Pedang Ular Merah Jilid 22 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG ULAR MERAH JILID 22

Kemarahannya terhadap Tiong Kiat memuncak ketika ia bertemu dengan Lui Thian Sianjin dan mendengar keluh kesah orang tua ini, lalu mendengar sepak terjang Tiong Kiat yang jahat. Apalagi akhir-akhir ini ia mendengar betapa pemuda ini telah melakukan kejahatan dengan menggunakan pedang Hui liong-kiam! Ia merasa bertanggung jawab kalau pedang Hui-liong kiam sampai jatuh ke tangan penjahat.

Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, setelah merampas pedang Hui liong-kiam dari tangan penjahat Sin-kiam Koai-jin Ang Kun, murid murtad dari Lui-kong-jiu Kong Kin Tosu, Pat jiu Toanio lalu memberikan pedang itu kepada seorang piauwsu yang gagah, yakni Lui Siong Te. Kemudian Lui-piauwsu ini yang tertolong oleh Tiong Han, lalu memberikan pedang itu kepada Tiong Han yang kemudian memberikannya pula kepada Tiong Kiat sebagai penukar pedang Ang coa kiam.

Pat jiu Toanio ketika mendengar bahwa pedang Hui liong-kiam dipergunakan oleh penjahat, cepat mendatangi Lui piauwsu dan marah sekali. Kemudian ia mendengar bahwa pedang itu oleh Lui piauwsu diberikan kepada seorang muda she Sim yang gagah perkasa. Maka nenek ini lalu mengejar ke utara untuk mencari penjahat yang telah memakai pedang itu dan untuk berbuat jahat dan tak disangka-sangka ia bertemu dengan Tiong Han.

Betapapun tinggi kepandaian Tiong Han, menghadapi Pat-jiu Toanio yang kepandaiannya masih mengatasi Lui Thian Sianjin apa lagi bertangan kosong, tentu saja pemuda itu menjadi sibuk sekali. la hanya dapat menghindarkan diri dari serangan nenek itu selama dua puluh jurus saja dan pada jurut ke dua puluh satu, Pat jiu Toanio berhasil menotok pundaknya dan robohlah Tiong Han tanpa dapat bergerak lagi. Ia telah kena ditotok jalan darahnya dengan ilmu totok satu jari yang luar biasa dan lemaslah semua tubuhnya seperti telah diloloskan semua urat-uratnya.

Pat jiu Toanio tertawa lagi. la pukul-pukulkan tongkatnya di atas tanah dekat kepala Tiong Han sehingga debu mengebul ke atas. "Hm, ingin sekali aku menghancurkan kepalamu dengan tongkat ini. Akan tetapi kau harus membuat pengakuan lebih dahulu di depan meja sembahyang, agar dosa-dosamu tidak terlalu berat dan rohmu tidak terlalu tersiksa."

Tanpa menanti jawaban, nenek ini lalu mengempit tubuh pemuda itu dengan tangan kirinya dan berlarilah ia secepat angin menuju ke dalam hutan. Setelah tiba di sebuah bio (kuil) kecil dan rusak, ia segera masuk dan melemparkan tubuh Tiong Han ke depan meja sembahyang yang telah dibersihkan orang dan telah dipasangi hio dan lilin. Dengan menepuk pundak dan punggung Tiong Han, Pat jiu Toanio membebaskan pemuda ini. Tiong Han bangun dengan tubuh lemas.

"Hayo berlutut di depan meja sembahyang!" bentak Pat-jiu Toanio dengan suara keras dan bengis.

Tiong Han hanya tersenyum lalu bangkit berdiri sambil berkata, "Pai jiu Toanio, biarpun aku telah kau kalahkan dan berada di dalam kekuasaanmu jangan harap untuk membuat aku menjadi ketakutan dan menurut saja sekehendakmu. Aku Sim Tiong Han tidak takut mati!"

"Bangsat sombong, berlutut kau!" kaki dari nenek ini dengan cara cepat dan luar biasa sekali bergerak melakukan tendangan berantai yang tepat mengenai belakang lutut Tiong Han. Pemuda ini merasa betapa tenaga kakinya lenyap dan terpaksa ia jatuh berlutut di depan meja sembahyang!

"Bangsat muda, jangan kau berani main-main di depan Pat jiu Toanio! Kau tidak tahu bahwa perbuatan ini kulakukan untuk menolong rohmu yang tersesat! Kalau aku tidak mengingat bahwa kau adalah murid Kim-liong-pai, apakah kau kira aku akan sudi melelahkan diri seperti ini? Kupecahkan saja kepalamu di dalam hutan dan habis perkara! Hayo sekarang kau mengakui semua perbuatanmu yang jahat, semenjak kau melarikan diri bersama sumoimu dari Liong-san sampai sekarang. Setelah itu kau harus minta ampun di depan meja sembahyang ini kepada Thian sehingga rohmu takkan terlalu disiksa di neraka! Aku tidak menghendaki kau mati penasaran, lebih baik kau mati dengan penuh kesadaran bahwa kematianmu ini untuk menebus dosa!"

Akan tetapi biarpun tahu bahwa ia takkan terhindar dari kematian di tangan nenek yeng lihai dan galak ini, Tiong Han tetap tersenyum ketika berkata,

"Pat jiu Toanio, apakah kau menghendaki aku mengakui kebohongan di depan meja sembahyang? lngat, kaulah yang berdosa kalau membohong, karena kau yang memaksaku!"

"Apa maksudmu?" tanya nenek itu dengan sikap mengancam.

"Aku memang benar murid dari Kim-liong-pai, akan tetapi aku tidak pernah melakukan dosa-dosa yang kau sebutkan tadi."

"Bangsat, berani benar kau membohong! Pengecut kau, berani berbuat tak berani bertanggung jawab? Manusia seperti engkau ini sudah seharusnya dibikin mampus!"

Setelah berkata demikian, Pat jiu Toanio lalu mengangkat tongkatnya hendak dipukulkan ke arah kepala pemuda itu, adapun Tiong Han yang merasa bahwa melawan tiada gunanya lagi, hanya meramkan kedua matanya.

"Li suthai... tunggu!" Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan dari dalam kuil bobrok itu muncullah seorang pendeta wanita yang masih muda dan berwajah cantik.

Pat jiu Toanio menahan tongkatnya dan Tiong Han cepat menengok. Pemuda ini membelalakkan kedua matanya memandang kepada pendeta wanita yang baru muncul itu. Hatinya berdebar keras karena pada penglihatan pertama ia mengira bahwa pendeta wanita yang muda dan jelita ini adalah Suma Eng! Akan tetapi setelah bertemu pandang, tahulah ia bahwa biarpun pendeta wanita ini cantik dan memiliki air muka hampir sama dengan Eng Eng, sesungguhnya bukan gadis gagah itu.

"Li Lan, mengapa kau menahanku membikin mampus penjahat ini?" tanya Pat-jiu Toanio dengan pandang mata tajam penuh tanya. "Apakah bimbinganku selama ini sia-sia belaka dan hatimu masih terisi oleh manusia jahanam ini?"

