Pedang Naga Hitam Jilid 11 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

“Suamimu? Aku tidak melihat seorangpun di sini...?“

“Jangan bohong! Engkau menyembunyikan suamiku, ya? Engkau, harus dihajar dulu untuk mengaku...!“

Dan gadis gila itu lalu menyerang Kim Lan dengan tongkatnya. Serangannya itu berbahaya sekali mengancam jalan darah. Akan tetapi dengan gerakan yang ringan dan indah. Kim Lan dapat menghindarkan diri dari serangan tongkat. Ia berkelebat ke sana sini untuk mengelak dan ketika kedua tangannya bergerak, lengan bajunya yang panjang itupun menyambar dari kanan kiri dan menyerang dengan tak kalah dahsyatnya!

Kui Ji terkejut dan menjadi penasaran. Dalam cuaca yang remang-remang itu kedua orang gadis bertanding, mengandalkan ketajaman mata yang menembus cuaca remang-remang dan ketajaman telinga untuk mengikuti gerakan lawan.

Setelah menandingi Kui Ji selama belasan jurus, Kim Lan melompat ke belakang. “Sobat, kalau engkau menyerangku, berarti engkau membuang waktu dan suamimu itu tentu sudah pergi jauh sekali. Kau akan kehilangan dia!“

Mendengar ini, Kui Ji merasa Khawatir sekali dan ia pun cepat meloncat, lari pulang ke Hwa-li-pang sambil menangis. Setibanya dihalaman rumah induk, ia melihat ibunya sedang bertanding melawan pengemis muda. Pertandingan itu amat seru dan keduanya berimbang, saling serang dan saling desak. Ayahnya hanya menonton saja dan Kui Ji sudah mengenal watak ayahnya. Kalau tidak terpaksa sekali ayahnya pantang mengeroyok lawan.

“Ayah... Ibu...! Tolonglah aku... aku kehilangan suamiku...“ teriak Kui Ji sambil menangis.

Mendengar ini ibunya yang sedang bertanding itu meloncat ke belakang dan pengemis muda itu berkata sambil tertawa.

“Ha-ha-ha, engkau nenek gila lihai juga. Biar lain kali saja kita lanjutkan pertandingan ini! Setelah berkata demikian diapun melompat jauh ke belakang lalu melarikan diri keluar dari halaman itu.

Pada saat itu muncullah Pek Mau To-kouw dengan kebutan bulu merah di tangannya. Ia pun muncul sesuai rencana. Dengan wajah tegang ia menghampiri keluarga gila itu dan bertanya,

“Sian-cai... apa yang telah terjadi di sini? Mengapa ribut-ribut ini...?“

"Pengemis setan itu datang mengganggu menantang aku!“ kata Liu Si.

“Suamiku melarikan diri! Ayah... ibu... suamiku melarikan diri... dia meninggalkan aku... hu-hu-huuu...“

“Sumimu lari? Kemana larinya?“ Pek Mau To-kouw bertanya. “Biar kutanyakan kepada anak buahku. Heeiii, murid-murid Hwa-li-pang, apakah ada yang melihat kemana larinya calon pengantin pria itu?“ To-kouw itu bertanya dengan suara lantang.

“Kami melihat dia lari ke arah barat!“ terdengar jawaban.

“Tidak, kami melihat pemuda baju putih itu lari ke timur!“ seru yang lain.

“Celaka, celaka... aku kehilangan mantu!“ Kui Mo mencak-mencak dengan marah. “Hayo kita kejar dia!“

Tiga orang ayah ibu dan anak itu lalu berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu untuk melakukan pengejaran. Akan tetapi biar semalam mereka mengejar dan mencari-cari, mereka tidak menemukan jejak Han Sin. Pemuda ini berlari ke utara, akan tetapi keluarga gila itu mencarinya ke selatan, barat dan timur!

Akhirnya mereka putus asa dan kembali ke tempat tinggal mereka sendiri. Setelah Kui Mo berpesan kepada Pek Mau To-kouw bahwa kalau mantunya kembali ke kuil itu harus cepat memberi kabar kepada mereka di bukit siluman, tempat tinggal mereka.

Tentu saja Pek Mau To-kouw dan seluruh anggota Hwa-li-pang merasa gembira sekali. Mereka bersyukur dan berterima kasih kepada Kim Lan yang telah mengatur siasat dengan baiknya sehingga keluarga gila itu meninggalkan Hwa-li-pang dengan tenang.

Juga mereka berterima kasih kepada pengemis muda bernama Cu Sian itu yang telah membantu sehingga siasat itu dijalankan dengan hasil baik. Akan tetapi mereka agak kecewa karena kedua orang penolong itu telah pergi tanpa pamit lagi sehingga mereka tidak sempat menghaturkan terima kasih mereka.

********************

Serial Sepasang Naga Lembah Iblis Episode Pedang Naga Hitam Karya Kho Ping Hoo

Han Sin berlari terus ke utara sampai dia tiba di sebuah hutan bambu. Tempat inilah yang dimaksudkan oleh gadis baju putih itu dalam suratnya dan agar pelarian dari keluarga gila benar-benar aman, dia diminta untuk bersembunyi di dalam hutan itu. Han Sin tersenyum sendiri, kenapa dia harus bersembunyi? Dia tidak takut lagi kepada keluarga gila itu setelah kini tenaganya pulih. Tadinya dia melarikan diri hanya untuk memenuhi pesan gadis baju putih agar pelariannya dari keluarga gila itu tidak melibatkan Hwa-li-pang.

“Kenapa mesti bersembunyi di sini?“ bisiknya kepada diri sendiri. Sebetulnya, ingin dia melanjutkan perjalanan ke utara dimana mendiang ayahnya gugur dalam dalam perang melawan Bangsa Turki dan Mongol.

Akan tetapi biarlah, dia membantah dirinya sendiri. Gadis baju putih itu telah memesan demikian dan tidak enaklah dia, sebagai orang yang ditolong mengabaikan permintaannya itu. Pesan dalam surat itu agar dia bersembunyi di hutan bambu itu melewatkan malam.

Han Sin memasuki hutan kecil itu. Dia memilih sebuah tempat yang bersih dibawah rumpun bambu. Tanah ditilami daun-daun bambu kering sehingga enak untuk dipakai duduk, bahkan berbaring sekalipun. Ujung bulan yang kecil melengkung muncul di angkasa timur, mendatangkan sinar yang lumayan, sehingga cuaca tidaklah segelap tadi.

Han Sin tidak berani tidur karena berada di tempat asing. Dia hanya duduk bersila di atas tilam daun bambu itu dan menghimpun tenaganya. Buntalan pakaiannya dia letakkan di depannya. Ternyata ketika dia tiba dihutan bambu itu, malam telah larut sekali dan sebentar saja langit di timur mulai terbakar cahaya kemerahan. Pagi telah mendatang tanpa terasa lagi.

Pendengaran Han Sin demikian tajamnya sehingga dia telah mengetahui bahwa ada orang sedang berjalan di dalam hutan itu menuju ke tempat ia duduk. Kaki yang menginjak daun-daun bambu itu tetap saja menimbulkan suara walaupun orang itu menggunakan ilmu meringankan tubuhnya. Ia menanti dengan jantung berdebar, kalau yang muncul itu keluarga gila, ketiganya sekalipun, dia tidak akan merasa tegang dan gentar. Akan tetapi yang membuat jantungnya berdebar adalah dugaan bahwa yang muncul itu si nona bermata indah!

