Pelangi Lembah Kambang - Sonny Ogawa

Halaman

    Social Items

Pendekar Rajawali Sakti

PELANGI LEMBAH KAMBANG


SATU
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!" "Yeaaah...!"

Seorang pemuda tampan berbaju rompi putih tampak tengah memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Akibatnya kuda hitam tunggangannya berlari bagaikan angin saja. Debu membubung tinggi ke angkasa, membuat seorang gadis yang juga menunggang kuda di belakangnya jadi tertinggal semakin jauh.

Pemuda tampan itu terus memacu kudanya. Sehingga, tubuhnya seperti terguncang-guncang turun-naik. Tampak pedang bergagang kepala burung yang tersampir di balik punggungnya seperti hendak mencelat, untuk kemudian tenggelam lagi. Melihat ciri-cirinya, tampaknya pemuda itu adalah Pendekar Rajawali Sakti.

Sementara itu, gadis di belakang Rangga atau Pendekar Rajawali Sakti sudah begitu cepat menggebah kudanya. Tapi, tetap saja kuda putih tunggangannya tidak bisa menyamai kecepatan lari kuda hitam yang bernama Dewa Bayu. Maka, gadis yang memang Pandan Wangi semakin jauh saja tertinggal di belakang.

"Kakang, tunggu...!" seru Pandan Wangi sekuat-kuatnya, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.

Teriakan Pandan Wangi terdengar keras, menggema ke seluruh daerah kaki Gunung Brambang ini. Sementara, jauh di depannya terlihat Rangga menghentikan lari kudanya. Namun, debu masih cukup tebal mengepul tinggi di angkasa. Pandan Wangi segera menggebah kudanya, agar berpacu lebih cepat lagi. Kuda putih itu meringkik dan mendengus-dengus, memaksakan diri agar lebih cepat sampai pada Pendekar Rajawali Sakti.

"Hooop...!"

Pandan Wangi langsung menarik tali kekang kudanya, begitu dekat dengan Rangga yang masih duduk di atas punggung kudanya. Kuda putih itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi, membuat Pandan Wangi jadi sedikit kerepotan dibuatnya.

"Hup!"

Gadis berjuluk si Kipas Maut itu cepat melompat turun, setelah kuda putih tunggangannya bisa tenang. Sementara, Rangga masih tetap duduk memandangi di atas punggung kuda hitamnya. Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti dibalas Pandan Wangi dengan sorot mata yang sangat tajam.

"Kenapa, Pandan...?" tanya Rangga melihat Pandan Wangi memberengut.

"Kau jalan saja sendiri...!" dengus Pandan Wangi, tetap memberengut.

Rangga jadi tersenyum. Dia tahu, gadis ini kesal karena tadi sempat tertinggal jauh. Saat ini, mereka memang sedang memburu waktu. Sungguh tadi tidak disadari Rangga kalau kecepatan lari kuda hitamnya tidak ada tandingannya di jagat raya ini. Dewa Bayu memang bukan kuda sembarangan. Kecepatan larinya seperti kilat, sehingga sulit sekali terkejar.

Walaupun orang yang mengejarnya memiliki ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna, tapi tidak akan mampu menyamai kecepatan lari Dewa Bayu tunggangan Pendekar Rajawali Sakti. Rangga turun dari kudanya. Dihampirinya si Kipas Maut yang masih saja memberengut sambil memegangi tali kekang kudanya. Rangga tahu, hati Pandan Wangi tengah kesal.

"Maaf, Pandan. Tadi aku lupa," ucap Rangga lembut, seraya memberi senyuman manis sekali.

"Huh! Sekarang minta maaf. Nanti juga sudah lupa lagi!" dengus Pandan Wangi, masih tetap memberengut.

Namun Rangga jadi tersenyum geli. Walaupun wajahnya memberengut begitu, tapi Pandan Wangi sempat juga melirik padanya. Dia tahu gadis itu hanya menunjukkan kemanjaannya saja. Tapi patut diakui kalau sedang memberengut begini, Pandan Wangi jadi kelihatan cantik.

Rangga jadi ingat kata orang-orang. Kalau ingin melihat kecantikan wanita yang sesungguhnya, buatlah wanita itu jadi marah lebih dulu. Biasanya, kecantikan seorang wanita akan timbul di saat sedang marah. Dan memang benar, Pandan Wangi terlihat lebih cantik kalau sedang marah begini. Apa lagi, kemarahan yang disertai, kemanjaannya.

Perlahan Rangga mengulurkan tangannya. Disentuhnya lembut dagu gadis itu dengan ujung jarinya. Dengan sikap lembut dan perlahan, diangkatnya wajah Pandan Wangi. Dan kini, pandangan mereka jadi bertemu.

"Kau cantik sekali kalau lagi marah, Pandan...," ucap Rangga.

"Edan...!" dengus Pandan Wangi.

Wajah gadis itu seketika jadi memerah. Dan saat itu juga, Rangga malah tertawa terbahak-bahak, sehingga membuat wajah Pandan Wangi semakin bersemu merah dadu. Tanpa sadar, gadis itu mengayunkan pukulannya ke dada Pendekar Rajawali Sakti.

Duk!
"Ugkh...!"

Rangga jadi melenguh dan tawanya seketika lenyap. Tanpa disadari tadi, Pandan Wangi memukul cukup keras. Akibatnya tubuh Pendekar Rajawali Sakti jadi terdorong dua langkah, lalu limbung terhuyung-huyung. Dan seketika itu juga, pemuda yang selalu berbaju rompi putih itu ambruk ke tanah.

"Kakang...?!" Pandan Wangi jadi menjerit kaget.

Terlebih lagi, begitu melihat Rangga menggeletak dengan mata terpejam. Sedikit pun tidak terlihat gerakan pada dadanya, sehingga membuat Pandan Wangi jadi bingung seketika.

"Kakang...."

Pandan Wangi cepat menubruk tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Tapi pada saat itu juga, tangan Rangga bergerak. Langsung dipeluknya pinggang ramping si Kipas Maut ini.

"Eh...?!" Pandan Wangi kembali tersentak kaget.

"Ha ha ha...!"

"Kunyuk...!" maki Pandan Wangi langsung memberengut. Tapi, Rangga terus saja tertawa terbahak-bahak, membuat wajah gadis itu semakin berlipat.

"Tidak lucu...!"

Pandan Wangi memberontak, mencoba melepaskan diri dari pelukan Pendekar Rajawali Sakti. Sekali sentak saja, pelukan tangan Rangga di pinggangnya sudah terlepas. Cepat cepat Pandan Wangi melompat bangkit berdiri.

Sementara, Rangga hanya duduk saja dengan tangan kiri menopang lututnya yang tertekuk. Senyum di bibir Pendekar Rajawali Sakti terkembang lebar. Sementara, Pandan Wangi semakin mem-berengut sambil bersungut-sungut. Wajahnya kelihatan kesal, tapi di dalam hatinya juga tetap geli. Gadis itu kemudian mengambil tempat, duduk di atas sebatang akar yang menyembul dan dalam tanah. Sementara, Rangga masih tetap duduk setengah tiduran di rerumputan.

Pandan Wangi masih saja memasang wajah masam. Sedangkan suara tawa Rangga sudah tidak terdengar lagi. Dan untuk beberapa saat, mereka berdua terdiam. Hanya saja sesekali mereka saling melemparkan pandang. Dan kalau pandangan mata satu sama lain bertemu, Pandan Wangi cepat-cepat mengalihkan ke arah lain.

Entah kenapa, walaupun sudah sangat lama mereka selalu bersama-sama, tapi Pandan Wangi tidak pernah bisa membalas tatapan mata Pendekar Rajawali Sakti. Dadanya langsung berdebar seketika, kalau pandangannya bertemu pandangan mata pemuda tampan itu.

"Sudah hampir sore, Pandan. Kita harus sampai di Padepokan Dara Wulung sebelum malam," kata Rangga mengingatkan.

"Tidak jauh lagi, Kakang. Aku masih lelah...," terdengar agak malas suara Pandan Wangi.

"Pandan...." Pandan Wangi hanya diam saja.

"Kenapa kau sepertinya tidak mau pergi ke sana? Apa ada sesuatu yang membuatmu enggan?" tanya Rangga, seakan-akan menaruh kecurigaan.

Namun Pandan Wangi hanya diam saja. Sesekali matanya melirik wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti. Entah kenapa, dia sendiri tidak tahu kalau perasaannya jadi begitu malas pergi ke Padepokan Dara Wulung. Padahal, kedatangan mereka ke sana pasti sudah ditunggu-tunggu. Dan mereka memang berjanji akan sampai ke sana hari ini, sebelum hari gelap.

Pandan Wangi sendiri tidak tahu perasaannya sendiri. Semakin dekat ke Padepokan Dara Wulung, perasaannya semakin tidak enak saja. Malah sepertinya malas sekali pergi ke sana. Atau mungkin juga....

Pandan Wangi cepat-cepat menghilangkan sebuah pikiran yang tiba-tiba saja muncul di kepalanya. Kepercayaanya begitu bulat pada Rangga. Rasanya tidak mungkin Pendekar Rajawali Sakti mau berpaling dari dirinya. Dia kenal betul, siapa kekasihnya ini. Mana mungkin Rangga akan mudah begitu saja mengalihkan perhatian dan rasa cinta padanya.

"Ayo, Pandan. Sudah cukup kita beristirahat," ajak Rangga seraya bangkit berdiri.

"Sebentar lagi, Kakang...," tawar Pandan Wangi.

Rangga memandangi gadis itu dalam-dalam. Dirasakannya kalau ada sesuatu yang disembunyikan Pandan Wangi, hingga merasa begitu malas pergi ke Padepokan Dara Wulung. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri, kemudian duduk di samping si Kipas Maut. Tangannya langsung bergerak, dan mengambil tangan gadis itu. Lalu, digenggamnya tangan halus itu erat-erat dan hangat. Pandan Wangi membiarkan saja tangannya digenggam.

"Aku tahu, kau menyembunyikan sesuatu, Pandan. Katakan, kenapa kau seperti tidak ingin ke sana...?" Rangga sedikit mendesak ingin tahu.

"Entahlah...," sahut Pandan Wangi mendesah, sambil menghembuskan napas panjang-panjang.

"Kau menyimpan persoalan di sana, Pandan?" tanya Rangga menduga.

"Tidak," tegas Pandan Wangi mantap.

"Lalu..., kenapa tidak mau ke sana?"

Pandan Wangi terdiam, tidak langsung menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti. Beberapa kali ditariknya napas dalam-dalam, dan dihembuskannya kuat-kuat. Seakan, begitu berat menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti tadi. Dan begitu berpaling, pandangan Pandan Wangi langsung bertemu sorot mata yang cukup tajam milik Rangga.

"Entahlah, Kakang.... Aku sendiri tidak tahu, kenapa begitu enggan datang ke sana," kata Pandan Wangi mencoba mengemukakan perasaan hatinya yang sejak dalam perjalanan menuju Padepokan Dara Wulung ini terus terpendam.

"Hanya itu...?" Rangga seperti tidak percaya.

"Apa aku harus bersumpah...? Aku tidak ada persoalan apa-apa dengan mereka di Padepokan Dara Wulung, Kakang. Aku hanya merasa enggan saja," tegas Pandan Wangi.

"Iya, tapi kenapa...?" Rangga terus mendesak.

"Aku tidak tahu. Mungkin hanya malas...!" sahut Pandan Wangi tegas.

Rangga menghembuskan napas panjang. Di pandanginya sekali lagi wajah Pandan Wangi dalam-dalam. Dari sorot mata, Rangga tahu kalau gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu tidak main-main. Bicaranya terdengar sungguh-sungguh. Dan gadis itu sendiri memang tidak tahu alasannya, kenapa jadi begitu enggan pergi ke Padepokan Dara Wulung.

"Maafkan aku, Kakang...," ucap Pandan Wangi terdengar lirih.

"Ah, sudahlah...," sambut Rangga lembut.

Entah kenapa, mereka sama-sama melempar senyum. "Pandan, aku tidak ingin memaksa. Kalau kau memang tidak ingin ke sana, aku juga tidak akan ke sana. Undangan mereka bisa dibatalkan," kata Rangga terdengar lembut sekali nada suaranya.

"Eh, jangan...!" sentak Pandan Wangi agak terkejut.

Kening Rangga jadi berkerut, melihat sikap Pandan Wangi yang terasa aneh ini. Sedangkan tingkah gadis itu sendiri jadi kelihatan serba salah. Sikapnya jadi kikuk dipandangi Rangga begitu rupa. Sebentar wajahnya memerah, lalu cepat-cepat dibuang, memandang ke arah lain. Dan beberapa saat, mereka jadi terdiam membisu.

"Ayo kita pergi, Kakang...," ajak Pandan Wangi seraya bangkit berdiri.

Tanpa menghiraukan Rangga yang masih keheranan, gadis itu segera saja berlalu menghampiri kudanya yang tengah merumput. Dengan satu lompatan indah dan ringan sekali, gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu melompat naik ke atas punggung kudanya. Kuda putih itu mendengus kecil, sambil menghentak-hentakkan kaki depannya ke tanah. Sementara, Rangga masih tetap saja duduk di atas akar pohon itu. Terus dipandanginya Pandan Wangi yang sudah berada di atas punggung kudanya.

"Ayo, Kakang. Katanya kau ingin cepat sampai ke Padepokan Dara Wulung," ajak Pandan Wangi.

Rangga mengangkat bahunya sedikit, kemudian berdiri. Kini kakinya melangkah menghampiri kudanya. Pendekar Rajawali Sakti lalu melompat naik ke punggung kuda hitamnya, tapi belum juga menghentakkan tali kekangnya. Sedikit matanya melirik Pandan Wangi yang tengah mengarahkan pandang ke tempat lain. Gadis itu seakan tidak ingin terus-menerus dipandangi dengan sinar mata yang memancarkan ketidakmengertian atas sikapnya.

"Hsss...!" Pandan Wangi langsung saja menghentakkan tali kekang kudanya sedikit. Maka kuda putih tunggangannya segera melangkah perlahan-lahan.

Sementara, Rangga masih saja tetap diam. Tali kekang kudanya baru dihentakkan, setelah Pandan Wangi cukup jauh darinya. Namun sebentar saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah mensejajarkan langkah kaki kudanya di samping kuda kekasihnya.

********************

Tepat seperti apa yang diperkirakan Rangga, saat matahari hampir tenggelam di ufuk barat, mereka baru tiba di Padepokan Dara Wulung. Sebuah padepokan yang cukup besar, terdiri dari sebuah bangunan berukuran besar. Sedangkan beberapa bangunan kecil berada di bagian belakang padepokan itu dikelilingi pagar gelondongan kayu yang sangat besar dan tinggi. Pada bagian atasnya berbentuk runcing, seperti sebuah benteng pertahanan.

Rangga menghentikan langkah kaki kudanya, tepat sekitar satu batang tombak lagi di depan pintu gerbang masuk ke dalam padepokan ini. Dan Pandan Wangi juga ikut menghentikan langkah kaki kudanya.

"Kenapa sepi...?" gumam Pandan Wangi seperti bertanya pada diri sendiri.

Suasana padepokan itu memang sangat sunyi, tidak terlihat seorang penjaga pun di depan pintu yang tertutup rapat ini. Bahkan sepertinya tidak ada tanda-tanda seorang pun di dalam lingkungan padepokan yang berpagar seperti benteng ini. Bukan hanya Pandan Wangi yang merasa keheranan. Rangga pun juga jadi heran mendapati suasana yang begitu sunyi.

"Kau tunggu di sini dulu, Pandan," ujar Rangga, langsung melompat turun dari punggung kudanya. "Hup!"

"Kau ingin ke mana...?" tanya Pandan Wangi.

"Aku akan lihat dulu keadaan di dalam," sahut Rangga.

Belum juga Pandan Wangi bisa membuka suaranya lagi, Rangga sudah melesat begitu cepat bagai kilat ke atas. Dan tahu-tahu, Pendekar Rajawali Sakti sudah berada di atas pagar gelondongan kayu tinggi yang melingkari bangunan padepokan ini. Sementara, Pandan Wangi terpaksa menunggu di atas punggung kudanya. Ketika kepalanya mendongak ke atas, tampak Rangga tengah berdiri tegak di ujung gelondongan kayu yang berbentuk runcing itu.

"Hap!" Dengan gerakan indah dan ringan sekali, Rangga kembali melompat turun. Tapi kali ini tidak kembali ke kudanya, melainkan masuk ke dalam lingkungan benteng padepokan. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuhnya. Sehingga, sedikit pun tidak menimbulkan suara saat kakinya menjejak tanah di dalam lingkungan pagar benteng Padepokan Dara Wulung.

"Hmmm...." Rangga mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia jadi heran, karena tidak ada seorang pun yang dijumpainya. Padepokan ini begitu sunyi, seperti sudah ditinggalkan penghuninya. Setelah mengamati keadaan sekitarnya beberapa saat, Pendekar Rajawali Sakti mulai mengayunkan kakinya untuk menghampiri bangunan utama padepokan ini.

Pandangan mata Pendekar Rajawali Sakti lurus ke depan, tertuju pada pintu yang tertutup rapat. Meskipun sikapnya sangat hati-hati, tapi ayunan kakinya kelihatan sangat mantap. Dan langkahnya baru berhenti setelah tiba di depan beranda bangunan utama padepokan yang cukup besar dan megah ini

"Ada orang di dalam...?" seru Rangga keras-keras.

Suara Pendekar Rajawali Sakti menggema, terpantul batu-batu dan pepohonan. Tidak terdengar adanya sahutan sedikit pun juga. Rangga segera mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Kepalanya lalu bergerak perlahan ke kiri dan kanan, mencoba mencari suara sekecil apa pun yang ada dalam lingkungan Padepokan Dara Wulung ini. Tapi setelah cukup lama mencoba mencari, tidak satu suara pun yang tertangkap telinga.

Hanya desir angin dan gesekan dedaunan saja yang tertangkap pendengarannya. Rangga mencabut kembali aji 'Pembeda Gerak dan Suara', kemudian kakinya kembali bergerak. Namun baru saja kakinya menjejak lantai beranda yang terbuat dan belahan papan ini, tiba-tiba saja telinganya mendengar suara bergerit sebuah daun pintu yang bergerak. Dan suara itu datang dari arah belakang.

Cepat Rangga berbalik, namun langsung menghembuskan napas panjang. Ternyata Pandan Wangi yang membuka pintu gerbang masuk ke dalam padepokan ini. Tampak kuda-kuda mereka mengikuti dari belakang gadis itu. Sementara, Pandan Wangi terus melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti yang masih berdiri tegak di beranda depan bangunan utama padepokan ini. Langkah Pandan Wangi baru berhenti setelah berada dekat di depan pemuda berbaju rompi putih ini.

"Kenapa kau ke sini, Pandan...?" tegur Rangga langsung.

"Aku mencoba mendorong pintu tadi, ternyata tidak terkunci. Ya, aku masuk..," sahut Pandan Wangi seenaknya.

"Hhh...!" Rangga hanya menghembuskan napas panjang saja. Pendekar Rajawali Sakti benar-benar tidak tahu kalau pintu gerbang masuk ke padepokan ini tidak terkunci. Kalau saja dia tahu sejak tadi, tentu tidak perlu susah-susah harus melompati pagar yang sangat tinggi dan kokoh itu.

"Ada orangnya, Kakang?" tanya Pandan Wangi sebelum Rangga sempat membuka mulut lagi.

"Tidak," sahut Rangga singkat.

"Tidak...?! Lalu, ke mana mereka semua?" tanya Pandan Wangi jadi heran.

Rangga hanya mengangkat bahu saja. Dia sendiri tidak tahu, ke mana perginya para penghuni padepokan ini. Kembali Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Memang benar-benar sunyi. Bahkan seekor binatang pun tidak terlihat.

"Kau sudah periksa ke dalam, Kakang?" tanya Pandan Wangi seperti mengusulkan.

"Belum," sahut Rangga seraya menggeleng pelan.

"Ada tanda-tanda kehidupan?" tanya Pandan Wangi lagi.

Pandan Wangi langsung bertanya begitu, karena tahu kalau Rangga memiliki satu aji kesaktian yang bisa menajamkan telinga. Bahkan suara sekecil apa pun dapat jelas didengar. Namun, tidak sembarang orang bisa menguasai ilmu kesaktian itu. Pandan Wangi sendiri, yang sudah pernah diajarkan Rangga, sampai sekarang belum bisa menggunakannya.

"Kau tunggu saja di sini, Pandan. Jangan ke mana-mana," pesan Rangga.

Pandan Wangi hanya menganggukkan kepala saja. Sementara Rangga sudah kembali melangkah, melintasi beranda depan bangunan utama padepokan itu. Dan dia berhenti, setelah tiba di depan pintu. Perlahan didorongnya pintu yang terbuat dari kayu jati berukuran tebal itu.

"Hhh...!" Rangga agak terkejut juga, mendapatkan pintu bangunan utama Padepokan Dara Wulung ini tidak terkunci. Sehingga mudah sekali dapat didorong sampai terbuka lebar. Sebentar diamatinya keadaan di dalam. Sungguh berantakan, seperti bekas pertarungan.

Dan Pandan Wangi hanya diam saja memperhatikan, tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya. Saat itu, Rangga sudah mulai melangkah melewati pintu. Pendekar Rajawali Sakti terus berjalan perlahan-lahan, menyeberangi ruangan depan ini. Ayunan langkah kakinya kembali terhenti begitu tiba di ambang pintu pembatas ruangan yang tidak memiliki daun pe-nutup. Saat itu juga....

"Heh...?!" Kedua bola mata Rangga jadi terbeliak lebar dan mulutnya jadi ternganga, begitu melihat tubuh-tubuh bergelimpangan bersimbah darah, hampir memenuhi ruangan tengah yang berukuran sangat luas ini. Bau anyir darah seketika langsung merasuk ke dalam lubang hidungnya. Dan tanpa sadar, Rangga melangkah mundur dua tindak.

DUA

Sementara, Pandan Wangi yang sejak tadi memperhatikan, jadi berkerut juga keningnya melihat keterkejutan Rangga. Bergegas dihampirinya Pendekar Rajawali Sakti. Gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu jadi terpekik kecil begitu tiba di samping kiri Pendekar Rajawali Sakti.

"Oh, apa yang terjadi...?!" desis Pandan Wangi, seperti bertanya pada diri sendiri.

Entah, berapa puluh orang yang bergelimpangan saling tumpang tindih di dalam ruangan ini. Dan mereka semua adalah wanita berusia muda. Berbaju kuning muda. Tampak pada dada kiri masing-masing terdapat sulaman bergambar bunga mawar warna merah darah. Tidak ada seorang pun yang kelihatan masih hidup, dengan luka-luka menganga di tubuh. Darah yang keluar sudah kelihatan mengering, pertanda kalau sudah cukup lama tewas.

"Coba periksa, Kakang. Barang kali saja masih ada yang hidup," kata Pandan Wangi.

Tanpa diminta dua kali, Rangga bergegas melangkah memasuki ruangan itu. Diperiksanya satu persatu tubuh wanita muda yang dikenali dari pakaiannya adalah murid-murid Padepokan Dara Wulung ini. Tapi setelah semua diperiksa, tidak satu pun yang masih hidup. Rangga kemudian kembali menghampiri Pandan Wangi yang masih tetap berdiri di ambang pintu.

Perlahan kepala Pendekar Rajawali Sakti bergerak menggeleng. Beberapa saat lamanya mereka membisu, memandangi mayat-mayat gadis yang bergelimpangan saling tumbang tindih. Jelas sekali kalau mereka dikumpulkan menjadi satu dalam ruangan ini.

"Tidak kau temukan sesuatu, Kakang?" tanya Pandan Wangi memecah kebisuan.

"Mereka seperti bertarung biasa, Pandan. Tidak ada yang aneh dari luka-luka mereka," sahut Rangga pelan.

Pandan Wangi melirik sedikit pada Pendekar Rajawali Sakti itu. Dirasakan seperti ada sesuatu yang tengah bergolak dalam dada pemuda ini. Sesuatu yang tidak dapat ditebak begitu saja. Tapi jelas sekali dari raut wajah dan sorot mata, kalau saat ini Rangga memendam sesuatu. Terbukti wajahnya kelihatan jadi memerah.

Dua kali Rangga menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya kuat-kuat. Kemudian tubuhnya berbalik, lalu melangkah keluar dari ruangan itu tanpa bicara sedikit pun. Sementara Pandan Wangi hanya memandangi saja, sampai punggung Pendekar Rajawali Sakti lenyap di balik pintu.

Sebentar Pandan Wangi masih tetap terpaku di sana, kemudian bergegas menyusul Rangga yang sudah berada di luar bangunan utama Padepokan Dara Wulung ini. Pandan Wangi mendapatkan Rangga tengah duduk mencangkung di tepian beranda depan bangunan ini. Kemudian diambilnya tempat di sebelah kanannya.

Sementara itu, matahari sudah tenggelam di balik kaki Gunung Brambang. Angin yang bertiup terasa begitu dingin. Dan kabut pun sudah mulai terlihat turun menyelimuti seluruh bangunan Padepokan Dara Wulung ini. Cukup lama juga kedua pendekar muda itu terdiam, membisu. Entah, apa yang ada dalam pikiran masing-masing.

"Kita akan bermalam di sini, Kakang...?" tegur Pandan Wangi bertanya.

"Hhh...!" Rangga hanya menghembuskan napas panjang saja. Perlahan kepala pemuda itu berpaling, dan langsung menatap bola mata si Kipas Maut. Tapi tidak lama kemudian, sudah kembali menatap lurus ke depan. Entah apa yang dipandanginya. Hanya kegelapan saja yang terlihat di sekitar padepokan yang sudah sepi tanpa penghuni lagi.

"Kau tambatkan di mana kuda-kuda kita, Pandan?" tanya Rangga setelah cukup lama berdiam diri.

"Masih di luar," sahut Pandan Wangi.

"Bawa masuk," pinta Rangga.

Tanpa diminta dua kali, Pandan Wangi langsung bangkit berdiri. Lalu, kakinya melangkah meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti seorang diri, Dia terus berjalan menuju keluar pagar padepokan. Sementara, Rangga tetap duduk mencangkung di pinggiran lantai berada dari belahan papan kayu hitam ini.

Tak berapa lama kemudian, Pandan Wangi sudah terlihat lagi. Gadis itu masuk ke dalam padepokan ini sambil menuntun dua ekor kuda tunggangan mereka. Ditambatkannya kuda itu di bawah pohon beringin yang cukup besar, tidak jauh dari bangunan berukuran cukup besar ini. Kemudian kembali dihampirinya Rangga yang masih duduk di beranda. Dan kini, Pandan Wangi duduk lagi di samping Pendekar Rajawali Sakti.

"Aku cari pelita dulu, Kakang. Barangkali saja ada di dalam," kata Pandan Wangi seraya bangkit berdiri lagi.

Rangga hanya diam saja. Bahkan melirik pun tidak. Sedangkan Pandan Wangi sudah tenggelam dalam rumah besar ini. Tapi belum juga gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu berada di dalam, mendadak saja....

"Kakang...!"

"Heh...?!" Rangga jadi tersentak kaget begitu tiba-tiba terdengar teriakan Pandan Wangi dari dalam rumah ini. Maka cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melompat bangkit berdiri dan melesat masuk ke dalam. Bahkan langsung dipergunakannya ilmu meringankan tubuh yang sudah begitu sempurnanya. Sehingga hanya sekali lesat saja, bayangan tubuhnya sudah lenyap di balik pintu.

Rangga terus menerobos masuk ke dalam ruangan tengah yang masih dipenuhi mayat gadis muda murid Padepokan Dara Wulung ini. Tapi Pandan Wangi tidak terlihat di sana. Maka Pendekar Rajawali Sakti terus saja melompat, menggunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna tingkatannya. Sekali lesat saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah mencapai pintu yang langsung berhubungan dengan bagian belakang. Tanpa berpikir panjang lagi, Rangga langsung melesat menerobos ke dalam.

"Heh...?!" Kedua bola mata Rangga jadi terbeliak lebar, begitu tiba di bagian belakang rumah besar yang menjadi bangunan utama Padepokan Dara Wulung ini. Hampir tidak dipercayai penglihatannya sendiri, seperti tengah bermimpi saja. Dan ini membuatnya jadi terpaku diam seperti patung.

"Kenapa bengong di situ...?! Turunkan aku, cepat..!"

"Oh...?!" Rangga baru tersentak sadar, begitu mendengar bentakan Pandan Wangi. Cepat kakinya melangkah menghampiri sambil memandangi Pandan Wangi yang tampak sudah tergantung. Kedua kakinya terikat tambang ke atas, sedangkan kepalanya terjungkir ke bawah.

"Turunkan aku cepat, Kakang...!" jerit Pandan Wangi jadi agak kesal, melihat Rangga terasa begitu lambat bergerak.

"Hup!" Rangga cepat melesat ke atas. Langsung tangan kirinya dikibaskan dengan kecepatan luar biasa sekali.

Tes! "Hap!"

Begitu cepat gerakan Pendekar Rajawali Sakti. Sambil memutuskan tambang, disambarnya tubuh Pandan Wangi. Dan tahu-tahu kakinya sudah kembali menjejak tanah dengan tubuh si Kipas Maut berada dalam pelukannya. Pandan Wangi buru-buru melepaskan diri dari pelukan Pendekar Rajawali Sakti. Dilepaskan tambang yang mengikat kakinya, lalu dibuangnya sambil mendengus kesal. "Huh!"

Sementara, Rangga memandangi tambang yang tergantung di batang pohon, di halaman belakang rumah besar Padepokan Dara Wulung ini. Tampak keningnya sedikit berkerut, dan kelopak matanya juga terlihat menyipit. Sedangkan, Pandan Wangi terus menggerutu kesal. Tapi gerutuannya mendadak saja lenyap, begitu melihat Rangga berdiri mematung memandangi tambang yang telah menjeratnya tadi.

"Ada apa, Kakang?" tanya Pandan Wangi seraya mendekati Pendekar Rajawali Sakti.

"Kau lihat tambang itu, Pandan...?" Rangga malah balik bertanya sambil menunjuk ke tambang yang tadi menggantung Pandan Wangi.

"Memangnya kenapa tambang itu?" tanya Pandan Wangi lagi.

"Aku seperti mengenali asal buatanya," sahut Rangga pelan, seperti ragu-ragu mengucapkannya.

Pandan Wangi jadi terdiam, tapi sebentar kemudian melangkah. Dipungutnya tambang yang tadi menjerat kakinya, lalu kembali menghampiri Pendekar Rajawali Sakti yang masih tetap berdiri mematung di tempat Pandan Wangi tergantung tadi. Rangga mengambil tambang dari tangan Pandan Wangi, lalu mengamatinya sampai kelopak matanya sedikit menyipit. Sementara Pandan Wangi hanya diam saja memperhatikan. Tapi dalam kepala, otaknya juga tengah berpikir dan berusaha mengingat-ingat asal buatan tambang yang telah menjeratnya.

"Rasanya tidak ada orang lain yang bisa membuat tambang sebagus dan sekuat ini, Pandan Wangi," kata Rangga lagi, masih terdengar ragu-ragu.

"Kau tahu, siapa pembuat tambang yang terbaik, Pandan...?"

"Maksudmu...?" Pandan Wangi malah balik bertanya tidak mengerti.

"Di wilayah kulon ini, hanya ada satu orang yang bisa membuat tambang seperti ini. Dan aku yakin, dialah yang membuatnya," kata Rangga, agak menggumam suaranya.

"Ki Rambat...," desis Pandan Wangi langsung bisa menebak arah pikiran Pendekar Rajawali Sakti.

"Benar..! Hanya Ki Rambat yang ahli dalam membuat tambang."

"Tapi, Kakang... Apa mungkin Ki Rambat yang melakukan ini semua?"

Rangga hanya diam saja, tidak langsung menjawab pertanyaan si Kipas Maut. Masalahnya, justru dia sendiri sejak tadi berpikir ke sana. Dan rasanya tidak mungkin kalau Ki Rambat membantai habis semua murid Padepokan Dara Wulung ini. Bahkan sampai membuat jebakan, sehingga membuat Pandan Wangi tadi terjerat dengan kepala tergantung ke bawah.

Pendekar Rajawali Sakti tahu betul, siapa Ki Rambat itu. Dia adalah seorang pembuat tambang yang paling ternama di wilayah kulon ini. Tambang-tambang buatannya memang sangat bagus dan kuat, sehingga tidak ada yang bisa menandinginya. Sedangkan tempat tinggal Ki Rambat sendiri cukup jauh dari Padepokan Dara Wulung ini. Paling tidak, membutuhkan dua hari perjalanan dengan menunggang kuda. Lebih-lebih, Ki Rambat memang tidak bisa menunggang kuda.

Rangga jadi tidak yakin pada diri sendiri. Tambang buatan Ki Rambat memang sangat terkenal. Jadi, bisa siapa saja yang menggunakannya. Pendekar Rajawali Sakti lalu membuang tambang bekas pengikat kaki Pandan Wangi tadi, kemudian melangkah setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat.

"Sudah kau dapatkan pelitanya, Pandan?" tanya Rangga tidak ingin meneruskan pikirannya mengenai tambang buatan Ki Rambat. Pandan Wangi hanya menggeleng saja. "Ayo, kita cari sama-sama," ajak Rangga.

Mereka kemudian melangkah meninggalkan halaman belakang Padepokan Dara Wulung ini. Tidak ada lagi yang bersuara, hingga mereka menemukan sebuah pelita yang cukup besar. Dengan batu api, Pandan Wangi menyalakan pelita itu. Dan kini, kedua pendekar muda dari Karang Setra itu kembali ke beranda depan bangunan padepokan ini. Mereka lalu duduk di sana sambil membicarakan keadaan di padepokan yang sudah tidak dihuni lagi ini. Sampai jauh malam, mereka terus berbicara.

Dan Pandan Wangi baru merebahkan diri, setelah Rangga menyuruhnya tidur. Besok, pagi-pagi sekali, mereka harus meneruskan perjalanan kembali. Dan ketika Pandan Wangi tidur, Rangga memeriksa seluruh bangunan padepokan ini. Namun tidak juga ditemukan adanya petunjuk sedikit pun. Pendekar Rajawali Sakti kembali duduk mencangkung di beranda depan, tidak jauh dari tempat Pandan Wangi tidur.

********************

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari menampakkan diri kedua pendekar muda dari Karang Setra itu meninggalkan Padepokan Dara Wulung. Mereka menunggang kuda perlahan-lahan, keluar dari halaman padepokan yang sudah sunyi tidak berpenghuni ini. Kuda mereka baru dipacu cepat, setelah melewati tikungan jalan yang hampir tertutup rerumputan. Kedua pendekar itu terus memacu cepat kudanya menuruni lereng Gunung Brambang ini. Namun begitu baru saja sampai di pertengahan lereng gunung ini, tiba-tiba saja...

"Aaa...!"
"Heh...?!"
"Hooop...!"

Hampir bersamaan mereka menghentikan lari kudanya, ketika tiba-tiba saja terdengar teriakan yang begitu keras dan melengking tinggi. Suara itu jelas sekali terdengar dari arah sebelah kanan. Sesaat kedua pendekar itu saling berpandangan, kemudian....

"Hup!"
"Hap! Yeaaah...!"

Tanpa bicara sedikit pun, Rangga dan Pandan Wangi melenting cepat dari punggung kudanya. Dan mereka langsung berlari secepat kilat, mempergunakan ilmu meringankan tubuh ke arah datangnya jeritan tadi. Kedua pendekar itu terus berlari cepat meninggalkan kudanya, menerobos hutan lereng Gunung Brambang yang cukup tebal ini.

"Hey...!" Tiba-tiba saja Rangga berteriak begitu keras, ketika melihat empat orang laki-laki tengah mengerubuti seorang wanita yang tampak jelas sudah terdesak. Dan pada saat itu juga, terlihat salah seorang laki-laki yang mengenakan baju hitam pekat mendaratkan satu pukulan keras ke dadanya.

Diekh!
"Akh...!"

Wanita itu terpekik, dan langsung terpental ke belakang sejauh beberapa langkah. Dan pada saat yang bersamaan, orang yang berbaju biru tua sudah melompat hendak menerkamnya. Tapi pada saat itu juga, Rangga melesat begitu cepat sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat sempurna.

"Hiyaaa...!"
Bet!

Secepat kilat pula Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangan kirinya, tepat mengarah ke dada laki-laki berbaju biru tua yang hendak menerkam wanita ini. Begitu cepat gerakannya, sehingga orang ini tidak bisa lagi berkelit menghindar.

Des!
"Akh...!"

Seketika orang itu terpental jauh ke belakang. Dan pada saat yang bersamaan, Rangga melesat cepat sambil menyambar pinggang wanita yang berbaju kuning muda itu, dan langsung menuju tempat Pandan Wangi yang sudah menunggu agak jauh. Begitu terlepas dari tangan Rangga, wanita itu langsung tergeletak jatuh tidak sadarkan diri.

Sementara, empat orang laki-laki berusia setengah baya yang mengeroyok wanita itu jadi terkejut setengah mati oleh kemunculan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi rasa keterkejutannya mereka cepat sekali hilang, dan berganti kemarahan. Dan secara bersamaan, goloknya yang sejak tadi terselip di pinggang masing-masing dicabut.

Kemudian, mereka melangkah dengan hentakan kaki berat, menghampiri Rangga yang sudah berdiri tegak menghadang. Sementara, Pandan Wangi membawa wanita itu menjauh. Dibaringkannya wanita itu di tempat yang cukup teduh.

"Bocah keparat..! Siapa kau?! Berani benar kau mencampuri urusan kami...!" bentak salah seorang yang berbaju merah menyala.

"Maaf! Tidak sepatutnya Paman berempat mengeroyok seorang wanita," ujar Rangga agak lembut, seraya menjura sedikit memberi hormat.

"Phuih! Apa pedulimu, Bocah Setan!" bentak orang yang berbaju hitam, agak mendengus.

"Hm...," Rangga jadi sedikit jengkel juga melihat kecongkakan empat laki-laki bertampang kasar ini.

"Menyingkir kau, Bocah!" bentak orang berbaju hijau.

"Maaf. Aku tidak bisa melihat cara keroyokan kalian pada orang yang lemah," tolak Rangga halus.

"Setan keparat..! Kau ingin mampus, heh...!"

Empat orang laki-laki setengah baya yang berwajah kasar penuh brewok itu langsung saja menyebar, mengurung Pendekar Rajawali Sakti. Golok-golok mereka yang bergerak-gerak perlahan di depan dada, berkilatan tertimpa cahaya matahari pagi yang baru saja muncul dari batik gunung.

"Phuih!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hap!"