"Ah, tidak, tidak! Harap jangan salah sangka, Li suthai! Teecu hanya ingin mencegah pembunuhan yang salah alamat. Ketahuilah, pemuda ini sama sekali bukan Sim Tiong Kiat!"

Pendeta wanita ini memang Li Lan, bekas kekasih Tiong Kiat yang disia-siakan dan kemudian dipungut murid oleh Pat jiu Toanio, Kalau lain orang dapat salah lihat dan mengira Tiong Han orang lain, tidak demikian dengan Li Lan. Wanita ini pernah mencinta Tiong Kiat dengan seluruh jiwa raganya, maka sekali lihat saja ia akan mengenal apakah pemuda itu Tiong Kiat atau bukan.

Tadi ia sedang berlatih diri dan bersamadhi di dalam kamar di kuil itu, akan tetapi ketika mendengar bentakan-bentakan Pat-jiu Toanio dan jawaban lemah dari Tiong Han, hatinya tertarik lalu ia melompat keluar. Sekali pandang saja biarpun tadinya ia tertegun dan terkejut melihat persamaan rupa pemuda ini dengan bekas kekasihnya, ia tahu bahwa pemuda ini bukan Tiong Kiat dan bahwa gurunya telah salah lihat.

Pat-jiu Toanio menjadi terkejut, lalu marah ketika mendengar seruan Li Lan tadi. "Li Lan, jangan kau mencoba untuk menolong pengecut ini dari kematian. Mataku belum buta dan sekali mau melihat orang, aku takkan melupakannya lagi."

"Sungguh Li suthai, pemuda ini bukan Tiong Kiat!" kata Li Lan yang segera menghampiri Tiong Han sambil berkata, "Tiong Kiat pernah bercerita kepadaku bahwa ia mempunyai seorang saudara kembar, bukankah kau ini orangnya?"

Tiong Han masih saja tersenyum sedih dan biarpun ia tidak tahu siapa adanya gadis yang mukanya seperti Eng Eng ini ia dapat menduga bahwa gadis inipun tentu seorang bekas korban kebiadaban adiknya yang jahat.

"Kauw-nio mengapa kau datang menghalangi Pat jiu Toanio yang hendak membunuhku? Biarlah ia membunuhku kalau memang dia percaya bahwa aku adalah orang yang dicari-carinya."

Pat jiu Toanio melompat dengan muka pucat. "Apa? Betulkah kau bukan Sim Tiong Kiat yang jahat itu?"

"Pat jiu Toanio, tadi aku pernah menyebut namaku, akan tetapi agaknya kau terlalu marah sehingga tidak memperhatikan. Aku adalah Sim Tiong Han, kakak dari Sim Tiong Kiat yang kau cari-cari itu. Ketahuilah bukan hanya kau yang marah kepada adikku itu, bahkan aku sendiri telah lama mencari-carinya akan tetapi akhirnya bahkan menerima kekalahan dan hinaan daripadanya." Pemuda ini menarik napas panjang dengan muka muram.

Dengan tergopoh-gopoh, Pat-jiu Toanio lalu mengetuk kedua lutut Tiong Han untuk menyembuhkan pemuda itu. "Aduh, maafkan aku yang sudah tua, anak muda! Jadi kau ini murid Lui Thian Sianjin yang mendapat tugas mencari murid murtad itu? Ada juga Lui Thian bercerita kepadaku, akan tetapi dia tidak mengatakan bahwa kau adalah kakak dari si khianat itu dan bahwa mukamu sama benar dengan penjahat muda itu."

"Toanio, kami adalah saudara kembar, salahkah aku kalau muka kami bersamaan?"

Pat jiu Toanio menghela napas berkali-kali, "Jadi kau telah bertemu dengan dia dan dikalahkan? Karena itukah maka kau seperti orang nekad dan rela mati di bawah tongkatku? Apakah kau sudah putus asa?"

"Benar, Toanio. Tidak saja aku kalah, bahkan pedang pusaka Ang-coa kiam yang kubawa terampas pula dan agaknya selama hidupku aku takkan dapat menunaikan tugas yang dipercayakan oleh suhu kepadaku. Karena penjahat yang dikejar-kejar adalah adik kembarku sendiri bukankah hal ini akan menimbulkan anggapan bahwa aku sengaja tidak mau menyerang adikku? Bahwa aku sengaja melindunginya?"

"Hm, jangan gelisah dan kuatir, orang muda. Aku sudah sampai di sini, tunjukkan saja di mana adanya adikmu yang jahanam itu. Aku yang akan menamatkan riwayatnya!"

"Tidak ada gunanya, Toanio. Tetap saja orang akan mengira bahwa aku melindungi adikku sendiri. Pula, penangkapan atas diri Tiong Kiat harus kulakukan sendiri, tidak boleh orang Iain. Betapapun juga, dia adalah adik kandungku, dan aku tidak rela melihat dia binasa di tangan orang lain."

Pat-jiu Toanio menggeleng-geleng kepalanya. "Kau orang muda yang aneh tapi jujur dan berbudi mulia. Sim Tiong Han, kalau kau ingin mengalahkan adikmu mengapa kau tidak minta belajar silat dari aku?"

Tiong Han tertegun. Tak disangkanya bahwa nenek yang galak ini akan mau memberi pelajaran ilmu kepandaian kepadanya. Tentu saja ia menjadi girang dan cepat menjatuhkan diri berlutut.

"Kalau suthai sudi menolong teecu, tentu saja teecu akan merasa girang dan bersyukur sekali."

Terdengar suara ketawa yang merdu dari nenek ini. "Anak lucu! Kalau gurumu melihat, tentu kau akan ditegur mengapa tidak dari tadi-tadi minta belajar ilmu silat dari padaku. Dulu ketika aku masih seringkali mengadakan pertemuan dan mengobrol dengan gurumu tentang ilmu silat pernah kami mencoba kelihaian Ang coa kiamsut yang menjadi kepandaian pusaka dari Kim-liong-pai. Pada waktu itu kira-kira dua puluh tahun yang lalu memang aku tidak dapat memecahkan bagian-bagian terakhir dari Ang-coa-kiamsut yang lihai. Pada waktu itu, selain Hek-sin-mo orang aneh itu dan Lui-kong jin Keng Kin tosu tokoh dari Hong-san, tak seorangpun dapat mengalahkan atau memecahkan Ang-coa-kiamsut. Akan tetapi, selama ini aku mencari-cari dan akhirnya aku dapat menciptakan ilmu silat tangan kosong yang terdiri hanya dari dua belas jurus yang kunamai Kong jiu cap ji kun (Silat Tangan Kosong Dua Belas Macam). Biarpun hanya dua belas jurus, akan tetapi kalau kau dapat mempelajarinya dengan baik kurasa dengan tangan kosong kau akan sanggup menghadapi pedang di tangan adikmu itu!"

