Pendekar Tanpa Bayangan Jilid 25 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

25: NASIB NONA DAN NYONYA CANTIK

MENDENGAR ini, tanpa diminta Siok Hwa dan Siok Eng yang mendengarkan dari dalam, keluar dan mereka berdua berdiri di belakang dua orang tuan rumah. Siok Hwa berdiri di belakang suaminya dan Siok Eng berdiri di belakang ayahnya. Kedua orang wanita itu gemetar ketakutan.

Dua orang pemuda bangsawan itu memandang dengan mata bersinar dan mulut tersenyum. Mereka sudah muak dengan para wanita yang biasa memoles muka mereka dengan bedak dan gincu tebal, menghias tubuh mereka dengan pakaian dan perhiasan mewah sehingga kecantikan mereka itu pulasan, seperti boneka. Sekarang mereka melihat dua orang wanita yang memiliki kecantikan yang wajar dan aseli.

Biarpun sudah bersuami, Siok Hwa yang berusia duapuluh tujuh tahun dan belum mempunyai anak itu masih tampak muda dan penuh daya tarik. Dua orang wanita yang kini dipandang dua orang pemuda bangsawan itu mengenakan pakaian sederhana, bahkan rambut mereka terlepas dan tidak rapi, muka mereka tidak berlepotan bedak dan gincu, akan tetapi dalam pandangan Kim-kongcu dan Kui-kongcu, mereka bagaikan dua orang bidadari yang amat menarik hati dan menggairahkan!

Maka Magu atau Kim-kongcu memberi isyarat kepada Perwira Lai Koan dan mengajak perwira itu dan Kui Con atau Kui-kongcu keluar. Setelah tiba di luar, Kim-kongcu berkata kepada perwira itu.

“Aku ingin gadis itu untuk menjadi selirku.”

“Aku pun ingin mendapatkan isteri Chao Kung itu,” kata pula Kui-kongcu.

Lai-ciangkun menyeringai dan mengelus kumisnya. “Ha-ha-ha, itu mudah. Serahkan saja kepadaku dan Kongcu berdua dapat menanti di gedung masing-masing. Malam ini wanita idaman itu pasti akan saya antarkan kepada Kongcu berdua.”

“Bagus, terima kasih, Lai-ciangkun!” kata kedua orang muda itu dan mereka lalu meninggalkan tempat itu, pulang ke gedung orang tua masing-masing. Mereka tidak mau langsung melakukan paksaan karena mereka tidak mau terlihat penduduk bahwa mereka merampas isteri dan gadis orang.

Perwira Lai Koan kini memasuki kembali rumah Chao Kung, sekarang diikuti oleh sepuluh orang perajuritnya. Dia tersenyum ketika pihak tuan rumah sebanyak empat orang itu menyambutnya dengan penuh kekhawatiran.

“Ha, Kiong-hi (selamat), Siok Kan dan Chao Kung! Kalian berdua untung sekali!” kata perwira itu sambil tersenyum lebar.

“Apa maksud Ciang-kun?” tanya Chao Kung, mengerutkan alisnya karena sukar baginya untuk percaya bahwa dia dan ayah mertuanya akan benar-benar dibebaskan dari cidukan kerja paksa itu sedemikian mudahnya.

“Ha, maksudku sudah jelas! Kalian sungguh beruntung sekali karena Kim-kongcu dan Kui-kongcu merasa kasihan melihat kalian, maka atas tanggungan mereka kalian berdua dibebaskan dari tugas kerja bakti.”

Mendengar ini, wajah empat orang yang tadinya pucat dan khawatir itu kini menjadi cerah dan mereka tersenyum dengan girang sekali. Chao Kung dan Siok Kan lalu merangkap kedua tangan depan dada, memberi hormat dengan membungkuk, diikuti dua orang wanita itu.

“Lai-ciangkun sungguh bijaksana dan kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ciang-kun dan kepada Kim-kongcu dan Kui-kongcu yang telah menolong kami. Kami tidak akan melupakan budi kebaikan ini,” kata Chao Kung mewakili keluarganya.

“Budi kebaikan yang demikian besarnya bukan hanya tidak boleh dilupakan, bahkan sudah sepatutnya kalau kalian memperlihatkan niat baik untuk membalasnya,” kata Perwira Lai Koan sambil menyeringai. “Bahkan pembalasan budi kalian akan menambah keberuntungan kalian berdua, bukan hanya terbebas dari tugas kerja bakti, melainkan juga menjadi orang-orang terhormat di kota ini.”

“Apa yang Ciang-kun maksudkan?” tanya Chao Kung dan mereka berempat memandang perwira itu dengan mata memandang heran dan curiga.

“Berita menggembirakan kalian, dan karena inilah maka tadi aku mengucapkan Kiong-hi (selamat) kepada kalian. Dengarlah, aku diminta oleh Kim-kongcu dan Kui-kongcu untuk menyampaikan kepada kalian bahwa kedua orang pemuda bangsawan tinggi itu ingin mengikat tali kekeluargaan dengan keluarga kalian di sini.”

