Si Kumbang Merah Pengisap Kembang Jilid 24 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

SESUDAH tiba di kaki bukit itu, Kui Hong berhenti di bawah sebatang pohon kemudian dia menangis sepuasnya sambil bersandar pada batang pohon itu. Dia adalah seorang gadis yang tabah, bahkan biasanya dia seperti pantang menangis. Namun sekali ini dia merasa begitu gemas, begitu marah, tetapi begitu tidak berdaya!

Dia tidak ingin ada orang lain melihat tangisnya, maka dia sengaja melepas tangisnya di tempat sunyi itu. Ada setengah jam lamanya dia termenung dan menangis, menyesalkan diri sendiri, menyesalkan nasibnya.

Dia tidak mempunyai pilihan lain! Dia masih waras, belum gila untuk membiarkan dirinya diperkosa dan dipermainkan tanpa sanggup melawan sama sekali, kemudian membiarkan dirinya mati konyol. Dia terpaksa mengucapkan janji itu. Dia tak merasa bersalah kepada siapa pun juga, akan tetapi merasa berkhianat terhadap jiwa kependekarannya. Dia harus membiarkan saja manusia iblis itu berkeliaran.

Setelah perasaannya mereda dan dia tidak menangis lagi, barulah Kui Hong melanjutkan perjalanannya. Dia mencuci bekas air mata dari mukanya ketika melihat sumber air yang jernih, kemudian dia melanjutkan perjalanan, tidak kembali ke istana melainkan langsung ke gedung tempat tinggal Menteri Cang Ku Ceng.

Tentu saja Cang Taijin menerima gadis itu dengan penuh harapan, karena gadis itu tentu memperoleh hasil baik maka sudah keluar dari istana untuk memberi laporan kepadanya. Kui Hong disambut dengan ramah di ruangan tamu dan di sana dia diterima oleh Menteri Cang sendiri sehingga dapat berbicara empat mata.

"Selamat datang, lihiap. Tidak kukira secepat ini engkau telah keluar dari istana. Apakah sudah memperoleh hasil baik?" tanya pembesar itu dengan sikap ramah.

Kui Hong menghela napas panjang. Hatinya terasa semakin penuh sesal melihat betapa baiknya sikap pejabat tinggi ini kepadanya. Begitu ramah dan seperti berhadapan dengan keluarga sendiri. Ketika melihat gadis itu menarik napas panjang dan wajahnya yang jelita itu seperti penuh penyesalan, Menteri Cang segera berkata,

“Apakah belum ada hasilnya? Kui Hong, kalau memang belum berhasil, katakan saja, tak perlu sungkan. Kami tidak akan menyesal karena memang kami telah mengetahui betapa lihainya penjahat itu sehingga semua usaha yang pernah kami lakukan untuk menangkap dia selalu gagal. Bagaimana pun, ceritakan hasil penyelidikanmu."

Agak lega hati Kui Hong mendengar ini. Pembesar itu demikian ramah padanya sehingga kadang memanggil namanya begitu saja, seperti seorang paman kepada keponakannya. Hanya kalau ada orang lain dia selalu menyebut lihiap.

"Paman, harap paman memaafkan saya karena terus terang saja, penyelidikan saya telah gagal." Kui Hong juga tidak lagi menyebut taijin kepada pembesar itu karena Cang Taijin berkali-kali minta agar dia menyebutnya paman saja.

"Hemm, sudah kuduga sebelumnya. Memang penjahat itu lihai bukan kepalang dan tentu dia sudah tahu mengenai penyelundupanmu ke dalam istana maka dia tak berani muncul. Apakah engkau tidak menemukan tanda-tanda lain?"

Kui Hong ingin sekali meneriakkan segala-galanya, akan tetapi tentu saja dia tidak mau melanggar janji. Lehernya seakan-akan dicekik dan dia pun hanya dapat menggelengkan kepala lantas menundukkan mukanya. Bahkan ketika bicara, dia tidak berani mengangkat pandang mata untuk bertemu pandang dengan pembersar itu.

Cang Ku Ceng adalah seorang pejabat tinggi yang sangat bijaksana dan cerdik, juga dia mempunyai banyak pengalaman. Maka diam-diam dia merasa curiga sekali ketika melihat sikap gadis perkasa itu. Ini bukan sikap Cia Kui Hong yang wajar, pikirnya.

Gadis itu kelihatan seperti berduka dan juga seperti orang yang sungkan dan malu-malu, seolah bersikap seperti orang yang tengah menyembunyikan dosanya. Apakah yang telah terjadi? Akan tetapi, sebagai orang yang bijaksana dia telah dapat mengenal watak gagah dari gadis itu. Bila Kui Hong mengambil keputusan untuk menyembunyikan sesuatu, maka hal itu tentu dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Dan akan sia-sia belaka kalau memaksa seorang gadis seperti Kui Hong ini untuk merubah sikap.

“Sayang sekali," kata pembesar itu. “Akan tetapi tidak mengapalah, Kui Hong. Aku tetap merasa yakin bahwa pada suatu hari aku akan berhasil membongkar rahasia penjahat itu dan menghukumnya! Dia telah mencemarkan nama baik istana dengan perbuatannya itu."

Tiba-tiba saja gadis itu mengangkat mukanya dan sinar matanya penuh harap ketika dia berkata, "Saya pun berharap begitu, paman! Bila perlu saya akan menghadap kakek dan nenekku di Pulau Teratai Merah agar mereka suka membantumu."

"Apa? Kau maksudkan kakekmu pendekar Ceng Thian Sin, Si Pendekar Sadis itu? Ahhh, tidak perlu, Kui Hong. Ini adalah urusan dan tugas kami para petugas negara. Aku tidak berani membikin repot locianpwe (orang tua gagah) itu. Kami masih mempunyai banyak orang yang cukup pandai dan akan kami kerahkan mereka agar menangkap penjahat licik itu."

Tentu saja Kui Hong tidak berani memaksa. Jika dia membujuk kakeknya agar membantu Menteri Cang, hal itu bukan berarti dia melanggar janjinya kepada Ang-hong-cu. Janjinya adalah bahwa dia sendiri tidak akan memusuhinya, tidak akan membongkar rahasianya. Dan ia sama sekali tidak melakukan hal itu.

Karena telah gagal dan merasa malu kepada keluarga Menteri Cang, Kui Hong sekalian berpamit mohon diri untuk meninggalkan kota raja. Mendengar ini Menteri Cang terkejut sekali.

"Ehh, mengapa engkau tergesa-gesa hendak pergi, Kui Hong? Tidak, engkau tidak boleh pergi begitu saja. Kalau bibimu dan kakakmu Cang Sun mengetahui, tentu mereka akan menyesal sekali. Engkau harus tinggal dulu beberapa lamanya di rumah kami, Kui Hong. Selain itu, apakah engkau sudah lupa akan tugasmu mencari dua orang itu?"

"Dua orang?" Kui Hong memandang bingung. Pada waktu itu seluruh hati dan pikirannya sedang terganggu dan dipenuhi urusannya dengan Ang-hong-cu, maka dia sudah kurang memperhatikan persoalan lain.

"Ehh? Apakah engkau sudah lupa? Bukankah engkau sedang mencari dua orang musuh besarmu yang bernama Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek yang sudah melarikan pusaka Pulau Teratai Merah dan Cinling-pai itu?"

Kui Hong terkejut. Aihh, bagaimana dia dapat melupakan mereka?

"Ahhh, mereka? Tentu saja saya tidak melupakan mereka, Paman. Justru saya berpamit untuk dapat segera melanjutkan perjalanan saya mencari dan menyelidiki mereka."

"Tenanglah, Kui Hong. Aku telah menyebar para penyelidik ke mana-mana untuk mencari mereka. Bahkan kemarin aku mendengar berita tentang kedua orang itu."

Kui Hong segera mengangkat mukanya, memandang dengan sinar mata gembira ketika mendengar ucapan itu. "Ahh, benarkah, Paman? Di mana dua orang keparat itu?"

"Tenanglah dan dengarkan keteranganku. Baru kemarin dua orang di antara penyelidikku datang memberi laporan bahwa Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek diketahui berada di Kim-lian-san dan di situ mereka mendirikan perkumpulan para penjahat yang merajalela. Tapi baru-baru ini gerombolan mereka diserbu dan dikeroyok oleh para anggota perkumpulan lain sehingga gerombolan Kim-lian-pang itu berhasil dibasmi. Akan tetapi kabarnya kedua orang itu bisa meloloskan diri. Sekarang para penyelidikku sedang mencari dua orang itu. Percayalah, para penyelidik itu berpengalaman dan mereka tentu akan dapat menemukan kembali dua orang musuhmu itu. Engkau tinggallah dulu menanti di sini, Kui Hong. Mari, mari kuantar menemui bibimu dan kakakmu. Mereka selalu bertanya tentang dirimu."

Ketika mereka memasuki ruangan dalam, isteri Menteri Cang dan puteranya, Cang Sun, menyambut Kui Hong dengan wajah berseri. "Adik Kui Hong! Ah, engkau sudah kembali? Lega dan senang hatiku melihat engkau selamat!”

Wajah Kui Hong berubah agak kemerahan melihat sikap pemuda itu, apa lagi mendengar panggilan yang akrab itu seolah-olah mereka telah menjadi kenalan baik.

"Cang Kongcu…!" katanya memberi hormat.

"Aihh, Hong-moi (adik Hong), kenapa menyebut kongcu (tuan muda) kepadaku? Sungguh tidak enak didengar. Sebut saja toako (kakak), bukankah kami telah menganggap engkau seperti anggota keluarga sendiri?"

"Benar ucapan puteraku tadi, Kui Hong," kata Nyonya Cang sambil melangkah maju dan memegang tangan gadis itu, lalu diajaknya duduk. "Sebut saja dia Sun-toako (kakak Sun), karena dia sudah berusia dua puluh tujuh, lebih tua darimu. Akupun girang engkau sudah kembali dengan selamat."

"Terima kasih, Bibi...,” kata Kui Hong yang merasa tak enak melihat keramahan keluarga pejabat tinggi itu. Akan tetapi dia tidak menjadi rikuh.

Dia seorang gadis yang sudah banyak merantau, tidak pemalu lagi, dan sungguh pun dia berada di antara keluarga bangsawan tinggi, akan tetapi dia sendiri adalah seorang ketua perkumpulan besar, ketua Cin-ling-pai! Bagaimana pun juga, kedudukan atau tingkatnya tidaklah rendah, maka dia pun tidak merasa rendah diri, hanya merasa sangat sungkan menghadapi keramahan mereka.

Padahal, walau pun hanya dia sendiri yang tahu, dia sudah membuat kapiran tugas yang diberikan kepadanya. Dia sudah dapat membongkar rahasia busuk yang terjadi di istana, akan tetapi dia tidak dapat menceritakannya kepada keluarga itu, bahkan mengaku bahwa tugasnya telah gagal! Diam-diam dia merasa bersalah.

"Tadinya Kui Hong berpamit hendak meninggalkan kota raja, tapi aku menahannya sebab selain kita masih merasa rindu, juga para penyelidik sedang melakukan tugas menyelidiki dua orang penjahat yang selama ini dicarinya,” kata Menteri Cang Ku Ceng kepada isteri dan puteranya. Mendengar ini, ibu dan anak itu nampak terkejut.

"Ahh, Hong-moi, kenapa begitu tergesa-gesa hendak pergi?" Cang Sun berkata, nadanya khawatir dan kaget.

"Kui Hong, tinggallah di sini dulu dan jangan tergesa pergi meninggalkan kami. Kami telah menganggapmu sebagai anggota keluarga sendiri. Bukan hanya karena engkau pernah menyelamatkan pamanmu, akan tetapi juga karena kami merasa suka sekali kepadamu. Bahkan, terus terang saja, Kui Hong, paman dan bibimu ini sudah bersepakat dan akan merasa senang sekali apa bila engkau suka menjadi mantu kami! Sun-ji (anak Sun) juga sudah setuju!"

Cang Sun tersenyum, ada pun ayahnya juga tertawa. Tentu saja Kui Hong tersipu malu. Keluarga bangsawan ini sungguh mempunyai watak dan sikap yang terbuka, watak yang tentu saja amat cocok dan dihargainya. Namun karena yang dibicarakan adalah masalah perjodohannya, tentu saja dia tersipu.

"Ha-ha-ha, maafkan keluarga kami, Kui Hong." kata Menteri Cang sambil tertawa. "Bukan kami tidak menghargaimu, tetapi kami memang suka berterus terang, apa lagi mengingat bahwa engkau adalah seorang pendekar wanita, dan dari keluarga para pendekar besar, maka tidak perlu kami berbasa-basi dan langsung saja menanyakan pendapatmu tentang maksud hati kami itu. Bila mana engkau sudah setuju, barulah secara resmi kami akan mengajukan pinangan kepada orang tuamu!'

Kui Hong dapat menghargai keterbukaan ini. Maka, biar pun dia merasa rikuh sekali dan tidak berani menentang pandang mata mereka bertiga secara langsung, dia menjawab,

"Terima kasih atas perhatian dan penghargaan yang diberikan oleh Paman sekeluarga terhdap saya. Akan tetapi mengenai perjodohan, bukan berarti saya menolak kehormatan yang Paman berikan kepada saya. Akan tetapi terus terang saja, pada waktu sekarang ini saya masih belum mempunyai niat sama sekali. Harap Paman bertiga suka memaafkan saya."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Kui Hong. Kami lebih senang jika engkau mau berterus terang seperti ini. Baiklah, kami tidak akan mengungkit kembali soal perjodohan ini, kelak masih banyak waktu untuk membicarakan lagi, seandainya engkau mulai berminat. Cang Sun, untuk sementara ini lupakan saja niat hatimu itu dan anggap Kui Hong sebagar adik saja."

Biar pun kecewa, Cang Sun dan ibunya dapat menerima alasan itu. Sikap mereka masih biasa, akrab dan ramah dan mereka tidak pernah menyinggung tentang usul ikatan jodoh itu. Hal ini membuat Kui Hong merasa bersyukur dan berterima kasih sekali.

Dia tahu bahwa dia sudah ditawari sebuah kedudukan yang sangat mulia. Dia tahu bahwa kalau dia menjadi isteri Cang Sun, dia akan memperoleh seorang suami yang walau pun lemah karena tidak menguasai ilmu silat, akan tetapi tampan, pandai dan terpelajar, dan seorang calon pejabat tinggi yang baik. Selain itu dia juga akan menjadi menantu tunggal dari seorang menteri yang bijaksana, akan memiliki sepasang orang tua sebagai mertua yang baik. Dia juga akan memperoleh kedudukan tinggi yang terhormat dan hidup serba kecukupan dan terhormat. Mau apa lagi bagi seorang gadis?

Namun ada satu hal yang kurang dan justru ini penting sekali. Di dalam hatinya tidak ada perasaan cinta seorang calon isteri terhadap Cang Sun! Dia mengharapkan agar menteri itu akan dapat cepat memperoleh keterangan tentang di mana adanya Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek.

********************

cerita silat online karya kho ping hoo

Dengan wajah muram dan hati gundah Tang Bun An pulang ke rumahnya. Baru saja dia terlepas dari ancaman bahaya yang akan menghancurkan kehidupannya. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa semua rahasianya sudah berada di tangan gadis she Cia itu, ketua Cin-ling-pai, dan lebih lagi, cucu Pendekar sadis!

Dia bergidik apa bila membayangkan betapa dia akan dimusuhi Cin-ling-pai dan dicari-cari oleh Pendekar Sadis. Hidupnya akan berubah seperti dalam neraka. Setiap saat dia akan dicekam rasa takut dan khawatir, dan hidupnya takkan pernah tenang dan tenteram lagi. Dia akan selalu merasa tidak aman.

Untung dia bertindak cerdik dan mampu menjebak gadis perkasa itu. Sekarang dia sudah terbebas dari ancaman bahaya. Dia percaya sepenuhnya bahwa seorang gadis pendekar seperti itu tidak akan menjilat ludah sendiri, tidak akan melanggar janjinya sendiri, apa lagi dengan kedudukan ketua Cin-ling-pai.

Betapa pun juga dia tetap merasa kurang tenteram karena dia mengetahui bahwa Menteri Cang Ku Ceng menaruh kecurigaan kepadanya! Kini dia harus waspada dan berhati-hati, tidak boleh terlalu menuruti nafsunya dan harus mengurangi atau bahkan menghentikan petualangannya di istana bagian puteri.

Tang Bun An yang dikenal sebagai Tang Ciangkun, orang yang sudah berjasa terhadap kaisar, selama ini diam-diam memang telah mengumpulkan puluhan orang yang dipilihnya dari para prajurit anak buahnya. Dia tidak pernah menuturkan rahasia pribadinya kepada siapa pun, juga tidak kepada kelompok prajurit pengawal yang telah menjadi orang-orang kepercayaannya. Akan tetapi dia menimbuni mereka dengan hadiah, bahkan mengajarkan beberapa jurus pukulan kepada mereka sehingga dia percaya bahwa prajurit-prajurit ini adalah orang-orang yang boleh dipercayanya, bukan sebagai atasan saja melainkan juga secara pribadi.

