Asmara Si Pedang Tumpul Jilid 17 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PANGERAN Chu Hui San maklum akan kebenaran pendapat Lili, karena itu dia pun segera menyabarkan hati Jenderal yang amat keras itu. "Sudahlah, Jenderal Yauw Ti. Apa yang dikatakan Lili memang benar. Engkau tidak boleh terburu nafsu. Mungkin saja rumahku itu dijadikan tempat persembunyian penjahat di waktu saya tidak berada di sana. Siapa tahu? Penjahat itu lihai dan tentu cerdik. Kalau mereka bersembunyi di sana, siapa yang akan menduga dan menangkap mereka?"

Jenderal itu mengangguk. "Baiklah, Yang Mulia. Akan tetapi hamba akan melaporkan dan memprotes ke hadapan Yang Mulia Sribaginda Kaisar dan mohon agar leng-ki itu dicabut dari tangan bocah Uighur ini." Kemudian dia berpaling kepada Lili dan melotot. "Dan kau... kau..." Sinar matanya yang penuh kebencian seperti menyerang diri Lili.

Gadis itu membusungkan dadanya. "Aku mengapa? Engkau jenderal, dan aku pengawal pribadi pangeran, kita sama-sama mengabdi kepada kerajaan. Kalau aku benar, engkau mau apa? Jangan dikira aku takut padamu, jenderal galak!"

Jenderal Yauw Ti mengepal tinjunya. Rasanya ingin sekali dia menerjang dan sekali pukul menghancurkan kepala gadis yang begitu beraninya memaki dan menentangnya di depan pangeran. Akan tetapi di situ ada pangeran mahkota, ada pun gadis itu adalah pengawal pribadi yang agaknya amat disayangnya, maka tentu saja dia hanya menekan amarahnya dan sesudah memberi hormat kepada sang pangeran, dia pun meninggalkan ruangan itu dengan muka merah padam.

"Sin Wan, cepat kau pergi dari sini. Selidiki dan sedapat mungkin tangkaplah orang-orang berkedok itu, jangan lagi datang ke sini karena Yang Mulia Pangeran tidak tahu apa-apa tentang mereka," kata Lili. "Biar kuantar engkau keluar supaya jangan diganggu jenderal galak itu!” Lili memberi hormat kepada Pangeran Mahkota. "Pangeran, perkenankan saya mengantar Sin Wan keluar dari istana."

Pangeran itu menghela napas panjang, kemudian menggerakkan tangan memberi isyarat agar mereka pergi. Sin Wan memberi hormat, lalu dia keluar dari ruangan itu bersama Lili. Dengan mudah mereka melewati semua penjagaan karena para penjaga sudah mengenal gadis cantik yang menjadi pengawal pribadi yang baru dari Pangeran Mahkota. Tak lama kemudian rnereka sudah tiba di luar pintu gerbang istana.

"Nah, selamat jalan, Sin Wan. Berhati-hatilah engkau, agaknya jenderal galak itu sangat membencimu.”

"Terima kasih, Lili. Kenapa engkau melakukan semua ini untukku? Kenapa engkau begini baik kepadaku dan berani menentang seorang jenderal berkuasa untuk membelaku?" Sin Wan bertanya sambil menatap wajah cantik itu.

Sebenarnya tidak perlu lagi dia bertanya, karena dia sudah tahu. Akan tetapi karena dia amat berterima kasih dan merasa terharu, karena tanpa pembelaan Lili mungkin dia telah menjadi tawanan, dia pun mengajukan pertanyaan itu.

"Kenapa, Sin Wan? Engkau masih bertanya lagi, kenapa? Apa engkau sudah lupa bahwa aku cinta kepadamu? Aku rela mengorbankan nyawa untuk membelamu karena aku cinta kepadamu, Sin Wan. Selamat jalan." Gadis itu membalikkan diri dengan cepat kemudian memasuki lagi pintu gerbang daerah istana yang terlarang itu.

Sin Wan berdiri laksana patung, mengamati kepergian gadis itu sampai lenyap di sebelah dalam pintu gerbang. Ia menghela napas, lalu membalikkan tubuh dan pergi dari situ. Dia merasa iba kepada Lili dan merasa rmenyesal mengapa dia tidak dapat membalas cinta kasih yang demikian besarnya. Cintanya masih kepada Lim Kui Siang, namun gadis yang dicintanya dan yang tadinya juga mencintanya itu sekarang berbalik membencinya karena dia dianggap musuh besarnya! Ayah tirinya, yang juga merupakan guru pertamanya, telah membunuh ayah gadis itu.

Sin Wan segera melupakan wajah kedua orang gadis itu dan kembali sadar akan keadaan dirinya. Penyelidikannya telah gagal, bahkan sekarang dia yang terancam oleh kecurigaan Jenderal Yauw Ti. Kalau jenderal itu melapor kepada kaisar, bukan tak mungkin dia akan ditangkap dan dituduh telah menghina pangeran mahkota.

Cepat dia melangkahkan kakinya menuju ke benteng, dan di situ dengan girang dia dapat menghadap Jenderal Shu Ta! Agaknya hanya jenderal inilah yang mampu menolongnya karena jenderal ini adalah atasan jenderal Yauw Ti. Sesudah duduk berhadapan dengan Jenderal Shu Ta, Sin Wan melaporkan segala yang telah dialaminya semalam, kemudian betapa dia tadi diancam oleh Jenderal Yauw Ti yang menganggap dia menghina pangeran mahkota.

Sesudah mendengarkan semua laporan Sin Wan dengan penuh perhatian, Jenderal Shu Ta mengangguk-angguk, "Jenderal Yauw Ti memang berwatak keras, dan sungguh tidak kebetulan bagimu bahwa dahulu dia pernah tertawan oleh bangsa Uighur dan mengalami siksaan sebagai tawanan musuh sehingga sesudah dia berhasil dibebaskan, dia menaruh dendam kebencian kepada bangsa Uighur. Sungguh pun demikian, apa yang dia lakukan terhadap dirimu bukan semata karena dendam kepada bangsamu itu, tetapi berdasarkan perhitungan yang tidak dapat disalahkan. Apa bila tidak ada bukti, memang keteranganmu itu dapat dianggap sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik pangeran mahkota. Kurasa pendapat pangeran mahkota memang benar, para penjahat itu sengaja memakai rumah peristirahatannya yang kosong untuk bersembunyi, dan aku sendiri pun tidak akan menyangka bahwa rumah itu akan dijadikan tempat persembunyian penjahat. Sudahlah, aku akan menemui Jenderal Yauw Ti agar dia tidak menghadap Sribaginda Kaisar."

Lega rasa hati Sin Wan. Ketika dia meninggalkan benteng, matahari telah naik tinggi dan dia merasa lapar sebab sejak pagi dia belum makan. Sin Wan lalu pergi ke sebuah rumah makan besar di sudut kota yang tidak begitu ramai. Akan tetapi sebelum sampai di rumah makan itu, ketika melewati sebuah rumah penginapan, tiba-tiba dia melihat dua orang di pekarangan rumah penginapan yang membuat dia cepat menyelinap agar tidak kelihatan oleh mereka.

Jantungnya berdebar penuh ketegangan ketika dia mengenal seorang di antara mereka. Wanita cantik yang memasuki pekarangan bersama seorang kakek tinggi kurus itu adalah Bi-coa Sianli Cu Sui In, bekas guru Lili yang kini menjadi suci-nya! Dia tidak mengenal kakek itu, akan tetapi melihat Cu Sui In, dia pun teringat kepada Lili dan timbul keinginan tahunya.

