Pendekar Remaja Jilid 17 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Pendekar Remaja

Karya Kho Ping Hoo

JILID 17

KEDUA orang muda itu tidak bergerak, menanti sampai ketiga orang penjahat malam itu turun dari atas genteng. Akan tetapi sungguh mengherankan karena mereka bertiga itu tidak turun, hanya berjalan hilir mudik beberapa kali seperti orang-orang yang merasa ragu-ragu.

Tiba-tiba saja terdengar bunyi genteng digeser, baik di atas kamar Hong Beng mau pun di atas kamar Goat Lan. Kedua orang muda itu dengan urat saraf tegang lalu menanti datangnya senjata rahasia, namun mereka tidak takut sama sekali. Hendak mereka lihat bagaimana penjahat-penjahat itu akan bertindak terhadap mereka di dalam kamar yang gelap itu.

Hong Beng sudah bersiap-siap dengan hati-hati sekali. Ia mempunyai dua dugaan, yaitu penjahat itu akan menyerang dengan senjata rahasia secara ngawur, atau mereka akan melompat turun ke dalam kamarnya dari atas genteng. Dan tiba-tiba dari atas melayang turun benda kecil, akan tetapi jauh dari tempat dia berdiri di sudut kamar.

Dia hampir tertawa melihat ketololan penjahat itu. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika benda itu jatuh di lantai, karena segera nampak asap mengebul. Dia hendak melompat keluar melalui jendela, akan tetapi tiba-tiba ia mencium bau yang amat wangi dan Hong Beng pun roboh terguling dalam keadaan pingsan! Ternyata bahwa asap itu adalah asap yang mengandung obat memabukkan yang luar biasa kerasnya.

Goat Lan mengalami peristiwa yang sama. Sebuah benda juga jatuh di dalam kamarnya dan mengeluarkan asap. Akan tetapi, sebagai murid Sin Kong Tianglo yang berjuluk Raja Obat atau Raja Tabib, gadis ini selalu mengantongi penolak racun. Begitu dia melihat benda itu mengeluarkan asap, dia telah menjadi curiga dan cepat dia memasukkan tiga butir pil merah ke dalam mulutnya, sehingga ketika dia mencium bau wangi itu, dia tidak jatuh pingsan, sungguh pun dia merasa agak pening juga.

“Bangsat curang!” dia memaki dan cepat tubuhnya melayang ke atas melalui jendela kamarnya.

Ia melihat bayangan dua orang hwesio di atas genteng, maka langsung ia menyerang dengan bambu runcingnya. Kedua orang hwesio itu bukan lain adalah Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio. Mereka ini datang bersama Ang Lok Cu setelah mendapat kabar dari Bu Kwan Ji bahwa murid Sin Kong Tianglo telah datang membawa obat untuk putera Kaisar. Mereka hendak mendahului kedua orang muda itu dengan cara mencuri obat yang dibawanya.

Ang Lok Cu yang mempunyai julukan Ngo-tok Lo-kai (Setan Tua Lima Racun) kemudian mengeluarkan asap beracunnya yang sangat lihai untuk membuat kedua orang muda itu pingsan agar memudahkan pekerjaan mereka. Sesudah mendengar Hong Beng roboh di dalam kamarnya, Ang Lok Cu lalu melayang turun ke dalam kamar pemuda itu, ada pun kedua hwesio kawannya itu masih menanti untuk mendengarkan suara robohnya gadis di dalam kamar lain.

Akan tetapi alangkah terkejutnya kedua orang hwesio jahat itu ketika mendengar suara angin dan makian Goat Lan. Mereka lebih terkejut lagi pada saat melihat betapa dengan gerakan yang luar biasa cepatnya gadis cantik itu sudah menyerang mereka dengan dua batang bambu runcing yang menotok ke arah dada mereka.

Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio cepat-cepat mengelak sambil mencabut pedang mereka, akan tetapi gerakan Cu Siang Hwesio kurang cepat sehingga satu tendangan susulan dari Goat Lan membuat dia menjerit kesakitan dan tubuhnya lantas terguling di atas genteng.

“Lihai sekali!” seru Cu Tong Hwesio dan tanpa membuang waktu lagi, melihat gadis itu benar-benar hebat sepak-terjangnya, segera hwesio ini menyambar tangan adiknya dan membawanya melompat turun dari atas genteng dengan gerakan cepat sekali.

Goat Lan tidak mau mengejar karena dia merasa kuatir akan keadaan tunangannya. Dia cepat melompat turun dan sekali tendang saja jendela kamar Hong Beng terbuka. Asap yang wangi keluar dari jendela itu.

Goat Lan masih dapat melihat berkelebatnya sesosok tubuh manusia keluar dari kamar tunangannya melalui lubang di atas genteng. Akan tetapi dia tidak mau mengejar, terus menghampiri ke dalam kamar dan cepat mencari tunangannya.

Ternyata bahwa tosu yang memasuki kamar Hong Beng itu sudah menyalakan lilin dan bahkan sudah sempat memeriksa buntalan pakaian Hong Beng. Goat Lan yang melihat tubuh tunangannya menggeletak di atas lantai, menjadi pucat.

Cepat dia mengangkat tubuh tunangannya itu ke atas pembaringan dan tanpa sungkan-sungkan lagi dia memeriksa. Dia menarik napas lega ketika mendapat kenyataan bahwa tunangannya itu tidak menderita sesuatu, hanya pingsan akibat asap yang memabukkan tadi. Dengan pertolongan air teh yang tersedia di atas meja, dia dapat membikin Hong Beng segera siuman dari pingsannya.

Hong Beng merasa malu sekali karena telah menjadi korban penjahat, akan tetapi Goat Lan lalu mengeluarkan beberapa butir pil dan memberikan itu kepada tunangannya.

“Aku yang kurang hati-hati,” katanya menghibur, “harusnya aku memberi beberapa butir obat penolak ini kepadamu untuk penjagaan. Yang datang tadi adalah orang-orang yang cukup pandai, meski pun bukan merupakan lawan yang harus ditakuti.” Kemudian Goat Lan menceritakan bahwa yang datang adalah dua orang hwesio dan seorang tosu.

“Aku tidak dapat melihat jelas wajah mereka,” kata gadis gagah ini, “apa lagi yang sudah memasuki kamarmu. Hanya kulihat ia adalah seorang yang berpakaian seperti tosu. Aku hanya berhasil menendang roboh seorang hwesio, sayang bahwa mereka sudah dapat melarikan diri. Gerakan mereka cukup cepat dan ringan sekali.”

“Sudah terang bahwa maksud kedatangan mereka itu untuk mencuri dan mencari obat yang kau bawa,” kata Hong Beng. “Agaknya mereka itu bukan kaki tangan perwira yang galak tadi.”

“Kukira juga bukan,” jawab Goat Lan, mungkin sekali mereka adalah ahli-ahli obat yang iri hati pada mendiang Suhu, dan hendak merampas obat agar supaya nama Suhu tetap tercemar.”

“Dugaanmu betul. Melihat asap beracun tadi, tentulah mereka itu mempunyai kepandaian tentang obat-obatan. Mungkin juga mereka hendak mencuri obat supaya mereka dapat mengobati putera Kaisar dan merekalah yang akan berjasa.”

Demikianlah, kedua orang muda itu bercakap-cakap dengan asyik. Tiba-tiba Goat Lan teringat bahwa sudah terlalu lama dia berada di kamar Hong Beng, maka dengan wajah merah dia lalu berdiri dan berkata,

“Koko, aku harus kembali ke kamarku sendiri!”

Sebelum Hong Beng menjawab, gadis itu melompat keluar dari jendela kamar itu, pergi meninggalkan Hong Beng yang masih berdiri bengong saking kagumnya melihat wajah tunangannya yang demikian manisnya tersinar oleh penerangan lilin! Ia menghela napas lalu menutup kembali jendelanya, kemudian ia melompat naik ke atas pembaringan dan rebah membayangkan wajah Goat Lan yang cantik manis!

Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng sudah menghadap Bu Kwan Ji yang menerima mereka dengan muka ramah sehingga kedua orang muda itu berlaku semakin hati-hati sekali. Sikap ini bukan menyenangkan hati mereka, bahkan lantas menimbulkan kecurigaan di dalam hati.

“Ji-wi telah diterima oleh Hong-siang dan sekarang juga dipersilakan untuk menghadap,” katanya dengan senyum manis dibuat-buat.

Dengan dikawal oleh Bu Kwan Ji bersama dua belas orang perwira bayangkari yang gagah dan berpakaian indah, sepasang orang muda itu memasuki istana yang luar biasa indahnya. Bagaikan dua orang dusun yang baru pertama kali memasuki sebuah kota besar, Hong Beng, dan Goat Lan memandang ke kanan kiri dan tiada habisnya memuji dan mengagumi perabot yang memang luar biasa indahnya dan jarang dapat terlihat oleh umum.

Mereka diterima oleh Kaisar dan Permaisuri sendiri! Bukan dalam persidangan umum, di mana sekalian hamba sahaya dan bayangkari menghadap Kaisar, melainkan pertemuan tersendiri.

Mata Hong Beng dan Goat Lan merasa silau oleh pakaian yang dipakai oleh Kaisar dan Permaisuri, karena itu dari jauh mereka sudah menjatuhkan diri berlutut bersama semua perwira yang mengawal mereka.

“Betulkah kalian datang membawa obat untuk putera kami?” terdengar Kaisar bertanya.

Goat Lan tidak berani menjawab. Dia merasa seakan-akan lehernya tersumbat, sehingga Hong Beng yang mewakili.

“Benar, Paduka yang mulia. Hamba berdua mewakili Yok-ong Sin Kong Tianglo, datang membawa obat dan hendak mencoba mengobati putera Paduka, mudah-mudahan saja Thian Yang Maha Kuasa akan memberi berkah-Nya.”

“Hemm, kami telah mendengar akan kesombongan Raja Obat itu! Kami juga telah bosan mendengar kesanggupan ahli-ahli obat. Tahukah kalian bahwa sudah ada empat orang ahli obat kami jatuhi hukuman mati karena mereka tidak dapat memenuhi kesanggupan mereka? Kami memberitahukan hal ini karena sayang melihat kalian yang masih muda dan rupawan. Sekarang tinggalkan sebuah obatmu untuk kami cobakan kepada putera kami, mudah-mudahan ada hasilnya.”

“Mohon maaf sebanyaknya apa bila hamba berani membantah,” tiba-tiba Goat Lan nekad berkata. “Menurut pesan terakhir dari Suhu, haruslah hamba sendiri yang meminumkan obat itu kepada putera Paduka.”

Berkerutlah kening Kaisar itu. “Apa? Apakah kau tidak percaya kepadaku? Tidak percaya kepada ahli-ahli pengobatan yang berada di dalam istana?”

“Bukan demikian, akan tetapi…”

“Cukup! Kau ini anak gadis masih muda, sampai berapa tinggi kepandaian dan berapa banyak pengalamanmu. Tabib-tabibku adalah orang-orang pandai yang berpengalaman. Tinggalkan obat itu dan kalian harus tunggu di dalam kota raja, jangan sekali-kali keluar dari kota raja sebelum ada hasil pengobatan itu!”

Bukan main gelisahnya hati Goat Lan, akan tetapi dia tidak berani membantah. Suara Kaisar itu dan keadaannya sungguh amat berpengaruh. Kemudian dengan kedua tangan menggigil dia mengeluarkan sebutir buah Giok-ko.

“Hamba mentaati perintah,” katanya kemudian. “Harap saja buah ini diberikan kepada putera Paduka yang sakit untuk dimakan mentah-mentah.”

Kaisar memberi tanda dengan tangannya dan Bu Kwan Ji maju untuk mewakili Kaisar menerima buah itu. Bukan main mangkelnya hati Goat Lan. Mengapa Kaisar percaya kepada orang macam ini? Akhirnya dia dan Hong Beng dipersilakan keluar dari istana.

Sesudah keluar dari istana yang mewah dan megah itu, Goat Lan membanting-banting kakinya. “Kaisar bod...”

“Sssttt,” kata Hong Beng mencegah.

“Kita lihat saja bagaimana perkembangannya, Moi-moi. Marah saja tak akan ada artinya. Harus kau ingat bahwa pengobatan dan segala jerih payahmu ini bukan khusus untuk menolong Pangeran yang sedang sakit, melainkan untuk menjaga nama suhu-mu.”

Keduanya lalu berjalan perlahan kembali ke hotel mereka. Mendadak terdengar seruan girang, “Lihiap...!”

Mereka menengok dan melihat seorang pemuda tanggung berusia kurang lebih empat belas tahun yang berwajah tampan dan berpakaian indah sedang duduk di atas seekor kuda putih, diiringi oleh empat orang pengawal berpakaian sebagai guru-guru silat.

“Kau...?” Goat Lan merasa kenal dengan pemuda bangsawan ini.

Ketika pemuda tanggung itu melompat turun, teringatlah ia bahwa dia adalah Ong Tek, putera Pangeran Ong yang dulu menjadi murid Ban Sai Cinjin dan yang telah ditolongnya dari bahaya maut ketika diserang oleh gurunya sendiri!

“Lihiap, kau hendak ke manakah? Sungguh sangat menggirangkan hati dapat bertemu dengan penolongku yang tidak pernah kulupakan di tempat ini!”

Dengan sikap masih kekanak-kanakan Ong Tek lalu menghampiri Goat Lan dan menjura dengan hormatnya. Cepat Goat Lan membalasnya, karena banyak orang yang melihat mereka dengan mata heran. Siapakah yang tidak merasa heran melihat putera pangeran beramah-tamah dengan seorang gadis biasa?

“Lihiap, marilah kau singgah di rumah orang tuaku, mereka telah merasa rindu dan ingin sekali bertemu dengan penolongku.”

Menghadapi keramahan anak ini, Goat Lan tidak dapat menolak dan dia menganggukkan kepalanya. Ong Tek menjadi girang sekali dan ketika dia melihat Hong Beng dia segera bertanya, “Lihiap, siapakah Twako yang gagah ini?”

“Dia adalah... kawan baikku, dan kedatanganku juga bersama dia.”

Ong Tek yang terpelajar itu lalu menjura dan memberi hormat kepada Hong Beng yang membalasnya dengan tersenyum. Dia suka juga melihat anak yang sopan dan peramah ini.

“Silakan naik kuda pengawalku!” kata Ong Tek, yang menyuruh dua orang pengawalnya turun dari kuda.

Akan tetapi Goat Lan dan Hong Beng tentu saja menolaknya dan menyatakan lebih baik berjalan kaki. Ong Tek tak dapat memaksa dan dia pun lalu menyuruh para pengawalnya berangkat lebih dulu sambil membawa kudanya, mengabarkan bahwa penolongnya akan datang ke rumahnya. Dia sendiri lalu berjalan kaki bersama dua orang muda itu!

Rumah gedung Pangeran Ong Tiang Houw, ayah Ong Tek, sangat besar dan megah. Pangeran ini cukup berpengaruh, oleh karena dia masih terhitung keluarga dekat dengan Kaisar. Maka ia amat disegani. Akan tetapi oleh karena dia amat setia kepada Kaisar dan tak mau berbaik dengan para pembesar durna, maka diam-diam banyak pembesar yang membencinya.

Ketika Goat Lan dan Hong Beng tiba di gedung itu, mereka merasa amat malu-malu dan sungkan sebab ternyata bahwa Pangeran Ong Tiang Houw beserta isterinya menyambut mereka sendiri sampai di depan pintu, diiringi oleh banyak sekali pelayan dan pengawal!

Begitu berhadapan, ibu Ong Tek lalu maju dan merangkul Goat Lan. Ia menatap wajah pendekar wanita itu dengan kagum, lalu berkata, “Ahhh, melihat kau begini cantik dan lemah-lembut, sukarlah bagiku untuk percaya cerita Tek-ji (Anak Tek) bahwa kau adalah seorang pendekar wanita gagah perkasa yang telah menolong nyawa anakku.”

Dengan muka kemerah-merahan Goat Lan lalu mengucapkan kata-kata merendah. Juga Pangeran Ong menyatakan kegembiraan dan kekagumannya.

“Nona, siapakah sebenarnya namamu? Putera kami sendiri masih tidak tahu siapa nama penolongnya.”

Dengan sikap hormat dan manis Goat Lan segera memperkenalkan namanya dan juga nama Hong Beng. Ketika mendengar bahwa Goat Lan adalah puteri Kwee An dan Hong Beng putera Pendekar Bodoh, Pangeran Ong makin menghormat sikapnya. Kedua orang muda itu lalu diajak masuk ke dalam di mana mereka diterima dengan jamuan makan yang mewah serta percakapan yang amat ramah tamah dan meriah.

Pada saat mereka sedang makan minum sambil bercakap-cakap, ditemani oleh beberapa orang pengawal kepala yang duduk di meja lain, tiba-tiba seorang penjaga pintu datang menghadap Pangeran Ong dengan wajah pucat.

“Taijin, di luar ada utusan dari Hong-siang (Kaisar) yang minta agar Paduka dan tamu Paduka keluar.”

Pangeran Ong mengerutkan kening mendengar ini. Tidak biasa Kaisar mengutus orang pada saat seperti ini, dan sepanjang ingatannya, tidak ada urusan penting di istana. Tapi betapa pun juga, dia lalu berdiri dari tempat duduknya dan Hong Beng yang mendengar ucapan penjaga itu pun segera bangun berdiri mengikuti tuan rumah keluar dari ruangan dalam.

Ada pun Goat Lan yang duduk bercakap-cakap dengan Nyonya Ong, hanya memandang ke arah Hong Beng, seakan-akan ia menyatakan sudah cukup diwakili oleh tunangannya itu untuk melihat apakah yang terjadi di luar gedung.

Ketika Pangeran Ong dan Hong Beng tiba di luar, ternyata yang datang adalah Perwira Bu Kwan Ji sendiri, diikuti oleh lima orang perwira lain. Melihat Pangeran Ong, Bu Kwan Ji memberi hormat karena kedudukan Pangeran ini jauh lebih tinggi dari pada kedudukan dia sendiri yang hanya sebagai kepala pengawal raja.

“Mohon dimaafkan bila hamba mengganggu Taijin. Hamba mendapat keterangan bahwa kedua orang muda yang lancang berani memberi obat palsu kepada Pangeran yang sakit sedang berada di gedung Taijin, maka hamba datang hendak menangkap mereka.” Dia memandang ke arah Hong Beng yang berdiri dengan tenangnya.

Pangeran Ong memandang heran. Memang sesungguhnya Hong Beng dan Goat Lan tidak menceritakan kepadanya tentang hal pengobatan itu.

“Bu-ciangkun, apakah kau mengimpi? Memang ada kedua orang tamuku di sini, akan tetapi mereka adalah pendekar-pendekar muda yang gagah perkasa. Inilah seorang di antaranya, ia adalah putera dari Pendekar Bodoh, apakah ini yang kau maksudkan?”

Bu Kwan Ji tertegun mendengar bahwa pemuda ini adalah putera Pendekar Bodoh, akan tetapi dia dapat menetapkan hatinya dan berkata, “Betul, Taijin. Dia inilah dan seorang gadis telah berani memberi obat palsu kepada Hong-siang dan setelah diberikan kepada Pangeran yang sakit, ternyata obat itu membuat sakitnya lebih berat!”

Hong Beng melangkah maju, “Ciangkun, apakah bicaramu itu boleh dipercaya?”

“Kenapa tidak? Hayo kau menyerah untuk kami tangkap! Kau dan kawanmu telah berani mati mencoba meracuni Pangeran!” Sambil berkata demikian, Bu Kwan Ji bergerak maju diikuti lima orang kawannya. Akan tetapi Hong Beng sudah marah sekali.

“Maaf, Ong-taijin,” katanya kepada Pangeran Ong, “terpaksa hamba akan melayani para perwira kasar ini.” Dia lalu menantang kepada Bu Kwan Ji dengan suara keras. “Perwira she Bu, aku tidak percaya akan semua ucapanmu itu! Jika memang benar kata-katamu, antarkanlah aku dan kawanku ke tempat Pangeran yang sedang sakit berada, agar kami dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri!”

“Hemm, penjahat muda. Apakah kau hendak datang dan membunuh Pangeran dengan kedua tanganmu sendiri, setelah obat racunmu tidak berhasil membunuhnya?”

