Sebuah Pilihan Ketika Buruh Berpolitik - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Sebuah Pilihan Ketika Buruh Berpolitik - Sejak runtuhnya rezim orde baru, kebebasan berserikat menjadi mudah, hal ini berdampak dengan munculnya banyak serikat/serikat buruh..termasuk kami SBSI 1992.
buruh berpolitik

Namun kebebasan berserikat ini ternyata tidak memberikan ekses yang baik pada kesejahteraan kaum pekerja/buruh. Buruh sebagai kaum pekerja di lingkup perusahaan, masyarakat dan sebagai warga negara kehidupannya masih jauh dari sejahtera.

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang selama ini muncul justru lebih mengakomodasi kepentingan pemodal dan mengabaikan kepentingan buruh. Justru pada pasca reformasi semakin menunjukkan langkah mundur dalam melindungi buruh.

Posisi pemerintah yang semakin lemah dihadapan pemodal ini setidaknya ditunjukkan dengan mengakomodasi paket kebijakan perburuhan yang sangat ramah pasar dengan menggadaikan hak buruh.

Pemerintah gagal dalam mensejahterakan rakyatnya terutama seperti yang diamanatkan UUD 1945. Peran negara hilang dalam melindungi hak-hak kaum buruh, terbukti dengan dibuatnya UU privatisasi, UU investasi, UU penanaman modal asing, PP No 78 Tahun 2015 dan beberapa kebijakan lain. Ini menjadi tanda hilangnya peran negara dalam melindungi buruh dan umumnya rakyat Indonesia, bersamaan dengan politik akomodasi negara terhadap liberalisasi ekonomi global.

Liberalisasi berdampak pada:

1. Menjamurnya buruh kontrak dan outsoursing di seluruh Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Tangerang. Status ini telah semakin memberi dampak pada buruh, bukan hanya mengebiri kesejahteraan buruh tetapi juga kepastian kerja yang tidak jelas dan posisi tawar buruh dihadapan pemodal yang kian lemah.

2. Pemerintah semakin lama semakin kemah.

Peran pemerintah dalam meregulasi hukum semakin kecil. Relasi bi-partit dalam hubungan industrial telah menghilangkan peran negara dalam melindungi buruh. Dampak langsung ketika panggung perburuhan hanya menyisakan aktor buruh versus pemodal, yang terjadi adalah penindasan bagi kaum buruh. (ingat kasus perbudakan buruh pabrik panci di sepatan Tangerang) itu adalah salah satu contoh kecil dari lemahnya perlindungan terhadap kaum buruh yang dilakukan pemerintah.

3. Serikat pekerja/serikat buruh semakin terpecah belah.

Serikat pekerja/serikat buruh semakin terpecah belah dalam gerak sektoral yang sangat ketat, perpecahan ini terjadi karena mendirikan serikat sangatlah mudah, walau ini peluang kebebasan berserikat, namun pada prakteknya buruh dan serikat pekerja justru semakin diperlemah dengan aturan ini.

4. Diciptakannya praktek persaingan bebas.

Dengan diciptakannya persaingan bebas dalam membangun usaha, akan berdampak pada persaingan yang tidak sehat antar perusahaan, dan banyak industri lokal sulit bersaing.

Keinginan untuk merubah dan membangun cara pandang organisasi yang memiliki visi perjuangan, SBSI 1992 Kabupaten Tangerang berusaha untuk lebih mengintensifkan proses-proses diskusi dan berbagi pendapat antar sesama anggota, terlebih dengan sesama pengurus serikat baik ditingkat perusahaan maupun DPC dan DPD serta DPP.

Seiring mulai terbangunnya kesadaran di beberapa aktifisnya, setidaknya mampu memberikan dampak perubahan pola gerakan di SBSI 1992, konsolidasi organisasipun berjalan lebih efektif. Rapat-rapat pengurus yang dulunya lebih banyak bertemu ketika hanya ada kasus sudah mulai bergeser. Beberapa langkah yang diambil dalam upaya untuk membangun cara pandang aktifis SP/SB adalah dengan membuka ruang pertemuan informal sebagai media penghubung baik dengan anggota, pengurus maupun dengan jaringan elemen masyarakat, pers, mahasiswa dan toko agama.

