Pedang Pusaka Naga Putih Jilid 12 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG PUSAKA NAGA PUTIH JILID 12

Mendengar pernyataan ini, Hon Ing merasa heran dan juga jengah serta jemu terhadap gurunya. Karena Hong Ing dianggapnya sebagai murid yang masih baru, maka ia tidak diajak berunding. Gadis ini merasa girang, tapi betapapun juga, ia tidak senang bergaul dengan orang-orang penghuni istana putih itu.

Kalau gurunya, Seng Bouw Nikouw tidak berada di situ dan kalau ia tidak ingin untuk menambah kepandaian ilmu silatnya, pasti sudah lama ia melarikan diri untuk mencari Han Liong. Kadang-kadang ia merasa sangat rindu kepada kakaknya itu dan ia merasa sangat kesepian.

Biauw Niang-niang dengan tercengang mendengar laporan semua kawannya yang tinggal di gedung itu, betapa kamar mereka tadi malam telah didatangi orang dan semua barang mereka diobrak-abrik. Tapi setelah diperiksa, tak sepotongpun barang mereka lenyap. Diantara semua orang itu, hanva seorang kauwsu atau guru silat dari Kanglam yang bernama Thio Poan menuturkan pengalamannya semalam.

“Ketika itu aku sudah tidur, tapi tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara keras. Aku segera melompat bangun melibat bahwa cawan arak yang tadinya berada di atas meja telah jatuh menggelinding ke bawah. Kusangka ada kucing masuk kamar, sesudah itu aku bermaksud hendak tidur kembali. Tapi tiba-tiba aku melihat buntalan pakaianku terbuka. Aku melompat lagi dan pada saat itu juga kelihatan bayangan putih berkelebat keatas tiang penglari. Bayangan itu gerakannya cepat sekali hingga aku tak dapat melihat dengan tegas apakah itu bayangan orang atau setan! Sebelum aku dapat memeriksa lebih lanjut, tiba-tiba dari atas datang angin bertiup keras dan api lilin padam seketika itu juga. Terus terang saja kuakui bahwa bulu tengkukku terasa berdiri. Ketika aku mencari api untuk menyalakan lilin, aku merasa sesuatu bergerak di belakangku dan angin meniup ke arah pintu. Setelah lilin kupasang, maka di kamar sudah tiada terlihat sesuatu lagi. Karena aku menyangka ada setan, maka aku tidak berani menceritakan pada orang lain, takut ditertawakan. Tapi ternyata kalian semuapun mendapat kunjungan setan itu!”

Biauw Niang-niang mengerutkan alisnya. Ia tahu sampai di mana kepandaian orang she Thio itu dan agaknya bukan sembarang orang dapat mempermainkan guru silat ini. Tapi toh tadi malam ia telah dipermainkan seorang yang mempunyai gin-kang dan lwee-kang yang tinggi! Kalau maling itu berani masuk ke dalam kamarnya, pasti ia akan dapat melayaninya. Tapi agaknya maling itu tahu akan kelihaian Biauw Niang-niang hingga kamar iblis wanita ini saja yang dilewati tanpa digeledah.

“Memang sukar untuk mengetahui siapakah orang yang berlaku kurang ajar ini” kata Leng Niang-niang yang kamarnya juga menjadi sasaran penggeledahan, “tapi kiranya tak perlu dipusingkan hal itu karena ternyata ia tidak berlaku jahat. Hanya, satu hal yang harus kita selidiki, yaitu apakah yang dicari penjahat itu? Sudah terang bahwa ia tadi malam mencari sesuatu.”

Biauw Niang-niang mengangguk-angguk. “Tak lain tak bukan tentulah ia seorang dari golongan lawan kita yang hendak mencari rahasia kita. Dan setahuku, dari golongan mereka, orang yang mungkin dapat melakukan hal itu hanya satu orang saja.” Dan ia memberi isyarat mata kepada sumoinya. Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang diam-diam mengangguk.

“Coba panggil muridmu kesini,” kata Biauw Niang-niang kepada Seng Bouw Nikouw yang segera memanggil Hong Ing.

Gadis ini merasa heran dan diam-diam hatinya berdebar-debar ketika ia datang ke ruangan yang penuh dengan orang-orang gagah yang berwajah perkasa dan galak itu. Tapi ia tetapkan hatinya dan duduk dekat gurunya.

“Hong Ing,” kata Biauw Niang-niang dengan suara halus, “kau bukanlah orang luar, maka perlu kiranya kau ketahui juga. Semalam istana putih ini telah kemasukan orang jahat! Orang itu datang mencari-cari sesuatu. Dan tahukah kau siapa orang itu? Ia tak lain ialah orang yang membunuh ayahmu tapi yang kau anggap kakakmu sendiri itu!”

“Koko Han Liong? Dia yang datang malam tadi?” Hong Ing bertanya heran, hatinya berdetak-detak, karena kini ia pun merasa betapa besarnya kemungkinan ini. Banyak alasan Han Liong untuk datang menyelidik ke situ, dan siapakah orangnya yang berkepandaian begitu tinggi dan berhati begitu berani dan tabah selain Han Liong?

“Agaknya kau juga percaya akan kemungkinan ini,” kata Biauw Niang-niang yang pandai membaca suara hati orang. “Sepak-terjang anak muda itu sungguh berani dan berbahaya sekali. Maka coba kau ceritakan kepada kami tentang keadaannya. Pertama-tama, siapakah namanya dan ia murid golongan mana?”

Hong Ing tahan-tahan hatinya agar suaranya tak kedengaran bangga hingga jangan sampai membongkar rahasia perasaannya, lalu berkata dingin, “Ia adalah Si Han Liong. Gurunya banyak sekali. Kalau aku tak salah ingat, guru pertama adalah Liok-tee Sin-mo Hong In, guru kedua Beng San Tojin Pauw Kim Kong, guru ketiga Kim-to Bie Kong Hosiang, guru keempat Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat. Dan ia masih mempunyai seorang guru lagi, yakni Kam Hong Siansu.”

Semua orang terkejut mendengar ini, dan ketiga iblis wanita itu diam-diam mengagumi juga.

“Kam Hong Siansu? Ah, tidak dinyana manusia dewa itu masih hidup dan menerima murid seperti Han Liong itu. Pantas saja ia demikian lihai!” Biauw Niang-niang berkata seperti kepada dirinya sendiri.

Hong Ing dengan rasa bangga menambahkan, “Dan ia adalah putera tunggal dari Si Enghiong yang terkenal!”

Biauw Niang-niang dan Seng Biauw Nikouw loncat berdiri. “Apa?” kata Biauw Niang-niang. “Sayang aku tidak mengetahui hal ini dari dulu. Hong Ing tahukah kau siapa orang yang kau sebut Si Enghiong itu? Ia adalah Si Cin Hai, seorang kepala pemberontak besar yang telah kami basmi. Semua ini kesalahan ayahmu sendiri yang kena terpikat oleh isterinya, sehingga isteri dan anak kepala pemberontak itu tak dapat dilenyapkan dari muka bumi ini. Membasmi pohon jahat harus dengan akar-akarnya, kata pribahasa, tapi ayahmu menyalahi hukum ini dan ia bahkan mengambil isteri musuh menjadi isterinya dan dengan demikian ia menyelamatkan anak musuhnya. Tentu saja hal ini sama dengan memelihara anak serigala dalam rumah. Dan betul saja, anak itu setelah dewasa kini merepotkan kita semua.”

Biauw Niang-niang menghela napas, tak perdulikan wajah Hong Ing yang tampak tidak senang itu mendengar ayah ibunya menjadi buah tutur orang dan menerima berbegai celaan.

Pada saat itu dari luar datang seorang saikong yang bertubuh tinggi besar dan memelihara cambang bauk yang tebal dan kaku ceperti kawat. Pertapa itu berjubah kuning dan sepatunya memakai sol dari ujung besi. Ia memegang sebuah tongkat pendek berwarna hitam yang berukiran kepala ular di bagian pegangannya. Di punggungnya tergantung kantong hui-to yakni semacam golok kecil yang memakainya dengan pelemparan hingga disebut golok terbang!

Ketiga iblis wanita melihat saikong itu lalu berseru girang. “Susiok datang!”

Dan ketiga-tiganya lalu memburu dan memberi hormat. Hong Ing terkejut melihat air muka dan tubuh yang menakutkan itu, dan ia merasa heran sekali mengapa ketiga iblis wanita itu tidak berlutut kepada seorang paman gurunya bahkan menyambutnya dengan mesra bagaikan menyambut seorang kawan baik, bahkan Hei Niang-niang dan Leng Niang-niang memegang lengan saikong itu di kiri kanannya sambil tersenyum dan memainkan mata. Sikap mereka kekanak-kenakan dan mereka rupanya sungguh sangat manja. Tentu saja Hong Ing tak mengerti sama sekali akan sikap aneh ini.