Lili sendiri sudah menjadi pengawal pribadi pangeran mahkota. Dia sendiri tidak menaruh curiga sedikit pun terhadap Lili, karena dia yakin bahwa Lili adalah seorang gadis yang pada dasarnya memiliki hati yang baik, walau pun dia kasar dan liar. Akan tetapi lain lagi dengan Bi-coa Sianli! Wanita iblis ini telah menewaskan dua orang di antara tiga gurunya, yaitu Kiam-sian (Dewa Pedang) dan Pek-mau-sian (Dewa Rambut Putih).

Seorang wanita yang lihai bukan main, juga sangat kejam. Kehadirannya di kota raja ini sungguh mencurigakan. Dan yang lebih menarik hatinya, kini dia tahu bahwa Cu Sui In yang masih tetap cantik dalam usia setengah tua itu dahulu adalah kekasih Bhok Cun Ki. Wanita inilah yang menyuruh Lili untuk membunuh Bhok Cun Ki. Dan kini ia datang sendiri ke kota raja.

Siapa pula kakek yang tinggi kurus itu? Dia harus menyelidiki. Siapa tahu ada kaitannya antara mereka dengan orang-orang berkedok. Andai kata tidak ada kaitannya sekali pun, dia tetap harus menyelidiki demi Lili dan Bhok Cun Ki.

Sesudah melihat kedua orang itu memasuki rumah penginapan, Sin Wan menggunakan kepandaiannya, memasuki rumah penginapan itu dengan mengambil jalan memutar dari kebun belakang. Ketika melewati sebuah kamar yang pintunya tertutup, dia mendengar suara Cu Sui In, atau yang diduganya suara iblis betina itu, suara wanita yang merdu dan dingin.

“Sungguh heran, di mana sumoi? Susah benar mencari jejaknya!"

Lalu terdengar suara parau dan dalam seorang pria, tentu pria yang sudah tua, didahului suara tawanya. "Ha-ha-ha, engkau memang aneh sekali, Sui In! Heran aku mengapa ada kebencian yang dapat kau pendam sedemikian lamanya? Sungguh kebencian yang aneh. Kalau menghendaki dia mampus, apa sukarnya? Engkau malah menyuruh anakmu yang membunuh ayah kandungnya, dan sekarang engkau gelisah sendiri. Ha-ha-ha, sungguh mati, wanita memang makhluk paling aneh di dunia ini."

"Ayah, lebih baik jangan membicarakan tentang itu!"

"Kenapa? Dia itu muridku, juga cucuku satu-satunya!"

“Sudahlah, ayah. Sudah kukatakan, jangan mencampuri urusan pribadiku yang satu ini!”

Sunyi sekali di kamar itu dan Sin Wan cepat menyelinap pergi. Wajahnya berubah penuh ketegangan dan harus menenteramkan hatinya lebih dulu di jalan kecil, lorong di belakang rumah penginapan itu. Mereka bicara tentang Lili! Dan ternyata Lili adalah puteri Cu Sui In, dan laki-laki tua yang disebut ayah oleh Bi-coa Sianli itu, yang mengakui Lili sebagai cucunya, siapa lagi lagi kalau bukan See-thian Coa-ong? Kenyataan ini terlalu hebat bagi Sin Wan, membuatnya terkesima dan seperti kehilangan akal.

Iblis betina itu mendendam secara aneh kepada Bhok Cun Ki! Dan Lili ternyata puterinya, puteri Cu Sui In dan puteri Bhok Cun Ki! Kini mengertilah Sin Wan. Ketika Bhok Cun Ki meninggalkan kekasihnya, Cu Sui In, wanita itu sedang dalam keadaan mengandung. Hal ini agaknya tidak diketahui oleh Bhok Cun Ki. Pantaslah Cu Sui In demikian mendendam kepada kekasihnya atau ayah dari anaknya.

Akan tetapi betapa kejamnya iblis betina itu. Dendamnya hendak dibalasnya secara aneh, yaitu dia hendak mengadu anaknya agar bermusuhan dengan ayahnya sendiri. Ia hendak membuat ayah dan anak itu saling berbunuhan. Hal ini harus dicegah!

Sin Wan merasa amat iba kepada Lili, gadis yang malang itu, yang sangat mencintanya, dan andai kata di sana tidak ada Kui Siang, betapa akan mudahnya membalas cinta kasih seorang gadis seperti Lili. Tetapi bagaimana cara mencegahnya? Menasehati mereka tak akan ada gunanya, dan pula, dia pun tidak berhak mencampuri urusan rumah tangga dan urusan pribadi mereka.

Akan tetapi satu hal sudah jelas, Bi-coa Sianli Cu Sui In dan ayahnya See-thian Coa-ong ternyata tak ada hubungannya dengan orang-orang berkedok yang bersembunyi di rumah peristirahatan pangeran mahkota. Agaknya ayah dan anak itu baru saja tiba dan sekarang mereka mencari-cari Lili yang oleh suci-nya disuruh membunuh Bhok Cun Ki. Gadis yang malang itu sama sekali tidak menyadari bahwa orang yang disuruh bunuh adalah ayah kandungnya sendiri, dan yang menyuruhnya adalah ibunya sendiri!

Sin Wan kemudian teringat. Hampir saja Lili tewas ketika bertanding melawan Bhok Cun Ki, diserang oleh orang lain secara menggelap, kemudian diselamatkan atau ditolong oleh Bhok Cun Ki. Sebaiknya kalau mereka itu saling dipertemukan supaya Lili dapat bercerita kepada suci-nya mengenai sikap Bhok Cun Ki. Mungkin saja kebaikan hati Bhok Cun Ki terhadap Lili akan mencairkan kebekuan hati mendendam di dalam dada wanita itu.

Tidak terlalu lama dia menunggu di depan rumah penginapan itu. Ketika dia melihat ayah dan anak itu keluar dari pintu depan rumah penginapan, cepat dia memasuki pekarangan dan menyongsong mereka. Cu Sui In masih tidak berubah, masih seperti dahulu ketika dia melihatnya pada pertemuan antara pimpinan kai-pang (perkumpulan pengemis) untuk merebutkan kedudukan pimpinan para kai-pang.

Peristlwa itu terjadi lebih dari setahun yang lalu, ketika dia bersama Kui Siang mengikuti Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki yang akhirnya menjadi pemimpin besar para kai-pang kembali, kedudukan yang sebelum itu juga dipegangnya. Namun dipilihnya Pek-sim Lo-kai adalah karena keputusan atau perintah dari Raja Muda Yung Lo, yang mengakibatkan para calon lainnya terpaksa mundur, di antara mereka terdapat pula Bi-coa Sianli Cu Sui In.

Ketika Sin Wan bertemu pandang dengan kakek yang berjalan di samping wanita cantik itu, diam-diam dia merasa terkejut dan kagum. Sinar mata kakek ini mencorong bagaikan mata seekor naga. Meski pun tubuhnya tinggi kurus namun kakek ini kelihatan gagah dan berwibawa, terutama sekali matanya.

"Harap ji-wi memaafkan saya...” Sin Wan memberi hormat dengan mengangkat kedua tangannya ketika dia berdiri di depan kedua orang itu, menghadang perjalanan mereka.