Rangga cepat-cepat menarik tubuh ke kanan, begitu dua orang berlompatan menyerangnya sambil membabatkan golok ke arah dada dan kepala. Maka, dua tebasan yang secara bersamaan itu hanya lewat sedikit saja didepan dada dan atas kepala Pendekar Rajawali Sakti. Namun belum juga Rangga bisa menegakkan tubuhnya kembali, orang yang berbaju biru tua sudah cepat menyerang dari arah depan. Terpaksa Rangga menarik kaki ke belakang dua tindak. Dan pada saat golok orang itu lewat di depan dadanya, cepat sekali kaki kanannya dihentakkan sambil memiring ke kiri dan agak berputar sedikit.

"Yeaaah...!"

Begitu cepat hentakan kaki Pendekar Rajawali Sakti, sehingga orang yang menyerangnya ini tidak sempat lagi berkelit menghindar. Dan seketika itu juga, terdengar jeritan saat dadanya terkena tendangan yang cukup keras ini. Walaupun tidak disertai pengerahan tenaga dalam, namun orang itu sampai terpental sejauh dua batang tombak.

"Hiyaaa...!"

Tepat pada saat yang bersamaan, yang berbaju merah menyala sudah melompat bagai kilat sambil membabatkan golok ke arah kepala. Cepat-cepat Rangga merunduk, hingga golok itu hanya lewat sedikit saja di atas ujung kepalanya. Dan pada saat itu juga....

"Hih! Yeaaah...!"

Cepat sekali tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti bergerak menghentak ke arah perut. Begitu cepatnya, sehingga orang itu tidak dapat lagi menghindar. Dan....

Diegkh!
"Ugkh...!"

Dia hanya bisa mengeluh pendek, begitu perutnya mendapat pukulan keras dari Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya langsung terbungkuk, dan terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah.

"Hup! Hiyaaa...!"

Saat itu juga, Rangga cepat melenting. Lalu, tubuhnya berkelebatan cepat, hingga bentuknya lenyap tak terlihat sama sekali. Dan tiba-tiba disambarnya empat orang laki-laki bertampang kasar penuh brewok ini.

"Hap!"

Rangga baru berhenti setelah empat orang yang mengeroyoknya berpelantingan sambil memekik keras agak tertahan. Kini Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak, memperhatikan empat orang lawannya yang masih menggelepar di tanah berumput sambil merintih kesakitan. Tampak di tangan Pendekar Rajawali Sakti sudah tergenggam empat bilah golok lawannya.

********************

Empat orang laki-laki bertampang kasar itu bangkit berdiri sambil meringis menahan sakit, akibat mendapat pukulan-pukulan keras Pendekar Rajawali Sakti tadi. Sementara, Rangga sendiri tetap berdiri tegak memandangi dengan bibir terus menyunggingkan senyum tipis. Mata mereka jadi terbeliak lebar, begitu melihat golok-goloknya berada di tangan pemuda berbaju rompi putih itu.

Sungguh tidak disadari, kapan dan bagaimana pemuda itu bisa merampas golok. Bahkan sambil menghantamkan pukulan yang begitu keras. Untung saja pukulan itu dilepaskan tidak disertai pengerahan tenaga dalam. Dan mereka hanya merasakan sakit saja, namun tidak mendapatkan luka parah.

"Pergilah! Jangan sampai pikiranku berubah, lalu menghirup darah kalian semua!" desis Rangga dibuat dingin sekali nada suaranya.

Seketika wajah keempat laki-laki itu jadi berubah pucat-pasi seperti mayat. Mereka langsung menyadari kalau pemuda yang dihadapi ini berkepandaian sangat tinggi. Maka tanpa bicara apa-apa, mereka langsung berbalik dan hendak berlari. Tapi sebelum mereka sempat berlari, Rangga sudah membentaknya.

"Tunggu...!"

Mereka tidak jadi berlari, dan kembali memutar tubuhnya.

"Nih, senjata kalian...!" Rangga melemparkan golok-golok rampasannya, sehingga langsung menancap tepat di ujung jari kaki mereka berempat.

Serentak keempat orang itu saling berpandangan beberapa saat, kemudian mengambil golok masing-masing. Kini mereka cepat-cepat meninggalkan tempat itu, sebelum Rangga bisa membuka suara lagi. Dan Pendekar Rajawali Sakti hanya tersenyum saja sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Pendekar Rajawali Sakti berbalik, setelah empat orang laki-laki bertampang kasar itu tidak terlihat lagi dari pandangan. Kakinya melangkah menghampiri Pandan Wangi yang duduk di depan seorang gadis yang masih tergeletak belum sadarkan diri. Dan begitu Rangga berada di belakang Pandan Wangi, gadis berwajah cukup cantik, dan bertubuh ramping menggiurkan indah itu mulai membuka matanya.

"Oh...?!"

Gadis itu tampak terkejut begitu melihat Rangga dan Pandan Wangi. Cepat-cepat dia bangkit, lalu duduk di depan kedua pendekar muda itu. Matanya langsung beredar ke sekeliling, seakan-akan ada yang tengah dicarinya. Tapi sebentar kemudian pandangannya kembali tertuju pada kedua pendekar muda yang sudah duduk berdampingan di depannya.

"Di mana mereka...?" tanyanya seperti pada diri sendiri.

"Mereka sudah pergi," sahut Rangga.

"Siapa kalian?" tanya gadis itu sambil menatap dua orang yang duduk didepannya.

"Aku Rangga. Dan ini adikku. Namanya, Pandan Wangi," sahut Rangga memperkenalkan diri.

Rangga memang selalu mengenalkan Pandan Wangi pada siapa pun sebagai adiknya. Dan gadis itu sendiri memang tidak keberatan dianggap adik, walaupun dalam hati mereka sebenarnya terpaut suatu perasaan cinta yang dilandasi benih-benih asmara.

"Namamu siapa...?" Pandan Wangi balik bertanya, setelah Rangga memperkenalkan diri.

"Aku Rahmita," sahut gadis itu.

"Nama yang bagus," puji Rangga.

Tapi, pujian Pendekar Rajawali Sakti tampaknya tidak mendapat sambutan sama sekali. Malah, sikap gadis itu tetap biasa saja. Raut wajahnya datar, tanpa perubahan sedikit pun. Rahmita tidak seperti gadis-gadis lain, yang kalau mendapatkan pujian dari seorang pemuda tampan, wajahnya langsung berubah merah dadu. Tapi, raut wajah Rahmita tetap saja datar. Bahkan malah menatap Pandan Wangi.

"Kalian yang mengusir mereka?" tanya Rahmita, terdengar begitu datar nada suaranya.

"Kakang Rangga yang mengusir mereka," sahut Pandan Wangi sambil melirik Rangga yang duduk di sebelahnya.

"Mengapa mereka tidak kau bunuh?" tanya Rahmita lagi, kini beralih menatap Rangga.

"Untuk apa...? Tidak ada alasan bagiku untuk membunuh mereka," sahut Rangga kalem.

"Huh! Seharusnya binatang-binatang itu kau bunuh!" dengus Rahmita terdengar geram nada suaranya.

Dengusan gadis itu membuat kening Rangga jadi berkerut, dan kelopak matanya jadi menyipit. Dia tampak terkejut sekali. Seakan, gadis ini tidak puas oleh apa yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti tadi.

"Kenapa kau bertarung dengan mereka?" tanya Pandan Wangi, mencoba menghilangkan kekakuan yang terjadi.

"Aku memang ingin membunuh mereka semua. Aku ingin membunuh binatang-binatang itu. Mereka tidak pantas hidup!" sahut Rahmita masih bernada berang.

"Kau punya dendam pada mereka?" tanya Rangga jadi ingin tahu, setelah melihat sikap gadis ini.

"Huh!" Tapi Rahmita hanya mendengus saja. Wajahnya kelihatan memerah, dan bola matanya berputar liar.

Rangga jadi heran juga melihat sikap dan raut wajah gadis itu. Tanpa sadar, matanya melirik Pandan Wangi. Dan saat itu juga, Pandan Wangi melirik Pendekar Rajawali Sakti. Lalu secara bersamaan, mereka mengangkat pundak.

Sementara Rahmita sudah bangkit berdiri. Sebentar tubuhnya menggebat beberapa kali, seperti hendak menghilangkan rasa pegal yang menghantam sekujur tubuhnya yang ramping dan padat berisi.

Seperti tidak sadar, Rangga terus memandangi gadis ini. Sedangkan Pandan Wangi seperti pura-pura tidak tahu, karena memang sudah tahu betul watak Pendekar Rajawali Sakti. Malah pandangannya dialihkan ke arah lain, seperti tidak ingin ikut campur.

Di dalam hatinya, Rangga mengakui kalau bentuk tubuh gadis yang mengenalkan diri sebagai Rahmita itu memang sangat indah. Dan taksirannya usia gadis itu paling belum genap sembilan belas tahun. Buk-tinya, bagian dadanya masih terlihat baru mengembang. Namun, memang sudah kelihatan begitu indah.

Rangga mendengus kecil, berusaha menghilangkan bayangan tubuh indah yang menggeliat geliat di benaknya. Matanya melirik Pandan Wangi yang sudah memutar tubuhnya, memandang ke arah lain.

"Kau sudah terbebas dari mereka. Sebaiknya, kami melanjutkan perjalanan," kata Rangga sambil bangkit berdiri.

"Eh...! Mau ke mana kalian...?" sentak Rahmita kelihatan terkejut.

"Kami ada urusan yang harus diselesaikan. Maaf, kami harus pergi," cepat-cepat Pandan Wangi membuka suara, sebelum Rangga bisa membuka mulut.

Tanpa menunggu lagi, Pandan Wangi cepat-cepat menarik tangan Rangga dan mengajaknya pergi. Dan ini membuat Rangga jadi agak tersentak, tapi bergegas melangkah mengikuti ayunan langkah kaki Pandan Wangi yang begitu cepat.

Rangga secara halus melepaskan cekalan tangan. Sementara, Rahmita jadi terlongong memandangi. Rangga yang berjalan mengikuti Pandan Wangi, tahu kalau gadis yang dikenal sebagai si Kipas Maut itu berjalan disertai pengerahan ilmu meringankan tubuh.

Terpaksa Pendekar Rajawali Sakti harus mengimbangi. Hingga dalam waktu sebentar saja, mereka sudah meninggalkan Rahmita jauh di belakang. Sedikit Rangga berpaling ke belakang, melihat Rahmita masih berdiri tegak memandangi. Dan sebentar kemudian, gadis itu sudah tak terlihat lagi, saat mereka berbelok dan masuk ke dalam hutan yang cukup lebat ini. Dan kini mereka kembali menuju tempat kuda-kuda ditinggalkan tadi.

"Pelan sedikit jalannya, Pandan," pinta Rangga.

"Ini juga sudah pelan," sahut Pandan Wangi agak mendengus nada suaranya.

Rangga langsung diam. Diperhatikannya wajah Pandan Wangi yang kelihatan memberengut. Dia langsung tahu, gadis ini pasti sedang dibakar cemburu, karena tadi memandangi Rahmita begitu rupa. Dan memang diakui, Rahmita memiliki daya pesona yang sulit dihilangkan begitu saja.

Entah kenapa, tadi lekuk-lekuk tubuh gadis itu sempat dibayangkan. Dan Rangga tidak mau mempersoalkan itu lagi. Dan pemuda itu tidak ingin api cemburu dalam dada Pandan Wangi semakin besar membara. Bisa celaka jadinya, kalau Pandan Wangi sampai marah dan meninggalkannya begitu saja. Rangga kini lebih memilih diam, daripada harus membuat persoalan baru yang tidak diinginkannya sama sekali.

Sebentar saja mereka sudah tiba di tempat kuda-kuda yang diringgalkan tadi. Dua ekor kuda masih tetap menunggu sambil merumput tenang. Pandan Wangi langsung melompat naik ke atas punggung kudanya, tanpa bicara sedikit pun. Sementara Rangga mengikuti, melompat naik ke punggung kudanya sendiri. Tidak berapa lama kemudian, mereka sudah menjalankan kuda perlahan-lahan menuruni lereng Gunung Brambang ini.

********************

Saat matahari baru saja tenggelam di balik puncak gunung sebelah barat, Rangga dan Pandan Wangi tiba di kaki Gunung Brambang. Lalu mereka sampai di tepi sebuah desa yang dibatasi sebuah sungai kecil dengan hutan di gunung ini. Sebuah desa yang tidak begitu besar, tapi kelihatan cukup ramai. Cukup banyak juga orang yang tengah membersihkan diri di sungai kecil ini.

Airnya jernih, sungguh mengundang siapa saja yang melihatnya untuk beren-dam. Pandan Wangi menghentikan langkah kaki kudanya, setelah sampai di tepi sungai seberang desa di sana. Rangga juga menghentikan langkah kaki Dewa Bayu di samping kuda putih gadis itu. Dan mereka sama-sama berlompatan turun dengan gerakan indah dan ringan sekali.

Seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga belas tahun, menghampiri sambil mengayuh sebuah rakit dari bambu. Rakitnya ditepikan tepat di depan kedua pendekar muda dari Karang Setra ini.

"Mau menyeberang, Den...?" sapa bocah itu dengan sikap ramah, dan senyuman lebar terkembang di bibir.

"Desa apa itu namanya?" Pandan Wangi malah balik bertanya.

"Desa Caringin," sahut bocah itu.

"Kelihatannya ramai sekali. Apa akan ada perayaan di sana?" tanya Pandan Wangi lagi.

"Nanti malam, Ki Jungut memanggil rombongan penari yang terkenal di seluruh Kadipaten Kalimus," sahut bocah itu lagi.

"O.... Siapa itu Ki Jungut?" tanya Pandan Wangi lagi.

"Kepala Desa Caringin." Pandan Wangi mengangguk-angguk. "Mau menyeberang, Ni?" bocah itu menawarkan lagi.

"Oh, iya..., Antarkan kami ke sana," sahut Pandan Wangi. "Rakitmu kuat membawa dua kuda?" Pandan Wangi jadi sangsi kalau rakit bambu itu tidak kuat membawa mereka berdua, ditambah dua ekor kuda.

Tapi bocah yang tidak berbaju dan berkulit agak hitam itu hanya tersenyum saja. Begitu manis senyumnya. "Aku sering menyeberangkan sepuluh ekor kuda sekaligus. Bahkan setiap hari," kata bocah itu menyombongkan kekuatan rakitnya.

Pandan Wangi jadi tersenyum, kemudian menarik kuda putihnya dan menaikkannya ke atas rakit bambu ini. Bocah kecil itu menahan rakitnya agar tidak hanyut terbawa arus sungai. Sementara, Rangga hanya memandangi saja sambil tersenyum-senyum.

Rakitnya baru ditarik setelah Pandan Wangi dan kudanya berada di atas rakit. Bocah berkulit hitam dan tidak berbaju itu mulai mengayuhkan rakitnya, setelah Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi berada di atas rakit.

Lengannya yang kecil, menyembulkan urat-urat yang menonjol dan tampak begitu kuat. Tanpa disadari, Rangga terus memperhatikan bocah ini saat mengayuh rakitnya, setelah kedua penumpangnya naik. Lengannya yang kecil, kelihatan menyembulkan urat-urat saat mengayuh rakitnya. Kelihatan begitu kuat, walaupun tubuhnya kelihatan kecil dan kurus.

Dan tanpa disadari, Rangga terus memperhatikan bocah ini saat mengayuh rakitnya, hingga sampai menepi di seberang. Pandan Wangi langsung menarik kudanya turun dari rakit bambu ini. Dan Rangga juga mengikuti. Mereka memang tak ingin terlalu lama berada di atas rakit, karena merasa kasihan melihat bocah itu terus menahan rakitnya agar tidak hanyut terbawa arus sungai.

Setelah memberi beberapa keping uang perak, kedua pendekar muda itu melanjutkan perjalanan me-nuju Desa Caringin. Sementara, bocah pengayuh rakit itu jadi terlongong-longong melihat pembayaran yang begitu banyak.

"Oh...! Bisa dua puluh hari aku tidak perlu mengayuh rakit lagi dengan bayaran begini banyak..," desah bocah itu dengan bola mata berbinar. Bocah itu mengangkat kepalanya, menatap Rangga dan Pandan Wangi yang sudah cukup jauh menunggang kuda meninggalkannya. "Terima kasih, Den. Nini...!" seru bocah itu keras-keras.

Rupanya seruan bocah itu terdengar Rangga. Maka Pendekar Rajawali Sakti segera berpaling ke belakang, lalu melambaikan tangannya sedikit ke atas. Bocah kecil itu membalasnya, kemudian menambatkan rakitnya ke tepi sungai. Lalu dia berlari-lari meninggalkan sungai itu dengan wajah gembira dan bola mata berbinar. Sesekali terdengar suara tawanya yang lepas berderai gembira.

********************

Malam sudah jatuh menyelimuti sebagian permukaan bumi ini. Sementara, Rangga dan Pandan Wangi juga sudah mendapatkan penginapan yang cukup layak di Desa Caringin. Malam ini memang kelihatan begitu ramai.

Namun banyak orang berada di luar rumahnya, karena mereka berbondong-bondong menuju rumah Ki Jungut yang malam ini mengadakan perayaan. Kepala desa itu memanggil rombongan penari yang terkenal di seluruh wilayah Kadipaten Kalimus.

"Aku sudah pernah mendengar kehebatan dan kecantikan para penari dari Kadipaten Kalimus. Kau tidak tertarik untuk melihatnya, Kakang...?" ujar Pandan Wangi, saat melihat ke dalam kamar yang ditempati Rangga.

Dan Pendekar Rajawali Sakti hanya berdiri saja di depan jendela kamar penginapannya yang dibiarkan terbuka lebar. Rangga hanya melirik sedikit saja pada Pandan Wangi yang masih berdiri di ambang pintu. Di mana pun berada, mereka memang selalu menyewa dua kamar dalam satu penginapan.

Sehingga mereka tidak pernah berada dalam satu kamar. Bahkan kalau berada di alam terbuka, mereka selalu tidur terpisah. Walaupun mereka pasangan kekasih, tapi selalu saling menjaga. Mereka tidak ingin larut dalam lautan gelombang asmara yang bisa memabukkan, sehingga membuat lupa diri.

"Kalau mau lihat, pergi saja, Kakang. Aku ingin istirahat saja di sini," kata Pandan Wangi lagi.

"Kau sendiri...?" Rangga malah balik bertanya.

"Aku lelah. Seharian di punggung kuda terus membuat ototku tegang," sahut Pandan Wangi, seraya melangkah masuk. Lalu tubuhnya dihempaskan di kursi dekat pembaringan.

Rangga hanya diam saja, dan tetap memandang keluar. Matanya memperhatikan orang-orang yang berbondong-bondong seperti tidak ada habisnya menuju rumah Kepala Desa Caringin ini. Entah dari mana saja mereka datang. Dan sepertinya, mereka bukan hanya penduduk desa ini.

Rangga juga melihat, di antara mereka terdapat orang-orang dari kalangan persilatan. Ini bisa dibedakan dari cara berpakaian, dan senjata yang tersandang. Rangga jadi penasaran. Ingin diketahuinya perayaan apa yang sedang diadakan Ki Jungut, hingga begitu banyak mengundang orang ingin menghadiri.

Tapi begitu matanya melirik Pandan Wangi, keinginannya jadi terkikis. Entah kenapa, gadis itu seperti tidak memiliki gairah sama sekali. Dia duduk dengan kaki menjulur ke depan, dan jari-jari tangannya mempermainkan kipas baja putih yang menjadi kebanggaannya.

"Kau seperti sedang memikirkan sesuatu, Pandan," tegur Rangga seraya berbalik membelakangi jendela.

"Hhh...!" Pandan Wangi hanya menghembuskan napas saja. Terasa begitu berat hembusan napas Pandan Wangi. Gadis itu bangkit dari kursi rotan yang didudukinya, dan melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Lalu, dia berdiri di samping Rangga yang masih memandang keluar. Sementara Rangga hanya melirik saja. Dia mendengar kalau hembusan napas gadis itu terasa sangat berat sekali.

"Ada yang kau risaukan, Pandan?" tanya Rangga lagi.

"Entahlah.... Aku sendiri tidak tahu, Kakang. Perasaanku tidak enak saja sejak siang tadi," sahut Pandan Wangi agak mendesah.

Rangga jadi terdiam. Entah, apa yang akan diucapkannya lagi. Sedangkan Pandan Wangi juga hanya membisu saja. Dan pandangan matanya terus tertuju ke depan, ke arah orang-orang yang masih bergerombol memadati jalan, menuju rumah Kepala Desa Caringin.

Sementara, Rangga sudah kembali memutar tubuhnya. Matanya juga memandang ke depan dari jendela kamar penginapan yang cukup besar ini. Dan di saat mereka terdiam, tiba-tiba saja....

"Ssst..!" Rangga menempelkan jari telunjuk ke bibir, begitu telinganya yang sangat peka mendengar suara yang sangat halus, tepat di atas atap kamar penginapannya. Tak lama, suara itu langsung menghilang. Namun belum juga kedua pendekar muda itu bisa memastikan, mendadak terlihat sebuah bayangan berkelebat begitu cepat, turun dari atas atap. Dan dia mendarat tepat melewati jendela ini. Lalu pada saat itu juga....

Wusss! "Awas, Pandan...!"

Sambil berseru memperingati. Rangga cepat mendorong tubuh Pandan Wangi ke samping. Sementara, dia sendiri cepat melesat ke arah yang berlawanan, tepat di saat terlihat secercah cahaya keperakan meluncur deras ke arah mereka, dan langsung menerobos masuk melalui jendela kamar ini.

Jleb!
"Hap!"

Rangga cepat-cepat melompat, begitu melihat benda berwarna keperakan itu menancap di dinding kamar ini. Keningnya jadi berkerut begitu melihat sebuah benda berbentuk sekuntum bunga mawar berwarna putih keperakan, tertancap tidak begitu dalam di dinding belahan papan kayu ini. Cepat-cepat dia melompat ke jendela sambil mencabut bunga mawar putih keperakan dari baja itu.

Tidak ada yang bisa didapatkan, kecuali orang-orang yang masih terlihat banyak memadati jalan di depan rumah penginapan ini. Sementara, Pandan Wangi juga sudah berada di samping Pendekar Rajawali Sakti. Matanya tampak melirik sedikit pada bunga mawar putih keperakan dari baja yang berada di tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti.

"Apa itu, Kakang?" tanya Pandan Wangi.

Rangga langsung menyerahkan benda itu. Lalu Pandan Wangi mengambilnya, diamatinya beberapa saat benda itu, kemudian ditatapnya wajah Rangga yang terus memandang keluar dengan sorot mata tajam, seakan ingin menembus gelapnya malam yang bermandikan cahaya api obor di sepanjang jalan desa. Pendekar Rajawali Sakti kemudian melirik gadis di sebelahnya.

"Apakah ini dari perasaan hatimu yang tidak enak, Pandan...?" terdengar agak menggumam suara Rangga.

Pandan Wangi hanya diam saja, terus mengamati bunga mawar putih keperakan di tangannya. "Kau mengenalinya, Pandan?" tanya Rangga lagi.

"Hanya ada satu orang yang menggunakan benda ini sebagai senjata, Kakang," sahut Pandan Wangi pelan.

"Siapa?"

"Ratu Lembah Kambang. Tapi, biasanya juga disebut Ratu Dewi Pelangi," sahut Pandan Wangi.

"Lembah Kambang...," gumam Rangga pelan, seperti bicara pada diri sendiri. "Bukankah Lembah Kambang ada di sebelah barat Gunung Brambang, Pandan...?"

"Ya! Tidak jauh dari Padepokan Dara Wulung," sahut Pandan Wangi.

Rangga jadi terdiam. Sedangkan Pandan Wangi juga tidak bicara lagi. Entah, apa yang ada di dalam kepala masing-masing. Mereka tidak dapat menduga, apa yang akan terjadi nanti. Dan kesunyian semakin menyelimuti mereka berdua. Sampai saat ini tidak ada yang bisa memastikan, apa maksud orang itu melemparkan mawar putih keperakan ini. Dan itu menjadi pertanyaan yang sulit dijawab.

Sementara dari kejauhan, sayup-sayup sudah terdengar alunan gamelan ditabuh. Sedangkan orang-orang yang masih memadati jalan di depan rumah penginapan ini terlihat bergerak lebih cepat lagi, menuju rumah Ki Jungut.

********************

EMPAT

Semalam penuh Rangga dan Pandan Wangi tidak bisa memejamkan matanya sedikit pun. Benak mereka terus dipenuhi berbagai macam pikiran, tentang beberapa kejadian yang dialami dalam dua hari ini. Dan semalam, mereka sampai tidak mengerti oleh adanya sebuah serangan gelap dari seseorang yang menggunakan senjata rahasia dari bunga berbentuk bunga mawar putih keperakan.

Dan begitu matahari terbit di ufuk timur, sepasang pendekar muda itu meninggalkan Desa Caringin. Jelas sekali, langkah kaki kuda mereka diarahkan ke Gunung Brambang. Namun, jalan yang diambil, melalui bagian barat kaki gunung ini. Jadi, mereka tidak harus melewati sungai untuk mencapai Gunung Brambang dari Desa Caringin.

Sepanjang perjalanan, tidak ada seorang pun yang bicara. Mereka semua membisu. Entah, apa yang ada dalam kepala masing-masing saat ini. Beberapa kali kedua pendekar muda itu menghela napas dalam-dalam, dan beberapa kali pula saling melemparkan pandang lewat sudut ekor mata.

"Masih jauh tempatnya, Pandan?" tanya Rangga membuka suara, memecah kebisuan.

"Tidak seberapa jauh lagi," sahut Pandan Wangi.

"Kau seperti memikirkan sesuatu, Pandan. Boleh aku tahu...?" tebak Rangga memperhatikan si Kipas Maut itu.

"Hhh...!" Pandan Wangi hanya menghembuskan napas panjang saja. Rangga melihat, tangan kanan Pandan Wangi masih menggenggam erat-erat bunga mawar putih keperakan dari baja yang semalam dilemparkan seseorang ke arah mereka sewaktu di dalam kamar penginapan. Dan lagi, wajah Pandan Wangi juga kelihatan menegang.

Entah, sudah berapa kali gadis itu menarik na-pas dalam-dalam, lalu menghembuskannya kuat-kuat. Baru saja Rangga membuka mulutnya hendak bicara lagi, tiba-tiba saja mereka berdua dikejutkan oleh teriakan keras yang kemudian disusul terdengarnya denting senjata beradu.

"Apa itu...?" seru Rangga seperti bertanya pada diri sendiri.

"Seperti suara pertarungan," sahut Pandan Wangi.

Sekilas mereka saling berpandangan, kemudian langsung menggebah cepat kudanya, ke arah sumber suara yang mengejutkan itu. Debu seketika membubung tinggi ke angkasa bercampur daun-daun kering, begitu kuda-kuda kedua pendekar muda itu dipacu cepat.

"Hiya!"
"Yeaaah...!" Dalam berpacu seperti ini, sudah barang tentu kecepatan lari kuda Pandan Wangi tidak bisa menyamai Dewa Bayu yang ditunggangi Rangga. Maka sebentar saja gadis itu sudah tertinggal jauh di belakang. Dan sepertinya Rangga tidak menyadari kecepatan lari kudanya yang seperti angin itu.

Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"

Rangga malah semakin keras menggebah kudanya, hingga Dewa Bayu berlari bagaikan kesetanan saja. Bahkan semakin jauh meninggalkan Pandan Wangi. Dan begitu Pendekar Rajawali Sakti itu sampai di sebuah padang rumput yang tidak begitu luas....

"Hooop!"

Pemuda berbaju rompi putih itu langsung menghentikan lari kudanya, lalu melompat turun. Begitu indah dan ringan gerakannya, sehingga sedikit pun tidak menimbulkan suara saat kedua kakinya menjejak tanah berumput ini. Dan sekitar tiga batang tombak di depannya, terlihat seorang gadis muda tengah dikeroyok dua orang laki-laki tua berbaju jubah panjang warna merah menyala.

Rangga langsung mengenali. Memang, gadis berbaju kuning muda itu adalah Rahmita, wanita yang pernah ditolongnya dari keroyokan empat orang laki-laki bertampang kasar. Melihat Rahmita kini bertarung lagi, Rangga jadi termangu sendiri. Sulit dimengerti, mengapa gadis semuda itu banyak sekali musuhnya.

"Hm.... Kelihatannya dia mulai terdesak," gumam Rangga dalam hati.

Dan memang, Rahmita sudah mulai kelihatan kewalahan. Bahkan tidak lagi mempunyai kesempatan menyerang. Tubuhnya hanya bisa berjumpalitan, menghindari serangan-serangan dua orang laki-laki tua berjubah merah yang mengeroyoknya.

Dan pada satu kesempatan, tiba-tiba saja salah seorang laki-laki tua berjubah merah yang rambutnya sudah putih semua, melenting ke udara. Lalu tubuhnya menukik deras sekali sambil melepaskan satu pukulan keras yang begitu cepat ke arah kepala gadis ini.

Namun dengan satu gerakan manis, Rahmita masih bisa berkelit. Tapi ketika laki-laki tua berjubah merah yang satunya lagi melepaskan satu tendangan menggeledek ke arah dada, gadis itu sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Dan....

Des!
"Akh...!"

Sambil memekik keras, tubuh gadis berbaju kuning muda itu terpental cukup jauh ke belakang. Lalu, keras sekali tubuh yang ramping itu terjajar ke tanah. Pada saat itu juga, laki-laki berjubah merah berambut putih sudah melesat cepat bagai kilat ke arah gadis ini. Kemudian kembali dilepaskannya satu pukulan tangan kanan yang pasti disertai pengerahan tenaga dalam.

"Hiyaaat...!"

"Celaka...! Dia bisa mati kalau kena." desis Rangga agak terperanjat. Dan... "Hih...!"

Rangga cepat memungut selembar daun kering. Dan dengan kecepatan dahsyat dilemparkannya ke arah orang tua berjubah merah itu. Daun kering itu melesat begitu cepat bagai anak panah lepas dari busur. Dan begitu pukulan tangan kanan orang tua berjubah merah itu hampir mendarat di dada Rahmita, daun kering yang dilemparkan Rangga melesat ke arah tangannya.

"Ikh...!"

Orang tua berjubah merah itu jadi tersentak kaget setengah mati. Buru-buru tubuhnya melenting ke belakang, sambil menarik kembali pukulannya. Dua kali tubuhnya berputaran di udara, sebelum kedua kakinya menjejak tanah berumput ini.

"Setan...! Siapa berani kurang ajar, heh...?!" geram orang tua itu marah

Pada saat itu juga, Rangga sudah melesat cepat, dan tahu-tahu sudah berdiri tegak sekitar tiga langkah lagi di depan Rahmita. Gadis itu juga kelihatan terkejut oleh munculnya pemuda tampan berbaju rompi putih yang pernah menolongnya dari keroyokan empat orang laki-laki kemarin. Kini, dia muncul lagi dan menyelamatkan nyawanya kembali.

"Rangga...," desis Rahmita tanpa sadar. Bergegas gadis itu bangkit berdiri, walaupun dadanya terasa begitu sesak, membuat nafasnya jadi tersengal tidak beraturan.

Sementara itu, dua orang laki-laki tua berjubah merah menyala kelihatan berang oleh munculnya Pendekar Rajawali Sakti. Mereka berdiri berdampingan. Sorot mata mereka begitu tajam memerah, menerobos langsung ke bola mata pemuda di depannya. Rangga sendiri agak terkesiap juga, begitu melihat dua orang laki-laki tua ini ternyata berwajah kembar.

Dan yang membedakan antara mereka berdua hanya rambutnya saja. Yang seorang berambut putih. Sedangkan yang seorang lagi berambut hitam. Tapi, bentuk tubuh maupun pakaian tidak ada bedanya sama sekali. Demikian pula pedang yang tergantung di pinggang yang bentuk dan ukurannya sama pula.

"Anak muda, siapa kau?! Berani benar mencampuri urusan Setan Kembar Jubah Merah!" bentak salah seorang yang berambut putih.

Suaranya terdengar kecil, tapi sangat nyaring. Sorot matanya juga begitu tajam, menatap langsung ke bola mata Rangga yang berada sekitar dua batang tombak di depannya.

"Maaf, Kisanak. Aku hanya tidak ingin kalian berdua mencelakai temanku ini," sahut Rangga kalem, seraya membungkuk untuk memberi hormat.

"Phuih! Kalau kau temannya, berarti juga harus mampus, Bocah!" dengus orang tua yang berambut hitam.

"Tunggu dulu...!" sentak Rangga hendak mencegah. Tapi....

"Tidak ada waktu untuk berdebat, Bocah. Tahan seranganku. Hiyaaat...!"

Tanpa menghiraukan cegahan Pendekar Rajawali Sakti, dua orang laki-laki tua yang menjuluki diri Setan Kembar Jubah Merah langsung saja melompat cepat, sambil melepaskan pukulan-pukulan keras beruntun.

"Hup! Yeaaah...!"

Rangga terpaksa harus melompat mundur. Dan tubuhnya langsung meliuk menghindari serangan-serangan cepat dari dua orang tua berjubah merah menyala ini. Dengan menggunakan jurus Sembilan Langkah Ajaib, serangan-serangan kedua orang tua itu mudah sekali dapat dimentahkan. Tapi, pertahanan Pendekar Rajawali Sakti kelihatannya tidak berlangsung lama, begitu kelemahan jurus Sembilan Langkah Ajaib, cepat diketahui Setan Kembar Jubah Merah.

Maka salah seorang dari mereka langsung saja menyerang bagian kaki Pendekar Rajawali Sakti, sedangkan yang seorang lagi menyerang bagian atas. Serangan-serangan cepat yang mengarah pada dua bagian tubuh ini, tentu saja membuat Rangga jadi kelabakan juga. Cepat-cepat tubuhnya melenting ke udara, dan berputaran beberapa kali. Lalu tubuhnya cepat melesat turun, dan manis sekali kakinya menjejak sekitar dua batang tombak di depan kedua orang tua berjubah merah ini.

"Hap!" Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti bisa menarik napas lega, dua orang tua itu sudah menyerang lagi

"Hup! Hiyaaa...!"

Tepat di saat laki-laki tua berjubah merah yang berambut putih menghantamkan pukulannya ke arah perut, Rangga cepat mengegoskan tubuhnya ke kanan. Dan saat itu juga, kaki kirinya dihentakkan ke depan, sambil memiringkan tubuhnya ke kanan.

"Hiyaaa...!"

"Ikh...!" Orang tua berjubah merah yang berambut putih itu jadi terkejut setengah mati. Sungguh tidak disangka kalau Rangga akan melakukan serangan, justru di saat tengah menghindari serangannya. Tak ada waktu lagi untuk berkelit. Maka cepat-cepat tangan kirinya dikebutkan untuk menangkis hentakan kaki kiri Pendekar Rajawali Sakti.

Plak!

"Akh...!" Orang tua berjubah merah yang berambut putih itu jadi terpekik, begitu tangannya beradu keras dengan kaki kiri Pendekar Rajawali Sakti. Maka cepat-cepat dia melompat ke belakang sejauh lima langkah. Tapi baru saja menjejakkan kakinya di tanah, Rangga sudah menggeser kakinya cepat sekali menyusur tanah. Dan pada saat itu juga, tangannya cepat dikibaskan ke arah dada orang tua ini.

"Hiyaaa...!"
"Haiiit..!"
"Yeaaah...!"
Cring!
Wuk!
"Upts...!"

Kali ini Rangga yang tersentak kaget Begitu serangannya dilancarkan, tiba-tiba saja orang tua berjubah merah yang berambut hitam sudah melompat sambil mencabut pedangnya. Dan pedang itu langsung dibabatkan ke arah tangan Pendekar Rajawali Sakti. Untung Rangga cepat-cepat menarik tangannya, sehingga tebasan pedang itu tidak sampai menyambar tangannya.

"Hup!"

Cepat-cepat Rangga melompat ke belakang beberapa langkah. Sementara, orang tua berjubah merah yang berambut putih sudah meloloskan pedangnya juga. Dan kini mereka berdiri berdampingan dengan pedang tersilang di depan dada. Sedangkan Rangga berdiri tegak memandangi dengan sorot mata tajam, tidak berkedip sedikit pun.

"Cabut pedangmu, Bocah!" bentak Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih.

"Maaf. Aku belum merasa perlu menggunakan pedang," sahut Rangga, menolak halus.

"Sombong...!" dengus Setan Kembar Jubah Merah yang berambut hitam.

"Jangan salahkan kami kalau kau mampus tanpa sempat mencabut senjata, Bocah!" sambung Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih.

Rangga hanya tersenyum kecil saja. Sementara, dua orang laki-laki tua yang berjubah Setan Kembar Jubah Merah itu sudah menggeser kaki ke samping, hingga jarak satu sama Iain merenggang. Begitu ringan gerakan kaki mereka, sehingga tidak terdengar suara sedikit pun juga. Dan saat itu juga, Rangga menyadari kalau dua orang tua kembar itu memiliki kepandaian yang tidak bisa dianggap enteng.

"Hiyaaat...!"
"Yeaaa...!"
"Hap!"

Rangga cepat-cepat meliukkan, begitu Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih mengebutkan pedangnya. Dan hampir bersamaan, orang tua yang berambut hitam juga sudah menyerang. Pedangnya dibabatkan ke arah kaki Pendekar Rajawali Sakti. Dengan pedang di tangan, serangan dua orang laki-laki berjuluk Setan Kembar Merah itu semakin dahsyat saja. Sedikit saja lengah, akan sangat parah akibatnya. Dan Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindarinya.

"Hiyaaat..!"

Begitu mendapat kesempatan, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara. Lalu bagaikan kilat tubuhnya meluruk deras dengan kedua kaki berputaran cepat mengarah ke kepala Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih.

"Ikh...!"

Laki-laki tua berjubah merah yang berambut putih itu jadi terkejut setengah mati. Cepat-cepat pedangnya diputar ke atas kepala, lalu melompat ke belakang dua langkah. Tapi pada saat yang bersamaan, Rangga su-dah cepat memutar tubuhnya hingga kepalanya terbalik ke bawah. Dan saat itu juga...

"Yeaaah...!"

Bagaikan kilat Pendekar Rajawali Sakti melepaskan satu pukulan keras, menggunakan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Begitu cepat hentakan tangan kanannya, sehingga Setan Kembar Jubah Merah berambut putih itu tidak sempat lagi menghindar. Maka....

Diegkh!
"Akh...!"

Pukulan Pendekar Rajawali Sakti tepat menghantam dadanya. Dan sambil memekik tertahan, laki-laki tua berjubah merah yang berambut putih itu terpental ke belakang, sejauh dua batang tombak. Sementara orang tua kembarannya yang berambut hitam jadi tersentak kaget, melihat saudaranya terpental, terkenal pukulan telak di dadanya.

"Setan alas...! Kubunuh kau! Hiyaaat...!"

Wuk!
"Hap! Yeaaah...!"

Tepat di saat orang tua berambut hitam itu mengebutkan pedangnya ke arah kepala, Rangga langsung merunduk. Tubuhnya lalu berputar cepat bagai kilat sambil melepas satu tendangan berputar yang begitu cepat disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Begitu cepatnya serangan balik yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga....

Des!
"Akh...!"

