Si Kumbang Merah Pengisap Kembang Jilid 08 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PADA sebuah kamar di rumah yang letaknya tepat di belakang rumah penginapan, bahkan bergandeng dengan penginapan itu, Hay Hay menemukan orang yang dicarinya, yaitu Ai Ling. Kamar gadis itu cukup rapi dan bersih dan pada waktu Hay Hay tiba di luar kamar, ternyata Kim Hwa, ibu tiri gadis itu telah berada di dalam kamar!

Bila Ai Ling berpakaian sederhana saja, pakaian tidur yang longgar, sebaliknya Kim Hwa mengenakan pakaian yang indah seolah-olah dia hendak bepergian. Mukanya juga dirias dengan pesolek sekali. Hay Hay teringat akan janji wanita genit itu untuk berkunjung ke kamarnya lewat tengah malam ini dan mukanya menjadi merah. Agaknya wanita genit itu memang bersolek untuk berkunjung ke kamarnya dengan maksud yang tidak sukar untuk ditebak.

Sungguh kasihan sekali ayah kandung Ai Ling sudah mengawini seorang wanita seperti Kim Hwa. Bukan saja selalu siap untuk melakukan penyelewengan dan berjinah dengan leIaki lain, akan tetapi bahkan tidak ragu-ragu untuk menjebloskan puteri tirinya ke dalam lembah kehinaan, menjadikannya korban dan mangsa serigala berwajah manusia seperti Hartawan Coa!

"Ai Ling, kenapa engkau tidak mau makan? Makanlah agar jangan masuk angin. Engkau tahu, kita mempunyai banyak pekerjaan dan kalau engkau sampai jatuh sakit, maka kami akan sibuk bukan main."

"Aku tidak bernafsu makan dan kepalaku agak pening," Ai Ling mengeluh, "biar aku akan tidur saja, tentu besok juga sudah sembuh."

"Mana boleh tidur dengan perut kosong? Kalau begitu, biar kau minum saja obat masuk angin. Manjur sekali obatku, pemberian Sinshe Tung. Biar kuambilkan sebentar"' Kim Hwa lalu keluar dari dalam kamar itu dengan menyeret sandalnya.

Ai Ling menarik napas panjang dan duduk di tepi pembaringan. Tiba-tiba muncul seorang pemuda di dalam kamar itu. Ai Ling yang sedang melamun, menjadi terkejut bukan main saat melihat bahwa yang muncul seperti setan itu adalah pemuda yang tadi pagi sarapan di rumah makan dan dilayaninya, pemuda tampan yang amat ramah dan menyenangkan hatinya. Saking kagetnya hampir saja dia menjerit, akan tetapi Hay Hay segera menaruh telunjuknya di depan mulut.

"Sssttt, tenanglah Nona dan jangan berisik. Aku datang untuk membebaskan engkau dari ancaman bahaya!"

"Apa... apa maksudmu, Kongcu...? Aku tidak mengerti...” Gadis itu masih takut-takut dan merasa bingung.

"Sstt, dengarlah baik-baik. Ibu tirimu bermaksud mengorbankan engkau kepada Hartawan Coa, dan obat yang dia berikan itu adalah obat bius. Karena itu ingatlah baik-baik, kalau dia datang memberikan obat, katakan saja bahwa engkau tidak suka dan agar dia sendiri yang minum obat itu. Mengerti?"

Gadis itu mengangguk tetapi masih merasa bingung. " Akan tetapi...”

"Ikuti saja petunjukku kalau engkau mau selamat." bisik Hay Hay.

Pada saat itu pula terdengar bunyi sandal diseret. Sekali berkelebat, tubuh Hay Hay telah lenyap karena dengan cepat dia sudah menyelinap ke balik pembaringan itu, tertutup oleh kelambu dan lemari pakaian.

Daun pintu kamar terbuka dari luar, lantas masuklah Kim Hwa dengan langkahnya yang gemulai. Dia membawa sebuah cawan terisi cairan merah yang berbau harum.

"Nah, ini obat masuk angin. Minumlah, Ai Ling sayang, supaya tubuhmu terasa segar dan besok kau dapat bekerja dengan rajin. Minumlahl.” Ia menyerahkan cawan itu dan Ai Ling memandang cawan itu dengan alis berkerut.

Ia masih merasa heran akan kemunculan Hay Hay dan semua ucapan pemuda itu. Akan tetapi apa yang dia dengar dari pemuda itu bukan hal yang tidak boleh jadi! Ia tahu bahwa diam-diam ibu tirinya ini tidak suka kepadanya, apa lagi ketika pada suatu hari dia pernah menegur ibu tirinya yang suka bercanda secara keterlaluan dan berlebihan dengan para pegawai pria. Ia bahkan berani menduga bahwa ibu tirinya itu tentu mempunyai hubungan gelap dengan beberapa orang pegawai. Maka, tidak akan mengherankan kalau ibu tirinya mempunyai tipu muslihat busuk dan menjerumuskannya ke dalam pelukan Hartawan Coa. Dia bergidik dan melihat betapa cawan itu seperti mengandung racun!

"Tidak, aku tidak mau minum. Aku mau tidur saja, harap kau suka minum saja sendiri obat itu!" katanya, teringat akan pesan Hay Hay.

Mata Kim Hwa terbelalak. Sungguh dia merasa aneh sekali mengapa ucapan puterinya itu mempunyai kekuatan yang mendorongnya sehingga timbul suatu keinginan aneh di dalam dirinya, yaitu untuk minum ‘obat’ di dalam cawan itu! Tentu saja cawan itu berisi obat dari Hartawan Coa yang sudah dia campur dengan anggur merah.

"Apa? Kuminum sendiri...?" dia berkata penuh keraguan, setengah berbisik. Melihat sikap ibu tirinya ini, Ai Ling juga merasa heran, tetapi teringat akan pesan pemuda aneh ltu, dia pun menjawab.

"Benar, lebih baik kau minum sendiri obat itu!"

Dan kini terjadi keanehan dalam sikap Kim Hwa. "Baik, kuminum saja sendiri, kuminum sendiri...” dan sepertl dalam mimpi dia pun lalu minum obat dalam cawan itu hingga habis!

Setelah minum obat itu, Kim Hwa melepaskan cawan kosong yang jatuh berkerontang di atas lantai. Ia berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang dan kedua matanya dipejamkan. Ai Ling memandang khawatir.

Obat itu adalah obat yang mengandung bius, membuat orang kehilangan kemauan, juga mengandung obat perangsang sehingga orang yang minum obat ini dalam keadaan tidak sadar akan menjadi hamba nafsu birahinya sendiri. Kim Hwa mengeluh, lalu tanpa pamit ia keluar dari kamar itu, diikuti pandang mata Ai Ling yang masih bingung dan khawatir.

Hay Hay muncul kembali, dipandang oleh Ai Ling yang masih menaruh curiga kepadanya. Akan tetapi pemuda itu tidak rnelakukan sesuatu yang tidak patut, bahkan Hay Hay cepat berkata kepadanya,

“Ai Ling, lekas kau beri tahukan kepada ayahmu bahwa ibu tirimu mengadakan pertemuan dengan Hartawan Coa di dalam kamar terbesar di rumah penginapan Hok-lai-koan. Suruh ayahmu pergi sendiri menangkap basah isterinya yang menyeleweng itu dan jangan takut! Aku akan melindunginya. Kim Hwa itu harus dihukum, Ai Ling, demi keselamatan ayahmu dan engkau sendiri. Cepat!" Dan kembali Hay Hay berkelebat lenyap dari dalam kamar.

Sejenak Ai Ling menjadi bengong dan bulu tengkuknya meremang. Apakah pemuda itu bukan manusia melainkan setan yang pandai menghilang? Ataukah dewa yang hendak menolong dia dan ayahnya? Dia sama sekali tidak merasa heran mendengar betapa ibu tirinya menyeleweng, mengadakan pertemuan dalam kamar hotel dengan Hartawan Coa. Akhirnya dia turun dan pergi ke kamar ayahnya.

********************

cerita silat online karya kho ping hoo

Bagaikan seorang yang kehilangan ingatannya, Kim Hwa melalui pintu tembusan menuju ke ruangan rumah penginapan Hok-lai-koan. Yang dlingatnya hanyalah dua hal. Pertama mengantarkan Ai Ling ke kamar Hartawan Coa, dan kedua pergi mengunjungi pemuda ganteng yang menarik hati, yang menginap di kamar nomor tujuh di belakang. Akan tetapi tubuhnya terasa demikian ringan dan dia tidak ingat lagi mengapa dia bisa menjadi begitu, kepalanya juga ringan dan kosong!

Ketika Hay Hay tiba-tiba muncul, dia tidak terkejut dan bahkan tersenyum genit. Apa lagi ketika Hay Hay berbisik, "Manis, aku sengaja menjemputmu! Mari kita pergi ke kamarku, sayang!"

Kim Hwa tertawa kecil dengan sikap genit, kemudian membiarkan dirinya digandeng oleh pemuda yang menarik hatinya itu dan dia malah menyandar, lalu mereka berdua berjalan sambil bergandeng tangan.

Hay Hay tidak membawa wanita itu ke kamarnya, namun diajaknya menghampiri kamar besar di mana berdiri dua orang jagoan yang berjaga. Malam telah larut sekali, menjelang tengah malam dan suasana sangat sunyi. Dua orang jagoan itu duduk di atas kursi, agak melenggut. Mereka tenang saja karena siapa yang akan berani mati mengganggu majikan mereka?

"Mari Ai Ling, marilah sayang...”

Suara ini mengejutkan dua orang jagoan itu. Akan tetapi pada waktu mereka mengangkat muka, mereka melihat sekelebatan seorang pemuda bergandeng tangan dengan seorang wanita cantik. Anehnya, begitu mereka memandang, pemuda itu segera lenyap dan yang nampak adalah dua orang wanita muda yang sedang menghampiri mereka sambil saling bergandeng tangan.

Setelah lampu gantung menerangi wajah mereka, dua orang jagoan ini cepat berdiri dan menyeringai senang. Mereka sudah tahu bahwa majikan mereka menanti datangnya isteri pemilik rumah penginapan itu yang akan mengantarkan puterinya, dan ternyata sekarang mereka benar-benar muncul!

Melihat betapa gadis manis itu seperti orang mabok maka tahulah mereka bahwa gadis ini telah minum obat bius, sementara isteri pemilik rumah penginapan yang cantik genit itu senyum-senyum kepada mereka. Dua orang wanita ini menghampiri pintu dan mengetuk tiga kali. Kedua orang jagoan itu tidak menghalangi mereka, hanya saling pandang sambil tersenyum-senyum penuh arti.

"Siapa yang mengetuk pintu?" terdengar suara parau yang dalam, suara Hartawan Coa yang memang sejak tadi belum tidur dan dengan tidak sabar menanti datangnya Kim Hwa yang berjanji akan mengantar Gui Ai Ling, si perawan jelita.

"Saya Kim Hwa, tai-ya, saya mengantarkan Ai Ling. Harap buka pintunya!"

Mendengar suara ini, tentu saja Hartawan Coa menjadi girang dan dia segera membuka daun pintu. Mula-mula dia terkejut sekali melihat bahwa yang berdiri di depan pintu adalah seorang pemuda yang tak dikenalnya dan Kim Hwa, isteri pemilik rumah penginapan yang genit itu, akan tetapi ketika berkedip dia mendengar suara Kim Hwa,

"Saya Kim Hwa dan Ai Ling datang seperti yang telah saya janjikan, tai-ya," dan ketika dia membuka mata, ternyata yang berdiri di hadapannya adalah Kim Hwa dan Ai Ling, gadis yang membuatnya selalu menelan air liur itu!

"Ahhh, engkau sudah datang, manis!" katanya sambil menggandeng tangan Ai Ling. "Mari masuk, manis!" Ai Ling menurut saja digandeng masuk, dan Kim Hwa tersenyum.

"Bersenang-senanglah dengan Ai Ling, tai-ya, saya harap tai-ya tidak lupa kepada saya."

Hartawan Coa yang sudah tidak sabaran itu hanya mengangguk, lantas menutup kembali daun pintu tanpa menguncinya karena bukankah di luar telah ada dua orang pengawalnya, jagoan-jagoan yang dapat dipercaya dan akan menjaga di situ semalam suntuk? Kim Hwa lalu melenggang pergi.

"Eih, nyonya muda. Hendak ke mana? Apakah tidak mau menemani kami di sini sebentar menghilangkan dingin dan kantuk?" salah seorang di antara dua penjaga itu menegur dan menggoda.

Kim Hwa hanya tersenyum. "Lain kali saja, aku mempunyai keperluan lain." Dan dia pun mempercepat langkahnya.

Setelah sampai di tempat gelap, ternyata bahwa Kim Hwa ini bukan lain adalah Hay Hay yang tadi mempergunakan kekuatan sihirnya untuk membuat mata dua orang jagoan dan juga mata Hartawan Coa melihatnya seperti Kim Hwa, sedangkan Kim Hwa sendiri yang sudah berada di bawah pengaruh obat bius itu mereka lihat sebagai Gui Ai Ling!

Hay Hay mengintai tak jauh dari situ. Tidak lama dia mengintai karena segera dia melihat seorang laki-laki gendut berlari-lari melalui pintu tembusan dari rumah Gui Lok, menuju ke rumah penginapan itu. Pria ini bukan lain adalah Gui Lok, pemilik rumah penginapan dan rumah makan Hok-lai-koan. Agak jauh di belakangnya, dia melihat pula Ai Ling berjalan dengan muka khawatir.

Gui Lok yang menerima laporan dari puterinya bahwa isterinya mengadakan pertemuan gelap dengan laki-laki di dalam kamar hotelnya, tentu saja menjadi marah sekali dan dia langsung menuju ke kamar besar, kamar istimewa termahal di rumah penginapannya itu. Ketika sampai di depan kamar, dua orang tukang pukul mencoba untuk menghadangnya, akan tetapi si gendut Gui Lok berteriak lantang.

"Ini rumah penginapanku sendiri! Siapa berhak melarang?"

Dua orang tukang pukul itu tentu saja tahu bahwa Gui Lok pemilik rumah penginapan itu, maka mereka pun merasa sungkan, juga mereka terbelalak heran bukan main melihat Ai Ling berada di belakang si gendut itu! Bukankah tadi mereka melihat sendiri betapa gadis itu diantar oleh ibu tirinya memasuki kamar majikan mereka dan kini sedang berada dalam pelukan majikan mereka ? Bagaimana kini tahu-tahu gadis itu berada di luar kamar tanpa pengetahuan mereka? Apakah tadi mereka bermimpi? Padahal mereka tidak pernah tidur.

Bagaimana pun juga, melihat adanya gadis itu, hati mereka tidak khawatir. Kalau gadis itu tidak berada di dalam kamar majikan mereka, apa yang mereka khwatirkan? Biarkan saja si gendut itu membikin ribut, kalau majikan mereka yang kini tentu sendirian saja keluar, tentu si gendut itu yang akan mendapat kemarahan! Kiranya majikan mereka sedang tidur sendirian di kamar itu!

Melihat dua orang penjaga itu tidak menghalanginya lagi, Gui Lok lalu menghampiri daun pintu kamar itu dan menggedor-gedor dengan keras. "Buka pintu! Kim Hwa, engkau tidak perlu sembunyi! Aku sudah tahu bahwa engkau sedang berada di dalam bersama laki-laki lain! Engkau perempuan busuk, pelacur hina, isteri penyeleweng yang tak tahu malu!"

Karena Gui Lok dilanda kemarahan hebat, maka dia berteriak-teriak bagaikan orang gila. Tentu saja teriakannya yang keras itu membangunkan semua tamu, maka sebentar saja seluruh kamar di rumah penginapan itu terbuka dan para tamu sudah keluar dari dalam kamar untuk menonton pertunjukan menarik itu.

Hay Hay juga keluar dari kamarnya, lalu turut pula menonton bersama para tamu. Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Ai Ling yang nampak khawatir, dia pun berkedip dan menganggukkan kepala, seolah-olah memberi jaminan kepada dara itu agar tidak usah takut karena ada dia yang akan melindunginya. Dan anehnya, melihat pemuda itu, hati Ai Ling menjadi agak tenteram, tidak lagi ketakutan seperti tadi.

"Hayo buka, kau perempuan laknat, pelacur hina tak tahu malu!”

“Dorr-dorrr-dorrrr…!"

Gui Lok terus menggedor pintu dengan kemarahan meluap, apa lagi melihat munculnya banyak tamu. Semua orang melihat dan mengetahui betapa isterinya telah menyeleweng. Betapa malunya dia kalau tidak dapat membikin perhitungan dengan isterinya itu!

Bisa dibayangkan betapa kagetnya mereka yang sedang bermesraan di dalam kamar itu. Baru saja Hartawan Coa dan Kim Hwa mendapatkan kenyataan yang mengejutkan hati mereka berdua. Kim Hwa mulai ditinggalkan pengaruh obat bius dan ketika dia sadar lalu mendapatkan dirinya dalam pelukan Hartawan Coa, hampir saja dia menjerit.

Bukankah seharusnya ia berada dalam pelukan pemuda tampan yang pandai merayu itu? Kenapa kini dia berada dalam rangkulan Hartawan Coa yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa, penuh bulu kasar, mukanya hitam dan bopeng? Bukankah seharusnya Ai Ling yang berada di pelukan hartawan ini?

Akan tetapi dia adalah seorang wanita yang cerdik. Walau pun dia tidak mengerti kenapa bisa begini, namun dia pandai bersandiwara dan dengan manja dia langsung mempererat rangkulannya dan mengeluarkan suara rintihan manja.

Sementara itu, Hartawan Coa juga sudah tidak lagi terpengaruh oleh kekuatan sihir yang dilepaskan Hay Hay tadi, dan kini dia melihat bahwa yang dipeluk dan digumulinya sejak tadi bukanlah gadis yang dirindukannya itu, melainkan isteri Gui Lok, nyonya muda yang cantik dan genit itu!

Dia pun terkejut mengapa bisa terjadi perubahan ini! Padahal tadi dia jelas melihat bahwa yang dibimbingnya masuk adalah Ai Ling dan gadis itu tadi menurut saja tanpa melawan karena berada dalam pengaruh obat bius. Akan tetapi mengapa kini mendadak berganti orang?

Bagaimana pun juga hartawan ini memang cocok sekali dengan Kim Hwa sehingga meski pun dia terheran, namun dia tidak begitu peduli lagi setelah merasakan kehangatan tubuh dan kepandaian Kim Hwa merayu dan melayaninya. Dia pun mendekap semakin kuat dan keduanya tenggelam ke dalam gelombang nafsu yang tak pernah mengenal puas.

