Harta Karun Kerajaan Sung Jilid 21 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

21. PENGHINAAN HEK PEK MO KO

KETUA Kai-pang itu mengerutkan alisnya dan memandang marah. “Hek Pek Mo-ko, pihakmu yang pertama menghina kami, kemudian kalian pula yang menantang pi-bu! Kalau kalian kalah, kalian harus menarik kembali tuduhan kalian bahwa kami mencuri harta karun dan minta maaf kepada kami!”

“Ha-ha, baik, kami terima taruhanmu itu. Akan tetapi sebaliknya kalau kalian kalah dan kami yang menang, engkau harus menyerahkan dua orang nona manis itu kepada kami, untuk kami jadikan isteri kami!” kata Pek Mo-ko sambil memandang kepada Li Hong dan Ceng Ceng dengan mata penuh gairah.

Li Hong merasa dadanya seperti dibakar dan hendak meledak mendengar ucapan Pek Mo-ko itu. Tak mungkin ia mendiamkan saja hinaan itu. “Anjing belang putih busuk!” Ia berteriak dan sudah melompat dengan cepat, menyerang Pek Mo-ko bagaikan seekor singa yang menerkam lawan!

Begitu menyerang, ia telah mempergunakan Hek-tok-tong-sim-ciang yang ampuh. Telapak tangannya berubah menghitam dan begitu angin pukulannya menyambar, Pek Mo-ko sudah merasakan sambaran angin pukulan yang dahsyat itu. Dia terkejut dan cepat dia miringkan tubuh dan menangkis dengan ilmu andalannya, yaitu Pek-tok-ciang!

“Wuuutt! Derrr...!”

Tubuh Pek Mo-ko terdorong ke belakang dan Li Hong juga merasa betapa lengannya tergetar. Namun ia tidak gentar dan menyerang terus. Pek Mo-ko cepat mencabut pedangnya dan balas menyerang!

“Anjing, mampuslah!” Li Hong membentak dan tampak sinar hitam menyambar. ketika ia mencabut Ban-tok-kiam (Pedang Selaksa Racun) lalu pedangnya berkelebat menjadi sinar hitam yang bergulung-gulung dan mengeluarkan bunyi mencicit mengerikan!

Pek Mo-ko makin terkejut, akan tetapi dia pun bukan seorang lemah, melainkan seorang ahli pedang yang lihai, maka dia pun melawan mati-matian sehingga terjadilah perkelahian dengan pedang yang amat seru. Melihat betapa lihainya Li Hong, Hek Mo-ko mengkhawatirkan adiknya. Mereka berdua memang memiliki keistimewaan, yaitu ketangguhan mereka menjadi berlipat ganda kalau mereka maju bersama. Mereka telah membentuk ilmu pedang dan golok yang disatukan saling bantu dalam penyerangan dan saling melindungi dalam pertahanan. Maka Hek Mo-ko lalu melompat dan maju mengeroyok Li Hong!

“Hemm, kalian berdua manusia curang!” terdengar seruan lembut dan bayangan putih berkelebat cepat sekali ketika Pek-eng Sianli Liu Ceng Ceng sudah melompat dan terjun ke arena pertempuran untuk membantu adik angkatnya yang dikeroyok. Ceng Ceng yang menggunakan senjata ranting, namun karena gerakannya yang luar biasa cepat dan ringannya, dan tenaga sin-kang tinggi yang membuat ranting itu menjadi senjata yang kuat dan berbahaya, maka begitu diterjang oleh gadis ini, Hek Mo-ko terpaksa melindungi dirinya dari ancaman bayangan putih yang seolah mengepung dan mengitari dirinya itu!

Kui-tung Sin-kai dan Yauw Tek hanya saling pandang dan Yauw Tek menggerakkan kedua pundaknya tanda bahwa dia tidak berdaya. Memang tidak mungkin mencegah Li Hong bertindak. Tidak mungkin mencoba untuk menghentikan Li Hong yang mengamuk itu. Dan Ceng Ceng hanya membantu Li Hong melihat adiknya dikeroyok. Tentu saja kedua orang gagah ini tidak mau maju mengeroyok walaupun pi-bu itu kini salah alamat. Yang ditantang adalah Ketua Kai-pang, akan tetapi kini yang maju adalah dua orang gadis luar yang sama sekali bukan anggauta Ang-tung Kai-pang!

Akan tetapi melihat Yauw Tek agaknya tidak dapat menghentikan amukan Li Hong yang kini dibantu Ceng Ceng, Kui-tung Sin-kai juga tidak berani turun tangan dan terpaksa dia hanya menjadi penonton. Ketua Kai-pang ini pun terkejut dan kagum bukan main. Dia sudah tahu akan kelihaian Yauw Tek, akan tetapi melihat sepak terjang dua orang gadis cantik itu ketika melawan Hek Pek Mo-ko, dia benar-benar kagum. Sama sekali tidak pernah diduganya bahwa dua orang gadis itu memiliki ilmu silat yang demikian hebatnya sehingga mereka bedua mampu menandingi Hek Pek Mo-ko!

Sementara itu, Yauw Tek juga tidak dapat berbuat sesuatu. Dia tidak berani menghentikan atau mencegah dua orang gadis itu, terutama Li Hong, untuk berhenti mengamuk. Dan dipikir memang dua orang macam Hek Pek Mo-ko itu pantas untuk diberi hajaran keras!

Anak buah kedua pihak juga tercengang melihat perubahan keadaan ini. Mereka tidak jadi melihat kedua pimpin¬an mereka melakukan pi-bu, melainkan dua orang gadis jelita yang amat lihai bertanding mati-matian melawan Hek Pek Mo-ko! Ketika Kui-tung Sin-kai memandang kepada Yauw Tek dengan sinar mata mengandung pertanyaan dan minta pendapat, Yauw Tek menggelengkan kepala.

“Biarkan saja, Pangcu. Tidak mungkin menghentikan Hong-moi, dan aku kira mereka tidak akan kalah. Aku sudah siap melindungi mereka kalau terancam bahaya.”

Legalah hati Kui-tung Sin-kai mendengar ini. Tentu saja hatinya merasa khawatir dan tidak enak sekali kalau sampai dua orang gadis itu menderita luka atau tewas karena membela perkumpulannya.