Tiong Han merasa girang sekali dan mulai saat itu juga ia mempelajari ilmu silat itu di kuil bobrok. Ternyata bahwa dua belas jurus pukulan itu ternyata mempunyai perkembangan yang Iuas sekali dan Tiong Han harus akui kehebatan ilmu silat ini. Selain ilmu silat ini, iapun menerima petunjuk-petunjuk tentang ginkang dari nenek itu sehingga ilmu meringankan tubuh dari Tiong Han makin maju saja.

Cersil karya Kho Ping Hoo Serial Jago Pedang Tak Bernama

Selama lima hari, terus menerus ia berlatih diri dan karena ia memang berbakat, dan telah memiliki dasar ilmu silat tinggi, dalam waktu Iima hari saja ia telah dapat mainkan Kong jiu cap ji-kun dengan amat baiknya. Pada senja hari kelima, Pat jiu Toanio Li Bie Hong sengaja minta pemuda itu memperlihatkan ilmu silat yang baru dipelajarinya itu, ditonton pula oleh Li Lan yang sementara itu telah kenal baik dengan Tiong Han.

Pendeta wanita ini amat suka kepada Tiong Han yang halus dan sopan santun dan diam-diam ia mengakui betapa jauh perbedaan antara Tiong Han dan Tiong Kiat. Tiong Han memenuhi permintaan gurunya yang baru dan ia berniat dengan bersungguh-sungguh, mengeluarkan segala gerak tipu dari dua belas jurus ilmu silat itu.

"Bagus, bagus, suci Bie Hong! Kong-jiu cap ji-kun yang kau ciptakan ini benar-benar hebat dan kau mempunyai ahli waris yang benar-benar cocok dan pantas mewarisi ilmu silat ini!"

Ucapan ini dikeluarkan dan terdengar jelas, akan tetapi orangnya tidak kelihatan dan baru setelah gema suaranya lenyap, berkelebatlah bayangan hitam dan tahu-tahu di depan mereka berdiri seorang kate yang bermuka aneh dan berpakaian hitam seluruhnya!

IniIah Lui kong jiu Keng Kin Tosu, tokoh di Heng san yang berkepandaian tinggi sehingga mendapat julukan Lui kong jiu atau Si Tangan Geledek! Usia orang ini sudah tua, akan tetapi wajahnya nampak berseri, tanda bahwa ia adalah seorang yang berwatak gembira. Semenjak dahulu ia memang menganggap Pat jiu Toanio sebagal saudara tua, bahkan ia selalu memanggil 'enci' kepada nenek itu.

"Aha, Keng Kin Tosu, baru sekarang kau muncul! Kukira kau akan bersembunyi di dalam gua menanti kematianmu setelah kau kecewa karena salah menerima murid." kata Pat-jiu Toanio yang kemudian berkata kepada Tiong Han dan Li Lan.

"Berilah hormat kepada susiok kalian. Dia ini jelek-jelek adalah Lui-kong Jiu Keng Kin Tosu, orang nomor satu dari Heng-san yang mempunyai kepandaian jauh lebih tinggi dari pada aku sendiri!"

Li Lan tentu saja belum pernah mendengar nama ini, dan ia memberi hormat karena gurunya yang memperkenalkan. Akan tetapi Tiong Han sudah seringkali mendengar suhunya di Liong-san menyebut-nyebut dan memuji setinggi langit nama Keng Kin Tosu ini, maka dengan girang ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan tosu kate itu.

Keng Kin Tosu mengangguk-angguk. Dengan tangan kiri ia menjambret baju pada pundak Li Lan dan sekali ia menarik, pendeta wanita muda ini tak terasa lagi terangkat bangun karena ada tenaga raksasa terasa olehnya menarik tubuhnya ke atas. Dengan tangan kanannya, tosu itu melakukan haI yang sama kepada Tiong Han, akan tetapi pemuda ini yang maklum bahwa susiok yang aneh ini sedang mengujinya, lalu mengerahkan tenaganya, maka segera terdengar suara kain robek. Ternyata bahwa bajunya bagian pundak itu yang tidak dapat bertahan dan menjadi robek terbawa oleh jepitan dua jari kakek itu.

Keng Kin Tosu tersenyum dan kini ia tidak menggunakan jari tangan menjepit baju melainkan menggunakan semua jari jari tangan kanannya untuk memegang pundak Tiong Han dan ditariknya pemuda itu bangun. Kembali Tlong Han terkejut. Kalau tadi ia merasa tenaga raksasa menarik bajunya, sekarang ia merasa betapa tangan susioknya itu dingin seperti salju yang menempel dan menyedot pundaknya sehingga ia merasa pundaknya membeku!

Cepat-cepat ia mengerahkan sinkangnya yang disalurkan ke arah pundak kanannya dan ketika ia merasa betapa tangan susioknya itu merupakan jepitan yang mencengkeram pundaknya dan menariknya ke atas dengan tenaga yang tak terkira besarnya, ia cepat mempergunakan tenaga Thi su-cui (Tenaga Gunung Baja) untuk memberatkan tubuh sehingga kedua kakinya seakan-akan berakar pada tanah!

Ketika tosu itu nampaknya tertegun dan menahan kembali tenaganya mengangkat, Tiong Han cepat mengalirkan Iweekangnya sehingga pundaknya yang masih tersentuh oleh jari tangan Keng Kin Tosu itu tiba-tiba menjadi lemas seperti kapas!

"Ha ha ha, bagus, bagus !" kata Keng Kin Tosu dan tiba-tiba sekali dua buah jari tangannya menekan, disusul pula oleh jari tangan kiri yang kini memegang pundak pemuda itu. "Bangunlah, anak muda yang gagah!" bentaknya.

Tiong Han terkejut sekali karena betapapun ia mengerahkan lweekang, tetap saja jari-jari tangan kakek itu dapat menembus pertahanannya, dan sedikit pencetan saja pada jalan darah dipundaknya, seketika itu juga buyarlah semua tenaganya dan dengan mudah tubuhnya terangkat ke atas! Namun karena Tiong Han memang sudah berjaga-jaga dan terlatih baik, tubuhnya yang terangkat itu masih tetap berada dalam keadaan berlutut!

Lagi-lagi Keng Kin Tosu memuji. "Bagus sekali, sekarang awaslah tubuhmu akan terbanting!" Sambil berkata demikian, orang tua ini menggerakkan kedua tangannya dan tubuh Tiong Han mencelat ke atas sampai dua tombak lebih!

Tiong Han terkejut sekali dan cepat ia mengerahkan ginkangnya, menggerakkan pinggang, dibantu oleh kaki tangannya, sehingga tubuhnya yang tadinya terlempar ke atas dengan kepala di bawah dan kaki di atas, kini dapat berjungkir balik dan ketika ia turun ke bawah, kedua kakinya seakan-akan tidak mengeluarkan suara sedikitpun juga!

"Ha ha ha, enci Bie Hong! Ternyata kau pun telah memberikan ilmu Teng-peng touw itu kepada pemuda ini. Muridmu benar-benar hebat, enci!"