"Hemm, orang muda, siapa engkau dan mau apa?" tanya See-thian Coa-ong, senyumnya yang selalu menghias mulut seperti orang mengejek itu tidak pernah meninggalkan bibir.

"Heii, bukankah engkau... murid Sam-sian yang bernama Sin Wan itu?" Cu Sui In berseru sambil menudingkan telunjuk kanannya ke arah muka Sin Wan. Dia segera teringat akan pengakuan sumoi-nya. Lili mencinta pemuda ini! "Mau apa engkau menghadang kami? Apakah engkau hendak membalaskan kematian Kiam-sian dan Pek-mau-sian?"

"Tidak sama sekali. Saya hanya ingin memberi tahu kepada ji-wi locianpwe bahwa saya pernah bertemu dengan Lili, dan ketika tadi melihat ji-wi, saya lalu bermaksud memberi tahu."

Cu Sui In menatap tajam. "Engkau bertemu dengan Lili? Di mana dia?" Pertanyaannya dilakukan tergesa-gesa karena hatinya gembira mendengar itu.

"Di dalam istana kaisar!” jawab Sin Wan.

"Ahhh??" See-thian Coa-ong sendiri dan puterinya mengeluarkan seruan kaget.

“Bagaimana mungkin Lili berada di istana kaisar? Apa maksudmu, Sin Wan?” tanya Bi-coa Sianli Cu Sui In.

"Saya bertemu Lili di dalam istana. Dia tinggal di istana Pangeran Mahkota Chu Hui San sebagai pengawal pribadi beliau. Hanya itu yang ingin saya sampaikan kepada jiwi, untuk selanjutnya terserah kepada ji-wi." Sin Wan lantas membalikkan diri hendak meninggalkan tempat itu.

"Haii, tunggu!" terdengar kakek itu membentak sehingga Sin Wan terpaksa menghentikan langkahnya, membalik dan kembali berhadapan dengan mereka. "Sikapmu mencurigakan sekali. Hayo katakan terus terang apa maksudmu dengan pemberitahuan ini atau engkau akan kubunuh sekarang juga!"

"Ayah, dia adalah pemuda yang dicinta Lili. Sin Wan, mengapa engkau memberi tahukan tentang Lili kepadaku?"

"Lili telah menyelamatkan saya, saya berhutang budi padanya. Akan tetapi saya khawatir dengan kehadirannya di istana. Amat berbahaya bagi gadis seperti Lili, akan tetapi saya tidak berdaya, tidak dapat mencegahnya. Oleh karena itu ketika saya melihat ji-wi, saya memberi tahu agar ji-wi dapat mengeluarkannya dari istana."

Sin Wan memberi hormat dan kini dia pergi tanpa dicegah oleh ayah dan anak itu. Setelah pemuda itu pergi, Cu Sui In berkata kepada ayahnya, "Ayah, sekarang juga kita ke istana, menemui Lili dan mengajaknya keluar. Apa-apaan dia menjadi pengawal pribadi pangeran mahkota segala!"

"Ha-ha-ha-ha, siapa tahu dia ingin menjadi isteri pangeran mahkota supaya kelak menjadi pemaisuri kaisar? Ha-ha-ha-ha…!"

Akan tetapi datuk ini menurut saja ketika puterinya menarik tangannya dan mengajaknya pergi menuju ke istana!

********************

Cerita silat serial Si Pedang Tumpul karya kho ping hoo

Ketika Lili kembali ke istana pangeran setelah mengantar Sin Wan keluar istana, seorang pengawal menyambutnya dan memberi tahu bahwa dia dipanggil oleh pangeran di dalam kamarnya. Lili tidak menyangka buruk, maka dia pun segera mengetuk daun pintu kamar yang tertutup itu.

"Yang Mulia, saya Lili siap menghadap paduka kalau diperlukan," katanya lirih.

"Masuklah, Lili, daun pintunya tidak dikunci," terdengar suara pangeran itu dari dalam.

Lili mendorong daun pintu, dibiarkan saja oleh empat orang pengawal yang berjaga di luar kamar, lalu dia melangkah masuk. Kamar pangeran itu luas dan terang, dengan perabot kamar yang serba mewah, dan tempat tidur yang luas pula. Pangeran hanya seorang diri saja, rebah miring di pembaringan.

"Tutupkan kembali daun pintunya, Lili," katanya.

Walau pun alisnya berkerut karena belum pernah dia disuruh masuk kamar berdua saja dengan pangeran itu, apa lagi daun pintu kamar ditutup, Lili tidak berani membantah dan menutupkan daun pintu kamar.

"Kesinilah, Lili!" kata pula pangeran itu dengan suara lembut.

Karena mengira bahwa pangeran hendak membicarakan urusan penting, Lili melangkah maju ke dekat pembaringan dan berlutut dengan kaki kanan. "Siap menanti perintah, pangeran," katanya.

“Jangan berlutut di situ, Lili. Duduklah di pembaringan sini...”

"Tidak, pangeran. Saya di sini saja!” kata Lili, suaranya mulai mendingin. "Perintah apa yang harus saya laksanakan untuk paduka?"

"Lili, duduklah di sini dan kau pijitlah tubuhku. Aku merasa lelah sekali...”

Wajah Lili berubah merah dan dia pun bangkit berdiri. "Pangeran, memijit bukan pekerjaan saya. Saya bukan tukang pijit. Kalau paduka lelah dan minta dipijit, biar saya panggilkan selir atau dayang...”

"Aku ingin engkau yang memijitiku, Lili." Pangeran itu bangkit duduk. "Ke sinilah engkau. Aku sayang padamu, Lili. Sejak kau berada di sini, aku merindukanmu. Rebahlah di sini, di sampingku, Lili...”

"Pangeran! Apa yang paduka katakan ini? Apakah paduka mabok? Saya tidak sudi!"

"Lili, aku cinta padamu, aku ingin mengangkatmu menjadi selirku terkasih."

"Tidak, aku tidak sudi!"

"Ingat, aku seorang pangeran mahkota, Lili."

Lili sudah marah sekali! Kalau dia tidak ingat bahwa laki-laki ini seorang pangeran, putera mahkota, tentu sudah dicekiknya kepala orang itu sampai lumat.

"Tidak, aku tidak sudi, biar kau seorang pangeran mahkota, seorang dewa atau seorang iblis sekali pun! Sekarang juga aku akan pergi, aku tidak sudi menghambakan diri di sini lagi!" Gadis itu meloncat keluar lalu berlari meninggalkan tempat itu.

"Pengawal...!" Pangeran berteriak dan ketika para pengawal bermunculan, dengan geram dia memerintahkan untuk mengejar dan menangkap Lili.

Akan tetapi para pengawal itu jeri untuk mengejar bekas pengawal pribadi yang kabarnya sangat lihai itu. Apa lagi ketika muncul Yauw Siucai, juga pengawal pribadi pangeran dan guru sastra Pangeran kecil Chu Hong yang membujuk mereka agar bertindak lambat dan agar jangan bentrok dengan Lili karena hal itu akan membahayakan mereka sendiri.

Tapi bujukan ini hanya mempengaruhi beberapa orang pengawal saja. Mereka yang setia terhadap pangeran bahkan melapor kepada kepala pengawal dan puluhan orang prajurit pengawal melakukan pengejaran kepada Lili yang berlari ke luar istana.

