Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 21 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

MELIHAT mereka semua siap untuk mengeroyoknya, Han Beng mengangkat kedua tangan ke atas dan berkata lantang, "Saudara-saudara, dengarlah baik baik. Aku, Si Han Beng, datang untuk menantang ketua Ang-kin Kai-pang untuk keluar dan mengadu kepandaian denganku! Aku merasa berdosa kepada keluarg Souw karena aku yang menjadi biang keladi sehingga keluarga itu dimusuhi dan diserbu oleh Ang-kin Kai-pang. Maka, aku ingin membalaskan penasaran mereka, dan aku tantang ketua Ang-kin Kai-pang untuk keluar dan melawan aku kalau memang dia seorang gagah!"

Akan tetapi, para pengemis Ang-kin Kai-pang tentu saja memandang rendah kepadanya. Pemuda jembel dari luar kota seperti itu menantang ketua mereka yang lihai? Merendahkan sekali!

"Engkau tidak pantas dilayani ketua kami!"

"Bunuh anjing busuk ini!"

"Keroyok dan bunuh dia!"

Belasan orang itu menyerbu dan mengeroyok Han Beng, sedangkan dari dalam dan luar asrama itu datang berlarian lebih banyak lagi para anggauta Ang-Kin Kai-pang. Selain para pembantu ketua palsu itu yang memang terdiri dari orang-orang sesat, para anggauta Ang-Kin Kai-pang adalah orang-orang gagah. Akan tetapi selama satu tahun lebih mereka dipimpin oleh seorang ketua yang sama sekali berubah wataknya, yang mempunyai pembantu-pembantu yang mengutamakan tindakan kekerasan kejahatan maka sedikit banyak merekapun terpengaruh.

Perbuatan buruk jahat memang seperti penyakit menular mudah sekali menular kepada orang lain. Sebaliknya, perbuatan baik sukar sekali menjadi contoh dan tak banyak orang mau mengikutinya. Hal ini adalah karena perbuatan buruk itu hampir selalu didorong oleh pamrih demi kesenangan pribadi. Justeru kesenangan pribadi inilah yang menarik hati setiap orang maka berbondong-bondong mereka mengikuti contoh ini demi menikmati kesenangan itulah.

Sebaliknya, perbuatan baik hampir selalu meniadakan atau mengurangi keinginan menyenangkan diri pribadi yang berarti bahwa untuk melakukan perbuatan baik orang hampir selalu menderita rugi, baik rugi lahir maupun rugi batin. Maka sudah barang tentu jarang ada yang mau melakukannya.


Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Melihat betapa belasan orang anggauta Ang-kin Kai-pang itu, dengan segala macam senjata, menerjangnya berbagai penjuru, Han Beng lalu mengamuk! Dia berhasil merampas sebatang tombak, mematahkan ujungnya yang runcing sehingga tombak itu berubah menjadi sebatang tongkat dan dia pun mengamuk dengan memainkan ilmu tongkat yang dipelajarinya dari Sin-ciang Kai-ong.

Dan memang hebat sekali ilmu tongkat ini. Dalam pandangan para pengeroyoknya, tubuh Han Beng seolah-olah menjadi banyak, dan tongkatnya pun menjadi puluhan banyaknya, menyambar-nyambar dan kadang-kadang berubah menjadi gulungan sinar yang setiap kali menyambar senjata lawan tentu membuat senjata itu terlepas dari tangan pemegangnya dan terpental jauh.

Melihat kehebatan gerakan pemuda ini, para anggauta Ang-kin Kai-pang yang tadinya hanya menonton, segera terjun ke dalam pertempuran dan semakin banyak yang kini mengeroyok pemuda itu. Hal ini menyenangkan hati Han Beng, karena memang sesuai dengan siasat gurunya, dia ingin memancing keluar semua orang yang berada di dalam asrama itu. Sambil terus memutar tongkatnya ke sana-sini, merobohkan para pengeroyok dengan sapuan tongkatnya, tamparan tangan kiri atau tendangan-tendangan kedua kakinya, dia tiada hentinya berteriak menantang kepada ketua Ang-kin Kai-pang.

"Mana ketua Ang-kin Kai-pang? Hayo Pangcu, kalau engkau memang bukan pengecut, keluarlah dan tandingilah aku!" Teriaknya nyaring dan terdengar sampai ke dalam.

Teriakan bukan saja untuk mengejek sehingga ketua Ang-kin Kai-pang itu akan keluar, akan tetapi juga untuk memberi isyarat kepada gurunya yang dia percaya sudah berada di dalam, isyarat bahwa agaknya para anggauta Ang-kin Kai-pang telah keluar semua mengeroyoknya, kecuali ketuanya...

Tidak salah perhitungan Han Beng. Ketua itu memang sejak tadi mengintai dan diam-diam ketua palsu itu terkejut melihat sepak terjang Han Beng. Tahulah dia bahwa para pembantunya bukan tandingannya. Pemuda lihai itu dan dia sendiri yang harus turun tangan. Betapapun lihainya pemuda itu, kalau dia turun tangan sendiri dibantu para jagoan dan para anggautanya yang cukup banyak, tidak mungkin pemuda itu tidak akan dapat dirobohkan!

"Pemuda sombong, mampuslah!" bentaknya dan dia pun sudah meloncat keluar dari tempat pengintaiannya dan dengan sebatang tongkat yang panjang dan bentuknya seperti seekor ular, ketua Ang-kin Kai-pang menerjang Han Beng dengan dahsyatnya!

"Tuk-tuk-desssss…!"

Pertemuan tongkat ular dan tongkat di tangan Han Beng mendatangkan getaran hebat, dan keduanya merasakan betapa lengan mereka tergetar dan tubuh terguncang. Han Beng terkejut dan memandang kakek itu, diam-diam dia bersikap hati-hati karena ternyata, palsu atau tidak, ketua Ang-kin Kai-pang ini sungguh lihai dan tidak oleh dipandang ringan sama sekali.

Sebaliknya, Koai-tung Sin-kai palsu itu pun memandang dengan mata terbelalak. Dia tadi telah mengerahkan tenaga sin-Kang pada ayunan tongkatnya, namun selalu dapat ditangkis oleh tongkat pemuda itu dengan kekuatan yang tidak kalah dahsyatnya. Dengan marah dan penasaran, ketua Ang-kin Kai-pang itu memberi isyarat kepada para pembantunya untuk mengeroyok.

"Bunuh bocah sombong ini!" teriaknya dan ketika para pembantunya sudah mengepung dan mengeroyok lagi, dia pun menggerakkan tongkatnya dan ikut pula mengeroyok!

Kalau tadi dikeroyok oleh puluhan orang anggauta Ang-kin Kai-pang masih dapat menahan diri dan mengamuk, kini setelah ketuanya maju sendiri ikut mengeroyok, Han Beng mulai terdesak hebat. Ketua itu sendiri sudsh amat lihai, merupakan seorang lawan yang harus dihadapinya dengan pengerahan tenaga dan perhatian, maka pengeroyokan banyak sekali lawan itu saja membuat perhatian dan tenaganya terbagi dan beberapa kali serangan dahsyat yang dilakukan ketua Ang-kin Kai-pang itu membuatnya terhuyung kebelakang.

Namun, dengan permainan tongkat yang dipelajarinya dari Sin-ciang Kai-ong yaitu Ilmu Tongkat Dewa Mabuk, ditambah lagi dengan gerakan Hui-tiauw kun (Silat Sakti Rajawali Terbang) dari gurunya pertama, Sin-tiauw Lui Bhok Ki yang membuat tubuhnya dapat "beterbangan" di antara sambaran senjata-senjata lawan, Han Beng mengamuk dan melakukan perlawanan mati-matian. Akan tetapi, dia selalu berlompatan menjauhi ketua Ang-kin Kai-pang yang amat lihai itu.

Akan tetapi, Koai-tung Sin-kai yang palsu terus mengejarnya dan mendesaknya. Permainan tongkat dari Koai-tung Sin-kai memang hebat dan diam-diam Han Beng harus mengakui bahwa orang yang memalsukan Koai-tung Sin-kai (Pengemis Sakti Tongkat Setan) itu memang tepat menjadi Koai-tung Sin-kai palsu. Permainan tongkatnya benar-benar amat hebat. Andaikata dia harus melawan kakek itu satu lawan satu, dia merasa yakin takkan terdesak dan agaknya masih mampu untuk mengalahkannya.

