Pedang Ular Merah Jilid 12 - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

PEDANG ULAR MERAH JILID 12

Tiong Kiat cepat mengelak dan melompat mundur. "Nona, pikirlah baik-baik. Hal itu telah terjadi. Kau adalah istriku, dan aku takkan menyia-nyiakanmu, aku akan mengawinimu, kita menjadi suami istri yang bahagia. Pikirlah."

Dengan muka merah dan mata bercahaya bagaikan berapi-api, Eng Eng memandang wajah pemuda itu dengan penuh perhatian. Sungguhpun bentuk tubuh wajahnya serupa benar dengan Tiong Han, namun kini ia melihat perbedaannya. Tahi lalat kecil di atas dagu pemuda ini. Ya, benar, inilah orangnya. la masih teringat akan wajah pemuda ini, dan tahi lalat itu! Inilah titik yang tadi meragukan hatinya ketika Tiong Han mengaku sebagai seorang yang berdosa. Inilah orangnya! Dan sinar mata penuh gairah serta bibir yang tersenyum memikat ini, ah, alangkah besar perbedaannya dengan Tiong Han.

"Keparat jahanam! Aku sudah bersumpah akan menghancurkan kepalamu!" la menyerang lagi dengan hebatnya.

Terkejut juga hati Tiong Kiat ketika melihat datangnya serangan ini. Ia cepat memutar Hui-liong-kiamnya dengan sekuat tenaga, berusaha memukul pedang gadis itu agar terlepas dari pegangan. Akan tetapi alangkah herannya ketika pedang itu tidak rusak atau terlepas. Bahkan ketika Eng Eng menyerang lagi dengan penuh kebencian, pedang di tangan gadis itu berobah menjadi segulung sinar merah yang dahsyat sekali!

Hampir sama dengan pedang Ang coa kiam. Bukan! Apalagi setelah ia menghadapi gadis ini beberapa jurus, makin gelisah hatinya. Ilmu pedang gadis ini benar-benar kukoai (ganjil), gerakannya demikian kacau balau dan setiap Jurus yang agaknya ia merasa seperti mengenalnya, ternyata perkembangannya jauh berbeda dengan gerak atau jurus yang lajim. Gerakan gadis ini seakan-akan menjadi kebalikan dari pada ilmu pedang biasa. Namun kelihaiannya bahkan lebih dari ilmu pedang biasa. Nampak kacau balau, namun di dalam kekacauan itu tersembunyi daya serang dan kekuatan yang membingungkannya.

Terpaksa Tiong Kiat lalu mengeluarkan kepandaiannya dan ia melawan dengan penuh perhatian dan hati-hati sekali. la makin kagum dan rasa sayangnya makin tebal. Gadis ini jauh lebih cantik dari pada Kui Hwa, dan jauh lebih tinggi kepandaiannya. Bahkan, ilmu pedang gadis ini belum tentu berada di bawah tingkat kepandaiannya sendiri. Aduh, alangkah bahagianya kalau ia bisa menjadi suami gadis yang cantik dan gagah perkasa ini.

"Nona... tahan dulu, nona! Biarkan aku bicara sebentar..."

"Anjing hina dina, kau masih mau bicara apa lagi?” berkata Eng Eng dengan marah, akan tetapi ia menahan pedangnya juga karena ia ingin sekali mendengar bicara pemuda yang menghancurkan kehidupannya ini.

"Nona, tidak bisakah kau memaafkan aku? Aku cinta kepadamu dan biarpun aku telah dikuasai oleh nafsu sehingga berlaku salah kepadamu, akan tetapi aku bersumpah bahwa aku menyesal sekali, dan berilah kesempatan kepadaku untuk menebus dosaku. Aku akan memberi kebahagiaan kepadamu, biarlah aku berlaku seperti pelayanmu, biarlah aku melindungimu sampai di hari tua. Nona..."

"Tutup mulut dan mampuslah!” Eng Eng menjerit makin marah dan kini dua titik air mata berloncat keluar dari pelupuk matanya. Ia menyerang dengan sepenuh semangatnya, mengerahkan kepandaian dan tenaganya sehingga Tiong Kiat menjadi sibuk sekali.

Pemuda ini maklum bahwa tanpa membalas, ia akan celaka. Maka kini, ia merubah gerakan pedangnya dan membalas serangan gadis itu. Terjadilah pertandingan yang luar biasa sekali serunya. Akan tetapi, ilmu pedang gadis itu terlalu ganas dan kuat bagi Tiong Kiat. Kalau saja ia tidak sedang bingung dan tidak telah terluka lengannya oleh pedang Tiong Han kemarin, mungkin ia akan dapat bertahan sampai puluhan atau sampai seratus jurus. Akan tetapi kini ia hanya dapat bersilat sambil mundur, terus terdesak hebat oleh gadis yang ganas sekali gerakan pedangnya itu.

"Akan kubeset kulitmu, kukeluarkan isi dadamu!" berkali-kali Eng Eng berseru sambil memperhebat serangannya.

Akhirnya Tiong Kiat tidak tahan lagi menghadapi Eng Eng. Dengan seluruh tenaga yang masih ada, ketika pedang merah di tangan Eng Eng meluncur dan menusuk ke arah ulu hatinya, ia lalu menyampok pedang ini dengan pedangnya. Tenaga sampokannya keras sekali dan biarpun pedang di tangan Eng Eng tidak terlepas namun terpental sehingga gadis ini mengeluarkan seruan kaget dan melompat mundur untuk menghindarkan diri dari serangan balasan yang mendadak. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Tiong Kiat. Ia cepat melompat jauh dan berlari pergi dari situ!

"Jahanam busuk, kau hendak lari kemana ?" Eng Eng cepat mengejar

Tiong Kiat tidak berani melawan lagi. Biarpun ia sanggup menjaga diri dan menahan serangan gadis ini, akan tetapi ia merasa gelisah kalau teringat kepada Tiong Han. Tak lama lagi Tiong Han akan bebas dari totokan dan kalau kakaknya itu turun tangan, celakalah dia. Dengan secepatnya ia melarikan diri. Rasa takut membuat larinya Iebih cepat dari pada biasanya. Namun Eng Eng juga memiliki ginkang serta ilmu lari cepat yang tinggi tingkatnya sehingga gadis ini merupakan bayangan yang tak pernah tertinggal jauh oleh Tiong Kiat!

Ketika tiba di sebuah hutan kecil, Eng Eng kehilangan bayangan pemuda itu dan ia terus mengejar turun. Padahal pemuda itu bersembunyi di dalam serumpun alang-alang lebat. Melihat gadis itu sudah melewatinya, Tiong Kiat cepat keluar dan berlari mengambil jalan ke arah lain.

Bukan main panas dan penasaran rasa hati Eng Eng ketika ia tidak dapat mencari Tiong Kiat. Pemuda itu telah lenyap bagaikan ditelan bumi. Kecewa sekali hatinya. Ia hendak melanjutkan pengejarannya, akan tetapi ia lalu teringat kepada Tiong Han, maka ia lalu kembali naik ke atas bukit itu.

Ketika ia tiba di tempat itu, ia mendapatkan Tiong Han sudah bangun dan duduk di bawah pohon. Pemuda ini sedang membersihkan pipi dan bibirnya yang berdarah karena tamparan-tamparan Eng Eng tadi. Biarpun nampaknya masih lemas dan agak pucat namun kesehatannya sudah pulih kembali. Totokan itu telah dapat dilepaskannya sebelum waktunya dengan pengerahan tenaga dalamnya.

Bukan main malu dan terharu hati Eng Eng ketika ia melihat pemuda ini. Melihat betapa pipi pemuda itu menjadi bengkak dan kemerahan bekas tamparannya, hampir saja ia tidak dapat menahan air matanya. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya dan menghampiri Tiong Han yang telah berdiri dan memandangnya dengan tenang.

"Aku... aku telah berlaku salah... harap kau suka maafkan padaku," kata Eng Eng dengan suara gagap juga.

“Tidak apa nona Suma. Sudah sewajarnya kau sebenci itu kepadaku. Bahkan sekarang juga aku masih bersedia untuk menerima, biar akan kau bunuh juga."

"Akan tetapi mengapa?? Mengapa kau melindungi orang itu? Siapakah dia?"

Tiong Han menarik napas panjang. Setelah gadis ini bertemu sendiri dengan Tiong Kiat, ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi. "Dia adalah adik kembarku, Sim Tiong Kiat.”

"Akan tetapi, dia yang berbuat dosa, mengapa kau yang mengakuinya dan membiarkan aku melakukan kesalahan kepadamu?" Eng Eng berkata penuh penasaran.

Tiong Han mencoba tersenyum. "Lupakah kau nona, bahwa tadinya aku telah menyangkal akan tetapi kau tidak percaya kepadaku? Setelah aku menduga bahwa perbuatan keji itu tentu dilakukan oleh Tiong Kiat, sudah sepatutnya kalau aku yang menerima hukumannya. Aku rela mati untuknya, aku adalah kakaknya dan juga pengganti orang tuanya. Kami berdua telah menjadi yatim piatu semenjak kecil, hidupnya hanya bersandar kepadaku dan kalau ia menjadi tersesat, tanggung jawabku pulalah itu."

Entah mengapa, pemuda ini menceritakan segala hal kepada Eng Eng dan akhirnya ia menjadi demikian berduka memikirkan Tiong Kiat sehingga ia hanya menundukkan mukanya.

"Kau lemah, kau terlalu baik hati." Eng Eng mencela. "Manusia macam adikmu itu harus dibasmi dari muka bumi! Aku akan mencarinya sampai dapat, biar berlari ke neraka akan kukejar!" Sambil berkata demikian, Eng Eng lalu membalikkan tubuh dan hendak lari dari situ.

"Nanti dulu nona..." Tiong Han menahan dan terkejutlah Eng Eng ketika melihat betapa dengan sekali lompatan saja pemuda ini telah berada di hadapannya! Ah, kepandaiannya hebat juga pikirnya.

"Kuharap kau jangan pergi mencari Tiong Kiat" katanya.

Marahlah Eng Eng dan dicabutnya pedangnya, mengeluarkan sinar kemerahan. "Apa? Kau masih juga hendak membela adikmu yang durhaka dan jahat itu? Sim Tiong Han, kalau kau masih mabok dalam kelemahan hati dan kasih sayang terhadap adik secara membuta boleh kau merasai pedangku! Tak perduli siapa yang hendak membela si pendurhaka Tiong Kiat dia adalah musuhku!"

"Nona kau kira aku seorang yang demikian jahat? Adik kandungku telah berbuat dosa besar terhadapmu, apakah aku bahkan hendak menambah dosa itu dengan memusuhimu? Tidak, nona Suma Eng, tidak. Biarpun kau hendak membunuhku, aku takkan melawan. Dosa adikku adalah dosaku juga karena akulah yang mendidiknya semenjak kecil. Aku mencegahmu mengejar Tiong Kiat, hanya karena…. aku kuatir kalau kalau kau malah akan menjadi korban diujung pedangnya. Ketahuilah bahwa dia telah merampas kitab ilmu pedang Ang-coa-kiam-sut dan apabila ia telah dapat menamatkan pelajarannya dalam ilmu pedang itu, sukar bagimu untuk dapat mengalahkannya!"

"Sombong! Siapa takut menghadapi Ang-Coa-kiam-sut palsu? Mau tahu Ang-coa-kiam? Inilah pedang ular merah yang asli!” Ia memperlihatkan pedangnya. "Mau tahu ilmu pedang Ang coa kiamsut yang sesungguhnya ? Lawanlah ilmu pedangku, karena hanya ilmu pedangku saja yang disebut Ang-coa-kiam-sut!”