Setelah langkah kaki itu tiba dekat, barulah dia membuka matanya memandang dan degup jantungnya semakin kuat ketika pandang matanya bertemu lagi dengan sepasang mata indah lembut itu. Nona baju putih itu telah berada di depannya dan sepagi itu telah kelihatan demikian segar bagaikan setangkai bunga tersiram embun pagi. Han Sin terpesona dan sampai lama dia hanya memandang saja tanpa dapat mengeluarkan suara.

Kim Lan dapat melihat sikap Han Sin yang bengong seperti orang bingung itu dan ia menduga bahwa sikap Han Sin itu karena rasa takut dan tegangnya, mengira yang datang tentulah keluarga gila yang di takutinya. Kim Lan memegang tangannya ke atas dan menghampiri pemuda itu.

“Sobat, jangan takut, tenangkan hatimu. Keluarga gila itu telah pergi dan tidak dapat menangkapmu...“ Ia tersenyum menghibur sedemikian manisnya.

Sehingga Han Sin makin terpesona. Akhirnya dia dapat juga membuka mulut dan bersuara. “Ah, nona penolong. Banyak terima kasih atas semua usahamu untuk membebaskan diriku dari cengkraman keluarga gila itu...“

Kim Lan tersenyum. “Sudahlah, tidak perlu berterima kasih. Semua ini berkat kerjasama yang baik, mendapat bantuan pengemis muda itu dan para anggota Hwa-li-pang. Aku datang ke sini untuk melihat apakah engkau sudah dengan selamat tiba di sini dan kedua kalinya, aku ingin bertanya kepadamu...“

Han Sin bangkit berdiri dan kini dia sudah dapat menguasai jantungnya yang berdebar. Dia memandang nona itu dengan sinar mata berseri, hatinya terasa senang bukan main dan senyumnya melebar. “Nona hendak bertanya padaku? Tanyalah, apa saja boleh kau tanyakan!“ jawabnya penuh gairah.

Kim Lan memandang dengan tajam dan gadis ini mendapat kenyataan bahwa Han Sin tidak lagi kelihatan seperti seorang pemuda tolol seperti ketika masih menjadi tawanan keluarga gila. Ia segera dapat menarik kesimpulan bahwa pemuda ini telah bermain sandiwara dan pada hakekatnya tidaklah bodoh atau tolol. Kini dia kelihatan sebagai seorang pemuda yang cerdik dan lincah gembira.

“Aku ingin bertanya dimana tempat tinggal keluarga gila itu...“

“Hemmm, kenapa engkau ingin mengetahui tempat tinggal mereka, nona?”

“Aku ingin berkunjung ke sana..."

Han Sin terkejut dan memandang gadis itu dengan mata terbelalak. “Nona, jangan main-main...!“

“Siapa yang main-main? Aku memang benar akan berkunjung ke tempat tinggal mereka...“

“Wah, itu berbahaya sekali! Kenapa nona hendak mengunjungi mereka...?“

“Hemmm, aku hendak berusaha untuk menyembuhkan mereka dari sakit gila mereka itu...“

Mata Han Sin makin terbelalak lebar, “Eehhh? Tapi... kenapa nona hendak bersusah payah mengobati orang-orang gila itu?“

Kim Lan tersenyum, tidak jengkel dengan pertanyaan-pert anyaan yang di berondongkan Han Sin Kepadanya. “Heii, aku mengajukan pertanyaan satu kali belum kau jawab, malah engkau menghujani aku dengan pertanyaan...“

“Karena pernyataan mu itu amat aneh, nona. Nah, jawablah dulu, kenapa nona hendak mengobati mereka?”

“Aku melihat bahwa mereka itu bukanlah orang-orang jahat. Biarpun lihai dan gila, mereka tidak pernah merobohkan orang dengan luka berat, apalagi tewas. Dan aku melihat ketidak-wajaran dan kegilaan mereka, bukan gila karena otaknya rusak, melainkan gila karena keracunanan. Karena itulah maka aku ingin mengobatinya. Nah, sudah jelaskah jawabanku dan memuaskan hatimu?”

Han Sin mengangguk-angguk dan pandang matanya memancarkan kekaguman. “sungguh belum pernah aku bertemu seorang yang memiliki pribadi sedemikian tingginya sepertimu nona. Akan tetapi sebelum aku menjawab, ingin kuperingatkan kepadamu bahwa mereka benar-benar gila dan mereka lihai bukan main. Aku khawatir, engkau tidak akan dapat mengobatinya, malah engkau yang akan menjadi tawanan mereka...“

“Untuk apa mereka menawanku...? Yang mereka butuhkan adalah seorang pemuda untuk dijodohkan dengan puteri mereka...“ kata Kim Lan. “Sudahlah sobat, beritahukan padaku dimana tempat tinggal mereka itu“

“Akan kuberit ahukan kalau nona sudah memperkenalkan nama nona. Nona telah bersusah payah menolongku, aku telah berhutang budi, sungguh tidak layak kalau aku tidak mengetahui namamu. Namaku sendiri adalah Cian Han Sin. Nah, maukah nona memperkenalkan nama nona...?“

Dengan senyum penuh kesabaran Kim Lan menjawab, ”Aku bermarga Kim dan namaku Lan“

“Nona Kim Lan? Aih sebuah nama yang indah bukan main, sedap di dengar, Nah, kalau ingin mengetahui tempat tinggal mereka, di sebelah selatan bukit yang di sebut Bukit Siluman. Di sanalah mereka tinggal menempati sebuah rumah dari kayu dan bambu yang terpencil sendiri. Akan tetapi kuperingatkan padamu, nona Kim Lan, bahwa mendatangi mereka adalah berbahaya sekali...“

“Terima kasih dan tentang bahaya, seorang yang bermaksud baik tidak takut menghadapi bahaya apapun. Aku ingin mnyembuhkan mereka dari sakit gila itu, apa yang perlu kutakuti?” Kim Lan lalu memutar tubuhnya dan berkelebat cepat lenyap dari hutan bambu itu.

Han Sin tertegun l. Seorang gadis yang hebat, pikirnya. Kecantikannya luar biasa, cerdik, pandai ilmu silat dan ilmu pengobatan, bahkan kalau dia tidak salah menduga, gadis itu pun pandai ilmu sihir yang diperlihatkan ketika gadis itu menyamar sebagai pelayan datang ke kamarnya dan membuat Kui Ji tertidur sejenak. Dan disamping semua kehebatan itu, masih di tambah lagi dengan hati yang murni seperti emas!

Akan tetapi ia berada dalam bahaya, pikir Han Sin, teringat akan aneh dan gilanya watak keluarga gila itu. Kim Lan terancam bahaya! Pikiran ini membuat Han Sin cepat menyambar buntalan pakaiannya, menggendongnya di punggung dan cepat diapun berlari keluar hutan itu dan membayangi perjalanan gadis berpakaian putih.

********************

Pagi itu cerah sekali. Matahari telah naik dan sinar matahari pagi yang hangat menghidupkan itu menyinari permukaan bumi. Seekor burung yang bulunya berwarna kuning dan ekornya hitam berloncat an dari ranting ke ranting, gerakannya menggugurkan mutiara-mutiara embun yang bergantung di ujung daun-daun pohon. Gerakannya lincah sekali dan matanya penuh kewaspadaan mengamati sekelilingnya.

Sejak dapat terbang sendiri burung ini telah terlatih oleh lingkungan dan matanya hanya memperhatikan dua hal mencari makanan dan melihat apakah ada bahaya mengancam dirinya. Ia berhenti bergerak dan dengan kecepatan luar biasa paruhnya yang agak panjang berwarna hitam itu meluncur ke depan.