Perkelahian itu memang seru dan hebat sekali. Mula-mula mereka memang bertanding secara terpisah. Pek Mo-ko melawan Li Hong, dan Hek Mo-ko melawan Ceng Ceng. Akan tetapi dalam pertandingan satu lawan satu ini, Pek Mo-ko kalah ganas dibandingkan Li Hong, sedangkan Hek Mo-ko kalah cepat dari lawannya, Ceng Ceng. Maka, melihat pihaknya terdesak, Hek Mo-ko memberi isyarat dan mereka berdua kini bekerja sama, menggabungkan ilmu silat pedang dan golok mereka.

Begitu mereka bergabung, memang dua orang gadis itu terkejut dan agak kewalahan. Lawan yang bergabung itu menjadi kuat bukan main, juga mereka menggunakan penggabungan tenaga Hek-tok-ciang dan Pek-tok-ciang, menambah serangan senjata mereka dengan dorongan pukulan tangan kiri mereka yang berubah hitam dan putih.

Namun, Li Hong menyambut dengan dorongan tangan kiri dengan ilmu andalannya, yaitu Hek-tok-tong-sim-ciang, sedangkan Ceng Ceng mengandalkan kelebihannya dalam gin-kang (ilmu meringankan tubuh) sehingga tubuhnya berubah menjadi bayangan putih yang berkelebatan dan sulit untuk dapat dijadikan sasaran.

Melihat betapa Hek Pek Mo-ko menjadi kuat sekali setelah menjadi pasangan yang tergabung, Yauw Tek mengerutkan alisnya. Berbahaya juga bagi dua orang gadis itu kalau keadaannya terus begini, pikirnya. Dia diam sejenak memperhatikan jalannya pertandingan lalu dia berseru kepada dua orang gadis itu. “Ceng-moi, engkau bagian pertahanan dan Hong-moi di bagian penyerangan!”

Dua orang gadis itu dapat menangkap apa yang dimaksudkan Yauw Tek dengan seruan itu. Yauw Tek memang sudah memperhitungkan ketika dia mengamati perkelahian itu. Li Hong amat ganas dengan penyerangannya, membahayakan lawan. Sedangkan Ceng Ceng yang memiliki gerakan luar biasa cepatnya itu, lebih kuat dalam pertahanan. Hal ini mungkin karena watak lembut dan hati penuh kedamaian itu membuat Ceng Ceng tidak terlalu kejam dan bahkan tidak tega untuk membunuh lawan sehingga penyerangannya kurang ganas, tidak seperti Li Hong yang mengamuk seperti seekor naga marah!

Dua orang gadis perkasa itu percaya sepenuhnya kepada Yauw Tek. Maka, mendengar seruan pemuda itu, mereka lalu mengubah cara tata kelahi mereka. Li Hong mengamuk dan membagi-bagi serangannya kepada dua orang lawan itu, sedangkan Ceng Ceng dengan gerakannya yang cepat membentuk pertahanan dan rantingnya membentuk perisai yang kuat dan yang dapat menahan atau menangkis semua serangan golok dan pedang Hek Pek Mo-ko!

Perkelahian itu semakin seru dan menegangkan. Akan tetapi juga indah ditonton. Menakjubkan sekali melihat bayangan putih Ceng Ceng berkelebatan seolah menjadi banyak, berkelebatan di antara bayangan hitam dan putih dari Hek Pek Mo-ko, ditambah sinar pedang Ban-tok-kiam di tangan Li Hong, sinar putih pedang dan golok di tangan Hek Pek Mo-ko, dan sinar kuning dari ranting yang digerakkan Ceng Ceng!

Para anak buah kedua pihak menonton dengan penuh rasa kagum, tegang dan juga terkejut karena semula tidak ada yang mengira bahwa dua orang gadis cantik itu memiliki kepandaian setinggi itu. Yang paling terkejut dan juga cemas adalah Hek Pek Mo-ko. Tadi ketika mereka bergabung, mereka hampir yakin akan mampu mengalahkan dua orang gadis itu.

Akan tetapi sekarang ternyata pertahanan yang dilakukan gadis baju putih yang memiliki gerakan amat ringan dan cepat itu kokoh sekali, juga serangan-serangan gadis yang memiliki pedang hitam mengerikan itu amat berbahaya dan ganas. Kini mereka menyadari bahwa kalau dilanjutkan, mereka akan kalah dan mendapat malu. Maka, untuk mencari jalan agar dapat keluar dari desakan Li Hong, Hek Mo-ko berseru memberi isyarat kepada anak buahnya.

Mendengar isyarat ini, sekitar limapuluh orang anak buah Hek Pek Mo-ko bersorak dan mereka maju dengan senjata di tangan, hendak mengeroyok dua orang gadis itu. Tentu saja Kui-tung Sin-kai segera memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk menyambut mereka. Dia sendiri juga mengamuk dengan tongkat merahnya.

Anak buah Hek Pek Mo-ko itu pun maju dua-dua seperti pimpinan mereka. Seorang anggauta berpakaian hitam ditemani seorang anggauta berpakaian putih dan senjata mereka yang berlainan, yang hitam bersenjata golok, yang putih pedang, dan mereka bergerak saling bantu dengan kompak sekali! Terjadilah pertempuran yang seru di antara anak buah kedua pihak. Yauw Tek sendiri hanya menonton karena dia merasa kurang adil kalau dia melawan para anak buah Hek Pek Mo-ko yang tentu saja tidak akan mampu menandinginya.

Hek Pek Mo-ko yang sudah memperhitungkan keadaan, ketika beberapa orang anak buah mereka datang membantu, mereka menggunakan kesempatan selagi terjadi kekacauan itu, mereka melompat jauh ke belakang dan melarikan diri!

“Anjing-anjing busuk, kalian hendak lari ke mana?” Li Hong melompat dan melakukan pengejaran memasuki hutan.

“Hong-moi...!” Ceng Ceng hendak mengejar, akan tetapi Yauw Tek sudah berada di dekatnya.

“Ceng-moi, biarkan aku yang mengejar Hong-moi.” Pemuda itu memandang ke sekeliling di mana terjadi pertempuran itu. “Engkau di sini saja membantu Ketua Kai-pang.” Sebelum Ceng Ceng menjawab Yauw Tek sudah melompat dan mengejar ke arah larinya Li Hong yang mengejar dua orang lawannya itu.

Pertempuran itu masih berlangsung seru. Ketika para anak buah Hek Pek Mo-ko melihat dua orang pemimpin mereka melarikan diri, hati mereka merasa gentar. Sudah ada belasan orang rekan mereka yang roboh. Maka setelah tidak ada lagi yang memimpin, mereka lalu melarikan diri sambil membawa teman-teman yang terluka dan meninggalkan lima orang rekan yang sudah tewas.