Tiong Han tertegun mendengar ini dan ia memandang ke arah pedang ini dengan penuh perhatian. "Pokiam (pedang pusaka) yang baik sekali, akan tetapi bukan Ang-coa-kiam, nona. Inilah Ang-coa-kiam yang menjadi pedang pusaka dari Kim-liong-pai, peninggalan dari sucouw Bu Beng Sianjin!” Ia mencabut pedangnya dan memperlihatkannya kepada Eng Eng juga.

Kini gadis itu yang memandang dengan penasaran. Lalu ia tersenyum menghina. "Hm, pedang buruk seperti ular itu kau sebut Ang-coa-kiam? Dan kau mau bilang bahwa kau juga ahliwaris dari ilmu pedang Ang coa kiam-sut?”

"Memang betul, nona. Aku adalah murid dari Kim-liong-pai dan tentu saja ilmu pedangku adalah ilmu pedang Ang-Coa-kiam-sut!"

"Hm, marilah kita sama membuktikan mana pedang Ang-coa-kiam tulen dan mana Ang coa kiamsut asli!” bentak nona itu yang sudah menjadi marah dan ia menyerang dengan hebatnya.

Juga Tiong Han merasa penasaran sekali. Dalam hal urusan pribadi yang menyangkut persoalan Tiong Kiat, ia memang mau mengalah dan juga ia merasa amat kasihan kepada gadis yang menjadi korban adiknya ini, akan tetapi kalau orang menganggap pedang dan ilmu pedangnya palsu, itu sudah keterlaluan sekali. Ia hendak membuktikan bahwa pedang dan ilmu pedangnya bukan palsu, maka iapun lalu menangkis dan terjadilah pibu (mengadu kepandaian) yang hebat dan seru sekali di tempat sunyi itu.

Cersil karya Kho Ping Hoo Serial Jago Pedang Tak Bernama

Seperti juga halnya Tiong Kiat, kini Tiong Han merasa bingung dan terkejut menghadapi ilmu pedang gadis ini yang amat aneh dan ganas luar biasa. Baiknya ia sudah mendapat kemajuan pesat dalam ilmu pedangnya dan sudah mempelajari bagian pertahanan yang kuat sekali, kalau tidak tentu ia akan termakan senjata gadis yang hebat ini.

Juga Eng Eng menjadi makin kagum. Ia dapat merasakan bahwa ilmu kepandaian pemuda ini masih lebih tinggi dari pada kepandaian Tiong Kiat dan tiba-tiba ia merasa sesuatu yang aneh terasa dalam hatinya. Pemuda ini luar biasa sekali dan amat menarik hatinya. Sopan santun, lemah lembut dan manis budi. Jujur dan berbudi mulia, setia kepada saudara dan kini ternyata ilmu kepandaiannya tinggi pula!

Alangkah jauh bedanya pemuda ini dengan Tiong Kiat. Bagaikan bumi dan langit, ia melihat wajah pemuda itu demikian pucat dan darah masih nampak di bibirnya. Juga pemuda itu mendapat Iuka parah dipundaknya, maka hatinya menjadi tidak tega untuk mendesak lebih hebat.

"Sudahlah, ilmu pedangmu baik juga. Aku tidak keberatan kau namakan ilmu pedangmu itu Ang coa-kiamsut!" kata Eng Eng sambil menarik kembali pedangnya.

"Akan tetapi ilmu pedangmu juga hebat, ganas dan lihai sekali, nona!" seru Tiong Han dengan kagum dan gembira. "Aku harus menanyakan ini kepada suhu! Bolehkah aku mengetahui dari perguruan manakah nona dan siapakah suhumu yang mulia?"

"Suhuku sudah mati, namanya Hek-sin-mo. Sudahlah Sim Tiong Han, kita berpisah di sini. Aku hendak mengejar adikmu yang jahat!"

Setelah berkata demikian, gadis itu lalu lompat pergi dari tempat itu. Tiong Han terlampau heran dan terkejut mendengar nama Hek sin mo sehingga ia hanya berdiri bengong dan tidak mencegah gadis itu pergi. sungguhpun hatinya terasa berat sekali. Ia pernah mendengar dari suhunya tentang seorang tokoh tinggi di dunia kang-ouw yang bernama Hek-sin-mo dan kakek ini terkenal sebagai seorang pendekar aneh yang sakti dan juga gila! Bahkan suhunya pernah bercerita kepadanya bahwa sucouwnya, yakni Bu Beng Siansu, kenal baik bahkan bersahabat dengan si gila Hek sin mo itu!

Tiba-tiba ia mendengar senjata beradu dibarengi bentakan-bentakan nyaring yang dikenalnya sebagai suara Eng Eng ! Cepat Tiong Han melompat menuruni lereng dan dilihatnya Eng Eng tengah dikeroyok oleh tiga orang yang menyerangnya dengan seru sekali.

Siapakah mereka ini? Bukan lain adalah Thian-te Sam-kui. Tiga Iblis Bumi Langit yang terkenal lihai. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Ban Yang Tojin orang kedua dari tiga iblis itu, telah terbabat putus lengan kirinya oleh Eng Eng. Dan juga orang ketiga dari mereka, Ban Hwa Yong si penjahat pemetik bunga, telah bertemu dengan Tiong Han dan telah diusir dan dikalahkan ketika Ban Hwa Yong sedang mengamuk dan dikeroyok oleh rombongan piauwsu dari Gin houw piauwkiok.

Ketika Ban Hwa Yong dan Ban Im Hosiang melihat saudara mereka yang putus lengannya, keduanya menjadi marah sekali. Mereka bersumpah untuk membalas dendam kepada Suma Eng gadis yang telah melukai Ban Yang Tojin dan mulailah mereka mencari gadis itu. Akhirnya mereka mendapatkan jejak Eng Eng dan menyusulnya ke puncak gunung Ta-pie-san. Kebetulan sekali ketika mereka telah tiba di lereng itu, mereka melihat Eng Eng sedang berlari turun.

"Bangsat perempuan, bagus sekali iblis sendiri telah menyerahkan kau ke dalam tangan kami!" seru Ban Yang Tojin dengan marah sekali ketika ia melihat musuh besar yang telah membuat lengannya menjadi buntung.

"Jangan bunuh dulu, jiwi suheng!" berkata Ban Hwa Yong sambil tersenyum menyengir dan memandang kagum kepada tubuh yang indah bentuknya serta wajah yang cantik manis itu. "Tangkap saja dan berikan padaku bunga ini.”

Eng Eng marah sekali melihat tiga orang ini. Ketika melihat Ban Yang Tojin ia menduga bahwa yang dua orang lagi tentulah Ban lm Hosiang dan Ban Hwa Yong. Ia memang mencari-cari tiga orang Thian-te Sam-kui ini untuk membalas sakit hati keluarga Ting Kwan Ek dan orang-orang yang telah terbunuh oleh tiga iblis ini di kota Hun leng, yakni para piauwsu dari Pek-eng piauwkiok.

"Bagus Thian-te Sam-kui. Tanpa dicari kalian telah datang sendiri mengantarkan kepala, Ting-twako dan istrinya telah lama menanti kalian di alam baka!”

Sambil berkata demikian Eng Eng lalu menggerakkan pedangnya yang berobah menjadi segulung sinar merah yang dahsyat sekali. Di antara tiga orang iblis ini, hanya Ban Yang Tojin yang sudah merasakan kelihaian pedang gadis itu, maka ketika Ban Im Hosiang dan Ban Hwa Yong menyaksikan ilmu pedang ini, mereka diam-diam merasa terkejut sekali, bahkan Ban Hwa Yong tidak berani main-main lagi. juga tidak berani memandang rendah.

Segera ia mengeluarkan sepasang senjatanya yang lihai, yakni kaitan besi yang berbahaya itu. Ban Yang Tojin mengeluarkan tombaknya yang berujung bintang, sedangkan Ban Im Hosiang juga menghunus pedangnya. Karena maklum bahwa gadis ini mempunyai ilmu kepandaian yang tidak boleh dipandang ringan, maka tanpa malu-malu Iagi Thian-te Sam-kui lalu mengeroyoknya!

Untung saja bahwa pertempuran ini terjadi di atas lereng gunung yang sunyi sekali, jauh dari masyarakat ramai. Kalau pertempuran itu berlangsung di tempat ramai, Thian-te Sam-kui tentu akan merasa malu sekali. Mereka adalah tokoh-tokoh kang-ouw yang amat terkenal dan seorang di antara mereka saja jarang ada orang berani melawan, apalagi bertiga. Dan kini, menghadapi seorang gadis muda yang cantik jelita ini Thian-te Sam-kui sampai maju bertiga mengeroyoknya!

Suma Eng atau Eng Eng sudah mewarisi ilmu kepandaian Hek-sin-mo yang luar biasa maka ilmu pedangnya tinggi dan lihai sekali. Jangankan baru seorang dua orang ahli silat biasa saja, biarpun menghadapi sepuluh orang pengeroyok lebih yang memiliki kepandaian biasa,agaknya tak mungkin para pengeroyoknya dapat menangkan dia.

Akan tetapi, kali ini Eng Eng menghadapi Thian te Sam kui, Tiga Iblis Bumi Langit yang termasuk tokoh tokoh tinggi dalam pengalaman. Orang pertama dari Thian-te Sam-kui yakni Ban Im Hosiang, adalah seorang hwesio tua yang memiliki ilmu pedang cukup tinggi dan kuat, lagi pula semenjak puluhan tahun kegemaran hwesio ini adalah berpibu. Tiap kali terdengar olehnya ada seorang jagoan, biarpun tempat tinggalnya jauh, selalu ia akan mendatangi jagoan itu untuk diajak mengadu kepandaian!

Dan boleh dibilang selalu ia mendapat kemenangan di dalam pibu ini. Bahkan ia pernah berani menaiki gunung Kun-lun-san dan Gobi-san untuk mencoba kepandaian para tokoh Kun-lun-pai dan Gobi-pai! Sungguhpun ia dikalahkan dalam pibu namun kepandaiannya cukup dikagumi oleh tokoh persilatan yang lain.

Orang kedua adalah Ban Yang Tojin yang pandai sekali mainkan senjata tombak berujung bintang. Tosu ini sudah dua kali kalah oleh Eng Eng, bahkan dua kalinya nona gagah itu telah membabat putus sebelah lengannya, maka tentu saja hatinya menjadi amat sakit dan ia menerjang nona itu dengan kebencian luar biasa dan sangat bernyala-nyala. Orang ketiga Ban Hwa Yong, juga lihai sekali ilmu silatnya. Senjatanya yang merupakan sepasang kaitan itu amat sukar dilawan dan sukar pula dijaga.

Dengan dikeroyok oleh tiga orang lihai ini, tentu saja Eng Eng merasa terkurung rapat dan terdesak hebat, Hanya keberanian dan semangatnya yang Iuar biasa saja yang membuat gadis ini dapat mempertahankan diri dengan baik, bahkan dapat pula membalas dengan serangan serangan yang tak kalah hebatnya.

llmu pedangnya dan gerakan tubuhnya sungguh membuat Ban lm Hosiang dan Ban Hwa Yong terkejut dan gentar sekali. Belum pernah selama hidupnya Ban im Hosiang menyaksikan ilmu pedang seperti ini. Padahal ia seringkali menyombongkan pengalamannya dan mengaku telah mengenal segala macam ilmu silat yang ada di dunia ini!

Ban Yang Tojin mulai merasa girang karena ia percaya penuh bahwa kepandaian mereka bertiga pasti akan berhasil membalaskan sakit hatinya terhadap gadis yang telah membuatnya menjadi cacad selamanya itu. Ia mendesak hebat sekali dengan tombaknya dan boleh dibilang, di antara mereka bertiga, serangan tosu ini yang paling sengit. Akan tetapi tiba-tiba terdengar seruan keras.