Seekor ulat telah di jepit paruhnya. Ulat itu meronta-ronta namun tidak dapat terlepas dan setelah beberapa kali burung itu memukul-mukulkan ulat itu pada ranting pohon, ia lalu membuka paruhnya dan menelan ulat itu. Hukum alam pun terjadilah. Yang mati memberi kekuatan kepada yang hidup.

Tiba-tiba terdengar suara tawa terkekeh-kekeh dari bawah pohon dan burung itu secepat kilat terbang dan pergi. Gadis itu masih terkekeh-kekeh, sejak tadi dia mengamati gerak gerik burung itu dan entah mengapa ia terkekeh. Mungkin diabmelihat sesuatu yang lucu, yang tidak akan terlihat oleh orang lain yang keadaannya tidak sepertinya.

Ia adalah Kui Ji, gadis gila itu. Suara tawanya mengerikan bagi orang lain, apalagi tawa itu terdengar di dalam hutan yang jarang di datangi manusia. Tentu akan di sangka tawa siluman. Akan tetapi, suara tawa itu terhenti mendadak dan kini ia menangisi entah apa yang di tangisinya tidak ada orang mengetahui, karena ia menangis begitu tiba-tiba tanpa sebab. Taklama kemudian tangis itupun berubah menjadi tawa lagi. Gadis gila itu seperti terombang-ambing di antara tawa dan tangis.

Kita manusia pada umumnya juga di ombang-ambingkan dalam kehidupan ini oleh tawa dan tangis. Hanya jaraknya saja yang agak lama, hari ini tertawa, hari lain menangis, atau setidaknya pagi tertawa sore menangis, sedangkan gadis gila itu menangis dan tertawa bergantian.

Kim Lan sudah mendengar tawa dan tangis itu ketika ia memasuki hutan di lereng bukit siluman. Gadis yang baru berusia delapan belas tahun ini memang bukan gadis biasa, sikapnya begitu tenang dan tabah. Mendengar suara yang bagi orang lain akan menimbulkan rasa ngeri dan takut itu, ia malah tersenyum. Ada kegirangan terbayang di wajahnya yang jelita. Ia telah menemukan yang di carinya, maka tanpa ragu lagi ia cepat berkelebat ke arah suara tawa dan tangis itu.

Kim Lan melihat Kui Ji sedang memetik bunga dan mengumpulkan bunga-bunga itu di keranjang. Ia merasa terharu, kegilaan agaknya tidak dapat melenyapkan naluri kewanitaannya yang menyukai bunga. Ketika memperoleh setangkai bunga mawar hutan merah, Kui Ji tertawa girang, lalu memasang bunga itu di atas rambutnya, kemudian ia menari-nari.

“Sekarang aku seperti puteri kaisar... hik-hik-hik, aku menjadi puteri kaisar...“ ia menari-nari akan tetapi hanya sebentar dan kini ia sibuk lagi mengumpulkan bunga yang di petiknya.

Pada saat itu Kim Lan keluar dari balik pohon dan dengan lembut dan hati-hati ia menegur. “Enci yang cantik seperti puteri kaisar!“

Kui Ji membalikkan tubuhnya, cepat sekali dan matanya memandang kepada Kim Lan. Sukar di duga apa yang berada dalam hatinya ketika ia melihat Kim Lan. Ada heran, kaget, curiga akan tetapi juga gembira.

“Apa yang kau katakan tadi?” tanyanya.

“Engkau enci yang cantik seperti puteri kaisar!“ kata pula Kim Lan sambil melangkah maju mendekat.

Sepasang mata itu berbinar-binar. “Aku memang puteri kaisar, ayahku menjadi kaisar dan ibuku menjadi permaisuri, hik-hik-hik!”

"Engkau memang cantik dan hebat, puteri. Akan tetapi engkau sedang menderita sakit dan aku datang menghadapmu untuk menolongmu dan mengobatimu...“

Kui Ji berhenti tertawa dan memandang kepada Kim Lan dengan mata bingung. “Apa katamu? Aku sakit? Tidak, aku tidak sakit...“

Kim Lan menatap wajah itu dengan sepasang mata yang bersinar-sinar. Ia menggerak-gerakkan jari tangannya dan berkata penuh wibawa, “Enci yang baik, engkau sedang sakit, sakit berat sekali...!“

Kui Ji memandang sepasang mata yang bersinar itu dan diapun kelihatan seperti tertegun dan termenung, lalu berkata perlahan seperti orang berbisik. “Ya, aku sakit, sakit berat sekali...“

“Dan aku akan mengobati dan menyembuhkanmu, enci...“

"Ya... ya... kau akan mengobati dan menyembuhkan aku...“

Kim Lan lalu mengeluarkan segulung tali sutera hitam dari saku bajunya dan ia mengikat kaki tangan Kui Ji dengan tali itu. Kui Ji hanya nampak bingung sejenak, akan tetapi sama sekali tidak melawan ketika kaki tangannya diikat.

“Untuk mengobatimu, aku harus mengikat kaki tanganmu...“ katanya.

“Ya, kau harus mengikat kaki tanganku...“ Kui Ji berkata seperti orang bermimpi.

“Tiba-tiba terdengar teriakan melengking dan sesosok bayangan berkelebat. Kim Lan dengan tenang bangkit berdiri sedangkan Kui Ji tetap rebah telentang dengan tangan kaki terikat. Ternyata Liu Si, nenek gila itu telah berada di situ.

“Kau... mata-mata musuh! Kau apakan anakku? Kubunuh kau!“ teriaknya marah dan ia sudah menerjang kepada Kim Lan dengan senjata cambuknya yang meledak-ledak.

Dengan tenang namun gesit sekali Kim Lan mengelak dengan lompatan kesamping, lalu mengangkat tangannya. "sabar dulu, bibi. Aku bukan mata-mata musuh, aku datang untuk mengobati anakmu...!“

“Bohong kau! Mata-mata musuh dan hendak membunuh kami semua. Akan tetapi engkau tidak dapat membunuh kami. Aku akan membunuhmu lebih dulu, hik-hik-hik!” dan nenek itu menyerang lagi, kini lebih dahsyat.

Terpaksa Kim Lan melompat jauh kebelakang untuk menghindarkan diri dari pecutan cambuk dan cengkraman tangan kiri itu. Gadis ini lalu mengerahkan kekuatan sihirnya mengangkat kedua tangan dan matanya mencorong lalu membentak dengan suara lantang berwibawa.

“Bibi, pandanglah aku. Aku harus kau taati! Nah, cepat berlutut dan tunduklah kepalamu. Hayo, taati perintahku!"

Pengaruh yang amat kuat seolah menekan Liu Si. Ia berusaha melawan akan tetapi akhirnya ia menjatuhkan diri berlutut dan menundukkan mukanya. Rambutnya yang panjang riap-riapan itu tergantung sampai menyentuh tanah.

“Bagus, sekarang aku juga akan mengobatimu karena engkau sakit, bibi. Dan untuk pengobatan itu aku harus mengikat kaki tanganmu..." kata Kim Lan dan ia menghampiri nenek yang sudah berlutut itu.

Tiba-tiba sekali, nenek itu terkekeh dan tubuhnya yang berlutut itu bergerak bangkit dengan cepat, cambuk dan rambutnya menyambar ke depan. Kim Lan terkejut bukan main. Tidak di sangkanya sama sekali nenek itu dapat membebaskan diri dari pengaruh sihirnya. Agaknya nenek ini memiliki sin-kang yang sudah kuat sekali sehingga sihirnya hanya sebentar saja dapat mempengaruhinya. Ujung cambuk dan ujung rambut itu menyambar dengan cepat dan kuat.