Laki-laki tua berjubah merah yang berambut hitam itu kontan terpental ke belakang sejauh dua batang tombak, begitu dadanya terkena tendangan telak Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya langsung terjengkang di tanah, diiringi pekik kesakitan.

Sementara, Rangga berdiri tegak dengan kedua kaki kokoh. Sorot matanya begitu tajam, menatap dua orang laki-laki tua yang tergeletak bersisian sambil mengerang, merintih kesakitan. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri. Lalu, dipungutnya dua pedang Setan Kembar Jubah Merah yang tadi terpental lepas dari tangannya, begitu terkena pukulan dan tendangannya.

Sementara, dua orang tua berjubah merah itu sudah bangkit berdiri. Tapi, bibir mereka masih terlihat meringis menahan sakit di dada. Dan Rangga sudah berdiri tegak sekitar tujuh langkah di depan mereka. Tangan kanannya tampak menggenggam dua pedang orang tua itu.

"Anak muda, siapa kau sebenarnya...?! Kepandaianmu sungguh tinggi! Dan kami mengaku kalah...," kata Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih. Suaranya terdengar tersendat-sendat, karena jalan pernafasannya belum teratur benar.

Namun belum juga Rangga bisa menjawab, tiba-tiba saja terdengar suara tawa terkikik yang begitu keras menyakitkan telinga. Akibatnya, mereka semua yang ada di tempat itu jadi tersendat kaget. Rangga yang sudah begitu sempurna tingkat kepandaiannya, langsung mengerahkan hawa murni untuk menahan suara tawa terkikik yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi ini

"Hmmm.... Siapa lagi ini...?" gumam Rangga dalam hari, bertanya pada diri sendiri.

"Hik hik hik...!"

LIMA

"Hik hik hik..!" Tawa terkikik yang begitu nyaring menyakitkan telinga itu terus terdengar menggema, membuat darah di tubuh mereka semua jadi bergolak. Tampak Setan Kembar Jubah Merah sudah merapatkan kedua telapak tangan di depan dada. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak tanpa bergeming sedikit pun.

"Nisanak! Keluarlah...! Tidak ada gunanya bermain-main seperti itu...!" Terdengar keras sekali suara Rangga, karena dikeluarkan lewat pengerahan tenaga dalam sempurna. Dan seketika itu juga, suara tawa terkikik itu lenyap dari pendengaran. Tapi tidak berapa lama kemudian, terlihat sebuah bayangan hijau berkelebat begitu cepat di depan Rangga.

Wusss...!

"Heh...?!" Rangga jadi tersentak kaget, karena bayangan hijau itu berkelebat begitu cepat menyambar dua orang laki-laki tua di depannya yang berjuluk Setan Kembar Jubah Merah. Begitu cepat kelebatannya, sehingga dua orang tua berjubah merah itu tidak sempat lagi menyadari. Dan....

Bet!
Wuk!
"Akh!"
"Aaa...!"

Saat itu juga terdengar jeritan panjang melengking tinggi yang begitu menyayat. Saat itu, kelopak mata Rangga jadi terbeliak lebar, begitu melihat dua orang laki-laki tua berjubah merah ini sudah ambruk menggelepar di tanah. Tampak leher mereka menyemburkan darah segar dari luka yang seperti terbabat pedang. Hanya sebentar saja Setan Kembar Jubah Merah itu menggelepar sambil mengerang, kemudian mengejang kaku. Dan kini, mereka diam tidak bergerak-gerak lagi.

"Edan...!" dengus Rangga terkejut.

"Hik hik hik...!"

"Okh...?!" Kembali Pendekar Rajawali Sakti tersentak kaget, ketika terdengar lagi tawa mengikik yang menyakitkan telinga. Tapi begitu tawa itu terhenti, kembali terlihat satu bayangan hijau berkelebat begitu cepat di depan pemuda berbaju rompi putih ini.

"Hup!" Cepat-cepat Rangga melompat ke belakang, tidak ingin bernasib sama dengan si Setan Kembar Jubah Merah. Tapi, rupanya bayangan hijau itu tidak menyambar ke arahnya, dan hanya berkelebat di depan tubuhnya saja. Dan tepat di saat Rangga menjejakkan kakinya, tahu-tahu sekitar satu batang tombak di depannya sudah berdiri seorang perempuan muda berwajah cantik bagai bidadari.

Wanita itu berbaju ketat dan agak tipis berwarna hijau. Sehingga, bentuk tubuhnya yang indah dan ramping menggiurkan membayang jelas. Tampak di balik punggungnya tersembul sebilah pedang, yang pada bagian ujungnya berbentuk sekuntum bunga mawar berwarna putih keperakan. Bibirnya yang merah, terlihat menyunggingkan senyum manis sekali.

Sesaat Rangga sempat terpana memandanginya. Dia merasa, seakan-akan tengah berhadapan dengan bidadari yang baru turun dari kayangan. Sungguh kecantikan wanita itu tiada bandingnya. Dan sepertinya, baru kali ini Rangga melihat wanita cantik yang sangat sempurna, sehingga membuat matanya tidak berkedip memandangi beberapa saat.

"Seharusnya kau tidak perlu melayani tikus-tikus tidak berguna seperti mereka, Pendekar Rajawali Sakti. Kau sudah menerima undangan kami. Dan kami semua sangat mengharapkan kedatanganmu," terdengar sangat lembut nada suara wanita cantik berbaju hijau itu.

"Maaf, aku belum mengenalmu, Nisanak. Kalau boleh tahu, siapa kau ini...?" tanya Rangga tanpa menghiraukan kata-kata wanita bagai bidadari itu.

"Oh, ya. Maaf.... Aku sampai lupa memperkenalkan diri," ucap wanita itu.

Dia melangkah beberapa tindak ke depan, hingga jaraknya dengan Pendekar Rajawali Sakti tinggal sekitar lima langkah lagi. Saat itu juga, Rangga bisa merasakan aroma yang sangat harum menyebar dari tubuh ramping wanita berwajah cantik dan berkulit putih ha-lus menggiurkan ini.

"Aku Ratu Dewi Pelangi. Tapi biasanya disebut Ratu Lembang Kambang. Dan ada juga yang memanggilku Pelangi Lembah Kambang. Terserah, kau mau memanggilku yang mana...," ujar wanita cantik berbaju hijau ini memperkenalkan diri dengan suara lembut sekali.

Rangga melirik sedikit pada dua tubuh laki-laki tua yang tergeletak tidak bernyawa lagi, dengan leher terbabat hampir buntung. Kemudian matanya melirik Rahmita yang duduk bersandar di bawah pohon. Tampaknya gadis itu mengalami luka yang cukup parah, hingga tidak bisa lagi mengangkat tubuhnya berdiri. Dan pada saat yang sama, Ratu Lembah Kambang yang juga dikenal sebagai Ratu Dewi Pelangi atau Pelangi Lembah Kambang itu mengarahkan pandangan pada gadis manis berbaju kuning muda ini. Tapi sebentar kemudian, kembali ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti.

"Tidak perlu kau cemaskan dia, Pendekar Rajawali Sakti," kata Ratu Lembah Kambang, masih terdengar lembut sekali suaranya terdengar.

"Kelihatannya dia terluka," ujar Rangga pelan.

"Hanya luka ringan. Tidak lama lagi, dia juga sudah pulih," jelas Ratu Lembah Kambang. Rangga menatap wanita di depannya ini dalam-dalam.

"Tadi aku sempat memeriksanya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Percayalah, dia tidak mengalami luka parah," kata Ratu Lembah Kambang lagi, berusaha meyakinkan Pendekar Rajawali Sakti. Rangga hanya diam saja. Sebentar dipandangnya wanita di depannya ini, dan sebentar kemudian beralih pada Rahmita yang masih tetap duduk bersandar pada sebatang pohon yang cukup rimbun daunnya dengan kedua kaki menjulur ke depan. Tapi sebentar kemudian pandangan Pendekar Rajawali Sakti kembali terarah pada Ratu Lembah Kambang, yang juga dikenal sebagai Ratu Dewi Pelangi.

"Aku kira, tidak ada waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Kita harus secepatnya sampai di Lembah Kambang," kata Ratu Lembang Kambang mengingatkan.

"Tunggu dulu...," sentak Rangga, mencegah ayunan langkah kaki wanita cantik ini.

"Ada apa lagi?" tanya Ratu Lembah Kambang.

"Aku tidak bisa pergi tanpa Pandan Wangi. Dia sedang menuju ke sini," sahut Rangga, langsung teringat pada si Kipas Maut.

"Kekasihmu sudah menunggu di sana," jelas Ratu Lembah Kambang kalem.

"Apa maksudmu, Nisanak...?" Rangga kelihatannya agak terkejut juga mendengar kata-kata wanita itu. Langsung ditatapnya Ratu Lembah Kambang dengan sinar mata yang sangat tajam.

Tapi Ratu Lembah Kambang malah tersenyum manis. "Jangan khawatir, Rangga...," terdengar terputus nada suara Ratu Lembah Kambang. Rangga masih tetap diam, menatap dengan sinar mata sangat tajam. "Boleh aku memanggil dengan namamu saja...?" pinta Ratu Lembang Kambang.

"Tampaknya kau sudah tahu banyak tentang diriku, Nisanak," agak mendesis kecil nada suara Pendekar Rajawali Sakti.

"Ya, aku tahu banyak tentang dirimu," sahut Ratu Lembah Kambang mengakui.

"Hmmm...."

"Pandan Wangi sudah dijemput di tengah perjalanan oleh dua orang abdiku. Jangan khawatir, dia tidak apa-apa. Dan lagi, kedua abdiku tidak memaksanya. Pandan Wangi mengikuti, setelah salah seorang abdiku mengatakan kau sudah menunggu di sana," jelas Ratu Lembah Kambang.

"Heh...?! Apa katamu...?!" Rangga jadi terperanjat setengah mati.

"Maaf, Rangga. Kalau tidak begitu, aku tahu Pandan Wangi tidak akan mau mengikuti," kata Ratu Lembah Kambang.

"Katakan terus-terang, apa maksudmu sebenarnya, Nisanak?" terdengar agak mendesis nada suara Rangga.

"Sayang sekali, aku tidak bisa mengatakannya di sini. Sebaiknya, ikutlah saja denganku ke Lembah Kambang," sahut Ratu Lembah Kambang.

Rangga jadi terdiam beberapa saat. Sebentar matanya melirik Rahmita yang masih tetap duduk menjulurkan kakinya bersandar pada sebatang pohon.

"Cepatlah, Rangga. Tidak ada waktu lagi...," desak Ratu Lembah Kambang.

Rangga memandangi wanita cantik itu beberapa saat, kemudian melangkah mendekati Rahmita yang masih tetap duduk bersandar di bawah pohon. Sebentar diperiksanya keadaan gadis itu. Tapi begitu hendak bangkit berdiri, Rahmita sudah mencekal tangannya.

"Hati-hati, Rangga. Aku tahu, siapa dia. Perempuan itu bukan wanita baik-baik," bisik Rahmita perlahan.

"Adikku ada di tangannya," kata Rangga juga berbisik pelan.

"Sudah kuduga...," desis Rahmita.

Rangga memandangi gadis itu beberapa saat, kemudian melirik sedikit pada Ratu Lembah Kambang yang masih menunggu dengan sikap tidak sabar.

"Kau tidak apa-apa, Rahmita?" tanya Rangga.

"Tenanglah. Aku sengaja berbuat begini, supaya dia tidak membunuhku," sahut Rahmita seraya tersenyum sedikit.

"Membunuhmu...? Kenapa?"

"Nanti juga kau akan tahu, Rangga. Sebaiknya kau memang ikut dengannya saja dulu. Nanti kita bertemu di sana," kata Rahmita lagi. Entalah kenapa, Pendekar Rajawali Sakti jadi menganggukkan kepalanya.

"Ingat Rangga. Hati-hati...," pesan Rahmita. Setelah tangannya dilepaskan, Rangga baru bangkit berdiri. Kemudian kakinya melangkah menghampiri Ratu Lembah Kambang. Sedikit matanya melirik Rahmita yang masih duduk bersandar di bawah pohon, kemudian terus melangkah diiringi wanita cantik berbaju hijau ini.

********************

Pendekar Rajawali Sakti

Sempat juga Rangga berdecak kagum melihat keindahan Lembah Kambang. Baru kali ini dia datang ke lembah ini, walaupun sudah sering kali mendengarnya. Dan yang lebih mengherankan lagi, di tengah-tengah lembah itu berdiri sebuah bangunan besar bagai istana yang sangat indah. Seluruh bangunan itu memancarkan cahaya bagai pelangi, menyebar ke seluruh lembah ini. Tidak heran kalau lembah ini juga dikenal sebagai Lembah Pelangi.

Sepanjang hari, dari lembah ini memancar cahaya bagai pelangi di angkasa. Dan wanita yang berada di sebelahnya juga bernama Ratu Dewi Pelangi. Rangga tahu, wanita ini yang menguasai menjadi ratu di Lembah Pelangi. Mereka terus berjalan menuju bangunan istana itu. Tampak dua orang gadis cantik, berdiri di depan tangga beranda istana ini.

Memang, bangunan ini tidak memiliki benteng pembatas, seperti pada umumnya istana-istana yang pernah dilihatnya. Dua orang gadis itu membungkuk ketika Rangga dan Ratu Lembah Kambang melewatinya. Mereka terus berjalan meniti anak-anak tangga yang terbuat dari batu pualam, bercahaya warna-warni bagai pelangi.

"Silakan masuk, Rangga. Kau kini menjadi tamu agungku," ucap Ratu Lembah Kambang ramah.

Rangga hanya menggumam saja sedikit sambil terus mengayunkan kakinya memasuki bagian ruangan depan istana ini. Kembali mulutnya berdecak kagum begitu sampai di dalam. Ruangan ini sangat indah. Dan sepertinya, Pendekar Rajawali Sakti berada dalam sebuah lembah yang sunyi dan terpencil ini ada sebuah bangunan istana yang sangat indah dan menakjubkan. Dan Rangga tidak bisa melukiskan dengan kata-kata.

"Sepi sekali istanamu. Kulihat, hanya ada beberapa orang saja. Dan semuanya juga wanita," kata Rangga seperti bicara pada diri sendiri.

"Memang begini keadaannya. Kau tidak akan bisa menemukan laki-laki seorang pun di sini. Semua yang menghuni istana ini memang wanita," sahut Ratu Lembah Kambang.

"Kau tidak punya rakyat?" tanya Rangga jadi ingin tahu.

"Banyak," sahut Ratu Lembah Kambang singkat.

Mereka kini sudah berada di bagian tengah ruangan istana. Tampak sebuah tahta yang sangat indah bentuknya, memancarkan cahaya kuning keemasan. Tapi Rangga juga tidak melihat adanya seorang pun di dalam ruangan yang sangat besar dan indah ini. Ratu Lembah Kambang langsung naik ke atas singgasananya, dan duduk di kursi yang berlapiskan emas.

Sementara, Rangga hanya berdiri saja di ujung bawah undakan singgasana yang berjumlah tujuh buah. Sebentar pandangannya beredar ke sekeliling. Begitu sunyi, hingga tarikan nafasnya sendiri terdengar jelas sekali.

"Duduklah...," ucap Ratu Lembah Kambang mempersilakan, sambil merentangkan tangannya ke depan.

Rangga jadi kebingungan sendiri, karena tidak melihat ada satu kursi pun di dekatnya. Tapi mendadak saja dari lantai di sebelah kirinya mengepul asap kemerahan. Dan begitu asap itu menghilang, tahu-tahu di sebelah kiri Pendekar Rajawali Sakti sudah ada sebuah kursi yang sepertinya terbuat dari emas.

"Silakan, Rangga...," ucap Ratu Lembah Kambang mempersilakan lagi dengan ramah.

Rangga agak ragu-ragu, tapi akhirnya duduk juga di kursi yang tiba-tiba saja muncul dari dalam lantai istana ini. Namun baru saja duduk, tiba-tiba saja jadi teringat Pandan Wangi.

"Maaf, Nisanak. Bisa aku bertemu Pandan Wangi...?" pinta Rangga langsung.

"Sebentar lagi kau akan bertemu dengannya, Rangga. Percayalah padaku. Dia tidak apa-apa," sahut Ratu Lembah Kambang, menenangkan.

"Kalau begitu, katakan saja apa maksudmu membawaku ke sini...?"

"Kenapa begitu terburu-buru, Rangga? Istirahatlah dulu. Masih ada waktu beberapa saat lagi," sahut Ratu Lembah Kambang, dengan senyuman merekah di bibir.

Rangga jadi teringat kata-kata Rahmita yang memperingatinya agar hati-hati pada wanita ini. Saat itu juga kecurigaannya mulai tumbuh dalam hatinya. Sikap yang diperlihatkan Ratu Lembah Kambang memang sangat ramah dan manis. Tapi itu justru membuat Rangga semakin curiga. Dugaannya, pasti ada maksud tertentu dari kebaikan dan keramahan yang ditunjukkan wanita ini.

"Kau pasti lelah. Sebaiknya, istirahatlah dulu. Aku sudah menyiapkan kamar untukmu beristirahat selama di sini," kata Ratu Lembah Kambang lagi.

Plok! Plok! Plok!

Ratu Lembah Kambang menepuk tangannya tiga kali. Dan saat itu juga, dari balik sebuah pintu yang ada di sebelah kanan singgasana keluar empat orang gadis cantik berbaju hijau muda. Tampak pada bagian perut dan sebagian dada mereka dibiarkan terbuka, sehingga menampakkan kulit yang putih dan halus. Keempat gadis itu langsung membungkuk dengan sikap sangat hormat pada Ratu Lembah Kambang.

"Tunjukkan tamuku ini kamarnya," perintah Ratu Lembah Kambang.

"Baik, Gusti Ratu," sahut keempat gadis itu serempak.

"Layani sebaik-baiknya. Turuti segala yang diinginkannya," perintah Ratu Lembah Kambang lagi.

Setelah membungkuk memberi hormat, keempat gadis itu menghampiri Rangga. Saat itu, Rangga sudah bangkit berdiri dari kursinya lalu melangkah setelah dipersilakan mengikuti empat orang gadis berwajah cantik ini. Sementara, Ratu Lembah Kambang masih tetap duduk di atas kursi singgasananya yang megah.

Rangga menempati sebuah kamar yang sangat luas dan indah sekali. Empat orang gadis terus menemaninya, padahal Pendekar Rajawali Sakti sudah meminta agar ditinggalkan seorang diri. Tapi, rupanya keempat gadis itu tidak berani keluar dari dalam kamar ini. Dan mereka mengatakan kalau sudah diperintah untuk terus menemani, serta melayani segala kebutuhan pemuda ini. Rangga tidak bisa lagi berbuat apa-apa, tapi juga tidak mengajukan permohonan apa pun. Sehingga, empat orang gadis itu hanya diam saja. Dan mereka duduk berjajar di sebuah kursi panjang, tidak jauh dari pintu.

"Ada beberapa orang tamu Ratu Lembah Kambang sekarang selain aku...?" tanya Rangga memecah kebisuan yang cukup lama terjadi di dalam kamar ini.

"Enam orang," sahut salah seorang gadis itu.

"Mereka semua laki-laki?" tanya Rangga lagi.

Serempak keempat gadis itu mengangguk. Dan anggukan itu membuat Rangga jadi berpikir. Kata Ratu Lembah Kambang, tidak ada seorang laki-laki pun, yang ada di sini. Tapi nyatanya, ada enam orang. Jelas, pasti ini ada apa-apanya.

"Kalian tahu, untuk apa ratumu mengundangku datang ke sini?" tanya Rangga ingin tahu.

"Gusti Ratu saat ini tengah mencari pendamping yang cocok untuknya. Sengaja yang dipilihnya adalah para pendekar berkepandaian tinggi. Dan penentuannya akan dilakukan malam nanti. Beruntunglah Raden, kalau bisa mengalahkan yang lain. Raden sangat tampan dan gagah, pasti sangat cocok bila mendampingi Gusti Ratu di istana ini," sahut gadis itu lagi. Sedangkan tiga orang gadis yang lainnya hanya diam saja.

Seketika itu juga, Rangga jadi tersentak kaget. Sungguh tidak disangka akan seperti ini jadinya. Saat itu juga, dia melompat ke pintu dan hendak membukanya. Tapi baru saja tangannya menyentuh pintu, mendadak saja....

"Akh...!"

Rangga jadi terpekik. Seketika itu, tubuhnya terpental ke belakang dan jatuh bergulingan beberapa kali di lantai. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti cepat bisa bangkit berdiri lagi. Hampir tidak dipercaya, pintu yang kelihatannya hanya terbuat dari kayu jati biasa ini bisa memiliki tenaga yang sangat luar biasa. Rangga merasakan seperti dihantam sebuah pukulan yang begitu kuat, hingga tangannya jadi terasa bergetar dan nyeri.

Perhatian Pendekar Rajawali Sakti langsung terarah pada empat gadis yang masih tetap duduk berjajar di kursi panjang, dengan sikap begitu tenang dan datar. Seakan-akan, mereka tidak pernah melihat kalau telah terjadi sesuatu pada diri pemuda ini tadi.

"Maaf, Raden. Gusti Ratu sudah memagari seluruh istana ini dengan ilmunya. Jadi, Raden tidak bisa keluar tanpa seizinnya lebih dahulu," jelas gadis itu lagi.

"Hhh! Kenapa dia berbuat begitu padaku...?" dengus Rangga merasa tidak senang.

Pendekar Rajawali Sakti merasa kalau dirinya sudah tertipu dan masuk ke dalam perangkap. Rangga jadi teringat ucapan Rahmita yang diakui mengandung kebenaran. Ratu Lembah Kambang memang bukan wanita baik-baik. Dan jelas, dia menyimpan maksud tertentu dengan mengundangnya ke istana ini. Sebuah maksud yang sudah diketahuinya dari salah seorang pelayan ratu cantik itu.

"Maaf, Raden. Gusti Ratu tidak ingin calon-calon pendampingnya melarikan diri. Mereka yang diundang ke istana ini, sudah melalui pengamatan dan ujian. Dan Raden salah satu yang terpilih. Jadi, sebaiknya Raden jangan berbuat sesuatu sampai nanti malam. Percayalah, Raden.... Gusti Ratu tidak akan mencelakakan siapa pun juga. Beliau hanya ingin memilih yang terbaik dari calon-calon yang ada," jelas gadis itu lagi.

"Huh!" Rangga hanya mendengus kesal saja. Dia tahu, Pandan Wangi tidak ada di istana ini. Dan semua itu hanya tipu daya Ratu Lembah Kambang. Tapi... Rangga jadi tersentak. Kini baru disadari kalau seharusnya Pandan Wangi sudah datang saat Rangga bertarung dengan Setan Kembar Jubah Merah tadi. Tapi gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu sama sekali tidak kelihatan. Apa yang terjadi pada Pandan Wangi...? Apakah Ratu Lembah Kambang sudah.... "Ah...!"

Rangga menggeleng-gelengkan kepala, berusaha mengusir bayang-bayangan buruk yang melintas di dalam kepala tadi. Jelas, dia tidak ingin terjadi sesuatu pada Pandan Wangi. Rangga jadi teringat Rahmita lagi. Sementara, Ratu Lembah Kambang juga tidak melakukan apa pun terhadap gadis itu. Padahal, Rahmita mengatakan kalau tidak berpura-pura menderita luka, pasti sudah dibunuhnya.

Benarkah Ratu Lembah Kambang sekejam itu, hanya untuk meluluskan keinginannya yang gila ini...? Begitu banyak pertanyaan mengalir dalam kepala Rangga. Tapi semuanya memang belum bisa terjawab saat ini. Dan Rangga juga tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya dapat menunggu sampai malam nanti. Dia jadi ingin tahu, apa yang akan dilakukan Ratu Lembah Kambang malam nanti pada calon-calon pilihannya, termasuk dirinya.

ENAM

Rangga bergegas bangkit dari pembaringan, begitu mendengar pintu kamar tempatnya beristirahat di dalam Istana Lembah Kambang ini terbuka. Saat itu juga, empat orang gadis yang sejak siang tadi menemani sudah bangkit berdiri. Rangga juga melihat dua orang gadis lain berada di depan pintu.

"Raden..., silakan. Gusti Ratu sudah menunggu," ujar salah seorang gadis di depan pintu itu.

Sedikit Rangga melirik empat orang gadis yang terus-menerus menemaninya di dalam kamar ini. Dan mereka menganggukkan kepala bersamaan. Kemudian, Rangga melangkah keluar dari dalam kamar ini. Sementara, dua orang gadis yang membuka pintu kamar berjalan di depan. Sedangkan empat orang gadis lainnya berjalan di belakang Pendekar Rajawali Sakti.

Mereka terus berjalan tanpa bicara sedikit pun juga, menyusuri lorong yang cukup panjang. Beberapa buah pintu dilewati, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan yang sangat luas. Di dalam ruangan itu sudah dipenuhi gadis cantik yang berpakaian sama, baik warna maupun potongan.

Rangga diantarkan sampai pada sebuah kursi yang masih kosong yang memang disediakan untuknya. Sementara kursi-kursi lain sudah terisi penuh. Pendekar Rajawali Sakti duduk di kursi, sejajar dengan enam orang laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali. Tapi dari pakaian dan senjata yang disandang, jelas kalau mereka dari kalangan persilatan.

"Gusti Ratu akan hadir. Harap semua berdiri untuk memberi penghormatan...!"

Tiba-tiba saja terdengar seruan yang cukup keras menggema di dalam ruangan ini. Dan semua gadis yang tadi duduk, langsung berdiri. Rangga juga ikut berdiri begitu melihat enam orang laki-laki yang duduk sebaris dengannya sudah berdiri. Saat itu, sebuah pintu berukuran besar dan memancarkan cahaya pelangi bergerak terbuka.

Dari balik pintu itu juga memancarkan cahaya terang yang sangat menyilaukan. Tampak semua gadis yang memenuhi ruangan ini membungkuk dalam-dalam. Hanya Rangga dan enam orang laki-laki lainnya yang tidak membungkuk. Tak berapa lama kemudian, terlihat seorang wanita bertubuh ramping keluar dari bias cahaya terang di pintu itu.

Tampak Ratu Lembah Kambang melangkah anggun. Pakaiannya sangat indah, namun dari bahan yang sangat tipis. Sehingga lekuk-lekuk tubuhnya begitu jelas terlihat. Wanita itu duduk di atas singgasananya. Dan pintu tempat dia keluar tadi, kembali tertutup dengan sendirinya.

"Duduklah kalian semua...!" seru Ratu Lembah Kambang sambil mengangkat tangan kanan sedikit.

Semua gadis yang memadati ruangan ini langsung duduk kembali tanpa menunggu perintah dua kali. Begitu tertib sikap mereka, bahkan tidak seorang pun yang memperdengarkan suaranya. Sehingga suasana dalam ruangan ini jadi sunyi. Beberapa saat suasana di dalam ruangan itu tetap sunyi, tanpa ada seorang pun yang membuka suara.

Sementara, Rangga terus memperhatikan keadaan sekeliling lewat sudut ekor matanya. Hatinya terus-menerus berbicara. Entah, apa yang ada dalam hati dan kepalanya saat ini. Tapi dari sudut ekor matanya, jelas sekali kalau Pendekar Rajawali Sakti tengah mengatur sebuah rencana.

"Sebelumnya, kuucapkan selamat datang pada kalian semua para pendekar gagah dan perkasa...," ucap Ratu Lembah Kambang memecah kesunyian.

Semua mata langsung tertuju pada wanita cantik yang duduk di atas singgasana merah itu. Tidak ada seorang pun yang berbicara. Dan semuanya menunggu, apa yang akan diucapkan Ratu Lembah Kambang.

"Aku merasa, malam ini merupakan malam yang sangat bersejarah, bagi diriku sebagai ratu di sini...," lanjut Ratu Lembah Kambang. "Mungkin kalian semua sudah tahu, kenapa aku mengundang kalian para pendekar gagah datang ke sini. Malam ini, aku akan mencari calon pendampingku. Dan yang kuinginkan sebagai mendampingku nanti adalah seorang pendekar gagah yang memiliki kepandaian sangat tinggi. Nah! Dari kalian semua yang berjumlah tujuh orang, aku ingin diperlihatkan kepandaian yang kalian miliki. Dan ingat kalian harus saling mengalahkan satu sama lain. Cara apa pun yang digunakan tidak ku larang. Tidak ada belas kasihan, juga tidak ada saling memaafkan. Jika kalian tidak suka dan ingin mengalah, kupersilakan untuk menikam diri sendiri."

Bukan hanya Rangga yang terkejut. Tapi keenam pendekar itu juga tersentak kaget setengah mati mendengar kata-kata wanita cantik penguasa Lembah Kambang itu. Sungguh tidak diduga kalau Ratu Lembah Kambang mempunyai peraturan seperti itu.

"Nini Ratu...!" selak salah seorang pemuda berbaju merah muda, dengan sebuah golok berwarna hitam legam yang tergenggam di tangan kanannya.

"Ya.... Ada apa, Pendekar Golok Ireng?" tanya Ratu Lembah Kambang lembut.

Pemuda berusia sekitar dua puluh delapan tahun yang cukup tampan itu bangkit berdiri dari duduknya. Sementara, yang lain memandangi dengan sinar mata sulit diartikan. Hanya Rangga saja yang menatap dengan sorot mata biasa saja, tapi keningnya terlihat sedikit berkerut.

"Aku tidak ingin bertarung tanpa alasan pasti. Dan aku juga tidak ingin mati sia-sia di sini. Dengar, Nini Ratu.... Kalau kau tidak mengijinkan aku dan yang lain keluar dari istanamu ini, aku tidak akan menjamin kehancuran istanamu!" lantang sekali suara Pendekar Golok Ireng.

Mendengar kata-kata pemuda tampan bernama Pendekar Golok Ireng itu, semua pendekar yang duduk berjajar di kursi langsung bangkit berdiri. Bahkan Rangga juga ikut bangkit berdiri. Kini, Pendekar Rajawali Sakti baru tahu kalau enam orang laki-laki yang ada di dalam ruangan ini adalah para pendekar muda yang berada pada jalan lurus.

Dan rupanya, mereka semua juga tidak senang mendapat undangan Ratu Lembah Kambang yang cukup aneh ini. Mengundang tujuh orang pendekar, hanya untuk mencari teman pendamping hidupnya di dalam istananya yang megah ini. Bahkan lewat pertarungan hidup dan mati!

"Aku peringatkan sekali lagi, tidak ada jalan untuk keluar dari istana ini tanpa seizinku. Dengar...! Kalian berada di dalam istanaku. Dan, hanya aku yang berkuasa di sini. Jadi, jangan berharap punya hak apa pun juga di sini. Kalian kuminta bertarung, dan menunjukkan kepandaian masing-masing. Dan salah satu di antara kalian yang terbaik, akan menjadi pendampingku seumur hidup...!" kata Ratu Lembah Kambang. Terdengar lembut, dan merdu suaranya, namun begitu lantang.

"Gila...! Peraturan macam apa ini...?" dengus salah seorang yang berbaju biru tua, dengan sebuah pedang tersampir di punggung. Pemuda yang wajahnya cukup tampan itu dikenal sebagai Pendekar Pedang Perak. Karena memang pedang yang disandang seluruhnya berwarna putih keperakan.

"Huh! Dasar ratu edan...!" dengus seorang pemuda lagi yang berbaju hijau. Dia membawa senjata berupa tombak pendek yang bermata dua pada kedua ujungnya, dan dikenal berjuluk Pendekar Sawung Geledek.

Gerutu-gerutuan terus terdengar dari para pendekar-pendekar muda itu. Hanya Pendekar Rajawali Sakti saja yang kelihatan diam dan tenang. Tapi, matanya terus beredar ke sekeliling, seakan tidak mempedulikan pendekar-pendekar muda lain yang merasa tertipu oleh undangan Ratu Lembah Kambang ini. Mereka benar-benar tidak tahu, kalau sebenarnya undangan Ratu Lembah Kambang ingin mencari jodoh.

Dan tentu saja membuat mereka jadi tidak senang. Mereka adalah pendekar muda yang tentu saja memiliki kepandaian tidak rendah. Di antara mereka semua tentu saja sudah pernah mendengar nama satu sama lain, di pelataran rimba persilatan. Hanya saja, belum ada yang saling mengenal. Ratu Lembah Kambang memang memilih mereka, karena terkenal di daerah masing-masing dengan kedigdayaan serta sukar dicari tandingannya.

"Sudah cukup malam. Kalian boleh mulai...!" seru Ratu Lembah Kambang.

Tapi, tidak ada seorang pun dari ke tujuh pendekar muda itu yang menuruti keinginan ratu cantik ini. Mereka hanya diam saja, dan justru dengan sikap menantang Ratu Penguasa Lembah Kambang itu. sorot mata mereka terlihat begitu tajam, memancarkan kebencian yang amat sangat Hanya Rangga saja yang masih kelihatan tenang.

Melihat ketujuh pendekar muda pilihannya tidak beranjak sedikit pun, Ratu Lembah Kambang bukannya marah, tapi malah tersenyum manis sekali. Lalu, tangannya bergerak ke depan. Ditunjuknya barisan tujuh orang gadis berbaju hijau yang bagian perut dan sebagian dadanya terbuka.

"Hup!" "Hiyaaa...!"

Tujuh orang gadis berwajah cantik dan bertubuh ramping indah menggiurkan itu langsung saja berlompatan ke depan tujuh pendekar muda pilihan Ratu Lembah Kambang ini. Di tangan mereka semua tergenggam sebilah tombak berukuran cukup panjang. Mereka membelakangi para pendekar muda itu, dan membungkuk memberi hormat pada Ratu Lembah Kambang. Lalu cepat mereka berbalik, menghadapi tujuh orang pendekar ini.

"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Heh...?!"
"Gilaaa...?!"
"Upts!"

Pendekar-pendekar muda itu jadi tersentak kaget setengah mati, begitu tiba-tiba saja tujuh orang gadis cantik ini berlompatan menyerang tanpa berkata-kata sedikit pun. Cepat-cepat mereka berlompatan menyebar, menghindari serangan tujuh orang gadis ini. Dan kini, mereka masing-masing mendapat satu lawan.

"Hiyaaa...!" "Yeaaah...!"

Ketujuh gadis cantik itu bagaikan singa betina yang menyerang tanpa henti. Akibatnya tujuh orang pendekar muda itu jadi geram juga. Dan mereka tidak lagi sungkan-sungkan, begitu menyadari kalau serangan gadis-gadis ini sungguh cepat dan berbahaya. Ujung-ujung tombak mereka berkelebatan begitu cepat, mengarah ke bagian-bagian tubuh yang mematikan.

"Hup! Yeaaah...!"

Saat itu terlihat Rangga melenting tinggi-tinggi ke udara meninggalkannya. Lalu cepat bagai kilat, Pendekar Rajawali Sakti meluruk deras ke arah Ratu Lembah Kambang yang berada di singgasananya.

"Hup! Yeaaah...!"

Rangga meluruk cepat ke arah Ratu Lembah Kambang di singgasananya.

"Hih...!"

Wanita berbaju hijau muda itu segera menghentakkan tongkatnya. Maka, dari kepala tongkat yang berbentuk bulat itu memancar cahaya merah bagai api ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

"Upts! Yeaaah...!"

Rangga cepat menghindar. Melihat Rangga meluncur bagai kilat ke arahnya, Ratu Lembah Kambang jadi terbeliak kaget tidak menyangka.

"Hih...!" Secepat kilat pula, wanita cantik berbaju hijau muda itu menghentakkan tongkat di tangan kanannya. Maka dari kepala tongkat yang berbentuk bulat berwarna merah itu memancar cahaya merah bagai api ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

"Upts! Yeaaah...!"

Cepat-cepat Rangga memutar tubuhnya di udara, menghindari serangan Ratu Lembah Kambang itu. Maka sinar merah yang memancar dari kepala tongkat ratu cantik itu lewat di antara putaran tubuh Pendekar Rajawali Sakti.

"Hap!"

Manis sekali Rangga menjejakkan kakinya kembali di lantai. Tapi pada saat itu, gadis yang tadi menjadi lawannya sudah melompat cepat menyerangnya. Tombak di tangan kanannya meluncur begitu cepat ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti.

"Hap!"

Namun dengan gerakan indah sekali, Rangga menarik tubuhnya sedikit ke kiri. Dan pada saat ujung mata tombak gadis itu lewat di depan dadanya yang miring, cepat tangan kanannya dihentakkan untuk memapak batang tombak itu.

"Yeaaah...!"
Plak!
Trak!
"Heh...?!"

Bukan hanya gadis itu yang terkejut melihat tombaknya dengan mudah dapat dipatahkan. Tapi, Ratu Lembah Kambang yang sejak tadi perhatiannya pada Pendekar Rajawali Sakti juga tersentak kaget. Dan belum lagi hilang rasa keterkejutan mereka, tiba-tiba saja Rangga sudah menarik tubuhnya ke depan. Lalu dengan kecepatan bagai kilat, diberikannya satu tendangan keras, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.

"Hiyaaa...!"

Begitu cepatnya tendangan yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga gadis cantik ini tidak sempat lagi menghindarinya. Dan....

Des!
"Akh...!"

Gadis itu memekik keras agak tertahan, begitu tendangan kaki kanan Rangga tepat menghantam dadanya yang agak terbuka. Seketika itu juga, tubuhnya terpental ke belakang sejauh dua batang tombak. Keras sekali tubuhnya menghantam lantai, dan bergulingan beberapa kali sebelum menghantam dinding dengan keras. Hanya sedikit saja gadis itu menggeliat, kemudian diam tidak bergerak gerak lagi. Mati. Dari mulutnya terlihat darah agak kental mengalir keluar.

Sementara, pendekar lain yang berjumlah enam orang masih menghadapi lawan masing-masing. Dan tampaknya, lawan mereka juga bukan gadis sembarangan dengan tingkat kepandaian yang tidak bisa dikatakan rendah. Akibatnya enam orang pendekar muda itu jadi geram.

Dan saat itu, Rangga berdiri tegak dengan sikap menantang Ratu Lembah Kambang. Sorot matanya terlihat begitu tajam, tertuju lurus pada bola mata wanita berwajah cantik bagai bidadari ini.

"Ratu Lembah Kambang...! Aku akan menantangmu dengan satu syarat!" terdengar lantang sekali suara Rangga.

"Hm.... Apa syaratmu, Pendekar Rajawali Sakti? Katakan...," sambut Ratu Lembah Kambang.

"Kalau aku bisa mengalahkanmu, kau harus membebaskan kami semua. Dan kalau kau bisa mengalahkanku, tentu aku rela menjadi pendampingmu. Tapi, kau juga harus membebaskan mereka semua," kata Rangga mengajukan syaratnya.

"Ha ha ha...!"

Ratu Lembah Kambang jadi tertawa terbahak-bahak mendengar syarat yang diajukan Pendekar Rajawali Sakti. Kata-kata Rangga yang lantang, dan suara tawa Ratu Lembah Kambang yang keras menggelegar, rupanya menarik perhatian yang lain. Hingga dalam seketika saja, pertarungan yang sedang berlangsung jadi berhenti. Dan mereka sama-sama berlompatan mundur menjauh.

Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak bersikap menantang Ratu Lembah Kambang yang cantik itu. Sedangkan enam orang pendekar muda lainnya, jadi saling berpandangan. Jelas sekali, mereka tadi mendengar kata-kata Rangga yang mengajukan permintaan. Dan mereka benar-benar tidak mengerti sikap Pendekar Rajawali Sakti yang berani menantang Ratu Lembah Kambang. Bahkan rela mengorbankan dirinya untuk kebebasan yang lain.

"Baiklah, Pendekar Rajawali Sakti. Tantanganmu kuterima," sambut Ratu Lembah Kambang, diiringi senyum manis tersungging di bibir yang selalu merah menawan.

"Tunggu...!" Baru saja Ratu Lembah Kambang bangkit berdiri dari singgasana, tiba-tiba saja Pendekar Pedang Perak berteriak lantang sambil melompat ke samping kanan Pendekar Rajawali Sakti.

"Kisanak! Kau jangan mengorbankan dirimu sendiri saja. Aku dan yang lain tentu tidak akan tinggal diam begitu saja. Kita akan menghadapi mereka semua bersama-sama," kata Pendekar Pedang Perak tegas.

"Benar...! Kami akan menghadapi mereka semua," sambut Pendekar Golok Ireng.

Dan pendekar yang Iain juga langsung menyambut gegap-gempita. Sehingga di dalam ruangan ini jadi gaduh. Pendekar-pendekar muda itu kini sudah berdiri berjajar, mengapit Pendekar Rajawali Sakti.

Sementara, Ratu Lembah Kambang jadi kelihatan berang melihat sikap pendekar-pendekar muda pilihannya. Keputusan yang diambil pendekar-pendekar muda itu membuat Rangga jadi tersenyum. Kini, dia tidak lagi merasa seorang diri. Ternyata, mereka yang juga mendapat undangan, tidak menyukai cara ratu cantik itu dalam memilih teman hidupnya.

"Manusia-manusia busuk! Kalian rupanya tidak mau diajak senang, heh...?!" dengus Ratu Lembah Kambang murka.

"Kami semua sudah merasa senang, sebelum kau membawa ke sini, Ratu Lembah Kambang," sahut Pendekar Golok Ireng tegas.

"Phuih...! Percuma kalian kubawa ke sini. Sebaiknya kalian mampus. Huh...!" dengus Ratu Lembah Kambang semakin berang.

Setelah berkata begitu, Ratu Lembah Kambang menghentakkan tongkatnya yang berwarna kuning keemasan ke lantai, tepat di ujung jari kakinya. Dan seketika itu juga, gadis-gadis cantik yang berjumlah puluhan dan memadati bagian pinggir ruangan ini, langsung berlompatan maju. Dan mereka langsung mengepung ke tujuh pendekar muda ini.

Namun tidak semua gadis itu menggenggam senjata tombak. Ada yang menghunus pedang, ada juga yang menggunakan senjata rantai, yang berbandul bulat berduri. Bahkan pada bagian atas dinding ruangan ini, terlihat puluhan gadis cantik siap dengan anak panah terpasang di busurnya. Rupanya, Ratu Lembah Kambang memang sudah mempersiapkan kalau peristiwa ini akan terjadi.

Maka gadis-gadis cantik yang merupakan bala tentaranya sudah disiap-siagakan, dan tinggal menunggu perintah. Keadaan yang tidak menguntungkan ini membuat ketujuh pendekar muda itu jadi kecut juga hatinya. Tapi sorot mata mereka tidak menampakkan kegentaran, walaupun kedudukan saat ini sama sekali tidak menguntungkan.

"Kalian lihat..! Sedikit pun tidak ada tempat untuk kalian hidup di sini. Kalau aku menginginkan kalian mati, semudah membalikkan telapak tangan!" terdengar dingin sekali nada suara Ratu Lembah Kambang.

Tujuh orang pendekar tangguh ini jadi saling melemparkan pandangan satu sama lain. Mereka sama-sama menyadari keadaan yang tidak menguntungkan ini. Cukup disadari kalau tidak mungkin bisa mengalahkan gadis-gadis yang berjumlah sedikitnya seratus orang ini. Dan lagi, gadis-gadis itu juga memiliki kepandaian yang tidak rendah. Lalu, apa yang bisa dilakukan...?

TUJUH

"Bunuh mereka semua...!" seru Ratu Lembah Kambang lantang menggelegar.

"Tunggu...!" Rangga cepat-cepat berteriak keras, sehingga membuat gadis-gadis yang sudah siap menyerang jadi menghentikan gerakannya. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melangkah maju ke depan beberapa tindak.

Sementara, enam orang pendekar muda yang tadi berdiri sejajar dengannya jadi saling berpandangan.

"Aku masih tetap menawarkan persyaratanku tadi, Nini Ratu. Biarkan mereka pergi. Dan aku akan bertarung denganmu," kata Rangga agak lantang suaranya.

Ratu Lembah Kambang terdiam. Sementara, enam pendekar lainnya juga terdiam. Memang tidak ada pilihan lain lagi bagi mereka semua, kecuali salah satu memang harus bisa mengorbankan diri. Ratu Lembah Kambang masih terdiam memandangi Pendekar Rajawali Sakti.

Tapi tidak berapa lama kemudian, pandangannya beralih ke arah enam pendekar muda lain yang masih tetap berdiri berjajar, bersikap siap bertarung. Pandangannya lalu kembali ter-tuju pada Pendekar Rajawali Sakti yang masih berdiri tegap paling depan.

Bet!

Ratu Lembah Kambang mengebutkan tangan kanannya yang menggenggam tongkat berwarna kuning keemasan yang bagian kepalanya berbentuk bulat dan berwarna merah menyala seperti api. Maka seketika, gadis-gadis yang sudah mengepung rapat-rapat pendekar muda itu bergerak mundur menjauh.

Perlahan Ratu Lembah Kambang melangkah turun dari singgasananya. Dan langkahnya baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi di depan Rangga. Sorot matanya masih terlihat cukup tajam, menembus langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Seakan-akan, dia hendak mengukur tingkat kepandaian yang dimiliki pemuda berbaju rompi putih ini.

"Aku terima tawaranmu, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi mereka harus tetap berada di sini, sampai salah satu di antara kita ada yang kalah. Mereka harus menjadi saksi...," tegas Ratu Lembah Kambang.

"Baik. Tapi, kau harus berjanji akan membebaskan mereka setelah pertarungan ini selesai," sambut Rangga.

"Tentu saja, Pendekar Rajawali Sakti. Aku tidak akan pernah mengingkari janji. Mereka akan bebas, kalau kau bisa mengalahkan aku. Tapi mereka akan mati kalau kau kalah," sambut Ratu Lembah Kambang, seraya tersenyum lebar.

Rangga jadi terdiam. Kepalanya berpaling sedikit memandangi enam orang yang berada di belakangnya. Kini dia tahu, keselamatan mereka semua sekarang berada dalam genggaman tangannya. Dan ratu cantik ini harus bisa dikalahkannya, agar mereka semua bisa bebas. Sedangkan Rangga tahu, kepandaian yang dimiliki Ratu Lembah Kambang tidak bisa dipandang ringan.

"Baik. Tawaranmu kuterima, Nini Ratu," sambut Rangga akhirnya memutuskan.

"Bagus...." Ratu Lembah Kambang tersenyum lebar menerima sambutan Pendekar Rajawali Sakti.

Sebentar kemudian, kakinya sudah bergeser ke kanan dua langkah. Sementara, tongkat emasnya diangkat sampai sejajar melintang di depan dada. Sedangkan Rangga masih tetap berdiri tegak, memperhatikan setiap gerak ratu cantik ini. Saat itu, enam orang pendekar muda yang berada di belakang Rangga sudah bergerak menyingkir, menjauhi arena pertarungan.

"Sebagai tamu, kau kupersilakan menyerang lebih dulu, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Ratu Lembah Kambang.

"Silakan, kau yang memulai, Nini Ratu," balas Rangga kalem.

"Hm..., baiklah. Tahan seranganku, Pendekar Rajawali Sakti. Yeaaah...!"

Begitu cepat Ratu Lembah Kambang mengebutkan tangan kanannya yang menggenggam tongkat berwarna kuning keemasan. Maka ujung bagian bawah tongkat yang berbentuk runcing langsung melayang ke arah dada Rangga. Kecepatannya bagai kilat, dan disertai deru angin bagai topan. Sesaat Pendekar Rajawali Sakti terkesiap. Lalu....

"Hup! Yeaaah...!"

Sedikit saja ujung tongkat Ratu Lembah Kambang lewat di depan dada, ketika Pendekar Rajawali Sakti cepat-cepat menarik kakinya ke belakang dua langkah. Tapi pada saat itu juga, Ratu Lembah Kambang sudah melesat cepat bagai kilat ke atas sampai melewati kepala pemuda itu. Dan seketika tongkatnya dikebutkan ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti.

Bet!
"Upts...!"

Untung saja Rangga cepat-cepat merunduk, sehingga sabetan tongkat itu tidak sampai menghantam kepalanya. Tapi, angin pukulan tongkat itu sempat juga membuatnya jadi limbung. Untung keseimbangan tubuhnya cepat bisa terkuasai, tepat di saat Ratu Lembah Kambang menjejakkan kakinya di belakang.

"Hih!"

Begitu cepat pula ratu cantik itu mengibaskan tongkatnya ke tubuh Pendekar Rajawali Sakti ini.

"Haiiit..!"

Hanya dengan meliukkan tubuh sedikit saja, Rangga bisa menghindari sabetan tongkat dari belakangnya. Lalu cepat-cepat tubuhnya melenting ke atas. Dan bagaikan kilat tubuhnya menukik deras dengan kedua kaki bergerak berputaran cepat, mengarah ke kepala wanita cantik penguasa Lembah Kambang ini.

"Hiyaaa...!"
"Aikh...!"
Wuk!

Ratu Lembah Kambang jadi tersentak kaget, menerima serangan dari jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Bergegas tongkatnya diputar ke atas kepala. Tapi tanpa diduga sama sekali, Rangga sudah cepat menarik kakinya. Dan secepat itu pula, tubuhnya berbalik. Lalu, langsung dilepaskannya satu pukulan keras bertenaga dalam sempurna dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.

"Yeaaah...!"
"Ikh...!"

Kembali Ratu Lembah Kambang jadi terbeliak menghadapi serangan-serangan cepat dan tidak terduga dari Pendekar Rajawali Sakti. Maka cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang Namun, ternyata Rangga sudah merubah jurusnya menjadi 'Sayap Rajawali Mem-belah Mega'

Wuk!

Tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti mengibas cepat luar biasa, hingga Ratu Lembah Kambang tidak dapat lagi menghindari. Dan...

Begkh!
"Akh...!"

Ratu Lembah Kambang terpental cukup jauh ke belakang, begitu dadanya terkena kibasan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti yang menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Begitu keras kibasan tangannya, sehingga punggung Ratu Lembah Kambang sampai menghantam dinding. Dan dia kembali terpekik, bersamaan dengan hancurnya dinding istana ini.

Saat itu juga, tanpa sadar enam orang pendekar lainnya jadi bersorak melihat Ratu Lembah Kambang terkapar di antara reruntuhan dinding istananya sendiri. Namun kegembiraan mereka hanya sebentar saja, karena Ratu Lembah Kambang sudah bisa cepat bangkit lagi. Dan dia melangkah agak terhuyung-huyung menghampiri Rangga yang berdiri tegak menantinya. Tampak dari sudut bibir wanita itu mengalir darah kental berwarna agak kehitaman. Sambil mendengus berang, disekanya darah di bibirnya.

"Phuih! Kau belum menang, Pendekar Rajawali Sakti...!" dengus Ratu Lembah Kambang geram.

"Hmmm...!" Rangga hanya tersenyum saja sambil menggumam pelan. Begitu tipis senyumnya, sehingga hampir tidak terlihat. Sementara Ratu Lembah Kambang sudah bisa menguasai pernafasannya yang tadi mendadak jadi terasa sesak, akibat dadanya terkena kibasan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti.

"Hih!"
Bet!

Ratu Lembah Kambang mengebutkan tongkatnya ke depan, sambil mendengus berat. Dan seketika itu juga, dari ujung tongkatnya yang berbentuk bulat merah meluncur sinar merah bagai api ke arah Rangga dengan begitu cepat.

"Hup!"

Dan hanya sedikit saja tubuh Pendekar Rajawali Sakti miring ke kanan, sinar merah itu lewat di sampingnya. Tapi tanpa diduga sama sekali, Ratu Lembah Kambang mengibaskan tongkatnya ke samping. Sehingga, cahaya merah yang memancar dari kepala tongkatnya bergerak cepat, mengikuti gerakan tubuh Pendekar Rajawali Sakti.

"Upts! Gilaaa...!"

Untung saja Rangga cepat melihat. Maka langsung dia menjatuhkan diri dan beberapa kali bergulingan di lantai yang keras dan licin berkilat ini. Lalu dengan gerakan manis sekali, Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri. Namun baru saja kakinya menjejak tanah, Ratu Lembah Kambang sudah menyerang lagi dengan cepat.

"Hih!
Yeaaah...!"
"Hup! Hiyaaa...!"

Kembali Rangga harus berjumpalitan di udara, menghindari sinar-sinar merah yang memancar dari kepala tongkat Ratu Lembah Kambang. Begitu dahsyat sinar-sinar merah itu, sehingga dinding-dinding istana yang kokoh sampai hancur terhantam. Sementara, Rangga terus berjumpalitan menghindari tanpa sedikit pun memiliki kesempatan untuk balas menyerang.

Tampaknya, Ratu Lembah Kambang benar-benar ingin membinasakan pemuda berbaju rompi putih yang dikenal berjuluk Pendekar Rajawali Sakti. Pertarungan antara Ratu Lembah Kambang dan Pendekar Rajawali Sakti terus berlangsung semakin sengit. Entah, sudah berapa jurus yang digelar. Tapi, belum juga ada tanda-tanda kalau pertarungan bakal berakhir.

Bahkan kini pertarungan meningkat bukan hanya menggunakan jurus-jurus olah kanuragan, tapi sudah menggunakan ilmu-ilmu kedigdayaan yang dahsyat. Sehingga, seluruh istana ini jadi bergetar bagaikan diguncang gempa. Ruangan tempat pertarungan pun sudah tidak lagi berbentuk. Tapi pertarungan terus berlanjut, seperti tidak akan pernah berakhir.

Sementara, bukan hanya enam pendekar undangan Ratu Lembah Kambang saja yang cemas. Tapi semua gadis abdi ratu cantik itu juga jadi deg-degan. Sedangkan keadaan istana ini semakin bertambah rusak saja. Mereka cemas kalau-kalau istana ini runtuh, akibat pertarungan yang semakin meningkat menggunakan aji-aji kesaktian.

"Keluar kalian semua! Yeaaah...!" Tiba-tiba saja Rangga berseru keras menggelegar, membuat seluruh dinding ruangan ini jadi bergetar.

Seruan Pendekar Rajawali Sakti memang sangat mengejutkan. Dan tiba-tiba saja pemuda berbaju rompi putih itu melesat tinggi sekali ke udara. Lalu cepat bagai kilat, tubuhnya meluruk deras sambil menghentakkan tangannya ke depan dada. Kemudian dengan kecepatan penuh, kedua tangannya direntangkan ke samping. Dan begitu kakinya menjejak lantai....

"Aji Bayu Bajra! Yeaaah...!"

Belum lagi teriakan Pendekar Rajawali Sakti menghilang dari pendengaran, tiba-tiba saja di ruangan ini terjadi badai topan yang begitu dahsyat. Akibatnya, mereka yang berada di dalam ruangan istana itu jadi tersentak kaget setengah mati. Tapi belum sempat berbuat sesuatu, angin badai ciptaan Pendekar Rajawali Sakti sudah menghantam, sehingga membuat tubuh-tubuh mereka bagaikan kapas terhempas angin.

Jerit pekik melengking tinggi seketika itu juga terdengar saling sambut memenuhi ruangan berukuran sangat luas ini, bercampur baur deru angin topan. Bukan hanya tubuh-tubuh mereka yang terlempar, tapi juga batu-batu pecahan dinding pun ikut beterbangan, terhempas hembusan angin badai ini.

Sementara itu, terlihat Ratu Lembah Kambang berdiri tegak dengan tongkat tertanam dalam ke lantai. Sedangkan enam orang pendekar itu berusaha menahan gempuran angin badai, dengan mengerahkan tenaga dalam. Namun, pijakan mereka terus bergeser, tidak sanggup menahan gempuran angin badai topan ciptaan Pendekar Rajawali Sakti.

"Hap!"

Tiba-tiba Rangga mencabut aji kesaktiannya yang sangat dahsyat itu. Dan sebelum ada yang sempat menyadari, tubuhnya sudah melesat begitu cepat menerjang ke arah Ratu Lembah Kambang.

"Hiyaaat...!"
"Heh...?! Upts!"
Bet!

Cepat-cepat Ratu Lembah Kambang mencabut tongkatnya yang tadi sampai terbenam ke dalam lantai. Lalu secepat itu pula dikebutkannya ke depan. Tapi tanpa diduga sama sekali, Rangga sudah melenting ke udara, dan berputaran dua kali. Lalu saat itu juga, tubuhnya meluruk deras sambil mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.

"Edan! Hih...!"

Ratu Lembah Kambang jadi gusar mendapatkan serangan Rangga yang beruntun dan sangat cepat luar biasa. Cepat-cepat wanita itu melompat ke belakang, sambil mengebutkan tongkatnya ke atas kepala.

"Hap!"

Tapi Rangga sudah kembali memutar tubuhnya dan menjejakkan kakinya di lantai dengan indah sekali. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya sehingga sedikit pun tidak terdengar suara saat kedua kakinya menjejak lantai tadi.

"Cepat kalian keluar...!" seru Rangga sambil berpaling sedikit kepada enam orang pendekar muda yang masih tetap berada di dalam ruangan itu.

"Yeaaah...!"

Namun pada saat yang sama, Ratu Lembah Kambang sudah mengebutkan tongkatnya sambil melompat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

"Haiiit..!"

Cepat sekali gerakan Rangga dalam menghindari kebutan tongkat ratu cantik ini. Dan pada saat kepala tongkat berwarna merah itu lewat di depan dada, cepat bagai kilat dilepaskannya satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga sempurna.

"Yeaaah...!"
"Heh...?!"

Ratu Lembah Kambang jadi tersentak kaget. Sungguh tidak disangka kalau Rangga dapat melakukan serangan, di saat dirinya tengah terserang. Dan begitu terkejutnya, sehingga....

Diegkh!
"Akh...!"

Ratu Lembah Kambang tidak sempat lagi berkelit menghindar, ketika pukulan Pendekar Rajawali Sakti tepat menghantam dadanya. Akibatnya, wanita cantik penguasa Lembah Kambang itu jadi terpental ke belakang sejauh dua batang tombak. Lalu keras sekali tubuhnya menghantam dinding, hingga jebol berantakan.

Begitu kerasnya pukulan Pendekar Rajawali Sakti tadi, membuat tubuh ratu cantik itu terus meluncur deras walaupun sudah menghancurkan dinding istana yang terbuat dari batu ini. Saat itu, Rangga masih sempat berpaling. Ditatapnya enam orang pendekar muda yang belum juga beranjak dari tempatnya.

Kelihatannya, mereka seperti tidak ingin tertinggal untuk menyaksikan pertarungan dahsyat ini, yang mungkin tidak bisa disaksikan lagi untuk yang kedua kali. Maka tak heran kalau mereka seperti tidak mempedulikan permintaan Rangga untuk meninggalkan istana ini.

"Kenapa kalian masih tetap di sini?! Cepat tinggalkan istana ini!" agak keras suara Rangga. Namun belum juga keenam pendekar muda itu bisa membuka suara, tiba-tiba saja....

Glarrr...!
"Heh...?!"
"Hah...?!"

Mereka semua jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba terdengar ledakan yang begitu dahsyat. Maka seketika seluruh dinding bangunan istana ini jadi bergetar hebat, bagai diguncang gempa. Bahkan langit-langit ruangan ini pun sempat runtuh sedikit.

"Sebentar lagi, istana ini akan runtuh. Sebaiknya kalian cepat keluar dari sini," kata Rangga meminta keenam pendekar muda itu keluar.

"Tapi, bagaimana denganmu, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Pendekar Golok Ireng.

"Aku akan membereskan Ratu Lembah Kambang dulu," sahut Rangga. "Cepatlah kalian keluar, sebelum istana ini benar-benar runtuh."

Enam pemuda itu saling berpandangan sejenak, kemudian bergegas keluar dari dalam ruangan ini, melalui pintu yang sudah hancur berkeping-keping. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak beberapa saat. Dan kakinya baru melangkah menghampiri dinding yang jebol akibat terlanda tubuh Ratu Lembah Kambang tadi, setelah melihat enam pendekar muda itu sudah keluar dari dalam istana ini.

Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan kakinya di ruangan lain, mendadak kedua bola matanya jadi terbeliak. Bahkan mulutnya sampai ternganga lebar.

"Heh...?!"

DELAPAN

Hampir-hampir Rangga tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Di dalam ruangan yang juga berukuran besar, Ratu Lembah Kambang terlihat berdiri tegak di belakang seorang gadis cantik berbaju biru muda. Sebilah pedang berwarna merah menyala yang tergenggam erat di tangan kanan Ratu Lembah Kambang tampak menempel di tenggorokan gadis itu.

Sedangkan tangan kirinya yang menggenggam sebuah kipas putih berada di perut gadis itu. Yang membuat Rangga jadi terbeliak, gadis itu adalah Pandan Wangi. Dan tampaknya gadis berjuluk si Kipas Maut itu benar-benar tidak berdaya, terbelenggu rantai pada tangan, kaki, dan tubuhnya.

"Sebaiknya menyerahlah, kalau tidak ingin kepala kekasihmu terpisah dari lehernya, Pendekar Rajawali Sakti," dingin sekali suara Ratu Lembah Kambang mengancam.

"Pengecut..!" desis Rangga menggeram.

"Hik hik hik...! Kau tidak punya pilihan lain lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Hanya ada satu pilihan buatmu. Menyerang, atau kekasihmu terbang ke neraka."

"Jangan pedulikan dia, Kakang. Jangan menyerah...!" sentak Pandan Wangi.

"Diam! Hih...!"
Diegkh!
"Akh...!"

Pandan Wangi jadi terpekik, begitu ujung gagang pedangnya sendiri yang kini dikuasai Ratu Lembah Kambang, menghantam keras pelipisnya. Seketika, darah mengucur keluar dari pelipis yang sobek.

"Jahanam...!" bentak Pendekar Rajawali Sakti. Rangga semakin geram melihat tindakan wanita cantik penguasa Lembah Kambang ini. Kedua tangannya sudah terkepal, dan matanya berapi-api menahan kemarahan. Tampaknya Ratu Lembah Kambang memang menguasai keadaan.

Pendekar Rajawali Sakti itu kini benar-benar terjepit, dan benar-benar sukar menentukan pilihan lagi. Namun di saat Rangga tengah kebingungan, tiba-tiba saja....

Wusss...!
"Heh...?!"

Ratu Lembah Kambang jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba saja sebatang anak panah meluncur deras kearahnya dari sebelah kanan. Begitu terkejutnya, sehingga langsung mendorong Pandan Wangi sambil melompat ke belakang. Sementara, panah itu terus meluncur, hingga....

Crab!
"Akh...!"
"Pandan..!"

Rangga cepat-cepat melompat, langsung menyambar tubuh Pandan Wangi yang menggeletak di lantai. Cepat dibawanya gadis itu ke tempat yang cukup jauh dari jangkauan Ratu Lembah Kambang. Untung saja anak panah yang melesat tadi hanya menancap di bahu kanannya, sehingga tidak sempat merenggut nyawa si Kipas Maut ini.

"Keparat..!" desis Rangga geram setengah mati. Cepat Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri, dan melompat hendak menerjang Ratu Lembah Kambang.

Tapi belum juga sampai, tiba-tiba saja dari atas sudah meluncur sebuah bayangan kuning ke arah ratu cantik penguasa Lembah Kambang ini. Pada saat yang sama, Ratu Lembah Kambang sudah mengebutkan Pedang Naga Geni milik Pandan Wangi yang berada di tangan kanannya, ke arah bayangan kuning itu.

Wuk!

Cahaya merah langsung berkelebat, begitu Pedang Naga Geni dikebutkan. Mendapat serangan ini, bayangan kuning itu melesat balik dengan kecepatan luar biasa sekali. Beberapa kali bayangan kuning itu berputaran di udara, lalu ringan sekali hinggap di atas tembok yang tinggal setengahnya lagi. Saat itu, terlihat kalau bayangan kuning tadi adalah seorang gadis cantik berbaju kuning muda.

"Rahmita...," desis Rangga langsung mengenali gadis itu.

Dan pada saat itu juga, Ratu Lembah Kambang sudah melesat begitu cepat ke arah gadis berbaju kuning yang dikenali Rangga sebagai Rahmita.

"Hiyaaat..!"
"Rahmita, awasss...!"
"Hup! Yeaaah...!"

Rahmita cepat melenting ke udara, begitu Ratu Lembah Kambang membabatkan Pedang Naga Geni ke arahnya. Begitu cepat sabetan pedang bercahaya merah itu, sehingga Ratu Lembah Kambang tidak dapat menguasainya lagi. Dan sabetan pedang itu langsung menghantam tembok baru yang tinggal setengahnya.

Glarrr...!!!

Ledakan seketika terdengar, bersamaan hancurnya dinding batu yang terhantam Pedang Naga Geni.

"Hiyaaa...!"

Rangga yang tahu betul akan kedahsyatan Pedang Naga Geni milik Pandan Wangi itu, tidak bisa lagi tinggal diam. Dia tidak ingin Rahmita celaka, karena belum mengetahui kedahsyatan Pedang Naga Geni yang kini berada di tangan Ratu Lembah Kambang. Secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti melesat menerjang, sebelum Ratu Lembah Kambang bisa menyerang Rahmita.

Sret!
Cring!
Bet!

Secepat itu pula Pendekar Rajawali Sakti mencabut pedang pusakanya dari punggung, dan membabatkannya ke arah dada ratu cantik penguasa Lembah Kambang ini. Seketika cahaya biru berkelebat begitu cepat, bersamaan tercabutnya Pedang Pusaka Rajawali Sakti dari warangka di punggung Rangga.

"Haiiit..!"
Bet!

Ratu Lembah Kambang cepat-cepat menangkis serangan Pendekar Rajawali Sakti dengan Pedang Naga Geni. Begitu cepat serangan Rangga, sehingga benturan antara dua pedang berpamor dahsyat itu tidak bisa dihindari. Dan....

Trang!
Glarrr...!

Kembali terdengar ledakan dahsyat menggelegar, begitu dua pedang itu beradu tepat di depan dada Ratu Lembah Kambang.

"Ikh...!" Ratu Lembah Kambang tampak terperanjat, dan langsung terdorong ke belakang dua langkah.

Tapi pada saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti sudah kembali melancarkan serangan menggunakan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Begitu cepat serangannya, sehingga membuat Ratu Lembah Kambang terpaksa harus berjumpalitan menghindarinya. Dan beberapa kali pula pedangnya harus dibabatkan mencoba menangkis serangan pedang yang memancarkan cahaya biru berkilauan itu.

Namun gerakan-gerakan pedang yang dilakukan Rangga, memang sangat indah dan cepat luar biasa. Sehingga beberapa kali pula Ratu Lembah Kambang hampir kecolongan. Untung saja, dia masih bisa menghindarinya.

Setelah beberapa gebrakan berlangsung, Ratu Lembah Kambang mulai terlihat goyah pertahanannya. Bahkan gerakan-gerakannya jadi tidak beraturan. Rangga yang tahu, lawannya ini sudah terpengaruh jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang semakin gencar dikerahkannya.

"Phuihhh...!"

Namun Ratu Lembah Kambang rupanya cepat menyadari ketidakseimbangan gerakan jurus-jurusnya. Dan secepat itu pula disadari adanya pengaruh dari jurus yang dimainkan Pendekar Rajawali Sakti. Maka dengan cepat tubuhnya melesat ke belakang sejauh setengah batang tombak, tepat di saat Rangga mengarahkan pedangnya ke kaki.

"Hap!"
Tap!

Manis sekali Ratu Lembah Kambang melompat, lalu mendarat kembali di lantai. Pedangnya langsung disilangkan di depan dada, dan membuang kipas baja putih milik Pandan Wangi yang sejak tadi berada di tangan kirinya. Tampaknya kipas itu dianggapnya sama sekali tidak berguna.

Perlahan wanita itu menggeser kakinya ke kanan, menghampiri tongkatnya yang bersandar di dinding. Tangan kirinya menjulur, lalu mengambil tongkat berwarna kuning keemasannya. Kemudian Pedang Naga Geni dipindahkan ke tangan kiri, sementara tongkatnya tergenggam di tangan kanan.

Pada saat yang sama Rangga sudah menyilangkan pedangnya di depan dada. Terlihat Pendekar Rajawali Sakti menempelkan telapak tangan kirinya pada mata pedang dekat tangkainya. Sedangkan kedua kakinya sudah merenggang cukup lebar. Dari sikapnya itu, jelas kalau Rangga tengah mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma' yang sangat dahsyat dan belum ada tandingannya.

"Hiyaaat...!" Bagaikan kilat, Ratu Lembah Kambang melompat sambil mengebutkan tongkatnya ke depan. Dan saat itu juga...

"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"

Wusss!

"Heh...?!" Ratu Lembah Kambang jadi tersentak kaget setengah mati begitu tiba-tiba Rangga menghentakkan pedangnya ke depan. Seketika dari ujung mata pedang itu memancar gumpalan cahaya biru berkilauan yang begitu cepat bagai kilat, hingga Ratu Lembah Kambang tidak sempat lagi menghindar. Dan....

Slap!

"Akh...!" Ratu Lembah Kambang jadi terpekik, begitu tubuhnya terhantam cahaya biru yang memancar dari pedang Pendekar Rajawali Sakti. Dan seketika itu juga, seluruh tubuhnya sudah terselubung sinar biru yang semakin banyak menggumpal.

"Akh...!" Ratu Lembah Kambang menggeliat-geliat, berusaha melepaskan diri dari selubung cahaya biru itu. Tapi semakin keras berusaha, semakin banyak saja tenaganya terkuras. Ratu Lembah Kambang tidak menyadari kalau aji 'Cakra Buana Sukma' yang dilepaskan Rangga mempunyai kekuatan yang mampu menyedot kekuatan lawan. Sungguh hal itu sama sekali tidak disadari. Sehingga semakin keras dia berusaha, semakin banyak pula tenaganya yang terkuras.

"Yeaaah...!" Rangga semakin kuat mengerahkan aji kesaktiannya yang sangat dahsyat itu. Maka semakin banyak saja kekuatan Ratu Lembah Kambang yang terkuras. Hingga akhirnya, wanita itu benar-benar tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Seluruh tenaganya sudah terkuras habis. Dan pada saat itu juga....

"Hiyaaat...!" Sambil berteriak keras menggelegar, Rangga melenting ke depan. Lalu cepat sekali pedangnya diangkat ke atas. Dan begitu cahaya biru yang memancar dari pedang itu tertarik, secepat kilat Rangga membabatkan pedangnya ke leher Ratu Lembah Kambang.

Cras!

"Aaa...!" Jeritan panjang melengking tinggi seketika itu terdengar menyayat. Tampak Ratu Lembah Kambang berdiri tegak dengan kedua bola mata terbeliak lebar. Sementara Rangga sudah menjejakkan kakinya kembali di lantai.

Cring!
Bruk!

Tepat di saat Pendekar Rajawali Sakti memasukkan pedangnya kembali ke dalam warangka di punggung, tubuh Ratu Lembah Kambang yang juga dikenal bergelar Pelangi Lembah Kambang atau Dewi Pelangi itu ambruk ke lantai. Sedikit pun tubuhnya tidak bergerak-gerak lagi, dengan kepala langsung terpisah dari leher. Darah menyembur deras sekali, keluar dari batang lehernya yang buntung tak berkepala lagi.

"Hhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang-panjang. Sebentar dipandanginya Ratu Lembah Kambang yang tergeletak tidak bernyawa lagi. Kemudian dihampirinya Pandan Wangi yang kini ditemani Rahmita. Dan pada saat itu, terlihat enam orang pendekar muda berdatangan. Mereka menarik napas lega, begitu melihat Ratu Lembah Kambang sudah terkapar tidak bernyawa lagi.

"Bagaimana lukamu, Pandan?" tanya Rangga.

"Tidak begitu dalam panahnya menembus bahu ku," sahut Pandan Wangi seraya bangkit berdiri, diikuti Rahmita.

"Maaf, seharusnya aku tidak meninggalkan mu," ucap Rangga.

"Ah! Sudahlah, Kakang," desah Pandan Wangi.

"Aku memang ditipu ratu setan itu." Rangga mengalihkan pandangan pada Rahmita. "Terima kasih atas bantuanmu mencabut panah itu, Rahmita," ucap Rangga.

"Seharusnya aku yang berterima kasih padamu, Rangga. Kau sudah membalaskan kematian guru dan seluruh saudara-saudara seperguruanku," sahut Rahmita.

"Hm.... Ratu Lembah Kambang membunuh gurumu...?" tanya Rangga agak menggumam terkejut.

"Ya! Akulah satu-satunya murid Padepokan Dara Wulung yang bisa lolos dari kekejaman Ratu Lembah Kambang."

"Oh...," Rangga mendesah, tidak menyangka kalau Rahmita adalah murid Padepokan Dara Wulung.

"Guruku memang sudah mengetahui akan kedatangan Ratu Lembah Kambang. Itu sebabnya dia mengirim surat padamu dan memintamu datang ke padepokan, Rangga," jelas Rahmita lagi.

"Ya! Sayangnya, aku datang terlambat," desah Rangga menyesali.

"Tapi, kau sudah membalasnya, Rangga."

Rangga hanya tersenyum saja. "Rahmita, kenapa Ratu Lembah Kambang menghancurkan padepokanmu?" tanya Rangga lagi.

"Dia kecewa, karena mengira akan menemukan pemuda-pemuda gagah di sana untuk dijadikan pendampingnya. Dan kekecewaannya itu dilampiaskan dengan membantai kami semua. Untung saja, aku bisa selamat, dan bisa keluar dari padepokan," jelas Rahmita lagi.

"O..., jadi sebenarnya selama ini kau sudah tahu...?"

"Maaf. Aku tidak bisa membuka siapa diriku sebenarnya, karena khawatir Ratu Lembah Kambang mengenaliku," ujar Rahmita.

"Tapi kenyataannya dia tidak mengenalimu, kan...? Lalu, siapa orang-orang bertampang kasar yang pernah mengeroyokmu. Dan siapa pula Setan Kembar Jubah Merah yang juga mengeroyokmu? Apa masalahnya sehingga kau berurusan dengan mereka?" berondong Pendekar Rajawali Sakti, mengungkapkan ganjalan hatinya.

"Orang-orang bertampang kasar yang pernah mengeroyokku sebenarnya para murid Setan Kembar Jubah Merah, yang memang ingin menghancurkan Padepokan Dara Wulung. Mereka memang mempunyai dendam pribadi pada guruku," jelas Rahmita.

Rangga hanya manggut-manggut mendengar penjelasan gadis itu. Namun, saat itu terdengar suara gemuruh yang mengguncangkan seluruh bangunan ista-na di Lembah Kambang ini. Mereka semua jadi tersentak kaget.

"Cepat keluar. Tempat ini akan segera hancur...!" seru Rangga langsung menyadari. Secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti menyambar Pandan Wangi yang masih kelihatan lemah, lalu melesat keluar.

Sedangkan Rahmita dan enam orang pendekar muda undangan Ratu Lembah Kambang segera mengikuti. Begitu mereka cukup jauh berada di luar bangunan megah Istana Lembah Kambang, seketika bangunan istana itu hancur, hingga membuat seluruh lembah ini jadi berguncang. Debu membubung tinggi ke angkasa, mengiringi kehancuran istana itu, akibat pertarungan dahsyat antara Rangga melawan Ratu Lembah Kambang tadi.

Sementara, Rangga sudah menurunkan Pandan Wangi perlahan-lahan, kemudian berbalik. Dipandanginya Istana Lembah Kambang yang sudah hancur, rata dengan tanah.

"Hhh...! Tamat sudah keangkuhannya...," desah Pendekar Pedang Perak.

Rangga berpaling sedikit pada pendekar muda itu.

"Untung kau bisa mengalahkannya, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Pendekar Golok Ireng

"Ya! Kalau tidak.., entah apa jadinya dunia ini," sambung yang lainnya.

Rangga hanya tersenyum saja. Sebenarnya diakui kalau tadi hampir saja tidak sanggup menandingi ketangguhan Ratu Lembah Kambang. Kalau saja tidak memiliki aji pamungkas yang sangat dahsyat itu, entah apa jadinya. Barangkali, saat ini dia sudah terkubur bersama istana yang hancur itu.

Setelah cukup puas memandangi kehancuran Istana Lembah Kambang, enam orang pendekar muda itu meninggalkan lembah ini. Kini tinggal Rangga, Pandan Wangi, dan Rahmita yang masih ada.

"Kau akan pergi ke mana, Rahmita?" tanya Rangga.

"Ke Padepokan Melati Putih," sahut Rahmita. "Di sana aku bisa memperdalam kepandaianku."

"Memang sebaiknya begitu, Rahmita. Kau pasti akan diterima dengan tangan terbuka, karena guru Padepokan Melati Putih memang adik kandung gurumu," sambut Rangga senang.

"Mudah-mudahan saja, Rangga." Rahmita kemudian meninggalkan kedua pendekar dari Karang Setra itu, setelah berpamitan.

Sementara Pandan Wangi masih tetap duduk di atas batang kayu yang roboh. Dan Rangga kemudian menghampirinya. "Kau kuat berjalan, Pandan?" tanya Rangga.

"Aku belum lumpuh, Kakang," sahut Pandan Wangi agak mendengus.

Lagi-lagi Rangga hanya tersenyum saja. Kemudian, mereka melangkah beriringan meninggalkan Lembah Kambang yang indah ini. Namun baru saja berjalan sejauh sepuluh batang tombak, Rangga menghentikan ayunan kakinya. Tubuhnya langsung berbalik kembali menatap ke arah reruntuhan bangunan Istana Lembah Kambang.

"Ada apa, Kakang?" tanya Pandan Wangi.

"Ah, tidak apa-apa...," sahut Rangga cepat-cepat. Pendekar Rajawali Sakti kembali berbalik dan melangkah lagi diikuti Pandan Wangi di sebelah kanan. Mereka terus berjalan tanpa bicara lagi sedikit pun juga.