Mereka berdua sedang terlena di ambang kepulasan karena lelah ketika tiba-tiba mereka dikejutkan oleh gedoran pada daun pintu kamar itu! Mendengar teriakan suaminya, tentu saja Kim Hwa terkejut setengah mati dan dia pun langsung melepaskan diri dari rangkulan Hartawan Coa dan tergesa-gesa mengenakan pakaiannya.

Dia lalu lari ke jendela, hendak membuka jendela kamar itu, akan tetapi betapa heran dan khawatirnya ketika ternyata daun jendela itu macet dan sama sekali tak dapat dibukanya. Tentu saja dia menjadi panik.

Melihat ini Coa Wan-gwe lalu menghampiri jendela dan dia pun mencoba untuk membuka jendela itu. Sia-sia belaka. Biar pun hartawan ini memiliki tenaga yang besar, namun daun jendela itu sama sekali tidak dapat dibukanya, benar-benar macet. Hal ini tidaklah aneh karena macetnya daun jendela itu bukan sewajarnya, namun akibat perbuatan Hay Hay.

"Sudahlah, kau tidak perlu gelisah. Biar aku yang bertanggung jawab!" kata hartawan itu, teringat akan kedudukan dan kekuasaannya. Apa artinya seorang Gui Lok baginya?

"Tapi... tapi suamiku di depan kamar! Dia akan marah...”

"Huhh, coba saja apa yang dapat dia lakukan kepadaku! Coba dia marah kepadaku kalau berani, akan kusuruh hajar dia sampai mampus!” Hati hartawan itu semakin besar karena bukankah di depan pintu itu ada dua orang pengawal yang menjaga keselamatannya?

Mendengar ucapan hartawan itu, hati Kim Hwa tidak menjadi lega, bahkan merasa makin khawatir. Diraihnya lengan hartawan itu, kemudian ditahannya ketika pria itu hendak keluar dari kamar.

"Kau akan dapat menyelamatkan diri dengan mudah, dia takkan berani mengganggumu, akan tetapi bagaimana dengan aku? Harap jangan tinggalkan aku di sini...!"

Coa Wan-gwe mengerutkan alisnya, kemudian mengibaskan lengannya sehingga wanita itu terpelanting ke atas pembaringan. "Huh, jangan banyak tingkah kau! Salahmu sendiri! Bukankah engkau berjanji akan mengantarkan Ai Ling kepadaku di kamar ini? Akan tetapi engkau sendiri yang datang menggantikan anakmu. Perempuan tak tahu malu!"

Kim Hwa terkejut dan tidak berani bicara lagi, hanya memandang dengan mata terbelalak ketika hartawan itu membuka daun pintu kamar itu kemudian melangkah keluar dengan mengangkat dada. Gui Lok yang berada di depan kamar itu sudah siap untuk meluapkan kemarahannya, akan tetapi begitu melihat Hartawan Coa, nyalinya menjadi kecil dan dia hanya memandang bengong seperti berubah menjadi arca.

"Hemm, Gui Lok! Mau apa engkau lancang menggedor pintu kamarku? Bukankah kamar ini sudah kusewa? Kau tahu, rumah penginapan ini dapat kubeli, bahkan kepalamu dapat pula kubeli. Mengerti?!"

Begitu mendengar bentakan hartawan ini, seketika keberanian dan kemarahan Gui Lok menguncup dan kakinya gemetar.

"Maaf, tai-ya, tapi... tapi isteriku..."

“Peduli apa dengan isterimu?! Aku tidak memanggilnya ke sini! Kau tanyakan saja kepada isterimu sendiri! Tapi kau... yang sudah berani menggangguku, menggedor pintu kamarku secara kurang ajar, tidak dapat kumaafkan begitu saja. Kau perlu dihajar!" Tangan yang besar dari hartawan itu menyambar dan sebuah pukulan mengenai kepala Gui Lok.

"Plakkk!" Si perut gendut itu terpelanting dan jatuh.

Hartawan Coa melangkah maju, siap menendang kepala Gui Lok yang dianggapnya telah kurang ajar dan membikin malu kepadanya di depan begitu banyak orang. Maka dia pun hendak menghajar Gui Lok di depan para tamu yang sudah jadi penonton agar namanya kembali terang dan disegani orang.

Kaki yang besar dan dilindungi sepatu kulit yang tebal dan keras itu menyambar ke arah kepala Gui Lok.

"Dukkk!"

Akibatnya bukan kepala itu yang tertendang dan Gui Lok mengeluh kesakitan, sebaliknya malah Hartawan Coa yang memekik kesakitan, mengangkat kaki yang menendang, lantas memegangi kaki itu sementara kaki yang sebelah lagi berjingkrak-jingkrak. Serasa patah-patah tulang kakinya.

Ketika tadi dia menendang, kakinya itu bertemu dengan sebuah kaki lain, yaitu kaki Hay Hay. Hartawan Coa menjadi marah bukan main melihat ada seorang pemuda sederhana yang tadi menyambut tendangannya dengan tangkisan kaki, yang menyebabkan kakinya terasa nyeri setengah mati.

"Hajar dia! Bunuh dia!" teriaknya kepada dua orang pengawal yang semenjak tadi hanya menjadi penonton.

Ketika dua pengawal ini melihat majikan mereka menghajar Gui Lok, mereka diam saja. Sama sekali tidak mereka sangka bahwa akan ada orang yang berani melindungi Gui Lok dan bahkan membuat kaki majikan mereka kesakitan.

"Pemuda lancang, beraninya kau menentang majikan kami?" Dua orang tukang pukul itu meloncat ke depan, menghadapi Hay Hay yang berdiri tegak sambil tersenyum tenang.

"Ha-ha-ha, kalian ini adalah dua ekor anjing yang setia kepada majikan, sungguh pandai menggonggong! Nah, lanjutkan gonggonganmu agar semua orang melihat kalian!"

Kini semua tamu yang telah keluar dari kamar masing-masing dan menonton keributan itu terbelalak heran ketika melihat betapa dua orang tukang pukul yang tadi bersikap galak kini tiba-tiba saja mereka menjatuhkan diri berdiri di atas kaki dan tangan seperti binatang berkaki empat, lantas mereka berdua segera menggonggong seperti dua ekor anjing yang sedang marah! Tentu saja gonggongan mereka tidak seperti anjing.

Mereka yang menonton tadinya terbelalak keheranan dan menyangka dua orang itu main-main atau mendadak menjadi gila. Namun keadaan yang lucu itu membuat mereka tidak dapat menahan ketawa mereka. Bahkan Hartawan Coa sendiri pun lupa akan kenyerian kakinya dan dia pun berdiri bengong memandang kepada anak buahnya. Apakah kedua orang pengawalnya itu mendadak menjadi gila?

Sementara itu, Gui Lok yang tadi terhindar dari hajaran yang lebih hebat kini telah bangkit berdiri dan dia pun melihat peristiwa aneh itu sehingga sejenak lupa kepada isterinya yang menjadi biang keladi keributan itu.

Hay Hay tersenyum sambil menghampiri dua orang tukang pukul yang masih merangkak-rangkak itu, kemudian kaki kirinya bergerak dua kali dan dua orang tukang pukul itu telah kena ditendang, terlempar kemudian terbanting jatuh. Setelah jatuh agaknya mereka baru sadar akan keadaan diri mereka. Cepat mereka meloncat dan sudah mencabut golok dari pinggang, lalu dengan kemarahan meluap karena mereka merasa dibikin malu di depan banyak orang, mereka segera menerjang dan menyerang Hay Hay dengan bacokan golok dari atas ke bawah, ke arah kepala pemuda itu.

Semua orang melihat dengan hati ngeri betapa dua batang golok itu dengan tepat sekali mengenai kepala pemuda itu dan dengan mudahnya, bagaikan agar-agar saja, kepala itu terbelah menjadi tiga potong oleh kedua bacokan itu. Akan tetapi tidak ada darah keluar ketika tubuh yang terbelah menjadi tiga buah itu terkulai jatuh sambil mengeluarkan suara bising.

Akan tetapi, pada saat mereka semua memandang, termasuk dua orang tukang pukul itu, terdengar seruan heran melihat bahwa yang terbabat buntung mejadi tiga potong itu sama sekali bukan tubuh orang melainkan sebuah bangku panjang yang kini sudah menjadi tiga potong! Pantas saja mengeluarkan suara bising! Ke mana larinya pemuda aneh itu tadi?

Kiranya pemuda itu telah berdiri di belakang dua orang tukang pukul itu. Sekarang kedua tangannya tiba-tiba menjambak rambut dua orang tukang pukul itu dari belakang, lantas dengan sekali menggerakkan kedua tangan dia mengadu dua buah kepala itu. Dua orang pengawal itu mengeluh, goloknya terlepas dan mereka pun terkulai lemas seperti karung basah ketika Hay Hay melepaskan kedua tangannya. Kedua pengawal itu jatuh pingsan!

Melihat ini, semua orang merasa kagum dan terheran-heran. Hartawan Coa yang tadinya memandang bengis kini menjadi pucat bukan main. Apa lagi ketika pemuda itu berjalan menghampirinya.

"Coa Wan-gwe, engkau pulanglah dan bawa pula dua ekor anjingmu ini. Sebentar nanti aku akan datang berkunjung ke rumahmu, ada urusan penting yang hendak kubicarakan denganmu."

Kali ini Hartawan Coa tidak banyak cakap lagi. Dia maklum bahwa menghadapi pemuda ini, dia tak berdaya. Dia harus mengerahkan semua pengawalnya kalau mau menghadapi dan menentang pemuda aneh ini. Dia lalu menendang-nendang dua orang pengawalnya.

Mereka siuman dan terheran-heran, akan tetapi langsung teringat akan keadaan mereka. Karena itu, ketika majikan mereka memberi isyarat, mereka pun bersikap seperti dua ekor anjing ketakutan, lalu mengikuti Hartawan Coa meninggalkan rumah penginapan, bahkan melupakan golok mereka.

Sementara itu, begitu hartawan itu pergi, Gui Lok menyerbu ke dalam kamar. Dia melihat isterinya masih duduk ketakutan di atas pembaringan.

“Perempuan lacur! Tidak tahu malu!" bentaknya dan dia pun menjambak rambut isterinya. Rambut itu terurai dan diseretnya tubuh wanita itu keluar kamar.

"Lihat semua! Lihat baik-baik perempuan ini. Dia bernama Kim Hwa dan dari pecomberan kuangkat dia menjadi isteriku, akan tetapi kini dia melakukan penyelewengan dengan laki-laki lain! Dia tiada bedanya dengan seekor babi betina, biar dibersihkan dan ditempatkan di mana pun, biar diberi tempat yang bersih dan baik, tetap saja babi betina ini memilih pecomberan. Nah, mulai saat ini juga dia bukan isteriku lagi dan kuusir dia. Pergilah kau, perempuan laknat! Engkau tidak mempunyai apa-apa ketika kupungut, sekarang engkau pergilah dan boleh kau miliki pakaian serta perhiasan yang menempel di tubuhmu!"

Andai kata mereka kini hanya berduaan saja tentu Kim Hwa akan minta-minta ampun dan mempergunakan segala daya kecantikannya, segala ilmunya merayu untuk melemahkan hati suaminya dan agar dirinya diampuni. Namun apa hendak dikata, peristiwa itu terjadi di hadapan puluhan pasang mata yang menjadi penonton dan di sana sini dia mendengar cemoohan dan celaan kepada dirinya. Maka sambil menutupi mukanya dan menangis, dia pun lari keluar dari rumah penginapan yang tadinya menjadi miliknya itu. Beberapa bulan kemudian orang-orang sudah mendapatkan dirinya menjadi kembang dari sebuah rumah pelacuran di sebuah kota besar dekat kota raja!

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali sebelum Gui Lok beserta puterinya, Gui Ai Ling, sempat menghaturkan terima kasih kepadanya, Hay Hay sudah menghilang dari kamar itu sambil membawa buntalan uang emasnya. Hari masih pagi sekali ketika dia sudah berada di depan pintu gerbang pekarangan gedung Hartawan Coa!

Ternyata pekarangan itu kini telah penuh dengan pasukan pengawal yang jumlahnya tak kurang dari dua lusin orang bersenjata lengkap! Mereka telah diperingatkan oleh Hartawan Coa agar berjaga dengan ketat dan terutama sekali menjaga kalau ada muncul seorang pemuda berpakaian sederhana yang memakai caping lebar.

Setibanya di rumah, Hartawan Coa yang tadi malam mengalami kekagetan itu langsung mengumpulkan para pembantunya dan dia menjadi semakin terkejut dan khawatir ketika menerima laporan bahwa pemuda yang bercaping lebar, yakni pemuda yang itu-itu juga, ternyata sudah mengacau rumah judi pula, bahkan sudah menggondol puluhan tail emas yang dimenangkan dalam permainan dadu di mana pemuda itu menggunakan ilmu yang aneh seperti sihir.

Dan dia pun teringat betapa dua orang pengawalnya juga disihir sehingga menggonggong seperti anjing, kemudian betapa tubuh pemuda itu kelihatan terpotong-potong akan tetapi ternyata yang terpotong itu hanyalah sebuah bangku panjang! Jelas pemuda yang itu-itu juga, pikirnya. Maka dia pun mengerahkan seluruh pasukan pengawal untuk melakukan penjagaan di pekarangan, di sekeliling rumah gedungnya, bahkan ada pula yang berjaga di dalam gedung dan di atas atap! Barulah dia merasa aman dan dapat tidur pulas.

Ketika Hay Hay muncul pagi-pagi sekali, hartawan itu masih belum bangun. Setelah para penjaga melihat munculnya seorang pemuda yang memakai caping lebar, berdiri di depan pintu gerbang, segera mereka menjadi panik. Tentu saja mereka itu gentar sekali karena mereka sudah mendengar cerita kawan-kawan mereka tentang sepak terjang pemuda itu di rumah judi, juga cerita dua orang tukang pukul yang menderita pengalaman pahit di rumah penginapan.

Tapi betapa pun juga, karena kini berada di pekarangan itu dan di dalam rumah terdapat kepala-kepala pengawal yang merupakan orang-orang berkepandaian silat tinggi, mereka tidak menuruti hati yang gentar. Dengan memberanikan hati, mereka kemudian mengikuti pimpinan mereka menyambut kedatangan pemuda itu.

Kepala pengawal yang kini berjaga di rumah gedung Hartawan Coa ada tiga orang. Yang pertama adalah seorang jagoan dari kota raja bernama Thio Kang berjuluk Tiat-ci (Si Jari Besi), terkenal sebagai seorang yang memiliki tangan seperti besi, dapat menusuk papan tebal dan batu sampai tembus dan selain itu pandai pula bermain sepasang pedang.

Tiat-ci Thio Kang adalah seorang jagoan yang berasal dari kota raja, bahkan pernah pula menjadi jagoan di istana kaisar, dan kini menjadi jagoan nomor satu dari Coa Wan-gwe, bergaji besar. Jagoan ini berusia kurang lebih lima puluh lima tahun, tubuhnya jangkung kurus kering dan sikapnya tinggi hati, sikap seorang yang percaya akan kemampuan diri sendiri dan memandang rendah orang lain.

Jagoan ke dua berjuluk Hek-houw (Harimau Hitam) dan bernama Ji Sun. Sesuai dengan julukannya, Hek-houw Ji Sun ini berperawakan kokoh, tinggi besar berkulit hitam dan dia memiliki ilmu silat harimau yang menubruk dan mencengkeram dengan tangkas sekali, di samping ahli bermain golok dan perisai. Usia jagoan nomor dua ini sekitar empat puluh lima tahun.

Ada pun jagoan yang ke tiga bernama Phang Su, julukannya Kang-thouw-cu (Si Kepala Baja) dan tubuhnya pendek gemuk bundar. Kepalanya yang besar dan bundar itu sudah terkenal sekali karena amat kuat, kebal dan dapat membobolkan tembok, sesuai dengan julukannya. Selain keahlian mempergunakan kepala sebagai senjata, juga Kang-thouw-cu Phang Su pandai memainkan sebatang rantai besi yang berat.

Tiga orang kepala pengawal ini tentu saja sudah mendengar akan sepak terjang seorang pemuda bercaping lebar yang mengacau di rumah judi dan di rumah penginapan, bahkan juga telah mengganggu majikan mereka. Akan tetapi mereka adalah jagoan-jagoan besar, terutama sekali Tiat-ci Thio Kang, tentu saja memandang rendah kepada pengacau yang katanya mau datang berkunjung ke gedung majikannya itu.

Apa yang perlu ditakuti? Dia mengandalkan kepandaian sendiri yang selama ini sulit dicari tandingannya, hampir belum pernah kalah. Selain itu masih ada dua orang pembantunya yang juga amat lihai, dan ada pula hampir lima puluh orang pengawal di rumah itu! Setan pun tidak akan mampu masuk ke dalam rumah itu tanpa ketahuan penjaga yang sudah ditempatkan di seluruh lingkungan rumah itu. Dan kalau pemuda itu benar-benar berani datang, dia tentu akan menghadapi kehancuran di sini!

Akan tetapi tidak urung jantungnya berdetak tegang pada waktu mendengar laporan anak buahnya bahwa pagi-pagi itu, pemuda bercaping lebar sudah datang dan berada di luar pintu gerbang!

"Tahan dia di luar pintu gerbang, aku akan menemuinya sendiri!" kata Tiat-ci Thio Kang.

Dia cepat mempersiapkan diri, memasang siang-kiam pedang pasangan di punggungnya, lantas mengajak dua orang pembantunya untuk keluar menemui pemuda itu. Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su juga sudah siap siaga dengan senjata masing-masing. Mereka bertiga diikuti puluhan orang pengawal, semuanya bersenjata lengkap seolah-olah mereka itu bukan hendak menyambut seorang pemuda melainkan seperti hendak maju perang melawan banyak musuh!

Hay Hay yang mengintai dari balik caping lebarnya, diam-diam tersenyum ketika melihat munculnya tiga orang yang nampaknya gagah, diiringi oleh puluhan orang pengawal yang semuanya bersenjata lengkap! Dia tidak merasa heran karena tentu Hartawan Coa sudah siap siaga menanti kedatangannya dan dia dapat menduga bahwa dia akan menghadapi kekerasan dari pihak Hartawan Coa yang tentu saja merasa penasaran dan marah atas terjadinya dua peristiwa yang merugikan uangnya dan namanya, yaitu di rumah judi dan di rumah penginapan.