“Maksudnya...?” Pertanyaan ini keluar dari mulut Siok Kan dan Chao Kung.

“Kim-kongcu ingin mengangkat Siok Kan menjadi ayah mertuanya dan Kui-kongcu ingin mempererat persahabatannya dengan Chao Kung.”

“Ciang-kun, harap jelaskan...” kata Chao Kung.

“Kim-kongcu ingin agar Nona ini menjadi selirnya dan Kui-kongcu ingin berkenalan lebih dekat dengan Nyonya muda ini. Maka sekarang juga aku untuk mengantarkan Nona dan Nyonya ini kepada mereka.”

Tentu saja empat orang itu terkejut bukan main. Wajah dua orang wanita itu seketika menjadi pucat dan mereka melangkah mundur ketakutan, sedangkan wajah dua orang pria itu berubah merah saking marahnya. Siok Kan marah mendengar puterinya akan dipaksa menjadi selir Kim-kongcu dan Chao Kung lebih marah lagi mendengar isterinya hendak dipermainkan Kui-kongcu. Keinginan dua orang pemuda bangsawan itu merupakan penghinaan bagi keluarga mereka.

“Aku tidak mau...!” Siok Eng berseru.

“Aku juga tidak sudi...!” kata Siok Hwa.

Siok Kan yang lebih sabar kini maju menghadapi Perwira Lai Koan dan berkata dengan lembut. “Ciang-kun telah mendengar sendiri betapa dua orang anak saya itu menolak. Maka, kami harap Ciang-kun tidak memaksa kami.”

Perwira ini mengerutkan alisnya dan perutnya yang gendut kembang kempis. Dia marah sekali mendengar penolakan mereka. “Perintah Kim-kongcu dan Kui-kongcu tidak boleh dibantah! Apakah kalian ingin ditangkap sebagai pemberontak?” bentaknya dengan wajah bengis mengancam.

“Ciang-kun, aturan mana ada isteri orang hendak dipermainkan? Kalau Ciang-kun sudah mendengar bahwa mereka menolak lalu hendak menggunakan paksaan, terpaksa kami akan melindungi isteri dan Adik ipar saya!” kata Chao Kung dengan nekat. Kemarahan, membuat dia melupakan rasa takutnya.

“Apa? Kalian hendak melawan petugas Kerajaan?” bentak Perwira Lai, lalu dia menoleh kepada sepuluh orang perajurit yang mengawalnya. “Tangkap dua orang wanita itu!”

Sepuluh orang perajurit itu seperti berebut ketika diperintahkan menangkap dua orang wanita cantik itu. Bagi mereka, ini merupakan kesempatan yang menyenangkan sekali. Setidaknya, mereka mendapat kesempatan untuk memegang dan menyentuh tubuh yang menggairahkan itu.

Melihat ini, Siok Kan dan Chao Kung bertindak. Siok Kan berusaha melindungi Siok Eng, sedangkan Chao Kung melindungi isterinya. Akan tetapi Siok Kan yang lemah itu segera roboh ketika seorang perajurit menendangnya. Akan tetapi Chao Kung yang menguasai ilmu silat, cukup tangguh dan dia segera meloncat untuk melindungi isterinya. Ketika dua orang perajurit menyambutnya dengan pukulan, dia melawan dan setelah berkelahi ramai dia berhasil merobohkan dua orang perajurit itu.

Akan tetapi dua orang perajurit lain dengan marah sudah memukulnya dari belakang sehingga Chao Kung terpelanting roboh dan tidak berdaya seperti ayah mertuanya karena pukulan itu membuat kepalanya pening dan dadanya sesak. Dua orang wanita itu, Siok Hwa dan Siok Eng, melakukan perlawanan dengan nekat. Mereka mencakar, menggigit dan meronta. Akan tetapi mereka ditelikung, masing-masing oleh dua orang perajurit dan tidak mampu berkutik lagi!

Mereka menangis dan diseret keluar oleh para perajurit yang dipimpin Perwira Lai Koan yang tersenyum-senyum karena dia sudah membayangkan upah besar dari Kim-kongcu dan Kui-kongcu! Tiba-tiba ketika mereka berada di jalan raya depan rumah Chao Kung, seorang gadis cantik dan lembut, berpakaian serba putih, dari sutera dan potongannya sederhana, tiba-tiba muncul depan Perwira Lai Koan.

“Perlahan dulu!” kata gadis itu, suaranya lembut, akan tetapi sinar matanya tajam penuh selidik ketika ia melayangkan pandang matanya ke arah Siok Hwa dan Siok Eng yang masing-masing dipegang kedua lengan mereka oleh dua orang perajurit.

Perwira Lai Koan yang gendut itu adalah seorang yang berwatak mata keranjang. Biarpun dia sudah mempunyai empat orang isteri, akan tetapi dia tidak pernah melewatkan seorang wanita cantik begitu saja. Selain mata keranjang, dia pun seorang penjilat atasan penindas bawahan dan mengumpulkan uang sebanyak mungkin dengan cara apapun juga.

cerita silat online karya kho ping hoo

Kini melihat gadis yang cantik jelita, tidak kalah cantiknya dibandingkan dua orang wanita tawanannya, tentu saja dia mengilar! Gadis begitu jelitanya tak mungkin dia diamkan begitu saja. Akan menyenangkan kalau menjadi miliknya dan akan menghasilkan uang banyak kalau dia serahkan kepada para bangsawan tinggi atau hartawan besar yang kesukaannya membeli gadis-gadis cantik dengan harga tinggi.