Begitu sampai di rumah dia segera memanggil anak buahnya dan memerintahkan mereka untuk menyebar anggota mereka ke seluruh kota raja. "Ketahuilah bahwa aku mempunyai banyak musuh di dunia kang-ouw. Tentu saja mereka itu merasa iri kepadaku yang sudah mendapatkan kedudukan baik di sini. Aku mendengar bahwa di antara mereka ada yang menyusup ke kota raja, tentu dengan niat buruk terhadap diriku. Karena itu kalian harus melakukan penyelidikan dan pengamatan di seluruh kota raja. Segera laporkan kepadaku bila ada orang-orang yang mencurigakan, apa lagi yang mencari aku atau mencari orang she Tang." Demikianlah pesannya kepada tiga puluh orang lebih yang dia tugaskan untuk menjadi mata-matanya.

Dia mengerti bahwa para pendekar seperti Cia Kui Hong dan yang lain telah tahu bahwa Ang-hong-cu adalah seorang she Tang. Rahasia ini bocor karena Tang Hay menyatakan diri sebagai puteranya, dan juga karena ulah Tang Gun yang membanggakan diri sebagai putera Ang-hong-cu. Karena itulah maka kepada anak buahnya dia berpesan agar segera melaporkan kalau ada orang mencarinya atau mencari orang she Tang.

Usahanya ini segera memperlihatkan hasil. Belum lagi sepekan dia menyebar mata-mata, pada suatu sore seorang anak buahnya melaporkan bahwa ada tiga orang muncul di kota raja dan mereka itu bertanya-tanya mengenai perwira Tang Gun yang kini menjadi orang pelarian. Mendengar ini, Tang Bun An mengerutkan alisnya. Hatinya merasa tidak enak.

Biar pun yang ditanyakan mereka itu Tang Gun, namun ada hubungan dekat sekali antara dia dan Tang Gun. Tang Gun pernah membual di kota raja bahwa dia adalah putera Ang-hong-cu, dan kalau kini ada tiga orang mencarinya, besar kemungkinan ada hubungannya pula dengan Ang-hong-cu, seperti juga yang dilakukan oleh Cia Kui Hong.

"Bagaimana rupanya tiga orang itu? Pria ataukah wanita?" tanyanya penuh perhatian.

"Mereka adalah seorang wanita dan dua orang pria...”

"Bagaimana wajah wanita itu? Dan berapa usianya? Siapa pula namanya, hayo cepat beri penjelasan!" Tang Bun An agak panik karena dia mengira wanita itu adalah Cia Kui Hong!

"Dia seorang wanita yang sangat cantik dengan pakaian yang indah, Ciangkun. Usianya tiga puluh tahun lebih. Di punggungnya terlihat gagang sepasang pedang."

Lega rasa dada Tang Bun An mendengar ini. Usianya sudah tiga puluh tahun! Jelas dia bukan Cia Kui Hong.

"Dan bagaimana yang dua orang laki-laki itu?"

"Mereka adalah dua orang muda yang tampan dan gagah, yang seorang berusia kurang lebih tiga puluh tahun dan yang kedua baru berusia dua puluh tahun lebih.”

"Siapa nama mereka?"

"Saya tidak tahu, Ciangkun. Saya sudah mencari keterangan, tapi tidak ada seorang pun yang tahu. Mereka hanya bertanya-tanya tentang perwira Tang Gun kepada para pelayan rumah penginapan."

"Mereka di rumah penginapan?"

"Benar, Ciangkun. Di rumah penginapan Ban-lok Likoan."

Tang Bun An mengangguk-angguk. Jelas bukan Cia Kui Hong, namun tetap saja sangat mencurigakan. Dia harus bertindak lebih dahulu sebelum terlambat. Siapa tahu mereka itu para pendekar kawan Cia Kui Hong. Gadis ketua Cin-ling-pai itu memang sudah berjanji tidak akan mengganggunya, akan tetapi siapa tahu dia mengundang teman-temannya!

Walau pun dia tidak berani membuka rahasia karena sudah berjanji, akan tetapi mungkin saja dia menyerahkan tugas penyelidikan itu kepada teman-temannya. Ia harus waspada dan mendahului setiap orang yang akan mendatangkan bahaya baginya. Dia cepat-cepat membuat surat singkat dan memasukkannya dalam sampul.

Dikumpulkannya semua pembantunya, lantas dia pun mengatur siasat untuk menghadapi tiga orang yang mencurigakan. Dia mengatakan kepada para pembantunya mungkin saja mereka itu adalah musuh-musuhnya. Sesudah itu dia lantas mengutus seorang pembantu untuk menyerahkan sampul suratnya kepada tiga orang itu.

Tiga orang muda yang menjadi perhatian Tang Bun An itu sesungguhnya bukanlah orang-orang sembarangan, sebab mereka adalah Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi! Ji Sun Bi yang usianya sudah tiga puluh satu tahun akan tetapi masih nampak cantik manis dan genit itu berjuluk Tok-sim Mo-li (Iblis Betina Berhati Racun), seorang tokoh sesat yang terkenal amat lihai dan juga amat jahat.

Ada pun dua orang pemuda yang kini bersamanya sebenarnya merupakan murid-murid orang-orang pandai dan pendekar besar. Yang pertama adalah Sim Ki Liong yang pernah menjadi murid yang disayang dari Pendekar Sadis dan isterinya. Namun putera mendiang Sim Thian Bu ini memang memiliki dasar watak yang jahat. Dia melarikan diri dari Pulau Teratai Merah, dan mencuri pedang pusaka Gin-hwa-kiam dari keluarga Pendekar Sadis.

Ada pun pemuda yang ke dua adalah Tang Cun Sek, pernah menjadi murid terkemuka di Cin-ling-pai. Tetapi putera kandung Ang-hong-cu ini pun memiliki dasar watak yang jahat. Dia melarikan diri dari Cin-ling-pai dan mencuri pedang pusaka Hong-cu-kiam!

Tiga orang muda yang lihai namun jahat ini bertemu dan bersatu, bahkan mereka sempat bersama-sama memperkuat sebuah perkumpulan yang disebut Kim-lian-pang, bersarang di salah satu puncak di Pegunungan Kim-lian-san. Sim Ki Liong yang paling lihai di antara mereka menjadi ketuanya, dan dua orang lainnya menjadi pembantu-pembantu utama.

Akan tetapi tindakan sewenang-wehang dari Kim-lian-pang telah memancing permusuhan dengan para perkumpulan lainnya, dan akhirnya Kim-lian-pang diserbu oleh orang-orang dari perkumpulan lain. Sebenarnya mereka tidak akan kalah kalau saja tidak muncul Pek Han Siong dan Tang Hay yang akhirnya mengalahkan mereka. Bahkan Hay Hay berhasil merampas pedang Gin-hwa-kiam dan pedang Hong-cu-kiam dari tangan Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek.

Biar pun menderita kekalahan dan perkumpulan Kim-lianpang yang jahat itu dibasmi, tiga orang pimpinan ini berhasil meloloskan diri mereka. Mereka merasa kehilangan, terutama sekali Sim Ki Liong yang kehilangan kedudukan dan kekuasaan, kehilangan harta benda, kehilangan segalanya sehingga dia merasa sakit hati sekali terhadap Han Siong dan Hay Hay yang sudah menghancurkan kedudukan serta kekuasaannya yang mulai dipupuk dan mulai tumbuh itu. Dia kehilangan segalanya, akan tetapi merasa terhibur juga karena dua orang pembantunya yang juga menjadi sahabat baiknya, yaitu Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek, ternyata dapat menyelamatkan diri dan kini terlah bergabung kembali bersamanya.

Ji Sun Bi adalah pembantunya, sahabatnya, juga kekasihnya. Tang Cun Sek merupakan pembantu dan sahabatnya yang cocok, dan kedua orang itu memiliki ilmu silat yang boleh diandalkan. Karena itu, biar pun sudah kehilangan kedudukan tinggi dan kekuasaan besar sebagai ketua Kim-lian-pang, dia masih terhibur dan berbesar hati karena masih bersama dua orang pembantunya itu.

"Aku harus membalas semua ini! Sekali waktu aku harus dapat mencincang hancur tubuh Tang Hay dan Pek Han Siong!" kata Sim Ki Liong dengan geram sambil mengepal tinju ketika ketiganya duduk mengaso di bawah pohon dalam hutan di mana mereka melarikan diri. Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek juga duduk menyusut peluh, wajah mereka masih pucat karena baru saja mereka lolos dari cengkeraman maut.

"Mereka adalah musuhku sejak dulu," kata Ji Sun Bi. "Dan memang tidak ada yang akan lebih menyenangkan hatiku dari pada melihat mereka itu dapat kubinasakan. Akan tetapi kita harus berhati-hati sekali, karena kedua pemuda itu memang sakti. Bukan saja mereka berdua mempunyai ilmu silat yang tinggi, akan tetapi yang paling berbahaya lagi, mereka memiliki ilmu sihir yang amat kuat dan sukar dilawan. Kita bertiga belum cukup kuat untuk menghadapi mereka. Kita harus berusaha mencari orang-orang pandai untuk membantu kita."

"Pendapatmu itu memang benar, enci Sun Bi. Akan tetapi di mana kita dapat menemukan orang-orang pandai yang bersedia membantu kita?" tanya Sim Ki Liong. Dia sendiri baru keluar dari Pulau Teratai Merah sehingga belum banyak pengalaman, belum mempunyai hubungan dengan tokoh-tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.

Ji Sun Bi tersenyum. Tok-sim Mo-li ini tentu saja berbeda dengan kedua orang muda itu. Dia adalah seorang tokoh sesat yang kenamaan, maka tentu saja dia mengenal banyak tokoh sesat lain di dunia kang-ouw.

"Untuk mencari kawan-kawan baru yang pandai, serahkan saja kepadaku!"

"Kalau saja aku dapat bertemu dengan ayah kandungku, tentu dia akan suka membantu kita. Dan aku mendengar bahwa ayah kandungku itu, Ang-hong-cu, adalah seorang yang sakti," kata Tang Cun Sek.

"Akan tetapi di mana kita dapat mencari dia? Memang aku sendiri sudah lama mendengar akan nama besarnya. Dia sedemikian lihainya sehingga tidak ada seorang pun dari dunia kang-ouw yang mampu mengenal siapa sesungguhnya tokoh yang amat terkenal dengan julukan Ang-hong-cu itu," kata Ji Sun Bi.

Sim Ki Liong memandang kepada sahabatnya dan sekaligus pembantunya itu dengan alis berkerut. "Tang-toako, walau pun ayahmu itu sakti dan akan suka membantu kita, namun apa artinya kalau kita tidak dapat mengetahui di mana dia berada?”

“Jangan khawatir. Berdasarkan penyelidikanku, aku yakin bahwa dia berada di kota raja. Ada berita bahwa di kota raja terdapat seorang perwira muda she Tang yang mengaku bahwa dia adalah putera Ang-hong-cu. Nah, apa bila kita mencari perwira Tang itu di kota raja, tentu kita akan dapat mengetahui di mana adanya ayahku itu. Kalau benar perwira itu memang putera Ang-hong-cu, berarti dia masih saudaraku seayah."

Begitulah, karena sedang dalam keadaan bingung dan mengharapkan bantuan dari orang pandai yang dapat dipercaya, Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi menyetujui dan mereka bertiga dengan hati-hati lantas memasuki kota raja untuk menyelidiki tentang Perwira Tang yang kabarnya menjadi perwira pasukan pengawal istana di kota raja.

Setelah mendapatkan sebuah rumah penginapan yang kecil agar kehadiran mereka tidak menyolok dan menarik perhatian, mereka mulai bertanya-tanya tentang perwira Tang itu. Mereka bertanya kepada para pelayan rumah penginapan dan pelayan rumah makan di mana mereka makan.

Mereka sama sekali tidak tahu bahwa sikap mereka bertanya-tanya tentang perwira Tang telah menimbulkan kecurigaan seorang mata-mata pembantu Perwira Tang Bun An yang langsung melaporkan hal itu kepada majikannya. Dan dari hasil keterangan yang mereka peroleh, terdapat berita mengejutkan bahwa Perwira Tang yang mereka cari-cari itu telah ditangkap dan dihukum buang!

Berita ini bukan mengejutkan, akan tetapi juga amat mengecewakan hati Tang Cun Sek. Jejak satu-satunya yang dapat membawanya kepada ayah kandungnya kini telah lenyap! Kalau bukan perwira she Tang itu, lalu siapa lagi yang dapat memberi keterangan kepada dia tentang Ang-hong-cu?

Selagi mereka bertiga kebingungan sesudah mendengar berita itu dan tidak tahu harus berbuat apa, tiba-tiba pelayan rumah penginapan menyerahkan sesampul surat kepada mereka sambil berkata,

"Ini ada sepucuk surat untuk sam-wi."

Sim Ki Liong yang menganggap dirinya sebagai pimpinan segera menerima surat itu dan bertanya heran, "Siapakah orang yang menyerahkan surat ini kepadamu?"

Pelayan itu menggelengkan kepala. "Pada waktu saya sedang bertugas di luar, orang itu datang dan menyerahkan surat ini kepada saya dengan pesan agar disampaikan kepada sam-wi. Mula-mula dia bertanya apakah ada dua orang pemuda dan seorang wanita yang bermalam di sini, yang bertanya-tanya tentang Perwira Tang. Ketika saya membenarkan, dia lalu mengeluarkan surat ini dengan pesan agar saya serahkan kepada sam-wi."

Sim Ki Liong mengangguk dan pelayan itu lalu pergi. Dengan heran dan ingin tahu Sim Ki Liong membuka sampul surat itu dan membaca isi surat yang singkat saja.

"Jika kalian bertiga ingin tahu tentang Perwira Tang, keluarlah dari kota raja melalui pintu gerbang utara dan ikuti seorang yang akan menjadi penunjuk jalan.’

Surat itu tanpa nama pengirim, tanpa tanda tangan, ditulis dengan huruf indah dan gagah. Membaca ini, mereka bertiga saling pandang dan Tang Cun Sek menjadi gembira sekali.

"Ahh, jejak yang menghilang itu kini timbul kembali!" serunya. "Kita harus cepat menuruti petunjuk surat ini. Kalau kita dapat menemukan Perwira Tang, tentu akan mudah mencari Ang-hong-cu ayahku."

Ji Sun Bi yang mempunyai pengalaman jauh lebih luas dibandingkan dua orang muda itu, mengerutkan alis. "Kita harus berhati-hati dan waspada. Adanya surat ini memperlihatkan pengirimnya sudah tahu akan kedatangan dan gerak-gerik kita. Sebaliknya, kita tidak tahu siapa dia atau mereka, dan tidak tahu pula mereka itu kawan ataukah lawan. Undangan ini dapat saja beriktikad baik, akan tetapi juga dapat merupakan suatu perangkap."

"Hemm, andai kata surat ini merupakan sebuah perangkap, apakah kita perlu takut? Kita hajar mereka!" kata Sim Ki Liong.

Ini bukan merupakan suatu kesombongan atau bualan belaka. Mereka bertiga merupakan orang-orang yang mempunyai ilmu silat yang tinggi dan sukar dicari tandingannya, maka tentu saja mereka bertiga tidak takut terhadap ancaman pihak lawan yang belum mereka ketahui siapa.

"Benar, kita tidak perlu takut. Lagi pula, kalau pengirim surat ini memang mempunyai niat buruk terhadap kita, perlu apa dia mengirim surat ini? Tentu saja mereka akan langsung mengepung dan menyerang kita," kata pula Tang Cun Sek.

"Betapa pun juga, kita harus berhati-hati dan tetap waspada," kata Ji Sun Bi.

"Mari sekarang juga kita pergi sebelum hari menjadi gelap," kata Sim Ki Liong.

Mereka lalu meninggalkan rumah penginapan, menuju ke pintu gerbang utara dan keluar dari kota raja. Sesudah tiba di luar pintu gerbang dan berjalan terus sampai ke jalan yang sunyi, mereka dihadang seorang laki-laki setengah tua yang berpakaian sebagai seorang pemburu. Laki-laki itu menjura dan berkata dengan suara lirih.

"Sam-wi yang mencari Perwira Tang?"

Tiga orang itu memandang penuh perhatian dan mengangguk. Laki-laki itu nampak gagah dan bertubuh tegap, namun mereka tahu bahwa dia ini hanyalah seorang anak buah atau utusan saja.

"Silakan sam-wi ikut dengan saya," orang itu berkata pula.

Tiba-tiba, secepat kilat Ji Sun Bi menggerakkan tubuhnya ke arah orang itu, lalu tangan kirinya mencengkerarn ke arah kepala. Orang itu terkejut sekali, akan tetapi jelas bahwa dia bukan orang lemah karena begitu melihat serangan itu, dia cepat miringkan tubuh dan menggerakkan tangan kanan untuk rnenangkis.

Tetapi ternyata cengkeraman tangan kiri itu hanya gertakan saja, yang bergerak sungguh-sungguh adalah tangan kanannya, dengan dua jari rnenotok pundak. Gerakan Ji Sun Bi terlalu cepat bagi orang itu sehingga tidak sempat mengelak lagi. Pundaknya tertotok dan dia pun terguling roboh, tak mampu menggerakkan tubuhnya lagi!