Kim Lan tidak sempat lagi mengelak atau menangkis, maka ia menggerakkan kedua tangannya dan dengan jurus Burung Bangau Mematuk Ular kedua tangan itu mencuat ke depan dan ia sudah berhasil menangkap ujung cambuk dengan tangan kirinya dan ujung rambut dengan tangan kanannya. Liu Si menarik-narik cambuk dan rambutnya akan tetapi Kim Lan mempertahankan.

Selagi mereka tarik itu tiba-tiba Liu Si menggerakkan kedua tangan ke depan, membentuk cakar setan hendak mencengkram dada Kim Lan. Pada saat yang amat berbahaya bagi Kim Lan itu mendadak muncul han Sin di belakang Liu S i dan sekali Han Sin menggerakkan jari tangannya menotok, nenek gila itu mengeluh dan roboh terkulai.

“Sudah kukatakan bahwa mereka itu berbahaya sekali, nona Kim Lan,..“ kata Han Sin.

“Ah, engkau? Terima kasih atas bantuanmu...“ kata Kim Lan lalu mengeluarkan tali sutera hitam dan mengikat pula kedua kaki tangan Liu Si.

“Mengapa kau lakukan itu, nona...?”

“Kulakukan apa?” balas tanya Kim Lan.

“Mengikat kaki tangan mereka. Hemmm, dengan menotok mereka sudah cukup membuat mereka tidak akan memberontak, mengapa harus mengikat mereka?” Han Sin bertanya pula sambil memandang dengan alis berkerut karena dia tidak setuju dengan cara mengikat mereka itu.

Kim Lan melanjut kan mengikat kaki tangan Liu Si tanpa menjawab. Setelah selesai, barulah ia bangkit berdiri, memandang Han Sin dengan matanya yang indah lalu berkata dengan tenang. “Aku sendiri juga tidak suka harus mengikat kaki tangan mereka, akan tetapi apa boleh buat, terpaksa ku lakukan. Kalau menotok mereka hal itu akan mengganggu pengobatanku...“

Kini kedua orang wanita, ibu dan anak itu sudah menyadari akan keadaan diri mereka yang terikat, maka mereka mulai meraung-raung dengan marahnya. Kui Ji berteriak-teriak sambil menangis sedangkan Liu Si berteriak-teriak sambil memaki dan mengancam.

“Kasihan mereka...“ kata Han Sin.

“Sengaja kubiarkan mereka berteriak-teriak untuk mengundang datangnya kakek gila itu. Diapun harus di tangkap dan di ikat seperti ini. Setelah itu barulah aku dapat melaksanakan pengobatan tanpa gangguan,“ kata Kim Lan. “Sebaiknya kalau kita bersembunyi dulu, menanti kedatangannya...“

Gadis itu menyelinap ke balik pohon dan terpaksa Han Sin mengikutinya walaupun hatinya masih ragu apakah perbuatan gadis itu benar. Dia pun bersembunyi di balik pohon, tak jauh dari tempat Kim Lan bersembunyi. Dia memandang kepada gadis itu. Ketika Kim Lan menoleh, dua pasang mata bertemu pandang dan agaknya gadis itu dapat melihat keraguan terbayang dalam pandang mata pemuda itu. Kim Lan tersenyum dan berkata,

“Bersabarlah nanti engkau akan melihat sendiri caraku ini yang terbaik untuk mengobati mereka...“

“Sssshhhh...!“ desis Han Sin karena dia sudah mendengar teriakan-teriakan dari jauh. Teriakan ini makin dekat dan tak lama kemudian muncullah Kui Mo dengan tongkat di tangannya. Biarpun hatinya merasa tidak puas dengan cara yang dipakai Kim Lan untuk mengobati keluarga gila itu, akan tetapi melihat munculnya Kui Mo, Han Sin menjadi khawatir kalau gadis baju putih itu akan celaka di tangan orang gila yang amat lihai ini. Karena itu dia mendahului keluar dari persembunyiannya menghadapi Kui Mo.

Kui Mo menggereng marah melihat isterinya dan anaknya dibelenggu, tak berdaya rebah di atas rumput. Ketika tiba-tiba Han Sin muncul, kemarahannya lalu di timpakan kepada pemuda ini. “kau...? Engkau telah melarikan diri dan sekarang engkau menangkap isteri dan anakku...? Kau memang pantas di hantam dengan tongkat ku!“ Dia menerjang dengan gerakan dahsyat sekali kepada Han Sin.

Kim Lan yang bersembunyi dan mengintai itu mengenal serangan yang amat dahsyat dan ia terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa orang gila itu demikian hebat ilmu silatnya. Ia mengkhawatirkan keselamatan Han Sin dan siap-siap untuk membantunya. Akan tetapi dengan cekatan Han Sin sudah mengelak dari serangan dahsyat itu dengan memainkan ilmu silat Lo-hai-kun (Silat Pengacau Lautan).

Dia tidak hanya mengelak, akan tetapi juga membalas dengan serangan untuk merobohkan lawan. Perkelahian itu berlangsung seru dan nampaknya ilmu silat Lo-hai-kun itu masih belum mampu menandingi ilmu tongkat Kui Mo. Pemuda itu mulai terdesak oleh hujan serangan tongkat yang dilakukan oleh kakek gila itu.

Selagi Kim Lan merasa khawatir dan hendak turun tangan membantu, tiba-tiba Han Sin mengubah gerakan silatnya. Ketika tongkat menyambar dan menusuk ke arah ulu hatinya. Han Sin menangkis dengan dengan gerakan lengan memutar sambil mengeluarkan suara melengking.

“Krraaakk!” Tongkat itu patah-patah dan sebelum kakek itu hilang kagetnya, Han Sin telah berhasil menotok pundaknya, membuat kakek itu terpelanting dan lemas tak mampu bergerak lagi. Han Sin telah mengeluarkan jurus ilmu silat Bu-tek-cin-keng yang hebat.

Bukan main kagumnya hati Kim Lan melihat betapa Han Sin dapat merobohkan kakek gila itu tanpa melukainya. Ia sendiri setelah melihat ilmu tongkat kakek itu, merasa tidak sanggup menandinginya. Segera ia meloncat dan sudah siap dengan tali suteranya yang amat kuat itu dan dibantu oleh Han Sin, ia segera mengikat kaki dan tangan Kui Mo.

Tanpa berkata apapun Kim Lan segera mulai melakukan pemeriksaan kepada tiga orang itu, denyut nadi mereka, pernapasan mereka dan ketika ia menekan tengkuk mereka, tiga orang gila itu mengeluh kesakitan.

“Hemmm, sudah kuduga. Mereka keracunanan. Sobat Cian Han Sin, apakah tempat tinggal mereka masih jauh dari sini?”

Han Sin sejak tadi memandang gadis itu yang melakukan pemeriksaan dan dia merasa kagum sekali. Begitu tenang dan percaya penuh kepada diri sendiri! Gadis yang hebat, tentang kepandaiannya mengobati, dia tidak sangsi lagi karena dia sendiri yang mengalami kesembuhan dari pengaruh racun ketika di obati oleh gadis bernama Kim Lan ini.

“Tidak, rumah mereka di lereng sana...“ jawabnya.

“Kalau begitu, bantulah aku mengangkut mereka ke sana. Tidak enak mengobati mereka di tempat terbuka seperti ini...“

“Baik, akan kubawa suami isteri ini dan engkau membawa gadis itu...” kata Han Sin sambil mengangkat tubuh Kui Mo dan Liu Si lalu di panggul di kedua pundaknya...