Dengan sikap angkuh Tiat-ci Thio Kang memberi isyarat kepada Hek-houw Ji Sun sebagai wakil pembicara, untuk menegur pemuda itu. Si Harimau Hitam ini selain pandai bicara, juga orangnya tinggi besar dan suaranya lantang berwibawa. Hek-houw Ji Sun mengerti dan dia pun maju dua langkah mendekati Hay Hay.

"Orang muda, siapakah engkau dan apa maksudmu pagi-pagi begini datang ke sini?"

Hay Hay mendorong caping bagian depan ke belakang. Caping itu lantas merosot turun dari kepalanya sehingga tergantung di pungguungnya, menutupi buntalan yang berada di punggung. Kini wajahnya nampak jelas, wajah yang periang, mulut yang selalu tersenyum nakal, hidung yang mancung, mata bersinar-sinar dan kadang-kadang mencorong aneh. Hay Hay tersenyum sambil memandang ke arah orang-orang itu seperti mencari-cari, lalu dia menggelengkan kepala.

"Hemm, tidak kulihat dia berada di sini! Aku sedang mencari Hartawan Coa. Harap kalian sampaikan kepada majikan kalian itu bahwa aku bernama Hay Hay ingin bertemu dengan Hartawan Coa karena ada urusan penting sekali hendak kubicarakan dengan dia."

"Hemm, orang muda, tidak mudah untuk bertemu dengan majikan kami. Tidak sembarang orang boleh bertemu dengan beliau, dan karena saat ini majikan kami masih tidur, maka sampaikan saja urusanmu itu kepada kami. Kami akan melaporkannya dan kalau majikan kami memang berkenan menerimamu, tentu engkau dapat menghadap."

Hay Hay tertawa. "Wah, seperti hendak menghadap seorang kaisar saja! Majikan kalian itu bukan raja, bukan pula orang berpangkat tinggi. Dia hanyalah hartawan yang memiliki rumah-rumah judi, dan kulihat dia semalam tidak begitu tinggi hati, bahkan mau bermalam di rumah penginapan umum dan tidur bersama isteri pemilik rumah penginapan! Mengapa sekarang tiba-tiba saja dia tidak mau menerimaku? Ingat, kedatanganku ini akan memberi untung kepadanya, akan menyerahkan uang lima puluh tail emas!"

Mendengar ucapan itu, tiga orang jagoan itu saling pandang. Alangkah beraninya pemuda ini! Sesudah memenangkan perjudian sebanyak lima puluh tail emas lebih, agaknya kini dia membawa harta itu ke sini! Mata mereka segera ditujukan ke arah punggung pemuda itu di mana terdapat buntalan yang nampaknya berat.

"Serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami! Memang sudah sepatutnya engkau mengembalikan uang yang kau rampas dari rumah judi milik majikan kami itu, dan mohon maaf kepada majikan kami!" kata pula Hek-houw Ji Sun.

Hay Hay tersenyum. "Menyerahkan kepada kalian? Wah, mana mungkin? Kalian adalah orang-orang yang paling tidak dapat dipercaya di dunia ini! Sudahlah, tidak ada gunanya membuang banyak waktu bicara dengan orang-orang seperti kalian ini. Bangunkan saja Hartawan Coa kalau dia masih tidur, dan katakan bahwa aku datang untuk bicara dengan dia dan aku akan menyerahkan uang lima puluh tail emas."

Tiat-ci Thio Kang memberi isyarat kepada pembantunya yang ke dua, yaitu Kang-thouw-cu Phang Su. Si gundul yang pendek berperut gendut ini lalu melangkah maju.

"Bocah sombong, serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami dan cepat berlutut untuk menyerah!" bentaknya dan tangannya menyambar.

Kedua lengan yang pendek itu menyambar dari kanan kiri, mengirim pukulan dan totokan susul menyusul. Gerakannya yang cepat serta mengandung angin pukulan yang kuat itu menunjukkan betapa si pendek gendut ini memang bertenaga besar dan mempunyai ilmu kepandaian yang sudah tinggi. Namun sekali ini dia bertemu dengan Hay Hay!

Kelihatan pemuda ini tidak bergerak sama sekali, akan tetapi serangan kedua tangan Si Kepala Baja itu tidak mengenai sasaran. Demikian halus dan cepatnya gerakan Hay Hay ketika kakinya membuat geseran hingga tubuhnya hanya miring sedikit dan mundur satu langkah.

Aneh bagi mereka yang menonton karena nampaknya si gundul pendek yang menyerang dan luput, akan tetapi kenapa si gundul itu yang berteriak kesakitan dan kedua lengannya seperti mendadak menjadi lumpuh? Kang-thouw-cu Phang Su memang amat terkejut dan merasa kesakitan karena kedua sikunya seperti disengat kalajengking dan kedua lengan itu tergantung lumpuh selama beberapa detik. Dia tidak tahu mengapa begitu, akan tetapi Tiat-ci Thio Kang, seorang ahli totok yang pandai, dapat mengerti bahwa pemuda itu telah menotok kedua siku pembantunya itu.

"Ihh, engkau kenapa sih? Datang-datang menyerang orang kemudian menjerit-jerit sendiri seperti babi disembelih?" Hay Hay sengaja mengejeknya sehingga Kang-thouw-cu Phang Su menjadi merah mukanya dan kemarahannya memuncak.

Sekarang dia merendahkan tubuhnya, kepalanya dipasang di depan dan sikapnya seperti seekor kerbau yang siap mempergunakan tanduknya, bahkan kedua kakinya menggaruk-garuk tanah di depannya. Sungguh sikap ini lucu sekali dan agaknya si gundul pendek itu memang mendapat ilmu ini dari gerakan seekor kerbau marah! Hidungnya mengeluarkan suara mendengus.

Namun yang menarik perhatian Hay Hay adalah kepala yang gundul licin itu. Dia melihat betapa kepala itu kini mengkilap seperti diberi minyak dan digosok, juga agak kemerahan! Tahulah dia bahwa orang ini tidak boleh dipandang ringan dan agaknya mempunyai ilmu serangan dengan kepalanya yang sudan terlatih baik dan kepala itu tentu mengandung tenaga yang amat dahsyat!

Benar saja dugaannya. Mendadak si gundul pendek gendut itu mengeluarkan gerengan aneh dan tubuhnya lalu menerjang ke depan, dengan kepala lebih dulu laksana terjangan seekor kerbau!

Hay Hay tidak mau menyambut kepala itu dengan tangan atau badannya karena dia tidak ingin membunuh orang. Pertemuan tubuhnya dengan kepala itu membahayakan nyawa lawan karena kalau sampai bagian dalam kepala itu terluka sedikit saja, maka si pendek itu akan tewas! Maka, dia pun lalu cepat mengelak sambil melompat ke kanan belakang.

Namun kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah membalikkan tubuh dan menerjangnya lagi. Sungguh seperti sikap seekor kerbau. Hay Hay melompat lagi sehingga kini dia tiba di dekat sebatang pohon sebesar pinggangnya. Sengaja dia membelakangi pohon itu dan sekarang kembali lawannya sudah menerjang dari depan, lebih hebat dari pada tadi. Dia menanti hingga kepala itu dekat sekali, lalu tiba-tiba tubuhnya melayang ke atas melewati kepala lawan.

"Brakkkkk…!"

Kepala itu menghantam batang pohon dan seketika pohon itu tumbang, batangnya patah dan remuk terkena terjangan kepala yang gundul itu!

Hay Hay memandang kagum. Memang seperti yang telah diduganya. Lawannya memiliki kepala di mana terkumpul tenaga yang dahsyat. Tentu saja dia akan mampu menerima terjangan kepala itu dengan perut atau dada atau tangannya, akan tetapi akibatnya akan terlalu hebat, kemungkinan besar kematian bagi orang yang sama sekali tidak dikenalnya dan tidak pernah bermusuhan dengan dia itu.

Kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah menerjang ke depan, sepasang matanya melirik juling, persis kerbau marah atau kerbau gila. Kembali Hay Hay sengaja bergerak lambat. Begitu kepala itu menyeruduk, Hay Hay miringkan tubuhnya hingga kepala itu lewat dekat sekali dengan perutnya, hanya dua sentimeter saja jaraknya dan secepat kilat tangan Hay Hay bergerak menyambar.

"Plakkk!"

Tangan itu menghantam tengkuk, tidak terlalu keras akan tetapi cukup membuat Kang-thouw-cu Phang Su terjungkal bergulingan sambil mengaduh-aduh, dan kedua tangannya sibuk menjangkau tengkuk yang terkena tamparan tadi. Kalau Hay Hay menambah sedikit lagi saja tenaganya, tentu si gundul pendek itu tidak akan mampu mengeluh lagi.

Kang-thouw-cu Phang Su memang sudah terbiasa mengandalkan diri sendiri. Maka, biar pun lehernya terasa seperti akan patah-patah dan kepalanya berkunang, dia masih cepat melompat bangkit kembali lantas memandang kepada Hay Hay yang tersenyum lebar itu dengan pandang mata merah. Seperti hendak ditelannya bulat-bulat pemuda di depannya yang sudah membuat dia malu itu.

"Wuuuttt…!"

Kini tangan kanannya telah memegang rantai baja yang tadi dilibatkan pada pinggangnya. Rantai ini terbuat dari baja, panjangnya satu setengah meter dan cukup berat sehingga ketika diputar-putar terdengar suara angin bersiutan. Tanpa banyak cakap lagi dia sudah menerjang ke depan dengan serangan rantainya ke arah kepala Hay Hay.

Dengan mudah saja Hay Hay merendahkan tubuh dan rantai itu lewat di atas kepalanya. Akan tetapi sekali putaran rantai itu telah menyambar lagi ke arah kakinya, maka Hay Hay kembali mengelak dengan loncatan sehingga rantai itu menyambar di bawah kakinya. Kini rantai berputar dan menyerang lagi ke arah pinggangnya!

Melihat datangnya rantai yang menyambar ke arah pinggangnya, Hay Hay tidak mengelak lagi, namun melindungi pinggang dengan sinkang. Rantai itu datang melibat pinggangnya, cepat dan kuat sekali sehingga pinggangnya sudah dilibat dua kali. Dengan wajah girang membayangkan kemenangan di depan mata untuk menebus beberapa kali kekalahannya tadi, kini Kang-thouw-cu Phang Su mengerahkan seluruh tenaga yang ada dan menarik! Dia ingin membuat pemuda itu tersungkur di depan kakinya.

Akan tetapi dia merasa seolah-olah tangannya menarik sebuah karang yang sangat besar dan berat. Tubuh Hay Hay sedikit pun tidak terbetot, apa lagi sampai roboh tersungkur! Kang-thouw-cu merasa penasaran sekali. Kembali dia menarik dan menarik, makin lama semakin kuat, menahan napas yang membocor sana-sini sampai terdengar suaranya ah-ah-uh-uhh!

“Brooottt…!"

Saking penasaran serta kuatnya dia menarik dan menahan napas, ada angin membocor dari bawah! Beberapa orang sempat tertawa karena geli sehingga wajah Kang-thouw-cu menjadi semakin merah.

"Wah, benar-benar tidak tahu malu...!" Hay Hay mempergunakan jari tangan kanan untuk menjepit hidungnya. "Bau.... bau....! Pergilah!" Kakinya lalu menendang.

"Desss....!"

Perut gendut itu kena ditendang dan tubuh itu pun terlempar, terbanting dan bergulingan. Si gendut merasa perutnya mulas sekali sehingga dia pun tidak mampu bangkit kembali, hanya menekan-nekan perut yang terasa mulas dalam keadaan setengah pingsan!

Melihat rekannya tidak sanggup melawan lagi, Hek-houw Ji Sun marah bukan kepalang. Kekalahan rekannya berarti merupakan sesuatu yang memalukan dirinya juga. Dia masih belum percaya bahwa rekannya itu kalah melawan pemuda ini. Akan tetapi kenyataan itu tidak membuat dia jeri.

"Bagus! Pemuda sombong, kiranya engkau memiliki juga sedikit kepandaian! Pantas saja engkau berani membuat kekacauan di kota Shu-lu ini!" Dia meloncat ke depan sehingga berhadapan dengan Hay Hay. "Kalau memang engkau mampu menandingi Hek-houw Ji Sun, barulah aku mengakui kehebatanmu!"

"Sungguh di sini banyak harimaunya! Ada harimau gundul, ada harimau hitam, dan entah harimau apa lagi. Akan tetapi sayang, harimau-harimau di sini nampaknya sudah ompong dan kehilangan kukunya sehingga hanya pantas untuk menakut-nakuti kanak-kanak saja. Hek-houw Ji Sun, aku tidak mau mencari permusuhan dengan kalian atau dengan siapa pun juga. Aku hanya ingin bertemu dengan Hartawan Coa, mengapa kalian menghalangi dan mencari keributan dengan aku?"

Hek-houw Ji Sun mendelik dan dia lalu mengeluarkan suara gerengan yang mengejutkan hati Hay Hay. Banyak anak buah para jagoan itu sendiri sampai terkulai seperti mendadak kaki mereka lumpuh ketika gerengan yang merupakan auman itu menggetarkan jantung mereka.

Tahulah Hay Hay bahwa orang ini mahir sekali mempergunakan suara untuk menyerang lawan. Semacam ilmu khikang yang disalurkan lewat suara untuk menyerang! Pantas dia menjadi juru bicara teman-temannya.

Selamanya Hay Hay tidak pernah memandang rendah lawannya, tetapi serangan melalui auman harimau itu lewat tanpa mempengaruhinya. Kalau hanya serangan seperti itu saja tidak ada artinya bagi Hay Hay. Kalau dia mau, dia dapat membalas dengan serangan melalui suara yang seketika akan melumpuhkan lawan!

Seperti kebanyakan para jagoan tukang pukul yang biasanya mengandalkan kekerasan dalam hidup mereka, juga Hek-houw Ji Sun ini terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, memandang remeh orang lain. Biar pun dia tadi melihat betapa rekannya kalah oleh Hay Hay dengan mudah, namun dia masih belum mau mengakui kehebatan lawan dan kini dia menyerang dengan tangan kosong, mengandalkan keampuhan ilmu silatnya yang dia beri nama Hek-houw sin-kun (silat sakti Harimau Hitam).

Begitu gerengannya lenyap dan tinggal gemanya saja, dia sudah menyerang. Tubuhnya melompat seperti seekor harimau menubruk, kedua lengannya dikembangkan dan jari-jari tangan itu membentuk cakar, mencengkeram ke arah leher dan ubun-ubun kepala lawan!

Hay Hay sudah waspada. Dia cepat mengelak dan membiarkan tubuh lawan lewat. Kalau dia mau, alangkah mudahnya untuk menyambut serangan itu dengan serangan balasan, akan tetapi dia tidak ingin menghilangkan muka lawan ini.

Memang ilmu silat milik Hek-houw Ji Sun itu hebat sekali. Cepat dan juga mengeluarkan angin pukulan yang kuat, ada pun jari-jari tangan itu dapat merobek benda yang kuat dan keras, apa lagi hanya kulit dan daging tubuh manusia! Namun semua serangannya selalu dapat dielakkan oleh Hay Hay. Beberapa kali dia menubruk tetapi selalu gagal. Karena itu dia lalu menyerang dari jarak dekat. Seperti cakar harimau, dua tangannya menyambar-nyambar dengan kuat sekali.

Hay Hay terpaksa menangkis pada waktu tangan kiri lawan mencengkeram dengan cepat bukan main ke arah lambung kanannya. Tangan kanannya menangkis lengan lawan, akan tetapi tangan yang tertangkis itu cepat membalik dan kini mencengkeram lengan kanan Hay Hay dekat siku.

Lengan itu kena dicengkeram, maka Hek-houw Ji Sun sudah merasa girang sekali karena tentu lengan itu akan dapat dia cengkeram sampai patah dan buntung! Akan tetapi betapa terkejutnya ketika jari-jari tangannya merasa betapa lengan yang dicengkeramnya itu licin sekali bagai batangan baja yang diminyaki sehingga cengkeramannya meleset dan hanya merobek lengan baju!

“Breettt…!"

Tangan Hay Hay cepat sekali meraih baju orang dan sekali renggut, baju di bagian perut dan dada dari Hek-houw Ji Sun terobek lebar sehingga nampak perut dan dadanya yang berkulit hitam!

"Salahmu sendiri, engkau merobek lengan bajuku, maka aku pun harus merobek bajumu supaya lunas!" kata Hay Hay.

Diam-diam Hek-houw Ji Sun kaget sekali. Jika tadi dia merobek lengan baju, hal ini tidak disengajanya karena dia gagal mencengkeram patah lengan pemuda itu. Tapi sebaliknya pemuda itu memang sengaja merobek bajunya. Apa bila pemuda itu menghendaki, tentu bukan bajunya yang dirobek, melainkan perut dan dadanya!

Baru dia tahu benar bahwa ilmu silat dan gerakan pemuda ini memang hebat bukan main, maka dia tidak mau mengalami seperti rekannya tadi dan cepat dia sudah melompat ke samping, menyambar golok dan tameng (perisai) yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

"Orang muda, keluarkan senjatamu! Mari sekarang kita bertanding senjata!" tantangnya dengan garang.

Hay Hay tersenyum. Dia melihat betapa lengan bajunya yang kanan sudah robek, maka dia menggunakan tangan kiri untuk merenggut putus robekan itu. Kini ada robekan kain dari lengan bajunya, hanya sehelai kain yang panjangnya setengah meter.

"Baik, Hek-houw Ji Sun, inilah senjataku!"

Semua orang terbelalak, ada pun wajah Ji Sun yang hitam menjadi semakin hitam karena terlalu banyak darah yang naik ke kepalanya. Dia telah dipandang rendah, bahkan dihina oleh musuhnya yang masih muda itu. Bagaimana mungkin ada orang berani menghadapi golok dan perisainya yang kehebatannya sudah amat terkenal itu hanya dengan sepotong kain yang pendek? Pemuda ini mencari mampus! Juga semua orang memandang dengan heran, tidak percaya bahwa pemuda itu berani menghadapi sepasang senjata itu dengan sepotong kain saja!

"Orang muda, aku bukanlah seorang yang suka mempergunakan kellcikan untuk mencari kemenangan. Lekas keluarkan senjatamu agar engkau tidak mati konyol dan orang akan mentertawakan aku!"

"Aih, engkau menantang berkelahi dengan senjata dan ini adalah senjataku! Engkau tidak percaya? Hemm, dengan senjataku yang istimewa ini aku sanggup mengalahkan sepuluh ekor harimau, apa lagi hanya seekor saja! Majulah, Hek-houw Ji Sun dan hati-hatilah agar jangan sampai engkau kalah dalam waktu kurang dari sepuluh jurus!"