Semua orang yang berkumpul di situ memberi hormat dan Hong Ing terpaksa juga menjura terhadap saikong tua itu. Melihat semua orang memberi hormat padanya, saikong itu tertawa terbahak-bahak.

“Siancai, siancai, terima kasih atas penghormatan ini, cuwi silakan duduk, pinto ada berita penting untuk disampaikan padamu.” Suaranya nyaring dan kecil, tak sesuai dengan tubuhnya yang sebesar raksasa itu.

Semua orang duduk kembali. Biauw Niang-niang dengan suara manja dibuat-buat menceritakan kepada paman gurunya tentang gangguan lawan yang menggagalkan serangannya terhadap Siok Houw, sehingga muridnya tewas dan kedua sumoynya terluka. Juga ia menceritakan tentang datangnya seorang penjahat yang menggeledah kamar mereka tadi malam.

“Hm, jangan sedih, sakit hatimu pasti terbalas. Suci telah memerintahkan aku turun gunung membantu kamu sekalian. Kalau mereka berhadapan dengan pinto, anjing-anjing pemberontak itu pasti kupukul dengan tongkat ini seorang sekali.”

Sambil berkata begini ia mengayunkan tongkatnya perlahan menghantam lantai. Lantai batu yang keras yang kena terpukul tongkat itu menerbitkan bunga api dan semua orang kagum melihat di tempat bekas pukulan itu tampak berlobang setengah kaki lebih! Kemplangan demikian perlahan dapat melobangi lantai batu, apa lagi kalau yang dikemplang itu tubuh manusia dan dilakukan dengan sepenuh tenaga pula! Hong Ing juga merasa ngeri dan takut juga.

“Tentang, datangnya maling kecil malam tadi, pinto juga dapat menduga maksudnya. Tentu ia datang mencari ini.” Ia merogoh saku jubahnya yang besar dan mengeluarkan segulung kertas. “Lihat, ini adalah firman atau surat perintah dari kaisar untuk menangkap Siok Houw dan surat-surat perintah rahasia dari Co Thaikam sendiri. Agaknya para pemberontak telah mendengar tentang surat-surat ini, sehingga orang yang membawanya dari kota raja mendapat gangguan di sepanjang jalan. Tapi surat-surat ini sekarang diserahkan padaku, coba lihat siapa berani mengganggu!”

Melihat kejumawaan dan keangkuhan paman gurunya ini, Biauw Niang-niang mengerutkan kening. “Susiok, musuh sangat lihai, kenapa kau bicarakan hal rahasia ini secara terbuka?”

“Ha ha ha, Biauw Niang, kau sudah menjadi penakut” Kemudian ian melanjutkan dengan berbisik, “Hal ini kusengaja agar pihak musuh mendengar dan mencoba datang. Aku akan siap-sedia setiap saat menyumbat kedatangannya”

Diam-diam Hong Ing melirik ke sana ke sini. Benarkah ada Han Liong atau kawan-kawannya yang datang mendengar?

“Susiok,” kata Biauw Niang-niang selanjutnya, “Dipihak mereka kini ada seorang muda yang cukup tangguh. Ia adalah murid Kam Hong Siansu dan kukira dialah orangnya yang datang tadi malam.”

Mendengar nama Kam Hong Siansu, saikong itu terkejut, tapi ia lalu berkata, “Bohong! Orang tua itu mana mau menerima murid? Kedua tangannya sudah putih bersih, mana ia mau mengotorinya pula dengan segala urusan tetek bengek di dunia fana ini? Mungkin pemuda itu hanya monggunakan nama Kam Hong Siansu untuk menggertak saja.”

Siapakah gerangan saikong ini? Ia bukan lain adalah Kek Kong Tojin yang dijuluki orang Coa-thouw-koai-tung si Tongkat Setan Kepala Ular, karena memang permainan tongkatnya luar biasa lihainya dan belum pernah dikalahkan lawan! Sebenarnya ia adalah pendiri termuda dari cabang persilatan Ngo-lian-pai, disamping sucinya Ang Gwat Niang-niang yang terkenal dengan nama Ngo-lian-posat atau Dewi dari Ngo-lian, dan twa-suhengnya Lo Thong Sianjin.

Mereka bertiga merupakan pendiri Ngo-lian-pai yang disegani kalangan kang-ouw. Diantara mereka bertiga, Aug Gwat Niang-niang yang terpandai, maka dialah yaag berdiam di bukit Ngo-lian-san dan karenanya dinamakan orang Dewi daru Ngo-lian. Sayangnya, hanya Lo Thong Sianjin seorang saja yang berwatak suci, hanya cacatnya, ia ini terlampau jujur dan tidak mau mengaku kalah!

Sedangkan sumoinya, Ang Gwat Niang-niang, wataknya terlampau membela ketiga muridnya hingga pertimbangan dan keadilannya menjadi berat sebelah. Kek Kong Tojin yang termuda bukanlah orang baik-baik. Telah lama ia mempunyai hubungan kotor dengan ketiga murid Ang Gwat Niang-niang, yakni Biauw Niang, Reng Niang, dan Hai Niang.

Dengan demikian, boleh dibilang bahwa kedatangan ketiga wanita yang menjadi anak murid Ngo-lian-pai itu, telah mengotorkan nama Ngo-lian-pai dan merusak kebersihan hati Kek Kong Tojin dan Ang Gwat Niang-niang. Kalau bicara soal kepandaian, Lo Thong Sianjin dan Ang Gwat Niang-niang sama lihainya, karena dalam hal ilmu pedang Ngo-lian-posat lebih unggul, tapi Lo Thong Sianjin sebaliknya lebih tinggi ilmu ginkang dan lweekangnya. Kek Kong Tojin masih kalah setingkat dari kedua kakak seperguruannya itu.

Dengan sengaja, pada malam hari itu, Kek Kong Tojin menaruh gulungan surat-surat penting itu di atas meja dalam kamarnva dan ia sendiri berada di ruang tamu minum arak dan makan daging, ditemani oleh ketiga murid keponakannya! Sembari makan minum, mereka berempat mengobrol gembira.

“Eh, Biauw Niang, siapakah gadis yang duduk di dekatmu siang tadi?”

“Ia adalah muridku, puteri dari almarhum Lie Ban Ciangkun.”

Saikong itu mengangguk-angguk gembira. “Hm, muridmu itu sungguh cantik jelita, sayang aku tak pernah punya murid semuda dan secantik itu.”

Memang, diantara ketiga pendiri Ngo-lian-pai, hanya Ang Gwat Niang-niang sendiri yang mempunyai murid, yakni ketiga Liok-san Sam-moli, sedangkan Kek Kong Tojin dan Lo Thong Sianjin tak pernah menerima murid lain.

Pada saat Biauw Niang-niang hendak menegur paman gurunya dan mengatakannya mata keranjang, tiba-tiba saikong itu mengayunkan sumpitnya ke atas. Sumpit itu meluncur seperti anak panah dan menembus genteng dengan suara nyaring! Ketiga iblis wanita pun melompat sambil mencabut pedang.

“Biar kami yang menangkap mata-mata itu, susiok duduk sajalah minum arak!” kata Biauw Niang-niang yang segera meloncat keluar, diikuti kedua sumoinya.

“Bangsat maling jangan lari!” teriak Hai Niang-niang dengan suara nyaring.

Teriakan ini membuat semua orang dalam Istana Putih itu bangun terkejut dan melompat keluar mengejar dengan senjata di tangan. Hong Ing merasa berdebar-debar karena timbul dugaan dalam hatinya kalau-kalau yang datang itu adalah Han Liong dan kawan-kawannya. Maka tanpa berkata sesuatu iapun ikut melompat ke atas genteng.

Ketika tiba di atas, Hong In melihat seorang laki-laki tinggi kurus sedang bertempur melawan ketiga iblis wanita. Tamu malam itu belum tua benar, lebih kurang empat puluh lima tahun, tapi rambutnya telah putih semua. Ia bersenjatakan joan-pian atau ruyung cambuk dan bersilat dengan gerakan yang luar biasa cepat dan lincahnya. Tadinya Biauw Niang-niang seorang diri melawan tamu malam itu, tapi ternyata iblis wanita tertua itu bukan tandingan si rambut putih!

Maka, dengan berseru marah, Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang ikut menyerbu hingga tamu malam yang lihai itu dikeroyok tiga! Orang-orang lain tak berani ikut mengeroyok karena keempat orang yang sedang bertempur itu berkepandaian tinggi sehingga merupakan bayangan empat tubuh yang sukar dikenal lagi mana kawan mana lawan!

Pada saat orang-orang sedang menyaksikan pertempuran hebat itu dengan kagum, tiba-tiba dari bawah terdengar teriakan nyaring dari Kek Kong Tojin. “Bangsat rendah kau datang ingin mencari kematian?”

Semua orang di atas genteng, kecuali yang sedang bertempur, merasa terkejut. Tiba-tiba dari bawah meloncat seorang dengan gerakan lincah dan ringan laksana seekor burung.