"Keng Kin, sayangnya dia bukan muridku yang betul." kata Pat-jiu Toanio sambil menghela napas, "aku hanya menyerobotnya saja dan memberi tambahan ilmu silat karena merasa kasihan kepadanya. Dia ini sebetulnya adalah murid pertama dari Lui Thian Sianjin, si tua bangka dari Liong-san itu."

Sepasang alis yang masih hitam dari Keng Kin Tosu Si Tangan Geledek itu terangkat naik. "Aku mendengar tentang murid Lui Thian yang tersesat dan murtad, seperti halnya muridku si Ang Kun! Bukan yang inikah?"

"Bukan, bukan, Keng Kin. Bukan yang ini melainkan adiknya. Kalau dia ini murid murtad yang kau maksudkan itu tentu dia sudah binasa di tanganku seperti yang terjadi dengan muridmu itu, Keng Kin!"

Tosu itu tersenyum pahit. "Memang tanganmu keras sekali terhadap orang-orang muda yang sesat, enci Bie Hong. Akan tetapi memang baik sekali. Siapakah pemuda ini dan bagaimana bisa kejatuhan bintang, menerima warisan ilmu darimu?"

Dengan singkat Pat jiu Toanio Li Bie Hong lalu menceritakan riwayat Tiong Han dan tentang kegagalannya menangkap Tiong Kiat adiknya yang murtad itu. Mendengar penuturan ini Keng Kin Tosu tergerak hatinya.

"Kasihan Lui Thian Sianjin, mengalami nasib yang lebih buruk dari padaku. Muridnya tidak saja jahat, bahkan mencemarkan nama baik Kim-liong-pai yang telah diangkat tinggi oleh locianpwe Bu Beng Siansu. Lebih kasihan lagi pemuda ini yang harus menjadi algojo dari adik kembarnya sendiri. Memang begitulah kehidupan di atas dunia, anak muda isinya hanya penderitaan belaka. Akan tetapi kalau kau kuat imanmu, segala macam cobaan dan penderitaan itu sesungguhnya ada manfaatnya. Aku kasihan kepadamu dan merasa sudah menjadi kewajibanku untuk membantumu mengalahkan adikmu yang jahat itu. Agaknya akupun mempunyai beberapa macam kepandaian yang masih dapat menambah pengertianmu."

Tiong Han menjadi girang sekali dan cepat cepat ia menjatuhkan dirinya berlutut lagi di depan tosu kate yang aneh ini. "Banyak terima kasih teecu ucapkan atas kemuliaan buat suhu. Tentu saja teecu akan menerima petunjuk-petunjuk suhu dengan segala perhatian dan rasa syukur."

Demikianlah, kembali dengan tekunnya Tiong Han menerima latihan-latihan beberapa macam ilmu silat dari Keng Kin Tosu, dan seperti juga Pat jiu Toanio, Keng Kin Tosu memberi pelajaran dari ilmu silatnya yang paling tinggi. Pemuda itu menerima dua macam ilmu, yakni ilmu pukulan tangan kosong yang di sebut Pek-Iui kong-cianghwat (Ilmu Silat Sinar Geledek Putih) dan ilmu pedang yang disebut Kim-kong-kiamsut (Ilmu Pedang Sinar Emas). Juga dua macam ilmu silat ini dapat dimainkan dengan baik sekali oleh Tiong Han setelah melatih diri selama tiga pekan saja!

Keng Kin Tosu menjadi amat girang dan setelah melihat pemuda itu menamatkan pelajarannya, ia segera memanggil Tiong Han dan di depan Pat jiu Toanio, ia berkata, "Enci Bie Hong, ternyata murid kita ini tidak mengecewakan. Sebetulnya kedatanganku ini membawa berita yang amat penting, yang merupakan panggilan bagi kita untuk turun tangan. Akan tetapi setelah melihat murid kita ini, aku mendapat pikiran baik sekali. Sudah sepatutnya kalau dia yang mewakili kita untuk tugas penting ini."

"Keng Kin. jangan bicara seperti orang rahasia. Omonganmu seperti teka teki saja. Hayo jelaskan, apakah itu yang kau maksudkan dengan tugas penting?" Pat jiu Toanio mendesak dengan tak sabar lagi.

"Aku mendengar berita dari seorang perwira bahwa kini terdapat panglima dengan barisannya yang amat besar jumlahnya sedang merencanakan pemberontakan! Hal ini berbahaya sekali karena pemberontak-pemberontak itu kabarnya bersekutu dengan orang-orang Mongol di utara. Jendral Gak yang gagah perkasa itu kini memimpin pasukannya untuk menggempur dan mencegah pemberontak-pemberontak itu melakukan rencana mereka yang busuk. Oleh karena itu, kita harus membantunya dan sekarang tidak ada jalan yang lebih tepat selain menyuruh Tiong Han mewakili kita."

Pat jiu Toanio mengerutkan keningnya, "Sungguh menjemukan sekali pengkhianat itu. Siapakah gerangan panglima pemberontak itu? Bagaimana dia bisa bersekutu dengan bangsa asing untuk mencelakai negara sendiri? Sungguh tak tahu malu!"

"Aku tidak mendengar siapa namanya, hanya menurut berita, ada orang-orang Pek-Iian-kauw yang ikut menyokong gerakan itu."

"Apa! Jahanam Pek-lian-kauw berani mengacau lagi! Ah, kalau begitu Tiong Han harus pergi. Mereka harus dibasmi!" kata-kata Pat jiu Toanio ini amat bersemangat sehingga diam diam Tiong Han menjadi kagum melihat betapa dua orang tua ini masih demikian gagah dan bersemangat membela negara.

"Tentu saja teecu bersedia untuk pergi melakukan tugas yang diperintahkan oleh jiwi suhu." kata Tiong Han.

"Memang seharusnya begitu, Tiong Han, jadi tidak percuma aku dan enci Bie Hong mewariskan kepandaian kami kepadamu. Soal adikmu itu biarlah ditunda dulu saja. Pertama karena adikmu adalah seorang perwira dan pada masa ini kita amat membutuhkan tenaga perwira-perwira pembela negara. Kedua, tugasmu pergi membantu Jenderal Gak ini jauh lebih penting daripada urusan pribadi. Setelah tugas ini selesai, barulah kau selesaikan urusan dengan adikmu yang jahat itu."

Tiong Han tidak berani membantah dan ia lalu mendengarkan perintah suhu kate yang lihai ini. la diharuskan menyusul barisan Jenderal Gak dan menawarkan bantuannya untuk menghancurkan barisan pemberontak dan menyampaikan pesan bahwa Lui kong jiu Keng Kin Tosu dan Pat jiu Toanio Li Bie Hong selalu memperhatikan perjuangan menghancurkan pemberontak ini dan siap untuk turun tangan sendiri apabila perlu!

Setelah menerima banyak nasihat, berangkatlah Tiong Han mencari Jenderal Gak dan barisannya. Mudah saja untuk mencari barisan jenderal Gak yang amat terkenal ini, dan beberapa hari kemudian ia disambut oleh jenderal Gak sendiri yang berkedudukan di lembah Sungai Sungari.