Keadaan menjadi tegang dan Pangeran Ong segera berlari masuk sambil berkata, “Baik kupanggil Nona Kwee!” Sementara itu, dua orang pengawalnya berdiri menjaga di pintu, sedangkan Hong Beng berdiri bertolak pinggang dengan sikap menantang.

Tiba-tiba terdengar suara bergelak dari sebelah belakang para perwira itu dan tahu-tahu seorang kakek tua yang berpakaian mewah dan membawa sebatang huncwe panjang melangkah maju.

“Bu-ciangkun, pemuda ini mengaku sebagai putera Pendekar Bodoh! Ha-ha-ha! Agaknya semua penjahat muda suka menggunakan nama Pendekar Bodoh untuk menakut-nakuti orang. Akan tetapi aku tidak takut! Biarlah aku menolong kalian menangkapnya!”

Orang tua itu bukan lain adalah Ban Sai Cinjin! Walau pun Hong Beng belum pernah melihat sendiri kakek ini, akan tetapi ia telah mendengar dari Goat Lan tentang kakek ini. Pada saat Ban Sai Cinjin mengirim huncwe-nya ke arah Hong Beng, pemuda ini merasa betapa ada angin yang keras menyambar ke arahnya.

Cepat ia mengelak dan kini ia tidak merasa ragu-ragu lagi. Melihat kelihaian sambaran huncwe tadi, ia maklum bahwa tentulah ini orangnya yang pernah bertempur dengan Lili dan Goat Lan.

“Apakah ini yang disebut Huncwe Maut?” katanya mengejek. “Biar kulihat sampai dimana sih kepandaianmu maka kau bisa sejahat itu!”

Ban Sai Cinjin merasa penasaran sekali ketika sambaran huncwe-nya dapat dielakkan dengan secara mudah sekali oleh pemuda itu. Tadinya ia masih memandang rendah dan sama sekali tidak percaya bahwa pemuda ini pun putera Pendekar Bodoh, maka ia lalu maju menyerang dengan cepatnya.

Akan tetapi, akhirnya ia merasa ragu-ragu dan terkejut sekali karena gerakan pemuda itu benar-benar luar biasa sekali. Dengan ilmu ginkang yang ringannya bagai seekor burung walet, pemuda itu dapat menghindarkan diri dari serangan-serangan huncwe-nya, malah kini membalas dengan serangan pukulan tangan kosong yang luar biasa sekali. Semakin besar rasa terkejutnya pada saat dia mengenal ilmu silat pemuda ini sebagai Ilmu Silat Pat-kwa Ciang-hoat, yaitu satu-satunya ilmu silat di dunia barat yang menjadi kepandaian seorang tokoh besar.

“Eh, dari mana kau mencuri ilmu silat dari Pok Pok Sianjin?” bentaknya sambil mengayun huncwe-nya.

“Tua bangka rendah! Pok Pok Sianjin adalah Suhu-ku, kau mau apa?” maki Hong Beng sambil mempercepat gerakannya.

Pertempuran berjalan ramai sekali dan sungguh pun Hong Beng menghadapinya dengan tangan kosong, akan tetapi dalam beberapa belas jurus ini belum kelihatan pemuda itu terdesak, bahkan ia menggunakan kegesitan dan keringanan tubuhnya untuk menyambar-nyambar dari atas dan mengirim pukulan dan tendangan ke arah kepala lawannya!

Bukan main terkejut dan marahnya Ban Sai Cinjin. Tadi ia telah menyombong di depan Bu Kwin Ji dan ketiga orang tabib istana untuk menangkap dua orang muda yang hendak mencoba mengobati Pangeran, akan tetapi sekarang baru menghadapi seorang di antara kedua orang muda itu saja, ia tidak dapat menangkapnya, biar pun pemuda itu bertangan kosong!

Ia berseru keras dan dengan cepat ia menjemput tembakau hitam dari kantong tembakau yang tergantung pada huncwe-nya, memasukkan tembakau itu pada kepala huncwe-nya yang masih berapi. Tak lama kemudian mengepullah asap hitam dari huncwe-nya!

Akan tetapi pada saat itu, berkelebat bayangan putih kemerahan dan tahu-tahu Goat Lan sudah melompat dari dalam dan berdiri di depan kedua orang pengawal Pangeran Ong yang berdiri menjaga di depan pintu masuk. Di belakangnya nampak Ong Tek berlari-lari mengikutinya. Kini keduanya berdiri bengong memandang ke arah mereka yang sedang bertempur.

Ong Tek memandang dengan hati berdebar ngeri ketika mengenal bekas gurunya yang sedang menyerang Hong Beng, ada pun Goat Lan juga merasa heran mengapa kakek ini tiba-tiba saja bisa muncul di tempat itu. Akan tetapi ketika dia melihat huncwe yang telah mengepulkan asap hitam, tak terasa pula ia mendekatkan telunjuknya ke mulut. Hatinya gelisah dan ia memandang dengan hati kuatir sekali akan keselamatan tunangannya.

“Hati-hati, Koko, asap tembakaunya beracun! Biar aku menghadapi pesolek tua bangka ini!” Setelah berkata demikian, dia mencabut sepasang bambu runcingnya dan melompat ke kalangan pertempuran.

Bukan main kagetnya hati Ban Sai Cinjin ketika ia melihat gadis yang pernah mengacau kuilnya dulu. Dia cepat memutar huncwe-nya untuk menangkis bambu runcing yang telah dikenal kelihaiannya itu.

Sungguh sial, pikirnya. Keadaan pemuda itu saja sudah merupakan kesialan baginya, karena tadinya ia tidak percaya bahwa pemuda ini benar-benar putera Pendekar Bodoh dan memiliki ilmu silat sedemikian lihainya, bahkan ternyata masih murid Pok Pok Sianjin pula! Dan sama sekali tidak pernah ia bermimpi bahwa gadis yang membawa obat untuk Pangeran itu adalah Kwee Goat Lan yang lihai!

Menghadapi kedua orang muda ini, dia tidak akan menang, pikirnya. Karena itu, setelah menyemburkan asap hitam tembakaunya, dia lalu melompat mundur dan lari keluar dari tempat itu! Goat Lan memutar sepasang bambu runcingnya untuk memukul buyar asap hitam yang bergumpal-gumpal, sedangkan Hong Beng juga melompat mundur sambil menggerakkan kedua tangannya supaya mendatangkan angin mengusir asap berbahaya tadi.

Pada saat keduanya memandang ke depan, ternyata rombongan perwira tadi pun sudah lenyap dari sana! Pangeran Ong Tiang Houw sudah keluar pula dan Pangeran ini marah sekali. Ia membanting-banting kakinya dan berkata dengan gemas,

“Terlalu sekali si Bu Kwan Ji! Aku harus memprotes hal ini di hadapan Kaisar! Perwira itu sudah sepatutnya diganti dengan orang lain! Sungguh kurang ajar, di rumahku dia berani berlagak seperti itu!”

Ada pun Goat Lan merasa marah sekali dan juga mendongkol. “Telah susah payah Suhu mencarikan obat sampai mengorbankan nyawa dan aku melanjutkan usahanya mencari obat itu, tidak tahu hanya begini saja terima kasih orang! Koko, apa gunanya mengobati orang yang tidak tahu terima kasih? Aku mau pulang saja ke Tiang-an!”

Walau pun telah dibujuk oleh Pangeran Ong, Goat Lan tetap tidak mau tinggal lebih lama di gedung Pangeran itu dan bersama Hong Beng lalu keluar dari situ. Akan tetapi Hong Beng berhasil membujuk Goat Lan agar jangan meninggalkan kota raja dulu.

“Moi-moi, hatiku masih merasa amat curiga terhadap Bu Kwan Ji itu! Siapa tahu kalau dia yang main gila dan bukan Kaisar yang menyuruh menangkap kita? Dan siapa tahu pula kalau dia bermain gila dan mengganti obat buah mutiara itu dengan lain buah?”

Terkejut Goat Lan memandang kepada Hong Beng. “Mungkinkah ada orang berpangkat pengawal istana yang menghendaki kematian Pangeran?”

“Siapa tahu?” Hong Beng menggerakkan kedua pundaknya. “Menurut Ayah, di dunia ini banyak sekali terjadi kejahatan-kejahatan yang amat mengerikan. Iblis telah berkuasa di banyak hati manusia. Oleh karena itu, biarlah untuk sementara kita tinggal di hotel dan menanti perkembangan selanjutnya. Kita tidak usah kuatir, meski pun ada Ban Sai Cinjin yang membantu Bu Kwan Ji, kita tak perlu takut!”

Disebutnya nama ini membuat Goat Lan mengerutkan keningnya. “Aku tidak takut pada Huncwe Maut itu, hanya aku merasa heran sekali bagaimana kakek jahat itu bisa sampai ikut campur tangan? Benar-benar aneh!”

Memang ucapan Goat Lan beralasan. Mungkin para pembaca juga merasa heran seperti gadis cantik itu. Bagaimanakah tahu-tahu Ban Sai Cinjin bisa muncul di kota raja dan ikut membantu Bu Kwan Ji melakukan penangkapan?

Setelah rumahnya menderita amukan Lie Siong yang membakar dan membunuh banyak anak buahnya, diam-diam Ban Sai Cinjin menjadi terkejut dan mulai merasa khawatir. Ternyata bahwa keturunan Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya memiliki kepandaian yang amat tinggi ilmu dan juga amat ganasnya.

Memang betul bahwa dia telah berhasil mengundang pembantu-pembantu yang tangguh seperti suheng-nya sendiri Wi Kong Siansu yang ilmu kepandaiannya belum tentu kalah oleh Pendekar Bodoh, juga dia sudah berhasil mengundang Thai-lek Sam-kui, Tiga Iblis Geledek dari Hailun yang juga memiliki ilmu kepandaian yang bisa diandalkan dan hanya sedikit di bawah tingkat Wi Kong Siansu.

Dia lalu mengadakan perundingan dengan suheng-nya dan tiga orang Iblis Geledek itu, bagaimana cara untuk menghadapi musuh-musuh besarnya, yaitu Pendekar Bodoh dan keturunannya serta kawan-kawannya.

“Mereka itu terlalu sombong dan mengandalkan kepandaian mereka,” berkata Ban Sai Cinjin, “kalau kita tidak mengambil tindakan, akan hancurlah nama kita! Seorang pemuda keturunan Pendekar Bodoh berani sekali membunuhi orang-orangku, tamu-tamuku dan juga membakar rumahku, benar-benar hebat sekali! Ilmu kepandaian Bu Pun Su ternyata telah diwarisi oleh orang-orang muda yang ganas dan kejam!”

Memang mudahlah bagi mulut untuk mengatakan kejam kepada lain orang, sama sekali tidak ingat akan kekekejaman sendiri yang dianggapnya selalu benar!

“Bagaimana pikiranmu kalau aku pergi mengunjungi Pendekar Bodoh untuk menegurnya dan sekalian menyampaikan undangan untuk pibu di puncak Thian-san tahun depan? Wi Kong Siansu tiba-tiba bertanya.

Tentu saja semua orang menyatakan persetujuan. “Akan lebih baik lagi kalau begitu. Kita bisa mempersiapkan diri, dan kalau Suheng bertemu dengan kawan-kawan sehaluan di tengah perjalanan, boleh sekalian minta bantuan mereka.”

Hailun Thai-lek Sam-kui tertawa bergelak-gelak dan saling pandang. “Masih tahun depan? Alangkah lamanya, kami kira sekarang akan diadakan pibu! Ah, kalau begitu biarlah kami bertiga melancong dulu menghibur hati, nanti musim semi tahun depan kami akan datang di Thian-san!” kata Thian-he Te-it Siansu, kakek yang kate gemuk dan selalu membawa payung itu.

Tiga orang ini termasuk orang-orang aneh yang tak dapat dihalangi kehendaknya, maka Ban Sai Cinjin juga tidak bisa mencegah keberangkatan mereka. Ia amat mengharapkan bantuan orang-orang ini dan kalau mereka sudah berjanji akan datang membantu pada nanti tahun depan di puncak Thian-san, tentu mereka tidak akan melanggar janji. Ia lalu memberi bekal banyak uang emas dan barang-barang berharga, yang tentu saja diterima oleh Hailun Thai-lek Sam-kui dengan gembira.

Demikianlah, Wi Kong Siansu dan muridnya, Song Kam Seng, lalu berangkat menuju ke Shaning untuk mencari Pendekar Bodoh dan di tengah perjalanan, yaitu di Lianing, dia bertemu dengan Lili dan Lo Sian seperti sudah dituturkan di depan dan menyampaikan tantangan pibunya melalui gadis puteri Pendekar Bodoh itu.

Setelah Thai-lek Sam-kui pergi, Ban Sai Cinjin yang ditinggal seorang diri merasa tidak enak sekali. Diam-diam dia lantas memikirkan nasibnya yang seakan-akan dikelilingi oleh lawan-lawan muda yang amat tangguhnya.

Dia tidak merasa gentar, akan tetapi sesunguhnya ada perkara yang lebih penting dan besar dari pada perkara permusuhannya dengan golongan Pendekar Bodoh. Dari para sahabatnya di kota raja, dia mendengar tentang keadaan yang sangat genting di dalam istana. Biar pun dari luar tidak terdengar sesuatu dan rakyat hanya mengetahui bahwa Pangeran Mahkota telah sakit keras sekali, akan tetapi sebetulnya di dalam istana terjadi perebutan kekuasaan yang hebat!

Ban Sai Cinjin adalah seorang yang mempunyai cita-cita besar. Dia sangat haus akan kedudukan tinggi dan kemewahan hidup, dan keadaannya yang telah kaya raya itu masih belum memuaskan nafsunya. Alangkah baiknya kalau dia bisa menjadi pembesar tinggi, menjadi bangsawan yang dihormati oleh laksaan orang!

Telah lama ia menjadi sahabat Ang Lok Cu, tosu yang berjuluk Ngo-tok Lo-koai dan yang kini tiba-tiba kejatuhan bintang dan menjadi tabib istana berkat pertolongan Bu Kwan Ji. Ia lalu menghubungi sahabatnya ini dan diperkenalkan kepada Bu Kwan Ji.

Perwira yang cerdik ini sangat gembira dapat berkenalan dengan Ban Sai Cinjin, karena orang macam inilah yang amat dibutuhkan untuk membantunya mencapai cita-cita. Biar pun ketiga orang ahli obat itu merupakan tenaga-tenaga yang cakap, akan tetapi ilmu silat mereka kurang tinggi.

Semenjak perkenalan itu, Ban Sai Cinjin selalu mengadakan hubungan dengan Bu Kwan Ji dan semua kaki tangannya, atau lebih tepat lagi, dengan kaki tangan selir Kaisar yang memiliki cita-cita untuk mengangkat puteranya sendiri menjadi pengganti kaisar!

Persekutuan gelap dibentuk, dan Ban Sai Cinjin sudah menyanggupi untuk menyiapkan pasukan yang kuat dari Mongol apa bila sewaktu-waktu terjadi perang. Muridnya, Bouw Hun Ti yang masih tinggal di rumah lalu melawat ke Mongol dan mengadakan hubungan dengan kepala suku Mongol yang dikenalnya baik, yaitu Malangi Khan.

Kemudian Ban Sai Cinjin teringat kepada bekas muridnya, yaitu Ong Tek. Dia merasa menyesal sekali mengapa ia telah kehilangan Ong Tek, oleh karena ia tahu bahwa ayah Ong Tek, yaitu Pangeran Ong Tiang Houw, adalah seorang pembesar yang amat besar pengaruhnya di dalam istana. Dan sekarang ia justru telah menanam kebencian di dalam hati Ong Tek yang tentu saja sudah menuturkan semua peristiwa yang terjadi kepada ayahnya!

“Ong Tek merupakan bahaya besar, Suhu,” kata Hok Ti Hwesio, murid satu-satunya yang amat dipercaya oleh Ban Sai Cinjin. “Akan baik sekali kalau Suhu bisa mencari dan membunuhnya agar ia tidak banyak membuka mulutnya memburukkan nama Suhu.”

Demikianlah, dengan hati kesal setelah semua orang pergi, dia kemudian memesan Hok Ti Hwesio agar supaya menjaga kuilnya, kemudian ia lalu berangkat ke kota raja, dengan tujuan utama untuk mengadakan perundingan dengan Bu Kwan Ji tentang perkembangan cita-cita mereka. Ada pun tujuan kedua ialah untuk mencari dan bila mungkin membunuh bekas muridnya, yaitu Ong Tek!

Dan pada saat dia tiba di gedung tempat kediaman Bu Kwan Ji itulah maka kebetulan sekali Bu Kwan Ji sedang menghadapi urusan besar, yaitu datangnya dua orang muda yang mewakili Sin Kong Tianglo membawa obat untuk Pangeran Mahkota yang sedang sakit! Dengan lincahnya, Bu Kwan Ji berunding dengan selir Kaisar yang menyampaikan kepada Kaisar tentang adanya dua orang muda yang mencurigakan dan yang katanya datang membawa obat untuk Pangeran.

“Mereka itu masih muda, mana mungkin memiliki kepandaian tinggi?” Kaisar dibujuk oleh selirnya. “Boleh mencoba obat mereka, akan tetapi lebih baik mereka jangan dibolehkan mendekati Pangeran, siapa tahu kalau mereka itu utusan para pemberontak yang secara diam-diam hendak membunuh Pangeran?”

Bujukan itu termakan oleh Kaisar dan sebagaimana dituturkan di bagian depan, Goat Lan dan Hong Beng tidak diperbolehkan mendekati Pangeran, hanya buah Giok-ko saja yang diterima oleh Kaisar. Mudah sekali diduga bahwa setelah obat itu diberikan kepada tiga orang tabib istana untuk dicobakan kepada Pangeran yang sakit, obat itu sudah dibuang dan diganti dengan obat lain yang tidak ada khasiatnya bahkan yang merusak kesehatan Pangeran yang malang itu.

Kaisar menjadi marah dan menyuruh Bu Kwan Ji pergi mencari serta memanggil kedua orang muda yang telah membawa obat palsu!! Perwira she Bu ini karena merasa kuatir kalau-kalau kedua orang muda itu melawan, kemudian mengajak Ban Sai Cinjin pergi mengunjungi rumah gedung Pangeran Ong.

Sungguh hal yang kebetulan sekali, pikir mereka, karena kedua orang muda itu ternyata kenal baik dengan Pangeran Ong. Kesempatan bagus sekali untuk memfitnah keluarga Pangeran Ong!

Siasat licin dan akal busuk dijalin oleh para pengkhianat itu, dan Hong Beng bersama Goat Lan merasa kuatir, tidak tahu apakah yang akan terjadi selanjutnya. Mereka tidak tahu bahwa musuh-musuh tersembunyi sedang mengatur siasat yang jahat bagi mereka dan keluarga Pangeran Ong!

Bu Kwan Ji membawa Ban Sai Cinjin menghadap Kaisar. Dengan pandai sekali dia lalu menuturkan bahwa dua orang muda itu telah dilindungi oleh Pangeran Ong Tiang Houw, dan bahkan kedua orang yang berkepandaian tinggi itu melawan ketika akan ditangkap.

“Baiknya ada Losuhu ini yang menolong hamba, kalau tidak, hamba tentu akan binasa oleh mereka,” kata Bu Kwan Ji menutup laporannya.

“Hamba sudah tahu bahwa mereka itu adalah keturunan Pendekar Bodoh, seorang yang terkenal sebagai pemberontak di masa pemerintahan ayah Paduka,” kata Ban Sai Cinjin kepada Kaisar. “Agaknya Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya masih saja mempunyai keinginan untuk memberontak dan bersekutu dengan para bangsawan yang memiliki hati khianat!”

Bukan main marahnya Kaisar mendengar ucapan-ucapan yang menghasut ini.

“Bagaimana mungkin?” katanya ragu-ragu. “Ong Tiang Houw adalah seorang pembesar yang setia, bahkan masih terhitung keluarga istana! Agaknya tak mungkin ia memiliki hati khianat dan mengadakan perhubungan dengan segala pemberontak dan penjahat.

“Hamba tidak berani menuduh,” kata Bu Kwan Ji, “hanya akan lebih aman dan baik sekali apa bila Pangeran Ong dipanggil untuk memberikan keterangan.”

“Baik, kau pergi dan panggil dia datang, juga seluruh keluarganya!” bentak Kaisar. “Dan Losuhu ini, siapakah namanya?”