Hong Ing hampir berteriak karena orang itu potongan tubuhnya hampir sama dengan Han Liong, hanya lebih kecil sedikit. Orang yang baru datang ini memakai kedok kain sutera hitam dan tangannya memegang sebuah pedang yang berkilauan. Tangan kirinya memegang gulungan kertas yang berisi perintah dan rencana rahasia yang dibawa oleh Kek Kong Tojin siang tadi!

Ternyata ia menggunakan kesempatan ini selagi orang-orang ribut mengepung si rambut putih di atas genteng, si kedok hitam ini turun dengan diam-diam dan mencuri dokumen itu di kamar Kek Kong Tojin!

Tapi Kek Kong Tojin yang masih duduk minum arak di ruang tamu dapat melihat bayangan hitam berkelebat keluar dari kamarnya. Kebetulan pada saat itu tangannya sedang memegang tulang paha ayam dan memakan dagingnya, maka ia melemparkan tulang ini ke arah bayangan itu. Biarpun hanya kecil, tapi karena dilempar oleh Kek Kong Tojin yang mempunyai tenaga dalam sempurna, maka tulang itu merupakan senjata yang sangat berbahaya!

Cersil karya Kho Ping Hoo Serial Jago Pedang Tak Bernama

Si kedok hitam mendengar sambaran angin, cepat menempiskan tangannya dan tenaga tempisan ini mengeluarkan angin dan dapat memukul jatuh tulang itu ke lantai! Tanpa ayal lagi, setelah berhasil menyambar gulungan kertas pening dari atas meja, si kedok hitam menghilang pergi, dan dikejar oleh Kek Kong Tojin sambil memaki-maki!

Si rambut putih biarpun dikeroyok oleh tiga iblis wanita yang lihai, namun dapat melayani mereka dengan baik dan tidak sampai terdesak, bahkan ia masih sempat mengerling ke arah si kedok hitam. Melihat si kedok hitam itu memegang gulungan kertas, ia berseru keras dan joan-piannya berputar menyambar bagaikan kilat hingga ketiga iblis wanita terpaksa mengelak sambil mundur. Kesempatan ini digunakan oleh si rambut putih yang berkelebat dan meloncat menabrak si kedok hitam sambil berseru,

“Sobat, berikan barang itu padaku!”

Tapi gerakan si kedok hitam tak kalah hebatnya. “Jangan mau enaknya saja, kawan!” ia mengejek sambil berkelit.

Pada saat itu Kek Kong Tojin sudah tiba di situ dan saikong ini melayangkan kepalannya memukul si kedok hitam. Tapi dengan mudah lawannya menghindarkan pukulan ini dan balas memukul dengan lebih hebat lagi! Kek Kong Tojin menangkis dan dua lengan tangan beradu keras.

Saikong ini heran sekail ketika lengannya terbentur sebuah lengan yang keras dan mengandung tenaga yang tak boleh dianggap enteng! Diam-diam ia mengeluh. Untuk, menghadapi si rambut putih yang dapat melayani ketiga murid keponakannya itu saja ia harus mengerahkan tenaga, sekarang ditambah lagi dengan si kedok hitam yang tidak kalah tangkasnya itu!

Si rambut putih rupanya tidak begitu mendesak si kedok hitam lagi, bahkan kini ia menyerang Kek Kong sambil berseru, “Ah, pantas saja penjilat-penjilat ini makin banyak dan makin kurang ajar, rupanya disini ada anjing tuanya yang menjagoi!”

Bukan main marahnya Kek Kong Tojin mendengar cacian ini. Ia melompat ke arah si rambut putih dan menuding. “Bangsat rendah! Berani banar kau berlancang mulut. Beritahukan namamu sebelum kuantarkan kau kepada Giam-lo-ong !”

Si rambut putih tertawa. “Aku selalu datang tak mengubah she, pergi tak mengganti nama. Aku adalah Lie Bun Tek dari Heng-san!”

Kek Kong Tojin terkejut. “Kau Heng-san Koai-hiap?”

Si rambtt putih mengangguk, dan Kek Kong Tojin segera meneriaki semua orangnya. “Kepung orang berkedok itu. Jangan sampai dia lari!”

Maka ketiga iblis wanita dan semua orang yang kini merasa gatal tangan itu hendak menonjolkan jasanya, dengan cepat mengepung si kedok hitam. Kemudian Kek Kong Tojin mencabut tongkatnya, tapi si rambut putih tertawa mengejek.

“Ha ha ha! Inikah macamnya Coa-thouw-koai-tung yang ditakuti orang? Agaknya tak seberapa menakutkan!”

Kek Kong Tojin tidak menjawab, tapi sambil berseru keras tongkatnya melayang kearah kepala lawan. Si rambut putih pun berseru, “Bagus!”

Dan ia menggerakan joan-piannya menangkis, tapi tongkat itu segera berobah gerakan, langsung menotos iga! Inilah sebuah tipu gerakkan ilmu sitlat Ngo-lian-pai yang berbahaya sekali, maka si rambut putih tak berani berlaku sembrono lagi. Ia berkelit dan balas menyerang. Sebentar saja kedua orang ini bertempur seru sekali dan tubuh mereka lenyap dalam dua gulungan sinar senjata yang mengeluarkan angin dingin!

Sementara itu, si kedok hitam menyiapkan pedangnya menanti mereka yang mengepung dan hendak menyergapnya. Tiba-tiba seorang tinggi besar meloncat maju dan berkata,

“Cuwi sekalian tahan dulu! Untuk memukul anjing kecil ini tak perlu menggunakan tongkat besar, biar siauwto saja menangkap dia!”

Ia ini adalah Kok Beng si Kerbau Hitam, seorang kepala rampok yang kenamaan di Secuan dan selain pandai silat, iapun bertenaga besar. Kemudian, sambil mengungkat dada, ia memutar-mutar toyanya dan mendekati si kedok hitam.

“Sobat, jangan kau mencari mati. Tinggalkan kertas itu dan kau berlututlah meminta ampun, tentu tuan besarmu akan memberi maaf padamu!”

Tapi hanya terdengar suara ejeken sambil tertawa dari balik kedok sutera hitam itu sehingga Kok Beng menjadi marah sekali dan segera menyerang dengan toyanya. Tapi di luar dugaannya, kaki kiri si kedok hitam itu terangkat dan dipakai mendepak ujung toyanya, lalu pedangnya berputar-putar menebas lengan yang memegang toya!

Gerakan istimewa ini sungguh tak terduga, juga sangat berbahaya, sehingga Kok Beng menjadi terkejut. Terpaksa ia melepaskan toyanya dan meloncat mundur. “Hebat betul...” teriaknya dan mukanya menjadi pucat lalu berobah merah. Baru satu gebrakan saja ia terpaksa harus melepaskan senjatanya dan mundur!

Biauw Niang-niang terkejut gerakan, si kedok hitam. Yang tadi itu adalah gerakan tendangan Siauw-cu-twie yang dilakukan dengan mahir sekali. Ia teringat akan seorang pendekar gagah perkasa yang menjadi ahli tendangan itu, maka tanpa disengaja ia bertanya,

“Apa hubunganmu dengan Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek?”

Sepasang mata di balik kedok itu memandangnya dengan sinar mata berkilat, tetapi yang terdengar hanya suara tertawa mengejek.

“Baiklah, biar kau ada hubungan dengan Khouw locianpwe atau dengan dewa sekalipun, kalau kau tidak mau mengembalikan gulungan kertas itu, jangan harap kau bisa keluar dari sini!”

Sehabis berkata begini, Biauw Niang-niang segara menggerakkan pedang dan hudtimnya menyerang dan sebentar saja si kedok hitam telah dikeroyok. Tetapi ternyata ia dapat bergerak dengan cepat sekali sehingga tak mudah bagi mereka untuk menangkapnya.

Hong Ing yang berdiri diam saja sambil melihat pertempuran itu dengan hati kagum, kini tahu bahwa dua orang tamu malam itu bukanlah kawan-kawan Han Liong yang pernah dilihatnya. Ia lebih lebih kagum ketika melihat gerakan si kedok hitam yang ternyata ditilik dari potongan tubuh dan rambutnya, masih muda benar.

Tetapi kemidian diam-diam ia khawatir melihat si kedok hitam itu terdesak juga oleh tiga kebutan dan pedang dari si Tiga Iblis Wanita, ditambah dengan kepungan orang-orang lain. Ketika ia menengok ke arah Kek Kong Tojin, ia melihat saikong itu masih bertempur seru melawan Pendekar Aneh dari Heng-san itu dengan kekuatan berimbang.

Tiba-tiba terdengar Biauw Niang-niang menjerit ketika pundaknya tergores sedikit oleh pedang musuh sehingga mengeluarkan darah. Dengan marah Tiga Iblis Wanita itu mengeluarkan Bwee-hwa-ciamnya, jarum beracun yang kejam itu.