“Aih, engkau mengejutkan hatiku, Nona manis. Kukira tadi engkau seorang Dewi dari langit datang ke bumi. Siapakah namamu, manis, dan mengapa engkau menahan perjalananku?”

“Namaku tidak penting, Ciang-kun. Aku hanya ingin sekali mengetahui, mengapa dua orang enci itu kau tawan dan kau bawa dengan paksa seperti itu?” Suara gadis itu masih lembut. Agaknya ucapan perwira yang mulai merayu itu ia anggap sepi dan tidak menyinggung perasaannya.

“Engkau ingin tahu, manis? Mereka itu adalah selir-selir Kim-kongcu dan Kui-kongcu yang melarikan diri, maka aku bersama dua losin perajuritku melakukan pengejaran dan menangkap mereka untuk kuserahkan kepada Kim-kongcu dan Kui-kongcu.”

“Bohong!” Siok Eng berteriak. “Aku tidak sudi dijadikan selir Kim-kongcu lalu ditangkap dan hendak dipaksa!”

“Aku dirampas dari suamiku. Ayah kami dan suamiku mereka pukul!” teriak pula Siok Hwa.

“Hemm, jadi engkau hendak memaksa seorang gadis dan memaksa pula isteri orang, Ciang-kun? Setahuku, para pejabat tertinggi sekalipun di kota raja tidak ada yang bertindak sewenang-wenang merampas anak dan isteri orang! Apakah engkau tidak merasa bersalah, Ciang-kun?” kata gadis pakaian putih itu, suaranya tetap lembut namun mengandung teguran.

Pada saat itu, Chao Kung keluar dari rumah diikuti Siok Kan. “Kembalikan isteriku...!” teriak Chao Kung.

“Kembalikan Anakku...!” Siok Kan juga berseru.

Melihat dua orang laki-laki yang mukanya bengkak-bengkak itu gadis pakaian putih tadi mengerutkan alisnya. Perwira Lai Koan marah bukan main melihat munculnya Chao Kung dan Siok Kan. Dia lalu memberi isyarat kepada anak buahnya. “Kalian berdua agaknya sudah bosan hidup!” bentaknya sambil menudingkan telunjuknya kepada dua orang itu.

Empat orang perajurit menghampiri Chao Kung dan Siok Kan. Agaknya ancaman Perwira Lai tadi mereka anggap sebagai perintah untuk membunuh dua orang itu maka empat orang perajurit itu sudah mencabut golok mereka. Akan tetapi sebelum mereka sempat menyerang Chao Kung dan Siok Kan yang sudah menjadi korban pukulan dan tendangan tadi, tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu empat orang perajurit itu berteriak, golok mereka terlepas dari tangan dan tubuh mereka terpelanting roboh.

Kini bayangan putih yang ternyata adalah gadis pakaian putih tadi sudah berkelebat lagi ke arah Siok Hwa dan Siok Eng. Empat orang perajurit yang memegang kedua lengan Siok Hwa dan Siok Eng menyambut dengan bacokan golok, akan tetapi kembali mereka berteriak, golok mereka terlepas dari tangan dan tubuh mereka berpelantingan! Gadis itu lalu menarik tangan Siok Hwa dan Siok Eng, dibawa mendekati Chao Kung yang segera merangkul Siok Hwa dan Siok Kan yang merangkul Siok Eng.

“Kalian masuk rumah dulu, aku yang akan mengusir mereka!” kata gadis yang ucapan dan sikapnya lemah lembut namun yang sepak terjangnya hebat dan lihai itu.

Dapat dibayangkan kemarahan Perwira Lai Koan ketika melihat betapa gadis cantik jelita berpakaian putih itu telah merobohkan delapan orang perajuritnya dan melindungi empat orang itu.

“Tangkap gadis baju putih itu lebih dulu, lalu tangkap dua wanita yang lain, dan bunuh dua orang pemberontak itu!”

Dia memberi perintah dan dia sendiri lalu berlari menghampiri gadis baju putih itu dengan sehelai rantai baja yang tadi dipakai sebagai sabuk pinggangnya yang gendut. Rantai ini panjangnya sekitar dua depa, kedua ujungnya tajam dan runcing dan dimainkan dengan kedua tangannya.

Melihat gadis ini sama sekali tidak memegang senjata, Lai Koan mengikatkan kembali rantainya dan memberi aba-aba. “Mari kita tangkap gadis ini hidup-hidup!” Setelah dekat, Perwira Lai Koan dan anak buahnya lalu berlumba untuk menubruk dan meringkus gadis itu.