“Hamba disebut orang Ban Sai Cinjin, seorang hamba sahaya biasa saja yang bersedia mengorbankan tenaga dan nyawa untuk negara.”

“Bagus, kau bantulah Bu Kwan Ji, nanti akan kupikirkan kedudukan yang sesuai dengan jasamu!”

Bukan main girangnya hati Ban Sai Cinjin mendengar ucapan Kaisar ini. Dia kemudian mengundurkan diri untuk melakukan tugas yang diperintahkan oleh Kaisar. Untuk kali ini, Bu Kwan Ji menerima surat kuasa yang berupa bendera lengki (bendera tanda pesuruh kaisar).

Dengan lengki di tangan, maka mudah saja bagi Bu Kwan Ji membawa Pangeran Ong sekeluarganya, menggiring mereka semua ke tahanan, sambil menanti perintah Kaisar untuk memeriksa mereka. Suara tangis riuh-rendah memenuhi tempat tahanan, namun Pangeran Ong Tiang Houw dengan tenang berkata,

“Tak usah menangis! Kita telah difitnah orang, akan tetapi mengapa gelisah? Tunggulah sampai aku dapat bertemu dengan Kaisar, tentu aku akan sanggup menyadarkan Kaisar yang agaknya dihasut oleh mulut jahat!“

*****

Cersil karya Kho Ping Serial Pendekar Sakti Bu Pun Su

Alangkah terkejutnya hati Hong Beng dan Goat Lan pada saat mereka mendengar dari pelayan hotel bahwa keluarga Pangeran Ong sudah ditangkap oleh perwira-perwira dari istana! Hal ini adalah sebuah hal yang aneh dan mengejutkan orang, maka tentu saja berita ini tersiar dengan cepatnya hingga pelayan itu pun mendengar lalu menyampaikan kepada semua tamu hotel.

“Sungguh aneh, agaknya dunia akan kiamat!” pelayan yang doyan cerita itu menutup penuturannya. “Pangeran Ong adalah seorang yang sangat berpengaruh dan ditakuti, ia selalu dekat dengan Hong-siang karena kabarnya ia merupakan saudara dari Hong-houw (Permaisuri). Akan tetapi siapa yang tahu akan nasib orang? Ah, kasihan, Pangeran Ong sekeluarga terkenal sangat dermawan dan budiman. Apa lagi puteranya, Ong Kongcu yang suka sekali datang ke sini dan bercakap-cakap dengan semua orang. Dia sangat peramah dan tidak sombong, naik kuda mengelilingi kota, bergaul dengan semua orang, tidak seperti putera-putera bangsawan lain yang besar kepala dan...”

Baru sampai di situ kata-katanya, tiba-tiba saja dia menutup mulut dan wajahnya menjadi pucat. Serombongan perwira berbaris menuju ke hotel itu dengan sikap amat galak dan mengancam! Ributlah semua orang dan semua tamu langsung bersembunyi di kamar masing-masing. Dengan kaki gemetar pelayan itu pun terpaksa menuju ke pintu bersama pelayan-pelayan lain mengiringi pengurus hotel menyambut barisan itu.

“Pelayan itu terlampau lancang mulut, tentu dia akan ditangkap!” terdengar seorang tamu berkata perlahan.

Akan tetapi Hong Beng dan Goat Lan berpikir lain. Mereka saling pandang dan cepat masuk ke kamar masing-masing. Sekejap kemudian mereka telah keluar pula dan sudah menggendong semua barang-barang mereka, siap untuk meninggalkan tempat itu!

Benar saja dugaan mereka, begitu mereka keluar dari kamar, pengurus hotel dan para pelayan yang agaknya bercakap-cakap dengan para perwira, kemudian menudingkan jari mereka ke arah Hong Beng dan Goat Lan. Tiba-tiba Bu Kwan Ji dan perwira-perwira kelas satu dari istana maju menyerbu dan mengurung kedua orang muda itu!

Goat Lan memandang kepada kedua orang hwesio yang seperti sudah dikenalnya itu, akan tetapi dia lupa lagi di mana dia pernah bertemu dengan mereka. Dia tidak diberi kesempatan untuk mengingat-ingat hal itu, karena mereka telah mengeroyok.

Kepandaian mereka ternyata tidak boleh dipandang ringan. Ban Sai Cinjin sendiri sudah amat tangguh, juga dua orang hwesio dan tosu itu merupakan tandingan-tandingan yang tidak boleh dibuat main-main. Bu Kwan Ji dan tujuh orang perwira kelas satu dari istana yang sudah menjadi kaki tangannya juga memiliki kepandaian yang cukup hebat, maka Goat Lan dan Hong Beng cepat mencabut senjata mereka. Hong Beng mengeluarkan tongkat hitamnya, yaitu tongkat tanda pangkat sebagai ketua Hek-tung Kai-pang, ada pun Goat Lan lalu mencabut sepasang bambu runcingnya.

Tempat di mana mereka bertempur itu sangat sempit, maka Hong Beng lalu berseru, “Hayo kita keluar!”

Goat Lan mengerti maksud tunangannya, maka dia lalu menerjang pengeroyoknya dan merobohkan seorang perwira. Demikian pula Hong Beng berhasil mengemplang kepala seorang perwira dan bersama Goat Lan cepat melompat ke halaman hotel. Di sini tempatnya lebih luas sehingga mereka akan dapat melakukan perlawanan dengan baik.

Akan tetapi baru saja kaki mereka menginjak halaman hotel, mendadak puluhan batang anak panah menyambar dari luar. Cepat mereka menggerakkan senjata dan memutarnya melindungi tubuh. Ketika mereka memandang, ternyata bahwa tempat itu telah dikurung oleh pasukan yang banyak sekali jumlahnya!

Jalan keluar tidak ada lagi dan terpaksa Hong Beng dan Goat Lan lalu menghadapi lagi serbuan Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya yang sudah mengejar pula sampai di situ. Hal ini menguntungkan bagi kedua orang muda itu karena dengan adanya keroyokan para perwira, maka pasukan pemanah itu tak berani menggunakan anak panah mereka lagi.

Pertempuran berjalan seru sekali. Yang sangat mendesak adalah Ban Sai Cinjin. Kali ini karena banyak kawannya, Ban Sai Cinjin bertempur dengan semangat besar sehingga huncwe-nya benar-benar merupakan senjata maut bagi Hong Beng dan Goat Lan. Sekali saja mereka terkena pukulan huncwe yang selalu ditujukan ke arah kepala mereka, akan celakalah mereka.

Pada waktu kedua orang muda itu terpaksa hendak mempergunakan tangan besi dan membunuh para pengeroyoknya untuk dapat mencari jalan keluar, mendadak terdengar sorak-sorai dan lapat-lapat terdengar oleh Hong Beng dan Goat Lan.

“Bantu pangcu kita...!”

Keadaan pasukan yang tadinya mengurung tempat itu, tiba-tiba saja menjadi heboh dan geger. Ternyata mereka secara tiba-tiba telah diserang dari belakang oleh serombongan pengemis bertongkat hitam!

Ternyata bahwa tadi ketika Hong Beng melompat keluar dari dalam hotel dan dikeroyok oleh para perwira, ada beberapa orang anggota Hek-tung Kai-pang berada di luar hotel itu. Melihat betapa pemuda gagah itu bersenjatakan tongkat hitam yang mereka kenal sebagai tongkat pusaka dari Hek-tung Kai-pang, maka tahulah mereka bahwa pemuda ini tentulah pangcu yang baru seperti sudah mereka dengar dari para pemimpin cabang mereka.

Atas bunyi siulan rahasia mereka, dalam waktu sebentar saja datanglah berpuluh-puluh pengemis anggota Hek-tung Kai-pang, bahkan pemimpin-pemimpin yang berkedudukan di kota raja secara sembunyi-sembunyi juga muncul kemudian melakukan pengeroyokan terhadap para tentara kerajaan yang mengurung itu!

Hong Beng merasa girang sekali. Bersama Goat Lan ia lalu melompat jauh dan mencari jalan keluar dari tempat di mana para pengemis tongkat hitam itu menyerbu. Sambil memutar tongkat hitamnya dan merobohkan beberapa belas tentara yang mengeroyok, ia berseru,

“Aku pergi, lekas kalian mencari jalan aman!” Setelah berkata demikian, ia dan Goat Lan melompat ke atas genteng dan melenyapkan diri di balik wuwungan rumah-rumah yang tinggi.

Kawanan jembel yang setia itu lalu juga ikut melarikan diri ke sana ke mari, memecah rombongan sehingga sukarlah bagi barisan kerajaan untuk mengejar mereka. Juga tidak ada perintah mengejar para pengemis itu, sebaliknya Bu Kwan Ji hanya berteriak-teriak memerintahkan anak buahnya untuk mengejar dua orang muda tadi!

Akan tetapi kemanakah mereka harus mengejar? Dua orang muda itu melompat ke atas genteng bagaikan dua ekor burung walet saja, dan biar pun para perwira mengikuti Ban Sai Cinjin mengejar, akan tetap mereka ini lantas tertinggal jauh oleh Ban Sai Cinjin yang gerakannya cepat sekali.

Setelah mengejar agak jauh dan mendapatkan dirinya hanya sendiri saja, Ban Sai Cinjin menjadi gentar. Kalau hanya seorang diri, andai kata dia dapat menyusul, bagaimana dia akan mampu menangkap kedua orang muda yang lihai itu? Terpaksa dia pun menunda kejarannya dan membiarkan kedua orang muda itu melarikan diri dengan cepat.

“Tutup semua pintu gerbang! Perkuat penjagaan! Jangan biarkan mereka lolos dari kota!” seru Bu Kwan Ji dengan marah sekali. Di dalam kemarahannya terhadap Hong Beng dan Goat Lan, perwira ini sampai lupa kepada para pengemis tongkat hitam yang tadi sudah menolong kedua orang muda itu!

Hong Beng dan Goat Lan lari terus sampai di ujung kota yang sunyi.

“Mari ikut aku!” gadis itu mengajak tunangannya dengan suara tegas.

“Ke mana, Moi-moi?” tanya Hong Beng.

“Ke istana, mencari Pangeran Mahkota!”

Hong Beng mempunyai pikiran yang cerdas dan mudah menangkap maksud kata-kata orang, maka dia diam saja dan keduanya lalu berlari menuju ke istana yang megah itu. Untung bagi mereka bahwa semua penjagaan dikerahkan untuk menjaga seluruh pintu gerbang dan merondai dinding kota sebagaimana yang diperintahkan oleh Bu Kwan Ji, sehingga di dalam kotanya sendiri hanya ada beberapa orang perwira saja melakukan penggeledahan di sana-sini. Senja hari telah mendatang dan keadaan telah hampir gelap ketika keduanya telah tiba di dekat dinding tinggi yang mengelilingi istana kaisar.

Tidak mudah bagi kedua orang muda itu untuk dapat memasuki istana dan melalui dinding yang tinggi sekali itu. Untuk masuk lewat depan tidak mungkin sekali dan masuk dengan jalan melompati dinding yang begitu tinggi, juga sukar.

Mereka berjalan ke sana ke mari mencari dinding yang agak rendah, akan tetapi sia-sia belaka. Ada beberapa batang pohon yang cukup tinggi untuk menjadi jembatan, akan tetapi pohon-pohon ini letaknya jauh dari dinding, sehingga melompat dari pohon ke atas dinding, bahkan lebih sukar dari pada melompat dari atas tanah.

Mereka duduk di bawah dinding dengan hati kecewa, keduanya tak mengeluarkan suara dan termenung memutar otak. Tiba-tiba Hong Beng berkata girang,

“Ahh, aku mendapat akal, Lan-moi! Kau tentu akan dapat masuk ke dalam dengan cara melompat ke atas dinding.”

“Bagaimana aku dapat melompati dinding setinggi itu, Koko?”

“Kau melompat lebih dulu dan aku akan mendorongmu dari bawah! Dengan meminjam tenaga dan tanganku, bukankah kau akan dapat melompat lagi ke atas?”

Untuk sesaat Goat Lan memandang kepada tunangannya dengan sepasang matanya yang seperti mata burung Hong itu, kemudian wajahnya berseri girang.

“Ahh, benar juga kata-katamu, Koko. Mengapa aku tidak dapat berpikir sampai di situ?”

Tiba-tiba Hong Beng mengerutkan keningnya. “Sayangnya, hanya kau saja yang dapat masuk ke dalam istana untuk mencari Pangeran dan mengobatinya. Bagaimana hatiku bisa tenteram apa bila membiarkan kau masuk seorang diri ke tempat berbahaya itu? Dengan menanti kembalimu di luar dinding ini aku akan merasa seakan-akan berdiri di atas besi panas!”

Kini Goat Lan yang berkata dengan gembira, “Mengapa susah-susah? Pohon itu dapat menolongmu!”

Giliran Hong Beng yang sekarang memandang kepada tunangannya dengan mata bodoh karena sungguh-sungguh dia tidak mengerti apa maksud gadis itu.

“Pohon itu letaknya terlalu jauh dari dinding, bagaimana pohon itu bisa menolongku?”

“Koko, apa kau tidak ingat kepada cabangnya yang panjang?” seru gadis itu yang segera melompat ke arah pohon besar dan kemudian ia melompat ke atas, memilih cabang yang panjang dan kuat. Dengan sekali renggut saja maka patahlah cabang itu yang segera dibersihkan daun-daunnya sehingga merupakan sebatang tongkat panjang.

“Nah, bila mana aku sudah berhasil sampai di atas, kau lemparkan tongkat ini kepadaku. Kemudian kau melompat dan kuterima dengan tongkat ini, bukankah beres?”

Girang sekali hati Hong Beng. Ia menangkap tangan Goat Lan sambil memuji, “Moi-moi, kau benar-benar hebat! Kau cerdik sekali dan... dan... cantik manis!”

“Hushh, bukan waktunya untuk bersenda gurau, Koko!” kata Goat Lan merengut sambil mencubit lengan pemuda itu, akan tetapi kedua matanya bersinar bangga dan kerlingnya menyambar hati Hong Beng, menyuburkan cinta kasih yang sudah berakar di dalam hati pemuda itu.

“Nah, sekarang melompatlah, Moi-moi. Melompatlah dengan lurus ke atas, dekat dinding, kemudian tarik kakimu ke atas sehingga kalau aku sudah menyusul di bawahmu, kau dapat mengenjotkan kakimu di atas tanganku!”

Goat Lan mengangguk maklum, kemudian membereskan pakaiannya, mengikat erat tali pinggangnya dan juga membereskan letak buntalan pakaian dan obat yang berada pada punggungnya.

“Siap, Koko!” kata gadis itu sambil menghampiri dinding.

Hong Beng berdiri di belakangnya dan ketika gadis itu melompat ke atas, dia pun cepat menyusul di bawahnya! Keduanya mempergunakan gerak lompat Pek-liong Seng-thian (Naga Putih Naik ke Langit).

Tubuh Goat Lan yang ringan itu meluncur pesat ke atas dan ketika dia merasa bahwa tenaga luncurannya sudah hampir habis, dia lalu menarik kedua kakinya ke atas. Tepat pada saat melayang turun kembali, dia merasa betapa kedua tangan Hong Beng yang kuat telah menyangga sepasang telapak kakinya.

Goat Lan diam-diam memuji tunangannya ini karena dengan gerakan ini ternyata bahwa tenaga lompatan Hong Beng masih menang sedikit kalau dibandingkan dengan tenaga loncatannya. Karena kini sudah mendapat tempat untuk sepasang kakinya, Goat Lan lalu mengenjot lagi ke atas dan tubuhnya melayang makin tinggi sehingga ia dapat mencapai dinding itu.

Tangannya menyambar pinggiran dinding dan sekali ia mengayun tubuh ke atas, ia telah berada di atas dinding yang tinggi itu! Dia memandang ke sebelah dalam dan untung sekali bahwa mereka tiba di dinding yang menutupi sebuah taman bunga yang sangat indahnya sehingga gadis ini menjadi takjub melihat sedemikian banyaknya pohon-pohon bunga yang menyerbakkan keharuman.

Sayang bahwa keadaan sudah agak gelap hingga ia tidak dapat menikmati tata warna yang luar biasa dari taman bunga itu. Saking kagumnya, Goat Lan sampai lupa kepada Hong Beng. Ia terkejut ketika mendengar seruan Hong Beng, “Moi-moi, terimalah tongkat ini!”

Cepat dia memutar tubuhnya dan menghadap keluar lagi. Dinding itu tebal sekali, lebar permukaan dinding yang diinjaknya lebih dari dua kaki, sehingga ia boleh berdiri dengan enak dan tetap di atas dinding itu.

Hong Beng melempar tongkat panjang ke atas yang diterima oleh Goat Lan dengan mudahnya. Ketika gadis itu duduk di atas tembok, tangan kiri merangkul tembok dan tangan kanan memegang ujung tongkat yang diulurkan ke bawah maka ujung tongkat di bawah telah mencapai tempat yang cukup rendah bagi Hong Beng untuk melompat dan menangkapnya. Akan tetapi pemuda ini masih berkuatir kalau-kalau Goat Lan tidak akan kuat menahan berat tubuhnya dengan tongkat itu, maka sebelum meloncat ia berseru,

“Moi-moi, kalau nanti terlalu berat bagimu, kau lepaskan saja tongkat itu, jangan sampai kau ikut jatuh ke bawah!”

“Kau kira aku ini orang macam apa?” bantah Goat Lan berpura-pura marah, akan tetapi suaranya terdengar bersungguh-sungguh. “Kalau kau jatuh, aku pun ikut jatuh pula!”

“Eh, eh, jangan begitu, Lan-moi. Kalau kau lepaskan tongkat itu, jatuhku tidak dari tempat terlalu tinggi dan paling-paling aku hanya akan lecet-lecet saja. Akan tetapi kau... dari tempat begitu tinggi!”

“Aku juga tak akan mati jatuh dari tempat setinggi ini!”

Hong Beng menjadi bingung. Dia ragu-ragu untuk melompat, karena dia maklum bahwa gadis itu betul-betul takkan membiarkan ia jatuh sendiri! Tiba-tiba pemuda itu lalu berlari ke tempat di mana terdapat pohon besar tadi.

Goat Lan memandang heran, akan tetapi ia melihat pemuda itu telah melompat naik ke atas pohon dan menggunakan pedangnya untuk membabat putus sebatang cabang yang panjang. Ketika Hong Beng sudah tiba di tempat tadi, tahulah Goat Lan bahwa pemuda itu telah mengambil dan membuat sebatang tongkat seperti tadi panjangnya, hanya saja kini tongkat ini ujungnya ada kaitannya. Pemuda yang cerdik ini telah mengambil cabang yang ada kaitannya dan kemudian ia berkata,

“Moi-moi, taruh saja tongkat itu di atas dinding, dan kau pakailah tongkat yang ini!” Ia melontarkan tongkat baru ini ke atas yang disambut dengan mudahnya oleh Goat Lan.

Gadis ini menjadi girang sekali, karena tentu saja dengan tongkat ini, dia tak usah kuatir tunangannya akan jatuh kembali karena dia tidak kuat menahan berat tubuhnya. Dia lalu memasang kaitan tongkat itu pada dinding, dan memegang kaitan itu menjaga jangan sampai kaitannya terlepas.

“Lompatlah, Koko!” teriaknya ke bawah.

Hong Beng mengumpulkan tenaga pada kakinya, kemudian mengenjot tubuhnya ke atas. Ketika tangannya dapat mencapai ujung tongkat yang tergantung di bawah, ia menangkap tongkat itu dan dengan cekatan sekali dia lalu naik ke atas, merayap melalui tongkat. Setelah tiba di atas dinding, ia mengomel kepada tunangannya,

“Lan-moi, lain kali jangan kau main nekad begitu. Kalau aku tidak mendapat akal ini, aku tak akan berani melompat naik dan membiarkan kau jatuh ke bawah.”

Goat Lan tersenyum manis, kemudian teringat akan tugasnya lagi.

“Mari kita turun ke dalam,” katanya, “baiknya ada dua buah tongkat ini yang akan dapat membantu kita.”