"Ban Hwa Yong penjahat cabul, kau berada di sini? Hm, tentu kalian bertiga ini yang disebut orang Thian-te Sam-kui!" Berbareng dengan seruan itu, kembali berkelebat gulungan sinar merah dari pedang seorang pemuda. Kini dua gulungan sinar pedang merah itu menahan serangan Thian-te Sam-kui!

Begitu melihat berkelebatnya sinar merah dari pedang Tiong Han dan setelah melihat tipu gerakan ilmu pedang Tiong Han, Ban Im Hosiang lalu berseru keras,

"Tahan dulu! Yang baru datang bukankah murid dari Kim Iiong pai dan yang kau pegang itu bukankah Ang-coa-kiam?"

Eng Eng dan Tiong Han menahan pedang mereka, Tiong Han menghadapi Ban im Hosiang dan berkata sambil tersenyum sinis.

“Betul, aku yang muda adalah murid dari Kim-liong-pai dan pedang ini adalah Ang-coa-kiam. Saudaramu Ban Hwa Yong telah bertemu dengan aku dan melihat watak dari adikmu yang buruk, tak perlu kita bicara lagi."

"Anak muda yang sombong! Terhadap lain orang kau boleh menyombongkan ilmu pedangmu dari Kim-Iiong-pai, akan tetapi aku tidak takut, biarpun kau memegang pedang Ang-coa-kiam!" Seru Ban Im Hosiang marah dan mendongkol sekali. "Kami memusuhi iblis wanita ini yang liar dan ganas, yang telah membacok putus lengan suteku. Ada sangkut paut apakah dengan kau murid Kim Iiong pai?"

"Thian-te Sam-kui, dengarlah baik-baik, biarpun aku tidak mempunyai urusan dengan kalian dan urusanmu dengan nona ini tidak ada hubungannya denganku, namun sebagai murid Kim-liong-pai, aku selalu berada dipihak yang benar. Kalian adalah orang-orang berkepandaian tinggi yang menyalahgunakan kepandaian, berlaku jahat dan kejam sebagaimana yang dilakukan oleh Ban Hwa Yong, maka terpaksa aku akan membela nona ini!"

Tiba-tiba Ban Hwa Yong tertawa bergelak, ”Ha ha ha! Ang-coa-kiam! Dulu ketika kita bertemu, aku masih belum kenal sebenarnya Ang-Coa-kiam. Kau bilang aku jahat, penjahat cabul? Ha ha ha! Siapa tidak tahu bahwa Ang-coa-kiam adalah seorang pengganggu perempuan yang lebih ganas dari padaku? Kau lebih cabul dari padaku, sungguh lucu sekali kau masih dapat memaki-makiku! Seperti seorang perampok besar memaki seorang maling kecil! Ang-coa-kiam, kita adalah orang-orang segolongan yang memiliki kesukaan yang sama, Kalau kau tergila-gila kepada bunga indah ini, biarlah aku mengalah atau tidak bisakah kita bagi rasa?"

Bukan main marahnya Tiong Han mendengar ucapan manusia cabul itu. Akan tetapi berbareng hatinya menjadi perih juga karena ia dapat menduga bahwa yang dimaksudkan oleh penjahat cabul ini tentulah adiknya, Tiong Kiat! Maka ia tidak dapat menjawab, hanya berkata kepada Eng Eng.

"Nona, mari kita basmi penjahat-penjahat ini!"

Eng Eng semenjak tadi memang telah habis sabar melihat Tiong Han bercakap-cakap dengan penjahat itu. Mendengar omongan Ban Hwa Yong, ia juga dapat menduga bahwa yang dimaksudkan oleh penjahat itu tentulah Tiong Kiat, sehingga kembali Tiong Han menjadi korban perbuatan adiknya dan dia yang mendapat nama busuk! Ia merasa kasihan kepada pemuda ini, maka ketika mendengar ucapan Tiong Han, Eng Eng tidak menjawab lagi, hanya melompat maju dan menyerang dengan hebatnya, ia disambut oleh Ban Yang Tojin yang dibantu oleh Ban Hwa Yong. Adapun Sim Tiong Han, yang bergerak maju mendapat lawan Ban Im Hosiang, orang terpandai dari Thian-te Sam-kui.

Pertempuran berjalan lebih ramai dari pada tadi. Akan tetapi tidak berlangsung lama. Ban Im Hosiang yang menghadapi Tiong Han, sebentar saja terdesak hebat. Ilmu pedang Ang-coa-kiamsut telah dipelajari oleh pemuda ini sampai tingkat tinggi. Telah delapan puluh bagian lebih ilmu pedang itu ia kuasai dan kini karena ia mainkan ilmu petang itu dengan pedang Ang-coa-kiam, tentu saja kelihaiannya bertambah-tambah.

Biarpun Ban Im Hosiang mempunyai kelebihan dalam tenaga Iweekang, namun kelebihan ini ditutup oleh kekalahannya dalam hal pedang. Pedangnyapun bukan pedang buruk, namun kalau dibandingkan dengan Ang-coa-kiam, pedangnya itu tidak berarti sama sekali. Hwesio ini tahu akan kelemahan pedangnya, maka iapun bersilat dengan amat hati-hati, tidak berani mengadu mata pedangnya dengan mata pedang Ang-coa-kiam.

Pertempuran yang terjadi di antara Eng Eng yang dikeroyok dua oleh Ban Yang Tojin dan Ban Hwa Yong, lebih seru lagi. Gadis ini sekarang dapat mengamuk lebih hebat daripada tadi karena sesungguhnya yang paling berat dilawan adalah Ban Im Hosiang. Dua orang pengeroyoknya, yang seorang sudah kehilangan lengan kiri dan yang kedua, yakni Ban Hwa Yong yang mata keranjang dan sayang akan kecantikan gadis ini, tidak menyerang dengan sekuat tenaga.

Ban Yang Tojin telah mengganti senjatanya, karena ia telah maklum akan keampuhan pedang gadis itu, namun tetap saja tombak bintangnya yang sekarang tiba-tiba putus ujungnya ketika beradu dengan keras sekali dengan pedang merah di tangan Eng Eng. Dan sebelum Ban yang Tojin dapat mengelak, ujung pedang di tangan Eng Eng telah menusuk paha kanannya sehingga tosu ini roboh sambil mengeluarkan teriakan keras.

Kalau saja luka di pahanya itu disebabkan oleh tusukan pedang biasa, mungkin ia masih akan dapat melarikan diri. akan tetapi bekas tusukan pedang merah di tangan Eng Eng mendatangkan rasa panas dan sakit luar biasa sehingga ia hanya rebah sambil merintih-rintih!

Bukan main kagetnya Ban Hwa Yong melihat betapa suhengnya telah roboh. la memutar sepasang besi kaitannya dengan cepat untuk melindungi diri, akan tetapi sebuah sabetan dari Eng Eng telah membuat sebuah dari kaitannya putus pula! Ban Hwa Yong melompat ke belakang dan pada saat itu terdengar lain teriakan dan tubuh Ban Im Hosiang terlempar karena tendangan Tiong Han!

MeIihat haI ini, Ban Hwa Yong lalu melemparkan kaitannya yang telah putus itu ke arah Eng Eng kemudian cepat melarikan diri dari situ. Eng Eng mengangkat pedangnya menangkis, kemudian sebelum Tiong Han dapat mencegahnya, gadis ini dengan gerakan kilat melompat ke dekat Ban Im Hosiang. Sekali pedang merahnya berkelebat, putuslah leher hwesio itu!

Setelah itu, kembali pedangnya berkelebat dibarengi bentakannya yang keras ke arah leher Ban Yang Tojin maka tewaslah orang pertama dan kedua dari Thian te Sam kui yang pernah menggoncangkan dunia kang ouw. Eng Eng hendak mengejar Ban Hwa Yong, ternyata bahwa penjahat itu telah lenyap tidak dapat ia ketahui ke mana perginya.

“Mengapa kau tidak mengejarnya?" gadis berkata menyesal dan kecewa kepada Tiong Han.

Adapun pemuda ini yang memang masih agak lemah, kini menjadi makin pucat melihat keganasn Eng Eng ini, ia tidak menjawab pertanyaan yang mengandung teguran itu, bahkan dialah yang kini menegur sambil mengerutkan keningnya.

"Nona, mengapa kau begitu kejam? Mengapa kau membunuh lawan-lawan yang sudah terluka tak berdaya? Apakah kesalahan mereka terhadapmu sehingga kau demikian ganas terhadap Thian-te Sam-kui?"

"Lagi-lagi kau memperlihatkan kejernihan hatimu," gadis ini mencela. "Kau mudah terharu dan tergerak hatimu menyaksikan sebuah peristiwa yang hanya merupakan akibat dari pada sebab yang lebih mengerikan lagi. Tentu sedikitpun tidak terduga atau terpikir olehmu mengapa aku berlaku sedemikian ini yang kau anggap ganas dan kejam."

Merahlah wajah Tiong Han. Memang ia tidak tahu permusuhan apakah yang ada antara gadis aneh ini dengan Thian-te Sam-kui. Menurut pendengarannya tadi, gadis ini pula yang telah membuntungkan lengan Ban Yang Tojin dan disangkanya itulah sebenarnya maka Thian-te Sam-kui datang memusuhi Eng Eng.

"Maaf nona, memang aku belum mengerti. Tolong kau ceritakanlah kepadaku agar hatiku tidak penasaran lagi."

"Mungkin kau sudah tahu akan sifat-sifat buruk ketiga orang penjahat ini. Sebab pertama timbulnya permusuhan antara mereka dan aku disebabkan oleh Ban Yang Tojin."

Gadis ini dengan jelas lalu menceritakan betapa Ban Yang Tojin mengganggu dan merampok Pek-eng piauwkiok dan betapa ia telah menolong Ting kwan Ek dan mengusir Ban Yang Tojin. Kemudian Ban Yang Tojin dengan bantuan kedua orang saudaranya itu datang membalas dendam karena kekalahannya dan di luar tahu Eng Eng lalu ketiga orang Iblis itu membasmi Pek-eng-piauwkiok dan membunuh seluruh keluarga Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin, bahkan lalu membawa lari Nyonya Ouw yang muda lagi cantik.

Setelah mendengar penuturan Eng Eng marahlah Tiong Han. "Hm, kalau begitu, sayang sekali kita melepaskan Ban Hwa Yong lari. Dia juga patut dilenyapkan dari muka bumi ini!"

Ia lalu menceritakan kepada Eng Eng betapa iapun pernah bertempur dengan Ban Hwa Yong telah membunuh Lo Kim Bwe atau Nyonya Ouw yang diculiknya itu, yakni ketika Ban Hwa Yong bertempur menghadapi keroyokan piauwsu dan Gin-houw-piauwkiok.

"Lo Kim Bwe memang sudah sepantasnya mengalami kematian di tangan penjahat itu," kata Eng Eng yang memang merasa gemas dan benci sekali kepada nyonya muda yang genit itu.

Maka diceritakanlah kepada Tiong Han akan segala pengalamannya ketika ia berada dirumah Ting Kwan Ek yang dianggapnya sebagai kakak sendiri itu. Tak terasa lagi keduanya berjalan perlahan menuruni bukit Ta-pie-san sambil bercakap-cakap dengan asyik sekali, sama sekali tidak merasa kikuk atau asing seakan-akan mereka telah bertahun-tahun menjadi kenalan karib, Tiong Han makin tertarik hatinya terhadap gadis ini dan diam-diam ia memaki adiknya yang sudah begitu keji terhadap gadis seperti ini.