Siapa yang tidak ingin lebih dulu mendapat kesempatan meringkus dan merangkul tubuh gadis yang denok dan lemah gemulai itu? Bersama Lai-ciangkun, tidak kurang dari lima orang perajurit menubruk dari semua jurusan sehingga tidak mungkin lagi tampaknya bagi gadis itu untuk mengelak. Di depan, belakang, kanan dan kiri sudah siap menunggu tangan-tangan yang kuat untuk meringkusnya!

Akan tetapi, selagi mereka yang berlumba menangkap gadis itu merasa yakin akan dapat meringkusnya, tiba-tiba gadis itu lenyap dari tengah kepungan mereka. Yang tampak hanyalah bayangan putih meluncur ke atas seperti seekor burung dara yang hendak ditangkap orang. Gadis itu telah menghindarkan diri dengan melompat ke atas dan tubuhnya yang ramping itu melayang turun, lalu berkelebatan dan terdengar teriakan susul menyusul ketika ia membagi-bagi tamparan dan tendangan.

Tubuh dua losin perajurit anak buah Perwira Lai itu berpelantingan dan melihat ini, Perwira Lai Koan menjadi gentar dan tanpa malu lagi dia melarikan diri. Akan tetapi bayangan putih berkelebat dan tahu-tahu gadis baju putih itu telah berdiri di depannya!

Rasa takut yang hebat membuat Panglima Lai Koan menjadi nekat. Kini dia tahu benar bahwa dia berhadapan dengan seorang gadis yang hanya kelihatannya saja lemah lembut, akan tetapi yang sesungguhnya merupakan seorang pendekar wanita yang amat lihai. Lai Koan sudah memegang rantai baja yang menjadi senjatanya. Kini sama sekali tidak ada niat di hatinya untuk menangkap gadis itu hidup-hidup. Pikirannya hanya ingin melarikan diri atau membunuh gadis itu.

“Mampus kau...!” teriaknya lantang dan dia sudah menerjang dengan senjata itu. Rantai itu diputar sedemikian rupa oleh kedua tangannya sehingga kedua ujung rantai yang runcing tajam itu menyambar dari kanan kiri ke arah tubuh gadis baju putih. Akan tetapi bagaikan seekor burung dara yang gesit, tubuh gadis itu berkelebat ke belakang dan serangan itu gagal. Lai Koan mendesak terus menyerang dengan kedua ujung rantainya secara bertubi-tubi.

Gadis itu memiliki gin-kang yang amat tinggi tingkatnya. Tubuhnya berkelebatan dan hanya tampak bayangan putih saja dan semua serangan dapat ia hindarkan dengan mudah. Baginya, gerakan rantai lawan itu terlalu lamban sehingga tidak sukar baginya untuk menghindarkan diri. Setelah belasan jurus dengan pengerahan tenaga sepenuhnya tidak membawa hasil, Perwira Lai menjadi semakin gentar akan tetapi juga semakin takut.

Tiba-tiba dia maju mendekat dan kedua ujung rantainya menyambar dari atas ke arah kepala gadis itu! Tadi semua serangannya itu dielakkan oleh lawan dengan loncatan ke atas, maka sekarang dia sengaja menyerang dari atas ke arah kepala gadis itu. Disambar ujung rantai itu, tak diragukan lagi kepala akan pecah, apalagi kalau dihantam kedua ujungnya!

Gadis itu mundur selangkah dan tubuh atasnya condong ke belakang. Ketika senjata rantai menyambar dari atas ke bawah di depan tubuhnya, secepat kilat kedua tangan gadis itu bergerak menangkap rantai dekat kedua ujungnya, lalu dengan sentakan halus ia melepaskan kedua ujung rantai sambil mendorong ke arah tubuh Perwira Lai.

“Krekk! Krekk!” Perwira Lai Koan menjerit dan tubuhnya terjengkang roboh, tak kuat bangkit kembali karena kedua tulang pundaknya patah dihantam kedua ujung senjatanya sendiri!

Sejenak gadis baju putih itu memandang ke sekelilingnya. Melihat perwira dengan dua losin perajuritnya itu telah roboh semua walaupun tidak ada yang tewas, dengan tenang ia lalu memasuki rumah Chao Kung. Banyak orang melihat perkelahian itu dan semua merasa kagum, juga terkejut dan khawatir akan keselamatan Chao Kung sekeluarga dan gadis penolong mereka itu.

Peristiwa itu sungguh gawat. Gadis itu telah merobohkan Perwira Lai Koan yang terkenal galak bersama dua losin perajurit! Pasti pemerintah setempat tidak akan tinggal diam dan Chao Kung sekeluarga berikut gadis itu tentu akan ditangkap dan dihukum berat! Mereka tidak ingin terlibat atau menjadi saksi, maka satu demi satu mereka meninggalkan tempat itu sehingga jalan umum itu sebentar saja menjadi lengang.

Ketika gadis itu memasuki rumah, Chao Kung, Siok Kan, Siok Hwa, dan Siok Eng menyambutnya dengan berlutut dan memberi hormat. Gadis itu tampak kaget dan tersipu. Ia cepat maju dan mengangkat bangun Siok Hwa dan Siok Eng...