Gadis yang berani itu lalu melompat turun lebih dulu dengan tongkat yang dipegangnya merupakan pembantu yang amat berguna. Sebelum tubuhnya tiba di tanah, ia lebih dulu menancapkan tongkat itu sehingga dapat menahan tenaga luncurannya. Setelah tenaga luncuran itu habis, dia baru melompat ke bawah dengan ringannya. Kedua kakinya tidak mengeluarkan suara sedikit pun juga.

Hong Beng segera meniru gerakan kekasihnya ini dan kini mereka berdua telah berada di dalam taman.

“Aduh indahnya kembang ini...,” kata Goat Lan sambil menghampiri sekelompok bunga seruni kuning yang amat indah. Gadis ini bagaikan seekor kupu-kupu. Dengan lincah dan gembira dia berlari-larian dari satu ke lain bunga, riang gembira seperti anak-anak.

“Lan-moi, apakah kita masuk ke sini hanya untuk bermain-main di taman bunga ini?” tanya Hong Beng menegur tunangannya dengan pandang mata kagum karena sungguh cocok sekali bagi seorang gadis cantik berada di taman indah penuh kembang.

“Koko, bunga ini cocok sekali untukmu!” Goat Lan seakan-akan tidak mendengar ucapan Hong Beng.

Ia memetik setangkai bunga seruni dan membawa bunga itu kepada Hong Beng. Dengan sikap yang menyayang ia lalu memasukkan tangkai kembang itu ke lubang kancing pada dada Hong Beng.

Terharu juga hati pemuda ini melihat kelembutan tunangannya. Ia meremas tangan Goat Lan, kemudian tanpa berkata-kata dia lalu memetik pula setangkai seruni merah yang ditancapkannya di atas rambut kekasihnya.

“Hayo kita mencari Pangeran,” katanya kemudian.

Ucapan ini mengusir hikmat taman bunga dan kasih sayang mesra. Keduanya segera berjalan dengan hati-hati sekali sampai ke ujung taman bunga di mana terdapat sebuah pintu. Tiba-tiba mereka mendengar suara orang bercakap-cakap di belakang pintu itu.

Ketika mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan tahu bahwa yang bercakap cakap itu hanyalah dua orang penjaga pintu belakang, cepat kedua orang muda perkasa ini lalu membuka pintu dengan tiba-tiba. Dua orang penjaga yang memandang dengan celangap itu tidak diberi kesempatan membuka suara. Begitu tangan Goat Lan dan Hong Beng bergerak, keduanya telah kena ditotok sehingga menjadi kaku tak dapat bergerak mau pun bersuara lagi.

Hong Beng mencabut tongkatnya. Sesudah membebaskan salah seorang penjaga dari totokannya, dia menempelkan ujung tongkat pada leher orang itu sambil berkata,

“Hayo katakan terus terang di mana kamar Pangeran Mahkota!”

Penjaga itu biar pun tubuhnya menggigil, mukanya pucat, dan bibirnya gemetar namun ia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak, tidak! Kami telah banyak menerima budi Hong-siang (Kaisar), dan Putera Mahkota amat budiman. Biar pun aku akan kau bunuh, aku tidak akan mengkhianati Putera Mahkola! Kau tidak boleh membunuhnya!”

Tersenyum Hong Beng mendengar ini. Dia suka dan kagum melihat kesetiaan penjaga pintu, pegawai rendah ini. Tiba-tiba dia mendapat pikiran yang baik sekali.

“Dengar, sahabat. Kami berdua datang sama sekali bukan membawa niat jahat. Kami datang hendak mengobati Putera Mahkota, akan tetapi kami niat kami dihalang-halangi oleh Bu Kwan Ji si jahanam. Maukah kau membantu kami menolong pangeranmu itu?”

Penjaga itu memandang kepada Hong Beng dengan curiga. “Siapa tahu betul tidaknya bicaramu ini?” tanyanya.

Goat Lan turun tangan dan berkata, “Dengarlah, Lopek (Uwa). Aku adalah murid dari Yok-ong (Raja Obat) Sin Kong Tianglo dan aku benar-benar datang hendak menolong Pangeran Mahkota. Kau percayalah dan tunjukkan kepadaku di mana tempat Pangeran itu.”

Melihat Goat Lan, maka lenyaplah kecurigaan penjaga itu. Gadis secantik dan seramah ini dengan sepasang mata yang indah dan halus itu tak mungkin jahat.

“Baiklah, aku akan membantumu. Kalau aku salah duga dan ternyata kau datang hendak melakukan kejahatan, biarlah kelak nyawaku akan menjadi setan yang selalu mengejar-ngejarmu! Pada waktu ini, Pangeran Mahkota berada di ruangan belakang, tidak jauh dari sini. Baiknya tiga orang tabib yang biasa selalu menjaganya kini tengah keluar, kabarnya untuk menangkap pemberontak-pemeberontak! Yang menjaga hanyalah inang pengasuh dan para pelayan saja. Mari kalian ikut padaku!”

Penjaga yang seorang lagi tidak dibebaskan dari totokan, bahkan Hong Beng kemudian melepaskan ikat pinggang orang itu dan mengikat kedua tangannya agar jangan sampai terlepas dan menimbulkan ribut. Ketiganya lalu berjalan ke sebelah dalam dan tidak lama kemudian mereka tiba di ruang yang dimaksudkan.

Di sana terdapat lima orang pelayan wanita, dua orang pelayan banci (thai-kam) serta empat orang penjaga yang kokoh kuat tubuhnya. Alangkah kaget semua orang ini ketika melihat penjaga itu masuk bersama dua orang muda yang elok. Empat orang penjaga itu cepat melompat menghampiri mereka dengan golok di tangan.

“Siapa kalian dan perlu apa masuk tanpa dipanggil?” bentak seorang di antara mereka.

“Kami datang hendak mengobati Pangeran!” kata Hong Beng.

“Tak seorang pun boleh mengobati Pangeran di luar tahunya ketiga tabib istana! Kalian orang-orang jahat harus ditangkap!”

Hong Beng dapat menduga bahwa empat orang penjaga ini pun tentulah kaki tangan Bu Kwan Ji, maka ia memberi tanda kepada Goat Lan. Pada saat tubuh kedua orang muda perkasa ini berkelebat dan kedua tangannya bergerak, keempat orang penjaga itu roboh dengan tubuh lemas tak berdaya lagi! Tentu saja dua orang thaikam dan kelima orang pelayan wanita itu menjadi ketakutan dan berdiri dengan muka pucat dan tubuh gemetar.

“Kami datang bukan dengan niat jahat,” kata Hong Beng. “Kami datang untuk mengobati Pangeran! Akan tetapi, siapa saja yang berani menghalangi kami pasti akan kuhancurkan kepalanya!” Sambil berkata demikian, Hong Beng lalu mencabut tongkatnya yang hitam mengkilap sehingga mereka semua menjadi takut.

“Siapakah yang membuat ribut-ribut itu?” tiba-tiba terdengar suara yang halus dan lemah.

Goat Lan cepat menengok ke arah suara itu, maka terlihatlah pangeran Mahkota yang sedang berbaring di tempat tidurnya yang indah. Pangeran ini masih muda sekali, paling banyak baru empat belas tahun, tubuhnya amat kurus dan wajahnya pucat sekali.

Goat Lan melompat dan berlutut di depan Pangeran yang sekarang sudah duduk di atas pembaringannya itu.

“Hamba Kwee Goat Lan, murid dari Yok-ong Sin Kong Tianglo. Hamba datang hendak melanjutkan usaha mendiang Suhu untuk mencoba mengobati Paduka.”

Pangeran kecil itu membuka kedua matanya lebar-lebar. “Bukankah kau yang kemarin dinyatakan hendak meracuniku? Obat apa yang kau kirim ke sini itu? Rasanya pahit dan masam! Membuat perutku muak!”

Goat Lan bangkit berdiri. “Paduka telah ditipu. Orang-orang jahat mengelilingi tempat ini. Yang diberikan bukan obat dari hamba, akan tetapi sudah ditukar dengan obat lain yang jahat!” Dia cepat mengeluarkan buah Giok-ko dan memperlihatkannya kepada Pangeran itu. “Buah inilah yang kemarin hamba persembahkan kepada Hong-siang, apakah ini pula yang Paduka makan?”

Pangeran itu menerima buah yang berkilauan bagaikan mutiara itu dengan kagum dan heran. “Bukan, bukan ini, akan tetapi buah hijau yang baunya tidak enak. Buah ini wangi sekali.”

“Nah, silakan Paduka makan buah ini, dan demi Thian Yang Maha Adil, kalau Paduka percaya, penyakit Paduka pasti akan lenyap!”

Pangeran itu memandang kepada Goat Lan sampai lama, kemudian ia tersenyum lemah dan berkata, “Kau cantik dan gagah, aku percaya kepadamu!” Dan ia lalu makan buah itu. Baru saja satu gigitan, ia berseru girang, “Manis dan wangi sekali!” Sebentar saja habislah buah itu semua.

“Kalau masih ada, aku ingin makan lagi!” Sambil berkata demikian dengan tangan kanan, Pangeran itu menutup mulut menahan kuapnya, karena ia tiba-tiba merasa mengantuk sekali.

“Sekarang harap Paduka suka beristirahat, karena baru besok pagi Paduka boleh makan sebuah lagi,” kata Goat Lan.

Akan tetapi Pangeran itu telah merebahkan diri dan sebentar saja ia tertidur pulas terkena pengaruh Giok-ko yang sangat manjur itu. Goat Lan segera menyuruh seorang pelayan menyediakan perabot untuk memasak daun To-hio sebagaimana yang telah dipesankan oleh Thian Kek Hwesio.

Pada saat Goat Lan sedang sibuk memasak obat itu, tiba-tiba saja Hong Beng berseru terkejut, “Celaka, Hong-siang bersama para pengiringnya sedang menuju ke sini!”

Memang sudah menjadi kebiasaan Kaisar untuk menengok keadaan putera yang tercinta itu sebelum tidur. Seperti biasa, malam hari itu Kaisar juga datang diantar oleh lima orang pengawal pribadinya!

Hong Beng yang menjaga pintu menjadi bingung, namun Goat Lan lalu berkata, “Koko, kurasa lebih baik lagi apa bila Hong-siang berada di dalam kamar ini untuk menyaksikan bagaimana kita menolong puteranya!”

Hong Beng memutar otak dan cepat dia berkata kepada semua pelayan di situ, “Awas, semua orang tidak boleh membikin ribut. Diam-diam saja seperti tak terjadi sesuatu apa pun sehingga Hong-siang tidak akan kaget dan curiga. Kalian telah melihat sendiri bahwa kami benar-benar hendak mengobati Pangeran, dan seperti kataku tadi, siapa saja yang akan menghalangiku, akan kuhancurkan kepalanya!”

Pemuda itu lalu bersembunyi di balik daun pintu, menanti masuknya Kaisar, sedangkan Goat Lan tetap memasak obat tanpa mempedulikan keadaan di luar kamar. Untung sekali bagi kedua orang muda itu bahwa tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam kamar pangeran. Maka ketika tiba di luar pintu, hanya Kaisar sendiri yang masuk ke dalam, sedangkan lima bayangkari menjaga di luar pintu itu dengan golok di tangan! Kaisar masuk dengan wajah muram karena ia memikirkan keadaan puteranya. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat seorang gadis yang tak dikenalnya sedang memasak obat.

“Siapa kau?” tanyanya.

Goat Lan menengok dan cepat menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. “Hamba akan menerima hukuman dari kelancangan hamba masuk ke tempat ini, akan tetapi mohon diberi kesempatan lebih dulu untuk menyembuhkan penyakit Putera Mahkota!”

Ketika melihat wajah gadis ini, Kaisar menjadi makin terkejut.

“Bukankah kau yang mengaku murid Yok-ong dan yang sudah mencoba untuk meracuni puteraku?”

Cepat Kaisar menengok untuk memanggil penjaga dan bayangkari, akan tetapi ia makin pucat ketika melihat bahwa pintu telah ditutup dan kini seorang pemuda yang dikenalnya sebagai kawan gadis ini, kini telah berdiri dengan gagahnya di tengah pintu itu, menjaga dengan tongkat di tangan. Ketika dia melirik ke kiri, di sudut rebah empat orang penjaga pangeran dalam keadaan lemas tak berdaya.

“Hemm, jadi kalian berdua ini benar-benar putera-putera Pendekar Bodoh yang hendak memberontak? Apakah kehendak kalian sekarang? Mau membunuh puteraku atau aku? Kalian kira mudah saja melakukan hal itu?”

Akan tetapi, walau pun masih memegang tongkatnya, Hong Beng lalu menjatuhkan diri berlutut di tempat penjagaannya.

“Ayah hamba, Pendekar Bodoh, tidak pernah menjadi pemberontak, dan demikian pula hamba berdua. Sesungguhnya hamba datang hanya hendak mengobati Putera Mahkota, bukan mengandung niat jahat. Mohon Hong-siang sudi mempertimbangkan dan memberi ampun.”

“Buah obat yang kalian berikan kemarin telah dimakan oleh puteraku, akan tetapi bahkan menambah penyakitnya. Bukankah itu bukti yang nyata?”

“Maafkan hamba,” kata Goat Lan. “Itulah sebabnya mengapa hamba berdua terpaksa mengambil jalan masuk secara lancang ini. Buah dari hamba itu telah ditukar orang dan yang diberikan kepada Pangeran adalah buah yang berbahaya. Baru tadi putera Paduka telah makan sebutir buah dari hamba dan sekarang telah dapat tidur nyenyak.”

“Hamba berdua meminta waktu sampai tiga hari, dan sebelum lewat tiga hari, terpaksa hamba berlaku kurang ajar dan menahan Paduka di kamar ini! Hal ini terpaksa hamba lakukan untuk mencegah gangguan dari tiga tabib durjana, pengkhianat Bu Kwan Ji, dan Huncwe Maut Ban Sai Cinjin yang amat jahat dan berbahaya.” Hong Beng menyambung kata-kata Goat Lan.

Kaisar memandang dari Goat Lan ke Hong Beng berganti-ganti, kemudian ia tersenyum.

“Baiklah, kuberi waktu tiga hari, akan tetapi bila mana di dalam waktu itu ternyata kalian membohong, awaslah, jangan kau berani main-main dengan Kaisar!” Sesudah berkata demikian, Kaisar lalu menghampiri puteranya yang sedang tidur nyenyak dengan napas teratur dan tenang.

“Lucu... lucu... !” kata Kaisar setelah menghampiri kembali Goat Lan dan Hong Beng, lalu duduk di atas sebuah kursi gading. “Baru kali ini selama hidupku aku mengalami ditahan oleh orang luar, orang biasa. Ha-ha-ha! Benar-benar menggembirakan dan mendebarkan hati! Aku ingin sekali mengetahui bagaimana perkembangan selanjutnya dari peristiwa aneh ini!”

Akan tetapi, karena hari sudah malam dan Kaisar itu merasa mengantuk sekali, dia lalu pergi tidur di atas sebuah pembaringan biasa yang berada di tempat itu, dilayani oleh lima orang pelayan wanita itu dengan penuh penghormatan.

“Koko, aku sekarang teringat bahwa hwesio-hwesio yang ikut Bu-ciangkun menyerbu kita di hotel, adalah hwesio yang datang menyerang kita pada malam hari kemarin dulu!”

Hong Beng mengangguk-angguk. “Sekarang mulai terang bagiku. Sudah jelas bahwa tabib-tabib istana yang menjaga Pangeran ini telah sengaja menghalangi penyembuhan Pangeran, dan agaknya hal ini ada hubungannya pula dengan Bu Kwan Ji. Mungkin tiga orang tabib itu telah bersekongkol dengan perwira she Bu itu, dibantu pula oleh Ban Sai Cinjin! Kita harus dapat meyakinkan Kaisar bahwa mereka itu adalah sekomplotan orang jahat yang menghendaki nyawa Pangeran Mahkota, entah apa sebabnya!”

“Jalan satu-satunya untuk meyakinkan dan mendapatkan kepercayaan Kaisar hanyalah penyembuhan puteranya.”

“Mudah-mudahan saja obat yang kau bawa itu berhasil!”

“Pasti berhasil!” kata-kata ini diucapkan oleh Goat Lan dengan suara yang tetap penuh kepercayaan. “Obat ini adalah petunjuk dari Suhu, bagaimana bisa salah?”

Malam hari itu, Pangeran Mahkota terjaga dari tidurnya dan Goat Lan lalu memberinya minum obat Daun Golok yang sudah dimasak. Karena merasa betapa tubuhnya sangat enak, Pangeran itu percaya penuh kepada Goat Lan dan tanpa ragu-ragu lagi minum semangkok masakan obat daun itu. Kemudian, gadis ini dengan kedua tangannya sendiri memasakkan sedikit bubur untuk Pangeran itu dan memaksanya untuk mengisi perut dengah bubur itu.

Sudah tiga hari Pangeran itu tidak mau makan, akan tetapi sekarang, semangkok bubur masih belum memuaskan seleranya hingga dia minta tambah. Akan tetapi dengan suara halus Goat Lan mencegahnya, kemudian gadis ini sambil duduk di dekat pembaringan, lalu menceritakan dongeng-dongeng kuno mengenai kegagahan sehingga pangeran itu merasa tertarik sekali dan akhirnya dia melupakan rasa laparnya dan tertidur kembali.

Pada keesokan harinya, Kaisar bangun pagi-pagi sekali dan dia merasa sangat heran mengapa ia dapat tidur demikian nyenyaknya! Biasanya, di dalam kamarnya sendiri yang bagus, di atas pembaringan terhias emas dan permata, setiap malam pasti dua tiga kali dia terjaga. Akan tetapi kali ini, tidur di tempat peristirahatan puteranya, hanya di atas pembaringan biasa, bahkan sebagai seorang tawanan dari dua orang muda aneh itu, ia dapat tidur pulas dan enak!

Ketika dia memandang, ternyata bahwa Goat Lan sudah bangun pula. Gadis ini bersama Hong Beng bergiliran menjaga pintu, akan tetapi mereka tidak tidur, hanya duduk bersila sambil bersemedhi saja.

“Jadi aku belum boleh keluar dari kamar ini?” Kaisar bertanya sambil tersenyum kepada Hong Beng yang masih berdiri menghadang di pintu dengan tongkat di tangan.

“Terpaksa hamba akan menghalanginya, demi keselamatan putera Paduka!” jawab Hong Beng dengan suara tetap.

Kaisar tersenyum. “Apakah kau kira aku dapat bertahan tanpa makan sampai tiga hari? Bodoh! Minggirlah, biar aku memberi perintah supaya membawa makanan dan air untuk kita mencuci muka!”

Suara Kaisar amat berpengaruh dan karena ia percaya penuh kepada Kaisar ini, Hong Beng lalu melangkah ke samping. Kaisar membuka daun pintu dan berkata kepada lima orang bayangkari yang semalam suntuk menjaga di depan pintu tanpa berani pergi atau masuk!

“Jangan perbolehkan siapa pun juga masuk ke kamar ini! Atur penjagaan kuat secara bergilir dan suruh pelayan wanita menghidangkan makanan dan minuman. Juga air untuk mencuci muka. Laporkan kepada Hong-houw (Permaisuri) bahwa selama tiga hari ini aku akan berada di dalam kamar pangeran untuk menjaga dan menyaksikan sendiri Sang Pangeran menerima pengobatan!” Sesudah berkata demikian, Kaisar lalu menutup pintu kembali.

Lima orang bayangkari itu saling pandang dengan bingung. Perintah dari Kaisar cukup jelas, hanya mereka merasa bingung sebab siapakah yang sedang mengobati Pangeran? Mereka tidak melihat ada orang masuk, sedangkan ketiga orang tabib istana pun belum masuk ke kamar itu!

Akan tetapi, oleh karena sudah jelas bunyi perintah Kaisar, mereka mengerjakan dengan seksama dan taat. Semua perintah Kaisar dikerjakan dengan cepat sekali, dan sebentar saja di depan kamar itu sudah terjaga oleh dua belas orang bayangkari pengawal pribadi Kaisar. Kalau andai kata Permaisuri sendiri hendak memasuki kamar itu, tanpa perkenan dan persetujuan Kaisar, para bayangkari itu tentu takkan mau memberi jalan masuk!

Kaisar memiliki dua puluh empat orang pengawal pribadi yang dipilih oleh Kaisar sendiri dan kesetiaan mereka sudah dipercaya serta diuji benar-benar. Kepandaian mereka juga cukup tinggi.

