Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 24 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

MENDENGAR berita ini, Tang Ciok An seorang pemuda yang berwajah tampan dan bersikap gagah dan tinggi hati, segera berkata,

"Ayah, kalau begitu, biarlah aku pergi mencari Piauw-moi (Adik Misan) Souw Hui Im!" Pemuda ini pun sejak kecil mempelajari ilmu silat dari ayahnya dan dia menganggap ayahnya dan dirinya sebagai pendekar-pendekar yang disegani di kota Pei-shen.

"Jangan lakukan itu, Ciok An!" cegah ayahnya. "Kalau engkau pergi sendiri, atau aku, hal itu berbahaya sekali. Mereka itu dibasmi pemerintah karena menjadi anggauta atau murid Siauw-lim-pai! Jangan mengkhawatirkan nasib calon istermu, aku tidak akan tinggal diam dan akan menyebar orang-orang untuk mencari dan menyelidiki ke mana ia pergi."

"Ayah aku ingin mencari Piauw-moi bukan karena ia calon isteriku saja. Terutama sekali karena bagaimanapun juga, ia itu adik misanku, puteri mendiang Bibiku. Tentang perjodohanku dengannya, andaikata tidak jadi pun tidak mengapa, Ayah. Masih banyak gadis yang akan suka menjadi isteriku."

"Benar sekali!" kata Ibunya. "Memang sejak dulu aku pun kurang setuju dia menikah cengan adik misan sendiri. Kata orang tua, hal ini hanya akan mendatangkan bencana. Dan lihat saja, bencana telah menimpa keluarga Souw!"

Mendengar ucapan putera dan isterinya, Tang Gu It mengibaskan tangannya dan berkata dengan nada suara jengkel, "Sudahlah, sudahlah, jangin ribut. Urusan ini gawat sekali, dan dapat saja kita tersangkut. Kalian diam saja dan menanti, aku akan menyuruh orang untuk melakukan penyelidikan ke kota raja.”

Apa yang dikhawatirkan Tang Gu It memang terjadi. Dua hari kemudian, pada suatu hari di tokonya muncul orang laki-laki tinggi kurus, berusia kurang lebih enam puluh tahun. Pakaiannya ringkas seperti pakaian orang di dunia kang-ouw, apalagi di punggungnya terdapat sebatang pecut ekor sembilan dan sikapnya serius sekali. Dia membawa sebuah guci dari besi yang bermulut lebar dan guci yang cukup besar itu ditempelkan tulisan bahwa dia adalah seorang pengumpul derma!

Biasanya, yang mengumpulkan derma seperti itu hayalah para pendeta dan pengurus perkumpulan sosial, akan tetapi laki-laki ini tidak memperlihatkan bahwa dia seorang pendeta, juga tidak ada tanda-tanda bahwa dia seorang pengurus perkumpul tertentu yang mengharapkan bantuan sukarela dan para hartawan.

"Krekkkkk!" Kaki meja di toko itu mengeluarkan bunyi hampir patah-patah ketika dia meletakan guci itu di atas meja.

"Heiiiii, jangan taruh benda berat itu di situ!" teriak seorang pegawai toko. "Turunkan saja!"

Melihat betapa laki-laki tinggi kurus itu sama sekali tidak bergerak untuk menurunkan gucinya, hanya berdiri seperti patung membisu, Si Pegawai toko lalu menghampiri dan mencoba untuk menurunkan guci itu. Akan tetapi, benda itu sama sekali tidak bergerak saking beratnya! Beberapa kali dia mengerahkan tenaga namun sia-sia belaka.

"A-kiu, bantu aku menurunkan benda ini. Meja kita bisa runtuh kalau tidak diturunkan!" teriaknya kepada seorang temannya. Dua orang pegawai itu mengerahkan tenaga dan mencoba, akan tetapi tetap saja benda itu tidak bergerak! Bukan main beratnya benda itu!

Pengurus toko, seorang laki-laki berusia enam puluhan, kepercayaan Tang Gu It, segera menghampiri dan memberi isyarat kepada dua orang bawahannya untuk mundur. Dia tahu bahwa laki-laki tinggi kurus ini tentu seorang kang-ouw yang hendak minta derma, maka dia pun merangkap kedua tangan ke depan dada memberi hormat.

"Harap maafkan dua orang pembantu kami. Tidak tahu siapakah Ho-han (Pendekar) dan apa puia keperluan Ho-han berkunjung ke toko kami? Harap jelaskan agar kami dapat menyampaikan kepada majikan kami."

Orang itu agaknya senang disebut ho-han (sebutan pendekar atau patriot) akan tetapi masih bersikap angkuh. "Hemmm, di mana Tang Gu It? Suruh dia keluar bicara dengan aku!"

Melihat sikap ini, tentu saja para pegawai di toko itu menjadi tidak senang. Akan tetapi, pengurus itu menyabarkan mereka dan dia pun tidak ingin majikannya harus turun tangan sendiri menghadapi peristiwa yang dianggapnya hanya gangguan kecil ini. Dia akan mengatasinya sendiri.

"Ho-han datang membawa guci untuk minta derma? Baiklah, kami akan menderma. Nah, ini sumbangan kami, kiranya cukup banyak dan tidak kalah dibandingkan sumbangan para pemilik toko lainnya." Dia mengeluarkan dua potong uang perak dan memasukkannya ke dalam guci. Suara nyaring dari dua potong perak itu menunjukkan bahwa guci itu masih kosong!

Laki-laki tinggi kurus itu mengerutkan alis, matanya memandang beringas dan dia mengeluarkan dua potong perak itu dari dalam guci, mengamatinya dan berkata, "Kalian kira aku Kiu-bwe-houw (Harimau Ekor Sembilan) datang untuk mengemis? Aku bukan mengemis!" Dia lalu menekan dua potong perak itu ke atas meja kayu tebal dan potongan perak itu melesak masuk ke dalam kayu sampai rata dengan permukaan meja!

Melihat ini, para pegawai menjadi panik dan pengurus toko menjadi pucat mukanya. Akan tetapi, bagaimanapun juga, mereka adalah pegawai-pegawai dari seorang ahli silat yang terkenal, maka biarpun mereka tidak pandai silat, hati mereka cukup besar. Pengurus itu lalu memberi hormat pula.

"Aih, Sobat yang baik. Kalau memang kurang, biarlah kami tambah lagi. Berapa yang kau butuhkan, Ho-han?"

"Penuhi guci ini dengan perak!" kata orang yang berjuluk Kiu-bwe-houw itu.

Para pembaca tentu masih ingat kepada orang ini. Dia adalah Kiu-bwe-houw Can Lok, seorang jagoan besar dari Taigoan yang amat terkenal di dunia kang-ouw, terutama sekali senjatanya berupa cambuk ekor sembilan dan cakar harimaunya. Dialah seorang di antara mereka yang pernah memperebutkan anak naga di pusaran maut Sungai Kuning (Huang-ho) akan tetapi telah gagal karena "anak naga" itu jatuh ke tangan Si Han Beng, Bu Giok Cu, dan Liu Bhok Ki. Sebagian besar darah anak naga itu disedot dan diminum oleh Han Beng, sebagian lagi oleh Giok Cu, dan kepalanya dimakan oleh Liu Bhok Ki sehingga menyembuhkan luka beracun yang dideritanya.

Kiu-bwe-houw Gan Lok adalah seorang jagoan, sebetulnya bukan seorang yang pekerjaannya merampok atau mencuri. Sama sekali tidak. Dia menganggap dirinya seorang datuk yang ditakuti dan dia tidak mau melakukan pekerjaan rendah sehingga dia akan dicap perampok, pencuri atau penjahat. Akan tetapi, kalau dia membutuhkan uang, dia datangi saja orang-orang kaya dan dia minta begitu saja dengan ancaman!

Sekarang ini, dia membutuhkan banyak uang karena dia sudah merasa tua dan, ingin mengundurkan diri, hidup berkecukupan dengan uang yang besar jumlahnya. Selagi dia mencari jalan bagaimana untuk memperoleh uang banyak tanpa sukar, tiba-tiba saja dia mendengar bahwa hartawan Tang Gu It adalah masih terhitung ipar bahkan calon besan dari Souw Kun Tiong di kota raja, yang dicap pemberontak dan kaki tangan Siauw-lim-pai oleh pemerintah. Kesempatan baik ini tidak disia-siakan dan pada pagi hari itu dia pun muncul di toko milik keluarga Tang dan menuntut uang sumbangan yang amat banyak!

Mendengar bahwa orang itu menuntut sumbangan perak seguci penuh, semua pegawai di toko itu terbelalak. Pengurus itu pun menjadi pucat wajahnya, dan maklumlah dia bahwa orang ini memang datang untuk mencari gara-gara! Bagaimana mungkin memenuhi guci besar itu dengan perak? Mungkin kalau separuh isi toko dijual, belum tentu bisa memenuhi guci itu dengan perak. Jumlah yang amat besar, cukup untuk modal berdagang sedikitnya tentu akan muat lima ratus tail!

"Aih, Sobat yang baik! Harap jangan main-main! Mana mungkin kami memberi sedekah sebanyak itu? Kami tidak mempunyai perak sebanyak itu!" katanya. Kiu-bwe houw mengerutkan alisnya dan suaranya terdengar marah penuh ancaman. "Kalian ini pegawai-pegawai yang tidak tahu apa-apa, jangan banyak cerewet lagi. Penuhi guci ini dengan perak. Kalau kalian tidak memilikinya, panggil keluar Tang Cu It. Dia harus memenuhi guci ini dengan perak murni, atau kalau tidak, keluarga ini akan kuhancurkan!"

Mendengar ucapan ini, seorang pegawai muda yang pernah belajar silat menjadi marah. Dia berusia dua puluh lima tahun, tubuhnya tinggi besar dan dia memiliki tenaga tiga kali orang biasa. Dia baru saja datang melaksanakan tugas luar dan mendengan ucapan itu, dia men¬adi marah sekali.