Pedang Naga Hitam Jilid 11

“Suamimu? Aku tidak melihat seorangpun di sini...?“

“Jangan bohong! Engkau menyembunyikan suamiku, ya? Engkau, harus dihajar dulu untuk mengaku...!“

Dan gadis gila itu lalu menyerang Kim Lan dengan tongkatnya. Serangannya itu berbahaya sekali mengancam jalan darah. Akan tetapi dengan gerakan yang ringan dan indah. Kim Lan dapat menghindarkan diri dari serangan tongkat. Ia berkelebat ke sana sini untuk mengelak dan ketika kedua tangannya bergerak, lengan bajunya yang panjang itupun menyambar dari kanan kiri dan menyerang dengan tak kalah dahsyatnya!

Kui Ji terkejut dan menjadi penasaran. Dalam cuaca yang remang-remang itu kedua orang gadis bertanding, mengandalkan ketajaman mata yang menembus cuaca remang-remang dan ketajaman telinga untuk mengikuti gerakan lawan.

Setelah menandingi Kui Ji selama belasan jurus, Kim Lan melompat ke belakang. “Sobat, kalau engkau menyerangku, berarti engkau membuang waktu dan suamimu itu tentu sudah pergi jauh sekali. Kau akan kehilangan dia!“

Mendengar ini, Kui Ji merasa Khawatir sekali dan ia pun cepat meloncat, lari pulang ke Hwa-li-pang sambil menangis. Setibanya dihalaman rumah induk, ia melihat ibunya sedang bertanding melawan pengemis muda. Pertandingan itu amat seru dan keduanya berimbang, saling serang dan saling desak. Ayahnya hanya menonton saja dan Kui Ji sudah mengenal watak ayahnya. Kalau tidak terpaksa sekali ayahnya pantang mengeroyok lawan.

“Ayah... Ibu...! Tolonglah aku... aku kehilangan suamiku...“ teriak Kui Ji sambil menangis.

Mendengar ini ibunya yang sedang bertanding itu meloncat ke belakang dan pengemis muda itu berkata sambil tertawa.

“Ha-ha-ha, engkau nenek gila lihai juga. Biar lain kali saja kita lanjutkan pertandingan ini! Setelah berkata demikian diapun melompat jauh ke belakang lalu melarikan diri keluar dari halaman itu.

Pada saat itu muncullah Pek Mau To-kouw dengan kebutan bulu merah di tangannya. Ia pun muncul sesuai rencana. Dengan wajah tegang ia menghampiri keluarga gila itu dan bertanya,

“Sian-cai... apa yang telah terjadi di sini? Mengapa ribut-ribut ini...?“

"Pengemis setan itu datang mengganggu menantang aku!“ kata Liu Si.

“Suamiku melarikan diri! Ayah... ibu... suamiku melarikan diri... dia meninggalkan aku... hu-hu-huuu...“

“Sumimu lari? Kemana larinya?“ Pek Mau To-kouw bertanya. “Biar kutanyakan kepada anak buahku. Heeiii, murid-murid Hwa-li-pang, apakah ada yang melihat kemana larinya calon pengantin pria itu?“ To-kouw itu bertanya dengan suara lantang.

“Kami melihat dia lari ke arah barat!“ terdengar jawaban.

“Tidak, kami melihat pemuda baju putih itu lari ke timur!“ seru yang lain.

“Celaka, celaka... aku kehilangan mantu!“ Kui Mo mencak-mencak dengan marah. “Hayo kita kejar dia!“

Tiga orang ayah ibu dan anak itu lalu berlari dengan cepat meninggalkan tempat itu untuk melakukan pengejaran. Akan tetapi biar semalam mereka mengejar dan mencari-cari, mereka tidak menemukan jejak Han Sin. Pemuda ini berlari ke utara, akan tetapi keluarga gila itu mencarinya ke selatan, barat dan timur!

Akhirnya mereka putus asa dan kembali ke tempat tinggal mereka sendiri. Setelah Kui Mo berpesan kepada Pek Mau To-kouw bahwa kalau mantunya kembali ke kuil itu harus cepat memberi kabar kepada mereka di bukit siluman, tempat tinggal mereka.

Tentu saja Pek Mau To-kouw dan seluruh anggota Hwa-li-pang merasa gembira sekali. Mereka bersyukur dan berterima kasih kepada Kim Lan yang telah mengatur siasat dengan baiknya sehingga keluarga gila itu meninggalkan Hwa-li-pang dengan tenang.

Juga mereka berterima kasih kepada pengemis muda bernama Cu Sian itu yang telah membantu sehingga siasat itu dijalankan dengan hasil baik. Akan tetapi mereka agak kecewa karena kedua orang penolong itu telah pergi tanpa pamit lagi sehingga mereka tidak sempat menghaturkan terima kasih mereka.

********************

Serial Sepasang Naga Lembah Iblis Episode Pedang Naga Hitam Karya Kho Ping Hoo

Han Sin berlari terus ke utara sampai dia tiba di sebuah hutan bambu. Tempat inilah yang dimaksudkan oleh gadis baju putih itu dalam suratnya dan agar pelarian dari keluarga gila benar-benar aman, dia diminta untuk bersembunyi di dalam hutan itu. Han Sin tersenyum sendiri, kenapa dia harus bersembunyi? Dia tidak takut lagi kepada keluarga gila itu setelah kini tenaganya pulih. Tadinya dia melarikan diri hanya untuk memenuhi pesan gadis baju putih agar pelariannya dari keluarga gila itu tidak melibatkan Hwa-li-pang.

“Kenapa mesti bersembunyi di sini?“ bisiknya kepada diri sendiri. Sebetulnya, ingin dia melanjutkan perjalanan ke utara dimana mendiang ayahnya gugur dalam dalam perang melawan Bangsa Turki dan Mongol.

Akan tetapi biarlah, dia membantah dirinya sendiri. Gadis baju putih itu telah memesan demikian dan tidak enaklah dia, sebagai orang yang ditolong mengabaikan permintaannya itu. Pesan dalam surat itu agar dia bersembunyi di hutan bambu itu melewatkan malam.

Han Sin memasuki hutan kecil itu. Dia memilih sebuah tempat yang bersih dibawah rumpun bambu. Tanah ditilami daun-daun bambu kering sehingga enak untuk dipakai duduk, bahkan berbaring sekalipun. Ujung bulan yang kecil melengkung muncul di angkasa timur, mendatangkan sinar yang lumayan, sehingga cuaca tidaklah segelap tadi.

Han Sin tidak berani tidur karena berada di tempat asing. Dia hanya duduk bersila di atas tilam daun bambu itu dan menghimpun tenaganya. Buntalan pakaiannya dia letakkan di depannya. Ternyata ketika dia tiba dihutan bambu itu, malam telah larut sekali dan sebentar saja langit di timur mulai terbakar cahaya kemerahan. Pagi telah mendatang tanpa terasa lagi.

Pendengaran Han Sin demikian tajamnya sehingga dia telah mengetahui bahwa ada orang sedang berjalan di dalam hutan itu menuju ke tempat ia duduk. Kaki yang menginjak daun-daun bambu itu tetap saja menimbulkan suara walaupun orang itu menggunakan ilmu meringankan tubuhnya. Ia menanti dengan jantung berdebar, kalau yang muncul itu keluarga gila, ketiganya sekalipun, dia tidak akan merasa tegang dan gentar. Akan tetapi yang membuat jantungnya berdebar adalah dugaan bahwa yang muncul itu si nona bermata indah!