"Nah, kau lihat. Kalau ternyata engkau menipu dan menjebak kami, maka nyawamu akan melayang!" kata Ji Sun Bi, kemudian dia pun menepuk pundak orang itu untuk membuka kembali jalan darah yang tertotok.

Orang itu bangkit berdiri, kemudian memandang dengan wajah membayangkan perasaan jeri. Tak disangkanya bahwa wanita cantik itu sedemikian lihainya! Dia mengangguk dan berkata,

"Saya hanyalah utusan untuk menyambut sam-wi. Kenapa saya diganggu?"

"Tak perlu banyak cakap!" kata Sim Ki Liong. "Hayo antarkan aku dan teman-temanku ini kepada si pengirim surat!"

Dengan sikap ketakutan orang itu lalu berjalan menuju ke arah sebuah bukit, diikuti oleh tiga orang itu. Matahari mulai condong ke barat ketika mereka menyusup-nyusup hutan. Akhirnya mereka pun tiba di depan sebuah pondok di puncak bukit yang tersembunyi di tengah hutan itu. Tempat itu amat sunyi, dan pondok itu sama sekali tidak nampak ketika mereka mendaki bukit itu, karena tersembunyi di dalam hutan yang lebat. Sesudah tiba di depan pondok, orang itu berkata kepada mereka,

"Kita telah tiba, harap sam-wi masuk ke pondok. Pengirim surat itu telah menanti sam-wi di dalam pondok!"

"Hemm, kau sangka kami anak-anak kemarin sore yang masih bodoh?" Ji Sun Bi berseru dengan suara mengejek. "Hayo cepat kau suruh dia keluar pondok, atau akan kubunuh kau lebih dulu!"

Tentu saja orang itu menjadi ketakutan. Akan tetapi ketika itu pula pintu pondok terbuka dari dalam dan muncullah Tang Bun An. Dia melangkah keluar sambil tertawa bergelak, akan tetapi sepasang matanya yang tajam itu memandang kepada mereka bertiga penuh perhatian.

"Ha-ha-ha, tiga orang muda yang sungguh sombong. Kalian masih berani berlagak dan mengancam? Lihatlah ke sekeliling kalian!" Tang Bun An melangkah keluar dengan sikap tenang sekali.

Tiga orang muda itu memandang dengan sikap waspada, dan ketika mendengar ucapan itu mereka membalikkan tubuh. Kiranya mereka kini telah terkepung oleh dua puluh orang lebih yang siap dengan segala macam senjata di tangan. Ada yang memegang pedang, golok, toya, tombak atau ruyung dan melihat cara mereka memegang senjata maka dapat diketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang terlatih dan memiliki kepandaian silat.

Tentu saja Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi sama sekali tidak menjadi gentar menghadapi pengepungan kurang lebih dua losin orang itu, akan tetapi mereka merasa penasaran sekali.

"Hemm, kalau engkau memaki kami sebagai tiga orang muda yang sombong, maka jelas bahwa engkau adalah seorang tua yang sangat curang dan pengecut! Siapa engkau dan mengapa pula engkau menjebak kami di sini dan ingin mengeroyok kami? Apa kesalahan kami terhadapmu, dan ada urusan apakah yang membuat engkau bersikap curang seperti ini?"

Wajah Tang Bun An menjadi kemerahan dan sinar matanya mencorong. Pemuda tampan dan gagah ini sungguh berani mati!

"Bocah sombong jangan kira bahwa aku tidak berani melawan kalian bertiga. Akan tetapi, sebelum kita bicara, aku ingin melihat lebih dulu apakah kepandaian kalian juga sebesar sikap sombong kalian!" Dia memberi isyarat kepada anak buahnya yang segera bergerak, mengepung dan mulai menyerang!

Ji Sun Bi segera mencabut sepasang pedangnya dan begitu dia memutar pedang-pedang itu, nampak dua gulungan sinar lantas beberapa orang penyerang rnengeluarkan seruan kaget karena senjata mereka tiba-tiba saja membalik, bahkan ada sebatang pedang dan sebatang golok terlepas dari pegangan tangan pemiliknya.

Sim Ki Liong telah kehilangan Gin-hwa-kiam yang terampas oleh Hay Hay, juga Tang Cun Sek kehilangan Hong-cu-kiam yang juga dirampas oleh Hay Hay. Kedua orang pemuda ini belum memiliki senjata akan tetapi keduanya mempunyai kepandaian yang cukup tinggi sehingga dengan tangan kosong saja mereka menyambut serangan para pengeroyok itu. Kedua tangan rnereka menampar-nampar, kaki mereka menendang-nendang dan dalam waktu beberapa menit saja dua losin orang yang mengeroyok itu segera kocar-kacir dan terlempar ke sana-sini!

Melihat ini secara diam-diam Tang Bun An terkejut dan kagum bukan main. Kalau mereka ini adalah pendekar-pendekar seperti Cia Kui Hong, maka celakalah dia.

"Tahan !" Dia berseru dan anak buahnya yang sudah terdesak hebat itu cepat berloncatan mundur. Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi berdiri sambil tersenyum mengejek.

"Nah, apakah sekarang engkau hendak memperkenalkan diri dan bicara apa maksudmu mengundang kami?" tanya Sim Ki Liong, sikapnya mengejek dan penuh tantangan.

Tang Bun An masih merasa penasaran, ingin sekali dia menguji sendiri ilmu kepandaian mereka atau seorang di antara mereka. Maka dia pun berkata, "Kalian hebat! Akan tetapi aku masih penasaran. Sebelum bicara, aku ingin merasakan sendiri kelihaian kalian. Nah, majulah salah seorang di antara kalian yang paling pandai, dan mari kita bertanding untuk melihat sampai di mana tingkat kepandaian masing-masing."

Sim Ki Liong yang merasa paling pandai, bahkan memang tadinya dialah yang menjadi ketua, segera maju.

"Akulah yang akan menandingimu!"

"Tak perlu engkau yang maju sendiri, Pangcu. Urusan ini adalah urusan pribadiku, biarlah aku yang menandinginya!" kata Tang Cun Sek.

Dan dia pun segera melompat ke depan, menghadapi Tang Bun An. Dia masih menyebut pangcu kepada Sim Ki Liong walau pun sekarang pemuda itu bukan lagi seorang ketua perkumpulan dan sudah tidak memiliki anak buah lagi.

Sejenak Tang Bun An menatap tajam wajah pemuda tinggi besar itu dan dia pun kagum. Selain tinggi besar dan tubuhnya kokoh kuat, juga wajah pemuda yang berkulit putih itu menarik sekali, tampan dan gagah. Matanya mengeluarkan cahaya mencorong dan jelas bahwa dia seorang pemuda yang ‘berisi’. Dia pun heran sekali mendengar pemuda tinggi besar ini menyebut ‘pangcu’ kepada pemuda tampan yang halus dan jauh lebih muda itu.

"Bagus! Kalian bertiga sama-sama lihai, asal bisa menguji salah seorang di antara kalian, hatiku sudah puas. Orang muda mulailah!" tantangnya.

Tang Cun Sek juga seorang yang mempunyai watak tinggi hati. Dia merasa bahwa tingkat ilmu silatnya sudah amat tinggi dan jarang ada orang mampu menandinginya, maka tentu saja dia memandang rendah kepada pria setengah tua itu. Juga sudah lama dia menjadi murid utama di Cin-ling-pai, maka dia pun dapat menirukan sikap para pendekar. Kini pun dia mencoba bersikap gagah.

"Orang tua, engkaulah yang menantang dan mengundang kami, maka engkau pula yang harus mulai menyerang. Silakan!" katanya dengan sikap waspada karena bagaimana pun juga dia belum tahu benar sampai di mana kelihaian calon lawan ini, walau pun dia agak memandang rendah.

"Bagus, sambut seranganku!" bentak Tang Bun An.

Bentakannya mengandung tenaga khikang sehingga menggetarkan jantung, namun Cun Sek sudah melindungi dirinya dengan pengerahan tenaga sakti dan begitu tangan kanan terbuka dari lawan menyambar ke arah dadanya, dia pun cepat mengelak mundur sambil memutar lengan kiri menangkis, sedangkan lengan kanannya meluncur ke depan dengan tangan terkepal, menghantam dari samping ke arah pelipis lawan sebagai balasan.

"Hemmm!" Tang Bun An berseru dan sengaja mengerahkan tenaga pada lengan kirinya untuk menangkis hantaman tangan lawan ke arah pelipisnya itu untuk mengadu tenaga dan menguji kekuatan tenaga lawan.

"Dukkk!"

Dua lengan itu bertemu dan akibatnya keduanya terdorong mundur dua langkah! Kini Cun Sek tidak lagi berani memandang rendah. Kiranya lawannya memiliki tenaga yang sangat kuat, yang dapat mengimbangi tenaganya sendiri! Dia pun merasa penasaran dan cepat dia menerjang ke depan sambil mainkan Ilmu Silat Thai-kek Sin-kun yang ampuh. Ilmu ini merupakan satu di antara ilmu-ilmu silat andalan Cin-ling-pai, selain gerakannya mantap dan mengandung tenaga dahsyat, juga kadang amat cepat seperti kilat menyambar.

"Uhhh...!" Tang Bun An berseru karena kaget bukan main. Dia mengenal ilmu yang pernah dia lihat dimainkan pula oleh Cia Kui Hong, ketua Cin-ling-pai itu! Celaka, pikirnya. Jelas pemuda ini ada hubungannya dengan Cia Kui Hong. Tentu dia ini seorang jagoan dari Cin-ling-pai yang sengaja diundang Kui Hong untuk memusuhinya. Gadis itu telah melanggar janjinya, atau kalau tidak melanggar janji dan tidak membuka rahasianya, agaknya telah mengirim orang-orang Cin-ling-pai yang lihai untuk memusuhinya!

Dia pun cepat menggerakkan tubuhnya dan mengeluarkan ilmu-ilmu silatnya yang banyak ragamnya, menangkis, mengelak dan membalas dengan pengerahan seluruh tenaganya. Diam-diam dia merasa gentar juga. Walau pun dia mungkin mampu menandingi bahkan mengatasi pemuda tinggi besar itu, namun di sana masih ada dua orang temannya yang juga amat lihai. Bahkan mudah diduga bahwa pemuda yang disebut pangcu ini tentu lebih lihai, dan wanita itu pun tak boleh dipandang ringan. Apa bila mereka maju bertiga, maka sukarlah baginya untuk dapat lolos!

Mereka saling serang dengan serunya dan pada suatu saat, ketika Cun Sek mengubah pula ilmu silatnya dan kini memainkan Im-yang Sin-kun, pada waktu sepasang tangannya mendorong dengan pengerahan tenaga, Tang Bun An juga mendorong kedua tangannya untuk menyambut sambil mengerahkan tenaga pula.

"Desss...!"

Kali ini pertemuan dua pasang tangan itu lebih hebat dari pada tadi dan akibatnya mereka berdua terdorong ke belakang sampai terhuyung!

"Tahan!" kata Tang Bun An sebelum pemuda tinggi besar itu menyerangnya lagi. "Apakah hubunganmu dengan Cin-ling-pai, orang muda?"

Mendengar pertanyaan itu, Cun Sek juga terkejut. Kiranya orang tua yang gagah dan lihai itu mengenal ilmu silatnya yang diperoleh dari Cin-ling-pai! Jangan-jangan orang ini tokoh yang berdekatan dengan Cin-ling-pai! Kalau demikian halnya, berbahaya sekali.

Tiba-tiba Sim Ki Liong telah mendahuluinya. Pemuda ini meloncat ke depan, menghadapi orang tua yang lihai itu. "Paman, mengingat bahwa engkau yang mengundang kami dan mengirim surat, maka sudah sepatutnya jika engkau pula yang menceritakan siapa dirimu dan apa pula maksudmu mengundang kami, kemudian menguji kepandaian kami di sini."

Tang Bun An meraba-raba dagunya yang telah dicukur bersih. "Aku sengaja mengundang kalian ketika mendengar dari anak buahku bahwa kalian bertanya-tanya tentang Perwira Tang. Apakah yang kau maksudkan adalah Perwira Tang Gun yang telah dihukum buang oleh kaisar?" Melihat sikap tiga orang muda itu berkeras menuntut dia yang lebih dahulu memperkenalkan diri dan membuat pengakuan, dia pun menyambung cepat. "Kalau yang kalian maksudkan Tang Gun, maka aku dapat memberi keterangan sejelasnya tentang dia."

Kini Tang Cun Sek yang menjawabnya. "Sesungguhnya akulah yang punya kepentingan dengan perwira Tang itu. Kami tidak tahu siapa namanya, yang kami cari adalah Perwira Tang yang mengaku bahwa dia adalah putera Ang-hong-cu!"

Tang Bun An kini memandang wajah Cun Sek penuh perhatian, sinar matanya yang tajam mencorong itu seperti hendak menyelidiki isi hati pemuda itu lewat pengamatan wajahnya.

"Hemmm, orang muda, yang kau cari itu Tang Gun ataukah Ang-hong-cu?"

Bagaimana pun juga, pemuda ini pandai ilmu silat Cin-ling-pai dan kalau dia mencari Ang-hong-cu, jelas bahwa dia datang diutus oleh Cia Kui Hong!

"Kami mencari Ang-hong-cu!" Cun Sek berseru. "Dapatkah engkau menceritakan di mana adanya Ang-hong-cu?”

Meski pun jantungnya berdebar tegang, namun Tang Bun An masih dapat tersenyum dan mengangguk-angguk. "Itu tergantung dari sikap kalian. Kalian bertiga yang membutuhkan keterangan, maka sepatutnya kalau kalian memperkenalkan diri lebih dulu kepadaku, dan menjelaskan apa maksud kalian mencari Ang-hong-cu. Barulah akan aku pertimbangkan apakah aku dapat memberi tahu kalian di mana adanya Ang-hong-cu ataukah tidak."

"Nanti dulu, jangan sembarangan membuat pengakuan!" kata Ji Sun Bi cepat, lalu wanita ini memandang kepada Tang Bun An dengan sinar mata tajam.

"Hemmm, engkau adalah orang tua yang licik bukan main. Kami bertiga tidak mempunyai urusan denganmu, tapi engkau mengirim surat kepada kami, memancing kami datang ke sini. Lantas engkau mengerahkan anak buahmu untuk mengeroyok kami, bahkan engkau sendiri menguji kepandaian salah seorang di antara kami. Apa artinya semua ini? Dan kini engkau hendak memancing keterangan kami tanpa memberi tahu kepada kami siapakah engkau dan apakah artinya semua perbuatanmu ini. Padahal pengeroyokan anak buahmu telah gagal, dan betapa pun lihaimu, kiranya engkau tak akan mampu mengalahkan kami bertiga. Bahkan kalau kami mau, kami akan dapat mengeroyok dan merobohkanmu. Nah, dalam keadaan seperti ini, sepatutnya engkaulah yang lebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan mengapa engkau mengundang kami."

Tang Bun An tertawa dan dia pun memandang kepada wanita itu dengan kagum. Seorang wanita yang bukan saja cantik, namun berkepandaian silat tinggi dan cerdik sekali, dan tentu saja dia mengenal baik siapa Ji Sun Bi.

Pada awal pertemuan tadi dia lupa. Akan tetapi sekarang dia teringat bahwa dia pernah bertemu dengan wanita ini. Pada saat itu dia menyamar sebagai Han Lojin yang berkumis dan berjenggot.

"Ha-ha-ha-ha! Tok-sim Mo-li, kau kira aku tidak mengenal kalian? Dan engkau adalah Sim Ki Liong yang pernah menjadi murid Pendekar Sadis itu, bukan? Ha-ha-ha, siapa bilang kalau keadaanku kalah? Lihat di belakang kalian!"

Tentu saja Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong terkejut bukan main mendengar betapa orang tua itu telah mengenal mereka, dan sesudah mereka memutar tubuh, ternyata di sana sudah terdapat puluhan orang berpakaian seragam prajurit pengawal yang sudah siap dengan busur dan anak panah!

“Siapa... siapakah engkau...?” Sim Ki Liong bertanya, kaget bukan main.

"Ha-ha-ha, kalau aku menghendaki, dapat saja aku mendatangkan ratusan orang prajurit pengawal. Aku adalah seorang perwira pengawal yang mengepalai ribuan orang prajurit. Nah, sekarang kalian masih berkepala besar dan tidak mau mengaku apa maksud kalian mencari perwira Tang Gun dan Ang-hong-cu?"

Tiga orang muda itu saling pandang dan mereka sungguh terkejut bukan main. Mereka tidak menduga siapa adanya perwira yang lihai ini, yang ternyata sudah mengenal Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong! Melihat bahwa agaknya perwira itu belum mengenal dirinya, Cun Sek lalu berkata dengan sikap hormat.

"Ciangkun, maafkan sikap kami tadi karena tidak mengenalmu. Baiklah kujelaskan bahwa sebetulnya yang berkepentingan dengan An-hong-cu adalah aku pribadi. Aku mempunyai urusan pribadi yang sangat penting dengan Ang-hong-cu, karena itulah maka aku mencari dia dan kalau Ciangkun tahu di mana dia, tolong memberi tahu kepadaku."