"Hem, engkau ini sungguh kurang ajar! Mana ada aturan orang minta-minta sumbangan melebihi rampok seperti itu? Hayo pergi kau!"

Kiu-bwe houw mengerutkan alisnya dan suaranya terdengar marah penuh ancaman. "Kalian ini pegawai-pegawai yang tidak tahu apa-apa, jangan banyak cerewet lagi. Penuhi guci ini dengan perak. Kalau kalian tidak memilikinya, panggil keluar Tang Cu It. Dia harus memenuhi guci ini dengan perak murni, atau kalau tidak, keluarga ini akan kuhancurkan!"

Mendengar ucapan ini, seorang pegawai muda yang pernah belajar silat menjadi marah. Dia berusia dua puluh lima tahun, tubuhnya tinggi besar dan dia memiliki tenaga tiga kali orang biasa. Dia baru saja datang melaksanakan tugas luar dan mendengan ucapan itu, dia menjadi marah sekali.

"Hem, engkau ini sungguh kurang ajar! Mana ada aturan orang minta-minta sumbangan melebihi rampok seperti itu? Hayo pergi kau!"

Melihat pemuda tinggi besar itu, Kiu-bwe-houw Gan L ok tersenyum mengejek, memperlihatkan giginya yang sudah - anyak rusak. "Hemmm, kalau aku tidak mau pergi sebelum guci ini dipenuhi I erak, kau mau apa?"

"Aku akan melemparkanmu keluar seperti ini!" Pemuda itu menggerakkan dua lengannya yang besar dan berotot untuk menangkap pundak laki-laki tua yang tinggi kurus itu.

Gan Lok tidak mengelak sehingga kedua pundaknya dicengkeram pemuda itu yang mengerahkan tenaga untuk mengangkat tubuhnya dan dilemparkan keluar. Akan tetapi, terjadi keanehan! Sedikit pun tubuh yang tinggi kurus itu tidak bergerak walaupun Si Pemuda Tinggi Besar sudah mengerahkan semua tenaganya.

"Hemmm, tikus sombong, pergilah kau!" terdengar Kiu-bwe-houw Gan Lok berseru, kedua tangannya yang kecil bergerak cepat, menepuk punggung pemuda itu yang menjadi lemas seketika dan tiba-tiba saja jagoan dari Tai-goan itu telah mengangkat Si Pemuda dan melemparkannya keluar toko.

"Brukkkkk!" Tubuh pemuda tinggi besar itu terbanting keluar toko! Ancaman pemuda itu kini berbalik, bukan Kiu-bwe-houw Gan Lok yang dilempar keluar, melainkan dia sendiri!

Gegerlah di toko itu. Semua pegawai berlari keluar, bukan hanya untuk mej nolong pemuda tadi, melainkan untuk menjauhi Si Tinggi Kurus yang ternyata amat lihai itu. Sang Pengurus toko sudah lari menyelinap ke dalam rumah belakang toko memberi laporan.

Kiu-bwe-houw Gan Lok masih berdiri di dekat meja di mana berdiri pula gucinya yang tinggi besar dan berat ketika Tang Gu It memasuki tokonya. Tang Gu It tadi terkejut mendengar peristiwa di dalam tokonya, apalagi ketika mendengar bahwa perusuh itu mengaku berjuluk Kiu-bwe-houw! Sebagai seorang ahli silat yang banyak mengenal tokoh-tokoh dunia kang-ouw, tentu saja dia pernah mendengar nama jagoan Tai-goan ini walaupun belum pernah melihat orangnya. Dia pun merasa heran mengapa tiada hujan tiada angin, tokoh kang-ouw itu mengganggu dia, padahal di antara mereka tidak ada hubungan atau urusan apa pun juga. Dengan hati-hati dia pun memasuki tokonya.

Kini kedua orang itu saling berhadapan dan saling pandang sejenak, sementara itu para pegawai toko hanya melihat dari kejauhan. Tentu saja mereka semua mengharapkan majikan mereka yang terkenal lihai akan memberi hajaran kepada pemungut derma yang kurang ajar itu.

Biarpun tubuh tinggi kurus dari Gan Lok itu tidak mengesankan, kecuali sinar matanya yang menyeramkan dan wajahnya yang bengis, namun Tang Gu It tidak berani memandang rendah. Sebaliknya, melihat munculnya seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun yang berpakaian ringkas, dengan tubuh yang tegap dan wajah yang berwibawa, Kiu-bwe-houw Gan Lok memandang rendah.

"Engkaukah yang bernama Tang Gu It, pemilik toko ini?" tanyanya sambil lalu, sikapnya memandang rendah sekali.

Tadi Tang Gu It sudah mendengar akan guci yang berat itu, dan mendengar betapa dalam segebrakan saja orang ini telah melempar keluar seorang pegawainya yang muda dan kuat. Biarpun dia tidak merasa jerih, akan tetapi dia harus berhati-hati. Dengan sikap hormat dia pun mengangkat kedua tangan ke depan dada.

"Maaf, karena belum pernah berjumpa, maka kami tidak melakukan penyambutan sebagaimana mestinya. Kami telah lama mendengar nama besar Kiu-bwe-houw dari Tai-goan dan kunjungan ini merupakan kehormatan bagi kami. Silahkan Sobat yang gagah masuk saja ke rumah kami di mana kita dapat bicara dengan baik."

Kiu-bwe-houw Gan Lok mengerutkan alisnya. "Aku bukan datang untuk mengobrol atau berkenalan denganmu. Aku datang untuk minta agar guciku ini kau penuhi dengan perak, baru aku akan pergi dengan damai!"

Tentu saja Tang Gu lt merasa penasaran. Sikap orang ini sungguh keterlaluan. "Sobat yang baik, dengan alasan apakah kami harus memenuhi guci ini dengan uang perak? Kami ingin menerimamu sebagai seorang tamu baik-baik, akan tetapi engkau menolak. Nah, kalau begitu, kami persilakan engkau keluar dari toko kami karena kami tidak mempunyai urusan apa pun denganmu!"

Sikap Tang tiu It berwibawa sekali dan mau tidak mau Kiu-bwe-houw Gan Lok agak berkurang kecongkakannya. Dia melihat betapa ruangan di toko itu sempit, penuh dengan barang dagangan, maka kalau sampai dia dikeroyok, akan merugikan dirinya. Sambil menyeringai dia pun melangkah keluar.

"Ha-ha, engkau ingin bicara di luar? Baik, mari kalau engkau ingin tahu mengapa aku datang minta derma seguci uang perak!"

Dengan langkah lebar Si Harimau Ekor Sembilan keluar dari toko. Di luar toko sudah berkumpul banyak penonton yang tertarik melihat ribut-ribut di dalam toko itu. Ketika melihat Si Pengacau itu keluar, para penonton segera menjauh. Di antara para penonton itu Han Beng dan Hui Im. Mereka, baru tiba, akan tetapi begitu melihat ada keributan di toko yang menurut keterangan orang-orang adalah milik Tang Cu It, keduanya tidak masuk dan hanya menonton di luar.

Kini Gan Lok sudah berhadapan dengan Tang Gu It di luar toko. Memang Tang Gu It juga menghendaki agar keributan tidak terjadi di dalam toko. Kalau sampai terjadi' perkelahian di dalam toko, tentu hanya akan merugikan dirinya, barang-barang di tokonya dapat menjadi rusak.

"Nah, Sobat. Sekarang katakan mengapa engkau datang memaksa kami untuk memberi sumbangan seguci uang perak!" Tang Gu It menegur pengacau itu.

Gan Lok tidak segera menjawab, melainkan menoleh ke kanan kiri seolah-olah hendak menyatakan kepada tuan rumah bahwa amat tidak baik kalau percakapan tu didengarkan orang lain.

"Tang Gu It, perlukah kujelaskan itu? Sebaiknya kalau engkau memenuhi guciku dengan perak, an aku akan pergi tanpa banyak rewel lagi. Kalau kuberitahu sebabnya, engkau sekeluarga akan celaka! Ingat akan apa yang terjadi di kota raja, yang menimpa keluarga Souw!" berkata demikian, Gan Lok memberi isarat dengan kedipan mata.

Mendengar itu, berubah wajah Tang Gu It. Apa yang dikhawatirkannya terjadi! Ada orang yang hendak memerasnya karena pembasmian keluarga Souw di kota raja yang dituduh pemberontak. Timbul kemarahan di dalam hatinya. Orang ini adalah seorang penjahat, seorang pemeras tak tahu malu.

"Kiu-bwe-houw, sungguh tidak kusangka bahwa orang yang sudah memiliki nama besar seperti engkau, tiada lain hanyalah seorang pemeras yang tak tahu malu!" bentaknya.

Kiu-bwe-houw Gan Lok tertegun. Tak disangkanya bahwa orang she Tang itu demikian beraninya. Dia sudah memperhitungkan bahwa Tang Gu It tentu akan ketakutan kalau dia menyebut tentang peristiwa yang menimpa keluarga Souw. Tak tahunya, orang she Tang itu malah memakinya!

Sementara itu, Souw Hui Im terkejut mendengar ucapan orang tinggi kurus yang membawa pecut ekor sembilan di punggungnya itu, yang menyinggung tentang keluarga Souw di kota raja. Ia memegang lengan Han Beng, akan tetapi pemuda ini memberi isarat agar ia diam saja dan hanya mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Tang Gu It! Masih berani engkau membuka mulut besar? Apakah engkav menghendaki aku membuka rahasia bahwa engkau adalah keluarga dari pemberontak yang ditumpas pemerintah?"

Tang Gu It menjadi marah. Dia bertolak pinggang lalu menudingkan telunjuknya ke arah muka Kiu-bwe-houw Gan Lok. "Kiu-bwe-houw Gan Lok! Tidak perlu dirahasiakan lagi. Memang orang she Souw di kota raja adalah iparku! Akan tetapi apakah dia pemberontak atau bukan, bukan urusanku dan aku sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan itu! Dia tinggal di kota raja dan aku tinggal di kota ini! Tidak perlu engkau memeras dan mengancam, dan kalau engkau tidak cepat pergi membawa gucimu itu, terpaksa aku akan menghajarmu sebagai seorang pengacau!"

