Pedang Penakluk Iblis Jilid 11

Cersil karya kho ping hoo serial pendekar budiman episode pedang Penakluk Iblis Jilid 11

Pedang Penakluk Iblis Jilid 11

KONG JI bukan seorang yang mempunyai kecerdasan luar biasa kalau ia tidak tahu bahwa ia dibeda-bedakan oleh gurunya. Namun ia tidak berkecil hati.

"Aku sudah tahu di mana tempat penyimpanan kitab peninggalan Pak Kek Siansu, biarpun aku tidak diberi pelajaran Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang, kelak ia dapat mempelajari sendiri." pikirnya. Akan tetapi ia masih belum puas kalau belum dapat "mencuri" pelajaran ini, maka ia pada suatu hari mendekati Hui Lian. Bercakap-cakap di dalam taman yang luas sambil berlatih silat seperti biasa.

"Sumoi, aku heran sekali mengapa sampai sekarang aku belum mendapat latihan Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang," demikian Kong Ji memancing.

"Jangan kecil hati, Suheng. Ilmu silat itu tidak mudah. dan untuk dapat mainkan ilmu silat itu, diperlukan dasar yang kuat. Kau baru beberapa tahun berlatih di bawah bimbingan Ayah, tentu saja belum waktunya bagimu untuk mempelarinya. Menurut Ayah, ilmu silat ini kalau dipelajari oleh orang yang belum kuat dasarnya, bukannya mendatangkan keuntungan, bahkan amat berbahaya, akan merusak dasar yang sudah ada dan yang masih lemah."

Melihat betapa gadis itu bicara sunguh-sungguh, tidak seperti biasanya bergurau, Kong Ji percaya bahwa Hui Lian bicara sebenarnya. "Sumoi, biarpun aku tidak akan berlatih ilmu silat itu, akan tetapi aku ingin sekali mempelajari kauw-koatnya (teori silatnya). Apa sih salahnya mempelajari teorinya saja? Sumoi, berlakulah murah kepadaku dan harap kau suka mengajarkan teorinya kepadaku."

"Aku tidak berani, Suheng."

"Tidak berani? Mengapa tidak berani Sumoi?"

"Ayah akan marah. Aku dan juga Suci sudah bersumpah takkan membuka rahasia Pak-kek Sin-ciang kepada orang lain."

"Akan tetapi, Sumoi, aku toh bukan orang lain? Kelak aku pun tentu akan menerima ilmu itu dari Suhu. Kalau kau memberi tahu tentang teorinya kepadaku, itu bukan berarti kau melanggar sumpah, karena aku bukan orang lain"

Hu Lian orangnya jujur sekali. Memang ia berotak terang dan cerdik, akan tetapi bukan kecerdikan seperti yang dipunyai oleh Kong Ji, yakni kecerdikan yang sifatnya curang. Kecerdikan Hui Lian hanya untuk mempelajari sesuatu, dan karena wataknya jujur, maka sekali ia percaya orang ia akan percava habis-habisan. Demikian pun terhadap Kong Ji yang pandai membawa diri, ia sudah menaruh kepercayaan sebulatnya.

"Kalau dipikir-pikir memang betul kata-katamu, Suheng. Akan tetapi sebaiknya kutanyakan dulu kepada Ayah."

"Tak usah, Sumoi. Kalau begatu lebih baik kau jangan mengajarku. Suhu tentu akan marah kepadamu dan kepadaku yang dianggap lancang. Sebetulnya aku pun tak amat terburu-buru, karena..." Kong Ji menghentikan sebentar kata-katanya dan memandang kepada Hui Lian seakan-akan hendak menyampaikan sesuatu yang penting. "Sumoi, dapatkah kau menyimpan rahasia?"

"Tentu saja!" Pada waktu itu, Hui Lian baru berusla empat belas tahun sifatnya masih kekanak-kanakan, maka ia ingin sekali mendengar apa yang akan dikatakan oleh Kong Ji.

"Sumoi, harap jangan katakan kepada siapa juga. akan tetapi sebetulnya, ketika ikut dengan See-thian Tok-ong, aku pun menerima beberapa pelajaran ilmu silat yang kiranya tidak kalah lihai oleh Pak-kek Sin-ciang. Kalau kau mau menuturkan kepadaku tentang teori Pak-kek Sin-ciang aku akan mengganti dengan beberapa ilmu pukulan yang aneh-aneh. Boleh kaupilih, kalau kau menolak, bagiku tidak ada ruginya karena kelak aku pun pasti akan menerima Ilmu Pak-kek Sin ciang dari Suhu, sebaliknya kaulah akan rugi karena kau tidak jadi mempelajari ilmu dari See-thian Tok-ong."

Hui Lian bukan anak bodoh, dia maklum bahwa kepandaian Kong Ji masih jauh kalau hendak dibandingkan dengan kepandaiannya sendiri, maka kata-kata ini tentu saja menimbulkan senyumannya. "Suheng, ilmu aneh apakah yang kau sebutkan tadi? Coba kauperlihatkan dulu, hendak kulihat apakah cukup berharga untuk ditukar dengan Pak-kek Sin-ciang?"

Kong Ji menunjuk kepada sebatang pohon yang berbunga. Bunganya berwarna, putih dan berada agak tinggi, paling rendah tiga tombak dari tanah.

"Sumoi, kalau kau mengambil bunga di tangkai pohon itu, bagaimana caramu yang terbaik?" tanyanya.

Hui Lian menggerakkan sepasang alisnya sambil memandang ke atas, lalu tersenyum. "Banyak caranya, Suheng. Pertama kali dengan jalan memanjat pohonnya."

"Tidak pantas bagi seorang gadis memonjat pohon!" Kong Ji mencela.

"Aku dapat melompat ke atas dan memetik bunga-bunga itu sambil duduk di atas cabang." Hui Lian berkata lagi.

"Memang bisa dengan jalan itu, akan tetapi cabang pohon itu basah dan kotor, pakaianmu tentu akan kotor. Belum lagi banyak semutnya, kau dikeroyok dan digigit."

"Habis, kalau kau bagaimana akan kaulakukan, Suheng?" tanya Hui Lian.

"Itulah, aku mempunyai semacam ilmu pukulan yang sambil duduk di sini aku dapat dipergunakan untuk memukul runtuh semua bunga yang kauinginkan tanpa memanjat pohon atau membiarkan diri dikeroyok semut."

Hui Lian tertawa dan merasa kasihan kepada Kong Ji. Baru kepandaian seperti itu saja dibanggakan, pikirnya. "Ah, Suheng. Apa sih sukarnya itu? Kalau yang kaumaksudkan aku pun dapat runtuhkan semua kembang itu dengan pukulan-pukulan lweekang dari tempat ini.”

"Dengan pukulan Pak-kek Sin-ciang?” tanya Kong Ji tertarik.

"Ya, dan kau boleh saksikan ini!" Hui Lian menggerak-gerakkan kedua lengannya secara aneh, tiba-tiba ia memukul ke arah atas pohon. Angin pukulan dahsyat menyambar, cabang- cabang pohon bergoyang-goyang seperti ada tangan kuat yang menggoyangnya. Beberapa kembang jatuh ke bawah, bersama banyak yang melayang-layang.

“Tidak baik, tidak balk!" Kong Ji menggeleng-geleng kepalanya mencela.pukulan itu terlalu kasar, hanya baik untuk membinasakan musuh dan mengusir ulat dari pohon. Kalau untuk memetik bunga terlalu kasar dan merusak bungga-bunga. Lihat bunga-bunga yang runtuh itu pada rusak, bukan?"

"Apa kau bisa memukul dan menjatuhkan kembang-kembang seperti yang lakukan tadi, Suheng?" Hui Lian penasaran karena dicela, padahal pukulannya hebat sekali dan patut dipuji, sedangkan ia tahu bahwa ilmu kepandaian Kong Ji belum sampai pada tingkat penggunaan tenaga lweekang seperti tadi. Ia telah mempergunakan jurus pukulan dari Pak-kek Sin-ciang yang disebut Angin Laut Memukul Ombak", dan dengan tenaga lweekang yang dikerahkan, hawa pukulannya telah berhasil merontokkan bunga-bunga dan daun.

"Kau!that saja Sumoi, dan nanti boleh menilai sendiri apakah ilmu pukulanku ini patut untuk ditukar dengan teori Pak- kek Sin-ciang!" Sambil berkata demikian, Kong Ji duduk bersila di bawah pohon, menahan napas, mengerahkan tenaga Tin-san-kang, kemudian dua tangannya digerak-gerakkan mengeluarkan bunyi seperti tulang patah patah setelah itu, dengan gerakan halus dan lambat ia meluncurkan tangan dengan telunjuk ke atas, gerakannya cepat dan ia hanya menudingkan telunjuknya ke arah setangkau bunga.