Melihat senjata berbahaya itu dihamburkan ke arahnya, si kedok hitam melompat tinggi sampai dua tombak dan dari atas ia meluncur turun dari genteng dengan gerakan Naga Air Terjun ke Laut yang indah dan cekatan sekali.

Sambil berteriak-teriak semua pengejarnya ikut melompat turun. Hong Ing merasa heran mengapa si kedok hitam itu bukannya lari keluar tapi malah kembali masuk ke Istana Putih! Ia juga ikut melompat turun. Tapi biarpun semua orang mencari di mana-mana, si kedok hitam tak tampak bayangannya lagi. Semua orang mencari berkeliling sambil memaki-maki tak keruan!

Setelah mencari beberapa lama tanpa hasil, Tiga Iblis Wanita dengan diikuti semua orang, ramai-ramai naik lagi ke atas genteng di mana Kek Kong Tojin masih bertarung seru melawan Heng-san Koai-hiap. Biauw Niang-niang bertiga melihat susioknya tak dapat mengalahkan lawanya, segera maju sekalian mengeroyok. Kek Kong Tojin diam saja melihat ketiga murid keponakannya maju mengeroyok, bahkan diam-diam ia merasa girang, biarpun ia tahu bahwa hal itu tak pantas dilakukan oleh seorang tokoh persilatan besar seperti dia.

Kini Heng-san Koai-hiap repot juga, karena ketiga iblis wanita itu walaupun ilmu silatnya masih kalah setingkat, namun dengan maju bersama, mereka merupakan tenagga bantuan yang hebat juga. Perlahan-lahan ia terdesak. Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suasa mencela.

“Kek Kong! Sungguh sikapmu tak pantas dengan keroyokan ini membuat orang-orang gagah merasa malu!”

Dan pada saat itu juga tiga buah benda hitam melayang cepat dan tepat sekali memukul ketiga pedang dari Tiga Iblis Wanita itu, hingga ketiga pedang itu melenting dan hampir saja terlepas dari pegangan!

Heng-san Koai-hiap melompat ke belakang dan berkata kepada Kek Kong, “Barang yang kukehendaki sudah terampas oleh orang lain. Aku tiada waktu melayani kau lebih lama. Kalau ada untung lain kali kita berjumpa pula!” Tubuhnya lalu berpusing-pusing di udara dan menghilang.

Sementara itu, Tiga Iblis Wanita merasa heran dan kaget sekali melihat bahwa senjata rahasia yang membentur pedang mereka dan membuat pedang itu hampir terlepas ternyata hanya tiga potong pecahan genteng! Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya tenaga pelemparnya! Diam-diam mereka merata ngeri juga.

Setelah semua orang turun dan berkumpul di ruang tengah, Kek Kong menghela nafas dan berkata,

“Biauw Niang berkata benar, musuh banyak juga yang lebih tinggi kapandaiannya dari kita. Sekarang surat-surat itu sudah jatuh ke tangan musuh, kita harus berusaha merebutnya kembali. Dan kita harus mencari bala bantuan!”

“Tetapi susiok, menurut pendapatku, pencuri yang berkedok tadi bukan sekomplotan dengan Heng-san Koai-hiap. Mereka bergerak sendiri-sendiri dan terpisah,” berkata Hai Niang-niang.

Tiba-tiba Biauw Niang-niang melihat kesana kemari, seakan-akan ada yang dicarinya, kemudian ia bertanya heran, “Eh, mana Seng Bouw Nikouw? Kenapa aku tidak melihatnya semenjak tadi?”

Hong Ing terkejut mendengar ini dan iapun heran, karena memang ia tidak melihat gurunya itu ikut bertempur tadi. Semua orang mencari, tetapi tidak dapat menemukan nikouw itu. Hong Ing merata khawatir sekali dan meloncat naik ke atas genteng. Setelah ia mencari beberapa lama, ia berteriak kaget sehingga semua orang meloncat naik mengejarnya.

Ternyata pendeta perempuan itu rebah di atas genteng belakang dan ketika diperiksa ternyata ia dibuat tak berdaya dengan sebuah totokan yang lihai sekali, Kek Kong Tojin segera menepuk bahu dan menotok punggung Seng Bouw Nikouw hingga pendeta itu dapat bergerak kembali. Berulang kali ia menghela napas.

“Omitohud, sungguh lihai... sungguh lihai!”

Kek Kong Tojin dan ketiga iblis wanita heran sekali melihat pendeta wanita itu sampai dibuat tak berdaya sedemikian rupa oleh lawan, padahal Seng Bouw Nikouw bukanlah seorang lemah dan dalam hal ilmu silat ia hanya sedikit dibawah kepandaian tiga iblis wanita itu! Seng Bouw Nikouw lalu bercerita,

“Ketika kalian bertempur tadi, aku hendak membantu, tetapi tiba-tiba aku melihat sebuah bayangan berputar-putar di atas genteng belakang. Aku mengejar dan kemudian menjadi sangat terkejut, karena ternyata yang berdiri disitu bukan lain ialah Sin-chiu Taihiap Khouw Sin Ek! Tentu saja aku tak berani melawan orang tua itu dan diam-diam aku tersembunyi di balik wuwungan genteng. Aku melihat juga betapa orang tua yang lihai itu menggunakan pecahan genteng memukul pedang suci bertiga! Melihat ia menggunakan senjata rahasia istimewa itu, aku teringat bahwa biarpun aku takkan dapat melawannya, tetapi sedikitnya dari tempat gelap itu aku dapat melepaskan senjata rahasia jarum, karena itu aku justeru sembunyi di belakangnya. Tanpa pikir lagi aku mengirimkan segenggam jarum, tapi tak kusangka ia sedemikian lihainya. Tanpa menengok ia mengayunkan lengan baju dan telah meniup pergi semua jarumku! Sebelum aku sempat lari, ia telah meloncat dan tanpa kusadari aku telah tertotok dan rebah tak berdaya!”

Kek Kong Tojin menghela napas. “Celaka, terlampau banyak lawan lihai yang datang malam ini. Kita harus berhati-hati dan mulai malam ini kita harus mengatur penjagaan yang kuat.”

Setelah berkata demikian. Kek Kong Tojin memimpin sendiri dan mengatur penjagaan di semua sudut sehingga Istana Putih itu terkurung kuat. Kemudian orang-orang yang tidak bertugas menjaga kembali di kamar masing-masing. Hong Ing dengan hati lega karena si rambut putih dan si kedok hitam terlepas dari bahaya, kembali ke kamarnya pula.

Ia memasuki kamar, lalu menutup pintunya dan memasang lilin. Hampir saja ia berteriak, karena melihat di atas kursi di kamarnya duduk seorang yang berkedok sutera hitam. Baiknya si kedok hitam segera memberi tanda agar ia jangan berteriak. Hong Ing menggerakkan bibirnya hendak bertanya dengan marah kepada tamu malam yang keterlaluan dan kurang ajar itu, tapi si kedok hitam lalu mengeluarkan sehelai surat yang agaknya telah ia sediakan sebelumnya.

Hong Ing menerima surat itu dan membacanya sambil duduk di atas pembaringan dan selalu mengerling kearah si kedok hitam. Surat itu tidak panjang dan berbunyi seperti berikut:

Nona Lie Hong Ing,
Kau bukanlah seorang penjahat dan mungkin kau tidak tahu bahwa orang-orang di gedung ini semua adalah kaki tangan pembesar durna yang bermaksud memberontak! Kalau kau terus berada dengan mereka, maka kau akan menghadapi dua macam bahaya.

Bahaya pertama: kau akan dimusuhi oleh orang-orang gagah di kalangan kang-ouw, dan bahaya kedua: kau akan dicap anggauta pemberontak dan mendapat hukuman!

Kau ingin belajar silat? Kalau kau percaya, aku dapat menolongmu mencari seorang guru yang jauh lebih pandai daripada Iblis-iblis itu. Kau takut melarikan diri? Aku dapat membantumu. Kalau setuju, sekarang juga, ikutlah aku keluar dari neraka ini.


Membaca surat ini, Hong Ing terkejut. Benarkah gurunya dan semua erang itu pemberontak? Mengapa mereka memaki Han Liong dan kawan-kawannya sebagai pemberintak? Tentang kejahatan mereka, hal ini ia dapatlah percaya, memang ia sendiri tidak suka melihat sikap dan sepak terjang mereka itu, tapi apakah si kedok hitam ini dapat dipercaya?

Biarlah, ia akan ikut lari dan mencari Han Liong. Kalau sudah bertemu dengan kakaknya itu, ia tidak takut akan setan yang manapun juga! Maka ia lalu mengangguk dan si kedok hitam tersenyum girang. Sepasang mata di balik sutera hitam itu memancarkan sinar berseri-seri tanda kegirangan...