Upaya mengintensifkan forum pendidikan, yang pada mulanya sulit berjalan. Hal ini sedikit banyak berdampak pada perusahaan cara pandang anggota dan pengurus atas situasi perburuhan yang dihadapi; suatu perspektif yang tidak hanya berhenti pada tingkat pembacaan situasi perusahaan, melainkan juga di tingkat nasional maupun global.

Akhir-akhir ini di sekretariat yang menjadi tempat Kawan-Kawan SBSI 1992 melakukan rutinitas rapat, diskusi, tempat pengaduan, sumber informasi dan tempat temu jaringan. Suasana Kawan-Kawan SBSI 1992 dalam berdiskusi sudah tidak lagi membahas masalah-masalah yang normatif saja tapi mulai bicara soal politik yang menjadi obrolan serius bagi Kawan-Kawan, yang selama ini kebanyakan oleh Kawan-Kawan buruh yang lain adalah obrolan yang sangat dihindari, karena di anggap sesuatu yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kondisi perburuhan.

Sebab sudah hampir 17 tahun rezim orba jatuh, rezim yang sepanjang kekuasaannya menghancurkan kapasitas politik serikat buruh tapi sebagian besar serikat sampai saat ini masih menganggap agenda politik berada diluar kerja mereka, diangan-anganpun tidak.

Kawan-Kawan SBSI 1992 memaknai keberadaan dan kerja-kerja yang hanya sebatas dinding pabrik adalah masa lalu. 

Kesadaran ini menghadirkan pertanyaan; Ketika serikat buruh harus berpolitik, maka program politik seperti apa yang harus di bangun, bagaimana caranya mengartikulasikan kepentingan politik kelas buruh dalam situasi politik riil? Kawan-Kawan SBSI 1992 sangat sadar ketika  di luar sistem politik saat ini, keduanya merupakan pilihan yang sama-sama memiliki kelemahan. Karena itu, apapun pilihannya, pendidikan politik adalah syarat utama.

Politik tidak hadir sebagai rumusan yang terlampau abstrak, juga bukan sekedar kecaman terhadap rezim yang korup ataupun mimpi-mimpi tentang munculnya pemimpin yang jujur dan bijak. Tapi politik yang sebenarnya merekat dalam kehidupan sehari-hari kaum buruh adalah politik dalam penanganan kasus yang masih terjebak dalam logika dan prosedur hukum yang sering kali apolitis dan doktrin-doktrin kekuasaan yang rumit, yang mengacu pada mekanisme Bipartit, Tripartit atau pengadilan Hubungan Industrial.

SBSI 1992 Kabupaten Tangerang merubah pola tersebut dengan melibatkan semua anggota dan elemen masyarakat. Sebuah kasus dianggap sebagai masalah bersama yang sekaligus dijadikan sebagai sarana pendidikan anggota serta pengorganisasian dimana setiap yang terlibat bisa belajar lebih dekat bahwa tatanan politik yang berlaku saat ini terus menerus mereproduksi ketidakadilan.

Oleh sebab itu, SBSI 1992 Kabupaten Tangerang mengajak serikat lain dan masyarakat untuk berjuang bersama dalam rangka membangun jaringan dan memperkuat perjuangan. Perjuangan rakyat Indonesia pada umumnya dan kaum buruh khususnya.

Sekarang kami berjuang bersama-sama dengan serikat buruh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tangerang Raya (ALTAR) dalam perjuangan menentukan UMK 2016 Kabupaten Tangerang. Buruh harus bersatu untuk meraih semua mimpi itu dengan tidak lagi memandang siapa kamu, maupun aku.

"Belajar bahwa ketidakadilan harus dilawan bersama-sama, bukan hanya di pengadilan, tapi di setiap ruang politik sehari-hari, termasuk dijalanan"

Salam Solidaritas......