Namun, dia dikeroyok banyak sekali orang, dan belasan orang pembantu Koai-tung Sin-kai juga rata-rata miliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi sedangkan puluhan anggauta perkumpulan pengemis itu pun semua masing-masing memiliki kepandaian silat. Pengeroyokan yang ketat itu membuat Han Beng lelah dan beberapa kali tubuhnya telah menerima hantaman tongkat dan bacokan golok yang membuat pakaiannya robek-robek dan sedikit kulit tubuhnya lecet karena dia sudah melindungi tubuh dengan tenaga sin-kang yang membuat kebal.

Betapapun juga, Han Beng mengerti bahwa kalau pengeroyokan itu dilanjutkan, akhirnya dia akan roboh juga. Untung bahwa selama ini, dia selalu dapat menghindarkan diri dari serangan tongkat ketua Ang-kin Kai-pang yang terus mendesaknya, dan hanya pukulan-pukulan para anggauta perkumpulan itu saja yang sempat mengenai tubuhnya. Kalau tongkat kakek ketua itu yang mengenai tubuhnya, sungguh berbahaya karena belum tentu kekebalannya mampu melindungi tubuhnya. Pada saat itu, terdengar teriakan Melengking nyaring yang mengejutkan semua orang.

"Tahan, semua senjata! Saudara-saudara para anggauta Ang-kin Kai-pang, tahan senjata dan dengarkan kata-kataku!"

Semua orang terkejut karena suara itu mengandung getaran kuat dan mereka semua menengok kearah suara itu. Kiranya seorang kakek telah berdiri diatas wuwungan sehingga nampak oleh mereka semua. Para anggauta Ang-kin Kai-pang yang lama tentu saja mengenal Sin-ciang Kai-ong dan mereka memang tadinya sudah merasa terheran-heran mendengar akan kunjungan Sin-ciang Kai-ong yang agaknya menentang kebijaksanaan ketua mereka. Padahal, dahulu Sin-ciang Kai-ong adalah sahabat baik ketua mereka. Sin-ciang Kai-ong berdiri di atas wuwungan itu dan kini dia memandang kepada ketua Ang-kin Kai-pang yang nampak marah.

"Jangan dengarkan jembel tua busuk itu!" teriaknya kepada anak buahnya. "Bunuh pemuda sombong ini, dan bunuh pula Sin-ciang Kai-ong yang jelas ingin memusuhi kita!"

Mendengar ini, para pengemis sudah menggerakkan senjata lagi hendak melanjutkan pertempuran.

"Tahan dulu dan biarkan aku bicara Sin-ciang Kai-ong membentak, suaranya mengatasi suara gaduh para pengemis itu. "Saudara-saudara para anggauta Ang-kin Kai-pang tentu merasa betapa dalam setahun ini telah terjadi perubahan besar dalam sikap ketua kalian! Dengarlah baik-baik dan lihat betul-betul bahwa ketua kalian ini adalah seorang ketua palsu, dia sama sekali bukan Koai-tung Sin-kai! Dia adalah orang luar yang menyamar menjadi ketua kalian dan menyeret kalian ke jalan jahat!"

Tentu saja ucapan ini disambut dengan seruan-seruan kaget, heran tidak percaya. Para pengemis itu memandang kepada ketua mereka dan tak seorang pun di antara mereka meragukan bahwa ketua mereka itu masih tetap Koal-tung Sin-kai!

"Bohong!" teriak ketua Ang-kin Kai-Pang itu. "Dia bohong! Aku adalah Koai-Tung Sin-kai!"

"Bohong…! Bohong…!" teriak pula para pembantu ketua itu dan banyak mulut anak buah perkumpulan itu pun berteriak bohong karena mereka sama kali tidak melihat kelainan pada ketua mereka.

"Aku tidak bohong! Dia bukan sahabatku Koai-tung Sin-kai, akan tetapi ia adalah Lam-san Hui-houw seorang Datuk sesat dari selatan!"

Kembali teriakan ini membuat semua orang tertegun, dan diam-diam ketua Ang-kin Kai-pang terkejut bukan Main, bahkan dia tidak dapat mencegah wajahnya yang berubah pucat. Akan tetapi cepat dia memutar tongkatnya dan seru,

"Bohong! Jembel busuk itu menyebar fitnah, dia bohong besar!" Berkata demikian, sekali meloncat tubuhnya telah mencelat ke atas wuwungan dan dengan beringas dia menyerang Sin-ciang Kai-ong dengan tongkatnya.

"Dukkk!" Sebatang tongkat lain menangkisnya dan tiba-tiba saja di atas wuwungan itu, di dekat Sin-ciang Kai-ong, berdiri seorang kakek lain yang bukan lain adalah Koai-tung Sin-Kai sendiri!

Semua orang mengeluarkan seruan kaget melihat munculnya seorang kakek lain yang wajah dan tubuhnya persis sekali dengan ketua mereka! Hanya bedanya, kalau ketua mereka mengenakan pakaian tambal tambalan yang bersih dan indah, sebaliknya kakek yang baru muncul itu pakaiannya compang-camping dan butut, juga rambut brewoknya tidak terawat, berbeda dengan rambut dan brewok ketua mereka yang mengkilat oleh minyak!

Tangkisan itu membuat ketua Ang-kin Kai-pang loncat turun lagi dari atas genteng, sedangkan Sin-ciang Kai-ong dan kakek yang baru muncul itu masih berdiri atas genteng.

"Nah, Saudara-saudara para anggota Ang-kin Kai-pang. Inilah Koai-tung Sin-kai yang aseli, ketua kalian yang sejati! Selama ini dia ditangkap oleh Lam-san Hui-houw dan belasan orang anak buahnya itu, ditawan didalam kamar bawah tanah sedangkan dia sendiri menyamar sebagai ketua kalian dan menyeret kalian ke dalam lembah kejahatan!" Sin-ciang Kai-ong berseru nyaring.

"Saudara-saudara sekalian, harap kalian mundur dan biarlah kami yang akan menangkap penjahat-penjahat ini!" terdengar suara Koai-tung Sin-kai yang aseli.

Dan kini para anggauta Ang-kin Kai-pang menjadi semakin ragu. Suara kakek yang baru muncul itu memang suara khas dari ketua mereka yang dahulu! Maka, para anggauta Ang-kin Kai-pang lalu mundur dan membentuk lingkaran besar. Yang tidak mundur hanyalah ketua Ang-kin Kai-pang dan lima belas orang pembantunya, juga Han Beng yang masih berdiri di situ, kagum melihat sepak terjang gurunya yang ternyata telah berhasil membebaskan Koai-tung Sin-kai yang aseli.

Kini dua orang kekek itu melayang turun dari atas genteng dan dengan ringan mereka hinggap di atas tanah. Han Beng segera bergabung dengan mereka.

Melihat betapa rahasianya telah terbuka, diam-diam Lam-san Hui-houw menjadi menyesal dan juga baru dia tahu bahwa sikap pemuda yang mengamuk tadi merupakan siasat untuk memancing dia dan semua pembantunya keluar, sementara itu, Sin-ciang Kai-ong agaknya menyelinap ke bawah tanah dan membebaskan Koai-tung Sin-kai dan para pembantunya! Karena rahasianya telah bocor dan dia merasa terdesak ke sudut, Lam-san Hui-houw menjadi marah dan nekat.

"Bunuh mereka!" teriaknya kepada lima belas orang pembantunya.

Akan tetapi pada saat itu, dari atas genteng berlompatan sembilan orang pengemis yang pakaiannya compang-camping. Mereka ini adalah para pembantu Koai-tung Sin-kai yang aseli, yang sudah dibebaskan pula oleh Sin-ciang Kai-ong.

Melihat betapa pihak lawan sudah bergerak, Sin-ciang Kai-ong berkata kepada pada sahabatnya, "Lo-koai, engkau dan para pembantumu basmi saja anak buah penjahat itu, serahkan Macan Terbang ini kepada muridku dan aku!"

"Baiklah, Lo-kai, akan tetapi sebaiknya jangan bunuh dia. Ingin aku menyerahkan dia kepada Phoa Tai-jin, sahabatku dan pejabat yang jujur dan adil di kota raja ini!" jawab Koai-tung Sin-kai.

"Han Beng, tangkap ketua palsu itu!"