Pedang Pusaka Naga Putih Jilid 12

PEDANG PUSAKA NAGA PUTIH JILID 12

Mendengar pernyataan ini, Hon Ing merasa heran dan juga jengah serta jemu terhadap gurunya. Karena Hong Ing dianggapnya sebagai murid yang masih baru, maka ia tidak diajak berunding. Gadis ini merasa girang, tapi betapapun juga, ia tidak senang bergaul dengan orang-orang penghuni istana putih itu.

Kalau gurunya, Seng Bouw Nikouw tidak berada di situ dan kalau ia tidak ingin untuk menambah kepandaian ilmu silatnya, pasti sudah lama ia melarikan diri untuk mencari Han Liong. Kadang-kadang ia merasa sangat rindu kepada kakaknya itu dan ia merasa sangat kesepian.

Biauw Niang-niang dengan tercengang mendengar laporan semua kawannya yang tinggal di gedung itu, betapa kamar mereka tadi malam telah didatangi orang dan semua barang mereka diobrak-abrik. Tapi setelah diperiksa, tak sepotongpun barang mereka lenyap. Diantara semua orang itu, hanva seorang kauwsu atau guru silat dari Kanglam yang bernama Thio Poan menuturkan pengalamannya semalam.

“Ketika itu aku sudah tidur, tapi tiba-tiba aku dibangunkan oleh suara keras. Aku segera melompat bangun melibat bahwa cawan arak yang tadinya berada di atas meja telah jatuh menggelinding ke bawah. Kusangka ada kucing masuk kamar, sesudah itu aku bermaksud hendak tidur kembali. Tapi tiba-tiba aku melihat buntalan pakaianku terbuka. Aku melompat lagi dan pada saat itu juga kelihatan bayangan putih berkelebat keatas tiang penglari. Bayangan itu gerakannya cepat sekali hingga aku tak dapat melihat dengan tegas apakah itu bayangan orang atau setan! Sebelum aku dapat memeriksa lebih lanjut, tiba-tiba dari atas datang angin bertiup keras dan api lilin padam seketika itu juga. Terus terang saja kuakui bahwa bulu tengkukku terasa berdiri. Ketika aku mencari api untuk menyalakan lilin, aku merasa sesuatu bergerak di belakangku dan angin meniup ke arah pintu. Setelah lilin kupasang, maka di kamar sudah tiada terlihat sesuatu lagi. Karena aku menyangka ada setan, maka aku tidak berani menceritakan pada orang lain, takut ditertawakan. Tapi ternyata kalian semuapun mendapat kunjungan setan itu!”

Biauw Niang-niang mengerutkan alisnya. Ia tahu sampai di mana kepandaian orang she Thio itu dan agaknya bukan sembarang orang dapat mempermainkan guru silat ini. Tapi toh tadi malam ia telah dipermainkan seorang yang mempunyai gin-kang dan lwee-kang yang tinggi! Kalau maling itu berani masuk ke dalam kamarnya, pasti ia akan dapat melayaninya. Tapi agaknya maling itu tahu akan kelihaian Biauw Niang-niang hingga kamar iblis wanita ini saja yang dilewati tanpa digeledah.

“Memang sukar untuk mengetahui siapakah orang yang berlaku kurang ajar ini” kata Leng Niang-niang yang kamarnya juga menjadi sasaran penggeledahan, “tapi kiranya tak perlu dipusingkan hal itu karena ternyata ia tidak berlaku jahat. Hanya, satu hal yang harus kita selidiki, yaitu apakah yang dicari penjahat itu? Sudah terang bahwa ia tadi malam mencari sesuatu.”

Biauw Niang-niang mengangguk-angguk. “Tak lain tak bukan tentulah ia seorang dari golongan lawan kita yang hendak mencari rahasia kita. Dan setahuku, dari golongan mereka, orang yang mungkin dapat melakukan hal itu hanya satu orang saja.” Dan ia memberi isyarat mata kepada sumoinya. Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang diam-diam mengangguk.

“Coba panggil muridmu kesini,” kata Biauw Niang-niang kepada Seng Bouw Nikouw yang segera memanggil Hong Ing.

Gadis ini merasa heran dan diam-diam hatinya berdebar-debar ketika ia datang ke ruangan yang penuh dengan orang-orang gagah yang berwajah perkasa dan galak itu. Tapi ia tetapkan hatinya dan duduk dekat gurunya.

“Hong Ing,” kata Biauw Niang-niang dengan suara halus, “kau bukanlah orang luar, maka perlu kiranya kau ketahui juga. Semalam istana putih ini telah kemasukan orang jahat! Orang itu datang mencari-cari sesuatu. Dan tahukah kau siapa orang itu? Ia tak lain ialah orang yang membunuh ayahmu tapi yang kau anggap kakakmu sendiri itu!”

“Koko Han Liong? Dia yang datang malam tadi?” Hong Ing bertanya heran, hatinya berdetak-detak, karena kini ia pun merasa betapa besarnya kemungkinan ini. Banyak alasan Han Liong untuk datang menyelidik ke situ, dan siapakah orangnya yang berkepandaian begitu tinggi dan berhati begitu berani dan tabah selain Han Liong?

“Agaknya kau juga percaya akan kemungkinan ini,” kata Biauw Niang-niang yang pandai membaca suara hati orang. “Sepak-terjang anak muda itu sungguh berani dan berbahaya sekali. Maka coba kau ceritakan kepada kami tentang keadaannya. Pertama-tama, siapakah namanya dan ia murid golongan mana?”

Hong Ing tahan-tahan hatinya agar suaranya tak kedengaran bangga hingga jangan sampai membongkar rahasia perasaannya, lalu berkata dingin, “Ia adalah Si Han Liong. Gurunya banyak sekali. Kalau aku tak salah ingat, guru pertama adalah Liok-tee Sin-mo Hong In, guru kedua Beng San Tojin Pauw Kim Kong, guru ketiga Kim-to Bie Kong Hosiang, guru keempat Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat. Dan ia masih mempunyai seorang guru lagi, yakni Kam Hong Siansu.”

Semua orang terkejut mendengar ini, dan ketiga iblis wanita itu diam-diam mengagumi juga.

“Kam Hong Siansu? Ah, tidak dinyana manusia dewa itu masih hidup dan menerima murid seperti Han Liong itu. Pantas saja ia demikian lihai!” Biauw Niang-niang berkata seperti kepada dirinya sendiri.

Hong Ing dengan rasa bangga menambahkan, “Dan ia adalah putera tunggal dari Si Enghiong yang terkenal!”

Biauw Niang-niang dan Seng Biauw Nikouw loncat berdiri. “Apa?” kata Biauw Niang-niang. “Sayang aku tidak mengetahui hal ini dari dulu. Hong Ing tahukah kau siapa orang yang kau sebut Si Enghiong itu? Ia adalah Si Cin Hai, seorang kepala pemberontak besar yang telah kami basmi. Semua ini kesalahan ayahmu sendiri yang kena terpikat oleh isterinya, sehingga isteri dan anak kepala pemberontak itu tak dapat dilenyapkan dari muka bumi ini. Membasmi pohon jahat harus dengan akar-akarnya, kata pribahasa, tapi ayahmu menyalahi hukum ini dan ia bahkan mengambil isteri musuh menjadi isterinya dan dengan demikian ia menyelamatkan anak musuhnya. Tentu saja hal ini sama dengan memelihara anak serigala dalam rumah. Dan betul saja, anak itu setelah dewasa kini merepotkan kita semua.”

Biauw Niang-niang menghela napas, tak perdulikan wajah Hong Ing yang tampak tidak senang itu mendengar ayah ibunya menjadi buah tutur orang dan menerima berbegai celaan.

Pada saat itu dari luar datang seorang saikong yang bertubuh tinggi besar dan memelihara cambang bauk yang tebal dan kaku ceperti kawat. Pertapa itu berjubah kuning dan sepatunya memakai sol dari ujung besi. Ia memegang sebuah tongkat pendek berwarna hitam yang berukiran kepala ular di bagian pegangannya. Di punggungnya tergantung kantong hui-to yakni semacam golok kecil yang memakainya dengan pelemparan hingga disebut golok terbang!

Ketiga iblis wanita melihat saikong itu lalu berseru girang. “Susiok datang!”

Dan ketiga-tiganya lalu memburu dan memberi hormat. Hong Ing terkejut melihat air muka dan tubuh yang menakutkan itu, dan ia merasa heran sekali mengapa ketiga iblis wanita itu tidak berlutut kepada seorang paman gurunya bahkan menyambutnya dengan mesra bagaikan menyambut seorang kawan baik, bahkan Hei Niang-niang dan Leng Niang-niang memegang lengan saikong itu di kiri kanannya sambil tersenyum dan memainkan mata. Sikap mereka kekanak-kenakan dan mereka rupanya sungguh sangat manja. Tentu saja Hong Ing tak mengerti sama sekali akan sikap aneh ini.

