmu kepandainnya. Dia dihormati oleh ratusan orang anak buah persekutuan mereka, bahkan dihormati Yalami Cin, kepala suku Hui yang mempunyai anak buah ribuan orang. Dan sekarang, seorang pemuda ingusan yang memiliki sedikit ilmu silat saja berani menghina dan menantangnya, mengatakan bahwa dia Gan Lok tidak tepat menjadi pemimpin para pejuang!

"Bocah she Can! Kalian datang bersama Nona ini sebagai tamu dan kami hormati. Akan tetapi sekarang engkau menantang kami. Aku peringatkan bahwa kalau aku sudah menggerakkan Kim-kauw pang ini untuk menyerang orang andai kata orang itu tidak mati pun, sedikitnya tentu akan patah tulang dan terluka. Aku tidak ingin dikatakan sebagai orang yang mencelakai tamunya!"

Mendengar ucapan wakil ketua dari persekutuan pejuang itu, Giok Cu merasa tidak enak juga. Maka cepat ia berkata, "Hendaknya semua orang mengetahui bahwa kedatanganku bersama Saudara Can hanya kebetulan saja. Di antara kami tidak ada hubungan persahabat, kami pun merupakan orang-orang yang baru saja bertemu dan berkenalan, oleh karena itu, apa yang dia lakukan bukanlah tanggung jawabku. Harap aku tidak di ikut-ikutkan!" lalu cepat ia menambahkan, "Aku pun bukan seorang tamu yang suka menghina tuan rumah yang telah menerimaku dengan baik. Pernyataanku ini sejujurnya, bukan berarti aku takut menghadapi apa dan siapa pun."

Wajah Hong San menjadi agak kemerahan mendengar ucapan gadis itu. Akan tetapi, karena memang kenyataannya demikian, dia pun hanya tersenyum, lalu berkata halus, "Nona Bu memang tidak ada sangkutannya dengan keinginanku menguji kepandaian para pimpinan pejuang. Paman Pouw, jangan khawatir, tidak akan ada yang menuduhmu tuan rumah yang mencelakai tamunya, karena tongkatmu itu sama sekali tidak akan mampu melukai aku, apalagi menjatuhkan aku. Majulah dan buktikan sendiri!"

Biarpun ucapan ini nadanya halus, namun tetap saja masih mengandung ejekan yang memandang rendah. "Bagus, Can Hong San, lihat tongkatku!" bentak Pouw In Tiong yang memang wataknya angkuh dan keras. Tongkat yang diputar-putar seperti payung itu kini menjadi sinar bergulung-gulung dan tiba-tiba mencuat ke arah Hong San dengan kecepatan kilat dan terdengar suara mengaung tanda bahwa tongkat itu memang berat dan berbahaya sekali.

Biarpun sikapnya memandang rendah kepada lawan, namun Hong San yang cerdik sekali itu sama sekali tidak memandang rendah, bahkan dia bersikap hati-hati dan tenang. Sikapnya memandang rendah tadi hanya merupakan pancingan agar dapat memperoleh jalan memperlihatkan kepandaiannya dan menundukkan para pimpinan persekutuan itu.

"Tranggggg...!" Bunga api berpijar ketika ujung tongkat bertemu pedang. Dalam pertempuran tenaga ini, Hong San sengaja hendak mengukur sampai dimana kekuatan lawan, maka dia hanya mengerahkan tiga perempat tenaganya saja. Dan akibat benturan tenaga melalui senjata mereka, keduanya terhuyung kebelakang.

Melihat kenyataan ini, Pouw In Tiong terkejut sekali. Dia telah mengerahkan semua tenaganya, namun ketika pemuda itu menangkis, dia sampai terhuyung dan telapak tangannya terasa panas. Walupun pemuda itu juga terhuyung, namun hal ini sudah membuktikan bahwa pemuda itu memang memiliki tenaga yang sama kuatnya dengan dia. Dilain pihak, Hong San tersenyum dan merasa girang. Dia tahu bahwa tenaganya lebih kuat.