Tadinya Tang Bun An masih menaruh curiga terutama kepada pemuda tinggi besar yang pandai ilmu silat Cin-ling-pai itu, akan tetapi setelah dia teringat kepada Ji Sun Bi dan juga Sim Ki Liong sebagai dua orang muda yang berpihak pada golongan sesat, bahkan juga pernah membantu pemberontakan golongan hitam yang dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo, maka hatinya terasa lega.

Jelas bahwa dua orang semacam Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong itu dapat ditariknya menjadi pembantu atau sekutu yang bisa diandalkan! Ada pun pemuda tinggi besar yang mencari Ang-hong-cu ini, walau pun dia belum mengenalnya, tetapi agaknya dia pun sahabat dua orang muda sesat itu.

"Hemmm, kalau begitu, marilah kita berbicara di dalam. Urusan pribadi tidak sepantasnya dibicarakan diluar."

Karena maklum bahwa kini keadaan mereka bertigalah yang berada di bawah ancaman bahaya kalau sampai mereka menentang, maka tiga orang muda itu lalu mengikuti Tang Bun An memasuki pondok itu. Ang-hong-cu lalu mempersilakan tiga orang tamu itu duduk di ruangan tamu, ada pun dia sendiri memasuki kamarnya. Tak lama kemudian dia keluar kembali dan kini sudah berpakaian sebagai seorang perwira sehingga tiga orang muda itu semakin percaya kepadanya.

“Nah, orang muda. Sekarang kita dapat bicara di sini sehingga tidak ada orang luar yang mendengarkan kita. Katakanlah kenapa engkau mencari Ang-hong-cu, dan urusan pribadi penting apa yang kau miliki terhadap dia. Ceritakan saja terus terang, baru nanti aku akan memberi tahukan di mana adanya Ang-hong-cu yang kau cari-cari itu.”

Cun Sek kini merasa bahwa tidak ada gunanya lagi dia merahasiakan dirinya. Agaknya perwira itu boleh dipercaya, dan tentu dia benar-benar tahu di mana adanya Ang-hong-cu, karena sikapnya terhadap mereka bertiga tidak memusuhi. Kalau memang dia bermaksud buruk, tentu semenjak tadi dia sudah mengerahkan anak buahnya lebih banyak lagi untuk menangkap mereka bertiga.

“Baiklah aku mengaku terus terang saja, Ciangkun. Aku mencari Ang-hong-cu karena dia adalah ayah kandungku. Semenjak kecil aku selalu mencarinya, maka ketika mendengar di sini ada seorang perwira she Tang mengaku putera Ang-hong-cu, aku segera mencari ke sini, ditemani oleh mereka ini."

Biar pun dia terkejut mendengar pengakuan pemuda tinggi besar itu, Tang Bun An tetap bersikap tenang. Dia memang tahu bahwa perbuatannya selama ini sudah membuahkan keturunan di mana-mana, dan tentu saja dia tidak tahu siapa di antara para wanita yang menjadi korbannya, yang kemudian melahirkan seorang keturunan darinya.

Mula-mula muncul Tang Hay atau Hay Hay yang sangat lihai itu, yang mengaku sebagai puteranya. Namun pemuda ini kemudian menjadi musuh besarnya yang paling ditakutinya karena harus diakuinya bahwa selama ini belum pernah dia bertemu tanding sekuat dan selihai Hay Hay.

Kemudian muncul Tang Gun yang juga mengaku sebagai puteranya. Putera ini terpaksa dia korbankan demi mencari kedudukan tinggi bagi dirinya sendiri. Akan tetapi diam-diam dia telah membebaskan puteranya itu dari hukuman buang, dan memberinya bekal.

Tang Gun bukan apa-apa kalau dibandingkan Hay Hay, tidak mempunyai ilmu silat yang tinggi. Akan tetapi kini muncul pemuda ini yang mengaku puteranya pula, dan pemuda ini pun amat lihai, bahkan agaknya menjadi murid Cin-ling-pai, walau pun tingkat kepandaian pemuda ini belum sehebat Hay Hay.

“Orang muda, jangan engkau sembarangan saja mengaku sebagai putera Ang-hong-cu," katanya dengan suara yang tegas dan kaku. "Kalau engkau benar putera Ang-hong-cu, lalu apa buktinya dan apa tandanya?"

Cun Sek cepat menanggalkan kalungnya, kalung dengan mainan seekor kumbang merah, kemudian memperlihatkannya kepada Tang Bun An. "Inilah bukti dan tanda itu, juga nama keturunanku Tang, Tang Cun Sek. Ibuku she Phoa, berasal dari dusun Liok-ciu di Propinsi Shantung. Ibuku ditinggalkan begitu saja oleh Ang-hong-cu setelah dia mengandung. Ibu yang mengatakan kepadaku bahwa ayah kandungku adalah Ang-hong-cu, she Tang, dan benda ini pemberian ayah kandungku. Nah, Ciangkun. Setelah aku dapat memperlihatkan bukti, maka kuharap Ciangkun suka memberitahu di mana adanya Ang-hong-cu."

Tang Bun An menghela napas panjang, lantas memandang kepada tiga orang muda itu. "Semenjak nama besar Ang-hong-cu dikenal di dunia kang-ouw, tak seorang pun pernah dapat melihat wajahnya. Bahkan anak-anaknya sendiri pun tak akan dapat mengenalnya. Hanya aku yang mengetahui rahasianya. Akan tetapi dia sudah memberi tahu kepadaku bahwa dia berencana untuk muncul di dunia kang-ouw dengan terang-terangan sesudah dia mendapatkan sekutu dan kawan-kawan yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Melihat kalian bertiga adalah orang-orang yang memiliki kepandaian, kukira dia akan suka menerima kalian. Akan tetapi, tentu saja aku harus lebih dahulu mendapat kepastian dari kalian apakah kalian akan suka bekerja sama dengan Ang-hong-cu."

"Bekerja sama dalam hal apa?" Sim Ki Liong bertanya.

"Dia ingin membangun sebuah kekuatan besar untuk menguasai dunia kang-ouw, untuk menundukkan dan menaklukkan perkumpulan-perkumpulan besar di dunia kangouw dan mengangkat diri menjadi bengcu (pemimpin rakyat). Bagaimana pendapat kalian bertiga?"

"Aihhh, kebetulan sekali!" seru Ji Sun Bi girang. “Kami bertiga memang sedang mencari sekutu pula, sesudah perkumpulan kami dihancurkan oleh musuh! Tentu saja aku setuju sekali!"

"Hemm, aku pun setuju untuk bekerja sama asalkan dia bisa menghargai kemampuanku!" kata Sim Ki Liong.

"Aku sendiri dengan senang hati akan membantu Ang-hong-cu, karena sudah sejak kecil aku merindukan ayah kandungku dan aku akan berbahagia sekali kalau dapat membantu ayah!" kataTang Cun Sek.

"Bagus! Kalau begitu nanti malam aku akan memberi tahukan dia, dan akan kubujuk dia agar datang menemui kalian. Sekarang harap kalian beristirahat dulu. Kalian dapat mandi dan beristirahat, kemudian malam nanti kita akan makan malam dan dalam kesempatan itu mungkin sekali Ang-hong-cu akan hadir di tengah-tengah kita."

"Nanti dulu, Ciangkun. Ada satu hal yang membuat kami penasaran. Bagaimana engkau dapat mengenal aku dan Tok-sim Mo-li? Pernahkah kita saling jumpa, dan siapakah nama Ciangkun?" tanya Sim Ki Liong yang merasa penasaran.

Tang Bun An bangkit dan tersenyum. "Nanti saja akan kuceritakan semua." Dia bertepuk tangan dan masuklah lima orang prajurit pengawal.

"Antarkan tiga orang tamu ini ke kamar masing-masing dan layani mereka baik-baik. Nah, sampai jumpa malam nanti di ruangan makan!" katanya kepada tiga orang tamunya lantas dia pun meninggalkan ruangan itu.

Dengan hati penuh pertanyaan maka tiga orang muda itu terpaksa mengikuti para prajurit pengawal yang mengantar mereka ke tiga buah kamar yang terletak di bagian belakang pondok yang ternyata cukup luas itu. Ketika para prajurit itu hendak mengundurkan diri, Ji Sun Bi yang masih merasa penasaran cepat memegang lengan seorang di antara mereka dan tersenyum manis kepadanya.

"Sobat yang tampan, tolong beritahu, siapa sih namanya komandanmu tadi?"

Sejenak prajurit itu memandang wajah yang cantik itu dengan penuh rasa kagum dan bibir tersenyum, akan tetapi sikapnya langsung berubah tegas dan dia pun berkata, "Bagi kami beliau adalah Ciangkun dan kami tidak mengetahui nama lain." Setelah berkata demikian dia membalikkan tubuh dan pergi dari situ.

Memang Tang Bun An sudah memesan kepada semua anak buahnya supaya mereka itu tidak pernah menyebut namanya dan merahasiakan dirinya. Perintah ini disertai ancaman hukuman berat.

"Sialan!" gerutu Ji Sun Bi kepada dua orang temannya. "Kalau tidak ingat urusan Cun Sek tentu sudah kubekuk prajurit tadi dan kupaksa dia mengakui siapa nama komandannya! Aku merasa seperti anak kecil dipermainkan saja."

"Sabarlah, Mo-li. Bukankah kita memang berniat untuk mencari sekutu yang kuat agar kita dapat bangkit kembali? Kalau memang Ang-hong-cu menghendaki semua rahasia ini, apa salahnya? Dan aku melihat bahwa memang dia telah memiliki kedudukan yang kuat," kata Sim Ki Liong.

"Bagaimana engkau bisa tahu?" kata Tang Cun Sek.

"Lihat saja. Dia sudah dapat mempengaruhi ciangkun itu untuk bekerja sama dengan dia! Dan nampaknya perwira itu benar-benar taat kepadanya! Memiliki perwira kerajaan yang mengepalai ribuan orang prajurit pengawal, itu sudah hebat namanya! Agaknya aku akan suka sekali bekerja sama dengan Ang-hong-cu."

Mereka pun tidak akan menanti terlalu lama karena hari sudah sore. Dan mereka dilayani dengan amat baik. Para prajurit pelayan itu menyediakan air cukup banyak untuk mandi, juga air teh dan arak.

Setelah hari menjadi gelap, tibalah saat yang amat ditunggu-tunggu oleh mereka bertiga, terutama sekali oleh Cun Sek. Pemuda ini sudah ingin sekali dapat bertemu dengan ayah kandungnya yang namanya amat tersohor di dunia kang-ouw itu. Seorang prajurit datang memberi tahu bahwa mereka diundang ke ruangan makan untuk makan malam.

Karena maklum bahwa prajurit di sana memang diharuskan menutup mulut, tanpa banyak bertanya lagi mereka bertiga mengikuti prajurit itu memasuki sebuah ruangan makan yang cukup besar. Di situ ada sebuah meja makan bundar besar yang dikelilingi delapan buah bangku, namun tidak nampak ada orang di situ. Prajurit itu lantas mempersilakan mereka bertiga duduk menghadapi meja makan itu.

Sesudah prajurit itu pergi, tidak lama kemudian perwira tua yang menjadi tuan rumah itu memasuki ruangan makan dengan wajah berseri.

"Selamat malam!" katanya gembira. "Apakah kalian mendapatkan pelayanan yang cukup baik?"

"Terima kasih, Ciangkun," kata Cun Sek. "Akan tetapi, mana dia yang bernama Ang-ong-cu...?

"Ha-ha-ha, engkau nampaknya tidak sabar benar untuk dapat bertemu dengan ayahmu, orang muda. Aku sudah menyampaikan keinginan kalian untuk bertemu dengan dia, juga telah kusampaikan bahwa kalian bertiga suka untuk membantu dia sebagai seorang calon bengcu. Akan tetapi dia minta agar kalian suka bersumpah setia lebih dahulu sebelum dia muncul. Karena itu kuharap kalian suka mengucapkan sumpah itu di hadapanku sebagai wakilnya. Bagaimana pendapat kalian?"

Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi adalah seorang wanita iblis, seorang tokoh kaum sesat yang tidak pantang melakukan kejahatan macam apa pun. Juga tidak pantang untuk mengucapkan sumpah palsu! Maka dia pun sama sekali tak merasa keberatan karena baginya, sumpah dapat saja setiap saat dilanggar, seperti juga janji.

Melihat Ji Sun Bi mengangguk setuju, Sim Ki Liong yang pengalamannya belum begitu banyak juga mengangguk. Bagi Tang Cun Sek, tentu saja sama sekali tidak berkeberatan untuk bersumpah setia kepada ayah kandungnya sendiri. Dengan petunjuk Tang Bun An, mereka lalu bersumpah, seorang demi seorang.

"Aku bersumpah bahwa aku akan taat dan setia kepada Ang-hong-cu, juga membantu dia sebagai bengcu. Kalau aku melanggar sumpahku ini, biarlah aku mati di ujung pedang.”

Sesudah mereka bersumpah seorang demi seorang, Tang Bun An tertawa, kemudian dia mempersilakan mereka bertiga untuk duduk.

"Sekarang kalian duduklah dengan tenang. Aku akan mengundang Ang-hong-cu datang ke sini!"

Tiga orang itu tentu saja merasa tegang sekali dan mereka mengikuti tuan rumah dengan pandang mata mereka. Tang Bun An menghilang ke ruangan lain sebelah dalam dan ada sepuluh menit lamanya tiga orang tamu itu menunggu dengan jantung berdebar. Seperti apakah gerangan orang yang berjuluk Ang-hong-cu itu?

Ji Sun Bi sendiri yang sudah memiliki banyak sekali pengalaman di dunia kang-ouw, yang hampir mengenal seluruh tokoh kang-ouw, harus mengakui bahwa dia sendiri juga baru mengenal nama Ang-hong-cu saja, belum pernah melihat orangnya. Seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang sangat lihai dan juga licik bukan kepalang sehingga para pendekar pun tidak pernah mampu memegang ekornya, tidak seorang pun pernah dapat melihat mukanya. Dan kini, tokoh besar itu akan muncul dan memperkenalkan diri kepada mereka!

Akhirnya muncullah seorang lelaki dari ruangan sebelah dalam itu. Dia melangkah keluar dengan sikap tenang sekali, dan setiap gerak-geriknya tak pernah terlepas dari pandang mata tiga orang muda itu.

Dia seorang pria yang usianya lima puluh tahun lebih, tubuhnya sedang dan tegak, agak besar di bagian dada sehingga nampak gagah. Wajahnya yang dihias kumis dan jenggot yang terpelihara rapi itu terlihat tampan, sepasang matanya mencorong dan berseri-seri, mulutnya terhias senyum mengejek. Pakaiannya rapi, dengan rompi sutera.

Pendeknya laki-laki setengah tua ini amat menarik dan sama sekali tidak terlihat sebagai seorang penjahat yang menakutkan, bahkan sebaliknya dia pantas menjadi seorang pria terpelajar dan hartawan yang penampilannya pasti akan menarik hati banyak wanita!

Kalau Tang Cun Sek memandangnya dengan mata terbelalak dan ragu apakah benar pria ini Anghong-cu, ayah kandung yang sejak kecil dirindukannya, sebaliknya Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong terkejut bukan main sehingga mereka telah bangkit berdiri dari tempat duduk mereka.

"Aku... aku pernah melihatnya... kita sudah pernah saling bertemu...," kata Sim Ki Liong yang lupa-lupa ingat sambil mengamati wajah itu.

"Tentu saja!" kata Ji Sun Bi. "Bukankah engkau ini Han Lojin?"

"Benar! Han Lojin...!” Kini Sim Ki Liong teringat akan semua peristiwa yang terjadi kurang lebih dua tahun yang lalu.

Ketika itu dia membantu Lam-hai Giam-lo yang menghimpun kekuatan untuk melakukan pemberontakan dan muncullah orang ini, yang pada waktu itu mengenakan pakaian orang suku Hui, menunjukkan kepandaian untuk membantu gerakan Lam-hai Giam-lo. Orang itu memang lihai sekali dan dia mengaku bernama Han Lojin. Akan tetapi kemudian ternyata dia malah mengkhianati Lam-hai Giam-lo karena dia memihak pemerintah.

"Han Lojin! Jadi engkau inikah Ang-hong-cu...?” Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi berseru, masih terheran-heran.

"Tok-sim Mo-li, matamu benar-benar tajam dan ingatanmu kuat sekali. Aku memang Han Lojin yang dahulu pernah kalian lihat itu. Dan untuk pertama kali selama hidupku, kini di hadapan kalian aku mengaku bahwa akulah Ang-hong-cu!" Suara orang itu tenang sekali, agak dalam dengan logat barat dan agak asing seperti cara bicara orang Hui.

"Tapi… tapi… benarkah engkau adalah Ang-hong-cu? Benarkah engkau ini adalah ayah kandungku...?” Tang Cun Sek bertanya, tentu saja penuh keraguan karena bagaimana dia dapat yakin bahwa pria ini benar ayah kandungnya?