“Nona Suma Eng ketahuilah bahwa antara suhumu dan sucouwku masih terdapat ikatan persahabatan yang amat erat. Sucouwku adalah Bu Beng Sianjin, apakah suhumu tidak pernah menceritakan padamu tentang sucouw?”

Gadis itu menggeleng kepala. Bercakap-cakap dengan Tiong Han mengenai masa Iampau membuat ia seakan-akan berjalan dengan seorang yang telah lama di nanti-nanti, dikenang dan diharapkan kedatangannya. la merasa bahagia tenteram dan semua pemandangan di atas bukit itu nampak indah dan berseri. Ia merasa seakan-akan berada di dalam perlindungan yang kuat yang dapat dipercaya penuh, yang membuat ia merasa seperti seorang anak kecil dipangkuan ibunya.

Alangkah bahagianya kalau ia selalu dapat berada di dekat pemuda yang sopan, halus dan juga lihai ini! Akan tetapi tiba tiba wajahnya yang cantik jelita itu menjadi merah sampai ke telinganya. Ia teringat lagi kepada Tiong Kiat dan teringat lagi akan keadaan dirinya yang sudah terhina oleh Tiong Kiat. Tiong Han kebetulan mengerling dan menatap wajahnya, maka pemuda ini dapat melihat perobahan pada muka Eng Eng.

"Ada apakah nona? Apakah kau Ielah dan ingin istirahat?"

"Tidak, aku... aku harus berpisah darimu. Kan baik sekali, Sim twako dan aku akan selalu menyebutmu twako karena kau baik, baik seperti twako Ting Kwan Ek yang sudah mati. Akan tetapi, aku harus pergi, aku harus mencari adikmu yang jahanam itu untuk kuhancurkan kepalanya!"

Muramlah wajah Tiong Han yang tadinya sudah nampak gembira, ia menarik napas berulang-ulang dan dengan menyesal sekali berkata, "Apa yang dapat kukatakan? Tiong Kiat memang telah berlaku jahat sekali. Kau berhak penuh untuk membalas dendam... dan aku... ah, apa yang dapat kukatakan?"

Pemuda ini lalu menjatuhkan diri di bawah sebatang pohon besar untuk mengaso karena ucapan Eng Eng tadi seketika itu juga menimbulkan semua kelelahan yang tadi tidak terasa olehnya, ia memandang dengan sedih ketika gadis itu meninggalkannya setelah menengok tiga kali seakan gadis itupun merasa menyesal harus berpisah darinya.

Perasaan kecewa, menyesal, duka, ditambah oleh kelelahan karena pertempuran-pertempuran tadi sedangkan luka pada pundaknya oleh tusukan pedang adiknya masih belum sembuh membuat Tiong Han tertidur di bawah pohon itu. Angin berhembus perlahan mengipasi tubuhnya sehingga tidurnya makin nyenyak.

Tiba tiba ia merasa betapa pedang di pinggangnya bergerak. Cepat ia membuka mata dan melompat bangun. Ternyata ia telah dikurung oleh lima orang berpakaian sebagai tosu dan sudah tua-tua dan ketika ia meraba pinggangnya ternyata bahwa pedangnya itu berikut sarungnya telah dibawa oleh seorang tosu yang nampak tertua dan yang mempunyai sinar mata berpengaruh. Kelima orang tosu itu bagaikan patung berdiri mengurung dan memandangnya dengan sinar mata tajam!

"Apa… apa artinya ini? Siapakah ngowi Suhu ?” tanya Tiong Han dengan gagap.

"Ang coa.kiam, bukalah matamu lebar-lebar! Kami adalah tosu-tosu dari Kun lun pai!"

Akan tetapi, lima orang tosu tokoh Kun-lun-pai itu menjadi heran ketika melihat betapa pemuda ini memandang mereka dengan tak mengerti.

"Harap maafkan apabila teecu tidak mengetahui akan kedatangan ngowi suhu. Akan tetapi, mengapakah pedang teecu dirampas dan apakah maksud kedatangan ngowi ini?"

"Ang-coa-kiam!" tosu yang merampas pedangnya membentak. "Pinto adalah Gan Tian Cu dan sudah lama pinto mengenal suhumu Lui Thian Sianjin di Kim liong-pai! Kalau tidak memandang muka suhumu, sekarang juga kau tentu telah kami bunuh tanpa banyak bertanya lagi. Akan tetapi, karena kau adalah anak murid Kim-liong-pai dan pedang Ang-coa-kiam berada di tanganmu, pinto masih hendak memberi kesempatan kepadamu. Mengapa kau membunuh seorang anak murid kami berdasarkan kejahatan dan kesesatanmu? Murid kami itu adalah seorang yang menjunjung tinggi keutamaan dan mendengar tentang kesesatan Ang-coa-kiam, dia sengaja datang menegurmu, akan tetapi kau bahkan telah menjatuhkan tangan maut kepadanya."

"Totiang, apakah artinya semua ini?" Tiong Han memandang dengan heran dan penasaran, "Teecu tak pernah bertemu dan tak pernah bertempur dengan seorang anak murid Kun-lun-pai, bagaimana teecu dapat membunuh seorang murid Kun-lun-pai?”

"Ang-coa-kiam! Kau telah berani memakai nama julukan Ang-coa-kiam, meninggalkan tanda gambar pedang ini pada tiap tempat kau melakukan kejahatan. Suatu perbuatan yang amat berani dan sombong! Akan tetapi sekarang ternyata dihadapan pinto kau berlaku amat pengecut. Kau telah membunuh Lo Ban Tek murid kami di kota l-kiang, apakah kau masih mau menyangkal lagi?"

Lenyaplah keheranan Tiong Han dan hatinya tertusuk sekali, karena ia telah merasa yakin bahwa yang melakukan hal itu tentulah adiknya, Tiong Kiat! Maka lemaslah tubuhnya lenyaplah semangat perlawanannya. Apakah yang hendak dikata? Menyangkal? Sama dengan mendakwa adiknya sendiri. Mengaku? Dia tidak melakukan perbuatan itu.

"Totiang, apakah yang hendak totiang lakukan terhadap diriku?" tanyanya perlahan.

"Kau harus ikut dengan kami ke Kun-lun-pai dan disana para ketua akan menjatuhkan hukumannya! Tinggal kau pilih saja, ikut dengan patuh atau melawan dengan kekerasan kami dapat membunuhmu di tempat ini juga!" Kata Gan Tian Cu dengan suara tegas.

"Untuk apa aku melawan? Marilah kalau ngowi totiang hendak membawaku ke Kun-lun-pai, aku akan ikut dengan patuh."

Demikianlah, Tiong Han lalu diikat kedua tangannya dengan tali sutera yang amat kuat. Pemuda ini menurut saja, kemudian kelima orang tosu itu lalu mengajaknya berjalan cepat turun dari Ta-pie-san, menuju ke Kun-lun-san.

Akan tetapi baru saja rombongan itu tiba di kaki gunung Ta-pie-san yang mereka tinggalkan, tiba tiba berkelebat bayangan putih yang didahului oleh sinar merah menyambar ke arah lima orang tosu itu! Gan Tian Cu dan sute-sutenya (adik-adik seperguruannya) adalah tosu-tosu tua yang memiliki kepandaian tinggi, maka melihat sinar pedang itu, mereka cepat melompat mundur untuk mengelak.

"Jangan, nona Suma Eng, jangan serang mereka!"

Tiong Han cepat menggerakkan tubuhnya dan sekali bergerak saja tali-tali yang kuat itu terlepas dari kedua tangannya. Ia terpaksa melakukan ini untuk mencegah Suma Eng yang hendak menyerang Gan Tian Cu.

Dengan mata menyala dan dada berombak, wajahnya merah penuh kemarahan, Eng Eng menunda serangannya dan memandang kepada lima orang tosu itu dengan marah sekali. Tiong Han tak terasa lagi mengulur tangannya dan memegang lengan Eng Eng yang memegang pedang.

"Jangan nona, jangan... mereka adalah tosu-tosu dari Kun-lun-pai!" Tiong Han mencegah sambil memegang erat lengan tangan Eng Eng.

“Tidak perduli! Biarpun mereka tosu-tosu dari neraka sekalipun aku tidak takuti! Mereka mengandalkan keroyokan untuk menangkapmu sungguh pengecut!"

Sementara itu, Gan Tian Cu dan kawan-kawannya tadi merasa terkejut sekali melihat kehebatan seorang gadis cantik jelita yang memegang pedang merah menyilaukan mata. Lebih-lebih kaget mereka ketika melihat betapa dengan sekali gerakan saja ikatan pada kedua tangan Tiong Han telah putus dan tangannya sudah terlepas! Alangkah hebatnya kepandaian dan tenaga pemuda itu yang tadi menyerah demikian patuhnya.

“Nona, siapakah kau dan mengapa kau mencampuri urusan kami, pendeta-pendeta dari Kun-lun-pai?"

Sebelum Eng Eng menjawab Tiong Han mendahuluinya. "Ngowi totiang, ini adalah nona Suma Eng murid dari Hek sin mo yang terkenal!"

Terbelalak mata kelima orang tosu itu, karena sesungguhnya nama Hek sin-mo merupakan nama yang amat terkenal dan dikagumi oleh semua tokoh persilatan. Gan Tian Cu mengangkat kedua tangan ke dada untuk memberi hormat kepada murid orang sakti itu dan berkata,

"Nona, harap kau tidak salah sangka. Pinto berlima datang sengaja hendak membawa pemuda ini yang telah berdosa besar telah membunuh Lo Ban Tek, anak murid dari Kun-lun-pai. Kami datang untuk membawanya ke Kun.lun-san agar mendapat pengadilan dari para ketua Kun-lun-pai."

"Apa buktinya bahwa Sim twako telah membunuh anak murid Kun-lun-pai?" tanya Eng Eng yang belum hilang kemarahannya.

"Nona, nama Ang coa kiam telah amat terkenal. Pemuda ini tidak hanya membunuh Lo Ban Tek murid kami, bahkan ia telah terkenal sebagai seorang jai hwa cat dan pencuri yang amat jahay dan keji! Ia telah membunuh keluarga Lui wangwe yang dermawan, hanya untuk memenuhi permintaan seorang pelacur rendah. Murid Kami Lo Ban Tek datang untuk menegurnya akan tetapi bahkan dibunuhnya! Nona, kau adalah murid seorang pendekar, seorang locianpwe yang ternama, maka sudah menjadi kewajibanmu pula untuk membasmi orang-orang macam Sim Tiong Kiat yang berjuluk Ang.coa-kiam murid Kim-liong-pai yang durhaka ini. Bagaimana seorang murid dari Hek-sin-mo locianpwe dapat bersahabat dengan seorang jahat seperti dia ini?"

"Pendeta-pendeta tersesat, bukalah matamu baik-baik!" Eng Eng berseru marah sekali dan menggerakkan pedangnya. "Dia ini bukanlah Sim Tiong Kiat dan..."

"Nona Suma!" Tiong Han mencegahnya membuka rahasia adiknya.

Akan tetapi Eng Eng tidak memperdulikannya dan melanjutkan kata-katanya, "Dan orang yang melakukan semua kejahatan yang kau sebutkan tadi, orang jahat yang menggunakan nama julukan Ang-coa-kiam bukanlah dia ini, akan tetapi adiknya!"

"Apa... apa maksudmu, nona?" Gan Tian Cu bertanya dengan heran, demikian pula adiknya membelalak matanya dengan kaget.

"Eng-moi... jangan...” Tiong Han mencoba lagi untuk mencegah Eng Eng membuka rahasia adiknya dan dalam kegugupannya sampai lupa dan menyebut nona itu Eng-moi (adik Eng)...