Benar-benar aneh dan seperti ilmu sihir apa yang dilakukan oleh pemuda itu. Tiap bunga yang ditunjuk oleh jarinya, segera patah tangkainya dan melayang perlahan ke bawah, lalu diterima dengan tangannya dan benar saja bunga-bunga itu masih utuh! Kong Ji dengan gerakan seperti itu telah meruntuhkan sepuluh tangkai bunga, kemudian ia tersenyum, memegang bunga-bunga itu pada tangkainya menjadi satu dan memberikannya kepada Hui Lian.

“Kau lihat, bukankah bunga-bunga ini seperti baru habis dipetik saja!"

Hui Lian menerima bunga-bunga itu dan terkejut dan heran bukan main. tidak percaya bahwa apa yang diperlihatkan tadi adalah demonstrasi tenaga lwekang yang luar biasa, dan mengira bahwa Kong Ji memang mempelajari ilmu sihir.

"Itulah hoatsut (ilmu sihir)!" seru gadis cilik ini.

Kong Ji tertawa. "Boleh kausebut apa saja, akan tetapi bukankah ilmu ini berguna sekali dan sukakah kau mempelajarinya untuk ditukar dengan teori Pak-Sin-ciang"

"Hoatsut termasuk ilmu sesat atau ilmu hitam, dan Ayah melarangku mempelajari ilmu sesat!" katanya dengan mata masih terheran-heran.

"Jangan bilang begitu, Sumoi. Yang kuperithatkan tadi sama sekali bukan hoatsut, melainkan ilmu pukulan yang amat berguna."

"Berguna untuk pertandingan? Bukan hanya untuk mengambil kembang?"

"Ya, berguna untuk menghadapi yang bagaimanapun juga."

"Bagus, kalau begitu, mari kita coba. Kau hadapi Pak-kek Sin-ciang dengan ilmu yang aneh tadi, kalau benar-benar kulihat ilmu itu berguna, aku tidak keberatan untuk menukar dengan teori Pak-kek Sin-ciang."

Sebetulnya Kong Ji hendak menyembunyikan kepandaiannya dan ia merasa takut sekali kalau-kalau suhunya melihat dia telah mahir 292 ilmu Tin-san-kang Giok Seng Cu dan ilmu silat barat dipelajarinya dari See-thian Tok-ong. Akan tetapi ia tidak takut kalau Hui Lian akan membocorkan rahasianya ini karena kalau gadis itu sudah menukarnya dengan Pak-kek Sin-ciang, bukankah berarti gadis itu melanggar larangan ayahnya dan tentu tidak berani membocorkan rahasia itu?

"Baik, marilah kita main-main sebentar, Sumoi. Akan tetapi, Pak-kek-sin-ciang amat berbahaya dan hebat, jangan kau memukul benar-benar sehingga aku akan tewas dt tanganmu!"

Hui Lion tersenyum manis. "Orangnya gagah akan tetapi takut mati! Suheng, kau belum tahu akan sifat Pak-kek-sin-ciang. Ilmu ini adalah ilmu bersih, ilmu silat yang luar biasa ciptaan seorang suci seperti Sucouw Pak Kek Siansu, mana dapat disamakan dengan ilmu memukul dan membunuh orang? Jangan kamu khawatir, aku hanya akan melihat sampai di mana gunanya ilmu yang hendak kau ajarkan kepadaku itu. Bersiaplah!”

Kong Ji slap dengan kuda-kuda yang dipelajarinya dari See-thian Tok-ong. Ia gemmbira sekali karena sebelum mempelajari kauwkoat dari Pak-kek Sin-ciang, ia memang hendak lebih dulu menguji sampai di mana kehebatan ilmu yang amat terkenal namun amat dirahasiakan ini. Pertama-tama ia hendak menghadapi Hui Lian dengan ilmu silat barat yang empat tahun lamanya ia pelajari dari Raja Racun itu. Kuda-kudanya kuat sekali dan tubuhnya miribf, kedua lengan diatur sedemikian rupa sehingga seluruh bagian tubuh yang berbahaya atau lemah terlindung rapat-rapat.

Hui Lian memandang sebentar, kemudian Kong Ji mehhat sesuatu yang aneh. Gadis itu berdiri tegak lalu meramkan mata, tak bergerak seperti patung untuk beberapa detik, kemudian tanpa membuka matanya ia berseru, "Suheng, terimalah seranganku!"

Baru saja kata-kata ini habis diucapkan, tubuhnya bergerak secepat kilat dan sebelum Kong Ji tahu apa yang terjadi, telinganya terasa pedas dan panas karena sudah kena disentil oleh tangan Hui Lian! Ia kaget setengah mati, gerakan gadis itu tidak terduga sama sekali dan biarpun matanya masih belum dibuka gadis itu ternyata telah dapat menyentil telinganya!

Hui Lian sudah melompat mundur dan berkata, "Hati-hatilah, Suheng, jaga baik-baik dan pergunakan ilmumu yang tadi!"

Kong Ji mendongkol sekali kepada See-thian Tok -ong. ia sudah melatih diri selama empat tahun dengan ilmu silat yang diajarkan oleh See-thian Tok-ong akan tetapi sekarang ilmu silat itu sewaktu menghadapi Hui Lian, baru segebrakan saja sudah kelihatan tidak ada gunanya!

Tentu saja ia tidak tahu bahwa bukan ilmu silat dan See thian Tok-ong yang kurang lihai, yang menjadi sebab adalah karena dia belum tahu akan sifat Ilmu silat Pak Kek Sin-ciang. Kalau ia tidak berlaku sembrono, baru melihat Hui Lian bergerak dengan mata meram saja, ia sudah akan berlaku lebih hati-hati. Memang Ilmu Silat Pak kek Sin-ciang bukanlah ilmu silat biasa saja. Latihannya amat berat dan benar seperti dikatakan oleh Hui Lian, tidak sembarangan orang dapat mempelajarinya. Harus memiliki dasar yang kuat dulu, bukan dasar jasmaniah saja melainkan terutama sekali dasar yang kuat dalam batinnya.

Ketika Soan Li dan Hui Lian mulai melatih untuk mempelajari ilmu ini, dengan susah payah barulah mereka berhasil. Tiga hari tiga malam tak pernah bergerak pindah dari tempatnya, hidup hanya dari udara yang dihisap saja, ini masih belum hebat, yang paling berat adalah menjalankan latihan menghindarkan cahaya matahari selama tiga hari tiga malam. Si murid harus tinggal dalam kamar atau gua yang gelap dan tidak dapat ditembusi sinar matahari, dan bersamadhi di situ. Dan di dalam latihan itu, yang menjadi guru lalu menggoda murid itu dengan berbagai jalan.

Setelah kuat menghadapi semua ini dan karenanya kekuatan batin si murid sudah cukup teguh, barulah perlahan-lahan ia boleh menerima latihan Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang! Inilah sebabnya maka tadi Hui Lian bersilat sambil menutup matanya, oleh karena tingkat gadis ini masih rendah dalam ilmu ini. Tanpa menutup matanya, ia kurang dapat memusatkan perhatiannya dan makin rapat matanya ditutup, gerakan ilmu silatnya makin sempurna. Seluruh panca indera dapat dipusatkan dan dengan pendengaran dan perasaan saja ia sudah dapat menghadapi lawan yang bagaimana tangguhpun. Oleh karena itu, biarpun matanya meram, dengan mudah ia dapat menyentil telinga suhengnya!

"Baik, Sumoi, kau boleh menyerang lagi." kata Kong Ji dan kini ia memasang kuda-kuda rendah sekali dan mulailah mainkan Ilmu Silat Tin-san-kang!

Hui Lian mulai menyerang lagi, cepat dan dahsyat sekali, akan tetapi sifatnya lemah dan lembut. Memang Ilmu Silat Pak-Sin-ciang itu dapat dimainkan menurut sikap pemainnya, dan sesuai pula dengan wataknya. Hui Lian seorang wanita, maka sifat ilmu silatnya itu lemah-lembut, namun ia berwatak gembira dan jenaka, maka cepat dan dahsyat gerakan kaki tangannya.

Kong Ji cepat mengelak dan menggerakkan lengan untuk menangkis, sambil mengerahkan tenaga Tin-san-kang, namun tidak sepenuh tenaga. Dalam gebrakan pertama ini, akibatnya keduanya terkejut bukan main. Biarpun sudah mengelak dan menangkis, tetap saja tangan Hui Lian menyerempet pundak Kong Ji, demikian cepat dan tidak terduga serangan ilmu dilat itu. Sebaliknya, ketika hawa tangkisan tangan Kong Ji menolaknya Hui Lian merasa ada tenaga luar biasa mendorongnya, sehingga kuda-kuda kakinya sang teguh itu menjadi miring.

