Fakta, Sholat Bisa Menjadi Wahana Pencerahan Intelektual - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Fakta, Sholat Bisa Menjadi Wahana Pencerahan Intelektual - Sholat, secara harfiah, berarti doa. Dalam konteks ini, yang dimaksud shalat adalah doa yang disampaikan dengan tata cara (syarat dan rukun) yang khas dalam bentuk bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan tertentu.
Fakta sholat sebagai wahana pencerahan intelektual

Setiap muslim sudah tentu memahami bahwa sholat wajib untuk dikerjakan, karena sholat merupakan salah satu dari rukun islam yang merupakan syarat mutlak untuk menjadi muslim yang sesungguhnya.

Namun, tahukah Anda bahwa sholat bisa dijadikan sebagai wahana pencerahan intelektual?

Seperti yang diungkapan oleh Ibnu Sina, seorang filosofi dan ahli ilmu kedokteran Islam. Beliau mengatakan...

“Jika menghadapi problem filosofis yang tak dapat kupecahkan..biasanya aku akan pergi ke masjid untuk beriktikaf di dalamnya. Maka kalau tidak di masjid itu aku mendapatkan pemecahannya, ia biasanya akan datang dalam mimpiku.”

Ada beberapa penjelasan yang bisa diberikan:

Pertama, penjelasan yang diberikan oleh ilmu filsafat atau hikmah. Proses mengetahui dapat bersifat intelektual maupun spiritual.

Kaum filosof berpandangan bahwa setiap moment perolehan pencerahan intelektual pada tingkat tertinggi terjadi akibat kontak antara Akal atau Jiwa Suci pada diri subjek dengan apa yang mereka sebut sebagai Akal Kesepuluh atau disebut juga Akal Aktif. Akal atau intelek ini mereka identikkan dengan Malaikat Jibril sebagai pesuruh Allah untuk menyampaikan pengetahuan.

Dalam pandangan ini, pada dasarnya semua pengetahuan datang lewat mekanisme ini, baik wahyu kepada para nabi, ilham kepada para wali, maupun pengetahuan lain kepada manusia selebihnya. Sedangkan dalam hikmah Islam, pengetahuan pada tingkat tertinggi mengambil bentuk ilmu berdasar kehadiran.

Artinya, ilmu seperti ini tidak lagi dicapai lewat suatu proses berpikir biasa, tetapi lewat suatu pengalaman religius yang di dalamnya pengetahuan yang diraih hadir begitu saja dalam diri (hati) subjek.

Dalam konteks ini, shalat yang memenuhi semua persyaratan￾nya akan menghadirkan dan menyucikan akal, atau jiwa, atau hati sehingga kontak dengan sang penyampai pengetahuan atau hadirnya pengetahuan itu dapat terjadi.

Kedua, penjelasan berdasar penemuan mutakhir. Shalat yang khusyuk mengangkat pelakunya dari kesadaran penuh akan keadaan sekeliling kepada suatu keadaan flow.

Keadaan flow ini, dalam penelitian yang lain tapi sejalan, menempatkan otak dalam suatu keadaan sehingga ia mentransmisikan gelombang alfa, berbeda dengan keadaan jaga biasa yang di dalamnya otak memancarkan gelombang beta, ataupun gelombang teta dan delta yang dipancarkan ketika seseorang tertidur.

Pada keadaan otak seperti inilah, kreativitas yakni; kemampuan untuk memperoleh pemikiran terbaik terjadi. Kadang, keadaan seperti ini ditunjuk sebagai antara tidur dan jaga.

Jadi, pelaku sudah melewati masa kesadaran penuh, tapi tak sampai tingkat tertidur. Biasanya, untuk mencapai level kreatif seperti ini, para ahli menyarankan agar orang bermeditasi. Tetapi, pada saat yang sama, ia juga perlu menjaga agar ia tak sampai tertidur.

Mereka menyarankan beberapa kegiatan yang diteliti dapat mewakili modus seperti ini, semisal: bersantai di bak mandi, mengemudikan mobil di jalan raya yang sepi, mendengarkan musik klasik, dan sebagainya.

Nah, shalat dapat diduga menciptakan keadaan antara jaga dan tidur seperti ini secara lebih baik daripada kegiatan kegiatan lain yang disarankan para ahli itu.

Mengapa?

Karena, jika dalam meditasi, pembacaan doa, apalagi kegiatan-kegiatan sehari-hari tertentu yang ditawarkan, seperti mendengarkan musik, bersantai di bak mandi, bahkan menyetir di jalan sepi, dan sebagainya, masih terbuka banyak kemungkinan pelakunya tertidur, maka shalat dapat memenuhi kedua syarat itu sekaligus.

Ia, di satu sisi, men-syaratkan kekhusyukan dan thuma’nînah, tapi, di sisi lain, ia mengandung bacaan-bacaan Al Qur'an dan gerakan-gerakan yang berubah-ubah sehingga tetap dapat memelihara si pelaku dalam keadaan jaga, betapapun khusyuknya ia melakukan shalat.

Setelah membaca berbagai fungsi dan manfaat shalat sebagai wahana Pencerahan Intelektual, masihkah ada alasan bagi kita untuk menyia-nyiakan fasilitas Allah ini?