Pendekar Remaja Jilid 17

Pendekar Remaja

Karya Kho Ping Hoo

JILID 17

KEDUA orang muda itu tidak bergerak, menanti sampai ketiga orang penjahat malam itu turun dari atas genteng. Akan tetapi sungguh mengherankan karena mereka bertiga itu tidak turun, hanya berjalan hilir mudik beberapa kali seperti orang-orang yang merasa ragu-ragu.

Tiba-tiba saja terdengar bunyi genteng digeser, baik di atas kamar Hong Beng mau pun di atas kamar Goat Lan. Kedua orang muda itu dengan urat saraf tegang lalu menanti datangnya senjata rahasia, namun mereka tidak takut sama sekali. Hendak mereka lihat bagaimana penjahat-penjahat itu akan bertindak terhadap mereka di dalam kamar yang gelap itu.

Hong Beng sudah bersiap-siap dengan hati-hati sekali. Ia mempunyai dua dugaan, yaitu penjahat itu akan menyerang dengan senjata rahasia secara ngawur, atau mereka akan melompat turun ke dalam kamarnya dari atas genteng. Dan tiba-tiba dari atas melayang turun benda kecil, akan tetapi jauh dari tempat dia berdiri di sudut kamar.

Dia hampir tertawa melihat ketololan penjahat itu. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika benda itu jatuh di lantai, karena segera nampak asap mengebul. Dia hendak melompat keluar melalui jendela, akan tetapi tiba-tiba ia mencium bau yang amat wangi dan Hong Beng pun roboh terguling dalam keadaan pingsan! Ternyata bahwa asap itu adalah asap yang mengandung obat memabukkan yang luar biasa kerasnya.

Goat Lan mengalami peristiwa yang sama. Sebuah benda juga jatuh di dalam kamarnya dan mengeluarkan asap. Akan tetapi, sebagai murid Sin Kong Tianglo yang berjuluk Raja Obat atau Raja Tabib, gadis ini selalu mengantongi penolak racun. Begitu dia melihat benda itu mengeluarkan asap, dia telah menjadi curiga dan cepat dia memasukkan tiga butir pil merah ke dalam mulutnya, sehingga ketika dia mencium bau wangi itu, dia tidak jatuh pingsan, sungguh pun dia merasa agak pening juga.

“Bangsat curang!” dia memaki dan cepat tubuhnya melayang ke atas melalui jendela kamarnya.

Ia melihat bayangan dua orang hwesio di atas genteng, maka langsung ia menyerang dengan bambu runcingnya. Kedua orang hwesio itu bukan lain adalah Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio. Mereka ini datang bersama Ang Lok Cu setelah mendapat kabar dari Bu Kwan Ji bahwa murid Sin Kong Tianglo telah datang membawa obat untuk putera Kaisar. Mereka hendak mendahului kedua orang muda itu dengan cara mencuri obat yang dibawanya.

Ang Lok Cu yang mempunyai julukan Ngo-tok Lo-kai (Setan Tua Lima Racun) kemudian mengeluarkan asap beracunnya yang sangat lihai untuk membuat kedua orang muda itu pingsan agar memudahkan pekerjaan mereka. Sesudah mendengar Hong Beng roboh di dalam kamarnya, Ang Lok Cu lalu melayang turun ke dalam kamar pemuda itu, ada pun kedua hwesio kawannya itu masih menanti untuk mendengarkan suara robohnya gadis di dalam kamar lain.

Akan tetapi alangkah terkejutnya kedua orang hwesio jahat itu ketika mendengar suara angin dan makian Goat Lan. Mereka lebih terkejut lagi pada saat melihat betapa dengan gerakan yang luar biasa cepatnya gadis cantik itu sudah menyerang mereka dengan dua batang bambu runcing yang menotok ke arah dada mereka.

Cu Tong Hwesio dan Cu Siang Hwesio cepat-cepat mengelak sambil mencabut pedang mereka, akan tetapi gerakan Cu Siang Hwesio kurang cepat sehingga satu tendangan susulan dari Goat Lan membuat dia menjerit kesakitan dan tubuhnya lantas terguling di atas genteng.

“Lihai sekali!” seru Cu Tong Hwesio dan tanpa membuang waktu lagi, melihat gadis itu benar-benar hebat sepak-terjangnya, segera hwesio ini menyambar tangan adiknya dan membawanya melompat turun dari atas genteng dengan gerakan cepat sekali.

Goat Lan tidak mau mengejar karena dia merasa kuatir akan keadaan tunangannya. Dia cepat melompat turun dan sekali tendang saja jendela kamar Hong Beng terbuka. Asap yang wangi keluar dari jendela itu.

Goat Lan masih dapat melihat berkelebatnya sesosok tubuh manusia keluar dari kamar tunangannya melalui lubang di atas genteng. Akan tetapi dia tidak mau mengejar, terus menghampiri ke dalam kamar dan cepat mencari tunangannya.

Ternyata bahwa tosu yang memasuki kamar Hong Beng itu sudah menyalakan lilin dan bahkan sudah sempat memeriksa buntalan pakaian Hong Beng. Goat Lan yang melihat tubuh tunangannya menggeletak di atas lantai, menjadi pucat.

Cepat dia mengangkat tubuh tunangannya itu ke atas pembaringan dan tanpa sungkan-sungkan lagi dia memeriksa. Dia menarik napas lega ketika mendapat kenyataan bahwa tunangannya itu tidak menderita sesuatu, hanya pingsan akibat asap yang memabukkan tadi. Dengan pertolongan air teh yang tersedia di atas meja, dia dapat membikin Hong Beng segera siuman dari pingsannya.

Hong Beng merasa malu sekali karena telah menjadi korban penjahat, akan tetapi Goat Lan lalu mengeluarkan beberapa butir pil dan memberikan itu kepada tunangannya.

“Aku yang kurang hati-hati,” katanya menghibur, “harusnya aku memberi beberapa butir obat penolak ini kepadamu untuk penjagaan. Yang datang tadi adalah orang-orang yang cukup pandai, meski pun bukan merupakan lawan yang harus ditakuti.” Kemudian Goat Lan menceritakan bahwa yang datang adalah dua orang hwesio dan seorang tosu.

“Aku tidak dapat melihat jelas wajah mereka,” kata gadis gagah ini, “apa lagi yang sudah memasuki kamarmu. Hanya kulihat ia adalah seorang yang berpakaian seperti tosu. Aku hanya berhasil menendang roboh seorang hwesio, sayang bahwa mereka sudah dapat melarikan diri. Gerakan mereka cukup cepat dan ringan sekali.”

“Sudah terang bahwa maksud kedatangan mereka itu untuk mencuri dan mencari obat yang kau bawa,” kata Hong Beng. “Agaknya mereka itu bukan kaki tangan perwira yang galak tadi.”

“Kukira juga bukan,” jawab Goat Lan, mungkin sekali mereka adalah ahli-ahli obat yang iri hati pada mendiang Suhu, dan hendak merampas obat agar supaya nama Suhu tetap tercemar.”

“Dugaanmu betul. Melihat asap beracun tadi, tentulah mereka itu mempunyai kepandaian tentang obat-obatan. Mungkin juga mereka hendak mencuri obat supaya mereka dapat mengobati putera Kaisar dan merekalah yang akan berjasa.”

Demikianlah, kedua orang muda itu bercakap-cakap dengan asyik. Tiba-tiba Goat Lan teringat bahwa sudah terlalu lama dia berada di kamar Hong Beng, maka dengan wajah merah dia lalu berdiri dan berkata,

“Koko, aku harus kembali ke kamarku sendiri!”

Sebelum Hong Beng menjawab, gadis itu melompat keluar dari jendela kamar itu, pergi meninggalkan Hong Beng yang masih berdiri bengong saking kagumnya melihat wajah tunangannya yang demikian manisnya tersinar oleh penerangan lilin! Ia menghela napas lalu menutup kembali jendelanya, kemudian ia melompat naik ke atas pembaringan dan rebah membayangkan wajah Goat Lan yang cantik manis!

Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng sudah menghadap Bu Kwan Ji yang menerima mereka dengan muka ramah sehingga kedua orang muda itu berlaku semakin hati-hati sekali. Sikap ini bukan menyenangkan hati mereka, bahkan lantas menimbulkan kecurigaan di dalam hati.

“Ji-wi telah diterima oleh Hong-siang dan sekarang juga dipersilakan untuk menghadap,” katanya dengan senyum manis dibuat-buat.

Dengan dikawal oleh Bu Kwan Ji bersama dua belas orang perwira bayangkari yang gagah dan berpakaian indah, sepasang orang muda itu memasuki istana yang luar biasa indahnya. Bagaikan dua orang dusun yang baru pertama kali memasuki sebuah kota besar, Hong Beng, dan Goat Lan memandang ke kanan kiri dan tiada habisnya memuji dan mengagumi perabot yang memang luar biasa indahnya dan jarang dapat terlihat oleh umum.

Mereka diterima oleh Kaisar dan Permaisuri sendiri! Bukan dalam persidangan umum, di mana sekalian hamba sahaya dan bayangkari menghadap Kaisar, melainkan pertemuan tersendiri.

Mata Hong Beng dan Goat Lan merasa silau oleh pakaian yang dipakai oleh Kaisar dan Permaisuri, karena itu dari jauh mereka sudah menjatuhkan diri berlutut bersama semua perwira yang mengawal mereka.

“Betulkah kalian datang membawa obat untuk putera kami?” terdengar Kaisar bertanya.

Goat Lan tidak berani menjawab. Dia merasa seakan-akan lehernya tersumbat, sehingga Hong Beng yang mewakili.

“Benar, Paduka yang mulia. Hamba berdua mewakili Yok-ong Sin Kong Tianglo, datang membawa obat dan hendak mencoba mengobati putera Paduka, mudah-mudahan saja Thian Yang Maha Kuasa akan memberi berkah-Nya.”

“Hemm, kami telah mendengar akan kesombongan Raja Obat itu! Kami juga telah bosan mendengar kesanggupan ahli-ahli obat. Tahukah kalian bahwa sudah ada empat orang ahli obat kami jatuhi hukuman mati karena mereka tidak dapat memenuhi kesanggupan mereka? Kami memberitahukan hal ini karena sayang melihat kalian yang masih muda dan rupawan. Sekarang tinggalkan sebuah obatmu untuk kami cobakan kepada putera kami, mudah-mudahan ada hasilnya.”

“Mohon maaf sebanyaknya apa bila hamba berani membantah,” tiba-tiba Goat Lan nekad berkata. “Menurut pesan terakhir dari Suhu, haruslah hamba sendiri yang meminumkan obat itu kepada putera Paduka.”

Berkerutlah kening Kaisar itu. “Apa? Apakah kau tidak percaya kepadaku? Tidak percaya kepada ahli-ahli pengobatan yang berada di dalam istana?”

“Bukan demikian, akan tetapi…”

“Cukup! Kau ini anak gadis masih muda, sampai berapa tinggi kepandaian dan berapa banyak pengalamanmu. Tabib-tabibku adalah orang-orang pandai yang berpengalaman. Tinggalkan obat itu dan kalian harus tunggu di dalam kota raja, jangan sekali-kali keluar dari kota raja sebelum ada hasil pengobatan itu!”

Bukan main gelisahnya hati Goat Lan, akan tetapi dia tidak berani membantah. Suara Kaisar itu dan keadaannya sungguh amat berpengaruh. Kemudian dengan kedua tangan menggigil dia mengeluarkan sebutir buah Giok-ko.

“Hamba mentaati perintah,” katanya kemudian. “Harap saja buah ini diberikan kepada putera Paduka yang sakit untuk dimakan mentah-mentah.”

Kaisar memberi tanda dengan tangannya dan Bu Kwan Ji maju untuk mewakili Kaisar menerima buah itu. Bukan main mangkelnya hati Goat Lan. Mengapa Kaisar percaya kepada orang macam ini? Akhirnya dia dan Hong Beng dipersilakan keluar dari istana.

Sesudah keluar dari istana yang mewah dan megah itu, Goat Lan membanting-banting kakinya. “Kaisar bod...”

“Sssttt,” kata Hong Beng mencegah.

“Kita lihat saja bagaimana perkembangannya, Moi-moi. Marah saja tak akan ada artinya. Harus kau ingat bahwa pengobatan dan segala jerih payahmu ini bukan khusus untuk menolong Pangeran yang sedang sakit, melainkan untuk menjaga nama suhu-mu.”

Keduanya lalu berjalan perlahan kembali ke hotel mereka. Mendadak terdengar seruan girang, “Lihiap...!”

Mereka menengok dan melihat seorang pemuda tanggung berusia kurang lebih empat belas tahun yang berwajah tampan dan berpakaian indah sedang duduk di atas seekor kuda putih, diiringi oleh empat orang pengawal berpakaian sebagai guru-guru silat.

“Kau...?” Goat Lan merasa kenal dengan pemuda bangsawan ini.

Ketika pemuda tanggung itu melompat turun, teringatlah ia bahwa dia adalah Ong Tek, putera Pangeran Ong yang dulu menjadi murid Ban Sai Cinjin dan yang telah ditolongnya dari bahaya maut ketika diserang oleh gurunya sendiri!

“Lihiap, kau hendak ke manakah? Sungguh sangat menggirangkan hati dapat bertemu dengan penolongku yang tidak pernah kulupakan di tempat ini!”

Dengan sikap masih kekanak-kanakan Ong Tek lalu menghampiri Goat Lan dan menjura dengan hormatnya. Cepat Goat Lan membalasnya, karena banyak orang yang melihat mereka dengan mata heran. Siapakah yang tidak merasa heran melihat putera pangeran beramah-tamah dengan seorang gadis biasa?

“Lihiap, marilah kau singgah di rumah orang tuaku, mereka telah merasa rindu dan ingin sekali bertemu dengan penolongku.”

Menghadapi keramahan anak ini, Goat Lan tidak dapat menolak dan dia menganggukkan kepalanya. Ong Tek menjadi girang sekali dan ketika dia melihat Hong Beng dia segera bertanya, “Lihiap, siapakah Twako yang gagah ini?”

“Dia adalah... kawan baikku, dan kedatanganku juga bersama dia.”

Ong Tek yang terpelajar itu lalu menjura dan memberi hormat kepada Hong Beng yang membalasnya dengan tersenyum. Dia suka juga melihat anak yang sopan dan peramah ini.

“Silakan naik kuda pengawalku!” kata Ong Tek, yang menyuruh dua orang pengawalnya turun dari kuda.

Akan tetapi Goat Lan dan Hong Beng tentu saja menolaknya dan menyatakan lebih baik berjalan kaki. Ong Tek tak dapat memaksa dan dia pun lalu menyuruh para pengawalnya berangkat lebih dulu sambil membawa kudanya, mengabarkan bahwa penolongnya akan datang ke rumahnya. Dia sendiri lalu berjalan kaki bersama dua orang muda itu!

Rumah gedung Pangeran Ong Tiang Houw, ayah Ong Tek, sangat besar dan megah. Pangeran ini cukup berpengaruh, oleh karena dia masih terhitung keluarga dekat dengan Kaisar. Maka ia amat disegani. Akan tetapi oleh karena dia amat setia kepada Kaisar dan tak mau berbaik dengan para pembesar durna, maka diam-diam banyak pembesar yang membencinya.

Ketika Goat Lan dan Hong Beng tiba di gedung itu, mereka merasa amat malu-malu dan sungkan sebab ternyata bahwa Pangeran Ong Tiang Houw beserta isterinya menyambut mereka sendiri sampai di depan pintu, diiringi oleh banyak sekali pelayan dan pengawal!

Begitu berhadapan, ibu Ong Tek lalu maju dan merangkul Goat Lan. Ia menatap wajah pendekar wanita itu dengan kagum, lalu berkata, “Ahhh, melihat kau begini cantik dan lemah-lembut, sukarlah bagiku untuk percaya cerita Tek-ji (Anak Tek) bahwa kau adalah seorang pendekar wanita gagah perkasa yang telah menolong nyawa anakku.”

Dengan muka kemerah-merahan Goat Lan lalu mengucapkan kata-kata merendah. Juga Pangeran Ong menyatakan kegembiraan dan kekagumannya.

“Nona, siapakah sebenarnya namamu? Putera kami sendiri masih tidak tahu siapa nama penolongnya.”

Dengan sikap hormat dan manis Goat Lan segera memperkenalkan namanya dan juga nama Hong Beng. Ketika mendengar bahwa Goat Lan adalah puteri Kwee An dan Hong Beng putera Pendekar Bodoh, Pangeran Ong makin menghormat sikapnya. Kedua orang muda itu lalu diajak masuk ke dalam di mana mereka diterima dengan jamuan makan yang mewah serta percakapan yang amat ramah tamah dan meriah.

Pada saat mereka sedang makan minum sambil bercakap-cakap, ditemani oleh beberapa orang pengawal kepala yang duduk di meja lain, tiba-tiba seorang penjaga pintu datang menghadap Pangeran Ong dengan wajah pucat.

“Taijin, di luar ada utusan dari Hong-siang (Kaisar) yang minta agar Paduka dan tamu Paduka keluar.”

Pangeran Ong mengerutkan kening mendengar ini. Tidak biasa Kaisar mengutus orang pada saat seperti ini, dan sepanjang ingatannya, tidak ada urusan penting di istana. Tapi betapa pun juga, dia lalu berdiri dari tempat duduknya dan Hong Beng yang mendengar ucapan penjaga itu pun segera bangun berdiri mengikuti tuan rumah keluar dari ruangan dalam.

Ada pun Goat Lan yang duduk bercakap-cakap dengan Nyonya Ong, hanya memandang ke arah Hong Beng, seakan-akan ia menyatakan sudah cukup diwakili oleh tunangannya itu untuk melihat apakah yang terjadi di luar gedung.

Ketika Pangeran Ong dan Hong Beng tiba di luar, ternyata yang datang adalah Perwira Bu Kwan Ji sendiri, diikuti oleh lima orang perwira lain. Melihat Pangeran Ong, Bu Kwan Ji memberi hormat karena kedudukan Pangeran ini jauh lebih tinggi dari pada kedudukan dia sendiri yang hanya sebagai kepala pengawal raja.

“Mohon dimaafkan bila hamba mengganggu Taijin. Hamba mendapat keterangan bahwa kedua orang muda yang lancang berani memberi obat palsu kepada Pangeran yang sakit sedang berada di gedung Taijin, maka hamba datang hendak menangkap mereka.” Dia memandang ke arah Hong Beng yang berdiri dengan tenangnya.

Pangeran Ong memandang heran. Memang sesungguhnya Hong Beng dan Goat Lan tidak menceritakan kepadanya tentang hal pengobatan itu.

“Bu-ciangkun, apakah kau mengimpi? Memang ada kedua orang tamuku di sini, akan tetapi mereka adalah pendekar-pendekar muda yang gagah perkasa. Inilah seorang di antaranya, ia adalah putera dari Pendekar Bodoh, apakah ini yang kau maksudkan?”

Bu Kwan Ji tertegun mendengar bahwa pemuda ini adalah putera Pendekar Bodoh, akan tetapi dia dapat menetapkan hatinya dan berkata, “Betul, Taijin. Dia inilah dan seorang gadis telah berani memberi obat palsu kepada Hong-siang dan setelah diberikan kepada Pangeran yang sakit, ternyata obat itu membuat sakitnya lebih berat!”

Hong Beng melangkah maju, “Ciangkun, apakah bicaramu itu boleh dipercaya?”

“Kenapa tidak? Hayo kau menyerah untuk kami tangkap! Kau dan kawanmu telah berani mati mencoba meracuni Pangeran!” Sambil berkata demikian, Bu Kwan Ji bergerak maju diikuti lima orang kawannya. Akan tetapi Hong Beng sudah marah sekali.

“Maaf, Ong-taijin,” katanya kepada Pangeran Ong, “terpaksa hamba akan melayani para perwira kasar ini.” Dia lalu menantang kepada Bu Kwan Ji dengan suara keras. “Perwira she Bu, aku tidak percaya akan semua ucapanmu itu! Jika memang benar kata-katamu, antarkanlah aku dan kawanku ke tempat Pangeran yang sedang sakit berada, agar kami dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri!”

“Hemm, penjahat muda. Apakah kau hendak datang dan membunuh Pangeran dengan kedua tanganmu sendiri, setelah obat racunmu tidak berhasil membunuhnya?”