Pendekar Tanpa Bayangan Jilid 25

25: NASIB NONA DAN NYONYA CANTIK

MENDENGAR ini, tanpa diminta Siok Hwa dan Siok Eng yang mendengarkan dari dalam, keluar dan mereka berdua berdiri di belakang dua orang tuan rumah. Siok Hwa berdiri di belakang suaminya dan Siok Eng berdiri di belakang ayahnya. Kedua orang wanita itu gemetar ketakutan.

Dua orang pemuda bangsawan itu memandang dengan mata bersinar dan mulut tersenyum. Mereka sudah muak dengan para wanita yang biasa memoles muka mereka dengan bedak dan gincu tebal, menghias tubuh mereka dengan pakaian dan perhiasan mewah sehingga kecantikan mereka itu pulasan, seperti boneka. Sekarang mereka melihat dua orang wanita yang memiliki kecantikan yang wajar dan aseli.

Biarpun sudah bersuami, Siok Hwa yang berusia duapuluh tujuh tahun dan belum mempunyai anak itu masih tampak muda dan penuh daya tarik. Dua orang wanita yang kini dipandang dua orang pemuda bangsawan itu mengenakan pakaian sederhana, bahkan rambut mereka terlepas dan tidak rapi, muka mereka tidak berlepotan bedak dan gincu, akan tetapi dalam pandangan Kim-kongcu dan Kui-kongcu, mereka bagaikan dua orang bidadari yang amat menarik hati dan menggairahkan!

Maka Magu atau Kim-kongcu memberi isyarat kepada Perwira Lai Koan dan mengajak perwira itu dan Kui Con atau Kui-kongcu keluar. Setelah tiba di luar, Kim-kongcu berkata kepada perwira itu.

“Aku ingin gadis itu untuk menjadi selirku.”

“Aku pun ingin mendapatkan isteri Chao Kung itu,” kata pula Kui-kongcu.

Lai-ciangkun menyeringai dan mengelus kumisnya. “Ha-ha-ha, itu mudah. Serahkan saja kepadaku dan Kongcu berdua dapat menanti di gedung masing-masing. Malam ini wanita idaman itu pasti akan saya antarkan kepada Kongcu berdua.”

“Bagus, terima kasih, Lai-ciangkun!” kata kedua orang muda itu dan mereka lalu meninggalkan tempat itu, pulang ke gedung orang tua masing-masing. Mereka tidak mau langsung melakukan paksaan karena mereka tidak mau terlihat penduduk bahwa mereka merampas isteri dan gadis orang.

Perwira Lai Koan kini memasuki kembali rumah Chao Kung, sekarang diikuti oleh sepuluh orang perajuritnya. Dia tersenyum ketika pihak tuan rumah sebanyak empat orang itu menyambutnya dengan penuh kekhawatiran.

“Ha, Kiong-hi (selamat), Siok Kan dan Chao Kung! Kalian berdua untung sekali!” kata perwira itu sambil tersenyum lebar.

“Apa maksud Ciang-kun?” tanya Chao Kung, mengerutkan alisnya karena sukar baginya untuk percaya bahwa dia dan ayah mertuanya akan benar-benar dibebaskan dari cidukan kerja paksa itu sedemikian mudahnya.

“Ha, maksudku sudah jelas! Kalian sungguh beruntung sekali karena Kim-kongcu dan Kui-kongcu merasa kasihan melihat kalian, maka atas tanggungan mereka kalian berdua dibebaskan dari tugas kerja bakti.”

Mendengar ini, wajah empat orang yang tadinya pucat dan khawatir itu kini menjadi cerah dan mereka tersenyum dengan girang sekali. Chao Kung dan Siok Kan lalu merangkap kedua tangan depan dada, memberi hormat dengan membungkuk, diikuti dua orang wanita itu.

“Lai-ciangkun sungguh bijaksana dan kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ciang-kun dan kepada Kim-kongcu dan Kui-kongcu yang telah menolong kami. Kami tidak akan melupakan budi kebaikan ini,” kata Chao Kung mewakili keluarganya.

“Budi kebaikan yang demikian besarnya bukan hanya tidak boleh dilupakan, bahkan sudah sepatutnya kalau kalian memperlihatkan niat baik untuk membalasnya,” kata Perwira Lai Koan sambil menyeringai. “Bahkan pembalasan budi kalian akan menambah keberuntungan kalian berdua, bukan hanya terbebas dari tugas kerja bakti, melainkan juga menjadi orang-orang terhormat di kota ini.”

“Apa yang Ciang-kun maksudkan?” tanya Chao Kung dan mereka berempat memandang perwira itu dengan mata memandang heran dan curiga.

“Berita menggembirakan kalian, dan karena inilah maka tadi aku mengucapkan Kiong-hi (selamat) kepada kalian. Dengarlah, aku diminta oleh Kim-kongcu dan Kui-kongcu untuk menyampaikan kepada kalian bahwa kedua orang pemuda bangsawan tinggi itu ingin mengikat tali kekeluargaan dengan keluarga kalian di sini.”