Sebuah Pilihan Ketika Buruh Berpolitik

Sebuah Pilihan Ketika Buruh Berpolitik - Sejak runtuhnya rezim orde baru, kebebasan berserikat menjadi mudah, hal ini berdampak dengan munculnya banyak serikat/serikat buruh..termasuk kami SBSI 1992.
buruh berpolitik

Namun kebebasan berserikat ini ternyata tidak memberikan ekses yang baik pada kesejahteraan kaum pekerja/buruh. Buruh sebagai kaum pekerja di lingkup perusahaan, masyarakat dan sebagai warga negara kehidupannya masih jauh dari sejahtera.

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang selama ini muncul justru lebih mengakomodasi kepentingan pemodal dan mengabaikan kepentingan buruh. Justru pada pasca reformasi semakin menunjukkan langkah mundur dalam melindungi buruh.

Posisi pemerintah yang semakin lemah dihadapan pemodal ini setidaknya ditunjukkan dengan mengakomodasi paket kebijakan perburuhan yang sangat ramah pasar dengan menggadaikan hak buruh.

Pemerintah gagal dalam mensejahterakan rakyatnya terutama seperti yang diamanatkan UUD 1945. Peran negara hilang dalam melindungi hak-hak kaum buruh, terbukti dengan dibuatnya UU privatisasi, UU investasi, UU penanaman modal asing, PP No 78 Tahun 2015 dan beberapa kebijakan lain. Ini menjadi tanda hilangnya peran negara dalam melindungi buruh dan umumnya rakyat Indonesia, bersamaan dengan politik akomodasi negara terhadap liberalisasi ekonomi global.

Liberalisasi berdampak pada:

1. Menjamurnya buruh kontrak dan outsoursing di seluruh Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Tangerang. Status ini telah semakin memberi dampak pada buruh, bukan hanya mengebiri kesejahteraan buruh tetapi juga kepastian kerja yang tidak jelas dan posisi tawar buruh dihadapan pemodal yang kian lemah.

2. Pemerintah semakin lama semakin kemah.

Peran pemerintah dalam meregulasi hukum semakin kecil. Relasi bi-partit dalam hubungan industrial telah menghilangkan peran negara dalam melindungi buruh. Dampak langsung ketika panggung perburuhan hanya menyisakan aktor buruh versus pemodal, yang terjadi adalah penindasan bagi kaum buruh. (ingat kasus perbudakan buruh pabrik panci di sepatan Tangerang) itu adalah salah satu contoh kecil dari lemahnya perlindungan terhadap kaum buruh yang dilakukan pemerintah.

3. Serikat pekerja/serikat buruh semakin terpecah belah.

Serikat pekerja/serikat buruh semakin terpecah belah dalam gerak sektoral yang sangat ketat, perpecahan ini terjadi karena mendirikan serikat sangatlah mudah, walau ini peluang kebebasan berserikat, namun pada prakteknya buruh dan serikat pekerja justru semakin diperlemah dengan aturan ini.

4. Diciptakannya praktek persaingan bebas.

Dengan diciptakannya persaingan bebas dalam membangun usaha, akan berdampak pada persaingan yang tidak sehat antar perusahaan, dan banyak industri lokal sulit bersaing.

Keinginan untuk merubah dan membangun cara pandang organisasi yang memiliki visi perjuangan, SBSI 1992 Kabupaten Tangerang berusaha untuk lebih mengintensifkan proses-proses diskusi dan berbagi pendapat antar sesama anggota, terlebih dengan sesama pengurus serikat baik ditingkat perusahaan maupun DPC dan DPD serta DPP.

Seiring mulai terbangunnya kesadaran di beberapa aktifisnya, setidaknya mampu memberikan dampak perubahan pola gerakan di SBSI 1992, konsolidasi organisasipun berjalan lebih efektif. Rapat-rapat pengurus yang dulunya lebih banyak bertemu ketika hanya ada kasus sudah mulai bergeser. Beberapa langkah yang diambil dalam upaya untuk membangun cara pandang aktifis SP/SB adalah dengan membuka ruang pertemuan informal sebagai media penghubung baik dengan anggota, pengurus maupun dengan jaringan elemen masyarakat, pers, mahasiswa dan toko agama.