Hui Lian tidak membuang waktu dan menyerang terus karena tangkisan tadi membuat ia penasaran, juga gembira. mulai menduga bahwa ilmu silat yang diperlihatkan oeh Kong Ji ini "ada isinya” juga ia heran melihat ilmu silat yang dilakukan dengan kuda-kuda demikian rendahnya sehingga kadang-kadang Kong Ji sampai hampir menyentuh tanah.

Kini terjadilah pertandingan yang hebat sekali. Biarpun hanya latihan yang sifatnya main-main atau hanya menguji ilmu silat, namun keduanya benar-benar bersilat dengan baiknya sehingga bagi orang yang tidak begitu paham dengan ilmu silat tinggi pasti mengira bahwa mereka sedang bertempur mati-matian!

Kong Ji kagum bukan main oleh ilmu silat itu. Gerakannya demiklan sepat dan aneh, sama sekali tidak dapat diduga perubahannya dan tahu-tahu setiap gerakan merupakan ancaman hebat. Kalau saja tidak memiliki tenaga Tin-san- kang yang memang sudah ia pelajari secara mendalam dan sempurna pasti takkan mampu menghadapi Hui Lian secara berimbang. Tidak ada ilmu silat yang pernah dipelajarinya, yang akan dapat menandingi Pak-kek Sin-ciang ini. Sebaliknya Hui Lian juga kagum dan terheran-heran. Memang, gerakan dari Kong Ji tidak begitu lihai, kurang cepat dan banyak terdapat lowongan-lowongan, namun yang membikin ia terkejut dan heran adalah hawa pukulan yang keluar dari sepasang lengan suhengnya. Hawa itu demikian kuat sehingga tanpa menyentuh tangannya, suhengnya sudah dapat menangkis dan menolak semua serangannya!

Hal ini tIdak aneh, Kong Ji pernah diberi penjelasan yang amat lengkap dari Giok Seng Cu tentang Tin-san-kang dan pemuda Ini sudah melatih diri dengan amat tekun sehingga biarpun belum boleh dikatakan bahwa ilmunya Tin-san-kang sudah dapat mengimbangi Giok Seng Cu, namun sedikitnya ia telah mempelajari delapan bagian dan tenaganya sudah terkumpul sedikitnya enam bagian. Kalau dia mau, dengan pukulan maut agaknya ia dapat merobohkan Hui Lian. Sebaliknya, biarpun sudah bertahun-tahun belajar Pak-kek Sin-ciang, namun ilmu ini amat luas dan sukar dipelajari sehingga kepandaian Hui Lian, dalam ilmu ini masih kurang baik. Ilmunya bermain pedang warisan ayahnya jauh lebih baik dari ilmunya bertangan kosong.

Ilmu Silat Pak-kek Sin-ciang bukan sembarang ilmu, Go Ciang Le sendiri yang mendapat julukan pendekar besar dan semua orang takluk menghadapi ilmu silatnya Pak kek Sin-ciang, sebetulnya, belum mempelajari seluruh ilmu silat hebat ini. Ketika ia berguru kepada Pak Kek Siansu dan menerima latihan ilmu silat ini, ia mencapai tingkat enam atau tujuh bagian, karena keburu disuruh turun gunung oleh suhunya (baca Pendekar Budiman). Apalagi, setelah mendekati kematiannya, Pak Kek Siansu memperbaiki lagi ilmu silatnya yang semuanya ia tuliskan di dalam kitab rahasia yang akhirnya ditemukan oleh Wan Sin Hong.

Kembali pada pertandingan antara Kong Ji dan Hui Lian, keduanya saling mengagumi dan pada suatu detik, Hui Liang mendesak hebat dengan pukulan kearah lambung Kong Ji dengan tangan kanan, dibarengi dengan tangan kiri menotok pundak. Kong Ji terkejut menghadapi serangan hebat ini, terpaksa melompat ke belakang dan mendorong dengan kedua tangannya ke depan. namun kurang cepat, pundaknya masih terkena totokan, namun meleset dan hanya bajunya di pundak yang robek, sedangkan Hui Lian terkena dorongan hawa pukulan itu sehingga tersentak mundur sampai tiga tindak!

Kong Ji tertawa sambil memegangi baju yang robek di bagian pundaknya. "Sumoi, benar-benar hebat Pak kek-Sin-ciang tadi. Aku takluk benar-benar!"

Akan tetapi Hui Lian tidak tertawa, bahkan memandang dengan tajam dan sikapnya sungguh-sungguh. "Suheng, kau hebat.

Bagaimana kau dapat menyembunyikan ilmu kepandalanmu yang sudah tinggi itu? Kalau kau mau memukul kiranya aku takkan kuat melawanmu, bahkan Suci Soan agaknya tidak bisa menangkan kau! Ilmu silat apakah yang dimainkan sambil merendahkan tubuh seperti itu?"

Kong Ji tertawa sambil memegangi baju yang robek di bagian pundaknya. Kong Ji berpikir bahwa kalau dia menyebut Tin-san-kang dari Giok Seng Cu, boleh jadi gadis ini akan terkejut, maka sengaja memutarbalikkan kenyatan dan membohong, "Ah, itulah ilmu silat yang dipelajari dari Sce-thian Tok ong, entah apa namanya, akan tetapi ilmu silat ini dari barat datangnya dan sama sekali bukan ilmu sesat."

Memang, Tin-san-kang bukan ilmu sesat, berbeda dengan ilmu silat yang ia pelajari dari See-thtan Tok-ong, karena pukulan dari ilmu silat Raja Racun itu mengandung hawa beracun yang jahat dan yang tentu saja tidak diperlihatkan oleh Kong Ji.

"Hebat benar ilmu silat itu, hawa pukulannya tidak kalah oleh Pak-kek Sin-ciang." Hui Lian memuji.

"Sumoi, kuharap dengan sangat kau sudi memegang teguh perjanjian, dan jangan membocorkan hal ini kepada Suhu. Aku takut Suhu akan marah. Bagaimana sekarang pendapatmu? Sukakah kau belajar ilmu silat ini dan sebagai gantinya kau memberi tahu kepadaku tentang teori Pak-kek Sin-ciang. Setujukah?"

"Boleh, dan ini bukan berarti bahwa aku mengajar PaK-kek Sin-ciang kepadamu, Suheng, karena kau pun kelak akan diberi pelajaran oleh Ayah. Dan tentu ilmu silatmu itu aku senang sekali kau dapat mempelajarinya." Hui Lian memandang ke wajah suhengnva yang kini sudah merupakan pemuda berusia delapan belas tahun itu dengan kagum. Ia kini mulai mempunyai pandangan lain terhadap Kong Ji, tidak lagi berani memandang rendah bahkan ia kagum sekali karena keadaan pemuda itu benar-benar jauh daripada persangkaannya semula.

Demikianlah, dengan diam-diam, tanpa diketahui oleh Go Ciang Le dan yang lain-lain, kedua orang muda ini saling menukar ilmu silat dan mereka mempunyai hubungan yang makin erat. Setelah merima Ilmu Silat Tin-san-kang dari Kong Ji, sikap Hui Lan terhadap pemuda ini-lebih erat dan rapat, dan ia yang berwatak jujur benar-benar percaya akan kebaikan dan kesayangan hati Kong Ji terhadapnya. Bahkan dalam usahanya untuk membalas kebaikan Kong Ji, Hui Lian seringkali bertanya kepada Soan Li tentang Sin-ciang yang ia belum tahu betul, untuk kemudian diberikan dan dijelaskan kepada Kong Ji. Dengan jalan inilah, Kong Ji yang amat cerdik itu akhirnya dapat mengenaI Pak-kek Sin-ciang, walaupun hanya teorinya.

Setelah tahu dari Hui Lian betapa sukarnya mempelajari Pak-kek Sin-ciang, Kong Ji merasa kecewa sekali. Memang betul ia telah mencoba menjalani syarat-syaratnya, akan tetapi memang pada dasarnya watak pemuda ini tidak bersih, maka ia selalu gagal menghadapi godaan daripada nafsu dan perasaan sendiri dalam samadhi. Oleh karena itu ia memang dapat mainkan Pak-kek Sin-ciang yang ia pelajari dari Hui Lian, akan tetapi yang ia miliki hanya "kulitnya" saja dan isinya bukan Pak-kek Sin-ciang sesungguhnya, melainkan ia isi dengan tenaga Tin-san-kang dan lweekang yang ia dapat pelajari dari See-thian Tok ong. Oleh campuran ini, maka ilmu silat Pak-kek-sin-ciang yang dimiliki oleh Kong Ji menjadi berubah sifatnya, sudah menyeleweng daripada aselinya, namun harus diakui bahwa tidak berkurang kelihaiannya bahkan boleh dibilang lebih ganas dan berbahaya bagi lawan, sungguhpun intinya tidak sekuat aselinya.