Pedang Ular Merah Jilid 22

PEDANG ULAR MERAH JILID 22

Kemarahannya terhadap Tiong Kiat memuncak ketika ia bertemu dengan Lui Thian Sianjin dan mendengar keluh kesah orang tua ini, lalu mendengar sepak terjang Tiong Kiat yang jahat. Apalagi akhir-akhir ini ia mendengar betapa pemuda ini telah melakukan kejahatan dengan menggunakan pedang Hui liong-kiam! Ia merasa bertanggung jawab kalau pedang Hui-liong kiam sampai jatuh ke tangan penjahat.

Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, setelah merampas pedang Hui liong-kiam dari tangan penjahat Sin-kiam Koai-jin Ang Kun, murid murtad dari Lui-kong-jiu Kong Kin Tosu, Pat jiu Toanio lalu memberikan pedang itu kepada seorang piauwsu yang gagah, yakni Lui Siong Te. Kemudian Lui-piauwsu ini yang tertolong oleh Tiong Han, lalu memberikan pedang itu kepada Tiong Han yang kemudian memberikannya pula kepada Tiong Kiat sebagai penukar pedang Ang coa kiam.

Pat jiu Toanio ketika mendengar bahwa pedang Hui liong-kiam dipergunakan oleh penjahat, cepat mendatangi Lui piauwsu dan marah sekali. Kemudian ia mendengar bahwa pedang itu oleh Lui piauwsu diberikan kepada seorang muda she Sim yang gagah perkasa. Maka nenek ini lalu mengejar ke utara untuk mencari penjahat yang telah memakai pedang itu dan untuk berbuat jahat dan tak disangka-sangka ia bertemu dengan Tiong Han.

Betapapun tinggi kepandaian Tiong Han, menghadapi Pat-jiu Toanio yang kepandaiannya masih mengatasi Lui Thian Sianjin apa lagi bertangan kosong, tentu saja pemuda itu menjadi sibuk sekali. la hanya dapat menghindarkan diri dari serangan nenek itu selama dua puluh jurus saja dan pada jurut ke dua puluh satu, Pat jiu Toanio berhasil menotok pundaknya dan robohlah Tiong Han tanpa dapat bergerak lagi. Ia telah kena ditotok jalan darahnya dengan ilmu totok satu jari yang luar biasa dan lemaslah semua tubuhnya seperti telah diloloskan semua urat-uratnya.

Pat jiu Toanio tertawa lagi. la pukul-pukulkan tongkatnya di atas tanah dekat kepala Tiong Han sehingga debu mengebul ke atas. "Hm, ingin sekali aku menghancurkan kepalamu dengan tongkat ini. Akan tetapi kau harus membuat pengakuan lebih dahulu di depan meja sembahyang, agar dosa-dosamu tidak terlalu berat dan rohmu tidak terlalu tersiksa."

Tanpa menanti jawaban, nenek ini lalu mengempit tubuh pemuda itu dengan tangan kirinya dan berlarilah ia secepat angin menuju ke dalam hutan. Setelah tiba di sebuah bio (kuil) kecil dan rusak, ia segera masuk dan melemparkan tubuh Tiong Han ke depan meja sembahyang yang telah dibersihkan orang dan telah dipasangi hio dan lilin. Dengan menepuk pundak dan punggung Tiong Han, Pat jiu Toanio membebaskan pemuda ini. Tiong Han bangun dengan tubuh lemas.

"Hayo berlutut di depan meja sembahyang!" bentak Pat-jiu Toanio dengan suara keras dan bengis.

Tiong Han hanya tersenyum lalu bangkit berdiri sambil berkata, "Pai jiu Toanio, biarpun aku telah kau kalahkan dan berada di dalam kekuasaanmu jangan harap untuk membuat aku menjadi ketakutan dan menurut saja sekehendakmu. Aku Sim Tiong Han tidak takut mati!"

"Bangsat sombong, berlutut kau!" kaki dari nenek ini dengan cara cepat dan luar biasa sekali bergerak melakukan tendangan berantai yang tepat mengenai belakang lutut Tiong Han. Pemuda ini merasa betapa tenaga kakinya lenyap dan terpaksa ia jatuh berlutut di depan meja sembahyang!

"Bangsat muda, jangan kau berani main-main di depan Pat jiu Toanio! Kau tidak tahu bahwa perbuatan ini kulakukan untuk menolong rohmu yang tersesat! Kalau aku tidak mengingat bahwa kau adalah murid Kim-liong-pai, apakah kau kira aku akan sudi melelahkan diri seperti ini? Kupecahkan saja kepalamu di dalam hutan dan habis perkara! Hayo sekarang kau mengakui semua perbuatanmu yang jahat, semenjak kau melarikan diri bersama sumoimu dari Liong-san sampai sekarang. Setelah itu kau harus minta ampun di depan meja sembahyang ini kepada Thian sehingga rohmu takkan terlalu disiksa di neraka! Aku tidak menghendaki kau mati penasaran, lebih baik kau mati dengan penuh kesadaran bahwa kematianmu ini untuk menebus dosa!"

Akan tetapi biarpun tahu bahwa ia takkan terhindar dari kematian di tangan nenek yeng lihai dan galak ini, Tiong Han tetap tersenyum ketika berkata,

"Pat jiu Toanio, apakah kau menghendaki aku mengakui kebohongan di depan meja sembahyang? lngat, kaulah yang berdosa kalau membohong, karena kau yang memaksaku!"

"Apa maksudmu?" tanya nenek itu dengan sikap mengancam.

"Aku memang benar murid dari Kim-liong-pai, akan tetapi aku tidak pernah melakukan dosa-dosa yang kau sebutkan tadi."

"Bangsat, berani benar kau membohong! Pengecut kau, berani berbuat tak berani bertanggung jawab? Manusia seperti engkau ini sudah seharusnya dibikin mampus!"

Setelah berkata demikian, Pat jiu Toanio lalu mengangkat tongkatnya hendak dipukulkan ke arah kepala pemuda itu, adapun Tiong Han yang merasa bahwa melawan tiada gunanya lagi, hanya meramkan kedua matanya.

"Li suthai... tunggu!" Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan dari dalam kuil bobrok itu muncullah seorang pendeta wanita yang masih muda dan berwajah cantik.

Pat jiu Toanio menahan tongkatnya dan Tiong Han cepat menengok. Pemuda ini membelalakkan kedua matanya memandang kepada pendeta wanita yang baru muncul itu. Hatinya berdebar keras karena pada penglihatan pertama ia mengira bahwa pendeta wanita yang muda dan jelita ini adalah Suma Eng! Akan tetapi setelah bertemu pandang, tahulah ia bahwa biarpun pendeta wanita ini cantik dan memiliki air muka hampir sama dengan Eng Eng, sesungguhnya bukan gadis gagah itu.

"Li Lan, mengapa kau menahanku membikin mampus penjahat ini?" tanya Pat-jiu Toanio dengan pandang mata tajam penuh tanya. "Apakah bimbinganku selama ini sia-sia belaka dan hatimu masih terisi oleh manusia jahanam ini?"