Mendengar perintah gurunya. Han Reng lalu maju menyambut Lam-san Hui-houw yang sudah memutar tongkat ularnya. Terjadilah perkelahian yang seru antara mereka. Kini barulah Han Beng mencurahkan seluruh kepandaian dan perhatiannya kepada ketua palsu ini sehingga lambat laun dia mulai mendesak ketua palsu itu yang selalu main mundur.

Sementara itu, Koai-tung Sin-kai yang aseli dibantu sembilan orang pembantunya, dengan mudah saja membabat lima belas orang pembantu penjahat sehingga mereka roboh malang melintang terkena hantaman tongkat-tongkat para pimpinan Ang-kin Kai-pang yang aseli. Kalau dulu Koai-tung Sin-kai sampai dapat ditawan adalah karena dia diserang secara tiba-tiba oleh Lam-san Hui-ho yang menjadi tamunya, lalu dikeroyok pula. Dan setelah dia ditawan, tentu saja para pembantunya dengan mudah dan ditangkapi.

Andaikata Lam-san Hui-ho yang datang sebagai tamu itu tidak mempergunakan siasat busuk, belum tentu dia akan mampu menangkap Koai-tung Sin-kai yang mempunyai banyak anak buah dan dia sendiri pun memiliki ilmu kepandaian tinggi dan belum tentu dia kalah oleh Lam-san Hui-houw.

Melihat betapa para pembantu penjahat itu telah roboh semua, sedangkan muridnya sudah mendesak hebat kepada Lam-san Hui-houw, Sin-ciang Kai-ong lalu melompat ke depan dan dengan tangan kirinya dia mengirim tampar kepada Lam-san Hui-houw yang sudah repot menahan desakan Han Beng.

Lam-san Hui-houw cepat melempar tubuhnya belakang dan memutar tongkatnya, akan tetapi sinar hitam dari tongkat butut tangan kanan Sin-ciang Kai-ong menyambar dan di lain saat, datuk sesat terguling dan tidak mampu melawan lagi. Dia maklum bahwa dia takkan mampu melawan lagi, maka dia pun segera bangkit dan melempar tongkatnya.

"Aku menyerah kalah!"

Melihat sikap ini, Sin-ciang Kai-ong menyuruh muridnya mundur dan dia pun tertawa. "Bagus, orang yang tahu diri, tahu pula akan kesalahannya, masih ada kemungkinan kembali ke jalan benar."

Akan tetapi, Lam-san Hui-houw tidak menjawab, hanya memandang dengan mata muram.

"Bagaimanapun juga, dia telah merusak rumah baik Ang-kin Kai-pang. Tidak akan mudah mengangkat kembali nama Ang-kin Kai-pang setelah dibikin cemar olehnya untuk dosa itu, dia harus mempertanggung-jawabkannya dan aku akan menyeretnya ke depan kaki Phoa-tai-jin agar dia dihukum sesuai dengan dosa-dosanya!" kata Koai-tung Sin-kai.

Sementara itu, para anggauta Ang-kin Kai-pang kini sudah menjatuhkan diri berlutut menghadap ketua mereka yang aseli.

"Kami telah berbuat dosa, mentaati perintah ketua palsu yang mengubah jalan hidup kami, kami mohon ampun kepada Pangcu, dan kami siap menerima hukuman!" kata seorang anggauta pengemis tua, mewakili kawan-kawannya.

Koai-tung Sin-kai menarik napas panjang. "Sudahlah, kalian telah tertipu tidak tahu bahwa dia bukan aku. Akan tetapi, biarlah semua itu menjadi pengalaman dan pelajaran bagi kalian dan jangan mudah diselewengkan orang kemudian hari!"

Pada saat itu, tiba-tiba Lam-san houw bergerak secepat kilat menyerang kepada Koai-tung Sin-kai dengan sebatang pisau yang tadi disembunyikan diikat pinggangnya. Serangan kilat ini tentu akan menewaskan Koai-tung Sin-kai kalau saja Han Beng tidak segera bertindak. Pemuda ini memang sejak tadi bersikap waspada. Dia selalu memperhatikan Lam-san houw yang berwajah muram dan dia melihat pula kilatan cahaya pada sepasang mata itu, kilatan sinar penuh kebencian dan kekejaman yang ditujukan kepada gurunya dan ketua Ang-kin Kai-pang.

Pemuda ini memang sudah mengkhawatirkan kalau-kalau datuk sesat yang sudah tersudut itu akan menjadi nekat. Oleh karena itu, begitu tangan Lam-san Hui-houw bergerak dan nampak sinar pisau berkilauan dan penjahat itu menyerang kepada Koai-tung Sin-kai, Han Beng sudah meloncat ke depan dan tongkatnya sudah menghantam ke arah pergelangan tangan yang menyerang dengan pisau itu.

"Takk!" Pukulan itu keras sekali sehingga lengan Lam-san Hui-houw patah, pisaunya terpental.

Melihat ini, Koai-Tung Sin-kai cepat menggerakkan tongkatnya dan dia pun sudah menotok roboh jahat itu! "Ah, terima kasih Tai-hiap. Kalau tidak ada Tai-hiap yang mencegah, tentu aku sekarang telah tewas di tangan penjahat itu," kata Koai-tung Sin-kai kepada Han Beng, lalu menoleh kepada Sin-Ciang Kai-ong. "Lo-kai, muridmu memang hebat sekali!"

Sin-ciang Kai-ong tertawa. "Aku sendiri tidak menduga akan gerakan jahanam itu, masih untung muridku tidak lengah. Akan tetapi, kami tidak ingin terlibat lebih mendalam, Lo-koai, maka perkenankan kami pergi. Mari, Han Beng kita pergi karena ada yang menunggu kita."

Han Beng teringat akan Souw Hui Im yang menanti di dalam hutan, maka dia pun mengangguk.

"Lo-kai, mengapa tergesa-gesa? Aku masih belum sempat membalas budimu, Dan masih kangen untuk bercakap-cakap denganmu!" Koai-tung Sin-kai mencoba untuk menahan.

"Engkau masih banyak urusan, Lo-koai, mengurus penjahat-penjahat ini dan memulihkan nama baik perkumpulanmu. Biarlah lain kali kita berjumpa lagi. Mari, Han Beng."

Guru dan murid ini lalu meninggalkan kota raja dan memasuki hutan di mana Hui Im menanti dengan sabar. Ia menyambut dengan sinar mata penuh harapan ketika dua orang penolongnya itu muncul kembali di hadapannya.

"Bagaimana, Twako? Apakah Twako dan Lo-Cian pwe berhasil membasmi para pengemis jahat itu?” Tentu saja gadis ini mengharapkan agar kematian ayahnya dan susioknya (paman gurunya) dapat terbalas.

Guru dan murid itu mengajak Hui duduk di atas rumput, kemudian Sin-cia Kai-ong menyuruh muridnya untuk menceritakan apa yang telah terjadi. Hui Im terkejut dan terheran-heran mendengar cerita itu, dan akhirnya dara itu menarik napas panjang.

"Aih, kiranya mereka itu pimpinan Ang-kin Kai-pang yang palsu! Pantas telah terjadi perubahan besar dalam sikap para anggautanya selama setahun ini Kini Ji-wi telah dapat membongkar rahasia itu dan mengembalikan Ang-ki Kat-pang ke jalan yang benar seperi dahulu. Akan tetapi. Ayah dan Susiok telah berkorban nyawa…"

"Ha, anak baik. Ketahuilah bahwa kalau Thian sudah menghendaki seseorang itu harus mati, tidak perlu dia itu anak kecil atau orang tua, sehat atau sakit, dia sudah pasti akan tewas! Sebab kematiannya hanyalah menjadi jembatan saja, dan jembatan itu dapat berupa penyakit, kecelakaan, perkelahian dan sebagainya lagi. Ayahmu dan Susiokmu memang sudah seharusnya mati, sudah dikehendaki Thian, maka tidak perlu engkau merasa penasaran lagi. Setidaknya, engkau boleh berbesar hati bahwa Ayah dan Susioknya tewas sebagai orang-orang gagah!"

"Siauw-moi, apa yang dikatakan Suhu memang benar sekali. Kita boleh saja berusaha sekuat tenaga untuk menjaga diri ini, namun kalau Thian sudah menghendaki kita meninggalkan dunia ini, ada saja yang menjadi penyebabnya dan kita tidak perlu merasa penasaran lagi, Siauw-moi."