Keadaan menjadi tegang dan Pangeran Ong segera berlari masuk sambil berkata, “Baik kupanggil Nona Kwee!” Sementara itu, dua orang pengawalnya berdiri menjaga di pintu, sedangkan Hong Beng berdiri bertolak pinggang dengan sikap menantang.

Tiba-tiba terdengar suara bergelak dari sebelah belakang para perwira itu dan tahu-tahu seorang kakek tua yang berpakaian mewah dan membawa sebatang huncwe panjang melangkah maju.

“Bu-ciangkun, pemuda ini mengaku sebagai putera Pendekar Bodoh! Ha-ha-ha! Agaknya semua penjahat muda suka menggunakan nama Pendekar Bodoh untuk menakut-nakuti orang. Akan tetapi aku tidak takut! Biarlah aku menolong kalian menangkapnya!”

Orang tua itu bukan lain adalah Ban Sai Cinjin! Walau pun Hong Beng belum pernah melihat sendiri kakek ini, akan tetapi ia telah mendengar dari Goat Lan tentang kakek ini. Pada saat Ban Sai Cinjin mengirim huncwe-nya ke arah Hong Beng, pemuda ini merasa betapa ada angin yang keras menyambar ke arahnya.

Cepat ia mengelak dan kini ia tidak merasa ragu-ragu lagi. Melihat kelihaian sambaran huncwe tadi, ia maklum bahwa tentulah ini orangnya yang pernah bertempur dengan Lili dan Goat Lan.

“Apakah ini yang disebut Huncwe Maut?” katanya mengejek. “Biar kulihat sampai dimana sih kepandaianmu maka kau bisa sejahat itu!”

Ban Sai Cinjin merasa penasaran sekali ketika sambaran huncwe-nya dapat dielakkan dengan secara mudah sekali oleh pemuda itu. Tadinya ia masih memandang rendah dan sama sekali tidak percaya bahwa pemuda ini pun putera Pendekar Bodoh, maka ia lalu maju menyerang dengan cepatnya.

Akan tetapi, akhirnya ia merasa ragu-ragu dan terkejut sekali karena gerakan pemuda itu benar-benar luar biasa sekali. Dengan ilmu ginkang yang ringannya bagai seekor burung walet, pemuda itu dapat menghindarkan diri dari serangan-serangan huncwe-nya, malah kini membalas dengan serangan pukulan tangan kosong yang luar biasa sekali. Semakin besar rasa terkejutnya pada saat dia mengenal ilmu silat pemuda ini sebagai Ilmu Silat Pat-kwa Ciang-hoat, yaitu satu-satunya ilmu silat di dunia barat yang menjadi kepandaian seorang tokoh besar.

“Eh, dari mana kau mencuri ilmu silat dari Pok Pok Sianjin?” bentaknya sambil mengayun huncwe-nya.

“Tua bangka rendah! Pok Pok Sianjin adalah Suhu-ku, kau mau apa?” maki Hong Beng sambil mempercepat gerakannya.

Pertempuran berjalan ramai sekali dan sungguh pun Hong Beng menghadapinya dengan tangan kosong, akan tetapi dalam beberapa belas jurus ini belum kelihatan pemuda itu terdesak, bahkan ia menggunakan kegesitan dan keringanan tubuhnya untuk menyambar-nyambar dari atas dan mengirim pukulan dan tendangan ke arah kepala lawannya!

Bukan main terkejut dan marahnya Ban Sai Cinjin. Tadi ia telah menyombong di depan Bu Kwin Ji dan ketiga orang tabib istana untuk menangkap dua orang muda yang hendak mencoba mengobati Pangeran, akan tetapi sekarang baru menghadapi seorang di antara kedua orang muda itu saja, ia tidak dapat menangkapnya, biar pun pemuda itu bertangan kosong!

Ia berseru keras dan dengan cepat ia menjemput tembakau hitam dari kantong tembakau yang tergantung pada huncwe-nya, memasukkan tembakau itu pada kepala huncwe-nya yang masih berapi. Tak lama kemudian mengepullah asap hitam dari huncwe-nya!

Akan tetapi pada saat itu, berkelebat bayangan putih kemerahan dan tahu-tahu Goat Lan sudah melompat dari dalam dan berdiri di depan kedua orang pengawal Pangeran Ong yang berdiri menjaga di depan pintu masuk. Di belakangnya nampak Ong Tek berlari-lari mengikutinya. Kini keduanya berdiri bengong memandang ke arah mereka yang sedang bertempur.

Ong Tek memandang dengan hati berdebar ngeri ketika mengenal bekas gurunya yang sedang menyerang Hong Beng, ada pun Goat Lan juga merasa heran mengapa kakek ini tiba-tiba saja bisa muncul di tempat itu. Akan tetapi ketika dia melihat huncwe yang telah mengepulkan asap hitam, tak terasa pula ia mendekatkan telunjuknya ke mulut. Hatinya gelisah dan ia memandang dengan hati kuatir sekali akan keselamatan tunangannya.

“Hati-hati, Koko, asap tembakaunya beracun! Biar aku menghadapi pesolek tua bangka ini!” Setelah berkata demikian, dia mencabut sepasang bambu runcingnya dan melompat ke kalangan pertempuran.

Bukan main kagetnya hati Ban Sai Cinjin ketika ia melihat gadis yang pernah mengacau kuilnya dulu. Dia cepat memutar huncwe-nya untuk menangkis bambu runcing yang telah dikenal kelihaiannya itu.

Sungguh sial, pikirnya. Keadaan pemuda itu saja sudah merupakan kesialan baginya, karena tadinya ia tidak percaya bahwa pemuda ini benar-benar putera Pendekar Bodoh dan memiliki ilmu silat sedemikian lihainya, bahkan ternyata masih murid Pok Pok Sianjin pula! Dan sama sekali tidak pernah ia bermimpi bahwa gadis yang membawa obat untuk Pangeran itu adalah Kwee Goat Lan yang lihai!

Menghadapi kedua orang muda ini, dia tidak akan menang, pikirnya. Karena itu, setelah menyemburkan asap hitam tembakaunya, dia lalu melompat mundur dan lari keluar dari tempat itu! Goat Lan memutar sepasang bambu runcingnya untuk memukul buyar asap hitam yang bergumpal-gumpal, sedangkan Hong Beng juga melompat mundur sambil menggerakkan kedua tangannya supaya mendatangkan angin mengusir asap berbahaya tadi.

Pada saat keduanya memandang ke depan, ternyata rombongan perwira tadi pun sudah lenyap dari sana! Pangeran Ong Tiang Houw sudah keluar pula dan Pangeran ini marah sekali. Ia membanting-banting kakinya dan berkata dengan gemas,

“Terlalu sekali si Bu Kwan Ji! Aku harus memprotes hal ini di hadapan Kaisar! Perwira itu sudah sepatutnya diganti dengan orang lain! Sungguh kurang ajar, di rumahku dia berani berlagak seperti itu!”

Ada pun Goat Lan merasa marah sekali dan juga mendongkol. “Telah susah payah Suhu mencarikan obat sampai mengorbankan nyawa dan aku melanjutkan usahanya mencari obat itu, tidak tahu hanya begini saja terima kasih orang! Koko, apa gunanya mengobati orang yang tidak tahu terima kasih? Aku mau pulang saja ke Tiang-an!”

Walau pun telah dibujuk oleh Pangeran Ong, Goat Lan tetap tidak mau tinggal lebih lama di gedung Pangeran itu dan bersama Hong Beng lalu keluar dari situ. Akan tetapi Hong Beng berhasil membujuk Goat Lan agar jangan meninggalkan kota raja dulu.

“Moi-moi, hatiku masih merasa amat curiga terhadap Bu Kwan Ji itu! Siapa tahu kalau dia yang main gila dan bukan Kaisar yang menyuruh menangkap kita? Dan siapa tahu pula kalau dia bermain gila dan mengganti obat buah mutiara itu dengan lain buah?”

Terkejut Goat Lan memandang kepada Hong Beng. “Mungkinkah ada orang berpangkat pengawal istana yang menghendaki kematian Pangeran?”

“Siapa tahu?” Hong Beng menggerakkan kedua pundaknya. “Menurut Ayah, di dunia ini banyak sekali terjadi kejahatan-kejahatan yang amat mengerikan. Iblis telah berkuasa di banyak hati manusia. Oleh karena itu, biarlah untuk sementara kita tinggal di hotel dan menanti perkembangan selanjutnya. Kita tidak usah kuatir, meski pun ada Ban Sai Cinjin yang membantu Bu Kwan Ji, kita tak perlu takut!”

Disebutnya nama ini membuat Goat Lan mengerutkan keningnya. “Aku tidak takut pada Huncwe Maut itu, hanya aku merasa heran sekali bagaimana kakek jahat itu bisa sampai ikut campur tangan? Benar-benar aneh!”

Memang ucapan Goat Lan beralasan. Mungkin para pembaca juga merasa heran seperti gadis cantik itu. Bagaimanakah tahu-tahu Ban Sai Cinjin bisa muncul di kota raja dan ikut membantu Bu Kwan Ji melakukan penangkapan?

Setelah rumahnya menderita amukan Lie Siong yang membakar dan membunuh banyak anak buahnya, diam-diam Ban Sai Cinjin menjadi terkejut dan mulai merasa khawatir. Ternyata bahwa keturunan Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya memiliki kepandaian yang amat tinggi ilmu dan juga amat ganasnya.

Memang betul bahwa dia telah berhasil mengundang pembantu-pembantu yang tangguh seperti suheng-nya sendiri Wi Kong Siansu yang ilmu kepandaiannya belum tentu kalah oleh Pendekar Bodoh, juga dia sudah berhasil mengundang Thai-lek Sam-kui, Tiga Iblis Geledek dari Hailun yang juga memiliki ilmu kepandaian yang bisa diandalkan dan hanya sedikit di bawah tingkat Wi Kong Siansu.

Dia lalu mengadakan perundingan dengan suheng-nya dan tiga orang Iblis Geledek itu, bagaimana cara untuk menghadapi musuh-musuh besarnya, yaitu Pendekar Bodoh dan keturunannya serta kawan-kawannya.

“Mereka itu terlalu sombong dan mengandalkan kepandaian mereka,” berkata Ban Sai Cinjin, “kalau kita tidak mengambil tindakan, akan hancurlah nama kita! Seorang pemuda keturunan Pendekar Bodoh berani sekali membunuhi orang-orangku, tamu-tamuku dan juga membakar rumahku, benar-benar hebat sekali! Ilmu kepandaian Bu Pun Su ternyata telah diwarisi oleh orang-orang muda yang ganas dan kejam!”

Memang mudahlah bagi mulut untuk mengatakan kejam kepada lain orang, sama sekali tidak ingat akan kekekejaman sendiri yang dianggapnya selalu benar!

“Bagaimana pikiranmu kalau aku pergi mengunjungi Pendekar Bodoh untuk menegurnya dan sekalian menyampaikan undangan untuk pibu di puncak Thian-san tahun depan? Wi Kong Siansu tiba-tiba bertanya.

Tentu saja semua orang menyatakan persetujuan. “Akan lebih baik lagi kalau begitu. Kita bisa mempersiapkan diri, dan kalau Suheng bertemu dengan kawan-kawan sehaluan di tengah perjalanan, boleh sekalian minta bantuan mereka.”

Hailun Thai-lek Sam-kui tertawa bergelak-gelak dan saling pandang. “Masih tahun depan? Alangkah lamanya, kami kira sekarang akan diadakan pibu! Ah, kalau begitu biarlah kami bertiga melancong dulu menghibur hati, nanti musim semi tahun depan kami akan datang di Thian-san!” kata Thian-he Te-it Siansu, kakek yang kate gemuk dan selalu membawa payung itu.

Tiga orang ini termasuk orang-orang aneh yang tak dapat dihalangi kehendaknya, maka Ban Sai Cinjin juga tidak bisa mencegah keberangkatan mereka. Ia amat mengharapkan bantuan orang-orang ini dan kalau mereka sudah berjanji akan datang membantu pada nanti tahun depan di puncak Thian-san, tentu mereka tidak akan melanggar janji. Ia lalu memberi bekal banyak uang emas dan barang-barang berharga, yang tentu saja diterima oleh Hailun Thai-lek Sam-kui dengan gembira.

Demikianlah, Wi Kong Siansu dan muridnya, Song Kam Seng, lalu berangkat menuju ke Shaning untuk mencari Pendekar Bodoh dan di tengah perjalanan, yaitu di Lianing, dia bertemu dengan Lili dan Lo Sian seperti sudah dituturkan di depan dan menyampaikan tantangan pibunya melalui gadis puteri Pendekar Bodoh itu.

Setelah Thai-lek Sam-kui pergi, Ban Sai Cinjin yang ditinggal seorang diri merasa tidak enak sekali. Diam-diam dia lantas memikirkan nasibnya yang seakan-akan dikelilingi oleh lawan-lawan muda yang amat tangguhnya.

Dia tidak merasa gentar, akan tetapi sesunguhnya ada perkara yang lebih penting dan besar dari pada perkara permusuhannya dengan golongan Pendekar Bodoh. Dari para sahabatnya di kota raja, dia mendengar tentang keadaan yang sangat genting di dalam istana. Biar pun dari luar tidak terdengar sesuatu dan rakyat hanya mengetahui bahwa Pangeran Mahkota telah sakit keras sekali, akan tetapi sebetulnya di dalam istana terjadi perebutan kekuasaan yang hebat!

Ban Sai Cinjin adalah seorang yang mempunyai cita-cita besar. Dia sangat haus akan kedudukan tinggi dan kemewahan hidup, dan keadaannya yang telah kaya raya itu masih belum memuaskan nafsunya. Alangkah baiknya kalau dia bisa menjadi pembesar tinggi, menjadi bangsawan yang dihormati oleh laksaan orang!

Telah lama ia menjadi sahabat Ang Lok Cu, tosu yang berjuluk Ngo-tok Lo-koai dan yang kini tiba-tiba kejatuhan bintang dan menjadi tabib istana berkat pertolongan Bu Kwan Ji. Ia lalu menghubungi sahabatnya ini dan diperkenalkan kepada Bu Kwan Ji.

Perwira yang cerdik ini sangat gembira dapat berkenalan dengan Ban Sai Cinjin, karena orang macam inilah yang amat dibutuhkan untuk membantunya mencapai cita-cita. Biar pun ketiga orang ahli obat itu merupakan tenaga-tenaga yang cakap, akan tetapi ilmu silat mereka kurang tinggi.

Semenjak perkenalan itu, Ban Sai Cinjin selalu mengadakan hubungan dengan Bu Kwan Ji dan semua kaki tangannya, atau lebih tepat lagi, dengan kaki tangan selir Kaisar yang memiliki cita-cita untuk mengangkat puteranya sendiri menjadi pengganti kaisar!

Persekutuan gelap dibentuk, dan Ban Sai Cinjin sudah menyanggupi untuk menyiapkan pasukan yang kuat dari Mongol apa bila sewaktu-waktu terjadi perang. Muridnya, Bouw Hun Ti yang masih tinggal di rumah lalu melawat ke Mongol dan mengadakan hubungan dengan kepala suku Mongol yang dikenalnya baik, yaitu Malangi Khan.

Kemudian Ban Sai Cinjin teringat kepada bekas muridnya, yaitu Ong Tek. Dia merasa menyesal sekali mengapa ia telah kehilangan Ong Tek, oleh karena ia tahu bahwa ayah Ong Tek, yaitu Pangeran Ong Tiang Houw, adalah seorang pembesar yang amat besar pengaruhnya di dalam istana. Dan sekarang ia justru telah menanam kebencian di dalam hati Ong Tek yang tentu saja sudah menuturkan semua peristiwa yang terjadi kepada ayahnya!

“Ong Tek merupakan bahaya besar, Suhu,” kata Hok Ti Hwesio, murid satu-satunya yang amat dipercaya oleh Ban Sai Cinjin. “Akan baik sekali kalau Suhu bisa mencari dan membunuhnya agar ia tidak banyak membuka mulutnya memburukkan nama Suhu.”

Demikianlah, dengan hati kesal setelah semua orang pergi, dia kemudian memesan Hok Ti Hwesio agar supaya menjaga kuilnya, kemudian ia lalu berangkat ke kota raja, dengan tujuan utama untuk mengadakan perundingan dengan Bu Kwan Ji tentang perkembangan cita-cita mereka. Ada pun tujuan kedua ialah untuk mencari dan bila mungkin membunuh bekas muridnya, yaitu Ong Tek!

Dan pada saat dia tiba di gedung tempat kediaman Bu Kwan Ji itulah maka kebetulan sekali Bu Kwan Ji sedang menghadapi urusan besar, yaitu datangnya dua orang muda yang mewakili Sin Kong Tianglo membawa obat untuk Pangeran Mahkota yang sedang sakit! Dengan lincahnya, Bu Kwan Ji berunding dengan selir Kaisar yang menyampaikan kepada Kaisar tentang adanya dua orang muda yang mencurigakan dan yang katanya datang membawa obat untuk Pangeran.

“Mereka itu masih muda, mana mungkin memiliki kepandaian tinggi?” Kaisar dibujuk oleh selirnya. “Boleh mencoba obat mereka, akan tetapi lebih baik mereka jangan dibolehkan mendekati Pangeran, siapa tahu kalau mereka itu utusan para pemberontak yang secara diam-diam hendak membunuh Pangeran?”

Bujukan itu termakan oleh Kaisar dan sebagaimana dituturkan di bagian depan, Goat Lan dan Hong Beng tidak diperbolehkan mendekati Pangeran, hanya buah Giok-ko saja yang diterima oleh Kaisar. Mudah sekali diduga bahwa setelah obat itu diberikan kepada tiga orang tabib istana untuk dicobakan kepada Pangeran yang sakit, obat itu sudah dibuang dan diganti dengan obat lain yang tidak ada khasiatnya bahkan yang merusak kesehatan Pangeran yang malang itu.

Kaisar menjadi marah dan menyuruh Bu Kwan Ji pergi mencari serta memanggil kedua orang muda yang telah membawa obat palsu!! Perwira she Bu ini karena merasa kuatir kalau-kalau kedua orang muda itu melawan, kemudian mengajak Ban Sai Cinjin pergi mengunjungi rumah gedung Pangeran Ong.

Sungguh hal yang kebetulan sekali, pikir mereka, karena kedua orang muda itu ternyata kenal baik dengan Pangeran Ong. Kesempatan bagus sekali untuk memfitnah keluarga Pangeran Ong!

Siasat licin dan akal busuk dijalin oleh para pengkhianat itu, dan Hong Beng bersama Goat Lan merasa kuatir, tidak tahu apakah yang akan terjadi selanjutnya. Mereka tidak tahu bahwa musuh-musuh tersembunyi sedang mengatur siasat yang jahat bagi mereka dan keluarga Pangeran Ong!

Bu Kwan Ji membawa Ban Sai Cinjin menghadap Kaisar. Dengan pandai sekali dia lalu menuturkan bahwa dua orang muda itu telah dilindungi oleh Pangeran Ong Tiang Houw, dan bahkan kedua orang yang berkepandaian tinggi itu melawan ketika akan ditangkap.

“Baiknya ada Losuhu ini yang menolong hamba, kalau tidak, hamba tentu akan binasa oleh mereka,” kata Bu Kwan Ji menutup laporannya.

“Hamba sudah tahu bahwa mereka itu adalah keturunan Pendekar Bodoh, seorang yang terkenal sebagai pemberontak di masa pemerintahan ayah Paduka,” kata Ban Sai Cinjin kepada Kaisar. “Agaknya Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya masih saja mempunyai keinginan untuk memberontak dan bersekutu dengan para bangsawan yang memiliki hati khianat!”

Bukan main marahnya Kaisar mendengar ucapan-ucapan yang menghasut ini.

“Bagaimana mungkin?” katanya ragu-ragu. “Ong Tiang Houw adalah seorang pembesar yang setia, bahkan masih terhitung keluarga istana! Agaknya tak mungkin ia memiliki hati khianat dan mengadakan perhubungan dengan segala pemberontak dan penjahat.

“Hamba tidak berani menuduh,” kata Bu Kwan Ji, “hanya akan lebih aman dan baik sekali apa bila Pangeran Ong dipanggil untuk memberikan keterangan.”