"Ah, tidak, tidak! Harap jangan salah sangka, Li suthai! Teecu hanya ingin mencegah pembunuhan yang salah alamat. Ketahuilah, pemuda ini sama sekali bukan Sim Tiong Kiat!"

Pendeta wanita ini memang Li Lan, bekas kekasih Tiong Kiat yang disia-siakan dan kemudian dipungut murid oleh Pat jiu Toanio, Kalau lain orang dapat salah lihat dan mengira Tiong Han orang lain, tidak demikian dengan Li Lan. Wanita ini pernah mencinta Tiong Kiat dengan seluruh jiwa raganya, maka sekali lihat saja ia akan mengenal apakah pemuda itu Tiong Kiat atau bukan.

Tadi ia sedang berlatih diri dan bersamadhi di dalam kamar di kuil itu, akan tetapi ketika mendengar bentakan-bentakan Pat-jiu Toanio dan jawaban lemah dari Tiong Han, hatinya tertarik lalu ia melompat keluar. Sekali pandang saja biarpun tadinya ia tertegun dan terkejut melihat persamaan rupa pemuda ini dengan bekas kekasihnya, ia tahu bahwa pemuda ini bukan Tiong Kiat dan bahwa gurunya telah salah lihat.

Pat-jiu Toanio menjadi terkejut, lalu marah ketika mendengar seruan Li Lan tadi. "Li Lan, jangan kau mencoba untuk menolong pengecut ini dari kematian. Mataku belum buta dan sekali mau melihat orang, aku takkan melupakannya lagi."

"Sungguh Li suthai, pemuda ini bukan Tiong Kiat!" kata Li Lan yang segera menghampiri Tiong Han sambil berkata, "Tiong Kiat pernah bercerita kepadaku bahwa ia mempunyai seorang saudara kembar, bukankah kau ini orangnya?"

Tiong Han masih saja tersenyum sedih dan biarpun ia tidak tahu siapa adanya gadis yang mukanya seperti Eng Eng ini ia dapat menduga bahwa gadis inipun tentu seorang bekas korban kebiadaban adiknya yang jahat.

"Kauw-nio mengapa kau datang menghalangi Pat jiu Toanio yang hendak membunuhku? Biarlah ia membunuhku kalau memang dia percaya bahwa aku adalah orang yang dicari-carinya."

Pat jiu Toanio melompat dengan muka pucat. "Apa? Betulkah kau bukan Sim Tiong Kiat yang jahat itu?"

"Pat jiu Toanio, tadi aku pernah menyebut namaku, akan tetapi agaknya kau terlalu marah sehingga tidak memperhatikan. Aku adalah Sim Tiong Han, kakak dari Sim Tiong Kiat yang kau cari-cari itu. Ketahuilah bukan hanya kau yang marah kepada adikku itu, bahkan aku sendiri telah lama mencari-carinya akan tetapi akhirnya bahkan menerima kekalahan dan hinaan daripadanya." Pemuda ini menarik napas panjang dengan muka muram.

Dengan tergopoh-gopoh, Pat-jiu Toanio lalu mengetuk kedua lutut Tiong Han untuk menyembuhkan pemuda itu. "Aduh, maafkan aku yang sudah tua, anak muda! Jadi kau ini murid Lui Thian Sianjin yang mendapat tugas mencari murid murtad itu? Ada juga Lui Thian bercerita kepadaku, akan tetapi dia tidak mengatakan bahwa kau adalah kakak dari si khianat itu dan bahwa mukamu sama benar dengan penjahat muda itu."

"Toanio, kami adalah saudara kembar, salahkah aku kalau muka kami bersamaan?"

Pat jiu Toanio menghela napas berkali-kali, "Jadi kau telah bertemu dengan dia dan dikalahkan? Karena itukah maka kau seperti orang nekad dan rela mati di bawah tongkatku? Apakah kau sudah putus asa?"

"Benar, Toanio. Tidak saja aku kalah, bahkan pedang pusaka Ang-coa kiam yang kubawa terampas pula dan agaknya selama hidupku aku takkan dapat menunaikan tugas yang dipercayakan oleh suhu kepadaku. Karena penjahat yang dikejar-kejar adalah adik kembarku sendiri bukankah hal ini akan menimbulkan anggapan bahwa aku sengaja tidak mau menyerang adikku? Bahwa aku sengaja melindunginya?"

"Hm, jangan gelisah dan kuatir, orang muda. Aku sudah sampai di sini, tunjukkan saja di mana adanya adikmu yang jahanam itu. Aku yang akan menamatkan riwayatnya!"

"Tidak ada gunanya, Toanio. Tetap saja orang akan mengira bahwa aku melindungi adikku sendiri. Pula, penangkapan atas diri Tiong Kiat harus kulakukan sendiri, tidak boleh orang Iain. Betapapun juga, dia adalah adik kandungku, dan aku tidak rela melihat dia binasa di tangan orang lain."

Pat-jiu Toanio menggeleng-geleng kepalanya. "Kau orang muda yang aneh tapi jujur dan berbudi mulia. Sim Tiong Han, kalau kau ingin mengalahkan adikmu mengapa kau tidak minta belajar silat dari aku?"

Tiong Han tertegun. Tak disangkanya bahwa nenek yang galak ini akan mau memberi pelajaran ilmu kepandaian kepadanya. Tentu saja ia menjadi girang dan cepat menjatuhkan diri berlutut.

"Kalau suthai sudi menolong teecu, tentu saja teecu akan merasa girang dan bersyukur sekali."

Terdengar suara ketawa yang merdu dari nenek ini. "Anak lucu! Kalau gurumu melihat, tentu kau akan ditegur mengapa tidak dari tadi-tadi minta belajar ilmu silat dari padaku. Dulu ketika aku masih seringkali mengadakan pertemuan dan mengobrol dengan gurumu tentang ilmu silat pernah kami mencoba kelihaian Ang coa kiamsut yang menjadi kepandaian pusaka dari Kim-liong-pai. Pada waktu itu kira-kira dua puluh tahun yang lalu memang aku tidak dapat memecahkan bagian-bagian terakhir dari Ang-coa-kiamsut yang lihai. Pada waktu itu, selain Hek-sin-mo orang aneh itu dan Lui-kong jin Keng Kin tosu tokoh dari Hong-san, tak seorangpun dapat mengalahkan atau memecahkan Ang-coa-kiamsut. Akan tetapi, selama ini aku mencari-cari dan akhirnya aku dapat menciptakan ilmu silat tangan kosong yang terdiri hanya dari dua belas jurus yang kunamai Kong jiu cap ji kun (Silat Tangan Kosong Dua Belas Macam). Biarpun hanya dua belas jurus, akan tetapi kalau kau dapat mempelajarinya dengan baik kurasa dengan tangan kosong kau akan sanggup menghadapi pedang di tangan adikmu itu!"