Gadis itu menyusut air matanya dan mengangguk. "Aku dapat mengerti, dan terima kasih kepada Lo-cian-pwe dan kepadamu, Beng-twako. Aku akan berusaha untuk melenyapkan atau setidaknya melupakan kedukaan ini."

Tiba-tiba Sin-ciang Kai-ong tertawa. Watak aneh dari pengemis tua ini sudah diketahui Hui Im, apalagi Han Beng maka mereka tidak merasa heran lagi dan mereka memandang kepada kakek itu.

"Kedukaan tidak dapat dilupaka. Yang dapat dilupakan itu tentu akan teringat kembali. Kita tidak mungkin dapat lari dari duka, karena yang berduka itu adalah kita sendiri, batin kita sendiri. Bagaimana mungkin kita dapat lari dari diri kita sendiri? Duka bukan sesuatu yang terpisah dari kita. Duka adalah suatu kenyataan yang harus kita hadapi, kalau kita ingin agar kita dapat bebas seluruhnya daripada duka, bukan bebas dari duka yang ini atau yang itu. Duka adalah suatu keadaan dari batin kita sendiri, disebabkan oleh pikiran kita sendiri, ditimbulkan oleh perasaan iba diri yang berlebihan."

"Lalu bagaimana kita harus berbuat agar terlepas daripada duka, Lo-cian-pwe?" tanya Hui Im.

"Duka adalah kita, maka tidak mungkin kita, yang terdiri dari darah dan daging dan pikiran ini, yang menginginkan ini dan itu, termasuk keinginan bebas dari duka, dapat membebaskan diri sendiri dari duka. Kita harus menghadapi duka itu, menerimanya sementara memuji atau mencelanya, menerimanya sebagai suatu kewajaran, mengamatinya dengan penuh kewaspadaan dan terutama sekali, kita menyerahkan segalanya kepada Thian! Sikap menyerah dengan penuh kepercayaan akan kekuasaan Thian inilah yang akan memberi kekuatan kepada kita untuk menerima kenyataan seperti apa adanya, termasuk menerima apa yang kita namakan duka seperti sesuatu yang nyata dalam diri kita. Tanpa mengeluh, tanpa menolak, tanpa mengejar. Kekuasaan Thian akan membuka mata kita, mendatangkan kewaspadaan bahwa duka dan suka itu sama, saja! Itu hanya merupakan permainan si-aku, pikiran yang selalu mendambakan kesenangan dan menjauhi kesusahan. Pikiran kita selalu dijadikan medan perang sementara pencarian kesenangan dan penghindaran kesusahan, maka kita terombang-ambing antara susah senang, suka duka yang tiada hentinya sepanjang hidup! Mengertikah engkau, Nona?"

Hui Im hanya mengerti sedikit! "Aku akan mencoba untuk merenungkannya dan mudah-mudahan Thian akan memberi kewaspadaan itu kepadaku, Lo-cian-pwe.”

"Bagus, nah sekarang bagaimana dengan engkau, Nona? Keluargamu sudah binasa, akan tetapi karena kini Koai-tung Sin-kai sedang berusaha memperbaiki Ang-kin Kai-pang, kuyakin bahwa rumah orang tuamu akan dapat diperbaiki dan dikembalikan kepadamu. Nah, langkah apa yang akan kaulakukan sekarang?"

Mendengar pertanyaan kakek pengemis yang aneh itu, Hui Im menarik napas panjang. "Lo-cian-pwe, aku sudah tidak ingin kembali lagi ke rumah ayahku, karena hal itu hanya akan mendatangkan kenang-kenangan pahit saja.”

"Siauw-moi, kalau engkau tidak kembali ke rumahmu, lalu engkau akan pergi kemana?" Han Beng bertanya namun suaranya mengandung penuh perasaan iba.

Gadis itu memandang wajah Han Beng. "Twako, aku ingin mencari Pamanku, adalah kakak dari mendiang Ibuku, namanya Tang Gu It dan dia tinggal di Kota Pei-shen, di Propinsi Shantung di lembah Huang-ho."

"Tempat yang cukup jauh dari sini," kata Han Beng.

"Han Beng, engkau antar Nona ini mencari Pamannya sampai dapat ia temukan," tiba-tiba Sin-ciang Kai-ong berkata. "Memang sudah tiba saatnya engkau berpisah dariku. Aku sendiri akan kembali ke Hok-kian mencari para sahabatku…"

"Akan tetapi, Suhu belum sehat benar! Suhu membutuhkan teman untuk merawat Suhu!" kata Han Beng, terkejut dan baru ingat dia bahwa sudah lima tahun dia berguru kepada raja pengemis itu...

Kakek itu tertawa. "Ha-ha-ha, Han Beng. Engkau hanya membuat aku menjadi manja dan malas saja. Selama lima tahun ini aku hidup enak-enakan saja dan mengandalkan engkau. Padahal sebelumnya aku pun biasa berkelana seorang diri. Tidak, sekarang ini yang lebih membutuhkan engkau adalah Nona Souw Hui, bukan aku. Nah, kalian berangkatlah dan ini… engkau perlu bekal dalam pengawalan Nona Souw. Kau bawalah ini untuk keperluan dan biaya di dalam perjalanan."

Kakek itu mengeluarkan sebuah kantung dari dalam bajunya dan ternyata kantung itu terisi beberapa potong emas murni yang amat berharga. Han Beng terkejut sekali. Selama ini dia dan gurunya mencukupi kebutuhan hidup mereka dengan jalan mengemis. Kiranya diam-diam suhunya menyimpan emas sekian banyaknya!

"Tapi, Suhu. Bukankah untuk keperluan itu kami dapat…"

"Hushhh! Kau mau mengajak Nona Souw mengemis? Tak tahu malu kau. Sudahlah, cepat pergi dan mulai saat ini engkau pun tidak perlu lagi berpakaian pengemis seperti aku!" Berkata demikian, kakek itu menggerakkan tubuhnya dan seketika lenyap di balik pohon-pohon dalam hutan itu.

Souw Hui Im menghela napas panjang dan memandang wajah Han Beng. "Aih, Twako. Aku hanya menjadi seorang pengganggu saja. Bukan hanya aku merepotkan engkau, juga menjadi penyebab perpisahan antara engkau dan gurumu."

"Sama sekali tidak, Siauw-moi. Engkau sama sekali tidak merepotkan, karena memang sudah menjadi tugasku untuk membantu sesama hidup sekuasaku, dan tentang perpisahanku dengan Suhu, hal itu memang sudah tiba saatnya seperti dikatakan Suhu. Sudah lima tahun aku belajar ilmu dari Suhu, dan memang menurut perjanjian, aku hanya belajar lama lima tahun."

"Engkau hebat, Twako. Belajar ilmu silat hanya lima tahun akan tetapi sudah dapat menjadi seorang pendekar yang memiliki ilmu kepandaian sedemikian hebatnya!"

"Ah, tidak semudah itu, Im-moi. Sebelum belajar dari Suhu Sin-ciang Kai-Ong, aku telah mempelajari ilmu silat dari guruku yang pertama."

"Ah, begitukah? Dan kalau boleh aku mengetahui, siapa gerangan gurumu yang pertama itu?"

"Dia berjuluk Sin-tiauw dan namanya Liu Bhok Ki. Aku belajar lima tahun dari suhu pertama itu. Mari, kita mulai dengan perjalanan kita, Im-moi. Perjalanan cukup jauh dan harus dilakukan dengan cepat. Mudah-mudahan saja aku akan berhasil mengantar engkau sampai bertemu dengan Pamanmu itu."

Mereka pun mulai dengan perjalanan mereka yang cukup jauh. Tanpa mereka sadari, keduanya saling tertarik. Han Beng memang sejak semula amat tertarik kepada gadis itu. Dalam pertemuan pertama saja gadis itu telah memperlihatkan kebaikan budinya, disamping kegagahannya yang menimbulkan rasa kagum dalam hatinya. Kini, setelah melakukan perjalanan bersama, makin jelaslah bahwa Hui Im memang seorang gadis yang luar biasa.

Dia sendiri seorang pemuda yang berpakaian tambal-tambalan seperti seorang pengemis. Biar pun gadis itu sudah mengetahui bahwa dia bukanlah seorang pengemis hina yan sembarangan saja, namun orang lain tentu tidak mengetahuinya. Biarpun demikian, gadis itu sama sekali tidak kelihatan canggung atau malu-malu melakukan perjalanan dengan seorang pemuda jembel dan miskin...!