“Baik, kau pergi dan panggil dia datang, juga seluruh keluarganya!” bentak Kaisar. “Dan Losuhu ini, siapakah namanya?”

“Hamba disebut orang Ban Sai Cinjin, seorang hamba sahaya biasa saja yang bersedia mengorbankan tenaga dan nyawa untuk negara.”

“Bagus, kau bantulah Bu Kwan Ji, nanti akan kupikirkan kedudukan yang sesuai dengan jasamu!”

Bukan main girangnya hati Ban Sai Cinjin mendengar ucapan Kaisar ini. Dia kemudian mengundurkan diri untuk melakukan tugas yang diperintahkan oleh Kaisar. Untuk kali ini, Bu Kwan Ji menerima surat kuasa yang berupa bendera lengki (bendera tanda pesuruh kaisar).

Dengan lengki di tangan, maka mudah saja bagi Bu Kwan Ji membawa Pangeran Ong sekeluarganya, menggiring mereka semua ke tahanan, sambil menanti perintah Kaisar untuk memeriksa mereka. Suara tangis riuh-rendah memenuhi tempat tahanan, namun Pangeran Ong Tiang Houw dengan tenang berkata,

“Tak usah menangis! Kita telah difitnah orang, akan tetapi mengapa gelisah? Tunggulah sampai aku dapat bertemu dengan Kaisar, tentu aku akan sanggup menyadarkan Kaisar yang agaknya dihasut oleh mulut jahat!“

*****

Cersil karya Kho Ping Serial Pendekar Sakti Bu Pun Su

Alangkah terkejutnya hati Hong Beng dan Goat Lan pada saat mereka mendengar dari pelayan hotel bahwa keluarga Pangeran Ong sudah ditangkap oleh perwira-perwira dari istana! Hal ini adalah sebuah hal yang aneh dan mengejutkan orang, maka tentu saja berita ini tersiar dengan cepatnya hingga pelayan itu pun mendengar lalu menyampaikan kepada semua tamu hotel.

“Sungguh aneh, agaknya dunia akan kiamat!” pelayan yang doyan cerita itu menutup penuturannya. “Pangeran Ong adalah seorang yang sangat berpengaruh dan ditakuti, ia selalu dekat dengan Hong-siang karena kabarnya ia merupakan saudara dari Hong-houw (Permaisuri). Akan tetapi siapa yang tahu akan nasib orang? Ah, kasihan, Pangeran Ong sekeluarga terkenal sangat dermawan dan budiman. Apa lagi puteranya, Ong Kongcu yang suka sekali datang ke sini dan bercakap-cakap dengan semua orang. Dia sangat peramah dan tidak sombong, naik kuda mengelilingi kota, bergaul dengan semua orang, tidak seperti putera-putera bangsawan lain yang besar kepala dan...”

Baru sampai di situ kata-katanya, tiba-tiba saja dia menutup mulut dan wajahnya menjadi pucat. Serombongan perwira berbaris menuju ke hotel itu dengan sikap amat galak dan mengancam! Ributlah semua orang dan semua tamu langsung bersembunyi di kamar masing-masing. Dengan kaki gemetar pelayan itu pun terpaksa menuju ke pintu bersama pelayan-pelayan lain mengiringi pengurus hotel menyambut barisan itu.

“Pelayan itu terlampau lancang mulut, tentu dia akan ditangkap!” terdengar seorang tamu berkata perlahan.

Akan tetapi Hong Beng dan Goat Lan berpikir lain. Mereka saling pandang dan cepat masuk ke kamar masing-masing. Sekejap kemudian mereka telah keluar pula dan sudah menggendong semua barang-barang mereka, siap untuk meninggalkan tempat itu!

Benar saja dugaan mereka, begitu mereka keluar dari kamar, pengurus hotel dan para pelayan yang agaknya bercakap-cakap dengan para perwira, kemudian menudingkan jari mereka ke arah Hong Beng dan Goat Lan. Tiba-tiba Bu Kwan Ji dan perwira-perwira kelas satu dari istana maju menyerbu dan mengurung kedua orang muda itu!

Goat Lan memandang kepada kedua orang hwesio yang seperti sudah dikenalnya itu, akan tetapi dia lupa lagi di mana dia pernah bertemu dengan mereka. Dia tidak diberi kesempatan untuk mengingat-ingat hal itu, karena mereka telah mengeroyok.

Kepandaian mereka ternyata tidak boleh dipandang ringan. Ban Sai Cinjin sendiri sudah amat tangguh, juga dua orang hwesio dan tosu itu merupakan tandingan-tandingan yang tidak boleh dibuat main-main. Bu Kwan Ji dan tujuh orang perwira kelas satu dari istana yang sudah menjadi kaki tangannya juga memiliki kepandaian yang cukup hebat, maka Goat Lan dan Hong Beng cepat mencabut senjata mereka. Hong Beng mengeluarkan tongkat hitamnya, yaitu tongkat tanda pangkat sebagai ketua Hek-tung Kai-pang, ada pun Goat Lan lalu mencabut sepasang bambu runcingnya.

Tempat di mana mereka bertempur itu sangat sempit, maka Hong Beng lalu berseru, “Hayo kita keluar!”

Goat Lan mengerti maksud tunangannya, maka dia lalu menerjang pengeroyoknya dan merobohkan seorang perwira. Demikian pula Hong Beng berhasil mengemplang kepala seorang perwira dan bersama Goat Lan cepat melompat ke halaman hotel. Di sini tempatnya lebih luas sehingga mereka akan dapat melakukan perlawanan dengan baik.

Akan tetapi baru saja kaki mereka menginjak halaman hotel, mendadak puluhan batang anak panah menyambar dari luar. Cepat mereka menggerakkan senjata dan memutarnya melindungi tubuh. Ketika mereka memandang, ternyata bahwa tempat itu telah dikurung oleh pasukan yang banyak sekali jumlahnya!

Jalan keluar tidak ada lagi dan terpaksa Hong Beng dan Goat Lan lalu menghadapi lagi serbuan Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya yang sudah mengejar pula sampai di situ. Hal ini menguntungkan bagi kedua orang muda itu karena dengan adanya keroyokan para perwira, maka pasukan pemanah itu tak berani menggunakan anak panah mereka lagi.

Pertempuran berjalan seru sekali. Yang sangat mendesak adalah Ban Sai Cinjin. Kali ini karena banyak kawannya, Ban Sai Cinjin bertempur dengan semangat besar sehingga huncwe-nya benar-benar merupakan senjata maut bagi Hong Beng dan Goat Lan. Sekali saja mereka terkena pukulan huncwe yang selalu ditujukan ke arah kepala mereka, akan celakalah mereka.

Pada waktu kedua orang muda itu terpaksa hendak mempergunakan tangan besi dan membunuh para pengeroyoknya untuk dapat mencari jalan keluar, mendadak terdengar sorak-sorai dan lapat-lapat terdengar oleh Hong Beng dan Goat Lan.

“Bantu pangcu kita...!”

Keadaan pasukan yang tadinya mengurung tempat itu, tiba-tiba saja menjadi heboh dan geger. Ternyata mereka secara tiba-tiba telah diserang dari belakang oleh serombongan pengemis bertongkat hitam!

Ternyata bahwa tadi ketika Hong Beng melompat keluar dari dalam hotel dan dikeroyok oleh para perwira, ada beberapa orang anggota Hek-tung Kai-pang berada di luar hotel itu. Melihat betapa pemuda gagah itu bersenjatakan tongkat hitam yang mereka kenal sebagai tongkat pusaka dari Hek-tung Kai-pang, maka tahulah mereka bahwa pemuda ini tentulah pangcu yang baru seperti sudah mereka dengar dari para pemimpin cabang mereka.

Atas bunyi siulan rahasia mereka, dalam waktu sebentar saja datanglah berpuluh-puluh pengemis anggota Hek-tung Kai-pang, bahkan pemimpin-pemimpin yang berkedudukan di kota raja secara sembunyi-sembunyi juga muncul kemudian melakukan pengeroyokan terhadap para tentara kerajaan yang mengurung itu!

Hong Beng merasa girang sekali. Bersama Goat Lan ia lalu melompat jauh dan mencari jalan keluar dari tempat di mana para pengemis tongkat hitam itu menyerbu. Sambil memutar tongkat hitamnya dan merobohkan beberapa belas tentara yang mengeroyok, ia berseru,

“Aku pergi, lekas kalian mencari jalan aman!” Setelah berkata demikian, ia dan Goat Lan melompat ke atas genteng dan melenyapkan diri di balik wuwungan rumah-rumah yang tinggi.

Kawanan jembel yang setia itu lalu juga ikut melarikan diri ke sana ke mari, memecah rombongan sehingga sukarlah bagi barisan kerajaan untuk mengejar mereka. Juga tidak ada perintah mengejar para pengemis itu, sebaliknya Bu Kwan Ji hanya berteriak-teriak memerintahkan anak buahnya untuk mengejar dua orang muda tadi!

Akan tetapi kemanakah mereka harus mengejar? Dua orang muda itu melompat ke atas genteng bagaikan dua ekor burung walet saja, dan biar pun para perwira mengikuti Ban Sai Cinjin mengejar, akan tetap mereka ini lantas tertinggal jauh oleh Ban Sai Cinjin yang gerakannya cepat sekali.

Setelah mengejar agak jauh dan mendapatkan dirinya hanya sendiri saja, Ban Sai Cinjin menjadi gentar. Kalau hanya seorang diri, andai kata dia dapat menyusul, bagaimana dia akan mampu menangkap kedua orang muda yang lihai itu? Terpaksa dia pun menunda kejarannya dan membiarkan kedua orang muda itu melarikan diri dengan cepat.

“Tutup semua pintu gerbang! Perkuat penjagaan! Jangan biarkan mereka lolos dari kota!” seru Bu Kwan Ji dengan marah sekali. Di dalam kemarahannya terhadap Hong Beng dan Goat Lan, perwira ini sampai lupa kepada para pengemis tongkat hitam yang tadi sudah menolong kedua orang muda itu!

Hong Beng dan Goat Lan lari terus sampai di ujung kota yang sunyi.

“Mari ikut aku!” gadis itu mengajak tunangannya dengan suara tegas.

“Ke mana, Moi-moi?” tanya Hong Beng.

“Ke istana, mencari Pangeran Mahkota!”

Hong Beng mempunyai pikiran yang cerdas dan mudah menangkap maksud kata-kata orang, maka dia diam saja dan keduanya lalu berlari menuju ke istana yang megah itu. Untung bagi mereka bahwa semua penjagaan dikerahkan untuk menjaga seluruh pintu gerbang dan merondai dinding kota sebagaimana yang diperintahkan oleh Bu Kwan Ji, sehingga di dalam kotanya sendiri hanya ada beberapa orang perwira saja melakukan penggeledahan di sana-sini. Senja hari telah mendatang dan keadaan telah hampir gelap ketika keduanya telah tiba di dekat dinding tinggi yang mengelilingi istana kaisar.

Tidak mudah bagi kedua orang muda itu untuk dapat memasuki istana dan melalui dinding yang tinggi sekali itu. Untuk masuk lewat depan tidak mungkin sekali dan masuk dengan jalan melompati dinding yang begitu tinggi, juga sukar.

Mereka berjalan ke sana ke mari mencari dinding yang agak rendah, akan tetapi sia-sia belaka. Ada beberapa batang pohon yang cukup tinggi untuk menjadi jembatan, akan tetapi pohon-pohon ini letaknya jauh dari dinding, sehingga melompat dari pohon ke atas dinding, bahkan lebih sukar dari pada melompat dari atas tanah.

Mereka duduk di bawah dinding dengan hati kecewa, keduanya tak mengeluarkan suara dan termenung memutar otak. Tiba-tiba Hong Beng berkata girang,

“Ahh, aku mendapat akal, Lan-moi! Kau tentu akan dapat masuk ke dalam dengan cara melompat ke atas dinding.”

“Bagaimana aku dapat melompati dinding setinggi itu, Koko?”

“Kau melompat lebih dulu dan aku akan mendorongmu dari bawah! Dengan meminjam tenaga dan tanganku, bukankah kau akan dapat melompat lagi ke atas?”

Untuk sesaat Goat Lan memandang kepada tunangannya dengan sepasang matanya yang seperti mata burung Hong itu, kemudian wajahnya berseri girang.

“Ahh, benar juga kata-katamu, Koko. Mengapa aku tidak dapat berpikir sampai di situ?”

Tiba-tiba Hong Beng mengerutkan keningnya. “Sayangnya, hanya kau saja yang dapat masuk ke dalam istana untuk mencari Pangeran dan mengobatinya. Bagaimana hatiku bisa tenteram apa bila membiarkan kau masuk seorang diri ke tempat berbahaya itu? Dengan menanti kembalimu di luar dinding ini aku akan merasa seakan-akan berdiri di atas besi panas!”

Kini Goat Lan yang berkata dengan gembira, “Mengapa susah-susah? Pohon itu dapat menolongmu!”

Giliran Hong Beng yang sekarang memandang kepada tunangannya dengan mata bodoh karena sungguh-sungguh dia tidak mengerti apa maksud gadis itu.

“Pohon itu letaknya terlalu jauh dari dinding, bagaimana pohon itu bisa menolongku?”

“Koko, apa kau tidak ingat kepada cabangnya yang panjang?” seru gadis itu yang segera melompat ke arah pohon besar dan kemudian ia melompat ke atas, memilih cabang yang panjang dan kuat. Dengan sekali renggut saja maka patahlah cabang itu yang segera dibersihkan daun-daunnya sehingga merupakan sebatang tongkat panjang.

“Nah, bila mana aku sudah berhasil sampai di atas, kau lemparkan tongkat ini kepadaku. Kemudian kau melompat dan kuterima dengan tongkat ini, bukankah beres?”

Girang sekali hati Hong Beng. Ia menangkap tangan Goat Lan sambil memuji, “Moi-moi, kau benar-benar hebat! Kau cerdik sekali dan... dan... cantik manis!”

“Hushh, bukan waktunya untuk bersenda gurau, Koko!” kata Goat Lan merengut sambil mencubit lengan pemuda itu, akan tetapi kedua matanya bersinar bangga dan kerlingnya menyambar hati Hong Beng, menyuburkan cinta kasih yang sudah berakar di dalam hati pemuda itu.

“Nah, sekarang melompatlah, Moi-moi. Melompatlah dengan lurus ke atas, dekat dinding, kemudian tarik kakimu ke atas sehingga kalau aku sudah menyusul di bawahmu, kau dapat mengenjotkan kakimu di atas tanganku!”

Goat Lan mengangguk maklum, kemudian membereskan pakaiannya, mengikat erat tali pinggangnya dan juga membereskan letak buntalan pakaian dan obat yang berada pada punggungnya.

“Siap, Koko!” kata gadis itu sambil menghampiri dinding.

Hong Beng berdiri di belakangnya dan ketika gadis itu melompat ke atas, dia pun cepat menyusul di bawahnya! Keduanya mempergunakan gerak lompat Pek-liong Seng-thian (Naga Putih Naik ke Langit).

Tubuh Goat Lan yang ringan itu meluncur pesat ke atas dan ketika dia merasa bahwa tenaga luncurannya sudah hampir habis, dia lalu menarik kedua kakinya ke atas. Tepat pada saat melayang turun kembali, dia merasa betapa kedua tangan Hong Beng yang kuat telah menyangga sepasang telapak kakinya.

Goat Lan diam-diam memuji tunangannya ini karena dengan gerakan ini ternyata bahwa tenaga lompatan Hong Beng masih menang sedikit kalau dibandingkan dengan tenaga loncatannya. Karena kini sudah mendapat tempat untuk sepasang kakinya, Goat Lan lalu mengenjot lagi ke atas dan tubuhnya melayang makin tinggi sehingga ia dapat mencapai dinding itu.

Tangannya menyambar pinggiran dinding dan sekali ia mengayun tubuh ke atas, ia telah berada di atas dinding yang tinggi itu! Dia memandang ke sebelah dalam dan untung sekali bahwa mereka tiba di dinding yang menutupi sebuah taman bunga yang sangat indahnya sehingga gadis ini menjadi takjub melihat sedemikian banyaknya pohon-pohon bunga yang menyerbakkan keharuman.

Sayang bahwa keadaan sudah agak gelap hingga ia tidak dapat menikmati tata warna yang luar biasa dari taman bunga itu. Saking kagumnya, Goat Lan sampai lupa kepada Hong Beng. Ia terkejut ketika mendengar seruan Hong Beng, “Moi-moi, terimalah tongkat ini!”

Cepat dia memutar tubuhnya dan menghadap keluar lagi. Dinding itu tebal sekali, lebar permukaan dinding yang diinjaknya lebih dari dua kaki, sehingga ia boleh berdiri dengan enak dan tetap di atas dinding itu.

Hong Beng melempar tongkat panjang ke atas yang diterima oleh Goat Lan dengan mudahnya. Ketika gadis itu duduk di atas tembok, tangan kiri merangkul tembok dan tangan kanan memegang ujung tongkat yang diulurkan ke bawah maka ujung tongkat di bawah telah mencapai tempat yang cukup rendah bagi Hong Beng untuk melompat dan menangkapnya. Akan tetapi pemuda ini masih berkuatir kalau-kalau Goat Lan tidak akan kuat menahan berat tubuhnya dengan tongkat itu, maka sebelum meloncat ia berseru,

“Moi-moi, kalau nanti terlalu berat bagimu, kau lepaskan saja tongkat itu, jangan sampai kau ikut jatuh ke bawah!”

“Kau kira aku ini orang macam apa?” bantah Goat Lan berpura-pura marah, akan tetapi suaranya terdengar bersungguh-sungguh. “Kalau kau jatuh, aku pun ikut jatuh pula!”

“Eh, eh, jangan begitu, Lan-moi. Kalau kau lepaskan tongkat itu, jatuhku tidak dari tempat terlalu tinggi dan paling-paling aku hanya akan lecet-lecet saja. Akan tetapi kau... dari tempat begitu tinggi!”

“Aku juga tak akan mati jatuh dari tempat setinggi ini!”

Hong Beng menjadi bingung. Dia ragu-ragu untuk melompat, karena dia maklum bahwa gadis itu betul-betul takkan membiarkan ia jatuh sendiri! Tiba-tiba pemuda itu lalu berlari ke tempat di mana terdapat pohon besar tadi.

Goat Lan memandang heran, akan tetapi ia melihat pemuda itu telah melompat naik ke atas pohon dan menggunakan pedangnya untuk membabat putus sebatang cabang yang panjang. Ketika Hong Beng sudah tiba di tempat tadi, tahulah Goat Lan bahwa pemuda itu telah mengambil dan membuat sebatang tongkat seperti tadi panjangnya, hanya saja kini tongkat ini ujungnya ada kaitannya. Pemuda yang cerdik ini telah mengambil cabang yang ada kaitannya dan kemudian ia berkata,

“Moi-moi, taruh saja tongkat itu di atas dinding, dan kau pakailah tongkat yang ini!” Ia melontarkan tongkat baru ini ke atas yang disambut dengan mudahnya oleh Goat Lan.

Gadis ini menjadi girang sekali, karena tentu saja dengan tongkat ini, dia tak usah kuatir tunangannya akan jatuh kembali karena dia tidak kuat menahan berat tubuhnya. Dia lalu memasang kaitan tongkat itu pada dinding, dan memegang kaitan itu menjaga jangan sampai kaitannya terlepas.

“Lompatlah, Koko!” teriaknya ke bawah.

Hong Beng mengumpulkan tenaga pada kakinya, kemudian mengenjot tubuhnya ke atas. Ketika tangannya dapat mencapai ujung tongkat yang tergantung di bawah, ia menangkap tongkat itu dan dengan cekatan sekali dia lalu naik ke atas, merayap melalui tongkat. Setelah tiba di atas dinding, ia mengomel kepada tunangannya,

“Lan-moi, lain kali jangan kau main nekad begitu. Kalau aku tidak mendapat akal ini, aku tak akan berani melompat naik dan membiarkan kau jatuh ke bawah.”

Goat Lan tersenyum manis, kemudian teringat akan tugasnya lagi.

“Mari kita turun ke dalam,” katanya, “baiknya ada dua buah tongkat ini yang akan dapat membantu kita.”