Semua orang yang berkumpul di situ memberi hormat dan Hong Ing terpaksa juga menjura terhadap saikong tua itu. Melihat semua orang memberi hormat padanya, saikong itu tertawa terbahak-bahak.

“Siancai, siancai, terima kasih atas penghormatan ini, cuwi silakan duduk, pinto ada berita penting untuk disampaikan padamu.” Suaranya nyaring dan kecil, tak sesuai dengan tubuhnya yang sebesar raksasa itu.

Semua orang duduk kembali. Biauw Niang-niang dengan suara manja dibuat-buat menceritakan kepada paman gurunya tentang gangguan lawan yang menggagalkan serangannya terhadap Siok Houw, sehingga muridnya tewas dan kedua sumoynya terluka. Juga ia menceritakan tentang datangnya seorang penjahat yang menggeledah kamar mereka tadi malam.

“Hm, jangan sedih, sakit hatimu pasti terbalas. Suci telah memerintahkan aku turun gunung membantu kamu sekalian. Kalau mereka berhadapan dengan pinto, anjing-anjing pemberontak itu pasti kupukul dengan tongkat ini seorang sekali.”

Sambil berkata begini ia mengayunkan tongkatnya perlahan menghantam lantai. Lantai batu yang keras yang kena terpukul tongkat itu menerbitkan bunga api dan semua orang kagum melihat di tempat bekas pukulan itu tampak berlobang setengah kaki lebih! Kemplangan demikian perlahan dapat melobangi lantai batu, apa lagi kalau yang dikemplang itu tubuh manusia dan dilakukan dengan sepenuh tenaga pula! Hong Ing juga merasa ngeri dan takut juga.

“Tentang, datangnya maling kecil malam tadi, pinto juga dapat menduga maksudnya. Tentu ia datang mencari ini.” Ia merogoh saku jubahnya yang besar dan mengeluarkan segulung kertas. “Lihat, ini adalah firman atau surat perintah dari kaisar untuk menangkap Siok Houw dan surat-surat perintah rahasia dari Co Thaikam sendiri. Agaknya para pemberontak telah mendengar tentang surat-surat ini, sehingga orang yang membawanya dari kota raja mendapat gangguan di sepanjang jalan. Tapi surat-surat ini sekarang diserahkan padaku, coba lihat siapa berani mengganggu!”

Melihat kejumawaan dan keangkuhan paman gurunya ini, Biauw Niang-niang mengerutkan kening. “Susiok, musuh sangat lihai, kenapa kau bicarakan hal rahasia ini secara terbuka?”

“Ha ha ha, Biauw Niang, kau sudah menjadi penakut” Kemudian ian melanjutkan dengan berbisik, “Hal ini kusengaja agar pihak musuh mendengar dan mencoba datang. Aku akan siap-sedia setiap saat menyumbat kedatangannya”

Diam-diam Hong Ing melirik ke sana ke sini. Benarkah ada Han Liong atau kawan-kawannya yang datang mendengar?

“Susiok,” kata Biauw Niang-niang selanjutnya, “Dipihak mereka kini ada seorang muda yang cukup tangguh. Ia adalah murid Kam Hong Siansu dan kukira dialah orangnya yang datang tadi malam.”

Mendengar nama Kam Hong Siansu, saikong itu terkejut, tapi ia lalu berkata, “Bohong! Orang tua itu mana mau menerima murid? Kedua tangannya sudah putih bersih, mana ia mau mengotorinya pula dengan segala urusan tetek bengek di dunia fana ini? Mungkin pemuda itu hanya monggunakan nama Kam Hong Siansu untuk menggertak saja.”

Siapakah gerangan saikong ini? Ia bukan lain adalah Kek Kong Tojin yang dijuluki orang Coa-thouw-koai-tung si Tongkat Setan Kepala Ular, karena memang permainan tongkatnya luar biasa lihainya dan belum pernah dikalahkan lawan! Sebenarnya ia adalah pendiri termuda dari cabang persilatan Ngo-lian-pai, disamping sucinya Ang Gwat Niang-niang yang terkenal dengan nama Ngo-lian-posat atau Dewi dari Ngo-lian, dan twa-suhengnya Lo Thong Sianjin.

Mereka bertiga merupakan pendiri Ngo-lian-pai yang disegani kalangan kang-ouw. Diantara mereka bertiga, Aug Gwat Niang-niang yang terpandai, maka dialah yaag berdiam di bukit Ngo-lian-san dan karenanya dinamakan orang Dewi daru Ngo-lian. Sayangnya, hanya Lo Thong Sianjin seorang saja yang berwatak suci, hanya cacatnya, ia ini terlampau jujur dan tidak mau mengaku kalah!

Sedangkan sumoinya, Ang Gwat Niang-niang, wataknya terlampau membela ketiga muridnya hingga pertimbangan dan keadilannya menjadi berat sebelah. Kek Kong Tojin yang termuda bukanlah orang baik-baik. Telah lama ia mempunyai hubungan kotor dengan ketiga murid Ang Gwat Niang-niang, yakni Biauw Niang, Reng Niang, dan Hai Niang.

Dengan demikian, boleh dibilang bahwa kedatangan ketiga wanita yang menjadi anak murid Ngo-lian-pai itu, telah mengotorkan nama Ngo-lian-pai dan merusak kebersihan hati Kek Kong Tojin dan Ang Gwat Niang-niang. Kalau bicara soal kepandaian, Lo Thong Sianjin dan Ang Gwat Niang-niang sama lihainya, karena dalam hal ilmu pedang Ngo-lian-posat lebih unggul, tapi Lo Thong Sianjin sebaliknya lebih tinggi ilmu ginkang dan lweekangnya. Kek Kong Tojin masih kalah setingkat dari kedua kakak seperguruannya itu.

Dengan sengaja, pada malam hari itu, Kek Kong Tojin menaruh gulungan surat-surat penting itu di atas meja dalam kamarnva dan ia sendiri berada di ruang tamu minum arak dan makan daging, ditemani oleh ketiga murid keponakannya! Sembari makan minum, mereka berempat mengobrol gembira.

“Eh, Biauw Niang, siapakah gadis yang duduk di dekatmu siang tadi?”

“Ia adalah muridku, puteri dari almarhum Lie Ban Ciangkun.”

Saikong itu mengangguk-angguk gembira. “Hm, muridmu itu sungguh cantik jelita, sayang aku tak pernah punya murid semuda dan secantik itu.”

Memang, diantara ketiga pendiri Ngo-lian-pai, hanya Ang Gwat Niang-niang sendiri yang mempunyai murid, yakni ketiga Liok-san Sam-moli, sedangkan Kek Kong Tojin dan Lo Thong Sianjin tak pernah menerima murid lain.

Pada saat Biauw Niang-niang hendak menegur paman gurunya dan mengatakannya mata keranjang, tiba-tiba saikong itu mengayunkan sumpitnya ke atas. Sumpit itu meluncur seperti anak panah dan menembus genteng dengan suara nyaring! Ketiga iblis wanita pun melompat sambil mencabut pedang.

“Biar kami yang menangkap mata-mata itu, susiok duduk sajalah minum arak!” kata Biauw Niang-niang yang segera meloncat keluar, diikuti kedua sumoinya.

“Bangsat maling jangan lari!” teriak Hai Niang-niang dengan suara nyaring.

Teriakan ini membuat semua orang dalam Istana Putih itu bangun terkejut dan melompat keluar mengejar dengan senjata di tangan. Hong Ing merasa berdebar-debar karena timbul dugaan dalam hatinya kalau-kalau yang datang itu adalah Han Liong dan kawan-kawannya. Maka tanpa berkata sesuatu iapun ikut melompat ke atas genteng.

Ketika tiba di atas, Hong In melihat seorang laki-laki tinggi kurus sedang bertempur melawan ketiga iblis wanita. Tamu malam itu belum tua benar, lebih kurang empat puluh lima tahun, tapi rambutnya telah putih semua. Ia bersenjatakan joan-pian atau ruyung cambuk dan bersilat dengan gerakan yang luar biasa cepat dan lincahnya. Tadinya Biauw Niang-niang seorang diri melawan tamu malam itu, tapi ternyata iblis wanita tertua itu bukan tandingan si rambut putih!

Maka, dengan berseru marah, Leng Niang-niang dan Hai Niang-niang ikut menyerbu hingga tamu malam yang lihai itu dikeroyok tiga! Orang-orang lain tak berani ikut mengeroyok karena keempat orang yang sedang bertempur itu berkepandaian tinggi sehingga merupakan bayangan empat tubuh yang sukar dikenal lagi mana kawan mana lawan!

Pada saat orang-orang sedang menyaksikan pertempuran hebat itu dengan kagum, tiba-tiba dari bawah terdengar teriakan nyaring dari Kek Kong Tojin. “Bangsat rendah kau datang ingin mencari kematian?”

Semua orang di atas genteng, kecuali yang sedang bertempur, merasa terkejut. Tiba-tiba dari bawah meloncat seorang dengan gerakan lincah dan ringan laksana seekor burung.