“Maksudnya...?” Pertanyaan ini keluar dari mulut Siok Kan dan Chao Kung.

“Kim-kongcu ingin mengangkat Siok Kan menjadi ayah mertuanya dan Kui-kongcu ingin mempererat persahabatannya dengan Chao Kung.”

“Ciang-kun, harap jelaskan...” kata Chao Kung.

“Kim-kongcu ingin agar Nona ini menjadi selirnya dan Kui-kongcu ingin berkenalan lebih dekat dengan Nyonya muda ini. Maka sekarang juga aku untuk mengantarkan Nona dan Nyonya ini kepada mereka.”

Tentu saja empat orang itu terkejut bukan main. Wajah dua orang wanita itu seketika menjadi pucat dan mereka melangkah mundur ketakutan, sedangkan wajah dua orang pria itu berubah merah saking marahnya. Siok Kan marah mendengar puterinya akan dipaksa menjadi selir Kim-kongcu dan Chao Kung lebih marah lagi mendengar isterinya hendak dipermainkan Kui-kongcu. Keinginan dua orang pemuda bangsawan itu merupakan penghinaan bagi keluarga mereka.

“Aku tidak mau...!” Siok Eng berseru.

“Aku juga tidak sudi...!” kata Siok Hwa.

Siok Kan yang lebih sabar kini maju menghadapi Perwira Lai Koan dan berkata dengan lembut. “Ciang-kun telah mendengar sendiri betapa dua orang anak saya itu menolak. Maka, kami harap Ciang-kun tidak memaksa kami.”

Perwira ini mengerutkan alisnya dan perutnya yang gendut kembang kempis. Dia marah sekali mendengar penolakan mereka. “Perintah Kim-kongcu dan Kui-kongcu tidak boleh dibantah! Apakah kalian ingin ditangkap sebagai pemberontak?” bentaknya dengan wajah bengis mengancam.

“Ciang-kun, aturan mana ada isteri orang hendak dipermainkan? Kalau Ciang-kun sudah mendengar bahwa mereka menolak lalu hendak menggunakan paksaan, terpaksa kami akan melindungi isteri dan Adik ipar saya!” kata Chao Kung dengan nekat. Kemarahan, membuat dia melupakan rasa takutnya.

“Apa? Kalian hendak melawan petugas Kerajaan?” bentak Perwira Lai, lalu dia menoleh kepada sepuluh orang perajurit yang mengawalnya. “Tangkap dua orang wanita itu!”

Sepuluh orang perajurit itu seperti berebut ketika diperintahkan menangkap dua orang wanita cantik itu. Bagi mereka, ini merupakan kesempatan yang menyenangkan sekali. Setidaknya, mereka mendapat kesempatan untuk memegang dan menyentuh tubuh yang menggairahkan itu.

Melihat ini, Siok Kan dan Chao Kung bertindak. Siok Kan berusaha melindungi Siok Eng, sedangkan Chao Kung melindungi isterinya. Akan tetapi Siok Kan yang lemah itu segera roboh ketika seorang perajurit menendangnya. Akan tetapi Chao Kung yang menguasai ilmu silat, cukup tangguh dan dia segera meloncat untuk melindungi isterinya. Ketika dua orang perajurit menyambutnya dengan pukulan, dia melawan dan setelah berkelahi ramai dia berhasil merobohkan dua orang perajurit itu.

Akan tetapi dua orang perajurit lain dengan marah sudah memukulnya dari belakang sehingga Chao Kung terpelanting roboh dan tidak berdaya seperti ayah mertuanya karena pukulan itu membuat kepalanya pening dan dadanya sesak. Dua orang wanita itu, Siok Hwa dan Siok Eng, melakukan perlawanan dengan nekat. Mereka mencakar, menggigit dan meronta. Akan tetapi mereka ditelikung, masing-masing oleh dua orang perajurit dan tidak mampu berkutik lagi!

Mereka menangis dan diseret keluar oleh para perajurit yang dipimpin Perwira Lai Koan yang tersenyum-senyum karena dia sudah membayangkan upah besar dari Kim-kongcu dan Kui-kongcu! Tiba-tiba ketika mereka berada di jalan raya depan rumah Chao Kung, seorang gadis cantik dan lembut, berpakaian serba putih, dari sutera dan potongannya sederhana, tiba-tiba muncul depan Perwira Lai Koan.

“Perlahan dulu!” kata gadis itu, suaranya lembut, akan tetapi sinar matanya tajam penuh selidik ketika ia melayangkan pandang matanya ke arah Siok Hwa dan Siok Eng yang masing-masing dipegang kedua lengan mereka oleh dua orang perajurit.

Perwira Lai Koan yang gendut itu adalah seorang yang berwatak mata keranjang. Biarpun dia sudah mempunyai empat orang isteri, akan tetapi dia tidak pernah melewatkan seorang wanita cantik begitu saja. Selain mata keranjang, dia pun seorang penjilat atasan penindas bawahan dan mengumpulkan uang sebanyak mungkin dengan cara apapun juga.

cerita silat online karya kho ping hoo

Kini melihat gadis yang cantik jelita, tidak kalah cantiknya dibandingkan dua orang wanita tawanannya, tentu saja dia mengilar! Gadis begitu jelitanya tak mungkin dia diamkan begitu saja. Akan menyenangkan kalau menjadi miliknya dan akan menghasilkan uang banyak kalau dia serahkan kepada para bangsawan tinggi atau hartawan besar yang kesukaannya membeli gadis-gadis cantik dengan harga tinggi.