Si Kumbang Merah Pengisap Kembang Jilid 24

SESUDAH tiba di kaki bukit itu, Kui Hong berhenti di bawah sebatang pohon kemudian dia menangis sepuasnya sambil bersandar pada batang pohon itu. Dia adalah seorang gadis yang tabah, bahkan biasanya dia seperti pantang menangis. Namun sekali ini dia merasa begitu gemas, begitu marah, tetapi begitu tidak berdaya!

Dia tidak ingin ada orang lain melihat tangisnya, maka dia sengaja melepas tangisnya di tempat sunyi itu. Ada setengah jam lamanya dia termenung dan menangis, menyesalkan diri sendiri, menyesalkan nasibnya.

Dia tidak mempunyai pilihan lain! Dia masih waras, belum gila untuk membiarkan dirinya diperkosa dan dipermainkan tanpa sanggup melawan sama sekali, kemudian membiarkan dirinya mati konyol. Dia terpaksa mengucapkan janji itu. Dia tak merasa bersalah kepada siapa pun juga, akan tetapi merasa berkhianat terhadap jiwa kependekarannya. Dia harus membiarkan saja manusia iblis itu berkeliaran.

Setelah perasaannya mereda dan dia tidak menangis lagi, barulah Kui Hong melanjutkan perjalanannya. Dia mencuci bekas air mata dari mukanya ketika melihat sumber air yang jernih, kemudian dia melanjutkan perjalanan, tidak kembali ke istana melainkan langsung ke gedung tempat tinggal Menteri Cang Ku Ceng.

Tentu saja Cang Taijin menerima gadis itu dengan penuh harapan, karena gadis itu tentu memperoleh hasil baik maka sudah keluar dari istana untuk memberi laporan kepadanya. Kui Hong disambut dengan ramah di ruangan tamu dan di sana dia diterima oleh Menteri Cang sendiri sehingga dapat berbicara empat mata.

"Selamat datang, lihiap. Tidak kukira secepat ini engkau telah keluar dari istana. Apakah sudah memperoleh hasil baik?" tanya pembesar itu dengan sikap ramah.

Kui Hong menghela napas panjang. Hatinya terasa semakin penuh sesal melihat betapa baiknya sikap pejabat tinggi ini kepadanya. Begitu ramah dan seperti berhadapan dengan keluarga sendiri. Ketika melihat gadis itu menarik napas panjang dan wajahnya yang jelita itu seperti penuh penyesalan, Menteri Cang segera berkata,

“Apakah belum ada hasilnya? Kui Hong, kalau memang belum berhasil, katakan saja, tak perlu sungkan. Kami tidak akan menyesal karena memang kami telah mengetahui betapa lihainya penjahat itu sehingga semua usaha yang pernah kami lakukan untuk menangkap dia selalu gagal. Bagaimana pun, ceritakan hasil penyelidikanmu."

Agak lega hati Kui Hong mendengar ini. Pembesar itu demikian ramah padanya sehingga kadang memanggil namanya begitu saja, seperti seorang paman kepada keponakannya. Hanya kalau ada orang lain dia selalu menyebut lihiap.

"Paman, harap paman memaafkan saya karena terus terang saja, penyelidikan saya telah gagal." Kui Hong juga tidak lagi menyebut taijin kepada pembesar itu karena Cang Taijin berkali-kali minta agar dia menyebutnya paman saja.

"Hemm, sudah kuduga sebelumnya. Memang penjahat itu lihai bukan kepalang dan tentu dia sudah tahu mengenai penyelundupanmu ke dalam istana maka dia tak berani muncul. Apakah engkau tidak menemukan tanda-tanda lain?"

Kui Hong ingin sekali meneriakkan segala-galanya, akan tetapi tentu saja dia tidak mau melanggar janji. Lehernya seakan-akan dicekik dan dia pun hanya dapat menggelengkan kepala lantas menundukkan mukanya. Bahkan ketika bicara, dia tidak berani mengangkat pandang mata untuk bertemu pandang dengan pembersar itu.

Cang Ku Ceng adalah seorang pejabat tinggi yang sangat bijaksana dan cerdik, juga dia mempunyai banyak pengalaman. Maka diam-diam dia merasa curiga sekali ketika melihat sikap gadis perkasa itu. Ini bukan sikap Cia Kui Hong yang wajar, pikirnya.

Gadis itu kelihatan seperti berduka dan juga seperti orang yang sungkan dan malu-malu, seolah bersikap seperti orang yang tengah menyembunyikan dosanya. Apakah yang telah terjadi? Akan tetapi, sebagai orang yang bijaksana dia telah dapat mengenal watak gagah dari gadis itu. Bila Kui Hong mengambil keputusan untuk menyembunyikan sesuatu, maka hal itu tentu dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Dan akan sia-sia belaka kalau memaksa seorang gadis seperti Kui Hong ini untuk merubah sikap.

“Sayang sekali," kata pembesar itu. “Akan tetapi tidak mengapalah, Kui Hong. Aku tetap merasa yakin bahwa pada suatu hari aku akan berhasil membongkar rahasia penjahat itu dan menghukumnya! Dia telah mencemarkan nama baik istana dengan perbuatannya itu."

Tiba-tiba saja gadis itu mengangkat mukanya dan sinar matanya penuh harap ketika dia berkata, "Saya pun berharap begitu, paman! Bila perlu saya akan menghadap kakek dan nenekku di Pulau Teratai Merah agar mereka suka membantumu."

"Apa? Kau maksudkan kakekmu pendekar Ceng Thian Sin, Si Pendekar Sadis itu? Ahhh, tidak perlu, Kui Hong. Ini adalah urusan dan tugas kami para petugas negara. Aku tidak berani membikin repot locianpwe (orang tua gagah) itu. Kami masih mempunyai banyak orang yang cukup pandai dan akan kami kerahkan mereka agar menangkap penjahat licik itu."

Tentu saja Kui Hong tidak berani memaksa. Jika dia membujuk kakeknya agar membantu Menteri Cang, hal itu bukan berarti dia melanggar janjinya kepada Ang-hong-cu. Janjinya adalah bahwa dia sendiri tidak akan memusuhinya, tidak akan membongkar rahasianya. Dan ia sama sekali tidak melakukan hal itu.

Karena telah gagal dan merasa malu kepada keluarga Menteri Cang, Kui Hong sekalian berpamit mohon diri untuk meninggalkan kota raja. Mendengar ini Menteri Cang terkejut sekali.

"Ehh, mengapa engkau tergesa-gesa hendak pergi, Kui Hong? Tidak, engkau tidak boleh pergi begitu saja. Kalau bibimu dan kakakmu Cang Sun mengetahui, tentu mereka akan menyesal sekali. Engkau harus tinggal dulu beberapa lamanya di rumah kami, Kui Hong. Selain itu, apakah engkau sudah lupa akan tugasmu mencari dua orang itu?"

"Dua orang?" Kui Hong memandang bingung. Pada waktu itu seluruh hati dan pikirannya sedang terganggu dan dipenuhi urusannya dengan Ang-hong-cu, maka dia sudah kurang memperhatikan persoalan lain.

"Ehh? Apakah engkau sudah lupa? Bukankah engkau sedang mencari dua orang musuh besarmu yang bernama Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek yang sudah melarikan pusaka Pulau Teratai Merah dan Cinling-pai itu?"

Kui Hong terkejut. Aihh, bagaimana dia dapat melupakan mereka?

"Ahhh, mereka? Tentu saja saya tidak melupakan mereka, Paman. Justru saya berpamit untuk dapat segera melanjutkan perjalanan saya mencari dan menyelidiki mereka."

"Tenanglah, Kui Hong. Aku telah menyebar para penyelidik ke mana-mana untuk mencari mereka. Bahkan kemarin aku mendengar berita tentang kedua orang itu."

Kui Hong segera mengangkat mukanya, memandang dengan sinar mata gembira ketika mendengar ucapan itu. "Ahh, benarkah, Paman? Di mana dua orang keparat itu?"

"Tenanglah dan dengarkan keteranganku. Baru kemarin dua orang di antara penyelidikku datang memberi laporan bahwa Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek diketahui berada di Kim-lian-san dan di situ mereka mendirikan perkumpulan para penjahat yang merajalela. Tapi baru-baru ini gerombolan mereka diserbu dan dikeroyok oleh para anggota perkumpulan lain sehingga gerombolan Kim-lian-pang itu berhasil dibasmi. Akan tetapi kabarnya kedua orang itu bisa meloloskan diri. Sekarang para penyelidikku sedang mencari dua orang itu. Percayalah, para penyelidik itu berpengalaman dan mereka tentu akan dapat menemukan kembali dua orang musuhmu itu. Engkau tinggallah dulu menanti di sini, Kui Hong. Mari, mari kuantar menemui bibimu dan kakakmu. Mereka selalu bertanya tentang dirimu."

Ketika mereka memasuki ruangan dalam, isteri Menteri Cang dan puteranya, Cang Sun, menyambut Kui Hong dengan wajah berseri. "Adik Kui Hong! Ah, engkau sudah kembali? Lega dan senang hatiku melihat engkau selamat!”

Wajah Kui Hong berubah agak kemerahan melihat sikap pemuda itu, apa lagi mendengar panggilan yang akrab itu seolah-olah mereka telah menjadi kenalan baik.

"Cang Kongcu…!" katanya memberi hormat.

"Aihh, Hong-moi (adik Hong), kenapa menyebut kongcu (tuan muda) kepadaku? Sungguh tidak enak didengar. Sebut saja toako (kakak), bukankah kami telah menganggap engkau seperti anggota keluarga sendiri?"

"Benar ucapan puteraku tadi, Kui Hong," kata Nyonya Cang sambil melangkah maju dan memegang tangan gadis itu, lalu diajaknya duduk. "Sebut saja dia Sun-toako (kakak Sun), karena dia sudah berusia dua puluh tujuh, lebih tua darimu. Akupun girang engkau sudah kembali dengan selamat."

"Terima kasih, Bibi...,” kata Kui Hong yang merasa tak enak melihat keramahan keluarga pejabat tinggi itu. Akan tetapi dia tidak menjadi rikuh.

Dia seorang gadis yang sudah banyak merantau, tidak pemalu lagi, dan sungguh pun dia berada di antara keluarga bangsawan tinggi, akan tetapi dia sendiri adalah seorang ketua perkumpulan besar, ketua Cin-ling-pai! Bagaimana pun juga, kedudukan atau tingkatnya tidaklah rendah, maka dia pun tidak merasa rendah diri, hanya merasa sangat sungkan menghadapi keramahan mereka.

Padahal, walau pun hanya dia sendiri yang tahu, dia sudah membuat kapiran tugas yang diberikan kepadanya. Dia sudah dapat membongkar rahasia busuk yang terjadi di istana, akan tetapi dia tidak dapat menceritakannya kepada keluarga itu, bahkan mengaku bahwa tugasnya telah gagal! Diam-diam dia merasa bersalah.

"Tadinya Kui Hong berpamit hendak meninggalkan kota raja, tapi aku menahannya sebab selain kita masih merasa rindu, juga para penyelidik sedang melakukan tugas menyelidiki dua orang penjahat yang selama ini dicarinya,” kata Menteri Cang Ku Ceng kepada isteri dan puteranya. Mendengar ini, ibu dan anak itu nampak terkejut.

"Ahh, Hong-moi, kenapa begitu tergesa-gesa hendak pergi?" Cang Sun berkata, nadanya khawatir dan kaget.

"Kui Hong, tinggallah di sini dulu dan jangan tergesa pergi meninggalkan kami. Kami telah menganggapmu sebagai anggota keluarga sendiri. Bukan hanya karena engkau pernah menyelamatkan pamanmu, akan tetapi juga karena kami merasa suka sekali kepadamu. Bahkan, terus terang saja, Kui Hong, paman dan bibimu ini sudah bersepakat dan akan merasa senang sekali apa bila engkau suka menjadi mantu kami! Sun-ji (anak Sun) juga sudah setuju!"

Cang Sun tersenyum, ada pun ayahnya juga tertawa. Tentu saja Kui Hong tersipu malu. Keluarga bangsawan ini sungguh mempunyai watak dan sikap yang terbuka, watak yang tentu saja amat cocok dan dihargainya. Namun karena yang dibicarakan adalah masalah perjodohannya, tentu saja dia tersipu.

"Ha-ha-ha, maafkan keluarga kami, Kui Hong." kata Menteri Cang sambil tertawa. "Bukan kami tidak menghargaimu, tetapi kami memang suka berterus terang, apa lagi mengingat bahwa engkau adalah seorang pendekar wanita, dan dari keluarga para pendekar besar, maka tidak perlu kami berbasa-basi dan langsung saja menanyakan pendapatmu tentang maksud hati kami itu. Bila mana engkau sudah setuju, barulah secara resmi kami akan mengajukan pinangan kepada orang tuamu!'

Kui Hong dapat menghargai keterbukaan ini. Maka, biar pun dia merasa rikuh sekali dan tidak berani menentang pandang mata mereka bertiga secara langsung, dia menjawab,

"Terima kasih atas perhatian dan penghargaan yang diberikan oleh Paman sekeluarga terhdap saya. Akan tetapi mengenai perjodohan, bukan berarti saya menolak kehormatan yang Paman berikan kepada saya. Akan tetapi terus terang saja, pada waktu sekarang ini saya masih belum mempunyai niat sama sekali. Harap Paman bertiga suka memaafkan saya."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Kui Hong. Kami lebih senang jika engkau mau berterus terang seperti ini. Baiklah, kami tidak akan mengungkit kembali soal perjodohan ini, kelak masih banyak waktu untuk membicarakan lagi, seandainya engkau mulai berminat. Cang Sun, untuk sementara ini lupakan saja niat hatimu itu dan anggap Kui Hong sebagar adik saja."

Biar pun kecewa, Cang Sun dan ibunya dapat menerima alasan itu. Sikap mereka masih biasa, akrab dan ramah dan mereka tidak pernah menyinggung tentang usul ikatan jodoh itu. Hal ini membuat Kui Hong merasa bersyukur dan berterima kasih sekali.

Dia tahu bahwa dia sudah ditawari sebuah kedudukan yang sangat mulia. Dia tahu bahwa kalau dia menjadi isteri Cang Sun, dia akan memperoleh seorang suami yang walau pun lemah karena tidak menguasai ilmu silat, akan tetapi tampan, pandai dan terpelajar, dan seorang calon pejabat tinggi yang baik. Selain itu dia juga akan menjadi menantu tunggal dari seorang menteri yang bijaksana, akan memiliki sepasang orang tua sebagai mertua yang baik. Dia juga akan memperoleh kedudukan tinggi yang terhormat dan hidup serba kecukupan dan terhormat. Mau apa lagi bagi seorang gadis?

Namun ada satu hal yang kurang dan justru ini penting sekali. Di dalam hatinya tidak ada perasaan cinta seorang calon isteri terhadap Cang Sun! Dia mengharapkan agar menteri itu akan dapat cepat memperoleh keterangan tentang di mana adanya Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek.

********************

cerita silat online karya kho ping hoo

Dengan wajah muram dan hati gundah Tang Bun An pulang ke rumahnya. Baru saja dia terlepas dari ancaman bahaya yang akan menghancurkan kehidupannya. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa semua rahasianya sudah berada di tangan gadis she Cia itu, ketua Cin-ling-pai, dan lebih lagi, cucu Pendekar sadis!

Dia bergidik apa bila membayangkan betapa dia akan dimusuhi Cin-ling-pai dan dicari-cari oleh Pendekar Sadis. Hidupnya akan berubah seperti dalam neraka. Setiap saat dia akan dicekam rasa takut dan khawatir, dan hidupnya takkan pernah tenang dan tenteram lagi. Dia akan selalu merasa tidak aman.

Untung dia bertindak cerdik dan mampu menjebak gadis perkasa itu. Sekarang dia sudah terbebas dari ancaman bahaya. Dia percaya sepenuhnya bahwa seorang gadis pendekar seperti itu tidak akan menjilat ludah sendiri, tidak akan melanggar janjinya sendiri, apa lagi dengan kedudukan ketua Cin-ling-pai.

Betapa pun juga dia tetap merasa kurang tenteram karena dia mengetahui bahwa Menteri Cang Ku Ceng menaruh kecurigaan kepadanya! Kini dia harus waspada dan berhati-hati, tidak boleh terlalu menuruti nafsunya dan harus mengurangi atau bahkan menghentikan petualangannya di istana bagian puteri.

Tang Bun An yang dikenal sebagai Tang Ciangkun, orang yang sudah berjasa terhadap kaisar, selama ini diam-diam memang telah mengumpulkan puluhan orang yang dipilihnya dari para prajurit anak buahnya. Dia tidak pernah menuturkan rahasia pribadinya kepada siapa pun, juga tidak kepada kelompok prajurit pengawal yang telah menjadi orang-orang kepercayaannya. Akan tetapi dia menimbuni mereka dengan hadiah, bahkan mengajarkan beberapa jurus pukulan kepada mereka sehingga dia percaya bahwa prajurit-prajurit ini adalah orang-orang yang boleh dipercayanya, bukan sebagai atasan saja melainkan juga secara pribadi.