Pedang Ular Merah Jilid 12

PEDANG ULAR MERAH JILID 12

Tiong Kiat cepat mengelak dan melompat mundur. "Nona, pikirlah baik-baik. Hal itu telah terjadi. Kau adalah istriku, dan aku takkan menyia-nyiakanmu, aku akan mengawinimu, kita menjadi suami istri yang bahagia. Pikirlah."

Dengan muka merah dan mata bercahaya bagaikan berapi-api, Eng Eng memandang wajah pemuda itu dengan penuh perhatian. Sungguhpun bentuk tubuh wajahnya serupa benar dengan Tiong Han, namun kini ia melihat perbedaannya. Tahi lalat kecil di atas dagu pemuda ini. Ya, benar, inilah orangnya. la masih teringat akan wajah pemuda ini, dan tahi lalat itu! Inilah titik yang tadi meragukan hatinya ketika Tiong Han mengaku sebagai seorang yang berdosa. Inilah orangnya! Dan sinar mata penuh gairah serta bibir yang tersenyum memikat ini, ah, alangkah besar perbedaannya dengan Tiong Han.

"Keparat jahanam! Aku sudah bersumpah akan menghancurkan kepalamu!" la menyerang lagi dengan hebatnya.

Terkejut juga hati Tiong Kiat ketika melihat datangnya serangan ini. Ia cepat memutar Hui-liong-kiamnya dengan sekuat tenaga, berusaha memukul pedang gadis itu agar terlepas dari pegangan. Akan tetapi alangkah herannya ketika pedang itu tidak rusak atau terlepas. Bahkan ketika Eng Eng menyerang lagi dengan penuh kebencian, pedang di tangan gadis itu berobah menjadi segulung sinar merah yang dahsyat sekali!

Hampir sama dengan pedang Ang coa kiam. Bukan! Apalagi setelah ia menghadapi gadis ini beberapa jurus, makin gelisah hatinya. Ilmu pedang gadis ini benar-benar kukoai (ganjil), gerakannya demikian kacau balau dan setiap Jurus yang agaknya ia merasa seperti mengenalnya, ternyata perkembangannya jauh berbeda dengan gerak atau jurus yang lajim. Gerakan gadis ini seakan-akan menjadi kebalikan dari pada ilmu pedang biasa. Namun kelihaiannya bahkan lebih dari ilmu pedang biasa. Nampak kacau balau, namun di dalam kekacauan itu tersembunyi daya serang dan kekuatan yang membingungkannya.

Terpaksa Tiong Kiat lalu mengeluarkan kepandaiannya dan ia melawan dengan penuh perhatian dan hati-hati sekali. la makin kagum dan rasa sayangnya makin tebal. Gadis ini jauh lebih cantik dari pada Kui Hwa, dan jauh lebih tinggi kepandaiannya. Bahkan, ilmu pedang gadis ini belum tentu berada di bawah tingkat kepandaiannya sendiri. Aduh, alangkah bahagianya kalau ia bisa menjadi suami gadis yang cantik dan gagah perkasa ini.

"Nona... tahan dulu, nona! Biarkan aku bicara sebentar..."

"Anjing hina dina, kau masih mau bicara apa lagi?” berkata Eng Eng dengan marah, akan tetapi ia menahan pedangnya juga karena ia ingin sekali mendengar bicara pemuda yang menghancurkan kehidupannya ini.

"Nona, tidak bisakah kau memaafkan aku? Aku cinta kepadamu dan biarpun aku telah dikuasai oleh nafsu sehingga berlaku salah kepadamu, akan tetapi aku bersumpah bahwa aku menyesal sekali, dan berilah kesempatan kepadaku untuk menebus dosaku. Aku akan memberi kebahagiaan kepadamu, biarlah aku berlaku seperti pelayanmu, biarlah aku melindungimu sampai di hari tua. Nona..."

"Tutup mulut dan mampuslah!” Eng Eng menjerit makin marah dan kini dua titik air mata berloncat keluar dari pelupuk matanya. Ia menyerang dengan sepenuh semangatnya, mengerahkan kepandaian dan tenaganya sehingga Tiong Kiat menjadi sibuk sekali.

Pemuda ini maklum bahwa tanpa membalas, ia akan celaka. Maka kini, ia merubah gerakan pedangnya dan membalas serangan gadis itu. Terjadilah pertandingan yang luar biasa sekali serunya. Akan tetapi, ilmu pedang gadis itu terlalu ganas dan kuat bagi Tiong Kiat. Kalau saja ia tidak sedang bingung dan tidak telah terluka lengannya oleh pedang Tiong Han kemarin, mungkin ia akan dapat bertahan sampai puluhan atau sampai seratus jurus. Akan tetapi kini ia hanya dapat bersilat sambil mundur, terus terdesak hebat oleh gadis yang ganas sekali gerakan pedangnya itu.

"Akan kubeset kulitmu, kukeluarkan isi dadamu!" berkali-kali Eng Eng berseru sambil memperhebat serangannya.

Akhirnya Tiong Kiat tidak tahan lagi menghadapi Eng Eng. Dengan seluruh tenaga yang masih ada, ketika pedang merah di tangan Eng Eng meluncur dan menusuk ke arah ulu hatinya, ia lalu menyampok pedang ini dengan pedangnya. Tenaga sampokannya keras sekali dan biarpun pedang di tangan Eng Eng tidak terlepas namun terpental sehingga gadis ini mengeluarkan seruan kaget dan melompat mundur untuk menghindarkan diri dari serangan balasan yang mendadak. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Tiong Kiat. Ia cepat melompat jauh dan berlari pergi dari situ!

"Jahanam busuk, kau hendak lari kemana ?" Eng Eng cepat mengejar

Tiong Kiat tidak berani melawan lagi. Biarpun ia sanggup menjaga diri dan menahan serangan gadis ini, akan tetapi ia merasa gelisah kalau teringat kepada Tiong Han. Tak lama lagi Tiong Han akan bebas dari totokan dan kalau kakaknya itu turun tangan, celakalah dia. Dengan secepatnya ia melarikan diri. Rasa takut membuat larinya Iebih cepat dari pada biasanya. Namun Eng Eng juga memiliki ginkang serta ilmu lari cepat yang tinggi tingkatnya sehingga gadis ini merupakan bayangan yang tak pernah tertinggal jauh oleh Tiong Kiat!

Ketika tiba di sebuah hutan kecil, Eng Eng kehilangan bayangan pemuda itu dan ia terus mengejar turun. Padahal pemuda itu bersembunyi di dalam serumpun alang-alang lebat. Melihat gadis itu sudah melewatinya, Tiong Kiat cepat keluar dan berlari mengambil jalan ke arah lain.

Bukan main panas dan penasaran rasa hati Eng Eng ketika ia tidak dapat mencari Tiong Kiat. Pemuda itu telah lenyap bagaikan ditelan bumi. Kecewa sekali hatinya. Ia hendak melanjutkan pengejarannya, akan tetapi ia lalu teringat kepada Tiong Han, maka ia lalu kembali naik ke atas bukit itu.

Ketika ia tiba di tempat itu, ia mendapatkan Tiong Han sudah bangun dan duduk di bawah pohon. Pemuda ini sedang membersihkan pipi dan bibirnya yang berdarah karena tamparan-tamparan Eng Eng tadi. Biarpun nampaknya masih lemas dan agak pucat namun kesehatannya sudah pulih kembali. Totokan itu telah dapat dilepaskannya sebelum waktunya dengan pengerahan tenaga dalamnya.

Bukan main malu dan terharu hati Eng Eng ketika ia melihat pemuda ini. Melihat betapa pipi pemuda itu menjadi bengkak dan kemerahan bekas tamparannya, hampir saja ia tidak dapat menahan air matanya. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya dan menghampiri Tiong Han yang telah berdiri dan memandangnya dengan tenang.

"Aku... aku telah berlaku salah... harap kau suka maafkan padaku," kata Eng Eng dengan suara gagap juga.

“Tidak apa nona Suma. Sudah sewajarnya kau sebenci itu kepadaku. Bahkan sekarang juga aku masih bersedia untuk menerima, biar akan kau bunuh juga."

"Akan tetapi mengapa?? Mengapa kau melindungi orang itu? Siapakah dia?"

Tiong Han menarik napas panjang. Setelah gadis ini bertemu sendiri dengan Tiong Kiat, ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi. "Dia adalah adik kembarku, Sim Tiong Kiat.”

"Akan tetapi, dia yang berbuat dosa, mengapa kau yang mengakuinya dan membiarkan aku melakukan kesalahan kepadamu?" Eng Eng berkata penuh penasaran.

Tiong Han mencoba tersenyum. "Lupakah kau nona, bahwa tadinya aku telah menyangkal akan tetapi kau tidak percaya kepadaku? Setelah aku menduga bahwa perbuatan keji itu tentu dilakukan oleh Tiong Kiat, sudah sepatutnya kalau aku yang menerima hukumannya. Aku rela mati untuknya, aku adalah kakaknya dan juga pengganti orang tuanya. Kami berdua telah menjadi yatim piatu semenjak kecil, hidupnya hanya bersandar kepadaku dan kalau ia menjadi tersesat, tanggung jawabku pulalah itu."

Entah mengapa, pemuda ini menceritakan segala hal kepada Eng Eng dan akhirnya ia menjadi demikian berduka memikirkan Tiong Kiat sehingga ia hanya menundukkan mukanya.

"Kau lemah, kau terlalu baik hati." Eng Eng mencela. "Manusia macam adikmu itu harus dibasmi dari muka bumi! Aku akan mencarinya sampai dapat, biar berlari ke neraka akan kukejar!" Sambil berkata demikian, Eng Eng lalu membalikkan tubuh dan hendak lari dari situ.

"Nanti dulu nona..." Tiong Han menahan dan terkejutlah Eng Eng ketika melihat betapa dengan sekali lompatan saja pemuda ini telah berada di hadapannya! Ah, kepandaiannya hebat juga pikirnya.

"Kuharap kau jangan pergi mencari Tiong Kiat" katanya.

Marahlah Eng Eng dan dicabutnya pedangnya, mengeluarkan sinar kemerahan. "Apa? Kau masih juga hendak membela adikmu yang durhaka dan jahat itu? Sim Tiong Han, kalau kau masih mabok dalam kelemahan hati dan kasih sayang terhadap adik secara membuta boleh kau merasai pedangku! Tak perduli siapa yang hendak membela si pendurhaka Tiong Kiat dia adalah musuhku!"

"Nona kau kira aku seorang yang demikian jahat? Adik kandungku telah berbuat dosa besar terhadapmu, apakah aku bahkan hendak menambah dosa itu dengan memusuhimu? Tidak, nona Suma Eng, tidak. Biarpun kau hendak membunuhku, aku takkan melawan. Dosa adikku adalah dosaku juga karena akulah yang mendidiknya semenjak kecil. Aku mencegahmu mengejar Tiong Kiat, hanya karena…. aku kuatir kalau kalau kau malah akan menjadi korban diujung pedangnya. Ketahuilah bahwa dia telah merampas kitab ilmu pedang Ang-coa-kiam-sut dan apabila ia telah dapat menamatkan pelajarannya dalam ilmu pedang itu, sukar bagimu untuk dapat mengalahkannya!"

"Sombong! Siapa takut menghadapi Ang-Coa-kiam-sut palsu? Mau tahu Ang-coa-kiam? Inilah pedang ular merah yang asli!” Ia memperlihatkan pedangnya. "Mau tahu ilmu pedang Ang coa kiamsut yang sesungguhnya ? Lawanlah ilmu pedangku, karena hanya ilmu pedangku saja yang disebut Ang-coa-kiam-sut!”