Kui-tung Sin-kai melarang anak buahnya untuk melakukan pengejaran terhadap lawan yang melarikan diri. Ceng Ceng sibuk memeriksa dan mengobati sembilan orang anak buah Kai-pang yang terluka. Tidak ada yang tewas di antara mereka. Sebelum kembali ke perkampungan mereka, Kui-tung Sin-kai memerintahkan anak buahnya untuk mengubur mayat lima orang anggauta Hek Pek Mo-ko.

Melihat ini, Ceng Ceng semakin suka kepada Ketua Kai-pang itu. Sebaliknya, Kui-tung Sin-kai kagum bukan main melihat betapa cekatan dan pandainya Ceng Ceng mengobati mereka yang terluka. Gadis yang lemah lembut ini, selain lihai ilmu silatnya, ternyata juga merupakan seorang ahli pengobatan yang pandai pula.

Setelah semua selesai dan para anggauta Kai-pang disuruh pulang, Kui-tung Sin-kai berkata kepada Ceng Ceng. “Nona Liu, bagaimana dengan Nona Tan dan Yauw-sicu yang mengejar musuh tadi?”

“Pangcu, tadi ketika terjadi serbuan dari anak buah Hek Pek Mo-ko, dalam kekacauan itu Hek Pek Mo-ko lalu melarikan diri. Hong-moi segera mengejar mereka. Hong-moi tidak dapat dicegah, Pangcu, karena ia memang berhati keras dan membenci Hek Pek Mo-ko yang telah menghinanya. Aku hendak mengejar, akan tetapi Yauw-twako melarangku, menyuruh aku tinggal dan dialah yang melakukan pengejaran.”

“Hemm, berbahaya sekali.” Ketua Kai-pang itu mengelus jenggotnya yang panjang. “Sekarang Hek Pek Mo-ko berada di bagian Utara pegunungan ini, di Bukit Batu yang terletak jauh dari sini yang berada di bagian Selatan. Dua orang itu licik dan berbahaya, aku khawatir kalau-kalau Nona Tan akan terjebak oleh mereka.”

“Tidak perlu khawatir, Pangcu. Hong-moi memiliki ilmu silat yang amat tangguh, cukup kuat untuk menjaga diri. Apalagi ada Yauw-twako yang mengejarnya.”

“Syukurlah kalau begitu, hatiku tidak gelisah lagi. Nona Liu, sekarang terbuktilah bahwa urusan harta karun Kerajaan Sung yang kabarnya dicuri orang yang berasal dari Thai-san sudah diketahui banyak orang dan pasti akan menggegerkan dunia kang-ouw. Hek Pek Mo-ko sudah menuduh bahwa Ang-tung Kai-pang sebagai pencurinya. Bagaimana menurut pendapatmu? Benarkah pendapat Nona Tan tadi bahwa agaknya Hek Pek Mo-ko sendiri yang mencurinya dan hendak mengalihkan perhatian agar orang-orang mengira kami yang mencurinya?”

“Biarpun perkiraan Hong-moi itu mungkin dilakukan oleh pencuri harta karun untuk mengalihkan perhatian sehingga si pencuri sendiri tidak dicurigai, akan tetapi menurut pendapatku, agaknya Hek Pek Mo-ko tidak mencuri harta itu. Mereka memang mengira bahwa harta itu ada pada Ang-tung Kai-pang, maka mereka sengaja mencari permusuhan. Tentu saja dengan harapan kalau mereka dapat mengalahkan dan menguasai Ang-tung Kai-pang, harta karun itu akan dapat mereka miliki. Tidak, Pangcu, kukira pencurinya adalah orang yang jauh lebih lihai dan berbahaya dibandingkan Hek Pek Mo-ko. Orang yang berani menantang seperti pencuri itu dengan mengaku bahwa dia datang dari Thai-san, pasti bukan orang sembarangan dan dia sudah yakin bahwa dia mampu menandingi siapa saja yang hendak mengganggunya.”

Mereka lalu pulang dan menanti kembalinya Li Hong dan Yauw Tek di perkampungan Ang-tung Kai-pang. Akan tetapi setelah menanti sehari semalam Li Hong dan Yauw Tek belum juga kembali ke perkampungan itu, Kui-tung Sin-kai mulai merasa gelisah. Bagaimanapun juga, Li Hong dan Yauw Tek adalah tamunya yang telah membela Ang-tung Kai-pang sehingga mereka terlibat permusuhan dengan Hek Pek Mo-ko. Kalau mereka tertimpa bencana, dia merasa bertanggung jawab. Ketika dia mengemukakan kekhawatirannya kepada Ceng Ceng, gadis itu berkata tenang.

“Harap Pangcu tenang. Aku percaya sepenuhnya kepada Hong-moi dan Yauw-twako. Mereka pasti mampu menjaga diri dengan baik. Tentu ada sesuatu yang sedang mereka selidiki maka mereka belum kembali ke sini.”

“Akan tetapi, bagaimana kalau sesuatu itu mengancam keselamatan mereka? Aku merasa tidak enak sekali karena mereka terlibat karena membela kami.”

Ceng Ceng tersenyum memandang ketua itu. “Baiklah, Pangcu. Aku akan menyusul mereka.” Setelah berkata demikian, Ceng Ceng berkemas lalu pergi mencari Yauw Tek dan Li Hong. Ketika Kui-tung Sin-kai hendak menemaninya atau menyuruh anak buahnya mengawal, Ceng Ceng menolaknya dengan halus. Ia mengatakan bahwa ia biasa melakukan perjalanan seorang diri dan minta agar ketua itu tidak khawatir.

********************

cerita silat online karya kho ping hoo

Dengan penuh kemarahan Li Hong melakukan pengejaran terhadap Hek Mo-ko dan Pek Mo-ko yang melarikan diri ke dalam hutan. Dua orang itu telah berani menghinanya, karena itu ia tidak akan merasa puas sebelum dapat membunuh mereka! Sebetulnya, dalam hal ilmu berlari cepat, Li Hong masih lebih unggul dibandingkan Hek Pek Mo-ko. Akan tetapi kelebihannya ini tidak ada artinya karena ia sama sekali tidak mengenal daerah itu. Maka terkadang ia kehilangan bayangan dua orang yang dikejarnya.