Empat tahun telah lewat dengan cepatnya. Kong Ji telah menjadi seorang pemuda dua puluh dua tahun, tubuhnya jangkung dan wajahnya tampan. Soan Li telah menjadi seorang gadis yang usianya dua puluh tiga tahun, sifatnya lemah-lembut, namun pada wajahnya yang cantik itu terbayang kematangan jiwa yang membuat ia makin pendiam dan hemat dengan kata-kata. Sebaliknya Hui Lian Iaksana sinar matahari yang bercahaya terang, telah menjadi seorang gadis berusia delapan belas tahun yang tentu saja cantik jelita, namun juga manja, nakal dan gembira.

Dalam waktu empat tahun ini, kepandaian mereka bertiga telah meningkat tinggi. Selama delapan tahun Kong Ji menerima latihan-latihan dari Ciang Le dan selain itu, ia pun telah menguasai ilmu Pak-kek Sin-ciang yang dapat ia pelajari dari Hui Lian. Hatinya diam-diam mendongkol sekali dan timbul kebencian, terhadap Ciang Le karena ternyata bahwa suhunya ini benar-benar tidak menurunkan Pak-kek Sin-ciang kepadanya!

Namun, dengan amat pandainya ia menyembunyikan perasaannya itu, bahkan makin mendekati Hui Lian. Terhadap Soan Li, diam-diam hatinya masih menaruh cinta, namun karena Soan Li makin dingin terhadapnya, lama-lama perhatian itu ditujukan kepada Hui Lian. gadis yang jujur dan berhati polos itu. Adapun Hui Lian seorang gadis remaja yang masih hijau, tidak dapat menangkap maksud buruk di hati Kong Ji, dan menghadapi rayuan dan sikap mengasih dari Kong Ji pun percaya bahwa hatinya telah terpikat oleh pemuda ini.

Pada suatu malam, Hui Lian tidak dapat tidur karena hawa terlalu panas. Musim panas telah tiba dan kamarnya demikian panas tidak enak sehingga ia membuka pintu dan berjalan ke belakang, dengan maksud hendak pergi ke taman mencari hawa segar. Ketika ia lewat dekat ruangan belakang, ia mendengar ayah bundanya bercakap-cakap dengan Soan Li. Ia mendengar Soan Li terisak, maka tertariklah hatinya. Diam-diam mendekati pintu dan mendengarkan percakapan itu. Kalau saja sucinya tidak menangis, tentu dia tidak mau melakukan pengintaian, akan tetapi karena sucinya menangis, sebagai seorang wanita, sudah sewajarnya kalau ia ingin tahu sekali. tidak berani muncul begitu saja, maka tiada lain jalan baginya kecuali berdiri di luar pintu dan mendengar percakapan mereka.

"Soan Li mengapa kau menangis. Ingat kau sudah berusia dua puluh tiga tahun, sudah lebih cukup bagimu untuk berumah tangga," kata Bi Lan dengan suaranya yang halus.

"Semenjak kau berusia tujuh belas tahun, banyak sudah orang ternama di dunia kang-ouw dan orang-orang bangsawan kaya raya di daerah ini datang meminangmu, akan tetapi kau selalu menolak. Hal itu memang kami anggap betul, karena kami sendiri pun ingin memilihkan seorang suami yang baik untukmu, Soan Li. Akan tetapi, menurut pandanganku, Kong Ji seorang yang cukup baik dipandang dari sudut kepandaiannya maupun dari sikapnya. Dia tepat sekali menjadi suamimu, dan ketahuilah, semenjak kami bertemu dengan Kong Ji, memang aku dan Subomu telah merencanakan hendak menjodohkan kau dan Kong Ji. Hanya karena kami menganggap bahwa sebelum kalian tamat belajar belum tepat melangsungkan perjodohan, maka baru sekarang ini kami memberitahukan padamu," kata Ciang Le panjang lebar sehingga Soan Li dan Bi Lan merasa agak heran. Tidak biasanya Ciang Le bicara demikian banyaknya.

Mendengar ini, Soan Li makin terengah-engah menangisnya. Kemudian ia dapat menguasai dirinya dan berkata lirih, "Suhu, dan juga Subo, mohon ampun sebanyaknya. Suhu dan Subo maklum bahwa teecu tidak hanya menganggap Suhu dan Subo sebagai guru, bahkan teecu menganggap sebagai ayah bunda sendiri.”

Sampai di sini, Soan Li kembali mengalirkan air mata karena terharu. Adapun Hui Lian yang mendengarkan percakapan dari luar, wajahnya berubah pucat sekali, hatinya perih dan tak terasa pula dua titik air mata melompat ke atas sepasang pipinya. Ia merasa telah jatuh cinta kepada Kong Ji, dan percaya pula bahwa pemuda itu suka kepadanya, ada pun hubungan Kong Ji dengan Soan Li demikian jauh dan dingin. Sekarang mendengar bahwa Kong Ji hendak dijodohkan dengan Soan Li, maka ia merasa terkejut sekali. Dadanya berdebar-debar dan ia ingin sekali mendengar apa yang akan dikatakan oleh Soan Li.

"Muridku yang baik, kau pun kami anggap sebagai anak sendiri. Kami menganggapmu sebagai kakak dari Hui Lian oleh karena itulah maka kami sengaja memilih-milih jodoh yang tepat untukmu," kata Bi Lan dengan suara menghibur dan ia mengelus-elus rambut gadis itu yang duduk di atas bangku rendah di sebelahnya.

Mendengar ini, makin membanjir air mata dari mata Soan Li. Gadis ini menjatuhkan diri berlutut dan menyembunyikan mukanya di pangkuan Bi Lan.

"Anak. mengapa kau kelihatan begitu berduka? Apakah yang mengganggu pikiranmu?” tanya Ciang Le yang bermata tajam dan yang dapat menduga bahwa tentu ada sesuatu yang terkandung di dalam hati muridnya ini. "Teecu, layak dipukul mati...." kata Soan Li. "Seharusnya teecu berterima kasih atas budi kecintaan Suhu dan Subo, rela untuk mengorbankan nyawa teecu yang tidak berharga untuk Suhu dan Subo, akan tetapi sekarang, baru urusan perjodohan saja teecu sudah memperhkatkan sikap tidak menyenangkan..."

"Katakanlah, apa yang kaupikirkan, Soan Li?" tanya Bi Lan, kini ingin tahu juga apa yang hendak diajukan Soan Li sebagai alasan keberatan terhadap perjodohan itu.

"Sesungguhnya amat sukar teecu bicara, dan seyogyanya teecu menerima saja tanpa banyak rewel. Akan tetapi, karena teecu anggap bahwa hal ini harus teecu kemukakan demi kebaikan Suhu dan Subo sendiri, terutama demi kebaikan Adik Hui Lian, terpaksa teecu memberanikan diri membuka mulut. Teecu rela menerima hukuman setelah teecu bicara, dan setelah Suhu mendengar keterangan teecu, teecu pun siap menerima semua keputusan."

Hui Lian makin terkejut dan detak jantungnya menghebat. Apa maksud Soat Li maka membawa-bawa namanya dalam urusan itu? "Semenjak Liok-sute datang ke sini entah mengapa teecu selalu merasa tidak suka kepadanya. Teecu sering kali menegur perasaan sendiri dan menganggap bahwa teecu tentu keliru. Akan tetepi akhir-akhir ini, ternyata perasaan teecu itu tidak membohongi teecu. Ada sesuatu yang membuat teecu terpaksa harus berterus terang kepada Suhu dan Subo tentang din Liok-sute..."

Sampai di sini, kembali Soan Li kelihatan ragu-ragu dan pada saat itu tiba-tiba Ciang Le menengok ke arah pintu sambil membentak dengan alis berkerut, "Hui Lian sejak kapan kau belajar menjadi pengintai? Hayo kau masuk saja!”

Hui Lian kaget bukan main. ia memang tahu betul akan kelihaian ayahnya, namun dapat mengetahui kedatangannya biarpun ia telah mempergunakan ginkangnya, itulah hebat! Ia makin kagum kepada ayahnya dan dengan muka merah sekali ia masuk melalui pintu ke dalam ruang belakang ini.

"Ayah, aku merasa panas di kamar dan hendak ke taman..." katanya gagap. "Aku tahu, kau mendengar percakapan kami dan berdiri di luar pintu. Hui Lian, jangan sekali-kali kau berbuat hal seperti itu lagi. Kalau mau masuk, masuk saja, kalau tidak lebih baik pergi menjauh, jangan mendengar percakapan orang!" kata ayahnya.