Hong Ing hampir berteriak karena orang itu potongan tubuhnya hampir sama dengan Han Liong, hanya lebih kecil sedikit. Orang yang baru datang ini memakai kedok kain sutera hitam dan tangannya memegang sebuah pedang yang berkilauan. Tangan kirinya memegang gulungan kertas yang berisi perintah dan rencana rahasia yang dibawa oleh Kek Kong Tojin siang tadi!

Ternyata ia menggunakan kesempatan ini selagi orang-orang ribut mengepung si rambut putih di atas genteng, si kedok hitam ini turun dengan diam-diam dan mencuri dokumen itu di kamar Kek Kong Tojin!

Tapi Kek Kong Tojin yang masih duduk minum arak di ruang tamu dapat melihat bayangan hitam berkelebat keluar dari kamarnya. Kebetulan pada saat itu tangannya sedang memegang tulang paha ayam dan memakan dagingnya, maka ia melemparkan tulang ini ke arah bayangan itu. Biarpun hanya kecil, tapi karena dilempar oleh Kek Kong Tojin yang mempunyai tenaga dalam sempurna, maka tulang itu merupakan senjata yang sangat berbahaya!

Cersil karya Kho Ping Hoo Serial Jago Pedang Tak Bernama

Si kedok hitam mendengar sambaran angin, cepat menempiskan tangannya dan tenaga tempisan ini mengeluarkan angin dan dapat memukul jatuh tulang itu ke lantai! Tanpa ayal lagi, setelah berhasil menyambar gulungan kertas pening dari atas meja, si kedok hitam menghilang pergi, dan dikejar oleh Kek Kong Tojin sambil memaki-maki!

Si rambut putih biarpun dikeroyok oleh tiga iblis wanita yang lihai, namun dapat melayani mereka dengan baik dan tidak sampai terdesak, bahkan ia masih sempat mengerling ke arah si kedok hitam. Melihat si kedok hitam itu memegang gulungan kertas, ia berseru keras dan joan-piannya berputar menyambar bagaikan kilat hingga ketiga iblis wanita terpaksa mengelak sambil mundur. Kesempatan ini digunakan oleh si rambut putih yang berkelebat dan meloncat menabrak si kedok hitam sambil berseru,

“Sobat, berikan barang itu padaku!”

Tapi gerakan si kedok hitam tak kalah hebatnya. “Jangan mau enaknya saja, kawan!” ia mengejek sambil berkelit.

Pada saat itu Kek Kong Tojin sudah tiba di situ dan saikong ini melayangkan kepalannya memukul si kedok hitam. Tapi dengan mudah lawannya menghindarkan pukulan ini dan balas memukul dengan lebih hebat lagi! Kek Kong Tojin menangkis dan dua lengan tangan beradu keras.

Saikong ini heran sekail ketika lengannya terbentur sebuah lengan yang keras dan mengandung tenaga yang tak boleh dianggap enteng! Diam-diam ia mengeluh. Untuk, menghadapi si rambut putih yang dapat melayani ketiga murid keponakannya itu saja ia harus mengerahkan tenaga, sekarang ditambah lagi dengan si kedok hitam yang tidak kalah tangkasnya itu!

Si rambut putih rupanya tidak begitu mendesak si kedok hitam lagi, bahkan kini ia menyerang Kek Kong sambil berseru, “Ah, pantas saja penjilat-penjilat ini makin banyak dan makin kurang ajar, rupanya disini ada anjing tuanya yang menjagoi!”

Bukan main marahnya Kek Kong Tojin mendengar cacian ini. Ia melompat ke arah si rambut putih dan menuding. “Bangsat rendah! Berani banar kau berlancang mulut. Beritahukan namamu sebelum kuantarkan kau kepada Giam-lo-ong !”

Si rambut putih tertawa. “Aku selalu datang tak mengubah she, pergi tak mengganti nama. Aku adalah Lie Bun Tek dari Heng-san!”

Kek Kong Tojin terkejut. “Kau Heng-san Koai-hiap?”

Si rambtt putih mengangguk, dan Kek Kong Tojin segera meneriaki semua orangnya. “Kepung orang berkedok itu. Jangan sampai dia lari!”

Maka ketiga iblis wanita dan semua orang yang kini merasa gatal tangan itu hendak menonjolkan jasanya, dengan cepat mengepung si kedok hitam. Kemudian Kek Kong Tojin mencabut tongkatnya, tapi si rambut putih tertawa mengejek.

“Ha ha ha! Inikah macamnya Coa-thouw-koai-tung yang ditakuti orang? Agaknya tak seberapa menakutkan!”

Kek Kong Tojin tidak menjawab, tapi sambil berseru keras tongkatnya melayang kearah kepala lawan. Si rambut putih pun berseru, “Bagus!”

Dan ia menggerakan joan-piannya menangkis, tapi tongkat itu segera berobah gerakan, langsung menotos iga! Inilah sebuah tipu gerakkan ilmu sitlat Ngo-lian-pai yang berbahaya sekali, maka si rambut putih tak berani berlaku sembrono lagi. Ia berkelit dan balas menyerang. Sebentar saja kedua orang ini bertempur seru sekali dan tubuh mereka lenyap dalam dua gulungan sinar senjata yang mengeluarkan angin dingin!

Sementara itu, si kedok hitam menyiapkan pedangnya menanti mereka yang mengepung dan hendak menyergapnya. Tiba-tiba seorang tinggi besar meloncat maju dan berkata,

“Cuwi sekalian tahan dulu! Untuk memukul anjing kecil ini tak perlu menggunakan tongkat besar, biar siauwto saja menangkap dia!”

Ia ini adalah Kok Beng si Kerbau Hitam, seorang kepala rampok yang kenamaan di Secuan dan selain pandai silat, iapun bertenaga besar. Kemudian, sambil mengungkat dada, ia memutar-mutar toyanya dan mendekati si kedok hitam.

“Sobat, jangan kau mencari mati. Tinggalkan kertas itu dan kau berlututlah meminta ampun, tentu tuan besarmu akan memberi maaf padamu!”

Tapi hanya terdengar suara ejeken sambil tertawa dari balik kedok sutera hitam itu sehingga Kok Beng menjadi marah sekali dan segera menyerang dengan toyanya. Tapi di luar dugaannya, kaki kiri si kedok hitam itu terangkat dan dipakai mendepak ujung toyanya, lalu pedangnya berputar-putar menebas lengan yang memegang toya!

Gerakan istimewa ini sungguh tak terduga, juga sangat berbahaya, sehingga Kok Beng menjadi terkejut. Terpaksa ia melepaskan toyanya dan meloncat mundur. “Hebat betul...” teriaknya dan mukanya menjadi pucat lalu berobah merah. Baru satu gebrakan saja ia terpaksa harus melepaskan senjatanya dan mundur!

Biauw Niang-niang terkejut gerakan, si kedok hitam. Yang tadi itu adalah gerakan tendangan Siauw-cu-twie yang dilakukan dengan mahir sekali. Ia teringat akan seorang pendekar gagah perkasa yang menjadi ahli tendangan itu, maka tanpa disengaja ia bertanya,

“Apa hubunganmu dengan Sin-chiu Tai-hiap Khouw Sin Ek?”

Sepasang mata di balik kedok itu memandangnya dengan sinar mata berkilat, tetapi yang terdengar hanya suara tertawa mengejek.

“Baiklah, biar kau ada hubungan dengan Khouw locianpwe atau dengan dewa sekalipun, kalau kau tidak mau mengembalikan gulungan kertas itu, jangan harap kau bisa keluar dari sini!”

Sehabis berkata begini, Biauw Niang-niang segara menggerakkan pedang dan hudtimnya menyerang dan sebentar saja si kedok hitam telah dikeroyok. Tetapi ternyata ia dapat bergerak dengan cepat sekali sehingga tak mudah bagi mereka untuk menangkapnya.

Hong Ing yang berdiri diam saja sambil melihat pertempuran itu dengan hati kagum, kini tahu bahwa dua orang tamu malam itu bukanlah kawan-kawan Han Liong yang pernah dilihatnya. Ia lebih lebih kagum ketika melihat gerakan si kedok hitam yang ternyata ditilik dari potongan tubuh dan rambutnya, masih muda benar.

Tetapi kemidian diam-diam ia khawatir melihat si kedok hitam itu terdesak juga oleh tiga kebutan dan pedang dari si Tiga Iblis Wanita, ditambah dengan kepungan orang-orang lain. Ketika ia menengok ke arah Kek Kong Tojin, ia melihat saikong itu masih bertempur seru melawan Pendekar Aneh dari Heng-san itu dengan kekuatan berimbang.

Tiba-tiba terdengar Biauw Niang-niang menjerit ketika pundaknya tergores sedikit oleh pedang musuh sehingga mengeluarkan darah. Dengan marah Tiga Iblis Wanita itu mengeluarkan Bwee-hwa-ciamnya, jarum beracun yang kejam itu.