Setelah langkah kaki itu tiba dekat, barulah dia membuka matanya memandang dan degup jantungnya semakin kuat ketika pandang matanya bertemu lagi dengan sepasang mata indah lembut itu. Nona baju putih itu telah berada di depannya dan sepagi itu telah kelihatan demikian segar bagaikan setangkai bunga tersiram embun pagi. Han Sin terpesona dan sampai lama dia hanya memandang saja tanpa dapat mengeluarkan suara.

Kim Lan dapat melihat sikap Han Sin yang bengong seperti orang bingung itu dan ia menduga bahwa sikap Han Sin itu karena rasa takut dan tegangnya, mengira yang datang tentulah keluarga gila yang di takutinya. Kim Lan memegang tangannya ke atas dan menghampiri pemuda itu.

“Sobat, jangan takut, tenangkan hatimu. Keluarga gila itu telah pergi dan tidak dapat menangkapmu...“ Ia tersenyum menghibur sedemikian manisnya.

Sehingga Han Sin makin terpesona. Akhirnya dia dapat juga membuka mulut dan bersuara. “Ah, nona penolong. Banyak terima kasih atas semua usahamu untuk membebaskan diriku dari cengkraman keluarga gila itu...“

Kim Lan tersenyum. “Sudahlah, tidak perlu berterima kasih. Semua ini berkat kerjasama yang baik, mendapat bantuan pengemis muda itu dan para anggota Hwa-li-pang. Aku datang ke sini untuk melihat apakah engkau sudah dengan selamat tiba di sini dan kedua kalinya, aku ingin bertanya kepadamu...“

Han Sin bangkit berdiri dan kini dia sudah dapat menguasai jantungnya yang berdebar. Dia memandang nona itu dengan sinar mata berseri, hatinya terasa senang bukan main dan senyumnya melebar. “Nona hendak bertanya padaku? Tanyalah, apa saja boleh kau tanyakan!“ jawabnya penuh gairah.

Kim Lan memandang dengan tajam dan gadis ini mendapat kenyataan bahwa Han Sin tidak lagi kelihatan seperti seorang pemuda tolol seperti ketika masih menjadi tawanan keluarga gila. Ia segera dapat menarik kesimpulan bahwa pemuda ini telah bermain sandiwara dan pada hakekatnya tidaklah bodoh atau tolol. Kini dia kelihatan sebagai seorang pemuda yang cerdik dan lincah gembira.

“Aku ingin bertanya dimana tempat tinggal keluarga gila itu...“

“Hemmm, kenapa engkau ingin mengetahui tempat tinggal mereka, nona?”

“Aku ingin berkunjung ke sana..."

Han Sin terkejut dan memandang gadis itu dengan mata terbelalak. “Nona, jangan main-main...!“

“Siapa yang main-main? Aku memang benar akan berkunjung ke tempat tinggal mereka...“

“Wah, itu berbahaya sekali! Kenapa nona hendak mengunjungi mereka...?“

“Hemmm, aku hendak berusaha untuk menyembuhkan mereka dari sakit gila mereka itu...“

Mata Han Sin makin terbelalak lebar, “Eehhh? Tapi... kenapa nona hendak bersusah payah mengobati orang-orang gila itu?“

Kim Lan tersenyum, tidak jengkel dengan pertanyaan-pert anyaan yang di berondongkan Han Sin Kepadanya. “Heii, aku mengajukan pertanyaan satu kali belum kau jawab, malah engkau menghujani aku dengan pertanyaan...“

“Karena pernyataan mu itu amat aneh, nona. Nah, jawablah dulu, kenapa nona hendak mengobati mereka?”

“Aku melihat bahwa mereka itu bukanlah orang-orang jahat. Biarpun lihai dan gila, mereka tidak pernah merobohkan orang dengan luka berat, apalagi tewas. Dan aku melihat ketidak-wajaran dan kegilaan mereka, bukan gila karena otaknya rusak, melainkan gila karena keracunanan. Karena itulah maka aku ingin mengobatinya. Nah, sudah jelaskah jawabanku dan memuaskan hatimu?”

Han Sin mengangguk-angguk dan pandang matanya memancarkan kekaguman. “sungguh belum pernah aku bertemu seorang yang memiliki pribadi sedemikian tingginya sepertimu nona. Akan tetapi sebelum aku menjawab, ingin kuperingatkan kepadamu bahwa mereka benar-benar gila dan mereka lihai bukan main. Aku khawatir, engkau tidak akan dapat mengobatinya, malah engkau yang akan menjadi tawanan mereka...“

“Untuk apa mereka menawanku...? Yang mereka butuhkan adalah seorang pemuda untuk dijodohkan dengan puteri mereka...“ kata Kim Lan. “Sudahlah sobat, beritahukan padaku dimana tempat tinggal mereka itu“

“Akan kuberit ahukan kalau nona sudah memperkenalkan nama nona. Nona telah bersusah payah menolongku, aku telah berhutang budi, sungguh tidak layak kalau aku tidak mengetahui namamu. Namaku sendiri adalah Cian Han Sin. Nah, maukah nona memperkenalkan nama nona...?“

Dengan senyum penuh kesabaran Kim Lan menjawab, ”Aku bermarga Kim dan namaku Lan“

“Nona Kim Lan? Aih sebuah nama yang indah bukan main, sedap di dengar, Nah, kalau ingin mengetahui tempat tinggal mereka, di sebelah selatan bukit yang di sebut Bukit Siluman. Di sanalah mereka tinggal menempati sebuah rumah dari kayu dan bambu yang terpencil sendiri. Akan tetapi kuperingatkan padamu, nona Kim Lan, bahwa mendatangi mereka adalah berbahaya sekali...“

“Terima kasih dan tentang bahaya, seorang yang bermaksud baik tidak takut menghadapi bahaya apapun. Aku ingin mnyembuhkan mereka dari sakit gila itu, apa yang perlu kutakuti?” Kim Lan lalu memutar tubuhnya dan berkelebat cepat lenyap dari hutan bambu itu.

Han Sin tertegun l. Seorang gadis yang hebat, pikirnya. Kecantikannya luar biasa, cerdik, pandai ilmu silat dan ilmu pengobatan, bahkan kalau dia tidak salah menduga, gadis itu pun pandai ilmu sihir yang diperlihatkan ketika gadis itu menyamar sebagai pelayan datang ke kamarnya dan membuat Kui Ji tertidur sejenak. Dan disamping semua kehebatan itu, masih di tambah lagi dengan hati yang murni seperti emas!

Akan tetapi ia berada dalam bahaya, pikir Han Sin, teringat akan aneh dan gilanya watak keluarga gila itu. Kim Lan terancam bahaya! Pikiran ini membuat Han Sin cepat menyambar buntalan pakaiannya, menggendongnya di punggung dan cepat diapun berlari keluar hutan itu dan membayangi perjalanan gadis berpakaian putih.

********************

Pagi itu cerah sekali. Matahari telah naik dan sinar matahari pagi yang hangat menghidupkan itu menyinari permukaan bumi. Seekor burung yang bulunya berwarna kuning dan ekornya hitam berloncat an dari ranting ke ranting, gerakannya menggugurkan mutiara-mutiara embun yang bergantung di ujung daun-daun pohon. Gerakannya lincah sekali dan matanya penuh kewaspadaan mengamati sekelilingnya.

Sejak dapat terbang sendiri burung ini telah terlatih oleh lingkungan dan matanya hanya memperhatikan dua hal mencari makanan dan melihat apakah ada bahaya mengancam dirinya. Ia berhenti bergerak dan dengan kecepatan luar biasa paruhnya yang agak panjang berwarna hitam itu meluncur ke depan.