Hui Lian menundukkan mukanya dan ia lalu duduk di atas sebuah bangku rendah tak jauh dan ayahnya. Melihat munculnya Hui Lian, Soan menjadi makin tidak enak hati. Ia berkali-kali memandang kepada Suhunya kemudian kepada Hui Lian, hatinya berat sekali untuk bicara.

"Soan Li kau teruskan keteranganmu. Tak usah kau berlaku sungkan dan tak usah kau menyembunyikan sesuatu. Biar pun Hui Lian berada di sini, namun adalah Sumoimu atau seperti Adikmu sendiri. Kita semua adalah sekeluarga dan sekarang ini adalah percakapan keluarga yang tak boleh diadakan segala macam rahasia!" kata pula Ciang Le dan biarpun suaranya halus dan tenang, namun mengandung pengaruh besar dan membuat hati Soan Li dan Hui Lian tunduk dan takut.

"Suhu dan Subo, demi kebahagian rumah tangga Suhu, teecu akan berterus-terang. Ada sesuatu dalam diri Liok-sute yang ganjil, seakan-akan dia menyembunyikan sesuatu rahasia yang aneh dan menakutkan."

Ciang Le mengangguk. "Sejak dulu aku pun mempunyai keraguan, dari sinar matanya memang ada sesuatu yang aneh. Karena itu aku tidak mau menurunkan Ilmu Pak kek Sin-ciang kepadanya. Akan tetapi sikapnya selama delapan tahun ini baik sekali sehingga keraguanku lenyap dan dia mendatangkan kesan baik dalam hatiku."

"Akan tetapi Suhu, belum lama ini tecu kebetulan sekali melihat dia... melatih diri dengan Pak-kek Sin-ciang!"

Keterangan ini demikian mengejutkan hingga keadaan di situ sunyi, Hui Lian menundukkan mukanya. Ciang Le memandang kepada Soan Li dengan mata terbelalak, sedangkan Bi Lan mengerling ke arah puterinya.

"Apa kau bilang? Betul-betulkah itu? Apakah boleh jadi dia mengintai ketika aku memberi latihan kepada kau dan Hui Lian?"

"Entahlah, Subo. Hanya teecu melihat gerakannya itu, biarpun boleh dibilang baik sekali, namun isinya tidak seperti sebagaimana mestinya. Isi pukulan dan jurus-jurus Pak-kek Sin ciang yang dia mainkan itu adalah hawa pukulan yang aneh dan dahsyat."

"Aneh, aneh sekali. teruskan keteranganmu, Soan Li. Apa pula yang kau ketahui tentang Sutemu itu."

"Teecu memberitahukan hal ini karena itu adalah sesuatu yang amat ganjil sehingga teecu pikir Suhu akan dapat berlaku hati-hati. Dan soal ke dua, membuat teecu berani menyatakan tidak setuju akan perjodohan itu, bukan sekali kali hanya berdasarkan rasa tidak suka teecu kepadanya, akan tetapi sesungguhnya..." Sampai di sini Soan Li memandang kepada Hui Lian dan mukanya menjadi sedih.

"Teruskan saja, Soan Li. Kau tidak mengadu atau bicara jahat, akan tetapi demi kebaikan bersama,” kata Bi Lan. Nyonya ini maklum bahwa tentu ada suatu dengan diri Hui Lian, dan ia sudah merasa tegang dan cemas.

"Sumoi, kau ampunkan Cicimu ini yang jahat dan rendah budi. Namun aku terpaksa... demi kebaikanmu sendiri..."

Hu Lian mengangkat mukanya. Gadis ini mempunyai kejujuran dan di samping ini juga ketabahan, maka sambil tersenyum akan tetapi mukanya pucat ia berkata, “Teruskanlah Suci. Tak usah khawatir kalau memang yang keluar dari mulut adalah hal-hal yang sebenarnya."

"Suhu, dan juga Subo. Teecu melihat bahwa hubungan antara Adikku Hui Lian dan Liok Sute amat erat, amat rukun dan baik. Bahkan, kalau teecu tidak salah kira di antara mereka ada rasa suka yang besar. Dan selain itu... mereka sering kali berlatih bersama dan Sumoi seakan-akan amat tertarik kepadanya. Hal inilah yang menggelisahkan hati teecu selama ini. Menurut anggapan teecu, Sute hendak mempermainkan Sumoi, sangat boleh jadi dia sengaja menarik hati Sumoi yang masih amat muda ini untuk… untuk dapat belajar Pak-kek Sin-ciang."

"Suci kau tak tahu malu!" Hui Lian membentak sambil berdiri, mukanya merah dan matanya bersinar-sinar. "Kau... kau iri hati...!!"

"Hui Lian, diam kau!!" Ciang Le membentak marah. Pendekar ini sekarang lenjadi pucat wajahnya, sedangkan Bi Lan juga pucat sekali.

Terdengar Soan Li menangis. “Suhu dan Subo, juga kau Adikku Hui Lian, aku bersumpah kepada Thian bahwa tidak sekali-kali dalam hatiku ada maksud jahat Suhu, sesungguhnya teecu khawatir kalau sampai Adik Hui Lian masuk perangkap dan teecu khawatir kalau kalau Suhu salah pilih ketika mengambil Sute sebagai murid. Kalau semua dugaan teecu keliru boleh bunuh teecu sekarang juga! Sebaliknya kalau Suhu tetap hendak menjodohkan teecu dengan dia, biarpun teecu tidak suka kepadanya, teecu akan menerima dengan hati berdarah. Apa saja untuk membalas budi Suhu dan Subo'"

Hati Ciang Le tidak karuan rasanya. Seakan-akan hendak meledak dadanya, Ia marah sekali, marah kepada Kong Ji kepada Hui Lian, juga kepada Soan Li.

"Hui Lian, apakah engkau memberi pelajaran Pak-kek Sin-ciang kepadanya?” tanyanya kepada puterinya itu yang membelalakkan mata, takut kalau-kalau ayahnya akan memukulnya saking marah.

Hui Lian menjadi pucat sekali, namun ia tidak gentar. ia berdiri menghadap ayahnya dan berkata tegas. "Memang betul, Ayah! Akan tetapi bukan sekali-kali anak membuka rahasia Pak-kek Sin-ciang karena anak sengaja tidak membocorkannya dan melanggar sumpah. Anak pikir bahwa akhirnya sebagai murid Ayah, Suheng tentu akan menerima pelajaran Pak-kek Sin-ciang pula. Dan selain ini, Suheng tidak menerima begitu saja, hanya mendengar teorinya dari anak dan sebagai imbalannya, anak diberi pelajaran olehnya..." Sampai di sini Hui Lian tiba-tiba menghentikan kata-katanya karena baru ia ingat bahwa ia tidak boleh membocorkan rahasia suhengnya itu!

Akan tetapi sudah terlanjur dan tak dapat ditarik kembali. Ayahnya menahan kemarahannya dan di dalam hatinya, pendekar yang bijaksana ini memang dapat menganggap bahwa alasan Hui Lian memang tepat. "Pelajaran apakah yang dapat ia berikan kepadamu?" tanyanya.

Terpaksa Hui Llan mengaku terus terang karena ia sudah tak dapat mundur lagi. "Ayah, sesungguhnya Suheng bukanlah seorang yang bodoh seperti yang kita kira. Dia mempunyai banyak ilmu silat yang aneh-aneh, dan teecu menerima sebuah di antaranya, yakni Ilmu silat yang mempunyai kelihatan hampir sama dengan Pak kek Sin-ciang, bahkan dalam penggunaan tenaga agaknya lebih hebat.

Ciang Le mengerutkan alisnya, nampaknya tertarik sekali. ia lalu melompat berdiri. "Coba kauserang aku dengan ilmu aneh itu!" perintahnya.

Hui Lian tidak ragu-ragu lagi karena ia maklum akan kelihaian ayahnya di dalam kesempatan ini ia hendak memperlihatkan kehebatan ilmu pukulann yang ia peroleh dari Kong Ji, maka ia lalu mengerahkan tenaga Tin-san-kang dan menyerang dengan sungguh-sungguh. Dengan begini ia harap ayahnya akan menghargai ilmu ini dan tidak akan terlalu menyalahkannya bahwa ia telah menukarnya dengan teori Pak kek Sin ciang.

"Jagalah, Ayah!" katanya gembira dan ia lalu memukul, dengan kedudukan tubuh rendah. Dengan kedua tangan ia mendorong dada ayahnya, inilah pukulan yang terkuat daripada Tin-san-kang.

Ciang Le terkejut sekali ketika merasa sambaran hawa pukulan yang amat dahsyat ke arah dadanya. Ia lalu mengerahkan tenaga lweekang, mempergunakan hawa murni menjadi tenaga lemas dan dadanya menerima dorongan itu. Dada itu terasa oleh kedua tangan Hui Lian amat lunak, akan tetapi tenaga Tin-san-kang di tangannya dihisap lenyap dan ia sendiri yang terhuyung-huyung setelah terpental ke belakang oleh kembalinya tenaganya sendiri.