Bukan main marahnya hati Lili. Dia tidak tahu bahwa ketika Yauw Siucai memperkenalkan ia kepada Pangeran Chu Hui San, kemudian diterima sebagai pengawal pribadi, pangeran mata keranjang itu menerimanya bukan hanya karena Yauw Siucai memuji kelihaiannya, melainkan terutama sekali karena kecantikannya. Biar pun sudah ratusan mungkin ribuan orang wanita pernah melayaninya, namun pangeran ini belum pernah mempunyai seorang kekasih yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan juga mempunyai watak yang keras dan berani seperti Lili.

Bagaimana mungkin ada seorang gadis yang sikapnya demikian berani terhadap seorang jenderal besar seperti Jenderal Yauw Ti? Semuanya itu membuat sang pangeran semakin tergila-gila dan setelah melihat sikap gadis itu terhadap sang jenderal tadi, dia pun merasa khawatir kalau suatu saat dia akan kehilangan Lili, maka gairahnya semakin memuncak sehingga dia mengambil keputusan untuk memiliki Lili saat itu juga. Namun baru sekali itu selama hidupnya, ada wanita yang menolak keras ketika dirayunya!

Dalam keadaan marah Lili keluar dari istana. Dia bukan tidak tahu bahwa kemungkinan besar pangeran akan mengerahkan para pengawal untuk menangkapnya, namun dia tidak peduli dan akan menghajar siapa saja yang nanti berani menghalanginya.

"Lili...!”

Lili mengangkat muka dan melihat dua orang yang berada di luar pintu gerbang istana, dia pun terbelalak dan segera lari menghampiri.

"Suci...! Suhu...!" serunya girang bukan main melihat kakak seperguruannya dan gurunya berada di situ.

Akan tetapi pada saat itu dari pintu gerbang muncul berbondong-bondong para pengawal yang melakukan pengejaran. Begitu melihat Lili mereka pun segera berteriak-teriak sambil mengejar, dipimpin beberapa orang perwira pengawal yang berteriak memerintah.

"Tangkap pemberontak!"

"Apa yang terjadi?" tanya Cu Sui In.

"Pangeran hendak memaksaku menjadi selirnya, tetapi aku tidak sudi kemudian melarikan diri," kata Lili dan gadis ini pun segera menyambut serbuan para pengawal, merobohkan dua orang dengan tamparannya.

Akan tetapi para pengawal sudah menyerangnya dengan senjata di tangan. Tombak dan pedang golok menyambar-nyambar. Lili mencabut pedangnya Pek-coa-kiam (Pedang Ular Putih) mengamuk. Melihat betapa Lili dikepung banyak pengawal yang menyerang mati-matian, tanpa diminta Cu Sui In segera mencabut Hek-coa-kiam (Pedang Ular Hitam) dan terjun ke dalam pertempuran membantu gadis itu.

See-thian Coa-ong Cu Kiat memandang dengan kedua alis berkerut. Tentu saja dia tidak mengkhawatirkan dua orang wanita yang dikeroyok itu, namun dia bukan orang bodoh. Betapa pun lihainya Lili dan Sui In, bahkan ditambah dia sendiri sekali pun, tidak mungkin dapat bertahan kalau datang pasukan besar mengeroyok mereka. Inilah yang merupakan ancaman karena mereka berada di kota raja, apa lagi di depan pintu gerbang istana.

Mereka seperti sedang berada di goa harimau, dan selain itu dia pun tidak ingin menjadi pemberontak tanpa alasan yang kuat, hanya karena Lili hendak diambil selir oleh seorang pangeran. Bahkan kalau gadis itu mau, dia malah akan merasa senang sekali. Mengapa menolak menjadi selir seorang pangeran mahkota yang memiliki kesempatan sangat baik untuk menjadi permaisuri? Bodoh sekali!

"Lili, Sui In, kita pergi dari sini!" serunya dan sekali dia menyerbu, kepungan itu langsung terpecah.

Dua orang wanita itu juga maklum akan bahaya, maka mereka cepat meloncat keluar dari kepungan yang pecah. Mereka bertiga berloncatan dengan cepat dan sebentar saja para pengawal itu sudah kehilangan bayangan mereka.

Para pengawal melakukan pengejaran dan kini pasukan pembantu telah datang sehingga mereka menyebar ke seluruh kota untuk mencari ketiga orang itu, terutama Lili. Di antara mereka yang melakukan pencarian, tentu saja tampak pula seorang pria yang berpakaian sastrawan serba putih, yaitu Yauw Siucai, yang berlagak marah-marah ketika mendengar akan peristiwa itu.

"Gadis yang tak mengenal budi!" Dia berseru di hadapan pangeran Chu Hui San. "Jangan khawatir, yang mulia. Saya akan berusaha mencari dan menemukannya!"

Ketika ketiga orang pelarian itu sedang berlari dan berloncatan di sebuah lorong, tiba-tiba saja di hadapan mereka muncul Yauw Siucai. Tempat itu sunyi, dan Yauw Siucai berkata cepat.

"Ke sinilah! Cepat sam-wi masuk ke sini!"

Tiga orang itu, dipimpin Lili yang telah mengenal Yauw Siucai dan mempercayainya, cepat mengikuti pemuda berpakaian putih itu memasuki sebuah pintu samping sebuah rumah dan segera daun pintu itu ditutup dari dalam. Mereka berada di sebuah kebun dan tanpa bicara lagi Yauw Siucai mengajak mereka memasuki rumah itu dari belakang.

Di dalam rumah itu, di sebuah gudang barang, terdapat sebuah pintu rahasia dan dia pun membawa tiga orang pelarian memasuki sebuah lorong rahasia yang menurun ke dalam sebuah ruangan bawah tanah yang luas, mewah dan amat lengkap. Tiga orang itu sampai terheran-heran dan kagum, tidak menyangka bahwa di bawah gedung itu terdapat ruang bawah tanah yang demikian mewahnya.

"Untuk sementara harap sam-wi (anda bertiga) bersembunyi dulu di sini sampai pencarian mereda," kata Yauw Siucai kepada mereka.

"Terima kasih atas bantuanmu, Yauw kongcu," kata Lili, lalu dia memperkenalkan gurunya dan kakak seperguruannya. "Ini adalah suhu dan suci-ku...”

Yauw Siucai tercengang lantas tersenyum girang bukan main. "Locianpwe See-thian Coa-ong dan Bi-coa Sianli? Ahh…, sudah lama sekali saya mendengar akan nama besar ji-wi (anda berdua)," katanya memberi hormat.

"Suhu dan suci, ini adalah Yauw Kongcu, namanya Yauw Lu Ta. Kami berkenalan dalam perjalanan, lalu ia memperkenalkan aku dengan Pangeran Mahkota dan memasukkan aku menjadi pengawal pribadi. Akan tetapi ternyata Pangeran Chu Hui San hendak kurang ajar kepadaku, maka aku melarikan diri!"

See-thian Coa-ong yang merasa bahwa dia telah terlepas dari bahaya karena pertolongan pemuda tampan berpakaian putih-putih itu berkata, "Hemm, hari ini Yauw Kongcu sudah menyelamatkan kami. Aku tidak akan melupakan budi ini."

Cu Sui In tidak mempedulikan pria yang menolongnya itu, sebaliknya dia justru mengomel kepada Lili, "Sumoi, apa saja yang kau lakukan di kota raja? Bukankah aku memberimu tugas penting? Engkau sudah mengabaikan tugasmu...?"