Naga Sakti Sungai Kuning Jilid 21

MELIHAT mereka semua siap untuk mengeroyoknya, Han Beng mengangkat kedua tangan ke atas dan berkata lantang, "Saudara-saudara, dengarlah baik baik. Aku, Si Han Beng, datang untuk menantang ketua Ang-kin Kai-pang untuk keluar dan mengadu kepandaian denganku! Aku merasa berdosa kepada keluarg Souw karena aku yang menjadi biang keladi sehingga keluarga itu dimusuhi dan diserbu oleh Ang-kin Kai-pang. Maka, aku ingin membalaskan penasaran mereka, dan aku tantang ketua Ang-kin Kai-pang untuk keluar dan melawan aku kalau memang dia seorang gagah!"

Akan tetapi, para pengemis Ang-kin Kai-pang tentu saja memandang rendah kepadanya. Pemuda jembel dari luar kota seperti itu menantang ketua mereka yang lihai? Merendahkan sekali!

"Engkau tidak pantas dilayani ketua kami!"

"Bunuh anjing busuk ini!"

"Keroyok dan bunuh dia!"

Belasan orang itu menyerbu dan mengeroyok Han Beng, sedangkan dari dalam dan luar asrama itu datang berlarian lebih banyak lagi para anggauta Ang-Kin Kai-pang. Selain para pembantu ketua palsu itu yang memang terdiri dari orang-orang sesat, para anggauta Ang-Kin Kai-pang adalah orang-orang gagah. Akan tetapi selama satu tahun lebih mereka dipimpin oleh seorang ketua yang sama sekali berubah wataknya, yang mempunyai pembantu-pembantu yang mengutamakan tindakan kekerasan kejahatan maka sedikit banyak merekapun terpengaruh.

Perbuatan buruk jahat memang seperti penyakit menular mudah sekali menular kepada orang lain. Sebaliknya, perbuatan baik sukar sekali menjadi contoh dan tak banyak orang mau mengikutinya. Hal ini adalah karena perbuatan buruk itu hampir selalu didorong oleh pamrih demi kesenangan pribadi. Justeru kesenangan pribadi inilah yang menarik hati setiap orang maka berbondong-bondong mereka mengikuti contoh ini demi menikmati kesenangan itulah.

Sebaliknya, perbuatan baik hampir selalu meniadakan atau mengurangi keinginan menyenangkan diri pribadi yang berarti bahwa untuk melakukan perbuatan baik orang hampir selalu menderita rugi, baik rugi lahir maupun rugi batin. Maka sudah barang tentu jarang ada yang mau melakukannya.


Cerita silat serial Naga Sakti Sungai Kuning karya kho ping hoo

Melihat betapa belasan orang anggauta Ang-kin Kai-pang itu, dengan segala macam senjata, menerjangnya berbagai penjuru, Han Beng lalu mengamuk! Dia berhasil merampas sebatang tombak, mematahkan ujungnya yang runcing sehingga tombak itu berubah menjadi sebatang tongkat dan dia pun mengamuk dengan memainkan ilmu tongkat yang dipelajarinya dari Sin-ciang Kai-ong.

Dan memang hebat sekali ilmu tongkat ini. Dalam pandangan para pengeroyoknya, tubuh Han Beng seolah-olah menjadi banyak, dan tongkatnya pun menjadi puluhan banyaknya, menyambar-nyambar dan kadang-kadang berubah menjadi gulungan sinar yang setiap kali menyambar senjata lawan tentu membuat senjata itu terlepas dari tangan pemegangnya dan terpental jauh.

Melihat kehebatan gerakan pemuda ini, para anggauta Ang-kin Kai-pang yang tadinya hanya menonton, segera terjun ke dalam pertempuran dan semakin banyak yang kini mengeroyok pemuda itu. Hal ini menyenangkan hati Han Beng, karena memang sesuai dengan siasat gurunya, dia ingin memancing keluar semua orang yang berada di dalam asrama itu. Sambil terus memutar tongkatnya ke sana-sini, merobohkan para pengeroyok dengan sapuan tongkatnya, tamparan tangan kiri atau tendangan-tendangan kedua kakinya, dia tiada hentinya berteriak menantang kepada ketua Ang-kin Kai-pang.

"Mana ketua Ang-kin Kai-pang? Hayo Pangcu, kalau engkau memang bukan pengecut, keluarlah dan tandingilah aku!" Teriaknya nyaring dan terdengar sampai ke dalam.

Teriakan bukan saja untuk mengejek sehingga ketua Ang-kin Kai-pang itu akan keluar, akan tetapi juga untuk memberi isyarat kepada gurunya yang dia percaya sudah berada di dalam, isyarat bahwa agaknya para anggauta Ang-kin Kai-pang telah keluar semua mengeroyoknya, kecuali ketuanya...

Tidak salah perhitungan Han Beng. Ketua itu memang sejak tadi mengintai dan diam-diam ketua palsu itu terkejut melihat sepak terjang Han Beng. Tahulah dia bahwa para pembantunya bukan tandingannya. Pemuda lihai itu dan dia sendiri yang harus turun tangan. Betapapun lihainya pemuda itu, kalau dia turun tangan sendiri dibantu para jagoan dan para anggautanya yang cukup banyak, tidak mungkin pemuda itu tidak akan dapat dirobohkan!

"Pemuda sombong, mampuslah!" bentaknya dan dia pun sudah meloncat keluar dari tempat pengintaiannya dan dengan sebatang tongkat yang panjang dan bentuknya seperti seekor ular, ketua Ang-kin Kai-pang menerjang Han Beng dengan dahsyatnya!

"Tuk-tuk-desssss…!"

Pertemuan tongkat ular dan tongkat di tangan Han Beng mendatangkan getaran hebat, dan keduanya merasakan betapa lengan mereka tergetar dan tubuh terguncang. Han Beng terkejut dan memandang kakek itu, diam-diam dia bersikap hati-hati karena ternyata, palsu atau tidak, ketua Ang-kin Kai-pang ini sungguh lihai dan tidak oleh dipandang ringan sama sekali.

Sebaliknya, Koai-tung Sin-kai palsu itu pun memandang dengan mata terbelalak. Dia tadi telah mengerahkan tenaga sin-Kang pada ayunan tongkatnya, namun selalu dapat ditangkis oleh tongkat pemuda itu dengan kekuatan yang tidak kalah dahsyatnya. Dengan marah dan penasaran, ketua Ang-kin Kai-pang itu memberi isyarat kepada para pembantunya untuk mengeroyok.

"Bunuh bocah sombong ini!" teriaknya dan ketika para pembantunya sudah mengepung dan mengeroyok lagi, dia pun menggerakkan tongkatnya dan ikut pula mengeroyok!

Kalau tadi dikeroyok oleh puluhan orang anggauta Ang-kin Kai-pang masih dapat menahan diri dan mengamuk, kini setelah ketuanya maju sendiri ikut mengeroyok, Han Beng mulai terdesak hebat. Ketua itu sendiri sudsh amat lihai, merupakan seorang lawan yang harus dihadapinya dengan pengerahan tenaga dan perhatian, maka pengeroyokan banyak sekali lawan itu saja membuat perhatian dan tenaganya terbagi dan beberapa kali serangan dahsyat yang dilakukan ketua Ang-kin Kai-pang itu membuatnya terhuyung kebelakang.

Namun, dengan permainan tongkat yang dipelajarinya dari Sin-ciang Kai-ong yaitu Ilmu Tongkat Dewa Mabuk, ditambah lagi dengan gerakan Hui-tiauw kun (Silat Sakti Rajawali Terbang) dari gurunya pertama, Sin-tiauw Lui Bhok Ki yang membuat tubuhnya dapat "beterbangan" di antara sambaran senjata-senjata lawan, Han Beng mengamuk dan melakukan perlawanan mati-matian. Akan tetapi, dia selalu berlompatan menjauhi ketua Ang-kin Kai-pang yang amat lihai itu.

Akan tetapi, Koai-tung Sin-kai yang palsu terus mengejarnya dan mendesaknya. Permainan tongkat dari Koai-tung Sin-kai memang hebat dan diam-diam Han Beng harus mengakui bahwa orang yang memalsukan Koai-tung Sin-kai (Pengemis Sakti Tongkat Setan) itu memang tepat menjadi Koai-tung Sin-kai palsu. Permainan tongkatnya benar-benar amat hebat. Andaikata dia harus melawan kakek itu satu lawan satu, dia merasa yakin takkan terdesak dan agaknya masih mampu untuk mengalahkannya.