Tiong Han merasa girang sekali dan mulai saat itu juga ia mempelajari ilmu silat itu di kuil bobrok. Ternyata bahwa dua belas jurus pukulan itu ternyata mempunyai perkembangan yang Iuas sekali dan Tiong Han harus akui kehebatan ilmu silat ini. Selain ilmu silat ini, iapun menerima petunjuk-petunjuk tentang ginkang dari nenek itu sehingga ilmu meringankan tubuh dari Tiong Han makin maju saja.

Cersil karya Kho Ping Hoo Serial Jago Pedang Tak Bernama

Selama lima hari, terus menerus ia berlatih diri dan karena ia memang berbakat, dan telah memiliki dasar ilmu silat tinggi, dalam waktu Iima hari saja ia telah dapat mainkan Kong jiu cap ji-kun dengan amat baiknya. Pada senja hari kelima, Pat jiu Toanio Li Bie Hong sengaja minta pemuda itu memperlihatkan ilmu silat yang baru dipelajarinya itu, ditonton pula oleh Li Lan yang sementara itu telah kenal baik dengan Tiong Han.

Pendeta wanita ini amat suka kepada Tiong Han yang halus dan sopan santun dan diam-diam ia mengakui betapa jauh perbedaan antara Tiong Han dan Tiong Kiat. Tiong Han memenuhi permintaan gurunya yang baru dan ia berniat dengan bersungguh-sungguh, mengeluarkan segala gerak tipu dari dua belas jurus ilmu silat itu.

"Bagus, bagus, suci Bie Hong! Kong-jiu cap ji-kun yang kau ciptakan ini benar-benar hebat dan kau mempunyai ahli waris yang benar-benar cocok dan pantas mewarisi ilmu silat ini!"

Ucapan ini dikeluarkan dan terdengar jelas, akan tetapi orangnya tidak kelihatan dan baru setelah gema suaranya lenyap, berkelebatlah bayangan hitam dan tahu-tahu di depan mereka berdiri seorang kate yang bermuka aneh dan berpakaian hitam seluruhnya!

IniIah Lui kong jiu Keng Kin Tosu, tokoh di Heng san yang berkepandaian tinggi sehingga mendapat julukan Lui kong jiu atau Si Tangan Geledek! Usia orang ini sudah tua, akan tetapi wajahnya nampak berseri, tanda bahwa ia adalah seorang yang berwatak gembira. Semenjak dahulu ia memang menganggap Pat jiu Toanio sebagal saudara tua, bahkan ia selalu memanggil 'enci' kepada nenek itu.

"Aha, Keng Kin Tosu, baru sekarang kau muncul! Kukira kau akan bersembunyi di dalam gua menanti kematianmu setelah kau kecewa karena salah menerima murid." kata Pat-jiu Toanio yang kemudian berkata kepada Tiong Han dan Li Lan.

"Berilah hormat kepada susiok kalian. Dia ini jelek-jelek adalah Lui-kong Jiu Keng Kin Tosu, orang nomor satu dari Heng-san yang mempunyai kepandaian jauh lebih tinggi dari pada aku sendiri!"

Li Lan tentu saja belum pernah mendengar nama ini, dan ia memberi hormat karena gurunya yang memperkenalkan. Akan tetapi Tiong Han sudah seringkali mendengar suhunya di Liong-san menyebut-nyebut dan memuji setinggi langit nama Keng Kin Tosu ini, maka dengan girang ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan tosu kate itu.

Keng Kin Tosu mengangguk-angguk. Dengan tangan kiri ia menjambret baju pada pundak Li Lan dan sekali ia menarik, pendeta wanita muda ini tak terasa lagi terangkat bangun karena ada tenaga raksasa terasa olehnya menarik tubuhnya ke atas. Dengan tangan kanannya, tosu itu melakukan haI yang sama kepada Tiong Han, akan tetapi pemuda ini yang maklum bahwa susiok yang aneh ini sedang mengujinya, lalu mengerahkan tenaganya, maka segera terdengar suara kain robek. Ternyata bahwa bajunya bagian pundak itu yang tidak dapat bertahan dan menjadi robek terbawa oleh jepitan dua jari kakek itu.

Keng Kin Tosu tersenyum dan kini ia tidak menggunakan jari tangan menjepit baju melainkan menggunakan semua jari jari tangan kanannya untuk memegang pundak Tiong Han dan ditariknya pemuda itu bangun. Kembali Tlong Han terkejut. Kalau tadi ia merasa tenaga raksasa menarik bajunya, sekarang ia merasa betapa tangan susioknya itu dingin seperti salju yang menempel dan menyedot pundaknya sehingga ia merasa pundaknya membeku!

Cepat-cepat ia mengerahkan sinkangnya yang disalurkan ke arah pundak kanannya dan ketika ia merasa betapa tangan susioknya itu merupakan jepitan yang mencengkeram pundaknya dan menariknya ke atas dengan tenaga yang tak terkira besarnya, ia cepat mempergunakan tenaga Thi su-cui (Tenaga Gunung Baja) untuk memberatkan tubuh sehingga kedua kakinya seakan-akan berakar pada tanah!

Ketika tosu itu nampaknya tertegun dan menahan kembali tenaganya mengangkat, Tiong Han cepat mengalirkan Iweekangnya sehingga pundaknya yang masih tersentuh oleh jari tangan Keng Kin Tosu itu tiba-tiba menjadi lemas seperti kapas!

"Ha ha ha, bagus, bagus !" kata Keng Kin Tosu dan tiba-tiba sekali dua buah jari tangannya menekan, disusul pula oleh jari tangan kiri yang kini memegang pundak pemuda itu. "Bangunlah, anak muda yang gagah!" bentaknya.

Tiong Han terkejut sekali karena betapapun ia mengerahkan lweekang, tetap saja jari-jari tangan kakek itu dapat menembus pertahanannya, dan sedikit pencetan saja pada jalan darah dipundaknya, seketika itu juga buyarlah semua tenaganya dan dengan mudah tubuhnya terangkat ke atas! Namun karena Tiong Han memang sudah berjaga-jaga dan terlatih baik, tubuhnya yang terangkat itu masih tetap berada dalam keadaan berlutut!

Lagi-lagi Keng Kin Tosu memuji. "Bagus sekali, sekarang awaslah tubuhmu akan terbanting!" Sambil berkata demikian, orang tua ini menggerakkan kedua tangannya dan tubuh Tiong Han mencelat ke atas sampai dua tombak lebih!

Tiong Han terkejut sekali dan cepat ia mengerahkan ginkangnya, menggerakkan pinggang, dibantu oleh kaki tangannya, sehingga tubuhnya yang tadinya terlempar ke atas dengan kepala di bawah dan kaki di atas, kini dapat berjungkir balik dan ketika ia turun ke bawah, kedua kakinya seakan-akan tidak mengeluarkan suara sedikitpun juga!

"Ha ha ha, enci Bie Hong! Ternyata kau pun telah memberikan ilmu Teng-peng touw itu kepada pemuda ini. Muridmu benar-benar hebat, enci!"