Li Hong tidak mau menghentikan pengejarannya. Ia mencari terus dan setelah mendapatkan jejak mereka, ia mengejar terus dengan penuh semangat. Saking semangatnya, ia tidak menyadari bahwa ia telah melakukan pengejaran setengah hari lebih, juga tidak menyadari bahwa ia telah jauh meninggalkan tempat pertandingan tadi. Ia telah keluar masuk beberapa buah hutan, naik turun beberapa buah bukit dan masih terus ia membayangi dua orang itu, seperti seorang pemburu sedang mengejar dua ekor binatang buruannya!

Perubahan cuaca tidak disadarinya. Perlahan-lahan cuaca menjadi kurang cerah karena matahari telah condong ke barat. Baru setelah ia memasuki sebuah hutan lebat di lereng Thai-san itu, menyadari bahwa cuaca mulai gelap. Hutan itu lebat, penuh pohon-pohon yang tinggi dan besar sehingga sinar matahari yang mulai melemah itu sukar dapat menembus celah-celah pohon.

Begitu menyadari bahwa hari telah mulai sore dan ia kembali kehilangan jejak dua orang yang diburunya, Li Hong menyadari keadaannya dan ia menjadi bingung juga. Ia berada di tengah hutan lebat, tidak akan mudah mencari jalan pulang ke perkampungan Ang-tung Kai-pang. Ia juga menyadari bahwa tidak ada gunanya lagi melanjutkan pengejaran karena sebentar lagi tentu gelap dan tak mungkin ia melanjutkan pengejaran. Dua orang itu tidak akan dapat disusulnya. Ia merasa gemas dan penasaran sekali.

Ia berdiri di tengah hutan, menghentikan pengejarannya, mengepal kedua tangan dan berkata gemas. “Biarlah! Hari ini kalian dapat melarikan diri. Tunggu, aku akan mendatangi sarangmu dan di sana aku akan membunuh Hek Pek Mo-ko!”

Setelah berkata demikian, ia mulai mencari jalan untuk kembali ke perkampungan Ang-tung Kai-pang. Namun ia menjadi bingung karena di dalam hutan lebat itu ia kehilangan arah. Akan tetapi ia tidak mau kemalaman dalam hutan lebat itu dan melangkah terus untuk dapat keluar dari dalam hutan.

Senja telah masuk ke dalam hutan. Cuaca mulai remang-remang. Li Hong mulai merasa khawatir. Kalau ia tidak mampu keluar dari dalam hutan sebelum malam tiba, berarti ia harus melewatkan malam di dalam hutan lebat dan gelap itu! Karena cuaca mulai gelap dan hatinya merasa penasaran, jengkel dan agak bingung, kewaspadaannya berkurang. Ketika ia melangkah di bawah sebatang pohon besar, ia menginjak tanah berumput, tiba-tiba kedua kakinya terperosok ke sebuah lubang, disambut sebuah jala dan ia pun terangkat ke atas di dalam sebuah jala hitam yang kuat!

“Keparat!” Li Hong mengutuk. Ia telah terjerat jebakan yang agaknya dipasang orang untuk menjebak binatang dan menangkapnya hidup-hidup! Li Hong meronta dan meraba gagang pedangnya di punggung. Karena jala itu kuat dan ketat membungkus tubuhnya, agak sukar baginya untuk mencabut pedangnya guna membabat putus jala itu.

Tiba-tiba, sebelum ia berhasil mencabut pedangnya, sesosok bayangan berkelebat dalam keremangan cuaca itu, lalu cepat sekali bayangan itu memukul tengkuk Li Hong yang masih rebah telentang dalam jala dan tergantung. Li Hong tidak mampu menghindarkan diri dan begitu tengkuknya ditepuk, ia pun pingsan dan tidak tahu apa-apa lagi!

Ketika siuman dari pingsannya, Li Hong mendapatkan dirinya berada dalam pondongan seorang laki-laki tinggi besar. Tubuhnya telungkup di pundak orang itu dan ketika dengan marah ia hendak me¬ngerahkan tenaga untuk meronta dan melepaskan diri, dengan kaget ia mendapatkan bahwa kaki tangannya tidak mampu digerakkan! Ternyata ia telah tertotok secara lihai sekali sehingga tubuhnya menjadi lemas dan tidak dapat mengerahkan tenaga!

Li Hong adalah seorang gadis pemberani yang cerdik. Ia tidak merasa takut dan tidak bergerak, berpura-pura masih pingsan akan tetapi ia diam-diam memperhitungkan segalanya. Laki-laki tinggi besar yang tak dapat dilihat wajahnya dengan jelas karena cuaca sudah gelap itu, melangkah lebar dan di sebelah kirinya terdapat orang kedua yang berjalan. Orang kedua ini pun tinggi besar dan mereka berjalan tanpa mengeluarkan suara. Tak lama kemudian, mereka sudah keluar dari dalam hutan itu dan berjalan di atas jalan umum yang kasar berbatu-batu.

Tak lama kemudian mereka berhenti di depan sebuah gubuk yang berada di tepi jalan, di luar sebuah hutan lagi. Pemanggul tubuh Li Hong berkata dengan suara yang kasar, dalam logat bahasa orang Mongol, kepada temannya.

“Buka pintunya dan nyalakan lampu,” sambil memindahkan tubuh Li Hong dari pundak kiri ke pundak kanan.

“Magu, gubuk ini punyaku, maka berikanlah gadis itu lebih dulu kepadaku, baru kemudian engkau boleh...”

“Enak saja engkau! Siapa yang menangkap gadis ini? Perangkapku! Yang masuk perangkapku berarti milikku! Akan tetapi karena engkau rekanku dan engkau yang punya gubuk ini, maka nanti engkau boleh mengambil bagian. Akan tetapi aku lebih dulu! Kalau engkau tidak mau, biar aku mencari tempat lain. Untuk bersenang-senang, tidak harus di dalam gubukmu!”

“Baiklah, mari masuk,” kata orang kedua.

Mereka memasuki gubuk dan sebuah lampu dinyalakan. Si Pemanggul itu lalu melepaskan tubuh Li Hong ke atas sebuah dipan kayu yang kasar. Tubuh gadis itu rebah telentang. di atas dipan dan kini ia dapat melihat agak jelas wajah kedua orang laki-laki itu dan diam-diam ia merasa ngeri. Mereka itu ternyata merupakan dua orang yang berpakaian kasar seperti para pemburu...