Namun, dia dikeroyok banyak sekali orang, dan belasan orang pembantu Koai-tung Sin-kai juga rata-rata miliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi sedangkan puluhan anggauta perkumpulan pengemis itu pun semua masing-masing memiliki kepandaian silat. Pengeroyokan yang ketat itu membuat Han Beng lelah dan beberapa kali tubuhnya telah menerima hantaman tongkat dan bacokan golok yang membuat pakaiannya robek-robek dan sedikit kulit tubuhnya lecet karena dia sudah melindungi tubuh dengan tenaga sin-kang yang membuat kebal.

Betapapun juga, Han Beng mengerti bahwa kalau pengeroyokan itu dilanjutkan, akhirnya dia akan roboh juga. Untung bahwa selama ini, dia selalu dapat menghindarkan diri dari serangan tongkat ketua Ang-kin Kai-pang yang terus mendesaknya, dan hanya pukulan-pukulan para anggauta perkumpulan itu saja yang sempat mengenai tubuhnya. Kalau tongkat kakek ketua itu yang mengenai tubuhnya, sungguh berbahaya karena belum tentu kekebalannya mampu melindungi tubuhnya. Pada saat itu, terdengar teriakan Melengking nyaring yang mengejutkan semua orang.

"Tahan, semua senjata! Saudara-saudara para anggauta Ang-kin Kai-pang, tahan senjata dan dengarkan kata-kataku!"

Semua orang terkejut karena suara itu mengandung getaran kuat dan mereka semua menengok kearah suara itu. Kiranya seorang kakek telah berdiri diatas wuwungan sehingga nampak oleh mereka semua. Para anggauta Ang-kin Kai-pang yang lama tentu saja mengenal Sin-ciang Kai-ong dan mereka memang tadinya sudah merasa terheran-heran mendengar akan kunjungan Sin-ciang Kai-ong yang agaknya menentang kebijaksanaan ketua mereka. Padahal, dahulu Sin-ciang Kai-ong adalah sahabat baik ketua mereka. Sin-ciang Kai-ong berdiri di atas wuwungan itu dan kini dia memandang kepada ketua Ang-kin Kai-pang yang nampak marah.

"Jangan dengarkan jembel tua busuk itu!" teriaknya kepada anak buahnya. "Bunuh pemuda sombong ini, dan bunuh pula Sin-ciang Kai-ong yang jelas ingin memusuhi kita!"

Mendengar ini, para pengemis sudah menggerakkan senjata lagi hendak melanjutkan pertempuran.

"Tahan dulu dan biarkan aku bicara Sin-ciang Kai-ong membentak, suaranya mengatasi suara gaduh para pengemis itu. "Saudara-saudara para anggauta Ang-kin Kai-pang tentu merasa betapa dalam setahun ini telah terjadi perubahan besar dalam sikap ketua kalian! Dengarlah baik-baik dan lihat betul-betul bahwa ketua kalian ini adalah seorang ketua palsu, dia sama sekali bukan Koai-tung Sin-kai! Dia adalah orang luar yang menyamar menjadi ketua kalian dan menyeret kalian ke jalan jahat!"

Tentu saja ucapan ini disambut dengan seruan-seruan kaget, heran tidak percaya. Para pengemis itu memandang kepada ketua mereka dan tak seorang pun di antara mereka meragukan bahwa ketua mereka itu masih tetap Koal-tung Sin-kai!

"Bohong!" teriak ketua Ang-kin Kai-Pang itu. "Dia bohong! Aku adalah Koai-Tung Sin-kai!"

"Bohong…! Bohong…!" teriak pula para pembantu ketua itu dan banyak mulut anak buah perkumpulan itu pun berteriak bohong karena mereka sama kali tidak melihat kelainan pada ketua mereka.

"Aku tidak bohong! Dia bukan sahabatku Koai-tung Sin-kai, akan tetapi ia adalah Lam-san Hui-houw seorang Datuk sesat dari selatan!"

Kembali teriakan ini membuat semua orang tertegun, dan diam-diam ketua Ang-kin Kai-pang terkejut bukan Main, bahkan dia tidak dapat mencegah wajahnya yang berubah pucat. Akan tetapi cepat dia memutar tongkatnya dan seru,

"Bohong! Jembel busuk itu menyebar fitnah, dia bohong besar!" Berkata demikian, sekali meloncat tubuhnya telah mencelat ke atas wuwungan dan dengan beringas dia menyerang Sin-ciang Kai-ong dengan tongkatnya.

"Dukkk!" Sebatang tongkat lain menangkisnya dan tiba-tiba saja di atas wuwungan itu, di dekat Sin-ciang Kai-ong, berdiri seorang kakek lain yang bukan lain adalah Koai-tung Sin-Kai sendiri!

Semua orang mengeluarkan seruan kaget melihat munculnya seorang kakek lain yang wajah dan tubuhnya persis sekali dengan ketua mereka! Hanya bedanya, kalau ketua mereka mengenakan pakaian tambal tambalan yang bersih dan indah, sebaliknya kakek yang baru muncul itu pakaiannya compang-camping dan butut, juga rambut brewoknya tidak terawat, berbeda dengan rambut dan brewok ketua mereka yang mengkilat oleh minyak!

Tangkisan itu membuat ketua Ang-kin Kai-pang loncat turun lagi dari atas genteng, sedangkan Sin-ciang Kai-ong dan kakek yang baru muncul itu masih berdiri atas genteng.

"Nah, Saudara-saudara para anggota Ang-kin Kai-pang. Inilah Koai-tung Sin-kai yang aseli, ketua kalian yang sejati! Selama ini dia ditangkap oleh Lam-san Hui-houw dan belasan orang anak buahnya itu, ditawan didalam kamar bawah tanah sedangkan dia sendiri menyamar sebagai ketua kalian dan menyeret kalian ke dalam lembah kejahatan!" Sin-ciang Kai-ong berseru nyaring.

"Saudara-saudara sekalian, harap kalian mundur dan biarlah kami yang akan menangkap penjahat-penjahat ini!" terdengar suara Koai-tung Sin-kai yang aseli.

Dan kini para anggauta Ang-kin Kai-pang menjadi semakin ragu. Suara kakek yang baru muncul itu memang suara khas dari ketua mereka yang dahulu! Maka, para anggauta Ang-kin Kai-pang lalu mundur dan membentuk lingkaran besar. Yang tidak mundur hanyalah ketua Ang-kin Kai-pang dan lima belas orang pembantunya, juga Han Beng yang masih berdiri di situ, kagum melihat sepak terjang gurunya yang ternyata telah berhasil membebaskan Koai-tung Sin-kai yang aseli.

Kini dua orang kekek itu melayang turun dari atas genteng dan dengan ringan mereka hinggap di atas tanah. Han Beng segera bergabung dengan mereka.

Melihat betapa rahasianya telah terbuka, diam-diam Lam-san Hui-houw menjadi menyesal dan juga baru dia tahu bahwa sikap pemuda yang mengamuk tadi merupakan siasat untuk memancing dia dan semua pembantunya keluar, sementara itu, Sin-ciang Kai-ong agaknya menyelinap ke bawah tanah dan membebaskan Koai-tung Sin-kai dan para pembantunya! Karena rahasianya telah bocor dan dia merasa terdesak ke sudut, Lam-san Hui-houw menjadi marah dan nekat.

"Bunuh mereka!" teriaknya kepada lima belas orang pembantunya.

Akan tetapi pada saat itu, dari atas genteng berlompatan sembilan orang pengemis yang pakaiannya compang-camping. Mereka ini adalah para pembantu Koai-tung Sin-kai yang aseli, yang sudah dibebaskan pula oleh Sin-ciang Kai-ong.

Melihat betapa pihak lawan sudah bergerak, Sin-ciang Kai-ong berkata kepada pada sahabatnya, "Lo-koai, engkau dan para pembantumu basmi saja anak buah penjahat itu, serahkan Macan Terbang ini kepada muridku dan aku!"

"Baiklah, Lo-kai, akan tetapi sebaiknya jangan bunuh dia. Ingin aku menyerahkan dia kepada Phoa Tai-jin, sahabatku dan pejabat yang jujur dan adil di kota raja ini!" jawab Koai-tung Sin-kai.

"Han Beng, tangkap ketua palsu itu!"