Gadis yang berani itu lalu melompat turun lebih dulu dengan tongkat yang dipegangnya merupakan pembantu yang amat berguna. Sebelum tubuhnya tiba di tanah, ia lebih dulu menancapkan tongkat itu sehingga dapat menahan tenaga luncurannya. Setelah tenaga luncuran itu habis, dia baru melompat ke bawah dengan ringannya. Kedua kakinya tidak mengeluarkan suara sedikit pun juga.

Hong Beng segera meniru gerakan kekasihnya ini dan kini mereka berdua telah berada di dalam taman.

“Aduh indahnya kembang ini...,” kata Goat Lan sambil menghampiri sekelompok bunga seruni kuning yang amat indah. Gadis ini bagaikan seekor kupu-kupu. Dengan lincah dan gembira dia berlari-larian dari satu ke lain bunga, riang gembira seperti anak-anak.

“Lan-moi, apakah kita masuk ke sini hanya untuk bermain-main di taman bunga ini?” tanya Hong Beng menegur tunangannya dengan pandang mata kagum karena sungguh cocok sekali bagi seorang gadis cantik berada di taman indah penuh kembang.

“Koko, bunga ini cocok sekali untukmu!” Goat Lan seakan-akan tidak mendengar ucapan Hong Beng.

Ia memetik setangkai bunga seruni dan membawa bunga itu kepada Hong Beng. Dengan sikap yang menyayang ia lalu memasukkan tangkai kembang itu ke lubang kancing pada dada Hong Beng.

Terharu juga hati pemuda ini melihat kelembutan tunangannya. Ia meremas tangan Goat Lan, kemudian tanpa berkata-kata dia lalu memetik pula setangkai seruni merah yang ditancapkannya di atas rambut kekasihnya.

“Hayo kita mencari Pangeran,” katanya kemudian.

Ucapan ini mengusir hikmat taman bunga dan kasih sayang mesra. Keduanya segera berjalan dengan hati-hati sekali sampai ke ujung taman bunga di mana terdapat sebuah pintu. Tiba-tiba mereka mendengar suara orang bercakap-cakap di belakang pintu itu.

Ketika mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan tahu bahwa yang bercakap cakap itu hanyalah dua orang penjaga pintu belakang, cepat kedua orang muda perkasa ini lalu membuka pintu dengan tiba-tiba. Dua orang penjaga yang memandang dengan celangap itu tidak diberi kesempatan membuka suara. Begitu tangan Goat Lan dan Hong Beng bergerak, keduanya telah kena ditotok sehingga menjadi kaku tak dapat bergerak mau pun bersuara lagi.

Hong Beng mencabut tongkatnya. Sesudah membebaskan salah seorang penjaga dari totokannya, dia menempelkan ujung tongkat pada leher orang itu sambil berkata,

“Hayo katakan terus terang di mana kamar Pangeran Mahkota!”

Penjaga itu biar pun tubuhnya menggigil, mukanya pucat, dan bibirnya gemetar namun ia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak, tidak! Kami telah banyak menerima budi Hong-siang (Kaisar), dan Putera Mahkota amat budiman. Biar pun aku akan kau bunuh, aku tidak akan mengkhianati Putera Mahkola! Kau tidak boleh membunuhnya!”

Tersenyum Hong Beng mendengar ini. Dia suka dan kagum melihat kesetiaan penjaga pintu, pegawai rendah ini. Tiba-tiba dia mendapat pikiran yang baik sekali.

“Dengar, sahabat. Kami berdua datang sama sekali bukan membawa niat jahat. Kami datang hendak mengobati Putera Mahkota, akan tetapi kami niat kami dihalang-halangi oleh Bu Kwan Ji si jahanam. Maukah kau membantu kami menolong pangeranmu itu?”

Penjaga itu memandang kepada Hong Beng dengan curiga. “Siapa tahu betul tidaknya bicaramu ini?” tanyanya.

Goat Lan turun tangan dan berkata, “Dengarlah, Lopek (Uwa). Aku adalah murid dari Yok-ong (Raja Obat) Sin Kong Tianglo dan aku benar-benar datang hendak menolong Pangeran Mahkota. Kau percayalah dan tunjukkan kepadaku di mana tempat Pangeran itu.”

Melihat Goat Lan, maka lenyaplah kecurigaan penjaga itu. Gadis secantik dan seramah ini dengan sepasang mata yang indah dan halus itu tak mungkin jahat.

“Baiklah, aku akan membantumu. Kalau aku salah duga dan ternyata kau datang hendak melakukan kejahatan, biarlah kelak nyawaku akan menjadi setan yang selalu mengejar-ngejarmu! Pada waktu ini, Pangeran Mahkota berada di ruangan belakang, tidak jauh dari sini. Baiknya tiga orang tabib yang biasa selalu menjaganya kini tengah keluar, kabarnya untuk menangkap pemberontak-pemeberontak! Yang menjaga hanyalah inang pengasuh dan para pelayan saja. Mari kalian ikut padaku!”

Penjaga yang seorang lagi tidak dibebaskan dari totokan, bahkan Hong Beng kemudian melepaskan ikat pinggang orang itu dan mengikat kedua tangannya agar jangan sampai terlepas dan menimbulkan ribut. Ketiganya lalu berjalan ke sebelah dalam dan tidak lama kemudian mereka tiba di ruang yang dimaksudkan.

Di sana terdapat lima orang pelayan wanita, dua orang pelayan banci (thai-kam) serta empat orang penjaga yang kokoh kuat tubuhnya. Alangkah kaget semua orang ini ketika melihat penjaga itu masuk bersama dua orang muda yang elok. Empat orang penjaga itu cepat melompat menghampiri mereka dengan golok di tangan.

“Siapa kalian dan perlu apa masuk tanpa dipanggil?” bentak seorang di antara mereka.

“Kami datang hendak mengobati Pangeran!” kata Hong Beng.

“Tak seorang pun boleh mengobati Pangeran di luar tahunya ketiga tabib istana! Kalian orang-orang jahat harus ditangkap!”

Hong Beng dapat menduga bahwa empat orang penjaga ini pun tentulah kaki tangan Bu Kwan Ji, maka ia memberi tanda kepada Goat Lan. Pada saat tubuh kedua orang muda perkasa ini berkelebat dan kedua tangannya bergerak, keempat orang penjaga itu roboh dengan tubuh lemas tak berdaya lagi! Tentu saja dua orang thaikam dan kelima orang pelayan wanita itu menjadi ketakutan dan berdiri dengan muka pucat dan tubuh gemetar.

“Kami datang bukan dengan niat jahat,” kata Hong Beng. “Kami datang untuk mengobati Pangeran! Akan tetapi, siapa saja yang berani menghalangi kami pasti akan kuhancurkan kepalanya!” Sambil berkata demikian, Hong Beng lalu mencabut tongkatnya yang hitam mengkilap sehingga mereka semua menjadi takut.

“Siapakah yang membuat ribut-ribut itu?” tiba-tiba terdengar suara yang halus dan lemah.

Goat Lan cepat menengok ke arah suara itu, maka terlihatlah pangeran Mahkota yang sedang berbaring di tempat tidurnya yang indah. Pangeran ini masih muda sekali, paling banyak baru empat belas tahun, tubuhnya amat kurus dan wajahnya pucat sekali.

Goat Lan melompat dan berlutut di depan Pangeran yang sekarang sudah duduk di atas pembaringannya itu.

“Hamba Kwee Goat Lan, murid dari Yok-ong Sin Kong Tianglo. Hamba datang hendak melanjutkan usaha mendiang Suhu untuk mencoba mengobati Paduka.”

Pangeran kecil itu membuka kedua matanya lebar-lebar. “Bukankah kau yang kemarin dinyatakan hendak meracuniku? Obat apa yang kau kirim ke sini itu? Rasanya pahit dan masam! Membuat perutku muak!”

Goat Lan bangkit berdiri. “Paduka telah ditipu. Orang-orang jahat mengelilingi tempat ini. Yang diberikan bukan obat dari hamba, akan tetapi sudah ditukar dengan obat lain yang jahat!” Dia cepat mengeluarkan buah Giok-ko dan memperlihatkannya kepada Pangeran itu. “Buah inilah yang kemarin hamba persembahkan kepada Hong-siang, apakah ini pula yang Paduka makan?”

Pangeran itu menerima buah yang berkilauan bagaikan mutiara itu dengan kagum dan heran. “Bukan, bukan ini, akan tetapi buah hijau yang baunya tidak enak. Buah ini wangi sekali.”

“Nah, silakan Paduka makan buah ini, dan demi Thian Yang Maha Adil, kalau Paduka percaya, penyakit Paduka pasti akan lenyap!”

Pangeran itu memandang kepada Goat Lan sampai lama, kemudian ia tersenyum lemah dan berkata, “Kau cantik dan gagah, aku percaya kepadamu!” Dan ia lalu makan buah itu. Baru saja satu gigitan, ia berseru girang, “Manis dan wangi sekali!” Sebentar saja habislah buah itu semua.

“Kalau masih ada, aku ingin makan lagi!” Sambil berkata demikian dengan tangan kanan, Pangeran itu menutup mulut menahan kuapnya, karena ia tiba-tiba merasa mengantuk sekali.

“Sekarang harap Paduka suka beristirahat, karena baru besok pagi Paduka boleh makan sebuah lagi,” kata Goat Lan.

Akan tetapi Pangeran itu telah merebahkan diri dan sebentar saja ia tertidur pulas terkena pengaruh Giok-ko yang sangat manjur itu. Goat Lan segera menyuruh seorang pelayan menyediakan perabot untuk memasak daun To-hio sebagaimana yang telah dipesankan oleh Thian Kek Hwesio.

Pada saat Goat Lan sedang sibuk memasak obat itu, tiba-tiba saja Hong Beng berseru terkejut, “Celaka, Hong-siang bersama para pengiringnya sedang menuju ke sini!”

Memang sudah menjadi kebiasaan Kaisar untuk menengok keadaan putera yang tercinta itu sebelum tidur. Seperti biasa, malam hari itu Kaisar juga datang diantar oleh lima orang pengawal pribadinya!

Hong Beng yang menjaga pintu menjadi bingung, namun Goat Lan lalu berkata, “Koko, kurasa lebih baik lagi apa bila Hong-siang berada di dalam kamar ini untuk menyaksikan bagaimana kita menolong puteranya!”

Hong Beng memutar otak dan cepat dia berkata kepada semua pelayan di situ, “Awas, semua orang tidak boleh membikin ribut. Diam-diam saja seperti tak terjadi sesuatu apa pun sehingga Hong-siang tidak akan kaget dan curiga. Kalian telah melihat sendiri bahwa kami benar-benar hendak mengobati Pangeran, dan seperti kataku tadi, siapa saja yang akan menghalangiku, akan kuhancurkan kepalanya!”

Pemuda itu lalu bersembunyi di balik daun pintu, menanti masuknya Kaisar, sedangkan Goat Lan tetap memasak obat tanpa mempedulikan keadaan di luar kamar. Untung sekali bagi kedua orang muda itu bahwa tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam kamar pangeran. Maka ketika tiba di luar pintu, hanya Kaisar sendiri yang masuk ke dalam, sedangkan lima bayangkari menjaga di luar pintu itu dengan golok di tangan! Kaisar masuk dengan wajah muram karena ia memikirkan keadaan puteranya. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat seorang gadis yang tak dikenalnya sedang memasak obat.

“Siapa kau?” tanyanya.

Goat Lan menengok dan cepat menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. “Hamba akan menerima hukuman dari kelancangan hamba masuk ke tempat ini, akan tetapi mohon diberi kesempatan lebih dulu untuk menyembuhkan penyakit Putera Mahkota!”

Ketika melihat wajah gadis ini, Kaisar menjadi makin terkejut.

“Bukankah kau yang mengaku murid Yok-ong dan yang sudah mencoba untuk meracuni puteraku?”

Cepat Kaisar menengok untuk memanggil penjaga dan bayangkari, akan tetapi ia makin pucat ketika melihat bahwa pintu telah ditutup dan kini seorang pemuda yang dikenalnya sebagai kawan gadis ini, kini telah berdiri dengan gagahnya di tengah pintu itu, menjaga dengan tongkat di tangan. Ketika dia melirik ke kiri, di sudut rebah empat orang penjaga pangeran dalam keadaan lemas tak berdaya.

“Hemm, jadi kalian berdua ini benar-benar putera-putera Pendekar Bodoh yang hendak memberontak? Apakah kehendak kalian sekarang? Mau membunuh puteraku atau aku? Kalian kira mudah saja melakukan hal itu?”

Akan tetapi, walau pun masih memegang tongkatnya, Hong Beng lalu menjatuhkan diri berlutut di tempat penjagaannya.

“Ayah hamba, Pendekar Bodoh, tidak pernah menjadi pemberontak, dan demikian pula hamba berdua. Sesungguhnya hamba datang hanya hendak mengobati Putera Mahkota, bukan mengandung niat jahat. Mohon Hong-siang sudi mempertimbangkan dan memberi ampun.”

“Buah obat yang kalian berikan kemarin telah dimakan oleh puteraku, akan tetapi bahkan menambah penyakitnya. Bukankah itu bukti yang nyata?”

“Maafkan hamba,” kata Goat Lan. “Itulah sebabnya mengapa hamba berdua terpaksa mengambil jalan masuk secara lancang ini. Buah dari hamba itu telah ditukar orang dan yang diberikan kepada Pangeran adalah buah yang berbahaya. Baru tadi putera Paduka telah makan sebutir buah dari hamba dan sekarang telah dapat tidur nyenyak.”

“Hamba berdua meminta waktu sampai tiga hari, dan sebelum lewat tiga hari, terpaksa hamba berlaku kurang ajar dan menahan Paduka di kamar ini! Hal ini terpaksa hamba lakukan untuk mencegah gangguan dari tiga tabib durjana, pengkhianat Bu Kwan Ji, dan Huncwe Maut Ban Sai Cinjin yang amat jahat dan berbahaya.” Hong Beng menyambung kata-kata Goat Lan.

Kaisar memandang dari Goat Lan ke Hong Beng berganti-ganti, kemudian ia tersenyum.

“Baiklah, kuberi waktu tiga hari, akan tetapi bila mana di dalam waktu itu ternyata kalian membohong, awaslah, jangan kau berani main-main dengan Kaisar!” Sesudah berkata demikian, Kaisar lalu menghampiri puteranya yang sedang tidur nyenyak dengan napas teratur dan tenang.

“Lucu... lucu... !” kata Kaisar setelah menghampiri kembali Goat Lan dan Hong Beng, lalu duduk di atas sebuah kursi gading. “Baru kali ini selama hidupku aku mengalami ditahan oleh orang luar, orang biasa. Ha-ha-ha! Benar-benar menggembirakan dan mendebarkan hati! Aku ingin sekali mengetahui bagaimana perkembangan selanjutnya dari peristiwa aneh ini!”

Akan tetapi, karena hari sudah malam dan Kaisar itu merasa mengantuk sekali, dia lalu pergi tidur di atas sebuah pembaringan biasa yang berada di tempat itu, dilayani oleh lima orang pelayan wanita itu dengan penuh penghormatan.

“Koko, aku sekarang teringat bahwa hwesio-hwesio yang ikut Bu-ciangkun menyerbu kita di hotel, adalah hwesio yang datang menyerang kita pada malam hari kemarin dulu!”

Hong Beng mengangguk-angguk. “Sekarang mulai terang bagiku. Sudah jelas bahwa tabib-tabib istana yang menjaga Pangeran ini telah sengaja menghalangi penyembuhan Pangeran, dan agaknya hal ini ada hubungannya pula dengan Bu Kwan Ji. Mungkin tiga orang tabib itu telah bersekongkol dengan perwira she Bu itu, dibantu pula oleh Ban Sai Cinjin! Kita harus dapat meyakinkan Kaisar bahwa mereka itu adalah sekomplotan orang jahat yang menghendaki nyawa Pangeran Mahkota, entah apa sebabnya!”

“Jalan satu-satunya untuk meyakinkan dan mendapatkan kepercayaan Kaisar hanyalah penyembuhan puteranya.”

“Mudah-mudahan saja obat yang kau bawa itu berhasil!”

“Pasti berhasil!” kata-kata ini diucapkan oleh Goat Lan dengan suara yang tetap penuh kepercayaan. “Obat ini adalah petunjuk dari Suhu, bagaimana bisa salah?”

Malam hari itu, Pangeran Mahkota terjaga dari tidurnya dan Goat Lan lalu memberinya minum obat Daun Golok yang sudah dimasak. Karena merasa betapa tubuhnya sangat enak, Pangeran itu percaya penuh kepada Goat Lan dan tanpa ragu-ragu lagi minum semangkok masakan obat daun itu. Kemudian, gadis ini dengan kedua tangannya sendiri memasakkan sedikit bubur untuk Pangeran itu dan memaksanya untuk mengisi perut dengah bubur itu.

Sudah tiga hari Pangeran itu tidak mau makan, akan tetapi sekarang, semangkok bubur masih belum memuaskan seleranya hingga dia minta tambah. Akan tetapi dengan suara halus Goat Lan mencegahnya, kemudian gadis ini sambil duduk di dekat pembaringan, lalu menceritakan dongeng-dongeng kuno mengenai kegagahan sehingga pangeran itu merasa tertarik sekali dan akhirnya dia melupakan rasa laparnya dan tertidur kembali.

Pada keesokan harinya, Kaisar bangun pagi-pagi sekali dan dia merasa sangat heran mengapa ia dapat tidur demikian nyenyaknya! Biasanya, di dalam kamarnya sendiri yang bagus, di atas pembaringan terhias emas dan permata, setiap malam pasti dua tiga kali dia terjaga. Akan tetapi kali ini, tidur di tempat peristirahatan puteranya, hanya di atas pembaringan biasa, bahkan sebagai seorang tawanan dari dua orang muda aneh itu, ia dapat tidur pulas dan enak!

Ketika dia memandang, ternyata bahwa Goat Lan sudah bangun pula. Gadis ini bersama Hong Beng bergiliran menjaga pintu, akan tetapi mereka tidak tidur, hanya duduk bersila sambil bersemedhi saja.

“Jadi aku belum boleh keluar dari kamar ini?” Kaisar bertanya sambil tersenyum kepada Hong Beng yang masih berdiri menghadang di pintu dengan tongkat di tangan.

“Terpaksa hamba akan menghalanginya, demi keselamatan putera Paduka!” jawab Hong Beng dengan suara tetap.

Kaisar tersenyum. “Apakah kau kira aku dapat bertahan tanpa makan sampai tiga hari? Bodoh! Minggirlah, biar aku memberi perintah supaya membawa makanan dan air untuk kita mencuci muka!”

Suara Kaisar amat berpengaruh dan karena ia percaya penuh kepada Kaisar ini, Hong Beng lalu melangkah ke samping. Kaisar membuka daun pintu dan berkata kepada lima orang bayangkari yang semalam suntuk menjaga di depan pintu tanpa berani pergi atau masuk!

“Jangan perbolehkan siapa pun juga masuk ke kamar ini! Atur penjagaan kuat secara bergilir dan suruh pelayan wanita menghidangkan makanan dan minuman. Juga air untuk mencuci muka. Laporkan kepada Hong-houw (Permaisuri) bahwa selama tiga hari ini aku akan berada di dalam kamar pangeran untuk menjaga dan menyaksikan sendiri Sang Pangeran menerima pengobatan!” Sesudah berkata demikian, Kaisar lalu menutup pintu kembali.

Lima orang bayangkari itu saling pandang dengan bingung. Perintah dari Kaisar cukup jelas, hanya mereka merasa bingung sebab siapakah yang sedang mengobati Pangeran? Mereka tidak melihat ada orang masuk, sedangkan ketiga orang tabib istana pun belum masuk ke kamar itu!

Akan tetapi, oleh karena sudah jelas bunyi perintah Kaisar, mereka mengerjakan dengan seksama dan taat. Semua perintah Kaisar dikerjakan dengan cepat sekali, dan sebentar saja di depan kamar itu sudah terjaga oleh dua belas orang bayangkari pengawal pribadi Kaisar. Kalau andai kata Permaisuri sendiri hendak memasuki kamar itu, tanpa perkenan dan persetujuan Kaisar, para bayangkari itu tentu takkan mau memberi jalan masuk!

Kaisar memiliki dua puluh empat orang pengawal pribadi yang dipilih oleh Kaisar sendiri dan kesetiaan mereka sudah dipercaya serta diuji benar-benar. Kepandaian mereka juga cukup tinggi.