Asmara Si Pedang Tumpul Jilid 17

PANGERAN Chu Hui San maklum akan kebenaran pendapat Lili, karena itu dia pun segera menyabarkan hati Jenderal yang amat keras itu. "Sudahlah, Jenderal Yauw Ti. Apa yang dikatakan Lili memang benar. Engkau tidak boleh terburu nafsu. Mungkin saja rumahku itu dijadikan tempat persembunyian penjahat di waktu saya tidak berada di sana. Siapa tahu? Penjahat itu lihai dan tentu cerdik. Kalau mereka bersembunyi di sana, siapa yang akan menduga dan menangkap mereka?"

Jenderal itu mengangguk. "Baiklah, Yang Mulia. Akan tetapi hamba akan melaporkan dan memprotes ke hadapan Yang Mulia Sribaginda Kaisar dan mohon agar leng-ki itu dicabut dari tangan bocah Uighur ini." Kemudian dia berpaling kepada Lili dan melotot. "Dan kau... kau..." Sinar matanya yang penuh kebencian seperti menyerang diri Lili.

Gadis itu membusungkan dadanya. "Aku mengapa? Engkau jenderal, dan aku pengawal pribadi pangeran, kita sama-sama mengabdi kepada kerajaan. Kalau aku benar, engkau mau apa? Jangan dikira aku takut padamu, jenderal galak!"

Jenderal Yauw Ti mengepal tinjunya. Rasanya ingin sekali dia menerjang dan sekali pukul menghancurkan kepala gadis yang begitu beraninya memaki dan menentangnya di depan pangeran. Akan tetapi di situ ada pangeran mahkota, ada pun gadis itu adalah pengawal pribadi yang agaknya amat disayangnya, maka tentu saja dia hanya menekan amarahnya dan sesudah memberi hormat kepada sang pangeran, dia pun meninggalkan ruangan itu dengan muka merah padam.

"Sin Wan, cepat kau pergi dari sini. Selidiki dan sedapat mungkin tangkaplah orang-orang berkedok itu, jangan lagi datang ke sini karena Yang Mulia Pangeran tidak tahu apa-apa tentang mereka," kata Lili. "Biar kuantar engkau keluar supaya jangan diganggu jenderal galak itu!” Lili memberi hormat kepada Pangeran Mahkota. "Pangeran, perkenankan saya mengantar Sin Wan keluar dari istana."

Pangeran itu menghela napas panjang, kemudian menggerakkan tangan memberi isyarat agar mereka pergi. Sin Wan memberi hormat, lalu dia keluar dari ruangan itu bersama Lili. Dengan mudah mereka melewati semua penjagaan karena para penjaga sudah mengenal gadis cantik yang menjadi pengawal pribadi yang baru dari Pangeran Mahkota. Tak lama kemudian rnereka sudah tiba di luar pintu gerbang istana.

"Nah, selamat jalan, Sin Wan. Berhati-hatilah engkau, agaknya jenderal galak itu sangat membencimu.”

"Terima kasih, Lili. Kenapa engkau melakukan semua ini untukku? Kenapa engkau begini baik kepadaku dan berani menentang seorang jenderal berkuasa untuk membelaku?" Sin Wan bertanya sambil menatap wajah cantik itu.

Sebenarnya tidak perlu lagi dia bertanya, karena dia sudah tahu. Akan tetapi karena dia amat berterima kasih dan merasa terharu, karena tanpa pembelaan Lili mungkin dia telah menjadi tawanan, dia pun mengajukan pertanyaan itu.

"Kenapa, Sin Wan? Engkau masih bertanya lagi, kenapa? Apa engkau sudah lupa bahwa aku cinta kepadamu? Aku rela mengorbankan nyawa untuk membelamu karena aku cinta kepadamu, Sin Wan. Selamat jalan." Gadis itu membalikkan diri dengan cepat kemudian memasuki lagi pintu gerbang daerah istana yang terlarang itu.

Sin Wan berdiri laksana patung, mengamati kepergian gadis itu sampai lenyap di sebelah dalam pintu gerbang. Ia menghela napas, lalu membalikkan tubuh dan pergi dari situ. Dia merasa iba kepada Lili dan merasa rmenyesal mengapa dia tidak dapat membalas cinta kasih yang demikian besarnya. Cintanya masih kepada Lim Kui Siang, namun gadis yang dicintanya dan yang tadinya juga mencintanya itu sekarang berbalik membencinya karena dia dianggap musuh besarnya! Ayah tirinya, yang juga merupakan guru pertamanya, telah membunuh ayah gadis itu.

Sin Wan segera melupakan wajah kedua orang gadis itu dan kembali sadar akan keadaan dirinya. Penyelidikannya telah gagal, bahkan sekarang dia yang terancam oleh kecurigaan Jenderal Yauw Ti. Kalau jenderal itu melapor kepada kaisar, bukan tak mungkin dia akan ditangkap dan dituduh telah menghina pangeran mahkota.

Cepat dia melangkahkan kakinya menuju ke benteng, dan di situ dengan girang dia dapat menghadap Jenderal Shu Ta! Agaknya hanya jenderal inilah yang mampu menolongnya karena jenderal ini adalah atasan jenderal Yauw Ti. Sesudah duduk berhadapan dengan Jenderal Shu Ta, Sin Wan melaporkan segala yang telah dialaminya semalam, kemudian betapa dia tadi diancam oleh Jenderal Yauw Ti yang menganggap dia menghina pangeran mahkota.

Sesudah mendengarkan semua laporan Sin Wan dengan penuh perhatian, Jenderal Shu Ta mengangguk-angguk, "Jenderal Yauw Ti memang berwatak keras, dan sungguh tidak kebetulan bagimu bahwa dahulu dia pernah tertawan oleh bangsa Uighur dan mengalami siksaan sebagai tawanan musuh sehingga sesudah dia berhasil dibebaskan, dia menaruh dendam kebencian kepada bangsa Uighur. Sungguh pun demikian, apa yang dia lakukan terhadap dirimu bukan semata karena dendam kepada bangsamu itu, tetapi berdasarkan perhitungan yang tidak dapat disalahkan. Apa bila tidak ada bukti, memang keteranganmu itu dapat dianggap sebagai penghinaan dan pencemaran nama baik pangeran mahkota. Kurasa pendapat pangeran mahkota memang benar, para penjahat itu sengaja memakai rumah peristirahatannya yang kosong untuk bersembunyi, dan aku sendiri pun tidak akan menyangka bahwa rumah itu akan dijadikan tempat persembunyian penjahat. Sudahlah, aku akan menemui Jenderal Yauw Ti agar dia tidak menghadap Sribaginda Kaisar."

Lega rasa hati Sin Wan. Ketika dia meninggalkan benteng, matahari telah naik tinggi dan dia merasa lapar sebab sejak pagi dia belum makan. Sin Wan lalu pergi ke sebuah rumah makan besar di sudut kota yang tidak begitu ramai. Akan tetapi sebelum sampai di rumah makan itu, ketika melewati sebuah rumah penginapan, tiba-tiba dia melihat dua orang di pekarangan rumah penginapan yang membuat dia cepat menyelinap agar tidak kelihatan oleh mereka.

Jantungnya berdebar penuh ketegangan ketika dia mengenal seorang di antara mereka. Wanita cantik yang memasuki pekarangan bersama seorang kakek tinggi kurus itu adalah Bi-coa Sianli Cu Sui In, bekas guru Lili yang kini menjadi suci-nya! Dia tidak mengenal kakek itu, akan tetapi melihat Cu Sui In, dia pun teringat kepada Lili dan timbul keinginan tahunya.