Begitu sampai di rumah dia segera memanggil anak buahnya dan memerintahkan mereka untuk menyebar anggota mereka ke seluruh kota raja. "Ketahuilah bahwa aku mempunyai banyak musuh di dunia kang-ouw. Tentu saja mereka itu merasa iri kepadaku yang sudah mendapatkan kedudukan baik di sini. Aku mendengar bahwa di antara mereka ada yang menyusup ke kota raja, tentu dengan niat buruk terhadap diriku. Karena itu kalian harus melakukan penyelidikan dan pengamatan di seluruh kota raja. Segera laporkan kepadaku bila ada orang-orang yang mencurigakan, apa lagi yang mencari aku atau mencari orang she Tang." Demikianlah pesannya kepada tiga puluh orang lebih yang dia tugaskan untuk menjadi mata-matanya.

Dia mengerti bahwa para pendekar seperti Cia Kui Hong dan yang lain telah tahu bahwa Ang-hong-cu adalah seorang she Tang. Rahasia ini bocor karena Tang Hay menyatakan diri sebagai puteranya, dan juga karena ulah Tang Gun yang membanggakan diri sebagai putera Ang-hong-cu. Karena itulah maka kepada anak buahnya dia berpesan agar segera melaporkan kalau ada orang mencarinya atau mencari orang she Tang.

Usahanya ini segera memperlihatkan hasil. Belum lagi sepekan dia menyebar mata-mata, pada suatu sore seorang anak buahnya melaporkan bahwa ada tiga orang muncul di kota raja dan mereka itu bertanya-tanya mengenai perwira Tang Gun yang kini menjadi orang pelarian. Mendengar ini, Tang Bun An mengerutkan alisnya. Hatinya merasa tidak enak.

Biar pun yang ditanyakan mereka itu Tang Gun, namun ada hubungan dekat sekali antara dia dan Tang Gun. Tang Gun pernah membual di kota raja bahwa dia adalah putera Ang-hong-cu, dan kalau kini ada tiga orang mencarinya, besar kemungkinan ada hubungannya pula dengan Ang-hong-cu, seperti juga yang dilakukan oleh Cia Kui Hong.

"Bagaimana rupanya tiga orang itu? Pria ataukah wanita?" tanyanya penuh perhatian.

"Mereka adalah seorang wanita dan dua orang pria...”

"Bagaimana wajah wanita itu? Dan berapa usianya? Siapa pula namanya, hayo cepat beri penjelasan!" Tang Bun An agak panik karena dia mengira wanita itu adalah Cia Kui Hong!

"Dia seorang wanita yang sangat cantik dengan pakaian yang indah, Ciangkun. Usianya tiga puluh tahun lebih. Di punggungnya terlihat gagang sepasang pedang."

Lega rasa dada Tang Bun An mendengar ini. Usianya sudah tiga puluh tahun! Jelas dia bukan Cia Kui Hong.

"Dan bagaimana yang dua orang laki-laki itu?"

"Mereka adalah dua orang muda yang tampan dan gagah, yang seorang berusia kurang lebih tiga puluh tahun dan yang kedua baru berusia dua puluh tahun lebih.”

"Siapa nama mereka?"

"Saya tidak tahu, Ciangkun. Saya sudah mencari keterangan, tapi tidak ada seorang pun yang tahu. Mereka hanya bertanya-tanya tentang perwira Tang Gun kepada para pelayan rumah penginapan."

"Mereka di rumah penginapan?"

"Benar, Ciangkun. Di rumah penginapan Ban-lok Likoan."

Tang Bun An mengangguk-angguk. Jelas bukan Cia Kui Hong, namun tetap saja sangat mencurigakan. Dia harus bertindak lebih dahulu sebelum terlambat. Siapa tahu mereka itu para pendekar kawan Cia Kui Hong. Gadis ketua Cin-ling-pai itu memang sudah berjanji tidak akan mengganggunya, akan tetapi siapa tahu dia mengundang teman-temannya!

Walau pun dia tidak berani membuka rahasia karena sudah berjanji, akan tetapi mungkin saja dia menyerahkan tugas penyelidikan itu kepada teman-temannya. Ia harus waspada dan mendahului setiap orang yang akan mendatangkan bahaya baginya. Dia cepat-cepat membuat surat singkat dan memasukkannya dalam sampul.

Dikumpulkannya semua pembantunya, lantas dia pun mengatur siasat untuk menghadapi tiga orang yang mencurigakan. Dia mengatakan kepada para pembantunya mungkin saja mereka itu adalah musuh-musuhnya. Sesudah itu dia lantas mengutus seorang pembantu untuk menyerahkan sampul suratnya kepada tiga orang itu.

Tiga orang muda yang menjadi perhatian Tang Bun An itu sesungguhnya bukanlah orang-orang sembarangan, sebab mereka adalah Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi! Ji Sun Bi yang usianya sudah tiga puluh satu tahun akan tetapi masih nampak cantik manis dan genit itu berjuluk Tok-sim Mo-li (Iblis Betina Berhati Racun), seorang tokoh sesat yang terkenal amat lihai dan juga amat jahat.

Ada pun dua orang pemuda yang kini bersamanya sebenarnya merupakan murid-murid orang-orang pandai dan pendekar besar. Yang pertama adalah Sim Ki Liong yang pernah menjadi murid yang disayang dari Pendekar Sadis dan isterinya. Namun putera mendiang Sim Thian Bu ini memang memiliki dasar watak yang jahat. Dia melarikan diri dari Pulau Teratai Merah, dan mencuri pedang pusaka Gin-hwa-kiam dari keluarga Pendekar Sadis.

Ada pun pemuda yang ke dua adalah Tang Cun Sek, pernah menjadi murid terkemuka di Cin-ling-pai. Tetapi putera kandung Ang-hong-cu ini pun memiliki dasar watak yang jahat. Dia melarikan diri dari Cin-ling-pai dan mencuri pedang pusaka Hong-cu-kiam!

Tiga orang muda yang lihai namun jahat ini bertemu dan bersatu, bahkan mereka sempat bersama-sama memperkuat sebuah perkumpulan yang disebut Kim-lian-pang, bersarang di salah satu puncak di Pegunungan Kim-lian-san. Sim Ki Liong yang paling lihai di antara mereka menjadi ketuanya, dan dua orang lainnya menjadi pembantu-pembantu utama.

Akan tetapi tindakan sewenang-wehang dari Kim-lian-pang telah memancing permusuhan dengan para perkumpulan lainnya, dan akhirnya Kim-lian-pang diserbu oleh orang-orang dari perkumpulan lain. Sebenarnya mereka tidak akan kalah kalau saja tidak muncul Pek Han Siong dan Tang Hay yang akhirnya mengalahkan mereka. Bahkan Hay Hay berhasil merampas pedang Gin-hwa-kiam dan pedang Hong-cu-kiam dari tangan Sim Ki Liong dan Tang Cun Sek.

Biar pun menderita kekalahan dan perkumpulan Kim-lianpang yang jahat itu dibasmi, tiga orang pimpinan ini berhasil meloloskan diri mereka. Mereka merasa kehilangan, terutama sekali Sim Ki Liong yang kehilangan kedudukan dan kekuasaan, kehilangan harta benda, kehilangan segalanya sehingga dia merasa sakit hati sekali terhadap Han Siong dan Hay Hay yang sudah menghancurkan kedudukan serta kekuasaannya yang mulai dipupuk dan mulai tumbuh itu. Dia kehilangan segalanya, akan tetapi merasa terhibur juga karena dua orang pembantunya yang juga menjadi sahabat baiknya, yaitu Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek, ternyata dapat menyelamatkan diri dan kini terlah bergabung kembali bersamanya.

Ji Sun Bi adalah pembantunya, sahabatnya, juga kekasihnya. Tang Cun Sek merupakan pembantu dan sahabatnya yang cocok, dan kedua orang itu memiliki ilmu silat yang boleh diandalkan. Karena itu, biar pun sudah kehilangan kedudukan tinggi dan kekuasaan besar sebagai ketua Kim-lian-pang, dia masih terhibur dan berbesar hati karena masih bersama dua orang pembantunya itu.

"Aku harus membalas semua ini! Sekali waktu aku harus dapat mencincang hancur tubuh Tang Hay dan Pek Han Siong!" kata Sim Ki Liong dengan geram sambil mengepal tinju ketika ketiganya duduk mengaso di bawah pohon dalam hutan di mana mereka melarikan diri. Ji Sun Bi dan Tang Cun Sek juga duduk menyusut peluh, wajah mereka masih pucat karena baru saja mereka lolos dari cengkeraman maut.

"Mereka adalah musuhku sejak dulu," kata Ji Sun Bi. "Dan memang tidak ada yang akan lebih menyenangkan hatiku dari pada melihat mereka itu dapat kubinasakan. Akan tetapi kita harus berhati-hati sekali, karena kedua pemuda itu memang sakti. Bukan saja mereka berdua mempunyai ilmu silat yang tinggi, akan tetapi yang paling berbahaya lagi, mereka memiliki ilmu sihir yang amat kuat dan sukar dilawan. Kita bertiga belum cukup kuat untuk menghadapi mereka. Kita harus berusaha mencari orang-orang pandai untuk membantu kita."

"Pendapatmu itu memang benar, enci Sun Bi. Akan tetapi di mana kita dapat menemukan orang-orang pandai yang bersedia membantu kita?" tanya Sim Ki Liong. Dia sendiri baru keluar dari Pulau Teratai Merah sehingga belum banyak pengalaman, belum mempunyai hubungan dengan tokoh-tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi.

Ji Sun Bi tersenyum. Tok-sim Mo-li ini tentu saja berbeda dengan kedua orang muda itu. Dia adalah seorang tokoh sesat yang kenamaan, maka tentu saja dia mengenal banyak tokoh sesat lain di dunia kang-ouw.

"Untuk mencari kawan-kawan baru yang pandai, serahkan saja kepadaku!"

"Kalau saja aku dapat bertemu dengan ayah kandungku, tentu dia akan suka membantu kita. Dan aku mendengar bahwa ayah kandungku itu, Ang-hong-cu, adalah seorang yang sakti," kata Tang Cun Sek.

"Akan tetapi di mana kita dapat mencari dia? Memang aku sendiri sudah lama mendengar akan nama besarnya. Dia sedemikian lihainya sehingga tidak ada seorang pun dari dunia kang-ouw yang mampu mengenal siapa sesungguhnya tokoh yang amat terkenal dengan julukan Ang-hong-cu itu," kata Ji Sun Bi.

Sim Ki Liong memandang kepada sahabatnya dan sekaligus pembantunya itu dengan alis berkerut. "Tang-toako, walau pun ayahmu itu sakti dan akan suka membantu kita, namun apa artinya kalau kita tidak dapat mengetahui di mana dia berada?”

“Jangan khawatir. Berdasarkan penyelidikanku, aku yakin bahwa dia berada di kota raja. Ada berita bahwa di kota raja terdapat seorang perwira muda she Tang yang mengaku bahwa dia adalah putera Ang-hong-cu. Nah, apa bila kita mencari perwira Tang itu di kota raja, tentu kita akan dapat mengetahui di mana adanya ayahku itu. Kalau benar perwira itu memang putera Ang-hong-cu, berarti dia masih saudaraku seayah."

Begitulah, karena sedang dalam keadaan bingung dan mengharapkan bantuan dari orang pandai yang dapat dipercaya, Sim Ki Liong dan Ji Sun Bi menyetujui dan mereka bertiga dengan hati-hati lantas memasuki kota raja untuk menyelidiki tentang Perwira Tang yang kabarnya menjadi perwira pasukan pengawal istana di kota raja.

Setelah mendapatkan sebuah rumah penginapan yang kecil agar kehadiran mereka tidak menyolok dan menarik perhatian, mereka mulai bertanya-tanya tentang perwira Tang itu. Mereka bertanya kepada para pelayan rumah penginapan dan pelayan rumah makan di mana mereka makan.

Mereka sama sekali tidak tahu bahwa sikap mereka bertanya-tanya tentang perwira Tang telah menimbulkan kecurigaan seorang mata-mata pembantu Perwira Tang Bun An yang langsung melaporkan hal itu kepada majikannya. Dan dari hasil keterangan yang mereka peroleh, terdapat berita mengejutkan bahwa Perwira Tang yang mereka cari-cari itu telah ditangkap dan dihukum buang!

Berita ini bukan mengejutkan, akan tetapi juga amat mengecewakan hati Tang Cun Sek. Jejak satu-satunya yang dapat membawanya kepada ayah kandungnya kini telah lenyap! Kalau bukan perwira she Tang itu, lalu siapa lagi yang dapat memberi keterangan kepada dia tentang Ang-hong-cu?

Selagi mereka bertiga kebingungan sesudah mendengar berita itu dan tidak tahu harus berbuat apa, tiba-tiba pelayan rumah penginapan menyerahkan sesampul surat kepada mereka sambil berkata,

"Ini ada sepucuk surat untuk sam-wi."

Sim Ki Liong yang menganggap dirinya sebagai pimpinan segera menerima surat itu dan bertanya heran, "Siapakah orang yang menyerahkan surat ini kepadamu?"

Pelayan itu menggelengkan kepala. "Pada waktu saya sedang bertugas di luar, orang itu datang dan menyerahkan surat ini kepada saya dengan pesan agar disampaikan kepada sam-wi. Mula-mula dia bertanya apakah ada dua orang pemuda dan seorang wanita yang bermalam di sini, yang bertanya-tanya tentang Perwira Tang. Ketika saya membenarkan, dia lalu mengeluarkan surat ini dengan pesan agar saya serahkan kepada sam-wi."

Sim Ki Liong mengangguk dan pelayan itu lalu pergi. Dengan heran dan ingin tahu Sim Ki Liong membuka sampul surat itu dan membaca isi surat yang singkat saja.

"Jika kalian bertiga ingin tahu tentang Perwira Tang, keluarlah dari kota raja melalui pintu gerbang utara dan ikuti seorang yang akan menjadi penunjuk jalan.’

Surat itu tanpa nama pengirim, tanpa tanda tangan, ditulis dengan huruf indah dan gagah. Membaca ini, mereka bertiga saling pandang dan Tang Cun Sek menjadi gembira sekali.

"Ahh, jejak yang menghilang itu kini timbul kembali!" serunya. "Kita harus cepat menuruti petunjuk surat ini. Kalau kita dapat menemukan Perwira Tang, tentu akan mudah mencari Ang-hong-cu ayahku."

Ji Sun Bi yang mempunyai pengalaman jauh lebih luas dibandingkan dua orang muda itu, mengerutkan alis. "Kita harus berhati-hati dan waspada. Adanya surat ini memperlihatkan pengirimnya sudah tahu akan kedatangan dan gerak-gerik kita. Sebaliknya, kita tidak tahu siapa dia atau mereka, dan tidak tahu pula mereka itu kawan ataukah lawan. Undangan ini dapat saja beriktikad baik, akan tetapi juga dapat merupakan suatu perangkap."

"Hemm, andai kata surat ini merupakan sebuah perangkap, apakah kita perlu takut? Kita hajar mereka!" kata Sim Ki Liong.

Ini bukan merupakan suatu kesombongan atau bualan belaka. Mereka bertiga merupakan orang-orang yang mempunyai ilmu silat yang tinggi dan sukar dicari tandingannya, maka tentu saja mereka bertiga tidak takut terhadap ancaman pihak lawan yang belum mereka ketahui siapa.

"Benar, kita tidak perlu takut. Lagi pula, kalau pengirim surat ini memang mempunyai niat buruk terhadap kita, perlu apa dia mengirim surat ini? Tentu saja mereka akan langsung mengepung dan menyerang kita," kata pula Tang Cun Sek.

"Betapa pun juga, kita harus berhati-hati dan tetap waspada," kata Ji Sun Bi.

"Mari sekarang juga kita pergi sebelum hari menjadi gelap," kata Sim Ki Liong.

Mereka lalu meninggalkan rumah penginapan, menuju ke pintu gerbang utara dan keluar dari kota raja. Sesudah tiba di luar pintu gerbang dan berjalan terus sampai ke jalan yang sunyi, mereka dihadang seorang laki-laki setengah tua yang berpakaian sebagai seorang pemburu. Laki-laki itu menjura dan berkata dengan suara lirih.

"Sam-wi yang mencari Perwira Tang?"

Tiga orang itu memandang penuh perhatian dan mengangguk. Laki-laki itu nampak gagah dan bertubuh tegap, namun mereka tahu bahwa dia ini hanyalah seorang anak buah atau utusan saja.

"Silakan sam-wi ikut dengan saya," orang itu berkata pula.

Tiba-tiba, secepat kilat Ji Sun Bi menggerakkan tubuhnya ke arah orang itu, lalu tangan kirinya mencengkerarn ke arah kepala. Orang itu terkejut sekali, akan tetapi jelas bahwa dia bukan orang lemah karena begitu melihat serangan itu, dia cepat miringkan tubuh dan menggerakkan tangan kanan untuk rnenangkis.

Tetapi ternyata cengkeraman tangan kiri itu hanya gertakan saja, yang bergerak sungguh-sungguh adalah tangan kanannya, dengan dua jari rnenotok pundak. Gerakan Ji Sun Bi terlalu cepat bagi orang itu sehingga tidak sempat mengelak lagi. Pundaknya tertotok dan dia pun terguling roboh, tak mampu menggerakkan tubuhnya lagi!