“Aih, engkau mengejutkan hatiku, Nona manis. Kukira tadi engkau seorang Dewi dari langit datang ke bumi. Siapakah namamu, manis, dan mengapa engkau menahan perjalananku?”

“Namaku tidak penting, Ciang-kun. Aku hanya ingin sekali mengetahui, mengapa dua orang enci itu kau tawan dan kau bawa dengan paksa seperti itu?” Suara gadis itu masih lembut. Agaknya ucapan perwira yang mulai merayu itu ia anggap sepi dan tidak menyinggung perasaannya.

“Engkau ingin tahu, manis? Mereka itu adalah selir-selir Kim-kongcu dan Kui-kongcu yang melarikan diri, maka aku bersama dua losin perajuritku melakukan pengejaran dan menangkap mereka untuk kuserahkan kepada Kim-kongcu dan Kui-kongcu.”

“Bohong!” Siok Eng berteriak. “Aku tidak sudi dijadikan selir Kim-kongcu lalu ditangkap dan hendak dipaksa!”

“Aku dirampas dari suamiku. Ayah kami dan suamiku mereka pukul!” teriak pula Siok Hwa.

“Hemm, jadi engkau hendak memaksa seorang gadis dan memaksa pula isteri orang, Ciang-kun? Setahuku, para pejabat tertinggi sekalipun di kota raja tidak ada yang bertindak sewenang-wenang merampas anak dan isteri orang! Apakah engkau tidak merasa bersalah, Ciang-kun?” kata gadis pakaian putih itu, suaranya tetap lembut namun mengandung teguran.

Pada saat itu, Chao Kung keluar dari rumah diikuti Siok Kan. “Kembalikan isteriku...!” teriak Chao Kung.

“Kembalikan Anakku...!” Siok Kan juga berseru.

Melihat dua orang laki-laki yang mukanya bengkak-bengkak itu gadis pakaian putih tadi mengerutkan alisnya. Perwira Lai Koan marah bukan main melihat munculnya Chao Kung dan Siok Kan. Dia lalu memberi isyarat kepada anak buahnya. “Kalian berdua agaknya sudah bosan hidup!” bentaknya sambil menudingkan telunjuknya kepada dua orang itu.

Empat orang perajurit menghampiri Chao Kung dan Siok Kan. Agaknya ancaman Perwira Lai tadi mereka anggap sebagai perintah untuk membunuh dua orang itu maka empat orang perajurit itu sudah mencabut golok mereka. Akan tetapi sebelum mereka sempat menyerang Chao Kung dan Siok Kan yang sudah menjadi korban pukulan dan tendangan tadi, tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu empat orang perajurit itu berteriak, golok mereka terlepas dari tangan dan tubuh mereka terpelanting roboh.

Kini bayangan putih yang ternyata adalah gadis pakaian putih tadi sudah berkelebat lagi ke arah Siok Hwa dan Siok Eng. Empat orang perajurit yang memegang kedua lengan Siok Hwa dan Siok Eng menyambut dengan bacokan golok, akan tetapi kembali mereka berteriak, golok mereka terlepas dari tangan dan tubuh mereka berpelantingan! Gadis itu lalu menarik tangan Siok Hwa dan Siok Eng, dibawa mendekati Chao Kung yang segera merangkul Siok Hwa dan Siok Kan yang merangkul Siok Eng.

“Kalian masuk rumah dulu, aku yang akan mengusir mereka!” kata gadis yang ucapan dan sikapnya lemah lembut namun yang sepak terjangnya hebat dan lihai itu.

Dapat dibayangkan kemarahan Perwira Lai Koan ketika melihat betapa gadis cantik jelita berpakaian putih itu telah merobohkan delapan orang perajuritnya dan melindungi empat orang itu.

“Tangkap gadis baju putih itu lebih dulu, lalu tangkap dua wanita yang lain, dan bunuh dua orang pemberontak itu!”

Dia memberi perintah dan dia sendiri lalu berlari menghampiri gadis baju putih itu dengan sehelai rantai baja yang tadi dipakai sebagai sabuk pinggangnya yang gendut. Rantai ini panjangnya sekitar dua depa, kedua ujungnya tajam dan runcing dan dimainkan dengan kedua tangannya.

Melihat gadis ini sama sekali tidak memegang senjata, Lai Koan mengikatkan kembali rantainya dan memberi aba-aba. “Mari kita tangkap gadis ini hidup-hidup!” Setelah dekat, Perwira Lai Koan dan anak buahnya lalu berlumba untuk menubruk dan meringkus gadis itu.