Lili sendiri sudah menjadi pengawal pribadi pangeran mahkota. Dia sendiri tidak menaruh curiga sedikit pun terhadap Lili, karena dia yakin bahwa Lili adalah seorang gadis yang pada dasarnya memiliki hati yang baik, walau pun dia kasar dan liar. Akan tetapi lain lagi dengan Bi-coa Sianli! Wanita iblis ini telah menewaskan dua orang di antara tiga gurunya, yaitu Kiam-sian (Dewa Pedang) dan Pek-mau-sian (Dewa Rambut Putih).

Seorang wanita yang lihai bukan main, juga sangat kejam. Kehadirannya di kota raja ini sungguh mencurigakan. Dan yang lebih menarik hatinya, kini dia tahu bahwa Cu Sui In yang masih tetap cantik dalam usia setengah tua itu dahulu adalah kekasih Bhok Cun Ki. Wanita inilah yang menyuruh Lili untuk membunuh Bhok Cun Ki. Dan kini ia datang sendiri ke kota raja.

Siapa pula kakek yang tinggi kurus itu? Dia harus menyelidiki. Siapa tahu ada kaitannya antara mereka dengan orang-orang berkedok. Andai kata tidak ada kaitannya sekali pun, dia tetap harus menyelidiki demi Lili dan Bhok Cun Ki.

Sesudah melihat kedua orang itu memasuki rumah penginapan, Sin Wan menggunakan kepandaiannya, memasuki rumah penginapan itu dengan mengambil jalan memutar dari kebun belakang. Ketika melewati sebuah kamar yang pintunya tertutup, dia mendengar suara Cu Sui In, atau yang diduganya suara iblis betina itu, suara wanita yang merdu dan dingin.

“Sungguh heran, di mana sumoi? Susah benar mencari jejaknya!"

Lalu terdengar suara parau dan dalam seorang pria, tentu pria yang sudah tua, didahului suara tawanya. "Ha-ha-ha, engkau memang aneh sekali, Sui In! Heran aku mengapa ada kebencian yang dapat kau pendam sedemikian lamanya? Sungguh kebencian yang aneh. Kalau menghendaki dia mampus, apa sukarnya? Engkau malah menyuruh anakmu yang membunuh ayah kandungnya, dan sekarang engkau gelisah sendiri. Ha-ha-ha, sungguh mati, wanita memang makhluk paling aneh di dunia ini."

"Ayah, lebih baik jangan membicarakan tentang itu!"

"Kenapa? Dia itu muridku, juga cucuku satu-satunya!"

“Sudahlah, ayah. Sudah kukatakan, jangan mencampuri urusan pribadiku yang satu ini!”

Sunyi sekali di kamar itu dan Sin Wan cepat menyelinap pergi. Wajahnya berubah penuh ketegangan dan harus menenteramkan hatinya lebih dulu di jalan kecil, lorong di belakang rumah penginapan itu. Mereka bicara tentang Lili! Dan ternyata Lili adalah puteri Cu Sui In, dan laki-laki tua yang disebut ayah oleh Bi-coa Sianli itu, yang mengakui Lili sebagai cucunya, siapa lagi lagi kalau bukan See-thian Coa-ong? Kenyataan ini terlalu hebat bagi Sin Wan, membuatnya terkesima dan seperti kehilangan akal.

Iblis betina itu mendendam secara aneh kepada Bhok Cun Ki! Dan Lili ternyata puterinya, puteri Cu Sui In dan puteri Bhok Cun Ki! Kini mengertilah Sin Wan. Ketika Bhok Cun Ki meninggalkan kekasihnya, Cu Sui In, wanita itu sedang dalam keadaan mengandung. Hal ini agaknya tidak diketahui oleh Bhok Cun Ki. Pantaslah Cu Sui In demikian mendendam kepada kekasihnya atau ayah dari anaknya.

Akan tetapi betapa kejamnya iblis betina itu. Dendamnya hendak dibalasnya secara aneh, yaitu dia hendak mengadu anaknya agar bermusuhan dengan ayahnya sendiri. Ia hendak membuat ayah dan anak itu saling berbunuhan. Hal ini harus dicegah!

Sin Wan merasa amat iba kepada Lili, gadis yang malang itu, yang sangat mencintanya, dan andai kata di sana tidak ada Kui Siang, betapa akan mudahnya membalas cinta kasih seorang gadis seperti Lili. Tetapi bagaimana cara mencegahnya? Menasehati mereka tak akan ada gunanya, dan pula, dia pun tidak berhak mencampuri urusan rumah tangga dan urusan pribadi mereka.

Akan tetapi satu hal sudah jelas, Bi-coa Sianli Cu Sui In dan ayahnya See-thian Coa-ong ternyata tak ada hubungannya dengan orang-orang berkedok yang bersembunyi di rumah peristirahatan pangeran mahkota. Agaknya ayah dan anak itu baru saja tiba dan sekarang mereka mencari-cari Lili yang oleh suci-nya disuruh membunuh Bhok Cun Ki. Gadis yang malang itu sama sekali tidak menyadari bahwa orang yang disuruh bunuh adalah ayah kandungnya sendiri, dan yang menyuruhnya adalah ibunya sendiri!

Sin Wan kemudian teringat. Hampir saja Lili tewas ketika bertanding melawan Bhok Cun Ki, diserang oleh orang lain secara menggelap, kemudian diselamatkan atau ditolong oleh Bhok Cun Ki. Sebaiknya kalau mereka itu saling dipertemukan supaya Lili dapat bercerita kepada suci-nya mengenai sikap Bhok Cun Ki. Mungkin saja kebaikan hati Bhok Cun Ki terhadap Lili akan mencairkan kebekuan hati mendendam di dalam dada wanita itu.

Tidak terlalu lama dia menunggu di depan rumah penginapan itu. Ketika dia melihat ayah dan anak itu keluar dari pintu depan rumah penginapan, cepat dia memasuki pekarangan dan menyongsong mereka. Cu Sui In masih tidak berubah, masih seperti dahulu ketika dia melihatnya pada pertemuan antara pimpinan kai-pang (perkumpulan pengemis) untuk merebutkan kedudukan pimpinan para kai-pang.

Peristlwa itu terjadi lebih dari setahun yang lalu, ketika dia bersama Kui Siang mengikuti Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki yang akhirnya menjadi pemimpin besar para kai-pang kembali, kedudukan yang sebelum itu juga dipegangnya. Namun dipilihnya Pek-sim Lo-kai adalah karena keputusan atau perintah dari Raja Muda Yung Lo, yang mengakibatkan para calon lainnya terpaksa mundur, di antara mereka terdapat pula Bi-coa Sianli Cu Sui In.

Ketika Sin Wan bertemu pandang dengan kakek yang berjalan di samping wanita cantik itu, diam-diam dia merasa terkejut dan kagum. Sinar mata kakek ini mencorong bagaikan mata seekor naga. Meski pun tubuhnya tinggi kurus namun kakek ini kelihatan gagah dan berwibawa, terutama sekali matanya.

"Harap ji-wi memaafkan saya...” Sin Wan memberi hormat dengan mengangkat kedua tangannya ketika dia berdiri di depan kedua orang itu, menghadang perjalanan mereka.