Harta Karun Kerajaan Sung Jilid 21

21. PENGHINAAN HEK PEK MO KO

KETUA Kai-pang itu mengerutkan alisnya dan memandang marah. “Hek Pek Mo-ko, pihakmu yang pertama menghina kami, kemudian kalian pula yang menantang pi-bu! Kalau kalian kalah, kalian harus menarik kembali tuduhan kalian bahwa kami mencuri harta karun dan minta maaf kepada kami!”

“Ha-ha, baik, kami terima taruhanmu itu. Akan tetapi sebaliknya kalau kalian kalah dan kami yang menang, engkau harus menyerahkan dua orang nona manis itu kepada kami, untuk kami jadikan isteri kami!” kata Pek Mo-ko sambil memandang kepada Li Hong dan Ceng Ceng dengan mata penuh gairah.

Li Hong merasa dadanya seperti dibakar dan hendak meledak mendengar ucapan Pek Mo-ko itu. Tak mungkin ia mendiamkan saja hinaan itu. “Anjing belang putih busuk!” Ia berteriak dan sudah melompat dengan cepat, menyerang Pek Mo-ko bagaikan seekor singa yang menerkam lawan!

Begitu menyerang, ia telah mempergunakan Hek-tok-tong-sim-ciang yang ampuh. Telapak tangannya berubah menghitam dan begitu angin pukulannya menyambar, Pek Mo-ko sudah merasakan sambaran angin pukulan yang dahsyat itu. Dia terkejut dan cepat dia miringkan tubuh dan menangkis dengan ilmu andalannya, yaitu Pek-tok-ciang!

“Wuuutt! Derrr...!”

Tubuh Pek Mo-ko terdorong ke belakang dan Li Hong juga merasa betapa lengannya tergetar. Namun ia tidak gentar dan menyerang terus. Pek Mo-ko cepat mencabut pedangnya dan balas menyerang!

“Anjing, mampuslah!” Li Hong membentak dan tampak sinar hitam menyambar. ketika ia mencabut Ban-tok-kiam (Pedang Selaksa Racun) lalu pedangnya berkelebat menjadi sinar hitam yang bergulung-gulung dan mengeluarkan bunyi mencicit mengerikan!

Pek Mo-ko makin terkejut, akan tetapi dia pun bukan seorang lemah, melainkan seorang ahli pedang yang lihai, maka dia pun melawan mati-matian sehingga terjadilah perkelahian dengan pedang yang amat seru. Melihat betapa lihainya Li Hong, Hek Mo-ko mengkhawatirkan adiknya. Mereka berdua memang memiliki keistimewaan, yaitu ketangguhan mereka menjadi berlipat ganda kalau mereka maju bersama. Mereka telah membentuk ilmu pedang dan golok yang disatukan saling bantu dalam penyerangan dan saling melindungi dalam pertahanan. Maka Hek Mo-ko lalu melompat dan maju mengeroyok Li Hong!

“Hemm, kalian berdua manusia curang!” terdengar seruan lembut dan bayangan putih berkelebat cepat sekali ketika Pek-eng Sianli Liu Ceng Ceng sudah melompat dan terjun ke arena pertempuran untuk membantu adik angkatnya yang dikeroyok. Ceng Ceng yang menggunakan senjata ranting, namun karena gerakannya yang luar biasa cepat dan ringannya, dan tenaga sin-kang tinggi yang membuat ranting itu menjadi senjata yang kuat dan berbahaya, maka begitu diterjang oleh gadis ini, Hek Mo-ko terpaksa melindungi dirinya dari ancaman bayangan putih yang seolah mengepung dan mengitari dirinya itu!

Kui-tung Sin-kai dan Yauw Tek hanya saling pandang dan Yauw Tek menggerakkan kedua pundaknya tanda bahwa dia tidak berdaya. Memang tidak mungkin mencegah Li Hong bertindak. Tidak mungkin mencoba untuk menghentikan Li Hong yang mengamuk itu. Dan Ceng Ceng hanya membantu Li Hong melihat adiknya dikeroyok. Tentu saja kedua orang gagah ini tidak mau maju mengeroyok walaupun pi-bu itu kini salah alamat. Yang ditantang adalah Ketua Kai-pang, akan tetapi kini yang maju adalah dua orang gadis luar yang sama sekali bukan anggauta Ang-tung Kai-pang!

Akan tetapi melihat Yauw Tek agaknya tidak dapat menghentikan amukan Li Hong yang kini dibantu Ceng Ceng, Kui-tung Sin-kai juga tidak berani turun tangan dan terpaksa dia hanya menjadi penonton. Ketua Kai-pang ini pun terkejut dan kagum bukan main. Dia sudah tahu akan kelihaian Yauw Tek, akan tetapi melihat sepak terjang dua orang gadis cantik itu ketika melawan Hek Pek Mo-ko, dia benar-benar kagum. Sama sekali tidak pernah diduganya bahwa dua orang gadis itu memiliki ilmu silat yang demikian hebatnya sehingga mereka bedua mampu menandingi Hek Pek Mo-ko!

Sementara itu, Yauw Tek juga tidak dapat berbuat sesuatu. Dia tidak berani menghentikan atau mencegah dua orang gadis itu, terutama Li Hong, untuk berhenti mengamuk. Dan dipikir memang dua orang macam Hek Pek Mo-ko itu pantas untuk diberi hajaran keras!

Anak buah kedua pihak juga tercengang melihat perubahan keadaan ini. Mereka tidak jadi melihat kedua pimpin¬an mereka melakukan pi-bu, melainkan dua orang gadis jelita yang amat lihai bertanding mati-matian melawan Hek Pek Mo-ko! Ketika Kui-tung Sin-kai memandang kepada Yauw Tek dengan sinar mata mengandung pertanyaan dan minta pendapat, Yauw Tek menggelengkan kepala.

“Biarkan saja, Pangcu. Tidak mungkin menghentikan Hong-moi, dan aku kira mereka tidak akan kalah. Aku sudah siap melindungi mereka kalau terancam bahaya.”

Legalah hati Kui-tung Sin-kai mendengar ini. Tentu saja hatinya merasa khawatir dan tidak enak sekali kalau sampai dua orang gadis itu menderita luka atau tewas karena membela perkumpulannya.