S E L E S A I

EPISODE BERIKUTNYA: KEMELUT HUTAN DANDAKA

Pelangi Lembah Kambang

Pendekar Rajawali Sakti

PELANGI LEMBAH KAMBANG


SATU
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!" "Yeaaah...!"

Seorang pemuda tampan berbaju rompi putih tampak tengah memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Akibatnya kuda hitam tunggangannya berlari bagaikan angin saja. Debu membubung tinggi ke angkasa, membuat seorang gadis yang juga menunggang kuda di belakangnya jadi tertinggal semakin jauh.

Pemuda tampan itu terus memacu kudanya. Sehingga, tubuhnya seperti terguncang-guncang turun-naik. Tampak pedang bergagang kepala burung yang tersampir di balik punggungnya seperti hendak mencelat, untuk kemudian tenggelam lagi. Melihat ciri-cirinya, tampaknya pemuda itu adalah Pendekar Rajawali Sakti.

Sementara itu, gadis di belakang Rangga atau Pendekar Rajawali Sakti sudah begitu cepat menggebah kudanya. Tapi, tetap saja kuda putih tunggangannya tidak bisa menyamai kecepatan lari kuda hitam yang bernama Dewa Bayu. Maka, gadis yang memang Pandan Wangi semakin jauh saja tertinggal di belakang.

"Kakang, tunggu...!" seru Pandan Wangi sekuat-kuatnya, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.

Teriakan Pandan Wangi terdengar keras, menggema ke seluruh daerah kaki Gunung Brambang ini. Sementara, jauh di depannya terlihat Rangga menghentikan lari kudanya. Namun, debu masih cukup tebal mengepul tinggi di angkasa. Pandan Wangi segera menggebah kudanya, agar berpacu lebih cepat lagi. Kuda putih itu meringkik dan mendengus-dengus, memaksakan diri agar lebih cepat sampai pada Pendekar Rajawali Sakti.

"Hooop...!"

Pandan Wangi langsung menarik tali kekang kudanya, begitu dekat dengan Rangga yang masih duduk di atas punggung kudanya. Kuda putih itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi, membuat Pandan Wangi jadi sedikit kerepotan dibuatnya.

"Hup!"

Gadis berjuluk si Kipas Maut itu cepat melompat turun, setelah kuda putih tunggangannya bisa tenang. Sementara, Rangga masih tetap duduk memandangi di atas punggung kuda hitamnya. Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti dibalas Pandan Wangi dengan sorot mata yang sangat tajam.

"Kenapa, Pandan...?" tanya Rangga melihat Pandan Wangi memberengut.

"Kau jalan saja sendiri...!" dengus Pandan Wangi, tetap memberengut.

Rangga jadi tersenyum. Dia tahu, gadis ini kesal karena tadi sempat tertinggal jauh. Saat ini, mereka memang sedang memburu waktu. Sungguh tadi tidak disadari Rangga kalau kecepatan lari kuda hitamnya tidak ada tandingannya di jagat raya ini. Dewa Bayu memang bukan kuda sembarangan. Kecepatan larinya seperti kilat, sehingga sulit sekali terkejar.

Walaupun orang yang mengejarnya memiliki ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna, tapi tidak akan mampu menyamai kecepatan lari Dewa Bayu tunggangan Pendekar Rajawali Sakti. Rangga turun dari kudanya. Dihampirinya si Kipas Maut yang masih saja memberengut sambil memegangi tali kekang kudanya. Rangga tahu, hati Pandan Wangi tengah kesal.

"Maaf, Pandan. Tadi aku lupa," ucap Rangga lembut, seraya memberi senyuman manis sekali.

"Huh! Sekarang minta maaf. Nanti juga sudah lupa lagi!" dengus Pandan Wangi, masih tetap memberengut.

Namun Rangga jadi tersenyum geli. Walaupun wajahnya memberengut begitu, tapi Pandan Wangi sempat juga melirik padanya. Dia tahu gadis itu hanya menunjukkan kemanjaannya saja. Tapi patut diakui kalau sedang memberengut begini, Pandan Wangi jadi kelihatan cantik.

Rangga jadi ingat kata orang-orang. Kalau ingin melihat kecantikan wanita yang sesungguhnya, buatlah wanita itu jadi marah lebih dulu. Biasanya, kecantikan seorang wanita akan timbul di saat sedang marah. Dan memang benar, Pandan Wangi terlihat lebih cantik kalau sedang marah begini. Apa lagi, kemarahan yang disertai, kemanjaannya.

Perlahan Rangga mengulurkan tangannya. Disentuhnya lembut dagu gadis itu dengan ujung jarinya. Dengan sikap lembut dan perlahan, diangkatnya wajah Pandan Wangi. Dan kini, pandangan mereka jadi bertemu.

"Kau cantik sekali kalau lagi marah, Pandan...," ucap Rangga.

"Edan...!" dengus Pandan Wangi.

Wajah gadis itu seketika jadi memerah. Dan saat itu juga, Rangga malah tertawa terbahak-bahak, sehingga membuat wajah Pandan Wangi semakin bersemu merah dadu. Tanpa sadar, gadis itu mengayunkan pukulannya ke dada Pendekar Rajawali Sakti.

Duk!
"Ugkh...!"

Rangga jadi melenguh dan tawanya seketika lenyap. Tanpa disadari tadi, Pandan Wangi memukul cukup keras. Akibatnya tubuh Pendekar Rajawali Sakti jadi terdorong dua langkah, lalu limbung terhuyung-huyung. Dan seketika itu juga, pemuda yang selalu berbaju rompi putih itu ambruk ke tanah.

"Kakang...?!" Pandan Wangi jadi menjerit kaget.

Terlebih lagi, begitu melihat Rangga menggeletak dengan mata terpejam. Sedikit pun tidak terlihat gerakan pada dadanya, sehingga membuat Pandan Wangi jadi bingung seketika.

"Kakang...."

Pandan Wangi cepat menubruk tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Tapi pada saat itu juga, tangan Rangga bergerak. Langsung dipeluknya pinggang ramping si Kipas Maut ini.

"Eh...?!" Pandan Wangi kembali tersentak kaget.

"Ha ha ha...!"

"Kunyuk...!" maki Pandan Wangi langsung memberengut. Tapi, Rangga terus saja tertawa terbahak-bahak, membuat wajah gadis itu semakin berlipat.

"Tidak lucu...!"

Pandan Wangi memberontak, mencoba melepaskan diri dari pelukan Pendekar Rajawali Sakti. Sekali sentak saja, pelukan tangan Rangga di pinggangnya sudah terlepas. Cepat cepat Pandan Wangi melompat bangkit berdiri.

Sementara, Rangga hanya duduk saja dengan tangan kiri menopang lututnya yang tertekuk. Senyum di bibir Pendekar Rajawali Sakti terkembang lebar. Sementara, Pandan Wangi semakin mem-berengut sambil bersungut-sungut. Wajahnya kelihatan kesal, tapi di dalam hatinya juga tetap geli. Gadis itu kemudian mengambil tempat, duduk di atas sebatang akar yang menyembul dan dalam tanah. Sementara, Rangga masih tetap duduk setengah tiduran di rerumputan.

Pandan Wangi masih saja memasang wajah masam. Sedangkan suara tawa Rangga sudah tidak terdengar lagi. Dan untuk beberapa saat, mereka berdua terdiam. Hanya saja sesekali mereka saling melemparkan pandang. Dan kalau pandangan mata satu sama lain bertemu, Pandan Wangi cepat-cepat mengalihkan ke arah lain.

Entah kenapa, walaupun sudah sangat lama mereka selalu bersama-sama, tapi Pandan Wangi tidak pernah bisa membalas tatapan mata Pendekar Rajawali Sakti. Dadanya langsung berdebar seketika, kalau pandangannya bertemu pandangan mata pemuda tampan itu.

"Sudah hampir sore, Pandan. Kita harus sampai di Padepokan Dara Wulung sebelum malam," kata Rangga mengingatkan.

"Tidak jauh lagi, Kakang. Aku masih lelah...," terdengar agak malas suara Pandan Wangi.

"Pandan...." Pandan Wangi hanya diam saja.

"Kenapa kau sepertinya tidak mau pergi ke sana? Apa ada sesuatu yang membuatmu enggan?" tanya Rangga, seakan-akan menaruh kecurigaan.

Namun Pandan Wangi hanya diam saja. Sesekali matanya melirik wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti. Entah kenapa, dia sendiri tidak tahu kalau perasaannya jadi begitu malas pergi ke Padepokan Dara Wulung. Padahal, kedatangan mereka ke sana pasti sudah ditunggu-tunggu. Dan mereka memang berjanji akan sampai ke sana hari ini, sebelum hari gelap.

Pandan Wangi sendiri tidak tahu perasaannya sendiri. Semakin dekat ke Padepokan Dara Wulung, perasaannya semakin tidak enak saja. Malah sepertinya malas sekali pergi ke sana. Atau mungkin juga....

Pandan Wangi cepat-cepat menghilangkan sebuah pikiran yang tiba-tiba saja muncul di kepalanya. Kepercayaanya begitu bulat pada Rangga. Rasanya tidak mungkin Pendekar Rajawali Sakti mau berpaling dari dirinya. Dia kenal betul, siapa kekasihnya ini. Mana mungkin Rangga akan mudah begitu saja mengalihkan perhatian dan rasa cinta padanya.

"Ayo, Pandan. Sudah cukup kita beristirahat," ajak Rangga seraya bangkit berdiri.

"Sebentar lagi, Kakang...," tawar Pandan Wangi.

Rangga memandangi gadis itu dalam-dalam. Dirasakannya kalau ada sesuatu yang disembunyikan Pandan Wangi, hingga merasa begitu malas pergi ke Padepokan Dara Wulung. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri, kemudian duduk di samping si Kipas Maut. Tangannya langsung bergerak, dan mengambil tangan gadis itu. Lalu, digenggamnya tangan halus itu erat-erat dan hangat. Pandan Wangi membiarkan saja tangannya digenggam.

"Aku tahu, kau menyembunyikan sesuatu, Pandan. Katakan, kenapa kau seperti tidak ingin ke sana...?" Rangga sedikit mendesak ingin tahu.

"Entahlah...," sahut Pandan Wangi mendesah, sambil menghembuskan napas panjang-panjang.

"Kau menyimpan persoalan di sana, Pandan?" tanya Rangga menduga.

"Tidak," tegas Pandan Wangi mantap.

"Lalu..., kenapa tidak mau ke sana?"

Pandan Wangi terdiam, tidak langsung menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti. Beberapa kali ditariknya napas dalam-dalam, dan dihembuskannya kuat-kuat. Seakan, begitu berat menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti tadi. Dan begitu berpaling, pandangan Pandan Wangi langsung bertemu sorot mata yang cukup tajam milik Rangga.

"Entahlah, Kakang.... Aku sendiri tidak tahu, kenapa begitu enggan datang ke sana," kata Pandan Wangi mencoba mengemukakan perasaan hatinya yang sejak dalam perjalanan menuju Padepokan Dara Wulung ini terus terpendam.

"Hanya itu...?" Rangga seperti tidak percaya.

"Apa aku harus bersumpah...? Aku tidak ada persoalan apa-apa dengan mereka di Padepokan Dara Wulung, Kakang. Aku hanya merasa enggan saja," tegas Pandan Wangi.

"Iya, tapi kenapa...?" Rangga terus mendesak.

"Aku tidak tahu. Mungkin hanya malas...!" sahut Pandan Wangi tegas.

Rangga menghembuskan napas panjang. Di pandanginya sekali lagi wajah Pandan Wangi dalam-dalam. Dari sorot mata, Rangga tahu kalau gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu tidak main-main. Bicaranya terdengar sungguh-sungguh. Dan gadis itu sendiri memang tidak tahu alasannya, kenapa jadi begitu enggan pergi ke Padepokan Dara Wulung.

"Maafkan aku, Kakang...," ucap Pandan Wangi terdengar lirih.

"Ah, sudahlah...," sambut Rangga lembut.

Entah kenapa, mereka sama-sama melempar senyum. "Pandan, aku tidak ingin memaksa. Kalau kau memang tidak ingin ke sana, aku juga tidak akan ke sana. Undangan mereka bisa dibatalkan," kata Rangga terdengar lembut sekali nada suaranya.

"Eh, jangan...!" sentak Pandan Wangi agak terkejut.

Kening Rangga jadi berkerut, melihat sikap Pandan Wangi yang terasa aneh ini. Sedangkan tingkah gadis itu sendiri jadi kelihatan serba salah. Sikapnya jadi kikuk dipandangi Rangga begitu rupa. Sebentar wajahnya memerah, lalu cepat-cepat dibuang, memandang ke arah lain. Dan beberapa saat, mereka jadi terdiam membisu.

"Ayo kita pergi, Kakang...," ajak Pandan Wangi seraya bangkit berdiri.

Tanpa menghiraukan Rangga yang masih keheranan, gadis itu segera saja berlalu menghampiri kudanya yang tengah merumput. Dengan satu lompatan indah dan ringan sekali, gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu melompat naik ke atas punggung kudanya. Kuda putih itu mendengus kecil, sambil menghentak-hentakkan kaki depannya ke tanah. Sementara, Rangga masih tetap saja duduk di atas akar pohon itu. Terus dipandanginya Pandan Wangi yang sudah berada di atas punggung kudanya.

"Ayo, Kakang. Katanya kau ingin cepat sampai ke Padepokan Dara Wulung," ajak Pandan Wangi.

Rangga mengangkat bahunya sedikit, kemudian berdiri. Kini kakinya melangkah menghampiri kudanya. Pendekar Rajawali Sakti lalu melompat naik ke punggung kuda hitamnya, tapi belum juga menghentakkan tali kekangnya. Sedikit matanya melirik Pandan Wangi yang tengah mengarahkan pandang ke tempat lain. Gadis itu seakan tidak ingin terus-menerus dipandangi dengan sinar mata yang memancarkan ketidakmengertian atas sikapnya.

"Hsss...!" Pandan Wangi langsung saja menghentakkan tali kekang kudanya sedikit. Maka kuda putih tunggangannya segera melangkah perlahan-lahan.

Sementara, Rangga masih saja tetap diam. Tali kekang kudanya baru dihentakkan, setelah Pandan Wangi cukup jauh darinya. Namun sebentar saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah mensejajarkan langkah kaki kudanya di samping kuda kekasihnya.

********************

Tepat seperti apa yang diperkirakan Rangga, saat matahari hampir tenggelam di ufuk barat, mereka baru tiba di Padepokan Dara Wulung. Sebuah padepokan yang cukup besar, terdiri dari sebuah bangunan berukuran besar. Sedangkan beberapa bangunan kecil berada di bagian belakang padepokan itu dikelilingi pagar gelondongan kayu yang sangat besar dan tinggi. Pada bagian atasnya berbentuk runcing, seperti sebuah benteng pertahanan.

Rangga menghentikan langkah kaki kudanya, tepat sekitar satu batang tombak lagi di depan pintu gerbang masuk ke dalam padepokan ini. Dan Pandan Wangi juga ikut menghentikan langkah kaki kudanya.

"Kenapa sepi...?" gumam Pandan Wangi seperti bertanya pada diri sendiri.

Suasana padepokan itu memang sangat sunyi, tidak terlihat seorang penjaga pun di depan pintu yang tertutup rapat ini. Bahkan sepertinya tidak ada tanda-tanda seorang pun di dalam lingkungan padepokan yang berpagar seperti benteng ini. Bukan hanya Pandan Wangi yang merasa keheranan. Rangga pun juga jadi heran mendapati suasana yang begitu sunyi.

"Kau tunggu di sini dulu, Pandan," ujar Rangga, langsung melompat turun dari punggung kudanya. "Hup!"

"Kau ingin ke mana...?" tanya Pandan Wangi.

"Aku akan lihat dulu keadaan di dalam," sahut Rangga.

Belum juga Pandan Wangi bisa membuka suaranya lagi, Rangga sudah melesat begitu cepat bagai kilat ke atas. Dan tahu-tahu, Pendekar Rajawali Sakti sudah berada di atas pagar gelondongan kayu tinggi yang melingkari bangunan padepokan ini. Sementara, Pandan Wangi terpaksa menunggu di atas punggung kudanya. Ketika kepalanya mendongak ke atas, tampak Rangga tengah berdiri tegak di ujung gelondongan kayu yang berbentuk runcing itu.

"Hap!" Dengan gerakan indah dan ringan sekali, Rangga kembali melompat turun. Tapi kali ini tidak kembali ke kudanya, melainkan masuk ke dalam lingkungan benteng padepokan. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuhnya. Sehingga, sedikit pun tidak menimbulkan suara saat kakinya menjejak tanah di dalam lingkungan pagar benteng Padepokan Dara Wulung.

"Hmmm...." Rangga mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dia jadi heran, karena tidak ada seorang pun yang dijumpainya. Padepokan ini begitu sunyi, seperti sudah ditinggalkan penghuninya. Setelah mengamati keadaan sekitarnya beberapa saat, Pendekar Rajawali Sakti mulai mengayunkan kakinya untuk menghampiri bangunan utama padepokan ini.

Pandangan mata Pendekar Rajawali Sakti lurus ke depan, tertuju pada pintu yang tertutup rapat. Meskipun sikapnya sangat hati-hati, tapi ayunan kakinya kelihatan sangat mantap. Dan langkahnya baru berhenti setelah tiba di depan beranda bangunan utama padepokan yang cukup besar dan megah ini

"Ada orang di dalam...?" seru Rangga keras-keras.

Suara Pendekar Rajawali Sakti menggema, terpantul batu-batu dan pepohonan. Tidak terdengar adanya sahutan sedikit pun juga. Rangga segera mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Kepalanya lalu bergerak perlahan ke kiri dan kanan, mencoba mencari suara sekecil apa pun yang ada dalam lingkungan Padepokan Dara Wulung ini. Tapi setelah cukup lama mencoba mencari, tidak satu suara pun yang tertangkap telinga.

Hanya desir angin dan gesekan dedaunan saja yang tertangkap pendengarannya. Rangga mencabut kembali aji 'Pembeda Gerak dan Suara', kemudian kakinya kembali bergerak. Namun baru saja kakinya menjejak lantai beranda yang terbuat dan belahan papan ini, tiba-tiba saja telinganya mendengar suara bergerit sebuah daun pintu yang bergerak. Dan suara itu datang dari arah belakang.

Cepat Rangga berbalik, namun langsung menghembuskan napas panjang. Ternyata Pandan Wangi yang membuka pintu gerbang masuk ke dalam padepokan ini. Tampak kuda-kuda mereka mengikuti dari belakang gadis itu. Sementara, Pandan Wangi terus melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti yang masih berdiri tegak di beranda depan bangunan utama padepokan ini. Langkah Pandan Wangi baru berhenti setelah berada dekat di depan pemuda berbaju rompi putih ini.

"Kenapa kau ke sini, Pandan...?" tegur Rangga langsung.

"Aku mencoba mendorong pintu tadi, ternyata tidak terkunci. Ya, aku masuk..," sahut Pandan Wangi seenaknya.

"Hhh...!" Rangga hanya menghembuskan napas panjang saja. Pendekar Rajawali Sakti benar-benar tidak tahu kalau pintu gerbang masuk ke padepokan ini tidak terkunci. Kalau saja dia tahu sejak tadi, tentu tidak perlu susah-susah harus melompati pagar yang sangat tinggi dan kokoh itu.

"Ada orangnya, Kakang?" tanya Pandan Wangi sebelum Rangga sempat membuka mulut lagi.

"Tidak," sahut Rangga singkat.

"Tidak...?! Lalu, ke mana mereka semua?" tanya Pandan Wangi jadi heran.

Rangga hanya mengangkat bahu saja. Dia sendiri tidak tahu, ke mana perginya para penghuni padepokan ini. Kembali Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Memang benar-benar sunyi. Bahkan seekor binatang pun tidak terlihat.

"Kau sudah periksa ke dalam, Kakang?" tanya Pandan Wangi seperti mengusulkan.

"Belum," sahut Rangga seraya menggeleng pelan.

"Ada tanda-tanda kehidupan?" tanya Pandan Wangi lagi.

Pandan Wangi langsung bertanya begitu, karena tahu kalau Rangga memiliki satu aji kesaktian yang bisa menajamkan telinga. Bahkan suara sekecil apa pun dapat jelas didengar. Namun, tidak sembarang orang bisa menguasai ilmu kesaktian itu. Pandan Wangi sendiri, yang sudah pernah diajarkan Rangga, sampai sekarang belum bisa menggunakannya.

"Kau tunggu saja di sini, Pandan. Jangan ke mana-mana," pesan Rangga.

Pandan Wangi hanya menganggukkan kepala saja. Sementara Rangga sudah kembali melangkah, melintasi beranda depan bangunan utama padepokan itu. Dan dia berhenti, setelah tiba di depan pintu. Perlahan didorongnya pintu yang terbuat dari kayu jati berukuran tebal itu.

"Hhh...!" Rangga agak terkejut juga, mendapatkan pintu bangunan utama Padepokan Dara Wulung ini tidak terkunci. Sehingga mudah sekali dapat didorong sampai terbuka lebar. Sebentar diamatinya keadaan di dalam. Sungguh berantakan, seperti bekas pertarungan.

Dan Pandan Wangi hanya diam saja memperhatikan, tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya. Saat itu, Rangga sudah mulai melangkah melewati pintu. Pendekar Rajawali Sakti terus berjalan perlahan-lahan, menyeberangi ruangan depan ini. Ayunan langkah kakinya kembali terhenti begitu tiba di ambang pintu pembatas ruangan yang tidak memiliki daun pe-nutup. Saat itu juga....

"Heh...?!" Kedua bola mata Rangga jadi terbeliak lebar dan mulutnya jadi ternganga, begitu melihat tubuh-tubuh bergelimpangan bersimbah darah, hampir memenuhi ruangan tengah yang berukuran sangat luas ini. Bau anyir darah seketika langsung merasuk ke dalam lubang hidungnya. Dan tanpa sadar, Rangga melangkah mundur dua tindak.

DUA

Sementara, Pandan Wangi yang sejak tadi memperhatikan, jadi berkerut juga keningnya melihat keterkejutan Rangga. Bergegas dihampirinya Pendekar Rajawali Sakti. Gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu jadi terpekik kecil begitu tiba di samping kiri Pendekar Rajawali Sakti.

"Oh, apa yang terjadi...?!" desis Pandan Wangi, seperti bertanya pada diri sendiri.

Entah, berapa puluh orang yang bergelimpangan saling tumpang tindih di dalam ruangan ini. Dan mereka semua adalah wanita berusia muda. Berbaju kuning muda. Tampak pada dada kiri masing-masing terdapat sulaman bergambar bunga mawar warna merah darah. Tidak ada seorang pun yang kelihatan masih hidup, dengan luka-luka menganga di tubuh. Darah yang keluar sudah kelihatan mengering, pertanda kalau sudah cukup lama tewas.

"Coba periksa, Kakang. Barang kali saja masih ada yang hidup," kata Pandan Wangi.

Tanpa diminta dua kali, Rangga bergegas melangkah memasuki ruangan itu. Diperiksanya satu persatu tubuh wanita muda yang dikenali dari pakaiannya adalah murid-murid Padepokan Dara Wulung ini. Tapi setelah semua diperiksa, tidak satu pun yang masih hidup. Rangga kemudian kembali menghampiri Pandan Wangi yang masih tetap berdiri di ambang pintu.

Perlahan kepala Pendekar Rajawali Sakti bergerak menggeleng. Beberapa saat lamanya mereka membisu, memandangi mayat-mayat gadis yang bergelimpangan saling tumbang tindih. Jelas sekali kalau mereka dikumpulkan menjadi satu dalam ruangan ini.

"Tidak kau temukan sesuatu, Kakang?" tanya Pandan Wangi memecah kebisuan.

"Mereka seperti bertarung biasa, Pandan. Tidak ada yang aneh dari luka-luka mereka," sahut Rangga pelan.

Pandan Wangi melirik sedikit pada Pendekar Rajawali Sakti itu. Dirasakan seperti ada sesuatu yang tengah bergolak dalam dada pemuda ini. Sesuatu yang tidak dapat ditebak begitu saja. Tapi jelas sekali dari raut wajah dan sorot mata, kalau saat ini Rangga memendam sesuatu. Terbukti wajahnya kelihatan jadi memerah.

Dua kali Rangga menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya kuat-kuat. Kemudian tubuhnya berbalik, lalu melangkah keluar dari ruangan itu tanpa bicara sedikit pun. Sementara Pandan Wangi hanya memandangi saja, sampai punggung Pendekar Rajawali Sakti lenyap di balik pintu.

Sebentar Pandan Wangi masih tetap terpaku di sana, kemudian bergegas menyusul Rangga yang sudah berada di luar bangunan utama Padepokan Dara Wulung ini. Pandan Wangi mendapatkan Rangga tengah duduk mencangkung di tepian beranda depan bangunan ini. Kemudian diambilnya tempat di sebelah kanannya.

Sementara itu, matahari sudah tenggelam di balik kaki Gunung Brambang. Angin yang bertiup terasa begitu dingin. Dan kabut pun sudah mulai terlihat turun menyelimuti seluruh bangunan Padepokan Dara Wulung ini. Cukup lama juga kedua pendekar muda itu terdiam, membisu. Entah, apa yang ada dalam pikiran masing-masing.

"Kita akan bermalam di sini, Kakang...?" tegur Pandan Wangi bertanya.

"Hhh...!" Rangga hanya menghembuskan napas panjang saja. Perlahan kepala pemuda itu berpaling, dan langsung menatap bola mata si Kipas Maut. Tapi tidak lama kemudian, sudah kembali menatap lurus ke depan. Entah apa yang dipandanginya. Hanya kegelapan saja yang terlihat di sekitar padepokan yang sudah sepi tanpa penghuni lagi.

"Kau tambatkan di mana kuda-kuda kita, Pandan?" tanya Rangga setelah cukup lama berdiam diri.

"Masih di luar," sahut Pandan Wangi.

"Bawa masuk," pinta Rangga.

Tanpa diminta dua kali, Pandan Wangi langsung bangkit berdiri. Lalu, kakinya melangkah meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti seorang diri, Dia terus berjalan menuju keluar pagar padepokan. Sementara, Rangga tetap duduk mencangkung di pinggiran lantai berada dari belahan papan kayu hitam ini.

Tak berapa lama kemudian, Pandan Wangi sudah terlihat lagi. Gadis itu masuk ke dalam padepokan ini sambil menuntun dua ekor kuda tunggangan mereka. Ditambatkannya kuda itu di bawah pohon beringin yang cukup besar, tidak jauh dari bangunan berukuran cukup besar ini. Kemudian kembali dihampirinya Rangga yang masih duduk di beranda. Dan kini, Pandan Wangi duduk lagi di samping Pendekar Rajawali Sakti.

"Aku cari pelita dulu, Kakang. Barangkali saja ada di dalam," kata Pandan Wangi seraya bangkit berdiri lagi.

Rangga hanya diam saja. Bahkan melirik pun tidak. Sedangkan Pandan Wangi sudah tenggelam dalam rumah besar ini. Tapi belum juga gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu berada di dalam, mendadak saja....

"Kakang...!"

"Heh...?!" Rangga jadi tersentak kaget begitu tiba-tiba terdengar teriakan Pandan Wangi dari dalam rumah ini. Maka cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melompat bangkit berdiri dan melesat masuk ke dalam. Bahkan langsung dipergunakannya ilmu meringankan tubuh yang sudah begitu sempurnanya. Sehingga hanya sekali lesat saja, bayangan tubuhnya sudah lenyap di balik pintu.

Rangga terus menerobos masuk ke dalam ruangan tengah yang masih dipenuhi mayat gadis muda murid Padepokan Dara Wulung ini. Tapi Pandan Wangi tidak terlihat di sana. Maka Pendekar Rajawali Sakti terus saja melompat, menggunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna tingkatannya. Sekali lesat saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah mencapai pintu yang langsung berhubungan dengan bagian belakang. Tanpa berpikir panjang lagi, Rangga langsung melesat menerobos ke dalam.

"Heh...?!" Kedua bola mata Rangga jadi terbeliak lebar, begitu tiba di bagian belakang rumah besar yang menjadi bangunan utama Padepokan Dara Wulung ini. Hampir tidak dipercayai penglihatannya sendiri, seperti tengah bermimpi saja. Dan ini membuatnya jadi terpaku diam seperti patung.

"Kenapa bengong di situ...?! Turunkan aku, cepat..!"

"Oh...?!" Rangga baru tersentak sadar, begitu mendengar bentakan Pandan Wangi. Cepat kakinya melangkah menghampiri sambil memandangi Pandan Wangi yang tampak sudah tergantung. Kedua kakinya terikat tambang ke atas, sedangkan kepalanya terjungkir ke bawah.

"Turunkan aku cepat, Kakang...!" jerit Pandan Wangi jadi agak kesal, melihat Rangga terasa begitu lambat bergerak.

"Hup!" Rangga cepat melesat ke atas. Langsung tangan kirinya dikibaskan dengan kecepatan luar biasa sekali.

Tes! "Hap!"

Begitu cepat gerakan Pendekar Rajawali Sakti. Sambil memutuskan tambang, disambarnya tubuh Pandan Wangi. Dan tahu-tahu kakinya sudah kembali menjejak tanah dengan tubuh si Kipas Maut berada dalam pelukannya. Pandan Wangi buru-buru melepaskan diri dari pelukan Pendekar Rajawali Sakti. Dilepaskan tambang yang mengikat kakinya, lalu dibuangnya sambil mendengus kesal. "Huh!"

Sementara, Rangga memandangi tambang yang tergantung di batang pohon, di halaman belakang rumah besar Padepokan Dara Wulung ini. Tampak keningnya sedikit berkerut, dan kelopak matanya juga terlihat menyipit. Sedangkan, Pandan Wangi terus menggerutu kesal. Tapi gerutuannya mendadak saja lenyap, begitu melihat Rangga berdiri mematung memandangi tambang yang telah menjeratnya tadi.

"Ada apa, Kakang?" tanya Pandan Wangi seraya mendekati Pendekar Rajawali Sakti.

"Kau lihat tambang itu, Pandan...?" Rangga malah balik bertanya sambil menunjuk ke tambang yang tadi menggantung Pandan Wangi.

"Memangnya kenapa tambang itu?" tanya Pandan Wangi lagi.

"Aku seperti mengenali asal buatanya," sahut Rangga pelan, seperti ragu-ragu mengucapkannya.

Pandan Wangi jadi terdiam, tapi sebentar kemudian melangkah. Dipungutnya tambang yang tadi menjerat kakinya, lalu kembali menghampiri Pendekar Rajawali Sakti yang masih tetap berdiri mematung di tempat Pandan Wangi tergantung tadi. Rangga mengambil tambang dari tangan Pandan Wangi, lalu mengamatinya sampai kelopak matanya sedikit menyipit. Sementara Pandan Wangi hanya diam saja memperhatikan. Tapi dalam kepala, otaknya juga tengah berpikir dan berusaha mengingat-ingat asal buatan tambang yang telah menjeratnya.

"Rasanya tidak ada orang lain yang bisa membuat tambang sebagus dan sekuat ini, Pandan Wangi," kata Rangga lagi, masih terdengar ragu-ragu.

"Kau tahu, siapa pembuat tambang yang terbaik, Pandan...?"

"Maksudmu...?" Pandan Wangi malah balik bertanya tidak mengerti.

"Di wilayah kulon ini, hanya ada satu orang yang bisa membuat tambang seperti ini. Dan aku yakin, dialah yang membuatnya," kata Rangga, agak menggumam suaranya.

"Ki Rambat...," desis Pandan Wangi langsung bisa menebak arah pikiran Pendekar Rajawali Sakti.

"Benar..! Hanya Ki Rambat yang ahli dalam membuat tambang."

"Tapi, Kakang... Apa mungkin Ki Rambat yang melakukan ini semua?"

Rangga hanya diam saja, tidak langsung menjawab pertanyaan si Kipas Maut. Masalahnya, justru dia sendiri sejak tadi berpikir ke sana. Dan rasanya tidak mungkin kalau Ki Rambat membantai habis semua murid Padepokan Dara Wulung ini. Bahkan sampai membuat jebakan, sehingga membuat Pandan Wangi tadi terjerat dengan kepala tergantung ke bawah.

Pendekar Rajawali Sakti tahu betul, siapa Ki Rambat itu. Dia adalah seorang pembuat tambang yang paling ternama di wilayah kulon ini. Tambang-tambang buatannya memang sangat bagus dan kuat, sehingga tidak ada yang bisa menandinginya. Sedangkan tempat tinggal Ki Rambat sendiri cukup jauh dari Padepokan Dara Wulung ini. Paling tidak, membutuhkan dua hari perjalanan dengan menunggang kuda. Lebih-lebih, Ki Rambat memang tidak bisa menunggang kuda.

Rangga jadi tidak yakin pada diri sendiri. Tambang buatan Ki Rambat memang sangat terkenal. Jadi, bisa siapa saja yang menggunakannya. Pendekar Rajawali Sakti lalu membuang tambang bekas pengikat kaki Pandan Wangi tadi, kemudian melangkah setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat.

"Sudah kau dapatkan pelitanya, Pandan?" tanya Rangga tidak ingin meneruskan pikirannya mengenai tambang buatan Ki Rambat. Pandan Wangi hanya menggeleng saja. "Ayo, kita cari sama-sama," ajak Rangga.

Mereka kemudian melangkah meninggalkan halaman belakang Padepokan Dara Wulung ini. Tidak ada lagi yang bersuara, hingga mereka menemukan sebuah pelita yang cukup besar. Dengan batu api, Pandan Wangi menyalakan pelita itu. Dan kini, kedua pendekar muda dari Karang Setra itu kembali ke beranda depan bangunan padepokan ini. Mereka lalu duduk di sana sambil membicarakan keadaan di padepokan yang sudah tidak dihuni lagi ini. Sampai jauh malam, mereka terus berbicara.

Dan Pandan Wangi baru merebahkan diri, setelah Rangga menyuruhnya tidur. Besok, pagi-pagi sekali, mereka harus meneruskan perjalanan kembali. Dan ketika Pandan Wangi tidur, Rangga memeriksa seluruh bangunan padepokan ini. Namun tidak juga ditemukan adanya petunjuk sedikit pun. Pendekar Rajawali Sakti kembali duduk mencangkung di beranda depan, tidak jauh dari tempat Pandan Wangi tidur.

********************

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari menampakkan diri kedua pendekar muda dari Karang Setra itu meninggalkan Padepokan Dara Wulung. Mereka menunggang kuda perlahan-lahan, keluar dari halaman padepokan yang sudah sunyi tidak berpenghuni ini. Kuda mereka baru dipacu cepat, setelah melewati tikungan jalan yang hampir tertutup rerumputan. Kedua pendekar itu terus memacu cepat kudanya menuruni lereng Gunung Brambang ini. Namun begitu baru saja sampai di pertengahan lereng gunung ini, tiba-tiba saja...

"Aaa...!"
"Heh...?!"
"Hooop...!"

Hampir bersamaan mereka menghentikan lari kudanya, ketika tiba-tiba saja terdengar teriakan yang begitu keras dan melengking tinggi. Suara itu jelas sekali terdengar dari arah sebelah kanan. Sesaat kedua pendekar itu saling berpandangan, kemudian....

"Hup!"
"Hap! Yeaaah...!"

Tanpa bicara sedikit pun, Rangga dan Pandan Wangi melenting cepat dari punggung kudanya. Dan mereka langsung berlari secepat kilat, mempergunakan ilmu meringankan tubuh ke arah datangnya jeritan tadi. Kedua pendekar itu terus berlari cepat meninggalkan kudanya, menerobos hutan lereng Gunung Brambang yang cukup tebal ini.

"Hey...!" Tiba-tiba saja Rangga berteriak begitu keras, ketika melihat empat orang laki-laki tengah mengerubuti seorang wanita yang tampak jelas sudah terdesak. Dan pada saat itu juga, terlihat salah seorang laki-laki yang mengenakan baju hitam pekat mendaratkan satu pukulan keras ke dadanya.

Diekh!
"Akh...!"

Wanita itu terpekik, dan langsung terpental ke belakang sejauh beberapa langkah. Dan pada saat yang bersamaan, orang yang berbaju biru tua sudah melompat hendak menerkamnya. Tapi pada saat itu juga, Rangga melesat begitu cepat sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat sempurna.

"Hiyaaa...!"
Bet!

Secepat kilat pula Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangan kirinya, tepat mengarah ke dada laki-laki berbaju biru tua yang hendak menerkam wanita ini. Begitu cepat gerakannya, sehingga orang ini tidak bisa lagi berkelit menghindar.

Des!
"Akh...!"

Seketika orang itu terpental jauh ke belakang. Dan pada saat yang bersamaan, Rangga melesat cepat sambil menyambar pinggang wanita yang berbaju kuning muda itu, dan langsung menuju tempat Pandan Wangi yang sudah menunggu agak jauh. Begitu terlepas dari tangan Rangga, wanita itu langsung tergeletak jatuh tidak sadarkan diri.

Sementara, empat orang laki-laki berusia setengah baya yang mengeroyok wanita itu jadi terkejut setengah mati oleh kemunculan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi rasa keterkejutannya mereka cepat sekali hilang, dan berganti kemarahan. Dan secara bersamaan, goloknya yang sejak tadi terselip di pinggang masing-masing dicabut.

Kemudian, mereka melangkah dengan hentakan kaki berat, menghampiri Rangga yang sudah berdiri tegak menghadang. Sementara, Pandan Wangi membawa wanita itu menjauh. Dibaringkannya wanita itu di tempat yang cukup teduh.

"Bocah keparat..! Siapa kau?! Berani benar kau mencampuri urusan kami...!" bentak salah seorang yang berbaju merah menyala.

"Maaf! Tidak sepatutnya Paman berempat mengeroyok seorang wanita," ujar Rangga agak lembut, seraya menjura sedikit memberi hormat.

"Phuih! Apa pedulimu, Bocah Setan!" bentak orang yang berbaju hitam, agak mendengus.

"Hm...," Rangga jadi sedikit jengkel juga melihat kecongkakan empat laki-laki bertampang kasar ini.

"Menyingkir kau, Bocah!" bentak orang berbaju hijau.

"Maaf. Aku tidak bisa melihat cara keroyokan kalian pada orang yang lemah," tolak Rangga halus.

"Setan keparat..! Kau ingin mampus, heh...!"

Empat orang laki-laki setengah baya yang berwajah kasar penuh brewok itu langsung saja menyebar, mengurung Pendekar Rajawali Sakti. Golok-golok mereka yang bergerak-gerak perlahan di depan dada, berkilatan tertimpa cahaya matahari pagi yang baru saja muncul dari batik gunung.

"Phuih!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hap!"

Rangga cepat-cepat menarik tubuh ke kanan, begitu dua orang berlompatan menyerangnya sambil membabatkan golok ke arah dada dan kepala. Maka, dua tebasan yang secara bersamaan itu hanya lewat sedikit saja didepan dada dan atas kepala Pendekar Rajawali Sakti. Namun belum juga Rangga bisa menegakkan tubuhnya kembali, orang yang berbaju biru tua sudah cepat menyerang dari arah depan. Terpaksa Rangga menarik kaki ke belakang dua tindak. Dan pada saat golok orang itu lewat di depan dadanya, cepat sekali kaki kanannya dihentakkan sambil memiring ke kiri dan agak berputar sedikit.