Mendengar perintah gurunya. Han Reng lalu maju menyambut Lam-san Hui-houw yang sudah memutar tongkat ularnya. Terjadilah perkelahian yang seru antara mereka. Kini barulah Han Beng mencurahkan seluruh kepandaian dan perhatiannya kepada ketua palsu ini sehingga lambat laun dia mulai mendesak ketua palsu itu yang selalu main mundur.

Sementara itu, Koai-tung Sin-kai yang aseli dibantu sembilan orang pembantunya, dengan mudah saja membabat lima belas orang pembantu penjahat sehingga mereka roboh malang melintang terkena hantaman tongkat-tongkat para pimpinan Ang-kin Kai-pang yang aseli. Kalau dulu Koai-tung Sin-kai sampai dapat ditawan adalah karena dia diserang secara tiba-tiba oleh Lam-san Hui-ho yang menjadi tamunya, lalu dikeroyok pula. Dan setelah dia ditawan, tentu saja para pembantunya dengan mudah dan ditangkapi.

Andaikata Lam-san Hui-ho yang datang sebagai tamu itu tidak mempergunakan siasat busuk, belum tentu dia akan mampu menangkap Koai-tung Sin-kai yang mempunyai banyak anak buah dan dia sendiri pun memiliki ilmu kepandaian tinggi dan belum tentu dia kalah oleh Lam-san Hui-houw.

Melihat betapa para pembantu penjahat itu telah roboh semua, sedangkan muridnya sudah mendesak hebat kepada Lam-san Hui-houw, Sin-ciang Kai-ong lalu melompat ke depan dan dengan tangan kirinya dia mengirim tampar kepada Lam-san Hui-houw yang sudah repot menahan desakan Han Beng.

Lam-san Hui-houw cepat melempar tubuhnya belakang dan memutar tongkatnya, akan tetapi sinar hitam dari tongkat butut tangan kanan Sin-ciang Kai-ong menyambar dan di lain saat, datuk sesat terguling dan tidak mampu melawan lagi. Dia maklum bahwa dia takkan mampu melawan lagi, maka dia pun segera bangkit dan melempar tongkatnya.

"Aku menyerah kalah!"

Melihat sikap ini, Sin-ciang Kai-ong menyuruh muridnya mundur dan dia pun tertawa. "Bagus, orang yang tahu diri, tahu pula akan kesalahannya, masih ada kemungkinan kembali ke jalan benar."

Akan tetapi, Lam-san Hui-houw tidak menjawab, hanya memandang dengan mata muram.

"Bagaimanapun juga, dia telah merusak rumah baik Ang-kin Kai-pang. Tidak akan mudah mengangkat kembali nama Ang-kin Kai-pang setelah dibikin cemar olehnya untuk dosa itu, dia harus mempertanggung-jawabkannya dan aku akan menyeretnya ke depan kaki Phoa-tai-jin agar dia dihukum sesuai dengan dosa-dosanya!" kata Koai-tung Sin-kai.

Sementara itu, para anggauta Ang-kin Kai-pang kini sudah menjatuhkan diri berlutut menghadap ketua mereka yang aseli.

"Kami telah berbuat dosa, mentaati perintah ketua palsu yang mengubah jalan hidup kami, kami mohon ampun kepada Pangcu, dan kami siap menerima hukuman!" kata seorang anggauta pengemis tua, mewakili kawan-kawannya.

Koai-tung Sin-kai menarik napas panjang. "Sudahlah, kalian telah tertipu tidak tahu bahwa dia bukan aku. Akan tetapi, biarlah semua itu menjadi pengalaman dan pelajaran bagi kalian dan jangan mudah diselewengkan orang kemudian hari!"

Pada saat itu, tiba-tiba Lam-san houw bergerak secepat kilat menyerang kepada Koai-tung Sin-kai dengan sebatang pisau yang tadi disembunyikan diikat pinggangnya. Serangan kilat ini tentu akan menewaskan Koai-tung Sin-kai kalau saja Han Beng tidak segera bertindak. Pemuda ini memang sejak tadi bersikap waspada. Dia selalu memperhatikan Lam-san houw yang berwajah muram dan dia melihat pula kilatan cahaya pada sepasang mata itu, kilatan sinar penuh kebencian dan kekejaman yang ditujukan kepada gurunya dan ketua Ang-kin Kai-pang.

Pemuda ini memang sudah mengkhawatirkan kalau-kalau datuk sesat yang sudah tersudut itu akan menjadi nekat. Oleh karena itu, begitu tangan Lam-san Hui-houw bergerak dan nampak sinar pisau berkilauan dan penjahat itu menyerang kepada Koai-tung Sin-kai, Han Beng sudah meloncat ke depan dan tongkatnya sudah menghantam ke arah pergelangan tangan yang menyerang dengan pisau itu.

"Takk!" Pukulan itu keras sekali sehingga lengan Lam-san Hui-houw patah, pisaunya terpental.

Melihat ini, Koai-Tung Sin-kai cepat menggerakkan tongkatnya dan dia pun sudah menotok roboh jahat itu! "Ah, terima kasih Tai-hiap. Kalau tidak ada Tai-hiap yang mencegah, tentu aku sekarang telah tewas di tangan penjahat itu," kata Koai-tung Sin-kai kepada Han Beng, lalu menoleh kepada Sin-Ciang Kai-ong. "Lo-kai, muridmu memang hebat sekali!"

Sin-ciang Kai-ong tertawa. "Aku sendiri tidak menduga akan gerakan jahanam itu, masih untung muridku tidak lengah. Akan tetapi, kami tidak ingin terlibat lebih mendalam, Lo-koai, maka perkenankan kami pergi. Mari, Han Beng kita pergi karena ada yang menunggu kita."

Han Beng teringat akan Souw Hui Im yang menanti di dalam hutan, maka dia pun mengangguk.

"Lo-kai, mengapa tergesa-gesa? Aku masih belum sempat membalas budimu, Dan masih kangen untuk bercakap-cakap denganmu!" Koai-tung Sin-kai mencoba untuk menahan.

"Engkau masih banyak urusan, Lo-koai, mengurus penjahat-penjahat ini dan memulihkan nama baik perkumpulanmu. Biarlah lain kali kita berjumpa lagi. Mari, Han Beng."

Guru dan murid ini lalu meninggalkan kota raja dan memasuki hutan di mana Hui Im menanti dengan sabar. Ia menyambut dengan sinar mata penuh harapan ketika dua orang penolongnya itu muncul kembali di hadapannya.

"Bagaimana, Twako? Apakah Twako dan Lo-Cian pwe berhasil membasmi para pengemis jahat itu?” Tentu saja gadis ini mengharapkan agar kematian ayahnya dan susioknya (paman gurunya) dapat terbalas.

Guru dan murid itu mengajak Hui duduk di atas rumput, kemudian Sin-cia Kai-ong menyuruh muridnya untuk menceritakan apa yang telah terjadi. Hui Im terkejut dan terheran-heran mendengar cerita itu, dan akhirnya dara itu menarik napas panjang.

"Aih, kiranya mereka itu pimpinan Ang-kin Kai-pang yang palsu! Pantas telah terjadi perubahan besar dalam sikap para anggautanya selama setahun ini Kini Ji-wi telah dapat membongkar rahasia itu dan mengembalikan Ang-ki Kat-pang ke jalan yang benar seperi dahulu. Akan tetapi. Ayah dan Susiok telah berkorban nyawa…"

"Ha, anak baik. Ketahuilah bahwa kalau Thian sudah menghendaki seseorang itu harus mati, tidak perlu dia itu anak kecil atau orang tua, sehat atau sakit, dia sudah pasti akan tewas! Sebab kematiannya hanyalah menjadi jembatan saja, dan jembatan itu dapat berupa penyakit, kecelakaan, perkelahian dan sebagainya lagi. Ayahmu dan Susiokmu memang sudah seharusnya mati, sudah dikehendaki Thian, maka tidak perlu engkau merasa penasaran lagi. Setidaknya, engkau boleh berbesar hati bahwa Ayah dan Susioknya tewas sebagai orang-orang gagah!"

"Siauw-moi, apa yang dikatakan Suhu memang benar sekali. Kita boleh saja berusaha sekuat tenaga untuk menjaga diri ini, namun kalau Thian sudah menghendaki kita meninggalkan dunia ini, ada saja yang menjadi penyebabnya dan kita tidak perlu merasa penasaran lagi, Siauw-moi."