Perkelahian itu memang seru dan hebat sekali. Mula-mula mereka memang bertanding secara terpisah. Pek Mo-ko melawan Li Hong, dan Hek Mo-ko melawan Ceng Ceng. Akan tetapi dalam pertandingan satu lawan satu ini, Pek Mo-ko kalah ganas dibandingkan Li Hong, sedangkan Hek Mo-ko kalah cepat dari lawannya, Ceng Ceng. Maka, melihat pihaknya terdesak, Hek Mo-ko memberi isyarat dan mereka berdua kini bekerja sama, menggabungkan ilmu silat pedang dan golok mereka.

Begitu mereka bergabung, memang dua orang gadis itu terkejut dan agak kewalahan. Lawan yang bergabung itu menjadi kuat bukan main, juga mereka menggunakan penggabungan tenaga Hek-tok-ciang dan Pek-tok-ciang, menambah serangan senjata mereka dengan dorongan pukulan tangan kiri mereka yang berubah hitam dan putih.

Namun, Li Hong menyambut dengan dorongan tangan kiri dengan ilmu andalannya, yaitu Hek-tok-tong-sim-ciang, sedangkan Ceng Ceng mengandalkan kelebihannya dalam gin-kang (ilmu meringankan tubuh) sehingga tubuhnya berubah menjadi bayangan putih yang berkelebatan dan sulit untuk dapat dijadikan sasaran.

Melihat betapa Hek Pek Mo-ko menjadi kuat sekali setelah menjadi pasangan yang tergabung, Yauw Tek mengerutkan alisnya. Berbahaya juga bagi dua orang gadis itu kalau keadaannya terus begini, pikirnya. Dia diam sejenak memperhatikan jalannya pertandingan lalu dia berseru kepada dua orang gadis itu. “Ceng-moi, engkau bagian pertahanan dan Hong-moi di bagian penyerangan!”

Dua orang gadis itu dapat menangkap apa yang dimaksudkan Yauw Tek dengan seruan itu. Yauw Tek memang sudah memperhitungkan ketika dia mengamati perkelahian itu. Li Hong amat ganas dengan penyerangannya, membahayakan lawan. Sedangkan Ceng Ceng yang memiliki gerakan luar biasa cepatnya itu, lebih kuat dalam pertahanan. Hal ini mungkin karena watak lembut dan hati penuh kedamaian itu membuat Ceng Ceng tidak terlalu kejam dan bahkan tidak tega untuk membunuh lawan sehingga penyerangannya kurang ganas, tidak seperti Li Hong yang mengamuk seperti seekor naga marah!

Dua orang gadis perkasa itu percaya sepenuhnya kepada Yauw Tek. Maka, mendengar seruan pemuda itu, mereka lalu mengubah cara tata kelahi mereka. Li Hong mengamuk dan membagi-bagi serangannya kepada dua orang lawan itu, sedangkan Ceng Ceng dengan gerakannya yang cepat membentuk pertahanan dan rantingnya membentuk perisai yang kuat dan yang dapat menahan atau menangkis semua serangan golok dan pedang Hek Pek Mo-ko!

Perkelahian itu semakin seru dan menegangkan. Akan tetapi juga indah ditonton. Menakjubkan sekali melihat bayangan putih Ceng Ceng berkelebatan seolah menjadi banyak, berkelebatan di antara bayangan hitam dan putih dari Hek Pek Mo-ko, ditambah sinar pedang Ban-tok-kiam di tangan Li Hong, sinar putih pedang dan golok di tangan Hek Pek Mo-ko, dan sinar kuning dari ranting yang digerakkan Ceng Ceng!

Para anak buah kedua pihak menonton dengan penuh rasa kagum, tegang dan juga terkejut karena semula tidak ada yang mengira bahwa dua orang gadis cantik itu memiliki kepandaian setinggi itu. Yang paling terkejut dan juga cemas adalah Hek Pek Mo-ko. Tadi ketika mereka bergabung, mereka hampir yakin akan mampu mengalahkan dua orang gadis itu.

Akan tetapi sekarang ternyata pertahanan yang dilakukan gadis baju putih yang memiliki gerakan amat ringan dan cepat itu kokoh sekali, juga serangan-serangan gadis yang memiliki pedang hitam mengerikan itu amat berbahaya dan ganas. Kini mereka menyadari bahwa kalau dilanjutkan, mereka akan kalah dan mendapat malu. Maka, untuk mencari jalan agar dapat keluar dari desakan Li Hong, Hek Mo-ko berseru memberi isyarat kepada anak buahnya.

Mendengar isyarat ini, sekitar limapuluh orang anak buah Hek Pek Mo-ko bersorak dan mereka maju dengan senjata di tangan, hendak mengeroyok dua orang gadis itu. Tentu saja Kui-tung Sin-kai segera memberi aba-aba kepada anak buahnya untuk menyambut mereka. Dia sendiri juga mengamuk dengan tongkat merahnya.

Anak buah Hek Pek Mo-ko itu pun maju dua-dua seperti pimpinan mereka. Seorang anggauta berpakaian hitam ditemani seorang anggauta berpakaian putih dan senjata mereka yang berlainan, yang hitam bersenjata golok, yang putih pedang, dan mereka bergerak saling bantu dengan kompak sekali! Terjadilah pertempuran yang seru di antara anak buah kedua pihak. Yauw Tek sendiri hanya menonton karena dia merasa kurang adil kalau dia melawan para anak buah Hek Pek Mo-ko yang tentu saja tidak akan mampu menandinginya.

Hek Pek Mo-ko yang sudah memperhitungkan keadaan, ketika beberapa orang anak buah mereka datang membantu, mereka menggunakan kesempatan selagi terjadi kekacauan itu, mereka melompat jauh ke belakang dan melarikan diri!

“Anjing-anjing busuk, kalian hendak lari ke mana?” Li Hong melompat dan melakukan pengejaran memasuki hutan.

“Hong-moi...!” Ceng Ceng hendak mengejar, akan tetapi Yauw Tek sudah berada di dekatnya.

“Ceng-moi, biarkan aku yang mengejar Hong-moi.” Pemuda itu memandang ke sekeliling di mana terjadi pertempuran itu. “Engkau di sini saja membantu Ketua Kai-pang.” Sebelum Ceng Ceng menjawab Yauw Tek sudah melompat dan mengejar ke arah larinya Li Hong yang mengejar dua orang lawannya itu.

Pertempuran itu masih berlangsung seru. Ketika para anak buah Hek Pek Mo-ko melihat dua orang pemimpin mereka melarikan diri, hati mereka merasa gentar. Sudah ada belasan orang rekan mereka yang roboh. Maka setelah tidak ada lagi yang memimpin, mereka lalu melarikan diri sambil membawa teman-teman yang terluka dan meninggalkan lima orang rekan yang sudah tewas.