Upaya mengintensifkan forum pendidikan, yang pada mulanya sulit berjalan. Hal ini sedikit banyak berdampak pada perusahaan cara pandang anggota dan pengurus atas situasi perburuhan yang dihadapi; suatu perspektif yang tidak hanya berhenti pada tingkat pembacaan situasi perusahaan, melainkan juga di tingkat nasional maupun global.

Akhir-akhir ini di sekretariat yang menjadi tempat Kawan-Kawan SBSI 1992 melakukan rutinitas rapat, diskusi, tempat pengaduan, sumber informasi dan tempat temu jaringan. Suasana Kawan-Kawan SBSI 1992 dalam berdiskusi sudah tidak lagi membahas masalah-masalah yang normatif saja tapi mulai bicara soal politik yang menjadi obrolan serius bagi Kawan-Kawan, yang selama ini kebanyakan oleh Kawan-Kawan buruh yang lain adalah obrolan yang sangat dihindari, karena di anggap sesuatu yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kondisi perburuhan.

Sebab sudah hampir 17 tahun rezim orba jatuh, rezim yang sepanjang kekuasaannya menghancurkan kapasitas politik serikat buruh tapi sebagian besar serikat sampai saat ini masih menganggap agenda politik berada diluar kerja mereka, diangan-anganpun tidak.

Kawan-Kawan SBSI 1992 memaknai keberadaan dan kerja-kerja yang hanya sebatas dinding pabrik adalah masa lalu. 

Kesadaran ini menghadirkan pertanyaan; Ketika serikat buruh harus berpolitik, maka program politik seperti apa yang harus di bangun, bagaimana caranya mengartikulasikan kepentingan politik kelas buruh dalam situasi politik riil? Kawan-Kawan SBSI 1992 sangat sadar ketika  di luar sistem politik saat ini, keduanya merupakan pilihan yang sama-sama memiliki kelemahan. Karena itu, apapun pilihannya, pendidikan politik adalah syarat utama.

Politik tidak hadir sebagai rumusan yang terlampau abstrak, juga bukan sekedar kecaman terhadap rezim yang korup ataupun mimpi-mimpi tentang munculnya pemimpin yang jujur dan bijak. Tapi politik yang sebenarnya merekat dalam kehidupan sehari-hari kaum buruh adalah politik dalam penanganan kasus yang masih terjebak dalam logika dan prosedur hukum yang sering kali apolitis dan doktrin-doktrin kekuasaan yang rumit, yang mengacu pada mekanisme Bipartit, Tripartit atau pengadilan Hubungan Industrial.

SBSI 1992 Kabupaten Tangerang merubah pola tersebut dengan melibatkan semua anggota dan elemen masyarakat. Sebuah kasus dianggap sebagai masalah bersama yang sekaligus dijadikan sebagai sarana pendidikan anggota serta pengorganisasian dimana setiap yang terlibat bisa belajar lebih dekat bahwa tatanan politik yang berlaku saat ini terus menerus mereproduksi ketidakadilan.

Oleh sebab itu, SBSI 1992 Kabupaten Tangerang mengajak serikat lain dan masyarakat untuk berjuang bersama dalam rangka membangun jaringan dan memperkuat perjuangan. Perjuangan rakyat Indonesia pada umumnya dan kaum buruh khususnya.

Sekarang kami berjuang bersama-sama dengan serikat buruh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tangerang Raya (ALTAR) dalam perjuangan menentukan UMK 2016 Kabupaten Tangerang. Buruh harus bersatu untuk meraih semua mimpi itu dengan tidak lagi memandang siapa kamu, maupun aku.

"Belajar bahwa ketidakadilan harus dilawan bersama-sama, bukan hanya di pengadilan, tapi di setiap ruang politik sehari-hari, termasuk dijalanan"

Salam Solidaritas......