"Pukulan apakah ini" Ciang Le benar-benar terkejut karena dengan Pak-kek-sin-ciang, tak mungkin putertnya mempunyai hawa dorongan yang demikian dahsyatnya. ia memang belum pernah melihat Tin-san-kang yang diciptakan oleh Giok Seng Cu belum lama berselang, sedangkan dahulu ketika ia menghadapi Seng Cu (baca Pendekar Budtman). Giok Seng Cu belum mempunyai Tin-san-kang.

"Coba kau bersilat dengan ilmu itu sampai habis." perintahnya kepada Hui Lian. Gadis ini tadi terkejut sekali karena ternyata bahwa pukulan Tin-san-kang itu tidak ada artinya bagi ayahnya, maka kini ia bersilat sebaiknya mainkan ilmu silat yang selalu mengambil kedudukan rendah itu.

"Cukup!" kata Ciang Le. “Dari mana dia mendapatkan ilmu silat ini?"

"Menurut Suheng, katanya ia belajar dari See-thian Tok-ong," jawab Hui Lian perlahan.

Ciang Le berpikir keras. ia tahu bahwa See-thian Tok-ong adalah orang dari See-thian (barat) sedangkan ilmu silat yang baru saja dimainkun oleh puterinya itu, biarpun gerakan-gerakan aneh, namun kedudukan kakinya jelas sekali menunjukkan gaya dari utara bahkan satu sumber dengan Pak-kek Sin-ciang!

"Panggil Kong Ji ke sini. Lekas!” bentaknya kepada Hui Lian. Gadis ini segera berlari keluar menuju ke kamar Kong Ji yang terletak di bangunan sebelah kiri, agak jauh dari bangunan pusat, terhalang oleh taman.

Akan tetapi, ketika Hui Lian tiba di kamar Kong Ji melihat kamar itu kosong. Sunyi sekali di situ karena memang situ tidak ada pelayan dan biasanya Kong Ji berada seorang diri saja di kamarnya. Hui Lian berdiri bagaikan patung, hatinya tidak karuan rasanya.

"Liok-suheng...!" ia memanggil perlahan, keluar dari kamar itu, berdiri di tengah taman.

"Sumoi, aku di sini. Kau keluarlah...!" terdengar suara Kong Ji dari luar pagar tembok taman!

Hui Lian berlari dan melompat tembok pagar itu. Ketika ia tiba di luar pagar tembok, ia melihat bayangan Kong Ji di situ, dan pemuda ini telah menggendong buntalan pakaian yang besar.

"Sumoi, hayo kita pergi agak jauh untuk bicara!" Sambil berkata demikian pemuda itu lalu berlari cepat menuju ke utara di mana terdapat sebuah hutan kecil.

Hui Lian ragu-ragu. "Suheng, Ayah hendak bicara denganmu..."

"Marilah ikut sebentar, kita dapat bicara di tempat agak jauh," kata Kong Ji tanpa menoleh.

Terpaksa Hui Lian berlari mengejar Setelah tiba di dekat hutan, barulah Kong Ji menghentikan larinya.

"Sumoi, aku tak dapat bertemu dengan Ayahmu. Suhu tentu marah besar kepadaku. Suci sudah mengadu yang bukan-bukan, sungguh memalukan dan menyedihkan.” Sampai di sini Kong Ji terisak, dan karena keadaan gelap Hui Lian tidak dapat melihat wajah suhengnya, namun ia tahu bahwa suhengnya menangis saking sedihnya.

"Kau tahu semua yang dibicarakan Suheng?"

"Aku tahu, aku sudah sejak tadi mendengar dari atas genteng."

Diam-diam Hui Lian memuji dan kagum sekali. Dia yang hanya berdiri di luar pintu, ayahnya tahu akan kehadirannya. Akan tetapi suhengnya ini dapat mengintai dari atas genteng tanpa diketahui ayahnya!

"Lebih baik kau berterus terang kepada Ayah. Kau toh tidak ada kesalahan apa-apa. Kau belajar Pak kek Sin ciang dariku, dan akulah yang bersalah," kata Lian Hui menghibur.

"Tidak, Sumoi. Biarpun Suhu tidak akan marah kepadaku, akan tetapi aku malu dan sakit hati sekali kepada Suci yang sudah menghinaku dan mengira yang akan-bukan. Lagi pula aku... aku tidak suka dijodohkan dengan dia...." suara Kong Ji perih sekali karena mendengar penolakan Soan Li.

Ketika ia mendengar bahwa ia akan dijodohkan dengan Soan Li, ia bisa berjingkrak-jingkrak saking girangnya, akan tetapi alangkah hancur hatinya ketika ia mendengar betapa Soan Li tidak saja menolak, bahkan memburuk-burukkan namanya dan dengan jelas sekali menelanjangi dadanya sedemikian rupa. Berbahaya benar Soan Li agaknya yang dapat tahu segala isi hatinya itu.

"Suheng, Suci adalah seorang yang baik..."

"Tidak, Sumoi, apakah kau masih belum tahu bahwa bukan dia yang menawan hatiku?"

Berdebarlah hati Hui Lian mendengar ini. Ia maklum bahwa suhengnya ini sayang atau cinta kepadanya, hal ini sering dapat ditangkap dari kata-kata dan sikap pemuda itu terhadapnya. Diam-diam ia bersyukur mendengar kata-kata terakhir ini.

"Habis, kalau pergi. bagaimana, Suheng...? hendak ke manakah kau, dan apakah Ayah takkan marah...?"

"Sumoi, aku benar-benar sakit terhadap hinaan Suci. Aku harus melakukan sesuatu, melakukan sesuatu untuk membuktikan kepala Suhu bahwa tidak percuma aku menjadi muridnya. Aku hendak pergi mencari orang-orang jahat dari Im-yang-bu-pai, hendak kuhancurkan Im yang-bu-pai, hendak kubasmi Bu-cin pang yang sudah menjadi biang keladi kehancuran Hoa-san-pai, hendak kucari See-thian Tok-ong dan Giok Seng Cu, akan kukalahkan mereka untuk menjunjung nama besar Suhu. Juga akan kucari di mana adanya Lie Bu Tek Suheng, akan kucari pula Adik Sin Hong dan terutama sekali... akan kucari kitab-kttab rahasia peninggalan Sucouw Pak Kek Siansu. Akulah yang akan menjadi ahli warisnya dan aku yang akan menjunjung tinggi nama Luliang-san juga nama Suhu."

Hui Lian mendengarkan dengan hati berdebar. Alangkah gagah dan mulianya hati suhengnya ini. Sucmya, Soan Li benar-benar tolol dan salah duga. Orang begini mulia dan gagah dicaci maki sedemiktan rupa!

"Sumoi, kalau kau... suka turut kepadaku kau pun akan mengambil bagian dalam tugas-tugas suci ini. Siapa tahu kita berdua yang akan mendapatkan kitab rahasia itu, kita berdua yang akan menghancurkan musuh-musuh besar yang dibenci Ayahmu. Marilah kau ikut dengan aku, Sumoi."

Berdebar lebih keraslah hati Hut Lian. "Akan tetapi, Ayah..."

"Sumoi, bukan aku saja yang dihina oleh Suci Soan Li. Kau pun dihinanya, dibuka rahasiamu mengajar Pak-kek Sinkang kepada Suhu. Suci ternyata memunyai hati yang penuh iri dan dengki, dan celakanya, agaknya Suhu dan Subo percaya kepadanya. Biarlah Suhu dan Subo kelak melihat bahwa kau dan aku yang betul, bahwa Suci tidak bisa apa-apa hanya bisa mengacaukan saja. Marilah kita pergi, Sumoi."

Pada saat itu bulan tersembul di balik awan dan Hui Lian melihat pedang tergantung di pinggang Kong Ji. "Eh, kau membawa Pak-kek-sin kiam?" tanyanya terkejut.

"Hanya pinjam untuk menunaikan tugas ini, Sumoi. Pedang ini dahulu aku yang mendapatkan, bahkan kalau tidak aku yang memberi tahu, Suhu juga tidak akan tahu bahwa pedang ini berada di tangan See-thian Tok-ong. Sekarang aku bukan mencuri, hanya akan meminjam dan mewakili Suhu menghajar kepada orang-orang jahat itu, untuk membalas dendam ayah bundaku, membalas dendam Ayah Bunda Adik Sin Hong, dan membalas dendam Hoa-san-pai serta kematian Suhu Liang Gi Tojin. Hayo ikut saja, Sumoi. Akulah yang menjamin bahwa kelak Ayahmu tidak akan marah bahkan bangga melihat puterinya demikian gagah perkasa dan berjiwa pendekar seperti ayahnya!"