Sepasang mata Ji Sun terbelalak, mendelik saking marahnya, "Bagus. Bocah sombong! Bila aku kalah olehmu kurang dari sepuluh jurus, aku akan berlutut dan menyembahmu!"

"Begitukah? Baik!" Belum juga Hay Hay sempat menutup mulutnya, nampak sinar golok menyambar dengan kecepatan kilat. Hay Hay cepat mengelak sambil mundur dan secara diam-diam harus mengakui bahwa gerakan Hek-houw Ji Sun ini lebih hebat dibandingkan gerakan Kang-thouw-cu Phang Su dengan rantai bajanya tadi.

Memang permainan golok dan perisai itu amat hebat. Golok itu berkelebatan menyambar-nyambar, sedangkan tubuh Hek-houw Ji Sun praktis bersembunyi di balik perisai! Sukar sekali bagi lawan untuk menyerang tubuhnya yang terlindung itu, sedangkan dia dengan enaknya dapat mengincar lawan dan melakukan serangannya dari bawah atau samping perisai yang terbuat dari baja tebal dan kuat!

Namun sekarang dia menghadapi seorang lawan yang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi, bahkan gurunya sendiri sekali pun belum tentu akan dapat menandingi pemuda ini! Dengan amat mudahnya Hay Hay dapat menghindarkan diri dari setiap sambaran golok, padahal dia seolah-olah tidak pernah mengelak, tetapi tahu-tahu sambaran golok itu luput. Hal ini karena dia telah mempergunakan ilmu langkah-langkah sakti Jiauw-pou Poan-san. Akan tetapi, walau pun sambaran goloknya tidak pernah menyentuh lawan, Hek-houw Ji Sun menyerang terus bertubi-tubi dan dia tetap bersembunyi di balik perisainya.

Diam-diam Hay Hay maklum betapa lihai dan cerdiknya lawan ini. Agaknya Hek-houw Ji Sun kini sudah mengetahui benar akan kelihaian lawan, maka dia teringat akan janjinya dan andai kata dia harus kalah sekali pun, dia harus dapat mempertahankan diri sampai sepuluh jurus! Hal ini hanya dapat terjadi apa bila dia terus menyerang secara bertubi-tubi sambil bersembunyi di balik perisainya! Dan kini dia sudah menyerang selama tujuh jurus! Tinggal tiga jurus lagi maka dia dapat bertahan sampai sepuluh jurus!

"Wirrrrrr...!" Golok itu kembali menyambar.

Kali ini tubuh Hek-houw Ji Sun hampir mendekam di atas tanah, ditutupi perisai dan golok itu menyambar dari atas kakinya yang tampak terjulur di bawah perisai, golok menyambar ke arah kaki Hay Hay. Kembali hal ini menunjukkan kecerdikan Ji Sun.

Agaknya dia tahu bahwa kelihaian pemuda itu yang selalu dapat menghindarkan diri dari sambaran goloknya terletak pada geseran-geseran dan langkah-langkah kaki. Oleh sebab itu kini dia menyerang kaki pemuda itu, sambil bersembunyi di balik perisainya sehingga dia sudah berani memastikan di dalam hatinya bahwa tentu dia akan sanggup bertahan sampai lebih dari sepuluh jurus!

Katakanlah dia tidak akan mampu menang melawan pemuda ini, akan tetapi jika ternyata dia sanggup mempertahankan diri selama lebih dari sepuluh jurus, maka berarti dia sudah dapat membersihkan mukanya karena pemuda itu seperti kalah bertaruh!

Hek-houw Ju-sin sama sekali tidak tahu bahwa Hay Hay memang sengaja mengalah. Apa bila pemuda itu menghendaki, dengan dasar tingkat ilmu kepandaiannya yang jauh lebih tinggi, maka hanya dalam dua tiga jurus saja agaknya Hay Hay sudah bisa melumpuhkan semua perlawanan Hek-houw Ju-sin!

Hay Hay memang sengaja membiarkan lawan menyerangnya secara bertubi-tubi sambil memperhatikan permainan golok dan perisai itu, mencari titik kelemahan. Kalau dia mau mengerahkan sinkang-nya, dengan tangan kosong saja agaknya dia akan dapat memukul pecah perisai itu, atau kalau dia mau menggunakan kekuatan sihirnya, juga akan mudah baginya untuk menundukkan lawan. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal itu, menanti sampai Ji Sun menyerangnya sebanyak delapan jurus. Kemudian, melihat betapa kaki kiri lawan itu terjulur keluar dari lindungan perisainya, secepat kilat buntungan lengan baju itu menyambar ke arah pergelangan kaki itu, bagaikan seekor ular kain itu membelit kaki.

Hek-houw Sun terkejut bukan main, menggerakkan goloknya untuk membacok putus kain itu. Akan tetapi pada saat itu pula Hay Hay sudah menarik kain itu secara tiba-tiba sambil mengerahkan tenaganya dan... tubuh Hek-houw Ji Sun yang tinggi besar itu terlempar ke atas.

Biar pun tubuhnya telah melambung ke atas, kaki kirinya masih saja terlibat kain. Dengan sekali sentakan ke bawah, tubuhnya meluncur lagi ke bawah dan sebelum menghantam tanah, kembali Hay Hay menggerakkan tangan. Demikianlah, tubuh itu diputar-putar oleh Hay Hay, makin lama semakin cepat sepertl kitiran hingga akhirnya Hay Hay melepaskan kain dan tubuh itu pun meluncur sampai jauh dan terbanting ke atas tanah.

Hek-houw Ji Sun telah kehilangan golok dan perisainya yang terlepas ketika diputar-putar tadi. Begitu tubuhnya terbanting ke atas tanah, dia pun segera meloncat bangun. Semua orang sudah merasa kagum melihat betapa si tinggi besar hitam yang sudah dipurat-putar seperti itu dan terbanting jatuh, begitu jatuh sudah dapat bangkit kembali.

Juga Hay Hay memandang terbelalak. Betapa kebal tubuh orang itu, pikirnya. Akan tetapi dia lalu tersenyum melihat betapa tubuh itu terhuyung-huyung, lalu jatuh terkulai dan tidak bergerak lagi karena pingsan. Ternyata Hek-houw Ji Sun hanya mampu bangkit sebentar saja. Kepalanya terasa pening, pandang matanya berputar-putar dan dia roboh pingsan. Karena pemandangan ini memang menggelikan, di antara para anak buah yang berada di situ, banyak yang menahan senyum geli melihat tingkah jagoan kedua ini.

"Keparat...!" Tiat-ci Thio Kang membentak keras dan kini dia sudah menghadapi Hay Hay, mengamati wajah dan seluruh tubuh pemuda itu. Seorang pemuda yang biasa-biasa saja, pikirnya, namun mampu merobohkan Hek-houw Ji Sun dalam sembilan jurus!

"Orang muda, sebenarnya siapakah engkau, dari mana asalmu dan apa pula maksudmu datang membikin kacau di sini?" Lagaknya tinggi dan memang Tiat-ci Thio Kang terkenal seorang yang tinggi hati. Dia adalah jagoan yang datang dari kota raja, suka memandang rendah orang lain.

Hay Hay tersenyum. "Sudah kukatakan bahwa namaku Hay Hay, aku seorang perantau dan aku datang bukan untuk membikin kacau, melainkan hendak bertemu dan berbicara dengan Hartawan Coa. Tapi kenapa engkau dan teman-temanmu menghalangiku? Kalian yang membikin kacau, bukan aku!"

"Hemm, lagakmu sombong sekali, Hay Hay. Jika engkau mampu mengalahkan sepasang pedangku serta jari tanganku, barulah engkau boleh menghadap majikan kami. Nah, kini rasakan kelihaian Tiat-ci Thio Kang!" Berkata demikian dia lantas menggerakkan tangan dan nampaklah kilatan sinar sepasang pedang yang telah dicabutnya dari punggung. Kini dia telah memasang kuda-kuda sambil melintangkan sepasang pedang itu di atas kepala, membentuk sebuah gunting.

Hay Hay mengangguk-angguk. "Memang kalian ini orang-orang yang tinggi hati dan biasa mengandalkan kepandaian silat untuk menggunakan kekerasan memaksakan kehendak."

"Tak usah cerewet! Jika engkau tidak berani, berlututlah dan menyerahkan kembali emas yang lima puluh tail itu kepadaku!"

Kini Hay Hay sudah kehabisan kesabaran. Dia tidak mau melayani orang-orang sombong ini, maka diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata lantang. "Tiat-ci Thio Kang, engkau membawa-bawa dua ekor ular berbisa di tanganmu itu untuk apakah?"

Tiat-ci Thio Kang terkejut. "Hah? Ular berbisa...?!"

Dia menurunkan kedua tangannya dan melihat sepasang pedangnya. Matanya terbelalak dan mulutnya mengeluarkan bentakan aneh, lalu dia membuang jauh-jauh dua ekor ular kobra yang dipegangnya! Dua ekor ular itu sudah mengembangkan lehernya dan agaknya siap hendak mematuknya! Untung dia cepat membuangnya, kalau tidak, sekali patuk saja dia akan tewas! Semua orang yang melihat betapa Tiat-ci Thio Kang tiba-tiba membuang sepasang pedangnya, menjadi heran sekali.

Hay Hay mengambil sepasang pedang itu, kemudian dengan dua tangannya dia menekuk dua batang pedang itu.

“Krekk! Krekk!” terdengar suara dan dua batang pedang itu pun patah-patah. Pemuda itu seolah mematahkan dua batang ranting kecil yang lemah saja! Dibuangnya patahan dua batang pedang itu ke atas tanah.

Tiat-ci Thio Kang terbelalak. Ketika membuang dua ekor ular itu, dia melihat betapa dua ekor ular itu terjatuh ke atas tanah lalu berubah menjadi dua batang pedangnya sendiri! Lantas dia melihat pula betapa dua batang pedangnya itu dipatah-patahkan oleh pemuda yang luar biasa itu!

"Bagaimana, Tiat-ci Thio Kang, apakah engkau belum juga mau mengundang majikanmu untuk keluar menemui aku?" tanya Hay Hay yang mengharapkan agar perkelahian dapat terhenti sampai sekian saja.

Akan tetapi watak Tiat-ci Thio Kang amat tinggi hati. Biar pun dia melihat kenyataan yang aneh ketika sepasang pedangnya berubah menjadi ular berbisa, kemudian kedua pedang itu dipatah-patahkan lawan, hal yang membuktikan betapa lihainya lawan, tetapi dia masih belum mau menyerah kalah bahkan menjadi penasaran. Dia tak percaya bahwa seorang pemuda sederhana seperti itu akan dapat mengalahkannya, dan mampu menandingi jari-jari tangannya!

"Pemuda iblis! Jangan engkau mempergunakan sihir dan ilmu setan, mari kita mengadu kekuatan sebagai laki-laki sejati!"

"Maksudmu, mengadu kekuatan bagaimana?" Hay Hay bertanya.

"Lihat jari-jari tanganku ini!" Thiat-ci Thio Kang mengangkat kedua tangannya ke depan, menunjukkan jari-jari tangannya yang warna kulitnya berbeda dengan warna kulit bagian tubuh lain. Kulit jari tangan itu agak membiru dan mengkilat.

"Sudah kulihat jelas. Jari-jari tanganmu itu seperti tahu!" kata Hay Hay sambil tersenyum mengejek.

Thio Kang marah bukan main, akan tetapi dia menahan diri dan berkata, "Bagus! Mari kita mengadu kekuatan. Jari tanganku yang seperti tahu ini boleh diadu dengan dadamu yang seperti agar-agar itu! Kalau sekali tusuk dengan kedua jari telunjukku ini aku tidak mampu menembus dadamu, maka aku mengaku kalah!"

"Bagus, bagus! Sungguh pertandingan yang menarik. Jari tahu melawan dada agar-agar! Baik, Thiat-ci Thio Kang, aku menerima tantanganmu, tapi harus kubuka bajuku agar tidak sampai kotor oleh jari tanganmu." Berkata demikian, Hay Hay lantas melepaskan kancing bajunya dan setelah bajunya terbuka, nampak kulit dadanya yang putih.

Secara diam-diam Tiat-ci Thio Kang telah mengerahkan sinkang-nya, menggunakan Ilmu Jari Besi sehingga jari-jari tangannya menjadi keras, terutama sekali dua jari telunjuknya di mana dia memusatkan tenaga dalamnya. Mereka sudah saling berhadapan. Hay Hay berdiri tegak dan santai, ada pun Tiat-ci Thio Kang berdiri dengan kaku sambil memasang kuda-kuda.

"Aku sudah siap!" kata Hay Hay dan ketika dia masih berbicara, Tiat-ci Thio Kang sudah mengeluarkan suara bentakan nyaring lantas tiba-tiba saja kedua lengannya meluncur ke depan, kedua jari telunjuknya menusuk ke arah dada kanan kiri!

Cepat dan kuat sekali tusukannya itu dan semua orang yang sudah pernah melihat jagoan ini menggunakan dua jari tangannya menusuk batu sampai berlubang dan papan sampai tembus, langsung membayangkan betapa dada pemuda itu akan segera berlubang dan mengucurkan darah.

"Krekkkk!"

Dua jari telunjuk itu dalam saat yang sama bertemu dengan dada yang telanjang itu dan akibatnya, tiba-tiba Tiat-ci Thio Kang menekuk pinggangnya, kemudian membungkuk dan menggenggam jari telunjuk di kedua tangan, mukanya pucat dan mulutnya merintih-rintih, mukanya penuh dengan keringat dingin. Rasa nyeri yang menusuk-nusuk jantung datang dari dua jari telunjuknya yang tulangnya patah-patah! Dia mencoba untuk bertahan, akan tetapi akhirnya dia terkulai dan roboh pingsan!

Kini Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su sudah dapat memulihkan diri. Melihat jagoan pertama itu roboh pingsan, mereka lalu memberi aba-aba kepada puluhan orang pengawal untuk mengeroyok Hay Hay.

"Tangkap dia!"

"Bunuh dia!"

Para pengawal sengaja bergerak lambat. Mereka ragu-ragu dan merasa agak jeri setelah melihat betapa tiga orang jagoan itu sudah roboh semuanya oleh pemuda sederhana ini, roboh dengan mudahnya! Pada saat itu pula terdengar bentakan seorang wanita.

"Tahan semua senjata! Semua orang mundur!'

Mendengar suara yang sangat mereka kenal ini serta melihat munculnya Siok Bi, gadis cantik manis yang selain menjadi pengawal pribadi Hartawan Coa juga menjadi seorang kekasihnya itu, para pengawal cepat-cepat menahan gerakan mereka. Tentu saja mereka mentaati gadis itu yang biar pun ilmu kepandaiannya tidak setinggi tiga orang jagoan yang telah kalah, namun memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari mereka.

"Kalian mundur dan tidak boleh mengeroyok tamu ini! Di samping kalian takkan menang, juga majikan kita berkenan hendak menerimanya. Dia memang datang untuk berjumpa dengan majikan kita dan diterima sebagai tamu!"

Siok Bi memberi isyarat kepada Hay Hay, akan tetapi dia menjura dan berkata, "Taihiap dipersilakan masuk."

Hay Hay juga memberi hormat dan menjawab, "Terima kasih, Nona."

Mereka berdua berjalan memasuki gedung itu, diikuti pandangan mata semua pengawal yang kini memandang jeri dan kagum. Tidak mereka sangka bahwa pemuda bercaping lebar yang sederhana itu memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebatnya. Bukan hanya ilmu silat yang aneh dan tinggi, akan tetapi juga kekebalan tubuh dan ilmu sihir!

Diam-diam tiga orang jagoan itu, setelah kini Thio Kang siuman, bergidik membayangkan apa akan jadinya dengan mereka andai kata tadi pemuda itu bersungguh-sungguh hendak mencelakakan mereka. Tentu sekarang mereka bertiga telah menjadi mayat.

Sementara itu Siok Bi mendampingi Hay Hay memasuki gedung yang sangat besar itu. Para pengawal menjaga di setiap tikungan dengan tombak di tangan. Akan tetapi mereka berdiri tegak tak bergerak karena melihat bahwa pemuda asing itu ditemani oleh Siok Bi yang mereka kenal dan percaya.

"Aku girang sekali engkau memenuhi janji, taihiap....” Siok Bi berbisik ketika mereka lewat di bagian yang jauh dari penjaga.

Hay Hay tersenyum. "Aku tidak pernah melanggar janji, apa lagi terhadap seorang gadis cantik jelita seperti engkau, nona Siok Bi!"

Gadis itu menahan senyum dan merasa terharu sekali. Pemuda ini memang hebat. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya selalu menyenangkan hati! Aihh, kalau saja dia dapat hidup di samping pria ini untuk selamanya! Biar dikurangi sepuluh tahun usianya, dia rela!

Mereka berhenti di depan pintu yang tertutup, pintu sebuah kamar yang amat besar. Siok Bi mengetuk pintu dengan ketukan lirih tiga kali.

"Ah, engkaukah itu, Siok Bi? Bagaimana, apakah dia sudah datang?" terdengar suara dari dalam kamar, suara besar Hartawan Coa.

"Sudah, tai-ya, bahkan dia kini sudah berada di sini bersama saya. Bolehkah dia masuk menghadap?"

Hening sejenak, kemudian terdengar suara Hartawan Coa. "Suruh dia masuk!"

Daun pintu didorong terbuka oleh Siok Bi. Hay Hay melihat sebuah kamar yang mewah sekali. Kamar yang luas dan penuh dengan perabot yang serba mahal, indah dan mewah. Hartawan Coa sedang menghadapi meja penuh hidangan yang masih mengepulkan uap panas!

Itukah sarapan pagi? Bukan main! Hidangan untuk sarapan pagi saja sudah mengalahkan sebuah pesta orang biasa, lantas bagaimana dengan makan siang atau makan malam?! Agaknya hartawan itu sedang sarapan pagi, dilayani oleh tujuh orang gadis yang rata-rata berwajah cantik, bertubuh langsing dan bersikap genit. Di sebelah dalam agak ke sudut, terdapat sebuah pembaringan yang besar, yang cukup untuk tidur sepuluh orang.

Agaknya kini hartawan itu telah selesai sarapan, karena pada saat itu para gadis sedang menyingkirkan sisa hidangan yang masih panas itu. Ketika Hartawan Coa melihat Siok Bi masuk bersama seorang pemuda yang menggantung caping lebar di punggungnya hingga menutupi sebuah buntalan yang cukup besar, dia pun cepat memandang penuh perhatian.