Gadis itu menyusut air matanya dan mengangguk. "Aku dapat mengerti, dan terima kasih kepada Lo-cian-pwe dan kepadamu, Beng-twako. Aku akan berusaha untuk melenyapkan atau setidaknya melupakan kedukaan ini."

Tiba-tiba Sin-ciang Kai-ong tertawa. Watak aneh dari pengemis tua ini sudah diketahui Hui Im, apalagi Han Beng maka mereka tidak merasa heran lagi dan mereka memandang kepada kakek itu.

"Kedukaan tidak dapat dilupaka. Yang dapat dilupakan itu tentu akan teringat kembali. Kita tidak mungkin dapat lari dari duka, karena yang berduka itu adalah kita sendiri, batin kita sendiri. Bagaimana mungkin kita dapat lari dari diri kita sendiri? Duka bukan sesuatu yang terpisah dari kita. Duka adalah suatu kenyataan yang harus kita hadapi, kalau kita ingin agar kita dapat bebas seluruhnya daripada duka, bukan bebas dari duka yang ini atau yang itu. Duka adalah suatu keadaan dari batin kita sendiri, disebabkan oleh pikiran kita sendiri, ditimbulkan oleh perasaan iba diri yang berlebihan."

"Lalu bagaimana kita harus berbuat agar terlepas daripada duka, Lo-cian-pwe?" tanya Hui Im.

"Duka adalah kita, maka tidak mungkin kita, yang terdiri dari darah dan daging dan pikiran ini, yang menginginkan ini dan itu, termasuk keinginan bebas dari duka, dapat membebaskan diri sendiri dari duka. Kita harus menghadapi duka itu, menerimanya sementara memuji atau mencelanya, menerimanya sebagai suatu kewajaran, mengamatinya dengan penuh kewaspadaan dan terutama sekali, kita menyerahkan segalanya kepada Thian! Sikap menyerah dengan penuh kepercayaan akan kekuasaan Thian inilah yang akan memberi kekuatan kepada kita untuk menerima kenyataan seperti apa adanya, termasuk menerima apa yang kita namakan duka seperti sesuatu yang nyata dalam diri kita. Tanpa mengeluh, tanpa menolak, tanpa mengejar. Kekuasaan Thian akan membuka mata kita, mendatangkan kewaspadaan bahwa duka dan suka itu sama, saja! Itu hanya merupakan permainan si-aku, pikiran yang selalu mendambakan kesenangan dan menjauhi kesusahan. Pikiran kita selalu dijadikan medan perang sementara pencarian kesenangan dan penghindaran kesusahan, maka kita terombang-ambing antara susah senang, suka duka yang tiada hentinya sepanjang hidup! Mengertikah engkau, Nona?"

Hui Im hanya mengerti sedikit! "Aku akan mencoba untuk merenungkannya dan mudah-mudahan Thian akan memberi kewaspadaan itu kepadaku, Lo-cian-pwe.”

"Bagus, nah sekarang bagaimana dengan engkau, Nona? Keluargamu sudah binasa, akan tetapi karena kini Koai-tung Sin-kai sedang berusaha memperbaiki Ang-kin Kai-pang, kuyakin bahwa rumah orang tuamu akan dapat diperbaiki dan dikembalikan kepadamu. Nah, langkah apa yang akan kaulakukan sekarang?"

Mendengar pertanyaan kakek pengemis yang aneh itu, Hui Im menarik napas panjang. "Lo-cian-pwe, aku sudah tidak ingin kembali lagi ke rumah ayahku, karena hal itu hanya akan mendatangkan kenang-kenangan pahit saja.”

"Siauw-moi, kalau engkau tidak kembali ke rumahmu, lalu engkau akan pergi kemana?" Han Beng bertanya namun suaranya mengandung penuh perasaan iba.

Gadis itu memandang wajah Han Beng. "Twako, aku ingin mencari Pamanku, adalah kakak dari mendiang Ibuku, namanya Tang Gu It dan dia tinggal di Kota Pei-shen, di Propinsi Shantung di lembah Huang-ho."

"Tempat yang cukup jauh dari sini," kata Han Beng.

"Han Beng, engkau antar Nona ini mencari Pamannya sampai dapat ia temukan," tiba-tiba Sin-ciang Kai-ong berkata. "Memang sudah tiba saatnya engkau berpisah dariku. Aku sendiri akan kembali ke Hok-kian mencari para sahabatku…"

"Akan tetapi, Suhu belum sehat benar! Suhu membutuhkan teman untuk merawat Suhu!" kata Han Beng, terkejut dan baru ingat dia bahwa sudah lima tahun dia berguru kepada raja pengemis itu...

Kakek itu tertawa. "Ha-ha-ha, Han Beng. Engkau hanya membuat aku menjadi manja dan malas saja. Selama lima tahun ini aku hidup enak-enakan saja dan mengandalkan engkau. Padahal sebelumnya aku pun biasa berkelana seorang diri. Tidak, sekarang ini yang lebih membutuhkan engkau adalah Nona Souw Hui, bukan aku. Nah, kalian berangkatlah dan ini… engkau perlu bekal dalam pengawalan Nona Souw. Kau bawalah ini untuk keperluan dan biaya di dalam perjalanan."

Kakek itu mengeluarkan sebuah kantung dari dalam bajunya dan ternyata kantung itu terisi beberapa potong emas murni yang amat berharga. Han Beng terkejut sekali. Selama ini dia dan gurunya mencukupi kebutuhan hidup mereka dengan jalan mengemis. Kiranya diam-diam suhunya menyimpan emas sekian banyaknya!

"Tapi, Suhu. Bukankah untuk keperluan itu kami dapat…"

"Hushhh! Kau mau mengajak Nona Souw mengemis? Tak tahu malu kau. Sudahlah, cepat pergi dan mulai saat ini engkau pun tidak perlu lagi berpakaian pengemis seperti aku!" Berkata demikian, kakek itu menggerakkan tubuhnya dan seketika lenyap di balik pohon-pohon dalam hutan itu.

Souw Hui Im menghela napas panjang dan memandang wajah Han Beng. "Aih, Twako. Aku hanya menjadi seorang pengganggu saja. Bukan hanya aku merepotkan engkau, juga menjadi penyebab perpisahan antara engkau dan gurumu."

"Sama sekali tidak, Siauw-moi. Engkau sama sekali tidak merepotkan, karena memang sudah menjadi tugasku untuk membantu sesama hidup sekuasaku, dan tentang perpisahanku dengan Suhu, hal itu memang sudah tiba saatnya seperti dikatakan Suhu. Sudah lima tahun aku belajar ilmu dari Suhu, dan memang menurut perjanjian, aku hanya belajar lama lima tahun."

"Engkau hebat, Twako. Belajar ilmu silat hanya lima tahun akan tetapi sudah dapat menjadi seorang pendekar yang memiliki ilmu kepandaian sedemikian hebatnya!"

"Ah, tidak semudah itu, Im-moi. Sebelum belajar dari Suhu Sin-ciang Kai-Ong, aku telah mempelajari ilmu silat dari guruku yang pertama."

"Ah, begitukah? Dan kalau boleh aku mengetahui, siapa gerangan gurumu yang pertama itu?"

"Dia berjuluk Sin-tiauw dan namanya Liu Bhok Ki. Aku belajar lima tahun dari suhu pertama itu. Mari, kita mulai dengan perjalanan kita, Im-moi. Perjalanan cukup jauh dan harus dilakukan dengan cepat. Mudah-mudahan saja aku akan berhasil mengantar engkau sampai bertemu dengan Pamanmu itu."

Mereka pun mulai dengan perjalanan mereka yang cukup jauh. Tanpa mereka sadari, keduanya saling tertarik. Han Beng memang sejak semula amat tertarik kepada gadis itu. Dalam pertemuan pertama saja gadis itu telah memperlihatkan kebaikan budinya, disamping kegagahannya yang menimbulkan rasa kagum dalam hatinya. Kini, setelah melakukan perjalanan bersama, makin jelaslah bahwa Hui Im memang seorang gadis yang luar biasa.

Dia sendiri seorang pemuda yang berpakaian tambal-tambalan seperti seorang pengemis. Biar pun gadis itu sudah mengetahui bahwa dia bukanlah seorang pengemis hina yan sembarangan saja, namun orang lain tentu tidak mengetahuinya. Biarpun demikian, gadis itu sama sekali tidak kelihatan canggung atau malu-malu melakukan perjalanan dengan seorang pemuda jembel dan miskin...!