"Ayah, serahkan saja babi tua ini kepadaku!"

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan dari dalam rumah muncul lah seorang pemuda yang tampan dan gagah. Pemuda itu tinggi tegap dan wajahnya jantan. Itulah Tang Ciok An, putra tunggal dari Tang Gu It, seorang pemuda yang tampan dan gagah, dengan kaian yang serba bersih dan rapi, terbuat dari kain sutera yang mahal.

Tang Ciok An sudah mewarisi hampir seluruh ilmu kepandaian ayahnya dan di kota Pei-shen dia terkenal sebagai seorang pemuda yang gagah perkasa dan sukat dicari tandingnya. Sekali melompat, Ciok An yang usianya sudah dua puluh lima tahun itu telah berada di depan Kiu-bwe-houw Gan Lok. Sikapnya angkuh dan memandang rendah lawan, pandang matanya penuh wibawa ketika pemuda perkasa ini menghadapi orang tinggi kurus itu.

"Hemmm, engkaukah yang berjuluk Kiu-bwe-houw Gan Lok? Kudengar tadjj engkau mengancam dan memeras Ayahlj Sungguh engkau seperti orang yang buta tuli, tidak mendengar siapa Ayahku dan tidak melihat bahwa kami adalah orang baik-baik dan kami bukanlah pengecut yang mudah kau gertak! Hayo kau cepat pergi dari sini!"

Melihat munculnya pemuda itu, berdebar rasa jantung dalam dada Hui Ini Ia pernah satu kali melihat Ciok tunangannya dan ia tidak lupa. Itu! tunangannya! Sekarang dia telah menjadi seorang pemuda dewasa yang matang, yang gagah perkasa dan ganteng! Tidak kalah ganteng dan gagahnya dibandingkan Han Beng! Bahkan pakaiannya jauh lebih mewah dan rapi.

Sementara itu, Han Beng juga sudah dapat menduga bahwa tentu pemuda itulah tunangan Hui Im. Diam-diam dia merasa kagum dan bersyukur. Hui Im mempunyai seorang tunangan yang demikian tampan dan gagah perkasa! Dibandingkan dengan dirinya sendiri, kalau pemuda itu dapat diumpamakan seekor merak, dia sendiri hanyalah seekor burung gagak!

"Dia meninggalkan guci kosong di dalam toko!" kata Tang Gu It sambil memandang kepada puteranya dengan bangga.

"Ah, begitukah? Biar kuambil barangnya itu!" kata Ciok An, melangkah ke dalam toko. Semua orang memandangnya, apalagi para pegawai toko yang tadi sudah merasakan sendiri betapa beratnya guci kosong itu.

Melihat bentuk guci, Ciok An dapat menduga bahwa guci itu tentu berat sekali. Maka dia pun sudah siap sedia, Mengerahkan tenaga di dalam kedua tangannya, lalu sekali tarik, dia berhasil mengangkat guci itu. Memang terasa berat sekali olehnya, namun dia mengerahkan tenaga, menahan napas dan mengangkat guci itu tinggi-tinggi, membawanya keluar. Para pegawai toko bersorak dan bertepuk tangan memujinya.

"Nih barangmu, ambillah!" bentak Ciok An sambil melemparkan guci yang berat itu kepada pemiliknya. Kiu-bwe-houw Gan Lok menerima guci kosong itu yang dilontarkan oleh Ciok An. Melihat cara dia menyambut guci berat itu, diam-diam Han Beng mengkhawatirkan keselamatan tunangan Hui Im itu, karena dia dapat mengukur dan menduga bahwa orang tinggi kurus itu memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan tunanga Hui Im.

Biarpun hatinya agak gentar melihat betapa pihak tuan rumah ayah dan anak tidak merasa takut akan ancaman dari usahanya melakukan pemerasan, namun Gan Lok tidak mau mundur begitu saja. Dia sudah terlanjur menjual lagak, kini banyak orang menyaksikan di depan toko, walaupun dalam jarak yang aman dan cukup jauh. Setidaknya, dia harus mampu mengalahkan pemuda sombong ini, pikirnya.

"Hemmm, agaknya keluarga Tang sudah nekat!" katanya lantang. "Tunggu saja kalau pasukan pemerintah datang dan membasmi kalian sebagai keluarga pemberontak!"

"Manusia busuk!" bentak Ciok An arah sambil melangkah maju. "Tidak perlu banyak cerewet. Kalau memang engkau berani, tidak perlu mengancam kami dengan fitnah dan pemerasan! Hayo hadapi aku sebagai laki-laki, kalau memang engkau benar Harimau Berekor Sembilan! Kalau tidak berani, lebih baik kaugulung ekor-ekormu itu dan berjuluk Harimau Ompong dan Buntung!"

Ucapan Ciok An ini memancing gelak tawa orang-orang yang mendengarnya. Diam-diam Han Beng mengerutkan alisnya. Hemmm, pemuda ini agak terlalu mengangkat diri sendiri dan merendahkan orang lain. Sikap angkuh itu sungguh tidak akan menguntungkan dirinya.

"Hemmm!" la mengeluarkan suara tak puas.

"Apa, Twako? Ada apakah?"

Pertanyaan Hui Im itu menyadarkan Han Beng dan mukanya berubah merah. Ih, kenapa dia merasa tidak senang dan mencela pemuda yang menjadi tunangan Hui Im itu? Cemburukah? Iri hatikah?

"Uhhh, tidak apa-apa, Siauw-moi, hanya lihat... itu tentu tunanganmu, dia sungguh gagah perkasa!"

Hui Im diam saja, hanya menundukkan mukanya yang berubah merah. Ia sendiri tidak tahu apakah ia harus gembira ataukah berduka mendengar pujian pemuda itu kepada tunangannya.

Sementara itu, ketika mendengar tantangan pemuda itu yang disusul suara tertawa para penonton, Kiu-bwe-houw Gan Lok menjadi merah mukanya dan dia sudah marah sekali. Dicabutnya pecut berekor sembilan dari punggungnya dan begitu pecut itu dia gerak-gerakkan ke udara, terdengar suara meledak-ledak nyaring. Sembilan ujung pecut itu bagaikan ular-ular hidup menyambar-nyambar.

Melihat ini, semakin besar rasa khawatir di hati Han Beng. Orang ini memang lihai, pikirnya, dan memiliki pandang mata kejam. Orang seperti ini amat berbahaya, tidak akan pantang untuk membunuh tanpa sebab. Diam-diam ia memungut beberapa butir kerikil dan menggenggamnya dalam persiapannya ntuk melindungi tunangan Hui Im. Biarpun dia tidak mempunyai hubungan apa pun dengan keluarga Tang, akan tetapi mendengarkan percakapan mereka tadi, dia pun tahu bahwa orang kurus tinggi pemegang cambuk berekor sembilan itu adalah seorang pemeras.

Hal ini saja sudah membuat hatinya condong berpihak kepada keluarga Tang, apalagi mengingat bahwa pemuda itu adalah tunangan Hui Im. Kini dia pun tahu bahwa berita tentang dibasminya keluarga Souw di kota raja dengan tuduhan pemberontak telah tersiar dan agaknya dipergunakan oleh orang berjuluk Harimau Ekor Sembilan itu untuk memeras keluarga Tang.

Melihat betapa lawannya sudah mengeluarkan senjata pecut, Tang Ciok An lalu mencabut pula pedang yang tadi tergantung di pinggangnya. Dia pun bukan seorang bodoh walaupun wataknya agak tinggi hati. Pemuda ini sejak kecil digembleng oleh ayahnya dan dia pun cukup awas untuk melihat bahwa lawannya adalah seorang yang lihai dan berbahaya maka melihat lawan memegang senjata aneh, dia pun mengeluarkan senjatanya.

"Bocah sombong, majulah kalau engkau ingin dihajar oleh cambukku!" bentak Gan Lok.

"Engkau yang datang mencari perkara, maka engkaulah yang lebih dulu maju menyerang," kata pemuda itu.

Dan sikap ini diam-diam dipuji Han Beng. Cerdik juga pemuda itu, walaupun berwatak tinggi hati. Namun sudah sepatutnya kalau tinggi hati. Bukankah dia seorang pemuda yang tampan, kaya raya, gagah perkasa dan berkedudukan baik dan terpandang di kota itu?

"Bocah sombong, sambutlah cambukku!" Bentak Gan Lok dan dia sudah menyerang dengan sambaran cambuknya dari atas. Sedikitnya empat dari sembilan ekor ujung cambuk itu menyambar dan menyerang dan atas, datang dari berbagai penjuru ke arah kepala, leher dan pundak pemuda itu.

Berbahaya sekali serangan itu, akan tetapi Tang Ciok An masih dapat mengelak dengan loncatan ke belakang sambil memutar pedangnya sehingga empat ekor cambuk yang menyambar itu tidak mengenai sasaran. Secepat kilat, Ciok An sudah membalas dengan terjangan ke depan sambil menusukkan pedangnya ke arah perut lawan. Namun, serangan ini dapat pula digagalkan oleh Gan Lok yang meloncat ke samping dan kini pecutnya yang tadi sudah diputarnya ke belakang, sudah menyambar lagi ke depan. Sekarang bukan hanya ada empat ekor yang menyambar, melainkan tujuh ekor ujung cambuk itu menyambar cepat dan ganas, yang diarah adalah bagian-bagian tubuh yang lemah dan ubun-ubun kepala sampai ke pusar!