"Nah, kau lihat. Kalau ternyata engkau menipu dan menjebak kami, maka nyawamu akan melayang!" kata Ji Sun Bi, kemudian dia pun menepuk pundak orang itu untuk membuka kembali jalan darah yang tertotok.

Orang itu bangkit berdiri, kemudian memandang dengan wajah membayangkan perasaan jeri. Tak disangkanya bahwa wanita cantik itu sedemikian lihainya! Dia mengangguk dan berkata,

"Saya hanyalah utusan untuk menyambut sam-wi. Kenapa saya diganggu?"

"Tak perlu banyak cakap!" kata Sim Ki Liong. "Hayo antarkan aku dan teman-temanku ini kepada si pengirim surat!"

Dengan sikap ketakutan orang itu lalu berjalan menuju ke arah sebuah bukit, diikuti oleh tiga orang itu. Matahari mulai condong ke barat ketika mereka menyusup-nyusup hutan. Akhirnya mereka pun tiba di depan sebuah pondok di puncak bukit yang tersembunyi di tengah hutan itu. Tempat itu amat sunyi, dan pondok itu sama sekali tidak nampak ketika mereka mendaki bukit itu, karena tersembunyi di dalam hutan yang lebat. Sesudah tiba di depan pondok, orang itu berkata kepada mereka,

"Kita telah tiba, harap sam-wi masuk ke pondok. Pengirim surat itu telah menanti sam-wi di dalam pondok!"

"Hemm, kau sangka kami anak-anak kemarin sore yang masih bodoh?" Ji Sun Bi berseru dengan suara mengejek. "Hayo cepat kau suruh dia keluar pondok, atau akan kubunuh kau lebih dulu!"

Tentu saja orang itu menjadi ketakutan. Akan tetapi ketika itu pula pintu pondok terbuka dari dalam dan muncullah Tang Bun An. Dia melangkah keluar sambil tertawa bergelak, akan tetapi sepasang matanya yang tajam itu memandang kepada mereka bertiga penuh perhatian.

"Ha-ha-ha, tiga orang muda yang sungguh sombong. Kalian masih berani berlagak dan mengancam? Lihatlah ke sekeliling kalian!" Tang Bun An melangkah keluar dengan sikap tenang sekali.

Tiga orang muda itu memandang dengan sikap waspada, dan ketika mendengar ucapan itu mereka membalikkan tubuh. Kiranya mereka kini telah terkepung oleh dua puluh orang lebih yang siap dengan segala macam senjata di tangan. Ada yang memegang pedang, golok, toya, tombak atau ruyung dan melihat cara mereka memegang senjata maka dapat diketahui bahwa mereka adalah orang-orang yang terlatih dan memiliki kepandaian silat.

Tentu saja Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi sama sekali tidak menjadi gentar menghadapi pengepungan kurang lebih dua losin orang itu, akan tetapi mereka merasa penasaran sekali.

"Hemm, kalau engkau memaki kami sebagai tiga orang muda yang sombong, maka jelas bahwa engkau adalah seorang tua yang sangat curang dan pengecut! Siapa engkau dan mengapa pula engkau menjebak kami di sini dan ingin mengeroyok kami? Apa kesalahan kami terhadapmu, dan ada urusan apakah yang membuat engkau bersikap curang seperti ini?"

Wajah Tang Bun An menjadi kemerahan dan sinar matanya mencorong. Pemuda tampan dan gagah ini sungguh berani mati!

"Bocah sombong jangan kira bahwa aku tidak berani melawan kalian bertiga. Akan tetapi, sebelum kita bicara, aku ingin melihat lebih dulu apakah kepandaian kalian juga sebesar sikap sombong kalian!" Dia memberi isyarat kepada anak buahnya yang segera bergerak, mengepung dan mulai menyerang!

Ji Sun Bi segera mencabut sepasang pedangnya dan begitu dia memutar pedang-pedang itu, nampak dua gulungan sinar lantas beberapa orang penyerang rnengeluarkan seruan kaget karena senjata mereka tiba-tiba saja membalik, bahkan ada sebatang pedang dan sebatang golok terlepas dari pegangan tangan pemiliknya.

Sim Ki Liong telah kehilangan Gin-hwa-kiam yang terampas oleh Hay Hay, juga Tang Cun Sek kehilangan Hong-cu-kiam yang juga dirampas oleh Hay Hay. Kedua orang pemuda ini belum memiliki senjata akan tetapi keduanya mempunyai kepandaian yang cukup tinggi sehingga dengan tangan kosong saja mereka menyambut serangan para pengeroyok itu. Kedua tangan rnereka menampar-nampar, kaki mereka menendang-nendang dan dalam waktu beberapa menit saja dua losin orang yang mengeroyok itu segera kocar-kacir dan terlempar ke sana-sini!

Melihat ini secara diam-diam Tang Bun An terkejut dan kagum bukan main. Kalau mereka ini adalah pendekar-pendekar seperti Cia Kui Hong, maka celakalah dia.

"Tahan !" Dia berseru dan anak buahnya yang sudah terdesak hebat itu cepat berloncatan mundur. Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Ji Sun Bi berdiri sambil tersenyum mengejek.

"Nah, apakah sekarang engkau hendak memperkenalkan diri dan bicara apa maksudmu mengundang kami?" tanya Sim Ki Liong, sikapnya mengejek dan penuh tantangan.

Tang Bun An masih merasa penasaran, ingin sekali dia menguji sendiri ilmu kepandaian mereka atau seorang di antara mereka. Maka dia pun berkata, "Kalian hebat! Akan tetapi aku masih penasaran. Sebelum bicara, aku ingin merasakan sendiri kelihaian kalian. Nah, majulah salah seorang di antara kalian yang paling pandai, dan mari kita bertanding untuk melihat sampai di mana tingkat kepandaian masing-masing."

Sim Ki Liong yang merasa paling pandai, bahkan memang tadinya dialah yang menjadi ketua, segera maju.

"Akulah yang akan menandingimu!"

"Tak perlu engkau yang maju sendiri, Pangcu. Urusan ini adalah urusan pribadiku, biarlah aku yang menandinginya!" kata Tang Cun Sek.

Dan dia pun segera melompat ke depan, menghadapi Tang Bun An. Dia masih menyebut pangcu kepada Sim Ki Liong walau pun sekarang pemuda itu bukan lagi seorang ketua perkumpulan dan sudah tidak memiliki anak buah lagi.

Sejenak Tang Bun An menatap tajam wajah pemuda tinggi besar itu dan dia pun kagum. Selain tinggi besar dan tubuhnya kokoh kuat, juga wajah pemuda yang berkulit putih itu menarik sekali, tampan dan gagah. Matanya mengeluarkan cahaya mencorong dan jelas bahwa dia seorang pemuda yang ‘berisi’. Dia pun heran sekali mendengar pemuda tinggi besar ini menyebut ‘pangcu’ kepada pemuda tampan yang halus dan jauh lebih muda itu.

"Bagus! Kalian bertiga sama-sama lihai, asal bisa menguji salah seorang di antara kalian, hatiku sudah puas. Orang muda mulailah!" tantangnya.

Tang Cun Sek juga seorang yang mempunyai watak tinggi hati. Dia merasa bahwa tingkat ilmu silatnya sudah amat tinggi dan jarang ada orang mampu menandinginya, maka tentu saja dia memandang rendah kepada pria setengah tua itu. Juga sudah lama dia menjadi murid utama di Cin-ling-pai, maka dia pun dapat menirukan sikap para pendekar. Kini pun dia mencoba bersikap gagah.

"Orang tua, engkaulah yang menantang dan mengundang kami, maka engkau pula yang harus mulai menyerang. Silakan!" katanya dengan sikap waspada karena bagaimana pun juga dia belum tahu benar sampai di mana kelihaian calon lawan ini, walau pun dia agak memandang rendah.

"Bagus, sambut seranganku!" bentak Tang Bun An.

Bentakannya mengandung tenaga khikang sehingga menggetarkan jantung, namun Cun Sek sudah melindungi dirinya dengan pengerahan tenaga sakti dan begitu tangan kanan terbuka dari lawan menyambar ke arah dadanya, dia pun cepat mengelak mundur sambil memutar lengan kiri menangkis, sedangkan lengan kanannya meluncur ke depan dengan tangan terkepal, menghantam dari samping ke arah pelipis lawan sebagai balasan.

"Hemmm!" Tang Bun An berseru dan sengaja mengerahkan tenaga pada lengan kirinya untuk menangkis hantaman tangan lawan ke arah pelipisnya itu untuk mengadu tenaga dan menguji kekuatan tenaga lawan.

"Dukkk!"

Dua lengan itu bertemu dan akibatnya keduanya terdorong mundur dua langkah! Kini Cun Sek tidak lagi berani memandang rendah. Kiranya lawannya memiliki tenaga yang sangat kuat, yang dapat mengimbangi tenaganya sendiri! Dia pun merasa penasaran dan cepat dia menerjang ke depan sambil mainkan Ilmu Silat Thai-kek Sin-kun yang ampuh. Ilmu ini merupakan satu di antara ilmu-ilmu silat andalan Cin-ling-pai, selain gerakannya mantap dan mengandung tenaga dahsyat, juga kadang amat cepat seperti kilat menyambar.

"Uhhh...!" Tang Bun An berseru karena kaget bukan main. Dia mengenal ilmu yang pernah dia lihat dimainkan pula oleh Cia Kui Hong, ketua Cin-ling-pai itu! Celaka, pikirnya. Jelas pemuda ini ada hubungannya dengan Cia Kui Hong. Tentu dia ini seorang jagoan dari Cin-ling-pai yang sengaja diundang Kui Hong untuk memusuhinya. Gadis itu telah melanggar janjinya, atau kalau tidak melanggar janji dan tidak membuka rahasianya, agaknya telah mengirim orang-orang Cin-ling-pai yang lihai untuk memusuhinya!

Dia pun cepat menggerakkan tubuhnya dan mengeluarkan ilmu-ilmu silatnya yang banyak ragamnya, menangkis, mengelak dan membalas dengan pengerahan seluruh tenaganya. Diam-diam dia merasa gentar juga. Walau pun dia mungkin mampu menandingi bahkan mengatasi pemuda tinggi besar itu, namun di sana masih ada dua orang temannya yang juga amat lihai. Bahkan mudah diduga bahwa pemuda yang disebut pangcu ini tentu lebih lihai, dan wanita itu pun tak boleh dipandang ringan. Apa bila mereka maju bertiga, maka sukarlah baginya untuk dapat lolos!

Mereka saling serang dengan serunya dan pada suatu saat, ketika Cun Sek mengubah pula ilmu silatnya dan kini memainkan Im-yang Sin-kun, pada waktu sepasang tangannya mendorong dengan pengerahan tenaga, Tang Bun An juga mendorong kedua tangannya untuk menyambut sambil mengerahkan tenaga pula.

"Desss...!"

Kali ini pertemuan dua pasang tangan itu lebih hebat dari pada tadi dan akibatnya mereka berdua terdorong ke belakang sampai terhuyung!

"Tahan!" kata Tang Bun An sebelum pemuda tinggi besar itu menyerangnya lagi. "Apakah hubunganmu dengan Cin-ling-pai, orang muda?"

Mendengar pertanyaan itu, Cun Sek juga terkejut. Kiranya orang tua yang gagah dan lihai itu mengenal ilmu silatnya yang diperoleh dari Cin-ling-pai! Jangan-jangan orang ini tokoh yang berdekatan dengan Cin-ling-pai! Kalau demikian halnya, berbahaya sekali.

Tiba-tiba Sim Ki Liong telah mendahuluinya. Pemuda ini meloncat ke depan, menghadapi orang tua yang lihai itu. "Paman, mengingat bahwa engkau yang mengundang kami dan mengirim surat, maka sudah sepatutnya jika engkau pula yang menceritakan siapa dirimu dan apa pula maksudmu mengundang kami, kemudian menguji kepandaian kami di sini."

Tang Bun An meraba-raba dagunya yang telah dicukur bersih. "Aku sengaja mengundang kalian ketika mendengar dari anak buahku bahwa kalian bertanya-tanya tentang Perwira Tang. Apakah yang kau maksudkan adalah Perwira Tang Gun yang telah dihukum buang oleh kaisar?" Melihat sikap tiga orang muda itu berkeras menuntut dia yang lebih dahulu memperkenalkan diri dan membuat pengakuan, dia pun menyambung cepat. "Kalau yang kalian maksudkan Tang Gun, maka aku dapat memberi keterangan sejelasnya tentang dia."

Kini Tang Cun Sek yang menjawabnya. "Sesungguhnya akulah yang punya kepentingan dengan perwira Tang itu. Kami tidak tahu siapa namanya, yang kami cari adalah Perwira Tang yang mengaku bahwa dia adalah putera Ang-hong-cu!"

Tang Bun An kini memandang wajah Cun Sek penuh perhatian, sinar matanya yang tajam mencorong itu seperti hendak menyelidiki isi hati pemuda itu lewat pengamatan wajahnya.

"Hemmm, orang muda, yang kau cari itu Tang Gun ataukah Ang-hong-cu?"

Bagaimana pun juga, pemuda ini pandai ilmu silat Cin-ling-pai dan kalau dia mencari Ang-hong-cu, jelas bahwa dia datang diutus oleh Cia Kui Hong!

"Kami mencari Ang-hong-cu!" Cun Sek berseru. "Dapatkah engkau menceritakan di mana adanya Ang-hong-cu?”

Meski pun jantungnya berdebar tegang, namun Tang Bun An masih dapat tersenyum dan mengangguk-angguk. "Itu tergantung dari sikap kalian. Kalian bertiga yang membutuhkan keterangan, maka sepatutnya kalau kalian memperkenalkan diri lebih dulu kepadaku, dan menjelaskan apa maksud kalian mencari Ang-hong-cu. Barulah akan aku pertimbangkan apakah aku dapat memberi tahu kalian di mana adanya Ang-hong-cu ataukah tidak."

"Nanti dulu, jangan sembarangan membuat pengakuan!" kata Ji Sun Bi cepat, lalu wanita ini memandang kepada Tang Bun An dengan sinar mata tajam.

"Hemmm, engkau adalah orang tua yang licik bukan main. Kami bertiga tidak mempunyai urusan denganmu, tapi engkau mengirim surat kepada kami, memancing kami datang ke sini. Lantas engkau mengerahkan anak buahmu untuk mengeroyok kami, bahkan engkau sendiri menguji kepandaian salah seorang di antara kami. Apa artinya semua ini? Dan kini engkau hendak memancing keterangan kami tanpa memberi tahu kepada kami siapakah engkau dan apakah artinya semua perbuatanmu ini. Padahal pengeroyokan anak buahmu telah gagal, dan betapa pun lihaimu, kiranya engkau tak akan mampu mengalahkan kami bertiga. Bahkan kalau kami mau, kami akan dapat mengeroyok dan merobohkanmu. Nah, dalam keadaan seperti ini, sepatutnya engkaulah yang lebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan mengapa engkau mengundang kami."

Tang Bun An tertawa dan dia pun memandang kepada wanita itu dengan kagum. Seorang wanita yang bukan saja cantik, namun berkepandaian silat tinggi dan cerdik sekali, dan tentu saja dia mengenal baik siapa Ji Sun Bi.

Pada awal pertemuan tadi dia lupa. Akan tetapi sekarang dia teringat bahwa dia pernah bertemu dengan wanita ini. Pada saat itu dia menyamar sebagai Han Lojin yang berkumis dan berjenggot.

"Ha-ha-ha-ha! Tok-sim Mo-li, kau kira aku tidak mengenal kalian? Dan engkau adalah Sim Ki Liong yang pernah menjadi murid Pendekar Sadis itu, bukan? Ha-ha-ha, siapa bilang kalau keadaanku kalah? Lihat di belakang kalian!"

Tentu saja Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong terkejut bukan main mendengar betapa orang tua itu telah mengenal mereka, dan sesudah mereka memutar tubuh, ternyata di sana sudah terdapat puluhan orang berpakaian seragam prajurit pengawal yang sudah siap dengan busur dan anak panah!

“Siapa... siapakah engkau...?” Sim Ki Liong bertanya, kaget bukan main.

"Ha-ha-ha, kalau aku menghendaki, dapat saja aku mendatangkan ratusan orang prajurit pengawal. Aku adalah seorang perwira pengawal yang mengepalai ribuan orang prajurit. Nah, sekarang kalian masih berkepala besar dan tidak mau mengaku apa maksud kalian mencari perwira Tang Gun dan Ang-hong-cu?"

Tiga orang muda itu saling pandang dan mereka sungguh terkejut bukan main. Mereka tidak menduga siapa adanya perwira yang lihai ini, yang ternyata sudah mengenal Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong! Melihat bahwa agaknya perwira itu belum mengenal dirinya, Cun Sek lalu berkata dengan sikap hormat.

"Ciangkun, maafkan sikap kami tadi karena tidak mengenalmu. Baiklah kujelaskan bahwa sebetulnya yang berkepentingan dengan An-hong-cu adalah aku pribadi. Aku mempunyai urusan pribadi yang sangat penting dengan Ang-hong-cu, karena itulah maka aku mencari dia dan kalau Ciangkun tahu di mana dia, tolong memberi tahu kepadaku."