Tiong Han tertegun mendengar ini dan ia memandang ke arah pedang ini dengan penuh perhatian. "Pokiam (pedang pusaka) yang baik sekali, akan tetapi bukan Ang-coa-kiam, nona. Inilah Ang-coa-kiam yang menjadi pedang pusaka dari Kim-liong-pai, peninggalan dari sucouw Bu Beng Sianjin!” Ia mencabut pedangnya dan memperlihatkannya kepada Eng Eng juga.

Kini gadis itu yang memandang dengan penasaran. Lalu ia tersenyum menghina. "Hm, pedang buruk seperti ular itu kau sebut Ang-coa-kiam? Dan kau mau bilang bahwa kau juga ahliwaris dari ilmu pedang Ang coa kiam-sut?”

"Memang betul, nona. Aku adalah murid dari Kim-liong-pai dan tentu saja ilmu pedangku adalah ilmu pedang Ang-Coa-kiam-sut!"

"Hm, marilah kita sama membuktikan mana pedang Ang-coa-kiam tulen dan mana Ang coa kiamsut asli!” bentak nona itu yang sudah menjadi marah dan ia menyerang dengan hebatnya.

Juga Tiong Han merasa penasaran sekali. Dalam hal urusan pribadi yang menyangkut persoalan Tiong Kiat, ia memang mau mengalah dan juga ia merasa amat kasihan kepada gadis yang menjadi korban adiknya ini, akan tetapi kalau orang menganggap pedang dan ilmu pedangnya palsu, itu sudah keterlaluan sekali. Ia hendak membuktikan bahwa pedang dan ilmu pedangnya bukan palsu, maka iapun lalu menangkis dan terjadilah pibu (mengadu kepandaian) yang hebat dan seru sekali di tempat sunyi itu.

Cersil karya Kho Ping Hoo Serial Jago Pedang Tak Bernama

Seperti juga halnya Tiong Kiat, kini Tiong Han merasa bingung dan terkejut menghadapi ilmu pedang gadis ini yang amat aneh dan ganas luar biasa. Baiknya ia sudah mendapat kemajuan pesat dalam ilmu pedangnya dan sudah mempelajari bagian pertahanan yang kuat sekali, kalau tidak tentu ia akan termakan senjata gadis yang hebat ini.

Juga Eng Eng menjadi makin kagum. Ia dapat merasakan bahwa ilmu kepandaian pemuda ini masih lebih tinggi dari pada kepandaian Tiong Kiat dan tiba-tiba ia merasa sesuatu yang aneh terasa dalam hatinya. Pemuda ini luar biasa sekali dan amat menarik hatinya. Sopan santun, lemah lembut dan manis budi. Jujur dan berbudi mulia, setia kepada saudara dan kini ternyata ilmu kepandaiannya tinggi pula!

Alangkah jauh bedanya pemuda ini dengan Tiong Kiat. Bagaikan bumi dan langit, ia melihat wajah pemuda itu demikian pucat dan darah masih nampak di bibirnya. Juga pemuda itu mendapat Iuka parah dipundaknya, maka hatinya menjadi tidak tega untuk mendesak lebih hebat.

"Sudahlah, ilmu pedangmu baik juga. Aku tidak keberatan kau namakan ilmu pedangmu itu Ang coa-kiamsut!" kata Eng Eng sambil menarik kembali pedangnya.

"Akan tetapi ilmu pedangmu juga hebat, ganas dan lihai sekali, nona!" seru Tiong Han dengan kagum dan gembira. "Aku harus menanyakan ini kepada suhu! Bolehkah aku mengetahui dari perguruan manakah nona dan siapakah suhumu yang mulia?"

"Suhuku sudah mati, namanya Hek-sin-mo. Sudahlah Sim Tiong Han, kita berpisah di sini. Aku hendak mengejar adikmu yang jahat!"

Setelah berkata demikian, gadis itu lalu lompat pergi dari tempat itu. Tiong Han terlampau heran dan terkejut mendengar nama Hek sin mo sehingga ia hanya berdiri bengong dan tidak mencegah gadis itu pergi. sungguhpun hatinya terasa berat sekali. Ia pernah mendengar dari suhunya tentang seorang tokoh tinggi di dunia kang-ouw yang bernama Hek-sin-mo dan kakek ini terkenal sebagai seorang pendekar aneh yang sakti dan juga gila! Bahkan suhunya pernah bercerita kepadanya bahwa sucouwnya, yakni Bu Beng Siansu, kenal baik bahkan bersahabat dengan si gila Hek sin mo itu!

Tiba-tiba ia mendengar senjata beradu dibarengi bentakan-bentakan nyaring yang dikenalnya sebagai suara Eng Eng ! Cepat Tiong Han melompat menuruni lereng dan dilihatnya Eng Eng tengah dikeroyok oleh tiga orang yang menyerangnya dengan seru sekali.

Siapakah mereka ini? Bukan lain adalah Thian-te Sam-kui. Tiga Iblis Bumi Langit yang terkenal lihai. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Ban Yang Tojin orang kedua dari tiga iblis itu, telah terbabat putus lengan kirinya oleh Eng Eng. Dan juga orang ketiga dari mereka, Ban Hwa Yong si penjahat pemetik bunga, telah bertemu dengan Tiong Han dan telah diusir dan dikalahkan ketika Ban Hwa Yong sedang mengamuk dan dikeroyok oleh rombongan piauwsu dari Gin houw piauwkiok.

Ketika Ban Hwa Yong dan Ban Im Hosiang melihat saudara mereka yang putus lengannya, keduanya menjadi marah sekali. Mereka bersumpah untuk membalas dendam kepada Suma Eng gadis yang telah melukai Ban Yang Tojin dan mulailah mereka mencari gadis itu. Akhirnya mereka mendapatkan jejak Eng Eng dan menyusulnya ke puncak gunung Ta-pie-san. Kebetulan sekali ketika mereka telah tiba di lereng itu, mereka melihat Eng Eng sedang berlari turun.

"Bangsat perempuan, bagus sekali iblis sendiri telah menyerahkan kau ke dalam tangan kami!" seru Ban Yang Tojin dengan marah sekali ketika ia melihat musuh besar yang telah membuat lengannya menjadi buntung.

"Jangan bunuh dulu, jiwi suheng!" berkata Ban Hwa Yong sambil tersenyum menyengir dan memandang kagum kepada tubuh yang indah bentuknya serta wajah yang cantik manis itu. "Tangkap saja dan berikan padaku bunga ini.”

Eng Eng marah sekali melihat tiga orang ini. Ketika melihat Ban Yang Tojin ia menduga bahwa yang dua orang lagi tentulah Ban lm Hosiang dan Ban Hwa Yong. Ia memang mencari-cari tiga orang Thian-te Sam-kui ini untuk membalas sakit hati keluarga Ting Kwan Ek dan orang-orang yang telah terbunuh oleh tiga iblis ini di kota Hun leng, yakni para piauwsu dari Pek-eng piauwkiok.

"Bagus Thian-te Sam-kui. Tanpa dicari kalian telah datang sendiri mengantarkan kepala, Ting-twako dan istrinya telah lama menanti kalian di alam baka!”

Sambil berkata demikian Eng Eng lalu menggerakkan pedangnya yang berobah menjadi segulung sinar merah yang dahsyat sekali. Di antara tiga orang iblis ini, hanya Ban Yang Tojin yang sudah merasakan kelihaian pedang gadis itu, maka ketika Ban Im Hosiang dan Ban Hwa Yong menyaksikan ilmu pedang ini, mereka diam-diam merasa terkejut sekali, bahkan Ban Hwa Yong tidak berani main-main lagi. juga tidak berani memandang rendah.

Segera ia mengeluarkan sepasang senjatanya yang lihai, yakni kaitan besi yang berbahaya itu. Ban Yang Tojin mengeluarkan tombaknya yang berujung bintang, sedangkan Ban Im Hosiang juga menghunus pedangnya. Karena maklum bahwa gadis ini mempunyai ilmu kepandaian yang tidak boleh dipandang ringan, maka tanpa malu-malu Iagi Thian-te Sam-kui lalu mengeroyoknya!

Untung saja bahwa pertempuran ini terjadi di atas lereng gunung yang sunyi sekali, jauh dari masyarakat ramai. Kalau pertempuran itu berlangsung di tempat ramai, Thian-te Sam-kui tentu akan merasa malu sekali. Mereka adalah tokoh-tokoh kang-ouw yang amat terkenal dan seorang di antara mereka saja jarang ada orang berani melawan, apalagi bertiga. Dan kini, menghadapi seorang gadis muda yang cantik jelita ini Thian-te Sam-kui sampai maju bertiga mengeroyoknya!

Suma Eng atau Eng Eng sudah mewarisi ilmu kepandaian Hek-sin-mo yang luar biasa maka ilmu pedangnya tinggi dan lihai sekali. Jangankan baru seorang dua orang ahli silat biasa saja, biarpun menghadapi sepuluh orang pengeroyok lebih yang memiliki kepandaian biasa,agaknya tak mungkin para pengeroyoknya dapat menangkan dia.

Akan tetapi, kali ini Eng Eng menghadapi Thian te Sam kui, Tiga Iblis Bumi Langit yang termasuk tokoh tokoh tinggi dalam pengalaman. Orang pertama dari Thian-te Sam-kui yakni Ban Im Hosiang, adalah seorang hwesio tua yang memiliki ilmu pedang cukup tinggi dan kuat, lagi pula semenjak puluhan tahun kegemaran hwesio ini adalah berpibu. Tiap kali terdengar olehnya ada seorang jagoan, biarpun tempat tinggalnya jauh, selalu ia akan mendatangi jagoan itu untuk diajak mengadu kepandaian!

Dan boleh dibilang selalu ia mendapat kemenangan di dalam pibu ini. Bahkan ia pernah berani menaiki gunung Kun-lun-san dan Gobi-san untuk mencoba kepandaian para tokoh Kun-lun-pai dan Gobi-pai! Sungguhpun ia dikalahkan dalam pibu namun kepandaiannya cukup dikagumi oleh tokoh persilatan yang lain.

Orang kedua adalah Ban Yang Tojin yang pandai sekali mainkan senjata tombak berujung bintang. Tosu ini sudah dua kali kalah oleh Eng Eng, bahkan dua kalinya nona gagah itu telah membabat putus sebelah lengannya, maka tentu saja hatinya menjadi amat sakit dan ia menerjang nona itu dengan kebencian luar biasa dan sangat bernyala-nyala. Orang ketiga Ban Hwa Yong, juga lihai sekali ilmu silatnya. Senjatanya yang merupakan sepasang kaitan itu amat sukar dilawan dan sukar pula dijaga.

Dengan dikeroyok oleh tiga orang lihai ini, tentu saja Eng Eng merasa terkurung rapat dan terdesak hebat, Hanya keberanian dan semangatnya yang Iuar biasa saja yang membuat gadis ini dapat mempertahankan diri dengan baik, bahkan dapat pula membalas dengan serangan serangan yang tak kalah hebatnya.

llmu pedangnya dan gerakan tubuhnya sungguh membuat Ban lm Hosiang dan Ban Hwa Yong terkejut dan gentar sekali. Belum pernah selama hidupnya Ban im Hosiang menyaksikan ilmu pedang seperti ini. Padahal ia seringkali menyombongkan pengalamannya dan mengaku telah mengenal segala macam ilmu silat yang ada di dunia ini!

Ban Yang Tojin mulai merasa girang karena ia percaya penuh bahwa kepandaian mereka bertiga pasti akan berhasil membalaskan sakit hatinya terhadap gadis yang telah membuatnya menjadi cacad selamanya itu. Ia mendesak hebat sekali dengan tombaknya dan boleh dibilang, di antara mereka bertiga, serangan tosu ini yang paling sengit. Akan tetapi tiba-tiba terdengar seruan keras.