Seekor ulat telah di jepit paruhnya. Ulat itu meronta-ronta namun tidak dapat terlepas dan setelah beberapa kali burung itu memukul-mukulkan ulat itu pada ranting pohon, ia lalu membuka paruhnya dan menelan ulat itu. Hukum alam pun terjadilah. Yang mati memberi kekuatan kepada yang hidup.

Tiba-tiba terdengar suara tawa terkekeh-kekeh dari bawah pohon dan burung itu secepat kilat terbang dan pergi. Gadis itu masih terkekeh-kekeh, sejak tadi dia mengamati gerak gerik burung itu dan entah mengapa ia terkekeh. Mungkin diabmelihat sesuatu yang lucu, yang tidak akan terlihat oleh orang lain yang keadaannya tidak sepertinya.

Ia adalah Kui Ji, gadis gila itu. Suara tawanya mengerikan bagi orang lain, apalagi tawa itu terdengar di dalam hutan yang jarang di datangi manusia. Tentu akan di sangka tawa siluman. Akan tetapi, suara tawa itu terhenti mendadak dan kini ia menangisi entah apa yang di tangisinya tidak ada orang mengetahui, karena ia menangis begitu tiba-tiba tanpa sebab. Taklama kemudian tangis itupun berubah menjadi tawa lagi. Gadis gila itu seperti terombang-ambing di antara tawa dan tangis.

Kita manusia pada umumnya juga di ombang-ambingkan dalam kehidupan ini oleh tawa dan tangis. Hanya jaraknya saja yang agak lama, hari ini tertawa, hari lain menangis, atau setidaknya pagi tertawa sore menangis, sedangkan gadis gila itu menangis dan tertawa bergantian.

Kim Lan sudah mendengar tawa dan tangis itu ketika ia memasuki hutan di lereng bukit siluman. Gadis yang baru berusia delapan belas tahun ini memang bukan gadis biasa, sikapnya begitu tenang dan tabah. Mendengar suara yang bagi orang lain akan menimbulkan rasa ngeri dan takut itu, ia malah tersenyum. Ada kegirangan terbayang di wajahnya yang jelita. Ia telah menemukan yang di carinya, maka tanpa ragu lagi ia cepat berkelebat ke arah suara tawa dan tangis itu.

Kim Lan melihat Kui Ji sedang memetik bunga dan mengumpulkan bunga-bunga itu di keranjang. Ia merasa terharu, kegilaan agaknya tidak dapat melenyapkan naluri kewanitaannya yang menyukai bunga. Ketika memperoleh setangkai bunga mawar hutan merah, Kui Ji tertawa girang, lalu memasang bunga itu di atas rambutnya, kemudian ia menari-nari.

“Sekarang aku seperti puteri kaisar... hik-hik-hik, aku menjadi puteri kaisar...“ ia menari-nari akan tetapi hanya sebentar dan kini ia sibuk lagi mengumpulkan bunga yang di petiknya.

Pada saat itu Kim Lan keluar dari balik pohon dan dengan lembut dan hati-hati ia menegur. “Enci yang cantik seperti puteri kaisar!“

Kui Ji membalikkan tubuhnya, cepat sekali dan matanya memandang kepada Kim Lan. Sukar di duga apa yang berada dalam hatinya ketika ia melihat Kim Lan. Ada heran, kaget, curiga akan tetapi juga gembira.

“Apa yang kau katakan tadi?” tanyanya.

“Engkau enci yang cantik seperti puteri kaisar!“ kata pula Kim Lan sambil melangkah maju mendekat.

Sepasang mata itu berbinar-binar. “Aku memang puteri kaisar, ayahku menjadi kaisar dan ibuku menjadi permaisuri, hik-hik-hik!”

"Engkau memang cantik dan hebat, puteri. Akan tetapi engkau sedang menderita sakit dan aku datang menghadapmu untuk menolongmu dan mengobatimu...“

Kui Ji berhenti tertawa dan memandang kepada Kim Lan dengan mata bingung. “Apa katamu? Aku sakit? Tidak, aku tidak sakit...“

Kim Lan menatap wajah itu dengan sepasang mata yang bersinar-sinar. Ia menggerak-gerakkan jari tangannya dan berkata penuh wibawa, “Enci yang baik, engkau sedang sakit, sakit berat sekali...!“

Kui Ji memandang sepasang mata yang bersinar itu dan diapun kelihatan seperti tertegun dan termenung, lalu berkata perlahan seperti orang berbisik. “Ya, aku sakit, sakit berat sekali...“

“Dan aku akan mengobati dan menyembuhkanmu, enci...“

"Ya... ya... kau akan mengobati dan menyembuhkan aku...“

Kim Lan lalu mengeluarkan segulung tali sutera hitam dari saku bajunya dan ia mengikat kaki tangan Kui Ji dengan tali itu. Kui Ji hanya nampak bingung sejenak, akan tetapi sama sekali tidak melawan ketika kaki tangannya diikat.

“Untuk mengobatimu, aku harus mengikat kaki tanganmu...“ katanya.

“Ya, kau harus mengikat kaki tanganku...“ Kui Ji berkata seperti orang bermimpi.

“Tiba-tiba terdengar teriakan melengking dan sesosok bayangan berkelebat. Kim Lan dengan tenang bangkit berdiri sedangkan Kui Ji tetap rebah telentang dengan tangan kaki terikat. Ternyata Liu Si, nenek gila itu telah berada di situ.

“Kau... mata-mata musuh! Kau apakan anakku? Kubunuh kau!“ teriaknya marah dan ia sudah menerjang kepada Kim Lan dengan senjata cambuknya yang meledak-ledak.

Dengan tenang namun gesit sekali Kim Lan mengelak dengan lompatan kesamping, lalu mengangkat tangannya. "sabar dulu, bibi. Aku bukan mata-mata musuh, aku datang untuk mengobati anakmu...!“

“Bohong kau! Mata-mata musuh dan hendak membunuh kami semua. Akan tetapi engkau tidak dapat membunuh kami. Aku akan membunuhmu lebih dulu, hik-hik-hik!” dan nenek itu menyerang lagi, kini lebih dahsyat.

Terpaksa Kim Lan melompat jauh kebelakang untuk menghindarkan diri dari pecutan cambuk dan cengkraman tangan kiri itu. Gadis ini lalu mengerahkan kekuatan sihirnya mengangkat kedua tangan dan matanya mencorong lalu membentak dengan suara lantang berwibawa.

“Bibi, pandanglah aku. Aku harus kau taati! Nah, cepat berlutut dan tunduklah kepalamu. Hayo, taati perintahku!"

Pengaruh yang amat kuat seolah menekan Liu Si. Ia berusaha melawan akan tetapi akhirnya ia menjatuhkan diri berlutut dan menundukkan mukanya. Rambutnya yang panjang riap-riapan itu tergantung sampai menyentuh tanah.

“Bagus, sekarang aku juga akan mengobatimu karena engkau sakit, bibi. Dan untuk pengobatan itu aku harus mengikat kaki tanganmu..." kata Kim Lan dan ia menghampiri nenek yang sudah berlutut itu.

Tiba-tiba sekali, nenek itu terkekeh dan tubuhnya yang berlutut itu bergerak bangkit dengan cepat, cambuk dan rambutnya menyambar ke depan. Kim Lan terkejut bukan main. Tidak di sangkanya sama sekali nenek itu dapat membebaskan diri dari pengaruh sihirnya. Agaknya nenek ini memiliki sin-kang yang sudah kuat sekali sehingga sihirnya hanya sebentar saja dapat mempengaruhinya. Ujung cambuk dan ujung rambut itu menyambar dengan cepat dan kuat.