Kembali Pouw In Tiong menyerang, sekali ini menggerakkan tongkatnya dengan cepat dan dia memainkan ilmu tongkat Kim-kauw-pang-hoat yang kabarnya merupakan ilmu tongkat yang hebat, warisan dari ilmu tongkat yang dimainkan oleh Sun Go Kong Si Raja Monyet!

Di dalam cerita dongeng See-yu terdapat seorang tokoh monyet dewa bernama Go Kong yang amat sakti. Sun Go Kong ini memiliiki tongkat emas yang disebut Kim-kauw-pang. Benar atau tidak ilmu tongkat yang dimainkan Pouw In long itu warisan dari Sun Go Kong, tidak ada yang tahu karena Sun Go Kong pun hanya merupakan seorang tokoh dalam dongeng saja, dongeng tentang perjalanan seorang pendeta Buddha melakukan perjalanan dari Tiongkok ke India dan di sepanjang perjalanan bertemu dengan siluman-siluman yang mengganggunya. Dongeng tentang konflik antara kebaikan dan kejahatan, tentang setan-setan dan dewa-dewa.

Namun, diam-diam Hong San harus mengakui bahwa memang tongkat ditangan Si Gendut Pendek itu berbahaya sekali. Ilmu tongkat yang dimainkann amat tangguh, mempunyai gerakan yang kuat dan cepat. Bagaimanapun juga, karena tingkat kepandaiannya lebih tinggi dengan mudahnya dia mampu menghindarkan semua serangan tongkat, bahkan melakukan pembalasan dengan pedang diseling oleh totokan-totokan suling di tangan kiri.

Yang merasa terkejut sekali adalah Kim-kauw-pang Pouw In Tiong. Setelah bertanding selama dua puluh lima jurus belum juga dia mampu mengalahkan lawannya. Apalagi kini dia merasakan betapa setiap kali tongkatnya bertemu pedang, tangannya tergetar semakin keras beberapa kali hampir saja ujung suling berhasil menotok jalan darahnya sehingga dia terpaksa melempar tubuh kebelakang untuk menyelamatkan diri. Nafasnya sudah mulai memburu.

Maklum, usianya yang sudah enam puluh empat tahun itu tentu saja tidak dapat disamakan dengan daya tahannya dua tiga puluh tahun yang lampau. Sedangkan lawannya Ialah seorang yang masih muda belia, maka jelaslah kalau mengandalkan daya tahan dan pernapasan, dia akan kalah!

"Singggggg! Brettt...!"

Kim-kauw-Pang Pouw In Tiong terkejut bukan main dan dia terhuyung. Ujung bajunya terpotong oleh sambaran pedang! Dalam keadaan terhuyung, dia masih dapat mengerakkan tongkatnya menyerang dengan sambaran ke arah kepala lawan, serangan yang juga dimaksudkan agar lawan tidak dapat mendesak dia yang sedang terhuyung.

Akan tetapi, Hong San sudah menyelipkan suling di ikat pinggangnya dan dengan tangan kirinya, dia menyambut tongkat yang gerakannya tidak begitu kuat lagi. Dia berhasil menarik menangkap ujung tongkat, ditariknya dengan pengerahan tenaga sehingga pemilik tongkat itu ikut tertarik.

Kalau Hong San menghendaki, dalam keadaan seperti itu, sekali menggerakkan pedangnya tentu dia akan dapat merobohkan lawan bahkan membunuhnya seketika, tetapi dia terlalu cerdik untuk berbuat seceroboh itu. Pedangnya tidak digerakkan, akan tetapi kakinya yang bergerak menyambar ke depan dalam sebuah tendangan yang terarah.

"Desssss!!" Tubuh wakil ketua terlempar dan tongkatnya berpindah tangan...