Hui Lian memang masih berhati kanak-kanak. Ia mudah sekali dibujuk dan timbulnya ialah karena ia sudah menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Kong Ji. Melihat keraguan Hui Lian, Kong Ji mulai merasa mendapat angin.

"Sumoi, tanpa bantuanmu, mungkin aku kurang kuat. Mungkin aku akan tewas dalam melakukan tugas ini. Akan tetapi dengan kau di sampingku, aku merasa kuat sekali, biar raja iblis keluar dari neraka, dengan kau di sampingku, aku akan sanggup mengalahkannya. Kalau kau tidak mau ikut, aku pun tidak dapat memaksa, dan dalam setiap pertempuran berbahaya, aku hanya akan membayangkan wajahmu dan menganggap kau disampingku sehingga aku akan kuat. Kalau aku kalah dan tewas... sudahlah, kita takkan bertemu kembali, Sumoi. Selamat tinggal..." Kembali suara Kong Ji terdengar seperti orang terisak menangis dan pemuda ini lalu berjalan pergi.

Untuk beberapa lama Hui Lian berdiri termenung, kemudian ia memanggil. "Tunggu dulu, Suheng..."

Kong Ji cepat membalikkan tubuhnya. "Jadi kau mau ikut, Sumoi...?" tanyanya girang.

"Akan tetapi Ayah dan Ibu... tak mungkin aku pergi begini saja tanpa. memberi tahu mereka..."

"Kalau memberi tahu, tentu Ayah Bundamu mencegah. Kita pergi bukan untuk berbuat jahat, kita berjuang, menunaikan tugas suci, mengapa harus ragu-ragu dan memberi tahu? Lebih baik tidak memberi tahu dan kelak kalau kita sudah berhasil pulang, tentu mereka akan lebih bangga lagi.”

"Hui Lian...! terdengar panggilan. Itulah suara Soan Li. Agaknya gadis itu menyusul dan mencarinya, tentu disuruh oleh Ciang Le untuk menyusul Hui Lian yang begitu lama belum juga kembali dari memanggil Kong Ji.

Memang benar demikian, Soan Li tadinya disuruh menyusul Hui Lain, akan tetapi ketika mendapatkan sumoinya itu tidak ada, sedangkan Kong Ji juga tidak dapat dicari, Soan Li menjadi curiga dan gelisah sekali. ia melompat ke atas pagar tembok dan memandang ke sekelilingnya, akan tetapi karena malam itu agak gelap, ia tidak melihat sesuatu, juga tak mendengar suara orang.

Soan Li lalu melompat turun dan mengejar ke utara, karena ia pikir bahwa hanya di utara terdapat hutan, jadi kalau ada orang melarikan diri, hutan itulah yang paling tepat untuk dituju. Dengan gerakannya yang gesit dan ringan sekali, Soan Li bergerak maju. Di dalam gelap, ia kelihatan seperti bayangan iblis menghitam yang terbang karena kedua kakinya tertutup oleh pakaian yang panjang dan longgar. Akan tetapi, di waktu bulan muncul keluar dari balik mega dan meyinari gadis yang baru lari cepat ini, nampak seperti seorang bidadari yang turun dari bulan untuk bermain-main di tempat sunyi itu. Sambil berlari, Soan Li menengok ke sana ke mari dan memasang telinga, kadang-kadang memanggil nama Hui Lian,

"Hui Lian...! Hui Lian Sumoi...!!"

Tiba-tiba dari belakang sebatang pohon berkelebat bayangan hitam dan Kong Ji muncul di hadapannya. "Gak-suci, mencari siapakah?" tanya pemuda ini.

Melihat munculnya pemuda ini begitu tiba-tiba mau tak mau Soan Li menjadi terkejut juga dan hatinya berdebar. "Kau...? Suhu memanggilmu lekas pulang. Di mana Hui Lian Sumoi yang tadi mencarimu atas perintah Suhu?"

Akan tetapi sebagai jawaban tiba-tiba kedua tangan Kong Ji bergerak menyerangnya! Tangan kiri pemuda ini dengan jari terbuka menotok ke arah lambungnya, dilakukan dengan cepat dan bertenaga. Soan Li kaget sekali. Di dalam gelap ia tidak begitu dapat melihat gerak Kong Ji namun gadis ini telah terlatih baik, pendengarannya amat tajam, dan dari sambaran angin yang dahsyat, maklum bahwa Kong Ji telah menyerang lambungnya dengan tenaga yang akan dapat menewaskannya, sedikitnya melukainya dengan hebat.

"Bangsat!" bentaknya dan gadis ini cepat menggunakan lengan kanan menangkis mengerahkan tenaga lwekangnya dan siap untuk menyusulkan tangan kiri membalas serangan Kong Ji.

Akan tetapi, ia tadi tidak melihat gerakan tangan kanan pemuda itu yang tiba-tiba mengebutkan sesuatu di depan mukanya. Soan Lt mengelak dan dengan mudah kebutan itu dapat dihindarkan dan mukanya tidak terkena serangan aneh itu. Namun tiba-tiba Soan Li mengeluh, matanya berkunang, hidungnya mencium bau harum yang amat menyesakkan dada dan kepalanya seperti berputar. Ia kaget bukan main dan biarpun ia belum mempunyai banyak pengalaman pertempuran dan tidak pernah menghadapi orang-orang kang-ouw, namun ia sudah banyak mendengar penuturan Suhunya.

Oleh karena itu ia maklum bahwa ia telah terkena hawa beracun yang disebar oleh Kong ji. Dengan sekuat tenaga ia menahan napas dan mengerahkan hawa murni di dalam tubuh untuk mengusir pengaruh bisa itu, namun Kong Ji sudah mendahuluinya. Sekali saja tangan Kong Ji bergerak, jalan darah thi hu-hiat di tubuhnya telah kena ditotok dan seketika itu juga lemaslah tubuh Soan Li. Kong Ji memeluknya, memeluk dengan erat lalu berbisik di dekat telinganya.

"Soan Li, kau sungguh kejam, kau menghinaku semau dan seenaknya saja. Kau keterlaluan, Soan Li. Semenjak dulu aku tergila-gila kepadamu. Alangkah cantiknya wajahmu, akan tetapi hatimu kejam terhadapku. Biarpun demikian, Soan Li aku tetap cinta padamu dan aku bersumpah bahwa pada suatu hari kau tentu akan tunduk kepadaku, kau pasti akan menjadi kekasihku yang taat." Terdengar Kong Ji tertawa menyeramkan, tertawa perlahan dan lambat dan tangannya membelai-belai muka yang halus itu, membelai rambut yang lemas dan hitam itu.

Bergidiklah Soan Li ketika mendengar suara ketawa ini. Semenjak kenal dengan Kong Ji belum pernah ia mendengar pemuda itu tertawa seperti ini, seperti suara ketawa iblis. Terpaksa ia meramkan mata ketika merasa betapa pemuda itu meraba-raba mukanya, membelai-belai rambutnya. Selama hidupny ia belum pernah Soon Li tersentuh oleh tangan laki-laki, dan sekarang berada dalam pelukan Kong Ji dan dirayu sedemikian itu, ia hampir pingsan karena muak dan benci!

"Suheng, lekaslah, aku khawatir kalau-kalau Ayah akan menyusul ke sini," terdengar suara Hui Lian dari dalam hutan.

Kong Ji tersentak kaget dan sadar kembali dari pengaruh hawa nafsunya yang membuatnya seperti iblis. "Baik, Sumoi, tunggu sebentar!" jawabnya kemudian ia mendekatkan mukanya di telinga Soan Li dan berbisik, "Soan Li, kau tinggi hati dan sombong, Kau memandang rendah kepadaku, akan tetapi kelak aku akan mematahkan kesombonganmu itu. Kelak kau akan tahu bahwa Kong Ji bukanlah orang yang boleh kau hina begitu saja. Rebahlah!" ia mendorong tubuh Soan Li yang segera terguling dan rebah di atas tanah yang basah dan dingin. Kong Ji kembali tertawa perlahan seperti tadi, kemudian sekali berkelebat ia menghilang di dalam hutan.

Dengan sekuat tenaga, Soan Li mengerahkan lweekangnya. Setelah bergulat dengan pengaruh totokan, akhirnya ia dapat membebaskan diri dan begitu sadar, ia segera bangun duduk dan menangis tersedu-sedu. Ia merasa malu, kecewa, gemas, dan benci. Ia merasa terhina luar biasa sekali dan ingin ia segera membunuh diri karena gemas terhadap diri sendiri mengapa ia begitu sembrono sehingga mudah saja diserang secara menggelap oleh Kong Ji. Kalau saja Kong Ji tidak mempergunakan hawa beracun yang lihai dan tidak terduga datangnya tadi, tak mungkin ia akan kalah. Ia merasa kulit mukanya yang tadi diraba-raba oleh Kong Ji amat panas, merasa seakan-akan kulit muka itu menjadi kotor sekali dan ingin ia membeset membuang kulit muka yang telah dijamah itu. Bahkan rambut yang dibelai-belai terasa gatal dan kotor dan ingin menjambak dan mencabuti rambut itu.