Kui-tung Sin-kai melarang anak buahnya untuk melakukan pengejaran terhadap lawan yang melarikan diri. Ceng Ceng sibuk memeriksa dan mengobati sembilan orang anak buah Kai-pang yang terluka. Tidak ada yang tewas di antara mereka. Sebelum kembali ke perkampungan mereka, Kui-tung Sin-kai memerintahkan anak buahnya untuk mengubur mayat lima orang anggauta Hek Pek Mo-ko.

Melihat ini, Ceng Ceng semakin suka kepada Ketua Kai-pang itu. Sebaliknya, Kui-tung Sin-kai kagum bukan main melihat betapa cekatan dan pandainya Ceng Ceng mengobati mereka yang terluka. Gadis yang lemah lembut ini, selain lihai ilmu silatnya, ternyata juga merupakan seorang ahli pengobatan yang pandai pula.

Setelah semua selesai dan para anggauta Kai-pang disuruh pulang, Kui-tung Sin-kai berkata kepada Ceng Ceng. “Nona Liu, bagaimana dengan Nona Tan dan Yauw-sicu yang mengejar musuh tadi?”

“Pangcu, tadi ketika terjadi serbuan dari anak buah Hek Pek Mo-ko, dalam kekacauan itu Hek Pek Mo-ko lalu melarikan diri. Hong-moi segera mengejar mereka. Hong-moi tidak dapat dicegah, Pangcu, karena ia memang berhati keras dan membenci Hek Pek Mo-ko yang telah menghinanya. Aku hendak mengejar, akan tetapi Yauw-twako melarangku, menyuruh aku tinggal dan dialah yang melakukan pengejaran.”

“Hemm, berbahaya sekali.” Ketua Kai-pang itu mengelus jenggotnya yang panjang. “Sekarang Hek Pek Mo-ko berada di bagian Utara pegunungan ini, di Bukit Batu yang terletak jauh dari sini yang berada di bagian Selatan. Dua orang itu licik dan berbahaya, aku khawatir kalau-kalau Nona Tan akan terjebak oleh mereka.”

“Tidak perlu khawatir, Pangcu. Hong-moi memiliki ilmu silat yang amat tangguh, cukup kuat untuk menjaga diri. Apalagi ada Yauw-twako yang mengejarnya.”

“Syukurlah kalau begitu, hatiku tidak gelisah lagi. Nona Liu, sekarang terbuktilah bahwa urusan harta karun Kerajaan Sung yang kabarnya dicuri orang yang berasal dari Thai-san sudah diketahui banyak orang dan pasti akan menggegerkan dunia kang-ouw. Hek Pek Mo-ko sudah menuduh bahwa Ang-tung Kai-pang sebagai pencurinya. Bagaimana menurut pendapatmu? Benarkah pendapat Nona Tan tadi bahwa agaknya Hek Pek Mo-ko sendiri yang mencurinya dan hendak mengalihkan perhatian agar orang-orang mengira kami yang mencurinya?”

“Biarpun perkiraan Hong-moi itu mungkin dilakukan oleh pencuri harta karun untuk mengalihkan perhatian sehingga si pencuri sendiri tidak dicurigai, akan tetapi menurut pendapatku, agaknya Hek Pek Mo-ko tidak mencuri harta itu. Mereka memang mengira bahwa harta itu ada pada Ang-tung Kai-pang, maka mereka sengaja mencari permusuhan. Tentu saja dengan harapan kalau mereka dapat mengalahkan dan menguasai Ang-tung Kai-pang, harta karun itu akan dapat mereka miliki. Tidak, Pangcu, kukira pencurinya adalah orang yang jauh lebih lihai dan berbahaya dibandingkan Hek Pek Mo-ko. Orang yang berani menantang seperti pencuri itu dengan mengaku bahwa dia datang dari Thai-san, pasti bukan orang sembarangan dan dia sudah yakin bahwa dia mampu menandingi siapa saja yang hendak mengganggunya.”

Mereka lalu pulang dan menanti kembalinya Li Hong dan Yauw Tek di perkampungan Ang-tung Kai-pang. Akan tetapi setelah menanti sehari semalam Li Hong dan Yauw Tek belum juga kembali ke perkampungan itu, Kui-tung Sin-kai mulai merasa gelisah. Bagaimanapun juga, Li Hong dan Yauw Tek adalah tamunya yang telah membela Ang-tung Kai-pang sehingga mereka terlibat permusuhan dengan Hek Pek Mo-ko. Kalau mereka tertimpa bencana, dia merasa bertanggung jawab. Ketika dia mengemukakan kekhawatirannya kepada Ceng Ceng, gadis itu berkata tenang.

“Harap Pangcu tenang. Aku percaya sepenuhnya kepada Hong-moi dan Yauw-twako. Mereka pasti mampu menjaga diri dengan baik. Tentu ada sesuatu yang sedang mereka selidiki maka mereka belum kembali ke sini.”

“Akan tetapi, bagaimana kalau sesuatu itu mengancam keselamatan mereka? Aku merasa tidak enak sekali karena mereka terlibat karena membela kami.”

Ceng Ceng tersenyum memandang ketua itu. “Baiklah, Pangcu. Aku akan menyusul mereka.” Setelah berkata demikian, Ceng Ceng berkemas lalu pergi mencari Yauw Tek dan Li Hong. Ketika Kui-tung Sin-kai hendak menemaninya atau menyuruh anak buahnya mengawal, Ceng Ceng menolaknya dengan halus. Ia mengatakan bahwa ia biasa melakukan perjalanan seorang diri dan minta agar ketua itu tidak khawatir.

********************

cerita silat online karya kho ping hoo

Dengan penuh kemarahan Li Hong melakukan pengejaran terhadap Hek Mo-ko dan Pek Mo-ko yang melarikan diri ke dalam hutan. Dua orang itu telah berani menghinanya, karena itu ia tidak akan merasa puas sebelum dapat membunuh mereka! Sebetulnya, dalam hal ilmu berlari cepat, Li Hong masih lebih unggul dibandingkan Hek Pek Mo-ko. Akan tetapi kelebihannya ini tidak ada artinya karena ia sama sekali tidak mengenal daerah itu. Maka terkadang ia kehilangan bayangan dua orang yang dikejarnya.