Pustaka: Buku Buat Apa Sholat?
Oleh Dr. Haidar Bagir


Fakta, Sholat Bisa Menjadi Wahana Pencerahan Intelektual

Fakta, Sholat Bisa Menjadi Wahana Pencerahan Intelektual - Sholat, secara harfiah, berarti doa. Dalam konteks ini, yang dimaksud shalat adalah doa yang disampaikan dengan tata cara (syarat dan rukun) yang khas dalam bentuk bacaan-bacaan dan gerakan-gerakan tertentu.
Fakta sholat sebagai wahana pencerahan intelektual

Setiap muslim sudah tentu memahami bahwa sholat wajib untuk dikerjakan, karena sholat merupakan salah satu dari rukun islam yang merupakan syarat mutlak untuk menjadi muslim yang sesungguhnya.

Namun, tahukah Anda bahwa sholat bisa dijadikan sebagai wahana pencerahan intelektual?

Seperti yang diungkapan oleh Ibnu Sina, seorang filosofi dan ahli ilmu kedokteran Islam. Beliau mengatakan...

“Jika menghadapi problem filosofis yang tak dapat kupecahkan..biasanya aku akan pergi ke masjid untuk beriktikaf di dalamnya. Maka kalau tidak di masjid itu aku mendapatkan pemecahannya, ia biasanya akan datang dalam mimpiku.”

Ada beberapa penjelasan yang bisa diberikan:

Pertama, penjelasan yang diberikan oleh ilmu filsafat atau hikmah. Proses mengetahui dapat bersifat intelektual maupun spiritual.

Kaum filosof berpandangan bahwa setiap moment perolehan pencerahan intelektual pada tingkat tertinggi terjadi akibat kontak antara Akal atau Jiwa Suci pada diri subjek dengan apa yang mereka sebut sebagai Akal Kesepuluh atau disebut juga Akal Aktif. Akal atau intelek ini mereka identikkan dengan Malaikat Jibril sebagai pesuruh Allah untuk menyampaikan pengetahuan.

Dalam pandangan ini, pada dasarnya semua pengetahuan datang lewat mekanisme ini, baik wahyu kepada para nabi, ilham kepada para wali, maupun pengetahuan lain kepada manusia selebihnya. Sedangkan dalam hikmah Islam, pengetahuan pada tingkat tertinggi mengambil bentuk ilmu berdasar kehadiran.

Artinya, ilmu seperti ini tidak lagi dicapai lewat suatu proses berpikir biasa, tetapi lewat suatu pengalaman religius yang di dalamnya pengetahuan yang diraih hadir begitu saja dalam diri (hati) subjek.

Dalam konteks ini, shalat yang memenuhi semua persyaratan￾nya akan menghadirkan dan menyucikan akal, atau jiwa, atau hati sehingga kontak dengan sang penyampai pengetahuan atau hadirnya pengetahuan itu dapat terjadi.

Kedua, penjelasan berdasar penemuan mutakhir. Shalat yang khusyuk mengangkat pelakunya dari kesadaran penuh akan keadaan sekeliling kepada suatu keadaan flow.

Keadaan flow ini, dalam penelitian yang lain tapi sejalan, menempatkan otak dalam suatu keadaan sehingga ia mentransmisikan gelombang alfa, berbeda dengan keadaan jaga biasa yang di dalamnya otak memancarkan gelombang beta, ataupun gelombang teta dan delta yang dipancarkan ketika seseorang tertidur.

Pada keadaan otak seperti inilah, kreativitas yakni; kemampuan untuk memperoleh pemikiran terbaik terjadi. Kadang, keadaan seperti ini ditunjuk sebagai antara tidur dan jaga.

Jadi, pelaku sudah melewati masa kesadaran penuh, tapi tak sampai tingkat tertidur. Biasanya, untuk mencapai level kreatif seperti ini, para ahli menyarankan agar orang bermeditasi. Tetapi, pada saat yang sama, ia juga perlu menjaga agar ia tak sampai tertidur.

Mereka menyarankan beberapa kegiatan yang diteliti dapat mewakili modus seperti ini, semisal: bersantai di bak mandi, mengemudikan mobil di jalan raya yang sepi, mendengarkan musik klasik, dan sebagainya.

Nah, shalat dapat diduga menciptakan keadaan antara jaga dan tidur seperti ini secara lebih baik daripada kegiatan kegiatan lain yang disarankan para ahli itu.

Mengapa?

Karena, jika dalam meditasi, pembacaan doa, apalagi kegiatan-kegiatan sehari-hari tertentu yang ditawarkan, seperti mendengarkan musik, bersantai di bak mandi, bahkan menyetir di jalan sepi, dan sebagainya, masih terbuka banyak kemungkinan pelakunya tertidur, maka shalat dapat memenuhi kedua syarat itu sekaligus.

Ia, di satu sisi, men-syaratkan kekhusyukan dan thuma’nînah, tapi, di sisi lain, ia mengandung bacaan-bacaan Al Qur'an dan gerakan-gerakan yang berubah-ubah sehingga tetap dapat memelihara si pelaku dalam keadaan jaga, betapapun khusyuknya ia melakukan shalat.

Setelah membaca berbagai fungsi dan manfaat shalat sebagai wahana Pencerahan Intelektual, masihkah ada alasan bagi kita untuk menyia-nyiakan fasilitas Allah ini?

Pustaka: Buku Buat Apa Sholat?
Oleh Dr. Haidar Bagir