Pemuda itu terkejut bukan main. Biarpun dia sudah memutar pedangnya dan kembali meloncat ke belakang, namun nyaris lehernya terkena ujung cambuk. Kemudian, Gan Lok terus menyerang bertubi-tubi dan pemuda itu hanya mampu mengelak sambil menangkis saja. Dia merasa seperti dikeroyok oleh sembilan orang lawan. Ujung-ujung cambuk itu memang lihai sekali, menyerangnya bertubi-tubi dari sudut-sudut yang tidak terduga sehingga Ciok An sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk membalas. Pemuda ini hanya mampu melindungi tubuhnya saja dan terus main mundur. Jelas bahwa dia terancam bahaya dan sewaktu-waktu tentu akan dapat dirobohkan lawan!

Melihat ini, Tang Gu It merasa khawatir sekali. Dia pun dapat melihat betapa puteranya terdesak dan diam-diam dia terkejut. Puteranya sudah memilik kepandaian yang cukup tinggi, hanya sedikit selisihnya dengan tingkatnya sendiri. Kalau Ciok An sama sekali tidak mampu membalas serangan lawan itu, berarti bahwa dia sendiri pun tidak akan dapat menandingi Kiu-bwe-houw Gan Lok!

Akan tetapi, tiba-tiba dia terbelalak! Terjadilah perubahan pada perkelahian itu! Kini bukan Ciok An yang terdesak hebat, melainkan keadaannya berbalik dan Gan Lok yang terdesak oleh pedang di tangan Ciok An! Permainan cambuk ekor sembilan yang tadi demikian lihainya, kini kacau balau dan bahkan beberapa kali ada ujung cambuk yong saling belit dan menjadi ruwet!

Apakah yang sesungguhnya terjadi? Tidak ada yang tahu kecuali Han Beng sendiri, Bahkan Gan Lok sendiri pun hanya dapat merasa terkejut dan terheran-heran. Dia hanya merasa betapa beberapa kali pangkal lengannya terasa nyeri, kesemutan hampir lumpuh seperti terkena totokan, dan permainan cambuknya menjadi kacau, bukan hanya karena lengannya setengah lumpuh.

Akan tetapi juga beberapa kali ekor ujung cambuknya seperti tidak mau menuruti gerakan tangannya, melainkan menyeleweng dan saling libat sampai menjadi ruwet. Tentu saja dia terkejut sekali dan bingung sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dirinya. Yang mengetahi presis hanyalah Han Beng karena hal itu terjadi akibat ulah pemuda ini.

Melihat betapa pemuda tunangan Hui Im terancam bahaya sehingga Hui Im sendiri dapat melihat ini dan gadis itu tampak gelisah, diam-diam Han Beng mempergunakan jari telunjuknya untuk menyentil sebuah kerikil yang menyambar dengan amat cepatnya dan menotok pangkal lengan Kiu-bwe houw Gan Lok dai membuat lengan itu setengah lumpuh. Kemudian, beberapa kali Han Beng menyentil kerikil lain yang tepat mengenal ekor-ekor ujung cambuk yang menjadi kacau dan saling belit!

Setelah Gan Lok menjadi bingung permainan cambuknya menjadi kacau balau, kini Ciok An mendesak dengan pedangnya dan akhirnya dia berhasil melukai pundak kiri dan paha kanan lawan. Gan Lok meloncat ke belakang, lalu menghentikan permainan cambuknya, menjura kepada pemuda itu.

"Baiklah, hari ini aku mengaku kalah. Akan tetapi hari-hari masih banyak dan kelak aku akan menembus kekalahan hari ini!" berkata demikian, dia lalu mengambil gucinya yang masih kosong dan meninggalkan tempat itu.

Tentu saja semua orang bertepuk tangan memuji dan saking gembiranya melihat betapa perkelahian itu berubah dengan kemenangan di tangan puteranya, Tang Gu It gembira bukan main.

"Kiu-bwe-houw, tunggu dulu !" teriaknya sambil meloncat ke dekat orang yang mau pergi itu dan dia mengeluarkan sepotong perak. "Aku bukan seorang yang pelit dan setiap ada orang yang datang minta sumbangan, sudah pasti kuberi. Nah, inilah sepotong besar perak kuberikan untuk sumbangan!" Dia melemparkan potongan perak itu yang dengan cepat masuk ke dalam guci yang dipangku Gan Lok.

Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Gan Lok melotot. Pemberian itu dirasakan sebagai penghinaan dan mukanya menjadi merah. Akan tetapi dia mengangguk tanpa berkata sesuatu pun, lalu pergi dengan tergesa-gesa, mukanya merah padam karena malu, penasaran dan marah. Diam-diam Kiu-bwe-houw Can Lok masih merasa bingung dan heran. Jelas bahwa dia tadi hampir memperoleh kemenangan dan pemuda itu didesaknya sehingga tidak mampu membalas serangannya.

Akan tetapi, mengapa lengan kanannya tiba-tiba menjadi setengah lumpuh dan ekor-ekor cambuknya menjadi kacau balau? Kemudian menyadari. Ah, tentu ada orang pandai diam-diam membantu pemuda itu. Kalau yang membantu itu adalah Tang Gu It sendiri, maka betapa hebat kepandaian orang itu! Dia pun menjadi jerih sekali.

Ciok An sendiri merasa bangga bukan main. Matanya bersinar-sinar wajahnya yang tampan itu berseri ketika dia memasukkan pedangnya ke sarung pedang yang tergantung dipinggangnya. Bibirnya tersenyum manis dan dengan congkak dia memandang ke sekeliling, menikmati pandang mata orang banyak yang ditujukan kepadanya dengan kagum. Para penonton itu segera bubaran dan tentu saja menjadi juru-juru warta yang amat baik sehingga nama Tang Ciok An disanung-sanjung dan dipuji-puji.

Hanya dua orang yang tidak meninggalkan tempat itu. Mereka adalah Han Beng dan Hui Im. Setelah semua orang pergi, Hui Im lalu menghampiri Tang Gu It dan Ciok An yang sudah bergerak hendak memasuki toko mereka, dan Han Beng hanya mengikuti gadis itu.

“Paman...!” Hui Im berkata sambil memberi hormat ketika ia berhadapan dengan Tang Gu It.

Pria berusia lima puluh tahun yang berperawakan gagah dan berwibawa itu, dengan pakaian yang jelas menunjukkan bahwa dia seorang hartawan, menjadi heran mendengar sebutan itu. Dia memandang kepada Hui m dan juga kepada Han Beng. Agaknya dia sudah lupa sama sekali kepada keponakan yang juga menjadi calon mantunya ini, apalagi karena dia sama sekali tidak menyangka bahwa gadis itu akan muncul di situ.

"Maaf, siapakah Nona...?" tanyanya sambil mengerutkan alisnya dan memandang tajam. Juga Ciok An memandang kepada gadis itu, lalu kepada Ha Beng yang mendampinginya.

"Paman, lupakah Paman kepada saya? Saya Souw Hui Im..."

"Ahhh!" Tang Cu It berseru kaget dan kini baru dia mengenal keponakannya itu. Juga Ciok An tertegun dan mengamati gadis yang cantik itu dengan jantung berdebar, akan tetapi alisnya berkerut ketika dia melihat ada seorang pemuda sederhana namun tampan, seperti seorang pemuda dusun, yang menemani tunangannya itu.

"Mari, mari kita masuk dan bicara di dalam...!" kata Tang Gu It sambil memandang ke kanan kiri. Tentu saja timbul kekhawatiran di dalam hatinya kalau-kalau ada yang mengetahui bahwa gadis ini adalah puteri Souw Kun Tiong yang dituduh memberontak.

Hui Im mengangguk dan menoleh pada Han Beng. Pemuda itu nampak ragu untuk ikut masuk, akan tetapi gadis itu berkata, "Marilah, Toako."

Mereka memasuki pekarangan rumah setelah menembus toko ke belakang, dan Ciok An yang sejak tadi merasa tidak senang dengan kehadiran Han Beng segera bertanya,

"Akan tetapi, siapakah dia Ini?" Dia menuding ke arah Han Beng.

"Dia ah, sebaiknya kalau kita bicarakan semua di dalam. Bagaimana, Paman?" kata Hui Im.

Pamannya mengangguk. "Baik, memang seharusnya begitu. Mari kita masuk ke dalam saja. Engkau juga, orang muda," ajaknya kepada Han Beng yang kembali bersikap ragu-ragu ketika mendengar pertanyaan tunangan Hui Im tadi.

Tuan rumah membawa dua orang tamu muda itu ke ruangan dalam dan mereka disambut pula oleh isteri Tang Gu It yang tentu saja merasa terkejut akan tetapi juga girang melihat betapa keponakan suaminya atau juga calon mantunya itu berada dalam keadaan selamat, walaupun seperti juga puteranya, wanita ini mengerutkan alisnya ketika melihat bahwa gadis calon mantunya itu datang bersama seorang pemuda yang tidak mereka kenal sama sekali.

"Paman Tang Gu it, dan Bibi, perkenankan saya lebih dulu memperkenalkan Saudara ini. Dia bernama Si Han Beng, dan Toako inilah yang telah mengantar saya sampai ke sini. Toako, mereka inilah keluarga Tang seperti yang saya ceritakan kepadamu. Ini adalah Paman Tang Gu it dan isterinya, dan dia... dia adalah Kanda Tang Ciok An.”

Han Beng bangkit berdiri dan memberi hormat kepada tiga orang itu yang disambut dengan dingin saja oleh mereka bertiga, terutama sekali oleh Ciok An dan ibunya. Dua orang ini tetap merasa tidak suka melihat gadis itu diantar oleh seorang pemuda asing dalam melakukan perjalanan yang demikian jauhnya.

"Nah, sekarang ceritakan apa yang telah terjadi dengan Ayahmu. Ketahuilah, Hui Im. Baru-baru ini aku sendiri pergi ke kota raja berkunjung ke rumah keluargamu. Akan tetapi yang kudapat hanyalah berita yang mengejutkan itu. Aku mendengar pula bahwa engkau lolos dan tidak ada seorang pun tahu ke mana engkau pergi. Bagaimana kini tiba-tiba dapat muncul di sini...?"

Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 24

MENDENGAR berita ini, Tang Ciok An seorang pemuda yang berwajah tampan dan bersikap gagah dan tinggi hati, segera berkata,

"Ayah, kalau begitu, biarlah aku pergi mencari Piauw-moi (Adik Misan) Souw Hui Im!" Pemuda ini pun sejak kecil mempelajari ilmu silat dari ayahnya dan dia menganggap ayahnya dan dirinya sebagai pendekar-pendekar yang disegani di kota Pei-shen.

"Jangan lakukan itu, Ciok An!" cegah ayahnya. "Kalau engkau pergi sendiri, atau aku, hal itu berbahaya sekali. Mereka itu dibasmi pemerintah karena menjadi anggauta atau murid Siauw-lim-pai! Jangan mengkhawatirkan nasib calon istermu, aku tidak akan tinggal diam dan akan menyebar orang-orang untuk mencari dan menyelidiki ke mana ia pergi."

"Ayah aku ingin mencari Piauw-moi bukan karena ia calon isteriku saja. Terutama sekali karena bagaimanapun juga, ia itu adik misanku, puteri mendiang Bibiku. Tentang perjodohanku dengannya, andaikata tidak jadi pun tidak mengapa, Ayah. Masih banyak gadis yang akan suka menjadi isteriku."

"Benar sekali!" kata Ibunya. "Memang sejak dulu aku pun kurang setuju dia menikah cengan adik misan sendiri. Kata orang tua, hal ini hanya akan mendatangkan bencana. Dan lihat saja, bencana telah menimpa keluarga Souw!"

Mendengar ucapan putera dan isterinya, Tang Gu It mengibaskan tangannya dan berkata dengan nada suara jengkel, "Sudahlah, sudahlah, jangin ribut. Urusan ini gawat sekali, dan dapat saja kita tersangkut. Kalian diam saja dan menanti, aku akan menyuruh orang untuk melakukan penyelidikan ke kota raja.”

Apa yang dikhawatirkan Tang Gu It memang terjadi. Dua hari kemudian, pada suatu hari di tokonya muncul orang laki-laki tinggi kurus, berusia kurang lebih enam puluh tahun. Pakaiannya ringkas seperti pakaian orang di dunia kang-ouw, apalagi di punggungnya terdapat sebatang pecut ekor sembilan dan sikapnya serius sekali. Dia membawa sebuah guci dari besi yang bermulut lebar dan guci yang cukup besar itu ditempelkan tulisan bahwa dia adalah seorang pengumpul derma!

Biasanya, yang mengumpulkan derma seperti itu hayalah para pendeta dan pengurus perkumpulan sosial, akan tetapi laki-laki ini tidak memperlihatkan bahwa dia seorang pendeta, juga tidak ada tanda-tanda bahwa dia seorang pengurus perkumpul tertentu yang mengharapkan bantuan sukarela dan para hartawan.

"Krekkkkk!" Kaki meja di toko itu mengeluarkan bunyi hampir patah-patah ketika dia meletakan guci itu di atas meja.

"Heiiiii, jangan taruh benda berat itu di situ!" teriak seorang pegawai toko. "Turunkan saja!"

Melihat betapa laki-laki tinggi kurus itu sama sekali tidak bergerak untuk menurunkan gucinya, hanya berdiri seperti patung membisu, Si Pegawai toko lalu menghampiri dan mencoba untuk menurunkan guci itu. Akan tetapi, benda itu sama sekali tidak bergerak saking beratnya! Beberapa kali dia mengerahkan tenaga namun sia-sia belaka.

"A-kiu, bantu aku menurunkan benda ini. Meja kita bisa runtuh kalau tidak diturunkan!" teriaknya kepada seorang temannya. Dua orang pegawai itu mengerahkan tenaga dan mencoba, akan tetapi tetap saja benda itu tidak bergerak! Bukan main beratnya benda itu!

Pengurus toko, seorang laki-laki berusia enam puluhan, kepercayaan Tang Gu It, segera menghampiri dan memberi isyarat kepada dua orang bawahannya untuk mundur. Dia tahu bahwa laki-laki tinggi kurus ini tentu seorang kang-ouw yang hendak minta derma, maka dia pun merangkap kedua tangan ke depan dada memberi hormat.

"Harap maafkan dua orang pembantu kami. Tidak tahu siapakah Ho-han (Pendekar) dan apa puia keperluan Ho-han berkunjung ke toko kami? Harap jelaskan agar kami dapat menyampaikan kepada majikan kami."

Orang itu agaknya senang disebut ho-han (sebutan pendekar atau patriot) akan tetapi masih bersikap angkuh. "Hemmm, di mana Tang Gu It? Suruh dia keluar bicara dengan aku!"

Melihat sikap ini, tentu saja para pegawai di toko itu menjadi tidak senang. Akan tetapi, pengurus itu menyabarkan mereka dan dia pun tidak ingin majikannya harus turun tangan sendiri menghadapi peristiwa yang dianggapnya hanya gangguan kecil ini. Dia akan mengatasinya sendiri.

"Ho-han datang membawa guci untuk minta derma? Baiklah, kami akan menderma. Nah, ini sumbangan kami, kiranya cukup banyak dan tidak kalah dibandingkan sumbangan para pemilik toko lainnya." Dia mengeluarkan dua potong uang perak dan memasukkannya ke dalam guci. Suara nyaring dari dua potong perak itu menunjukkan bahwa guci itu masih kosong!

Laki-laki tinggi kurus itu mengerutkan alis, matanya memandang beringas dan dia mengeluarkan dua potong perak itu dari dalam guci, mengamatinya dan berkata, "Kalian kira aku Kiu-bwe-houw (Harimau Ekor Sembilan) datang untuk mengemis? Aku bukan mengemis!" Dia lalu menekan dua potong perak itu ke atas meja kayu tebal dan potongan perak itu melesak masuk ke dalam kayu sampai rata dengan permukaan meja!

Melihat ini, para pegawai menjadi panik dan pengurus toko menjadi pucat mukanya. Akan tetapi, bagaimanapun juga, mereka adalah pegawai-pegawai dari seorang ahli silat yang terkenal, maka biarpun mereka tidak pandai silat, hati mereka cukup besar. Pengurus itu lalu memberi hormat pula.

"Aih, Sobat yang baik. Kalau memang kurang, biarlah kami tambah lagi. Berapa yang kau butuhkan, Ho-han?"

"Penuhi guci ini dengan perak!" kata orang yang berjuluk Kiu-bwe-houw itu.

Para pembaca tentu masih ingat kepada orang ini. Dia adalah Kiu-bwe-houw Can Lok, seorang jagoan besar dari Taigoan yang amat terkenal di dunia kang-ouw, terutama sekali senjatanya berupa cambuk ekor sembilan dan cakar harimaunya. Dialah seorang di antara mereka yang pernah memperebutkan anak naga di pusaran maut Sungai Kuning (Huang-ho) akan tetapi telah gagal karena "anak naga" itu jatuh ke tangan Si Han Beng, Bu Giok Cu, dan Liu Bhok Ki. Sebagian besar darah anak naga itu disedot dan diminum oleh Han Beng, sebagian lagi oleh Giok Cu, dan kepalanya dimakan oleh Liu Bhok Ki sehingga menyembuhkan luka beracun yang dideritanya.

Kiu-bwe-houw Gan Lok adalah seorang jagoan, sebetulnya bukan seorang yang pekerjaannya merampok atau mencuri. Sama sekali tidak. Dia menganggap dirinya seorang datuk yang ditakuti dan dia tidak mau melakukan pekerjaan rendah sehingga dia akan dicap perampok, pencuri atau penjahat. Akan tetapi, kalau dia membutuhkan uang, dia datangi saja orang-orang kaya dan dia minta begitu saja dengan ancaman!

Sekarang ini, dia membutuhkan banyak uang karena dia sudah merasa tua dan, ingin mengundurkan diri, hidup berkecukupan dengan uang yang besar jumlahnya. Selagi dia mencari jalan bagaimana untuk memperoleh uang banyak tanpa sukar, tiba-tiba saja dia mendengar bahwa hartawan Tang Gu It adalah masih terhitung ipar bahkan calon besan dari Souw Kun Tiong di kota raja, yang dicap pemberontak dan kaki tangan Siauw-lim-pai oleh pemerintah. Kesempatan baik ini tidak disia-siakan dan pada pagi hari itu dia pun muncul di toko milik keluarga Tang dan menuntut uang sumbangan yang amat banyak!

Mendengar bahwa orang itu menuntut sumbangan perak seguci penuh, semua pegawai di toko itu terbelalak. Pengurus itu pun menjadi pucat wajahnya, dan maklumlah dia bahwa orang ini memang datang untuk mencari gara-gara! Bagaimana mungkin memenuhi guci besar itu dengan perak? Mungkin kalau separuh isi toko dijual, belum tentu bisa memenuhi guci itu dengan perak. Jumlah yang amat besar, cukup untuk modal berdagang sedikitnya tentu akan muat lima ratus tail!

"Aih, Sobat yang baik! Harap jangan main-main! Mana mungkin kami memberi sedekah sebanyak itu? Kami tidak mempunyai perak sebanyak itu!" katanya. Kiu-bwe houw mengerutkan alisnya dan suaranya terdengar marah penuh ancaman. "Kalian ini pegawai-pegawai yang tidak tahu apa-apa, jangan banyak cerewet lagi. Penuhi guci ini dengan perak. Kalau kalian tidak memilikinya, panggil keluar Tang Cu It. Dia harus memenuhi guci ini dengan perak murni, atau kalau tidak, keluarga ini akan kuhancurkan!"

Mendengar ucapan ini, seorang pegawai muda yang pernah belajar silat menjadi marah. Dia berusia dua puluh lima tahun, tubuhnya tinggi besar dan dia memiliki tenaga tiga kali orang biasa. Dia baru saja datang melaksanakan tugas luar dan mendengan ucapan itu, dia men¬adi marah sekali.