"Keng Kin, sayangnya dia bukan muridku yang betul." kata Pat-jiu Toanio sambil menghela napas, "aku hanya menyerobotnya saja dan memberi tambahan ilmu silat karena merasa kasihan kepadanya. Dia ini sebetulnya adalah murid pertama dari Lui Thian Sianjin, si tua bangka dari Liong-san itu."

Sepasang alis yang masih hitam dari Keng Kin Tosu Si Tangan Geledek itu terangkat naik. "Aku mendengar tentang murid Lui Thian yang tersesat dan murtad, seperti halnya muridku si Ang Kun! Bukan yang inikah?"

"Bukan, bukan, Keng Kin. Bukan yang ini melainkan adiknya. Kalau dia ini murid murtad yang kau maksudkan itu tentu dia sudah binasa di tanganku seperti yang terjadi dengan muridmu itu, Keng Kin!"

Tosu itu tersenyum pahit. "Memang tanganmu keras sekali terhadap orang-orang muda yang sesat, enci Bie Hong. Akan tetapi memang baik sekali. Siapakah pemuda ini dan bagaimana bisa kejatuhan bintang, menerima warisan ilmu darimu?"

Dengan singkat Pat jiu Toanio Li Bie Hong lalu menceritakan riwayat Tiong Han dan tentang kegagalannya menangkap Tiong Kiat adiknya yang murtad itu. Mendengar penuturan ini Keng Kin Tosu tergerak hatinya.

"Kasihan Lui Thian Sianjin, mengalami nasib yang lebih buruk dari padaku. Muridnya tidak saja jahat, bahkan mencemarkan nama baik Kim-liong-pai yang telah diangkat tinggi oleh locianpwe Bu Beng Siansu. Lebih kasihan lagi pemuda ini yang harus menjadi algojo dari adik kembarnya sendiri. Memang begitulah kehidupan di atas dunia, anak muda isinya hanya penderitaan belaka. Akan tetapi kalau kau kuat imanmu, segala macam cobaan dan penderitaan itu sesungguhnya ada manfaatnya. Aku kasihan kepadamu dan merasa sudah menjadi kewajibanku untuk membantumu mengalahkan adikmu yang jahat itu. Agaknya akupun mempunyai beberapa macam kepandaian yang masih dapat menambah pengertianmu."

Tiong Han menjadi girang sekali dan cepat cepat ia menjatuhkan dirinya berlutut lagi di depan tosu kate yang aneh ini. "Banyak terima kasih teecu ucapkan atas kemuliaan buat suhu. Tentu saja teecu akan menerima petunjuk-petunjuk suhu dengan segala perhatian dan rasa syukur."

Demikianlah, kembali dengan tekunnya Tiong Han menerima latihan-latihan beberapa macam ilmu silat dari Keng Kin Tosu, dan seperti juga Pat jiu Toanio, Keng Kin Tosu memberi pelajaran dari ilmu silatnya yang paling tinggi. Pemuda itu menerima dua macam ilmu, yakni ilmu pukulan tangan kosong yang di sebut Pek-Iui kong-cianghwat (Ilmu Silat Sinar Geledek Putih) dan ilmu pedang yang disebut Kim-kong-kiamsut (Ilmu Pedang Sinar Emas). Juga dua macam ilmu silat ini dapat dimainkan dengan baik sekali oleh Tiong Han setelah melatih diri selama tiga pekan saja!

Keng Kin Tosu menjadi amat girang dan setelah melihat pemuda itu menamatkan pelajarannya, ia segera memanggil Tiong Han dan di depan Pat jiu Toanio, ia berkata, "Enci Bie Hong, ternyata murid kita ini tidak mengecewakan. Sebetulnya kedatanganku ini membawa berita yang amat penting, yang merupakan panggilan bagi kita untuk turun tangan. Akan tetapi setelah melihat murid kita ini, aku mendapat pikiran baik sekali. Sudah sepatutnya kalau dia yang mewakili kita untuk tugas penting ini."

"Keng Kin. jangan bicara seperti orang rahasia. Omonganmu seperti teka teki saja. Hayo jelaskan, apakah itu yang kau maksudkan dengan tugas penting?" Pat jiu Toanio mendesak dengan tak sabar lagi.

"Aku mendengar berita dari seorang perwira bahwa kini terdapat panglima dengan barisannya yang amat besar jumlahnya sedang merencanakan pemberontakan! Hal ini berbahaya sekali karena pemberontak-pemberontak itu kabarnya bersekutu dengan orang-orang Mongol di utara. Jendral Gak yang gagah perkasa itu kini memimpin pasukannya untuk menggempur dan mencegah pemberontak-pemberontak itu melakukan rencana mereka yang busuk. Oleh karena itu, kita harus membantunya dan sekarang tidak ada jalan yang lebih tepat selain menyuruh Tiong Han mewakili kita."

Pat jiu Toanio mengerutkan keningnya, "Sungguh menjemukan sekali pengkhianat itu. Siapakah gerangan panglima pemberontak itu? Bagaimana dia bisa bersekutu dengan bangsa asing untuk mencelakai negara sendiri? Sungguh tak tahu malu!"

"Aku tidak mendengar siapa namanya, hanya menurut berita, ada orang-orang Pek-Iian-kauw yang ikut menyokong gerakan itu."

"Apa! Jahanam Pek-lian-kauw berani mengacau lagi! Ah, kalau begitu Tiong Han harus pergi. Mereka harus dibasmi!" kata-kata Pat jiu Toanio ini amat bersemangat sehingga diam diam Tiong Han menjadi kagum melihat betapa dua orang tua ini masih demikian gagah dan bersemangat membela negara.

"Tentu saja teecu bersedia untuk pergi melakukan tugas yang diperintahkan oleh jiwi suhu." kata Tiong Han.

"Memang seharusnya begitu, Tiong Han, jadi tidak percuma aku dan enci Bie Hong mewariskan kepandaian kami kepadamu. Soal adikmu itu biarlah ditunda dulu saja. Pertama karena adikmu adalah seorang perwira dan pada masa ini kita amat membutuhkan tenaga perwira-perwira pembela negara. Kedua, tugasmu pergi membantu Jenderal Gak ini jauh lebih penting daripada urusan pribadi. Setelah tugas ini selesai, barulah kau selesaikan urusan dengan adikmu yang jahat itu."

Tiong Han tidak berani membantah dan ia lalu mendengarkan perintah suhu kate yang lihai ini. la diharuskan menyusul barisan Jenderal Gak dan menawarkan bantuannya untuk menghancurkan barisan pemberontak dan menyampaikan pesan bahwa Lui kong jiu Keng Kin Tosu dan Pat jiu Toanio Li Bie Hong selalu memperhatikan perjuangan menghancurkan pemberontak ini dan siap untuk turun tangan sendiri apabila perlu!

Setelah menerima banyak nasihat, berangkatlah Tiong Han mencari Jenderal Gak dan barisannya. Mudah saja untuk mencari barisan jenderal Gak yang amat terkenal ini, dan beberapa hari kemudian ia disambut oleh jenderal Gak sendiri yang berkedudukan di lembah Sungai Sungari.