Kim Lan tidak sempat lagi mengelak atau menangkis, maka ia menggerakkan kedua tangannya dan dengan jurus Burung Bangau Mematuk Ular kedua tangan itu mencuat ke depan dan ia sudah berhasil menangkap ujung cambuk dengan tangan kirinya dan ujung rambut dengan tangan kanannya. Liu Si menarik-narik cambuk dan rambutnya akan tetapi Kim Lan mempertahankan.

Selagi mereka tarik itu tiba-tiba Liu Si menggerakkan kedua tangan ke depan, membentuk cakar setan hendak mencengkram dada Kim Lan. Pada saat yang amat berbahaya bagi Kim Lan itu mendadak muncul han Sin di belakang Liu S i dan sekali Han Sin menggerakkan jari tangannya menotok, nenek gila itu mengeluh dan roboh terkulai.

“Sudah kukatakan bahwa mereka itu berbahaya sekali, nona Kim Lan,..“ kata Han Sin.

“Ah, engkau? Terima kasih atas bantuanmu...“ kata Kim Lan lalu mengeluarkan tali sutera hitam dan mengikat pula kedua kaki tangan Liu Si.

“Mengapa kau lakukan itu, nona...?”

“Kulakukan apa?” balas tanya Kim Lan.

“Mengikat kaki tangan mereka. Hemmm, dengan menotok mereka sudah cukup membuat mereka tidak akan memberontak, mengapa harus mengikat mereka?” Han Sin bertanya pula sambil memandang dengan alis berkerut karena dia tidak setuju dengan cara mengikat mereka itu.

Kim Lan melanjut kan mengikat kaki tangan Liu Si tanpa menjawab. Setelah selesai, barulah ia bangkit berdiri, memandang Han Sin dengan matanya yang indah lalu berkata dengan tenang. “Aku sendiri juga tidak suka harus mengikat kaki tangan mereka, akan tetapi apa boleh buat, terpaksa ku lakukan. Kalau menotok mereka hal itu akan mengganggu pengobatanku...“

Kini kedua orang wanita, ibu dan anak itu sudah menyadari akan keadaan diri mereka yang terikat, maka mereka mulai meraung-raung dengan marahnya. Kui Ji berteriak-teriak sambil menangis sedangkan Liu Si berteriak-teriak sambil memaki dan mengancam.

“Kasihan mereka...“ kata Han Sin.

“Sengaja kubiarkan mereka berteriak-teriak untuk mengundang datangnya kakek gila itu. Diapun harus di tangkap dan di ikat seperti ini. Setelah itu barulah aku dapat melaksanakan pengobatan tanpa gangguan,“ kata Kim Lan. “Sebaiknya kalau kita bersembunyi dulu, menanti kedatangannya...“

Gadis itu menyelinap ke balik pohon dan terpaksa Han Sin mengikutinya walaupun hatinya masih ragu apakah perbuatan gadis itu benar. Dia pun bersembunyi di balik pohon, tak jauh dari tempat Kim Lan bersembunyi. Dia memandang kepada gadis itu. Ketika Kim Lan menoleh, dua pasang mata bertemu pandang dan agaknya gadis itu dapat melihat keraguan terbayang dalam pandang mata pemuda itu. Kim Lan tersenyum dan berkata,

“Bersabarlah nanti engkau akan melihat sendiri caraku ini yang terbaik untuk mengobati mereka...“

“Sssshhhh...!“ desis Han Sin karena dia sudah mendengar teriakan-teriakan dari jauh. Teriakan ini makin dekat dan tak lama kemudian muncullah Kui Mo dengan tongkat di tangannya. Biarpun hatinya merasa tidak puas dengan cara yang dipakai Kim Lan untuk mengobati keluarga gila itu, akan tetapi melihat munculnya Kui Mo, Han Sin menjadi khawatir kalau gadis baju putih itu akan celaka di tangan orang gila yang amat lihai ini. Karena itu dia mendahului keluar dari persembunyiannya menghadapi Kui Mo.

Kui Mo menggereng marah melihat isterinya dan anaknya dibelenggu, tak berdaya rebah di atas rumput. Ketika tiba-tiba Han Sin muncul, kemarahannya lalu di timpakan kepada pemuda ini. “kau...? Engkau telah melarikan diri dan sekarang engkau menangkap isteri dan anakku...? Kau memang pantas di hantam dengan tongkat ku!“ Dia menerjang dengan gerakan dahsyat sekali kepada Han Sin.

Kim Lan yang bersembunyi dan mengintai itu mengenal serangan yang amat dahsyat dan ia terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa orang gila itu demikian hebat ilmu silatnya. Ia mengkhawatirkan keselamatan Han Sin dan siap-siap untuk membantunya. Akan tetapi dengan cekatan Han Sin sudah mengelak dari serangan dahsyat itu dengan memainkan ilmu silat Lo-hai-kun (Silat Pengacau Lautan).

Dia tidak hanya mengelak, akan tetapi juga membalas dengan serangan untuk merobohkan lawan. Perkelahian itu berlangsung seru dan nampaknya ilmu silat Lo-hai-kun itu masih belum mampu menandingi ilmu tongkat Kui Mo. Pemuda itu mulai terdesak oleh hujan serangan tongkat yang dilakukan oleh kakek gila itu.

Selagi Kim Lan merasa khawatir dan hendak turun tangan membantu, tiba-tiba Han Sin mengubah gerakan silatnya. Ketika tongkat menyambar dan menusuk ke arah ulu hatinya. Han Sin menangkis dengan dengan gerakan lengan memutar sambil mengeluarkan suara melengking.

“Krraaakk!” Tongkat itu patah-patah dan sebelum kakek itu hilang kagetnya, Han Sin telah berhasil menotok pundaknya, membuat kakek itu terpelanting dan lemas tak mampu bergerak lagi. Han Sin telah mengeluarkan jurus ilmu silat Bu-tek-cin-keng yang hebat.

Bukan main kagumnya hati Kim Lan melihat betapa Han Sin dapat merobohkan kakek gila itu tanpa melukainya. Ia sendiri setelah melihat ilmu tongkat kakek itu, merasa tidak sanggup menandinginya. Segera ia meloncat dan sudah siap dengan tali suteranya yang amat kuat itu dan dibantu oleh Han Sin, ia segera mengikat kaki dan tangan Kui Mo.

Tanpa berkata apapun Kim Lan segera mulai melakukan pemeriksaan kepada tiga orang itu, denyut nadi mereka, pernapasan mereka dan ketika ia menekan tengkuk mereka, tiga orang gila itu mengeluh kesakitan.

“Hemmm, sudah kuduga. Mereka keracunanan. Sobat Cian Han Sin, apakah tempat tinggal mereka masih jauh dari sini?”

Han Sin sejak tadi memandang gadis itu yang melakukan pemeriksaan dan dia merasa kagum sekali. Begitu tenang dan percaya penuh kepada diri sendiri! Gadis yang hebat, tentang kepandaiannya mengobati, dia tidak sangsi lagi karena dia sendiri yang mengalami kesembuhan dari pengaruh racun ketika di obati oleh gadis bernama Kim Lan ini.

“Tidak, rumah mereka di lereng sana...“ jawabnya.

“Kalau begitu, bantulah aku mengangkut mereka ke sana. Tidak enak mengobati mereka di tempat terbuka seperti ini...“

“Baik, akan kubawa suami isteri ini dan engkau membawa gadis itu...” kata Han Sin sambil mengangkat tubuh Kui Mo dan Liu Si lalu di panggul di kedua pundaknya...