Si Kumbang Merah Pengisap Kembang Jilid 08

PADA sebuah kamar di rumah yang letaknya tepat di belakang rumah penginapan, bahkan bergandeng dengan penginapan itu, Hay Hay menemukan orang yang dicarinya, yaitu Ai Ling. Kamar gadis itu cukup rapi dan bersih dan pada waktu Hay Hay tiba di luar kamar, ternyata Kim Hwa, ibu tiri gadis itu telah berada di dalam kamar!

Bila Ai Ling berpakaian sederhana saja, pakaian tidur yang longgar, sebaliknya Kim Hwa mengenakan pakaian yang indah seolah-olah dia hendak bepergian. Mukanya juga dirias dengan pesolek sekali. Hay Hay teringat akan janji wanita genit itu untuk berkunjung ke kamarnya lewat tengah malam ini dan mukanya menjadi merah. Agaknya wanita genit itu memang bersolek untuk berkunjung ke kamarnya dengan maksud yang tidak sukar untuk ditebak.

Sungguh kasihan sekali ayah kandung Ai Ling sudah mengawini seorang wanita seperti Kim Hwa. Bukan saja selalu siap untuk melakukan penyelewengan dan berjinah dengan leIaki lain, akan tetapi bahkan tidak ragu-ragu untuk menjebloskan puteri tirinya ke dalam lembah kehinaan, menjadikannya korban dan mangsa serigala berwajah manusia seperti Hartawan Coa!

"Ai Ling, kenapa engkau tidak mau makan? Makanlah agar jangan masuk angin. Engkau tahu, kita mempunyai banyak pekerjaan dan kalau engkau sampai jatuh sakit, maka kami akan sibuk bukan main."

"Aku tidak bernafsu makan dan kepalaku agak pening," Ai Ling mengeluh, "biar aku akan tidur saja, tentu besok juga sudah sembuh."

"Mana boleh tidur dengan perut kosong? Kalau begitu, biar kau minum saja obat masuk angin. Manjur sekali obatku, pemberian Sinshe Tung. Biar kuambilkan sebentar"' Kim Hwa lalu keluar dari dalam kamar itu dengan menyeret sandalnya.

Ai Ling menarik napas panjang dan duduk di tepi pembaringan. Tiba-tiba muncul seorang pemuda di dalam kamar itu. Ai Ling yang sedang melamun, menjadi terkejut bukan main saat melihat bahwa yang muncul seperti setan itu adalah pemuda yang tadi pagi sarapan di rumah makan dan dilayaninya, pemuda tampan yang amat ramah dan menyenangkan hatinya. Saking kagetnya hampir saja dia menjerit, akan tetapi Hay Hay segera menaruh telunjuknya di depan mulut.

"Sssttt, tenanglah Nona dan jangan berisik. Aku datang untuk membebaskan engkau dari ancaman bahaya!"

"Apa... apa maksudmu, Kongcu...? Aku tidak mengerti...” Gadis itu masih takut-takut dan merasa bingung.

"Sstt, dengarlah baik-baik. Ibu tirimu bermaksud mengorbankan engkau kepada Hartawan Coa, dan obat yang dia berikan itu adalah obat bius. Karena itu ingatlah baik-baik, kalau dia datang memberikan obat, katakan saja bahwa engkau tidak suka dan agar dia sendiri yang minum obat itu. Mengerti?"

Gadis itu mengangguk tetapi masih merasa bingung. " Akan tetapi...”

"Ikuti saja petunjukku kalau engkau mau selamat." bisik Hay Hay.

Pada saat itu pula terdengar bunyi sandal diseret. Sekali berkelebat, tubuh Hay Hay telah lenyap karena dengan cepat dia sudah menyelinap ke balik pembaringan itu, tertutup oleh kelambu dan lemari pakaian.

Daun pintu kamar terbuka dari luar, lantas masuklah Kim Hwa dengan langkahnya yang gemulai. Dia membawa sebuah cawan terisi cairan merah yang berbau harum.

"Nah, ini obat masuk angin. Minumlah, Ai Ling sayang, supaya tubuhmu terasa segar dan besok kau dapat bekerja dengan rajin. Minumlahl.” Ia menyerahkan cawan itu dan Ai Ling memandang cawan itu dengan alis berkerut.

Ia masih merasa heran akan kemunculan Hay Hay dan semua ucapan pemuda itu. Akan tetapi apa yang dia dengar dari pemuda itu bukan hal yang tidak boleh jadi! Ia tahu bahwa diam-diam ibu tirinya ini tidak suka kepadanya, apa lagi ketika pada suatu hari dia pernah menegur ibu tirinya yang suka bercanda secara keterlaluan dan berlebihan dengan para pegawai pria. Ia bahkan berani menduga bahwa ibu tirinya itu tentu mempunyai hubungan gelap dengan beberapa orang pegawai. Maka, tidak akan mengherankan kalau ibu tirinya mempunyai tipu muslihat busuk dan menjerumuskannya ke dalam pelukan Hartawan Coa. Dia bergidik dan melihat betapa cawan itu seperti mengandung racun!

"Tidak, aku tidak mau minum. Aku mau tidur saja, harap kau suka minum saja sendiri obat itu!" katanya, teringat akan pesan Hay Hay.

Mata Kim Hwa terbelalak. Sungguh dia merasa aneh sekali mengapa ucapan puterinya itu mempunyai kekuatan yang mendorongnya sehingga timbul suatu keinginan aneh di dalam dirinya, yaitu untuk minum ‘obat’ di dalam cawan itu! Tentu saja cawan itu berisi obat dari Hartawan Coa yang sudah dia campur dengan anggur merah.

"Apa? Kuminum sendiri...?" dia berkata penuh keraguan, setengah berbisik. Melihat sikap ibu tirinya ini, Ai Ling juga merasa heran, tetapi teringat akan pesan pemuda aneh ltu, dia pun menjawab.

"Benar, lebih baik kau minum sendiri obat itu!"

Dan kini terjadi keanehan dalam sikap Kim Hwa. "Baik, kuminum saja sendiri, kuminum sendiri...” dan sepertl dalam mimpi dia pun lalu minum obat dalam cawan itu hingga habis!

Setelah minum obat itu, Kim Hwa melepaskan cawan kosong yang jatuh berkerontang di atas lantai. Ia berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang dan kedua matanya dipejamkan. Ai Ling memandang khawatir.

Obat itu adalah obat yang mengandung bius, membuat orang kehilangan kemauan, juga mengandung obat perangsang sehingga orang yang minum obat ini dalam keadaan tidak sadar akan menjadi hamba nafsu birahinya sendiri. Kim Hwa mengeluh, lalu tanpa pamit ia keluar dari kamar itu, diikuti pandang mata Ai Ling yang masih bingung dan khawatir.

Hay Hay muncul kembali, dipandang oleh Ai Ling yang masih menaruh curiga kepadanya. Akan tetapi pemuda itu tidak rnelakukan sesuatu yang tidak patut, bahkan Hay Hay cepat berkata kepadanya,

“Ai Ling, lekas kau beri tahukan kepada ayahmu bahwa ibu tirimu mengadakan pertemuan dengan Hartawan Coa di dalam kamar terbesar di rumah penginapan Hok-lai-koan. Suruh ayahmu pergi sendiri menangkap basah isterinya yang menyeleweng itu dan jangan takut! Aku akan melindunginya. Kim Hwa itu harus dihukum, Ai Ling, demi keselamatan ayahmu dan engkau sendiri. Cepat!" Dan kembali Hay Hay berkelebat lenyap dari dalam kamar.

Sejenak Ai Ling menjadi bengong dan bulu tengkuknya meremang. Apakah pemuda itu bukan manusia melainkan setan yang pandai menghilang? Ataukah dewa yang hendak menolong dia dan ayahnya? Dia sama sekali tidak merasa heran mendengar betapa ibu tirinya menyeleweng, mengadakan pertemuan dalam kamar hotel dengan Hartawan Coa. Akhirnya dia turun dan pergi ke kamar ayahnya.

********************

cerita silat online karya kho ping hoo

Bagaikan seorang yang kehilangan ingatannya, Kim Hwa melalui pintu tembusan menuju ke ruangan rumah penginapan Hok-lai-koan. Yang dlingatnya hanyalah dua hal. Pertama mengantarkan Ai Ling ke kamar Hartawan Coa, dan kedua pergi mengunjungi pemuda ganteng yang menarik hati, yang menginap di kamar nomor tujuh di belakang. Akan tetapi tubuhnya terasa demikian ringan dan dia tidak ingat lagi mengapa dia bisa menjadi begitu, kepalanya juga ringan dan kosong!

Ketika Hay Hay tiba-tiba muncul, dia tidak terkejut dan bahkan tersenyum genit. Apa lagi ketika Hay Hay berbisik, "Manis, aku sengaja menjemputmu! Mari kita pergi ke kamarku, sayang!"

Kim Hwa tertawa kecil dengan sikap genit, kemudian membiarkan dirinya digandeng oleh pemuda yang menarik hatinya itu dan dia malah menyandar, lalu mereka berdua berjalan sambil bergandeng tangan.

Hay Hay tidak membawa wanita itu ke kamarnya, namun diajaknya menghampiri kamar besar di mana berdiri dua orang jagoan yang berjaga. Malam telah larut sekali, menjelang tengah malam dan suasana sangat sunyi. Dua orang jagoan itu duduk di atas kursi, agak melenggut. Mereka tenang saja karena siapa yang akan berani mati mengganggu majikan mereka?

"Mari Ai Ling, marilah sayang...”

Suara ini mengejutkan dua orang jagoan itu. Akan tetapi pada waktu mereka mengangkat muka, mereka melihat sekelebatan seorang pemuda bergandeng tangan dengan seorang wanita cantik. Anehnya, begitu mereka memandang, pemuda itu segera lenyap dan yang nampak adalah dua orang wanita muda yang sedang menghampiri mereka sambil saling bergandeng tangan.

Setelah lampu gantung menerangi wajah mereka, dua orang jagoan ini cepat berdiri dan menyeringai senang. Mereka sudah tahu bahwa majikan mereka menanti datangnya isteri pemilik rumah penginapan itu yang akan mengantarkan puterinya, dan ternyata sekarang mereka benar-benar muncul!

Melihat betapa gadis manis itu seperti orang mabok maka tahulah mereka bahwa gadis ini telah minum obat bius, sementara isteri pemilik rumah penginapan yang cantik genit itu senyum-senyum kepada mereka. Dua orang wanita ini menghampiri pintu dan mengetuk tiga kali. Kedua orang jagoan itu tidak menghalangi mereka, hanya saling pandang sambil tersenyum-senyum penuh arti.

"Siapa yang mengetuk pintu?" terdengar suara parau yang dalam, suara Hartawan Coa yang memang sejak tadi belum tidur dan dengan tidak sabar menanti datangnya Kim Hwa yang berjanji akan mengantar Gui Ai Ling, si perawan jelita.

"Saya Kim Hwa, tai-ya, saya mengantarkan Ai Ling. Harap buka pintunya!"

Mendengar suara ini, tentu saja Hartawan Coa menjadi girang dan dia segera membuka daun pintu. Mula-mula dia terkejut sekali melihat bahwa yang berdiri di depan pintu adalah seorang pemuda yang tak dikenalnya dan Kim Hwa, isteri pemilik rumah penginapan yang genit itu, akan tetapi ketika berkedip dia mendengar suara Kim Hwa,

"Saya Kim Hwa dan Ai Ling datang seperti yang telah saya janjikan, tai-ya," dan ketika dia membuka mata, ternyata yang berdiri di hadapannya adalah Kim Hwa dan Ai Ling, gadis yang membuatnya selalu menelan air liur itu!

"Ahhh, engkau sudah datang, manis!" katanya sambil menggandeng tangan Ai Ling. "Mari masuk, manis!" Ai Ling menurut saja digandeng masuk, dan Kim Hwa tersenyum.

"Bersenang-senanglah dengan Ai Ling, tai-ya, saya harap tai-ya tidak lupa kepada saya."

Hartawan Coa yang sudah tidak sabaran itu hanya mengangguk, lantas menutup kembali daun pintu tanpa menguncinya karena bukankah di luar telah ada dua orang pengawalnya, jagoan-jagoan yang dapat dipercaya dan akan menjaga di situ semalam suntuk? Kim Hwa lalu melenggang pergi.

"Eih, nyonya muda. Hendak ke mana? Apakah tidak mau menemani kami di sini sebentar menghilangkan dingin dan kantuk?" salah seorang di antara dua penjaga itu menegur dan menggoda.

Kim Hwa hanya tersenyum. "Lain kali saja, aku mempunyai keperluan lain." Dan dia pun mempercepat langkahnya.

Setelah sampai di tempat gelap, ternyata bahwa Kim Hwa ini bukan lain adalah Hay Hay yang tadi mempergunakan kekuatan sihirnya untuk membuat mata dua orang jagoan dan juga mata Hartawan Coa melihatnya seperti Kim Hwa, sedangkan Kim Hwa sendiri yang sudah berada di bawah pengaruh obat bius itu mereka lihat sebagai Gui Ai Ling!

Hay Hay mengintai tak jauh dari situ. Tidak lama dia mengintai karena segera dia melihat seorang laki-laki gendut berlari-lari melalui pintu tembusan dari rumah Gui Lok, menuju ke rumah penginapan itu. Pria ini bukan lain adalah Gui Lok, pemilik rumah penginapan dan rumah makan Hok-lai-koan. Agak jauh di belakangnya, dia melihat pula Ai Ling berjalan dengan muka khawatir.

Gui Lok yang menerima laporan dari puterinya bahwa isterinya mengadakan pertemuan gelap dengan laki-laki di dalam kamar hotelnya, tentu saja menjadi marah sekali dan dia langsung menuju ke kamar besar, kamar istimewa termahal di rumah penginapannya itu. Ketika sampai di depan kamar, dua orang tukang pukul mencoba untuk menghadangnya, akan tetapi si gendut Gui Lok berteriak lantang.

"Ini rumah penginapanku sendiri! Siapa berhak melarang?"

Dua orang tukang pukul itu tentu saja tahu bahwa Gui Lok pemilik rumah penginapan itu, maka mereka pun merasa sungkan, juga mereka terbelalak heran bukan main melihat Ai Ling berada di belakang si gendut itu! Bukankah tadi mereka melihat sendiri betapa gadis itu diantar oleh ibu tirinya memasuki kamar majikan mereka dan kini sedang berada dalam pelukan majikan mereka ? Bagaimana kini tahu-tahu gadis itu berada di luar kamar tanpa pengetahuan mereka? Apakah tadi mereka bermimpi? Padahal mereka tidak pernah tidur.

Bagaimana pun juga, melihat adanya gadis itu, hati mereka tidak khawatir. Kalau gadis itu tidak berada di dalam kamar majikan mereka, apa yang mereka khwatirkan? Biarkan saja si gendut itu membikin ribut, kalau majikan mereka yang kini tentu sendirian saja keluar, tentu si gendut itu yang akan mendapat kemarahan! Kiranya majikan mereka sedang tidur sendirian di kamar itu!

Melihat dua orang penjaga itu tidak menghalanginya lagi, Gui Lok lalu menghampiri daun pintu kamar itu dan menggedor-gedor dengan keras. "Buka pintu! Kim Hwa, engkau tidak perlu sembunyi! Aku sudah tahu bahwa engkau sedang berada di dalam bersama laki-laki lain! Engkau perempuan busuk, pelacur hina, isteri penyeleweng yang tak tahu malu!"

Karena Gui Lok dilanda kemarahan hebat, maka dia berteriak-teriak bagaikan orang gila. Tentu saja teriakannya yang keras itu membangunkan semua tamu, maka sebentar saja seluruh kamar di rumah penginapan itu terbuka dan para tamu sudah keluar dari dalam kamar untuk menonton pertunjukan menarik itu.

Hay Hay juga keluar dari kamarnya, lalu turut pula menonton bersama para tamu. Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Ai Ling yang nampak khawatir, dia pun berkedip dan menganggukkan kepala, seolah-olah memberi jaminan kepada dara itu agar tidak usah takut karena ada dia yang akan melindunginya. Dan anehnya, melihat pemuda itu, hati Ai Ling menjadi agak tenteram, tidak lagi ketakutan seperti tadi.

"Hayo buka, kau perempuan laknat, pelacur hina tak tahu malu!”

“Dorr-dorrr-dorrrr…!"

Gui Lok terus menggedor pintu dengan kemarahan meluap, apa lagi melihat munculnya banyak tamu. Semua orang melihat dan mengetahui betapa isterinya telah menyeleweng. Betapa malunya dia kalau tidak dapat membikin perhitungan dengan isterinya itu!

Bisa dibayangkan betapa kagetnya mereka yang sedang bermesraan di dalam kamar itu. Baru saja Hartawan Coa dan Kim Hwa mendapatkan kenyataan yang mengejutkan hati mereka berdua. Kim Hwa mulai ditinggalkan pengaruh obat bius dan ketika dia sadar lalu mendapatkan dirinya dalam pelukan Hartawan Coa, hampir saja dia menjerit.

Bukankah seharusnya ia berada dalam pelukan pemuda tampan yang pandai merayu itu? Kenapa kini dia berada dalam rangkulan Hartawan Coa yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa, penuh bulu kasar, mukanya hitam dan bopeng? Bukankah seharusnya Ai Ling yang berada di pelukan hartawan ini?

Akan tetapi dia adalah seorang wanita yang cerdik. Walau pun dia tidak mengerti kenapa bisa begini, namun dia pandai bersandiwara dan dengan manja dia langsung mempererat rangkulannya dan mengeluarkan suara rintihan manja.

Sementara itu, Hartawan Coa juga sudah tidak lagi terpengaruh oleh kekuatan sihir yang dilepaskan Hay Hay tadi, dan kini dia melihat bahwa yang dipeluk dan digumulinya sejak tadi bukanlah gadis yang dirindukannya itu, melainkan isteri Gui Lok, nyonya muda yang cantik dan genit itu!

Dia pun terkejut mengapa bisa terjadi perubahan ini! Padahal tadi dia jelas melihat bahwa yang dibimbingnya masuk adalah Ai Ling dan gadis itu tadi menurut saja tanpa melawan karena berada dalam pengaruh obat bius. Akan tetapi mengapa kini mendadak berganti orang?

Bagaimana pun juga hartawan ini memang cocok sekali dengan Kim Hwa sehingga meski pun dia terheran, namun dia tidak begitu peduli lagi setelah merasakan kehangatan tubuh dan kepandaian Kim Hwa merayu dan melayaninya. Dia pun mendekap semakin kuat dan keduanya tenggelam ke dalam gelombang nafsu yang tak pernah mengenal puas.