Siapa yang tidak ingin lebih dulu mendapat kesempatan meringkus dan merangkul tubuh gadis yang denok dan lemah gemulai itu? Bersama Lai-ciangkun, tidak kurang dari lima orang perajurit menubruk dari semua jurusan sehingga tidak mungkin lagi tampaknya bagi gadis itu untuk mengelak. Di depan, belakang, kanan dan kiri sudah siap menunggu tangan-tangan yang kuat untuk meringkusnya!

Akan tetapi, selagi mereka yang berlumba menangkap gadis itu merasa yakin akan dapat meringkusnya, tiba-tiba gadis itu lenyap dari tengah kepungan mereka. Yang tampak hanyalah bayangan putih meluncur ke atas seperti seekor burung dara yang hendak ditangkap orang. Gadis itu telah menghindarkan diri dengan melompat ke atas dan tubuhnya yang ramping itu melayang turun, lalu berkelebatan dan terdengar teriakan susul menyusul ketika ia membagi-bagi tamparan dan tendangan.

Tubuh dua losin perajurit anak buah Perwira Lai itu berpelantingan dan melihat ini, Perwira Lai Koan menjadi gentar dan tanpa malu lagi dia melarikan diri. Akan tetapi bayangan putih berkelebat dan tahu-tahu gadis baju putih itu telah berdiri di depannya!

Rasa takut yang hebat membuat Panglima Lai Koan menjadi nekat. Kini dia tahu benar bahwa dia berhadapan dengan seorang gadis yang hanya kelihatannya saja lemah lembut, akan tetapi yang sesungguhnya merupakan seorang pendekar wanita yang amat lihai. Lai Koan sudah memegang rantai baja yang menjadi senjatanya. Kini sama sekali tidak ada niat di hatinya untuk menangkap gadis itu hidup-hidup. Pikirannya hanya ingin melarikan diri atau membunuh gadis itu.

“Mampus kau...!” teriaknya lantang dan dia sudah menerjang dengan senjata itu. Rantai itu diputar sedemikian rupa oleh kedua tangannya sehingga kedua ujung rantai yang runcing tajam itu menyambar dari kanan kiri ke arah tubuh gadis baju putih. Akan tetapi bagaikan seekor burung dara yang gesit, tubuh gadis itu berkelebat ke belakang dan serangan itu gagal. Lai Koan mendesak terus menyerang dengan kedua ujung rantainya secara bertubi-tubi.

Gadis itu memiliki gin-kang yang amat tinggi tingkatnya. Tubuhnya berkelebatan dan hanya tampak bayangan putih saja dan semua serangan dapat ia hindarkan dengan mudah. Baginya, gerakan rantai lawan itu terlalu lamban sehingga tidak sukar baginya untuk menghindarkan diri. Setelah belasan jurus dengan pengerahan tenaga sepenuhnya tidak membawa hasil, Perwira Lai menjadi semakin gentar akan tetapi juga semakin takut.

Tiba-tiba dia maju mendekat dan kedua ujung rantainya menyambar dari atas ke arah kepala gadis itu! Tadi semua serangannya itu dielakkan oleh lawan dengan loncatan ke atas, maka sekarang dia sengaja menyerang dari atas ke arah kepala gadis itu. Disambar ujung rantai itu, tak diragukan lagi kepala akan pecah, apalagi kalau dihantam kedua ujungnya!

Gadis itu mundur selangkah dan tubuh atasnya condong ke belakang. Ketika senjata rantai menyambar dari atas ke bawah di depan tubuhnya, secepat kilat kedua tangan gadis itu bergerak menangkap rantai dekat kedua ujungnya, lalu dengan sentakan halus ia melepaskan kedua ujung rantai sambil mendorong ke arah tubuh Perwira Lai.

“Krekk! Krekk!” Perwira Lai Koan menjerit dan tubuhnya terjengkang roboh, tak kuat bangkit kembali karena kedua tulang pundaknya patah dihantam kedua ujung senjatanya sendiri!

Sejenak gadis baju putih itu memandang ke sekelilingnya. Melihat perwira dengan dua losin perajuritnya itu telah roboh semua walaupun tidak ada yang tewas, dengan tenang ia lalu memasuki rumah Chao Kung. Banyak orang melihat perkelahian itu dan semua merasa kagum, juga terkejut dan khawatir akan keselamatan Chao Kung sekeluarga dan gadis penolong mereka itu.

Peristiwa itu sungguh gawat. Gadis itu telah merobohkan Perwira Lai Koan yang terkenal galak bersama dua losin perajurit! Pasti pemerintah setempat tidak akan tinggal diam dan Chao Kung sekeluarga berikut gadis itu tentu akan ditangkap dan dihukum berat! Mereka tidak ingin terlibat atau menjadi saksi, maka satu demi satu mereka meninggalkan tempat itu sehingga jalan umum itu sebentar saja menjadi lengang.

Ketika gadis itu memasuki rumah, Chao Kung, Siok Kan, Siok Hwa, dan Siok Eng menyambutnya dengan berlutut dan memberi hormat. Gadis itu tampak kaget dan tersipu. Ia cepat maju dan mengangkat bangun Siok Hwa dan Siok Eng...