"Hemm, orang muda, siapa engkau dan mau apa?" tanya See-thian Coa-ong, senyumnya yang selalu menghias mulut seperti orang mengejek itu tidak pernah meninggalkan bibir.

"Heii, bukankah engkau... murid Sam-sian yang bernama Sin Wan itu?" Cu Sui In berseru sambil menudingkan telunjuk kanannya ke arah muka Sin Wan. Dia segera teringat akan pengakuan sumoi-nya. Lili mencinta pemuda ini! "Mau apa engkau menghadang kami? Apakah engkau hendak membalaskan kematian Kiam-sian dan Pek-mau-sian?"

"Tidak sama sekali. Saya hanya ingin memberi tahu kepada ji-wi locianpwe bahwa saya pernah bertemu dengan Lili, dan ketika tadi melihat ji-wi, saya lalu bermaksud memberi tahu."

Cu Sui In menatap tajam. "Engkau bertemu dengan Lili? Di mana dia?" Pertanyaannya dilakukan tergesa-gesa karena hatinya gembira mendengar itu.

"Di dalam istana kaisar!” jawab Sin Wan.

"Ahhh??" See-thian Coa-ong sendiri dan puterinya mengeluarkan seruan kaget.

“Bagaimana mungkin Lili berada di istana kaisar? Apa maksudmu, Sin Wan?” tanya Bi-coa Sianli Cu Sui In.

"Saya bertemu Lili di dalam istana. Dia tinggal di istana Pangeran Mahkota Chu Hui San sebagai pengawal pribadi beliau. Hanya itu yang ingin saya sampaikan kepada jiwi, untuk selanjutnya terserah kepada ji-wi." Sin Wan lantas membalikkan diri hendak meninggalkan tempat itu.

"Haii, tunggu!" terdengar kakek itu membentak sehingga Sin Wan terpaksa menghentikan langkahnya, membalik dan kembali berhadapan dengan mereka. "Sikapmu mencurigakan sekali. Hayo katakan terus terang apa maksudmu dengan pemberitahuan ini atau engkau akan kubunuh sekarang juga!"

"Ayah, dia adalah pemuda yang dicinta Lili. Sin Wan, mengapa engkau memberi tahukan tentang Lili kepadaku?"

"Lili telah menyelamatkan saya, saya berhutang budi padanya. Akan tetapi saya khawatir dengan kehadirannya di istana. Amat berbahaya bagi gadis seperti Lili, akan tetapi saya tidak berdaya, tidak dapat mencegahnya. Oleh karena itu ketika saya melihat ji-wi, saya memberi tahu agar ji-wi dapat mengeluarkannya dari istana."

Sin Wan memberi hormat dan kini dia pergi tanpa dicegah oleh ayah dan anak itu. Setelah pemuda itu pergi, Cu Sui In berkata kepada ayahnya, "Ayah, sekarang juga kita ke istana, menemui Lili dan mengajaknya keluar. Apa-apaan dia menjadi pengawal pribadi pangeran mahkota segala!"

"Ha-ha-ha-ha, siapa tahu dia ingin menjadi isteri pangeran mahkota supaya kelak menjadi pemaisuri kaisar? Ha-ha-ha-ha…!"

Akan tetapi datuk ini menurut saja ketika puterinya menarik tangannya dan mengajaknya pergi menuju ke istana!

********************

Cerita silat serial Si Pedang Tumpul karya kho ping hoo

Ketika Lili kembali ke istana pangeran setelah mengantar Sin Wan keluar istana, seorang pengawal menyambutnya dan memberi tahu bahwa dia dipanggil oleh pangeran di dalam kamarnya. Lili tidak menyangka buruk, maka dia pun segera mengetuk daun pintu kamar yang tertutup itu.

"Yang Mulia, saya Lili siap menghadap paduka kalau diperlukan," katanya lirih.

"Masuklah, Lili, daun pintunya tidak dikunci," terdengar suara pangeran itu dari dalam.

Lili mendorong daun pintu, dibiarkan saja oleh empat orang pengawal yang berjaga di luar kamar, lalu dia melangkah masuk. Kamar pangeran itu luas dan terang, dengan perabot kamar yang serba mewah, dan tempat tidur yang luas pula. Pangeran hanya seorang diri saja, rebah miring di pembaringan.

"Tutupkan kembali daun pintunya, Lili," katanya.

Walau pun alisnya berkerut karena belum pernah dia disuruh masuk kamar berdua saja dengan pangeran itu, apa lagi daun pintu kamar ditutup, Lili tidak berani membantah dan menutupkan daun pintu kamar.

"Kesinilah, Lili!" kata pula pangeran itu dengan suara lembut.

Karena mengira bahwa pangeran hendak membicarakan urusan penting, Lili melangkah maju ke dekat pembaringan dan berlutut dengan kaki kanan. "Siap menanti perintah, pangeran," katanya.

“Jangan berlutut di situ, Lili. Duduklah di pembaringan sini...”

"Tidak, pangeran. Saya di sini saja!” kata Lili, suaranya mulai mendingin. "Perintah apa yang harus saya laksanakan untuk paduka?"

"Lili, duduklah di sini dan kau pijitlah tubuhku. Aku merasa lelah sekali...”

Wajah Lili berubah merah dan dia pun bangkit berdiri. "Pangeran, memijit bukan pekerjaan saya. Saya bukan tukang pijit. Kalau paduka lelah dan minta dipijit, biar saya panggilkan selir atau dayang...”

"Aku ingin engkau yang memijitiku, Lili." Pangeran itu bangkit duduk. "Ke sinilah engkau. Aku sayang padamu, Lili. Sejak kau berada di sini, aku merindukanmu. Rebahlah di sini, di sampingku, Lili...”

"Pangeran! Apa yang paduka katakan ini? Apakah paduka mabok? Saya tidak sudi!"

"Lili, aku cinta padamu, aku ingin mengangkatmu menjadi selirku terkasih."

"Tidak, aku tidak sudi!"

"Ingat, aku seorang pangeran mahkota, Lili."

Lili sudah marah sekali! Kalau dia tidak ingat bahwa laki-laki ini seorang pangeran, putera mahkota, tentu sudah dicekiknya kepala orang itu sampai lumat.

"Tidak, aku tidak sudi, biar kau seorang pangeran mahkota, seorang dewa atau seorang iblis sekali pun! Sekarang juga aku akan pergi, aku tidak sudi menghambakan diri di sini lagi!" Gadis itu meloncat keluar lalu berlari meninggalkan tempat itu.

"Pengawal...!" Pangeran berteriak dan ketika para pengawal bermunculan, dengan geram dia memerintahkan untuk mengejar dan menangkap Lili.

Akan tetapi para pengawal itu jeri untuk mengejar bekas pengawal pribadi yang kabarnya sangat lihai itu. Apa lagi ketika muncul Yauw Siucai, juga pengawal pribadi pangeran dan guru sastra Pangeran kecil Chu Hong yang membujuk mereka agar bertindak lambat dan agar jangan bentrok dengan Lili karena hal itu akan membahayakan mereka sendiri.

Tapi bujukan ini hanya mempengaruhi beberapa orang pengawal saja. Mereka yang setia terhadap pangeran bahkan melapor kepada kepala pengawal dan puluhan orang prajurit pengawal melakukan pengejaran kepada Lili yang berlari ke luar istana.