"Ban Hwa Yong penjahat cabul, kau berada di sini? Hm, tentu kalian bertiga ini yang disebut orang Thian-te Sam-kui!" Berbareng dengan seruan itu, kembali berkelebat gulungan sinar merah dari pedang seorang pemuda. Kini dua gulungan sinar pedang merah itu menahan serangan Thian-te Sam-kui!

Begitu melihat berkelebatnya sinar merah dari pedang Tiong Han dan setelah melihat tipu gerakan ilmu pedang Tiong Han, Ban Im Hosiang lalu berseru keras,

"Tahan dulu! Yang baru datang bukankah murid dari Kim Iiong pai dan yang kau pegang itu bukankah Ang-coa-kiam?"

Eng Eng dan Tiong Han menahan pedang mereka, Tiong Han menghadapi Ban im Hosiang dan berkata sambil tersenyum sinis.

“Betul, aku yang muda adalah murid dari Kim-liong-pai dan pedang ini adalah Ang-coa-kiam. Saudaramu Ban Hwa Yong telah bertemu dengan aku dan melihat watak dari adikmu yang buruk, tak perlu kita bicara lagi."

"Anak muda yang sombong! Terhadap lain orang kau boleh menyombongkan ilmu pedangmu dari Kim-Iiong-pai, akan tetapi aku tidak takut, biarpun kau memegang pedang Ang-coa-kiam!" Seru Ban Im Hosiang marah dan mendongkol sekali. "Kami memusuhi iblis wanita ini yang liar dan ganas, yang telah membacok putus lengan suteku. Ada sangkut paut apakah dengan kau murid Kim Iiong pai?"

"Thian-te Sam-kui, dengarlah baik-baik, biarpun aku tidak mempunyai urusan dengan kalian dan urusanmu dengan nona ini tidak ada hubungannya denganku, namun sebagai murid Kim-liong-pai, aku selalu berada dipihak yang benar. Kalian adalah orang-orang berkepandaian tinggi yang menyalahgunakan kepandaian, berlaku jahat dan kejam sebagaimana yang dilakukan oleh Ban Hwa Yong, maka terpaksa aku akan membela nona ini!"

Tiba-tiba Ban Hwa Yong tertawa bergelak, ”Ha ha ha! Ang-coa-kiam! Dulu ketika kita bertemu, aku masih belum kenal sebenarnya Ang-Coa-kiam. Kau bilang aku jahat, penjahat cabul? Ha ha ha! Siapa tidak tahu bahwa Ang-coa-kiam adalah seorang pengganggu perempuan yang lebih ganas dari padaku? Kau lebih cabul dari padaku, sungguh lucu sekali kau masih dapat memaki-makiku! Seperti seorang perampok besar memaki seorang maling kecil! Ang-coa-kiam, kita adalah orang-orang segolongan yang memiliki kesukaan yang sama, Kalau kau tergila-gila kepada bunga indah ini, biarlah aku mengalah atau tidak bisakah kita bagi rasa?"

Bukan main marahnya Tiong Han mendengar ucapan manusia cabul itu. Akan tetapi berbareng hatinya menjadi perih juga karena ia dapat menduga bahwa yang dimaksudkan oleh penjahat cabul ini tentulah adiknya, Tiong Kiat! Maka ia tidak dapat menjawab, hanya berkata kepada Eng Eng.

"Nona, mari kita basmi penjahat-penjahat ini!"

Eng Eng semenjak tadi memang telah habis sabar melihat Tiong Han bercakap-cakap dengan penjahat itu. Mendengar omongan Ban Hwa Yong, ia juga dapat menduga bahwa yang dimaksudkan oleh penjahat itu tentulah Tiong Kiat, sehingga kembali Tiong Han menjadi korban perbuatan adiknya dan dia yang mendapat nama busuk! Ia merasa kasihan kepada pemuda ini, maka ketika mendengar ucapan Tiong Han, Eng Eng tidak menjawab lagi, hanya melompat maju dan menyerang dengan hebatnya, ia disambut oleh Ban Yang Tojin yang dibantu oleh Ban Hwa Yong. Adapun Sim Tiong Han, yang bergerak maju mendapat lawan Ban Im Hosiang, orang terpandai dari Thian-te Sam-kui.

Pertempuran berjalan lebih ramai dari pada tadi. Akan tetapi tidak berlangsung lama. Ban Im Hosiang yang menghadapi Tiong Han, sebentar saja terdesak hebat. Ilmu pedang Ang-coa-kiamsut telah dipelajari oleh pemuda ini sampai tingkat tinggi. Telah delapan puluh bagian lebih ilmu pedang itu ia kuasai dan kini karena ia mainkan ilmu petang itu dengan pedang Ang-coa-kiam, tentu saja kelihaiannya bertambah-tambah.

Biarpun Ban Im Hosiang mempunyai kelebihan dalam tenaga Iweekang, namun kelebihan ini ditutup oleh kekalahannya dalam hal pedang. Pedangnyapun bukan pedang buruk, namun kalau dibandingkan dengan Ang-coa-kiam, pedangnya itu tidak berarti sama sekali. Hwesio ini tahu akan kelemahan pedangnya, maka iapun bersilat dengan amat hati-hati, tidak berani mengadu mata pedangnya dengan mata pedang Ang-coa-kiam.

Pertempuran yang terjadi di antara Eng Eng yang dikeroyok dua oleh Ban Yang Tojin dan Ban Hwa Yong, lebih seru lagi. Gadis ini sekarang dapat mengamuk lebih hebat daripada tadi karena sesungguhnya yang paling berat dilawan adalah Ban Im Hosiang. Dua orang pengeroyoknya, yang seorang sudah kehilangan lengan kiri dan yang kedua, yakni Ban Hwa Yong yang mata keranjang dan sayang akan kecantikan gadis ini, tidak menyerang dengan sekuat tenaga.

Ban Yang Tojin telah mengganti senjatanya, karena ia telah maklum akan keampuhan pedang gadis itu, namun tetap saja tombak bintangnya yang sekarang tiba-tiba putus ujungnya ketika beradu dengan keras sekali dengan pedang merah di tangan Eng Eng. Dan sebelum Ban yang Tojin dapat mengelak, ujung pedang di tangan Eng Eng telah menusuk paha kanannya sehingga tosu ini roboh sambil mengeluarkan teriakan keras.

Kalau saja luka di pahanya itu disebabkan oleh tusukan pedang biasa, mungkin ia masih akan dapat melarikan diri. akan tetapi bekas tusukan pedang merah di tangan Eng Eng mendatangkan rasa panas dan sakit luar biasa sehingga ia hanya rebah sambil merintih-rintih!

Bukan main kagetnya Ban Hwa Yong melihat betapa suhengnya telah roboh. la memutar sepasang besi kaitannya dengan cepat untuk melindungi diri, akan tetapi sebuah sabetan dari Eng Eng telah membuat sebuah dari kaitannya putus pula! Ban Hwa Yong melompat ke belakang dan pada saat itu terdengar lain teriakan dan tubuh Ban Im Hosiang terlempar karena tendangan Tiong Han!

MeIihat haI ini, Ban Hwa Yong lalu melemparkan kaitannya yang telah putus itu ke arah Eng Eng kemudian cepat melarikan diri dari situ. Eng Eng mengangkat pedangnya menangkis, kemudian sebelum Tiong Han dapat mencegahnya, gadis ini dengan gerakan kilat melompat ke dekat Ban Im Hosiang. Sekali pedang merahnya berkelebat, putuslah leher hwesio itu!

Setelah itu, kembali pedangnya berkelebat dibarengi bentakannya yang keras ke arah leher Ban Yang Tojin maka tewaslah orang pertama dan kedua dari Thian te Sam kui yang pernah menggoncangkan dunia kang ouw. Eng Eng hendak mengejar Ban Hwa Yong, ternyata bahwa penjahat itu telah lenyap tidak dapat ia ketahui ke mana perginya.

“Mengapa kau tidak mengejarnya?" gadis berkata menyesal dan kecewa kepada Tiong Han.

Adapun pemuda ini yang memang masih agak lemah, kini menjadi makin pucat melihat keganasn Eng Eng ini, ia tidak menjawab pertanyaan yang mengandung teguran itu, bahkan dialah yang kini menegur sambil mengerutkan keningnya.

"Nona, mengapa kau begitu kejam? Mengapa kau membunuh lawan-lawan yang sudah terluka tak berdaya? Apakah kesalahan mereka terhadapmu sehingga kau demikian ganas terhadap Thian-te Sam-kui?"

"Lagi-lagi kau memperlihatkan kejernihan hatimu," gadis ini mencela. "Kau mudah terharu dan tergerak hatimu menyaksikan sebuah peristiwa yang hanya merupakan akibat dari pada sebab yang lebih mengerikan lagi. Tentu sedikitpun tidak terduga atau terpikir olehmu mengapa aku berlaku sedemikian ini yang kau anggap ganas dan kejam."

Merahlah wajah Tiong Han. Memang ia tidak tahu permusuhan apakah yang ada antara gadis aneh ini dengan Thian-te Sam-kui. Menurut pendengarannya tadi, gadis ini pula yang telah membuntungkan lengan Ban Yang Tojin dan disangkanya itulah sebenarnya maka Thian-te Sam-kui datang memusuhi Eng Eng.

"Maaf nona, memang aku belum mengerti. Tolong kau ceritakanlah kepadaku agar hatiku tidak penasaran lagi."

"Mungkin kau sudah tahu akan sifat-sifat buruk ketiga orang penjahat ini. Sebab pertama timbulnya permusuhan antara mereka dan aku disebabkan oleh Ban Yang Tojin."

Gadis ini dengan jelas lalu menceritakan betapa Ban Yang Tojin mengganggu dan merampok Pek-eng piauwkiok dan betapa ia telah menolong Ting kwan Ek dan mengusir Ban Yang Tojin. Kemudian Ban Yang Tojin dengan bantuan kedua orang saudaranya itu datang membalas dendam karena kekalahannya dan di luar tahu Eng Eng lalu ketiga orang Iblis itu membasmi Pek-eng-piauwkiok dan membunuh seluruh keluarga Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin, bahkan lalu membawa lari Nyonya Ouw yang muda lagi cantik.

Setelah mendengar penuturan Eng Eng marahlah Tiong Han. "Hm, kalau begitu, sayang sekali kita melepaskan Ban Hwa Yong lari. Dia juga patut dilenyapkan dari muka bumi ini!"

Ia lalu menceritakan kepada Eng Eng betapa iapun pernah bertempur dengan Ban Hwa Yong telah membunuh Lo Kim Bwe atau Nyonya Ouw yang diculiknya itu, yakni ketika Ban Hwa Yong bertempur menghadapi keroyokan piauwsu dan Gin-houw-piauwkiok.

"Lo Kim Bwe memang sudah sepantasnya mengalami kematian di tangan penjahat itu," kata Eng Eng yang memang merasa gemas dan benci sekali kepada nyonya muda yang genit itu.

Maka diceritakanlah kepada Tiong Han akan segala pengalamannya ketika ia berada dirumah Ting Kwan Ek yang dianggapnya sebagai kakak sendiri itu. Tak terasa lagi keduanya berjalan perlahan menuruni bukit Ta-pie-san sambil bercakap-cakap dengan asyik sekali, sama sekali tidak merasa kikuk atau asing seakan-akan mereka telah bertahun-tahun menjadi kenalan karib, Tiong Han makin tertarik hatinya terhadap gadis ini dan diam-diam ia memaki adiknya yang sudah begitu keji terhadap gadis seperti ini.