"Hem, engkau ini sungguh kurang ajar! Mana ada aturan orang minta-minta sumbangan melebihi rampok seperti itu? Hayo pergi kau!"

Kiu-bwe houw mengerutkan alisnya dan suaranya terdengar marah penuh ancaman. "Kalian ini pegawai-pegawai yang tidak tahu apa-apa, jangan banyak cerewet lagi. Penuhi guci ini dengan perak. Kalau kalian tidak memilikinya, panggil keluar Tang Cu It. Dia harus memenuhi guci ini dengan perak murni, atau kalau tidak, keluarga ini akan kuhancurkan!"

Mendengar ucapan ini, seorang pegawai muda yang pernah belajar silat menjadi marah. Dia berusia dua puluh lima tahun, tubuhnya tinggi besar dan dia memiliki tenaga tiga kali orang biasa. Dia baru saja datang melaksanakan tugas luar dan mendengan ucapan itu, dia menjadi marah sekali.

"Hem, engkau ini sungguh kurang ajar! Mana ada aturan orang minta-minta sumbangan melebihi rampok seperti itu? Hayo pergi kau!"

Melihat pemuda tinggi besar itu, Kiu-bwe-houw Gan L ok tersenyum mengejek, memperlihatkan giginya yang sudah - anyak rusak. "Hemmm, kalau aku tidak mau pergi sebelum guci ini dipenuhi I erak, kau mau apa?"

"Aku akan melemparkanmu keluar seperti ini!" Pemuda itu menggerakkan dua lengannya yang besar dan berotot untuk menangkap pundak laki-laki tua yang tinggi kurus itu.

Gan Lok tidak mengelak sehingga kedua pundaknya dicengkeram pemuda itu yang mengerahkan tenaga untuk mengangkat tubuhnya dan dilemparkan keluar. Akan tetapi, terjadi keanehan! Sedikit pun tubuh yang tinggi kurus itu tidak bergerak walaupun Si Pemuda Tinggi Besar sudah mengerahkan semua tenaganya.

"Hemmm, tikus sombong, pergilah kau!" terdengar Kiu-bwe-houw Gan Lok berseru, kedua tangannya yang kecil bergerak cepat, menepuk punggung pemuda itu yang menjadi lemas seketika dan tiba-tiba saja jagoan dari Tai-goan itu telah mengangkat Si Pemuda dan melemparkannya keluar toko.

"Brukkkkk!" Tubuh pemuda tinggi besar itu terbanting keluar toko! Ancaman pemuda itu kini berbalik, bukan Kiu-bwe-houw Gan Lok yang dilempar keluar, melainkan dia sendiri!

Gegerlah di toko itu. Semua pegawai berlari keluar, bukan hanya untuk mej nolong pemuda tadi, melainkan untuk menjauhi Si Tinggi Kurus yang ternyata amat lihai itu. Sang Pengurus toko sudah lari menyelinap ke dalam rumah belakang toko memberi laporan.

Kiu-bwe-houw Gan Lok masih berdiri di dekat meja di mana berdiri pula gucinya yang tinggi besar dan berat ketika Tang Gu It memasuki tokonya. Tang Gu It tadi terkejut mendengar peristiwa di dalam tokonya, apalagi ketika mendengar bahwa perusuh itu mengaku berjuluk Kiu-bwe-houw! Sebagai seorang ahli silat yang banyak mengenal tokoh-tokoh dunia kang-ouw, tentu saja dia pernah mendengar nama jagoan Tai-goan ini walaupun belum pernah melihat orangnya. Dia pun merasa heran mengapa tiada hujan tiada angin, tokoh kang-ouw itu mengganggu dia, padahal di antara mereka tidak ada hubungan atau urusan apa pun juga. Dengan hati-hati dia pun memasuki tokonya.

Kini kedua orang itu saling berhadapan dan saling pandang sejenak, sementara itu para pegawai toko hanya melihat dari kejauhan. Tentu saja mereka semua mengharapkan majikan mereka yang terkenal lihai akan memberi hajaran kepada pemungut derma yang kurang ajar itu.

Biarpun tubuh tinggi kurus dari Gan Lok itu tidak mengesankan, kecuali sinar matanya yang menyeramkan dan wajahnya yang bengis, namun Tang Gu It tidak berani memandang rendah. Sebaliknya, melihat munculnya seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun yang berpakaian ringkas, dengan tubuh yang tegap dan wajah yang berwibawa, Kiu-bwe-houw Gan Lok memandang rendah.

"Engkaukah yang bernama Tang Gu It, pemilik toko ini?" tanyanya sambil lalu, sikapnya memandang rendah sekali.

Tadi Tang Gu It sudah mendengar akan guci yang berat itu, dan mendengar betapa dalam segebrakan saja orang ini telah melempar keluar seorang pegawainya yang muda dan kuat. Biarpun dia tidak merasa jerih, akan tetapi dia harus berhati-hati. Dengan sikap hormat dia pun mengangkat kedua tangan ke depan dada.

"Maaf, karena belum pernah berjumpa, maka kami tidak melakukan penyambutan sebagaimana mestinya. Kami telah lama mendengar nama besar Kiu-bwe-houw dari Tai-goan dan kunjungan ini merupakan kehormatan bagi kami. Silahkan Sobat yang gagah masuk saja ke rumah kami di mana kita dapat bicara dengan baik."

Kiu-bwe-houw Gan Lok mengerutkan alisnya. "Aku bukan datang untuk mengobrol atau berkenalan denganmu. Aku datang untuk minta agar guciku ini kau penuhi dengan perak, baru aku akan pergi dengan damai!"

Tentu saja Tang Gu lt merasa penasaran. Sikap orang ini sungguh keterlaluan. "Sobat yang baik, dengan alasan apakah kami harus memenuhi guci ini dengan uang perak? Kami ingin menerimamu sebagai seorang tamu baik-baik, akan tetapi engkau menolak. Nah, kalau begitu, kami persilakan engkau keluar dari toko kami karena kami tidak mempunyai urusan apa pun denganmu!"

Sikap Tang tiu It berwibawa sekali dan mau tidak mau Kiu-bwe-houw Gan Lok agak berkurang kecongkakannya. Dia melihat betapa ruangan di toko itu sempit, penuh dengan barang dagangan, maka kalau sampai dia dikeroyok, akan merugikan dirinya. Sambil menyeringai dia pun melangkah keluar.

"Ha-ha, engkau ingin bicara di luar? Baik, mari kalau engkau ingin tahu mengapa aku datang minta derma seguci uang perak!"

Dengan langkah lebar Si Harimau Ekor Sembilan keluar dari toko. Di luar toko sudah berkumpul banyak penonton yang tertarik melihat ribut-ribut di dalam toko itu. Ketika melihat Si Pengacau itu keluar, para penonton segera menjauh. Di antara para penonton itu Han Beng dan Hui Im. Mereka, baru tiba, akan tetapi begitu melihat ada keributan di toko yang menurut keterangan orang-orang adalah milik Tang Cu It, keduanya tidak masuk dan hanya menonton di luar.

Kini Gan Lok sudah berhadapan dengan Tang Gu It di luar toko. Memang Tang Gu It juga menghendaki agar keributan tidak terjadi di dalam toko. Kalau sampai terjadi' perkelahian di dalam toko, tentu hanya akan merugikan dirinya, barang-barang di tokonya dapat menjadi rusak.

"Nah, Sobat. Sekarang katakan mengapa engkau datang memaksa kami untuk memberi sumbangan seguci uang perak!" Tang Gu It menegur pengacau itu.

Gan Lok tidak segera menjawab, melainkan menoleh ke kanan kiri seolah-olah hendak menyatakan kepada tuan rumah bahwa amat tidak baik kalau percakapan tu didengarkan orang lain.

"Tang Gu It, perlukah kujelaskan itu? Sebaiknya kalau engkau memenuhi guciku dengan perak, an aku akan pergi tanpa banyak rewel lagi. Kalau kuberitahu sebabnya, engkau sekeluarga akan celaka! Ingat akan apa yang terjadi di kota raja, yang menimpa keluarga Souw!" berkata demikian, Gan Lok memberi isarat dengan kedipan mata.

Mendengar itu, berubah wajah Tang Gu It. Apa yang dikhawatirkannya terjadi! Ada orang yang hendak memerasnya karena pembasmian keluarga Souw di kota raja yang dituduh pemberontak. Timbul kemarahan di dalam hatinya. Orang ini adalah seorang penjahat, seorang pemeras tak tahu malu.

"Kiu-bwe-houw, sungguh tidak kusangka bahwa orang yang sudah memiliki nama besar seperti engkau, tiada lain hanyalah seorang pemeras yang tak tahu malu!" bentaknya.

Kiu-bwe-houw Gan Lok tertegun. Tak disangkanya bahwa orang she Tang itu demikian beraninya. Dia sudah memperhitungkan bahwa Tang Gu It tentu akan ketakutan kalau dia menyebut tentang peristiwa yang menimpa keluarga Souw. Tak tahunya, orang she Tang itu malah memakinya!

Sementara itu, Souw Hui Im terkejut mendengar ucapan orang tinggi kurus yang membawa pecut ekor sembilan di punggungnya itu, yang menyinggung tentang keluarga Souw di kota raja. Ia memegang lengan Han Beng, akan tetapi pemuda ini memberi isarat agar ia diam saja dan hanya mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Tang Gu It! Masih berani engkau membuka mulut besar? Apakah engkav menghendaki aku membuka rahasia bahwa engkau adalah keluarga dari pemberontak yang ditumpas pemerintah?"

Tang Gu It menjadi marah. Dia bertolak pinggang lalu menudingkan telunjuknya ke arah muka Kiu-bwe-houw Gan Lok. "Kiu-bwe-houw Gan Lok! Tidak perlu dirahasiakan lagi. Memang orang she Souw di kota raja adalah iparku! Akan tetapi apakah dia pemberontak atau bukan, bukan urusanku dan aku sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan urusan itu! Dia tinggal di kota raja dan aku tinggal di kota ini! Tidak perlu engkau memeras dan mengancam, dan kalau engkau tidak cepat pergi membawa gucimu itu, terpaksa aku akan menghajarmu sebagai seorang pengacau!"