Bukan main marahnya hati Lili. Dia tidak tahu bahwa ketika Yauw Siucai memperkenalkan ia kepada Pangeran Chu Hui San, kemudian diterima sebagai pengawal pribadi, pangeran mata keranjang itu menerimanya bukan hanya karena Yauw Siucai memuji kelihaiannya, melainkan terutama sekali karena kecantikannya. Biar pun sudah ratusan mungkin ribuan orang wanita pernah melayaninya, namun pangeran ini belum pernah mempunyai seorang kekasih yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan juga mempunyai watak yang keras dan berani seperti Lili.

Bagaimana mungkin ada seorang gadis yang sikapnya demikian berani terhadap seorang jenderal besar seperti Jenderal Yauw Ti? Semuanya itu membuat sang pangeran semakin tergila-gila dan setelah melihat sikap gadis itu terhadap sang jenderal tadi, dia pun merasa khawatir kalau suatu saat dia akan kehilangan Lili, maka gairahnya semakin memuncak sehingga dia mengambil keputusan untuk memiliki Lili saat itu juga. Namun baru sekali itu selama hidupnya, ada wanita yang menolak keras ketika dirayunya!

Dalam keadaan marah Lili keluar dari istana. Dia bukan tidak tahu bahwa kemungkinan besar pangeran akan mengerahkan para pengawal untuk menangkapnya, namun dia tidak peduli dan akan menghajar siapa saja yang nanti berani menghalanginya.

"Lili...!”

Lili mengangkat muka dan melihat dua orang yang berada di luar pintu gerbang istana, dia pun terbelalak dan segera lari menghampiri.

"Suci...! Suhu...!" serunya girang bukan main melihat kakak seperguruannya dan gurunya berada di situ.

Akan tetapi pada saat itu dari pintu gerbang muncul berbondong-bondong para pengawal yang melakukan pengejaran. Begitu melihat Lili mereka pun segera berteriak-teriak sambil mengejar, dipimpin beberapa orang perwira pengawal yang berteriak memerintah.

"Tangkap pemberontak!"

"Apa yang terjadi?" tanya Cu Sui In.

"Pangeran hendak memaksaku menjadi selirnya, tetapi aku tidak sudi kemudian melarikan diri," kata Lili dan gadis ini pun segera menyambut serbuan para pengawal, merobohkan dua orang dengan tamparannya.

Akan tetapi para pengawal sudah menyerangnya dengan senjata di tangan. Tombak dan pedang golok menyambar-nyambar. Lili mencabut pedangnya Pek-coa-kiam (Pedang Ular Putih) mengamuk. Melihat betapa Lili dikepung banyak pengawal yang menyerang mati-matian, tanpa diminta Cu Sui In segera mencabut Hek-coa-kiam (Pedang Ular Hitam) dan terjun ke dalam pertempuran membantu gadis itu.

See-thian Coa-ong Cu Kiat memandang dengan kedua alis berkerut. Tentu saja dia tidak mengkhawatirkan dua orang wanita yang dikeroyok itu, namun dia bukan orang bodoh. Betapa pun lihainya Lili dan Sui In, bahkan ditambah dia sendiri sekali pun, tidak mungkin dapat bertahan kalau datang pasukan besar mengeroyok mereka. Inilah yang merupakan ancaman karena mereka berada di kota raja, apa lagi di depan pintu gerbang istana.

Mereka seperti sedang berada di goa harimau, dan selain itu dia pun tidak ingin menjadi pemberontak tanpa alasan yang kuat, hanya karena Lili hendak diambil selir oleh seorang pangeran. Bahkan kalau gadis itu mau, dia malah akan merasa senang sekali. Mengapa menolak menjadi selir seorang pangeran mahkota yang memiliki kesempatan sangat baik untuk menjadi permaisuri? Bodoh sekali!

"Lili, Sui In, kita pergi dari sini!" serunya dan sekali dia menyerbu, kepungan itu langsung terpecah.

Dua orang wanita itu juga maklum akan bahaya, maka mereka cepat meloncat keluar dari kepungan yang pecah. Mereka bertiga berloncatan dengan cepat dan sebentar saja para pengawal itu sudah kehilangan bayangan mereka.

Para pengawal melakukan pengejaran dan kini pasukan pembantu telah datang sehingga mereka menyebar ke seluruh kota untuk mencari ketiga orang itu, terutama Lili. Di antara mereka yang melakukan pencarian, tentu saja tampak pula seorang pria yang berpakaian sastrawan serba putih, yaitu Yauw Siucai, yang berlagak marah-marah ketika mendengar akan peristiwa itu.

"Gadis yang tak mengenal budi!" Dia berseru di hadapan pangeran Chu Hui San. "Jangan khawatir, yang mulia. Saya akan berusaha mencari dan menemukannya!"

Ketika ketiga orang pelarian itu sedang berlari dan berloncatan di sebuah lorong, tiba-tiba saja di hadapan mereka muncul Yauw Siucai. Tempat itu sunyi, dan Yauw Siucai berkata cepat.

"Ke sinilah! Cepat sam-wi masuk ke sini!"

Tiga orang itu, dipimpin Lili yang telah mengenal Yauw Siucai dan mempercayainya, cepat mengikuti pemuda berpakaian putih itu memasuki sebuah pintu samping sebuah rumah dan segera daun pintu itu ditutup dari dalam. Mereka berada di sebuah kebun dan tanpa bicara lagi Yauw Siucai mengajak mereka memasuki rumah itu dari belakang.

Di dalam rumah itu, di sebuah gudang barang, terdapat sebuah pintu rahasia dan dia pun membawa tiga orang pelarian memasuki sebuah lorong rahasia yang menurun ke dalam sebuah ruangan bawah tanah yang luas, mewah dan amat lengkap. Tiga orang itu sampai terheran-heran dan kagum, tidak menyangka bahwa di bawah gedung itu terdapat ruang bawah tanah yang demikian mewahnya.

"Untuk sementara harap sam-wi (anda bertiga) bersembunyi dulu di sini sampai pencarian mereda," kata Yauw Siucai kepada mereka.

"Terima kasih atas bantuanmu, Yauw kongcu," kata Lili, lalu dia memperkenalkan gurunya dan kakak seperguruannya. "Ini adalah suhu dan suci-ku...”

Yauw Siucai tercengang lantas tersenyum girang bukan main. "Locianpwe See-thian Coa-ong dan Bi-coa Sianli? Ahh…, sudah lama sekali saya mendengar akan nama besar ji-wi (anda berdua)," katanya memberi hormat.

"Suhu dan suci, ini adalah Yauw Kongcu, namanya Yauw Lu Ta. Kami berkenalan dalam perjalanan, lalu ia memperkenalkan aku dengan Pangeran Mahkota dan memasukkan aku menjadi pengawal pribadi. Akan tetapi ternyata Pangeran Chu Hui San hendak kurang ajar kepadaku, maka aku melarikan diri!"

See-thian Coa-ong yang merasa bahwa dia telah terlepas dari bahaya karena pertolongan pemuda tampan berpakaian putih-putih itu berkata, "Hemm, hari ini Yauw Kongcu sudah menyelamatkan kami. Aku tidak akan melupakan budi ini."

Cu Sui In tidak mempedulikan pria yang menolongnya itu, sebaliknya dia justru mengomel kepada Lili, "Sumoi, apa saja yang kau lakukan di kota raja? Bukankah aku memberimu tugas penting? Engkau sudah mengabaikan tugasmu...?"