“Nona Suma Eng ketahuilah bahwa antara suhumu dan sucouwku masih terdapat ikatan persahabatan yang amat erat. Sucouwku adalah Bu Beng Sianjin, apakah suhumu tidak pernah menceritakan padamu tentang sucouw?”

Gadis itu menggeleng kepala. Bercakap-cakap dengan Tiong Han mengenai masa Iampau membuat ia seakan-akan berjalan dengan seorang yang telah lama di nanti-nanti, dikenang dan diharapkan kedatangannya. la merasa bahagia tenteram dan semua pemandangan di atas bukit itu nampak indah dan berseri. Ia merasa seakan-akan berada di dalam perlindungan yang kuat yang dapat dipercaya penuh, yang membuat ia merasa seperti seorang anak kecil dipangkuan ibunya.

Alangkah bahagianya kalau ia selalu dapat berada di dekat pemuda yang sopan, halus dan juga lihai ini! Akan tetapi tiba tiba wajahnya yang cantik jelita itu menjadi merah sampai ke telinganya. Ia teringat lagi kepada Tiong Kiat dan teringat lagi akan keadaan dirinya yang sudah terhina oleh Tiong Kiat. Tiong Han kebetulan mengerling dan menatap wajahnya, maka pemuda ini dapat melihat perobahan pada muka Eng Eng.

"Ada apakah nona? Apakah kau Ielah dan ingin istirahat?"

"Tidak, aku... aku harus berpisah darimu. Kan baik sekali, Sim twako dan aku akan selalu menyebutmu twako karena kau baik, baik seperti twako Ting Kwan Ek yang sudah mati. Akan tetapi, aku harus pergi, aku harus mencari adikmu yang jahanam itu untuk kuhancurkan kepalanya!"

Muramlah wajah Tiong Han yang tadinya sudah nampak gembira, ia menarik napas berulang-ulang dan dengan menyesal sekali berkata, "Apa yang dapat kukatakan? Tiong Kiat memang telah berlaku jahat sekali. Kau berhak penuh untuk membalas dendam... dan aku... ah, apa yang dapat kukatakan?"

Pemuda ini lalu menjatuhkan diri di bawah sebatang pohon besar untuk mengaso karena ucapan Eng Eng tadi seketika itu juga menimbulkan semua kelelahan yang tadi tidak terasa olehnya, ia memandang dengan sedih ketika gadis itu meninggalkannya setelah menengok tiga kali seakan gadis itupun merasa menyesal harus berpisah darinya.

Perasaan kecewa, menyesal, duka, ditambah oleh kelelahan karena pertempuran-pertempuran tadi sedangkan luka pada pundaknya oleh tusukan pedang adiknya masih belum sembuh membuat Tiong Han tertidur di bawah pohon itu. Angin berhembus perlahan mengipasi tubuhnya sehingga tidurnya makin nyenyak.

Tiba tiba ia merasa betapa pedang di pinggangnya bergerak. Cepat ia membuka mata dan melompat bangun. Ternyata ia telah dikurung oleh lima orang berpakaian sebagai tosu dan sudah tua-tua dan ketika ia meraba pinggangnya ternyata bahwa pedangnya itu berikut sarungnya telah dibawa oleh seorang tosu yang nampak tertua dan yang mempunyai sinar mata berpengaruh. Kelima orang tosu itu bagaikan patung berdiri mengurung dan memandangnya dengan sinar mata tajam!

"Apa… apa artinya ini? Siapakah ngowi Suhu ?” tanya Tiong Han dengan gagap.

"Ang coa.kiam, bukalah matamu lebar-lebar! Kami adalah tosu-tosu dari Kun lun pai!"

Akan tetapi, lima orang tosu tokoh Kun-lun-pai itu menjadi heran ketika melihat betapa pemuda ini memandang mereka dengan tak mengerti.

"Harap maafkan apabila teecu tidak mengetahui akan kedatangan ngowi suhu. Akan tetapi, mengapakah pedang teecu dirampas dan apakah maksud kedatangan ngowi ini?"

"Ang-coa-kiam!" tosu yang merampas pedangnya membentak. "Pinto adalah Gan Tian Cu dan sudah lama pinto mengenal suhumu Lui Thian Sianjin di Kim liong-pai! Kalau tidak memandang muka suhumu, sekarang juga kau tentu telah kami bunuh tanpa banyak bertanya lagi. Akan tetapi, karena kau adalah anak murid Kim-liong-pai dan pedang Ang-coa-kiam berada di tanganmu, pinto masih hendak memberi kesempatan kepadamu. Mengapa kau membunuh seorang anak murid kami berdasarkan kejahatan dan kesesatanmu? Murid kami itu adalah seorang yang menjunjung tinggi keutamaan dan mendengar tentang kesesatan Ang-coa-kiam, dia sengaja datang menegurmu, akan tetapi kau bahkan telah menjatuhkan tangan maut kepadanya."

"Totiang, apakah artinya semua ini?" Tiong Han memandang dengan heran dan penasaran, "Teecu tak pernah bertemu dan tak pernah bertempur dengan seorang anak murid Kun-lun-pai, bagaimana teecu dapat membunuh seorang murid Kun-lun-pai?”

"Ang-coa-kiam! Kau telah berani memakai nama julukan Ang-coa-kiam, meninggalkan tanda gambar pedang ini pada tiap tempat kau melakukan kejahatan. Suatu perbuatan yang amat berani dan sombong! Akan tetapi sekarang ternyata dihadapan pinto kau berlaku amat pengecut. Kau telah membunuh Lo Ban Tek murid kami di kota l-kiang, apakah kau masih mau menyangkal lagi?"

Lenyaplah keheranan Tiong Han dan hatinya tertusuk sekali, karena ia telah merasa yakin bahwa yang melakukan hal itu tentulah adiknya, Tiong Kiat! Maka lemaslah tubuhnya lenyaplah semangat perlawanannya. Apakah yang hendak dikata? Menyangkal? Sama dengan mendakwa adiknya sendiri. Mengaku? Dia tidak melakukan perbuatan itu.

"Totiang, apakah yang hendak totiang lakukan terhadap diriku?" tanyanya perlahan.

"Kau harus ikut dengan kami ke Kun-lun-pai dan disana para ketua akan menjatuhkan hukumannya! Tinggal kau pilih saja, ikut dengan patuh atau melawan dengan kekerasan kami dapat membunuhmu di tempat ini juga!" Kata Gan Tian Cu dengan suara tegas.

"Untuk apa aku melawan? Marilah kalau ngowi totiang hendak membawaku ke Kun-lun-pai, aku akan ikut dengan patuh."

Demikianlah, Tiong Han lalu diikat kedua tangannya dengan tali sutera yang amat kuat. Pemuda ini menurut saja, kemudian kelima orang tosu itu lalu mengajaknya berjalan cepat turun dari Ta-pie-san, menuju ke Kun-lun-san.

Akan tetapi baru saja rombongan itu tiba di kaki gunung Ta-pie-san yang mereka tinggalkan, tiba tiba berkelebat bayangan putih yang didahului oleh sinar merah menyambar ke arah lima orang tosu itu! Gan Tian Cu dan sute-sutenya (adik-adik seperguruannya) adalah tosu-tosu tua yang memiliki kepandaian tinggi, maka melihat sinar pedang itu, mereka cepat melompat mundur untuk mengelak.

"Jangan, nona Suma Eng, jangan serang mereka!"

Tiong Han cepat menggerakkan tubuhnya dan sekali bergerak saja tali-tali yang kuat itu terlepas dari kedua tangannya. Ia terpaksa melakukan ini untuk mencegah Suma Eng yang hendak menyerang Gan Tian Cu.

Dengan mata menyala dan dada berombak, wajahnya merah penuh kemarahan, Eng Eng menunda serangannya dan memandang kepada lima orang tosu itu dengan marah sekali. Tiong Han tak terasa lagi mengulur tangannya dan memegang lengan Eng Eng yang memegang pedang.

"Jangan nona, jangan... mereka adalah tosu-tosu dari Kun-lun-pai!" Tiong Han mencegah sambil memegang erat lengan tangan Eng Eng.

“Tidak perduli! Biarpun mereka tosu-tosu dari neraka sekalipun aku tidak takuti! Mereka mengandalkan keroyokan untuk menangkapmu sungguh pengecut!"

Sementara itu, Gan Tian Cu dan kawan-kawannya tadi merasa terkejut sekali melihat kehebatan seorang gadis cantik jelita yang memegang pedang merah menyilaukan mata. Lebih-lebih kaget mereka ketika melihat betapa dengan sekali gerakan saja ikatan pada kedua tangan Tiong Han telah putus dan tangannya sudah terlepas! Alangkah hebatnya kepandaian dan tenaga pemuda itu yang tadi menyerah demikian patuhnya.

“Nona, siapakah kau dan mengapa kau mencampuri urusan kami, pendeta-pendeta dari Kun-lun-pai?"

Sebelum Eng Eng menjawab Tiong Han mendahuluinya. "Ngowi totiang, ini adalah nona Suma Eng murid dari Hek sin mo yang terkenal!"

Terbelalak mata kelima orang tosu itu, karena sesungguhnya nama Hek sin-mo merupakan nama yang amat terkenal dan dikagumi oleh semua tokoh persilatan. Gan Tian Cu mengangkat kedua tangan ke dada untuk memberi hormat kepada murid orang sakti itu dan berkata,

"Nona, harap kau tidak salah sangka. Pinto berlima datang sengaja hendak membawa pemuda ini yang telah berdosa besar telah membunuh Lo Ban Tek, anak murid dari Kun-lun-pai. Kami datang untuk membawanya ke Kun.lun-san agar mendapat pengadilan dari para ketua Kun-lun-pai."

"Apa buktinya bahwa Sim twako telah membunuh anak murid Kun-lun-pai?" tanya Eng Eng yang belum hilang kemarahannya.

"Nona, nama Ang coa kiam telah amat terkenal. Pemuda ini tidak hanya membunuh Lo Ban Tek murid kami, bahkan ia telah terkenal sebagai seorang jai hwa cat dan pencuri yang amat jahay dan keji! Ia telah membunuh keluarga Lui wangwe yang dermawan, hanya untuk memenuhi permintaan seorang pelacur rendah. Murid Kami Lo Ban Tek datang untuk menegurnya akan tetapi bahkan dibunuhnya! Nona, kau adalah murid seorang pendekar, seorang locianpwe yang ternama, maka sudah menjadi kewajibanmu pula untuk membasmi orang-orang macam Sim Tiong Kiat yang berjuluk Ang.coa-kiam murid Kim-liong-pai yang durhaka ini. Bagaimana seorang murid dari Hek-sin-mo locianpwe dapat bersahabat dengan seorang jahat seperti dia ini?"

"Pendeta-pendeta tersesat, bukalah matamu baik-baik!" Eng Eng berseru marah sekali dan menggerakkan pedangnya. "Dia ini bukanlah Sim Tiong Kiat dan..."

"Nona Suma!" Tiong Han mencegahnya membuka rahasia adiknya.

Akan tetapi Eng Eng tidak memperdulikannya dan melanjutkan kata-katanya, "Dan orang yang melakukan semua kejahatan yang kau sebutkan tadi, orang jahat yang menggunakan nama julukan Ang-coa-kiam bukanlah dia ini, akan tetapi adiknya!"

"Apa... apa maksudmu, nona?" Gan Tian Cu bertanya dengan heran, demikian pula adiknya membelalak matanya dengan kaget.

"Eng-moi... jangan...” Tiong Han mencoba lagi untuk mencegah Eng Eng membuka rahasia adiknya dan dalam kegugupannya sampai lupa dan menyebut nona itu Eng-moi (adik Eng)...