Li Hong tidak mau menghentikan pengejarannya. Ia mencari terus dan setelah mendapatkan jejak mereka, ia mengejar terus dengan penuh semangat. Saking semangatnya, ia tidak menyadari bahwa ia telah melakukan pengejaran setengah hari lebih, juga tidak menyadari bahwa ia telah jauh meninggalkan tempat pertandingan tadi. Ia telah keluar masuk beberapa buah hutan, naik turun beberapa buah bukit dan masih terus ia membayangi dua orang itu, seperti seorang pemburu sedang mengejar dua ekor binatang buruannya!

Perubahan cuaca tidak disadarinya. Perlahan-lahan cuaca menjadi kurang cerah karena matahari telah condong ke barat. Baru setelah ia memasuki sebuah hutan lebat di lereng Thai-san itu, menyadari bahwa cuaca mulai gelap. Hutan itu lebat, penuh pohon-pohon yang tinggi dan besar sehingga sinar matahari yang mulai melemah itu sukar dapat menembus celah-celah pohon.

Begitu menyadari bahwa hari telah mulai sore dan ia kembali kehilangan jejak dua orang yang diburunya, Li Hong menyadari keadaannya dan ia menjadi bingung juga. Ia berada di tengah hutan lebat, tidak akan mudah mencari jalan pulang ke perkampungan Ang-tung Kai-pang. Ia juga menyadari bahwa tidak ada gunanya lagi melanjutkan pengejaran karena sebentar lagi tentu gelap dan tak mungkin ia melanjutkan pengejaran. Dua orang itu tidak akan dapat disusulnya. Ia merasa gemas dan penasaran sekali.

Ia berdiri di tengah hutan, menghentikan pengejarannya, mengepal kedua tangan dan berkata gemas. “Biarlah! Hari ini kalian dapat melarikan diri. Tunggu, aku akan mendatangi sarangmu dan di sana aku akan membunuh Hek Pek Mo-ko!”

Setelah berkata demikian, ia mulai mencari jalan untuk kembali ke perkampungan Ang-tung Kai-pang. Namun ia menjadi bingung karena di dalam hutan lebat itu ia kehilangan arah. Akan tetapi ia tidak mau kemalaman dalam hutan lebat itu dan melangkah terus untuk dapat keluar dari dalam hutan.

Senja telah masuk ke dalam hutan. Cuaca mulai remang-remang. Li Hong mulai merasa khawatir. Kalau ia tidak mampu keluar dari dalam hutan sebelum malam tiba, berarti ia harus melewatkan malam di dalam hutan lebat dan gelap itu! Karena cuaca mulai gelap dan hatinya merasa penasaran, jengkel dan agak bingung, kewaspadaannya berkurang. Ketika ia melangkah di bawah sebatang pohon besar, ia menginjak tanah berumput, tiba-tiba kedua kakinya terperosok ke sebuah lubang, disambut sebuah jala dan ia pun terangkat ke atas di dalam sebuah jala hitam yang kuat!

“Keparat!” Li Hong mengutuk. Ia telah terjerat jebakan yang agaknya dipasang orang untuk menjebak binatang dan menangkapnya hidup-hidup! Li Hong meronta dan meraba gagang pedangnya di punggung. Karena jala itu kuat dan ketat membungkus tubuhnya, agak sukar baginya untuk mencabut pedangnya guna membabat putus jala itu.

Tiba-tiba, sebelum ia berhasil mencabut pedangnya, sesosok bayangan berkelebat dalam keremangan cuaca itu, lalu cepat sekali bayangan itu memukul tengkuk Li Hong yang masih rebah telentang dalam jala dan tergantung. Li Hong tidak mampu menghindarkan diri dan begitu tengkuknya ditepuk, ia pun pingsan dan tidak tahu apa-apa lagi!

Ketika siuman dari pingsannya, Li Hong mendapatkan dirinya berada dalam pondongan seorang laki-laki tinggi besar. Tubuhnya telungkup di pundak orang itu dan ketika dengan marah ia hendak me¬ngerahkan tenaga untuk meronta dan melepaskan diri, dengan kaget ia mendapatkan bahwa kaki tangannya tidak mampu digerakkan! Ternyata ia telah tertotok secara lihai sekali sehingga tubuhnya menjadi lemas dan tidak dapat mengerahkan tenaga!

Li Hong adalah seorang gadis pemberani yang cerdik. Ia tidak merasa takut dan tidak bergerak, berpura-pura masih pingsan akan tetapi ia diam-diam memperhitungkan segalanya. Laki-laki tinggi besar yang tak dapat dilihat wajahnya dengan jelas karena cuaca sudah gelap itu, melangkah lebar dan di sebelah kirinya terdapat orang kedua yang berjalan. Orang kedua ini pun tinggi besar dan mereka berjalan tanpa mengeluarkan suara. Tak lama kemudian, mereka sudah keluar dari dalam hutan itu dan berjalan di atas jalan umum yang kasar berbatu-batu.

Tak lama kemudian mereka berhenti di depan sebuah gubuk yang berada di tepi jalan, di luar sebuah hutan lagi. Pemanggul tubuh Li Hong berkata dengan suara yang kasar, dalam logat bahasa orang Mongol, kepada temannya.

“Buka pintunya dan nyalakan lampu,” sambil memindahkan tubuh Li Hong dari pundak kiri ke pundak kanan.

“Magu, gubuk ini punyaku, maka berikanlah gadis itu lebih dulu kepadaku, baru kemudian engkau boleh...”

“Enak saja engkau! Siapa yang menangkap gadis ini? Perangkapku! Yang masuk perangkapku berarti milikku! Akan tetapi karena engkau rekanku dan engkau yang punya gubuk ini, maka nanti engkau boleh mengambil bagian. Akan tetapi aku lebih dulu! Kalau engkau tidak mau, biar aku mencari tempat lain. Untuk bersenang-senang, tidak harus di dalam gubukmu!”

“Baiklah, mari masuk,” kata orang kedua.

Mereka memasuki gubuk dan sebuah lampu dinyalakan. Si Pemanggul itu lalu melepaskan tubuh Li Hong ke atas sebuah dipan kayu yang kasar. Tubuh gadis itu rebah telentang. di atas dipan dan kini ia dapat melihat agak jelas wajah kedua orang laki-laki itu dan diam-diam ia merasa ngeri. Mereka itu ternyata merupakan dua orang yang berpakaian kasar seperti para pemburu...