Melihat senjata berbahaya itu dihamburkan ke arahnya, si kedok hitam melompat tinggi sampai dua tombak dan dari atas ia meluncur turun dari genteng dengan gerakan Naga Air Terjun ke Laut yang indah dan cekatan sekali.

Sambil berteriak-teriak semua pengejarnya ikut melompat turun. Hong Ing merasa heran mengapa si kedok hitam itu bukannya lari keluar tapi malah kembali masuk ke Istana Putih! Ia juga ikut melompat turun. Tapi biarpun semua orang mencari di mana-mana, si kedok hitam tak tampak bayangannya lagi. Semua orang mencari berkeliling sambil memaki-maki tak keruan!

Setelah mencari beberapa lama tanpa hasil, Tiga Iblis Wanita dengan diikuti semua orang, ramai-ramai naik lagi ke atas genteng di mana Kek Kong Tojin masih bertarung seru melawan Heng-san Koai-hiap. Biauw Niang-niang bertiga melihat susioknya tak dapat mengalahkan lawanya, segera maju sekalian mengeroyok. Kek Kong Tojin diam saja melihat ketiga murid keponakannya maju mengeroyok, bahkan diam-diam ia merasa girang, biarpun ia tahu bahwa hal itu tak pantas dilakukan oleh seorang tokoh persilatan besar seperti dia.

Kini Heng-san Koai-hiap repot juga, karena ketiga iblis wanita itu walaupun ilmu silatnya masih kalah setingkat, namun dengan maju bersama, mereka merupakan tenagga bantuan yang hebat juga. Perlahan-lahan ia terdesak. Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suasa mencela.

“Kek Kong! Sungguh sikapmu tak pantas dengan keroyokan ini membuat orang-orang gagah merasa malu!”

Dan pada saat itu juga tiga buah benda hitam melayang cepat dan tepat sekali memukul ketiga pedang dari Tiga Iblis Wanita itu, hingga ketiga pedang itu melenting dan hampir saja terlepas dari pegangan!

Heng-san Koai-hiap melompat ke belakang dan berkata kepada Kek Kong, “Barang yang kukehendaki sudah terampas oleh orang lain. Aku tiada waktu melayani kau lebih lama. Kalau ada untung lain kali kita berjumpa pula!” Tubuhnya lalu berpusing-pusing di udara dan menghilang.

Sementara itu, Tiga Iblis Wanita merasa heran dan kaget sekali melihat bahwa senjata rahasia yang membentur pedang mereka dan membuat pedang itu hampir terlepas ternyata hanya tiga potong pecahan genteng! Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya tenaga pelemparnya! Diam-diam mereka merata ngeri juga.

Setelah semua orang turun dan berkumpul di ruang tengah, Kek Kong menghela nafas dan berkata,

“Biauw Niang berkata benar, musuh banyak juga yang lebih tinggi kapandaiannya dari kita. Sekarang surat-surat itu sudah jatuh ke tangan musuh, kita harus berusaha merebutnya kembali. Dan kita harus mencari bala bantuan!”

“Tetapi susiok, menurut pendapatku, pencuri yang berkedok tadi bukan sekomplotan dengan Heng-san Koai-hiap. Mereka bergerak sendiri-sendiri dan terpisah,” berkata Hai Niang-niang.

Tiba-tiba Biauw Niang-niang melihat kesana kemari, seakan-akan ada yang dicarinya, kemudian ia bertanya heran, “Eh, mana Seng Bouw Nikouw? Kenapa aku tidak melihatnya semenjak tadi?”

Hong Ing terkejut mendengar ini dan iapun heran, karena memang ia tidak melihat gurunya itu ikut bertempur tadi. Semua orang mencari, tetapi tidak dapat menemukan nikouw itu. Hong Ing merata khawatir sekali dan meloncat naik ke atas genteng. Setelah ia mencari beberapa lama, ia berteriak kaget sehingga semua orang meloncat naik mengejarnya.

Ternyata pendeta perempuan itu rebah di atas genteng belakang dan ketika diperiksa ternyata ia dibuat tak berdaya dengan sebuah totokan yang lihai sekali, Kek Kong Tojin segera menepuk bahu dan menotok punggung Seng Bouw Nikouw hingga pendeta itu dapat bergerak kembali. Berulang kali ia menghela napas.

“Omitohud, sungguh lihai... sungguh lihai!”

Kek Kong Tojin dan ketiga iblis wanita heran sekali melihat pendeta wanita itu sampai dibuat tak berdaya sedemikian rupa oleh lawan, padahal Seng Bouw Nikouw bukanlah seorang lemah dan dalam hal ilmu silat ia hanya sedikit dibawah kepandaian tiga iblis wanita itu! Seng Bouw Nikouw lalu bercerita,

“Ketika kalian bertempur tadi, aku hendak membantu, tetapi tiba-tiba aku melihat sebuah bayangan berputar-putar di atas genteng belakang. Aku mengejar dan kemudian menjadi sangat terkejut, karena ternyata yang berdiri disitu bukan lain ialah Sin-chiu Taihiap Khouw Sin Ek! Tentu saja aku tak berani melawan orang tua itu dan diam-diam aku tersembunyi di balik wuwungan genteng. Aku melihat juga betapa orang tua yang lihai itu menggunakan pecahan genteng memukul pedang suci bertiga! Melihat ia menggunakan senjata rahasia istimewa itu, aku teringat bahwa biarpun aku takkan dapat melawannya, tetapi sedikitnya dari tempat gelap itu aku dapat melepaskan senjata rahasia jarum, karena itu aku justeru sembunyi di belakangnya. Tanpa pikir lagi aku mengirimkan segenggam jarum, tapi tak kusangka ia sedemikian lihainya. Tanpa menengok ia mengayunkan lengan baju dan telah meniup pergi semua jarumku! Sebelum aku sempat lari, ia telah meloncat dan tanpa kusadari aku telah tertotok dan rebah tak berdaya!”

Kek Kong Tojin menghela napas. “Celaka, terlampau banyak lawan lihai yang datang malam ini. Kita harus berhati-hati dan mulai malam ini kita harus mengatur penjagaan yang kuat.”

Setelah berkata demikian. Kek Kong Tojin memimpin sendiri dan mengatur penjagaan di semua sudut sehingga Istana Putih itu terkurung kuat. Kemudian orang-orang yang tidak bertugas menjaga kembali di kamar masing-masing. Hong Ing dengan hati lega karena si rambut putih dan si kedok hitam terlepas dari bahaya, kembali ke kamarnya pula.

Ia memasuki kamar, lalu menutup pintunya dan memasang lilin. Hampir saja ia berteriak, karena melihat di atas kursi di kamarnya duduk seorang yang berkedok sutera hitam. Baiknya si kedok hitam segera memberi tanda agar ia jangan berteriak. Hong Ing menggerakkan bibirnya hendak bertanya dengan marah kepada tamu malam yang keterlaluan dan kurang ajar itu, tapi si kedok hitam lalu mengeluarkan sehelai surat yang agaknya telah ia sediakan sebelumnya.

Hong Ing menerima surat itu dan membacanya sambil duduk di atas pembaringan dan selalu mengerling kearah si kedok hitam. Surat itu tidak panjang dan berbunyi seperti berikut:

Nona Lie Hong Ing,
Kau bukanlah seorang penjahat dan mungkin kau tidak tahu bahwa orang-orang di gedung ini semua adalah kaki tangan pembesar durna yang bermaksud memberontak! Kalau kau terus berada dengan mereka, maka kau akan menghadapi dua macam bahaya.

Bahaya pertama: kau akan dimusuhi oleh orang-orang gagah di kalangan kang-ouw, dan bahaya kedua: kau akan dicap anggauta pemberontak dan mendapat hukuman!

Kau ingin belajar silat? Kalau kau percaya, aku dapat menolongmu mencari seorang guru yang jauh lebih pandai daripada Iblis-iblis itu. Kau takut melarikan diri? Aku dapat membantumu. Kalau setuju, sekarang juga, ikutlah aku keluar dari neraka ini.


Membaca surat ini, Hong Ing terkejut. Benarkah gurunya dan semua erang itu pemberontak? Mengapa mereka memaki Han Liong dan kawan-kawannya sebagai pemberintak? Tentang kejahatan mereka, hal ini ia dapatlah percaya, memang ia sendiri tidak suka melihat sikap dan sepak terjang mereka itu, tapi apakah si kedok hitam ini dapat dipercaya?

Biarlah, ia akan ikut lari dan mencari Han Liong. Kalau sudah bertemu dengan kakaknya itu, ia tidak takut akan setan yang manapun juga! Maka ia lalu mengangguk dan si kedok hitam tersenyum girang. Sepasang mata di balik sutera hitam itu memancarkan sinar berseri-seri tanda kegirangan...