"Ayah, serahkan saja babi tua ini kepadaku!"

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan dari dalam rumah muncul lah seorang pemuda yang tampan dan gagah. Pemuda itu tinggi tegap dan wajahnya jantan. Itulah Tang Ciok An, putra tunggal dari Tang Gu It, seorang pemuda yang tampan dan gagah, dengan kaian yang serba bersih dan rapi, terbuat dari kain sutera yang mahal.

Tang Ciok An sudah mewarisi hampir seluruh ilmu kepandaian ayahnya dan di kota Pei-shen dia terkenal sebagai seorang pemuda yang gagah perkasa dan sukat dicari tandingnya. Sekali melompat, Ciok An yang usianya sudah dua puluh lima tahun itu telah berada di depan Kiu-bwe-houw Gan Lok. Sikapnya angkuh dan memandang rendah lawan, pandang matanya penuh wibawa ketika pemuda perkasa ini menghadapi orang tinggi kurus itu.

"Hemmm, engkaukah yang berjuluk Kiu-bwe-houw Gan Lok? Kudengar tadjj engkau mengancam dan memeras Ayahlj Sungguh engkau seperti orang yang buta tuli, tidak mendengar siapa Ayahku dan tidak melihat bahwa kami adalah orang baik-baik dan kami bukanlah pengecut yang mudah kau gertak! Hayo kau cepat pergi dari sini!"

Melihat munculnya pemuda itu, berdebar rasa jantung dalam dada Hui Ini Ia pernah satu kali melihat Ciok tunangannya dan ia tidak lupa. Itu! tunangannya! Sekarang dia telah menjadi seorang pemuda dewasa yang matang, yang gagah perkasa dan ganteng! Tidak kalah ganteng dan gagahnya dibandingkan Han Beng! Bahkan pakaiannya jauh lebih mewah dan rapi.

Sementara itu, Han Beng juga sudah dapat menduga bahwa tentu pemuda itulah tunangan Hui Im. Diam-diam dia merasa kagum dan bersyukur. Hui Im mempunyai seorang tunangan yang demikian tampan dan gagah perkasa! Dibandingkan dengan dirinya sendiri, kalau pemuda itu dapat diumpamakan seekor merak, dia sendiri hanyalah seekor burung gagak!

"Dia meninggalkan guci kosong di dalam toko!" kata Tang Gu It sambil memandang kepada puteranya dengan bangga.

"Ah, begitukah? Biar kuambil barangnya itu!" kata Ciok An, melangkah ke dalam toko. Semua orang memandangnya, apalagi para pegawai toko yang tadi sudah merasakan sendiri betapa beratnya guci kosong itu.

Melihat bentuk guci, Ciok An dapat menduga bahwa guci itu tentu berat sekali. Maka dia pun sudah siap sedia, Mengerahkan tenaga di dalam kedua tangannya, lalu sekali tarik, dia berhasil mengangkat guci itu. Memang terasa berat sekali olehnya, namun dia mengerahkan tenaga, menahan napas dan mengangkat guci itu tinggi-tinggi, membawanya keluar. Para pegawai toko bersorak dan bertepuk tangan memujinya.

"Nih barangmu, ambillah!" bentak Ciok An sambil melemparkan guci yang berat itu kepada pemiliknya. Kiu-bwe-houw Gan Lok menerima guci kosong itu yang dilontarkan oleh Ciok An. Melihat cara dia menyambut guci berat itu, diam-diam Han Beng mengkhawatirkan keselamatan tunangan Hui Im itu, karena dia dapat mengukur dan menduga bahwa orang tinggi kurus itu memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan tunanga Hui Im.

Biarpun hatinya agak gentar melihat betapa pihak tuan rumah ayah dan anak tidak merasa takut akan ancaman dari usahanya melakukan pemerasan, namun Gan Lok tidak mau mundur begitu saja. Dia sudah terlanjur menjual lagak, kini banyak orang menyaksikan di depan toko, walaupun dalam jarak yang aman dan cukup jauh. Setidaknya, dia harus mampu mengalahkan pemuda sombong ini, pikirnya.

"Hemmm, agaknya keluarga Tang sudah nekat!" katanya lantang. "Tunggu saja kalau pasukan pemerintah datang dan membasmi kalian sebagai keluarga pemberontak!"

"Manusia busuk!" bentak Ciok An arah sambil melangkah maju. "Tidak perlu banyak cerewet. Kalau memang engkau berani, tidak perlu mengancam kami dengan fitnah dan pemerasan! Hayo hadapi aku sebagai laki-laki, kalau memang engkau benar Harimau Berekor Sembilan! Kalau tidak berani, lebih baik kaugulung ekor-ekormu itu dan berjuluk Harimau Ompong dan Buntung!"

Ucapan Ciok An ini memancing gelak tawa orang-orang yang mendengarnya. Diam-diam Han Beng mengerutkan alisnya. Hemmm, pemuda ini agak terlalu mengangkat diri sendiri dan merendahkan orang lain. Sikap angkuh itu sungguh tidak akan menguntungkan dirinya.

"Hemmm!" la mengeluarkan suara tak puas.

"Apa, Twako? Ada apakah?"

Pertanyaan Hui Im itu menyadarkan Han Beng dan mukanya berubah merah. Ih, kenapa dia merasa tidak senang dan mencela pemuda yang menjadi tunangan Hui Im itu? Cemburukah? Iri hatikah?

"Uhhh, tidak apa-apa, Siauw-moi, hanya lihat... itu tentu tunanganmu, dia sungguh gagah perkasa!"

Hui Im diam saja, hanya menundukkan mukanya yang berubah merah. Ia sendiri tidak tahu apakah ia harus gembira ataukah berduka mendengar pujian pemuda itu kepada tunangannya.

Sementara itu, ketika mendengar tantangan pemuda itu yang disusul suara tertawa para penonton, Kiu-bwe-houw Gan Lok menjadi merah mukanya dan dia sudah marah sekali. Dicabutnya pecut berekor sembilan dari punggungnya dan begitu pecut itu dia gerak-gerakkan ke udara, terdengar suara meledak-ledak nyaring. Sembilan ujung pecut itu bagaikan ular-ular hidup menyambar-nyambar.

Melihat ini, semakin besar rasa khawatir di hati Han Beng. Orang ini memang lihai, pikirnya, dan memiliki pandang mata kejam. Orang seperti ini amat berbahaya, tidak akan pantang untuk membunuh tanpa sebab. Diam-diam ia memungut beberapa butir kerikil dan menggenggamnya dalam persiapannya ntuk melindungi tunangan Hui Im. Biarpun dia tidak mempunyai hubungan apa pun dengan keluarga Tang, akan tetapi mendengarkan percakapan mereka tadi, dia pun tahu bahwa orang kurus tinggi pemegang cambuk berekor sembilan itu adalah seorang pemeras.

Hal ini saja sudah membuat hatinya condong berpihak kepada keluarga Tang, apalagi mengingat bahwa pemuda itu adalah tunangan Hui Im. Kini dia pun tahu bahwa berita tentang dibasminya keluarga Souw di kota raja dengan tuduhan pemberontak telah tersiar dan agaknya dipergunakan oleh orang berjuluk Harimau Ekor Sembilan itu untuk memeras keluarga Tang.

Melihat betapa lawannya sudah mengeluarkan senjata pecut, Tang Ciok An lalu mencabut pula pedang yang tadi tergantung di pinggangnya. Dia pun bukan seorang bodoh walaupun wataknya agak tinggi hati. Pemuda ini sejak kecil digembleng oleh ayahnya dan dia pun cukup awas untuk melihat bahwa lawannya adalah seorang yang lihai dan berbahaya maka melihat lawan memegang senjata aneh, dia pun mengeluarkan senjatanya.

"Bocah sombong, majulah kalau engkau ingin dihajar oleh cambukku!" bentak Gan Lok.

"Engkau yang datang mencari perkara, maka engkaulah yang lebih dulu maju menyerang," kata pemuda itu.

Dan sikap ini diam-diam dipuji Han Beng. Cerdik juga pemuda itu, walaupun berwatak tinggi hati. Namun sudah sepatutnya kalau tinggi hati. Bukankah dia seorang pemuda yang tampan, kaya raya, gagah perkasa dan berkedudukan baik dan terpandang di kota itu?

"Bocah sombong, sambutlah cambukku!" Bentak Gan Lok dan dia sudah menyerang dengan sambaran cambuknya dari atas. Sedikitnya empat dari sembilan ekor ujung cambuk itu menyambar dan menyerang dan atas, datang dari berbagai penjuru ke arah kepala, leher dan pundak pemuda itu.

Berbahaya sekali serangan itu, akan tetapi Tang Ciok An masih dapat mengelak dengan loncatan ke belakang sambil memutar pedangnya sehingga empat ekor cambuk yang menyambar itu tidak mengenai sasaran. Secepat kilat, Ciok An sudah membalas dengan terjangan ke depan sambil menusukkan pedangnya ke arah perut lawan. Namun, serangan ini dapat pula digagalkan oleh Gan Lok yang meloncat ke samping dan kini pecutnya yang tadi sudah diputarnya ke belakang, sudah menyambar lagi ke depan. Sekarang bukan hanya ada empat ekor yang menyambar, melainkan tujuh ekor ujung cambuk itu menyambar cepat dan ganas, yang diarah adalah bagian-bagian tubuh yang lemah dan ubun-ubun kepala sampai ke pusar!