"Yeaaah...!"

Begitu cepat hentakan kaki Pendekar Rajawali Sakti, sehingga orang yang menyerangnya ini tidak sempat lagi berkelit menghindar. Dan seketika itu juga, terdengar jeritan saat dadanya terkena tendangan yang cukup keras ini. Walaupun tidak disertai pengerahan tenaga dalam, namun orang itu sampai terpental sejauh dua batang tombak.

"Hiyaaa...!"

Tepat pada saat yang bersamaan, yang berbaju merah menyala sudah melompat bagai kilat sambil membabatkan golok ke arah kepala. Cepat-cepat Rangga merunduk, hingga golok itu hanya lewat sedikit saja di atas ujung kepalanya. Dan pada saat itu juga....

"Hih! Yeaaah...!"

Cepat sekali tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti bergerak menghentak ke arah perut. Begitu cepatnya, sehingga orang itu tidak dapat lagi menghindar. Dan....

Diegkh!
"Ugkh...!"

Dia hanya bisa mengeluh pendek, begitu perutnya mendapat pukulan keras dari Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya langsung terbungkuk, dan terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah.

"Hup! Hiyaaa...!"

Saat itu juga, Rangga cepat melenting. Lalu, tubuhnya berkelebatan cepat, hingga bentuknya lenyap tak terlihat sama sekali. Dan tiba-tiba disambarnya empat orang laki-laki bertampang kasar penuh brewok ini.

"Hap!"

Rangga baru berhenti setelah empat orang yang mengeroyoknya berpelantingan sambil memekik keras agak tertahan. Kini Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak, memperhatikan empat orang lawannya yang masih menggelepar di tanah berumput sambil merintih kesakitan. Tampak di tangan Pendekar Rajawali Sakti sudah tergenggam empat bilah golok lawannya.

********************

Empat orang laki-laki bertampang kasar itu bangkit berdiri sambil meringis menahan sakit, akibat mendapat pukulan-pukulan keras Pendekar Rajawali Sakti tadi. Sementara, Rangga sendiri tetap berdiri tegak memandangi dengan bibir terus menyunggingkan senyum tipis. Mata mereka jadi terbeliak lebar, begitu melihat golok-goloknya berada di tangan pemuda berbaju rompi putih itu.

Sungguh tidak disadari, kapan dan bagaimana pemuda itu bisa merampas golok. Bahkan sambil menghantamkan pukulan yang begitu keras. Untung saja pukulan itu dilepaskan tidak disertai pengerahan tenaga dalam. Dan mereka hanya merasakan sakit saja, namun tidak mendapatkan luka parah.

"Pergilah! Jangan sampai pikiranku berubah, lalu menghirup darah kalian semua!" desis Rangga dibuat dingin sekali nada suaranya.

Seketika wajah keempat laki-laki itu jadi berubah pucat-pasi seperti mayat. Mereka langsung menyadari kalau pemuda yang dihadapi ini berkepandaian sangat tinggi. Maka tanpa bicara apa-apa, mereka langsung berbalik dan hendak berlari. Tapi sebelum mereka sempat berlari, Rangga sudah membentaknya.

"Tunggu...!"

Mereka tidak jadi berlari, dan kembali memutar tubuhnya.

"Nih, senjata kalian...!" Rangga melemparkan golok-golok rampasannya, sehingga langsung menancap tepat di ujung jari kaki mereka berempat.

Serentak keempat orang itu saling berpandangan beberapa saat, kemudian mengambil golok masing-masing. Kini mereka cepat-cepat meninggalkan tempat itu, sebelum Rangga bisa membuka suara lagi. Dan Pendekar Rajawali Sakti hanya tersenyum saja sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Pendekar Rajawali Sakti berbalik, setelah empat orang laki-laki bertampang kasar itu tidak terlihat lagi dari pandangan. Kakinya melangkah menghampiri Pandan Wangi yang duduk di depan seorang gadis yang masih tergeletak belum sadarkan diri. Dan begitu Rangga berada di belakang Pandan Wangi, gadis berwajah cukup cantik, dan bertubuh ramping menggiurkan indah itu mulai membuka matanya.

"Oh...?!"

Gadis itu tampak terkejut begitu melihat Rangga dan Pandan Wangi. Cepat-cepat dia bangkit, lalu duduk di depan kedua pendekar muda itu. Matanya langsung beredar ke sekeliling, seakan-akan ada yang tengah dicarinya. Tapi sebentar kemudian pandangannya kembali tertuju pada kedua pendekar muda yang sudah duduk berdampingan di depannya.

"Di mana mereka...?" tanyanya seperti pada diri sendiri.

"Mereka sudah pergi," sahut Rangga.

"Siapa kalian?" tanya gadis itu sambil menatap dua orang yang duduk didepannya.

"Aku Rangga. Dan ini adikku. Namanya, Pandan Wangi," sahut Rangga memperkenalkan diri.

Rangga memang selalu mengenalkan Pandan Wangi pada siapa pun sebagai adiknya. Dan gadis itu sendiri memang tidak keberatan dianggap adik, walaupun dalam hati mereka sebenarnya terpaut suatu perasaan cinta yang dilandasi benih-benih asmara.

"Namamu siapa...?" Pandan Wangi balik bertanya, setelah Rangga memperkenalkan diri.

"Aku Rahmita," sahut gadis itu.

"Nama yang bagus," puji Rangga.

Tapi, pujian Pendekar Rajawali Sakti tampaknya tidak mendapat sambutan sama sekali. Malah, sikap gadis itu tetap biasa saja. Raut wajahnya datar, tanpa perubahan sedikit pun. Rahmita tidak seperti gadis-gadis lain, yang kalau mendapatkan pujian dari seorang pemuda tampan, wajahnya langsung berubah merah dadu. Tapi, raut wajah Rahmita tetap saja datar. Bahkan malah menatap Pandan Wangi.

"Kalian yang mengusir mereka?" tanya Rahmita, terdengar begitu datar nada suaranya.

"Kakang Rangga yang mengusir mereka," sahut Pandan Wangi sambil melirik Rangga yang duduk di sebelahnya.

"Mengapa mereka tidak kau bunuh?" tanya Rahmita lagi, kini beralih menatap Rangga.

"Untuk apa...? Tidak ada alasan bagiku untuk membunuh mereka," sahut Rangga kalem.

"Huh! Seharusnya binatang-binatang itu kau bunuh!" dengus Rahmita terdengar geram nada suaranya.

Dengusan gadis itu membuat kening Rangga jadi berkerut, dan kelopak matanya jadi menyipit. Dia tampak terkejut sekali. Seakan, gadis ini tidak puas oleh apa yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti tadi.

"Kenapa kau bertarung dengan mereka?" tanya Pandan Wangi, mencoba menghilangkan kekakuan yang terjadi.

"Aku memang ingin membunuh mereka semua. Aku ingin membunuh binatang-binatang itu. Mereka tidak pantas hidup!" sahut Rahmita masih bernada berang.

"Kau punya dendam pada mereka?" tanya Rangga jadi ingin tahu, setelah melihat sikap gadis ini.

"Huh!" Tapi Rahmita hanya mendengus saja. Wajahnya kelihatan memerah, dan bola matanya berputar liar.

Rangga jadi heran juga melihat sikap dan raut wajah gadis itu. Tanpa sadar, matanya melirik Pandan Wangi. Dan saat itu juga, Pandan Wangi melirik Pendekar Rajawali Sakti. Lalu secara bersamaan, mereka mengangkat pundak.

Sementara Rahmita sudah bangkit berdiri. Sebentar tubuhnya menggebat beberapa kali, seperti hendak menghilangkan rasa pegal yang menghantam sekujur tubuhnya yang ramping dan padat berisi.

Seperti tidak sadar, Rangga terus memandangi gadis ini. Sedangkan Pandan Wangi seperti pura-pura tidak tahu, karena memang sudah tahu betul watak Pendekar Rajawali Sakti. Malah pandangannya dialihkan ke arah lain, seperti tidak ingin ikut campur.

Di dalam hatinya, Rangga mengakui kalau bentuk tubuh gadis yang mengenalkan diri sebagai Rahmita itu memang sangat indah. Dan taksirannya usia gadis itu paling belum genap sembilan belas tahun. Buk-tinya, bagian dadanya masih terlihat baru mengembang. Namun, memang sudah kelihatan begitu indah.

Rangga mendengus kecil, berusaha menghilangkan bayangan tubuh indah yang menggeliat geliat di benaknya. Matanya melirik Pandan Wangi yang sudah memutar tubuhnya, memandang ke arah lain.

"Kau sudah terbebas dari mereka. Sebaiknya, kami melanjutkan perjalanan," kata Rangga sambil bangkit berdiri.

"Eh...! Mau ke mana kalian...?" sentak Rahmita kelihatan terkejut.

"Kami ada urusan yang harus diselesaikan. Maaf, kami harus pergi," cepat-cepat Pandan Wangi membuka suara, sebelum Rangga bisa membuka mulut.

Tanpa menunggu lagi, Pandan Wangi cepat-cepat menarik tangan Rangga dan mengajaknya pergi. Dan ini membuat Rangga jadi agak tersentak, tapi bergegas melangkah mengikuti ayunan langkah kaki Pandan Wangi yang begitu cepat.

Rangga secara halus melepaskan cekalan tangan. Sementara, Rahmita jadi terlongong memandangi. Rangga yang berjalan mengikuti Pandan Wangi, tahu kalau gadis yang dikenal sebagai si Kipas Maut itu berjalan disertai pengerahan ilmu meringankan tubuh.

Terpaksa Pendekar Rajawali Sakti harus mengimbangi. Hingga dalam waktu sebentar saja, mereka sudah meninggalkan Rahmita jauh di belakang. Sedikit Rangga berpaling ke belakang, melihat Rahmita masih berdiri tegak memandangi. Dan sebentar kemudian, gadis itu sudah tak terlihat lagi, saat mereka berbelok dan masuk ke dalam hutan yang cukup lebat ini. Dan kini mereka kembali menuju tempat kuda-kuda ditinggalkan tadi.

"Pelan sedikit jalannya, Pandan," pinta Rangga.

"Ini juga sudah pelan," sahut Pandan Wangi agak mendengus nada suaranya.

Rangga langsung diam. Diperhatikannya wajah Pandan Wangi yang kelihatan memberengut. Dia langsung tahu, gadis ini pasti sedang dibakar cemburu, karena tadi memandangi Rahmita begitu rupa. Dan memang diakui, Rahmita memiliki daya pesona yang sulit dihilangkan begitu saja.

Entah kenapa, tadi lekuk-lekuk tubuh gadis itu sempat dibayangkan. Dan Rangga tidak mau mempersoalkan itu lagi. Dan pemuda itu tidak ingin api cemburu dalam dada Pandan Wangi semakin besar membara. Bisa celaka jadinya, kalau Pandan Wangi sampai marah dan meninggalkannya begitu saja. Rangga kini lebih memilih diam, daripada harus membuat persoalan baru yang tidak diinginkannya sama sekali.

Sebentar saja mereka sudah tiba di tempat kuda-kuda yang diringgalkan tadi. Dua ekor kuda masih tetap menunggu sambil merumput tenang. Pandan Wangi langsung melompat naik ke atas punggung kudanya, tanpa bicara sedikit pun. Sementara Rangga mengikuti, melompat naik ke punggung kudanya sendiri. Tidak berapa lama kemudian, mereka sudah menjalankan kuda perlahan-lahan menuruni lereng Gunung Brambang ini.

********************

Saat matahari baru saja tenggelam di balik puncak gunung sebelah barat, Rangga dan Pandan Wangi tiba di kaki Gunung Brambang. Lalu mereka sampai di tepi sebuah desa yang dibatasi sebuah sungai kecil dengan hutan di gunung ini. Sebuah desa yang tidak begitu besar, tapi kelihatan cukup ramai. Cukup banyak juga orang yang tengah membersihkan diri di sungai kecil ini.

Airnya jernih, sungguh mengundang siapa saja yang melihatnya untuk beren-dam. Pandan Wangi menghentikan langkah kaki kudanya, setelah sampai di tepi sungai seberang desa di sana. Rangga juga menghentikan langkah kaki Dewa Bayu di samping kuda putih gadis itu. Dan mereka sama-sama berlompatan turun dengan gerakan indah dan ringan sekali.

Seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga belas tahun, menghampiri sambil mengayuh sebuah rakit dari bambu. Rakitnya ditepikan tepat di depan kedua pendekar muda dari Karang Setra ini.

"Mau menyeberang, Den...?" sapa bocah itu dengan sikap ramah, dan senyuman lebar terkembang di bibir.

"Desa apa itu namanya?" Pandan Wangi malah balik bertanya.

"Desa Caringin," sahut bocah itu.

"Kelihatannya ramai sekali. Apa akan ada perayaan di sana?" tanya Pandan Wangi lagi.

"Nanti malam, Ki Jungut memanggil rombongan penari yang terkenal di seluruh Kadipaten Kalimus," sahut bocah itu lagi.

"O.... Siapa itu Ki Jungut?" tanya Pandan Wangi lagi.

"Kepala Desa Caringin." Pandan Wangi mengangguk-angguk. "Mau menyeberang, Ni?" bocah itu menawarkan lagi.

"Oh, iya..., Antarkan kami ke sana," sahut Pandan Wangi. "Rakitmu kuat membawa dua kuda?" Pandan Wangi jadi sangsi kalau rakit bambu itu tidak kuat membawa mereka berdua, ditambah dua ekor kuda.

Tapi bocah yang tidak berbaju dan berkulit agak hitam itu hanya tersenyum saja. Begitu manis senyumnya. "Aku sering menyeberangkan sepuluh ekor kuda sekaligus. Bahkan setiap hari," kata bocah itu menyombongkan kekuatan rakitnya.

Pandan Wangi jadi tersenyum, kemudian menarik kuda putihnya dan menaikkannya ke atas rakit bambu ini. Bocah kecil itu menahan rakitnya agar tidak hanyut terbawa arus sungai. Sementara, Rangga hanya memandangi saja sambil tersenyum-senyum.

Rakitnya baru ditarik setelah Pandan Wangi dan kudanya berada di atas rakit. Bocah berkulit hitam dan tidak berbaju itu mulai mengayuhkan rakitnya, setelah Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi berada di atas rakit.

Lengannya yang kecil, menyembulkan urat-urat yang menonjol dan tampak begitu kuat. Tanpa disadari, Rangga terus memperhatikan bocah ini saat mengayuh rakitnya, setelah kedua penumpangnya naik. Lengannya yang kecil, kelihatan menyembulkan urat-urat saat mengayuh rakitnya. Kelihatan begitu kuat, walaupun tubuhnya kelihatan kecil dan kurus.

Dan tanpa disadari, Rangga terus memperhatikan bocah ini saat mengayuh rakitnya, hingga sampai menepi di seberang. Pandan Wangi langsung menarik kudanya turun dari rakit bambu ini. Dan Rangga juga mengikuti. Mereka memang tak ingin terlalu lama berada di atas rakit, karena merasa kasihan melihat bocah itu terus menahan rakitnya agar tidak hanyut terbawa arus sungai.

Setelah memberi beberapa keping uang perak, kedua pendekar muda itu melanjutkan perjalanan me-nuju Desa Caringin. Sementara, bocah pengayuh rakit itu jadi terlongong-longong melihat pembayaran yang begitu banyak.

"Oh...! Bisa dua puluh hari aku tidak perlu mengayuh rakit lagi dengan bayaran begini banyak..," desah bocah itu dengan bola mata berbinar. Bocah itu mengangkat kepalanya, menatap Rangga dan Pandan Wangi yang sudah cukup jauh menunggang kuda meninggalkannya. "Terima kasih, Den. Nini...!" seru bocah itu keras-keras.

Rupanya seruan bocah itu terdengar Rangga. Maka Pendekar Rajawali Sakti segera berpaling ke belakang, lalu melambaikan tangannya sedikit ke atas. Bocah kecil itu membalasnya, kemudian menambatkan rakitnya ke tepi sungai. Lalu dia berlari-lari meninggalkan sungai itu dengan wajah gembira dan bola mata berbinar. Sesekali terdengar suara tawanya yang lepas berderai gembira.

********************

Malam sudah jatuh menyelimuti sebagian permukaan bumi ini. Sementara, Rangga dan Pandan Wangi juga sudah mendapatkan penginapan yang cukup layak di Desa Caringin. Malam ini memang kelihatan begitu ramai.

Namun banyak orang berada di luar rumahnya, karena mereka berbondong-bondong menuju rumah Ki Jungut yang malam ini mengadakan perayaan. Kepala desa itu memanggil rombongan penari yang terkenal di seluruh wilayah Kadipaten Kalimus.

"Aku sudah pernah mendengar kehebatan dan kecantikan para penari dari Kadipaten Kalimus. Kau tidak tertarik untuk melihatnya, Kakang...?" ujar Pandan Wangi, saat melihat ke dalam kamar yang ditempati Rangga.

Dan Pendekar Rajawali Sakti hanya berdiri saja di depan jendela kamar penginapannya yang dibiarkan terbuka lebar. Rangga hanya melirik sedikit saja pada Pandan Wangi yang masih berdiri di ambang pintu. Di mana pun berada, mereka memang selalu menyewa dua kamar dalam satu penginapan.

Sehingga mereka tidak pernah berada dalam satu kamar. Bahkan kalau berada di alam terbuka, mereka selalu tidur terpisah. Walaupun mereka pasangan kekasih, tapi selalu saling menjaga. Mereka tidak ingin larut dalam lautan gelombang asmara yang bisa memabukkan, sehingga membuat lupa diri.

"Kalau mau lihat, pergi saja, Kakang. Aku ingin istirahat saja di sini," kata Pandan Wangi lagi.

"Kau sendiri...?" Rangga malah balik bertanya.

"Aku lelah. Seharian di punggung kuda terus membuat ototku tegang," sahut Pandan Wangi, seraya melangkah masuk. Lalu tubuhnya dihempaskan di kursi dekat pembaringan.

Rangga hanya diam saja, dan tetap memandang keluar. Matanya memperhatikan orang-orang yang berbondong-bondong seperti tidak ada habisnya menuju rumah Kepala Desa Caringin ini. Entah dari mana saja mereka datang. Dan sepertinya, mereka bukan hanya penduduk desa ini.

Rangga juga melihat, di antara mereka terdapat orang-orang dari kalangan persilatan. Ini bisa dibedakan dari cara berpakaian, dan senjata yang tersandang. Rangga jadi penasaran. Ingin diketahuinya perayaan apa yang sedang diadakan Ki Jungut, hingga begitu banyak mengundang orang ingin menghadiri.

Tapi begitu matanya melirik Pandan Wangi, keinginannya jadi terkikis. Entah kenapa, gadis itu seperti tidak memiliki gairah sama sekali. Dia duduk dengan kaki menjulur ke depan, dan jari-jari tangannya mempermainkan kipas baja putih yang menjadi kebanggaannya.

"Kau seperti sedang memikirkan sesuatu, Pandan," tegur Rangga seraya berbalik membelakangi jendela.

"Hhh...!" Pandan Wangi hanya menghembuskan napas saja. Terasa begitu berat hembusan napas Pandan Wangi. Gadis itu bangkit dari kursi rotan yang didudukinya, dan melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Lalu, dia berdiri di samping Rangga yang masih memandang keluar. Sementara Rangga hanya melirik saja. Dia mendengar kalau hembusan napas gadis itu terasa sangat berat sekali.

"Ada yang kau risaukan, Pandan?" tanya Rangga lagi.

"Entahlah.... Aku sendiri tidak tahu, Kakang. Perasaanku tidak enak saja sejak siang tadi," sahut Pandan Wangi agak mendesah.

Rangga jadi terdiam. Entah, apa yang akan diucapkannya lagi. Sedangkan Pandan Wangi juga hanya membisu saja. Dan pandangan matanya terus tertuju ke depan, ke arah orang-orang yang masih bergerombol memadati jalan, menuju rumah Kepala Desa Caringin.

Sementara, Rangga sudah kembali memutar tubuhnya. Matanya juga memandang ke depan dari jendela kamar penginapan yang cukup besar ini. Dan di saat mereka terdiam, tiba-tiba saja....

"Ssst..!" Rangga menempelkan jari telunjuk ke bibir, begitu telinganya yang sangat peka mendengar suara yang sangat halus, tepat di atas atap kamar penginapannya. Tak lama, suara itu langsung menghilang. Namun belum juga kedua pendekar muda itu bisa memastikan, mendadak terlihat sebuah bayangan berkelebat begitu cepat, turun dari atas atap. Dan dia mendarat tepat melewati jendela ini. Lalu pada saat itu juga....

Wusss! "Awas, Pandan...!"

Sambil berseru memperingati. Rangga cepat mendorong tubuh Pandan Wangi ke samping. Sementara, dia sendiri cepat melesat ke arah yang berlawanan, tepat di saat terlihat secercah cahaya keperakan meluncur deras ke arah mereka, dan langsung menerobos masuk melalui jendela kamar ini.

Jleb!
"Hap!"

Rangga cepat-cepat melompat, begitu melihat benda berwarna keperakan itu menancap di dinding kamar ini. Keningnya jadi berkerut begitu melihat sebuah benda berbentuk sekuntum bunga mawar berwarna putih keperakan, tertancap tidak begitu dalam di dinding belahan papan kayu ini. Cepat-cepat dia melompat ke jendela sambil mencabut bunga mawar putih keperakan dari baja itu.

Tidak ada yang bisa didapatkan, kecuali orang-orang yang masih terlihat banyak memadati jalan di depan rumah penginapan ini. Sementara, Pandan Wangi juga sudah berada di samping Pendekar Rajawali Sakti. Matanya tampak melirik sedikit pada bunga mawar putih keperakan dari baja yang berada di tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti.

"Apa itu, Kakang?" tanya Pandan Wangi.

Rangga langsung menyerahkan benda itu. Lalu Pandan Wangi mengambilnya, diamatinya beberapa saat benda itu, kemudian ditatapnya wajah Rangga yang terus memandang keluar dengan sorot mata tajam, seakan ingin menembus gelapnya malam yang bermandikan cahaya api obor di sepanjang jalan desa. Pendekar Rajawali Sakti kemudian melirik gadis di sebelahnya.

"Apakah ini dari perasaan hatimu yang tidak enak, Pandan...?" terdengar agak menggumam suara Rangga.

Pandan Wangi hanya diam saja, terus mengamati bunga mawar putih keperakan di tangannya. "Kau mengenalinya, Pandan?" tanya Rangga lagi.

"Hanya ada satu orang yang menggunakan benda ini sebagai senjata, Kakang," sahut Pandan Wangi pelan.

"Siapa?"

"Ratu Lembah Kambang. Tapi, biasanya juga disebut Ratu Dewi Pelangi," sahut Pandan Wangi.

"Lembah Kambang...," gumam Rangga pelan, seperti bicara pada diri sendiri. "Bukankah Lembah Kambang ada di sebelah barat Gunung Brambang, Pandan...?"

"Ya! Tidak jauh dari Padepokan Dara Wulung," sahut Pandan Wangi.

Rangga jadi terdiam. Sedangkan Pandan Wangi juga tidak bicara lagi. Entah, apa yang ada di dalam kepala masing-masing. Mereka tidak dapat menduga, apa yang akan terjadi nanti. Dan kesunyian semakin menyelimuti mereka berdua. Sampai saat ini tidak ada yang bisa memastikan, apa maksud orang itu melemparkan mawar putih keperakan ini. Dan itu menjadi pertanyaan yang sulit dijawab.

Sementara dari kejauhan, sayup-sayup sudah terdengar alunan gamelan ditabuh. Sedangkan orang-orang yang masih memadati jalan di depan rumah penginapan ini terlihat bergerak lebih cepat lagi, menuju rumah Ki Jungut.

********************

EMPAT

Semalam penuh Rangga dan Pandan Wangi tidak bisa memejamkan matanya sedikit pun. Benak mereka terus dipenuhi berbagai macam pikiran, tentang beberapa kejadian yang dialami dalam dua hari ini. Dan semalam, mereka sampai tidak mengerti oleh adanya sebuah serangan gelap dari seseorang yang menggunakan senjata rahasia dari bunga berbentuk bunga mawar putih keperakan.

Dan begitu matahari terbit di ufuk timur, sepasang pendekar muda itu meninggalkan Desa Caringin. Jelas sekali, langkah kaki kuda mereka diarahkan ke Gunung Brambang. Namun, jalan yang diambil, melalui bagian barat kaki gunung ini. Jadi, mereka tidak harus melewati sungai untuk mencapai Gunung Brambang dari Desa Caringin.

Sepanjang perjalanan, tidak ada seorang pun yang bicara. Mereka semua membisu. Entah, apa yang ada dalam kepala masing-masing saat ini. Beberapa kali kedua pendekar muda itu menghela napas dalam-dalam, dan beberapa kali pula saling melemparkan pandang lewat sudut ekor mata.

"Masih jauh tempatnya, Pandan?" tanya Rangga membuka suara, memecah kebisuan.

"Tidak seberapa jauh lagi," sahut Pandan Wangi.

"Kau seperti memikirkan sesuatu, Pandan. Boleh aku tahu...?" tebak Rangga memperhatikan si Kipas Maut itu.

"Hhh...!" Pandan Wangi hanya menghembuskan napas panjang saja. Rangga melihat, tangan kanan Pandan Wangi masih menggenggam erat-erat bunga mawar putih keperakan dari baja yang semalam dilemparkan seseorang ke arah mereka sewaktu di dalam kamar penginapan. Dan lagi, wajah Pandan Wangi juga kelihatan menegang.

Entah, sudah berapa kali gadis itu menarik na-pas dalam-dalam, lalu menghembuskannya kuat-kuat. Baru saja Rangga membuka mulutnya hendak bicara lagi, tiba-tiba saja mereka berdua dikejutkan oleh teriakan keras yang kemudian disusul terdengarnya denting senjata beradu.

"Apa itu...?" seru Rangga seperti bertanya pada diri sendiri.

"Seperti suara pertarungan," sahut Pandan Wangi.

Sekilas mereka saling berpandangan, kemudian langsung menggebah cepat kudanya, ke arah sumber suara yang mengejutkan itu. Debu seketika membubung tinggi ke angkasa bercampur daun-daun kering, begitu kuda-kuda kedua pendekar muda itu dipacu cepat.

"Hiya!"
"Yeaaah...!" Dalam berpacu seperti ini, sudah barang tentu kecepatan lari kuda Pandan Wangi tidak bisa menyamai Dewa Bayu yang ditunggangi Rangga. Maka sebentar saja gadis itu sudah tertinggal jauh di belakang. Dan sepertinya Rangga tidak menyadari kecepatan lari kudanya yang seperti angin itu.

Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"

Rangga malah semakin keras menggebah kudanya, hingga Dewa Bayu berlari bagaikan kesetanan saja. Bahkan semakin jauh meninggalkan Pandan Wangi. Dan begitu Pendekar Rajawali Sakti itu sampai di sebuah padang rumput yang tidak begitu luas....

"Hooop!"

Pemuda berbaju rompi putih itu langsung menghentikan lari kudanya, lalu melompat turun. Begitu indah dan ringan gerakannya, sehingga sedikit pun tidak menimbulkan suara saat kedua kakinya menjejak tanah berumput ini. Dan sekitar tiga batang tombak di depannya, terlihat seorang gadis muda tengah dikeroyok dua orang laki-laki tua berbaju jubah panjang warna merah menyala.

Rangga langsung mengenali. Memang, gadis berbaju kuning muda itu adalah Rahmita, wanita yang pernah ditolongnya dari keroyokan empat orang laki-laki bertampang kasar. Melihat Rahmita kini bertarung lagi, Rangga jadi termangu sendiri. Sulit dimengerti, mengapa gadis semuda itu banyak sekali musuhnya.

"Hm.... Kelihatannya dia mulai terdesak," gumam Rangga dalam hati.

Dan memang, Rahmita sudah mulai kelihatan kewalahan. Bahkan tidak lagi mempunyai kesempatan menyerang. Tubuhnya hanya bisa berjumpalitan, menghindari serangan-serangan dua orang laki-laki tua berjubah merah yang mengeroyoknya.

Dan pada satu kesempatan, tiba-tiba saja salah seorang laki-laki tua berjubah merah yang rambutnya sudah putih semua, melenting ke udara. Lalu tubuhnya menukik deras sekali sambil melepaskan satu pukulan keras yang begitu cepat ke arah kepala gadis ini.

Namun dengan satu gerakan manis, Rahmita masih bisa berkelit. Tapi ketika laki-laki tua berjubah merah yang satunya lagi melepaskan satu tendangan menggeledek ke arah dada, gadis itu sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Dan....

Des!
"Akh...!"

Sambil memekik keras, tubuh gadis berbaju kuning muda itu terpental cukup jauh ke belakang. Lalu, keras sekali tubuh yang ramping itu terjajar ke tanah. Pada saat itu juga, laki-laki berjubah merah berambut putih sudah melesat cepat bagai kilat ke arah gadis ini. Kemudian kembali dilepaskannya satu pukulan tangan kanan yang pasti disertai pengerahan tenaga dalam.

"Hiyaaat...!"

"Celaka...! Dia bisa mati kalau kena." desis Rangga agak terperanjat. Dan... "Hih...!"

Rangga cepat memungut selembar daun kering. Dan dengan kecepatan dahsyat dilemparkannya ke arah orang tua berjubah merah itu. Daun kering itu melesat begitu cepat bagai anak panah lepas dari busur. Dan begitu pukulan tangan kanan orang tua berjubah merah itu hampir mendarat di dada Rahmita, daun kering yang dilemparkan Rangga melesat ke arah tangannya.

"Ikh...!"

Orang tua berjubah merah itu jadi tersentak kaget setengah mati. Buru-buru tubuhnya melenting ke belakang, sambil menarik kembali pukulannya. Dua kali tubuhnya berputaran di udara, sebelum kedua kakinya menjejak tanah berumput ini.

"Setan...! Siapa berani kurang ajar, heh...?!" geram orang tua itu marah

Pada saat itu juga, Rangga sudah melesat cepat, dan tahu-tahu sudah berdiri tegak sekitar tiga langkah lagi di depan Rahmita. Gadis itu juga kelihatan terkejut oleh munculnya pemuda tampan berbaju rompi putih yang pernah menolongnya dari keroyokan empat orang laki-laki kemarin. Kini, dia muncul lagi dan menyelamatkan nyawanya kembali.

"Rangga...," desis Rahmita tanpa sadar. Bergegas gadis itu bangkit berdiri, walaupun dadanya terasa begitu sesak, membuat nafasnya jadi tersengal tidak beraturan.

Sementara itu, dua orang laki-laki tua berjubah merah menyala kelihatan berang oleh munculnya Pendekar Rajawali Sakti. Mereka berdiri berdampingan. Sorot mata mereka begitu tajam memerah, menerobos langsung ke bola mata pemuda di depannya. Rangga sendiri agak terkesiap juga, begitu melihat dua orang laki-laki tua ini ternyata berwajah kembar.

Dan yang membedakan antara mereka berdua hanya rambutnya saja. Yang seorang berambut putih. Sedangkan yang seorang lagi berambut hitam. Tapi, bentuk tubuh maupun pakaian tidak ada bedanya sama sekali. Demikian pula pedang yang tergantung di pinggang yang bentuk dan ukurannya sama pula.

"Anak muda, siapa kau?! Berani benar mencampuri urusan Setan Kembar Jubah Merah!" bentak salah seorang yang berambut putih.

Suaranya terdengar kecil, tapi sangat nyaring. Sorot matanya juga begitu tajam, menatap langsung ke bola mata Rangga yang berada sekitar dua batang tombak di depannya.

"Maaf, Kisanak. Aku hanya tidak ingin kalian berdua mencelakai temanku ini," sahut Rangga kalem, seraya membungkuk untuk memberi hormat.

"Phuih! Kalau kau temannya, berarti juga harus mampus, Bocah!" dengus orang tua yang berambut hitam.

"Tunggu dulu...!" sentak Rangga hendak mencegah. Tapi....

"Tidak ada waktu untuk berdebat, Bocah. Tahan seranganku. Hiyaaat...!"

Tanpa menghiraukan cegahan Pendekar Rajawali Sakti, dua orang laki-laki tua yang menjuluki diri Setan Kembar Jubah Merah langsung saja melompat cepat, sambil melepaskan pukulan-pukulan keras beruntun.

"Hup! Yeaaah...!"

Rangga terpaksa harus melompat mundur. Dan tubuhnya langsung meliuk menghindari serangan-serangan cepat dari dua orang tua berjubah merah menyala ini. Dengan menggunakan jurus Sembilan Langkah Ajaib, serangan-serangan kedua orang tua itu mudah sekali dapat dimentahkan. Tapi, pertahanan Pendekar Rajawali Sakti kelihatannya tidak berlangsung lama, begitu kelemahan jurus Sembilan Langkah Ajaib, cepat diketahui Setan Kembar Jubah Merah.

Maka salah seorang dari mereka langsung saja menyerang bagian kaki Pendekar Rajawali Sakti, sedangkan yang seorang lagi menyerang bagian atas. Serangan-serangan cepat yang mengarah pada dua bagian tubuh ini, tentu saja membuat Rangga jadi kelabakan juga. Cepat-cepat tubuhnya melenting ke udara, dan berputaran beberapa kali. Lalu tubuhnya cepat melesat turun, dan manis sekali kakinya menjejak sekitar dua batang tombak di depan kedua orang tua berjubah merah ini.

"Hap!" Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti bisa menarik napas lega, dua orang tua itu sudah menyerang lagi

"Hup! Hiyaaa...!"

Tepat di saat laki-laki tua berjubah merah yang berambut putih menghantamkan pukulannya ke arah perut, Rangga cepat mengegoskan tubuhnya ke kanan. Dan saat itu juga, kaki kirinya dihentakkan ke depan, sambil memiringkan tubuhnya ke kanan.

"Hiyaaa...!"

"Ikh...!" Orang tua berjubah merah yang berambut putih itu jadi terkejut setengah mati. Sungguh tidak disangka kalau Rangga akan melakukan serangan, justru di saat tengah menghindari serangannya. Tak ada waktu lagi untuk berkelit. Maka cepat-cepat tangan kirinya dikebutkan untuk menangkis hentakan kaki kiri Pendekar Rajawali Sakti.

Plak!

"Akh...!" Orang tua berjubah merah yang berambut putih itu jadi terpekik, begitu tangannya beradu keras dengan kaki kiri Pendekar Rajawali Sakti. Maka cepat-cepat dia melompat ke belakang sejauh lima langkah. Tapi baru saja menjejakkan kakinya di tanah, Rangga sudah menggeser kakinya cepat sekali menyusur tanah. Dan pada saat itu juga, tangannya cepat dikibaskan ke arah dada orang tua ini.

"Hiyaaa...!"
"Haiiit..!"
"Yeaaah...!"
Cring!
Wuk!
"Upts...!"

Kali ini Rangga yang tersentak kaget Begitu serangannya dilancarkan, tiba-tiba saja orang tua berjubah merah yang berambut hitam sudah melompat sambil mencabut pedangnya. Dan pedang itu langsung dibabatkan ke arah tangan Pendekar Rajawali Sakti. Untung Rangga cepat-cepat menarik tangannya, sehingga tebasan pedang itu tidak sampai menyambar tangannya.

"Hup!"

Cepat-cepat Rangga melompat ke belakang beberapa langkah. Sementara, orang tua berjubah merah yang berambut putih sudah meloloskan pedangnya juga. Dan kini mereka berdiri berdampingan dengan pedang tersilang di depan dada. Sedangkan Rangga berdiri tegak memandangi dengan sorot mata tajam, tidak berkedip sedikit pun.

"Cabut pedangmu, Bocah!" bentak Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih.

"Maaf. Aku belum merasa perlu menggunakan pedang," sahut Rangga, menolak halus.

"Sombong...!" dengus Setan Kembar Jubah Merah yang berambut hitam.

"Jangan salahkan kami kalau kau mampus tanpa sempat mencabut senjata, Bocah!" sambung Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih.

Rangga hanya tersenyum kecil saja. Sementara, dua orang laki-laki tua yang berjubah Setan Kembar Jubah Merah itu sudah menggeser kaki ke samping, hingga jarak satu sama Iain merenggang. Begitu ringan gerakan kaki mereka, sehingga tidak terdengar suara sedikit pun juga. Dan saat itu juga, Rangga menyadari kalau dua orang tua kembar itu memiliki kepandaian yang tidak bisa dianggap enteng.

"Hiyaaat...!"
"Yeaaa...!"
"Hap!"

Rangga cepat-cepat meliukkan, begitu Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih mengebutkan pedangnya. Dan hampir bersamaan, orang tua yang berambut hitam juga sudah menyerang. Pedangnya dibabatkan ke arah kaki Pendekar Rajawali Sakti. Dengan pedang di tangan, serangan dua orang laki-laki berjuluk Setan Kembar Merah itu semakin dahsyat saja. Sedikit saja lengah, akan sangat parah akibatnya. Dan Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindarinya.

"Hiyaaat..!"

Begitu mendapat kesempatan, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara. Lalu bagaikan kilat tubuhnya meluruk deras dengan kedua kaki berputaran cepat mengarah ke kepala Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih.

"Ikh...!"

Laki-laki tua berjubah merah yang berambut putih itu jadi terkejut setengah mati. Cepat-cepat pedangnya diputar ke atas kepala, lalu melompat ke belakang dua langkah. Tapi pada saat yang bersamaan, Rangga su-dah cepat memutar tubuhnya hingga kepalanya terbalik ke bawah. Dan saat itu juga...

"Yeaaah...!"

Bagaikan kilat Pendekar Rajawali Sakti melepaskan satu pukulan keras, menggunakan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Begitu cepat hentakan tangan kanannya, sehingga Setan Kembar Jubah Merah berambut putih itu tidak sempat lagi menghindar. Maka....

Diegkh!
"Akh...!"

Pukulan Pendekar Rajawali Sakti tepat menghantam dadanya. Dan sambil memekik tertahan, laki-laki tua berjubah merah yang berambut putih itu terpental ke belakang, sejauh dua batang tombak. Sementara orang tua kembarannya yang berambut hitam jadi tersentak kaget, melihat saudaranya terpental, terkenal pukulan telak di dadanya.

"Setan alas...! Kubunuh kau! Hiyaaat...!"

Wuk!
"Hap! Yeaaah...!"

Tepat di saat orang tua berambut hitam itu mengebutkan pedangnya ke arah kepala, Rangga langsung merunduk. Tubuhnya lalu berputar cepat bagai kilat sambil melepas satu tendangan berputar yang begitu cepat disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Begitu cepatnya serangan balik yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga....

Des!
"Akh...!"

Laki-laki tua berjubah merah yang berambut hitam itu kontan terpental ke belakang sejauh dua batang tombak, begitu dadanya terkena tendangan telak Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya langsung terjengkang di tanah, diiringi pekik kesakitan.