Mereka berdua sedang terlena di ambang kepulasan karena lelah ketika tiba-tiba mereka dikejutkan oleh gedoran pada daun pintu kamar itu! Mendengar teriakan suaminya, tentu saja Kim Hwa terkejut setengah mati dan dia pun langsung melepaskan diri dari rangkulan Hartawan Coa dan tergesa-gesa mengenakan pakaiannya.

Dia lalu lari ke jendela, hendak membuka jendela kamar itu, akan tetapi betapa heran dan khawatirnya ketika ternyata daun jendela itu macet dan sama sekali tak dapat dibukanya. Tentu saja dia menjadi panik.

Melihat ini Coa Wan-gwe lalu menghampiri jendela dan dia pun mencoba untuk membuka jendela itu. Sia-sia belaka. Biar pun hartawan ini memiliki tenaga yang besar, namun daun jendela itu sama sekali tidak dapat dibukanya, benar-benar macet. Hal ini tidaklah aneh karena macetnya daun jendela itu bukan sewajarnya, namun akibat perbuatan Hay Hay.

"Sudahlah, kau tidak perlu gelisah. Biar aku yang bertanggung jawab!" kata hartawan itu, teringat akan kedudukan dan kekuasaannya. Apa artinya seorang Gui Lok baginya?

"Tapi... tapi suamiku di depan kamar! Dia akan marah...”

"Huhh, coba saja apa yang dapat dia lakukan kepadaku! Coba dia marah kepadaku kalau berani, akan kusuruh hajar dia sampai mampus!” Hati hartawan itu semakin besar karena bukankah di depan pintu itu ada dua orang pengawal yang menjaga keselamatannya?

Mendengar ucapan hartawan itu, hati Kim Hwa tidak menjadi lega, bahkan merasa makin khawatir. Diraihnya lengan hartawan itu, kemudian ditahannya ketika pria itu hendak keluar dari kamar.

"Kau akan dapat menyelamatkan diri dengan mudah, dia takkan berani mengganggumu, akan tetapi bagaimana dengan aku? Harap jangan tinggalkan aku di sini...!"

Coa Wan-gwe mengerutkan alisnya, kemudian mengibaskan lengannya sehingga wanita itu terpelanting ke atas pembaringan. "Huh, jangan banyak tingkah kau! Salahmu sendiri! Bukankah engkau berjanji akan mengantarkan Ai Ling kepadaku di kamar ini? Akan tetapi engkau sendiri yang datang menggantikan anakmu. Perempuan tak tahu malu!"

Kim Hwa terkejut dan tidak berani bicara lagi, hanya memandang dengan mata terbelalak ketika hartawan itu membuka daun pintu kamar itu kemudian melangkah keluar dengan mengangkat dada. Gui Lok yang berada di depan kamar itu sudah siap untuk meluapkan kemarahannya, akan tetapi begitu melihat Hartawan Coa, nyalinya menjadi kecil dan dia hanya memandang bengong seperti berubah menjadi arca.

"Hemm, Gui Lok! Mau apa engkau lancang menggedor pintu kamarku? Bukankah kamar ini sudah kusewa? Kau tahu, rumah penginapan ini dapat kubeli, bahkan kepalamu dapat pula kubeli. Mengerti?!"

Begitu mendengar bentakan hartawan ini, seketika keberanian dan kemarahan Gui Lok menguncup dan kakinya gemetar.

"Maaf, tai-ya, tapi... tapi isteriku..."

“Peduli apa dengan isterimu?! Aku tidak memanggilnya ke sini! Kau tanyakan saja kepada isterimu sendiri! Tapi kau... yang sudah berani menggangguku, menggedor pintu kamarku secara kurang ajar, tidak dapat kumaafkan begitu saja. Kau perlu dihajar!" Tangan yang besar dari hartawan itu menyambar dan sebuah pukulan mengenai kepala Gui Lok.

"Plakkk!" Si perut gendut itu terpelanting dan jatuh.

Hartawan Coa melangkah maju, siap menendang kepala Gui Lok yang dianggapnya telah kurang ajar dan membikin malu kepadanya di depan begitu banyak orang. Maka dia pun hendak menghajar Gui Lok di depan para tamu yang sudah jadi penonton agar namanya kembali terang dan disegani orang.

Kaki yang besar dan dilindungi sepatu kulit yang tebal dan keras itu menyambar ke arah kepala Gui Lok.

"Dukkk!"

Akibatnya bukan kepala itu yang tertendang dan Gui Lok mengeluh kesakitan, sebaliknya malah Hartawan Coa yang memekik kesakitan, mengangkat kaki yang menendang, lantas memegangi kaki itu sementara kaki yang sebelah lagi berjingkrak-jingkrak. Serasa patah-patah tulang kakinya.

Ketika tadi dia menendang, kakinya itu bertemu dengan sebuah kaki lain, yaitu kaki Hay Hay. Hartawan Coa menjadi marah bukan main melihat ada seorang pemuda sederhana yang tadi menyambut tendangannya dengan tangkisan kaki, yang menyebabkan kakinya terasa nyeri setengah mati.

"Hajar dia! Bunuh dia!" teriaknya kepada dua orang pengawal yang semenjak tadi hanya menjadi penonton.

Ketika dua pengawal ini melihat majikan mereka menghajar Gui Lok, mereka diam saja. Sama sekali tidak mereka sangka bahwa akan ada orang yang berani melindungi Gui Lok dan bahkan membuat kaki majikan mereka kesakitan.

"Pemuda lancang, beraninya kau menentang majikan kami?" Dua orang tukang pukul itu meloncat ke depan, menghadapi Hay Hay yang berdiri tegak sambil tersenyum tenang.

"Ha-ha-ha, kalian ini adalah dua ekor anjing yang setia kepada majikan, sungguh pandai menggonggong! Nah, lanjutkan gonggonganmu agar semua orang melihat kalian!"

Kini semua tamu yang telah keluar dari kamar masing-masing dan menonton keributan itu terbelalak heran ketika melihat betapa dua orang tukang pukul yang tadi bersikap galak kini tiba-tiba saja mereka menjatuhkan diri berdiri di atas kaki dan tangan seperti binatang berkaki empat, lantas mereka berdua segera menggonggong seperti dua ekor anjing yang sedang marah! Tentu saja gonggongan mereka tidak seperti anjing.

Mereka yang menonton tadinya terbelalak keheranan dan menyangka dua orang itu main-main atau mendadak menjadi gila. Namun keadaan yang lucu itu membuat mereka tidak dapat menahan ketawa mereka. Bahkan Hartawan Coa sendiri pun lupa akan kenyerian kakinya dan dia pun berdiri bengong memandang kepada anak buahnya. Apakah kedua orang pengawalnya itu mendadak menjadi gila?

Sementara itu, Gui Lok yang tadi terhindar dari hajaran yang lebih hebat kini telah bangkit berdiri dan dia pun melihat peristiwa aneh itu sehingga sejenak lupa kepada isterinya yang menjadi biang keladi keributan itu.

Hay Hay tersenyum sambil menghampiri dua orang tukang pukul yang masih merangkak-rangkak itu, kemudian kaki kirinya bergerak dua kali dan dua orang tukang pukul itu telah kena ditendang, terlempar kemudian terbanting jatuh. Setelah jatuh agaknya mereka baru sadar akan keadaan diri mereka. Cepat mereka meloncat dan sudah mencabut golok dari pinggang, lalu dengan kemarahan meluap karena mereka merasa dibikin malu di depan banyak orang, mereka segera menerjang dan menyerang Hay Hay dengan bacokan golok dari atas ke bawah, ke arah kepala pemuda itu.

Semua orang melihat dengan hati ngeri betapa dua batang golok itu dengan tepat sekali mengenai kepala pemuda itu dan dengan mudahnya, bagaikan agar-agar saja, kepala itu terbelah menjadi tiga potong oleh kedua bacokan itu. Akan tetapi tidak ada darah keluar ketika tubuh yang terbelah menjadi tiga buah itu terkulai jatuh sambil mengeluarkan suara bising.

Akan tetapi, pada saat mereka semua memandang, termasuk dua orang tukang pukul itu, terdengar seruan heran melihat bahwa yang terbabat buntung mejadi tiga potong itu sama sekali bukan tubuh orang melainkan sebuah bangku panjang yang kini sudah menjadi tiga potong! Pantas saja mengeluarkan suara bising! Ke mana larinya pemuda aneh itu tadi?

Kiranya pemuda itu telah berdiri di belakang dua orang tukang pukul itu. Sekarang kedua tangannya tiba-tiba menjambak rambut dua orang tukang pukul itu dari belakang, lantas dengan sekali menggerakkan kedua tangan dia mengadu dua buah kepala itu. Dua orang pengawal itu mengeluh, goloknya terlepas dan mereka pun terkulai lemas seperti karung basah ketika Hay Hay melepaskan kedua tangannya. Kedua pengawal itu jatuh pingsan!

Melihat ini, semua orang merasa kagum dan terheran-heran. Hartawan Coa yang tadinya memandang bengis kini menjadi pucat bukan main. Apa lagi ketika pemuda itu berjalan menghampirinya.

"Coa Wan-gwe, engkau pulanglah dan bawa pula dua ekor anjingmu ini. Sebentar nanti aku akan datang berkunjung ke rumahmu, ada urusan penting yang hendak kubicarakan denganmu."

Kali ini Hartawan Coa tidak banyak cakap lagi. Dia maklum bahwa menghadapi pemuda ini, dia tak berdaya. Dia harus mengerahkan semua pengawalnya kalau mau menghadapi dan menentang pemuda aneh ini. Dia lalu menendang-nendang dua orang pengawalnya.

Mereka siuman dan terheran-heran, akan tetapi langsung teringat akan keadaan mereka. Karena itu, ketika majikan mereka memberi isyarat, mereka pun bersikap seperti dua ekor anjing ketakutan, lalu mengikuti Hartawan Coa meninggalkan rumah penginapan, bahkan melupakan golok mereka.

Sementara itu, begitu hartawan itu pergi, Gui Lok menyerbu ke dalam kamar. Dia melihat isterinya masih duduk ketakutan di atas pembaringan.

“Perempuan lacur! Tidak tahu malu!" bentaknya dan dia pun menjambak rambut isterinya. Rambut itu terurai dan diseretnya tubuh wanita itu keluar kamar.

"Lihat semua! Lihat baik-baik perempuan ini. Dia bernama Kim Hwa dan dari pecomberan kuangkat dia menjadi isteriku, akan tetapi kini dia melakukan penyelewengan dengan laki-laki lain! Dia tiada bedanya dengan seekor babi betina, biar dibersihkan dan ditempatkan di mana pun, biar diberi tempat yang bersih dan baik, tetap saja babi betina ini memilih pecomberan. Nah, mulai saat ini juga dia bukan isteriku lagi dan kuusir dia. Pergilah kau, perempuan laknat! Engkau tidak mempunyai apa-apa ketika kupungut, sekarang engkau pergilah dan boleh kau miliki pakaian serta perhiasan yang menempel di tubuhmu!"

Andai kata mereka kini hanya berduaan saja tentu Kim Hwa akan minta-minta ampun dan mempergunakan segala daya kecantikannya, segala ilmunya merayu untuk melemahkan hati suaminya dan agar dirinya diampuni. Namun apa hendak dikata, peristiwa itu terjadi di hadapan puluhan pasang mata yang menjadi penonton dan di sana sini dia mendengar cemoohan dan celaan kepada dirinya. Maka sambil menutupi mukanya dan menangis, dia pun lari keluar dari rumah penginapan yang tadinya menjadi miliknya itu. Beberapa bulan kemudian orang-orang sudah mendapatkan dirinya menjadi kembang dari sebuah rumah pelacuran di sebuah kota besar dekat kota raja!

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali sebelum Gui Lok beserta puterinya, Gui Ai Ling, sempat menghaturkan terima kasih kepadanya, Hay Hay sudah menghilang dari kamar itu sambil membawa buntalan uang emasnya. Hari masih pagi sekali ketika dia sudah berada di depan pintu gerbang pekarangan gedung Hartawan Coa!

Ternyata pekarangan itu kini telah penuh dengan pasukan pengawal yang jumlahnya tak kurang dari dua lusin orang bersenjata lengkap! Mereka telah diperingatkan oleh Hartawan Coa agar berjaga dengan ketat dan terutama sekali menjaga kalau ada muncul seorang pemuda berpakaian sederhana yang memakai caping lebar.

Setibanya di rumah, Hartawan Coa yang tadi malam mengalami kekagetan itu langsung mengumpulkan para pembantunya dan dia menjadi semakin terkejut dan khawatir ketika menerima laporan bahwa pemuda yang bercaping lebar, yakni pemuda yang itu-itu juga, ternyata sudah mengacau rumah judi pula, bahkan sudah menggondol puluhan tail emas yang dimenangkan dalam permainan dadu di mana pemuda itu menggunakan ilmu yang aneh seperti sihir.

Dan dia pun teringat betapa dua orang pengawalnya juga disihir sehingga menggonggong seperti anjing, kemudian betapa tubuh pemuda itu kelihatan terpotong-potong akan tetapi ternyata yang terpotong itu hanyalah sebuah bangku panjang! Jelas pemuda yang itu-itu juga, pikirnya. Maka dia pun mengerahkan seluruh pasukan pengawal untuk melakukan penjagaan di pekarangan, di sekeliling rumah gedungnya, bahkan ada pula yang berjaga di dalam gedung dan di atas atap! Barulah dia merasa aman dan dapat tidur pulas.

Ketika Hay Hay muncul pagi-pagi sekali, hartawan itu masih belum bangun. Setelah para penjaga melihat munculnya seorang pemuda yang memakai caping lebar, berdiri di depan pintu gerbang, segera mereka menjadi panik. Tentu saja mereka itu gentar sekali karena mereka sudah mendengar cerita kawan-kawan mereka tentang sepak terjang pemuda itu di rumah judi, juga cerita dua orang tukang pukul yang menderita pengalaman pahit di rumah penginapan.

Tapi betapa pun juga, karena kini berada di pekarangan itu dan di dalam rumah terdapat kepala-kepala pengawal yang merupakan orang-orang berkepandaian silat tinggi, mereka tidak menuruti hati yang gentar. Dengan memberanikan hati, mereka kemudian mengikuti pimpinan mereka menyambut kedatangan pemuda itu.

Kepala pengawal yang kini berjaga di rumah gedung Hartawan Coa ada tiga orang. Yang pertama adalah seorang jagoan dari kota raja bernama Thio Kang berjuluk Tiat-ci (Si Jari Besi), terkenal sebagai seorang yang memiliki tangan seperti besi, dapat menusuk papan tebal dan batu sampai tembus dan selain itu pandai pula bermain sepasang pedang.

Tiat-ci Thio Kang adalah seorang jagoan yang berasal dari kota raja, bahkan pernah pula menjadi jagoan di istana kaisar, dan kini menjadi jagoan nomor satu dari Coa Wan-gwe, bergaji besar. Jagoan ini berusia kurang lebih lima puluh lima tahun, tubuhnya jangkung kurus kering dan sikapnya tinggi hati, sikap seorang yang percaya akan kemampuan diri sendiri dan memandang rendah orang lain.

Jagoan ke dua berjuluk Hek-houw (Harimau Hitam) dan bernama Ji Sun. Sesuai dengan julukannya, Hek-houw Ji Sun ini berperawakan kokoh, tinggi besar berkulit hitam dan dia memiliki ilmu silat harimau yang menubruk dan mencengkeram dengan tangkas sekali, di samping ahli bermain golok dan perisai. Usia jagoan nomor dua ini sekitar empat puluh lima tahun.

Ada pun jagoan yang ke tiga bernama Phang Su, julukannya Kang-thouw-cu (Si Kepala Baja) dan tubuhnya pendek gemuk bundar. Kepalanya yang besar dan bundar itu sudah terkenal sekali karena amat kuat, kebal dan dapat membobolkan tembok, sesuai dengan julukannya. Selain keahlian mempergunakan kepala sebagai senjata, juga Kang-thouw-cu Phang Su pandai memainkan sebatang rantai besi yang berat.

Tiga orang kepala pengawal ini tentu saja sudah mendengar akan sepak terjang seorang pemuda bercaping lebar yang mengacau di rumah judi dan di rumah penginapan, bahkan juga telah mengganggu majikan mereka. Akan tetapi mereka adalah jagoan-jagoan besar, terutama sekali Tiat-ci Thio Kang, tentu saja memandang rendah kepada pengacau yang katanya mau datang berkunjung ke gedung majikannya itu.

Apa yang perlu ditakuti? Dia mengandalkan kepandaian sendiri yang selama ini sulit dicari tandingannya, hampir belum pernah kalah. Selain itu masih ada dua orang pembantunya yang juga amat lihai, dan ada pula hampir lima puluh orang pengawal di rumah itu! Setan pun tidak akan mampu masuk ke dalam rumah itu tanpa ketahuan penjaga yang sudah ditempatkan di seluruh lingkungan rumah itu. Dan kalau pemuda itu benar-benar berani datang, dia tentu akan menghadapi kehancuran di sini!

Akan tetapi tidak urung jantungnya berdetak tegang pada waktu mendengar laporan anak buahnya bahwa pagi-pagi itu, pemuda bercaping lebar sudah datang dan berada di luar pintu gerbang!

"Tahan dia di luar pintu gerbang, aku akan menemuinya sendiri!" kata Tiat-ci Thio Kang.

Dia cepat mempersiapkan diri, memasang siang-kiam pedang pasangan di punggungnya, lantas mengajak dua orang pembantunya untuk keluar menemui pemuda itu. Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su juga sudah siap siaga dengan senjata masing-masing. Mereka bertiga diikuti puluhan orang pengawal, semuanya bersenjata lengkap seolah-olah mereka itu bukan hendak menyambut seorang pemuda melainkan seperti hendak maju perang melawan banyak musuh!

Hay Hay yang mengintai dari balik caping lebarnya, diam-diam tersenyum ketika melihat munculnya tiga orang yang nampaknya gagah, diiringi oleh puluhan orang pengawal yang semuanya bersenjata lengkap! Dia tidak merasa heran karena tentu Hartawan Coa sudah siap siaga menanti kedatangannya dan dia dapat menduga bahwa dia akan menghadapi kekerasan dari pihak Hartawan Coa yang tentu saja merasa penasaran dan marah atas terjadinya dua peristiwa yang merugikan uangnya dan namanya, yaitu di rumah judi dan di rumah penginapan.

Dengan sikap angkuh Tiat-ci Thio Kang memberi isyarat kepada Hek-houw Ji Sun sebagai wakil pembicara, untuk menegur pemuda itu. Si Harimau Hitam ini selain pandai bicara, juga orangnya tinggi besar dan suaranya lantang berwibawa. Hek-houw Ji Sun mengerti dan dia pun maju dua langkah mendekati Hay Hay.