Pemuda itu terkejut bukan main. Biarpun dia sudah memutar pedangnya dan kembali meloncat ke belakang, namun nyaris lehernya terkena ujung cambuk. Kemudian, Gan Lok terus menyerang bertubi-tubi dan pemuda itu hanya mampu mengelak sambil menangkis saja. Dia merasa seperti dikeroyok oleh sembilan orang lawan. Ujung-ujung cambuk itu memang lihai sekali, menyerangnya bertubi-tubi dari sudut-sudut yang tidak terduga sehingga Ciok An sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk membalas. Pemuda ini hanya mampu melindungi tubuhnya saja dan terus main mundur. Jelas bahwa dia terancam bahaya dan sewaktu-waktu tentu akan dapat dirobohkan lawan!

Melihat ini, Tang Gu It merasa khawatir sekali. Dia pun dapat melihat betapa puteranya terdesak dan diam-diam dia terkejut. Puteranya sudah memilik kepandaian yang cukup tinggi, hanya sedikit selisihnya dengan tingkatnya sendiri. Kalau Ciok An sama sekali tidak mampu membalas serangan lawan itu, berarti bahwa dia sendiri pun tidak akan dapat menandingi Kiu-bwe-houw Gan Lok!

Akan tetapi, tiba-tiba dia terbelalak! Terjadilah perubahan pada perkelahian itu! Kini bukan Ciok An yang terdesak hebat, melainkan keadaannya berbalik dan Gan Lok yang terdesak oleh pedang di tangan Ciok An! Permainan cambuk ekor sembilan yang tadi demikian lihainya, kini kacau balau dan bahkan beberapa kali ada ujung cambuk yong saling belit dan menjadi ruwet!

Apakah yang sesungguhnya terjadi? Tidak ada yang tahu kecuali Han Beng sendiri, Bahkan Gan Lok sendiri pun hanya dapat merasa terkejut dan terheran-heran. Dia hanya merasa betapa beberapa kali pangkal lengannya terasa nyeri, kesemutan hampir lumpuh seperti terkena totokan, dan permainan cambuknya menjadi kacau, bukan hanya karena lengannya setengah lumpuh.

Akan tetapi juga beberapa kali ekor ujung cambuknya seperti tidak mau menuruti gerakan tangannya, melainkan menyeleweng dan saling libat sampai menjadi ruwet. Tentu saja dia terkejut sekali dan bingung sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dirinya. Yang mengetahi presis hanyalah Han Beng karena hal itu terjadi akibat ulah pemuda ini.

Melihat betapa pemuda tunangan Hui Im terancam bahaya sehingga Hui Im sendiri dapat melihat ini dan gadis itu tampak gelisah, diam-diam Han Beng mempergunakan jari telunjuknya untuk menyentil sebuah kerikil yang menyambar dengan amat cepatnya dan menotok pangkal lengan Kiu-bwe houw Gan Lok dai membuat lengan itu setengah lumpuh. Kemudian, beberapa kali Han Beng menyentil kerikil lain yang tepat mengenal ekor-ekor ujung cambuk yang menjadi kacau dan saling belit!

Setelah Gan Lok menjadi bingung permainan cambuknya menjadi kacau balau, kini Ciok An mendesak dengan pedangnya dan akhirnya dia berhasil melukai pundak kiri dan paha kanan lawan. Gan Lok meloncat ke belakang, lalu menghentikan permainan cambuknya, menjura kepada pemuda itu.

"Baiklah, hari ini aku mengaku kalah. Akan tetapi hari-hari masih banyak dan kelak aku akan menembus kekalahan hari ini!" berkata demikian, dia lalu mengambil gucinya yang masih kosong dan meninggalkan tempat itu.

Tentu saja semua orang bertepuk tangan memuji dan saking gembiranya melihat betapa perkelahian itu berubah dengan kemenangan di tangan puteranya, Tang Gu It gembira bukan main.

"Kiu-bwe-houw, tunggu dulu !" teriaknya sambil meloncat ke dekat orang yang mau pergi itu dan dia mengeluarkan sepotong perak. "Aku bukan seorang yang pelit dan setiap ada orang yang datang minta sumbangan, sudah pasti kuberi. Nah, inilah sepotong besar perak kuberikan untuk sumbangan!" Dia melemparkan potongan perak itu yang dengan cepat masuk ke dalam guci yang dipangku Gan Lok.

Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Gan Lok melotot. Pemberian itu dirasakan sebagai penghinaan dan mukanya menjadi merah. Akan tetapi dia mengangguk tanpa berkata sesuatu pun, lalu pergi dengan tergesa-gesa, mukanya merah padam karena malu, penasaran dan marah. Diam-diam Kiu-bwe-houw Can Lok masih merasa bingung dan heran. Jelas bahwa dia tadi hampir memperoleh kemenangan dan pemuda itu didesaknya sehingga tidak mampu membalas serangannya.

Akan tetapi, mengapa lengan kanannya tiba-tiba menjadi setengah lumpuh dan ekor-ekor cambuknya menjadi kacau balau? Kemudian menyadari. Ah, tentu ada orang pandai diam-diam membantu pemuda itu. Kalau yang membantu itu adalah Tang Gu It sendiri, maka betapa hebat kepandaian orang itu! Dia pun menjadi jerih sekali.

Ciok An sendiri merasa bangga bukan main. Matanya bersinar-sinar wajahnya yang tampan itu berseri ketika dia memasukkan pedangnya ke sarung pedang yang tergantung dipinggangnya. Bibirnya tersenyum manis dan dengan congkak dia memandang ke sekeliling, menikmati pandang mata orang banyak yang ditujukan kepadanya dengan kagum. Para penonton itu segera bubaran dan tentu saja menjadi juru-juru warta yang amat baik sehingga nama Tang Ciok An disanung-sanjung dan dipuji-puji.

Hanya dua orang yang tidak meninggalkan tempat itu. Mereka adalah Han Beng dan Hui Im. Setelah semua orang pergi, Hui Im lalu menghampiri Tang Gu It dan Ciok An yang sudah bergerak hendak memasuki toko mereka, dan Han Beng hanya mengikuti gadis itu.

“Paman...!” Hui Im berkata sambil memberi hormat ketika ia berhadapan dengan Tang Gu It.

Pria berusia lima puluh tahun yang berperawakan gagah dan berwibawa itu, dengan pakaian yang jelas menunjukkan bahwa dia seorang hartawan, menjadi heran mendengar sebutan itu. Dia memandang kepada Hui m dan juga kepada Han Beng. Agaknya dia sudah lupa sama sekali kepada keponakan yang juga menjadi calon mantunya ini, apalagi karena dia sama sekali tidak menyangka bahwa gadis itu akan muncul di situ.

"Maaf, siapakah Nona...?" tanyanya sambil mengerutkan alisnya dan memandang tajam. Juga Ciok An memandang kepada gadis itu, lalu kepada Ha Beng yang mendampinginya.

"Paman, lupakah Paman kepada saya? Saya Souw Hui Im..."

"Ahhh!" Tang Cu It berseru kaget dan kini baru dia mengenal keponakannya itu. Juga Ciok An tertegun dan mengamati gadis yang cantik itu dengan jantung berdebar, akan tetapi alisnya berkerut ketika dia melihat ada seorang pemuda sederhana namun tampan, seperti seorang pemuda dusun, yang menemani tunangannya itu.

"Mari, mari kita masuk dan bicara di dalam...!" kata Tang Gu It sambil memandang ke kanan kiri. Tentu saja timbul kekhawatiran di dalam hatinya kalau-kalau ada yang mengetahui bahwa gadis ini adalah puteri Souw Kun Tiong yang dituduh memberontak.

Hui Im mengangguk dan menoleh pada Han Beng. Pemuda itu nampak ragu untuk ikut masuk, akan tetapi gadis itu berkata, "Marilah, Toako."

Mereka memasuki pekarangan rumah setelah menembus toko ke belakang, dan Ciok An yang sejak tadi merasa tidak senang dengan kehadiran Han Beng segera bertanya,

"Akan tetapi, siapakah dia Ini?" Dia menuding ke arah Han Beng.

"Dia ah, sebaiknya kalau kita bicarakan semua di dalam. Bagaimana, Paman?" kata Hui Im.

Pamannya mengangguk. "Baik, memang seharusnya begitu. Mari kita masuk ke dalam saja. Engkau juga, orang muda," ajaknya kepada Han Beng yang kembali bersikap ragu-ragu ketika mendengar pertanyaan tunangan Hui Im tadi.

Tuan rumah membawa dua orang tamu muda itu ke ruangan dalam dan mereka disambut pula oleh isteri Tang Gu It yang tentu saja merasa terkejut akan tetapi juga girang melihat betapa keponakan suaminya atau juga calon mantunya itu berada dalam keadaan selamat, walaupun seperti juga puteranya, wanita ini mengerutkan alisnya ketika melihat bahwa gadis calon mantunya itu datang bersama seorang pemuda yang tidak mereka kenal sama sekali.

"Paman Tang Gu it, dan Bibi, perkenankan saya lebih dulu memperkenalkan Saudara ini. Dia bernama Si Han Beng, dan Toako inilah yang telah mengantar saya sampai ke sini. Toako, mereka inilah keluarga Tang seperti yang saya ceritakan kepadamu. Ini adalah Paman Tang Gu it dan isterinya, dan dia... dia adalah Kanda Tang Ciok An.”

Han Beng bangkit berdiri dan memberi hormat kepada tiga orang itu yang disambut dengan dingin saja oleh mereka bertiga, terutama sekali oleh Ciok An dan ibunya. Dua orang ini tetap merasa tidak suka melihat gadis itu diantar oleh seorang pemuda asing dalam melakukan perjalanan yang demikian jauhnya.

"Nah, sekarang ceritakan apa yang telah terjadi dengan Ayahmu. Ketahuilah, Hui Im. Baru-baru ini aku sendiri pergi ke kota raja berkunjung ke rumah keluargamu. Akan tetapi yang kudapat hanyalah berita yang mengejutkan itu. Aku mendengar pula bahwa engkau lolos dan tidak ada seorang pun tahu ke mana engkau pergi. Bagaimana kini tiba-tiba dapat muncul di sini...?"