Sementara, Rangga berdiri tegak dengan kedua kaki kokoh. Sorot matanya begitu tajam, menatap dua orang laki-laki tua yang tergeletak bersisian sambil mengerang, merintih kesakitan. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri. Lalu, dipungutnya dua pedang Setan Kembar Jubah Merah yang tadi terpental lepas dari tangannya, begitu terkena pukulan dan tendangannya.

Sementara, dua orang tua berjubah merah itu sudah bangkit berdiri. Tapi, bibir mereka masih terlihat meringis menahan sakit di dada. Dan Rangga sudah berdiri tegak sekitar tujuh langkah di depan mereka. Tangan kanannya tampak menggenggam dua pedang orang tua itu.

"Anak muda, siapa kau sebenarnya...?! Kepandaianmu sungguh tinggi! Dan kami mengaku kalah...," kata Setan Kembar Jubah Merah yang berambut putih. Suaranya terdengar tersendat-sendat, karena jalan pernafasannya belum teratur benar.

Namun belum juga Rangga bisa menjawab, tiba-tiba saja terdengar suara tawa terkikik yang begitu keras menyakitkan telinga. Akibatnya, mereka semua yang ada di tempat itu jadi tersendat kaget. Rangga yang sudah begitu sempurna tingkat kepandaiannya, langsung mengerahkan hawa murni untuk menahan suara tawa terkikik yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi ini

"Hmmm.... Siapa lagi ini...?" gumam Rangga dalam hari, bertanya pada diri sendiri.

"Hik hik hik...!"

LIMA

"Hik hik hik..!" Tawa terkikik yang begitu nyaring menyakitkan telinga itu terus terdengar menggema, membuat darah di tubuh mereka semua jadi bergolak. Tampak Setan Kembar Jubah Merah sudah merapatkan kedua telapak tangan di depan dada. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak tanpa bergeming sedikit pun.

"Nisanak! Keluarlah...! Tidak ada gunanya bermain-main seperti itu...!" Terdengar keras sekali suara Rangga, karena dikeluarkan lewat pengerahan tenaga dalam sempurna. Dan seketika itu juga, suara tawa terkikik itu lenyap dari pendengaran. Tapi tidak berapa lama kemudian, terlihat sebuah bayangan hijau berkelebat begitu cepat di depan Rangga.

Wusss...!

"Heh...?!" Rangga jadi tersentak kaget, karena bayangan hijau itu berkelebat begitu cepat menyambar dua orang laki-laki tua di depannya yang berjuluk Setan Kembar Jubah Merah. Begitu cepat kelebatannya, sehingga dua orang tua berjubah merah itu tidak sempat lagi menyadari. Dan....

Bet!
Wuk!
"Akh!"
"Aaa...!"

Saat itu juga terdengar jeritan panjang melengking tinggi yang begitu menyayat. Saat itu, kelopak mata Rangga jadi terbeliak lebar, begitu melihat dua orang laki-laki tua berjubah merah ini sudah ambruk menggelepar di tanah. Tampak leher mereka menyemburkan darah segar dari luka yang seperti terbabat pedang. Hanya sebentar saja Setan Kembar Jubah Merah itu menggelepar sambil mengerang, kemudian mengejang kaku. Dan kini, mereka diam tidak bergerak-gerak lagi.

"Edan...!" dengus Rangga terkejut.

"Hik hik hik...!"

"Okh...?!" Kembali Pendekar Rajawali Sakti tersentak kaget, ketika terdengar lagi tawa mengikik yang menyakitkan telinga. Tapi begitu tawa itu terhenti, kembali terlihat satu bayangan hijau berkelebat begitu cepat di depan pemuda berbaju rompi putih ini.

"Hup!" Cepat-cepat Rangga melompat ke belakang, tidak ingin bernasib sama dengan si Setan Kembar Jubah Merah. Tapi, rupanya bayangan hijau itu tidak menyambar ke arahnya, dan hanya berkelebat di depan tubuhnya saja. Dan tepat di saat Rangga menjejakkan kakinya, tahu-tahu sekitar satu batang tombak di depannya sudah berdiri seorang perempuan muda berwajah cantik bagai bidadari.

Wanita itu berbaju ketat dan agak tipis berwarna hijau. Sehingga, bentuk tubuhnya yang indah dan ramping menggiurkan membayang jelas. Tampak di balik punggungnya tersembul sebilah pedang, yang pada bagian ujungnya berbentuk sekuntum bunga mawar berwarna putih keperakan. Bibirnya yang merah, terlihat menyunggingkan senyum manis sekali.

Sesaat Rangga sempat terpana memandanginya. Dia merasa, seakan-akan tengah berhadapan dengan bidadari yang baru turun dari kayangan. Sungguh kecantikan wanita itu tiada bandingnya. Dan sepertinya, baru kali ini Rangga melihat wanita cantik yang sangat sempurna, sehingga membuat matanya tidak berkedip memandangi beberapa saat.

"Seharusnya kau tidak perlu melayani tikus-tikus tidak berguna seperti mereka, Pendekar Rajawali Sakti. Kau sudah menerima undangan kami. Dan kami semua sangat mengharapkan kedatanganmu," terdengar sangat lembut nada suara wanita cantik berbaju hijau itu.

"Maaf, aku belum mengenalmu, Nisanak. Kalau boleh tahu, siapa kau ini...?" tanya Rangga tanpa menghiraukan kata-kata wanita bagai bidadari itu.

"Oh, ya. Maaf.... Aku sampai lupa memperkenalkan diri," ucap wanita itu.

Dia melangkah beberapa tindak ke depan, hingga jaraknya dengan Pendekar Rajawali Sakti tinggal sekitar lima langkah lagi. Saat itu juga, Rangga bisa merasakan aroma yang sangat harum menyebar dari tubuh ramping wanita berwajah cantik dan berkulit putih ha-lus menggiurkan ini.

"Aku Ratu Dewi Pelangi. Tapi biasanya disebut Ratu Lembang Kambang. Dan ada juga yang memanggilku Pelangi Lembah Kambang. Terserah, kau mau memanggilku yang mana...," ujar wanita cantik berbaju hijau ini memperkenalkan diri dengan suara lembut sekali.

Rangga melirik sedikit pada dua tubuh laki-laki tua yang tergeletak tidak bernyawa lagi, dengan leher terbabat hampir buntung. Kemudian matanya melirik Rahmita yang duduk bersandar di bawah pohon. Tampaknya gadis itu mengalami luka yang cukup parah, hingga tidak bisa lagi mengangkat tubuhnya berdiri. Dan pada saat yang sama, Ratu Lembah Kambang yang juga dikenal sebagai Ratu Dewi Pelangi atau Pelangi Lembah Kambang itu mengarahkan pandangan pada gadis manis berbaju kuning muda ini. Tapi sebentar kemudian, kembali ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti.

"Tidak perlu kau cemaskan dia, Pendekar Rajawali Sakti," kata Ratu Lembah Kambang, masih terdengar lembut sekali suaranya terdengar.

"Kelihatannya dia terluka," ujar Rangga pelan.

"Hanya luka ringan. Tidak lama lagi, dia juga sudah pulih," jelas Ratu Lembah Kambang. Rangga menatap wanita di depannya ini dalam-dalam.

"Tadi aku sempat memeriksanya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Percayalah, dia tidak mengalami luka parah," kata Ratu Lembah Kambang lagi, berusaha meyakinkan Pendekar Rajawali Sakti. Rangga hanya diam saja. Sebentar dipandangnya wanita di depannya ini, dan sebentar kemudian beralih pada Rahmita yang masih tetap duduk bersandar pada sebatang pohon yang cukup rimbun daunnya dengan kedua kaki menjulur ke depan. Tapi sebentar kemudian pandangan Pendekar Rajawali Sakti kembali terarah pada Ratu Lembah Kambang, yang juga dikenal sebagai Ratu Dewi Pelangi.

"Aku kira, tidak ada waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Kita harus secepatnya sampai di Lembah Kambang," kata Ratu Lembang Kambang mengingatkan.

"Tunggu dulu...," sentak Rangga, mencegah ayunan langkah kaki wanita cantik ini.

"Ada apa lagi?" tanya Ratu Lembah Kambang.

"Aku tidak bisa pergi tanpa Pandan Wangi. Dia sedang menuju ke sini," sahut Rangga, langsung teringat pada si Kipas Maut.

"Kekasihmu sudah menunggu di sana," jelas Ratu Lembah Kambang kalem.

"Apa maksudmu, Nisanak...?" Rangga kelihatannya agak terkejut juga mendengar kata-kata wanita itu. Langsung ditatapnya Ratu Lembah Kambang dengan sinar mata yang sangat tajam.

Tapi Ratu Lembah Kambang malah tersenyum manis. "Jangan khawatir, Rangga...," terdengar terputus nada suara Ratu Lembah Kambang. Rangga masih tetap diam, menatap dengan sinar mata sangat tajam. "Boleh aku memanggil dengan namamu saja...?" pinta Ratu Lembang Kambang.

"Tampaknya kau sudah tahu banyak tentang diriku, Nisanak," agak mendesis kecil nada suara Pendekar Rajawali Sakti.

"Ya, aku tahu banyak tentang dirimu," sahut Ratu Lembah Kambang mengakui.

"Hmmm...."

"Pandan Wangi sudah dijemput di tengah perjalanan oleh dua orang abdiku. Jangan khawatir, dia tidak apa-apa. Dan lagi, kedua abdiku tidak memaksanya. Pandan Wangi mengikuti, setelah salah seorang abdiku mengatakan kau sudah menunggu di sana," jelas Ratu Lembah Kambang.

"Heh...?! Apa katamu...?!" Rangga jadi terperanjat setengah mati.

"Maaf, Rangga. Kalau tidak begitu, aku tahu Pandan Wangi tidak akan mau mengikuti," kata Ratu Lembah Kambang.

"Katakan terus-terang, apa maksudmu sebenarnya, Nisanak?" terdengar agak mendesis nada suara Rangga.

"Sayang sekali, aku tidak bisa mengatakannya di sini. Sebaiknya, ikutlah saja denganku ke Lembah Kambang," sahut Ratu Lembah Kambang.

Rangga jadi terdiam beberapa saat. Sebentar matanya melirik Rahmita yang masih tetap duduk menjulurkan kakinya bersandar pada sebatang pohon.

"Cepatlah, Rangga. Tidak ada waktu lagi...," desak Ratu Lembah Kambang.

Rangga memandangi wanita cantik itu beberapa saat, kemudian melangkah mendekati Rahmita yang masih tetap duduk bersandar di bawah pohon. Sebentar diperiksanya keadaan gadis itu. Tapi begitu hendak bangkit berdiri, Rahmita sudah mencekal tangannya.

"Hati-hati, Rangga. Aku tahu, siapa dia. Perempuan itu bukan wanita baik-baik," bisik Rahmita perlahan.

"Adikku ada di tangannya," kata Rangga juga berbisik pelan.

"Sudah kuduga...," desis Rahmita.

Rangga memandangi gadis itu beberapa saat, kemudian melirik sedikit pada Ratu Lembah Kambang yang masih menunggu dengan sikap tidak sabar.

"Kau tidak apa-apa, Rahmita?" tanya Rangga.

"Tenanglah. Aku sengaja berbuat begini, supaya dia tidak membunuhku," sahut Rahmita seraya tersenyum sedikit.

"Membunuhmu...? Kenapa?"

"Nanti juga kau akan tahu, Rangga. Sebaiknya kau memang ikut dengannya saja dulu. Nanti kita bertemu di sana," kata Rahmita lagi. Entalah kenapa, Pendekar Rajawali Sakti jadi menganggukkan kepalanya.

"Ingat Rangga. Hati-hati...," pesan Rahmita. Setelah tangannya dilepaskan, Rangga baru bangkit berdiri. Kemudian kakinya melangkah menghampiri Ratu Lembah Kambang. Sedikit matanya melirik Rahmita yang masih duduk bersandar di bawah pohon, kemudian terus melangkah diiringi wanita cantik berbaju hijau ini.

********************

Pendekar Rajawali Sakti

Sempat juga Rangga berdecak kagum melihat keindahan Lembah Kambang. Baru kali ini dia datang ke lembah ini, walaupun sudah sering kali mendengarnya. Dan yang lebih mengherankan lagi, di tengah-tengah lembah itu berdiri sebuah bangunan besar bagai istana yang sangat indah. Seluruh bangunan itu memancarkan cahaya bagai pelangi, menyebar ke seluruh lembah ini. Tidak heran kalau lembah ini juga dikenal sebagai Lembah Pelangi.

Sepanjang hari, dari lembah ini memancar cahaya bagai pelangi di angkasa. Dan wanita yang berada di sebelahnya juga bernama Ratu Dewi Pelangi. Rangga tahu, wanita ini yang menguasai menjadi ratu di Lembah Pelangi. Mereka terus berjalan menuju bangunan istana itu. Tampak dua orang gadis cantik, berdiri di depan tangga beranda istana ini.

Memang, bangunan ini tidak memiliki benteng pembatas, seperti pada umumnya istana-istana yang pernah dilihatnya. Dua orang gadis itu membungkuk ketika Rangga dan Ratu Lembah Kambang melewatinya. Mereka terus berjalan meniti anak-anak tangga yang terbuat dari batu pualam, bercahaya warna-warni bagai pelangi.

"Silakan masuk, Rangga. Kau kini menjadi tamu agungku," ucap Ratu Lembah Kambang ramah.

Rangga hanya menggumam saja sedikit sambil terus mengayunkan kakinya memasuki bagian ruangan depan istana ini. Kembali mulutnya berdecak kagum begitu sampai di dalam. Ruangan ini sangat indah. Dan sepertinya, Pendekar Rajawali Sakti berada dalam sebuah lembah yang sunyi dan terpencil ini ada sebuah bangunan istana yang sangat indah dan menakjubkan. Dan Rangga tidak bisa melukiskan dengan kata-kata.

"Sepi sekali istanamu. Kulihat, hanya ada beberapa orang saja. Dan semuanya juga wanita," kata Rangga seperti bicara pada diri sendiri.

"Memang begini keadaannya. Kau tidak akan bisa menemukan laki-laki seorang pun di sini. Semua yang menghuni istana ini memang wanita," sahut Ratu Lembah Kambang.

"Kau tidak punya rakyat?" tanya Rangga jadi ingin tahu.

"Banyak," sahut Ratu Lembah Kambang singkat.

Mereka kini sudah berada di bagian tengah ruangan istana. Tampak sebuah tahta yang sangat indah bentuknya, memancarkan cahaya kuning keemasan. Tapi Rangga juga tidak melihat adanya seorang pun di dalam ruangan yang sangat besar dan indah ini. Ratu Lembah Kambang langsung naik ke atas singgasananya, dan duduk di kursi yang berlapiskan emas.

Sementara, Rangga hanya berdiri saja di ujung bawah undakan singgasana yang berjumlah tujuh buah. Sebentar pandangannya beredar ke sekeliling. Begitu sunyi, hingga tarikan nafasnya sendiri terdengar jelas sekali.

"Duduklah...," ucap Ratu Lembah Kambang mempersilakan, sambil merentangkan tangannya ke depan.

Rangga jadi kebingungan sendiri, karena tidak melihat ada satu kursi pun di dekatnya. Tapi mendadak saja dari lantai di sebelah kirinya mengepul asap kemerahan. Dan begitu asap itu menghilang, tahu-tahu di sebelah kiri Pendekar Rajawali Sakti sudah ada sebuah kursi yang sepertinya terbuat dari emas.

"Silakan, Rangga...," ucap Ratu Lembah Kambang mempersilakan lagi dengan ramah.

Rangga agak ragu-ragu, tapi akhirnya duduk juga di kursi yang tiba-tiba saja muncul dari dalam lantai istana ini. Namun baru saja duduk, tiba-tiba saja jadi teringat Pandan Wangi.

"Maaf, Nisanak. Bisa aku bertemu Pandan Wangi...?" pinta Rangga langsung.

"Sebentar lagi kau akan bertemu dengannya, Rangga. Percayalah padaku. Dia tidak apa-apa," sahut Ratu Lembah Kambang, menenangkan.

"Kalau begitu, katakan saja apa maksudmu membawaku ke sini...?"

"Kenapa begitu terburu-buru, Rangga? Istirahatlah dulu. Masih ada waktu beberapa saat lagi," sahut Ratu Lembah Kambang, dengan senyuman merekah di bibir.

Rangga jadi teringat kata-kata Rahmita yang memperingatinya agar hati-hati pada wanita ini. Saat itu juga kecurigaannya mulai tumbuh dalam hatinya. Sikap yang diperlihatkan Ratu Lembah Kambang memang sangat ramah dan manis. Tapi itu justru membuat Rangga semakin curiga. Dugaannya, pasti ada maksud tertentu dari kebaikan dan keramahan yang ditunjukkan wanita ini.

"Kau pasti lelah. Sebaiknya, istirahatlah dulu. Aku sudah menyiapkan kamar untukmu beristirahat selama di sini," kata Ratu Lembah Kambang lagi.

Plok! Plok! Plok!

Ratu Lembah Kambang menepuk tangannya tiga kali. Dan saat itu juga, dari balik sebuah pintu yang ada di sebelah kanan singgasana keluar empat orang gadis cantik berbaju hijau muda. Tampak pada bagian perut dan sebagian dada mereka dibiarkan terbuka, sehingga menampakkan kulit yang putih dan halus. Keempat gadis itu langsung membungkuk dengan sikap sangat hormat pada Ratu Lembah Kambang.

"Tunjukkan tamuku ini kamarnya," perintah Ratu Lembah Kambang.

"Baik, Gusti Ratu," sahut keempat gadis itu serempak.

"Layani sebaik-baiknya. Turuti segala yang diinginkannya," perintah Ratu Lembah Kambang lagi.

Setelah membungkuk memberi hormat, keempat gadis itu menghampiri Rangga. Saat itu, Rangga sudah bangkit berdiri dari kursinya lalu melangkah setelah dipersilakan mengikuti empat orang gadis berwajah cantik ini. Sementara, Ratu Lembah Kambang masih tetap duduk di atas kursi singgasananya yang megah.

Rangga menempati sebuah kamar yang sangat luas dan indah sekali. Empat orang gadis terus menemaninya, padahal Pendekar Rajawali Sakti sudah meminta agar ditinggalkan seorang diri. Tapi, rupanya keempat gadis itu tidak berani keluar dari dalam kamar ini. Dan mereka mengatakan kalau sudah diperintah untuk terus menemani, serta melayani segala kebutuhan pemuda ini. Rangga tidak bisa lagi berbuat apa-apa, tapi juga tidak mengajukan permohonan apa pun. Sehingga, empat orang gadis itu hanya diam saja. Dan mereka duduk berjajar di sebuah kursi panjang, tidak jauh dari pintu.

"Ada beberapa orang tamu Ratu Lembah Kambang sekarang selain aku...?" tanya Rangga memecah kebisuan yang cukup lama terjadi di dalam kamar ini.

"Enam orang," sahut salah seorang gadis itu.

"Mereka semua laki-laki?" tanya Rangga lagi.

Serempak keempat gadis itu mengangguk. Dan anggukan itu membuat Rangga jadi berpikir. Kata Ratu Lembah Kambang, tidak ada seorang laki-laki pun, yang ada di sini. Tapi nyatanya, ada enam orang. Jelas, pasti ini ada apa-apanya.

"Kalian tahu, untuk apa ratumu mengundangku datang ke sini?" tanya Rangga ingin tahu.

"Gusti Ratu saat ini tengah mencari pendamping yang cocok untuknya. Sengaja yang dipilihnya adalah para pendekar berkepandaian tinggi. Dan penentuannya akan dilakukan malam nanti. Beruntunglah Raden, kalau bisa mengalahkan yang lain. Raden sangat tampan dan gagah, pasti sangat cocok bila mendampingi Gusti Ratu di istana ini," sahut gadis itu lagi. Sedangkan tiga orang gadis yang lainnya hanya diam saja.

Seketika itu juga, Rangga jadi tersentak kaget. Sungguh tidak disangka akan seperti ini jadinya. Saat itu juga, dia melompat ke pintu dan hendak membukanya. Tapi baru saja tangannya menyentuh pintu, mendadak saja....

"Akh...!"

Rangga jadi terpekik. Seketika itu, tubuhnya terpental ke belakang dan jatuh bergulingan beberapa kali di lantai. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti cepat bisa bangkit berdiri lagi. Hampir tidak dipercaya, pintu yang kelihatannya hanya terbuat dari kayu jati biasa ini bisa memiliki tenaga yang sangat luar biasa. Rangga merasakan seperti dihantam sebuah pukulan yang begitu kuat, hingga tangannya jadi terasa bergetar dan nyeri.

Perhatian Pendekar Rajawali Sakti langsung terarah pada empat gadis yang masih tetap duduk berjajar di kursi panjang, dengan sikap begitu tenang dan datar. Seakan-akan, mereka tidak pernah melihat kalau telah terjadi sesuatu pada diri pemuda ini tadi.

"Maaf, Raden. Gusti Ratu sudah memagari seluruh istana ini dengan ilmunya. Jadi, Raden tidak bisa keluar tanpa seizinnya lebih dahulu," jelas gadis itu lagi.

"Hhh! Kenapa dia berbuat begitu padaku...?" dengus Rangga merasa tidak senang.

Pendekar Rajawali Sakti merasa kalau dirinya sudah tertipu dan masuk ke dalam perangkap. Rangga jadi teringat ucapan Rahmita yang diakui mengandung kebenaran. Ratu Lembah Kambang memang bukan wanita baik-baik. Dan jelas, dia menyimpan maksud tertentu dengan mengundangnya ke istana ini. Sebuah maksud yang sudah diketahuinya dari salah seorang pelayan ratu cantik itu.

"Maaf, Raden. Gusti Ratu tidak ingin calon-calon pendampingnya melarikan diri. Mereka yang diundang ke istana ini, sudah melalui pengamatan dan ujian. Dan Raden salah satu yang terpilih. Jadi, sebaiknya Raden jangan berbuat sesuatu sampai nanti malam. Percayalah, Raden.... Gusti Ratu tidak akan mencelakakan siapa pun juga. Beliau hanya ingin memilih yang terbaik dari calon-calon yang ada," jelas gadis itu lagi.

"Huh!" Rangga hanya mendengus kesal saja. Dia tahu, Pandan Wangi tidak ada di istana ini. Dan semua itu hanya tipu daya Ratu Lembah Kambang. Tapi... Rangga jadi tersentak. Kini baru disadari kalau seharusnya Pandan Wangi sudah datang saat Rangga bertarung dengan Setan Kembar Jubah Merah tadi. Tapi gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu sama sekali tidak kelihatan. Apa yang terjadi pada Pandan Wangi...? Apakah Ratu Lembah Kambang sudah.... "Ah...!"

Rangga menggeleng-gelengkan kepala, berusaha mengusir bayang-bayangan buruk yang melintas di dalam kepala tadi. Jelas, dia tidak ingin terjadi sesuatu pada Pandan Wangi. Rangga jadi teringat Rahmita lagi. Sementara, Ratu Lembah Kambang juga tidak melakukan apa pun terhadap gadis itu. Padahal, Rahmita mengatakan kalau tidak berpura-pura menderita luka, pasti sudah dibunuhnya.

Benarkah Ratu Lembah Kambang sekejam itu, hanya untuk meluluskan keinginannya yang gila ini...? Begitu banyak pertanyaan mengalir dalam kepala Rangga. Tapi semuanya memang belum bisa terjawab saat ini. Dan Rangga juga tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya dapat menunggu sampai malam nanti. Dia jadi ingin tahu, apa yang akan dilakukan Ratu Lembah Kambang malam nanti pada calon-calon pilihannya, termasuk dirinya.

ENAM

Rangga bergegas bangkit dari pembaringan, begitu mendengar pintu kamar tempatnya beristirahat di dalam Istana Lembah Kambang ini terbuka. Saat itu juga, empat orang gadis yang sejak siang tadi menemani sudah bangkit berdiri. Rangga juga melihat dua orang gadis lain berada di depan pintu.

"Raden..., silakan. Gusti Ratu sudah menunggu," ujar salah seorang gadis di depan pintu itu.

Sedikit Rangga melirik empat orang gadis yang terus-menerus menemaninya di dalam kamar ini. Dan mereka menganggukkan kepala bersamaan. Kemudian, Rangga melangkah keluar dari dalam kamar ini. Sementara, dua orang gadis yang membuka pintu kamar berjalan di depan. Sedangkan empat orang gadis lainnya berjalan di belakang Pendekar Rajawali Sakti.

Mereka terus berjalan tanpa bicara sedikit pun juga, menyusuri lorong yang cukup panjang. Beberapa buah pintu dilewati, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan yang sangat luas. Di dalam ruangan itu sudah dipenuhi gadis cantik yang berpakaian sama, baik warna maupun potongan.

Rangga diantarkan sampai pada sebuah kursi yang masih kosong yang memang disediakan untuknya. Sementara kursi-kursi lain sudah terisi penuh. Pendekar Rajawali Sakti duduk di kursi, sejajar dengan enam orang laki-laki yang tidak dikenalnya sama sekali. Tapi dari pakaian dan senjata yang disandang, jelas kalau mereka dari kalangan persilatan.

"Gusti Ratu akan hadir. Harap semua berdiri untuk memberi penghormatan...!"

Tiba-tiba saja terdengar seruan yang cukup keras menggema di dalam ruangan ini. Dan semua gadis yang tadi duduk, langsung berdiri. Rangga juga ikut berdiri begitu melihat enam orang laki-laki yang duduk sebaris dengannya sudah berdiri. Saat itu, sebuah pintu berukuran besar dan memancarkan cahaya pelangi bergerak terbuka.

Dari balik pintu itu juga memancarkan cahaya terang yang sangat menyilaukan. Tampak semua gadis yang memenuhi ruangan ini membungkuk dalam-dalam. Hanya Rangga dan enam orang laki-laki lainnya yang tidak membungkuk. Tak berapa lama kemudian, terlihat seorang wanita bertubuh ramping keluar dari bias cahaya terang di pintu itu.

Tampak Ratu Lembah Kambang melangkah anggun. Pakaiannya sangat indah, namun dari bahan yang sangat tipis. Sehingga lekuk-lekuk tubuhnya begitu jelas terlihat. Wanita itu duduk di atas singgasananya. Dan pintu tempat dia keluar tadi, kembali tertutup dengan sendirinya.

"Duduklah kalian semua...!" seru Ratu Lembah Kambang sambil mengangkat tangan kanan sedikit.

Semua gadis yang memadati ruangan ini langsung duduk kembali tanpa menunggu perintah dua kali. Begitu tertib sikap mereka, bahkan tidak seorang pun yang memperdengarkan suaranya. Sehingga suasana dalam ruangan ini jadi sunyi. Beberapa saat suasana di dalam ruangan itu tetap sunyi, tanpa ada seorang pun yang membuka suara.

Sementara, Rangga terus memperhatikan keadaan sekeliling lewat sudut ekor matanya. Hatinya terus-menerus berbicara. Entah, apa yang ada dalam hati dan kepalanya saat ini. Tapi dari sudut ekor matanya, jelas sekali kalau Pendekar Rajawali Sakti tengah mengatur sebuah rencana.

"Sebelumnya, kuucapkan selamat datang pada kalian semua para pendekar gagah dan perkasa...," ucap Ratu Lembah Kambang memecah kesunyian.

Semua mata langsung tertuju pada wanita cantik yang duduk di atas singgasana merah itu. Tidak ada seorang pun yang berbicara. Dan semuanya menunggu, apa yang akan diucapkan Ratu Lembah Kambang.

"Aku merasa, malam ini merupakan malam yang sangat bersejarah, bagi diriku sebagai ratu di sini...," lanjut Ratu Lembah Kambang. "Mungkin kalian semua sudah tahu, kenapa aku mengundang kalian para pendekar gagah datang ke sini. Malam ini, aku akan mencari calon pendampingku. Dan yang kuinginkan sebagai mendampingku nanti adalah seorang pendekar gagah yang memiliki kepandaian sangat tinggi. Nah! Dari kalian semua yang berjumlah tujuh orang, aku ingin diperlihatkan kepandaian yang kalian miliki. Dan ingat kalian harus saling mengalahkan satu sama lain. Cara apa pun yang digunakan tidak ku larang. Tidak ada belas kasihan, juga tidak ada saling memaafkan. Jika kalian tidak suka dan ingin mengalah, kupersilakan untuk menikam diri sendiri."

Bukan hanya Rangga yang terkejut. Tapi keenam pendekar itu juga tersentak kaget setengah mati mendengar kata-kata wanita cantik penguasa Lembah Kambang itu. Sungguh tidak diduga kalau Ratu Lembah Kambang mempunyai peraturan seperti itu.

"Nini Ratu...!" selak salah seorang pemuda berbaju merah muda, dengan sebuah golok berwarna hitam legam yang tergenggam di tangan kanannya.

"Ya.... Ada apa, Pendekar Golok Ireng?" tanya Ratu Lembah Kambang lembut.

Pemuda berusia sekitar dua puluh delapan tahun yang cukup tampan itu bangkit berdiri dari duduknya. Sementara, yang lain memandangi dengan sinar mata sulit diartikan. Hanya Rangga saja yang menatap dengan sorot mata biasa saja, tapi keningnya terlihat sedikit berkerut.

"Aku tidak ingin bertarung tanpa alasan pasti. Dan aku juga tidak ingin mati sia-sia di sini. Dengar, Nini Ratu.... Kalau kau tidak mengijinkan aku dan yang lain keluar dari istanamu ini, aku tidak akan menjamin kehancuran istanamu!" lantang sekali suara Pendekar Golok Ireng.

Mendengar kata-kata pemuda tampan bernama Pendekar Golok Ireng itu, semua pendekar yang duduk berjajar di kursi langsung bangkit berdiri. Bahkan Rangga juga ikut bangkit berdiri. Kini, Pendekar Rajawali Sakti baru tahu kalau enam orang laki-laki yang ada di dalam ruangan ini adalah para pendekar muda yang berada pada jalan lurus.

Dan rupanya, mereka semua juga tidak senang mendapat undangan Ratu Lembah Kambang yang cukup aneh ini. Mengundang tujuh orang pendekar, hanya untuk mencari teman pendamping hidupnya di dalam istananya yang megah ini. Bahkan lewat pertarungan hidup dan mati!

"Aku peringatkan sekali lagi, tidak ada jalan untuk keluar dari istana ini tanpa seizinku. Dengar...! Kalian berada di dalam istanaku. Dan, hanya aku yang berkuasa di sini. Jadi, jangan berharap punya hak apa pun juga di sini. Kalian kuminta bertarung, dan menunjukkan kepandaian masing-masing. Dan salah satu di antara kalian yang terbaik, akan menjadi pendampingku seumur hidup...!" kata Ratu Lembah Kambang. Terdengar lembut, dan merdu suaranya, namun begitu lantang.

"Gila...! Peraturan macam apa ini...?" dengus salah seorang yang berbaju biru tua, dengan sebuah pedang tersampir di punggung. Pemuda yang wajahnya cukup tampan itu dikenal sebagai Pendekar Pedang Perak. Karena memang pedang yang disandang seluruhnya berwarna putih keperakan.

"Huh! Dasar ratu edan...!" dengus seorang pemuda lagi yang berbaju hijau. Dia membawa senjata berupa tombak pendek yang bermata dua pada kedua ujungnya, dan dikenal berjuluk Pendekar Sawung Geledek.

Gerutu-gerutuan terus terdengar dari para pendekar-pendekar muda itu. Hanya Pendekar Rajawali Sakti saja yang kelihatan diam dan tenang. Tapi, matanya terus beredar ke sekeliling, seakan tidak mempedulikan pendekar-pendekar muda lain yang merasa tertipu oleh undangan Ratu Lembah Kambang ini. Mereka benar-benar tidak tahu, kalau sebenarnya undangan Ratu Lembah Kambang ingin mencari jodoh.

Dan tentu saja membuat mereka jadi tidak senang. Mereka adalah pendekar muda yang tentu saja memiliki kepandaian tidak rendah. Di antara mereka semua tentu saja sudah pernah mendengar nama satu sama lain, di pelataran rimba persilatan. Hanya saja, belum ada yang saling mengenal. Ratu Lembah Kambang memang memilih mereka, karena terkenal di daerah masing-masing dengan kedigdayaan serta sukar dicari tandingannya.

"Sudah cukup malam. Kalian boleh mulai...!" seru Ratu Lembah Kambang.

Tapi, tidak ada seorang pun dari ke tujuh pendekar muda itu yang menuruti keinginan ratu cantik ini. Mereka hanya diam saja, dan justru dengan sikap menantang Ratu Penguasa Lembah Kambang itu. sorot mata mereka terlihat begitu tajam, memancarkan kebencian yang amat sangat Hanya Rangga saja yang masih kelihatan tenang.

Melihat ketujuh pendekar muda pilihannya tidak beranjak sedikit pun, Ratu Lembah Kambang bukannya marah, tapi malah tersenyum manis sekali. Lalu, tangannya bergerak ke depan. Ditunjuknya barisan tujuh orang gadis berbaju hijau yang bagian perut dan sebagian dadanya terbuka.

"Hup!" "Hiyaaa...!"

Tujuh orang gadis berwajah cantik dan bertubuh ramping indah menggiurkan itu langsung saja berlompatan ke depan tujuh pendekar muda pilihan Ratu Lembah Kambang ini. Di tangan mereka semua tergenggam sebilah tombak berukuran cukup panjang. Mereka membelakangi para pendekar muda itu, dan membungkuk memberi hormat pada Ratu Lembah Kambang. Lalu cepat mereka berbalik, menghadapi tujuh orang pendekar ini.

"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Heh...?!"
"Gilaaa...?!"
"Upts!"

Pendekar-pendekar muda itu jadi tersentak kaget setengah mati, begitu tiba-tiba saja tujuh orang gadis cantik ini berlompatan menyerang tanpa berkata-kata sedikit pun. Cepat-cepat mereka berlompatan menyebar, menghindari serangan tujuh orang gadis ini. Dan kini, mereka masing-masing mendapat satu lawan.

"Hiyaaa...!" "Yeaaah...!"

Ketujuh gadis cantik itu bagaikan singa betina yang menyerang tanpa henti. Akibatnya tujuh orang pendekar muda itu jadi geram juga. Dan mereka tidak lagi sungkan-sungkan, begitu menyadari kalau serangan gadis-gadis ini sungguh cepat dan berbahaya. Ujung-ujung tombak mereka berkelebatan begitu cepat, mengarah ke bagian-bagian tubuh yang mematikan.

"Hup! Yeaaah...!"

Saat itu terlihat Rangga melenting tinggi-tinggi ke udara meninggalkannya. Lalu cepat bagai kilat, Pendekar Rajawali Sakti meluruk deras ke arah Ratu Lembah Kambang yang berada di singgasananya.

"Hup! Yeaaah...!"

Rangga meluruk cepat ke arah Ratu Lembah Kambang di singgasananya.

"Hih...!"

Wanita berbaju hijau muda itu segera menghentakkan tongkatnya. Maka, dari kepala tongkat yang berbentuk bulat itu memancar cahaya merah bagai api ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

"Upts! Yeaaah...!"

Rangga cepat menghindar. Melihat Rangga meluncur bagai kilat ke arahnya, Ratu Lembah Kambang jadi terbeliak kaget tidak menyangka.

"Hih...!" Secepat kilat pula, wanita cantik berbaju hijau muda itu menghentakkan tongkat di tangan kanannya. Maka dari kepala tongkat yang berbentuk bulat berwarna merah itu memancar cahaya merah bagai api ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

"Upts! Yeaaah...!"

Cepat-cepat Rangga memutar tubuhnya di udara, menghindari serangan Ratu Lembah Kambang itu. Maka sinar merah yang memancar dari kepala tongkat ratu cantik itu lewat di antara putaran tubuh Pendekar Rajawali Sakti.

"Hap!"

Manis sekali Rangga menjejakkan kakinya kembali di lantai. Tapi pada saat itu, gadis yang tadi menjadi lawannya sudah melompat cepat menyerangnya. Tombak di tangan kanannya meluncur begitu cepat ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti.

"Hap!"

Namun dengan gerakan indah sekali, Rangga menarik tubuhnya sedikit ke kiri. Dan pada saat ujung mata tombak gadis itu lewat di depan dadanya yang miring, cepat tangan kanannya dihentakkan untuk memapak batang tombak itu.

"Yeaaah...!"
Plak!
Trak!
"Heh...?!"

Bukan hanya gadis itu yang terkejut melihat tombaknya dengan mudah dapat dipatahkan. Tapi, Ratu Lembah Kambang yang sejak tadi perhatiannya pada Pendekar Rajawali Sakti juga tersentak kaget. Dan belum lagi hilang rasa keterkejutan mereka, tiba-tiba saja Rangga sudah menarik tubuhnya ke depan. Lalu dengan kecepatan bagai kilat, diberikannya satu tendangan keras, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.

"Hiyaaa...!"

Begitu cepatnya tendangan yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga gadis cantik ini tidak sempat lagi menghindarinya. Dan....

Des!
"Akh...!"

Gadis itu memekik keras agak tertahan, begitu tendangan kaki kanan Rangga tepat menghantam dadanya yang agak terbuka. Seketika itu juga, tubuhnya terpental ke belakang sejauh dua batang tombak. Keras sekali tubuhnya menghantam lantai, dan bergulingan beberapa kali sebelum menghantam dinding dengan keras. Hanya sedikit saja gadis itu menggeliat, kemudian diam tidak bergerak gerak lagi. Mati. Dari mulutnya terlihat darah agak kental mengalir keluar.

Sementara, pendekar lain yang berjumlah enam orang masih menghadapi lawan masing-masing. Dan tampaknya, lawan mereka juga bukan gadis sembarangan dengan tingkat kepandaian yang tidak bisa dikatakan rendah. Akibatnya enam orang pendekar muda itu jadi geram.

Dan saat itu, Rangga berdiri tegak dengan sikap menantang Ratu Lembah Kambang. Sorot matanya terlihat begitu tajam, tertuju lurus pada bola mata wanita berwajah cantik bagai bidadari ini.

"Ratu Lembah Kambang...! Aku akan menantangmu dengan satu syarat!" terdengar lantang sekali suara Rangga.

"Hm.... Apa syaratmu, Pendekar Rajawali Sakti? Katakan...," sambut Ratu Lembah Kambang.

"Kalau aku bisa mengalahkanmu, kau harus membebaskan kami semua. Dan kalau kau bisa mengalahkanku, tentu aku rela menjadi pendampingmu. Tapi, kau juga harus membebaskan mereka semua," kata Rangga mengajukan syaratnya.

"Ha ha ha...!"

Ratu Lembah Kambang jadi tertawa terbahak-bahak mendengar syarat yang diajukan Pendekar Rajawali Sakti. Kata-kata Rangga yang lantang, dan suara tawa Ratu Lembah Kambang yang keras menggelegar, rupanya menarik perhatian yang lain. Hingga dalam seketika saja, pertarungan yang sedang berlangsung jadi berhenti. Dan mereka sama-sama berlompatan mundur menjauh.

Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak bersikap menantang Ratu Lembah Kambang yang cantik itu. Sedangkan enam orang pendekar muda lainnya, jadi saling berpandangan. Jelas sekali, mereka tadi mendengar kata-kata Rangga yang mengajukan permintaan. Dan mereka benar-benar tidak mengerti sikap Pendekar Rajawali Sakti yang berani menantang Ratu Lembah Kambang. Bahkan rela mengorbankan dirinya untuk kebebasan yang lain.

"Baiklah, Pendekar Rajawali Sakti. Tantanganmu kuterima," sambut Ratu Lembah Kambang, diiringi senyum manis tersungging di bibir yang selalu merah menawan.

"Tunggu...!" Baru saja Ratu Lembah Kambang bangkit berdiri dari singgasana, tiba-tiba saja Pendekar Pedang Perak berteriak lantang sambil melompat ke samping kanan Pendekar Rajawali Sakti.

"Kisanak! Kau jangan mengorbankan dirimu sendiri saja. Aku dan yang lain tentu tidak akan tinggal diam begitu saja. Kita akan menghadapi mereka semua bersama-sama," kata Pendekar Pedang Perak tegas.

"Benar...! Kami akan menghadapi mereka semua," sambut Pendekar Golok Ireng.

Dan pendekar yang Iain juga langsung menyambut gegap-gempita. Sehingga di dalam ruangan ini jadi gaduh. Pendekar-pendekar muda itu kini sudah berdiri berjajar, mengapit Pendekar Rajawali Sakti.

Sementara, Ratu Lembah Kambang jadi kelihatan berang melihat sikap pendekar-pendekar muda pilihannya. Keputusan yang diambil pendekar-pendekar muda itu membuat Rangga jadi tersenyum. Kini, dia tidak lagi merasa seorang diri. Ternyata, mereka yang juga mendapat undangan, tidak menyukai cara ratu cantik itu dalam memilih teman hidupnya.

"Manusia-manusia busuk! Kalian rupanya tidak mau diajak senang, heh...?!" dengus Ratu Lembah Kambang murka.

"Kami semua sudah merasa senang, sebelum kau membawa ke sini, Ratu Lembah Kambang," sahut Pendekar Golok Ireng tegas.

"Phuih...! Percuma kalian kubawa ke sini. Sebaiknya kalian mampus. Huh...!" dengus Ratu Lembah Kambang semakin berang.

Setelah berkata begitu, Ratu Lembah Kambang menghentakkan tongkatnya yang berwarna kuning keemasan ke lantai, tepat di ujung jari kakinya. Dan seketika itu juga, gadis-gadis cantik yang berjumlah puluhan dan memadati bagian pinggir ruangan ini, langsung berlompatan maju. Dan mereka langsung mengepung ke tujuh pendekar muda ini.

Namun tidak semua gadis itu menggenggam senjata tombak. Ada yang menghunus pedang, ada juga yang menggunakan senjata rantai, yang berbandul bulat berduri. Bahkan pada bagian atas dinding ruangan ini, terlihat puluhan gadis cantik siap dengan anak panah terpasang di busurnya. Rupanya, Ratu Lembah Kambang memang sudah mempersiapkan kalau peristiwa ini akan terjadi.

Maka gadis-gadis cantik yang merupakan bala tentaranya sudah disiap-siagakan, dan tinggal menunggu perintah. Keadaan yang tidak menguntungkan ini membuat ketujuh pendekar muda itu jadi kecut juga hatinya. Tapi sorot mata mereka tidak menampakkan kegentaran, walaupun kedudukan saat ini sama sekali tidak menguntungkan.

"Kalian lihat..! Sedikit pun tidak ada tempat untuk kalian hidup di sini. Kalau aku menginginkan kalian mati, semudah membalikkan telapak tangan!" terdengar dingin sekali nada suara Ratu Lembah Kambang.

Tujuh orang pendekar tangguh ini jadi saling melemparkan pandangan satu sama lain. Mereka sama-sama menyadari keadaan yang tidak menguntungkan ini. Cukup disadari kalau tidak mungkin bisa mengalahkan gadis-gadis yang berjumlah sedikitnya seratus orang ini. Dan lagi, gadis-gadis itu juga memiliki kepandaian yang tidak rendah. Lalu, apa yang bisa dilakukan...?

TUJUH

"Bunuh mereka semua...!" seru Ratu Lembah Kambang lantang menggelegar.

"Tunggu...!" Rangga cepat-cepat berteriak keras, sehingga membuat gadis-gadis yang sudah siap menyerang jadi menghentikan gerakannya. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melangkah maju ke depan beberapa tindak.

Sementara, enam orang pendekar muda yang tadi berdiri sejajar dengannya jadi saling berpandangan.

"Aku masih tetap menawarkan persyaratanku tadi, Nini Ratu. Biarkan mereka pergi. Dan aku akan bertarung denganmu," kata Rangga agak lantang suaranya.

Ratu Lembah Kambang terdiam. Sementara, enam pendekar lainnya juga terdiam. Memang tidak ada pilihan lain lagi bagi mereka semua, kecuali salah satu memang harus bisa mengorbankan diri. Ratu Lembah Kambang masih terdiam memandangi Pendekar Rajawali Sakti.

Tapi tidak berapa lama kemudian, pandangannya beralih ke arah enam pendekar muda lain yang masih tetap berdiri berjajar, bersikap siap bertarung. Pandangannya lalu kembali ter-tuju pada Pendekar Rajawali Sakti yang masih berdiri tegap paling depan.

Bet!

Ratu Lembah Kambang mengebutkan tangan kanannya yang menggenggam tongkat berwarna kuning keemasan yang bagian kepalanya berbentuk bulat dan berwarna merah menyala seperti api. Maka seketika, gadis-gadis yang sudah mengepung rapat-rapat pendekar muda itu bergerak mundur menjauh.

Perlahan Ratu Lembah Kambang melangkah turun dari singgasananya. Dan langkahnya baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi di depan Rangga. Sorot matanya masih terlihat cukup tajam, menembus langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Seakan-akan, dia hendak mengukur tingkat kepandaian yang dimiliki pemuda berbaju rompi putih ini.

"Aku terima tawaranmu, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi mereka harus tetap berada di sini, sampai salah satu di antara kita ada yang kalah. Mereka harus menjadi saksi...," tegas Ratu Lembah Kambang.

"Baik. Tapi, kau harus berjanji akan membebaskan mereka setelah pertarungan ini selesai," sambut Rangga.

"Tentu saja, Pendekar Rajawali Sakti. Aku tidak akan pernah mengingkari janji. Mereka akan bebas, kalau kau bisa mengalahkan aku. Tapi mereka akan mati kalau kau kalah," sambut Ratu Lembah Kambang, seraya tersenyum lebar.

Rangga jadi terdiam. Kepalanya berpaling sedikit memandangi enam orang yang berada di belakangnya. Kini dia tahu, keselamatan mereka semua sekarang berada dalam genggaman tangannya. Dan ratu cantik ini harus bisa dikalahkannya, agar mereka semua bisa bebas. Sedangkan Rangga tahu, kepandaian yang dimiliki Ratu Lembah Kambang tidak bisa dipandang ringan.

"Baik. Tawaranmu kuterima, Nini Ratu," sambut Rangga akhirnya memutuskan.

"Bagus...." Ratu Lembah Kambang tersenyum lebar menerima sambutan Pendekar Rajawali Sakti.

Sebentar kemudian, kakinya sudah bergeser ke kanan dua langkah. Sementara, tongkat emasnya diangkat sampai sejajar melintang di depan dada. Sedangkan Rangga masih tetap berdiri tegak, memperhatikan setiap gerak ratu cantik ini. Saat itu, enam orang pendekar muda yang berada di belakang Rangga sudah bergerak menyingkir, menjauhi arena pertarungan.

"Sebagai tamu, kau kupersilakan menyerang lebih dulu, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Ratu Lembah Kambang.

"Silakan, kau yang memulai, Nini Ratu," balas Rangga kalem.

"Hm..., baiklah. Tahan seranganku, Pendekar Rajawali Sakti. Yeaaah...!"

Begitu cepat Ratu Lembah Kambang mengebutkan tangan kanannya yang menggenggam tongkat berwarna kuning keemasan. Maka ujung bagian bawah tongkat yang berbentuk runcing langsung melayang ke arah dada Rangga. Kecepatannya bagai kilat, dan disertai deru angin bagai topan. Sesaat Pendekar Rajawali Sakti terkesiap. Lalu....

"Hup! Yeaaah...!"

Sedikit saja ujung tongkat Ratu Lembah Kambang lewat di depan dada, ketika Pendekar Rajawali Sakti cepat-cepat menarik kakinya ke belakang dua langkah. Tapi pada saat itu juga, Ratu Lembah Kambang sudah melesat cepat bagai kilat ke atas sampai melewati kepala pemuda itu. Dan seketika tongkatnya dikebutkan ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti.

Bet!
"Upts...!"

Untung saja Rangga cepat-cepat merunduk, sehingga sabetan tongkat itu tidak sampai menghantam kepalanya. Tapi, angin pukulan tongkat itu sempat juga membuatnya jadi limbung. Untung keseimbangan tubuhnya cepat bisa terkuasai, tepat di saat Ratu Lembah Kambang menjejakkan kakinya di belakang.

"Hih!"

Begitu cepat pula ratu cantik itu mengibaskan tongkatnya ke tubuh Pendekar Rajawali Sakti ini.

"Haiiit..!"

Hanya dengan meliukkan tubuh sedikit saja, Rangga bisa menghindari sabetan tongkat dari belakangnya. Lalu cepat-cepat tubuhnya melenting ke atas. Dan bagaikan kilat tubuhnya menukik deras dengan kedua kaki bergerak berputaran cepat, mengarah ke kepala wanita cantik penguasa Lembah Kambang ini.

"Hiyaaa...!"
"Aikh...!"
Wuk!

Ratu Lembah Kambang jadi tersentak kaget, menerima serangan dari jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Bergegas tongkatnya diputar ke atas kepala. Tapi tanpa diduga sama sekali, Rangga sudah cepat menarik kakinya. Dan secepat itu pula, tubuhnya berbalik. Lalu, langsung dilepaskannya satu pukulan keras bertenaga dalam sempurna dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.

"Yeaaah...!"
"Ikh...!"

Kembali Ratu Lembah Kambang jadi terbeliak menghadapi serangan-serangan cepat dan tidak terduga dari Pendekar Rajawali Sakti. Maka cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang Namun, ternyata Rangga sudah merubah jurusnya menjadi 'Sayap Rajawali Mem-belah Mega'

Wuk!

Tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti mengibas cepat luar biasa, hingga Ratu Lembah Kambang tidak dapat lagi menghindari. Dan...

Begkh!
"Akh...!"

Ratu Lembah Kambang terpental cukup jauh ke belakang, begitu dadanya terkena kibasan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti yang menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Begitu keras kibasan tangannya, sehingga punggung Ratu Lembah Kambang sampai menghantam dinding. Dan dia kembali terpekik, bersamaan dengan hancurnya dinding istana ini.

Saat itu juga, tanpa sadar enam orang pendekar lainnya jadi bersorak melihat Ratu Lembah Kambang terkapar di antara reruntuhan dinding istananya sendiri. Namun kegembiraan mereka hanya sebentar saja, karena Ratu Lembah Kambang sudah bisa cepat bangkit lagi. Dan dia melangkah agak terhuyung-huyung menghampiri Rangga yang berdiri tegak menantinya. Tampak dari sudut bibir wanita itu mengalir darah kental berwarna agak kehitaman. Sambil mendengus berang, disekanya darah di bibirnya.

"Phuih! Kau belum menang, Pendekar Rajawali Sakti...!" dengus Ratu Lembah Kambang geram.

"Hmmm...!" Rangga hanya tersenyum saja sambil menggumam pelan. Begitu tipis senyumnya, sehingga hampir tidak terlihat. Sementara Ratu Lembah Kambang sudah bisa menguasai pernafasannya yang tadi mendadak jadi terasa sesak, akibat dadanya terkena kibasan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti.

"Hih!"
Bet!

Ratu Lembah Kambang mengebutkan tongkatnya ke depan, sambil mendengus berat. Dan seketika itu juga, dari ujung tongkatnya yang berbentuk bulat merah meluncur sinar merah bagai api ke arah Rangga dengan begitu cepat.

"Hup!"

Dan hanya sedikit saja tubuh Pendekar Rajawali Sakti miring ke kanan, sinar merah itu lewat di sampingnya. Tapi tanpa diduga sama sekali, Ratu Lembah Kambang mengibaskan tongkatnya ke samping. Sehingga, cahaya merah yang memancar dari kepala tongkatnya bergerak cepat, mengikuti gerakan tubuh Pendekar Rajawali Sakti.

"Upts! Gilaaa...!"

Untung saja Rangga cepat melihat. Maka langsung dia menjatuhkan diri dan beberapa kali bergulingan di lantai yang keras dan licin berkilat ini. Lalu dengan gerakan manis sekali, Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri. Namun baru saja kakinya menjejak tanah, Ratu Lembah Kambang sudah menyerang lagi dengan cepat.

"Hih!
Yeaaah...!"
"Hup! Hiyaaa...!"

Kembali Rangga harus berjumpalitan di udara, menghindari sinar-sinar merah yang memancar dari kepala tongkat Ratu Lembah Kambang. Begitu dahsyat sinar-sinar merah itu, sehingga dinding-dinding istana yang kokoh sampai hancur terhantam. Sementara, Rangga terus berjumpalitan menghindari tanpa sedikit pun memiliki kesempatan untuk balas menyerang.

Tampaknya, Ratu Lembah Kambang benar-benar ingin membinasakan pemuda berbaju rompi putih yang dikenal berjuluk Pendekar Rajawali Sakti. Pertarungan antara Ratu Lembah Kambang dan Pendekar Rajawali Sakti terus berlangsung semakin sengit. Entah, sudah berapa jurus yang digelar. Tapi, belum juga ada tanda-tanda kalau pertarungan bakal berakhir.

Bahkan kini pertarungan meningkat bukan hanya menggunakan jurus-jurus olah kanuragan, tapi sudah menggunakan ilmu-ilmu kedigdayaan yang dahsyat. Sehingga, seluruh istana ini jadi bergetar bagaikan diguncang gempa. Ruangan tempat pertarungan pun sudah tidak lagi berbentuk. Tapi pertarungan terus berlanjut, seperti tidak akan pernah berakhir.

Sementara, bukan hanya enam pendekar undangan Ratu Lembah Kambang saja yang cemas. Tapi semua gadis abdi ratu cantik itu juga jadi deg-degan. Sedangkan keadaan istana ini semakin bertambah rusak saja. Mereka cemas kalau-kalau istana ini runtuh, akibat pertarungan yang semakin meningkat menggunakan aji-aji kesaktian.

"Keluar kalian semua! Yeaaah...!" Tiba-tiba saja Rangga berseru keras menggelegar, membuat seluruh dinding ruangan ini jadi bergetar.

Seruan Pendekar Rajawali Sakti memang sangat mengejutkan. Dan tiba-tiba saja pemuda berbaju rompi putih itu melesat tinggi sekali ke udara. Lalu cepat bagai kilat, tubuhnya meluruk deras sambil menghentakkan tangannya ke depan dada. Kemudian dengan kecepatan penuh, kedua tangannya direntangkan ke samping. Dan begitu kakinya menjejak lantai....

"Aji Bayu Bajra! Yeaaah...!"

Belum lagi teriakan Pendekar Rajawali Sakti menghilang dari pendengaran, tiba-tiba saja di ruangan ini terjadi badai topan yang begitu dahsyat. Akibatnya, mereka yang berada di dalam ruangan istana itu jadi tersentak kaget setengah mati. Tapi belum sempat berbuat sesuatu, angin badai ciptaan Pendekar Rajawali Sakti sudah menghantam, sehingga membuat tubuh-tubuh mereka bagaikan kapas terhempas angin.

Jerit pekik melengking tinggi seketika itu juga terdengar saling sambut memenuhi ruangan berukuran sangat luas ini, bercampur baur deru angin topan. Bukan hanya tubuh-tubuh mereka yang terlempar, tapi juga batu-batu pecahan dinding pun ikut beterbangan, terhempas hembusan angin badai ini.

Sementara itu, terlihat Ratu Lembah Kambang berdiri tegak dengan tongkat tertanam dalam ke lantai. Sedangkan enam orang pendekar itu berusaha menahan gempuran angin badai, dengan mengerahkan tenaga dalam. Namun, pijakan mereka terus bergeser, tidak sanggup menahan gempuran angin badai topan ciptaan Pendekar Rajawali Sakti.

"Hap!"

Tiba-tiba Rangga mencabut aji kesaktiannya yang sangat dahsyat itu. Dan sebelum ada yang sempat menyadari, tubuhnya sudah melesat begitu cepat menerjang ke arah Ratu Lembah Kambang.

"Hiyaaat...!"
"Heh...?! Upts!"
Bet!

Cepat-cepat Ratu Lembah Kambang mencabut tongkatnya yang tadi sampai terbenam ke dalam lantai. Lalu secepat itu pula dikebutkannya ke depan. Tapi tanpa diduga sama sekali, Rangga sudah melenting ke udara, dan berputaran dua kali. Lalu saat itu juga, tubuhnya meluruk deras sambil mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.

"Edan! Hih...!"

Ratu Lembah Kambang jadi gusar mendapatkan serangan Rangga yang beruntun dan sangat cepat luar biasa. Cepat-cepat wanita itu melompat ke belakang, sambil mengebutkan tongkatnya ke atas kepala.

"Hap!"

Tapi Rangga sudah kembali memutar tubuhnya dan menjejakkan kakinya di lantai dengan indah sekali. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya sehingga sedikit pun tidak terdengar suara saat kedua kakinya menjejak lantai tadi.

"Cepat kalian keluar...!" seru Rangga sambil berpaling sedikit kepada enam orang pendekar muda yang masih tetap berada di dalam ruangan itu.

"Yeaaah...!"

Namun pada saat yang sama, Ratu Lembah Kambang sudah mengebutkan tongkatnya sambil melompat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

"Haiiit..!"

Cepat sekali gerakan Rangga dalam menghindari kebutan tongkat ratu cantik ini. Dan pada saat kepala tongkat berwarna merah itu lewat di depan dada, cepat bagai kilat dilepaskannya satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga sempurna.

"Yeaaah...!"
"Heh...?!"

Ratu Lembah Kambang jadi tersentak kaget. Sungguh tidak disangka kalau Rangga dapat melakukan serangan, di saat dirinya tengah terserang. Dan begitu terkejutnya, sehingga....

Diegkh!
"Akh...!"

Ratu Lembah Kambang tidak sempat lagi berkelit menghindar, ketika pukulan Pendekar Rajawali Sakti tepat menghantam dadanya. Akibatnya, wanita cantik penguasa Lembah Kambang itu jadi terpental ke belakang sejauh dua batang tombak. Lalu keras sekali tubuhnya menghantam dinding, hingga jebol berantakan.

Begitu kerasnya pukulan Pendekar Rajawali Sakti tadi, membuat tubuh ratu cantik itu terus meluncur deras walaupun sudah menghancurkan dinding istana yang terbuat dari batu ini. Saat itu, Rangga masih sempat berpaling. Ditatapnya enam orang pendekar muda yang belum juga beranjak dari tempatnya.

Kelihatannya, mereka seperti tidak ingin tertinggal untuk menyaksikan pertarungan dahsyat ini, yang mungkin tidak bisa disaksikan lagi untuk yang kedua kali. Maka tak heran kalau mereka seperti tidak mempedulikan permintaan Rangga untuk meninggalkan istana ini.

"Kenapa kalian masih tetap di sini?! Cepat tinggalkan istana ini!" agak keras suara Rangga. Namun belum juga keenam pendekar muda itu bisa membuka suara, tiba-tiba saja....

Glarrr...!
"Heh...?!"
"Hah...?!"

Mereka semua jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba terdengar ledakan yang begitu dahsyat. Maka seketika seluruh dinding bangunan istana ini jadi bergetar hebat, bagai diguncang gempa. Bahkan langit-langit ruangan ini pun sempat runtuh sedikit.

"Sebentar lagi, istana ini akan runtuh. Sebaiknya kalian cepat keluar dari sini," kata Rangga meminta keenam pendekar muda itu keluar.

"Tapi, bagaimana denganmu, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Pendekar Golok Ireng.

"Aku akan membereskan Ratu Lembah Kambang dulu," sahut Rangga. "Cepatlah kalian keluar, sebelum istana ini benar-benar runtuh."

Enam pemuda itu saling berpandangan sejenak, kemudian bergegas keluar dari dalam ruangan ini, melalui pintu yang sudah hancur berkeping-keping. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak beberapa saat. Dan kakinya baru melangkah menghampiri dinding yang jebol akibat terlanda tubuh Ratu Lembah Kambang tadi, setelah melihat enam pendekar muda itu sudah keluar dari dalam istana ini.

Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan kakinya di ruangan lain, mendadak kedua bola matanya jadi terbeliak. Bahkan mulutnya sampai ternganga lebar.

"Heh...?!"

DELAPAN

Hampir-hampir Rangga tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Di dalam ruangan yang juga berukuran besar, Ratu Lembah Kambang terlihat berdiri tegak di belakang seorang gadis cantik berbaju biru muda. Sebilah pedang berwarna merah menyala yang tergenggam erat di tangan kanan Ratu Lembah Kambang tampak menempel di tenggorokan gadis itu.

Sedangkan tangan kirinya yang menggenggam sebuah kipas putih berada di perut gadis itu. Yang membuat Rangga jadi terbeliak, gadis itu adalah Pandan Wangi. Dan tampaknya gadis berjuluk si Kipas Maut itu benar-benar tidak berdaya, terbelenggu rantai pada tangan, kaki, dan tubuhnya.

"Sebaiknya menyerahlah, kalau tidak ingin kepala kekasihmu terpisah dari lehernya, Pendekar Rajawali Sakti," dingin sekali suara Ratu Lembah Kambang mengancam.

"Pengecut..!" desis Rangga menggeram.

"Hik hik hik...! Kau tidak punya pilihan lain lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Hanya ada satu pilihan buatmu. Menyerang, atau kekasihmu terbang ke neraka."

"Jangan pedulikan dia, Kakang. Jangan menyerah...!" sentak Pandan Wangi.

"Diam! Hih...!"
Diegkh!
"Akh...!"

Pandan Wangi jadi terpekik, begitu ujung gagang pedangnya sendiri yang kini dikuasai Ratu Lembah Kambang, menghantam keras pelipisnya. Seketika, darah mengucur keluar dari pelipis yang sobek.

"Jahanam...!" bentak Pendekar Rajawali Sakti. Rangga semakin geram melihat tindakan wanita cantik penguasa Lembah Kambang ini. Kedua tangannya sudah terkepal, dan matanya berapi-api menahan kemarahan. Tampaknya Ratu Lembah Kambang memang menguasai keadaan.

Pendekar Rajawali Sakti itu kini benar-benar terjepit, dan benar-benar sukar menentukan pilihan lagi. Namun di saat Rangga tengah kebingungan, tiba-tiba saja....

Wusss...!
"Heh...?!"

Ratu Lembah Kambang jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba saja sebatang anak panah meluncur deras kearahnya dari sebelah kanan. Begitu terkejutnya, sehingga langsung mendorong Pandan Wangi sambil melompat ke belakang. Sementara, panah itu terus meluncur, hingga....

Crab!
"Akh...!"
"Pandan..!"

Rangga cepat-cepat melompat, langsung menyambar tubuh Pandan Wangi yang menggeletak di lantai. Cepat dibawanya gadis itu ke tempat yang cukup jauh dari jangkauan Ratu Lembah Kambang. Untung saja anak panah yang melesat tadi hanya menancap di bahu kanannya, sehingga tidak sempat merenggut nyawa si Kipas Maut ini.

"Keparat..!" desis Rangga geram setengah mati. Cepat Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri, dan melompat hendak menerjang Ratu Lembah Kambang.

Tapi belum juga sampai, tiba-tiba saja dari atas sudah meluncur sebuah bayangan kuning ke arah ratu cantik penguasa Lembah Kambang ini. Pada saat yang sama, Ratu Lembah Kambang sudah mengebutkan Pedang Naga Geni milik Pandan Wangi yang berada di tangan kanannya, ke arah bayangan kuning itu.

Wuk!

Cahaya merah langsung berkelebat, begitu Pedang Naga Geni dikebutkan. Mendapat serangan ini, bayangan kuning itu melesat balik dengan kecepatan luar biasa sekali. Beberapa kali bayangan kuning itu berputaran di udara, lalu ringan sekali hinggap di atas tembok yang tinggal setengahnya lagi. Saat itu, terlihat kalau bayangan kuning tadi adalah seorang gadis cantik berbaju kuning muda.

"Rahmita...," desis Rangga langsung mengenali gadis itu.

Dan pada saat itu juga, Ratu Lembah Kambang sudah melesat begitu cepat ke arah gadis berbaju kuning yang dikenali Rangga sebagai Rahmita.

"Hiyaaat..!"
"Rahmita, awasss...!"
"Hup! Yeaaah...!"

Rahmita cepat melenting ke udara, begitu Ratu Lembah Kambang membabatkan Pedang Naga Geni ke arahnya. Begitu cepat sabetan pedang bercahaya merah itu, sehingga Ratu Lembah Kambang tidak dapat menguasainya lagi. Dan sabetan pedang itu langsung menghantam tembok baru yang tinggal setengahnya.

Glarrr...!!!

Ledakan seketika terdengar, bersamaan hancurnya dinding batu yang terhantam Pedang Naga Geni.

"Hiyaaa...!"

Rangga yang tahu betul akan kedahsyatan Pedang Naga Geni milik Pandan Wangi itu, tidak bisa lagi tinggal diam. Dia tidak ingin Rahmita celaka, karena belum mengetahui kedahsyatan Pedang Naga Geni yang kini berada di tangan Ratu Lembah Kambang. Secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti melesat menerjang, sebelum Ratu Lembah Kambang bisa menyerang Rahmita.

Sret!
Cring!
Bet!

Secepat itu pula Pendekar Rajawali Sakti mencabut pedang pusakanya dari punggung, dan membabatkannya ke arah dada ratu cantik penguasa Lembah Kambang ini. Seketika cahaya biru berkelebat begitu cepat, bersamaan tercabutnya Pedang Pusaka Rajawali Sakti dari warangka di punggung Rangga.

"Haiiit..!"
Bet!

Ratu Lembah Kambang cepat-cepat menangkis serangan Pendekar Rajawali Sakti dengan Pedang Naga Geni. Begitu cepat serangan Rangga, sehingga benturan antara dua pedang berpamor dahsyat itu tidak bisa dihindari. Dan....

Trang!
Glarrr...!

Kembali terdengar ledakan dahsyat menggelegar, begitu dua pedang itu beradu tepat di depan dada Ratu Lembah Kambang.

"Ikh...!" Ratu Lembah Kambang tampak terperanjat, dan langsung terdorong ke belakang dua langkah.

Tapi pada saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti sudah kembali melancarkan serangan menggunakan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Begitu cepat serangannya, sehingga membuat Ratu Lembah Kambang terpaksa harus berjumpalitan menghindarinya. Dan beberapa kali pula pedangnya harus dibabatkan mencoba menangkis serangan pedang yang memancarkan cahaya biru berkilauan itu.

Namun gerakan-gerakan pedang yang dilakukan Rangga, memang sangat indah dan cepat luar biasa. Sehingga beberapa kali pula Ratu Lembah Kambang hampir kecolongan. Untung saja, dia masih bisa menghindarinya.

Setelah beberapa gebrakan berlangsung, Ratu Lembah Kambang mulai terlihat goyah pertahanannya. Bahkan gerakan-gerakannya jadi tidak beraturan. Rangga yang tahu, lawannya ini sudah terpengaruh jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang semakin gencar dikerahkannya.

"Phuihhh...!"

Namun Ratu Lembah Kambang rupanya cepat menyadari ketidakseimbangan gerakan jurus-jurusnya. Dan secepat itu pula disadari adanya pengaruh dari jurus yang dimainkan Pendekar Rajawali Sakti. Maka dengan cepat tubuhnya melesat ke belakang sejauh setengah batang tombak, tepat di saat Rangga mengarahkan pedangnya ke kaki.

"Hap!"
Tap!

Manis sekali Ratu Lembah Kambang melompat, lalu mendarat kembali di lantai. Pedangnya langsung disilangkan di depan dada, dan membuang kipas baja putih milik Pandan Wangi yang sejak tadi berada di tangan kirinya. Tampaknya kipas itu dianggapnya sama sekali tidak berguna.

Perlahan wanita itu menggeser kakinya ke kanan, menghampiri tongkatnya yang bersandar di dinding. Tangan kirinya menjulur, lalu mengambil tongkat berwarna kuning keemasannya. Kemudian Pedang Naga Geni dipindahkan ke tangan kiri, sementara tongkatnya tergenggam di tangan kanan.

Pada saat yang sama Rangga sudah menyilangkan pedangnya di depan dada. Terlihat Pendekar Rajawali Sakti menempelkan telapak tangan kirinya pada mata pedang dekat tangkainya. Sedangkan kedua kakinya sudah merenggang cukup lebar. Dari sikapnya itu, jelas kalau Rangga tengah mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma' yang sangat dahsyat dan belum ada tandingannya.

"Hiyaaat...!" Bagaikan kilat, Ratu Lembah Kambang melompat sambil mengebutkan tongkatnya ke depan. Dan saat itu juga...

"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"

Wusss!

"Heh...?!" Ratu Lembah Kambang jadi tersentak kaget setengah mati begitu tiba-tiba Rangga menghentakkan pedangnya ke depan. Seketika dari ujung mata pedang itu memancar gumpalan cahaya biru berkilauan yang begitu cepat bagai kilat, hingga Ratu Lembah Kambang tidak sempat lagi menghindar. Dan....

Slap!

"Akh...!" Ratu Lembah Kambang jadi terpekik, begitu tubuhnya terhantam cahaya biru yang memancar dari pedang Pendekar Rajawali Sakti. Dan seketika itu juga, seluruh tubuhnya sudah terselubung sinar biru yang semakin banyak menggumpal.

"Akh...!" Ratu Lembah Kambang menggeliat-geliat, berusaha melepaskan diri dari selubung cahaya biru itu. Tapi semakin keras berusaha, semakin banyak saja tenaganya terkuras. Ratu Lembah Kambang tidak menyadari kalau aji 'Cakra Buana Sukma' yang dilepaskan Rangga mempunyai kekuatan yang mampu menyedot kekuatan lawan. Sungguh hal itu sama sekali tidak disadari. Sehingga semakin keras dia berusaha, semakin banyak pula tenaganya yang terkuras.

"Yeaaah...!" Rangga semakin kuat mengerahkan aji kesaktiannya yang sangat dahsyat itu. Maka semakin banyak saja kekuatan Ratu Lembah Kambang yang terkuras. Hingga akhirnya, wanita itu benar-benar tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Seluruh tenaganya sudah terkuras habis. Dan pada saat itu juga....

"Hiyaaat...!" Sambil berteriak keras menggelegar, Rangga melenting ke depan. Lalu cepat sekali pedangnya diangkat ke atas. Dan begitu cahaya biru yang memancar dari pedang itu tertarik, secepat kilat Rangga membabatkan pedangnya ke leher Ratu Lembah Kambang.

Cras!

"Aaa...!" Jeritan panjang melengking tinggi seketika itu terdengar menyayat. Tampak Ratu Lembah Kambang berdiri tegak dengan kedua bola mata terbeliak lebar. Sementara Rangga sudah menjejakkan kakinya kembali di lantai.

Cring!
Bruk!

Tepat di saat Pendekar Rajawali Sakti memasukkan pedangnya kembali ke dalam warangka di punggung, tubuh Ratu Lembah Kambang yang juga dikenal bergelar Pelangi Lembah Kambang atau Dewi Pelangi itu ambruk ke lantai. Sedikit pun tubuhnya tidak bergerak-gerak lagi, dengan kepala langsung terpisah dari leher. Darah menyembur deras sekali, keluar dari batang lehernya yang buntung tak berkepala lagi.

"Hhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang-panjang. Sebentar dipandanginya Ratu Lembah Kambang yang tergeletak tidak bernyawa lagi. Kemudian dihampirinya Pandan Wangi yang kini ditemani Rahmita. Dan pada saat itu, terlihat enam orang pendekar muda berdatangan. Mereka menarik napas lega, begitu melihat Ratu Lembah Kambang sudah terkapar tidak bernyawa lagi.

"Bagaimana lukamu, Pandan?" tanya Rangga.

"Tidak begitu dalam panahnya menembus bahu ku," sahut Pandan Wangi seraya bangkit berdiri, diikuti Rahmita.

"Maaf, seharusnya aku tidak meninggalkan mu," ucap Rangga.

"Ah! Sudahlah, Kakang," desah Pandan Wangi.

"Aku memang ditipu ratu setan itu." Rangga mengalihkan pandangan pada Rahmita. "Terima kasih atas bantuanmu mencabut panah itu, Rahmita," ucap Rangga.

"Seharusnya aku yang berterima kasih padamu, Rangga. Kau sudah membalaskan kematian guru dan seluruh saudara-saudara seperguruanku," sahut Rahmita.

"Hm.... Ratu Lembah Kambang membunuh gurumu...?" tanya Rangga agak menggumam terkejut.

"Ya! Akulah satu-satunya murid Padepokan Dara Wulung yang bisa lolos dari kekejaman Ratu Lembah Kambang."

"Oh...," Rangga mendesah, tidak menyangka kalau Rahmita adalah murid Padepokan Dara Wulung.

"Guruku memang sudah mengetahui akan kedatangan Ratu Lembah Kambang. Itu sebabnya dia mengirim surat padamu dan memintamu datang ke padepokan, Rangga," jelas Rahmita lagi.

"Ya! Sayangnya, aku datang terlambat," desah Rangga menyesali.

"Tapi, kau sudah membalasnya, Rangga."

Rangga hanya tersenyum saja. "Rahmita, kenapa Ratu Lembah Kambang menghancurkan padepokanmu?" tanya Rangga lagi.

"Dia kecewa, karena mengira akan menemukan pemuda-pemuda gagah di sana untuk dijadikan pendampingnya. Dan kekecewaannya itu dilampiaskan dengan membantai kami semua. Untung saja, aku bisa selamat, dan bisa keluar dari padepokan," jelas Rahmita lagi.

"O..., jadi sebenarnya selama ini kau sudah tahu...?"

"Maaf. Aku tidak bisa membuka siapa diriku sebenarnya, karena khawatir Ratu Lembah Kambang mengenaliku," ujar Rahmita.

"Tapi kenyataannya dia tidak mengenalimu, kan...? Lalu, siapa orang-orang bertampang kasar yang pernah mengeroyokmu. Dan siapa pula Setan Kembar Jubah Merah yang juga mengeroyokmu? Apa masalahnya sehingga kau berurusan dengan mereka?" berondong Pendekar Rajawali Sakti, mengungkapkan ganjalan hatinya.

"Orang-orang bertampang kasar yang pernah mengeroyokku sebenarnya para murid Setan Kembar Jubah Merah, yang memang ingin menghancurkan Padepokan Dara Wulung. Mereka memang mempunyai dendam pribadi pada guruku," jelas Rahmita.

Rangga hanya manggut-manggut mendengar penjelasan gadis itu. Namun, saat itu terdengar suara gemuruh yang mengguncangkan seluruh bangunan ista-na di Lembah Kambang ini. Mereka semua jadi tersentak kaget.

"Cepat keluar. Tempat ini akan segera hancur...!" seru Rangga langsung menyadari. Secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti menyambar Pandan Wangi yang masih kelihatan lemah, lalu melesat keluar.

Sedangkan Rahmita dan enam orang pendekar muda undangan Ratu Lembah Kambang segera mengikuti. Begitu mereka cukup jauh berada di luar bangunan megah Istana Lembah Kambang, seketika bangunan istana itu hancur, hingga membuat seluruh lembah ini jadi berguncang. Debu membubung tinggi ke angkasa, mengiringi kehancuran istana itu, akibat pertarungan dahsyat antara Rangga melawan Ratu Lembah Kambang tadi.

Sementara, Rangga sudah menurunkan Pandan Wangi perlahan-lahan, kemudian berbalik. Dipandanginya Istana Lembah Kambang yang sudah hancur, rata dengan tanah.

"Hhh...! Tamat sudah keangkuhannya...," desah Pendekar Pedang Perak.

Rangga berpaling sedikit pada pendekar muda itu.

"Untung kau bisa mengalahkannya, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Pendekar Golok Ireng

"Ya! Kalau tidak.., entah apa jadinya dunia ini," sambung yang lainnya.

Rangga hanya tersenyum saja. Sebenarnya diakui kalau tadi hampir saja tidak sanggup menandingi ketangguhan Ratu Lembah Kambang. Kalau saja tidak memiliki aji pamungkas yang sangat dahsyat itu, entah apa jadinya. Barangkali, saat ini dia sudah terkubur bersama istana yang hancur itu.

Setelah cukup puas memandangi kehancuran Istana Lembah Kambang, enam orang pendekar muda itu meninggalkan lembah ini. Kini tinggal Rangga, Pandan Wangi, dan Rahmita yang masih ada.

"Kau akan pergi ke mana, Rahmita?" tanya Rangga.

"Ke Padepokan Melati Putih," sahut Rahmita. "Di sana aku bisa memperdalam kepandaianku."

"Memang sebaiknya begitu, Rahmita. Kau pasti akan diterima dengan tangan terbuka, karena guru Padepokan Melati Putih memang adik kandung gurumu," sambut Rangga senang.

"Mudah-mudahan saja, Rangga." Rahmita kemudian meninggalkan kedua pendekar dari Karang Setra itu, setelah berpamitan.

Sementara Pandan Wangi masih tetap duduk di atas batang kayu yang roboh. Dan Rangga kemudian menghampirinya. "Kau kuat berjalan, Pandan?" tanya Rangga.

"Aku belum lumpuh, Kakang," sahut Pandan Wangi agak mendengus.

Lagi-lagi Rangga hanya tersenyum saja. Kemudian, mereka melangkah beriringan meninggalkan Lembah Kambang yang indah ini. Namun baru saja berjalan sejauh sepuluh batang tombak, Rangga menghentikan ayunan kakinya. Tubuhnya langsung berbalik kembali menatap ke arah reruntuhan bangunan Istana Lembah Kambang.

"Ada apa, Kakang?" tanya Pandan Wangi.

"Ah, tidak apa-apa...," sahut Rangga cepat-cepat. Pendekar Rajawali Sakti kembali berbalik dan melangkah lagi diikuti Pandan Wangi di sebelah kanan. Mereka terus berjalan tanpa bicara lagi sedikit pun juga.

S E L E S A I

EPISODE BERIKUTNYA: KEMELUT HUTAN DANDAKA