"Orang muda, siapakah engkau dan apa maksudmu pagi-pagi begini datang ke sini?"

Hay Hay mendorong caping bagian depan ke belakang. Caping itu lantas merosot turun dari kepalanya sehingga tergantung di pungguungnya, menutupi buntalan yang berada di punggung. Kini wajahnya nampak jelas, wajah yang periang, mulut yang selalu tersenyum nakal, hidung yang mancung, mata bersinar-sinar dan kadang-kadang mencorong aneh. Hay Hay tersenyum sambil memandang ke arah orang-orang itu seperti mencari-cari, lalu dia menggelengkan kepala.

"Hemm, tidak kulihat dia berada di sini! Aku sedang mencari Hartawan Coa. Harap kalian sampaikan kepada majikan kalian itu bahwa aku bernama Hay Hay ingin bertemu dengan Hartawan Coa karena ada urusan penting sekali hendak kubicarakan dengan dia."

"Hemm, orang muda, tidak mudah untuk bertemu dengan majikan kami. Tidak sembarang orang boleh bertemu dengan beliau, dan karena saat ini majikan kami masih tidur, maka sampaikan saja urusanmu itu kepada kami. Kami akan melaporkannya dan kalau majikan kami memang berkenan menerimamu, tentu engkau dapat menghadap."

Hay Hay tertawa. "Wah, seperti hendak menghadap seorang kaisar saja! Majikan kalian itu bukan raja, bukan pula orang berpangkat tinggi. Dia hanyalah hartawan yang memiliki rumah-rumah judi, dan kulihat dia semalam tidak begitu tinggi hati, bahkan mau bermalam di rumah penginapan umum dan tidur bersama isteri pemilik rumah penginapan! Mengapa sekarang tiba-tiba saja dia tidak mau menerimaku? Ingat, kedatanganku ini akan memberi untung kepadanya, akan menyerahkan uang lima puluh tail emas!"

Mendengar ucapan itu, tiga orang jagoan itu saling pandang. Alangkah beraninya pemuda ini! Sesudah memenangkan perjudian sebanyak lima puluh tail emas lebih, agaknya kini dia membawa harta itu ke sini! Mata mereka segera ditujukan ke arah punggung pemuda itu di mana terdapat buntalan yang nampaknya berat.

"Serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami! Memang sudah sepatutnya engkau mengembalikan uang yang kau rampas dari rumah judi milik majikan kami itu, dan mohon maaf kepada majikan kami!" kata pula Hek-houw Ji Sun.

Hay Hay tersenyum. "Menyerahkan kepada kalian? Wah, mana mungkin? Kalian adalah orang-orang yang paling tidak dapat dipercaya di dunia ini! Sudahlah, tidak ada gunanya membuang banyak waktu bicara dengan orang-orang seperti kalian ini. Bangunkan saja Hartawan Coa kalau dia masih tidur, dan katakan bahwa aku datang untuk bicara dengan dia dan aku akan menyerahkan uang lima puluh tail emas."

Tiat-ci Thio Kang memberi isyarat kepada pembantunya yang ke dua, yaitu Kang-thouw-cu Phang Su. Si gundul yang pendek berperut gendut ini lalu melangkah maju.

"Bocah sombong, serahkan saja lima puluh tail emas itu kepada kami dan cepat berlutut untuk menyerah!" bentaknya dan tangannya menyambar.

Kedua lengan yang pendek itu menyambar dari kanan kiri, mengirim pukulan dan totokan susul menyusul. Gerakannya yang cepat serta mengandung angin pukulan yang kuat itu menunjukkan betapa si pendek gendut ini memang bertenaga besar dan mempunyai ilmu kepandaian yang sudah tinggi. Namun sekali ini dia bertemu dengan Hay Hay!

Kelihatan pemuda ini tidak bergerak sama sekali, akan tetapi serangan kedua tangan Si Kepala Baja itu tidak mengenai sasaran. Demikian halus dan cepatnya gerakan Hay Hay ketika kakinya membuat geseran hingga tubuhnya hanya miring sedikit dan mundur satu langkah.

Aneh bagi mereka yang menonton karena nampaknya si gundul pendek yang menyerang dan luput, akan tetapi kenapa si gundul itu yang berteriak kesakitan dan kedua lengannya seperti mendadak menjadi lumpuh? Kang-thouw-cu Phang Su memang amat terkejut dan merasa kesakitan karena kedua sikunya seperti disengat kalajengking dan kedua lengan itu tergantung lumpuh selama beberapa detik. Dia tidak tahu mengapa begitu, akan tetapi Tiat-ci Thio Kang, seorang ahli totok yang pandai, dapat mengerti bahwa pemuda itu telah menotok kedua siku pembantunya itu.

"Ihh, engkau kenapa sih? Datang-datang menyerang orang kemudian menjerit-jerit sendiri seperti babi disembelih?" Hay Hay sengaja mengejeknya sehingga Kang-thouw-cu Phang Su menjadi merah mukanya dan kemarahannya memuncak.

Sekarang dia merendahkan tubuhnya, kepalanya dipasang di depan dan sikapnya seperti seekor kerbau yang siap mempergunakan tanduknya, bahkan kedua kakinya menggaruk-garuk tanah di depannya. Sungguh sikap ini lucu sekali dan agaknya si gundul pendek itu memang mendapat ilmu ini dari gerakan seekor kerbau marah! Hidungnya mengeluarkan suara mendengus.

Namun yang menarik perhatian Hay Hay adalah kepala yang gundul licin itu. Dia melihat betapa kepala itu kini mengkilap seperti diberi minyak dan digosok, juga agak kemerahan! Tahulah dia bahwa orang ini tidak boleh dipandang ringan dan agaknya mempunyai ilmu serangan dengan kepalanya yang sudan terlatih baik dan kepala itu tentu mengandung tenaga yang amat dahsyat!

Benar saja dugaannya. Mendadak si gundul pendek gendut itu mengeluarkan gerengan aneh dan tubuhnya lalu menerjang ke depan, dengan kepala lebih dulu laksana terjangan seekor kerbau!

Hay Hay tidak mau menyambut kepala itu dengan tangan atau badannya karena dia tidak ingin membunuh orang. Pertemuan tubuhnya dengan kepala itu membahayakan nyawa lawan karena kalau sampai bagian dalam kepala itu terluka sedikit saja, maka si pendek itu akan tewas! Maka, dia pun lalu cepat mengelak sambil melompat ke kanan belakang.

Namun kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah membalikkan tubuh dan menerjangnya lagi. Sungguh seperti sikap seekor kerbau. Hay Hay melompat lagi sehingga kini dia tiba di dekat sebatang pohon sebesar pinggangnya. Sengaja dia membelakangi pohon itu dan sekarang kembali lawannya sudah menerjang dari depan, lebih hebat dari pada tadi. Dia menanti hingga kepala itu dekat sekali, lalu tiba-tiba tubuhnya melayang ke atas melewati kepala lawan.

"Brakkkkk…!"

Kepala itu menghantam batang pohon dan seketika pohon itu tumbang, batangnya patah dan remuk terkena terjangan kepala yang gundul itu!

Hay Hay memandang kagum. Memang seperti yang telah diduganya. Lawannya memiliki kepala di mana terkumpul tenaga yang dahsyat. Tentu saja dia akan mampu menerima terjangan kepala itu dengan perut atau dada atau tangannya, akan tetapi akibatnya akan terlalu hebat, kemungkinan besar kematian bagi orang yang sama sekali tidak dikenalnya dan tidak pernah bermusuhan dengan dia itu.

Kembali Kang-thouw-cu Phang Su sudah menerjang ke depan, sepasang matanya melirik juling, persis kerbau marah atau kerbau gila. Kembali Hay Hay sengaja bergerak lambat. Begitu kepala itu menyeruduk, Hay Hay miringkan tubuhnya hingga kepala itu lewat dekat sekali dengan perutnya, hanya dua sentimeter saja jaraknya dan secepat kilat tangan Hay Hay bergerak menyambar.

"Plakkk!"

Tangan itu menghantam tengkuk, tidak terlalu keras akan tetapi cukup membuat Kang-thouw-cu Phang Su terjungkal bergulingan sambil mengaduh-aduh, dan kedua tangannya sibuk menjangkau tengkuk yang terkena tamparan tadi. Kalau Hay Hay menambah sedikit lagi saja tenaganya, tentu si gundul pendek itu tidak akan mampu mengeluh lagi.

Kang-thouw-cu Phang Su memang sudah terbiasa mengandalkan diri sendiri. Maka, biar pun lehernya terasa seperti akan patah-patah dan kepalanya berkunang, dia masih cepat melompat bangkit kembali lantas memandang kepada Hay Hay yang tersenyum lebar itu dengan pandang mata merah. Seperti hendak ditelannya bulat-bulat pemuda di depannya yang sudah membuat dia malu itu.

"Wuuuttt…!"

Kini tangan kanannya telah memegang rantai baja yang tadi dilibatkan pada pinggangnya. Rantai ini terbuat dari baja, panjangnya satu setengah meter dan cukup berat sehingga ketika diputar-putar terdengar suara angin bersiutan. Tanpa banyak cakap lagi dia sudah menerjang ke depan dengan serangan rantainya ke arah kepala Hay Hay.

Dengan mudah saja Hay Hay merendahkan tubuh dan rantai itu lewat di atas kepalanya. Akan tetapi sekali putaran rantai itu telah menyambar lagi ke arah kakinya, maka Hay Hay kembali mengelak dengan loncatan sehingga rantai itu menyambar di bawah kakinya. Kini rantai berputar dan menyerang lagi ke arah pinggangnya!

Melihat datangnya rantai yang menyambar ke arah pinggangnya, Hay Hay tidak mengelak lagi, namun melindungi pinggang dengan sinkang. Rantai itu datang melibat pinggangnya, cepat dan kuat sekali sehingga pinggangnya sudah dilibat dua kali. Dengan wajah girang membayangkan kemenangan di depan mata untuk menebus beberapa kali kekalahannya tadi, kini Kang-thouw-cu Phang Su mengerahkan seluruh tenaga yang ada dan menarik! Dia ingin membuat pemuda itu tersungkur di depan kakinya.

Akan tetapi dia merasa seolah-olah tangannya menarik sebuah karang yang sangat besar dan berat. Tubuh Hay Hay sedikit pun tidak terbetot, apa lagi sampai roboh tersungkur! Kang-thouw-cu merasa penasaran sekali. Kembali dia menarik dan menarik, makin lama semakin kuat, menahan napas yang membocor sana-sini sampai terdengar suaranya ah-ah-uh-uhh!

“Brooottt…!"

Saking penasaran serta kuatnya dia menarik dan menahan napas, ada angin membocor dari bawah! Beberapa orang sempat tertawa karena geli sehingga wajah Kang-thouw-cu menjadi semakin merah.

"Wah, benar-benar tidak tahu malu...!" Hay Hay mempergunakan jari tangan kanan untuk menjepit hidungnya. "Bau.... bau....! Pergilah!" Kakinya lalu menendang.

"Desss....!"

Perut gendut itu kena ditendang dan tubuh itu pun terlempar, terbanting dan bergulingan. Si gendut merasa perutnya mulas sekali sehingga dia pun tidak mampu bangkit kembali, hanya menekan-nekan perut yang terasa mulas dalam keadaan setengah pingsan!

Melihat rekannya tidak sanggup melawan lagi, Hek-houw Ji Sun marah bukan kepalang. Kekalahan rekannya berarti merupakan sesuatu yang memalukan dirinya juga. Dia masih belum percaya bahwa rekannya itu kalah melawan pemuda ini. Akan tetapi kenyataan itu tidak membuat dia jeri.

"Bagus! Pemuda sombong, kiranya engkau memiliki juga sedikit kepandaian! Pantas saja engkau berani membuat kekacauan di kota Shu-lu ini!" Dia meloncat ke depan sehingga berhadapan dengan Hay Hay. "Kalau memang engkau mampu menandingi Hek-houw Ji Sun, barulah aku mengakui kehebatanmu!"

"Sungguh di sini banyak harimaunya! Ada harimau gundul, ada harimau hitam, dan entah harimau apa lagi. Akan tetapi sayang, harimau-harimau di sini nampaknya sudah ompong dan kehilangan kukunya sehingga hanya pantas untuk menakut-nakuti kanak-kanak saja. Hek-houw Ji Sun, aku tidak mau mencari permusuhan dengan kalian atau dengan siapa pun juga. Aku hanya ingin bertemu dengan Hartawan Coa, mengapa kalian menghalangi dan mencari keributan dengan aku?"

Hek-houw Ji Sun mendelik dan dia lalu mengeluarkan suara gerengan yang mengejutkan hati Hay Hay. Banyak anak buah para jagoan itu sendiri sampai terkulai seperti mendadak kaki mereka lumpuh ketika gerengan yang merupakan auman itu menggetarkan jantung mereka.

Tahulah Hay Hay bahwa orang ini mahir sekali mempergunakan suara untuk menyerang lawan. Semacam ilmu khikang yang disalurkan lewat suara untuk menyerang! Pantas dia menjadi juru bicara teman-temannya.

Selamanya Hay Hay tidak pernah memandang rendah lawannya, tetapi serangan melalui auman harimau itu lewat tanpa mempengaruhinya. Kalau hanya serangan seperti itu saja tidak ada artinya bagi Hay Hay. Kalau dia mau, dia dapat membalas dengan serangan melalui suara yang seketika akan melumpuhkan lawan!

Seperti kebanyakan para jagoan tukang pukul yang biasanya mengandalkan kekerasan dalam hidup mereka, juga Hek-houw Ji Sun ini terlalu mengandalkan kepandaian sendiri, memandang remeh orang lain. Biar pun dia tadi melihat betapa rekannya kalah oleh Hay Hay dengan mudah, namun dia masih belum mau mengakui kehebatan lawan dan kini dia menyerang dengan tangan kosong, mengandalkan keampuhan ilmu silatnya yang dia beri nama Hek-houw sin-kun (silat sakti Harimau Hitam).

Begitu gerengannya lenyap dan tinggal gemanya saja, dia sudah menyerang. Tubuhnya melompat seperti seekor harimau menubruk, kedua lengannya dikembangkan dan jari-jari tangan itu membentuk cakar, mencengkeram ke arah leher dan ubun-ubun kepala lawan!

Hay Hay sudah waspada. Dia cepat mengelak dan membiarkan tubuh lawan lewat. Kalau dia mau, alangkah mudahnya untuk menyambut serangan itu dengan serangan balasan, akan tetapi dia tidak ingin menghilangkan muka lawan ini.

Memang ilmu silat milik Hek-houw Ji Sun itu hebat sekali. Cepat dan juga mengeluarkan angin pukulan yang kuat, ada pun jari-jari tangan itu dapat merobek benda yang kuat dan keras, apa lagi hanya kulit dan daging tubuh manusia! Namun semua serangannya selalu dapat dielakkan oleh Hay Hay. Beberapa kali dia menubruk tetapi selalu gagal. Karena itu dia lalu menyerang dari jarak dekat. Seperti cakar harimau, dua tangannya menyambar-nyambar dengan kuat sekali.

Hay Hay terpaksa menangkis pada waktu tangan kiri lawan mencengkeram dengan cepat bukan main ke arah lambung kanannya. Tangan kanannya menangkis lengan lawan, akan tetapi tangan yang tertangkis itu cepat membalik dan kini mencengkeram lengan kanan Hay Hay dekat siku.

Lengan itu kena dicengkeram, maka Hek-houw Ji Sun sudah merasa girang sekali karena tentu lengan itu akan dapat dia cengkeram sampai patah dan buntung! Akan tetapi betapa terkejutnya ketika jari-jari tangannya merasa betapa lengan yang dicengkeramnya itu licin sekali bagai batangan baja yang diminyaki sehingga cengkeramannya meleset dan hanya merobek lengan baju!

“Breettt…!"

Tangan Hay Hay cepat sekali meraih baju orang dan sekali renggut, baju di bagian perut dan dada dari Hek-houw Ji Sun terobek lebar sehingga nampak perut dan dadanya yang berkulit hitam!

"Salahmu sendiri, engkau merobek lengan bajuku, maka aku pun harus merobek bajumu supaya lunas!" kata Hay Hay.

Diam-diam Hek-houw Ji Sun kaget sekali. Jika tadi dia merobek lengan baju, hal ini tidak disengajanya karena dia gagal mencengkeram patah lengan pemuda itu. Tapi sebaliknya pemuda itu memang sengaja merobek bajunya. Apa bila pemuda itu menghendaki, tentu bukan bajunya yang dirobek, melainkan perut dan dadanya!

Baru dia tahu benar bahwa ilmu silat dan gerakan pemuda ini memang hebat bukan main, maka dia tidak mau mengalami seperti rekannya tadi dan cepat dia sudah melompat ke samping, menyambar golok dan tameng (perisai) yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

"Orang muda, keluarkan senjatamu! Mari sekarang kita bertanding senjata!" tantangnya dengan garang.

Hay Hay tersenyum. Dia melihat betapa lengan bajunya yang kanan sudah robek, maka dia menggunakan tangan kiri untuk merenggut putus robekan itu. Kini ada robekan kain dari lengan bajunya, hanya sehelai kain yang panjangnya setengah meter.

"Baik, Hek-houw Ji Sun, inilah senjataku!"

Semua orang terbelalak, ada pun wajah Ji Sun yang hitam menjadi semakin hitam karena terlalu banyak darah yang naik ke kepalanya. Dia telah dipandang rendah, bahkan dihina oleh musuhnya yang masih muda itu. Bagaimana mungkin ada orang berani menghadapi golok dan perisainya yang kehebatannya sudah amat terkenal itu hanya dengan sepotong kain yang pendek? Pemuda ini mencari mampus! Juga semua orang memandang dengan heran, tidak percaya bahwa pemuda itu berani menghadapi sepasang senjata itu dengan sepotong kain saja!

"Orang muda, aku bukanlah seorang yang suka mempergunakan kellcikan untuk mencari kemenangan. Lekas keluarkan senjatamu agar engkau tidak mati konyol dan orang akan mentertawakan aku!"

"Aih, engkau menantang berkelahi dengan senjata dan ini adalah senjataku! Engkau tidak percaya? Hemm, dengan senjataku yang istimewa ini aku sanggup mengalahkan sepuluh ekor harimau, apa lagi hanya seekor saja! Majulah, Hek-houw Ji Sun dan hati-hatilah agar jangan sampai engkau kalah dalam waktu kurang dari sepuluh jurus!"