Tadinya Tang Bun An masih menaruh curiga terutama kepada pemuda tinggi besar yang pandai ilmu silat Cin-ling-pai itu, akan tetapi setelah dia teringat kepada Ji Sun Bi dan juga Sim Ki Liong sebagai dua orang muda yang berpihak pada golongan sesat, bahkan juga pernah membantu pemberontakan golongan hitam yang dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo, maka hatinya terasa lega.

Jelas bahwa dua orang semacam Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong itu dapat ditariknya menjadi pembantu atau sekutu yang bisa diandalkan! Ada pun pemuda tinggi besar yang mencari Ang-hong-cu ini, walau pun dia belum mengenalnya, tetapi agaknya dia pun sahabat dua orang muda sesat itu.

"Hemmm, kalau begitu, marilah kita berbicara di dalam. Urusan pribadi tidak sepantasnya dibicarakan diluar."

Karena maklum bahwa kini keadaan mereka bertigalah yang berada di bawah ancaman bahaya kalau sampai mereka menentang, maka tiga orang muda itu lalu mengikuti Tang Bun An memasuki pondok itu. Ang-hong-cu lalu mempersilakan tiga orang tamu itu duduk di ruangan tamu, ada pun dia sendiri memasuki kamarnya. Tak lama kemudian dia keluar kembali dan kini sudah berpakaian sebagai seorang perwira sehingga tiga orang muda itu semakin percaya kepadanya.

“Nah, orang muda. Sekarang kita dapat bicara di sini sehingga tidak ada orang luar yang mendengarkan kita. Katakanlah kenapa engkau mencari Ang-hong-cu, dan urusan pribadi penting apa yang kau miliki terhadap dia. Ceritakan saja terus terang, baru nanti aku akan memberi tahukan di mana adanya Ang-hong-cu yang kau cari-cari itu.”

Cun Sek kini merasa bahwa tidak ada gunanya lagi dia merahasiakan dirinya. Agaknya perwira itu boleh dipercaya, dan tentu dia benar-benar tahu di mana adanya Ang-hong-cu, karena sikapnya terhadap mereka bertiga tidak memusuhi. Kalau memang dia bermaksud buruk, tentu semenjak tadi dia sudah mengerahkan anak buahnya lebih banyak lagi untuk menangkap mereka bertiga.

“Baiklah aku mengaku terus terang saja, Ciangkun. Aku mencari Ang-hong-cu karena dia adalah ayah kandungku. Semenjak kecil aku selalu mencarinya, maka ketika mendengar di sini ada seorang perwira she Tang mengaku putera Ang-hong-cu, aku segera mencari ke sini, ditemani oleh mereka ini."

Biar pun dia terkejut mendengar pengakuan pemuda tinggi besar itu, Tang Bun An tetap bersikap tenang. Dia memang tahu bahwa perbuatannya selama ini sudah membuahkan keturunan di mana-mana, dan tentu saja dia tidak tahu siapa di antara para wanita yang menjadi korbannya, yang kemudian melahirkan seorang keturunan darinya.

Mula-mula muncul Tang Hay atau Hay Hay yang sangat lihai itu, yang mengaku sebagai puteranya. Namun pemuda ini kemudian menjadi musuh besarnya yang paling ditakutinya karena harus diakuinya bahwa selama ini belum pernah dia bertemu tanding sekuat dan selihai Hay Hay.

Kemudian muncul Tang Gun yang juga mengaku sebagai puteranya. Putera ini terpaksa dia korbankan demi mencari kedudukan tinggi bagi dirinya sendiri. Akan tetapi diam-diam dia telah membebaskan puteranya itu dari hukuman buang, dan memberinya bekal.

Tang Gun bukan apa-apa kalau dibandingkan Hay Hay, tidak mempunyai ilmu silat yang tinggi. Akan tetapi kini muncul pemuda ini yang mengaku puteranya pula, dan pemuda ini pun amat lihai, bahkan agaknya menjadi murid Cin-ling-pai, walau pun tingkat kepandaian pemuda ini belum sehebat Hay Hay.

“Orang muda, jangan engkau sembarangan saja mengaku sebagai putera Ang-hong-cu," katanya dengan suara yang tegas dan kaku. "Kalau engkau benar putera Ang-hong-cu, lalu apa buktinya dan apa tandanya?"

Cun Sek cepat menanggalkan kalungnya, kalung dengan mainan seekor kumbang merah, kemudian memperlihatkannya kepada Tang Bun An. "Inilah bukti dan tanda itu, juga nama keturunanku Tang, Tang Cun Sek. Ibuku she Phoa, berasal dari dusun Liok-ciu di Propinsi Shantung. Ibuku ditinggalkan begitu saja oleh Ang-hong-cu setelah dia mengandung. Ibu yang mengatakan kepadaku bahwa ayah kandungku adalah Ang-hong-cu, she Tang, dan benda ini pemberian ayah kandungku. Nah, Ciangkun. Setelah aku dapat memperlihatkan bukti, maka kuharap Ciangkun suka memberitahu di mana adanya Ang-hong-cu."

Tang Bun An menghela napas panjang, lantas memandang kepada tiga orang muda itu. "Semenjak nama besar Ang-hong-cu dikenal di dunia kang-ouw, tak seorang pun pernah dapat melihat wajahnya. Bahkan anak-anaknya sendiri pun tak akan dapat mengenalnya. Hanya aku yang mengetahui rahasianya. Akan tetapi dia sudah memberi tahu kepadaku bahwa dia berencana untuk muncul di dunia kang-ouw dengan terang-terangan sesudah dia mendapatkan sekutu dan kawan-kawan yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Melihat kalian bertiga adalah orang-orang yang memiliki kepandaian, kukira dia akan suka menerima kalian. Akan tetapi, tentu saja aku harus lebih dahulu mendapat kepastian dari kalian apakah kalian akan suka bekerja sama dengan Ang-hong-cu."

"Bekerja sama dalam hal apa?" Sim Ki Liong bertanya.

"Dia ingin membangun sebuah kekuatan besar untuk menguasai dunia kang-ouw, untuk menundukkan dan menaklukkan perkumpulan-perkumpulan besar di dunia kangouw dan mengangkat diri menjadi bengcu (pemimpin rakyat). Bagaimana pendapat kalian bertiga?"

"Aihhh, kebetulan sekali!" seru Ji Sun Bi girang. “Kami bertiga memang sedang mencari sekutu pula, sesudah perkumpulan kami dihancurkan oleh musuh! Tentu saja aku setuju sekali!"

"Hemm, aku pun setuju untuk bekerja sama asalkan dia bisa menghargai kemampuanku!" kata Sim Ki Liong.

"Aku sendiri dengan senang hati akan membantu Ang-hong-cu, karena sudah sejak kecil aku merindukan ayah kandungku dan aku akan berbahagia sekali kalau dapat membantu ayah!" kataTang Cun Sek.

"Bagus! Kalau begitu nanti malam aku akan memberi tahukan dia, dan akan kubujuk dia agar datang menemui kalian. Sekarang harap kalian beristirahat dulu. Kalian dapat mandi dan beristirahat, kemudian malam nanti kita akan makan malam dan dalam kesempatan itu mungkin sekali Ang-hong-cu akan hadir di tengah-tengah kita."

"Nanti dulu, Ciangkun. Ada satu hal yang membuat kami penasaran. Bagaimana engkau dapat mengenal aku dan Tok-sim Mo-li? Pernahkah kita saling jumpa, dan siapakah nama Ciangkun?" tanya Sim Ki Liong yang merasa penasaran.

Tang Bun An bangkit dan tersenyum. "Nanti saja akan kuceritakan semua." Dia bertepuk tangan dan masuklah lima orang prajurit pengawal.

"Antarkan tiga orang tamu ini ke kamar masing-masing dan layani mereka baik-baik. Nah, sampai jumpa malam nanti di ruangan makan!" katanya kepada tiga orang tamunya lantas dia pun meninggalkan ruangan itu.

Dengan hati penuh pertanyaan maka tiga orang muda itu terpaksa mengikuti para prajurit pengawal yang mengantar mereka ke tiga buah kamar yang terletak di bagian belakang pondok yang ternyata cukup luas itu. Ketika para prajurit itu hendak mengundurkan diri, Ji Sun Bi yang masih merasa penasaran cepat memegang lengan seorang di antara mereka dan tersenyum manis kepadanya.

"Sobat yang tampan, tolong beritahu, siapa sih namanya komandanmu tadi?"

Sejenak prajurit itu memandang wajah yang cantik itu dengan penuh rasa kagum dan bibir tersenyum, akan tetapi sikapnya langsung berubah tegas dan dia pun berkata, "Bagi kami beliau adalah Ciangkun dan kami tidak mengetahui nama lain." Setelah berkata demikian dia membalikkan tubuh dan pergi dari situ.

Memang Tang Bun An sudah memesan kepada semua anak buahnya supaya mereka itu tidak pernah menyebut namanya dan merahasiakan dirinya. Perintah ini disertai ancaman hukuman berat.

"Sialan!" gerutu Ji Sun Bi kepada dua orang temannya. "Kalau tidak ingat urusan Cun Sek tentu sudah kubekuk prajurit tadi dan kupaksa dia mengakui siapa nama komandannya! Aku merasa seperti anak kecil dipermainkan saja."

"Sabarlah, Mo-li. Bukankah kita memang berniat untuk mencari sekutu yang kuat agar kita dapat bangkit kembali? Kalau memang Ang-hong-cu menghendaki semua rahasia ini, apa salahnya? Dan aku melihat bahwa memang dia telah memiliki kedudukan yang kuat," kata Sim Ki Liong.

"Bagaimana engkau bisa tahu?" kata Tang Cun Sek.

"Lihat saja. Dia sudah dapat mempengaruhi ciangkun itu untuk bekerja sama dengan dia! Dan nampaknya perwira itu benar-benar taat kepadanya! Memiliki perwira kerajaan yang mengepalai ribuan orang prajurit pengawal, itu sudah hebat namanya! Agaknya aku akan suka sekali bekerja sama dengan Ang-hong-cu."

Mereka pun tidak akan menanti terlalu lama karena hari sudah sore. Dan mereka dilayani dengan amat baik. Para prajurit pelayan itu menyediakan air cukup banyak untuk mandi, juga air teh dan arak.

Setelah hari menjadi gelap, tibalah saat yang amat ditunggu-tunggu oleh mereka bertiga, terutama sekali oleh Cun Sek. Pemuda ini sudah ingin sekali dapat bertemu dengan ayah kandungnya yang namanya amat tersohor di dunia kang-ouw itu. Seorang prajurit datang memberi tahu bahwa mereka diundang ke ruangan makan untuk makan malam.

Karena maklum bahwa prajurit di sana memang diharuskan menutup mulut, tanpa banyak bertanya lagi mereka bertiga mengikuti prajurit itu memasuki sebuah ruangan makan yang cukup besar. Di situ ada sebuah meja makan bundar besar yang dikelilingi delapan buah bangku, namun tidak nampak ada orang di situ. Prajurit itu lantas mempersilakan mereka bertiga duduk menghadapi meja makan itu.

Sesudah prajurit itu pergi, tidak lama kemudian perwira tua yang menjadi tuan rumah itu memasuki ruangan makan dengan wajah berseri.

"Selamat malam!" katanya gembira. "Apakah kalian mendapatkan pelayanan yang cukup baik?"

"Terima kasih, Ciangkun," kata Cun Sek. "Akan tetapi, mana dia yang bernama Ang-ong-cu...?

"Ha-ha-ha, engkau nampaknya tidak sabar benar untuk dapat bertemu dengan ayahmu, orang muda. Aku sudah menyampaikan keinginan kalian untuk bertemu dengan dia, juga telah kusampaikan bahwa kalian bertiga suka untuk membantu dia sebagai seorang calon bengcu. Akan tetapi dia minta agar kalian suka bersumpah setia lebih dahulu sebelum dia muncul. Karena itu kuharap kalian suka mengucapkan sumpah itu di hadapanku sebagai wakilnya. Bagaimana pendapat kalian?"

Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi adalah seorang wanita iblis, seorang tokoh kaum sesat yang tidak pantang melakukan kejahatan macam apa pun. Juga tidak pantang untuk mengucapkan sumpah palsu! Maka dia pun sama sekali tak merasa keberatan karena baginya, sumpah dapat saja setiap saat dilanggar, seperti juga janji.

Melihat Ji Sun Bi mengangguk setuju, Sim Ki Liong yang pengalamannya belum begitu banyak juga mengangguk. Bagi Tang Cun Sek, tentu saja sama sekali tidak berkeberatan untuk bersumpah setia kepada ayah kandungnya sendiri. Dengan petunjuk Tang Bun An, mereka lalu bersumpah, seorang demi seorang.

"Aku bersumpah bahwa aku akan taat dan setia kepada Ang-hong-cu, juga membantu dia sebagai bengcu. Kalau aku melanggar sumpahku ini, biarlah aku mati di ujung pedang.”

Sesudah mereka bersumpah seorang demi seorang, Tang Bun An tertawa, kemudian dia mempersilakan mereka bertiga untuk duduk.

"Sekarang kalian duduklah dengan tenang. Aku akan mengundang Ang-hong-cu datang ke sini!"

Tiga orang itu tentu saja merasa tegang sekali dan mereka mengikuti tuan rumah dengan pandang mata mereka. Tang Bun An menghilang ke ruangan lain sebelah dalam dan ada sepuluh menit lamanya tiga orang tamu itu menunggu dengan jantung berdebar. Seperti apakah gerangan orang yang berjuluk Ang-hong-cu itu?

Ji Sun Bi sendiri yang sudah memiliki banyak sekali pengalaman di dunia kang-ouw, yang hampir mengenal seluruh tokoh kang-ouw, harus mengakui bahwa dia sendiri juga baru mengenal nama Ang-hong-cu saja, belum pernah melihat orangnya. Seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang sangat lihai dan juga licik bukan kepalang sehingga para pendekar pun tidak pernah mampu memegang ekornya, tidak seorang pun pernah dapat melihat mukanya. Dan kini, tokoh besar itu akan muncul dan memperkenalkan diri kepada mereka!

Akhirnya muncullah seorang lelaki dari ruangan sebelah dalam itu. Dia melangkah keluar dengan sikap tenang sekali, dan setiap gerak-geriknya tak pernah terlepas dari pandang mata tiga orang muda itu.

Dia seorang pria yang usianya lima puluh tahun lebih, tubuhnya sedang dan tegak, agak besar di bagian dada sehingga nampak gagah. Wajahnya yang dihias kumis dan jenggot yang terpelihara rapi itu terlihat tampan, sepasang matanya mencorong dan berseri-seri, mulutnya terhias senyum mengejek. Pakaiannya rapi, dengan rompi sutera.

Pendeknya laki-laki setengah tua ini amat menarik dan sama sekali tidak terlihat sebagai seorang penjahat yang menakutkan, bahkan sebaliknya dia pantas menjadi seorang pria terpelajar dan hartawan yang penampilannya pasti akan menarik hati banyak wanita!

Kalau Tang Cun Sek memandangnya dengan mata terbelalak dan ragu apakah benar pria ini Anghong-cu, ayah kandung yang sejak kecil dirindukannya, sebaliknya Ji Sun Bi dan Sim Ki Liong terkejut bukan main sehingga mereka telah bangkit berdiri dari tempat duduk mereka.

"Aku... aku pernah melihatnya... kita sudah pernah saling bertemu...," kata Sim Ki Liong yang lupa-lupa ingat sambil mengamati wajah itu.

"Tentu saja!" kata Ji Sun Bi. "Bukankah engkau ini Han Lojin?"

"Benar! Han Lojin...!” Kini Sim Ki Liong teringat akan semua peristiwa yang terjadi kurang lebih dua tahun yang lalu.

Ketika itu dia membantu Lam-hai Giam-lo yang menghimpun kekuatan untuk melakukan pemberontakan dan muncullah orang ini, yang pada waktu itu mengenakan pakaian orang suku Hui, menunjukkan kepandaian untuk membantu gerakan Lam-hai Giam-lo. Orang itu memang lihai sekali dan dia mengaku bernama Han Lojin. Akan tetapi kemudian ternyata dia malah mengkhianati Lam-hai Giam-lo karena dia memihak pemerintah.

"Han Lojin! Jadi engkau inikah Ang-hong-cu...?” Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi berseru, masih terheran-heran.

"Tok-sim Mo-li, matamu benar-benar tajam dan ingatanmu kuat sekali. Aku memang Han Lojin yang dahulu pernah kalian lihat itu. Dan untuk pertama kali selama hidupku, kini di hadapan kalian aku mengaku bahwa akulah Ang-hong-cu!" Suara orang itu tenang sekali, agak dalam dengan logat barat dan agak asing seperti cara bicara orang Hui.

"Tapi… tapi… benarkah engkau adalah Ang-hong-cu? Benarkah engkau ini adalah ayah kandungku...?” Tang Cun Sek bertanya, tentu saja penuh keraguan karena bagaimana dia dapat yakin bahwa pria ini benar ayah kandungnya?