"Jahanam Kong Ji... tunggulah saja, aku bersumpah akan membalas penghinaanmu ini!" sambil menangis tersedu-sedu ia berkata seorang diri penuh kebencian terhadap Kong Ji. Kadang-kadang ia bergidik kalau memikirkan peristiwa tadi. Kong Ji benar-benar seorang iblis suara tawanya, suara bicaranya, benar-benar mendirikan bulu tengkuk. Kalau ia membayangkan apa yang akan terjadi dengannya kalau Hui Lian tidak memanggil Kong Ji, gemetarlah tubuh Soan Li.

"Aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri, Jahanam..." berkali-kali ia mengambil keputusan.

"Soan Li, mengapa kau menangis di sini?” tiba-tiba terdengar suara teguran di belakangnya dan hampir saja Soan Li berseru kaget. Ia tersentak dan cepat memandang. Ketika melihat bahwa yang berdiri di situ adalah subonya, ia cepat menjatuhkan diri berlutut dan menangis lagi.

"Soan Li, apa yang telah terjadi?" Bi Lan bertanya, "Tenangkan hatimu dan bicaralah."

"Sumoi telah... pergi bersama dia. Teecu berhasil mengejar dan tak terduga-duga manusia busuk itu menyerang, teecu... roboh dan tak dapat mengejar lebih lanjut."

"Kau maksudkan Kong Ji? Dia merobohkanmu lalu melarikan diri bersama Hui Lian!" Bi Lan berseru keras dan nyonya ini mulai marah.

"Betul, Subo. Kalau jahanam itu berkelahi dengan jujur, belum tentu teecu mudah dikalahkan, akan tetapi dia curang sekali dan dia mempergunakan sesuatu entah apa, hanya tiba-tiba teecu mencium bau yang harum menyesakkan napas dan kepala teecu pusing, maka teecu tidak berdaya dan kena ditotok."

Tiba-tiba Ciang Le mendekati Soan Li dan hidungnya berkembang-kempis di dekat rambut gadis itu. "Hmm, dia telah mempergunakan racun Bunga Ang-goat-hoa (Bunga Bulan Merah) yang hanya terdapat di barat. Racun ini tentu dia dapatkan dan pelajari dari See-thian Tok-ong."

“Kemana lari mereka?" tanya Bi Lan bernafsu.

"Ke dalam hutan, Subo, selanjutnya entah ke mana karena teecu tidak berdaya dan lama baru berhasil membebaskan diri dari totokan."

"Keparat!" Bi Lan berkelebat dan menghilang ke dalam hutan. Ciang Le melompat dan berseru,

"Isteriku, takkan ada gunanya! Malam begini gelap dan hutan itu banyak sekali jurusannya, ke mana kita harus mengejar?"

Akhirnya Bi Lan terpaksa menyerah dan tak melanjutkan pengejarannya, karena mengejar di dalam gelap tanpa mengetahui arah tujuan mereka yang dikejar, benar-benar merupakan hal tak masuk di akal.

"Suhu dan Subo, biarlah teecu yang akan mencari mereka sampai dapat, kalau belum bertemu, teecu takkan kembali." kata Soan Li menahan tangisnya.

"Aku sendiri yang akan pergi, Soan Li bersama Subomu. Kalau benar seperti dugaanmu bahwa dia jahat sekali, dia amat berbahaya dan terlalu kuat bagimu. Ilmu silat yang diperlihatkan Hui Lian saja sudah amat berbahaya apalagi kalau dia masih mempergunakan hawa pukulan beracun. Dia bukan lawanmu, Soan Li."

Gadis itu tidak membantah, Ciang Le lalu mengajak isterinya untuk pulang dan berkemas, karena pada keesokan harinya mereka akan berangkat mencari Hui Lian dan Kong Ji. Soan Li diperkenankan terus ke kamarnya untuk beristirahat, karena gadis itu baru saja menghadapi hal sangat menggelisahkan dan menegangkan hati. Akan tetapi, pada keesokan harinya pagi-pagi sekali, Ciang Le dan Bi Lan mendapatkan kamar Soan Li sudah kosong! Mudah saja bagi Ciang Le dan isterinya untuk menduga bahwa gadis itu tentu telah pergi untuk mencari Hua Lian. Ciang Le menarik napas panjang

"Benar-benar tidak baik kejadian Kong Ji pergi membawa Pak-kek Sin kiam, dan dengan kepandaian serta pedang itu kalau dia benar-benar amat jahat seperti yang diduga oleh Soan Li, dia merupakan bahaya besar. Hui Lian amat bodoh dan kini dia ikut pergi dengan Kong Ji. Sekarang ditambah Soan Li pergi lagi seorang diri, aah benar-benar sekarang kita tidak boleh menyembunyikan diri dan berpeluk tangan saja. Mari kita berangkat, siapa tahu kalau-kalau mereka semua itu, anak-anak yang masih hijau, akan menghadapi bahaya.”

Maka pada hari itu juga. berangkatlah Ciang Le bersama isterinya meninggalkan Pulau Kim-bun-to (Pulau Pintu Emas). Mereka mendapat keterangan dari tukang-tukang perahu bahwa memang mereka melihat Soan Li menyeberangi selat dengan menyewa perahu layar, akan tetapi tak seorang pun tahu atau melihat Kong Ji dan Hui Lian. Kong Ji memang diam-diam menyeberangi selat pada malam hari mempergunakan sebuah perahu kecil yang didayungnya sendiri. Setelah menyeberangi selat dan tiba di daratan Tiongkok, Ciang Le dan isterinya lalu melanjutkan perjalanan mereka dengan menunggang kuda.

********************

Serial Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo

Kong Ji yang pergi bersama Hui Lian, membatalkan niatnya ke Luliang-san untuk mencari kitab rahasia peninggalan Pak Kek Siansu yang pernah dilihatnya di dasar jurang, ia pikir bahwa pada waktu itu, amat berbahaya untuk pergi ke Luliang-san. ia merasa pasti bahwa suhu dan subonya tentu akan mengejarnya, dan sungguh besar kemungkinannya suhu dan subonya akan langsung menuju ke bukit itu.

Untuk sementara ini, ia ingin jangan sampai bentrok dengan suhu dan subonya, karena sungguhpun ia tidak takut menghadapi siapapun juga, namun menghadapi suhunya, ia merasa gentar juga. Apalagi Hui Lian berada di sampingnya dan kalau sampai terjadi pertentangan antara ia dan Ciang Le, tentu gadis ini akan memihak ayahnya.

"Liok-suheng, kita sekarang hendak menuju ke manakah?" tanya Hui Lian pada Kong Ji. Mereka juga melakukan perjalanan berkuda karena begitu tiba didaratan Tiongkok, Kong Ji lalu membeli dua ekor kuda yang dibelinya dengan sepasang gelang di tangan Hui Lian. Mereka tidak membawa uang dan untuk mencuri kuda tentu saja Hui Lian tidak sudi, maka gadis ini rela menukarkan sepasang gelangnya yang indah dengan dua ekor kuda yang kuat.

"Sumoi, aku mendengar bahwa musuh-musuh kita terutama sekali orang-orang Im-yang-bu-pai berada di daerah utara. Maka sekarang kita harus menyusul mereka ke sana."

Sebetulnya, Kong Ji mempunyai rencana lain. Pemuda ini pernah mendengar suhunya bercakap-cakap dengan sahabat yang baru datang dari pedalaman, tentang adanya bangsa Mongol yang mulai berkembang, dan tentang surutnya pemeintah Kin. Diam-diam pemuda ini memptinyai cita-cita yang besar sekali. ia dahulu seringkali mendengar dari para anggauta Im-yang-bu-pai ketika ia masih berada di perkumpulan itu sebagai wakil suhunya, bahwa orang-orang Mongol memang merupakan pasukan yang kuat dan gagah berani, dan betapa orang-orang gagah saling berlumba untuk meruntuhkan pemeritah Kin.

Mendengar semua ini, diam-diam Kong Ji berpikir bahwa kalau saja ia dapat menggulingkan pemerintah Kin dan dapat memimpin orang-orang Mongol, ada harapan ia akan menggantikan kedudukan kaisar! Memang aneh, di dalam otak anak ini terdapat lamunan-lamunan yang luar biasa dan tidak sewajarnya...

AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.