Sepasang mata Ji Sun terbelalak, mendelik saking marahnya, "Bagus. Bocah sombong! Bila aku kalah olehmu kurang dari sepuluh jurus, aku akan berlutut dan menyembahmu!"

"Begitukah? Baik!" Belum juga Hay Hay sempat menutup mulutnya, nampak sinar golok menyambar dengan kecepatan kilat. Hay Hay cepat mengelak sambil mundur dan secara diam-diam harus mengakui bahwa gerakan Hek-houw Ji Sun ini lebih hebat dibandingkan gerakan Kang-thouw-cu Phang Su dengan rantai bajanya tadi.

Memang permainan golok dan perisai itu amat hebat. Golok itu berkelebatan menyambar-nyambar, sedangkan tubuh Hek-houw Ji Sun praktis bersembunyi di balik perisai! Sukar sekali bagi lawan untuk menyerang tubuhnya yang terlindung itu, sedangkan dia dengan enaknya dapat mengincar lawan dan melakukan serangannya dari bawah atau samping perisai yang terbuat dari baja tebal dan kuat!

Namun sekarang dia menghadapi seorang lawan yang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi, bahkan gurunya sendiri sekali pun belum tentu akan dapat menandingi pemuda ini! Dengan amat mudahnya Hay Hay dapat menghindarkan diri dari setiap sambaran golok, padahal dia seolah-olah tidak pernah mengelak, tetapi tahu-tahu sambaran golok itu luput. Hal ini karena dia telah mempergunakan ilmu langkah-langkah sakti Jiauw-pou Poan-san. Akan tetapi, walau pun sambaran goloknya tidak pernah menyentuh lawan, Hek-houw Ji Sun menyerang terus bertubi-tubi dan dia tetap bersembunyi di balik perisainya.

Diam-diam Hay Hay maklum betapa lihai dan cerdiknya lawan ini. Agaknya Hek-houw Ji Sun kini sudah mengetahui benar akan kelihaian lawan, maka dia teringat akan janjinya dan andai kata dia harus kalah sekali pun, dia harus dapat mempertahankan diri sampai sepuluh jurus! Hal ini hanya dapat terjadi apa bila dia terus menyerang secara bertubi-tubi sambil bersembunyi di balik perisainya! Dan kini dia sudah menyerang selama tujuh jurus! Tinggal tiga jurus lagi maka dia dapat bertahan sampai sepuluh jurus!

"Wirrrrrr...!" Golok itu kembali menyambar.

Kali ini tubuh Hek-houw Ji Sun hampir mendekam di atas tanah, ditutupi perisai dan golok itu menyambar dari atas kakinya yang tampak terjulur di bawah perisai, golok menyambar ke arah kaki Hay Hay. Kembali hal ini menunjukkan kecerdikan Ji Sun.

Agaknya dia tahu bahwa kelihaian pemuda itu yang selalu dapat menghindarkan diri dari sambaran goloknya terletak pada geseran-geseran dan langkah-langkah kaki. Oleh sebab itu kini dia menyerang kaki pemuda itu, sambil bersembunyi di balik perisainya sehingga dia sudah berani memastikan di dalam hatinya bahwa tentu dia akan sanggup bertahan sampai lebih dari sepuluh jurus!

Katakanlah dia tidak akan mampu menang melawan pemuda ini, akan tetapi jika ternyata dia sanggup mempertahankan diri selama lebih dari sepuluh jurus, maka berarti dia sudah dapat membersihkan mukanya karena pemuda itu seperti kalah bertaruh!

Hek-houw Ju-sin sama sekali tidak tahu bahwa Hay Hay memang sengaja mengalah. Apa bila pemuda itu menghendaki, dengan dasar tingkat ilmu kepandaiannya yang jauh lebih tinggi, maka hanya dalam dua tiga jurus saja agaknya Hay Hay sudah bisa melumpuhkan semua perlawanan Hek-houw Ju-sin!

Hay Hay memang sengaja membiarkan lawan menyerangnya secara bertubi-tubi sambil memperhatikan permainan golok dan perisai itu, mencari titik kelemahan. Kalau dia mau mengerahkan sinkang-nya, dengan tangan kosong saja agaknya dia akan dapat memukul pecah perisai itu, atau kalau dia mau menggunakan kekuatan sihirnya, juga akan mudah baginya untuk menundukkan lawan. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal itu, menanti sampai Ji Sun menyerangnya sebanyak delapan jurus. Kemudian, melihat betapa kaki kiri lawan itu terjulur keluar dari lindungan perisainya, secepat kilat buntungan lengan baju itu menyambar ke arah pergelangan kaki itu, bagaikan seekor ular kain itu membelit kaki.

Hek-houw Sun terkejut bukan main, menggerakkan goloknya untuk membacok putus kain itu. Akan tetapi pada saat itu pula Hay Hay sudah menarik kain itu secara tiba-tiba sambil mengerahkan tenaganya dan... tubuh Hek-houw Ji Sun yang tinggi besar itu terlempar ke atas.

Biar pun tubuhnya telah melambung ke atas, kaki kirinya masih saja terlibat kain. Dengan sekali sentakan ke bawah, tubuhnya meluncur lagi ke bawah dan sebelum menghantam tanah, kembali Hay Hay menggerakkan tangan. Demikianlah, tubuh itu diputar-putar oleh Hay Hay, makin lama semakin cepat sepertl kitiran hingga akhirnya Hay Hay melepaskan kain dan tubuh itu pun meluncur sampai jauh dan terbanting ke atas tanah.

Hek-houw Ji Sun telah kehilangan golok dan perisainya yang terlepas ketika diputar-putar tadi. Begitu tubuhnya terbanting ke atas tanah, dia pun segera meloncat bangun. Semua orang sudah merasa kagum melihat betapa si tinggi besar hitam yang sudah dipurat-putar seperti itu dan terbanting jatuh, begitu jatuh sudah dapat bangkit kembali.

Juga Hay Hay memandang terbelalak. Betapa kebal tubuh orang itu, pikirnya. Akan tetapi dia lalu tersenyum melihat betapa tubuh itu terhuyung-huyung, lalu jatuh terkulai dan tidak bergerak lagi karena pingsan. Ternyata Hek-houw Ji Sun hanya mampu bangkit sebentar saja. Kepalanya terasa pening, pandang matanya berputar-putar dan dia roboh pingsan. Karena pemandangan ini memang menggelikan, di antara para anak buah yang berada di situ, banyak yang menahan senyum geli melihat tingkah jagoan kedua ini.

"Keparat...!" Tiat-ci Thio Kang membentak keras dan kini dia sudah menghadapi Hay Hay, mengamati wajah dan seluruh tubuh pemuda itu. Seorang pemuda yang biasa-biasa saja, pikirnya, namun mampu merobohkan Hek-houw Ji Sun dalam sembilan jurus!

"Orang muda, sebenarnya siapakah engkau, dari mana asalmu dan apa pula maksudmu datang membikin kacau di sini?" Lagaknya tinggi dan memang Tiat-ci Thio Kang terkenal seorang yang tinggi hati. Dia adalah jagoan yang datang dari kota raja, suka memandang rendah orang lain.

Hay Hay tersenyum. "Sudah kukatakan bahwa namaku Hay Hay, aku seorang perantau dan aku datang bukan untuk membikin kacau, melainkan hendak bertemu dan berbicara dengan Hartawan Coa. Tapi kenapa engkau dan teman-temanmu menghalangiku? Kalian yang membikin kacau, bukan aku!"

"Hemm, lagakmu sombong sekali, Hay Hay. Jika engkau mampu mengalahkan sepasang pedangku serta jari tanganku, barulah engkau boleh menghadap majikan kami. Nah, kini rasakan kelihaian Tiat-ci Thio Kang!" Berkata demikian dia lantas menggerakkan tangan dan nampaklah kilatan sinar sepasang pedang yang telah dicabutnya dari punggung. Kini dia telah memasang kuda-kuda sambil melintangkan sepasang pedang itu di atas kepala, membentuk sebuah gunting.

Hay Hay mengangguk-angguk. "Memang kalian ini orang-orang yang tinggi hati dan biasa mengandalkan kepandaian silat untuk menggunakan kekerasan memaksakan kehendak."

"Tak usah cerewet! Jika engkau tidak berani, berlututlah dan menyerahkan kembali emas yang lima puluh tail itu kepadaku!"

Kini Hay Hay sudah kehabisan kesabaran. Dia tidak mau melayani orang-orang sombong ini, maka diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata lantang. "Tiat-ci Thio Kang, engkau membawa-bawa dua ekor ular berbisa di tanganmu itu untuk apakah?"

Tiat-ci Thio Kang terkejut. "Hah? Ular berbisa...?!"

Dia menurunkan kedua tangannya dan melihat sepasang pedangnya. Matanya terbelalak dan mulutnya mengeluarkan bentakan aneh, lalu dia membuang jauh-jauh dua ekor ular kobra yang dipegangnya! Dua ekor ular itu sudah mengembangkan lehernya dan agaknya siap hendak mematuknya! Untung dia cepat membuangnya, kalau tidak, sekali patuk saja dia akan tewas! Semua orang yang melihat betapa Tiat-ci Thio Kang tiba-tiba membuang sepasang pedangnya, menjadi heran sekali.

Hay Hay mengambil sepasang pedang itu, kemudian dengan dua tangannya dia menekuk dua batang pedang itu.

“Krekk! Krekk!” terdengar suara dan dua batang pedang itu pun patah-patah. Pemuda itu seolah mematahkan dua batang ranting kecil yang lemah saja! Dibuangnya patahan dua batang pedang itu ke atas tanah.

Tiat-ci Thio Kang terbelalak. Ketika membuang dua ekor ular itu, dia melihat betapa dua ekor ular itu terjatuh ke atas tanah lalu berubah menjadi dua batang pedangnya sendiri! Lantas dia melihat pula betapa dua batang pedangnya itu dipatah-patahkan oleh pemuda yang luar biasa itu!

"Bagaimana, Tiat-ci Thio Kang, apakah engkau belum juga mau mengundang majikanmu untuk keluar menemui aku?" tanya Hay Hay yang mengharapkan agar perkelahian dapat terhenti sampai sekian saja.

Akan tetapi watak Tiat-ci Thio Kang amat tinggi hati. Biar pun dia melihat kenyataan yang aneh ketika sepasang pedangnya berubah menjadi ular berbisa, kemudian kedua pedang itu dipatah-patahkan lawan, hal yang membuktikan betapa lihainya lawan, tetapi dia masih belum mau menyerah kalah bahkan menjadi penasaran. Dia tak percaya bahwa seorang pemuda sederhana seperti itu akan dapat mengalahkannya, dan mampu menandingi jari-jari tangannya!

"Pemuda iblis! Jangan engkau mempergunakan sihir dan ilmu setan, mari kita mengadu kekuatan sebagai laki-laki sejati!"

"Maksudmu, mengadu kekuatan bagaimana?" Hay Hay bertanya.

"Lihat jari-jari tanganku ini!" Thiat-ci Thio Kang mengangkat kedua tangannya ke depan, menunjukkan jari-jari tangannya yang warna kulitnya berbeda dengan warna kulit bagian tubuh lain. Kulit jari tangan itu agak membiru dan mengkilat.

"Sudah kulihat jelas. Jari-jari tanganmu itu seperti tahu!" kata Hay Hay sambil tersenyum mengejek.

Thio Kang marah bukan main, akan tetapi dia menahan diri dan berkata, "Bagus! Mari kita mengadu kekuatan. Jari tanganku yang seperti tahu ini boleh diadu dengan dadamu yang seperti agar-agar itu! Kalau sekali tusuk dengan kedua jari telunjukku ini aku tidak mampu menembus dadamu, maka aku mengaku kalah!"

"Bagus, bagus! Sungguh pertandingan yang menarik. Jari tahu melawan dada agar-agar! Baik, Thiat-ci Thio Kang, aku menerima tantanganmu, tapi harus kubuka bajuku agar tidak sampai kotor oleh jari tanganmu." Berkata demikian, Hay Hay lantas melepaskan kancing bajunya dan setelah bajunya terbuka, nampak kulit dadanya yang putih.

Secara diam-diam Tiat-ci Thio Kang telah mengerahkan sinkang-nya, menggunakan Ilmu Jari Besi sehingga jari-jari tangannya menjadi keras, terutama sekali dua jari telunjuknya di mana dia memusatkan tenaga dalamnya. Mereka sudah saling berhadapan. Hay Hay berdiri tegak dan santai, ada pun Tiat-ci Thio Kang berdiri dengan kaku sambil memasang kuda-kuda.

"Aku sudah siap!" kata Hay Hay dan ketika dia masih berbicara, Tiat-ci Thio Kang sudah mengeluarkan suara bentakan nyaring lantas tiba-tiba saja kedua lengannya meluncur ke depan, kedua jari telunjuknya menusuk ke arah dada kanan kiri!

Cepat dan kuat sekali tusukannya itu dan semua orang yang sudah pernah melihat jagoan ini menggunakan dua jari tangannya menusuk batu sampai berlubang dan papan sampai tembus, langsung membayangkan betapa dada pemuda itu akan segera berlubang dan mengucurkan darah.

"Krekkkk!"

Dua jari telunjuk itu dalam saat yang sama bertemu dengan dada yang telanjang itu dan akibatnya, tiba-tiba Tiat-ci Thio Kang menekuk pinggangnya, kemudian membungkuk dan menggenggam jari telunjuk di kedua tangan, mukanya pucat dan mulutnya merintih-rintih, mukanya penuh dengan keringat dingin. Rasa nyeri yang menusuk-nusuk jantung datang dari dua jari telunjuknya yang tulangnya patah-patah! Dia mencoba untuk bertahan, akan tetapi akhirnya dia terkulai dan roboh pingsan!

Kini Hek-houw Ji Sun dan Kang-thouw-cu Phang Su sudah dapat memulihkan diri. Melihat jagoan pertama itu roboh pingsan, mereka lalu memberi aba-aba kepada puluhan orang pengawal untuk mengeroyok Hay Hay.

"Tangkap dia!"

"Bunuh dia!"

Para pengawal sengaja bergerak lambat. Mereka ragu-ragu dan merasa agak jeri setelah melihat betapa tiga orang jagoan itu sudah roboh semuanya oleh pemuda sederhana ini, roboh dengan mudahnya! Pada saat itu pula terdengar bentakan seorang wanita.

"Tahan semua senjata! Semua orang mundur!'

Mendengar suara yang sangat mereka kenal ini serta melihat munculnya Siok Bi, gadis cantik manis yang selain menjadi pengawal pribadi Hartawan Coa juga menjadi seorang kekasihnya itu, para pengawal cepat-cepat menahan gerakan mereka. Tentu saja mereka mentaati gadis itu yang biar pun ilmu kepandaiannya tidak setinggi tiga orang jagoan yang telah kalah, namun memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari mereka.

"Kalian mundur dan tidak boleh mengeroyok tamu ini! Di samping kalian takkan menang, juga majikan kita berkenan hendak menerimanya. Dia memang datang untuk berjumpa dengan majikan kita dan diterima sebagai tamu!"

Siok Bi memberi isyarat kepada Hay Hay, akan tetapi dia menjura dan berkata, "Taihiap dipersilakan masuk."

Hay Hay juga memberi hormat dan menjawab, "Terima kasih, Nona."

Mereka berdua berjalan memasuki gedung itu, diikuti pandangan mata semua pengawal yang kini memandang jeri dan kagum. Tidak mereka sangka bahwa pemuda bercaping lebar yang sederhana itu memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebatnya. Bukan hanya ilmu silat yang aneh dan tinggi, akan tetapi juga kekebalan tubuh dan ilmu sihir!

Diam-diam tiga orang jagoan itu, setelah kini Thio Kang siuman, bergidik membayangkan apa akan jadinya dengan mereka andai kata tadi pemuda itu bersungguh-sungguh hendak mencelakakan mereka. Tentu sekarang mereka bertiga telah menjadi mayat.

Sementara itu Siok Bi mendampingi Hay Hay memasuki gedung yang sangat besar itu. Para pengawal menjaga di setiap tikungan dengan tombak di tangan. Akan tetapi mereka berdiri tegak tak bergerak karena melihat bahwa pemuda asing itu ditemani oleh Siok Bi yang mereka kenal dan percaya.

"Aku girang sekali engkau memenuhi janji, taihiap....” Siok Bi berbisik ketika mereka lewat di bagian yang jauh dari penjaga.

Hay Hay tersenyum. "Aku tidak pernah melanggar janji, apa lagi terhadap seorang gadis cantik jelita seperti engkau, nona Siok Bi!"

Gadis itu menahan senyum dan merasa terharu sekali. Pemuda ini memang hebat. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya selalu menyenangkan hati! Aihh, kalau saja dia dapat hidup di samping pria ini untuk selamanya! Biar dikurangi sepuluh tahun usianya, dia rela!

Mereka berhenti di depan pintu yang tertutup, pintu sebuah kamar yang amat besar. Siok Bi mengetuk pintu dengan ketukan lirih tiga kali.

"Ah, engkaukah itu, Siok Bi? Bagaimana, apakah dia sudah datang?" terdengar suara dari dalam kamar, suara besar Hartawan Coa.

"Sudah, tai-ya, bahkan dia kini sudah berada di sini bersama saya. Bolehkah dia masuk menghadap?"

Hening sejenak, kemudian terdengar suara Hartawan Coa. "Suruh dia masuk!"

Daun pintu didorong terbuka oleh Siok Bi. Hay Hay melihat sebuah kamar yang mewah sekali. Kamar yang luas dan penuh dengan perabot yang serba mahal, indah dan mewah. Hartawan Coa sedang menghadapi meja penuh hidangan yang masih mengepulkan uap panas!

Itukah sarapan pagi? Bukan main! Hidangan untuk sarapan pagi saja sudah mengalahkan sebuah pesta orang biasa, lantas bagaimana dengan makan siang atau makan malam?! Agaknya hartawan itu sedang sarapan pagi, dilayani oleh tujuh orang gadis yang rata-rata berwajah cantik, bertubuh langsing dan bersikap genit. Di sebelah dalam agak ke sudut, terdapat sebuah pembaringan yang besar, yang cukup untuk tidur sepuluh orang.

Agaknya kini hartawan itu telah selesai sarapan, karena pada saat itu para gadis sedang menyingkirkan sisa hidangan yang masih panas itu. Ketika Hartawan Coa melihat Siok Bi masuk bersama seorang pemuda yang menggantung caping lebar di punggungnya hingga menutupi sebuah buntalan yang cukup besar, dia pun cepat memandang penuh perhatian.